Upload
ibnu-saputra
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Visi dan Misi 2015 - 2020
ISU STRATEGIS
1. Isu Strategis Penyelenggaraan Penataan Ruang
1.1. Tingginya alih fungsi lahan di kawasan-kawasan hutan dan pertanian yang
berubah menjadi daerah terbangun, baik berupa kawasan industri maupun
permukiman;
1.2. Meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana banjir, tsunami, gempa bumi ,
longsor dan kekeringan, yang diperburuk dengan adanya dampak perubahan
iklim berupa kenaikan muka air laut dan siklus hidrologi yang ekstrim
1.3. Perlunya mendorong terwujudnya ketahanan dan kedaulatan pangan akibat
pertumbuhan penduduk dan untuk menjamin peningkatan kesejahteraan
masyarakat
1.4. Masih tingginya ketimpangan antar wilayah di bagian barat dan timur Indonesia
serta masih banyaknya jumlah kawasan tertinggal di pulau Sumatra, Jawa,
Kalimantan, dan Sulawesi akibat belum meratanya infrastruktur
1.5. Makin meningkatnya urbanisasi dan jumlah penduduk perkotaan yang belum
diimbangi dengan kualitas infrastruktur permukiman dan infrastruktur perkotaan
yang memadai yang ditandai dengan masih banyaknya kawasan kumuh
perkotaan kemacetan lalulintas dan tingginya PKL dan sektor informal
1.6. Berkurangnya luas kawasan hutan dan menurunnya proporsi RTH perkotaan di
daerah aliran sungai yang kritis;
1.7. Perlunya upaya peningkatan efektifitas implementasi rencana tata ruang dalam
proses pembangunan;
1.8. Dukungan penataan ruang dalam rangka pengembangan kawasan perbatasan
dan daerah tertinggal; dan
1.9. Dukungan penataan ruang terhadap percepatan pembangunan di Papua, Papua
Barat dan NTT.
2. Isu Strategis Pengelolaan Sumber Daya Air
2.1. Pencapaian Target MDGs•
Selain tuntutan pencapaian target MDGs untuk memberikan akses air minum
aman bagi minimal 68% masyarakat Indonesia pada tahun 2015, juga menyusul
ketertinggalan dari negara-negara lain (Malaysia, misalnya), pengembangan
infrastruktur air minum harus lebih intensif dilakukan oleh Direktorat Jenderal
Cipta Karya. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, ini merupakan tantangan
tersendiri untuk Direktorat Jenderal SDA untuk dapat mendukung penyediaan air
2
Visi dan Misi 2015 - 2020
baku bagi penyediaan air minum tersebut sebelum tahun 2015, melalui
pembangunan ataupun rehabilitasi sarana dan prasarana penyedia air baku.
2.2. Kapasitas Tampung
Berdasarkan data World Bank (2003), kapasitas tampung per kapita di Indonesia
masih jauh dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Indonesia (52,31
m3/kapita) hanya lebih tinggi sedikit dibandingkan Ethiopia (38 m3/kapita).
Thailand, sebagai negara tetangga di Asia Tenggara, sudah memiliki kapasitas
tampung per kapita yang jauh lebih tinggi (1.277 m3/kapita). Semakin
meningkatnya jumlah penduduk mengindikasikan semakin meningkatnya
kebutuhan akan air. Untuk itu, perlu dilakukan upaya peningkatan dan
percepatan pembangunan waduk-waduk. Namun hal ini juga terkendala oleh
proses pelaksanaan pembangunan yang membutuhkan waktu cukup lama,
ketersediaan lahan, dan kesiapan desain. Pada tahun 2010-2012, realisasi
penyelesaian waduk masih terlihat sangat kecil sehingga perlunya percepatan
pembangunan waduk.
Thailand, sebagai negara tetangga di Asia Tenggara, sudah memiliki kapasitas
tampung per kapita yang jauh lebih tinggi (1.277 m3/kapita). Semakin
meningkatnya jumlah penduduk mengindikasikan semakin meningkatnya
kebutuhan akan air. Untuk itu, perlu dilakukan upaya peningkatan dan
percepatan pembangunan waduk-waduk. Namun hal ini juga terkendala oleh
proses pelaksanaan pembangunan yang membutuhkan waktu cukup lama,
ketersediaan lahan, dan kesiapan desain. Saat ini, Indonesia memiliki 284
bendungan besar dengan total tampungan sebesar 12,4 miliar meter kubik (±50
m3/kapita). Kementerian PU bertanggung jawab mengelola 257 bendungan
dengan total tampungan sebesar 6,1 miliar meter kubik
2.3. Ketahanan Pangan
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air disamping harus lebih memfokuskan
rehabilitasi jaringan,juga melaksanakan pembangunan jaringan baru. Perbaikan
jaringan irigasi tersier lahan sawah sejak 2010-2012 baru terealisasi 808.968
hektare atau 21,3% dari total jaringan irigasi yang rusak 3,8 juta ha sesuai
dengan hasil audit pada 2010.
Berdasarkan hasil audit pada 2010, kondisi jaringan irigasi yang rusak mencapai
52% atau 3,8 juta ha dari total luas lahan irigasi 7,3 juta ha.
Kondisi kerusakan jaringan irigasi itu dikategorikan dalam kerusakan berat 10%,
rusak sedang 26%, dan rusak ringan 16%.
3
Visi dan Misi 2015 - 2020
3. Isu Strategis Penyelenggaraan Jalan dan Jembatan
3.1. Penguatan Konektivitas Nasional, pembangunan jalan lintas sebagai urat nadi
transportasi merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam jangka panjang.
Melalui mengintegrasikan jaringan jalan di lintas utama 4 (empat) pulau besar,
yaitu Lintas Timur Sumatera, Lintas Pantai Utara Jawa, Lintas Selatan
Kalimantan dan Lintas Barat Sulawesi saat ini masih belum memadai dalam
mendukung domestic connectivity, pertumbuhan ekonomi regional dan nasional
dan 11 (sebelas) ruas strategis di Papua masih sangat kurang dalam mendukung
pengembangan potensi wilayah;
3.2. Mempertahankan Kecepatan moda transportasi masih banyaknya titik kemacetan
lalu-lintas pada jaringan jalan di perkotaan terutama di 8 (delapan) kota
metropolitan (Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,
Denpasar dan Makassar) dan kota-kota non-metropolitan. Demikian pula jalan
akses yang menghubungkan pusat-pusat kegiatan nasional, seperti kawasan
industri, pelabuhan laut (outlet) dan pelabuhan udara yang masih mengalami
kemacetan. Selain itu masih banyak jalan yang kondisinya substandar tidak
sesuai dengan peraturan perundangan jalan yang berlaku;
3.3. Keselamatan jalan/safety, tingginya angka kecelakaan merupakan salah satu isu
kebijakan yang cukup strategis dalam penyelenggaraan jalan. Pada saat ini
diperkirakan tidak kurang dari 36.000 fatalitas terjadi setiap tahun akibat
kecelakaan lalu-lintas yang mana merupakan jumlah yang cukup tinggi disamping
menggambarkan kematian yang sia-sia. Disadari bahwa hal ini terkait erat
dengan kualitas prasarana jalan disamping berbagai faktor lain seperti perilaku
berkendara yang buruk, kurangnya rambu-rambu lalu lintas, faktor cuaca dan
lainnya. Keselamatan jalan tidak hanya merupakan tanggung jawab dari Ditjen.
Bina Marga, tetapi juga Kementerian Perhubungan, Kepolisian dan Pemerintah
Daerah;
3.4. Pembangunan Jalan Tol masih terkendala permasalahan lahan, kesiapan
permodalan dan kondisi jalan tol dengan kategori tidak layak secara finansial
masih terhambat pelaksanaannya sehingga memerlukan peran serta aktif badan
usaha milik negara (BUMN). Selain itu Jaringan jalan tol Trans Jawa (koridor
Jakarta–Surabaya) dan jalan tol Trans Sumatera (koridor Lampung-Medan) yang
masih belum tersambung dalam mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi;
3.5. Pembangunan Jembatan saat ini sudah berjalan sesuai dengan rencana dan
hasilnya sebagian besar sudah baik, namun kondisi jembatan yang ada/sudah
terbangun belum mendapatkan perhatian khusus ini menyebabkan banyak
jembatan mengalami penurunan umur rencana, untuk itu perlu perhatian khusus
4
Visi dan Misi 2015 - 2020
dalam pemeliharaan secara rutin dan berkala yang lebih serius, sehingga
kondisinya dapat terjaga dan dapat beroperasi secara optimal, disisi lain kondisi
jembatan nasional yang ada saat ini usianya sudah diatas 50 tahun;
3.6. Keterlambatan pembangunan jalan tol karena hambatan penyediaan tanah dan
keterbatasan pendanaan yang memerlukan peran serta aktif badan usaha milik
negara (BUMN) khususnya untuk jalan tol yang layak secara ekonomi tetapi tidak
layak secara finansial;
3.7. Kerusakan jalan akibat pembebanan berlebih (overloading) masih terjadi
terutama pada lintas Pantura Jawa dan lintas Timur Sumatera;
3.8. Jaringan jalan di lintas utama 4 (empat) pulau besar, yaitu Lintas Timur
Sumatera, Lintas Pantai Utara Jawa, Lintas Selatan Kalimantan dan Lintas Barat
Sulawesi masih belum memadai dalam mendukung domestic connectivity,
pertumbuhan ekonomi regional dan nasional dan 11(sebelas) ruas strategis di
Papua masih sangat kurang dalam mendukung pengembangan potensi
wilayah;PenyelenggaraanDanaPreservasi Jalan melalui pembentukan
Kelembagaan & Struktur Pendanaan dalam rangka menerapkan performance
based contract (PBC);
3.9. Walaupun pembangunan jalan baru kinerjanya melebihi dari target Renstra, tetapi
masih diperlukan pembangunan jalan baru karena adanya kebijakan khusus serta
kebutuhan daerah akan pembangunan/peningkatan struktur jalan daerah;
3.10. Rendahnya aksesibilitas di daerah terisolasi dan terpencil, kawasan perbatasan
dan di pulau-pulau terdepan/terluar karena belum optimalnya integrasi jaringan
jalan dengan moda transportasi lainnya; dan
3.11. Belum optimalnya Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam rangka mendukung kinerja
pelayanan jalan daerah terkait dengan penguatan konektivitas antara jalan
nasional dan daerah.
4. Isu Strategis Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman
4.1. Proporsi penduduk perkotaan yang bertambah
Arus urbanisasi perkotaan mengalami peningkatan yang amat tajam;
Saat ini penduduk perkotaan mencapai 50% dari total penduduk nasional;
Diperkirakan pada tahun 2025 sebesar 68,3% penduduk Indonesia akan
mendiami kawasan perkotaan.
4.2. Angka kemiskinan perkotaan yang masih tinggi
Angka kemiskinan penduduk perkotaan mengalami kenaikan relatif tinggi
akibat krisis finansial lokal dan global;
5
Visi dan Misi 2015 - 2020
Saat ini sekitar 18% atau 21,25 juta jiwa penduduk Indonesia tinggal di
kawasan kumuh yang terletak di kawasan perkotaan dengan luas mencapai
sekitar 54.000 hektar.
4.3. Kota sebagaiengine of growth
Kota-kota besar dan menengah yang berjumlah 37 kota atau 9% dari total
jumlah daerah otonom mempunyai sumbangan 40% dari total Produk
Domestik Bruto (PDB) nasional;
Sementara kota-kota besar saja yang hanya berjumlah 14 kota atau hanya
3,4% dari total jumlah daerah otonom mampu menyumbang 30% dari total
PDB nasional.
4.4. Desentralisasi
Persebaran kota di Indonesia saat ini lebih banyak terpusat di Pulau Jawa;
di satu sisi, desentralisasi berhasil membawa pemerintah daerah dalam
nuansa kompetisi yang kondusif untuk mendorong pembangunan perkotaan di
masing-masing daerah;
di sisi lain, pembangunan yang ekspansif dan tidak terencana justru akan
membahayakan daya dukung kota, terutama di kota-kota besar dan
metropolitan.
4.5. Kerusakan lingkungan hidup
Meningkat dan tidak terkendalinya penggunaan ruang dan sumber daya alam
di permukaan, di bawah dan di atas tanah kawasan perkotaan.
4.6. Daya saing kota dan demokratisasi
di era globalisasi saat ini, kota-kota di Indonesia tidak hanya harus bersaing
dengan kota-kota di dalam negeri semata;
Bentuk persaingan pun bergeser dari − comparative advantages menuju era
competitive advantages.
4.7. Perubahan iklim dan bencana alam
Meningkatnya temperatur rata-rata bumi dan meningkatnya permukaan air
laut − menimbulkan bahaya banjir;
Posisi Indonesia yang berada di kawasan − ring of fire memerlukan
perencanaan permukiman yang terarah dan berkelanjutan.
4.8. Modal sosial
Penduduk dan kekayaan bangsa merupakan potensi modal sosial;
Jika aspek modal sosial tidak diperhitungkan, maka investasi yang dilakukan
tidak mendorong peningkatan kesejahteraan
6
Visi dan Misi 2015 - 2020
4.9. Pengarusutamaan Gender
Pengarusutamaan Gender adalah strategi yang dibangun untuk
mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan,
penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan
program pembangunan nasional.
4.10. Pemenuhan kebutuhan air minum dalam medukung MDGs•
Walaupun indikator output air minum diprediksi dapat tercapai, namun ditinjau
dari pencapaian indikator kinerja utama yaitu akses aman secara nasional
(Target MDGs 2015 Proporsi penduduk terhadap air minum layak) sebesar
68,87 %, masih terdapat gap sebesar 7,04% mengingat sampai dengan akhir
tahun 2013 cakupan pelayanan akses air minum aman nasional baru
mencapai 61,83%. Namun bila dibandingkan dengan Malaysia (95%-98%),
gap lebih signifikan lagi.
Hal ini terjadi karena dana pembangunan sistem pengembangan SPAM oleh
Pemerintah hanya sebagai stimulan di bagian hulu, sementara bagian hilir dari
SPAM harus dikembangkan dengan dana pemerintah daerah, PDAM, atau
masyarakat.
Hingga 2014, sudah ada 164 PDAM yang sehat dari 383 PDAM di seluruh
Indonesia. Menjadi tantangan untuk meningkatkan jumlah PDAM sehat.
5. Isu Strategis Pembinaan Konstruksi
5.1. Perlunya meningkatkan kompetensi SDM konstruksi Indonesia dalam skala
nasional maupun skala internasional. Kementerian Pekerjaan Umum perlu
melakukan pelatihan berbasis kompetensi yang mengacu pada standar
kompetensi internasional bagi lulusan perguruan tinggi yang akan bekerja di
sektor konstruksi sehingga lulusannya memiliki kompetensi berstandar
internasional, apalagi dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean;
5.2. Mendesaknya upaya peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) jasa
konstruksi menuju tenaga ahli dan tenaga terampil bidang konstruksi yang
berdaya saing tinggi sesuai SKKNI;
5.3. Perlunya upaya peningkatan kualitas prasarana dan sarana pelatihan yang
mengacu pada kebutuhan pelatihanberbasiskompetensi (kondisi prasarana dan
sarana pelatihan saat ini jauh tertinggal dibandingkan beberapa negara tetangga);
5.4. Perlunya upaya peningkatan kualitas lembaga pelatihan dan lembaga
uji/sertifikasi dalam proses pelatihan dan sertifikasi dengan pendampingan
instruktur dan asesor yang berkualitas;
7
Visi dan Misi 2015 - 2020
5.5. Meningkatnya kebutuhan penerapan konsep sustainable/green construction yang
merupakan proses konstruksi yang menggunakan metode/konsep serta bahan
bangunan yang tepat, efisien dan ramah lingkungan di bidang pembangunan
konstruksi dalam rangka merespon pemanasan global;
5.6. Lemahnya akses permodalan Badan Usaha Jasa Konstruksi dan belum adanya
lembaga pertanggungan untuk memberikan prioritas, pelayanan, kemudahan dan
akses dalam memperoleh jaminan pertanggungan risiko;
5.7. Masih berlangsungnya praktik-praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) dalam
industri konstruksi nasional dan perilaku bisnis jasa konstruksi masih menjadi
sorotan publik sampai saat ini. Kondisi ini telah membuat persaingan di industri
konstruksi belum sepenuhnya ber-dasarkan kompetensi dan profesionalisme,
tetapi lebih berdasarkan pada kemampuan negosiasi atau lobby, sehingga
menyebabkan kualitas konstruksi tidak sesuai dengan yang diharapkan;
5.8. Pasar jasa konstruksi nasional masih terdistorsi akibat ketidakseimbangan antara
supplydan demand. Oleh karena itu perlu upaya pembinaan perusahaan jasa
konstruksi melalui penerapan kualifikasi/klasifikasi persyaratan kemampuan
dalam pendirian badan usaha jasa konstruksi;
5.9. Mendesaknya upaya peningkatan kapasitas dan daya saing penyedia jasa
konstruksi, baik di pasar domestik, maupun di pasar internasional dalam
merespon liberalisasi perdagangan jasa konstruksi;
5.10. Belum mantapnya implementasi otonomi daerah dengan belum diterapkannya
kebijakan penanaman modal langsung ke daerah sebagai instrumen
desentralisasi dalam mendorong perdagangan jasa konstruksi nasional;
5.11. Masih adanya bias gender dalam proses pelaksanaan kegiatan sub bidang jasa
konstruksi, baik dari segiakses, kontrol, partisipasi, maupun manfaatnya;
5.12. Belum tersosialisasinya inovasi-inovasi pola pembiayaan investasi infrastruktur,
khususnya infrastrukturpekerjaan umum;
5.13. Perlunya upaya mempertajam kebijakan dukungan Pemerintah dalam kerangka
Public Private Partnership (PPP) agar kebijakan yang ada dapat berjalan efektif;
dan
5.14. Perlunya mendorong dan memfasilitasi pemanfaatan sumber-sumber pendanaan
investasi infrastrukturyang tersedia.
6. Isu strategis Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur
6.1. Mengurangi kebocoran, meningkatkan kualitas infrastruktur dan mengayomi
pelaksana yang telahbekerja dengan baik dan benar;
8
Visi dan Misi 2015 - 2020
6.2. Peningkatan kualitas hasil pembangunan sarana dan prasarana bidang pekerjaan
umum danpermukiman agar sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria
yang telah ditetapkan;
6.3. Penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam
penyelenggaraan pembangunan sarana dan prasarana infrasruktur bidang
pekerjaan umum dan permukiman pada masing-masing unit kerja di lingkungan
Kementerian Pekerjaan Umum; dan
6.4. Peningkatan sistem Pengendalian Internal di masing-masing unit kerja.
7. Isu strategis Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
7.1. Isu Strategis Aspek Manajemen
7.1.1. Diperlukan suatu sistem perencanaan dan pemograman berkelanjutan
dengan memperhatikan isu-isu strategis nasional seperti global warming;
7.1.2. Peningkatan kualitas SDM aparatur sebagai public servant yang berpengaruh
terhadap kualitas institusi melalui penempatan pegawai berbasis kinerja yang
didukung dengan implementasi pemberian reward and punishment sebagai
bentuk upaya pembentukan sistem birokrasi yang transparan dan akuntabel;
7.1.3. Pencapaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP);
7.1.4. Kecepatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai
perubahan lingkungan strategis (seperti tuntutan pengarusutamaan gender,
pembangunan berkelanjutan, pemanasan global dan perubahan iklim)
membawa kompleksitas permasalahan dalam bidang pekerjaan umum dan
penataan ruang, sehingga diperlukan kecepatan antisipasi, kemampuan
respon serta kompetensi yang memadai dari SDM aparatur;
7.1.5. Diperlukan ketersediaan informasi yang cepat dan akurat melalui penerapan
dan penggunaan tata naskah dinas elektronik (TNDE) dan sistem kearsipan
elektronik (SKE) sesuai dengan tuntutan reformasi birokrasi serta perlunya
peningkatan penatausahaan dan pengamanan fisik aset Sekretariat Jenderal;
7.1.6. Masih terdapat peraturan perundang-undangan di Lingkungan Kementerian
PU yang belum disesuaikandengan tugas dan fungsi;
7.1.7. Tata kelola infrastruktur jaringan komunikasi data dan informasi serta tata
kelola sistem sistem informasiperlu diatur dalam bentuk kebijakan/regulasi
(Kepmen, Permen dan lainnya);
7.1.8. Diperlukan upaya untuk melakukan inventarisasi, pencatatan dan pelaporan
BMN secara akurat, sertapengamanan dan pengelolaannya secara tertib;
9
Visi dan Misi 2015 - 2020
7.1.9. Diperlukan sinkronisasi dan koordinasi antar Satminkal yang lebih baik dalam
penyampaian informasi kepada masyarakat untuk meningkatkan citra positif
Kementerian PU; dan
7.1.10. Diperlukan penguatan peran fasiltasi dan koordinasi dalam tugas
perencanaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP),
pengembangan investasi dan kebijakan khusus serta optimalisasi produk-
produk kajian untuk pimpinan Kementerian yang sifatnya early
warning/pemecahan masalah yang mendesak.
7.2. Isu strategis aspek kelembagaan dan SDM
7.2.1. Peningkatan fleksibilitas penyelenggaraan ke-PU-an dengan kapasitas inovasi
dan kreativitas yangmasih terbatas;
7.2.2. Perlunya perhatian pada aspek pemanfaatan dan pengembangan aset dalam
kegiatan pengelolaan infrastruktur, selain pada aspek pembangunan; dan
7.2.3. Koordinasi dan kerjasama antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah
Daerah ke depan akan semakin penting dalam menentukan keberlangsungan
pengelolaan infrastruktur dan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan
infrastruktur di daerah.
10
Visi dan Misi 2015 - 2020
VISI DAN MISI
Visi Jokowi-JK “TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI, DAN
BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG ROYONG” dapat diuraikan melalui Visi
Kementerian Pekerjaan Umum yaitu “Tersedianya Prasarana Sarana Dasar ke-PU-an
Yang menunjang Kedaulatan, Kemandirian, dan Kepribadian Untuk Mencapai
Masyarakat Sejahtera 2019”.
Yang dimaksud dengan PSD-PU adalah Prasarana dan Sarana Dasar PU Bidang Sumber
Daya Air, Bina Marga, Cipta Karya, dan Tata Ruang.
Upaya untuk mewujudkan Visi “TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT,
MANDIRI, DAN BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG ROYONG” itu akan
ditempuh melalui MISI sebagai berikut:
1. Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,
menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya maritim, dan
mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
2. Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis berlandaskan
Negara hukum.
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara
maritim.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing.
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional
7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Dengan mengacu pada Misi tersebut maka disusunlah Misi Kemterian Pekerjaan Umum
sebagai berikut:
1. Mewujudkan penataan ruang yang mampu menunjang terjaganya kedaulatan
wilayah, kemandirian ekonomi, serta terwujudnya pembangunan berkelanjutan.
2. Menyelenggarakan pengelolaan SDA yang mampu mendukung kedaulatan pangan,
keberlanjutan pemanfaatan SDA, serta mengurangi resiko daya rusak air.
3. Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas dalam rangka mendukung pemerataan
pembangunan dan hasil-hasil pembangunan, pertumbuhan ekonomi, serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan penyediaan jaringan jalan yang
andal, terpadu dan berkelanjutan.
11
Visi dan Misi 2015 - 2020
4. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman yang sehat, layak huni dan produktif
melalui pembinaan dan fasilitasi pengembangan infrastruktur permukiman yang
terpadu, andal dan berkelanjutan.
5. Menyelenggarakan industri konstruksi yang kompetitif dengan menjamin adanya
keterpaduan pengelolaan sektor konstruksi, proses penyelenggaraan konstruksi yang
baik dan menjadikan pelaku sektor konstruksi tumbuh dan berkembang.
6. Mengembangkan partisipasi masyarakat perdesaan dalam sektor jasa konstruksi
melalui program-program pemberdayaan.
7. Menyelenggarakan dukungan manajemen fungsional dan sumber daya yang
akuntabel dan kompeten, terintegrasi serta inovatif dengan menerapkan prinsip-
prinsip good governance.
8. Meminimalkan penyimpangan dan praktik-praktik KKN di lingkungan Kementerian PU
dengan meningkatkan kualitas pemeriksaan dan pengawasan profesional.
12
Visi dan Misi 2015 - 2020
RENCANA PROGRAM
Misi sebagaimana tersebut pada halaman terdahulu akan diselenggarakan dalam program
dan kegiatan 2015 – 2020 berikut ini:
1. Konsolidasi kebijakan penanganan dan pemanfaatan tanah untuk kepentingan umum
secara menyeluruh di bawah satu atap dan pengelolaan ruang terpadu;
2. Konsolidasi struktural dan peningkatan kapasitas kementerian/lembaga terkait
pemanfaatan tanah dan penataan ruang bagi kepentingan rakyat banyak;
3. Inventarisasi lahan dan pengendalian pemanfaatan ruang;
4. Kajian Pembangunan Pusat Pemerintahan RI;
5. Program legislasi perencanaan pembangunan berbasis ruang;
6. Promosi compact city sebagai salah satu pendekatan perencanaan kota yang
berkelanjutan;
7. Promosi green city sebagai upaya penciptaan kota-kota yang layak huni dan
berkelanjutan;
8. Pembangunan waduk-waduk baru untuk menunjang konservasi dan ketersediaan air
baku;
9. Pengelolaan dan konservasi mata air/sungai/danau;
10. Pemanfaatan Lahan Gambut;
11. Fasilitasi Penanggulangan dan Pencegahan Banjir di DKI Jakarta dan kawasan di
sekitarnya, serta kawasan lain di P. Jawa, P. Sumatera, P. Kalimantan, P. Sulawesi
(terutama Sulawesi Selatan), sebagian Timor dan Papua.
12. Pelaksanaan pembangunan prasarana pengendalian banjir dan pengembangan
terpadu aliran sungai-sungai lintas provinsi;
13. Pembangunan/rehabilitasi/OP prasarana sumber daya air untuk melayani daerah
sentra produksipertanian;
14. Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) sesuai amanat UU No.
7/2004 dan PP No. 20/2006
15. Preservasi pada ruas jalan nasional baik lintas maupun non-lintas, sehingga 98%
jaringan jalan nasional dalam kondisi mantap;
16. Peningkatan fasilitasi penyelenggaraan jalan daerah menuju kondisi mantap 80%,
peningkatan dukungan penyelenggaraan jalan nasional, peningkatan penggunaan
jalan pada ruas jalan nasional menjadi 91,55 milyar kendaraan kilometer/tahun,
pelaksanaan peningkatan struktur/pelebaran jalan sepanjang 20.638 km dan
pembangunan jalan baru sepanjang 3.714 km;
17. Pengurangan jumlah lokasi rawan kecelakaan terkait kondisi jalan;
18. Penyelenggaraan pembangunan jalan bebas hambatan yang secara
finansial/komersial masih marginal; dan
19. Fasilitasi pembangunan dan preservasi jalan nasional menuju kawasan perbatasan
(Kalimantan, Timor dan Papua) serta memfasilitasi pembangunan jalan daerah
untukmemberi akses transportasi di daerah tertinggal terdepan, terluar dan pasca-
konflik;
20. Preservasi jaringan jalan tol sepanjang 1.710 km dilaksanakan melalui dana APBN
dan Swasta;
21. Pembangunan Jalan Tol untuk ruas-ruas: JORR 2 (Jalan Tol Bandara Soekarno
Hatta-Kunciran, Jalan Tol Kunciran-Serpong, Jalan Tol Serpong-Cinere), Jalan Tol
Cimanggis-Cibitung, Jalan Tol Cibitung-Cilincing, Jalan Tol Dalam Kota Bandung
13
Visi dan Misi 2015 - 2020
(Bandung Intra Urban Toll Road (BI-UTR)), Jalan Tol Cileunyi-Tasikmalaya, Jalan Tol
Sukabumi-Ciranjang, Jalan Tol Ciranjang-Padalarang, Jalan Tol Pejagan-Pemalang,
Jalan Tol Pemalang-Batang, Jalan Tol Batang-Semarang, Jalan Tol Manado-Bitung,
Jalan Tol Bawen-Yogyakarta, Jalan Tol Pekanbaru-Dumai, Jalan Tol Samarinda-
Balikpapan, Jalan Tol Banjarmasin-Banjarbaru-Martapura,Jalan Tol Pontianak-
Singkawang, Jalan Tol Ngawi-Kertosono, Jalan Tol Indralaya-Palembang, Jalan Tol
Serpong-Balaraja;
22. Menggalakan pembangunan infrastruktur dan kelembagaannya berskala regional
(SPAM Regional, IPAL Regional, TPA Regional);
23. Dukungan infrastruktur permukiman sebanyak 240 kawasan permukiman, MBR
26.700 unit hunian rusunawa dan infrastruktur pendukungnya;
24. Promosi Waste To Energy;
25. Memberikan program-program terkait mitigasi bencana untuk 15 kawasan, 8.803
desa di daerah tertinggal mendapatkan dukungan infrastruktur permukiman dan 102
kawasan perbatasan dan pulaukecil mendapatkan dukungan infrastruktur
permukiman;
26. Program pembangunan infrastruktur perdesaan di 8.803 desa tertinggal, program
penanggulangan kemiskinan perkotaan di 9956 kelurahan/desa, program air minum
(4.650 desa) dan sanitasi masyarakat (220 kawasan) dan program pengembangan
infrastruktur sosial ekonomi wilayah di 185 kawasan;
27. Fasilitasi terhadap PDAM untuk meningkatkan PDAM sehat dari 164 (2004) dari 383
PDAM di seluruh Indonesia, menjadi 300 PDAM (80%)
28. Peningkatan kapasitas produksi Sistem Penyediaan Air Minum di 32 provinsi dengan
total peningkatan 20.000 liter/detik, dengan menekan idle capacity yang sekarang
mencapai 39.710 liter/detik air minum atau 23,53%;