Upload
infosanitasi
View
2.906
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Clean development mechanism dalam rangka pengelolaan persampahan
Citation preview
1 | H a l a m a n
PENGELOLAAN GAS DAN POTENSI CDM
1 PENGELOLAAN GAS DI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR
Tujuan:
• Sampah sebagai sumber emisi gas rumah kaca
• Proses terbentuknya gas rumah kaca di TPA
• Metoda pengelolaan gas di TPA
1.1 SAMPAH DAN PRODUKSI GAS RUMAH KACA
Timbulan sampah diperkotaan di Indonesia hampir mencapai 10 juta ton sampah
pertahun; dengan kandungan organik sampah yang tinggi (70%), proses penguraian
sampah tersebut akan berpotensi melepaskan gas rumah kaca (GRK) dan berkontribusi
terhadap permanasan global. Menurut protokol Kyoto terdapat berbagai jenis gas yang
dikelompokkan menjadi gas rumah kaca diantaranya adalah methan (CH4),
Karbondioksida (CO2), NO2, N2O dan gas-gas lain seperti HFCs, PFCs dan SF6. Methan
(CH4) dan karbon dioksida merupakan jenis gas yang menjadi pemicu utama
terjadinya gas rumah kaca dan perubahan iklim. Proses terbentuknya efek rumah kaca
dapat digambarkan sebagai berikut:
2 | H a l a m a n
Gambar 1. Proses terbentuknya efek rumah kaca
Secara khusus methan merupakan gas rumah kaca dengan potensi pemanasan
global (global warming potential/GWP) 25 kali lebih besar dibandingkan dengan CO2
dengan skala rentang waktu 100 tahun. Potensi pemanasan global methan akan
semakin meningkat apabila rentang waktu tersebut diperkecil (misalnya GWP metan
adalah sebesar 72 apabila rentang waktu yang digunakan adalah 20 tahun). Pada
tabel berikut dicantumkan contoh GWP dalam rentang waktu tertentu:
Tabel 1. GWP (Global warming potential) untuk beberapa gas rumah kaca dalam rentang waktu tertentu
3 | H a l a m a n
1.2 KEUNTUNGAN PENGELOLAAN GAS DI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR
Pengelolaan gas methan di TPA memberikan banyak keuntungan terhadap lingkungan
dan ekonomi yang dapat dimanfaatkan bagi pemilik/pengelola TPA, maupun
masyarakat disekitarnya. Keuntungan tersebut adalah:
1. Perlindungan lingkungan terhadap emisi gas rumah kaca
Secara umum proses penguraian sampah organik yang ada di TPA akan
mengemisikan berbagai macam gas, termasuk methan dan karbon dioksida.
Jika gas-gas tersebut tidak dikelola, maka mereka akan dilepaskan ke atmosfer
dan dapat menyebabkan kerusakan ozon, perubahan iklim, dan efek gas
rumah kaca lainnya. Pemanfaatan gas methan sebagai sumber energi akan
menjadi alternatif energi lain yang dapat dipilih pada saat energi dari bahan
bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara semakin terbatas jumlahnya.
Selain itu emisi gas dan pencemar lain yang pada umumnya dihasilkan oleh
penggunaan bahan bakar fosil menjadi berkurang jumlahnya di udara.
2. Keuntungan ekonomi
Berdasarkan UU Persampahan no 18/2008, seluruh open dumping yang ada
direncanakan sudah akan diubah menjadi controlled landfill dan kemudian
menjadi sanitary landfill. Perkembangan ini mensyaratkan bahwa harus
dilakukan pengelolaan gas di TPA untuk mengurangi emisi gas methan ke
atmospher. Pemanfaatan gas methan sebagai salah satu sumber energi
terbarukan dapat menguntungkan bagi pengelola karena energi yang dihasilkan
dapat dijual kepada masyarakat di sekeliling area TPA. Selain itu penciptaan
lapangan kerja dari mulai tahap perencanaan, pengoperasian, dan
pemanfaatan gas tersebut.
1.3 PROSES TERBENTUKNYA GAS DI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR
Secara umum sampah yang dibuang ke tempat pemrosesan akhir akan mengalami
tiga fase, yaitu fase aerobik, fase acetogenik, dan fase methanogenik.
Keberlangsungan ketiga fase tersebut sangat tergantung pada aktivitas berbagai jenis
mikroorganisma. Fase tersebut adalah:
• Fase I/Aerobic phase
o Terjadi pada periode awal pembuangan, proses penguraian berlangsung
dengan memanfaatkan oksigen
4 | H a l a m a n
o Aktivitas mikroba memungkinkan panas dihasilkan hingga suhu
tumpukan sampah dapat mencapai 70-80oC
o Secara umum fase aerobik hanya berlangsung dalam waktu yang cukup
singkat (dari beberapa hari sampai beberapa minggu)
o Gas yang dihasilkan terutama adalah CO2 dan uap air. CO2 yang
dihasilkan menyebabkan pH menjadi asam
• Fase II/Acetogenic Phase
o Pada tahapan berikutnya, terjadi proses pemadatan dan pelapisan tanah
pada lapisan atas sampah. Mikroorganisma aerob digantikan oleh
mikroorganisma fakultatif yang dapat hidup dalam lingkungan rendah
oksigen lingkungan (anaerobik)
o Hasil dekomposi utama adalah asam organik dan CO2.
o Pada fase ini dihasilkan leachate dalam jumlah besar
• Fase III/Methanogenic Phase
o Pada fase III mikroorganisme fakultatif digantikan oleh mikroorganisma
obligate anaerob
o Mikroorganisma ini akan mendekomposisi sampah organik yang belum
diuraikan pada fase acetogenik
o Hasil dekomposisi utama adalah methan, CO2, air, dan panas
o Fase ini akan berlangsung selama 6 bulan
o Pada fase ini produksi gas methan menjadi konstan dan gas-gas lain
juga dihasilkan dengan komposisi sebagai berikut:40 methan
� 40-50% karbon dioksida
� 3-20% Nitrogen
� 1% Oksigen
Secara ringkas reaksi pembentukan gas metan secara anaerobik ini terjadi sebagai
berikut:
Bahan organik + H2O humus + CH4 + CO2
5 | H a l a m a n
Gambar 2. Tiga proses pembentukan gas di TPA
1.4 TEKNOLOGI PENGELOLAAN GAS DI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR
Tujuan dasar dalam pengelolaan gas di TPA pada prinsipnya adalah dengan
mengoksidasi methan menjadi karbondioksida sehingga methan tersebut tidak dibuang
bebas kedalam atmosfir dan menyebabkan efek rumah kaca.
Teknologi pengolahan gas methan tersebut meliputi:
1. Pemanfaatan gas methan menjadi sumber energi
Persyaratan:
o Konsentrasi gas methan yang dihasilkan lebih besar dari 45% v/v
o Target emisi lebih ketat, terutama untuk emisi NOx
2. Flaring/Pembakaran
o Proses yang terjadi adalah pembakaran gas metan dan bau menjadi CO2
6 | H a l a m a n
o Standard suhu yang ditetapkan oleh US EPA adalah 1.000oC dengan
waktu retensi 0,3 detik
o Dilakukan dengan menggunakan cerobong
o Konsentrasi CH4 adalah lebih besar dari 25% v/v
3. Dioksidasi secara biologis dengan proses penutupan harian (daily cover), soil
cap, dan filter biologis
o Dilakukan pada TPA yang memiliki material penutup yang tidak terlalu
baik,sehingga dapat terjadi kebocoran CH4 yang mengakibatkan oksidasi
CH4 oleh bakteri methanothropic. Proses ini dimungkinkan apabila tidak
terdapat penutup sintetis di landfill dan lapisan penutunya bersifat
porous seperti kompos, woodchips.
Gambar 3. Flaring/pembakaran gas methan
7 | H a l a m a n
Gambar 4. Pemanfaatan menjadi sumber energi
Banyaknya produksi metan yang dihasilkan dalam sebuah landfill bergantung pada
beberapa faktor seperti:
• Kelembaban sampah
• pH
Meskipun demikian tingkat pemadatan dan berat jenis sampah tidak terlalu
berpengaruh. Salah satu contoh metoda perhitungan volume gas metan yang
dihasilkan dalam sebuah TPA adalah sbb:
Q = M*10*T/8760 (*)
Dimana:
Q = besarnya aliran gas metan (m3/jam)
M = banyaknya sampah yang dapat terurai (ton)
T = waktu (tahun)
(*) Persamaan diatas merupakan persamaan sederhana untuk menghitung
potensi timbulan gas, sedangkan untuk perhitungan yang lebih detail bisa
mengikuti metode yang dikeluarkan oleh IPCC
8 | H a l a m a n
Tidak semua bahan organik yang terdapat dalam sampah dapat terurai secara
menyeluruh. Pada tabel berikut dicantumkan beberapa derajat penguraian berbagai
bahan organik yang dapat terurai (%):
Tabel 2. Derajat penguraian berbagai bahan organik
1.5 PENGUMPULAN GAS DAN PEMANFAATANNYA
Seperti sudah disebutkan sebelumnya, methan meupakan gas utama yang dihasilkan
dari TPA yang bersifat eksplosif apabila terakumulasi. Fasilitas pengumpulan gas perlu
disiapkan untuk membakar atau memanfaatkan gas methan tersebut pada proses
selanjutnya. Proses pengumpulan tersebut dapat dilakukan melalui sistem pasif
ataupun sistem aktif.
9 | H a l a m a n
• Sistem pasif
Sistem pasif digunakan dengan menggunakan pipa perforated yang dipasang
secara vertikal dan menggunakan tekanan gas yang ada untuk dikeluarkan dan
kemudian dibakar. Sistem ini biasanya digunakan apabila volume gas yang
dihasilkan kecil dan tidak dimungkinkan pengolahan lanjutan pada lokasi lain.
Gambar 5. Pemipaan Vertikal
• Sistem aktif
Sistem aktif terdiri atas serangkaian sistem perpipaan, sumur, dan pompa
untuk mengambil gas serta kemudian memanfaatkannya menjadi energi listrik.
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan adalah:
o Kuantitas dan kualitas gas yang dihasilkan
o Ketersediaan konsumen untuk gas atau listrik yang dihasilkan
o Secara ekonomis jarak antara sumber listrik dan konsumen
menguntungkan
o Unit price dari listrik yang dihasilkan
10 | H a l a m a n
Gambar 6. Pemipaan horisontal
Adapun rangkaian pemipaan secara menyeluruh dalam sebuah TPA dapat
digambarkan sebagai berikut:
11 | H a l a m a n
Gambar 7. Metoda pengumpulan gas dari sumur gas di Tempat Pemrosesan Akhir
Gambar 8. Skema diagram sumur gas
12 | H a l a m a n
Selain pengelolaan gas rumah kaca, permasalahan gas yang menimbulkan bau juga
merupakan permasalahanyang harus ditangani dengan baik di TPA sebab memiliki
konsekuensi kesehatan terhadap kesehatan pekerja dan juga perkembangan sosial
ekonomi daerah sekitar tempat pemrosesan akhir. Beberapa metoda yang dapat
digunakan untuk mengurangi bau diantaranya adalah:
Gambar 9. Metoda pengontrolan bau di landfill
13 | H a l a m a n
2 PENYELENGGARAAN PROYEK CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM
(CDM) DI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH
Tujuan:
• Latar beakang penyelenggaraan CDM
• Prosedur pelaksanaan CDM
• Aspek Pembiayaan, Pemilihan Teknologi, dan Mekanisme CDM
2.1 LATAR BELAKANG
Mekanisme Pembangunan Bersih atau Clean Development Mechanism (CDM)
merupakan salah satu mekanisme penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) dan dilakukan
melalui tiga mekanisme yaitu :
• Emissions Trading (ET) : perdagangan emisi antar negara maju
• Joint Implementation (JI) : pelaksanaan penurunan emisi secara bersama
antar negara maju
• Clean Development Mechanism (CDM) : kerjasama antara negara maju dan
negara berkembang dengan tujuan membantu negara maju memenuhi
target pengurangan jumlah emisi negaranya dan mendukung pembangunan
berkelanjutan di negara berkembang.
Sampah dan limbah yang memiliki kandungan organik tinggi berpotensi melepaskan
Gas Rumah Kaca (GRK) dan berkontribusi terhadap pernanasan global. GRK di
sektor limbah/ sampah berhubungan dengan fraksi sampah organik. Pengurangan
Gas Rumah Kaca (GRK) dalam bentuk CO2 ekivalen dapat dicapai dengan
menghancurkan gas metana dengan merubahnya menjadi CO2 melalui berbagai
proses dan teknologi pembusukan secara biologis-aerobik. Jumlah pengurangan
emisi inilah yang diperhitungkan dalam proyek CDM
14 | H a l a m a n
Timbulan sampah diperkotaan di Indonesia hampir mencapai 10 juta ton sampah
pertahun, dan menurut John Morton, 2005 (World Bank Experience in Landfill Gas
and Prospects for Indonesia) potensi emisi gas metana dari timbulan sampah
mencapai 404 juta m3 per-tahun dan energi ini dapat diubah menjadi setara dengan
79 MW listrik, serta revenue dari carbon finance dapat mencapai Rp 118 milyar
pertahun. Namun demikian, partisipasi Indonesia dalam CDM di sektor sampah saat
ini belum terlalu signifikan dan perlu partisipasi dari banyak pihak baik pemerintah
pusat, daerah dan swasta dalam memanfaatkan peluang ini.
Pelaksanaan Proyek CDM di TPA terkait dengan beberapa peraturan dan perundang-
undangan adalah sebagai berikut:
• Undang- Undang No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
• Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
• Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
• Undang-Undang No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah
• Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 mengenai Pengeloaan Kualitas
Air dan
• Pengendalian Limbah Cair
• Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 2005 mengenai Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum
• Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan
Swasta
• dalam Pengembangan Infrastruktur Peraturan Pemerintah Daerah
• Peraturan Pemerintah RI No. 23 Tahun 2005 mengenai Pengelolaan Dana
dalam Dinas
• Pelayanan Publik
• Peraturan Pemerintah RI No. 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah
• Peraturan Pemerintah RI No. 38 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas
Peraturan
• Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah
• Keputusan Presiden No. 7 Tahun 1998 mengenai Kerjasama Publik dan
Swasta (Public and Private Partnership)
• Keputusan No. 68/BAPEDAL/05/1994 mengenai Prosedur Perizinan untuk
15 | H a l a m a n
Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperasian Peralatan Pengolahan,
Pengolahan, dan Pembuangan Akhir Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3)
• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. : 21/PRT/M/2006 Tentang Kebijakan
Dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan
(KSNP-SPP)
• Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah
2.2 PROSEDUR PELAKSANAAN CLEAN DEVELOPMENT PROGRAM
CDM dapat dilaksanakan di TPA yang baru dibuka maupun di lokasi TPA yang telah
beroperasional. Perlu diperhatikan bahwa proyek CDM hanya merupakan tambahan
atau topping-up dari kegiatan yang telah ada. Artinya pelaksanaan CDM di TPA hanya
dapat diimplementasikan bila persyaratan teknis dan infrastruktur utama serta
penunjang yang memadai telah tersedia, seperti desain dan operasional TPA dengan
sanitary landfill, anaerobic digestion atau pengomposan.
Tabel 3. Investasi proyek CDM dan Infrastruktur yang harus disiapkan pemda/kabupaten
Investasi Proyek CDM Infrastruktur yang harus disiapkan
pemda/kabupaten
• peralatan penangkap dan pengelolaan
gas rumah kaca
• pembiayaan persyaratan administrasi
CDM
• Sel-sel sampah, timbangan pengukur
sampah masuk TPA, sistem saluran dan
kolam leachate, alat berat dan peralatan
penunjang lainnya
• Penyusunan AMDAL
• Konsultasi publik
• Penyusunan kelembagan
Adapun 'komoditi' yang diperdagangkan dalam Proyek CDM adalah reduksi emisi
metana (CHR4R) dalam satuan ton CO2-e Rper tahun. Proyek CDM terbagi atas dua
skala yaitu skala kecil mengurangi emisi gas rumah kaca sampai dengan 60,000 ton
16 | H a l a m a n
CO2-e Rsedangkan proyek CDM skala besar mengurangi emisi gas rumah kaca
sampai mulai dari 60.000 ton CO2-e sampai sekitar 200.000 ton CO2-e. Makin
besar luasan TPA, maka akan makin banyak sampah yang dapat ditampung, dan
pengurangan emisi yang dapat dicapai menjadi lebih tinggi.
Pengurangan emisi gas tersebut diatas, maka akan menjadi "pendapatan" proyek CDM
yang dinyatakan dengan Certified Emission Reduction (CER). Perhitungannya tergantung
dari metodologi dan teknologi yang diterapkan. Pembagian pendapatan dapat
dibicarakan bersama oleh investor dengan pemilik proyek (untuk TPA biasanya
pemerintah kota/ kabupaten). Komisi Nasional MPB mengharuskan alokasi minimal
7% dari pendapatan proyek untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di sekitar
lokasi proyek.
Dalam pelaksanaan Proyek CDM, proses registrasi dan lain-lain biasanya dilakukan oleh
investor dan Designated Operation Entity (DOE) yaitu suatu lembaga yang dituniuk oleh
Executive Board CDM untuk melakukan validasi atau verifikasi dan sertifikasi terhadap
aktivitas proyek CDM. Namun demikian, Pemerintah kota/kabupaten perlu
mengetahui, siapa Designated Operation Entity (DOE) yang digunakan oleh investor
untuk melakukan proses-proses di atas. Executive Board CDM di Brussel secara berkala
mengevaluasi para DOEs dan mengeluarkan pengumuman di website UNFCCC.
Beberapa DOE yang tidak memenuhi kualifikasi biasanya tidak diperpanjang lagi ijinnya.
17 | H a l a m a n
Gambar 10. Alur proses proyek CDM secara umum
18 | H a l a m a n
Gambar 11. Alur proses kegiatan dan pelaku CDM
19 | H a l a m a n
Gambar 12. Proses persetujuan CDM dari Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB)
20 | H a l a m a n
2.3 Jenis Proyek CDM
A. Proyek CDM Tunggal dan Bundling
B. Programmatic of Action CDM (PoA)
Gambar 13. Programmatic of Action (PoA) CDM
21 | H a l a m a n
2.4 ASPEK PEMBIAYAAN DAN RESIKO PROYEK CDM
2.4.1 Pembiayaan proyek CDM
Pembiayaan pada suatu proyek CDM meliputi pembiayaan berbagai kegiatan penyiapan
infrastruktur, kelembagaan dan penyiapan proyek CDM.
Tabel 4 menyajikan pembiayaan yang dibutuhkan untuk implementasi proyek CDM di
suatu TPA yang telah diperhitungkan layak (feasible). Sedangkan Tabel 5 menyajikan
rincian pembiayaan yang diperlukan untuk administrasi proyek CDM.
Tabel 4. Pembiayaan untuk implementasi proyek CDM di TPA
No Komponen biaya Penanggung jawab
pendanaan
1. Penyiapan kelembagaan Pemerintah kota/kab
Pemerintah propinsi (untuk
regional TPA atau pragmatic
CDM)
2. Penyiapan infrastruktur dasar (underlying investment
of CDM Project)
Pemerintah kota/kab dan
investor
a. Detail engineering design TPA Pemerintah kota/kab
b. Dokumen AMDAL atau UKL UPL Pemerintah kota/kab
c. Dokumen/rencana pengelolaan TPA Pemerintah kota/kab
3. Kelengkapan infrastruktur TPA* Pemerintah kota/kab
4. Operasional dan pemeliharaan fasilitas pendukung
proyej CDM**
Pemerintah kota/kab dan
investor
5. Pembiayaan proyek CDM Swasta/investor/donor/pemerin
tah kota/kab
*Dapat sharing pendanaan pemerintah pusat/propinsi
**Biaya operasi dan pemeliharaan TPA disediakan oleh pemerintah kota/kabupaten
sesuai kebutuhan
22 | H a l a m a n
Tabel 5. Perkiraan biaya untuk proyek CDM
No. Tahapan kegiatan Biaya (dalam US $)
1. Feasibility dan due dilligent (termasuk PIN) $ 5.000 - $ 10.000
2. Dokumentasi (PDD) $ 20.000 - $ 50.000
$ 100.000 untuk proyek
yang mebbutuhkan
metodologi baru
3. Konsultasi publik $ 2.000 - $ 10.000
4. Validasi $ 8.000 - $ 15.000
5. Persetujuan oleh komnas MPB Bebas biaya
6. Registrasi kepada CDM Excecutive board $ 5.000 - $ 30.000
(tergantung proyek)
7. Implementasi proyek CDM Tergantung proyek
8. Investasi Tergantung proyek
9. Monitoring Tergantung proyek
10 verifikasi $ 5.000 - $ 10.000
Gambar 14. Biaya-biaya transaksi CDM
23 | H a l a m a n
2.4.2 Pengelolaan Certified Emission Reduction (CER)
Harga CER sangat tergantung pada kondisi dan situasi harga karbon di pasar
internasional. Sejak awal diluncurkan tahun 2002, harga CER dari Proyek CDM berkisar
antara €5-25, bergantung pada jenis proyek CDM dan buyer.
Gambar 15. Variasi harga karbon
Pengelolaan dana CER yang menjadi bagian Penda hendaknya dimafaatkan untuk
mendukung operasional TPA agar dapat dilaksanakan dan dikelola sesuai dengan
kaidah-kaidah yang berlaku.
24 | H a l a m a n
2.5 PILIHAN TEKNOLOGI
Jumlah minimum sampah untuk sebuah landfill agar dapat menjadi proyek CDM yang
ideal adalah:
• 400 hingga 500 ton per hari.
• Untuk teknologi sanitary landfill, luasan TPA disarankan > 10 Ha. Untuk TPA
yang lebih kecil dari 10 Ha, teknologi pengomposan dan anaerobic digestion
dapat diaplikasikan.
Untuk memaksimalkan proyek CDM, aplikasi dan implementasi juga dapat dilakukan
dengan menggabungkan beberapa proyek CDM di TPA dengan menerapkan teknologi
yang sama. Pilihan-pilihan teknologi CDM di TPA Sampah disajikan pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6. Pilihan-pilihan teknologi untuk CDM di TPA sampah
Teknologi yang tepat
untuk CDM
Deskripsi teknis Persyaratan dan dasar-
dasar aplikasi teknis
Landfill gas flaring Penangkapan metana dari
sanitary landfill yang
terkonstruksi dan
beroperasi dengan baik
atau pengumpulan sampah
reusable di sanitary landfill
untuk kemudian dibakar
(flaring) di TPA
1. Sampah mínimum 400 –
500 ton perhari dibawa
ke TPA
2. Jumlah sampah
minimum yang ada di
TPA sudah mencapai 3
juta ton
3. Ketinggian tumpukan
sampah sebaiknya 5 –
15 m
4. Peralatan timbangan
yang memadai
5. Jumlah kendaraan berat
dan operator mencukupi
untuk menutup sampah
harian dengan tanah
dan kompaksi
6. Anggaran tahunan
25 | H a l a m a n
Teknologi yang tepat
untuk CDM
Deskripsi teknis Persyaratan dan dasar-
dasar aplikasi teknis
mencukupi dan aman
bagi ketersediaan O&M
7. Sel-sel yang didisain
secara jelas
8. Penutupan tanah harian
atau mingguan
9. Infrastruktur lapisan dan
penagkapan gas yang
tepat
10. Pengawasan yang ketat
terhadap pemulung
Forced aeration composting Teknik pengomposan
dengan menggunakan
forced/induced aeration
melalui alat peniu blower
untuk mempercepat proses
pembusukan dan mencegah
pembentukan metan
1. Infrastruktur (area
beratap)
2. Peralatan berat (loader,
backhoe, rotary kiln
screen, dsb.)
Perlakuan panas
(insinerasi, gasifikasi,
pirolisis, dsb)
Proses penghancuran
sampah dengan atau tanpa
tekanan udara dan gas
1. Standar dan persyaratan
pemilihan TPA untuk
perlakuan panas perlu
ditetapkan oleh KLH dan
Departemen PU
2. Nilai calorific sampah
yang tinggi – sebaiknya
diatas 6.000 kJ/kg
(konversi kedalam
kCal/kg) dalam rata rata
setiap musim
3. Suhu pembakaran yang
tinggi (1000oC setiap
saat)
4. Standar penanganan
26 | H a l a m a n
Teknologi yang tepat
untuk CDM
Deskripsi teknis Persyaratan dan dasar-
dasar aplikasi teknis
abu dan sisa
pembakaran yang aman
perlu ditetapkan oleh
KLH (terutama dioxin)
5. Pemantauan emisi dari
tumpukan sampah
harus dilakukan secara
ketat
Perlakuan anaerobik Pemrosesan sampah
menggunakan teknik
fermentasi dalam reaktor
anaerobik
1. Standar dan persyaratan
pemilihan TPA perlu
ditetapkan oleh KLH dan
Departemen PU
2. Hanya sesuai untuk
sampah organik –
pemisahan yang tepat
merupakan keharusan
3. Kontrol yang tepat
terhadap campuran pulp
4. Kontrol yang tepat
terhadap produksi dan
penahanan gas metana
Perlakuan biologis mekanis Pemrosesan menggunakan
proses mekanis
(pemisahan, pencacahan,
minimisasi volumen
sampah, pengomposan)
kemudian dijadikan landfill
1. Sampah organik harus
terpisah
2. Kontrol terhadap
leachate dan pelepasan
gas metana
27 | H a l a m a n
Tabel 7. Perbandingan biaya
Teknologi Investasi (US $/ton
total sampah)
Operasional (US $/ton
sampah tahunan)
LFG
1. Pengumpulan dan flaring
2. Pembangkit energi
1 – 2
1,5 - 3
0,5
0,5
Perlakuan biologis aerobic
1. Teknologi sederhana
2. Teknologi tingkat tinggi
3 – 4
10 - 20
5 – 10
20 - 60
Insinerasi 50 -150 70
Co-Processing 10 - 20
Untuk pelaksanaan Proyek CDM di TPA, beberapa prasarana dan sarana
dasar/lingkungan/ penunjang penting yang harus disiapkan oleh Pemerintah Kota/Kab
disajikan pada Tabel 8 ini.
Tabel 8. Prasarana dan Sarana yang Perlu Disiapkan Pemerintah Kota/Kabupaten
Prasarana & Sarana Keterangan
Truk angkutan sampah
khusus sampah basah
Sesuai kebutuhan dan kemampuan, untuk menjamin
suplai yang kontinyu ke lokasi proyek
Jembatan timbang Sebaiknya digital, terhubung ke komputer secara
berkala ditera ulang agar dapat mengukur sampah
masuk TPA secara akurat
Pagar keliling Sesuai kebutuhan
Pengolahan leachate
Sesuai kemampuan, bila memungkinkan
menggunakan aerator atau sistem anaerobik total
Saluran drainase TPA Sesuai kebutuhan
Peralatan berat operasi di
TPA
Sesuai kebutuhan
28 | H a l a m a n
Box 1. Dokumen-dokumen penting
Dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kelengkapan proyek CDM:
• Surat penunjukkan lokasi TPA
• Bukti sah kepemilikan atau status lahan TPA
• Koordinat TPA (menggunakan alat GPS (Global Positioning System)
• Dokumen AMDAL atau UKL-UPL yang terkait dengan pembanguna TPA dari awal
sampai sekarang
• Daftar asset/inventaris pemerintah kota/kabupaten di TPA serta nilainya
2.6 MEKANISME PENYELENGGARAAN KOORDINASI PROYEK CDM
Perjanjian CDM adalah perjanjian kerjasama untuk jangka panjang, rata-rata 7-10 tahun.
Karena ini adalah perjanjian jual-beli karbon (carbon trade), maka dalam
pelaksanaannya nanti, pola kerjasama yang ada bersifat seperti perdagangan.
Investor/donor bertindak sebagai pembeli, kita di sini sebagai penjual. Barang atau
komoditi yang dijual sebetulnya intangible, yaitu gas metana. Dalam perjanjian kita
sepakat untuk menjual gas metana sejumlah tertentu se!ama periode tertentu. Manakala
janji kita untuk iii2iiSupial barang atau ko moditi tersebut tidak dapat dipenuhi, ada
sanksi atau denda.
Dalam melakukan perjanjian CDM dengan investor dan atau donor, hal-hal yang perlu
diperhatikan Pemerintah kota/kabupaten:
Pastikan dan pahami pembagian tugas dan tanggung-jawab masing-masing pihak.
Pastikan bahwa Eksekutif dan Legislatif mengetahui dan mendukung kerjasama proyek
CDM ini karena konsekuensi dan resiko keuangan akan menjadi tanggung-jawab daerah.
Sebaiknya Pemerintah kota/kab mengontrak tenaga atau firma hukum profesional untuk
mempelajari perjanjian pembelian pengurangan emisi (Emission Reduction Purchase
Agreement atau ERPA).
Prosedur proyek CDM tidak singkat; sehingga untuk mencapai transaksi jual beli carbon
harus melalui suatu tahapan sesuai standar internasional (lihat Tabel 5).
Agar kegiatan dapat menutup biaya-biaya transaksi CDM, sebaiknya proyek mengha-
silkan reduksi emisi minimal 10 ton COR2R per tahun.
29 | H a l a m a n
Pemerintah kota/kabupaten tidak hanya perlu menyimpan dokumen kontrak kerjasama
tetapi juga dokumen lain seperti PDD, Amdal dan sebagainya.
Sebaiknya Pemerintah kota/kab mempunyai seorang staf profesional yang terus ikut
terlibat dalam proses pelaksanaan serta mengetahui/mengikuti dengan seksama tahap
pelaksanaan CDM serta hal-hal penting seperti masalah pasokan sampah ke TPA yang
tercantum dalam PDD yang akan sangat terkait dengan pola pengumpulan sampah
selanjutnya, rencana pengendalian dampak lingkungan sebagai konsekuensi dari
bertambahnya kegiatan di TPA, serta dapat memberikan masukan-masukan secara
seimbang kepada Pemerintah kota/kabupaten.
Karena umumnya investor akan fokus pada pengelolaan gas landfill, maka Pemerintah
kota/kabupaten harus memperhatikan adanya perangkat penting lainnya dalam me-
menuhi tanggung jawab kerjasama seperti :
• Keberadaan jembatan timbang sampah di TPA, sehingga jumlah sampah masuk
TPA terukur dengan jelas bagi kedua pihak.
• Prasarana lingkungan seperti pengolahan air leachate dan penanganan air hujan
di TPA serta kesepakatan operasi dan pemeliharaannya.
• Prasarana penunjang lainnya termasuk yang menyangkut keamanan TPA
2.7 KELEMBAGAAN
2.7.1 Kelembagaan untuk Proyek CDM tunggal/bundling
Pengelola TPA yang akan memanfaatkan skema Mekanisme Pembangunan Bersih atau
CDM harus mengembangkan lembaga pengelolanya dengan membentuk UPTD (Unit
Pengelola Teknis Daerah) yang pengelolaan keuangannya dapat ditingkatkan menjadi
BLUD (Badan Layanan Umum Daerah). UPTD/BLUD dapat melakukan kerjasama CDM
dengan pihak swasta sesuai dengan PP 23/2006 dan Permendagri No.61 tahun 2007
(tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah).
2.7.2 Kelembagaan untuk Programmatic of Activity CDM (PoA CDM)
PoA CDM yang melibatkan banyak pihak/pengusul mungkin berada da!am satu wilayah
Propinsi atau lebih, harus dikelola oleh Coordinator Management Entity (CME) yang
dapat berkedudukan di tingkat Propinsi atau Pusat. Adapun pemerintah Kota/Kabupaten
30 | H a l a m a n
yang berminat ikut dalam PoA CDM harus mendaftar kepada CME sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
Proses persiapan untuk implementasi CDM memerlukan ketrampilan, keahlian dan
surnber daya manusia dengan pengetahuan yang memadai. Untuk mengantisipasi
intensitas komunikasi dengan investor dan donor, Pemerintah daerah disarankan
membentuk Tim Khusus untuk CDM. Anggota tim dapat diambil dari beberapa
dinas/badan yang terkait atau mengangkat tenaga dari luar yang diberi mandat khusus
untuk menjadi penghubung/liason antara pemerintah dan investor.
Sumber daya manusia yang ditugaskan dalam tim khusus CDM sebaiknya memiliki
kriteria sebagai berikut:
- Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia dan Bahasa
Inggris yang baik.
- Memiliki pengetahuan memadai tentang CDM secara umum dan secara
khusus untuk CDM di sektor persampahan
- Memahami konsep perdagangan karbon.
- Memahami prosedur dan mekanisme public-private-partnership. - Memiliki
pengetahuan tentang potensi daerah yang memadai.
- Dapat melakukan koordinasi baik dengan pimpinan daerah, instansi terkait,
investor, donor maupun masyarakat.
- Memahami prosedur dan mekanisme public-private-partnership.
- Memiliki pengetahuan tentang potensi daerah yang memadai.
- Dapat melakukan koordinasi baik dengan pimpinan daerah, instansi terkait,
investor, donor maupun masyarakat.
Setidaknya ada empat aspek kelembagaan yang harus dipertimbangkan terlebih dahulu
sebelum memulai proyek untuk menghindari hambatan yang dapat mengganggu proses
saat pendaftaran atau pelaksanaan proyek. Aspek-aspek tersebut antara lain:
(i) Identifikasi pemilik proyek;
(ii) Skema kelembagaan;
(iii) Kapasitas pengusul proyek, dan
(iv) Identifikasi para pemangku kepentingan.
31 | H a l a m a n
2.8 EMISSION REDUCTION PURCHASE AGREEMENT ATAU ERPA
Sumber daya manusia yang ditugaskan dalam tim khusus CDM sebaiknya memiliki
kriteria sebagai berikut:
• Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia dan Bahasa
Inggris yang baik.
• Memiliki pengetahuan memadai tentang CDM secara umum dan secara khusus
untuk CDM di sektor persampahan
• Memahami konsep perdagangan karbon.
• Memahami prosedur dan mekanisme public-private-partnership. - Memiliki
pengetahuan tentang potensi daerah yang memadai.
• Dapat melakukan koordinasi baik dengan pimpinan daerah, instansi terkait,
investor, donor maupun masyarakat.
• Memahami prosedur dan mekanisme public-private-partnership.
• Memiliki pengetahuan tentang potensi daerah yang memadai.
• Dapat melakukan koordinasi baik dengan pimpinan daerah, instansi terkait,
investor, donor maupun masyarakat.
Setidaknya ada empat aspek kelembagaan yang harus dipertimbangkan terlebih dahulu
sebelum memulai proyek untuk menghindari hambatan yang dapat mengganggu proses
saat pendaftaran atau pelaksanaan proyek. Aspek-aspek tersebut antara lain:
(i) Identifikasi pemilik proyek;
(ii) Skema kelembagaan;
(iii) Kapasitas pengusul proyek, dan
(iv) Identifikasi para pemangku kepentingan.
Dalam pertimbangan kontrak harus dinyatakan bahwa pemegang hak alas/dasar atas
CER adalah Pemerintah Republik Indonesia;
Masalah pajak harus dapat disesuaikan dengan peraturan pajak yang berlaku di !n-
donesia sehingga nantinya tidak menjadi kendala atau terjadi persengketaan antara
pihak-pihak yang melakukan kontrak kerjasama;
- Perolehan CER bukan merupakan barang yang dapat diekspor;
32 | H a l a m a n
- Hak dan kewajiban para pihak yang menandatangani kontrak harus
seimbang. dan jangan sampai ketidakseimbangan akan menimbulkan
permasalahan baru;
- Penyelesaian sengketa harus menjadi perhatian penting bagi pihak-pihak
yang berkontrak.
Untuk pelaksanaan Proyek CDM di TPA, beberapa prasarana dan sarana
dasar/lingkungan/ penunjang penting yang harus disiapkan oleh Pemerintah Kota/Kab
Struktur ERPA secara umum adalah sebagai berikut:
Pasal 1 : Interpretasi
Pasal 2 : Kondisi preseden (presedent condition)
Pasal 3 : Penjualan dan Pembelian CER (Sale and Purchase of CER)
Pasal 4 : Penyerahan dan Biaya-biaya (Delivery and Costs)
Pasal 5 : Kewajiban Para Pihak (Obligations of the parties)
Pasal 6 : Representasi dan Jaminan (Representations and warranties)
Pasal 7 : Kewajiban-kewajiban Pelaporan (Reporting Obligations)
Pasal 8 : Komunikasi (Communication)
Pasal 9 : Force Majeure
Pasal 10 : Peristiwa Defaults dan Pemulihan (Events of Defaults)
Pasal 11 : Terminasi (Termination)
Pasal 12 : Non-Resources and Limitations of Liability
Pasal 13 : Kerahasiaan dan Non-Disclosure (Confidentiality & Non-)
Pasal 14 : Lain-lain (Miscellaneous Provisions)
Lampiran I : Deskiripsi Proyek (Description of the Project)
33 | H a l a m a n
Lampiran II : Definisi (Definition)
Lampiran III : Jumlah garansi (Guaranted Ammounts)
Perjanjian Kyoto Protocol periode komitmen pertama ini berlaku sampai dengan tahun
2012. Setelah tahun 2012 kemungkinan besar ada sedikit perubahan prosedur dan
mekanisme tetapi tidak akan mengganggu atau mempengaruhi perjanjian-perjanjian
yang telah disepakati sebelum tahun 2012.
Perlu diingat bahwa CER merupakan by-product dari pengelolaan TPA yang baik.
Sehingga Pemerintah kota/kabupaten juga tetap harus melakukan peningkatan-
peningkatan dan penyempurnaan-penyempurnaan dalam pelayanan dan pengelolaan
sampah kota. Masalah sampah kota tidak dapat diselesaikan hanya dengan CDM saja.
Kerja keras seperti biasa tetap diperlukan.
3 DAFTAR ISTILAH
Additionality: Menurut Perjanjian Protokol Kyoto tentang Implementasi Bersama dan
Mekanisme Pembangunan Bersih, Certified Emission Reduction Units (satuan ukuran
CER) atau Emissions Reduction Units (satuan ukuran ERU) masing-masing akan
diberikan pada aktivitas-aktivitas proyek bila proyek-proyek tersebut mencapai
pengurangan emisi "yang bersifat tambahan pengurangan yang dalam kondisi lain akan
terjadi emisi". Untuk dapat mendaftarkan dengan berhasil suatu proyek dibawah
Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB), pengembang proyek harus membuktikan
adanya 'additionality' (pengurangan tambahan) dengan menggunakan metode yang
ditentukan dalam metodologi yang diterapkan (COZe).
CER - Certified Emission Reduction: Merupakan satuan ukuran dalam bidang MPB yang
setara dengan satu ton metrik ekivalen karbon dioksida (1 t C02e), dihitung
menggunakan potensi pemanasan global.
CDM - Clean Development Mechanism: Dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan istilah
Mekanisme Pembangunan Bersih (MPB), merupakan sebuah mekanisme yang ditetapkan
pada Ayat 12 Protokol Kyoto bagi aktivitas-aktivitas proyek pengurangan emisi di negara
berkembang. MPB dirancang untuk mencapai dua tujuan utama: untuk menangani
kebutuhan-kebutuhan pembangunan berkelanjutan dari negara tuan rumah, dan untuk
meningkatkan kesempatan bagi Para Pihak untuk memenuhi komitmen mereka pada
34 | H a l a m a n
pengurangan emisi (C02e).
DOE - Designated Operational Entity: Sebuah lembaga yang ditunjuk oleh COP/MOP,
berdasarkan saran Badan Eksekutif, yang memenuhi syarat untuk menilai aktivitas-
aktivitas proyek MPB yang diusulkan, serta memeriksa dan melakukan sertifikasi pada
pengurangan emisi antropogenik berdasarkan sumber-sumber gas rumah kaca (GHG).
Lembaga ini melakukan validasi atau verifikasi dan sertifikasi terhadap aktivitas proyek
MPB yang sama. Akan tetapi, atas suatu permohonan, Badan Eksekutif dapat
mengijinkan satu DOE untuk melaksanakan semua fungsi tersebut di atas dalam satu
aktivitas proyek MPB. COP pada pertemuan ke-8 memutuskan bahwa Badan Eksekutif
dapat membentuk lembaga-lembaga operasional yang bersifat sementara (Silahkan lihat
keputusan 21/CP.8) (UNFCCC).
EB - Executive Board: Badan Eksekutif, sebuah lembaga internasional dibawah UNFCCC.
EB bertugas mengawasi proses pemberian persetujuan proyek dan memberikan
bimbingan tentang aturan-aturan MPB yang ditetapkan dalam Protokol Kyoto and
`Marrakech Accords'. EB mengawasi MPB dengan kewenangan dan petunjuk dari COP
(Conference of the Parties)/ MOP (Meeting of Parties).
ERPA - Emission Reductions Purchase Agreement, adalah perjanjian jual-beli karbon
yang mengikat pihak penjual dan pembeli. Harga jual-beli karbon yang disepakati
tercantum dalam ERPA.
GHGs - Green House Gases: Gas-gas rumah kaca dalam hal ini meliputi enam jenis gas
yang diatur dalam Protokol Kyoto, ditetapkan sebagai penyumbang/penyebab utama
pada Efek Rumah Kaca.
Tiga gas utamanya adalah Karbon dioksida (COz), Metana (CH4) dan Nitrous oxide
(NZO). Disamping tiga gas tersebut, ada tiga zat kimia lain yang terjadi dalam jumlah
sangat terbatas di alam yaitu: Hydrofluorocarbons (HFC's), Perfluorocarbons (PFC's) dan
Sulphur Hexofluoride (SF6). Meskipun zat-zat ini lebih berpotensi menjadi gas rumah
kaca dan cenderung memiliki potensi pemanasan global relatif tinggi (GWP), mereka
dikeluarkan dalam jumlah yang sangat kecil sehingga pengaruh zat-zat tersebut secara
keseluruhan saat ini masih kecil (COZe}.
GWP - Global Warming Potential: adalah sebuah indeks yang membandingkan potensi
relatif dari 6 gas rumah kaca terhadap pemanasan global, yaitu, panas/energi tambahan
35 | H a l a m a n
yang tertahan dalam ekosistem bumi akibat keluarnya gas tersebut ke atmosfir. Dampak
panas/energi tambahan dari semua gas rumah kaca yang lain dibandingkan dengan
dampak Karbon dioksida (C02) dan ditentukan berdasarkan ekivalen COZ (COze),
dimana karbon dioksida telah ditetapkan memiliki GWP bernilai 1, dan metan memiliki
GWP 21 Angkaangka GWP terakhir secara resmi dikeluarkan dari IPCC dalam terbitannya
"Climate Change 2001: The Scientific Basis (C02e)". Tabel berikut mencantumkan nilai-
nilai GWP untuk keenam gas rumahkaca tersebut (http://ghg.unfccc.int/gwp.html).
LFG - Landfill Gas: Gas yang dihasilkan akibat pembusukan sampah organik di TPA. Gas
ini umumnya mengandung 50 % Metana (CH4), 40 % Karbon dioksida (COZ), 5-10 %
Nitrogen dan sedikit Oksigen (02) serta dalam jumlah kecil senyawa-senyawa yang berisi
Hidrogen sulfida (HzS) dan Klorin (CI). Gas ini dapat ditampung dan dibakar untuk
menghasilkan energi yang dapat dijual. Di seluruh dunia, pengembangan produksi
energi dari LFG mendapatkan dukungan dan dorongan yang kuat.
Leakage: Didefinisikan sebagai nilai/jumlah emisi antropogenik oleh sumber GHG yang
terjadi di luar batas (kemampuan) proyek, dapat diukur dan diakibatkan oleh aktivitas
proyek MPB (UNFCCC).
Methodology: Sebuah metodologi yang memaparkan setiap langkah yang diambi!
untuk mengetahui sifat-sifat emisi dalam kegiatan rutin seperti biasa atau skenario dasar
(baseline scenario), dan akhirnya menghitung kadar pengurangan emisi proyek. Untuk
memfasilitasi pengembangan proyek, EB telah merancang suatu proses yang memung-
kinkan metodologi-metodologi yang dikembangkan dalam sebuah proyek untuk dapat
digunakan oleh aktivitas/proyek yang serupa. Umumnya, metodologi mencakup
penjelasan umum tentang bagaimana menentukan baseline dan emisi proyek serta
emisi-emisi yang dihasilkan. Juga mencakup daftar data yang harus dikumpulkan dan
diperhitungkan dalam penentuan baseline. Lebih lanjut juga memberikan informasi
tentang batas proyek, kebocoran (leakage) dan kehati-hatian (conservativeness).
Monitoring: Merupakan pengumpulan dan penyimpanan semua data relevan yang
diperlukan untuk menentukan baseline, mengukur emisi antropogenik oleh sumber-
sumber gas rumah kaca (GNG) dalam batas aktivitas serta kebocoran proyek MPB,
sesuai penerapannya. Persyaratan-persyaratan monitoring ditentukan dalam setiap
metodologi.
MSW - Municipal Solid Waste: Sampah Perkotaan (MSW) terutama sampah yang
36 | H a l a m a n
berasal dari rumah tangga tapi juga mencakup sampah dari kantor-kantor, hotel, pusat-
pusat perbelanjaan, sekolah, lembaga-lembaga, serta layanan perkotaan seperti
pembersihan jalan-jalan dan pemeliharaan tempat-tempat rekreasi. Jenis utama sampah
MSW adalah sisa/sampah makanan, kertas, plastik, potongan kain, logam dan kaca,
serta beberapa sampah rumah tangga yang berbahaya seperti bola lampu, baterai, sisa
obat-obatan dan bagian-bagian kendaraan bermotor.
UNFCCC - United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi PBB
tentang Perubahan lklim): Dibentuk pada Juni 1992 dalam Rio Earth Summit. Tujuan
utamanya adalah penstabilan kadar gas rumah kaca di atmosfir pada tingkat yang akan
mencegah dampak gangguan antropogenik terhadap sistem iklim. Tingkat tersebut
diharapkan dapat tercapai dalam suatu kerangka waktu yang cukup untuk
memungkinkan ekosistem dapat menyesuaikan secara alami terhadap perubahan iklim,
untuk memastikan bahwa produksi pangan tidak terancam, dan untuk memungkinkan
pembangunan ekonomi berlangsung secara berkelanjutan. UNFCCC merupakan badan
yang mengatur negosiasi internasional (C0R2Re).
Validation: Validasi adalah proses penilaian secara independen oleh sebuah lembaga
operasional yang telah ditunjuk, terhadap suatu aktivitas proyek, menurut persyaratan-
persyaratan MPB yang ditetapkan dalam keputusan 17/CP.7, ketetapan tambahannya
dan keputusan-keputusan yang relevan terhadap COP/MOP, berdasarkan dokumen
rancangan proyek (MPB-PDD) (UNFCCC).
Verification: Verifikasi merupakan pemeriksaan periodik secara independen oleh
sebuah lembaga operasional yang telah ditunjuk, terhadap pengurangan emisi
antropogenik sumber gas rumah kaca yang terjadi sebagai akibat sebuah aktivitas
proyek MPB yang terdaftar selama masa verifikasi. Tidak ada ketentuan mengenai
jangka waktu verifikasi, tetapi tidak lebih lama dari periode kredit (crediting period)
(UNFCCC).
37 | H a l a m a n
DAFTAR PUSTAKA
Bahr, T., Fricke, Prof. Dr. K., Hillebrecht, K., Koelsch, Dr. F. und Reinhard, B. (2006)
Clean Development Mechanism, Abfallbehandlung und Methangasoxidation zur
Minimierung von Methangasemissionen, in Muell und Abfall, 6, 2006, p.290 ff.
Institute for Global Environmental Strategies (2006) CDM Country Guide for Indonesia,
2nd ed., available at: http://www.iges.or.jp/en/
Perkiraan Biaya Pengelolaan Sampah di DKI Jakarta (May, 2004) Kelompok Pengkajian
don Penerapan Teknologi Pengelolaan Sampah don Sampah Padat lainnya, P3TL, BPPT
UNEP Riso Centre on Energy, Climate and Sustainable Development, and DNV, edited by
Sami Kamel, Clean Development Mechanism PDD Guidebook: Navigating the Pitfalls,
Roskilde, Denmark, November 2005.
Western Java Environmental Management Project (WJEMP) (March, 2005)
Design of GEF Grant Mechanism for Compost (Pusat 3-7), Ministry of Environment
Carbon Finance for Sustainable Development, The role of the World Bank in the Carbon
Market, Dr. L. Ringlus, Ryadh, September2006
Semua informasi dari United Nations Framework Convention on Climate Change
(UNFCCC) yang dikutip dalam panduan ini dapat diunduh di www.unfccc.int.
Termasuk:
Alat untuk demonstrasi dan kajian additionality - Versi 2, tersedia di:
http://cdm.unfccc.int/methodologies/PAmethodologies/AdditionalityTools/ Additionality
tool.pdf
Appendix B dari prosedur dan modalities yang disederhanakan untuk proyek CDM skala
kecil, tersedia di: http://cdm.unfccc.int/methodologies/SSCmethodologies/
approved.html