View
6
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HORTIKULTURA
Teknologi Pengalengan Produk Olahan Hortikultura
(Pembuatan Chutney)
Disusun Oleh :
Haryati 1305666
Isnaeni Apriliani 1305572
Juliana M Nur 1306948
Yanni Handayani 1306681
Yuni Suryani 1307703
Kelompok 11
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2015
I. TEORI1. Chutney
Chutney merupakan produk olahan asli India, namanya diadopsi dari kata
Hindu yaitu “chatni” tetapi sekarang sangat popular dan banyak disajikan
diseluruh dunia.
Gambar 1. Chutney
Chutney terbuat dari potongan buah-buahan dan atau sayuran dan kacang-
kacangan yang dimasak dalam campuran manis dan asam dari tumbuhan, rempah-
rempah, gula dan cuka. Chutney disajikan sebagai bumbu dengan makanan seperti
produk olahan daging, olahan unggas, dan sandwich (Oregon State University,
2013). Chutney dibuat dari buah atau sayuran atau merupakan campuran
keduanya dengan pemotongan, pemasakan, diberi rasa pedas, asam cuka dan
bahan tambahan lain dan dicampur menjadi cairan kental lembut. Chutney buah
dibuat dari buah dengan penambahan cabai, garam, bawang merah, bawang putih,
gula, jiggery, cuka buah atau asam asetat yang kesemuanya tidak lebih dari 50
persen dari total berat cairan kental. Pada umumnya chutney dibuat dari buah
mangga dan di india terdapat grade tersendiri mengenai produk chutney yang
berasal dari mangga tersebut seperti dalam gambar dibawah ini:
Gambar 2. Grade Chutney
Tekstur dan warna,
Kelas 1: chutney harus memiliki tekstur yang baik, warna yang seragam
bukan merupakan warna akibat oksidasi atau penyebab lainnya. Bahan
yang akan membentuk tekstur yang baik merupakan buah atau sayur
berdaging dan bukan yang berserat.
Kelas 2: chutney harus memiliki warna yang baik dan seragam sesuai
dengan angka karakteristik kelas yang ada, dan bebas dari perubahan
warna akibat oksidasi atau penyebab lainnya. Bahan yang digunakan
memiliki tekstur yang cukup lembut dan bebas dari serat.
Aroma dan Rasa
Kelas 1: chutney harus memiliki aroma dan rasa yang baik sesuai dengan
karakteristik produk dan bahan yang digunakan. Bukan bahan yang
memiliki off-flavour atau off-rasa.
Kelas 2: chutney harus memiliki aroma dan rasa yang baik sesuai dengan
angka karakteristik kelas untuk produk dan bahan yang digunakan.
Terbebas dari kontaminan dan logam, bukan bahan yang memiliki off-
flavour atau off-rasa.
Adanya Kecacatan
Kelas 1: bahan terbebas dari kecacatan, serta kontaminan seperti batu,
pasir dan material asing lainnya sesuai dengan angka karakteristik kelas
yang ada.
Kelas 2: bahan terbebas dari kecacatan, serta kontaminan seperti batu,
pasir dan material asing lainnya sesuai dengan angka karakteristik kelas
yang ada.
Chutney adalah buah-buahan yang diolah dengan bumbu-bumbu (bawang
bombay, bawang putih dan jahe) dan rempah (kayu manis dan cengkeh), sehingga
chutney akan mempunyai rasa asam dan beraroma rempah. Produk chutney dapat
di buat dari berbagai macam buah yang mempunyai rasa asam. Buah sirsak
merupakan buah yang mempunyai rasa asam yang sesuai dengan rasa yang
diharapkan pada pembuatan chutney (Utari, 2011). Menurut hasil penelitian
Rustiani Dwi Utari (2011), pada hasil uji kesukaan terhadap warna chutney sirsak
telah diperoleh persentase terbesar yaitu 40% dengan pernyataan “cukup suka”.
Hasil uji kesukaan terhadap aroma chutney sirsak telah diperoleh persentase
terbesar yaitu 45% dengan pernyataan “kurang suka”. Hasil uji kesukaan terhadap
rasa chutney sirsak telah diperoleh persentase terbesar yaitu 40% dengan
pernyataan “cukup suka”. Sertahasil uji kesukaan terhadap konsistensi chutney
sirsak telah diperoleh persentase terbesar yaitu 60% dengan pernyataan “agak
suka”. Artinya meskipun buah sirsak memiliki kemungkinan menjadi bahan
utama dalam pembuatan chutney dengan karakteristik yang ada memiliki hasil
pengujian yang bisa dikatakan kurang baik, hal ini bisa jadi karena bahan yang
digunakan atau buah sirsak ini bukan bahan yang pada umumnya dibuat sehingga
dari produk yang dihasilkan tentunya berbeda dengan chutney yang dibuat pada
umumnya sehingga menghasilkan penilaian demikian.
2. Sirsak
Tanaman sirsak merupakan family Annonaceae yang berasal dari amerika
tropic . tinggi pohon sirsak dapat mencapai 10 meter dan memiliki bau daun yang
spesifik. Buah sirsak berbentuk lonjong berduri lunak, rasa buah manis asam dan
segar, buah beratnya antara 0,5-2 kg. Daging buah memiliki aroma (flavor) yang
baik sekali sehingga banyak digunakan dalam industri sari buah dan industri
flavor makanan (Ashari, 2006).
Sirsak yang menyerupai apel custard, adalah buah lezat hijau berbentuk
hati dan berwarna gelap saat matang. Ditutupi dengan kulit berduri dan empuk di
bagian dalam, daging luarnya begitu lembut dan berasa bubur buah. Buah sirsak
memiliki rasa manis asam menggoda. Daun, akar, kulit dan biji telah dimasukkan
sebagai obat tradisional (Septarina)
Adapun kandungan gizi pada sirsak baik buah dan daunnya adalah sebagai
berikut, energi 65 kal, protein 1 gram, lemak 0.3 gram, karbohidrat 16.3 gram,
kalsium 14 mg, fosfor 27 mg, besi 0.6 mg, vitamin A 10 si, vitamin B1 0.07 mg,
vitamin C 20 mg, serat 3.3 gram dan air 81.7 gram. Dengan kandungannya
tersebut tentunya buah sirsak memiliki manfaat yang baik untuk kesehatan
diantaranya:
a. Daun Sirsak, Menurut penelitian daun sirsak 10.000 lebih ampuh dari
kemoterapi dalam mengatasi penyakit kanker, daun sirsak pun sangat
membantu kita untuk meningkatkan energi, dan dapat membantu
meningkatkan nafsu makan
b. Buah Sirsak, vitamin C yang terkandung dalam buah sirsak merupakan
salah satu antioksidan yang sangat baik. Inilah salah satu khasiat dari
buah sirsak yang ternyata dapat membuat kita awet muda. Buah sirsak
juga berkhasiat menghambat Osteoporosis sekaligus berguna dalam
pembentukan tulang karena adanya mineral fosfor dan kalsium,
masing-masing sebesar 27 dan 14 mg/100 g Hanya dengan
menkonsumsi 300 gram daging buah sirsak kebutuhan vitamin C per
orang per hari (yaitu 60 mg), dapat terpenuhi. Hal ini karena
kandungan vitamin C yang dominan pada buah sirsak ( sekitar 20 mg
per 100 gram daging buah)
c. Akar sirsak, akar sirsak biasanya diolah terlebih dahulu dalam bentuk
teh berfungsi sebagai antikejang, antidiabetes, obat penenang sekaligus
menurunkan tekanan darah.
d. Kulit Batang Sirsak, biasanya kulit batang sirsak direbus terlebih
dahulu menggunakan air sebelum dikonsumsi. Air rebusan ini
berkhasiat untuk pengobatan asma, batuk, penenang, diabetes dan
hipertensi.
e. Biji Sirsak, senyawa alkaloid yang terkandung dalam biji buah sirsak
biasa digunakan sebagai pestisida nabati yang bisa digunakan untuk
membunuh kecoa bahkan di Brazil biji sirsak digunakan sebagai
pembersih permukaan kulit.
3. Tomat
Buah tomat (Solanum lycopersicum) berasal dari Amerika tropis, ditanam
sebagai tanaman buah di ladang, pekarangan, atau ditemukan liar pada ketinggian
1 - 1600 mdpl. Tanaman ini tidak tahan hujan, sinar matahari terik, serta
menghendaki tanah yang gembur dan subur. Tanaman tomat tergolong tanaman
semusim. Artinya, tanaman berumur pendek yang hanya satu kali berproduksi dan
setelah itu mati. Tanaman tomat merupakan tanaman perdu atau semak yang
menjalar pada permukaan tanah dengan panjang mencapai ± dua meter.
Klasifikasi Tanaman Tomat
Menurut hasil determinasi dari Herbarium Medanese, tomat
diklasifiksasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : Solanum lycopersicum Mill.
Jenis Tomat
Tanaman tomat memiliki beberapa jenis yaitu ;
a. Tomat biasa (L. commune)
Bentuk buahnya bulat pipih dan beralur-alur didekat tangkainya serta
lunak. Tomat ini banyak ditanam oleh petani dan mudah didapat di pasar.
b. Tomat apel (L. pyriforme)
Bentuk buahnya bulat, kokoh dan agak keras sedikit seperti buah apel.
Tomat apel ini merupakan blasteran dari berbagai jenis tomat
menghasilkan buah yang besar dan lebat.
c. Tomat kentang (L. grandiforlum)
Bentuk bualmya agak lonjong dan keras, daunya keriting, rimbun dan
berwama hijau kelam. Varietas-varietas tomat yang besar di antaranya
Geraldton smooth skin dan Indian river, varietas ini banyak ditanam
ditanah dataran tinggi-Varietas tomat yang berbuah sedang diantaranya
Money maker, liar yang agak tahan terhadap penyakit layu dan air hujan
(Soewito, 1987).
Kandungan Zat Gizi Buah Tomat
Tomat merupakan salah satu makanan yang bergizi tinggi, kandungan gizi
tomat masak dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Buah Tomat Masak (Tiap 100 Gram)
Komponen Jumlah
Vitamin A (SI) 1500
Vitamin Bl(mg) 0,06
Vitamin C (mg) 40
Kabohidrat (gr) 4,2
Lemak (gr) 0,3
Protein (gr) 1
Kalsium (mg) 5
Fosfor (mg) 2,7
Besi (mg) 0,5
Sumber; Susanto dan Saneto, 1994
Olahan Buah Tomat
Nilai ekonomis dari buah tomat ini menjadikan modal untuk pengusaha
industri yang bergerak dibidang makanan. Bagaimama cara mengembangkan dan
mengubah buah tomat ini menjadi bentuk olahan yang tahan lama, lebih menarik
untuk di konsumsi dan memiliki nilai daya jual yang tinggi. Sekarang ini telah
banyak dihasilkan produk yang berbahan dasar tomat seperti chutney, saus, jam,
jelly, dodol tomat, dan manisan tomat baik yang kering maupun basah. Karena
pada dasarnya masyarakat lebih menyukai dan tertarik untuk mengkonsumsi
tomat dalam bentuk olahan daripada segar (Satuhu,1994).
4. Pengalengan
Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah
yang tertutup rapat (hermetis) dan disterilisasi dengan panas. Setelah proses
sterilisasi harus segera dilakukan proses pendinginan untuk mencegah terjadinya
over cooking pada makanan dan tumbuhnya kembali bakteri termofilik.
Pada umumnya proses pengalengan bahan pangan terdiri atas beberapa
tahap, diantaranya persiapan bahan, pengisian bahan ke dalam kaleng, pengisian
medium, exhausting, sterilisasi, pendinginan, dan penyimpanan. Persiapan bahan
dilakukan dengan pemilihan bahan-bahan yang akan dikalengkan, pencucian,
pemotongan menjadi bagian-bagian tertentu, dan persiapan bahan untuk
pengolahan selanjutnya. Pencucian bertujuan untuk memisahkan bahan dari
material asing yang tidak diinginkan, seperti kotoran, minyak, tanah, dan
sebagainya serta diharapkan dapat mengurangi jumlah mikroba awal yang sangat
berguna dalam efektivitas proses sterilisasi.
Pengisian bahan pangan ke dalam wadah harus memperhatikan ruangan
pada bagian dalam atas kaleng (head space). Head space adalah ruang kosong
antara permukaan produk dengan tutup yang berfungsi sebagai ruang cadangan
untuk pengembangan produk selama disterilisasi, agar tidak menekan wadah
karena akan menyebabkan kaleng menjadi menggelembung. Besarnya head space
bervariasi tergantung jenis produk dan jenis wadah. Umumnya untuk produk cair
dalam kaleng, tingginya head space adalah sekitar 0.25 inci, sedangkan bila
wadah yang digunakan adalah gelas jar, direkomendasikan head space yang lebih
besar. Bila dalam pengalengan tersebut ditambahkan medium pengalengan, tinggi
head space tidak boleh kurang dari 0.25 inci, tetapi bila produk dikalengkan tanpa
penambahan medium, diperkenankan produk diisikan sampai hampir penuh
dengan meninggalkan sedikit ruang head space.
Pengisian bahan ke dalam harus seragam dengan tujuan untuk
mempertahankan keseragaman rongga udara (head space), memperoleh produk
yang konsisten, dan menjaga berat bahan secara tetap. Menurut Muchtadi (1994),
penghampaan udara (exhausting) adalah proses pengeluaran sebagian besar
oksigen dan gas-gas lain dari dalam wadah agar tidak bereaksi dengan produk
sehingga dapat mempengaruhi mutu, nilai gizi, dan umur simpan produk
kalengan. Exhausting juga dilakukan untuk memberikan ruang bagi
pengembangan produk selama proses sterilisasi sehingga kerusakan wadah akibat
tekanan dapat dihindari dan untuk meningkatkan suhu produk di dalam wadah
sampai mencapai suhu awal (initial temperature). Penutupan wadah dilakukan
setelah proses penghampaan udara (exhausting) yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya pembusukan.
II. TUJUAN PRAKTIKUM1. Mengetahui prinsip pengalengan pada produk olahan sayur dan buah.
2. Menerapkan prosedur teknologi pengolahan yang tepat pada produk
olahan sayur dan buah (chutney).
3. Menganalisis pengaruh pengalengan terhadap karakteristik produkk olahan
sayur dan buah (chutney) selama penyimpanan.
III. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan adalah jar, autoclave, timbangan, pisau, talenan,
kompor, panci, baskom, dna blender. Sedangkan bahan yang digunakan berupa
tomat, sirsak/strawberry, bumbu dan rempah (bawang merah, bawang putih,
garam, merica, gula putih, cabe rawit hijau kecil, kayumanis) dan asam sitrat.
IV. PROSEDUR KERJA1. Menyiapkan jar bertutup dan melakukan sterilisasi dengan menggunakan
autoclave pada suhu 1210C selama 1 jam.
2. Menyiapkan bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan
chutney.
3. Mencuci bersih buah (tomat, sirsak/strawberry), kemudian ditiriskan.
4. Membuang bagian yang tidak dimakan/digunakan, kemudian melakukan
perajangan pada buah, setelah itu dihitung berat buah yang telah dirajang.
5. Menghaluskan bumbu-bumbu dan rempah-rempah (bawang merah,
bawang putih, garam, merica, gula putih, cabe rawit hijau kecil,
kayumanis).
6. Mencampurkan bumbu halus kedalam rajangan buah, menambahkan 10%
air (dari rajangan buah).
7. Menambahkan asam sitrat hingga pH tidak lebih dari 4,6.
8. Melakukan pemanasan selama 15-30 menit hingga terbentuk chutney.
9. Memasukkan chutney dalam kondisi steril ke dalam jar yang telah
disterilisasi, disisakan head space 2,5 cm dari bagian atas jar.
10. Melakukan exhausting untuk membuang sisa udara dengan cara
memasukkan jar dalam panci berisi air mendidih (waterbath mendidih atau
sampai bagian tengah jar/kaleng mencapa suhu 850C atau dengan uap
panas selama 10 menit).
11. Melakukan penutupan pada jar/botol/toples secara hermetis
12. Melakukan processing dalam retort atau autoclave pada suhu 1000C
selama 15 menit.
13. Melakukan pendinginan segera dalam air mengalir, kemudian memberi
label.
14. Menyimpan jar pada suhu ruang (kelompok ganjil); suhu dingin
(kelompok genap).
15. Mengamati karakteristik sensori (warna, aroma, kenampakan), pH total,
padatan terlarut pada hari ke-0 dan ke-7 penyimpanan.
Diagram alir praktikum chutney:
V. HASIL PENGAMATAN
Chutney Tomat Chutney Sirsak
Hari ke-0
Warna Oranye kemerahan Coklat
Aroma Rempah dan saus tomat Kayu manis
Kenampakan keseluruhan Seperti saus tomat kasar Kental, lembut, berserat
Rasa Asam, asin, sedikit Pedas, asam, kayu manis
Jar bertutup Sterilisasi 1210C, 1 jam Penyiapan bahan
Pembersihan, penirisan
Peeling, perajangan
Penghalusan bumbu dan
rempah
Pencampuran bumbu halus
kedalam rajangan buah, tambah 10%
air
Penambahan asam sitrat hingga pH
tidak lebih dari 4,6
Pemasakan 15-30 menit, hingga
terbentuk chutney
Pemasukan chutney pada jar (kondisi steril),
sisakan headspace
Exhausting (memasukan jar
dalam panci berisi air mendidih)
Penutupan jar secara hermetis
Processing dalam retort/autoclave, 1000C, 15 menit
Pendinginan dalam air mengalir,
pelabelan
Penyimpanan (Suhu ruang dan
dingin)
Pengamatan karakteristik
manis
pH 4 4
Total padatan terlarut 18 brix Fp = 50/10 = 5 x 5 = 25 brix
Foto
Hari ke-7 (Suhu ruang)
Warna Merah keoranyean Coklat muda
Aroma Asam tomat Kayu manis menyengat
Kenampakan keseluruhan Seperti saus tomat kental Kental, lembut, berserat, dan terdapat sedikit
gelembung
pH 3,62 3,46
Total padatan terlarut 18 brix Fp = 50/10 = 5 x 3 = 15 brix
Foto
Hari ke-7 (Suhu dingin)
Warna Merah bata Coklat muda (bertambah coklat dari sebelumnya)
Aroma Harum sambal Bawang putih
Kenampakan keseluruhan Memadat Warna merah dari kayu manis tidak bercampur
dan ada granula sirsaknya
pH 3,6 3,7
Total padatan terlarut 25 brix 26 brix
Foto
Nama : Haryati Tanggal Praktikum: 20 April 2015
NIM : 1305666 Tanggal Laporan : 04 Mei 2015
PEMBAHASAN
Dalam praktikum yang telah dilaksanakan sebelumnya, yang dilakukan
adalah canning dengan produk yang dibuat adalah chutney bahan dasar sirsak.
Dimana chutney yang dibuat bisa dikatakan sebagai saus asli india yang pada
umumnya berbahan dasar buah dan sayuran. Chutney terbuat dari potongan buah-
buahan dan atau sayuran dan kacang-kacangan yang dimasak dalam campuran
manis dan asam dari tumbuhan, rempah-rempah, gula dan cuka. Chutney
disajikan sebagai bumbu dengan makanan seperti produk olahan daging, olahan
unggas, dan sandwich (Oregon State University, 2013). Sirsak sebagai bahan
dasar tentunya dapat memenuhi syarat dibuat chutney karena merupakan buah
yang memiliki rasa manis asam seperti bahan yang biasa digunakan dalam
pembuatan chutney pada umumnya.
Dari perbandingan hasil penyimpanasn chutney hari ke-0, ke-7 di suhu
ruang dan hari ke-7 di suhu dingin diperoleh karakteristik chutney yang berbeda
di masing-masing perlakuan. Di hari ke-0 chutney yang dibuat dengan komposisi
bahan utama dalam hal ini buah sirsak sebesar 271,3 g, cabe rawit 7 g (2,6%),
bawang merah 7 g (2,6%), bawang putih 3 g (1,1%), garam 4,5 g (1,7%), merica 2
g (0,7%), kayu manis 0,7 g (0,3%), dan asam sitrat 0,8 g (0,29%) memiliki warna
cokelat yang berasal dari penambahan kayu manis serta proses pemasakan
sebelum chutney tersebut kemudian di kalengkan. Kandungan gula yang terdapat
pada buah sirsak sebesar 16% tersebut kemudian yang menghasilkan warna
cokelat karena saat pemanasan gula atau karbohidrat tersebut mengalami
karamelisasi sehingga menghasilkan warna cokelat. Meskipun penambahan kayu
manis hanya sebesar 0,3% namun penambahan kayu manis tersebut membuat
aroma chutney yang dihasilkan cukup signifikan. Seperti yang telah diketahui
kayu manis memiliki senyawa aromatic khas berupa sinamaldehid, senyawa inilah
yang kemudian ada dan menguat setelah pemanasan sehingga hasil chutney yang
diperoleh beraroma kayu manis. Kenampakan atau tekstur chutney yang dibuat
berupa cairan kental, lembut dan berserat. Hasil tersebut sesuai dengan bahan
dasar yang digunakan yaitu buah sirsak dimana buah ini memiliki serat, tekstur
lembut yang dihasilkan merupakan hasil perajangan yang dilakukan pada buah
saat proses pembuatan chutney tersebut, sedangkan kekentalan yang diperoleh
merupakan hasil perajangan buah yang telah ditambahkan berbagai bahan
tambahan lain dalam proses pembuatan chutney tersebut. Rasa yang dihasilkan
chutney yang telah dibuat memiliki rasa pedas, asam, dengan aroma kayu manis
yang kuat yang bercampur dengan aroma khas buah sirsak. Rasa pedas tersebut
berasal dari penambahan cabai rawit dan merica yaitu masing-masing sebesar
2,6% dan 0,7%. Meskipun dalam persentase yang kecil seperti yang telah
diketahui pula pada cabe rawit terdapat senyawa aktif yang akan menimbulkan
sensasi pedas yaitu senyawa capsaicin dan pada merica dapat menimbulkan
sensasi pedas dan panas adalah senyawa piperin. Diman piperin ini memiliki
tingkat rasa pedas lebih tinggi dibanding capsaicin (Andarwulan, Nuri dalam
Femina.). pH yang diperoleh adalah sebesar 4 artinya chutney ini memiliki rasa
asam tentunya rasa ini berasal dari buah sirsak itu sendiri dengan penambahan
asam sitrat sebesar 0,29%. Padatan yang terlarut didalamnya adalah sekitar 25
brix artinya chutney yang dibuat sangat kental sehingga dalam pengukurannya
dilakukan pengenceran terlebih dahulu hal ini disebabkan saat pemanasan sari
buah yang terbentuk dari hasil perajangan menguap sehingga kadar airnya
berkurang.
Setelah penyimpanan di hari ke-7 dalam suhu ruang terjadi beberapa
perubahan terhadap karakteristik chutney yang dibuat. Diantaranya warna cokelat
yang berasal dari penambahan kayu manis sebelumnya mengalami pemudaran.
Aroma kayu manis setelah penyimpanan tetap dominan beraroma kayu manis.
Kenampakan atau tekstur chutney yang telah disimpan menjadi kental, lembut,
berserat, dan terdapat sedikit gelembung. Kental sesuai dengan karakteristik awal
chutney sebelum pengalengan, lembut dan berserat berasal dari bahan dasar
chutney yaitu buah sirsak, dan adanya gelembung bisa jadi ada dua kemungkinan
yaitu dari pemanasan saat exshausting dalam pengalengan karena saat masih
dalam keadaan panas jar harus segera ditutup sehingga jar yang berbahan dasar
gelas masih menghantarkan panas pada bahan dan menghasilkan chutney
bergelembung karena masih mengalami pemanasan dan kemungkinan kedua
adalah adanya aktivitas mikroba saat penyimpanan dalam jaratau dapat dikatakan
pengalengan atau canning yang kurang berhasil. Selain adanya gelembung pH
chutney pun sedikit turun dari 4 menjadi 3,46 hal ini seharusnya tidak terjadi dan
kemungkinan adanya aktivitas mikroba yang mereduksi gula menjad asam bisa
saja terjadi. Total padatan terlarut pun turun dari 25 brix menjadi 15 brix hal ini
menunjukan adanya perombakan padatan yang masih terdapat pada chutney
menjadi cair atau terurai hal ini kemungkinan pula adalah karena aktivitas
mikroba yang mengurai padatan-padatan tersebut sehingga hasil yang diperoleh
padatan berkurang dan sedikit mencair.
Berbeda dengan penyimpanan hari ke-7 di suhu ruang, perbandingan
dilakukan dengan penyimpanan hari ke-7 di suhu dingin dengan hasil yang
berbeda pula. Diantaranya warna cokelat yang berasal dari penambahan kayu
manis sebelumnya mengalami pemudaran. Aroma yang diperoleh berbeda dengan
kelompok kami yaitu cenderung beraroma bawang putih hal ini bisa jadi karena
formulasi komposisi bahan yang ditambahkan berbeda. Namun seperti yang telah
diketahui dalam bawang putih juga terdapat senyawa aromatik khas yaitu dialil
sulfida (allicin). Kenampakan chutney yang telah disimpan menjadi berwarna
merah dari kayu manis tidak bercampur dan ada gelembung. Hal ini dapat terjadi
karena kayu manis yang ditambahkan berbentuk serbuk dan karena pencampuran
tidak dilakukan secara utuh artinya hanya dengan pengadukan manual atau tidak
menggunakan blender sehingga kemungkinan terpisahnya kembali antara kayu
manis dan bahan bisa saja terjadi. Selain terpisahnya kayu manis dengan bahan
lain adanya gelembung pada chutney memungkinkan adanya aktivitas mikroba
meskipun dalam hal ini pembuatan chutney diberi tambahan rempah-rempah yang
sudah diketahui memiliki kemampuan antimikroba tetap saja dapat terjadi karena
penambahannya yang sangat kecil. yang mereduksi gula menjad asam bisa saja
terjadi. pH chutney tidak lebih asam dari chutney yang disimpan pada suhu ruang
serta total padatan terlarut yang lebih besar dari chutney yang disimpan di suhu
ruang yaitu sebesar 37 brix.
Selain chutney berbahan dasar buah sirsak chutney yang dibuat adalah
berbahan dasar tomat. Secara umum hasil yang diperoleh mirip dengan saus tomat
pada umumnya namun berbeda karena bahan yang ditambahkan terdapat sedikit
perbedaan pula. Dan setelah penyimpanan hingga hari ke-7 baik di suhu ruang dan
suhu dingin terjadi perubahan pada karaktersitik chutney sebelumnya dan pada
umumnya disebabkan karena beberapa kemungkinan yang sama seperti halnya
yang terjadi pada chutney yang dibuat dengan bahan dasar buah sirsak.
Setelah produk chutney dibuat hal yang dilakukan selanjutnya adalah
mengaplikasikan prinsip pengalengan pada produk chutney tersebut. Dimana
pengalengan adalah proses sterilisasi dan penyegelan makanan dalam wadah
kedap udara untuk menjaga makanan yang ada didalamnya. Dalam pengalengan
ada beberapa yang harus diperhatikan diantaranya, sterilisasi jar, headspace,
exshausting,
Sterilisasi jar sangat penting untuk menghindari kontaminan mikroba di
awal sebelum produk dimasukan kedalamnya. Sterilisasi dapat dilakukan di
autoklaf pada suhu tinggi selama 1 jam. Tempat yang digunakan dalam
pengalengan produk chutney adalah jar berbahan dassar gelas. Bahan ini
kemudian akan menghantarkan panas saat exshausting. Hal selanjutnya yang
diperhatikan adalah headspace. Headspace merupakan ruangan sisa dekat tutup
yang sengaja disisakan untuk memudahkan proses exshausting karena tekanan
besar saat pemanasan. Pengalengan yang dilakukan menggunakan prinsip steam,
maksudanya jar disimpan di panic yang berisi air dibawahnya yang telah diisi air
dan telah dipanaskan sehingga proses hanya dipanaskan dengan uap panas selama
kurun waktu tertentu. Proses exhausting ini bertujuan mengurangi kadar oksigen
dalam kaleng/ jar (terutama pada saat pemanasan dalam retort) sehingga
mengurangi korosi, membatasi proses oksidasi oleh makanan, dan mencegah
pertumbuhan mikroorganisme aerobic yang akan menurunkan mutu dan
keamanan.dalam proses pengalengan terdapat beberapa aturan seperti temperature
yang digunakan dan melihat dari keadaan asamnya agar proses yang dilakukan
sesuai dengan harapan.
KESIMPULAN
1. Chutney merupakan saus asli India yang berasal dari buah atau sayuran
yang ditambah dengan bumbu dan dicampur bersama.
2. Buah sirsak dapat dibuat menjadi produk chutney karena karakteristiknya
yang memiliki rasa asam manis yang memenuhi dalam pembuatan
chutney.
3. hasil pembuatan diperoleh chutney yang masih memiliki karakteristik
bahan utama signifikan dengan penambahan rempah yang mempengaruhi
karakteristik hasil chutney.
4. Proses pengalengan dilakukan dalam jar dan melalui exshausting secara
steam.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. -. Dibalik Pedasnya Merica. [online]. Tersedia di
http://www.femina.co.id/diet/nutrisi/di.balik.pedasnya.merica/003/001/254
diakses pada 3 April 2015.
Oregon State University. (2013). Food Safety & Preservation: Fruit Pickles and
Chutney. SP 50-757.
United States Department of Agriculture. - .Principles of Home Canning. [Sub
Bab].
Nama : Isnaeni Apriliani Tanggal Praktikum: 20 April 2015
NIM : 1305572 Tanggal Laporan : 04 Mei 2015
PEMBAHASAN
Chutney adalah produk olahan buah-buahan sejenis saos yang diolah
dengan bumbu-bumbu seperti cabe, bawang bombay, bawang putih, jahe dan
sebagainya. Selain itu juga ditambahkan rempah-rempah seperti kayu manis,
cengkeh, cabai, bawang merah, bawang putih, dan merica. Oleh karena itu
chutney memiliki rasa manis, asam, pedas dan beraroma rempah. Produk chutney
dapat di buat dari berbagai macam buah yang mempunyai rasa asam, seperti
tomat, mangga, apel, aprikot, cranberry, pepaya, persik, pir, nanas, plum, tomat
dan buah campuran seperti kismis dan kacang-kacangan yang terkadang
ditambahkan untuk melengkapi tekstur.
Pada praktikum kali ini, kami melakukan percobaan membuat produk
chutney dengan menggunakan prinsip pengalengan. Tujuan daripada percobaan
ini adalah untuk mengetahui prinsip pengalengan pada produk olahan buah
(chutney), menerapkan prosedur dan teknologi pengalengan yang tepat pada
produk olahan buah (chutney), dan menganalisis pengaruh pengalengan terhadap
karakteristik produk olahan buah (chutney).
Langkah pertama yang kami lakukan dalam percobaan ini adalah
menyiapkan jar sebagai media penyimpanan produk chutney dan melakukan
sterilisasi jar tersebut dengan menggunakan autoclave pada suhu 1210C selama 1
jam. Disamping itu, kamipun melakukan persiapan atau perlakuan pendahuluan
terhadap bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan chutney seperti
cleaning, trimming, size reduction, blanding (rempah-rempah). setelah semua
perlakuan pendahuluan selesai dilaksanakan, langkah selanjutnya yang kami
lakukan adalah mencampurkan bumbu halus kedalam rajangan buah dengan
dilakukan penambahan air sebanyak 10% dari total rajangan buah, kemudian
menambahkan asam sitrat sehingga pH yang terukur tidak lebih dari 4,6 , setelah
itu melakukan pemasakan selama 15-30 menit hingga terbentuk chutney, proses
pemasakan harus dilakukan secara optimal, hal ini dilakukan untuk untuk
mereduksi mikroba dan menurunkan kadar air, kemudian memasukkan chutney
dalam kondisi steril kedalam jar yang telah disterilisasi dan sisakan head space 2,5
cm dari bagian atas jar, setelah itu melakukan exhausting untuk membuang sisa
udara dengan cara memasukan jar kedalam panci berisi air mendidih dalam hal ini
water bath mendidih atau sampai bagian tengah jar mencapai suhu 850C, tutup jar
secara hermetis, processing dalam retort atau autoclave pada suhu 1000C selama
15 menit, kemudian dilakukan pendinginan segera dalam air mengalir, setelah itu
melakukan pelabelan dan kemudian menyimpan jar pada perlakuan yang berbeda
yaitu pada suhu ruang dan pada suhu dingin.
Sampel yang kami gunakan dalam praktikum produk olahan buah (chutney)
ini adalah buah sirsak dan tomat. Kedua jenis buah tersebut merupakan buah yang
memiliki rasa asam yang sesuai dengan rasa yang diharapkan pada pembuatan
chutney. Adapun formulasi bumbu yang kami gunakan dalam pembuatan chutney
dengan berat sampel yang digunakan 271,3 gram ini diantaranya adalah 7 gram
cabai rawit (2,6%), 7 gram bawang merah (2,6%), 3 gram bawang putih (1,1%),
4,5 gram garam (1,7%), 2 gram merica (0,7%), 0,7 gram kayu manis (0,3%), 0,8
gram asam sitrat (0,29%). Penambahan rempah-rempah dalam proses pembuatan
chutney ini berfungsi sebagai sumber cita rasa dan aroma produk chutney, selain
itu penambahan rempah-rempah ke dalam produk chutney bukan hanya semata-
mata meningkatkan cita rasa, tetapi juga memberikan aktifitas antimikroba yang
dapat meningkatkan cita rasa serta daya awet (memperpanjang masa simpan).
Sedangkan penambahan asam dilakuakan untuk mencegah pertumbuhan mikroba
pathogen dan pembusuk seperti bakteri, jamur dan ragi. Karakteristik sensori yang
kami amati dalam percobaan ini diantaranya adalah warna, aroma, rasa pada hari
ke-0, kenampakan keseluruhan, pH, total padatan terlarut pada hari ke-0 dan pada
hari ke-7 penyimpanan.
Berdasarkan hasil pengamatan, produk chutney dengan masing-masing
sampel yang sama maupun sampel yang berbeda mengalami proses perubahan
secara fisikokimia. Perubahan-perubahan tersebut dipengaruhi oleh perlakuan
penyimpanan yang berbeda, bahan dasar yang digunakan berbeda, formulasi
penambahan bumbu yang tidak seimbang, dan kesterilan yang belum maksimal.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada produk chutney diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Warna
Warna merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam menilai
dan penentu kualitas dari suatu produk atau suatu bahan pangan. Selain itu, warna
juga merupakan salah satu indikator yang dilihat dalam hal penilaian sensori
pangan. Berdasarkan hasil pengamatan, pada hari ke-0 chutney tomat berwarna
oranye kemerahan sedangkan chutney sirsak berwarna coklat. Apabila dilihat dari
kedua jenis sampel yang digunakan, warna oranye kemerahan pada chutney tomat
disebabkan oleh warna yang berasal dari tomat itu sendiri sedangkan warna coklat
pada chutney sirsak disebabkan oleh pengaruh penambahan kayu manis yang
terlalu banyak.
Pada hari ke-7, chutney tomat dengan kedua perlakuan penyimpanan suhu
ruang dan suhu dingin mengalami perubahan warna yang sama yaitu menjadi
merah keoranyean atau merah bata, hal ini disebabkan oleh pigmen utama yang
dikandung buah antara lain likopen, beta-karoten, xantofil, dan klorofil.
Perubahan warna yang terjadi pada buah tomat tersebut disebabkan oleh adanya
perombakan pigmen yang dibarengi dengan sintesis pigmen likopen yang
menyebabkan warna buah menjadi kemerahan. Buah tomat mensintesis likopen
dalam jumlah banyak selama pemasakan.
Pada hari ke-7, chutney sirsak pada penyimpanan suhu ruang mengalami
perubahan warna menjadi berwarna coklat muda, hal tersebut kemungkinan dapat
terjadi karena telah terjadinya proses penguapan air dan beberapa komponen
flavour pada produk chutney sirsak selama proses penyimpanan pada suhu ruang
sehingga menyebabkan warna chutney menjadi lebih muda atau memudar.
2. Aroma
Aroma merupakan salah satu komponen cita rasa (flavor). Aroma merupakan
sensasi subyektif yang dihasilkan dengan penciuman (pembauan). Aroma
merupakan atribut yang penting dalam hal penentu kualitas dari suatu produk.
Dalam hal ini, produk chutney yang dihasilkan memiliki aroma khas masing-
masing tergantung dari jenis sampel atau bahan baku yang digunakan.
Pada hari ke-0, chutney tomat memiliki aroma rempah dan seperti saus tomat
(belum terjadi reaksi apapun) sementara itu, chutney sirsak memiliki aroma
dominan terhadap salah satu jenis rempah dari beberapa jenis rempah-rempah
yang ditambahkan yaitu aroma dari kayu manis. Hal ini disebabkan oleh formulasi
penambahan bumbu halus atau rempah yang tidak seimbang dan tidak disesuaikan
dengan karakteristik fisikokimia yang dimiliki oleh setiap masing-masing rempah
yang ditambahkan.
Pada hari ke-7 chutney tomat yang disimpan pada suhu ruang mengalami
perubahan aroma menjadi asam tomat, sementara itu chutney tomat yang
disimpan pada suhu dingin mengalami perubahan aroma menjadi harum sambal.
Aroma asam yang dihasilkan dari produk chutney tersebut disebabkan oleh
aroma yang berasal dari bahan dasarnya itu sendiri dan kemungkinan disebabkan
oleh pengaruh dari adanya penambahan asam sitrat. Sementara itu aroma harum
sambal yang dihasilkan dari produk chutney pada penyimpanan suhu dingin
kemungkinan disebabkan oleh karena terjadinya kristalisasi asam sitrat pada suhu
dingin sehingga menghasilkan asam sitrat dalam bentuk monohidrat yang
menyebabkan aroma penambahan asam sitrat tidak terlalu berpengaruh terhadap
produk chutney yang disimpan pada suhu dingin. Sementara itu, Aroma kayu
manis pada produk chutney sirsak yang disimpan pada suhu ruang semakin
menyengat, hal ini disebabkan oleh karena sifat kayu manis yang berfungsi
sebagai pembangkit aroma. Pada umumnya kayu manis ini digunakan hanya
dalam jumlah sedikit karena apabila digunakan dalam jumlah yang terlalu banyak
maka produk chutney yang dihasilkan akan memiliki aroma yang sengir. Seperti
pada chutney sirsak yang disimpan pada suhu ruang, produk chutney sirsak yang
disimpan pada suhu dinginpun memiliki aroma dominan terhadap salah satu jenis
rempah dari beberapa jenis rempah-rempah yang ditambahkan, namun dalam hal
ini aroma rempah yang dominan tercium adalah aroma dari bawang putih. Aroma
dominan bawang putih yang dihasilkan oleh chutney sirsak pada penyimpanan
suhu dingin disebabkan oleh formulasi penambahan bumbu halus atau rempah
yang tidak seimbang dan menurut Triyana, 2007 mengatakan bahwa bawang putih
mempunyai bau yang khas yang merangsang. Bau khas tersebut disebabkan
karena adanya minyak asturi (Allicin). Allicin ini mengandung zat-zat pembuluh
terhadap kuman serta jamur. Bawang putih berguna sebagai bahan pengawet yang
mempunyai bau dan rasa khas yang sangat kuat merangsang hidung, bawang putih
mengandung minyak yang kaya akan sulfur yaitu methyl allyl disulfide yang
mengandung zat allicin yang berfungsi sebagai bakteriostatik.
3. Kenampakan Keseluruhan
Berdasarkan hasil pengamatan, kenampakan secara keseluruhan dari produk
chutney dengan bahan dasar yang berbeda ini menunjukan kenampakan
keseluruhan yang berbeda dan sesuai dengan jenis bahan dasar yang digunakan.
Secara keseluruhan, pada hari ke-0 chutney tomat bertekstur kasar seperti saus
tomat dan mengalami perubahan pada hari ke-7 menjadi seperti saus tomat dan
bertekstur kental hal ini terjadi pada chutney yang disimpan pada suhu ruang,
peristiwa tersebut dapat terjadi karena adanya reaksi-reaksi secara fisikokimia
yang terjadi selama proses penyimpanan yang menyebabkan chutney menjadi
mengental. Sementara itu produk chutney yang disimpan pada suhu dingin
kenampakan keseluruhannya menjadi memadat, hal tersebut dapat terjadi karena
pengaruh dari refrigerator dan suhu dingin yang menyebabkan produk chutney
menjadi padat dan membeku.
Adapun kenampakan keseluruhan yang ditunjukan oleh produk chutney
sirsak pada hari ke-0 diantaranya adalah memiliki tekstur yang kental, tembut, dan
berserat. Hal tersebut merupakan pengaruh dari bahan dasar yang digunakan,
dimana sirsak merupakan buah-buahan yang memiliki tekstur yang kental,
lembut, dan berserat. Pada hari ke-7 chutney sirsak yang disimpan pada suhu
ruang mengalami perubahan terhadap kenampakan secara keseluruhan, dalam hal
ini produk chutney sirsak yang dihasilkan menjadi bergelembung, namun
gelembung yang dihasilkan hanya dalam jumlah sedikit. Pembentukan gelembung
gas pada produk chutney ini kemungkinan disebabkan oleh masih adanya oksigen
dalam jar, oksigen yang dikeluarkan pada tahap proses exhausting belum
maksimal sehingga oksigen masih ada dan menimbulkan adanya gelembung gas
pada produk chutney sirsak. Sementara itu, chutney sirsak yang disimpan pada
suhu dingin menjadi lebih berwarna merah kecoklatan, hal ini disebabkan akibat
dari adanya penambahan kayu manis yang terlalu banyak.
4. Rasa
Dalam praktikum pembuatan produk chutney ini, pengamatan yang dilakukan
terhadap atribut rasa hanya dilakukan pada hari ke-0 saja. Adapun rasa yang
dihasilkan oleh produk chutney tomat diantaranya adalah asam, asin, dan sedikit
manis. Sedangkan rasa yang dihasilkan oleh produk chutney sirsak diantaranya
adalah pedas, asam, dan memiliki rasa yang khas dari kayu manis. Beberapa rasa
yang dihasilkan oleh produk chutney tersebut dipengaruhi oleh formulasi
penambahan bumbu halus dan rempah-rempah yang ditambahkan pada
pembuatan chutney tersebut. Rasa asam yang dihasilkan produk chutney tersebut,
selain daripada berasal dari bahan dasarnya juga berasal dari asam sitrat yang
ditambahkan. Rasa asin disebabkan oleh adanya penambahan garam, rasa manis
disebabkan oleh adanya penambahan gula, sensasi pedas chutney disebabkan oleh
adanya penambahan cabai rawit dan merica terhadap chutney pada saat proses
pengolahan.
5. pH (derajat keasaman)
Berdasarkan hasil pengamatan, secara keseluruhan produk chutney yang
dihasilkan memiliki pH 4 pada hari ke-0 dan mengalami penurunan pH pada hari
ke-7 baik itu terhadap chutney yang disimpan pada suhu ruang maupun terhadap
chutney yang disimpan pada suhu dingin. Baik itu chutney berbahan dasar tomat
maupun chutney berbahan dasar sirsak, keduanya sama-sama mengalami
penurunan pH. Penurunan pH yang terjadi pada chutney yang disimpan pada
suhu ruang baik itu chutney tomat maupun chutney sirsak berkisar antara 3,46 –
3,62. Sementara itu, penurunan pH yang terjadi pada chutney yang disimpan pada
suhu dingin baik itu chutney tomat maupun chutney sirsak berkisar antara 3,6 -
3,7. Produk chutney yang disimpan pada suhu dingin cenderung memiliki pH
yang lebih besar dibandingkan dengan chutney yang disimpan pada suhu ruang.
Hal ini menunjukan adanya pengaruh suhu terhadap penurunan pH yang terjadi
pada chutney tomat maupun chutney sirsak. Penurunan pH yang terjadi pada
chutney tersebut disebabkan oleh adanya pengasaman yang dilakukan pada saat
proses pengolahan yaitu dengan dilakukan penambahan asam sitrat yang berfungsi
sebagai pengawet. Dalam hal ini produk makanan (chutney) diharapkan dapat
menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk.
6. Total Padatan Terlarut
Total padatan terlarut (TPT) merupakan total padatan yang terkandung dalam
buah yang menentukan kadar kemanisan buah. Dalam praktikum pembuatan
chutney ini kami melakukan pengukuran terhadap jumlah total padatan terlarut
dengan menggunakan alat refraktometer. Berdasarkan hasil pengamatan, pada hari
ke-0 jumlah total padatan terlarut pada chutney tomat adalah 18 brix sedangkan
jumlah total padatan terlarut pada chutney sirsak adalah 25 brix. Perolehan angka
tersebut dihitung berdasarkan rumus, dimana faktor pengenceran dikalikan dengan
jumlah angka yang terbaca pada refraktometer.
Pada hari ke-7, chutney tomat yang disimpan pada suhu ruang tidak
mengalami perubahan apapun terhadap jumlah total padatan terlarut. Sementara
itu, chutney sirsak yang disimpan pada suhu ruang mengalami penurunan
terhadap jumlah total padatan terlarut menjadi 15 brix. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Murdiati, A. dan Sutrisno (2010) yang menyatakan
bahwa produk pangan yang disimpan pada suhu ruang atau udara normal dengan
suhu kamar memiliki kadar gula reduksi terendah. Gula reduksi merupakan
bagian dari gula total. Dalam proses respirasi gula reduksi (glukosa dan fruktosa)
dirombak menjadi sukrosa dan pati. Semakin meningkatnya respirasi maka
kandungan gula reduksi akan semakin menurun. Penurunan total padatan terlarut
sangat dipengaruhi oleh respirasi, dimana respirasi semakin cepat terjadi maka
penurunan total padatan terlarut akan semakin cepat pula. Hal ini disebabkan total
padatan terlarut yang terkandung didalam produk digunakan pada saat
berlangsungnya proses respirasi.
KESIMPULAN
1. Pada hari ke-0 chutney tomat berwarna oranye kemerahan sedangkan chutney
sirsak berwarna coklat, pada hari ke-7, chutney tomat dengan kedua
perlakuan penyimpanan suhu ruang dan suhu dingin mengalami perubahan
warna yang sama yaitu menjadi merah keoranyean atau merah bata, hal ini
disebabkan oleh pigmen utama yang dikandung buah antara lain likopen,
beta-karoten, xantofil, dan klorofil.
2. Pada hari ke-0, chutney tomat memiliki aroma rempah dan seperti saus tomat
(belum terjadi reaksi apapun) sementara itu, chutney sirsak memiliki aroma
dominan terhadap salah satu jenis rempah dari beberapa jenis rempah-rempah
yang ditambahkan yaitu aroma dari kayu manis, pada hari ke-7 chutney tomat
yang disimpan pada suhu ruang mengalami perubahan aroma menjadi asam
tomat, sementara itu chutney tomat yang disimpan pada suhu dingin
mengalami perubahan aroma menjadi harum sambal. Aroma kayu manis pada
produk chutney sirsak yang disimpan pada suhu ruang semakin menyengat,
hal ini disebabkan oleh karena sifat kayu manis yang berfungsi sebagai
pembangkit aroma.
3. Berdasarkan hasil pengamatan, kenampakan secara keseluruhan dari produk
chutney dengan bahan dasar yang berbeda ini menunjukan kenampakan
keseluruhan yang berbeda dan sesuai dengan jenis bahan dasar yang
digunakan.
4. Beberapa rasa yang dihasilkan oleh produk chutney tersebut dipengaruhi oleh
formulasi penambahan bumbu halus dan rempah-rempah yang ditambahkan
pada pembuatan chutney.
5. Penurunan pH yang terjadi pada chutney tersebut disebabkan oleh adanya
pengasaman yang dilakukan pada saat proses pengolahan yaitu dengan
dilakukan penambahan asam sitrat yang berfungsi sebagai pengawet. Dalam
hal ini produk makanan (chutney) diharapkan dapat menghambat
pertumbuhan bakteri pembusuk.
6. Pengukuran terhadap jumlah total padatan terlarut dilakukan dengan
menggunakan alat refraktometer. Berdasarkan hasil pengamatan, pada hari
ke-0 jumlah total padatan terlarut pada chutney tomat adalah 18 brix
sedangkan jumlah total padatan terlarut pada chutney sirsak adalah 25 brix.
Perolehan angka tersebut dihitung berdasarkan rumus, dimana faktor
pengenceran dikalikan dengan jumlah angka yang terbaca pada refraktometer.
DAFTAR PUSTAKA
Saparinto, Cahyo dan Hidayati, Diana. 2006. Bahan Tambahan Makanan.
Yogyakarta: Kanisus
Utari, Rustiani Dwi. "Pembuatan Chutney Berbahan Dasar Buah Sirsak." Tugas
Akhir Jurusan Tata Boga-Fakultas Teknik UM (2011).
Nama : Juliana M Nur Tanggal Praktikum: 20 April 2015
NIM : 1306948 Tanggal Laporan : 04 Mei 2015
PEMBAHASAN
Chutney adalah sejenis saos yang dibuat dari campuran berbagai bumbu
yang mempunyai rasa pedas dan merangsang. Cara pembuatan chutney ini tidak
sulit dan dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang biasa terdapat di dapur.
Definisi lain dari chutney adalah sebutan untuk berbagai penyedap dan
saus berbumbu rempah-rempah yang dibuat dari sayuran segar atau buah-buahan
yang dilumatkan. Chutney bisa dalam bentuk basah atau kering (biasanya
berbentuk bubuk). Di India, chutney dibuat untuk segera dikonsumsi sewaktu
masih segar. Bahan-bahannya berasal dari daun-daun atau buah-buahan yang
sedang musim. Bumbu dapat berupa gula pasir, garam, bawang putih, bawang
bombay, asam jawa, atau jahe. Rempah-rempah yang umum dipakai adalah biji
klabet, ketumbar, jintan, atau asafetida.
Dari praktikum Teknologi Pengolahan Hortikultura teah dibuat chutney
dengan bahan dasar sirsak dan tomat, dan dari hasil pengamatan yang dapat
dibahas adalah pengamatan dari hari ke-0 dan hari ke-7 juga perbandingan pada
suhu dingin dan suhu ruang.
a. Tomat
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa warna pada chutney tomat
pada hari pertama berwarna oranye kemerahan, dan pada hari ke-7
pada penyimpanan suhu ruang masih berwarna sama, artinya suhu
ataupun lamanya penyimpanan selama 7 hari tidak berpengaruh
terhadap warna.
Dari segi aromapun pada hari pertama aroma menunjukan bahwa
chutney tomat beraroma seperti saus tomat, pada hari ke-7 pada suhu
ruang ataupun pada suhu dingin juga masih beraroma saus tomat,
artinya suhu ataupun lamanya penyimpanan selama 7 hari tidak
berpengaruh terhadap aroma.
Pada kenampakan keseluruhan, pada hari pertama, chutney tomat jika
dilihat secara kasat mata menunjukkan tekstur yang kasar, sedangkan
pada hari ke-7 pada suhu ruang chutney mengental sedangkan pada
hari ke-7 pada suhu dingin chutney memadat. Chutney yang mengental
disebabkan oleh penyimpanan yang cukup lama sehingga chutney
mengental. Sedangkan chutney pada hari ke-7 yang disimpan pada
suhu dingin memadat. Itu disebbkan oleh pengaruh pendinginan yang
membuat sifat dari chutney memadat.
Dari rasa, pada hari ke-0 rasa chutney adalah asam, asin sedikit manis
itu didapatkan dari segala rempah-rempah yang ditambahkan pada
chutney. Sedangkan pada hari ke-7 yang disimpan di suhu ruang dan
yang disimpan di suhu dingin tidak di ujikan karena ditakutkan adanya
kontaminasi dari mikroorganisme.
Pada pengujian pH, chutney pada hari ke-0 ber pH 4, pada hari ke-7
pada suhu dingin dan suhu ruang pH keduanya menurun menjadi 3,62.
Pengaruh suhu penyimpanan tidak berpengaruh terhadap perbedaan
penyimpanan suhu ruang maupun suhu dingin terhadap pH, tetapi
lamanya penyimpanan selama 7 hari berpengaruh terhadap keduanya
yakni ph turun menjadi 3,62 itu disebabkan oleh adanya bakteri
pengatur asam. Seperti bakteri asam laktat. pH yang baik untuk
chutney tidak lebih dari 4,6. Penggunaan asam di sini juga berperan
dalam memperpanjang umur simpan chutney. Karena mikroba
pembusuk dan pathogen tidak dapat berkembang pada pH rendah.
Pada pengujian padatan terlarut hari ke-0 chutney menunjukkan 18
brix sedangkan pada hari ke-7 pada penyimpanan suhu ruang masih 18
brix namun penyimpanan di suhu dingin adalah 25 brix, itu disebabkan
tekstur dari chutney yang memadat. Sehingga total padatan terlarut
meningkat.
b. Sirsak
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa warna pada chutney sirsak
pada hari pertama berwarna cokelat, dan pada hari ke-7 pada
penyimpanan suhu ruang masih berwarna sama, artinya suhu ataupun
lamanya penyimpanan selama 7 hari tidak berpengaruh terhadap
warna.
Dari segi aromapun pada hari pertama aroma menunjukan bahwa
chutney tomat beraroma kayu manis yang menyengat, pada hari ke-7
pada suhu ruang ataupun pada suhu dingin juga masih beraroma kayu
manis, artinya suhu ataupun lamanya penyimpanan selama 7 hari tidak
berpengaruh terhadap aroma. Aroma kayu manis yang menyengat
membuat aroma yang tidak terlalu enak, itu disebabkan oleh formula
yang tidak benar terhadap pembuatan chutney sirsak. Sebaiknya kayu
manis tidak ditambahkan terlalu banyak.
Pada kenampakan keseluruhan, pada hari pertama, chutney sirsak jika
dilihat secara kasat mata menunjukkan tekstur yang lembut, sangat
kental, dan dipenuhi serat sirsak, sedangkan pada hari ke-7 pada suhu
ruang chutney masih sama namun terdaoat gelembung, hal ini
diindikasikan bahwa chutney terkontaminasi oleh mikroorganisme,
sedangkan pada hari ke-7 pada suhu dingin chutney masih sama
namun memadat dan terdapat gelembung, hal ini diindikasikan bahwa
chutney terkontaminasi oleh mikroorganisme. Chutney memadat
disebabkan oleh pengaruh pendinginan yang membuat sifat dari
chutney memadat.
Serat-serat yang terdapat pada sirsak membuat chutney menjadi
bertekstur kurang baik. Menurut Anonim (2010) produk memiliki
kekentalan yang bagus dan layak bebas dari bahan berserat. Potongan
buah mungkin memiliki jaringan lunak yang layak.
Dari rasa, pada hari ke-0 rasa chutney adalah pedas, asam dan berasa
kayu manis itu didapatkan dari segala rempah-rempah yang
ditambahkan pada chutney. Sedangkan pada hari ke-7 yang disimpan
di suhu ruang dan yang disimpan di suhu dingin tidak di ujikan karena
ditakutkan adanya kontaminasi dari mikroorganisme.
Pada pengujian pH, chutney pada hari ke-0 ber pH 4, pada hari ke-7
pada suhu ruang menurun menjadi 3,46 dan suhu dingin menjadi 3,7.
Pengaruh suhu penyimpanan tidak berpengaruh terhadap perbedaan
penyimpanan suhu ruang maupun suhu dingin terhadap pH, tetapi
lamanya penyimpanan selama 7 hari berpengaruh terhadap keduanya
yakni ph turun menjadi 3,46 dan 3,7 itu disebabkan oleh adanya
bakteri pengatur asam. Seperti bakteri asam laktat. pH yang baik untuk
chutney tidak lebih dari 4,6. Penggunaan asam di sini juga berperan
dalam memperpanjang umur simpan chutney. Karena mikroba
pembusuk dan pathogen tidak dapat berkembang pada pH rendah.
Pada pengujian padatan terlarut hari ke-0 chutney menunjukkan 25
brix sedangkan pada hari ke-7 pada penyimpanan suhu ruang 15 brix
namun penyimpanan di suhu dingin adalah 26 brix, pada suhu ruang
didapatkan hasil 15 brix karena berbedanya sampel dari suhu ruang
dan suhu dingin, dimungkinkan karena perbedaan formula dari suhu
dingin dan suhu ruang.
KESIMPULAN
1. Penggunaan kayu manis harus disertai dengan formulasi yang tepat agar
menghasilkan warna yang baik bagi chutney dan rasa yang enak juga
untuk dinikmati.
2. Chutney harus dibuat secara steril agar penyimpanannya bisa lama.
3. Sterilisasi pada jar juga harus dilakukan dengan benar agar tidak terjadi
kontaminasi oleh mikroba.
4. pH yang baik untuk chutney tidak lebih dari 4,6. Penggunaan asam di sini
juga berperan dalam memperpanjang umur simpan chutney. Karena
mikroba pembusuk dan pathogen tidak dapat berkembang pada pH rendah.
5. Chutney memadat disebabkan oleh pengaruh pendinginan yang membuat
sifat dari chutney memadat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Proses Pembuatan Chutney. Online:
https://lordbroken.wordpress.com/2010/08/19/proses-pembuatan-chutney/.
Diakses pada 02 Mei 2015.
Tarwiyah, Kemal. 2001. Chutney Tomat. Teknologi Tepat Guna Agroindustri
Kecil Sumatera Barat, Hasbullah, Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi
dan Industri Sumatera Barat. Online:
http://www.warintek.ristek.go.id/pangan/buah%20dan%20sayur-sayuran/
chutney_tomat.pdf. Diakses pada 02 Mei 2015
Nama : Yanni Handayani Tanggal Praktikum: 20 April 2015
NIM : 1306681 Tanggal Laporan : 04 Mei 2015
PEMBAHASAN
Chutney adalah sejenis saos yang dibuat dari buah-buahan yang diolah
dengan bumbu-bumbu (bawang bombay, bawang putih dan jahe) dan rempah
(kayu manis dan cengkeh), sehingga chutney akan mempunyai rasa asam dan
beraroma rempah. Produk chutney dapat di buat dari berbagai macam buah yang
mempunyai rasa asam. Buah yang digunakan dalam pembuatan chutney pada
praktikum kali ini yaitu tomat dan sirsak. Produk chutney yang telah dibuat
kemudian dikemas pada jar dengan metode pengalengan.
Sehingga tujuan dari praktikum kali ini yaitu untuk mengetahui prinsip
pengalengan pada produk olahan sayur dan buah, menerapkan prosedur dan
teknologi pengalengan yang tepat pada produk olahan sayur dan buah (chutney),
dan menganalisis pengaruh pengalengan terhadap karakteristik produk olahan
sayur dan buah (chutney) selama penyimpanan. Produk chutney yang dihasilkan
diamati karakteristik sensorinya pada hari ke-0 dan hari ke-7 meliputi
karakteristik warna, aroma, rasa, pH, kenampakan keseluruhan, dan total padatan
terlarut.
Proses pembuatan chutney dilakukan dengan menggunakan prinsip
pengalengan. Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam
wadah yang tertutup rapat (hermetis) dan disterilisasi dengan panas (Desrosier,
1978). Pada umumnya proses pengalengan bahan pangan terdiri atas beberapa
tahap, diantaranya persiapan bahan, pengisian bahan ke dalam kaleng, pengisian
medium, exhausting, sterilisasi, pendinginan, dan penyimpanan (Desrosier, 1978).
Pada pembuatan produk chutney, dilakukan tahapan dalam prinsip pengalengan di
atas.
Buah tomat dan sirsak dibersihkan kemudian dilakukan proses trimming
untuk menghilangkan bagian yang tidak diinginkan. Pencucian bertujuan untuk
memisahkan bahan dari material asing yang tidak diinginkan, seperti kotoran,
minyak, tanah, dan sebagainya serta diharapkan dapat mengurangi jumlah
mikroba awal yang sangat berguna dalam efektivitas proses sterilisasi (Lopez,
1981). Kemudian dilakukan proses pengecilan ukuran untuk memperluas
permukaan, baru kemudian ditambahkan air sebanyak 10% dari berat sampel,
selanjutnya dicampurkan dengan bumbu–bumbu yang telah dihaluskan.
Bumbu-bumbu yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu bawang
merah, bawang putih, garam, merica, gula putih, cabe rawit hijau kecil,
kayumanis. Bumbu ditambahkan ke dalam chutney hingga diperoleh rasa yang
sesuai selera. Kemudian dilakukan penambahan asam sitrat hingga pH kurang
dari 4,6. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar produk chutney yang dihasilkan
tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme. Karena bila pH produk lebih dari 4,6
hal ini dapat menyebabkan spora bakteri pathogen dapat bertahan hidup, dan
bahkan membentuk toksin selama penyimpanan seperti jenis bakteri Clostridium
botulinum.
Kemudian dilakukan proses pemasakan 15-30 menit hingga terbentuk
chutney. Selanjutnya chutney dimasukkan ke dalam jar yang sebelumnya telah
disterilisasi. Pengisian bahan ke dalam harus seragam dengan tujuan untuk
mempertahankan keseragaman rongga udara (head space), memperoleh produk
yang konsisten, dan menjaga berat bahan secara tetap. Pemasukkan chutney ke
dalam jar ini dilakukan secara streil yaitu chutney yang masih panas langsung
dimasukkan ke dalam jar yang telah disterilisasi dan disisakan head space 2,5 cm
dari bagian atas jar. Head space adalah ruang kosong antara permukaan produk
dengan tutup yang berfungsi sebagai ruang cadangan untuk pengembangan
produk selama disterilisasi, agar tidak menekan wadah karena akan menyebabkan
kaleng menjadi menggelembung.(Muchtadi, 1994).
Selanjutnya dilakukan proses exhausting pada jar yang telah berisi chutney
untuk membuang sisa udara. Menurut Muchtadi (1994), penghampaan udara
(exhausting) adalah proses pengeluaran sebagian besar oksigen dan gas-gas lain
dari dalam wadah agar tidak bereaksi dengan produk sehingga dapat
mempengaruhi mutu, nilai gizi, dan umur simpan produk kalengan. Exhausting
juga dilakukan untuk memberikan ruang bagi pengembangan produk selama
proses sterilisasi sehingga kerusakan wadah akibat tekanan dapat dihindari dan
untuk meningkatkan suhu produk di dalam wadah sampai mencapai suhu awal
(initial temperature). Selanjutnya penutupan wadah dilakukan setelah proses
penghampaan udara (exhausting) yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
pembusukan. Dilakukan proses sterilisasi kembali pada jar yang telah berisi
chutney. Setelah proses sterilisasi harus segera dilakukan proses pendinginan
untuk mencegah terjadinya over cooking pada makanan dan tumbuhnya kembali
bakteri termofilik (Winarno dan Fardiaz, 1980). Chutney kemudian disimpan pada
suhu ruang dan suhu dingin, kemudian diamati karakteristik sensorinya untuk
mengetahui perubahan yang mungkin terjadi selama penyimpanan.
Chutney Sirsak
Pengamatan karakteristik sensori chutney sirsak pada hari ke-0 diperoleh
chutney berwarna coklat, dengan aroma kayu manis yang dominan, rasa pedas,
asam, dengan pH 4, kenampakan keseluruhan chutney memiliki tekstur lembut,
kental, dan berserat. Total padatan terlarut pada hari ke-0 yaitu 25 brix.
Pengamatan pada hari ke-7 chutney yang disimpan pada suhu ruang
mengalami perubahan nilai pH yaitu menjadi 3,46 dan total padatan terlarut
menjadi 15 brix. Sedangkan aroma tetap kayu manis dominan, tekstur kental,
lembut, terdapat gelembung dan berserat. Untuk chutney sirsak yang disimpan
pada suhu dingin berwarna coklat muda, aroma dari bumbu bawang putih yang
dominan. Warna merah dari kayu manis tidak bercampur dan terdapat granula
sirsak sehingga teksturnya menjadi kurang lembut. memiliki pH 3,7 dan total
padatan terlarut 27 brix.
Aroma kayu manis yang dihasilkan berasal dari bumbu kayu manis yang
ditambahkan terlalu banyak, sehingga aroma kayu manis chutney menjadi
dominan. Terjadinya penurunan pH pada produk chutney yang disimpan pada
suhu ruang maupun suhu dingin bisa diakibatkan karena terjadinya pertumbuhan
mirkroorganisme pada chutney, sehingga mengkibatkan terjadinya penurunan pH.
Selain itu indikasi yang dapat dilihat karena adanya pertumbuhan mikroorganisme
pada chutney yaitu chutney sirsak yang disimpan pada suhu ruang setelah tujuh
hari menghasilkan gelembung dalam jar, hal ini juga dapat mengindikasikan
tumbuhnya mikroorganisme pada produk chutney.
Aroma bawang putih yang dihasilkan pada produk chutney pada
penyimpanan dingin juga dihasilkan dari terlalu banyaknya bumbu bawang putih
yang ditambahkan pada pembuatan chutney tersebut. Hal ini terjadi karena pada
saat pembuatan chutney bumbu-bumbu yang ditambahkan tergantung pada selera
masing-masing praktikkan atau dikatakan tidak adanya formula yang pasti untuk
bumbu yang ditambahkan, sehingga dimungkinkan adanya penambahan salah satu
bumbu yang terlalu banyak sehingga menghasilkan aroma bumbu tersebut
menjadi dominan.
Chutney Tomat
Pengamatan karakteristik sensori chutney tomat pada hari ke-0 diperoleh
chutney berwarna orange kemerahan, dengan aroma rempah dan saus tomat, rasa
asam, asin, sedikit manis, dengan pH 4, kenampakan keseluruhan chutney kasar
seperti saus tomat pada umumnya. Total padatan terlarut pada hari ke-0 yaitu 18
brix.
Pengamatan pada hari ke-7 chutney yang disimpan pada suhu ruang
mengalami perubahan nilai pH yaitu menjadi 3,62 dan total padatan terlarut tetap
18 brix. Sedangkan aroma asam tomat, tekstur kental seperti saus tomat. Untuk
chutney sirsak yang disimpan pada suhu dingin berwarna merah bata, aroma
sambal tekstur memadat, memiliki pH 3,6 dan total padatan terlarut 25 brix.
Buah tomat lebih sering dibuat menjadi produk chutney dibanding buah
sirsak. Proses pembuatan chutney tomat yang dilakukan pada praktikum kali ini
sama seperti pembuatan chutney sirsak. Namun, produk chutney tomat yang
dihasilkan lebih baik dibanding produk chutney sirsak baik dari segi rasa, aroma,
dan kenampakan keseluruhan.
Terjadinya penurunan pH pada produk chutney yang disimpan pada suhu
ruang maupun suhu dingin bisa diakibatkan karena terjadinya pertumbuhan
mirkroorganisme pada chutney, sehingga mengkibatkan terjadinya penurunan pH.
Penggunaan bumbu atau rempah yang ditambahkan pada pembuatan
chutney bertujuan untuk memperoleh produk chutney dengan cita rasa tinggi,
selain itu penambahan gula dan garam pada pembuatan chutney juga berfungsi
sebagai pengawet. Karena dengan penambahan gula dan garam akan mengikat air
yang terdapat pada buah tomat dan sirsak sehingga jumlah air berkurang dan
dapat meminimalisir pertumbuhan mikroorganisme. Dalam pembuatan chutney
skala industri bahan pengawet yang sering digunakan yaitu Sodium
metabisulphite, Potassium metabisulphite , Sodium and potassium
benzoates, Methyl, ethyl and propyl, Sorbic acid.
Penambahan asam sitrat hingga pH prduk tidak lebih dari 4,6 juga
bertujuan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme, karena mikroorganisme
tidak tahan pada pH rendah. Namun, apabila masih terjadi pertumbuhan
mikroorganisme pada produk chutney yang dihasilkan hal tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya yaitu proses sterilisasi yang kurang
sempurna, dan penutupan jar yang tidak rapat sehingga memungkian adanya
aktivitas mikroorganisme.
Teknologi pengalengan yang diterapkan pada produk chutney kali ini yaitu
dengan menggunakan jar yang terbuat dari gelas/kaca dan penutup jar terbuat dari
kaleng.Prose penutupan juga dilakukan secara hermenis atau dalam keadaan panas
untuk meminimalisir pertumbuhan mikroorganisme. Jenis kemasan merupakan
hal penting dalam proses pengalengan. Setiap jenis kemasan digunakan untuk
mengemas jenis bahan pangan tertentu, misalnya kemasan gelas biasa digunakan
untuk mengemas selai, pickle dan produk olahan tradisional. Kemasan kaleng
pada awalnya terbuatdari besi, selanjutnya digunakan timah. Timah memiliki sifat
melindungi kualitas bahan pangan dalam kemasan, walaupun dapat memucatkan
warna bahan pangan. Gelas merupakan kemasan yang innert walaupun kerusakan
bahan pangan yang dikemasnya dapat terjadi karena sinar matahari.
Peningkatan masa simpan atau pengawetan produk chutney dapat
dilakukan melalui beberapa hal berikut ini, yaitu: (1) peningkatan keasaman (pH
rendah) untuk mencegah pertumbuhan mikroba pathogen dan pembusuk seperti
bakteri, jamur dan ragi. Keasaman juga dapat berasal dari penambahan cuka atau
dengan asam alami; (2) Pemasakan optimal untuk mereduksi mikroba dan
menurunkan kadar air; (3) aplikasi teknologi pengalengan dan sterilisasi untuk
membunuh semua mikroorganisme pembusuk. Namun demikian, pengalengan
yang dilakukan dengan tidak tepat atau menyalahi ketentuan dan prosedur dapat
menimbulkan tumbuhnya mikroorganisme pembusuk dan penurunan kualitas
chutney.
Total padatan terlarut atau TDS (Total Disolved Solid) merupakan
parameter fisik kualitas baku dan merupakan ukuran zat terlarut (baik zat organik
maupun anorganik, misalnya : garam) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS
meter menggambarkan jumlah zat terlarut part per milion (ppm) atau sama dengan
miligram per liter (mg/L) pada air. Total padatan terlarut merupakan bahan-bahan
terlarut dalam air yang tidak tersaring dengan kertas saring millipore dengan
ukuran pori 0,45 μm. Total padatan terlarut pada produk chutney menggambarkan
jumlah zat terlalut misalnya garam pada produk chutney.
Peningkatan nilai total padatan terlarut pada produk chutney bisa
disebabkan karena terjadinya perombakan senyawa-senyawa komplek menjadi
senyawa-senyawa yang sederhana selama proses pematangan buah menyebabkan
naiknya total padatan terlarut. Kenaikan total padatan terlarut pada buah-buahan
akibat terbentuknya gula-gula sederhana hasil degradasi pada fase kemasakan
(Pantastico, 1993).
KESIMPULAN
1. Prinsip pengalengan pada produk olahan buah dapat diterapkan dalam
pembuatan chutney buah melalui beberapa tahap yaitu persiapan bahan,
pengisian bahan ke dalam kaleng, pengisian medium, exhausting,
sterilisasi, pendinginan, dan penyimpanan.
2. Pada pembuatan produk chutney buah harus memperhatikan proses
sterilisasi, exhausting, penentuan pH, dan penutupan secara hermenis
untuk meminimalisir pertumbuhan mikroorganisme.
3. Prose pengalengan produk hortikultura yaitu chutney menyebabkan
perubahan karakteristik produk yang dihasilkan diantaranya yaitu warna,
aroma, rasa, penurunan pH, dan peningkatan total padatan terlarut.
DAFTAR PUSTAKA
Muchtadi D.1994. Makanan Kaleng: Teknologi dan Pengawasan Mutu. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Rahimah, Souvia. 2011. Pengalengan dan Pembuatan Sari Buah. Jurusan
Teknologi Industri Pangan. Universitas Padjajaran.
Winarno, F.G., S. Farsiaz dan D. Fardiaz, 1980. Pengantar Teknologi Pangan.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Nama : Yuni Suryani Tanggal Praktikum: 20 April 2015
NIM : 1307703 Tanggal Laporan : 04 Mei 2015
PEMBAHASAN
Chutney adalah buah-buahan yang diolah dengan bumbu-bumbu (bawang
bombay, bawang putih dan jahe) dan rempah (kayu manis dan cengkeh), sehingga
chutney akan mempunyai rasa asam dan beraroma rempah. Produk chutney dapat
di buat dari berbagai macam buah yang mempunyai rasa asam (Rustiani Dwi
Utari, 2011).
Buah sirsak merupakan buah yang mempunyai rasa asam yang sesuai
dengan rasa yang diharapkan pada pembuatan chutney. Sirsak (Annona muricata
L) yang bermutu baik dipanen setelah tua penuh, ditandai dengan durinya yang
terlihat jarang warna buahnya kekuningan dan aromanya harum, bila telah
matang, buah menjadi lunak dan daging buahnya terlihat berlapis-lapis,
mempunyai daging buah yang rasanya manis asam dan mempunyai banyak biji
Rustiani Dwi Utari, 2011).
Ada dua prinsip dasar penanganan yang dilakukan dalam praktikum ini
yaitu pembuatan chutney dan pengalengan. Prinsip pembuatan chutney adalah
penambahan bumbu pada buah sehingga memiliki citarasa rempah. Sementara itu
pengalengan merupakan suatu proses pengawetan bahan pangan dalam suatu
wadah dengan menggunakan prinsip pemanasan. Selama pemanasan tersebut
mikroorganisme dihancurkan dan akivitas ezim menkadi inaktif. Wadah yang
hemetis dapat mencegah masuknya mikroorganisme dari luar (Vail et al., 1978
dalam Fenny Meilana, 1996).
Pada praktikum ini, proses pengalengan meliputi tahap-tahap sterilisasi jar,
persiapan bahan, pemasukan chutney, exhausting, penutupan jar, pemanasan,
pendinginan, dan penyimpanan. Bentuk kaleng yang digunakan dalam
pengalengan chutney ini adalah berupa glass jars. Pemilihan wadah merupakan
hal yang penting dalam proses pengalengan. Glass jars merupakan wadah yang
lebih banyak digunakan dalam pengalengan tingkat rumah tangga (Vail et al.,
1978 dalam Fenny Meilana, 1996). Burrows (1996) dalam Fenny Meilana (1996)
mengemukakan bahwa glass jars adalah kemasan inert yang transparan sehingga
penampakan produk dapat dilihat dengan jelas. Winarno (1994) menyatakan
bahwa glass jars juga mempunyai beberapa kelamahan karena sinar yang masuk
dapat melunturkan wana produk, menurunkan cita rasa dan menyebabkan
turunnya beberapa kandungan gizi.
Kaleng merupakan wadah yang lebih baik untuk digunakan sebagai wadah
chutney yang berbahan dasar buah yang umumnya mengandung asam askorbat.
De Lange (1953) dalam Muhamad Kurniadi (2005) menyatakan, bahwa retensi
asam askorbat lebih baik dalam kaleng dibandingkan dalam kantong plastik
polietilen atau pliofilm. Asam askorbat sangat bergantung pada derajat
kepermeabelan kemasan serta perbedaan kemasan selama penyimpanan yang
diproses panas dalam kemasan yang permeable.
Persiapan bahan meliputi pencucian, pengupasan, penghilangan bagian-
bagian tertentu dalam hal ini bahan yang digunakan adalah sirsak, maka bagian
yang dibuang adalah biji dan beberapa bagian yang rusak. Pemilihan bahan
merupakan tahap yang penting dalam pengalengan, terutama untuk bahan pangan
berasam rendah untuk mendapatkan produk yang menarik bahan sebaiknya
disortasi dahulu menurut tingkat kematangan, ukuran, warna dan karakteristik
lainnya (Vail et al., 1978 dalam Fenny Meilana, 1996). Setelah dilakukan
penanganan pendahuluan kemudian dilakukan penghalusan bumbu, pencampuran
bumbu dan buah, perajangan, pengasaman, pemasakan.
Bumbu yang digunakan dalam pembuatan chutney adalah bawang merah,
bawang putih, garam, merica, gula putih, cabe rawit hijau kecil, dan kayu manis.
Tujuan penambahan rempah-rempah ini adalah selain untum meningkatkan cita
rasa, tetapi juga mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang
berakibat pada perubahan citarasa pada chutney tersebut. Sirsak yang telah
disiapkan kemudian dirajang bersama bumbu yang telah dihaluskan agar bumbu
meresap sempurna hingga bagian dalam buah sirsak.
Setelah dirajang seharusnya dilakukan pengasaman menggunakan asam
sitrat hingga pH tidak lebih dari 4,6, namun karena sirsak memiliki pH asam yang
tinggi, maka tidak dilakukan pengasaman kembali.
Agar terbetuk menjadi chutney, buah sisrak yang telah dirajang dengan
bumbu tersebut harus dilakukan pemasakan selama 15-30 menit. Pemasakan ini
merupakan bagian dari pemanasan pendahuluan selain agar tersbentuk chutney
yang memiliki kadar air lebih rendah namun juga mampu menghilangkan udara
pada jaringan buah, mengurangi jumlah mikroba, menginaktifkan enzim, dan
memudahkan pengisian ke dalam kaleng karena bahan menjadi lunak (Fellows,
1992 dalam Fenny Meilana, 1996).
Setelah pemasakan, chutney dimasukan ke dalam jar yang telah
disterilisasi. Pada pengisian bahan disisakan ruangan di bagian atas kaleng (head
space) 2,5 cm dari bagian atas jar. Ruang kosong antara permukaan produk
dengan tutup fungsinya adalah sebagai ruang cadangan untuk pengembangan
produk selama disterilisasi, agar tidak menekan wadah karena akan menyebabkan
gelas menjadi pecah atau kaleng menjadi gembung.
Kemudian dilakukan exhausting atau proses pengeluaran udara yang
terdapat dalam head space ke luar wadah. Tujuan exhausting adalah untuk
mengurangi tekanan dari dalam kaleng akibat proses pemanasan. Udara, terutama
oksigen dieliminasi untuk mencegah korosi pada kaleng (Fellows, 1992 dalam
Fenny Meilana, 1996).
Setelah dilakukan exhausting, kemudian dilakukan sterilisasi pada suhu
1000C selama 15 menit. Pada dasarnya sterilisasi banyak dilakukan dengan tujuan
untuk membunuh mikroba yang terdapat dalam bahan, setelah dilakukan
sterilisasi, masih mungkin terdapat mikroba yang dapat hidup setelah pemberian
panas, namun karena kondisi bahan yang dikalengkan, mikroba tersebut tidak
mampu tumbuh dan berkembang biak, sehingga tidak dapat membusukan produk
yang terdapat dalam kaleng (Winarno, 1994).
Waktu dan suhu yang diperlukan untuk sterilisasi makanan kaleng perlu
diketahui. Waktu yang dibutuhkan untuk sterilisasi tergantung dari daya tahan
panas mikroba atau enzim yang terdapat dalam bahan pangan yang akan
dikalengkan, kondisi pemanasan, pH bahan, ukuran wadah dan jenis bahan yang
akan dikalengkan (Fellows, 1992 dalam Fenny Meilana, 1996). Untuk
mensterilkan makanan yang berasam tinggi (pH < 3,7) dapat digunakan suhu yang
lebih rendah, karena biasanya mikroba yang tahan panas (termofilik) ada pada
makanan yang berasam rendah. Oleh karena itu, karena sirsak merupakan buah
dengan keasaman yang tinggi umumnya mengandung mikroba yang tidak tahan
panas cukup disterilkan pada suhu 1000C.
Menurut Suksmaji (1968) dalam dalam Muhamad Kurniadi (2005),
kondisi prosesing tergantung pada bahan makanan yang dikalengkan berdasarkan
pada tingkat keasaman. Bahan makanan dengan tingkat keasaman tinggi yaitu
dibawah pH 4,5 termasuk buah dan sayuran umumnya dikalengkan dengan suhu
pemanasan 2000F atau lebih sedikit.
Menururt Brody (1971) dalam Muhamad Kurniadi (2005), panas yang
dibutuhkan dalam proses pengalengan buah-buahan yang termasuk klasisfikasi
asam yaitu 2120F. Dengan suhu ini bakteri termofil dari kelompok Streptococcus
sp; Lactobacillus sp. Dan Clostridium sp. akan terhambat pertumbuhannya.
Rentang pertumbuhan bakteri-bakteri tersebut adalah 80-1670F kecuali
Clostridium botullinum yang memiliki resistensi terhdap suhu 2500F selama 2,8
menit untuk spora per ml larutan fosfat netral.
Setelah dilakukan pemanasan, glass jars kemudian didinginkan.
Pendinginan dilakukan untuk mencegah terjadinya overcooking dan tumbuhnya
kembali mikroba termofilik/mesofilik (Lopez, 1981 dalam Fenny Meilana, 1996).
Pendinginan merupakan proses akhir pengolahan dan pengalengan chutney.
Chutney yang telah dikalengkan kemudian diberikan dua perlakuan penyimpanan
yaitu penyimpanan suhu ruang dan penyimpanan suhu dingin (lemari es) selama
satu minggu.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap warna, aroma, kenampakan, dan
rasa pada chutney sirsak dalam kaleng yang disimpan dalam suhu ruang dan suhu
dingin selama satu minggu, diketahui bahwa kenampakan secara keseluruhan
produk chutney tidak mengalami kerusakan baik yang disimpan pada suhu ruang
maupun suhu dingin. Warna pada chutney sirsak yang disimpan di suhu ruang
cenderung memudar menjadi coklat muda yang asalnya pada penyimpanan hari
ke-0 warna pada chutney adalah coklat. Perubahan warna yang terjadi pada dapat
diakibatkan karena terjadinya degradasi warna yang disebabkan terjadinya reaksi
dengan logam timah yang menjadi penutup jar. Citarasa sirsak yang memudar bisa
juga diakibatkan karena waktu pemanasan yang dilakukan terlalu lama.
Sedangkan pada suhu dingin, warna pada chutney cenderung tetap (warna dapat
dipertahankan), hal ini dikarenakan suhu dingin mampu menghambat reaksi kimia
pada buah sehingga mampu mempertahankan warna pada chutney.
Pada buah-buahan umumnya terjadi pencoklatan enzimatis bila terjadi
reaksi dengan udara, namun pada chutney disimpan di suhu ruang ini warnanya
bukan malah semakin coklat namun warna coklat yang dihasilkan memdar, ini
berarti bahwa penutupan jar dilakukan secara sempurna, tidak ada udara yang bisa
masuk ke dalam jar tersebut.
Lain halnya dengan warna, aroma chutney yang disimpan di suhu ruang
cenderung lebih pudar daripada chutney yang disimpan di suhu ruang. Aroma
chutney yang disimpan di suhu ruang memiliki aroma kayu manis yang lebih
menyengat dari aroma penyimpanan awal sedangkan aroma sirsaknya memudar.
Sementara itu tingkat keasaman pada chutney yang disimpan selama tujuh hari
cenderung mengalami kenaikan tingkat keasaman baik itu chutney yang disimpan
pada suhu ruang maupun suhu dingin. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
total asam pada perlakuan suhu simpan berbeda nyata antarperlakuan. Semakin
tinggi suhu simpan total asam akan cenderung semakin menurun. Perubahan
kandungan total asam pada buah dan sayuran menandai terjadinya perubahan
kimia pada buah dan dan sayuran tersebut. Menurut Wills et al. (1998) dalam
Darwin H Pangaribuan (2011), perubahan total asam merupakan salah satu
perubahan kimia yang terjadi selama proses pematangan buah. Asam organik
yang terdapat pada buah tomat adalah asam malat dan asam sitrat (Pujimulyani,
2009 dalam Darwin H Pangaribuan, 2011). Menurunnya nilai total asam selama
penyimpanan diduga karena asam digunakan sebagai sumber energi dalam
aktivitas metabolisme buah. Kays (1991) dalam Darwin H Pangaribuan (2011)
mengemukakan menurunnya asam organik selama penyimpanan karena asam
organik dapat digunakan oleh sel-sel buah sebagai substrat pada proses respirasi.
Total padatan terlarut pada chutney yang disimpan di suhu ruang
cenderung mengalami penurunan, sedangkan pada chutney yang disimpan di suhu
dingin cenderung tetap Hal ini disebabkan perlakuan penyimpanan dingin
menghambat proses respirasi sehingga dapat mempertahankan transformasi
gulanya dan sebaliknya perlakuan penyimpanan suhu ruang proses trasnformasi
gulanya lebih cepat berjalan karena respirasi pada suhu ruang atau suhu yanglebih
tinggi akan berjalan lebih cepat. Menurut Pujimulyani (2009) dalam Darwin H
Pangaribuan (2011) pada saatrespirasi terjadi pemecahan oksidatif dari bahan-
bahan yang kompleks sepertikarbohidrat, protein dan lemak yang menyebabkan
kandungan pati turun dan gulasederhana terbentuk. Lebih jauh Wills et al. (1998)
dalam Darwin H Pangaribuan (2011) menjelaskan bahwa perubahan total padatan
terlarut disebabkan pada proses pematangan terjadi pemecahan patimenjadi gula
sederhana dan adanya penumpukan gula sebagai substrat respirasi. Dari hasil
praktikum ini dapat dilihat bahwa untuk mempertahankan kandungan total
padatan terlarut buah chutney dapat dilakukan dengan penyimpanan dingin.
Suhu penyimpanan memiliki beberapa pengaruh pada chutney, pada suhu
ruang penguapan air dan hilangnya gas CO2 hasil respirasi lebih cepat
dibandingakan dengan chutney yang disimpan di suhu dingin, susut bobot yang
dialami chutney penyimpanan suhu ruang lebih besar dibandingkan dengan
chutney penyimpanan suhu dingin akibatnya adalah kadar air yang turun dan total
padatan persentasenya semakin tinggi.
KESIMPULAN
1. Prinsip pembuatan chutney adalah penambahan bumbu pada buah
sehingga memiliki citarasa rempah. Sementara itu pengalengan
merupakan suatu proses pengawetan bahan pangan dalam suatu wadah
dengan menggunakan prinsip pemanasan. Selama pemanasan tersebut
mikroorganisme dihancurkan dan akivitas ezim menkadi inaktif.
Wadah yang hemetis dapat mencegah masuknya mikroorganisme dari
luar.
2. Proses pengalengan meliputi tahap-tahap sterilisasi jar, persiapan
bahan, pemasukan chutney, exhausting, penutupan jar, pemanasan,
pendinginan, dan penyimpanan.
3. Setelah dilakukan penyimpanan selama satu minggu, kenampakan
secara keseluruhan produk chutney tidak mengalami kerusakan baik
yang disimpan pada suhu ruang maupun suhu dingin.
4. Suhu penyimpanan chutney kaleng berpengaruh pada karakteristiknya.
Warna chutney yang disimpan di suhu dingin lebih mampu untuk
mempertahankan warna awalnya. Aroma chutney yang disimpan di
suhu ruang memiliki aroma kayu manis yang lebih menyengat dari
aroma penyimpanan awal sedangkan aroma sirsaknya memudar. Total
padatan terlarut pada chutney yang disimpan di suhu ruang cenderung
mengalami penurunan, sedangkan pada chutney yang disimpan di suhu
dingin cenderung tetap.
DAFTAR PUSTAKA
Dwi Utari, Rustiani. 2011. Pembuatan Chutney Berbahan Dasar Buah Sirsak.
Tugas Akhir (Diploma)-Universitas Negeri Malang.
H Pangaribuan, Darwin. 2011. Pengaruh Suhu Simpan dan Penyerap Etilen
terhadap Kualitas Buah Tomat Cherry. Prosiding Seminar Nasional Sains
& Teknologi-IV.
Kurniadi, Muhamad. 2005. Aplikasi Teknik Hot Filling dalam Pengalengan Salak.
Implementasi Hasil Penelitian dan Pengembangan Pertanian untuk
Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat.
Meiliana, Fenny. 1996. Mempelajari Penggunaan Asam Askorbat dan CaCl2
untuk Memperbaiki Penampakan dan Tekstur pada Pengalengan Buah
Manggis. Skripsi Institut Pertanian Bogor.
Winarno. 1994. Bahan Tambahan Makanan. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Recommended