View
673
Download
9
Category
Preview:
DESCRIPTION
kerja praktik
Citation preview
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 41
BAB IV
HASIL PEKERJAAN
4.1 Pelaksanaan Pekerjaan Pondasi Bore Pile
Pada pelakanaan pekerjaan pekerjaan pondasi bore pile, yaitu diadakannya
pengeboran tanah dengan kedalaman tertentu dan adanya pengecoran yang
dilakukan. Untuk lebih jelasnya lagi, disini penulis akan sedikit membahas secara
umum tentang pekerjaan pondasi bore pile.
4.1.1 Pekerjaan Pondasi Bore Pile
Dengan lokasi proyek yang sempit dan terdapat bangunan gedung
disekeliling lokasi proyek, maka penggunaan pondasi yang tepat untuk menopang
bangunan diatasnya adalah pondasi bore pile. Pondasi bore pile ini didesain
sekuat mungkin untuk menahan beban-beban yang bekerja pada bangunan
tersebut. Denah pekerjaan pondasi bore pile sebelum di revisi disajikan pada
Gambar 4.1. Denah bored pile setelah ditambah titik-titik bor baru dan perubahan
pile cap akan di bahas pada bab selanjutnya.
Gambar 4.1 Denah Pekerjaan Pondasi Bore Pile sebelum di revisi
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 42
Pelaksanaan pekerjaan pondasi bore pile meliputi :
a. Pekerjaan Persiapan
Pekerjaan persiapan meliputi pembersihan lapangan, mendatangkan
sumber daya proyek (alat, material dan tenaga kerja), setting alat kerja, dan lain-
lain. Pekerjaan persiapan ini sangat menentukan kelancaran dalam pelaksanaan
pekerjaan di lapangan. Perlu diperhatikan pada pekerjaan persiapan ini
diantaranya pembersihan lokasi proyek dari segala macam pohon, batu-batuan,
dan lain-lain. Segala macam instalasi baik untuk listrik maupun air harus
disiapkan juga dengan baik.
b. Setting out
Untuk mengetahui keakuratan elevasi titik-titik pengeboran, maka
dilakukan pengukuran oleh tim pemetaan (surveyor) sebelum pelaksanaan
pekerjaan dimulai. Alat yang digunakan dalam pengukuran elevasi titik-titik bor
ini adalah theodolite. Biasanya ditancapkan sebuah patok kayu untuk memberi
tanda pada titik-titik yang akan di bor. Pelaksanaan pengukuran elevasi ini
disajikan pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 (a) Titik Bor yang Ditinjau (b) Penembakan Titik Bor
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 43
c. Pekerjaan Penulangan (Rebaring)
Perakitan tulangan harus dikerjakan bersamaan dengan pekerjaan
pengeboran agar waktu pekerjaan pengeboran selesai maka dapat langsung
dipasang ke lubang bor sebelum lubang bor longsor. Baja tulangan yang
digunakan untuk pekerjaan struktur pondasi ini adalah baja tulangan ulir (deform).
Dalam pelaksanaan pembesian digunakan baja tulangan dengan mutu BJTD 40
untuk tulangan utama dan sengkang dan menggunakan tahu beton sebagai selimut
beton. Perakitan tulangan harus sesuai dengan pengawasan MK.
d. Pengeboran
Pengeboran adalah proses awal dimulainya pengerjaan pondasi tiang bor.
Pengeboran harus dilakukan sampai mencapai lapisan tanah keras yang
disyaratkan (berdasarkan hasil penyelidikan tanah).
Perlu diperhatikan juga tanah hasil pemboran perlu dicheck dengan data
hasil penyelidikan terdahulu. Ini perlu karena sampel tanah sebelumnya umumnya
diambil dari satu atau dua tempat saja yang dianggap mewakili. Dengan proses
pengeboran ini secara otomatis dapat dilakukan prediksi kondisi tanah secara tepat
satu persatu pada titik yang dibor.
Pada waktu pengeboran harus dicatat mengenai elevasi dan jenis lapisan-
lapisan tanah yang dijumpai. Selanjutnya harus diambil contoh tanah dari setiap
elevasi dan disimpan untuk dipergunakan analisis lebih lanjut oleh tim konsultan
perencana.
Alat yang digunakan dalam pengeboran ini adalah mesin bor, auger
(Gambar 4.3) dan cleaning bucket. Pada awal mulanya proses pengeboran
dilakukan dengan memakai mata bor auger. Penggunaan mata bor auger
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 44
dimaksudkan untuk memudahkan proses drilling yang terjadi. Biasanya
penggunaan mata bor auger ini hanya dipakai sampai kedalaman mencapai muka
air tanah.
Gambar 4.3 Mata Bor Auger
Selanjutnya setelah mencapai muka air tanah, biasanya dipasang casing
baja untuk menghindari terjadinya longsoran ketika pengeboran berlangsung.
Ukuran casing baja yang digunakan memiliki diameter yang sama dengan pondasi
yang direncanakan. Pemasangan casing baja dilakukan dengan menggunakan
bantuan crane.
Gambar 4.4 Drilling Bucket
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 45
Setelah casing baja terpasang, dilakukan penggantian mata bor dari auger
menjadi drilling bucket. Penggunaan drilling bucket (Gambar 4.4) dimaksudkan
untuk mengambil sisa-sisa pengeboran berupa lumpur sampai dasar kedalaman
yang ditentukan sehingga pada saat pengecoran berlangsung beton tidak
tercampur dengan lumpur.
Akhirnya setelah beberapa lama dan diperikirakan sudah mencapai
kedalaman rencana, maka kedalaman lubang bor dipastikan dengan pemeriksaan
manual menggunakan meteran.
e. Pemasangan Tulangan
Setelah kedalaman lubang bor mencapai kedalaman yang direncanakan,
selanjutnya adalah memasang tulangan pada lubang tiang bor. Dalam pemasangan
tulangan ini perlu diperhatikan selimut beton yang telah direncanakan. Tebal
selimut beton yang disyaratkan pada pelaksanaan pekerjaan pondasi tiang bor ini
adalah 7 cm. Perlu kerhati-hatian juga pada saat memasukan tulangan ini ke dalam
lubang bor sehingga tidak banyak terjadi singgungan dengan dinding tanah yang
dapat mengakibatkan longsor. Apabila dasar pondasi menjadi tidak sesuai
kedalamannya akibat runtuhan dari longsoran tanah, maka perlu dilakukan
pembersihan ulang.
Apabila kedalaman pondasi terlalu dalam maka dilakukan penyambungan
secara bertahap. Penyambungan dilakukan dengan menggunakan las sesuai
dengan persetujuan dari MK.
f. Pemasangan Pipa Tremie
Adanya air pada lubang bor membutuhkan alat bantu khusus yaiut pipa
tremi. Pipa tremie yang digunakan sekurang-kurangnya mempunyai diameter 20
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 46
cm. Posisi pipa tremie harus diatur sedemikian rupa sehingga dasar dari pipa
tersebut paling tidak 1,5 m dibawah permukaan beton pada setiap tahap
pengecoran. Pada bagian ujung atas pipa tremie terdapat corong cor (receving
bor) dengan kapasitas setidaknya sama dengan kapasitas yang disuplay beton
readymix. Pipa tremie disajikan pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Pemasangan Pipa Tremie
g. Pekerjaaan Pengecoran (Concreting)
Pekerjaan pengecoran adalah tahap akhir dari pelaksanaan pekerjaan
pondasi tiang bor ini. Pada tahap pengecoran pertama kali, beton ready mix bisa
langsung dituangkan ke dalam corong cor. Disini peranan seorang supervisor
sangat menentukan karena dalam pelaksanaan pengecoran ini kondisi beton yang
sudah tertuang ke dasar pondasi tidak terlihat. jika beton yang di cor sudah
semakin ke atas (volumenya semakin banyak), maka pipa tremie harus mulai
ditarik ke atas. Gambar pengecoran disajikan pada Gambar 4.6.
Pipa
Tremi
Corong
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 47
Gambar 4.6 Pengecoran
Adanya pipa tremie menyebabkan beton dapat disalurkan ke dasar lubang
langsung tanpa mengalami pencampuran dengan air dan lumpur (segregasi).
Karena BJ beton lebih besar dari BJ lumpur, maka beton semakin lama semakin
kuat mendesak lumpur naik ke atas. Pada proses pengecoran ini memerlukan
supply beton yang terus menerus, tidak boleh ada keterlambatan pada saat
pengecoran sedang berlangsung. Oleh karena itu, bagian logistic/pengadaan beton
harus memperhatikan hal ini.
4.2 Pelaksanaan Pengendalian Mutu
Dalam sub-bab ini penulis akan membahas pelaksanaan pengendalian
mutu dilihat dari aspek kualitas pekerjaan yang menyangkut bahan atau integritas
tiang dan aspek daya dukung tiang pondasi.
4.2.1 Aspek kualitas bahan
Di dalam pelaksanaan suatu proyek, diperlukan adanya pengelolaan bahan
dan peralatan yang baik untuk menunjang kelancaran pekerjaan. Penyimpanan
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 48
bahan-bahan bangunan perlu mendapat perhatian khusus mengingat adanya bahan
bangunan yang sangat peka terhadap kondisi lingkungan, seperti semen dan baja
tulangan yang peka terhadap pengaruh air dan udara sekitar. Pengaturan dan
penyimpanan bahan-bahan dan peralatan dalam proyek menjadi tanggung jawab
bagian logistik dan gudang. Penggunaan bahan dan alat yang harus sesuai dengan
standar dan kondisi di lapangan. Masalah material harus mendapat perhatian
khusus, terutama dalam hal pengawasan baik terhadap mutu dan kualitas standar
material karena hal ini dapat mempengaruhi mutu dan kualitas konstruksi.
Penerimaan dan pengaturan material konstruksi menjadi tanggung jawab
bagian logistik. Bagian logistik bertugas untuk mengontrol mutu barang dan
menandatangani nota/kuitansi, dan selanjutnya diserahkan kepada bagian
administrasi untuk diselesaikan pembayarannya sesuai kesepakatan dengan pihak
pemasok material. Material yang sudah diantar, selanjutnya langsung diatur di
tempat yang sudah disediakan. Material yang berukuran kecil seperti semen (berat
50 kg/zak), bentonite, paku, dan lain-lain disimpan di dalam gudang. Gudang
juga digunakan sebagai tempat menyimpan peralatan kecil dan lokasi gudang
berada di area base camp.
a. Baja Tulangan
Pada umumnya jenis baja tulangan yang digunakan adalah tulangan ulir
atau deform dengan mutu baja tulangan fy = 400 Mpa. Baja tulangan beton ini
memiliki bentuk khusus, yaitu permukaannya memiliki sirip melintang dan rusuk
memanjang untuk meningkatkan daya lekat dan guna menahan gerakan membujur
dari batang secara relatif terhadap beton. Jenis tulangan ini disingkat BJTD dan
ukuran dilambangkan dengan “D”. Pada proyek ini baja tulangan yang telah
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 49
diterima diletakkan di site untuk pabrikasi dengan keadaan terbuka tanpa
terlindung dari matahari, air hujan dan udara. Pada bagian bawah diganjal dengan
potongan kayu. Persyaratan baja tulangan yang dapat digunakan untuk konstruksi
adalah sebagai berikut:
1) Baja tulangan harus bersih, bebas dari karat, material lepas, gemuk, cat, serta
bahan-bahan lain yang melekat.
2) Harus disimpan dalam tempat yang terlindung.
3) Harus disimpan secara terpisah sesuai dengan kelompok ukurannya dan
diletakkan di atas lantai beton atau balok kayu untuk menghindari kontak
dengan tanah, air dan zat–zat lain yang bersifat merusak besi. Penimbunan
baja tulangan di udara terbuka untuk waktu yang lama tidak diperbolehkan.
4) Kawat pengikat tulangan/bendrat harus terbuat dari baja lunak dengan
diameter minimum 1 mm yang telah dipijarkan.
Pengunaan kawat bendrat dapat menahan beban yang direncanakan
dengan optimal. Agar tujuan tersebut tercapai maka harus digunakan kawat
bendrat dengan kualitas yang baik dan tidak mudah putus.
Tabel 4.1. Jenis Baja Tulangan
Jenis Tegangan Leleh (Mpa)
Penandaan
Baja Tulangan Polos 240 BJTP - 24
Baja Tulangan Ulir 400 BJTD - 40
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 50
b. Beton
Beton merupakan batu buatan yang berfungsi membentuk suatu struktur.
Seluruh pekerjaan struktural pondasi dalam Proyek Pembangunan Gedung H
(Ruang Kuliah) Udinus Semarang ini menggunakan beton ready mix dengan
berbagai mutu dari hasil produksi PT. bcamix dan PT. pionir beton.
1) Material pembuat beton terdiri dari:
a) Portland Cement
Semen adalah bahan pengikat yang berfungsi untuk mengikat butiran-
butiran dalam suatu adukan seperti adukan beton maupun plesteran. Pada
pelaksanaan pekerjaan pembangunan ini menggunakan semen Semen padang
tipe 1. Karena karakteristik semen yang mudah mengalami pemadatan jika
disimpan terlalu lama maka harus dilakukan pengaturan penyimpanan yang baik
agar semen tetap layak digunakan tanpa mengurangi mutu konstruksi sehingga
dalam hal ini semen lama harus dipergunakan terlebih dahulu.
b) Agregat
Agregat merupakan bahan utama pembentuk beton disamping pasta
semen, kadar agregat dalam campuran berkisar antara 60-80 % dari volume total
beton. Kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas beton sehingga pada
saat pencampuran kualitas agregat harus bersih dan memenuhi standar yang telah
ditetapkan. Penggunaan agregat bertujuan untuk memberi bentuk pada beton,
memberi kekerasan yang dapat menahan beban, goresan, cuaca dan mengontrol
workability. Agregat beton dapat berasal dari bahan alami dan buatan (batu pecah)
maupun bahan sisa produk tertentu. Selain persyaratan teknis yang harus
dipenuhi, hal lain yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis agregat adalah
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 51
faktor ekonomisnya. Agregat yang dipakai campuran beton dibedakan
berdasarkan fraksinya yaitu Fraksi Filler dengan ukuran butiran kurang dari 0,063
mm, Fine Agregate (FA) dengan ukuran butiran antara 0,075 - 5 mm, dan Coarse
Agregate (CA) dengan ukuran butiran 5-20 mm. Agregat dibagi menjadi dua jenis
yaitu agregat halus dan agregat kasar.
Agregat halus adalah butiran-butiran mineral keras dan halus yang
bentuknya mendekati bulat. Agregat halus terdiri dari Fine Agregate dimana
ukuran butirannya sebagian besar terletak antara 0,075-5 mm dan terdiri dari
Filler yang ukurannya lebih kecil dari 0,063 mm. Kadar filler tidak lebih dari 5%
(Departemen Pekerjaan Umum, 1982). Agregat halus beton dapat berupa pasir
alami sebagai disintegrasi alami atau berupa pasir buatan yang dihasilkan dari
alat-alat pemecah batu. Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk
semua mutu beton, kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan
bahan-bahan yang diakui.
Agregat kasar adalah butiran mineral keras yang sebagian besar butirannya
berukuran antara 5 sampai 40 mm dan besar butiran maksimum yang diizinkan
tergantung pada maksud dan pemakaian. Agregat kasar yang akan dicampurkan
sebagai adukan beton harus mempunyai syarat mutu yang ditetapkan.
2) Pengendalian mutu beton
Dalam pengendalian mutu beton, dilakukan tes kuat tekan beton dan
pengujian nilai slump. Pengujian slump dilakukan oleh produsen ready mix yaitu
PT. bcamix dan PT. pionir beton. Menurut standar nilai slump yang memenuhi
adalah 8-12 cm tergantung jenis pekerjaan lihat Tabel 4.2.
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 52
Tabel 4.2 Nilai slump sesuai jenis pekerjaan konstruksi
Konstruksi Beton Slump maksimum
(cm)
Slump
minimum (cm)
Dinding, plat pondasi dan pondasi telapak
bertulang
12,5 10,0
Pondasi telapak tidak bertulang, kaison dan
konstruksi di bawah tanah
9,0 7,5
Plat balok, kolom dan dinding 15,0 12,5
Pembetonan massal 7,5 7,5
Adapun prosedur pengujian slump dengan menggunakan kerucut Abrams
terdiri dari corong baja berbentuk conus berlubang pada kedua ujungnya bagian
bawah berdiameter 20 cm dan atasnya 10 cm dengan tinggi 30 cm. Makin cair
adukan makin mudah pengerjaannya dan nilai slump semakin besar. Pengujian ini
berfungsi untuk mengetahui sifat kekentalan beton segar . Sifat ini merupakan
ukuran dari tingkat kemudahan pengerjaan. Cara pengukuran tinggi slump dapat
dilakukan sebagai berikut :
a) Masukkan adukan beton segar ke dalam kerucut Abrams dalam tiga lapis.
Masing-masing 1/3 dari tinggi kerucut.
b) Setiap lapis ditusuk sebanyak 25 kali. Setelah itu tunggu 30 detik dan kerucut
ditarik ke atas.
c) Nilai slump adalah selisih tinggi antara kerucut Abrams dengan permukaan
atas adukan setelah kerucut ditarik
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 53
Pengujian yang kedua adalah tes kuat tekan beton. Test kuat tekan beton
ini dilakukan oleh pihak kontraktor. Pengujian dilakukan berdasar standart ASTM
C 143-94, C 31-94, dan C 39-94. Tiap pengiriman pesanan ready mix maka akan
dibuat tiga benda uji berbentuk tabung silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi
30 cm. Kuat tekan beton adalah besaran, Beban per satuan luas yang
menyebabkan benda uji hancur apabila dibebani gaya Konstan (antara 2 – 4 kg/cm
2 per detik) yang dihasilkan oleh mesin tekan (SK SNI M-14-1898-F).
Dalam proyek ini dilakukan pengujian benda secara periodik dalam 7 hari,
14 hari dan 28 hari oleh PT. Pioner, PT. BCAmix dan lembaga independent yaitu
Universitas Diponegoro.
4.2.2 Aspek Daya Dukung Pondasi Tiang
Uji pembebanan dibagi menjadi dua yaitu uji beban statis dan uji beban
dinamis. Uji beban statis adalah uji standar dengan pembebanan langsung tiang
pondasi atau loading test. Uji beban dinamis dengan perambatan gelombang
melalui tumbukan drop hammer. Kedua uji beban tersebut bertujuan untuk
mencari kapasitas tiang bor.
a. Uji Beban Statis
Loading test menggunakan sistem Kentledge yaitu dengan cara pemberian
beban statis secara bertahap pada tiang dengan mempergunakan satu atau lebih
dongkrak hidrolik yang diletakan secara sentral di atas kepala tiang uji. Dongkrak
hidrolik dihubungkan dengan pompa hidrolik dan dipasangai manometer yang
berfungsi sebagi pembaca beban.
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 54
Sebagai pendukung beban dipergunakan concreete block yang disusun
diatas platform yang terdiri dari main beam dan secondary beam. Selain
pemberian beban pada pengujian ini juga disertai pengukuran pergerakan yang
terjadi pada tiang akibat pembebanan. Untuk mengetahui besarnya pergerakan
yang terjadi dipergunakan satu set dial gauge yang dipasang pada tiang uji denga
jarum pengukur diletakkan pada reference beam. Hasil pengujian ini kemudian
direpresentasikan dalam bentuk grafik hubungan beban dan penurunan, beban
dan waktu serta penuruan dan waktu. Axial loading test disajikan pada Gambar
4.7.
Gambar 4.7 Loading Test
Untuk mengetahui kapasitas beban yang diujikan digunakan jack hydraulic
untuk mengangkat beban-beban diatasnya seperti main beam, secondary beam
dan concrete block. Pembacaan beban yang sedang diangkat dapat diketahui dari
manometer. (Gambar 4.8)
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 55
Gambar 4.8 (a) Jack Hydraulic. (b) Manometer
Syarat-syarat pelaksanaan loading test setup system Kentledge mencakup
hal-hal sebagai berikut:
1) Prosedur pembebanan
Resultan beban-beban percobaan harus segaris dengan sumbu memanjang
tiang bor. Pembebanan untuk loading test ini dilakukan hingga 200% dari
Anticipated Design Load (ADL). Pembebanan dilakukan mengikuti prosedur
“Slow Maintained Load Test” dengan cyclic loading berdasarkan ASTM D 1143-
81 (1994). (Gambar 4.9)
(a) (b)
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 56
Gambar 4.9 Prosedur Pembebanan
2) Prosedur pengukuran penurunan tiang
Prosedur pembacaan pembebanan:
a) Untuk time schedule A, 1 jam, 20 menit, pembacaan dilakukan sebagai
berikut: Waktu (menit): 0 – 1 – 2 – 5 – 10 – 15 – 20
b) Untuk B: sama seperti diatas sampai selesai.
c) Untuk C: sama seperti diatas, tetapi setelah 1 jam pertama dengan interval
10 menit setelah jam kedua, interval 15 menit untuk jam ke 3, 20 menit
untuk jam ke 4, 30 menit untuk jam ke 5 dan selanjutnya interval 1 jam.
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 57
d) Jika terjadi failure, pembacaan dilakukan segera sebelum pengurangan
beban pertama dilakukan.
3) Peralatan untuk pengadaan beban
Dengan dipergunakannya jack hydraulic untuk beban percobaan, maka
jacking system yang terdiri dari ram hydraulic, coupling, pompa hidrolis dan
pressure gauge harus dikalibrasi terlebih dahulu sehingga pembebanan dapat
dikontrol dalam batas 5% daripada beban total. Kapasitas dial gauge yang
digunakan minimum 50 mm dengan ketelitian 0,01 mm. Pompa jack hydraulic
harus mempunyai pengatur otomatis untuk menjaga tetapnya besar beban pada
waktu terjadinya penurunan tiang.
4) Peralatan untuk mengukur penurunan
Untuk mengukur penurunan aksial tiang percobaan, dipergunakan alat
pengukur berupa dial gauge. Dua buah reference beam, masing-masing pada
setiap sisi tiang percobaan harus ditempatkan sedemikian rupa hingga searah
dengan test beam. Hendaknya ditempatkan atau dipasang 4 buah dial gauge (dial
1, 2, 3 dan 4) yang ditempatkan pada tiang percobaan secara diametral. Kemudian
ada 2 dial gauge (dial X dan Y) sebagai tambahan untuk mengukur gerakan
horizontal yang ditempatkan tegak lurus satu dari yang lain.
b. Uji Beban Dinamis
Sampai saat ini pengujian dengan PDA sudah banyak dilakukan untuk
pondasi tiang pancang seperti precast piles, steel piles dan spun piles, dengan
menggunakan palu dari alat pancangnya sendiri sehingga sangat praktis dan
ekonomis.
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 58
Pengujian PDA untuk tiang bor berdiameter besar dan daya dukung besar
sangat menguntungkan, karena proses pengujian, dari persiapan sampai selesai
pengujian hanya berlangsung 1 sampai dengan 3 jam. Hal ini berbeda dengan
pengujian dengan sitem kentledge atau sistem anchor, yang perlu waktu lama dan
biaya besar sesuai dengan besarnya daya dukung tiang. Terbatasnya berat palu
yang dipakai untuk pengujian tiang bor dengan PDA menyebabkan pengujian
tersebut banyak diragukan berbagai pihak. Tetapi, dengan digunakannya mega
palu berbobot sangat besar yaitu 10 ton (Gambar 4.10) (tersedia pula dengan
bobot 25 ton) untuk berbagai proyek menyebabkan analisa hasil pengujian lebih
akurat .
Gambar 4.10 PDA dengan Drop Hammer 10 ton
Sebagai analisa lanjutan pengujian dengan PDA, hasil rekaman gelombang
akibat tumbukan palu dapat di analisa lebih jauh dengan menggunakan sofware
Case Pile Wave Equation Analysis Program disingkat CAPWAP, sebagai satu
paket dengan PDA.
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 59
c. Uji Integritas Tiang
Seperti yang dibahas dalam aspek kualitas bahan, masalah pada pondasi
dalam, tidak hanya masalah daya dukung, tetapi juga terkait dengan faktor
integritas tiang, apakah tiang berada kondisi utuh atau cacat.
Masalah integritas tiang merupakan masalah yang rumit, karena
keberadaan tiang dalam tanah yang tidak dapat diamati langsung oleh mata. Untuk
tiang jenis tiang beton pracetak, tiang baja, spun piles masalah integritas tiang
lebih mudah pengontrolannya. Khusus untuk tiang beton pracetak masalah
integritas tiang adalah kemungkinan terjadinya retak, karena pengangkatan tiang
yang salah ataupun pemancangan yang berlebihan atau tidak sentries.
Untuk tiang bor, maka masalah kontrol integritas pada tiang sangat
penting, karena hasil atau kualitas tiang bor sangat tergantung dari kerjasama tim
di lapangan. Masalah integritas tiang bor yang sering dijumpai adalah panjang
tiang yang lebih pendek dari diisyaratkan, necking, pembersihan lubang bor,
keropos akibat pengangkatan pipa tremie terlalu cepat.
Secara manual, integritas tiang umumnya di cek dengan membandingkan
volume cor beton teoritis dan yang dilaksanakan. Tentu saja cara manual ini, tidak
dapat menjamin tingkat integritas tiang. Cara terbaik yang saat ini banyak dipakai
menguji integritas tiang adalah dengan menggunakan alat Pile Integrity Test
(ASTM D5882-96) dan Sonic Logging .
PIT tidak memerlukan pekerjaan pendahuluan apapun pada tiang yang
akan ditest, seperti pemasangan tabung ataupun pekerjaan lainnya. PIT dapat
langsung dikerjakan pada setiap tiang pondasi yang sudah tertanam didalam tanah,
dengan menempelkan accelerometer pada permukaan atas kepala tiang.
Bab IV Pekerjaan
Pembangunan Gedung H (Ruang Kuliah) Udinus Semarang
Laporan PKL 60
Accelerometer merekam gelombang akibat impact atas palu kecil yang
dipukulkan pada permukaan kepala tiang tersebut.
Berbeda dengan PDA pada uji PIT tidak diperlukan pukulan yang besar,
tapi cukup menggunakan palu tangan, sehingga PIT disebut pula “low strain
testing”. Krakteristik rambatan gelombang sepanjang tiang akan direkam oleh
accelerometer. Bila rambatan gelombang mencapai lokasi defect (penampangnya
mengecil) atau mencapai ujung tiang, maka akan terjadi pantulan gelombang.
Pantulan gelombang akibat perubahan penampang akan menentukan tingkat
kerusakan dari tiang, yang dinyatakan dengan BTA (%).
Gambar 4.11 Pengujian integritas tiang dengan PIT
Recommended