Upload
muhammad-saleh
View
774
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI BARAT
JALAN KURUNGAN BASSI NO. 19 MAMUJU
TELPON : 0426-21027 FAX 0426-22579
WEBSITE : DINKES.SULBARPROV.GO.ID
EMAIL : [email protected]; FACEBOOK : PORTAL DINKES SULBAR
Diterbitkan oleh :
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat tahun 2009 ini
dapat tersusun.
Profil Kesehatan ini memuat informasi penting tentang berbagai capaian
program dan kegiatan pada tahun 2010. Informasi tersebut bisa menjadi salah
satu tolak ukur keberhasilan pembangunan kesehatan di Propinsi Sulawesi
Barat. Data yang digunakan dalam proses penyusunan buku profil kesehatan ini
bersumber dari berbagai sektor baik sektor kesehatan maupun sektor di luar
kesehatan. Data dan informasi yang disajikan masih terdapat banyak
keterbatasan dan kekurangan. Banyak kendala dan tantangan dalam penyediaan
data dan informasi tepat waktu, sehingga masih ada beberapa tabel yang belum
terisi. Namun dengan segala keterbatasan dan kekurangan ini, saya berharap
Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat tahun 2010 dapat dimanfaatkan dalam
pengambilan keputusan yang didasari kepada data dan informasi serta
digunakan sebagai salah satu rujukan data dan informasi yang terkait dengan
bidang kesehatan.
Penyusunan Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat tahun 2010 ini
merupakan tahun pertama penyusunan Profil dalam bentuk data terpilah
menurut Jenis kelamin. Olehnya masih banyak terdapat kekurangan baik
ii
kelengkapan maupun akurasi serta ketepatan waktu penyajiannya. Karena sifat
manusia tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan.
Untuk itu, diharapkan saran dan kritik yang membangun, serta partisipasi dari
semua pihak khususnya dalam upaya mendapatkan data/informasi yang akurat,
tepat waktu dan sesuai dengan kebutuhan. Kepada semua pihak yang telah
menyumbangkan pikiran dan tenaganya dalam penyusunan Profil Kesehatan
Propinsi Sulawesi Barat, saya sampaikan terima kasih.
Biilahi Taufik Walhidayah
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Mamuju, 11 Juli 2011
Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi Sulawesi Barat
dr. H.Achmad Azis,M,Kes
Nip. 19590515 198903 1 016
iii
KATA SAMBUTAN
GUBERNUR SULAWESI BARAT
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji Syukur ke Hadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan bimbingannya
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat saat ini telah menyeleseaikan
penyusunan Profil Kesehatan Sulawesi Barat yang mencakup seluruh
kabupaten kota di Tanah Malaqbi, Sulawesi Barat.
Saya menyambut gembira dengan terbitnya “Profil Kesehatan Provinsi
Sulawesi Barat Edisi Tahun 2011. Meskipun berat dan banyak tantangan di
dalam proses pengumpulan data untuk mengisi profil kesehatan ini, akhirnya
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat berhasil menghimpun data dan
menyusunnya menjadi Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat Edisi Tahun
2011.
Sebagai provinsi termuda, Sulawesi Barat dalam rangka mewujudkan cita-cita
perjuangan pembentukan provinsi dibutuhkan akselarasi pembangunan di
segala bidang khususnya pembangunan yang bersentuhan langsung dengan
kehidupan rakyat seperti di sektor kesehatan guna mengejar ketertinggalan dan
menciptakan kesejahteraan dan kesetaraan. Untuk melaksanakan program
pembangunan yang telah dicanangkan RPJMD 2006-2011, tentunya
dibutuhkan kerjasama dan koordinasi yang integral disemua bidang
iv
pembangunan serta ketersediaan data dan informasi kesehatan di 5 kabupaten
yang akurat, komprehensif serta bisa diakses dengan cepat dan dapat
dimanfaatkan oleh berbagai pihak, baik dikalangan aparatur pemerintah
maupun masyarakat pada umumnya, terkhusus bagi perencana, pelaksana dan
pengawas pembangunan.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka buku Profil Kesehatan Provinsi
Sulawesi Barat tahun 2010 yang diterbitkan oleh bagian data Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Barat, patut dihargai dan mendapatkan apresiasi guna
memenuhi kebutuhan informasi dan ekspose kesehatan dan permasalahannya
di 5 kabupaten.
Semoga buku ini yang memuat data dan informasi kesehatan dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya dan kedepan, mutunya dapat lebih ditingkatkan
lagi.
Biilahi Taufik Walhidayah
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Mamuju, 11 Juli 2011
Gubernur Sulawesi Barat
H. ANWAR ADNAN SALEH
v
VISI DAN MISI
PROVINSI SULAWESI BARAT
TAHUN 2006 – 2011
VISI
“Meningkatkan Derajat Kehidupan Yang Layak Bagi Masyarakat Sulawesi
Barat, Serta Meningkatkan Kesetaraan Dengan Provinsi Lainnya”.
MISI
1. Meletakkan dasar-dasar tumbuhnya perekonomian yang sehat berbasis potensi
daerah.
2. Meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat akan pangan,
kesehatan dan pendidikan.
3. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan hukum dan norma kehidupan
bermasyarakat.
4. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan kerukunan hidup antar umat
beragama.
5. Meningkatkan stabilitas ketentraman dan ketertiban, kerukunan, kesatuan dan
persatuan warga masyarakat.
6. Mengembangkan seni budaya dan olahraga sebagai penopang pembangunan
yang berkebudayaan.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya untuk mewujudkan Negara Indonesia
menjadi bangsa yang sehat,maju, mandiri, sejahtera, adil dan makmur dengan
sasaran meningkatnuya kualitas sumber daya manusia yang ditandai dengan
meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan
Gender (IPG) dan semakin kuatnya jati diri dan karakter bangsa.
Pembangunan kesehatan harus dilaksanakan dengan keterlibatan
masyarakat luas dan dilaksanakan dengan semangat kemitraan lintas sektor,
antara pemerintah dan sawasta, serta antara pusat dengan daerah. Pembangunan
kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan : 1). Upaya kesehatan, 2).
Teknologi dan Produk Teknologi Kesehatan, 3). Pembiayaan Kesehatan, 4).
SDM Kesehatan, 5). Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Makanan, 6).
Manajemen, Informasi, Regulasi Kesehatan, dan 7). Pemberdayaan Masyarakat.
Sesuai dengan amanat yang tertiuang dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menegngah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014 dan Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan RI tahun 2010 – 2014, yang ditujukan untuk
meningkatkan status kesehatan setinggi-tingginya, serta mencapai MDG,s yang
merupakan salah satu tugas penting dari Pemerintah. Diupayakan percepatan
pencapaian target sasaran yang telah ditetapkan dengan pembangunan
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 2
kesehatan yang lebih focus, sistematis, terpadu, efisien, terintegrasi yang
memerlukan kerjasama dan komitmen dari seluruh stakeholders.
Untuk menjamin terlaksananya pembangunan secara efektif dan efisien
khususnya dalam bidang Kesehatan maka diperlukan data dan informasi
kesehatan yang cepat, tepat dan akurat sebagai bahan dasar penyusunan
perencanaan pembangunan kesehatan yang sistematis, terarah, terpadu dan
menyeluruh . Data yang akurat menjadi salah satu indikator penting dalam
penyusunan perencanaan pembangunan kesehatan
Tahun 2011 merupakan tahun pertama kali pelaksanaan Penyusunan
Data dan Informasi dalam bentuk Profil Kesehatan 2010 yang berbasis data
terpilah menurut jenis kelamin. Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat tahun
2010 adalah gambaran situasi kesehatan di Provinsi Sulawesi Barat yang
memuat berbagai data tentang situasi dan hasil pembangunan kesehatan selama
tahun 2010. Data dan informasi yang termuat antara lain data kependudukan,
fasilitas kesehatan, pencapaian program-program kesehatan, masalah kesehatan
dan lain sebagainya. Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat ini disajikan
secara sederhana dan informatif dengan harapan bisa dimanfaatkan oleh
masyarakat luas.
Selain untuk menyajikan informasi kesehatan, profil Kesehatan Propinsi
Sulawesi Barat bisa dipakai sebagai tolok ukur keberhasilan/kemajuan
pembangunan kesehatan yang telah dilakukan selama tahun 2010 dibandingkan
dengan target yang sudah ditetapkan, sekaligus bisa dipakai sebagai bahan
evaluasi perwujudan menuju Sulawesi Barat Malaqbi.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 3
B. MAKSUD DAN TUJUAN
I. Maksud
Maksud dalam penyusunan Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat
Tahun 2010 adalah untuk memantapkan dan mengembangkan Sistem Informasi
Kesehatan, sehingga dapat digunakan secara aplikatif sebagai acuan dalam
manajemen pelaksanaan upaya pelayanan kesehatan.
II. Tujuan
a. Tujuan Umum
Memberikan informasi tentang program-program pembangunan
kesehatan, pencapaian pembangunan kesehatan dan kinerja pembangunan
kesehatan.
b. Tujuan Khusus
1. Tersedianya data tentang data geografi, demografi, dan sosial-ekonomi.
2. Evaluasi keberhasilan upaya kesehatan
3. Evaluasi kinerja pembangunan kesehatan
4. Terciptanya suatu sistem informasi kesehatan yang dapat digunakan
sebagai indikator pencapaian program dan kegiatan kesehatan
C. SISTEMATIKA PENYAJIAN
Profil Kesehatan diharapkan bisa lebih informatif, maka profil kesehatan
ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 4
Bab I – Pendahuluan. Bab ini secara ringkas menjelaskan latar belakang,
maksud dan tujuan serta sistematika penulisan. Di dalamnya berisi pula uraian
ringkas dari masing-masing bab.
BAB II - Gambaran Umum. Bab ini menyajikan tentang gambaran umum
Propinsi Sulawesi Barat. Di dalamnya berisi uraian tentang keadaan geografis,
keadaan penduduk, keadaan pendidikan, keadaan ekonomi, dan keadaan
lingkungan di Propinsi Sulawesi Barat
BAB III - Situasi Derajat Kesehatan. Bab ini menyajikan situasi Derajat
Kesehatan berisi uraian tentang angka kematian, angka kesakitan, dan keadaan
gizi;
BAB IV - Situasi Upaya Kesehatan . Bab ini membahas tentang upaya – upaya
kesehatan yang telah dilaksanakan di Sulawesi Barat sampai tahun 2010.
BAB V - Tenaga Kesehatan berisi uraian tentang jenis tenaga kesehatan, unit
kerja penempatan tenaga kesehatan, dan persebaran tenaga kesehatan di unit
kerja Propinsi Sulawesi Barat
**************
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 5
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. KEADAAN GEOGRAFI
Sulawesi Barat merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang cukup
strategis karena berada diantara dua Provinsi, yaitu Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Barat. Provinsi Sulawesi Barat sebelah barat berbatasan langsung
dengan Selat Makassar, Sebelah timur berbatasan dengan Sulawesi Selatan,
sebelah utara berbatasan dengan Sulawesi tengah dan Sulawesi selatan
berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan.
Gambar 2.1
Peta Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2010
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 6
Luas wilayah Provinsi Sulawesi Barat sebesar 16.787 km2, secara
administratif terbagi menjadi 5 kabupaten, yang tersebar menjadi 68 kecamatan
dan 603 desa/kelurahan. Wilayah terluas adalah Kabupaten Mamuju dengan
luas 8.014 km2, atau sekitar 48% dari luas total Provinsi Sulawesi Barat,
sedangkan Kabupaten Majene merupakan wilayah yang luasnya paling kecil di
Sulawesi barat, yaitu seluas 948 km2.
Secara topografi, wilayah Sulawesi Barat memiliki kondisi yang
bervariasi yaitu pegunungan, perbukitan, dataran rendah, pesisir pantai serta
rawa-rawa. Sebagian besar wilayah di Sulawesi Barat merupakan daerah yang
sulit dijangkau disebabkan kondisi daerah yang sangat berat sehingga hanya
bisa dilalui dengan kuda dan jalan kaki. Disamping itu masih terdapat
sekelompok masyarakat terasing yang menutup diri dari kemajuan ilmu
pengetahuan.
B. KEADAAN PENDUDUK
1. Pertumbuhan dan Persebaran Penduduk
Jumlah penduduk Sulawesi Barat tahun 2010 (Hasil Estimasi Dinas
Kesehatan masing-masing kabupaten) sebesar 1.168.807 Jiwa. Dengan luas
wilayah sebesar 16.787 km2,maka rata – rata kepadatan penduduk di Sulawesi
Barat sebesar 69 jiwa untuk setiap kilometer persegi (km2). Wilayah terpadat
adalah Kabupaten Polewali Mandar, dengan tingkat kepadatan penduduk
sekitar 196 jiwa per kilometer persegi (km2). Wilayah terlapang di Sulawesi
Barat adalah Kabupaten Mamuju, dengan tingkat kepadatan penduduk sekitar
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 7
45 jiwa per kilometer persegi (km2). Dengan demikian dapat dilihat bahwa
persebaran penduduk si Sulawesi Barat belum merata.
Dengan jumlah rumah tangga sebesar 258.583 rumah tangga, maka rata-
rata jumlah rumah tangga di Sulawesi Barat adalah 5 Jiwa untuk setiap rumah
tangga. Jumlah penduduk tertinggi berada di Kabupaten Polewali Mandar dan
terendah di Kabupaten Mamuju Utara. Data mengenai kependudukan dapat
dilihat pada tabel lampiran 1.
2. Rasio Jenis Kelamin
Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat dari rasio jenis
kelamin yaitu perbandingan penduduk laki-laki dengan penduduk perempuan
per 100 penduduk. Berdasarkan hasil proyeksi Dinas Kesehatan Kabupaten
tahun 2010 didapatkan jumlah penduduk laki-laki di Sulawesi Barat sulit
ditentukan karena kelengkapan data yang kurang dari kabupaten. Data
mengenai Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio) dapat dilihat pada lampiran tabel 2.
3. Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur
Struktur/komposisi penduduk Sulawesi Barat menurut umur dan jenis
kelamin menunjukkan bahwa penduduk laki maupun perempuan mempunyai
proporsi terbesar pada kelompok umur 10 – 14 tahun dan 5 – 9 tahun.
Gambaran komposisi penduduk secara lebih rinci dapat dilihat pada lampiran
tabel 3.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 8
C. KEADAAN EKONOMI
1. Produk Domestik Bruto (PDRB)
Perekonomian Sulawesi Barat pada tahun 2010 mengalami pertumbuhan
yang spektakuler menembus angka dua jilid sebesar 11,91%. Laju pertumbuhan
tersebut merupakan pertumbuhan tertinggi sejak terbentuknya Sulawesi Barat
dan merupakan pertumbuhan tertinggi kedua dari 33 Provinsi di Indonesia
setelah Provinsi Papua Barat yang tumbuh 26,82%, sementara nasional hanya
tumbyh 6,1%. Pada tahun 2010 nilai PDRB atas dasar harga konstan 2000
mencapai Rp 4.744,31 milyar, sedangkan tahun 2009 sebesar Rp. 4.239,46
milyar. Berdasarkan harga berlaku, PDRB tahun 2010 bertambah sebesar
Rp.1.583,24 Milyar yakni dari Rp. 9.403,38 milyar pada tahun 2009 menjadi
sebesar Rp. 10.986,62 milyar pada tahun 2010.
Tabel 2.1
Nilai dan Laju Pertumbuhan PDRB menurut Sektor
Tahun 2009 – 2010
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Barat, 2010
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 9
Tiga sektor utama penggerak ekonomi di Sulawesi Barat adalah sektor
pertanian; sektor jasa – jasa 16,11% dan sektor perdagangan hotel, dan restoran
13,01%. Dari sisi penggunaan, pada tahun 2010 sebagian besar PDRB
digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga, yaitu sebesar 66,83%
persen. Kemudian sisanya digunakan untuk konsumsi pemerintah 22,65%,
pembentukan modal tetap bruto atau investasi fisik 12,18 persen, ekspor 15,25
persen.
PDRB per kapita secara tidak langsung bisa dijadikan sebagai salah satu
indikator untu memakmurkan suatu wilayah.
Pada tahun 2010 angka PDRB mencapai Rp. 10.986.624,75 bertambah
sekitar 16,84% atau lebih cepat sekitar 5,46% jika dibandingkan dengan PDRB
tahun 2009. Dari jumlah angka PDRB per kapita Sulawesi Barat mencapai Rp.
9.444.174 atau naik 13,90 persen jika dibandingkan dengan tahun 2009.
Tabel 2.2
PDRB Per Kapita Provinsi Sulawesi Barat tahun 2009 dan 2010
Uraian 2009 2010
1 2 3
PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku
Nilai (Rp) 8.291.689 9.444.174
Indeks Peningkatan (Persen) 10,04 13,90
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Barat, 2010
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 10
D. KEADAAN PENDIDIKAN
Keadaan pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap ditelaah
dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu daerah. Melalui
pengetahuan, pendidikan berkonstribusi penting terhadap perubahan perilaku
kesehatan masyarakat. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
merupakan salah satu faktor pencetus yang berperan dalam mempengaruhi
keputusan seseorang untuk berperilaku sehat.
Angak buta huruf berkolerasi dengan angka kemiskinan. Sebab,
pendududk yang tidak bisa membaca secara tidak langsung mendekatkan
mereka pada kebodohan, sedangkan kebodohan itu sendiri mendekatkan kepada
kemiskinan.
Berdasarkan data BPS 2010, persentase penduduk usia 5 tahun keatas
yang melek huruf di Sulawesi Barat sebesar 84,86%, artinya persentase
penduduk usia 5 tahun keatas yang bisa membaca serta mengerti sebuah
kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari. Penggunaan AMH adalah untuk
mengukur keberhasilan program-program pemberantasan buta huruf, terutama
didaerah pedesaan di Indonesia terutama didaerah di Sulawesi Barat;
menunjukkan kemampuan penduduk suatu wilayah dalam menyerap informasi
daer beberapa media dan menunjukkan kemapuan untuk berkomunikasi secara
lisan dan tertulis.
E. KEADAAN KESEHATAN LINGKUNGAN
1. Sarana Air Bersih yang Digunakan dan Akses Air Minum yang
Aman
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 11
Berbagai sarana yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih
bagi penduduk baik untuk keperluan air minum, masak, mencuci dan keperluan
lainnya. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk maka kebutuhan akan
air bersih semakin bertambah. Berbagai upaya yang dilakukan agar akses
masyarakat terhadap air bersih meningkat, salah satunya melalui pendekatan
partisipatori yang mendorong masyarakat berperan aktif dalam pembangunan
perpipaan air bersih di daerahnya.
Di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2010 telah memiliki akses
terhadap air bersih. Keluarga yang memiliki akses terhadap air bersih di
Provinsi Sulawesi Barat masih tergolong sedikit mengingat air bersih adalah
salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat.
Gambar 2.2
Persentase Cakupan Air Sehat di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2010.
Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2010
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 12
2. Sarana dan Akses Terhadap Sanitasi Dasar
Jumlah sarana sanitasi dasar yang mencakup jamban, tempat sampah dan
pengelolaan air limbah/SPAL di Provinsi Sulawesi Barat tiap tahunnya
mengalami peningkatan. Namun tidak semua kepala keluarga (KK) yang
memiliki sarana sanitasi dasar dan memenuhi syarat kesehatan yang baik.
Jumah KK dengan jamban di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2010
jamban sehat sebesar 85,80%. Untuk kepemilikan tempat sampah sehat sebesar
28,84%. Cakupan SPAL sehat sebesar 22,20%.
3. Rumah Sehat
Rumah adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi
sebagai tempat tinggal atau hunian dan saran pembinaan keluarga. Sebuah
rumah haruslah sehat dan nyaman agar penghuninya dapat hidup sehat, mampu
beraktifitas dan berkarya untuk meningkatkan produktifitas diri dan keluarga.
Secara umum dikatakan sehat apabila memenuhi beberapa kriteria, diantaranya
adalah memiliki jamban sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah,
pembuangan air limbah, ventilasi baik, lepadatan hunian rumah yang sesuai dan
lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.
Jumlah rumah yang berperilaku hidup bersih dan sehat di Provinsi
Sulawesi Barat tahun 2010 sebesar 40,90%, rumah sehat sebesar38,04% dan
rumah bebas jentik sebesar 48,69%
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 13
Gambar 2.3
Persentase Cakupan Rumah Sehat
Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010
Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2010
4. Akses Keluarga terhadap Air Sehat
Berbagai sarana yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih
bagi penduduk baik untuk keperluan air minum, masak, mencuci dan keperluan
lainnya. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk maka kebutuhan akan
air bersih semakin bertambah. Berbagai upaya yang dilakukan agar akses
masyarakat terhadap air bersih meningkat, salah satunya melalui pendekatan
partisipatori yang mendorong masyarakat berperan aktif dalam pembangunan
perpipaan air bersih di daerahnya.
Di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2010 telah memiliki akses
terhadap air bersih. Keluarga yang memiliki akses terhadap air bersih d
Provinsi Sulawesi Barat masih tergolong sedikit mengingat air bersih adalah
salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 14
5. Sanitasi Dasar
Jumlah sarana sanitasi dasar yang mencakup jamban, tempat sampah dan
pengelolaan air limbah/SPAL di Provinsi Sulawesi Barat tiap tahunnya
mengalami peningkatan. Namun tidak semua kepala keluarga (KK) yang
memiliki sarana sanitasi dasar dan memenuhi syarat kesehatan yang baik.
Jumah KK dengan jamban di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2010
jamban sehat sebesar 85,80%. Untuk kepemilikan tempat sampah sehat
sebesar 28,84%. Cakupan SPAL sehat sebesar 22,20%.
Gambar 2.4
Persentase Cakupan Sanitasi Dasar Menurut Kabupaten Tahun 2010
Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2010
6. Tempat – Tempat Umum dan Institusi Kesehatan
Tempat-tempat umum dan pengelolaan makanan (TTUPM) adalah
sarana kegiatan bagi umum yang dilakukan oleh badan-badan pemerintah,
swasta atau perorangan yang langsung digunakan dan banyak dikunjungi oleh
masyarakat (hotel, restauran/rumah makan, pasar dan lain-lain). Kategori
TTUPM yang dikategorikan sehat adalah yang memenuhi akses sanitasi dasar
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 15
(tersedianya air bersih, jamban, pembungan sampah dan limbah, ventilasi dan
pencahayaan yang dan luas ruangan sesuai).
Jumah TTUPM di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2010 telah
diperiksa dan pemeriksaan pemenuhan syarat kesehatan dasar. Capaian yang
diperoleh masih dibawah target Indonesia Sehat 2010 sebesar 80%. Cakupan
tertinggi pada TTUPM Hotel sebesar 76,47% dan terendah pada TTU lainnya
sebesar 30,29%. Hal ini tentunya harus mendapatkan tindak lanjut yang cukup
dengan upaya pembinaan intensif terhadap pengelola TTUPM. Institusi yang
dibina kesehatan lingkungannya meliputi sarana kesehatan, sarana pendidikan,
sarana ibadah, perkantoran dan sarana lainnya. Pembinaan yang dilakukan
berupa manajemen kontrol dan kendali mutu bagi institusi yang dibina.
Cakupan tertinggi pada Instalasi Air Minum sebesar 88,24% dan terendah pada
sarana lainnya sebesar 0,00%. Jumlah institusi yang dibina masih cukup kecil
dibandingkan jumlah institusi yang ada, namun akan ditingkatkan pada tahun-
tahun berikutnya terutama pada institusi lainnya. Pembinaan ini dilakukan
secara berkelanjutan dengan pengawasan yang ketat sehingga dapat menjaga
kesehatan pada masyarakat atau orang yang berada pada intitusi tersebut.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 16
BAB III
SITUASI DERAJAT KESEHATAN
Gambaran masyarakat Provinsi Sulawesi Barat masa depan yang ingin
dicapai oleh segenap kelompok masyarakat melalui pembangunan kesehatan
Provinsi Sulawesi Barat adalah “Terwujudnya Masyarakat Sulawesi Barat
Yang Sehat Maju dan Amanah”. Untuk mewujudkan visi tersebut ada lima
misi yang diemban oleh seluruh jajaran petugas kesehatan di masing-masing
jenjang administrasi pemerintahan, yaitu meningkatkan jangkauan dan kualitas
pelayanan kesehatan, Menjamin pemerataan sumber daya kesehatan,
Memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, Mendorong percepatan
pelaksanaan pembangunan kesehatan daerah tertinggal dan daerah perbatasan
dan menciptakan manajemen kesehatan yang akuntabel.
Guna mempertegas rumusan visi “Terwujudnya Masyarakat Sulawesi
Barat Yang Sehat Maju dan Amanah” maka ditempuh strategi percepatan
berupa mewujudkan komitemen pembangunan berwawasan kesehatan,
Profesioanalisme Unit Kerja, mempercepat pemerataan pelayanan kesehatan
yang berkualitas di daerah terpencil dan kepulauan dengan strategi
mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan Melaksanakan
jejaring Pembangunan Kesehatan.
Adapun situasi derajat kesehatan masyarakat di Provinsi Sulawesi Barat
adalah sebagi berikut :
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 17
F. ANGKA KEMATIAN
Kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu dapat
menggambarkan status kesehatan masyarakat secara kasar, kondisi atau tingkat
permasalahan kesehatan, kondisi lingkungan fisik dan biologic secara tidak
langsung. Disamping itu dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian
keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan.
A. Angka Kematian Bayi
Angka kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi (0-12 bulan)
per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB dapat
menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan
dengan factor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi
ibu hami, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan
dan social ekonomi. Bila AKB disuatu wilayah tinggi, berarti status kesehatan
diwilayah tersebut rendah.
AKB di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2010 sebesar 15,2/1000 kelahiran
hidup, meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 11,7/1000
kelahiran hidup. Apabila dibandingkan dengan target Nasional dalam RPJMN
24/1000 kelahiran hidup, maka AKB Provinsi Sulawesi Barat sudah melampaui
target Nasional, demikian juga bila dibandingkan dengan target yang
diharapkan dalam MDD (Millennium Development Goals) tahun 2015 yaitu
23/1000 kelahiran hidup.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 18
Peningkatan AKB di Provinsi Sulawesi Barat satu tahun terakhir dapat
memberi gambaran pelayanan kesehatan yang belum terjangkau secara merata
keseluruh lapisan masyarakat.
Penyebab kematian Anak paling besar adalah Asfiksia dan BBLR yang
mencapai 41 % dari total kematian anak 323 Jiwa selama tahun 2010. Selain itu
Anak lebih banyak meninggal di rumah. Hal ini mengindikasikan kurangnya
kesadaran masyarakat untuk membawa anakanya ke Pusat pelayanan kesehatan
untuk memeriksakan diri.
Gambar 3.5
Angka Kematian Bayi di Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2006-2010
Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011
B. Angka Kematian Balita
Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian balita (1 – 5
tahun) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKABA dapat
menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak balita, tingkat pelayanan
KIA/Posyandu, tingkat keberhasilan program KIA/Posyandu, dan kondisi
sanitasi lingkungan.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 19
Angka kematian balita atau AKABA menggambarkan peluang untuk
meninggal pada fase antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun. Berdasarkan
laporan Dinas kesehatan 5 Kabupaten di Propinsi Sulawesi Barat, Angka
kematian balita tahun 2007 sebesar 6,4 per 1.000 kelahiran hidup, tahun 2008
mengalami penurunan menjadi 1,1 per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun
2009 meningkat lagi menjadi 2,28 per 1000 kelahiran hidup, dan tahun 2010
menurun menjadi 1,22 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini menandakan Angka
Kematian Balita 3 tahun terakhir sifatnya fluktuatif
Kasus kematian Balita berhubungan erat dengan kondisi lingkungan,
perilaku, infeksi penyakit, status gizi dan imunitas serta mutu dari pelayanan
kesehatan. Format pelaporan program KIA yang selama ini digunakan tidak
bisa mengakomodasi jumlah kematian balita yang ada di wilayah kerja
Puskesmas sehingga data kematian balita (1 – 4 th) tidak bisa diketahui.
Tabel 3.3
Kematian Balita di Propinsi Sulawesi Barat tahun 2008-2010
NO KABUPATEN Tahun
2008 2009 2010
1. Polewali Mandar 3 3 1
2. Mamasa - 2 0
3. Mamuju Utara 5 10 4
4. Majene 4 18 8
5. Mamuju 9 11 12
Jumlah 21 44 25
Angka Kematian 1,1 2,28 1,22 Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Suawesi Barar 2011
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 20
Gambar 3.6
Angka Kematian Balita (AKABA) per 1000 kelahiran hidup
Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2007-2010
Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011
Pada gambar 3.6 nampak bahwa Angka Kematian Balita selama periode
2007-2009 menunjukkan flukstuasi dan mengalami penurunan pada tahun
2010.
Penyebab kematian terbanyak yang dilaporkan adalah penyebabnya tidak
diketahui (lainnya) sebanyak 17, kemudian ISPA, diare dan malaria. Kategori
penyakit lainnya bisa saja karena trauma, meningitis, kelainan bawaan dll.
Kabupaten Mamuju mempunyai jumlah kematian balita (1 - 5 thn) yang
terbanyak dalam 1 tahun (tahun 2010) yaitu 12 orang , kemudian Kab. Majene,
Matra dan Polman. Jumlah kematian balita ini bisa juga disebabkan karena
belum adanya Dokter Spesialis Anak di Kabupaten .
Data kematian balita ini termasuk dalam indikator pemantauan pada
cakupan pelayanan anak balita (12-59 bulan). Jadi, kasus kematian yang terjadi
tergantung dari peran tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan sesuai
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 21
standar meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 8x setahun, pemantuan
perkembangan min 2x setahun dan pemberian vitamin A 2x setahun. Termasuk
dalam pelayanan mendapatkan MTBS, khusus untuk anak yang sakit sehingga
kematian dapat dicegah.
C. Angka Kematian Ibu
AKI yang didefinisikan sebagai banyaknya kematian perempuan pada
saat hamil atau bersalin per 100.000 kelahiran hidup yang disebabkan oleh
kehamilan atau pengelolaannya, kecuali yang disebabkan oleh kecelakaan.
Angka kematian Ibu merupakan salah satu indikator penting yang
merefleksikan derajat kesehatan di suatu daerah, yang mencakup tingkat
kesadaran perilaku hidup sehat, status gizi dan kesehatan Ibu, kondisi kesehatan
lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan terutama bagi ibu hamil, ibu
melahirkan dan ibu pada masa nifas.
Kesehatan Ibu hamil/bersalin dan AKI memiliki korelasi erat dengan
kesehatan bayi dan AKB. Faktor kesehatan ibu saat ia hamil dan bersalin
berkontribusi terhadap kondisi kesehatan bayi yang dikandung serta resioko
bayi yang dilahirkan dengan lahir mati (still birth) atau yang mengalami
kematian neonatal dini (umur 0-6 hari).
Sebagai Provinsi baru Sulawesi Barat belum memiliki data statistik vital
yang langsung dapat menghitung Angka Kematian Ibu (AKI). Jumlah
Kematian Ibu didapatkan dengan mengumpulkan informasi dari Puskesmas
semasa kehamilan, persalinan atau selama melahirkan. Seperti indikator
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 22
kesehatan lain pada umumnya, terdapat perbedaan AKI antar wilayah di
Sulawesi Barat. Berdasarkan data Jumlah Kematian Ibu di provinsi Sulawesi
Barat pada tahun 2010 di lima kabupaten menunjukkan bahwa kabupaten
Mamuju Utara dan Majene mempunyai jumlah kematian Ibu yang paling
rendah yaitu 6 ibu di bandingkan dengan Polman (13 ibu), Mamuju yang
sampai 10 ibu yang meninggal dan Mamasa 9 ibu yang meninggal pada tahun
2010.
Angka Kematian Ibu per tahun di Provinsi Sulawesi Barat belum dapat
ditentukan karena jumlah kelahiran hidup di Sulawesi Barat pada tahun 2010,
sebesar 20.973 kelahiran hidup. Sedangkan konstanta yang digunakan dalam
perhitungan Angka Kematian Ibu adalah per 100.000 kelahiran hidup. Jadi
dalam buku ini penyusun hanya menuliskan angka absolut atau jumlah
sebenarnya, tetapi rumus yang dikeluarkan dari Kementerian Kesehatan
menjadi pedoman untuk menentukan target setiap wilayah.
Tabel 3.4
Jumlah Kematian Ibu di Propinsi Sulawesi Barat
Tahun 2008,2009 dan 2010
No Kabupaten Tahun
2008 2009 2010
1 Polewali Mandar 17 12 13
2 Mamasa 5 8 9
3 Mamuju
Utara 8 6 6
4 Majene 9 11 6
5 Mamuju 15 18 10
Jumlah (Kab/Kota) 54 55 44
Angka Kematian Ibu
Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 23
Gambar 3.7
Jumlah Kematian Ibu Maternal Sulawesi Barat
Tahun 2006-2010
Sumber : Program KIA Dinas Kesehatan Sulawesi Barat. 2011
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa kematian ibu dari tahun ke
tahun terdapat trend penurunan. Pada tahu 2010 kematian ibu tertinggi adalah
Kabupaten Polman sebanyak 13 orang dengan penyebab tertinggi adalah
pendarahan (6 orang) dan hipertensi dlm kehamilan (5 orang). Kemudian
Kabupaten Mamuju sebanyak 10 orang dengan penyebab kematian ibu adalah
pendarahan (2 orang), abortus (1 orang), partus lama (3 orang) dan lain – lain
(4 orang). Selanjutnya Kabupaten Mamasa sebanyak 9 orang dengan penyebab
tertinggi adalah pendarahan (3 orang). Kematian ibu terendah periode Januari –
Desember 2010 adalah Kabupaten Majene dan Kabupaten Mamuju Utara, hal
ini disebabkan karena kemitraan bidan dan dukun di Kabupaten Majene sudah
berjalan dengan baik.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 24
Secara umum penyebab kematian ibu yang tertinggi adalah perdarahan
(19 orang) hal ini disebabkan karena masih banyaknya ibu melahirkan ditolong
selain tenaga kesehatan dan bukan di tempat fasilitas kesehatan.
B. Morbiditas
Morbiditas adalag angka kesakitan (insidensi atau prevalensi) dari suatu
penyakit yang terjadi pada suatu populasi dalam kurun waktu tertentu.
Morbiditas berhubungan dengan terjadinya atau terjangkitnya penyakit didalam
populasi, baik fatal maupun non-fatal. Angka morbiditas lebih cepat
menentukan keadaan kesehatan masyarakat dari pada angka mortalitas, karena
banyak penyakit yang mempengaruhi kesehatan hanya mempunyai mortalitas
yang rendah.
1. Penyakit terbanyak di Rumah Sakit
Penyakit terbesar di rumah sakit sepanjang tahun 2010 di Sulawesi Barat
menurut catatan Bidang Pelayanan Medik Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Barat menunjukkan pasien yang paling banyak berkunjung adalah pasien
dengan faktor yang mempengaruhi keadaan kesehatan dan berhubungan dengan
pelayanan kesehatan.
Perincian penyakit yang melakukan kunjungan rawat jalan di rumah sakit
menurut catatan Bidang Pelayanan Medik Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Barat tahun 2010 adalah sebagai berikut :
Kunjungan terbesar pertama rawat jalan adalah Diare dengan Jumlah
kunjungan 1888 orang dan penyakit kedua adalah Demam Berdarah dengan
jumlah kunjungan 1232 orang.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 25
Tabel 3.5
Jumlah Penyakit Terbanyak Pada Pasien Rawat Jalan
Dirumah Sakit Di Sulawesi Barat Tahun 2010
Daftar Penyakit Jumlah Kasus
Demam Berdarah 1232
Kolera 450
Diare 1880
TBC 313
Tetanus 21
Kusta 36
Malaria 1023
Diphteria 1112
Gigitan anjing gila 35
Sumber : Bina Pelayanan Medik Dinkes Sulbar tahun 2011
Sedangkan pasien rawat inap terbanyak menunjukkan pola yang sedikit
berbeda. Malaria menjadi kasus terbanyak yaitu 1342 kasus.
Tabel 3.6
Jumlah Penyakit Terbanyak Pada Pasien Rawat Jalan
Dirumah Sakit Di Sulawesi Barat Tahun 2010
Daftar Penyakit Jumlah Kasus
Demam Berdarah 936
Kolera 235
Diare 1627
TBC 504
Tetanus 53
Kusta 21
Malaria 1342
Diphteria 823
Gigitan anjing gila 21 Sumber : Bidang Bina pelayanan Medik Dinkes Sulbar Tahun 2011
2. Penyakit Menular
a. Malaria
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya
pengendaliannya menjadi komitmen global dalam Millennium Development
Goals (MDGs). Malaria disebabkan oleh hewan bersel satu (protozoa).
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 26
Plasmodium yang ditularkan melaui gigitan nyamuk Anopheles. Wilayah
endemis malaria di Sulawesi Barat pada umumnya adalah desa – desa terpencil
dengan kondisi lingkungan yang tidak baik, sarana transportasi dan komunikasi
yang sulit, akses pelayanan kesehatan kurang, tingkat pendidikan dan social
ekonomi masyarakat yang rendah.
Direktorat Jenderal PP&PL Kementerian Kesehatan telah menetapkan
stratifikasi endemisitas malaria di suatu wilayah di Indonesia menjadi 4 strata
yaitu:
1. Endemis tinggi bila API > 5 per 1.000 penduduk
2. Endemis sedang bila API berkisar antara 1 - < 5 per 1.000 penduduk
3. Endemis rendah bila API 0 – 1 per 1.000 penduduk
4. Non Endemis adalah daerah yang tidak terdapat penularan malaria
(Daerah pembebasan malaria) atau API = 0.
Guna mencapai target yang di canangkan secara nasional maka ada
beberapa program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat
diantaranya sebagai berikut :
1. Gebrak Malaria yang bertujuan untuk memastikan 80% dari masyarakat
yang beresiko terjangkit malaria mendapatkan perlindungan melalui
metode pengendalian vector yang sesuai keadaan setempat; 80%
penderita malaria didiagnosis dan diobati dengan menggunakan
antimalarial yang adekuat; 80% perempuan ibu hamil didaerah penularan
yang stabil mendapat perawatan pencegahan berkala (IPTp); dan beban
akibat penyakit malaria berkurang sampai 50% dan pada tahun 2015,
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 27
penyakit dan kematian akibat malaria berkurang 75 persen dibandingkan
dengan tahun 2005, tervapainya target MDG dan intervensi efektif
diterapkan secara universal
Tabel 3.7
Strategi Kampanye Gebrak Malaria
Strategi Utama Tujuan Utama
Memobilisasi dan memberdayakan
masyarakat menuju hidup sehat
Semua desa menjadi “desa siaga”-
pemberdayaan dan pelibatan
masyarakat dalam pemberantasan
dan pengendalian malaria dan
penyakit lain yang merupakan
masalah utama kesehata
Meningkatkan akses ke pelayanan kesehatan
yang berkualitas
Setiap bayi, anak dan kelompok
resiko tinggi terlindung dari
penyakit-penyakit
Memperbaiki sistem surveilans, monitoring
dan informasi
Setiap kejadian penyakit dilaporkan
secara tepat waktu dan akurat kepada
dinas kesehatan terdekat
Setiap kejadian luar biasa/wabah
dikendalikan secara cepat dan tepat
Peningkatan ketersediaan pendanaan malaria
2. Penelitian Malaria terpadu kerjasama Universitas Hasanuddin dengan
Dinas Kesehatan Sulawesi Barat. Penelitian ini dilaksanakan di kabupaten
Mamuju yang merupakan daerah endemis malaria tinggi di Sulawesi
Barat dan berlangsung selama 3 tahun mulai 2010 – 2012.
Di Sulawesi Barat terdapat dua kabupaten yang termasuk dalam daerah
Endemis tinggi yakni Mamuju dan Mamuju Utara. Kondisi wilayah yang ada
menjadi salah satu faktor tingginya kasus malaria di kedua wilayah tersebut di
bandingkan dengan wilayah lain di Sulawesi Barat.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 28
API Sulawesi Barat pada tahum 2010 adalah 6,7 per 1.000 penduduk
Sulawesi barat. Di hubungkan dengan target MDGs angka API Sulawesi Barat
masih sangat tinggi. Begitupula dengan target nasional yang menekan jumlah
kasus menjadi kurang dari 1 per 1000 kasus malaria positif yang ditemukan
melalui pelayanan rutin. Sulawesi Barat mesti memacu diri untuk mencapai
target nasional Indonesia bebas malaria tahun 2030.
b. TB Paru
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar
melalui droplet orang yang telah terinfeksi hasil TB. Bersama dengan malaria
dan HIV AIDS, TB menjadi salah satu penyakit yang pengendaliannya menjadi
komitmen global dalam MDGs.
Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case
Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru TBA Positif yang
ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA positif yang
diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Kementerian Kesehatan menetapkan
target CDR minimal pada tahun 2010 sebesar 70%.
Dalam upaya peningkatan efektifitas pengendalian TB, Sulawesi Barat
telah melakukan upaya penguatan DOTS yang merupakan kebijakan nasional
dalam pengendalian Tuberkulosis. Kunci utama dalam DOTS yaitu : komitmen,
doagnosa yang benar dan baik. Ketersediaan dan lancarnya distribusi obat,
pengawasan penderita menelan obat dan pencatatan dan pelaporan penderira
dengan baik dan benar dengan sistem kohort.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 29
Gambar 3.8
Angka Penemuan Kasus (CDR) Per Kabupaten
Provinsi Sulawesi Barat tahun 2010
Sumber : Program P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011
Angka penemuan kasus Case Detection Rate (CDR) Sulawesi Barat tahun
2010 Sulawesi Barat sebesar 47%. Kabupaten Majene adalah Kabupaten
dengan pencapaian CDR sebesar 85% dan paling rendah adalah Kabupaten
Mamuju Utara sebesar 24%. Sedangkan CDR Sulawesi Barat sebesar 47%.
Sasaran ini masih belum mencapai target MDGs sebesar 70%. Hal ini tentu
menjadi tantangan terbesar bagi Sulawesi Barat untuk dapat mencapai target
MDGs pada tahun 2015.
Tantangan yang dihadapi dalam upaya penanganan TB di Sulawesi Barat
antara lain:
1. Masih rendahnya kesadaran masyarakat mengakibatkan tingginya resiko
penyebaran infeksi. Hal ini terkait dengan advokasi, komunikasi dan
mobilisasi social belum optimal, terbatasnya akses pelayanan dan belum
maksimalnya kemitraan antara public-swasta;
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 30
2. Masih tingginya penemuan kasus yang belum diimbangi dengan
ketersediaan pelayanan pengobatan yang memadai. Layanan pengobatan
untuk TB secara rutin belum merata.
3. Masih terbatasnya penguatan kebijakan pengendalian TB berbasis local di
Sulawesi Barat. Diperlukan penguatan pelayanan kesehatan, informasi
dan pendanaan tingkat daerah
4. Belum optimalnya sistem informasi untuk penyusunan kebijakan berbasis
fakta. Saat ini penerapan elemen strategi TB, penguatan sistem kesehatan,
peran serta petugas kesehatan, ASCM, dan riset masih kurang optimal
5. Masih terbatasnya sumber pendanaan untuk menanggulangi TB di
Sulawesi Barat. Alokasi Dana bersumber Anggaran pendapatan Belanja
Daerah hanya Rp. 48.060.000,00. Selama ini sumber dana pendanaan
penanggulangan TB di Sulawesi Barat sebagian besar berasal dari
bantuan luar negeri (GF TB). Untuk itu diperlukan peningkatan
mobilisasi sumber daya local dan peningkatan efisiensi anggaran
bersumber APBD dalam peningkatan program TB.
c. HIV AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus (retrovirus) yang
menginfeksi sel-sel sistem imunologi sehingga merusak sistem kekebalan tubuh
manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah kondisi
kesehatan seseorang ketika HIV telah merusak sistem kekebalan terhadap
penyakit Infeksi menular seksual (IMS) merupakan penyakit yang sangat erat
keterkaitannya dengan kejadian HIV dan AIDS.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 31
Keberadaan penderita HIV/AIDS bagaikan fenomena gunung es, dimana
jumlah penderita yang ditemukan jauh lebih sedikit dibandingkan penduduk
yang terinfeksi dan diperkirakan pada tahun 2010 jumlah Orang Dengan HIV
AIDS (ODHA) di Sulawesi Barat mencapai 000000 orang. Kondisi tersebut
berkaitan dengan keadaan geografis Sulawesi Barat yang berada dalam posisi
“Segitia emas” terletak diantara Sulawesi selatan dan Sulawesi Tengan dan
berbatasan langsung dengan pulau Kalimantan menjadi salah satu faktor
mobilisasi penduduk yang cepat. Selain itu banyaknya penduduk yang masuk
menyebabkan adanya perubahan pola hidup dan perubahan perilaku seksual
yang tidak aman serta penggunaan Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif
lainnya (NAPZA) suntik yang semakin meluas.
Tantangan lain yang dihadapi adalah terbatasnya akses terhadap
pelayanan kesehatan dalam pencegahan, perawatan dan pengobatan HIV AIDS.
Sistem layanan kesehatan perlu diperkuat dalam menangani kasus HIV/AIDS;
terbatasnya alokasi anggaran dan ketersediaan dana yang berkesinambungan
dalam pengendalian HIV/AIDS. Masalah dana menjadi kendala utama dalam
mengani HIV/AIDS; masih lemahnya koordinasi linta sektor sistem monitoring
dan evaluasi; dan masih terbatasnya fasilitas dan tenaga kesehatan baik dalam
hal kuantitas dan kualitas maupun kapasitas dalam penanganan HIV AIDS.
Upaya pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan memalui
penyuluhan ke masyarakat, pembentukan klinik IMS dan Voluntary Concealing
Test VCT di puskesmas, pengobatan dan pemeriksaan berkala penyakit
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 32
menular seksual, pengamatan darah donor dan kegiatan lain yang menunjang
pemberantasan penyakit HIV/AIDS.
Pengembangan jejaring HIV/AIDS serta kerjasama dengan Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional (KPA) tingkat provinsi dan kabupaten, Majelis
Ulama (MU) serta organisasi masyarakat lainnya yang terkait merupakan usaha
lain dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat dalam penanggulangan
HIV/AIDS.
Meski demikian jumlah penderita HIV/AIDS di Provinsi Sulawesi Barat
hingga tahun 2010 belum ada laporan secara tertulis penduduk yang tercatat
sebagai penderita positif, namun penderita positif tersebut diperkirakan ada di
sekitar kita.
Untuk penyakit infeksi menular lainnya pada tahun 2010 di Sulawesi
Barat tercatat sebanyak 516 orang. Kabupaten Mamuju menjadi kabupaten
dengan jumlah penderita IMS terbesar 493 orang atau sekitar 95 % dari
penderita penyakit infeksi menular lainnya yang tercatat di Sarana Pelayana
Kesehatan
d. Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)
ISPA seringkali menjadi penyebab utama kematian pada bayi dan balita,
dimana pneumonia diduga sebagai faktor utama penyebabnya. ISPA juga
merupakan salah satu penyebab kunjungan berobat pasien di rumah sakit dan
Puskesmas.
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) atau Acute Respiratory
Infection (ARI) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 33
dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung hingga alveoli termasuk
jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Penyakit
ISPA yang menjadi fokus program kesehatan adalah Pneumonia, karena
pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru yang
dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur dengan populasi rentan
pada anak-anak usia kurang dari dua tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau
orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi, gangguan imunologi).
Gambar 3.9
Penderita Pneumonia pada Balita
Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 – 2010
Sumber : Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2011
Berdasarkan laporan bidang pencegahan dan pengendalian penyakit dari
dinas kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Barat, kasus pneumonia
mengalami penurunan yang cukup tajam dari tahun 2007. Pada tahun 2010
kasus pneumonia menunjukkan adanya kecenderungan meningkat sehingga
perlu diwaspadai.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 34
Program pengendalian ISPA menetapkan bahwa semua kasus yang
ditemukan harus mendapat tatalaksana sesuai standar. Target cakupan program
ISPA nasional pada pneumonia balita sebesar 76% dari perkiraan jumlah kasus.
Pada tahun 2009 cakupan penemuan kasus di Provinsi Sulawesi barat telah
mencapai 100%.
Gambar 3.10
Penemuan dan Tata Laksanan Pneumonia pada Balita
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010
Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat,2011
e. Kusta
Penyakit kusta atau disebut penyakit lepra adalah penyakit infeksi kronis
yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Leprae yang menyerang syaraf
tepi dan jaringan tubuh lainnya. Bila tidak ditangani dengan baik, kusta dapat
menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, syaraf,
anggota gerak dan mata.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 35
Penyakit kusta menurut jenis penyakitnya dibedakan menjadi kusta Pausi
Basiler (PB) dan kusta Multi Basiler (MB) dan pengobatannya disesuaikan
dengan klasifikasi jenisnya.
Strategi global WHO menetapkan indikator eliminasi kusta adalah angka
penemuan penderita atau istilah bahasa inggrisnya Newly Case Detection Rate
(NCDR) yang menggantikan indicator utama sebelumnya yaitu angka
penemuan penderita terdaftar berupa prevalensi rate < 1/100.000 penduduk.
Gambar 3.11
Angka Penemuan Kasus Kusta Baru
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 – 2010
Sumber : Bagian P2PL Dina Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2011
Angka penemuan kasus kusta baru pada tahun 2010 mengalami
penurunan yang cukup berarti, baik dari jenis PB ataupun MB. Sedangkan
untuk persebarannya, kasus kusta terdapat di semua kabupaten dengan jumlah
kasus yang berbeda-beda.Hal ini disebabkan masalah dalam pengelolaan
pengendalian penyakit kusta baik di tingkat provinsi maupun kabupaten.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 36
Dalam upaya penanggulangan penyakit kusta di Indonesia, salah satu
indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilannya adala angka proporsi
cacat tingkat II (kecatatatn yang dapat dilihat dengan mata) sebesar 5% dan
proporsi anak di antara kasus baru. Angka proporsi cacat tingkat II digunakan
untuk menilai kinerja petugas dalam upaya peningkatan penemuan kasus.
Angka proporsi cacat tingkat II yang tinggi mengindikasikan adanya
keterlambatan dalam penemuan penderita yang dapat diakibatkan rendahnya
kinerja petugas dan rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai tanda-tanda
dini penyakit kusta.
Gambar 3.12
Proporsi Cacat Tingkat 2 Penderita Kusta
Menurut Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010
Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2011
Sedangkan indikator proporsi anak di antara kasus baru mampu
mempresentasikan penularan kusta yang masih terjadi di masyarakat.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 37
Gambar 3.13
Penderita Kusta Berdasarkan Kelompok Umur
Menurut Umur di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010.
Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat 2011
Prevalensi penyakit kusta di Provinsi Sulawesi Barat telah mengalami
perubahan setiap tahunnya. Prevalensi penyakit kusta telah turun dari
2,5/10.000 penduduk menjadi 1,6/10.000 penduduk pada tahun 2010, walaupun
belm mencapai angka <1/10.000 penduduk. Sedangkan untuk persebarannya,
kasus kusta terdapat di semua kabupaten dengan jumlah kasus yang berbeda-
beda.
3. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
AFP adalah kondisi abnormal yang ditandai dengan melemahnya,
lumpuhnya atau hilangnya kekuatan otot tanpa penyebab yang jelas secara tiba-
tiba. Hal ini dapat disebabkan oleh penyakit atau trauma yang mempengaruhi
syaraf yang berhubungan dengan otot. AFP ini sering juga dijelaskan sebagai
tanda cepat munculnya serangan seperti pada polio.
Kasus AFP adalah semua anak berusia kurang dar 15 tahun dengan
kelumpuhan yang sifatnya layuh yang terjadi secara mendadak. Sedangkan
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 38
AFP non polio adalah kasus AFP yang pada pemeriksaan spesimen tinja tidak
ditemukan virus polio liar yang ditetapkan oleh tim ahli sebagai kasus AFP
dengan kriteria tertentu.
Gambar 3.14
Jumlah Kasus AFP [lumpuh layuh]
Provinsi Sulawesi Barat tahun 2007-2010
Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011
Indikator keberhasilan ERAPO adalah ditemukannya kasus AFP minimal
2/100.000 penduduk dan tidak ditemukannya kasus polio selama lima tahun
berturut-turut. Penemuan kasus AFP di Sulawesi Barat dapat dilihat pada
gambar berikut :
Gambar 3.15
AFP Rate tahun 2007 – 2010
Provinsi Sulawesi Barat tahun 2011
Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 39
4. Penyakit Potensial KLB/Wabah
a. Demam Berdarah
Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorraghic Fever) adalah
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue serta disebarkan dengan
perantaraan nyamuk Aedes Aegypty dan Aedes Albopictus yang hidup di
genangan air bersih atau jernih di sekitar rumah atau tempat-tempat yang dapat
menampung dan menjadi genangan air dan umumnya kasus ini mulai
meningkat pada musim penghujan.
Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat
ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan sering muncul sebagai
Kejadian Luar Biasa (KLB) sehingga menimbulkan kepanikan di masyarakat
karena penyebarannya yang sangat cepat dan berpotensi menimbulkan kematian
bila tidak mendapatkan penangan secara cepat dan tepat.
Angka kesakitan DBD di Provinsi Sulawesi Barat sampai tahun 2010
cukup tinggi walaupun secara umum mengalami penurunan dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2010 Kabupaten Mamuju dan Polewali
Mandar memiliki kasus DBD yang meningkat dibanding tahun 2009. Dari
seluruh kasus di Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2010 tidak terdapat
kematian.
Kesigapan petugas di lapangan dalam penangan kasus DBD haruslah
ditingkatkan dan dipertahankan. Seperti pada Kabupaten Mamuju Utara,
Majene dan Mamuju telah melakukan penangan kasus DBD sebesar 100% dari
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 40
18 20
0
58 73
169
18 20
0
58 73
169
7 13 0
32 42
94
11 7 0
26 31
75
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
MAJENE POLMAN MAMASA MAMUJU MATRA SULBAR
kasus dbd ditangani laki-laki perempuan
kasus yang ada. Pada Kabupaten Polewali Mandar tidak diperoleh data
mengenai jumlah kasus dan pengobatan terhadap pasien yang ditemukan.
Gambar 3.16
Penderita Kusta Berdasarkan Kelompok Umur
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010.
Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2011
b. Diare
Diare dapat didefinisikan sebagai perubahan konsistensi fases selain dari
frekuensi buang air besar. Dikatakan diare apabila fases lebih berair dari
biasanya. Diare juga didefinisikan bila Buang Air Besar (BAB) tiga kali atau
lebih atau BAB lebih berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam. Sementara
diare yang berdarah didefinisikan sebagai disentri.
Selain angka kesakitan yang masih tinggi, penyakit diare juga sering
menimbulkan KLB dengan tingkat CFR yang juga tinggi. Salah satu upaya
menurunkan kematian akibat diare adalah dengan tatalaksana yang tepat dan
cepat. Pengolahan, analisa, dan interpretasi data secara rutin juga akan
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 41
dilakukan, sebagai upaya kewaspadaan dini KLB Diare. Upaya ini dilakukan
dengan mengadakan pelatihan petugas terintegrasi dengan pelatiha Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS), serta pengamatan tatalaksana diare di puskesmas
sentinel.
Gambar 3.17
Cakupan Penemuan Penderita Diare
Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010
Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2011
Untuk tahun 2010, kejadian diare tertinggi tercatat di Kabuapten Mamuju
sebanyak 21.656 kasus melebihi kasus perkiraan kejadian diare dan terendah di
Kabupaten Mamasa sebanyak 3.050 kasus yang masih belum mencapai target.
Selain Kabupaten Mamuju, tidak ada kabupaten yang mencapai target
penemuan kasus diare pada tahun 2010.
Kasus diare pada balita di Provinsi Sulawesi Barat sudah mulai
menunjukkan penurunan setiap tahunnya, walaupun tidak terlalu signifikan.
Pada tahun 2008 sebesar 46,88% per 1.000 penduduk dan di tahun 2010 sebesar
45,21% per 1000 penduduk. Dari 45.012 untuk semua kasus diare, telah
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 42
dilakukan penanganan kasus sebesar 43,89 %. Hal ini sangat jauh dari target
penanganan kasus diare.
Gambar 3.18
Cakupan Penemuan Penderita Diare Menurut Golongan Umur
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010.
Sumber : Bagian P2Pl Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011
Upaya penanggulangan diare dilakukan dengan pemberian zink, oralit
dan penggunaan cairan infuse pada penderita serta melakukan tatalaksana diare
karena dengan penanganan yang cepat dan tepat di tingkat rumah tangga maka
diharapkan dapat mencegah terjadinya diare dengan dehidrasi berat yang dapat
menyebabkan kematian.
Gambar 3.19
Cakupan Penggunaan Zink dan Oralit Bagi Penderita Diare
Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat Tahun 2010
Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2010
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 43
c. Filariasis
Limpathic Filariasis adalah penyakit parasit dimana cacing filaria
(Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori) menginfeksi jaringan
limfe (getah bening). Parasit ini ditularkan pada manusia melalui gigitan
berbagai jenis nyamuk yang telah terinfeksi dan kemudian menjadi cacing
dewasa dan hidup di jaringan limfe.
Penyakit ini sering menyebabkan menurunkan daya kerja dan
produktifitas serta timbulnya cacat tubuh yang menetap atau permanen berupa
pembesaran kaki, lengan dan alat kelaminsebagai tanda tingkat lanjut dari
penyakit. Penyakit ini juga sering disebut Elefantiasis atau yang sering juga
disebut penyakit kaki gajah karena penderitanya sering mengalami bengkak di
kaki yang sangat besar menyerupai kaki gajah.
Gambar 3.20
Trend Kejadian Kasus Filariasis
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2007 - 2010
Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2011
Meskipun penyakit ini sudah menyebar di semua kabupaten/kota di
Sulawesi Barat dan telah dilakukan survey pemetaan endemitas di beberapa
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 44
kabupaten/kota, namun hingga saat ini belum dapat diketahui secara akurat
prevalensi dan jumlah penderita secara pasti. Penemuan kasus filariasis selama
ini hanya setelah timbulnya tanda tingkat lanjut dari penyakit ini mengingat
penyakit ini bersifat kronis. Belum pernah ditemukan orang yang menderita
filaria secara dini walaupun orang tersebut bermukim di daerah endemis atau
terdapat penderita filariasis disekitarnya.
Dalam upaya mencapai eradikasi filariasis pada tahun 2020 diperlukan
upaya pencegahan dan pemberantasan dilakukan dengan memutus rantai
penularan dan mengobati penderita untuk mencegah infeksi sekunder serta
alat/sarana yang sensitive untuk penegakan diagnosis sehingga penderita dapat
ditemukan dalam stadium dini dan sampai tidak menimbulkan kecatatan.
Kegiatan pengobatan massal pada penderita filariasis belum pernah
dilakukan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten selama tahun 2010.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 45
BAB IV
SITUASI UPAYA KESEHATAN
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, telah dilakukan berbagai upaya
pelayanan kesehatan masyarakat. Berikut ini diuraikan gambaran situasi upaya
kesehatan yang telah dilakukan di Provinsi Sulawesi Barat.
A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR
Pelayanan Kesehatan Dasar merupakan langkah awal yang sangat penting
dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan
pemberian pelayanan kesehatan dasar secara cepat dan tepat, diharapkan
sebagian besar masalah kesehatan dapat diatasi. Berbagai pelayanan kesehatan
dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan dan jaringannya
adalah sebagai berikut :
1. PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN BAYI
Seorang ibu mempunyai peran besar didalam pertumbuhan bayi dan
perkembangan anak. Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu yang
sedang hamil bisa berpengaruh pada kesehatan janin dalam kandungan hingga
kelahiran dan masa pertumbuhan bayi / anaknya.
Pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi antara lain pelayanan antenatal,
persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir yang diberikan di sarana
kesehatan mulai Posyandu sampai rumah sakit.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 46
a. Pelayanan Antenatal (K 1 dan K 4)
Pelayanan Antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan professional (dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter
umum, bidan dan perawat) kepada ibu hamil sesuai pedoman.Kegiatan
pelayanan antenatal meliputi pengukuran berat badan dan tekanan darah,
pemeriksaan tinggi fundus uteri, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) serta
pemberian tablet besi pada ibu hamil selama masa kehamilannya. Titik berat
kegiatan adalah promotif dan preventif dan hasilnya terlihat dari cakupan K1
dan K4
Cakupan K1 untuk mengukur akses pelayanan ibu hamil,
menggambarkan besaran ibu hamil yang melakukan kunjungan pertama ke
fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal. Indikator ini
digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan antenatal dan kemampuan
program dalam menggerakan masyarakat. Cakupan K1 tahun 2010 sebesar
96,7%, meningkat dibandingkan tahun 2009 sebesar 93,14%.
Cakupan K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan
pelayanan antenatal sesuai standar, minimal empat kali kunjungan selama masa
kehamilannya (sekali di trimester pertama, sekali di trimester kedua dan dua
kali di trimester ketiga). Indikator ini berfungsi untuk menggambarkan tingkat
perlindungan dan kualitas pelayanan kesehatan pada ibu hamil.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 47
Gambar 4.21
Persentase cakupan pelayanan K1 DAN K4 ibu hamil
Di Sulawesi Barat Tahun 2006-2010
Sumber : Bidang Bina Kesehatan Masyarakat, 2010
Dari grafik tersebut terlihat cakupan K4 di Sulawesi Barat menunjukan
peningkatan dalam empat tahun terakhir yang berarti terjadi peningkatan
kualitas pelayanan pada ibu hamil di Sulawesi Barat, ini menunjukkan semakin
kuatnya program memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama bagi ibu
hamil cakupan tersebut memenuhi target SPM sebesar 90%.
Cakupan pelayanan K4 menurut Kabupaten di Sulawesi Barat, dapat di
lihat pada gambar 4.2 berikut.
Gambar 4.2
Persentase Cakupan Pelayanan K1 dan K4 Ibu Hamil
Menurut Kabupaten Tahun 2010
Sumber : Program Ibu dan Anak, Binkesmas Dinkes Sulbar
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 48
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa tahun 2010 presentase ibu
hamil yang mendapat pelayanan ANC sampai 4 kali (cakupan K4) yang
tertinggi adalah Kabupaten Majene (87,56%) setelah itu Kab. Polman dan yang
terendah adalah Kabupaten Mamasa (69,73%). Persentase cakupan K4 semua
kabupaten sudah melampaui target yang diberikan oleh Provinsi Sulawesi Barat
yang disesuaikan dengan kondisi masing – masing kabupaten. Secara umum,
presentase cakupan K4 semua kabupaten dan provinsi sudah melampaui target,
kecuali Kabupaten Polman (79,42%) belum melampaui target (82,71%)
sedangkan Kabupaten Mamuju (71,67%), Mamasa (62,18%) dan Kabupaten
Matra (69,73%) serta Provinsi Sulawesi Barat (74,93%) telah melampaui target
tahun 2010 (71,30%).
Untuk dapat meningkatkan cakupan K4 dapat didukung dengan kegiatan
Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K), kemitraan
bidan dan dukun serta kelas ibu hamil dan juga dengan adanya program
kelambu oleh GF ATM Round 8 Kesehatan Ibu dapat meningkatkan cakupan
K4.
Serta diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa ibu
hamil dengan memberikan sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga kader
dapat mengenali tanda – tanda dan mendeteksi secara dini.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa di semua kabupaten se Provinsi
Sulawesi Barat terdapat penurunan cakupan K1 ke cakupan K4. Hal ini
disimpulkan bahwa banyaknya K4 yang DO. Semua kabupaten se Provinsi
Sulawesi Barat cakupan k1 lebih dari 30% ibu hamil dari sasaran telah
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 49
mendapatkan pelayanan antenatal care pada kehamilannya tapi melihat DO K1-
K4 yang lebih dari 10% maka Provinsi Sulawesi Barat perlu penelusuran dan
intervensi lebih lanjut. Salah satu penyebab DO tersebut adalah ibu yang kontak
pertama (K1) dengan tenaga kesehatan, kehamilannya sudah berumur lebih dari
3 bulan, hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang
kehamilannya. Sehingga diperlukan intervensi penelusuran ibu hamil dan
mensosialisasikan kepada masyarakat pentingnya pemeriksaan kehamilan
secara dini ke petugas kesehatan serta meningkatkan Program Perencanaan
Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K) dan melakukan sweeping ibu
hamil secara berkala di wilayah kerja masing – masing.
Bila ibu hamil kontak pertama pada tenaga kesehatan (K1) bukan pada
trimester 1 maka cakupan K4 nya pasti akan lebih kecil dari K1 karena
dikatakan cakupan K4 bila memenuhi persyaratan 1 kali kontak dengan tenaga
kesehatan pada kehamilan trimester 1, 1 kali kontak dengan tenaga kesehatan
ada kehamilan trimester 2 serta 2 kali kontak dengan tenaga kesehatan pada
kehamilan trimester 3
b. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Yang memiliki
kompetensi Kebidanan
Komplikasi dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian
besar terjadi pada masa disekitar persalinan, hal ini antara lain disebabkan
pertolongan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
kompetensi kebidanan (profesional).
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 50
Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, cakupan pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan mengalami fluktuasi. Tahun 2010 Cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 73,1% meningkat di bandingkan tahun
2008 sebesar 65,94% Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
tahun 2006-2010 cenderung meningkat selama 3 tahun terakhir, hal dapat di
lihat pada gambar 4.3 berikut ini :
Gambar 4.23
Persentase Cakupan Pertolongan Persalinan
Oleh tenaga Kesehatan Tahun 2006-2010
Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten 2006-2009
Gambar 4.24
Persentase Cakupan Pertolongan Persalinan
Oleh tenaga Kesehatan menurut kabupaten di Sulawesi Barat Tahun 2010
Sumber : Program Ibu dan Anak, Dinkes Sulawesi Barat, 2011
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 51
Pada gambar 4.24 terlihat bahwa presentase ibu hamil yang melahirkan
dengan ditolong oleh tenaga kesehatan ( cakupan PN) yang tertinggi adalah
Kabupaten Majene (85,10%) kemudian Kabupaten Polman (81,94%) dan yang
terendah adalah Kabupaten Mamuju Utara (56,94%). Kabupaten persentase
cakupan PNnya melampaui target yang diberikan oleh Provinsi Sulawesi Barat
yang disesuaikan dengan kondisi masing – masing kabupaten adalah kabupaten
Majene (85,10%). Secara umum, presentase cakupan PN semua kabupaten dan
provinsi sudah mendekati target bahkan capaian PN provinsi (73,12%) sudah
mendekati target 73,53%.
Untuk dapat meningkatkan cakupan K4 dapat didukung dengan kegiatan
Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K), kemitraan
bidan dan dukun, kelas ibu hamil serta pelatihan APN bagi bidan sehingga
dapat menambah keterampilan bidan menangani persalinan disamping pelatihan
– pelatihan lainnya yang menunjang peningkatan keterampilan bidan
memberikan pelayanan di masyarakat. Serta membuat rumah tunggu untuk ibu
hamil yang tempat tinggalnya jauh dari tenaga kesehatan dan fasilitas
kesehatan.
Serta diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa dengan
memberikan sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga kader dapat mengenali
tanda – tanda dan mendeteksi secara dini.
c.Ibu Hamil Resiko Tinggi (Risti)/komplikasi yang ditangani
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 52
Risiko tinggi pada ibu hamil adalah keadaan penyimpangan dari normal
yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi.
Risti/komplikasi kebidanan meliputi Hb<8 %, Tekanan darah tinggi (Sistole
>140 mmHg, diastole > 90 mmHg), Oedema nyata, ekslampsia, perdarahan
pervaginam, ketuban pecah dinoi, letak lintang pada usia kehamilan > 36
minggu, letak sungsang pada pramigravida, infeksi berat/sepsis, persalinan
prematur.
Dalam memberikan pelayan kuhususnya oleh tenaga bidan didesa dan
puskesmas, beberapa ibu hamil yang memiliki resiko tinggi (risti) memerlukan
pelayanan kesehatan karena terbatasnya kemampuan dalam memberikan
pelayanan, maka kasus tersebut perlu dilakukan rujukan ke unit pelayanan
kesehatan yang memadai.
Pada tahun 2010 terdapat 27.502 ibu hamil di Propinsi Sulawesi Barat.
Dari jumlah tersebut, terdapat sebanyak 5.500 ibu hamil risiko
tinggi/komplikasi atau sebesar 20% dari jumlah ibu hamil yang ada. Jumlah ibu
hamil risiko tinggi/komplikasi yang ditangani sebesar 3.178 ibu hamil atau
sebesar 50,96% .
Persentase Penanganan Komplikasi Ibu Hamil di Sulawesi Barat selama
tahun 2006-2010 dapat di lihat pada gambar 4.25
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 53
Gambar 4.25
Persentase Penanganan Komplikasi Ibu Hamil
Di Sulawesi Barat Tahun 2010
Sumber : Program Ibu dan Anak Dinkes Sulawesi Barat tahun 2011
Presentasi cakupan ibu hamil komplikasi yang ditangani (PK) yang
tertinggi adalah Kabupaten Polman (82,43%) dari hasil deteksi resiko oleh
nakes 80,87% dan deteksi resiko oleh masyarakat 30,37% hal ini disebabkan
karena Kabupaten Polman mempunyai 2 (dua) orang dokter obgyn (akhir april
1 org obgyn pindah tugas) dan memiliki RS mampu PONEK yang menjadi
pusat rujukan, kemudian Kabupaten Majene dapat menangani ibu hamil yang
komplikasi sebesar 59,44% dari 111,68% yang dideteksi oleh nakes dan
54,24% yang dideteksi oleh masyarakat dan yang terendah adalah Kabupaten
Mamuju Utara (33,32%). Kabupaten Mamuju Utara tidak memiliki dokter
obgyn sedangkan letaknya jauh dari Kabupaten Mamuju yang mempunyai
dokter obgyn. Persentase cakupan ibu hamil komplikasi yang ditangani pada
umumnya sudah melampaui target masing – masing kabupaten, kecuali
Kabupaten Mamuju (26,90%) yang belum mencapai target kabupaten
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 54
(49,63%) padahal kabupaten mamuju diharapkan cakupan PK nya tinggi karena
memiliki dokter obgyn, di kabupaten mamuju dari hasil deteksi resiko oleh
nakes sekitar 68,88% dan deteksi resiko oleh masyarakat 12,79% dan yang
ditangani hanya 26,90% sehingga ada 54,77% bumil beresiko yang tidak
ditangani. Pencapaian PK Provinsi Sulawesi Barat (50,99%) telah melampaui
target cakupan ibu hamil komplikasi yang ditangani (PK) 46,35%
Untuk dapat meningkatkan cakupan PK dapat didukung dengan kegiatan
Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi (P4K) sehingga
ibu hamil yang komplikasi dapat lebih dini terdeteksi jika bumil melakukan
ANC lengkap, dapat pula didukung oleh kegiatan pemeriksaan ibu hamil secara
brkala dengan menggunakan USG Mobile yang dilakukan oleh dokter obgyn ke
daerah yang sulit dijangkau, kemitraan bidan dan dukun, kelas ibu hamil sera
PKM mampu PONED sehingga bila ada yang ditedeksi bumil resti oleh nakes
maupun masyarakat dapat terlebih dahulu ditangani di PKM PONED sebelum
dirujuk ke RS. Tapi kendala yang ada yaitu tim PONED di PKM masih banyak
yang belum aktif memberikan pelayanan disebabkan oleh tiak adanya alat
PONED serta seringnya terjadi pergeseran petugas kesehatan.
Serta diharapkan peran serta kader dalam mencari dan membawa bumil
resti yang perlu mendapatkan penanganan dengan memberikan sosialisasi
penggunaan buku KIA sehingga kader dapat mengenali tanda – tanda dan
mendeteksi secara dini.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 55
d. Pelayanan Nifas
Masa nifas adalah masa 6-8 minggu setelah persalinan dimana organ
reproduksi mulai mengalami masa pemulihan untuk kembali normal, walau
pada umumnya organ reproduksi akan kembali normal dalam waktu 3 bulan
pasca persalinan.
Dalam masa nifas, ibu seharusnya memperoleh pelayanan kesehatan yang
meliputi pemeriksaan kondisi umum, payudara, dinding perut, perineum,
kandung kemih dan organ kandungan. Karena dengan perawatan nifas yang
tepat akan memperkecil resiko kelainan bahkan kematian ibu nifas.
Pada tahun 2010 jumlah sasaran ibu bersalin di Sulawesi Barat sebanyak
26.251 orang dan 20.184 (76,89) diantaranya telah mendapat pelayanan nifas
sesuai standar. Capaian tertinggi dicapai beberapa kabupaten Majene (97,06%)
dan terendah Mamuju Utara (68%)
Gambar 4.26
Cakupan Kunjungan Ibu Nifas
Menurut Kabupaten Di Sulawesi Barat Tahun 2010
Sumber : Program Ibu dan Anak, Dinkes Sulawesi Barat 2010
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 56
e. Kunjungan Neonatus (KN2)
Kunjungan neonatus adalah bayi usia 0-28 hari yang kontak dengan
tenaga kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan minimal tiga kali
yaitu dua kali pada umur 0 -7 hari dan satu kali pada umur 8-28 hari (KN2).
Adapun pelayanan kesehatan yang diberikan adalah pelayanan kesehatan
neonatal dasar yang meliputi tindakan resusitasi, pencegahan hipotermia,
pemberian ASI dini dan ekslusif, pencegahan infeksi berupa perawatan mata,
tali pusat, kulit dan pemberian imunisasi, pemberian vitamin K, manajemen
terpadu balita muda (MTBM) dan konseling untuk ibunya tentang perawatan
neonatus di rumah dengan menggunakan buku KIA.
Berdasarkan laporan Program Kesehatan ibu dan Anak jumlah dengan
risiko tinggi/komplikasi pada neonatal di Propinsi Sulawesi Barat tahun 2010
sebanyak 24.999 bayi. Dari jumlah tersebut terdapat sebanyak 3.750 bayi risiko
tinggi/komplikasi atau sebesar 15%. Cakupan penanganan neonatal resiko
tinggi ditangani pada tahun 2010 sebesar 46,6%. Cakupan penanganan
Neonatla selama tahun 2008 sampai 2010 dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 4.27
Cakupan Penanganan Neonatal resiko tinggi Sulawesi Barat
Tahun 2008-2010
Sumber : Program Kesehatan Ibu dan Anak Dinkes Sulawesi Barat, 2011
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 57
Berdasarkan gambar 4.27 diatas menunjukkan bahwa selama tahun 2008-
2009 penanganan neonatal resiko tinggi di Sulawesi Barat mengalami
peningkatan yang cukup signifikan sedangkan pada tahun 2010 secara angka ini
mengalami penurunan, bukan berarti penanganan neonates tidak dilaksanakan,
namun dari perkiraan neonates yang ada ternyata lebih banyak dari jumlah
sebenarnya. Ini menjadi tanda bahwa semakin baiknya pelayanan kesehatan dan
kunjungan ibu hamil kesarana pelayanan kesehatan selama hamil.
Pada tahun 2010 presentasi cakupan neonatal komplikasi yang ditangani
yang tertinggi adalah Kabupaten Polman (68,2%) hal ini disebabkan karena
Kabupaten Polman mempunyai 1 (orang) orang dokter ahli anak dan memiliki
RS mampu PONEK yang menjadi pusat rujukan, kemudian Kabupaten Majene
dapat menangani neonatal yang komplikasi sebesar 49,9%. Kabupaten Majene
juga memiliki 1 (orang) orang dokter ahli anak. Kabupaten Mamuju Utara juga
memiliki 1 (orang) orang dokter ahli anak walaupun hanya dikontrak dan
mrelaksanakan pelayanan di RSUD Mamuju Utara 3 (tiga) kali satu pecan.
Walaupun demikian Mamuju utara dapat mencapai cakupan penanganan
neonatal komplikasi sebesar 44,0%% dan kabupaten dengan cakupan terendah
adalah Kabupaten Mamasa (18,4%). Kabupaten Mamasa dan Kabupaten
Mamuju tidak memiliki dokter ahli anak sedangkan letaknya jauh dari
Kabupaten Polman dan Majene yang mempunyai dokter ahli anak.
Untuk dapat meningkatkan cakupan penanganan neonatal dapat didukung
dengan kegiatan Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan Komplikasi
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 58
(P4K) sehingga ibu hamil yang komplikasi dapat lebih dini terdeteksi jika
bumil melakukan ANC lengkap, dapat pula didukung oleh kegiatan
pemeriksaan ibu hamil secara berkala dengan menggunakan USG Mobile yang
dilakukan oleh dokter obstetric dan ginekologin ke daerah yang sulit dijangkau,
kemitraan bidan dan dukun, kelas ibu hamil sera PKM mampu PONED
sehingga bila ada yang didekteksi neonatal resti oleh nakes maupun masyarakat
dapat terlebih dahulu ditangani di PKM PONED sebelum dirujuk ke RS. Tapi
kendala yang ada yaitu tim PONED di PKM masih banyak yang belum aktif
memberikan pelayanan disebabkan oleh tidak adanya alat PONED serta
seringnya terjadi pergeseran petugas kesehatan. Serta diharapkan peran serta
kader dalam mencari dan membawa neonatal resti yang perlu mendapatkan
penanganan dengan memberikan sosialisasi penggunaan buku KIA sehingga
kader dapat mengenali tanda – tanda dan mendeteksi secara dini.
Gambar 4.28
Cakupan Penanganan Neonatal resiko tinggi
menurut Kabupaten Di Sulawesi Barat Tahun 2010
Sumber : Program Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 59
3. PELAYANAN KESEHATAN ANAK BALITA, USIA SEKOLAH
DAN REMAJA
Pelayanan kesehatan pada kelompok anak balita (pra sekolah), usia
sekolah dan remaja dilakukan melalui deteksi/pemantauan dini terhadap
tumbuh kembang dan kesehatan anak pra sekolah serta pemeriksaan kesehatan
anak sekolah dasar/ sederajat dan pelayanan kesehatan pada remaja (SMP dan
SMU).
Cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita/pra sekolah adalah
cakupan anak umur 0-5 tahun yang dideteksi kesehatan dan tumbuh
kembangnya sesuai standar oleh dokter, bidan dan perawat paling sedikit dua
(2) kali per tahun baik didalam gedung maupun diluar gedung seperti
Posyandu, taman kanak-kanak, panti asuhan. Sementara untuk pelayanan
kesehatan bagi siwa SD/MI dan siswa`SMP/SMU dan sederajat dilakukan
melalui penjaringan kesehatan bagi murid kelas 1 (satu) SD/MI dan
SMP/SMU.
Cakupan pelayanan anak balita pra sekolah tahun 2010 sebesar 43,6%,
meningkat tajam dibanding tahun 2009 sebesar 41,16%, namun masih jauh dari
target SPM sebesar 80%. Demikian pula dengan cakupan siswa SD/MI tahun
2010 hanya ada 2 (dua) kabupaten yang melaporkan datanya yakni Kabupaten
Majene 36,7% dan Kabupaten Mamasa 90,5%
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 60
Cakupan tahun 2010 masih sangat jauh target SPM yang harus dicapai
maka masih dibutuhkan upaya ekstra guna meningkatkan cakupan. Dibutuhkan
koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait.
4. PELAYANAN KESEHATAN PRA USILA (45-59 TH) DAN USILA
(>60 TH)
Seiring bertambahnya Umur Harapan Hidup (UHH) maka keberadaan
para lanjut usia tidak dapat begitu saja diabaikan, sehingga perlu diupayakan
peningkatan kualitas hidup bagi kelompok umur lanjut usia.
Pelayanan kesehatan pra usila dan usila adalah penduduk usia 60 tahun
ke atas yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan baik di Puskesmas, di Posyandu lansia maupun di
kelompok usia lanjut.
Pada tahun 2010 jumlah usila di Sulawesi Barat sebanyak 73.529 orang,
dan yang menadapat pelayanan kesehatan 58.210 orang atau 82,6%
(Kabupaten Mamasa dan Mamuju utara tidak melaporkan datanya) .cakupan
Sulawesi Barat amsih dibawah target nasional sebesar 90%.
Masih kurangnya cakupan pelayanan kesehatan bagi untuk warga usila,
kemungkinan karena belum berfungsinya posyandu lansia secara optimal.
Selain itu belum semua desa mempunyai posyandu lansia. Padahal dengan
adanya posyandu lansia maka pelayanan kesehatan akan lebih mudah dijangkau
oleh para lansia. Dibutuhkan koordinasi dan peran serta masyarakat serta lintas
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 61
sektor terkait dalam upaya meningkatkan cakupan pelayanan terhadap para
lansia.
4. PELAYANAN KELUARGA BERENCANA (KB)
Masa subur seorang wanita memiliki peran penting bagi terjadinya
kehamilan sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup tinggi, menurut
hasil penelitian bahwa usia subur wanita antara usia 15-49 tahun. Oleh karena
itu untuk mengatur jumlah kelahiran, maka wanita/ pasangan usia subur (PUS)
diprioritaskan untuk menggunaan KB.
Peserta KB dibagi menjadi KB baru dan KB aktif. Pada tahun 2010
cakupan peserta KB baru sebesar 6,1% dan KB aktif sebesar 45,1 % dari
jumlah PUS sebanyak 234.784 orang. Cakupan KB aktif Sulawesi Barat
tahun 2010 masih dibawah target Indonesia Sehat 2010 sebesar 70%.
Berdasarkan jenis metode kontrasepsi yang digunakan, sebanyak 92,4%
akseptor KB aktif memilih metode kontrasepsi jangka pendek (non MKJP)
dengan pilihan terbanyak adalah metode Pil (54%). Sementara yang memilih
metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti IUD, MOW/MOP dan
implant hanya 6,1%.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 62
Gambar 4.29
Proporsi metode kontrasepsi peserta KB Aktif
di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2010
Sumber : Program kesehatan Ibu dan Anak Dinkes Sulawesi Barat 2010
Begitupula untuk peserta KB baru, peminat metode kontrasepsi jangka
pendek sebesar 96,3% dengan pilihan terbanyak juga metode pil (58,7%),
sedangkan yang memilih metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) hanya
3,7%. Kondisi tersebut mungkin disebabkan karena faktor biaya yang lebih
murah dan cara yang mudah.
Gambar 4.30
Proporsi metode kontrasepsi peserta KB Baru
di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2008
Sumber : Program kesehatan Ibu dan Anak Dinkes Sulawesi Barat 2010
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 63
5. PELAYANAN IMUNISASI
Beberapa penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi dapat
dikelompokkan ke dalam dua kelompok vaksin, yaitu vaksin yang tergabung
dalam kelompok vaksin virus dan kelompok vaksin bakteri. Kelompok vaksin
bakteri misalnya tuberculosis, difteri, pertusis, tetanus, meningitis
meningokokus, tipus abdominalis, kolera, hemophilus influenza tipe B dan
pneumonia pneumokokus.
Sedangkan vaksin virus termasuk di dalamnya adalah penyakit campak,
polio, hepatitis B, hepatitis A, influenza, rabies, Japanese encephalitis, yellow
fever (demam kuning), rubella, varicella, parotitis epidemica dan rotavirus.
Banyak penyakit lain yang sedang dikembangkan seperti malaria, demam
berdarah, HIV/AIDS dan AI.
Upaya imunisasi telah terbukti dapat mengeradikasi penyakit cacar dan
menekan penyakit polio, yaitu serta sejak tahun 1995 tidak ditemukan lagi virus
polio liar yang berasal dari Indonesia (indigenous). Hal ini sejalan dengan
upaya global untuk membasmi polio di dunia dengan program ERAPO.
Indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan program imunisasi
secara nasional adalah angka cakupan Universal Child Immunization (UCI)
pada wilayah desa/kelurahan. Untuk tahun 2010 indikator perhitungan UCI
adalah cakupan imunisasi lengkap pada bay1 >85% untuk semua antigen.
Sehingga bila cakupan UCI dikaitkan dengan batas wilayah maka dapat
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 64
menggambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat atau bayi terhadap
penularan PD3I di wilayah tersebut.
Target cakupan UCI desa/kelurahan di Provinsi Sulawesi Barat pada
tahun 2010 dibandingkan tahun 2009 yang hanya sebesar 42,11%. Pencapaian
UCI Sulawesi Barat tahun 2010 belum mencapai target nasional sebesar 85%.
Sedangkan untuk cakupan UCI per Kabupaten, Kabupaten Mamuju
memiliki cakupan UCI desa/kelurahan tertinggi 76,0%, yang paling terendah
cakupan UCI desa/kelurahan adalah Kabupaten Mamasa (53,0%)
Gambar 4.31
Cakupan Desa/Kelurahan UCI
Menurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2010
Sumber : Bagian P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2011
Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi kepada bayi umur
0 – 1 tahun (BCG, DPT, Polio, Campak, HB), imunisasi kepada Wanita Usia
Subur (WUS)/ibu hamil (TT) dan imunisasi kepada anak sekolah dasar (SD)
(kelas 1 : DT, kelas 2-3 : TT) sedangkan kegiatan imunisasi tambahan
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 65
dilakukan atas dasar ditemukannya masalah, seperti desa non UCI,
potensial/risti KLB, ditemukan adanya virus polio liar atau kegiatan lainnya
berdasarkan kebijakan teknis.
Gambar 4.32
Cakupan pemberian Imunisasi Pada Bayi
Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat tahun 2010
Sumber : Program Sepimkesma Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2011
Drop Out (DO) imunisasi adalah bayi yang tidak mendapat imunisasi
lengkap yaitu dengan mendeteksi bayi yang telah mendapat imunisasi DPT1
namun tidak mendapat imunisasi campak. Karena imunisasi DPT1 merupakan
salah satu antigen kontak pertama yang diberikan pada bayi sedangkan
imunisasi campak merupakan antigen kontak terakhir dari semua imunisasi
yang diberikan kepada bayi. Cakupan DO tahun 2010 sebesar 0,5%, seluruh
kabupaten di Sulawesi Barat mencapai cakupan campak > 80% dengan cakupan
terendah adalah Kabupaten Mamuju Utara (84,4%).
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 66
6. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
Upaya perbaikan gizi masyarakat dilakukan melalui distribusi tablet besi
(Fe) pada ibu hamil, distribusi Vitamin A pada balita dan pemberian kapsul
yodium pada WUS.
a. Pemberian Tablet Besi (Fe) pada ibu hamil
Pada saat periksa kehamilan di sarana kesehatan, ibu hamil akan
mendapatkan tablet Fe yang bertujuan untuk mengatasi dan mencegah
terjadinya kasus anemia serta meminimalkan dampak buruk akibat kekurangan
Fe, karena kekurangan Fe pada ibu hamil dapat mengakibatkan terjadinya
abortus, kecacatan bayi atau bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR).
Cakupan ibu hamil yang mendapatkan Fe-1 (30 tablet) tahun 2010
sebesar 94,36% dan cakupan Fe-3 sebesar 69,16%. Cakupan kedua indikator
tersebut meningkat dibandingkan tahun 2009 dan telah memenuhi target
Indonesia sehat 2010 sebesar 80%. Cakupan Fe-3 tertinggi dicapai Kabupaten
Majene 87,56% dan terendah Kota Mamasa (61,83%).
Walaupun capaian telah melampaui target namun petugas kesehatan
tetap harus memotivasi ibu hamil agar meminum tablet besi tersebut guna
mencegah terjadinya anemia ibu hamil.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 67
Gambar 4.33
Cakupan distribusi tablet Fe-1 dan Fe-3
Meurut Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat tahun 2010
Sumber : Program Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, 2010
b. Pemberian Kapsul Vitamin A pada balita
Vitamin A adalah salah satu zat gizi yang diperlukan tubuh dan berguna
untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan mata. Bila seorang anak
yang menderita kekurangan vitamin A terserang campak, diare atau penyakit
infeksi lainnya maka penyakit tersebut akan bertambah parah dan dapat
mengakibatkan kematian, karena infeksi tersebut menghambat kemampuan
tubuh untuk menyerap zat-zat gizi dan pada saat yang sama akan mengikis
simpanan vitamin A dalam tubuh. Selain itu kekurangan vitamin A dalam
waktu lama dapat mengakibatkan gangguan pada mata bahkan dapat
mengakibatkan kebutaan.
Sasaran pemberian kapsul Vitamin A adalah bayi usia 6-11 bulan dan
balita (1-4 tahun) sebanyak 2 kali dalam setahun (Februari dan Agustus) serta
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 68
ibu nifas satu kali. Cakupan balita yang mendapat vitamin A pada tahun 2010
sebesar 77,57%, kondisi ini sudah mencapai target nasional tahun 2010 75%
namun belum mencapai target Nasional 2015 sebesar 85%. Capaian tertinggi
pemberian kapsul vitamin A adalah Kabupaten Majene 89,74% dan terendah
kabupaten Mamuju Utara (66,72%)
Gambar 4.34
Cakupan pemberian kapsul Vitamin A pada Bayi dan Anak Balita
Menurut Kabupaten di Sulawesi Barat Tahun 2010
Sumber : Program Gizi Dinkes Sulawesi Barat 2010
7. PELAYANAN FARMASI
a. Kabupaten Majene
Kabupaten Majene merupakan salah satu Kabupaten di Sulawesi Barat
yang cukup maju infrastrukturnya baik sarana dan prasarana dan ditunjang oleh
perencanaan pemerintah Sulawesi Barat yang menggandengkan Kabupaten
Majene sebagai Kabupaten Pusat pendidikan Sulawesi Barat Kedepannya.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 69
Upaya pelayanan kesehatan Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara paripurna.
Upaya tersebut dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan
pemerataan Obat Generik dan Obat Esensial yang bermutu bagi masyarakat.
Instalasi Farmasi Kabupaten Majene dipimpin oleh Apoteker, serta
dibantu 1 orang tenaga Apoteker , 1 orang tenaga Asisten Apoteker dan 4 orang
tenaga SMA, sehingga seluruhnya berjumlah 7 orang.
Tabel 4.8
Gambaran Pengadaan Obat
Kabupaten Majene Tahun 2006 – 2010 No Anggaran Obat APBD (Rp) APBN/DAK (Rp)
1 Tahun 2006 Rp. ,- Rp. ,-
2 Tahun 2007 Rp. ,- Rp.
3 Tahun 2008 Rp. 1.000.000.000,- Rp. 371.000.000,-
4 Tahun 2009 Rp. 500.000.000,- Rp. 231.000.000,-
5 Tahun 2010 Rp. 400.000.000,- Rp. 703.000.000,-
Sumber : Bina Pelayanan Farmasi Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011
Jika dihitung berdasarkan jumlah penduduk, maka didapat pembelian
obat untuk tahun 2010 sebesar Rp. 7.429/kapita. Jelas ini masih dibawah
standart nasional sebesar Rp.13.000,-.
Jadi dapat dikatakan bahwa ketersediaan obat di IFK Majene dengan
memakai parameter obat “indicator”, didapatkan obat yang habis atau kosong
ada 4 jenis, sementara obat dengan tingkat kecukupan dengan kategori kurang
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 70
sebanyak 16 jenis. Untuk tingkat kecukupan kategori lebih sebanyak 4 jenis
obat.
Upaya kearah perbaikan untuk mencukupkan ketersediaan obat tidak
dilakukan baik dari pengadaan APBD maupun meminta obat buffer stok di
Instalasi Farmasi Provinsi Sulawesi Barat. Diharapkan ke depan ada upaya
perbaikan di IFK Majene. Upaya yang dapat dilakukan antara lain,
meningkatkan dana pengadaan obat yang untuk tahun 2010 hanya berkisar
400.000.000,- mengingat untuk mencapai ketersediaan obat dalam jumlah dan
mutu yang terjamin dan mengacu pada standar perkapita yang ditetapkan
Depkes untuk tahun 2010 sebesar Rp 13.000,-., maka seyogyanya pemkab
Majene menyediakan dana sebesar = 148.467 (jumlah penduduk) x Rp 13.000,-
/kapita – 703.000.000,- (dana obat DAK tahun 2010) = Rp. 1.227.071.000,-.
b. Kabupaten Polewali Mandar
Polewali Mandar merupakan Kabupaten induk bersama Kabupaten
Majene dan Kabupaten Mamuju, sehingga Kabupaten ini merupakan
Kabupaten yang telah cukup maju infrastrukturnya baik itu sarana maupun
prasarana kesehatan.
Kabupaten Polewali Mandar merupakan Kabupaten yang Cukup maju
infrastrukturnya baik sarana dan prasarana kesehatan sehingga pada awal
pembentukan Sulawesi Barat Kabupaten polewali Mandar direncanakan
sebagai kota rujukan untuk pelayanan kesehatan Masyarakat Sulawesi Barat.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 71
Instalasi Farmasi Kabupaten Polewali Mandar memiliki seorang Asisten
Apoteker sebagai kepala instalasi farmasi dibantu 2 orang tenaga SMA,
sehingga seluruhnya berjumlah 3 orang.
Adapun gambaran pengadaan obat dari tahun ketahun yang diperoleh
dari dana APBD dan APBN dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 4.9
Gambaran Pengadaan Obat
Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2006 – 2010
No Anggaran Obat APBD APBN/DAK
1 Tahun 2006 Rp. 1.092.822.950,- Rp. ,-
2 Tahun 2007 Rp. 1.578.691.606,- Rp. 568.734.624,-
3 Tahun 2008 Rp. 1.258.175.688,- Rp. 709.365.047,-
4 Tahun 2009 Rp. 893.080.965,- Rp. 425.490.365
5 Tahun 2010 Rp. 170.000.000,- Rp. 1.780.600.000,-
Sumber : Bina Pelayanan Farmasi Dinas Keseharan Sulawesi Barat, 2011
Melihat data diatas, jelas ada pengaruh yang cukup signifikan dengan
adanya intervensi penambahan obat yang dilakukan IFK polewali Mandar
melalui dana DAK Tahun 2010.
Dari data diatas, menunjukkan bahwa ketersediaan obat di IFK Polewali
Mandar dengan memakai parameter obat “indicator”, obat yang habis atau
kosong ada 2 jenis, sementara obat dengan tingkat kecukupan dengan kategori
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 72
kurang sebanyak 12 jenis, sementara kecukupan kategori cukup sebanyak 9
jenis obat.
Upaya kearah perbaikan untuk mencukupkan ketersediaan obat tidak
dilakukan baik dari pengadaan APBD maupun meminta obat buffer stok di
Instalasi Farmasi Provinsi Sulawesi Barat. Diharapkan ke depan ada upaya
perbaikan di IFK Polewali Mandar. Upaya yang dapat dilakukan antara lain,
meningkatkan dana pengadaan obat yang untuk tahun 2010 hanya berkisar
170.000.000,- mengingat untuk mencapai ketersediaan obat dalam jumlah dan
mutu yang terjamin dan mengacu pada standar perkapita yang ditetapkan
Depkes untuk tahun 2010 sebesar Rp 13.000,-., maka seyogyanya pemkab
Polewali Mandar menyediakan dana sebesar = 392.290,- (jumlah penduduk) x
Rp 13.000,-/kapita – 1.780.600.000,- (dana obat DAK tahun 2010) = Rp.
3.319.170.000,-.
c. Kabupaten Mamasa
Instalasi Farmasi Kabupaten memiliki 7 orang pengelola, dimana
pimpinannya seorang Diploma 3 Keperawatan yang dibantu oleh seorang
Apoteker sebagai Kepala Seksi Farmasi, 1 orang Sarjana Farmasi, 1 orang D3
Farmasi dan 4 orang berpendidikan SMU.
Adapun gambaran pengadaan obat dari tahun ketahun yang diperoleh dari dana
APBD dan APBN dapat dilihat pada Tabel berikut :
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 73
Tabel 4.10
Gambaran Pengadaan Obat
Kabupaten Mamasa Tahun 2006 – 2010
No Anggaran Obat APBD (Rp) APBN/DAK (Rp)
1 Tahun 2006 Rp. 200.000.000,- Rp. 275.552.367,-
2 Tahun 2007 Rp. 400.000.000,- Rp. 372.076.611,-
3 Tahun 2008 Rp. 800.000.000,- Rp. 522.749.239,-
4 Tahun 2009 Rp. 1.000.0000.000,- Rp. 296.667.356,-
5 Tahun 2010 Rp. 296.800.000,- Rp. 703.200.000,-
Sumber : Bina Pelayanan Farmasi Dinas Kesehatan Sulawesi Barat,2011
Jika dihitung berdasarkan jumlah penduduk, maka didapat pembelian
obat untuk tahun 2010 sebesar Rp. 7.144/kapita. Jelas ini masih di bawah
standart nasional sebesar Rp.13.000,-.
Upaya kearah perbaikan untuk mencukupkan ketersediaan obat tidak
dilakukan baik dari pengadaan APBD maupun meminta obat buffer stok di
Instalasi Farmasi Provinsi Sulawesi Barat. Diharapkan ke depan ada upaya
perbaikan di IFK Mamasa. Upaya yang dapat dilakukan antara lain,
meningkatkan dana pengadaan obat yang untuk tahun 2010 hanya berkisar
296.800.000,- mengingat untuk mencapai ketersediaan obat dalam jumlah dan
mutu yang terjamin dan mengacu pada standar perkapita yang ditetapkan
Depkes untuk tahun 2010 sebesar Rp 13.000,-., maka seyogyanya pemkab
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 74
Mamasa menyediakan dana sebesar = 139.962 (jumlah penduduk) x Rp
13.000,-/kapita – 703.200.000,- (dana obat DAK tahun 2010) = Rp.
1.116.306.000,-.
d. Kabupaten Mamuju
Kabupaten Mamuju merupakan Ibukota Provinsi Sulawesi Barat dengan
Luas wilayah lebih dari 50 % dari Provinsi Sulawesi Barat, Kabupaten ini telah
dimekarkan menjadi 2 yakni Kabupaten Mamuju Utara dan mana dalam kurung
waktu dekat ini kabupaten ini kembali dimekarkan menjadi 3 yakni Kabupaten
Mamuju Tengah.
Upaya Dinas Kesehatan mengajak Kabupaten berslogan Bersehati
(Bersih, Semangat,Hijau Aman,Tertib dan Indah ) ini untuk bekerja sama
mewujudkan masyarakat sulbar yang sehat, maju dan Amanah salah satunya
ditunjang oleh pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan yang baik sebagai
penunjang vital pelayanan Kesehatan
Instalasi Farmasi Kabupaten Mamuju dipimpin oleh D3 Farmasi, serta
dibantu 2 tenaga SMU dan 4 orang tenaga sukarela dari sukarela dari berbagai
disiplin ilmu, sehingga seluruhnya berjumlah 7 orang.
Untuk menjamin ketersediaan obat di pelayanan kesehatan itu sendiri,
maka sangatlah penting menjamin ketersediaan dana yang cukup untuk
pengadaan Obat esensial, namum yang lebih penting lagi dalam mengelola dana
penyediaan obat secara efektif dan efisien.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 75
Adapun gambaran pengadaan obat dari tahun ketahun yang diperoleh dari
dana APBD dan APBN dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 4.11
Gambaran Pengadaan Obat
Kabupaten Mamuju Tahun 2006 – 2010
No Anggaran Obat APBD (Rp) APBN/DAK (Rp)
1 Tahun 2006 Rp. 996.103.900,- Rp. 210.172.949,-
2 Tahun 2007 Rp. 983.702.730,- Rp. 550.121.257,-
3 Tahun 2008 Rp. 1.999.000.000,- Rp. 610.053.461
4 Tahun 2009 Rp. 1.998.000.000,-
5 Tahun 2010 Rp. 1.000.000.000,- Rp. 1.093.400.000,-
Sumber : Bina Pelayanan Farmasi Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011
Jika dihitung berdasarkan jumlah penduduk, maka didapat pembelian
obat untuk tahun 2010 sebesar Rp. 6.214,-/kapita. Jelas ini masih dibawah
standart nasional sebesar Rp.13.000,-.
Dari data diatas, menunjukkan bahwa ketersediaan obat di IFK Mamuju
dengan memakai parameter obat “indicator”, obat yang habis atau kosong ada
10 jenis, sementara obat dengan tingkat kecukupan dengan kategori kurang
sebanyak 14 jenis obat. Upaya kearah perbaikan untuk mencukupkan
ketersediaan obat tidak dilakukan baik dari pengadaan APBD maupun meminta
obat buffer stok di Instalasi Farmasi Provinsi Sulawesi Barat. Diharapkan ke
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 76
depan ada upaya perbaikan di IFK Mamuju. Upaya yang dapat dilakukan antara
lain, meningkatkan dana pengadaan obat yang untuk tahun 2010 hanya berkisar
1.000.000.000,- mengingat untuk mencapai ketersediaan obat dalam jumlah dan
mutu yang terjamin dan mengacu pada standar perkapita yang ditetapkan
Depkes untuk tahun 2010 sebesar Rp 13.000,-., maka seyogyanya pemkab
Mamuju menyediakan dana sebesar = 336.879 (jumlah penduduk) x Rp
13.000,-/kapita – 1.093.400.000,- (dana obat DAK tahun 2010) = Rp.
3.286.027.000,-
e. Kabupaten Mamuju Utara
Kabupaten Mamuju Utara masih tertinggal jauh baik dari infrastruktur
maupun sarana pendukung Pelayanan Kesehatan. Hal ini terbukti dengan belum
adanya Instalasi Farmasi Kabupaten (IFK) yang representative untuk
menunjang pelayanan obat baik penyimpanan, pendistribusian apalagi
pengadaannya. Hal inilah yang banyak menyebabkan terganggunya
ketersediaan obat di “Instalasi Farmasi Kabupaten” Mamuju Utara di unit
pelayanan kesehatan lainnya seperti puskesmas dan pustu. Instalasi Farmasi
Kabupaten Mamuju Utara dipimpin oleh Apoteker, serta dibantu 1 orang tenaga
S1 Farmasi dan 1 orang tenaga D3 Farmasi, sehingga seluruhnya berjumlah 3
orang.
Adapun gambaran pengadaan obat dari tahun ketahun yang diperoleh dari
dana APBD dan APBN dapat dilihat pada Tabel berikut :
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 77
Tabel 4.12
Gambaran Pengadaan Obat
Kabupaten Mamuju Utara Tahun 2006 – 2010
No Anggaran
Obat APBD (Rp) APBN/DAK (Rp)
1 Tahun 2006 Rp. 647.967.939,- Rp. 22 6.815.089,-
2 Tahun 2007 Rp. 680.000.000,- Rp. 111.762.069,-
3 Tahun 2008 Rp. 859.828.000,- Rp. 157.672.265,-
4 Tahun 2009 Rp. 877.846.260,- Rp. 89.112.913,-
5 Tahun 2010 Rp. 1.000.000.000,- Rp. 584.000.000,-
Sumber : Bina Pelayanan Farmasi Dinas Kesehatan Sulawesi Barat, 2011
Jika dihitung berdasarkan jumlah penduduk, maka didapat pembelian
obat untuk tahun 2010 sebesar Rp. 11.064/kapita. Jelas ini masih dibawah
standart nasional sebesar Rp.13.000,-. Untuk tahun 2010
Ketersediaan obat di IFK Mamuju Utara terlihat terjadi peningkatan obat
kosong di triwulan IV menjadi 90 %,Dari hasil analisis data, pengolahan obat
di IFK Mamuju Utara sangat jelek. Hal ini terbukti dari data yang ada, tidak
mencerminkan pengolahan data dan obat yang baik. Gambaran mutasi yang
dilakukan di IFK Mamuju Utara terlihat bahwa hampir 95 % dari data mutasi
obat yang ada kosong.
Upaya kearah perbaikan untuk mencukupkan ketersediaan obat tidak
dilakukan baik dari pengadaan APBD maupun meminta obat buffer stok di
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 78
Instalasi Farmasi Provinsi Sulawesi Barat. Diharapkan ke depan ada upaya
perbaikan di IFK Mamuju Utara, sehingga ketersediaan obat dapat lebih
terjamin baik mutu maupun jumlahnya. Upaya yang dapat dilakukan antara
lain, meningkatkan dana pengadaan obat yang untuk tahun 2010 hanya berkisar
700.000.000,- mengingat untuk mencapai ketersediaan obat dalam jumlah dan
mutu yang terjamin dan mengacu pada standar perkapita yang ditetapkan
Depkes untuk tahun 2010 sebesar Rp 13.000,-., maka seyogyanya pemkab
Mamuju Utara menyediakan dana sebesar = 108,900 (jumlah penduduk) x Rp
13.000,-/kapita – 566.500.000,- (dana obat DAK tahun 2010) = Rp.
849,200.000,-.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 79
BAB V
SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN
Sumber Daya Kesehatan merupakan salah satu faktor pendukung dalam
penyediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas, yang diharapkan dapat
meningkatkan derajat kesehatan masayarakat.
A. SARANA KESEHATAN
1. Puskesmas
Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
menyelenggarakan kegiatan Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan,
Pelayanan Kesehatan Ibu & Anak (KIA) termasuk Keluarga Berencana (KB),
Perbaikan Gizi, Pemberantasan Penyakit Menular, dan Pengobatan. Beberapa
Puskesmas yaitu Puskesmas Perawatan, selain menyelenggarakan pelayanan
kesehatan seperti Puskesmas pada umumnya, juga menyediakan fasilitas
pelayanan rawat inap. Dengan demikian Puskesmas Perawatan juga berfungsi
sebagai “Pusat Rujukan Antara” yang melayani penderita gawat darurat
sebelum dirujuk ke rumah sakit.
Puskesmas merupakan Unit pelaksana teknis dari Dinas Kesehatan
kabupaten yang berada di semua wilayah kecamatan yang melaksanakan tugas-
tugas operasional pembangunan kesehatan.
Pada tahun 2010 jumlah Puskesmas di seluruh Sulawesi Barat sebanyak
81 unit. Jika dilihat dari tahun 2006-2010 terlihat adanya peningkatan.
Peningkatan yang cukup besar, yaitu dari 64 Unit Puskesmas pada tahun 2006
menjadi 81 Unit Pada tahun 2010.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 80
Gambar 5.35
Jumlah Puskesmas Sulawesi Barat
Tahun 2006-2010
Sumber : Program Kebijakan dan Manajemen Teknis Lainnya Dinkes Sulbar, 2011
Bila dilihat dari kabupaten, puskesmas terbanyak berada di kabupaten
Mamuju sebanyak 28 Unit dan paling sedikit di Kabupaten Majene 8 unit
Puskemas.
Puskesmas di Sulawesi barat terdiri atas dua jenis yaitu Puskesmas
Perawatan dan non Perawatan. pada tahun 2010 Puskesmas Perawatan
sebanyak 34 Unit dan puskesmas Non perawatan 49 Unit.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di puskesmas, maka
kedepan puskesmas non perawatan akan ditingkatkan menjadi puskesmas
perawatan.
Gambar 5.36
Jumlah Puskesmas Perawatan dan Non Perawataan
Tahun 2006-2010
Sumber : Program Kebijakan dan Manajemen Teknis Lainnya Dinkes Sulbar, 2011
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 81
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui keterjangkauan
penduduk terhadap puskesmas adalah rasio Puskesmas per 100.000
pendududk. Dalam kurun waktu 2006 hingga 2010 menunjukkan adanya
perkembangan rasio secara fluktuatif. Rasio Puskesmas pada tahun 2006
sebesar 6,19 , pada tahyn 2010 meningkat menjadi 7,13.
Gambar 5.37
Rasio Puskesmas Per 100.000 Penduduk
Sulawesi Barat Tahu 2006 – 2010
Sumber : Program Kebijakan dan Manajemen Teknis Lainnya Dinkes Sulbar, 2011
Untuk meningkatkan jangkauan pelayanan Puskesmas terhadap
masyarakat di wilayah kerjanya, puskesmas di sukung sarana pelayanan
kesehatan berupa puskesmas pembantu (pustu). Jumlah pustu pada tahun 2010
dilaporkan sebanyak
2. Rumah Sakit
Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan
menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan
kesehatan dan pelayanan Administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 82
pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan
pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat
darurat, unit rawat jalan, dan unit rawat inap. Dalam perkembangannya
pelayanan rumah sakit tidak terlepas dari pembangunan ekonomi masyarakat.
Perkembangan ini tercermin pada perubahan fungsi klasik RS yang pada
awalnya hanya memberikan pelayanan yang bersifat penyembuhan (kuratif)
terhadap pasien melalui rawat inap. Pelayanan rumah sakit kemudian bergeser
karena kemajuan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kedokteran, peningkatan
pendapatan dan pendidikan masyarakat. Pelayanan kesehatan di rumah sakit ini
tidak saja bersifat kuratif (penyembuhan) tetapi juga besifat pemulihan
(rehabilitatif). Keduanya dilaksanakan secara terpadu melalui upaya promosi
kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif). Dengan demikian sarana
pelayanan kesehatan rumah sakit bukan hanya untuk individu pasien tetapi juga
berkembang untuk keluarga pasien dan masyarakat umum. Fokus perhatiannya
memang pasien yang datang atau yang dirawat sebagai individu dan bagian dari
keluarga. Atas dasar sikap seperti itu pelayanan kesehatan di rumah sakit
merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (kompeherensife dan holistik)
Pada tahun 2010 jumlah rumah sakt di Sulawesi Barat sebanyak 7 Unit
yang terdiri atas rumah sakit umum (RSU) berjumlah 6 Unit dan rumah sakit
swasta sebanyak 1 unit. Rumah sakit tersebut dikelola oleh Pemerintah
Provinsi, pemerintah kabupaten/kota serta sektor swasta.
Bila melihat perkembangan sejak tahun 206 sampai dengan tahun 2010.
Maka terjadi peningkatan jumlah rumah sakit di Sulawesi Barat.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 83
Dari rumah sakit umum tersebut sebagian diantaranya masih belum
memiliki kelas. Hanya RSUD Polewali Mandar dan Mejene yang memiliki
kelas D dan rumah sakit yang lain sementara dalam pengurusan kelas.
Jumlah tempat tidur rumah sakit dapat digunakan untuk menggambarkan
kemampuan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Jumlah tempat tidur rumah sakit dalam kurun 2 tahun terakhir
mengalami peningkatan.
Rincian jumah tempat tidur pada rumah sakit di Sulawesi Barat dapat
dilihat sebagai berikut :
Gambar 5.38
Jumlah Tempat Tidur RSU di Sulawesi Barat
Tahun 2009 dan 2010
Sumber : Program Kebijakan dan Manajemen Teknis Lainnya Dinkes Sulbar, 2011
Rasio tempat tidur rumah sakit terhadap penduduk juga menggambarkan
tingkat ketersediaan sarana pelayanan kesehatan rujukan. Rasio tempat tidur per
100.000 penduduk dari tahun 2009-2010 juga mengalami peningkatan. Rasio
pada tahun 2009 sebesar 34,9 menjadi 43,9 pada tahun 2010
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 84
3. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dilakuakan dengan
menerapkan berbagai pendekatan, termasuk didalamnya dengan melibatkan
potensi masyarakat. Hal ini sejalan dengan konsep pemberdayaan masyarakat.
Langkah tersebut tercermin dalam pengembangan Sarana Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM). UKBM diantaranya terdiri dari Pos
Pelayanan terpadu (Posyandu), Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) di desa siaga
dan Pos Obat Desa (POD).
Pada tahun 2009 jumlah poskesdes dilaporkan sebanyak 255 unit dan
mengalami peningkatanpada tahun 2010 menjadi 287 unit. Kabupaten Mamuju
merupakan kabupaten dengan poskesdes terbanyak di Kabupaten Mamuju 160
unit dan paling sedikit kabupaten Majene 18 unit. Mamuju memiliki Poskesdes
paling banyak dibandingkan dengan Kabupaten lain karena kebijakan
pemerintah daerah kabupaten Mamuju yang menetapkan kebijakan daerah
dimana semua Puskesmas pembantu berubah status menjadi pokesdes.
Gambar 5.39
Jumlah Poskesdes Sulawesi Barat
Tahun 2008-2010
Sumber : Program Kebijakan dan Manajemen Teknis Lainnya Dinkes Sulbar, 2011
UKBM lain yang yang telah lama dikembangkan adalah posyandu.
Posyandu merupakan UKBM yang telah lama mengakar di masyarakat. Dalam
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 85
menjalankan fungsinya, posyandu diharapkan dapat melaksanakan 5 program
prioritas, yaitu kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi,
imunisasi dan penanggulangan diare.
Dalam rangka menilai kinerja dan perkembangannya, posyandu
dikalfikasikan menjadi 4 strata, yaitu Posyandu Pratama, Posyandu Madya,
Posuandu Purnama dan posyandu Mandiri. Pada tahun 2010 terdapat 1625
posyandu. Dengan demikian maka dapat dikatakan semua desa memiliki
minimal 2 posyandu diwilayahnya.
B. TENAGA KESEHATAN
1. Persebaran Tenaga Kesehatan Menurut Unit Kerja
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan dilakukan melalui perbaikan fisik
dan penambahan sarana prasarana, penambahan peralatan dan ketenagaan serta
pemberian biaya operasional dan pemeliharaan. Namun dengan semakin
tingginya pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, tuntutan masyarakat akan
mutu pelayanan semakin meningkat. Untuk itu dibutuhkan penambahan tenaga
kesehatan yang terampil dan siap pakai sesuai dengan karateristik dan fungsi
tenaganya.
Tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Salah satu unsur yang berperan
dalam percepatan pembangunan kesehatan adalah tenaga kesehatan yang
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 86
bertugas di sarana pelayanan kesehatan di Masyarakat. Berikut adalah
penjelasan persebaran tenaga kesehatan di sarana pelayanan kesehatan:
a. Tenaga Medis
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 32 Tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga medis adalah dokter
dan dokter gigi. Tabel....menunjukkan sebaran tenaga medis di Sulawesi Barat
berdasarkan unit kerja.
Tabel 5.13
Persebaran Tenaga Medis Berdasarkan Kabupaten
Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2011
No Unit Kerja Kabupaten Prov.
Sulbar Majene Polman Mamasa Mamuju Matra
1 Puskesmas 29 51 24 69 21
2 Rumah Sakit 8 28 5 25 23
3 Dinkes Provinsi,
Kab/Kota 1 1 2 1 3 18
Sumber : Program Kebijakan dan Manajemen Teknis Lainnya Dinkes Sulbar, 2011
Tabel 5.40 menunjukkan sebaran tenaga medis dokter umum, dokter gigi
dan dokter spesialis di Provinsi Sulawesi Barat. Berdasarkan unit kerja di
Puskesmas, Kabupaten Mamuju memiliki dokter umum paling banyak dengan
26 dokter umum berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 22 dokter umum
PTT. Kabupaten Polewali Mandar dengan 30 dokter umum berstatus PNS dan
10 dokter umum PTT, Kabupaten Mamasa dengan 9 dokter umum berstatus
PNS dan 12 dokter umum PTT , Kabupaten Majene dengan 13 dokter umum
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 87
berstatus PNS dan 5 dokter umum PTT, Kabupaten Mamuju Utara dengan 7
dokter umum berstatus PNS dan 6 dokter umum PTT.
Data pada tabel diatas menunjukkan adanya kekurangan tenaga medis
Sp.D, Sp.OG, Sp.A dan Sp.B, dan berdasarkan persebarannya, maka dokter
spesialistik dasar tersebut hanya terdapat pada Kabupaten Mamuju dengan 1
orang dokter Sp.D, 1 orang Sp.OG dan 1 orang Sp.B. Dikabupaten Majene 1
orang Sp. D, 1 orang Sp.A dan 1 orang Sp.B. Kabupaten Polman memiliki
dokter spesialis dasar yang lebih banyak dibandingkan keempat kabupaten
lainnya, dimana pada Kabupaten Polman terdapat 1 orang Sp.D, 1 orang Sp.A,
1 orang Sp.B, dan 2 orang Sp. OG. Pada tabel tersebut juga menunjukkkan
tidak adanya tenaga medis dokter spesialis penunjuang di Kabupaten Majene
yang memiliki Rumah Sakit Tipe C. Sedangkan Kabupaten Polman yang juga
memiliki Rumah Sakit Tipe C hanya kekurangan tenaga dokter Sp. Patologi
Klinik pada tenaga medis dokter spesialis penunjang. Data tersebut
menunjukkan sebaran dokter umum dan dokter gigi di Provinsi Sulawesi Barat,
dimana masih adanya kekurangan tenaga medis dokter umum dan dokter gigi
khususnya di Kabupaten Majene dengan 6 orang dokter umum, 1 orang dokter
gigi, dan di Kabupaten Mamuju Utara yang belum memiliki dokter umum dan
dokter gigi.
Data tenaga medis yang terdapat di RSUD Provinsi Sulawesi Barat yang
juga ditunjukkan dala tabel 5.1 menggambarkan masih kurangnya tenaga medis
dokter spesialis dasar dimana hanya terdapat 1 orang Sp. D dan 1 orang Sp. B,
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 88
sedangkan ketenagaan dokter umum dan dokter gigi telah memenuhi standar
ketenagaan rumah sakit.
Gambar 5.40
Persebaran Tenaga Medis Berdasarkan Unit Kerja
Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2010
Sumber : Program Sumber Daya Kesehatan Dinkes Sulawesi Barat, 2011
Berdasarkan gambar diatas, tenaga medis yang bekerja dan mengabdikan
ilmu dan keterampilan yang dimiliki di fasilitas pelayanan kesehatan di
Provinsi Sulawesi Barat tahun 2011 berjumlah 283 orang.
Grafik tersebut menunjukkan jumlah tenaga medis yang bekerja di rumah
sakit sebanyak 89 orang, sedangkan di puskesmas sebanyak 194 orang.
Sementara tenaga medis yang bekerja di dinas kesehatan provinsi,
kabupaten/kota sebanyak 26 orang.
b. Perawat
Berdasarkan peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang tenaga
kesehatan, yang di maksud dengan tenaga keperawatan adalah perawat dan
bidan. Perawat adalah tenaga profesional dibidang keperawatan kesehatan yang
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 89
terlibat dalam kegiatan keperawatan. Perawat bertanggung jawab untuk
keperawatan, perlindungan dan pemulihan orang luka atau pasien penderita
penyakit akut atau kronis, pemeliharaan kesehatan orang sehat, dan penanganan
keadaan darurat yang mengancam nyawa dalam berbagai jenis perawatan
kesehatan. Perawat juga dapat terlibat dalam riset medis dan perawatan serta
menjalankan beragam fungsi non klinis yang diperlukan untuk perawatan
kesehatan.
Perawat mendapatkan wewenang menjalankan tugas profesinya di bidang
keperawatan melalui Surat Ijin Kerja (SIK) yang merupakan bukti tertulis
pemberian kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh
wilayah Indonesia. Setiap perawat yang bekerja disarana pelayanan kesehatan /
praktek kelompok maupun perorangan harus mempunyai Surat Ijin Kerja
(SIK).
Gambar 5.41
Persebaran Tenaga Perawat Menurut Unit Kerja
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010
Sumber : Program Sumber Daya Kesehatan Dinkes Sulawesi Barat, 2011
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 90
Berdasarkan gambar diatas, tenaga perawat mayoritas tersebar di unit
kerja Puskesmas dengan 805 orang. Sementara tenaga perawat yang bekerja di
Rumah Sakit sebanyak 472 orang. Total tenaga perawat yang bekerja di
fasilitas pelayanan kesehatan adalah 2038 orang. Sedangkan tenaga perawat
yang ada di unit kerja dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota sebanyak 66
orang dan sarana kesehatan lainnya terdapat 1 orang.
c. Bidan
Pengertian Bidan seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.900 tahun 2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan adalah
seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan yang telah
lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Dalam hal menjalankan
pelayanan asuhan kebidanan, seorang bidan harus terlebih dahulu mengurus
Surat Ijin Bidan (SIB) yang merupakan bukti tertulis pemberian kewenangan
untuk menjalankan pelayanan asuhan kebidanan diseluruh wilayah Republik
Indonesia. Dalam hal pelaksanaan Praktek kebidanan, seorang bidan harus
mempunyai Surat Ijin Praktek Bidan (SIPB) yang merupakan bukti tertulis
yang diberikan kepada bidan untuk menjalankan praktek bidan.
Pelayanan yang menjadi wewenang bidan adalah pelayanan kebidanan,
pelayanan keluarga berencana, pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan
kebidanan ditujukan kepada Ibu dan Anak yang pelayanannya berupa:
pelayanan pra nikah, pra hamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas,
masa menyusui dan masa antara. Pelayanan kebidanan untuk anak diberikan
kepada bayi baru lahir, masa bayi, masa balita, dan masa pra sekolah.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 91
Pelayanan keluarga berencana yang diberikan oleh Bidan meliputi
pemberian obat dan alat kontrasepsi, penyuluhan/ konseling alat kontrasepsi,
pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim, dan pelayanan konseling keluarga
berencana. Pelayanan kesehatan masyarakat yang diberikan bidan adalah
pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak, memantau
tumbuh kembang anak, melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas,
melaksanakan deteksi dini, melaksanakan pertolongan pertama, merujuk dan
memberikan penyuluhan infeksi menular seksual (IMS), penyuluhan narkotika,
psikotrofika dan zat adiktif lainnya serta penyakit lainnya. Bidan juga
berwenang melakukan pelayanan kebidanan lainnya selain kewenangangnya
untuk penyelamatan jiwa pada keadaan darurat.
Gambar 5.42
Persebaran Tenaga Bidan Menurut Unit Kerja
Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2010
Sumber : Program Sumber Daya Kesehatan Dinkes Sulawesi Barat, 2011
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 92
Gambar diatas menunjukkan bahwa tenaga bidan yang bekerja di fasilitas
pelayanan kesehatan sebanyak 812 orang dimana 706 bidan bekerja di unit
kerja puskesmas dan 106 bidan bekerja di unit kerja rumah sakit. Sedangkan
bidan yang bekerja di unit kerja dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota
sebanyak 11 orang.
d. Farmasi
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun
1996 tentang Tenaga Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga kefarmasian
meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
Defenisi apoteker berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek adalah sarjana farmasi yang telah lulus
pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.
Asisten apoteker berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang ketentuan dan
tata cara pemberian izin apotek adalah mereka yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian
sebagai asisten apoteker.
Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 679/MENKES/SK/V/2003 tentang Registrasi dan Izin Kerja Asisten
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 93
Apoteker, yang dimaksud Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang
berijazah Sekolah Asisten Apoteker/ Sekolah Menengah Farmasi, Akademi
Farmasi, Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analis Farmasi dan
Makanan, Jurusan Analis Farmasi dan Makanan Politeknik Kesehatan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Gambar 5.43
Persebaran Farmasi Berdasarkan Unit Kerja
Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2010
Sumber : Program Sumber Daya Kesehatan Dinkes Sulawesi Barat, 2011
Gambar... menunjukkan tenaga kefarmasian paling banyak bekerja di unit
kerja rumah sakit dengan 55 orang. Sementara di unit kerja puskesmas terdapat
29 orang tenaga kefarmasian. Total tenaga kefarmasian yang bekerja pada
fasilitas pelayanan kesehatan adalah 84 orang. Sedangkan tenaga kefarmasian
yang bekerja di dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota adalah 10 orang dan 3
orang tenaga kefarmasian juga terdapat di unit kerja sarana kesehatan lainnya.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 94
e. Gizi
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun
1996 tentang Tenaga Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga gizi meliputi
nutrisionis dan dietisien. Tenga gizi adalah tenaga kesehatan yang meliputi
nutrisionis dan dietisien dengan pendidikan dasar minimal D3 Gizi. Nutrisionis
adalah seorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh
oleh pejabat berwenang untuk melakukan kegiatan teknis fungsional dibidang
pelayanan gizi, makanan dan dietik baik di masyarakat maupun rumahsakit dan
unit pelaksana kegiatan kesehatan lainnya, berpendidikan dasar D3 Gizi.
Dietisien adalah seorang nutrisionis yang telah mendalami pengetahuan dan
keterampilan dietetik baik melalui lembaga pendidikan formal maupun
pengalaman bekerja dengan masa kerja minimal 1 tahun atau mendapat
sertifikasi dari Persatuan Ahli Gizi (PERSAGI) dan bekerja di unit pelayanan
yang menyelenggarakan terapi dietetic.
Tabel 5.14
Persebaran Tenaga Gizi Berdasarkan Unit Kerja
Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2010
No Unit Kerja Kabupaten Prov
Sulbar Majene Polman Mamasa Mamuju Matra
1 Puskesmas 12 16 15 12 8
2 Rumah Sakit 3 3 2 3 4 5
3
Dinkes
Provinsi,
Kab/Kota
- 5 2 2 3 3
Sumber : Program Sumber Daya Kesehatan Dinkes Sulawesi Barat, 2011
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 95
Tabel 5.14 menunjukkan sebaran tenaga gizi di Provinsi Sulawesi Barat.
Berdasarkan unit kerja di Puskesmas, Kabupaten Polewali Mandar memiliki
tenaga gizi terbanyak yaitu 16 orang. Kabupaten Mamasa 15 orang, Kabupaten
Mamuju 12 orang, Kabupaten Majene 12 orang, Kabupaten Mamuju Utara 8
orang. Sementara berdasarkan unit kerja di RSUD, Kabupaten Mamuju utara
memiliki tenaga gizi 4 orang, Kabupaten Mamuju dengan 3 orang, Kabupaten
Majene dengan 3 orang, Kabupaten Polewali Mandar 3 orang dan Kabupaten
Mamasa 2 orang. Untuk di RSUD Provinsi Sulawesi Barat, Tenaga gizi yang
bekerja di unit kerja tersebut sebanyak 5 orang. Tabel diatas juga menunjukkan
sebaran tenaga gizi di Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten di Provinsi
Sulawesi Barat. Tenaga gizi yang bekerja di unit kerja Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Barat sebanyak 3 orang. Sementara berdasarkan di unit kerja
Dinas Kesehatan Kabupaten, Kabupaten Polewali Mandar memiliki tenaga gizi
5 orang, Kabupaten Mamuju Utara dengan 3 orang, Kabupaten Mamuju dengan
2 orang dan Kabupaten Mamasa 2 orang. Sedangkan Kabupaten Majene belum
memiliki tenaga gizi yang bekerja di unit kerja Dinas Kesehatan.
f. Teknisi Medis
Tenaga Keteknisan Medis meliputi Radiografer, Radioterafis, Teknisi
Gigi, Teknisi Elektormedis, Analisis Kesehatan, Refraksionis Optisien, Otorik
Prostetik, Teknisi Transfusi dan Perekam Medik.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
357/Menkes/Per/2006 tentang Registrasi dan Izin Kerja Radiografer, defenisi
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 96
radiographer adalah tenaga kesehatan lulusan Akademi Penata Rontgen,
Diplolma III Radiologi, Pendidikan Ahli Madya/Akdemi/Diploma III Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi yang telah memiliki ijasah sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
544/Menkes/SK/V/2002 tentang Registrasi dan Izin Kerja Refraksionis
Optisien, adalah seorang yang telah lulus pendidikan refraksionis optisien
minimal program pendidikan diploma, baik didalam maupun diluar negeri
sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tabel 5.15
Persebaran Tenaga Teknisi Medis Berdasarkan Unit Kerja
Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2010
No Unit Kerja Kabupaten Prov.
Sulbar Majene Polman Mamasa Mamuju Matra
1 Puskesmas 8 28 11 0 0
2 Rumah Sakit 4 13 0 14 9 14
3
Dinkes
Provinsi,
Kab/Kota
0 4 0 1 0 4
Sumber : Program Sumber Daya Kesehatan Dinkes Sulawesi Barat, 2011
Tabel 5.15 menunjukkan sebaran tenaga keteknisian medis di Provinsi
Sulawesi Barat. Berdasarkan unit kerja di Puskesmas, Kabupaten Polewali
Mandar memiliki tenaga keteknisian paling banyak yaitu 28 orang. Kabupaten
Mamasa dengan 11 orang dan Kabupaten Majene dengan 8 orang. Sedangkan
Kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara belum memiliki tenaga keteknisian
medis. Sementara berdasarkan unit kerja di RSUD, Kabupaten Mamuju
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 97
memiliki tenaga keteknisian medis 14 orang, Kabupaten Polewali Mandar
dengan 13 orang, Kabupaten Mamuju Utara dengan 9 orang dan Kabupaten
Majene dengan 4 orang. Untuk Kabupaten Mamasa belum memiliki tenaga
keteknisian medis yang bekerja di unit tersebut. Selain itu, RSUD Provinsi
Sulawesi Barat juga memiliki tenaga keteknisian medis sebanyak 14 orang.
Tabel tersebut juga menunjukkan sebaran tenaga keteknisian medis di Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat. Tenaga
keteknisian medis yang ada di unit kerja Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Barat yaitu 4 orang. Sementara berdasarkan unit kerja di Kabupaten, hanya
Kabupaten Polewali Mandar yang memiliki tenaga keteknisian medis yaitu 4
orang.
g. Kesmas
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32
tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga kesehatan
masyarakat meliputi epidemiologi kesehatan, entomologi kesehatan,
mikrobiologi kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian.
Tabel 5.16
Persebaran Kesmas Berdasarkan Unit Kerja
Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010
No Unit Kerja
Kabupaten
Prov Sulbar
Majene Polman Mamasa Mamuju Matra
1 Puskesmas 27 45 14 33 23
2 Rumah Sakit 7 4 2 11 7 28
3
Dinkes
Provinsi,
Kab/Kota
18 19 8 15 21 52
Sumber : Program Sumber Daya Kesehatan Dinkes Sulawesi Barat, 2011
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 98
Tabel 5.16 menunjukkan sebaran tenaga kesehatan masyarakat di
Provinsi Sulawesi Barat. Berdasarkan unit kerja di Puskesmas, Kabupaten
Polewali Mandar memiliki tenaga kesehatan masyarakat terbanyak yaitu 45
orang. Kabupaten Mamuju dengan 33 orang, Kabupaten Majene dengan 27
orang, Kabupaten Mamuju Utara dengan 23 orang, Kabupaten Mamasa dengan
14 orang. Sementara berdasarkan unit kerja di RSUD, Kabupaten Mamuju
memiliki tenaga kesehatan paling banyak yaitu 11 orang. Kabupaten Majene
dengan 7 orang, Kabupaten Mamuju Utara 7 orang, Kabupaten Polewali
Mandar 4 orang dan Kabupaten Mamasa 2 orang. Untuk di RSUD Provinsi
Sulawesi Barat, tenaga kesehatan masyarakat yang ada diunit kerja tersebut
yaitu 28 orang.
Tabel ini juga menunjukkan sebaran tenaga kesehatan m,asyarakat di
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat. Tenaga
kesehatan masyarakat yang bekerja di unit kerja Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Barat yaitu 52 orang. Sedangkan berdasarkan di unit kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten, Kabupaten Mamuju Utara memiliki tenaga kesehatan
masyarakat terbanyak yaitu 21 orang. Kabupaten Polewali Mandar dengan 19
orang, Kabupaten Majene dengan 18 orang, Kabupaten Mamuju dengan 15
orang dan Kabupaten Mamasa 8 orang.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 99
Gambar 5.43
Pesebaran tenaga kesmas berdasarkan unit kerja
Provinsi Sulawesi Barat 2010
Sumber : Program Sumber Daya Kesehatan Dinkes Sulawesi Barat, 2011
Berdasarkan gambar diatas, jumlah total tenaga kesehatan masyarakat
yang ada di provinsi Sulawesi Barat adalah 334 orang dimana tenaga kesehatan
masyarakat yang bekerja di unit kerja puskesmas sebanyak 142 orang, tenaga
kesehatan masyarakat yang bekerja di unit kerja rumah sakit sebanyak 59 orang
dan tenaga kesehatan masyarakat yang bekerja di dinas kesehatan provinsi,
kabupaten/kota sebanyak 133 orang.
2. Kebutuhan Tenaga Kesehatan
Berdasarkan standar revitalisasi kebijakan dasar pusat kesehatan
masyarakat, maka kebutuhan sumber daya manusia kesehatan di Provinsi
Sulawesi Barat disajikan pada tabel 5.17 berikut;
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 100
Tabel 5.17
Kebutuhan tenaga kesehatan di Provinsi Sulawesi Barat
Tahun 2010
Jenis Tenaga
Kesehatan
Kabupaten
Majene Mamuju Mamasa Matra Polman
Dokter Umum 4 17 15 9 8
Dokter Gigi 1 16 15 7 9
Perawat(DIII) 10 130 75 32 86
Bidan (DIII) 15 48 54 22 21
Tenaga Kesmas
(S1) 3 15 9 3 5
Apoteker 5 9 7 4 9
Ahli Gizi (DIII) 3 18 6 3 11
Perawat gigi (DIII) 3 24 11 8 16
Sanitarian (DIII) Terpenuhi 17 16 8 20
Sumber :Program Sumber Daya Kesehatan Dinas kesehatan Sulawesi Barat 2011
Tabel diatas menunjukkan hanya tenaga sanitarian di Kabupaten Majene
yang telah terpenuhi sesuai standar revitalisasi kebijakan dasar pusat kesehatan
masyarakat. Sedangkan untuk tenaga kesehatan lainnya masih membutuhkan
penambahan kuantitas tenaga kesehatan seperti yang tercantum pada tabel
sehingga pola ketenagaan minimal untuk penyelenggaraan upaya wajib
puskesmas berdasarkan standar revitalisasi kebijakan dasar pusat kesehatan
masyarakat dapat terpenuhi.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 101
C. PEMBIAYAAN KESEHATAN
Arah kebijakan pembangunan kesehatan sebagaimana dicanangkan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM-N) mencakup
upaya peningkatan jumlah, jaringan dan kualitas puskesmas sertapeningkatan
kualitas tenaga medis, pemgembangan sistem jaminan kesehatan terutama bagi
penduduk miskin.
Anggaran yang di kelola di Dinas Kesehatan Provinsi Pada tahun 2010
dibagi/dikelompokkan dalam 4 kelompok besar, yaitu program/kegiatan yang
bersifat promotif, preventif, kuratif dan preventif. Program/kegiatan yang
bersifat preventif antara lain penerapan kepemerintahan yang baik, program
obat dan perbekalan kesehatan, program pencegahan dan pemberantasan
penyakit, program sumber daya kesehatan, kebijakan dan manajemen
pembangunan kesehatan dan program pendidikan kedinasan. Program/kegiatan
yang bersifat promotif yaitu promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
Program/kegiatan yang bersifat kuratif yaitu program upaya kesehatan
perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Sedangkan program/kegiatan
yang bersifat rehabilitatif yaitu perbaikan gizi masyarakat.
Penganggaran bidang kesehatan untuk tahun anggaran 2010 yang ada
pada satuan kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Barat pada tahun 2010 bersumber dari APBN, APBD dan Dana
Alokasi Khusus.
|Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 102
Tabel 5.18
Alokasi Anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
Tahun Anggaran 2010
No Sumber Dana Alokasi Anggaran Realisasi
1 APBN-DK 20.918.027.000 85,34
2 APBN-TP 17.000.000.000 99,08
3 DAK 8.016.897.000 99,26
4 APBD 8.002.539.000 91,72
54.739.153.500 92,78
Sumber : Program dan Pelaporan Dinas Kesehatan Sulbar, 2011
DINAS KESEHATAN PROVINSI SULAWESI BARAT
JALAN KURUNGAN BASSI NO. 19 MAMUJU
TELPON : 0426-21027 FAX 0426-22579
WEBSITE : DINKES.SULBARPROV.GO.ID
EMAIL : [email protected]; FACEBOOK : PORTAL DINKES SULBAR
Diterbitkan oleh :