5
Hadiah Ulang Untuk Tahun Ibu (Ali Hamjah Harahap) Saya bersyukur ada perguruan tinggi swasta di kota tempat saya tinggal yang mengadakan jadwal perkuliahan di sore hingga malam hari. Jadi saya bisa kerja pada pagi hari dan sore harinya kuliah. Saya tetap bersyukur dengan kondisi saya yang sekarang, walaupun harus kuliah sambil kerja saya tetap harus semangat. Dari jam 8 pagi sampai jam 10 malam setiap senin sampai jum’at. Keadaanku tidak seperti mahasiswa lainnya yang walaupun mereka kuliah sambil bekerja tapi mereka masih punya orang tua yang bisa membantu mereka sewaktu-waktu mereka butuh biaya tambahan. Yah ! inilah hidup saya, seorang mahasiswa yang kuliah sendiri, cari makan sendiri tanpa bantuan orang tua. Kadang terlintas di benakku kenapa saya berbeda dengan mereka, Namun pikiran itu segera terhapuskan dengan mengingat ibu saya yang berjuang membesarkan saya seorang diri bersama ke 4 adek saya. Ayah saya meninggal saat masih di bangku kelas 3 SMP. Ini yang membuat semua pikiran negatif tentang nasib saya sirna, ada seorang bidadari syurga yang ingin kubahagiakan disisa hidupnya. Waktu begitu cepat berlalu, beberapa semester telah saya lalui, hingga pada semester akhir saya melakukan penelitian untuk membuat skripsi sebagai tugas akhir meraih gelar sarjana. Sama halnya dengan mahasiswa lain di seluruh universitas di Indonesia , skripsi merupakan beban yang sangat berat. Terlebih karya ilmiah ini harus dipertanggung jawabkan di depan dosen

Hadiah ulang tahun ibu

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hadiah ulang tahun ibu

Hadiah Ulang Untuk Tahun Ibu

(Ali Hamjah Harahap)

Saya bersyukur ada perguruan tinggi swasta di kota tempat saya tinggal yang mengadakan

jadwal perkuliahan di sore hingga malam hari. Jadi saya bisa kerja pada pagi hari dan sore

harinya kuliah. Saya tetap bersyukur dengan kondisi saya yang sekarang, walaupun harus kuliah

sambil kerja saya tetap harus semangat. Dari jam 8 pagi sampai jam 10 malam setiap senin

sampai jum’at.

Keadaanku tidak seperti mahasiswa lainnya yang walaupun mereka kuliah sambil bekerja tapi

mereka masih punya orang tua yang bisa membantu mereka sewaktu-waktu mereka butuh biaya

tambahan. Yah ! inilah hidup saya, seorang mahasiswa yang kuliah sendiri, cari makan sendiri

tanpa bantuan orang tua. Kadang terlintas di benakku kenapa saya berbeda dengan mereka,

Namun pikiran itu segera terhapuskan dengan mengingat ibu saya yang berjuang membesarkan

saya seorang diri bersama ke 4 adek saya. Ayah saya meninggal saat masih di bangku kelas 3

SMP. Ini yang membuat semua pikiran negatif tentang nasib saya sirna, ada seorang bidadari

syurga yang ingin kubahagiakan disisa hidupnya.

Waktu begitu cepat berlalu, beberapa semester telah saya lalui, hingga pada semester akhir saya

melakukan penelitian untuk membuat skripsi sebagai tugas akhir meraih gelar sarjana. Sama

halnya dengan mahasiswa lain di seluruh universitas di Indonesia , skripsi merupakan beban

yang sangat berat. Terlebih karya ilmiah ini harus dipertanggung jawabkan di depan dosen

penguji. Beberapa kali saya konsultasi dengan dosen pembimbing, hingga proses pembuatan

skripsi menjadi baik. Di dalam proses ini saya kerap sekali di tegur dosen pembimbing karena

selalu terlambat konsultasi. Di hadapan dosen saya selalu beralasan saya masih sibuk kerja,

padahal skripsi sudah saya revisi, sisa menyetor ke dosen pembimbing. Namun lagi-lagi karena

alasan uang seminar belum ada, saya sengaja menundanya hingga gajian tiba. Belum lagi pada

saat Kuliah Kerja Nyata saya terpaksa harus mengundurkan diri dari tempat saya berkerja karena

tidak bisa menyusaikan waktunya. Beruntung saya cepat dapat kerjaan baru.

Hari-hari pahit tetap saya lalui dengan kalimat ibu yang selalu terniang di telinga saya. Ibu

pernah berkata kepada saya saat masih duduk di bangku SMA,”ibu tidak menyesal tidak lulus

SD, asalkan anak-anak ibu bersekolah semua”. Kalimat ini yang menjadi motivasi bagi saya

Page 2: Hadiah ulang tahun ibu

untuk membuktikan kepada orang, bahwa anak seorang ibu yang tidak lulus SD bisa meraih

gelar sarjana.

Berkat perjuangan dan semangat yang tinggi akhirnya saya bisa menyelesaikan tugas akhir

perkuliahan dengan baik. Meskipun tidak seperti teman-teman yang lain, saya menyelesaikannya

lebih lama. Sebagai tahapan akhir dari skripsi yang saya buat, saya harus mempertanggung

jawabkan skripsi saya di depan penguji.

Hari itu hari yang paling menegangkan bagi saya. Karena saya harus berhadapan langsung

dengan dosen-dosen penguji yang menurut informasi yang saya dapat mereka adalah dosen-

dosen killer. Tepat pada hari minggu jam 4 sore, saya memasuki ruang meja hijau atau biasa

disebut pendadaran. Hati saya mulai berkecamuk sampai berkeringat dingin. Namun saya tetap

berusaha menenangkan diri. Pertanyaan mulai bertubi-tubi dari dosen penguji, mulai dari mata

kuliah semester pertama yang saya sudah lupa hingga permasalahan yang tidak menyangkut

mata kuliah. Didalam ruangan ber AC terasa seperti di atas api, panas berkeringat. Hingga sesi

pertanyaan terakhir dari ketua team penguji: “apakah anda siap menjadi sarjana? “ tanpa ragu

saya jawab : “siap pak”. Kemudia dibacakan hasil keputusan ujian saya, di detik-detik

pembacaan keputusan oleh dosen penguji di bagian (dengan ini menutuskan bahwa saudara

“…….” Sah menjadi sarjana….) tidak terasa air mata di pelupuk mata mengalir tidak bisa saya

sembunyikan. Pikiran saya bercampur aduk hingga satu persatu dosen penguji menyalami, saya

masih menangis.

Tidak menuggu lama saya dan teman-temanpun wisuda sebagai ceremonial di sematkannya gelar

sarjana di belakang nama kami. Undangan dibagikan untuk setiap mahasiswa beserta keluarga.

Saat itu ibu dan adik saya hadir menyaksikan saya memakai Toga mahkota sarjana. Dalam lubuk

hati saya yang paling dalam saya ingin menangis melihat wajah ibu saya saat itu. Saya ingin

berkata kepada ibu” ibu anakmu sudah sarjana” ingin kupeluk ibu sambil menangis

dipangkuannya. Namun rasa gengsi menghalangi saya, saya menahannya nanti setelah saya

menerima izajah atau mungkin di rumah.

Satu persatu kami dipanggil namanya untuk maju kedepan memindahkan tali Toga sebagai

prosesi senat terbuka wisuda. Saya pun melakukannya sembari menahan rasa haru dalam hati

saya. Ibu saya duduk di bangku undangan tidak jauh dari tempat duduk kami

Page 3: Hadiah ulang tahun ibu

wisudawan/wisudawati. Kami saling bersalaman dan kembali duduk dengan tertib, hingga MC

melanjutkan acaranya. Kami masih sibuk cerita ke samping kiri kanan sambil tertawa riang,

terdengar MC membacakan nominasi mahasiswa lulusan terbaik 1 dan itu nama saya. Jantung

saya berdetak kencang sembari melihat kearah teman-teman sambil berkata” saya??” teman

menyambut dengan tepuk tangan yang meriah sambil berkata” iya kamu bro!! selamat!!!”

Kaki saya kaku, tangan saya bergetar dan MC menyuruh saya maju kedepan untuk mengucapkan

sepatah dua kata. Saya berdiri di atas podium dan berusaha untuk tidak menatap ibu saya, karena

saya tidak akan sanggup menahan tangis saya. Namun saya gagal, teriakan adik saya memaksa

saya melihat kearah ibu. Dengan suara yang terisak-isak dan air mata yang berjujuran saya

menatap ibu dan mengucapkan” ibu….ini kado buat ibu…selamat ulang tahun ya ibu….semoga

hadiah ini mengobati rasa rindu ibu pada ayah yang selalu memberi hadiah di ulang tahun

ibu….kalimat saya berhenti,,dada saya sesak,,tak sanggup berkata apa-apa lagi…kulihat ibu

yang menutup wajahnya dengan kedua tangannya sambil menangis, saya menyerah,,segara saya

turun dari podium dan berlari kearah ibu…kupeluk ibu dan kucium tangannya dan ku ulangi

lagi :”ini hadiah buat ibu….”.

Alhamdulillah segala perjuangan yang kulalui terbayarkan, saya diterima kerja di perusahaan

ternama dan memiliki penghasilan untuk membiayai sekolah adik-adik. Ibu tidak perlu bekerja

lagi untuk biaya sekolah mereka.