View
253
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT DEXA MEDICA
JL. LETJEN BAMBANG UTOYO NO 138, PALEMBANGPERIODE 02 APRIL – 31 MEI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
SETIAWAN, S.Farm.1206313715
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJUNI2013
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDI PT DEXA MEDICA
JL. LETJEN BAMBANG UTOYO NO 138, PALEMBANGPERIODE 02 APRIL – 31 MEI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKERDiajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
SETIAWAN, S.Farm.1206313715
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJUNI2013
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
iii
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang senantiasa mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT Dexa Medica pada
periode 02 April – 31 Mei 2013. Kegiatan PKPA bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman mahasiswa dan mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama
perkuliahan.
Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menempuh
ujian akhir Apoteker pada Fakultas Farmasi UI. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan laporan ini, yaitu kepada:
1. Bapak Gunawan Lukman selaku Operation Director PT Dexa Medica yang
telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker;
2. Bapak Effendi, S.Si., Apt, selaku Pembimbing yang telah memberikan
kesempatan, bimbingan dan pengarahan selama PKPA dan penyusunan laporan
PKPA;
3. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI;
4. Dr. Harmita, Apt. selaku ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia yang selalu sabar membimbing, memberi saran, dan
mendukung penulis;
5. Dr. Hayun, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang selalu sabar
membimbing, memberi saran, dan mendukung penulis;
6. Seluruh staf dan karyawan PT Dexa Medica atas segala keramahan,
pengarahan, dan bantuan selama penulis melaksanakan PKPA;
7. Seluruh dosen pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi UI yang telah membantu kelancaran dalam perkuliahan dan
penyusunan laporan ini;
8. Keluarga tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran,
dorongan, semangat, dan doa yang tidak henti-hentinya;
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
v
9. Teman-teman Apoteker Angkatan 76 Fakultas Farmasi UI atas dukungan dan
kerjasama selama ini;
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah turut
serta membantu selama penyusunan laporan ini.
Penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan dalam penulisan laporan ini. Semoga laporan PKPA ini dapat
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam dunia farmasi
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Penulis
2013
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
vi
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL iHALAMAN PENGESAHAN iiKATA PENGANTAR iiiDAFTAR ISI vDAFTAR GAMBAR viiDAFTAR TABEL viiiDAFTAR LAMPIRAN ix
1 PENDAHULUAN 11.1. Latar Belakang 11.2. Tujuan 3
2 TINJAUAN UMUM 42.1. Industri Farmasi ..................................................................................... 42.2. Cara Pembuatan Obat yang Baik ........................................................... 10
3 TINJAUAN KHUSUS 173.1. Sejarah dan Perkembangan PT. Dexa Medica 173.2. Visi dan Misi 193.3. Logo PT. Dexa Medica 193.4. Lokasi dan Bangunan 203.5. Departemen Produksi 203.6. Departemen Quality 263.7. Sistem, Audit dan Dokumentasi 363.8. Keselamatan Kerja dan Kesehatan Lingkungan 383.9. Departemen Supply Chain 413.10. Departemen Teknik 47
4. PEMBAHASAN 524.1 Manajemen Mutu 524.2 Personalia 544.3 Bangunan dan Fasilitas 554.4 Peralatan 564.5 Sanitasi dan Hygiene 594.6 Produksi 604.7 Pengawasan Mutu 644.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu 654.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali dan
Produk Kembalian 664.10 Dokumentasi 674.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak 684.12 Kualifikasi dan Validasi 68
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
viii
5. KESIMPULAN DAN SARAN 705.1 Kesimpulan 705.2 Saran 70
DAFTAR PUSTAKA 71
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Logo PT. Dexa Medica.................................................................. 19
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
x
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kondisi Penyimpanan pada Uji Stabilitas........................................ 35Tabel 3.2 Parameter Pengujian Sediaan Obat .................................................. 35
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
xi
LAMPIRAN
Lampiran 1 Instalasi Sistem HVAC pada Gedung Produksi Reguler............... 72Lampiran 2 Instalasi Sistem HVAC pada Gedung Produksi Sefalosporin ....... 73Lampiran 3 Instalasi Sistem Pengolahan Air. ................................................... 74Lampiran 4 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). ..................................... 75Lampiran 5 Sistem Dust Collector .................................................................... 76
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu aspek yang dilihat dalam kemajuan suatu negara adalah derajat
kesehatan masyarakat. Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 36
tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah
satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Demi terwujudnya
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, penting diusahakan pembangunan
kesehatan yang paripurna. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis
Peningkatan kesejahteran masyarakat dalam bidang kesehatan tidak
terlepas dari ketersediaan obat di lingkungan masyarakat. Ketersediaan obat ini
erat kaitannya dengan produsen obat. Industri farmasi sebagai produsen obat
memegang peranan yang penting dalam mewujudkan pembangunan kesehatan
yang paripurna. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, Industri farmasi sebagai
badan hukum yang secara legal dapat melakukan seluruh tahapan kegiatan
membuat obat atau bahan obat, dimana kegiatan yang termasuk dalam tahapan
membuat obat meliputi pengadaan bahan baku, bahan pengemas, produksi,
pengemasan, pengawasan mutu dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk
didistribusikan.
Obat yang dibuat dalam suatu industri farmasi hendaklah berkhasiat,
aman, dan terjamin mutunya. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
yang dikeluarkan oleh pemerintah hendaklah ditaati dan dijalankan oleh setiap
industri farmasi. Mutu harus dibentuk kedalam suatu produk untuk menjamin
konsumen menerima produk tersebut dengan mutu yang tinggi sesuai tujuan
penggunaannya, sehingga perlu diterapkan pengendalian menyeluruh (Total
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
2
Universitas Indonesia
Quality Management). Tidaklah cukup produk jadi hanya sekedar lulus
serangkaian pengujian, tetapi yang lebih penting adalah bahwa mutu obat
tergantung pada bahan awal, bakan pengemas, proses produksi dan pengendalian
mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat (BPOM, 2006).
Sebagaimana seperti namanya, industri farmasi memerlukan tenaga ahli
dalam bidang kefarmasian dalam menjalankan kegiatannya, dalam hal ini
apoteker. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, dasar dari pekerjaan kefarmasikan yang dilakukan oleh
seorang apoteker mencakup pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan,
keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan pasien atau masyarakat yang
berkaitan dengan Sediaan Farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan
keamanan, mutu, dan kemanfaatan. Untuk dapat mengerjakan pekerjaan
kefarmasian dengan baik, seorang apoteker memerlukan kompetensi yang cukup
dalam bidang penjaminan mutu obat. Oleh karena itu, diperlukan pendidikan dan
pelatihan yang memadai dalam mendidik calon apoteker. Salah satu hal yang
dapat dilakukan dalam peningkatan kompetensi calon apoteker berupa Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dalam berbagai institusi terkait, seperti
Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan,
Apotek, Industri Farmasi, Pabrik Besar Farmasi, Rumah Sakit, maupun Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
PT Dexa Medica sebagai salah satu industri farmasi terbesar di Indonesia
telah menerapkan CPOB dan sistem penjaminan mutu pada semua aspek yang
terkait dalam produksi obat. PT Dexa Medica juga memberikan dukungan penuh
terhadap program pembangunan kesehatan yang paripurna di Indonesia melalui
pemberian kesempatan kepada calon apoteker untuk melaksanakan PKPA sebagai
sarana pengembangan kompetensi. Melalui program ini, diharapkan calon
apoteker yang melaksanakan PKPA di PT Dexa Medica mampu meningkatkan
kompetensi dalam bidang penjaminan mutu obat.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
3
Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah :
a. Memahami gambaran umum kegiatan di PT Dexa Medica.
b. Memahami penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) di
industri farmasi, tepatnya di PT Dexa Medica.
c. Memahami peran apoteker dalam industri farmasi, terutama dalam bagian
pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
4 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Industri Farmasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI)
Nomor 1779/MENEKS/PER/XII/2010, industri farmasi marupakan suatu badan
usaha yang memiliki izin dari Menteri kesehatan untuk melakukan kegiatan
pembuatan obat atau bahan obat. Suatu industri farmasi dapat membuat obat baik
pada semua tahap pembuatan obat maupun hanya sebagian tahapannya saja.
Fungsi dari industri farmasi mencakup pembuatan obat dan/atau bahan obat,
pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan terhadap ilmu
pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi farmasi.
Peraturan tersebut juga mengatur perizinan suatu industri farmasi. Adapun
persyaratan dalam memperoleh izin usaha industri farmasi meliputi, (1) industri
farmasi harus berbentuk badan usaha berupa perseroan terbatas, (2) memiliki
rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat, (3) memiliki nomor pokok wajib
pajak, (4) secara tetap memiliki paling sedikit tiga orang apoteker warga negara
Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi
dan pengawasan mutu, serta (5) komisaris dan direksi tidak pernah terlibat baik
langsung maupun tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-
undangan di bidang kefarmasian.
Selain hal-hal tersebut di atas, untuk memperoleh izin industri farmasi
diperlukan persetujuan prinsip, dimana permohonan persetujuan prinsip diajukan
secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
(Dirjen Binfar-alkes). Persetujuan prinsip diberikan oleh Dirjen Binfar-alkes
setelah pemohon mendapatkan persetujuan rencana induk pembangunan dari
kepala badan POM. Apabila persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat
langsung melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan, dan
instalasi peralatan, termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap industri farmasi wajib memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB). Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan adanya
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
5
Universitas Indonesia
sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama lima tahun sepanjang memenuhi
persyaratan. Setiap industri farmasi wajib menjalankan fungsi farmakovigilans
yaitu seluruh kegiatan tentang pendeteksian, penilaian, pemahaman, dan
pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat.
Implementasi dari farmakovigilans pada industri farmasi adalah berupa tindakan
pelaporan kepara kepala badan apabila ditemukan bahan obat dan/atau obat hasil
produksi industri tersebut yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat,
atau mutu. Industri farmasi wajib melapor jika terdapat perubahan yang signifikan
terhadap pemenuhan CPOB yang terjadi pada industri farmasi kepada BPOM
untuk disetujui. Perubahan yang dapat terjadi mencakup perubahan kapasitas
produksi atau perubahan lokasi produksi.
Proses pengawasan terhadap industri farmasi dilakukan oleh badan POM.
Badan POM dapat melakukan pemeriksaan dalam rangka memeriksa, meneliti,
dan mengambil contoh segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembuatan,
penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan obat dan bahan obat pada tempat
yang diduga digunakan dalam kegiatan tersebut. Badan POM juga berhak
membuka dan meneliti kemasan dari obat dan bahan obat, memeriksa dokumen
atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kegiatan pembuatan,
penyimpangan, pengangkutan, dan perdagangan obat dan/atau bahan obat
termasuk menggandakan atau mengutip keterangan tersebut, dan/atau mengambil
gambar seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang digunakan dalam
melaksanakan kegiatan produksi dan distribusi.
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
Cara pembuaan obat yang baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat
yang dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dan sesuai
dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh merupakan
hal yang sangat essensial untuk menjamin bahwa konsumen menggunakan obat
yang bermutu tinggi. Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi
produk yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa atau memulihkan kesehatan
(BPOM, 2006).
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
6
Universitas Indonesia
Mutu merupakan suatu hal yang harus dibentuk ke dalam produk, bukan
hanya merupakan hasil dari serangkaian uji. Mutu obat tergantung pada bahan
awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan,
peralatan yang dipakai, dan personalia yang terlibat. Pemastian mutu obat tidak
hanya mengandalkan pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun obat hendaklah
dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau secara ketat. Oleh karena
itu, ruang lingkup dari CPOB memperhatikan alur produksi mulai dari awal
hingga akhir produksi dengan cakupan manajemen mutu, pemastian mutu,
pengawasan mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan
hygiene, produksi, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap
produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi,
pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi
(BPOM, 2006).
2.2.1 Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen
izin edar, dan tidak mengandung risiko yang membahayakan penggunanya.
Dengan kata lain, produk yang dihasilkan harus efektif, aman, dan berkualitas.
Manajemen bertanggung jawab atas tercapainya tujuan tersebut melalui
manajemen mutu yang memerlukan komitmen tinggi dan partisipasi penuh dari
semua jajaran pimpinan dan semua departemen di dalam perusahaan. Untuk
mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan maka diperlukan
manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar.
Unsur dasar dari manajemen mutu adalah suatu infrastruktur atau sistem mutu
yang tepat, mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya, serta
tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut dengan
pemastian mutu (BPOM, 2006).
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
7
Universitas Indonesia
2.2.2 Pemastian Mutu
Pemastian mutu merupakan konsep yang luas dan mencakup semua hal,
baik secara tesendiri maupun secara kolektif, yang memenuhi mutu obat yang
dihasilkan. Pemastian mutu adalah keseluruhan pengaturan yang dibuat dengan
tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan
tujuan penggunaannya. Semua bagian pada pemastian mutu hendaklah didukung
dengan tersedianya personil yang kompeten, bangunan, sarana, dan peralatan yang
cukup dan memadai (BPOM, 2006). Sistem pemastian mutu yang benar dan tepat
bagi industri farmasi hendaklah memastikan bahwa:
a. Desain dan pengembangan obat dilakukan dengan cara yang
memperhatikan persyaratan CPOB dan Cara Berlaboratorium yang baik.
b. Semua langkah produksi dan pengendalian diuraikan secara jelas dalam
prosedur operasional.
c. Tanggung jawab manajerial diuraikan dengan jelas dalam uraian jabatan.
d. Pengaturan disiapkan untuk pembuatan, pasokan dan penggunaan bahan
awal dan pengemas yang benar.
e. Semua pengawasan terhadap dokumen yang terkait dengan proses
pengemasan dan pengujian bets dilakukan sebelum memberikan
pengesahan untuk distribusi.
f. Obat tidak dijual atau dipasok sebelum kepala bagian manajemen mutu
menyatakan bahwa tiap bets produksi dibuat dan dikendalikan sesuai
dengan persyaratan yang tercantum dalam izin edar dan peraturan lain
yang terkait dengan aspek produksi, pengawasan mutu, dan pelulusan
produk.
g. Tersedia pengaturan yang memadai untuk memastikan bahwa sedapat
mungkin produk disimpan, didistribuskan, dan selanjutnya ditangani
sedemikian rupa agar mutu tetap dijaga selama masa edar.
h. Tersedia prosedur inspeksi diri dan/atau audit mutu yang secara berkala
mengevaluasi efektivitas dan penerapan sistem pemastian mutu.
i. Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk
memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditentukan perusahaan.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
8
Universitas Indonesia
j. Penyimpangan dilaporkan, diselidiki dan dicatat, tersedia sistem
persetujuan terhadap perubahan yang berdampak terhadap mutu produk,
serta prosedur pengolahan ulang dievaluasi dan disetujui.
k. Evaluasi mutu produk berkala dilakukan untuk verifikasi konsistensi
proses dan memastikan perbaikan proses yang berkesinambungan.
2.2.3 Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi,
dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang
relevan dan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak
digunakan dalam produksi serta produk jadi tidak dipasarkan sebelum mutunya
dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi hendaklah
mempunyai satuan tugas pengawasan mutu. Fungsi ini hendaknya independen
dari bagian lain. Sumber daya yang memadai hendaknya tersedia untuk
memastikan bahwa semua fungsi pengawasan mutu dapat dilaksanakan secara
efektif dan dapat diandalkan (BPOM, 2006). Persyaratan dasar dari pengawasan
mutu adalah:
a. Sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan prosedur
yang disetuji tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan
pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi, dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan
tujuan CPOB.
b. Pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk anatra, produk
ruahan, dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang
disetujui oleh pengawasan mutu.
c. Metode pengujian disiapkan dan divalidasi.
d. Produk jadi berisi zat aktif dengan kualitatif dan kuantitatif sesuai yang
disetujui pada saat pendaftaran dengan derajat kemurnian yang
disyaratkan, dikemas dalam wadah yang sesuai, dan dilabel dengan benar.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
9
Universitas Indonesia
e. Dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi secara formal
dinilai dan dibandingkan terhadap spesifikasi.
f. Sampel pertinggal dari bahan awal dan produk disimpan dalam jumlah
yang cukup untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu.
Bangunan dan peralatan hendaklah didesain dan dilengkapi secara
memadai sehingga dapat melaksanakan kegiatan terkait. Selain itu, hendaklah
disediakan sarana terkait penanganan limbah. Laboratorium hendaklah terpisah
secara fisik dari ruang produksi. Laboratorium kimia, laboratorium mikrobiologi
dan biologi hendaknya terpisah satu sama lain. Ruangan terpisah terhadap
instrumen mungkin diperlukan untuk memberikan perlindungan terhadap
interferensi elektris, getaran, dan kelembaban yang berlebih serta pengaruh lain
(BPOM, 2006).
Tiap personil yang bertugas melakukan supervisi atau kegiatan
laboratorium hendaknya memiliki pendidikan, mendapat pelatihan, dan memiliki
pengalaman yang sesuai untuk memungkinkan pelaksanaan tugas dengan baik.
Pereaksi dan media pembenihan yang dibuat dalam laboratorium hendaknya
dibuat dengan mengikuti prosedur yang benar dan diberi label yang sesuai. Baik
kontrol positif maupun kontrol negatif perlu dilakukan untuk memastikan
kesesuaian media pembenihan. Baku pembanding hendaklah digunakan sesuai
tujuannya dan disimpan serta ditangani secara tepat (BPOM, 2006).
2.2.4 Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu,
industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan kegiatannya. Tiap
personil hendaknya memahami tanggungjawab masing-masing dan dicatat.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan
awal dan berkesinambungan termasuk instruksi mengenai hygiene yang berkaitan
dengan pekerjaan (BPOM, 2006).
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
10
Universitas Indonesia
Personil kunci dalam industri farmasi hendaklah terkualifikasi dan
memiliki pengalaman praktis dalam jumlah yang memadai. Personil kunci
mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu, kepala
bagian manajemen mutu (BPOM, 2006).
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil
yang karena tugasnya harus berada dalam area produksi, gudang penyimpanan
atau laboratorium, dan bagi personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada
mutu produk. Disamping pelatihan dasar dalam teori dan praktek CPOB, personil
baru hendaknya mendapat pelatihan yang sesuai dengan tugas yang diberikan.
Pelatihan berkesinambungan hendaknya juga diberikan, dan efektifitas
penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia program
pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing. Catatan pelatihan
hendaknya disimpan (BPOM, 2006).
2.2.5 Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain
konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat
dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan
desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya
kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan yang lain, dan memudahkan
pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran
silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan
mutu obat (BPOM, 2006).
Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindari
pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah,
air, serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak
sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran
tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat. Bangunan
serta fasilitas dibersihkan dan perlu didisinfeksi sesuai prosedur tertulis yang
rinci. Catatan pembersihan dan disinfeksi hendaklah disimpan. Seluruh bangunan
dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor,
dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
11
Universitas Indonesia
rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki bila perlu.
Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati
agar kegiatan tersebut tidak mempengaruhi mutu obat pasokan (BPOM, 2006).
Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban, dan ventilasi
hendaklah tepat agar tidak mengakibatkan dampak yang merugikan baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap produk selama proses pembuatan dan
penyimpanan atau terhadap ketepatan/ketelitian fungsi peralatan. Desain dan tata
letak ruangan hendaknya memastikan kompatibilitas dengan kegiatan produksi
lain yang mungkin dilakukan dalam sarana yang sama atau sarana yang
berdampingan dan pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu
lintas umum bagi personil dan bahan/produk, atau sebagai tempat penyimpanan
bahan/produk selain yang sedang diproses. Fasilitas dalam industri farmasi
setidaknya memiliki area penimbangan, area produksi, area penyimpanan, area
pengawasan mutu, dan sarana pendukung seperti toilet, kantin, tempat ibadah,
kantor, ruang pertemuan dan sebagainya (BPOM, 2006).
2.2.6 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan
tepat agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan
untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Peralatan hendaknya didesain
dan dikonstruksikan sesuai dengan tujuannya. Peralatan tidak boleh berdampak
buruk terhadap produk. Peralatan hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga
mudah dibersihkan sesuai prosedur yang ditetapkan. Peralatan untuk mencuci dan
pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar tidak mejadi sumber pencemar
(BPOM, 2006).
Hendaklah tersedia alat ukur dengan ketelitian yang tepat untuk proses
produksi dan pengawasan. Peralatan yang digunakan untuk menimbang,
mengukur, memeriksa, dan mencatat hendaknya diperiksa kecepatannya dan
dikalibrasi sesuai program dan prosedur yang ditetapkan. Hasil pemeriksaan dan
kalibrasi hendaklah dicatat dan disimpan dengan baik. Pipa air suling, air
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
12
Universitas Indonesia
deionisasi dan bila pipa air lain untuk produksi hendaklah disanitasi sesuai
prosedur tertulis (BPOM, 2006).
Peralatan hendaknya dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi
atau pencemaran yang dapat mempengaruhi identitas, mutu ,atau kemurnian
produk. Kegiatan perawatan hendaknya tidak menimbulkan resiko terhadap
produk. Pelaksanaan perawatan dan pemakaian hendaknya dicatat dalam log alat
(BPOM, 2006).
2.2.7 Sanitasi dan Hygiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan hygiene meliputi personil,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan
segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber
pencemaran potensial dapat dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan
hygiene yang menyeluruh dan terpadu. Prosedur hygiene perorangan termasuk
persyaratan untuk menggunakan pakaian pelindung hendaklah diberlakukan bagi
semua personil yang memasuki area produksi, baik karyawan purna waktu,
karyawan paruh waktu, atau bukan karyawan yang berada diarea pabrik misalnya,
karyawan kontraktor, pengunjung, manajemen senior dan inspektur. Semua
personil hendaknya menjalani pemeriksaan kesehatan pada saat direkrut (BPOM,
2006).
Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan
dikonstruksikan dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Hendaklah
tersedia dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan ventilasi yang baik dan
tempat cuci bagi personil dimana letaknya mudah diakses dari sarana produksi.
Setelah digunakan peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian dalam maupun
bagian luar sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan serta dijaga dan
disimpan dalam kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum dipakai, kebersihannya
diperiksa untuk memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets
sebelumnya telah dihilangkan(BPOM,2006).
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
13
Universitas Indonesia
2.2.8 Produksi
Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan
dan memenuhi ketentuan CPOB untuk menjamin produk yang dihasilkan
memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi
dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Penanganan bahan dan
produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel,
penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan, dan distribusi
hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis. Seluruh bahan
yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya dengan
pemesanan. Bahan yang diterima dan produk jadi hendaknya dikarantina secara
fisik atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan
lulus untuk pemakaian atau distribusi (BPOM, 2006).
Produk antara dan produk ruahan yang diterima hendaklah ditangai seperti
penerimaan bahan awal. Pemeriksaan jumlah hasil nyata dan rekonsiliasinya
hendaklah dilakukan sedemikian rupa untuk memastikan tidak ada penyimpangan
dari batas yang telah ditetapkan. Pengolahan produk yang berbeda hendaklah
tidak dilakukan secara bersamaan atau bergantian dalam ruang yang sama,
kecuali tidak ada risiko terjadinya campur baur ataupun kontaminasi silang.
Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin
produksi, dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaknya diberi label atau
penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan bila ada, dan
nomor bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahapan
proses produksi (BPOM, 2006).
2.2.9 Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program
inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Inspeksi diri hendaknya dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang
kompeten dari perusahaan. Selain itu, dapat pula digunakan jasa auditor luar yang
independen. Inspeksi diri hendaknya dilakukan dengan rutin dan, disamping itu,
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
14
Universitas Indonesia
ada situasi khusus misalnya dalam hal terjadinya penarikan kembali obat jadi atau
terjadinya penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan
hendaklah dilaksanakan (BPOM, 2006).
Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaknya didokumentasikan dan
dibuat program tindak lanjut yang efektif. Cakupan dan frekuensi inspeksi diri.
Inspeksi diri dapat dilakukan per bagian sesuai dengan kebutuhan perusahaan
namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaklah dilakukan minimal satu tahun
sekali. Frekuensi inspeksi diri hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi
diri. Laporan inspeksi diri hendaklah dibuat segera setelah selesai dilaksanakan
laporan tersebut mencakup hasil inspeksi diri, evaluasi, serta kesimpulan dan
saran tindakan perbaikan. Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap
inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian sebagian dari
manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu
juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak (BPOM, 2006).
2.2.10 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk atauProduk Kembalian
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat sebaiknya dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur
tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu
sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga
cacat dari peredaran secara cepat dan efektif (BPOM, 2006).
Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu
atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran. Penarikan
kembali produk dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila
ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta beresiko terhadap
kesehatan. Penarikan kembali produk dari peredaran dapat mengakibatkan
penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut. Produk kembalian adalah
obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi
karena keluhan mengenai kerusakan, kadaluwarsa, atau alasan lain misalnya
kondisi wadah atau kemasan yang menimbulkan keraguan akan identitas, mutu,
jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan (BPOM, 2006).
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
15
Universitas Indonesia
2.2.11 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem manajemen informasi.
Dokumentasi yang baik merupakan bagian essensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas bersifat fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil resiko terjadi multi-tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul
karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen produksi
induk/formula pmebuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan, dan catatan
harus bebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis (BPOM, 2006).
2.2.12 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara
jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak
harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan setiap bets produk untuk
diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu
(BPOM, 2006).
Hendaklah dibuat kontrak tertulis yang meliputi pembuatan dan/atau
analisis obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. Pemberi
kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi penerima kontrak dalam
melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan memastikan bahwa
setiap prinsip dan pedoman CPOB dipenuhi. Pemberi kontrak hendaklah
memastikan bahwa semua produk yang diproses dan bahan yang dikirim oleh
penerima kontrak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan atau produk telah
diluluskan oleh kepala bagian manajemen mutu (BPOM, 2006).
Penerima kontrak harus mempunyai gudang, peralatan yang cukup,
pengetahuan dan pengalaman, dan personil yang kompeten untuk melakukan
pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kontrak dengan memuaskan. Pembuatan
obat berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
16
Universitas Indonesia
memiliki sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh otoritas pengawas obat (BPOM,
2006).
2.2.13 Kualifikasi dan Validasi
CPOB mempersyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi
yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan
yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang
dapat mempengaruhi mutu produk sebaiknya divalidasi. Pendekatan dengan
kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan
validasi (BPOM, 2006).
Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program
validasi dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk
Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV merupakan dokumen yang singkat,
tepat dan jelas. RIV mencakup sekurang-kurangnya kebijakan validasi, struktur
organisasi kegiatan validasi, ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang
akan divalidasi, format dokumen, format protokol dan laporan validasi,
perencanaan dan jadwal pelaksanaan, pengendalian perubahan, dan acuan
dokumen yang digunakan (BPOM, 2006).
Protokol validasi tertulis hendaknya dibuat untuk merinci kualifikasi dan
validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaknya dikaji dan disetujui oleh kepala
bagian manajemen mutu. Protokol validasi hendaklah merinci langkah kritis dan
kriteria penerimaan. Hendaklah dibuat laporan yang mengacu pada protokol
kualifikasi dan/atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang diperoleh,
tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan, dan rekomendasi
perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol
hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai. Setiap kualifikasi
yang selesai dilaksanakan hendaknya diberikan persetujuan tertulis untuk dapat
melaksanakan tahap kualifikasi dan validasi selanjutnya (BPOM, 2006).
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
5
17 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
3.1 Sejarah dan Perkembangan PT. Dexa Medica
PT. Dexa Medica berdiri pada tahun 1969 di kota Palembang, Sumatra
Selatan, dengan komitmen awal untuk memenuhi kebutuhan obat di Palembang
dan daerah sekitarnya. Dipicu oleh masih sedikitnya persediaan obat, Bapak Drs.
Rudy Soetikno, Apt. yang pada awalnya lebih memilih mengabdi pada dunia
militer, merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu sesuai dengan latar belakang
pendidikannya. Bersama beberapa temannya, beliau mulai memproduksi tablet -
tablet sederhana di apotek yang mereka bangun bersama. Inilah awal mula
berdirinya Dexa Medica.
Permintaan obat semakin meningkat seiring dengan berjalannya waktu.
Pada tahun 1975, produk Dexa telah tersebar di seluruh Sumatra. Berbekal
keyakinan akan kemampuannya dalam menciptakan kualitas yang baik pada
produknya, Dexa kemudian mengambil langkah besar untuk melakukan penetrasi
pasar Jawa melalui kota Surabaya. Ini menjadi jalan awal bagi Dexa untuk
menguasai pasar Indonesia. Di tahun 1978, produk Dexa telah didistribusikan ke
seluruh Indonesia. Untuk memperlancar distribusi produk Dexa di seluruh
Indonesia, maka didirikanlah PT. Anugrah Argon Medica (AAM) pada tahun
1981. Tahun 1984, Dexa memindahkan kantor pemasarannya ke Jakarta sebagai
salah satu langkah strategis untuk memperkokoh posisinya sebagai industri
berskala nasional. PT. Dexa Medica menjadi salah satu dari lima pabrik farmasi
yang pertama kali memperoleh sertifikat CPOB pada tahun 1990.
Sejak 1994, volume penjualan domestik produk Dexa meningkat secara
konstan lebih tinggi dibandingkan indutri farmasi lainnya di Indonesia. Pada
tahun 2001, PT. Ferron Par Pharmaceuticals didirikan untuk meningkatkan
kapasitas produksi dan pemasaran dalam rangka mendukung pertumbuhan
penjualan produk yang tinggi, serta untuk mengantisipasi ketatnya persaingan
global. PT. Dexa Medica terus berkembang hingga terbentuk Dexa Medica Grup
yang terdiri dari beberapa perusahaan. Perusahaan yang tergabung dalam Dexa
Medica Group antara lain :
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
18
Universitas Indonesia
a. PT. Dexa Medica (DXM) : manufacture/pabrik (Palembang)
b. PT. Ferron Par Pharmaceuticals (FPP) : manufacture/pabrik
(Cikarang/Jakarta)
c. PT. Anugrah Argon Medica (AAM) : Pedagang Besar Farmasi/distributor
d. Equilab : laboratorium uji bioavailabilitas dan bioekuivalensi
Dexa senantiasa memperkuat sistem dan tim manajemennya serta tetap
berfokus pada core business Dexa sejak berdiri, yaitu memproduksi dan
memasarkan produk farmasi yang berkualitas. Dexa juga berusaha untuk
mempertahankan posisinya sebagai market leader yang telah diakui pada tingkat
nasional. Dexa juga berupaya dalam menghadapi tantangan di era globalisasi
untuk dapat menjadi regional player hingga global player yang diakui.
Kegiatan di Dexa difokuskan pada pemaksimalan 4 kompetensi inti
sebagai berikut :
a. Resource Management, kemampuan untuk menggunakan sumber daya
dalam menghasilkan produk yang terbaik dengan cara yang paling efektif.
b. Innovation, kemampuan dan komitmen untuk senantiasa menciptakan
budaya yang inovatif di mana karyawan diberi kebebasan untuk melakukan
apa yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan konsumen dengan produk
yang lebih baik, unggul, dan berbeda.
c. Strategic Alliances, kemampuan untuk menyeleksi dan mempertahankan
partner yang tepat untuk mendapatkan bentuk kerjasama yang sinergis.
d. Change Management, kemampuan untuk mengantisipasi perubahan yang
dapat mempengaruhi bisnis dan industri di masa depan, untuk membuat
strategi dan mengimplementasikan rencana dengan cepat, dan untuk
mengambil keuntungan dari perubahan yang sedang dihadapi melalui
pengalaman-pengalaman yang pernah dihadapi Dexa sebelumnya.
3.2 Visi dan Misi PT. Dexa Medica
Visi dari PT. Dexa Medica adalah menjadi sebuah perusahaan yang
berbakti paling depan dalam menyediakan nilai tambah yang signifikan bagi
setiap customer dan mitra usahanya dengan selalu bekerja giat secara efektif,
efisien, dan berkesinambungan untuk meraih health for all, kesehatan bagi semua
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
19
Universitas Indonesia
di tingkat nasional, regional, maupun global. Dengan motto 'expertise for the
promotion of health', Dexa memiliki misi untuk senantiasa mengembangkan
segala kemampuan kefarmasian dengan cara, inovasi dan perbaikan yang
berkelanjutan, meningkatkan pangsa pasar, efisiensi biaya, dan mengadakan
aliansi strategis.
Seluruh karyawan Dexa adalah bagian dari sebuah tim besar, sehingga
setiap anggota tim dituntut untuk berperilaku dan memegang teguh nilai-nilai
serta corporate culture perusahaan, yaitu :
a. Striving for excellence
Komitmen untuk senantiasa menyediakan nilai tambah perusahaan terhadap
kepentingan konsumen internal maupun eksternal melalui penumbuhan
kepercayaan dan penerapan standar di setiap waktu.
b. Act Professionally
Selalu menunjukan dedikasi tinggi untuk senantiasa bekerja cerdas dan
profesional yang mengedepankan kejujuran dan integritas.
c. Deal with Care
Kesungguhan untuk berusaha memahami lebih dulu, menghargai sesama
dan selalu dapat menghasilkan win-win solution pada seluruh aspek bisnis.
3.3 Logo PT. Dexa Medica
Gambar 3.1. Logo PT. Dexa Medica.
Nama Dexa Medica berasal dari kata ‘deca’ atau sepuluh yang merupakan
hasil terbaik yang mungkin dicapai dan kata ‘medica’ yang menunjukkan identitas
dalam dunia medis. Segitiga merupakan bentuk paling efisien yang bisa berdiri
dengan kokoh yang melambangkan 3 pilar yaitu Dexa-Distributor-Customer.
Huruf ‘d’ yang dibuat seperti benzena yang berada dalam bentuk segitiga berarti
deka yang artinya sepuluh dan gugus benzena yang merupakan inti dari berbagai
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
20
Universitas Indonesia
jenis bahan kimia. Warna merah melambangkan sifat berani dan bersemangat.
Warna putih melambangkan kemurnian atau pure. Tulisan Dexa yang berwarna
hitam menunjukkan kokoh dan tegas. Arti logo secara keseluruhan yakni Dexa
Medica itu berani, kokoh, pure, efektif, efisien dan bergerak dalam pelayanan
kesehatan.
3.4 Lokasi dan Bangunan
Pabrik PT. Dexa Medica site Palembang berlokasi di Jalan Jenderal
Bambang Utoyo nomor 138 Palembang, Sumatera Selatan. Bagian Pemasaran PT.
Dexa Medica terletak di Titan Center, Jalan Boulevard Bintaro Blok B7/B1 No.
05, Tangerang. Bangunan PT. Dexa Medica site Palembang meliputi :
a. Gedung produksi non-sefalosporin dan office
b. Gedung unit produksi sefalosporin
c. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
d. Gudang bahan baku dan pengemas (untuk produksi reguler terpisah dengan
sefalosporin)
e. Gudang Obat Jadi di Jalan Perintis
3.5 Departemen Produksi
PT. Dexa Medica memiliki dua unit fasilitas produksi yaitu unit fasilitas
produksi non sefalosporin dan unit fasilitas produksi sefalosporin yang terpisah
satu sama lain. Tujuan dari pemisahan fasilitas ini adalah untuk mencegah
kontaminasi silang antara produk reguler dengan produk golongan sefalosporin.
Zat-zat dari golongan sefalosporin ini memiliki tingkat sensitisasi yang tinggi
kepada manusia. Paparan zat ini pada manusia yang sensitif dapat menyebabkan
reaksi alergi ringan hingga berat.
Departemen Produksi akan menerima rencana produksi mingguan dari
bagian Demand and Supply Planning (DSP) yang selanjutnya akan dipecah
(breakdown) menjadi rencana produksi harian. Berdasarkan alur kegiatan
(business process flow) Departemen Produksi memiliki tiga kegiatan utama, yaitu
Pembuatan (processing), merupakan kegiatan dari tahap penimbangan hingga
pengemasan kemasan primer; pengemasan (packaging), merupakan proses
kegiatan pengemasan kemasan sekunder; dan evaluasi kinerja produksi
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
21
Universitas Indonesia
(production performance evaluation), yang merupakan proses evaluasi kinerja
produksi.
3.5.1 Unit Produksi Non Sefalosporin
Unit produksi non sefalosporin memproduksi tablet (konvensional, salut
selaput, salut enterik dan salut gula), kapsul dan suspensi kering. Kegiatan proses
produksi non sefalosporin terdiri atas:
a. Penimbangan Bahan
Kegiatan penimbangan bahan dilakukan sesuai dengan work order
pick list (WOP list) sesuai dengan rencana produksi yang telah ditentukan.
WOP list berisi bahan-bahan yang digunakan beserta jumlahnya dalam satu
bets, beserta label identitas dan status dari bahan-bahan tersebut. Bahan-
bahan yang akan digunakan dalam proses produksi diserahkan ke bagian
produksi oleh bagian logistik melalui suatu pass box. Hal ini dilakukan
karena adanya perbedaan kelas antara ruang produksi dan gudang.
Bahan yang sudah diterima akan ditimbang satu per satu, dimulai dari
bahan tambahan hingga bahan aktif. Proses penimbangan dilakukan
minimal oleh dua orang, sebagai operator penimbang dan yang lainnya
sebagai pengawas. Secara umum bahan baku ditimbang dalam suatu
weighing hood yang memiliki aliran udara laminar (laminar air flow)
dengan penyaring HEPA di bagian atas.
Bahan akan diperiksa terlebih dahulu oleh petugas penimbangan
sebelum dilakukan penimbangan. Pengecekan bahan yang ditimbang
meliputi label identitas (nama bahan, nomor bets) dan label status. Alat
timbangan dibersihkan dengan penyedot debu setelah selesai digunakan
untuk menimbang satu bahan. Pada proses penimbangan, tidak boleh ada
dua bahan yang berbeda dalam ruang timbang untuk mencegah terjadinya
kontaminasi silang. Operator juga dikondisikan agar tidak bersentuhan
langsung dengan bahan baku. Setelah penimbangan terakhir, yaitu
penimbangan zat aktif, dilakukan proses pembersihan menyeluruh pada
ruang penimbangan.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
22
Universitas Indonesia
b. Pencampuran (Mixing) dan Granulasi
Pencampuran (Mixing) merupakan proses pencampuran dua atau lebih
bahan menjadi suatu campuran yang homogen sedangkan proses granulasi
adalah proses pembentukan suatu agregat berupa granul yang memilki sifat
alir dan kompresibilitas yang baik sehingga akan mempermudah proses
pencetakan tablet. Granulasi merupakan tahapan yang mempengaruhi proses
pencetakan tablet dan sifat tablet yang terbentuk.
Unit produksi non sefalosporin memiliki tiga ruang granulasi, di mana
satu ruang granulasi masih menggunakan sistem pemindahan terbuka (open
system) dan ruang lainnya sudah mengggunakan sistem pemindahan tertutup
(close system) sehingga lebih baik dalam meminimalisasi debu selama
proses. Proses granulasi terbagi menjadi empat tahap, yaitu:
1) Pencampuran (Mixing) pertama yaitu proses pencampuran yang dilakukan
antara bahan aktif dan eksipien fase dalam. Proses mixing dilakukan di
dalam suatu alat yang disebut mixer. Kecepatan dan lama pengadukan
merupakan parameter kritis yang harus diperhatikan.
2) Pengeringan (Drying) merupakan proses pengeringan campuran serbuk hasil
granulasi dengan menggunakan alat fluidized bed dryer (FBD). Prinsip
pengeringannya adalah aliran udara panas dialirkan melalui pipa aliran
udara masuk (inlet) dimana proses pengeringan terjadi karena proses
transfer panas antara aliran udara panas dengan granul basah dan kemudian
aliran udara panas akan keluar melalui pipa aliran udara keluar (outlet).
Parameter kritis yang harus diperhatikan adalah suhu FBD, aliran udara
panas dan lama pemanasan. Granul yang telah dikeringkan diperiksa kadar
airnya.
3) Pengayakan (Sieving) atau proses pengayakan bertujuan untuk
menyeragamkan diameter granul dengan menggunakan alat yang disebut
sieving mill. Parameter kritis yang harus diperhatikan adalah ukuran pori
ayakan. Pada granul yang telah diayak, dilakukan in process control (IPC)
yang meliputi, distribusi ukuran partikel.
4) Pencampuran (Mixing) kedua, dilakukan setelah granul diayak. Proses ini
bertujuan untuk mencampur granul hasil proses sebelumnya dengan
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
23
Universitas Indonesia
eksipien fase luar, seperti disintegran luar, pelincir dan anti adherent. IPC
yang dilakukan adalah pengujian laju alir dengan menggunakan flow meter.
c. Pencetakan dan Penyalutan (Coating)
Proses pencetakan tablet dilakukan setelah ada pemeriksaan terhadap
kondisi mesin tablet, seperti kebersihan dan jenis punch dan die yang akan
digunakan. Bagian mesin tablet yang bersentuhan langsung dengan bahan
obat dibilas terlebih dahulu dengan menggunakan plasebo yang terdiri dari
eksipien tanpa zat aktif. Hal ini perlu dilakukan karena penyimpanan punch
dan die dilapisi dengan oli food grade. Setelah itu, proses pencetakan tablet
dapat dilakukan.
Pengambilan sampel untuk pemeriksaan tablet dilakukan secara
berkala untuk pemeriksaan bobot serta pengambilan sampel pada awal,
tengah dan akhir proses untuk seluruh pemeriksaan tablet, yang meliputi uji
kekerasan, keregasan, waktu hancur dan sebagainya. Pada setiap mesin
tablet dilengkapi dengan deduster yang berfungsi untuk menghilangkan
debu sisa proses dan pendeteksi logam untuk mendeteksi logam yang
mungkin mengkontaminasi tablet yang dapat berasal dari bagian mesin atau
bahan baku.
Proses penyalutan tablet merupakan tahap pilihan. Penentuan
penyalutan tablet tergantung pada tujuannya seperti menutupi organoleptis
obat yang buruk, melindungi obat dari kelembapan atau modifikasi
pelepasan obat. Proses penyalutan dapat menggunakan pelarut organik
maupun pelarut air tergantung dari bahan penyalut yang digunakan. Jenis
penyalut yang diproduksi adalah salut selaput, salut enterik dan salut gula.
Parameter kritis pada proses penyalutan adalah temperatur serta jumlah dan
frekuensi penyemprotan penyalut. Tablet yang sudah disalut disimpan
dalam ruang karantina untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan bobot
tablet dan uji waktu hancur obat.
d. Pengisian (Filling)
Sediaan kapsul dan suspensi kering, akan menjalani proses pengisian
ke dalam cangkang kapsul dan botol setelah proses pencampuran dan
granulasi. Kapsul dan botol yang telah diisi diperiksa secara visual untuk
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
24
Universitas Indonesia
memastikan ada tidaknya kapsul dan botol yang rusak akibat proses
pengisian. Pada mesin pengisian kapsul juga dilengkapi dengan penyeleksi
kapsul yang tidak terisi penuh, deduster dan pendeteksi logam.
e. Stripping atau Blistering
Stripping atau blistering merupakan proses pengemasan sediaan tablet
maupun kapsul pada kemasan primer berupa strip atau blister. Fungsi
kemasan adalah untuk melindungi produk obat dari pengaruh lingkungan
seperti cahaya, suhu dan kelembapan serta untuk memudahkan dalam proses
pendistribusian. Bahan kemasan primer yang biasa digunakan adalah botol
untuk wadah gelas; alumunium foil, PVC atau PVDC untuk blister; dan
pollycelonium untuk strip. Kemasan blister memiliki kelebihan berupa
bahan yang lebih murah dari pada kemasan strip. Sedangkan kemasan strip
lebih melindungi obat dari cahaya dan kelembaban dibandingkan dengan
kemasan blister. Pada produk suspensi kering, kemasan primernya berupa
botol yang selanjutnya akan disegel dengan tutup botol.
Proses pengemasan dimulai dari pengisian tablet atau kapsul ke dalam
mesin blistering atau stripping melalui hopper, selanjutnya tablet atau
kapsul akan bergerak ke bagian mold untuk disatukan/dibungkus dengan
bahan kemas (molding), untuk selanjutnya dipotong sesuai dengan ukuran
yang diinginkan (cutting). Pada kemasan blister, bahan kemas PVC terlebih
dahulu dibentuk (forming) menjadi berbentuk kantung-kantung yang sesuai
dengan bentuk produk obat.
Pencetakan nomor bets, tanggal daluwarsa dan harga eceran tertinggi
pada kemasan primer dapat dilakukan dengan cara emboss atau cap tinta.
Penomoran dengan cara emboss dilakukan sebelum tahap pembungkusan,
sedangkan pada metode cap tinta dilakukan setelah proses pembungkusan
obat. Pemeriksaan kekosongan pada blister dilakukan dengan menggunakan
sensor kekosongan yang dapat mendeteksi adanya kantung-kantung yang
kosong pada blister. Parameter kritis yang perlu diperhatikan adalah adanya
kantung yang kosong pada blister atau strip, pencetakan label yang sesuai
pada kemasan primer, suhu pada saat molding dan kebocoran.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
25
Universitas Indonesia
3.5.2 Unit Produksi Sefalosporin
Sesuai dengan ketentuan CPOB, fasilitas produksi sefalosporin harus
terpisah dari unit produksi non sefalosporin. PT. Dexa Medica juga memiliki
fasilitas sefalosporin yang sudah sesuai dengan cGMP dan mengacu pada ISO
14644 mengenai cleanroom dan associated controlled environment. Gedung
produksi sefalosporin terdiri atas tiga lantai, dengan fasilitas pada masing-masing
lantai:
a. Lantai satu : gudang, kantin, loker dan kantor
b. Lantai dua: fasilitas produksi sediaan padat meliputi: kapsul, tablet, suspensi
kering dan serbuk kering steril untuk injeksi.
c. Lantai tiga: fasilitas mezzanine berupa utility, water system dan
laboratorium pengawasan mutu.
Unit produksi sefalosporin sudah menerapkan teknologi aseptic in line
production system di mana proses pembuatan sediaan steril dimulai dari
pencucian vial, pengisian, capping, hingga proses pengemasan sekunder
dilakukan secara in line. Pencucian vial dilakukan dengan menggunakan air murni
dan air untuk injeksi, kemudian dikeringkan dengan penyemprotan udara steril.
Selanjutnya vial disterilisasi dan didepirogenisasi pada suhu 330ºC, kemudian
mengalami proses pendingin dan siap dilakukan proses pengisian.
Vial yang sudah disterilisasi dipindahkan ke bagian pengisian yang berada
pada ruangan kelas A dengan latar belakang kelas B secara otomatis. Mesin akan
menimbang bobot kosong vial dan bobot vial sesudah diisi, sehingga bobot obat
dapat diketahui. Parameter IPC yang diperhatikan adalah bobot sediaan yang
berpengaruh secara langsung pada dosis sediaan. Selanjutnya vial ditutup dengan
rubber stopper yang selanjutnya disegel dengan alucap. Vial yang sudah ditutup
akan masuk ke area pengemasan sekunder di mana vial akan diperiksa secara
visual terkait integritas penutupannya, bentuk fisik vial serta ada tidaknya partikel
asing.
Produk obat kemudian dikemas dalam kemasan sekunder secara manual
melalui tenaga manusia. Pengendalian kondisi lingkungan menjadi hal yang
diperhatikan secara cermat. Unit sefalosporin memiliki sistem BAS (Building
Automatic System) yang memungkinkan pemantauan dan kondisi lingkungan
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
26
Universitas Indonesia
seperti suhu, RH dan perbedaan tekanan antar kelas ruangan. Sistem HVAC
dinyalakan selama 24 jam untuk menjamin kondisi ruangan yang memenuhi
syarat.
Validasi media fill dilakukan dua kali dalam setahun sesuai dengan
ketentuan regulator. Validasi media fill dilakukan sama seperti pada pembuatan
produk steril di vial dan ditambahkan/diisikan oleh media pertumbuhan mikroba
cair. Proses selanjutnya vial akan diinkubasi selama 14 hari dan dilihat ada
tidaknya kekeruhan. Proses validasi media fill dilakukan untuk menjamin proses
produksi produk steril berjalan secara aseptis.
Proses sanitasi dilakukan setiap hari dan setiap pekannya dilakukan
fumigasi. Mesin dan alat yang tidak berkontak langsung dengan produk, dicuci
dengan air murni (PW), dibilas dengan air untuk injeksi (WFI) dan disemprot
dengan alkohol 70%. Mesin dan alat yang berkontak langsung dengan produk
akan disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C. Pada penanganan limbah
industri dari obat golongan β-laktam, diperlukan penghancuran cincin β-laktam
terlebih dahulu dengan menambahkan NaOH dan didiamkan selama 24 jam untuk
selanjutnya dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah.
3.6 Departemen Quality
PT. Dexa Medica memiliki Departemen Quality yang membawahi Quality
control, Quality compliance dan Quality validation. Quality control memiliki
tugas utama antara lain, penanganan instrumen, pengawasan bahan baku, uji
laboratorium, penanganan reagensia dan studi uji stabilitas, penanganan sampel
pertinggal. Quality compliance memiliki tugas antara lain, kontrol proses
produksi, pengkajian produk dan kontrol terhadap perubahan, tindakan koreksi
dan tindakan pencegahan pada produk (corrective action and preventive action of
product) dan pengawasan desain. Tugas dari Quality validation meliputi, validasi
proses, validasi sistem komputer, dan kontrol terhadap peralatan dan fasilitas
berupa kualifikasi, kalibrasi dan validasi pembersihan.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
27
Universitas Indonesia
3.6.1 Quality Compliance
3.6.1.1 Kontrol terhadap Proses Produksi
Quality compliance melakukan inspeksi produksi obat sejak proses
penimbangan hingga proses pengemasan. Setiap penyimpangan yang terjadi
kemudian didokumentasikan dan dilaporkan. Upaya CAPA (corrective action and
preventive action) dan penilaian risiko terhadap berbagai penyimpangan tersebut
harus dilakukan serta didokumentasikan. Pengawasan terhadap proses produksi
dilakukan pada setiap bets yang sedang diproduksi sedangkan pengawasan
terhadap lingkungan produksi dilakukan secara berkala.
Selain kegiatan inspeksi, dilakukan pula kegiatan audit terhadap hasil
produksi berdasarkan kontrak (toll out manufacturing) dan pemasok. Audit
terhadap hasil produksi berdasarkan kontrak (toll out manufacturing) dilakukan
secara berkala untuk memastikan fasilitas dan proses produksi obat berdasarkan
kontrak sesuai dengan standar CPOB. Sebelum dilakukan audit terhadap hasil
produksi mitra kontrak, jadwal rencana audit akan dikirimkan kepada mitra
kontrak. Jika jadwal tersebut sesuai maka audit dilakukan dengan cara langsung
mengunjungi site produksi dan audit terhadap dokumen dilakukan. Penyimpangan
selama proses produksi saat dilakukan audit yang mungkin ditemukan,
didokumentasikan dan dilaporkan. PT. Dexa Medica berhak mempertanyakan
proses penanggulangan pada mitra kontrak dan hasil laporan penanggulangan
(CAPA) dilampirkan dalam laporan audit.
Audit terhadap pemasok dilakukan dengan cara mengunjungi langsung
tempat produksi pemasok (site audit) dan analisis dokumen (desk audit). Selain
itu, diperiksa pula rekam jejak dari pemasok dan rekomendasi dari industri lain
terhadap produsen tersebut. Pemeriksaan rekam jejak yang dilakukan berupa
pemeriksaan kualitas berupa rekam jejak bahan baku yang tidak memenuhi
persyaratan, keterlambatan penerimaan, penyimpangan terhadap proses produksi
karena bahan baku dan sebagainya.
3.6.1.2 Pengkajian Produk dan Kontrol terhadap Perubahan
Dalam melaksanakan tugas product review dan kontrol terhadap
perubahan, Quality compliance melakukan beberapa kegiatan meliputi :
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
28
Universitas Indonesia
a. Pengkajian catatan bets, yaitu proses penelusuran terhadap dokumen tiap
bets produksi, dokumen hasil uji laboratorium, dan dokumen lain yang
terkait, misal dokumen penyimpangan dan CAPA dari produk apabila ada
serta dokumen kondisi fasilitas ketika produksi dan sebagainya. Pengkajian
catatan bets dilakukan pada produk yang diproduksi pada fasilitas sendiri,
produk hasil produksi berdasarkan kontrak dan produk impor.
b. Product release process yaitu proses pelepasan produk ke pasaran. Produk
yang sudah terdokumentasikan dengan lengkap dan memenuhi persyaratan
dinyatakan siap dipasarkan (release). Setelah produk dinyatakan release
maka sistem akan menyatakan produksi selesai untuk satu bets tersebut.
c. Kontrol terhadap perubahan, terutama perubahan-perubahan yang
berpengaruh signifikan terhadap kualitas produk harus dilakukan
pemeriksaan (assesment) agar diketahui dampak yang dapat ditimbulkan
terhadap produk. Perubahan yang terjadi mungkin saja dapat ditoleransi,
atau perlu dilakukan validasi ulang tergantung dari hasil pemeriksaan
(assesment) yang dilakukan. Setiap perubahan yang terjadi harus
didokumentasikan dalam catatan perubahan dan ditambahkan ke dalam
catatan bets. Perubahan yang mungkin terjadi antara lain perubahan alat
produksi, perubahan metode analisis, perubahan reagen pembantu yang
digunakan dan sebagainya.
3.6.1.3 Tindakan Koreksi dan Tindakan Pencegahan pada Produk
Kegiatan corrective action and preventive action (CAPA) mencakup
penelurusan terhadap penyebab terjadinya penyimpangan (root cause analysis),
tindakan perbaikan terhadap penyebab terjadinya penyimpangan dan tindakan
pencegahan terhadap penyebab terjadinya penyimpangan agar tidak terulang
kembali. Tujuan dari CAPA adalah mengoptimalkan proses produksi sehingga
tidak terjadi penyimpangan yang sama selanjutnya. Implementasi CAPA produk
tidak hanya dilakukan bagian Quality saja, tetapi dapat pula dilakukan oleh bagian
lain. Salah satu contoh penerapan tindakan CAPA antara lain dilakukan pada
produk yang mendapatkan keluhan dari konsumen. Keluhan yang terjadi mungkin
disebabkan oleh kemasan yang cacat, produk ditemukan tidak memenuhi syarat,
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
29
Universitas Indonesia
atau produk memiliki khasiat klinis yang kecil. Setiap keluhan yang masuk akan
diklasifikasikan sebagai keluhan ringan, sedang, berat atau bukan keluhan.
Keluhan dengan katagori ringan dapat langsung disampaikan jawaban atas
keluhan tersebut. Untuk keluhan yang sedang sampai berat perlu dilakukan
penelusuran terlebih dahulu dan dilakukan kajian. Setelah mendapatkan jawaban
yang sesuai, maka jawaban tersebut disampaikan kepada konsumen dan segera
dilakukan tindakan koreksi dan tindakan pencegahannya. Produk obat mungkin
saja perlu dilakukan penarikan kembali (recall) akibat temuan produk obat yang
sudah tidak memenuhi persyaratan. Penarikan kembali juga dapat dilakukan oleh
PT. Dexa Medica sendiri berdasarkan hasil studi stabilitas jangka panjang yang
sudah tidak memenuhi persyaratan. Produk yang ditarik kembali harus dilaporkan
kepada BPOM.
3.6.2 Quality Validation
3.6.2.1 Validasi Proses
Bagian Quality melakukan validasi proses terhadap produk yang sudah
masuk pada produksi skala produksi pabrik. Pada awal pengembangan suatu
produk baru, validasi proses dilakukan oleh bagian research and development.
Pada siklus pengembangan produk baru, produk pertama kali dibuat dalam skala
laboratorium, kemudian dilakukan trial pada skala pilot dengan dilakukan
berbagai optimasi. Selanjutnya proses scale up produk, dimana produk mulai
dibuat dalam skala produksi pabrik. Di antara proses transfer dari skala pilot ke
skala pabrik dilakukan proses optimasi dan validasi proses oleh bagian research
and development. Setelah produk dinyatakan baik dan memenuhi persyaratan,
proses transfer teknologi dilakukan oleh bagian research and development kepada
bagian produksi. Bagian Quality ikut berperan dalam proses transfer teknologi ini.
Bila terjadi perubahan selama proses yang berpengaruh terhadap produk obat
maka validasi proses harus dilakukan dan kegiatan ini dikerjakan oleh bagian
Quality.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
30
Universitas Indonesia
3.6.2.2 Equipment and Facility Control
Kontrol terhadap peralatan dan fasilitas yang dilakukan meliputi validasi
pembersihan, kualifikasi dan validasi fasilitas atau instrumen yang dapat
berpengaruh terhadap mutu produk.
a. Validasi pembersihan
Validasi pembersihan adalah pembuktian secara terdokumentasi
terhadap prosedur pembersihan. Tujuan validasi pembersihan adalah
membuktikan bahwa setiap alat produksi memenuhi kriteria bersih secara
kimia, mikrobiologi dan visual. Validasi pembersihan menggunakan sistem
rasionalisasi di mana tidak setiap alat dilakukan validasi pembersihan secara
menyeluruh. Pada sistem rasionalisasi digunakan pendekatan bracketing dan
worst case. Pendekatan bracketing dilakukan dengan mengelompokan alat-
alat berdasarkan jenisnya, seperti kelompok alat mixer atau mesin cetak.
Pendekatan worst case dilakukan terhadap parameter kritis meliputi
kelarutan zat aktif, LD50 zat aktif, potensi zat aktif dan kesulitan pencucian.
Setiap parameter akan diberikan nilai berdasarkan resiko pencemaran.
Semakin tinggi resiko pencemaran, maka akan semakin tinggi nilainya
sehingga perlu dilakukan validasi pembersihan.
Metode pengambilan sampel pada validasi pembersihan menggunakan
metode swab dan rinse. Metode tersebut dilakukan berdasarkan desain
mesin produksi. Metode validasi pembersihan menggunakan metode
spesifik dan non spesifik. Metode spesifik dilakukan dengan cara mengukur
zat aktif dengan metode analisis yang telah tervalidasi. Secara umum
kriteria penerimaannya adalah kadar cemaran kurang dari 10 ppm atau 0,1%
dari therapeutical daily dose. Metode non spesifik dilakukan dengan cara
menetapkan kadar semua kontaminan, termasuk zat aktif, eksipien dan
detergen. Penetapan kadar dilakukan dengan metode total organic carbon
analysis. Validasi prosedur pembersihan dilakukan tiga kali berurutan untuk
membuktikan bahwa metode tersebut telah tervalidasi.
b. Kualifikasi
Kualifikasi adalah pembuktian terdokumentasi terhadap alat atau
mesin untuk memastikan alat atau mesin bekerja sesuai dengan tujuan
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
31
Universitas Indonesia
penggunaannya. Proses kualifikasi meliputi kualifikasi desain, kualifikasi
instalasi, kualifikasi operasional, kualifikasi kinerja dan kontrol perubahan.
Proses kualifikasi dilakukan secara berurutan dari kualifikasi desain hingga
kualifikasi kinerja dan terdokumentasi. Prosedur kualifikasi harus disetujui
oleh manajer Quality sebelum dilakukan. Rekualifikasi dilakukan pada alat
atau mesin yang telah mengalami perbaikan, pemindahan tempat atau
memang harus rutin dilakukan seperti pada alat disolusi.
PT. Dexa Medica menggunakan suatu sistem kualifikasi yang
digunakan untuk menilai dampak perubahan terhadap kualitas. Sistem
kualifikasi ini dibagi menjadi 4 kategori, yaitu :
1) Direct impact I, merupakan perubahan yang dapat mempengaruhi produk
secara langsung dan sifatnya kritis (efek pada kualitas produk dan
konsumen besar).
2) Direct impact II, merupakan perubahan yang dapat mempengaruhi produk
secara langsung namun risikonya tidak sebesar direct impact I.
3) In-direct impact, merupakan perubahan yang tidak mempengaruhi produk
secara langsung, misalnya kerusakan pada boiler.
4) No-impact, merupakan perubahan yang tidak mempengaruhi produk secara
langsung maupun tidak langsung.
c. Kalibrasi
Kalibrasi bertujuan untuk memastikan suatu alat ukur memiliki
akurasi yang tinggi. Pada PT Dexa Medica, semua alat ukur yang berkaitan
dengan produk dikalibrasi. Proses kalibrasi dilakukan dengan cara
membandingkan alat ukur dengan kalibrator. Kalibrator dapat berupa alat
yang sama dengan spesifikasi yang lebih tinggi atau zat baku pembanding.
Kalibrator yang berupa alat ukur harus memiliki ketelusuran yang jelas
dengan standar primer. Kalibrator berupa zat baku pembanding yang
merupakan USP reference standard. Setiap alat ukur memiliki interval
kalibrasi tersendiri. Interval kalibrasi mengacu pada rekomendasi Badan
Standardisasi Nasional, buku manual atau hasil studi mandiri.
Penyimpangan yang ditemukan pada hasil kalibrasi akan dibandingkan
dengan kriteria penerimaan. Apabila masih di dalam kriteria penerimaan
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
32
Universitas Indonesia
maka alat ukur masih dapat digunakan. Namun apabila penyimpangan
berada di luar kriteria penerimaan maka dilakukan penyesuaian. Apabila
tidak dapat dilakukan penyesuaian maka perlu dilakukan perbaikan.
d. Validasi sistem komputer
Rancangan desain validasi sistem komputer sudah mulai dibuat oleh
bagian Quality PT. Dexa Medica pada tahun 2011 dan di awal tahun 2012
mulai diimplementasikan secara bertahap. Rancangan ini mengacu pada
Good Automatic Manufacturing Practice (GAMP). Untuk saat ini desain
validasi sistem komputerisasi terpisah dari rencana induk validasi, namun
harapannya setelah validasi sistem komputerisasi sudah berjalan baik maka
akan dimasukan ke dalam bagian rencana induk validasi.
3.6.3 Quality Control
Pengawasan mutu (quality control) merupakan salah satu elemen dalam
menjamin mutu suatu produk. Bagian pengawasan mutu memiliki lima kegiatan
utama, yaitu penanganan instrumen, pengawasan bahan baku, uji laboratorium,
penanganan reagensia dan studi uji stabilitas, serta penanganan sampel pertinggal.
Laboratorium QC reguler memiliki 5 ruangan utama, yaitu ruang instrumen, ruang
penimbangan, ruang asam, ruang mikrobiologi, serta ruangan preparasi.
3.6.3.1 Penanganan Instrumen
Penanganan instrumen (Instrument handling) merupakan kegiatan
pengelolaan instrumen yang ada di dalam laboratorium dengan tujuan untuk
memelihara instrumen yang ada di laboratorium. Setiap instrumen yang ada
dilakukan pembersihan alat, kalibrasi alat serta dilakukan perawatan alat secara
rutin. Umumnya dilakukan rotasi analis yang menggunakan suatu instrumen,
kecuali pada alat HPLC yang masing-masing memiliki analis sendiri.
3.6.3.2 Pengawasan Bahan Baku
Sampel uji yang masuk ke dalam bagian QC merupakan bahan baku,
bahan hasil proses produksi serta bahan lainnya dari berbagai departemen,
misalnya Departemen K3L. Sampling bahan baku yang datang dilakukan setelah
ada notifikasi dari bagian logistik untuk segera dilakukan pengambilan sampel.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
33
Universitas Indonesia
Bagian QC akan melakukan pengambilan sampel di dalam sampling hood di
gudang dan dibawa ke laboratorium untuk segera diperiksa. Bahan baku yang
sedang dalam proses pemeriksaan diberi status karantina. Analisis yang dilakukan
meliputi pemeriksaan berdasarkan spesifikasi yang ditetapkan. Bila sampel
diluluskan maka akan diberi status release dan bila ditolak akan diberi status
reject. Selain bahan baku, bagian QC juga memeriksa sampel bahan kemas untuk
diperiksa, baik bahan kemasan primer maupun sekunder.
3.6.3.3 Pengujian Laboratorium
Pengujian laboratorium merupakan kegiatan utama pada bagian QC.
Bagian QC memiliki dua laboratorium, yaitu laboratorium QC regular dan
laboratorium QC sefalosporin. Pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium QC
meliputi pemeriksaan kimia dan mikrobiologi. Pengujian sampel dilakukan
apabila terdapat Request for Analysis (RFA) dari departemen terkait. Sampel yang
datang bersama dengan RFA selanjutnya akan dianalisis.
3.6.3.4 Penanganan Reagensia Mikrobiologi dan Kimia
Semua bahan-bahan kimia yang terdapat di dalam laboratorium dikelola
dengan baik untuk menjaga mutunya agar lebih tahan lama serta melindungi
pekerja di dalam laboratorium dari paparan bahan kimia tersebut. Bahan kimia
disimpan menurut reaktivitasnya dan sesuai dengan spesifikasi penyimpanan
bahan kimia tersebut. Bahan kimia yang sudah dikelompokan disimpan dengan
diurutkan secara alfabetis. Reference standard disimpan dalam ruangan khusus
dan digunakan sebagai baku primer untuk pembuatan working standar.
3.6.3.5 Studi Stabilitas dan Penanganan Sampel Pertinggal
Uji stabilitas dilakukan pada tiga bets berturut-turut untuk produk baru dan
cukup satu bets per item per tahun pada masing-masing kekuatan dosis. Kondisi
penyimpanan untuk uji stabilitas sebenarnya (ongoing stability) pada suhu
30±2°C dan RH 75±5%. Pengujian stabilitas dipercepat (accelerated stability)
dilakukan pada kondisi penyimpanan 40±2ºC dan RH 75±5%. Retained sampel
(sampel pertinggal) disimpan dalam lingkungan ambient dan akan diperiksa bila
ada keluhan terhadap produk terkait mutu produk obat yang ada di pasaran.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
34
Universitas Indonesia
Uji stabilitas yang dilakukan dapat dibagi menjadi 5 jenis, yaitu :
a. New product stability
Uji stabilitas dilakukan pada produk yang mengandung senyawa kimia baru,
bentuk baru, bentuk sediaan baru, produk yang baru satu kali diproduksi di
industri, dan produk yang dimodifikasi bentuk sediaannya, misalnya kapsul
menjadi tablet, tablet menjadi tablet salut selaput, tablet menjadi sirup, dll.
Jenis uji stabilitas yang dilakukan adalah uji stabilitas dipercepat dan
sebenarnya dengan jumlah bets yang diambil sebesar dua bets skala
produksi.
b. Ongoing stability
Uji stabilitas dilakukan pada produk secara kontinu pada satu bets tiap tahun
untuk tiap kekuatan, ukuran bets, bentuk sediaan dan kemasan, termasuk
produk repack. Jenis uji stabilitas yang dilakukan adalah uji stabilitas jangka
panjang dengan jumlah bets yang diambil sebanyak satu bets skala produksi.
c. Follow up stability
Uji stabilitas dilakukan pada produk yang mengalami pengolahan ulang
(reproducing) dan/atau penyimpangan yang berdampak pada profil
parameter stabilitas. Apabila terdapat pengolahan ulang dan/atau
penyimpangan yang sama pada suatu produk dan follow up stability sudah
pernah dilakukan dengan hasil stabilitas yang baik, maka bets tersebut tidak
perlu dilakukan uji stabilitas kembali. Jenis uji stabilitas yang dilakukan
adalah uji stabilitas dipercepat dan jangka panjang (hanya sampai expired
date) dengan jumlah bets yang diambil sebanyak satu bets skala produksi.
d. Modified product stability
Uji stabilitas pada produk yang mengalami perubahan seperti formula,
ukuran bets, dll. Jenis uji stabilitas dan jumlah bets yang diambil sesuai
dengan pengendalian perubahan terkait yang mengacu pada peraturan yang
berlaku.
e. In use stability
Uji stabilitas dilakukan pada produk yang dikemas dalam wadah multidose
yang apabila terdapat pengulangan dalam hal buka – tutup wadah dapat
menimbulkan pengaruh terhadap profil parameter stabilitas. In use stability
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
35
Universitas Indonesia
bersifat studi yang hanya dilaksanakan satu kali per produk. Desain tes studi
stabilitas dan jumlah sampel dirancang sedemikian rupa untuk dapat
mensimulasikan penggunaan produk dalam praktek di lapangan yang sesuai
dengan klaim pada label.
Berikut merupakan kondisi uji stabilitas yang dilakukan oleh Departemen
Pengawasan Mutu PT Dexa Medica:
Tabel 3.1. Kondisi penyimpanan pada uji stabilitas.
Uji jangka panjang Uji dipercepatKondisi Penyimpanan
dalam Climatic Chamber /ruang stabilitas
Suhu 30 + 2oC, Rh 75 +5%
Suhu 40 + 2oC, Rh 75 +5%
Suhu 25 + 2oC, Rh 60 +5%
Suhu 40 + 2oC, Rh 75 +5%
Suhu 5 + 2oC Suhu 25 + 2oC, Rh 60 +5%
Parameter-parameter yang dilihat dalam uji stabilitas pada berbagai
sediaan oleh Departemen Pengawasan Mutu PT Dexa Medica adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.2. Parameter pengujian sediaan obat.
Jenis Parameter fisik Parameter kimia Parametermikrobiologi
Tablet / kaplet Pemerian,kekerasan, bobot,waktu hancur
Disolusi, kadar, isi,kemurnian
Tablet / kapletbersalut
Pemerian,kekerasan, bobot,waktu hancur
Disolusi, kadar, isi,kemurnian
Jasad renik
Kapsul Pemerian (kapsuldan isi kapsul),bobot, waktuhancur
Disolusi, kadar, isi,kemurnian
Jasad renik
Serbuk steriluntuk injeksi
Pemerian, pH,particulate matter(hanya pada 0bulan, saatdaluarsa, dandaluarsa + 1 tahun)
Kadar, kemurnian Sterilitas,endotoksin bakteri(hanya pada 0bulan, saatdaluarsa, dandaluarsa + 1 tahun)
Sirup kering Pemerian, pH, BJ Kadar, kemurnian Jasad renikSuspensi Pemerian, pH, BJ Kadar, kemurnian Jasad renik
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
36
Universitas Indonesia
3.7 Sistem, Audit dan Dokumentasi (SAD)
SAD adalah suatu bagian yang mengelola integrasi manajemen sistem
yang disebut sebagai Dexa Integrated System (DIS) yang bertujuan untuk
mengharmonisasi semua sistem dan standar yang digunakan oleh semua
departemen di PT. Dexa Medica. DIS mengakomodasi segala persyaratan dan
standar yang ada di dalam perusahaan seperti CPOB, ISO 9001, ISO 14001, ISO
22000 (HACCP), OHSAS 18001 dan standar lain serta regulasi terkait dari
pemerintah seperti aturan dari Kementrian Tenaga Kerja, Kementrian Lingkungan
Hidup dan sebagainya. Secara garis besar tujuan utama dari pelaksanaan DIS
adalah penerapan dari semua persyaratan dan standar tersebut dalam proses
kegiatan di perusahaan serta pengelolaan dokumen tersebut dengan baik dan
benar.
Dokumen merupakan segala bentuk informasi serta medianya yang
berhubungan dengan produksi suatu produk. Hal yang termasuk dalam dokumen
antara lain prosedur, spesifikasi dan rekaman. Dalam DIS, dokumen memiliki
tingkat hirarki yaitu:
a. Organization manual, berisi kebijakan perusahaan, sistem bisnis secara
keseluruhan serta rangkuman dari prosedur-prosedur yang ada
b. Organization policy, berisi kebijakan-kebijakan yang ada dalam perusahaan
dan mempengaruhi seluruh bagian dari perusahaan.
c. Procedure, berupa standard operation procedure (SOP) yang berisikan
deskripsi langkah-langkah yang dilakukan dalam menjalankan aktivitas
suatu proses tertentu.
d. Supporting documents, terdiri dari instruksi kerja, formulir, check list, dan
flowchart yang berisikan langkah – langkah kerja dalam menjalankan
aktivitas suatu proses secara detail ataupun dokumen yang digunakan untuk
pencatatan aktivitas yang telah ditetapkan.
e. Records, merupakan kumpulan form, label, sampel, grafik dan catatan
lainnya sebagai bukti terlaksananya dan efektivitas operasi dari suatu sistem.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
37
Universitas Indonesia
Aktivitas yang dilakukan DIS meliputi:
a. Documentation update
Merupakan kegiatan membuat, merevisi, mendistribusikan dan
memusnahkan dokumen berdasarkan prosedur yang sudah ditetapkan
b. Audit internal
Proses sistematik, independen dan terdokumentasi untuk mendapatkan bukti
objektif, untuk kemudian dievaluasi terhadap persyaratan yang telah
ditetapkan.
c. SGS surveillance audit
Mirip dengan internal audit namun dilakukan oleh auditor eksternal (SGS
Indonesia).
d. Implementasi CAPA
Pemastian terhadap implementasi dari CAPA (Corrective Action and
Preventive Action) selama proses audit oleh internal maupun eksternal.
e. DIS management review
Peninjauan terhadap quality management system (QMS) dari perusahaan
melalui BSC progress, audit results, EHS performance, improvement
projects, material performance, product complaint, drug complaint dan
customer satisfiction.
f. Balanced scorecard monitoring
Kegiatan pemastian dan penindaklanjutan terhadap BSC achieved pada
semua departemen.
g. DIS training awareness
Pemberian training mengenai DIS kepada seluruh karyawan PT. Dexa
Medica.
h. Continous improvement
Berupa program CIP/CRP (improvement and cost reduction) untuk semua
departemen dan program DES (Dexa Employee Suggestion) untuk semua
karyawan PT. Dexa Medica Palembang.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
38
Universitas Indonesia
3.8 Keselamatan Kerja dan Kesehatan Lingkungan (K3L)
K3L bertujuan untuk memastikan pencegahan terhadap kecelakaan kerja,
penyakit akibat kerja dan kerusakan lingkungan akibat aktivitas kerja. Aspek yang
diperhatikan dalam ruang lingkup K3L meliputi keselamatan, kesehatan dan
keamanan pekerja, dan pekerjaannya serta kesehatan lingkungan kerja yang
mendukung produktifitas pekerja. Pengendalian terhadap penyebab kesalahan
kerja harus diminimalisasi karena salah satu penyebab terbesar kesalahan kerja
adalah faktor manusia. Aspek pengelolaan lingkungan meliputi pengelolaan
limbah baik limbah bahan berbahaya atau limbah bahan tidak berbahaya.
Pengendalian terhadap proses kerja, aktivitas, fasilitas utama dan fasilitas
penunjang perlu dilakukan agar dapat menjamin pelaksanaan K3L dengan baik.
3.8.1 Keselamatan Kerja
Kecelakaan kerja adalah hasil pertemuan antara aksi yang tidak aman
dengan kondisi yang tidak aman. Aksi yang tidak aman berhubungan dengan
perilaku pekerja dan lingkungan yang tidak aman berhubungan dengan kondisi
lingkungan yang berbahaya. Jika kedua faktor tersebut bertemu maka
kemungkinan besar akan terjadi kecelakaan dan akhirnya menimbulkan kerugian
baik kepada perusahaan maupun terhadap pekerja. Kerugian terhadap pekerja
dapat berupa penyakit akibat kerja, kecelakaan kerja yang menyebabkan
kecacatan pada pekerja baik kecacatan sementara maupun kecacatan permanen.
Kerugian yang diderita oleh perusahaan adalah kehilangan aset perusahaan berupa
pekerja dan biaya untuk perawatan dan pemulihan pekerja serta citra perusahaan
yang dapat turun apabila kejadian tersebut tersebar. Oleh karena itu dapat
disimpulkan efek-efek yang dapat timbul oleh kecelakaan kerja dapat bernilai
ekonomis yang menyangkut kepada keberlanjutan suatu perusahaan dan bernilai
non ekonomis yang menyangkut citra perusahaan dan psikologis pekerja.
3.8.2 Kesehatan Lingkungan
Departemen K3L juga mengelola limbah yang dihasilkan oleh pabrik baik
limbah padat maupun limbah cair. Limbah cair dapat berupa pelarut, reagen dari
laboratorium dan limbah non-laboratorium seperti air pencucian alat dan mesin.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
39
Universitas Indonesia
Limbah padat berupa strip atau blister yang rusak, wadah-wadah bekas dan bahan
lainnya. Sebelum dibuang ke lingkungan, limbah yang dihasilkan harus diolah
terlebih dahulu agar limbah tersebut tidak merusak atau mencemarkan
lingkungan. Limbah cair yang termasuk ke dalam golongan bahan beracun dan
berbahaya (B3) dan limbah padat dikirim ke Perusahaan Pengolahan Limbah
Industri (PPLI) untuk selanjutnya diolah.
Terdapat perbedaan pengolahan limbah unit produksi reguler dan unit
produksi sefalosporin. Limbah produksi obat golongan beta-lactam diolah dengan
ditambahkan NaOH terlebih dahulu selama 24 jam dalam fasilitas yang terpisah.
Hasil olahan tersebut selanjutnya disatukan dengan limbah dari unit produksi
reguler untuk diolah di unit pengolahan limbah yang sama. Proses pengolahan
limbah yang ada pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), antara lain:
a. Penampungan awal
Merupakan tempat penampungan awal limbah cair dari yang dihasilkan
industri.
b. Penetralan pH
Limbah dari penampungan awal dinetralkan hingga pH 6-9.
c. Aerasi
Terjadi pengolahan limbah secara biologi oleh mikroorganisme. Pada bak
aerasi berisi bakteri aerob beserta media pertumbuhannya. Proses oksigenasi
dilakukan agar mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang biak.
d. Proses sedimentasi awal
Proses ini terjadi di bak lamela I. Endapan akan terjebak pada dasar kolam
yang tersekat sedangkan air yang lebih jernih akan mengalir pada bagian
permukaan bak.
e. Proses koagulasi
Terjadi penambahan zat koagulan, Poly Alumunium Chloride (PAC), untuk
mengkoagulasi partikel-partikel padat yang belum tersedimentasi pada bak
koagulasi.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
40
Universitas Indonesia
f. Proses sedimentasi lanjut
Proses sedimentasi lebih lanjut terjadi di bak lamela II dimana partikel-
partikel padat yang mengalami koagulasi dapat terendapkan dan air yang
dihasilkan bebas dari partikel padat.
g. Pengumpulan endapan
Endapan yang terjadi berkumpul dan tertahan di kolam lumpur sedangkan
airnya akan mengalir ke kolam air bersih.
h. Proses akhir
Limbah cair yang telah memenuhi standar baku mutu lingkungan ditampung
dan siap dibuang ke pembuangan limbah cair umum.
Analisis terhadap air pengolahan limbah dilakukan setiap hari kerja.
Parameter yang dianalisis meliputi chemical oxygen demand (COD), biological
oxygen demand (BOD), Total Solid Suspended (TSS) dan pH.
3.8.3 Manajemen Hama Terintegrasi
Manajemen hama terintegrasi (Integrated Pest Management) juga
merupakan hal yang dikelola oleh Departemen K3L. Prinsip Integrated Pest
Management (IPM) meliputi aktivitas prevention, exclusion, sanitation dan
treatment. Aktivitas prevention meliputi segala usaha pencegahan yang
mengundang kedatangan hama, berupa serangga, tikus ataupun hewan lain yang
tidak diharapkan ada. Exclusion merupakan aktivitas dalam
penangkapan/penjerapan hama tersebut. Sanitation meliputi proses pembersihan
terhadap lingkungan. Treatment yang dilakukan dapat dibagi dua yaitu
mechanical treatment, seperti rat box, glue trap, serta berbagai usaha monitoring
terhadap serangga melalui CIMU (Crawling Insect Monitoring Unit), FIMU
(Flying Insect Monitoring Unit), SIMU (Stick Insect Monitoring Unit). Chemical
treatment berupa spraying, fogging, cool fog dan mist blower.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
41
Universitas Indonesia
3.9 Departemen Supply Chain
Departemen Supply Chain terdiri atas unit logistik dan unit Demand and
Supply Planning.
3.9.1 Logistik
Manajemen logistik berperan penting dalam mengendalikan aliran dan
penyimpanan inventory dengan efektif dan efisien. Unit logistik melakukan
pengelolaan dalam dua hal pokok yakni inventory object berupa bahan baku,
bahan pengemas primer dan sekunder, produk ruahan, produk jadi, spare part dan
general item lainnya. Secara konsep unit logistik melakukan kegiatan berupa:
a. Pengelolaan terhadap zat aktif, bahan penolong, bahan kemas dan bahan
penunjang lainnya yang masuk ke dalam fasilitas gudang.
b. Pengelolaan terhadap penyimpanan zat aktif, bahan baku penolong, bahan
kemas dan bahan penunjang lainnya.
c. Pengelolaan terhadap produk jadi yang akan keluar fasilitas gudang.
Aktivitas logistik yang dilakukan meliputi customer service, logistic
communication, material handling, order processing, packaging, warehouse site
selection, reverse logistic, transportation dan warehousing and storage. Namun
secara garis besar terdapat lima kegiatan utama dalam unit logistik yaitu:
a. Penerimaan dan Penyimpanan inventory
1) Proses Penerimaan
Sumber bahan masuk yang berasal dari pemasok berupa bahan baku
aktif obat, bahan penolong, bahan kemas dan bahan penunjang lainnya. Alur
penerimaan barang dimulai dari perencanaan pemesanan oleh bagian
demand supply planning, dilanjutkan dengan pembuatan purchasing order
oleh bagian purchasing. Pada purchasing order tercantum jenis dan jumlah
bahan serta due date (tanggal penerimaan) dari bahan tersebut. Proses
penerimaan bahan harus berlangsung kurang atau paling lambat sama
dengan due date yang tertera pada purchasing order. Bahan yang datang
diterima di area loading in (area penerimaan). Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan dokumen bahan yaitu surat jalan dan CoA untuk zat aktif obat,
bahan baku penolong atau bahan kemas dan bahan lain yang membutuhkan
spesifikasi khusus. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan identitas, jumlah
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
42
Universitas Indonesia
dan keadaan bahan, bets number dari bahan, manufacturing date dan
expired date. Selanjutnya bahan dibawa masuk ke area stage in dan
ditimbang dengan menggunakan timbangan yang sesuai. Fasilitas
timbangan yang tersedia meliputi timbangan besar (timbangan lantai)
dengan kapasitas sampai dengan 500 kg dan timbangan kecil dengan
kapasitas sampai dengan 20 kg. Informasi hasil pengecekan awal
dimasukkan ke dalam sistem oracle sehingga keluar status dan label
quarantine pada bahan tersebut. Secara otomatis sistem akan memberikan
notifikasi kepada bagian QC untuk melakukan sampling. Proses
pengambilan sampel oleh QC dilakukan di dalam sampling hood. Status
release atau reject akan diberikan oleh bagian QC dan dimasukkan ke dalam
sistem serta dikeluarkan label release atau reject untuk bahan. Bahan yang
mendapat status reject dipisahkan ke dalam ruang terpisah yang dikunci
guna menghindari penyalahgunaan dan sebagai bukti klaim pada suplier.
2) Proses Penyimpanan inventory
Pada penyimpanan bahan terutama zat aktif, bahan penolong dan
bahan kimia lainnya disimpan pada area penyimpanan yang sesuai.
Penentuan area penyimpanan suatu bahan berdasarkan keterangan yang
tertera pada label atau CoA, atau berdasarkan rekomendasi dari bagian
Quality atau TS (Technical Support). Fasilitas penyimpanan yang terdapat
di gudang antara lain: (1) area penyimpanan dengan suhu kamar (kurang
dari 30°C); (2) area penyimpanan bahan mudah terbakar; (3) area
penyimpanan dengan suhu sejuk (15-25ºC); (4) area penyimpanan zat
psikotropika dan senyawa prekursor dengan penandaan khusus dan dikunci
dengan kunci yang dipegang kepala bagian logistik; (5) area penyimpanan
yang dilengkapi dengan refrigerator (2-8ºC); (6) area penyimpanan bahan
kemas sekunder dan primer; (7) area penyimpanan label dan brosur obat.
Area penyimpanan bahan kemas primer, label dan brosur obat dikunci dan
hanya personil tertentu yang dapat membuka kunci tersebut. Hal ini
dilakukan untuk mencegah mix up kemasan primer, label dan brosur obat
yang merupakan hal kritis dalam produksi obat. Bahan kemas yang
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
43
Universitas Indonesia
mendapat status reject dipisahkan dan dimasukkan ke dalam ruangan
terpisah (ruang khusus bahan reject).
3) Process Logic System
Process logic system merupakan sistem yang digunakan dalam
mengelola bahan dalam gudang, meliputi (1) first expired first out (FIFO)
untuk zat aktif dan bahan baku penolong di mana bahan baku dengan
tanggal daluwarsa terlebih dahulu yang digunakan dengan segera; (2) first in
first out untuk bahan kemas dimana pada bahan kemas prioritas penggunaan
adalah bahan yang masuk terlebih dahulu baru bahan yang masuk
kemudian. Sistem first in first out digunakan untuk zat aktif atau bahan baku
penolong bila tanggal daluwarsa dari bahan tersebut sama; (3) Unit transaksi
data menggunakan teknologi mobile hand held yang terhubung pada
database oracle yang menggantikan kartu stok gudang. Hal ini akan
mempermudah pengelolaan item dalam jumlah besar serta mempermudah
transaksi informasi antar unit sehingga mengurangi kesalahan dalam sistem
informasi; (4) racking system dengan penanda locater dimana penanda
tersebut tersimpan di dalam database oracle, sehingga akan mempermudah
pengelolaan barang. Dengan sistem ini diharapkan tidak terjadi kesalahan
pengambilan bahan dalam mengimplementasikan sistem FEFO atau sistem
FIFO serta sebagai peningkat efisiensi dalam proses produksi. Bahan yang
masih bersisa setelah proses menimbangan akan dikembalikan ke gudang
dan diberi status sisa. Sisa bahan ini akan diprioritaskan untuk digunakan
pada produksi selanjutnya. Sistem komputerisasi memungkinkan untuk
menyimpan bahan dalam gudang tanpa harus khawatir berbaur dengan
bahan yang sama namun dari lot atau bets yang berbeda, karena setiap
wadah dari bahan sudah dilabeli dengan barcode untuk identifikasi.
b. Picking Material
Kegiatan picking material dilakukan untuk, (1) keperluan produksi
baik dispensing maupun packaging. Dalam melakukan kegiatan ini
dibutuhkan Work Order of Pick List (WOPL) yang diberikan oleh bagian
demand and supply planning, kepada unit logistik dan unit produksi. WOPL
berisikan bahan yang harus diambil beserta jumlahnya, nomor lot, nomor
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
44
Universitas Indonesia
bets dan locater tempat bahan tersebut disimpan. Pengambilan bahan
dilakukan untuk satu bets produksi, atau dapat pula beberapa bets produksi
bila dilakukam proses produksi secara campaign. Untuk sisa bahan yang
telah ditimbang oleh unit produksi maka akan dikembalikan ke unit logistik
setelah diberikan label sisa; (2) untuk pengambilan bahan selain bahan baku
aktif obat, bahan baku penolong, bahan kemas, maka dalam proses
pengambilan bahan diperlukan form permintaan bahan selain untuk
kebutuhan produksi seperti bahan berupa kantong plastik, lakban dan lain-
lain.
c. Pengawasan Persediaan (Inventory Control)
Dalam pengelolaan persediaan dilakukan proses cycle control atau
proses pengendalian perputaran barang. Kegunaan dari proses cycle control
adalah untuk mencegah terjadinya selisih persediaan yang ada di gudang
dengan data yang terdapat dalam sistem. Proses cycle control terdiri atas (1)
daily cycle control yang dilakukan setiap hari dimana data yang dihasilkan
disimpan dan digunakan oleh internal unit logistik; (2) scheduled cycle
control dilakukan setiap bulan dimana data yang dihasilkan disimpan dan
digunakan untuk unit logistik dan unit accounting sebagai pencatatan aset;
(3) stock opname dilakukan sekali dalam setahun dimana pemeriksaan
dilakukan terhadap semua item. Hasil stock opname disimpan dan
digunakan oleh unit logistik, unit accounting dan auditor eksternal. Untuk
menjamin kualitas bahan yang ada di gudang, unit logistik dapat membuat
request for analysis pada unit QC agar dilakukan pemeriksaan terhadap
bahan yang ada dalam gudang. Kegiatan inventory control juga meliputi
kegiatan pemeriksaan warehouse capacity, yaitu kemampuan gudang dalam
menampung barang dan dilakukan setiap bulan. Dari pemeriksaan
warehouse capacity dapat diperoleh keterangan barang fast moving, slow
moving dan non moving. Barang non moving dapat dipertimbangan untuk
pemusnahan, pelelangan atau pemindahan. Analisis barang fast moving,
slow moving, dan non moving dilakukan setiap enam bulan sekali dan hasil
laporannya diberikan pada bagian DSP.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
45
Universitas Indonesia
d. Pemusnahan Persediaan (Inventory Disposal)
Bahan yang rusak atau tidak memenuhi persyaratan dapat dilakukan
segregasi (tindakan pengembalian kepada suplier) atau dilakukan
pemusnahan. Barang yang telah disimpan dapat diperiksa kembali oleh QC
yang dilakukan setiap satu tahun sekali untuk zat aktif obat dan dua tahun
untuk bahan baku penolong dan bahan kemas. Proses pemusnahan bahan
dilengkapi dengan laporan pemusnahan bahan dan dikeluarkan dari stok di
sistem oracle, serta dikelola oleh unit K3L dilengkapi dengan laporan
pemusnahan bahan dan dikeluarkan dari stok dan sistem. Untuk
pemusnahan bahan-bahan dari golongan psikotropika dan senyawa
prekursor harus disaksikan oleh perwakilan dari balai POM setempat.
e. Penanganan Produk Jadi
Produk jadi yang terdapat dalam gudang terdiri atas produk hasil
produksi, produk hasil toll out manufacturing dan produk impor. Dalam
penanganan terhadap produk hasil sendiri dilakukan pemeriksaan fisik oleh
unit logistik, apabila dalam keadaan baik dan sesuai persyaratan maka data
produk dimasukkan ke dalam database oracle dan diberi status quarantine.
Secara otomatis sistem akan memberikan notifikasi pada bagian Quality
untuk melakukan pemeriksaan fisik maupun laboratorium dan kelengkapan
dokumen produksi (catatan bets). Hasil pemeriksaan akan menentukan
status produk menjadi release atau rework/reprocess. Untuk produk hasil
produksi berdasarkan kontrak (toll out manufacturing), penetapan status
release tetap dilakukan oleh bagian Quality dari PT Dexa Medica.
3.9.2 Demand and Supply Planning
Demand Supply and Planning (DSP) adalah bagian dari departemen
supply chain di PT. Dexa Medica. Tugas utama dari unit DSP adalah
pengendalian terhadap suplai produk, baik produk yang didistribusikan secara
lokal ataupun produk yang didistribusikan secara internasional. Selain itu DSP
juga mengelola kapasitas dan sumber daya yang ada termasuk sumber daya
material, sumber daya bahan baku dan sumber daya penunjang seperti fasilitas
dan sebagainya.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
46
Universitas Indonesia
Dalam unit DSP terdapat beberapa hirarki perencanaan, yaitu strategic
planning, tactical planning dan operational planning. Proses penentuan kebijakan
berdasarkan pada data forecasting demand dan actual demand yang didapatkan
dari unit marketing yang tersebar di seluruh indonesia dan perwakilan di luar
negeri.
Berdasarkan atas data forecasting demand dan actual demand yang
didapatkan dari bagian marketing, top management mengolah dan
menerjemahkannya menjadi perencanaan-perencanaan strategis. Terdapat dua
jenis perencanaan yang dibuat yaitu perencanaan berdasarkan skala prioritas dan
perencanaan berdasarkan skala kapasitas. Perencanaan prioritas akan
menghasilkan rencana produksi yang digunakan dalam kurun waktu satu tahun
dan selanjutnya dipecah (breakdown) menjadi rencana produksi bulanan. Pada
perencanaan berdasarkan skala kapasitas, DSP menganalisis dan membuat
perencanaan kebutuhan sumber daya untuk memenuhi rencana produksi yang
digunakan dalam kurun waktu satu tahun. DSP menerjemahkan perencanaan
produksi tahunan dan bulanan menjadi master production schedule dan pada
perencaan skala kapasitas, kebutuhan sumber daya tersebut diterjemahkan sebagai
rough cut capacity planning. DSP menjabarkan master production schedule
menjadi material requirement planning pada perencanaan skala prioritas dan
menerjemahkan rough cut capacity planning menjadi capacity resource planning
pada perencanaan skala kapasitas. Material requrement planning pada tahapan
pelaksanaan dan pengendalian dituangkan dalam bentuk production activity
control yang dalam implementasinya membutuhkan data capacity control yang
diturunkan dari capacity resource planning.
Secara umum kegiatan pada unit DSP dapat diringkas dalam poin berikut:
a. Demand planning and controlling di mana demand planning adalah hasil
dari pengolahan dan penerjemahan data marketing forecast.
b. Capacity planning, dilakukan atas kesepakatan dan kemampuan dari
logistik, produksi dan distribusi terkait dengan manajemen kapasitas.
c. Operation planning.
d. Material requirement planning.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
47
Universitas Indonesia
e. Toll manufacturing dilakukan apabila kapasitas produksi tidak mencukupi
sehingga diperlukan kapasitas tambahan berupa produksi di luar pabrik.
f. Work order process.
3.10 Departemen Teknik
Sarana penunjang produksi seperti gedung dan fasilitas pabrik serta mesin
produksi dan sistem yang menunjang terpenuhinya CPOB termasuk aspek penting
yang harus dipenuhi untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan. Departemen
Teknik memiliki kewajiban untuk mengelola fasilitas dan sarana penunjang ini.
Pengelolaan terhadap fasilitas meliputi, mesin-mesin produksi, air handling unit
(AHU) termasuk heating and ventilating air conditioning (HVAC), water
treatment plant, generator set, compressed air dan boiler. Secara umum fungsi
bagian Teknik adalah sebagai berikut:
3.10.1 Corrective, Preventive, dan Maintenance
Fungsi preventive dan maintenance dilakukan dengan pemeriksaan dan
perawatan terhadap mesin dan fasilitas penunjang lainnya sesuai dengan
kualifikasi dari bagian Quality. Proses preventive dan maintenance dilakukan
secara berkala sesuai dengan yang tertera di dalam preventive and maintenance
schedule (PMS). Kegiatan preventive dan maintenance juga dilakukan
berdasarkan permintaan dari bagian lain. Hasil dari kegiatan preventive dan
maintenance didokumentasikan dalam dokumen pemeriksaan mesin dan fasilitas.
Fungsi corrective diimplementasikan dalam bentuk perbaikan terhadap
mesin dan fasilitas. Dalam melakukan kegiatan corrective, teknisi akan
menentukan apakah mesin atau bagian dari mesin tersebut masih dapat digunakan
atau tidak. Apabila masih dapat diperbaiki segera dilakukan tindakan perbaikan.
Bila tidak dimungkinkan untuk memperbaiki mesin atau bagian mesin secara
mandiri maka perbaikan dilakukan oleh pihak luar fasilitas (outsourcing) PT.
Dexa Medica.
Setelah dilakukan perbaikan pada mesin atau fasilitas perlu dilakukan
kembali kualifikasi, kalibrasi dan running test hingga didapatkan kinerja yang
sesuai dengan spesifikasi. Proses perbaikan beserta hasil pengujian kembali
didokumentasikan dalam dokumen perbaikan mesin atau fasilitas.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
48
Universitas Indonesia
3.10.2 Utility Management
Pengelolaan terhadap fasilitas penunjang seperti water treatment plant,
power supply, HVAC dan sebagainya dilakukan secara berkala dan berkelanjutan.
Pada pengelolaan fasilitas penunjang termasuk di dalamnya terdapat kegiatan
aktivasi dan conditioning pada sarana dan prasarana pada pukul 06.00 dan
pemantauan selama fasilitas tersebut dijalankan serta didokumentasikan ke dalam
log in control. Fasilitas yang dikelola mencakup:
a. Heating, Ventilating Air Conditioning System
Fasilitas HVAC memegang peranan penting dalam proses produksi
karena terkait dengan sistem tata udara yang berpengaruh terhadap kualitas
udara. Sistem HVAC terdiri atas fasilitas air handling unit (AHU) dan dust
collector. Ruang mixing dan granulasi serta ruang steril masing-masing
memiliki satu unit pengelola udara khusus sedangkan untuk ruang produksi
lainnya, satu unit pengelola udara dapat digunakan untuk beberapa ruangan.
Satu satuan unit pengelola udara terdiri atas:
1) Pre filter merupakan filter G4 yang berfungsi menyaring udara luar untuk
masuk ke dalam air handling unit. Pre filter juga ditempatkan pada bagian
bawah ruang produksi sebagai aliran udara balik.
2) Medium filter merupakan filter F9 yang berfungsi untuk menyaring udara di
dalam sistem HVAC.
3) Cooling coil yang berfungsi untuk menurunkan suhu udara agar tetap sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Cooling coil berfungsi secara otomatis
sesuai dengan sensor suhu dan kelembapan yang terpasang di jalur aliran
udara balik.
4) Heating Coil dan Dehumidifier berfungsi untuk mengatur kelembaban
relatif udara (relative humidity) agar udara yang masuk ruang produksi
memiliki RH yang sesuai dengan persyaratan. Panas dari heating coil
berasal dari air panas.
5) Motor dan Blower berfungsi sebagai pengatur aliran udara yang masuk pada
ruang produksi sehingga kecepatan aliran udara dan perbedaan tekanan
udara dapat dikontrol. Aliran udara pada ruang produksi terdiri atas 80%
udara hasil saringan kembali dan 20% udara luar (fresh air). Perbedaan
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
49
Universitas Indonesia
tekanan antara ruangan dan koridor diatur dengan memasukan udara pada
koridor sehingga akan tercipta gradien tekanan udara positif pada koridor,
sebagai akibatnya tekanan udara di koridor akan lebih besar dibandingkan
tekanan udara di dalam ruang produksi. Hal ini dilakukan agar debu dan
partikel tidak keluar ke koridor dan menimbulkan potensi kontaminasi.
Sensor aliran udara ditempatkan pada jalur aliran udara masuk untuk
mengatur laju aliran udara yang masuk.
6) High Efficiency Particulate Air (HEPA) filter, ditempatkan pada semua
ruang produksi. HEPA filter juga biasanya terpasang pada fasilitas laminar
air flow (LAF) dan sampling hood pada gudang.
7) Dust collector; debu dari ruang produksi dialirkan keluar ruangan oleh
saluran yang terhubung pada dust collector.
b. Water Treatment Plant
Water Treatmen Plant atau fasilitas pengolahan air. Sumber air
berasal dari perusahaan air minum (PAM) yang ditampung pada bak atas
dan diproses dengan penambahan klorin 0,45 ppm. Selanjutnya air dialirkan
ke dalam bak bawah, kemudian dilakukan proses filtrasi menggunakan
multi media filter untuk menghilangkan kandungan klorin. Air yang sudah
difiltrasi selanjutnya dimasukkan ke dalam fasilitas pengolahan air murni.
Pembuatan air murni dilakukan dengan cara:
1) Proses softener
Pada proses ini air dihilangkan kesadahannya dengan menggunakan filter
yang tersusun atas campuran silika dan karbon aktif.
2) Proses reverse osmosis
Pada proses reverse osmosis, air dipaksa melewati membran semi permiabel
sehingga terjadi proses osmosis yang menyebabkan ion-ion di dalam air
terpisah dan dihasilkan air dengan ion yang minimum.
3) Proses electronic deionization
Pada proses electronic deionization merupakan proses penghilangan ion dari
air melalui penarikan ion melalui suatu membran oleh suatu penarik ion,
sehingga pada akhirnya diperoleh air murni. Air murni yang dihasilkan
ditampung dalam tanki air murni untuk didistribusikan ke seluruh bagian
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
50
Universitas Indonesia
produksi reguler. Tanki ini juga akan mensuplai bak air murni sefalosporin
untuk selanjutnya didistribusikan ke bagian produksi sefalosporin. Air
murni ini digunakan untuk mencuci alat, sebagai pelarut, atau pengencer
reagen kimia dan kebutuhan sanitasi. Pada fasilitas steril dibutuhkan air
dengan spesifikasi lebih tinggi yakni air untuk injeksi. Air untuk injeksi
(WFI) adalah dengan cara mendestilasi bertingkat air murni sehingga
didapatkan kualitas air yang dipersyaratkan.
c. Power Supply
Fasilitas penyedia energi untuk menggerakan dan mengoperasikan
mesin diperoleh dari perusahaan listrik negara dan fasilitas generator set
yang terdapat di lingkungan pabrik. Terdapat tiga unit generator dengan
kapasitas 600 KVA, 600 KVA dan 400 KVA. Pada fasilitas produksi
sefalosporin sumber tenaga harus berjalan terus karena sistem tata kelola
udara ruang tersebut harus aktif selama 24 jam sehari untuk menjaga
kualitas udara dan jumlah partikel yang berada dalam ruangan sesuai dengan
persyaratan. Pada fasilitas water treatment plant juga dibutuhkan pasokan
energi yang konstan agar aliran air dapat terus terjadi dan mencegah
pembentukan biofilm pada pipa atau tempat penampungan air. Dalam
pengelolaan power supply PT. Dexa Medica menerapkan sistem auto-
synchronize yang akan menyesuaikan tegangan, frekuensi dan bentuk
gelombang listrik dari generator set dengan listrik dari PLN. Unit
sefalosporin memanfaatkan suplai listrik dari generator set pada pagi hari
dan memanfaatkan suplai listrik dari PLN ketika malam hari. Unit reguler
digunakan sistem semi automatic sehingga perlu ada operator yang
menyalakan generator ketika terjadi padam listrik. Unit reguler
memanfaatkan suplai listrik dari PLN dan menggunakan suplai generator
set bila padam listrik.
d. Machines installation
Proses instalasi suatu mesin baru dapat dilakukan oleh pihak
suplier atau bagian teknis sendiri. Apabila dilakukan oleh pihak suplier,
maka bagian teknis akan memberikan fasilitas penunjang yang sesuai untuk
melakukan instalasi. Namun apabila dilakukan oleh bagian teknis sendiri,
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
51
Universitas Indonesia
maka pihak suplier akan memberikan rancangan/desain alat tersebut
sehingga memudahkan dalam proses instalasinya. Setelah dilakukan
instalasi, maka dilakukan running test, kualifikasi operasional dan
kualifikasi kinerja.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
34
52 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Ketersediaan obat yang bermutu dan sesuai dengan tujuan penggunaannya
merupakan salah satu parameter derajat pembangunan kesehatan. Dalam hal ini,
industri farmasi memegang peranan yang sangat penting dalam mewujudkan
pembangunan kesehatan yang paripurna. Suatu obat dikatakan bermutu tinggi
apabila obat tersebut memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan kualitas. Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan pedoman yang dikeluarkan oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk diterapkan oleh industri
farmasi. CPOB mempersyaratkan bahwa penjaminan mutu terhadap obat tidak
hanya terbatas obat tersebut lulus pada serangkaian pengujian laboratorium, tetapi
mutu harus dibentuk ke dalam obat tersebut. Mutu obat tergantung pada bahan
awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan dan
fasilitas produksi, peralatan yang dipakai termasuk personalia yang terlibat. Oleh
karena itu, ruang lingkup dari cara pembuatan obat yang baik memperhatikan alur
produksi mulai dari awal hingga akhir produksi. Tugas industri farmasi adalah
melakukan penerapan cara pembuatan obat yang baik.
PT Dexa Medica sebagai industri farmasi terkemuka di Indonesia telah
menerapkan CPOB dan sistem penjaminan mutu yang menyeluruh pada seluruh
aspek produksinya. Sesuai dengan visinya, yaitu menjadi sebuah perusahaan yang
berbakti paling depan dalam menyediakan nilai tambah yang signifikan bagi
setiap customer dan mitra usahanya dengan selalu bekerja giat secara efektif,
efisien, dan berkesinambungan untuk meraih health for all, kesehatan bagi semua
di tingkat nasional, regional, maupun global, PT Dexa Medica telah
mengimplementasikan seluruh aspek CPOB. Berikut pembahasan implementasi
CPOB di PT Dexa Medica.
4.1 Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen
izin edar dan tidak mengandung risiko yang membahayakan penggunanya. Proses
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
53
Universitas Indonesia
manajemen mutu di PT Dexa Medica telah dilakukan pada semua aspek produksi
dimulai dari unsur struktur organsasi, prosedur, proses, sumber daya dan
tindakan-tindakan yang sistematis dalam pendapatkan kepastian bahwa produk
yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Proses manajemen mutu terdapat dalam Departemen Quality PT Dexa
Medica. Penerapan Manajemen Mutu tidak hanya dilaksanakan dalam
Departemen Quality, melainkan juga diterapkan dalam segala aspek produksi.
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan fungsinya,
Departemen Quality dibagi menjadi tiga unit kerja yaitu, Quality Compliance,
Quality Control, dan Quality Validation.
Unit Quality Compliance secara garis besar melakukan kegiatan berupa
pengawasan selama proses produksi dan produksi (production and process
control), penelusuran terhadap produk dan pengawasan terhadap perubahan
(product review and change control), tindakan koreksi dan tindakan pencegahan
pada produk (corrective action and preventive action of product atau CAPA), dan
desain pengawasan (design control).
Unit Quality Control melakukan fungsi pengawasan pada bahan awal,
termasuk bahan kemas primer dan sekunder, produk ruahan, da produk jadi dalam
hal pengujian, baik secara fisik, kimia, mikrobiologi, maupun menggunakan
instrumen. Unit ini memiliki 5 fungsi utama, yaitu pengawasan bahan yang
masuk (incoming material control), pengujian laboratorium (laboratorium
testing), pengujian stabilitas produk yang sedang jalan dan penanganan sampel
pertinggal (ongoing stability and retained sample handling), penanganan reagen
kimia dan mikrobiologi (chemical and microbiological reagent handling), dan
penanganan instrumen (instrument handling). Unit ini memiliki program baru
berupa perencanaan sumber daya yang diharapkan akan semakin mengefektifkan
dan mengefisiensikan Departemen Pengawasan Mutu dalam penjadwalan.
Unit Quality Validation secara umum melakukan kegiatan berupa
kualifikasi, kalibrasi, validasi proses, validasi pembersihan, dan validasi sistem
komputer. Validasi sistem komputer merupakan program terbaru dari unit ini dan
sudah mulai dijalankan untuk sistem komputasi pada unit produksi dengan
menerapkan sistem validasi GAMP.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
54
Universitas Indonesia
4.2 Personalia
Tidak ada satu perusahaan pun yang akan dapat berjalan tanpa adanya
Sumber Daya Manusia (SDM). SDM merupakan faktor penting yang menentukan
kemajuan suatu perusahaan. Dalam industri farmasi, SDM memegang peranan
penting dalam mendukung pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu
yang baik dan pembuatan obat yang benar. Oleh karena itu, setiap personil
hendaklah memahami prinsip CPOB dan memiliki kualifikasi serta pengalaman
praktis yang cukup.
PT Dexa Medica juga telah menerapkan CPOB dalam pemanfaatan SDM-
nya. Tiga personil kunci dalam PT Dexa Medica, yakni Manager Produksi,
Manager Quality Assurance (dalam PT Dexa Medica disebut sebagai Manager
Quality), dan Manager Quality Control masing-masing dijabat oleh seorang
apoteker yang terpisah dan tidak memiliki pengaruh satu sama lainnya. Masing-
masing personil kunci tersebut memiliki kompetensi yang sesuai, baik dalam hal
manajerial maupun pengalaman praktis. Selain itu, ketiga personil kunci ini juga
diberikan pelatihan yang berkesinambungan untuk menjamin kualitas mereka.
Pembagian tugas dan wewenang juga telah dilakukan secara jelas dan
terdokumentasi.
PT Dexa Medica tidak hanya memberikan pelatihan kepada karyawan-
karyawan dengan jabatan tinggi di perusahaan. Setiap karyawan yang bekerja di
PT Dexa Medica, mulai dari operator sampai direktur, bahkan petugas keamanan
dan kebersihan, diberikan pelatihan-pelatihan berdasarkan program perusahaan
dari masing-masing bidang, seperti Keselamatan Kerja dan Kesehatan
Lingkungan (K3L) dan prinsip CPOB. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka
meningkatkan pengetahuan karyawan dalam membentuk mutu dan pengenalan
lapangan dalam pencegahan kecelakaan kerja. Selain itu, setiap karyawan juga
diberikan pemeriksaan kesehatan secara berkala sesuai dengan bidangnya.
Pengelolaan program pelatihan dilakukan oleh Departemen Human Resource
mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaannya.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
55
Universitas Indonesia
4.3 Bangunan dan Fasilitas
Bangunan dan fasilitas yang ada dalam suatu industri farmasi hendaklah
didesai sedemikian rupa sehingga mengefektifkan dan mengefisienkan aktivitas,
sesuai kondisi dan persyaratan, serta mudah dirawat. Tata letak dan desain
ruangan perlu diperhatikan untuk memperkecil resiko terjadinya kekeliruan,
pencemaran silang dan kesalahan lainnya, serta memudahkan perawatan yang
efektif.
PT Dexa Medica memiliki dua fasilitas produksi, yaitu fasilitas produksi
reguler dan fasilitas produksi sefalosporin. Hal ini sudah sejalan dengan peraturan
yang berlaku yang menyatakan bahwa fasilitas produksi beta laktam harus
terpisah dengan fasilitas produksi non-beta laktam. Pabrik PT. Dexa Medica di
Palembang memiliki fasilitas yang meliputi, fasilitas gudang, area produksi,
kantor, laboratorium pengawasan mutu, kantin, toilet, mushola, dan fasilitas area
steril yang berada di gedung unit produksi sefalosforin. Fasilitas yang ada sudah
cukup untuk mengakomodasi kegiatan yang dipersyaratkan CPOB seperti
penerimaan bahan, karantina barang masuk, penyimpanan bahan baku, bahan
pengemas dan produk jadi, penimbangan dan penyerahan bahan atau produk,
pengolahan, pencucian dan penyimpanan peralatan, penyimpanan produk ruahan,
pengemasan, karantina produk dan laboratorium pengawasan mutu.
Desain ruangan pada area produksi didesain sedemikian rupa mengikuti
alur proses produksi. Perbedaan tekanan antara koridor dengan ruangan dijaga
untuk menjaga agar udara di koridor tetap bersih dengan mempertahankan laju
aliran udara. Perbedaan tekanan udara dijaga pada tentang 15-25 Pa, dan pada
setiap ruangan terpasang alat pengukur perbedaan tekanan udara. Luas masing-
masing ruangan dapat mengakomodasi ukuran mesin, jumlah personil yang
mungkin ada, dan ruang untuk pergerakan personil dan material. Sistem tata udara
di PT Dexa Medica diatur melalui Air Handling Unit (AHU). Terdapat 18 AHU
pada fasilitas produksi regular dan 9 AHU pada fasilitas produksi sefalosporin.
AHU pada fasilitas pabrik menggunakan tiga filter pada saluran udaranya yaitu
pre-filter (filter G4), medium filter (F9) dan HEPA filter yang menjamin partikel
pada aliran udara kotor tersaring dengan baik. Pada saluran udara juga terpasang
sensor suhu dan RH serta sensor aliran udara untuk menjaga suhu, kelembapan
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
56
Universitas Indonesia
udara, laju aliran udara, dan tekanan udara tetap terkendali. Permukaan dinding
dan lantai memiliki permukaan halus serta bebas retak dan sambungan terbuka.
Konstruksi lantai terbuat dari bahan epoksi yang tidak melepaskan partikulat.
Sudut antar dinding dan lantai dibuat berbentuk melengkung. Sistem pencahayaan
pada fasilitas produksi sefalosporin didesain sedemikian rupa sehingga tidak
terdapat gantungan alat pencahayaan dan perbaikan dapat dilakukan di luar
fasilitas produksi.
Fasiltas gudang pada PT. Dexa Medica telah dapat mengakomodasi
kebutuhan penyimpanan bahan baku, bahan pengemas, area karantina, area
sampling, area penerimaan, dan area pengeluaran barang. Fasilitas penyimpanan
bahan dengan kondisi tertentu sudah tersedia seperti ruangan zat psikotropika dan
senyawa prekursor, ruang bahan mudah terbakar, ruang penyimpanan dengan
suhu 2-8oC, 15-25oC, dan suhu ambien (< 30oC). Manajemen suplai dalam gudang
sudah berjalan dengan baik dan terencana sehingga sangat jarang terjadi
penumpukan barang di gudang ataupun kekosongan gudang. Sistem inventory
control yang telah terkomputerisasi sangat membantu pengelolaan barang,
mengurangi kemungkinan terjadinya salah ambil barang ataupun mix up product.
Area pengawasan mutu memiliki laboratorium tersendiri, baik di unit
fasilitas regular maupun di unit fasilitas sefalosporin. Pada area produksi juga
terdapat laboratorium untuk pengawasan-selama-proses. Sarana pendukung yang
ada seperti toilet, kantin serta bengkel perbaikan dan perawatan alat telah terpisah
dari area produksi dan pengawasan mutu. Terdapat loker atau sarana ganti baju
dan toilet yang terletak di posisi depan pada fasilitas produksi reguler dan
sefalosporin untuk mengakomodasi proses produksi dan menjamin mutu produk.
4.4 Peralatan
Peralatan merupakan hal yang krusial dalam sebuah industri
manufacturing. Kecepatan produksi dan pengujian bergantung pada kecepatan alat
saat proses. Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan
konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan dan dikualifikasi
dengan tepat agar mutu obat terjamin dan seragam dari bets ke bets, serta untuk
memudahkan pemersihan dan perawatan. Peralatan yang digunakan PT Dexa
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
57
Universitas Indonesia
Medica dalam melakukan produksi maupun analisis terhadap obat merupakan
peralatan dengan teknologi tinggi. Penggunaan peralatan berteknologi tinggi
ditujukan agar mendapatkan produk obat yang bermutu tinggi dan mengurangi
variabilitas antar bets dari produk obat. Selain itu, pemilihan alat berteknologi
tinggi ini juga untuk memenuhi permintaan produksi yang cukup tinggi. Desain
konstruksi bangunan sudah sesuai dengan peralatan yang digunakan.
Terdapat berbagai timbangan dalam fasilitas produksi Dexa Medica, mulai
dari timbangan yang besar untuk satuan kilogram sampai timbangan yang kecil
untuk satuan miligram. Timbangan untuk menimbang bahan yang digunakan
dalam jumlah besar dilakukan pada weighing hood yang dilengkapi dengan
laminar air flow agar operator tidak terpapar terhadap bahan. Di sisi lain,
timbangan untuk bahan yang diperlukan dalam jumlah kecil atau bahan yang
higroskopik ditempatkan pada kotak kaca yang sesuai. Timbangan tersebut tidak
ditempatkan dibawah laminar air flow dikarenakan sensitifitasnya terhadap aliran
udara.
Mesin-mesin produksi misalnya mixer, fluidized bed dryer (FBD) dan
sieving mill ditempatkan pada ruang khusus dengan dilengkapi AHU tersendiri.
Beberapa mesin FBD telah menggunakan sistem tertutup dimana proses
pencampuran dan granulasi dilakukan pada satu alat yang tersambung satu dengan
lainnya (in line) dimana produk antara dipindahkan melalui selang tertutup pada
alat berikutnya. Sistem tertutup digunakan untuk mencegah banyaknya debu di
udara dan menghindari kontaminasi silang. Untuk proses pemindahan produk
antara dengan sistem terbuka telah dilakukan validasi yang membuktikan bahwa
kontaminasi yang terjadi pada produk adalah minimal dan dapat menghasilkan
produk yang memenuhi persyaratan. Mesin cetak, mesin pengisi kapsul, mesin
coating dan mesin yang digunakan untuk mengemas masing-masing ditempatkan
pada ruangan khusus yang dilengkapi dengan sistem AHU terseendiri. Setiap
mesin cetak dan mesin pengisi kapsul yang ada di PT Dexa Medicadilengkapi
dengan metal detector untuk menjamin tidak adanya logam pada produk. Logam
pencemar dapat berasal dari bagian mesin yang bersentuhan dengan produk. Pada
sebagian mesin pengemas sudah terdapat visual sensor untuk menjamin tidak
adanya kesalahan dalam pengemasan dan pelabelan. Untuk sebagian lain mesin
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
58
Universitas Indonesia
pengemas yang belum memiliki sensor visual, dilakukan pemeriksaan visual
secara manual oleh operator. Terdapat mesin pengemas untuk jenis blister
aluminium-aluminium, blister aluminium-PVC, dan strip poliselonium.
Unit sefalosporin terbagi atas proses dispensing non steril dan dispensing
steril. Peralatan yang digunakan pada proses dispensing non steril serupa dengan
yang digunakan pada unit produksi reguler. Di sisi lain, peralatan yang digunakan
pada proses dispensing steril ditujukan untuk membuat sediaan dry powder for
injection. Proses dispensing steril yang digunakan adalah secara aseptik dimana
digunakan bahan baku yang sudah steril. Untuk menjaga sterilitas bahan baku,
bahan baku beserta kemasannya dimasukkan ke dalam alat untuk produksi. Alur
produksi untuk personil, bahan baku, dan bahan pengemas didesain sedemikian
rupa untuk menjaga sterilitas produk. Alat produksi tersebut secara otomatis akan
mengeluarkan bahan baku dari kemasannya. Proses dispensing steril dilakukan
pada mesin yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat melakukan proses
produksi mulai tahap penimbangan bahan baku, pencucian dan sterilisasi kemasan
(vial), sampai proses pengemasan ke dalam vial dalam suatu sistem tertutup tanpa
adanya proses yang terputus (in line closed system). Sistem tersebut tepat
diterapkan pada produksi sediaan steril secara aseptik karena sistem tersebut dapat
menjamin produk yang dihasilkan steril. Untuk menjamin alat berfungsi optimal
dilakukan proses media fill setiap 6 bulan menggunakan 10.000 vial.
Alat ukur yang digunakan oleh PT Dexa Medica telah terkualifikasi sesuai
spesifikasinya dan memiliki jadwal kalibrasinya masing-masing. Pengelolaan
terhadap kualifikasi dan kalibrasi alat ukur dilakukan oleh unit Validasi dari
Bagian Quality. Proses kalibrasi dilakukan pada instrumen analisis, timbangan,
termometer, sensor, pH meter dan sebagainya. Pencegahan terhadap pembentukan
biofilm pada pipa air suling dan pipa air deionisasi pada pipa dilakukan dengan
cara mendesain konstruksi pipa sedemikian sehingga mencegah terjadinya
deadlag dan dilakukan proses sirkulasi terus menerus, terutama pada fasilitas
produksi sefalosporin, air yang disirkulasi dijaga suhunya pada 2 kondisi, yaitu di
atas 80oC atau sekitar 4oC tergantung keperluannya. Proses sirkulasi dipantau
dengan sensor aliran yang ditempatkan pada pipa air.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
59
Universitas Indonesia
Proses perawatan peralatan dilakukan secara rutin dan terjadwal. Proses
perawatan peralatan dan fasilitas dilakukan oleh departemen teknik sesuai dengan
SOP perawatan tiap peralatan. Departemen teknik memiliki jadwal pemeriksaan
dan perawatan (preventive and maintenence schedule) untuk semua peralatan dan
fasilitas yang dimiliki oleh PT Dexa Medica. Semua hasil proses pemeriksaan dan
perawatan terhadap peralatan dan fasilitas didokumentasikan dengan baik.
Perawatan dilakukan untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang dapat
mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.
4.5 Sanitasi dan Hygiene
Sanitasi dan hygiene merupakan hal yang sangat memengaruhi mutu suatu
produk, apalagi untuk produk farmasi yang fungsinya untuk menyelamatkan
hidup. Sanitasi dan hygiene yang baik telah dilakukan oleh PT Dexa Medica pada
semua aspek yang terkait proses produksi. Sanitasi terhadap ruangan dilakukan
setiap hari sebelum dan setelah melakukan proses produksi. Bangunan dan
fasilitas yang terkait produksi pada PT Dexa Medica dibangun dengan konstruksi
yang sesuai sehingga mudah dilakukan sanitasi misalnya ruang produksi yang
dikonstruksikan sesuai dengan hospital shape. Proses pembersihan terhadap
peralatan produksi dilakukan setelah kegiatan produksi selesai dilakukan dan pada
waktu akan memulai produksi produk yang berlainan ataupun bets yang baru.
Proses pembersihan terhadap peralatan produksi dilakukan sesuai jadwal dan
dilaksanakan sesuai dengan SOP. Pada proses sanitasi peralatan produksi
dilakukan validasi pembersihan (cleaning validation) guna membuktikan bahwa
proses sanitasi telah dilakukan dengan efektif. Proses pemeriksaan kebersihan
setiap ruangan dan peralatan produksi dilakukan oleh personil produksi. Mesin
yang sudah dinyatakan bersih diberi label bersih. Sarana hygiene perorangan
seperti toilet dan tempat cuci tangan telah disediakan dengan baik dan dalam
jumlah yang memadai bagi semua personil. Selain itu, tersedia pula hand sanitizer
di sebelah pintu akses ke dalam ruang produksi.
Prosedur hygiene personil telah diterapkan oleh PT Dexa Medica secara
baik. Pelatihan secara berkala terhadap seluruh karyawan mengenai program
hygiene perorangan dilakukan oleh bagian personalia dan produksi. Prosedur
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
60
Universitas Indonesia
penggunaan alat pelindung diri (APD) sudah dituangkan dalam bentuk SOP dan
disosialisasikan kepada seluruh karyawan terutama karyawan yang bekerja pada
area produksi. Program hygiene perorangan diterapkan kepada seluruh personil
yang memasuki area produksi baik karyawan tetap, karyawan paruh waktu, atau
bukan karyawan misalnya kontraktor, pengunjung, manajemen senior dan
inspektur. Proses pemeriksaan kesehatan dilakukan secara berkala oleh unit K3L
dan personalia setiap tahunnya. Proses pemeriksaan kesehatan dilakukan pada
semua karyawan PT Dexa Medica terutama karyawan yang secara langsung
menangani produk. Proses pemeriksaan kesehatan juga dilakukan pada proses
penerimaan karyawan baru.
4.6 Produksi
Produksi yang dilakukan oleh PT Dexa Medica dibagi menjadi 2, yaitu
produksi reguler untuk produk non- beta laktam dan produksi sefalosporin untuk
produksi beta laktam. Proses produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur
yang ditetapkan dan memenuhi persyaratan CPOB untuk menjamin produk yang
dihasilkan memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Pengawasan dalam
proses produksi dilakukan oleh unit produksi dan Quality Compliance untuk
menjamin proses produksi dilakukan sesuai dengan prosedur dan instruksi tertulis.
Validasi terhadap proses produksi dilakukan oleh unit Quality Validation.
Validasi proses dilakukan terhadap setiap bets produksi dari mulai penanganan
bahan baku sampai dengan pelulusan produk jadi. Setiap terjadi perubahan yang
berarti pada proses produksi sudah dilakukan risk assesment guna menjamin
produk yang dihasilkan masih masuk ke dalam persyaratan mutu.
Pada fasilitas produksi reguler, penanganan bahan baku pertama kali
dilakukan oleh unit logistik di dalam gudang. Bahan baku yang digunakan berasal
dari pemasok yang telah terkualifikasi. Proses kedatangan bahan pada gudang
dilakukan pada area loading in dan dilakukan pemeriksaan pada area stage in.
Proses pemeriksaan dilakukan oleh unit logistik dan unit pengawasan mutu. Unit
logistik memeriksa kelengkapan administrasi dari bahan baku yang datang
meliputi surat jalan, sertifikat analisis, dan kesesuaian jumlah dan jenis bahan
baku dengan procurement order. Pengambilan sampel dan pemeriksaan secara
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
61
Universitas Indonesia
laboratorium dilakukan oleh unit pengawasan mutu. Hasil pemeriksaan baik yang
dilakukan oleh unit logistik maupun unit pengawasan mutu dimasukkan ke dalam
database sistem Oracle sebagai bagian dari catatan bets. Bahan baku disimpan
dengan baik sesuai dengan persyaratan yang tertera pada label atau sertifikat
analisis. Dilakukan pemeriksaan secara berkala pada persediaan bahan baku yang
terdapat pada gudang dilakukan baik pemeriksaan harian, bulanan, maupun
tahunan. Penanganan terhadap bahan baku yang tidak memenuhi persyaratan
dilakukan dengan memisahkan bahan baku tersebut dan disimpan pada ruangan
terpisah dalam keadaan terkunci.
Pencegahan kontaminasi silang dilakukan pada proses penimbangan,
produksi serta pengemasan. Pencegahan kontaminasi yang berasal dari operator
dilakukan dengan menerapkan program hygiene perorangan dan memakai APD
dengan baik. Tidak boleh terdapat dua atau lebih bahan yang berbeda dalam ruang
timbang pada proses penimbangan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.
Dilakukan pembersihan timbangan dengan alat vacuum cleaner setelah selesai
menimbang bahan baku sehingga sisa bahan baku yang tidak sengaja bertebaran
tidak mencemari bahan baku selanjutnya. Proses penimbangan dilakukan dengan
sistem empat mata (dilakukan oleh dua orang) sebagai verifikasi. Sisa bahan yang
tidak habis ditimbang dikembalikan kepada unit logistik dan diberi label sisa.
Pencegahan mix up antar bahan baku dilakukan dengan melakukan
penimbangan sesuai WOP List serta proses pelabelan. Semua bahan yang telah
selesai ditimbang diberi label yang tertera barcode yang berisikan infromasi
megenai jenis bahan, kuantitas, nomor bets, nomor lot, dan nama produk. Nama
produk perlu dicantumkan karena suatu bahan baku dapat saja dipergunakan
untuk beberapa produk yang berbeda terutama untuk bahan baku penolong.
Penimbangan bahan baku penolong tidak dilakukan untuk tiap produk tetapi
dilakukan untuk semua produk yang menggunakan bahan baku tersebut pada hari
penimbangan dilakukan secara campaign. Kesalahan mix up juga dicegah dengan
menempatkan bahan baku yang telah ditimbang pada troly yang terpisah. Disini
digunakan sistem 1 troly untuk 1 bets produk.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
62
Universitas Indonesia
Semua mesin produksi dan ruangan produksi dipastikan memenuhi syarat
sebelum proses produksi dimulai. Pemeriksaan terhadap mesin dan ruangan
produksi dilakukan oleh staf produksi sebelum melakukan proses produksi.
Penetapan status layak dan memenuhi persyaratan untuk digunakannya mesin dan
ruangan pada proses produksi juga dilakukan oleh staf produksi. Proses produksi
dengan sistem tertutup diterapkan pada proses produksi untuk mencegah
terjadinya pencemaran. Sistem koridor positif diterapkan dengan mengatur tata
udara pada ruangan produksi. Ruangan produksi dilengkapi dengan sistem HVAC
dan filter pada saluran udara masuk dan peyedot debu pada saluran udara keluar.
Pencegahan kontaminasi logam terhadap produk pada proses pencetakan dan
pengisi kapsul dilakukan dengan menempatkan metal detector pada setiap mesin
cetak dan mesin pengisi kapsul. Program pencegahan terhadap kontaminasi dikaji
dan dibuktikan efektivitasnya oleh unit Quality Compliance dan dilakukan
pembaruan sesuai dengan rencana induk validasi (RIV). Sistem penomoran bets
diatur oleh unit Demand and Supply Planning. Setiap nomor bets yang sudah
dipergunakan disimpan dalam database sistem Oracle beserta catatan bets.
Pada produk antara dan produk ruahan hasil produksi dilakukan
pengawasan selama proses (in process control / IPC) oleh unit Produksi dan
Quality Compliance. Status memenuhi persyaratan ditetapkan oleh unit
Pengawasan Mutu. IPC dilakukan untuk memastikan keseragaman bets dan
keutuhan obat. Prosedur untuk pengambilan sampel produk antara maupun produk
ruahan telah dituangkan dalam SOP yang telah disetujui oleh Kepala Departemen
Quality. Hasil dari IPC produk antara dan produk ruahan dicatat dalam catatan
bets. Untuk hasil pemeriksaan terhadap produk antara atau produk ruahan yang
tidak memenuhi persyaratan dilakukan pengolahan ulang jika tidak
mempengaruhi hasil produk akhir. Produk hasil pengolahan ulang hanya boleh
dipasarkan apabila telah dilakukan pemeriksaan yang menyeluruh terhadap
produk akhir dan penyimpangannya telah tercatat dalam catatan bets. Produk
antara atau produk ruahan yang tidak langsung diproses pada tahapan selanjutnya
dimasukkan pada wadah yang sesuai dan diberi label. Penyimpanan produk antara
yang memerlukan penyimpanan khusus misalnya peka terhadap kelembaban atau
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
63
Universitas Indonesia
cahaya dilakukan pada ruangan khusus sesuai kebutuhan dan dilakukan
pengawasan.
Penanganan terhadap bahan kemas sangat penting mengingat kesalahan
yang dapat terjadi pada kemasan, misalnya tertukarnya kemasan produk A dengan
kemasan produk B, adalah penyimpangan yang kritis. Bahan kemas disimpan
dalam ruangan terkunci dan diatur oleh personil yang diotorisasikan. Bahan kemas
sisa dikembalikan pada tempatnya semula. Setiap bahan kemas yang berbeda
diletakan dalam tempat yang terpisah antara satu dengan yang lainnya. Pada
proses pengemasan produk ruahan yang akan dikemas terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan terhadap identitas, pemastian kesiapan jalur kemas dan tersedianya
bahan kemas yang sesuai dengan jumlah yang mencukupi. Proses pengemasan
produk yang memiliki penampilan mirip tidak dilakukan secara berdampingan.
Untuk produk yang sensitif terhadap kelembaban proses pengemasan dilakukan
pada ruangan dengan kelembaban relatif dan suhu yang terkontrol. Dilakukan
rekonsiliasi setiap setelah proses pengemasan selesai dan dicatat setiap kelebihan
bahan kemas. Pencetakan nomor bets, tanggal produksi, dan tanggal kadaluarsa
pada kemasan sekunder dilakukan langsung pad proses pengemasan sekunder
untuk mencegah adanya kelebihan kemasan.
Produk jadi yang sudah dikemas sampai dengan pengemasan sekunder
atau tersier diberikan status karantina terlebih dahulu dan dilakukan penelusuran
catatan bets oleh unit Quality. Apabila seluruh persyaratan telah terpenuhi maka
ditetapkan status produk release dan siap untuk dipasarkan. Produk jadi yang
dikarantina maupun direlease diletakkan di gudang pada tempat yang telah
disediakan.
Secara keseluruhan, Departemen Produksi telah melaksanakan sistem
produksi yang baik dengan mengutamakan mutu produk dan menerapkan sistem
K3L, namun sayangnya sistem airlock pada ruang loker masih belum baik, karena
masih dapat terjadi kesalahan seperti dapat terbukanya pintu keluar sebelum pintu
masuk ditutup.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
64
Universitas Indonesia
4.7 Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu PT. Dexa Medica bertanggung jawab terhadap seluruh
kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel,
pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan
ini juga menlingkupi uji stabilitas, program pemantauan lingkungan, pengujian
validasi, penanganan sampel pertinggal beserta penyusunan dan pembaruan
spesifikasi bahan dan metode analisisnya. Setiap prosedur pemeriksaan sampel
memilki SOP-nya tersendiri dan hasil analisisnya didokumentasikan dengan baik.
Hasil analisis yang berhubungan dengan produk secara langsung dimasukkan
kedalam catatan bets. Dalam melaksanakan tugasnya, bagian Pengawasan Mutu
PT. Dexa Medica menerapkan cara berlaboratorium pengawasan mutu yang baik.
Bagian Pengawasan Mutu PT. Dexa Medica juga bertanggung jawab
terhadap proses penyimpanan dan pengelolaan baku pembanding, baku kerja dan
pereaksi kimia. Hal ini dilakukan dengan baik sesuai dengan SOP yang telah
ditetapkan. Baku pembanding digunakan sesuai tujuan penggunaannya. Proses
penerimaan dan penggunaan pereaksi kimia didokumentasikan dalam catatan
penggunaan pereaksi dengan baik. Proses dokumentasi yang telah dilakukan,
dimasukkan ke dalam sistem database Oracle.
Bangunan dan fasilitas laboratorium didesain dengan baik. Laboratorium
terpisah secara fisik dengan tempat produksi, laboratorium kimia dan
laboratorium mikrobiologi terpisah secara fisik dengan melalui suatu area pemisah
khusus. Tersedia pula ruang instrumen dan ruang timbang yang terpisah. Ruang
instrumen didesain sedemikian rupa menyesuaikan dengan persyaratan
penggunaan instrumen tersebut. Prosedur tetap cara penggunaan alat dan SOP
pemeriksaan telah tersedia dalam laboratorium pemeriksaan mutu PT Dexa
Medica. Setiap prosedur yang digunakan dalam analisis telah divalidasi terlebih
dahulu dan instrumen analisis dikalibrasi sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
Setiap instrumen yang telah dikalibrasi diberi label yang berisi tanggal kalibrasi
dan tanggal kalibrasi selanjutnya. Pelatihan terhadap personil dilakukan secara
rutin mengenai aspek cara berlaboratorium pengawasan mutu yang baik. Tiap
personil juga dilatih dalam menggunakan alat perlindungan diri yang baik dan
benar.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
65
Universitas Indonesia
Penanganan terhadap pereaksi dilakukan unit pengawasan mutu PT Dexa
Medica dengan baik. Proses penyimpanan pereaksi korosif dan mudah terbakar
ditempatkan pada lemari khusus yang terbuat dari logam tahan api. Biakan bakteri
juga disimpan dengan baik di laboratorium mikrobiologi untuk menjaga
kualitasnya. Spesifikasi bahan baku, produk ruahan dan produk jadi dibuat oleh
unit pengawasan mutu. Revisi secara berkala dilakukan pada tiap spesifikasi
bahan agar senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Pemeriksaan terhadap
bahan awal yang dilakukan unit Pengawasan Mutu PT Dexa Medica meliputi
identitas bahan baku, kekuatan dan mutu bahan baku yang mencakup penetapan
kadar dan cemaran.
Unit Pengawasan Mutu PT Dexa Medica juga melakukan pengawasan
terhadap sampel pertinggal. Sampel pertinggal dialokasikan untuk setiap bets
produk jadi dalam bentuk lengkap beserta catatannya. Sampel pertinggal disimpan
hingga satu tahun setelah tanggal daluwarsanya terlewati. Jumlah sampel
pertinggal sudah diperhitungkan sesuai dengan kebutuhan untuk keperluan
analisis. Studi stabilitas produk yang sudah beredar (on going stability study) juga
dilakukan oleh unit Pengawasan Mutu PT Dexa Medica untuk mengawasi mutu
produk. Sampel untuk uji stabilitas disimpan pada kondisi ambient. Pemantauan
terhadap lingkungan juga dilakukan oleh unit Pengawasan Mutu PT Dexa Medica
mencakup pemantauan air untuk proses, air untuk pencucian alat dan air sebagai
pereaksi pada laboratorium. Pemantauan mikrobiologis pada lingkungan produksi
dilakukan secara berkala sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu
Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi semua aspek produksi dan
pengawasan mutu industri farmasi dalam pemenuhan ketentuan CPOB. Proses
inspeksi dilakukan untuk mengetahui kelemahan dan risiko yang muncul pada
proses produksi sediaan obat. Aspek yang hendak diinspeksi disajikan dalam
dokumen yang berisi daftar periksa inspeksi dan persyaratan minimal penerimaan.
Aspek inspeksi CPOB meliputi personalia, bangunan dan fasilitas termasuk
fasilitas untuk personil, perawatan bangunan dan peralatannya, penyimpanan
bahan baku, bahan kemas dan produk jadi, peralatan, pengolahan dan pengawasan
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
66
Universitas Indonesia
selama proses, pengawasan mutu, dokumentasi, sanitasi dan higine, program
validasi dan revalidasi, kalibrasi alat ukur, prosedur penarikan kembali obat jadi,
penanganan keluhan, pengawasan label dan perbaikan hasil inspeksi sebelumnya.
Departemen Quality PT Dexa Medica telah melakukan inspeksi sesuai aspek yang
disebutkan sebelumnya. Inspeksi ini dilakukan secara mandiri oleh internal
perusahaan maupun audit mutu oleh eksternal perusahaan, seperti Badan POM
untuk implementasi CPOB dan SGS untuk implementasi ISO 9001, ISO 14001,
dan OHSAS 18001. Laporan inspeksi diri dibuat setelah selesai melaksanakan
inspeksi.
Audit yang dilakukan Departemen Quality PT Dexa Medica adalah audit
terhadap pemasok dan mitra kontrak. Audit terhadap pemasok dilakukan dengan
cara mengunjungi langsung tempat produksi pemasok (on site audit) ataupun
melakukan analisis dokumen (desk audit). Yang diaudit dalam analisis dokumen
berupa tinjauan perusahaan (asal sertifikat GMP, pendapatan tahunan, jumlah
pekerja, dan sebagainya) dan tinjauan sistem mutu (site master file yang mengacu
pada PICs, drug master file, annual product review, material safety data sheet,
sertifikat analisis, dan sertifikat bebas BSE/TSE atau disebut juga sertifikat bebas
bahan hewani). Audit terhadap mitra kontrak dilakukan dengan kunjungan
langsung ke site produksi yang akan digunakan.
4.9 Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk
dan Produk Kembalian.
Segala keluhan dan informasi lain yang mengindikasikan adanya
kemungkinan terjadi kerusakan obat telah dikaji oleh unit Quality Compliance PT.
Dexa Medica sesuai dengan SOP yang ditetapkan. Penarikan kembali produk
dilakukan PT. Dexa Medica apabila ada permintaan dari Badan POM atau atas
hasil studi stabilitas yang dilakukan PT. Dexa Medica sendiri. Proses penarikan
kembali dilakukan sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan.
Quality Compliance bertanggung jawab terhadap penanganan keluhan.
Proses penanganan terhadap keluhan dimulai dengan mengumpulkan informasi
mengenai keluhan yang ditujukan kepada PT. Dexa Medica kemudian dilakukan
klasifikasi terhadap keluhan tersebut. Selanjutnya, penanganan dilakukan terhadap
keluhan tersebut berdasarkan klasifikasinya. Setiap laporan keluhan
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
67
Universitas Indonesia
didokumentasikan dengan baik sebagai bagian dari continuous improvement PT
Dexa Medica. Tindak lanjut atas keluhan dapat berupa tindakan perbaikan,
penarikan kembali bets yang bersangkutan atau tindakan lain yang disesuaikan
dengan kondisinya.
Pemeriksaan dan pengkajian dilakukan terhadap produk kembalian yang
diterima oleh PT. Dexa Medica. Identifikasi yang dilakukan pada produk
kembalian adalah identifikasi kecacatan, penyimpangan pada produk, pengujian
dan analisis, Proses pemusnahan dilakukan berdasarkan SOP yang telah
ditetapkan. Setiap proses penanganan terhadap produk kembalian
didokumentasikan dengan baik oleh PT. Dexa Medica.
4.10 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari manajemen sistem informasi.
Dokumentasi yang baik merupakan bagian yang penting dalam pemastian mutu
produk. Dokumentasi dibagi menjadi dua bagian, dokumentasi terkait produk dan
dokumentasi terkait aktivitas bisnis proses.
Proses pengelolaan dokumen terkait produk di PT. Dexa Medica
menggunakan suatu perangkat lunak Oracle. Oracle adalah sebuah perangkat
lunak berbasis database yang memiliki fitur eletronic quality management system.
Dokumentasi siklus produk dilakukan melalui Oracle dan dokumen tersebut
dikelola oleh bagian Research and Development dengan dibantu oleh bagian
Information Technology (IT). Hanya personil tertentu yang diberikan wewenang
untuk dapat memasukkan data ke dalam database. Akses terhadap database
bersifat terbatas dan setiap personil yang memiliki otoritas dalam melakukan
pengelolaan data diberikan username dan password.
Dokumen spesifikasi bahan awal, spesifikasi bahan pengemas, spesifikasi
produk ruahan, spesifikasi produk, manufacturing instruction, metode analisis dan
formula bahan dimasukkan ke dalam database. Dokumen produksi yang
mencakup dokumen produksi induk, prosedur pengolahan induk, prosedur
pengemasan induk, catatan bets produksi, catatan pengolahan bets, catatan
pengemasan bets, disahkan secara formal oleh Departemen Quality dan
dimasukkan ke dalam database. Begitu pula dengan catatan penerimaan bahan,
catatan produk keluar untuk didistribusikan, pengambilan sampel dan hasil
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
68
Universitas Indonesia
pengujian akan dimasukan ke dalam database. Semua data yang dimasukkan ke
dalam database akan diolah, didistribusikan dan digunakan oleh unit-unit terkait.
4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Industri farmasi dapat melakukan kontrak dengan industri farmasi lainnya
dalam hal memproduksi suatu produk obat. Hal ini dilakukan karena fasilitas atau
kapasitas dari suatu industri tidak mencukupi sehingga memerlukan pihak luar
(outsourcing) untuk melakukan proses produksi. Pembuatan dan analisis
berdasarkan kontrak perlu dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk
menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan
dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak yang dibuat harus terdokumentasi
dan berisi ketentuan-ketentuan yang menyangkut hak dan kewajiban antara
pemberi dengan penerima kontrak.
Beberapa produk PT. Dexa Medica diproduksi dengan menggunakan jasa
toll out manufacturing, dimana PT. Dexa Medica sebagai pemberi kontrak.
Pelulusan tiap bets obat yang diproduksi oleh pihak lain tetap merupakan hak dari
Bagian Quality PT. Dexa Medica. Bagian Quality akan memeriksa dokumen yang
terkait proses produksi untuk diperiksa kelayakan produk tersebut lepas di
pasaran. Pemeriksaan langsung ke pihak penerima kontrak dilakukan secara
berkala.
4.12 Kualifikasi dan Validasi
Kualifikasi dan validasi dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap
aspek kritis dari kegiatan proses produksi obat. Industri farmasi harus dapat
mengindentifikasi kualifikasi dan validasi yang diperlukan serta
mengkolaborasikannya dalam suatu rencana yang dirinci dengan jelas dan
didokumentasikan. PT. Dexa Medica melakukan kegiatan kualifikasi terhadap alat
baru dan rekualifikasi pada alat yang sudah ada secara rutin. Kegiatan kualifikasi
juga dilakukan pada suatu alat atau mesin yang telah selesai diperbaiki. Sesuai
dengan ketentuan CPOB, kegiatan kualifikasi yang dilakukan meliputi kualifikasi
desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional dan kualifikasi kinerja. Selain
itu, evaluasi terhadap dokumen kalibrasi alat dan catatan pemeliharaan juga
dilakukan untuk mempertimbangkan perlu tidaknya suatu alat untuk
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
69
Universitas Indonesia
direkualifikasi. Setiap prosedur kualifikasi dan hasilnya didokumentasikan dengan
baik dan disetujui oleh manajer Quality.
Validasi yang dilakukan di PT. Dexa Medica meliputi validasi proses,
validasi pembersihan, validasi metode analisis, dan revalidasi. Validasi metode
analisis dilakukan oleh bagian research and development pada awal
pengembangan produk dan metode analisisnya. Revalidasi dilakukan setelah
dilakukan assessment terhadap perubahan-perubahan dalam alur proses produksi
yang dapat berpengaruh signifikan terhadap mutu produk. Perubahan yang terjadi
dapat berupa perubahan alat, perbaikan atau penambahan komponen pada alat,
perubahan reagen metode analisis dan sebagainya. Sesuai dengan ketentuan
terbaru dalam CPOB, sistem komputer merupakan hal yang harus divalidasi. PT.
Dexa Medica sudah mendesain validasi sistem komputer pada tahun 2011 dan
mulai diimplementasikan secara bertahap. Pengkajian terhadap riwayat produk
tetap dilakukan pada proses produksi yang sudah mapan. Pengkajian ini dilakukan
melalui kegiatan validasi retrospektif terhadap data 10 – 30 bets berturut atau
melalui annual product review terhadap data selama satu tahun untuk menilai
konsistensi proses produksi.
Pengendalian terhadap perubahan merupakan salah satu aspek dari
kualifikasi dan validasi yang perlu dipenuhi oleh industri farmasi. Pengendalian
perubahan bertujuan untuk mendokumentasikan perubahan yang diusulkan baik
berdampak terhadap kualitas produk atau tidak. Perubahan yang diusulkan
kemudian dikaji untuk disetujui atau tidak. Pengkajian akan dilakukan bila terjadi
perubahan-perubahan yang tidak diinginkan, seperti adanya penyimpangan atau
produk di luar spesifikasi untuk memutuskan perlu tidaknya dilakukan prosedur
CAPA. Temuan-temuan pada saat proses audit pada umumnya akan langsung
dilakukan prosedur CAPA karena hal tersebut sudah hasil pengkajian auditor dan
bagian yang diaudit.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
70 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan didapatkan kesimpulan:
a. Kegiatan yang dilakukan PT. Dexa Medica site Palembang penjaminan
mutu produk yang terkait dengan perencanaan produksi, pengelolaan bahan
baku, produksi sediaan obat, pengelolaan kondisi/lingkungan produksi,
pengawasan dan analisis mutu produk, pengelolaan lingkungan hidup,
pengelolaan sumber daya manusia, serta pengelolaan bisnis dan
administrasi.
b. PT. Dexa Medica menerapkan CPOB sesuai cGMP dan juga telah
menerapkan standar ISO 9001 tentang manajemen mutu, ISO 14001 tentang
pengelolaan lingkungan, dan OHSAS 18001 tentang keselamatan kerja dan
kesehatan lingkungan yang diterjemahkan ke dalam dokumen berupa Dexa
Integrated System (DIS) yang diturunkan menjadi working instruction.
c. Apoteker memegang peranan penting dalam industri farmasi terutama pada
bagian pemastian mutu berupa validasi, inspeksi dan pelulusan produk;
bagian produksi berupa pengawasan proses produksi dan pengemasan; serta
bagian pengawasan mutu berupa penanganan bahan baku, produk setengah
jadi, dan produk jadi beserta studi stabilitasnya.
5.2 Saran
a. Hendaknya melakukan perbaikan yang berkelanjutan pada segala aspek
manajemen mutu obat.
b. Hendaknya melakukan peningkatan frekuensi inspeksi terhadap
implementasi CPOB dan K3L di setiap departemen, terutama produksi,
pengawasan mutu, dan teknik untuk menjamin kualitas produk.
c. Hendaknya terus meningkatkan kerja sama dengan institusi pendidikan
dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kefarmasian.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
71 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang
Industri Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
72
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Instalasi Sistem HVAC pada Gedung Produksi Reguler
Keterangan :
1. Sensor suhu dan kelembaban2. BAS (Building Automatic System)3. Outdoor4. Regulator aliran air5. Prefilter (G4)6. Filter (F9)7. Cooling coil8. Heating coil9. Fan10. FMS (flow measurement sensor)11. VSD (variable speed drive)12. HEPA filter (H13)13. Ruang produksi14. Dust collector
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
73
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Instalasi Sistem HVAC pada Gedung Produksi Sefalosporin
Keterangan :
1. Sensor suhu dan kelembaban2. BAS (Building Automatic System)3. Outdoor4. Regulator aliran air5. Prefilter (G4)6. Filter (F9)7. Cooling coil8. Heating coil9. Motor dan blower10. FMS (flow measurement sensor)11. VSD (variable speed drive)12. HEPA filter (H13)13. Ruang produksi14. Dust collector
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
74
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Instalasi Sistem Pengolahan Air
Keterangan :1. Bak atas2. Bak bawah3. Multi media filter (lapisan pasir dan karbon)4. Bak filter5. Pompa6. Softener7. Reverse osmosis8. EDI (electronic deionization)9. Tangki gedung produksi reguler10. Tangki gedung produksi sefalosporin11. Ruangan produksi (sistem loop)
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
75
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Keterangan :1. Bak tampung produksi sefalosporin2. Bak tampung awal3. Bak aerasi4. Lamela I5. Bak sedimentasi6. Lamela II7. Bak sludge (limbah B3)8. Bak akhir 19. Bak akhir 210. Drainase luar
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
76
Universitas Indonesia
Lampiran 5. Sistem Dust Collector
Keterangan :1. Udara masuk2. Tangki penampung udara3. Penembak compress air4. Filter5. Rotary lock6. Tangki penampung debu7. Motor dan blower
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI MENGENAI PEMBUATAN LAPORAN VALIDASIRETROSPEKTIF SEDIAAN KAPSUL DAN TABLET
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
SETIAWAN, S.Farm.1206313715
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASIPROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOKJUNI 2013
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian......................................................................................... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 4
2.1 Validasi........................................................................................................ 4
2.2 Validasi Proses…………………................................................................ 4
2.3 Catatan Pengolahan Bets............................................................................. 6
2.4 Pengawasan Selama Proses......................................................................... 7
2.5 Statistical Process Control (SPC)............................................................... 8
BAB 3. METODOLOGI PENGKAJIAN .......................................................... 12
2.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ................................................................. 12
2.2 Metode Pengkajian………………… ......................................................... 12
BAB 4. PEMBAHASAN....................................................................................... 13
4.1 Format Laporan Validasi Retrospektif........................................................ 13
4.2 Parameter Analisis Sediaan Kapsul ............................................................ 14
4.3 Parameter Analisis Sediaan Tablet.............................................................. 15
4.4 Penerapan Statistical Process Control (SPC) pada Validasi Retrospektif.. 16
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 18
5.1 Kesimpulan …………………………………………………………….. 18
5.2 Saran ………………………………………………………..................... 18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 19
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesadaran masyarakat tentang kesehatan semakin meningkat sehingga
tuntutan terhadap sediaan obat yang baik dalam segi keamanan, mutu dan
manfaat juga semakin meningkat. Sediaan obat yang baik tentu saja tidak
mungkin tercapai tanpa adanya manajemen kualitas secara menyeluruh di semua
aspek produksinya. Untuk mencapai tujuan tersebut, suatu pedoman yang
mengatur semua aspek dalam produksi obat dibuat oleh pemerintah, yaitu CPOB.
CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat seacara konsisten, dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaanya. CPOB
mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu (BPOM, 2012).
Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial
untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.
Pembuatan secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produk yang digunakan
untuk menyelamatkan jiwa, atau memulihkan atau memelihara kesehatan.
Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan
pengujian, namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan
dipantau dengan cermat (BPOM, 2012).
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen
izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan
penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen
bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”,
yang memerlukan partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di
dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan
mutu secarakonsisten dan dapat diandalkan, diperlukan sistem pemastan mutu
yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar serta
menginkorporasi CPOB termasuk pengawasan mutu dan manajemen risiko
(BPOM, 2012).
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
2
Universitas Indonesia
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang
perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan
yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses
yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan
kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan
validasi (BPOM, 2012).
Terdapat tiga aspek yang perlu divalidasi dalam proses pembuatan sediaan
farmasi menurut CPOB yakni proses produksi, metode analisis dan proses
pembersihan. Tujuan dari validasi adalah untuk memastikan proses pembuatan
mampu menghasilkan produk jadi yang memenuhi standar mutu yang ditetapkan
secara konsisten. Dalam validasi proses terdapat tiga pendekatan yang dapat
digunakan yakni validasi prospektif, validasi konkuren dan validasi retrospektif
(BPOM, 2012).
Validasi retrospektif hanya dapat dilakukan untuk proses yang sudah
mapan, namun tidak berlaku jika terjadi perubahan formula produk, prosedur
pembuatan atau peralatan. Pada umumnya diperlukan data dari 10 sampai 30 bets
berurutan untuk menilai konsistensi prosesnya. Bets yang dipilih untuk validasi
retrospektif hendaklah mewakili seluruh bets yang dibuat selama periode
pengamatan termasuk yang tidak memenuhi spesifikasi (BPOM, 2012).
Validasi retrospektif terhadap produk farmasi dapat dilakukan dengan
pendekatan statistika misalnya metode statistical process control (SPC). SPC
merupakan metode statistika yang dapat menggambarkan kapabilitas proses
dengan baik. Melalui pendekatan statistika akan didapatkan suatu tren yang
berguna sebagai acuan dalam menelusuri penyebab masalah, mengkaji masalah
tersebut dan membuat keputusan. Hasil dari validasi retrospektif adalah laporan
validasi retrospektif yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengkajian
permasalahan dan pengambilan keputusan.
Apoteker sebagai penanggung jawab dalam bidang produksi, pemastian
mutu serta pengendalian mutu memerlukan validasi retrospektif untuk
membuktikan bahwa produk yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan. Hal
ini disebabkan karena jumlah sampel produk yang diuji tidak cukup mewakili
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
3
Universitas Indonesia
keseluruhan produk yang dihasilkan. Untuk itu, diperlukan penilaian konsistensi
proses yang telah dilakukan dan tren pengujian produk sehingga apoteker dapat
memiliki keyakinan bahwa produk yang dihasilkan selalu memenuhi persyaratan.
1.2 Tujuan
Tujuan tugas khusus ini adalah :
a. Mengetahui format laporan validasi retrospektif sediaan kapsul dan tablet.
b. Memahami penerapan metode statistical process control (SPC) pada
validasi retrospektif.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
4 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Validasi
Validasi adalah tindakan pembuktian bahwa suatu proses akan mencapai
hasil yang sesuai spesifikasi dan persyaratan. Tujuan dari validasi adalah
mendapatkan bukti terdokumentasi yang menjamin bahwa suatu proses spesifik
akan menghasilkan produk dengan spesifikasi mutu yang ditetapkan secara
konsisten. Proses yang dikatakan telah tervalidasi adalah proses yang telah
dibuktikan berfungsi sesuai harapan (BPOM, 2012). Terdapat tiga macam
validasi yaitu validasi proses, validasi pembersihan dan validasi metode analisis.
Validasi proses dapat dilakukan ketika proses kualifikasi dan kalibrasi telah
diterapkan dengan baik. Rangkaian proses kualifikasi terdiri atas kualifikasi
desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional, kualifikasi proses (BPOM,
2012). Pengendalian perubahan juga menjadi salah satu aspek validasi. Aspek ini
merupakan prosedur tertulis yang merinci langkah yang diambil jika ada usul
perubahan pada aspek tertentu yang berpengaruh pada mutu dan reprodusibilitas
proses. Semua perubahan yang dapat mempengaruhi mutu produk atau
reprodusibilitas proses dievaluasi, termasuk analisis risiko dan ditentukan
kebutuhan dan cakupan untuk melakukan kualifikasi dan validasi ulang
(revalidasi) (BPOM, 2012).
2.2 Validasi Proses
Validasi proses adalah pembuktian yang didokumentasikan bahwa proses
yang dilakukan dalam parameter yang ditetapkan dapat bekerja secara efektif dan
memberi hasil yang dapat terulang untuk menghasilkan produk jadi yang
memenuhi spesifikasi atau atribut mutu yang telah ditetapkan sebelumnya
(BPOM, 2012). Titik awal dalam melakukan validasi proses adalah adanya
dokumen protokol validasi proses. Protokol validasi proses adalah dokumen yang
menguraikan metode kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangka validasi
suatu sistem atau proses, termasuk metode pengujian dan kriteria penerimaan atas
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
5
Universitas Indonesia
hasil validasi. Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk
dipasarkan (validasi prospektif), selama proses produksi rutin dilakukan (validasi
konkuren) dan sesudah proses dijalankan (validasi retrospektif) (BPOM, 2012).
a. Validasi prospektif adalah validasi yang dilakukan dan selesai sebelum
produk diedarkan berlaku untuk produk baru, produk yang mengalami
modifikasi proses produksinya dimana perubahannya dapat berdampak
pada karakteristik produk tersebut. Validasi prospektif dilakukan pada tiga
bets produksi berurutan (BPOM, 2009).
b. Validasi konkuren adalah validasi yang dilakukan terhadap produk yang
diproduksi secara rutin dan sudah diedarkan atau untuk produk yang
diproduksi sekali-kali. Pada validasi konkuren bets dapat diluluskan
berdasarkan hasil serangkaian uji pengawasan mutu yang intensif,
pengkajian kondisi pembuatan dan persetujuan dari pengawasan mutu
(BPOM, 2009).
c. Validasi retrospektif adalah validasi dari suatu proses untuk suatu produk
yang telah dipasarkan berdasarkan akumulasi data produksi, pengujian
bets dan pengendalian bets. Validasi retrospektif hendaklah mencakup
analisis tren dengan menggunakan diagram kontrol dari riwayat
pembuatan dan pengendalian mutu. Dilakukan evaluasi terhadap 10-30
bets produksi yang dibuat dengan menggunakan proses yang sama untuk
menunjukkan proses pembuatan terkendali dan handal. Penentuan
kehandalah proses dapat diterima sebagai suatu metode statistik untuk
menganalisis pengendalian proses (BPOM, 2009). Fasilitas, sistem dan
peralatan yang digunakan telah terkualifikasi dan metode analisis
hendaklah divalidasi. Personil yang melakukan validasi mendapat
pelatihan yang sesuai. Fasilitas, sistem, peralatan dan proses dievaluasi
secara berkala untuk verifikasi bahwa fasilitas, peralatan dan proses
tersebut masih bekerja dengan baik (BPOM, 2012).
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
6
Universitas Indonesia
2.2.1 Validasi Retrospektif
Validasi retrospektif hanya dapat dilakukan untuk proses yang sudah
mapan, namun tidak berlaku jika terjadi perubahan formula produk, prosedur
pembuatan atau peralatan. Validasi proses didasarkan atas riwayat produk. Tahap
validasi membutuhkan pembuatan protokol khusus dan laporan hasil kajian data
untuk mengambil kesimpulan dan memberikan rekomendasi. Sumber data
mencakup, tetapi tidak terbatas pada catatan pengolahan bets, catatan
pengemasan bets, rekaman pengawasan proses, buku log perawatan alat, catatan
penggantian personil, studi kapabilitas proses, data produk jadi termasuk catatan
data tren hasil uji stabilitas. Bets yang dipilih untuk validasi retrospektif
hendaklah mewakili seluruh bets yang dibuat selama periode pengamatan,
termasuk yang tidak memenuhi spesifikasi, dan hendaklah dalam jumlah yang
cukup untuk menunjukkan konsistensi proses. Pengujian tambahan sampel
pertinggal mungkin perlu untuk mendapatkan jumlah atau jenis data yang
dibutuhkan untuk melakukan proses validasi retrospektif. Pada umumnya,
validasi retrospektif memerlukan data dari 10 sampai 30 bets berurutan untuk
menilai konsistensi proses, tetapi jumlah bets yang lebih sedikit dimungkinkan
bila dapat dijustifikasi (BPOM, 2012).
2.3 Catatan Pengolahan Bets
Catatan pengolahan bets tersedia untuk setiap bets yang diolah. Dokumen
ini hendaklah dibuat berdasarkan bagian relevan dari prosedur pengolahan induk
yang berlaku. Metode pembuatan catatan ini didesain untuk menghindarkan
kesalahan transkripsi. Catatan hendaklah mencantumkan nomor bets yang sedang
dibuat. Sebelum suatu proses dimulai, hendaklah dilakukan pemeriksaan yang
dicatat, bahwa peralatan dan tempat kerja telah bebas dari produk dan dokumen
sebelumnya atau bahan yang tidak diperlukan untuk pengolahan yang
direncanakan, serta peralatan bersih dan sesuai untuk penggunaannya. Selama
pengolahan, informasi sebagai berikut hendaklah dicatat pada saat tiap tindakan
dilakukan dan secara lengkap hendaklah catatan diberi tanggal dan ditandatangani
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
7
Universitas Indonesia
dengan persetujuan dari personil yang bertanggung jawab untuk kegiatan
pengolahan (BPOM, 2012):
a. Nama produk.
b. Tanggal dan waktu permulaan, dari tahap antara yang signifikan dan dari
penyelesaian pengolahan.
c. Nama personil yang bertanggung jawab untuk tiap tahap proses.
d. Paraf operator untuk berbagai langkah pengolahan yang signifikan dan
dimana perlu paraf personil yang memeriksa tiap kegiatan ini.
e. Nomor bets dan/atau nomor kontrol analisis dan jumlah nyata tiap bahan
awal yang ditimbang atau diukur.
f. Semua kegiatan pengolahan atau kejadian yang relevan dan peralatan
utama yang digunakan.
g. Catatan pengawasan selama proses dan paraf personil yang melaksanakan
serta hasil yang diperoleh.
h. Jumlah hasil produk yang diperoleh dari tahap pengolahan berbeda dan
penting.
i. Catatan mengenai masalah khusus yang terjadi termasuk uraiannya
dengan tanda tangan pengesahan untuk segala penyimpangan terhadap
prosedur pengolahan induk.
2.4 Pengawasan Selama Proses
Pengawasan selama proses adalah pemeriksaan dan pengujian yang
ditetapkan dan dilakasanakan selama proses pembuatan produk, termasuk
pemeriksaan dan pengujian terhadap lingkungan dan peralatan. Untuk
memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis yang
menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus
dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai
dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian manajemen mutu dan
hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan
memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab
variasi karakteristik produk selama proses berjalan (BPOM, 2012).
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
8
Universitas Indonesia
Prosedur tertulis untuk pengawasan selama proses dipatuhi. Proses
tersebut menjelaskan titik pengambilan sampel, frekuensi pengambilan sampel,
jumlah sampel yang diambil, spesifikasi yang harus diperiksa dan batas
penerimaan untuk setiap spesifikasi (BPOM, 2006). Di samping itu, pengawasan
selama proses hendaklah mencakup, tapi tidak terbatas pada prosedur umum
sebagai berikut:
a. Semua parameter produk, volume, atau jumlah isi produk diperiksa pada
saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan dan
b. Kemasan akhir hendaklah diperiksa selama proses pengemasan dengan
selang waktu yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan
spesifikasi dan memastikan semua komponen sesuai dengan yang
ditetapkan dalam prosedur pengemasan induk.
Selama proses pengolahan dan pengemasan bets diambil sampel awal,
tengah dan akhir proses oleh personil yang ditunjuk. Hasil pengujian selama
proses dicatat dan dokumen tersebut menjadi bagian dari catatan bets. Spesifikasi
pengawasan selama proses konsisten dengan spesifikasi produk. Spesifikasi
tersebut berasal dari hasil rata-rata proses sebelumnya yang diterima dan bila
mungkin dari hasil estimasi variasi proses dan ditentukan dengan menggunakan
metode analisis yang cocok (BPOM, 2012).
2.5 Statistical Process Control (SPC)
Statistical Process Control adalah suatu metode pengendalian proses
dengan menggunakan data dan teknik statistik dalam pengambilan keputusan.
Menerapkan SPC berarti melakukan pengendalian di setiap tahapan proses
dengan menggunakan data sebagai dasar pengambilan keputusan/pengendalian.
Manfaat dari SPC antara lain :
a. Meminimalkan variasi yang muncul di dalam proses.
b. Mengurangi biaya karena kecacatan produk melalui kegiatan kontrol di
setiap proses.
c. Meningkatkan produktivitas (menekan angka kecacatan dan pengerjaan
ulang).
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
9
Universitas Indonesia
d. Meningkatkan keterampilan karyawan dalam mengendalikan proses.
Tujuan dari SPC adalah mengurangi biaya yang dikeluarkan perusahaan
karena adanya defek atau cacat pada produk yang dihasilkan dan menjamin
bahwa produk yang dihasilkan konsisten. Untuk mengurangi biaya total karena
pemenuhan kualitas, pengawasan harus diletakkan pada titik produksi, kualitas
tidak dapat ditentukan hanya berdasarkan inspeksi pada produk setelah
diproduksi. Biaya perbaikan akan semakin besar apabila semakin lama diketahui
kecacatan pada produk. SPC bukan hanya alat tetapi juga sebuah strategi untuk
mengurangi variabilitas yang merupakan masalah terhadap kualitas. Pengawasan
pada titik kritis penyebab variabilitas tidaklah cukup. Proses harus diperbaiki
guna mengurangi variabilitas produk yang dihasilkan (PQM Consultants, 2011).
2.5.1 Diagram Kontrol (PQM Consultants, 2011)
Diagram kontrol adalah suatu grafik garis yang mencantumkan garis –
garis kontrol sebagai dasar pengendalian proses untuk menunjukkan apakah
proses dalam keadaan terkontrol atau tidak. Diagram kontrol ini digunakan untuk
memonitor variasi hasil pengukuran parameter proses. Selain itu, dapat pula
digunakan untuk mengidentifikasi penyimpangan dini dan mengambil tindakan
sebelum proses out of control.
Garis kontrol adalah garis yang menunjukkan dispersi/penyebaran data
dan memberitahu apakah situasi abnormal terjadi dalam produksi, sehingga dapat
segera mengambil tindakan yang tepat. Ada 3 macam garis kontrol, yaitu:
a. UCL (Upper Control Limit) atau garis/batas kontrol atas.
b. LCL (Lower Control Limit) atau garis/batas bawah.
c. CL (Central Line) atau garis tengah.
Selain garis kontrol, ada pula garis spesifikasi atau biasa disebut dengan rentang
penerimaan. Perbedaan diantara keduanya adalah garis kontrol merupakan garis
batas yang menggambarkan kemampuan berdasarkan pengalaman dan
kemampuan teknik, sedangkan garis spesifikasi adalah batas-batas yang
ditentukan oleh konsumen atau target yang harus dicapai oleh suatu produk.
Walaupun proses menunjukkan keadaan terkontrol, harus diperhatikan juga
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
10
Universitas Indonesia
apakah proses sesuai dengan garis spesifikasi. Garis spesifikasi terdiri dari 2
macam, yaitu:
a. USL (Upper Spesification Limit) atau garis spesifikasi atas.
b. LSL (Lower Spesification Limit) atau garis spesifikasi bawah.
2.5.2 Analisa Kapabilitas Proses (PQM Consultants, 2011)
Analisa Kapabilitas Proses adalah suatu analisa untuk memprediksi
seberapa konsisten proses memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Proses
dikatakan ‘capable’ jika mampu menghasilkan hampir 100% output yang sesuai
spesifikasi dan sesuai target atau variabilitas prosesnya memenuhi spesifikasi dan
rata-rata proses sesuai target. Proses ‘tidak capable’ jika ditemui variabilitas
prosesnya tidak sesuai dengan spesifikasi atau rata-rata prosesnya tidak sesuai
target.
Untuk mengetahui seberapa baik proses memenuhi spesifikasi, ada dua
capability index yang digunakan, yaitu:
a. Potential Capability Index (Cp)
Potentian capability index merupakan ukuran kapabilitas yang dihitung
tanpa mempertimbangkan nilai rata – rata data yang digunakan. Cp dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
b. Real Capability Index (Cpk)
Real capability index merupakan ukuran kapabilitas yang dihitung dengan
mempertimbangkan nilai rata – rata data yang digunakan. Cpk dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Cp = USL – LSL6δ
Cpk = Min (USL-CL , CL-LSL)3δ 3δ
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
11
Universitas Indonesia
Langkah-langkah dalam melakukan analisis kapabilitas proses adalah:
a. Menetapkan parameter yang akan dianalisis misalnya kadar air granul,
suhu pengeringan, pH dan sebagainya.
b. Mengumpulkan data untuk setiap parameter yang akan dianalisis.
c. Membuat diagram kontrol yang sesuai kemudian dilakukan analisis
apakah data dalam keadaan terkontrol (berada dalam rentang penerimaan).
Proses yang tidak stabil tidak dapat digunakan untuk memprediksi
kemantapan proses (process consistency).
d. Menganalisis distribusi data. Data harus terdistribusi normal agar dapat
digunakan untuk memprediksi kemantapan proses.
e. Menghitung Cp dan Cpk.
f. Analisis kapabilitas proses dapat dilakukan secara periodik.
g. Interpretasi nilai real capability process (Cpk)
1) Nilai Cpk lebih besar dari 1.3 artinya apabila terjadi peningkatan
variasi di masa mendatang kecil kemungkinannya menyimpang dari
spesifikasi (proses lebih murah dan lebih produktif).
2) Nilai Cpk terletak anatara 1.1 dan 1.3 artinya proses berada pada
kondisi ideal, variasi yang terjadi masih berada dalam batas yang
dapat diterima.
3) Nilai Cpk terletak antara 1.0 dan 1.1 artinya perubahan sedikit saja
terhadap proses produksi dapat mengakibatkan munculnya
penyimpangan.
4) Nilai Cpk terletak antara 0.9 dan 1.0 artinya terjadi penyimpangan
terhadap produk kadang kala muncul, proses harus diperiksa lebih
ketat untuk mengeliminasi cacat/penyimpangan.
5) Nilai Cpk kurang dari 0.9 artinya produk cacat/menyimpang terjadi
secara teratur, proses tidak terkontrol harus diperiksa bagaimana
proses kerja, atau desain spesifikasi perlu ditinjau ulang.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
12 Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian
Pengkajian dilakukan di PT. Dexa Medica Palembang yang dilakukan
pada tanggal 2 April – 31 Mei 2013.
3.2 Metode Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan metode observasi dan praktik kerja.
Observasi dilakukan dengan cara melakukan studi pustaka terkait validasi
retrospektif dan statistical process control. Observasi dilanjutkan dengan
mempelajari laporan validasi terdahulu, termasuk didalamnya pembahasan terkait
masalah yang terjadi dan rekomendasi yang diberikan. Praktik kerja dilakukan
dengan membuat laporan validasi 3 jenis produk yang diproduksi oleh PT Dexa
Medica Palembang. Data – data dari pengujian yang dilakukan pada beberapa
bets produk dikumpulkan dan direkapitulasi. Selanjutnya, data – data tersebut
diolah dengan statistical process control dan dibuat grafik/tren proses serta
dihitung nilai kapabilitas prosesnya.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
13 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Format Laporan Validasi Retrospektif
Laporan validasi retrospektif meliputi:
a. Tujuan validasi retrospektif.
Tujuan dari validasi retrospektif adalah untuk membuktikan dan
memastikan bahwa proses pembuatan sediaan kapsul dan tablet akan
menghasilkan produk yang secara konsisten memenuhi spesifikasi yang
telah ditetapkan.
b. Ruang lingkup.
Ruang lingkup laporan validasi retrospektif mencakup identitas produk
yang divalidasi serta tanggal efektif produk tersebut.
c. Referensi.
Bagian referensi berisi daftar dokumen yang terkait dengan proses
pembuatan sediaan misalnya work instruction mengenai pembuatan
protokol dan laporan validasi proses, SOP mengenai validasi proses dan
lain-lain.
d. Tinjauan.
Bagian ini mencakup jumlah bets yang ditinjau, besar bets, dafar pemasok
bahan baku dan bahan pengemas, status validasi terhadap peralatan,
fasilitas dan metode analisis serta pendekatan yang dilakukan pada
validasi proses.
e. Formula.
Bagian formula berisi bahan baku yang digunakan pada pembuatan
sediaan kapsul dan tablet, baik bahan aktif, bahan tambahan serta bahan
pengemas. Pada setiap bahan, dicantumkan pula data jumlah per sediaan,
jumlah per bets serta fungsi dari bahan tersebut.
f. Hasil dan pembahasan.
Bagian hasil dan pembahasan pada laporan validasi retrospektif sediaan
kapsul dan tablet mencakup sifat granul dari setiap bets yang ditinjau
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
14
Universitas Indonesia
sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan, pemerian kapsul atau tablet
dari setiap bets yang ditinjau, pengujian produk jadi dan pembahasan
terhadap data statistik dari tiap parameter yang diperiksa. Hasil dan
pembahasan juga dilengkapi dengan grafik kontrol dan tabel data.
g. Kesimpulan.
Bagian kesimpulan berisikan pernyataan bahwa hasil validasi retrospektif
adalah valid untuk proses produksi kapsul dan tablet.
h. Rekomendasi.
Rekomendasi merupakan saran terhadap perubahan atau perbaikan proses,
spesifikasi atau pengujian agar dapat menghasilkan produk yang lebih
baik.
i. Daftar lampiran. Daftar lampiran merupakan kumpulan dari lampiran data
atau grafik yang berhubungan dengan laporan validasi retrospektif.
4.2 Parameter Analisis Sediaan Kapsul
Validasi proses dilakukan pada parameter-parameter kritis pada produksi
kapsul. Parameter analisis yang ditinjau terhadap sediaan kapsul mencakup:
a. Susut pengeringan (Loss on Drying) fasa luar. LOD fasa luar merupakan
susut pengeringan dari granul yang terdiri dari zat aktif dan zat tambahan
lain dan siap untuk diisikan ke cangkang kapsul.
b. Laju alir granul. Pengawasan terhadap laju alir granul merupakan hal yang
penting terutama pada proses pengisian kapsul agar didapatkan kapsul
dengan bobot yang sesuai dan seragam. Pengujian ini dilakukan dengan
cara melewatkan granul melalui lubang dengan ukuran tertentu.
c. Bobot kapsul. Pengawasan terhadap keseragaman bobot penting dilakukan
karena menyangkut keseragaman dosis obat.
d. Waktu hancur. Pengawasan terhadap waktu hancur kapsul penting
dilakukan untuk memastikan bahwa kapsul dapat hancur dalam waktu
yang ditetapkan sehingga zat aktif obat dapat diserap oleh tubuh.
e. Perhitungan kontaminasi total mikroba dan jamur. Pengawasan terhadap
perhitungan kontaminasi total mikroba dan jamur penting dilakukan untuk
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
15
Universitas Indonesia
menilai kebersihan mesin, lingkungan, dan personalia selama proses
produksi.
f. Pengujian bakteri patogen. Pengawasan terhadap pengujian bakteri
patogen penting dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada bakteri
patogen, misalnya Escherichia coli, Salmonella sp, Pseudomonas
aeruginosa dan Staphylococcus aureus yang tumbuh pada sediaan.
g. Pengujian logam berat. Pengawasan terhadap pengujian logam berat
penting dilakukan untuk memastikan bahwa kandungan logam berat yang
terdapat pada sediaan kapsul selalu berada dibawah ambang batas yang
telah ditetapkan. Hal ini erat kaitannya dengan keselamatan pasien yang
mengkonsumsi kapsul tersebut.
4.3 Parameter Analisis Sediaan Tablet
Validasi proses dilakukan pada parameter-parameter kritis pada produksi
tablet. Parameter analisis yang ditinjau terhadap sediaan tablet mencakup:
a. Susut pengeringan (Loss on Drying) fase luar. LOD fasa dalam
merupakan susut pengeringan dari granul yang terdiri atas bahan aktif
obat, bahan pengikat (binder), bahan penghancur fase dalam (disintegran),
bahan pewarna (bila ada) yang belum diberikan bahan pelincir.
b. Laju alir granul. Pengawasan terhadap laju alir granul merupakan hal yang
penting terutama pada proses pencetakan agar didapatkan tablet dengan
bobot yang sesuai dan seragam. Pengujian ini dilakukan dengan cara
melewatkan granul melalui lubang dengan ukuran tertentu.
c. Bobot tablet. Pengawasan terhadap keseragaman bobot penting dilakukan
karena menyangkut keseragaman dosis obat.
d. Tebal tablet. Pengawasan terhadap tebal tablet penting dilakukan untuk
mencegah terjadinya masalah saat proses pengemasan.
e. Kekerasan tablet. Parameter kekerasan tablet perlu diperiksa untuk
menilai bahwa tablet tidak mudah pecah selama proses distribusi namun
tetap dapat hancur dengan mudah ketika dikonsumsi.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
16
Universitas Indonesia
f. Waktu hancur. Pengawasan terhadap waktu hancur tablet penting
dilakukan untuk memastikan bahwa tablet dapat hancur dalam waktu yang
ditetapkan sehingga zat aktif obat dapat diserap oleh tubuh.
g. Keregasan. Pengawasan terhadap keregasan tablet penting dilakukan
untuk menilai ketahanan produk terhadap benturan yang mungkin akan
dialami selama proses distribusi.
h. Keseragaman sediaan. Terdapat dua metode yang dapat digunakan dalam
menentukan keseragaman sediaan yaitu metode keragaman bobot (weight
variation) atau metode keseragaman kandungan (content uniformity).
Metode keragaman bobot digunakan untuk sediaan-sediaan yang memiliki
bobot lebih besar dari 25 mg dan memiliki kandungan zat aktif lebih dari
25% bobot sediaan. Batas variasi yang dipersyaratkan dalam keseragaman
sediaan adalah 15% dinyatakan dalam nilai penerimaan (acceptable
value).
i. Kadar. Kadar zat aktif obat mutlak harus memenuhi persyaratan agar
menghasilkan obat yang berkhasiat dan memenuhi persyaratan.
Pengawasan terhadap kadar obat penting dilakukan agar menghasilkan
kadar obat yang seragam, konsisten dan berada dalam rentang
penerimaan.
j. Laju disolusi obat. Laju disolusi obat erat kaitannya dengan bioaviabilitas
obat dalam darah. Spesifikasi laju disolusi obat ditentukan oleh monografi
masing-masing sediaan obat.
4.4 Penerapan Metode Statistical Process Control (SPC) pada Validasi
Retrospektif
Penggunaan SPC pada validasi retrospektif sangat membantu dalam
menjaga kualitas produk yang dihasilkan. SPC dapat diterapkan hampir pada
semua parameter yang diawasi selama proses produksi. Indikasi adanya
penyimpangan dan kesalahan kerja dapat terdeteksi dengan cepat. SPC juga dapat
digunakan untuk menentukan konsistensi proses di masa yang akan datang
sehingga memberikan keyakinan bagi manajemen dalam melaksanakan produksi.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
17
Universitas Indonesia
Statistical process control sebagai salah satu alat untuk mengolah data
yang memiliki lingkup penerapan luas, dapat memberikan banyak manfaat bagi
berbagai pihak yang terkait dengan proses produksi. Manajemen dapat
mengetahui kemungkinan – kemungkinan terjadinya penyimpangan sehingga
dapat membuat suatu kebijakan dengan tepat sebelum penimpangan tersebut
terjadi. Personalia yang terjun langsung pada proses pun juga dapat mengerti hal-
hal yang harus diperhatikan selama melakukan proses produksi.
Kelemahan dalam penerapan SPC pada validasi retrospektif adalah data
yang diperlukan cukup besar untuk dapat menggambarkan kapabilitas proses
dengan baik. Hal ini tentu saja menjadi permasalahan bagi produk yang jarang
diproduksi. Jumlah data yang terlalu kecil menghasilkan grafik/tren yang kurang
baik sehingga sulit untuk menilai kapabilitas proses di masa yang akan datang.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
18 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
a. Format laporan validasi retrospektif terdiri dari tujuan, ruang lingkup,
referensi, tinjauan, formula obat, hasil dan pembahasan, kesimpulan,
rekomendasi dan daftar lampiran.
b. Metode statistical process control digunakan pada validasi retrospektif
untuk menilai kapabilitas proses produksi dengan catatan data yang
digunakan cukup banyak agar dapat memberikan tren yang baik.
5.2 Saran
a. Selain digunakan pada validasi retrospektif, statistical process control juga
dapat digunakan untuk menilai proses lainnya, misalnya validasi
kebersihan.
b. Pelatihan metode statistical process control sebaiknya diberikan kepada
personalia yang terkait proses produksi dan pemastian mutu agar dapat
diterapkan dengan lebih optimal.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
19
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). CaraPembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan POM RI.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2009). PedomanOperasional Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: BadanPOM RI.
Productivity and Quality Management Consultants. Pelatihan Statistical ProcessControl. Disampaikan dalam pelatihan dua hari. Hotel Aryaduta. Jakarta23-24 Maret 2011.
Laporan praktek..., Setiawan, FF UI, 2013
Recommended