View
3
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BUKU KERJA PRAKTIKUM
FISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
BUKU KERJA PRAKTIKUMFISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR
OSMOREGULASI
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
NAMA ASISTEN :
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tekanan osmotik menurut Syakirin (2007), merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi fisiologi ikan sebagai organisme yang hidup didalam air.
Proses osmoregulasi berperan penting dalam menjaga tekanan osmotik tubuh
ikan. Upaya beradaptasi dengan lingkungannya, ikan harus mengatur
keseimbangan air dan garam dalam jaringan tubuhnya agar tidak kelebihan
atau kekurangan air.
Proses osmoregulasi menurut Amrillah, et al. (2015), terjadi juga pada
hewan perairan. Osmoregulasi merupakan upaya untuk mengontrol
keseimbangan ion-ion yang terdapat di dalam tubuhnya dengan lingkungan
melalui sel permeabel. Osmoregulasi terjadi karena perbedaan tekanan osmotik
antara cairan dalam tubuh dengan media (cairan luar tubuh). Proses
osmoregulasi ini sangat mempengaruhi metabolisme tubuh hewan perairan
dalam menghasilkan energi.
Osmoregulasi merupakan bagian penting dalam fisiologi ikan. Ikan
bertulang belakang menjaga osmolalitas cairan tubuh mereka dengan melakukan
osmoregulasi. Ikan air laut kehilangan sepertiga cairan tubuh mereka, sehingga
mereka beradaptasi dengan cara banyak minum dan mengeluarkan sedikit urin
untuk menjaga keseimbangan cairan tubuhnya. Ikan air tawar mempertahankan
keseimbangan cairan tubuh mereka dengan cara sedikit minum dan mengeluarkan
banyak urin. Insang, ginjal dan usus merupakan organ utama osmoregulasi dan
memiliki peran yang berbeda-beda untuk menjaga cairan tubuh ikan (Wong, et al.,
2014).
Tekanan osmotik merupakan suatu hal yang harus dihadapi oleh
organisme yang hidup di perairan. Upaya organisme air untuk menjaga tekanan
osmotik tidak lepas dari proses osmoregulasi. Hal tersebut menyatakan bahwa
proses osmoregulasi sangat penting untuk kelangsungan hidup hewan air,
terutama untuk proses adaptasi dengan lingkungannya. Peran osmoregulasi juga
mempengaruhi proses metabolisme hewan air dalam menghasilkan energi. Ikan
memiliki beberapa organ tubuh seperti insang, kulit dan ginjal yang berperan
dalam menjaga cairan tubuh dalam osmoregulasi.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengerti dan
memahami peranan salinitas terhadap kehidupan ikan dan proses-proses
fisiologis yang berkaitan dengannya.
Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan (mahasiswa) dapat
melakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh salinitas air (lingkungan)
yang berbeda terhadap kelangsungan hidup ikan.
1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi Osmoregulasi dilaksanakan
pada hari Sabtu, 3 Oktober 2020 melalui video conference Google Meet.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Osmoregulasi
Osmoregulasi adalah upaya yang dilakukan hewan akuatik untuk
mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam dan di luar tubuh melalui
mekanisme pengaturan tekanan osmotik sehingga proses-proses fisiologis
dalam tubuh berjalan normal (Ardi, et al., 2016). Osmoregulasi terdapat proses:
1. Transpor Aktif
Transpor aktif menurut Isnaeni (2006), merupakan pergerakan zat-zat
yang membutuhkan energi. Proses ini disebabkan oleh perbedaan konsentrasi di
antaranya. Transpor aktif dibagi menjadi dua yaitu transpor aktif primer dan
transpor aktif sekunder. Transpor aktif primer memperoleh energi dari proses
hidrolisis ATP, sedangkan transpor aktif sekunder memperoleh energi dari
gradien elektrokimia Na+ atau H+, contohnya pompa Ca2+ pada sel otot dan
pompa Na+ dan K+ pada setiap sel. Pompa Na+ dan K+ bekerja untuk
mempertahankan Na diluar sel tetap lebih tinggi daripada didalam sel, dan kadar
Kalium didalam sel tetap lebih tinggi daripada diluar sel.
2. Transpor Pasif
Transpor pasif merupakan perpindahan zat tanpa memerlukan energi.
Transpor pasif dibagi menjadi dua proses, yaitu:
a. Difusi
Inayah (2016) menyatakan bahwa difusi adalah perpindahan zat dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Peristiwa difusi tidak dapat terlepas
dari gradien konsentrasi yang merupakan perbedaan konsentrasi pada larutan.
b. Osmosis
Ariyanti dan Widiasa (2011) menyatakan bahwa osmosis merupakan
perpindahan zat pelarut (konsentrasi rendah) ke zat terlarut (konsentrasi tinggi)
melalui lapisan semipermeabel.
2.2 Membran Osmoregulasi
Membran osmoregulasi menurut Pudjaatmaka dan Qodratillah (2002),
diantaranya sebagai berikut:
1. Membran Permeabel adalah membran yang dapat ditembus zat pelarut
dan zat terlarut. Contoh: organ rusak.
2. Membran Semipermeabel adalah membran yang dapat ditembus
(permeabel) oleh beberapa zat. Contoh: empedu sapi.
3. Membran Impermeabel adalah membran yang tidak dapat ditembus
semua zat. Contoh: plastik, kaca, dan karet.
2.3 Pola Regulasi Ion dan Air
Pola regulasi ion dan air menurut Fujaya (2008) ada 3 macam, yakni
sebagai berikut:
1. Regulasi hipertonik atau hiperosmotik ialah pengaturan secara aktif
konsentrasi cairan tubuh yang lebih tinggi dari konsentrasi media atau
lingkungan, contoh pada ikan air tawar.
2. Regulasi hipotonik atau hipoosmotik ialah pengaturan secara aktif
konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi media atau
lingkungan, contoh pada ikan air laut.
3. Regulasi isotonik atau isotonis ialah konsentrasi cairan tubuh sama
dengan konsentrasi media, misalnya ikan-ikan yang hidup pada daerah
estuari.
2.4 Toleransi Ikan atau Hewan Air terhadap Salinitas
Toleransi ikan atau hewan air terhadap salinitas menurut Ghufran dan
Kordi (2010), yaitu :
1. Eurihalin merupakan ikan yang dapat beradaptasi pada kisaran salinitas
yang cukup luas, contoh ikan bandeng (Chanos chanos), ikan nila
(Oreochromis niloticus), ikan kakap putih (Lates calcarifer) dan ikan
mujair (Oreochromis mossambica).
2. Stenohalin merupakan ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang
kecil atau sempit, contoh ikan layang (Decapterus ruselli), ikan queen
angelfish (Holocanthus ciliaris), ikan lele (Clarias sp), ikan mas (Cyprinus
carpio), ikan zebra (Dascyllus melanurus).
2.5 Peran Organ Ikan pada Proses Osmoregulasi
Berikut beberapa organ ikan yang termasuk dalam proses osmoregulasi ikan
yakni:
1. Sel Chloride dalam insang berfungsi untuk transport dan memompa ion-
ion seperti Na+, K+, Ca+, Mg2+, Cl- (Martin, et al., 2000).
2. Kulit berguna sebagai lapisan semipermeabel pada proses osmoregulasi
(Burhanuddin, 2014).
3. Ginjal pada ikan teleostei berfungsi untuk osmoregulasi. Nefron adalah
bagian ikan teleostei yang terdiri dari glomerulus untuk menyaring, dan
tubulus yang berfungsi untuk menyerap cairan dan diubah menjadi urin
(Robert, 2010).
4. Dinding usus bersifat semipermeabel yang dapat menyerap air dan ion-
ion terutama untuk menyerap ion-ion Mg (Greenwell, et al., 2003).
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Proses Osmoregulasi
Faktor yang mempengaruhi proses osmoregulasi ada dua yaitu:
a. Faktor internal menurut Fujaya (1999) terdiri dari aktivitas, ukuran, umur,
genetik, spesies dan migrasi (katadromus dan anadromus).
b. Faktor eksternal menurut Boyd and Tucker (1998) terdiri dari salinitas
dan suhu.
2.7 Proses Osmoregulasi pada Ikan Air Tawar
Pamungkas (2012), menyatakan bahwa cairan tubuh ikan air tawar
mempunyai tekanan yang lebih besar dari lingkungan (hiperosmotik) sehingga
garam-garam cenderung keluar dari tubuh. Air dari lingkungan cenderung masuk
ke dalam tubuh ikan secara osmosis melalui permukaan tubuh yang bersifat
permeabel. Ikan air tawar mempertahankan keseimbangannya dengan tidak
banyak minum air, kulitnya diliputi mucus (mencegah garam masuk atau keluar
dan membantu pertukaran ion), melakukan osmosis lewat insang, produksi
urinnya encer, dan memompa garam melalui sel-sel khusus pada insang.
2.8 Proses Osmoregulasi pada Ikan Air Laut
Lantu (2010), menyatakan bahwa air laut mengandung konsentrasi garam
yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan garam yang ada di tubuh ikan
(hipoosmotik). Hal ini menyebabkan air banyak keluar dari tubuh dan garam
cenderung masuk ke dalam tubuh, sehingga ikan harus menggunakan ginjalnya
untuk mengeluarkan kelebihan garam dalam bentuk urin yang pekat. Adaptasi
lain yang dilakukan yaitu ikan air laut akan banyak minum untuk menghindari
kekurangan air dalam tubuhnya.
2.8.1 Teleostei (Ikan Bertulang Sejati)
Ikan teleostei bersifat hipoosmotik terhadap air laut dan hiperosmotik
terhadap air tawar. Rahardjo, et al. (2011), menyatakan bahwa ikan salmon dan
sidat ketika menghuni perairan tawar tidak banyak minum air, tetapi ketika di
laut minum air 4-15% dari bobot tubuhnya. Fungsi ginjal pun juga berubah
dengan laju filtrasi di glomerulus sangat menurun dan penyerapan kembali di
tubuli ginjal meningkat sehingga urin yang dikeluarkan turun menjadi sekitar
10% dari volume urin di perairan tawar.
2.8.2 Hagfish
Bone and Moore (2008), menyatakan bahwa volume darah ikan
hagfish sangat isotonis terhadap air laut, sehingga tidak berosmoregulasi,
melainkan hanya terjadi regulasi ion karena komposisi Na+ dan Cl- dalam darah
hagfish sama dengan yang di air laut.
2.8.3 Elasmobranchii (Ikan Bertulang Rawan)
Affandi dan Usman (2002), menyatakan bahwa ikan elasmobranchii
menyimpan urea dan trimethilamin oxides (TMAO) di dalam darah agar cairan di
dalam tubuhnya isotonik atau sedikit hipertonik dari lingkungan. Saat
mempertahankan homoestatis ion, ikan akan mengekresikan garam (NaCl)
bukan dari insang melainkan dari rectal gland.
2.9 Sebab-Sebab Hewan Air Berosmoregulasi
Fujaya (2008), menyatakan bahwa keseimbangan antara substansi tubuh
dan lingkungan harus seimbang. Adanya membran sel permeabel sebagai
tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat. Perbedaan tekanan
osmosis cairan tubuh dan lingkungan.
2.10 Salinitas Perairan (Kadar Garam Terlarut)
Ghufran dan Kordi (2010), menyatakan bahwa berdasarkan kadar
salinitasnya, perairan dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Air Tawar: 0-0,5 ppt
2. Air Payau: 0,5-17 ppt
3. Air Laut: >17 ppt
2.11 Komposisi Cairan dalam Empedu
Sheriha, et al. (2014) menyatakan bahwa empedu sapi tersusun dari
beberapa komposisi diantaranya biliverdin (biru), bilirubin (kuning/urobilin), air,
kolestrol dan lemak.
2.12 Penentuan Air Bersalinitas
2.12.1 Persamaan
Larutan I = 2 ppt, larutan II = 45 ppt. Untuk membuat larutan dengan
konsentrasi 15 ppt sebanyak 10liter dibutuhkan berapa liter dari masing-
masing larutan?
V1 × N1 = V2 × N2
Diketahui:
N larutan I = 2 ppt
N larutan II = 45 ppt
N larutan X = 15 ppt
V larutan X = 10 liter
Jawab : V1 × N1 = V2 x N2
(V larutan X × N larutan X) =
(V larutan I × N larutan I) + (V larutan II × N larutan II)
(10 × 15) = (V larutan I × 2) + ((10 – V larutan I) × 45)
150 = 2X + ((450 – 45X)
150 = 450 – 43X
43X = 300
X = 6,97
V larutan I = 6,97 liter
V larutan II = 10 – 6,97
= 3,02 liter
2.12.2 Rumus Bujur Sangkar
Larutan I = 2 ppt, larutan II = 45 ppt. Untuk membuat larutan dengan
konsentrasi 15 ppt sebanyak 10liter dibutuhkan berapa liter dari masing-
masing larutan?
Larutan I 2 30
15 (konsentrasi larutan yang dibutuhkan)
Larutan II 45 13 + 43
Larutan I = liter = 6,98 liter
Larutan II = liter = 3,02 liter
3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat dan Fungsi
a. Pengamatan Empedu
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
Osmoregulasi pengamatan empedu adalah:
Freezer :
Toples 3 L :
Kamera digital :
Nampan :
Stopwatch :
Kain lap :
Gunting :
Bak besar :
Penggaris :
Timbangan OZ :
Timbangan digital :
b. Toleransi Salinitas
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
osmoregulasi pengamatan empedu adalah:
Toples 3 L :
Kamera digital :
Timbangan digital :
Stopwatch :
Kain lap :
Seser :
Aerator set :
Kabel roll :
Beaker glass :
Penggaris :
Akuarium :
Nampan :
3.1.2 Bahan dan Fungsi
a. Pengamatan Empedu
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
Osmoregulasi pengamatan empedu adalah:
Empedu sapi :
Air tawar :
Benang Kasur :
Kertas Label :
Garam grasak (NaCl) :
Tisu :
b. Toleransi Salinitas
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
osmoregulasi toleransi salinitas adalah:
Ikan Nila (O. niloticus):
Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) :
Ikan Damsel Biru (Chrysiptera cyanea) :
Trash Bag :
Air Tawar :
Air Laut :
Garam grasak (NaCl) :
Kertas label :
Tisu :
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Pengamatan Osmosis pada Kentang
3.2.2 Pengamatan Difusi pada Teh Celup
- Ditimbang berat awal (W0)- Dimasukkan ke dalam gelas plastik dengan perlakuan:
Meja 1 = 0 pptMeja 2 = 20 pptMeja 3 = 40 ppt
- Diamati perubahannya setiap 20 menit selama 1 jam- Ditimbang berat akhir (Wt)
- Ditimbang sesuai dengan toleransi yang diinginkan- Dilarutkan ke dalam air
Diisi air sebanyak ¾ bagian
Gelas plastik 14 OZ
Kentang
Hasil
NaCl
- Ditimbang berat awal (W0)- Dimasukkan ke dalam gelas plastik dengan perlakuan:
Meja 1 = 15oCMeja 2 = 25oCMeja 3 = 35oC
- Diamati perubahannya setiap 20 menit selama 1 jam- Ditimbang berat akhir (Wt)
- Disesuaikan air dengan suhu yang diinginkan
Diisi air sebanyak ¾ bagian
Gelas plastik 14 OZ
Teh celup
Hasil
Air
3.2.3 Toleransi Salinitas
- Ditimbang berat awal (W0)- Dimasukkan ikan ke dalam toples dan diberi perlakuan:
Meja 1 = 0 pptMeja 2 = 20 pptMeja 3 = 40 ppt
- Diamati perubahannya setiap 20 menit selama 2 jam- Ditimbang berat akhir (Wt)
- Ditimbang sesuai toleransi yang diinginkan- Dilarutkan ke dalam air
Diisi air sebanyak ¾ bagian
Toples 3L
Ikan Nila (Oreochromis niloticus)Ikan Damsel Biru (Chrysptera cyanea)Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Hasil
NaCl
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Hasil
4.1.1 Pengamatan Empedu
4.1.2 Toleransi Salinitas
a. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
b. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
c. Ikan Damsel Biru (Chrysiptera cyanea)
4.2 Faktor Koreksi
4.3 Manfaat di Bidang Perikanan
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R. Dan Usman M. T. 2002. Fisiologi Hewan Air. Unri Press: Pekanbaru.
Amrillah, A. M., S. Widyarti dan Y. Kilawati. 2015. Dampak stress salinitas terhadap prevalensi white spot syndrome virus (WSSV) dan Survival Rate Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) pada kondisi terkontrol. Research Journal of Life Science. 2(1): 110-123.
Ardi, I., E. Setiadi, A. H. Kristanto dan A. Widiyati. 2016. Salinitas optimal untuk pendederan benih ikan betutu (Oxyeleotris marmorata). Jurnal Riset Akuakultur. 11(4): 339-347.
Ariyanti, D. dan I. N. Widiasa. 2011. Aplikasi teknologi reverse osmosis untuk pemurnian air skala rumah tangga. TEKNIK. 32(3): 193-198.
Bone, Q. and R. Moore. 2008. Biology of Fishes. Taylor & Francis. 128pp.
Boyd, C. E. and C. S. Tucker. 1998. Pond Aquaculture Water Quality Management. Kluwer Academic Publishers, Boston, Massachusettes, 700pp.
Burhanuddin, A. I. 2014. Ikhtiologi, Ikan, dan Segala Aspek Kehidupannya. Depublish Publisher: Yogyakarta. Hlm 363-365.
Fujaya, Y. 2008. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Penerbit Rineka Cipta: Jakarta.
Ghufran. H. Kordi. K dan A. B. Tancung. 2010. Pengelolaan Lualitas Air Dalam Budi Daya Perairan. Rineka Cipta: Jakarta.
Lantu, S. 2010. Osmoregulasi pada hewan akuatik. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 4(1): 46-50.
Martin, D. J., J. P. Garske and M. K. Davis. 2000. Relation of the therapeutic alliance with outcome and other variables: a meta-analytic review. J. Consult Clin Psychl. 68(3): 438-500.
Pamungkas, W. 2012. Aktivtas osmoregulasi, respons pertumbuhan dan energetic cost pada ikan yang dipelihara dalam lingkungan bersalinitas. Media Akuakultur. 7(1): 44-51.
Pudjaatmaka, A. H. dan M. T. Qodratillah. 2002. Kamus Kimia (Cetakan 2). Balai Pustaka: Jakarta.
Rahardjo, M. F., D. S. Sjafei, R. Affandi dan Sulistiono. 2011. Ikhtiologi. CV Lubuk Agung: Bandung. 396 hlm.
Robert S. N. G. 2010. Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan Tata Laksana. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Susanto, H. 2009. Pembenihan dan Pembesaran Patin. Penebar Swadaya: Jakarta.
Sheriha, G. M., G. R. Waller, T. Chan and A. D. Tillman. 1968. Composition of bile acids in ruminants Waller. Lipids. 3(1): 72-78.
Syakirin, M. B. 2007. Mekanisme pompa Natrium Kalium (Na+ - K+) pada osmoregulasi ikan bertulang sejati (Teleost). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 1(1): 24-33.
Inayah. 2017. Pengaruh detergen terhadap respon fisiologi, laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup benih ikan nila pada skala laboratorium. Prosiding Seminar Nasional Kemaritiman dan Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil. 1(1): 44-50.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Wong, M. Khwok-Shing, H. Ozaki, Y. Suzuki, W. Iwasaki and Y. Takei. 2014. Discovery of osmotic sensitive transcription factor in fish intestine via a tanscriptomic approach. BMC Genomics. 15(1134): 1-13.
Yusuf, D. M., Sugiharto dan G. E. Wijayanti. 2014. Perkembangan post-larva ikan nilem Osteochilus hasselti C.V. dengan polapemberian pakan yang berbeda. Scripta Biologica. 1(3): 185-192.
BUKU KERJA PRAKTIKUMFISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR
RESPIRASI
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
NAMA ASISTEN :
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem pernapasan adalah proses pengikatan oksigen (O2) dan
pengeluaran karbondioksida (CO2) oleh darah melalui permukaan alat
pernapasan. Oksigen sebagai bahan pernapasan dibutuhkan oleh sel untuk
berbagai reaksi metabolisme. Kelangsungan hidup ikan sangat ditentukan oleh
kemampuannnya memperoleh oksigen yang cukup dari lingkungannya melalui
proses tersebut (Mahyuddin, 2008).
Insang ikan menurut Saputra, et al. (2013), merupakan organ respirasi
utama yang bekerja dengan mekanisme difusi permukaan dari gas-gas respirasi
(oksigen dan karbondioksida) antara darah dan air. Oksigen yang terlarut dalam
air akan diabsorbsi ke dalam kapiler-kapiler insang dan difiksasi oleh hemoglobin
untuk selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh. Pengeluaran karbondioksida
dari sel dan jaringan akan dilepaskan ke air di sekitar insang.
Proses respirasi ikan terdapat dua fase yaitu fase inspirasi dan fase
ekspirasi. Fase inspirasi dimulai dengan rongga mulut mula-mula membesar
karena insang bergerak ke samping akibat udara dalam mulut lebih kecil
daripada tekanan udara luar sehingga menyebabkan mulut terbuka dan air
masuk kedalam mulut. Fase ekspirasi ditandai dengan masuknya air ke rongga
mulut, kemudian celah mulut akan tertutup. Tutup insang akan kembali ke posisi
semula diikuti gerakan selaput ke samping, sehingga celah insang terbuka yang
meyebabkan air keluar serta terjadi pertukaran gas (Murtidjo, et al., 2001).
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengamati dan
memahami pengaruh suhu (lingkungan) terhadap proses respirasi yang
dilakukan insang.
Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan (mahasiswa) dapat
mengetahui pengaruh perlakuan suhu yang berbeda terhadap proses respirasi
pada ikan.
1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi Respirasi dilaksanakan
pada hari Sabtu, 3 Oktober 2020 melalui video conference Google Meet.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Respirasi
Respirasi (pernapasan) adalah proses masuknya oksigen dengan cara
difusi kedalam tubuh ikan melewati organ insang dan keluarnya CO2 ke
lingkungan perairan. Oksigen merupakan unsur terpenting bagi kelangsungan
hidup organisme. Kebutuhan oksigen dalam air harus tetap terjaga karena
kekurangan oksigen akan mengakibatkan biota yang dipelihara bersaing satu
sama lain untuk memenuhi kebutuhan oksigen, sehingga ikan stres bahkan
menyebabkan kematian total (Sahetapy, 2013).
Ikan membutuhkan oksigen untuk proses penguraian makanan dalam
tubuhnya dan semua komponen. Laju metabolisme berkaitan erat dengan
respirasi karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari molekul
makanan yang bergantung pada adanya oksigen. Laju metabolisme biasanya
diukur dengan banyaknya oksigen yang dikonsumsi makhluk hidup persatuan
waktu. Hal ini memungkinkan terjadi karena oksidasi dari bahan makanan
memerlukan oksigen untuk menghasilkan energi yang dapat diketahui jumlahnya
juga, laju metabolismenya biasanya cukup diekspresikan dalam bentuk laju
konsumsi oksigen. Respirasi adalah suatu proses perombakan bahan makanan
dengan menggunakan oksigen, sehingga diperoleh energi dan gas CO2.
Energi yang dihasilkan dalam proses ini tidak langsung digunakan untuk aktivitas
sel dalam pembentukan ATP dari ADP dan H3PO4 (Akbulut, 2002).
Ikan bernapas menggunakan insang yang merupakan organ respirasi
pada ikan. Insang berfungsi dalam pertukaran gas, selain itu insang juga
berfungsi sebagai pengatur pertukaran garam dan air, serta pengeluaran zat sisa
metabolisme yang mengandung nitrogen. Insang terletak diluar dan
berhubungan langsung dengan air sebagai media hidup ikan, maka organ inilah
yang pertama kali mendapat pengaruh apabila lingkungan air tercemar (Solikhah
dan Widyaningrum, 2015).
2.2 Mekanisme Pemapasan Ikan
2.2.1 Fase Inspirasi
Fase inspirasi menurut Murtidjo (2001), merupakan fase pengambilan
oksigen dan air ke dalam insang. Mekanisme inspirasi adalah sebagai berikut:
tutup insang menutup, mulut terbuka. Hal itu mengakibatkan tekanan dalam
mulut lebih kecil daripada tekanan udara diluar dan air dari luar masuk ke dalam
rongga mulut.
2.2.2 Fase Ekspirasi
Fase ekspirasi adalah fase pengeluaran air dan gas karbondioksida. Air
masuk ke dalam rongga mulut, celah mulut menutup, tutup insang membuka,
sehingga tekanan di dalam rongga mulut lebih besar dan menyebabkan air
keluar melewati celah tutup insang yang akan menyentuh lembaran-lembaran
insang. Hal ini menyebabkan pertukaran gas dimana oksigen berdifusi ke
dalam kapiler darah, kemudian CO2 berdifusi dari darah ke dalam air.
Pertukaran O2 dan CO2 pada ikan terjadi pada fase ekspirasi (Murtidjo, 2001).
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respirasi
Respirasi pada ikan dipengaruhi faktor sebagai berikut:
1. Faktor Internal menurut Coche, et al. (1997), yaitu usia, spesies, sexual
maturity, ukuran, dan aktivitas ikan.
2. Faktor Eksternal menurut Stoss (1983), yaitu suhu, kadar O2, CO2, pH,
dan kepadatan.
2.4 Alat Pernapasan Tambahan
Rahardjo, et al. (2011), menyatakan bahwa alat tambahan pernapasan
pada ikan, yaitu:
1. Labirin
Contoh ikan yang memiliki alat pernapasan tambahan labirin yaitu
Gurami (Osphronemus goramy), Betok (Anabas testudineus) dan Sepat
(Trichogaster sp.).
2. Arborescent
Contoh ikan yang memiliki alat pernapasan tambahan arborescent
organ yaitu ikan lele (Clarias sp.).
3. Kulit
Contoh ikan yang memiliki alat pernapasan tambahan melalui kulit
tubuhnya yaitu ikan glodok (Oxudercinae sp.).
2.5 Alur Respirasi pada Ikan
Sumber oksigen menurut Siagian dan Simarmata (2015), yaitu hasil
fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton, difusi oksigen di atmosfer, dan
arus. Alur pada respirasi pada ikan yakni air masuk melalui mulut dan seterusnya
mengalir melalui insang. Insang memiliki lembaran-lembaran halus yang
mengandung pembuluh-pembuluh darah. Pengikatan oksigen dan pelepasan
karbondioksida terjadi di insang. Oksigen dalam darah diedarkan ke seluruh
tubuh oleh nadi. Kondisi darah saat kehilangan oksigen, darah akan berkumpul
di pembuluh balik untuk kembali ke jantung. Kemudian jantung memompakan
darah ke insang lagi.
3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat dan Fungsinya
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
Respirasi adalah:
Heater masak :
Stopwatch :
Handtally counter :
Ember :
Seser sedang :
Thermometer Hg :
Kabel roll :
Aerator set :
Akuarium :
Kamera digital :
Cool box :
Nampan :
Toples 3 L :
3.1.2 Bahan dan Fungsinya
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
Respirasi adalah:
Ikan Mas (C. carpio) :
Es batu :
Plastik bening :
Karet gelang :
Kertas label :
Tisu :
Trash bag :
3.2 Skema Kerja
- Dimasukkan ke dalam toples- Ditunggu selama 5 menit agar ikan beradaptasi- Diukur DO awal (DO0) dengan DO meter- Ditutup toples dengan plastik- Dihitung bukaan operkulum ikan selama 10 menit dengan
handtally counter- Diulangi sebanyak 3 kali- Diukur DO akhir (DOt) dengan DO meter
Diisi air sebanyak ¾ bagianDiisi air hingga penuhDisesuaikan suhu air dengan perlakuanDiukur suhu dengan thermometer Hg dalam toplesDitunggu media air sampai pada suhu perlakuan:
Meja 1 = 150CMeja 2 = 250C
Meja 3 = 350C
Toples 3L
1 Ekor Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Hasil
Konsumsi DO =
Keterangan:∆ DO = Perubahan DODO0 = DO awalDOt = DO akhir
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Hasil
4.2 Analisis Grafik
4.3 Faktor Koreksi
4.4 Manfaat di Bidang Perikanan
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Akbulut, N. E. 2002. The plankton composition of Lake Mogan in Central Anatolia. 27(1): 107-116.
Coche, A. G., J. F. Munir and T. Laughlin. 1997. Management for Freshwater Fish Culture: Ponds and Water Practices. Food and Agriculture Organization of the United Nation. Rome. 233 hlm.
Mahyuddin, K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya: Jakarta. hlm 12.
Murtidjo, B. A. 2001. Beberapa Metode Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius: Yogyakarta. 108 hlm.
Rahardjo, M. F., D. S. Sjafei, R. Affandi dan Sulistiono. 2011. Ikhtiologi. CV Lubuk Agung: Bandung. 396 hlm.
Sahetapy, J. M. F. 2013. Pengaruh perbedaan voume air terhadap tingkat konsumsi oksigen ikan nila (Oreochromis sp.). Jurnal Triton. 9(2): 127-130.
Saputra, H. M., N. Marusin dan P. Santoso. 2013. Struktur histologis insang dan kadar hemoglobin ikan Asang (Osteochilus hasseltii C.V) di danau Singkarak dan Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 2(2): 138-144.
Siagian, M. dan A. H. Simarmata. 2015. Profil vertikal oksigen terlarut di Danau Oxbow Pinang Dalam, Desa Buluh Cina-Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jurnal Akuatika. 6(1): 87-94.
Solikhah, T. dan T. Widyaningrum. 2015. Pengaruh surfaktan terhadap pertumbuhan dan histopatologi insang ikan nila Oreochromis niloticus) sebagai materi pembelajaran siswa SMA kelas X. JUPEMASI-PBIO. 2(1): 248-255.
Stoss, J. 1983. Fish gamete preservation and spermatozoan physiology. In: W. S. Hoar, D. J. Randall and E.M. Donaldson (Eds). Fish Physiology. 9B. Academic Press, New York.
Recommended