Upload
makalah-makalah
View
341
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………………. 1
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………………………. 2
BAB I
PENDAHULUAN……………………………………………………………………….. 3
A.Latar Belakang ……..……………………………………………………… 3
B.Rumusan Masalah …………………………………………………………. 4
C. Tujuan Penulisan Makalah…..…………………………………………….. 5
D.Sistematika Penulisan……………………………………………………… 5
BAB II
TEORITIS……………………………………………………………………………….. 7
A. Pengertian Dan Macam-Macam Kepemimpinan…………...…………….. 7
B. Persamaan Dan Perbedaan Kepemimpinan…………………...………….. 11
1. Kepemimpinan Dalam Perspektif Islam……………………...…… 11
2. Kepemimpinan Dalam Perspektif Orientalis Barat……………….. 13
C. Kepemimpinan Rosulullah …………………………………………...….. 14
D. Kepemimpinan Setelah Rasulullah SAW………………………………... 15
BAB III
PEMBAHASAN ………………………………………………………………….......... 19
A. Ayat Tentang Kepemimpinan …………………………………………… 19
B. Hadist Tentang Pemimpin Dan Kepemimpinan………………………….. 24
C. Periodesasi Kepemimpinan Menurut Rasulullah SAW…………………... 25
D. Persyaratan Pemimpin Dalam Islam……………………………………… 27
E. Istilah Kontemporer Tentang Kepemimpinan ………………………….… 30
F. Pemecahan Masalah ………………………………………………..…….. 30
BAB IV
KESIMPULAN………………………………………………………………………… 32
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………......... 33
﴾﴿
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia diciptakan oleh Allah SWT kemuka bumi ini, sebagai khalifah (pemimpin)
dimuka bumi ini, oleh sebab itu maka manusia tidak terlepas dari perannya sebagai
pemimpin, dimensi kepemimpinan merupakan peran sentral dalam setiap upaya pembinaan.
Hal ini telah banyak dibuktikan dan dapat dilihat dalam gerak langkah setiap organisasi.
Peran kepemimpinan begitu menentukan bahkan seringkali menjadi ukuran dalam mencari
sebab-sebab jatuh bangunnya suatu organisasi. Dalam menyoroti pengertian dan hakikat
kepemimpinan, sebenarnya dimensi kepemimpinan memiliki aspek-aspek yang sangat luas,
serta merupakan proses yang melibatkan berbagai komponen didalamnya dan saling
mempengaruhi.
Dewasa ini kita tengah memasuki Era Globalisasi yang bercirikan suatu
interdependensi, yaitu suatu era saling ketergantungan yang ditandai dengan semakin
canggihnya sarana komunikasi dan interaksi. Perkembangan dan kemajuan pesat di bidang
teknologi dan informasi memberikan dampak yang amat besar terhadap proses komunikasi
dan interaksi tersebut. Era globalisasi sering pula dinyatakan sebagai era yang penuh dengan
tantangan dan peluang untuk saling bekerja sama. Dalam memasuki tatanan dunia baru yang
penuh perubahan dan dinamika tersebut, keadaan dewasa ini telah membawa berbagai
implikasi terhadap berbagai bidang kehidupan, termasuk tuntutan dan perkembangan bentuk
komunikasi dan interaksi sosial dalam suatu proses kepemimpinan.
Setiap bangsa, nampaknya dipersyaratkan untuk memiliki kualitas dan kondisi
kepemimpinan yang mampu menciptakan suatu kebersamaan dan kolektivitas yang lebih
dinamik. Hal ini dimaksudkan agar memiliki kemampuan bertahan dalam situasi yang
semakin sarat dengan bentuk persaingan, bahkan diharapkan mampu menciptakan daya saing
dan keunggulan yang tinggi. Begitu pula dalam konteks pergaulan dan hubungan yang lebih
luas, setiap negara-bangsa (nation state) dituntut mampu berperan secara aktif dan positif
baik dalam lingkup nasional, regional maupun internasional.. Namun, harus disadari pula
bahwa dalam setiap proses kepemimpinan, kita akan selalu dihadapkan pada suatu mata
rantai yang utuh mulai dari yang paling atas sampai tingkat yang paling bawah dan ke
samping. Karena itu, pemahaman serta pengembangan dalam visi dan perspektif
kepemimpinan amat diperlukan dalam upaya mengembangkan suatu kondisi yang mengarah
pada strategi untuk membangun daya saing, khususnya dalam upaya meningkatkan kualitas
dan produktivitas bangsa yang ditandai oleh semangat kebersamaan dan keutuhan.
Kita sekarang dihadapkan kepada dua dimensi kepemimpinan, antara kepemimpinan
islam, dan kepemimpinan barat, islam telah memberi gambaran nyata akan keberhasilannya
dalam memimpin suatu oraganisasi sebagaimana yang telah dilakukan oleh nabi kita
muhammad saw. Akan tetapi disisi lain orientalis-orientalis barat dengan berbagai teorinya
yang ilmiah mencoba mengalihkan perhatian masyarakat dari kepemimpinan islam, dan
berpaling terhadap kepemimpinan yang ditawarkan oleh orang-orang barat yang jelas-jelas
bertentangan dengan kepemimpinan dalam islam. Walaupun tidak seluruhnya bertentangan
dengan kepemimpinan islam, akan tetapi ini bisa menjadi penyebab bagi ummat untuk
meninggalkan aturan-aturan islam.
B. RUMUSAN MASALAH
Berangkat dari latar belakang masalah diatas, kami mencoba merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah kepemimpinan itu ?
2. Bagaimana kepemimpinan dalam prsfektif islam?
3. Bagaimana kepemimpinan dalam presfektif barat ?
4. Bagaimanakah kepemimpinan Rasululah ?
5. Bagaimanakah kepemimpinan (masa khilafah/masa setelah Nabi), Umar bin Khatab ?
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Sebagian manfaat dan tujuan yang kami utarakan dari pengkajian makalah ini adalah:
1. Mengingatkan kembali kepada seluruh mahasiswa peserta diskusi, akan arti penting
kepemimpinan, agar dapat mengarahkan dan menumbuhkankan jiwa pemimpin yang
mempunyai loyalitas terhadap hukum-hukum Allah SWT.
2. Memaparkan persamaan dan perbedaan tentang kepemimpinan dalam perspektif islam
dan kepemimpinan dalam perspektif barat, sehingga mahasiswa diharapkan mampu
mamahami dan menguasai perbandingan mengenai kelemahan dan kelebihannya, serta
menjadikannya arahan atau cerminan untuk menuju perbaikan bangsa.
3. Mencoba menganalisis bersama-sama permasalahan yang timbul dari model
kepemimpinan yang diterapkan di Indonesia saat ini, sehingga menghasilkan suatu
solusi untuk mengendalikan atau bahkan menuntaskan masalah yang timbul dari model
kepemimpinan tersebut.
4. Mengkaji kembali tentang keistimewaan model kepemimpinan yang berlandaskan wahyu
dari Allah SWT, dengan mensosialisasikan sejarah emas kepemimpinan Rasulullah dan
para Shahabatnya untuk dijadikan teladan bagi seluruh umat muslim. Serta mengikis
habis isme-isme didalam kalangan mahasiswa yang memandang hukum islam dari sisi
buruknya saja, bahwa islam beserta aspek kepemimpinannya berlandaskan pada hukum
yang kejam (hukum orang bar-bar), yang dapat memperbanyak jumlah kalangan
muslim yang phobi terhadap hukum islam itu sendiri.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I terdiri dari pendahuluan, yang dalam permulaannya, kami menguraikan terlebih
dahulu latar belakang dari masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini, dengan
menguraikan beberapa permasalahan yang mendasari perlunya kami mengkaji aspek
kepemimpinan ini. Selanjutnya, kami uraikan beberapa rumusan masalah, yang dimaksudkan
untuk mempermudah dalam membahas makalah yang kami sajikan. Dan terakhir dalam Bab I
ini kami memaparkan beberapa tujuan dan sistematika dari penulisan makalah.
BAB II terdiri dari uraian teoritis dari rumusan masalah yang telah kami sebutkan
sebelumnya. Yaitu beberapa pengertian mengenai kepemimpinan dan macam-macamnya,
yang dikemukakan oleh beberapa tokoh yang secara lugas telah membahas kajian ini dalam
beberapa karyanya. Selanjutnya mengenai persamaan dan perbedaan kepemimpinan dalam
perspektif islam, serta periodesasi kepemimpianannya. Dengan kepemimpinan dalam
perspektif barat serta teori-teori ilmiah dari para orientalis barat. Oleh karena itu pada akhir
bagian tyeoritis ini kami tutup dengan lembar sejarah emas masa kepemimpinan islam masa
Kenabian dan masa setelahnya, untuk cerminan dan keteladan bagi umat untuk senantiasa
memiliki loyalitas pada hokum Allah SWT serta Keislamannya.
BAB III terdiri dari pembahasan dari Bab II bagian teoritis makalah. Dalam bagian ini
kami menguraikan lebih lengkap dengan mengemukakan beberapa pendapat lain yang
bersumber pada al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW.
BAB IV terdiri dari kesimpulan dari pembahasan makalah, yang mengemukakan
ringkasan masalah, serta beberapa pendapat kami atas materi yang kami bahas dalam
makalah ini.
BAB II
TEORITIS
A. Pengertian dan Macam-Macam Kepemimpinan
الرحيم الرحمن الله بسم
�ن ف�إ �م ك م�ن م ر�� األ �ول�ي و�أ س�ول� �الر ط�يع�وا
� و�أ �ه� الل ط�يع�وا� أ �وا ء�ام�ن �ذ�ين� ال &ه�ا ي
� �اأ ي
� �و م ي و�ال �ه� �الل ب �ون� �ؤ م�ن ت �م ت �ن ك �ن إ ول� س� �و�الر �ه� الل �ى �ل إ د&وه� ف�ر� ي ء0 ش� ف�ي �م ع ت �از� �ن ت
: ) النساء 44 و�يال �أ ت ن� ح س�
� و�أ ر7 ي خ� �ك� ذ�ل خ�ر� )59اآل
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kesudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”(Q.S An-Nisaa: 59)
Rasulullah Saw, adalah tauladan bagi umat dalam segala aspek kehidupan, khususnya
dalam hal kepemimpinan ini beliau adalah sosok yang mencontohkan kepemimpinan
paripurna dimana kepentingan umat adalah prioritas bagi beliau. Maka sangatlah tepat
apabila kita sangat mengidealkan visi dan model kepemimpinan Muhammad SAW (sang
revolusioner yang legendaries, manusia mulia kekasih Allah SWT).
Eggi (2003:12) yang merupakan seorang eksponen generasi muda, mengatakan secara
tajam bahwa dalam sejarah umat manusia belum satupun dapat terwujud sosok pemimpin
sehebat kepemimpinan Rasulullah SAW, iapun melontarkan sejumlah kriteria persyaratan
yang harus ada dalam sosok seorang pemimpin, dari apa yang berusaha ia selami dari
keteladanan kepemimpinan Rasulullah Saw, yaitu:
1. Pemimpin harus dekat dengan tuhan dan konsisten memperjuangkan nilai-nilai dan
ajaran Tuhan yang baik dan luhur.
2. Pemimpin haruslah seorang yang ikhlas (nothing to loose), tanpa mengharap pamrih
kecuali untuk beribadah pada Tuhan melalui pengabdiannya kepada rakyat.
3. Pemimpin harus sosok yang jujur dan adil. Dan khalifah umar bin khaththab merupakan
contoh pemimpin yang mampu membedakan mana kpentingan pribadi dan mana
kepentingan Negara.
4. Pemimpin harus mencintai rakyat dan mendahulukan kepentingannya diatas kepentingan
diri keluarga dan golongannya.
Nampaknya, empat kriteri tersebut masih sangat jauh dari harapan apabila kita melihat
kembali pada realitas yang menindas saat ini.kepemimpinan dijadikan alat untuk
mengeksploitasi rakyat. Padahal Islam memandang kepemimpinan sebagai sebuah beban
(taklif) dan amanah, sehingga orang yang diberikan amanah kepemimpinan, dia harus
mengedepankan pelayanan kepada masyarakat. Karena pemimpin adalah khadimul ummah
(pelayan masyarakat).
Oleh karena itu, (Hilal: 2005) Sayid al-Wakil mengemukakan pendapatnya, bahwa:
seorang pemimpin harus memiliki sekurang-kurangnya lima syarat, yaitu:
1. Muslim
2. Berilmu
3. Adil
4. Memiliki kemampuan memimpin (skill kepemimpinan)
5. Sehat jasmani sehingga dapat menjalankan tugas-tugasnya.
Dalam kitabnya “Al-Qiyadah wal Jundiyah fil Islam”, Sayid al-Wakil menjelaskan
bahwa al-qiyadah dalam konteks Al-Qur`an, Sunnah, dan Tarikh Islam memiliki empat
pengertian.
Pertama, ro’i. Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan,
“Setiap kalian adalah pemimpin (ro’i) dan setiap kalian akan dimintai
pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin (ro’i) dan akan dimintai
pertanggung jawabannya. Seorang suami (rojul) adalah pemimpin terhadap keluarganya,
dan akan dimintai pertanggung jawabannya. Seorang istri adalah pemimpin dalam rumah
suaminya dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang pembantu (khadim) adalah
pemimpin terhadap harta majikannya, dan akan dimintai pertanggungjawabaannya. Setiap
kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya.”
Kepemimpinan dalam terminologi ro’i mencakup kepemimpinan negara, masyarakat,
rumah-tangga, kepemimpinan moral; yang mencakup juga kepemimpinan laki-laki maupun
perempuan. Oleh karena itu, tak seorang pun di dunia ini lepas dari tanggung jawab
kepemimpinan, minimal terhadap dirinya sendiri. Setiap orang mengemban amanah, dan
setiap amanah pasti akan dimintai pertanggungjawabannya.
Ro’i berasal dari kata ro’a-yar’a-ro’yan-ri’ayatan (Munawwir, 1997:510). Artinya
kepemimpinan dalam terminologi ro’i menyiratkan pentingnya makna ri’ayah yang artinya
menggembala, memelihara, mengarahkan, dan memberdayakan orang-orang yang
dipimpinnya (ra’iyah).
Kedua, imam. Artinya pemimpin yang selalu berada di depan. Kata imam seakar
dengan kata amam (di depan). Sehingga dalam terminologi ini, imam adalah pemimpin yang
berfungsi sebagai teladan dan sosok panutan yang membimbing orang-orang yang
dipimpinnya.
Hilal (2005), Ibnul Qoyim telah mengemukakan dalam kajian kepemimpinan, bahwa:
kata imam juga berarti ma`mum. Dengan pengertisan ini, maka seorang pemimpin selain siap
untuk menjadi imam, ia juga harus siap untuk menjadi ma`mum. Imam, selain bertugas
mengarahkan ma’mum, pada saat yang sama ia pun harus siap dikritik dan diingatkan oleh
ma’mum. Dalam shalat berjamaah, ketika imam melakukan kesalahan, ma`mum wajib
mengingatkannya dengan ucapan subhanallah. Dan imam harus siap mendengarkan
peringatan ma`mum.
Ketiga, khalifah. Secara terminologi artinya pengganti kepemimpinan Rasulullah
SAW.
Hilal (2005), Ibnu Khaldun mengatakan bahwa: kepemimpinan dalam terminologi
khalifah juga berarti menyiapkan kepemimpinan berikutnya sesuai dengan aturan syari’ah
demi tercapainya kemashlahat duniawi dan ukhrowi.
Kata khalifah seakar dengan kata khalfun (belakang) (Munawwir, 1997:361). Ini
artinya, seorang pemimpin bukan saja harus mempersiapkan generasi pemimpin
penggantinya, ia juga harus siap melanjutkan kepemimpinan sebelumnya.
Keempat, amir. Artinya pemerintah. Dalam hadits riwayat Bukhari, Ibnu Majah, dan
Imam Ahmad, kita wajib menaati seorang pemimpin (amir) apapun warna kulitnya, bentuk
rupanya, kaya atau miskin, selama pemimpin itu berada dalam bimbingan wahyu Allah Swt.
Kata amir juga berarti ma`mur (yang diperintah). Ini artinya, seorang pemimpin selain
menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, ia juga harus siap diperintah oleh rakyatnya dalam
hal yang mengandung kemaslahatan untuk semua.
Keempat tipe kepemimpinan diatas esensinya terlihat jelas dalam pola kepemimpinan
Rasulullah SAW. dan Khulafaur Rasyidin yang selalu mengedepankan kebenaran, keadilan,
dan kesejahteraan. Hakikat kepemimpinan dalam Islam adalah mengemban amanah rakyat
untuk mencapai keselamatan hidup di dunia dan di akhirat.
Ketaatan kepada Pemimpin adalah satu pilar pemerintahan dalam Islam. Umar bin
Khaththab berkata, “Tidak ada arti Islam tanpa jamaah, tidak ada arti jamaah tanpa amir
(pemimpin), dan tidak ada arti amir tanpa kepatuhan.” Seorang pemimpin memang harus
memiliki keistimewaan, cerdas, berakhlak mulia, dan bermental baja. Namun, itu semua tidak
ada artinya tanpa adanya loyalitas dari rakyatnya.
Meskipun Islam mewajibkan umatnya agar taat kepada pemimpin, namun ketaatan itu
tidak bersifat mutlak. Hilal (2005) mengemukakan pendapatnya bahwa: Ketaatan rakyat
kepada pemimpin dibatasi oleh beberapa persyaratan, yaitu:
1. Pemimpin dimaksud memiliki komitmen kepada syari’at Islam dengan menerapkannya
dalam kehidupan.
Ali bin Abi Thalib berkata, “Wajib bagi imam (pemimpin) memerintah dengan aturan
yang diturunkan Allah Swt. dan menyampaikan amanah. Apabila ia melaksanakan demikian,
maka wajib bagi rakyat menaatinya.”
2. Pemimpin harus adil.
�ن أ �اس� الن ن� �ي ب �م �م ت ح�ك �ذ�ا و�إ �ه�ا ه ل� أ �ى �ل إ �ات� م�ان
� األ �ؤ�د&وا ت �ن أ �م ك م�ر� �أ ي �ه� الل ��ن إ
: ) النساء ا �ص�ير4 ب م�يع4ا س� �ان� ك �ه� الل ��ن إ �ه� ب �م �ع�ظ�ك ي �ع�م�ا ن �ه� الل ��ن إ ع�د ل� �ال ب �م�وا �ح ك ت
58 )
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat” (QS An-Nisa`: 58)
Pemimpin dimaksud tidak menyuruh manusia melakukan maksiat. Islam menyuruh kita
melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Maka ketika ada pemimpin mengajak dan membiarkan
kemaksiatan merajalela, seperti minuman keras, zina, riba, korupsi, dan bentuk kejahatan
lainnya, maka kita tidak boleh menaatinya. Sebaliknya, kita harus meluruskannya. Laa
thaa’ata limakhuluuqin fii ma’shiyatil khaliq (tidak ada ketaatan kepada pemimpin yang
mengajak maksiat kepada Allah SWT).
Di masyarakat kita yang paternalistik ini, kadang masyarakat kurang bisa
mengaktualisasikan ketaatan mereka kepada pemimpinnya. Sekelompok orang menindas,
menganiaya, dan meneror kelompok lain atas perintah pemimpinnya. Harus ada gerakan yang
mengingatkan pemimpin zalim seperti itu, dan menyadarkan pengikutnya agar tidak menaati
kemaksiatan yang diperintahkan oleh pemimpinnya.
B. Persamaan dan Perbedaan kepemimpinan
1. Kepemimpinan Dalam Prespektif Islam
Nabi Muhammad SAW merupakan sosok pemimpin yang terkenal dengan kearifannya, sifat
beliau yang menonjol dalam kepemimpinannya, tidak saja di akui oleh orang-orang islam
sendiri tapi juga diakui oleh orang-orang orientalis barat yang nota bene mereka adalah
orang-orang yang menentang islam, hal ini memberi gambaran kepada kita bahwasannya
kepemimpinan dalam islam bukan saja hasilnya hanya dirasakan oleh umat islam itu sendiri ,
akan tetapi dirasakan oleh umat non muslim, Kepemimpinan islam memberikan prospek yang
cerah bagi kelangsungan hidup manusia di Era Globalisasi sekarang ini yang sarat dengan
krisis kepemimpinannya dan dekadensi moral akibat ulah-ulah para penguasa yang tidak
bertanggung jawab. Dan perlu difahami pula bahwasannya seseorang dikatakan sebagai
pemimpin manakala ia benar-benar beriman dan bertaqwa kepa Allah swt, dan inilah yang
membedakan antara kepemimpinan dalam islam dan kepemimpinan menurut teori orang-
orang barat.
Seorang pemimpin dalam islam itu tidak boleh terlepas ciri-ciri berikut ini sebagai pedoman
dalam memilih calon pemimpin masa depan:
1) Setia; Pemimpin dan orang yang dipimpin terikat kesetiaan kepada Allah.
2) Tujuan; Pemimpin melihat tujuan organisasi bukan saja berdasarkan kepentingan
kelompok tetapi juga dalam ruang lingkup tujuan Islam yang lebih luas.
3) Berpegang pada Syariat dan Akhlak Islam; Pemimpin terikat dengan peraturan
Islam, boleh menjadi pemimpin selama ia berpegang pada perintah syariat. Waktu
mengendalikan urusannya ia harus patuh kepada adab-adab Islam, khususnya ketika
berurusan dengan golongan oposisi atau orang-orang yang tak sepaham.
4) Pengemban Amanah; Pemimpin menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah
yang disertai oleh tanggung jawab yang besar. Qur’an memerintahkan pemimpin
melaksanakan tugasnya untuk Allah dan menunjukkan sikap baik kepada
pengikutnya.
وا م�ر�� و�أ �اة� ك �الز �و�ا و�ء�ات ة� الص�ال� ق�ام�وا
� أ ر ض�� األ ف�ي �اه�م �ن م�ك �ن إ �ذ�ين� ال
: ) الحج م�ور�� األ �ة� ع�اق�ب �ه� �ل و�ل �ر� ك م�ن ال ع�ن� �ه�و ا و�ن وف� م�ع ر� �ال (41ب
“Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka, niscaya mereka
mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah
perbuatan yang mungkar… “(QS.22:41).
2. Pemimpin Dalam presfektif Orientalis Barat
Pada dasarnya prinsip kepemimpinan dalam presfektif barat hampir sama dengan
kepemimpinan dalam presfektif islam, untuk mencapai suatu keberhasilan dalam
merealisasikan visi dan misi suatu perkumpulan atau organisasi, akan tetapi sebagai mana di
jelaskan diawal tadi, bahwasannya kepemimpinan dalam islam bukan saja hanya mengurus
masalah duniawi semata akan tetapi berkenaanpula dengan masalah akhirat juga, atau lebih
spesifik lagi berkenaan dengan tanggung jawabnya selaku pemimpin kepada Allah swt,
dalam artian pemimpin dalam islam bukan saja bertanggung jawab ketika didunia tapi ia juga
harus bertanggung jawab membawa umatnya kejalan yang benar yang diridhai oleh Allah
swt, sehingga selamat nanti diakhirat kelak. Berbeda dengan kepemimpinan dalam prespektif
barat, mereka meyatakan bahwasannya seorang pemimpin ialah orang yang mampu
mengendalikan massa, dan mampu menguasai mereka, tanpa menghiraukan penderitaan
anggotanya atau organisasi-organisasi lainnya, yang penting dia merasa senang, walaupun
harus tertawa diatas penderitaan orang lain, seperti yang telah dilakukan oleh pemimpin-
pemipin barat, diantaranya, adolf Hitler, naji, josh.w.bush, dan lain-lain.
Akibat menyerapnya teori-teori kepemimpinana yang dibawa oleh orang-orang barat,
kedalam pemahaman orang-orang muslim, ini mengakibtkan terjadinya, ketimpangan dalam
memahami, ajaran kepemimpinana islam, seperti contoh kasus, boleh tidaknya seorang
wanita menjadi pemimpin, ini merupakan problem yang sangat fundamental, di dalam
masyarakat kita sekarang, dan ini menjadi tugas kita, untuk kembali meluruskan, pemahaman
tentang kepemimpinan menurut ajaran islam, yang berlandaskan AL-Quran dan sunnah.
C. Kepemimpinan Rasulullah
Sejak manusia berada dipermukaan bumi ini, hasratnya ingin mengetahui segala hukum
dan kodrat alam yang terdapat disekitarnya, besar sekali. Makin dalam ia meneliti, makin
tampak kepadanya kebesaran alam itu, melebihi yang semula. Kelemahan dirinya makin
tampak pula dan keangkuhannya pun makin berkurang.
Demikianlah, Nabi yang membawa Islam itu pun sama pula dengan alam ini. Sejak
bumi ini menerima cahaya Nabi, para ulama berusaha mencari segi-segi kemanusiaan yang
besar daripadanya, mencari nilai-nilai Asma-Allah dalam pemikirannya, dalam akhlaknya,
dalam ilmunya. Dan kalaupun mereka mapu mencapai pengetahuan itu seperlunya, namun
sampai kini pengetahuan yang sempurna belum juga mereka capai. Perjuangan yang mereka
hadapi masih panjang, jaraknya masih jauh, jalannya pun tak berkesudahan.
Kenabian adalah anugrah Tuhan, tak dapat dicapai dengan usaha. Akan tetapi ilmu dan
kebijaksanaan Allah yang berlaku, diberikan kepada orang yang bersedia menerimanya, yang
sanggup memikul segala bebannya. Allah lebih mengetahui dimana risalah-Nya itu akan
ditempatkan. Muhammad SAW sudah dipersiapkan membawa risalah atau misi itu keseluruh
dunia, bagi si hitam dan si putih, bagi si lemah dan si kuat. Ia disiapkan membawa risalah
agama yang sempurna, dan dengannya menjadi penutup bagi para nabi dan rasul, yang hanya
satu-satunya menjadi sinar petunjuk, sekalipun nanti langit akan terbelah, bintang-bintang
akan runtuh dan bumi inipun akan berganti dengan bumi dan angkasa lain.
Kesucian para nabi dalam membawa risalah dan meneruskan amanah wahyu, adalah
masalah yang tak dapat dimasuki oleh kaum cendekiawan. Bagi para nabi, sudah tidak ada
pilihan lain. Mereka menerima risalah dan amanah, dan itu harus disampaikan, sesudah
mereka diberi cap dengan stempel kenabian. Tugas menyampaikan amanah itu sudah menjadi
konsekuensi wajar bagi seorang nabi, yang tak dapat dielakkan. Akan tetapi, tidak selamanya
wahyu itu menyertai para nabi dalam tiap perbuatan dan kata-kata mereka. Mereka juga tidak
bebas dari kesalahan. Bedanya dengan manusia biasa, Allah tidak membiarkan mereka
hanyut dalam kesalahan itu sesudah sekali terjadi, dan kadang mereka segera mendapat
teguran.
Muhammad SAW telah mendapat perintah Tuhan guna menyampaikan suatu amanah,
dengan tidak dijelaskan jalan yang harus ditempuhnya, baik dalam cara menyampaikan
risalah atau dalam cara mempertahankannya. Pelaksanaannya diserahkan kepadanya, menurut
kemampuan akal, pengetahuan dan kecerdasannya, sebagaimana yang sering dilakukan oleh
kaum cerdik pandai lainnya. Kemudian datang wahyu yang memberikan penjelasan secara
tegas tentang segala sesuatu mengenai Dzat Tuhan, keesaan-Nya, sifat-sifat-Nya serta cara-
cara beribadat. Tetapi tidak demikian tata cara kemasyarakatan, dalam keluarga, tentang desa,
kota, dan tentang Negara, baik yang berdiri sendiri maupun yang terikat oleh Negara-negara
lain.
Disamping itu masih banyak sekali bidang lain yang harus diselidiki sehubungan
dengan kebesaran Nabi SAW sebelum datangnya wahyu. Juga tidak kurang kebesaran itu
yang harus diselidikinya sesudah datangnya wahyu. Ia menjadi utusan Tuhan dan mengajak
orang kepadanya.. Ia menjadi pemimpin umat Islam, menjadi panglima perangnya; ia
menjadi mufti, menjadi hakim dan organisator seluruh jaringan komunikasi dalam hubungan
sesamanya dan antarbangsa. Dalam segala hal beliau dapat menegakkan keadilan. beliau
mempersatukan bangsa-bangsa dan kelompok-kelompok, sesuai dengan yang dapat diterima
akal sehatnya. Ia menjadi lambang kefasihan, yang menyebabkan para ahli dalam bidang itu
harus takluk dan menundukan kepala, mengakui kebesaran dan kedahsyatannya. Akhirnya
beliau melepaskan dunia fana ini dengan rela hati atas pekerjaannya, yang juga sudah
mendapat kerelaan Allah dan kaum Muslimin.
D. Kepemimpinan Setelah Rasulullah SAW
Para sahabat Nabi Muhammad SAW dan salafus shalih sudah lama tiada, namun
keteladanan mereka di tulis oleh tinta emas sehingga menjadi teladan bagi kehidupan umat
Islam generasi berikutnya. Kesalehan mereka sangat luar biasa, tak heran apabila diantara
mereka ada yang sudah di jamin masuk surga, salah satunya yaitu Umar Bin Khatab, dia
seorang pemimpin setelah Rasulullah yang adil dan bijaksana dalam memimpin umat. Beliau
berasal dari kabilah Quraisy dan berasal dari suku Bani Hasyim.
Seperti kita ketahui hampir seluruh kriteria seorang pemimpin beliau miliki, karena di
bawah kepemimpinannya umat hidup sejahtera dan tiada kurang suatu apapun. Dan dia tidak
pernah marah apabila ada seorang rakyat yang mengoreksi apabila ia melakukan kesalahan,
sebagai contoh ketika beliau diangkat menjadi khalifah setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq
beliau berpidato dihadapan rakyatnya, dalam pidatonya beliau mengatakan :
“segala puji bagi Allah penguasa seluruh alam. Salam dan sejahtera semoga Allah
limpahkan atas panutan agung Muhammad Saw. Pada kesempatan ini aku ingin
menyampaikan amanah kepada kamu sekalian wahai kaum muslimin. Kalian semua ibarat
unta yang bertali, untuk itu kalian akan menurut saja kemana orang yang memegang tali itu.
Aku akan membawa kalian semua ke jalan yang benar yang diridhoi Allah Swt. Oleh karena
itu apabila kalian melihat aku melakukan keslahan yang menyimpang dari perintah Allah
dan Rasul-Nya, maka luruskanlah”, setelah berbicara tiba-tiba berdirilah seorang laki-laki
dan berkata, ”wahai umar, aku bersumpah akan meluruskan mu dengan pedangku ini jika
engkau menyimpang”. Mendengar kata-kata itu seorang sahabat lainnya berkata, ”wahai
sahabat janganlah engkau berkata kasar kepada khalifah.” kemudian umar berkata, ”terima
kasih, aku sangat senang kepadamu rupanya diantara rakyat masih ada yang mempunyai
keberanian, aku patut memberikan penghargaan padamu.”
Dari kutipan kisah diatas dapat kita simpulkan bahwa beliau memang seorang yang
bijaksana, karena dia tidak melihat kedudukan seseorang dalam memberi nasihat.
Selain bijaksana beliaupun seorang yang sangat perhatian terhadap rakyatnya, itu
dibuktikan dengan seringnya beliau mengadakan inspeksi mendadak untuk mengetahui
keadaan rakyatnya. Dalam salah satu inspeksinya beliau pernah mendapati seorang ibu dari
sebuah keluarga, yang merebus batu seolah-olah dia kelihatan sedang menanak nasi, karena
tidak punya makanan lagi yang bisa di makan. Hal itu dilakukan untuk menghentikan tangis
anak-anaknya yang kelaparan. Saat itu juga khalifah Umar dengan sigap mengambil gandum
dari baitu Mal untuk mencukupi kebutuhan keluarga itu. Gandum itu beliau panggul sendiri,
walaupun pengawalnya melarang. Beliau berfikir bahwa kejadian ini akibat kelalaian beliau
dalam mengurus umat. Oleh karena itu dia tidak mau apabila tanggung jawabnya dibebankan
pada bawahannya, beliau takut bagaimana nanti beliau mempertanggung jawabkannya
dihadapan Allah Swt kelak pada hari perhitungan.
Disisi lain, dalam masa kepemimpinannya kekuasaan kaum muslimin semakin luas.
Kekuatan politik dan militer umat muslim pada saat itu sangat berkembang pesat dan mampu
melawan kekuatan-kekuatan kufur dan musyrik yang menghalangi meluasnya dakwah islam,
pada masa itu pula wilayah-wilayah yang sebelumnya menolak dakwah islam akhirnya dapat
ditaklukan dan menjadi bagian dari negara yang dipimpin oleh Umar. Negara-negara yang
berhasil ditundukan itu diantaranya :
Di negri Syam antara lain, Alyarmuk, Basra, Damaskus, Yordania, Bisan, Thobariyah,
Aljabiyah, Palestina, Ramlah, Asqolan, Gaza, Tepi-tepi laut, Baitil maqdis.
Di Afrika yaitu negri Mesir, Iskandariyah, Tripoli barat (Libia), Barqoh.
Di Irak dan Persia, yaitu negri Alqadisiyah, Hirah, seluruh persia, Armenia, Almausil,
delta sungai eufrat dan dajla, Khurasan, Albasrah, Nisabur, Azerbejan, Nahawind,
Ashbahan, Hamadzan dan lain-lain.
Umar sendiri tidak pernah mempunyai rasa takut pada orang-orang yang berkuasa pada
saat itu dan ia pun tak segan-segan untuk meluruskan mereka apabila mereka melakukan
kesalahan. Itulah sedikit mengenai salah seorang sahabat yang dijamin masuk surga yaitu
Umar Ibnu Khattab. Dan beliau merupakan salah satu pemimpin pada masa kepemimpinan
khalifah yang berjalan sesuai dengan manhaj kenabian, periode ini merupakan periode
khulafaur-rasyidun. Berlangsung lebih kurang 40 tahun, yaitu sejak diangkatnya Abu Bakar
Asy-siddiq sebagai khalifah hingga wafatnya khalifah Ali bin Abi Thalib.
Pada akhirnya Umar menemui sang Khaliq pada usia 63 tahun sama seperti sahabat
Abu Bakar dan Rasulullah. Beliau dibunuh ketika beliau akan sholat subuh di mihrab pada
hari rabu, tepatnya tanggal 26 Dzulhijjah tahun 23 Hijriyah, beliau ditikam oleh seorang
majusi yang bernama Abu Lu’luah atau firaus yang berasal dari parsi (satu wilayah di
Romawi). Tetapi dalam keadaan kritis setelah di tikam, ketika diingatkan waktu sholat beliau
segera melaksanakannya. Setelah itu beliau bertanya pada kepada sahabatnya mengenai
orang yang mencoba membunuhnya, dan sahabat pun menjawabnya bahwa orang yang
mencoba membunuh umar yaitu Abu lu’luah Almajusi seorang pelayan Almughirah bin
syu’bah, ketika mendengarnya Umar bahagia dan mengucap ”Alhamdulillah” karena dia
berfikir bahwa yang menjadikan wafatnya ialah orang yang mengaku beriman tetapi ia tidak
pernah bersujud pada Allah. Setelah tiga hari setelah kejadian penikaman itu beliau baru
meninggal, dan akhirnya Khalifah Umar berhasil memimpin umatnya selama 10 tahun 6
bulan 5 hari, dan beliau mempunyai anak sebanyak 13 orang, 9 laki-laki dan 4 orang
perempuan.
BAB III
PEMBAHASAN
Pemimpin dan kepemimpinan merupakan persoalan keseharian dalam kehidupan
bermasyarakat, berorganisasi / berusaha, berbangsa dan bernegara. Kemajuan dan
kemunduran masyarakat, organisasi, usaha, bangsa dan megara antara lain dipengaruhi oleh
para pemimpinnya. Oleh karena itu sejumlah teori tentang pemimpin dan kepemimpinanpun
bermunculan dan kian berkembang.
Islam sebagai rahmat bagi seluruh manusia, telah meletakkan persoalan pemimpin dan
kepemimpinan sebagai salah satu persoalan pokok dalam ajarannya.
Beberapa pedoman atau panduan telah digariskan untuk melahirkan kepemimpinan yang
diridai Allah swt, yang membawa kemaslahatan, menyelamatkan manusia di dunia dan
akhirat kelak.
Sejarah Islam telah membuktikan pentingnya masalah kepemimpinan ini setelah
wafatnya Baginda Rasul. Para sahabat telah memberi penekanan dan keutamaan dalam
melantik pengganti beliau dalam memimpin umat Islam. Umat Islam tidak seharusnya
dibiarkan tanpa pemimpin. Sayyidina Umar R.A pernah berkata, “Tiada Islam tanpa jamaah,
tiada jamaah tanpa kepemimpinan dan tiada kepemimpinan tanpa taat”.
Pentingnya pemimpin dan kepemimpinan ini perlu dipahami dan dihayati oleh setiap
umat Islam di negeri yang mayoritas warganya beragama Islam ini, meskipun Indonesia
bukanlah negara Islam.
A. Ayat-Ayat Tentang Kepemimpinan
Allah SWT telah memberi tahu kepada manusia, tentang pentingnya kepemimpinan
dalam islam, sebagaimana dalam Al-Quran kita menemukan banyak ayat yang berkaitan
dengan masalah kepemimpinan.
Mari kita simak dan tadaburi diantaranya! Firman Allah SWT:
· م�ن ف�يه�ا �ج ع�ل� ت� أ �وا ق�ال �يف�ة4 ل خ� ر ض�
� األ ف�ي ج�اع�ل7 Qي �ن إ �ة� �ك ئ م�ال� �ل ل &ك� ب ر� ق�ال� �ذ و�إ
Qي �ن إ ق�ال� �ك� ل �ق�دQس� و�ن �ح�م د�ك� ب Qح� ب �س� ن �ح ن� و�ن الدQم�اء� ف�ك� �س و�ي ف�يه�ا د� �ف س� ي
: ) البقرة �م�ون� �ع ل ت � ال م�ا �م� ع ل� ( 30أ
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui”. (Al Baqarah: 30)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa khalifah (pemimpin) adalah pemegang mandat Allah
SWT untuk mengemban amanah dan kepemimpinana langit di muka bumi. Ingat komunitas
malaikat pernah memprotes terhadap kekhalifahan manusia dimuka bumi.
�ن ف�إ �م ك م�ن م ر�� األ �ول�ي و�أ س�ول� �الر ط�يع�وا
� و�أ �ه� الل ط�يع�وا� أ �وا ء�ام�ن �ذ�ين� ال &ه�ا ي
� �اأ ي
� �و م ي و�ال �ه� �الل ب �ون� �ؤ م�ن ت �م ت �ن ك �ن إ ول� س� �و�الر �ه� الل �ى �ل إ د&وه� ف�ر� ي ء0 ش� ف�ي �م ع ت �از� �ن ت
: ) النساء 44 و�يال �أ ت ن� ح س�
� و�أ ر7 ي خ� �ك� ذ�ل )59اآلخ�ر�
” Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah SWT dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah SWT (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah SWT dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An-Nisa: 59)
Ayat ini menunjukan ketaatan kepada ulil amri (pemimpin) harus dalam rangka ketaatan
kepada Allah SWT dan rasulnya.
Yahya (2004:14) mengkaji ayat ini dengan berpendapat bahwa Kata “al-amr” dalam
ayat itu artinya: urusan, persoalan, masalah, perintah. Ini menunjukan bahwa pemimpin itu
tugas utamanya dan kesibukan sehari-harinya yaitu mengurus persoalan rakyatnya,
menyelesaikan problematika dan masalah yang terjadi ditengah tengah masyarakat serta
memiliki wewenang mengatur, memenej dan menyuruh bawahan dan rakyat.
Kata minkum menurut Yahya (2004:14) yang berarti diantara kalian, mengisyaratkan
bahwa pemimpin suatu masyarakat lahir dan muncul dari masyarakat itu sendiri. Pemimpin
merupakan cermin masyarakat yang dipimpinnya serta ia selalu dekat dan bersama dengan
masyarakatnya dalam suka maupun duka.
�ع� · �ب �ت ت و�ال Qح�ق �ال ب �اس� الن ن� �ي ب �م ف�اح ك ر ض�� األ ف�ي �يف�ة4 ل خ� �اك� ن ج�ع�ل �ا �ن إ �اد�او�د� ي
�ه�م ل �ه� الل �يل� ب س� ع�ن &ون� �ض�ل ي �ذ�ين� ال ��ن إ �ه� الل �يل� ب س� ع�ن �ض�ل�ك� ف�ي ه�و�ى ال
: ) ص ح�س�اب� ال �و م� ي وا �س� ن �م�ا ب د�يد7 ش� )26ع�ذ�اب7
” Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka
berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah SWT. Sesungguhnya orang-
orang yang sesat dari jalan Allah SWT akan mendapat azab yang berat, karena mereka
melupakan hari perhitungan.” (Qs Shad: 26)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa: salah satu tugas dan kewajiban utama seorang
khalifah adalah menegakkan supremasi hukum secara Al-Haq. Seorang pemimpin tidak boleh
menjalankan kepemimpinannya dengan mengikuti hawa nafsu. Karena tugas kepemimpinan
adalah tugas fi sabilillah dan kedudukannyapun sangat mulia.
�ا · ن و�اج ع�ل �ن0 ع ي� أ ة� �ق�ر �ا �ن �ات ي Qو�ذ�ر �ا ن و�اج� ز
� أ م�ن �ا �ن ل ه�ب �ا �ن ب ر� �ون� �ق�ول ي �ذ�ين� و�ال
: ) الفرقان �م�ام4ا إ �ق�ين� م�ت �ل (74ل
“Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri
kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa”.. (QS Al Furqan: 74)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa: Pada prinsipnya boleh-boleh saja seorang memohon
kepada Allah SWT agar dijadikan pemimpin. Dan karena ia memohon kepada Allah SWT
maka ia harus menjalankan kepemimpinannya sesuai keinginan Allah SWT. Yang dilarang
adalah meminta kedudukan padahal ia tidak punya kompetensi dan kemampuan dalam
bidang itu.
Yahya (2004:16) menyatakan bahwa: Kalau masyarakat suatu negri bertaqwa, maka
insya Allah yang muncul adalah pemimpin yang bertaqwa pula. Telah menjadi kaidah bahwa
pemimpin adalah cerminan dari orang-orang yang dipimpin secara umum. Jadi kalau mau
pemimpin yang baik maka perbaiki rakyat dan masyarakat. Disinilah perlu adanya pembinaan
dengan pendidikan agama yang dimulai dari keluarga.
ض� · ر� األ ف�ي �ه�م �ف�ن ل �خ ت �س �ي ل �ح�ات� الص�ال �وا و�ع�م�ل �م ك م�ن �وا ء�ام�ن �ذ�ين� ال �ه� الل و�ع�د�
�ه�م ل �ض�ى ت ار �ذ�ي ال �ه�م� د�ين �ه�م ل ��ن Qن �م�ك �ي و�ل �ه�م ل ق�ب م�ن �ذ�ين� ال ل�ف� �خ ت اس �م�ا ك
�ف�ر� ك و�م�ن 4ا ئ ي ش� �ي ب �ون� ر�ك �ش ي ال �ي �ن �د�ون �ع ب ي 4ا م ن� أ خ�و ف�ه�م �ع د� ب م�ن �ه�م �ن �دQل �ب �ي و�ل
: ) النور ق�ون� ف�اس� ال ه�م� �ك� �ئ ول� ف�أ �ك� ذ�ل �ع د� (55ب
” Dan Allah SWT telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka
berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya
untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka
berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah
(janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Qs An Nur: 55)s
Ayat ini mengisyaratkan bahwa: Al Khilafah atas dasar kebenaran dan keadilan pada
akhirnya akan kembali kepangkuan orang orang beriman dan beramal shaleh. Karena salah
satu sifat seorang pemimpin adalah beriman dan beramal shaleh. Dan tugasnya utamanya
ialah menciptakan keamanan dan menghilangkan rasa takut serta mempasilitasi rakyatnya
untuk beribadah kepada Allah SWT swt secara total
�ف�اء� · ل خ� �م �ك �ج ع�ل و�ي وء� الس& �ك ش�ف� و�ي د�ع�اه� �ذ�ا إ � م�ض ط�ر ال �ج�يب� ي م�ن� أ
: ) النمل ون� �ر� �ذ�ك ت م�ا 4 �يال ق�ل �ه� الل م�ع� �ه7 �ل ئ� أ ر ض�
� )62األ
” Atau siapakah yang memperkenankan (do`a) orang yang dalam kesulitan apabila ia
berdo`a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu
(manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah SWT ada tuhan (yang lain)?
Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya)” (QS An Naml: 62)
�ل� · �ائ و�ق�ب 4ا ع�وب ش� �م �اك ن و�ج�ع�ل �ى ث ن� و�أ �ر0 ذ�ك م�ن �م �اك �ق ن ل خ� �ا �ن إ �اس� الن &ه�ا ي
� �اأ ي
) �ير7 ب خ� �يم7 ع�ل �ه� الل ��ن إ �م ق�اك ت� أ �ه� الل د� ن ع� �م م�ك ر� ك
� أ ��ن إ ف�وا �ع�ار� �ت )13ل
” Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah SWT
ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah SWT Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS Al Hujurat: 13)
Ayat ini mengisyaratkan bahwa: seorang pemimpin harus memahami sosiologis dan
antropologis rakyatnya, sehingga ia betul betul memahami watak dan karakter rakyat yang
dipimpinnya.
jadi tugas dari pemimpin tersebut ialah memenej perbedaan dan keragaman rakyatnya
sebagai aset dan kekuatan Negara. Tugas pemimpin bukanlah memaksakan kebersamaan dan
persamaan. Namun, untuk mengelola perbadaan dan keragaman.
Perbedaan suku, ras dan apapun dikalangan rakyat seyogyanya menjadi ladang
kompetisi untuk menjadi mulia dan bertaqwa disisi Allah SWT swt dan yang paling berperan
dalam menciptakan kondisi yang kondusif untuk itu adalah pemimpin.
B. Beberapa Hadits Tentang Pemimpin Dan Kepemimpinan:
Yahya (2004:21) mengemukakan beberapa keterangan yang berkaitan dengan masalah
pemimpin dan kepemimpinan yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW:
· , �ن ف�ا �اد�ه� ب ع� م�ن 0 �و م م�ظ ل �ل& ك ه� �ي �ل ا و�ي �أ ي ر ض�
� األ ف�ى الله� ظ�ل& لط�ان� fالس
. - – , ح�اف� و� أ ار� ج� �ن و�ا ر� ك الش& ��ة� ي ع� �الر ع�ل�ى �ى �ع ن ي �ان� و�ك ج ر�
� األ �ه� ل �ان� ك ع�د�ل�
. , �ة� الو�ال ت ج�ار� �ذ�ا و�ا ر� الص�������ب �ة� ي ع� ���الر و�ع�ل�ى ر� الو�ز ه� �ي ع�ل �ان� ك �م� ظ�ل و� أ
. . �ا �ن �الز ظ�ه�ر� �ذ�ا و�ا الم�و�اش�ي �ك�ت� م�ل �اة� ك �الز �ع�ت م�ن �ذ�ا و�ا م�اء� �الس ق�ح�ط�ت
. �ة� �ن ك و�الم�س الف�ق ر� ظ�ه�ر�
“Pemimpin adalah bayangan Allah SWT dimuka bumi. Kepadanya berlindung orang orang
yang teraniyaya dari hamba hamba Allah SWT, jika ia berlaku adil maka baginya ganjaran,
dan bagi rakyat hendaknya bersyukur. Sebaliknya apabila ia curang (zalim) maka niscaya
dosalah baginya dan rakyatnya hendaklah bersabar. Apabila para pemimpin curang maka
langit tidak akan menurunkan berkahnya. Apabila zina meraja lela, maka kefakiran dan
kemiskinan pun akan merajalela.(HR. ibnu majah dari abdulah bin umar)”
Yahya (2004:22) mengartikan bahwa: Kata “bayangan Allah SWT” mengisyaratkan
bahwa pemimpin adalah perwakilan Allah SWT dimuka bumi ini. Dan juga mengisyaratkan
bahwa pemimpin harus selalu dekat kepada Allah SWT.
Kata “rakyat hendaknya bersyukur” menurutnya mengisyaratkan bahwa wujud
pemimpin yang adil adalah nikmat dari Allah SWT yang patut disyukuri.
Dan kata “rakyat hendaknya bersabar” mengisyaratkan bahwa kelak akan muncul
pemimpin yang tidak becus.
·. , �م ك �ي ع�ل &و ن� �ص�ل و�ي ه�م �ي ع�ل &و ن� �ص�ل و�ت �م �ك f&و ن ب �ح� و�ي �ه�م &و ن ب �ح� ت ن� �ذ�ي ال �م �ك ���م�ت ئ� أ �ار� ي خ�
. , �م �ك �و ن ع�ن �ل و�ي ��ه�م �و ن ع�ن �ل و�ت �م �ك غ�ض�و ن �ب و�ي �ه�م غ�ض�و ن �ب ت ن� �ذ�ي ال �م �ك �م�ت �ئ ا ار� ر���� و�ش�
“sebaik-baik pemimpin diantara kalian ialah pemimpin yang kalian cintai dan mencintai
kalian, kalian mendo’akannya dan merekapun mendo’akan kalian, dan seburuk buruknya
pemimpin diantara kalian ialah pemimpin yang kalian benci dan membenci kalian, kalian
melaknatnyadan mereka pun melaknat kalian”.(HR Muslim dari ‘auf bin malik)
Hadits ini mengisyartkan bahwa: salah satu ciri pemimpin yang baik ialah dicintai dan
dido’akan oleh rakyatnya, dan begitu pula sebaliknya. Diantar ciri pemimpin yang buruk
ialah yang dibenci dan dilaknat oleh rakyatnya, dan begitu pun sebaliknya.
C. Periodesasi Kepemimpinan Menurut Rasulullah SAW
Rasulullah SAW bersabda:
” akan terjadi diantara kalian kepemimpinan nabi, kemudian kepemimpinan khalifah,
kemudian kepemimpinan raja yang yang menggigit (reprensif) kemudian kepemimpinan raja
yang dictator, kemudian kepemimpinan khilafah yang berjalan sesuai dengan manhaj
kenabian” (HR Ahmad Dari Hudzaifah)
Hadits ini dikuatkan oleh firman Allah SWT
ض� ر� األ ف�ي �ه�م �ف�ن ل �خ ت �س �ي ل �ح�ات� الص�ال �وا و�ع�م�ل �م ك م�ن �وا ء�ام�ن �ذ�ين� ال �ه� الل و�ع�د�
�ه�م ل �ض�ى ت ار �ذ�ي ال �ه�م� د�ين �ه�م ل ��ن Qن �م�ك �ي و�ل �ه�م ل ق�ب م�ن �ذ�ين� ال ل�ف� �خ ت اس �م�ا ك
�ف�ر� ك و�م�ن 4ا ئ ي ش� �ي ب �ون� ر�ك �ش ي ال� �ي �ن �د�ون �ع ب ي 4ا م ن� أ خ�و ف�ه�م �ع د� ب م�ن �ه�م �ن �دQل �ب �ي و�ل
) ق�ون� ف�اس� ال ه�م� �ك� �ئ ول� ف�أ �ك� ذ�ل �ع د� )55ب
“Maka di antara mereka (orang-orang yang dengki itu), ada orang-orang yang beriman
kepadanya, dan di antara mereka ada orang-orang yang menghalangi (manusia) beriman
kepadanya. Dan cukuplah (bagi mereka) Jahannam yang menyala-nyala apinya.” (Qs An
Nuur :55)
Hadits diatas mengisyaratkan bahwa uamt islam akan melalui lima periode atu model
kepemimpinan secara berkesinambungan dan bergantian hingga hari akhir tiba. Yahya
(2004:53) mengatakan bahwa Kelima periode yang dimaksud ialah:
1) Kepemimpinan Nabi : periode ini berlangsung ± 23 tahun, yaitu dari sejak diangkatnya
Rasul SAW sebagai nabi dan rasul hingga wafatnya.
2) Kepemimpinan Khalifah yang berjalan sesuai dengan manhaj kenabian. Periode ini
adalah periode Al-Khulafaur Ar-Rosyidiin. Berlangsung kurang lebih 40 tahun yaitu
sejak diangkatnya Abu Bakar sebagai khalifah hingga wafatnya Ali Bin Abi Thalib
3) Kepemimpinan Raja Yang Menggigit: raja yang menggigit berarti raja yang secara
formalitas keagamaan masih berpegang teguh pada symbol-symbol Islam, Al Quran dan
Sunah namun pada pelaksanaannya sudah jauh melenceng dari nilai-nilai Islam itu
sendiri. Disini kata menggigit berarti berpegang teguh. Raja yang menggigit berarti juga
bahwa raja tersebut buas dan kejam terhadap rakyat nya. Gigitannya menyakitkan
rakyat. Wallahu a’lam, periode raja yang menggigit ini berlangsung kurang lebih 14
abad, yaitu dari sejak wafatnya khalifah ali sampai runtuhnya kekhalifahan turki usmani
(ottoman) pada tahun 1924.
4) Kepemimpinan Raja Yang Diktator. periode ini berlangsung sejak runtuhnya
Kekhalifahan Turki Usmani hingga sekarang dan entah kapan berakhirnya hanya Allah
SWT yang tahu.
5) Kepemimpinan Khalifah Yang Berjalan Sesuai Dengan Manhaj Kenabian. Periode ini
insya Allah akan mengulangi kembali sistim kepemimpinan Al-Khulafaur Rosyidin,
kita tidak tahu kapan waktunya. Namun kita yakin bahwa prediksi dari rasul pasti benar
dan akan terjadi.
D. Persyaratan Pemimpin Dalam Islam
Yahya (2004:55) mengutarakan persyaratan mengenai pemimpin dalam islam:
1. Adil
1.1. Adil yang merupakan lawan dari dzalim
�ن أ �اس� الن ن� �ي ب �م �م ت ح�ك �ذ�ا و�إ �ه�ا ه ل� أ �ى �ل إ �ات� م�ان
� األ �ؤ�د&وا ت �ن أ �م ك م�ر� �أ ي �ه� الل ��ن إ
: ) النساء ا �ص�ير4 ب م�يع4ا س� �ان� ك �ه� الل ��ن إ �ه� ب �م �ع�ظ�ك ي �ع�م�ا ن �ه� الل ��ن إ ع�د ل� �ال ب �م�وا �ح ك ت
58 )
” Sesungguhnya Allah SWT menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah SWT memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah SWT adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(Qs An Nisa: 58)
Adil dalam hal ini masih bersisfat umum. Karena bisa saja orang yang non muslim tetapi
memiliki sifat adil, makna tersebut dapat ditangkap melalui ungkapan Umar Bin Khatab: kita
lebih berhak berlaku adil daripada sang kaisar” dan juga dalam ungkapan rasul mensinyalir
an-najasyi (raja habasah)” sesungguhnya dinegeri itu terdapat raja yang adil”
1.2. Adil yang merupakan lawan dari fasiq
ه�د�وا ش� و�أ وف0 �م�ع ر� ب �ف�ار�ق�وه�ن و
� أ وف0 �م�ع ر� ب ��وه�ن ك م س�� ف�أ ��ه�ن ل ج�
� أ �غ ن� �ل ب �ذ�ا ف�إ
�ه� �الل ب �ؤ م�ن� ي �ان� ك م�ن �ه� ب �وع�ظ� ي �م �ك ذ�ل �ه� �ل ل ه�اد�ة� �الش ق�يم�وا� و�أ �م ك م�ن ع�د ل0 ذ�و�ي
: ) الطالق ج4ا م�خ ر� �ه� ل �ج ع�ل ي �ه� الل �ق� �ت ي و�م�ن اآلخ�ر� � �و م ي )2و�ال
” Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau
lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di
antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah SWT. Demikianlah
diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhirat.
Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah SWT niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan
ke luar.” (Qs At Thalaq : 2)
Adil dalam pengertian ini bersifat lebih khusus.artinya, hanya dimiliki oleh orang
beriman. Konklusinya, “setiap orang adil (lawan fasiq) pasti adil (lawan dzalim). Namun,
tidak setiap adil pasti adil”. dari sifat adil tersebutjelas, bahwa adil yang dimaksud adalah
(adil) yang merupakan lawan dari fasiq. Yang pada gilirannya akan muncul sifat-sifat mulia
lainnya, seperti: persahabatan, mudah bergaul, gemar silaturrahmi, kerja sama yang baik
dalam mengambil keputusan , lemah-lembut, ibadah, meninggalkan kebencian, anti
kejahatan, dan kekerasaan, anti permusuhan, jauh dari pembicaraan yang tidak manfaat, giat
dan bekerja keras mencari nafkah halal dan sebagainya.
Dengan demikian kita dapat paham bahwa betapa berat persyaratan yang harus
terpenuhi dalam diri seorang pemimpin. Adalah logis dan sangat wajar apabila seseorang
memenuhi criteria itu (atau sebagian dari sifat itu) kita pilih dan kita angkat menjadi imam
kita. Pemimpin seperti itulah yang akan menjadi mediator dan pasilitator kebahagian kita
dunia dan akhirat.
2. Laki-laki:
Rasulullah SAW bersabda “tidak akan bahagia suatu kaum yang dipimpin oleh
wanita”. Hadits ini banyak memunculkan banyak kontroversi, terlebih dikalangan kaum
feminis, mestinya hadits ini difahami dengan pendekatan iman, jika tidak yang muncul adal
Su-Uddzon kepada Rasulullah SAW. Bagi sorang yang beriman hadits ini sangat jelas dan
gamblang karena mereka yakin bahwa Rasulullah SAW tidak mengucapkan segala sesuatu
berdasarkan hawa nafsu melainkan dengan wahyu.
3. Merdeka (tidak berstatus budak).
Merdeka dari segala belenggu lahir dan bathin. sehingga tidak ada gangguan dan
tekanan dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya.
4. Baligh / dewasa
5. Berakal sehat / tidak cacat mental.
Pada era globalisasi dan serba canggih ini pendidikan tinggi dan kecerdasaan
merupakan sebuah keharusan. Seorang tokoh islam pernah berkata: “pemimpin yang korup
akan menyengsarakan rakyat, pemimpin yang bodoh akan menghancurkan rakyat”
6. Bisa menjadi hakim.
Baik dalam penguasaan terhadap ilmu hukum maupun dalam mengambil keputusan
lewat sebuah ijtihad.
7. Punya keahlian militer, persenjataan dan urusan perang.
Salah satu tugas pemimpin adalah menjaga keamaaanan dan melindungi rakyat, karena
itu pemimpin harus mahir dalam bidang militer.
8. tidak cacat fisik
�ه� ل �ون� �ك ي �ى ن� أ �وا ق�ال 4ا �ك م�ل �وت� ط�ال �م �ك ل �ع�ث� ب ق�د �ه� الل ��ن إ &ه�م �ي �ب ن �ه�م ل و�ق�ال�
�ه� الل ��ن إ ق�ال� م�ال� ال م�ن� ع�ة4 س� �ؤ ت� ي �م و�ل ه� م�ن ك� م�ل �ال ب ح�ق&� أ �ح ن� و�ن �ا ن �ي ع�ل م�ل ك� ال
م�ن �ه� ك م�ل �ي �ؤ ت ي �ه� و�الل � م ج�س و�ال � م ع�ل ال ف�ي �س ط�ة4 ب اد�ه� و�ز� �م ك �ي ع�ل اص ط�ف�اه�
: ) البقرة �يم7 ع�ل ع7 و�اس� �ه� و�الل اء� �ش� )247ي
” Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah SWT telah mengangkat
Thalut menjadi rajamu”. Mereka menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal
kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi
kekayaan yang banyak?” (Nabi mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah SWT telah
memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang
perkasa.” Allah SWT memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Allah SWT Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (Qs Albaqarah: 247)
ق�و�ي& ال ت� ج�ر �أ ت اس م�ن� ر� ي خ� ��ن إ ه� ج�ر
�أ ت اس �ت� �ب �اأ ي �ح د�اه�م�ا إ �ت ق�ال
: القصص( م�ين�� (26األ
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang
bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. (Qs Al Qashash :26.)
E. Istiah Kontemporer Tentang Pemimpin:
Yang dimaksud adalah gelar yang biasa ditujukan untuk para pemimpin, yaitu: Rais Ad
Daulah (presiden), Malik, Sulthan
1. Pemimpin yang kita dambakan tidak mesti bergelar dengan istilah klasik seperti
khilafah, imam dan lain-lain. Tidak dilarang memakai istilah kontemporer. Karena
yang terpenting bagi rakyat adalah substansi. Apalah arti sebuah nama dan istilah.
2. Apapun nama, gelar dan istilah seorang pemimpin selama membawa pesan
kepemimpinan yang adil, maka itulah pemimpin yang islami. Dan begitupun
sebaliknya. Biar pakai nama Al-Quran atau Hadits, namun prilakunya bobrok, curang,
dzalim maka ia adalah musuh islam.
F. Pemecahan Masalah
Setelah meruntut satu persatu materi diatas, ternyata ada masalah yang muncul, yaitu
mengenai eksistensi kepemimpinan menurut ketentuan hukum islam, apakah permasalahan
yang timbul dinegara Indonesia saat ini adalah konsekuensi dari hilangnya nilai-nilai hukum
islam yang seharusnya sangat kuat kedudukannya dalam hukum Negara kita, yang mayoritas
masyarakatnya adalah beragama islam, ataukah karena sulitnya hukum Negara kita untuk
tidak berkiblat pada hukum yang diciptakan oleh para orientalis barat, yang notabene jalur
pemikiran dan kebudayaannyapun berbeda jauh dengan bangsa Indonesia.
Untuk itu kami mencoba mengemukakan beberapa alternatif solusi sebagai berikut:
1. Menciptakan kondisi masyarakat yang secara perlahan dapat terarahkan untuk memiliki
semangat perubahan untuk menuju bangsa yang lebih baik dan mempunyai loyalitas yang
tinggi terhadap Islam.
2. Mendidik masyarakat sehingga diharapkan terbentuk pribadi masyarakat yang unggul dan
berkualitas, karena bagaimanapun sosok pemimpin akan bermula dari masyarakat itu
sendiri.
3. Menyadari secara total bahwa perubahan yang telah dilakukan saat ini ternyata masih
sangat jauh dari tujuan yang diharapkan, oleh karena itu masih sangat banyak lagi usaha
yang perlu dilakukan untuk perbaikan-perbaikan lainnya.
4. Siapapun dan dari kelompok manapun sosok pemimpin, seyogyanya dia dapat
meprioritaskan rasa tanggung jawab diatas segalanya, baik terhadap tuhan, masyarakat
yang dipimpinnya, maupun terhadap lawan eksternal (lawan politiknya) dan juga lawan
internal (lawan dari nafsu serakah dalam dirinya untuk berkuasa dan berbuat dzolim).
BAB IV
KESIMPULAN
Sejarah islam mencatat, keberhasilan para pemimpin dikalangan umat islam,
khususnya ketika zaman Rasulullah SAW. Konsep kepemimpinan ini masih menjadi sebuah
tanda tanya besar dikalangan umat islam sendiri, apalagi ditambah dengan, semakin
hilangnya pigur-pigur, dan tokoh-tokoh yang mahir dalam kepemimpinan, perbedaan tersebut
karena di pengaruhi oleh, ajaran-ajaran orng barat yang mencoba untuk mengikis habis,
pemahaman asli umat islam terhadap kepemimpinan.
Seiring dengan bergantinya zaman, maka bergantipulalah sistem kepemimpinan, akan
tetapi bagi umat islam sistem kepemimpinana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para
sahabatnyalah, sistem yang paling baik dan akurat, dengan tidak mengenyampingkan sistem-
sistem baru yang memang itu sejalan dengan yang dicontokan rasul, dan diajarkan didalam
Al-Quran. Akan tetapi kini, banyak umat islam yang mencoba menerapkan sistem baru, yang
bervariasi ragamnya, yang jelas itu tidak sejalan dengan apa yang telah dianjurkan Rasulullah
SAW. Perlu ditekankan disini, bahwa sebuah sistem betapapun baiknya tanpa dijalankan oleh
pemimpin yang baik tentu tidak akan jalan. Seperti saat ini, betapa banyak dan lengkap
perangkat hukum di negara yang kita cintai, namun mengapa semuanya amburadul.
Bukankah semua itu karena tak ada pemimpin yang mumpuni?.
System adalah kata lain dari aturan main. Maka sangat tidak mungkin aturan main yang
dibuat dan cocok untuk bangsa lain dapat dipakai dan diterapkan dalam sebuah Negara yang
telah memiliki system tersendiri. Dan jika kita tetap berharap dan berusaha lebih keras, bukan
suatu keniscayaan apabila suatu saat nanti akan terbentuk suatu pemimpin dan kepemimpinan
yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum Allah yang mendasarkan segala aspek kehidupan
hanya dengan Al-Quran dan As-Sunnah, seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah
SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, N. (1990). “Ilmuan Muslim Sepanjang Sejarah“. Bandung: Mizan.
Departemen pendidikan agama republic Indonesia. (2004). “Al-Quran dan Terjemah Al-
Jumanaatul ‘Alii”. Bandung: Jumanaatul ‘Ali IKAPI.
Departemen Pendidikan Nasional Universitas Pendidikan Indonesia. (2003). “Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah”. Universitas Pendidikan Indonesia.
Hilal, S. (2005). “Ketaatan Pada Pemimpin“, Rubrik: Taujihat. Dicetak dari PK-Sejahtera
[Online] 33. Tersedia: http://pk-sejahtera.org. Dengan alamat URL: http://pk-
sejahtera.org/article.php?storyid=2844 [7/2/2005].
Husain, H. (2003). “Sejarah Hidup Muhammad“ (cetakan kedua puluh delapan). Bogor:
Litera AntarNusa.
Munawwir, A. (1997). “Kamus AL-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap“. Surabaya:
Pustaka Progresiff.
Pranata, S. (1996). “Perang Pemikiran”. Message: Laurel Heydir: “Hikmah Dalam
Musibah“. Tersedia:http://www.isnet.org/archivemilis/archive96/sep96/0000.html.
Sudjana, E. (2003). “Visi Pemimpin Masa Depan: Menggagas Politik Berkeadilan”.
Bandung: Penerbit Marja’.
Wahid, A. et.al. (1993). “Kontroversi Pemikiran Islam Di Indonesia”. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Yahya, R. (2004). “Memilih Pemimpin Dalam Perspektif Islam”. Jakarta: Pustaka Nawaitu.