View
3.692
Download
3
Category
Preview:
DESCRIPTION
Materi Agroklimatologi untuk mahasiswa S1 Faperta Unlam, PS Agroekoteknologi dan Agribisnis
Citation preview
Curah hujan, analisis data
hilang, peluang hujan dan
Evapotranspirasi
GUSTI RUSMAYADI PS Agroekoteknologi
grusmayadi@yahoo.com,sg
Perkuliahan Agroklimatologi,
Faperta UNLAM, BANJARBARU
Keragaman/ embutan
tinggi
Sulit dimodifikasi
Sulit diduga/
di r a mal
o Parametrik
o Non parametrik
o Stokastik
Kausal
Time - series
Dlsb
o Analisis Citra Image analysis
Karakter Iklim dan Cuaca
ADAPTASI SISTEM USAHA TANI
DAN PERENCANAAN PENGELOLAAN TANAMAN
PEWILAYAHAN AGROEKOLOGI
IDENTIFIKASI INTERPRETASI PREDIKSI HASIL
Pengalaman -
Fenomena
Analisis aritmatika
Analisis l
kuantitatif
MODIFIKASI
TERBATAS
PENGAMATAN A
DI STASIUN AGROKLIMATOLOGI
TEK. SATELIT/ PENGINDERAAN
JAUH
Pendugaan Data Hilang dan Pengecekan Data
Pengecekan Kualitas Data Iklim
• analisis kurva massa ganda
Sebelum tahun 1991 kemiringannya sebesar b = 1,21 dan setelah tahun 1991 kemiringannya sebesar a = 0,97. Maka faktor koreksi sebesar (a/b) =(0,97/1,21) = 0,80
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Hujan rata-rata 5 pos (mm)
b = 1,21
a = 0,97
Hujan pos Y (mm)
1991
Tinggi hujan (x 1000 mm) Kumulatif Y koreksi Tahun Pos Y Pos X Acuan Y X = Y x 0,80
1984 38 30 38 30 30,4
1985 36 28 74 58 28,8
1986 31 24 105 82 24,8
1987 26 20 131 102 20,8
1988 19 18 150 120 15,2
1989 25 22 175 142 20,0
1990 30 25 205 167 24,0
1991 30 30 235 197 -
1992 34 36 269 233 -
1993 39 38 308 271 -
1994 40 43 348 314 -
1995 28 33 376 347 -
1996 24 30 400 377 -
1997 40 23 440 400
Pengujian Keeratan Data Antar Stasiun Klimatologi
(Metode Ranking Kendall)
4 x R
T = 1 - ---------
{n (n-1)}
n = jumlah pasangan data
T = ukuran keeratan
Tabel 9.1. Pasangan data curah hujan antara stasiun A dan B (1956-1964)
untuk uji Ranking Kendall.
Kolom 1 Kolom 2 Tahun
A B A B Nilai R
1956 75 70 20 25 1
1957 85 90 30 20 0
1958 50 55 35 40 1
1959 65 70 45 35 0
1960 45 35 50 55 0
1961 30 20 65 65 0
1962 20 25 65 70 0
1963 65 65 75 70 0
1964 35 40 85 90 0
Jumlah 2
4 x R 4 x 2
Nilai T = 1 - --------- = 1 - --------
{n (n-1)} {9(9-1)}
= 1 – 8/72
= 0,89
Pengisian Data Kosong
1. Metode Rata-rata Aritmatik
• Bila semua pos hujan mempunyai karakteristik sama dan curah hujan normal tahunan dari pos A, B dan C lebih kecil dari 10% berbeda dengan pos hujan X, maka data hujan dari pos X pada periode kosong dapat dihitung dengan rumus :
• CHx = 1/n (CHa + CHb + CHc )
• CHx, CHa, CHb, dan CHc adalah curah hujan di pos X, A, B dan C.
Pos Hujan Tinggi Hujan (mm)
X - 2200
A 100 2500
B 120 2700
C 110 2600
Jawab Teladan 9.2
1) Metode rata-rata aritmatik ;
CHx = 1/3 (CHa + CHb + CHc )
CHx = 1/3 (100 + 120 + 110 ) mm
= 110 mm
Jan
Pengisian Data Kosong
2. Metode Perbandingan Normal
Jika curah hujan normal di pos A, B dan C berbeda lebih dari 10% dari pos hujan X, maka metode aritmatik tidak berlaku.
Metode perbandingan normal berikut ini dian-jurkan untuk digunakan :
CHx = 1/n {(Nx/Na) CHa + (Nx/Nb) CHb + (Nx/Nc) CHc )
CHx = 1/3 {(Nx/Na) CHa + (Nx/Nb) CHb + (Nx/Nc) CHc )
CHx = 1/3 {(2200/2500)(100)+(2200/2700)(120)+(2200/2600)(110 )}
= 92,9 mm
Pos Hujan Tinggi Hujan (mm)
X - 2200
A 100 2500
B 120 2700
C 110 2600
Jan
Pengisian Data Kosong
3. Metode Kantor Cuaca Amerika Serikat
Pos indeks berlokasi di setiap kuadran dari garis yang menghubungkan Utara – Selatan dan Timur – Barat melalui di pos hujan X, maka persamaannya adalah:
[∑ (Hi/Li2)] CHx = -------------- [∑ (1/Li2)]
CHx = tinggi hujan di
pos X yang akan diduga dan Hi = tinggi hujan di pos A, B, C dan D. Nilai Li menunjukkan jarak pos hujan A, B, C dan D terhadap pos hujan X
U
D
Ld B
X Lb B
La T
A Lc
C
S
Gambar 9.2. Posisi Pos Hujan X dan Pos Hujan Indeks A, B, C dan D
Metode Kantor Cuaca Amerika Serikat/
Kuadran Empat
Suatu wilayah luas 140 km2 terdapat 5 buah pos hujan X, A, B, C dan D.
Pada suatu bulan pos hujan X rusak. Tentukan tinggi hujan di X bila pos
itu di kelilingi pos hujan A. C dan D sebagai pos indeks yang terletak di
setiap kuadran dengan data :
Kuadran Pos Indeks, P Curah Hujan, CH (mm) Jarak dari X (km2), L
I B 100 5
II C 90 10
III A 110 8
IV D 120 6
Jawab Teladan 9.2.
Kuadran P CH (mm) L (km2) L2 1/L2 H/L2
I B 100 5 25 0,04000 4,000
II C 90 10 100 0,01000 0,900
III A 110 8 64 0,01562 1,718
IV D 120 6 36 0,02777 3,333
Jumlah 0,09339 9,9520
[∑ (Hi/Li2)] (9,9520)
CHx = -------------- = ----------
[∑ (1/Li2)] (0,09339)
CHx = 106,56 mm
Metode Pendekatan Curah Hujan Wilayah
Hujan dapat merata di seluruh kawasan yang luas atau bersifat setempat.
Hujan bersifat setempat artinya tinggi hujan belum tentu dapat mewakili hujan untuk kawasan yang lebih luas, kecuali hanya untuk lokasi di sekitar pos penakar. Peluang hujan pada intensitas tertentu dari suatu lokasi satu ke lokasi yang lain dapat berbeda-beda.
Curah hujan diukur dari suatu pos hujan dapat mewakili karakteristik hujan untuk wilayah yang luas, sangat bergantung dari beberapa fungsi, yaitu: 1) Jarak pos hujan itu sampai titik tengah kawasan
yang dihitung curah hujannya, 2) luas wilayah, 3) topografi, dan 4) sifat hujan.
Curah hujan wilayah
Metode pendekatan yang digunakan untuk menentukan tinggi hujan rata-rata (pada periode tertentu; setiap jam, harian, mingguan, dekade, bulanan dan tahunan) suatu wilayah, antara lain:
1) Rata-rata aritmatik (Arithmetic mean method)
2) Poligon Thiessen (Thiessen polygon method)
3) Isohiet (Isohyetal method)
Teladan 9.3. Suatu wilayah dengan luas 57,20 km2
mempunyai 7 buah pos hujan dengan sebaran seperti pada Gambar 9.3. Selama bulan September terukur tinggi hujan setiap pos, pos1 = 105 mm, pos2 = 102 mm, pos 3 = 104 mm, pos 4 = 109 mm, pos 5 = 110 mm, pos 6 = 120 mm dan pos 7 = 113 mm. Hitung tinggi hujan rata-rata (mm) seluruh wilayah pada bulan itu dengan metode aritmatik, poligon Thiessen dan juga Isohiet.
Jawaban Teladan 9.3. 1) Metode Aritmatik
CHr = 1/n (CH1 + CH2 + CH3 + . . . + CHn) CHr = 1/7 (105 + 102 + 104 + 109 + 110 + 120 + 113)
mm CHr = 109 mm
o7
o6
o4 A
o5
o3
o2
o1
116
o7 o7
o6 B o6
o4 o4 C
o5 o5 108
o3 o3
o2 o2 103
o1 o1
Gambar 9.3. Curah hujan Wilayah menurut metode A) Aritmatik, B) Poligon Thiessen, dan C) Isohiet
2) Metode Poligon Thiessen
Tabel 9.2. Perhitungan Metode Poligon Thiessen
Pos Hujan Hujan,
CH (mm)
Luas Poligon,
A (km2)
Luas Poligon,
A (%)
CH x A %,
(mm)
1 105 6,56 11,47 12,0
2 102 10,52 18,39 18,8
3 104 8,02 14,02 14,6
4 109 9,08 15,87 17,3
5 110 6,32 11,05 12,1
6 120 7,42 12,97 15,6
7 113 9,28 16,22 18,3
57,20 100.00 108,7
CHr = 1/A (A1●CH1 + A2●CH2 + A3●CH3 + . . . + An●CHn)
CHr = 108,7 mm
Tabel 9.4. Perhitungan menurut Metode Isohiet
Pos Hujan Isohiet,
CH (mm)
Luas Wilayah,
A (km2)
CH x A ,
(mm x km2)
1 dan 2 103 18,34 1889,02
3,4 dan 5 108 16,22 1751,76
6 dan 7 110 22,64 2490,40
57,20 6131,18
CHr = 1/A (A1●CH1 + A2●CH2 + A3●CH3 + . . . + An●CHn)
CHr = 1/57,20 km2 (6131,18 mm km2)
CHr = 107,2 mm
Analisis Gerombol
Tujuan analisis Gerombol
Mengelompokan sekumpulan objek menjadi kelompok kecil (kelas), sehingga yang mempunyai sifat sama berada dalam kelompok yang sama.
Sifat yang dilihat seperti;
• Pola curah hujan,
• Warna/citra Satelite
Analisis Gerombol
Analisis gerombol dilakukan setelah analisis komponen utama, jika variabel saling berkorelasi.
Analisis ini digunakan untuk mengelompokkan objek-objek menjadi beberapa gerombol berdasarkan pengukuran peubah-peubah yang diamati, sehingga diperoleh kemiripan objek dalam gerombol yang sama dibandingkan antar objek pada gerombol yang lain.
Masalah mendasar dalam analisis ini adalah menentukan ukuran kedekatan yang digunakan dan cara penggerombolannya.
Ukuran kedekatan dihitung berdasarkan jarak Eucledian, Manhattan, Pearson dan sebagainya.
Persamaan jarak Eucledian dari dua pengamatan xi dan yi yang berdimensi p adalah sebagai berikut:
dimana dij adalah jarak antara objek ke-i dan ke-j, xik adalah besaran nilai sifat ke-k dari objek atau komponen utama ke-i, xjk adalah besaran nilai sifat ke-k dari objek atau komponen utama ke-j, dan p adalah banyaknya sifat yang diamati.
Semakin besar jarak Eucledian maka semakin besar pula perbedaan antara objek-objek tersebut.
p
k
jkikij xxd1
2
Contoh neirest neighbour
Individu
Variabel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 12 20 28 11 22 8 13 20 39 16
2 30 18 26 5 15 34 24 14 34 11
d12 = √(x11 – x21)2 +(x12 – x22)
2
d12 = √(12 – 20)2 +(30 – 18)2
d12 = 14,4
d13 = √(x11 – x31)2 +(x12 – x32)
2
d13 = √(12 – 28)2 +(30 – 26)2
d13 = 16,5
p
k
jkikij xxd1
2
Matrik jarak antar individu dengan menggunakan fungsi jarak Euclidien
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 0,0 14,4 16,5 25,0 18,0 5,7 6,1 17,9 27,3 19,4
2 0,0 11,3 15,8 3,6 20,0 9,2 4,0 24,8 8,1
3 0,0 27,0 12,5 21,5 15,1 14,4 13,6 19,2
4 0,0 14,9 29,2 19,1 12,7 40,3 7,8
5 0,0 23,6 12,7 2,2 25,5 7,2
6 0,0 11,2 13,3 31,0 24,4
7 0,0 12,2 27,9 13,3
8 0,0 27,6 5,0
9 0,0 52,5
10 0,0
Matrik baru setelah individu 5 & 8 melebur
1 2 3 4 5,8 6 7 8 9 10
1 0,0 14,4 16,5 25,0 17,9 5,7 6,1 * 27,3 19,4
2 0,0 11,3 15,8 3,6 20,0 9,2 * 24,8 8,1
3 0,0 27,0 12,5 21,5 15,1 * 13,6 19,2
4 0,0 12,7 29,2 19,1 * 40,3 7,8
5 0,0 23,6 12,7 * 25,5 7,2
6 0,0 11,2 * 31,0 24,4
7 0,0 * 27,9 13,3
8 0,0 27,6 5,0
9 0,0 52,5
10 0,0
Prosedur di atas diulang sampai semua individu melebur
Tahapan Peleburan Titik
terdekat Jarak antar
cluster ∑ cluster
1 [5,8] 5,8 2,2 10
2 [5,8], 2 2,5 3,6 9
3 [5,8,2], 10 8,10 5,0 8
4 [1,6] 1,6 5,7 7
5 [1,6], 7 1,7 6,1 6
6 [5,8,2,10], 4 4,10 7,8 5
7 [5,8,2,10,4], [1,6,7] 2,7 9,2 4
8 [5,8,2,10,4,1,6,7], 3 2,3 11,3 3
9 [5,8,2,10,4,1,6,7,3], 9 3,9 13,6 2
10 Semua melebur 1
dendogram
5 8 2 4 10 1 6 7 3 9
Data curah hujan untuk analis Gerombol
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des
1. Batulicin 382.6 259.6 266.4 194.3 263.9 207.2 201.5 171.4 181.1 201.8 182.1 267.9
2. Satui 324.0 223.0 170.2 204.0 225.2 266.3 177.4 164.2 138.3 78.8 193.9 180.7
3. Sajang Heulang 262.0 257.7 173.1 143.4 161.2 297.0 162.4 83.2 175.5 118.4 134.6 159.3
4. Angsana Estate 238.0 278.5 155.9 153.8 167.4 213.9 181.5 136.1 119.0 69.5 157.6 146.1
5. Pt.Bunati Estate 140.9 195.2 196.8 153.0 179.2 373.0 154.8 85.8 186.8 101.0 113.2 118.8
6. Kusan Hilir 229.4 213.2 192.5 173.4 156.9 160.2 135.3 76.9 88.0 92.3 146.2 191.5
7. Sungai Loban 140.2 201.4 247.1 212.4 250.5 419.3 252.8 168.8 137.8 142.6 220.1 285.1
8. Stagen 235.9 214.4 213.9 216.0 236.0 248.3 202.5 123.3 119.0 150.2 157.7 242.2
9. Sungai Panci 266.4 242.6 231.4 231.3 207.8 215.3 135.5 116.3 109.6 133.8 221.8 268.8
KarakterIndividu
Selanjutnya pada menu session akan ditampilkan 12 komponen utama (KU) dengan
sumbangan keragamannya masing-masing (ditunjukkan oleh proportion dalam eigen
analysis of the covarian matrix).
Hasil komponen utama yang menerangkan keragaman data 80% tersebut kemudian
dianalisis gerombol terhadap KU 1, KU2 dan KU 3.
759684231
161.64
107.76
53.88
0.00
Distance
Observations
Contoh
Batu
licin
Satu
i
Saja
ng
Heula
ng
Pt. B
unati
Esta
te
Sta
gen
Sungai
Loban
Kusan
Hilir
Sungai
Panci
Angsana
Esta
te
Panjang Periode Data
a b c d e
Menurut Conrad dan Pollak (1950) panjang periode normal adalah sekitar 25 sampai 30 tahun. Umumnya di Indonesia periode data yang harus tersedia untuk unsur udara dan sejenisnya cukup 10 tahun pengamatan dan untuk curah hujan minimal 20 tahun pengamatan.
Tahun
Peluang Hujan
Keragaman Curah Hujan
Analisis peluang menurut sebaran Normal
Analisis peluang menurut sebaran Gamma
Analisis peluang menurut sebaran Gumbel
Rantai Markove
Keragaman Curah Hujan
Analisis umum dipakai untuk menggambarkan keadaan iklim, terdiri dari 1) rerata (mean), 2) simpangan baku, dan 3) nilai maksimum, minimum, dan kisarannya.
n Х = ∑ xi/n i=1 Keragaman curah hujan dicirikan oleh dua parameter, yaitu rerata data
(х) dan simpangan baku (s).
∑ Xi2 – 1/n (∑xi)2
s = √ --------------------
n – 1 Parameter yang digunakan menentukan keragaman curah hujan adalah
koefisien keragaman (Cv): s Cv = ---- x Nilai cv lebih kecil dari 20% menunjukkan keragaman sedang. Ini berarti
panjang seri data, diterima untuk tujuan analisis. Sebaliknya, bila lebih besar dari 25% menunjukkan panjang seri data
terlalu pendek atau disebabkan terlalu tinggi keragaman curah hujan akibat kesalahan pengamatan atau alat.
Teladan
Hitung koefisien keragaman data di stasiun A untuk periode pengamatan 1958 – 1971 dan kemukakan pendapat anda terhadap hasil perhitungan tersebut ?
Penyelesaian; n Х = ∑ xi/n = 850/16 i=1 ∑ Xi2 – 1/n (∑xi)2
s =√ --------------------
n – 1 = (51250 – 45156)/15 = 20.2
= (20,2/53) = 38%
Tahun Curah hujan (mm)
Tahun Curah hujan (mm)
1958 75 1966 35
1959 85 1967 80
1960 50 1968 45
1961 65 1969 25
1962 45 1970 60
1963 30 1971 75
1964 20 1972 40
1965 65 1973 55
%100)/( xxsCv
Analisis Peluang
1. Analisis peluang menurut sebaran normal Peluang X ≤ x jika X menyebar normal dengan nilai tengah μ dan ragam
σ2 adalah: x P (X ≤ x) = Px (x) = ∫(2 μ σ2)1/2 λ-1/2(t- μ)2/ σ2 dt -oo
Transformasi z = (x – μ) / σ, peubah acak Z menjadi N (0, 1) atau
sebaran normal standar. Doorenbos (1976); jika curah hujan suatu periode menyebar normal,
simpangan baku digunakan menghitung tinggi curah hujan minimal pada suatu peluang tertentu.
% peluang = x + a ● s
a adalah nilai besaran yang diperoleh dari kurva sebaran normal baku dan tergantung pada tingkat peluang yang diskenariokan (Hann, 1977) dan s = σ = simpangan, contoh;
Peluang 70% = x – 0,53 s Peluang 75% = x – 0,69 s Peluang 90% = x – 1,26 s
Teladan 9.5 Hitung tinggi curah hujan minimal yang jatuh dengan
peluang 70%, 75% dan 90% dengan menggunakan data pada Teladan 9.4.
Jawaban Teladan 9.5. Х = 361,6 dan s = 101,5 Peluang 70% = x – 0,53 s = 361,6 – 0,53 (101,5) = 307,8 mm Peluang 75% = x – 0,69 s = 361,6 – 0,69 (101,5) = 291,6 mm Peluang 90% = x – 1,26 s = 361,6 – 1,26 (101,5) = 233,7 mm
Hasil menunjukkan;
• 7 kali dalam 10 tahun kemungkinan curah hujan pada penakar hujan Martapura pada bulan Januari minimal 307,8 mm atau
• > 7 dalam 10 tahun minimal 291,6 mm atau • 9 kali dalam 10 tahun minimal 233,7 mm.
2. Analisis Peluang menurut Frekuensi Kumulatif
Bila data menyebar normal maka analisis frekuensi kumulatif dapat dipergunakan. Nilai frekuensi kumulatif (f) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
100 ● m
f = ----------
(n +1)
n adalah jumlah tahun pengamatan dan m adalah nomor urut data dari yang terbesar sampai terkecil.
Tabel 9.6. Hasil analisis frekuensi kumulatif
Tahun CH (mm) Urutan No. Urut f = (100 ● m)/(n +1)
1931-60 354 484 1 9,1
1961-70 337 442 2 18,2
1971 396 418 3 27,3
1972 267 417 4 36,4
1973 372 396 5 45,0
1974 129 372 6 54,5
1975 484 354 7 63,6
1976 442 337 8 72,7
1977 418 267 9 81,8
1978 417 129 10 90,9
3. Analisis Peluang menurut Sebaran Gamma
Sebaran data yang miring (skewnes) lebih baik didekati dengan sebaran Gamma. Sebaran ini mempunyai dua parameter, yaitu parameter bentuk dan parameter skala. Fungsi peluang kumulatifnya dinyatakan dalam bentuk:
α adalah parameter skala, β adalah parameter bentuk dan Г (α) fungsi gamma.
)(
x-exp
),;(
1
ab
bbba
a
G
x
xf
4. Analisis peluang menurut sebaran Gumbel
Menurut Haan (1977) sebaran Gumbell digunakan untuk;
• Mengestimasi kejadian ekstrim tertinggi apabila sebaran asalnya adalah sebaran gamma, eksponensial, log normal, dan normal.
• Mengestimasi kejadian ekstrim apabila sebaran asalnya sebaran normal.
• Fungsi kepekatan peluang sebaran Gumbell
0;;
1}]/)(exp{/)(exp[)(
ab
aabab
x
xxxP
5. Rantai Markove
Peluang kejadian suatu keadaan pada waktu tertentu dengan waktu sebelumnya diketahui.
Peluang kejadian suatu keadaan pada waktu t (Xt) ditentukan oleh keadaan pada waktu sebelumnya t (Xt-1, Xt-2, Xt-3, . . ., Xo).
Bila keadaan pada waktu t ditentukan oleh keadaan pada waktu t – 1 dan tidak oleh t – 2, t -3, . . . dst, maka disebut model rantai Markove berordo satu.
Peluang Kejadian Hujan
)()(
)()(
)()(
)()(
1011
1111
0001
0101
inin
inip
inin
inip
)(1
)(ln)(
)(1
)(ln)(
11
1111
01
0101
ip
ipig
ip
ipig
Tabel 10.7.
Perhitungan peluang periode kering selama satu dekade; Wilayah
Tatakan, Kabupaten Tapin-Kalimantan Selatan, Lintang 2˚53’LS,
112˚05BT, pada minggu 1 – 10, tahun 1989.
Sumber: Rusmayadi et al. (2000).
Tahun Minggu
Curah
Hujan
(mm)
Jumlah minggu basah, F(W) dan minggu kering, F(D)
dan kombinasinya.
1987 N F (W) F (D) Jumlah Peluang
0 0
1 35 1 0 F (D) = 6 P(D) = F(D)/N
2 55 1 0 F (W) = 4 = 6/10= 0,6
3 13 0 1 F (DD) = 4 P(DD)=P(DD)/F(D)
4 30 1 0 F (WW) = 2 = 4/6 = 0,7
5 8 0 1 F (W/D) = 3 P(W) = F(W)/N
6 13 0 1 F (D/W) = 2 = 4/10= 0,4
7 0 0 1 P(WW)=P(WW)/F(W)
8 19 0 1 = 2/4 = 0,5
9 67 1 0 P(W/D)=F(W/D)/F(D)
10 21 0 1 = 3/6 = 0,5
Minggu basah > 25 mm dan kering < 25 mm untuk pembungaan jeruk
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi rujukan (ETo) pada prinsipnya sama dengan evapotranspirasi potensial (ETp) untuk tanaman rujukan.
Untuk memperkirakan evapotranspirasi rujukan dapat menggunakan data klimatologi, misal data suhu, kelembapan relatif, lama penyinaran matahari dan kecepatan angin.
Kegunaan data ETo
Kegunaan dari data evapotranspirasi rujukan (ETo) adalah untuk memperkirakan evapotranspirasi dari tanaman atau kebutuhan untuk tanaman pertanian (ETc), karena
ETc = kc • ETo
Kegunaan data ETo
Nilai kc adalah koefisien tanaman (crop coefficient).
Nilai kc bergantung dari varietas dan umur dari setiap jenis tanaman.
Nilai kc di Indonesia masih cukup memberikan peluang untuk dilakukan penelitian sesuai kondisi iklim, vareitas dan umur setiap jenis tanaman.
Nilai kc untuk jenis tanaman padi sawah dan beberapa tanaman leguminosa sebagian telah diketahui dan digunakan untuk menghitung kebutuhan air tanaman tersebut.
Model ETo
Berdasarkan pada ketersediaan data iklim, maka untuk memperkirakan ETo dapat dihitung menggunakan beberapa model (Tabel 1):
• (1) Suhu,
• (2) Suhu dan Kelembapan,
• (3) Radiasi Global,
• (4) Radiasi Bersih,
• (5) Kombinasi, dan
• (6) Regresi.
Tabel 1.
Metode menduga ETo dan unsur iklim sebagai masukan
1. Model Suhu
Model ini disebut demikian karena untuk memperkirakan ETo hanya berbasis satu data iklim, yaitu data suhu. Model suhu antara lain dapat dihitung dengan metode;
• Thornthwaite
• Blaney dan Criddle
• Hamon
1.1. Metode Thornthwaite
Metode ini dikembangkan pada tahun 1948 di Amerika Serikat di wilayah beriklim sedang (temperate) antara 29ºLU hingga 43ºLU.
Model ini diperoleh dari percobaan lisimeter daerah bervegetasi pendek dn pada dengan persediaan air yang cukup
1.1. Metode Thornthwaite
Model Thorthwaite sudah popular digunakan di Indonesia dan dapat ditulis sebagai persamaan :
ETo = C • Ta
• ETo : evapotranspirasi rujukan (cm/bulan) • T : suhu rata-rata (ºC/bulan) • C dan a : koefisien yang tergantung lokasi dan di Indonesia sebaiknya
nilai C dan a masih perlu diteliti. • Nilai a dapat dihitung dengan rumus: • a = (675 • 10-9) I3 – (771 • 10-7) I2 + (1792 • 10-5) I + 0,49239 • Nilai I adalah indeks panas tahunan (aanual heat indek), dapat dihitung
dengan persamaan : • 12 • I = ∑ (T/5)1,51
• m = 1 • Nilai c dapat dilihat pada 2.2. Nilai ETo (0) untuk suhu mulai lebih dari
26,5ºC sudah dihitung dan ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1.
Nilai evapotranspirasi rujukan ETo (0) untuk suhu lebih dari
26,5ºC metode Thonthwaite
No. Suhu
ºC/bulan
ETo (0)
(cm/bulan) No.
Suhu
ºC/bulan
ETo (0)
(cm/bulan)
1 26,5 13,50 13 32,5 17,53
2 27,0 13,95 14 33,0 17,72
3 27,5 14,37 15 33,5 17,90
4 28,0 14,78 16 34,0 18,05
5 28,5 17,17 17 34,5 18,18
6 29,0 15,54 18 35,0 18,29
7 29,5 15,89 19 35,5 18,27
8 30,0 16,21 20 36,0 18,43
9 30,5 16,52 21 36,5 18,47
10 31,0 16,80 22 37,0 18,49
11 31,5 17,07 23 37,5 18,50
12 32,0 17,31 24 38,0 18,50
Contoh 1.1
Perkiraan evapotranspirasi rujukan di lokasi garis lintang 2º55’ dan 114ºBT pada elevasi 1 m dpl, mempunyai data suhu sebagai berikut (ºC).
Bulan Suhu (ºC) Bulan Suhu (ºC)
Januari 26.4 Juli 26.7
Februari 26.8 Agustus 27.2
Maret 27.1 September 27.4
April 27.1 Oktober 27.1
Mei 27.2 Nopember 27.3
Juni 27.1 Desember 26.6
Jawaban contoh 1.1
T = 26,4ºC i = (T/5)1,514 i = (26,4/5) 1,514 = 12.42 12 12 I = ∑ (T/5) 1,51 = ∑ (i) atau penjumlah kolom 3 m = 1 m=1 I = 154,18 a = (675 • 10-9) I3 – (771 • 10-7) I2 + (1792 • 10-5) I + 0,49239 a = 3.897
Evapotranspirasi rujukan untuk lintang 0ºC : ETo (0) = 1,62 (10T/I)a
= 1,62 {(10x26,5)/154,18}2,42 ETo (0) = 13.01 cm/bulan Januari Faktor koreksi, c untuk lintang 2º55’ (lihat Tabel) diperoleh nilai c
= 1,05, maka evapotranspirasi rujukan untuk bulan Januari adalah,
ETo = c • ETo (0) ETo = 1,05 x 13.01 cm = 13.69 cm/bulan Januari ETo = 4.56 mm/hari/Januari
Tabel Lampiran 1.
Konstanta c untuk Metode Thorthwaite
Tabel 2.2.
Evapotranspirasi rujukan di lokasi garis lintang 2º55’ dan
114ºBT pada elevasi 1 m dpl menurut metode Thorthwaite1)
ETo Bulan
Suhu,
T (ºC) i=(T/5)1,514
ETo (0)
(cm/bln)
Faktor
C cm/bln mm/hari
Januari 26.4 12.42 13.01 1.05 13.69 4.56
Februari 26.8 12.70 13.79 0.95 13.10 4.37
Maret 27.1 12.92 14.41 1.04 14.98 4.99
April 27.1 12.92 14.41 1.00 14.41 4.80
Mei 27.2 12.99 14.61 1.03 15.05 5.02
Juni 27.1 12.92 14.41 0.99 14.26 4.75
Juli 26.7 12.63 13.59 1.03 14.00 4.67
Agustus 27.2 12.99 14.61 1.03 15.05 5.02
September 27.4 13.14 15.04 1.00 15.04 5.01
Oktober 27.1 12.92 14.41 1.05 15.13 5.04
Nopember 27.3 13.07 14.82 1.02 15.12 5.04
Desember 26.6 12.56 13.40 1.05 14.07 4.69
Jumlah 154,18
1) Rusmayadi, G (2000)
Recommended