Ppt Jurnal Reproduksi seksual

Preview:

Citation preview

KEMUNGKINAN PENYEBAB KELANGKAAN REPRODUKSI

SEKSUAL PADA Pellia endiviifolia

Penyaji : Irfa Yulinda SaragiNim : 8136174015

Program Studi Pasca Sarjana 2013

Abstrak:Reproduksi pada brophyta dilakukan secara aseksual yang maupun seksual.

Reproduksi aseksual adalah adaptasi yang signifikan terhadap lingkungan khusus dan terjadi dengan berbagai macam metode.

Selama beberapa terakhir dekade, banyak bryophytes, terutama yang dioecious tercatat mengalami penurunan pada populasi fertile, oleh karena itu dibutuhkan penelitian untuk memahami alasan populasi fertile pada bryopyta menghilang.

Pengantar

Sangat sedikit perhatian untuk mengungkap strategi reproduksi pada tanaman tidak berbunga seperti bryophyta

Bryophyta termasuk tanaman lahan non-vaskular, habitatnya pada epilithic (permukaan berbatu), nonepilithic (permukaan tanah), epifit (pada tanaman lain) dan air.

P.endiviifolia adalah species lumut hati berumah dua

Reproduksi seksual pada lumut hati berhubungan dengan mikrohabitat

Bahan dan Metode

Bahan: Penelitian ini menggunakan 6 populasi Pellia endiivifolia

yang berasal dari tiga wilayah di India:1. Wilayah Nagbani Kab. Jammu (3 populasi): Populasi yang tumbuh di dinding bata (KA NB1) (Gbr. 2), dinding semen (KA NB2) (Gbr. 2) dan tanah lembab (KA NB3) (Gbr. 5)

2. Wilayah Jib Kab. Udhampur (2 Populasi): Populasi yang tumbuh di dinding bata (KA JB1) (Gbr. 6), permukaan batu (KA JB2) (Gbr. 7)

3. Wilayah T-Morh Kab. Udhampur (1 populasi): Populasi P. Endviifolia yang menghuni gua (KA TM) (Gbr. 8)

Tumbuh di dinding bata (KNB1) / Wilayah Nagbani

Tumbuh di dinding semen (KNB2) / Wilayah Nagbani

Tumbuh di tanah lembab (KNB3) / Wilayah Nagbani

Tumbuh di dinding dinding bata (KJB1)/ wilayah Jip

Tumbuh di permukaan batu (KJB2)/ Wilayah Jip

Menghuni gua (KTM2)/ Wilayah T-Morh

Metode

Pengkoleksian dilakukan antara Januari 2009 - Februari 2010

Populasi difoto di bawah habitat alami dan sebagian kecil diawetkan dalam 70% etil alkohol.

Data reproduksi fenologi (inisiasi, pematangan dan ketekunan gametangia jantan dan betina dan sporofit) dicatat di lapangan, sedangkan fitur anatomi gametangia dan sporophyte dipelajari di laboratorium di bawah mikroskop.

Untuk menentukan keluaran spora elater, kapsul dihancurkan pada slide kaca dengan bantuan jarum dan diberikan setetes gliserin

Rasio Spore-elater dihitung dengan menggunakan rumus:

Spore / elater rasio =

jumlah spora per kapsul

jumlah elaters per kapsul

Hasil:

Talus betina dikumpulkan dari tiga populasi, semua tumbuh di Nagbani KA NB1, KA NB2 dan KA NB3, Gamet betina (arkegonium) tertanam dalam dorsal, hijau, involucres tubular (gbr. 11) yang muncul selama minggu pertama Februari dan bertahan sampai Mei.

Diungkapkan adanya masing-masing 1-2 (Gbr.12), 5-6 (Gbr.13) dan 7-10 (Gbr.14) arkegonium pada populasi KA NB1, KA NB2 dan KA NB3

Tanaman jantan tercatat hanya dalam satu populasi (KA NB3)

Antheridium muncul selama bulan April dan dilihat sebagai bintik melingkar tersebar tidak teratur pada talus (gbr. 15) dan tertanam dalam talus di ruang antheridial (gbr. 16)

Populasi yang menghasilkan tanaman jantan (KA NB3) tumbuh pada jarak sekitar 20 m dari KA NB1 dan 5 m dari KA NB2.

Sporofit didapatkan hanya dari talus KNB3 dan dari bagian yang terendam dalam air.

Diskusi:Reproduksi merupakan salah satu fitur

yang paling penting dari kehidupan, untuk semua organisme hidup, baik secara aseksual maupun seksual

Reproduksi seksual merupakan peristiwa penting dalam siklus hidup karena sarana mewujudkan variasi genetik. Organ jantan dan betina sangat seragam dalam struktur dasar seluruh bryophyta

Dari enam populasi yang diselidiki, lima adalah epilithic (KA NB1, KA NB2, KA JB1, KA JB2 dan KA TM) dan satu non-epilithic (KA NB3).

Pembentukan sporofit tercatat hanya pada populasi non-epilithic.

Dinyatakan bahwa sporofit tercatat hanya dalam thalus dari P.endiviifolia yang terendam air.

Hal ini jelas menunjukkan bahwa takson yangdiselidiki, baik non-epilithic serta ketersediaan air merupakan faktor utama untuk reproduksi seksual dan pembentukan sporofit.Penyebab lain kegagalan produksi sporofit antara bryophyta dioecious adalah, jangkauan terbatas dari pembuahan.

Sporofit dikembangkan hanya dalam patch

yang tumbuh di tanah yang lembab, di mana tanaman jantan terletak hampir satu meter di atas betina

Rydrgen et al. (2006) menemukan 85% dari tanaman betina dengan tunas sporofit terletak dalam jarak 5cm dari tanaman jantan dan jarak maksimum perjalanan dengan antherozoid itu, 11,6 cm.

Pada pengamatan tiga populasi di Nagbani, Sporofit tercatat hanya dalam satu Populasi di mana thalus berumah dua tumbuh bercampur dengan satu sama lain.

Dua populasi dengan thalus betina yang tumbuh 5 cm dan 20 cm terpisah dari thalus jantan tidak membentuk sporofit.

Maka dapat disimpulkan bahwa dalam Pellia endiviifolia, jarak agar terjadi penyerbukan kurang dari 5 cm.

Pengaruh mikrohabitat pada produksi sporofit juga telah diamati dalam kasus Marchantia nepalensis dan M. palmata.

Dalam kasus ini, sporofit diproduksi hanya

oleh populasi nonepilithic, hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi antara habitat dan seksualitas dalam spesies ini.

Kesimpulan:

Berdasarkan data yang didapat untuk P.endiviifolia dapat disimpulkan bahwa: 1. Terdapat korelasi antara reproduksi seksual dan mikrohabitat 2. Kegagalan pembentukan sporofit pada

dua populasi (KA NB1 dan KA NB2) tanaman betina adalah karena jangkauan pembuahan yang terbatas

Saran:

Disarankan agar populasi dari Marchantia dan Pellia lebih banyak untuk di tunjukkan dan taksa lumut hati lainnya harus dijadikan pembelajaran dalam rangka untuk mendapatkan gambaran yang jelas.

TERIMA KASIH

TERIMA KASIH

Recommended