View
22
Download
7
Category
Preview:
DESCRIPTION
ya
Citation preview
iii
TESIS
TEKANAN INTRAOKULAR DAN EFEK SAMPING
TRABEKULEKTOMI DENGAN 5-FLUOROURACIL DIBANDINGKAN MITOMYCIN C
PADA PASIEN GLAUKOMA
MADE RIAN ANANTA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
iv
TESIS
TEKANAN INTRAOKULAR DAN EFEK SAMPING
TRABEKULEKTOMI DENGAN 5-FLUOROURACIL DIBANDINGKAN MITOMYCIN C
PADA PASIEN GLAUKOMA
MADE RIAN ANANTA
NIM 101 412 8104
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
v
TEKANAN INTRAOKULAR DAN EFEK SAMPING
TRABEKULEKTOMI DENGAN 5-FLUOROURACIL
DIBANDINGKAN MITOMYCIN C PADA PASIEN GLAUKOMA
Tesis ini untuk memperoleh Gelar Magister
dalam Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
MADE RIAN ANANTA
NIM 101 412 8104
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
vi
Lembar Pengesahan Pembimbing
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 3 JULI 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II
dr. Made Agus Kusumadjaja, Sp.M (K)
NIP. 196008281986101001
Prof. Dr. N. K. Niti Susila, Sp.M(K)
NIP. 194506051971062001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pasca Sarjana
Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
Universitas Udayana
Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila, Prof.Dr.dr.AA Raka Sudewi,Sp.S(K)
Sp.And.,FAACS NIP. 195902151985102001
NIP. 19461213 1971071001
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 3 Juli 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No. 1951/UN14.4/HK/2014 tertanggal 27 Juni 2014
Ketua : dr. I Made Agus Kusumadjaja, Sp.M(K)
Anggota :
1. Prof. Dr. N. K. Niti Susila, Sp.M(K)
2. Prof. Dr. Ir. I. B. Putra Manuaba, M.Phil
3. Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK., M.Kes
4. dr. A. A. A. Sukartini Djelantik, Sp.M(K)
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini Penulis ingin memanjatkan puji syukur kepada Ida
Sang Hyang Widhi Wasa – Tuhan Yang Maha Esa atas asung wara nugraha-Nya
sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang merupakan karya tulis akhir
sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis – 1 Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Program Pendidikan
Dokter Spesialis – 1 Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana, peserta program studi diwajibkan melakukan penelitian dan melaporkan
hasil penelitian tersebut pada masa akhir pendidikan. Tesis ini merupakan hasil
dari penelitian “Tekanan Intraokular dan Efek Samping Trabekulektomi dengan 5-
Fluorouracil Dibandingkan dengan Mitomycin C pada Pasien Glaukoma”.
Penulis menyadari sepenuhnya tesis ini tidak mungkin dapat selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan rasa
terima kasih kepada:
1. dr. Made Agus Kusumadjaja, Sp.M(K) sebagai pembimbing yang telah
meluangkan waktu, memberikan petunjuk dan pengarahan dengan sabar,
sejak awal hingga penyusunan tesis ini.
2. Prof. Dr. N. K. Niti Susila, Sp.M(K) selaku pembimbing yang telah
meluangkan waktu memberikan saran dan masukan sehingga penelitian
dan tesis ini dapat terselesaikan.
3. Prof. DR. I. B Putra Manuaba, M.Phil yang telah meluangkan waktu
memberikan bimbingan dalam metode penelitian sehingga penelitian
dan tesis ini dapat terselesaikan.
4. dr. AAA Sukartini Djelantik, Sp.M(K) sebagai Ketua Program Studi
Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang
telah memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan
spesialisasi, memberikan petunjuk, nasihat serta bimbingan selama masa
pendidikan spesialisasi.
5. dr. Putu Budhiastra Sp.M(K) sebagai Kepala Bagian Ilmu Kesehatan
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan
kesempatan mengikuti program pendidikan spesialisasi, memberikan
petunjuk, nasihat serta bimbingan selama masa pendidikan spesialisasi.
6. dr. Ni Kompyang Rahayu, Sp.M sebagai konsultan glaukoma di RS
Indera Denpasar yang telah berperan sebagai operator bagi sebagian
besar sampel dalam penelitian ini.
7. Seluruh Staf SMF/Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana yang telah membantu selama proses pendidikan
spesialisasi dan dalam penelitian ini.
8. Seluruh rekan residen peserta didik Program Pendidikan Dokter
Spesialis -1 Ilmu Kesehatan Mata yang telah banyak membantu selama
masa pendidikan dan masa penelitian.
9. Rasa syukur kepada Ayahanda dan Ibunda kami Ir. I Made Sukaya, MM
(Alm) dan dr. Nyoman Sunerti, Sp.M; saudari kami dr. Putu Vira
Rikakaya, S.Ked yang telah memberikan bekal pendidikan, dukungan,
motivasi dan semangat kepada Penulis selama masa pendidikan dan
penelitian ini.
Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan yang berguna
bagi perkembangan pelayanan kesehatan mata serta bagi pendidikan Ilmu
Kesehatan Mata. Penulis menyadari tesis ini belum sempurna, sehingga kami
mengharapkan saran dan kritik agar pada penulisan berikutnya menjadi lebih
sempurna. Semoga Sang Hyang Widhi Wasa – Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Denpasar, Juli 2014
Penulis
ABSTRAK
TEKANAN INTRAOKULAR DAN EFEK SAMPING
TRABEKULEKTOMI DENGAN 5-FLUOROURACIL DIBANDINGKAN
DENGAN MITOMYCIN C PADA PASAIEN GLAUKOMA
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan ke-dua di dunia setelah katarak.
Pembedahan glaukoma paling populer adalah trabekulektomi dengan anti fibrotik.
Tujuan peneltian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tekanan intraokular (TIO)
pada trabekulektomi dengan 5-fluorouracil (5-FU) dibandingkan dengan
Mitomycin C (MMC) pada pasien glaukoma.
Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis terandomisasi yang mengamati
TIO dan efek samping pasca trabekulektomi dengan 5-FU dan trabekulektomi
dengan MMC selama tiga bulan. Periode penelitian sejak Desember 2013 sampai
Juni 2014. Sampel didapatkan 24 mata dari 24 pasien dengan glaukoma sudut
terbuka primer dan glaukoma sudut tertutup primer.
Nilai rerata tajam penglihatan terbaik awal adalah logMAR 1,59±0,63 pada
kelompok 5-FU (T-5FU) dan logMAR 1,22±0,69 pada kelompok MMC (T-
MMC), p=0,75. Nilai rerata TIO awal pada kelompok T-5FU adalah 36,08±11,43
mmHg dan kelompok T-MMC 31,33±9,32 mmHg, p=0,45. Tiga bulan pasca
operasi tidak didapatkan perbedaan bermakna (p=0,86) pada nilai rerata tajam
penglihatan terbaik pada kelompok T-5FU logMAR 1,42±0,71 dan kelompok T-
MMC logMAR 1,03±0,74. Perbedaan yang tidak bermakna juga didapatkan pada
nilai rerata TIO tiga bulan pasca trabekulektomi pada kelompok T-5FU
10,42±1,73 mmHg dan kelompok T-MMC 9,42±2,57 mmHg , p=0,14. Empat
mata dari kelompok T-MMC menglami hipotoni hari pertama pasca
trabekulektomi. Seratus persen sampel mencapai TIO < 18 mmHg tanpa bantuan
obat anti glaukoma selama tiga bulan pasca operasi.
Simpulan dari penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan yang bermakna
antara TIO tiga bulan pasca trabekulektomi pada kelompok T-5FU dan kelompok
T-MMC. Efek samping pada kelompok T-5FU lebih minimal dijumpai dari pada
kelompok T-MMC.
Kata kunci: glaukoma, trabekulektomi, anti fibrotik, 5-fluorouracil, mitomycin c
ABSTRACT
INTRAOCULAR PRESSURE AND SIDE EFFECT OF
TRABECULECTOMY WITH 5-FLUOROURACIL COMPARE WITH
MITOMYCIN C ON GLAUCOMA PATIENTS
Glaucoma causes blindness number two in the world after cataract.
Trabeculectomy with anti fibrotic application is the most popular glaucoma
surgery. The objective of this study is to evaluate and compare intraocular
pressure (IOP) between trabeculectomy with 5-fluorouracil (5-FU) group and
mitomycin c (MMC) group on glaucoma patients.
This study design is a randomized clinical trial that prospectively observe
IOP and side effect of trabeculectomy either with 5-FU and MMC for three
months. This study began in December 2013 until June 2014. Samples included in
this study are 24 eyes from 24 patients with primary open angle glaucoma and
primary angle closure glaucoma.
Mean value of initial best corrected visual acuity was logMAR 1,59±0,63 in
5-FU group (T-5FU) and logMAR 1,22±0,69 in MMC group (T-MMC), p=0,75.
Mean value of the initial IOP in T-5FU group was 36,08±11,43 mmHg, and T-
MMC group 31,33±9,32 mmHg, p=0,45. Three months after trabeculectomy, we
found no significant difference (p=0,86) in the mean value of best corrected visual
acuity between T-5FU group logMAR 1,42±0,71 and logMAR 1,03±0,74 in T -
MMC group. No significant difference was also found in the mean IOP values
between T-5FU group 10,42±1,73 mmHg and T-MMC group 9,42+2,57 mmHg
with p=0,14. Four eyes in T-MMC group found to have hypotonia on the first day
post trabeculectomy. A hundred percent patients are able to achieve IOP < 18
mmHg without anti-glaucoma medication after three months after trabeculectomy.
The conclusions of this study there was no significant difference from initial
best corrected visual acuity and IOP until three months after trabeculectomy on T-
5FU group and T-MMC group. Side effect in T-5FU group seems minimal
compare with T-MMC group.
Keywords: glaucoma, trabeculectomy, anti fibrotic, 5-fluorouracil, mitomycin C
DAFTAR ISI
Sampul Dalam ................................................................................................. i
Prasyarat Gelar ................................................................................................ ii
Lembar Pengesahan Pembimbing ................................................................... iii
Penetapan Panitia Penguji .............................................................................. iv
Surat Pernyataan Bebas Plagiat ....................................................................... v
Ucapan Terima Kasih ...................................................................................... vi
Abstrak ............................................................................................................ ix
Abstract ........................................................................................................... x
Daftar Isi ......................................................................................................... xi
Daftar Tabel .................................................................................................... xiv
Daftar Gambar ................................................................................................ xv
Daftar Singkatan ............................................................................................. xvi
Daftar Lampiran .............................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang………………….………………...................... 1
I.2. Rumusan Masalah ………………………………….…...……... 4
I.3. Tujuan Penelitian …………….........………....…...…...……… 4
I.4. Manfaat Penelitian……………………………………...……… 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
II.1. Glaukoma......................………………………………………… 6
II.2. Dinamika Humor Akuos ....……………………………………… 9
II.3. Penatalaksanaan Glaukoma ……………………………………... 11
II.4. Trabekulektomi ………………………………...……..….......... 12
II.5. Proses Penyembuhan Luka .............………....……………….... 17
II.6. Anti Fibrotik .………………………………….………………… 18
II.7. 5-Fluorouracil ............................................................................. 19
II.8. Mitomycin C................................................................................ 20
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
III.1. Kerangka Berpikir .…………………………………………….... 22
III.2. Konsep Penelitian……………………………………………….. 23
III.3. Hipotesis Penelitian…………………………………………….... 24
BAB IV METODE PENELITIAN
IV.1. Rancangan Penelitian………………………......………….......... 25
IV.2. Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………… 26
IV.3. Populasi Penelitian……………………………………………… 26
IV.4. Sampel Penelitian……………………………………………….. 26
IV.5. Identifikasi Variabel……………………………………………. 27
IV.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi………………………………….... 28
IV.7. Definisi Operasional…………………………………………….. 28
IV.8. Cara Kerja……………………………………………………….. 30
IV.9. Alat dan Bahan Penelitian…………………………………........ 35
IV.10. Analisis Data …………………………………………………... 36
IV.11. Alur Penelitian…………………………………………………. 37
BAB V HASIL PENELITIAN
V.1. Karakteristik Subyek Penelitian................................................... 38
V.2. Trabekulektomi, Tekanan Intraokular dan Komplikasi ............... 39
BAB VI PEMBAHASAN
VI.1. Subjek Penelitian ........................................................................... 44
VI.2. Perbedaan Tajam Penglihatan, Tekanan Intraokular dan
Komplikasi Trabekulektomi dengan 5-Fluorouracil
dan Mitomycin C........................................................................... 47
BAB VII PENUTUP
VIII.1. Simpulan ..................................................................................... 54
VIII.2. Saran ........................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………......……...... 55
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 60
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5.1 Karateristik Subjek Penelitian ................................................. 39
Tabel 5.2 Perbedaan Tajam Penglihatan, Tekanan Intraokular,
Komplikasi Awal dan Pasca Trabekulektomi dengan
5-Fluoruracil dan Mitomycin C ............................................... 42
Tabel 5.3 Resume Repeated Measurement Penurunan Tekanan
Intraokular Awal – Tiga Bulan Pasca Trabekulektomi
pada Dua Kelompok Perlakuan ............................................... 43
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1. Bagan Kerangka Konsep.................................................. 23
Gambar 4.1. Bagan Rancangan Penelitian............................................ 25
Gambar 4.2. Alur Penelitian............................................................... 37
Gambar 5.1. Boxplot Perbedaan Nilai Rerata Tekanan Intraokular
Awal – Tiga Bulan Pasca Trabekulektomi pada
Dua Kelompok Perlakuan................................................... 43
DAFTAR SINGKATAN
5-FU = 5-fluorouracil
AAO = American Academy of Ophthalmology
BMD = Bilik Mata Depan
CIGTS = Collaborative Initial Glaucoma Treatment Study
CME = Cystoid Macular Edema
dkk. = dan kawan-kawan
DNA = Deoxyribo Nucleic Acid
MMC = Mitomycin C
OCT = Ocular Coherence Tomography
PACG = Primary Angle Closure Glaucoma
PMN = Polimorfonuklear
POAG = Primary Open Angle Glaucoma
RCT = Randomized Clinical Trial
RS = Releasable Suture
RSUP = Rumah Sakit Umum Pusat
SD = Standar Deviasi
TIO = Tekanan Intra Okuler
TM = Trabecular Meshwork
UM = Uveal Meshwork
WHO = World Health Organization
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Ethical Clearance Penelitian .............................................. 60
Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian RSUP Sanglah dan RS Indera ............... 61
Lampiran 3 Penjelasan Penelitian ......................................................... 63
Lampiran 4 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan................................. 65
Lampiran 5 Kuisioner Penelitian .......................................................... 66
Lampiran 6 Tabel Induk Penelitian ....................................................... 69
Lampiran 7 Output SPSS ........................................................................... 70
3
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Glaukoma adalah suatu gangguan penglihatan yang ditandai oleh kerusakan papil
saraf optik, gangguan lapang pandang khas dengan peningkatan tekanan
intraokular (TIO) sebagai faktor risiko utama. Tekanan intraokular tinggi apabila
terukur dua standar deviasi (SD) di atas TIO rata-rata pada populasi normal, yaitu
di atas 21 mmHg (AAO, 2011; Stamper, dkk., 2009).
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan ke-dua terbanyak di dunia
dan di Indonesia setelah katarak (WHO, 2006). Menurut AAO, 2011 glaukoma
primer secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka
primer (primary open angle glaucoma, POAG) dan glaukoma sudut tertutup
primer (primary angle closure glaucoma, PACG). Glaukoma sudut terbuka
disebut sebagai pencuri penglihatan karena perjalanan penyakit glaukoma sudut
terbuka mengakibatkan penderitanya baru sadar sesudah terjadi kerusakan lapang
pandang yang parah, sedangkan PACG pada saat serangan akut menyebabkan
nyeri kepala sehingga pasien tidak datang ke pelayanan kesehatan mata (Stamper,
2009; WHO, 2006).
Tekanan intraokular merupakan satu-satunya faktor risiko glaukoma
yang dapat dikontrol dengan obat-obatan maupun pembedahan. Terapi glaukoma
sendiri sudah cukup maju dengan ditemukannya berbagai obat-obatan anti
glaukoma dan teknik pembedahan filtrasi (AAO, 2011). Trabekulektomi
4
merupakan salah satu pembedahan filtrasi yang sering dikerjakan pada pasien
glaukoma. Trabekulektomi bertujuan menurunkan TIO dengan membuat saluran
humor akuos baru dari bilik mata depan (BMD) ke ruang subkonjungtiva.
Trabekulektomi dilakukan apabila terapi dengan medikamentosa gagal mencapai
TIO yang diinginkan atau menimbulkan efek samping yang tidak dapat ditoleransi
oleh pasien. Target TIO pasca trabekulektomi belum disepakati karena bersifat
individual tergantung keadaan individu masing-masing pasien. Secara umum
target TIO yang diharapkan adalah 20-30% di bawah normal (AAO, 2011; Chen
dkk., 2008; Giaconi dkk., 2010).
Faktor sosial seperti jauhnya jarak fasilitas kesehatan yang tidak
memadai, atau ketidakpatuhan pasien dalam berobat dapat menjadi dasar
pertimbangan dilakukan operasi yang lebih awal. Biaya yang dikeluarkan untuk
trabekulektomi dikatakan lebih sedikit dari pada biaya yang harus dikeluarkan
untuk membeli obat-obatan anti glaukoma seumur hidup. Pada beberapa kasus
operasi lebih awal terbukti memberikan keuntungan yang lebih baik daripada
medikamentosa dalam hal mempertahankan TIO dalam batas normal dan
mengurangi jumlah kunjungan pasien ke layanan kesehatan mata (AAO, 2011;
Chen dkk., 2008).
Kegagalan trabekulektomi disebabkan oleh proliferasi fibroblas dan
pembentukan jaringan parut pada lokasi pembedahan (Chen dkk., 2008;
Mostafaei, 2011). Penggunaan anti fibrosis seperti mitomycin C (MMC) dan 5-
fluorouracil (5-FU) pada trabekulektomi pertama kali dikerjakan pada 1980-an.
Anti fibrosis awalnya digunakan pada pasien dengan risiko tinggi terhadap
5
kegagalan pembentukan bleb pasca trabekulektomi, namun saat ini sering
diberikan pada pasien tanpa risiko kegagalan trabekulektomi (Mochizuki, dkk.,
1997; Wells, 2011).
Saat ini trabekulektomi dengan MMC lebih sering dikerjakan
mengingat potensinya yang lebih besar dari 5-FU, namun MMC dikatakan
menimbulkan efek samping yang lebih besar. Efek samping aplikasi anti fibrosis
pada trabekulektomi adalah hipotoni yang menyebabkan efusi koroid dan hipotoni
makulopati, perdarahan supra koroid, BMD dangkal, infeksi seperti blebitis
sampai endoftalmitis, dan katarak. (AAO, 2011; Rezeghinejad, dkk., 2012).
Penelitian mengenai trabekulektomi dengan anti fibrosis cukup banyak
dilakukan, dengan berbagai rancangan penelitian, berbagai dosis dan durasi
aplikasi, serta cara aplikasi anti fibrosis yang berbeda-beda. Penelitian
randomized clinical trial yang secara langsung membandingkan TIO dan efek
samping pada kelompok trabekulektomi dengan MMC dan 5-FU pada dua grup
paralel masih jarang dilakukan, sehingga hal ini dipandang penting untuk
kepentingan klinis dan pendidikan.
Penelitian retrospektif oleh Anand dan Dawda, 2012 di Afrika Barat
didapatkan nilai rerata TIO pada kelompok trabekulektomi dengan MMC lebih
baik dari pada kelompok trabekulektomi dengan 5-FU. Penelitian oleh Rahayu,
2013 tidak mendapatkan perbedaan TIO yang bermakna sampai satu bulan pasca
trabekulektomi dengan 5-FU dan MMC.
Trabekulektomi dengan MMC masih menjadi pilihan utama di Bali,
sedangkan trabekulektomi dengan 5-FU masih jarang dilakukan, padahal harga
6
satu vial MMC 16 kali lebih mahal dibandingkan harga satu vial 5-FU. Hal ini
tentu memberatkan sebagian pasien, karena anti fibrosis ini tidak ditanggung
dalam sistem jaminan kesehatan, sehingga biaya dibebankan kepada pasien.
I.2 Rumusan Masalah
1. Apakah tekanan intraokular pada trabekulektomi dengan 5-FU tidak berbeda
dibandingkan trabekulektomi dengan MMC pada pasien glaukoma?
2. Apakah efek samping pada trabekulektomi dengan 5-FU lebih minimal
dibandingkan trabekulektomi dengan MMC pada pasien glaukoma?
I.3 Tujuan Penelitian
I.3.1 Tujuan primer
Untuk mengetahui tekanan intraokular pada trabekulektomi dengan 5-FU tidak
berbeda dibandingkan trabekulektomi dengan MMC pada pasien glaukoma.
I.3.2 Tujuan sekunder
Untuk mengetahui efek samping pada trabekulektomi dengan 5-FU lebih minimal
dibandingkan dengan trabekulektomi dengan MMC pada pasien glaukoma.
7
I.4 Manfaat Penelitian
I.4.1 Manfaat Teoritis
Manfaat yang ingin diberikan pada penelitian ini adalah
Sebagai sumber data mengenai penanganan glaukoma melalui trabekulektomi
dengan 5-FU memberikan TIO yang tidak berbeda dibandingkan
trabekulektomi dengan MMC.
I.4.2 Manfaat Praktis
Memberikan pilihan antifibrosis yang efektif dan lebih ekonomis.
Penanganan penderita glaukoma yang lebih optimal sehingga dapat mencegah
kerusakan papil saraf optik dan kerusakan lapang pandang.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Glaukoma
Pada glaukoma terjadi peningkatan TIO yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan
dalam dinamika humor akuos. Tekanan intraokular sendiri dipengaruhi oleh
produksi oleh badan siliaris, resistensi jalur keluar humor akuos pada jalur
konvensional dan non konvensional, serta tekanan vena episklera (AAO, 2011,
Stamper, dkk., 2009).
Galukoma primer dapat dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma sudut
terbuka primer dan glaukoma sudut tertutup primer (AAO, 2011). Pada glaukoma
sudut terbuka primer (primary open angle glaucoma, POAG) terjadi peningkatan
resistensi pada trabecular meshwork (TM) sehingga menyebabkan hambatan
aliran keluar humor akuos. Lokasi resistensi pada TM belum diketahui secara
pasti, namun diperkirakan terdapat pada juxtacanalicular dari TM. Pada
glaukoma sudut tertutup primer (primary angle closure glaucoma, PACG) terjadi
aposisi iris perifer ke arah TM sehingga mengakibatkan hambatan aliran ke luar
humor akuos (AAO, 2011; Razeghinejad dkk., 2012; Stamper dkk., 2009).
Diagnosis POAG dan PACG berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
klinis, serta pemeriksaan penunjang. Pada POAG, didapatkan keluhan mata kabur,
lapang pandang yang menyempit sampai kebutaan total. Pasien umumnya datang
sudah dalam stadium lanjut dengan kerusakan lapang pandang luas. Pasien
mengeluh sering menabrak benda-benda di sekitarnya ketika berjalan. Keluhan
9
nyeri kepala kadang-kadang dikeluhkan pasien. Pada pasien dengan PACG sering
terjadi serangan glaukoma akut yang ditandai dengan penglihatan kabur, nyeri
bola mata sampai nyeri kepala, mual muntah, berkeringat dingin disertai melihat
bayangan pelangi pada sumber cahaya (AAO, 2011; Blomquist dkk., 2005;
Stamper dkk., 2009).
Pemeriksaan klinis yang dilakukan adalah pemeriksaan tajam
penglihatan pasien, pengukuran TIO penderita dengan beberapa alat yang tersedia,
evaluasi kemungkinan ada penyebab primer dari peningkatan TIO serta penyulit
yang mungkin ada, serta evaluasi papil saraf optik cahaya (AAO, 2011;
Blomquist dkk., 2005; Stamper dkk., 2009).
Pengukuran TIO dilakukan dengan tonometer aplanasi Goldmann yang
merupakan baku emas. Pada penderita dengan kecurigaan glaukoma umumnya
didapatkan TIO meningkat lebih dari 21 mmHg, pada pemeriksaan papil saraf
optik didapatkan peningkatan rasio cup dan disk lebih dari 0,4, serta kelainan
lapang pandang (Blomquist dkk., 2005; Weinreb dkk., 2007).
Pada papil saraf optik penderita glaukoma tahap lanjut dapat dievaluasi
adanya penggaungan yang terjadi karena hilangnya akson, pembuluh darah, dan
sel glia. Kehilangan jaringan diawali pada lamina kribosa disertai pemadatan dan
fusi dari laminar plates yang terutama terjadi pada kutub superior dan inferior dari
disc papil saraf optik. Pada glaukoma stadium lanjut terjadi kerusakan jaringan
yang lebih luas sampai mengenai cribiform plate. (AAO., 2011; Netland, 2008).
Kerusakan papil saraf optik pada penderita glaukoma diperkirakan
terjadi akibat kombinasi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Peningkatan TIO
10
merupakan faktor risiko utama kerusakan papil saraf optik pada penderita
glaukoma. Terdapat dua hipotesis yang berusaha menjawab proses perkembangan
papil saraf optik pada penderita glaukoma. Teori pertama adalah teori mekanik
yang menyebutkan bahwa penekanan langsung terhadap serat akson dan struktur
pendukung saraf optik di sekitarnya mengakibatkan distorsi lamina cribosa plates
dan interupsi aliran aksoplasmik yang pada akhirnya mengakibatkan kematian sel
ganglion retina. Teori iskemia menjelaskan bahwa terjadi iskemia intraneural
yang diakibatkan oleh penurunan perfusi darah ke saraf optik. Penurunan perfusi
disebabkan oleh penekanan terhadap suplai darah ke saraf atau dari proses
intrinsik dalam saraf optik. Penurunan perfusi mengakibatkan kerusakan papil
saraf optik (AAO., 2011; Stamper dkk., 2009).
Pemeriksaan papil saraf optik dilakukan dengan bantuan alat
oftalmoskopi direk, oftalmoskopi indeirek, maupun dengan bantuan lensa 78 D.
Penggunaan lensa ini juga dapat membantu melakukan pengukuran secara
kuantitatif terhadap diameter disc dan cup dengan cara menyesuaikan tinggi
lampu celah (AAO., 2011; Netland, 2008; Stamper, dkk., 2009).
Pemeriksaan untuk membedakan penggauangan pada penderita
glaukoma dengan pada orang yang memiliki penggaungan fisiologis cukup sulit
dilakukan. Pada penderita glaukoma stadium awal yang perlu diperhatikan
adalah: pembesaran cup secara keseluruhan, pembesaran cup pada daerah tertentu,
perdarahan splinter superfisial, hilangnya lapisan serat saraf, translusensi
neuroretinal rim, perkembangan vessel overpass, penggaungan yang asimetris
pada kedua mata penderita, dan atrofi peripapiler (zona beta). Untuk membedakan
11
antara glaukoma sudut terbuka dan sudut tertutup diperlukan pemeriksaan
gonioskopi. (AAO, 2011; Azura-Blanco dkk., 2002; Stamper dkk., 2009).
Pemeriksaan penunjang yang berperan adalah pemeriksaan lapang
pandang, optical coherence tomography (OCT) dan confocal scanning laser
ophthalmoscopy. Pada penderita glaukoma terdapat pola umum kelainan lapang
pandang yang terjadi, yaitu: depresi general, skotoma parasentral, skotoma
Bjerrum atau arcuate, nasal step, defek altitudinal, dan temporal wedge. Dengan
pemeriksaan OCT dan confocal scanning laser ophthalmoscopy pemeriksa dapat
menilai keadaan papil saraf optik dengan lebih detail serta dapat mengetahui
ukurannya secara kuantitatif (Azura-Blanco dkk., 2002; Blomquist dkk., 2005).
Prognosis penderita glaukoma tergantung oleh umur penderita, derajat kerusakan
saraf optik, TIO, kerapuhan jaringan disc papil saraf optik, ada tidaknya penyakit
sistemik lain, kecepatan dan ketepatan mendapat pengobatan serta kepatuhan
penderita terhadap pengobatan yang diberikan. Penderita yang berusia tua, TIO
tinggi yang tidak responsif terhadap pengobatan, jaringan disc yang rapuh,
penderita penyakit sistemik lain, penderita yang terlambat mendapat pengobatan,
penderita yang tidak patuh dalam penggunaan obat memiliki prognosis yang lebih
buruk sehingga lebih sering mengalami kebutaan (Azura-Blanco dkk., 2002;
Morrison dan Pollack, 2003; Stamper dkk., 2009).
2.2 Dinamika Humor Akuos
Humor akuos diproduksi oleh mitokondria dan mikrovili sel epitel non pigmen
dari prosesus siliaris yang merupakan epitel berlapis ganda yang menutupi inti
12
stroma dan kaya akan pembuluh darah kapiler. Humor akuous diproduksi melalui
tiga mekanisme yaitu difusi, ultrafiltrasi, dan transport aktif. Difusi adalah
pergerakan pasif dari ion-ion yang larut dalam lemak melalui membran sel karena
adanya perbedaan konsentrasi. Ultrafiltrasi adalah pergerakan air dan substansi
yang larut dalam air melalui pori-pori mikro pada membran sel karena adanya
perbedaan osmotik atau perbedaan tekanan hidrostatik. Difusi dan ultrafiltrasi
merupakan mekanisme transport ion yang bersifat pasif. Sedangkan transport aktif
merupakan pergerakan dari substansi yang larut air tapi memiliki ukuran yang
lebih besar dan perpindahannya tidak tergantung pada adanya perbedaan tekanan
osmotik maupun tekanan hidrostastik (AAO, 2011, Azura-Blanco dkk., 2002;
Stamper dkk., 2009).
Humor akuos disekresi ke bilik mata belakang (BMB) yang
memberikan nutrisi kepada lensa. Humor akuos melewati pupil menuju BMD
sehingga dapat memberikan nutrisi kepada kornea. Aliran keluar humor akuos
dapat melalui dua jalur, jalur konvensional (jalur trabekular) dan jalur uveosklera.
Pada jalur konvensional humor akuos melewati trabecular meshwork (TM),
melewati dinding bagian dalam kanalis Schlemm menuju lumennya, dan akhirnya
menuju saluran pengumpul, vena akuos, dan keluar melalui sistem vena episklera.
Pada jalur non konvensional, sekitar 10-20% humor akuos melewati uveal
meshwork (UM), bagian anterior dari otot siliaris menuju ruang suprakoroid dan
akhirnya keluar melalui sklera. Humor akuos diproduksi dengan laju rata-rata 2,0-
2,5 µL/menit (AAO, 2011; Razeghinejad dkk., 2012).
13
Aliran humor akuos memiliki irama sirkardian sendiri, biasanya
menjadi lebih rendah pada malam hari, dan akan meningkat pada siang hari. Pada
malam hari laju aliran humor akuos hanya 43% dari aliran humor akuos pada pagi
hari. Irama sirkardian ini menjadi dasar bagi pemberian obat-obatan anti
glaukoma. Aliran humor akuos menurun seiring bertambahnya usia, pada
inflamasi okular, pada trauma okular, pengguna obat penurun tekanan darah, pada
penderita diabetes mellitus dan distrofia miotonik (AAO, 2011; Morrison dan
Pollack, 2003).
2.3 Penatalaksanaan Glaukoma
Penatalaksanaan penderita glaukoma ditujukan untuk menyelamatkan fungsi
penglihatan penderita dan meningkatkan kualitas hidup penderita glaukoma
dengan menurunkan TIO (Giaconi dkk., 2010). Pengobatan yang dipilih
diusahakan agar tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya, tidak
mengganggu aktivitas penderita, dan dengan risiko yang sekecil-kecilnya (AAO,
2011).
Penatalaksanaan pasien dengan glaukoma terdiri dari pengobatan
medika mentosa dan pembedahan. Medika mentosa biasanya diberikan pada awal
pengobatan, sedangkan pembedahan dilakukan apabila pengobatan dengan obat-
obatan tidak memberikan hasil yang diinginkan. Obat-obatan anti glaukoma
terdiri dari analog prostaglandin, penghambat reseptor β selektif dan non selektif,
parasimpatomimetik seperti agen kolinergik dan antikolinesterase, penghambat
karbonik anhidrase oral dan topikal, agonis adernergik selektif dan nonselektif
14
terhadap α2, dan agen hiperosmosis (AAO, 2011; Giaconi dkk., 2010; Netland,
2008).
Pembedahan pada glaukoma biasanya dikerjakan apabila pengobatan
dengan terapi obat-obatan tidak tepat, tidak dapat ditolenransi, tidak efektif, atau
tidak dapat digunakan secara tepat oleh pasien sehingga pogresifitas glaukoma
terus berlangsung (AAO, 2011; Netland, 2008).
Saat ini masih diperdebatkan mengenai pembedahan glaukoma sebagai
terapi awal atau sebagai terapi akhir dari glaukoma (Netland, 2008). Collaborative
Initial Glaucoma Treatment Study (CIGTS) yang mempelajari trabekulektomi
sebagai terapi awal pada glaukoma (dilakukan sebelum pemberian obat-obatan)
memberikan keuntungan berupa kontrol TIO yang lebih baik, mengurangi
kunjungan pasien ke oftalmologis, dan kemungkinan akan menyelamatkan
penglihatan pasien lebih lama. Temuan ini tidak berarti pasien yang menjalani
trabekulektomi sebagai terapi awal akan mendapatkan tajam penglihatan yang
stabil, karena terdapat insiden katarak yang cukup tinggi pasca trabekulektomi
(AAO, 2011).
2.4 Trabekulektomi
Trabekulektomi merupakan guarded partial thickness filtering procedure yang
dilakukan dengan membuka hambatan dari jaringan kornea perifer di bawah flap
sklera. Flap sklera dapat memberikan resistensi dan membatasi keluarnya humor
akuos sehingga dapat mencegah terjadinya hipotoni, BMD yang dangkal sampai
15
datar, katarak, efusi koroid serosa dan hemoragik, edema makula serta edema
papil saraf optik (AAO, 2011; Berisha dkk., 2005; Trope, 2005).
Trabekulektomi mulai diperkenalkan pada tahun 1960-an oleh Sugar
dan Cairns. Sugar melakukan trabekulektomi eksperimental dengan flap sklera
lamelar pada mata di bank mata dan kemudian pada pasien wanita dengan
glaukoma pigmental. Pada prosedur ini, flap dijahit secara ketat sehingga tidak
terbentuk bleb. Hasil kontrol TIO pasca trabekulektomi dikatakan tidak
memuaskan, meskipun pada gonioskopi terlihat sebagian TM telah dieksisi.
Cairns melakukan pembukaan terhadap tepi kanalis Schlemm, namun tidak dibuat
filtrasi transsklera yang bertujuan untuk meningkatkan pengeluaran humor akuos
tanpa pembentukan bleb subkonjungtiva (Ehrlich dkk., 2005; Razeghinejad dkk.,
2012; Stamper dkk, 2009). Cairns melakukan eksisi pada kanalis Schlemm beserta
adneksa trabekular sehingga membuat pembukaan saluran humor akuos.
Trabekulektomi Cairns ternyata hanya dapat berfungsi baik apabila terbentuk bleb
pada sebagian besar kasus. Prosedur trabekulektomi terus berkembang untuk
meningkatkan tingkat kesuksesan dan mengurangi efek samping. Saat ini inovasi
dalam pembedahan glaukoma mulai kembali menuju pembedahan tanpa
membentuk bleb subkonjungtiva seperti deep sclerectomy dan viscocanalostomy
(Giaconi dkk., 2010; Razeghinejad dkk., 2012).
Pada awalnya trabekulektomi ini bertujuan untuk membuat aliran
humor akuos baru dari BMD ke ruang subkonjungtiva. Paradigma ini mulai
bergeser dengan tujuan utama trabekulektomi adalah untuk menciptakan fistula
trans sklera yang bertahan dalam waktu lama. Trabekulektomi yang berkembang
16
saat ini sebenarnya lebih tepat disebut sebagai sklerokeratektomi, karena tidak
dilakukan eksisi jaringan TM, melainkan dengan melakukan eksisi korneo sklera
di limbus (Mielke dkk., 2003; Razeghinejad dkk., 2012; Trope, 2005).
Pada trabekulektomi dapat dibagi menjadi beberapa tahap dasar,
seperti: exposure, conjunctival wound, flap sklera, parasintesis, sklerostomi,
iridektomi, penutupan flap sklera, pengaturan aliran humor akuos, dan penutupan
konjungtiva (AAO, 2011; Chen dkk., 2008; Trope 2008).
Pada exposure dilakukan penjahitan traksi kornea atau limbus untuk
merotasikan bola mata ke inferior sehingga bagian limbus dan sulkus superior
dapat terlihat jelas. Prosedur ini sangat membantu dalam pembuatan flap
konjungtiva berbasis limbus. Prosedur ini sama dengan melakukan traksi pada
otot rektus superior, namun memberikan efek samping seperti ptosis dan
perdarahan sub konjungtiva (American AAO, 2011; Chen dkk., 2008; Stalmans
dkk., 2006; Trope 2008).
Pada conjunctival wound dilakukan pembuatan flap konjungtiva pada
kuadran superior tergantung dari pengalaman operator. Trabekulektomi dengan
menggunakan antifibrosis, posisi bleb harus ditempatkan pada arah jam 12 untuk
mengurangi risiko bleb terekspos dan disestesia bleb. Teknik flap konjungtiva
dapat berbasis limbus maupun forniks, masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Flap konjungtiva berbasis forniks lebih mudah
dilakukan, namun memerlukan ketelitian saat dilakukan penutupan agar dapat
menciptakan luka yang kedap air. Flap berbasis forniks mengakibatkan
terbentuknya jaringan parut di anterior flap sklera sehingga membantu aliran
17
humor akuos ke posterior dan menyebabkan bleb muncul di bagian posterior. Flap
konjungtiva berbasis limbus lebih sulit dilakukan, namun dapat memberikan
penutupan luka yang lebih aman, jauh dari limbus. Insisi flap konjungtiva
berbasis limbus dilakukan 8-10 mm dari limbus superior, sehingga harus berhati-
hati agar jangan sampai mengenai otot rektus superior. Flap berbasis limbus ini
dapat menurunkan risiko kebocoran pada bleb, namun mengakibatkan
pembentukan jaringan parut di posterior flap sklera sehingga menyebabkan
pembentukan bleb di anterior dekat limbus (AAO, 2011; Chen dkk., 2008; Trope
2008).
Pada pembuatan flap sklera dilakukan insisi sklera dengan bentuk
segitiga, trapesium, setengah lingkaran tergantung keahlian operator. Tidak
terdapat keharusan ukuran dari flap sklera, namun dianjurkan meiliki lebar sekitar
3-4 mm. Setelah flap sklera terbentuk harus diperhatikan supaya jangan sampai
terjadi kebocoran humor akuos terlalu awal (AAO, 2011; Chen dkk., 2008; Trope
2008).
Setelah pembuatan flap sklera, dilakukan parasintesis dan sklerostomi
dengan scleral punch maupun dengan pisau bedah. Operator kemudian menilai
aliran humor akuos ke daerah sklerostomi dengan memasukkan larutan ringer
laktat lewat parasintesis. Penjahitan flap sklera dapat dilakukan bila aliran humor
akuos sudah seperti yang diharapkan operator. Pada parasintesis tidak dilakukan
penjahitan apabila kedap udara. Apabila BMD datar pasca operasi, dapat
dimasukkan cairan ringer laktat lewat lokasi parasintesis untuk membentuk
kembali BMD. Lubang sklerostomi harus cukup besar untuk mengindari oklusi
18
iris, tapi harus cukup kecil sehingga dapat ditutupi oleh flap sklera (AAO, 2011;
Chen dkk., 2008; Trope 2008).
Iridektomi harus dilakukan untuk mengurangi risiko oklusi sklerostomi
oleh iris dan mencegah terjadinya blok pupil. Saat melakukan iridektomi harus
dihindari pemotongan prosesus siliaris dan disrupsi serat zonula dan lapisan
hyaloid (AAO, 2011; Chen dkk., 2008; Trope 2008).
Flap sklera dijahit secara ketat untuk menghindari BMD yang dangkal
pasca operasi dengan teknik jahitan releasable suture (RS). Setelah beberapa hari
atau beberapa minggu pasca operasi, jahitan dapat dilonggarkan untuk
meningkatkan aliran keluar humor akuos. Pada trabekulektomi menggunakan anti
fibrosis, tegangan jahitan dan jumlah jahitan harus disesuaikan sampai tidak
terdapat aliran spontan humor akuos. Untuk memastikan aliran masih dapat
terjadi, dapat dilakukan penekanan secara halus pada ujung sklera posterior
(AAO, 2011).
Sebelum menutup konjungtiva, operator dapat menyesuaikan aliran
humor akuos di sekitar flap dengan menambahkan atau melepas jahitan sklera.
Setelah aliran humor akuos sesuai dengan yang diinginkan, dapat dilakukan
penutupan konjungtiva dengan beberapa teknik menggunakan benang yang dapat
diserap berukuran 7.0-8.0. Untuk flap konjungtiva berbasis forniks, konjungtiva
dapat dijahit di limbus. Untuk flap berbasis limbus, konjungtiva dan kapsula
Tenon ditutup secara terpisah atau dalam satu lapisan (AAO, 2011; Chen dkk.,
2008; Trope 2008).
19
Efek samping yang dapat timbul pasca trabekulektomi dibagi menjadi
dua, efek samping segera dan efek samping lambat. Efek samping segera dapat
berupa infeksi, hipotoni, BMD dangkal, kesalahan aliran humor akuos, hifema,
katarak, peningkatan TIO sementara, cystoid macular edema (CME), makulopati
hipotoni, efusi koroid, perdarahan suprakoroid, uveitis persisten, dan kehilangan
penglihatan. Efek samping lambat dapat berupa kebocoran bleb, katarak, blebitis,
edoftalmitis, bleb simtomatik, hipotoni, ptosis, dan retraksi kelopak mata (AAO,
2011; Giaconi dkk., 2010; Mochizuki, 1997; Shaarawy dkk., 2009).
2.5 Proses Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka pada trabekulektomi dimulai segera setelah insisi
jaringan (konjungtiva atau sklera) saat pembuluh darah rusak. Proses
penyembuhan selanjutnya melewati tiga fase: fase inflamasi, fase proliferasi, dan
fase remodelling (Khalili, dkk., 2011; Morrison dan Pollack, 2003; Weinreb,
2007).
Pada fase inflamasi terjadi pembentukan klot yang terdiri dari
trombosit, fibrin, fibronektin, dan sel polimorfonuklear (PMN) dan munculnya
faktor pertumbuhan pada daerah luka. Faktor pertumbuhan berperan dalam
memulai kaskade respon penyembuhan luka. Selama beberapa hari ke depan
jumlah PMN semakin banyak, diikuti migrasi sel epitel sehingga menutupi daerah
luka. Jaringan akan bertambah tebal dalam bebrapa hari, diikuti berkurangnya
jumlah sel PMN kemudian yang diganti oleh datangnya sel mononuklear
(Morrison dan Pollack, 2003; Weinreb, 2007).
20
Setelah satu minggu pasca insisi akan dimulai fase proliferasi, jumlah
fibroblas, sel monosit, dan pembuluh darah akan meningkat dan akan membentuk
klot fibrin di daerah luka. Fibroblas seperti actin dan mikrofilamen myosin
(myofibroblas) memiliki kemampuan untuk menarik tepi luka dan kemudian
menyatukan tepi luka dengan membentuk jembatan penyembuhan (Morrison dan
Pollack, 2003; Weinreb, 2007).
Fase remodelling dimulai dimulai sekitar satu bulan setelah insisi,
enzim proteolitik yang berasal dari sel mononuklear, PMN, dan humor akuos akan
mencerna debris seluler dan klot. Fibroblas secara aktif menghasilkan kolagen,
glikosaminoglikan, dan elastin.
Kolagen terdeposisi pada lokasi luka secara ireguler dan menyebabkan
peningkatan massa di daerah luka. Glikosaminoglikan berfungsi mengatur
aktivitas metabolik di daerah luka. Setelah beberapa hari aktivitas enzim
metaloproteinase seperti kolagenase, gelatinase, dan stromelysin akan meningkat.
Kolagen akan di degradasi sehingga bentuk luka akan kembali menyerupai
sebelum insisi (Morrison dan Pollack, 2003; Weinreb, 2007).
2.6 Anti Fibrosis
Penyebab kegagalan dalam trabekulektomi sering disebabkan oleh fibrosis
episklera pasca operasi. Fibrosis merupakan proses alami yang terjadi sebagai
respon terhadap luka jaringan (Chen dkk., 2008; Khalili dkk., 2011). Anti fibrosis
berperan dalam menghambat penyembuhan luka dan fibrosis sehingga fistula
transklera dapat berfungsi dalam waktu yang lama untuk mengontrol TIO. Anti
21
fibrosis yang sering digunakan pada trabekulektomi adalah 5-FU dan MMC
(Razeghinejad dkk., 2012; Khalili dkk., 2011).
Penggunaan anti fibrosis meningkatkan kesuksesan trabekulektomi
untuk menurunkan TIO dalam waktu yang lama, namun hal ini diikuti oleh
peningkatan efek samping pasca operasi, sehingga anti fibrosis ini perlu
digunakan pada pasien dengan kemungkinan kegagalan yang tinggi (AAO., 2011;
Khalili dkk., 2011). Beberapa keadaan yang merupakan faktor risiko yang
kemungkinan dapat menyebabkan kegagalan pasca trabekulektomi adalah pasien
dengan riwayat operasi katarak, pasien dengan riwayat operasi pada konjungtiva,
inflamasi pada mata, afakia, usia muda, pasien dengan warna kulit gelap, dan
pasien dengan neovaskularisasi intraokular (Chen dkk., 2008).
2.7 5-Fluorouracil
5-Fluorouracil merupakan basa analog pirimidin yang memiliki aktivitas anti
fibrosis yang bersifat menghambat pertumbuhan fibroblas. 5-Fluorouracil akan
mengalami konversi intraseluler menjadi bentuk aktifnya deoxynucleotide 5-
fluoro-2’-deoxyuridine-5’-monophosphate (FdUMP) yang berperan menghambat
sintesis DNA melalui aksi pada thymidylate synthase (AAO., 2011). Khaw et al
pada tahun 1992 mendapatkan data bahwa paparan 5 menit tehadap 5-FU
mengakibatkan berhentinya pertumbuhan fibroblas pada Tenon konjuntiva. Hal
ini menjadi dasar penggunaan 5-FU sebagai anti fibrosis yang dapat memberikan
keberhasilan jangka panjang pada trabekulektomi (Razeghinejad dkk., 2012).
22
Pada awalnya 5-fluorouracil digunakan terhadap pasien dengan risiko
kegagalan trabekulekotomi yang tinggi, seperti pasien afakia atau pseudofakia,
glaukoma neovaskuler, dan pasien dengan riwayat operasi glaukoma yang gagal
sebelumnya. Cara penggunaan 5-FU dengan konsentrasi 50mg/ml dengan
disemprotkan pada spon, diletakkan di antara sklera dan konjungtiva selama 1-5
menit. Selain itu 5-FU juga dapat digunakan setelah pembedahan glaukoma
dengan dosis 5-10 mg dalam 0,1-0,5 cc dapat diinjeksi subkonjungtiva 1-2 kali
sehari selama 5-14 hari pasca operasi (AAO., 2011; Razeghinejad dkk., 2012).
Beberapa penelitian terandomisasi dengan skala besar di Afrika,
Singapura, dan Inggris mendapatkan bahwa penggunaan 5-FU intraoperatif pada
spon selama 5 menit aman digunakan pada pasien dengan risiko rendah yang
menjalani operasi untuk pertama kali. 5-fluorouracil meningkatkan kesuksesan
operasi tanpa menimbulkan efek samping yang signifikan (Giaconi dkk., 2010).
2.8 Mitomycin C
Mitomycin C merupakan antibiotik antineoplastik yang mengganggu fase
pertumbuhan sel. Mitomycin C 100 kali lebih poten dibandingkan dengan 5-FU.
Pemberian MMC dosis tunggal dikatakan lebih efektif dari pada pemberian 5-FU
berulang pasca trabekulektomi pada pasien dengan risiko kegagalan tinggi.
Mitomycin C diberikan pada saat pembedahan menggunakan spon yang telah
dibasahi MMC dengan dosis 0,2-0,5 mg/ml dan ditempatkan di antara sklera dan
flap konjungtiva selama satu sampai lima menit. Setelah spon dipindahkan, daerah
operasi dicuci dengan larutan garam. Para ahli menggunakan konsentrasi
23
antifibrosis yang lebih tinggi dengan durasi yang lebih singkat dan sebaliknya
(Razeghinejad dkk., 2012).
Sebuah studi prospektif terandomisasi yang membandingkan efektivitas
MMC (0,4mg/ml selama dua menit) dengan 5-FU (50mg/ml selama lima menit)
intraoperatif pada 108 mata yang menjalani trabekulektomi primer mendapatatkan
tidak ada perbedaaan di antara keduanya dalam hal tingkat kesuksesan, jumlah
pengobatan pasca operasi, tajam penglihatan, dan efek samping dalam 1 tahun
(Singh dkk., 2000).
Anti fibrosis dapat diberikan sebelum atau sesudah pembuatan flap
sklera, namun pemberian anti fibrosis tidak boleh dilakukan setelah membuat
hubungan BMD ke eksternal. Masuknya anti fibrosis intra kamera akan
menyebabkan timbulnya efek samping, karena anti fibrosis merupakan bahan
toksik bagi struktur internal bola mata (Chen dkk., 2008)
Anti fibrosis memiliki efek samping berupa lebih banyak hilangnya sel
endotel kornea pasca pembedahan, penipisan kornea, katarak, scleral melting,
sampai gangguan lapang pandang dan kehilangan penglihatan. Efek samping yang
ditimbulkan MMC diperkirakan lebih berat dari pada efek samping ole 5-FU
(Mochizuki dkk., 1997). Penggunaan anti fibrosis berperan pada kebocoran bleb
segera setelah pembedahan serta penurunan sekresi humor akuos yang dapat
menyebabkan hipotoni (Chen dkk., 2008; Razeghinejad dkk., 2012).
24
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Berpikir
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di dunia setelah katarak.
Peningkatan TIO merupakan faktor risiko utama terhadap kerusakan papil saraf
optik dan kelainan lapang pandang. Glaukoma primer secara umum
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka primer dan glaukoma
sudut tertutup primer.
Tekanan intra okuler dapat dipengaruhi produksi humor akuos oleh badan
siliaris dan sistem pengeluaran humor akuos dari bilik mata depan. Pada
glaukoma sudut terbuka primer terjadi hambatan keluar dari humor akuos akibat
peningkatan resistensi di trabecular meshwork. Pada glaukoma sudut tertutup
primer terjadi aposisi iris perifer pada sudut bilik mata depan. Hambatan
pengeluaran humor akuos dari bilik mata depan dapat meningkatkan TIO dan
menyebabkan glaukoma.
Terapi pembedahan populer dan sering dikerjakan oleh ahli glaukoma
adalah trabekulekromi dengan aplikasi anti fibrosis. Trabekulektomi dengan anti
fibrosis seperti 5-FU dan MMC dapat meningkatkan kesuksesan trabekulektomi,
namun juga dapat meningkatkan risiko efek samping pasca pembedahan. Efek
samping pasca operasi yang sering dijumpai adalah hipotoni akibat keborocan
bleb, over filtrasi, sampai infeksi intraokular. Keberhasilan trabekulektomi
dengan anti fibrosis dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal
25
yang berpengaruh antara lain usia, penyakit penyerta, miopia tinggi, dan riwayat
pembedahan sebelumnya. Faktor eksternal yang berpengaruh antara lain keahlian
operator, dosis, durasi dan metode aplikasi anti fibrosis.
3.2. Konsep Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir yang sudah dikaji, selanjutnya
dapat dilihat kerangka konsep penelitian seperti yang disajikan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Bagan Kerangka Konsep
Glaukoma sudut terbuka primer
Glaukoma sudut tertutup primer
Trabekulektomi dengan 5-FU
Faktor internal:
Usia
Penyakit penyerta
Miopia tinggi
Riwayat
pembedahan
Trabekulektomi dengan MMC
TIO dan efek samping:
-1 hari pasca operasi
-7 hari pasca operasi
-1 bulan pasca operasi
-3 bulan pasca operasi
Faktor eksternal:
Operator
Metode, dosis,
durasi aplikasi anti
fibrosis
26
3.3. Hipotesis Penelitian
1. Tidak terdapat perbedaan tekanan intraokular pasca trabekulektomi dengan 5-
FU dibandingkan trabekulektomi dengan MMC pada pasien glaukoma.
2. Trabekulektomi dengan 5-FU memberikan efek samping lebih minimal
dibandingkan trabekulektomi dengan MMC pada pasien glaukoma.
27
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan randomized clinical trial pre dan post test yang
dilakukan secara prospektif untuk mengamati perbedaan TIO dan efek samping
pada pasien glaukoma satu hari, tujuh hari, satu bulan, dan tiga bulan pasca
trabekulektomi dengan MMC dan 5-FU. Bagan rancangan peneitian ini dapat
dilihat pada Gambar 4.1. Opersasi trabekulektomi dilakukan oleh dua orang
operator (staf sub bagian glaukoma, Bagian Ilmu Kesehatan Mata FK Universitas
Udayana RSUP Sanglah dan RS Indera Denpasar). Untuk menghindari bias akibat
operator maka didefinisikan prosedur standar trabekulektomi dengan anti fibrosis
pada sub bab 4.8.5.
Observasi 1 : tekanan intraokular awal pada kelompok trabekulektomi dengan 5-FU
Observasi 2 : tekanan intraokular awal pada kelompok trabekulektomi dengan MMC
Perlakuan 1 : trabekulektomi dengan 5-FU
Perlakuan 2 : trabekulektomi dengan MMC
Observasi 3 : tekanan intraokular dan efek samping 1 hari, 7 hari, 1 bulan, dan 3 bulan pasca
trabekulektomi dengan 5-FU
Observasi 4 : tekanan intraokular dan efek samping 1 hari, 7 hari, 1 bulan, dan 3 bulan pasca
trabekulektomi dengan MMC
Gambar 4.1. Bagan Rancangan Penelitian
Allocation random Perlakuan 1
Perlakuan 2
Populasi Sampel
Observasi 1
Observasi 2
Observasi 3
Observasi 4
Consecutive sampling
28
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di poliklinik mata dan kamar operasi RS Indera
Denpasar dan RSUP Sanglah Denpasar, mulai bulan Desember 2013 sampai Juni
2014 dan seluruh sampel yang ikut dalam penelitian telah menyelesaikan follow
up tiga bulan pasca trabekulektomi dengan anti fibrosis.
4.3. Populasi Penelitian
Populasi target penelitian adalah pasien glaukoma sudut terbuka dan sudut
tertutup primer. Populasi terjangkau penelitian adalah pasien glaukoma sudut
terbuka dan glaukoma sudut tertutup yang datang ke Poliklinik Mata RSUP
Sanglah dan RS Indera Denpasar. Subjek penelitian adalah pasien glaukoma sudut
terbuka dan glaukoma sudut tertutup primer yang datang ke Poliklinik Mata
RSUP Sanglah dan RS Indera Denpasar yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak
masuk kriteria eksklusi.
4.4. Sampel Penelitian
4.4.1. Besar sampel
Besar sampel penelitian dihitung berdasarkan rumus uji hipotesis terhadap dua
kelompok:
29
dengan:
n1 = jumlah sampel pada kelompok trabekulektomi dengan 5-FU
n2 = jumlah sampel pada kelompok trabekulektomi dengan MMC
Zα = berdasarkan batas kemaknaan α= 0,05 didapatkan 1,645
Zβ = berdasarkan power penelitian 95% didapatkan 1,960
S = simpang baku penelitian didapatkan 3,9 (Mostafei, 2011)
X1-X2 = perbedaan TIO yang dianggap bermakna ditetapkan 6 mmHg.
Berdasarkan rumus perhitungan besar sampel didapatkan jumlah n1 = n2 = 10,98
sampel = 11 sampel ditambah cadangan 10% sehingga didapatkan 12 sampel
pada setiap kelompok perlakuan.
4.4.2. Pemilihan Sampel
Sampel penelitian dipilih secara konsekutif kemudian dilakukan allocation
random dari populasi terjangkau setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.
4.5. Identifikasi Variabel
1. Variabel bebas adalah pasien glaukoma yang dilakukan trabekulektomi dengan
MMC dan trabekulektomi dengan 5-FU.
2. Variabel tergantung adalah TIO pasca trabekulektomi, efek samping pasca
trabekulektomi.
30
3. Variabel kendali adalah umur, jenis kelamin, waktu pengkuran TIO, riwayat
pengobatan.
4.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.6.1. Kriteria inklusi
1. Penderita glaukoma berumur ≥ 40 tahun sampai 70 tahun.
2. Penderita glaukoma primer sudut terbuka dan tertutup yang terdapat indikasi
untuk trabekulektomi oleh dokter konsultan divisi glaukoma RSUP Sanglah
dan RS Indera.
4.6.2. Kriteria eksklusi
1. Riwayat pembedahan glaukoma seperti tindakan laser, iridektomi, maupun
trabekulektomi sebelum periode penelitian.
2. Pasien dengan kelainan pada kornea dan konjungtiva seperti keratitis,
keratopati,konjungtivitis, dan pterygium.
3. Pasien dengan myopia tinggi yang memerlukan koreksi lensa sferis > 6D.
4. Wanita yang sedang mengandung atau masih ingin memiliki keturunan.
4.7. Definisi Operasional
1. Pasien glaukoma adalah pasien dengan diagnosis glaukoma primer sudut
terbuka dan sudut tertutup dengan indikasi trabekulektomi yan ditegakkan
oleh dokter konsultan divisi glaukoma RSUP Sanglah dan RS Indera.
31
2. Trabekulektomi dengan 5-FU adalah pembedahan filtrasi dengan membuat
saluran yang menghubungkan antara bilik mata depan dengan sub
konjungtiva dengan menggunakan 5-FU 50mg/mL selama lima menit, setelah
pembuatan flap sklera dan sebelum pembuatan sklerostomi.
3. Trabekulektomi dengan MMC adalah pembedahan filtrasi dengan membuat
saluran yang menghubungkan antara bilik mata depan dengan sub
konjungtiva dengan menggunakan MCC 0,2mg/mL selama tiga menit, setelah
pembuatan flap sklera dan sebelum pembuatan sklerostomi.
4. Tekanan intraokular adalah tekanan bola mata yang diukur menggunakan
tonometri aplanasi Goldman minimal dua kali pengukuran apabila selisih
diantaranya < 2mmHg dan dicatat nilai rata-ratanya atau apabila pengukuran
pertama dan kedua > 2mmHg maka dilakukan tiga kali pengukuran dan
kemudian dicatat nilai mediannya.
5. Umur adalah umur yang tercantum dalam catatan medis saat dilakukan
pemeriksaan.
6. Jenis kelamin adalah jenis kelamin yang tercantum dalam catatan medis saat
dilakukan pemeriksaan.
7. Waktu pengukuran TIO adalah jam pada saat dilakukan pengukuran TIO,
pengukuran dilakukan pada pukul 08.00 – 10.00 pagi.
8. Riwayat pengobatan adalah riwayat pemakaian obat-obat anti glaukoma
sebelum trabekulektomi, sampel penelitian hanya bolah maksimal
menggunakan timolol maleat 0,5% dua kali per hari dan asetasolamid dengan
dosis maksimal 3x250mg per hari selama satu bulan.
32
9. Kesuksesan trabekulektomi adalah apabila TIO pasca trabekulektomi
>6mmHg dan <18mmHg pada lebih dari dua kali kontrol baik tanpa bantuan
obat penurun TIO (complete success) atau dengan bantuan obat penurun TIO
(qualified success).
10. Kegagalan trabekulektomi adalah apabila TIO pasca trabekulektomi
didapatkan <6mmHg atau >18mmHg dan atau terjadi efek samping
penurunan tajam penglihatan, hipotoni, komplikasi bleb, dan infeksi pada dua
kali kontol.
11. Efek samping pasca trabekulektomi adalah efek samping yang terjadi pasca
trabekulektomi, apabila sampel mengalami minimal salah satu atau lebih dari
satu dari penurunan tajam penglihatan, hipotoni (TIO <6mmHg), komplikasi
pada bleb (dellen, kista tenon, kebocoran bleb), infeksi (blebitis,
endoftalmitis), dan skleromalasia.
4.8. Cara Kerja
4.8.1. Alokasi Subjek
Sampel penelitian yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi serta bersedia
menandatangani informed consent dilakukan pemeriksaan oftalmologi.
4.8.2. Prosedur Penelitian
4.8.2.1. Pemeriksaan Awal
Dilakukan anamnesis mengenai umur, jenis kelamin, riwayat pengobatan dan
riwayat keluarga.
33
4.8.2.2. Prosedur Pemeriksaan
- Pemeriksaan TIO dilakukan dengan menggunakan aplanasi Goldmann yang
dilakukan oleh peneliti.
- Pemeriksaan papil saraf optik dengan menggunakan lensa double aspheric 78
D (Volk).
- Pemeriksaan sudut bilik mata depan dengan menggunakan lensa gonioskopi 3
mirror.
- Pemeriksaan lapang pandang dengan perimeter Optopol di RSUP Sanglah
Denpasar dan Humphrey visual analyzer di RS Indera Denpasar.
4.8.3. Pengumpulan Data
Variabel yang dicatat adalah :
1. Nama, nomor rekam medis, umur, jenis kelamin, mata kanan atau kiri,
riwayat pengobatan dan riwayat keluarga.
2. Data pemeriksaan tajam penglihatan, kelainan segmen anterior dan
posterior, TIO, keadaan papil nervus optik dan hasil tes lapang pandang.
4.8.4. Persiapan Operasi
Anamnesa meliputi keluhan, riwayat penyakit, dan pengobatan yang sudah
digunakan. Pemeriksaan tajam penglihatan dengan bantuan Snellen chart.
Pemeriksaan segmen anterior dilakukan dengan slit lamp. Pemeriksaan segmen
posterior dilakukan dengan funduskopi direk dan lensa 78 dengan bantuan slit
lamp. Tekanan intraokular diukur dengan tonometer aplanasi Goldmann.
34
Pemeriksaan sudut bilik mata depan dilakukan dengan lensa gonioskopi three
mirror. Pemeriksaan lapang pandang dilakukan dengan bantuan perimetri Optopol
di RSUP Sanglah Denpasar dan Humphrey visual analyzer di RS Indera
Denpasar. Hasil pemeriksaan dicatat dalam tabel penelitian.
Sampel didapatkan dari pasien glaukoma sudut terbuka dan sudut tertutup
primer yang berkunjung ke poliklinik mata RSUP Sanglah dan RS Indera
Denpasar. Pasien yang setuju untuk mengikuti penelitian ini akan membaca dan
menandatangani informed consent. Subjek penelitian yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi dibagi secara stratified random berdasarkan kelompok umur
40-55 tahun dan kelompok umur 56-70 tahun. Sampel dengan nomor urut ganjil
akan masuk dalam kelompok A, yaitu kelompok trabekulektomi dengan 5-FU
dan sampel dengan nomor urut genap masuk dalam kelompok B, yaitu kelompok
trabekulektomi dengan MMC. Tindakan trabekulektomi dilakukan oleh dua orang
operator yang merupakan dokter konsultan divisi glaukoma (AK dan KR). Pasien
tidak mengetahui masuk dalam kelompok A atau kelompok B. Data sebelum dan
setelah operasi dikumpulkan dan dicatat oleh peneliti. Pasien yang akan menjalani
operasi di RSUP Sanglah dirawat satu hari sebelum sampai satu hari setelah
operasi, sedangkan pasien yang akan dioperasi di RS Indera datang pada hari
operasi dan langsung pulang setelah operasi.
35
4.8.5. Teknik Operasi Trabekulektomi
1. Buat flap konjungtiva fornix based sepanjang limbus, rawat perdarahan
dengan kauter.
2. Buat flap sklera sekitar 2mm dari limbus, berukuran 4x4 mm berbentuk
persegi.
3. Tempatkan 5-FU 50mg/ml pada spons selama lima menit pada kelompok
A dan MMC 0,2mg/ml selama tiga menit di balik flap sklera pada
kelompok B.
4. Parasintesis di daerah limbus temporal untuk menurunkan TIO.
5. Reseksi sklera dengan Kelly descemet puncher.
6. Iridektomi perifer.
7. Flap sklera dijahit dengan 2 buah dengan benang nylon 10.0 pada sudut
persegi.
8. Konjungtiva dijahit dengan benang nylon 10.0 pada ke-dua ujung sayatan.
9. Reformasi BMD dengan cairan ringer laktat dari lubang parasintesis.
10. Injeksi dexametason 2,5mg dan gentamicin 20mg subkonjungtiva di luar
area bleb.
4.8.6.Perawatan Pasca Operasi
Mata ditutup selama 24 jam pasca operasi, setelah dibuka dilakukan pemeriksaan
oftalmologi seperti penilaian tajam penglihatan dengan Snellen Chart, keadaan
segmen anterior dan keadaan bleb dengan slit lamp, dan pengukuran TIO dengan
36
tonometri aplanasi Goldman. Tetes mata kombinasi dexametason dan polimiksin
serta neomisin diberikan selama enam minggu pasca trabekulektomi.
Sampel penelitian diobservasi sebagai pasien rawat jalan dengan waktu
pemeriksaan pada hari pertama pasca trabekulektomi, tujuh hari pasca
trabekulektomi, satu bulan pasca trabekulektomi (28-31 hari), dan tiga bulan
pasca trabekulektomi (90-92 hari) pasca trabekulektomi.
Operasi dikatakan sukses apabila tekanan intraokular pasca operasi
>6mmHg dan <18mmHg pada dua kali kontrol dengan bantuan obat hipotensi
(qualified success) atau tanpa bantuan obat hipotensi (complete success). Operasi
dikatakan gagal apabila tekanan intraokular <6mmHg atau >18mmHg pada dua
kali kontrol pasca operasi. Hasil pemeriksaan yang dikatakan sebagai efek
samping pasca trabekulektomi antara lain:
a. Penurunan tajam penglihatan, dapat dikatakan ringan (penurunan tajam
penglihatan satu-dua baris pada Snellen chart), sedang (penurunan tiga-
empat baris pada Snellen chart), dan berat (penurunan > 5 baris pada
Snellen chart).
b. Tekanan intraokular <6mmHg sehingga menyebabkan choroidal
detachment, makulopati hipotoni, edema makula, dan oedem papil saraf
optik.
c. Efek samping pada bleb seperti dellen, high bleb (kista tenon), kebocoran
bleb (dengan atau tanpa lubang yang dilihat pada tes Seidel).
d. Infeksi seperti blebitis dengan atau tanpa reaksi pada bilik mata depan,
dengan atau tanpa hipopion, dan endoftalmitis.
37
e. Penipisan pada sklera atau skleromalasia.
Pemeriksaan TIO setiap kali kunjungan dilakukan oleh residen tahap III
yang sebelumnya telah mendapat pelatihan untuk melakukan pemeriksaan pada
pasien pasca trabekulektomi.
4.9. Alat dan Bahan Penelitian
- Snellen chart
- Slit lamp (Haag-Streit).
- Lensa double aspheric 78D (Volk).
- Perimetri Optopol (PTS-910 Compact).
- Humphrey Visual Analizer.
- Aplanasi Goldmann (Haag-Streit AT-900).
- Stratus OCT (Carl Zeiss)
- Cirrus HD-OCT (Carl Zeiss)
- Pantocaine 0,5% (Cendo).
- Fluorescin strip (Omni Fluoro Ophthalmic Strips).
- Lensa gonioskopi (Haag-Streit).
- Mitomycin C.
- 5-Fluorouracil.
38
4.10. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif sehingga didapatkan karakteristik
sampel penelitian dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan narasi. Data
numerik akan dilakukuan uji normalitas data dengan uji Saphiro Wilk. Data
berdistribusi normal dan didapatkan nilai p > 0,05. Data numerik berdistribusi
normal dilakukan uji t independen dan repeated measurement. Tingkat
kemaknaan ditetapkan pada p < 0,05.
39
4.11. Alur Penelitian
Gambar 4.2. Alur Penelitian
Penderita POAG dan PACG di Poliklinik Mata
RSUP Sanglah Denpasar dan RS Indera Denpasar
Dicatat: visus dengan snellen chart, TIO dengan aplanasi Goldman, keadaan segmen anterior
dengan slit lamp, papilsaraf optik dengan lensa 78D dan OCT, sudut bilik mata depan dengan
lensa gonioskopi, lapang pandanga dengan Optopol atau Humprey
Sampel penelitian
Informed consent
Randomisasi
Follow up hari pertama, tujuh hari , satu
bulan, tiga bulan pasca operasi dicatat:
Tajam penglihatan terbaik dengan
snellen chart, TIO dengan aplanasi
Goldman, keadaan segmen anterior
dengan slit lamp, keadaan segmen
posterior dengan lensa 78D
-
Kriteria inklusi:
1. Penderita glaukoma berumur ≥ 40 tahun sampai 70 tahun.
2. Penderita POAG dan PACG dengan indikasi trabekulektomi oleh dokter konsultan divisi glaukoma RSUP Sanglah dan RS Indera.
Kriteria eksklusi:
1. Riwayat pembedahan glaukoma seperti tindakan laser, iridektomi, maupun trabekulektomi
sebelum periode penelitian.
2. Pasien dengan kelainan pada kornea dan konjungtiva seperti keratitis,
keratopati,konjungtivitis, dan pterygium.
3. Pasien dengan myopia tinggi yang memerlukan koreksi lensa sferis > 6D.
4. Wanita yang sedang mengandung atau masih ingin memiliki keturunan.
Analisis statistik
Trabekulektomi dengan 5-FU Trabekuelktomi dengan MMC
Follow up hari pertama, tujuh hari , satu
bulan, tiga bulan pasca operasi dicatat:
Tajam penglihatan terbaik dengan snellen
chart, TIO dengan aplanasi Goldman,
keadaan segmen anterior dengan slit
lamp, keadaan segmen posterior dengan
lensa 78D
40
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan trabekulektomi pada 24 mata dari 24 pasien yang
terdiri dari 12 mata pada kelompok trabekulektomi dengan 5-fluorouracil (T-5FU)
dan 12 mata pada kelompok trabekulektomi dengan mitomycin c (T-MMC).
Karakteristik dasar subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1. Usia rerata pada
kelompok T-5FU didapatkan 60±8,06 tahun, sedangkan pada kelompok T-MMC
didapatkan 56,75±10,70 tahun. Rerata usia seluruh pasien yang menjalani
trabekulektomi dengan anti fibrosis pada penelitian ini adalah 58,38±9,41 tahun.
Pada kelompok T-5FU terdapat enam orang (50%) berjenis kelamin laki-
laki dan enam orang (50%) perempuan, sedangkan pada kelompok T-MMC terdiri
dari lima orang (41,7%) laki-laki dan tujuh orang (58,35%) perempuan.
Dari keseluruhan sampel, tujuh (29,17%) sampel berasal dari Kota
Denpasar, terdiri dari dua sampel pada kelompok T-5FU dan lima sampel pada
kelompok T-MMC. Dua belas (50%) dari 24 sampel berprofesi sebagai ibu rumah
tangga, yang terbagi masing-masing enam sampel (50%) pada setiap kelompok
perlakuan.
Pada penelitian ini dilakukan trabekulektomi pada 11 (45,83%) mata
kanan dan 13 (54,17%) mata kiri. Pada kelompok T-5FU dilakukan
trabekulektomi pada delapan (66,7%) mata kanan dan empat (33,3%) mata kiri,
sedangkan pada kelompok T-MMC operasi dilakukan pada tiga (25%) mata kanan
41
dan sembilan (75%) mata kiri. Pada kelompok T-5FU terdapat enam (50%) mata
dengan diagnosis POAG dan enam (50%) mata dengan PACG, sedangkan pada
kelompok T-MMC terdapat tujuh (58,3%) mata dengan POAG dan lima (41,7%)
mata dengan PACG sehingga secara keseluruhan terapat 13 mata (54,17%)
dengan POAG dan sisanya 11 mata (45,83%) dengan PACG.
Tabel 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik T-5FU T-MMC
Usia rerata + SD (tahun) 60 + 8,06 56,75 + 10,70
Jenis Kelamin (n (%))
- Laki-laki
- Perempuan
6 (50%)
6 (50%)
5 (41,7%)
7 (58,3%)
Pekerjaan (n (%))
- PNS
- Swasta
- Pensiunan PNS
- IRT
0
3 (25%)
3 (25%)
6 (50%)
3 (25%)
0
3 (25%)
6 (50%)
Domisili (n (%))
- Denpasar
- Badung - Gianyar
- Tabanan
- Jembrana
- Buleleng
- Bangli
- Karangasem
2 (16,67%)
2 (16,67%) 2 (16,67%)
1 (8,33%)
0
3 (25%)
1 (8,33%)
1 (8,33%)
5 (41,67%)
3 (25%) 3 (25%)
0
1 (8,33%)
0
0
0
Mata yang dioperasi
- Mata kanan
- Mata kiri
8 (66,7%)
4 (33,3%)
3 (25%)
9 (75%)
Diagnosis
- POAG
- PACG
6 (50%)
6 (50%)
7 (58,3%)
5 (41,7%)
T-5FU: kelompok trabekulektomi dengan 5-Fluorouracil; T-MMC: kelompok trabekulektomi
dengan Mitomycin C; POAG: primary open angle glaucoma; PACG: primary angle closure glaucoma
5.2 Trabekulektomi, Tekanan Intraokular, dan Efek samping
Tajam penglihatan terbaik awal pada kelompok T-5FU didapatkan logMAR
1,59±0,63, sedangkan pada kelompok T-MMC didapatkan logMAR 1,22±0,69
dan tidak berbeda secara signifikan (p=0,75). Tekanan intraokular awal pada
42
kedua kelompok tidak berbeda bermakna, yaitu 36,08±11,43 mmHg pada
kelompok T-5FU dan 31,33±9,32 mmHg pada kelompok T-MMC (p=0,45).
Satu hari pasca trabekulektomi, rerata tajam penglihatan terbaik pada
kelompok T-5FU didapatkan logMAR 1,45±0,70, sedangkan pada kelompok T-
MMC didapatkan logMAR 1,13±0,1 dengan p=0,97. Tekanan intraokular satu
hari pasca trabekulektomi pada kelompok T-5FU didapatkan 8,58±2,54 mmHg,
sedangkan pada kelompok T-MMC didapatkan 7,21±3,79 mmHg (p=0,20). Pada
kelompok T-MMC didapatkan efek samping hipotoni pada empat mata,
sedangkan pada kelompok T-5FU tidak didapatkan efek samping satu hari pasca
trabekulektomi.
Tujuh hari pasca trabekulektomi, rerata tajam penglihatan terbaik pada
kelompok T-5FU didapatkan logMAR 1,43±0,70; dan pada kelompok T-MMC
didapatkan logMAR 1,10±0,73 dengan p=0,97. Tekanan intraokular tujuh hari
pasca trabekulektomi, pada kelompok T-5FU didapatkan 9,67±1,56 mmHg,
sedangkan pada kelompok T-MMC didapatkan 8,8±1,00 mmHg (p=0,46). Pada
kedua kelompok tidak didapatkan efek samping tujuh hari pasca trabekulektomi.
Satu bulan pasca trabekulektomi, rerata tajam penglihatan terbaik pada
kelompok T-5FU didapatkan logMAR 1,42±0,71 tidak berbeda bermakna
dibandingkan dengan kelompok T-MMC didapatkan logMAR 1,03±0,74 dengan
p=0,86. Tekanan intraokular pada kelompok T-5FU didapatkan 9,96±1,79 mmHg,
sedangkan pada kelompok T-MMC didapatkan 7,83±1,90 mmHg demgan p=0,83.
Pada kedua kelompok tidak didapatkan efek samping satu bulan pasca
trabekulektomi.
43
Tiga bulan pasca trabekulektomi, rerata tajam penglihatan terbaik pada
kelompok T-5FU didapatkan logMAR 1,42±0,71, pada kelompok T-MMC
didapatkan logMAR 1,03±0,74 dengan nilai p=0,86. Tekanan intraokular pada
kelompok T-5FU didapatkan 10,42±1,73 mmHg, sedangkan pada kelompok T-
MMC didapatkan 9,42±2,57 mmHg (p=0,14). Pada kedua kelompok tidak
didapatkan efek samping tiga bulan pasca trabekulektomi. Perbedaan antara nilai
rerata tajam penglihatan terbaik, TIO dan efek samping sejak awal sampai tiga
bulan pasca trabekulektomi pada kedua kelompok selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 5.2.
Perbaikan nilai rerata TIO dan tajam penglihatan terbaik sejak awal
pemeriksaan dibandingkan dengan nilai rerata TIO dan tajam penglihatan terbaik
satu hari, tujuh hari, satu bulan, dan tiga bulan pasca trabekulektomi berbeda
secara signifikan berdasarkan analisis repeated measurement. Hasil resume
perbaikan rerata TIO dapat dilihat pada Tabel 5.3, sedangkan boxplot perbedaan
nilai TIO antara ke-dua kelopok sejak awal sampai tiga bulan pasca
trabekulektomi dapat dilihat pada Gambar 5.1.
Pada penelitian ini selama tiga bulan follow up (dengan empat kali
pengukuran: hari pertama, tujuh hari, satu bulan, dan tiga bulan pasca
trabekulektomi dengan anti fibrosis), didapatkan angka keberhasilan 100% pada
kedua kelompok untuk mencapai complete success yaitu seluruh sampel
penelitian dapat mempertahankan TIO <18mmHg tanpa menggunakan obat
penurun tekanan bola mata.
44
Efek samping hipotoni terjadi pada empat sampel di kelompok T-MMC
namun tidak didapatkan pada kelompok T-5FU. Efek samping hipotoni yang
dijumpai pada hari pertama pasca trabekulektomi tidak dijumpai pada kunjungan
berikutnya sehingga tidak digolongkan sebagai kegagalan operasi, namun tetap
tercatat sebagai efek samping trabekulektomi. Efek samping pada kelompok T-
MMC berbeda secara signifikan dibandingkan dengan kelompok T-5FU dengan
uji chi square dengan nilai p=0,03.
Tabel 5.2 Perbedaan Tajam Penglihatan, Tekanan Intraokular, Efek Samping Sebelum dan Pasca
Trabekulektomi dengan 5-Fluoruracil dan Mitomycin C
T-5FU T-MMC p
Tajam penglihatan terbaik sebelum
operasi (rerata + SD) logMAR
1,59 ±0,63 1,22 ± 0,69 0,75*
TIO sebelum operasi (rerata + SD),
mmHg
36,08±11,43 31,33 ± 9,32 0,45*
Hasil 1 hari pasca operasi
- Rerata tajam penglihatan ±SD,
logMAR
- TIO (rerata + SD), mmHg
- Efek samping, n (%)
1,45±0,70
8,58±2,54
0
1,13±0,10
7,21±3,79
4
0,97*
0,20*
0,03**
Hasil 7 hari pasca operasi - Rerata tajam penglihatan + SD,
logMAR
- TIO (rerata + SD), mmHg
- Efek samping , n (%)
1,43±0,70
9,67±1,56
0
1,10±0,73
8,80±1,00
0
0,97*
0,46*
Hasil 1 bulan pasca operasi
- Rerata tajam penglihatan + SD,
logMAR
- TIO (rerata + SD), mmHg
- Efek samping , n (%)
1,42±0,71
9,96±1,79
0
1,03±0,74
7,83±1,90
0
0,86*
0,83*
Hasil 3 bulan pasca operasi
- Rerata tajam penglihatan + SD,
logMAR
- TIO (rerata + SD), mmHg - Efek samping , n (%)
1,42±0,71
10,42±1,73 0
1,03±0,74
9,42±2,57 0
0,86*
0,14*
T-5FU: kelompok trabekulektomi dengan 5-Fluorouracil; T-MMC: kelompok trabekulektomi
dengan Mitomycin C, TIO: tekanan intraokular
*: dengan uji t independen
**: dengan uji chi-square
Efek samping pada kelompok T-MMC adalah hipotoni pada 4 dari 12 sampel.
45
Tabel 5.3 Resume Repeated Measurement Penurunan Tekanan Intraokular Awal – Tiga Bulan
Pasca Trabekulektomi pada Dua Kelompok Perlakuan
Tekanan Intraokular Mean Difference p
1 2 25,813 0,000
3 24,458 0,000
4 24,813 0,000
5 23,792 0,000
2 1 -25,813 0,000
3 -1,354 0,001
4 -1,000 0,048
5 -2,021 0,001
3 1 -24,458 0,000
2 1,354 0,001
4 0,354 0,287
5 -0,667 0,088
4 1 -24,813 0,000
2 1,000 0,048 3 -0,354 0,287
5 -1,021 0,001
5 1 -23,792 0,000
2 2,021 0,001
3 0,667 0,088
4 1,021 0,001
1: tekanan intraokular awal, 2: tekanan intraokular hari pertama pasca trabekulektomi, 3: tekanan
intraokular satu minggu pasca trabekulektomi, 4: tekanan intraokular satu bulan pasca
trabekulektomi, 5: tekanan intraokular tiga bulan pasca trabekulektomi.
Gambar 5.1 Boxplot Perbedaan Nilai Rerata Tekanan Intraokular Awal – Tiga Bulan Pasca
Trabekulektomi pada Dua Kelompok Perlakuan
46
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Subjek Penelitian
Trabekulektomi dengan anti fibrosis menjadi tren baru bagi ahli glaukoma di
seluruh dunia. Survei dari Siriwardana, dkk pada tahun 2004 mendapatkan 82%
dari 533 ahli glaukoma di Inggris pernah menggunakan anti fibrosis pada
trabekulektomi.
Pada penelitian ini didapatkan rerata usia pada kelompok T-5FU 60±8,06
tahun, sedangkan pada kelompok T-MMC 56,75±10,70 tahun. Rerata usia seluruh
pasien yang menjalani trabekulektomi dengan anti fibrosis pada penelitian ini
adalah 58,38±9,41 tahun. Penelitian oleh Beatty, dkk., 1998 mendapatkan rerata
usia 64,3±11 tahun, sedangkan penelitian oleh Mostafei, 2011 mendapatkan
rerata usia pasien 67,5±10 tahun.
Glaukoma merupakan suatu penyakit yang insidennya meningkat pada
usia lebih dari 40 tahun. Prevalensi POAG berdasarkan Roterham Study adalah
0,8% pada penduduk berusia > 40 tahun, sedangkan pada Barbados Eye Study
mendapatkan prevalensi 8% pada penduduk berusia > 40 tahun. Prevalensi
glaukoma tiga sampai empat kali lebih tinggi pada ras kulit hitam dan ras kulit
hitam memiliki empat kali lebih tinggi risiko mengalami kebutaan akibat
glaukoma dari pada ras lainnya. Prevalensi PACG paling tinggi didapatkan pada
ras Inuit, 20-40 kali lebih tinggi dibandingkan ras kulit putih, sedangkan ras kulit
47
hitam lebih kecil angka prevalensi PACG dibandingkan ras Inuit, asia, dan kulit
putih (AAO, 2011).
Pada penelitian ini telah dilakukan trabekulektomi dengan anti fibrosis
pada enam (50%) sampel perempuan dan enam (50%) sampel laki-laki pada
kelompok T-5FU, serta lima (41,7%) sampel laki-laki dan tujuh (58,35%) sampel
perempuan pada kelompok T-MMC. Secara keseluruhan jumlah sampel laki-laki
adalah 11 orang (45,83%) dan perempuan 13 orang (54,17%).
Penelitian oleh Beatty, dkk., 1998 mendapatkan 45% sampel penelitiannya
adalah laki-laki dan sisanya 55% perempuan, sedangkan penelitian oleh Mostafei,
2011 mendapatkan 81% sampel laki-laki dan 19% perempuan.
Beberapa faktor yang diketahui meningkatkan risiko POAG adalah
peningkatan TIO, peningkatan usia, ketebalan kornea sentral yang tipis, ras, dan
riwayat glaukoma pada keluarga. Kejadian POAG tidak berhubungan dengan
jenis kelamin, sedangkan pada PACG faktor risiko yang diketahui adalah jenis
kelamin perempuan, peningkatan usia, hipermetropia, dan riwayat glaukoma pada
keluarga (AAO, 2011).
Berdasarkan distribusi kabupaten atau kota sampel berasal, sebanyak tujuh
sampel (29,17%) berasal dari kota Denpasar, diikuti kabupaten Badung dan
Gianyar masing-masing lima sampel (20,83%). Hal ini mungkin disebabkan oleh
lokasi pengambilan sampel yang berada di Kota Denpasar yang berdekatan
lokasinya dengan Kabupaten Badung dan Gianyar sehingga lebih banyak pasien
yang dirujuk ke RS Indera atau RSUP Sanglah Denpasar. Rumah sakit ini juga
merupakan pusat rujukan di Bali, sehingga ada beberapa sampel yang berasal dari
48
Kabupaten yang cukup jauh seperti Karangasem dan Jembrana (masing-masing
satu sampel, 8,33%), dan Buleleng dengan 3 sampel (25%).
Profesi ibu rumah tangga adalah profesi dominan pada penelitian ini
dengan jumlah 12 sampel (50%) dari seluruh sampel, diikuti dengan profesi
pensiunan PNS dengan enam sampel (25%).
Pada penelitian ini dilakukan trabekulektomi pada total 11 (45,83%) mata
kanan dan sisanya 13 (54,17%) pada mata kiri. Pada kelompok T-5FU dilakukan
trabekulektomi pada delapan (66,70%) mata kanan dan empat (33,30%) mata kiri,
sedangkan pada kelompok T-MMC dilakukan trabekulektomi pada tiga (25%)
mata kanan dan sembilan (75%) mata kiri. Penelitian oleh Rahayu, 2013
didapatkan 25 sampel mata kanan, dan sisanya 15 sampel mata kiri. Glaukoma
primer tidak memiliki predileksi lateralitas mata yang terlibat karena terjadi pada
kedua mata atau bilateral.
Pada penelitian ini melibatkan 13 (54,17%) mata dengan diagnosis POAG
dan 11 (45,83%) mata dengan diagnosis PACG. Kelompok T-5FU terdiri dari
masing-masing enam (50%) mata dengan diagnosis POAG dan PACG. Pada
kelompok T-MMC terdiri dari tujuh (58,3%) mata dengan POAG dan sisanya
lima (41,7%) mata dengan diagnosis PACG.
Penelitian oleh Beatty, dkk., 1998 mendapatkan 75% sampelnya dengan
POAG, 8,5% dengan glaukoma uveitis, masing-masing 5,6% dengan glaukoma
capsulare dan glaukoma normo tensi, masing-masing 1,3% dengan PACG dan
glaukoma neovaskular, dan 2,7% dengan glaukoma kongenital. Perbedaan ini
kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan kriteria inklusi dan eksklusi pada
49
setiap penelitian. Penelitian oleh Rahayu, 2013 didapatkan 23 mata dengan POAG
dan 27 mata dengan PACG.
6.2 Perbedaan Tajam Penglihatan, Tekanan Intraokular dan Efek Samping
Trabekulektomi dengan 5-Fluorouracil dan Mitomycin C
Trabekulektomi dengan MMC dan 5-FU memberikan hasil yang bervariasi pada
beberapa penelitian. Penelitian dalam bidang ini cukup banyak dilakukan, namun
dengan berbagai metode penelitian, jenis, metode aplikasi, dosis dan durasi
aplikasi anti fibrosis yang berbeda. Penelitian yang secara langsung
membandingkan dua jenis antifibrosis yang berbeda serta diamati secara
prospektif masih jarang dilakukan (Mostafei, 2011).
Nilai rerata tajam penglihatan awal terbaik pada kedua kelompok
perlakuan didapatkan tidak berbeda bermakna (p=0,75), pada kelompok T-5FU
didapatkan logMAR 1,59±0,63 dan pada kelompok T-MMC didapatkan logMAR
1,22±0,69. Penelitian oleh Rahayu, 2013 didapatkan tajam penglihatan awal
adalah logMAR 1,41 pada kelompok T-MMC dan logMAR 1,15 pada kelompok
T-5FU. Tajam penglihatan terbaik pada kedua kelompok apabila dikonversikan ke
dalam skala meter, didapatkan rerata tajam penglihatan antara 1/60 – 4/60. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien yang menjalani operasi datang dalam keadaan yang
parah atau stadium lanjut, baik terancam kebutaan sampai sudah mengalami
kebutaan.
Satu hari pasca trabekulektomi, rerata tajam penglihatan terbaik pada
kelompok T-5FU didapatkan logMAR 1,45±0,70, sedangkan pada kelompok T-
50
MMC didapatkan logMAR 1,13±0,10 dengan p=0,97. Tujuh hari pasca
trabekulektomi, rerata tajam penglihatan terbaik pada kelompok T-5FU
didapatkan logMAR 1,43±0,70; sedangkan pada kelompok T-MMC didapatkan
logMAR 1,10±0,73 dengan p=0,97. Satu bulan pasca trabekulektomi, rerata tajam
penglihatan terbaik pada kelompok T-5FU didapatkan logMAR 1,42±0,71 tidak
berbeda bermakna dibandingkan dengan kelompok T-MMC didapatkan logMAR
1,03±0,74 dengan p=0,86. Tiga bulan pasca trabekulektomi atau pengukuran
terakhir, rerata tajam penglihatan terbaik pada kelompok T-5FU didapatkan
logMAR 1,42±0,71 pada kelompok T-MMC didapatkan logMAR 1,03±0,74
dengan nilai p=0,86. Perbaikan secara signifikan terhadap nilai rerata tajam
penglihatan terbaik sejak awal hingga tiga bulan pasca operasi didapatkan melalui
uji repeated measurement.
Perbaikan tajam penglihatan pasca trabekulektomi sebagian besar
disebabkan perbaikan edema kornea yang diakibatkan peningkatan TIO. Pasca
trabekulektomi dengan TIO yang turun terjadi perbaikan edema kornea yang
berperan sedikit memperbaiki tajam penglihatan. Perbaikan tajam penglihatan
pada pasien glaukoma jarang dijumpai akibat resolusi penyakitnya karena
kerusakan serat saraf retina akibat glaukoma bersifat ireversibel.
Trabekulektomi bertujuan untuk membuat saluran baru yang mengalirkan
humor akuos dari bilik mata depan ke ruang sub konungtiva. Saluran baru
diharapkan dapat bertahan dalam jangka waktu lama sehingga dapat
mempertahankan TIO sesuai target yang diharapkan.
51
Pada penelitian ini tidak didapatkan perbedaan TIO awal yang signifikan
antara kedua kelompok, pada kelompok T-5FU 36,08+11,43 mmHg dan pada
kelompok T-MMC 31,33+9,32 mmHg.
Penelitian retrospektif oleh Smith, dkk., 1997 mendapatkan rerata TIO
awal pada kelompok T-MMC 24,3+7,6 mmHg dan pada kelompok T-5FU
24,6+9,3 mmHg. . Pada penelitian oleh Beatty, dkk, 1998 didapatkan nilai rerata
TIO awal pada 72 mata dari 69 pasien yang menjalani trabekulektomi dengan
aplikasi MMC dibawah flap sklera adalah 28,4+6,9 mmHg. Penelitian oleh
Mostafei, 2011 mendapatkan TIO awal pada penelitiannya 31,2+9,8 mmHg pada
kelompok T-MMC sub konjungtiva dan 30,6+9,9 mmHg pada kelompok T-5FU
sub konjungtiva pada 40 mata dari 40 pasien dalam penelitiannya. Penelitian
retrospektif oleh Anand dan Dawda, 2012 didapatkan nilai rerata TIO awal pada
kelompok T-MMC adalah 25.4 ± 6.2 mmHg, dan pada kelompok T-5FU 25,8 ±
6,0 mmHg. Penelitian oleh Rahayu, 2013 didapatkan nilai rerata TIO awal 33 ±
6,52 mmHg pada kelompok T-MMC dan 29,34 ± 4,61 mmHg. Perbedaan nilai
rerata TIO awal kemungkinan disebabkan perbedaan kriteria inklusi dan eksklusi
diagnosis glaukoma yang dimasukkan sebagai sampel penelitian.
Pada penelitian ini TIO satu hari pasca trabekulektomi pada kelompok T-
5FU didapatkan 8,58±2,54 mmHg, sedangkan pada kelompok T-MMC
didapatkan 7,21±3,79 mmHg (p=0,20). Tekanan intraokular tujuh hari pasca
trabekulektomi, pada kelompok T-5FU didapatkan 9,67±1,56 mmHg, sedangkan
pada kelompok T-MMC didapatkan 8,8±1,00 mmHg (p=0,46). Tekanan
intraokular satu bulan pasca trabekulektomi pada kelompok T-5FU didapatkan
52
9,96±1,79 mmHg, sedangkan pada kelompok T-MMC didapatkan 7,83±1,90
mmHg dengan nilai p=0,83. Tekanan intraokular tiga bulan pasca trabekulektomi
pada kelompok T-5FU didapatkan 10,42±1,73 mmHg, sedangkan pada kelompok
T-MMC didapatkan 9,42±2,57 mmHg (p=0,14). Perbaikan secara signifikan
terhadap nilai rerata TIO sejak awal hingga tiga bulan pasca operasi didapatkan
melalui uji repeated measurement.
Penelitian oleh Smith, dkk., 1997 mendapatkan perbedaan rerata TIO yang
tidak bermakna pada kelompok T-MMC dan T-5FU setelah enam bulan follow up.
Sampel penelitian rata-rata kontrol sampai 20,9 bulan pasca trabekulektomi,
dengan nilai rerata TIO pada kelompok T-5FU 9,7±3,2 mmHg dan pada
kelompok T-MMC 10,2±3,6 mmHg. Pada penelitian oleh Beatty, dkk, 1998
didapatkan nilai rerata TIO tiga bulan pasca trabekulektomi dengan MMC
didapatkan 15,04±5,83 mmHg. Penelitian oleh Mostafei, 2011 mendapatkan
rerata TIO akhir penelitiannya pada enam bulan pasca trabekulektomi, didapatkan
11,43±4,9 mmHg pada kelompok T-MMC dan 13,6±3,9 mmHg pada kelompok
T-5FU namun perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik. Penelitian oleh
Rahayu, 2013 didapatkan perbedaan yang tidak bermakna pada TIO satu bulan
pasca trabekulektomi pada kelompok T-MMC 10,95 ± 4,76 mmHg dengan
kelompok T-5FU 11,65 ± 4,68 mmHg. Penelitian oleh Rahayu, 2013
mendapatkan nilai rerata TIO empat minggu pasca trabekulektomi didapatkan
TIO pada kelompok T-MMC 10,95 ± 4,76 mmHg dan 11,65 ± 4,68 mmHg pada
kelompok T-5FU.
53
Pada penelitian ini selama tiga bulan follow up (dengan empat kali
pengukuran: hari pertama, tujuh hari, satu bulan, dan tiga bulan pasca
trabekulektomi dengan anti fibrosis), didapatkan angka keberhasilan 100% pada
kedua kelompok untuk mencapai complete success yaitu seluruh sampel
penelitian dapat mempertahankan TIO <18mmHg tanpa menggunakan obat
penurun tekanan intraokular. Pada kelompok T-MMC follow up hari pertama
didapatkan empat pasien mengalami efek samping berupa hipotoni dengan TIO
<6mmHg, namun pada follow up ke-dua dan seterusnya TIO >6mmHg dan di
<18mmHg sehingga tetap digolongkan sebagai complete success. Efek samping
yang terjadi pada kelompok T-MMC berbeda bermakna dengan kelompok T-5FU.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Kim, dkk., 2008
mendapatkan kesuksesan trabekulektomi lebih tinggi pada kelompok T-MMC dari
pada kelompok T-5FU, namun perbedaan yang didapatkan tidak signifikan pada
68 mata dari 68 pasien di Afrika Barat. Penelitian oleh Lin, dkk., 2012
mendapatkan tingkat kesuksesan trabekulektomi dan efek samping yang sama
pada kelompok T-MMC dan T-5FU.
Penelitian oleh Beatty, dkk., 1997 mendapatkan angka keberhasilan
keseluruhan sebesar 83,3% (60 dari 72 mata) selama enam bulan follow up pasca
trabekulektomi dengan MMC dan sisanya 16,67% dikatakan gagal. Penelitian
oleh Smith, dkk., 1997 mendapatkan efek samping paling sering didaptkan adalah
kebocoran bleb baik pada kelompok T-5FU dan kelompok T-MMC. Penelitian
oleh Palanca-Capsitrano dkk., 2009 mendapatkan efek samping paling sering
didapatkan pada trabekulektomi dengan 5-FU dan MMC adalah kebocoran bleb
54
dengan frekuensi 4% dari 115 mata. Peneltian oleh Mostafei, 2011 mendapatkan
88,9% kesuksesan trabekulektomi pada kelompok T-MMC sub konjungtiva dan
92,5% pada kelompok T-5FU sub konjungtiva dalam enam bulan follow up. Dari
40 mata yang menjalani trabekulektomi dengan injeksi anti fibrosis sub
konjungtiva terdapat tiga mata (dua mata dari kelompok T-MMC dan satu mata
dari kelompok T-5FU) yang mengalami hipotoni sehingga digolongkan
operasinya tidak baik. Penenlitian retrospektif oleh Anand dan Dawda, 2012
didapatkan efek samping berupa blebitis dan endoftalmitis pada satu mata dari
setiap kelompok trabekulektomi, dan empat mata mengalami hipotoni persisten
pada kelompok T-MMC. Penelitian oleh Rahayu, 2013 didapatkan dua mata
(10%) dari kelompok T-MMC mengalami efek samping berupa hipotoni dan bilik
mata depan yang dangkal.
Setiap tindakan pembedahan akan membawa risiko efek samping yang
dapat terjadi selama pembedahan maupun pasca pembedahan, bagitu juga
trabekulektomi. Efek samping pasca trabekulektomi dapat berupa hipotoni dan
infeksi. Hipotoni dapat disebabkan oleh kebocoran bleb dan over filtrasi humor
akuos. Hipotoni yang berlangsung lebih dari dua minggu dapat menyebabkan
munculnya hipotoni makulopati dan efusi koroid sehingga perlu intervensi.
Penanganan hipotoni antara lain pemberian midriatikum untuk melebarkan pupil
sehingga pangkal iris dapat sedikit menutup sklerostomi sampai penjaitan ulang
flap sklera sehingga aliran keluar dari humor akuos dapat dibatasi (AAO, 2011).
Trabekulektomi dengan MMC sering menyebabkan terjadinya hipotoni
terutama satu hari pasca trabekulektomi, kemungkinan disebabkan oleh potensi
55
anti fibrosis pada MMC yang lebih besar dari pada 5-FU sehingga menghambat
proses penyembuhan luka (AAO, 2011; Fraser, 2004). Penggunaan anti fibrosis
berperan pada kebocoran bleb segera setelah pembedahan serta penurunan sekresi
humor akuos yang dapat menyebabkan hipotoni (Chen dkk., 2008; Razeghinejad
dkk., 2012).
Kejadian infeksi pada pembedahan intraokular selalu menjadi efek
samping yang ditakutkan oleh operator dan pasien. Infeksi pasca trabekulektomi
dapat berupa blebitis, uveitis hingga yang paling ditakuti, yaitu endoftalmitis.
Kejadian infeksi pasca pembedahan intraokular tidak dapat diprediksi namun
dapat diminimalkan dengan tindakan asepsis lapangan operasi, penggunaan ruang
operasi dan instrumen yang steril, dan pemberian antibiotik topikal dan oral. Efek
samping lain yang ditakutkan pada pemberian anti fibrosis adalah penurunan
tajam penglihatan, komplikasi pada bleb (dellen, kista tenon), dan skleromalasia
atau penipisan sklera. (AAO, 2011; Fraser, 2004).
56
BAB VII
PENUTUP
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas pada bab sebelumnya dapat
ditarik dua kesimpulan. Simpulan pertama, tidak terdapat perbedaan nilai rerata
TIO yang bermakna sampai tiga bulan pasca trabekulektomi antara kelompok T-
5FU dan kelompok T-MMC. Simpulan ke-dua, efek samping pada kelompok T-
5FU lebih minimal dibandingkan kelompok T-MMC.
Berdasarkan kedua simpulan tersebut di atas, trabekulektomi dengan 5-FU
dapat dipilih sebagai anti fibrosis pada pasien glaukoma. 5-Fluorouracil
memberikan kontrol TIO sama baik dengan MMC. Efek samping kelompok T-
5FU lebih sedikit didapatkan dari pada kelompok T-MMC.
7.2 Saran
5-Fluorouracil dapat digunakan sebagai agen anti fibrosis pada trabekulektomi
sebagai pilihan terapi pada pasien dengan glaukoma sudut terbuka dan glaukoma
sudut tertutup. Harga satu ampul 5-FU hanya 6% dari harga satu vial MMC
sehingga lebih efisien digunakan dengan efek yang tidak berbeda secara
signifikan dan kemungkinan efek samping yang lebih kecil. Sebaiknya diperlukan
penelitian lanjutan untuk mengetahui TIO dan efek samping kedua obat ini dalam
jangka waktu yang lebih panjang.
57
DAFTAR PUSTAKA
AAO (American Academy of Ophthalmology). 2011. Glaucoma. American
Academy of Ophthalmology Basic and clinical science course. San
Fransisco: American Academy of Ophthalmology. p. 3-16.
Anand, N., and Dawda, V. K. 2012. A comparative study of mitomycin c and 5-
fluorouracil trabeculectomy in west africa. Middle East Af Jophthalmol
Jan-Mar;19(1):p.147-52.
Azuara – Blanco, A., Costa, V. P.,and Wilson, R. P., 2002. Hand Book of
Glaucoma. Hampshire: Martin Dunitz. p. 3-16, 31-67, 161-180, 201-
244.
Chen, T. C., Roy, H., and Benjamin, L. 2008. Glaucoma Surgery. Philadelphia:
Saunders Elsevier. p.1-28.
Beatty, S., Potamitis, T., Kheterpal, S., and O’Neill, E. C. O. 1998.
Trabeculectomy augmented with mitomycin c application under the
scleral flap. Br J Ophthalmol;82:p.397-403.
Berisha, F., Schmetterer, K., Vass, C., Dallinger, S., Rainer, G., Findl, O., Kiss,
B., and Schmetterer, L. 2005. Effect of Trabeculectomy on Ocular
Blood Flow. Br J Ophthalmol;89: p.185–188.
Blomquist, P. H., Gedde, S. J., Golnik, K. C., Wallace, D. K., and Wilson II, F.
M. 2005. Practical Ophthalmology. San Fransisco : American Academy
of Ophthalmology. p. 269-280.
58
Ehrlich, R., Snir, M., Lusky, M., Weinberger, D., Friling, R., and Gaton, D. D.
2005. Augmented Trabeculectomy in Paediatric Glaucoma. Br J
Ophthalmol 2005;89: p.165–168.
Fraser, S. 2004. Trabeculectomy and Antimetabolite. British Journal of
Ophthalmology; July 88(7): p. 855-6.
Giaconi, A. G., Law, S. K., Coleman, A.L., and Caprioli, J. 2010. Pearls of
Glaucoma Management. Los Angeles: Springer. p. 271-277.
Goldenfeld, M., Krupin, T., Ruderman, J.M., Wong, P. C., Rosenberg, L. F., and
Ritch, R., dkk. 1994. 5-Fluorouracil in initial trabeculectomy. A
prospective, randomized, multicenter study. Ophthalmology;
101:6:p.1024-9.
Khaw, P.T., Sherwood, M.B., and MacKay, S.L., 1992. Five-minute treatments
with fluorouracil, floxuridine, and mitomycin have long term effects on
human Tenon’s capsule fibroblast. Arch Ophthalmol;110:p.1150-4.
Khalili, A., Geogulas, S., and Khaw, P. T. 2011. Quality Use of Antifibrotics in
Trabeculectomy. Glaucoma New a Continuing Medical Education
Publication. Issue no 2. Karlshue: Phosworks. p. 9.
Kim YY, Sexton RM, Shin DH, Kim C, Ginde SA, Ren J, Lee D, and Krupin TH.
1998. Outcomes of primary phakic trabeculectomies without versus
with 0.5 to 1 minute versus 3 to 5 minute mitomycin-C. Am J
Ophthalmol;126:755-762.
59
Lin, Z. J., Li, Y., Cheng, J. W., and Lu, X. H. 2012. Intraoperative mitomycin c
versus intraoperative 5-fluorouracil for trabeculectomy: a systematic
review and meta-analysis. J Ocul Pharmacol Ther;28(2):p.166-73.
Mielke, C., Dawda, V. K., and Ananda, N. 2003. Intraoperative 5-Fluorouracil
Application During Primary Trabeculectomy in Nigeria: a Comparative
Study. Eye (2003) 17, p.829–834.
Mochizuki, K., Jikihara, S. Ando, Y., Hori, N., Yamamoto, T., and Kitazawa, Y.
1997. Incidence of Delayed Onset Infection after Trabeculectomy with
Adjunctive Mitomycin C or 5-Fluorouracil Treatment. British Journal
of Ophthalmology; 81: p. 877-883.
Morrison, J. C., and Pollack, I. P. 2003. Glaucoma Science and Practice. New
York: Thieme. p. 2-10, 24-79, 150-180, 354-363, 458-470.
Mostafaei, A. 2011. Augmenting trabeculectomy in glaucoma with
subconjunctival mitomycin c versus subconjunctival 5-fluorouracil: a
randomized clinical trial. Clinical Ophthalmology;5:p.491-4.
Netland, P. A. 2008. Glaucoma Medical Therapy. New York: Oxford University
Press. p.3-10, 33-45, 259-63.
Palanca-Capistrano, A. M., Hall, J., Cantor, L. B., Morgan, L., Hoop, J., and
WuDunn, D., 2009. Long-term outcomes of intraoperative 5-
fluorouracil versus intraoperative mitomycin c in primar
trabeculectomy surgery. Ophthalmology; 116(2):p.185-90.
Rahayu, N. K. 2013. Efficacy and safety trabeculectomy with mitomycin c and 5-
fluorouracil for patient with glaucoma.
60
Razeghinejad, M. R., Fudembeg, S. J., and Spaeth, G. L. 2012. The Changing
Conceptual Basis of Trabeculectomy: A Review of Past and Current
Surgical Techniques. p.1-6.
Shaarawy, T. M., Sherwood, M. B., and Grehn, F. 2009. Guidelines on Design
and Reporting of Glaucoma Surgical Trial. Amsterdam: Kugler
Publications. p.1-39.
Singh, K., Mehta, K., and Shaikh, N. M. 2000. Trabeculectomy with
Intraoperative Mitomycin C versus 5-Fluorouracil Prospective
Ransomized Clinical Trial. Ophthalmology 107; p.2305-9.
Siriwardana, E., Edmuns, B., and Khaw, P. T. 1988. National survey of
antimetabolite use in glaucoma surgery in The United Kingdom. British
Journal of Ophthalmology July (7): p. 873-6.
Smith, M. F., Doyle, J. W., Nguyen, Q. H., and Sherwood, M. B. 1997. Results of
intraoperative 5-fluorouracil or lower dose mitomycin C administration
on initial trabeculectomy surgery. J Glaucoma;6:104.
Stalmans, I., Gillis, A., Lafaut, A. S., and Zeyen, T. 2006. Safe Trabeculectomy
Technique: Long Term Outcome. Br J Ophthalmol;90: p.44–7.
Stamper, R. L., Lieberman, M. F., and Drake, M. V. 2009. Becker-Shaffer’s
Diagnosis and Therapy of The Glaucomas 8th edition. San Fransisco:
Mosby Elsevier. p.1-7, 462-542.
Trope, G. E. 2005. Glaucoma Surgery. Florida: Taylor and Francis Group. p.31-
50, 135-8, 255-65.
61
Weinreb, R.N., Brandt, J. D., Garway-Heath, D., and Medeiros, F. 2007.
Intraocular Pressure. Consensus Series 4. Amsterdam : Kugler Publications.
p.12-38.
Weinreb, R. N., and Mills, R, P. 1991. Glaucoma Surgery Principles and
techniques second edition. San Fransisco: American Academy of
Ophthalmology. p.2-63.
World Health Organization (WHO). 2006. Vision 2020 The Right to Sight.
Geneva: World Health Organization. p.1-6.
62
Lampiran 1. Ethical Clearance Penelitian
63
Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian di RSUP Sanglah dan RS Indera
64
65
Lampiran 3. Penjelasan Penelitian
INFORMASI YANG DIBERIKAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN
Penelitian “Tekanan Intraokular dan Efek Samping Trabekulektomi dengan 5-
Fluorouracil dan Mitomycin C pada Pasien Glaukoma”
Bapak/Ibu saat ini menderita penyakit yang disebut glaukoma, yaitu sekumpulan
penyakit yang terdiri dari kerusakan saraf mata dan gangguan lapang pandang
yang biasanya disebabkan oleh peningkatan tekanan bola mata. Glaukoma yang
dibiarkan tanpa penanganan atau dengan penanganan yang tidak cukup dapat
mengakibatkan kebutaan yang permanen. Pengobatan dari penyakit ini salah
satunya adalah dengan operasi yang bertujuan untuk menurunkan tekanan bola
mata, sehingga dapat mengurangi progresivitas dari glaukoma.
Glaukoma sering diturunkan oleh orang tua kepada anaknya, biasanya
terjadi pada ke-dua mata, namun glaukoma juga dapat terjadi sebagai akibat
trauma atau kecelakaan, efek samping penggunaan obat-obatan, penyakit kencing
manis dan kerusakan retina (lapisan saraf bola mata). Peningkatan tekanan bola
mata dapat terjadi akibat peningkatan produksi cairan bola mata maupun
hambatan pada jalan keluar cairan bola mata sehingga menyebabkan akumulasi
cairan di dalam bola mata.
Glaukoma dapat diterapi dengan pemberian obat-obatan dan operasi.
Operasi dikerjakan pada pasien glaukoma dengan tekanan bola mata yang tinggi
meskipun telah diberikan obat-obatan dengan dosis maksimal. Hasil operasi dapat
ditingkatkan dengan penggunaan obat anti fibrosis seperti 5-Fluorouracil dan
Mitomycin C. Penggunaan obat anti fibrosis memiliki efek samping seperti
meningkatkan risiko infeksi dan tekanan bola mata yang terlalu rendah pasca
operasi. Pemberian obat anti fibrosis dapat memberikan manfaat yang lebih besar
apabila dibandingkan dengan risiko efek samping yang cukup jarang tersebut.
Bapak/Ibu memenuhi persyaratan pada penelitian yang sedang kami
lakukan. Apabila Bapak/Ibu bersedia ikut dalam penelitian, kami mohon
66
kesediannya untuk menandatangani surat persetujuan dan bersedia untuk datang
kontrol pada waktu yang telah kami tentukan. Data mengenai Bapak/Ibu akan
kami rahasiakan. Pada penelitian ini Bapak/Ibu akan kami kelompokkan untuk
menjalani operasi trabekulektomi dengan 5-Fluorouracil atau Mitomycin C.
Apabila sewaktu-waktu Bapak/Ibu membutuhkan penjelasan atau
memiliki keluhan, Bapak/Ibu dapat datang kembali untuk kontrol kapan saja
dengan menghubungi dokter yang merawat selama penelitian ini:
dr. Made Rian Ananta
Bagian Ilmu Kesehatan Mata FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpsar
Telepon: 081237042382
67
Lampiran 4. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Umur :
Alamat :
Telepon :
Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap mengenai maksud, tujuan, dan
manfaat penelitian ini, maka menyatakan setuju dan bersedia ikut serta dalam
penelitian ini. Saya bersedia menaati semua peraturan yang diberikan. Saya
memiliki hak untuk mengundurkan diri dari penelitian ini bila saya menginginkan
dan tidak akan merusak hubungan dokter – pasien dengan saya.
Denpasar, .............................
Tanda tangan pasien Peneliti
............................................... dr.Made Rian Ananta
Saksi
.............................................
68
Lampiran 5. Kuisioner Penelitian
1. Nomor sampel :
2. Nomor CM :
3. Tanggal pemeriksaan :
4. Nama :
5. Umur :
6. Jenis Kelamin :
7. Pekerjaan :
8. Alamat :
9. Telepon :
10. Mata yang dioperasi : OD / OS
11. Diagnosis :
Pemeriksaan Pre Operasi
Pemeriksaan
Mata kanan Mata kiri
Tajam penglihatan (Snellen chart)
Tekanan bola mata (mmHg)
Papil nervus II
(CDR, nasalisasi pembuluh darah,
Bionet sign, perdarahan peri papil)
Lapang pandang
Riwayat pembedahan glaukoma :
laser, iridektomi, trabekulektomi
Kelainan kornea dan konjungtiva:
konjungtivitis, keratitis, keratopati,
pterigium
Myopia tinggi (koreksi >6D)
69
Pemeriksaan Satu Hari Pasca Operasi
Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan
Tajam penglihatan (Snellen chart)
Tekanan intraokular (mmHg)
Skor Bleb
Kebocoran bleb
Infeksi:
- Blebitis
- endoftalmitis
Lainnya
Pemeriksaan Tujuh Hari Pasca Operasi
Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan
Tajam penglihatan (Snellen chart)
Tekanan intraokular (mmHg)
Skor Bleb
Kebocoran bleb
Infeksi:
- Blebitis
- endoftalmitis
Lainnya
70
Pemeriksaan Satu Bulan (28-31 Hari) Pasca Operasi
Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan
Tajam penglihatan (Snellen chart)
Tekanan intraokular (mmHg)
Skor Bleb
Kebocoran bleb
Infeksi:
- Blebitis
- endoftalmitis
Lainnya
Pemeriksaan Tiga Bulan (90-92 Hari) Pasca Operasi
Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan
Tajam penglihatan (Snellen chart)
Tekanan intraokular (mmHg)
Skor Bleb
Kebocoran bleb
Infeksi:
- Blebitis
- endoftalmitis
Lainnya
71
Output Data SPSS
Normalitas dan Homogenitas Data Numerik
Descriptives
Kelompok Perlakuan Statistic Std.
Error
TIO awal 5-FU Mean 36.0833 3.29935
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 28.8215
Upper Bound 43.3452
5% Trimmed Mean 35.4815
Median 40.0000
Variance 130.629
Std. Deviation 11.4293
0
Minimum 23.00
Maximum 60.00
Range 37.00
Interquartile Range 17.00
Skewness .525 .637
Kurtosis -.094 1.232
MM
C
Mean 31.3333 2.68930
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 25.4142
Upper Bound 37.2524
5% Trimmed Mean 30.8148
Median 27.5000
72
Variance 86.788
Std. Deviation 9.31600
Minimum 22.00
Maximum 50.00
Range 28.00
Interquartile Range 15.50
Skewness .761 .637
Kurtosis -.600 1.232
TIO satu hari
pasca
trabekulektomi
5-FU Mean 8.5833 .73297
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 6.9701
Upper Bound 10.1966
5% Trimmed Mean 8.3704
Median 8.0000
Variance 6.447
Std. Deviation 2.53909
Minimum 6.00
Maximum 15.00
Range 9.00
Interquartile Range 3.75
Skewness 1.443 .637
Kurtosis 2.971 1.232
MM
C
Mean 7.2083 1.09312
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 4.8024
Upper Bound 9.6143
5% Trimmed Mean 7.1204
73
Median 7.0000
Variance 14.339
Std. Deviation 3.78669
Minimum 2.00
Maximum 14.00
Range 12.00
Interquartile Range 7.13
Skewness .403 .637
Kurtosis -.674 1.232
TIO tujuh hari
pasca
trabekulektomi
5-FU Mean 9.6667 .44947
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 8.6774
Upper Bound 10.6559
5% Trimmed Mean 9.6852
Median 10.0000
Variance 2.424
Std. Deviation 1.55700
Minimum 7.00
Maximum 12.00
Range 5.00
Interquartile Range 2.50
Skewness -.026 .637
Kurtosis -.578 1.232
MM
C
Mean 8.8333 .58818
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 7.5388
Upper Bound 10.1279
74
5% Trimmed Mean 8.8148
Median 9.0000
Variance 4.152
Std. Deviation 2.03753
Minimum 6.00
Maximum 12.00
Range 6.00
Interquartile Range 3.00
Skewness .115 .637
Kurtosis -.776 1.232
TIO satu bulan
pasca
trabekulektomi
5-FU Mean 9.9583 .51661
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 8.8213
Upper Bound 11.0954
5% Trimmed Mean 9.8426
Median 9.7500
Variance 3.203
Std. Deviation 1.78960
Minimum 8.00
Maximum 14.00
Range 6.00
Interquartile Range 2.75
Skewness .867 .637
Kurtosis .856 1.232
MM
C
Mean 7.8333 .54818
95% Confidence Lower Bound 6.6268
75
Interval for Mean Upper Bound 9.0399
5% Trimmed Mean 7.8704
Median 8.0000
Variance 3.606
Std. Deviation 1.89896
Minimum 4.00
Maximum 11.00
Range 7.00
Interquartile Range 2.50
Skewness -.193 .637
Kurtosis .490 1.232
TIO tiga bulan
pasca
trabekulektomi
5-FU Mean 10.4167 .49937
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 9.3176
Upper Bound 11.5158
5% Trimmed Mean 10.3519
Median 10.0000
Variance 2.992
Std. Deviation 1.72986
Minimum 8.00
Maximum 14.00
Range 6.00
Interquartile Range 2.50
Skewness .484 .637
Kurtosis .367 1.232
MM Mean 9.4167 .74324
76
C 95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 7.7808
Upper Bound 11.0525
5% Trimmed Mean 9.5741
Median 10.0000
Variance 6.629
Std. Deviation 2.57464
Minimum 4.00
Maximum 12.00
Range 8.00
Interquartile Range 3.75
Skewness -.901 .637
Kurtosis .118 1.232
Tests of Normality
Kelompok
Perlakuan
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-
Wilk
Statisti
c
df Sig. Statistic
TIO awal 5-FU .228 12 .086 .859
MMC .217 12 .126 .870
TIO 1 hari post
op
5-FU .205 12 .174 .850
MMC .167 12 .200* .946
TIO 7 hari post
op
5-FU .168 12 .200* .946
MMC .199 12 .200* .914
TIO 1 bulan post 5-FU .204 12 .181 .869
77
op MMC .215 12 .131 .943
TIO 3 bulan post
op
5-FU .179 12 .200* .942
MMC .231 12 .077 .885
Tests of Normality
Kelompok
Perlakuan
Shapiro-Wilk
df Sig.
TIO awal 5-FU 12 .076
MMC 12 .066
TIO 1 hari post
op
5-FU 12 .068
MMC 12 .584
TIO 7 hari post
op
5-FU 12 .578
MMC 12 .239
TIO 1 bulan post
op
5-FU 12 .064
MMC 12 .543
TIO 3 bulan post
op
5-FU 12 .531
MMC 12 .103
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
78
Test of Homogeneity of Variance
Levene
Statistic
df1 df2 Sig.
TIO awal Based on Mean .589 1 22 .451
Based on Median .251 1 22 .622
Based on Median and
with adjusted df
.251 1 21.200 .622
Based on trimmed
mean
.741 1 22 .399
TIO 1 hari post
op
Based on Mean 1.731 1 22 .202
Based on Median 1.717 1 22 .204
Based on Median and
with adjusted df
1.717 1 21.038 .204
Based on trimmed
mean
1.734 1 22 .201
TIO 7 hari post
op
Based on Mean .578 1 22 .455
Based on Median .478 1 22 .496
Based on Median and
with adjusted df
.478 1 20.810 .497
Based on trimmed
mean
.614 1 22 .442
TIO 1 bulan post
op
Based on Mean .046 1 22 .832
Based on Median .071 1 22 .792
Based on Median and
with adjusted df
.071 1 20.272 .792
Based on trimmed
mean
.051 1 22 .823
TIO 3 bulan post
op
Based on Mean 2.344 1 22 .140
Based on Median 2.227 1 22 .150
79
Based on Median and
with adjusted df
2.227 1 21.066 .150
Based on trimmed
mean
2.361 1 22 .139
Repeated Measurement TIO dan Tajam Penglihatan
Within-Subjects
Factors
Measure:MEASURE_
1
TIO
Dependent
Variable
1 TIO_0
2 TIO_1
3 TIO_7HR
4 TIO_2
5 TIO_3
Multivariate Testsb
Effect Value F Hypothesis df Error df Sig.
TIO Pillai's Trace .968 149.644a 4.000 20.000 .000
Wilks' Lambda .032 149.644a 4.000 20.000 .000
Hotelling's Trace 29.929 149.644a 4.000 20.000 .000
Roy's Largest Root 29.929 149.644a 4.000 20.000 .000
80
Multivariate Testsb
Effect Value F Hypothesis df Error df Sig.
TIO Pillai's Trace .968 149.644a 4.000 20.000 .000
Wilks' Lambda .032 149.644a 4.000 20.000 .000
Hotelling's Trace 29.929 149.644a 4.000 20.000 .000
Roy's Largest Root 29.929 149.644a 4.000 20.000 .000
a. Exact statistic
b. Design: Intercept
Within Subjects Design: TIO
Estimates
Measure:MEASURE_1
TIO Mean Std. Error
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1 33.708 2.140 29.282 38.134
2 7.896 .659 6.532 9.260
3 9.250 .372 8.480 10.020
4 8.896 .430 8.007 9.785
5 9.917 .450 8.986 10.848
81
Pairwise Comparisons
Measure:MEASURE_1
(I) TIO (J) TIO
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig.a
95% Confidence Interval for
Differencea
Lower Bound Upper Bound
1 2 25.813* 1.812 .000 22.064 29.561
3 24.458* 1.968 .000 20.387 28.529
4 24.813* 1.842 .000 21.003 28.622
5 23.792* 1.974 .000 19.707 27.876
2 1 -25.813* 1.812 .000 -29.561 -22.064
3 -1.354* .346 .001 -2.071 -.638
4 -1.000* .479 .048 -1.990 -.010
5 -2.021* .518 .001 -3.093 -.949
3 1 -24.458* 1.968 .000 -28.529 -20.387
2 1.354* .346 .001 .638 2.071
4 .354 .325 .287 -.318 1.026
5 -.667 .374 .088 -1.441 .108
4 1 -24.813* 1.842 .000 -28.622 -21.003
2 1.000* .479 .048 .010 1.990
3 -.354 .325 .287 -1.026 .318
5 -1.021* .270 .001 -1.579 -.462
5 1 -23.792* 1.974 .000 -27.876 -19.707
2 2.021* .518 .001 .949 3.093
3 .667 .374 .088 -.108 1.441
4 1.021* .270 .001 .462 1.579
82
Based on estimated marginal means
*. The mean difference is significant at the .05 level.
a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no
adjustments).
Multivariate Tests
Value F Hypothesis df Error df Sig.
Pillai's trace .968 149.644a 4.000 20.000 .000
Wilks' lambda .032 149.644a 4.000 20.000 .000
Hotelling's trace 29.929 149.644a 4.000 20.000 .000
Roy's largest root 29.929 149.644a 4.000 20.000 .000
Each F tests the multivariate effect of TIO. These tests are based on the linearly
independent pairwise comparisons among the estimated marginal means.
a. Exact statistic
Within-Subjects Factors
Measure:MEASURE_1
Visus
Dependent
Variable
1 VA_0
2 VA_1
3 VA_7HR
4 VA_2
5 VA_3
83
Multivariate Testsb
Effect Value F Hypothesis df Error df Sig.
Visus Pillai's Trace .583 9.796a 3.000 21.000 .000
Wilks' Lambda .417 9.796a 3.000 21.000 .000
Hotelling's Trace 1.399 9.796a 3.000 21.000 .000
Roy's Largest Root 1.399 9.796a 3.000 21.000 .000
a. Exact statistic
b. Design: Intercept
Within Subjects Design: Visus
Mauchly's Test of Sphericityb
Measure:MEASURE_1
Within Subjects Effect Mauchly's W
Approx. Chi-
Square df Sig.
Visus .000 . 9 .
Mauchly's Test of Sphericityb
Measure:MEASURE_1
84
Within Subjects Effect
Epsilona
Greenhouse-
Geisser Huynh-Feldt Lower-bound
Visus .519 .572 .250
Tests the null hypothesis that the error covariance matrix of the orthonormalized transformed dependent variables is
proportional to an identity matrix.
a. May be used to adjust the degrees of freedom for the averaged tests of significance. Corrected tests are
displayed in the Tests of Within-Subjects Effects table.
b. Design: Intercept
Within Subjects Design: Visus
Tests of Within-Subjects Effects
Measure:MEASURE_1
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Visus Sphericity Assumed .476 4 .119 17.502 .000
Greenhouse-Geisser .476 2.077 .229 17.502 .000
Huynh-Feldt .476 2.287 .208 17.502 .000
Lower-bound .476 1.000 .476 17.502 .000
Error(Visus) Sphericity Assumed .625 92 .007
Greenhouse-Geisser .625 47.769 .013
Huynh-Feldt .625 52.595 .012
85
Tests of Within-Subjects Effects
Measure:MEASURE_1
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Visus Sphericity Assumed .476 4 .119 17.502 .000
Greenhouse-Geisser .476 2.077 .229 17.502 .000
Huynh-Feldt .476 2.287 .208 17.502 .000
Lower-bound .476 1.000 .476 17.502 .000
Error(Visus) Sphericity Assumed .625 92 .007
Greenhouse-Geisser .625 47.769 .013
Huynh-Feldt .625 52.595 .012
Lower-bound .625 23.000 .027
Tests of Within-Subjects Contrasts
Measure:MEASURE_1
Source Visus
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Visus Linear .389 1 .389 28.333 .000
Quadratic .074 1 .074 9.838 .005
Cubic .006 1 .006 1.417 .246
Order 4 .007 1 .007 3.985 .058
Error(Visus) Linear .316 23 .014
86
Quadratic .173 23 .008
Cubic .094 23 .004
Order 4 .043 23 .002
Tests of Between-Subjects Effects
Measure:MEASURE_1
Transformed Variable:Average
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Intercept 197.608 1 197.608 78.247 .000
Error 58.085 23 2.525
87
Estimated Marginal Means
Visus
Estimates
Measure:MEASURE_1
Visus Mean Std. Error
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
1 1.400 .137 1.116 1.685
2 1.290 .144 .993 1.588
3 1.266 .147 .962 1.570
4 1.230 .150 .918 1.541
5 1.230 .150 .918 1.541
88
Pairwise Comparisons
Measure:MEASURE_1
(I) Visus (J) Visus
Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.a
95% Confidence Interval for
Differencea
Lower Bound Upper Bound
1 2 .110* .029 .001 .050 .170
3 .134* .030 .000 .073 .195
4 .171* .031 .000 .106 .236
5 .171* .031 .000 .106 .236
2 1 -.110* .029 .001 -.170 -.050
3 .024* .010 .028 .003 .045
4 .061* .022 .012 .015 .107
5 .061* .022 .012 .015 .107
3 1 -.134* .030 .000 -.195 -.073
2 -.024* .010 .028 -.045 -.003
4 .037 .021 .091 -.006 .080
5 .037 .021 .091 -.006 .080
4 1 -.171* .031 .000 -.236 -.106
2 -.061* .022 .012 -.107 -.015
3 -.037 .021 .091 -.080 .006
5 .000 .000 . .000 .000
5 1 -.171* .031 .000 -.236 -.106
2 -.061* .022 .012 -.107 -.015
89
3 -.037 .021 .091 -.080 .006
4 .000 .000 . .000 .000
Based on estimated marginal means
*. The mean difference is significant at the .05 level.
a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments).
Multivariate Tests
Value F Hypothesis df Error df Sig.
Pillai's trace .583 9.796a 3.000 21.000 .000
Wilks' lambda .417 9.796a 3.000 21.000 .000
Hotelling's trace 1.399 9.796a 3.000 21.000 .000
Roy's largest root 1.399 9.796a 3.000 21.000 .000
Each F tests the multivariate effect of Visus. These tests are based on the linearly
independent pairwise comparisons among the estimated marginal means.
a. Exact statistic
Karakteristik Dasar Subyek
Group Statistics
Kelompok
Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Usia 5-FU 12 60.00 8.057 2.326
MMC 12 56.75 10.704 3.090
90
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Usia Equal
variances
assumed
2.173 .155 .840 22 .410 3.250 3.867 -4.770 11.270
Equal
variances
not
assumed
.840 20.436 .410 3.250 3.867 -4.806 11.306
Count
Kelompok Perlakuan
Total 5-FU MMC
Jenis Kelamin Laki laki 6 5 11
Perempuan 6 7 13
91
Count
Kelompok Perlakuan
Total 5-FU MMC
Jenis Kelamin Laki laki 6 5 11
Perempuan 6 7 13
Total 12 12 24
Crosstab
Count
Kelompok Perlakuan
Total 5-FU MMC
Rumah Sakit RS Indera 10 8 18
RSUP Sanglah 2 4 6
Total 12 12 24
92
Crosstab
Count
Kelompok Perlakuan
Total 5-FU MMC
Domisili Denpasar 2 5 7
Badung 2 3 5
Gianyar 2 3 5
Tabanan 1 0 1
Jembrana 0 1 1
Buleleng 3 0 3
Bangli 1 0 1
Karangasem 1 0 1
Total 12 12 24
93
Crosstab
Count
Kelompok Perlakuan
Total 5-FU MMC
Pekerjaan PNS 0 3 3
Swasta 3 0 3
Pensiunan PNS 3 3 6
IRT 6 6 12
Total 12 12 24
Crosstab
Count
Kelompok Perlakuan
Total 5-FU MMC
Mata OD 8 3 11
OS 4 9 13
Total 12 12 24
94
Crosstab
Count
Kelompok Perlakuan
Total 5-FU MMC
Diagnosis POAG 6 7 13
PACG 6 5 11
Total 12 12 24
95
Tajam Penglihatan dan Tekanan Intraokular
Group Statistics
Kelompok Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Visus 5-FU 12 1.5858 .62899 .18157
MMC 12 1.2150 .69034 .19928
TIO awal 5-FU 12 36.0833 11.42930 3.29935
MMC 12 31.3333 9.31600 2.68930
Visus 1 hari post op 5-FU 12 1.4475 .69547 .20076
MMC 12 1.1333 .70706 .20411
TIO 1 hari post op 5-FU 12 8.5833 2.53909 .73297
MMC 12 7.2083 3.78669 1.09312
visus 7 hari post op 5-FU 12 1.4325 .70365 .20313
MMC 12 1.1000 .72567 .20948
TIO 7 hari post op 5-FU 12 9.6667 1.55700 .44947
MMC 12 8.8333 2.03753 .58818
Visus 1 bulan post op 5-FU 12 1.4242 .71236 .20564
MMC 12 1.0350 .73840 .21316
TIO 1 bulan post op 5-FU 12 9.9583 1.78960 .51661
MMC 12 7.8333 1.89896 .54818
Visus 3 bulan post op 5-FU 12 1.4242 .71236 .20564
MMC 12 1.0350 .73840 .21316
96
TIO 3 bulan post op 5-FU 12 10.4167 1.72986 .49937
MMC 12 9.4167 2.57464 .74324
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Visus Equal
variances
assumed
.117 .735 1.376 22 .183 .37083 .26960 -.18828 .92995
Equal
variances not
assumed
1.376 21.812 .183 .37083 .26960 -.18856 .93023
TIO
awal
Equal
variances
assumed
.589 .451 1.116 22 .276 4.75000 4.25653 -4.07750 13.57750
Equal
variances not
assumed
1.116 21.140 .277 4.75000 4.25653 -4.09836 13.59836
Visus 1
hari
post op
Equal
variances
assumed
.001 .972 1.097 22 .284 .31417 .28630 -.27958 .90792
97
Equal
variances not
assumed
1.097 21.994 .284 .31417 .28630 -.27959 .90792
TIO 1
hari
post op
Equal
variances
assumed
1.731 .202 1.045 22 .307 1.37500 1.31612 -1.35446 4.10446
Equal
variances not
assumed
1.045 19.228 .309 1.37500 1.31612 -1.37746 4.12746
visus 7
hari
post op
Equal
variances
assumed
.002 .966 1.139 22 .267 .33250 .29179 -.27265 .93765
Equal
variances not
assumed
1.139 21.979 .267 .33250 .29179 -.27268 .93768
TIO 7
hari
post op
Equal
variances
assumed
.578 .455 1.126 22 .272 .83333 .74026 -.70186 2.36853
Equal
variances not
assumed
1.126 20.580 .273 .83333 .74026 -.70803 2.37470
Visus 1
bulan
post op
Equal
variances
assumed
.030 .863 1.314 22 .202 .38917 .29618 -.22508 1.00341
Equal
variances not
assumed
1.314 21.972 .202 .38917 .29618 -.22512 1.00346
TIO 1
bulan
post op
Equal
variances
assumed
.046 .832 2.821 22 .010 2.12500 .75325 .56285 3.68715
98
Equal
variances not
assumed
2.821 21.923 .010 2.12500 .75325 .56253 3.68747
Visus 3
bulan
post op
Equal
variances
assumed
.030 .863 1.314 22 .202 .38917 .29618 -.22508 1.00341
Equal
variances not
assumed
1.314 21.972 .202 .38917 .29618 -.22512 1.00346
TIO 3
bulan
post op
Equal
variances
assumed
2.344 .140 1.117 22 .276 1.00000 .89541 -.85698 2.85698
Equal
variances not
assumed
1.117 19.250 .278 1.00000 .89541 -.87248 2.87248
Efek Samping
Efek Samping * Kelompok Perlakuan Crosstabulation
Count
Kelompok Perlakuan
Total 5-FU MMC
Efek Samping 0 12 8 20
99
Hipotoni 0 4 4
Total 12 12 24
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.800a 1 .028
Continuity Correctionb 2.700 1 .100
Likelihood Ratio 6.351 1 .012
Fisher's Exact Test .093 .047
N of Valid Casesb 24
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Recommended