Perlawanan Diponegoro

Preview:

DESCRIPTION

pelajaran sejarah kelas XI semester 1 kurikulum 2013

Citation preview

Perang Amelia Refiani Aniah Wulandari

Noviani Wiandari Tri Suci Ambarwati

Diponegoro

Kelompok 5

B I O G R A F I

Pangeran Dipanegara atau juga sering dieja dengan Diponegoro, adalah putra sulung

Hamengkubuwono III, seorang raja Mataram di Yogyakarta dengan seorang selir bernama R.A. Mangkarawati. Pangeran Diponegoro bernama

kecil Raden Mas Antawirya. Pangeran Diponegoro terkenal karena memimpin Perang

Diponegoro/Perang Jawa/Perang Sabil (1825-1830). Perang tersebut tercatat sebagai perang

dengan korban paling besar dalam sejarah Indonesia yang pernah ada.

Adalah perang terbesar selama lima tahun (1825-1830) yang terjadi di jawa.

Merupakan perang dalam bentuk penolakan terhadap budaya asing.

Nama lain perang diponegoro adalah perang Sabil dan/atau perang Jawa.

Dipimpin oleh Pangeran DiponegoroMenewaskan 200.000 orang pribumi dan

8000 orang pihak Belanda.

Perang Diponegoro

sebab-sebab1.Kaum ulama merasa resah

karena berkembangnya kebudayaan barat yang sangat mengganggu dan bertentangan dengan agama Islam.

2.Belanda merencanakan pembangunan jalan yang menerobos tanah Pangeran Diponegoro dan makam leluhurnya. Pangeran Diponegoro dengan tegas menentang rencana itu. Sebagai unjuk protes patok-patok untuk pembuatan jalan dicabut dan diganti dengan tombak-tombak.

3.Penolakan tergadap kedaulatan sistem asing.

4. Menegakan negara yang berkeadilan berdasarkan syari’at islam.

5. Kekuasaan raja-raja di Yogyakarta semakin sempit karena daerah pantai utara Jawa Tengah dikuasai Belanda

6. Kehidupan rakyat semakin menderita karena Belanda melakukan tindakan pemerasan

AWAL PERJUANGAN

Keadaan rakyat yang menderita menyebabkan rakyat mengharap ada yang membebaskan mereka dari penderitaan dengan

pemimpin kearah perbaikan, rakyat melihat Pangeran Diponegoro sebagai pemimpin sehingga mendengar beliau

melawan Belanda, rakyat spontan bangkit serentak mengikuti pemimpinnya.

Lebih-lebih lagi ajakan dari para ulama mendapat sambutan karena tekanan hidup, sikap anti terhadap kekuasaan asing serta

terdorong oleh keyakinan agama. Ikatan tradisional dalam masyarakat untuk ketaatan pada atasan dan pemimpin agama

menjadi faktor terpenuhinya sikap tersebut.

Maka rakyat mengangkat Pangeran Diponegoro sebagai sultan dengan

gelar

“Sultan Abdulhamid Erucakra Amirulmukminin

Sayidin Panatagama Khalifatul Rasulullah

Tanah Jowo”

Ketika Belanda mencoba membuat jalan melalui tanah milik Pangeran Diponegoro di Tegalrejo tanpa meminta ijin atau

membicarakan dahulu, beliau semakin geram. Sebelum jalan mulai dikerjakan dipasang tonggak-tonggak. Oleh orang-orang suruhan Pangeran Diponegoro tonggak-tonggak tadi dicabuti,

tindakan ini membuat Belanda marah.

Kemudian Belanda mengutus Pangeran Mangkubumi memanggil Pangeran Diponegoro untuk datang ke kraton. Akan tetapi Pangeran

Mangkubumi sendiri tidak mau kembali ke kraton.

Belanda mengutus lagi pangeran yang lain untuk memanggil Pangeran Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi untuk datang ke

kraton. Akan tetapi sebelum utusan tersebut kembali, Belanda telah datang ke Tegalrejo membakar dan menembaki rumah

Pangeran Diponegoro.

Peristiwa ini terjadi pada tanggal 20 Juli 1825. Kemudian Pangeran Diponegoro serta Pangeran Mangkubumi dan

keluarganya meloloskan diri naik kuda dengan merusak pagar tembok yang terletak disebelah barat pendopo Tegalrejo menuju Selarong. Dengan demikian mulailah perlawanan

Pangeran Diponegoro pada tanggal 20 Juli 1825.

Pangeran Diponegoro menjadikan Selarong sebagai pusat perjuangan dan mengatur siasat perlawanan. Pengikutnya

makin bertambah banyak. Para bangsawan, rakyat berduyun-duyun datang ke Selarong untuk menggabungkan diri.

Kyai Mojo seorang ulama terkenal dari Surakarta juga menggabungkan diri. Demikian juga Sentot Alibasah Prawirodirjo

ikut membantu perlawanan Diponegoro terhadap Belanda.

Kyai Mojo Sentot Alibasah

Semboyan perang Sabil dikumandangkan ke segenap pengikutnya baik yang ada di Selarong maupun yang ada di daerah lain. Bahkan seorang Kyai bernama Hasan Basri diutus Pangeran Diponegoro untuk

“Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati“

Sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati.

MENGABARKAN PERANG SABIL DI DAERAH KEDU.

Insiden Tegalrejo dengan cepat sampai ke Batavia. Gubernur Jendral Van Den Capellen menugaskan Jendral De Kock untuk mengatasi perlawanan Diponegoro. Jenderal De Kock tiba di Semarang pada tanggal 29 Juli 1825 dan tiba di keraton Surakarta tanggal 30 Juli 1825. Sri Sultan Paku Buwono bersedia membantu Jenderal De Kock untuk memadamkan perlawanan Pangeran Diponegoro.

PERJUANGAN

Sesampainya di desa Logorok bala bantuan yang dipimpin Kapten Keemsius diserang oleh pasukan

Pangeran Diponegoro di bawah pimpinan Mulyosentiko. Sebagian besar pasukan Belanda

yang berjumlah 200 orang meninggal, senjatanya dirampas beserta uang 50.000 Gulden yang akan disampaikan kepada Residen Yogyakarta. Barang

rampasan ini kemudian dibawa ke Selarong. Kemenangan pasukan Pangeran Diponegoro ini

terjadi pada akhir Juli 1825.

Mendengar kemenangan pasukan Pangeran Diponegoro di Logorok membuat rakyat makin bersemangat menentang Belanda. Keluarga Keraton Yogyakarta menjadi ketakutan lalu berlindung di dalam benteng Belanda. Banyak ulama keraton meninggalkan keraton dan ikut berjuang dengan pasukan Pangeran Diponegoro.

Pertama Tanggal 25 Juli 1825 oleh pasukan yang dipimpin Kapten Bouwens. Serangan ini

merupakan balasan terhadap penyergapan yang terjadi di desa Logorok dekat desa

Pisangan. Serangan ini tidak membawa hasil karena Selarong di kosongkan.

Selama Pangeran Diponegoro bermarkas di Selarong mendapat serangan dari pasukan Belanda sebanyak 3

kali :

Kedua :Pada akhir September, serangan besar-besaran dari

pasukan Belanda ini yang dipimpin oleh Mayor Sellewijn dan Letnan Achanbach. Sampai di Selarong

ternyata Selarong telah dikosongkan. Setelah tahu kosong, maka tempat tersebut ditinggalkan oleh Belanda. Pada hari berikutnya, tanggal 3 Oktober

1825, Pangeran Diponegoro dan pasukannya muncul lagi di Selarong.

Ketiga :Serangan ketiga tanggal 4 Oktober setelah pimpinan

pasukan Belanda diberitahu kalau Pangeran Diponegoro kembali ke Selarong. Akan tetapi, serangan Belanda ini juga tidak berhasil, gagal, karena ketika Belanda menyerang ke Selarong,

ternyata telah dikosongkan oleh Pangeran Diponegoro dan pasukannya yang telah mundur

kembali ke Yogyakarta.

Oleh karena markas besar Selarong tidak

aman lagi, maka Pangeran Diponegoro memindahkan markas

besarnya ke Dekso. Meskipun Pangeran Diponegoro masih

menggunakan Selarong sebagai

benteng pertahanan. Pernah Selarong

diserang dan diduduki oleh

pasukan Mangkunegara. Akan tetapi ini tidak lama

sebab pada tanggal 4 Agustus 1826

Selarong berhasil direbut kembali.

Pada tahun 1827 pemerintah Hindia Belanda menerapkan

setrategi jitu untuk mematahkan perlawanan gerilya ini. Strategi

tersebut dinamakan strategi Benteng Stelsel (sistem Benteng)

atas perintah Jendral De Kock. Dengan siasat ini, Tentara

Belanda mendirikan benteng di setiap daerah-daerah yang dikuasainya dan diantara

benteng-benteng itu dibuat jalan raya.

Akhir Perang DIPONEGORO

Akibatnya ,pasukan Diponegoro mengalami kesulitan karena

hubungan antar pasukan dan rakyat menjadi sulit. Rakyat

dihasut dan di adu domba dengan politik Devide et empera.

Kekuatan pasukan Diponegoro pun semakin lemah karena banyak

pemimpin yang gugur,tertangkap, atau menyerah.

Pembelotan dan jumlah tawanan dari pihak pemberontak semakin

meningkat.

Pada bulan April 1829 Kiai Mojo berhasil ditangkap.

Pada bulan september 1829 paman Diponegoro,pangeran mangubumi dan panglima utamanya sentot, keduanya menyerah. Selanjutnya Sentot dimanfaatkan oleh Belanda untuk menjalankan tugas untuk melawan kaum padri di sumatera,sedangkan Mangkubumi diangkat sebagai salah satu dari pangeran-pangeran yang paling senior dari Yogyakarta.

Akhirnya ,pada bulan Maret1830 Diponegoro bersedia untuk berunding di Magelang. Namun setibanya disana dia di tangkap. Pihak Belanda mengasingkanya ke Manado dan kemudian ke Makasar, Dimana dia wafat pada tahun 1855. Pemberontakan akhirnya berakhir, di pihak Belanda perang ini telah menelan setidaknya 8000 serdadu Belanda dan di pihak pribumi sekitar 2000.000 tewas sehingga penduduk Yogyakarta habis hampir separuhnya.

Nila

i –

nila

i p

erj

uan

gan

1. KEAGAMAAN2.      KEBERANIAN

Keberanian, itulah sifat seorang Pahlawan seperti Pangeran Diponegoro. Keberanian untuk mengatakan dan bertindak yang salah ada salah dan yang benar adalah benar.

3.      KESABARANTidak ada keberanian yang

sempurna tanpa kesabaran. Kesabaran untuk berjuang

bersama rakyat dan tidak tunduk kepada penjajah Belanda itulah yang mampu membuat kewalahan tentara-tentara Belanda saat itu selama 5 tahun. Kesabarannya itulah yang tetap mampu dipertahankan meski di saat-saat banyak ancaman yang diberikan oleh pihak pemerintah Belanda pada saat itu.

Nila

i –

nila

i p

erj

uan

gan

4.      PENGORBANANSebaik-baik manusia adalah

yang bermanfaat bagi orang lain. Keinginan Pangeran Diponegoro untuk menjadi Amirulmukminin Panotogomo Kalifatullah, pemimpin yang berjuang untuk rakyat sekaligus agamanya mampu mengalahkan tawaran ayahnya Sultan Hamengku Buwono III untuk menjadi pejabat di Kraton Yogyakarta Hadiningrat.

“Jangan menjelekkan orang baik, jangan membaikan orang yang jahat, jangan

berbuat aniaya terhadap rakyat banyak. “~Diponegoro~

Pesan Pangeran Diponegoro

terima kasih