View
8.173
Download
8
Category
Preview:
DESCRIPTION
ini waktu lomba GW (Glady Widya) pramuka tahun 2013 di bumi perkemahan ki ageng srenggi Sragen, Jawa Tengah.
Citation preview
MAKALAH SITUS SANGIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk memperoleh
devisa dari penghasilan non migas. Peranan pariwisata dalam pembangunan nasional,
disamping sebagai sumber perolehan devisa juga banyak memberikan sumbangan terhadap
bidang-bidang lainnya, diantaranya menciptakan dan memperluas lapangan usaha,
meningkatkan pendapatan masyarakat dan pemerintah, mendorong pelestarian lingkungan
hidup dan budaya bangsa, memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Indonesia mempunyai
potensi besar untuk menjadi kawasan tujuan wisata dunia, karena mempunyai tiga unsur
pokok yang membedakan Indonesia dengan negara lain. Hal tersebut merupakan daya tarik
wisatawan untuk mengunjungi Indonesia, karena rasa keingintahuannya, potensi pertama
adalah masyarakat (people), masyarakat Indonesia terkenal dengan keramahannya dan bisa
bersahabat dengan bangsa manapun, potensi kedua adalah alam (nature heritage),
Indonesia mempunyai alam yang indah, yang tidak dipunyai negara-negara lain, misalnya
pegunungan yang ada di setiap pulau, pantai yang indah, goa, serta hamparan sawah
yang luas dan enak untuk dinikmati, potensi ketiga adalah budaya (cultural heritage),
Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan budaya yang beragam. Setiap suku,
Kota, dan pulau mempunyai ciri khas, baik dari segi logat, baju, bangunan rumah, musik,
maupun upacara-upacara adat dan transportasi tradisionalnya, semuanya menjadi ciri khas
bangsa Indonesia sebagai bangsa yang kaya budaya, ketiga unsur tersebut yang akan
mendukung pesatnya kemajuan pariwisata Indonesia. Indonesia dikenal mempunyai sejarah
dan budaya yang beraneka ragam, budaya juga meliputi sistem pengetahuan dan sistem
ide gagasan yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa
perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, seperti pola-pola perilaku, bahasa,
peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni dan lain-lain, yang semuanya ditujukan
untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah terbentuknya Museum Purbakala Sangiran?
2. Bagaimana keadaan geo-stratigrafi dan pertanggalan manusia purba Homo erectusyang ada
di Sangiran?
3. Bagaimana pemeliharaan dan pelestarian benda-benda yang terdapat di museum sangiran
4. Bagaimana pengembangan situs sangiran?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui sejarah terbentuknya Museum Purbakala Sangiran
2. Mengetahui keadaan geo-stratigrafi dan pertanggalan manusia purba Homo erectusyang ada
di Sangiran
3. Mengetahui pemeliharaan dan pelestarian benda-benda yang terdapat di Museum Purbakala
Sangiran
4. menegetahui pengembangan Museum Purbakala Sangiran
D. Metode dan Teknik PenelitianUntuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, penulis menggunakan metode observasi dan kepustakaan. Adapun teknik-teknik yang dipergunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Teknik Pengamatan Langsung, Pada teknik ini penulis terjun langsung meneliti ke lapangan untuk mengetahui bagaimana keadaan museum Purbakala Sangiran
2. Teknik Wawancara, Tujuan dari teknik wawancara ini adalah agar diperoleh gambaran yang lebih mengenai kasus yang dibahas. Responden meliputi para Pelancong, Pengurus masyarakat sekitar, dan ahli kebersihan lingkungan hidup sebagai sumber informasi mengenai keadaan museum
3. Studi Pustaka, Pada metode ini, penulis membaca buku-buku dan tulisan yang berhubungan dengan penulisan karya ilmiah serta yang berkaitan dengan masalah lingkungan hidup dan perilaku rem aja.
E. Sistematika PenulisanPada karya ilmiah ini, penulis akan menjelaskan hasil penelitian di lapangan dimulai dengan bab
pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian
serta sistematika penulisan. Bab selanjutnya, penulis melakukan penelitian lapangan.
D. MANFAAT PENULISAN
1. Mengenali keadaan geologi umum daerah Sangiran dan membandingkannya dengan data
literatur.
2. Menambah pengetahuan tentang Museum Purbakala Sangiran
3. Menambah referensi tentang Museum Purbakala Sangiran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah terbentuknya Museum Purbakala Sangiran
Sangiran adalah sebuah situs arkeologi (Situs Manusia Purba) di Jawa,
Indonesia.Sangiran terletak di sebelah utara Kota Solo dan berjarak sekitar 15 km (tepatnya di
desa krikilan, kec. Kalijambe, Kab.Sragen). Gapura Situs Sangiran berada di jalur jalan raya
Solo–Purwodadi dekat perbatasan antara Gemolong dan Kalioso (Kabupaten
Karanganyar).Gapura ini dapat dijadikan penanda untuk menuju Situs Sangiran, Desa
Krikilan.Jarak dari gapura situs Sangiran menuju Desa Krikilan ± 5 km.
Gambar. Peta lokasi Sangiran
Situs Sangiran memunyai luas sekitar 59, 2 km² (SK Mendikbud 070/1997) secara
administratif termasuk kedalam dua wilayah pemerintahan, yaitu: Kabupaten Sragen (Kecamatan
Kalijambe, Kecamatan Gemolong, dan Kecamatan Plupuh) dan Kabupaten Karanganyar
(Kecamatan Gondangrejo), Provinsi Jawa Tengah (Widianto & Simanjuntak, 1995). Pada tahun
1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebagai cagar
budaya. Oleh Karenanya Dalam sidangnya yang ke 20 Komisi Warisan Budaya Dunia di Kota
Marida, Mexico tanggal 5 Desember 1996, menetapkan Sangiran sebagai salah satu Warisan
Budaya Dunia “World Heritage List” Nomor : 593. Dengan demikian pada tahun tersebut situs
ini terdaftar dalam Situs Warisan Dunia UNESCO.
Pada awalnya Sangiran adalah sebuah kubah yang dinamakan Kubah Sangiran. Puncak
kubah ini kemudian melalui proses erosi sehingga membentuk depresi. Pada depresi itulah dapat
ditemukan lapisan tanah yang mengandung informasi tentang kehidupan di masa
lampau.Museum Sangiran beserta situs arkeologinya, selain menjadi obyek wisata yang menarik
juga merupakan arena penelitian tentang kehidupan pra sejarah terpenting dan terlengkap di
Asia, bahkan dunia.
Gambar. Lokasi Museum Purbakala Sangiran
Di museum dan situs Sangiran dapat diperoleh informasi lengkap tentang pola kehidupan
manusia purba di Jawa yang menyumbang perkembangan ilmu pengetahuan seperti Antropologi,
Arkeologi, Geologi, Paleoanthropologi.Di lokasi situs Sangiran ini pula, untuk pertama kalinya
ditemukan fosil rahang bawah Pithecantropus erectus (salah satu spesies dalam taxon Homo
erectus) oleh arkeolog Jerman, Profesor Von Koenigswald.Di area situs Sangiran ini pula jejak
tinggalan berumur 2 juta tahun hingga 200.000 tahun masih dapat ditemukan hingga kini.Relatif
utuh pula.Sehingga para ahli dapat merangkai sebuah benang merah sebuah sejarah yang pernah
terjadi di Sangiran secara berurutan.
Bentang lahan situs tersebut meliputi areal seluas ± 48 km2 yang berbentuk seolah seperti
kubah (dome), sehingga situs tersebut dinamakan dengan Sangiran Dome.Situs Sangiran
merupakan salah satu situs manusia purba yang sangat berperan penting dalam perkembangan
penelitian di bidang palaeoanthropology di Indonesia.Pada tahun 1934 penelitian yang dilakukan
oleh G.H.R. von Koenigswald yang menemukan beberapa alat sepih yang terbuat dari batu
kalsedon di atas bukit Ngebung, arah Baratlaut Sangiran Dome.
Berdasarkan penelitian geologis, situs Sangiran merupakan kawasan yang tersingkap
lapisan tanahnya akibat proses orogenesa (pengangkatan dan penurunan permukaan tanah) dan
kekuatan getaran di bawah permukaan bumi (endogen) maupun di atas permukaan bumi
(eksogen). Aliran Sungai Cemoro yang melintasi wilayah tersebut juga mengakibatkan
terkikisnya kubah Sangiran menjadi lembah yang besar yang dikelilingi oleh tebing-tebing terjal
dan pinggiran-pinggiran yang landai.Beberapa aktifitas alam di atas mengakibatkan
tersingkapnya lapisan tanah/formasi periode pleistocen yang susunannya terbentuk pada tingkat-
tingkat pleistocen bawah (lapisan Pucangan), pleistocen tengah (lapisan Kabuh), dan pleistocen
atas (lapisan Notopuro).Fosil-fosil manusia purba yang ditemukan di laipsan-lapisan tersebut
berasosiasi dengan fosil-fosil fauna yang setara dengan lapisan Jetis, lapisan Trinil, dan lapisan
Ngandong.
Diperkirakan situs Sangiran pada masa lampu merupakan kawasan subur tempat sumber
makanan bagi ekosistem kehidupan.Keberadaanya di wilayah katulistiwa, pada jaman fluktuasi
jaman glassial-interglassial menjadi tempat tujuan migrasi manusia purba untuk mendapatkan
sumber penghidupan.Dengan demikian kawasan sangiran pada kala pleistocen menjadi tempat
hunian dan ruang subsistensi bagi manusia pada masa itu.
Tempat-tempat terbuka seperti padang rumput, semak belukar, hutan kecil dekat sungai
atau danau menjadi pilihan sebagai tempat hunian manusia pada kala pleistocen. Mereka
membuat pangkalan (station) dalam aktifitas perburuan untuk m,endapatkan sumber kebutuhan
hidupnya. Pilihan situs Sangiran dome sebagai pangkalan aktifitas perburuan mengingatkan kita
dengan living floor (lantai hidup) atau old camp site di lembah Olduvai, Tanzania (Afrika).
Indikasi suatu situs sebagai tempat hunian dan ruang subsistensi adalah temuan fosil manusia
purba, fauna, dan artefak perkakas yang ditemukan saling berasosiasi.
Secara geo-stratigrafis, Situs Sangiran yang posisinya berada pada depresi Solo di kaki
Gunung Lawu ini dahulu merupakan suatu kubah (dome) yang tererosi di bagian puncaknya
sehingga menyebabkan terjadinya reverse (kenampakan terbalik). Kondisi deformasi geologis
seperti ini kemudian semakin diperjelas oleh aliran Kali Brangkal, Cemoro dan Pohjajar (anak-
anak cabang Bengawan Solo) yang mengikis situs ini mulai di bagian utara, tengah dan selatan.
Akibat dari kikisan aliran sungai tersebut maka menyebabkan lapisan-lapisan tanah tersingkap
secara alamiah dan memperlihatkan berbagai jejak fosil (manusia purba dan hewan vertebrata)
(Widianto & Simanjuntak 1995).
Sejarah atau riwayat penelitian di Situs Sangiran bermula dari laporan GHR.Von
Koenigswald yang menemukan sejumlah alat serpih dari bahan batuan jaspis dan kalsedon di
sekitar bukit Ngebung pada tahun 1934 (Koenigswald, 1936).Temuan alat-alat serpih yang
kemudian terkenal dengan istilah ‘Sangiran Flakes-industry’ tersebut diperkirakan berasal dari
lapisan (seri) Kabuh Atas yang berusia Plestosen Tengah. Namun hasil pertanggalan tersebut
banyak dikritik oleh para ahli (de Terra, 1943; Heekeren, 1972) karena temuan tersebut
dihubungkan dengan konteks Fauna Trinil yang tidak autochton (Bartstra dan Basoeki, 1984:
1989) atau bukan dari hasil pengendapan primer (Bemellen, 1949).
Penelitian di situs ini menjadi semakin menarik dan berkelanjutan ketika pada tahun 1936
ditemukan fragmen fosil rahang bawah (mandibula) manusia purba Homo erectus yang
kemudian disusul oleh temuan fosil-fosil lainnya.Setelah masa pasca Koenigswald atau pada
sekitar tahun 1960-an, penelitian terhadap fosil-fosil hominid dan paleotologis di situs ini
kemudian diambil alih oleh para peneliti dari Indonesia (antara lain T. Jacob dan S. Sartono)
serta terus berkelanjutan sampai sekarang. Penelitian yang sangat ‘spektakuler’ terjadi ketika
Puslit Arkenas melakukan kerjasama penelitian dengan Museum National d’Histoire Naturelle
(MNHN), Perancis melalui ekskavasi besar-besaran selama 5 tahap (tahun 1989 – 1993) di bukit
Ngebung yang menghasilkan sejumlah temuan secara ‘insitu’ dan pertanggalan absolut yang
sangat menarik. Penelitian Situs Sangiran semakin berkembang pesat dalam dekade lima tahun
belakangan ini setelah Balar Yogya ikut berpartisipasi langsung dan melakukan program-
program penelitian secara intensif dan terpadu (Widianto 1997; Jatmiko 2001).
B. Keadaan geo-stratigrafi dan pertanggalan manusia purba Homo erectus
Sangiran adalah sebuah situs paleontologis yang terlengkap di Indonesia dan cukup
terkemuka di dunia.Keberadaan situs ini secara resmi telah diakui oleh UNESCO sebagai salah
satu situs warisan budaya dunia sejak bulan Desember 1996 (Widianto 2000). Dari sekitar 100
individu temuan fragmen fosil manusia purba yang didapatkan di Indonesia, hampir 65% -nya
berasal dari Situs Sangiran dan mencakup sekitar 50 % dari populasi taxon Homo erectus di
dunia. Pada umumnya fosil-fosil tersebut ditemukan secara kebetulan (temuan penduduk) dan
dalam bentuk fragmenter; yaitu antara lain berupa tulang-tulang tengkorak, mandibula dan
femur. Fosil-fosil tersebut ditemukan pada beberapa tempat atau lokasi utama di Pulau Jawa;
yaitu antara lain di Pati Ayam, Sangiran, Ngandong dan Sambungmacan (Jawa Tengah) serta di
daerah Trinil dan Perning (Jawa Timur). Berdasarkan bentuk fisik dan lingkungan endapan
asalnya, secara umum temuan fosil-fosil manusia purba di Indonesia dikategorikan menjadi 3
kelompok utama (Widianto, 1996); yaitu kelompok Pithecanthropus arkaik yang berasal dari
Formasi Pucangan (Plestosen Bawah) yang ditaksir mempunyai usia antara 1,7 – 0,7 tahun.
Termasuk dalam kelompok ini adalah Meganthropus palaeojavanicus dan Pithecanthropus
mojokertensis. Kelompok kedua adalah jenis Pithecanthropus klasik yang berasal dari Formasi
Kabuh (Plestosen Tengah) yang mempunyai usia sekitar 800.000 – 400.000 tahun. Jenis
kelompok ini (Homo erectus) yang paling banyak ditemukan di Sangiran.Kelompok yang ketiga
adalah Pithecanthropus progresif yang berasal dari Formasi Notopuro (Plestosen Atas) dan
mempunyai umur antara 400.000 – 100.000 tahun.Termasuk dalam kelompok ini adalah temuan
Homo soloensis dari Ngandong dan Trinil (Widianto 1996, Semah et.al. 1990).
Gambar. Formasi Stratigrafi
Dome Sangiran merupakan daerah yang tersingkap. Berdasarkan hasil penelitian
terbentuknya Dome Sangiran merupakan peristiwa geologis yaitu diawali pada 2,4 juta tahun
yang lalu terjadi pengangkatan,gerakan lempeng bumi,letusan gunung berapi dan adanya masa
glasial sehingga terjadi penyusutan air laut yang akhirnya membuat wilayah Sangiran terangkat
keatas, hal ini dibuktikan dengan endapan yang bisa kita jumpai di sepanjang Sungai Puren yang
tersingkap lapisan lempeng biru dari Formasi Kalibeng yang merupakan endapan daerah
lingkungan lautan dan hingga sekarang ini banyak sekali dijumpai fosil-fosil moluska laut.
Dari pengamatan stratigrafi batuannya, ada beberapa formasi, diantaranya :
1. Formasi Kalibeng
Lempung biru yang membentuk apa yang disebut kalangan arkeolog sebagai Formasi
Kalibeng di bagian paling bawah adalah endapan paling tua. Endapan itu tercipta sejak 2,4 juta
tahun lalu ketika daerah ini masih merupakan lingkungan laut dalam. Di dalam lapisan lempung
biru, selain mengandung foraminifera dan jenis mollusca laut (turitella, arca, nasarius, dan lain-
lain) juga ditemukan fosil ikan, kepiting, dan gigi ikan hiu. Berumur 2,4 juta s/d 1.8 juta tahun
lalu.Dengan lapisan:
Lapisan napal (Marl)
Lapisan lempung abu-abu (biru) dari endapan laut dalam
Lapisan foraminifera dari endapan laut dangkal
Lapisan balanus batu gamping
Lapisan lahar bawah dari endapan air payau
Gambar. Formasi Kalibeng
2. Formasi Pucangan
Formasi ini berada diatas lapisan atau formasi kalibeng. Sekitar 1.800.000 – 700.000 tahun
yang lalu formasi ini merupakan rawa pantai dan di dalam lapisan ini terbentuk endapan diatomit
yang mengandung cangkang diatomea laut. Formasi ini berupa lempung hitam dan mulai
terbentuk dari endapan lahar Gunung Merapi purba dan Gunung Lawu purba. Formasi Pucangan
banyak mengandung fosil manusia purba dan hewan mamalia, antara lain reptil (buaya dan kura-
kura), mamalia, rusa, bovidae, gajah, babi, monyet, domba, dan fosil kayu. Berumur 1.8 juta s/d
700 ribu tahun lalu. Dengan lapisan:
Lapisan lempung hitam (kuning) dari endapan air tawar
Lapisan batuan kongkresi
Lapisan lempung volkanik (Tuff) (ada 14 tuff)
Lapisan batuan nodul
Lapisan batuan diatome warna kehijauan
Gambar. Formasi Pucangan
3. Formasi Grenzbank
Pada 700.000 tahun yang lalu formasi grenzbank terletak diatas formasi
Pucangan.Terbentuknya formasi ini terjadi erosi pecahan gamping pisoid dari pegunungan
selatan yang terletak di selatan Sangiran dan kerikil-kerikal vulkanik dari Pegunungan Kendeng
di utaranya. Material erosi tersebut menyatu di Sangiran sehingga membentuk suatu lapisan
keras setebal 1-4 meter, yang disebut grenzbank alias lapisan pembatas.Lapisan ini dipakai
sebagai tanda batas antara Formasi pucangan dan Formasi Kabuh.Pengendapan grenzbank
menandai perubahan lingkungan rawa menjadi lingkungan darat secara permanen di Sangiran.
Pada Grenzbank banyak ditemukan hewan mamalia, ditemukan pula fosil Homo Erectus.
4. Formasi Kabuh
Pada periode berikutnya terjadi letusan gunung yang hebat di sekitar Sangiran, berasal dari
Gunung Lawu, Merapi dan Merbabu purba.Letusan hebat telah memuntahkan jutaan kubik
endapan pasir vulkanik, kemudian diendapkan oleh aliran sungai yang ada di sekitarnya saat
itu. Aktivitas vulkanik tersebut tidak hanya terjadi dalam waktu yang singkat, tetapi susul-
menyusul dalam periode lebih dari 500.000 tahun.Aktivitas alam ini meninggalkan endapan pasir
fluvio-volkanik setebal tidak kurang dari 40 meter, dikenal sebagai Formasi Kabuh. Lapisan ini
mengindikasikan daerah Sangiran sebagai lingkungan sungai yang luas saat itu: ada sungai
utama dan ada pula cabang-cabangnya dalam suatu lingkungan vegetasi terbuka. Salah satu
sungai purba yang masih bertahan adalah Kali Cemoro.
Berbagai manusia purba yang hidup di daerah Sangiran mulai 700.000 hingga 300.000 tahun
kemudian terpintal oleh aliran pasir ini."Mereka" diendapkan pada sejumlah tempat di
Sangiran.Badak, antilop dan rusa yang ada di grenzbank masih tetap ada pada Formasi
Kabuh.Stegodon sp ditemani jenis lain, Elephas hysudrindicus dan Epileptobos groeneveldtii
(banteng).
Saat itu mereka masih meneruskan tradisi pembuatan alat serpih bilah. Pada Kala Plestosen
Tengah inilah Sangiran menunjukkan lingkungan yang paling indah: hutan terbuka dengan
berbagai sungai yang mengalir, puncak dari kehidupan Homo erectus beserta lingkungan fauna
dan budayanya. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling banyak menghasilkan fosil manusia
dan binatang.Berumur 700 ribu s/d 250 ribu tahun lalu. Dengan Lapisan:
Lapisan konglomerat
Lapisan batuan grenzbank sebagai pembatas
Lapisan lempeng vulkanik (tuff) (ada 3 tuff)
Lapisan pasir halus silang siur
Lapisan pasir gravel.
5. Formasi Notopuro
Formasi Notopuro yang berada pada lapisan teratas di situs Sangiran ini sekitar 500.000 –
250.000 tahun yang lalu dengan litologi breksi laharik dan batu gamping tufaan yang diakibatkan
oleh banyaknya aktivitas vulkanik. Lahar vulkanik diendapkan kembali di daerah Sangiran, yang
juga mengangkut material batuan andesit berukuran kerikil hingga bongkah.Di dalam lapisan ini
banyak ditemukan artefak batu hasil budaya manusia yang berupa serpih-bilah (sehingga
Sangiran dijuluki industri serpih-bilah Sangiran), kapak perimbas, bola batu, kapak penetak, dan
kapak persegi. Selain itu, lapisan ini juga ditandai oleh endapan lahar, breksi, pasir dan juga
banyak ditemukan alat serpih, fosil kerbau dan kijang.
Setelah pembentukan Formasi Notopuro, terjadilah pelipatan morfologi secara umum di
Sangiran, yang mengakibatkan pengangkatan Sangiran ke dalam bentuk kubah raksasa.Erosi K.
Cemoro berlangsung terus-menerus di bagian puncak kubah sehingga menghasilkan cekungan
besar yang saat ini menjadi ciri khas dari morfologi situs Sangiran. Berumur 250 ribu s/d 15 ribu
tahun lalu. Dengan lapisan:
Lapisan lahar atas
Lapisan teras
Lapisan batu pumice
6. Formasi Teras Solo (Kali Pasir)
Berumur 15 ribu s/d 1.5 ribu tahun lalu.Dimana hanya memiliki lapisan endapan sungai batu
kerikil dan kerakal.
C. Pemeliharaan dan pelestarian benda-benda yang terdapat di Museum Sangiran
Sebanyak 50 (lima puluh) individu fosil manusia Homo erectus telah ditemukan. Jumlah
ini mewakili 65 % dari fosil Homo erectus yang ditemukan di seluruh Indonesia atau sekitar 50
% dari populasi Homo erectus di dunia .Keseluruhan fosil yang telah ditemukan sampai saat ini
adalah sebanyak 13.809 buah. Sebanyak 2.934 fosil disimpan di Ruang Pameran Museum
Sangiran dan 10.875 fosil lainnya disimpan di dalam gudang penyimpanan. Dilihat dari hasil
temuannya, Situs Sangiran merupakan situs pra sejarah yang memiliki peran yang sangat penting
dalam memahami proses evolusi manusia dan merupakan situs purbakala yang paling lengkap di
Asia bahkan di dunia. Berdasarkan hal tersebut, Situs Sangiran ditetapkan sebagai Warisan
Dunia nomor 593 oleh Komite World Heritage pada saat peringatan ke-20 tahun di Merida,
Meksiko.
Koleksi Museum Sangiran
1. Fosil manusia, antara lain Australopithecus africanus ,Pithecanthropus mojokertensis
(Pithecantropus robustus ), Meganthropus palaeojavanicus , Pithecanthropus erectus, Homo
soloensis , Homo neanderthal Eropa, Homo neanderthal Asia, dan Homo sapiens .
2. Fosil binatang bertulang belakang, antara lain Elephas namadicus (gajah), Stegodon
trigonocephalus (gajah), Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis
palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinocerus sondaicus (badak), Bovidae (sapi, banteng),
dan Cervus sp (rusa dan domba).
3. Fosil binatang air, antara lain Crocodillus sp (buaya), ikan dan kepiting, gigi ikan hiu,
Hippopotamus sp (kuda nil), Mollusca (kelas Pelecypoda dan Gastropoda ), Chelonia sp (kura-
kura), dan foraminifera .
4. Batu-batuan , antara lain Meteorit/Taktit, Kalesdon, Diatome, Agate, Ametis
5. Alat-alat batu, antara lain serpih dan bilah, serut dan gurdi, kapak persegi, bola batu dan kapak
perimbas-penetak
6. Koleksi lainnya
a. Fosil kayu yang terdiri dari:
Fosil kayu
Temuan dari Dukuh Jambu, Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar.
Ditemukan pada tahun 1995 pada lapisan tanah lempung warna abu-abu ditemukan pada formasi
pucangan
Fosil batang pohon
Temuan dari Desa krikilan , Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Fosil ini ditemukan pada
tahun 1977 pada lapisan tanah lempung Warna abu-abu dari endapan ditemukan pada Formasi
pucangan
b. Tulang hasta (Ulna) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan di kawasan cagar sangiran pada tanggal 23 november 1975 di tanah lapisan
lempung warna abu –abu Formasi kabuh bawah.
c. Tulang paha
Ditemukan dari Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 4
Februari 1989 pada lapisan tanah lempung warna abu – abu dari endapan ditemukan pada
formasi pucangan atas.
d. Tengkorak kerbau
Ditemukan oleh Tardi Pada tanggal 20 November 1992 di Dukuh Tanjung, Desa Dayu
Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar pada lapisan tanah Warna coklat kekuning-
kunginan yang bercampur pasir ditemukan formasi kabuh berdasarkan penanggalan geologi
berumur 700.000-500 tahun
e. Gigi Elephas Namadicus
Ditemukan di situs cagar budaya sangiran Pada tanggal 12 Desember 1975, Pada lapisan
tanah pasir bercampur kerikil berwarna cokelat ditemukan pada Formasi kabuh
Fragmen gajah purba
Hidup di daerah cagar budaya sangiran. Jenisnya adalah:
Mastodon
Stegodon
Elephas
f. Tulang rusuk (Casta) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan oleh Supardi pada tanggal 3 Desember 1991 di Dukuh Bukuran, Desa Bukuran
Kecamatan kalijambe Kabupaten Sragen pada lapisan lempung warna abu – abu dari endapan
pucangan atas.
g. Ruas tulang belakang (Vertebrae)
Ditemukan di situs cagar budaya sangiran pada tanggal 15 Desember 1975 di lapisan tanah
pasir berwarna abu – abu pada formasi kabuh bawah.
h. Tulang jari (Phalanx)
Ditemukan di situs sangiran pada tanggal 28 oktober 1975 pada lapisan tanah pasir kasar
warna cokelat kekuning-kuningan pada formasi kabuh.
i. Rahang atas Elephas Namadicus
Rahang ini dilengkapi sebagian gading ditemukan oleh Atmo di Dukuh Ngrejo, Desa
Samomorubuh Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen pada tanggal 24 April 1980 pada lapisan
Grenz bank antara formasi pucangan dan kabuh.
j. Tulang kaki depan bagian atas (Humerus)
Bagian fosil ditemukan oleh Warsito Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten
Sragen pada tanggal 28 Desember 1998 pada lapisan tanah lempung warna abu – abu dari
formasi pucangan atas kala pleistosen bawah
k. Tulang kering
Ditemukan oleh Warsito di Dukuh Bubak Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten
Sragen pada tanggal 4 januari 1993 lapisan tanah lempung warna abu – abu dari formasi
pucangan atas.
l. Fosil Molusca
a. Klas Pelecypoda
b. Klas Gastropoda
m. Binatang air
Tengkorak buaya (Crocodilus Sp.) ditemukan pada tanggal 17 Desember 1994 oleh Sunardi di
Dukuh Blimbing, Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe kabupaten Sragen pada formasi
pucangan
Kura – kura (Chlonia Sp.) ditemukan pada tanggal 1 Februari 1990 oleh hari Purnomo Dukuh
Pablengan, Desa krikilan , Kecamatan Kalijambe, kabupaten Sragen pada Formasi pucangan
Ruas tulang belakang ikan ditemukan pada tanggal 20 November 1975 oleh Suwarno di Desa
Bukuran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen pada formasi pucangan
Selain mendirikan museum situs prasejarah sangiran untuk menjaga kawasan sangiran,
pemerintah juga mengeluarkan Undang-undang tentang perlindungan cagar budaya sangiran,
yaitu:
1) Mengeluarkan SK. Mendikbud No. 70 / 111 / 1977 dan menetapkan sangiran sebagai cagar
budaya. Semua fosil-fosil di wilayah sangiran dilindungi dan setiap temuan harus diserahkan
kepada pemerintah.
2) UU No. 5 Tahun 1992 tentang benda cagar budaya yang lebih keras yaitu, menetapkan sangiran
sebagai cagar budaya ( UNESCO )
Meskipun pemerintah telah membuat peraturan perundang-undangan tentang perlindungan
cagar budaya, tetapi pada kenyataannya masih mengalami beberapa masalah yaitu;
a. Daerah yang seluas 32 km² hanya diawasi oleh tenaga yang sangat terbatas. Daerah itu hanya
dijaga oleh 27 personil, termasuk 8 orang bertugas sebagai satpam.
b. Adanya tradisi memberi hadiah terhadap penemu fosil yang telah berlangsung sejak jaman
pendudukan Belanda.
c. Para pembeli asing menawarkan harga yang lebih tinggi dibandingkan dari pemerintah, sehingga
banyak penduduk setempat yang menjual fosil temuannya kepada pembeli asing.
D. Pengembangan Museum Purbakala Sangiran
Sejak dibangun pada 2005 silam, museum sangiran yang terletak di Kecamatan
Kalijambe, akhirnya diresmikan penggunaannya oleh Wakil Menteri pendidikan dan
Kebudayaan Bidang Kebudayaan yang juga sebagai pembuat Desain Engginering Plan Sangiran,
Prof Dr. Windu Nuryati, PHD. Dua puluh tahun silam tempat tersebut masih berupa joglo
sederhana yang dijadikan tempat pengumpulan fosil-fosil purba oleh kepala desa Krikilan, Toto
Marsono. Kini, ditanah yang berusia 1,8 juta tahun itu telah berdiri megah sebuah bangunan
museum bertaraf internasional. Berbagai rangkaian acara digelar mengiringi peresmian museum,
mulai dari seminar internasional yang mendatangkan 100 pakar arkelologi di dunia hingga
pelaksanaan penggailian di Sangiran bersama ilmuwan dari Uni Eropa. Selain itu, pada acara
tesebut diserahkan rekonstruksi rangka kuda air berusia 1,2 juta tahun yang ditemukan di
Bukuran oleh tim gabungan Indonesia – Perancis. Museum Sangiran berdiri di
dalam Cluster Krikilan yang merupakan Cluster pertama yang telah selesai dibangun. Masih ada
tiga Cluster lainnya yang akan mulai dibangun tahun depan, yaitu Cluster Ngebung, Cluster
Bukuran, keduanya terletak di wilayah Kab. Sragen, dan Cluster Ndayu yang terletak di wilayah
Kab.Karanganyar.
Tiap Cluster tersebut akan menjadi pusat-pusat penelitian zaman purba sesuai masing-
masing bagiannya. Misalnya Cluster Ndayu akan dijadikan pusat penelitian arkeologi mutakhir
dan Cluster Ngebung akan menjadi pusat sejarah temuan fosil. Pembangunan Cluster akan
melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Sragen serta Kabupaten
Karanganyar. Selain itu ada beberapa upaya pemerintah yang dicanangkan untuk
mengembangkan situs Manusia Purba Sangiran antara lain :
Melengkapi kompleks Museum Manusia Purba Sangiran dengan bangunan audio visual di sisi
timur museum. Dan Bupati Sragen mengubah interior ruang kantor dan ruang pertemuan
menjadi ruang pameran tambahan.
Pemerintah merencanakan membuat museum yang lebih representative menggantikan museum
yang ada secara bertahap.Didirikan bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri dari ruang
basemen untuk gudang, lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II untuk perkantoran. Program
selanjutnya adalah membuat ruang audio visual, ruang transit untuk penerimaan pengunjung,
ruang pameran bawah tanah, ruang pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain.
Menghadirkan investor – investor guna memaksimalkan pengadaan pembangunan yang lebih
lanjut dengan didukung fasilitas – fasilitas yang memadai.
Melakukan beberapa pengenalan – pengenalan mengenai Situs Purbakala Sangiran kepada
publik nasional.
Museum Sangiran yang mempunyai 14.000 an koleksi fosil ini menawarkan tiga titik
wisata purba yang menakjubkan. Di museum I, pengunjung dapat menyaksikan pameran fosil-
fosil asli dan peralatan manusia purbakala. Kemudian dimuseum II dihadirkan 12 langkah
kemanusiaan, mulai dari terciptanya alam, terbentuknya kepulauan Indonesia dan Jawa,
kedatangan manusia pertama, proses evolusi sekitar 1,5 juta tahun lalu dan perkembangannya
hingga menjadi manusia modern. Sedang museum III dipertunjukkan tentang zaman
keemasan Homo Erectus Sangiran yang bterjadi sekitar 500.000 tahun .
Pengumpulan fosil – fosil Sangiran tidak terlepas dari peran serta Masyarakat Krikilan.
Peresmian pada tanggal 15 Desember 2011 bertepatan dengan peristiwa lima tahun silam 15
Desember 2006, waktu itu terjadi peristiwa penting di Meridian Mexico, dimana Pemerintah
Indonesia menerima tanda pengesahan Situs Sangiran ditetapkan sebagai warisan dunia. Bupati
Sragen mengharapkan Situs Sangiran yang sangat membanggakan namun kadang kurang dikenal
oleh masyarakat Sragen sendiri mengharapkan agar bisa dinikmati oleh semua kalangan tidak
hanya kalangan peneliti. Sragen telah menjadi City of Java Man yang memiliki situs yang
mengungkap rahasia sejarah manusia purba.Di situs kebanggaan ini memuat cerita tak terputus
sejarah perjalanan manusia purba hingga menjadi manusia modern. Dan di tanah yang telah
berusia lebih dari 1,8 juta tahun ini ternyata masih banyak menyimpan fosil-fosil purba yang bisa
digali, peran serta masyarakat sangat diperlukan untuk menemukan fosil-fosil ini dan
menyerahkannya kepada pemerintah Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Sangiran adalah sebuah situs arkeologi (Situs Manusia Purba) di Jawa, Indonesia. Sangiran
terletak di sebelah utara Kota Solo dan berjarak sekitar 15 km (tepatnya di desa krikilan, kec.
Kalijambe, Kab.Sragen). Gapura Situs Sangiran berada di jalur jalan raya Solo–Purwodadi dekat
perbatasan antara Gemolong dan Kalioso (Kabupaten Karanganyar).Gapura ini dapat dijadikan
penanda untuk menuju Situs Sangiran, Desa Krikilan.Jarak dari gapura situs Sangiran menuju
Desa Krikilan ± 5 km.
2. Ditemukan lebih dari 13.685 fosil 2.931 fosil ada di Museum, sisanya disimpan di gudang
penyimpanan. Sebagai World Heritage List (Warisan Budaya Dunia). Museum ini memiliki
fasilitas-fasilitas diantaranya: ruang pameran (fosil manusia, binatang purba), laboratorium,
gudang fosil, ruang slide, menara pandang, wisma Sangiran dan kios-kios souvenir khas
Sangiran.
3. Keadaan geo-stratigrafi Dari pengamatan stratigrafi batuannya, ada beberapa formasi,
diantaranya :
Formasi Kalibeng
Formasi Pucangan
Formasi Grenzbank
Formasi Kabuh
Formasi Notopuro
Formasi Teras Solo (Kali Pasir)
4. Upaya pemerintah yang dicanangkan untuk mengembangkan situs Manusia Purba Sangiran
antara lain :
Melengkapi kompleks Museum Manusia Purba Sangiran dengan bangunan audio visual di sisi
timur museum. Dan Bupati Sragen mengubah interior ruang kantor dan ruang pertemuan
menjadi ruang pameran tambahan.
Pemerintah merencanakan membuat museum yang lebih representative menggantikan museum
yang ada secara bertahap.Didirikan bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri dari ruang
basemen untuk gudang, lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II untuk perkantoran. Program
selanjutnya adalah membuat ruang audio visual, ruang transit untuk penerimaan pengunjung,
ruang pameran bawah tanah, ruang pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain.
Menghadirkan investor – investor guna memaksimalkan pengadaan pembangunan yang lebih
lanjut dengan didukung fasilitas – fasilitas yang memadai.
Melakukan beberapa pengenalan – pengenalan mengenai Situs Purbakala Sangiran kepada
publik nasional.
B. SARAN
Sebagai warga negara yang baik dan khususnya kita sebagai mahasiswa harus bisa
melestarikan kekayaan budaya baik itu wisata maupun sejarah bangsa.Agar tidak punah oleh
waktu.Selain itu kita juga harus bisa menjaganya agar tetap lestari dan berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Santosa, Hery.2000. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Universitas SanataDharma.
Tjiptadi, Rusmulia. et al. 2004. Museum Situs Sangiran Sejarah Evolusi Manusia Purba
http://wisatadanbudaya.blogspot.com/ Sangiran- SItus- Manusia- Purba- di- Indonesia.html
http://history1978.wordpress.com/author/history1978/html
http://h-argio-no.blogspot.com/2012/12/makalah-situs-sangiran.html
Recommended