28
KOMUNIKASI, ADOPSI, DAN DIFUSI INOVASI DALAM PENYULUHAN PERTANIAN ALWI RAHMATULLAH NPM : 124210123 KELAS : D JURUSAN : AGRIBISNIS

Bab 7 -penyuluhan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab 7   -penyuluhan

KOMUNIKASI, ADOPSI, DAN DIFUSI INOVASI DALAM PENYULUHAN PERTANIAN

ALWI RAHMATULLAHNPM : 124210123

KELAS : DJURUSAN : AGRIBISNIS

Page 2: Bab 7   -penyuluhan

Dasar-dasar komunikasi untuk penyuluhan pertaniana. Pengertian Komunikasi

Secara umum, komunikasi sering diartikan sebagai : “suatu proses penyampaian pesan dari sumber ke penerima”(Berlo, 1960). Tetapi dalam praktek, proses komunikasi tidak hanya terhenti setelah pesan disampaikan atau diterima oleh penerimanya. Tetapi setelah menerima pesan, penerima memberikan tanggapannya kepada sumber/pengirim pesan untuk kemudian proses komunikasi tersebut tetap berlangsung, dimana pengirim dan penerima pesan saling berganti peran (penerima menjadi pengirim dan pengirim menjadi penerima). Proses komunikasi tersebut baru terhenti jika penerima telah memberikan tanggapan yang dapat dimengerti oleh pengirimnya, baik tanggapan tersebut sesuai atau pun tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh pengirimnya.Dengan demikian, proses komunikasi oleh Schramm (1977) diartikan sebagai:“proses penggunaan pesan oleh dua orang atau lebih, dimana semua pihak saling berganti peran sebagai pengirim dan penerima pesan, sampai ada saling pemahaman atas pesan yang disampaikan oleh semua pihak.” Oleh karena itu, model komunikasi tidak lagi bersifat garis lurus (linear), tetapi bersifat memusat atau “ convergence”.

Page 3: Bab 7   -penyuluhan
Page 4: Bab 7   -penyuluhan

b. Tujuan Komunikasi

Didalam setiap proses komunikasi, sedikitnya akan terkandung salah satu dari tiga macam tujuan komunikasi, yaitu:1)      Informatif, memberikan informasi berita,2)      Persuasive, membujuk dan3)      Intertainment, memberikan hiburanDalam hubungan ini, komunikasi yang berlangsung selama proses penyuluhan selalu mengandung ketiga macam tujuan tersebut meskipun dengan kadar yang tidak selalu sama. Hal ini disebabkan karena tujuan utama penyuluhan adalah mendidik. Artinya, mempengaruhi orang lain agar mau menerima/melaksanakan informasi yang disampaikannya dengan senang hati. Meskipun demikian bobot “hiburan” harus dijaga untuk tidak selalu dominan, agar informasi yang diberikan dapat disampaikan dengan porsi yang lebih besar sehingga memungkinkan sasarannya memperolehnya cukup lengkap dan jelas.

Page 5: Bab 7   -penyuluhan

c. Proses Perubahan dalam Komunikasi

Melalui komunikasi, proses perubahan perilaku yang menjadi tujuan penyuluhan sebenarnya dapat dilakukan melalui 4 (empat) cara, yaitu:

1)      Secara persuasive atau bujukan, yakni perubahan perilaku yang dilakukan dengan cara menggugah perasaan sasaran secara bertahap sampai dia mau mengikuti apa yang dikehendaki oleh komunikator.

2)      Secara pervasion atau pengulangan, yakni penyampaian pesan yang sama secara berulang-ulang, sampai sasarannya mau mengikuti kehendak komunikator.

3)      Secara compulsion, yaitu teknik pemaksaan tidak lang-sung dengan cara menciptakan kondisi yang membuat sasaran harus melakukan/menuruti kehendak komunikator. Misalnya, jika kita menginginkan petani menerapkan pola tanam: padi-padi, palawija di lahan yang berpengairan terjamin, dapat dilakukan dengan memutuskan jatah pengairan ke wilayah tersebut.

4)      Secara coersion, yaitu teknik pemaksaan secara langsung, dengan cara memberikan sanksi (hadiah atau hukuman) kepada mereka yang menurut/melanggar anjuran yang diberikan. Misalnya, memberikan penghargaan kepada petani pengguna pupuk organik, atau melakukan pencabutan terhadap tanaman petani yang tidak direkomendasikan.Sehubungan dengan ini, dalam penyuluhan pertanian harus dihindari cara-cara pemaksaan, tetapi sejauh mungkin tetap melaksanakan teknik-teknik bujukan dan pengulangan yang dilakukan melalui kegiatan belajar bersama.

Page 6: Bab 7   -penyuluhan

d. Kejelasan KomunikasiAgar penyuluhan dapat berlangsung efektif, satu hal yang

harus diutamakan adalah perlu adanya : “ kejelasan komunikasi” yang sangat tergantung kepada keempat unsur komunikasinya, yaitu :

1) Unsur PesanPesan yang disampaikan berisi hal-hal yang dapat mudah

dipahami oleh sasarannya. Baik mengenai isi materi, bahasa yang digunakan, dan sampaikan pada waktu dan tempat yang sesuai.

2) Unsur Media / Saluran KomunikasiAgar pesan dapat diterima dengan jelas, maka saluran yang

digunakan harus terbebas dari gangguan. Baik gangguan teknis (jika menggunakan media masa), ataupun gangguan sosial budaya (jika menggunakan media antar pribadi).

Page 7: Bab 7   -penyuluhan

3) Unsur Penyuluh dan Sasarannya Sehubungan dengan hal ini, gangguan yang sering muncul adalah,

disebabkan oleh :a) Kekurang-trampilan penyuluh / sasaran untuk berkomunikasib) Kesenjangan tingkat pengetahuan penyuluh dan sasaranc) Sikap yang kurang saling menerima dengan baik d) Perbedaan latar belakang sosial budaya yang dimiliki oleh penyuluh

dengan sasarannya

Karena itu, penyuluh sangat dituntut untuk selalu berusaha :e) Meningkatkan keterampilan berkomunikasif) Menyampaikan pesan dengan cara/bahasa yang mudah dipahamig) Untuk bersikap baik (meskipun tahu bahwa dia tidak disukai)h) Memahami. Mengikuti atau setidak-tidaknya tidak menyinggung nilai-

nilai sosial budaya sasaran (meskipun dia sendiri benar-benar tidak menyukainya.

Page 8: Bab 7   -penyuluhan

e. Mengefektifkan komunikasi dalam penyuluhan pertanian

Kendala umum yang menyebabkan kegagalan komunikasi, adalah:1)     Komunikasi yang tidak efisien, yang disebabkan karena:

a. Tujuan komunikasi yang tidak jelas, baik menurut penyuluh maupun bagi masyarakat sasarannya, terutama jika penyuluh kurang melakukan persiapan menyuluh.b. Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh komunikator (gerakan-gerakan, ucapan-ucapan yang selalu dilakukan secara berulang-ulang)

2)      Salah pengertian, yang disebabkan karena:a.   Perbedaan tujuan penyuluh yang berbeda dengan tujuan sasarannya, danb.  Perbedaan latar belakang: pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya penyuluh dengan sasarannya.

Sehubungan dengan itu, Cooley (1971) memberikan acuan untuk mengefektifkan komunikasi dalam penyuluhan, yaitu dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

1)  Harus diupayakan adanya kepentingan yang sama (overlaping of interest) antara kebutuhan yang dirasakan oleh penyuluh dan masyarakat sasarannya.

2)  Pesan yang disampaikan harus merupakan (salah satu) pemecahan masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat sasarannya,

3)  Komunikator meyakini keunggulan pesan yaang disam-paikan, dan ia memiliki keyakinan bahwa masyarakat sangat mengharapkan bantuannya.

4)  Pesan yang disampaikaan harus mengacu kepada kepuasan dan perbaikan mutu hidup kedua belah pihak (terutama bagi sasarannya).

Page 9: Bab 7   -penyuluhan

Di samping itu, Katz (Mardikanto, 1983) menekankan agar setiap penyuluh harus mampu menciptakan suasana (dalam dirinya sendiri maupun terhadap masyarakat sasarannya):

1)  Berkurangnya "ego defensif" (mepertahankan keakuan sebagai yang serba paling hebat). Sebab, di dalam penyuluhan yang pada hakekatnya merupakan suatu proses pendidikan orang dewasa, masing-masing pihak dituntut untuk mau membuka dialog dalam arti mau menerima pendapat orang lain, dan menempatkan dirinya sejajar atau bahkan berada di bawah orang lain.Tanpa adanya kesediaan untuk menerima pendapat orang lain, mustahil dialog itu dapat berlangsung dengan baik.

2)  Berkurangnya "value expresif" (mempertahankan nilai-nilai yang dianutnya secara kaku). Sebagai proses komunikasi, dialog yang berlangsung di dalam penyuluhan harus dilakukan dengan kesediaan masing-masing pihak yang berkomunikasi untuk beremphati (dalam arti mampu memahami latar belakang sosial budaya dan jalan pikiran serta sudut pandang orang lain).

3)Berkembangnya sikap "utilitarian" mencari kebersamaan dan tumbuh berkembangnya keinginan menambah pengetahuan (knowledge). Artinya, selama proses penyuluhan, di samping mengembangkan sikap kebersamaan (sederajat, saling membutuhkan, saling berbagi pengalaman) juga masing-masing pihak harus mengembangkan sikap untuk selalu ingin belajar atau menambah pengetahuannya dari pihak lain.

Page 10: Bab 7   -penyuluhan

Inovasi sebagai Pesan Penyuluhan• Rogers dan Shoemaker (1971) mengartikan

inovasi sebagai: ide – ide baru, praktek – praktek baru, atau objek – objek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat sasaran penyuluhan.

• Pengertian inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil produksi saja, tetapi mencakup: ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perilaku, atau gerakan – gerakan menuju kepada proses perubahan didalam segala bentuk tata kehidupan masyarakat.

Page 11: Bab 7   -penyuluhan

"Sesuatu ide, produk, informasi teknologi,kelembagaan, peri-laku, nilai-nilai, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya perbaikan-perbaikaan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang ber-sangkutan". (Mardikanto, 1988)".

Pengertian "baru" yang melekat pada istilah inovasi tersebut bukan selalu berarti baru diciptakan, tetapi dapat berupa sesuatu yang sudah "lama" dikenal, diterima, atau digunakan/diterapkan oleh masyarakat di luar sistem sosial yang menganggapnya sebagai sesuatu yang masih "baru".

Page 12: Bab 7   -penyuluhan

Adopsi Inovasi Dalam Penyuluhan Pertaniana. Pengertian Adopsi

Adopsi, dalam proses penyuluhan, pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa: pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psycho-motoric) pada din seseorang setelah menerima “inovasi” yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Penerima disini mengandung artitidak sekadar “tahu”, tetapi sampai benar-benar dapat melaksanakan atau menerapkannya dengan benar serta menghayatinya dalam kehidupan dan usahataninya. Penerimaan inovasi tersebut, biasanya dapat diamati secara Iangsung maupun tidak langsung dengan orang. sebagai cerminan dan adanya perubahan: sikap, pengetahuan, dan atau keterampilannya.Karena adopsi merupakan hasil dan kegiatan penyampaian pesan penyuluhan yang berupa “inovasi”, maka proses adopsi itu dapat digambarkan sebagai suatu proses komunikasi yang diawali dengan penyampaian inovasi sampai dengan terjadinya perubahan perilaku.

Page 13: Bab 7   -penyuluhan
Page 14: Bab 7   -penyuluhan

b. Tahap AdopsiPada dasarnya, proses adopsi pasti melalui tahapan-tahapan sebelum masyarakatmau menerima, menerapkan dengan keyakinannya sendiri, meskipun selang waktu antar tahapan satu dengan yang Iainnya itu tidak selalu sama (tergantung sifat inovasi, karakteristik sasaran,, keadaan Iingkungan (fisik maupun sosial), dan aktivitas kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh).

Tahapan-tahapan adopsi itu adalah:1)    awareness atau kesadaran, yaitu sasaran mulai sadar tentang adanya

inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh.2) Interest atau tumbuhnya minat yang seringkali ditandai oleh

keinginannya untuk bertanya atau untuk mengetahui Iebih banyak, atau lebih jauh tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh.

 3) Evaluation atau penilaian terhadap baik, buruk atau manfaat inovasi yang telah diketahul informasinya secara Iebih lengkap. Pada penilaian ini, masyarakat sasaran tidak hanya melakukan penilaian terhadap aspek teknisnya saja, tetapi juga aspek ekonomi, maupun aspek-aspek sosial budaya, bahkan seringkali juga ditinjau dari aspek politis atau kesesuaiannya dengan kebijakan pembangunan nasional dan regional.

4) Trial atau mencoba dalam skala kecil untuk lebih meyakinkan penilaiannya, sebelum menerapkan untuk skala yang lebih luas lagi.

5)   Adoption atau menerima/menerapkan dengan penuh keyakinan berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah dilakukan/diamatinya sendiri.

Page 15: Bab 7   -penyuluhan

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan Adopsi

Kecepatan adopsi, ternyata dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu:1) Sifat inovasinya sendiri, baik sifat intrinsik (yang melekat pada

inovasi sendiri) maupun sifat ekstrinsik (dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya (Totok Mardikanto, 1988).

Sifat-sifat intrinsik inovasi itu mencakup:a. informasi ilmiah yang melekat, dilekatkan pada inovasinya,b. nilai-nilai atau keunggulan-keunggulan (teknis, ekonomis,

sosial, budaya, dan politis) yang melekat pada inovasinya,c. tingkat kerumitan (kompleksitas) inovasi,d. mudah tidaknya inovasi dikomunikasikan (kekomunikatifan),e. mudah/tidaknya inovasi tersebut dicobakan (trial-ability)f. mudah tidaknya inovasi tersebut diamati (Observability).

Page 16: Bab 7   -penyuluhan

Sedang sifat-sifat ekstrinsik inovasi meliputi:a. kesesuaian (compatibility) inovasi dengan lingkungan

setempat (baik lingkungan fisik, sosial budaya, politik, dan kemampuan ekonomis masyarakatnya).

b. Tingkat keunggulan relatif dan inovasi yang ditawarkan, atau keunggulan lain yang dimiliki oleh inovasi dibanding dengan teknologi yang sudah ada yang  akan diperbaharui/digantikannya; baik keunggulan teknis (kecocokan dengan keadaan alam setempat, dan tingkat produktivitasnya), ekonomis (besarnya beaya atau keuntungannya), manfaat non ekonomis, maupun dampak sosial budaya dan politis yang ditimbulkannya (relative advantage).

Page 17: Bab 7   -penyuluhan

Sehubungan dengan ragam sifat inovasi yang dikemukakan di atas, Roy(1981) dan hasil penelitiannya berhasil memberiikan urutan jenjang kepentingan dan masing-masing sifat inovasi yang perlu diperhatikan didalam kegiatan penyuluhan (Tabel 2).

Page 18: Bab 7   -penyuluhan

2)   Sifat sasarannyaRogers (1971) mengemukakan hipotesisnya bahwa setiap kelompok masyarakat terbagi menjadi 5 (lima) kelom-pok individu berdasarkan tingkat kecepatannya mengadopsi inovasi, yaitu:

• 2,5 % kelompok perintis (innovator), • 13,5 % kelompok pelopor (early adopter), • 34,0 % kelompok penganut dini (early mayority), • 13,5 % kelompok penganut lambat (late majority), • 2,5 % kelompok orang-orang kolot/naluri (laggard).

Page 19: Bab 7   -penyuluhan

Sehubungan dengan ragam golongan masyarakat ditinjau dari kecepatannya mengadopsi inovasi, Lionberger (1960) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan seseorang untuk mengadopsi inovasi yang meliputi:

a. Luas usahatani, semakin luas biasanya semakin cepat mengadopsi, karena memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik.

b. Tingkat pendapatan, seperti halnya tingkat luas usahatani, petani dengan tingkat pendapatan semakin tinggi biasanya akan semakin cepat mengadopsi inovasi.

c. Keberanian mengambil resiko, sebab, pada tahap awal bia-sanya tidak selalu berhasil seperti yang diharapkan.Karena itu, individu yang memiliki keberanian mengha-dapi resiko biasanya lebih inovatif.d. Umur, semakin tua (diatas 50 tahun), biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi, dan cenderung hanya melak-sanakan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat setempat.

Page 20: Bab 7   -penyuluhan

e. Tingkat partisipasinya dalam kelompok/organisasi di luar lingkungannya sendiri. Warga masyarakat yang suka bergabung dengan orang-orang di luar sistem sosialnya sendiri, umumnya lebih inovatif dibanding mereka yang hanya melakukan kontak pribadi dengan warga masyarakat setempat.

f. Aktivitas mencari informasi dan ide-ide baru. Golongan masyarakat yang aktif mencari informasi dan ide-ide baru, biasanya lebih inovatif dibanding orang-orang yang pasif apalagi yang selalu keptis (tidak percaya) terhadap sesuatu yang baru.

g. Sumber informasi yang dimanfaatkanGolongan yang inovatif, biasanya banyak memanfaatkan beragam sumber informasi, seperti : lembaga pendidikan / perguruan tinggi, lembaga penelitian, dinas-dinas terkait, media masa, tokoh-tokoh masyarakat (petani) setempat maupun luar, pedagang,dll. Berbeda dengan Golongan yang kurang inovatif umunya hanya memanfaatkan informasi dari tokoh-tokoh (petani) setempat, dan sedikit memanfaatkan informasi media masa.

Page 21: Bab 7   -penyuluhan

Selain itu, Dixon (1982) mengemukakan beberapa sifat individu yang sangat berperan dalam mempengaruhi kecepataan adopsi inovasi, yang berupa:

a. Prasangka inter personal

Adanya sifat kelompok masyarakat (terutama yang masih tertutup) untuk mencurigai setiap tindakan orang -orang yang berasal dan berada di luar sistem sosialnya, sering-kali berpengaruh terhadap kecepatan adopsi inovasi.Karena itu, proses adopsi inovasi dapat dipercepat jika penyuluh dapat memanfaatkan tokoh-tokoh atau panutan masyarakat setempat. Sebab, di dalam masyarakat sasaran seperti ini, mereka akan cepaat mengadopsi inovasi yang disampaikan oleh orang-orang yang telah mereka kenal, dan pihak-pihak yang senasib dan sepenanggungan.

b. Pandangan terhadap kondisi lingkungannya yang terbatas

Foster (1965) dan Shanin (1973) dari hasil pengamatannya menyimpulkan bahwa, kecepatan adopsi inovasi sangat tergantung pada persepsi sasaran terhadap keadaan ling-kungan sosial di sekitarnya. Jelasnya, jika mereka keadaan masyarakat (sosial ekonomi, teknologi yang diterapkan) relatif seragam, mereka akan kurang terdorong untuk mengadopsi inovasi yang ditawarkan guna melakukan perubahan-perubahan. Sebaliknya, jika ada seseorang atau beberapa anggota masyarakat sasaran yang memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dimilikinya, mereka akan cenderung berupaya keras untuk melakukan perubahan-perubahan demi tercapainya peningkatan atau perbaikan mutu hidup mereka sendiri dan masyarakatnya.

Page 22: Bab 7   -penyuluhan

c. Sikap terhadap penguasa

Di dalam kehidupaan sehari-hari, sebenarnya terdapat dualisme tentang sikap masyarakat terhadap penguasanya. Di satu pihak, elit penguasa dinilai sebagai kelompok yang selalu meendominasi dan mengeksploitasi warga masyarakat pada umumnya, dan di pihak lain dinilai seba-gai pelindung dan kelompok yang memegang kekuasaan dan mampu memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi.Dualisme sikap terhadap penguasa seperti ini, jugaa berpengaruh kepada kecepatan adopsi inovasi, terutama jika kegiatan penyuluhannya selalu diikuti/didampingi atau dilaksanakaan sendiri oleh aparat pemerintah. Sehingga kehadiran aparat penguasa kadang-kadang sa-ngat diperlukan, tetapi di pihak lain sering kali juga harus dihindarkan.

d. Sikap kekeluargaan

Sebagaimana juga telah dikemukakan pada Bab sebelum-nya, tidak ada satupun warga masyarakat sasaran yang mampu mengambil keputusan secara individual, tanpa mengikut sertakan keluarga atau kerabat dekatnya. Oleh sebab itu, di dalam sistem sosial yang sikap keke-luargannya masih tebal, adopsi inovasi berlangsung relatif lambat, karena setiap pengambilan keputusan untuk mengadopsi selalu harus menunggu kesepakatan seluruh anggota keluarga atau kerabatnya. Dan ini relatif berbeda dengan masyarakat komersial yang individualistis, yang pada umumnya dapat mengambil keputusan sendiri untuk mengadopsi inovasi yang ditawarkan penyuluhnya.

Page 23: Bab 7   -penyuluhan

e. FatalismeFatalisme adalah suatu kondisi yang menunjukkan keti-dakmampuan seseorang untuk merencanakan masa depan-nya sendiri, sebagai akibat dari pengaruh faktor-faktor luar yang tidak mampu dikuasainya. Kondisi seperti ini, umumnya dimiliki oleh masyarakat petani yang kehidupan maupun usahataninya relatif masih sangat tergantung kepada keadaan alam, dan atau diper-kuat lagi dengan sistem pemerintahan otoriter yang kurang memberikan kesempatan kepada masyarakatnya untuk menentukan nasibnya sendiri. Dalam kondisi fatalisme seperti itu, adopsi inovasi akan berlangsung sangat lam-ban, karena akan menghadapi resiko dan ketidakpastian yang sangat besar.

f. Kelemahan AspirasiSebagai akibat lanjutan dari kondisi fatalisme adalah lemahnya aspirasi atau cita-cita untuk menikmati kehi-dupan yang lebih baik. Dalam kondisi seperti ini, sebagian besar masyarakat sasaran akan bersifat pasrah, dan cukup puas dengan apa yang dapat dinikmati tanpa adanya cita-cita dan harapan untuk dapat hidup yang lebih baik. Sehingga, setiap inovasi yang ditawarkan akan sangat lamban diadopsi.

g. Hanya berpikir untuk hari iniDengan lemahnya aspirasi yang disebabkan oleh fatalisme di atas, warga masyarakat yang bersangkutan tidak pernah berpikir tentang hari esok. Yang menyelimuti hati dan pikiran mereka hanyalah: bagaimana untuk bisaa hidup hari ini sepuas-puasnya, sedang hari esok tergantung kepada nasib.Masyarakat seperti ini hanya berpandangan "quick yielding" yang cepat dapat dinikmati, dan akan sangat mengadopsi inovasi yang umumnya berupa investasi untuk mencapai tujuan perbaikan mutu hidup dalam jangka panjang.

Page 24: Bab 7   -penyuluhan

h. Kosmopolitnes, yaitu tingkat hubungannya dengan "dunia luar" di luar sistem sosialnya sendiri.Kosmopolitnes, dicirikan oleh frekuensi dan jarak perjalanan yang dilakukan, serta pemanfaatan media masaa.Bagi warga masyarakat yang relatif lebih kosmopolit, adopsi inovasi dapat berlangsung lebih cepat. Tetapi, bagi yang lebih "localite" (tertutup, terkungkung di dalam sistem sosialnya sendiri, proses adopsi inovasi akan ber-langsung sangat lamban karena tidak adanya keinginan-keinginan baru untuk hidup lebih "baik" seperti yang telah dapat dinikmati oleh orang-orang lain di luar sistem sosialnya sendiri.

i. Kemampuan berpikir kritis, dalam arti kemampuan untuk menilai sesuatu keadaan (baik/buruk, pantas/tidak pantas, dll).Akibatnya adalah, meskipun inovasi yang ditawarkan itu akan benar-benar dapat memberikaan peluang untuk meraih mutu hidup yang lebih baik, proses pengambilan keputusan untuk mengadopsi tetap juga berjalan lamban.

j. Tingkat kemajuan peradabannyaKemajuan tingkat peradaban, akan sangat menentukan ragam dan mutu kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan oleh setiap individu dalam sistem sosial yang bersang-kutan (Lippit, 1958).Karena itu, tingkat adopsi inovasi di dalam masyarakat yang lebih maju akaan relatif lebih cepat, karena setiap warga masyarakat terdorong untuk selalu ingin memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang terus menerus mengalami perubahaan, baik dalam ragaam kebutuhannya maupun mutu yang diinginkannya.

Page 25: Bab 7   -penyuluhan

3) Cara pengambilan keputusanTerlepas dari ragam karakteristik individu dan masyarakat, cara pengambilan keputusan yang dilakukan untuk mengadopsi sesuatu inovasi juga akan mempengaruhi kecepatan adopsi. Tentang hal ini, jika keputusan adopsi dapat dilakukan secara pribadi (individual) relatif lebih cepat dibanding pengambilan keputusan berdasarkan keputusan bersama (kelompok) warga masyarakat yang lain, apalagi jika harus menunggu peraturan-peraturan tertentu (seperti: rekomendasi pemerintah/penguasa).

4) Saluran Komunikasi yang digunakanJika inovasi dapat dengan mudah dan jelas dapat disampaikan lewat media masa, atau sebaliknya jika kelompok sasarannya dapat dengan mudah menerima inovasi yang disampaikan melalui media masa, maka proses adopsi akan berlangsung relatif lebih cepat dibandingkan dengan inovasi yang harus disampaikan lewat media antar pribadi.Sebaliknya, jika inovasi tersebut relatif sulit disampaikan lewat media masa atau sasarannya belum mampu (dapat) memanfaatkan media masa, inovasi yang disampaikan lewat media antar pribadi akan lebih cepat dapat diadopsi oleh masyarakat sasarannya.

5) Keadaan PenyuluhKecepatan adopsi juga sangat ditentukan oleh aktivitas yang dilakukan penyuluh, khususnya tentang upaya yang dilakukan penyuluh untuk “ mempromosikan” inovasinya. Semakin rajin penyuluhnya menawarkan inovasi, proses adopsi akan semakin cepat pula. Berkaitan dengan kemampuan penyuluh untuk berkomunikasi, perlu juga diperhatikan kemampuannya berempaty, atau kemampuan untuk merasakan keadaan yang sedang dialami atau perasaan orang lain. Kegagalan penyuluhan sering disebabkan penyuluh tidak mampu memahami apa yang sedang dirasakan dan dibutuhkan oleh sasarannya.

6) Ragam Sumber InformasiKecepatan adopsi juga sangat dipengaruhi oleh media masa, teman/tetangga, penyuluh, pedagang,dll.

Page 26: Bab 7   -penyuluhan

Difusi Inovasi Dalam Penyuluhan PertanianYang dimaksud dengan proses difusi inovasi adalah

perembesan atau penyebaran adopsi inovasi dari satu individu yang telah mengadopsi ke individu yang lain dalam sistem sosial masyarakat sasaran penyuluhan yang sama.

Pengertian difusi inovasi hampir sama dengan inovasi. Perbedaannya adalah jika dalam proses adopsi pembawa inovasi berasal dan “luar” sistem lokal masyarakat sasaran. Sedang dalam proses difusi, sumber informasi berasal dan dalam (orang) sistem sosial masyarakat itu sendiri.

Upaya yang dapat dlilakukan oleh penyuluh dalam mempercepat proses baik difusi maupun adopsi adalah sebagai berikut:

1. Melakukan diagnosa terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat sasaran.

2. Membuat masyarakat sasaran menjadi tidak puas dengan kondisi yang dialaminya, dengan cara menunjukkan kelemahan-kelemahan meneka, masalah-masalah mereka, adanya kebutuhan-kebutuhan baru/tuntutan zaman yang selalu berkembang dan membandingkan dengan suatu sistem sosial masyarakat lain yang dapat berhasil meningkatkan kualitas kehidupannya;

Page 27: Bab 7   -penyuluhan

3. Menjalin hubungan yang erat dengan kelompok sasaran menunjukkan kesiapannya untuk membantu masyarakat sasaran;

4.  Mendukung dan membantu masyarakat sasaran dalam mencapai keinginan-keinginan melakukan perubahan menuju pada kondisi yang lebih baik;

5. Memantapkan hubungan dengan masyarakat dan pada akhirnya melepaskan masyarakat sasaran berswakarsa dan berswadaya.

Page 28: Bab 7   -penyuluhan

TERIMA KASIH