12
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah Sakit Umum (RSU) „X‟ Medan merupakan salah satu Rumah Sakit swasta di kota Medan yang resmi dibuka sejak tahun 2009 lalu. Sebagai sebuah organisasi jasa pelayanan kesehatan yang berstatus sebagai profit hospital, RSU „X‟ Medan sangat menyadari pentingnya kelangsungan usaha mereka di tengah-tengah ketatnya persaingan antar Rumah Sakit saat ini. Oleh karena itu, Rumah Sakit yang memiliki visi untuk menjadi Rumah Sakit terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu ini, berusaha semaksimal mungkin agar mampu memberikan pelayanan yang terbaik bagi para konsumennya. Salah satu usahanya adalah dengan memperhatikan betul kualitas tenaga kerjanya karena merekalah motor pelaksana pelayanan kesehatan dalam organisasi ini. Komitmen RSU „X‟ Medan terhadap kualitas tenaga kerjanya dapat dilihat dari butir ketiga tujuan berdirinya Rumah Sakit ini yang berbunyi sebagai berikut : “Menghasilkan semangat kerja yang tinggi, komitmen, produktivitas lebih besar, serta memberi peluang inovatif dan meningkatkan peran serta pegawai dalam memajukan organisasi” (Company Profile, RSU „X‟ Medan, 2009). Dan salah satu elemen sumber daya manusia yang berperan penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di sebuah Rumah Sakit adalah perawat. Yatnikasari (2010) mengemukakan bahwa perawat adalah aset penting dan merupakan komponen utama dalam sistem pelayanan kesehatan karena perawat Universitas Sumatera Utara

Document1

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rumah Sakit Umum (RSU) „X‟ Medan merupakan salah satu Rumah Sakit

swasta di kota Medan yang resmi dibuka sejak tahun 2009 lalu. Sebagai sebuah

organisasi jasa pelayanan kesehatan yang berstatus sebagai profit hospital, RSU „X‟

Medan sangat menyadari pentingnya kelangsungan usaha mereka di tengah-tengah

ketatnya persaingan antar Rumah Sakit saat ini. Oleh karena itu, Rumah Sakit yang

memiliki visi untuk menjadi Rumah Sakit terdepan dalam memberikan pelayanan

kesehatan yang bermutu ini, berusaha semaksimal mungkin agar mampu

memberikan pelayanan yang terbaik bagi para konsumennya. Salah satu usahanya

adalah dengan memperhatikan betul kualitas tenaga kerjanya karena merekalah

motor pelaksana pelayanan kesehatan dalam organisasi ini.

Komitmen RSU „X‟ Medan terhadap kualitas tenaga kerjanya dapat dilihat

dari butir ketiga tujuan berdirinya Rumah Sakit ini yang berbunyi sebagai berikut :

“Menghasilkan semangat kerja yang tinggi, komitmen, produktivitas lebih besar,

serta memberi peluang inovatif dan meningkatkan peran serta pegawai dalam

memajukan organisasi” (Company Profile, RSU „X‟ Medan, 2009). Dan salah satu

elemen sumber daya manusia yang berperan penting dalam penyelenggaraan

pelayanan kesehatan di sebuah Rumah Sakit adalah perawat.

Yatnikasari (2010) mengemukakan bahwa perawat adalah aset penting dan

merupakan komponen utama dalam sistem pelayanan kesehatan karena perawat

Universitas Sumatera Utara

adalah kelompok pekerja yang paling besar dalam sistem tersebut. Karsinah (dalam

Wirawan, 1998) mengemukakan bahwa perawat termasuk unsur vital dalam sebuah

Rumah Sakit karena perawat merupakan penjalin kontak pertama dan terlama

dengan pasien khususnya pasien rawat inap. Oleh karena itu, kualitas pelayanan

keperawatan yang diberikan perawat kepada para pasien akan menjadi salah satu

indikator kualitas pelayanan kesehatan di sebuah Rumah Sakit secara umum.

Pentingnya peran perawat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan

maupun pembentukan kepuasan pada diri pasien dan keluarganya juga dirasakan

oleh pihak manajemen RSU „X‟ Medan. RM, seorang staff Personalia RSU ‟X‟

Medan mengungkapkan bahwa perawat adalah subyek yang memiliki waktu

interaksi yang lebih panjang dalam melayani pasien. Sementara itu, pasien di RSU

‟X‟ Medan umumnya berasal dari sosial ekonomi menengah ke atas yang memiliki

tuntutan yang lebih tinggi terhadap kualitas pelayanan. Oleh karena itu, kualitas

pelayanan perawat terhadap pasien menjadi hal yang diperhatikan oleh manajemen

RSU ‟X‟ Medan karena mencerminkan kualitas pelayanan Rumah Sakit secara

umum dan mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap Rumah Sakit

(Komunikasi personal, Juni 2011).

Sejauh ini RSU „X‟ Medan telah memiliki 168 orang tenaga perawat. Dari

168 orang tenaga perawat ini, satu orang menjabat sebagai Kepala Seksi

Keperawatan, sembilan orang menjabat sebagai Kepala Ruangan/Supervisor, dan

sisanya berperan sebagai Perawat Pelaksana di unit kerjanya masing-masing. Sesuai

dengan tekad perusahaan untuk memperhatikan kualitas tenaga kerja yang

dimilikinya, maka manajemen RSU „X‟ Medan berusaha menciptakan kehidupan

kerja yang berkualitas bagi para karyawannya, termasuk perawat. Secara umum,

kualitas kehidupan kerja dapat berupa sistem kompensasi, hubungan sosial, dan

Universitas Sumatera Utara

pengembangan karir (Kalimono, dalam Zulkarnain, Mahamood, & Omar, 2010). Di

antara ketiga aspek yang menentukan kualitas kehidupan kerja karyawan seperti

yang disebutkan di atas, pengembangan karir menjadi hal yang masih dikeluhkan

oleh para perawat RSU „X‟ Medan.

Berdasarkan komunikasi personal dengan A, salah seorang perawat pelaksana

di RSU „X‟ Medan diketahui bahwa sejauh ini sistem gaji ataupun suasana

hubungan sosial antar karyawan di Rumah Sakit tersebut tergolong cukup baik.

Namun dalam hal pengembangan karir, para perawat merasa pengembangan karir

keperawatan mereka di Rumah Sakit tersebut sangat terbatas, salah satunya

diakibatkan oleh kurang tersedianya kesempatan bagi para perawat untuk naik

jabatan/promosi (Komunikasi personal, Juli 2011).

Masalah pengembangan karir keperawatan yang dirasakan terbatas memang

kerap dijumpai di kalangan perawat di berbagai Rumah Sakit (Houston & Marquis,

2010). Perasaan tersebut umumnya timbul karena perawat mengalami kebosanan

akibat indiferensiasi pekerjaan mereka sehari-hari (Houston & Marquis, 2010). Hal

ini ditemui pula di kalangan perawat RSU „X‟ Medan. Berdasarkan komunikasi

personal dengan beberapa perawat pelaksana di RSU „X‟ Medan diketahui bahwa

umumnya mereka memandang pekerjaan mereka bersifat rutin, monoton dan jarang

berubah baik dari segi prosedur kerja maupun tantangan/ kesulitan yang dihadapi

sehingga membuat mereka rentan terhadap perasaan bosan. Mereka menghayati

bahwa rutinitas tugas mereka sehari-hari terbatas pada usaha melayani pasien,

mendampingi dokter, dan mengurus kegiatan administratif. Mereka juga tidak

sering menemui kasus-kasus langka (jarang terjadi) ataupun kasus lainnya dengan

tingkat kesulitan lebih tinggi. Terlebih lagi dalam bekerja, mereka banyak

disupervisi oleh dokter, sehingga kesempatan mereka untuk memecahkan kasus pun

Universitas Sumatera Utara

menjadi sangat terbatas. Keadaan ini menyebabkan para perawat menjadi kurang

tertantang dalam belajar dan meningkatkan kualitas ketrampilan diri yang dimiliki

(Komunikasi personal, Juli 2011).

Selanjutnya, MS (seorang Perawat Supervisor Poliklinik RSU „X‟ Medan)

menambahkan bahwa pandangan para perawat RSU „X‟ Medan mengenai karir

keperawatan mereka yang mentok juga dilatarbelakangi oleh pendeknya jenjang

karir perawat dan minimnya kesempatan promosi yang disediakan manajemen

Rumah Sakit bagi para perawat mereka. Di RSU „X‟ Medan, jenjang karir yang

tersedia bagi para perawat terbatas pada tiga tingkatan, yaitu perawat pelaksana,

supervisor, dan kepala perawat. Kepala perawat menjadi jenjang karir yang

tertinggi dan hanya dipegang oleh satu orang perawat saja (Komunikasi personal,

Juli 2011).

RM, salah seorang staff Personalia RSU „X‟ Medan dalam suatu kesempatan

wawancara juga mengemukakan mengenai minimnya kesempatan promosi bagi

para perawat di Rumah Sakit tersebut. Jenjang karir perawat yang terdiri dari tiga

tingkatan dinilai tidak sebanding dengan jumlah perawat yang tersedia. Jabatan

kepala perawat hanya dipegang oleh 1 orang perawat saja, jabatan supervisor

dipegang oleh 9 orang, dan sisanya (158 orang) berperan sebagai perawat

pelaksana. Lebih lanjut, RM mengemukakan bahwa belum ada ketentuan

perusahaan yang mengatur lamanya masa jabatan bagi seorang supervisor ataupun

kepala perawat. Promosi perawat biasanya dilakukan ketika jabatan lini tengah

(supervisor) atau lini atas (kepala perawat) kosong. Dengan demikian, waktu

promosi tidak dapat diprediksi (dapat terjadi sewaktu-waktu) dan kesempatan

promosi menjadi sangat terbatas. Kondisi seperti ini membuat para perawat

khususnya perawat pelaksana menjadi kurang bergairah untuk saling berkompetisi

Universitas Sumatera Utara

secara positif dalam rangka merebut posisi/jabatan yang lebih tinggi (Komunikasi

personal, Juli 2011).

Terbatasnya kesempatan karir yang tersedia bagi para perawat RSU „X‟

Medan telah menyebabkan timbulnya masalah tertentu, diantaranya membuat

perawat menjadi kurang termotivasi untuk mengembangkan keterampilan diri. MS,

salah seorang Perawat Supervisor Poliklinik RSU „X‟ Medan mengemukakan

adanya kecenderungan di antara para perawat untuk enggan meningkatkan

kualifikasi pendidikannya karena pertimbangan minimnya kesempatan promosi

yang tersedia yang dinilai tidak sebanding dengan waktu, tenaga, dan biaya yang

harus dikeluarkan jika kembali bersekolah. Hal ini menyebabkan para perawat

khususnya perawat pelaksana cenderung cukup merasa puas hanya dengan

memiliki pekerjaan dan kualifikasi pendidikan yang ada saat ini (Komunikasi

personal, Juli 2011).

Selain mengurangi motivasi perawat untuk mengembangkan ketrampilan diri,

pandangan mengenai karir yang mentok juga menyebabkan para perawat RSU „X‟

Medan memiliki kecenderungan untuk berpindah tempat kerja (Komunikasi

personal, Juli 2011). MS, salah seorang perawat supervisor di RSU „X‟ Medan

mengemukakan bahwa kecederungan yang dimiliki para perawat untuk mudah

berpindah tempat kerja membawa dampak tertentu bagi perusahaan, diantaranya

waktu dan biaya yang lebih besar untuk seleksi ataupun training perawat baru,

berkurangnya para perawat yang performa kerjanya tergolong memuaskan terutama

ketika performa kerja mereka meningkat akibat pelatihan yang diterima selama

bekerja di RSU „X‟ Medan, dan penyesuaian diri antar anggota kelompok kerja

ketika ada perawat baru yang masuk ke dalam kelompok tersebut (Komunikasi

Personal, Juli 2011).

Universitas Sumatera Utara

Dari uraian yang telah dikemukakan diatas diketahui bahwa pandangan

perawat mengenai kecilnya kesempatan yang disediakan bagi mereka untuk

mengembangkan karir keperawatan di RSU „X‟ Medan membawa masalah-masalah

tertentu ke dalam perusahaan, seperti rendahnya minat untuk belajar dan

mengembangkan keterampilan diri, rendahnya persaingan kerja yang positif antara

sesama rekan perawat, dan kecenderungan perawat untuk berpindah tempat kerja

yang berpengaruh terhadap biaya perusahaan hingga hubungan kerja antar perawat.

Menanggapi fenomena yang telah dikemukakan diatas, RM, selaku staff

Personalia RSU „X‟ Medan, menyatakan bahwa sejauh ini usaha manajemen untuk

mengatasi masalah pengembangan karir perawat mereka juga masih terbatas. RM

mengemukakan bahwa kemampuan RSU „X‟ Medan untuk memenuhi kebutuhan

pengembangan karir para perawatnya masih terbatas pada penyediaan jenjang karir

yang pendek (Komunikasi personal, Maret 2012).

Masalah berikutnya yang timbul adalah pihak manajemen sendiri belum

memiliki alat ukur pengembangan karir yang obyektif bagi perawatnya.

Berdasarkan komunikasi personal dengan RM selaku staff Personalia RSU „X‟

Medan diketahui bahwa selama ini keputusan promosi ditentukan oleh Direktur

RS. Direktur RS membuat keputusan mengenai perawat yang berhak promosi

berdasarkan pertimbangan pribadinya sendiri sehingga subyektivitas dalam

membuat penilaian menjadi lebih besar, dan kriteria penilaian yang digunakan

menjadi kurang jelas bagi orang lain (Komunikasi personal, Maret 2012).

Menurut Noe (2002), ada tiga pihak yang berperan penting dalam

pengembangan karir karyawan di suatu perusahaan. Ketiga pihak tersebut adalah

individu (karyawan yang bersangkutan), manajer, dan perusahaan. Ketiga pihak ini

memiliki tanggung jawabnya masing-masing dalam hal pengembangan karir

Universitas Sumatera Utara

karyawan. Persepsi seorang karyawan mengenai sejauh apa peran dirinya sendiri,

peran manajer, dan peran perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab

pengembangan karir akan membentuk persepsi karyawan terhadap pengembangan

karir yang ada di perusahaan tersebut secara umum. Persepsi pengembangan karir

yang positif akan terbentuk dalam diri individu ketika ia menilai dirinya sendiri,

manajer, dan perusahaan telah menjalankan usaha untuk membantu pengembangan

karirnya dengan optimal. Sebaliknya, persepsi pengembangan karir yang negatif

akan terbentuk dalam diri individu ketika ia menilai ada pihak tertentu (diri sendiri,

manajer, atau perusahaan) yang tidak menjalankan usaha untuk membantu

pengembangan karirnya dengan optimal (Noe, 2002).

Robbins (1996) mengemukakan bahwa karyawan yang mempersepsi

pengembangan karirnya secara positif cenderung mempunyai sikap kerja yang baik

dan kepuasan kerja yang tinggi, sehingga akan menghindari berbagai sikap dan

perilaku kerja yang menghambat pencapaian tujuan organisasi, seperti pemogokan,

ketidakhadiran (absensi), ataupun perpindahan kerja. Karyawan yang memiliki

persepsi pengembangan karir yang positif cenderung lebih bersemangat ketika

bekerja, lebih produktif, serta efisien dan efektif dalam menghadapi dan

menyelesaikan pekerjaannya. Sementara itu, karyawan yang mempersepsi

pengembangan karirnya secara negatif cenderung menampilkan sikap dan perilaku

kerja yang menghambat tujuan organisasi, seperti bekerja dengan seenaknya,

kurang memanfaatkan waktu yang ada untuk mengembangkan diri, lebih suka

berbincang-bincang dengan rekan sekerja daripada menyelesaikan pekerjaan,

kecenderungan berpindah tempat kerja meningkat, dan berbagai perilaku lainnya

yang dapat menghambat produktivitas kerja (Robbins, 1996).

Universitas Sumatera Utara

Peneliti melakukan survey awal kepada para perawat RSU „X‟ Medan untuk

melihat gambaran penilaian mereka mengenai pengembangan karir perawat di

Rumah Sakit tersebut. Hasil yang diperoleh dari survey tersebut awal tersebut dapat

dilihat pada bagan 1.1 berikut ini :

Bagan 1.1 Hasil Survey Pengembangan Karir Perawat RSU „X‟ Medan

Keterangan :

Pertanyaan 1 : Apakah anda merasa karir anda di RS ini terbatas/kurang berkembang?

Pertanyaan 2 : Apakah anda merasa akan terus berada di posisi/jabatan yang sama seperti

sekarang hingga akhir masa kerja anda di RS ini?

Pertanyaan 3 : Apakah pengembangan karir perawat di RS ini sudah dikelola dengan

efektif?

Pertanyaan 4:Apakah perusahaan perlu melakukan perbaikan terhadap pola pengembangan

karir perawat?

Hasil survey yang digambarkan dalam bagan 1.1 diatas menunjukkan bahwa

dari 12 orang perawat yang menjadi peserta survey awal, mayoritas peserta menilai

bahwa pengembangan karir keperawatan mereka di RSU „X‟ Medan terbatas,

mereka merasa akan terus berada di posisi/jabatan yang sama seperti yang

didudukinya saat ini hingga akhir masa kerja di RSU „X‟ Medan nanti, pihak

manajemen belum melakukan pengelolaan karir dengan efektif, dan diperlukan

adanya perbaikan terhadap pola pengembangan karir perawat oleh pihak

manajemen RSU „X‟ Medan. Hasil survey awal ini mengindikasikan bahwa para

perawat RSU „X‟ Medan mempersepsi pengembangan karir mereka belum dikelola

0

2

4

6

8

10

12

14

Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4

YA

TIDAK

Universitas Sumatera Utara

secara optimal. Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan sebelumnya,

maka peneliti ingin meneliti bagaimana persepsi perawat RSU „X‟ Medan terhadap

pengembangan karir keperawatan mereka, khususnya terkait dengan peran individu,

manajer, dan perusahaan.

B. Rumusan Masalah

Penulis bermaksud melakukan penelitian untuk memperoleh gambaran

persepsi perawat RSU „X‟ Medan terhadap pengembangan karir keperawatan

mereka di Rumah Sakit tersebut.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mendapatkan gambaran mengenai persepsi perawat RSU „X‟ Medan terhadap

pengembangan karir keperawatan mereka

2. Memberikan informasi mengenai kondisi tersebut kepada pihak manajemen

RSU „X‟ Medan

Universitas Sumatera Utara

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat diperoleh manfaat dan kegunaan

penelitian sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan wawasan terutama dalam

bidang Psikologi Industri & Organisasi

b. Memberi tambahan informasi mengenai persepsi pengembangan karir

khususnya pada perawat bagi peneliti lain yang tertarik untuk melakukan

penelitian lanjutan mengenai topik yang serupa

2. Manfaat Praktis

a. Setelah didapatkan gambaran mengenai persepsi perawat RSU „X‟ Medan

terhadap pengembangan karir mereka maka diharapkan hasilnya dapat

digunakan sebagai masukan oleh perawat dalam memanajemen karir

keperawatannya

b. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak manajemen RSU „X‟

Medan dalam rangka mengelola program pengembangan karir perawat

mereka dengan lebih efektif

Universitas Sumatera Utara

E. Sistematika Penelitian

Adapun sistematika penulisan tesis ini adalah :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan latar belakang masalah yang diteliti, kerangka

berpikir, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.

Bab II : Tinjauan Teoritis

Bab ini memaparkan tinjauan pustaka yang menjadi dasar teoritis dari

penelitian yang dilakukan.

Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini menjelaskan tentang variabel penelitian yang diamati, subjek

penelitian, defenisi operasional dari variabel yang teliti, validitas,

reliabilitas alat ukur, instrumen penelitian, prosedur penelitian,

pelaksanaan penelitian dan metode analisis.

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini menjelaskan mengenai analisa dari hasil penelitian yang

diperoleh dan pembahasan hasil penelitian

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dari pembahasan hasil

penelitian dan saran dari peneliti.

Universitas Sumatera Utara

F. Kerangka Konsep Permasalahan

Keterangan :

: menyebabkan

: temuan

: klarifikasi

PERAWAT adalah komponen utama dalam

menjalankan sistem pelayanan kesehatan RS

(Yatnikasari, 2010). Hal ini dikarenakan

perawat adalah :

- Penjalin kontak pertama dan terlama

dengan pasien

- Merupakan kelompok pekerja dengan

jumlah terbesar

RSU ‘X’ MEDAN

Visi : menjadi RS terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu

Misi :

1. melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan yang bermutu dengan waktu tanggap yang cepat dan

tepat

2. komitmen kinerja profesional yang disertai dengan peningkatan mutu berkelanjutan

3. memberikan kepuasan kepada pasien, pelaksana, pemilik, dan pemerintah

Menurut Noe (2002) : karyawan, supervisor, dan perusahaan memiliki tanggung jawabnya masing-

masing dalam hal pengembangan karir karyawan.

Persepsi seorang karyawan mengenai sejauh apa peran dirinya sendiri, peran supervisor, dan peran

perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab pengembangan karir akan membentuk persepsi

karyawan terhadap pengembangan karir yang ada di perusahaan tersebut secara umum.

Mengkaji persepsi perawat mengenai pengembangan karir mereka di RSU „X‟ Medan

Sumijatun (2010) : Agar dapat memberikan

pelayanan bermutu, kualitas kehidupan kerja

perawat perlu diperhatikan.

Kalimono (dalam Zulkarnain, Mahamood, &

Omar, 2010) : kehidupan kerja berkualitas

dapat berupa sistem kompensasi, hubungan

sosial, dan pengembangan karir

Penelitian awal (wawancara dengan perawat dan manajemen, survey terhadap perawat) menunjukkan :

- Jenjang karir perawat dalam RSU „X‟ Medan tergolong pendek/terbatas

- Minimnya kesempatan promosi bagi perawat

- RSU „X‟ Medan belum memiliki alat ukur pengembangan karir yang obyektif

Secara umum mengindikasikan pengembangan karir perawat di RSU „X‟ Medan belum dikelola secara

maksimal

Universitas Sumatera Utara