View
5
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT AVENTIS PHARMA
JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTAPERIODE 2 JULI - 31 AGUSTUS 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
IIN MARLIN SIMIATI, S.Farm1106153246
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT AVENTIS PHARMA
JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTAPERIODE 2 JULI - 31 AGUSTUS 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarApoteker
IIN MARLIN SIMIATI, S.Farm1106153246
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan praktek kerja profesi apoteker ini adalah karya saya sendiri,dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Iin Marlin Simiati
NPM : 1106153246
Tanda Tangan :
Tanggal : 28 Desember 2012
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat
dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di PT. Aventis Pharma, untuk memenuhi salah satu persyaratan
guna menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia.
Dalam penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan,
bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rajesh Kamat selaku Plant Director PT. Aventis Pharma atas izin dan
kesempatan yang diberikan sehingga terlaksananya Praktek Kerja Profesi
Apoteker di PT Aventis Pharma.
2. Ibu Dra. Yeni Suciani, Apt., selaku Head of IQC dan pembimbing PKPA di
PT. Aventis Pharma yang telah membimbing dan memberikan bantuan kepada
penulis selama PKPA berlangsung.
3. Ibu Nina Kurniawaty, S. Si., Apt., selaku quality assurance manager dan
pembimbing di PT. Aventis Pharma yang telah membimbing dan memberikan
bantuan kepada penulis selama PKPA berlangsung.
4. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, Apt., MS, selaku dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
5. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku ketua Program Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan
selama PKPA.
6. Bapak Dr. Iskandarsyah, M.S., Apt., selaku Pembimbing di Program Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi UI yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan selama PKPA.
7. Seluruh karyawan di PT. Aventis Pharma yang telah menerima dan
membantu penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA.
8. Seluruh staf pengajar, tata usaha, dan karyawan di Program Apoteker fakultas
farmasi UI atas segala ilmu pengetahuan, didikannya, serta bantuan dan
masukan selama ini.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
v
9. Orang tua dan keluarga ku yang selalu memberikan doa, serta dukungan moral
dan finansial kepada penulis.
10. Rekan-rekan mahasiswa Apoteker angkatan 75 yang telah berjuang bersama
dalam menyelesaikan studi di Program Profesi Apoteker di Universitas
Indonesia.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pihak
yang membaca. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan
pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA yang dituangkan dalam
laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Penulis
2012
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASIKARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Iin Marlin Simiati
NPM : 1106153246
Program Studi : Apoteker
Fakultas : Farmasi
Jenis karya : Lapran Praktek Kerja Profesi apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
1. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Timur Jl. Matraman Raya No. 218 Periode 11 - 29 Juni
2012
2. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma Jl. Jend. A.
Yani, Pulomas Jakarta Periode 2 Juli-31 Agustus 2012
3. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 50 Jl.
Merdeka N0. 24, Bogor Periode 3 September – 6 Oktober 2012
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : DepokPada tanggal : 28 Desember 2012
Yang menyatakan
(Iin Marlin Simiati)
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
ABSTRAK
Nama : Iin Marlin SimiatiProgram Studi : Profesi ApotekerJudul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Aventis Pharma
Jl. Jend. A. Yani, Pulomas Jakarta Periode 2 Juli-31 Agustus2012
Praktek Kerja Profesi Apoteker Di PT. Aventis Pharma bertujuan untukmengetahui dan memahami tentang pelaksanaan CPOB di industri farmasikhususnya di PT Aventis Pharma. Selain itu, diharapkan apoteker dapatmemahami tugas, fungsi, tanggung jawab dan wewenang apoteker dalam industrifarmasi. Dalam industri farmasi, apoteker mempunyai peranan dan tanggungjawab penting untuk menerapkan aspek–aspek yang tercantum dalam CPOBtersebut, antara lain sebagai penanggung jawab produksi, penanggung jawabpengawasan dan pemastian mutu. Tugas khusus yang diberikan berjudul revisidan peninjauan kembali prosedur pengolahan induk (PPI). Tugas khusus inibertujuan agar apoteker dapat memahami dan melakukan revisi terhadap dokumenprosedur pengolahan induk sesuai dengan cara pembuatan obat yang baik(CPOB). PPI akan selalu diperbarui secara berkala untuk disesuaikan denganstandar CPOB yang selalu diperbarui, disesuaikan dengan alat yang dipunyai (jikaada alat baru), dan bertujuan untuk menjaga keseragaman, serta kualitas produkyang dihasilkan dari waktu ke waktu.
Kata Kunci : PT Aventis Pharma, Prosedur Pengolahan IndukTugas Umum : ix + 113 halaman; 1 gambar; 6 tabel; 15 lampiranTugas Khusus : ii + 23 halamanDaftar Acuan Tugas Umum : 8 (1990 – 2012)Daftar Acuan Tugas Khusus : 3 (1990 - 2010)
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
ABSTRACT
Name : Iin Marlin SimiatiProgram Study : Apothecary ProfessionTitle : Apothecary Internship Report at PT. Aventis Pharma Jl. Jend.
A. Yani, Pulomas Jakarta Period July 2nd - August 31st 2012
Apothecary Internship Report in PT. Aventis Pharma aims to know andunderstand about the implementation of GMP in the pharmaceutical industry,especially in PT Aventis Pharma, Beside that, it is expected Apothecary tounderstand the duties, functions, responsibilities and authority of Apothecary inthe pharmaceutical industry. In the pharmaceutical industry, Apothecary have animportant role and responsibility to implement the aspects listed in the GMP, theyare responsible for production, responsible for quality control and qualityassurance. Given a special task called revision and reconsideration procedures ofprocessing the master document (PPI). The specific task is intended that theApothecary can understand and revise procedures of processing the masterdocument according to how well drug manufacturing (GMP). PPI will always beregularly updated to conform with the standards of GMP are always updated,adjusted with a tool that belongs to (if there is a new tool), and aims to maintainuniformity and quality of the products produced from time to time.
Keywords : PT Aventis Pharma, procedures of processing the masterdocument
General Assignment : ix + 113 pages; 1 picture; 6 tables; 15 appendicesSpecial Assignment : ii + 23 pagesBibliography of general assignment : 8 (1990 - 2012)Bibliography of general assignment : 3 (1990 - 2010)
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
vi Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................... iiiKATA PENGANTAR ......................................................................................ivDAFTAR ISI..............................................................................................................viDAFTAR GAMBAR ........................................................................................ixDAFTAR TABEL ...................................................................................................... xDAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................xi
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................11.1 Latar belakang .............................................................................................11.2 Tujuan...............................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................32.1 Industri Farmasi....................................................................................... 32.2 Cara Pembuatan Obat Yang Baik ..............................................................5
2.2.1 Manajemen Mutu .................................................................... 62.2.2 Personalia..............................................................................62.2.3 Bangunan dan Fasilitas ........................................................... 72.2.4 Peralatan................................................................................82.2.5 Sanitasi dan Higiene ............................................................92.2.6 Produksi ................................................................................92.2.7 Pengawasan Mutu...............................................................102.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu ............................................... 102.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan
Kembali Produk, dan Produk Kembalian....................................112.2.10 Dokumentasi..................................................................................122.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak.......................122.2.12 Kualifikasi dan Validasi ...............................................................13
BAB 3 TINJAUAN UMUM PT AVENTIS PHARMA........................................143.1 Sejarah PT Aventis Pharma..................................................................143.2 Visi dan Misi PT Aventis Pharma .......................................................16
3.2.1 Visi PT Aventis Pharma........................................................ 163.2.2 Misi PT Aventis Pharma ....................................................... 16
3.3 Lokasi dan Sarana Produksi .................................................................163.4 Karyawan PT Aventis Pharma.............................................................163.5 Struktur Organisasi PT Aventis Pharma..............................................173.6 Produk PT Aventis Pharma ..................................................................18
BAB 4TINJAUAN KHUSUS DIVISI INDUSTRIAL AFFAIRS......................204.1 Industrial Quality and Compliance Department..................................20
4.1.1 Quality Assurance Unit (Unit Pemastian Mutu) ..................... 214.1.1.1 Penanganan Personel...........................................................214.1.1.2 Penanganan dan Pengaturan Sistem Dokumentasi .. 224.1.1.3 Menyusun dan Mengendalikan Prosedur Tetap
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
vii Universitas Indonesia
(Protap) ..............................................................................234.1.1.4 Validasi..............................................................................254.1.1.5 Mengadakan Audit Terhadap Pemasok (Vendor
Audit) .................................................................................274.1.1.6 Inspeksi Diri (self inspection)...........................................294.1.1.7 Penolakan dan Pelulusan Terhadap Obat Jadi.........314.1.1.8 Penanganan Hasil Uji di Luar Spesifikasi (Out of
Specification/OOS) ..........................................................324.1.1.9 Penanganan Penyimpangan.....................................334.1.1.10 Pengkajian/Penilaian Tahunan Terhadap Produk
(Annual Product Review/APR)........................................354.1.1.11 Penanganan Keluhan, Penarikan Kembali Obat
Jadi, dan Penanganan Obat Kembalian...........................374.1.1.12 Pengendalian Terhadap Perubahan (Change
Control)..............................................................................384.1.1.13 Penanganan Obat di Distributor ................................ 394.1.1.14 Penanganan Transfer Proses Pengolahan dan atau
Pengemasan...................................................................394.1.2 Quality Control Unit................................................................40
4.1.2.1 Chemical and Physical Control (PengawasanSecara Kimia Dan Fisika) ...................................................41
4.1.2.2 Packaging Material and Other Material Control andCalibration........................................................................44
4.1.2.3 Microbiological control ..........................................454.1.2.4 Stability Study ...................................................................48
4.2 Production Department.............................................................................504.2.1 Processing .............................................................................504.2.2 Packaging..............................................................................53
4.2.2.1 Persiapan Dokumen (Prosedur Pengemasan Induk)................................................................................................54
4.2.2.2 Permintaan Bahan-Bahan (Pengemas dan ProdukRuahan)..............................................................................54
4.2.2.3 Penanganan Bahan Pengemas dan Produk Ruahan 544.2.2.4 Persiapan Mesin dan Peralatan................................554.2.2.5 Pemeriksaan Jalur Pengemasan...............................554.2.2.6 Pengawasan dalam Pengemasan.............................55
4.3 Technical Services Department dan Health, Safety, and EnviromentDepartment .................................................................................... 584.3.1 Technical Services Department............................................... 58
4.3.1.1 Kualifikasi Peralatan, Fasilitas dan Sistem Penunjang(Utility) ......................................................................... 59
4.3.1.2 Air Handling Unit (AHU) .......................................614.3.1.3 Water Generation Plant (WGP)..............................624.3.1.4 Perawatan Fasilitas, Peralatan, dan Sarana
Penunjang (Utility)....................................................... 664.3.2 Health, Safety, and Enviroment (HSE).................................... 67
4.3.2.1 Health (Kesehatan Kerja)........................................694.3.2.2 Safety (Keselamatan kerja)......................................71
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
viii Universitas Indonesia
4.3.2.3 Environment (Lingkungan Hidup) ..........................754.4 Plant Logistic Department.......................................................................78
4.4.1 Export Section, Inter-company Section ................................... 804.4.1.1 Export Section .........................................................804.4.1.2 Intercompany Section ..............................................81
4.4.2 Warehouse (Gudang) ............................................................... 814.4.2.1 Ruangan Cold Storage.............................................824.4.2.2 Ruangan Cool Storage.............................................824.4.2.3 Ruangan dengan Suhu Kamar (Ambient
Temperature) ....................................................................834.4.3 Purchasing Department............................................................ 91
BAB 5 PENERAPAN CPOB DI PT AVENTIS PHARMA...................................935.1 Manajemen Mutu.......................................................................................955.2 Personalia....................................................................................................965.3 Bangunan dan Fasilitas..............................................................................975.4 Peralatan................................................................................................... 1005.5 Sanitasi dan Higiene ............................................................................... 1015.6 Produksi........................................................................................1025.7 Pengawasan Mutu................................................................................... 1045.8 Inspeksi Diri dan Audit Internal .........................................................1065.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk
dan Produk Kembalian.................................................................................1075.10 Dokumentasi........................................................................................... 1095.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak................................... 1095.12 Kualifikasi dan Validasi......................................................................... 110
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 1126.1 Kesimpulan.............................................................................................. 1126.2 Saran.............................................................................................112
DAFTAR ACUAN ........................................................................................... 113
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
ix Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Bagan piramida dokumen HSE...............................................................68
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
x Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Klasifikasi ruangan PT Aventis Pharma........................................... 114Tabel 4.2. Spesifikasi pemeriksaan portable water, purified water, dan
Purified water MiliQ-Plus..................................................................115Tabel 4.3. Jenis-jenis Air Handling Unit (AHU)................................................... 116Tabel 4.4. Tingkatan Occupational Exposure Band (OEB).............................. 117Tabel 4.5. Kategori produk PT Aventis Pharma berdasarkan OEB.....................117Tabel 4.6. Parameter baku mutu air kategori D................................................. 118
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
xi Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Peta akses PT Aventis Pharma......................................................119Lampiran 2. Peta lokasi PT Aventis Pharma..................................................... 120Lampiran 3. Struktur organisasi PT Aventis Pharma........................................121Lampiran 4. Struktur organisasi Industrial Affairs............................................122Lampiran 5. Struktur organisasi Departemen Industrial Quality and
Compliance ............................................................................. 123Lampiran 6. Diagram pengambilan keputusan terhadap hasil di luar
spesifikasi....................................................................................... 124Lampiran 7. Contoh-contoh label ............................................................... 125Lampiran 8. Alur pemeriksaan bahan baku .......................................................126Lampiran 9. Persyaratan jumlah bakteri, total koliform, dan koliform tinja
pada masing-masing jenis air .........................................................127Lampiran 10. Pembagian iklim, tipe pemeriksaan, kondisi penyimpanan dan
waktu pemeriksaan pada uji stabilitas ......................................... 128Lampiran 11. Skema purified water plant........................................................... 130Lampiran 12. Alur penanganan limbah............................................................... 131Lampiran 13. Skema waste water treatment plant............................................. 132Lampiran 14. Skema waste treatment plant ..................................................133Lampiran 15. Denah warehouse...........................................................................137
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009
tentang pekerjaan kefarmasian, salah satu tempat pengabdian profesi apoteker
adalah industri farmasi. Tanggung jawab apoteker dalam industri farmasi tersebut
berada pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu. Seorang
apoteker sebagai tenaga kefarmasian harus memiliki keahlian dan kewenangan
dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Dalam menjalankan tanggung
jawabnya di bidang produksi obat, apoteker harus mengikuti suatu pedoman yang
telah ditetapkan oleh pemerintah. Pedoman tersebut adalah Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB). CPOB merupakan pedoman dalam aspek dan rangkaian
kegiatan pembuatan obat jadi di industri farmasi. CPOB dibuat untuk menjamin
mutu obat yang diproduksi oleh industri farmasi sehingga sesuai dengan
spesifikasinya, aman, dan berkualitas.
Seorang apoteker di industri farmasi mempunyai peranan penting untuk
menerapkan aspek-aspek yang tercantum dalam CPOB. Aspek-aspek tersebut
dapat diterapkan melalui ilmu dan keahlian yang telah dimiliki apoteker. Oleh
karena itu, adanya tenaga farmasi yang handal mutlak diperlukan untuk
mendukung penerapan CPOB yang efektif. Dengan adanya kedua unsur tersebut,
maka suatu industri farmasi diharapkan dapat menghasilkan obat yang sesuai
persyaratan.
Obat yang bermutu, aman, dan berkhasiat menjadi syarat obat tersebut
untuk dapat beredar di masyarakat. Persyaratan obat dibuat sedemikian ketat
karena obat merupakan zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup
manusia. Aktifitasnya yang vital dalam mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh
manusia melahirkan sebuah tuntutan terhadap industri farmasi agar mampu
memproduksi obat yang berkualitas. Oleh karena itu, dengan keahlian dan
tanggung jawab seorang Apoteker serta CPOB sebagai penuntun, diharapkan
sebuah industri farmasi akan menghasilkan obat yang bermutu, aman, dan
berkhasiat untuk penggunaanya.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
2
Universitas Indonesia
Berdasarkan hal tersebut, maka seorang calon Apoteker harus memahami
tanggung jawab profesinya secara nyata serta harus memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman yang berkaitan dengan pekerjaan kefarmasian di
industri farmasi. Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui
sebuah sebuah praktek kerja profesi di industri farmasi. Oleh karena itu,
Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi Fakultas Farmasi UI
mengadakan kerjasama dengan PT Aventis Pharma dalam menyelenggarakan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) agar dapat menjadi sarana
pembelajaran ketika memasuki dunia kerja terutama di industri farmasi bagi
para calon Apotekernya. Praktek kerja profesi ini dijalankan dari periode 2 Juli - 31
Agustus 2012.
.
1.2 Tujuan
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi bagi para
calon apoteker bertujuan untuk:
1.2.1 Mengetahui dan memahami tentang pelaksanaan CPOB di industri
farmasi khususnya di PT Aventis Pharma.
1.2.2 Mengetahui dan memahami tugas, fungsi, tanggung jawab dan
wewenang apoteker dalam industri farmasi.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Industri Farmasi
Industri farmasi dapat didefinisikan sebagai Industri Obat Jadi dan Industri
Bahan Baku Obat, hal ini didasarkan atas Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1 990 tentang Ketentuan dan Tata
cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi Bab I pasal 1. Industri
obat jadi adalah industri yang menghasilkan suatu produk yang telah melalui
seluruh tahap proses pembuatan. Proses pembuatan adalah seluruh rangkaian
kegiatan yang menghasilkan suatu obat yang meliputi produksi dan pengawasan
mutu mulai dari pengadaan bahan awal, proses pengolahan, pengemasan sampai
obat jadi dan siap untuk didistribusikan.
Obat jadi adalah sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi. Adapun yang dimaksud dengan bahan
baku obat adalah bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang
digunakan dalam pengelolaan obat dengan standar mutu sebagai bahan farmasi.
Industri farmasi wajib memiliki Izin Usaha Industri Farmasi sebelum
memulai proses produksinya. Izin Usaha Industri Farmasi diberikan kepada
pemohon yang telah siap berproduksi sesuai persyaratan Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB). Sebelum memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi, suatu
perusahaan harus melewati tahap persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip
diberikan kepada industri farmasi untuk dapat langsung melakukan persiapan-
persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan instalasi peralatan,
dan lain-lain yang diperlukan termasuk produksi percobaan dengan
memperhatikan ketentuan perundang-undangan di bidang obat. Persetujuan
prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu 3 tahun dan setiap tahun perusahaan
yang bersangkutan wajib menyampaikan informasi kemajuan pembangunan
proyeknya kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM).
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
4
Universitas Indonesia
Perluasan atau pengembangan pabrik diperbolehkan dengan syarat
harus mengajukan izin dan disetujui oleh Badan POM. Izin usaha industri farmasi
yang diberikan dapat berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri
farmasi yang bersangkutan berproduksi dan tidak melanggar ketentuan yang
telah ditetapkan dalam surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 245/MENKES/SK/V/1 990.
Beberapa persyaratan yang diperlukan industri farmasi dalam
mendapatkan Izin Usaha adalah:
a. Dilakukan oleh Perusahaan Umum, Badan Hukum berbentuk Perseroan
Terbatas, atau Koperasi.
b. Memiliki Rencana Investasi.
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
d. Memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai
ketentuan Pedoman CPOB 2006 (current GMP).
e. Mempekerjakan secara tetap sekurang-kurangnya tiga orang Apoteker warga
negara Indonesia, masing-masing sebagai penanggung jawab produksi
dan pengawasan mutu, sesuai persyaratan CPOB.
f. Obat jadi yang diproduksi oleh perusahaan farmasi hanya dapat diedarkan
setelah memperoleh persetujuan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
Kewajiban lain yang harus dilakukan oleh perusahaan yang telah
memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi, yaitu:
a. Membuat laporan jumlah dan nilai produksinya sekali dalam enam bulan,
sedangkan untuk laporan lengkap wajib disampaikan sekali dalam setahun.
b. Menyalurkan produksinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
c. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian serta mencegah
pencemaran lingkungan.
d. Melaksanakan keamanan dan keselamatan alat, bahan baku, proses, hasil
produksi, pengangkutan, dan keselamatan kerja.
e. Melakukan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) berupa Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
5
Universitas Indonesia
Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi dilakukan bila Perusahaan
Industri Farmasi yang telah mendapat Izin Usaha Industri Farmasi:
a. Melakukan pindah tangan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan
tanpa izin.
b. Tidak menyampaikan informasi industri tiga kali berturut-turut atau dengan
sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.
c. Melakukan pemindahan lokasi industri tanpa persetujuan tertulis terlebih
dahulu dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
d. Dengan sengaja memproduksi obat atau bahan baku obat vang tidak memenuhi
persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).
e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.
2.2 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) (Badan Pengawas Obat dan
Makanan, 2006)
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat
dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan
tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah
sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu
tinggi.
Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang
digunakan untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan, atau memelihara
kesehatan. Tidaklah cukup jika produk jadi hanya sekedar lulus dari
serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu harus
dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan awal, bahan
pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang
dipakai, dan personel yang terlibat. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya
mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah
dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara cermat.
Aspek CPOB berdasarkan pedoman CPOB 2006 meliputi manajemen
mutu; personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan higiene;
produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri dan audit mutu; penanganan keluhan
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
6
Universitas Indonesia
terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian; dokumentasi;
pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak; kualifikasi &validasi.
2.2.1 Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya dan memenuhi persyaratan yang tercantum dalam
dokumen izin edar (registrasi) serta tidak menimbulkan risiko yang
membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah, atau tidak efektif.
Manajemen bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini melalui suatu
kebijakan, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di
semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok, dan para distributor.
Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,
diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan
secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu infrastruktur atau sistem
mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.
Tindakan yang sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan.
2.2.2 Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh
sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personel yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Tiap
personel hendaknya memahami dan melaksanakan tugas dan tanggung jawab
masing-masing. Seluruh personel hendaklah memahami prinsip CPOB dan
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai
higiene yang berkaitan dengan pekerjaan.
Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Tugas spesifik dan
kewenangan dari personel pada posisi penanggungjawab hendaklah dicantumkan
dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang
ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
7
Universitas Indonesia
Struktur organisasi perusahaan hendaklah sedemikian rupa sehingga
bagian produksi, pemastian mutu, dan pengawasan mutu dipimpin oleh orang
yang berlainan, yang tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain.
Masing-masing hendaklah diberi wewenang penuh dan sarana pendukung yang
diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Hendaklah personel
tersebut tidak mempunyai kepentingan lain di luar organisasi yang dapat
menghambat atau membatasi kewajibannya dalam melaksanakan tanggung jawab
atau yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi atau finansial.
Kepala bagian produksi dan kepala bagian pengawasan mutu harus
seorang apoteker yang cakap, terlatih, dan memiliki pengalaman praktis yang
memadai di bidang industri farmasi dan keterampilan dalam kepemimpinan
sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara profesional. Kepala bagian
produksi hendaklah memiliki wewenang serta tanggung jawab penuh untuk
mengelola produksi obat. Kepala bagian pengawasan mutu adalah satu-satunya
yang memiliki wewenang untuk meluluskan bahan awal, produk antara, produk
ruahan, dan obat jadi bila produk tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau
menolaknya bila tidak cocok dengan spesifikasinya, atau bila tidak dibuat sesuai
dengan prosedur yang disetujui dan kondisi yang ditentukan.
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personel
yang karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan
atau laboratorium (termasuk personel teknik, perawatan dan petugas kebersihan),
dan bagi personel lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk.
Disamping pelatihan dasar mengenai CPOB, personel baru hendaklah mendapat
pelatihan sesuai dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan
hendaklah juga diberikan dan efektivitas penerapannya dinilai secara berkala.
Hendaklah tersedia program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing
masing
.
2.2.3 Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
8
Universitas Indonesia
dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak
dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko
terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, dan memudahkan
pembersihan, sanitasi, dan perawatan yang efektif untuk menghindari
pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang
dapat menurunkan mutu obat. Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa
untuk menghindari pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti
pencemaran dari udara, tanah, dan air serta dari kegiatan industri lain yang
berdekatan. Bangunan dan fasilitas hendaklah dikonstruksi, dilengkapi, dan
dirawat dengan tepat agar memperoleh perlindungan maksimal dari pengaruh
cuaca, banjir, rembesan dari tanah serta masuk dan bersarangnya serangga,
burung, binatang pengerat, kutu, atau hewan lain. Bangunan dan fasilitas
hendaklah dibersihkan dan, dimana perlu, didesinfeksi sesuai prosedur
tertulis yang rinci.
2.2.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan
untuk memudahkan pembersihan serta perawatan.
Peralatan hendaklah didesain dan dikonstruksikan sesuai dengan
tujuannya. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk
antara, atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, atau absorbsi yang
dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang
ditentukan. Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah
dibersihkan.
Peralatan hendaklah ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar bahan di area yang sama.
Peralatan hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk menghindari risiko
kekeliruan atau pencemaran. Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk
mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu,
atau kemurnian produk.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
9
Universitas Indonesia
2.2.5 Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personel,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan
segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber
pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan
higiene yang menyeluruh dan terpadu. Selain itu, prosedur sanitasi dan higiene
hendaknya divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa
prosedur yang diterapkan cukup efektif dan memenuhi persyaratan.
Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk
keamanan personel, hendaklah personel mengenakan pakaian pelindung yang
bersih dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Hendaklah
dihindarkan bersentuhan langsung antara tangan operator dengan bahan awal,
produk antara dan produk ruahan yang terbuka dan juga dengan bagian peralatan
yang bersentuhan dengan produk.
2.2.6 Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi
ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).
Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten.
Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina,
pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,
pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan pro sedur atau
instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.
Aspek produksi mencakup spesifikasi bahan awal; validasi proses
(pembersihan, sterilisasi, dan lainnya); prosedur tetap; sistem penomoran bets/lot
produk ruahan atau produk jadi; penimbangan dan penyerahan bahan baku obat;
pengembalian bahan baku obat; pengolahan bahan baku menjadi produk obat jadi;
monitoring; dan dokumentasi.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
10
Universitas Indonesia
Penimbangan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara
dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi dan memerlukan
dokumentasi dan rekonsiliasi yang lengkap. Sebelum melakukan penimbangan
dilakukan pemeriksaan kebenaran penandaan bahan baku termasuk label
pelulusan. Kapasitas, ketepatan dan ketelitian alat timbangan dan alat ukur yang
digunakan harus sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang.
Semua prosedur produksi hendaknya divalidasi dengan tepat, sesuai
dengan prosedur yang telah ditentukan dan catatan hasilnya hendaknya
didokumentasikan. Perubahan yang penting dalam proses, baik itu penggantian
alat maupun penggantian asal bahan baku, hendaknya dilakukan validasi ulang.
Hal ini untuk menjamin bahwa perubahan tersebut akan tetap menghasilkan
produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
2.2.7 Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan penggunaannya. Pengawasan mutu tidak terbatas pada
kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang
terkait dengan mutu produk.
Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis yang
dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan
pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan ini
mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian yang
dilakukan dalam rangka validasi, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan
dan produk serta metode pengujiannya.
2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
11
Universitas Indonesia
kompeten dari perusahaan. Ada manfaatnya bila juga menggunakan auditor luar
yang independen. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan pada situasi khusus,
misalnya dalam hal penarikan obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang.
Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan
dibuat program tindak lanjut yang efektif. Penyelenggaraan audit mutu berguna
sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian
semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk
meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar
atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen
perusahaan.
2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk, dan
Produk Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat hendaklah dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur
tertulis. Laporan dan keluhan mengenai produk dapat disebabkan oleh keluhan
mengenai mutu yang berupa kerusakan fisik, kimiawi, atau biologis dari produk
atau kemasannya. Keluhan lainnya adalah karena reaksi yang merugikan seperti
alergi, toksisitas, reaksi fatal, dan reaksi medis lainnya, serta keluhan mengenai
efek terapetik seperti produk tidak berkhasiat atau respon klinis yang rendah.
Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu
atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan
kembali produk dilakukan jika ditemukan produk yang cacat mutu atau jika ada
laporan mengenai reaksi merugikan yang serius serta berisiko terhadap kesehatan.
Penarikan kembali produk dapat berakibat penundaan atau penghentian
pembuatan obat tersebut. Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi
identifikasi dan disimpan terpisah di area yang aman sementara menunggu
keputusan terhadap produk tersebut.
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, kemudian
dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluwarsa,
atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang menimbulkan
keraguan akan identitas, mutu, jumlah, dan keamanan obat yang bersangkutan.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
12
Universitas Indonesia
Penanganan produk kembalian dan tindak lanjutnya hendaklah didokumentasikan
dan dilaporkan. Bila produk harus dimusnahkan, dokumentasi hendaklah
mencakup berita acara pemusnahan yang diberi tanggal dan ditandatangani oleh
personel yang melaksanakan dan saksi
2.2.10 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personel menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang timbul karena
hanya mengandalkan komunikasi lisan. Keterbacaan dokumen sangat penting.
Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi
produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan. Dokumen
ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Prosedur berisi cara untuk
melaksanakan operasi tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian
lingkungan, pengambilan sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan.
Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji, dan didistribusikan
dengan cermat. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar
selalu up to date. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem
untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara
tidak sengaja.
2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat
secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak.
Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk
diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu).
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
13
Universitas Indonesia
2.2.12 Kualifikasi dan Validasi
CPOB menguraikan prinsip kualifikasi dan validasi yang dilakukan di
industri farmasi. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi
validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis
dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan
dan proses yang dapat mempengruhi mutu produk hendaklah divalidasi.
Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang
lingkup dan cakupan validasi.
Seluruh kegiatan validasi harus direncanakan terlebih dahulu. Unsur utama
program validasi dirinci dengan jelas dan didokumentasikan dalam Rencana
Induk Validasi (Validation Master Plan). Protokol validasi tertulis hendaklah
merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Hendaklah dibuat laporan
yang mengacu pada protokol kualifikasi validasi yang memuat ringkasan hasil
yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan
rekomendasi perbaikan. Setelah kualifikasi selesai dilakukan, maka diberikan
persetujuan tertulis untuk dapat melakukan tahap kualifikasi dan validasi
selanjutnya.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
14 Universitas Indonesia
BAB 3TINJAUAN UMUM
PT AVENTIS PHARMA
3.1 Sejarah PT Aventis Pharma
PT Aventis Pharma telah beroperasi di Jakarta dan memproduksi produk-
produk farmasi sejak Agustus 1972. Beroperasinya PT Aventis Pharma disahkan
oleh Menteri Kesehatan Indonesia yang pada awalnya diberikan kepada PT
Hoechst Pharmaceutical Indonesia melalui Surat Keputusan Menkes No.
5880/A/SK/PAB/72 tanggal 30 Juni 1972, kepada PT Hoechst Marion Roussel
Indonesia melalui Surat Keputusan Menkes No. PO.01.01.2.0183 tanggal 22
Januari 1997, kemudian kepada PT Aventis Pharma melalui Surat Keputusan No.
C-00397 HT 01.04.TH 2001 pada tanggal 27 April 2001.
PT Hoechst Marion Roussel Indonesia (merupakan pendahulu PT Aventis
Pharma) berasal dari Hoechst AG yang didirikan pada tahun 1863 di Frankfurt,
Jerman dan bergerak di bidang kimia. Hoechst AG mulai memasuki bidang
farmasi pada tahun 1883 dan memberikan kontribusi dengan penemuan obat
seperti Novalgin, Novocain, dan Salvarsan.
Tahun 1950 Hoechst AG mulai melakukan kegiatan penjualan obat di
Indonesia dengan membuka perwakilan perdagangannya yang berpusat di Hotel
Des Indes (sekarang Duta Merlin/Carrefour), Jakarta. Tahun 1954 perwakilan
perdagangan Hoechst di Indonesia ini berlanjut dengan nama PT Hoechst
Indonesia dan berkantor di sebuah paviliun Gedung Jasa Indonesia Jl. Nusantara
(sekarang Jl. Majapahit), Jakarta. Pada tahun 1957 atas lisensi dari Hoechst AG,
beberapa produk Hoechst AG mulai diproduksi oleh PT Abdi yang beralamat di
Jl. Percetakan Negara II, Jakarta. Sementara itu kantor PT Hoechst Indonesia
pindah ke Jl. Cikini Raya No 97 Jakarta.
Pada tahun 1969, Hoechst AG membentuk perusahaan patungan bersama
dengan Bapak Zainil Abidin (Alm.) dengan nama Hoechst Pharmaceuticals of
Indonesia PT (HPI PT) yang berlokasi di Pulo Mas Jakarta Timur, yaitu lokasi
kantor dan pabrik PT Aventis Pharma sekarang. Perusahaan ini memperoleh izin
dari Departemen Kesehatan RI pada tanggal 3 Juni 1972 untuk memproduksi dan
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
15
Universitas Indonesia
memasarkan obat-obat yang diproduksinya. Pabrik HPI PT diresmikan pada
tanggal 3 Mei 1973 dan pembuatan obat yang selama ini diproduksi oleh PT Abdi
dialihkan ke HPI PT.
Pada tahun 1974 Hoechst AG menjadi pemilik saham terbesar dari
Roussel Uclaf, suatu perusahaan farmasi Perancis terkemuka dengan produk-
produk golongan antibiotika (Sofratule, Rulid) dan steroidnya (Dimetriose). Pada
tahun 1977 hingga tahun 1978 HPI PT membangun sebuah pabrik serba guna
untuk membuat bahan baku farmasi. Bahan baku yang diproduksi adalah garam
kinin dipiron dengan bahan dasar kinin sulfat. Produksi garam kinin dipiron
dihentikan pada tahun 1982 dan mulai memproduksi tetrasiklin basa dari
tetrasiklin kasar yang diimpor dari Hoechst AG. Produksi tetrasiklin basa ini juga
akhirnya dihentikan karena dinilai tidak efisien dan terlalu mahal.
Pada tahun 1992 dalam rangka penyederhanaan, perusahaan ini mengganti
nama menjadi PT Hoechst Pharma Indonesia (PT HPI). Pada tahun 1995 Hoechst
AG mengakuisisi Marion Merrel Dow, yaitu suatu perusahaan farmasi Amerika
Serikat dan bersamaan dengan itu Hoechst AG mendirikan perusahaan divisi
farmasinya, yaitu Hoechst Marion Roussel AG (HMR AG). Karena perubahan
tersebut, setahun kemudian PT HPI berubah nama menjadi PT Hoechst Marion
Roussel Indonesia.
Pada akhir tahun 1999 Hoechst AG (pemilik Hoechst Marion Roussel AG)
bergabung dengan Rhone-Poulenc Rorer SA, suatu perusahaan kimia-farmasi
Perancis, membentuk Aventis SA (suatu Holding Company) yang berkedudukan
di Strassbourg, Perancis. Aventis SA mempunyai anak-anak perusahaan baru,
antara lain Aventis Pharma AG yang berkedudukan di Frankfrut, Jerman. Di
Indonesia, penggabungan antara PT Hoechst Marion Roussel Indonesia dengan
PT Rhone-Poulenc Rorer diresmikan pada tanggal 3 Mei 2001 dengan nama PT
Aventis Pharma. Saat ini saham Aventis Global 95,47% telah dimiliki oleh
Sanofi-Synthelabo, dengan nama baru Sanofi Group.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
16
Universitas Indonesia
3.2 Visi dan Misi PT Aventis Pharma (Aventis Pharma, 2012)
3.2.1 Visi PT Aventis Pharma
Visi PT Aventis Pharma adalah menjadi perusahaan terkemuka yang
didorong oleh inovasi, mampu memanfaatkan kesempatan-kesempatan dalam
bidang ilmu kehidupan (Life Sciences) yang tengah berkembang pesat saat ini,
bertekad untuk berperan utama dalam peningkatan kualitas kehidupan manusia
dan turut bersumbangsih kepada pembangunan dunia, khususnya dengan
mengatasi dan menangani berbagai penyakit melalui teknik diagnosa, terapi
vaksin, dan cara pengobatan yang inovatif.
3.2.2 Misi PT Aventis Pharma
Misi PT Aventis Pharma yaitu Aventis Pharma adalah perusahaan farmasi
global yang memiliki tekad untuk memberi arti bagi para pasien, pemilik saham,
karyawan, dan masyarakat luas dengan menemukan, mengembangkan, dan
memasarkan produk-produk farmasi inovatif yang akan dapat memenuhi
kebutuhan medis yang belum teratasi serta menuju pelayanan kesehatan dengan
biaya lebih rendah. Perusahaan juga mempunyai tekad untuk menjadi pemimpin
dalam era di mana perubahan-perubahan terjadi dengan cepat di industri ini.
3.3 Lokasi dan Sarana Produksi (Aventis Pharma, 2012)
PT Aventis Pharma berlokasi di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Pulo Mas,
Jakarta Timur yang merupakan kawasan industri ringan dan berdekatan dengan
daerah pemukiman penduduk serta beberapa industri farmasi lainnya. PT Aventis
Pharma berdiri di atas tanah seluas 37.500 m2 (150m x 250m) dan berupa
lapangan berumput seluas 24.000 m2. Fasilitas bangunan yang dimiliki PT
Aventis Pharma terbagi atas beberapa fasilitas antara lain gedung perkantoran,
laboratorium pengawasan mutu, gedung produksi, gudang, gedung pemasok
energi dan instalasi pengolahan purified water. Peta lokasi PT Aventis Pharma
dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
3.4 Karyawan PT Aventis Pharma
Dari 65.000 karyawan di 100 negara, lebih dari 500 orang karyawan PT
Aventis Pharma berada di Indonesia, mereka berprestasi bersama mendukung dan
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
17
Universitas Indonesia
membentuk Aventis Pharma untuk menjadi salah satu perusahaan farmasi
terkemuka di dunia. PT Aventis Pharma mengangkat calon-calon karyawan dari
lulusan terbaik dan berbakat dari berbagai universitas dan institusi pendidikan lain
di Indonesia. Mereka kemudian mendapat kesempatan untuk dilatih diberbagai
disiplin industri, seperti teknik, kesehatan, keuangan, pemasaran, dan teknologi
informasi. Perusahaan juga mendorong budaya kewirausahawan yang berorientasi
pada pasar dan yang diinspirasi oleh fleksibilitas, kerjasama, dan pembuatan
keputusan berdasarkan data, bukan tradisi. Kelangsungan kegiatan operasi
merupakan hal yang diutamakan di PT Aventis Pharma. Demikian juga dengan
pengakuan terhadap kepentingan yang sejajar antara pelanggan dan kesejahteraan
karyawan. Di samping mempertahankan hubungan yang baik dengan serikat
pekerja, kesejahteraan karyawan juga dijamin oleh berbagai program menarik,
seperti penggantian biaya kesehatan karyawan, kompensasi yang kompetitif,
bonus, serta paket tunjangan hari tua. Penghargaan diberikan berdasarkan
keberhasilan individu dan tim. Semua ini menciptakan lingkungan kerja yang
menyajikan tantangan sekaligus produktif dan membanggakan.
3.5 Struktur Organisasi PT Aventis Pharma (Aventis Pharma, 2012)
PT Aventis Pharma dipimpin oleh seorang Presiden Direktur yang
membawahi 3 Business Unit (BU) dan 5 Divisi, yaitu:
a. Business Unit terdiri dari:
1. Hospital and Oncology BU
2. Cardiovascular and Metabolism BU
3. Respiratory and Antiinflamatory BU
b. Divisi yaitu:
1. Medical and Regulatory Division
2. Finance and Information System Division
3. Human Resource Division
4. Industrial Affairs Division
5. Institution, Market Development and Sales Training Division.
Bagan struktur organisasi PT Aventis Pharma dapat dilihat pada Lampiran 3.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
18
Universitas Indonesia
3.6 Produk PT Aventis Pharma
PT Aventis Pharma dikenal sebagai perusahaan farmasi yang
menghasilkan obat-obat sesuai dengan kebutuhan bidang kesehatan di Indonesia.
Aventis Pharma Global akan mendukung dan mempertahankan predikat tersebut
melalui penerapan teknologi tinggi dalam pengembangan solusi untuk
menghadapi berbagai penyakit yang diderita masyarakat Indonesia. Melalui
penelitian di bidang kardiovaskuler, penyakit infeksi, asma, alergi, diabetes,
radang sendi, kanker serta di bidang vaksin dan protein terapetik (therapeutic
proteins), Aventis Pharma yakin bahwa produk-produk yang dihasilkan akan
memainkan peranan penting dalam membantu masyarakat Indonesia mengatasi
masalah kesehatan di Indonesia. Produk PT Aventis Pharma diperoleh dengan
berbagai cara, antara lain dengan memproduksi obat tersebut menggunakan
fasilitas produksi yang tersedia, kontrak dengan perusahaan farmasi lain (toll
manufacturing), dan mengimpor baik produk ruahan untuk dikemas akhir (re-
pack) maupun produk jadi yang telah dikemas namun masih memerlukan
pelabelan (penempelan stiker). Produk PT Aventis Pharma secara garis besar
dapat dibagi menjadi enam, yaitu:
a. Produk yang diproduksi sendiri di pabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal
(dalam negeri) dan ekspor.
b. Produk impor dari Aventis Global yang dikemas ulang (repackaging) di
pabrik (Jakarta site).
c. Produk impor yang berupa finished goods.
d. Produk yang bulk-nya diimpor dan kemudian dikemas di pabrik (Jakarta site)
untuk keperluan lokal dan ekspor.
e. Produk toll manufacturing yang dibuat oleh PT Boehringer-Ingelheim
Indonesia untuk PT Aventis Pharma.
f. Produk toll manufacturing yang dibuat oleh PT Aventis Pharma untuk pabrik
lain.
Berkat dukungan dari sumber daya yang profesional, manajemen dan
pimpinan perusahaan yang penuh komitmen, serta R&D dengan anggaran terbesar
di industri sejenis, Aventis Pharma telah menghasilkan serangkaian obat-obat
inovatif untuk pengobatan pasien yang menderita beraneka ragam penyakit serius.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
19
Universitas Indonesia
Upaya riset Aventis Pharma difokuskan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
medis yang belum teratasi dan diarahkan pada 7 bidang utama, yaitu:
a. anti infeksi : pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan jamur
b. radang sendi/tulang : radang sendi dan osteoporosis
c. kardiologi/trombosis : infark jantung, penyakit jantung koroner dan kelainan
jantung lainnya
d. sistem saraf pusat : berbagai penyakit degeneratif otak dan tulang belakang
e. metabolisme : diabetes dan penyakit metabolisme lainnya
f. onkologi : tumor ganas
g. respiratori : asma dan alergi
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
20 Universitas Indonesia
BAB 4TINJAUAN KHUSUS
DIVISI INDUSTRIAL AFFAIRS
Berdasarkan struktur organisasi, Divisi Industrial Affairs (Industrial
Affairs/IA Division) berada langsung dibawah Presiden Direktur PT Aventis
Pharma, yang dikepalai oleh Head of Industrial Affairs Division. Berikut ini
adalah departemen yang dibawahi oleh IA Division:
a. Industrial Quality and Compliance Department
b. Production Department
c. Technical Services Department dan Health, Safety, and Environment
Department (TSD & HSE Dept.)
d. Plant Logistic Department
Struktur organisasi Industrial Affairs Division dapat dilihat pada Lampiran 4.
4.1 Industrial Quality and Compliance Department (Prosedur Tetap IQC,
2012)
Industrial Quality and Compliance (IQC) Department adalah salah satu
bagian dari IA Division yang bertanggung jawab terhadap pengendalian mutu
menyeluruh dalam arti pengendalian mutu terhadap produk yang dihasilkan sejak
bahan awal, produk setengah jadi (termasuk In Process Control / IPC), sampai
dengan produk jadi yang siap digunakan, termasuk didalamnya penilaian terhadap
pemasok dan distributor. Untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan serta
menjamin ketelitian pemeriksaan perlu dilakukan pengecekan, validasi, dan
kalibrasi dari alat dan ruangan yang digunakan untuk memeriksa produk. IQC
Department juga perlu melakukan pemeriksaan stabilitas untuk memonitor secara
tidak langsung mutu obat yang telah beredar. Departemen ini dipimpin oleh
seorang Head of IQC yang membawahi dua unit kerja, yaitu Quality Assurance
Unit (QA Unit) dan Quality Control Unit (QC Unit). Struktur organisasi dari IQC
Department dapat dilihat pada Lampiran 5. Berikut ini penjelasan mengenai QA
Unit dan QC Unit.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
21
Universitas Indonesia
4.1.1 Quality Assurance Unit (Unit Pemastian Mutu)
Unit ini bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari
pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi
konsumen, termasuk didalamnya pemilihan pemasok dan distributor. Sistem mutu
di PT Aventis Pharma ditetapkan berdasarkan CPOB, Sanofi Global Quality
Standards dan Global IQC Directive. Pengendalian mutu dilakukan terhadap
semua faktor yang dapat mempengaruhi mutu obat yaitu mulai dari bahan awal,
bahan pengemas, proses pembuatan, bangunan, peralatan, dan personalia. Unit ini
dipimpin oleh seorang QA Manager yang bertanggung jawab kepada Head of
IQC. Aspek-aspek yang ditangani oleh unit ini adalah:
4.1.1.1 Penanganan personel
Unit Pemastian Mutu bertanggung jawab terhadap koordinasi perencanaan
dan penyelenggaraan pelatihan karyawan bidang operasional. Menurut CPOB,
seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan pembuatan obat dan
yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk ke daerah pembuatan obat
hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya
maupun mengenai prinsip CPOB. Sejalan dengan hal itu, standar Health, Safety,
and Environment juga mensyaratkan pelatihan yang memadai bagi seluruh
karyawan di bidang HSE (HSE Department).
Secara garis besar pelatihan dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Pelatihan dasar, meliputi teori dan praktek CPOB, pengenalan mikroorganisme,
keselamatan kerja, dan lain-lain.
b. Pelatihan tambahan, misalnya keluar masuk di cold storage room yang ada di
warehouse, pelatihan khusus tentang pengoperasian suatu alat/mesin.
QA bertanggung jawab untuk memastikan bahwa program pelatihan yang
disiapkan sesuai dengan aturan-aturan pemerintah maupun Global HSE Standard
serta memonitor pelaksanaannya. Pelatihan dilakukan secara kontinu untuk
menjamin personel terbiasa dengan persyaratan CPOB yang berkaitan dengan
tugasnya dan untuk menjaga agar sistem yang telah ditetapkan berjalan sesuai
dengan yang diharapkan.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
22
Universitas Indonesia
Setiap awal tahun masing-masing departemen harus merencanakan
program pelatihan untuk satu tahun mendatang untuk departemennya yang
mencakup topik pelatihan, waktu pelaksanaan, peserta, serta instrukturnya.
Pelatihan yang dilakukan diutamakan untuk prosedur tetap (protap) baru atau
protap yang diubah atau direvisi karena suatu temuan pada saat inspeksi diri atau
temuan pada suatu failure investigation (penyelidikan terhadap kegagalan),
kecelakaan kerja, dan sebagainya. Khusus untuk karyawan baru selain mengikuti
pelatihan dasar mengenai teori dan praktek dari CPOB atau HSE, mereka juga
harus menerima pelatihan yang sesuai atau berkaitan dengan tugasnya baik umum
maupun khusus.
Untuk mengevaluasi efektifitas dari pelatihan, dilakukan dengan pelatihan
pemahaman karyawan terhadap materi pelatihan dengan menggunakan metode
scoring (berdasarkan hasil tertulis) maupun dengan pengamatan langsung
terhadap karyawan dalam melaksanakan SOP tersebut. Contohnya: Pada saat
pelatihan pengunaan alat tertentu, karyawan langsung diminta untuk
mendemonstrasikan cara menggunakan alat. Hal ini kemudian dinilai oleh pelatih.
4.1.1.2 Penanganan dan pengaturan sistem dokumentasi
Tugas QA Unit adalah menangani dokumen yang berlaku, baik dalam hal
penyimpanannya, fotokopi dokumen induk, serta penanganan dokumen yang
sudah tidak berlaku. Dokumen adalah segala sesuatu berupa catatan tertulis atau
tercetak, seperti instruksi, raw data, formulir, panduan dan kebijakan yang
berhubungan dengan proses pengembangan, pembuatan, pemeriksaan, distribusi
obat, yang diperlukan untuk pemenuhan persyaratan CPOB, Sanofi directives dan
peraturan pemerintah yang berhubungan yang digunakan di PT Aventis Pharma.
Yang termasuk dalam dokumen adalah General Manufacturing Instruction, Test
method (produk, bahan baku dan bahan pengemas), Test Method Validation,
Stability Study, Global IQC Directive, Global HSE, Drug Surveillance Action
Plan (DSAP), dan dokumen registrasi. Termasuk di dalamnya pula adalah
dokumen pembuatan obat yang merupakan bagian manajemen sistem informasi
yang meliputi spesifikasi, prosedur pembuatan, metode pemeriksaan, serta laporan
lain yang diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
23
Universitas Indonesia
seluruh rangkaian kegiatan pembuatan obat atau seluruh dokumen yang
dipersyaratkan dalam CPOB.
Jenis dokumen ada 2 macam, yaitu:
a. Batch related document, contohnya: PPI (Prosedur pengolahan atau
pengemasan induk); catatan pengolahan/pengemasan bets; Spesifikasi dan
catatan hasil pemeriksaan bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk
ruahan, obat jadi (termasuk kromatogramnya); raw data; test method, protap,
catatan distribusi obat.
b. Non batch related document, contohnya: kualifikasi dan validasi, penelitian
terhadap kegagalan (FIR), catatan pembersihan dan sanitasi, program stabilitas,
pengendalian hama, audit, registrasi, change control, gambar teknik,
pemeriksaan dan kalibrasi alat, penanganan keluhan, obat kembalian,
pemantauan lingkungan, log book, pelatihan pegawai, technical agreement, dan
dokumen lainnya.
4.1.1.3 Menyusun dan mengendalikan prosedur tetap (protap)
Menurut CPOB dan ketentuan dari Global IQC Directives maupun Global
Health Safety and Environment (HSE) untuk setiap kegiatan yang dilakukan
hendaklah disiapkan suatu prosedur tertulis berupa Protap. Prosedur Tetap
(Protap), atau yang juga dikenal sebagai Standard Operating Procedure (SOP)
adalah prosedur tertulis yang telah disahkan oleh pejabat berwenang dan berisi
instruksi untuk pelaksanaan tugas yang tidak khusus berkaitan dengan suatu
produk atau bahan tertentu, tetapi lebih bersifat umum, misalnya pengoperasian,
pemeliharaan dan pembersihan mesin, kalibrasi, validasi, pembersihan gudang
dan pengendalian kondisi lingkungan, pengambilan contoh (sampling), dan
inspeksi diri.
Protap dimaksudkan untuk:
a. Memastikan bahwa semua proses setiap kali dilakukan dengan cara yang
sama oleh petugas.
b. Memastikan bahwa proses dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB dan
HSE.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
24
Universitas Indonesia
c. Memudahkan pengendalian proses baru atau perubahan dari proses yang telah
berlaku.
d. Membantu melatih karyawan baru.
Protap ada dua macam, yaitu:
1) Protap umum, yang berisi hal-hal umum
a) Berguna untuk menjelaskan dan mendokumentasikan sistem QA pada IA
Division dalam bidang CPOB dan HSE.
b) Suatu bagian dari buku pedoman dari sistem penjaminan mutu atau protap
panduan mutu.
c) Sangat tidak cocok digunakan sebagai protap di “lapangan” meskipun
berbagai operasi yang dilukiskan adalah bersifat umum.
2) Protap khusus, yang berisi hal-hal khusus
a) Berguna untuk menjelaskan dan mendokumentasikan sistem QA dan HSE
dalam masing-masing lingkungan departemen dan lingkungan kelompok
pada IA Division.
b) Mengatur seluruh kegiatan yang berkaitan dengan CPOB dan HSE yang
bersifat spesifik bagi departemen atau kelompok unit tertentu.
c) Bermanfaat sebagian untuk digunakan sebagai protap di “lapangan”
apabila protap tersebut merinci departemen terkait.
Pada dasarnya tiap protap dibuat oleh departemen atau unit yang
bersangkutan dengan bekerjasama dan berkonsultasi dengan IQC Department atau
QA Unit dan departemen lain yang berhubungan. IQC Department bertanggung
jawab mengkoordinir penyiapan, penerbitan, dan implementasi semua protap yang
ada. Protap dikaji ulang minimal setiap tiga tahun sekali.
Protap diperiksa oleh QA Manager, Department Manager yang
bersangkutan dan Department Manager yang berkaitan, serta disetujui oleh Head
of IQC. Bila penerbitan protap dimaksudkan untuk mengganti protap yang telah
ada, maka Department Manager yang bersangkutan harus menarik dokumen lama
dan salinannya dengan Formulir Penarikan Salinan Protap. Salinan protap
kemudian dimusnahkan seluruhnya dengan membuat Berita Acara Pemusnahan
Protap, sedangkan protap asli disimpan dalam dokumen khusus selama lima tahun
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
25
Universitas Indonesia
sebelum akhirnya dimusnahkan oleh QA Unit. Formulir Penarikan Salinan Protap
dan Berita Acara Pemusnahan Protap dilampirkan pada protap asli yang berlaku.
4.1.1.4 Validasi
Menurut CPOB, validasi berarti suatu tindakan pembuktian dengan cara
yang sesuai bahwa setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan,
atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa
mencapai hasil yang diinginkan.
a. Validasi proses
Menurut Aventis Pharma, validasi proses adalah cara pemastian dan
memberi pembuktian terdokumentasi bahwa proses berlangsung dalam parameter
desain yang telah ditentukan mampu dan dapat dipercaya menghasilkan produk
sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan memiliki tingkat keterulangan yang
tinggi. Validasi proses dilakukan dengan cara yang berbeda tergantung pada status
produk, yaitu dapat dilakukan dengan cara:
1) Prospective
Validasi yang dilakukan terhadap produk baru sebelum dipasarkan atau bila
ada perubahan (pada pabrik atau proses pembuatan) yang akan
mempengaruhi kualitas produk. Untuk validasi ini, minimal dilakukan
terhadap 3 bets sebelum produk tersebut dipasarkan.
2) Concurrent
Validasi ini hampir sama dengan validasi prospective kecuali pemasaran
produk tidak menunggu proses validasi hingga selesai. Validasi ini dilakukan
bila terdapat perubahan yang direncanakan yang sedikit berpengaruh terhadap
produk.
3) Retrospective
Validasi yang didasarkan pada pengumpulan data yang diperoleh dalam
proses produksi dan pemeriksaan pada produk yang sudah dipasarkan/dibuat.
Validasi dari proses ini tetap memerlukan protokol yang memanfaatkan data
historis sehingga bukti terdokumentasi. Jenis validasi ini tidak dianjurkan
untuk digunakan dan PT Aventis Pharma tidak menggunakan validasi ini.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
26
Universitas Indonesia
4) Revalidasi
Validasi yang dilakukan secara internal dalam bentuk evaluasi kembali.
Revalidasi dapat dilakukan jika terjadi perubahan:
a) Bahan baku (sifat fisik misalnya viskositas, ukuran partikel, dan lain-
lain).
b) Pabrik pembuat bahan baku.
c) Bahan pengemas primer, misal botol, alutube.
d) Proses, misalnya waktu pencampuran, suhu pengeringan.
e) Peralatan, misalnya alat menjadi otomatis.
f) Area produksi dan sistem penunjang, misalnya tata letak berubah.
Validation Steering Team yang telah dibentuk Head of IQC yang akan
menyusun protokol validasi untuk produk yang akan divalidasi. Protokol validasi
merupakan bagian dari validasi yang berupa panduan kerja dalam melakukan
validasi. Tim validasi bekerja sama dengan departemen yang bersangkutan akan
menyusun rincian kegiatan validasi mencakup kualifikasi peralatan
(Installation/Operational/Performance Qualification), validasi metode analisis,
dan pelatihan karyawan yang terlibat dalam kegiatan validasi. Kegiatan validasi
akan dilakukan oleh departemen yang bersangkutan, dimonitor, dan
didokumentasikan oleh tim validasi. Setiap akhir validasi harus dibuat suatu
laporan validasi sebagai pertanggungjawaban.
Protokol validasi dibuat berdasarkan data-data dari laporan
optimalisasi/pengembangan produk (jika ada) atau prosedur pengolahan, dengan
harus memperhatikan aspek penting dari suatu validasi sebagai berikut:
a) Karakteristik produk
b) Spesifikasi produk
c) Desain pabrik dan keterbatasannya
d) Desain proses, kemungkinan dan keterbatasannya
e) Metoda analisis dan spesifikasi
f) Mikrobiologi
g) Pembersihan
h) Quality Assurance
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
27
Universitas Indonesia
b. Validasi pembersihan untuk ruangan dan peralatan
Ruangan dan peralatan setelah selesai digunakan untuk membuat atau
mengemas akan segera dibersihkan. Untuk mendapatkan ruangan dan peralatan
yang bersih dan memenuhi syarat yang sudah ditetapkan, maka cara pembersihan,
deterjen, dan desinfektan yang digunakan, serta frekuensi desinfeksi harus sesuai
dengan protap pembersihan dan sanitasi yang sudah ditetapkan. Untuk itu
prosedur pembersihan dan sanitasi yang digunakan tersebut harus divalidasi.
Validasi pembersihan ruangan dan peralatan bertujuan untuk memastikan
dan membuktikan bahwa prosedur untuk pembersihan yang dilakukan sesuai
dengan protap yang telah ditetapkan dapat menghilangkan residu bahan aktif dan
deterjen serta mengurangi jumlah cemaran mikroba sesuai dengan persyaratan
yang telah ditetapkan.
Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam melakukan validasi ini
adalah:
1) karakteristik bahan aktif
2) desain ruangan
3) jenis/tipe desinfektan yang digunakan
4) prosedur pembersihan dan sanitasi
5) metode analisis yang digunakan
4.1.1.5 Mengadakan audit terhadap pemasok (Vendor Audit)
Pemasok yang dimaksud meliputi pabrik pembuat, pemasok bahan yang
mempunyai gudang, atau pemasok yang tidak mempunyai gudang (sale
agent/broker). Penilaian terhadap pemasok dilakukan oleh tim yang terdiri dari
IQC, Production, Plant Logistic Department dan diketuai oleh QA Manager.
Pada kasus tertentu anggota tim dapat diperluas dengan mengikutsertakan QC
Unit, Technical Unit, Medical and Regulatory, dan departemen lain yang terkait.
Hal-hal yang perlu dinilai dari pemasok adalah proses pengadaan bahan baku,
proses pembuatan, pemeriksaan, penyimpanan bahan baku dan produk jadi,
penanganan pesanan, dokumentasi, dan lain-lain.
Sertifikasi pemasok dimulai dari urutan status “not approved”,
“approved”, dan “certified”. Sertifikasi status “not approved” atau belum disetujui
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
28
Universitas Indonesia
merupakan sertifikasi untuk pemasok yang baru yang akan dijadikan pemasok
tetap. Sertifikasi status “approved” atau disetujui diberikan kepada pemasok yang
telah memenuhi persyaratan menurut standar kualitas PT Aventis Pharma dan
menjadi pemasok tetap. Sedangkan sertifikasi status “certified” atau tersertifikasi
diberikan kepada pemasok tetap yang konsisten dalam hal kualitasnya.
Pemasok dengan status belum disetujui, masih dalam tahap penilaian
mengenai kualitas produk yang akan dipasok. Pada saat proses pre-approval,
maka supplier harus menyerahkan minimum tiga bets material untuk diperiksa
oleh PT Aventis Pharma. Setelah pre-approval, status pemasok dapat meningkat
menjadi approved supplier yang telah disetujui secara formal sebagai pemasok
yang dapat memasok material atau servis tertentu. Untuk selanjutnya bahan awal
hanya boleh didapatkan dari pemasok berstatus disetujui ini. Selanjutnya pemasok
yang telah disetujui ini dimasukkan dalam Daftar Pemasok Disetujui atau List
Approved Supplier.
Apabila suatu pemasok yang disetujui menunjukkan kualitas serta kinerja
yang konsisten, maka pemasok tersebut dapat ditingkatkan statusnya menjadi
“pemasok tersertifikasi” atau “certified supplier”. Pemasok tersertifikasi
diputuskan melalui program evaluasi terhadap hasil analisa dan penerapan aspek
kualitas, regulasi dan penilaian kinerja. Evaluasi tersebut dilakukan terhadap
setiap pengiriman pemasok yang menggambarkan konsistensi pemasok untuk
menghasilkan material yanng memenuhi syarat yang ditentukan. Penilaian ini
dilakukan oleh divisi QA, QC, pembelian dan produksi.
Pemasok yang dapat menjadi pemasok tersertifikasi adalah pemasok yang
telah disetujui minimal selama dua tahun dan telah mengirimkan minimal sepuluh
bets. Evaluasi konsistensi supplier dalam mengirimkan material yang memenuhi
syarat. Evaluasi ini harus didasarkan pula pada kriteria kritis seperti out of
specification atau penyimpangan kritis lainnya yang dilaporkan selama sepuluh
bets pengiriman terakhir.
Pada proses peningkatan status menjadi pemasok tersertifikasi, harus
dilakukan juga perbandingan antara metoda analisa pemasok dan PT Aventis
Pharma. Hasilnya harus menunjukkan bahwa supplier memiliki persamaan
metoda analisa dengan PT Aventis Pharma. Jika terdapat perbedaan, maka harus
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
29
Universitas Indonesia
dilakukan validasi untuk membandingkan bahwa metoda tersebut dapat diterima
oleh PT Aventis Pharma. Hasil uji pemasok tersebut juga harus mendekati dengan
hasil uji yang dilakukan oleh PT Aventis Pharma.
4.1.1.6 Inspeksi diri (Self inspection)
Inspeksi diri adalah cara meninjau kembali seluruh tata kerja diri sendiri
dari setiap segi yang mungkin berpengaruh terhadap produk. Tujuan dari inspeksi
diri ini adalah untuk menilai apakah seluruh aspek produksi dan pengawasan mutu
selalu memenuhi CPOB. Dalam melaksanakan inspeksi diri tidak cukup hanya
mengenali cacat dan kelemahan, melainkan harus pula dapat menetapkan cara
yang efektif untuk mencegah dan memperbaikinya. PT Aventis Pharma Indonesia
mempunyai internal audit sistem (self inspection) untuk meyakinkan kesesuaian
yang berhubungan dengan CPOB, GMP, regulatory requirement, dan Company
Global Quality Standard. Inspeksi diri yang dilakukan meliputi:
a. Inspeksi di bidang GMP
1) Inspeksi diri tri wulanan (quarterly GMP self inspection)
Inspeksi ini dilakukan setiap 3 bulan sekali pada minggu kedua/ketiga bulan
Januari, April, Juli, dan November. Tim ini terdiri atas anggota tetap Head of IQC
(ketua tim), Plant Logisitic Manager, Production Manager, TSD Manager dan
QA Manager, serta anggota pendamping yaitu QC Supervisor,
Processing/Packaging Supervisor, factory administration, warehouse pharmacist.
Pada inspeksi ini dilakukan pemeriksaan terhadap lingkungan pabrik,
warehouse, processing, packaging, social facilities, QC laboratory and
microbiology, technical service, purchasing, dan information system.
2) Inspeksi diri Semester (IDS)
Ruang Lingkup IDS yaitu aspek keselamatan kerja Aventis dengan mengacu
pada GMP dan HSE Guideline. IDS dilakukan paling sedikit selama 3 hari. IDS
dilakukan setiap 6 (enam) bulan pada bulan Juni dan Desember. Dalam
pelaksanaan IDS terdapat anggota tetap dan anggota pendamping. Anggota tetap
meliputi Head of IQC (sebagai ketua), QA Manager, HSE Manager, TSD
Manager, Production Manager, Plant Logistic Manager. Anggota pendamping
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
30
Universitas Indonesia
meliputi Processing Supervisor, Packaging Supervisor, TSD Supervisor, HSE
Supervisor, Warehouse Supervisor. Anggota tetap melakukan inspeksi diri di
setiap unit didampingi oleh anggota pendamping dari masing- masing unit.
Pemeriksaan di lapangan dilakukan dengan urutan sebagai berikut: lingkungan
pabrik, warehouse, processing, packaging kelas 2 dan 3, gowning area,
laboratosrium QC dan mikrobiologi, technical services (purified water plant,
AHU areas, workshop, utilities, dsb), purchasing, dan Information System (IS).
Jika selama IDS ada temuan penyimpangan maka dicatat dan selanjutnya
berdasarkan temuan tersebut, QA akan menyusun GMP CAPA (Correction Action
and Preventive Action) yang mencakup Observation, Corrective/Preventive
Action, Dead-line dan Responsible Person. Setelah laporan IDS disetujui oleh
Head of IQC, maka didistribusikan kepada Department Head dan Unit yang
bersangkutan untuk ditindak lanjuti.
3) Audit CPOB (GMP audit)
Audit CPOB (GMP Audit) dilakukan 1 kali dalam setahun pada minggu
terakhir bulan November atau Desember. GMP audit mencakup seluruh aspek
CPOB di seluruh unit dan pemeriksaan tersebut dilakukan berdasarkan GMP
ASET (Annual Site Evaluation Tool). Pada GMP audit tidak harus mengevaluasi
ke masing-masing area tetapi dapat dilakukan hanya pada pertemuan reguler.
4) Audit CPOB internasional (International GMP audit)
Audit CPOB internasional dilakukan dua tahun sekali atau sesuai jadwal audit
internasional. GMP audit mencakup seluruh aspek CPOB beserta temuan tim
audit sebelumnya serta GMP ASSET. Tim audit terdiri dari anggota audit
internasional Sanofi Group dan didampingi oleh Department Manager dan
Quality Assurance Unit. Audit dilaksanakan langsung di lapangan dan observasi
penting untuk didiskusikan selama audit termasuk tindak lanjut hasil audit
sebelumnya.
5) Audit dari badan otoritas (Badan POM, Badan Sertifikasi ISO, dan lain-lain)
Jadwal audit tergantung pada jadwal badan otoritas. Audit mencakup seluruh
aspek CPOB atau aspek yang terkait serta hasil temuan sebelumnya dari badan
otoritas yang bersangkutan. Anggota tim inspeksi badan otoritas didampingi oleh
kepala departemen atau unit yang terkait.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
31
Universitas Indonesia
b. Inspeksi di bidang HSE
Inspeksi yang diadakan 3 bulan sekali ini dilakukan untuk mengetahui apakah
karyawan sudah bekerja memenuhi standar HSE perusahaan, dilakukan untuk
melihat langsung ke lapangan penyesuaian antara training HSE yang pernah
dilakukan dan pelaksanaannya sehari-hari sebagai suatu cara untuk menilai
keberhasilan suatu training. Keluaran yang diharapkan adalah sebuah perbaikan
yang terus menerus, sehingga yang tidak benar menjadi benar, dan yang sudah
benar tetap dijaga agar pelaksanaannya selalu benar.
Temuan di lapangan yang berkaitan dengan HSE dibagi menjadi 2 yaitu
unsafe act dan unsafe condition. Tim inspeksi diri ini dilakukan oleh bagian HSE
bersama pihak yang berkompeten dan berwenang di departemen tersebut, wakil
dari TSD. Hasil inspeksi diri ini dicatat dan dilaporkan kemudian didistribusikan
ke departemen-departemen terkait. Selain inspeksi triwulanan, HSE juga
mengadakan dan mengupayakan self inspection yang diadakan sewaktu-waktu,
atau temuan yang ditemukan ketika sedang berkunjung ke lapangan (langsung
diberitahukan kepada Manager).
4.1.1.7 Penolakan dan pelulusan terhadap obat jadi
Obat jadi adalah bentuk sediaan obat yang telah selesai dikemas yang telah
siap dipasarkan setelah lulus dari pemeriksaan. Pengambilan keputusan untuk
meluluskan/menolak obat jadi dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dan
evaluasi yang meliputi hasil pemeriksaan selama proses pengolahan dan
pengemasan, pemantauan lingkungan (jika ada), pemeriksaan produk ruahan,
pemeriksaan kelengkapan bahan pengemas produk jadi, atau pemeriksaan
dokumen catatan pengolahan dan pengemasan bets, serta dokumen-dokumen lain
jika ada, seperti Failure Investigation Report atau Out of Specification (OOS).
Pelulusan atau penolakan obat jadi dilakukan oleh QA Manager dan disetujui oleh
Head of IQC.
Pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum memutuskan status produk
adalah sebagai berikut:
a. Penyerahan Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) produk jadi lokal maupun
impor yang telah disahkan oleh QC Supervisor kepada QA Manager.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
32
Universitas Indonesia
b. Penyerahan CHP selama proses pengolahan (IPC) atau pengemasan yang
telah dilengkapi TT755 dan atau fotokopi CoA (Certificate of Analysis)
produk ruahan impor, Catatan Pengolahan Bets, atau Catatan Pengemasan
Bets yang telah diperiksa dan ditandatangani oleh Production Manager atau
wakilnya kepada QA Manager.
c. QA Manager akan mengkaji kelengkapan dokumen dari obat jadi tersebut.
d. Hasil pemeriksaan terhadap produk jadi tersebut dicatat pada formulir “Daftar
Pemeriksaan Pelulusan Produk Jadi”. QA Manager akan memutuskan apakah
produk jadi tersebut diluluskan atau ditolak, lalu menandatangani catatan
pemeriksaan beserta tanggal pelulusan/penolakkan produk tersebut.
Pelulusan/penolakan obat jadi juga dilakukan pada sistem SAP (System
Application Product).
4.1.1.8 Penanganan hasil uji di luar spesifikasi (Out of Specification/OOS)
Mutu suatu produk ditentukan oleh yang membuat produk tersebut dalam
arti tahapan proses pembuatan suatu produk akan sangat mempengaruhi hasil
akhir dari mutu produk. Untuk menguji apakah produk yang dibuat memenuhi
persyaratan, perlu dilakukan pemeriksaan di laboratorium baik secara kimia,
fisika, maupun mikrobiologi. Ada kalanya hasil pemeriksaan suatu produk tidak
memenuhi persyaratan atau hasil pemeriksaan mendekati batas spesifikasi yang
telah ditetapkan. Salah satu kemungkinan ketidaksesuaian tersebut diakibatkan
oleh cara pemeriksaannya. Oleh karena itu, sebelum diambil keputusan akhir
mengenai status produk yang bersangkutan perlu dilakukan penyelidikan yang
seksama dimana ketidaksesuaian tersebut terjadi. Penyelidikan hasil di luar
spesifikasi (Out of Specification/OOS) atau dapat juga dianggap sebagai atypical
test result (Out of Trend/OOT) yang berlaku untuk hasil pemeriksaan kalibrasi
alat dan pemeriksaan kalibrasi alat dan pemeriksaan stabilitas produk. Sumber
ketidaksesuaian hasil harus diteliti secara sistematis.
Apabila terjadi penyimpangan hasil di luar spesifikasi pada saat analisis
maka hal yang harus dilakukan adalah segera menyiapkan laporan tertulis
mengenai insiden/kegagalan yang terjadi baik kegagalan pemeriksaan secara
kimia, fisika, atau mikrobiologi. Cara kerja pada saat mempersiapkan contoh
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
33
Universitas Indonesia
untuk pemeriksaan, alat yang digunakan harus diperiksa kembali. Bila hasilnya
masih menyimpang baik itu OOS dari pemeriksaan kimia, fisika, atau
mikrobiologi maka dibuat laporan Failure Investigation Report (FIR).
Tindak lanjut yang dapat diambil sesuai dengan hasil pemeriksaan yang
didapat, antara lain:
a. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama dan produk yang
sudah released.
b. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh yang sama oleh pemeriksa
yang berbeda.
c. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh baru oleh pemeriksa yang
pertama (bila perlu).
d. Membandingkan hasil pemeriksaan ulang diatas dengan persyaratan test
method dan farmakope (EP, USP, dan FI).
e. Contoh untuk pemeriksaan ulang tersebut diambil sebanyak 2 kali dari
pemeriksaan normal.
Apabila dianggap perlu, dilakukan pemeriksaan terhadap prosedur
pengolahan bets produk yang bersangkutan. Apabila diduga penyimpangan
tersebut berasal dari test method atau sebab-sebab lain yang tidak diketahui dapat
dikonsultasikan dengan mother plant.
Perincian urutan pengambilan keputusan terhadap pemeriksaan di luar
spesifikasi dapat dilihat pada Lampiran 6. Penyelidikan terhadap OOS harus
diselesaikan maksimal 30 hari.
4.1.1.9 Penanganan Penyimpangan
Penyimpangan adalah suatu kejadian atau pelanggaran yang tidak
direncanakan terhadap suatu prosedur atau spesifikasi yang telah ditetapkan. Head
of IQC dan QA Manager harus menilai dan memeriksa prosedur yang harus
dilakukan menurut bidang dan tanggung jawabnya untuk memenuhi spesifikasi
yang ditetapkan. Mereka yang bertanggung jawab agar proses penyelesaian
berlangsung cepat dan kembali kepada pengirim untuk ditindak lanjuti.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
34
Universitas Indonesia
Menurut tingkat kekritisannya, penyimpangan dikategorikan menjadi:
a. Critical Deviation
Adalah kekurangan material, produk obat, alat kesehatan, sistem atau jasa
yang dapat secara signifikan mempengaruhi kualitas, keamanan atau efikasi dari
obat/alat kesehatan atau yang dapat menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa.
Pengertian lainnya adalah kekurangan apapun yang dapat menyebabkan produk
obat/alat kesehatan menjadi non compliant atau menyebabkan terjadinya situasi
yang dapat dikategorikan sebagai critical oleh badan regulasi. Contoh:
kesalahan/penyimpangan dalam melaksanakan suatu tahap proses pembuatan,
kesalahan dalam pemakaian bahan/material, kesalahan dalam penimbangan atau
tercampur dengan bahan lain, hasil uji stabilitas diluar spesifikasi.
b. Major Deviation
Penyimpangan yang tidak termasuk kritikal, yang secara potensial dapat
mempengaruhi kualitas, keamanan, efikasi atau pemenuhan persyaratan CPOB
dari suatu produk obat atau alat kesehatan. Salah satu contoh major deviation
adalah kesalahan dalam melaksanakan suatu protap misalnya protap sanitasi dan
penyimpangan-penyimpangan yang tidak ditanggulangi secara sepihak tanpa
mengikutsertakan atau memperoleh informasi tambahan dari depertemen lain
seperti kesalahan pencetakan nomor bets, tanggal daluarsa, tapi produk belum
diluluskan.
c. Minor Deviation
Deviasi yang tidak termasuk kritikal atau major, yang secara potensial
berdampak pada sistem GMP, utilities, peralatan, bahan, komponen, lingkungan
atau dokumentasi, tetapi tidak mempengaruhi kualitas, keamanan atau efikasi dari
produk obat atau alat kesehatan. Salah satu contoh minor deviation adalah batas
penyimpanan maksimum produk terlampaui dan perekatan label tidak sempurna.
Sedangkan menurut golongan, kegagalan atau penyimpangan dibagi
menjadi dua yaitu:
1) General Failure: Semua penyimpangan yang terjadi di site dan hal tersebut
tidak berhubungan secara langsung dengan suatu produk tertentu, misalnya
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
35
Universitas Indonesia
penyimpangan pada persiapan produk, penyimpangan sistem pengolahan air
dan sebagainya.
2) Batch deviation: Semua penyimpangan yang terjadi pada proses pembuatan
atau pengemasan suatu produk, misalnya kegagalan salah satu tahapan proses,
pengemasan dan sebagainya.
Apabila terjadi kegagalan, tindakan yang pertama kali diambil adalah
penghentian proses dan produk tersebut dikarantina. Kegagalan tersebut kemudian
dilaporkan ke Manager bagian bersangkutan diteruskan ke Head of IQC yang
akan memeriksa dan mengevaluasi serta mengambil keputusan tindakan yang
harus dilakukan. Terhadap semua penyimpangan, baik besar maupun kecil, akan
diambil langkah selanjutnya oleh IQC Department. Bila dianggap perlu, IQC
Department akan mengundang departemen yang bersangkutan dan departemen
lain yang terkait untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul. Hasil penilaian
terhadap langkah yang telah atau yang akan dilakukan oleh departemen produksi,
departemen IQC, atau departemen lainnya yang terkait akan dikirimkan kembali
ke departemen yang bersangkutan. Apabila proses dapat dilanjutkan, maka
departemen produksi harus segera mencatat tindakan yang diambil pada catatan
pengolahan bets/catatan pengemasan bets dari produk yang bersangkutan. Apabila
produk tersebut dapat diolah ulang, departemen produksi harus segera membuat
prosedur pengolahan ulang atau apabila produk tersebut harus dihancurkan maka
harus disiapkan proses penghancuran terhadap produk tersebut.
4.1.1.10 Pengkajian/penilaian tahunan terhadap produk (Annual Product
Review/APR)
Setiap tahun Departemen Produksi memproduksi berbagai macam
sediaan farmasi baik berupa sediaan padat maupun sediaan semipadat. Data
mengenai produk yang dihasilkan selama satu tahun, termasuk peralatan yang
digunakan, proses produksi, cara dan hasil pemeriksaan dikumpulkan untuk
dievaluasi sehingga dapat disimpulkan atau dihasilkan suatu saran yang berguna
untuk mempertahankan atau memperbaiki mutu produk.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
36
Universitas Indonesia
Isi dari APR adalah:
a. Gambaran dari suatu produk yang dibuat ditest
b. Parameter kritis dalam In Process Control (IPC)
c. Evaluasi dari semua batch yang tidak memenuhi syarat beserta
investigasinya.
d. Keluhan (Product Technical Complaint)
e. Penarikan produk
f. Produk kembalian
g. Tren analisis dari data pelulusan beserta analisa data secara statistik
h. Tren analisis dari data stabilitas
i. Perubahan yang terjadi dari proses produksi, pengemasan, pemeriksaan dan
lainnya (seperti supplier, peralatan, dan lain-lain)
j. Status validasi yang dilakukan (validasi proses dan pengemasan)
k. Rekomendasi dari hasil audit BPOM dan regulatory issue
l. Formula
m. Pengumpulan parameter kritis pada proses produksi
n. Pengumpulan parameter kritis dari produk yang diperiksa di laboratorium
o. Seluruh data yang akan dirangkum menjadi satu dalam raw data APR, dibuat
grafik tren analisa dan diolah secara statistik
p. Evaluasi dari APR berupa kesimpulan
q. Tindakan selajutnya yang direncanakan sebagai akibat dari evaluasi
Peninjauan dan penilaian tahunan terhadap produk merupakan suatu
bentuk komunikasi antara bagian produksi, quality, dan regulatory. Penyiapan
APR dibagi menjadi dua gelombang yaitu untuk sediaan solid dilakukan dalam
interval Januari hingga Januari tahun selanjutnya dan sediaan semisolid pada
bulan Juni sampai Juni tahun selanjutnya. QA akan mengambil data yang
dibutuhkan untuk APR dari raw data template untuk hasil analisa QC dan Batch
Record untuk parameter produksi dan hasil In Process control (IPC). Tim kerja
pembuatan APR adalah Supervisor Processing, Supervisor Packaging, Supervisor
QC, QA Officer dan QA Manager.
Tindakan-tindakan selanjutnya yang direncanakan sebagai hasil evaluasi
dapat berupa peningkatan proses produksi, perbaikan formulasi, perbaikan metode
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
37
Universitas Indonesia
pemeriksaan, review spesifikasi semi finished/finished product, revalidasi, atau
penarikan obat jadi. Laporan APR kemudian diperiksa dan ditandatangani oleh
QA Manager dan disetujui oleh Head of IQC. Laporan APR harus diselesaikan
dalam waktu 60 hari dari waktu akhir tahun penilaian. APR yang asli disimpan
oleh QA yang sebelumnya telah disirkulasikan kepada Head of Industrial Affairs,
Production Manager, dan Technical Services Manager. Ringkasan APR adalah
bagian dari laporan tahunan IQC Department.
4.1.1.11 Penanganan keluhan, penarikan kembali obat jadi, dan penanganan obat
kembalian
Keamanan obat yang dikonsumsi masyarakat merupakan tanggung jawab
setiap perusahaan farmasi. Keamanan obat erat kaitannya dengan masalah efek
samping obat dan masalah kualitas obat. Oleh karena itu, keluhan yang
menyangkut efek samping obat maupun keluhan kualitas obat harus diselidiki dan
dievaluasi serta diambil tindak lanjut yang sesuai guna mencari penyelesaian yang
sebaik mungkin. Keluhan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Keluhan yang menyangkut Efek Samping Obat (ESO)
b. Keluhan yang menyangkut Keluhan Teknis Kualitas Obat (KTKO).
Untuk keluhan yang berhubungan dengan medis maka pelaporan ditujukan
ke Medical and Regulatory Division sedangkan yang menyangkut pharmaceutical
atau KTKO akan ditujukan ke IQC Department. Keluhan digolongkan menjadi:
a. Kelas I
Kerusakan pada produk yang dapat mengancam jiwa atau mengakibatkan
resiko besar terhadap kesehatan. Misalnya kesalahan penempelan label dan
tercampurnya satu produk dalam satu pengemas.
b. Kelas II
Kerusakan pada produk yang dapat menyebabkan sakit pada pasien dan
menyebabkan kegagalan proses penyembuhannya. Misalnya kesalahan
informasi pada leaflet, kontaminasi kimia maupun fisik.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
38
Universitas Indonesia
c. Kelas III
Kerusakan pada produk yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang
tidak major, hanya menimbulkan gangguan kesehatan minor pada pasien
dalam hal penggunaan produk. Misalnya tidak rapatnya bahan pengemas,
kesalahan penulisan expired date.
d. Kelas IV
Kerusakan pada produk yang tidak mengancam jiwa manusia namun hanya
menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien ketika menggunakan produk
tersebut sehingga menyebabkan rusaknya nama baik perusahaan. Misalnya
tablet pecah atau retak, hilangnya blister dalam folding box.
Hasil penyelidikan mengenai asal keluhan, jenis keluhan, dan tindak
lanjut dilaporkan ke Head of IQC atau Medical and Regulatory Division. Tindak
lanjut yang dilakukan dapat berupa penggantian produk atau penarikan produk
(recall). Penarikan obat jadi dapat dilakukan karena keinginan produsen (misalnya
karena stabilitas obat tidak baik atau mau mengganti bahan pengemas) atau
keinginan Badan POM. Produk kembalian yang ditarik akan disimpan di gudang.
Penanganan selanjutnya dapat dihancurkan, dijadikan stok kembali (misalnya jika
produk masih baik dan sudah diperiksa di QC), atau diolah kembali.
4.1.1.12 Pengendalian terhadap perubahan (Change control)
Perubahan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang terjadi pada proses
pembuatan atau pemeriksaan produk yang telah diproduksi, dapat meliputi tata
cara pembuatan obat termasuk bahan bakunya, control test, protap, perubahan
terhadap sistem pendukung seperti mesin, ruang, tata udara, dan sebagainya, serta
mencakup juga bila terjadi perubahan supplier baik untuk bahan baku maupun
bahan pengemas.
Sasaran dari pengendalian terhadap perubahan ini adalah untuk
menjamin bahwa perubahan yang dilakukan terhadap proses produksi, jenis bahan
baku yang digunakan, termasuk sistem pendukung (alat, ruangan, mesin-mesin,
prosedur pemeriksaan, cara penyimpanan), maupun perubahan protap yang
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
39
Universitas Indonesia
mendukung proses secara keseluruhan tidak akan menimbulkan dampak negatif
terhadap mutu produk yang dihasilkan maupun terhadap kondisi HSE.
Perubahan didokumentasikan dengan sistem manajemen perubahan
(GIMC) yang merupakan suatu sistem komputerisasi yang akan digunakan untuk
mengatur pembuatan perubahan. Sistem ini mengatur alur perubahan mulai dari
pengajuan, evaluasi, hingga persetujuan perubahan.
Rancangan perubahan dibuat oleh departemen yang bersangkutan yang
akan mengadakan perubahan dan diinformasikan kepada IQC Department. IQC
Department bersama-sama dengan departemen terkait akan merencanakan dan
memutuskan tindakan apa yang harus dilakukan dalam menanggapi perubahan
tersebut.
4.1.1.13 Penanganan obat di distributor
Mutu produk obat jadi sangat dipengaruhi antara lain oleh cara
penanganan mulai dari penerimaan, penyimpanan, dan penyerahan produk kepada
konsumen. Penanganan obat di distributor meliputi masalah:
a. Penerimaan obat jadi (disertai delivery note resmi)
b. Penyimpanan obat jadi (harus sesuai kondisi yang dipersyaratkan)
c. Pengiriman obat jadi (harus sesuai kondisi yang dipersyaratkan)
d. Penanganan keluhan
e. Penanganan bahan obat yang pecah atau tumpah
f. Obat kembalian dan penarikan kembali obat jadi
g. Penanganan Taxotere (penerimaan, pengiriman, dan penyimpanan)
h. Pelatihan
Audit pada distributor yang dilakukan secara berkala setiap 2 tahun
sekali, kecuali jika dianggap segera perlu untuk dilakukan. Audit tersebut meliputi
tata cara penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman.
4.1.1.14 Penanganan transfer proses pengolahan dan atau pengemasan
Transfer proses produksi adalah suatu jenis proses alih teknologi dan
pembuatan dan atau pengemasan produk dari suatu pabrik ke pabrik lainnya.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
40
Universitas Indonesia
Transfer proses pengolahan dan pengemasan tersebut meliputi:
a. Golongan 1: produk-produk Aventis Pharma yang sudah atau akan diproduksi
dan telah dipasarkan, ditetapkan suatu produk Aventis Pharma sebagai produk
induknya (mother plant).
b. Golongan 2: produk-produk Aventis Pharma yang ada saat ini diproduksi di
beberapa negara/region, tetapi tidak mempunyai pabrik induk. Seperti Avil,
Sofradex yang dilakukan antara Aventis Pharma ke Aventis Pharma lain, dari
Aventis Pharma ke toll manufacturing Aventis Pharma, kontraktor ke
kontraktor lain.
c. Golongan 3: produk yang hanya diproduksi atau dipasarkan oleh 1 pabrik
Aventis Pharma di suatu negara/region. Transfer produk golongan 3
dikoordinasikan oleh regional manufacturing/regional Quality Operations dan
dilakukan antara Aventis Pharma ke Aventis Pharma, dari Aventis Pharma ke
toll manufacturing Aventis Pharma, kontraktor ke kontraktor lain.
4.1.2 Quality Control Unit
Quality Control Unit dikepalai oleh seorang Quality Control Supervisor.
Unit ini bertanggung jawab kepada Head of IQC. QC Supervisor bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan dan pengendalian dalam kegiatan
pengambilancontoh; pemeriksaan contoh bahan baku, bahan pengemas, produk
ruahan, dan produk jadi; memberikan pelatihan yang berhubungan dengan QC;
menyusun,merevisi, serta memuktahirkan protap di QC; memeriksa dan
memastikan kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan; serta melakukan
uji stabilitas.
Untuk melaksanakan pemeriksaan, QC membuat prosedur analisis yang
disebut test method. Test method untuk bahan baku berasal dari Farmakope
Indonesia, Farmakope Eropa, USP, Farmakope Perancis, dan prosedur dari
mother site. Test method ditangani sama dengan prosedur tetap (protap) dan
dibuat dalam Bahasa Indonesia agar mudah dalam pengendalian, pengawasan,
serta memudahkan penelusuran apabila terjadi kesalahan. Prosedur pemeriksaan
yang digunakan harus sudah divalidasi. Untuk prosedur dari farmakope tidak
perlu divalidasi, hanya perlu diverifikasi yaitu kesiapan penggunaan prosedur
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
41
Universitas Indonesia
analisis tersebut sesuai dengan yang dipersyaratkan. Untuk prosedur yang berasal
dari mother site walaupun sudah divalidasi tetapi perlu dilakukan validasi
kembali.
Dalam pelaksanaan tugasnya, QC Unit dibagi dalam 4 bagian, yaitu,
Chemical and Physical Control (bahan baku, produk ruahan, produk jadi),
Packaging Material and Other Material Control and Calibration,
Microbiological Control dan Stability Study.
4.1.2.1 Chemical and physical control (Pengawasan secara kimia dan fisika)
Bagian ini bertugas untuk melakukan pemeriksaan bahan baku, produk
ruahan, produk jadi secara kimia dan fisika sesuai dengan spesifikasinya.
a. Bahan baku (raw material)
Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak, yang
berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun
tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan. Setiap bahan
baku yang datang harus selalu disertai dengan sertifikat analisisnya. Sertifikat
analisis tersebut penting karena dipakai sebagai acuan pada pemeriksaan bahan
tersebut.
Bahan baku yang baru datang akan diperiksa sesuai dengan spesifikasi.
Setelah itu dibuat slip penerimaan barang (Good Receipt Slip/GRS) oleh bagian
gudang. Bahan baku tersebut akan masuk ke gudang dengan status quarantine.
Gudang akan mengirimkan GRS ke bagian QC. Berdasarkan GRS yang diterima,
QC melakukan pengambilan contoh (sampling) terhadap bahan tersebut.
Pengambilan contoh untuk semua bahan aktif dan bahan pembantu harus disertai
dengan lembar permintaan material (Material Request Form).
Pengambilan contoh bahan baku secara benar merupakan faktor/langkah
penting karena hanya dari contoh yang terjamin kebenarannya, informasi/data
pemeriksaan bahan baku dapat dipertanggungjawabkan. Pengambilan contoh
dilakukan di bawah Laminar Air Flow (LAF) di ruang sampling yang berada di
gudang pada suhu tidak lebih dari 25oC, perbedaan tekanan diatas 7,5 Pa dan
kelembaban 30-60%. Wadah untuk contoh harus dilengkapi dengan data-data
mengenai contoh yang diambil yang meliputi kode barang, nomor bets, tanggal
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
42
Universitas Indonesia
kadaluarsa, dan tanggal pengambilan contoh. Wadah bahan baku yang telah
diambil contohnya harus disegel kembali secara khusus dan diberi label kuning
SAMPLE TAKEN. Setelah proses sampling selesai, semua alat-alat yang telah
digunakan untuk sampling dibungkus dengan plastik dan tempelkan label
kotor/merah pada alat yang sudah digunakan untuk memberitahu agar
dibersihkan.
Hasil pemeriksaan fisika, kimia, maupun mikrobiologi bahan-bahan ditulis
dalam suatu Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) dan kemudian dibuatkan formulir
rangkap tiga TT755 yang menyatakan bahwa bahan baku yang diterima telah
diluluskan (released) atau ditolak (rejected). CHP, formulir TT755, dan label
RELEASED atau REJECTED diserahkan ke QC untuk diperiksa dan disahkan.
Setelah diperiksa dan disahkan oleh QC Supervisor, formulir tersebut
didistribusikan ke QC, Warehouse, Factory, Plant Logistic Department.
Sedangkan label RELEASED atau REJECTED diserahkan ke analis untuk
ditempelkan pada wadah bahan baku yang telah diperiksa/diambil contohnya.
Label RELEASED (warna hijau) ditempelkan menutupi label QUARANTINE pada
wadah bahan baku yang diluluskan dan jika bahan baku tidak memenuhi
persyaratan maka ditempel label REJECTED (warna merah) beserta label yang
menyatakan penanganan selanjutnya. Bahan baku yang ditolak (rejected) akan
ditempatkan pada area rejected yang ada di gudang dan ditutupi dengan jaring.
Label RELEASED, SAMPLE TAKEN, QUARANTINE, dan REJECTED dapat
dilihat pada Lampiran 7.
Sebagian contoh bahan baku yang sudah dinyatakan lulus disimpan sebagai
contoh pertinggal (retained sample) sebanyak yang diperlukan untuk pemeriksaan
satu kali dan tiga kali pengulangan. Bahan baku yang tidak mencantumkan masa
daluarsa dan masa simpannya tidak tertera di CA harus diperiksa ulang (retest)
setiap 6 bulan atau 2 tahun sekali. Untuk bahan baku yang mencantumkan waktu
uji ulang/masa simpan pada CA, pengujian ulang dilakukan sesuai waktu uji ulang
tersebut dan untuk bahan baku yang mempunyai masa daluarsa tercantum pada
CA tidak dilakukan uji ulang karena masa pakainya sesuai dengan masa daluarsa
tersebut.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
43
Universitas Indonesia
Pengujian kembali dilakukan terhadap semua produk yang tidak mempunyai
waktu daluarsa untuk semua bahan-bahan yang telah jatuh tempo tanggal uji
ulangnya yang tersimpan di gudang. Pengambilan contoh untuk pengujian
kembali dilakukan sesuai dengan yang direkomendasikan pada “Daftar Daluarsa
Bahan dan Obat Jadi” yang diterbitkan oleh QA setiap bulannya.
Ketentuan yang harus diperhatikan dalam pengujian ulang yaitu:
1) Untuk bahan baku tanpa waktu daluwarsa dengan retest tiap 2 tahun sekali
mempunyai masa pakai 8 tahun dengan kata lain pengujian kembali hanya
dapat dilakukan maksimum 3 kali.
2) Untuk bahan baku tanpa waktu daluwarsa dengan retest tiap 6 bulan sekali
mempunyai masa pakai 2 tahun dengan kata lain pengujian kembali hanya
dapat dilakukan maksimum 3 kali.
Pemeriksaan penuh (Full Analysis) diberlakukan untuk seluruh bahan baku
yang akan diuji ulang baik yang berasal dari Mother Company maupun dari
pemasok luar. Pada Form TT755 harus diberi catatan mengenai beberapa kali
bahan baku tersebut telah diuji ulang sebagai informasi kepada bagian gudang –
Plant Logistic. Jika dari hasil pengujian ulang tersebut dinyatakan lulus, maka
dibuatkan sertifikat analisisnya dan bahan boleh digunakan untuk produksi. Jika
tidak lulus maka bahan tersebut harus dimusnahkan. Alur pemeriksaan bahan
baku dapat dilihat pada Lampiran 8.
b. Produk ruahan (semi finished goods)
Produk ruahan adalah produk yang telah selesai diolah dan siap untuk
dikemas. Terdapat 2 jenis produk ruahan di PT Aventis Pharma, yaitu produk
ruahan hasil produksi PT Aventis Pharma sendiri dan produk ruahan impor.
Pengambilan contoh dilakukan pada saat pembuatan berlangsung yaitu pada awal,
tengah, dan akhir proses (oleh bagian produksi); setelah semi finished goods
diterima di gudang (untuk produk ruahan impor) oleh petugas QC. Cara
pengambilan contoh (sampling) sama dengan yang dilakukan pada bahan baku.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
44
Universitas Indonesia
Produk ruahan harus segera diperiksa sesuai dengan spesifikasi masing-
masing produk yang telah ditetapkan dan hasilnya dicatat dalam CHP. Jika dalam
pemeriksaan ditemukan hasil yang menyimpang dari spesifikasi, maka dilakukan
penyelidikan terhadap hasil di luar spesifikasi (Out of Spesification/OOS). Pada
produk setengah jadi impor yang belum dikemas dalam kemasan primer dilakukan
pemeriksaan sesuai dengan spesifikasi dan prosedur pemeriksaannya. Semua hasil
pemeriksaan dicatat dalam CHP.
c. Produk jadi (finished goods)
Produk jadi adalah produk yang telah melewati seluruh tahapan produksi,
termasuk pengemasan, dan telah siap untuk didistribusikan. Terdapat dua macam
produk jadi di PT Aventis Pharma yaitu produk jadi hasil produksi sendiri (lokal)
dan produk jadi impor. Untuk produk jadi lokal, pengambilan contoh dilakukan
pada proses pengemasan yaitu pada awal, tengah, dan akhir proses pengemasan.
Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas proses pengemasan untuk dikirim ke
QC. Terhadap produk jadi dilakukan pemeriksaan:
1) Tanggal penerimaan
2) Nomor batch lengkap
3) Jumlah contoh pertinggal
4) Waktu kadaluarsa
5) Informasi tentang produk, semi finished good, bahan pengemas
6) Kelengkapan kemasan (jumlah isi, cetakan, kode bets, dan tanggal
kadaluarsa).
Hasil pemeriksaan dicatat dalam CHP. Untuk obat jadi impor dilakukan
pemeriksaan kelengkapan pengemas yang digunakan beserta sertifikat analisa
(CoA) yang menyertainya. Penerbitan label released/rejected atau label
penandaan lainnya untuk obat jadi impor harus diparaf oleh QC Supervisor.
4.1.2.2 Packaging material and other material control and calibration
Tugas dari bagian ini adalah mengambil contoh dan memeriksa bahan
pengemas serta barang lain sesuai dengan spesifikasi dan prosedur yang telah
ditetapkan. Barang lain yang diperiksa adalah bahan-bahan pelengkap yang tidak
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
45
Universitas Indonesia
terlibat langsung dalam proses produksi obat, seperti masker, sarung tangan, dan
sebagainya.
Bahan pengemas digolongkan dalam 2 jenis, berdasarkan kontak atau
tidaknya dengan produk, yaitu:
a. Bahan pengemas primer (Primary Packaging Materials), yaitu bahan
pengemas yang berhubungan langsung dengan produk seperti PVC-foil untuk
blister, alufoil untuk strip dan blister, cold forming foil, ampul, botol, dan tube
aluminium.
b. Bahan pengemas sekunder (Secondary Packaging Materials), yaitu bahan
pengemas yang tidak bersentuhan langsung dengan produknya, seperti folding
box, packing insert, label, dan lain-lain.
Sebelum bahan dipesan, film untuk bahan pengemas tercetak disiapkan
berdasarkan artwork yang disetujui. Setelah bahan pengemas dipesan, bagian ini
akan melakukan sampling terhadap bahan pengemas yang datang. Pada waktu
pengambilan contoh kemasan primer, dilakukan di ruang sampling di bawah LAF.
Untuk kemasan sekunder pemeriksaannya dapat langsung dilakukan di gudang.
Pengambilan contoh (sampling) kemasan dilakukan secara random sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
Pemeriksaan packaging material meliputi pemeriksaan terhadap primary
packaging material, packing insert, dan folding box. Hasil pemeriksaan dicatat di
CHP dan proses selanjutnya sama dengan proses terhadap bahan baku. Sejumlah
contoh bahan pengemas primer yang telah lulus disimpan sebagai contoh
pertinggal sesuai dengan ketentuan lengkap dengan identitasnya.
4.1.2.3 Microbiological control
Microbiological control bertanggung jawab dalam mendukung
pengawasan mutu dalam hal mikrobiologi seperti permeriksaan mikrobiologi
bahan baku, produk ruahan, dan produk jadi; pemeriksaan cemaran partikel dan
mikroba di ruang produksi dan laboratorium mikrobiologi; serta pemeriksaan
mutu air. Kegiatan yang dilakukan oleh bagian ini, antara lain:
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
46
Universitas Indonesia
a. Pemeriksaan mikrobiologi bahan baku, produk ruahan, dan produk jadi
Pemeriksaan bahan baku disini meliputi bahan baku yang berasal dari
nabati (tepung jagung, sukrosa) serta bahan baku yang berasal dari hewani
(gelatin). Bahan baku yang harus diuji mikrobiologinya, yaitu sugar crystal,
maize starch, lactose, gummi arabicum, avicel PH 102, Mg stearat, glucose
anhydrous, gelatine, talcum, starch syrup, pregelatinized starch, carestar
snowflake, kollidon. Uji batas cemaran mikroba dilakukan terhadap produk-
produk non steril, termasuk bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, dan
produk jadi yang tidak mensyaratkan steril. Produk-produk tersebut harus bebas
dari beberapa jenis mikroba seperti Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa, Salmonella sp., dan E. coli atau mikroba lain sesuai spesifikasi.
b. Pemeriksaan cemaran partikel dan mikroba di ruang produksi dan laboratorium
mikrobiologi
Ruang produksi yang ada di PT Aventis Pharma adalah ruang produksi
non steril. Ruang produksi ini diklasifikasikan menjadi ruang kelas 3, kelas 2, dan
kelas 1. Setiap ruang memiliki persyaratan yang berbeda dalam hal jumlah
partikel dan jumlah mikrobanya, seperti dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Pemeriksaan harus segera dilakukan jika terjadi hal-hal yang dapat
menyebabkan kondisi ruangan berubah, misalnya perbaikan Air Handling Unit
(AHU), perbaikan atau penggantian HEPA filter, dan lain-lain. Pemeriksaan
cemaran yang dilakukan antara lain:
1) Pemeriksaan cemaran partikel
Pemeriksaan cemaran partikel di udara dilakukan dengan menggunakan alat
penghitung partikel yaitu particle counter HIAC-ROYCO 245A. Pemeriksaan
tersebut dilakukan terhadap:
a) Ruangan LAF dan ruangan-ruangan produksi
b) HEPA filter
2) Pemeriksaan cemaran mikroba di udara
Pemeriksaan cemaran mikroba di udara dilakukan secara:
a) Passive settle plate (sedimentasi), dengan menggunakan lempeng agar
yang dibiarkan 4 jam di ruangan. Tujuannya adalah untuk memonitor
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
47
Universitas Indonesia
mikroba yang jatuh bebas dan mengendap di lantai. Media yang
digunakan adalah TSA (Tryptone Soya Agar). Jumlah mikroba yang
muncul merupakan indikasi kebersihan suatu ruangan.
b) Active air sample dengan menggunakan alat MAS-100. MAS-100
digunakan untuk memantau jumlah mikroba yang ada di udara (per m
udara) dengan cara menghisap sejumlah udara tertentu dan dihembuskan
ke permukaan media padat (TSA) pada cawan petri yang diletakkan
dalam alat MAS. Penggunaan alat MAS di kawasan kelas 3 adalah
selama 2 menit untuk 200 ml udara.
3) Pemeriksaan cemaran mikroba di permukaan
Pemeriksaan cemaran mikroba di permukaan dilakukan secara apus (swab)
dan atau secara tempel contact plate menggunakan swab test atau RODAC test.
Pemeriksaan ini dilakukan pada permukaan lantai, meja, dinding, alat kerja, dan
lain-lain.
Hasil pemantauan jumlah mikroba dan partikel di ruangan produksi dicatat
di lembar pemantauan bakteri dan partikel di udara area produksi; hasil
pemantauan ruang mikrobiologi dicatat pada lembar pemantauan bakteri dan
partikel di udara laboratorium mikrobiologi. Sedangkan hasil pemeriksaan
masing-masing HEPA-filter dicatat pada lembar LAF vertikal ruang pengemasan,
LAF horizontal laboratorium mikrobiologi, LAF untuk sampling. Hasil
pemeriksaan yang sudah disahkan oleh Head of IQC disirkulasikan ke QA, TSD,
dan departemen produksi sebagai informasi. Lembar hasil pemeriksaan tersebut
kemudian disimpan sebagai arsip di laboratorium mikrobiologi.
c. Pemeriksaan terhadap mutu air
Dalam proses pembuatan obat, air merupakan salah satu bahan yang selalu
digunakan dalam proses pengolahan, baik sebagai salah satu komponen produk
maupun sebagai pencuci. Oleh sebab itu, air tersebut harus memenuhi syarat yang
telah ditetapkan, antara lain standar terhadap kadar kimia, cemaran partikel dan
mikroba. Pemeriksaan mutu air dilakukan terhadap semua jenis air yang
digunakan meliputi air sumur, PAM, potable water, purified water, dan purified
water yang berasal dari MiliQ-plus. Pemeriksaan ini bertujuan untuk meyakinkan
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
48
Universitas Indonesia
bahwa air yang digunakan untuk proses pembuatan dan analisis obat sesuai
dengan standar yang ditetapkan. Persyaratan pada masing-masing jenis air dapat
dilihat pada Lampiran 9 dan Tabel 4.2.
Jadwal pemeriksaan contoh air adalah:
1) Air PAM dilakukan sebulan sekali
2) Pemeriksaan air sumur dilakukan 6 bulan sekali
3) Pemeriksaan potable water seminggu sekali terhadap total cemaran
mikrobanya dan sebulan sekali diperiksa secara kimia, total cemaran
koliform, dan koliform tinja
4) Pemeriksaan terhadap purified water dilakukan setiap minggu secara kimia
dan total cemaran mikroba
Bila hasil pemeriksaan potable water, purified water melebihi alert dan
action limit yang telah ditentukan, maka tindakan selanjutnya adalah
menerbitkan OOS dan FIR, dengan melakukan evaluasi secara sistematis
damenyelidiki dimana, kapan, dan apa penyebab penyimpangan tersebut.
4.1.2.4 Stability Study
Tujuan dilakukannya pemeriksaan stabilitas adalah untuk:
a. Mengetahui perubahan dan penguraian bahan aktif sehingga dapat
digunakauntuk menentukan batas waktu kadaluarsa atau batas waktu
penyimpanannya
b. Memastikan bahwa produk yang dipasarkan stabil sampai tanggal
kadaluarsayang tercantum pada label.
c. Memenuhi persyaratan registrasi obat jadi.
d. Menentukan jenis kemasan yang tepat pada kondisi penyimpanan.
e. Mengetahui apakah cara pembuatan dari setiap bets sama.
Menurut Global Quality Standard Sanofi Group, dikenal 5 jenis
pemeriksaan stabilita yaitu:
1) Tipe 0: Bets preformulasi
Tipe 0 adalah bets untuk merancang formulasi produk baru. Stability studyini
dilakukan untuk memutuskan komposisi akhir dari formula tersebut.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
49
Universitas Indonesia
Sampeldisimpan dalam kondisi dipercepat (accelerated testing condition)
selama 3 bulan.
2) Tipe I: Bets skala laboratorium
Pemeriksaan awal terhadap stabilitas dari bahan aktif dan produk
ataucampuran dari excipient dan bahan aktif. Pemeriksaan ini sebaiknya
dilakukapada kondisi dipercepat (accelerated testing condition) atau under
stress.
3) Tipe II: Bets skala pilot
Penyelidikan lanjutan atas stabilitas bahan aktif atau obat jadi seteladilakukan
scale up Production.
4) Tipe III: Bets komersial
Pemeriksaan stabilitas dari bahan aktif atau obat jadi yang akan dipasarkan
untuk mendapatkan atau mencari waktu kadaluarsanya.
5) Tipe IV: Post marketing studies
Untuk pemeriksaan stabilitas rutin terhadap produk yang telah
dipasarkaPemeriksaan dilakukan satu bets per tahun mulai dari 0 bulan
kemudian setiatahun hingga waktu kadaluarsa tercapai.
6) Tipe V: Follow up stability testing
Yang dilakukan terhadap bahan aktif atau produk yang mengalami beberapa
perubahan, misalnya perubahan bahan baku, perubahan proses, dan
sebagainya.
7) Tipe khusus : Studi yang tidak termasuk dalam kategori di atas.
Pada umumnya pemeriksaan stabilitas tipe 0, I, II, dan III dilakukan oleh
mother plant, sedangkan tipe IV dan V dilakukan oleh Jakarta Site. Perubahan
yang dimaksud pada uji stabilitas tipe V ada dua jenis yaitu minor changes
dan major changes. Perubahan kecil (minor changes) merupakan perubahan
yang tidak memberikan dampak berarti pada kestabilan obat, contohnya
perubahan kecil pada sintesa bahan aktif, perubahan jumlah bahan pembantu
sesuai dengan kisaran tertentu yang telah dipersyaratkan, perubahan pemasok
bahan pembantu, dan lain sebagainya. Perubahan besar (major changes)
merupakan perubahan yang secara potensial dapat memberikan dampak
terhadap kestabilan obat, contohnya setiap perubahan baik kualitatif maupun
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
50
Universitas Indonesia
kuantatif dari setiap bahan pembantu yang sedikit mengubah sifat obat,
perubahan pemasok bahan aktif, dan lain sebagainya. Pembagian iklim, tipe
pemeriksaan, kondisi penyimpanan dan waktu pemeriksaan pada uji stabilitas
dapat dilihat pada Lampiran 10.
Parameter pemeriksaan stabilitas yang dilakukan meliputi pemeriksaan
wadah seperti keadaan botol, keutuhan segel, kondisi label, dan lain-lain; dan
pemeriksaan sifat fisik dan kimia yang meliputi pemerian, berat rata-rata obat,
waktu hancur, kekerasan, kadar air, keseragaman kadar, kemurnian, pH, dan lain-
lain.
4.2 Production Department (Prosedur Tetap Production, 2010)
Secara umum, Production Department dibagi menjadi dua unit yaitu
Processing dan Packaging.
4.2.1 Processing
Kegiatan di bagian Processing secara umum dibagi menjadi dua yaitu
pengolahan untuk produk solid (tablet polos dan tablet salut selaput) dan
pengolahan untuk produk semi solid (cream, ointment, suppositoria, dan ovule).
Kegiatan ini berlangsung di kawasan kelas 3. Karyawan di kawasan kelas 3
memakai pakaian biru muda, penutup kepala putih, dan sepatu putih dan biru
muda.
Bangunan di bagian produksi PT Aventis Pharma Indonesia memiliki
rancang bangun yang memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan, dan
pemeliharaan, serta dilengkapi sarana kerja yang memadai sehingga dapat
menghindari terjadinya kesalahan dan pencemaran silang yang mempengaruhi
mutu obat, keselamatan, dan kesehatan kerja karyawan. Bangunan juga didesain
untuk melindungi kegiatan maupun produk dari pengaruh cuaca, banjir, dan
rembesan air tanah.
PT Aventis Pharma Indonesia mengacu pada standar GMP tertinggi dari
Amerika, Jepang, dan Eropa yang terdapat dalam standar GMP dari Aventis
Pharma induk (Mother Company) yang dikenal sebagai Sanofi Global Guidelines.
Standar ini secara berkala selalu diperbaharui dan ditingkatkan dalam rangka
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
51
Universitas Indonesia
meningkatkan kualitas proses dan produk yang dihasilkan oleh PT Aventis
Pharma Indonesia.
Bangunan PT Aventis Pharma Indonesia di ruang produksi, sebagian
gudang, dan QC memiliki konstruksi sebagai berikut:
a. Dinding: Hebel, yaitu batu bata putih ringan, anti api, diplester dengan
campuran pasir dan semen dan cat dinding epoksi.
b. Flavon/langit-langit: Eterpan board (anti api) dan cat acrylic paint.
c. Lantai: beton bertulang dan cat epoksi mortar (anti gores, anti bakteri). Pada
area kelas 3 dilapisi dengan cat epoksi sedangkan pada area kelas 2 dilapisi
dengan cat acrylic paint. Lantai epoksi bangunan merupakan lantai kedap air
yang digunakan untuk mencegah rembesan air tanah. Lantai tersebut harus
dijaga supaya tidak tergores dan rusak karena dapat mengurangi fungsinya
dan dapat menjadi tempat akumulasi debu/partikel. Upaya yang dilakukan
untuk menghindari kerusakan pada lantai antara lain dengan penggunaan
sepatu khusus yang beralaskan karet. Bentuk-bentuk sudut pada dinding,
langit-langit, maupun lantai sebaiknya dihilangkan dengan mengganti bentuk
lengkungan yang mencegah terjadinya akumulasi debu/partikel sehingga
memudahkan pembersihan.
Ruangan produksi dibagi menjadi 2 lantai yaitu:
a. First floor digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial (social activites) yaitu
ruangan untuk ganti pakaian dan sepatu sebagai persiapan sebelum masuk ke
area kelas 3 dan kelas 2.
b. Ground floor digunakan sebagai area untuk Processing maupun Packaging.
Persyaratan di ruang produksi meliputi kebersihan ruangan (jumlah partikel
dan cemaran mikroba), suhu, RH, intensitas cahaya, serta perbedaan tekanan
udara.
Sebelum dipakai untuk kegiatan produksi ruangan harus bersih. Setiap
ruangan yang telah dibersihkan diberi label “BERSIH” berwarna hijau, dan jika
ruangan telah selesai digunakan dipasang label “UNTUK DIBERSIHKAN” yang
berwarna merah. Ruangan tersebut maksimal harus sudah dibersihkan dalam
waktu 1 minggu, tetapi biasanya setelah digunakan ruangan segera dibersihkan.
Pembersihan ruangan dilakukan oleh cleaner, akan tetapi pembersihan alat,
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
52
Universitas Indonesia
mesin, dan utilitasnya dibersihkan oleh operator yang menggunakannya, untuk
kemudian label bersih itu ditandatangani oleh yang membersihkan dan disetujui
bersih oleh foreman atau supervisor di bidang masing-masing (solid dan
semisolid). Masa berlaku label bersih berlaku adalah 1 bulan. Jika waktu tersebut
terlampaui, maka ruangan perlu dibersihkan kembali.
Setiap kegiatan yang berkaitan dengan produksi baik itu Processing
maupun Packaging harus selalu mengikuti pedoman yang disebut PPI (Prosedur
Pengolahan/Pengemasan Induk) yang selalu diperbaharui secara berkala untuk
disesuaikan dengan standar GMP, disesuaikan dengan alat yang dipunyai (jika ada
alat baru), dan untuk menjaga keseragaman serta kualitas produk yang dihasilkan
dari waktu ke waktu.
Prosedur Pengolahan Induk berisi cara pembuatan atau pengolahan obat
tahap demi tahap. PPI disusun oleh Supervisor perbagian (solid, semisolid, dan
packaging) yang diperiksa oleh Production Manager dan QA Manager serta
disetujui oleh Head of IQC. Selain PPI ada juga pedoman yang disebut Protap
yang juga harus dilaksanakan oleh pihak yang bersangkutan. Kedua pedoman ini
harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipahami dan dilaksanakan oleh
karyawan di bagian produksi.
Sebelum digunakan, ruangan di Processing harus selalu dicek RH 30-
60%, temperatur 19-25°C, dan perubahan tekanan (∆P) minimal 7,5 Pa. Untuk
memudahkan pemeriksaan kelengkapan dan kesiapan ruangan di masing-masing
bagian produksi dibuatkan check list yang dijadikan 1 berkas dengan PPI produk
yang akan dibuat. Pengecekan dilakukan oleh operator, dan ditandatangani /
disetujui oleh foreman atau Supervisor bagian produksi.
Setiap kali hendak melakukan produksi, maka dilakukan process order
(PO) untuk memesan bahan yang diperlukan berdasarkan pada formula induk (bill
of material/master recipe). PO yang diterbitkan diterima oleh warehouse yang
akan menyiapkan material yang diperlukan. Material ini didatangkan dari
warehouse melalui airlock dan disimpan sementara di material transit room.
Warehouse merupakan ruangan kelas 1 sehingga airlock tersebut dilengkapi
sistem interlock untuk meminimalkan kontaminasi ruangan produksi. Dalam
material transit room, bahan baku yang diberikan dari gudang diperiksa jumlah,
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
53
Universitas Indonesia
jenis, tanggal kadaluarsa, dan label released yang tertera. Selanjutnya dilakukan
pengecekan bets.
Setelah itu, dilakukan batch determination pada SAP, bahwa material
sudah diambil dari batch yang dikirim. Stock adjustment dilakukan untuk
memastikan jumlah bahan yang ada. Setelah batch determination selesai, maka
PO direlease untuk kemudian dibuat Good Issue. Good Issue ini menggambarkan
jumlah barang yang benar-benar digunakan.
Setelah dihasilkan bulk product, dikeluarkan GRS untuk
menginformasikan jumlah produk yang berhasil diproduksi. Pada tahap
selanjutnya dilakukan konfirmasi working hour (labour hour dan machine hour)
untuk memudahkan evaluasi terhadap produktivitas kegiatan produksi.
Setelah proses produksi selesai, maka diberi keterangan TeCo (Technically
Completed) pada sistem untuk menandai bahwa produksi produk tersebut telah
diselesaikan.
4.2.2 Packaging
Proses pengemasan berlangsung di kawasan kelas 3 dan kelas 2, yaitu
kelas 3 untuk pengemasan primer dan kelas 2 untuk pengemasan sekunder.
Karyawan di kawasan kelas 3 memakai pakaian biru muda, penutup kepala putih
dan sepatu putih dan biru muda. Karyawan di kawasan kelas 2, memakai pakaian
biru tua dan penutup kepala putih serta sepatu biru. Loker bagi karyawan yang
hendak ke area kelas 3 dan kelas 2 dibuat terpisah.
Persiapan proses pengemasan perlu dilakukan dengan seksama agar tidak
terjadi kekeliruan dalam penggunaan produk ruahan dan atau bahan pengemas,
salah penandaan atau cross contamination antar produk maupun antar bets.
Kegiatan pengemasan meliputi:
a. Persiapan dokumen (Prosedur Pengemasan Induk)
b. Permintaan bahan-bahan (Pengemas dan Produk Ruahan)
c. Penanganan bahan pengemas dan produk ruahan
d. Persiapan mesin dan peralatan
e. Pemeriksaan jalur pengemasan
f. Pengawasan dalam pengemasan
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
54
Universitas Indonesia
4.2.2.1 Persiapan Dokumen (Prosedur Pengemasan Induk)
Siapkan Catatan Pengemasan Bets dari kopian Prosedur Pengemasan
Induk (PPI) untuk bets yang bersangkutan. Dalam Catatan Pengemasan Bets
berisi tentang nama produk, jumlah bets, material yang dibutuhkan beserta
jumlahnya, dan lain-lain. Pembuatan atau revisi dan sirkulasi Prosedur
Pengemasan Induk dilakukan oleh bagian produksi. Penyimpanan Prosedur
Pengemasan Induk asli disimpan di ruang QA Manager dan setiap peminjaman
atau fotokopi harus dengan izin QA Manager. Penggunaan dokumen tersebut
harus dicatat dalam buku Catatan Pemakaian Prosedur Pengemasan Induk.
Prosedur Pengemasan Induk disusun oleh Packaging Supervisor, diperiksa oleh
Production Manager dan QA Manager, serta disetujui oleh Head of IQC.
4.2.2.2 Permintaan Bahan-Bahan (Pengemas dan Produk Ruahan)
Permintaan bahan-bahan ke gudang dilakukan dengan mencetak material
list dari SAP yang mencantumkan nama bahan, nomor kode bahan dan jumlah,
serta diberikan keterangan tambahan nomor bets produk jadi yang akan dibuat dan
nomor PO. Bahan-bahan yang dapat dikeluarkan oleh gudang ke bagian produksi
adalah semua bahan yang telah diberi label hijau “RELEASED”.
4.2.2.3 Penanganan Bahan Pengemas dan Produk Ruahan
Tiap bahan pengemas yang diterima, diperiksa dan dipastikan telah
diluluskan oleh bagian QC dengan penandaan label hijau “RELEASED”. Tiap
bahan pengemas diperiksa dan dipastikan cetakan yang diterima telah dicocokkan
dan sesuai dengan spesifikasi yang ada pada display bahan pengemas yang
berlaku. Pada tahap ini juga dipastikan dan diperiksa bahwa jumlah setiap bahan
sesuai dengan permintaan. Penerimaan bahan tersebut termasuk nomor betsnya
dicatat dalam Catatan Pengemasan Bets.
a. Bahan Pengemas Primer
Bahan-bahan pengemas primer seperti tube dipindahkan ke dalam keranjang
aluminium di ruang transit antara gudang dan ruang pengemasan kelas 3.
Alufoil, PVC foil, cold forming, dan rotoplast dikeluarkan dari kardusnya,
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
55
Universitas Indonesia
diperiksa keutuhan core dan pembungkus plastiknya kemudian dibawa ke
ruang penyimpanan bahan pengemas primer di kawasan kelas 3.
b. Bahan Pengemas Sekunder
Bahan pengemas yang telah dikirimkan oleh bagian gudang diletakkan pada
ruang Air Lock Secondary Packaging Material yang kemudian dipindahkan
ke atas pallet plastik yang bersih dan diteruskan ke ruang persiapan untuk
ditangani sesuai dengan instruksi Prosedur Pengemasan Induk. Hasil cetakan
pertama (folding box dan master box) ditunjukkan pada Supervisor dan
dimintakan paraf serta tanggal persetujuannya oleh operator. Pembuatan
folding box mengacu kepada persyaratan global PT Aventis Pharma.
c. Produk Ruahan
Pada produk ruahan dilakukan pemeriksaan terhadap segel wadah. Wadah
bagian terluar dibersihkan dan diperiksa batas waktu pengemasan yang tertera
pada produk ruahan. Produk ruahan disimpan di bulk staging pada ruang
kelas 1 sebelum dikemas.
4.2.2.4 Persiapan Mesin dan Peralatan
Dilakukan pemeriksaan kebersihan alat dan mesin yang akan digunakan
oleh Supervisor.
4.2.2.5 Pemeriksaan Jalur Pengemasan
Jalur pengemasan dibersihkan dari sisa produk ruahan, bahan pengemas,
dan dokumen bets sebelumnya. Label “BERSIH” berwarna hijau yang melekat
pada mesin dan jalur diambil dan ditempelkan pada Catatan Pengemasan Bets
yang bersangkutan. Pemeriksaan jalur pengemasan dilakukan untuk mencegah
mix-up antar produk jadi dalam proses pengemasan dan juga untuk memeriksa
kebenaran alat kontrol isi folding box.
4.2.2.6 Pengawasan dalam Pengemasan
Pengawasan dalam proses pengemasan bertujuan untuk mengontrol atau
mencegah terjadinya kesalahan dalam setiap tahap dalam proses pengemasan.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
56
Universitas Indonesia
Hal-hal yang dilakukan dalam pengawasan tersebut meliputi:
a. Pengawasan yang pertama kali dilakukan adalah pada saat ganti pakaian di
ruang ganti.
b. Pemeriksaan persiapan jalur pengemasan (Packaging line). Apabila dalam
satu hari kerja jalur pengemasan dipakai untuk mengemas dua jenis produk
berturut-turut, maka sebelum digunakan untuk produk kedua harus dilakukan
pemeriksaan jalur pengemasannya.
c. Pemeriksaan kesesuaian display dan catatan pengemasan produk yang
meliputi nama produk, batch number, batch size, tanggal mulai pengemasan,
tanggal kadaluarsa, tanggal pengambilan contoh, dan tanggal selesai
pengemasan.
d. Pemeriksaan dalam proses pengemasan dilakukan minimal 3 kali setiap hari
kerja dan apabila terjadi penyimpangan proses segera dihentikan dan
dilaporkan kepada Supervisor dan jika tidak dapat diselesaikan dilaporkan
kepada Production Manager dan QC untuk diambil langkah selanjutnya.
e. Pemeriksaan kebocoran blister atau rotoplast dengan menggunakan leakage
tester instrumen oleh bagian pengemasan.
f. Pengambilan contoh bahan pengemas (folding box dan packing insert yang
telah dicap) dan produknya di awal, tengah, dan akhir pada setiap hari
pengemasan dengan mencatat jumlah contoh, tanggal pengambilan, dan paraf
pada Catatan Pengemasan Bets yang bersangkutan. Petugas QC akan
mengambil contoh tersebut setiap harinya.
Bagian pengemasan primer dibagi menjadi 4 jalur (line) yaitu line 1, line 2, line 3,
dan line 4.
a. Line 1 untuk pengemasan PVC-alu atau Alu-alu blister
Di kawasan kelas 3, dilakukan pengemasan primer menggunakan blister
yang terbuat dari bahan PVC dan aluminium atau alumunium dan alumunium.
Bagian atas blister yang datar disebut alupush terbuat dari aluminium dan bagian
bawah (tempat tablet) disebut genotherm terbuat dari PVC atau cold forming foil
terbuat dari aluminium. Untuk menampung produk ruahan yang akan dialirkan ke
dalam hopper pada proses pemblisteran, digunakan alat stainless steel countener
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
57
Universitas Indonesia
“MUELLER”. Mesin blister yang digunakan adalah “Marchesini LB421”. Mesin
ini mempunyai sensor colour camera untuk memeriksa dan memastikan
kebenaran serta kelengkapan blister.
Sampah yang dihasilkan pada line ini ditimbang, diberi label dan
dilaporkan. Sampah yang dihasilkan diberi label set-up waste untuk blister kosong
yang telah dicetak; re-blister waste untuk blister yang telah sampai ke secondary
packaging tetapi dikembalikan, kemudian isi diambil, dan dikemas kembali;
running waste untuk sisa potongan blister pada tepian; dan reject waste untuk
blister yang di-reject sebelum sampai ke secondary packaging.
Pada kawasan kelas 2, tablet yang telah diblister dikemas dalam folding box
dan dimasukkan packing insert kedalamnya, kemudian folding box yang sudah
berisi blister dan packing insert dijalankan pada line packaging untuk dicetak
nomor bets dan expired date-nya dengan alat Domino. Masing-masing folding box
ditimbang menggunakan Checkweigher. Hal ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya kekurangan blister atau packing insert. Kemudian folding box
dimasukkan ke dalam master box dan disegel sebelum dikirim ke bagian gudang.
Sebelum masuk gudang, masing-masing master box ditimbang dengan timbangan
“Mettler Toledo” yang kapasitas maksimalnya 30 kg. Hasil penimbangan harus
memenuhi batas yang telah ditentukan. Jika tidak memenuhi batas maka master
box dibuka kembali untuk memeriksa jumlah folding box-nya. Jika ada sisa tablet
dalam blister yang tidak penuh dan dimasukkan dalam folding box, maka sisa
tablet ini dilaporkan dan kemudian dihancurkan. Sedangkan pada master box yang
tidak penuh, pada sisi luar folding box ditulis (incomplete) jumlah isi sebenarnya.
Beberapa obat yang dikemas dengan menggunakan mesin ini diantaranya adalah
Amaryl 2 mg, Amaryl 4 mg, Daonil 5 mg, Trental 400 mg, dan Lasix 40 mg.
b. Line 2 untuk pengemasan alu-alu blister
Di kawasan kelas 3 dilakukan pengemasan pimer yang semuanya terbuat
dari aluminium. Bagian atas blister yang datar disebut alupush dan bagian bawah
(tempat tablet) disebut cold forming foil. Mesin yang digunakan pada line ini
adalah “Uhlmann UPS 300/955”. Mesin ini mempunyai sensor mekanik yang
dapat mendeteksi blister yang kosong. Mesin ini dapat digunakan untuk
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
58
Universitas Indonesia
mengemas berbagai obat dengan mengganti spare parts yang sesuai. Beberapa
obat yang dikemas dengan menggunakan mesin ini diantaranya adalah Telfast 60
mg, Telfast 120 mg, Telfast 180 mg, Telfast plus, dan Cardace 2,5 mg.
c. Line 3 untuk pengemasan PVC-alu atau Alu-alu blister
Di kawasan kelas 3 dilakukan pengemasan pimer menggunakan bahan dari
aluminium, PVC, atau tripleks. Bagian atas blister yang datar disebut alupush dan
bagian bawah (tempat tablet) disebut cold forming foil. Mesin yang digunakan
pada line ini adalah “Uhlmann B1240”. Mesin ini mempunyai kamera yang dapat
mendeteksi blister yang kosong. Mesin ini dapat digunakan untuk mengemas
berbagai obat dengan mengganti spare parts yang sesuai Beberapa obat yang
dikemas dengan menggunakan mesin ini diantaranya adalah Sandoz fexal 180 mg,
Telfast 180 mg, dan Triatec 2,5 mg.
d. Line 4 untuk pengisian krim ke dalam tube
Di kawasan kelas 3 dilakukan pengemasan pimer untuk krim. Mesin
“Axomatic Optima 900” digunakan untuk mengisikan krim ke dalam tube, untuk
melipat bagian ujung tube yang kosong dan untuk mencatat penandaan berupa
nomor bets dan tanggal kadaluarsa pada lipatan tube.
4.3 Technical Services Department dan Health, Safety, and Enviroment
Department
4.3.1 Technical Services Department (TSD) (Prosedur Tetap TSD, 2009)
Technical Services Department (TSD) dipimpin oleh seorang Manager
yang membawahi dua orang Supervisor yaitu Utility and Site Facility Supervisor
serta Manufacturing Facility Supervisor.
Beberapa hal yang menjadi tanggung jawab TSD adalah kualifikasi
peralatan, fasilitas, dan sistem penunjang (utility); Air Handling Unit (AHU);
Water Generation Plant (WGP); serta perawatan fasilitas, peralatan, dan sarana
penunjang.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
59
Universitas Indonesia
4.3.1.1 Kualifikasi Peralatan, Fasilitas dan Sistem Penunjang (Utility)
Kualifikasi adalah pembuktian secara tertulis yang menunjukkan bahwa
suatu alat, fasilitas, sistem penunjang, komputer, dan proses pengemasan secara
otomatis bekerja sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan sehingga secara
konsisten dapat menghasilkan produk dengan standar mutu yang ditetapkan.
Kualifikasi hanya dilakukan sekali yaitu pada saat awal penggunaan alat, mesin,
maupun sarana penunjang.
Kualifikasi mencakup:
a. Design Qualification (DQ)
Dokumen Design Qualification berisi tinjauan tentang persyaratan spesifik
yang diinginkan user menyangkut desain alat, spesifikasi, konstruksi, dan hasil
yang akan dicapai alat bersangkutan. Dokumen ini disusun sebelum alat
bersangkutan dibeli. DQ hanya dilakukan untuk Prospective Qualification yaitu
untuk alat atau sistem baru dan harus disiapkan sebelum Installation Qualification
(IQ), tidak dilakukan untuk mesin lama. Ada beberapa hal yang harus diuraikan
dalam DQ, yaitu:
1) User Requirement Specification (URS)
URS berisi deskripsi detail dari user mengenai hal-hal apa saja yang
diperlukan dalam proyeknya. Selain itu URS mengandung informasi yang
diperlukan oleh perancang guna memulai deskripsi teknis yang ditemukan
pada spesifikasi fungsional dan digunakan sebagai dasar untuk Performance
Qualification (PQ).
2) Functional Specification (FS)
FS berisi uraian teknis yang diperlukan untuk mencapai URS. FS diperlukan
untuk menyiapkan Operation Qualification (OQ).
3) Technical Specification (TS).
TS menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangka mewujudkan
FS, sehingga TS adalah FS yang lebih detail. TS memberi landasan dan daftar
item yang harus diverifikasi saat IQ.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
60
Universitas Indonesia
Jika diperlukan, audit pemasok dilakukan untuk melengkapi DQ. DQ
dibuat oleh tim TSD, unit IQC, dan pengguna alat tersebut. Setelah DQ
terdefinisikan, dilakukan pengesahan DQ kemudian diikuti dengan FAT (Factory
Acceptance Test). Dokumen FAT diperoleh dari pembuat alat tersebut. FAT
adalah dokumen released dari produsen untuk meyakinkan bahwa
alat/mesin/utilitas berjalan sebagaimana mestinya. Pada saat proses released
tersebut, pihak pembeli, dalam hal ini PT Aventis Pharma Indonesia, diundang
untuk datang. Saat FAT dapat dilakukan perubahan/modifikasi sesuai keinginan
perusahaan.
b. Installation Qualification (IQ)
Installation Qualification adalah pembuktian secara tertulis bahwa peralatan
bersangkutan dibuat dan dipasang dengan benar, semua komponen, serta
sistemnya ada dan sesuai DQ. IQ menguji atribut statis dari suatu alat atau sistem.
Dokumen IQ meliputi identifiers; engineering specification; utility and
installation testing; instrument calibration; preventive maintenance; change
parts, tooling and software; service documents; special procedures; serta final
engineering drawings.
Pemasangan instalasi dilakukan bersama dengan wakil/teknisi pemasok. Pada
saat pemasangan mesin biasanya disertai dengan pelatihan secara langsung dari
teknisi pemasok tentang pemasangan, pemeliharaan, dan perbaikan.
c. Operation Qualification (OQ)
Operation Qualification adalah pembuktian secara tertulis bahwa peralatan
bersangkutan dapat beroperasi sesuai kriteria/desain yang telah ditentukan, yang
kebenaran kerjanya dapat dibandingkan dari criteria penerimaannya. OQ menguji
atribut dinamis dari suatu alat atau sistem. Mesin tersebut dikualifikasi dalam
keadaan dijalankan/running untuk mengetahui apakah mesin beroperasi sesuai
fungsinya.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
61
Universitas Indonesia
d. Performance Qualification (PQ)
Performance Qualification adalah pembuktian secara tertulis bahwa peralatan
atau suatu product contact utility dapat secara konsisten memberikan kinerja yang
baik. Hal ini dimaksudkan agar alat dapat menghasilkan produk sesuai dengan
standar mutu yang telah ditetapkan. Protokol PQ meliputi critical parameters,
acceptance parameters and acceptable ranges, serta test methods/procedures to
complete the test of critical parameters.
4.3.1.2 Air Handling Unit (AHU)
Air Handling Unit (AHU) merupakan peralatan yang digunakan untuk
mengkondisikan udara di dalam suatu ruangan. AHU digunakan agar semua
parameter kritis dari kualitas udara dapat dikontrol sesuai dengan kelas
ruangannya menurut Global Engineering Guideline. Parameter kritis dari kualitas
suatu udara adalah suhu, tekanan, kelembaban (RH, air change per hour, jumlah
partikel, dan jumlah mikroba.
Technical Services Department merupakan divisi yang bertugas
memonitor sistem AHU. AHU hanya diterapkan di pabrik (Warehouse,
Processing, dan Packaging) dan tidak di ruangan kantor. Sistem yang mengontrol
AHU adalah Building Management System (BMS). BMS merupakan sistem yang
menempatkan sensor pada tiap ruangan dan AHU itu sendiri. Dari sistem ini akan
dikontrol baik kondisi udara yang terdapat pada AHU serta yang dihasilkan di
ruangan.
Ada 14 tipe AHU yang berada di area gudang dan di area produksi baik
pengolahan (kawasan kelas 3) maupun pengemasan (kawasan kelas 3 dan kelas
2). Jenis-jenis AHU beserta ruang yang disuplai dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Setiap 6 bulan sekali dilakukan kualifikasi terhadap sistem AHU. Setiap ruangan
mempunyai return line dan supply line yang berbeda sehingga selalu tersedia
udara bersih dalam ruangan. Pada ruangan Processing dan Primary Packaging
juga dilengkapi dengan exhauster yang berfungsi untuk membuang udara keluar
(tidak mengalami resirkulasi).
AHU yang ada merupakan AHU yang bertingkat dimana AHU yang
pertama mengambil udara segar dari luar yang disebut dengan AHU-FA (AHU
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
62
Universitas Indonesia
Fresh Air), kemudian udara tersebut akan dialirkan ke AHU. AHU bertingkat
dimaksudkan untuk mengurangi beban kerja AHU dalam mendinginkan udara
sehingga akan meningkatkan masa kerja dari AHU tersebut. Udara pada AHU
mengalir dari intake module kemudian didinginkan oleh cooling coil di dalam coil
module. Sistem pendinginan pada cooling coil ini berasal dari chilled water. Akan
tetapi ada juga AHU yang sumber dinginnya berasal dari refrigerant, sering juga
disebut dengan Direct Expantion AHU (DX AHU). Tujuan pendinginan ini
adalah untuk menurunkan suhu dan menurunkan kelembaban dengan
mengembunkan uap air yang ada di dalam udara. Sensor suhu (Pt 100) dipasang
pada pipa suplai dan return chilled water, sehingga perubahan suhu pada chilled
water dapat dipantau/dimonitor setiap saat sesuai dengan kebutuhan.
Udara dihisap melalui fan module, setelah didinginkan oleh cooling coil
kemudian didorong oleh supply fan untuk masuk ke ruangan-ruangan yang
disuplai. Sebelum keluar, udara disaring untuk mengurangi partikel dan bakteri
yang ada menggunakan filter. Udara yang masuk ke AHU akan mengalami
penyaringan berkali-kali. Ada 3 jenis filter dalam sistem AHU, yaitu pre filter
(efisiensi 30%), medium filter (efisiensi 80-95%) dan HEPA filter (efisiensi
99,995%). Tidak semua AHU dilengkapi dengan HEPA filter. AHU yang
memiliki HEPA filter, yaitu AHU-02, AHU-03, AHU-04, AHU-05A, AHU-05B,
AHU-06, dan AHU-DX03. Differential pressure dipasang pada medium
filter dan HEPA filter untuk mengetahui besarnya perbedaan tekanan di filter dan
memudahkan untuk mengetahui kondisi keabsahan filter tersebut.
4.3.1.3 Water Generation Plant (WGP)
Dalam kegiatan industri yang dijalankan PT Aventis Pharma, terdapat
berbagai macam tingkat air yang digunakan. Dalam proses produksi, pencucian,
serta kegiatan lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan uji laboratorium,
PT Aventis Pharma menggunakan purified water. Untuk uji laboratorium (kimia
dan mikrobiologi) digunakan ultra purified water, hasil pengolahan purified water
diperoleh dari alat MilliQ-Plus. Sumber utama purified water adalah potable
water (air PAM yang telah melewati sand filter dan mengalami klorinasi). Sumber
purified water dapat juga dari air sumur (well water) jika air PAM (drinking
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
63
Universitas Indonesia
water) tidak mengalir. Purified water di area produksi disuplai dari water
generation plant, sedangkan untuk laboratorium QC disuplai dari alat Milli RX
75. Pemeriksaan purified water dilakukan setiap hari Senin, salah satunya adalah
pemeriksaan terhadap filter.
Dalam sistem Water Generation Plant, ada 3 bagian penting yang
semuanya berlangsung dan dikontrol secara otomatis (computerized), yaitu:
a. Osmotron berkapasitas 500 L/jam, yaitu sistem pengolahan air melalui reverse
osmosis (RO) dan electro de ionization (EDI).
b. Water tank, yaitu tempat penampungan purified water setelah melalui RO.
c. Loopo, yaitu sistem sirkulasi dan distribusi purified water dari water tank ke
pengguna (user point).
Tahap-tahap pengolahan purified water dapat dilihat pada Lampiran 11
dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Air mengalir dari sumber air ke WGP system (letaknya disamping ruang
office di pharma factory dengan pintu khusus). Sumber air ada 2 yaitu air
PAM/drinking water (akan diubah menjadi potable water) dan well water.
Well water dipakai jika air PAM tidak mengalir.
b. Air akan menuju multimedia filter yang berfungsi untuk menyaring partikel-
partikel besar. Filter ini memiliki mekanisme pembersihan secara otomatis
(diprogram setiap jam 11 malam melalui metode backwashing).
c. Kemudian air akan disaring lagi dalam backwash filter (proses pembersihan
diri terjadi secara otomatis dan kontinyu, diatur supaya air masuk dan kotoran
langsung dibuang ke drain).
d. Selanjutnya, air masuk ke dalam water softener yang di dalamnya terdapat
resin. Di sini kesadahan air (water hardness) dikurangi dengan mekanisme
pengikatan ion, sehingga kandungan ion dalam air berkurang (konduktivitas
air belum diukur). Pada proses ini diinjeksikan NaCl sebagai pengikat ion, ion
positif akan diikat oleh Na+ dan sebaliknya oleh Cl-. Terdapat 2 tanki
softener pada proses ini, di dalamnya terdapat resin (mediator pengikat ion)
yang perlu diregenerasi secara berkala. Dua tanki softener bertujuan untuk
meringankan beban kerja (1 tanki sudah dapat memberikan kontribusi 100%,
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
64
Universitas Indonesia
dengan adanya 2 tanki beban kerja itu dibagi). Ketika tanki 1 diregenerasi
maka katup pada tanki 1 tertutup dan proses softening dilakukan oleh tanki
yang lain. Air selalu mengalir dari tanki 1 ke tanki 2 karenanya perbandingan
regenerasi tanki 1 dan tanki 2 adalah 3:1. Regenerasi dilakukan dengan
mencuci ion-ion yang ada pada resin (resin berumur kerja 5 tahun). Air yang
telah melalui water softener kemudian dideteksi tingkat kesadahannya dengan
residual hardness meter. Tingkat konduktivitas air sampai tahap ini adalah
sekitar 1400 µS/cm. Konduktivitas air PAM berkisar antara 1600 µS/cm. Air
yang telah mengalami water softening disebut soft water.
e. Soft water akan mengalir ke filter 5 µm. Disini terjadi penginjeksian sodium
bisulfit yang digunakan untuk mengikat kelebihan ion Cl maupun Cl bebas.
f. Selanjutnya, soft water akan mengalami proses RO. Disini terjadi proses
desalinasi untuk menghilangkan kandungan garam dari soft water. Hasil RO
dari soft water disebut permeate, sedangkan sisanya (concentrate) akan
dibuang. Pada osmotron terdapat water conversion factor (WCF) yang
mengatur perbandingan soft water dan permeate menjadi 75%. Semua air
buangan yang ditampung dalam drain diolah di WWTP. Permeate memiliki
nilai konduktivitas sebesar 10 µS/cm.
g. Selanjutnya permeate akan mengalami electric de ionization (EDI) dalam
septron. Pada proses EDI terjadi pertukaran ion dengan bantuan stimulasi
listrik (dengan sengaja dialirkan listrik pada air, sehingga molekul akan pecah
menjadi ion-ion yang reaktif, selanjutnya air terstimulasi ini digunakan untuk
mencuci permeate). RO dan EDI bertujuan untuk menurunkan konduktivitas
air. Hasil pengolahan permeate dalam septron disebut diluted purified water
yang memiliki nilai konduktivitas sebesar 0,09 µS/cm3 (limit yang
dipersyaratkan 1,3 µS/cm3), selanjutnya air akan ditampung dalam water
tank.
h. Water tank dilengkapi dengan valve dan switch level. Jika water tank sudah
penuh akan mengaktifkan switch level untuk menutup valve, sehingga
purified water tidak masuk lagi ke dalam water tank. Air akan tersirkulasi
kembali dan bergabung dengan soft water untuk diolah kembali (WCF yang
tadinya 75% menjadi 90%). Mode operation system-nya berubah dari
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
65
Universitas Indonesia
operation menjadi circulation dimana volume dan kecepatan pompa diatur
(computerized). Purified water harus selalu mengalir dan kecepatan alirannya
dijaga untuk menghindari pertumbuhan bakteri.
i. Purified water kemudian didistribusikan ke user points dengan loopo
distribution system. Pada sistem ini terdapat heat and cooling exchanger yang
berguna untuk mengubah suhu air sehingga sesuai dengan parameter purified
water. Suhu setelah keluar dari water tank adalah 30°C, setelah dilewatkan
dalam exchanger dan terjadi penyeimbangan kalor (asas Black) suhu menjadi
25°C. Pendingin dalam exchanger berasal dari chilled water (5°C).
j. Setelah beberapa waktu akan muncul lapisan biofilm di permukaan dalam
pipa, dibersihkan dengan loopo sanitation system. Air dari water tank
dipanaskan sampai 85°C selama 90 menit dalam exchanger dengan
menggunakan superheated water (120°C bertekanan 6 bar dan berwujud
cair). Ketika sanitasi dilakukan water tank berisi 24%, valve tidak boleh
dibuka, sehingga mode yang berjalan adalah sirkulasi seperti ketika water
tank penuh, chilled water valve tertutup otomatis, sementara di user points
tidak boleh ada karyawan untuk alasan HSE. Proses sanitasi di loopo system
ini dilakukan 2 kali setahun.
k. Pembersihan yang dilakukan di osmotron dilakukan dengan menggunakan
H2O2 (desinfektan) yang diinjeksikan selama 15 menit ke pipa sebelum tanki
softener, setelah air dibiarkan dalam keadaan diam selama 3 jam (ada waktu
kontak dengan permukaan pipa/wadah/RO membrane/EDI) agar proses
desinfeksi efektif. Setelah proses pencucian otomatis, air sisa pembersihan
dibuang. Pembersihan osmotron juga dilakukan 2 kali setahun (Juni dan
Desember).
l. Tanki NaOH 5% hanya diinjeksikan jika sumber air yang dipakai adalah well
water karena banyak mengandung logam berat dan bakteri. NaOH
diinjeksikan ke pipa sebelum membran 5 µm secara otomatis dan terus-
menerus selama well water dipakai. Dengan well water maka WCF yang
dipakai pada proses RO adalah 50%.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
66
Universitas Indonesia
4.3.1.4 Perawatan Fasilitas, Peralatan, dan Sarana Penunjang (Utility)
Semua fasilitas, peralatan, dan utility yang digunakan dalam kegiatan
produksi perlu dirawat menurut sistem yang memadai. Sistem maintenance di PT
Aventis Pharma dikontrol secara terkomputerasi dengan Maintenance
Management System (MMS).
Alasan dilakukan pemeliharaan terhadap alat-alat maupun utility adalah
agar:
a. Alat maupun utility yang digunakan tidak membahayakan keselamatan kerja
dari karyawan.
b. Alat maupun utility yang digunakan tetap menghasilkan produk dengan
kualitas terjamin.
c. Masa/umur penggunaan alat dan utility berlangsung lama.
Maintenance alat maupun utility di perusahaan ada 2 macam yaitu:
a. Preventive maintenance, bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan
sehingga mengurangi jumlah kerusakan alat maupun utility.
b. Currative maintenance, bertujuan untuk memperbaiki peralatan maupun
utility yang rusak.
Dengan adanya MMS, semua tugas-tugas maintenance dapat dilaksanakan
dan dimonitor secara efektif dan efisien. Hal ini dimungkinkan dengan MMS
karena tugas-tugas maintenance akan diterbitkan secara otomatis menurut interval
melalui suatu dokumen yang dinamakan Work Order (WO).
Sasaran MMS adalah menjamin bahwa kinerja sistem, peralatan, dan
utility tetap dalam batas-batas yang dapat diterima, supaya tidak menyebabkan
terganggunya tingkat produktivitas karena terhentinya mesin atau terganggunya
kualitas dan kemurnian produk ataupun timbulnya bahaya bagi kesehatan dan
keselamatan kerja.
Critical equipment yang harus diamati, ditentukan di installation
qualification. Ketika critical equipment dimasukkan dalam MMS maka setiap
minggu akan diperoleh keluaran berupa WO (work order). WO akan diserahkan
pada mekanik sesuai dengan pekerjaan pada WO oleh Supervisor. Ketika
menjalankan WO, maka mekanik akan membuat report dari apa yang
dikerjakannya. Dalam form tersebut dituliskan finished jika telah selesai
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
67
Universitas Indonesia
dikerjakan, cancelled jika tidak dikerjakan, overdue jika dilakukan tetapi mundur
dari jadwal yang telah ditentukan. Alasan suatu WO di-cancelled dapat berupa:
a. Capacity: jika jumlah orang yang mengerjakan kurang.
b. Production priority: mengutamakan kegiatan produksi.
c. Lack of parts: tidak adanya spare parts dari alat tersebut, dan sebagainya.
Dari laporan ini maka akan dibuat laporan bulanan dan laporan tahunan
dari kegiatan maintenance.
4.3.2 Health, Safety, and Enviroment (HSE) (Prosedur Tetap HSE, 2011)
Health, Safety, and Enviroment (HSE) merupakan aspek yang mendasari
semua kegiatan di PT Aventis Pharma selain CPOB. HSE PT Aventis Pharma
Indonesia berada di bawah Industrial Affairs Division yang bertanggung jawab
menangani masalah kesehatan (health), keselamatan (safety), dan lingkungan
(environment) di PT Aventis Pharma. Sebelumnya departemen ini bernama EHS
(Environment, Health, and Safety), kemudian diubah menjadi HSE karena di
suatu industri farmasi pengolahan, timbulnya gangguan kesehatan bagi personel
yang terkait merupakan kemungkinan yang terbesar dibandingkan kedua aspek
HSE lainnya. HSE dikepalai oleh seorang Manager yang membawahi bagian
yang menangani lingkungan hidup dan kesehatan dan bagian yang menangani
keselamatan kerja. Tujuan HSE adalah:
a. Untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja, mencegah dan
menanggulangi segala macam bahaya yang mengancam seluruh karyawan,
kontraktor, dan tamu.
b. Untuk meminimalkan pencemaran lingkungan selama proses produksi dari
mulai penanganan bahan baku hingga setelah produk jadi dihasilkan.
c. Mencegah kontaminasi selama proses produksi terhadap personel terkait.
d. Meminimalkan kontaminasi produk sampingan terhadap lingkungan.
e. Mencegah kontaminasi terhadap produk baik dari lingkungan maupun
karyawan.
Dasar yang digunakan oleh PT Aventis Pharma dalam melaksanakan HSE
adalah Global HSE Standar, HSE guidelines, HSE key requirement, dan peraturan
negara mengenai Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang dikeluarkan oleh
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
68
Universitas Indonesia
Departemen Tenaga Kerja (Depnaker), serta Upaya Kesehatan Kerja yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan (Depkes). K3 kemudian lebih dikenal
sebagai LHK3 (Lingkungan Hidup, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja).
Berdasarkan global HSE, hierarki dokumen HSE dari tingkatan tertinggi
sampai tingkatan terendah berturut-turut adalah sebagai berikut:
a. Kebijakan HSE (HSE Policy)
b. Persyaratan Utama (Key requirements)
c. Standard (Standard)
d. Panduan (Guidelines)
e. Prosedur Tetap (Standard Operating Procedures/SOP)
Semua dokumen tersebut kecuali Prosedur Tetap (Protap) disusun oleh
Aventis Global untuk dilaksanakan di seluruh Aventis site. Sementara itu, protap
disusun di masing-masing Aventis site untuk dilaksanakan di site yang
bersangkutan. Key requirements HSE merupakan elemen esensial minimum yang
harus diterapkan di suatu site. Standar HSE menjelaskan hal-hal yang perlu
dilakukan oleh site saat menerapkan Key requirements. Guidelines adalah
dokumen yang umumnya berisi informasi teknis dalam bentuk protap.
Gambar 4.1. Bagan piramida dokumen HSE
Sasaran kebijakan program HSE di PT Aventis Pharma berpedoman pada
prinsip pengembangan yang berkesinambungan yaitu:
a. Secara aktif berusaha mencegah dampak yang merugikan terhadap udara, air
tanah, sumber daya alam, dan kesehatan manusia.
Standard Operating Procedures
HSE Guidelines
HSE Standards
HSE Key requirements
HSE Policy
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
69
Universitas Indonesia
b. Menghindarkan terjadinya cedera pada semua karyawan, kontraktor, dan
masyarakat sekitar.
c. Memberi perhatian pada aspek HSE dalam perancangan pabrik, perancangan
dan pengembangan produk baru, serta mengelola resiko HSE dari semua
produk.
d. Mengatasi dampak lingkungan yang timbul.
e. Mengukur kinerja dan menyampaikan hasilnya secara terbuka untuk
membangkitkan keyakinan dan pengakuan pada semua pihak yang
berkepentingan.
Untuk menjamin realisasi tujuan HSE dan memastikan program-program
HSE terselenggara, diperlukan sistem pengelolaan HSE yang komprehensif.
Sistem managemen HSE mencakup pengembangan kebijakan, pengorganisasian,
perencanaan dan implementasi, pengukuran kinerja, evaluasi kinerja, dan
pengauditan. Proses sistem manajemen tersebut berlangsung secara berulang dan
berkesinambungan.
4.3.2.1 Health (Kesehatan Kerja)
Kebijakan yang dimiliki oleh PT Aventis Pharma dalam bidang
kesehatan, yang menjadi tanggung jawab HSE adalah dalam pelaksanaan
Industrial Hygiene (IH) dan Occupational Health (OH). Untuk melaksanakan IH,
harus dilakukan terlebih dahulu identifikasi bahaya dan faktor yang dapat
membahayakan keamanan pekerja dan alat kerja di tempat itu. Faktor resiko yang
perlu diwaspadai adalah prosedur kerja, material, serta proses dan alat kerja yang
dipakai.
Upaya untuk melindungi pekerja terhadap bahaya kontaminasi produk
adalah dengan exposure monitoring terutama terhadap bahan OEB level 3 dan 4.
Tujuan exposure monitoring adalah untuk meyakinkan bahwa lingkungan kerja
aman dan tidak mengganggu kesehatan, sehingga hak karyawan terhadap
kesehatannya ketika tidak lagi bekerja di perusahaan ini dapat dijamin, serta
terjadinya penyakit akibat kerja dan kontaminasi pada lingkungan oleh produk
dapat dihindari. Langkah-langkah dalam exposure monitoring:
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
70
Universitas Indonesia
a. Sampling, alat yang digunakan adalah sampling plump yang alirannya (flow)
disesuaikan dengan wujud zat aktif yaitu high flow (2 L/menit) untuk dust, dan
low flow (0,75 L/menit) untuk favour gas. Collecting media yang spesifik
untuk menampung partikel bahan aktif dan filter untuk menyaring udara yang
masuk sehingga udara bersih bisa dikeluarkan kembali.
b. Hasil sampling dikirim ke Global Hygiene Laboratory di Bridgewater,
Amerika Serikat.
Selanjutnya, dilakukan program penanggulangan bahaya. Program ini
harus jelas mencantumkan judul, tujuan, jadwal kegiatan, biaya, penanggung
jawab, dan ukuran keberhasilannya (cara evaluasi). Setelah itu, program yang
telah disusun tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan aspek komunikasi
(sosialisasi kepada karyawan) dan persyaratan administratif (meninjau kembali
apakah persyaratan sertifikasi peralatan, kualifikasi operator, zoning daerah resiko
tinggi, dan sebagainya telah dilaksanakan sesuai dengan standar yang berlaku).
Pada akhir pelaksanaan program, dilakukan evaluasi yang mencakup
aspek teknis dan mutu, biaya, serta waktu pelaksanaan. Penilaian terhadap
suksesnya pelatihan dilakukan dengan diadakannya inspeksi diri sewaktu-waktu
terhadap aspek HSE. Peningkatan self awareness karyawan terhadap HSE adalah
dengan usaha safety talk, briefing, dan training.
Dalam pemantauan kesehatan kerja perlu diperhatikan nilai ambang batas
pemaparan yang lebih dikenal dengan istilah OEB (Occupational Exposure Band)
dan OEL (Occupational Exposure Limit). Penggolongan OEB diperoleh dari OEL
yang disederhanakan. Aventis mengkategorikannya berdasarkan konsentrasi
paparan aktif yang dipercaya aman untuk kesehatan karyawan. OEB adalah
paparan yang dapat diterima 8 jam kerja per hari atau 40 jam kerja seminggu.
Dengan mengetahui nilai OEB suatu senyawa, kesehatan dan keamanan
kerja karyawan dapat ditingkatkan. Tingkatan OEB dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Kategori produk PT Aventis Pharma berdasarkan OEB dapat dilihat pada Tabel
4.5. Nilai ambang batas pemaparan lain yang harus diperhatikan adalah
kebisingan dan paparan gas. Batas pemaparan suara yang dapat menyebabkan
kebisingan adalah 85 dB. Contohnya mesin GUK di bagian Packaging memiliki
pemaparan suara 90 dB sehingga diperlukan usaha noise reduction dengan
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
71
Universitas Indonesia
menggunakan earpug dan earmuf. Paparan gas beracun banyak terjadi di
laboratorium dan usaha untuk mengatasinya adalah dengan pembuatan protap,
pelatihan penggunaan lemari asam, dan pemisahan jenis limbah cair di
laboratorium.
4.3.2.2 Safety (Keselamatan kerja)
Tanggung jawab HSE dalam bidang keselamatan (safety) sangat besar
dalam rangka menjamin keselamatan pekerja, tamu, dan kontraktor. Program yang
dilakukan dalam rangka pelaksanaan keselamatan kerja antara lain:
a. Pelaksanaan inspeksi diri dan risk assesment di tempat kerja.
b. Penerapan hasil risk assesment .
c. Penggunaan tangga dan pintu darurat.
d. Pengadaan sistem izin kerja dan izin penggunaan peralatan untuk semua
pekerjaan yang dilakukan di lingkungan perusahaan.
e. Sosialisasi program-program HSE dan pelatihan bagi karyawan.
Tanggung jawab HSE diantaranya adalah menyiapkan fire protection
untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran, antisipasi banjir, emergency
preparedness, dan training. Yang termasuk dalam fire protection adalah smoke
detector, fire extinguisher, hydrant, sprinkler, dan foam cart (untuk kebakaran
yang disebabkan karena bahan kimia). Fasilitas lain adalah emergency exit di
setiap ruangan untuk memudahkan orang keluar saat terjadi bahaya yang secara
otomatis akan mengaktifkan alarm. Untuk mengantisipasi keluarnya air yang
sudah terkontaminasi bahan berbahaya dan beracun (B3) dari gudang ke luar
daerah gudang dipasang water barrier (Blobel Water Retention BL/BED-PM) di
Warehouse. Pemasangan dilakukan di warehouse karena di tempat inilah sebagian
besar inventory pabrik disimpan, sehingga jika terjadi kontaminasi pada daerah
warehouse air tidak akan terbawa keluar area gudang. Emergency preparedness
adalah suatu drill evakuasi (terhadap kebakaran dilakukan 3 bulan sekali) yang
dilakukan sebagai latihan evakuasi jika suatu waktu tertentu terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan di pabrik, seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, teror, atau
sabotase, dan sebagainya. Untuk meningkatkan partisipasi seluruh departemen
dalam menjaga keselamatan kerja, maka HSE mengadakan program LTI (Lost
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
72
Universitas Indonesia
Time Injury) atau IWLT (Injury Without Lost Time). LTI adalah suatu cedera yang
menyebabkan hilangnya hari kerja. Sedangkan IWLT adalah keadaan dimana
cedera yang ditimbulkan tidak menyebabkan kehilangan hari kerja, walaupun
membutuhkan medical treatment seperti dijahit, pingsan, dan lain-lain. Setiap
departemen memiliki papan untuk mencantumkan jumlah hari yang telah dilewati
tanpa terjadinya LTI dan jumlah hari tanpa IWLT. Sehingga bila ada bagian yang
jumlah LTI atau IWLT-nya di atas rata-rata dapat langsung diketahui, dievaluasi,
dan diambil langkah-langkah pencegahan yang paling sesuai. Training dilakukan
untuk memperkenalkan aturan-aturan di pabrik sehingga dalam bekerja dapat
terjamin keamanan dan keselamatan kerja. Training ini dilakukan terhadap
karyawan baru dan kontraktor yang akan bekerja di pabrik. Kontraktor juga perlu
diberi training (safety orientation) karena pada suatu waktu terjadi persentase
kecelakaan kerja kontraktor lebih tinggi daripada karyawan (misal pada saat
renovasi pabrik). Program HSE untuk karyawan baru adalah dengan memberikan
booklet tentang HSE dan pelatihan yang diadakan di bawah departemen masing-
masing. Dalam HSE dikenal adanya hierarchy of control (hierarki pengendalian),
dimana upaya yang dilakukan dalam mengendalikan seluruh aspek yang
berhubungan dengan HSE dilakukan menurut prioritas utama terlebih dahulu.
Apabila prioritas utama tidak mungkin diterapkan, baru dipertimbangkan
untuk mengambil langkah berikutnya. Misalnya untuk mengurangi paparan bahan
aktif yang berlebihan dapat dicari solusi dengan menerapkan hierarki
pengendalian sebagai berikut:
a. Eliminasi
Prosedur ini dilakukan dengan menghilangkan faktor yang menjadi sumber
permasalahan, misalnya menghilangkan bahan atau alat yang berbahaya.
b. Subtitusi
Prosedur ini dilakukan dengan mengganti faktor yang menjadi sumber
permasalahan dengan bahan lain yang lebih aman.
c. Engineering control
Cara ini dilakukan dengan mengatur variabel mesin/peralatan menjadi lebih
aman untuk digunakan, misalnya mendesain dan memodifikasi alat,
merancang sebuah bentuk alat, mesin, dan sarana penunjang apapun yang
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
73
Universitas Indonesia
bersifat ergonomis (penyesuaian terhadap anatomi tubuh dan kebiasaan
bersikap dalam bekerja) yang dapat memudahkan suatu pekerjaan untuk
dilakukan sehingga karyawan merasa nyaman dalam bekerja dan tidak mudah
merasa lelah.
d. Administrative control
Dilakukan dengan cara menerapkan SOP atau mengatur waktu paparan
pekerja terhadap faktor yang membahayakan, misalnya dengan mengatur shift
kerja karyawan.
e. Penggunaan alat pelindung diri (APD)
Langkah ini dilakukan sebagai upaya terakhir yang dilakukan untuk
melindungi karyawan atau bisa juga diterapkan sebagai solusi sementara pada
saat engineering approach masih didesain, misalnya penggunakan, earpug,
masker, dan sarung tangan.
Dalam rangka pengukuran kinerja HSE, pencegahan pengulangan
kejadian setiap kecelakaan dan nyaris celaka harus diselidiki dan dilaporkan.
Finding kecelakaan dibedakan menjadi 3 yaitu:
a. Critical (harus diselesaikan hari itu juga)
b. Major (diberi waktu 2 hari dalam penyelesaiannya)
c. Minor
Keselamatan kerja dipengaruhi oleh 2 aspek yaitu perilaku yang tidak
aman dan lingkungan kerja yang tidak aman. Finding dalam perilaku kerja harus
diselesaikan saat itu juga, sedangkan untuk kondisi kerja diselesaikan dalam
waktu 2 hari.
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki berupa benturan
antara dua massa/energi sehingga timbul kerusakan, cedera, dan kerugian. Near
miss adalah suatu kejadian dimana dua massa/energi hampir bersentuhan sehingga
tidak sampai menimbulkan kerugian fisik. Arti penting dari kejadian near miss
adalah kecelakaan dapat terjadi dengan situasi dan kondisi yang sama dengan
kejadian ini. Oleh karena itu dengan melakukan investigasi terhadap near miss
dapat berguna untuk mencegah terjadi kecelakaan di kemudian hari. Prioritas
kecelakaan yang perlu diinvestigasi adalah:
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
74
Universitas Indonesia
a. Jatuh dari ketinggian
b. Penanganan dan penggunaan bahan kimia, termasuk jika terjadi tumpahan
bahan kimia. Tumpahan bahan kimia dapat tergolong keadaan darurat jika
tumpahan bervolume 200 L atau lebih
c. Berhubungan dengan mesin dan alat kerja
d. Menyebabkan cedera berat
e. Kecelakaan berulang
f. Pelanggaran peraturan.
Tim investigasi terdiri dari kepala unit/departemen tempat kejadian, staf
HSE, Human Resource Administration, wakil serikat kerja, dan Technical
Production/IQC sebagai pengkaji laporan. Laporan hasil investigasi dibuat paling
lambat 2×24 jam setelah kejadian dan ditujukan kepada Depnaker dan
Global/Regional Aventis. Laporan tersebut berupa:
a. Immediate reporting untuk kecelakaan besar.
b. Real time reporting untuk Lost Time Injuries dan Injury Without Lost Time.
c. Monthly reporting untuk karyawan dan kontraktor.
Tim investigasi melakukan investigasi dengan sistematika sebagai
berikut:
a. Melakukan evaluasi menyeluruh di tempat kejadian (situasi tempat kerja,
mesin dan alat kerja yang dipakai, prosedur kerja, dan urutan kejadian).
b. Mengambil gambar/foto sebelum tempat kejadian dibersihkan.
c. Membuat sketsa dan ukuran situasi di tempat kejadian.
d. Mencatat semua saksi dan melakukan wawancara untuk evaluasi.
Program lain dari HSE adalah:
a. Menciptakan sistem pengumpulan Material Safety Data Sheet (MSDS) yang
efektif dan efisien terhadap semua bahan kimia yang dipergunakan di kawasan
Aventis Pharma
b. Menetapkan sistem yang menjamin bahwa MSDS yang tersedia adalah valid
dan MSDS yang berlaku tersebut tersimpan baik dan mudah ditemukan saat
diperlukan oleh yang membutuhkan.
Material Safety Data Sheet adalah suatu bentuk info tertulis yang pada
umumnya memuat data mengenai identifikasi produk kimia dan perusahaan
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
75
Universitas Indonesia
pembuat, identifikasi bahaya, pertolongan pertama pada kecelakaan, langkah
penanganan bila terbuang ke lingkungan secara tidak sengaja, penanganan dan
penyimpanannya, serta pengendalian pemaparan dan perlindungan dari personel.
Selain itu MSDS juga berisi data mengenai sifat-sifat fisika dan kimia bahan,
stabilitas dan reaktivitas, toksikologi, dan informasi lainnya. Alur pengumpulan
dan penyimpanan MSDS bahan produk Aventis Pharma dapat dilihat pada
Lampiran 12.
4.3.2.3 Environment (Lingkungan Hidup)
Dalam bidang lingkungan, tanggung jawab HSE department adalah
dalam hal:
a. Environmental Management System (EMS)
Meliputi seluruh sistem pendokumentasian standar lingkungan yang
berada di PT Aventis Pharma Indonesia. Laporan implementasi Rencana Kegiatan
Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan lingkungan (RPL) disusun oleh
perusahaan untuk dilaporkan ke Badan Pemeriksa Lingkungan Hidup Daerah
(BPLHD) tiap 3 bulan sekali.
b. Environmental Risk Assessment (ERA)
Environmental Risk Assessment (ERA) merupakan program yang
mencakup analisis dampak lingkungan hidup bagi seluruh karyawan PT Aventis
Pharma. Program ini mencakup segala kegiatan dan aspek-aspeknya, fasilitas, dan
lingkungan yang dapat memberikan dampak bagi kesehatan dan keselamatan
karyawan.
c. Waste Management System
Merupakan usaha dalam pengelolaan sampah, dengan melakukan waste
minimizing maupun reduction dengan cara eliminasi/reduksi, daur ulang, dan
disposal (insinerasi atau ditanam). Limbah yang dihasilkan ini harus dikelola agar
tidak mencemari lingkungan di sekitarnya. Jenis limbah dari PT Aventis Pharma
adalah limbah padat, limbah cair, limbah suara, dan limbah gas. Alur penanganan
limbah dapat dilihat pada Lampiran 13.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
76
Universitas Indonesia
Limbah padat ada dua macam, yaitu:
a. Limbah padat B3
Pengelolaan limbah padat B3 (misalnya hasil pemeriksaan laboratorium,
produk expired, produk rejected, bahan padat yang kontak langsung dengan bahan
obat maupun obat jadi, dan debu obat dari dust collector), dilakukan oleh PPLI
(Prasadha Pamunah Limbah Industri). Limbah tersebut disimpan di waste storage,
kemudian dibawa ke PPLI setelah 90 hari.
b. Limbah padat non B3 (bahan berbahaya dan beracun)
Limbah padat non B3, misalnya sampah dari kantor, pengelolaannya
adalah dengan dijual atau dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir oleh petugas
seminggu 2 kali.
Limbah cair ada tiga macam, yaitu:
a. Limbah cair B3
Limbah cair B3 seperti limbah dari laboratorium berupa zat organik,
anorganik, alkohol, asam, garam, juga dari TSD seperti NaOH untuk pembuatan
purified water, air aki, dan sodium metabisulfit dikelola di PPLI. Limbah cair B3
disimpan dalam waste storage. Limbah cair B3 yang beratnya <50 kg/hari boleh
disimpan lebih dari 90 hari, tetapi jika beratnya >50 kg/hari tidak boleh disimpan
lebih dari 90 hari.
b. Limbah cair non B3
Limbah cair non B3 seperti limbah cair domestik (air cucian, septic tank,
kantin, dan kantor) dikelola melalui IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau
waste water treatment plant (WWTP), karena menurut peraturan pemerintah
limbah cair harus diolah dulu sebelum dibuang.
c. Limbah cair berupa oli
Limbah cair berupa oli yang digunakan untuk perawatan kompresor dan
genset disimpan dalam waste storage untuk kemudian dikirimkan ke pengolah
limbah PT Nirmala Tipa. Pengolah limbah cair yang lain adalah PT Dongwoo,
tapi PT Dongwoo juga mengirimkan limbah padat hasil olahannya ke PPLI
sebagai satu-satunya pengolah limbah B3 maupun non B3 baik cair maupun
padat.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
77
Universitas Indonesia
Menurut Keputusan Gubernur Kepala DKI Jakarta No. 582/1995 tentang
Penetapan Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai/Baku Badan Air Serta Baku
Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI Jakarta dan Keputusan Gubernur DKI Jakarta
N0.299/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Peruntukan dan Baku
Mutu Air Sungai/Badan Air Serta Baku Mutu Limbah Cair di Wilayah DKI
Jakarta, maka ditetapkan buangan limbah cair PT Aventis Pharma Indonesia
dibuang ke kali Sunter dimana peruntukannya adalah untuk pertanian dan usaha
perkantoran. Buangan limbah cair tersebut sebelum dibuang harus diperiksa dan
parameternya harus memenuhi persyaratan yang dapat dilihat pada Tabel 4.6.
IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau WWTP (Waste Water Treatment
Plant) digunakan untuk mengolah air (limbah cair non B3) sebelum dibuang ke
lingkungan. Air yang berasal dari pabrik ini harus diolah terlebih dahulu karena
masih mengandung zat-zat yang berbahaya yang dapat mencemari lingkungan.
Bagan WWTP dapat dilihat pada Lampiran 14.
Pada intinya, prinsip dari WWTP adalah sebagai berikut:
a. Limbah dari office building 1 dan 2 akan masuk ke dalam septic tank,
kemudian airnya dialirkan masuk ke Collecting pit (CP) 1. Limbah dari Multi
Purpose Building (MPB), Quality control (QC), dan Workshop akan masuk
septic tank, kemudian airnya dialirkan masuk CP 2. Limbah dari factory
masuk ke dalam septic tank kemudian airnya dialirkan ke CP 3. Air dari CP 1,
CP 2, dan CP 3 akan masuk dengan menggunakan switch level, jika tinggi
permukaan cairan di masing-masing CP sudah mencapai batas maka pompa
akan secara otomatis mengalirkan cairan ke equalization tank (di atasnya
terdapat perforated screen/penyaring kotoran seperti daun, plastik, dan lain-
lain).
b. Di equalization tank, dimana air dengan berbagai konsentrasi dan kondisi dari
ketiga collecting pit tersebut mengalami ekualisasi sehingga parameter variatif
dapat disetarakan untuk meringankan beban aerasi. Kapasitas equalization tank
adalah 50 m3 dan aliran yang terjadi per harinya adalah 100 m, proses ini
memakan waktu 8 jam, sementara total pengolahan air adalah 24 jam.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
78
Universitas Indonesia
c. Selanjutnya, air masuk ke dalam aeration tank dengan menggunakan switch
level dimana terjadi aerasi untuk memberikan udara (oksigen) yang cukup bagi
bakteri pengurai (sebagai syarat aerasi) dan menghilangkan bau. Dalam proses
aerasi ini digunakan proses biologik aerobik dengan menggunakan bakteri
aerob (pembiakan bakteri sebesar 50 m3yang dibiakkan dan dibiarkan selama
kurang lebih 10 jam).
d. Selanjutnya aliran limbah menuju sedimentation tank. Bakteri yang mati,
kotoran, tanah, partikel padat akan tersedimentasi (proses overflow tanpa
pompa) menjadi sludge dan diendapkan dalam sedimentation tank yang
berbentuk kerucut di dasar, sludge mengendap ke bawah sementara air bersih
berada di atas. Dari sedimentation tank, air akan dialirkan ke clean water tank
yang sebelumnya telah mengalami klorinasi dengan hipoklorit NaOCl 12%
untuk membunuh sisa bakteri yang belum tersedimentasi (kecepatan tetesan
diatur) kemudian dialirkan ke sungai. Sebelum air dibuang ke sungai, harus
dilakukan pemeriksaan BOD, COD, pH, total nitrogen, TSS (Total Suspended
Solid), KMnO, antibiotika, dan kadar fenol terlebih dahulu setiap 24 jam
sekali. Pemeriksaan dilakukan menggunakan instrumen dan reagen khusus
sesuai protap.
e. Sludge (lumpur) yang telah diendapkan dalam sedimentation tank akan masuk
ke sludge tank dengan menggunakan pompa. Kemudian sludge dikeringkan
dalam sludge drying bed. Sludge kering selanjutnya dibawa ke PPLI untuk
proses lebih lanjut.
f. Khusus untuk limbah cair yang berasal dari sisa mencuci alat yang
mengandung antibiotik dipisahkan, kemudian diproses terlebih dahulu dalam
pre-treatment tank untuk merusak struktur molekul antibiotik sehingga tidak
mengganggu proses aerasi karena antibiotik dapat membunuh bakteri yang
ditumbuhkan dalam aeration tank.
4.4 Plant Logistic Department (Prosedur Tetap Plant Logistic, 2010)
Plant Logistic Department ini terdiri dari 2 bagian, yaitu warehouse dan
planning. Planning membawahi Inter-company Section, Export Section, dan
External manufacturing Section. Plant Logistic Department di PT Aventis Pharma
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
79
Universitas Indonesia
Indonesia ini dapat dipahami fungsinya sebagai departemen yang menjembatani
komunikasi antara bagian produksi dan pemasaran.
Plant Logistic Department bertugas untuk melakukan perencanaan
pengadaan material yang akan dipakai pada proses produksi obat, penyusunan
jadwal proses produksi di pabrik, dan mengendalikan persediaan bahan baku dan
produk jadi yang ada di gudang.
Tugas Plant Logistic adalah menerima forecast yang telah dibuat oleh
bagian pemasaran untuk kemudian dianalisis dengan mempertimbangkan
prioritas, Plant Cycle Time, dan Track Record dari pemasaran, kemudian bersama
bagian produksi menyusun rencana produksi. Demikian pula dengan pengadaan
barang di gudang dibuat dengan dasar perkiraan (forecast) terhadap penjualan
obat jadi atau distribusi obat jadi ke supplier atau Pedagang Besar Farmasi (PBF).
Rencana produksi disusun berdasarkan kebutuhan pasar akan barang-barang, stok
barang di gudang, dan berdasarkan jadwal penggunaan mesin untuk produksi obat
lain.
Forecast dari pemasaran tidak diterima begitu saja oleh Plant Logistic,
pemasaran harus memberikan presentasi dan argumen yang kuat berkaitan
dengan forecast yang dibuatnya serta estimasi kemampuannya untuk memasarkan
produk. Karena tidak selamanya forecast yang diberikan pemasaran disertai
kemampuan untuk memasarkannya, perlu bagi Plant Logistic untuk menganalisis
lebih lanjut. Jumlah permintaan berdasarkan forecasting sangat tergantung dari
kegiatan pemasaran bulan itu misalnya sedang ada kegiatan sosial atau advertising
dimana dimungkinkan jumlah penjualan besar yang harus ditunjang oleh
produksi. Tetapi harus tetap dijaga untuk mencegah terjadinya over stock.
Sosialisasi forecast dijabarkan dalam Sales and Operation Planning (S&OP) yang
terbagi menjadi 2 level yaitu:
a. S&OP Level Satu, merupakan pertemuan dengan pemasaran yang
mempertimbangkan pengaruh eksternal (pemasaran)
1) S&OP level 1A
Data permintaan atau forecast serta rencana penjualan didasarkan pada
informasi stok dari distributor (ex distributor)
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
80
Universitas Indonesia
2) S&OP level 1B
Forecast didasarkan pada stok yang ada di factory (ex factory).
b. S&OP Level Dua, merupakan pertemuan yang mempertimbangkan masalah
internal secara umum, yang berkaitan dengan industrial pada bulan tertentu.
Pertemuan ini bersifat strategik, yang dilakukan untuk mengoptimalkan faktor-
faktor yang ada di produksi. S&OP level II merupakan meeting yang dihadiri
oleh seluruh kepala dan Manager yang termasuk dalam Industrial Affairs dan
dipimpin oleh Plant Logistic Department.
Hasil pertemuan ini dibawa ke pertemuan mingguan dalam weekly meeting,
dihadiri oleh production department, technical service department, industrial
quality and complience. Pertemuan ini dipimpin oleh Plant Logistic untuk
membahas penjabaran yang bersifat operasional untuk menetapkan weekly
schedule. Plant Logistic memimpin pertemuan ini dengan membawa semua data
yang dimiliki (posisi persediaan di gudang maupun di distributor, yang statusnya
harus released) untuk kemudian membicarakan final forecasting yang harus
dipenuhi oleh bagian produksi. Di sini juga dibicarakan isu-isu yang berkaitan
dengan produksi, misalnya akan adanya mesin/alat baru atau renovasi yang dapat
menyebabkan kegiatan produksi berhenti dan pabrik juga kosong, juga jika ada
trial terhadap mesin atau kondisi baru di pabrik dan kapan pabrik bisa beroperasi
lagi. Jika ada masalah yang tidak bisa ditemukan solusinya, masalah dapat dibawa
ke rapat S&OP.
4.4.1 Export Section, Inter-company Section
4.4.1.1 Export Section
Seksi ini menangani produk-produk yang akan diekspor ke berapa negara
seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Tujuan ekspor
adalah selalu interco Aventis di negara-negara yang dimaksud. Kinerja seksi ini
dilihat dari Customer Service Level (CSL). Jika delivery date (yang telah
disepakati antara PT Aventis Pharma Jakarta site dan interco tujuan) di salah satu
negara tersebut tidak tepat/terlambat akan berakibat menurunnya nilai CSL
(missed). Customer Level Service dari PT Aventis Pharma Indonesia diukur oleh
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
81
Universitas Indonesia
Sanofi Global berdasarkan delivery date within minus 7 dalam bulan yang sama
(working days).
Jika keterlambatan terus terjadi, dapat mengakibatkan site Jakarta tidak
lagi dipercaya oleh interco di negara-negara tersebut yang kemudian dapat
mengalihkan pesanannya ke site Aventis lain selain Indonesia.
4.4.1.2 Intercompany Section
Seksi ini melakukan tugasnya dalam hal procurement receptionist, dan
menangani produk-produk yang didatangkan dari Aventis site yang lain
(intercompany atau sering disebut sebagai interco) mulai dari pemesanan sampai
dengan barang datang. Produk-produk yang sering didatangkan dari interco
adalah active materials. Interco yang dituju sebagai produsen active materials
yang dimaksud, merupakan site rujukan yang telah ditetapkan oleh mother
company dalam rangka menjamin konsistensi mutu dan kualitas produk yang
dihasilkan. Untuk produk yang dibeli dari pihak luar (third party) ditangani oleh
Purchasing Department. Intercompany PT Aventis Pharma Indonesia antara lain:
a. Aventis Limited India
b. Aventis Pharma Deutschland GmbH
c. Aventis Pharma Inc. Kansas City, USA
d. Aventis Pharma SA
e. Aventis Pharma Sp A, Scoppito Italia
f. Aventis Pharma, Doma France
g. Fison Pharmaceutical
h. HMR Interphar
i. Hoescht Procurement Int. Trading & Services (HPI, T&S)
j. Nippon Aventis Service
4.4.2 Warehouse (Gudang)
Gudang adalah tempat penerimaan, penyimpanan, dan distribusi barang
berupa bahan baku, bahan pengemas, produk ruahan, obat jadi, dan bahan lain
yang dibutuhkan untuk membantu kelancaran proses produksi maupun proses
pengemasan, yang mempunyai nilai ekonomis, sehingga perlu ditangani secara
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
82
Universitas Indonesia
khusus agar barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif
antara stok secara fisik (aktual) dengan stok secara administratif (stok di SAP).
Mutu suatu produk sangat dipengaruhi oleh cara penanganan bahan awal, mulai
dari penerimaan, penyimpanan, dan distribusi ke bagian pengolahan maupun
pengemasan.
Alur keluar masuknya barang di Warehouse PT Aventis Pharma diatur
sedemikian rupa sehingga berjalan satu arah. Barang masuk dan barang keluar
melalui pintu yang berbeda dan begitu barang masuk akan langsung berada di area
karantina. Setiap ada penerimaan barang dari supplier, selalu dilakukan
pengecekan fisik barang dan dokumen yang menyertainya termasuk ada tidaknya
label supplier pada master box. Demikian juga untuk distribusi barang, baik
internal (Processing, Packaging, QC) maupun eksternal (distributor), harus
diperiksa kelengkapan dokumennya (Material Request Note dan Sales Order).
Denah warehouse PT Aventis Pharma dapat dilihat pada Lampiran 15.
Gudang PT Aventis Pharma termasuk dalam area kelas 1 (setara dengan black
area) yang menurut suhunya dibagi menjadi tiga daerah yaitu:
4.4.2.1 Ruangan cold storage
Ruangan ini mempunyai suhu antara 2°-8°C. Ruangan ini digunakan untuk
penyimpanan bahan-bahan yang tidak tahan terhadap suhu tinggi seperti vaksin
(produk Aventis Pasteur). Jika pegawai masuk ke ruangan ini harus dilengkapi
dengan pakaian khusus yang melindungi karyawan dari suhu ini. Ruangan ini
dikunci dengan pengawasan khusus. Pada ruangan ini terdapat alat kontrol
khusus, dimana jika suhu di bawah 2°C atau di atas 8°C maka alarm akan
berbunyi secara otomatis.
4.4.2.2 Ruangan cool storage
Ruangan ini merupakan ruangan dengan suhu terkendali yaitu antara 16°-
25°C. Ruangan dengan suhu ini terdapat dua area yaitu:
a. Starting material cool storage untuk menyimpan raw material (bahan baku
dan bahan pengemas primer) dan semi finished goods.
b. Finished material cool storage untuk menyimpan produk jadi.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
83
Universitas Indonesia
4.4.2.3 Ruangan dengan suhu kamar (ambient temperature)
Ruangan ini mempunyai suhu sesuai dengan kondisi ruangan tanpa adanya
pengendalian suhu. Ruangan yang temasuk pada kategori ruangan dengan suhu
kamar adalah:
a. Ruang penerimaan barang, dimana ruangan ini berfungsi untuk penerimaan
barang dari distributor maupun supplier yang lain.
b. Ruang pengeluaran barang, dimana ruangan ini berfungsi khusus untuk
pengeluaran barang.
c. Ruang khusus rejected material untuk menyimpan barang yang direject.
Ruangan ini dibatasi dari ruangan lain dengan teralis besi dengan warna
merah. Ruangan ini dikunci dengan pemegang kunci hanyalah orang-orang
tertentu yang bertanggung jawab terhadap barang yang ada di dalamnya.
d. Rak returned goods untuk menyimpan produk-produk kembalian yang
dikarantina.
e. Rak untuk pengemas sekunder, rak ini digunakan untuk menyimpan
bahanbahan pengemas sekunder. Area ini dibagi menjadi area karantina
dengan batas garis berwarna kuning dan area released dengan batas garis
berwarna hijau.
f. Lemari terkunci untuk menyimpan packing insert. Packing insert ini
dimasukkan dalam lemari terkunci agar tidak tertukar satu dengan yang lain.
g. Ruang transit 1 untuk mengirim bahan baku dari gudang ke bagian
pengolahan (kawasan kelas 3).
h. Ruang transit 2 untuk mengirim produk ruahan dan pengemas primer dari
gudang ke bagian pengemasan yang ada pada kawasan kelas 3.
i. Ruang transit 3 untuk mengirim pengemas sekunder (folding box dan master
box), packing insert, dan produk repacking dari gudang ke bagian pengemas
di kawasan kelas 2.
j. Ruang transit 4 untuk mengirim finished goods dari bagian pengemasan di
kawasan kelas 2 ke bagian gudang untuk disimpan.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
84
Universitas Indonesia
Selain ruangan-ruangan tersebut masih ada ruang untuk pengambilan
contoh atau disebut ruang sampling. Ruangan ini merupakan ruangan dengan
kategori kelas 3, dimana suhu, tekanan, dan kelembabannya diatur sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan untuk ruang kelas 3 dan dilengkapi dengan LAF.
Ruang sampling digunakan oleh bagian QC untuk mengambil contoh bahan baku
dan bahan pengemas primer. Sedangkan untuk bahan baku yang disimpan di
gudang ruang cold storage, pengambilan contoh dilakukan di ruangan cold
storage. Sedangkan untuk pengambilan contoh pengemas sekunder dilakukan
pada ruang dengan suhu kamar.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di gudang, antara lain:
a. Penerimaan barang
1) Penerimaan barang dari pemasok
Pada saat penerimaan barang dari pemasok, dilakukan pemeriksaan
kelengkapan dokumen, antara lain surat pengantar pemasok, invoice, CoA. Bahan
yang tidak terdapat dalam Purchase Order (PO) dari PT Aventis Pharma hanya
dapat diterima jika ada persetujuan dari Plant Logistic dan selanjutnya dibuatkan
Goods Receipt Slip (GRS) ke dalam SAP setelah dibuatkan PO oleh purchasing.
Bahan yang datang dicocokkan dengan PO, apakah sesuai dengan jumlah dan
waktu pemesanan. Bahan yang datang diperiksa keutuhan kemasan dan kebenaran
label yang melekat pada wadahnya, antara lain nama bahan, nomor batch atau lot
dari pabrik atau supplier, nama pembuat/pemasok, jumlah bahan, nomor PO,
tanggal kadaluwarsa.
Untuk memeriksa kuantitasnya, dilakukan pemeriksaan berat atau jumlah
dengan menimbang atau menghitung. Apabila terdapat dokumen yang tidak
lengkap, kemasan rusak, berat/jumlah tidak sesuai, harus memberitahukan ke
Plant Logistic, IQC, dan purchasing, serta diinformasikan dalam GRS yang
dibuat.
Untuk bahan baku, produk ruahan, produk jadi impor, dan produk toll
manufacturing diperiksa setiap wadahnya. Untuk bahan pengemas diperiksa
sejumlah vn+1, dengan n adalah jumlah wadah yang diterima. Dalam penerimaan
bahan aktif, bulk, semi finished goods, dan finished goods harus dilakukan
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
85
Universitas Indonesia
pemeriksaan silang oleh foreman. Untuk produk yang disimpan dalam gudang
dingin dimasukkan ke gudang dingin dan diperiksa di sana.
Surat pengantar dari pemasok ditandatangani dan diberi stempel
perusahaan. Barang pengantar yang sudah diperiksa diberi label karantina dengan
ketentuan:
a) Untuk raw material, semi finished goods import dan packaging material
siapkan label sesuai dengan jumlah wadah yang diterima.
b) Untuk finished goods dan repacked semi finished goods, setiap pallet ditutup
dengan penutup atau jaring kemudian diberi satu label per pallet. Tempatkan
bahan pada area karantina atau rak karantina dengan memperhatikan
persyaratan penyimpanan.
Untuk barang yang belum diberi label karantina tetapi harus masuk ruang
karantina karena alasan tertentu, misalnya: karena barang datang pada malam hari
maka dapat dimasukkan atau disimpan di area karantina dan diberi label karantina
sementara. Kemudian alamat bahan dicatat pada buku penerimaan atau karantina.
2) Penerimaan bahan dan produk jadi dari processing dan packaging
Pemeriksaan dokumen yang menyertai penyerahan produk yaitu GRS.
Produk jadi yang diserahkan harus ditutup dengan jaring untuk menghindari
terjatuh atau bercampur/tertukar dengan produk jadi yang lain. Dilakukan
pemeriksaan penandaan label pada wadah yang mencakup nama produk, nomor
bets, berat bersih/jumlah satuan kemasan, label ”SAMPLE TAKEN” dari QC,
petunjuk penyimpanan khusus. Produk yang diterima diperiksa dengan
menghitung atau menimbang satu persatu kemudian disimpan di rak
penyimpanan.
3) Penerimaan obat kembalian
Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan
dari PT Aventis Pharma ke pihak ke tiga (distributor, ekspedisi) dan dikembalikan
lagi ke gudang PT Aventis Pharma dengan alasan:
a) Masalah keabsahan atau salah kirim
b) Penarikan produk dan/atau pack size dari pasaran
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
86
Universitas Indonesia
c) Kerusakan obat dan pengemasnya (setelah keluar dari gudang PT Aventis
Pharma) selama pengiriman atau penyimpanan
d) Kelainan dari segi kualitas obat (kualitas obat/kualitas bahan pengemas)
PT Aventis Pharma menerima obat kembalian yang berasal dari:
a) Gudang yang sudah diawasi oleh PT Aventis Pharma
b) Gudang distributor yang sudah diawasi oleh PT Aventis Pharma
c) Gudang distributor yang tidak diawasi oleh PT Aventis Pharma termasuk
lembaga rumah sakit, apotek, dan lain-lain.
Adapun prosedur dalam penanganan obat kembalian adalah:
a) Surat pengantar dari distributor ditandatangani sebagai bukti bahwa barang
telah diterima di gudang.
b) Data dimasukkan dalam SAP kemudian dilakukan posting goods issue untuk
mencatat obat kembalian yang diterima ke dalam SAP, selanjutnya penyerahan
surat jalan berupa GRS sebagai bukti penerimaan obat kembalian kepada QC
setelah ditambahkan semua informasi yang diperlukan QC.
c) Tempelkan label QUARANTINE pada produk yang bersangkutan dan disimpan
pada area karantina, terpisah dari produk lain (dalam keranjang yang terkunci)
sesuai dengan kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan.
b. Penyimpanan bahan dan produk jadi
Sistem penyimpanan menggunakan zoning system, dimana material
disimpan dengan memperhatikan:
1) Sebelum penyimpanan material, periksa petunjuk mengenai cara
penyimpanan dengan melihat status, jenis material, dan suhu penyimpanan.
2) Tempatkan material pada rak penyimpanan sesuai jumlah yang diperlukan
dan dilakukan pencatatan alamat rak bahan, nama produk, jumlah, nomor
batch pada buku alamat (address card).
3) Pisahkan pallet berisi bahan yang sedang ditahan (blocked) dan ditempatkan
pada area karantina sambil menunggu penanganan lanjut sesuai disposisi dari
IQC Departemen atau Purchasing Department.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
87
Universitas Indonesia
4) Tempatkan bahan yang ditolak (rejected) pada material rejected area.
5) Tempatkan debu produksi (garbage) pada waste area.
6) Penyimpanan produk Toll-in diberi tanda pada rak.
c. Pengeluaran barang
1) Pengeluaran bahan baku
Warehouse pharmacist/foreman mencari dan menentukan bahan/bets yang
akan dikeluarkan dengan prebatch determination pada sistem SAP. Untuk bahan
baku yang akan diproses dan bahan pengemas, harus ada label ”RELEASED”
yang disahkan dengan adanya nomor CoA dan diparaf oleh QC Unit.
Bahan yang lebih dulu waktu kadaluarsanya (First Expired First
Out/FEFO) merupakan pilihan pertama yang lebih dulu dikeluarkan dan barang
yang lebih dulu diterima (First In First Out/FIFO) merupakan pilihan kedua.
Bilamana kedua hal di atas sama maka bahan dalam jumlah terkecil harus
dikeluarkan lebih dahulu.
Petugas mengambil bahan yang disimpan dengan mencari alamat di
address card. Bahan-bahan dipisahkan sesuai dengan material list yang diterima
dari bagian produksi (satu pallet diperuntukkan satu PO).
Dari hasil catatan lakukan posting transfer dari warehouse oleh warehouse
pharmacist atau wakilnya ke Production Supply Area (PSA). Penyerahan bahan
hanya dapat dilakukan atas permintaan Supervisor atau foreman dengan
menyertakan transfer slip yang telah ditandatangani oleh pelaksana dan mendapat
paraf Supervisor dan foreman.
2) Pengeluaran produk ruahan dan bahan pengemas atas permintaan
packaging/processing
Warehouse pharmacist/foreman mencari dan menentukan bahan/bets yang
akan dikeluarkan dengan prebatch determination pada SAP. Untuk bahan baku
yang akan diproses dan bahan pengemas, harus ada label ”RELEASED” yang
disahkan dengan adanya nomor CoA dan diparaf oleh QC Unit.
Bahan yang lebih dahulu waktu kadaluarsanya (FEFO) merupakan pilihan
pertama yang lebih dulu dikeluarkan dan barang yang lebih dulu diterima (FIFO)
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
88
Universitas Indonesia
merupakan pilihan kedua. Jika mana kedua hal di atas sama maka bahan dalam
jumlah terkecil harus dikeluarkan lebih dahulu.
Petugas mengambil bahan yang disimpan dengan mencari alamat di
address card. Bahan-bahan dipisahkan sesuai dengan material list yang diterima
dari bagian produksi (satu pallet diperuntukkan satu process order). Penyerahan
bahan hanya dapat dilakukan atas permintaan Supervisor atau foreman dengan
menyertakan transfer slip yang telah ditandatangani oleh pelaksana dan mendapat
paraf Supervisor dan foreman.
Produk ruahan ex-import hanya boleh dikirim ke bagian Packaging setelah
diluluskan IQC departemen dan ditempelkan label ”RELEASED”. Produk ruahan
ex-lokal boleh langsung dikirim tanpa menunggu label ”RELEASED” kecuali ada
produk yang berlabel ”QUARANTINE”.
3) Pengeluaran produk jadi
Pengeluaran produk jadi dapat terjadi untuk dijual, diserahkan ke bagian
yang bertanggung jawab dalam distribusi, untuk diambil contohnya, dikembalikan
ke bagian produksi untuk suatu proses tertentu, dan untuk dimusnahkan.
Hanya yang berlabel released yang boleh dikeluarkan untuk dijual,
diserahkan ke bagian yang bertanggung jawab dalam distribusi. Warehouse
pharmacist atau wakilnya memerintahkan pengambilan produk jadi dengan
mencatat Picking List yang dilengkapi alamat tempat penyimpanan produk.
Bahan yang lebih dahulu waktu kadaluarsanya (FEFO) merupakan pilihan
pertama yang lebih dahulu dikeluarkan dan barang yang lebih dahulu diterima
(FIFO) merupakan pilihan kedua. Bilamana kedua hal di atas sama maka bahan
dalam jumlah terkecil harus dikeluarkan lebih dahulu. Surat jalan dibuat dan
diparaf oleh Warehouse pharmacist/wakilnya untuk menyerahkan produk jadi
yang bersangkutan ke distributor. Di sini dilakukan pemeriksaan jumlah dan
nomor betsnya. Pengiriman produk jadi ke distributor/ekspor selama perjalanan
harus memperhatikan kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan. Untuk produk
yang harus disimpan pada suhu 2°-8°C dikemas pada box dari styrofoam dan
ditempatkan pada ice packed atau menggunakan sarana transportasi yang
memiliki fasilitas pendingin sehingga persyaratan suhu terpenuhi.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
89
Universitas Indonesia
4) Pengeluaran bahan di luar keperluan produksi dan penjualan
Pengeluaran bahan untuk keperluan di luar produksi dan penjualan harus
dibuat material request form yang disahkan oleh Supervisor atau kepala
departemen dari departemen yang bersangkutan termasuk pengeluaran bahan
Operating Supplies (OS) yang digunakan untuk keperluan produksi atau produk
jadi untuk contoh pertinggal.
d. Penanganan bahan yang tersimpan lama
Bahan yang tersimpan lama di gudang dengan permintaan dari IQC untuk
diretesting akan dipindahkan ke area karantina. Label karantina disiapkan sesuai
informasi yang tertera pada label released. Barang ini setelah diuji oleh QC dan
memenuhi syarat maka akan menjadi bahan released kembali dan jika tidak
memenuhi syarat maka akan menjadi bahan rejected.
e. Penanganan bahan yang tidak digunakan lagi
Plant Logistic Department menerbitkan scrap form yang menyebutkan
nama material, nomor material, dan jumlah material yang tidak digunakan lagi.
Scrap form harus ditandatangani oleh Head of Industrial Affairs. Untuk bahan
rusak selama penyimpanan di gudang, Plant Logistic Department akan membuat
scrap form berdasarkan laporan dari gudang.
f. Penanganan bahan yang kadaluarsa
Setiap satu bulan sekali IQC Department akan memberikan daftar produk
yang kadaluarsa maupun produk-produk yang hampir kadaluarsa dan
didistribusikan ke gudang. Setelah menerima daftar tersebut, bagian gudang akan
mengganti label bahan tersebut dengan label “QUARANTINE”. Selanjutnya dari
QC akan melakukan test ulang terhadap produk-produk tersebut apakah masih
bisa dipakai lagi atau tidak.
Apabila bagian QC menyatakan produk-produk tersebut masih memenuhi
syarat maka akan kembali digunakan dengan diberi label “RELEASED” lagi.
Akan tetapi jika hasil retest menyatakan sudah tidak memenuhi syarat maka
produk-produk tersebut akan diberi label “REJECTED”.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
90
Universitas Indonesia
g. Penanganan bahan yang ditolak (rejected)
Bahan yang di-rejected dari IQC Department, pada setiap kemasan diberi
label “REJECTED” dan dipindahkan ke area rejected. Apabila bahan rejected
merupakan tanggung jawab:
1) Perusahaan, maka bahan tersebut dikeluarkan dari stok dengan membuat scrap
form.
2) Supplier/vendor, maka dilakukan proses return to vendor.
3) Packaging material yang di-rejected harus dihancurkan oleh PT Aventis
Pharma.
h. Penanganan bahan yang tumpah
Penanganan bahan yang tumpah secara umum adalah dengan
mengumpulkannya dengan vacuum cleaner yang dilengkapi dengan HEPA filter
(untuk bahan padat kering) dan menggunakan lap kering atau chemical absorbent
(untuk bahan cair). Isi vacuum cleaner dimasukkan ke dalam wadah yang diberi
label yang mencakup nama isi (generik), jumlah, dan tandai dengan “untuk
dikirim ke PPLI”. Penanganan untuk bahan berbahaya seperti Claforan dan
Taxotere ditangani sesuai dengan sifat masing-masing material.
i. Penanganan limbah
Limbah pabrik diberi identitas dan status (untuk dimusnahkan) dan
disimpan di tempat penyimpanan limbah. Limbah dan rejected material hanya
boleh disimpan di waste/rejected area maksimal 90 hari dan selanjutnya harus
sudah dimusnahkan atau dikirim ke PPLI.
j. Inventory Stock Taking
Stock Taking merupakan pengecekan jumlah dan jenis seluruh barang yang
ada digudang. Tujuannya adalah untuk mengetahui adanya
penyimpangan/perbedaan stock secara fisik dan administratif dan melakukan
koreksi atas perbedaan stock tersebut, sehingga stock yang ada mencerminkan
keadaan sebenarnya, serta untuk mencegah secara dini penyimpangan akibat salah
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
91
Universitas Indonesia
guna dan dalam proses kerja. Kegiatan ini dilakukan minimal 1 tahun sekali. Jika
terdapat perbedaan antara aktual dan SAP dilakukan adjustment yang dibuat oleh
accounting Department dan didistribusikan ke Plant Logistic Department,
warehouse unit.
k. Pemeriksaan stock barang secara acak
Pemeriksaan alamat bahan dan perhitungan stok barang secara acak
minimal 5 item berbeda setiap hari untuk setiap Packaging material, raw
material, dan finished good.
l. Pelaksanakan program Health, Safety, and Environment (HSE)
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika bekerja di Warehouse,
yaitu safety dan dilakukannya pemantauan lingkungan. Safety harus diperhatikan
karena pekerjaan di warehouse selalu berhubungan dengan alat berat, untuk itu
saat bekerja di warehouse harus memakai helm dan sepatu khusus. Selain itu,
untuk proteksi dari suhu dingin, maka personel yang masuk ke cold storage harus
memakai pakaian khusus. Untuk safety di warehouse sendiri, maka warehouse
harus dilengkapi dengan hydrant, fire extinguisher, sprinkler (untuk mengatasi
kemungkinan kebakaran), water barrier, dan emergency exit. Pemantauan
lingkungan yang dilakukan adalah pemantauan suhu, kelembaban, dan tekanan.
4.4.3 Purchasing Department
Selain bagian-bagian di atas, terdapat pula Purchasing Department yang
terkait erat dengan divisi Industrial Affairs. Purcashing department dipimpin oleh
seorang manajer yang bertanggung jawab kepada Plant Director dan membawahi
dua orang officers. Purcashing department bertanggung jawab terhadap
pembelian (barang dan layanan) dan memastikan bahwa proses pembelian sesuai
dengan prinsip-prinsip kebijakan perusahaan, peraturan setempat, dan standar
etika.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
92
Universitas Indonesia
Barang-barang yang dibeli oleh purcashing meliputi:
a. Stock Items Industrial Affairs (COGS)
Stock item disebut juga inventory items atau COGS (cost of goods sold).
Yang termasuk kategori barang-barang ini adalah bahan-bahan yang akan
digunakan dalam produksi obat di Aventis Jakarta, berupa bahan baku obat dan
bahan pengemas. Disebut stock items IA (Industrial Affairs) karena bahan-bahan
ini hanya dipergunakan di bagian Industrial Affairs (factory). Dalam pembelian
bahan tersebut, Purcashing Department juga bertanggung jawab dalam izin
maupun surat impor yang diperlukan. Untuk barang-barang stock items ini proses
pengadaannya melalui vendor evaluation dan audit yang dilakukan bersama
dengan Quality Assurance. Pembelian barangbarang ini harus mengikuti daftar
pemasok resmi yang dikeluarkan oleh Quality Assurance.
b. Non Stock Items IA (non COGS)
Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang atau jasa yang diperlukan
dalam Industrial Affairs namun bukan merupakan stock items. Contohnya adalah
technical and spare parts, project/machinery, factory and laboratory supplies.
c. Non Stock Items Commercial Operations
Barang dan jasa dalam kategori ini adalah barang yang diperlukan oleh
bukan hanya Industrial Affairs Division tetapi juga oleh semua divisi dalam PT
Aventis Pharma. Yang termasuk dalam kategori ini adalah barang dan jasa
seperti travel dan hotel, stationery, office equipment, motor, dan mobil (Prosedur
Tetap Purchasing, 2005).
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
93 Universitas Indonesia
BAB 5PENERAPAN CPOB DI PT AVENTIS PHARMA
PT Aventis Pharma yang telah beroperasi di Jakarta dan memproduksi
produk-produk farmasi sejak Agustus 1972, telah melalui empat kali proses
penggabungan. Proses yang terakhir tersebut adalah antara PT Aventis Pharma
Indonesia dengan PT Sanofi Synthelabo dengan nama baru Sanofi Group. Sebagai
industri farmasi, PT Aventis Pharma berkewajiban memenuhi ketentuan Cara
Pembutan Obat yang Baik (CPOB) yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan
RI melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/Menkes/SK/II/1988 tentang
Pedoman CPOB dan ditindaklanjuti dengan ditetapkannya SK Dirjen POM No.
05411/A/SK/XII/1989 tentang penerapan CPOB pada industri farmasi. Hal ini
bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa produk obat yang dihasilkan selalu
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
PT Aventis Pharma Indonesia merupakan bagian dari Sanofi Global,
sehingga untuk mendapatkan kualitas produk obat yang selalu konsisten PT
Aventis Pharma Indonesia selalu berpedoman kepada Global Quality Standard
yaitu standar mutu yang ditetapkan oleh induk perusahaannya dan
dikombinasikan dengan standar mutu CPOB. Standar yang digunakan merupakan
standar yang sesuai dengan CPOB, GMP dan persyaratan lain yang dibuat lebih
ketat.
Dalam menentukan suatu pabrik memenuhi persyaratan CPOB atau tidak
dapat dilihat melalui lima aspek utama yang menjadi pilar CPOB, yaitu:
a. Spesifikasi
Semua peralatan, bangunan, ruangan, bahan baku, dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan proses pembuatan obat sampai terbentuk sediaan obat jadi
yang siap dipasarkan harus memenuhi kriteria dan persyaratan yang telah
ditetapkan.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
94
Universitas Indonesia
b. Prosedur Tetap (Standard Operating Procedure)
Setiap pekerjaan yang dilakukan, yang berkaitan secara langsung maupun tidak
langsung dengan proses pembuatan obat, harus dilakukan mengikuti suatu
standar tertentu untuk menjamin suatu keseragaman kerja.
c. Validasi
Semua peralatan maupun prosedur tetap yang dipakai harus dapat dibuktikan
kebenaran atau kesesuaiannya dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
d. Monitoring
Sebelum melakukan proses produksi, harus selalu dilakukan pengecekan secara
rutin terhadap semua aspek produksi untuk menjamin proses produksi
terlaksana sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.
e. Dokumentasi
Semua kegiatan yang dilakukan dalam penerapan CPOB tersebut, harus selalu
dicatat atau didokumentasikan sebagai bukti bahwa hal tersebut memang benar
telah dilakukan.
Setelah melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT
Aventis Pharma dan mengamati penerapan kelima pilar utama CPOB, ternyata
kelima pilar CPOB tersebut telah dipenuhi oleh PT Aventis Pharma dalam setiap
tahapan yang berhubungan dengan proses pembuatan obat. Untuk meyakinkan hal
ini maka dapat dilihat secara garis besar melalui aspek hardware, software dan
humanware yang tervalidasi dan terkualifikasi. Hardware terdiri dari equipment
(peralatan), facility (bangunan), dan utility (air, listrik, AHU system). Hardware
ini tidak bisa berjalan apabila tidak ada software sehingga diperlukan adanya
software seperti prosedur tetap, manual instruction, dan lain-lain. Selain itu,
terdapat humanware yaitu personel atau manusia yang juga harus dikendalikan
agar dapat menjamin kualitas produk konsisten dari waktu ke waktu. Oleh karena
itu, industri farmasi harus menyediakan personel yang memenuhi kualifikasi
tertentu serta terlatih melalui program pelatihan berkesinambungan dan seluruh
prosedur tetap yang berlaku harus dilatihkan terlebih dahulu kepada karyawan.
PT Aventis Pharma telah mendapatkan sertifikat CPOB untuk seluruh
produk atau bentuk sediaan yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh
aspek CPOB yang tertuang di dalam Pedoman CPOB telah dipenuhi oleh PT
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
95
Universitas Indonesia
Aventis Pharma Indonesia. Aspek CPOB ini telah dilakukan secara menyeluruh
terhadap setiap tahapan dari proses pembuatan obat mulai dari pemilihan pemasok
bahan awal sampai penilaian terhadap distributor yang akan menyalurkan produk
PT Aventis Pharma hingga ke tangan konsumen.
Berikut ini adalah hasil pengamatan selama Praktek Kerja Profesi
Apoteker (13 Februari-12 April 2012) mengenai penerapan 12 aspek CPOB 2006
di PT Aventis Pharma.
5.1 Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya dan memenuhi persyaratan yang tercantum dalam
dokumen izin edar (registrasi) serta tidak menimbulkan risiko yang
membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif.
Manajemen bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini melalui suatu
kebijakan, yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di
semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor.
Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,
diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan
secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu infrastruktur atau sistem
mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.
Tindakan yang sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan pengamatan selama PKPA, PT Aventis Pharma telah
menerapkan aspek manajeman mutu yang meliputi pengawasan dan pemastian
mutu dengan konsep dasar CPOB. Dalam struktur organisasi PT Aventis Pharma,
terdapat IQC Departement yang bertanggung jawab terhadap pengendalian mutu
menyeluruh dalam arti pengendalian mutu terhadap produk yang dihasilkan sejak
bahan awal, termasuk penilaiannya terhadap pemasok atau supplier bahan awal,
produk setengah jadi (termasuk In Process Control/IPC), sampai dengan produk
jadi yang siap digunakan. Untuk produk jadi, manajemen mutu dilakukan sampai
kepada penilaian distributor.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
96
Universitas Indonesia
5.2 Personalia
Berdasarkan CPOB, personalia dalam industri farmasi harus memiliki
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya, juga
memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan
tugasnya secara profesional. Selain itu mereka harus mempunyai sikap dan
kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB.
Industri farmasi hendaklah memiliki personel yang terkualifikasi dan
berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai sehingga tiap personel tidak
dibebani tugas dan tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari resiko
terhadap mutu obat. Industri farmasi juga harus memiliki struktur organisasi
dengan pembagian tugas spesifik dan kewenangan dari masing-masing personel
sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam penerapan CPOB.
Dalam melaksanakan sistem manajemen mutu, PT Aventis Pharma
didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai. SDM
dikelompokkan dalam bidang-bidang tertentu dan memiliki tugas serta tanggung
jawab masing-masing. Dari struktur organisasi dapat dilihat bahwa Production
Departement dan IQC Departement masing-masing dipimpin oleh apoteker yang
berbeda dan tidak saling bertanggung jawab satu dengan yang lain dan memiliki
wewenang serta tanggung jawab yang penuh dalam melaksanakan tugasnya
masing-masing.
Seluruh personalia yang langsung ikut serta dalam kegiatan pembuatan
obat dan yang karena tugasnya mengharuskan mereka masuk ke daerah
pembuatan obat hendaklah mendapat pelatihan mengenai kegiatan tertentu yang
sesuai dengan tugasnya maupun mengenai prinsip CPOB. Pelatihan tersebut harus
dilakukan secara berkesinambungan dengan frekuensi yang memadai untuk
menjamin agar personalia terbiasa dengan persyaratan CPOB yang berkaitan
dengan tugasnya. Catatan pelatihan personalia mengenai CPOB harus disimpan
dan efektivitas program pelatihan harus dinilai secara berkala. Dan setelah
mengadakan pelatihan, prestasi personalia perlu dinilai untuk menentukan apakah
mereka memiliki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan tugas yang
menjadi tanggung jawabnya.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
97
Universitas Indonesia
Pelatihan personel yang dilakukan oleh PT Aventis Pharma secara garis
besar terdiri dari dua jenis, yaitu:
a. Pelatihan umum CPOB
Pelatihan ini mencakup teori dan praktek CPOB secara umum, pengenalan
mikroorganisme, HSE, personnel hygiene, safety awareness dan prosedur.
b. Pelatihan khusus CPOB
Pelatihan ini diberikan sesuai dengan tugas spesifik yang diberikan pada
personalia tersebut untuk dilaksanakan dalam area spesifik seperti area bersih,
dan area steril, dll.
QA Unit bertanggungjawab untuk memastikan bahwa program pelatihan
yang disiapkan telah sesuai dengan persyaratan dari pemerintah maupun Global
Quality Standard serta bertanggung jawab memonitor pelaksanaan dari pelatihan
tersebut agar selalu memenuhi persyaratan. Frekuensi pelatihan tergantung pada
setiap departemen. Departemen harus yakin bahwa setiap karyawan mengerti
mengenai ketentuan-ketentuan CPOB. Apabila terdapat perubahan prosedur tetap
atau adanya prosedur tetap baru, maka pelatihan tambahan harus diatur oleh
departemen yang bersangkutan. Para partisipan yang terlibat dalam prosedur,
dilatih oleh supervisor divisi yang bersangkutan.
5.3 Bangunan dan Fasilitas
PT Aventis Pharma telah ditunjang oleh gedung, sarana dan fasilitas yang
memadai. Bangunan di PT Aventis Pharma didesain berdasarkan Sanofi Global
Quality Standard dan Sanofi Global Engineering yang terdiri dari pabrik, kantor,
gudang, dan laboratorium. Bangunan ini telah memiliki desain, ukuran dan letak
yang memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaannya.
Desain dan tata letak ruang produksi telah sesuai dengan ketentuan yang
disyaratkan dalam CPOB. Desain dan tata letak ruang produksi dibangun dengan
mengelompokkan kegiatan produksi sesuai jenis produk, sehingga dapat
menghindari terjadinya kesalahan dan pencemaran silang yang mempengaruhi
mutu obat, keselamatan dan kesehatan kerja. Selain itu, kegiatan produksi dapat
berlangsung tanpa harus berhubungan dengan daerah di luar kegiatannya sehingga
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
98
Universitas Indonesia
seluruh karyawan dan arus kerja dapat berjalan lancar, komunikasi dan
pengawasan dapat berjalan secara efektif.
Gedung produksi dan gudang dibuat terpisah tetapi terdapat beberapa
akses keluar masuk yang ketat dari gudang ke ruang produksi dan sebaliknya.
Area penyimpanan barang di gudang dikelompokkan berdasarkan status material
yang bersangkutan (quarantine, released, atau rejected), suhu penyimpanan, dan
tipe material (bahan baku, produk jadi, bahan pengemas). Ruangan gudang terdiri
dari area penerimaan, pengeluaran, karantina, penyimpanan material (packaging
material, raw material, semifinished product, dan finished product) dan ruang
administrasi.
Persyaratan ruang produksi meliputi kebersihan ruangan (terhadap partikel
dan cemaran mikroba), suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan perbedaan
tekanan udara. Ruang produksi PT Aventis Pharma, permukaan lantai, dinding,
langit-langit dan pintu dibuat kedap air, tidak terdapat sambungan untuk
mengurangi pelepasan atau pengumpulan partikel dan mencegah pertumbuhan
mikroba. Lantai tersebut dilapisi dengan cat epoksi agar mudah dibersihkan dan
untuk mencegah terjadinya perembesan air tanah. Lantai harus dijaga agar tidak
tergores dan rusak karena dapat mengurangi fungsinya dan dapat menjadi tempat
akumulasi debu serta kotoran. Untuk menghindari kerusakan pada lantai maka
seluruh personalia yang berada di ruang tersebut harus menggunakan sepatu
khusus yang beralaskan karet. Bentuk-bentuk sudut pada dinding, langit-langit
maupun lantai dihilangkan dan menggantinya menjadi bentuk lengkungan untuk
mencegah akumulasi debu dan kotoran serta memudahkan pembersihan.
Area di PT Aventis Pharma terbagi menjadi tiga kelas, yaitu ruang kelas
1, kelas 2, dan kelas 3. Pembagian kelas area ini mengikuti aturan Global Quality
Standard Sanofi group yang penamaannya berbeda dengan klasifikasi area
menurut CPOB. Ruang kelas 3 di PT Aventis Pharma lebih bersih dibanding
ruang kelas 2, demikian pula ruang kelas 2 lebih bersih dibanding ruang kelas 1.
Ruang kelas 3 setara dengan kelas kebersihan E yang digunakan sebagai ruang
produksi (processing) dan pengemasan primer (primary packaging). Sementara
itu, ruang kelas 2 yang setara dengan kelas kebersihan F merupakan ruang
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
99
Universitas Indonesia
pengemasan sekunder (secondary packaging), dan ruang kelas 1 diperuntukkan
untuk gudang.
Pada ruang-ruang tertentu, terdapat airlock yang berfungsi untuk
mencegah kontaminasi silang antar ruangan, seperti di ruang granulasi, tabletting,
penyalutan, serta ruang antara gudang dan processing. Untuk proses pengolahan
obat yang berbahaya, disediakan peralatan dan perlakuan khusus tersendiri,
contohnya adalah turret untuk proses cetak tablet Rovamycine. Saat pengolahan
Rovamycine, operator juga harus mengenakan pakaian khusus yang dapat
melindungi dari pengaruh buruk Rovamycine.
Antara gudang dan area produksi terdapat ruang transit untuk
memindahkan barang atau suplai bahan. Hal ini bertujuan untuk menghindari
penyebaran debu dari gudang ke area produksi. Selain itu, terdapat gowning area
untuk meminimalkan terjadinya pengotoran oleh partikel debu yang terbawa oleh
karyawan. Di area produksi terdapat empat ruang transit, yaitu:
a. Ruang transit 1 untuk mengirim bahan baku dari gudang ke bagian processing
yang ada di area kelas 3.
b. Ruang transit 2 untuk mengirim produk ruahan dan primary packaging
material dari gudang ke bagian pengemasan primer yang ada di area kelas 3.
c. Ruang transit 3 untuk mengirim secondary packaging material dari gudang ke
bagian pengemasan sekunder di area kelas 2
d. Ruang transit 4 untuk mengirim finished product dari bagian packaging di area
kelas 2 ke bagian gudang untuk disimpan.
Seluruh bangunan PT Aventis Pharma terawat dengan baik, senantiasa
dalam keadaan bersih dan rapi serta dilengkapi dengan peralatan dan utilitas untuk
menunjang pelaksanaan kegiatan dengan memprioritaskan pada terciptanya
sanitasi, higiene, keamanan dan keselamatan kerja serta kelestarian lingkungan
sekitar. Selain itu, setiap bangunan PT Aventis Pharma dilengkapi dengan pintu
emergency untuk keadaan darurat. Pintu ini selalu ditutup rapat untuk mencegah
pencemaran.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
100
Universitas Indonesia
5.4 Peralatan
Semua peralatan di PT Aventis Pharma memiliki dokumen kualifikasi,
prosedur tetap untuk operasional, pembersihan dan pemeliharaan, serta log book
untuk kalibrasi dan pemakaian alat. Peralatan-peralatan tersebut ditempatkan
dengan benar sehingga memudahkan pembersihan, perawatan dan perbaikan.
Peralatan dipilih dan diletakkan sesuai dengan fungsinya. Peralatan juga
dibersihkan secara teratur, sesuai prosedur pembersihan alat yang tercantum
dalam prosedur tetap, untuk mencegah kontaminasi yang dapat merubah identitas,
kualitas atau kemurnian suatu produk. Validasi pembersihan dilakukan pada
setiap peralatan yang critical untuk menyediakan verifikasi bahwa prosedur
pembersihan tersebut reprodusibel.
Tiap peralatan utama memiliki nomor identifikasi. Nomor tersebut dipakai
pada semua instruksi kerja dan pada catatan pengolahan dan pengemasan bets
yang menunjukkan bahwa alat tersebut digunakan pada proses tertentu. Seluruh
peralatan utama dan kritis yang digunakan harus dikualifikasi terlebih dahulu
meliputi kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, dan kualifikasi kinerja.
Pelaksanaan kualifikasi di PT Aventis Pharma telah diuraikan dalam prosedur
tetap kualifikasi peralatan.
Setiap peralatan yang digunakan selalu dilengkapi catatan yang
menerangkan pemeliharaan, penggunaan, kalibrasi, dan perbaikan dalam satu
kesatuan pencatatan. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur,
menguji, dan mencatat selalu diperiksa ketelitiannya secara teratur dan dikalibrasi
berdasarkan jadwal dan prosedur tetap kalibrasi. Setiap peralatan yang akan
digunakan untuk pengujian harus dipastikan bahwa jadwal kalibrasi peralatan
tersebut masih berlaku, sehingga hasil yang diperoleh dari pengujian
menggunakan peralatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan menunjukkan
hasil yang sebenarnya.
Peralatan untuk proses produksi obat, sebelum digunakan harus dipastikan
terlebih dahulu bahwa alat tersebut telah dibersihkan sebelumnya. Setiap peralatan
produksi mempunyai prosedur validasi pembersihan peralatan yang bertujuan
untuk memastikan dan membuktikan bahwa prosedur untuk pembersihan yang
dilakukan dapat menghilangkan residu bahan aktif dan deterjen serta mengurangi
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
101
Universitas Indonesia
jumlah cemaran mikroba. Setelah dibersihkan, maka peralatan diberi label
“BERSIH”. Hal ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi produk oleh produk
yang dibuat sebelumnya.
5.5 Sanitasi dan Higiene
Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam CPOB, PT Aventis
Pharma menerapkan tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi, meliputi personalia,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap
hal yang dapat menjadi sumber pencemaran produk. Mutu produk harus selalu
dijaga agar terbebas dari kontaminasi akibat pengaruh lingkungan maupun
karyawan. Oleh karena itu, penerapan sanitasi dan higiene karyawan mutlak
diperlukan dalam proses pembuatan obat.
PT Aventis Pharma sangat memprioritaskan kesehatan dan keselamatan
kerja karyawan dan lingkungannya agar terhindar dari paparan produk yang
berbahaya. Untuk itu, PT Aventis Pharma melaksanakan seluruh kegiatannya
menggunakan standar yang ditetapkan oleh HSE dengan berpedoman kepada
Global HSE Standard, yaitu suatu standar yang bertujuan untuk meminimalkan
bahaya paparan produk terhadap karyawan dan lingkungan.
Tindakan nyata yang telah dilaksanakan oleh HSE adalah pelatihan yang
menyangkut kesehatan, keselamatan kerja, dan lingkungan. Program sanitasi dan
higiene personalia yang diterapkan antara lain program pemeriksaan kesehatan,
dan penerapan kebersihan perorangan seperti cuci tangan sebelum memasuki
ruang produksi, penggunaan pakaian bersih, serta kebiasaan higienis seperti
dilarang makan di ruang produksi. Di bidang kesehatan, setiap tahun dilaksanakan
pemeriksaan kesehatan pada seluruh personalia untuk mengetahui hubungan
antara jenis kegiatan yang dilakukan dengan perkembangan kesehatannya.
Evaluasi hasil pelaksanaan program HSE berdasarkan pada laporan terjadinya
kecelakaan kerja.
Pada daerah produksi, terdapat ruang loker pria maupun wanita (berlokasi
di lantai pertama), semua personel melepaskan pakaian dan sepatu yang
dipakainya sejak dari rumah dan menyimpannya di dalam loker pakaian dan loker
sepatu individual. Kemudian personel baru diperbolehkan memasuki area abu-abu
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
102
Universitas Indonesia
pada ruang loker melalui ruang pencucian, dimana mereka diharuskan untuk
mencuci tangan mereka.
Untuk menjamin keamanan karyawan dan melindungi produk dari
pencemaran, maka karyawan menggunakan pakaian pelindung badan yang bersih,
dan juga alat pelindung diri seperti masker, sarung tangan dan kacamata. Personel
yang bekerja pada bagian processing menggunakan pakaian seragam (biru muda)
sedangkan personel yang bekerja di ruang packaging mengenakan seragam kerja
(biru tua). Perlengkapan ini dikenakan di gowning room sebelum karyawan
memasuki daerah produksi atau laboratorium. Pada gowning room di daerah
produksi terdapat wastafel untuk mencuci tangan. Kegiatan makan dan minum
tidak boleh dilakukan di daerah produksi dan laboratorium, oleh karena itu
disediakan ruangan khusus yaitu pantry untuk kegiatan tersebut.
Personel yang hendak meninggalkan area pekerjaannya, seperti makan
siang, mereka harus mengganti pakaiannya dengan pakaian yang mereka pakai
dari rumah dengan mengikuti prosedur kebalikan dari prosedur di atas. Para
karyawan harus mengganti pakaian kerja mereka secara teratur setidaknya dua
kali dalam seminggu. Ruangan-ruangan dan lemari untuk menyimpan pakaian
kerja yang bersih termasuk sepatu diatur sesuai dengan prosedur tetap yang ada.
Bangunan di PT Aventis Pharma dilengkapi dengan toilet, tempat cuci
tangan dalam jumlah yang cukup dan letaknya terjangkau dari tempat kerja
karyawan. Semua peralatan yang digunakan, dibersihkan menurut prosedur yang
telah ditetapkan serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. Sebelum
dipakai, kebersihannya harus selalu diperiksa ulang untuk memastikan bahwa
seluruh produk atau bahan di bets sebelumnya telah dihilangkan. Catatan
mengenai pelaksanaan pembersihan dan sanitasi disimpan dengan baik. Selain itu,
prosedur sanitasi dan higiene dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa
hasil penerapan prosedur yang bersangkutan cukup efektif dan selalu memenuhi
persyaratan.
5.6 Produksi
Suatu proses produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB agar dapat menghasilkan
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
103
Universitas Indonesia
produk yang memenuhi persyaratan mutu serta ketentuan izin pembuatan dan izin
edar (registrasi). Mutu obat yang dihasilkan tidak hanya ditentukan pada hasil
akhir analisa obat tetapi juga ditentukan sejak kedatangan material hingga
keseluruhan proses produksi selesai, sehingga terdapat prosedur baku untuk tiap
langkah proses beserta persyaratan yang harus diikuti dengan konsisten seperti
yang tercantum dalam prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan
induk, sehingga dapat menjamin mutu obat yang diproduksi sesuai spesifikasi
yang telah ditentukan.
Di PT Aventis Pharma, semua bahan awal yang digunakan dalam kegiatan
produksi telah dinyatakan lulus oleh QC Unit. Pemindahan barang dari gudang ke
area kelas 2 dan kelas 3 melewati ruang transit material menggunakan sistem
airlock untuk menghindari pencemaran ke area produksi. Sebelum proses
pengolahan, dilakukan check list terhadap suhu, kelembaban dan tekanan udara
dan semua hasil pemeriksaan tersebut dicatat. Semua peralatan yang digunakan
dalam proses produksi harus diperiksa sebelum digunakan. Selain itu juga
dilakukan line clearance oleh supervisor maupun foreman untuk mencegah mix
up dari produk sebelumnya.
Selama proses produksi maupun pengemasan selalu dilakukan In Process
Control (IPC) sebagai suatu bentuk pengawasan mutu produk. IPC dilakukan
melalui kerjasama antara Production Department dengan QC Unit. Selama proses
IPC, dilakukan evaluasi parameter-parameter kritis, diantaranya adalah
keseragaman bobot, kekerasan, keregasan, waktu hancur, dan lain-lain. Sampling
dilakukan oleh Production Department, sedangkan pemeriksaannya dilakukan
bersama-sama oleh bagian produksi dan QC. Production Department hanya
melakukan pemeriksaan keseragaman bobot, keregasan, kekerasan, dan waktu
hancur, sedangkan pemeriksaan kadar zat aktif tablet dan uji disolusi dilakukan
oleh QC. Apabila pada suatu proses ditemukan adanya kelainan atau kegagalan
maka harus diselidiki, diatasi, dan didokumentasikan.
Proses pengemasan dilakukan di dua kelas, yaitu pengemasan primer
dilakukan di area kelas 3, sedangkan pengemasan sekunder dilakukan di area
kelas 2. Proses pengemasan dilaksanakan dengan pengawasan yang ketat untuk
menjamin identitas, keutuhan, kelengkapan, dan kualitas produk yang telah
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
104
Universitas Indonesia
dikemas. Sebelum pengemasan dimulai, dipastikan bahwa peralatan dan ruangan
atau jalur pengemasan dalam keadaan bersih dan bebas dari produk lain yang
tidak diperlukan dalam pengemasan. Penandaan pada label, dus ataupun
komponen lain dengan nomor bets, tanggal kadaluarsa, dan informasi lain diawasi
secara ketat pada setiap tahap pengemasan.
Bentuk pengawasan mutu dalam pengemasan ini adalah pemeriksaan
kebocoran blister yang dilakukan pada awal, tengah, dan akhir proses
pengemasan. Pemeriksaan kebocoran pengemas ini dilakukan dengan
menggunakan alat vakum, dengan cara merendam produk yang telah dikemas
dalam methylene blue. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan bahwa
produk obat tersebut tetap memenuhi spesifikasi yang ditentukan mulai dari
pengemasan hingga dikonsumsi oleh konsumen.
Sisa produk atau produk yang rusak selama pengemasan, dihitung, dicatat
kemudian dihancurkan. Selanjutnya, produk jadi dikirim ke gudang untuk
dikarantina. Keputusan bahwa produk bersangkutan dapat dipasarkan atau tidak
(released atau rejected) tergantung hasil pemeriksaan dari QC Unit.
5.7 Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari CPOB untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya dan kualitas obat yang dihasilkan selalu
konsisten memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Keterlibatan dan komitmen
semua pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk
mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi
produk jadi. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi
juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.
Pengawasan mutu di PT Aventis Pharma secara menyeluruh dilakukan
oleh IQC Department. Pengawasan mutu ini dilakukan terhadap bahan awal,
produk setengah jadi sampai dengan produk jadi yang siap digunakan, termasuk di
dalamnya penilaian terhadap pemasok dan distributor. IQC Department
membawahi dua unit kerja, yaitu Quality Assurance Unit (QA Unit) dan Quality
Control Unit (QC Unit). QA Unit bertanggung jawab penuh terhadap mutu obat
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
105
Universitas Indonesia
yang dihasilkan mulai dari bahan awal, proses produksi, environtment monitoring,
dokumentasi, validasi, stabilitas, kualifikasi dan kalibrasi, penanganan
penyimpangan dan hasil uji diluar spesifikasi, inspeksi diri dan audit internal,
pengendalian terhadap perubahan, pelatihan personalia, audit pemasok,
penanganan distribusi obat jadi, penangan keluhan dan penangan sample tertahan.
Di lain hal, QC Unit bertanggung jawab penuh pada pemeriksaan spesifikasi
bahan awal, produk antara dan produk jadi.
QC Unit di PT Aventis Pharma telah memiliki sarana laboratorium
pemeriksaan yang sangat baik. Laboratorium dilengkapi dengan peralatan yang
lengkap. Ada tiga laboratorium di departemen ini, yaitu laboratorium kimia,
laboratorium instrumen, dan laboratorium mikrobiologi. Laboratorium instrumen
memiliki peralatan yang memadai dalam pengujian. Peralatan dikalibrasi menurut
jadwal yang telah ditetapkan. Seluruh peralatan juga dilengkapi dengan prosedur
tetap untuk pengoperasiannya yang diletakkan di dekat instrumen atau peralatan
bersangkutan.
Di laboratorium kimia, pereaksi yang dibuat diberi label yang sesuai,
seperti nama pereaksi, konsentrasi, waktu pembuatan, batas waktu penggunaan
dan tanda tangan analis yang membuat pereaksi yang bersangkutan. Dengan
demikian identitas seluruh pereaksi yang digunakan dapat diketahui dengan jelas
guna menjamin kebenaran hasil pengujian. Selain itu, terdapat pula baku
pembanding yang disimpan secara rapi menurut kondisi penyimpanannya. Dalam
melakukan tugasnya, seluruh personel diwajibkan untuk memakai pakaian
pelindung dan alat pengaman seperti masker, kacamata, dan sarung tangan yang
disesuaikan dengan keperluannya.
Pengawasan mutu terus dilakukan meskipun proses produksi telah selesai
dilaksanakan yang diwujudkan dalam bentuk pemeriksaan hasil akhir dari
masing-masing tahapan proses. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Catatan
Hasil Pemeriksaan (CHP) dan pengesahan status produk dilakukan oleh QC
Supervisor. QA Unit harus dapat menjamin bahwa obat yang dibuat dan
dipasarkan telah memenuhi persyaratan CPOB, HSE dan Global Quality
Standard. Mutu produk tidak hanya diperoleh dari serangkaian pengujian yang
dilakukan terhadap produk akhir tetapi mutu harus dibentuk ke dalam produk
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
106
Universitas Indonesia
sejak awal. Oleh karena itu, QA selalu mengontrol setiap langkah dalam proses
produksi, melakukan analisa bila terjadi kegagalan, serta melakukan audit
terhadap supplier dan semua aspek yang mempengaruhi mutu produk.
5.8 Inspeksi Diri dan Audit Internal
Inspeksi diri dilakukan untuk menilai kesesuaian antara seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu dalam industri farmasi dengan ketentuan CPOB,
serta untuk mengevaluasi dan menentukan tindakan apa yang harus diambil
sebagai langkah korektif jika terjadi suatu penyimpangan. Program inspeksi diri
merupakan langkah peninjauan kembali sarana, prasarana dan seluruh tata kerja
pabrik yang mungkin dapat berpengaruh pada jaminan mutu. Dengan adanya
inspeksi diri maka dapat dilakukan perbaikan terus menerus terhadap berbagai
kelemahan yang mungkin timbul. Inspeksi diri juga bertujuan untuk mengetahui
cacat kritis, berdampak kecil, berdampak besar. Dengan demikian langkah-
langkah pencegahan dan perbaikan cacat tersebut dapat segera ditentukan.
Inspeksi diri adalah kegiatan penilaian yang dilakukan secara regular, sistematis,
dan objektif. Reguler berarti rutin, terdapat jadwal pelaksanaan inspeksi diri
dalam jangka waktu tertentu untuk menjamin tercapainya kesesuaian secara
kontinyu. Inspeksi juga harus dilakukan secara sistematis, dalam artian terdapat
langkah-langkah pengerjaan yang jelas dan daftar hal-hal yang harus diperiksa
untuk mendapatkan standar inspeksi yang seragam. Sementara objektif artinya
inspeksi dilakukan oleh seseorang yang tidak terkait dengan departemen yang
sedang diperiksa. Inspeksi diri harus dilakukan oleh suatu tim auditor yang
kompeten serta memahami peraturan atau regulasi yang terkait secara teoritis
maupun praktis. Laporan inspeksi diri mencakup hasil, penilaian, kesimpulan dan
usulan tindakan perbaikan. Hasil dari inspeksi diri ini dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan baru, agar penyimpangan yang
terjadi tidak terulang kembali.
Inspeksi diri di PT Aventis Pharma dilakukan oleh tim inspeksi diri yang
terdiri atas orang-orang yang berkompeten dalam perusahaan untuk menjaga
standar mutu sesuai persyaratan perusahaan. Tim inspeksi diri diketuai oleh QA
Manager dan beranggotakan manajer atau supervisor departemen terkait. Program
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
107
Universitas Indonesia
ini dilakukan secara berkala dan rutin, yaitu setiap bulan, tiga bulan, setahun
sekali dan dua tahun sekali. Inspeksi yang menyeluruh terhadap aspek-aspek
CPOB dilakukan setiap tahun sekali. Standar yang digunakan untuk inspeksi
adalah Quality Manual Aventis, GMP Internasional, serta CPOB yang ada di
Indonesia. Semua prosedur, catatan, dan laporan inspeksi diri di PT Aventis
Pharma didokumentasikan dan disimpan oleh QA Unit. Laporan inspeksi ini
selanjutnya dilaporkan kepada Head of IQC. Head of IQC akan mengevaluasi
laporan dan menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan agar penyimpangan
yang terjadi tidak terulang dimasa mendatang (Corrective Action Plan). Laporan
inspeksi selanjutnya juga dilaporkan kepada Aventis Pharma Global yang
selanjutnya akan melakukan penilaian terhadap PT Aventis Pharma Indonesia.
5.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk,
dan Produk Kembalian
Keluhan terhadap produk obat dibagi menjadi dua, yaitu keluhan yang
menyangkut Efek Samping Obat (ESO) dan menyangkut Keluhan Teknis Kualitas
Obat (KTKO). Keluhan terhadap obat dapat berasal dari dalam maupun luar
perusahaan. Keluhan dari dalam perusahaan dapat berasal dari semua pihak yang
berhubungan dengan kegiatan manufaktur. Sedangkan keluhan dari luar
perusahaan dapat berasal dari distributor, dokter, pasien, apoteker, Rumah Sakit
(RS) atau klinik, pemerintah (Badan POM), dan media massa. Bila terdapat
keluhan terhadap obat produksi PT Aventis Pharma, maka sampel obat segera
diperiksa dan diadakan diskusi dengan departemen terkait untuk dilakukan
perbaikan. Investigasi dan penyelesaian kasus harus diselesaikan dalam waktu
satu bulan kemudian dibuat surat tanggapan atas keluhan kepada konsumen atau
pelapor. Keluhan yang berhubungan dengan medis ditujukan ke Medical &
Regulatory Division, sedangkan yang menyangkut KTKO ditujukan ke IQC
Department. Tindak lanjut dari keluhan tersebut dapat berupa penggantian produk
atau penarikan produk.
Penarikan Kembali Obat Jadi (PKOJ) dilakukan bila ditemukan ada
produk obat yang tidak memenuhi persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan
adanya efek samping obat yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Penarikan
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
108
Universitas Indonesia
obat jadi ini dapat dilakukan atas keinginan produsen (misalnya karena stabilitas
obat tidak baik) atau keinginan Badan POM (keluhan dari segi medis dan
farmasi). PKOJ harus dilakukan segera setelah evaluasi laporan dan bila perlu
setelah didapatkan hasil pemeriksaan contoh pertinggal (retained sample) di
laboratorium QC.
Upaya yang dilakukan oleh PT. Aventis Pharma untuk menjaga mutu
produk agar setelah keluar dari pabrik dapat terjamin mutunya hingga sampai ke
konsumen adalah melakukan audit kepada distributor yang akan dipilih. Salah
satu penilaiannya adalah distributor harus mempunyai suatu sistem distribusi yang
baik artinya mengetahui kemana saja produk tersebut didistribusikan.
PKOJ diselidiki hingga tingkat mana produk tersebut ada pada jaringan
distribusi. Tingkat PKOJ ditentukan berdasarkan luas dan jauhnya obat jadi
tersebut beredar di pasaran, yakni:
a. Tingkat I : bila obat baru mencapai distributor pusat.
b. Tingkat II : bila obat sudah mencapai sub-distributor (di daerah).
c. Tingkat III : bila obat sudah didistribusikan dan sudah mencapai sarana
pelayanan obat seperti apotek, rumah sakit, poliklinik dan toko obat.
d. Tingkat IV : bila obat sudah didistribusikan secara luas dan telah mencapai
konsumen seperti dokter, serta pemakai akhir yaitu pasien.
Obat kembalian adalah obat jadi yang kembali setelah diserahterimakan
dari PT Aventis Pharma ke pihak ketiga (distributor) dan dikembalikan ke gudang
PT Aventis Pharma dengan alasan masalah keabsahan maupun salah kirim,
penarikan produk dan atau pack size dari pasaran, kerusakan obat atau
pengemasnya selama pengiriman atau penyimpanan dan kelainan dari segi
kualitas obat maupun bahan pengemasnya. Obat yang sudah kadaluarsa di
distributor dan dikembalikan ke PT Aventis Pharma tidak termasuk dalam
penggolongan obat kembalian karena pada prinsipnya PT Aventis Pharma tidak
menerima pengembalian obat yang sudah kadaluarsa. Ada prosedur tetap dalam
menyelidiki dan menganalisis obat yang dikembalikan serta menetapkan apakah
obat tersebut dapat diolah kembali atau dimusnahkan. Obat kembalian disimpan
di gudang pada tempat khusus dan menunggu keputusan QC, apakah akan
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
109
Universitas Indonesia
dikemas ulang, di-rework, atau dimusnahkan. Obat kembalian yang tidak dapat
diolah kembali akan dimusnahkan dan dibuat Berita Acara Pemusnahan.
5.10 Dokumentasi
Salah satu hal yang sangat fundamental dalam pengoperasian suatu
perusahaan farmasi agar dapat memenuhi persyaratan CPOB adalah dokumentasi.
Sistem dokumentasi yang dirancang atau digunakan hendaknya mengutamakan
tujuannya yaitu menentukan, memantau atau mencatat mutu dari seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu. Dokumentasi ini diperlukan pula untuk
memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas
mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakan, sehingga memperkecil risiko
kekeliruan yang biasanya timbul apabila hanya mengandalkan komunikasi lisan.
Hal ini dikarenakan sistem dokumentasi menggambarkan riwayat lengkap dari
setiap bets atau lot suatu produk, sehingga memungkinkan penyelidikan serta
penelusuran terhadap bets atau lot produk yang bersangkutan. Selain itu, sistem
dokumentasi digunakan pula dalam pemantauan dan pengendalian kondisi
lingkungan, perlengkapan, dan personalia.
Semua kegiatan di setiap departemen PT Aventis Pharma sudah memiliki
dokumentasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan fungsi dan tugasnya
masing-masing. Semua dokumen disahkan oleh departemen terkait, atas
persetujuan IQC Department. Semua dokumen mempunyai sistem penomoran
yang memudahkan penelusuran apabila diperlukan dan dijaga agar selalu aktual
sehingga setiap dokumen ditinjau ulang secara berkala atau dilakukan perbaikan
bila diperlukan yang diatur dalam protap penanganan dokumen. Protap asli
disimpan, didistribusikan dan dipantau jika sewaktu-waktu terjadi perubahan oleh
QA Unit. Segala bentuk modifikasi terhadap dokumen dikendalikan melalui
prosedur change control. Semua dokumen secara jelas mempunyai judul, tujuan
dan isi, serta semua dokumen harus dijaga dan didistribusikan secara confidential.
5.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Adakalanya suatu produk tidak dapat dibuat di dalam pabrik itu sendiri
karena suatu alasan tertentu (misalnya keterbatasan fasilitas) sehingga produk
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
110
Universitas Indonesia
tersebut dibuat oleh pabrik lain yang ditunjuk. Dalam hal ini, semua kontraktor
atau pabrik yang ditunjuk untuk membuat produk harus disetujui status GMP dan
standar mutunya sebelum kontrak untuk memproduksi obat tersebut disetujui
bersama. Terdapat beberapa kategori perjanjian kerjasama (kontrak). Kategori
tersebut adalah kontrak dasar dan quality agreement. Pada quality agreement, di
samping hal-hal yang mencakup perjanjian dasar, kontrak tersebut harus
mencakup persetujuan tentang pharmaceutical quality. Persetujuan tersebut harus
mencerminkan semua aktifitas GMP pada proses pengolahan, pengemasan,
analisa, penyimpanan, dan distribusinya baik yang mencakup keseluruhan
aktifitas maupun sebagian. Ketentuan mengenai kerjasama kontrak ini diatur
dalam prosedur tetap Contract Manufacturer.
PT Aventis Pharma menjalin kontrak kerjasama dengan PT Boehringer-
Ingelheim Indonesia (PT BII). PT BII membuat produk toll manufacturing yang
ditujukan untuk PT Aventis Pharma. Selain itu, PT Aventis Pharma menjalin
kontrak dengan PT Indofarma, dimana PT Aventis Pahrma membuat produk toll
manufacturing untuk PT Indofarma. Produk yang dibuat adalah carbamazepin
tablet, acyclovir cream dan bacitracin cream.
5.12 Kualifikasi dan Validasi
Kualifikasi dan validasi merupakan salah satu aspek penting CPOB yang
wajib diterapkan dalam setiap industri farmasi sebagai bukti pengendalian
terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap
fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah
divalidasi. Validasi proses adalah salah satu jenis validasi yang dilakukan untuk
memastikan dan memberi pembuktian terdokumentasi bahwa proses (berlangsung
dalam parameter desain yang telah ditentukan) mampu dan dapat dipercaya
menghasilkan produk sesuai dengan kualitas yang diinginkan dan memiliki
tingkat keberulangan yang tinggi. Terdapat tiga jenis proses validasi, yaitu
validasi prospektif, validasi konkuren dan validasi retrospektif.
Selain validasi, dilakukan juga kualifikasi, yaitu pembuktian secara tertulis
berdasarkan data yang menunjukkan bahwa suatu peralatan, fasilitas sistem
penunjang (utility) komputer dan proses pengemasan secara otomatis bekerja
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
111
Universitas Indonesia
sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan sehingga secara konsisten dapat
menghasilkan produk dengan standar mutu yang telah ditetapkan. Kualifikasi
terdiri atas empat tahap, yaitu Design Qualification (DQ), Instalation
Qualification (IQ), Operational Qualification (OQ) dan Performance
Qualification (PQ). Keempat tahapan kualifikasi dilakukan untuk peralatan dan
sistem baru, sedangkan untuk peralatan dan sistem yang dimodifikasi tidak
dilakukan tahap Design Qualification.
Di PT Aventis Pharma telah dilakukan validasi dan kualifikasi terhadap
aspek fasilitas, sistem, proses, dan peralatan sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh PT Aventis Pharma dalam Global Quality Standard. Berdasarkan
objek yang divalidasi, PT Aventis Pharma melakukan validasi terhadap proses
produksi (process validation) dan pembersihan (cleaning validation) baik untuk
ruangan maupun peralatan. Semua aktivitas kualifikasi dan validasi dituangkan
dalam Validation Master Plan (VPM). VPM harus dikaji ulang minimal setiap dua
tahun sekali atau jika ada perubahan jadwal secara signifikan.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
112 Universitas Indonesia
BAB 6KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
6.1.1 PT Aventis Pharma secara umum telah menerapkan CPOB dengan baik dan
mengacu pada Sanofi Global Standard untuk menjamin kualitas produk
yang dihasilkannya.
6.1.2 Apoteker memiliki peran penting di industri farmasi sebagai pendorong dan
pengarah dalam penerapan CPOB, terutama di bidang manufacturing
(Production Department) dan pengawasan mutu (Industrial Quality and
Compliance Department). PT Aventis Pharma telah memaksimalkan fungsi
industrial apoteker dengan baik. Hal ini terlihat dari jumlah tenaga apoteker
yang cukup dan terkulaifikasi serta penempatannya pada posisi-posisi
strategis yang mendukung proses produksi berjalan sesuai dengan tujuan
penggunaanya.
6.2 Saran
6.2.1 Penerapan aspek-aspek CPOB di PT Aventis Pharma perlu terus
dipertahankan dan ditingkatkan untuk menjamin konsistensi mutu produk
yang dihasilkan.
6.2.2 PT Aventis Pharma sebaikanya terus berusaha meningkatkan kesadaran
para karyawan akan pentingnya penerapan CPOB dalam segala aspek
yang berkaitan dengan produksi
6.2.3 Pengembangan produk dapat dilakukan oleh manufaktur di Indonesia
dengan membentuk bagian penelitian dan pengembangan atau Research
& Development (R&D) di PT Aventis Pharma.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
113 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Aventis Pharma. (2005). Prosedur Tetap Purchasing Department. Jakarta:Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2012). Prosedur Tetap IQC Department : Quality Assurance &Quality Control Unit. Jakarta: Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2009). Prosedur Tetap Technical Service Department. Jakarta:Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2010). Prosedur Tetap Plant Logistic Department. Jakarta:Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2010). Prosedur Tetap Production Department : Processingand Packaging Unit. Jakarta: Aventis Pharma.
Aventis Pharma. (2011). Prosedur Tetap HSE Department. Jakarta: AventisPharma.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2006). Pedoman Cara Pembuatan ObatYang Baik, Edisi 2006. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan MenteriKesehatan Republik Indonesia No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentangKetentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha IndustriFarmasi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
1
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
117
Tabel 4.1. Klasifikasi Ruangan PT Aventis Pharma
Kelas
Jumlah cemaran mikroorganisme(beroperasi)
Jumlah cemaranpartikel
Perbedaantekananudara
Pergantianudara
Suhu Kelembaban
AirSample
SedimentasiSwab Test
/ RodacPlate
HIAC ROYCO 245 A
TidakBeroperasi
BeroperasiPa
kali perjam
°C % RHLimit(Koloni /
m3)
Limit(Koloni /
m3)
Limit(Koloni /
m3) ≥ 0,5 µm ≥ 5,0 µmKelas 3 ≤ 500 ≤ 100 ≤ 80 3.500.000 20.000 ≥ 7,5 ≥ 10 19 - 25 30 - 60
Kelas 2Tidak
ditetapkanTidak
ditetapkanTidak
ditetapkanTidak
ditetapkanTidak
ditetapkan≥ 0
Sesuaikebutuhan
19 - 25Sesuai
kebutuhan
Kelas 1Tidak
ditetapkanTidak
ditetapkanTidak
ditetapkanTidak
ditetapkanTidak
ditetapkan-
Sesuaikebutuhan
Sesuaikebutuhan
Sesuaikebutuhan
135
114
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
115
Tabel 4.2. Spesifikasi Pemeriksaan Portable Water, Purified Water, dan PurifiedWater MiliQ-Plus
Potable water Purified water Purified water MiliQ-PlusPemeriksaan Spesifikasi Pemeriksaan Spesifikasi Pemeriksaan Spesifikasi
Pemerian
Larutanjernih tidakberwarna,
tidak berbau,tidak berasa
Pemerian
Larutanjernih tidakberwarna,
tidak berbau,tidak berasa
Pemerian
Larutanjernih tidakberwarna,
tidak berbau,tidak berasa
Konduktivitas 1,3 µS/cm Partikel
Larutanharus jernih
(bebaspartikel)
Partikel
Larutanharus jernih
(bebaspartikel)
Jumlah zatterlarut
≤ 1000 ms/L pH 5-7 pH 5-7
Seng ≤ 5,0 mg/ml Konduktivitas 1,3 µS/cm Konduktivitas 1,3 µS/cm
Krom≤ 0,05mg/ml
Resapan
400-200 200 190
Zat yangmudah
teroksidasi
Larutantetap
berwarnamerah muda
Alumunium ≤ 0,2 mg/ml ≤ 0,05mg/ml
KloridaLarutan
tidak keruh
Besi ≤ 0,3 mg/ml ≤ 0,01mg/ml Nitrat ≤ 0,2 mg/ml
KesadahanCaCO3
≤ 500 mg/ml ≤ 0,01mg/ml Sulfat
Tidak terjadikekeruhan
Klorida ≤ 250 mg/mlZat yangmudah
teroksidasi
Larutantetap
berwarnamerah muda
Kalsium danmagnesium
Tidak terjadiwarna biru
Mangan ≤ 0,1 mg/ml Klorida≤ 0,05mg/ml Ammonium ≤ 0,1 mg/ml
Nitrat sebagaiN
≤ 10,0mg/ml Nitrat ≤ 0,2 mg/ml Logam berat
Pb≤ 0,1 mg/ml
Nitrit sebagai N ≤ 1,0 mg/ml SulfatTidak terjadikekeruhan
Zat padattotal
≤ 1 mg/100ml
Ph 6,5-8,5 Ammonium ≤ 0,2 mg/ml CO2Campurantetap jernih
Sianida ≤ 0,1 mg/ml Kalsium danmagnesium
≤ 0,1mg/ml
Sulfat ≤ 400 mg/ml KalsiumTidak terjadiwarna biru
Sulfida≤ 0,05mg/ml
Logam beratPb
Tidak terjadikekeruhan
Tembaga ≤ 1,0 mg/ml Zat padattotal
≤ 0,3mg/100ml
Timbal≤ 0,05mg/ml CO2
Campuranjernih
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
116
Tabel 4.3. Jenis-Jenis Air Handling Unit (AHU)
Jenis AHU Ruang yang disuplai
AHU-FA 01 Mensuplai AHU-01, AHU-02, dan AHU-06.AHU-FA 02 Mensuplai AHU-03, AHU-04, AHU-05A, AHU-05B.
AHU 01 Secondary Packaging (area kelas 2).AHU 02 Corridor, staging bulk, workshop & tools, primary packaging
material transit, staging primary packaging material transit,primary packaging line 1, primary packaging line 2, primarypackaging line 3, primary packaging line 4, LAF, corridor class3 between line 3 & 4, corridor class 3 between line 1 & 2.
AHU 03 Coating, technical area of coating, dirty container staging andwashing.
AHU 04 Corridor productin wet granulation, lubrication, washing,semisolid, sundry, office (processing), production manager,punches and die.
AHU 05A Weighing, remaining material, broken material, staging.AHU 05B IPC, tabletting korsch, tabletting fette 1200, granulating and
staging, filling suppositoryAHU 06 Gowning area
AHU 07 dan 08 WarehouseDX AHU 01 Quarantine raw and packaging material cool storage (<250 C).DX AHU 02 Released raw and packaging material cool storage (<250 C).DX AHU 03 Airlock sampling area, sampling raw material, change room,
airlock & personal entrance/ exit.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
117
Tabel 4.4. Tingkatan Occupational Exposure Band (OEB)
KategoriNilai OEL(mcg/m3)
Karakteristik Senyawa
OEB 1 1000-5000Tidak berbahaya, tidak iritatif dan/atau memilikiaktivitas farmakologi yang rendah
OEB 2 100-1000Berbahaya/ iritatif dan/atau dengan aktivitasfarmakologi sedang
OEB 3 10-100Agak toksik dan/atau dengan aktivitas farmakologitinggi
OEB 4 1-10Toksik, mungkin korosif atau genotoksik dan/ataudengan aktivitas farmakologi yang sangat tinggi
OEB 5 < 1Sangat toksik, mungkin korosif atau genotoksikdan/atau dengan aktivitas farmakologi yang sangattinggi
Tabel 4.5. Kategori Produk PT Aventis Pharma Berdasarkan OEB
Kategori Contoh nama produk
OEB 1 Batrafen (Ciclopirox olamine)Trental (Pentoxifylline)
OEB 2 Avil (Pheniramine maleat)Lasix (Furosemide)
Novalgin (Metamizole sodium)Profenid Suppo (Ketoprofene)
Rulid (Roxithromycin)Urbason (Methyl Prednisolon)
OEB 3 Amaryl (Glimepiride)Daonil (Glyburide)
Dermatop (Prednicarbate)Esperson (Desoximethasone)
Flagyl Forte, flagyl Suppo (Metronidazole)Flagystatin Ovule (Metronidazole+Nystatin)
Frisium (Clobazam)Triatec ( Ramipril)
OEB 4 Rovamycin (Spiramycin)OEB 5 -
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
118
Tabel 4.6. Parameter Baku Mutu Air Kategori D
ParameterSintesis Formulasi
Kadar max(mg/L)
Beban limbah max(kg/L)
Kadar max(mg/L)
BOD (5 hari, 20°C) 75 1,875 75COD (bichromat) 100 2,5 100TSS (padatantersuspensi total)
60 1,5 60
Fenol 0,5 0,0125 0,5Total nitrogen 30 0,75 30PH 6-9 - 6-9Zat organik (KmnO4) 85 2,125 85Tes antibiotik - - -
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
119
Lampiran 1. Peta Akses PT Aventis Pharma
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
120
Lampiran 2. Peta Lokasi PT Aventis Pharma
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
121
Lampiran 3. Struktur Organisasi PT Aventis Pharma
Communication & GovernmentRelation Director
Sales Director
Chief Financial Officer
Human Resources Director
General Manager-VaccineDivision
Business Development Director
Business Unit Director
Medical & Regulatory Director
Business Support Director
Marketing Director
Executive Assistant
General Manager
Plant Director
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
122
Lampiran 4. Struktur Organisasi Industrial Affairs, April 2012
Production PlanningSupervisor
Vice President IA, Aspac & Japan Region
IA HR Manager IA Assistant
IA Controller Procurement Manager
Cost AccountingSupervisor
Production ManagerHead of IQC Head of Logistics TS & HSE Manager
QA Manager
QC Supervisor
ProcessingSupervisor
PackagingSupervisor
Plant LogisticsManager
WarehouseSupervisor
ManufacturingFacility Supervisor
HSE Supervisor
PLOT SECURITY
Plant Director
Procurement Officer Procurement Officer
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
123
Lampiran 5. Struktur Organisasi Departemen Industrial Quality and Compliance
Head of Industrial Quality andCompliance (IQC)
Quality Control Supervisor Quality Assurance Manager
Microbiological Control
Chemical & PhysicalControl (SFG, FG)
Chemical & PhysicalControl (raw material)
AMD & Stability Study
Lab Service, Calibration &Packaging Material
General Worker – Sampler(RM, SFG)
QC Analyst Support Telfast &
Offensive Generic
QA Officer
Compliance and Investigation
QA Officer
CAPA, project Progress andArtwork
QA Officer
Release, Documentation, Training,APR
Sampling-Testing PM & FGRetained Sample
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
124
Lampiran 6. Diagram Pengambilan Keputusan terhadap Hasil di Luar
Spesifikasi
Hasil TMS
Periksa kondisi analisis(Gunakan daftar periksa)
Ditemukankesalahan
Tidak ditemukankesalahan
Investigasi diperluasLakukan Perbaikan
Hasil OOS tidakberlaku
Cek ulang
Investigasi BatchRecord/Prod atau
kesalahan bets
Periksa carasampling (gunakan
daftar periksa)
Kesalahan tidakditemukan
Ditemukankesalahan
Kesalahanditemukan
Bets ditolak Lakukanperbaikan
Evaluasi dan menentukanrancang strategi yang tepat
Variabel: Persiapancontoh/ ganti analis/alat /periksa contoh thd contoh
yg sudah diluluskan
Kesalahanditemukan
Kesalahantidak
ditemukan
Betsdiluluskan
Bets ditolak
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
125
Lampiran 7. Contoh-Contoh Label
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
126
Lampiran 8. Alur Pemeriksaan Bahan Baku
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
127
Lampiran 9. Persyaratan Jumlah Bakteri, Total Koliform, dan Koliform Tinja
pada Masing-Masing Jenis Air
NoJenis
cemaranAir
sumurAir PAM
Potablewater
Purifiedwater
MiliQ-plus
1Jumlah bakteri tidak
ditetapkan100
(kol/ml)100
(kol/ml)100
(kol/ml)100
(kol/ml)
2 total koliform <10 0 (kol/ml) 0 (kol/ml) - -3 koliform tinja - - 0 (kol/ml) - -
Keterangan:
1. Air sumur adalah air yang diperoleh langsung dari sumur artris tanpa
pengolahan awal. Air sumur diperiksa setiap 6 bulan sekali
2. Air PAM adalah air yang berasal dari olahan PAM city water. Air PAM
diperiksa setiap 1 bulan sekali
3. Potable water adalah air yang diperoleh dari pengolahan air sumur/PAM. Air
ini dapat digunakan sebagai bahan baku untuk purified water. Potable water
diperiksa setiap 1 bulan sekali.
4. Purified water adalah air yang diperoleh dari hasil pengolahan pengolahan
potable water dengan cara deionisasi, reverse osmosis, polishing (mixed bed
procedure), electro-deionisasi/kombinasi, reverse osmosis dengan electrto-
deionisasi. Purified water diperiksa setiap 1 minggu sekali.
5. Purified water MiliQ-Plus adalah air yang diperoleh dari hasil pengolahan
purified water dengan alat MiliQ-Plus.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
128
Lampiran 10. Pembagian Iklim, Tipe Pemeriksaan, Kondisi Penyimpanan dan
Waktu Pemeriksaan pada Uji Stabilitas
Pada dasarnya pembagian iklim dibagi atas:
Zona iklimZona I
(sedang)
Zona II(subtropis dengan
kelembaban tinggi)
Zona III(panas kering)
Zona IV(panas
lembab)Suhu rata-rata
tahunan< 25oC 25oC 30oC >30oC
Suhu nyata25o±2oC 25o±2oC 30o ±2oC 30o ±2oC
RH rata-rata ≤40%±5% 60%±5% ≤40%±5%70% ± 5%75% ± 5%*
*) Asean Stability study
Post Marketing Studies (Tipe IV)
Zona iklimKondisi penyimpanan
Suhu/RH
Frekuensi pengujian (bulan)
0 12 24 36 48 60
II <25oC/50%-90%* X X X x x xIV <30oC (25o-33oC)/50-90% X X X x x x
Catatan:
Untuk perbandingan pengujian pada umumnya dilakukan follow up stability
test pada climatic zone II dan IV.
Periode pengujian tergantung pada daluarsa atau sesuai dengan rencana
pemeriksaan yang dibuat
Kondisi penyimpanan (suhu dan RH) sesuai dengan kondisi yang sebenarnya
*) sesuai dengan rata-rata data suhu dan kelembaban ruang penyimpanan
contoh pertinggal
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
129
(Lanjutan)
Follow up stability testing (Tipe V)
Zonaiklim
Kondisi penyimpananSuhu/RH
Frekuensi pengujian (bulan)
0 3 6 9 1218
2436
Kondisisebenarnya
II
IV
+25oC±2oC/60%±5%
+30oC±2oC/70%±5%
+30oC±2oC/75%±5%*)
X
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
Kondisidipercepat
+40oC±2oC/75%±5% X x x - - - - -
Catatan:
Pengujian dilakukan hingga batas waktu daluarsa
Zona II : untuk produk yang akan dipasarkann di zona I dan II
Zona IV : untuk produk yang akan dipasarkan di zona II dan IV
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
130
Drain Drain Drain
Potable water or Well water
Multimedia Filter
PumpSample
Softener 1
Softener 2
Filter5 μm
HighPresurePump RO
ElectroDelonizationModule
NaCL forRegenera-tion
SodiumMetabisul-fit
NaOH Duly withWell water
Drain
CHIRST OSMOTRON – 500 L / h
CT
Storage Tank 3000 L
T,CF TOC
PrinterCHRISTLOOPO
Recorder
CirculationPump
Cooler /HeatExchanger
SuperheatedWaterChilled Water
SuperheatedWaterChilled Water
12345678
U S
Washung (411) FBD Filter
U S
WashingCorner 412
U S
SolutionPreparation 440
U S
WetgraNulation 440
U S
Coating Ex 434
U S
Oinment 432
U S
Technical Area ofcoating 606
U S
Central Washing Corner 428
H2O2 forDesinfec-tion
Y Y Y Y
U : User PointS : Sampling PointC : ConductivityT : TemperatureF : FlowTOC : Total Organic Carbon
< 25 °C
Y Drain
Lampiran 11. Skema Purified Water Plant
130
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
131
Lampiran 12. Alur Penanganan Limbah
Daftar Bahan (Masihdiproduksi)
Daftar Bahan(Produk Baru)
Informasikan kepada HSE staff dan QA unit
Cari MSDS dariintranet, internet/HSE
global
Simpan file elektronikMSDS
Print MSDS
Kirim copy MSDSke QA
Simpan file MSDS difolder I
Update daftar bahan kimiadan distribusikan ke
manager departemen yangberkaitan
Dilakukan oleh HSE staff
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
132
Lampiran 13. Skema Waste Water Treatment Plant
DOMESTIK
CAIR PADAT
MCK KANTIN
SEPTIKTANK
PONDREMBESAN
WWTP
TEMPATSAMPAH
BAKPENAMPUNG
SAMPAH
DINASKEBERSIHAN
DKI
JAKARTA
CAIR PADAT
BATERAIGENERATOR
DEBU DUSTCOLLECTOR
PRODUKREJECT, OBATKEMBALIAN,
RETAINEDSAMPLE DAN
OBAT JADIKADALUARSA
CAIRANKONTAMINA
SI
BAHANPRODUKSI,OLI BEKAS/CECERAN
SOLAR
TIMBANG,CATAT DI
CHP
SIMPAN DALAM WADAHTIDAK MUDAH PECAH DAN
TIDAK MUDAH BOCOR
PPLI
B3
132
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
133
Lampiran 14. Skema Waste Water Treatment Plant
Office building,security,
packaging,warehouse,
kantin, dapur
Multi purposebuilding
Production,purified water
Antibiotik waste
Collecting pit 3Collecting pit 2
Perforated bath stream
Equalization tank
Aeration tank
Sedimentation tank
Sludge tank Clean water tank
Sludge drying bed River Connect to WWTPoperator room forsampling purposes
Dry sludge Effluent/water
PPLI
Sludge Water
+ hipoklorit
Collecting pit 1
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
134
Lampiran 15. Denah Warehouse
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT. AVENTIS PHARMA
JL. JEND. A. YANI, PULOMAS JAKARTAPERIODE 2 JULI - 31 AGUSTUS 2012
REVISI DAN PENINJAUAN ULANG PROSEDURPENGOLAHAN INDUK (PPI)
IIN MARLIN SIMIATI, S.Farm1106153246
ANGKATAN LXXV
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKDESEMBER 2012
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
ii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................... 11.1 Latar Belakang ...................................................................... 11.2 Tujuan ................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 32.1 Dokumentasi ......................................................................... 32.2 Dokumen............................................................................... 42.3 Dokumen Prosedur Pengolahan Induk (PPI) atau Master
Batch Manufacturing Record (MBMR) .............................. 92.4 Penanganan Prosedur Pengolahan Induk (PPI)..................... 11
BAB 3. PELAKSANAAN TUGAS KHUSUS........................................ 123.1 Pemeriksaan Kesesuaian dengan PPI Edisi sebelumnya ...... 123.2 Pemisahan Bagian Formulasi Produk ................................... 123.3 Peninjauan Kembali Terhadap Hasil Revisi PPI................... 12
BAB 4. PEMBAHASAN .......................................................................... 13
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN................................................... 155.1 Kesimpulan ........................................................................... 155.2 Saran...................................................................................... 15
DAFTAR ACUAN.................................................................................... 16
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB IPENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Industri farmasi sebagai Industri Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat,
hal ini berdasarkan atas Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 145/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Industri farmasi wajib memiliki izin
Usaha Industri Farmasi sebelum memulai proses produksinya. Izin Usaha Industri
Farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai
persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) (Menteri Kesehatan, 1990).
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat
dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan
tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah
sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu
tinggi.
Aspek CPOB berdasarkan pedoman CPOB 2006 meliputi manajemen
mutu; personalia; bangunan dan fasilitas; peralatan; sanitasi dan higiene;
produksi; pengawasan mutu; inspeksi diri dan audit mutu; penanganan keluhan
terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian; dokumentasi;
pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak; kualifikasi & validasi (BPOM,
2006).
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi menajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personel menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul
karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Dokumen yang jelas dan mudah
dibaca sangat penting. Dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga
selalu up to date. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
2
Universitas Indonesia
untuk menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara
tidak sengaja (BPOM, 2006)
Salah satu dokumen yang ada di Aventis Pharma adalah Prosedur
Pengolahan Induk (PPI) yang berisi setiap kegiatan yang berkaitan dengan
pengolahan. Produksi obat harus dilaksanakan sesuai prosedur pengolahan atau
pengemasan yang telah ditentukan, sehingga menjamin obat yang dibuat sesuai
spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur Pengolahan Induk merupakan
prosedur khusus yang digunakan untuk kegiatan pengolahan obat. Pembuatan PPI
tersebut mengacu kepada prosedur tetap (protap) Pembuatan Prosedur Pengolahan
Induk dan Prosedur Pengemasan Induk No. AG000-03/K. Perubahan pada protap
yang diacu, yang mengakibatkan perubahan pada isi PPI, berdampak pada
perubahan PPI tersebut.
PPI akan selalu diperbarui secara berkala untuk disesuaikan dengan
standar GMP yang selalu diperbarui, disesuaikan dengan alat yang dipunyai (jika
ada alat baru), dan untuk menjaga keseragaman, serta kualitas produk yang
dihasilkan dari waktu ke waktu. PPI disusun oleh Production Supervisor,
diperiksa oleh Production Manager dan Quality Assurance Supervisor, serta
disetujui oleh IQC Manager (Prosedur Tetap Produksi, 2010). Pada akhirnya,
diharapkan agar melalui penanganan dan pengaturan sistem dokumentasi dapat
tercipta kondisi pembuatan obat yang akan selalu terpantau dan terkendali
sehingga kualitas obat terus terjaga.
1.2. Tujuan
Tugas khusus ini bertujuan untuk :
1.2.1 Mengetahui dan memahami cara melakukan revisi dan peninjauan ulang
terhadap hasil perubahan dari Prosedur Pengolahan Induk (PPI)
1.2.2 Mengetahui tujuan dari melakukan revisi dan peninjauan ulang terhadap
Prosedur Pengolahan Induk (PPI)
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dokumentasi (BPOM, 2006)
Dokumentasi merupakan bagian dari sistem manajemen informasi yang
meliputi spesifikasi, prosedur, metode penandaan, penandaan instruksi kerja,
catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi seluruh aktivitas.
Menurut CPOB, secara umum penanganan dokumen di industri farmasi
antara lain sebagai berikut :
a. Setiap dokumen harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis.
Dokumen juga harus mudah dibaca.
b. Dokumen harus disetujui, ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang
sesuai dan diberi wewenang.
c. Isi dokumen tidak boleh berarti ganda. Judul, sifat dan tujuannya harus
dinyatakan dengan jelas.
d. Penampilan dokumen harus rapi dan mudah dicek.
e. Dokumen hasil reproduksi (fotokopi) harus jelas dan terbaca. Reproduksi
dokumen kerja dari dokumen induk tidak boleh menimbulkan kekeliruan yang
disebabkan proses reproduksi.
f. Dokumen sebaiknya dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up-to-
date. Bila suatu dokumen direvisi, maka harus dijalankan suatu sistem untuk
menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak
sengaja.
g. Dokumen sebaiknya tidak ditulis tangan. Namun bila dokumen memerlukan
pencatatan data, maka pencatatan ini hendaklah ditulis-tangan dengan jelas,
terbaca dan tidak dapat dihapus. Hendaklah disediakan ruang yang cukup
untuk mencatat data.
h. Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen harus
ditandatangani dan diberi tanggal. Perubahan yang ada harus tetap
memungkinkan pembacaan informasi semula, dan jika perlu alasan perubahan
hendaklah dicatat.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
4
Universitas Indonesia
i. Pencatatan harus dibuat atau dilengkapi pada tiap langkah yang dilakukan dan
sedemikian rupa sehingga semua aktivitas yang signifikan mengenai
pembuatan obat dapat ditelusuri.
j. Catatan pembuatan hendaklah disimpan selama paling sedikit satu tahun
setelah tanggal daluarsa produk jadi.
2.2 Dokumen
Menurut CPOB, dokumen yang diperlukan di industri farmasi diantaranya:
(BPOM, 2006).
a. Dokumen Spesifikasi
Suatu Industri Farmasi hendaklah tersedia dokumen spesifikasi bahan awal,
bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan, serta produk jadi yang
disahkan dengan benar dan diberi tanggal.
b. Dokumen Produksi
Dokumen yang esensial dalam produksi adalah:
1) Dokumen Produksi Induk
Berisi formula produksi dari suatu produk dalam bentuk sediaan dan kekuatan
tertentu, tidak tergantung dari ukuran bets.
2) Prosedur Produksi Induk
Terdiri dari Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk, yang
masing-masing berisi prosedur pengolahan dan prosedur pengemasan yang
rinci untuk suatu produk dengan bentuk sediaan, kekuatan dan ukuran bets
spesifik. Prosedur Produksi Induk dipersyaratkan divalidasi sebelum mendapat
pengesahan untuk digunakan.
3) Catatan Produksi Bets
Terdiri dari Catatan Pengolahan Bets dan Catatan Pengemasan Bets, yang
merupakan reproduksi dari masing masing Prosedur Pengolahan Induk dan
Prosedur Pengemasan Induk, dan berisi semua data dan informasi yang
berkaitan dengan pelaksanaan produksi dari suatu bets produk. Kadang-kadang
pada Catatan Produksi Bets, prosedur yang tertera dalam Prosedur Produksi
Induk tidak lagi dicantumkan secara rinci.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
5
Universitas Indonesia
c. Dokumen Produksi Induk
Dokumen Produksi Induk yang disahkan secara formal hendaklah
mencakup nama, bentuk sediaan, kekuatan dan deskripsi produk, nama penyusun
dan bagiannya, nama pemeriksa serta daftar distribusi dokumen dan berisi hal
sebagai berikut:
1) Informasi bersifat umum yang menguraikan jenis bahan pengemas primer yang
harus digunakan atau aternatifnya, pernyataan mengenai stabilitas produk,
tindakan pengamanan selama penyimpanan dan tindakan pengamanan lain
yang harus dilakukan selama pengolahan dan pengemasan produk;
2) Komposisi atau formula produk untuk tiap satuan dosis dan untuk satu sampel
ukuran bets;
3) Daftar lengkap bahan awal, baik yang tidak akan berubah maupun yang akan
mengalami perubahan selama proses;
4) spesifikasi bahan awal;
5) daftar lengkap bahan pengemas;
6) Spesifikasi bahan pengemas primer;
7) Prosedur pengolahan dan pengemasan;
8) Daftar peralatan yang dapat digunakan untuk pengolahan dan pengemasan;
9) Pengawasan selama proses pengolahan dan pengemasan; dan
10) Masa edar/simpan.
d. Prosedur Pengolahan Induk
Prosedur Pengolahan Induk yang disahkan secara formal hendaklah
tersedia untuk tiap produk dan ukuran bets yang akan dibuat. Prosedur
Pengolahan Induk hendaklah mencakup:
1) Nama produk dengan kode referen produk yang merujuk pada spesifikasinya;
2) Deskripsi bentuk sediaan, kekuatan produk dan ukuran bets;
3) Daftar dari semua bahan awal yang harus digunakan, dengan menyebutkan
masing-masing jumlahnya, dinyatakan dengan menggunakan nama dan referen
(kode produk) yang khusus bagi bahan itu hendaklah dicantumkan apabila ada
bahan yang hilang selama proses;
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
6
Universitas Indonesia
4) Pernyataan mengenai hasil akhir yang diharapkan dengan batas penerimaan,
dan bila perlu, tiap hasil antara yang relevan;
5) Pernyataan mengenai lokasi pengolahan dan peralatan utama yang harus
digunakan;
6) Metode atau rujukan metode yang harus digunakan untuk mempersiapkan
peralatan kritis (misalnya pembersihan, perakitan, kalibrasi, sterilisasi);
7) Instruksi rinci tahap proses (misalnya pemeriksaan bahan, perlakuan awal,
urutan penambahan bahan, waktu pencampuran, dan suhu);
8) Instruksi untuk semua pengawasan selama proses dengan batas penerimaannya;
9) Bila perlu syarat penyimpanan produk ruahan termasuk wadah, pelabelan dan
kondisi penyimpanan khusus dan
10) Semua tindakan khusus yang harus diperhatikan.
e. Prosedur Pengemasan Induk
Prosedur Pengemasan Induk yang disahkan secara formal hendaklah
tersedia untuk tiap produk dan ukuran bets serta ukuran dan jenis kemasan.
Dokumen ini umumnya mencakup atau merujuk pada hal berikut:
1) Nama produk;
2) Deskripsi bentuk sediaan dan kekuatannya;
3) Ukuran kemasan yang dinyatakan dalam angka, berat atau volume produk
dalam wadah akhir;
4) Daftar lengkap semua bahan pengemas yang diperlukan untuk satu bets
standar, termasuk jumlah, ukuran dan jenis bersama kode atau nomor referen
yang berkaitan dengan spesifikasi tiap bahan pengemas;
5) Contoh atau reproduksi dari bahan pengemas cetak yang relevan dan spesimen
yang menunjukkan tempat untuk mencetak nomor bets dan tanggal daluwarsa
bets;
6) Tindakan khusus yang harus diperhatikan, termasuk pemeriksaan secara cermat
area dan peralatan untuk memastikan kesiapan jalur (line clearance) sebelum
kegiatan dimulai;
7) Uraian kegiatan pengemasan, termasuk segala kegiatan tambahan yang
signifikan serta peralatan yang harus digunakan;
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
7
Universitas Indonesia
8) Pengawasan selama proses yang rinci termasuk pengambilan sampel dan batas
penerimaan.
f. Catatan Pengolahan Bets
Catatan Pengolahan Bets hendaklah tersedia untuk tiap bets yang diolah.
Dokumen ini hendaklah dibuat berdasarkan bagian relevan dari Prosedur
Pengolahan Induk yang berlaku. Metode pembuatan catatan ini hendaklah
didesain untuk menghindarkan kesalahan transkripsi. Catatan hendaklah
mencantumkan nomor bets yang sedang dibuat. Sebelum suatu proses dimulai,
hendaklah dilakukan pemeriksaan yang dicatat, bahwa peralatan dan tempat kerja
telah bebas dari produk dan dokumen sebelumnya atau bahan yang tidak
diperlukan untuk pengolahan yang direncanakan, serta peralatan bersih dan sesuai
untuk penggunaannya.
g. Dokumen Catatan Pengemasan Bets
Catatan Pengemasan Bets hendaklah tersedia untuk tiap bets yang dikemas.
Dokumen ini hendaklah dibuat berdasarkan bagian relevan dari Prosedur
Pengemasan Induk yang berlaku dan metode pembuatan catatan ini, hendaklah
didesain untuk menghindari informasi kesalahan transkripsi. Catatan hendaklah
mencantumkan nomor bets dan jumlah produk jadi yang direncanakan akan
diperoleh. Sebelum suatu kegiatan pengemasan dimulai, hendaklah dilakukan
pemeriksaan yang dicatat, bahwa peralatan dan tempat kerja telah bebas dari
produk dan dokumen sebelumnya atau bahan yang tidak diperlukan untuk
pengemasan yang direncanakan, serta peralatan bersih dan sesuai untuk
penggunaannya.
h. Dokumen Prosedur dan Catatan Penerimaan
Hendaklah tersedia prosedur tertulis dan catatan penerimaan untuk tiap
pengiriman tiap bahan awal, bahan pengemas primer dan bahan pengemas cetak.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
8
Universitas Indonesia
i. Dokumen Pengambilan Sampel
Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengambilan sampel yang
mencakup personil yang diberi wewenang mengambil sampel, metode dan alat
yang harus digunakan, jumlah yang harus diambil dan segala tindakan
pengamanan yang harus diperhatikan untuk menghindarkan kontaminasi terhadap
bahan atau segala penurunan mutu.
j. Dokumen Pengujian
Hendaklah tersedia prosedur tertulis untuk pengujian bahan dan produk
yang diperoleh dari tiap tahap produksi yang menguraikan metode dan alat yang
harus digunakan. Pengujian yang dilaksanakan hendaklah dicatat.
Menurut Protap Penanganan Dokumen, jenis dokumen digolongkan ke dalam
2 kelompok :
a. Batch related document, antara lain:
1) PPI (Prosedur Pengolahan dan Pengemasan Induk).
2) Catatan Pengolahan/Pengemasan Bets.
3) Spesifikasi dan Catatan Hasil Pemeriksaan (CHP) bahan baku, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan dan obat jadi (termasuk
kromatogramnya dan sebagainya).
4) Raw data.
5) Test Method.
6) Protap.
7) Catatan Distribusi Obat.
b. Non Batch related document, antara lain:
1) Kualikasi dan validasi.
2) Penelitian terhadap Kegagalan (FIR = Failure Investigation Report).
3) Catatan Pembersihan dan Sanitasi.
4) Program Stabilitas.
5) Pengendalian Hama (Pest Control).
6) Audit.
7) Registrasi.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
9
Universitas Indonesia
8) Change Control.
9) Gambar teknik.
10) Pemeliharaan dan kalibrasi alat.
11) Penanganan keluhan, obat kembalian dan PKOJ.
12) Pemantauan lingkungan.
13) Log book.
14) Pelatihan Pegawai.
15) Technical agreement.
16) Dokumen lainnya.
Semua dokumen disetujui, ditandatangani oleh Industrial Quality &
Compliance (IQC) Manager dan diberi tanggal serta dilakukan pelatihan efektif
terhadap pelaksanaan prosedur/dokumen tersebut. Pencatatan dilakukan dan
dilengkapi pada saat operasi tersebut dilakukan.
Terdapat prosedur produksi induk untuk semua formula dan besar bets,
spesifikasi semua bahan yang digunakan, metode pengujian untuk semua
pengujian yang dilakukan dan prosedur tetap untuk semua kegiatan. Dokumen-
dokumen ini terkendali, sehingga ada suatu versi yang berlaku dan sesuai dengan
persyaratan yang berlaku baik internal maupun peraturan pemerintah setempat.
Modifikasi dokumen dilakukan melalui suatu prosedur change control
(pengendalian terhadap perubahan).
Salah satu kategori perubahan, menurut protap Pengendalian terhadap
Perubahan No. AO000-04/O, adalah perubahan bahan pengemas, perubahan
Master Recipe pada SAP, perubahan masa hidup (shelf life) produk, dan
perubahan-perubahan mendasar untuk protap (misalnya isi dari prosedur
pelaksanaan).
2.3 Dokumen Prosedur Pengolahan Induk (PPI) atau Master Batch
Manufacturing Record (MBMR) (Prosedur Tetap Pembuatan Master Recipe
dan Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk, 2010).
Prosedur Pengolahan Induk (Master Batch Manufacturing Record-
MBMR) dan Prosedur Pengemasan Induk (Master Batch Packaging Record-
MBPR) adalah suatu prosedur tetap khusus yang digunakan untuk kegiatan
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
10
Universitas Indonesia
pengolahan dan pengemasan obat dibuat berdasarkan Herstellungsvorschriften
(HV) atau Manufacturing Techniques atau Genral Manufacturing Instructions
(GMI) masing-masing dan divalidasi dengan peralatan yang dipakai pada besar
batch yang akan dibuat. Prosedur-prosedur tersebut dirancang bangun sedemikian
rupa sehingga fotokopinya, disamping dapat digunakan sebagai prosedur tetap,
juga dapat dipakai sebagai pencatatan pelaksana protap dan penandatanganan
(bukti pelaksana dan identitas pelaksana). Dalam pembuatan PPI juga
diperhatikan Master Recipe yang dibuat dalam SAP, seperti halnya PPI, Master
Recipe harus dibuat, diperiksa dan kemudian disetujui sebelum dipakai. Prosedur
Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk harus diberi nomor identitas
dan nomor versi sebagai identifikasinya.
Tujuan pembuatan Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan
Induk adalah Menyeragamkan rancang bangun dan cara penyampaian instruksi
serta pemberian nomor dan tanggal berlaku bagi Prosedur Pengolahan Induk dan
Prosedur Pengemasan Induk. Pembuatan revisi dan sirkulasi dokumen PPI ini
dilakukan oleh bagian produksi. PPI disimpan di bagian Quality Assurance (QA),
untuk setiap duplikasi/perbanyakan dari PPI harus dicatat di log book dan diberi
paraf pada tiap lembarnya.
PPI/MBMR terbagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
a. Kepala
Pada bagian ini berisi mengenai Nomor PPI, nomor produk, nomor
batch, besar batch, nomor pengolahan induk, tanggal dimulainya pengolahan,
tanggal pengolahan selesai, tanggal dan tanda tangan Quality Assurance (QA)
dan nama produk.
Bagian kepala ini terletak pada bagian paling atas pada setiap
lembar PPI/MBMR.
b. Dasar
Bagian dasar terletak pada setiap halaman PPI/MBMR dan posisi
paling bawah. Bagian ini berisi tanda tangan dan nama penyusun,
departement yang memeriksa dan manager yang menyetujui. Pada setiap
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
11
Universitas Indonesia
tanda tangan harus mencantumkan tanggal dimana orang yang bersangkutan
menandatangani dokumen tersebut.
c. Isi
Pada bagian ini berisi mengenai kegiatan tahapan produksi yang
dijelaskan secara mendetail dan menyeluruh. Penggunaan tata bahasa
dalam isi dari PPI tidak boleh menimbulkan makna ambigu. Pada setiap
proses yang terjadi harus ditandatangani oleh setiap operator yang
bersangkutan. Dan untuk setiap proses, ditempelkan bukti yang akurat
mengenai kegiatan proses tersebut (contoh: struk penimbangan, struk
LOD, dsb).
2.4 Penanganan Prosedur Pengolahan Induk (PPI)
a. Pembuatan PPI
1). Pembuatan atau revisi dan sirkulasi PPI dilakukan oleh bagian Produksi
2). Penyimpanan PPI asli disimpan di ruang Quality Assurance (QA) dan setiap
peminjaman dan fotokopi harus dengan izin Quality Assurance (QA) supervisor.
Dokumen tersebut harus dicatat pada buku catatan pemakaian PPI.
b. Reproduksi PPI
1). Setelah jadwal mingguan Produksi diperoleh, maka penggandaan PPI
dilakukan oleh Production di QA Unit dan di bawah pengawasan QA Unit.
2). Catat juga nomor produk, versi PPI, nama produk, nomor batch dan jumlah
yang difotokopi pada buku PPI
3). Hasil fotokopi diperiksa serta diberi paraf dan tanggal oleh QA pada halaman
pertama sedangkan halaman berikutnya hanya diberi paraf.
4). Bagian produksi akan mengambil fotokopi PPI yang telah disetujui dengan
menggunakan buku catatan pemakaian PPI.
c. Pemusnahan PPI yang tidak berlaku
1). PPI yang tidak berlaku dipisahkan dari yang tidak berlaku
2). PPI yang tidak berlaku disimpan selama 6 tahun waktu revisi PPI
produk tersebut tidak dibuat lagi.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
12
Universitas Indonesia
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
12 Universitas Indonesia
BAB 3PELAKSANAAN TUGAS KHUSUS
Tugas khusus ”Revisi dan Peninjauan Ulang Prosedur Pengolahan Induk
(PPI)” dilakukan selama bulan Juli- Agustus selama melakukan Kerja Praktek di
PT Aventis Pharma, Jakarta. Tugas ini bertujuan untuk menjaga keseragaman dan
kualitas produk yang dihasilkan dari waktu ke waktu sesuai dengan Pedoman Cara
Pembuatan Obat Yang Baik 2006, yaitu dokumen hendaklah dikaji ulang secara
berkala dan dijaga agar selalu up to date. Tahapan melakukan Revisi dan
Peninjauan Ulang Prosedur Pengolahan Induk (PPI) :
3.1 Pemeriksaan Kesesuaian dengan PPI Edisi Sebelumnya
PPI yang akan direvisi dan dilakukan peninjauan ulang diperiksa secara
manual dengan mencocokkan dengan PPI edisi sebelumnya.
3.2 Pemisahan Bagian Formulasi produk
Formulasi produk yang terdapat di dalam PPI di pisahkan dengan cara di
buat pada halaman tersendiri.
3.3 Peninjauan Kembali Terhadap Hasil Revisi PPI
Peninjauan kembali secara manual hasil revisi PPI yang telah di koreksi
oleh Departemen Produksi dan QA Unit dan disesuaikan PPI sebelumnya. PPI
yang ditinjau kembali hasil revisinya terdiri dari enam puluh tiga produk PT.
Aventis Pharma. Hal-Hal yang yang mengalami perubahan pada hasil revisi
tersebut diantaranya :
a. Nama Bahan Baku adalah nama bahan yang digunakan pada dokumen
baku yaitu Product Master List
b. Nomor yang menunjukkan nomor material produk
c. Jumlah dibutuhkan adalah jumlah yang diperlukan secara teoritis, dimana
produk ruahan dianggap 100% diperoleh.
d. Pada bagian penyusun, pemeriksa, dan yang menyetujui dokumen
Prosedur Pengolahan Induk (PPI)
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
13 Universitas Indonesia
BAB 4PEMBAHASAN
Prosedur Pengolahan Induk (PPI) merupakan protap khusus yang
digunakan dalam kegiatan pengolahan. Salah satu bagian dari rancang bangun PPI
adalah “isi” yang mencantumkan instruksi-instruksi persiapan dan pelaksanaan
pengolahan. Seiring dengan dijalankannya instruksi pada PPI, petugas yang
bertanggung jawab dalam mengisi PPI melakukan pencatatan pada tempat yang
tersedia di halaman PPI, sesuai dengan instruksi yang ada. Instruksi-instruksi yang
berupa pengoperasian alat, pengujian, serta pembersihan dilakukan oleh operator.
Bila instruksi mudah dicerna, maka instruksi dapat dijalankan sesuai dengan yang
diharapkan, sehingga proses pengolahan berlangsung sebagaimana mestinya, dan
dapat dihasilkan produk jadi yang memenuhi kriteria kualitas.
Serangkaian instruksi dalam PPI sangat mempengaruhi keberhasilan
persiapan maupun pelaksanaan pengolahan. Penyampaian instruksi yang mudah
dipahami dalam PPI akan membantu petugas dalam mengisi PPI serta
mendelegasikan tugas kepada operator-operator terkait. Karena itu perlu
dilakukan pengkajian dan revisi terhadap PPI, terkait dengan kemudahan dalam
memahami instruksi dalam PPI, yang dapat berdampak pada kemudahan dalam
mengisi PPI, dan pelaksanaan pengisian PPI di lapangan, serta juga untuk
menjaga keseragaman dan kualitas produk yang dihasilkan dari waktu ke waktu
Tugas khusus pada divisi Quality Assurance di PT. Aventis Pharma kali
ini adalah melakukan Revisi dan Peninjauan ulang Dokumen Prosedur
Pengolahan Induk (PPI) atau Master Batch Manufacturing Record (MBPR). Hal
ini dilakukan berdasarkan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik 2006, yaitu
bahwa dokumen hendaklah dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up
to date. Bila suatu dokumen direvisi, hendaklah dijalankan suatu sistem untuk
menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku secara tidak
sengaja. Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen
harus ditandatangani dan diberi tanggal. Perubahan yang ada harus tetap
memungkinkan pembacaan informasi semula, dan jika perlu alasan perubahan
hendaklah dicatat dan pencatatan harus dibuat atau dilengkapi pada tiap langkah
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
14
Universitas Indonesia
yang dilakukan dan sedemikian rupa sehingga semua aktivitas yang signifikan
mengenai pembuatan obat dapat ditelusuri.
Pembuatan atau revisi dan sirkulasi PPI di PT. Aventis Pharma dilakukan
oleh bagian produksi untuk kemudian dikaji oleh bagian pemastian mutu.
Program revisi PPI yang dilakukan oleh PT. Aventis Pharma kali ini adalah
perubahan format yaitu pada bagian formulasi produk dipisahkan yaitu dibuat
pada halaman tersendiri, perubahan pada bagian penyusun, pemeriksa dan yang
menyetujui prosedur pengolahan induk (PPI), perubahan ini dilakukan terhadap
semua produk PT. Aventis Pharma, selain itu juga dilakukan perubahan terhadap
besar batch produk dan perubahan nomor material produk, dan perubahan tesebut
tidak dilakukan pada semua produk tetapi hanya pada produk tertentu.
Peninjauan kembali terhadap revisi Prosedur Pengolahan Induk (PPI) pada
PT. Aventis Pharma dapat disimpulkan telah sesuai dengan CPOB yang berlaku
berdasarkan petunjuk operasional cara pembuatan obat yang baik, yaitu dokumen
Prosedur Pengolahan Induk (PPI) PT. Aventis Pharma ditinjau ulang secara
berkala dan dilakukan perbaikan jika ada perubahan yang diperlukan, serta dijaga
agar selalu aktual. Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada PPI
ditandatangani dan diberi tanggal dan setiap terjadi perubahan pada PPI selalu
dibuat alasan perubahan yang ditulis pada bagian sejarah pada PPI.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
15 Universitas Indonesia
BAB 5KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Revisi dan peninjauan ulang terhadap hasil perubahan dari Prosedur
Pengolahan Induk (PPI) telah dilakukan dan telah sesuai dengan pedoman
Cara Pembuatan Obat yang Baik 2006.
5.1.2 Tujuan dilakukan revisi terhadap dokumen Prosedur Pengolahan Induk
yaitu menjaga keseragaman dan kualitas produk yang dihasilkan dari
waktu ke waktu sesuai dengan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik
2006.
5.2 Saran
PT. Aventis Pharma supaya mempertahankan kinerja yang telah sesuai
dengan CPOB yang berlaku yaitu dengan selalu meng- up date dokumen Prosedur
Pengolahan Induk (PPI) sesuai dengan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik
2006.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
16 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Aventis Pharma. (2010). Prosedur Tetap Pembuatan Master Recipe dan ProsedurPengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk Nomor AG000-03/L.Jakarta : Aventis Pharma
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2006). Pedoman Cara Pembuatan Obatyang Baik. Edisi 2006. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan MenteriKesehatan Republik Indonesia No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentangKetentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha IndustriFarmasi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Laporan praktek ..., Iin Marlin Simiati, FFar UI, 2013
Recommended