Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SEJARAH DAN KIPRAH
BAWASLU PROVINSI DKI JAKARTA
(2012 – 2019)
Penulis : Ahmad Fahrudin Muhammad Jufri Puadi Siti Khofifah Mahyudin Burhanuddin Sitti Rakmah Irwan Supriadi Rambe
KATA PENGANTAR
W.J.S Poerwadaminta dalam kamus besar bahasa Indonesia mengartikan, sejarah sebagai
suatu asal-usul (keturunan) silsilah, kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa
lampau. Mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta memaknai sejarah merupakan pemahaman
masa lampau yang di dalamnya mengandung berbagai dinamika, problematika dan pelajaran bagi
manusia berikutnya. Demikian pentingnya sejarah, tidak mengherankan manakala mantan
Presiden RI Soekarno pada 17 Agustus 1966 mengingatkan bangsa Indonesia dengan jargonnya
yang terkenal ‘Jasmerah’: “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”. (https://id.wikipedia.org).
Secara idealistis, latar belakang penulisan buku ini termotivasi dan terinspirasi spirit dari
pernyataan Bung Karno dan Bung Hatta. Secara realistis, penulisan buku ini bertujuan untuk
merekam, memotret dan mendeskripsikan sejarah, dinamika dan kiprah Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta sejak menjadi institusi permanen (mulai 2012) hingga Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
tahun 2019. Termasuk menarasikan isu-isu seksi kepemiluan yang menjadi sorotan publik maupun
media, baik media konvensional maupun non konvensional (media on line dan media sosial).
Dari percikan sejarah, dinamika dan kiprah yang dinarasikan melalui buku ini
memperlihatkan, betapa komisioner Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan jajarannya tidak saja telah
menjadi saksi penting menganai pasang surut proses pembangunan dan konsolidasi demokrasi di
Indonesia khususnya di Jakarta. Melainkan juga menjadi aktor penting dan strategis dalam proses
pembangunan dan konsolidasi demokrasi, khususnya dalam mengawal pelaksanaan Pemilu 2014,
Pilkada/Pilgub DKI 2017 dan Pemilu Serentak 2019.
Secara periodik, di awal masa kiprahnya, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta membangun sendi-
sendi dan fondasi berorganisasi adalah dengan melakukan penguatan kapasitas organisasi dan
sumber daya manusia dengan cara merekrut kepala sekretariat dan stafnya serta pemenuhan kantor
sekretariat Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota kepada Pemrov DKI yang memadai. Pekerjaan
itu tidak semudah seperti orang membalikkan tangan, tetapi melalui proses alot.
Peran dan fungsi yang dimainkan oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta selama kurun waktu
2012-2017 dan 2017-2019 tersebut tentu tidak bisa dilepaskan dari arahan dan bimbingan Bawaslu
Republik Indonesia Periode 2012-2017 dan Periode 2017-2022 serta fasilitasi Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta, khususnya Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DKI Jakarta yang kala
itu dipimpin oleh Zainal Musappa, sebagai Kepala Badan yang kemudian dilanjutkan oleh Kepala
Bakesbang selanjutnya yakni: Bapak M. Fatahillah, Bapak Rationo, Bapak Muhammad Darwis
dan Bapak Taufan Bakri, Serta komunikasi dan koordinasi yang terjalin baik dengan stakeholder
Pemilu 2014, Pilkada 2017 dan Pemilu 2019.
Akhrinya, Pimpinan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Periode 2012-2017 maupun Pimpinan
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta 2017-2022 mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu hingga tersusun dan terbitnya buku ini. Khususnya kepada Pimpinan Bawaslu RI
Periode 2012-2017 yakni: Prof. Dr. Muhammad, Endang Wihdatiningtyas, Nelson Simanjutak,
Nasrullah, dan Daniel Zuchron, dan Pimpinan Bawaslu RI Periode 2017-2022 yakni: Bapak Abhan
Selaku Ketua Bawaslu, M. Afifuddin, Ratna Dewi Pettalolo, Frizt Edward Siregar, dan Rahmat
Badja.
Terima kasih saya sampaikan kepada Ketua Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Periode 2012-
2017 Mimah Susanti dan Anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Periode 2012-2017 Achmad
Fachrudin, Komisioner Bawaslu DKI Jakarta Periode 2017-2012 dan Anggota Bawaslu Periode
2018-2023, Juga kepada Plt Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Ahmad Dahlan
(2012), Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Nugroho (2013), Kepala Sekretariat
Bawaslu Masykur Ishak (2013-2019), dan Kepala Badan Kesbangpol Provinsi DKI Jakarta Bapak
Taufan Bakri dan juga mantan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DKI Zainal Musappa,
M. Fatahillah, Ratiyono dan Muhammad Darwis serta semua pihak yang telah ikut membantu dan
mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta selama ini.
Jakarta, Desember 2019
BAWASLU PROVINSI DKI JAKARTA
KETUA
MUHAMMAD JUFRI, S.Sos, M.Si
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………………….……… hal
Daftar Isi ……………………………………………..……..………………………… hal
Pendahuluan …………………………………………..……………………………… hal
BAB I. Lahirnya Bawaslu Provinsi DKI Jakarta …………………………………………. hal
A. Awal Mula Lahirnya Bawaslu Provinsi DKI Jakarta ………………………………. hal
B. Aktivitas Pertama Bawaslu Provinsi DKI Jakarta …………………………………… hal
C. Membentuk Sekretariat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta ……………...…….. hal
D. Kantor Sekretariat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta ………………………………….. hal
BAB II. Mengawal Pemilu Legislatif 2014 ……………..…………………………….hal
A. Pengawasan Data dan Daftar Pemilih ………………………………………..……hal
B. Pengawasan Verifikasi Partai Politik dan Pencalegan ………………………..…… hal
C. Pengawasan Kampanye dan Dana Kampanye ……………………………..……… hal
D. Pengawasan Perlengkapan Pemungutan Suara …………………………….…….... hal
E. Pengawasan Rekapitulasi Penghitungan Suara ……………………..…………….. hal
F. Pengawasan Penetapan Kursi Anggota DPRD DKI …………………..…………...hal
G. Penanganan Pelanggaran Pemilu Legislatif dan PHPU …………………..…….… hal
H. Pengawasan Partisipatif …………………………………………………..……….. hal
BAB III. Mengawal Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 …………….…….. hal
A. Pengawasan di Tengah Keterbatasan Personalia……………. …………………….. hal
B. Pengawasan Data dan Daftar Pemilih ……………………………….………………hal
C. Pengawasan Kampanye ……………………………………………………………. hal
D. Pengawasan Pengadaan dan Distribusi Logistik ……………………………………hal
E. Pengawasan Pemungutan dan Penghitungan Suara ………………………………... hal
F. Pengawasan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara ……………………………… hal
G. Penanganan Pelanggaran Pilpres dan PHPU ……………………………….……… hal
H. Penanganan Pengaduan Dugaan Pelanggaran Pasangan Calon Presiden ………… hal
I. Penerimaan Penghargaan (Bawaslu Award) 2014 ……………………………….. hal
BAB IV. Mengawal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI 2017 ….….. hal
A. Pilgub Rasa Pilpres ……………………………………………………………. …. hal
B. Pengawasan Pilgub DKI 2017 ………..……………………………………….….. hal
1. Data Pemilih …………………………………………………………………… hal
2. Pencalonan ………………………………………………………………….…. hal
3. Alat Peraga Kampanye ………………………………………….…………..…..hal
4. Pemungutan Suara ………………………………………………..……………. hal
5. Sengketa Proses ………………………………………………………………… hal
C. Isu Seksi Pilgub DKI 2017….…………..………………………………………...….. hal
1. Politik Sembako …………………………………………………………………. hal
2. Politik Identitas/Sara ……………………………………………………..……… hal
3. Surat Keterangan Suket ………………………………………………………….. hal
4. Pemungutan Suara Ulang ………………………………………………………… hal
D. Penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017…………………. hal
E. Penerimaan Penghargaan (Bawaslu Award) 2017 ……………………………………. hal
Bab V. Mengawal Pemilu Serentak 2019………………………….…………………… hal
Bab VI. Romantika Bawaslu Provinsi DKI Jakarta ………………………………… hal
Bab VII. Penutup: Kesimpulan dan Saran-saran …………………………………… . .hal
PENDAHULUAN
Undang Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan, Pemilu merupakan sarana
kedaulatan rakyat untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Menurut Ramlan Surbakti, pada dasarnya ada tiga tujuan Pemilu, yakni: pertama, sebagai
mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan alternatif kebijakan umum.
Kedua, Pemilu juga dapat dikatakan sebagai mekanisme memindahkan konflik kepentingan dari
masyarakat kepada badan-badan perwakilan rakyat melalui wakil-wakil rakyat yang
memenangkan kursi sehingga integrasi masyarakat tetap terjaga. Ketiga, Pemilu merupakan sarana
memobilisasikan dan/atau menggalang dukungan rakyat terhadap negara dan pemerintahan
dengan jalan ikut serta dalam proses politik.
Pemilu dianggap sebagai kriteria penting untuk mengukur kadar demokrasi sebuah sistem
politik. Menurut Dahl (1985), Carter dan Herz (1982), Mayo (1982), Ranney (1990) dan
Sundhaussen sebagaimana dikutip Eef Saifullah Fatah, bahwa kadar demokrasi sebuah
pemerintahan dapat diukur, antara lain, dari ada-tidaknya Pemilu yang mengabsahkan
pemerintahan itu. Kenapa kita memilih demokrasi? Karena demokrasi, sebagaimana dikatakan
Dahl, menghasilkan akibat-akibat yang diinginkan suatu masyarakat dan negara, yakni: (1)
menghindari tirani; (2) Hak Asasi Manusia; (3) kebebasan umum; (4) menentukan nasib sendiri;
(5) otonomi moral; (6) perkembangan manusia; (7) menjaga kepeningan pribadi yang utama; (8)
persamaan politik. Sedangkan pada negara-negara demokrasi modern menghasilkan (9)
perdamaian dan (10) kemakmuran.
Pentingnya Pemilu demokratis, menurut Valina Singka Subekti, karena implikasi yang
ditimbulkannya: pertama, pemerintahan yang akan terbentuk, kedua, Presiden dengan
pemerintahan yang akan dibentuk; ketiga, pada kehidupan kepartaian. Artinya Pemilu adalah
faktor yang sangat menentukan bagi keselurahan proses terbentuknya sistem politik yang
demokratis. Peningkatan kualitas dapat menjadi sarana peningkatan kualitas demokrasi. Selain itu,
Samuel Huntington berpendapat, Pemilu merupakan cara untuk memperlemah dan mengakhiri
rezim-rezim otoriter.
Pada hakikatnya sebagai arena kompetisi politik yang sehat, menurut Peneliti KePemiluan
Eef Saifullah Fatah, Pemilu demokratis membutuhkan sejumlah persyaratan, diantaranya:
pertama, ada pengakuan terhadap hak pilih universal. Semua warga negara, tanpa pengecualian
yang bersifat ideologis dan politis, diberi hak untuk memilih dan dipilih dalam Pemilu. Kedua, ada
keleluasan untuk membentuk “tempat penampungan bagi pluralitas aspirasi masyarakat”. Ketiga,
tersedia mekanisme rekrutmen politik bagi calon wakil rakyat yang demokratis. Harus ada sebuah
mekanisme pemilih calon wakil rakyat yang tidak top down (diturunkan oleh elit partai dan
penguasa, dari atas), tetapi button up.
Keempat, ada kebebasan bagi pemilih untuk mendiskusikan dan menentukan pilihan.
Tanpa keleluasan tersebut sebua proses Pemilu dapat menjebak masyarakat pemilih untuk
“membeli kucing dalam karung”. Kelima, ada komite atau panitia pemilihan yang independen.
Keenam, ada keleluasan bagi setiap kontestan untuk berkompetisi secara sehat. Ketujuh, netralitas
birokrasi. Dalam praktik sistem politik manapun, prosesi Pemilu senantiasa tidak bisa melepaskan
diri dari peran birokrasi. Bagaimanapun, manajemen Pemilu sebuah kerja birokrasi. Dalam kontek
ini, Pemilu demokratis-kompetitif membutuhkan birokrasi yang netral, tidak memihak, dan tidak
menjadi perpanjangan tangan salah satu kekuatan politik yang ikut bertarung dalam Pemilu.
International IDEA merumuskan 15 (lima belas) menyusun kriteria Pemilu demokratis, yakni:
(1) penyusunan kerangka hukum; (2) sistem Pemilu, (3) penentuan distrik pemilihan dan definisi
batasan unit Pemilu, (4) hak memilih dan untuk dipilih, (5) badan pelaksana Pemilu, (6)
pendaftaran pemilih dan pemilih terdaftar, (7) akses kertas suara partai politik dan kandidat, (8)
kampanye Pemilu demokratis, (9) akses media dan kebebasan berekspresi, (10) pembiayaan dan
pengeluaran kampanye, (11) pemungutan suara, (12) penghitungan dan tabulasi suara, (13)
peranan wakil partai dan kandidat, (4) pemantauan Pemilu, dan (15) kepatuhan dan penegakan
hukum.
Untuk menyelenggarakan Pemilu, ada tiga institusi yang diberi mandat oleh Undang
undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, yakni: (1) KPU yakni: lembaga Penyelenggara Pemilu
yang bersifat nasiona, tetap, dan mandiri, (2) Badan Pengawas Pemilu yakni: lembaga
Penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu dan (3) Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang bertugas menangani pelanggara kode etik
Penyelenggara Pemilu. Sebelumnya DKPP menjadi ‘pengadil’ pelanggaran kode etik
Penyelenggara Pemilu, namun bukan institusi terpisah dan mandiri. Melalui Undang undang No.
7 tahun 2017 tentang Pemilu, DKPP menjadi institusi Penyelenggara Pemilu yang kedudukannya
sejajar dengan KPU dan Bawaslu.
Dalam sejarah pelaksanaan Pemilu di Indonesia, Pengawas Pemilu baru muncul pada era
1980-an. Pada pelaksanaan Pemilu yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada 1955 belum
dikenal istilah pengawasan Pemilu. Pada Pemilu 1995, Pemilu dilaksanakan oleh suatu badan yang
disebut dengan Badan Penyelenggara Pemilu (BPP) dengan berpedoman pada Surat Edaran
Menteri Kehakiman Nomor JB.2/9/4 Und.Tanggal 23 April 1953 dan 5/11/37/KDN tanggal 30
Juli 1953. Badan tersebut berada di tingkat pusat bernama Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) Pusat,
Panitia Pemilihan (PP) Provinsi, Panitia Pemilihan Kabupaten (PPK), dan Panitia Pemungutan
Suara (PPS) yang dibentuk di setiap kecamatan oleh Menteri Dalam Negeri.
Banyak kalangan pengamat maupun peserta Pemilu 1955 mengakui, Pemilu 1955 telah
berlangsung cukup Luber, Jurdil dan demokratis. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari
profesionalitas dan integritas BPP yang menjadi Penyelenggara Pemilu 1955. Boleh dikatakan
pada Pemilu 1955, fungsi BPP merangkap selain melaksanakan Pemilu sekaligus juga mengawasi
Pemilu. Ini khas Indonesia. Bahkan di sejumlah negara, KPU diberikan ”power” quasiyudisial
sehingga dapat memutus pelanggaran Pemilu.
Dengan profesionalitas dan integritas BPP, menimbulkan trust atau kepercayaan yang
tinggi dari seluruh peserta Pemilu dan masyarakat khususnya pemilih terhadap Pemilu yang
dimaksudkan untuk membentuk lembaga parlemen dan memilih anggota parlemen yang saat itu
disebut sebagai Konstituante. Adanya dorongan semangat nasionalisme dari elit politik dan
keinginan menunjukkan kepada dunia bahwa meskipun sebagai negara baru merdeka telah mampu
melaksanakan Pemilu secara demokratis.
Meskipun terjadi konflik, pertentangan ideologi dan bahkan intimidasi pada tahap akhir
kampanye dan pemungutan suara di sejumlah daerah di Indonesia, tetapi dapat dikatakan sangat
minim terjadi kecurangan dalam pelaksanaan tahapan. Menurut pengamat dan peneliti politik LIPI
Alfian, dari segi pelaksanaan, Pemilu 1955 dapat dikatakan berjalan dengan bersih dan jujur, dan
oleh karena itu suara yang diberikan anggota masyarakat mencerminkan aspirasi dan kehendak
mereka dan adil serta demokratis. Dalam pandangan Indonesianis Amerika Serikat Lance Castle,
Pemilu 1955 dipandang sebagai prestasi gemilang, afirmasi kebangsaan dan jawaban nyata kepada
kaum skeptis di dalam dan luar negeri yang mengklaim bangsa Indonesia tidak sanggup
berdemokrasi.
Seiring dengan tumbangnya regim orde lama dan munculnya regim orde baru, Pemilu tetap
dilaksanakan. Hanya saja namanya mengalami perubahan. Jika di Pemilu 1955 bernama BPP, di
masa orde Baru berubah nama menjadi Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dan Panitia Pemilihan
Indonesia (PPI) dengan Keputusan Presiden No. 3 tahun 1970. Di masa Orde Baru, Pemilu berhasil
dilaksanakan sebanyak 6 (enam) kali, yakni: 1971, 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997.
Penyelenggara Pemilu adalah PPI dan LPU berasal dari unsur partai politik dan pemerintah dengan
Ketua LPU dijabat ex officio Menteri Dalam Negeri.
Begitu juga Panitia Pemilihan Indoinesia (PPI), Panitia Pemilihan Daerah (PPD) I dan II,
dan Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih) secara ex officio dijabat oleh Mendagri, Gubernur,
Bupati, Walikota Madya, dan Camat dan Kepala Desa/Lurah. Untuk pelaksanaan Pemungutan
dan Penghitungan Suara dibentuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), dan di
luar negeri dibentuk Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), Panitia Pemilihan Suara Luar Negeri
(PPSLN), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) yang bersifat
sementara atau ad hoc.
Sedangkan Institusi Pengawas Pemilu baru muncul pada pelaksanaan Pemilu 1982,
dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu) dengan Ketua Panitia
Pengawas Pusat sampai daerah ex officio dijabat oleh Jaksa Agung, Kepala Kejaksaan Tinggi (Dati
I) dan Kejaksaan Negeri (Dati II). Pembentukan Panwaslak Pemilu pada Pemilu 1982 dilatari oleh
protes-protes atas banyaknya pelanggaran dan manipulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh
para petugas Pemilu pada Pemilu 1971. Karena pelanggaran dan kecurangan Pemilu yang terjadi
pada Pemilu 1977 jauh lebih masif. Protes-protes ini lantas direspon pemerintah dan DPR yang
didominasi Golkar dan ABRI.
Akhirnya muncullah gagasan memperbaiki undang-undang yang bertujuan meningkatkan
'kualitas' Pemilu 1982. Demi memenuhi tuntutan PPP dan PDI, pemerintah setuju untuk
menempatkan wakil peserta Pemilu ke dalam kepanitiaan Pemilu. Selain itu, pemerintah juga
mengintroduksi adanya badan baru yang akan terlibat dalam urusan Pemilu untuk mendampingi
Lembaga Pemilihan Umum (LPU), selain mengintroduksi Panwaslak Pemilu.
Terkait dengan hal ini, Ramlan Surbakti dan Hari Fitrianto menyatakan sebagai berikut:
“Pemerintah Orde Baru memang terkesan akomodatif dengan tuntutan masyarakat dan
seolah-olah memiliki itikad yang sungguh-sungguh untuk menciptakan Pemilu yang
demokratis ketika memutuskan untuk membentuk panwaslak, namun jika dilihat kompoisisi
keanggotaan dan skema pertanggungjawaban Panwaslak, kebijakan pembentukan
Panwaslak hanya terkesan lip-services. Keanggotaan Panwaslak dari pusat sampai ke daerah
jika dilihat dari komposisinya merupakan aparatur pemerintah yang memiliki loyalitas
tunggal yakni pada Golkar, terlebih komposisi tersebut diperkuat dengan kehadiran PNS
(Birokrasi), ABRI, dan Golkar dalam Panwaslak yang bisa dikatakan kekuatan yang
manunggal untuk mendukung kekuasaan pemerintah Orde Baru dan Golkar. Alhasil ketika
Panwaslak membahas tentang dugaan manipulasi suara, dugaan tersebut akan “mental”
sejak awal di dalam pembahasan internal Panwaslak sendiri. Karena secara jumlah kekuatan
suara yang pro pemerintah Orba jauh lebih banyak, yakni terdiri dari 4 kekuatan, kejaksaan,
Depdagri, ABRI, dan Golkar. Bandingkan dengan kekuatan yang kontra hanya terdiri dari 2,
PDI dan PPP. Maka jika diperlukan voting, jelas kalah jumlah suara. Kedua, berkaitan
dengan skema pertanggungjawaban Panwaslak yang secara horizontal kepada LPU secara
terang benderang merupakan sebuah paradox. Bagaimana bisa sebuah lembaga dibentuk
untuk mengawasi lembaga lain, sedangkan lembaga yang mengawasi tersebut
bertanggungjawab kepada lembaga yang diawasi. Sudah bisa ditebak, sejak awal
pengawasan yang dilakukan Panwaslak hanyalah lipservice saja. Panwaslak yang pada
awalnya dimaksudkan untuk mengembalikan penyelenggaraan Pemilu yang demokratis, pada
praktiknya berubah menjadi lembaga yang turut memperkuat posisi pemerintah Orba dan
Golkar dalam Pemilu. Panwaslak hanya dijadikan lembaga yang melegitimasi bahwa Pemilu
yang dilaksanakan oleh Pemerintah dan LPU telah demokratis, karena telah mampu
memproses keberatan dan kasus pelanggaran Pemilu sesuai prosedur”.
Secara umum banyak kalangan peneliti dan pengamat politik beranggapan,
penyelenggaraan Pemilu di masa orde baru secara umum Pemilu di masa Orde Baru dianggap
tidak memenuhi syarat untuk dikatakan sebagai Pemilu demokratis. Hal ini disebabkan karena
dengan sengaja (by design) memanipulasi prinsip-prinsip demokrasi dan diselenggarakan untuk
mempermanenkan kekuasaan politik yang berlaku. Dalam pandangan pengamat politik William
R. Lidle, Pemilu di masa regim Orde Baru tidak demokratis dan merupakan instrument mesin Orde
Baru dan guna memperkuat legitimasi kekuasan Presiden Soeharto.
Sebagian pengamat lainnya menilai, Pemilu di masa Orde Baru diwarnai dengan
kecurangan seperti manipulasi oleh aparat pemerintah, tekanan birokrasi, monopoli media,
lembaga penyelenggara yang tidak adil, dan korupsi dilakukan oleh petugas pengadilan yang justru
semuanya berujung pada melindungi kepentingan–kepentingan Orde Baru, dengan Golkar sebagai
mesin politik utama dan satu-satunya. Dalam pandangan Pengamat Politik Amerika Serikat Harold
Crouch, Golkar yang merupakan ciptaan dari penguasa militer dan tidak bisa dipisahkan dari
identitasnya. Golkar tidak mempunyai basis kepartaian dan tidak memiliki jejaring dengan
rakyatnya, sebagai bentuk federasi yang digerakkan oleh prajurit-prajurit sementara dengan tujuan
untuk melemahkan posisi partai politik.
Mencermati dan mempelajari penyelenggaraan Pemilu yang tidak demokratis di masa Orde
Baru, Peneliti LIPI Syamsuddin Harris merekomendasikan format Pemilu agar memenuni syarat:
pertama, adanya kebebasan memilih bagi masyarakat; kedua, terbukanya peluang kompetisi
diantara partai politik peserta Pemilu sebagai konsekwensi logis adanya kemerdekaan berserikat
bagi masyarakat; ketiga, berkurangnya secara signifikan peluang bagi birokrasi mendistorsikan
proses Pemilu sebagai tuntutan netralitas birokrasi di satu pihak, dan pembatasan unsur-unsur
pemerintah di lain pihak; serta terbuka peluang bagi masyarakat dan organisasi-organisasi untuk
ikut melakukan pengawasan secara sukarela terhadap hampir semua proses Pemilu.
Selain itu, sebagaimana dikatakan Dosen Universitas Indonesia Valina Singka Subekti,
yang harus diperbaiki adalah electoral process, yakni: pertama, diperlukan independensi Panitia
Pelaksana Pemilu. Selama ini struktur LPU didominasi aparat birokrasi dan pemerintah. Pantarlih
dan KPPS dan Panitia Pengawas Pemilu sejak pusat sampai Kecamatan juga didominasi
pemerintah. Kedua, perlu dilembagakan kampanye yang berlangsung secara adil terhadap semua
peserta Pemilu. Ketiga, diperbolehkan berdirinya semacam Komite Pengawas Pemilu yang
independen yang didirikan di luar pemerintah, semacam NAMFREL di Filipina. Keempat, proses
penghitungan suara harus dijamin kerahasiaan dan kejujurannya. Untuk menghindari manipulasi,
saksi penghitungan suara dari peserta Pemilu. Kelima, ABRI dan birokrasi sipil (Pegawai Negeri
Sipil) harus berdiri diatas semua golongan, tidak berpihak kepada salah satu kontentas.
Seiring dengan lengser keprabonnya Presiden Soerharto karena gelombang protes
mahasiswa pada 1998 dan munculnya era reformasi, tuntutan dan desakan reformasi Pemilu dan
institusi Penyelenggara Pemilu makin kencang. Dimulai dari perubahan nama dari LPU menjadi
Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam pandangan mantan anggota KPU RI Andi Alfian
Malarangeng, perubahan nama dari LPU ke KPU bukan sekadar perubahan istilah, melainkan juga
terjadi perubahan substansial dalam fungsi dan peranannya. Manakala LPU di masa Orde Baru
menjadi mesin politik electoral yang digunakan untuk merekayasa kegitimasi dukungan
masyarakat. Saat ini, terutama sejak Pemilu 1999, KPU harus mampu benar-benar melaksanakan
fungsinya sebagai Pemilu yang Luber dan Jurdil.
Dengan KPU, dimaksudkan untuk meminimalisasi campur tangan penguasa dalam
pelaksanaan Pemilu mengingat penyelenggara Pemilu sebelumnya, yakni LPU, merupakan bagian
dari Kementerian Dalam Negeri (sebelumnya Departemen Dalam Negeri). Di sisi lain lembaga
Pengawas Pemilu tetap dipertahankan dengan argument karena institusi ini memiliki kedudukan
strategis dalam menjaga Pemilu agar berlangsung dengan prinsip Pemilu yang Luber dan Jurdil.
Namun nomenklaturnya mengalami perubahan: dari Panwaslak Pemilu menjadi Panitia Pengawas
Pemilu (Panwaslu). Pun demikian dari sisi strukturm fungsi dan mekanisme kerjanya dilakukan
sejumlah perbaikan signifikan.
Menyadari masih banyak kelemahan mendasar dalam Penyelenggara Pemilu, DPR bersama
pemerintah melakukan penyempurnaan atas Undang undang No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu.
Maka lahirlah Undang undang No. 12 Tahun 2003. Salah satu perubahan mendasar adalah terkait
dengan latar belakang dan syarat keanggotaannya. Manakala pada Pemilu 1999, unsur
Penyelenggara Pemilu berasal dari Partai Politik dan pemerintah. Namun pada Undang undang
No. 12 tahun 2003, Penyelenggara Pemilu harus berasal dari kalangan individu independen. Selain
itu, Undang undang No. 12 tahun 2003 juga mengamanatkan agar dalam pelaksanaan pengawasan
Pemilu dibentuk sebuah lembaga ad hoc terlepas dari struktur KPU yang terdiri dari Panitia
Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota,
dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan. Selanjutnya kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan
melalui Undang undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dengan dibentuknya
sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Adapun aparatur Bawaslu dalam pelaksanaan pengawasan berada sampai dengan tingkat
kelurahan/desa dengan urutan Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu
Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di
tingkat kelurahan/desa. Berdasarkan ketentuan Undang undang No. 22 Tahun 2007, sebagian
kewenangan dalam pembentukan Pengawas Pemilu merupakan kewenangan dari KPU. Namun
selanjutnya berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap judicial review (JR)
yang dilakukan oleh Bawaslu terhadap Undang undang No. 22 Tahun 2007, rekrutmen pengawas
Pemilu sepenuhnya menjadi kewenangan dari Bawaslu. Kewenangan utama dari Pengawas Pemilu
menurut Undang undang No. 22 Tahun 2007 adalah untuk mengawasi pelaksanaan tahapan
Pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi,
pelanggaran pidana Pemilu, serta kode etik.
Kelembagaan pengawas Pemilu terus mengalami dinamika dengan terbitnya Undang
undang No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Secara kelembagaan, pengawas Pemilu
dikuatkan kembali dengan dibentuknya lembaga tetap Pengawas Pemilu di tingkat provinsi dengan
nama Badan Pengawas Pemilu Provinsi (Bawaslu Provinsi). Selain itu pada bagian kesekretariatan
Bawaslu juga didukung oleh unit kesekretariatan eselon I dengan nomenklatur Sekretariat Jenderal
Bawaslu. Selain itu pada konteks kewenangan, selain kewenangan sebagaimana diatur dalam
Undang undang No. 22 Tahun 2007, Bawaslu berdasarkan Undang undang No. 15 Tahun 2011
juga memiliki kewenangan untuk menangani sengketa Pemilu.
Penting dicatat, penguatan institusi Pengawas Pemilu tidak dapat dilepaskan dari peran dan
dukungan dari berbagai elemen dan komponen kalangan civil society yang tergabung dalam
Aliansi Masyarakat Amankan Pemilu (terdiri dari 23 organisasi dan 113 individu yang prihatin
atas penyelenggaraan Pemilu. Mereka kemudian mengajukan judicial review ke MK. Yang
digugat terutama Pasal 11 huruf I dan Pasal 85 huruf I Undang undang No. 15 tahun 2011 tentang
Penyelenggara Pemilu. Gugatan tersebut dikabulkan oleh MK dengan terbitnya Putusan No.
11/PUU-VIII/2010.
Dalam putusan tersebut ditafsirkan oleh MK, apa yang dimaksud dengan “Pemilihan
Umum diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilu yang bersifat tetap dan mandiri sebagaimana
dimaksud Undang Undang Dasar 1945 Pasal 22E ayat 5”, tidak merujuk kepada sebuah nama
institusi, akan tetapi merujuk kepada fungsi penyelenggaraan Pemilihan Umum yang bersifat
nasional, tetap dan mandiri. Dengan demikian, menurut MK, fungsi penyelenggaraan Pemilihan
Umum tidak hanya dilaksanakan oleh KPU, akan juga termasuk lembaga pengawas Pemilu dalam
hal ini Bawaslu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, tetap
dan mandiri.
Dengan demikian menurut MK, KPU dan Bawaslu posisinya sejajar, yakni: sama-sama
sebagai Penyelenggara Pemilu yang masing-masing mempunyai fungsi berbeda. Oleh karena itu,
masing-masing harus berdiri sendiri, sejajar dan saling mandiri. Semua ketentuan yang
menggantungkan satu dengan yang lain, harus dihilangkan. Menurut Deklarator Perkumpulan
Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Didik Supriyanto yang juga termasuk dalam penggugat
Undang undang No. 15 tahun 2011 tentang Pemilu, inilah legal konstitsional sehingga Undang
undang No. 22 tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu menempatkan KPU sebagai induk
Bawaslu juga dihapus.
Meskipun demikian, rupanya perumus dan penyusun Undang undang No. 15 tahun 2011
tentang Penyelenggara Pemilu belum puas dan merasa masih perlu menegaskan kesejajaran hukum
antara KPU dan Bawaslu yang sudah diputuskan oleh MK. Caranya dengan melakukan penguatan
terhadap kapasitas dan terutama sumber daya manusia Pengawas Pemilu. Hal ini bisa terlihat dan
terbaca dari persyaratan minimal pendidikan untuk menjadi anggota Panwaskota/Kabupaten
minimal berpendidikan S-1.
Sedangkan untuk KPU Kota/Kabupaten cukup dengan bermodalkan ijazah SLTA. Yang
terberat adalah syarat kompetensi. Sebagaimana tertera pada Undang undang No. 15 tahun 2011
tentang Penyelenggara Pemilu Pasal 85 ayat e, untuk menjadi anggota Bawaslu RI, Bawaslu
Provinsi dan Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota harus memiliki kemampuan dan keahlian yang
berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu dan pengawasan Pemilu. Sedangkan untuk menjadi
anggota KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten Pasal 11 ayat d cukup mempersyaratkan
memiliki pengetahuan dan keahlian yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu.
Berbeda dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) KPU yang harus menyelenggarakan seluruh
tahapan Pemilu. Sedangkan tupoksi Bawaslu adalah mengawal, mengawasi dan memastikan
seluruh tahapan Pemilu berlangsung sesuai dengan asas-asas Pemilu. Adapun tupoksi Bawaslu
sebagaimana diamanatkan Undang undang No. 15 tahun 2011 tentang Penyelengggara Pemilu
adalah (1) menegakkan integritas penyelenggara, transparansi penyelenggaraan dan akuntabilitas
Pemilu; (2) mewujudkan Pemilu yang demokratis, dan (3) memastikan terselenggaranya Pemilu
secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dan berkualitas, serta dilaksanakannya peraturan
perundangan mengenai Pemilu secara menyeluruh.
Banyak kalangan mengharapkan, komposisi dan konfigurasi keanggotaan Bawaslu yang
berumur rata-rata di bawah (lima pulihan) tahun saat dilantik pada 2012 dan akan mengemban
melaksanakan amanat Undang undang No. 15 tahun 2011 tentang Pemilu dan bertugas mengawasi
pelaksanaan Pemilu 2014 akan dilakukan secara maksimal dan efektif. Adapun komisioner
Bawaslu RI Periode 2012-2017 adalah sebagai berikut: 1. Daniel Zuchron, 2. Endang
Wihdatiningtyas, 3. Muhammad, 4. Nasrullah, dan 5. Nelson Simanjutak. Adapun visi Bawaslu
2010-2014 yang harus diemban Bawaslu 2012-2017 adalah “Tegaknya Integritas Penyelenggara
Pemilu, Penyelenggaraan, dan hasil Pemilu Melalui Pengawasan Pemilu yang Berintegritas dan
Berkredibilitas untuk Mewujudkan Pemilu yang Demokratis”.
Berbagai terobosan penting dilakukan oleh Bawaslu 2012-2017. Salah satunya adalah
mendorong kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengawasan Pemilu melalui gerakan
Sejuta Relawan Pengawas Pemilu (GSRPP) secara nasional. Sementara yang berkaitan dengan
pelaksanaan tugas penanganan pelanggaran Pemilu, secara umum Bawaslu dapat melaksanakan
sesuai dengan kewenangannya. Namun dalam hal penanganan tindak pidana Pemilu masih
terdapat berbagai kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan kewenangan yang dimiliki
Bawaslu dalam melakukan penindakan. Keterbatasan kewenangan Bawaslu dapat dilihat dari
keterbatasannya mulai dari menerima laporan sampai dengan meneruskan kepada pihak yang
berwenang. Keterbatasan kewenangan inilah yang membuat proses penegakan hukum Pemilu
khususnya penindakan di bidang tindak pidana Pemilu dirasakan oleh berbagai pihak masih sangat
kurang menimbulkan ketidakpuasan masyarakat.
Tantangan nyata yang dihadapi Bawaslu RI 2012-2017 adalah mengawasi pelaksanaan
Pemilu 2014. Hal ini sangat tidak mudah karena oleh banyak kalangan diprediksi, Pemilu 2014
akan banyak terjadi problem dan konflik. Tanda-tanda bakal terjadi kesemrawutan sudah mulai
terlihat dari mulai tahapan paling awal, yakni: tahapan verifikasi partai politik. Diantaranya saat
KPU meloloskan 18 partai politik saat verifikasi administrasi pada tahap pertama yang dianggap
tidak mengindahkan prosedur yang berlaku. Bukan itu saja, keputusan KPU tersebut kemudian
diadukan oleh Bawaslu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan sejurus
kemudian DKPP mengabulkan gugatan Bawaslu dan KPU harus melakukan verifikasi ulang.
Derngan demikian, pada tahap pemutakhiran data pemilih berlangsung dengan banyak
kelemahan terutama akibat banyak data invalid sehingga menimbulkan kekisruhan. Pun demikian
kegiatan pemungutan dan penghitungan suara. Sedangkan dari sisi pelanggaran administrasi,
berdasarkan laporan Kompas, berdasarkan data Bawaslu terjadi sebanyak 7.184 temuan/laporan
meliputi pada tahap pemutakhiran data pemilih terjadi 935 pelanggaran, pada tahap kampanye
4.581 pelanggaran, serta pada tahap pemungutan dan penghitungan suara terjadi 922 pelanggaran.
Sebagai kepanjangan tangan dari Bawaslu RI, tentu saja Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
harus mampu pula melaksanakan tugas dan fungsinya dalam melakukan pengawasan dan
penanganan pelanggaran pada Pemilu 2014. Apalagi acapkali Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
dijadikan barometer atau parameter dalam pengawasan dan penanganan pelanggaran Pemilu di
tingkat provinsi. Untuk tugas itu, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta berusaha mengembannya dengan
sungguh-sungguh dan penuh tanggungjawab.
Hal yang sama dilakukan oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta terkait dengan pencegahan
dan penegakan hukum pada Pilkada DKI 2017, yang oleh banyak kalangan digambarkan sebagai
Pilkada Rasa Pilpres (2019). Pilkada DKI 2017 dianggap rasa Pilpres 2019 disebabkan demikian
kompetitif dan sengitnya persaingan dan sekaligus sebagai pemanasan menjelang Pilpres 2019.
Berbagai masalah dan isu krusial muncul di Pilkada DKI. Diantaranya kisruh data pemilih, politik
uang/politik sembako, politik identitas, kampanye hitam, dan lain sebagainya.
Dinamika politik paska Pilkada DKI 2017 berlangsung demikian cepat. Salah satunya
adalah terkait dengan revisi Undang undang No. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu dan
Undang undang No. 42 tahun 2018 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Setelah
melalui tarik ulur yang tajam di kalangan politisi di DPR, akhirnya berhasil ditelorkan UNDANG
UNDANGPemilu baru yang disebut dengan Undang undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Diantara perubahan mendasar pada Undang undang No. 7 Tahun 2017 yaitu: peningkatan status
kelembagaan Pengawas Pemilu di tingkat Kabupaten/Kota yang semula berbentuk kepanitian (ad
hoc) menjadi bentuk Badan (bersifat tetap), dan penguatan kewenangan yakni: pertama sebagai
pengawas Pemilu, kedua juga mengadili. Bawaslu sebagai salah satu lembaga penyelenggara
Pemilu bertugas melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemilu memiliki wewenang
antara lain mengawasi pelaksanaan tahapan-tahapan Pemilu, menerima laporan-laporan dugaan
Pemilu, dugaan pelanggaran Pemilu, dan menindaklanjuti temuan atau laporan kepada instansi
yang berwenang.
Seiring berjalannya waktu, dengan adanya Undang undang No. 7 Tahun 2017, ada
penguatan kewenangan Bawaslu dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Salah satu
penguatannya yaitu temuan Bawaslu tidak lagi berupa rekomendasi, tetapi sudah menjadi putusan.
Menurut Undang undang No. 7 tahun 2017, Bawaslu memiliki kewenangan memutus pelanggaran
administrasi sehingga temuan pengawas Pemilu tidak hanya bersifat rekomendasi tetapi bersifat
putusan/keputusan yang harus dilaksanakan oleh para pihak. Bawaslu juga diberikan mandat dasar
berupa pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran Pemilu dan sengketa Pemilu. Selain
masih banyak sekali penguatan kewenangan-kewenangan Bawaslu dalam menjalankan tugas dan
fungsinya.
Untuk melaksanakan amanat Undang undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, dari sisi
Penyelenggara Pemilu dilakukan penyegaran. Setelah melalui proses seleksi administrasi hingga
fit and proper test, ujungnya ditentukan melalui pemilihan di DPR RI. Melalui mekanisme
pemilihan dengan menggunakan voting terbuka yang dihadiri oleh 55 anggota Komisi II DPR itu,
akhirnya menetapkan lima nama yang memiliki suara terbanyak. Kelima nama tersebut adalah
Ratna Dewi Pettalolo (54 suara), Mochammad Afifuddin (52 suara), Rahmat Bagja (51 suara),
Abhan (34 suara), dan Fritz Edward Siregar (33 suara). Dari lima nama yang terpilih, tercatat
empat orang diantaranya berlatar pendidikan hukum, yakni Ratna Dewi Pettalolo, Rahmat Bagja,
Abhan, dan Fritz Edward Siregar.
Di bawah kepemimpinan Abhan sebagai Ketua Bawaslu, Bawaslu RI meluncurkan slogan
(tagline) baru yaitu 'Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan
Pemilu'. Slogan baru itu mengandung filosofi bahwa Pemilu adalah milik seluruh rakyat Indonesia.
Oleh karena itu, partisipasi rakyat menjadi bagian penting bagi terciptanya Pemilu yang
demokratis dan berkualitas. Selain itu, melalui slogan baru ini, Bawaslu ingin meningkatkan
partisipasi masyarakat untuk turut mengawasi Pemilu. Dengan demikian, masyarakat merasa
menjadi bagian penting dalam penyelenggaraan Pemilu. Jadi bukan hanya datang ke TPS saja, tapi
ikut mengawasi prosesnya. Selain meluncurkan slogan baru, Bawaslu juga merilis tampilan baru
situs resminya, www. bawaslu.go.id. Bawaslu juga menetapkan nama forum diskusi Pemilu yaitu
'Thamrin 14', yang diambil dari alamat Kantor Bawaslu RI di Jalan MH Thamrin Nomor 14.
Tugas utama yang menghadang Bawaslu 2017 adalah menyelenggarakan untuk pertama
kalinya Pemilu Serentak. Yakni: suatu Pemilu yang menggabungkan antara Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden dengan Pemilu Legislatif. Atau lebih tepatnya, sebagaimana didefinisikan Benny Geys dalam
“Explaining Voter Turn Out: a Review of Agregat-Level Research”, Pemilu Serentak sebagai sistem
Pemilu yang melangsungkan beberapa pemilihan sekaligus pada satu waktu bersamaan. Dalam kontek
Indonesia, digelar secara bersamaan antara Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD atau Pemilu
Legislatif (Pileg) serta Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres).
Dalam kontek ini, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta sebagai kepanjangan tangan dari Bawaslu RI,
dan mengingat lokasinya yang berada di ibukota Jakarta Republik Indonesia dianggap sebagai
episentrum perpolitikan nasional dan acapkali menjadi sorotan, dan bahkan dianggap baromenter
dalam setiap kontestasi Pemilu. Buku ini mencoba merekam percikaan sejarah perjalanan, dinamika,
kiprah dan pengabdian Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta periode 2012-2017 hingga Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta periode 2017-2022. Mengingat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta 2017-2022 baru
menginjak usia yang kedua (2019), penulisannya dibatasi hingga Desember 2019. Melalui buku ini,
buku ini jejak historis awal pembentukan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta 2012-2019 dapat direkam,
dinarasikan dan dokumentasikan sebagai bahan renungan, refleksi, pembelajaran dan evaluasi bagi
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta di masa depan.
BAB I
PEMBENTUKAN BAWASLU PROVINSI DKI JAKARTA
A. Awal Mula Lahirnya Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta lahir berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2011
tentang Penyelenggara Pemilihan Umum sebagimana diatur dalam Pasal 69 ayat (1) dan (2). Ayat
(1) Pengawas penyelenggara Pemilu dilakukan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu
Kabupaten/kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar
Negeri. Dan ayat (2) Bawaslu dan Bawaslu Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat
tetap. Dari amanat Undang Undangtersebut Bawaslu Republik Indonesia melakukan perekrutan
anggota Bawaslu Provinsi.
Diawali dengan pembentukan Panitia Seleksi oleh Bawaslu Republik Indonesia yang
berlatar belakang dari unsur Akademisi, Penggiat Pemilu dan Tokoh masyarakat, khusus untuk
Provinsi DKI Jakarta yang menjadi Panitia Seleksi adalah Dr. Sukardi selaku Ketua Tim Seleksi,
dengan anggota Dr. Agus S Irfani, Sri Budi Eka Wardani, Yusfitriadi, dan Agus Melaz . Panitia
Seleksi melakukan rekrutmen calon anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta kurang lebih 2 (dua)
bulan.
Kemudian Panitia seleksi menyerahkan 6 (enam) orang calon anggota Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta untuk mengikuti fit and proper test (FPT) atau Uji Kelayakan dan Kepatutan oleh
Bawaslu Republik Indonesia. Hasilnya, nama nama yang diserahkan diurutkan berdasarkan Abjad
adalah (1) Abdilah Faresi, (2) Ahmad Fahrudin, (3) Andi Maulana, (4) Mimah Susanti, (5)
Muhammad Jufri, (6) Muhaimin. Selanjutnya, Bawaslu Republik Indonesia melakukan FPT di
Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta dan kemudian mengumumkan 3 (tiga) nama yang lolos mejadi
anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta periode 2012 – 2017 adalah (1) Ahmad Fahrudin, (2)
Mimah Susanti, (3) Muhammad Jufri.
Anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta yang terpilih dan sudah diumumkan oleh Bawaslu
Republik Indonesia berserta dengan anggota Bawaslu provinsi yang lain untuk periode 2012 -
2017 dan dilantik oleh Bawaslu Republik Indonesia pada tanggal 21 September 2012 di Hotel
Grand Sahid Jaya Jakarta. Namun Bawaslu Provinsi DKI Jakarta tepilih belum dapat dilantik
karena kepengurusan Anggota Panwaslu Provinsi DKI Jakarta Pada Pilkada 2012 yang anggotanya
adalah (1) Saudara Ramdansyah sebagai Ketua, (2) Muhammad Jufri sebagai anggota, dan (3)
Abdul Rahman Umar Sebagai Anggota, belum berakhir masa jabatannya, karena masa jabatan
anggota Panwaslu Pilkada 2012 ini berakhir setelah pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur
terpilih pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur tahun 2012. Pelantikan Gubernur dan wakil
Gubernur terpilih Ir. Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama dilaksanakan pada Senin tanggal
15 Oktober 2012 di Gedung DPRD Provinsi DKI Jakarta.
Keeseokan harinya pada hari Selasa tanggal 16 Oktober 2012 baru dilaksanakan pelantikan
anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta terpilih periode 2012–2017 oleh Ketua Bawaslu Republik
Indonesia Bapak Dr. Muhammad SIP, M.Si di kantor Bawaslu Republik Indonesia Jalan MH
Thamrin No.14 Jakarta Pusat berdasarkan surat keputusan Nomor 656-KEP tahun 2012. Ketiga
nama anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta yang dilantik saat itu nama-mana berdasarkan abjat
yakni: (1) Ahmad Fahrudin, (2) Mimah Susanti, dan (3) Muhammad Jufri.
Pada Pelantikan Anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Ketua Bawaslu Bapak Dr.
Muhammad dalam sambutannya mengharapkan agar anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dapat
melaksanakan tugasnya secara profesional dan berintegritas. Kemudian Dr. Muhammad, yang
kala itu didampingi anggota Bawaslu Bapak Nasrullah, Nelson Simanjuntak, Daniel Zuchron dan
Ibu Endang Wihdatinigtyas berpesan, agar bersikap total dalam melaksanakan tugas dan
fungisnya. Kepada sanak keluarga yang mendampingi anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta yang
dilantik, Dr. Muhammad berpesan, agar keluarga bisa memaklumi manakala anggota Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta akan pulang larut malam atau jarang pulang, tak lain karena harus
mendahulukan kepentingan tugas negara daripada kepentingan pribadi atau golongan.
B. Aktivitas Pertama Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Usai pelantikan, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta langsung tancap gas. Sebab, pada esok
harinya pada 17-19 Oktober 2012, anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, harus berangkat ke
Batam untuk mengikuti rapat kerja yang dilakukan oleh Bawaslu RI. Di Batam, sebagian besar
perhatian terfokus atau dihabiskan untuk mengikuti agenda kegiatan rapat kerja yang cukup padat.
Di sela-sela kegiatan, sempat membahas dan menyepakati sejumlah agenda kerja yang segera akan
dilaksanakan.
Semula ada rencana pemilihan ketua Bawaslu Provinsi DKI Jakarta akan dilakukan di
Batam di sela-sela rapat kerja. Namun urung dilakukan dan diputuskan karena masih harus saling
mengenal, memahami dan beradaptasi antara satu dengan lainnya. Maklum karena dari segi latar
belakang memiliki sedikit perbedaan meskipun secara substansial ruang lingkup aktivitasnya
saling beririsan.
Ahmad Fachrudin, sebelum menjadi anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta adalah
komisioner anggota dan mantan Ketua KPU Jakarta Selatan serta mantan jurnalis. M. Jufri adalah
mantan anggota Panwaslu DKI Jakarta, dan sudah banyak malang melintang di rimba pemantauan
Pemilu, khususnya di Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat (JPPR). Sementara Mimah Susanti
adalah mantan tenaga ahli di lingkungan Bawaslu RI, selain juga aktivis di organisasi
kemahasiswaan di lingkungan Fatayat (Pemudi) Nahdlatul Ulama (NU).
Rapat pemilihan ketua Bawaslu akan dilanjutkan setelah tiba di Jakarta atau setelah pulang
dari rapat kerja. Mengingat saat itu, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta belum mempunyai kantor
permanen rapat dilakukan di sejumlah tempat. Paling banyak meminjam tempat di kantor Bawaslu
RI, dan kantor Kesbangpol DKI. Pembahasan dimulai dengan mendiskusikan mekanisme
pemilihan: apakah dilakukan secara musyawarah, atau melalui jalan voting.
Setelah melalui serangkaian pertemuan yang diperkirakan terjadi hingga 3-4 kali, akhirnya
berhasil melakukan proses pemilihan Ketua Bawaslu Provinsi DKI Jakarta secara musyawarah
mufakat dengan terpilihnya Mimah Susanti sebagai ketua Bawaslu Provinsi DKI Jakarta .
Sedangkan Muhammad Jufri sebagai Koordinator Divisi Hukum dam Penanganan Pelanggaran
dan Ahmad Fachrudin Koordinator Divisi Sumber Daya Manusia. Pemilihan dan penetapan divisi
dilatari oleh kompetensi dan pengalaman masing-masing.
Selain soal pemilihan ketua, juga membahas agenda kerja mendesak lainnya, khususnya
terkait dengan permohonan kantor Bawaslu Provinsi DKI Jakarta secara permanen kepada Badan
Kesatuan Bangsa (Kesbangpol) DKI dan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk
menggolkan keinginan tersebut. Ketersediaan kantor Bawaslu Provinsi DKI Jakarta sangat
penting dan mendesak demi kelancaran tugas dan program organisasi.
Sebagai institusi demokrasi, bertekad untuk menjadikan organisasi Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta sebagai organisasi yang dikelola dengan professional, transparan dan akuntabel. Namun
demikian, tentu saja di awal perjalanannya sangat tidak mudah. Disana sini, terjadi masalah dan
kendala. Terlebih lagi pada relasi kerja dengan sekretariat. Perbedaan latar belakang kultural,
pergulatan dan orientasi kerja, acapkali menjadi kendala tersendiri dalam membangun soliditas
organisasi. Namun seiring dengan perjalanan waktu, berbagai problem dan kendala tersebut biasa
diatasi. Soliditas organisasi dapat terpelihara hingga akhir masa bakti Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta 2012-2017.
Menurut Undang undang No. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggata Pemilu, tugas dan
wewenang Bawaslu Provinsi DKI Jakarta diantaranya mengawasi tahapan penyelenggaraan
Pemilu di wilayah Provinsi DKI Jakarta, mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen
serta melaksanakan penyusutannya, menerima laporan dugaan pelanggaran Pemilu di Provinsi
DKI Jakarta, menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi DKI Jakarta untuk
ditindaklanjuti, meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada
instansi yang berwenang, menyampaikan laporan (dugaan tindakan oleh penyelenggara Pemilu
yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu) kepada Bawaslu,
mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu; mengawasi pelaksanaan sosialisasi
penyelenggaraan Pemilu; dan melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh
undang- undang.
E. Pembetukan Sekretariat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Setelah pemilihan ketua dan pembagian divisi komisioner Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
rampung, pekerjaan rumah selanjutnya adalah mencari dan mengangkat Kordinator Sekretariat
yang akan membantu Komisioner Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melaksanakan tugas dan
fungsinya. Tugas ini cukup berat karena rupanya untuk mendapatkan Koordinator Sekretariat
tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini karena pada umumnya tidak terlalu banyak
Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan PNS Pemprov DKI
tertarik dan bersedia ditempatkan di organisasi Penyelenggara Pemilu.
Alasannya macam-macam. Mulai alasan bekerja di lingkungan Penyelenggara Pemilu
waktunya tidak jelas (istilahnya hari kalender, bukan hari orang kerja), banyak resiko hingga
alasan kekuatiran Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) lenyap, atau setidaknya tidak sebesar TKD
yang didapat jika bekerja di instansi/SKPD Pemprov DKI. Kendala ini akhirnya menimbulkan
kesan bahwa PNS yang mau bekerja di Bawaslu Provinsi DKI Jakarta adalah PNS bermasalah,
sudah tidak terpakai karena alasan kompetensi atau karena ingin memasuki purna bakti (pensiun).
Padahal sinyalemen semacam itu tidak seluruhnya benar.
Jika mengacu kepada peraturan perundangan, tugas sekretariat Bawaslu Provinsi sangat
strategis. Undang undang No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu Pasal 107 ayat (1)
menyebutkan, untuk mendukung kelancaran tugas dan wewenang Bawaslu Provinsi dan Panwaslu
Kabupaten/Kota, dibentuk Sekretariat Bawaslu Provinsi, Sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota,
dan Sekretariat Panwaslu Kecamatan. Kemudian UNDANG UNDANGtersebut dijabarkan,
melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 80 Tahun 2012 tentang Organisasi, Tugas, Fungsi,
Wewenang, dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Badan Pengawas Pemilihan Umum, Sekretariat
Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi, Sekretariat Panitia Pengawas Pemilihan Umum
Kabupaten/Kota, dan Sekretariat Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan.
Selanjutnya Bawaslu RI menyusun Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) No. 2 Tahun 2013
tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Badan Pengawas Pemilihan Umum,
Sekretariat Badan Pengawas Pemilihan Umum Provinsi, Sekretariat Panitia Pengawas Pemilihan
Umum Kabupaten/Kota, dan Sekretariat Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan. Adapun
wewenang kesekretariatan Bawaslu Provinsi, termasuk DKI Jakarta adalah menyusun dan
menetapkan program kerja dan anggaran Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, menetapkan tata kerja,
sumber daya manusia, mengelola keuangan, dan barang milik negara, menandatangani perjanjian
kerjasama, mengangkat dan memberhentikan Kepala Sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota atas
nama Sekretaris Jenderal, dan mengoordinasikan penyusunan program kerja dan anggaran
Panwaslu Kabupaten/Kota di Provinsi DKI Jakarta.
Selain itu, Tupoksi masing-masing pejabat struktural Bawaslu Provinsi sebagai berikut: (1)
Kepala Sekretariat (Kepala Sekretariat) bertugas memberikan dukungan administratif dan teknis
operasional kepada Bawaslu Provinsi. Selain itu juga berfungsi: koordinasi pelaksanaan tugas unit
organisasi di lingkungan Sekretariat Bawaslu Provinsi, pemberian dukungan administratif kepada
Bawaslu Provinsi; dan Pelaksanaan perencanaan dan pengawasan internal, administrasi
kepegawaian, ketatausahaan, perlengkapan dan kerumahtanggaan, dan keuangan di lingkungan
Sekretariat Bawaslu Provinsi. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Sekretaria (Kepala
Sekretariat) Provinsi dibantu Kepala Sub Bagian Administrasi, Kepala Sub Bagian Teknis
Penyelenggaraan Pengawasan Pemilu, Kepala Sub Bagian Hukum, Humas dan Antar Lembaga,
dan Kelompok Jabatan Fungsional.
Untuk memperoleh Kepala Sekretariat, kami bertiga (komisioner Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta ) harus melakukan komunikasi dan kordinasi dengan Pemprov DKI, khususunya Kepada
Kaban Kesbangpol DKI Jakarta yang menjadi leading sector. Setelah berkomunikasi dan
berkoordinasi intenstif dengan Kaban Bakesbangpol DKI, beliau menugaskan Ahmad Dahlan,
PNS di lingkungan Kesbangpol DKI yang saat itu masih menjabat Kepala Sekretariat Panwaslu
Provinsi DKI 2001-2002 untuk menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Kordinator Sekretariat Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta, atau Koordinator Sekretariat Transisi hingga terpilihnya Kepala Sekretariat
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta definitif.
Dalam melaksanakan tugasnya, Ahmad Dahlan dibantu oleh Kuwat sebagai bendahara.
Belakangan PNS yang statusnya BKO (Bawah Kendali Operasi) dari Pemprov DKI ke Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta ditambah satu lagi yakni: Muwartingrung, yang akrab disapa bu Ningrum.
Dalam melaksanakan tugasnya, kedua PNS senior di lingkungan Kesbangpol DKI tersebut dibantu
staf fungsional non PNS. Antara lain: Mohammad Sito Anang, Agus Sudono, Ahmad Koncara
(Bram), Bahtiar, Abdul Halim, dan lain-lain.
Tidak lama kemudian, Plt Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Ahmad
Dahlan diganti oleh Nugroho Mulyo yang ketika itu menjabat Setko Administrasi Jakarta Utara-
Kasubag Kepegawaian Bagian Ketatalaksanaan pada awal 2013. Tugas Kepala Sekretariat baru
tersebut melanjutkan pekerjaan yang sudah dirintis Plt Kepala Sekretariat pendahulunya (Ahmad
Dahlan). Sebelum menjabat Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta, Nugroho
merupakan pejabat di Biro Perlengkapan Kota Jakarta Utara.
Kaban Kesbangpol DKI Jakarta Zainal Musappa mengatakan, untuk memilih Kepala
Sekretariat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dirinya terlebih dahulu berkonsultasi dengan
Sekdaprov DKI Fadjar Pandjaitan. Dari hasil konsultasi tersebut, Sekda Provinsi DKI Jakarta
memberikan beberapa pertimbangan mengenai kriteria Kepala Sekretariat yang cocok
ditempatkan di Bawaslu Provinsi DKI Jakarta . Yakni: (1) mengetahui menajemen, (2) memahami
akuntasi, dan (3) memasuki masa pensiun. Dari ketiga kriteria tersebut, seluruhnya ada pada diri
Nugroho. Khusus pertimbangan akan memasuki pensiun, menurut Zainal Musappa menjelaskan
alasannya, supaya Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dalam menjalankan tugasnya
lebih fokus dan tidak mengejar jabatan/eselon struktural selanjutnya.
Saat Nugroho menjabat Kepala Sekretariat di awal 2013, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
tengah mempersiapkan tugas dan fungsinya untuk mengawal tahapan verifikasi partai politik
(parpol) untuk Pemilu 2014. Sesuai dengan tupoksinya, Nugroho mendukung dan memfasilitasi
berbagai kebutuhan yang diperlukan oleh komisioner dalam meelaksanakan tugas dan fungsinya
sebagai Pengawas Pemilu. Tugas jangka pendek Nugroho saat itu adalah mencari dan
mendapatkan kantor Panwas Kota/Kabupaten dan rekrutmen Panwaslu Kota/Kabupaten untuk
Pemilu 2014 yang tahapan pelaksanaannya sudah masuk.
Namun apa boleh dikata, dalam perjalanan yang baru seumur jagung, Nugroho
mengundurkan diri pada sekitar April 2013 dengan alasan ingin hidup lebih tenang. Setelah
ditelisik lebih jauh penyebabnya, rupanya keputusan mengundurkan diri tersebut setelah yang
bersangkutan mengikuti rapat kerja yang dilaksanakan oleh Bawaslu RI dengan nara sumber antara
lain mengundung perwakilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Posisi yang ditinggalkan Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Nugroho
Mulyo kemudian digantikan oleh Masykur Ishak, dari Kesbangpol Jakarta Selatan. Masykur
dilantik pada 5 Mei 2013 oleh Sekretaris Jenderal Bawaslu RI Gunawan Suswantoro bersama 20
Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi se-Indonesia lainnya di Jakarta. Yakni: Bawaslu Provinsi
Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Kepulauan
Bangka Belitung, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku
Utara, Sulawesi Selatan, dan termasuk Bawaslu Provinsi DKI Jakarta.
Paska pelantikan, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan proses koordinasi dengan
Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta agar memfasilitasi personel PNS untuk posisi Kasubbag
Administrasi, Kasubbag Teknis Penyelenggaraan Pengawasan Pemilu, dan Kasubbag Hukum,
Humas dan Antar Lembaga. Setelah melalui koordinasi dengan Kesbangpol DKI, seluruh jabatan
tersebut berhasil diisi. Kemudian pada hari Jumat tanggal 22 November 2013, ketiga Kasubbag
tersebut dilantik dan diambil sumpah/janji. Para pejabat dimaksud sebagaimana tabel berikut:
Kasubbag Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta 2013-2015
No Jabatan Struktural Nama Asal Instansi Masa Jabatan
1 Kepala Sub Bagian
Administrasi
Murwatiningrum Kantor
Kesbangpol
Jakarta Timur
2013-201
2 Kepala Sub Bagian
Teknis
Penyelenggaraan
Pengawasan Pemilu
Chenris
Rahmasari
Kantor
Kesbangpol
Jakarta Selatan
2013-2015
53 Kepala Sub Bagian
Hukum, Humas dan
Antar Lembaga
Mangatur
Parlindungan
Panjaitan
Biro Hukum
Setda Provinsi
DKI Jakarta
2013-2015
Bawaslu Provinsi sejak pertengahan Tahun 2013 telah menjadi Satker dan masing-masing
Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi menjabat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) untuk mengelola
anggaran yang cukup besar terkait agenda Pilkada di masing-masing Bawaslu Provinsi termasuk
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta. Kemudian, pada Tahun 2013, pegawai Sekretariat Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta baik yang PNS maupun non PNS telah direkrut hampir bersamaan dengan
pembentukan Sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota dan Sekretariat Panwaslu Kecamatan. Selain
itu, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta merekrut Tim Asistensi sebanyak 3 orang dan merekrut pula
staf-staf untuk membantu kelancaran operasional sehari-hari di Sekretariat Bawaslu Provinsi, baik
dari sisi tupoksi pengawasan Pemilu maupun dalam pengelolaan keuangan.
Guna persiapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun
2017, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta telah mengalami penguatan organisasi sehubungan dengan
hasil evaluasi pelaksanaan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014. Pergantian pejabat struktural pada Sekretariat Bawaslu
Provinsi DKI Jakartapun dilakukan melalui mekanisme fasilitasi personel PNS oleh Pemerintah
Daerah Provinsi DKI Jakarta. Pergantian pejabat dimaksud dilakukan untuk Jabatan Kepala Sub
Bagian Teknis Penyelenggaraan Pengawasan Pemilu, dan Kepala Sub Bagian Hukum, Humas dan
Antar Lembaga sehingga para pejabat yang ditugaskan pada Sekretariat Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta sebagaimana tabel berikut:
Kepala Sekretariat dan Kasubbag Bawaslu Provinsi DKI Jakarta 2015-2017
No Jabatan Struktural Nama Asal Instansi Masa Jabatan
1 Kepala Sekretariat Maskur Kantor Kesbangpol
Jakarta Selatan
2015-2017
2 Kepala Sub Bagian
Administrasi
Murwatiningrum Kantor Kesbangpol
Jakarta Timur
2015-2017
3 Kepala Sub Bagian
Teknis
Satria Dayan
Kerti
Bakesbangpol DKI
Jakarta
2015-2017
Pada 2015, Bawaslu RI telah melakukan rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil Bawaslu
dan menempatkannya di seluruh Indonesia. Sekretariat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta telah
menerima penempatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) oleh Bawaslu Republik Indonesia
sebanyak 3 (tiga) orang dengan latar belakang pendidikan di bidang ekonomi dengan kualifikasi 1
(satu) orang berpendidikan Strata 1 dan 2 (dua) orang berpendidikan Diploma III sebagaimana
tabel berikut:
CPNS Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
No Jabatan Fungsional Nama Instansi Induk
1 Analisis Keuangan Haris Dharma Persada, SE Badan Pengawas
Pemilihan Umum 2 Pengadministrasi Keuangan Finda Suwanti, Amd
3 Pengadministrasi Keuangan Putu Kasumaendri, Amd
Sejak 2016 hingga Tahun 2017, personel Sekretariat di lingkungan Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta mencapai 230 orang (lihat tabel di bawah). Perbedaan signifikan antara Sekretariat
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dengan Panwaslu Kabupaten/Kota dan Panwascam bahwa
Sekretariat Bawaslu se-DKI, khususnya yang PNS berstatus diperbantukan (BKO). Sedangkan
Sekretariat Panwas Kota/Kabupaten sifatnya permanen. Sekretariat diperbantukan atau
diperkejakan sesuai dengan kebutuhan dan anggaran yang tersedia.
Jumlah Sekretariat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Penyelenggaraan
Pengawasan Pemilu
4 Kepala Sub Bagian
Hukum, Humas dan
Antar Lembaga
Dwi Hening
Wardani
Bakesbangpol DKI
Jakarta
2015-2017
No Personel Sekretariat se-DKI Jakarta Jumlah (orang)
1 Sekretariat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta 32
2 Sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota 72
3 Sekretariat Panwaslu Kecamatan 230
F. Kantor Sekretariat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Setelah mendapatkan Koordinator Sekretariat , Bawaslu Provinsi DKI Jakarta harus
memiliki kantor Sekretariat permanen. Seperti halnya mencari Koordinator Sekretariat ,
mendapatkan kantor sekretariat merupakan urusan boleh dikatakan “gampang-gampang susah”.
Dikatakan gampang, karena di Jakarta bisa dikatakan apa sich yang tidak ada. Nyaris semuanya
tersedia. Termasuk kantor dan gedung Pemprov DKI, berserakan dimana-mana: dari yang
mentereng hingga yang lusuh, rusak dan tidak dipakai.
Tapi itu semua diatas kertas. Sebab nyatanya untuk mendapatkan kantor yang memadai dan
layak sesuai dengan eksistensi kantor yang tugasnya mengawasi penyelenggaraan Pemilu, tidak
mudah. Pasalnya, pada umumnya kantor yang ada di lingkungan Pemprov DKI sudah dipakai oleh
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau dipinjampakaikan kepada pihak lain yang
membutuhkan. Sedangkan yang kondisisinya tidak memadai atau rusak, tentu Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta enggan untuk meminta. Jikapun diberikan, kami akan menolaknya.
Menghadapi kondisi yang tidak mudah, komisioner dan Koordinator Sekretariat Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta melakukan komunikasi dan koordinasi intensif dengan Kaban Kesbangpol
DKI Zainal Musappa. Kemudian Kaban Kesbangpol menunjuk M. Matsani (Kasubbid Fasilitasi
Demokrasi) dan Tumpal Dartner (Kasubbid Pengembangan HAM) serta Mohammad Darwis yang
ketika itu menjabat Kepala Kesbangpol Jakarta Utara, untuk membantu mencari dan mendapatkan
kantor Bawaslu Provinsi DKI Jakarta.
Setelah berusaha mencari kesana kemari, akhirnya kantor Panwaskota Jakarta Utara yang
beralamat di Jalan Danau Agung III No. 05 Sunter Agung Jakarta Utara 14350 dijadikan
tempat/kantor Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta. Sebelumnya ada beberapa alternatif calon
kantor Bawaslu Provinsi DKI Jakarta , yakni: depan kantor LBIQ, Tanah Abang, Jakarta Pusat,
gedung BKKBN, Percetakan Negara Jakarta Pusat, Gedung Persada, Persada Sasana Karya, Jl.
Suryo Pranoto, Lt.6, Jakarta 10130, serta eks kantor Panwaslu Jakarta Utara, di Jalan Danau
Sunter III Sunter, Jakarta Utara.
Dari sekian alternatif kandidat kantor Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta, semuanya
mempunyai kelebihan, kekurangan dan problem sendiri-sendiri. Pilihannya akhirnya tinggal satu,
dan dianggap paling siap untuk bisa langsung digunakan, yakni: kantor eks Panwaslu Jakarta Utara
di Jalan Danau Agung III, Sunter, Jakarta Utara. Gedung ini mempunyai kelebihan karena relatif
sudah siap pakai, satu lantai dan akta kepemilikan/penggunaannya oleh satu instansi. Sehingga
memudahkan bagi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dalam melakukan komunikasi, koordinasi, rapat
dan sejenisnya dengan sesama komisioner, jajaran sekretariat atau mengundang pihak luar
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta .
Sesungguhnya kami bertiga (komisioner Bawaslu Provinsi DKI Jakarta ) agak keberatan
berkantor di Jalan Danau Agung III Sunter. Selain karena luas areal perkantoran dan kapasitas
ruangan yang kurang memadai. Lokasinyapun jauh dari tengah atau pusat kota Jakarta. Dengan
lokasi kantor yang cukup jauh dari pusat kota, mengakibatkan jarak tempuh dari dan menuju
kantor memakan waktu lama. Bahkan ada komisioner dan sekretariat Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta yang memerlukan waktu sekitar 1,5 jam. Jika lalu lintas padat atau hujan, bisa menembus
waktu antara 2 hingga 3 jam untuk sampai ke kantor Bawaslu Provinsi DKI Jakarta .
Keberatan lain berkantor di sekitar kawasan Sunter, karena kawasan tersebut dikenal rawan
banjir. Namun seiring dengan perbaikan sanitasi dan drainasi di kawasan seputar Jalan Danau
Sunter dan sekitarnya, mulai 2014 dan seterusnya, kantor Bawaslu Provinsi DKI Jakarta boleh
dikatakan tidak lagi menjadi wilayah terdampak banjir parah. Paling jika turun hujan deras,
ketinggian air hanya sampai di halaman kantor Bawaslu Provinsi DKI Jakarta , dan tidak lagi
masuk ke dalam halaman kantor Bawaslu Provinsi DKI Jakarta seperti di tahun 2012 atau tahun
2013.
Jika dibandingkan dengan kantor KPU DKI, memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya kantor KPU DKI di Jalan Budi Kemuliaan Jakarta Pusat No. 12 berada di tengah
kota, hanya sekitar 100 meter dari Jalan Thamrin. Kelemahannya kantor KPU DKI menyatu
dengan kantor Kelurahan Gambir, dan sangat sempit ruang perparkirannya. Sedangkan kantor
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta di Sunter Jakarta Utara, dari sisi lokasi berada nyaris diujung pusat
Jakarta sehingga cukup jauh jarak tempuhnya, khususnya bagi orang yang tinggal di kawasan di
luar Jakarta Utara.
Kantor Bawaslu Provinsi DKI Jakarta mempunyai kelebihan dari sisi kemandirian. Tidak
menyantu intansi lain sehingga mudah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Belakangan,
khususnya menjelang Pilkada DKI 2017 atau tepatnya pada Agustus 2016, kantor KPU DKI
pindah ke Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat dengan kantornya mandiri dan representatif. Dalam
posisi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta sebagai ‘peminta’ fasilitasi, tentunya kami dari Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta tidak bisa terlalu berharap, mendesak, dan apalagi memaksa Pemprov DKI
untuk memfasilitasi kantor yang layak seideal yang diharapkan.
Selain kantor untuk Bawaslu Provinsi DKI Jakarta , Pemprov DKI juga memfasilitasi
peminjaman kantor untuk Panwaslu se-DKI Jakarta. Hasil koordinasi dengan pihak Pemda
Provinsi DKI Jakarta terkait lokasi kantor Sekretariat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta yakni
ditempatkan di Jl. Danau Agung Sunter III Nomor 5 Sunter Agung Jakarta Utara DKI Jakarta.
Sedangkan keenam kantor Sekretariat Panwaslu Kabupaten/Kota se-Provinsi DKI Jakarta
sebagaimana tabel berikut:
Kantor Sekretariat Bawaslu se-DKI Jakarta
(Sesuai Perjanjian Pinjam Pakai Antara Pemprov DKI Jakarta dan Bawaslu Nomor 3845/-076.11
dan Nomor 271/K.JK/HK.02.00/IX/2016 tentang Pemanfaatan Barang Milik Daerah Berupa
Tanah dan Bangunan Kepada Bawaslu).
Di awal pembentukan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta , Kapala Badan Kesbangpol DKI
Jakarta Bapak Zainal Musappa sangat berperan dan berjasa besar dalam membantu dan
memfasilitasi sekretariat dan aparatnya. Tentang hal ini, Kapala Badan Kesbangpol DKI Jakarta
Zainal Musappa mengatakan, dirinya melakukan tersebut sebagai implementasi dari Undang
undang No. 11 tahun 2011 tentang Pemilu Pasal 434 yang mengamanatkan, ”untuk kelancaran
pelaksaanaan tugas, wewenang dan kewajiban Penyelenggara Pemilu, pemerintah dan Pemerintah
Daerah wajib memberikan bantuandan fasilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan,
dan sesuai dengan permintaan dari Penyelenggara Pemilu”.
Kapala Badan Kesbangpol DKI menambahkan, sesuai dengan Undang Undang Pemilu,
kedudukan KPU dengan Bawaslu sejajar. Karenanya, ia harus berlaku adil dalam memfasilitas
KPU dan Bawaslu. Menurutnya, KPU dan Bawaslu harus melaksanakan kegiatan dari mulai
perencanaan hingga pelaksanaan. Peran Bawaslu sangat penting dalam melakukan pengawasan
mulai perencanaan hingga pelaksanaan. Pengawasan yang baik bukan hanya di tingkat hilir, ujung
atau di tikungan. Melainkan harus dimulai dari awal untuk mencegah potensi pelanggaran terjadi.
Tugas Bawaslu Provinsi DKI Jakarta tersebut hanya bisa dilaksanakan manakala didukung oleh
kantor dan tenaga sekretariat yang memadai.
Kemudian, pada 2014, Kapala Badan Kesbangpol DKI Jakarta Zainal Musappa digantikan
H. Fatahillah. Menurut Fatahillah, suksesnya Pemilu akan meningkatkan kepercayaan masyarakat
bahwa demokrasi yang sedang kita laksanakan saat ini beerada pada tataran yang benar
konstitusional. Selain juga memberikan keyakinan pada dunia luar bahwa bangsa Indonesia
mampu hidup berdemokrasi yang ditunjukkan dengan suksesnya pelaksanaan Pemilu.
Selanjutnya, menghadapi Pilkada DKI 2017 Fatahillah diganti oleh Ratiyono. Sedangkan paska
Pilkada DKI 2017 diganti oleh Muhammad Darwis. Sampai tulisan ini dibuat (2019), Kapala
Badan Kesbangpol DKI dijabat Taufan Bakri.
BAB II
MENGAWAL PEMILU LEGISLATIF 2014
A. Pengawasan Data dan Daftar Pemilih
Sebagai Ibu kota Negara Republik Indonesia, Jakarta menjadi salah satu diantara provinsi
di Indonesia yang memiliki tingkat problematika tinggi, khususnya di bidang kependudukan.
Ditambah lagi dengan cukup banyaknya daerah slum, grey area, pemilih komuter, relokasi atau
penggusuran penduduk untuk pembangunan apartemen/Rumah Susun (Rusun), penghuni Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan), pemilih di lahan sengketa, dan lain
sebagainya.
Permasalahan yang ini menjadi dinamika tersendiri dalam pelaksanaan tahapan penyusunan
daftar pemilih. Hal ini berkontribusi pada munculnya kompleksitas dan kerumitan dalam pendataan
dan pendaftaran pemilih, melahirkan problem Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Kartu
Keluarga (NKK) invalid, penetapan lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tidak mudah
dilakukan, dan lain sebagainya, hingga penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS) hingga
penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilu Legislatif 2014.
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan jajarannya berusaha sekuat tenaga untuk dapat
melaksanakan pengawasan pemutakhiran data pemilih ini seefektif mungkin. Banyak problem di
seputar masalah ini. Diantara yang menonjol adalah problem NIK invalid di Jakarta cukup berliku.
Disini Bawaslu Provinsi DKI Jakarta mengambil peran penting dalam melakukan pembersihan
NIK yang berlangsung panjang dan alot. Berdasarkan Data per 4 November 2013 jumlah NIK
invalid di DKI Jakarta masih mencapai 66.089, kemudian menurun pada 2 Desember 2013,
menjadi 19.703. Kemudian oleh KPU Provinsi DKI Jakarta diperbaiki dan hasilnya pada DPT 20
Januari 2014, NIK invalid menyisakan 13.182 dari jumlah DPT DKI Jakarta sebanyak 7.001.520.
Saat pertemuan dengan Komisi II DPR dan Pemprov DKI Jakarta pada Senin (17/2/2014)
KPU DKI menginformasikan, total NIK invalid masih menyisakan sebanyak 13.181 (0,18 % dari
total DPT DKI), dengan sebagian besar dikontribusi dari penghuni Lembaga Pemasyarakatan
(Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan) sebanyak 12.311dan sisanya sebanyak 871 pemilih dari non
Lapas dan non Rutan.
Dalam perkembangan perbaikan NIK invalid pada Jumat (7/3/2014), Disdukcapil DKI
menyerahkan hasil perbaikanNIK invalid sebanyak 11.493. Sehingga sisa NIK invalidyang belum
dapat diperbaiki sebanyak 1.689 pemilih. Sisa NIK invalid tersebut terutama berasal dari Rutan
Salemba di Jakarta Pusat (522 pemilih) dan dari Lapas di Jakarta Timur sebanyak 1.167 pemilih.
Saat Rapat KPU DKI, Disdukcapil DKI dan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta pada Selasa (17/3/2014)
diinformasikan bahwa NIK invalid menyisakan 14, dan itu berada di Jakarta Timur.
Selanjutnya, pada Rapat Kordinasi (Rakoor) dan Penyerahan Berita Acara (BA)
Rekapitulasi Perbaikan DPT dari KPU DKI kepada Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan Partai
Politik Tingkat Provinsi DKI Jakarta pada Jumat, 21 Maret 2014, KPU DKI mendeclare disertai
BA bahwa NIK invalid di seluruh KPU Kota/Kabupaten se- DKI Jakarta sudah berhasil
dibersihkan/nihil/nol.
Selain problem NIK invalid yang sudah bisa diselesaikan, sesuai dengan SE KPU No. 89
Tahun 2014 tentang Penyempurnaan DPT, KPU Kota/Kabupaten diperintahkan untuk terus
memperbaiki data pemilih yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dengan ketentuaan tidak
dibenarkan menambahkan/memasukkan pemilih baru ke dalam DPT, melainkan hanya
memberikan petunjuk kepada KPU Kota dengan cara memberikan tanda abu-abu pada pemilih
yang tidak memenuhi syarat dan tanda coret (---) pada data pemilih yang terdaftar di PDF DPT,
atau Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Berdasarkan informasi dari KPU Provinsi DKI Jakarta
Jakarta Jumat (21/3/2014), DPT yang masuk dalam kategori TMS sebanyak 1.726 pemilih yang
terdiri dari: 1.234 Meninggal Dunia (MD), 280 Pindah Domisli (PD) dan 209 Pemilih Ganda (K1).
Problem lainnya terkait dengan Daftar Pemilih adalah menyangkut isu Daftar Pemilih
Khusus (DPK). Pada 25 Maret 2014 (25 Maret 2014), Bawaslu Provinsi DKI Jakarta sudah
memprediksi bakal membengkaknya jumlah DPK hingga puluhan ribu, yang kemudian mendapat
reaksi keras dari KPU DKI. Namun apa yang kemudian terjadi adalah, DPK DKI cukup besar
yakni: sebanyak 21.127 pada Pileg 2014.
Tabel 1
Jumlah Daftar Pemilih KHusus Pemilu Legislatif 2014
Sumber: KPU DKI
Problem mirip adalah Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb). Dalam aturannya disebutkan,
dalam hal pada hari pemungutan suara terdapat Pemilih yang memiliki identitas berbentuk (KTP
atau Paspor atau identitas kependudukan lainnya yang sesuai dengan peraturan perundangan)
namun tidak terdaftar dalam DPT dan DPTb, maka Pemilih bersangkutan masih dapat dimasukkan
dalam Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) (data dimasukan dalam formulir Model
A.T.Khusus) dengan melakukan pemunguatn suarab pada TPS yang sesuai dengan alamat pada
identitas kependudukannya.
Pada 21 Mei 2014 saat dilakukan kegiatan perbaikan Daftar Pemilih Sementara Hasil
Perbaikan (DPSHP) Pilpres 2014, berdasarkan data DPKTb pada Pileg 2014 jumlahnya cukup
besar yakni: 177.356. Hal ini harus menjadikan perhatian khusus KPU DKI agar mampu menekan
angkanya. Karena sejatinya banyak DPKTb bisa berarti kegiatan pemutakhiran data pemilih tidak
maksimal. Berikut rincian jumlah Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) pada 6 (enam)
wilayah kabupaten/kota di Provinsi DKI Jakarta, sebagai berikut:
Tabel 2
Jumlah Daftar Pemilih Khusus Tambahan Pemilu Legislatif 2014
No
Kabupaten/
Kota
Data Pemilih DPKTb Penguna Hak Pilih DPKTb
Laki2 Perempu
an
Jumlah Laki2 Perempua
n
Jumlah
1. Kep. Seribu 96 91 187 95 90 185
2. Jakarta Pusat 6.007 5.947 11.954 5.955 5.896 11.851
3. Jakarta Utara 16.016 16.753 32.769 15.157 15.954 31.111
4. Jakarta Barat 20.549 20.988 41.537 20.383 20.796 41.179
5. Jakarta Selatan 17.590 18.894 36.484 17.470 18.787 36.257
6. Jakarta Timur 25.938 28.487 54.425 25.683 28.380 54.063
JUMLAH 86.122 91.234 177.356 84.743 89.903 174.646
Sumber: KPU DKI Jakarta
Beberapa problem pelik dan panas lain yang menjadi perhatian ekstra pengawasan Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta menjelang Pileg 2014 adalah soal daftar pemilih di apartemen, kawasan
kumuh, lahan sengketa, dan sebagainya. Terkait dengan berbagai problem ini, Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta melakukan pengawasan Pemilu berbasis riset empirik. Hasilnya kemudian
disampaikan kepada KPU DKI untuk ditindaklajuti. Pengawasan Pemilu berbasis riset
dikembangkan oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta karena di Jakarta banyak kantong-kantong
penduduk yang mempunyai kompleksitas dari sisi geografis, administrasi, penghuni dan
sebagainya. Untuk memahaminya diperlukan riset empirik.
Sejumlah isu krusial pemilih di Jakarta antara lain di apartemen, khususnya di Kalibata
City, Jakarta Selatan. Problemnya, pemilih di apartemen khususnya Kalibata City dimana potensi
pemilihnya pada Pilpres kali ini mencapai sekitar 13.000, namun yang masuk dalam DPT Pileg
sekitar 1.800 dengan 5 (lima) TPS, atau bertambah 2 TPS dibandingkan pada Pileg 2019. Akibat
KPU DKI, khususnya KPU Jakarta Selatan tidak terlalu mengindahkan warning yang diberikan
oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta , pada Pileg 2014 terjadi ledakan partisipasi pemilih di
apartemen Kalibata City dimana ratusan pemilih ber-KTP di luar DKI tanpa menggunakan form
A-5 merangsak hendak mencoblos disini.
Setelah terjadi tarik ulur dan massa sulit dikendalikan serta berpotensi chaos, akhirnya
petugas KPPS setempat membolehkan pemilih tersebut menyalurkan hak pilihnya sepanjang surat
suaranya tersedia. Padahal, jika mengacu kepada regulasi KPU, hal ini tidak dibenarkan. Namun
langkah ini ‘terpaksa’ ditempuh untuk melindungi hak pilih dan sekaligus meredam kekacauan
yang lebih parah.
Tak ingin peristiwa ini terjadi, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan KPU DKI melakukan
koordinasi pada 8 Juli 2014, atau satu hari jelang Pilpres 2014. Salah satu agenda yang dibahas
adalah terkait dengan Kalibata City. Beberapa langkah yang disepakati diantaranya: (a)
Penyelenggara Pemilu harus tegas dan konsisten dengan aturan, (b) KPU Jakarta Selatan membuat
sejumlah spanduk prihal tata cara penggunaan hak pilih, khususnya pemilih ber-KTP luar daerah
(DK), dan (c) pengamanan ekstra ketat di seputar Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dengan
langkah antisipatif tersebut, hal yang tidak diinginkan dapat dicegah dan tidak terjadi.
Problem lain yang diwaspadai oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta adalah terkait dengan
data pemilih di RSCM mempunyai potensi pemilih sekitar 1.500, sedangkan TPS yang disiapkan
hanya 2 TPS. Pada Pileg 2014, ada pengaduan ke Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dari pemilih di
RSCM karena tidak bisa menyalurkan hak pilihnya. Terkait dengan data pemilih di Lapas dan
Rutan di DKI Jakarta memiliki potensi pemilih 15.523, dengan rincian Lapas & Rutan Salemba:
5.334 dengan 8 TPS, Cipinang: 9.118 dengan 30 TPS, Pondok Bambu: 1.071 dengan 2 TPS),
Tahanan Polda, Polres dan Polsek sekitar 425 pemilih.
Khusus lahan sengketa dan eks lokasi tanah penggusuran, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
melakukan pengawasan dengan sebelumnya melakuka riset lapangan. Bahkan dalam suatu
pertemuan, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta pernah menyampaikan kepada Wakil Gubernur DKI
Jakarta Basuki Tjahaja Purnama agar Pemprov DKI menunda penggusuran karena hal tersebut
dapat mengganggu proses pendaftaran pemilih dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi
Pemilu 2014.
Menjelang Pemilu, beberapa kantong wilayah yang terkena penggusuran antara lain di
Jakarta Jakarta Selatan. Disini terjadi penggusuran terhadap lebih dari seribu warga Kelurahan
Menteng Dalam, Kec. Tebet, Jakarta Selatan yang berlokasi di RW 14, penggusuran terhadap
warga di Kelurahan Petukangan Selatan (13.932 pemilih) Jakarta Selatan, penggusuran warga di
di RW 02, Kelurahan Menteng Atas, Kecamatan Setiabudi.
Di Jakarta Pusat terjadi penggusuran tanah warga antara laiun terjadi do 2 RT di Jalan
Pejambon, di RW. 01 Kelurahan Gambir, Kecamatan Gambir, di Kelurahan Duri Pulo, Kecamatan
Gambir berdekatan dengan komplek Damkar, di RW 09 Kelurahan Kebon Kosong, Kecamatan
Kemayoran, dan masalah warga di Kecamatan Tambora, dikenal sebagai daerah yang rawan dan
paling sering terjadi tawuran antar warga.
Problem lain yang menjadi perhatian serius Bawaslu Provinsi DKI Jakarta adalah pemilih
yang berada di lahan sengketa. Misalnya, Jakarta Timur ada kasus Cipinang Melayu (Cimel).
Disini sekitar 1.346 (sudah ada dalam DPT) warga di 5 (lima) TPS, Tanah Galian Kelurahan Halim,
Kecamatan Makasar, Jakarta Timur menolak menyalurkan hak pilihnya pada Pemilu 2014 di
Kelurahan Halim. Sebaliknya mereka tetap ngotot untuk memilih di TPS Cimel.
Selain itu ada problem kawasan kumuh. Misalnya di Jakarta Utara ada kasus warga Tanah
Merah di Jakarta Utara terdapat di dua wilayah di Kecamatan Koja dan perbatasan dengan
Kecamatan Kelapa Gading. Untuk Kecamatan Koja (grey area dan pendatang) sudah dibentuk
Rukun Warga (RW) dan pernah didatangi KPU RI dan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta . Sedangkan
di Jakarta Barat, potensi kerawanan terjadi di kawasan padat penduduk yakni: Kelurahan Rao
Malaka, Kecamatan Tambora. Saking padatnya, warga disini untuk tidur saja harus bergantian
(shift).
Sementara di Kepulauan Seribu ada problem pengawasan pada kegiatan Pemungutan dan
Penghitungan Suara di perusahaan kilang minyak atau pengeboran lepas pantai yang dimiliki oleh
CNOOC (milik pengusaha Cina) dan ONWJ (Pertamina). Lokasinya di Kelurahan Pulau Kelapa,
Kecamatan Seribu Utara dengan jumlah total pemilih sebanyak 2.084. Di CNOOC terdapat 8 TPS,
yakni: TPS 12=361 pemilih, TPS 13= 187 pemilih, TPS 14=239, TPS 15=333, sedangkan
di ONWJ terdapat 4 TPS, masing-masing TPS 16=192, 17=273, 18=316 dan TPS 19=183.
Setelah terjadi lima kali penundaan dalam penetapan DPT DKI, akhirnya pada 2 Desember
2013, DPT di 6 (enam) wilayah Provinsi DKI Jakarta baru dapat disahkan. Hal ini membuktikan
tidak mudahnya bagi KPU DKI menetapkan DPT, dan sekaligus membuktikan bahwa Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta sudah melakukan tugasnya dengan maksimal dalam pengawasan DPT.
Tabel 5
Penetapan rekapitulasi DPT Perbaikan NIK Provinsi, per 20 Januari 2014
Sumber: KPU DKI
B. Pengawasan Verifikasi Partai Politik dan Calon DPR, DPD dan DPRD
Pada tahap verifikasi Partai Politik masalah yang menonjol adalah terkait dengan
mekanisme kerja KPU Prov DKI Jakarta yang belum sepenuhnya memenuhi prinsip
profesionalitas, akuntabilitas dan aksesibilitas sehingga hal tersebut merepotkan pengawasan
Pemilu. Salah satu contohnya adalah tatkala dilakukan kegiatan pengambilan sample yang
digunakan untuk verifikasi faktual Partai Politik calon peserta Pemilu 2014. Dari hasil riset
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta terhadap 7 (tujuh) provinsi di Indonesia, hanya Bawaslu
Provinsi Jambi yang memberikan akses informasi atau menyaksikan proses pencuplikan sampai
Kartu Tanda Anggota (KTA) dan KPU Provinsi memberikan sampel KTA kepada Bawaslu Jambi.
Hal ini terlihat misalnya, saat pengambilan sampel calon anggota DPRD, yang tidak
mengundang dan memberi akses informasi kepada Bawaslu Provinsi DKI. Sehingga Bawaslu
No Kab/Kota Jumlah
Kecamatan
Jumlah
Keluraha
n
Jumlah
TPS
Jumlah DPT
1. Kep. Seribu 2 6 54 19.325
2. Jakarta
Pusat
8 44 1.852 762.772
3. Jakarta
Utara
6 31 2.877 1.116.447
4. Jakarta
Barat
8 56 3.818 1.638.030
5. Jakarta
Selatan
10 65 3.769 1.559.955
6. Jakarta
Timur
10 65 4.675 1.915.200
JUML
AH
44 267 17.045 7.011.729
Provinsi DKI tidak mengetahui bagaimana teknis pencuplikan sampel dilakukan. Pun demikian,
permintaan sampel persyaratan dukungan yang seharusnya diberikan oleh KPU tanpa diminta
sekalipun. Terlebih, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta sudah menyurati KPU DKI perihal
permintaan sampel persyaratan dukungan kepada KPU DKI Jakarta pada 15 Mei 2013.
Meskipun pada akhirnya, KPU memberikan sampel verifikasi perbaikan persyaratan
dukungan calon DPD pada 2 Juli 2013. Namun, pemberian sampel tersebut sangat terlambat
karena hanya selisih tiga hari dari akhir masa perbaikan (pengumuman hasil verifikasi perbaikan
syarat dukungan pada 5 Juli 2013). Padahal jumlah sampel persyaratan dukungan cukup banyak
dan memerlukan waktu untuk diklasifikasi dan didistribusikan kepada seluruh
Panwaskota/Kabupaten se-DKI untuk kepentingan pengawasan Pemilu.
Sementara itu, dari sisi Partai Politik secara umum tidak terlalu siap untuk dilakukan
verifikasi, terutama saat dilakukan verifikasi faktual keanggotaan. Namun untuk verifikasi
kepengurusan dan perkantoran, relatif Partai Politik mampu memenuhinya. Terutama pada tahap
pertama yang diumumkan oleh KPU pada pada 8 Oktober 2014. Mengomentari kenyataan
tersebut, Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Sebastian Salang
berpendapat, hal tersebut membuktikan bahwa Partai Politik lalai merawat daftar anggota. Tidak
mengherankan jika menjelang verifikasi Partai Politik terkesan terburu-buru dalam menyiapkan
persyararatan, terutama soal salinan KTA.
Ini semua membuat pengawasan melekat maupun audit pengawasan menjadi tidak dapat
dilakukan secara efektif dan maksimal akibat waktu yang tersedia untuk melakukan pengawasan
melekat dan audit sangat mepet. Meski demikian, pada saat verifikasi calon DPD ini ada sedikit
kemajuan dibandingkan saat verifikasi Parpol calon peserta Pemilu 2014, terutama untuk kegiatan
pengambilan/pencuplikan sampel. Manakala pada tahapan pencuplikan sampel DPD, Bawaslu
tidak diundang untuk menyaksikan kegiatan tersebut. Namun pada pengambilan sampel
persyaratan dukungan pada masa perbaikan (kedua), Bawaslu Provinsi DKI Jakarta diundang
untuk pengambilan sampel.
Tabel 6
Keterbukaan dan Akses Dokumen KPU Provinsi kepada Bawaslu Provinsi
No.
Bawaslu Provinsi
Keterbukaan dan akses dokumen
Pencuplikan sampel Dokumen KTA
1. Jambi Diundang Diberikan
2. Lampung Diberitahukan Tidak diberikan
3. Sulawesi Utara Tidak diundang Di bererapa Kab/Kotadiberikan
4. Nusa Tenggara Barat Diundang Mencari sendiri
5. DKI Jakarta Tidak diundang Mencari sendiri
6. Banten Tidak diundang Diberikan KTA dalam bentuk Daftar
Nama
7. Jawa Barat Tidak diundang Diberikan di tingkat Panwascam
Sumber: Achmad Fachrudin, Jalan Terjal Menuju Pemilu 2014, Garmedia, 2014, hal 170
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dalam melaksanakan pengawasan dibantu Mitra Pengawas
Pemilu (MPP) yang ditempatkan di tingkat Kabupaten/Kota. Penempatan MPP Provinsi di tingkat
provinsi dan Kabupaten/Kota di wilayah DKI Jakarta menjadi point penting dalam membantu
pengawasan verifikasi faktual, mengingat Panwaslu tingkat Kabupaten/Kota di wilayah DKI
Jakarta belum terbentuk. Sehingga secara otomatis, pelaksanakan pengawasan verifikasi faktual
untuk 16 partai politik, serta 18 partai politik hasil keputusan DKPP dilaksanakan penuh oleh MPP.
Dari 6 (enam) perguruan tinggi yang menandatangani kerjasama dalam rangka verifikasi
faktual partai politik peserta Pemilu tahun 2014 dengan Bawaslu RI adalah Universitas
Muhammadiyah Jakarta yang melakukan verifikasi di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Keikut
sertaan Universitas Muhammadiyah Jakarta sebagai Mitra Pengawas Pemilu (MPP) adalah bukti
perguruan tinggi memeliki kepeduliannya terhadap proses demokrasi yang adil, jujur dan
transparan untuk mendukung suksesnaya Pemilu tahun 2014.
Pelaksana pengawasan di tingkat propinsi terdiri dari unsur: (a) Pimpinan Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta sebanyak tiga (3) orang, dan (b) Mitra Pengawas Pemilu (MPP) tingkat provinsi di
DKI Jakarta. MPP merupakan utusan dari Universitas Muhammadiyah Jakarta yang terdiri atas
dua orang atas nama Lusi Andriyani, SIP. M.Si dan Izzatusholekha, S.Sos. M.Si
Proses pengawasan di tingkat provinsi wilayah DKI Jakarta dilaksanakan oleh tiga (3) orang
Pimpinan Bawaslu dan dua (2) orang MPP Provinsi. Untuk mengawasi 18 partai politik pada tahap
II ini, tidak ada koordinasi maupun orientasi bagi MPP Kabupaten/Kota, mengingat keputusan
pengawasan tersebut merupakan pengawasan susulan bagi 18 partai politik berdasarkan pada
keputusan DKPP No. 25-26/KPP-PKE-I/2012 mengenai perkara penyelenggaraan kode etik
penyelenggaraan Pemilu.
Walaupun ada berita tentang tidak terlibatnya MPP dalam pengawasan ke delapan belas
partai politik setelah keputusan DKPP, namun MPP DKI diminta oleh Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta untuk membantu dalam proses pengawasan tersebut. Hal ini terkait dengan belum adanya
Panwaslu pada tingkat Kabupaten/kota. Untuk itu Bawaslu Provinsi DKI Jakarta membangun
koordinasi dan komunikasi dengan MPP Propinsi dan Kabupaten dengan membuka link telpon dan
email sebagai sarana yang lebih cepat dan efektif dalam proses pelaporan kegiatan yang ada
dilapangan. Hal tersebut ditunjukkan dengan menyampaikan seluruh nomor telpon komisioner
Bawaslu Provinsi DKI, MPP Provinsi, MPP Kabupaten/Kota beserta emailnya masing–masing,
serta contact person dari pihak-pihak yang terkait dalam proses pengawasan.
Dalam melaksanakan pengawasan di lapangan baik komisioner Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta maupun MPP Provinsi dan MPP Kabupaten/Kota harus berdasarkan pada Instrumen
pengawasan. Di tingkat provinsi menggunakan form:
a. Model F1; pernyataan bukan anggota partai politik;
b. Model F2; pernyataan bukan pengurus partai politik;
c. Model F3; pengawasan verifikasi faktual pengurus parpol tingkat provinsi;
d. Model F4; rekapitulasi pengawasan verifikasi faktual parpol tingkat provisi;
e. Model F5; verifikasi faktual alamat kantor, pengurus dan anggota parpol tingkat
kabupaten/kota;
f. Model F6; rekapitulasi kebenaran factual anggota partai politik tingkat kabupaten/kota.
Pada pelaksanaan verifikasi faktual, Tim dari Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan MPP
Provinsi menyesuaikan dengan jadwal yang telah dikeluarkan oleh KPU DKI Jakarta dengan
melaksanakan pengawasan melekat. Pengawasan melekat lebih efektif untuk dilakukan, karena tim
Bawaslu provinsi DKI Jakarta dan MPP Provinsi DKI Jakarta dapat secara langsung melihat
kondisi kepengurusan partai politik, baik berkaitan dengan domisili maupun kepengurusan serta
keterwakilan perempuannya. Teknis pelaksanaan pengawasan disesuaikan dengan pola yang
dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta. KPU DKI Jakarta membagi tim verifikasi faktual dari
KPU DKI Jakarta menjadi tiga Tim. Dimana masing-masing Tim memverifikasi faktual lima partai
politik.
Berdasarkan pola tersebut, maka pimpinan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta membagi juga
dalam tiga tim untuk melaksanakan pengawasan di lapangan. Tim I dilaksanakan oleh ketua
Bawaslu provinsi DKI Jakarta dan satu (1) orang MPP Provinsi, Tim II dilaksanakan oleh pimpinan
Bawaslu provinsi DKI Jakarta dan satu (1) orang MPP, sedangkan untuk tim III dilaksanakan oleh
pimpinan Bawaslu provinsi DKI Jakarta yang dibantu dengan satu orang staf Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta. Dengan model pengawasan melekat dan metode yang terbagi sesuai dengan sumber
daya manusia maka, hasil pengawasan di lapangan tidak mengalami kendala apapun.
Bagan 1 Proses Pengawasan Verifikasi Faktual Partai Politik Tingkat Propinsi
Bagian 2. Pola Pengawasan Verifikasi Faktual
Proses pengawasan di tingkat Kabupaten/Kota di wilayah DKI Jakarta dilaksanakan oleh
MPP Kabupaten/Kota. Dari enam (6) wilayah Jakarta (Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta
Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu) masing-masing dilaksanakan oleh MPP
Kabupaten/Kota. Pengawasan dilaksanakan oleh MPP Kabupaten/Kota, mengingat Panwalus
Kabupaten/Kota di wilayah DKI Jakarta belum terbentuk dan masih dalam proses penjaringan/
seleksi. Sehingga tugas dan tanggungjawab secara penuh dalam hal pengawasan dilaksanakan oleh
MPP Kabupaten/Kota dibawah koordinasi MPP provinsi dan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta.
Dalam proses pengawasan di lapangan, MPP Kabupaten/Kota membagi tugas berdasarkan
sumberdaya yang ada. Mengingat metode pengawasan yang berbeda dan berbanding terbalik
dengan jumlah sumber daya manusia MPP Kabupaten/Kota. Pola yang digunakan oleh KPU DKI
Jakarta dalam melaksanakan pengawasan di Kabupaten/Kota adalah dengan membagi personil
menjadi lima (5) tim yang masing-masing tim mengawasi tiga (3) partai politik. Apabila
dibandingkan dengan tenaga yang di miliki oleh MPP Kabupaten/Kota yang hanya dua (2) orang
tanpa ada Panwaslu tidak memungkinkan untuk melaksanakan pengawasan secara menyeluruh.
Pelaksanaan verifikasi faktual pada delapan belas (18) partai politik tersebut dilaksanakan
secara melekat. Sehingga hanya beberapa partai saja yang bisa di awasi. Adapun pola penyampaian
laporan hasil verifikasi faktual yang dilakukan oleh MPP Kabupaten/Kota dilaksanakan per waktu
dua hari sekali di sampaikan ke MPP provinsi dalam bentuk hard/tulisan tangan di chek list dan
form catatan harian yang berkaitan dengan kondisi dilapangan yang tidak ada pada chek list dan
membutuhkan uraian yang panjang.
Form catatan harian disertakan, mengingat chek list yang bersasal dari Bawaslu RI belum
dapat menampung kondisi lapangan secara riil. MPP Kabupaten/Kota menyampaikan laporan
tertulis, tidak melalui email karena MPP Kabupaten/Kota difokuskan pada pencarian data di
lapangan. Pola ini diterapkan mengingat tidak ada Panwaslu Kabupaten/Kota, sehingga untuk
pelaporan secara soft/dalam bentuk tulisan ketik dan dikirim melalui email di handle oleh MPP
provinsi. Begitu juga dengan laporan harian melalui SMS.
Form catatan harian disertakan, mengingat chek list yang bersasal dari Bawaslu RI belum
dapat menampung kondisi lapangan secara riil. MPP Kabupaten/Kota menyampaikan laporan
tertulis, tidak melalui email karena MPP Kabupaten/Kota difokuskan pada pencarian data di
lapangan. Pola ini diterapkan mengingat tidak ada Panwaslu Kabupaten/Kota, sehingga untuk
pelaporan secara soft/dalam bentuk tulisan ketik dan dikirim melalui email di handle oleh MPP
provinsi. Begitu juga dengan laporan harian melalui SMS.
Kendala dilapangan yang dialami oleh MPP Kabupaten/Kota dalam melaksanakan
verifikasi faktual dilapangan antara lain kendala komunikasi, administratif maupun pola
pengawasan. Hal ini disebabkan karena: (1) Alamat partai politik yang susah untuk dicari, bahkan
data dari KPU yang tercantum dalam jadwal verifikasi faktual hanya ada 17 partai politik, (2)
Tidak lengkapnya data yang dibawa KPU dalam melakukan verifikasi faktual, sehingga banyak
data partai politik seperti SK, Surat keterangan domisili yang masih disusulkan pada saat verifikasi
factual, dan (3) Banyak partai politik yang belum siap untuk di verifikasi faktual.
Verifikasi faktual partai politik tahap II untuk delapan belas partai politik dilaksanakan
setelah ada keputusan DKPP. Verifikasi faktual untuk ke delapan belas partai tersebut sama
dengan yang dilakukan untuk ke enam belas partai politik sebelumnya, yang meliputi atas: (1)
Domisili kantor, (2) Kepengurusan dan Keterwakilan perempuan, (3) Kepengurusan tingkat
kecamatan, (4) Ada tidaknya pengurus yang rangkap jabatan, dan (5) Ada tidaknya pengurus yang
berasal dari PNS/ABRI dan POLRI. Ke-enam hal diatas merupakan point penting dalam
pengawasan verifikasi faktual, sebagai bukti kesiapan partai politik dalam mengikuti Pemilu.
Pada pengawasan domisili kantor di tingkat propinsi, dari delapan belas (18) partai politik,
hanya enam belas (17) partai politik yang dapat dilakukan verifikasi faktual, adapun untuk satu
partai tidak jelas alamat dan satu partai PNBK tidak berkenan/tidak mau untuk di verifikasi faktual.
Dari ke enam belas (16) partai politik tersebut, hanya ada tiga (3) partai politik yang status
kantornya sewa antara lain : Partai Nasional Republik, Partai Karya peduli Bangsa, Partai
Kebangkitan nasional Ulama. Adapun satu (1) partai Partia Kedaulatan tidak ada surat keterangan
sewa/pinjam. Rincian dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 7
Verifikasi Domisili Kantor 18 Partai Politik di Propinsi DKI Jakarta
NAMA PARTAI POLITIK Status Kantor Partai Politik
Partai Pekerja dan Pengusaha Indonesia Pinjam
Partai Bhinneka Indonesia Pinjam
Partai Serikat Rakyat Independen Pinjam
Partai Kesatuan Demokrasi Indonesia Pinjam (masih didudukan)
Partai Demokrasi Kebangsaan Pinjam
Partai Nasional Republik Sewa
Partai Nasional Benteng Kerakyatan
Indonesia
Tidak mau di verifikasi KPU
Partai Karya Republik Pinjam
Partai Buruh Pinjam
Partai Damai Sejahtera Pinjam
Partai Karya Peduli Bangsa Sewa
Partai Republik Pinjam
Partai Nasional Indonesia Markaenisme Pinjam
Partai Penegak Demokrasi Indonesia Pinjam
Partai Kongres Pinjam
Partai Kedaulatan Tidak ada
Partai Kebangkitan Nasional Ulama Sewa
Gambar 1
Prosentase Keterangan Domisili Kantor 18 Partai Politik
Pada pengawasan domisili kantor, masih ada partai politik yang menggunakan rumah
pribadi sebagai kantor, gudang sebagai kantor, kantor pemasaran hotel juga sebagai kantor untuk
partai politik tersebut bahkan ada yang alamat domisili kantor sudah berubah menjadi konter
pulsa/HP. Dari ke tujuh belas (17) partai politik yang ada lamatnya untuk dilakukan verifikasi
faktual, masih ada tiga (3) partai politik yang dinyatakan tidak memenuhi syarat antara lain: (1)
Partai Nasional benteng Kerakyatan (tidak mau diverifikasi), (2) Partai Penegak Demokrasi
Indonesia, dan (3) Partai Kedaulatan. Dari kondisi kantor juga masih ada partai yang belum
representatif untuk di sebut sebagai kantor partai politik, karena hanya ada beberapa meja, kursi
tanpa dilengkapi dengan peralatan pendukung untuk aktivitas kegiatan partai politik.
Dalam pengawasan verifikasi faktual untuk tujuh belas (17) partai politik yang siap dari
delapan belas (18) partai politik, ada lima (5) partai politik yang dinyatakan belum memenuhi
syarat 30% keterwakilan perempuan. Antara lain: (1) Partai Bhinneka Indonesia, (2) Partai
Nasional benteng Kerakyatan Indonesia (tidak mau di verifikasi), (3) Partai Damai Sejahtera, (4)
Partai Nasional Marheinisme, dan (5) Partai Penegak Demokrasi Indonesia.
Sedangkan partai yang telah memenuhi 30% keterwakilan perempuannya antara lain:
1) Partai Pekerja dan Pengusaha Indonesia
2) Partai Serikat Indonesia
3) Partai Kesatuan Demokrasi Indonesia
Domisili Kantor 18 Partai Politik
Pinjam Sewa Tidak di verifikasi
4) Partai Demokrasi Kebangsaan
5) Partai Nasional Republik
6) Partai karya Republik
7) Partai Buruh
8) Partai Karya Peduli Bangsa
9) Partai Republik
10) Partai Kongres
11) Partai Kedaulatan
12) Partai Kebangkitan Nasional Ulama
Tabel 8
Jumlah pengurus dan Keterwakilan Perempuan 18 Partai Politik
Nama
Partai Politik
Jumlah
Pengurus
Keterwakilan
Perempuan
Partai Pekerja dan Pengusaha Indonesia (PPPI) 17 7
Partai Bhinneka Indonesia (PBI) 14 2
Partai Serikat Indonesia (SRI) 3 1
Partai Kesatuan demokrasi Indonesia (PKDI) 3 1
Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) 15 4
Partai Nasional Republik (PNR) 15 6
Partai Nasional Benteng Kemerdekaan (PNBK) 0 0
Partai Karya Republik (PKR) 37 14
Partai BURUH 10 5
Partai Damai Sejahtera (PDS) 5 1
Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) 24 7
Partai Republik 8 4
Partai Nasional Indonesia Marheinisme (PNIM) 23 6
Partai Penegak Demokrasi Indonesia 23 7
(PPDI)
Partai Kongres 9 3
Partai Kedaulatan 3 1
Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) 14 5
C. Pengawasan Kampanye dan Dana Kampanye
Terkait pelaksanaan kampanye Pemilu dimulai dilakukan sejak tanggal 11 Januari 2013,
sebagaimana ditentukan dalam PKPU No.6 tahun 2013. Bawaslu Provinsi DKI Jakarta pada
tanggal 21 Januari 2013, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan himbauan kampanye
kepada Partai politik peserta Pemilu sebagaimana surat No.028.A/BawasluProv-
DKIJakarta/I/2013, Perihal: Himbauan kampanye. Pada pokoknya menyampaikan terkait dengan
larangan kampanye sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2012, Pasal 86.
Lalu pada tanggal 05 Februari 2013 menyampaikan himbauan kepada partai politik peserta
Pemilu sebagaimana surat No.40/Bawaslu Provinsi DKI Jakarta/II/2013, Perihal: Himbauan
pelaksanaan kampanye dan pendaftaran pelaksana/juru kampanye Pemilu anggota DPR, DPD dan
DPRD. Pada pokoknya dalam surat tersebut menyampaikan agar partai politik mendaftarkan
pelaksana kampanye/juru kampanye kepada KPU Provinsi DKI Jakarta yang ditembuskan kepada
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta.
Terhadap surat No. 40/Bawaslu Provinsi DKI Jakarta/II/2013, sebagian partai politik
peserta Pemilu tidak memberikan tembusan daftar pelaksana kampanye/juru kampanye kepada
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta. Kemudian pada tanggal 9 April 2013, Bawaslu Provinsi kembali
menyampaikan himbauan sebagaimana surat No.69/Bawasluprov-DKIJakarta/IV/2013, Perihal:
Pelaksana kampanye dan Juru kampanye. Pada pokoknya dalam surat tersebut menyampaikan
kepada Partai politik peserta Pemilu yang telah mendaftarkan pelaksana kampanye/juru kampanye
kepada KPU Provinsi DKI Jakarta agar menyampaikan daftar tersebut kepada Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta.
Pada tanggal 10 April 2013 Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampiakan himbauan
kepada Partai politik peserta Pemilu terkait pelaksanaan kampanye sesuai jadwal yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan, sebagaimana surat No.79/BawasluProv-
DKIJakarta/IV/2013, Perihal: Pelaksanaan kampanye dan dana kampanye. Pada pokoknya
disampaikan kepada Partai politik agar pelaksanaan kamapnye dilakukan sesuai peraturan
perundang-undangan yang ditentukan.
Kemudian pada tanggal 8 Mei 2013 Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan
instruksi pengawasan kepada Panwaslu kabupaten/kota sebagaimana surat No.98/BawasluProv-
DKIJakarta/V/2013, Perihal: Instruksi pengawasan pemutakhiran data pemilih, kampanye dan
pencalonan. Pada pokoknya dalam tahapan kampanye Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
menginstruksikan kepada pengawas Pemilu untuk melakukan pengawasan terhadap hal-hal
sebagai berikut:
• Apakah dalam tahapan kampanye ditemukan partai politik dan/ayau bakal calon anggota
anggota DPR, DPD dan DPRD telah melakukan kampanye melalui baliho, spanduk,
media dan/atau alat peraga kampanye lainnya;
• Apakah partai politik peserta Pemilu telah mendirikan posko-posko, jika sudah ada parpol
apa saja dan apa aktifitas dalam posko tersebut;
• Saat ini anggota DPR, DPD dan DPRD sedang melakukan reses, apakah ada temuan
anggota DPR, DPD dan DPRD yang menjadi bacaleg yang secara diam melakukan
kampanye.
Pada tanggal 15 Mei 2013 Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan surat permintaan
data kepada KPU Provinsi DKI Jakarta sebagaimana surat No.108/BawasluProv-
DKIJakarta/V/2013, Perihal: Permintaan data pelaksana kampanye, laporan awal dana kampanye
dan rekening khusus dana kampanye. Pada pokoknya meyampaikan karena Partai politik dalam
mendaftarkan pelaksana kampanye, dana awal dan rekening khusus dana kampanye tidak
menembuskan kepada Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, sehingga Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
meminta kepada KPU Provinsi DKI Jakarta dapat memberikan data-data tersebut.
Terhadap surat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta tersebut pada tanggal 21 Mei 2013, KPU
Provinsi DKI Jakarta menyampaikan surat tanggapan sebagaimana surat No.280/KPU-Prov-
010/V/2013, Perihal: Tim kampanye dan rekening dana kampanye parpol Pemilu tahun 2014. Pada
pokoknya menyampaikan daftar tim kampanye dan rekening khusus dana kampanye partai politik
peserta Pemilu tahun 2014. Dari 12 Partai politik peserta Pemilu, partai PBB dan PKPI yang belum
tercatat menyampaikan daftar tim kampanye dan rekening khusus dana kamapnye.
Terhadap bakal calon anggota DPR, DPD dan DPRD yang melakukan kampanye melalui
media massa cetak yang dilakukan di luar waktu yang ditentukan undang-undang, terhadap iklan-
iklan tersebut Bawaslu Provinsi DKI Jakarta meminta pendapat terhadap iklan-iklan tersebut,
sebagai mana surat No.110/BawasluProv-DKI Jakarta/V/2013, tanggal 21 Mei 2013, Perihal:
Mohon penjelasan terkait iklan kampanye melalui iklan media massa oleh Partai politik. Terhadap
surat ini Dewan Pers tidak memberikan jawaban maupun tanggapan.
Pada tanggal 22 Mei 2013 Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan permintaan
penjelasan terkait iklan kampanye yang dilakukan oleh Partai politik kepada Komisi Penyiaran
Indonesia Daerah (KPID) Provinsi DKI Jakarta sebagaimana surat No.113/BawasluProv-
DKIJakarta/V/2013, Perihal: Mohon penjelasan terkait iklan kampanye lembaga penyiaran oleh
Partai politik. Pada pokoknya menanyakan kepada KPID Provinsi DKI Jakarta apakah telah
menemukan adanya lembaga penyiaran publik nasional, lembaga penyiaran swasta dan lembaga
penyiaran berlangganan yang melakukan pemberiaan iklan/aktifitas partai politik peserta Pemilu.
Terkait dengan penetapan lokasi pemasangan alat peraga kampanye dan penyusunan jadwal
kampanye, pada tanggal 3 Juni 2013, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan surat
sebagaimana surat No.152/BawasluProv- DKIJakarta/VI/2013, Perihal: Tahapan penetapan lokasi
pemasangan alat peraga kampanye dan penyusunan jadual kampanye. Pada pokoknya
menanyakan hal-hal sebagai berikut:
• Kapan KPU Provinsi DKI Jakarta akan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk
menetapkan loaksi pemasangan alat peraga kampanye;
• Bagaimana mekanisme penertiban alat peraga kampanye, terhadap pemasangan alat
peraga yang melanggar ketentuan Undang undang No.8 tahun 2012;
• Kapan KPU Provinsi DKI Jakarta melakukan penyusunan jadual kampanye.
Menjelang bulan suci Ramadhan, terkait dengan pelaksanaan kampanye, Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta menyampaikan himbauan kampanye di bulan suci Ramadhan sebagaimana surat
No.156/BawasluProv-DKIJakarta/VII/2013, tanggal 12 Juli 2014, Perihal: Himbauan kampanye
di bulan Ramadhan. Pada pokoknya menyampaikan agar Ketua Partai politik peserta Pemilu
menginatkan kepada pelaksana kampanye dan petugas kampanye dan calon anggota DPRD DCS
untuk tidak memasang dan menempatkan alat peraga kampanye serta menyebarkan dan
membagikan bahan kampanye di tempat-tempat ibadah.
Pada tanggal 27 Agustus 2013 KPU RI menerbitkan PKPU No.15 Tahun 2013 Tentang
Perubahan Atas PKPU No.1 Tahun 2013, Tentang Pedoman Pelaksana Kampanye Pemilu
Anggota DPR, DPD dan DPRD. Terhadap hal tersebut Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
menyampaikan himbauan kepada Partai politik sebagaimana surat No.204/BawasluProv-
DKIJakarta/X/2013, tanggal 1 Oktober 2013, Perihal: Himbauan kampanye sesuai PKPU No.15
Tahun 2013. Pada pokoknya menyampaikan himbauan kepada Ketua Partai agar melakukan
pendaftaran terhadap pelaksana kampanye dan petugas kampanye sesuai PKPU No.15 Tahun
2013, serta agar melakukan pemasangan alat peraga kampanye (APK) sesuai PKPU No.15 Tahun
2013.
Pada tanggal 1 November 2013, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menidaklanjuti surat
Bawaslu RI No.684/Bawaslu/IX/2013, dengan menyampaikan Instruksi pengawasan pemasangan
alat peraga kampanye. Kemudian pada tanggal 11 November 2013 Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
menyampaikan instruksi sebagaimana surat No. 234/BawasluProv-DKIJakarta/XI/2013, Perihal:
Instruksi rekomendasi pengawasan pemasangan alat peraga kampanye luar ruang (terlampir).
Selanjutnya pada tanggal 6 Oktober 2013, KPU Provinsi DKI Jakarta menyampaiakn surat
daftar pelaksana kampanye sebagaimana surat No.710/KPU-Prov-010/X/2013, Perihal: Daftar
pelaksana kamapnye, petugas kamapnye dan rekening khusus dana kampanye. Pada pokoknya
menyampaikan hal-hal sebagai berikut: (1) data rekening dana kampanye calon anggota DPD,
dari 35 calon anggota DPD yang belum tercantum rekening dana kampanye antara lain: Abdul
Aziz Khafia, dr. Eddi Junaidi, Sp.OG, Ivan Rinaldi, SE, MM, M. Rifqy, Ramdansyah, Rudu Hamid
dan H. Zuhdi Mamduhi, SE, dan (2) semua Partai politik peserta kampanye telah menyampaikan
daftar tim kampanye dan rekening dana kampanye.
Pada tanggal 14 November 2013 Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan himbauan
kepada Partai politik sebagaimana surat No.250/BawasluProv-DKIJakarta/XI/2013, Perihal:
Himbauan kampanye sesuai jadwal. Hal ini disampaikan terkait dengan banyaknya iklan
sosialisasi bakal calon anggota DPRD yang dilakukan melalui media massa cetak. Pada pokoknya
menyampikan kepada Ketua Partai politik agar menyampaikan himbauan kepada bakal calegnya
untu menghentikan melakukan sosialisasi melalui iklan media massa cetak, karena kampanye
melalui iklan media massa cetak baru dapat dilakukan sejak tanggal 16 Maret – 5 April 2014.
Kemudian pada tanggal 12 Februari 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan
himbauan kepada Partai politik peserta Pemilu sebagaimana surat No.30/BawasluProv-
DKIJakarta/II/2014, Perihal: Himbauan pelaksanaan kampanye sesuai jadwal. Pada pokoknya
menyampaikan kepada Ketua Partai politik peserta Pemilu di wilayah Provinsi DKI Jakarta agar
menghimbau kepada calon anggota DPRD untuk melaksanakan kampaye sesuai jadwal,
mengingatkan kampanye melalui media massa cetak/elektronik dan kampanye rapat umum baru
dapat dilakukan. Selanjutnya, pada tanggal 20 Februari 2014 Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
berkoordinasi dengan Satpol PP Wilayah di Provinsi DKI Jakarta melakukan penertiban alat
peraga kampanye dipasang dengan melanggar aturan tempat dimana tidak diperbolehkan dipasang
alat peraga kampanye berikut hasil penertiban alat peraga kampanye:
Tabel 9 dan 10
Pada tanggal 18 Maret 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan himbauan
kampanye rapat umum kepada Partai politik peserta Pemilu sebagaimana surat
No.81/BawasluProv-DKIJakarta/III/2014, Perihal: Himbauan kampanye rapat umum sesuai
peraturan perundang-undangan. Pada pokoknya menyampaikan himbauan kepada pelaksana
kampanye, Juru kampanye dan Petugas kampanye untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap
larangan dalam kampanye, tidak mengikut sertakan pejabat sebagaimana ditentukan dalam Pasal
86 ayat (2) sebagai pelaksana kampanye, tidak memobilisasi warga negara indonesia yang belum
memenuhi syarat sebagai pemilih untuk diikutsertakan dalam kampanye, enyampaikan surat cuti
pejabat (Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati,
Walikota, dan Wakil Walikota,) paling lambat 3 hari sebelum pelaksanaan kampanye dan
dipastikan tidak menggunakan fasilitas terkait jabatannya kecuali fasilitas keamanan, dan lain
sebagainya.
Pelaksanaan kampanye rapat umum yang mengikutsertakan gubernur dan wakil gubernur
harus memenuhi ketentuan antara lain menjalani cuti diluar tanggungan Negara. Terkait dengan
pelaksanaan kamapnye rapat umum PDIPerjuangan yang melibatkan Gubernur Joko Widodo,
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan surat kepada KPU Provinsi DKI Jakarta
sebagaimana surat No.83/BawasluProv- DKIJakarta/III/2014, tanggal 19 Maret 2014, Perihal:
Permintaan salinan pemberitahuan cuti pejabat negara yang mengikuti kampanye di wilayah
Provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan PKPU No.6 Tahun 2013 Tentang perubahan atas PKPU No.7 Tahun 2012
Tentang Tahapan, Program dan Jadual Penyelanggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD
Tahun 2014, dalam lampiran halaman 7, angka 8 pelaksanaan kampanye melalui rapat umum dan
iklan media massa cetak dan elektronik dilakukan sejak 16 Maret – 5 April 2014. Dan masa tenang
dimulai dari tanggal 6 – 8 April 2014.
Pada tanggal Pada tanggal 6 April 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan
rekomendasi kepada kepala Satpol PP sebagaimana surat No.120/BawasluProv-
DKIJakarta/IV/2014,Perihal: Rekomendasi penertiban alat peraga kampanye dalam masa tenang.
Selain itu juga disampaikan instruksi kepada Panwaslu kabupaten/kota untuk melakukan
penertiban alat peraga kampanye yang berkoordiansi dengan SatPol PP di wilayah masing-masing.
Tabel 11
Rekapitulasi Penertiban Alat Peraga Kampanye di Provinsi DKI Jakarta.
Sumber: Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Terkait dengan laporan dana kampanye, sebagaimana ditentukan dalam PKPU No. 6 tahun
2013, KPU mewajibkan Partai politik peserta Pemilu dan calon anggota DPD menyerahkan
laporan awal dana kampanye dan rekening khusus dana kampanye sesuai tingkatannya kepada
KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota, yang dilaksanakan dari tanggal 2 Februari - 2 Maret
2014. Pada bulan januari 2014 Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan analisa terhadap
pelaksanaan pelaporan dana kampanye tahap I dengan hasil (terlampir). Berikut daftar rekening
khusus calon anggota DPD laporan tahap I:
Tabel 11
Nama Bakal Calon Anggota DPD
NAMA BAKAL
CALON ANGGOTA DPD
Nama BANK
NOMER
REKENING
A. Syamsul Zakaria,
S.H, M.H
Bank BRI KCP Sarinah
2006-01-002867-50-9
DR.(HC) A.M. Fatwa Bank Mandiri KCP JKT DPR RI 122-00-0619418-0
Abdi Sumaithi Bank Muamalat Indonesia a.n
Abdi Sumaithi
302.03978.22
Abdul Azis Khafia, S.Si,
M.Si
Bank Bukopin
702019844
Ardi Putra Baramuli Bank Mandri a/n Ardi Putra
Baramuli
122-00-0626110-4
Prof. Dr. Dailami
Firdaus
BCA Cabang Kalimalang, Jakarta
Timur
230 083 4623
Dasril BRI 0943-01-030527-53-7
dr. Eddi Junaedi,
Sp.OG., S.H, M.Kes.
Drs. Eddy Sadeli, S.H BCA Cabang : Pasar Pagi 532-0127-809
F. X. Oerip Soedjoed Bank UOB Indonesia Cab UOB
Plaza
203.32730033.96
Fahira Idris, S.E Bank Mandiri KCP JKT Kalibata 124-00-0656637-7
Heru Cokro Bank Mandiri cabang Cibubur
Kota Wisata
133-00-1204781-7
DR. Ir. Heru J. Juwono,
M.T.
Bank Mandiri
7060584812
Ivan Rinaldi, S.E., M.M. Bank BCA KCP C ONE 5730384345
KH. Lutfi Hakim, M.A. Bank BRI Cabang Tanjung Priok 186.010713115.08
M. Rifqy
drg. Moestar Putrajaya,
M.H.
BANK BRI KCP Pramuka
1123.01.000017.56.9
Drs. Mohamad Sjohirin,
M.Si.
BCA KCP Wolter Monginsidi
524 039 0592
Drs. H. Mohammad
Joesoef, S.E., M.Si.
BCA KCP Saharjo
5750 130 307
Mutiati Sejahtera KCP BRI Rawa Terate Cakung
7110-01-002823-53-1
H. Pardi, SH BRI KK DPR-MPR 1580-01-000041-56-6
Parni Hadi Bank Mandiri 123.000.3636.000
Ramdansyah Bank Mandiri 120-00-0746741-3
Rekson Silaban, S.E. Bank Mandiri –Cabang Matraman 006-00753.4625
H. Rizki Aljupri Bank Mandiri KCP JKT Pulomas 006-00-0752883-3
Rommy Bank mandiri Cabang Wahid
Hasyim, Jakarta Pusat
121-0006049849
Rudy Hamid Bank Mandiri Cab. Cikini 123-000-5447349
Sabam Sirait Bank BNI, KCP. Veteran 308880383
Santo Dewatmoko, S.T.,
M.M., M.A.
BCA kcp Bursa Efek Jakarta
458 22271 99
H. Sayogo
Hendrosubroto S.I.P
BRI Pondok Indah
0362-01-004980-50-9
Drs. Sergius Kelang Bank Madiri KCP JKT Palem
City
900-00-1328247-1
Usmar, S.E., M.M. Bank BNI 1946 Cabang Mayestik 030 900 5238
Vivi Effendy CIMB NIAGA 4400100046140 S
Wahyu Raharjo Mandiri Jkt Wisma 1220
Metrop0olitan KCP
900-00-0708561-7
H. Zuhdi Mamduhi, S.E. BRI KCP Cakung Tipar 1193-01-010012-50-0
Pada tanggal 2 Maret 2014 akhir batas penyerahan laporan awal dana kampanye Bawaslu
provinsi DKI Jakarta melakukan pengawasan melekat terhadap tahapan kegiatan tersebut yang
dilakukan di kantor KPU Provinsi DKI Jakarta. Pengawasan melekat dilakukan terhadap Partai
politik peserta Pemilu dan calon anggota DPD di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Dokumen yang
wajib dilaporkan yakni: a. Laporan Penerimaan sumbangan dana kampanye partai politik, jumlah
ada 8 berkas Form Model DK-1 Parpol s/d DK-7 dan Daftar laporan penerimaa sumbangan dana
kampanye, b. Laporan rekening khusus dan kampanye partai politik, jumlah 12 berkas wajib ada,
2 berkas jika ada, dan c. Laporan awal dana kampanye partai politik, 13 berkas wajib ada, 2 berkas
jika ada.
Tabel 12
Rekapitulasi Hasil Pengawasan Melekat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
No Partai politik Laporan
Penerimaan
sumbangan
dana
kampanye:
8 berkas
Laporan
rekening
khusus
dan
a kampanye:
13 berkas
Laporan
awal dana
kampanye:
13 berkas
Keterangan/
petugas pengawas
1. P. Nasdem 8 berkas 13 berkas 13 berkas Lengkap/ Panwaslu
Jakpus
2. PKB 8 berkas 13 berkas 13 berkas Lengkap/Panwaslu
Jakpus
3. PKS 8 berkas 13 berkas 13 berkas Lengkap/ Panwaslu
Jakbar
4. PDIP 8 berkas 13 berkas 13 berkas lengkap
Panwaslu
Jakbar
5. P. GOLKAR 8 berkas 13 berkas/ 13 berkas/ lengkap/ Panwaslu
Jaksel
6. P.GERINDR
A
8 berkas 13 berkas 13 berkas Lengkap/ Panwaslu
Jaksel
7. P.DEMOK
R AT
8 berkas 10 berkas/
perbaikan DK-
12, DK-13,
Bukti transaksi
penerimaan
13 berkas belum
lengkap/Panwaslu
Jaktim
8. PAN 8 berkas 12 berkas/
Perbaikan
DK-13
10 berkas/
perbaikan DK-
12, DK-
13, bukti
Belum legkap
/Panwaslu Jaktim
transaksi
penerimaan
9. PPP 8 berkas 13 berkas 12 berkas/
perbaikan
bukti transaksi
penerimaan
Belum lengkap
/Panwaslu JakUt
10. HANURA 8 berkas 13 berkas 13 berkas Lengkap/ Panwaslu
Jakut
11. PBB 8 berkas 10 berkas/
perbaikan DK-
7, DK-13 dan
Copy rek koran
11 berkas/
perbaikan DK-
13, bukti
transaksi
penerimaan
belum lengkap
/Kep. Seribu
12. PKPI 8 berkas 13 berkas 13 berkas Lengkap/
Kep. Seribu
Perbaikan terhadap berkas yang belum lengkap oleh Partai politik diberikan waktu untuk
melengkapi selama 2 (dua) hari, sejak tanggal 2 Maret 2014 penyampian laporan. Sedangkan
pengawasan terhadap anggota DPD dilakukan terhadap calon anggota DPD yang melaporkan
tanggal 2 Maret 2014, sisanya telah melaporkan pada tanggal sebelumnya.
Tabel 13
Hasil Pengawasan Laporan Keuangan Anggota Dewan Perwakilan Daerah
No Calon
Anggota
DPD
Laporan
penerimaan
sumbangan dana
kampanye: 7
berkas
Laporan
rekening
khusus dana
kampanye: 12
berkas
Laporan
awal dana
kampanye:
12 berkas
Keterangan/
petugas
pengawas
1. A.Aziz
Khafia
7 berkas 9 berkas/
perbaikan DK-
11, copy rek.
Khusus DK,
copy rek,
10 berkas/
perbaikan
DK-11, bukti
transaksi
penerimaan
belum lengkap
/Tim Ass
Bawaslu
Provinsi DKI
Jakarta Jkt
Koran
2. A. Syamsu
Zakaria
7 berkas 11 berkas/
perbaikan copy
rek. Koran
12 berkas belum lengkap
/Tim Ass
Bawaslu
Provinsi DKI
Jakarta Jkt
3. Ardi Putra
Baramuli
7 berkas 11 berkas/
perbaikan DK-
8
12 berkas/
perbaikan DK-
9
belum lengkap
/Tim Ass
Bawaslu
Provinsi DKI
Jakarta Jkt
4. Dasril 6 berkas/ perbaikan
daftar lap.
penerimaan
6 berkas/
perbaikan DK-
1 s/d DK-6
12 berkas/
perbaikan
bukti transaksi
penerimaan
belum lengkap
/Tim Ass
Bawaslu
Provinsi DKI
Jakarta Jkt
5. Dr. Eddi
Junaidi,
S.Pog
7 berkas 12 berkas 11 berkas/
perbaikan
bukti transaksi
penerimaan
belum lengkap
/Tim Ass
Bawaslu
Provinsi DKI
Jakarta Jkt
6. Heru Cokro 7 berkas 12 berkas 12 berkas lengkap
7. Ivan Rinaldi 6 berkas/ perbaikan
daftar lap.
penerimaan
12 berkas 12 berkas/
perbaikan
bukti transaksi
penerimaan
belum lengkap
/Tim Ass
Bawaslu
Provinsi DKI
Jakarta Jkt
8. Moestar
Putrajaya
7 berkas 12 berkas 12 berkas Lengkap/Tim
Ass Bawaslu
Provinsi DKI
Jakarta Jkt
9. M. Rifqy 7 berkas 10 berkas/
perbaiakn DK-
11. Copy rek.
Khusus DK
11 berkas/
perbaikan
DK-6, DK-7
belum lengkap
/Tim Ass
Bawaslu
Provinsi DKI
Jakarta Jkt
10. Drs.M.
Sjohirin
7 berkas 12 berkas 12 berkas Lengkap/Tim
Ass Bawaslu
Provinsi DKI
Jakarta Jkt
11. Rikson
Silaban
7 berkas 12 berkas 12 berkas Lengkap/Tim
Ass Bawaslu
Provinsi DKI
Jakarta Jkt
12. Rudi
Saputra
Halid
7 berkas 12 berkas 12 berkas Lengkap/Tim
Ass Bawaslu
Provinsi DKI
Jakarta Jkt
13. Santo
Dewatmoko
6 berkas/ perbaikan
daftar lap.
penrimaan
5 berkas/
perbaikan DK-
1 s/d DK-7
5 berkas/
perbaikan
DK-1 s/d DK-
7, DK-12
belum lengkap
/Tim Ass
Bawaslu
Provinsi DKI
Jakarta Jkt
14. Sergius
Kelang
12 berkas 12 berkas Lengkap/Tim
Ass Bawaslu
Provinsi DKI
Jakarta Jkt
Sesuai keterangan KPU Provinsi DKI Jakarta, calon anggota DPD yang lainnya telah
melakukan laporan dan melengkapi berkas sebelum tanggal 2 Maret 2014. Perbaikan terhadap
berkas yang belum lengkap oleh calon anggota DPD diberikan waktu selama 2 (dua) hari, sejak
tanggal 2 Merat 2014 penyampaian laporan.
Tabel 14
Rekap Laporan Awal dan Kampanye Partai Politik Model DK-8
N
o
Parpol
Tgl
Pembu
kaa
n
Reken
ing
Nama
Bank
No
Rekening
Saldo
awal
penerima
an
Pengeluaran
Saldo
terakhir
1 NASD
EM
19
Desemb
er 2013
BRI 0230-01-
001578-
56-0
572.125.
000
Rp.
571.125.000
Kas di
rekening
1.000.00
0
2 PKB 11 Juni
2013
BRI Rp.
10.650.444
(pertemuan
terbatas)
Kas di
rekening
2.000.000
3 PKS 27
Februari
2013
BMI 44600003
21
20.000.0
00
Kas di
rekening
20.000.000
4 PDI P 31
Maret
BCA 09230362
00
17.803.3
41
Kas di
rekening
2013 17.803.341
5 GOLK
AR
31 April
2013
BRI Cut
Mutia
0230-01-
002484-
30-8
5.000.00
0
Kas di
rekening
5.000.000
6 GERIN
DR
A
04
Maret
2013
DKI 419.16.003
10.8
70.000.0
00
Kas di
rekening
70.000.000
7 DEMO
KR
AT
2
Septem
ber
2013
BNI
Cabang
Rawama
ngun
03078900
96
26.660.0
00
Rp.
2.000.000
(pertemuan
terbatas) Rp.
14.200.000
(computer 2
unit)
Rp. 5.015.000
(ATK)
Rp. 7.45.000
(Mesin scan 2
unit)
Kas di
rekenin
g
875.000
8 PAN 03
Januari
2014
Mandiri
KCP
Tebet
raya Jkt
124-00-
0663384
5.566.950.
000
Rp.
46.500.000
(pertemuan
terbatas) Rp.
7.850.000
(pembe
lian
kendar
aan)
Kas
direkeni
ng
1.000.0
00
9 PPP 13
Septem
ber
DKI
Caban
g
108.275.0
00
550.000 24.362.92
8.700
Kas di
rekening
100.275.
2013 Balaik
ota
000
10 HANU
RA
01
Maret
2013
Mandiri
KCP
Keramat
2.000.00
0
- Kas di
rekening
2.000.000
14 PBB 23
Desemb
er 2013
BRI 0340.01.00
1588
.30.4
2.000.00
0
20.000.00
0
20.000.000 Kas di
rekening
2.000.00
0
15 PKPI 25 April
2013
BRI 023001002
4983
07
2.500.00
0.00
- Kas di
rekening
2.500.000.0
0
Tabel 15
Rekap Perbaikan Laporan Awal dan Kampanye Partai Politik Model DK-9
No
Parpol
Tangga
l
pembu
kaan
rekening
Na
ma
Ba
nk
No
Reken
ing
Saldo
awal
penerimaan
Pengeluaran
Saldo
terakhir
1 NASD
EM
19.12.20
13
BRI 0230.01.
00
1578.56
.0
1.000.0
00
250.000.000
(parpol)
560.050.000
(perseorangan)
25.000 (kegiatan
lain)
Kas
250.975.959
Barang
560.050.0
00
2 PKB 28.02.20
14
BRI 033501
001
695302
2.000.0
00
7.523.519.472
(caleg)
73.328.018
(kampanye)
Kas Rp.
36.750.74
7
3 PKS 27.02.20
13
BMI 446000
032
1
20.000.0
00
Rp.
159.200.000
(parpol)
Rp.
5.809.621.000
(caleg)
30.500.000
(media cetak
dan
elektronik)
2.470.250.00
0
(penyebaran
kampanye)
506.750.00
0
Di
Bank
1.780.08
0.000
Ditang
an
342.500
.000
4 PDI P 31.03.20
13
092303
620
0
17.803.3
41
Rp.
1.084.500.000
(caleg bentuk
uang) Rp.
80.500.000
(bentuk
barang)
Rp.
14.274.868.79
1
(jasa)
Rp.
80.500.000
(pemasangan
alat praga) Rp.
46.500.000
(kampanye)
Rp.
14.274.8768.79
1
(lain2)
1.063.144.
820
5 GOLK
AR
28.02.20
14
BRI 0230.01.
00
2484.30
.8
140.000
.00
0
100.000.000 Rp.
37.524.000
(oprasion
al) Rp.
75.000.00
0
(Peralatan)
6 GERI
ND
R A
02.03.20
14
419.16.
003
10.8
70.000.0
00
Rp.
9.380.785.852
(caleg tahap 1)
Rp.
11.501.160.92
6
(caleg tahap 2)
7 DEMO
KR
AT
2.09.201
3
BNI 030789
009
6
875.00
0
39.936.160.6
50
Rp.
550.000.000
(perseoran
gan) Rp.
1.100.000.0
00
(badan
usaha)
Rp. 102.035.000
(temu
caleg)
Rp. 780.000.000
(bendera)
675.000
8 PAN 3.01.201
4
124.00.
066
3384.7
1.000.0
00
11.133.900.00
0
7.850.000 877.000
9 PPP 13.09.20
13
108.11.
162
65.3
550.000
10 HANU
RA
1.03.201
3
123.00.
022
8888.6
2.000.0
00
24.960.525
(para caleg)
Rp.
175.412.500
(pertemuan
terbatas) Rp.
164.925.000
(pertemuan
tatap muka)
3.33786 (bunga
bank)
Rp. 4.000.000
(media cetak
Kas
122.785.0
81.07
Kas DPD
502.866.1
89.85
dan
elektronik)
Rp.
44.550.000
(pemasangan
alat praga) Rp.
23.494.860.525
(peengeluaran
caleg)
23.628.900
(DPD)
20.666.94
(pajak)
14 PBB 2.03.201
4
0340.01.
00
1588.30
.4
2.000.00
0
20.000.000, Rp. 20.000.000
(pertemuan
terbatas)
2.000.000
15 PKPI 02.03.20
14
BRI 000002
30.0
1.00249
8.3
0.7
2.221.0
00
136.000.000 Rp. 7.500.000
(pertemuan
terbatas 10x)
Rp. 30.000.000
(pertemuan
tatap muka 10x)
98.500.00
0
Penyerahan laporan dana kampanye tahap II oleh Partai Politik Peserta Pemilu sesuai
dengan tingkatannya dan Calon Anggota DPD meliputi penerimaan dan pengeluaran kepada
akuntan public melalui KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang dilaksanakan paling
lambat 15 (lima belas) hari sesudah hari/tanggal pemungutan suara dari tanggal 10 – 24 April
2014.
Laporan penerimaan dan pengeluaran Dana Kampanye mencakup semua informasi
mengenai penerimaan dan pengeluaran Dana Kampanye dari awal sampai laporan disusun dan
wajib dilampiri laporan pencatatan penerimaan dan pengeluaran Dana Kampanye Calon Anggota
DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Dalam pelaksanaan pengawasan terhadap pelaporan dana kampanye, sebagaimana Surat
Edaran dari Bawaslu RI No. 620/Bawaslu/V/2014 tanggal 16 Mei 2014, Perihal: Pengawasan
Terhadap Profil Kantor Akuntan Publik dan Auditor terpilih dalam Audit Dana Kampanye Pemilu
2014. Berikut nama Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh KPU untuk melakukan audit
terhadap Partai politik dan calon anggota DPD di wilayah Provinsi DKI Jakarta, sebagai berikut:
Tabel 16
Hasil Temuan Awal Audit Dana Kampanye oleh Kantor Akuntan Publik
NO
Nam
a
KAP
Partai
Politik
Jumlah
Audit
Tanggal
TTD
Kontrak
Profil
KAP
Profil
Auditor
Dokumen
Kontrak
Jumlah
Nilai
Kontrak
1.
HELIAN
TO
NO
&
REK
AN
PK
S
PK
PI
4
23
April
2014
ada
Ada
KPU
Provinsi
DKI Jkt
memberikan
data Profile
KAP, Surat
penunjukan
penyedia
paket
pekerjaan
jasa audit
dana
kampanye
partai politik
tahun 2014
dan hasil
Audit
Rp.
24.530.000,-
x 2
Rp.49.060
.000,-
2.
SAHAT
MT
PKB
GOLK
AR
4
23
April
2014
ada
Ada
KPU
Provinsi
DKI Jkt
memberikan
data Profile
KAP, Surat
penunjukan
penyedia
paket
pekerjaan
jasa audit
dana
kampanye
partai politik
tahun 2014
dan hasil
Audit
Rp.
24.530.000,-
x 2
Rp.49.060
.000,-
3.
GIDE
ON
ADI
&
REK
AN
PPP
3
23
April
2014
ada
Ada
KPU
Provinsi
DKI Jkt
memberikan
data Profile
KAP, Surat
penunjukan
penyedia
paket
pekerjaan
jasa audit
dana
kampanye
partai politik
Rp.
24.530.000
,-
tahun 2014
dan hasil
Audit
4.
ELLYA
NOORLI
SY ATI
&
REKAN
GERIND
RA
4
23
April
2014
ada
Ada
KPU
Provinsi
DKI Jkt
memberikan
data Profile
KAP, Surat
penunjukan
penyedia
paket
pekerjaan
jasa audit
dana
kampanye
partai politik
tahun 2014
dan hasil
Audit
Rp.
24.530.000
,-
5.
DRS.
ABDUL
RAH
MAN
HASAN
SALIPU
NASDE
M
DEMO
KRA T
4
23
April
2014
ada
Ada
KPU
Provinsi
DKI Jkt
memberikan
data Profile
KAP, Surat
penunjukan
penyedia
paket
pekerjaan
jasa audit
Rp.
24.530.000,-
x 2
Rp.49.060
.000,-
dana
kampanye
partai politik
tahun 2014
dan hasil
Audit
6.
JUNAID
I,
CHAER
UL DAN
SUBIYA
KTO
PD
IP
PB
B
4
23
Apri
l
2014
ada
Ada
KPU
Provinsi
DKI Jkt
memberikan
data Profile
KAP, Surat
penunjukan
penyedia
paket
pekerjaan
jasa audit
dana
kampanye
partai politik
tahun 2014
dan hasil
Audit
Rp.
24.530.000,-
x 2
Rp.49.060
.000,-
7.
DRS.
MOCH.
IMRAN
SYA H
PAN
HANU
RA
3
23
April
2014
ada
Ada
KPU
Provinsi
DKI Jkt
memberikan
data Profile
KAP, Surat
penunjukan
penyedia
Rp.
24.530.000,-
x 2
Rp.49.060
.000,-
paket
pekerjaan
jasa audit
dana
kampanye
partai politik
tahun 2014
dan hasil
Audit
Tabel 17
Hasil Audit Partai Politik oleh Kantor Akuntan Publik
No Partai Politik KAP Hasil Temuan Awal Proses Audit
1. P. Nasdem KAP Abdul Rahman
Hasan Salipu
KAP tidak menemukan kejanggalan
atau temuan apapun dalam laporan dana
kampanye
2. PKB KAP Sahat MT Tidak ada temuan yang melanggar
ketentuan batas maksimal
sumbangan.
3. PKS KAP Heliantono &
Rekan
Tidak ada temuan yang melanggar
ketentuan batas maksimal
sumbangan.
4. PDIP KAP Junaidi, Chairul
dan Subyakto
Tidak ada temuan yang melanggar
ketentuan batas maksimal
sumbangan.
5. P. Golkar KAP Sahat MT Tidak ada temuan yang melanggar
ketentuan batas maksimal
sumbangan.
6. P. Gerindra KAP Ellya Noorlisyati &
Rekan
Mendapatkan temuan Awal dari proses
audit dana kampanye
Penerimaan dan pengeluaran dari
kegiatan kampanye partai politik peserta
Pemilu tidak tercatat dalam rekening
koran, Rekening Khusus Dana
Kampanye (RKDK)
7. P. Demokrat KAP Abdul Rahman
Hasan Salipu
Sumbangan sesuai LPSDK sebesar
Rp.54.355.610.400,-. Sumbangn
sesuai dengan LPPDK sebesar
Rp.55.455.610.400,- selisih
Rp.1.100.000.000,-.
Selisih tersebut merupakan sumbangan
berbentuk jasa dari badan usaha PT.
Multi Kuarta Kencana Priode II yang
dicatat di LPPDK sebagai sumbangan
dari calon legislative padahal sudah
dicatat sebagai sumbangan badan usaha.
8. PAN KAP Drs. Moch .
Imransyah
Tidak ada penerimaan sumbangan dari
perorangan, kelompok dan pengusaha
(PAN)
Penerimaan dana hanya dari paraCaleg,
penerimaan dana dari para Caleg tidak
terdapat dalamRKDK (Rakening
Khusus Dana Kampanye)
9. PPP KAP Gideon Adi &
Rekan
Tidak ada temuan yang melanggar
ketentuan batas maksimal
sumbangan.
10. HANURA KAP Drs. Moch
Imransyah
Tidak ada temuan yang melanggar
ketentuan
11 PBB KAP Junaidi, Chairul
dan Subyakto
Kepatuhan : Beberapa tidak patuh
LPPDK : Dokumen pendukung
beberapa tidak lengkap
PKPI KAP Heliantono &
Rekan
Tidak ada temuan yang melanggar
ketentuan batas maksimal
sumbangan
12. PKPI KAP Heliantono & Rekan
& Rekan
Heliantono &
Rekan
Tidak ada temuan yang melanggar
ketentuan batas maksimal
sumbangan
D. Pengawasan Perlengkapan Pemungutan Suara
Berdasarkan PKPU No. 6 Tahun 2013, Tentang Perubahan Keempat PKPU No.07 tahun
2012, Tentang Tahapan, Program dan Jadual Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD dan
DPRD Tahun 2014, dalam lampiran halaman 2, angka 8 logistik huruf c. pengadaan dan
pengelolaan logistik tahun 2014 dilakukan mulai tanggal 1 Oktober 2013 – 31 Maret 2014.
Terhadap pelaksanaan pengadaan dan pengelolaan logistik tersebut, Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta pada tanggal 30 Desember 2013 menyampaikan instruksi kepada Panwaslu kabupaten/kota
sebagaimana surat No.346/BawasluProv- DKIJakarta/XII/2013, Perihal: Instruksi pengawasan
logistik perlengkapan pemungutan suara. Pada pokoknya Panwaslu kabupaten/kota melakukan
koordinasi dengan KPU kabupaten/kota masing-masing dan emlakukan pengawasan terhadap hal-
hal sebagai berikut:
• Bagaimana KPU kabupaten/kota melakukan perencanaan terhadap pengadaan dan
distribusi perlengkapan pemungutan suara di wilayah masing-masing?
• Bagaimana KPU kabupaten/kota membuat jadual pendistribusian perlengkapan
pemungutan suara dimulai dari logistik masuk ke KPU kabupeten/kota sampe
pendistribusian ke PPK dan PPS?
• Bagaimana mekanisme pendistribusian perlengkapan pemungutan suara dari KPU
kabupeten/kota sampai ke PPK dan PPS?
• Berapa jenis perlengkapan pemungutan suara dan dukungan perlengkapan lainnya yang
saat ini sudah masuk dan diterima KPU kabupaten/kota masing-masing?
Pada tanggal 14 Januari 2013, Bawaslu provinsi DKI Jakarta menyampaikan instruksi
kepada Panwaslu kabupaten/kota sebagaimana surat No.06/BawasluProv- DKIJakarta/I/2014,
Perihal: Instruksi pengawasan terhadap pengadaan kotak suara. pada pokoknya menyampaikan
instruksi sebagai berikut: (1) Panwaslu Kabupaten/Kota melakukan pengecekan dan penghitungan
terhadap kotak suara yang telah dikirim ke KPU Kabupaten/Kota masing-masing untuk
memastikan pemenuhan jumlah ketersediaan kotak suara diseluruh TPS di masing-masing
Kabupaten/Kota, dan (2) Apabila dari hasil pengawasan tersebut ditemukan dugaan pelanggaran
Pemilu, maka Panwaslu Kabupaten/Kota agar segera menindaklanjuti sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pada tanggal 16 Januari 2013, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melaporkan hasil sementara
pengawasan pengadaan kotak suara, sebagaimana surat No.08/BawasluProv-DKIJakarta/I/2014,
Perihal: Laporan sementara pengawasan terhadap pengadaan kotak suara. Berdasarkan PKPU No.
6 Tahun 2013, Tentang Perubahan Keempat PKPU No.07 tahun 2012, Tentang Tahapan, Program
dan Jadual Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014, dalam lampiran
halaman 2, angka 8 Logistic huruf c. pengadaan dan pengelolaan logistik tahun 2014 dilakukan
mulai tanggal 1 Oktober 2013 – 31 Maret 2014.
Terhadap pelaksanaan pengadaan dan pengelolaan logistik tersebut, Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta pada tanggal 30 Desember 2013 menyampaikan instruksi kepada Panwaslu kabupaten/kota
sebagaimana surat No.346/BawasluProv- DKIJakarta/XII/2013, Perihal: Instruksi pengawasan
logistik perlengkapan pemungutan suara. Pada pokoknya Panwaslu kabupaten/kota melakukan
koordinasi dengan KPU kabupaten/kota masing-masing dan melakukan pengawasan terhadap hal-
hal sebagai berikut:
• Bagaimana KPU kabupaten/kota melakukan perencanaan terhadap pengadaan dan
distribusi perlengkapan pemungutan suara di wilayah masing-masing;
• Bagaimana KPU kabupaten/kota membuat jadual pendistribusian perlengkapan
pemungutan suara dimulai dari logistik masuk ke KPU kabupeten/kota sampe
pendistribusian ke PPK dan PPS;
• Bagaimana mekanisme pendistribusian perlengkapan pemungutan suara dari KPU
kabupeten/kota sampai ke PPK dan PPS;
• Berapa jenis perlengkapan pemungutan suara dan dukungan perlengkapan lainnya yang
saat ini sudah masuk dan diterima KPU kabupaten/kota masing- masing?
Tabel 18
Hasil Pengawasan Logistik oleh Bawaslu se-DKI Jakarta
No
Kabupaten/Kota
Jumlah Kotak
Suara
baru diterima
Bentuk dan
ukuran
Keterangan
1. Jakarta Barat 7.636 pc Sesuai Informasi dari KPU Jakarta
Barat tidak ada lagi pengiriman
kotak suara sisanya
menggunakan kotak suara
lama,
perbandingan pemakaian 2 kotak
suara baru 1 kotak
suara lama
2. Jakarta Selatan 4.146 pc Sesuai Jumlah TPS 3.769, kebutuhan
kotak suara 3.769x3
=11.307, sisa 6.891
masih blm terkirim.
perbandingan pemakaian 2
kotak suara baru dan 1 kotak
suara lama.
Sumber: Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Pada tanggal 14 Januari 2013, Bawaslu provinsi DKI Jakarta menyampaikan instruksi
kepada Panwaslu kabupaten/kota sebagaimana surat No.06/BawasluProv- DKIJakarta/I/2014,
Perihal: Instruksi pengawasan terhadap pengadaan kotak suara. pada pokoknya menyampaikan
instruksi sebagai berikut: (1) Panwaslu Kabupaten/Kota melakukan pengecekan dan penghitungan
terhadap kotak suara yang telah dikirim ke KPU Kabupaten/Kota masing-masing untuk
memastikan pemenuhan jumlah ketersediaan kotak suara diseluruh TPS di masing-masing
Kabupaten/Kota, dan (2) Apabila dari hasil pengawasan tersebut ditemukan dugaan pelanggaran
Pemilu, maka Panwaslu Kabupaten/Kota agar segera menindaklanjuti sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pada tanggal 16 Januari 2013, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melaporkan hasil sementara
pengawasan pengadaan kotak suara, sebagaimana surat No.08/BawasluProv-DKIJakarta/I/2014,
Perihal: Laporan sementara pengawasan terhadap pengadaan kotak suara. Pada pokoknya Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
• Panwaslu Kabupaten/Kota dan Bawaslu Prov DKI Jakarta telah melakukan investigasi
lapangan ke gudang penyimpanan perlengkapan pemungutan suara milik KPU
Kabupaten/Kota diantaranya Panwaslu Kota Jakarta Barat, Kota Jakarta Selatan dan
Kota Jakarta Utara:
• Beberapa Panwaslu Kabupaten/Kota yang belum dapat mendapatkan akses data dan
untuk melakukan investigasi ke gudang penyimpangan perlengkaan pemungutan suara
diantaranya, Panwaslu Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Timur dan Kabupaten
Kepulauan Seribu;
3. Jakarta Utara 8.793 pc Sesuai Jumlah TPS 2.877, kebutuhan
kotak suara 2.877x3
=8.631.
Perbandingan pemakaian 2
kotak suara baru 1 kotak
suara lama
4. Jakarta Pusat - - Belum diberikan akses data
dan investigasi ke gudang
penyimpanan perlengkapan
pemungutan suara oleh KPU
Kota
Jakarta Pusat
• Hasil pengawasan yang didapat dari Panwaslu Kabupaten/Kota beberapa perlengkapan
pemungutan suara yang sudah diterima oleh KPU Kabupaten/Kota diantaranya kotak
suara, bilik suara dan sampul dan dukungan perlengkapan lainnya yang pengadaannya
dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota. Hasil laporan pengawasan penerimaan kota suara
Panwaslu Kabupaten/kota pada bulan Januari 2014:
Guna kelancaran pelaksanaan tugas, wewenang, dan kewajibannya, Penyelenggara
Pemilu, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan dan fasilitas sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, diantaranya monitoring kelancaran penyelengaraan
Pemilu serta kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan Pemilu. Berikut data
kebutuhan perlengkapan pemungutan suara:
Tabel 19
Kebutuhan Perlengkapan Pemungutan Suara
Kecamatan
Jum
lah
Pem
ilih
(dpt)
Jumla
h
TPS
Logistik
Surat
Suara +
2% dpt
Kotak
Suara
3/TPS
Bilik
Suara
4/TPS
Tinta
2/TPS
Alat
Menco
blos 4/TPS
Jakarta
Pusat
762,772 1,852 778,029 5,556 7,408 3,704 7,408
Gambir 71,837 175 73,274 525 700 350 700
Sawah
besar
90,580 222 92,392 666 888 444 888
Kemayoran 165,642 406 168,955 1,218 1,624 812 1,624
Senen 87,778 210 89,534 630 840 420 840
Cempaka 69,248 168 70,633 504 672 336 672
Sumber: Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Selanjutnya pada tanggal 18 Januari 2014, Bawaslu menyampaikan permohonan fasilitasi
kepada badan Kesbangpol Provinsi DKI Jakarta untuk peninjauan gudang lgistik KPU
kabupaten/kota, sebagaimana surat No.09/BawasluProv-DKIJakarta/I/2014, Perihal:
Permohonana fasilitasi peninjauan gudang logistic KPU kabupaten/kota. Pada pokoknya
menyampaikan hal terkait pelaksanaan pengawasan serta monitoring pengadaan dan pengelolaan
serta pendistribusian logistik perlengkapan pemungutan suara, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
mengajukan permohonan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Cq. Badan Kesbangpol
Provinsi DKI Jakarta kiranya dapat memfasilitasi dan/atau bersama-sama melaksanakan
monitoring untuk melakukan peninjauan terhadap lokasi gudang- gudang penampungan logistik
perlengkapan pemungutan suara yang ada di KPU Kabupaten/Kota se-Provinsi DKI Jakarta.
Terkait dengan kurangnya akses informasi maupun data yang diberikan KPU kabupaten/kota
kepada Panwaslu kabupaten/kota masing-masing, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 3
Februari 2014 menyampaikan surat kepada KPU Provinsi DKI Jakarta sebagaiman surat
No.15/BawasluProv- DKIJakarta/II/2014, Perihal: Penjelasan pelaksanaan pengawasan tahapan
kampanye dan pendistribusian perlengkapan pemungutan suara. Pada pokoknya menyampaikan
putih
Menteng 64,431 154 65,720 462 616 308 616
Tanah
abang
118,098 289 120,460 867 1,156 578 1,156
Johar baru 95,158 228 97,061 684 912 456 912
Jakarta
Utara
1,116,44
7
2,877
1,138,77
6
8,631
11,508
5,754
11,508
Penjaringan 203,681 527 207,755 1,581 2,108 1,054 2,108
Tanjung
priok
268,569 656 273,940 1,968 2,624 1,312 2,624
Koja 197,110 535 201,052 1,605 2,140 1,070 2,140
Cilincing 247,257 643 252,202 1,929 2,572 1,286 2,572
Pademangan
106,796 277 108,932 831 1,108 554 1,108
hal-hal sebagai berikut: (1) KPU Provinsi DKI Jakarta agar lebih terbuka dalam memberikan akses
informasi maupun data kepada pengawas Pemilu hal ini untuk memudahkan tugas pengawasan,
dan (2) KPU Provinsi DKI Jakarta kiranya dapat memberikan rencana jadwal pelaksanaan
pendistribusian perlengkapan pemungutan suara dari KPU kabupaten/kota ke tingkat PPK, PPS
dan TPS.
Pada tanggal 27 Februari 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan instruksi
pengawasan distribusi kepada panwaslu kabupaten/kota sebagaimana No. 47/BawasluProv-
DKIJakarta/II/2014, Perihal: instruksi pengawasan distribusi perlengkapan pemungutan suara.
Pada pokoknya menyampaikan agar Panwaslu kabupaten/kota menyampaikan hasil pengawasan
pendistribusian perlengkapan pemungutan suara secara periodik dan berjenjang sebagaimana telah
ditentukan.
Lalu pada tanggal 25 Maret 2014, Bawaslu menyampaikan surat kepada KPU Provinsi DKI
Jakarta sebagaimana surat No.93/BawasluProv-DKIJakarta/III/2014, Perihal: Mohon penjelasan
terkait perlengkapan pemungutan suara Provinsi DKI Jakarta. Pada pokoknya menyampaikan hal-
hal sebagai berikut: (a) KPU Provinsi DKI Jakarta agar menyampaikan kepada jajaran KPU
kabupaten/kota untuk lebih terbuka dalam memberikan akses informasi dan data terkait
perlengkapan pemungutan suara, (b) Beberapa temuan dalam pengawasan terhadap pelaksanan
pensortiran dan pelipatan surat suara ditemukan adanya surat suara rusak, kekurangan dan
kelebihan, dan (c) Bagaimana antisipasi KPU Provinsi DKI Jakarta terhadap beberapa perlengapan
pendukung yang masih belum terdistribusi ke tingkat kecamatan
F. Pengawasan Pemungutan dan Penghitungan Suara
Pada tanggal 8 April 2014, Bawaslu Provinsi KI Jakarta menyampaikan instruksi
sebagaimana surat No.127/BawasluProv-DKIJakarta/IV/2014, Perihal: Instruksi pengawasan
pemungutan dan penghitungan suara diwilayah Provinsi DKI Jakarta. Pada pokoknya
menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
1) Semua petugas PPL diharapkan telah menerima dan membaca Buku Panduan Pengawas
Pemilu lapangan Pemilu Anggta DPR, DPD dan DPRD tahun 2014, sebagai panduan
untuk pelaksanaan pengawasan pemungutan dan penghitungan suara tanggal 9 April
2014;
2) Semua petugas PPL yang akan melakukan pengawasan agar dibuatkan surat tugas yang
dikeluarkan oleh Panwascam masing-masing, untuk format Surat Tugas sudah kami
email ke Panwaslu Kab/kota dan agar diteruskan ke Panwascam;
3) Terkait dengan pelaksanaan pemungutan suara di tahanan Polres, Polsek dan Polda yang
dilakukan oleh TSP terdekat, PPL dengan supervisi Panwascam diharapkan melakukan
pengawasan secara maksimal dan berkoordinasi dengan PPS/KPPS, terkait lokasi TPS
lokasi yang akan melakukan pemungutan suara di tahanan tersebut;
4) Terkait dengan pelaksanaan pemungutan suara yang dilakukan di Rumah Sakit yang
dilakukan oleh TSP terdekat, PPL dengan supervisi Panwascam diharapkan melakukan
pengawasan secara maksimal dan berkoordinasi dengan PPS/KPPS, terkait TPS mana
yang akan melakukan pemungutan suara di Rumah Sakit tersebut;
5) Selain menyampaikan laporan sesuai formulir pengawasan, PPL dan Panwascam
membuat laporan hasil pengawasan A-1, A-2 jika ada temuan/ informasi/ laporan dugaan
pelanggaran agar melakukan proses tindaklanjut sebagaimana hasil laporan sesuai
Peraturan Bawaslu;
6) Panwaslu Kab/Kota dan Panwascam melakukan supervisi terhadap PPL dalam
melakukan pengawasan dan menyusun laporan hasil pengawasan di masing- masing
wilayah Desa/Kelurahan;
Kemudian dilaksanakan apel siaga pengawasan melalui tele conference yang dikoordinasi
oleh Bawaslu RI dan dipimpin oleh Ketua Bawaslu RI, pelaksanaanya di kantor Bawaslu Provinsi
dengan melibatkan Universitas-universitas yang tergabung dalam Gerakan Sejuta Relawan
Pengawas Pemilu (GSRPP) pada tanggal 8 April 2014. Bawaslu Provinsi DKI Jakarta pada tanggal
9 April 2014, melakukan pengawasan melekat dalam pelaksanaan pemunguatn suara. Pengawasan
dilakukan juga oleh Panwaslu kabupaten/kota dengan cara keliling terhadap TPS-TPS yang diduga
ada titik rawan dalam pelaksanaan pemungutan suara, hasil pengawasan.
Dalam pelaksanaan pemungutan suara tanggal 9 April 2014, ditemukan kejadian
tertukarnya surat suara. Kejadian tertukarnya surat suara terjadi di beberapa provinsi, menurut data
yang disampaikan KPU hingga tanggal 14 April 2014, laporan tertukarnya surat suara terjadi pada
20 Provinsi yang tersebar di 517 TPS di 77 Kabupaten/Kota, termasuk di Provinsi DKI Jakarta.
Terkait temuan jumlah surat suara tertukar tersebut KPU telah mengeluarkan Surat Edaran untuk
penanganannya, jika ada temuan surat suara tertukar maka penghitungan surat harus dihentikan
dan dilakukan pemungutan suara ulang.
Dalam kontek DKI Jakarta, temuan adanya surat suara tertukar terjadi di Jakarta Timur dan
Jakarta Selatan. Untuk Jakarta Timur surat suara terjadi di Kec. Makasar, Kel. Kebon Pala pada
TPS 45, 46, 48, 54, 62 dan 63, namun untuk TPS 45, 48 dan 63 sesuai keterangan ketua KPPS
masing-masing, pada saat ditemukan surat suara tertukar langsung koordinasi dengan KPU Jakarta
Timur dan saat itu juga dilakukan pemungutan suara ulang. Tetapi untuk TPS 46, 54 dan 62 karena
pada hari tersebut belum bisa dilaksanakan pemungutan suara ulang sehinga pelaksanaanya baru
dilakukan pada tanggal 13 April 2014.
Selain Kec. Makasar, surat suara tertukar juga terjadi di Kec. Ciracas, Kel. Ciracas di TPS
74 pelaksanaan pemungutan suara ulang di TPS 74 tersebut juga dilaksanakan pada tanggal 13
April 2014. Kejadian surat suara tertukar di Jakarta Selatan ditemukan di Kec. Kebayoran lama,
Kel. Grogol Selatan pada TPS 29, 31 dan 33, dan dilaksanakan pemungutan suara ulang yang
dilakukan pada tanggal 13 April 2014. Pada tanggal 11 April 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
menyapaikan rekomendasi kepada KPU Provinsi DKI Jakarta sebagaimana surat
No.130/BawasluProv-DKIJakarta/IV/21014, Perihal: Rekomendasi terkait surat suara tertukar.
Pada pokkya menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, terhadap temuan surat suara tertukar yang terjadi di TPS 33, Kel. Grogol Selatan,
Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan dan TPS, 46, 54, 62 di Kel. Kebon Pala, Kec. Makasar dan
TPS 74 Kel. Ciracas, Kec. Ciracas, Jakarta Timur, KPU Provinsi DKI Jakarta agar melakukan
tindakan sesuai ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan termasuk yang diatur
dalam SE KPU No.275/KPU/IV/2014 dan SE KPU No.306/KPU/IV/2014.
Kedua, terhadap temuan surat suara tertukar yang terjadi di TPS 45, 48 dan TPS 63, namun
sudah dilakukan pemungutan suara ulang, KPU Provinsi DKI Jakarta agar melakukan verifikasi
dan memastikan proses pemungutan suara ulang tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Terkait dengan hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara tingkat TPS yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan, temuan ini terjadi di TPS 14 Kel. Ujung Menteng, Kec. Cakung
Jakarta Timur, awalnya ada informasi dari pengawas bahwa pelaksanaan rekapitulasi ditingkat
kelurahan/ PPS menyisakan 1 TPS yang sudah dilakukan perhitungan ulang berapa kali, tetapi
masih ada keberatan dari saksi Partai politik, dimana ditemukan pengguna hak pilih untuk surat
suara DPRD Provinsi mencapai angka 100 persen yaitu 352, sementara pengguna hak pilih untuk
surat suara DPR 283 dan pengguna hak pilih surat suara DPD hanya 277.
Atas kejadian ini Panwaslu Jakarta Timur dan Bawaslu Prov DKI Jakarta langsung turun
mengawal langung proses penghitungan suara ulang, temuan hasil pengawasan Panwaslu Jakarta
Timur terhadap proses rekapitulasi penghitungan suara di tingkat PPS Kel. Ujung Menteng untuk
TPS 14 pada tanggal 14 April 2014, dimana pada saat pelaksanaan penghitungan Suara Ulang
ditemukan hal-hal sebagai berikut:
1) Dalam kotak suara TPS 14 tidak ada Formulir Model C-6;
2) Dalam kotak suara TPS 14 tidak ada Formulir Model A.T. Khusus KPU
yang mencantumkan dapa pemilih DPKTb;
3) KPPS tidak membuat absensi yang standar (hanya mencatat nama-nama pemilih) serta
tidak melakukan pemeriksaan kesesuaian antara nama pemilih dalam formulir C-6
dengan nama pemilih yang tercantum dalam DPT, DPTb dan DPK (DPT yang ada di
kotak suara tidak ada tanda centang/ceklis, sebagai tanda memeriksa kesesuaian antara
formulir Model C-6 dengan DPT;
4) Pada Formulir Model C-1, adanya perbedaan antara jumlah pemilih untuk Pemilu DPR
sejumlah: 283 suara, pemilih untuk Pemilu DPD: 277 suara, dan pemilih untuk Pemilu
DPRD Provinsi: 352 suara;
Penghitungan suara di tingkat PPS Kelurahan Ujung Menteng sudah dilaksanakan
sebanyak tiga kali dan ditemukan perbedaan-perbedaan dalam penentuan suara yang digunakan
dan yang tidak digunakan dalam pelaksanaan Pemilu tanggal 9 April 2014. Sebagaimana
disampaikan oleh PPK Kec. Cakung, bahwa KPU provinsi DKI Jakarta menginsruksikan untuk
tidakmelanjutkan proses rekapitulasi penghitungan suara di TPS 14, kel. Ujung Menteng.
Mengacu PKPU No.26 Tahun 2013 Pasal 61 ayat (1) menyebutkan, Pemungutan Suara
Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRDProvinsi dan DPRD Kabupaten/Kota di TPS dapatdiulang,
apabila terjadi bencana alam dan/ataukerusuhan yang mengakibatkan hasil PemungutanSuara
tidak dapat digunakan atau Penghitungan Suara tidak dapat dilakukan. Ayat (2) menyatakan,
Pemungutan Suara di TPS wajib diulang apabila berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan
PPL terbukti terdapat keadaan sebagai berikut: pada Poin d. bahwa lebih dari seorang Pemilih
menggunakan hak pilih lebih dari satu kali, pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda.
Dugaan ini terlihat pada dokumen penghitungan suara untuk jumlah pemilih pada Pemilu
DPRD Provinsi yang berjumlah 352 suara Jadi ada 100 persen pemilih yang menggunakan hak
pilihnya. Peenyelenggaraan tahapan pemungutan suara di TPS 14 di Kel. Ujung Menteng, Kec.
Cakung, mengakibatkan hasil pemungutan dan penghitungan suara tidak dapat dilakukan,
sehingga dapat dikategorikan sebagai “gangguan lainnya yang mengakibatkan seluruh tahapan
penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan” sehingga perlu dilakukan Pemilihan Suara
Ulang”.
Atas kejadian tersebut sehingga Bawaslu Provinsi DKI Jakarta berkesimpulan berdasarkan
hasil pemeriksaan dokumen Berita Acara Penghitungan Suara di PPS Kelurahan Ujung Menteng,
maka hasil penghitungan perolehan suara di PPS/Kel. Ujung Menteng untuk TPS 14 tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Bawaslu Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 15 April 2014,
menyampaikan rekomendasi kepada KPU Provinsi DKI Jakarta sebagaimana surat
No.139/BawasluProv- DKIJakarta/IV/2014, Perihal: Rekomendasi terkait kejadian pada TPS 14,
kel. Ujung menteng, Kec. Cakung, Jakarta Timur.
Pada pokok menyampaikan hal-hal sebegai berikut: Pertama, terhadap kasus yang terjadi
pada TPS 14 di Kelurahan Ujung Menteng, Kec. Cakung, Jakarta Timur, KPU Provinsi DKI
Jakarta agar segera menindaklanjuti kasus tersebut sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan
perundang- undangan. Kedua, memastikan proses tindaklanjut atas kejadian tersebut dilakukan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketiga, melakukan evaluasi terhadap
pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara termasuk terhadap petugas KPPS TPS 14 dan
PPS Kelurahan Ujung Menteng. Atas rekomendasi tersebut diatas, kemudian KPU Provinsi DKI
Jakarta menindaklanjuti dengan menyampaikan pembritahuan dalam surat terkait pelaksanaan
pemungutan suara ulang di TPS 14, Kel. Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur.
Dari semua pelaksanaan pemungutan suara ulang yang dilakukan di beberapa TPS tersebut
diatas, mengalami penurunan pemilih yang mengunkan hak pilihnya secara tidak langsung dan
berdasarkan hasil penghitungan perolehan suara, terjadi penurunan partisipasi pemilih dalam
pelaksanaan pemungutan suara ulang. Dengan kata lain, pemungutan suara urang selain
bermanfaat tetapi juga berdampak negatif karena umumnya mengakibatkan penurunan tingkat
partisipasi masyarakat pada Pemilu.
Dalam tahapan pemungutan dan penghitungan suara Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Jakarta dan jajaranya sampai tingkat bawah mengalami sedikit kendala, mngenai jumlah personel
di setiap wilayah jumlah TPS yang ada tidak sesuai dengan jumlah PPL, walaupun telah dibantu
oleh relawan dari beberapa perguruan tinggi di DKI Jakarta, hal ini menjadi catatan tersendiri guna
memaksimalkan hal yang paling krusial dari puncak Pemilu yakni pemungutan dan penghitungan
suara, maka perlu ada upaya untuk memaksimalkan fungsi pengawasan di setiap TPS, dengan
menempatkan satu orang di tiap-tiap TPS sehingga dugaan akan adanya kecurangan dapat
diminimalisir secara dini. Hal ini menyangkut anggaran dan regulasi yang akan dibuat tetapi hal
yang demikian perlu dipekirkan dalam upaya meningkatkan kualitas Pemilu dengan
memaksimalkan fungsi pengawasan dengan menekan sedini mungkin potensi adanya pelanggaran
Pemilu.
Tabel 20
Rekapitulasi Dugaan Pelanggaran Tahapan Pemungutan
dan Penghitungan suara dan Penindakannya
No
No.
Registrasi
Uraian Kejadian
Tang
gal
Kejad
ian
Temp
at
Kejadi
an
Tindak
lanjut
Ket.
1.
Pada hari Rabu 9 April
2014 sekitar Pukul 08.30
wib ditemukan adanya
pembagian 125 amplop,
yang berisi uang sebesar
Rp 25.000,- setiap
amplopnya, dibagikan
kepada warga di Cipinang
Bali, Rt 3/Rw 1, Cipinang
Melayu, Jakarta Timur,
yang diduga
berasal dari Caleg Partai
Demokrat an. Drs. Sularto
MM.
9
Ap
ril
2014
Cipinan
g Bali
R
t 3/Rw
1Cipina
ng
Melayu,
Jakarta
Timur
Ditin
dak
lanju
ti
Diteruskan
kepolisianJakarta
Timur
2.
013/TM/
PILE
G/IV/201
4
Banyak warga (pasien
dan keluarga pasien yang
ada di RSCM) tidak bisa
menggunakan hak
pilihnya, karena tidak
disediakan TPS, padahal
dalam Pilgub 2012
terdapat 3 TPS didirikan
di RSCM; adanya surat
9
Ap
ril
2014
RSCM
Jakarta
Tidak
ditindak
lanjuti
Temuan yang
disampaikan tidak
memenuhi syarat
formil dan/atau
materiil sebagai
dugaan tindak
pidana Pemilu
penolakan dari
manajemen RSCM untuk
pendirian TPS di dalam
RSCM yang
disampaikan ke KPU DKI
Jakarta
Sumber: Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta
E. Pengawasan Rekapitulasi Penghitungan Suara
Pada tanggal 23-24 April 2014, KPU Provinsi DKI Jakarta melaksanakan rapat pleno
rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilu 2014 tingkat Provinsi DKI Jakarta yang
dilakukan di Hotel Borobudur Jakarta. rapat pleno dihadiri oleh semua Partai politik peserta
Pemilu dan calon anggota DPD Provinsi DKI Jakarta dan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta.
Sayangnya acara berjalan molor karena banyaknya protes dan keberatan dari saksi Partai politik,
kemudian rapat dilanjutkan pada tanggal 25 April 2014 yang bertempat di kantor KPU Provinsi
DKI Jakarta.
Berdasarkan pengamatan dan pencermatan terhadap jalannya proses Rekap Hitung Tingkat
Provinsi yang dilakukan sejak 23-24 April 2014, Bawaslu Provinsi DKI mencatat sejumlah isu,
masalah dan agenda strategis dan penting yang menjadi sorotan peserta Rapat Rekap Hitung.
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta mengharapkan hal tersebut menjadi perhatian bersama, khususnya
KPU Provinsi DKI pada pelaksanaan Pilpres 2014.
Berbagai isu dan agenda tersebut diantaranya: Pertama, banyaknya sorotan tajam dari para
saksi Parpol terkait dengan manajemen dan administrasi Pemilu, baik yang terkait langsung
dengan kegiatan Pungut Hitung maupun berbagai aspek pendukung lainnya, seperti koordinasi dan
komunikasi di lingkungan internal KPU DKI hingga jajaran di tingkat bawah, problem
inkonsistensi dan distorsi dalam penegakan regulasi, problem sosialisasi, administrasi dan
manajemen Pemilu, pengadaan dan terutama distribusi logistik Pemilu khususnya surat suara, dan
lain sebagainya.
Kedua, sorotan tajam terhadap kinerja Penyelenggara Pemilu pada tingkatan atau level
Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan
Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Bentuk- bentuk sorotan tajam tersebut mencakup aspek
integritas, profesionalitas dan kinerja Penyelenggara Pemilu, dalam wujud antara lain: (a) Cukup
banyak petugas KPPS dan PPS yang terlambat memberikan formulir C-1 kepada saksi Parpol
maupun PPL, (b) terjadinya kesalahan/kekeliruan dalam administrasi Pemilu khususnya dalam hal
pencatatan dan penulisan formulir C-1 oleh petugas KPPS terutama tatkala menghitung perolehan
suara Parpol dan Caleg yang digabung menjadi dua suara dan bukan hanya satu suara pada
sejumlah TPS sehingga saat Rekap di Tingkat PPS harus melakukan pembukaan kotak, dan (c)
terjadinya perbedaan angka (pergeseran) antara yang terdapat dalam formilir C-1 dengan hasil
rekap di tingkat PPS (form D1), dan (d) melesetnya target tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu
2014 di Jakarta, dan sebagainya.
Berdasarkan hasil pencermatan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta terhadap laporan atau
temuan yang masuk kepada Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta maupun problem yang muncul
pada Rekap Hitung Tingkat Provinsi, cukup banyak muncul kasus gugatan terhadap perolehan
suara Pemilu 2014 yang melibatkan antar Caleg dalam satu atau internal Parpol. Hal ini
mengindikasikan terjadinya konflik dan persaingan tidak sehat pada internal Parpol sebagai akibat
dari implementasi sistem Pemilu yang ditetapkan. Bawaslu mencermati, konflik internal Caleg
dan ikut memperalot proses Rekap Hitung yang seyogianya tidak perlu terjadi manakala Parpol
mampu menegakkan aturan, disiplin dan etika dalam berorganisasi.
Agenda selanjutnya, pada 25 April 2014, KPU Provinsi DKI Jakarta menerbitkan berita
acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Partai politik dan calon anggota DPD tingkat
Provinsi DKI Jakarta. Sejurus kemudian pada tanggal 26 April 2014, Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta menyampaikan rekomendasi sebagaimana surat No.147/BawasluProv-
DKIJakarta/IV/2014, Perihal: Rekomendasi perbaikan jumlah data pemilih pada Form Model DB-
1 dan Model DC-1 pada pokoknya menyampaikan rekomendasi terhada hal-hal sebagai berikut:
Pertama, setelah Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan pemeriksaan terhadap Berita
Acara dan Sertifikat Rekapitulasi Penghitungan Perolehan Suara (Model DC-1 dari KPU Provinsi)
tertanggal 25 April 2014, jika disandingkan dengan Berita Acara dan Sertifikat Rekapitulasi
Penghitungan Perolehan Suara (Model DB-1 dari KPU Kab/kota), ditemukan adanya perbedaan
angka pada jumlah data pemilih, pengguna hak pilih, serta data jumlah surat suara sah dan tidak
sah pada beberapa dapil di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
Kedua, KPU Provinsi DKI Jakarta, segera melakukan perbaikan terhadap perbedaan jumlah
data pemilih, data pengguna hak pilih serta data jumlah surat suara sah dan tidak sah pada Model
DB-1 dan Model DC-1 sebagaimana temuan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, dengan melaksanakan
rapat dan mengundang saksi dari Partai politik dan Calon anggota DPD.
Ketiga, jika pihak KPU Provinsi DKI Jakarta, juga menemukan adanya perbedaan jumlah
data pemilih, data pengguna hak pilih serta data jumlah surat suara sah dan tidak sah dalam Model
DB-1 dan Model DC-1, agar langsung dilakukan perbaikan serta disampaikan penjelasan kepada
peserta rapat. Keempat, KPU Provinsi DKI Jakarta membuat berita acara perbaikan rekapitulasi
hasil penghitungan perolehan suara Partai Politik Peserta Pemilu dan perolehan suara calon
anggota DPR, DPD, DPRD provinsi.
Lalu, pada tanggal 27 April 2014, KPU Provinsi DKI Jakarta menerbitkan kembali
perbaikan rekapitulasi hasil penghitungan partai politik dan calon anggota DPR, DPRD Provinsi
serta calon anggota DPD tingkat Provinsi DKI Jakarta dalam Pemilu 2014. Kemudian, pada
tanggal 27 April 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan rekomendasi sebagaimana
surat No.148/BawasluProv-DKIJakarta/IV/2014, Perihal: Rekomendasi pada perbaikan berita
acara rekapitulasi penghitungan perolehan suara KPU Provinsi DKI Jakarta.
Pada pokoknya menyampaikan rekomendasi terhada hal-hal sebagai berikut: Pertama,
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta telah melakukan pemeriksaan terhadap berita acara rekapitulasi
perhitungan perolehan suara partai politik, data pemilih, pengguna hak pilih serta data jumlah surat
suara yang digunakan, surat suara sah dan tidak sah, dan ditemukan adanya perbedaan jumlah data
DPT, DPTb, DPK dan DPKTb pada BA Rekapitulsi yang dibuat ditingkat Kabupaten/Kota (Model
DB-1) dengan BA Rekapitulsi yang dibuat di tingkat Provinsi (Model DC-1).
Kedua, dalam perbaikan jumlah data pada DPT, DPTb, DPK dan DPTKb yang dilakukan
tersebut ternyata juga terjadi perubahan terhadap jumlah data pemilih yang sudah tercatat pada
berita acara Model DB-1 yang dibuat di tingkat di Kabupaten/Kota. Hal ini sebagaimana dijelaskan
oleh KPU Provinsi DKI Jakarta salah satu penyebabnya adalah program yang digunakan pada saat
rekap di Hotel Borobudur berbeda dengan program yang digunakan pada saat rekap di kantor KPU
Provinsi DKI Jakarta.
Ketiga, terhadap pelaksanaan perbaikan berita acara rekapitulasi perhitungan suara tanggal
27 April 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta merekomendasikan agar dibuatkan juga BA
Perbaikan Rekapitulasi Perhitungan Suara dengan menyebutkan rincian data rekap yang dilakukan
perubahan. Keempat, terkait perubahan terhadap BA dan sertifikat Model DC-1 yang berakibat
pada perubahan jumlah data pemilih dan jumlah pengguna hak pilih di tingkat Kabupaten/Kota,
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta meminta KPU Provinsi DKI Jakarta memastikan perbaikan
terhadap jumlah data pemilih dan jumlah penguna hak pilih di tingkat Kabupaten/Kota dengan
membuat Berita Acara perbaikan serta memastikan tidak ada perbedaan jumlah data pemilih pada
tingkat Kecamatan dalam Model DA-1.
Kelima, KPU Provinsi DKI Jakarta memastikan dalam melakukan perbaikan Berita Acara
Rekapitulasi Penghitungan Suara tersebut dilakukan sesuai prosedur yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan, sehingga legal standing perbaikan ini dapat
dipertanggungjawabkan.
Selanjutnya, pada tanggal 4 Mei 2014, KPU Provinsi DKI Jakarta menerbitkan kembali
Berita Acara No.51/BA/V/2014 Tentang Perbakian kedua rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara partai politik dan calon anggota DPR, DPD dan DPRD dalam Pemilu tahun 2014
tingkat Provinsi DKI Jakarta. Terhadap seluruh proses Rekap Hitung ini, Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta Jakarta merekomendasikan kepada KPU DKI untuk memperbaiki secara mendasar
manajemen dan administrasi Pemilu, perbaikan secara mendasar dan berkualitas pada pengadaan
dan distribusi logistik Pemilu, meningkatkan kualitas dan integritas KPU khususnya pada level
tingkatan yang paling bawah seperti petugas KPPS dan PPS dengan pemberian Bimbingan Teknis
yang memadai, dan lain sebagainya.
Terhadap pelanggaran-pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh petugas KPPS, PPS
dan PPK, Bawaslu Provinsi DKI merekomendasikan kepada KPU Provinsi DKI untuk mengambil
tindakan tegas, dengan cara tidak melibatkan lagi mereka pada kegiatan-kegiatan Pemilu di masa
datang, baik Pemilu Legislatif, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden maupun Pemilukada DKI.
Sedangkan terkait dengan adanya dugaan yang mengarah kepada tindak pidana Pemilu,
Bawaslu Provinsi DKI tetap akan memproses dan meneruskannya sesuai dengan peraturan-
perundangan. Sebaliknya kepada Parpol, Saksi atau masyarakat yang mempunyai bukti-bukti
cukup dan otentik terjadinya pelanggaran Kode Etik Pemilu atau menyangkut integritas
Penyelenggara Pemilu, dipersilahkan untuk menempuh jalur hukum, misalnya mengadukan
kepada DKPP.
Tentang tidak tercapainya tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2014, Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta mencermati hal ini terjadi sebagai akibat akumulasi berbagai penyebab yang
kompleks dan saling berketerkaitan, yakni: apatisme dan krisis kepercayaan masyarakat terhadap
Pemilu, Partai Politik dan Parlemen, tidak efektifnya sosialisasi yang dilakukan oleh KPU Provinsi
DKI dan jajarannya, disfungsi Parpol dalam melakukan pendidikan politik, belum maksimalnya
pendataan dan pendaftaran pemilih, problem akurasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan sebagainya.
Oleh karena itu, Bawaslu Provinsi DKI merekomendasikan kepada KPU Provinsi DKI melakukan
evaluasi dan langkah-langkah strategis agar pada kegiatan Pemilu Legislatif, khususnya Pemilu
Presiden yang sebentar lagi akan digelar, tingkat partisipasi pemilih meningkat.
Pada dasarnya Bawaslu Provinsi DKI Jakarta mengharapkan agar hasil Rekap Hitung
Tingkat Provinsi DKI Jakarta diterima dengan bulat, dan tidak perlu lagi dipersoalkan atau
diperkarakan pada Rekap Hitung di KPU RI. Sikap elegan dan sportif ini penting ditunjukkan
bukan saja merefleksikan kematangan dan jiwa besar dalam berdemokrasi dan penerimaan
terhadap hasil Pemilu 2014, melainkan juga karena proses Rekap dari semua tingkatan/jenjang
sudah dilakukan dan secara umum telah mendapat persetujuan atau pengesahan Saksi Parpol.
Meskpun demikian, tentu saja Bawaslu Provinsi DKI Jakarta tidak akan bisa mengerem
dan mencegah manakala ada para pihak yang tidak puas dengan Rekap Hitung di Tingkat Provinsi
menaikkan dan memperkarakannya di tingkat Rekap Hitung di KPU RI, termasuk ke Mahkamah
Konstitusi (MK). Dalam hal adanya sengketa Bawaslu provinsi DKI Jakarta dan Jajaran tidak
menangani adanya sengketa dalam tahapan pemungatan dan penghitungan suara. Namun dalam
hal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau PHPU bawaslu sebagai pihak terkait mendapatkan
beberapa hal yang berkaitan dengan PHPU tersebut baik untuk anggota DPR, dan DPRD maupun
calon anggota DPD.
Tabel 21
Daftar Perselisihan Hasil Pemilu di DKI Jakarta
No Partai
Politik
No. Sub. Perkara Dapil Keterangan
1 Partai Nasdem 01-01-11/PHPU-DPR-
DPRD/XII/2014
DPR RI DKI Jakarta I 2
2. PKB 12-02-
11/PHPU-
DPR-
DPRD/XII/201
4
DPRD Prov DKI
Jakarta 7
1
3. PKS Tidak ada PHPU - 0
4. PDIP Tidak ada PHPU - 0
5. Golkar 03-05-11/PHPU-DPR-
DPRD/XII/2014
DPRD Prov DKI
Jakarta 8
DPRD Prov DKI
Jakarta 10
2
6. Gerinda 07-06-11/PHPU-DPR- DPRD Prov DKI 1
DPRD/XII/2014 Jakarta 6
7. Demokrat 10-07-
11/PHPU-
DPR-
DPRD/XII/201
4
DPR RI DKI Jakarta
II DPR RI DKI
Jakarta III DPR RI
DKI Jakarta I
DPR RI DKI Jakarta II
4
8. PAN 11-08-
11/PHPU-
DPR-
DPRD/XII/201
4
DPRD Prov DKI
Jakarta 4 DPRD Prov
DKI Jakarta 9
3
9. PPP 06-09-
11/PHPU-
DPR-
DPRD/XII/201
4
DPR RI DKI Jakarta
I DPRD Prov DKI
Jakarta 1
DPRD Prov DKI
Jakarta 8 DPRD Prov
DKI Jakarta 8
4
10. HANURA 02-10-11/PHPU-DPR-
DPRD/XII/2014
DPR RI DKI Jakarta I
DPR RI DKI Jakarta III
2
11. PBB Tidak ada PHPU - 0
12. PKPI Tidak ada PHPU - 0
Calon DPD Syamsul Zakaria, SH,
MH
1
Jumlah 20
Permohonan
Sumber: Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Adapun untuk jawaban Bawaslu kepada Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan
PHPU sebagai pihak terkait adalah sebagai berikut: terkait adanya perkara Perselisihan Hasil
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang telah diajukan dan didaftarkan di
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi pada Hari Kamis Tanggal 15 Mei 2014 Jam 23.50 WIB
dengan nomor perkara 02-10/PHPU-DPR-DPRD/XII/2014 Sebagaimana telah dilakukan
perbaikan permohonan pada tanggal 23 Mei 2014 oleh:
Tabel 22
Perkara PHPU Pileg 2014
No
PEMOHON
NO. REGISTRASI
TANGGAL
DAPIL
1 Partai Hanura 02-10/PHPU-DPR-
DPRD/XII/2014
15 Mei 2014 DKI Jakarta 3
2 Partai
Demokrat
10-07 / PHPU – DPR –
DPRD / XII/2014
15 Mei 2014 DKI Jakarta
1, 3
3 Partai Golkar 03-05 / PHPU – DPR –
DPRD / XII / 2014
15 Mei 2014 DKI Jakarta 8
4
Partai Persatuan
Pembangunan
06-09 / PHPU – DPR –
DPRD / XII / 2014
15 Mei 2014 DKI Jakarta 1
G. Pengawasan Penetapan Kursi Anggota DPRD DKI
Pada tanggal 12 Mei 2013, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menghadiri rapat pleno
penetapan perolehan kursi partai politik dan penetapan calon terpilih anggota DPRD provinsi DKI
Jakarta dalam Pemilu 2014. KPU Provinsi DKI Jakarta menerbitkan Keputusan Komisi Pemilihan
Umum Provinsi DKI Jakarta No.103/Kpts/KPU-Prov-010/Tahun 2014, Tentang Penetapan
Perolehan Kursi Partai Politik Dan Penetapan Calon Terpilih Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta
Dalam Pemilu 2014, tanggal 12 Mei 2014.
Lalu, pada tangal 25 Agustus 2014, sejumlah 106 anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta
dilantik dan mengucapkan sumpah janji jabatan untuk periode 2014-2019. Acara sumpah jabatan
dilakukan dalam rapat paripurna pengangkatan anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta yang
dipimpin oleh Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta masa jabatan 2009-2014.
Adapun komposisi perolehan kursi partai politik di DPRD DKI Jakarta untuk periode 2014-
2019 sebagai berikut:
1. PDIP berada di posisi pertama (28 kursi)
2. Partai Gerindra (15 kursi )
3. Partai Keadilan Sejahtera (11 kursi)
4. PPP (10 kursi)
5. Partai Demokrat (10 kursi)
6. Hanura (10 kursi)
7. Golkar (9 kursi)
8. PKB (6 kursi)
9. Partai Nasdem (5 kursi)
10. PAN (2 kursi)
Tabel 23
Perolehan Kursi Partai Politik dan Celeh Terpilih DPRD DKI
No. Partai Politik Nama Caleg Terpilih Keterangan
1. Partai Nasdem 1. Bestari Barus
2. Subandi
3. Hasan Basri Umar
4. Inggard Joshua
5. James A. Sianipar
5 Anggota DPRD
Prov DKI Jakarta
terpilih
2. PKB 1. Mualif Z.A
2. Abdul Aziz
3. Hasbiallah Ilyas
4. Sudirman
5. Darusslam
6. Ahmad Ruslam
6 Anggota DPRD
Prov DKI Jakarta
terpilih
3. PKS 1. Zairofi
2. Yusriah Dzinnun
3. Tubagus Arif
4. Selamat Nurdin
5. Abdul Suhaimi
6. Dite Abimanyu
7. Triwisaksana
8. Rifkoh Abriani
9. Achmad Yani
10. Rois H.S.
11. Nasrullah
11 Anggota DPRD
Prov DKI Jakarta
terpilih
4. PDIP 1. Prasetio Edi Marsudi
2. P. Sinaga
3. Ellyzabeth C.H.
4. Jhonny Simanjuntak
5. Meity Magdalena
6. Ida Mahmudah
7. Steven Setiabudi
8. Gani Suwondo
9. Dwi Rio Sambodo
10. Johnni A. Hutapea
11. Pantas Nainggolan
12. H.E. Syahrial
13. William Yani
14. Manuara Siahaan
15. Gembong Warsono
16. Rikardo
17. Indrawati Dewi
28 Anggota DPRD
Prov DKI Jakarta
terpilih
No Partai Politik Nama Caleg Terpilih Keterangan
1. Partai Nasdem 1. Bestari Barus
2. Subandi
3. Hasan Basri Umar
4. Inggard Joshua
5. James A. Sianipar
5 Anggota DPRD
Prov DKI Jakarta
terpilih
2. PKB 1. Mualif Z.A
2. Abdul Aziz
3. Hasbiallah Ilyas
4. Sudirman
5. Darusslam
6. Ahmad Ruslam
6 Anggota DPRD
Prov DKI Jakarta
terpilih
3. PKS 1. Zairofi
2. Yusriah Dzinnun
3. Tubagus Arif
4. Selamat Nurdin
5. Abdul Suhaimi
6. Dite Abimanyu
7. Triwisaksana
8. Rifkoh Abriani
9. Achmad Yani
10. Rois H.S.
11. Nasrullah
11 Anggota DPRD
Prov DKI Jakarta
terpilih
4. PDIP 1. Prasetio Edi Marsudi
2. P. Sinaga
3. Ellyzabeth C.H.
4. Jhonny Simanjuntak
5. Meity Magdalena
6. Ida Mahmudah
7. Steven Setiabudi
8. Gani Suwondo
9. Dwi Rio Sambodo
10. Johnni A. Hutapea
11. Pantas Nainggolan
12. H.E. Syahrial
13. William Yani
14. Manuara Siahaan
15. Gembong Warsono
16. Rikardo
17. Indrawati Dewi
18. Panji Virgianto
19. Yuke Yurike
20. Sereida Tambunan
28 Anggota DPRD
Prov DKI Jakarta
terpilih
21. Ong Yenny
22. Siegrieda Lauwani
23. Cinta Mega
24. Bimo Hastoro
25. Merry Hotma
26. Januarius I.P.
27. Petra Lumbun
28. Raja Natal Sitinjak
5. Partai Golkar 1. Agustiar
2. Ramly H.I.M.
3. Yudistira Hermawan
4. Taufik Azhar
5. Tandanan Daulay
6. Asraf Ali
7. Zainuddin
8. Khotibi Achyar
9. Fathi Bin Rahmatulla
9 Anggota DPRD
Prov DKI Jakarta
terpilih
6. Partai Gerindra 1. Iman Satria
2. Fajar Sidik
3. Aristo Purboaji
4. M. Taufik
5. Prabowo Soenirman
6. Taufik Hadiawan
7. M. Sanusi
8. Syarif
9. Abdul Goni
10. Nuraina
11. Seppalga Ahmad
12. Endah Setia Dewi
13. Rani Maulani
15 Anggota DPRD
Prov DKI Jakarta
terpilih
14. M. Arief
15. Rina Aditya
7. Partai Demokrat Taufiqurahman
2. Neneng Hasanah
3. Santoso
4. Ferrial Sofyan
5. Mujiono
6. Misan Samsuri
7. Lucky P.S.
8. Achmad Nawawi
9. Nur Afni Sajim
10. M. Hasan
10 Anggota DPRD
Prov DKI Jakarta
terpilih
8. PAN 1. Bambang Kusmanto
2. Johan Musyawa
2 Anggota DPRD
Prov DKI Jakarta
terpilih
9. PPP 1. Riano P. Ahmad
2. Maman Firmansyah
3. Nina Lubena
4. Belly Bilallusalam
5. Syamsudin
10 Anggota DPRD
Prov DKI Jakarta
terpilih
6. Matnoor Tindoan
7. Ichwan Jayadi
8. Rendhika Harsono
9. Usman Helmy
10. Abraham Lunggana
10. Partai Hanura 1. Verry Yonnevil
2. Syarifuddin
3. Zainuddin
4. M. Sangaji
5. Farel Silalahi
6. M. Guntur
7. Ruslam Amsyari
8. Wahyu Dewanto
9. Fahmi Z.H.
10. Hamidi A.R.
10 Anggota DPRD
Prov DKI Jakarta
terpilih
Sumber: KPU DKI
G. Penanganan Pelanggaran Pileg dan PHPU
Jika mencermati dari data-data yang ada, khususnya terkait dengan penanganan
pelanggaran, baik pada Pileg 2014 di DKI Jakarta, jumlah relatif sedikit. Di Provinsi DKI Jakarta,
laporan pengaduan yang masuk total berjumlah 65, terdiri dari 47 laporan dan 18 temuan. Adapun
hasil penanganannya, 46 kasus dinyatakan gugur karena tidak cukup bukti, 19 diteruskan kepada
KPU Provinsi DKI Jakarta. Dari jumlah tersebut, 5 kasus diantaranya merupakan limpahan dari
Bawaslu RI.
Tabel 24
Laporan dan Temuan Hasil Penanganan Pelanggaran Pileg 2014
No Lembaga
Pengawas
Laporan Dan Temuan Hasil
Penanganan
Lapor
an
Temua
n
Jml Gug
ur
Admi
nist
rasi
Pida
na
Ket
1 Bawaslu
Provinsi DKI
Jakarta
47 18 65 46 1
9
- -
2 Panwaslu
Jakpus
8 12 20 18 2 - -
3
Panwaslu
Jaktim
18
9
27
21
5
1
Putusan
Penjara 6
bln, denda 1
Juta dan
Subsidair 3
bln.
4 Panwaslu
Jaksel
16 19 35 13 2
2
- -
5 Panwaslu
Jakbar
14 18 32 17 1
5
- -
6 Panwaslu
Jakut
6 17 23 17 6 1 -
7 Panwaslu
Kp. Seribu
- - - - - - -
Total 10
9
93 202
132 6
9
1 -
Sumber: Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Banyak faktor yang menyebabkan mengapa tidak ada satupun pelanggaran Pileg 2014 yang
pelaku pelanggar tindak pidana berhasil diseret pengadilan dan dijatuhi hukuman setimpal atas
perbuatannya. Antara lain karena gugurnya hasil penanganan pelanggaran disebabkan para
pengadu dalam pengaduannya tidak memenuhi persyaratan formil maupun materil.
Jika kita memperhatikan terkait kasus-kasus tindak pidana Pemilu yang dilaporkan ke
Pengawas Pemilu, cukup banyak jangka waku pelaporannya terlambat, sehingga laporan
pelanggaran Pemilu tersebut sudah tidak memenuhi unsur yang dimaksud laporan disampaikan
paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui dan/atau ditemukannya pelanggaran Pemilu, sebagimana
ditentukan dalam Undang undang No.8 tahun 2012, Pasal 249 ayat (4), sehingga dapat dikatakan
laporan tidak memenuhi syarat formal.
Selain itu, laporan yang disampaikan sebagian tidak menyertakan saksi atau bukti, atau
kadang saksi bukan yang mengalami kejadian langsung, keterangan uraian kejadian yang
disampaikan saksi tidak terkait langsung dengan terlapor, sehingga unsur-unsur tindak pidana
Pemilu yang disangkakan tidak terpenuhi, maka laporan tersebut dapat dikatakan tidak memenuhi
unsur-unsur syarat materil. Akibatnya, tidak ada satupun dari pelanggaran Pileg maupun Pilpres
2014 yang masuk dan sudah dibahas di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang
unsur personalianya terdiri dari Pengawas Pemilu, Kepolisian dan Kejaksaan, lolos atau diproses
ke Kejaksaan untuk diproses lebih lanjut. (lihat bagan).
Selain itu, laporan yang disampaikan sebagian tidak menyertakan saksi atau bukti, atau
kadang saksi bukan yang mengalami kejadian langsung, keterangan uraian kejadian yang
disampaikan saksi tidak terkait langsung dengan terlapor, sehingga unsur-unsur tindak pidana
Pemilu yang disangkakan tidak terpenuhi, maka laporan tersebut dapat dikatakan tidak memenuhi
unsur-unsur syarat materil. Akibatnya, tidak ada satupun dari pelanggaran Pileg maupun Pilpres
2014 yang masuk dan sudah dibahas di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang
unsur personalianya terdiri dari Pengawas Pemilu, Kepolisian dan Kejaksaan, lolos atau diproses
ke Kejaksaan untuk diproses lebih lanjut. Di bawah ini rekapitulasi gelar Kasus dalam Sentra
Gakkumdu terkait dugaan pelanggaran pidana Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD di Wilayah
Provinsi DKI Jakarta.
Tabel 25
Rekapitulasi Kasus dalam Sentra Gakkumdu Pileg 2014
No
Gakumdu
Tingkat
Pembahasan
Gakkumdu
Rekomendasi
Pidana Bukan
Pidana
Pidana Perlu
Syarat
Formil/Materiil
1 Provinsi DKI 49 - 49 -
2 Jakarta Pusat 2 - 2 -
3 Jakarta Timur 7 1 5 1
4 Jakarta Selatan 12 - 12 -
5 Jakarta Barat 7 - 6 1
6 Jakarta Utara 17 - 11 6
7 Kepulauan Seribu - - - -
8 Total 94 1 85 8
Sumber: Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Sedikitnya jumlah laporan dan temuan pelanggaran Pileg, segaris lurus dengan gugatan
sengketa hasil Pileg ke MK. Pada Pileg 2014, permohonaan Perselihan Hasil Pemilihan Umum
(PHPU) Pileg 2014 dari Partai politik berjumlah 19 dan 1 (satu) permohonan PHPU diajukan oleh
Caleg DPD sehingga total permohonan PHPU di Provinsi DKI Jakarta berjumlah 20 permohonan.
Dari 20 permohonan PHPU Pileg 2014 yang diajukan, oleh MK semuanya diputuskan tidak
diterima dan tidak dikabulkan.
Tabel 26
Permohonan PHPU Pileg 2014
Sedangkan gugatan yang masuk ke DKPP terkait dengan Pileg ada 4 (empat), 3 terkait
dengan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta dan satu terkait dengan PPK dan PPS di Jakarta
Barat, dan semuanya diputus oleh DKPP tidak terbukti melakukan pelanggaran alias direhabilitasi.
Apa yang hendak dikatakan dengan data ini? Antara lain bisa dikatakan bahwa Penyelenggara
Pemilu (KPU DKI dan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta ) sudah cukup maksimal dalam menjalankan
tugasnya. Sebab jika tidak, selain jumlah gugatan banyak, yang dikabulkan oleh MK tentu saja
harusnya banyak.
H. Pengawasan Partisipatif
Dalam melaksanakan Pemilu, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta sangat getol melibatkan
partisipasi berbagai elemen masyarakat dalam melakukan Pengawas Pemilu. Hal ini disebabkan
karena Bawaslu berkeyakinan, hanya dengan partisipasi aktif dari masyarakat, pengawasan Pemilu
dapat dilakukan secara lebih massif, dan maksimal. Pertimbangan lain melibatkan partisipasi
masyarakat, karena jumlah personalia Bawaslu Provinsi DKI Jakarta hingga tingkat kelurahan
sangat sedikit. Tidak sebanding dengan jumlah orang yang harus diawasi, dan begitu
kompleksinya cakupan masalah Pemilu. Salah satu upaya pelibatan masyarakat adalah dengan
membentuk program Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu (GSRPP).
GSRPP merupakan program dari Bawaslu RI yang dilakukan serentak di seluruh di
Indonesia. Pemilu. GSRPP merupakan gerakan sosial dan sukarela dari Pemilih Pemula
(Mahasiswa, Perguruan Tinggi dan Pelajar SMA/SMK yang berumur 17-23 tahun), Kelompok
Masyarakat Sipil dan individu masyarakat untuk memantau/mengawasi dan menyampaikan
informasi dugaan pelanggaran Pemilu kepada Pengawas Pemilu dalam rangka pencegahan
terjadinya pelanggaran Pemilu, serta sadar untuk menggunakan hak pilihnya dan dapat mengajak
masyarakat untuk memilih di TPS dan mengawasi Pemilu menuju terselenggaranya Pemilu yang
bersih, berkualitas fan bermartabat.
Tujuan dari GSRPP pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD tahun 2014 sebagai
berikut: pertama, menumbuhkan sikap dan perilaku mengawasi Pemilu bagi pemilih pemula dan
masyarakat. Kedua, membantu Pengawas Pemilu dalam mengawasi Pemilu. Ketiga,
meningkatkan kualitas Pemilu melalui partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi Pemilu dan
Keempat mensosialisasikan kebijakan Program Pemilu kepada masyarakat.
Berdasarkan tujuan tersebut, maka out put yang diharapkan dari GSRPP adalah pertama,
tumbuhnya sikap dan perilaku mengawasi Pemilu kepada pemilih pemula dan masyarakat. Kedua,
terbantunya Pengawas Pemilu dalam melaksanakan pengawasan Pemilu Anggota DPR, DPD dan
DPRD. Ketiga, meningkatnya kualitas Pemilu ,elalui partisipasi aktif masyarakat pengawasan
Pemilu dan keempat tersosialisasinya kebijakan pengawasan Pemilu kepada masyarakat.
Di GSRPP, berbagai kalangan bergabung dan membentuk kolaborasi kerja dengan
berbagai latar belakang dan kapasitas yang dimiliki dapat menjadi model yang diharapkan dapat
mengisi kebutuhan tersebut. Dengan kolaborasi, perkara yang tidak mudah akan mampu
diwujudkan. Secara struktur GSRPP terdiri atas berbagai elemen: (1) Kelompok Kerja yang
melibatkan unsur bawaslu beserta strukturnya hingga Kabupaten/Kota, dan (2) Relawan yang
terdiri dari individu, organisasi masyarakat sipil (OMS), perguruan tinggi, organisasi masyarakat
(ormas) dan lainnya. Adapun tugas relawan adalah sebagai berikut: (1) Memantau dan
mengumpulkan informasi pada tahapan Pemilu yang diawasi; (2) Mencatat data/informasi tersebut;
dan (3) Melaporkan hasil pengawasan berupa informasi awal ini kepada PPL atau Panwascam atau
Panwas Kabupaten/Kota atau Bawaslu Provinsi, atau Bawaslu RI.
Pokja GSRPP Provinsi DKI Jakarta telah melakukan Bimtek menjelang Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden dengan melibatkan 3 orang perwakilan relawan dari perguruan tinggi dan
ormas. Selain itu, Pokja GSRPP Provinsi DKI Jakarta membuat spanduk ukuran 4x6 meter untuk
beberapa perguruan tinggi tentang pelaporan pelanggaran atas Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden melalui SMS Center Pokja GSRPP Provinsi DKI Jakarta sebagai berikut:
Gambar Spanduk SMS Center Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Bimbingan Teknis dan Sosialisasi GSRPP Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun
2014 dilakukan oleh Bawaslu RI terhadap Bawaslu di tingkat Provinsi pada hari Jumat hingga
Minggu tanggal 30 Mei hingga 1 Juni 2014 di Jakarta. Terkait sosialisasi Gerakan Sejuta Relawan
Pengawas Pemilu selama pelaksanaan tahapan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014,
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan sosialisasi GSRPP bertempat di Universitas Nasional.
Selain itu, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta telah melakukan sosialiasi bertempat di
Sekretariat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta. Pada Pemilu DPR, DPD, dan DPRD, Panwaslu
Kabupaten/Kota masing-masing ditugaskan untuk merekrut relawan dari siswa SMA atau
sederajat, dan juga merekrut relawan dengan melibatkan Panwascam dan PPL seperti tersaji pada
tabel berikut:
Tabel 1
Jumlah Relawan yang Direkrut Panwaslu Kabupaten/Kota
Kab/Kota Jumlah Relawan dari:
Panwascam PPL Sekolah
Kabupaten Kepulauan Seribu 30 90 200
Kota Jakarta Barat 120 840 600
Kota Jakarta Pusat 120 660 600
Kota Jakarta Selatan 150 975 600
Kota Jakarta Timur 150 975 600
Kota Jakarta Utara 90 465 600
JUMLAH 660 4005 3200
Sumber: Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Tabel 2
Rekap Data Relawan Perguruan Tinggi dan Simpul Organisasi
No Perguruan Tinggi dan Simpul Organisasi Jumlah Relawan
Sumber: Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta fokus pada rekrutmen relawan di tingkat mahasiswa di
perguruan tinggi yakni Universitas Negeri Jakarta, Universitas Muhammadiyah Jakarta,
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, dan Universitas Esa Unggul dengan target masing-
masing 200 relawan. Sedangkan Universitas Paramadina, Institut IISIP, dan Institut PTIQ, masing-
masing ditargetkan sebanyak 100 relawan. Bawaslu dalam rangka merealisasikan rekrutmen
relawan pada bulan Februari 2014 telah menginstruksikan Bawaslu Provinsi untuk membentuk
Pokja baik di tingkat Provinsi maupun di tingkat Kabupaten/Kota.
Pada akhir bulan Februari 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta telah membentuk 7 (tujuh)
Pokja masing-masing Pokja GSRPP Provinsi, dan 6 (enam) Pokja Kabupaten/Kota. Namun dalam
realisasinya, pemenuhan atas data relawan tidak berhasil memenuhi sebagaimana target yang telah
ditetapkan. Pemenuhan data jumlah relawan terkait langsung dengan jumlah ID Card yang
disampaikan dari Bawaslu yang dalam hal ini dari Sekretariat Pokjanas GSR Pengawas Pemilu.
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta mendapat ID Card untuk pengawasan Pemilu DPR, DPD,
dan DPRD sebanyak 600 lembar yang telah didistribusikan melalui koordinator relawan untuk
perguruan tinggi, dan Ketua Pokja GSRPP Kabupaten/Kota. Sedangkan untuk Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta hanya mendapatkan tambahan 100 lembar ID
Card untuk didistribusikan kepada relawan GSRPP. Hingga memasuki pelaksanaan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden, sebanyak 2946 relawan dari GSRPP yang berhasil direkrut dan
1 Universitas Negeri Jakarta 75
2 Fight Corruption Committee 121
3 Institut PTIQ Jakarta 22
4 Universitas Esa Unggul 111
5 Institut IISIP Jakarta 48
6 Universitas Nasional 9
7 Universitas Paramadina 50
8 UHAMKA 223
9 FCC 121
Total 780
diperoleh datanya oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta. Relawan sejumlah tersebut berhak untuk
memperoleh sertifikat dari Pokjanas GSR Pengawas Pemilu.
Pada Pemilu DPR, DPD, dan DPRD, Pokja GSRPP Provinsi DKI Jakarta mengambil cek
lis bagi relawan GSRPP dari Buku Panduan PPL yang berkaitan dengan hari pemungutan suara.
Pada hari pencoblosan di Pemilu DPR, DPD, dan DPRD, relawan GSRPP di DKI Jakarta secara
relatif tidak banyak memberikan info adanya pelangggaran. Hanya koordinator relawan yang
mengirimkan laporan namun bersifat deskripsi bahwa telah melakukan kegiatan di suatu TPS.
Hanya ada 1 (satu) laporan yang merupakan satu-satunya laporan melalui email yang disampaikan
oleh relawan kepada Bawaslu Provinsi DKI Jakarta yang sifatnya laporan adanya pelanggaran,
tetapi dikirimkan setelah kejadian yang dilaporkan tersebut telah berlangsung cukup lama.
Saat Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pokja Provinsi tidak lagi membuat cheklist untuk
relawan mengingat pada Pemilu legislatif cheklist yang diberikan ke relawan tidak ada kembali ke
pokja provinsi, maka pada Pemilu presiden pokja provinsi hanya buat spanduk dan
mensosialisasikan nomor SMS Center baik yang tercantum di spaduk juga dimuat di media online.
Sehingga pada hari pemungutan suara pilpres cukup banyak mengirimkan informasi via SMS,
sebab Pokja GSRPP Provinsi DKI Jakarta telah menyiapkan nomor SMS pengaduan di samping
nomor koordinator relawan. Sebanyak 133 SMS diterima Pokja GSRPP Provinsi DKI Jakarta,
dengan banyak SMS masuk di nomor SMS center, mengakibatkan handphone mengalami hang
akhirnya banyak SMS tidak bisa terbaca. Hanya 133 SMS yang terbaca dan sempat terekam
dengan jenis pelanggaran sesuai grafik berikut:
Tabel 3
Karena hampir tidak ada relawan GSRPP di DKI Jakarta yang melaporkan adanya
pelanggaran, sehingga tidak ada yang bisa ditindaklanjuti. Baru pada Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden, terdapat laporan relawan GSRPP yang bisa langsung ditindaklanjuti baik dalam bentuk
instruksi langsung Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dengan mengontak Panwaslu Kabupaten/Kota
maupun langsung agar ditindaklajuti oleh Panwascam/PPL setempat yang berada di lokasi
kejadian.
Dari Keseluruhan Pengawasan Pemilu Partisipatif dengan nama Gerakan Sejuta Relawan
Pengawas Pemilu (GSRPP) pada Pemilu 2014 Bawaslu provinsi DKI Jakarta melahirkan sebuah
Buku dengan Judul Implementasi Pengawasan Partisipatif, “Potret Gerakan Sejuta Relawan
Pengawas Pemilu 2014 di Provinsi DKI Jakarta”.
BAGIAN III
MENGAWAL PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 2014
A. Pengawasan di Tengah Keterbatasan Personil
Problematika Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 di Jakarta dalam banyak
kasus mirip dengan yang muncul saat di Pemilu Legislatif (Pileg) 2014. Kenapa bisa demikian
terjadi? Hal ini disebabkan karena problem di Pileg tidak dijadikan bahan evaluasi, pelajaran dan
perbaikan yang komprehensif dan tuntas dari tingkat hulu sehingga problem serupa terulang
kembali. Selain itu, bisa jadi karena ada sejumlah stakeholder Pilpres 2014 memang secara sengaja
mencari-cari masalah dan kambing hitam supaya menimbulkan konflik.
Dengan adanya masalah atau konflik dalam Pemilu, membuatnya mempunyai panggung
politik untuk mengekpressikan diri. Masalah-masalah tersebut terjadi dari mulai hulu, tengah
hingga hilir, serta mencakup semua tahapan Pemilu. Akibat banyak masalah yang terjadi di
Pilpres, akhirnya berujung pada gugatan Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
(PHPU) dari salah satu pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden kepada Mahkamah
Konstitusi.
Dalam melakukan pengawasan, tantangan yang dihadapi oleh Pengawas Pemilu cukup berat.
Salah satu penyebabnya adalah terkait dengan keterbatasan sumber daya manusia atau personalia
pengawas, yang hanya berjumlah 954 orang dengan rincian: provinsi 3 orang, Kabupaten/Kota
sebanyak 18 orang, Kecamatan sebanyak 132 orang dan Panitia Pengawas Pemilu Lapangan (PPL)
sebanyak 801 orang, jika ditambah staf total pengawas Pemilu sekitar 1.000. Lalu bandingkan
dengan jumlah TPS Pileg yang berjumlah 17.045, dan Pilpres 12.804 TPS.
Untuk menutupi keterbatasan aparat Pengawas Pemilu tersebut, salah satu caranya dengan
menugaskan lebih banyak PPL di daerah/wilayah yang tingkat potensi kerawanan pelanggarannya
tinggi. Jumlah TPS pada Pilpres 2014 lebih sedikit daripada Pileg 2014, namun tetap saja jika
dibandingkan dengan jumlah pengawas Pemilu di wilayah Provinsi DKI Jakarta maka dapat
dikatakan jika melihat jumlah personil pengawas, maka pengawasan yang dilakukan diwilayah
Provinsi DKI Jakarta tidak dapat dilakukan maksimal, dengan perbandingan 1 (satu) pengawas
melakukan pengawasan terhadap 12-13 TPS.
Oleh karena keterbatasan personil tersebut, sehingga strategi pengawasan yang dilakukan
pada hari pemungutan suara adalah dengan system mobile. Jadi 1 (satu) pengawas tidak melakukan
pengawasan secara menetap di satu TPS, akan tetapi berpindah-pindah tempat sesuai jadwal dan
TPS yang telah ditentukan. Dengan cara tersebut, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta berpendapat
pengawasan cukup efektif dilaksanakan dan mampu menekan terjadinya pelanggaran Pilpres 2014.
(Tabel 1).
Tabel 1
Jumlah Personalia Pengawas Pemilu di DKI di Pilpres 2014
No. Prov./Kab.
/Kota
Jumlah
Kecamatan
Jumlah
Kelurahan
Jumlah TPS
Pileg
Jumlah
TPS Pilpres
1. Jakarta Pusat 8 44 1.852 1.311
2. Jakarta Timur 10 65 4.675 3.226
3. Jakarta Utara 6 31 2.877 2.533
4. Jakarta Barat 8 56 3.818 2.474
5. Jakarta Selatan 10 65 3.769 2.824
6. Ke. Seribu 2 6 54 40
DKI Jakarta 44 267 17.045 12.408
Sumber: KPU DKI
B. Pengawasan Data dan Daftar Pemilih
Kerawanan pertama yang diendus oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta menjelang
Pilpres 2014 adalah terkait dengan data pemilih yang akan digunakan dalam pemungutan suara.
Untuk kepentingan itu, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta melakukan pencermatan, penelitian,
pemetaan, serta merekomendasikan kepada KPU DKI Jakarta agar masalah data mendapat
perhatian ekstra, khususnya oleh KPU DKI dan jajarannya. Klaster problemnya sangat variatif.
Diantaranya terkait dengan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) dan Daftar Pemilih
Khusus (DPK).
Secara kumulatif, data pemilih tetap (DPT) dalam Pilpres 2014 adalah penjumlahan data
pemilih Pileg 2014 yang terdiri dari DPT, DPK dan DPKTb ditambahkan data pemilih pemula
yang berasal dari pemerintah. Jika kita lihat data pemilih pada Pileg 2014 tersebut diatas adalah
7.200.003. Sesaui catatan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta data pemilih Daftar Pemilih Khusus
Tambahan (DPKTb) pada Pileg 2014 data pemilih berjumlah 177.543, namun yang
mengggunakan hak pilih untuk pemilih berkategori DPKTb pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan
DPRD berjumlah 174.646.
Pada saat pelaksanaan sinkronisasi/pemutakhiran data pemilih Pilpres tidak semuanya data
pemilih DPKTb Pileg tersebut dapat dimasukan/dilakukan entry data daftar pemilih sementara
(DPS) dalam Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih). Pada proses singkronisasi data DPKTb
Pileg menjadi DPS Pilpres sebagian besar masih di dalam kotak suara. Hasil pembicaraan Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta dengan KPU Provinsi DKI Jakarta hanya sebagian kecil data DPKTb Pileg
yang bisa dilakukan entry data dalam Sidalih yaitu: sekitar sekitar 5–10 ribuan untuk menjadi
DPT pada Pilres 2014 dan sisanya 165.000 DPKTb sebagian besar ditolak oleh sistem Sidalih
karena dimungkinkan sudah terdaftar di DPT daerah lain.
Terhadap data pemilih sebanyak 165.000 yang tidak masuk dalam data sidalih Pilpres
2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta pernah meminta data secara by name by address untuk
memastikan data DPKTb Pileg (Data AT Khusus) adalah benar adanya. Akan tetapi KPU Provinsi
DKI Jakarta tidak bersedia memberikan data tersebut dengan alasan yang tidak jelas.
Jika kita melihat hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara Pileg 2014 di Provinsi
DKI Jakarta, tercatat angka data pemilih DPKTb cukup banyak jika dibandingkan dengan data
DPK Pileg yaitu: 21.127 dan DPKTb berjumlah 177,356. Hal ini semestinya juga menjadi
perhatian serius stakeholder Pilpres. Bukan hanya Bawaslu Provinsi DKI Jakarta . Tetapi
sepertinya banyak yang enggan mengangkat problem ini. Padahal Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
acapkali mengingatkan, jika problem ini tdak diatasi, bisa akan salah satu pemicu munculnya
gugatan dalam sengketa Pilpres 2014.
Selain DPTb adalah problem Daftar Pemilih Khusus (DPK). Pada 25 Maret 2014, Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta sudah memprediksi bakal membengkaknya jumlah DPK di Pilpres
dibandingkan dengan di Pileg, seraya minta agar problem ini diantisipasi. Prediksi Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta tersebut mendapat reaksi keras dari KPU DKI. Sehingga terjadilah atau
menjadi kenyataan apa yang sebelumnya diprediksi tersebut. Hal ini dibuktikan dengan adanya
DPK sebanyak 20.504 pemilih dan DPKTb sebanyak 325.634, sebagaimana terbaca pada tabel 2.
Pada saat Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014, DPK di DKI Jakarta mengalami penurunan
sedikit. Meski demikian, untuk DPKTb justeru mengalami kenaikan. Pembengkakan ini sangat
dimungkinkan dikontribusi dari data DPKTb lama yang tidak mengalami perbaikan, ditambah
pemilih baru yang masuk dalam kategori DPKTb. (lihat bagan).
Tabel 2
Jumlah DPK dan DPKTb pada Pilpres 2014
Pemilu DPS DPSHP Jumlah
TPS
DPT DPTb DPK DPKTB
Sumber: diolah dari KPU DKI
Problem lain yang menjadi sorotan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta adalah terkait dengan
Nomor Induk Kependudukan (NIK) invalid. Saat penetapan DPT DKI, NIK invalid di DKI Jakarta
pernah sempat menembus angka 66.089 dari jumlah pemilih 7.021.514, selanjutnya berhasil
diperbaiki hingga menyisakan 19.703. Sedangkan di tingkat nasiona, NIK invalid pernah mencapai
10.4 juta dari jumlah total pemilih per 4 November 2013 sebanyak 186.612.255.
Masalah lainnya yang menjadi perhatian ekstra Bawaslu Provinsi DKI Jakarta adalah
terkait dengan problem pemilih di kawasan rentan. Seperti pemilih di Lembaga Pemasyarakatan
(Lapas) dan Rumah Tahanan (Rutan) Jakarta Pusat dan Jakarta Timur, pemilih Apartemen/Rumah
Susun, pemilih disabilitas, pemilih di Rumah Sakit (RS), pemilih di lahan sengketa. Terkait dengan
pemilih rentan, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta memperluas cakupan pengertian tidak hanya
pemilih di Lapas, Rutan atau disabilitas, melainkan juga seperti pemilih di apartemen atau pemilih
pemula.
Berdasarkan informasi dan data dari Panwaskota se-DKI dan riset yang dilakukan oleh
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta diperoleh problem potensial pemilih rentan yang harus mendapat
perhatian khususnya. Misalnya di apartemen khususnya Kalibata City dimana potensi pemilihnya
pada Pilpres kali ini mencapai sekitar 13.000, namun yang masuk dalam DPT Pileg sekitar 1.800
dengan 5 (lima) TPS, atau bertambah2 TPS dibandingkan pada Pileg lalu. Kemudian pemilih di
RSCM yang mempunyai potensi pemilih sekitar1.500, sedangkan TPS yang disiapkan hanya 2
TPS (pada Pileg lalu, ada pengaduan ke Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dari pemilih di RSCM
karena tidak bisa menyalurkan hak pilihnya).
Lalu di Lapas dan Rutan yang potensi pemilih 15.523 dengan rincian: Lapas & Rutan
Salemba sebanyak 5.334 dengan 8 TPS, Cipinang: 9.118 dengan 30 TPS, Pondok Bambu: 1.071
dengan 2 TPS, Tahanan Polda, Polres dan Polsek sekitar 425 pemilih. Serta potensi pemilih
wilayah di grey area, lahan sengketa, eks lokasi tanah penggsuran yang masih akan didirikan TPS
yang tersebar di lima wilayah DKI Jakarta, dan masalah pemilih disabilitas.
Terkait dengan problem pemilih rentan, beberapa kali, baik formal maupun informal,
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyarankan kepada kepada KPU Provinsi DKI Jakarta agar tidak
Pileg 6.846.230 6.846.230 17.405 7.001.520 32.266 21.127 177.356
Pilpres 7.006.528 7.045.964 12.408 7.096.168 80.795 20.504 325.634
melupakan/mengabaikan problem DPT yang sempat muncul saat Pemilu legislatif 2014, seperti
pemilih di wilayah grey area, Apartemen/Rumah Susun, lahan sengketa, lahan penggusuran,
Rumah Sakit/Panti Jompo, Lapas, Rutan dan Kepolisian, dan lain sebagainya. Sebab,
kemungkinan masalah-masalah tersebut tetap berpotensi muncul kembali pada saat perbaikan
DPHP Pilpres, atau bisa menjadi batu sandungan dalam rapat-rapat pleno penetapan DPT Pilpres
oleh KPU DKI Jakarta pada semua tingkatan.
Tidak hanya kepada KPU DKI. Bawaslu juga melibatkan instansi yang concern dengan
problem pemilih rentan. Misalnya dengan Komnas HAM, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
berdiskusi pada 17 Juni 2014 di kantor Bawaslu Provinsi DKI Jakarta . Dari Komnas HAM hadir
ketuanya Imdadun Rahmat untuk bersama-sama melakukan kajian kritis dan konstruktif yang
hasilnya disampaikan kepada KPU DKI dan jajarannya.
Setelah melalui proses yang alot, aklhirnya pada Selasa, tanggal 10 Juni 2014, KPU
Provinsi DKI Jakarta melaksanakan rapat pleno penetapan rekapitulasi daftar pemilih tetap (DPT)
tingkat Provinsi DKI Jakarta dengan jumlah DPT sebanyak 7.096.168 pemilih, sebagaimana Berita
Acara No.76/BA/V/2014, Tentang Rapat Pleno Penetapan Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap
(DPT) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014.
Tabel 3
C. Pangawasan Kampanye
Tahapan kampanye Pilpres 2014 menjadi fokus pengawasan penting oleh Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta dan jajarannya. Mengacu kepada Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 Pasal 40
Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan 3 (tiga) hari setelah KPU
menetapkan nama-nama pasangan calon sampai dengan dimulainya masa tenanag. Komisi
Pemilihan Umum RI pada tanggal 31 Mei 2014 telah menetapkan secara resmi nama-nama
pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Pemilu Presiden 2014.
Penetapan ini Penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan KPU Nomor
453/Kpts/KPU/Tahun 2014 tentang Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil
Presiden Pemilu 2014. Pasangan Calon Presiden Ir. H. Joko Widodo dan Calon Wakil Presiden
Drs. H.M. Jusuf Kalla serta Pasangan Calon Presiden H. Prabowo Subianto dan Calon Wakil
Presiden H.M. Hatta Rajasa.
Kampanye dilaksanakan oleh pelaksana kampanye, didukung oleh petugas kampanye dan
diikuti oleh peserta kampanye. Penyelenggaraan kampanye dilakukan di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pasangan Calon mempunyai hak, kesempatan, dan perlakuan yang
adil dan setara dan dapat dilakukan secara bersama-sama atau secara terpisah oleh Pasangan Calon
dan/atau oleh Tim Kampanye. Di dalam UNDANG UNDANGtersebut juga diatur mengenai
metode kampanye, materi kampanye, larangan yang tidak boleh dilakukan pelaksana, peserta, dan
petugas Kampanye dalam pelaksanaan kampanye Pilpres, dan lain sebagainya.
Sebelum melakukan pengawasan, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dibekali pedoman
pengawasan Pilpres 2014. Misalnya, Bawaslu RI memetakan sejumlah titik rawan. Diantaranya:
ketidaksesuaian waktu pendaftaran pelaksana kampanye dan tim kampanye, adanya pihak yang
dilarang diikutsertakan sebagai pelaksana Kampanye dan tim Kampanye, KPU, KPU Provinsi dan
KPU Kabupaten/Kota tidak menyampaikan daftar nama pelaksana Kampanye dan nama tim
Kampanye kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Panwaslu Kabupaten/Kota, Penetapan Lokasi
pelaksanaan Kampanye yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan
lain sebagainya.
Dalam kampanye juga ditengarai terjadi modus pelanggaran politik uang melalui kegiatan
pengobatan gratis, pembagian sembako, pembagian uang transport, pengadaan undian/ door prize,
pemberian kartu asuransi, bantuan sosial lain, pemberian sembako secara berkala dalam jangka
waktu 5 bulan berturut-turut dan kampanye hitam oleh simpatisan pasangan calon presiden.
Untuk melakukan pengawasan kampanye, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta pada tangal 4
Juni 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan instruksi kepada Panwaslu
Kabupaten/Kota sebagaimana surat No.193/BawasluProv-DKIJakarta/VI/2014, Perihal: Instruksi
pengawasan kampanye. Pada pokoknya menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
1) Melakukan tugas dan fungsi pengawasan tahapan kampanye Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden yang dimulai sejak tanggal 4 Juni – 5 Juli 2014;
2) Memastikan Tim Kampanye pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tingkat
Kabupaten/kota mendaftarkan nama-nama pelaksana kampanye kepada KPU
Kabupaten/kota dan menyampaikan salinannya kepada Panwaslu Kab/Kota;
3) Memastikan pelaksanaan tahapan kampanye yang dilakukan oleh pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden serta tim kampanye dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
4) Jika ditemukan adanya dugaan pelangaran Pemilu dalam pelaksanaan tahapan
kampanye agar di proses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kemudian pada 9 Juni 2014, Bawslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan himbauan
kepada tim kampanye pasangan calon presiden sebagaimana surat No.199/BawasluProv-
DKIJakarta/VI/2014, Perihal: Himbauan pelaksanaan kampanye sesuai peraturan perundang-
undangan. Pada pokoknya menyampaikan hal-hal sebagai berikut: (1) Menyampaikan beberapa
metode kampanye yang diatur dalam Undang undang No.42 Tahun 2008; (2) Menyampaikan
larangan dalam kampanye Pemilu presiden dan wakil presiden; dan (3) Menyampaikan aturan
pemasangan alat peraga kampanye dan larangan pemasangan alat peraga kamapnye, dan lain-lain.
Selanjutnya pada tanggal 9 Juni 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan
instruksi kepada Panwaslu Kabupaten/Kota sebagaimana surat No.200/BawasluProv-
DKIJakarta/VI/2014, Perihal: Instruksi koordinasi dengan satuan polisi pamong praja. Pada
pokoknya menyampaikan hal-hal sebagai berikut: Pertama, pemasangan alat peraga Kampanye
sebagaimana dilakukan oleh pelaksana Kampanye dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika,
estetika, kebersihan, kelestarian tanaman, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Kedua, guna pelaksanaan pengawasan pemasangan alat peraga kampanye Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden 2014 yang sudah berjalan serta penanganan pelanggaran terhadap
pemasangan alat peraga dan atribut kampanye maka dipadang penting agar Panwaslu
Kabupaten/Kota melakukan koordinasi dengan Satpol PP diwilayah masing-masing.
Pada tanggal 4 Juli 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan himbauan
kepada KPU Provinsi DKI Jakarta sebagaimana surat No.246/Bawasluprov-DKIJakarta/VII/2014,
Perihal: Himbauan penertiban alat peraga kampanye dalam masa tenang. Pada pokoknya
menyampaikan hal-hal sebagai berikut: terkait dengan masa tenang KPU Provinsi DKI Jakarta
telah menerbitkan surat No.014/Kpts/KPU-Prov-010/tahun 2014, untuk hal tersebut Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta menghimbau kepada KPU Provinsi DKI Jakarta agar memerintahkan kepada
tim kampanye untuk mencabut atau memindahkan alat perga kampanye yang tidak memnuhi
ketentuan pemasangan sesuai peraturan perundang-undangan.
Penertiban Alat Peraga Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014, yang
dilakukan oleh Panwaslu Kabupaten/Kota se-Provinsi DKI Jakarta bekerjasama dengan Satpol PP
di wilayah Kabupaten/Kota, sebagai berikut:
Tabel 4
D. Pengawasan Pengadaan dan Distribusi Logistik
Guna melaksanakan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014, KPU
bertanggungjawab dalam merencanakan dan menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan
pendistribusian perlengkapan pemungutan suara. Tanggungjawab dalam pelaksanaan kebutuhan
pengadaan dan pendistribuian perlengkapan pemungutan suara dibebankan kepada Sekretaris
Jenderal KPU, sekretaris KPU Provinsi, dan sekretaris KPU Kabupaten/Kota.
Perlengkapan pemungutan suara sebagaimana dimaksud terdiri atas: a. kotak suara; b. surat
suara; c. tinta; d. bilik pemungutan suara; e. segel; f. alat untuk mencoblos pilihan; dan g. tempat
pemungutan suara. Selain perlengkapan pemungutan suara untuk untuk menjaga keamanan,
kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara, diperlukan
dukungan perlengkapan lainnya. Dukungan Perlengkapan Lainnya sebagaimana dimaksud terdiri
atas:a. sampul kertas; b. formulir; c. stiker nomor kotak suara; d. alat bantu tunanetra;
e.perlengkapan di TPS/TPS LN; dan f. Daftar Calon Tetap (DCT). Penyediaan perlengkapan
penyelenggaraan Pemilu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. tepat
jumlah, b. tepat jenis, c. tepat sasaran, d. tepat waktu, e. tepat kulaitas dan f. hemat anggran/
efesien.
Pengadaan perlengkapan pemungutan suara dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal KPU
dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengadaan perlengkapan
pemungutan suara oleh Sekretaris Jenderal KPU dapat melimpahkan kewenangannya kepada
sekretaris KPU Provinsi dan sekretaris KPU Kabupaten/Kota. Pelaksanaan pengadaan
perlengkapan pemungutan suara oleh Sekretaris Jenderal KPU dilakukan terhadap perlengkapan:
kotak suara, surat suara calon Presiden dan Wakil Presiden, tinta, bilik dan segel sebagaimaan
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Terkait dengan pengadaan dan distribusi logistik, Bawaslu RI memberikan arahan terdapat
potensi potensi titik rawan pada tahapan pengadaaan dan pendistribusian perlengkapan
pemungutan suara pada Pilpres 2014. Oleh karena itu fokus pengawasan diarahkan diantaranya
kepada hal-hal sebagai berikut: a. Kepatuhan perusahaan pemenang lelang dalam pengadaan
perlengkapan pemungutan suara sesuai dengan standar spesifikasi teknis perlengkapan
pemungutan suara; b. Ketepatan waktu pengadaan perlengkapan pemungutan suara oleh
perusahaan pemenang lelang; c. Kesesuaian jumlah perlengkapan pemungutan suara yang
diproduksi dengan jumlah yang seharusnya diproduksi oleh perusahaan pemenang lelang jika
terdapat kelebihan atau kekurangan jumlah suara; d. Terjaminnya pengamanan pada saat proses
pengadaan perlengkapan pemungutan suara, dan sebagainya.
Berdasarkan pedoman dari Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta kemudian
melakukan pemetaan terhadap potensi titik rawan pada tahapan pengadaaan dan pendistribusian
perlengkapan pemungutan suara sebagai berikut:
Tabel 5
Hasil Pemetaan Titik Rawan Pengadaan dan Distribusi Logistik
No. Potensi
Masalah Analisis
Langkah Pengawasan/
Tindak lanjut
1. Transparasi
Dokumen
Potensi tidak transparannya
KPU Provinsi, KPU
Kab/Kota atau Panwascam
dalam memberikan dokumen
Sejak awal tahapan pengadaan dan
distribusi logistik, pengawas
berkoordinasi dengan KPU Prov,
KPU Kab/Kota dan PPK untuk
perlengkapan Pemilu, terkait
jumlah, jenis dan
mendapatkan data/dokumen terkait
pengadaan perlengkapan
penyelengaraan Pemilu
2. Jadwal
Distribusi
Potensi tidak diberikannya
jadwal dari proses pengadaan
dan pendistribusian masuk ke
KPU Kab/Kota ataupun
pendistribusian ke PPK dan
PPS
Meminta jadwal pengadaan dan
jadwal distribusi kepada KPU Prov,
KPU Kab/Kota atau Bawaslu RI.
3. Sosialisasi
terhadap
penggunaan
perlengkapa
n
penyelengar
aan Pemilu
PPS dan KPPS tidak bisa
menggunakan dan mengertai
akan fungs-fungsi
perlengkapan penyenggaraan
Pemilu sesuai aturan yang
ditentukan
Mengingatkan dan Merekomdasikan
kepada KPU Prov/ KPU Kab/Kota
untuk melakukan Bimtek/sosialisasi
kepada jajaran PPS dan KPPS
4.
Terlambatn
ya distribusi
logistic
perlengkapa
n Pemilu
Potensi terjadi keterlambatan
distribusi logistik, terkait
transportai dan kendala
teknis dalam proses
pengadaan
Koordinasi yang intensif dengan
KPU Prov, KPU Kab/Kota dan
mengingatkan jadwal pengadaan dan
jadwal pendistribusian logistic
Pemilu.
5. Rusaknya
logisti
perlengkap
an Pemilu
Potensi adanya kerusakan
pada logistic perlengkapan
Pemilu
Melakukan pengawasan dan
pengecekan terhadap logistic sampai
tingkat PPS untuk memastikan
logistic perlengkapan Pemilu tidak
mengalami kerusakan dan
melaporakan jika ditemukan
kerusakan.
Sumber: Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Selanjutnya Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan jajarannya melakukan pengawasan
logistik. Yakni pada tanggal 20 Juni 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyamaikan instruksi
pengawasan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota, sebagaimana surat No.212/BawasluProv-
DKIJakarta/VI/2014, Perihal: Instruksi Pengawasan pilpres 2014. Pada pokoknya terkait tahapan
pengadaan dan pendistribusian logistik menyampaikan hal-hal sebagai berikut: (1) Sesuai PKPU
No.18 tahun 2014 KPU menyediakan perlengkapan penyelengaraan Pemilu berdasarka prinsip-
prinsip tepat jumlah, tepat jenis, tepat sasaran, tepat waktu, tepat kualitas dan hemat angaran; (2)
Laporan dari Panwaslu kabupaten/kota pendistribusian perlengkapan pemungutan suara dari
perusahaan pengadaan akan baru dimulai dari tanggal 17 Juni 2014, dan (3) Panwaslu
kabupaten/kota agar melakukan pengawasan dengan meminta data jenis perlengkapan
pemungutan suara yang sudah masuk ke KPU kabupaten/kota serta memastikan ketepatan jenis
barang, tepat kualitas dan tepat jumlahnya, dan agar melaporakan hasil pengawasan kepada
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta.
6. Kekurangan
logistic
perlengkapa
n Pemilu
Potensi adanya kekurangan
logistic di tingkat PPS atau
KPPS karena salah hitung
pada pengepakan di tingkat
PPK
Melakukan monitoring dan
pengawasan melakat pada saat proses
pengepakan di tingkat PPK dan PPS
7. Kondisi
beberapa
kelurahan
yang sedang
renovasi
Potensi tidak adanya tempat
yang siap dan aman untuk
penyimpanan sementara
logistik perlengkapan Pemilu
Melakukan pengawasan dan
memastikan tempat yang digunakan
untuk penyimpanan aman dan
terkendali dari gangguan lain,
berkoordinasi dengan kepolisian
setempat.
8. Musim
penghujan,
beberapa
daerah
rawan banjir
Potensi kelurahan-kelurahan
yang rawan banjir
Melakukan pengawasan dan
memastikan logistik perlengkapan
Pemilu aman dari kerusakan.
Kemudian pada 23 dan 24 Juni 2014, Bawaslu provinsi DKI Jakarta telah melaporkan hasil
pengawasan logistik dan pengawasan kampanye di Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi DKI
Jakarta. laporan data secara bertahap sebagaimana laporan dari Panwaslu kabupaten/kota. Hasil
laporan logistik perlengkapan pemungutan suara oleh Panwaslu Kabupaten/Kota, disampaikan
dalam rapat koordinasi persiapan pengawasan pemungutan suara pada tanggal 8 Juli 2014, sebagai
berikut:
Tabel 6
Data Hasil Pengawasan Logistik dan Pengawasan kampanye
di Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi DKI Jakarta.
No. Panwaslu
Kab/Kota
Jumlah
DPT
Surat suara
DPT +2%
Surat
suara
Cadngan
Tinta
diterima
Keterangan kondisi Logistik
tanggal 8 Juli 2014
1. Jakpus 773.962 798.441 1.000 2.622 Kotak suara dan Bilik Suara
menggunakan yang ada pada
Pileg, logistik sdh terkirim ke
tingkat RW
2. Jakbar 1.656.65
7
1.689.790 1.000 7.636 Kotak suara dan Bilik Suara
menggunakan yang ada pada
Pileg, logistik sdh terkirim ke
tingkat RW
3. Jaktim 1.943.09
8
1.981.960 1.000 9.350 Kotak suara dan bilik suara
menggunakan yang ada pada
Pileg, logistik sdh terkirim ke
tingkat RW
4. Jaksel 1.567.57
4
1.598.925 1.000 5.648 Kota suara dan bilik xuara
menggunakan yang ada pada
Pileg, logisti sdh terkirim ke
tingkat RW
5. Jakut 1.135.28
3
1.157.989 1.000 5.154 Kota suara dan Bilik Suara
menggunakan yang ada pada
Pileg, logistik sdh terkirim ke
tingkat RW
6. Kep.
Seribu
19.594 19.896 1.000 108 Kota suara dan Bilik Suara
menggunakan yang ada pada
Pileg, logistik sdh terkirim ke
tingkat RW
DKI
Jakarta
7.096.16
8
7.238.091 6.000 28.639
Sumber: Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Dalam pelaksanaan pengawasan logistik perlengkapan pemungutan suara terkait dengan
data-data yang diminta oleh pengawas kepada KPU Kabupaten/Kota, beberapa KPU tidak mau
memberikan data tersebut. Contohnya KPU Jakarta Timur dan KPU Jakarta Pusat. Sebagaimana
ditentukan dalam undang-undang keterbukaan informasi dan data merupakan prinsip dalam
pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu hal ini menyebabkan pengawasan penyelengaraan Pemilu
terhadap logistik tidak dapat dilaporkan per minggu.
Hal ini perlu mendapat perhatian KPU Provinsi DKI Jakarta, untuk menyampaikan
himbauan kepada KPU kabuaten/kota agar lebih terbuka dalam memberikan akses data dan
informasi kepada pengawas Pemilu, sebagaimana selalu disampaikan oleh KPU Provinsi DKI
Jakarta, akan lebih terbuka kepada pengawas Pemilu terkait akses informasi dan data.
E. Pengawasan Pemungutan dan Penghitungan Suara
Berdasarkan Undang-Undang No.42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden Pasal 112 menyatakan Pemungutan suara Pemilu Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden dilaksanakan paling lama 3 (tiga) bulan setelah pengumuman hasil pemilihan umum
anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Pemungutan suara adalah proses
pemberian suara oleh Pemilih di TPS dengan cara mencoblos pada kolom yang berisi nomor urut,
tanda gambar dan/atau foto nama pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.
Pelaksanaan Pemungutan suara dilakukan berdasarkan asas: a. langsung; b. umum; c. bebas
dan d. rahasia. Dalam menyelenggarakan pemungutan dan penghitungan suara, Penyelenggara
Pemilu berpedoman pada asas: a. mandiri; b. jujur; c. adil; d. kepastian hukum; e. tertib; f.
kepentingan umum; g. keterbukaan; h. proporsionalitas; i. profesionalitas; j. akuntabilitas; k.
efisiensi; l. efektifitas; dan m. aksesibilitas.
Berdasarkan PKPU No. 4 Tahun 2014 Tentang Tahapan, Program dan Jadual
Penyelenggraan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, pelaksanaan pemungutan dan
penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dilakukan tanggal 9 Juli 2014.
Pemungutan suara di Tempat Pemungutan Suara dilaksanakan mulai pukul 07.00 sampai dengan
pukul 13.00 waktu setempat.
Selanjutnya, berdasarkan keputusan penetapan DPT oleh oleh KPU Provinsi DKI Jakarta
sebagaimana Berita Acara KPU No. 076/BA/VI/2014 dalam penetapan Daftar Pemilih Tetap
(DPT) Pemilu Presiden dan Wakil Presiden pertanggal 10 Juni 2013, jumlah TPS di wilayah
Provinsi DKI Jakarta adalah 12.408 TPS.
Untuk melakukan pengawasan pemungutan dan penghitungan suara, Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta dibekali ‘pasukan’ dengan jumlah sebagai berikut:
1. Pengawas Pemilu Lapangan : 801 pengawas
2. Pangawas Pemilu Kecamatan : 132 pengawas
3. Pangawas Pemilu Kabupaten/kota : 18 pengawas
4. Bawaslu Provinsi DKI Jakarta : 3 pengawas
Total jumlah pengawas Pemilu di wilayah Provinsi DKI Jakarta sekitar 954, jika
ditambahkan dengan staf dan kesekretariatan maka sekitar 1.050 pengawas. Walaupun jumlah TPS
pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden angka berkurang dari 17.405 (TPS pada Pileg) menajdi
12.408, namun untuk pengawasan dengan jumlah tersebut, terdapat perbandingan 1 pengawas
Pemilu mengawasi sekitar 13-15 TPS. Dengan perbandingan tersebut maka pelaksanaan
pengawasan pada hari pemungutan suara dilakukan secara mobile/ berkeliling dari TPS ke TPS
yang lainnya.
Fokus pengawasan pemungutan dan penghitungan suara di TPS dilakukan diantaranya
terhadap 1. Kepatuhan KPPS terhadap tata cara penyelenggaraan pemungutan dan penghitungan
suara; 2. Ketersediaan perlengkapan pemungutan suara di TPS; 3. Kesiapan KPPS dalam
melaksanakan pemungutan suara; 4. Netralitas petugas penyelenggara pemungutan dan
penghitungan suara; 5. Kemungkinan terjadinya kekerasan, intimidasi, teror, dan sabotase dalam
pemungutan dan penghitungan suara; 6. Kemungkinan terjadi kampanye dan/atau ajakan untuk
memilih atau tidak memilih pasangan calon tertentu di sekitar TPS pada hari pemungutan suara;
7. Kemungkinan terjadinya politik uang pada saat pemungutan suara, dan 8. Kemungkinan
penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara/pejabat pemerintah.
Adapun fokus Pengawasan pada pelaksanaan pemungutan suara untuk memastikan
kemungkinan terjadinya hal-hal sebagai berikut: 1. Adanya pemilih yang tidak memenuhi syarat
mencoblos yang menggunakan surat pemberitahuan dengan formulir model C6 milik orang lain;
2. Adanya pemilih menggunakan hak pilih lebih dari 1 (satu) kali; 3. Adanya pemilih ikut
mencoblos dengan mendaftarkan dirinya dengan menggunakan identitas kependudukan orang
lain; 4. Adanya mobilisasi pemilih di sekitar TPS untuk memilih pasangan calon tertentu; 5. KPPS
tidak menandatangani setiap surat suara yang akan dipergunakan oleh pemilih untuk memberikan
suara; dan 6. pemilih tidak mencelupkan jarinya ke tinta setelah memberikan suara.
Menjelang pelaksanaan pemungutan suara Pemilihan Umum presiden dan Wakil Presiden
tanggal 9 Juli 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta telah mempersiapkan pengawasan. Hasilnya
pada 3 Juli 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan rekomendasi kepada KPU
Provinsi DKI Jakarta sebagaimana surat No.243/BawasluProv-DKIJakarta/VII/2014, tanggal 3
Juli 2014, Perihal: Kewajiban menyampaikan Form Model C-6, From Model C-1 dan lampirannya
serta mengumumkan Form Model C-1. Pada pokoknya menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, KPU Provinai DKI Jakarta menyampaikan himbauan kepada semu KPPS di
wilayah Provinsi DKI Jakarta untuk menyampaikan Form Model C-6, From Model C-1 dan
lampirannya serta mengumumkan Form Model C-1, dan kedua, terkait Salinan Form Model C-1,
akrena jumlah PPL terbatas dan tidak bisa melakukan pengawasan per TPS, maka Salinan Form
Model C-1 bisa diambil di PPS pada saat sebelum melakuakn rapat pleno rekapitulasi
penghitungan perolehen suara di PPS (terlampir).
Selanjutnya, skitar tanggal 3 Juli 2014, pada proses pendistribusian perlengkapan
pemungutan suara diwilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan ditemukan selebaran terkait denagn
pedoman formulir. Dalam pedoman formulir tercantum ketentuan formulir yang menyatakan
sebagai berikut: (1) Setiap TPS mendapatkan alokasi 1 (satu) buku, yang terdiri dari 7 (tujuh) set
formulir setiap 1 set formulir terdiri dari: Model C PPWP: 2 lembar, Model C-1 PPWP: 1 lembar
berhologram, Lampiran Model C-1: 1 lembar berhologram, (2) Dalam peruntukan set salinan
formulir model C-1 tidak menyebutkan PPL mendapat Salinan 1 (satu) set. Jika dibaca isinya,
selebaran ini bermaksud menghilangkan peran dan hak PPL untuk mendapatkan salinan Formulir
Model C-PPWP. Hal ini menyebabkan keresahan di kalangan pengawas Pemilu.
Lalu pada 3 Juli 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan rekomendasi,
sebagaimana surat No.244/ BawasluProv-DKIJakarta/ VII/2014, Perihal: Rekomendasi terhadap
temuan pedoman formulir Model C-1. Pada pokoknya menyampaikan kepada KPU Provinsi DKI
Jakarta segera merespon informasi ini secara cepat dengan memberikan klarifikasi serta
penejelasan yang baik kepada PPS dan KPPS bahwa informasi pedoman formulir yang beredar
tersebut adalah tidak benar. Bawaslu juga minta KPU Provinsi DKI Jakarta membuat formulir
pedoman baru yang isinya sesuai dengan ketentuan Undang undang No.42 tahun 2008 dan PKPU
No.19 tahun 2014.
Langkah lain yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta adalah dengan melakukan
pendistribusian Buku Panduan Pengawas Pemilu dan Buku Panduan Cara Mudah Masyarakat
Pantau Pilpres 2014, yang diterbitkan oleh Bawaslu RI kepada Panwaslu kabupaten/kota untuk
disampaikan dan diteruskan kepada Panwascam dan PPL di wilayah Provinsi DKI Jakarta pada
tanggal 5 - 7 Juli 2014.
Pada 8 Juli 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta mengadakan rapat koordinasi persiapan
pelaksanaan Pilpres bersama KPU Provinsi DKI Jakarta. Adapun hasil rapat koordinasi persiapan
pengawasan pemungutan suara antara lain sebagai berikut: (1) Saksi pasangan calon hanya satu
dalam TPS, (2) Saksi mandat untuk Paslon No.1 ditandatangani oleh tim Nasional, sedangkan
untuk Paslon No.2 di tandatangani Tim Provinsi, (3) Baju saksi boleh sesuai identitas misalkan
kotak2 asalkan tidak naka nama, foto Pasangan Calon, (4) Kemungkinan terjadi permaslahan
membludaknya jumlah pemilih DPKTb di sejumlah kawasan terutama hunian rentan apartemen,
lapas dll. Jika tidak diantisipasi dengan cermat, berptensi menimbulkan kegaduhan sebagaimana
terjadi pada Pileg 2014, terutama diapartemen kalibata city dan apartemen sekitar kelapa gading,
dan (5) KPU Jakarta Utara dan Jakarta Timur segera berkoordinasi terkait dengan suplai logistik
pemungutan suara yang akan dikirim ke Lapas dan Rutan.
Kemudian pada 8 Juli 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta mengadakan rapat persiapan
pengawasan pemungutan suara yang juga disupervisi oleh Tim Asistensi dari Bawaslu RI, adapun
hasil rapat koordinasi persiapan pengawasan pemungutan suara antara lain: 1. Juknis terkait
pemungutan dan penghitunagn suara di TPS dapat dijadikan acuan bagi pengawas, 2. Jika salinan
C-1 tidak diberikan paa hari yang sama, bisa menjadi pelanggaran, sehingga nanti kita sampaikan
kepada masyarakat, kerana C-1 tidak diberikan sehingga kita tidak dapat bertanggungjawab
terhadap perolehan suara di TPS tersebut, 3. Permasalahan logistik belum ada sehingga diharapkan
sortir terhadap surat suara tidak bermasalah dan jika ada kekurangan dimonitor untuk segera
dikirim, dan (4) Panwaslu kab/kota dibantu Panwascam agar ikut melakuakn penagwasan secara
mobile dan mengingatkan PPL, serta memperkuat pengetahuan dan pemahaman terkait aturan,
baik langsung, telpon, SMS atau BB untuk memastikan tugas PPL dapat berjalan dengan baik
Berukutnya pada 11 Juli 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan kepada KPU
Provinsi DKI Jakarta, sebagaimana surat No.254/BawasluProv-DKIJakarta/VII/2014, Perihal:
Rekomendasi pemberian Form Model C-1 dan lampiran kepada PPL. Pada pokoknya
menyampaikan bahwa sampai dengan tanggal 11 Juli 2014, ada beberapa KPPS/PPS yang belum
memberikan Salinan formulir Model C-1 PPWP dan lampirannya dan hanya memberikan formulir
Model C-1 PPWP dalam bentuk fotocopi. Selain itu, KPU Provinsi DKI Jakarta diminta Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta agar menyampaikan teguran kepada KPPS/PPS untuk memberikan salinan
formulir Model C-1 PPWP yang belum memberikan kepada PPL.
Pada Pilpres 2014, terjadi masalah pada kegiatan Pemungutan dan Penghitungan Suara
yang berakibat dilakukannya Pemungutan Suara Ulang (PSU) PSU di 13 TPS. PSU terjadi sebagai
akibat adanya laporan dari satu Tim Sukses Paslon No. Urut 1 atas terjadi dugaan pelanggaran
pengunaan penggunaan hak pilih (DPKTb) yang dianggap menyalahi prosedur. Kemudian
melahirkan rekomendasi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta agar dilakukan PSU pada TPS-TPS yang
bermasalah. Kemudian problem ini merembet menjadi adanya dugaaan mobilisasi massa dan
pelanggaran terstruktur, sistematis dan massif, yang pada akhirnya bergulir menjadi gugatan
sengketa Pemilu di MK maupun DKPP. Pihak yang menduga dalah dari Tim Paslon No. Urut 01.
F. Pengawasan Rekapitulasi Penetapan Hasil Perolehan Suara
Pemungutan dan penghitungan suara dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum,
bebas, jujur, adil, efektif, efesien, mandiri, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum,
keterbukaan, proporsional, professional, akuntabilitas dan aksesibilitas. Berdasarkan Undang-
Undang No. 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 132,
Penghitungan suara di TPS dilaksanakan setelah waktu pemungutan suara berakhir. Yang hanya
dilakukan dan selesai di TPS/TPSLN yang bersangkutan pada hari/tanggal pemungutan suara.
Sesuai PKPU No. 4 Tahun 2014 Tentang Tahapan, Program dan Jadual Penyelenggaraan
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dalam lampiran halaman 6, pelaksanaan rekapitulasi
dilaksanakan sebagai berikut:
a. Rekapitulasi hasil penghitungan suara dit ingkat PPS/Kelurahan, penyusunan berita acara,
Pengumuman rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat desa/kelurahan, Penyampaian
berita acara, rekapitulasi hasil penghitungan suara dan alat kelengkapan suara dilaksanakan
tanggal 10 - 12 Juli 2014;
b. Rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat PPK/Kecamatan, penyusunan berita acara,
Pengumuman rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat desa/kelurahan, Penyampaian
berita acara, rekapitulasi hasil penghitungan suara dan alat kelengkapan suara dilaksanakan
tanggal 13 - 15 Juli 2014;
c. Rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat KPU kabupaten/kota, penyusunan berita
acara, Pengumuman rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat desa/kelurahan,
Penyampaian berita acara, rekapitulasi hasil penghitungan suara dan alat kelengkapan suara
dilaksanakan tanggal 18 - 19 Juli 2014
d. PPS melaksanakan rapat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara setelah menerima
kotak suara tersegel dari KPPS. PPS menyusun jadwal rapat dengan membagi jumlah TPS
dalam wilayah kerja PPS. Penyusunan jadwal sebagaimana dimaksudkan agar rekapitulasi
dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal tahapan. Ketua PPS wajib menyampaikan surat
undangan kepada peserta rapat paling lambat 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan rapat
rekapitulasi. Peserta rapat sebagaimana dimaksud terdiri atas: a. Saksi; b. PPL; d. KPPS.
Setelah menyelesaikan proses rekapitulasi di tingkat kelurahan, PPS wajib menyerahkan
kepada PPK berupa: a. Kotak suara yang berisi Formulir Formulir Formulir Model D PPWP dan
Model D-1 PPWP dan Model D-1 Plano PPWP di PPS dalam keadaan disegel; b. Seluruh kotak
suara yang berisi Surat Suara Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dari seluruh TPS di
wilayah kerjanya dan Formulir di tingkat PPS dalam keadaan disegel. Surat Suara sebagaimana
dimaksud terdiri dari surat suara sah, Surat Suara yang dikembalikan oleh Pemilih karena rusak
dan/atau keliru dicoblos, Surat Suara yang tidak sah;. Surat Suara yang tidak terpakai termasuk
sisa Surat, Suara cadangan. Penyerahan Kotak Suara sebagaimana dimaksud dicatat dalam
Formulir Model D-4 dan Tanda Terima Model D-5.
Selanjutnya, paska menyelesaikan proses rekapitulasi di tingkat kecamatan, PPK wajib
menyerahkan kepada KPU kabupaten/kota berupa: a. Kotak suara yang berisi formulir Model DA
PPWP, DA1 PPWP dan DA1 PPWP Plano alam keadaan disegel; b. Kotak suara yang berisi
formulir Model D1 PPWP dalam keadaan disegel; c. Seluruh kotak suara yang berisi Surat Suara
dari seluruh TPS di wilayah kerjanya dan formulir di tingkat PPS dalam keadaan disegel.
Kemudian setelah menyelesaikan proses rekapitulasi di tingkat kabupaten/kota, KPU
kabupaten/kota wajib menyerahkan kepada KPU Provinsi berupa: a. Kotak suara yang berisi
Formulir Model DB dan DB-1 PPWP dalam keadaan disegel; b. Seluruh kotak suara yang berisi
Surat Suara pasangan calon Presidend an Waki Presiden dari seluruh KPU kabupaten/kota di
wilayah kerjanya dan Formulir di tingkat KPU kabupaten/kota dalam keadaan disegel. C.
Penyerahan Kotak Suara sebagaimana dimaksud dicatat dalam Formulir Model DB-4 dan Tanda
Terima Model DB-5. PPWP.
Fokus titik pengawasan pelaksanaan tahapan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
suara dan pengawasan pergerakan kotak suara, rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara
dari sisi penyelenggara Pemilu sebagai berikut: pertama, kebenaran, ketepatan, keabsahan, dan
keamanan kotak suara berisi surat suara serta dokumen rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan
KPU.
Kedua, kebenaran, ketepatan, dan keabsahan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan
suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden di PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan
KPU. Ketiga, kebenaran dan keabsahan hasil perolehan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;.
Keempat, ketaatan PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU terhadap peraturan
perundang-undangan dalam pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara.
Terhadap titik rawan tahapan pelaksanaan rekapitulasi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
melakukan antara lain hal-hal sebagai berikut: a. Memastikan kebenaran dan ketepatan proses
pergerakan kotak suara dan dokumen rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara; b.
Memastikan keakurasian hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara; c. Memastikan
kelengkapan dan keamanan dokumen hasil rekapitulasipenghitungan perolehan suara. D.
Memastikan ketaatan dan netralitas PPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan
KPUdalam proses pergerakan surat suara dan rekapitulasi hasilpenghitungan perolehan suara; e.
Melakukan tindakan, langkah, dan upaya optimal mencegah secara dini terhadap potensi
pelanggaran yang dapat dilakukan dengan cara: a. koordinasi; b. kerjasama; c. sosialisasi; dan d.
publikasi; e. himbauan; f. pengawasan langsung; g. peringatan dini; dan h. pelibatan masyarakat.
Sedangkan fokus titik pengawasan pelaksanaan tahapan rekapitulasi hasil penghitungan
perolehen suara dan pengawasan pergerakan kotak suara, rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara dari sisi lainnya sebagai berikut: a. Terjadinya kerusakan terhadap kotak suara,
surat suara, berita acara pemungutan dan penghitungan suara, berita acara, dan sertifikat hasil
rekapitulasi perolehan suara; b. Terjadinya kekerasan, intimidasi, teror, dan sabotase dalam proses
pergerakan dan rekapitulasi hasilpenghitungan perolehan suara; c. Kemungkinan terjadinya jual
beli suara yang mengakibatkan perubahan hasil penghitungan perolehan suara; d. Adanya
penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara/pejabat pemerintah dalam proses pergerakan surat
suara dan rekapitulasi penghitungan perolehan suara; e. Penyerahan salinan berita acara dan
sertifikat hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara kepada saksi peserta Pemilu dan
Pengawas Pemilu.
Dalam pelaksanaan Pengawasan Rekapitulasi Penghitungan Perolehan suara di wilayah
Provinsi DKI Jakarta, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menemukan adanya keterlambataan
penyerahan BA model C-1 oleh KPPS dan PPS kepada PPL. Pada tanggal 11 Juli 2014, dilakukan
pelakanaan rekapitulasi penghitunagn perolehan suara di tingkat PPS/Kelurahan. Pada saat itu
banyak dari KPPS maupaun PPS yang akan melaksanakan rekapitulasi tetapi belum memberikan
Salinan Form Model C dan Model C-1 serta lampirannya kepada PPL, atas beberapa laporan dari
PPL melalui, panwascam dan Panwaslu kabupaten/kota.
Atas temuan tersebut, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan kepada KPU Provinsi
DKI Jakarta, sebagaimana surat No.254/BawasluProv-DKIJakarta/VII/2014, Perihal:
Rekomendasi pemberian Form Model C-1 dan lampiran kepada PPL. Pada pokoknya
menyampaikan bahwa sampai dengan tanggal 11 Juli 2014, ada beberapa KPPS/PPS yang belum
memberikan Salinan formulir Model C-1 PPWP dan lampirannya dan hanya memberikan formulir
Model C-1 PPWP dalam bentuk fotocopi. Oleh karena itu, KPU Provinsi DKI Jakarta diminta
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta agar menyampaikan teguran kepada KPPS/PPS untuk memberikan
salinan formulir Model C-1 PPWP yang belum memberikan kepada PPL.
Lalu pada 14 Juli 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan rekomendasi kepada
KPU Provinsi DKI Jakarta sebagaimana surat No.260/BawasluProv-DKIJakarta/VII/2014,
Perihal: Rekomendasi terkait kejadian di TPS 80 kelurahan, Jatinggara, Kec. Cakung, Jakata
Timur, serta Kelurahan Papango dan Kelurahan Warakas, Jakarta Utara. Pada pokoknya
menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Menidaklanjuti hasil pengawasan Panwaslu Jakarta Timur yang disampaikan kepada Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta sebagaimana surat No.271/Panwaslu-JT/VII/2014, Perihal: Tindaklanjut
pengawasan di TPS 80 Kel. Jatinegara, Kec. Cakung, Jakarta Timur dan surat
No.278/Panwaslu-JT/VII/2014, Perihal: Rekomendasi pemungutan suara ulang dan
penghitunag suara ulang.
2. Laporan hasil pengawasan Panwaslu Jakarta Utara yang disampaikan kepada Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta sebagaimana surat No.1862/Panwaslu-JU/VII/2014, Perihal: Kejadian
pembukaan kotak suata di Kelurahan Papango dan Kelurahan Warakas.
3. Atas laporan dari Panwaslu Jakarta Timur dan Jakarta Utara Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
menyampaikan rekomendasi sebagai berikut: terhadap kejadian di TPS 80 Kelurahan
Jatinegara, Kec. Cakung, Jakarta Timur telah terjadi ketidaksingkronan data yang
mengakibatkan hasil penghitunagan perolehan suara tidak dapat dilakukan rekapitulasi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Terhadap kejadian di Kelurahan Papango dan Kelurahan Warakas, Kecamatan Tanjung Priok,
Jakarta Utara agar segera ditindaklanjuti sebagaimana ketentuan Undang undang No.42 Tahun
2008 Pasal 164 jo PKPU No.19 tahun 2014 Pasal 58.
5. Melakukan evaluasi terhadap kinerja penyelengaraa Pemilu terutama KPPS pada TPS-TPS
yang disebutkan, PPS Kelurhaan Papango dan PPS Kelurahan Warakas, KPU Jakarta Utara
dan KPU Jakarta Timur, termasuk melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara ulang
sesuai peraturan perundang-undangan.
6. Memastikan proses tindaklanjut atas peristiwa tersebut diatas dilakukan sesuai perturan
perundang-undangan.
Selanjutnya, pada 15 Juli 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menerima surat tembusan
dari KPU Kota Jakarta Utara, sebagaimana surat No.236/KPU-JU/VII/2014, tidak bertanggal,
Perihal: Tindak lanjut rekomendasi Panwas Kota Jakarta Utara. Pada pokoknya surat tersebut
menjawab dan mengkalirifikasi terkait kejadian pembukaan kotak suara di Kelurahan Papango dan
Kelurahan Warakas.
Pada tanggal 16 Juli 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta mendapatkan surat tembusan dari
KPU Kota Jakarta Timur, sebagaimana surat No.66/KPU-Kota-010.328846/VII/2014, tanggal 15
Juli 2014, Perihal: Tindak lanjut rekomendasi Panwaslu Kota Jakarta Timur. Pada pokoknya surat
tersebut menjawab dan mengklarifikasi terkait kejadian penghitungan perolehan suara di TPS 80,
Kel. Jatinegera, Kec. Cakung, Jakarta Timur. Kemudian pada 16 Juli 2014, Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta, menerima surat dari KPU Provinsi DKI Jakarta sebagaimana surat No.249/UND/VII/2014
tanggal 15 Juli 2014, Perihal: Undangan rapat rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di
tingkat provinsi.
Lalu pada 17 Juli 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, menyampaikan rekomendasi
kepada KPU Provinsi sebagaimana surat No.276/BawasluProv-DKIJakarta/VII/2014, Perihal:
Tindaklanjut rekomendasi BawasluProv DKIJakarta surat No.274/BawasluProv-
DKIJakarta/VII/2014. Pada pokoknya menyampaikan, terhadap pelaksanaan pemungutan suara
dibeberapa TPS di wilayah Provinsi DKI Jakarta ditemukan pelanggaran terhadap PKPU No.19
Tahun 2014, Pasal 11 ayat (1) huruf a. yang terjadi pada 13 TPS. Sedangkan terhadap 13 TPS
yang dinyatakan terjadi pelanggaran tersebut direkomendasiken kepada KPU Provinsi DKI Jakarta
melalui jajarannya untuk dilakukan Pemungutan suara ulang.
Selanjutnya, pada 18 Juli 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta mendapatkan surat dari
KPU provinsi DKI Jakarta, sebagaimana surat No.431/KPU-Prov-010. /VII/2014, tanggal 17 Juli
2014, Perihal: Tindak lanjut atas rekomendasi. Pada pokoknya surat tersebut menjawab dan
mengklarifikasi terkait kejadian penghitungan perolehan suara di TPS 80, Kel. Jatinegera, Kec.
Cakung, Jakarta Timur dan terkait kejadian pembukaan kotak suara di Kelurahan Papango dan
Kelurahan Warakas.
Kemudian pada 18 Juli 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menerima surat dari KPU
Provinsi DKI Jakarta sebagaimana surat No.439/KPU-Prov-010/VII/2014, tanggal 18 Juli 2014,
Hal: Tindak lanjut rekomendasi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta. Pada pokoknya surat tersebut
menyatakan KPU Provinsi DKI Jakarta dan jajaran dibawahnya akan melaksanakan Pemungutan
Suara Ulang terhadap 13 TPS, sebagaimana rekomendasi yag dikeluarkan oleh Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta sebagaimana surat No.276/BawasluProv-DKIJakarta/VII/2014, Perihal: Tindaklanjut
rekomendasi BawasluProv DKIJakarta surat No.274/BawasluProv-DKIJakarta/VII/2014.
Terkait dengan pengawasan pelaksanaan Rapat Pleno Rekapitulasi Penghitungan
Perolehan Suara Tingkat Provinsi DKI Jakarta, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta berpendapat,
pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di tingkat provinsi tidak sesuai
dengan jadwal yang ditentukan. Hal ini terjadi karena ada pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang
di 13 TPS yang dilaksanakan tanggal 19 Juli 2014, sebagaimana dinyatakan dalam surat
No.439/KPU-Prov-010/VII/2014, tanggal 18 Juli 2014, Perihal: Tindak lanjut Rekomendasi
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, pada tanggal 19 Juli 2014 Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melalui
KPU kabupaten/kota dan PPK dan PPS melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) terhadap
13 TPS sebagaimana rekomendasi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, sehingga pelaksanaan
rekapitulasi dilakukan tanggal 19 Juli 2014, setelah selesai dilakukannya PSU di 13 TPS tersebut
yang dilakukan malam hari.
Setelah pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang oleh KPU kabupaten/kota dan jajarannya
dilaksaakan secara marathon sehingga pelaksanaan penghitungan hasil PSU dan baru selesai saat
waktu sore, sehingga pelaksanaan repat pleno terbuka oleh KPU Provinsi DKI Jakarta dilakukan
malam harinya sekitar jam 19.00 s.d selesai. Acara rapat pleno terbuka rekapitulasi penghitungan
perolehan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dihadiri oleh tim kampanye dari dua saksi 2
(dua) pasangan calon dan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, serta beberapa pemantau Pemilu dan
undangan lainnya.
Pada saat acara baru dimulai untuk membahas tata tertib rapat pleno kedua tim kampanye
pasangan calon sudah gencar menyampaikan interupsi dan pendapatnya. Saksi/tim kampanye
pasangan calon No. urut 1 (Pasangan Prabowo-Hatta) menyampaikan usulan agar rekapitulasi
penghitungan perolehan suara ditunda dan keberatan untuk dilanjutkan. Keberatan saksi Pasangan
calon No urut.1 sebagai berikut: Pertama, KPU Provinsi DKI Jakarta tidak melaksanakan
rekomendasi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta terutama terkait rekomendasi pelaksanaan verifikasi
atas 5812 TPS yang dilaporkan sebagaimana surat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta No.276. Kedua,
jika keberatan saksi ini tidak diterima dan tidak ditindaklanjuti maka saksi akan melakukan walk
out/ keluar dari ruangan rapat pleno rekapitulasi penghitungan perolehan suara;
Karena KPU Provinsi DKI Jakarta tidak menerima keberatan saksi pasangan calon No.
Urut 01, sehingga saksi dan tim kampanye Paslon No. Urut 01 meninggalkan ruang rapat pleno.
Selain saksi pasangan calon No. Urut 01, pengajuan keberatan juga dilakukan oleh saksi pasangan
calon No. Urut 02 dalam bentuk surat sebagaimana surat No.010/TK/DKI/VI/2014, Perihal: Surat
keberatan atas pemungutan suara ulang di Provinsi DKI Jakarta, tanggal 18 Juli 2014.
Pada pokoknya menyampaikan hal-hal sebagai berikut: tim kampanye pasangan calon no
urut 2 keberatan atas pelaksanaan pemungutan suara ulang terhadap 13 TPS, namun saksi
pasangan calon No. Urut 02 tetap mengikuti pelaksanaan rapat pleno rekapitulasi sampai selesai.
Terhadap tindakan yang dilakukan oleh saksi pasangan No. Urut 01, KPU Provinsi DKI Jakarta
tetap melanjutkan proses rapat pleno walaupun hanya diikut oleh saksi/tim kampanye pasangan
calon No. Urut. 02 dan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, hasil rekapitulasi Pemilu Presiden dan
Wakil Presiden 2014.
G. Penanganan Pelanggaran Pilpres dan PHPU
Jika mencermati dari data-data yang ada, khususnya terkait dengan penanganan
pelanggaran, baik pada Pileg maupun Pilpres di DKI Jakarta, jumlah relatif sedikit. Di Provinsi
DKI Jakarta misalnya, laporan pengaduan yang masuk total berjumlah 66, terdiri dari 47 laporan
dan 19 temuan. Adapun hasil penanganannya, 47 kasus dinyatakan gugur karena tidak cukup bukti,
19 diteruskan kepada KPU Provinsi DKI Jakarta. Dari jumlah tersebut, 5 kasus diantaranya
merupakan limpahan dari Bawaslu RI. Sedangkan pada Pilpres, jumlah kasus yang ditangani
sebanyak 15, dengan rincian: 13 laporan dan temuan 2. Sedangkan hasil penanganannya sebagai
berikut: 11 gugur, dan 3 terkena tindakan administratif. Sedangkan satu jenis pelanggaran dugaan
pelanggaran diserahkan ke Bawaslu RI. (lihat tabel)
Tabel 7
Penanganan Pelanggaran Pilpres 2014
No
Lembaga
Pengawas
Laporan Dan Temuan Hasil Penanganan
Laporan Temuan Jml Gugur Admin
istrasi Pidana Ket.
1 Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta 13 2 15 11 4 - -
2 Panwaslu Jakpus 1 1 2 - 2 - -
3 Panwaslu Jaktim - 2 2 - 2 - -
4 Panwaslu Jaksel 1 1 2 - 2 - -
5 Panwaslu Jakbar 4 - 4 - 4 - -
6 Panwaslu Jakut 7 - 7 5 2 - -
7 Panwaslu Kep.
Seribu - - - - - - -
Total 24 6 30 14 16 - -
Sumber: Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta
Sedikitnya jumlah laporan dan temuan yang masuk, tentu saja dapat ditafsirkan dengan
beragam. Pertama, tafsir positif, membuktkan pengawasan dan terutama pencegahan yang
dilakukan oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta cukup maksimal dan efektif. Setarikan nafas
dengan hal tersebut, bisa jadi hal ini membuktikan tingkat kesadaran dan ketaatan terhadap
peraturan perundangan Pemilu dari stakeholder Pemilu, khususnya Partai Politik, Kandidat dan
Tim Suksesnya sudah cukup tinggi sehingga berdampak pada sedikitnya pelanggaran Pemilu.
Kedua, tafsir negatif. Hal ini membuktikan penanganan pelanggaran Pemilu yang
dilakukan oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta tidak maksimal dan tidak efektif. Pandangan negatif
lainnya, bisa jadi hal ini menggambarkan keengganan dan kemalasan masyarakat untuk
melaporkan adanya pelanggaran Pemilu ke Bawaslu Provinsi DKI Jakarta karena akan mengira
kasus dan laporannya tidak akan ditindaklanjuti dengan baik dan optimal. Namun banyak fakta
membuktikan, gugurnya hasil penanganan pelanggaran disebabkan para pengadu dalam
pengaduannya tidak memenuhi persyaratan formil maupun materil.
Syarat formal sebagaimana dimaksud meliputi:a. pihak yang berhak melaporkan;b. waktu
pelaporan tidak melebihi ketentuan batas waktu; danc. keabsahan Laporan Dugaan Pelanggaran
yang meliputi: (1) kesesuaian tanda tangan dalam formulir Laporan Dugaan Pelanggarandengan
kartu identitas; dan (2) tanggal dan waktu. Adapun syarat materil sebagaimana dimaksud meliputi:
(a) identitas Pelapor; (b) nama dan alamat terlapor; (c) peristiwa dan uraian kejadian; (d) waktu
dan tempat peristiwa terjadi; (e) saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut; danbarang bukti
yang mungkin diperoleh atau diketahui.
Pengawas Pemilu memutuskan untuk menindaklanjuti atau tidak menindaklanjuti temuan
atau laporan dugaan pelanggaran paling lambat 3 (tiga) hari setelah temuan atau laporan dugaan
pelanggaran diterima. Dalam hal pengawas Pemilu memerlukan keterangan tambahan dari pelapor
untuk menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran, waktu penanganan laporandugaan
pelanggaran diperpanjang paling lama 5 (lima) hari setelah laporan dugaan pelanggaran diterima.
Setelah temuan atau laporan dugaan pelanggaran memenuhi syarat formal dan materiil, petugas
penerima laporan melakukan pemberkasan dan dilakukan pengkajian.
Hasil kajian terhadap laporan dugaan pelanggaan Pemilu dikategorikan dalam tiga jenis:
(1) pelangaran Pemilu, (2) bukan pelanggaran Pemilu dan (3) sengketa Pemilu.Dugaan
pelanggaran Pemilu dapat berupa: (a) Pelangaran kode etik, kemudian meneruskan dugaan
pelanggaran kode etik tersebut kepada DKPP; (b) Pelangaran administrasi Pemilu. Selanjutnya,
Pengawas Pemilu menyampaikan rekomendasi dan berkas kajian dugaan pelanggaran administrasi
tersebut kepada KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK atau PPS sesuai tingkatannya,
dan (c) Tindak pidana Pemilu.
Terhadap hasil kajian yang dikategorikan sebagai sengketa Pemilu diteruskan kepada
bidang penyelesaian sengketa Pemilu untuk ditindaklanjuti sebagai sengketa Pemilu. Sedangkan
terhadap hasil kajian yang tidak dikatagorikan bukan dugaan pelangaran Pemilu dan bukan dugaan
pelangaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan lain, proses penanganan
pelanggaran dihentikan. Hasil kajian yang dikategorikan bukan dugaan pelanggaran Pemilu,
namun termasuk dugaan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan lain, diteruskan
kepada instansi yang berwenang.
Jika kita memperhatikan terkait kasus-kasus tindak pidana Pemilu yang dilaporkan ke
Pengawas Pemilu, cukup banyak jangka waku pelaporannya terlambat, sehingga laporan
pelanggaran Pemilu tersebut sudah tidak memenuhi unsur yang dimaksud laporan disampaikan
paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui dan/atau ditemukannya pelanggaran Pemilu, sebagimana
ditentukan dalam Undang undang No.8 tahun 2012, Pasal 249 ayat (4), sehingga dapat dikatakan
laporan tidak memenuhi syarat formal. Selain itu, laporan yang disampaikan sebagian tidak
menyertakan saksi atau bukti, atau kadang saksi bukan yang mengalami kejadian langsung,
keterangan uraian kejadian yang disampaikan saksi tidak terkait langsung dengan terlapor,
sehingga unsur-unsur tindak pidana Pemilu yang disangkakan tidak terpenuhi, maka laporan
tersebut dapat dikatakan tidak memenuhi unsur-unsur syarat materil. Akibatnya, tidak ada satupun
dari pelanggaran Pileg maupun Pilpres 2014 yang masuk dan sudah dibahas di Sentra Penegakan
Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang unsur personalianya terdiri dari Pengawas Pemilu, Kepolisian
dan Kejaksaan, lolos atau diproses ke Kejaksaan untuk diproses lebih lanjut. (lihat tabel)
Tabel 8
Penanganan Pelanggaran Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 (Sentra Gakkumdu)
No Gakumdu
Tingkat
Pembahasan
Kasus Sentra
Gakkumdu
Rekomendasi
Pidana Bukan Pidana
Pidana Perlu
Syarat
Formil/Materiil
1 Provinsi DKI 7 - 7 -
2 Jakarta Pusat 2 - 2 -
3 Jakarta Timur - - - -
4 Jakarta Selatan 2 - 2 -
5 Jakarta Barat - - - -
6 Jakarta Utara - - - -
7 Kepulauan
Seribu - - - -
Total 11 - 11 -
Sumber: Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta
H. Penanganan Pengaduan Dugaan Pelanggaran Pasangan Calon Presiden
Di tengah berbagai dinamika yang tajam dan panas terkait dengan Pilpres 2014, terdapat
fenomena menarik yakni: meningkatnya popularitas Pengawas Pemilu. Pemantiknya tak lain
tatkala Pengawas Pemilu khususnya Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menerima laporan pengaduan
dugaan pelanggaran dari Tim Pemenangan Paslon No. 1 yakni: Calon Presiden (Capres) Prabowo
Subianto dan Calon Presiden (Cawapres) Hatta Radjasa pada 12 Juli 2014, yang ditandatangani
oleh Ketua dan Sekretaris Tim Kampanye Pilpres Paslon No. 1 Prabowo-Hatta (Koalisi Merah
Putih) Provinsi DKI Jakarta M. Taufik dan Zainuddin MH. Oleh karena sifatnya pengaduan dan
sesuai dengan ketentuan, maka mau tak mau harus ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Dalam laporannya, Tim pemenangan Paslon No. 1 menyampaikan adanya dugaan
pelanggaran terhadap pelaksanaan PKPU No.19 Tahun 2014 Pasal 11 ayat (2) huruf a, yakni:
memberikan suara pada hari dan tanggal pemungutan suara di TPS yang berada di wilayah RT/RW
atau nama lain sesuai dengan alamat yang tertera dalam KTP atau identitas lain atau paspor, dugaan
mobilisasi massa dengan cara tidak sah. Serta banyaknya pemilih yang tidak menunjukan Formulir
A-5 menggunakan hak pilih dengan hanya menunjukan KTP tetapi bukan warga penduduk yang
domisili dan alamatnya tidak sama dengan alamat lokasi TPS dan ketidakwajaran dalam jumlah
DPKTb. Tim pemenangan Paslon No.1 ini juga melaporkan adanya oknum KPPS diduga kuat
bersekongkol dengan oknum tertentu memobilisasi pemilih yang tidak memenuhi syarat.
Pelanggaran tersebut diduga dilakukan secara sistematis, struktur dan massif.
Kemudian dugaan pelanggaran tersebut, dilontarkan secara terbuka pada rapat pleno hasil
rekapitulasi Pilpres 2014 tingkat provinsi DKI Jakarta pada 9 Juli 2014. Kala itu, Syarif dari Tim
Pemenangan Paslon No. 1 meminta KPU DKI untuk menunda pengesahan hasil penghitungan
suara Capres dan Cawapres hingga KPU DKI menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta . Namun, permintaan Syarif tersebut tidak digubris oleh KPU DKI hingga akhirnya Syarif
dan Tim Pemenangan Paslon No. 1 lainnya melakukan walk out. KPU DKI atas persetujuan
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan Tim Pemengan Paslon No. 2 tetap melanjutkan dan
mengesahkan perolehan suara masing-masing Paslon Capres dan Cawapres.
Persoalan atau kasus ini kemudian diangkat oleh Tim Pemenangan Paslon No. Urut 01
pada rekapitulasi hasil penghitungan suara Capres dan Cawapres Tingkat Nasional yang
berlangsung pada 22 Juli 2014. Salah satu anggota Tim Paslon No. Urut 01 Yanuar Arif Wobowo
menyatakan, pihaknya menolak proses rakapitulasi penghitungan suara tingkat nasional karena
ada indikasi 52 ribuan formulir di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) tidak valid karena
diduga terjadi kecurngan dalam proses penghitungan suata. Selain itu, Yanuar mengaku
menemukan 52.000 lebih Form C1 invalid, yang potensi pemilihnya sedikitnya 25 juta orang.
Tidak puas dengan hasil rekapitulasi suara di tingkat KPU RI, Tim Paslon No. Urut 01
meneruskan gugatan sengketa Pemilu ke MK. Gugatan terhadap KPU DKI merupakan rangkaian
dari satu paket besar dari gugatan Paslon No. Urut 01 ke MK. Artinya, selain KPU DKI, juga
sejumlah KPU Daerah lain termasuk KPU RI diadukan ke MK. Dalam pokok pengaduannya,
Prabowo-Hatta minta MK agar menetapkan mereka sebagai pemenang Pilpres karena mereka
mengklaim mendapatkan 67.139.153 suara, sementara pasangan Jokowi-JK hanya mendapatkan
66.435.124 suara. Sementara KPU menetapkan, Prabowo-Hatta memperoleh 62.576.444 suara dan
Jokowi-JK mendapatkan 70.997.833 suara.
Secara formal pegelaran sidang di MK dan DKPP karena adanya pengaduan dari Tim
Pemenangan Paslon No. Urut 01 kepada KPU. Tetapi jangan lupa, hal ini terkait dengan
penanganan dugaan pelanggaran Pemilu oleh Tim Paslon No. Urut 01 kepada Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta . Memang tidak mudah menggambarkan situasi pelik, rumit dan cukup mencekam
kala menerima dan menghadapi laporan pengaduan dari Tim Pemenangan Paslon No. Urut 01
yang datang ke kantor Bawaslu Provinsi DKI Jakarta pada malam hari. Bahkan sempat datang
pada jam 14.00 WIB malam. Kebetulan pada hari-hari itu adalah bulan puasa. Sehingga,
pengaduan pelanggaran Pemilu disampaikan pada malam hari dianggap tidak menyalahi aturan
dan etika.
Sekadar flash back, masalah ini mencuat bermula/berawal dari adanya laporan indikasi
kecurangan pelanggaran Pemilu dan tuntutan Pemilu Ulang, dari Tim Kampanye Koalisi Merah
Putih Provinsi DKI Jakarta. Dalam kasus Jakarta, laporan pengaduan ditandatangani oleh Ketua
dan Sekretaris Tim Kampanye Pilpres Pasangan Prabowo Hatta Koalisi Merah Putih Prov DKI
Jakarta Paslon Capres, yakni: M. Taufik dan Zainuddin MH. Dalam surat tertanggal 12 Juli 2014,
disampaikan adanya dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan PKPU No. 19 Tahun 2014 Pasal
11 ayat (2) huruf a, yakni: memberikan suara pada hari dan tanggal pemungutan suara di TPS yang
berada di wilayah RT/RW atau nama lain sesuai dengan alamat yang tertera dalam KTP atau
identitas lain atau paspor, dugaan mobilisasi massa dengan cara tidak sah: Banyaknya pemilih
yang tidak menunjukan Formulir A-5 menggunakan hak pilih dengan hanya menunjukan KTP
tetapi bukan warga penduduk yang domisili dan alamatnya tidak sama dengan alamat lokasi TPS
dan ketidakwajaran dalam jumlah DPKTb. Tim Paslon No. Urut 01 ini juga melaporkan adanya
oknum KPPS diduga kuat bersekongkol dengan oknum tertentu memobilisasi pemilih yang tidak
memenuhi syarat. Pelanggaran tersebut diduga dilakukan secara sistematis, struktur dan massif.
Atas adanya laporan tersebut kemudian Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan langkah-
langkah penanganan pelanggaran sebagaimana diatur dalam Undang undang No.42 tahun 2008
Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden serta Perbawaslu No. 11 Tahun 2014
Tentang Pengawasan Pemilihan Umum. Langkah-langkah simultan yang dilakukan adalah sebagai
berikut: (a) pada 12 Juli 2014 Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan surat kepada Bawaslu
RI sebagaimana surat No: 257/BawasluProv-DKIJakarta/VII/2014, Perihal: Mohon Saran dan
Petunjuk terkait Permasalahan Penggunaan Form A-5 bagi Pemilih Ber-KTP Daerah; (b) pada
hari 13 dan 14 Juli 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan klarifikasi/meminta keterangan
dari saksi-saksi yang diajukan oleh pelapor serta Tim Kampanye Koalisi Merah Putih Provinsi
DKI Jakarta menyampaikan surat No. 029/KMP-DKI/VII/2014, tanggal 14 Juli 2014, (c) pada 14
Juli 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta mengirim surat kepada KPU Provinsi DKI Jakarta
sebagaimana surat No.267/BawasluProv-DKIJakarta/VII/2014, Perihal: Permintaan data pemilih
yang terdaftar dalam DPKTb.
Terhadap surat ini KPU Provinsi DKI Jakarta menjawab dengan surat No.425/KPU-Prov-
010/VII/2014, tertanggal 15 Juli 2014, Perihal: Data pemilih yang terdaftar dalam DPKTb
(Formulir Model A.K PPWP), yang pada pokoknya menyatakan KPU Provinsi DKI Jakarta sedang
memproses permintaan data pemilih yang terdaftar dalam DPKTb (Formulir Model A.K PPWP)
kepada KPU Kabupaten/Kota yang diduga terdapat TPS diwilayahnya terjadi pelanggaran
terhadap ketentuan PKPU No.19 Tahun 2014 Pasal 11 ayat (2). Surat jawaban KPU Provinsi DKI
Jakarta tersebut baru diterima Bawaslu Provinsi DKI Jakarta via fax pada tanggal 18 Juli 2014 jam
dan sampai dengan saat ini dokumen data pemilih DPKTb (Formulir Model A.K PPWP) yang
diminta tersebut, belum diberikan kepada Bawaslu Provinsi DKI Jakarta.
Selanjutnya, pada hari Senin tanggal 14 Juli 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
melanjutkan melakukan klarifikasi/meminta keterangan dari saksi-saksi yang diajukan oleh
pelapor. Saat bersamaan, pada hari Senin tanggal 14 Juli 2014, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
mengundang 75 Ketua dan Anggota KPPS untuk dilakukan klarifikasi/pemberian keterangan yang
melibatkan Panwaslu Kabupaten/Kota terkait pelaksanaan pemungutan suara di TPS diwilayahnya
masing-masing. Dari 75 undangan klarifikasi, yang datang memberikan keterangan hanya 39
(Ketua KPPS, PPS dan PPK.
Terkit dengan pemanggilan 75 Ketua dan Anggota KPPS, merupakan jumlah awal dari
pemanggilan terhadap 5.841 KPPS yang akan diundang untuk dilakukan klarifikasi dan pemberian
keterangan. Jumlah 75 TPS ini dipilih berdasarkan dari data TPS yang dilaporkan dengan memiliki
jumlah DPKTb lebih dari 70 pemilih pada setiap TPS. Jika 75 TPS dapat tercapai sebelum waktu
3 hari, maka Bawaslu Provinsi DKI Jakarta akan melakukan pemanggilan kembali terhadap Ketua
dan angggota KPPS yang lainnya. Namun sampai dengan tanggal 16 Juli 2014 hanya 39 TPS yang
hadir. Jadi, penentuan sample 75 TPS itu bukan sekadar asal comot, melainkan ada pertimbangan
metodologisnya.
Terhadap klarifikasi dan permintaan keterangan dan permintaan dokumen yang dilakukan
terhadap Ketua dan Anggota KPPS, PPS serta PPK, dilakukan kajian dan didapatkan fakta sebagai
berikut, yakni: terhadap 13 TPS terbukti terjadi pelanggaran terhadap pelaksanaan ketentuan
PKPU No.19 Tahun 2014, Pasal 11 ayat (2), dengan rincian: 4 TPS di Jakarta Pusat, 1 TPS di
Jakrta Selatan, 1 di Jakarta Timur, dan 7 Jakarta Utara. Terkait terhadap 13 TPS tersebut, atas
‘fatwa’ dari Ketua Bawaslu RI Dr. Muhammad melalui suratnya bernomor
888/Bawaslu/tertanggal 17 Juli 2014 prihal penggunaan form A-5 bagi pemilih ber-KTP daerah,
direkomendasikan untuk digelar Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Sedangkan 16 TPS lainnya tidak terbukti adanya dugaan pelanggaran sebagaimana
ketentuan PKPU No. 19 tahun 2014, Pasal 11. Ke-16 TPS tersebut rinciannya: ayat (2), dengan
rincian sebagai berikut: 3 di Jakarta Pusat, 6 TPS di Jakarta Barat, 4 TPS di Jakarta Selatan, dan 3
TPS di Jakarta Utara. Sementara terhadap 5.812, perlu dilakukan kroscek dokumen data pemilih
DPKTb yang masih berada di dalam kotak suara, dan untuk kepentingan tersebut Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta meminta kepada KPU DKI yang melakukannya.
Muncul pertanyaan, mengapa Bawaslu Provinsi DKI Jakarta tidak langsung
merekomendasikan kepada KPU DKI Jakarta untuk melakukan PSU di 5.812 TPS? Terhadap
pertanyaan ini, dengan mudah dijawab karena untuk sampai pada kesimpulan pemberian
rekomendasi PSU, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta harus memenuhi prosedur atau ketentuan
sebagaimana yang diatur oleh paraturan perundangan, khususnya Perbawaslu No. 11 Tahun 2014
tentang Pengawasan Pemilu. Padahal, sisa lima ribuan pengaduan lainnya belum sempat dilakukan
klarifikasi. Pertimbangan lainnya adalah soal waktu dimana sesuai dengan aturan penanganan
terhadap pengaduan tersebut paling lama 3 hari sejak terjadinya dan/atau ditemukannya dugaan
pelanggaran, dan bisa diperpanang paling lama 5 (lima) hari sekiranya dianggap perlu
penambahan waktu.
Dengan pertimbangan tersebut, maka sisa laporan pengaduan yang berjumlah 5.816 TPS
diserahkan kepada KPU DKI untuk melakukannya. Langkah Bawaslu Provinsi DKI Jakarta ini
tak pelak membuat KPU DKI kebakaran jenggot, dan berdampak relasi kerja yang sebelumnya
sudah terjalin harmonis dan sinerjis, menjadi terganggu. Sejurus kemudian KPU DKI menerbitkan
surat bernomor 439/KPU-Prov-010/VII/2014 tertanggal 18 Juli 2014 yang ditujukan kepada
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta , pada poin 3 (tiga) dari surat tersebut KPU DKI yang menyatakan
sebagai berikut:
“Terhadap 15 TPS dimana dokumen pemilih DPKTb masih di dalam kotak suara dan 5.797
TPS lain yang diminta untuk dilakukan kroscek dokumen pemilih DPKTb, perlu kami
sampaikan bahwa institusi yang memiliki otoritas menindaklanjuti temuan atau laporan
dugaan pelanggaran adalah Bawaslu. Oleh karena itu, kroscek data seyogianya dilakukan
oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta sendiri dan jajarannya, bukan
direkomendasikan pelaksanaannya pada KPU Provinsi DKI Jakarta. Sebagai fasilitasi,
KPU Provinsi DKI Jakarta akan memberikan akses kepada Bawaslu dan jajarannya untuk
melakukan pengecekan data dimaksud”.
Sebaliknya Bawaslu Provinsi DKI Jakarta berargumen tidak mungkin melakukan kroscek
dokumen karena secara de jure dan de fakto merupakan properti dari KPU DKI Jakarta. Oleh
karenanya, prakarsa dan pelaksana kroscek haruslah KPU DKI dan jajarannya. Keengganan KPU
DKI melakukan kroscek dokumen menimbulkan kekecewaan Tim Kampanye Paslon No. Urut 1
dan berujung dilayangkannya gugatan kepada KPU RI termasuk KPU DKI ke MK dan DKPP.
Jika mereka juga kecewa dengan langkah Bawaslu Provinsi DKI Jakarta , logikanya Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta juga diseret ke MK dan DKPP. Pun demikian, manakala Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta dinilai tidak profesional, memihak atau merugikan Tim Pemenangan Paslon No. 2,
tentu Bawaslu Provinsi DKI Jakarta sangat mungkin diseret ke MK atau ke DKPP. Namun
senyatanya tidak terjadi, dan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta selamat dari gugatan di MK maupun
DKPP.
Setelah melewati persidangan maraton yang melelahkan, MK pada 21 Agustus 2014
akhirnya memutuskan, menolak gugatan dari Tim Pemenangan Paslon No. 1 baik untuk kasus DKI
maupun luar DKI, dan menilai tidak ada kecurangan tersetruktur, sistematis. Majelis MK,
sebagaimana dikatakan Ketuanya Hamdan Zoelva juga menilai, tidak ada bukti bahwa DPK, DPTb
dan DPKTb disalahgunakan yang menguntungkan salah satu pasangan dan merugikan pasangan
lain. Padahal, sebelumnya Tim Prabowo-Hatta berpandangan adanya mobilisasi pemilih
menggunakan DPTb, dan DPKTb, sehingga terjadi penambahan jumlah pemilih mencapai 3,5 juta
dari 13 Juni 2014.
Selain ke MK, Tim Paslon No. Urut 1 juga melakukan gugatan ke DKPP. Kemudian DKPP
melalui putusannya No. 249/DKPP-PKE-III/2014 dan No. 252/DKPP-PKE-III/2014 yang
keputusannya dibacakan pada hari yang sama dan hanya dibedakan dari sisi waktu/jamnya, dalam
amar putusannya memutuskan, menjatuhkan sanksi peringatan kepada Teradu I atas nama Ketua
dan Anggota KPU DKI, Ketua dan Anggota KPU Jakarta Utara, Ketua dan Anggota KPU Jakarta
Pusat, Ketua dan Anggota KPU Jakarta Selatan melakukan pelanggaran kode etik Pasal 11
Peraturan Bersama KPU, Bawaslu dan DKPP No. 13 Tahun 2012, No. 11 Tahun 2012, No. 1
Tahun 2012 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu (Ketua dan Anggota KPU Jakarta Barat
tidak termasuk). Sedangkan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta mendapat peringatan keras.
Seperti dikemukakan Ketua Bawaslu RI Dr. Muhammad, dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya Bawaslu melakukannya secara profesional, transparan dan akuntabel. Tidak ada pretensi
tertentu bahwa pengawasan, rekomendasi atau penanganan pelanggaran yang yang dilakukan
untuk menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain. Apalagi hal tersebut dilakukan secara
by design. Bahwa sebagai akibat dari fungsi dan kerja pengawasan Pemilu akan berimplikasi
kepada pihak ada yang merasa diuntungkan atau dirugikan, tak lain dan tak lebih sebagai
implementasi dari amanat peraturan perundangan.
I. Penerimaan Bawaslu Award 2014
Setelah selesainya Pelaksanaan Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD serta Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014, Bawaslu Republik Indonesia menyelenggarakan
Bawaslu Award pada Jumat 12 Desember 2014 bertempat di Ruang Auditorium Gedung TVRI
Senayan Jakarta sebagai ajang pemberikan penghargaan kepada seluruh Pengawas Pemilu se
Indonesia mulai dari tingkat Provinsi, Kabupaten/kota, Kecamatan, serta Kelurahan, memberikan
penghargaan dengan beberapa kategori, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta telah mendapatkan
penghargaan dengan Kategori Panwas Kecamatan Terbaik, diaraih oleh Panwas Kecamatan
Gambir Kota Administrasi Jakarta Pusat Provinsi DKI Jakarta.
BAB IV
MENGAWAL PEMILIHAN GUBERNUR
DAN WAKIL GUBERNUR DKI JAKARTA TAHUN 2017
A. Pilgub Rasa Pilpres
Sesuai dengan Undang undang No. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, termasuk
tentu saja dalam hal ini Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada ) adalah
mengawasi pelaksanaan tahapan penyelenggaraan Pemilu yang terdiri atas pemutakhiran data
pemilih dan penetapan daftar pemilih sementara serta daftar pemilih tetap, penetapan peserta
Pemilu, proses pencalonan, pelaksanaan kampanye, pengadaan logistik Pemilu dan
pendistribusiannya, pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilu di TPS,
pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara
dari tingkat TPS sampai ke PPK, proses rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di PPS,
PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan lain-lain.
Sedangkan dalam Undang undang No. 10 tahun 2016 tentang gubernur, wakil gubernur,
bupati, wakil bupati, walikota dan wakil walikota Pasal 28 ayat a tugas dan wewenang Bawaslu
Provinsi adalah mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilihan di wilayah provinsi yang meliputi
tahapan pemutakhiran data pemilih, pencalonan, proses penetapan pasangan Calon Gubernur dan
Calon Wakil Gubernur; penetapan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur,
pelaksanaan Kampanye, pengadaan logistik Pemilihan dan pendistribusiannya, pelaksanaan
penghitungan dan pemungutan suara dan penghitungan suara hasil Pemilihan, pengawasan seluruh
proses penghitungan suara di wilayah kerjanya, proses rekapitulasi suara dari seluruh
Kabupaten/Kota yang dilakukan oleh KPU Provinsi, pelaksanaan penghitungan dan pemungutan
suara ulang, Pemilihan lanjutan, dan Pemilihan susulan, dan proses penetapan hasil Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur.
Sementara pada ayat b menyebut tugas Bawaslu Provinsi antara lain adalah mengelola,
memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal
retensi arsip yang disusun oleh Bawaslu Provinsi dan lembaga kearsipan Provinsi berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu dan Arsip Nasional Republik Indonesia, menerima
laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai
Pemilihan, menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi untuk ditindaklanjuti,
meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang
berwenang, menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan
rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan
terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilihan oleh Penyelenggara Pemilihan di tingkat
Provinsi, dan sebagainya.
Bagi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta , Pilkada DKI 2017 menjadi tantangan tersendiri yang
cukup berat untuk diawasi, dicegah potensi pelanggarannya serta ditindak manakala terbukti
melakukan pelanggaran administrasi ataupun pidana. Sekaligus menjadi ujian akan
profesionalitas, integritas dan akuntablitas Bawaslu Provinsi DKI Jakarta . Yang menambah tugas
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta tambah berat karena Pilgub DKI 2017 mempunyai gengsi yang
demikian tinggi dan prestesius, serta terlanjur dicap sebagai “Pilgub Rasa Pilpres 2019”.
Pilkada DKI rasa Pilpres menurut Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa
Jazilul Fawaid disebabkan karena Pilkada DKI 2017 dipandu pelatih-pelatih nasional. Menurutnya
semua partai politik sangat berkepentingan pada pilkada DKI Jakarta, karena DKI Jakarta sebagai
ibukota negara sehingga menjadi barometer daerah di seluruh Indonesia. Sebagai barometer, maka
figur, kebijakan, kinerja, pasangan kepala daerah DKI Jakarta akan menjadi contoh bagi daerah-
daerah di seluruh Indonesia. Karena itu, partai-partai sangat berkepentingan dengan pilkada DKI
Jakarta. (https://www.republika.co.id, 22 September 2016).
Pengamat Politik CINEPS Guspiabri berpendapat, kompetisi di Pilkada DKI Jakarta sangat
ketat, karena dianggap sebagai Pemilu sela. Sehingga, menggambarkan kekuatan masing-masing
pihak dalam Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019. (https://www.idntimes.com, 10
Juli 2018). Dalam pandangan pengamat politik Alfan Alfian, Pilkada DKI bermakna penting bagi
partai politik pengusung kandidat. Sebab, pemenang Pilkada DKI 2017 akan memberi dampak
lanjutan terhadap psikopolitik dalam Pilpres 2019. Psikopolitik yang ia maksud adalah
pemenangPilkada DKI akan mempengaruhi pilihan masyarakat untuk mendukung tokoh tertentu
dalam Pilpres 2019. (https://nasional.republika.co.id/16 Februari 2017).
Tidak mengherankan manakala manakala Pilgub DKI menyedot perhatian berbagai
kalangan masyarakat dari segala penjuru tanah air, bahkan disorot oleh sejumlah negara dan media
internasional. Padahal selain DKI, ada 101 daerah dari tingkat provinsi, kabupaten, dan kota yang
menggelar Pilkada. Rinciannya: 7 provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota. Ketujuh provinsi tersebut
yaitu Aceh, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat, dan Papua Barat.
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta tidak menepis dengan berbagai julukan yang diberikan
Pilkada DKI serta ketatnya persaingan antar partai politik dan kandidat yang bersaing di Pilkada
DKI. Meski demikian, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta tidak terlalu terpengaruh dengan berbagai
julukan tersebut. Sebaliknya Bawaslu Provinsi DKI Jakarta lebih mengedepankan
profesionalisme dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Bagi Bawaslu tidak terlalu penting,
Pilkada DKI 2017 rasa Pilpres atau tidak rasa Pilpres. Yang terpenting, Pilkada DKI harus
berlangsung dengan Luber, Jurdil, aman dan damai.
Demikian kompetitifnya gelaran Pilkada DKI 2017, akhirnya harus berlangsung dalam dua
putaran. Hal ini disebabkan karena pada putaran pertama yang berlangsung pada 15 Februari 2017,
Calon Gubernur (Cagub) DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Calon Wakil Gubernur
(Cawagub) Djarot Saiful Hidayat (No. Urut 2) yang diusung oleh PDI Perjuangan, Partai Golkar,
Pastai Nasdem dan lain sebagainya unggul dari Cagub DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan yang
berpasangan dengan Cawagub Sandiaga Salahuddin Uno (No. Urut 3) yang diusung oleh Partai
Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Silviana
Murni yang didukung Partai Demokrat, PPP, PAN, dan PKB dan sejumlah partai non parlemen
(No. Urut 1). Namun keunggulannya tidak mutlak, atau diatas 50 persen.
Sesuai dengan Undang undang No. 29 tahun 2007 tentang Jakarta sebagai Ibukota Republik
Indonesia yang menyebutkan, jika tidak ada Cagub dan Cawagub yang meraih suara 50%+1, Pilkada
dilakukan dalam dua putaran. Dengan dasar itu, kemudian KPU DKI Jakarta menyusun jadwal
penyelenggaraan putaran kedua melalui Surat Keputusan KPU DKI Jakarta Nomor 49/Kpts/KPU-
Prov-010/Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
DKI Jakarta Tahun 2017 Putaran Kedua. Bila pada putaran pertama, Pilgub DKI dimenangkan
Cagub dan Cawagub dan Ahok-Djarot, pada putaran kedua dimenangkan Cagub dan Cawagub
Anies-Sandi.
Tabel 1
Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pilgub DKI 2017 Putaran I dan II
Nama Calon Putara Pertama Nama Calon Putaran kedua Persentasi
Ahok-Djarot 2.364.577 42,99 % Anies-Sandi 3.240.987 %42,04%
Anies-Sandi 2.197.333 39,95 % Ahok-Djarot 2.350.366 57,96%
AHY-Silvi 937.955 17,02%
Sumber: KPU DKI
Dari sisi tingkat partisipasi pemilih, pada Pilkada DKI Putaran I cukup tinggi, yakni: 77,1
persen. Tingkat partisipasi pemilih sebanyak itu lebih tinggi dibandingkan dengan Pemilu
Legislatif 2009 atau Pilgub DKI sebelumnya. Namun dibandingkan dengan tingkat partisipasi
pemilih di tujuh provinsi lainnya, partisipasi pemilih di Pilkada DKI Jakarta menduduki peringkat
kedua. Urutan selengkapnya sebagai berikut: 1. Gorontalo (81,6%), 2. DKI Jakarta (77,1%), 3.
Sulawesi Barat (74,7%), 4. Papua Barat (73,2%), 5. Aceh (73%), 6. Banten, dan 7. Bangka
Belitung (61,9%).
Tabel 2
Partisipasi Pemilih pada Pilkada DKI 2017 Putaran Pertama
Wilayah Jumlah DPT Jumlah Pemilih Pengguna Hak Pilih
Jakarta Pusat 747.152 769.185 576.805
Jakarta Barat 1.652.051 1.652.051 1.217.784
Jakarta Utara 1.091.974 1.140.185 868.944
Jakarta Timur 2.006.397 2.078.105 1.542.334
Jakarta Selatan 1.593.700 1.708.105 1.167.480
Kepulauan Seribu 17.415 17.709 14.417
Total 7.108.589 7.356.426 5.564.313
Sumber: KPU DKI
Adapun peringkat partisipasi pemilih tertinggi pertama berada di Kepulauan Seribu dengan
persentase pemilih 87 persen, kedua di Jakarta Timur dengan persentase 78 persen, ketiga Jakarta
Utara dengan persentase 77 persen, keempat Jakarta Barat dengan persentase 76 persen, kelima di
Jakarta Pusat dengan persentase 76 persen, dan keenam di Jakarta Selatan dengan persentase 75
persen warga yang menggunakan hak memilih. Sedangkan Tingkat partisipasi pemilih di Pilkada
DKI putaran kedua mencapai 77,08 persen, naik sekitar 1,33 persen dibandingkan putaran pertama
kemarin 75,75 persen.
B. Pengawasan Pilgub DKI 2017
Sejak awal Bawaslu Provinsi DKI Jakarta sudah memprediksi bahwa Pilkada atau Pilgub
DKI 2017 akan sarat dengan problem dan konflik. Itulah sebabnya, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
sudah menyiapkan langkah, kiat atau jurus pencegahan yang efektif. Sebab, dengan cara demikian
diharapkan dapat diminimalisir kemungkinan terjadinya pelanggaran dan kecurangan di Pilgub
DKI. Yang bisa berakibat, hasil Pilgub DKI digugat ke Bawaslu, Mahkamah Konstitusi atau
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan, terutama
yang kalah di Pilgub DKI 2017.
Langkah Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dalam melakukan pengawasan Pilgub DKI 2017
dimulai dengan dengan melakukan pemetaan kerawanan dengan mengacu kepada pedoman
Bawaslu RI yang telah menerbitkan Indeks Kerawanan Pilkada (IKP) 2017. Pada IKP tersebut,
DKI ditempatkan sebagai wilayah yang memiliki kerawanan sedang untuk dimensi partisipasi
dalam hal ini menyangkut hak pilih (2.00). Hasilnya sebagai berikut:
Tabel 3
Potensi TPS Rawan di DKI Jakarta 2017
No Panwas Rawan
1
Rawan
2
Rawan
3
Rawan
4
Rawan
5 Lainnya Total
1 Jakarta Barat 135 125 52 34 35 - 381
2 Jakarta Pusat 12 - 8 - 117 - 137
3 Jakarta Timur 73 43 51 36 44 - 247
4 Jakarta Selatan 114 31 18 53 25 - 241
5 Jakarta Utara 33 10 40 30 58 - 138
6 Kep. Seribu 8 2 10 2 - - 20
Jumlah 375 211 179 155 279
1.162
Sumber: Bawaslu Provinsi DKI Jakarta 17 April 2017, Laporan Panwaslu
Kabupaten/Kota se-DKI, sumber-sumber lainnya, serta wawancara dengan Panwas
Kabupaten/Kota se-DKI.
Keterangan:
Rawan 1 : termasuk rawan dari aspek akurasi data pemilih dan pengguna hak pilih
Rawan 2 : termasuk rawan dari ketersediaan logistik
Rawan 3 : termasuk rawan dari aspek pembagian uang atau materi lainnya (money
politics)
Rawan 4 : termasuk rawan dari aspek keterlibatan penyelenggara negara
Rawan 5 : termasuk rawan dari aspek kepatuhan prosedur pemungutan dan
penghitungan
Setelah melakukan pemetaan TPS rawan, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan
pengawasan secara ketat terhadap beberapa isu penting dalam Pilgub DKI, diantaranya:
1. Data Pemilih
Problem data pemilih merupakan masalah atau isu yang paling seksi dan sekaligus panas
menjadi sorotan luas publik khususnya media massa. Itulah sebabnya, Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta menjadikan data pemilih sebagai isu pengawasan yang mendapat perhatian ekstra.
Berbagai metode dan kiat pengawasan dilakukan. Diantaranya dengan menggunakan berbasis
riset yang difokuskan terhadap pemilih yang masuk dalam kategori rentan. Seperti pemilih
apartemen, pemilih di kawasan abu-abu atau grey area, pemilih di Lapas, Rutan dan Polda,
pemilih di Rumah Sakit dan Panti Laras, pemilih korban penggusuran, pemilih disabilitas,
pemilih tinggal di luar DKI, pemilih pemula, dan lain-lain.
Problem lainnya adalah terkait potensi inakurasi data pemilih yang berasal dari DPTb.
Pada Pilkada DKI 2017 putaran pertama tercatat DPTb sebanyak 57.763 orang, namun pada
putaran kedua membengkak menjadi 237.003. Terdiri dari 109.238 laki-laki dan 127.765
perempuan. Kemudian problem data ganda masih cukup besar. Menurut temuan Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta ada sekitar 23.000 pemilih ganda. Yang paling banyak di Jakarta Timur
sekitar 8.000.
Selain itu, pada Pilgub DKI 2017 ini cukup banyak terjadi kasus sebagai akibat yang
ditimbulkan oleh pemilih yang tidak mengerti atau memahami aturan. Sejumlah masalah
tersebut diantaranya antara lain adanya pemilih terdaftar dalam DPT tidak membawa C6.
Kasus ini terjadi di TPS 14 Kebon Manggis, Matraman, Jakarta Timur dan TPS 25 Rawasari
Apartemen Grand Pramuka, Jakarta Pusat; pemilih yang masuk dalam pemilih tambahan
tidak memahami aturan bahwa pemiih dimaksud hanya berhak memilih pada pukul 12.00-
13.00 WIB; pemilih yang masuk dalam pemilih tambahan hanya menyertai foto copy KTP
atau KK dan bukan yang asli, sebagai diatur dalam Surat Edaran (SE) KPU DKI No.
162/KPU-Prov-010/ II/2017 tertanggal 13 Februari 2017 tentang Pelaksanaan Pemungutan
dan Penghitungan Suara di TPS Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Kasus-kasus semacam ini terjadi antara lain di TPS 104 Rusun Pinus Elok Blok B dan
sekitarnya (foto copy, KK dan At KWK), TPS 140 Rawa Bebek, Jakarta Selatan, dan TPS 27
dan 28 Apartemen Kalibatan City, Jakarta Selatan (KTP regular).
Cukup banyaknya pemilih yang tidak dapat menyalurkan hak pilihnya pada Pilkada
DKI Putaran Pertama, mengakibatkan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan Panwaslu se-DKI
Jakarta kebanjiran pengaduan dari masyarakat yang merasa hak pilihnya tidak hilang atau
tidak bisa digunakan. Pengaduan dilakukan secara langsung oleh pribadi bersangkutan, namun
ada juga yang dilakukan secara kolektif melalui Tim Kampanye. Sampai tanggal 28 Februari
2017, jumlah warga/pemilih yang mengadu ke Pokso Pengaduan Daftar Pemilih Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta Jakarta berjumlah 973, dengan rincian sebagaimana tabel 4 di bawah
ini:
Tabel 4
Penerimaan pengaduan DPT
ke Posko Pengaduan DPT Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
No. Wiayah Jumlah
1. Jakarta Timur 207
2. Jakarta Selatan 45
3. Jakarta Barat 325
4. Jakarta Utara 98
5. Jakarta Pusat 54
6. Tanpa KK dan KTP 209
7. Lain-lain 35
8. Jumlah 973
Sumber: Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Adapun pengaduan kepada Bawaslu Provinsi DKI Jakarta paska pemungutan dan
penghitungan suara, kebanyakan didominasi oleh kasus daftar pemilih pemilih tambahan (DPTb).
Pengaduan dilakukan secara langsung oleh pribadi bersangkutan, namun ada juga yang dilakukan
secara kolektif melalui Tim Kampanye. Sampai tanaggal 28 Februari 2017, jumlah warga/pemilih
yang mengadu ke Pokso Pengaduan Daftar Pemilih Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta
berjumlah 773, dengan rincian sebagaimana table di bawah ini. Penerimaan pengaduan DPT ke
Posko Pengaduan DPT Bawaslu Provinsi DKI Jakarta No. Wiayah Jumlah 1. Jakarta Timur
sebanyak 207, 2. Jakarta Selatan sebanyak 45, 3. Jakarta Barat sebanyak 325, 4. Jakarta Utara
sebanyak 98, 5. Jakarta Pusat sebanyak 54, 6. Tanpa Kartu Keluarga (KK) dan KTP sebanyak 209,
7. Lain-lain sebanyak 35 8. Jumlah total sebanyak 973 pengaduan yang masuk ke Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta .
2. Pencalonan
Selain daftar pemilih, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta juga intens melakukan pengawasan
terhadap proses pencalonan. Berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
terhadap dokumen pencalonan tiga Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, diperoleh temuan
sebagai berikut:
Tabel 5
Pengawasan Proses Pencalonan Pilgub DKI 2017
Nama Pasangan
Calon
Jenis Dokumen
Ir. Basuki
Tjahaja
Purnama
1) Naskah visi misi dan program pasangan calon mengacu pada
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah yang
ditandatangani pasangan calon.
2) dokumen yag dikeluarkan oleh kantor pelayanan pajak tempat calon
yang bersangkutan terdaftar sebagai wajib pajak. Tanda terima
penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib
pajak orang pribadi atas nama bakal calon untuk masa 5 tahun
terakhir atau sejak calon menjadi wajib pajak. (SPT Pajak PPh
tahun 2011 tidak ada)
Drs. H. Djarot
Saiful Hidayat
1) Surat keterangan tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dari
pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal
calon. (perlu diganti dengan surat keterangan pengadilan yang asli
untuk pengadilan yang asli untuk digunakan sebagai persyaratan
calon wakil gubernur).
2) Surat keterangan dari pengadilan negeri yang wilayah hukumnya
meliputi tempat tinggal calon yang menyatakan bahwa “tidak
sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (perlu diganti dengan surat
keterangan pengadilan yang asli untuk digunakan sebagai
persyaratan calon wakil gubernur)“.
3) Surat tanda terima penyerahan laporan harta kekayaan
penyelengaraan negara dari KPK. (perlu diperbaiki dengan
menyerahkan dokumen asli).
4) Dokumen yang dikeluarkan oleh kantor pelayanan pajak tempat
calon yang bersangkutan terdaftar sebagai wajib pajak, yakni: (a)
tanda terima penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak
penghasilan wajib pajak orang pribadi atas nama calon, untuk masa
5 tahun terakhir atau sejak calon menjadi wajib pajak, dan (b) tanda
bukti tidak mempunyai tunggakan pajak.
5) Naskah visi misi program pasangan calon mengacu pada Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah yang ditandangani
pasangan calon.
Agus Harimurti
Yudhoyono
1) Model BB.2 KWK (disesuaikan dengan formulir B.2-KWK pada
PKPU Nomor 9 tahun 2016)
2) Surat tanda terima penyerahan laporan harta kekayaan
penyelenggaraan negara dari KPK.
3) Dokumen yang dikeluarkan oleh kantor pelayanan pajak tempat
calon yang bersangkutan terdaftar sebagai wajib pajak:
a. Tanda terima penyampaian Surat Pemberi Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atas nama bakal calon,
untuk masa 5 (lima) tahun terakhir atau sejak calon menjadi
wajib pajak:
b. tanda bukti tidak mempunyai tunggakan pajak
4) Fotokopi ijazah/surat tanda tamat belajar (STTB) yang telah
dilegalisir oleh instansi yang berwenang (ijazah SMA harus
dilegalisir di Sudin Pendidikan sesuai dengan alamat domisili serta
Gelar MA dan MPA Ijazah belum dilegalisir).
5) Naskah visi, misi dan program pasangan calon mengacu pada
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPIP) Daerah yang
ditandatangani Pasangan Calon).
Prof. Dr. Hj.
Syilviana
Murni, SH, MSi
Model BB. 1 KWK (Formulir disesuaikan dengan format dalam PKPU
Nomor 9 Tahun 2016).
Model BB. 2 KWK (Formulir disesuaikan dengan format dalam PKPU
Nomor 12 Tahun 2016).
1) Surat keterangan tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan
putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dari
pengadilan negri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal
calon.
2) Surat keterangan dari pengadilan negeri yang wilayah hukumnya
meliputi tempat tinggal calon yang mengatakan bahwa: tidak
sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai keuatan hukum tetap tidak sedang memiliki
tanggungan hutang secara persorangan dan/atau secara badan
hukum yang menjadi tanggung jawab yang merugikan keuangan
negara.
3) Surat keterangan catatan kepolisian yang menerangkan bakal
calon pernah /tidak pernah melakukan perbuatan tercela dari
kepolisian sesuai dengan tingkatannya (SKCK Asli belum ada).
4) Surat tanda terima penyerahan laporan harta kekayaan
penyelenggaraan negara dari KPK (harus dilengkapi dengan
dokuman asli).
5) Surat keterangan tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mepunyai kekuatan hukum tetap
dari pengadilan niaga atau pengadilan tinggi yang wilayah
hukumnya meliputi tempat tinggal calon.
6) Dokumen yang dikeluarkan oleh kantor pelayanan pajak tempat
calon yang bersangkutan terdaftar sebagai wajib pajak: fotocopy
kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama calon tanda
terima penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atas nama bakal calon,
untuk masa 5 (lima) tahun terakhir atausejak calon menjadi wajib
pajak.
7) Tanda bukti tidak mempunyai tunggakan pajak.
8) Fotocopy ijazah/surat Tanda Tamat Belajar (STTB) yang telah
dilegalisir oleh instansi yang berwenang. (STTB SMA, Ijazah
Sarjana, Doktor dan Profesor belum dilegalisir).
9) Naskah visi, misi dan program Pasangan Calon mengacu pada
Rencana Pembangunan jangka Panjang (RPJP) Daerah yang
ditandatangani Pasangan Calon. (Belum ditandatangani kedua
Paslon dan disesuaikan dengan RPJP Daerah sesuai Perda DKI
No. 6 Tahun 2012).
10) Foto terbaru: Softcopy Foto (berwarna ukuran 4 x 6 4 lembar,
hitam putih a 4x6 4 lembar dan ukuran 4R 2 lembar).
Anies Rasyid
Baswedan, PH.
D
Model BB 1KWK
Model BB. 2 KWK (belum ditandatangani pimpinan parpol dan format
disesuaikan dengan formuhr dalam PKPU Nomor 12 Tahun 2015).
Surat Keterangan tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dari pengadilan negeri
yang wilayah hukumnya meliputi timpat tingal calon.
Surat keterangan dari pengadilan negeri yang wilayah hukumnya
meliputi tempat tinggal calon yang menyatakan bahwa:
1. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
2. Tidak sedang memiliki tanggungan hutang secara perseorangan
dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya
yang merugikan keuangan Negara.
3. Surat keterangan tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
dari pengadilan maga atau pengadilan tinggi yang wilayah
hukumnya meliputi tempat tinggal calon.
4. Dokumen yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat
calon yang bersangkutan terdaftar sebagai wajib pajak:
a. Tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atas nama bakal calon,
untuk masa 5 (lima) tahun terakhir atau sejak calon menjadi
wajib pajak. (Belum ada SPT Tahun 2011, 2012, 2013, dan
2015).
b. Tanda bukti tidak mempunyai tunggakan pajak. (belum sesuai
dengan ketentuan tentang bukti tidak mempunyai tunggakan
pajak dan Tanda bukti dikeluarkan untuk Tahun Pajak terakhir).
c. Fotocopy ljazah/Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) yang telah
dilegalisir oleh instansi yang berwenang.
d. Naskah visi, misi dan program Pasangan Calon.
c. Mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
Daerah yang ditandatangani Pasangan Calon. (Belum
ditandatangani kedua Paslon dan disesuaikan dengan RPJP
Daerah sesuai Perda DKI Jakarta Nornor 6 Tahun 2012).
e. Foto Terbaru yakni: Softcopy Foto (berwarna ukuran 4x6 4
lembar, hitam putih 4x6 4 lembar dan ukuran 4R 2 lembar).
Sandiaga
Salahudidin
Uno, MBA
1) Model BB 1. KWK (Formulir disesuaikan dengan format dalam
PKPU Nomor 9 Tahun 2016)
2) Model BB 2. KWK (Formulir disesuarkan dengan format dalan,
PKPU Nomor 12 Tahun 2016)
3) Surat keterangan tidak pernah sebagai terpidana berdasarka putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dari pengadilan
negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal calon.
(Surat Keterangan Pengadilan diperbaiki untuk keperluan menjadi
Calon Wakil Gubernur. Surat keterangan dari pengadilan negeri
yang wilayah hukumnya meliputi tempat tinggal).
4) Calon yang menyatakan bahwa:
a. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan Putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, (Surat
keterangan pengadilan diperbaiki untuk keperluan menjadi
Calon Wakil Gubernur) .
b. Tidak sedang memiliki tanggungan hutang secara perseoarangan
dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya
yang merugikan keuangan negara.
5) Surat keterangan catatan kepolisian yang menerangkan Bakal Calon
pernah/ticiak pernah melakukan perbuatan tercela dari Kepolisian
sesuai tingkatannya. (SKCK diperbaiki sebagai persyaratan Calon
Wakil Gubernur).
6) Surat tanda terima penyerahan laporan harta kekayaan
penyelenggara Negara dari Komisi Pemberantasan Korupsi.
7) Dokumen yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat
calon yang bersangkutan terdaftar sebagai wajib pajak:
a. Tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi atas nama bakal calon,
untuk masa 5 (lima) tahun terakhir atau sejak calon menjadi
wajib pajak.
Sesuai dengan tugas dan kewenangan Bawaslu Provinsi Pasal 28 Undang undang No. 8
tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang undang No. 1 tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota menjadi UNDANG UNDANGyaitu: untuk
mengawasi tahapan penyelenggaraan pemilihan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta
menyampaikan hasil pengawasannya.
Dalam proses pendaftaran pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI pada 21
September 2016, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta menemukan hal-hal yang harus
ditindaklanjuti segera oleh KPU DKI Jakarta kepada bakal pasangan calon yang mendaftar,
yakni: dalam dokumen yang disampaikan oleh bakal calon atas nama. Basuki Tjahja Purnama
dan Djarot Saiful Hidayat belum disertakan syarat calon yakni: Model BB.1 KWK Surat
Penyataan Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang dilengkapi dengan beberapa surat
b. Tanda bukti tidak mempunyai tunggakan pajak.
c. Fotocopy ljazah/Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) yang telah
dilegalisir oleh instansi yang berwenang.
8) Naskah visi, misi dan program Pasangan Calon mengacu pada
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah yan
ditandatangani Pasangan Calon. (Belum ditandatangani kedu
Paslon dan disesuaikan dengan RPJP Daerah sesuai Perda DKI
Jakart Nomor 6 Tahun 2012).
9) Foto Terbaru:
a. Foto Calon ukuran 10.2 cm x 15.2 cm (4R) sebanyak 2 lembar
b. Softcopy Foto (berwarna ukuran 4x6 4 lembar, hitam putih 4x6
4 lembar 4R dan ukuran 2 lembar).
penyartaan oleh Bakal Pasangan calon, sebagaimana telah diatur dalam ketentuan perundang
undangan.
Demi terselenggaranya penyelenggaraan tahapan pencalonan yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan, dan berdasar hasil pengawasannya, Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta menyampaikan saran dan himbauan antara lain kekurangan kelengkapan dokumen syarat
calon dan persyaratan pencalonan partai politik atau gabungan partai politik bakal pasangan calon
yang mendaftar ke KPU DKI Jakarta agar dapat ditindaklanjuti segera kepada bakal pasangan
calon gubernur dan wakil gubernur yang bersangkutan dalam batas waktu yang diatur dalam
ketentuan perundang undangan.
Terkait dengan pasangan calon No. Urut 1 Agus Harimurti Yudhoyono dan Syilviana
Murni, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta memberikan rekomendasi terkait dengan
persyaratan calon yang harus dilengkapi karena pasangan ini dari unsur TNI dan PNS aktif,
dengan mengacu kepada Undang undang No. 10 Tahun 2016 Pasal 49 menerangkan, KPU
Provinsi meneliti kelengkapan persyaratan administrasi pasangan Calon Gubernur dan Calon
Wakil Gubernur dan dapat melakukan klarifikasi kepada instansi yang berwenang iika
diperlukan, dan menerima masukan dari masyarakat terhadap keabsahan persyaratan pasangan
Calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur. Kemudian, penelitian persyaratan administrasi
sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari sejak penutupan pendaftaran
Psangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur.
Di sisi lain, pada tahapan pencalonan, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta dan jajaranya
sampai tingkat bawah mengalami sedikit kendala. Misalnya pada saat verifikasi administrasi.
KPU DKI Jakarta dan jajaranya kurang membuka akses terhadap Panwas yang ingin melihat
langsung verifikasi, maupun terhadap hasil perba ikan. Namun pada saat verifikasi tahap awal,
KPU DKI cukup membuka akses tetapi tidak begitu detail terhadap hasil yang sudah diverifikasi
masing-masing partai Politik yang mencalonkan. Juga dari segi atau aspek waktu dan jadwal
yang tidak dipastikan sehingga Panwas harus mengkonfirmasi terlbeih dahulu mengenai jadwal
vertifikasi.
3. Alat Peraga Kampanye
Aktivitas pengawasan lain yang dilakukan secara intensif adalah pengawasan terhadap
pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) yang mengandung unsur provokatif, SARA dan tidak
sesuai dengan aturan. Jumlahnya mencapai 2.658 APK, 776 mengandung unsur provokatif,
sedangkan sisanya atau sebanyak 1.882 tidak sesuai dengan aturan. Yang dimaksud dengan tidak sesuai
aturan misalnya dipasang di tempat yang bukan semestinya. (lihat bagan di bawah ini).
Tabel 6
Hasil Pengawasan Alat Peraga Kampanye
No. Jenis
Spanduk Jakbar Jakpus Jaktim Jaksel Jakut Kep. Seribu Total
1. Spanduk
Provokatif
351 5 93 179 93 21 776
2. Spanduk
tidak
sesuai
aturan
394 49 972 102 276 44 1.882
Jumlah 745 54 1.065 281 119 65 2.658
Sumber: Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
4. Pemungutan Suara
Di hari pemungutan suara pada Pilgub DKI 2017 melakukan pengawasan. Setidaknya
terdapat 83 kasus yang tersebut di Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan,
Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu. Rinciannya, delapan kasus terkait dengan logistik, 43 terkait
dengan data pemilih, 13 kasus terkait dengan pemungutan dan penghitungan suara (Pungut
Hitung), 5 TPS tidak steril, dan berbagai pelanggaran lainnya. Dari 83 kasus, sebagian besar atau
sebanyak 39 kasus menyangkut daftar pemilih, disusul pemungutan dan penghitungan suara
sebanayak 18 persen, TPS tidak steril 17 persen, dan lain-lain sebanyak 22 persen.
Tabel 7
Rekap Hasil Pengawasan Pemungutan dan Penghitungan Suara
Pilgub DKI pada 15 Februari 2017
No. Temuan Jakarta
Barat
Jakarta
Pusat
Jakarta
Timur
Jakarta
Selatan
Jakarta
Utara
Kepulauan
Seribu
Jumlah
Total
1. Logistik 1 0 4 1 2 0 8
2. Data pemilih 9 6 13 9 6 0 43
3. Pungut
Hitung
4 4 1 0 4 0 13
4. TPS Tidak
Steril
4 0 0 1 0 0 5
5. Pelanggaran
Lainnya
5 3 0 2 4 0 14
6. Jumlah 23 13 18 13 16 0 83
Sumber Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Sementara pada saat pemungutan suara pada Pilgub DKI Putaran Pertama, sejumlah
masalah yang muncul adalah terkait dengan logistik, data pemilih, Penyelenggara Pilkada/Pilgub,
pelanggaran terhadap peraturan, dan sejumlah masa lainnya. Lihat tabel berikut:
Tabel 8
Laporan Masuk pada Hari Pemungutan Suara
No. Jenis Lokus Lokus
1. Logistik ❖ Surat suara hilang
❖ Surat suara lebih
❖ Surat suara tertukar
❖ Surat Pernyataan Pemilih
DPTb, kurang
❖ Form APTb kurang
Terjadi di sejumlah TPS di
seluruh Jakarta, terkecuali
Kepulauan Seribu
2. Data pemilih ❖ Tidak masuk DPT
❖ Soal Surat Keterangan
❖ Tidak mendapat C6
❖ Tidak membawa KK asli
❖ Tidak membawa A5
❖ Adminsitrasi data pemilih
Terjadi di sejumlah TPS di
seluruh Jakarta, terkecuali
Kepulauan Seribu
3. Penyelenggara
Pemilu
❖ KPPS dan PTPS tidak cakap
dalam melaksanakan tugasnya
❖ KPPS dan PTPS melakukan
kesalahan kolektif
❖ Surat Edaran KPU No. 162
diterbitkan pada 13 Februari
2017
Terjadi di TPS 01 Utan
Panjang Jakarta Pusat (JP),
TPS 29 Pancoran Jakarta
Selatan (JS), dan TPS 22
Jakarta Timur
4. Pelanggaran ❖ Menggunakan A6 orang lain
❖ Menggunakan A5 palsu
❖ Bentrok antar warga dengan
relawan satu Paslon
❖ Pemukulan kepada petugas
KPPS
TPS 01 dan 29 JS
TPS 15 Jakarta Barat (JB),
TPS 18 Petojo Utara (JP), dan
TPS 02, Kedoya Utara JB.
5. Lain-lain ❖ TPS di sejumlah komplek TNI
tiba-tiba diminta direlokasi
❖ TPS tidak steril
❖ TPS tidak memenuhi syarat
TPS 05 JB
TPS 88 JB
Sumber: Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
5. Sengketa Proses
Pada Pilgub DKI 2017, terjadi gugatan yang dilakukan Pasangan Cagub-Cawagub
DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat terkait Surat Keputusan
KPU DKI Jakarta Nomor 49/Kpts/KPU-Prov-010/Tahun 2017 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017 Putaran
Kedua. SK tersebut salah satunya berisi tentang adanya masa kampanye pada putaran kedua
Pilkada DKI Jakarta 2017 dan penyempurnaan data pemilih. Setelah melalui persidangan
terbuka dengan masing-masing pihak mengajukan saksi ahli, akhirnya Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Dalam putusannya,
sebagaimana dikatakan Ketua Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta Mimah Susanti di
Kantor Bawaslu Provinsi DKI Jakarta , Sunter Agung, Jakarta Utara, Rabu (22/3/2017),
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta menilai permohonan Ahok-Djarot untuk
membatalkan SK Nomor 49 melalui tim kuasa hukumnya tersebut tidak memiliki alasan
hukum.
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta menilai, SK Nomor 49 yang menyatakan
adanya kampanye merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat sehingga bisa
melibatkan masyarakat seluas-luasnya untuk ikut serta mempertajam visi, misi, dan program
pasangan calon. Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta juga menilai KPU DKI Jakarta telah
tepat SK tersebut dengan membuka ruang partisipasi masyarakat dalam proses penajaman
visi, misi, dan program pasangan calon dalam bentuk kampanye, debat publik/terbuka antar-
pasangan calon, kampanye melalui media massa cetak dan elektronik. Dengan adanya
kegiatan kampanye, konsekuensinya yakni pasangan calon wajib melaporkan penerimaan
dan penggunaan dana kampanye.
Hal tersebut bertujuan untuk menciptakan transparansi dari dana kampanye yang
diterima dan digunakan oleh pasangan calon. Selain itu, SK Nomor 49 juga membuka ruang
pendataan pemilih yang belum menggunakan hak pilihnya pada putaran pertama. Tindakan
KPU DKI yang menyelenggarakan pemutakhiran daftar pemilih pada putaran kedua
merupakan tindakan partisipatif untuk mendorong masyarakat melaporkan tidak
terlayaninya untuk memilih pada putaran pertama dan mencatatkan sebagai pemilih pada
putaran kedua. Jika SK tersebut dibatalkan, pendataan pemilih tersebut juga akan batal dan
berpotensi menghilangkan hak konstitusional warga DKI Jakarta yang memiliki hak pilih
pada putaran kedua.
C. Isu Seksi Pilgub DKI Jakarta 2017
1. Politik Sembako
Politik sembako (sembilan kebutuhan pokok) menjadi salah satu bentuk atau tepatnya modus
tim kampanye atau simpatisan para Calon Gubernur dan Wakil Guberenur untuk mempersuasi dan
mempengaruhi massa, khususnya calon pemilih, selain politik uang. Bentuk dari sembako sendiri
juga makin berkembang. Tidak hanya dalam bentuk sembilan bahan kebutuhan pokok, tetapi juga
bisa ditambah dengan bentuk lain. Misalnya kerudung, selendang, perlengkapan shalat lima waktu,
arloji, dan berbagai bentuk souvenir lainnya yang tidak secara ekspislit diatur dalam peraturan
perundangan. Terkait dengan hal ini muncul perbedaan pendapat di kalangan stakeholder Pilkada,
pengamat, akademisi, peneliti, Penyelenggara Pemilu (KPU dengan Bawaslu dan jajarannya). Ada
yang berpandangan, jika tidak diatur secara eksplisit dalam peraturan perundangan berarti boleh.
Namun ada juga yang berpendapat, sebaliknya, yakni: dilarang.
Sementara penjualan sembako dengan harga murah. Ini modus politik uang paling marak
terjadi pada Pilkada DKI 2017. Pada PKPU No. 12 Pasal 41 disebutkan, Partai Politik atau
Gabungan Partai Politik, Pasangan Calon dan/atau Tim Kampanye dapat melaksanakan kegiatan
sosial dalam bentuk bazar, atau donor darah. Agar terjadi kekaburan hukum dan membuat
Pengawas Pemilu atau Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) kesulitan dalama
penegakan hukumnya, sejumlah Tim Kampanye/Tim Sukses baik yang terkait langsung maupun
tidak terkait langsung menggelar bazaar dengan cara menjual sembako dengan harga sangat murah.
Misalnya, sembako dijual dengan harga Rp 20.000, Rp 10.000, Rp 5.000, atau bahkan bisa gratis
sepanjang dapat menunjukkan KTP DKI. Padahal harga normalnya bisa menembus Rp 50.000.
Kontroversi juga terkait dengan besaran barang yang bisa dikonversi dengan uang. Dalam
Pasal 26 ayat 6 PKPU No. 12 tahun 2016 tentang Kampanye disebutkan, barang atau souvenir
yang bisa diberikan jika dikonversi dengan uang tidak boleh lebih dari Rp 25.000,- Tak urung
ketentuan ini memantik kritik dari Ketua Bawaslu (saat itu) Muhammad. Menurutnya, ketentuan
ini bisa menyuburkan praktik politik uang. Sebaliknya anggota KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah
mengakui, ketentuan memang tidak tertuang dalam UNDANG UNDANGPilkada, namun harus
dipatuhi oleh pasangan calon atau tim kampanye, untuk mengenalkan pasangan calon ke
masyarakat. Tentang siapa yang harus mengawasi ketentuan ini, Ferry berharap ada kesadaran
dari tim kampanye, dan pasti pengawasan melekat masyarakat dengan bimbingan Panwaslu.
Banyaknya terjadi politik uang dalam bentuk pemberian sembako, khususnya di masa
tenang menjelang pemungutan dan penghitungan suara Pilkada DKI Putaran Kedua menjadi
bahan pembicaraan dan keprihatinan berbagai kalangan. Ketua Dewan Penasehat Advokat Cinta
Tanah Air (ACTA) Hisar Tambunan menilai, dari segi kuantitas politik uang di masa tenang
merupakan kasus politik terparah sepanjang sejarah Pilkada DKI. ACTA mengaku selama masa
tenang telah menangani kasus pembagian sembako di 13 wilayah berbeda yang merata di Jakarta.
Sementara Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat (JPPR) menemukan dokumen digital yang
bermaterikan mempengaruhi pilihan pemilih dengan menjanjikan uang dan barang pada Pilkada
DKI Putaran Pertma. Dokumen politik uang itu diduga dari tiga Paslon No. 1 berkaitan dengan
kartu materi prioritas mendapatkan dana bergulir Rp 50 juta tanpa bunga. Sementara dokumen
dari Paslon No. 2 berupa kupon pasar murah dengan nilai Rp 20 ribu per paket. Sedangkan dari
Paslon No. 3, ditemukan brosur formulir pendaftaran relawan dengan imbalan kupon gratis.
Berikut rekapitulasi bentuk dan modus politik sembako sebagaimana dilaporkan Pengawas
Pemilu se-DKI Jakarta, dan pemberitaan dari media massa.
Tabel 9
Rekapitulasi Bentuk dan Modus Politik Sembako
No. Wilayah Bentuk
1. Jakarta Barat (Kebon
Jeruk, Kalideres dan
Palmerah
Pembagian sembako. Bahkan di Kelurahan Duri Kepa, terjadi
jam 10.30 WIB, dan pelakunya terkena Operasi Tangkap
Tangan (OTT) oleh Pengawas Pemilu setempat.
2. Jakarta Timur
(Cakung Timur,
Ciracas dan Pulo
Gadung).
Di Cakung Timur, sembako baru turun didrop dari mobil belum
sempat dijual. Langsung diamankan oleh Panwas setempat
sebanyak 845 paket, 169 karung. Di Susukan Ciracas terjadi hal
yang sama dengan Cakung Timur. Berhasil disita Panwas
setempat sebanyak 59 paket, 6 karung, dan di Pulo Gadung.
Pelaku keburu melarikan diri. Di Rawamangun, dan
Pulogadung terjadi penjualan sembako mengaku untuk
memeriahkan Paskah.
3. Jakarta Selatan
(Kalibata dan
Jagakarsa)
Pembagian sembako terjadi di apartemen Kalibata city Sabtu
malam Minggu (15/4), di blok Borneo diketahui ada aktivitas
penurunan sembako dari truk dari mobil. Sebanyak 10 karung
putih. Sedangkan di Jagakarsa terjadi penimbunan sembako di
kantor DPW PPP DKI.
4. Jakarta Utara
(Warakas,
Panjaringan, Koja,
Tanjung Priok dan
Kepala Gading).
Pada 17 April 2017 jam dua dini hari di Warakas ada dua orang
membawa dua karung sembako yang akan dibagikan ke warga.
Pada tanggal yang sama, di Cluster B/10 Rusunawa Marunda
ditemukan 100 kantong plastik warna merah yang berisi sembako
yang terdiri dari 2 kg beras, 1 liter minyak sayur, 1 kg pasir. Pada
Selasa 18 April 2017 di Kelurahan Tugu Selatan Panwas setempat
menemukan mobil membawa sembako berupa beras, minyak
goreng rose brand, baju kotak-kotak, kantong plastik, stiker, brosur
dan lain-lain. Ada pula laporan warga ada sembako di rumah
warga di Penjaringan dan Tanjung Priok dan Kelapa Gading.
5. Kepulauan Seribu Terjadi pengriman 23 sapi dalam dua tahap. Tahap pertama
sebanyak 16 ekor . (7 April). Tahap kedua sebanyak 17 ( April
sebanyak 16 ekor)
6. Jakarta Pusat Terjadi politik uang berkedok penjualan sembako murah di
beberapa titik. Harganya dibandrol Rp 45.000,- tetapi pembeli
cukup merogoh kocek Rp 5.000, asal menunjukkan KTP DKI.
Sumber: Bawaslu Provinsi DKI Jakarta /Panwaslu se-DKI dan sumber lainnya
2. Politik Identitas/SARA
Politik identitas muncul diawali dengan adanya pernyataan kontroversial Gubernur
DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Kepulauan Seribu tanggal 27
September 2016. Ucapan Ahok yang dianggap berbau SARA dan kemudian dipadang
melakukan penodaan dan penistaan Al-Qur’an adalah sebagai berikut: “Kan bisa saja
dalam hati kecil bapak ibu, nggak pilih saya karena dibohongi (orang) pakai Surat Al-Maidah
51 macam-macam itu. Itu hak bapak ibu. Kalau itu, itu hak bapak ibu. Kalau bapak ibu merasa
nggak bisa pilih karena takut masuk neraka, dibodohin, begitu, oh nggak apa-apa, karena ini
panggilan pribadi bapak ibu”.
Lalu, pada 6 Oktober 2016, Buni Yani menggguh video rekaman pidato itu di akun
Face booknya, berjudul “Penistaan terhadap Agama” dengan transkripsi pidato Ahok namun
memotong kata ‘pakai’. Sehingga menimbulkan viral di Media Sosial sedemikian luas di
masyarakat. Sekalipun Ahok sudah menyatakan permohonan maaf secara terbuka.
Pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu tersebut dengan serta merta menimbulkan respon
beragam di kalangan berbagai elemen dan komponen umat Islam. Suara terbuka disuarakan
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Selanjutnya, MUI membentuk Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI
dengan tugas pokok mengawal fatwa MUI maupun proses hukum di kepolisian dan
pengadilan. Tidak itu saja, GNFP juga melakukan gerakan aksi turun ke jalan pada 14
Oktober 2015 yang diikuti ribuan umat Islam yang turun ke jalan dari mulai Masjid Istiqlal,
Monas hingga Bundaran Hotel Indonesia. Aksi ini dijuluki dengan Aksi Bela Islam I.
Kemudian dengan alasan proses hukum berjalan lamban, GNFP melakukan Aksi Bela
Islam (ABI) 2 (212). Disusul kemudian ABI 3 (313), ABI 4 (411), dan yang paling anyar
adalah ABI 5 (515).
Kasus pidato Ahok terkait dengan Al-Maidah ayat 51, sempat diadukan masyarakat
ke Bawaslu Provinsi DKI Jakarta . Setelah dilakukan kajian dalam dalam rapat di Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta , Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran Badan
Pengawas Pemilu DKI Jakarta Muhammad Jufri mengatakan, Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta memutuskan pernyataan Ahok yang mengutip kitab suci bukan merupakan
pelanggaran Pilgub. Karenanya, laporan tersebut tidak bisa ditindaklanjuti karena bukan
mengandung tindak pidana pemilihan atau pelanggaran administrasi pemilihan. Menurut
Jufri, Ahok juga dinilai tidak melanggar Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota yang terkait larangan dalam kampanye. Dalam
larangan kampanye itu isinya melarang menghasut, mengadu domba, dan provokatif. Ahok
tidak bisa dikenakan ketentuan tersebut karena diucapkan sebelum memasuki masa
kampanye.
Sementara proses pidato Ahok tentang Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 51 terus
bergulir ke pengadilan hingga akhirnya hakim pada persidangan di Pengadilan Negeri
Jakarta Utara pada Selasa (9/5/2017) memvonis Ahok dengan hukuman 2 tahun
penjara karena terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penodaan
agama sebagaimana diatur pada Pasal 156a KUHP. Kasus Ahok tersebut berdampak
terhadap proses pelaksanaan kampanye. Yakni: terjadinya banyak penolakan dan
penghadangan kampanye, khususnya yang dialamatkan kepada Paslon No. 2 (Ahok dan
Djarot).
Yang mengejutkan adalah banyaknya bertebaran spanduk bernuansa SARA
terpasang di halaman atau pagar masjid. Bahkan ada yang dipasang di lahan perkuburan.
Padahal PKPU No. 12 tahun 2016 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur dan seterusnya Pasal 28 ayat 3, lokasi pemasangan Alat Peraga Kampanye
(APK) dilarang berada di: (a) tempat ibadah termasuk halaman, (b) rumah sakit atau tempat
pelayanan kesehatan, (c) gedung milik pemeritah; dan (d) lembaga pendidikan (gedung dan
sekolah).
Dari sekian kasus tersebut yang agak kontroversial adalah terjadi di Pondok Pinang,
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dikatakan kontroversial karena memakan korban
almarhumah Siti Rohbaniyah (80), warga Rt 05/Rw 02, Pondok Pinang, Kecamatan
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Kasusnya sendiri terjadi pada Rabu, 8 Maret 2017.
Jenazah nenek ini ditolak jamaah masjid Darussalam untuk dishalatkan karena dianggap
mendukung calon gubernur non Muslim. Kemudian Ketua RT 05/Rw 02 meminta pihak
keluarga membuat surat pernyataan tidak mendukung pemimpin non muslim, sebagai
syarat jenazah bisa dishalatkan.
Kasus ini merupakan temuan Panwascam Kebayoran Lama. Kemudian dilaporkan
kepada Panwaslu Jakarta Selatan untuk diproses sebagai tindak pidana Pemilihan. Setelah
melalui proses pembahasan di Sentra Gakkumdu, tidak ditemukan adanya bukti ancaman
kekerasan yang dilakukan Ketua RT 05/Rw 02 sehingga tidak memenuhi unsur Pasal 182
A Undang undang No. 10 tahun 2016. Dan dengan demikian dihentikan proses penanganan
pelangggaran tindak pidana Pemilihan.
Pada Pikada DKI 2017 lalu juga diramaikan isu, yang bungkusannya (packaging)
adalah politik identitas/SARA, yakni: munculnya gerakan yang menamakan dirinya
Gerakan Tamasya Al-Maidah (GTA) yang akan dilakukan sekelompok orang yang
mengatasnamakan Gerakan Kemenangan Jakarta (Gema Jakarta). Tak pelak GTA
menimbulkan berbagai tanggapan dan reaksi pro kontra. Kepala Kepolisian Daerah Metro
Jakarta Raya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan mengimbau masyarakat jangan ikut-
ikutan aksi bertema Tamasya Al Maidah untuk mengawasi tempat-tempat pemungutan
suara pada pilkada Jakarta putaran kedua 19 April 2017. Sebab, pengawasan dan
pengamanan pemungutan sudah dilakukan aparat berwenang.
Tidak cukup sampai disitu, Polda Metro Jaya menggandeng Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta dan KPU DKI untuk menerbitkan maklumat larangan mobilisasi massa pada hari
pemungutan suara pada Pilkada DKI Jakarta Putaran Dua, Rabu, 19 April 2017. Maklumat
ditandatangani Kapolda Metro Jaya Mochamad Iriawan, Ketua Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta Mimah Susati dan Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno pada Senin (17/4/2017).
Diantara isi dari maklumat tersebut adalah larangan melakukan mobilisasi massa
yang dapat mengintimidasi secara pisik dan psikologis dalam bentuk kegiatan apapun,
yaitu yang akan datang ke TPS Jakarta bukan untuk menggunakan hak pilihnya, karena
dapat membuat situasi Kamtibmas di Jakarta kurang kondusif dan masyarakat dapat
terintimidasi baik secara pisik dan psikologis. Sedangkan sudah ada Penyelenggara
Pilkada, yaitu: KPU DKI dan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta .
3. Surat Keterangan (Suket)
Isu lain yang menonjol lain adalah terjadinya pelanggaran dalam penggunaan Surat
Keterangan (Suket) yang tidak sesuai Keputusan Kemendagri 29 September 2016 dan 3
November 2016 di TPS 22 Kelurahan Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur, seperti
dilaporkan tim Paslon Anies Baswedan dan Salahuddin Sandiaga Uno. Atas kasus ini,
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta akan mengeluarkan dua rekomendasi, yakni: (1)
rekomendasi karena KPPS memperbolehkan penggunaan suket yang tidak sesuai format
surat edaran yang dikeluarkan Kemendagri RI dan tidak ditandatangani.
Rekomendasi ke KPU sebagai pelanggaran administrasi (untuk KPPS), (2) ditujukan
kepada Pemprov DKI Jakarta karena Lurah Kelapa Dua Wetan mengeluarkan dua lembar
suket jenis lama setelah adanya surat edaran dari Kemendagri bahwa suket dikeluarkan
oleh Disdukcapil DKI. Rekomendasi ke Pemprov DKI, dalam hal ini ke Sekdaprovinsi
DKI Jakarta. Dua rekomendasi tersebut diputuskan setelah Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
melakukan klarifikasi dan mengecek keaslian Suket yang digunakan pada Rabu (1/3/2017)
malam. Semua Suket yang digunakan asli. Hanya saja ada jenis Suket yang tidak sesuai
format dalam surat edaran Kemendagri RI.
Karena Suket yang digunakan semuanya asli, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
bersama tim Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gkkumdu) tidak menemukan adanya
pelanggaran pidana Pemilu. Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta bersama polisi dan
jaksa yang tergabung dalam Gakkumdu membuka kotak suara untuk mengecek keaslian
surat keterangan (suket) yang digunakan pemilih di TPS 22 Kelurahan Kelapa Dua Wetan,
Ciracas, Jakarta Timur, Rabu (1/3/2017).
4. Pemungutan Suara Ulang
Isu seksi lain pada Pilkada DKI 2017 adalah terjadinya Peungutan Suara Ulang
(PSU). PSU terjadi sebagai akibat adanya lebih dari satu orang menggunakan hak pilih
orang lain. Kasus ini terjadi di TPS 01 Utan Panjang Jakarta Pusat dan di TPS 29 yang
beralamat di RT 007, RW 05, Kelurahan Kalibata, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan.
Kedua kasus ini sepintas tidak ada hubungannya dengan data dan daftar pemilih. Namun
demikian jika didalami tetap ada relasinya. Yakni: kasusnya terjadi karena yang
bersangkutan tidak terdaftar dalam DPT Pilgub DKI, namun berkehendak mencoblos pada
Pilgub DKI.
Kronologis PSU di TPS 01 Utan Panjang bermula ketika seorang Sekretaris RT
memberikan C6 milik Wagino dan anaknya bernama Inggit yang tengah berada di Jawa
kepada Kiki dan istrinya yang bernama Fitri Aprilisiami. Kiki dan istrinya nota bene
menantu Wagino. Saat di TPS, C6 atas nama Wagiono dan Inggit diserahkan kepada
petugas KPPS. Kiki dan Fitri ber-KTP DKI tapi tinggal di Kebon Kosong dan tidak
terdafatar di DPT pada TPS 01 Utan Panjang. Setelah dipanggil oleh Ketua KPPS, C6 milik
Wagino dan anaknya digunakan oleh Kiki dan istrinya untuk melakukan pencoblosan.
Setelah selesai penghitungan suara, Saksi Nomor 3 menyatakan, Kiki dan istrinya telah
menggunakan C6 milik orang lain.
Sedangkan PSU di TPS 29, RT 007, RW 05, Kelurahan Kalibata, Kecamatan
Pancoran, Jakarta Selatan. Kasusnya berawal dari adanya dua orang pemilih menggunakan
C6 atas nama saudaranya yang tengah berada di luar negeri. Yang satu tengah di Kanada
atas nama Tati Fahrianti, dan satunya di Surabaya atas nama Ahmad Abqori Akmal. Untuk
C6 atas nama Tati Fahrianti yang tengah di Kanada dicoblos oleh Dian Febriani (adiknya
Tati). Sedangkan di Surabaya dicoblos oleh Hj. Khairiyah, yang merupakan ibunya dari
Ahmad.
Dalam kasus penggunaan C6 milik Hj. Khairiyah oleh Ahmad, sebelumnya pelaku
(Ahmad) melakukan melalui video call dengan Hj. Khairiyah yang ikut didengarkan oleh
petugas KPPS, Saksi dan Pengawas TPS. Selanjutnya, KPPS, PTPS dan saksi bersepakat
membolehkan Ahmad mencoblos dengan menggunakan C6 milik Hj. Khairiyah.
Sedangkan C6 milik Tati yang tengah berada di Kanada digunakan oleh Dian, ditempuh
melalui mekanisme voice note (rekaman suara). Kasusnya terbongkar setelah PTPS
melapor ke Panwascam, dan Panwascam melapor kepada Panwaskota Jakarta Selatan
untuk menindaklanjuti sebagai suatu pelanggaran Pilkada yang berujung kepada PSU.
Ditinjau dari Undang undang No. 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota Pasal 112
ayat 2 hurup e, kasus yang terjadi di TPS 29, Pancoran, berakibat terjadinya PSU. Karena
pelakunya lebih dari seorang pemilih yang tidak terdaftar sebagai pemilih mendapat
kesempatan memberikan suara pada TPS. Sedangkan untuk kasus di Utan Panjang, dapat
dikenakan Pasal 112 ayat D huruf E Undang Undang No. 10 tahun 2016 tentang Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil
Walikota, yang menyebutkan, lebih dari dari seorang pemilih menggunakan hak pilih lebih
dari satu kali, pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda.
Teknis pelaksanaan PSU, diatur pada PKPU No. 10 tahun 2015 tentang Pemungutan
dan Penghitungan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Pasal 60. Jika terjadi kasus tersebut,
Panwascam kemudian melakukan pemeriksaan dan hasilnya disampaikan kepada PPK
paling lambat 2 (dua) hari setelah Pemungutan Suara. Selanjutnya, hasil penelitian dan
pemeriksaan Panwascam tersebut kepada KPU/KIP Kabupaten/ Kota untuk memutuskan
hasil penelitian dan pemeriksaan Panwas Kecamatan dalam rapat pleno KPU/KIP
Kabupaten/Kota.
Hasil rapat pleno tersebut kemudian ditetapkan dalam Keputusan KPU/KIP
Kabupaten/Kota dan menyampaikan Keputusan tersebut) kepada KPPS melalui PPK dan
PPS. Selanjutnya, KPPS segera melaksanakan Pemungutan Suara ulang di TPS paling
lambat 4 (empat) hari setelah hari Pemungutan Suara. Tak lupa, KPU/KIP Kabupaten/Kota
menyampaikan permintaan Saksi kepada Pasangan Calon untuk hadir dan menyaksikan
Pemungutan Suara ulang di TPS.
Penyelenggaraan PSU tanpa menghapus pelanggaran unsur pidana. Pada Pasal 178A
dari Undang undang No. 10 disebutkan, setiap orang yang pada waktu pemungutan suara
dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum mengaku dirinya sebagai orang lain
untuk menggunakan hak pilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 (dua
puluh empat) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit
Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) dan paling banyak Rp 72.000.000,00
(tujuh puluh dua juta rupiah).
Setelah dirproses oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu)
Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, para pelakunya lolos dari jeratan pelanggaran pidana
Piilkada karena dianggap tidak memenuhi unsur kesengajaan. Yang menarik dari dua kasus
PSU di Jakarta ini antara pemilik hak pilih dan pengguna hak pilih secara ilegal masih ada
keterkaitan geneologis (saudara). Ini artinya, pelaku melakukan tindakan melanggar
hukum karena saling mengenal. dan kasus tersebut dapat terjadi karena adanya kesepakatan
atau kesalahan kolektif (jamaah) yang mekibatkan petugas KPPS, Saksi dan PTPS. Belum
terindikasi adanya politik uang di balik penggunaan hak pilih secara illegal tersebut.
D. Penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017
Secara normatif, penegakan hukum di Pilkada setidaknya meliputi dua peristiwa hukum,
yakni: pelanggaran dan sengketa. Selain itu dikenal juga dengan pelanggaran etika yang ditangani
oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pelanggaran hukum di Pilkada meliputi
pelanggaran administratif Pilkada dan pelanggaran pidana Pilkada. Sedangkan sengketa pada
umumnya terjadi di wilayah administratif.
Sampai pada 28 Februari 2017, jumlah laporan dan temuan pelanggaran yang masuk ke
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta mencapai 161. Dari jumlah tersebut, setelah dilakukan penanganan/
rekomendasi penanganan pelanggaran, 69 kasus dinyatakan masuk dalam kategori bukan
pelanggaran; disampaikan kepada KPU DKI karena merupakan pelanggaran administrasi
mencapai 76 kasus. Sedangkan yang masuk ke proses penyidikan di kepolisian mencapai dua
kasus, satu kasus menyangkut pelanggaran kode etik, dam enam (6) merupakan pelanggaran dalam
bentuk lain yang tindaklanjutnya diserahkan kepada instansi yang berwenang. Misalnya ke Komisi
Aparatur Sipil Negara (KASN), Komnas Anak, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan lain.
Kasus penghadangan kampanye Cawagub Djarot Saiful Hidayat terjadi di Kembangan,
Jakarta Barat, pada 9 November 2016 lalu. Akibat dari adanya penghadangan tersebut, Djarot
Saiful Hidayat tidak bisa berkampanye dan menerangkan visi-misinya, padahal kampanye
dibutuhkan agar masyarakat memilih Djarot Saiful Hidayat. Dalam persidangan Naman Sanip
sebagai pelaku aksi penghadangan didakwa terbukti melanggar Pasal 187 Ayat (4) Undang
Undang RI No 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang Undang No 1 Tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang. Majelis Hakim di
Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang menyidangkan perkaranya dijatuhi hukuman percobaan 4
bulan.
Kasus sejenis yang ditangani oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dilakukan oleh pelaku
bernama Rudy Nurochman Kurniawan. Rudi menjadi tersangka kaus penghadangan kampanye
Cawagub DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat di Rusun Petamburan RW 011 Jl Jati Pinggir,
Petamburan, Jakarta Pusat, tanggal 25 November 2016. Polisi menetapkan Rudy sebagai tersangka
sejak 6 Desember 2016. Namun, saat proses hukum sedang berjalan oleh Gakkumdu DKI, Rudy
melarikan diri sehingga penyidik menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) tersangka pada
tanggal 16 Desember 2016 sebagaimana tersurat dalam nomor DPO/415/XII/2016/Ditreskrimum
tanggal 16 Desember 2016. Dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilu Nomor 11 Tahun 2014
tentang Pengawasan Pemilihan Umum, yakni di Pasal 36 ayat 2, diatur bahwa waktu penanganan
dugaan pelanggaran bisa diperpanjang paling lama 14 hari setelah dugaan pelanggaran diterima.
Pada Pasal 187 ayat (4) Undang Undang Pilkada dijelaskan ancaman hukuman untuk
pelanggaran penghalangan kampanye adalah hukuman satu bulan dan paling lama enam bulan,
atau denda Rp 600 ribu dan atau Rp 6 juta. Kasus Rudy ditangani oleh Gakkumdu DKI selama 14
hari untuk hingga berkas dinyatakan lengkap (P21). Jika dalam tenggang waktu tersebut
penyidikan belum selesai, maka kasus dianggap kedaluwarsa.
Jika dijumlah secara total antara Pilkada DKI Putaran I dan II, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
mencatat sekitar total 308 temuan maupun laporan yang di dalamnya terdapat dugaan laporan
pelanggaran administratif maupun pidana. Setelah dilakukan pemeriksaan, 308 laparan dan atau
temuan tersebut, terbukti 147 tidak termasuk jenis pelanggaran. Sementara 137 merupakan
pelanggaran administratif dan 7 (tujuh) lainnya termasuk pelanggaran pidana. Juga terdapat 3
(tiga) laporan yang masuk kategori pelanggaran kode etik.
Dicermati dari sisi klasifikasi pelanggaran, pada Pilkada DKI pada putaran pertama
didominasi dengan pelanggaran data pemilih sebanyak 64 kasus, pembertahuan kampanye
sebanyak 27 kasus, politik uang sebanyak 23 kasus, unsur SARA sabanyak 19 kasus, penggunaan
fasilitas negara sebanyak 14 kasus, penolakan kampanye dan pelibatan anak-anak masing-masing
sebanyak 12 kasus, netaralitas PNS, perusakan Alat Peraga Kampanye (APK), dan kode etik,
masing-masing 2 kasus.
Sedangkan pada Pilkada DKI Putaran Kedua, pelanggaran lebih banyak didominasi dengan
kasus politik uang (45 kasus), unsur SARA (18 kasus), data pemilih (13 kasus), pembertahuan
kampanye (13 kasus), kampanye di tempat ibadah dan kampanye di luar jadwal (masing-masing
5 kasus), kode etik (3 kasus), netralitas PNS 2 kasus, penggunaan fasilitas negara dan iklan
kampanye (1 kasus), penolakan kampanye (1 kasus), pelibatan anak-anak, dan perusakan Alat
Peraga Kampanye (0 kasus).
Politik uang yang marak pada Pilkada DKI 2017 untuk mempengaruhi pemilih merupakan
tindakan dan perbuatan tercela dan dilarang dalam membangun demokrasi yang bermartabat,
politik uang sudah bergeser pada makna dana cash tetapi sudah bergeser pada bentuk materi lainya
seperti paket sembako murah yang berisi minyak goreng, gula pasir, tepung terigu, mie isntan, dan
kain sarung atau sajadah dan atau mukena. Dimana tujuan dari pemberian paket sembako tersebut
secara jelas untuk memberikan pengaruh spikologis kepada pemilih untuk memilih si pemberi, hal
inilah yang nyatakn sebagai hal yang dilarang karena setiap pasangan calon/tim
kampanye/simpatisan/relawan dilarang menjanjikan dan atau memberikan materi lainya untuk
tujuan mempengaruhi pemilih.
Sedangkan terkait dengan penanganan pelanggaran, terungkap bahwa dari 308 dugaan
pelanggaran yang masuk di Pilkada DKI Putaran I dan II, sebanyak 153 termasuk temuan.
Meskipun struktur lembaga Pengawas Pilkada DKI Jakarta terdiri dari Pengawas Tingkat Kota
dan Provinsi. Namun dari data tersebut menunjukkan, sebagian besar laporan pelanggaran masuk
dan diterima oleh Bawaslu Provinsi sebanyak 91 pelanggaran. Sementara Panwas Kota Jakarta
Pusat, Jakarta Selatan dan Kepulauan Seribu hanya menerima dan memeriksa 27 pelanggaran.
Tabel 10
Rekapitulasi Penanganan Pelanggaran Pilkada DKI 2017 Putaran I dan II
No. Pengawas
Pemilu
Laporan dan Temuan Hasil Penanganan/Rekomendasi
1 Prov DKI Laporan Temuan Jumlah Bukan
Pelaggaran
KPU Kepolisian Kode
Etik
Instansi
lain
2 Jakarta
Pusat
90 1 91 47 33 3 - 8
3 Jakarta
Timur
8 19 27 17 7 1 - 2
4 Jakarta
Barat
19 29 48 21 25 2 - -
5 Jakarta
Utara
11 16 40 22 3 - 1 1
6 Kep
Seribu
7 33 48 13 24 - 1 2
7 Total 7 41 27 19 6 - 1 1
8 153 155 308 147 137 7 3 34
Sumber: Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta
Dari data diatas menyisakan beberapa indikasi, yakni: pertama tingkat pengenalan
kelembagaan Pengawas Pilkada melalui sosialisasi kepada masyarakat cukup minim sehingga
mungkin saja masyarakat pada umumnya belum mengenal Bawaslu Provinsi DKI Jakarta . Kedua,
adanya keharusan tahapan penyelesaian pelanggaran berjenjang secara buttom up yang dianggap
berliku dan menghabirkan waktu sehingga masyarakat lengsung melaporkan kepada Bawaslu
Provinsi DKI tanpa melalui Panwas Kota. Ketiga, faktor sumber daya manusia yang dimiliki
Panwas Kota yang belum maksimal dalam menyelesaikan pelanggaran secara efektif dan efisien.
Ada hal yang menarik dari data diatas terkait dengan penanganan politik uang yakni: pada
satu sisi laporan dugaan politik uang cukup banyak namun di sisi lain tindaklanjutnya masih masim
minim, dan akibatnya tidak masuk dalam kategori pelanggaran pidana Pemilu. Kenapa hal ini bisa
terjadi? Banyak faktor. Salah satu jawabannya, menurut anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Muhammad Jufri dalam tulisannya berjudul “Evaluasi Penegakan Hukum Pilkada DKI 2017”
karena tidak tegasnya rumusan tentang tindakan politik uang yang didefinisikan dalam Undang-
undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil
Bupati, dan Walikota, Wakil Walikota.
Dengan ketidaktegasan rumusan tentang penindakan politik uang dalam pasal-pasal
Undang-undang Nomor 10 tahun 2016, memunculkan problematika yang cukup serius dan rumit
dalam penegakan hukum selama proses Pilkada DKI 2017. Memang agak ironi di tengah-tengah
banyaknya kasus politik uang yang ditemukan oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan jajarannya
maupun laporan dari masyarakat namun tidak banyak yang dapat ditindaklanjuti kepada tahapan
penyelidikan dan penyidikan hanya karena dugaan politik uang tersebut tidak memenuhi unsur
atau kriteria sebagaimana diatur dalam Undang undang No. 10 tahun 2016 Pasal 73 junto Pasal
135A dan 187A. Sehingga ke depannya hal ini perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan yang
mendasar untuk tegaknya keadilan Pilkada maupun Pemilu.
E. Penerimaan Bawaslu Award 2017
Usai Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2017, Bawaslu Republik
Indonesia melaksanakan ajang pemberian penghargaan kepada seluruh pengawas pemilu se
Indonesia dengan nama kegiatan Bawaslu Award yang dilaksanakan pada Tanggal 11 April 2017
bertempat di Balai Sarbini Jakarta, pemberian penghargaan dengan berbagai kategori. Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta telah menerima pengharagaan sebagai pemenang pada kategori Penyelesaian
Sengketa Terbaik dan Panwaslu Kota Administrasi Jakarta Barat mendapatkan Penghargaan
sebagai pemenang pada kategori Pengawasan Tahapan Terbaik. Penerimaan penghargaan ini
sebagai bukti bahwa Pengawas Pemilu se DKI Jakarta pada pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan
wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta telah melaksanakan tugas sebagai pengawas pemilu dengan
baik.
BAB V
PENGAWASAN PEMILU SERENTAK 2019
A. Bawaslu Provinsi DKI Jakarta 2017- 2022
Dalam sejarahnya setiap kali penyelenggaran pemilu selalu saja mengalami pergantian
peraturan perundang-undangan hal ini bila dilihat dari sudut pandang positif mengarahka kepada
perbaikan system dan penyelenggaraan pemilu itu sendiri, namun demikian perlu dibuat sebuah
aturan perundangan-undangan yang memuat seluruh proses penyelenggaraan secara maksimal
efektif dan efesien, sehingga tidak melulu merubah ketentuan peraturan perundangan-undangan
disetiap kali pelaksanaan pemilu baik Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden serta
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD, serta pemilihan Umum Gubernur dan Wakil
Gubernur, serta pemilihan Bupati dan Wakil Bupati dan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota.
Tentu hal ini juga sangat berdampak kepada sistem demokrasi kita secara keseluruhan,
pencarian format penyelenggaraan pemilu yang ideal memang sangatlah mutlak diperlukan, bisa
saja terjadi bahwa system penyelenggaraan pemilu yang dilakukan oleh banyak Negara belum
tentu cocok atau pas bila diterapkan di Indonesia, mengingat Indonesia sebuah negara besar
kepulauan dengan ragam persoalan yang berbeda-beda setiap wilayahnya, apalagi ide tentang
keserentakan penyelenggaraan pemilu yang akan atau bahkan sudah terselenggara di tahap
pertama, tentu menjadi catatan penting tersendiri sebagai bahan evaluasi menyeluruh dalam semua
proses penyelenggaran pemilu.
Tak terkecuali Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu, beserta dengan seluruh
jajaran di bawahnya, termasuk di Provinsi DKI Jakarta yang mana menjadi Ibukota sebuah Negara,
tidak mudah melakukan tugas-tugas demokrasi melalui lembaga pengawas pemilu, karena dituntut
bebagai macam kondisi dan situasi yang tidak mudah, semua mata focus untyk melihat Jakarta,
persoalannya adalah kemudian apakah Bawaslu Provinsi DKI Jakarta mampu melaksanakan
amanah ini dengan sebaik-baiknya mengingat harapan masyarakat dan bahkan banyak orang
menginginkan Bawaslu khususnya Bawaslu Provinsi DKI Jakarta hadir untuk memsatikan
kepastian hukum dan penegakkan pemilu bisa benar-benar adil seadil-adilnya sehingga mampu
menjawab pertanyaan atau bahkan keraguan sebagain masyarakat yang bisa saja dan mungkin
apatis atas penyelenggaraan pemilu terutam aspek pengawasan pemilu.
Hal ini kemudian menjadi pekerjaan rumah bagi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, mengingat
keterbatasan personil yang dimiliki oleh Bawaslu DKI Jakarta dengan jajaran, walapun hal ini
bukanlah menjadi pembenaran ata alas an untuk tidak bekerja secara maksimal, perlu diketahui
atau bahkan sudah diuraikan di atas bahwa legitimasi Bawaslu DKI Jakarta dari aspek organisasi
sudah mendapatkan penguatan dengan tidak lagi bersifat addhoc atau sementara tetapi sudah
menjadi permanen selama 5 (lima) tahunan.
Sebagaimana sudah dijelaskan dan diuraikan di bab sebelumnya bahwa penguatan
kelembagaan bawaslu di tingkat provinsi di mulai sejak tahun 2012 dimana ketentuan perubahan
dari yang bersifat addhoc atau sementara berubah menjadi permanen selama 5 (lima) tahun hal ini
tertuang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2011 Tentang
Penyelenggara Pemilihan Umum. Namun demikian jumlah keanggotaan dari Bawaslu RI dan
Provinsi sampai dengan jajaran di lapangan tidaklah sama untuk KPU RI beranggotakan 7 (Tujuh)
orang sedangkan Bawaslu RI beranggotakan 5 (Lima) orang, untuk KPU Provinsi beranggotan 5
(lima) orang sedangkan Bawaslu Provinsi beranggotakan 3 (tiga) orang, untuk KPU
Kabupaten/Kota beanggotakan 5 (lima) orang dan bersifat permanen sedangkan untuk Panitia
Pengawas Pemilu beranggotakan 3 (tiga) orang dan masih bersifat addhocc (sementara), dan
seterusnya sampai dengan PPK (addhoc) 5 (lima) orang dan Panwascam (addhoc) 3 (tiga) orang,
PPS (addhoc) 3 orang dan PPL (addhoc) 1 (satu) orang.
Tentunya masa bakti setiap anggota Bawaslu Provinsi di mulai sejak Tahun 2012, termasuk
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta pada periode pertama yakni tahun 2012-2017, Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta berjumlah 3 (tiga) orang, dan sudah di uraikan di atas bahwa komposisi atau anggota
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta di Ketuai oleh Mimah Susanti (Divisi Pengawasan), Muhammad
Jufri (Divisi Penindakan dan Penanganan Pelanggaran) dan Achmad Fahruddin (Divisi SDM).
Selanjutnya estafet kepemimpinan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta masuk pada periode
kedua setelah menjadi permanen selama 5 (lima) tahun tentunya masa bakti 2017-2022, dimana
yang melanjutkan tampuk pimpinan di Ketuai oleh Muhammad Jufri yang juga pernah menjadi
anggota Bawaslu DKI Jakarta periode sebelumnya, selain menjadi Ketua beliau diamanahkan
sebagai Koordinator Divisi Pengawasan, dan ditambah oleh Puadi sebagai anggota yang
sebelumnya pernah menjadi Ketua Panitia Pengawas Pemilu Kota Jakarta Barat dan diberikan
tanggung jawab sebagai Koordinator Divisi Penindakan dan Penanganan Pelanggaran, dan satu
anggota lagi adalah Siti Khopipah sebagai anggota dan beliau diberikan tanggung jawab sebagai
Koordinator Divisi SDM.
B. Penambahan Komisoner Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Periode 2018-2023
Dalam periode kedua ada perubahan peraturan perundang-undangan sebagaimana telah
dijelasakan di atas bahwa dalam setiap pelaksanaan pemilu hampir dipastikan adanya perubahan
peraturan perundangan-undangan, yang semula menggunakan Undang-undang Nomor 15 Tahun
2011 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, kini untuk pelaksanaan Pemilu 2019,
menggunakan peraturan perundangan-undangan terbaru yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017 Tentang Pemilihan Umum, dalam undang-undang terbaru ini hal yang paling subtansi adalah
di padukannya atau disatukannya 3 (tiga) jenis undang-undang yakni undang-undang tentang
penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD, undang-undang tentang
penyelenggara pemilahan umum dan undang-undang tentang Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden, karenanya dari sisi kelembagaan dan jumlah anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
berubah menjadi 7 (tujuh) yang sebelumnya hanya 3 (tiga) orang, serta berubahnya Panitia
Pengawas Pemilu (Panwaslu) tingkat Kabupaten/Kota menjadi Bawaslu Kabupaten/Kota serta
kewenangan-kewenangan lainnya, seiring perubahan tersebut maka di tambahlah 4 (empat) orang
anggota serta perubahan tanggung jawab dalam hal pembagian Divisi namun untuk Ketua tetap di
Ketuai oleh Muhammad Jufri, adapun keempat anggota tambahan tersebut yang merupakan hasil
seleksi adalah: Mahyudin yang berprofesi sebagai Dosen dan Advokat yang diberikan amanah
sebagai Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa, lalu anggota berikutnya adalah Sitti Rakhman
yang sebelumnya pernah menjadi anggota KPU Kota Jakarta Timur dan Tenaga Ahli DPR RI
Komisi II diberikan amanah sebagai Koordinator Divisi SDM, lalu Irwan Supriyadi Rambe yang
sebelumnya pernah menjadi wartawan dan pemerhati pemilu diberikan amanah sebagai
Koordinator Divisi Organisasi, dan anggota terakhir adalah Burhanudin yang sebelumnya pernah
menjadi Ketua Panwaslu Kota Jakarta Pusat dan Tim Asistensi Bawaslu DKI Jakarta diamanahkan
dan bertanggung jawab sebagai Koordinator Divisi Pengawasan, perubahan ini juga berdampak
pada Koordinator Divisi sebelumnya yakni untuk Muhammad Jufri selain sebagai Ketua pada
perubahan ini beliau diamanah dan bertanggung jawab sebagai Koordinator Divisi Hukum dan
Data dan Informasi, sedangkan Siti Khopipah merubah tanggung jawab menjadi Koordinator
Divisi Humas dan Hubal namun untuk Puadi tetap diamanahkan sebagai Koordinator Divisi
Penanganan Pelanggaran.
C. Pembentukan Bawaslu Kabupaten Kota
Pada pelaksanaan Pemilu 2019, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta membetuk Bawaslu
Kabupaten kota sebagaimana diamanatkan dalan undang-undang No. 7 tahun 2017 tentang pemilu
anggota DPR, DPD, DPRD dan Presiden dan wakil Presiden. Pembetukan Bawaslu kabupaten
kota diawali dengan pembentukan Panitia Seleksi, kemudian Panitia Seleksi mejaring beberapa
calon anggota Bawaslu Kabupten Kota, baik dari anggota Panwaslu (Eksisting) maupun dari
kalangan masyarakat umum, dari hasil penjaringan yang dilakukan oleh Panitia seleksi kemudian
diserahkan ke Bawaslu Provinsi DKI Jakarta untuk dilakukan fit and proper test, dengan jumlah
masing-masing wilayah 10 orang kecuali Kabupaten Kepulauan Seribu 6 orang.
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan fit and proper test dan dilanjutkan rapat pleno
oleh ketua dan anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta untuk mengurutkan berdasarkan nilai
dengan urutan 1 (satu) sampai 10 (sepuluh) masing masing wilayah dan 1 (satu) sampai 6 (enam)
untuk kabupaten Kepulauan Seribu. kemudian nama nama tersebut diserahkan ke Bawaslu
Republik Indonesia untuk kembali dirapat plenokan untuk mendapatkan 5 (lima) besar di masing
masing wilayah dan 3 (tiga) besar untuk Kabupaten Kepulauan Seribu.
Anggota Bawaslu Kabupaten Kota se DKI Jakarta yang terpilih akan mengikuti pelantikan
anggota Bawaslu Kabupten Kota bersama dengan calon anggota Bawaslu Kabupten Kota lainnya
yang dilakukan secarah serentak seluruh Indonesia pada tanggal 15 Agustus 2018 yang
dilaksanakan di Hotel Bidakara Jakarta. Setelah anggota Bawaslu Kabupaten Kota dilantik,
kemudian melakukan rapat pleno untuk menentukan ketua dan juga Koordinator Divisi untuk
memudahkan pelaksanaan tugas dan fungsi sebagai pengawas pemilu.
Dan adapun nama nama anggota Bawaslu Kabupaten kota yang ditetapkan adalah sebagai
berikut :
NO NAMA L/P
TEMPAT/
TANGGAL
LAHIR
PENDIDIKA
N
TERAKHIR
JABATAN
(TUGAS DAN
FUNGSI)
BAWASLU KOTA ADMINISTRASI JAKARTA PUSAT
1 M. Halman
Muhdar L
Bajo/
04/07/1984
S2
Ketua dan Kordiv.
Penindakan
Pelanggaran
2
Roy Sofia Fatra
Sinaga L
Jakarta/
08/05/1980
S1
Kordiv. Organisasi
Dan Sumber Daya
Manusia
3 Cecep A. Rukman L Jakarta/
08/05/1976
S1
Kordiv. Pengawasan
Dan Hubungan
Antar Lembaga
4 Budi Pulungan L S1 Kordiv. Hukum
Data dan Informasi
5 Jomson Saut
Martinus Samosir L
Pematangsian
tar/
21/08/1984
S1
Kordiv.
Penyelesaian
Sengketa
BAWASLU KOTA ADMINISTRASI JAKARTA BARAT
6 Oding Junaidi SH L Jakarta, 29
Juni 1971
S1
Ketua dan Kordiv
Penyelesain
Sengketa
7 Ahmad Zubadilah
Spdi.MM L
Jakarta, 11
Desember
1978
S2
Kordiv. Pengawasan
Dan Hubungan
Antar Lembaga
8 Abdul Roup S.Pd L Jakarta, 11
April 1971
S1
Kordiv. Penindakan
Pelanggaran
9 Syukur Yakub L Jakarta, S2 Kordiv. Hukum
Data dan Informasi
10 Fitriani M.Pd P Jakarta, 24
Agustus 1987 S2
Kordiv. Organisasi
Dan Sumber Daya
Manusia
BAWASLU KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN
11 Muchtar Taufiq L Sukabumi/11
-09-1982
S1
Ketua dan Kordiv.
Pengawasan Dan
Hubungan Antar
Lembaga
12 Hj. Siti Aminah P Jakarta/11-
11-1966
S1
Kordiv. Organisasi
Dan Sumber Daya
Manusia
13 Ardhana Ulfa
Aziz P
Ujung
Pandang/05-
09-1975
S2 Kordiv. Hukum
Data dan Informasi
14 Abdul Salam L Jakarta/11-
10-1971
S1
Kordiv. Penindakan
Pelanggaran
15 Munandar
Nugraha L
Jakarta/28-
06-1983
S2
Kordiv.
Penyelesaian
Sengketa
BAWASLU KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR
16 Sakhroji L Brebes, 18-
04-1974 S2
Ketua dan Kordiv.
Penindakan
Pelanggaran
17 Marhadi L Jakarta, 16-
05-1975 S2
Kordiv. Pengawasan
Dan Hubungan
Antar Lembaga
18 Tami Widi Astuti P Semarang,
18-06-1975 S1
Kordiv. Organisasi
Dan Sumber Daya
Manusia
19 Ahmad Syarifudin
Fajar L
Jakarta, 07-
04-1982 S1
Kordiv. Hukum
Data dan Informasi
20 Prayogo Bekti
Utomo L
Semarang,
10-11-1971 S1
Kordiv.
Penyelesaian
Sengketa
BAWASLU KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA
21 Mochamad
Dimiyati S. Pd. L
Jakarta 29-
03-1975 S1
Ketua dan Kordiv.
Pengawasan Dan
Hubungan Antar
Lembaga
22 Agustinus Benny
Sabdo S.H, M.H L
Ngawi 17-09-
1984 S2
Kordiv. Penindakan
Pelanggaran
23 Sali Imaduddin,
S.T L
Kuningan 08-
04-1984 S1
Kordiv.
Penyelesaian
Sengketa
24 Rini Rianti
Andriani, S.Sos. P
Jakarta 12-
03-1970
S.1
Kordiv. Hukum
Data dan Informasi
25 Nur Hamidah, S.
Sos P
Jakarta 16-
11-1987
S.1
Kordiv. Organisasi
Dan Sumber Daya
Manusia
BAWASLU KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU
26 Syaripudin L Jakarta, 21
April 1972 S1
Ketua /Koordiv
Hukum &
Penanganan
Pelanggaran
27 Ahmad Fiqri L Jakarta, 11
Oktober 1975
S1
Anggota / Koordiv
Sdm & Organisasi
28 Ulil Amri L
Jakarta, 25
November
1977
S1
Anggota /
Pengawasan Dan
Humas & Hubal
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan Bawaslu Kabupten Kota dalam melaksanakan tugas
dan fungsi sebagai pengawaslu pemilu, akan difasilitasi oleh sekretariat. Adapun nama nama
kepala sekretariat adalah sebagai berikut ;
NO NAMA L/P
TEMPAT/
TANGGAL
LAHIR
PENDIDIKAN
TERAKHIR
JABATAN
(TUGAS DAN
FUNGSI)
SEKRETARIAT BAWASLU PROVINSI DKI JAKARTA
1 Maskur L Jakarta, 27
Oktober 1963 S2
Kepala
Sekretariat
2 Satria Dayan
Kerti L
Pekanbaru, 8
Agustus 1967 S2 Kasubbag TP3
3 Dwi Hening
Wardani P
Sukoharjo,
19 Maret
1967
S1 Kasubbag HPP
4 Haris Dharma
Persada L
Padang, 20
Januari 1984 S1
Kasubbag
Administrasi
NO NAMA L/P
TEMPAT/
TANGGAL
LAHIR
PENDIDIKAN
TERAKHIR
JABATAN
(TUGAS DAN
FUNGSI)
SEKRETARIAT BAWASLU KABUPATEN KOTA
1 Sukarjo, S.Sos,
MM.Pem L
Purworejo/
20/05/1963
S1
Koordinator Sekretariat
Bawaslu Jakarta Pusat
2 Kamso SE,MA L Klaten, 6
Maret 1963 S2
Koordinator Sekretariat
Jakarta Barat
3 Afifuddin L Aceh/ 26-07-
1971 S2
Koordinator Sekretariat
Jakarta Selatan
4 Herawati P Temanggung,
09 Juli 1963 S2
Koodinator Sekretariat
Jakarta Utara
5 M. Sahri L Jakarta, 06
Agustus 1965
S1
Koordinator Sekretariat
Kepulauan Seribu
6 Haris Dharma
Persada L
Padang, 20
Januari 1984 S1
Plt Koordinator
Sekretariat Jakarta Timur
D. Kiprah Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Pada Pemilu Serentak 2019
Pemilihan umum tahun 2019 merupakan pemilu serentak pertama yang diselenggarakan
dalam tataran demokrasi di Indonesia dengan menggabungkan Pemilihan Umum Calon Anggota
DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, sesuai dengan amanat
Mahkamah Konstitusi dalam putusan nomor: 14/PUU-XI/2013 yang menyatakan bahwa Pemilu
Presiden Dan Wakil Presiden Dan Pemilu Legislatif mulai tahun 2019 dan seterusnya haruslah
dilaksanakan secara serentak.
Penetapan daftar pemilih merupakan salah satu unsur yang menentukan suksesnya pemilu
tahun 2019. Pengawasan penyusunan dan penetapan daftar pemilih menjadi penting karena
menjadi dasar melindungi hak pilih. Pemutakhiran Data Pemilih dan Penyusunan Daftar Pemilih
dimulai dengan mensingkronisasikan data kependudukan Warga Negara Indonesia dari
Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) kemudian disandingkan dengan data Daftar Pemilih
Tetap (DPT) pada Pemilu terakhir.
Tahapan selanjutnya yang menjadi fokus pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta adalah tahapan verifikasi partai politik tingkat Provinsi DKI Jakarta. Pada
tahapan ini, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan pengawasan melekat terhadap verifikasi
partai politik di wilayah Provinsi DKI Jakarta dengan mendatangi langsung Kantor Partai Politik
Tingkat Provinsi DKI Jakarta bersama dengan KPU DKI Jakarta.
Pada saat tahapan pencalonan, anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta dan anggota DPRD DKI
Jakarta, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta juga melakukan pengawasan melekat di Kantor KPU DKI
Jakarta untuk memastikan bahwa pencalonan anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta dan DPRD DKI
Jakarta sesuai dengan prosedur dan peraturan perundang-undangan.
Selain tahapan pencalonan yang merupakan tahapan penting untuk diawasi dalam proses
pemilu tahun 2019. Tahapan kampanye juga merupakan bagian penting yang perlu diawasi dalam
penyelenggaraan pemilu 2019, sebagaimana kita pahami bahwa kampanye Pemilu merupakan
bagian dari pendidikan politik masyarakat untuk menyampaikan visi, misi dan program peserta
pemilu agar masyarakat dapat memilih sesuai dengan hati nuraninya dan memastikan dalam proses
kampanye tersebut tidak ada dugaan pelanggaran pemilu yang terjadi.
Tahapan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan dan penghitungan
suara juga merupakan hal penting yang harus diawasi oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan
jajarannya, sehingga dalam pemilu 2019, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan pengawasan
secara melekat mulai dari pencetakan, pendistribusian, pensortiran sampai dengan pemeliharaan
perlengkapan pemungutan dan penghitungan suara di wilayah DKI Jakarta.
Tahapan yang menjadi perhatian khusus dan diawasi oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
adalah tahapan Dana Kampanye, untuk memastikan para peserta pemilu yakni calon Anggota DPD
RI Dapil DKI Jakarta dan seluruh partai politik tingkat DKI Jakarta melaporkan Laporan Awal
Dana Kampanye (LADK), Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) dan
Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) secara benar, tetap waktu sesuai
dengan prosedur dan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan tahapan selanjutnya yang diawasi oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta yakni
Pengawasan Pemungutan, Penghitungan dan Rekapitulasi Suara, dalam proses pemungutan dan
penghitungan suara, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan jajarannya melakukan pengawasan secara
melekat untuk memastikan proses ini dijalankan dengan baik dan sesuai dengan prosedur dan
peraturan perundang-undangan.
Beberapa hal yang menjadi fokus pengawasan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta selain
pengawasan tahapan yakni pengawasan terkait dengan politik uang, politisasi SARA dan pelibatan
Aparatur Sipil Negara dalam pelaksanaan kampanye Pemilu 2019.
E. Hubungan Masyarakat Dan Hubungan Antar Lembaga Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta; Peran dan kiprahnya untuk Pemilu yang Berintegritas1
Bagi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, tahun 2017 – 2022 & 2018 -2023 merupakan periode
kedua dipermanenkannya Bawaslu di tingkat provinsi. Pada periode kedua ini, terdapat 7 orang
1 Beberapa bagian dari tulisan ini telah dimuat di Jurnal Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Edisi bulan September 2019
anggota yang direkrut dengan dasar hukum berbeda, yang pertama adalah berdasar pada Undang-
Undang No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum yang kemudian pada
Oktober tahun 2017 melahirkan 3 orang anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta. Tidak lama
kemudian seiring dengan diundangkannya Undang -Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum yang merupakan kodifikasi dari 3 Undang Undang (UU No. 42 Tahun 2008, UU No. 15
Tahun 2011 dan UU No. 8 Tahun 2012), yang dalam pasal 92 ayat 2 dinyatakan bahwa jumlah
anggota untuk Bawaslu provinsi adalah sebanyak 5 (lima) atau 7 (tujuh) orang, maka kemudian
dilakukan rekrutmen dan dilantiklah 4 orang lagi pada bulan Juli 2018 sehingga total jumlah
anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2018 adalah 7 orang. Penambahan jumlah
anggota ini juga kemudian berpengaruh pada jumlah divisi yang menjadi support systems bagi
lembaga dalam memaksimalkan tugas dan kewenangan dalam melakukan pengawasan
penyenggaraan Pemilu.
Integritas penyelenggara dan proses penyelenggaraan Pemilu adalah prasyarat penting
dalam Pemilu, agar hasil dari pelaksanaan pemilu mendapat legitimasi secara konstitusional dari
seluruh rakyat. Dalam hal ini, adanya ruang untuk melakukan pengawasan pemilu bagi seluruh
masyarakat yang telah memenuhi syarat, menjadi penting. Pengawasan Pemilu perlu dilakukan
untuk menjamin terbangunnya sistem politik yang demokratis. Pengawas Pemilu diyakini
memiliki kontribusi besar dan nyata bagi pembangunan integitas penyelenggaraan Pemilu
diberbagai negara termasuk di Indonesia. Idealnya, kualitas penyelenggaraan Pemilu akan menjadi
semakin baik saat tingkat partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan juga semakin
meningkat. Sebuah pekerjaan rumah bagi Pengawas Pemilu untuk bisa mewujudkan harapan
tersebut. Bagi Bawaslu, partisipasi masyarakat disini dititikberatkan pada upaya-upaya bersama
yang bisa masyarakat lakukan untuk turut serta dalam mengawasi tahapan penyelenggaran Pemilu,
baik secara mandiri maupun bekerjasama dengan Pengawas Pemilu. Pengawasan Pemilu
partisipatif ini merupakan salah satu implementasi dari tugas Pengawas Pemilu dalam melakukan
pencegahan pelanggaran Pemilu dan Sengketa proses Pemilu, pun sebagai sebuah wadah
kolaborasi para pihak dalam melakukan pencegahan dan pengawasan partisipatif yang bertujuan
untuk mewujudkan Pemilu yang berintegritas, mencegah terjadinya konflik (khususnya konflik
horizontal yang terjadi dimasyarakat), mendorong partisipasi public, dan membangun karakter dan
kesadaran politik masyarakat . Sebagai Lembaga Negara, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melalui
divisi Hubungan Masyarakat dan antar Lembaga tentu saja menyadari peran strategis dan tujuan
dari kehumasan dan hubungan antar lembaga tersebut. Selain untuk mewujudkan amanah Undang
Undang Pemilu untuk mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas melalui upaya- upaya
pencegahan dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu, tapi juga
meningkatkan citra positif Lembaga serta untuk optimalisasi jaringan komunikasi dan informasi
untuk mensinergikan opini public, membentuk opini public, pemenuhan hak tahu public, dan
mengakomodasi aspirasi masyarakat dalam perumusan kebijakan public. Sebagaimana disebutkan
dalam beberapa literatur, Public relations atau seringkali diterjemahkan dengan hubungan
masyarakat memiliki beberapa definisi yang pada intinya mempunyai substansi yang sama yaitu
membangun sebuah hubungan yang saling menguntungkan antara sebuah organisasi dengan
masyarakat. Dalam beberapa definisi disebutkan bahwa Public Relations adalah fungsi manajemen
yang mengidentifikasikan, menetapkan dan memelihara hubungan saling menguntungkan antara
organisasi dan segala lapisan masyarakat yang bertujuan membantu sebuah organisasi dan
masyarakat untuk saling menyesuaikan diri dan bekerja sama2, atau sebagaimana disampaikan
oleh PRSA (Public Relations Society of America) pada tahun 2012 bahwa “ Public Relation is a
strategic communication process that builds mutually beneficial relationships between
organizations and their publics”, sebuah fungsi manajemen yang secara klasik focus pada pola-
pola interaksi jangka panjang antara organisasi dan publik yang diharapkan outputnya adalah
saling memahami, adanya kehendak baik dari masing-masing pihak dan tentu saja dukungan.3
Tentu saja dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi lembaga ini, Bawaslu provinsi DKI Jakarta
tidak bisa sendirian. Untuk memaksimalkan hasil yang diharapkan, perlu ada kerjasama dengan
berbagai pihak. Kerjasama dengan mitra kerja menjadi urgen dengan pertimbangan antara lain
didasari oleh adanya keterbatasan kewenangan dan sumber daya yang terbatas dengan dinamika
penyelenggaraan tahapan Pemilu yang memiliki potensi permasalahan dan potensi pelanggaran
dengan model dan modus yang terus “berinovasi” dari pemilu satu ke pemilu berikutnya pada
setiap tahapannya, ditambah dengan keserentakannya di tahun 2019 ini, tentu merupakan
tantangan tersendiri dalam melakukan pengawasan yang maksimal. Dalam konteks regulasipun,
Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum mengamanahkan agar Pengawas
2 Kadar Nurjaman, S.E., M.M., & Khaerul Umam, S.IP., M.Ag., M.Si, Komunikasi & Public Relation, 2012, Bandung: CV Pustaka Setia hal. 103 – 104. 3 Smith, Ronald. D., Strategic Planning for Public Relations, 4th edition, 2013, UK: Routledge, page 3 - 6
Pemilu melakukan pencegahan berupa tindakan, langkah-langkah & upaya optimal mencegah
secara dini terhadap potensi pelanggaran.
Beberapa langkah strategis yang dilakukan Bawslu Provinsi DKI Jakarta antara lain adalah
dengan menyediakan media komunikasi, informasi dan edukasi, menjalin hubungan antar lembaga
dengan mitra kerja, serta melakukan kegiatan-kegiatan sosialisasi pengawasan partisipatif kepada
seluruh lapisan masyarakat dengan harapan semakin banyak masyarakat yang terpapar, akan
semakin besar kepedulian masyarakat untuk turut serta melakukan pengawasan Pemilu di
komunitasnya masing masing.
E.1. Media Komunikasi, Informasi Dan Edukasi
Untuk penyediaan media informasi bagi masyarakat, Bawaslu Provinsi DKI telah
menyediakan media KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) berupa flyer, leaflet, spanduk,
brosur, banner, stiker, dan jurnal yang diterbitkan secara berkala setiap tiga bulan sekali sejak
tahun 2018 hingga tahun 2019 ini. Setiap terbit, jurnal tersebut dibagikan kepada para mitra kerja
dan sebagian sudah bisa dibaca di website Bawaslu DKI Jakarta dalam bentuk e-jurnal, sedangkan
media KIE lainnya menjadi salah satu materi yang disampaikan pada saat melakukan sosialisasi
pengawasan partisipatif kepada masyarakat. Pada tahun 2019 ini, media KIE tersebut, khususnya
untuk stiker difokuskan pada tiga tema yaitu tolak politik uang, stop hoaks dan politisasi SARA.
Selain media KIE tersebut, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta juga membuat dan mengelola media
mainstream sebagai perwujudan pemenuhan hak tahu public dan juga jembatan informasi antara
Bawaslu dengan masyarakat. Media mainstream ini juga menjadi semacam rumah bagi lembaga
untuk mensosialisasikan kerja-kerja lembaga dan penyebarluasan informasi-informasi public
lainnya yang penting untuk diketahui oleh masyarakat. (lihat table di bawah)
JENIS MEDIA AKUN MEDIA
http://Jakarta.bawaslu.go.id/
@bawasludkijakarta
@bawasludkijakarta
Bawaslu DKI Jakarta
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
Pengelolaan media ini menjadi tantangan tersendiri bagi Bawaslu DKI Jakarta. Sebagai
contoh, karena ada peralihan pengelola website, sehingga diputuskan untuk membangun website
yang baru pada bulan Agustus 2019 sekaligus terintegrasi dengan website Bawaslu RI. Tantangan
selanjutnya adalah bagaimana kemudian membuat konten dan menjaga agar supply informasi
tersebut bisa dilaksanakan secara berkelanjutan. Hal selanjutnya yang dilakukan adalah dengan
menginstruksikan Bawaslu Kabupaten/Kota se DKI Jakarta untuk mengaktifkan media-media
tersebut di masing-masing wilayah.
Dalam kegiatan monitoring dan evaluasi pengelolaan media dan PPID, ditemukan
beberapa kendala yang dihadapi oleh staff pengelola media, diantaranya yaitu masih sedikit yang
mempunyai kemampuan menulis, baru kegiatan internal dan hari hari besar, tidak tersedia sarana
editing video, pengunjung sedikit karena berita sudah terlebih dahulu tayang di media mainstream
yang lebih besarBerdasarkan hal tersebut di atas, dilaksanakanlah kegiatan peningkatan kapasitas
pengelolaan media, penulisan berita dan cara membuat konten. Pelatihan-pelatihan yang diikuti
oleh staff Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota diharapkan menjadi salah satu factor pemicu
keberhasilan pengelolaan media tersebut.
Berikut ini adalah tabel-tabel terkait informasi ketersediaan dan pengelolaan media di
Bawaslu DKI Jakarta dan Kabupaten/Kota per 31 Oktober 2019.
Tabel : Pengelolaan Pengelolaan Media Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
(Website & Medsos)
Tabel : Ketersediaan media Informasi di BAWASLU Kabupaten/Kota se-DKI Jakarta
Tabel : Pengelolaan Media Bawaslu Kabupaten/Kota Se- Provinsi Dki Jakarta (Website &
Medsos)
JAKSEL KEP. SERIBU JAKBAR JAKTIM JAKUT JAKPUS
Berita
Kegiatan
Internal
-- 126
22 Berita
36
33 15
Foto/video
yang diupload
di Instagram
Foto: 93
Video: 10
2.167 108 foto dan 2
video
73 Post 172 83 FOTO, 3
VIDEO
Video yang
diupload di
Youtube
2 Video 17
4 video
10 - 0
Tweet/caption
yang diupload
di twitter
146 Tweets Tidak ada
118 tweets
38 45 90
Pengunjung
Website
--- 126 981 Views
310 Visitors
1767 351 226
Follower di
630 Followers 2.167 134 followers
442 821 522
Follower di
560 Followers 17 664 friends
704 15 441
Follower di
35 Followers Tidak ada 18 followers
43 12 30
Subscriber di
Youtube
13
Subscribers
126 5 subscribers
4 - 0
Sedangkan jumlah berita mengenai Bawaslu DKI Jakarta pada tahun 2018 pada media luar, dapat
dilihat pada tabel berikut:
Selain website, Instagram, twitter, youtube dan fanfage facebook, pada bulan April 2019,
Bawaslu Provinsi juga membuka Whatsapp dan sms center khusus pada hari H Pemilu 2019 yang
diharapkan mempermudah masyarakat dalam berpartisipasi melakukan pengawasan tahapan
penyelenggaraan khususnya pada hari H. Untuk tahun ini, media center tersebut baru dikhususkan
pada hari H yaitu tahapan Pemungutan Suara ditanggal 17 April 2019 dengan menggunakan nomor
+6282114340643. Berikut adalah rekapitulasi jumlah pengirim, asal daerah dan jenis informasi
yang disampaikan melalui media center tersebut;
138; 72%
53; 28%
Jumlah Berita tentang Bawaslu DKI di tahun 2018
Media Online
Media Cetak
20; 13%
136; 87%
Jumlah Pemberi Informasi Pada Hari H
sms wa
48; 35%
50; 37%
38; 28%
ASAL DAERAH
DKI JAKARTA
LUAR DKI JAKARTA
TIDAK MENYEBUTKAN ASAL DAERAH
Dari hasil analisa sms dan WA center, ada beberapa hal menarik yang menjadi catatan bagi
penyelenggara Pemilu, diantaranya yaitu: pertama terkait media yang paling banyak digunakan,
58
2
16
10
2
1
3
44
0 10 20 30 40 50 60 70
Penggunaan EKTP dan A5
Politik Uang
Kehabisan Surat Suara
Petugas KPPS tidak professional
Dihalangi menggunakan Hak Pilih
Ada Petugas KPPS yang menyuruh Pemilih untukmenandatangani Surat Suara yang sudah di coblos
Tidak mendapat C6
Lain-Lain
Jenis dan Jumlah Informasi melalui SMS
1
15
2
1
1
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Kekurangan Surat Suara
Perihal Penggunaan E-KTP dan A5
Pemilih DPK tidak boleh memilih pada saat di TPS
Petugas KPPS tidak Professional
Lain lain
JENIS DAN JUMLAH INFORMASI MELALUI SMS
JENIS DAN JUMLAH INFORMASI MELALUI SMS
jumlah laporan yang masuk melalui WA lebih banyak dibanding melalui sms, yaitu sejumlah
87%. Kedua pelapor didominasi dari luar Jakarta yaitu sejumlah 37%, ketiga informasi terbanyak
yang disampaikan melalui WA terkait penggunaan e-KTP dan A5. Ketiga hal tersebut setidaknya
merefleksikan fakta lapangan bahwa masih banyak masyarakat yang tidak tahu jika kewenangan
Bawaslu Provinsi dalam menangani laporan dibatasi oleh wilayah tempat peristiwa terjadi. Jika
peristiwanya terjadi di luar DKI Jakarta, tentu saja sudah diluar kewenangan Bawaslu DKI Jakarta,
juga fakta banyak masyarakat yang belum memahami peraturan penggunaan E-KTP dan A5 untuk
memilih atau pemilih pindahan. Dua hal ini dapat dijadikan masukan terkait materi-materi yang
perlu menjadi titik tekan yang perlu disosialisasikan pada masyarakat pada pemilu ataupun pilkada
berikutnya.
E.2. Hubungan Antar Lembaga dan Sosialisasi Pengawasan Pemilu Partisipatif
Badan Pengawas Pemilu Provinsi, sebagai Lembaga yang mengawasi proses
penyelenggaraan Pemilu di tingkat provinsi, diberi mandat untuk melakukan upaya upaya
pencegahan, salah satunya dengan merujuk pada program yang telah dicanangkan oleh Bawaslu
RI yang memungkinkan dilaksanakan di tingkat provinsi. Dalam melaksanakan tugas-tugas
pencegahan dan peningkatan pengawasan Pemilu partisipatif, tentu saja perlu banyak pihak yang
dilibatkan dari berbagai unsur. Mulai dari pemerintah daerah, KPUD, KPID, KIP daerah,
organisasi masyarakat, Perguruan Tinggi, BEM, dan komunitas-komunitas lainnya yang
mempunyai peran dan pengaruh yang strategis dilingkungannya berada. Hubungan kerjasama ini
menjadi sangan urgen dengan beberapa pertimbangan. Sebagai contoh untuk pengawasan iklan
kampanye di media massa cetak dan elektronik, Bawaslu menggandeng KPID Jakarta, dan KPUD
DKI Jakarta yang dipersatukan dalam Gugus Tugas sebagai sebuah strategi kelembagaan yang
penting untuk tetap dilaksanakan di masa masa yang mendatang dalam melakukan pengawasan
iklan kampanye pemilu di media massa cetak dan elektronik karena kewenangan masing masing
lembaga dalam gugus tugas ini bisa saling melengkapi dalam menegakan peraturan dengan obyek
yang berbeda sesuai kewenangannya masing-masing. Berikut ini adalah tabel data jumlah dan
unsur masyarakat yang dilibatkan dalam peningkatan pengawasan Pemilu partisipatif, baik sebagai
peserta maupun narasumber.
UNSUR JUMLAH
Perguruan Tinggi 28
Bem 10
Organisasi Masyarakat 21
Pegiat Pemilu/Ngo 23
Media 13
Pemerintah Daerah 5
Komisi/Lembaga Negara 3
Organisasi Mahasiswa
8
Tabel : Lembaga Mitra yang melakukan MoU dengan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dalam upaya
peningkatan pengawasan Pemilu partisipatif
NO. LEMBAGA
MITRA
MOU KETERANGAN/TUJUAN
1. SM PROJECT Nomor:
391/KJK/PM.00.00/X/2018
Nomor: SM/kjsm1/2018
Membangun kemitraaan
strategis antara Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta dengan
berbagai pihak yang
berkomitmen mewujudkan
pemilu yang berintegritas dan
bermartabat. Bentuk kegiatan
nya sosialisasi di 13 titik Car
free Day menggunakan roda tiga
selama bulan Desember 2019
2. IGI PROVINSI
DKI JAKARTA
Nomor:
003/IGI.DKI.01/I/2019
Nomor:
007/KJK.HM.02.04/I/2019
Meningkatkan kemitraan dan
partisipasi aktif antara Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta dengan
guru serta siswa/i sebagai
perwujudan rasa tanggung
jawab Bersama dalam upaya
mewujudkan penyelenggaraan
pemilu 2019 yang berkualitas ,
partisipatif dan akuntabel.
Bentuk kegiatannya sosialisasi
pengawasan partisipatif bagi
pemilih pemula di sekolah
3. UNIVERSITAS
IBNNU
CHALDUN
NOMOR:
070/K.JK/HM.02.04/IV/2019
NOMOR: 450/031-
UIC.JKT/RI/TU/IV/2019
Membangun kemitraaan antara
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
dengan jajaran perguruan tinggi
sebagai perwujudan rasa
tanggung jawab Bersama dalam
upaya mewujudkan
penyelenggaraan pemilu 2019
yang berkualitas , partisipatif
dan akuntabel. Bentuk
kegiatannya sosialisasi
pengawasan partisipatif bagi
pemilih di Kampus
4. BAWASLU
PROVINSI DKI
JAKARTA, KPID
DKI JAKARTA,
KPUD DKI
JAKARTA
Keputusan Bersama Gugus
Tugas
Keputusan Bersama dalam
mengawasi iklan kampanye di
Media sesuai dengan
kewenangan masing masing
Lembaga
Tabel Perkiraan Jumlah Masyarakat Yang Terpapar Informasi Dalam Sosialisasi Pengawasan
Partisipatif Melalui Hubungan Kelembagaan.
NO. KEGIATAN JUMLAH PESERTA
1. Peningkatan Pemahaman Uu Politik (Kesbangpol) 4420
2. Sosialisasi Penayangan Iklan Kampanye Pemilu 2019
(KPID/Gugus Tugas)
68
3. Sosialisasi Penayangan Iklan Kampanye Pemilu 2019
(KPID/Gugus Tugas)
44
4. Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi UNJ 150
5. Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi
Universitas Bakrie
100
6 Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi
Universitas Jayabaya
50
7 PGI (8 Gereja) 400
8 Man 7 Jakarta Selatan (IGI DKI Jakarta) 100
Total 5332
Bawaslu RI sendiri telah mencanangkan beberapa program pengawasan partisipatif yang
disebut dengan pusat pengawasan partisipatif, bertujuan sebagai wadah kolaborasi antara
masyarakat dengan Pengawas Pemilu dalam mewujudkan Pemilu yang berintegritas dan
berkedaulatan. Pusat Pengawas Partisipatif tersebut dituangkan dalam program sebagaimana
terlihat pada tabel berikut4:
4 Bawaslu RI, Panduan Pusat Pengawasan Partisipatif, Jakarta 2017
PROGRA
M
TUJUAN
DESAIN
MATERI METODE AKTIFITAS KELOMPOK
SASARAN
Pengawas
an
Berbasis
Aplikasi/T
I
(GOWAS
LU)
Mempermudah
informasi awal
dugaan
pelanggaran
Pemilu dari
masyarakat
kepada
Pengawas
Pemilu
Aplikasi
berbasis
android dengan
menyediakan
form laporan
1. Sosialisasi
2. Pelatihan
Penggunaan
untuk
Pengawas
Pemilu
3. Uji coba
4. Penerimaan
laporan
5. Tindak lanjut
laporan
6. Publikasi
1. Pemantau
Pemilu/
aktivis
2. Mahasiswa/
Kampus
Tahapan yang
diawasi
1. Data Pemilih
2. Kampanye
3. Masa Tenang
4. Politik Uang
5. Hari
Pemungutan
Suara
Pojok
Pengawas
an
1. Sarana
penyediaan
informasi
tentang
pengawasan
pemilu
2. Menge
mbang
pengetahuan
pengawasan
Pemilu
3. Mening
katkan
Informasi
public
Tempat (rak
buku, meja,
computer, e
library)
Penyediaan
sumber
informasi
kepnegawasan
pemilu
- Mengumpulka
n data digital
- Migrasi data
website
menyusun
tampilan data
- Tersedianya
pusat data
pengawasan
pemilu
Umum - Soft file data
pengawasan
- Dokumen
pengawasan
- Materi tentang
pengawasan
pemilu
pengawasan
pemilu
Forum
Warga
1. Media
komunikasi
antara
pengawas
pemilu dan
kelompok
masyarakat
2. Media
sosialisasi
pengawasan
pemilu
kepada
kelompok
masyarakat
- Diskusi
- Forum
warga
- Forum
komuni
tas
- Memetakan
kelompok
masyarakat
terkait
- Kesiapan
daerah
- Menyiapkan
materi
- Menjalin
komunikasi
dengan
kelompok
masyarakat
- Gerak jalan
pengawasan
- Ronda
pengawasan
pemilu
- Obor
pengawasan
- Komunitas
hobi
- Pengajian
- PKK
- Kelompok
Agama
- Kelompok
diasbilitas
- Aparat
pemerintah
- LPMK
- Ormas
- Tahapan
Pemilu/Pilkada
- Sistem
PEngawsan dan
pelaporan dari
Masyarakat
Saka
Adhyasta
Pemilu
- Memperluas
pengetahuan
pengawasan
pemilu ke
pemilih
pemula
- Mewujudkan
calon
aparatur
pengawasan
pemilu
Raimuna/jamb
oree pramuka
pengawas
pemilu
- Rekrutmen
anggota
pramuka (saka
pengawasan
pemilu)
- Pelatihan
pengawasan
- Koordinasi
hasil
pengawasan
pemilu
- Pramuka
- SMU kelas
XI
- Mahasiswa
semester II
Peningkatan
pengetahuan
pengawasan pemilu
- Menciptakan
actor
pengawas
partisipatif
Pengabdia
n
Masyaraka
t
Mewujudkan
calon aparatur
pengawasan
pemilu
Tugas-tugas
kuliah terkait
Pengawasann
Pemilu
- MoU dengan
perguruan
Tinggi
- Diskusi
pengawasan
- Koordinasi
hasil
pengawasan
pemilu
Mahasiswa
perguruan tinggi
pengawasan
partisipatif
Media
social
- Membangun
kepedulian
pelaku media
social dalam
pengawasan
partisi[atif
pemilu
- Membangun
kerjasama
perusahaan
media social
dalam
pengawasn
pemilu
- Analisis
perbincang
an di media
social
Sharing
informasi
pemberitaan
dalam pemilu
Rekrutme
n Gerakan
Pengawas
partisipatis
Pemilu
Membuka
kesempatan
untuk
partisipasi
masyarakat
dalam
Rekrutmen - Audiensi ke
kelompokmas
yarakat sipil,,
ormas
berbasis
keagamaan ,
- Mahasis
wa
- Pelajar
- Umum
Pengawasan
partisipaif
sepanjang pemilu
(GEMPA
R)
membangun
kerelawanan
pengawasan
pemilu
perguruan
tinggi dan
kelompok
hobi
- Training
gempar
melalui online
dan offline
- Proses
pengawasan
pemilu
partisipatif
- Publikasi hasil
pengawasan
partisipatif
Program tersebut menjadi salah satu acuan bagi Bawaslu di tingkat provinsi dan
Kabupaten/Kota dalam meningkatkan pengembangan pengawasan pemilu partisipatif selain
juga ada beberapa inovasi-inovasi lainnya yang dilaksanakan sesuai dengan konteks local
masing masing daerah.
Berikut adalah beberapa implementasi Pengawasan pemilu partisipatif, baik dalam
bentuk program pusat pengawasan partisipatif, maupun sosialisasi pengawasan Pemilu
partisipatif yang dilaksanakan melalui kerjasama dengan para mitra dan masyarakat.
Pojok Pengawasan
Pojok Pengawasan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta merupakan sebuah ruang (sudut)
di gedung Bawaslu Provinsi yang menjadi wadah sarana penyediaan berbagai informasi
tentang pengawasan Pemilu yang dielngkapi oleh prasarana seperangkat meja penerima
tamu, lemari, computer dokumentasi lainnya seperti buku, jurnal, foto dan perangkat
lainnya. Pojok Pengawasan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta di resmikan pada tanggal 24
November 2017 oleh Ketua Bawaslu RI, Bapak Abhan SH., MH., pada saat itu pimpinan
Bawaslu DKI Jakarta masih terdiri dari tiga orang yaitu M. Jufri, Siti Khopipah, dan Puadi.
Saka Adhaysta Pemilu
Satuan Karya Pramuka Adhayasta Pemilu adalah satuan karya Pramuka yang
merupakan wadah kegiatan keadhaystaan (pengawalan) Pemilu untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan praktis dalam bidang pencegahan dan pengawasan pemilu
bagi anggota pramuka guna menumbuhkan kesadaran berperan serta dalam pengawasan
Pemilu. Di Bawaslu DKI, Saka Adhaysta Pemilu dilaunching pada bulan Oktober 2017
dengan melibatkan 250 orang anggota pramuka ditingkat SMA se DKI Jakarta
Pengabdian Masyarakat
Program Pengabdian Masyarakat berbasis pengawasan pemilu merupakan terobosan
baru yang dilakukan Bawaslu berupa KKN, Magang, dan tugas belajar yang dilakukan oleh
Mahasiswa di kantor Bawaslu. Pada tahun 2018 -2019 ini, di Provinsi DKI kegiatan magang
mahasiswa di Bawaslu DKI Jakarta dilaksanakan selama satu bulan oleh Mahasiswa dari
Universitas Diponegoro Semarang (3 orang).
Forum Warga
Forum Warga ini merupakan Media komunikasi antara pengawas pemilu dan
kelompok masyarakat dan kegiatan sosialisasi pengawasan pemilu kepada kelompok
masyarakat. Di DKI Jakarta, kegiatan ini telah dilaksanakan dibeberapa Bawaslu di tingkat
Kabupaten/Kota serta tingkat kecamatan dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat
seperti Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Organisasi Masyarakat, FKDM, RT/RW, Lurah,
Camat, Peserta Pemilu dan lain lain
Sebagai evaluasi, yang telah dilaksanakan Bawaslu Provinsi DKI pada saat ini baru
pada tahap kognitif yaitu memberikan pengetahuan mengenai pengawasan pemilu dan cara
melaporkannya, belum secara maksimal berdampak pada meningkatnya kesadaran
masyarakat untuk turut berpartisipasi secara maksimal untuk turut mengawasi dan
melaporkan hasilnya pada Pengawas Pemilu. Untuk bisa membangun kesadaran masyarakat
hingga mereka kemudian mampu mengadopsi nilai nilai tersebut (melakukan aksi) dengan
mengawasi dan melapor, memang perlu waktu dan usaha yang lebih besar. Dalam teori
perubahan perilaku, ada lima tahap yang harus dilewati oleh seseorang untuk bisa sampai
pada tahap akhir , yaitu awerness, interest, evaluation, trial dan adoption. Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta baru pada sampai pada upaya untuk menciptakan tahap pertama dan kedua
yaitu membangun kesadaran dan ketertarikan masyarakat untuk .berpartisipasi dan
berkolaborasi dalam mengawal demokrasi.Untuk meningkatkan pengawasan pemilu
partisipatif, selain yang telah dicanangkan dalam program pusat pengawasan partisiptaif,
perlu ada upaya upaya kreatif dan strategis lainnya untuk melakukan sosialisasi dan transfer
pengetahuan mengenai pengawasan Pemilu dengan materi dan metode yang cocok dalam
menyasar setiap elemen masyarakat dengan harapan peningkatan kesadaran masyarakat
mengenai pentingnya penegakan demokrasi bagi mereka sebagai warga negara. Masyarakat
disini tidak dibatasi oleh usia maupun kelompok social tertentu. Upaya-upaya tersebut harus
konsisten dan bersifat berkelanjutan yang tidak hanya dilakukan oleh pengawas pemilu, tapi
harus melibatkan seluruh mitra kerja maupun lembaga yang secara langsung atau tidak
langsung terlibat dalam menjaga integritas dan kualitas Pemilu sesuai dengan target sasaran
masyarakat yang akan dilibatkan dan berkolaborasi dalam pengawasan partisipatif. Sebagai
contoh, untuk meningkatkan kesadaran sejak dini mengenai pengawasan Pemilu dan
menjaga integritas Pemilu bagi pemilih pemula, Bawaslu perlu berkolaborasi dengan
kementerian atau Dinas Pendidikan untuk memasukan materi pengawasan kepemiluan
sebagai salah satu mata ajar ataupun muatan local yang diberikan bagi para pelajar di kelas
XII dan perguruan tinggi. Perlu ada perumusan silabus ataupun kurikulum yang disesuaikan
dengan target sasaran yang mempunyai benang merah sama yaitu bagaimana semua pihak
menjaga agar pemilu diselenggarakan secara jujur adil dan berintegritas. Bawaslu DKI
sendiri masih perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas dari kegiatan kegiatan pengawasan
pemilu partisipatif. Tiga kata kunci untuk keberhasilan peningkatan pengawasan pemilu
partisipatif, tepat sasaran, tepat metode, tepat materi serta berkelanjutan.
F. Pengawasan Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih.
Pemutakhiran data pemilih merupakan tahapan krusial dalam penyelenggaraan
Pemilu, sehingga permasalahan daftar pemilih dari Pemilu ke Pemilu selalu menjadi
persoalan klasik dan tak pernah kunjung selesai. Problem yang seringkali muncul pada
tahapan pemutakhiran data pemilih adalah petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) tidak
melakukan pencocokan dan penelitian (Coklit) atau bisa juga coklit dilakukan oleh oknum
lain yang tidak tercantum dalam surat keputusan KPU. Selain itu, petugas pemutakhiran
tidak mencoret pemilih yang sudah tidak memenuhi syarat dan tidak mencatat pemilih yang
memenuhi syarat untuk terdaftar dalam DPT. Di samping itu, masalah yang sering muncul
di lapangan pada pemutakhiran data pemilih juga terjadi pada sistem yang dimiliki oleh KPU
yakni sistem informasi data pemilih (Sidalih), sehingga terkadang pada saat PPDP
melakukan pencocokan dan penelitian dengan sistem door to door, beberapa pemilih yang
tidak memenuhi syarat sudah dicoret, namun pada saat penetapan data pemilih sementara
(DPS), data itu masih muncul kembali untuk dilakukan perbaikan. Persoalan daftar pemilih
seperti ini ternyata memiliki implikasi yang cukup besar, tidak hanya pada hak konstitusional
warga negara, tetapi juga penentuan jumlah tempat pemungutan suara dan surat suara.
Untuk menjawab permasalahan titik rawan pada pemutakhiran data pemilih, Badan
Pengawas Pemilu melakukan gerakan awasi coklit, di mana seluruh pihak melibatkan diri
untuk melakukan pengawasan pada tahapan pencocokan dan penelitian untuk memastikan
agar seluruh warga negara yang memenuhi syarat dapat tercatat di DPT. Titik fokus
pengawasan yang dilakukan oleh pengawas Pemilu, baik pengawas di tingkat Provinsi,
Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Kelurahan di antaranya adalah pemetaan daerah/TPS
rawan, pencermatan dokumen/data, pemeriksaan akurasi, penilaian kepatuhan prosedur dan
keterlibatan stakeholder.
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta telah menyampaikan dalam berbagai pertemuan yang
dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta beserta seluruh jajarannya, terkait sanksi-sanksi
terhadap pelanggaran yang dilakukan selama pemutakhiran data pemilih, sebagaimana yang
didalilkan dalam Undang Undang 7 Tahun 2017 pada Pasal 489 yaitu bahwa “Setiap anggota
PPS atau PPLN yang dengan sengaja tidak mengumumkan dan/atau memperbaiki daftar
pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan/atau Peserta Pemilu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 206, Pasal 207 dan Pasal 213, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta
rupiah)”.
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan seluruh jajarannya melakukan pengawasan
pemutakhiran data pemilih sejak tanggal 17 April – 17 Mei 2018. Dalam proses
pemutakhiran data pemilih tersebut, pengawas pemilu tingkat Kecamatan dan Kelurahan
berkordinasi dengan PPK dan PPS untuk memastikan petugas pantarlih melakukan
pencoklitan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Dalam proses pengawasan
pemutakhiran data pemilih, pengawas pemilu menyarankan untuk mencoret nama yang
sudah meninggal, TNI/Polri dan pindah domisili yang masih terdapat dalam data hasil
sinkronisasi DP4 dan DPT terakhir Pilkada DKI Jakarta.
Setelah melakukan pengawasan terhadap pemutakhiran data pemilih, jajaran
pengawas pemilu di Provinsi DKI Jakarta melakukan pengawasan terhadap tahapan
penyusunan daftar pemilih sementara hasil pemutakhiran yang dilakukan oleh PPS dimulai
pada tanggal 18 Mei 2018 – 8 Juni 2018. Selanjutnya ditetapkan menjadi daftar pemilih
sementara pada tanggal 17 Juni 2018 oleh masing-masing KPU Kabupaten/Kota se-DKI
Jakarta, dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 1
Daftar Pemilih Sementara
NO KAB/KOTA JUMLA
H TPS
LAKI-
LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 Jakarta Barat 6,707 835,054 825,504 1,660,558
2 Jakarta Pusat 3,003 379,828 382,071 761,899
3 Jakarta Selatan 6,386 804,246 812,420 1,616,666
4 Jakarta Timur 7,818 1,012,937 1,040,717 2,053,654
5 Jakarta Utara 4,341 560,385 560,147 1,120,532
6 Kep. Seribu 72 9,244 9,187 18,431
TOTAL 28,327 3,601,694 3,630,046 7,231,740
Sumber: Bawaslu DKI Jakarta.
Pada tanggal 22 Juli 2018, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menginstruksikan kepada
Bawaslu Kabupaten/Kota se-DKI Jakarta beserta seluruh jajarannya untuk melakukan
pengawasan terhadap penetapan daftar pemilih sementara hasil perbaikan, yang hasilnya
sebagai berikut :
Tabel 2
Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan
NO KAB/KOTA JUMLAH
TPS
LAKI-
LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 Jakarta Barat 6,713 841,923 833,724 1,675,647
2 Jakarta Pusat 2,995 377,762 379,883 757,645
3 Jakarta Selatan 6,348 801,613 810,082 1,611,695
4 Jakarta Timur 7,818 1,011,821 1,025,801 2,037,622
5 Jakarta Utara 4,341 561,320 562,374 1,123,694
6 Kep. Seribu 70 8,993 8,923 17,916
TOTAL 28,285 3,603,432 3,620,787 7,224,219
Sumber: Bawaslu DKI Jakarta
Kemudian pada tanggal 21 Agustus 2018 dilakukan penetapan daftar pemilih tetap
di tingkat Kabupaten/Kota dan pada tanggal 30 Agustus 2018 dilakukan penetapan daftar
pemilih tetap di tingkat Provinsi, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3
Daftar Pemilih Tetap
NO KAB/KOTA JUMLAH
TPS
LAKI-
LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 Jakarta Barat 6,712 837,380 828,727 1,666,107
2 Jakarta Pusat 2,978 380,500 382,515 763,015
3 Jakarta Selatan 6,345 800,045 808,608 1,608,653
4 Jakarta Timur 7,796 1,005,608 1,021,874 2,027,482
5 Jakarta Utara 4,342 563,862 564,357 1,128,219
6 Kep. Seribu 70 9,245 9,170 18,415
TOTAL 28,243 3,596,640 3,615,251 7,211,891
Sumber: Bawaslu DKI Jakarta
Setelah dilakukan penetapan DPT tingkat Provinsi DKI Jakarta, Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta dan Jajaran Bawaslu Kabupaten/Kota se-dKI Jakarta menemukan adanya data
pemilih bermasalah untuk wilayah DKI Jakarta sebesar 66.089 NIK invalid, sehingga
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta merekomendasi perbaikan NIK invalid dan perbaikan DPT.
Selanjutnya dilakukan penetapan DPTHP I, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 4
Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan-1
NO KAB/KOTA JUMLAH
TPS
LAKI-
LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 Jakarta Barat 6,712 836,350 827,358 1,663,708
2 Jakarta Pusat 2,992 405,030 406,236 811,266
3 Jakarta Selatan 6,345 799,972 808,333 1,608,305
4 Jakarta Timur 7,797 1,004,380 1,020,967 2,025,347
5 Jakarta Utara 4,342 564,052 564,412 1,128,464
6 Kep. Seribu 70 9,230 9,169 18,399
TOTAL 28,258 3,619,014 3,636,475 7,255,489
Sumber: Bawaslu DKI Jakarta
Pada tanggal 21 Maret 2019 dilakukan rekapitulasi perbaikan daftar pemilih tetap
hasil perbaikan II oleh KPU Provinsi DKI Jakarta berdasarkan hasil rekomendasi yang
disampaikan oleh Bawaslu Kabupaten/Kota se-DKI Jakarta, terkait ditemukannya pemilih
potensial yang belum terdaftar dalam DPTHP I serta berdasarkan laporan dari peserta pemilu
dan data yang disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Sehingga
diperoleh hasil sebagai berikut
Tabel 5
Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan-2
NO KAB/KOTA JUMLAH
TPS
LAKI-
LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 Jakarta Barat 6,730 876,147 864,798 1,740,945
2 Jakarta Pusat 3,002 404,465 405,537 810,002
3 Jakarta Selatan 6,453 844,221 854,214 1,698,435
4 Jakarta Timur 8,234 1,115,537 1,132,696 2,248,233
5 Jakarta Utara 4,563 628,487 625,266 1,253,753
6 Kep. Seribu 81 9,569 9,479 19,048
TOTAL 29,063 3,878,426 3,891,990 7,770,416
Sumber: Bawaslu DKI
Setelah rekapitulasi DPTHP II di tingkat Provinsi DKI Jakarta yang selanjutnya
dilakukan rekapitulasi tingkat Nasional oleh KPU RI, namun dalam proses rekapitulasi
tingkat Nasional, KPU RI menyatakan bahwa perubahan DPTHP II yang dilakukan di
tingkat Provinsi yang berdasarkan rekomendasi dari Bawaslu Kab/Kota maupun Bawaslu
Provinsi, dinyatakan tidak dapat direkapitulasi secara nasional, karena KPU RI tidak dapat
melakukan pengadaan logistik, khususnya surat suara yang disebabkan oleh keterbatasan
waktu dan tidak adanya bahan baku. Oleh karena itu KPU Provinsi DKI Jakarta dan KPU
Kabupaten/Kota se-Provinsi DKI Jakarta kembali melakukan penetapan rekapitulasi
DPTHP III sekaligus penetapan DPTb Provinsi DKI Jakarta. Dalam penetapan tersebut
ditetapkan penambahan TPS berbasis DPTb di KPU Provinsi DKI Jakarta sebanyak 53 TPS
yang tersebar di 10 Kelurahan, 7 Kecamatan dan 4 Kabupaten/Kota. Sehingga jumlah TPS
di wilayah DKI Jakarta sebanyak 29.063 TPS.
Rekapitulasi tersebut dilaksanakan pada tanggal 12 April 2019 dengan rincian
sebagai berikut :
Tabel 6
Daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan-3
NO KAB/KOTA JUMLAH
TPS
LAKI-
LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 Jakarta Barat 6,730 874,776 863,486 1,738,262
2 Jakarta Pusat 2,992 404,438 405,537 809,975
3 Jakarta Selatan 6,449 842,277 852,039 1,694,316
4 Jakarta Timur 8,206 1,114,490 1,131,789 2,246,279
5 Jakarta Utara 4,563 628,487 625,266 1,253,753
6 Kep. Seribu 70 9,553 9,460 19,013
TOTAL 29,010 3,874,021 3,887,577 7,761,598
Sumber: Bawaslu DKI Jakarta
Setelah penetapan DPT hasil perbaikan (DPTHP) Pemilihan Umum 2019, Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta menemukan sejumlah 958 pemilih yang diidentifikasi ganda di tingkat
kelurahan, kecamatan dan kabupaten/kota yang terdapat dalam daftar pemilih tetap hasil
perbaikan (DPTHP) I Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD, DPD serta PPWP tahun
2019. Selain itu, juga mengidentifikasi adanya pemilih berusia di atas 70 tahun sejumlah
187.385 yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap hasil perbaikan (DPTHP) I Pemilihan
Umum Anggota DPR, DPRD dan DPD serta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
Tahun 2019, serta mengidentifikasi pemilih berusia di atas 150 tahun sejumlah 212 pemilih
yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap hasil perbaikan (DPTHP) I Pemilihan Umum
Anggota DPR, DPRD dan DPD serta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun
2019. Berdasarkan hasil temuan tersebut, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta membuat
rekomendasi yang ditujukan kepada KPU Provinsi DKI Jakarta untuk dilakukan
koreksi/perbaikan.
Selanjutnya, berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu Kota
Jakarta Timur, ditemukan adanya pemilih yang belum terdaftar dalam DPT sejumlah 1954
pemilih, dengan rincian: 1898 pemilih dari warga masyarakat dan 56 pemilih dari warga
binaan lembaga pemasyarakatan, sehingga Bawaslu Kota Jakarta Timur memberikan
rekomendasi terkait perbaikan daftar pemilih tetap.
Dalam rangka menghasilkan daftar pemilih tetap yang akurat, Bawaslu Kota Jakarta
Barat melakukan pengawasan dan sinkronisasi data dengan Sudin Dukcapil Kota Jakarta
Barat dan menemukan adanya 11 orang pemilih yang memiliki NIK dan Nama yang berbeda
dan menemukan 3 NIK yang tidak terdaftar di database Sudin Dukcapil Kota Administrasi
Jakarta Barat dan 1 orang dinyatakan pindah domisili keluar DKI Jakarta, sehingga Bawaslu
Kota Jakarta Barat merekomendasikan untuk dilakukan koreksi perbaikan dalam rangka
pemutakhiran dan pemeliharaan data pemilih secara berkelanjutan.
Mempertimbangkan terkait dengan akurasi data pemilih dalam penyusunan DPK,
DPTb dan perbaikan daftar pemilih tetap dalam penyelenggaraan Pemilu 2019, Bawaslu
Kota Jakarta Selatan merekomendasikan pemilih potensial yang belum terdaftar dalam DPT
sebanyak 1951 orang untuk dimasukan ke dalam DPT.
Bawaslu Kota Jakarta Pusat setelah melakukan pencermatan terhadap penyusunan
DPK, DPTb dan perbaikan Daftar Pemilih Tetap dalam penyelenggaraan Pemilu 2019,
khususnya pemilih yang berada dalam lapas dan rutan Salemba sampai dengan tanggal 17
April 2019. Dari hasil pencermatan tersebut ditemukan pemilih yang belum terdaftar dalam
DPT sebanyak 27 warga binaan dengan e-KTP berdomisili Kota Jakarta Pusat, sehingga
Bawaslu Kota Jakarta Pusat merekomendasikan untuk dilakukan koreksi/perbaikan terhadap
DPT, khususnya di lapas dan rutan untuk melindungi dan menjaga hak konstitusional warga
negara.
Berdasarkan temuan terkait dengan daftar pemilih Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan
Bawaslu Kabupaten/Kota se-DKI Jakarta menyampaikan rekomendasi kepada KPU DKI
Jakarta dan KPU Kabupaten/Kota se-DKI Jakarta. Adapun rekomendasi yang dikeluarkan
oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta maupun Bawaslu Kabupaten/Kota se-DKI Jakarta
sebagai berikut
Tabel 7
Rekomendasi Bawaslu DKI Jakarta terkait Daftar Pemilih
NAMA NO. SURAT TANGGAL
SURAT KETERANGAN
Bawaslu
Provinsi DKI
Jakarta
376/K.JK.PM.07.0
1/X/2018
17 Oktober
2018
- Menghapus dan
memperbaiki data ganda.
- Memastikan kebenaran data
Pemilih yang berusia di atas
70 tahun.
- Memastikan data pemilih
yang berusia usia di atas 150
tahun.
Bawaslu
Provinsi DKI
Jakarta
406/K.JK/PM.01.0
1/X/2018
14 Nopember
2018
Karena Sidalih tidak dapat
melakukan aktivasi terhadap
Data Data DPTHP2 di 87
Kelurahan yang tersebar di
Kota Jakarta Timur, Jakarta
Selatan dan Jakarta Barat,
sehingga tidak mungkin KPU
Provinsi DKI Jakarta dapat
menyajikan data DPTHP II
manual yang sinkron dengan
DPTHP II dari Sidalih,
sehingga Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta
merekomendasikan untuk
dilakukan penundaan terhadap
rekapitulasi DPTHP II Pemilu
2019 di Tingkat Provinsi DKI
Jakarta.
Bawaslu Kota
Jakarta Timur
114/K.JK-
05/PM.00.02/III/2
019
19 Maret
2019
- Memastikan sebanyak 1954
Pemilih yang belum
terdaftar dalam DPT untuk
dimasukkan kedalam DPT.
- Memastikan bahwa nama-
nama warga Pemilih
sebanyak 1954 tersebut,
benar berdomisili di wilayah
Kota Jakarta Timur.
- Memastikan nama-nama
warga Pemilih tersebut
bukan warga negara asing.
Bawaslu Kota
Jakarta Barat
043/K.JK-
02/HM.00.00/III/2
019
11 Maret
2019
Melakukan pemutakhiran dan
pemeliharaan data pemilih
secara berkelanjutan
Bawaslu Kota
Jakarta Selatan
103/K.JK-
04/PM.02.00/III/2
019
20 Maret
2019
- Mengklasifikasikan rincian
jumlah Pemilih yang masuk
dan keluar.
- Memastikan kesesuaian
jumlah Pemilih dengan
proyeksi kebutuhan dan
distribusi surat suara dengan
baik.
- Memastikan penggunaan
Sidalih tidak terkendala
dalam proses penginputan.
- Memastikan secara
keseluruhan berjalan baik
dan tidak membuat
rekapitulasi di tingkat
provinsi terganggu.
Bawaslu Kota
Jakarta Pusat
59/K.JK-
03/PM.00.02/III/2
019
19 Maret
2019
Untuk warga binaan yang
belum terdaftar sebanyak 27
orang di rutan dan lapas
Salemba agar dimasukkan ke
dalam DPT.
Bawaslu Kab.
Kepulauan
Seribu
044/K.JK-
04/PM.02.00/II/20
19
18 Februari
2019
Agar pemilih DPK
dimasukkan menjadi pemilih
DPT dalam proses pendataan
yang dilakukan oleh KPU
Kab. Kepulauan Seribu.
G. Dinamika dan Permasalahan Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih.
Selama Tahapan Pemutakhiran Data Pemilih banyak dinamika dan permasalahan
yang terjadi, antara lain: banyaknya pantarlih yang belum memahami cara melakukan
pencocokan dan penelitian data pemilih, kurangnya stiker coklit serta pantarlih tidak
melaporkan hasil pencocokan dan penelitiannya sesuai jadwal yang ditentukan, masyarakat
kurang pro-aktif dalam melakukan pengecekan data pemilih sehingga dia tidak mengetahui
apakah sudah terdaftar atau belum, sistem Sidalih yang dimiliki oleh KPU tidak menjamin
keakuratan data pemilih, terbukti banyaknya pemilih yang sudah mendaftar di PPS namun
belum terdata dalam sistem sidalih.
Banyaknya permasalahan dalam pemutakhiran data pemilih berimbas pada
keakuratan data pemilih yang disajikan oleh KPU DKI Jakarta dan jajarannya, sehingga pada
saat rekapitulasi penetapan DPS, DPT dan DPTHP Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan
jajarannya masih banyak menemukan data ganda, NIK Invalid, orang meninggal atau
TNI/Polri sehingga direkomendasikan untuk dilakukan perbaikan. Hal tersebut dibuktikan
dengan beberapa kali penetapan DPT yang mengalami perubahan menjadi DPTHP-1,
DPTHP-2 dan DPTHP-3.
Berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta,
Bawaslu Kabupaten/Kota se-DKI Jakarta, Panwaslu Kecamatan se-DKI Jakarta dan
Panwaslu Kelurahan se-DKI Jakarta, kami menilai bahwa pemutakhiran data pemilih yang
dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta dan jajarannya belum maksimal, terbukti dengan
adanya rekomendasi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta maupun Bawaslu Kabupaten/Kota se-
DKI Jakarta terkait dengan temuan adanya data ganda, NIK Invalid, orang meninggal atau
TNI/Polri yang masih terdaftar dalam DPS, DPT dan DPTHP selama proses pemutakhiran
dan rekapitulasi data pemilih di DKI Jakarta. Oleh karena itu, seharusnya KPU Provinsi DKI
Jakarta dan jajarannya melakukan perbaikan terhadap metode pemutakhiran data pemilih
sehingga diperoleh data pemilih benar dan akurat.
H. Pengawasan Tahapan Verifikasi Partai Politik.
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dalam melakukan pengawasan melekat terhadap
verifikasi faktual Partai Politik tingkat Provinsi DKI Jakarta yang dilakukan di Kantor Partai
Politik tingkat Provinsi DKI Jakarta selalu berkordinasi dengan KPU Provinsi DKI Jakarta
untuk mengingatkan berbagai hal terkait tahapan verifikasi faktual, seperti memastikan
status dan domisili kantor Partai Politik, pemenuhan kepengurusan Partai Politik secara
faktual, pemenuhan kuota 30% keterwakilan perempuan.
Pengawasan pelaksanaan verifikasi faktual Partai Politik calon peserta Pemilu tahun
2019 tingkat Provinsi DKI Jakarta, khusus Partai Berkarya dilaksanakan pada hari Sabtu, 30
Desember 2017, Pukul 14.00 WIB, bertempat di Kantor DPW Partai Beringin Karya
(Berkarya), Jl. Tanah Merdeka Raya, RT.11 RW.04 Kel. Rambutan, Kec. Ciracas - Jakarta
Timur. Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dipimpin langsung oleh Bapak Muhammad Jufri
(Ketua Bawaslu DKI Jakarta) untuk melakukan pengawasan secara melekat terhadap
verifikasi faktual Partai Berkarya. Tim verifikasi faktual dari KPU Provinsi DKI Jakarta
maupun tim pengawasan verifikasi faktual dari Bawaslu DKI Jakarta diterima langsung oleh
ketua Partai Berkarya di Kantor DPW Partai tersebut. Dalam kesempatan tersebut, KPU DKI
Jakarta menyampaikan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Partai Politik untuk
menjadi peserta Pemilu tahun 2019, termasuk melihat secara langsung fisik dari kantor DPW
Partai Berkarya, antara lain ruangan pimpinan, peralatan kantor dan lain-lain. Selain itu
dilakukan juga verifikasi untuk mengecek Kepengurusan Partai Berkarya tingkat Provinsi
DKI Jakarta, khususnya Ketua, Sekretaris dan Bendahara serta keterpenuhan 30%
keterwakilan perempuan.
Verifikasi faktual terhadap partai Garuda sebagai calon peserta Pemilu tahun 2019
juga dilaksanakan pada hari Sabtu, 30 Desember 2017, pukul 10.00 WIB, bertempat di
kantor DPD Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda), Gedung Senatama, Lt.2 Jl.
Kwitang Raya, No. 8 - Jakarta Pusat. Kegiatan ini dihadiri oleh Bapak Muhammad Jufri
(Ketua Bawaslu DKI Jakarta), Ibu Siti Khopipah (Anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta)
dan Burhanudin (Tim Asistensi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta). Kemudian dari pihak KPU
Provinsi DKI Jakarta dihadiri oleh Bapak Sumarno (Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta) dan
Anggota KPU DKI Jakarta lainnya beserta jajarannya sebagai tim verifikator. Sebagaimana
yang telah dilakukan untuk dua partai sebelumnya yaitu Partai Perindo dan Partai PSI, tim
verifikasi faktual dari KPU Provinsi DKI Jakarta maupun tim pengawasan verifikasi faktual
dari Bawaslu Provinsi DKI Jakarta diterima langsung oleh ketua Partai Garuda di Kantor
DPD Partai tersebut. Dalam kesempatan tersebut, tim verifikator menyampaikan syarat-
syarat yang harus dipenuhi oleh partai politik untuk menjadi peserta pemilu tahun 2019.
Selain melakukan verifikasi terhadap kepengurusan, khususnya ketua, sekretaris dan
bendahara, juga melakukan verifikasi terhadap keberadaan dan administrasi kantor partai
politik serta pemenuhan keterwakilan 30% perempuan.
Selain partai Berkarya dan Partai Garuda, beberapa partai politik tingkat Provinsi
DKI Jakarta antara lain Partai Nasdem yang berkantor di Gondangdia Jakarta Pusat, Partai
Perindo yang berkantor di Jl. Abdul Muis Jakarta Pusat, Partai Solidaritas Indonesia yang
berkantor di Cideng Jakarta Pusat, Partai Hanura yang berkantor di Rawamangun Jakarta
Timur, Partai Amanat Nasional yang berkantor di Tebet Jakarta Selatan, Partai Golkar yang
berkantor di Menteng Jakarta Pusat, Partai Demokrat yang berkantor di Bambu Apus Jakarta
Timur, PKB yang berkantor di Jl. Murtado Paseban Jakarta Pusat, PDIP yang berkantor di
Tebet Jakarta Selatan, PPP yang berkantor di Jl. Gusti Ngurah Rai Klender Jakarta Timur,
PKS yang berkantor di Jl. R. Suprapto Jakarta Pusat, Partai Gerindra di Jl. R. Suprapto
Jakarta Pusat, PBB yang berkantor di Kembangan Jakarta Barat. Juga dilakukan verifikasi
faktual yang sama untuk memastikan status dan domisili kantor, keterpenuhan kepengurusan
partai politik dan keterpenuhan 30% keterterwakilan perempuan.
Berdasarkan verifikasi faktual Partai Politik tingkat Provinsi DKI Jakarta yang telah
dilakukan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta dan diawasi secara melekat oleh Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta yang dituangkan dalam formulir pengawasan.
Hasil pengawasan verifikasi faktual Partai Politik tingkat Provinsi DKI Jakarta,
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menemukan beberapa partai politik yang awalnya tidak
memenuhi syarat terkait pemenuhan keterwakilan 30% perempuan, seperti PAN, Partai
Hanura dan Partai Demokrat serta beberapa partai politik yang tidak bisa menghadirkan
secara faktual pengurusnya pada saat dilakukan verifikasi faktual di Kantor Partai Politik
tingkat Provinsi DKI Jakarta.
Terkait dengan temuan tidak terpenuhinya kuota 30% keterwakilan perempuan dan
ketidakhadiran pengurus Partai Politik pada saat dilakukan verifikasi faktual karena berbagai
macam alasan yang bisa dipertanggungjawabkan, maka Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
merekomendasikan kepada KPU Provinsi DKI Jakarta untuk memberikan waktu kepada
Partai Politik untuk melengkapi atau memenuhi syarat tersebut sampai batas waktu yang
KPU Provinsi DKI Jakarta menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta dengan memberikan waktu kepada partai politik untuk memperbaiki dan melengkapi
berkas administrasi kepengurusan, termasuk syarat kuota 30% perempuan bagi partai politik
yang belum memenuhi syarat serta menghadirkan secara langsung pengurus partai politik
Tingkat Provinsi DKI Jakarta untuk dilakukan verifikasi faktual di Kantor KPU DKI Jakarta,
dalam proses perbaikan verifikasi faktual tersebut, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan
pengawasan secara melekat untuk memastikan proses tersebut berjalan sesuai dengan
prosedur.
Proses pengawasan verifikasi faktual partai politik peserta pemilu 2019 tingkat
Provinsi DKI Jakarta dilakukan secara melekat dengan mendatangi langsung kantor partai
politik tingkat Provinsi DKI Jakarta. Dalam verifikasi faktual tersebut ditemukan beberapa
kendala yang dialami oleh partai politik misalnya ada beberapa partai politik yang kesulitan
menghadirkan pengurusnya karena sedang berada di luar kota, padahal KPU Provinsi DKI
Jakarta sudah menjadwalkan jauh hari sebelumnya untuk dilakukan verifikasi faktual di
kantor partai tersebut. Sementara syarat untuk verifikasi kepengurusan Partai Politik selain
administrasi (identitas) juga harus dihadirkan pengurus yang bersangkutan, sehingga partai
politik yang tidak bisa menghadirkan pengurusnya pada saat verifikasi di kantor partainya
diberikan kesempatan untuk datang ke Kantor KPU Provinsi DKI Jakarta untuk dilakukan
verifikasi lanjutan.
Dalam proses verifikasi faktual tersebut, diketahui status kantor beberapa partai
politik masih dalam bentuk sewa, sehingga dikuatirkan setelah verifikasi faktual selesai dan
dinyatakan sebagai peserta pemilu 2019 yang sah, maka partai politik tersebut bisa saja
berpindah domisili. Hal ini terbukti dari salah satu partai politik setelah dilakukan penetapan
partai politik Pemilu 2019, kantor yang sebelumnya dilakukan verifikasi faktual, tidak
ditemukan lagi setelah beberapa bulan ditetapkan menjadi peserta Pemilu 2019.
Dalam verifikasi partai politik seharusnya semua syarat yang dibebankan kepada partai
politik sebagai calon peserta pemilu dipastikan terpenuhi, baik secara administrasi maupun
secara faktual, misalnya salah satu syarat adanya kantor partai politik yang representatif
untuk digunakan selama tahapan pemilu berlangsung. Hal ini seharusnya menjadi perhatian
serius dalam hal verifikasi partai politik, karena berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan
oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta setelah partai politik tersebut sudah ditetapkan menjadi
peserta pemilu 2019, kantor yang sebelumnya diverifikasi oleh KPU Provinsi DKI Jakarta
sebagai kantor Partai Politik tingkat Provinsi DKI Jakarta ternyata adalah salah satu partai
politik sudah berpindah alamat.
I. Pengawasan Pendaftaran Calon DPD
KPU Provinsi DKI Jakarta membuka pendaftaran Calon Anggota DPD sejak tanggal
26 Maret 2018 s/d 8 April 2018, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan pengawasan
terhadap pendaftaran calon Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta. Pada saat pendaftaran,
sebanyak 38 orang yang mendaftar sebagai calon anggota DPD. Kemudian dilakukan
penerimaan berkas pendaftaran oleh KPU DKI Jakarta pada tanggal 22 – 26 April 2018, dari
38 orang pendaftar, hanya 32 orang calon anggota DPD yang menyerahkan berkas kepada
KPU DKI Jakarta, dan 1 orang diantaranya tidak tidak memenuhi syarat (TMS). Setelah
melihat hasil verifikasi administrasi tersebut, ada 1 orang bakal calon bernama John
Muhammad mengadukan gugatan ke Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dengan alasan bahwa
dia mengaku jumlah berkas dukungan yang diserahkan sebanyak 3.235 dukungan, tetapi
dalam pemeriksaan administrasi tersebut hanya disebut 2.635 dukungan. Dia mengaku telah
dirugikan karena ada kehilangan berkas sebanyak 600 dukungan. Terkait laporan gugatan
tersebut, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan sidang penyelesaian sengketa, yang
akhirnya memerintahkan KPU DKI Jakarta untuk melakukan verifikasi administrasi. Setelah
melalui proses verifikasi ulang, bahwa Calon DPD John Muhammad diputuskan lolos
verifikasi administrasi dan berhak untuk mengikuti verifikasi faktual, sehingga total yang
lolos verifikasi administrasi menjadi 32 calon, dengan rincian: Laki-laki 25 orang,
perempuan 7 orang. Dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 1
Nama-nama Pendaftar Calon Anggota DPD
NO NAMA JENIS
KELAMIN
BERKAS
DUKUNGAN
YANG
DISERAHKAN
KET
1 M. SALEH KHALID L 3095 MS
2 SUSANA SURYANI
SARUMAHA
P 3100 MS
3 EDI KUSUMA, SH, MH L 3106 MS
4 Dra. Hj. SOEMINTARSI
MUNTORO, M.Si
P 3158 MS
5 MUHAMMAD TAUFIK L 3164 MS
6 M. MASTUR ANWAR, SPd L 3167 MS
7 SUMARNO L 3432 MS
8 SYAIFUL IKHWAN L 3431 MS
9 MOH. RIDWAN SR L 3439 MS
10 RIJAL L 3444 MS
11 RIF'AH P 3451 MS
12 ARDI PUTRA BARAMULI L 3478 MS
13 H. PATRIKA SUSANA P 3673 MS
14 ENDANG WIDURI P 3592 MS
15 TINO RAHARDIAN L 3593 MS
16 Ir. H. SUYARTONO
SUWANDI, MSc
L 3718 MS
17 DR. ABDUL AZIZ KHAFIA L 3891 MS
18 H. PARDI, SH L 3969 MS
19 SABAM SIRAIT, SH L 3975 MS
20 AGUS SALIM L 4046 MS
21 ALWIYAH AHMAD L 4066 MS
22 PROF. DR. H. JIMLY
ASSHIDDIQIE, SH
L 4204 MS
23 H. SUDARTO SM L 4333 MS
24 SLAMET ABADI, CPA L 4459 MS
25 M. PRADANA
INDRAPUTRA
L 5103 MS
26 A. SYAMSUL ZAKARIA L 4751 MS
27 PROF. DR. DAILAMI
FIRDAUS
L 4789 MS
28 ARDINTO DEMIYASA L 5044 MS
29 FERRY ISWAN, SH, MH L 5901 MS
30 FAHIRA IDRIS, SE, MH P 9918 MS
31 PROF. DR. Hj. SYLVIANA
MURNI, SH, Msi
P 9833 MS
32 JOHN MUHAMMAD L 2635 TMS/M
S
33 AGUSTINO YUNIARDI, SH L 3 TMS
34
DEBBY VERAMASARI P TIDAK
MENYERAHKAN
BERKAS
TMS
35
DWI SUSANTO L TIDAK
MENYERAHKAN
BERKAS
TMS
36 Ir. KONDANG
HADISASONO
L TIDAK SESUAI
DENGAN F1
TMS
37 IRSAN L 522 TMS
38 ISTO WIDODO L 1677 TMS
JUMLAH 30 8
Pada tanggal 27 April – 10 Mei 2018 dilakukan verifikasi administrasi dan analisa
dukungan ganda. Hasil verifikasi administrasi tersebut disampaikan pada tanggal 13 Mei
2018 pada acara penyampaian hasil verifikasi administrasi dan analisa dukungan ganda yang
dilaksanakan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta. Pada tahapan ini, jajaran Bawaslu Provinsi
DKI Jakarta dibantu oleh Bawaslu Kabupaten/Kota se-DKI Jakarta melakukan pengawasan
melekat pada kegiatan verifikasi administrasi tersebut. Dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 13
Nama-nama yang Lolos Administrasi Calon Anggota DPD
NO NAMA JENIS
KELAMIN KET
1 M. SALEH KHALID L MS
2 SUSANA SURYANI SARUMAHA P MS
3 EDI KUSUMA, SH, MH L MS
4 Dra. Hj. SOEMINTARSI MUNTORO, M.Si P MS
5 MUHAMMAD TAUFIK L MS
6 M. MASTUR ANWAR, SPd L MS
7 SUMARNO L MS
8 SYAIFUL IKHWAN L MS
9 MOH. RIDWAN SR L MS
10 RIJAL L MS
11 RIF'AH P MS
12 ARDI PUTRA BARAMULI L MS
13 H. PATRIKA SUSANA P MS
14 ENDANG WIDURI P MS
15 TINO RAHARDIAN L MS
16 Ir. H. SUYARTONO SUWANDI, MSc L MS
17 DR. ABDUL AZIZ KHAFIA L MS
18 H. PARDI, SH L MS
19 SABAM SIRAIT, SH L MS
20 AGUS SALIM L MS
21 ALWIYAH AHMAD L MS
22 PROF. DR. H. JIMLY ASSHIDDIQIE, SH L MS
23 H. SUDARTO SM L MS
24 SLAMET ABADI, CPA L MS
25 M. PRADANA INDRAPUTRA L MS
26 A. SYAMSUL ZAKARIA L MS
27 PROF. DR. DAILAMI FIRDAUS L MS
28 ARDINTO DEMIYASA L MS
29 FERRY ISWAN, SH, MH L MS
30 FAHIRA IDRIS, SE, MH P MS
31 PROF. DR. Hj. SYLVIANA MURNI, SH,
Msi
P MS
JUMLAH 24 7
Kemudian seluruh bakal calon dilakukan verifikasi faktual pada rentang waktu
tanggal 30 Mei 2018 s/d 19 Juni 2018. Yang pada tahapan ini, jajaran Bawaslu
Kabupaten/Kota se-DKI Jakarta turut melakukan pengawasan melekat. Hasil verifikasi
faktual menyatakan bahwa yang lolos verifikasi faktual sebanyak 5 orang bakal calon.
Tabel 14
Hasil Verifikasi Faktual Calon Anggota DPD
NO NAMA CALON STASTUS
1 M. SALEH KHALID BMS
2 SUSANA SURYANI SARUMAHA BMS
3 Dra. Hj. SOEMINTARSI MUNTORO, M.Si BMS
4 MUHAMMAD TAUFIK BMS
5 M. MASTUR ANWAR, SPd BMS
6 SUMARNO BMS
7 SYAIFUL IKHWAN BMS
8 RIJAL BMS
9 RIF'AH BMS
10 ARDI PUTRA BARAMULI BMS
11 H. PATRIKA SUSANA BMS
12 ENDANG WIDURI BMS
13 TINO RAHARDIAN BMS
14 Ir. H. SUYARTONO SUWANDI, MSc MS
15 DR. ABDUL AZIZ KHAFIA BMS
16 H. PARDI, SH BMS
17 SABAM SIRAIT, SH BMS
18 AGUS SALIM BMS
19 ALWIYAH AHMAD BMS
20 PROF. DR. H. JIMLY ASSHIDDIQIE, SH BMS
21 H. SUDARTO SM BMS
22 SLAMET ABADI, CPA BMS
23 M. PRADANA INDRAPUTRA BMS
24 A. SYAMSUL ZAKARIA BMS
25 PROF. DR. DAILAMI FIRDAUS MS
26 ARDINTO DEMIYASA MS
27 FERRY ISWAN, SH, MH BMS
28 FAHIRA IDRIS, SE, MH MS
29 PROF. DR. Hj. SYLVIANA MURNI, SH, Msi MS
30 JOHN MUHAMMAD BMS
31 MOH. RIDWAN SR TMS
Pada tahapan ini, Calon atas nama Moh. Ridwan SR mengadukan gugatannya ke
Bawaslu DKI Jakarta, dengan alasan bahwa pada saat verifikasi faktual, yang bersangkutan
banyak dirugikan karena banyak pendukung yang tidak diverifikasi secara benar, misalnya
ada pendukung yang benar-benar mendukung namun tidak menandatangani dikarenakan
sudah renta, namun dinyatakan TMS, dan lain-lain, hasil dari verifikasi faktual tersebut,
calon hanya kekurangan 6 dukungan saja untuk bisa lolos. Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
memediasi antara pihak pelapor (Moh. Ridwan SR) dengan terlapor (KPU Provinsi DKI
Jakarta) , sehingga terjadi suatu kesepakatan dengan mendatangkan pendukung yang
akhirnya mendukung calon tersebut, sehingga mencukupi untuk syarat lolos verifikasi
faktual.
Sejak tanggal 21 – 26 Juli 2018, KPU Provinsi DKI Jakarta menerima berkas
perbaikan calon anggota DPD Dapil DKI Jakarta, bagi yang masih berstatus BMS,
diwajibkan untuk memperbaiki. Ada 25 calon yang berstatus perbaikan berkas, secara rinci
dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 15
Daftar nama perbaikan berkas calon DPD
NO TANGGAL WAKTU NAMA CALON
JUMLAH
KEKURAN
GAN
DUKUNG
AN
JUMLAH
DUKUNGAN
YANG
DISERAHKA
N
1. 21 Juli 2018 11.10
WIB
RIJAL 90 159
2. 21 Juli 2018 14.48
WIB
Drs. SLAMET
ABADI
780 1792
3. 21 Juli 2018 15.00
WIB
SABAM SIRAIT 820 1513
4. 22 Juli 2018 12.20
WIB
H. PARDI, SH 480 1081
5. 23 Juli 2018 08.00
WIB
Dr. ABDUL
AZIZ, S.Si, M.Si
1290 1993
6. 23 Juli 2018 10.30
WIB
SUSANA
SURYANI
SARUMAHA
1126 2209
7. 23 Juli 2018 11.25
WIB
SYAIFUL
IKHWAN
750 946
8. 23 Juli 2018 12.08
WIB
H. AGUS SALIM 710 1663
9. 23 Juli 2018 12.55
WIB
ARDI PUTRA
BARAMULI
300 811
10 23 Juli 2018 13.35
WIB
MOH. RIDWAN
SR
140 371
11. 23 Juli 2018 15.46
WIB
FERRY ISWAN,
SH, MH
640 1040
12. 24 Juli 2018 08.25
WIB
MUHAMMAD
TAUFIK
1040 2597
13. 24 Juli 2018 08.57
WIB
H. SUDARTO
SM
90 389
14. 24 Juli 2018 09.42
WIB
A. SYAMSUL
ZAKARIA, SH,
MH
1368 2079
15. 24 Juli 2018 13.15
WIB
Hj. PATRIKA
SUSANA, SH,
MH
1127 1494
16. 24 Juli 2018 13.40
WIB
M. SALEH
KHALID
836 1251
17. 24 Juli 2018 14.15
WIB
Dra. Hj.
SOEMINTARSI
MUNTORO, MSi
568 1954
18. 24 Juli 2018 17.23
WIB
SUMARNO 195 564
19. 24 Juli 2018 17.21
WIB
M. PRADANA
INDRAPUTRA
1130 1949
20. 24 Juli 2018 19.23
WIB
PROV. DR. H.
JIMLY
ASSHIDDIQIE,
SH
1433 3958
21. 24 Juli 2018 19.27
WIB
RIF’AH 1300 1910
22. 24 Juli 2018 20.30
WIB
TINO
RAHARDIAN
610 1605
23. 24 Juli 2018 21.12
WIB
ENDANG
WIDURI
1780 2111
24. 24 Juli 2018 23.00
WIB
JOHN
MUHAMMAD
RASULY
SUAIDY
1241 1252
25. 24 Juli 2018 23.08
WIB
ALWIYAH
AHMAD
819 1319
Pada tanggal 21 – 26 Juli 2018, dilakukan verifikasi administrasi untuk 25 calon di
atas, ada 3 calon yang TMS yaitu John Muhammad, Syaiful Ikhwan dan M. Pradana (juga
tidak mencapai jumlah dukungan yang dibutuhkan)
Setelah dilakukan verifikasi faktual terhadap semua calon anggota DPD RI Dapil
DKI Jakarta, maka KPU Provinsi DKI Jakarta menyerahkan kepada KPU RI nama-nama
calon Anggota DPD Dapil DKI Jakarta yang memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai
daftar calon tetap.
Tabel 16
Daftar nama yang memenuhi syarat calon DPD
NO NAMA CALON STASTUS
1 Ir. HM. M. SALEH KHALID, MM MS
2 SUSANA SURYANI SARUMAHA MS
3 Dra. Hj. SOEMINTARSI MUNTORO, M.Si MS
4 MUHAMMAD TAUFIK MS
5 Drs. SUMARNO, MSi MS
6 RIJAL MS
7 ARDI PUTRA BARAMULI MS
8 Hj. H. PATRIKA SUSANA, SH, MH MS
9 ENDANG WIDURI MS
10 P.K. TINO RAHARDIAN MS
11 Ir. H. SUYARTONO SUWANDI, MSc MS
12 DR. ABDUL AZIZ MS
13 H. PARDI, SH MS
14 SABAM SIRAIT, SH MS
15 H. AGUS SALIM MS
16 ALWIYAH AHMAD, SH, MH MS
17 PROF. DR. H. JIMLY ASSHIDDIQIE, SH MS
18 H. SUDARTO SM MS
19 SLAMET ABADI, CPA MS
20 A. SYAMSUL ZAKARIA, SH, MH MS
21 DR. H. DAILAMI FIRDAUS, SH, LL.M MS
22 ARDINTO DEMIYASA MS
24 FERRY ISWAN, SH, MH MS
25 FAHIRA IDRIS, SE, MH MS
26 PROF. DR. Hj. SYLVIANA MURNI, SH, Msi MS
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dengan seluruh jajarannya melakukan pengawasan
secara melekat dan mendapatkan beberapa permasalahan terkait dengan ketidakpuasan calon
Anggota DPD Dapil DKI Jakartam, menyangkut jumlah syarat dukungan dan batas waktu
pencalonan. Selain itu beberapa calon anggota DPD Dapil DKI Jakarta yang terlambat
melengkapi berkas legalisir Ijazah sebagai salah satu syarat kelengkapan dokumen.
Kemudian pengawasan pendaftaran pencalonan anggota DPRD Provinsi DKI
Jakarta, terdapat beberapa kendala terkait dengan penggunaan sistem informasi pencalonan
(SILON) sehingga menyulitkan partai politik untuk melakukan penginputan data calon
anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta, hal ini menghambat pendaftaran calon yang dilakukan
oleh Partai Politik.
Terkait dengan beberapa permasalahan yang terjadi pada saat pencalonan anggota
DPD RI Dapil DKI Jakarta maupun pencalonan anggota DPRD DKI Jakarta, Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta merekomendasikan kepada KPU DKI Jakarta untuk melakukan
perbaikan terhadap syarat-syarat calon yang belum terpenuhi terutama terkait dengan
legalisir ijazah calon anggota DPD RI Dapil Provinsi DKI Jakarta, maupun perbaikan
terhadap sistem informasi pencalonan (SILON) agar tidak menghambat atau menyulitkan
Partai Politik dalam melakukan penginputan data pencalonan.
KPU DKI Jakarta menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
terkait perbaikan syarat calon anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta sehingga terdapat 26
Calon Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta yang memenuhi syarat administrasi pencalonan.
Namun terkait dengan sistem informasi pencalonan (SILON), KPU DKI Jakarta hanya
berharap adanya perbaikan server dari KPU RI.
Pada saat proses pengawasan pencalonan anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta,
terdapat beberapa permasalahan terkait dengan jumlah syarat dukungan calon anggota DPD
DKI Jakarta, sehingga calon anggota DPD RI atas nama John Muhammad, Syaiful Ikhwan
dan M. Pradana, merasa dirugikan oleh KPU DKI Jakarta karena syarat dukungan yang
menurutnya sudah sesuai namun dianggap tidak memenuhi syarat oleh KPU DKI Jakarta,
sehingga mengajukan gugatan penyelesaian sengketa kepada Bawaslu Provinsi DKI Jakarta.
Begitu pula pada saat pencalonan anggota DPRD DKI Jakarta yang awalnya semua
calon anggota DPRD DKI Jakarta telah memenuhi persyaratan pencalonan sebagaimana
persyaratan administrasi yang harus diajukan ke KPU DKI Jakarta, namun pada saat
penetapan daftar calon tetap anggota DPRD DKI Jakarta, KPU DKI Jakarta mencoret calon
anggota DPRD DKI Jakarta atas nama Muhammad Taufik dari Partai Gerindra yang
sebelumnya sudah memenuhi administrasi syarat pencalonan, kemudian dicoret karena
dianggap tidak memenuhi syarat sebagai calon anggota DPRD DKI Jakarta sebab yang
bersangkutan pernah tersangkut tindak pidana korupsi yang dinyatakan secara inkrah oleh
pengadilan, sehingga Muhammad Taufik mengajukan gugatan penyelesaian sengketa
kepada Bawaslu Provinsi DKI Jakarta.
Berdasarkan pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dalam
pencalonan anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta, seharusnya KPU DKI Jakarta lebih cermat
dan teliti dalam memeriksa berkas syarat dukungan calon anggota DPD, sehingga semua
calon anggota DPD merasa diperlakukan secara adil. Begitu pula terkait dengan pencalonan
anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta, KPU DKI Jakarta seharusnya membuat aturan yang
tegas terkait dengan syarat pencalonan dan syarat calon sehingga tidak menimbulkan multi
tafsir terhadap aturan yang dibuat.
J. Pengawasan Kampanye.
Beberapa hal yang menjadi kerawanan dalam tahapan kampanye yakni: Kampanye
di luar jadwal, kampanye di tempat ibadah, tempat pendidikan dan kantor pemerintah,
penggunaan fasilitas negara, politik uang, melibatkan anak-anak dan ASN serta penggunaan
anggaran negara.
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta selama proses kampanye yang dimulai tanggal 23
September 2018 – 13 April 2019 telah membuat perencanaan untuk melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan kampanye di wilayah DKI Jakarta.
Rapat koordinasi dengan seluruh jajaran Bawaslu Kabupaten/Kota se-DKI Jakarta,
Panwaslu Kecamatan se-DKI Jakarta dan Panwaslu Kelurahan se-DKI Jakarta rutin
dilakukan untuk mengkoordinasikan strategi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
kampanye, salah satunya yaitu seluruh pengawas pemilu harus hadir di setiap kampanye
yang terjadi di wilayah masing-masing sehingga dalam proses kampanye tersebut tidak
terjadi dugaan pelanggaran dan apabila ada dugaan pelanggaran maka dijadikan temuan
untuk ditindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain harus hadir di setiap
kampanye yang dilakukan oleh peserta pemilu, pengawas pemilu juga harus mencatatkan
hasil pengawasan-nya ke dalam form pengawasan dan mendokumentasikan setiap
pelaksanaan kampanye di wilayahnya masing-masing.
Bimbingan teknis kepada seluruh jajaran pengawas pemilu di wilayah DKI Jakarta
juga terus dilakukan untuk memberikan pemahaman terhadap aturan pelaksanaan kampanye
dan tata cara pengawasan kampanye yang dilakukan oleh peserta pemilu tahun 2019,
sehingga pengawas pemilu di DKI Jakarta dalam melakukan pengawasan sesuai dengan
prosedur dan peraturan perundang-undangan.
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan beberapa kegiatan sebagai bentuk
pencegahan dalam pelaksanaan kampanye pada pemilu 2019 yakni melakukan sosialisasi
pengawasan partisipatif untuk mencegah politik uang, isu sara dan hoaks. Kegiatan tersebut
dalam bentuk deklarasi tolak politik uang, isu SARA dan hoaks di Kota Tua Jakarta Barat
yang melibatkan peserta pemilu, KPU DKI Jakarta, Bawaslu DKI Jakarta dan stakeholder
serta seluruh masyarakat Jakarta.
Selain itu, untuk mencegah politik uang, isu SARA dan hoaks dalam pelaksanaan
kampanye, maka dilakukan sosialisasi di car free day di seluruh wilayah DKI Jakarta (di
antaranya Taman Kota Tua - Jakarta Barat, Jl. Pemuda Rawamangun, Taman Ismail Marzuki
– Jakarta Pusat, Car Free Day Thamrim – Jakarta Pusat, Taman BKT – Jakarta Timur, Taman
Ragunan – Jakarta Selatan, Taman BMW – Jakarta Utara, Taman Situ Babakan – Jakarta
Selatan, Taman Jogging Kelapa Gading – Jakarta Utara) yang dilaksanakan pada bulan
Nopember sampai dengan Desember 2018, dengan bekerjasama dengan salah satu
perusahaan penyedia kendaraan roda tiga yang disulap menjadi warung kopi gratis. Dalam
pelaksanaan sosialisasi tersebut, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan kepada
masyarakat terkait dengan aturan-aturan pelaksanaan kampanye dan hal-hal yang harus
dihindari dalam pelaksanaan kampanye serta sanksi-sanksi bagi mereka yang melanggar
aturan-aturan dalam pelaksanaan kampanye.
Selain deklarasi dan sosialisasi tolak politik uang, isu SARA dan hoaks, Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta juga intens untuk mengajak masyarakat melalui media elektronik
maupun melalui media sosial seperti facebook, instagram, twitter dan juga menyebar
spanduk anti politik uang, anti politisasi SARA dan Hoaks ke seluruh wilayah DKI Jakarta
sebagai bentuk pencegahan dalam pelaksanaan kampanye pemilu 2019. Selain itu, juga
menyebar pamflet, terkait anti politik uang, politisasi SARA dan hoaks, yang dibagikan
kepada masyarakat Jakarta.
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta juga melakukan sosialisasi pengawasan partisipatif
kepada Ketua dan Anggota Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), Ormas,
Organisasi Kepemudaan, Mahasiswa dan kelompok-kelompok masyarakat di wilayah DKI
Jakarta sebagai bagian untuk mengajak kelompok masyarakat untuk ikut terlibat dalam
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kampanye dan pemilu tahun 2019. Kegiatan
tersebut juga dilakukan bekerjasama dengan beberapa organisasi kemahasiswaan seperti:
UKM Tinta di Jari Universitas Bakrie, BEM Universitas Jayabaya, BEM Universitas Negeri
Jakarta dan beberapa kampus lainnya.
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menginstruksikan kepada seluruh jajaran pengawas
pemilu se-DKI Jakarta untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kampanye di
wilayah DKI Jakarta.
Beberapa kegiatan kampanye yang dilakukan oleh peserta pemilu di wilayah DKI
Jakarta, langsung diawasi oleh Anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, seperti pengawasan
yang dilakukan pada saat kampanye akbar pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil
Presiden Jokowi dan KH Ma’ruf Amin dan Calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo
Subianto dan Sandiaga Uno di GBK Senayan Jakarta. Selain itu beberapa kegiatan yang
mengumpulkan massa dan berpotensi terjadinya kampanye di wilayah DKI Jakarta diawasi
langsung oleh Anggota Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, misalnya pelaksanaan reuni 212 di
Lapangan Monas, “Munajat 212” yang dilaksanakan di Monas dan reuni Relawan Anis
Sandi yang dilaksanakan di Lapangan Banteng.
Pelaksanaan pengawasan kampanye di wilayah DKI Jakarta dilakukan oleh seluruh
jajaran pengawas pemilu se-DKI Jakarta, dari beberapa aktifitas kampanye yang dilakukan
oleh peserta pemilu terdapat beberapa kejadian yang menonjol yang ditangani sebagai
dugaan tindak pidana pemilu dan bahkan divonis inkrah di pengadilan sebagai tindak pidana
pemilu. Seperti yang terjadi di Jakarta Utara di mana salah satu calon anggota legislatif dari
Partai Perindo atas nama David Rahardja membagikan minyak goreng secara gratis kepada
warga dan dijadikan temuan oleh Panwaslu Kelurahan di Kecamatan Kelapa Gading dan
ditindaklanjuti sebagai dugaan pelanggaran pidana pemilu oleh Bawaslu Kota Jakarta Utara
serta dibahas di Sentra Gakkumdu dan direkomendasikan untuk dilanjutkan di tingkat
penyidikan di Polres Jakarta Utara dan diteruskan ke Kejaksaan Jakarta Utara untuk
dilakukan penuntutan di Pengadilan Jakarta Utara dan akhirnya kasus ini divonis pidana
pemilu yang pertama pada pelaksanaan kampanye di wilayah DKI Jakarta.
Selain itu, Bawaslu Kota Jakarta Pusat dan Bawaslu Kota Jakarta Selatan memproses
dugaan tindak pidana pemilu berdasarkan temuan Panwaslu Kecamatan terhadap salah satu
calon anggota legislatif Partai Amanat Nasional yang menjanjikan kupon Umroh. Dugaan
tindak pidana pemilu ini divonis inkrah di pengadilan sebagai tindak pidana pemilu.
Berbagai dinamika yang terjadi pada saat pelaksanaan kampanye di DKI Jakarta,
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan jajarannya telah melaksanakan kewenangannya sesuai
dengan peraturan perundang –undangan.
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menemukan banyaknya alat peraga kampanye yang
melanggar ketentuan pelaksanaan kampanye di wilayah DKI Jakarta sehingga
merekomendasikan kepada Satpol PP DKI Jakarta untuk melakukan penertiban, begitu pula
rekomendasi itu disampaikan oleh Bawaslu Kabupaten/Kota se-DKI Jakarta kepada Satpol
PP Tingkat Kota.
Adapun jumlah alat peraga kampanye yang melanggar ketentuan pelaksanaan
kampanye dan ditertibkan oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan jajarannya bersama Satpol
PP DKI Jakarta dan jajarannya yaitu sebagai berikut:
Tabel 17
Penertiban Alat Peraga Kampanye DKI Jakarta
N
O KAB/KOTA
BENDER
A
SPAND
UK
BALI
HO
BILB
OAR
D
BAHA
N
KAMP
JUMLA
H
ANYE
LAINN
YA
1 Kep. Seribu 293 195 21 788 1276
2 Jakarta Barat 3378 4383 259 3593 11613
3 Jakarta Selatan 15582 4317 592 811 7027 28329
4 Jakarta Timur 39425 14516 1771 1017 38415 95144
5 Jakarta Utara 5823 7049 1867 244 6341 21324
6 Jakarta Pusat 3105 13847 6972 9 21672 45605
Jumlah 67606 44307 11461 2081 77836 203291
Pelaksanaan kampanye di wilayah DKI Jakarta yang dimulai pada tanggal 23
September 2018 – 13 April 2019, diwarnai berbagai dinamika yang terjadi, mulai dari
kampanye di tempat ibadah, sarana pendidikan, pelibatan anak-anak dan ASN, politik uang,
sara dan penyebaran hoaks.
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta sudah menghimbau kepada peserta pemilu di wilayah
Provinsi DKI Jakarta untuk tidak melanggar ketentuan kampanye seperti yang telah diatur
dalam peraturan perundang-undangan, hal ini disampaikan di berbagai forum yang dihadiri
oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta untuk memastikan bahwa tahapan kampanye di wilayah
DKI Jakarta berjalan dengan tertib. Namun demikian dalam pelaksanaan kampanye ternyata
terjadi berbagai macam dugaan pelanggaran yang ditangani oleh Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta maupun Bawaslu Kabupaten/Kota se-DKI Jakarta.
Terkait dengan kampanye di tempat ibadah terjadi di beberapa wilayah di DKI
Jakarta dan diproses sebagai dugaan tindak pidana pemilu, namun hanya kasus di Jakarta
Utara yang vonis inkrah di pengadilan sebagai tindak pidana pemilu. Begitu pula terkait
kampanye ditempat pendidikan, juga terjadi di beberapa wilayah di DKI Jakarta dan diproses
sebagai dugaan tindak pidana pemilu, tapi hanya kasus di Jakarta Barat yang divonis di
pengadilan dan dinyatakan inkrah sebagai tindak pidana pemilu.
Selain kampanye di tempat ibadah dan tempat pendidikan, Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta dan jajarannya juga menemukan pelibatan anak-anak dan ASN serta politik uang
dalam pelaksanaan kampanye. Pelibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) juga terjadi dalam
pelaksanaan kampanye di wilyah DKI Jakarta, tapi hanya Bawaslu Jakarta Utara, Bawaslu
Jakarta Timur yang merekomendasikan ke Komisi Aparatur Sipil Negara.
Terkait dengan politik uang dalam pelaksanaan kampanye, hampir semua Bawaslu
Kabupaten/Kota se-DKI Jakarta menangani sebagai dugaan pidana pemilu, bahkan beberapa
yang inkrah sebagai tindak pidana pemilu di Jakarta Utara, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.
Dinamika pelaksanaan kampanye di wilayah DKI Jakarta juga dibumbui dengan
banyaknya pengerahan massa yang terindikasi mengarah pada dugaan kampanye yang
dilakukan oleh Organisasi Massa seperti pelaksanaan Reuni 212 di Monas, Munajat 212 di
Monas, Deklarasi Alumni UI di Senayan, Deklarasi Alumni Perguruan Tinggi di Taman
Mini Indonesia Indah, Reuni Relawan Anis Sandi, peresmian MRT yang melibatkan Calon
Presiden dan berbagai macam deklarasi dan pengumpulan massa. Kegiatan yang
mengumpulkan massa oleh ormas atau organisasi manapun pada masa kampanye tetap
dilakukan pengawasan oleh Bawaslu DKI Jakarta dan jajarannya untuk memastikan dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut tidak ada aktifitas yang mengarah pada pelanggaran
kampanye.
Selain itu, pelaksanaan kampanye di wilayah DKI Jakarta juga dibumbui dengan
berita-berita hoaks dan isu SARA, seperti berita 7 kontainer surat suara yang sudah tercoblos
di pelabuhan Tanjung Priok dan isu SARA terkait dengan kampanye yang dilakukan oleh
salah satu calon anggota legislatif di wilayah Jakarta Barat yang dianggap menginjak-injak
sajadah saat melakukan kampanye dan dilaporkan ke Bawaslu Jakarta Barat.
Pelaksanaan kampanye di wilayah DKI Jakarta, walaupun diwarnai dengan berbagai
macam pelanggaran kampanye terkait dengan kampanye di tempat ibadah, tempat
pendidikan, politik uang, pelibatan anak-anak dan ASN, isu SARA dan Hoaks serta berbagai
pengerahan massa yang dilakukan oleh ormas maupun kelompok masyarakat yang
mengarah pada dugaan kampanye, namun secara umum masih dianggap relatif aman.
Kampanye sejatinya menyampaikan visi misi dan program kerja peserta pemilu,
namun pada kenyataannya banyak peserta pemilu (calon anggota legislatif) yang melakukan
kampanye dengan menjanjikan sesuatu yang dapat mempengaruhi pemilih yang mengarah
pada dugaan pelanggaran kampanye. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pengawas
pemilu untuk menegakkan aturan apabila terbukti melakukan pelanggaran kampanye.
Dibuktikan dengan adanya beberapa vonis di pengadilan terkait dengan dugaan tindak
pidana pemilu dalam pelaksanaan kampanye yang ditangani oleh Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta dan jajarannya.
K. Pengawasan Pemungutan, Penghitungan dan Rekapitulasi Suara.
Pada hari Rabu tanggal 17 April 2019, jajaran Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
melakukan Pengawasan Pemungutan Suara yang tersebar di 29.063 TPS di wilayah DKI
Jakarta dengan menurunkan personil sebanyak 29.063 Pengawas TPS, 267 Pengawas
Kelurahan, 132 Pengawas Kecamatan, 28 Pengawas Tingkat Kabupaten/Kota dan 7 orang
Pengawas Tingkat Provinsi. Dalam melakukan pengawasan pemungutan suara, Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta membagi tim untuk melakukan monitoring di beberapa TPS di wilayah
DKI Jakarta yang dianggap rawan sesuai dengan pemetaan yang sudah dilakukan di
antaranya TPS 28, 29 di Gading Nias Kelapa Gading Jakarta Utara, TPS 68 Kalibata City
Jakarta Selatan, TPS Rutan dan Lapas yang berada di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta
Pusat serta beberapa TPS yang berada di Jakarta Barat khususnya di Kapuk Cengkareng dan
TPS yang berada di sekitar apartemen.
Berbagai permasalahan terjadi di TPS pada saat pelaksanaan pemungutan suara,
seperti adanya kekurangan surat suara diberbagai TPS, antara lain di TPS 192 Kelurahan
Pondok Bambu Kecamatan Duren Sawit, TPS 26 dan 118 Kelurahan Makasar Kecamatan
Makasar, TPS 74 Kelurahan Ciracas Kecamatan Ciracas, TPS 29 Kelurahan Pulogebang
Kecamatan Cakung, TPS 198 Kelurahan Cipinang Besar Utara Kecamatan Jatinegara, TPS
176 Kelurahan Pademangan Kecamatan Penggilingan, TPS 145, 146 dan 147 Kelurahan
Pondok Labu Kecamatan Cilandak, TPS 17 Kelurahan Meruya Utara Kecamatan
Kembangan, TPS 104 Kelurahan Pegangsaan Kecamatan Kelapa Gading, TPS 11
Kelurahan Kelapa Gading Timur Kecamatan Kelapa Gading, TPS 192 Kelurahan Kalibaru
Kecamatan Cilincing dan TPS 10 Kelurahan Tugu Utara Kecamatan Koja.
Permasalahan lain yang terjadi, yakni adanya pemilih yang menggunakan hak
pilihnya dengan menggunakan e-KTP luar DKI Jakarta, hal ini terjadi di TPS 93 Kelurahan
Jati Kecamatan Pulo Gadung, TPS 02 Kelurahan Cipinang Kecamatan Pulo Gadung, TPS
64 dan 116 Kelurahan Rawamangun Kecamatan Pulo Gadung, TPS 14 Kelurahan Cilangkap
Kecamatan Cipayung, TPS 34 Kelurahan Bambu Apus Kecamatan Cipayung, TPS 101
Kelurahan Gedong Kecamatan Pasar Rebo, TPS 02 Kelurahan Pasar Baru Kecamatan Sawah
Besar dan TPS 172 Kelurahan Pademangan Barat Kecamatan Pademangan.
Sementara itu di TPS 65 Kelurahan Jati Kecamatan Pulo Gadung tidak ada petugas
KPPS yang menjaga tinta, sedangkan di TPS 170 Kelurahan Pondok Bambu Kecamatan
Duren Sawit terjadi keterlambatan pembukaan TPS dan lebih fatal lagi ditemukannya
pemilih yang diminta untuk tanda tangan di kertas suara oleh Ketua KPPS yang terjadi di
TPS 163 Kelurahan Pulo Gebang Kecamatan Cakung, serta juga adanya pemilih yang
memiliki e-KTP luar Jakarta yang memaksakan diri memilih di TPS 68 Kelurahan Rawajati
Kecamatan Pancoran serta adanya pengguna A5 yang diminta menunggu sampai pukul
12.00 oleh KPPS yang terjadi di TPS 11 dan 15 Kelurahan Karet Kuningan Kecamatan
Setiabudi dan terdapat Pemilih yang mendapat 2 Surat Suara Paslon dan mencoblos
keduanya, yang terjadi di TPS 27 Kelurahan Rawa Buaya Kecamatan Cengkareng.
Kejadian yang terjadi pada pelaksanaan pemungutan suara, langsung ditindaklanjuti
oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dengan memerintahkan Bawaslu Kabupaten/Kota se-
DKI Jakarta untuk berkoordinasi dengan Panwaslu Kecamatan maupun Panwaslu Kelurahan
agar melakukan investigasi terhadap TPS-TPS yang diduga terjadi dugaan pelanggaran, jika
hasil investigasi ditemukan adanya dugaan pelanggaran maka diperintahkan untuk
merekomendasikan Pemilihan Suara Ulang (PSU) apabila memenuhi syarat dalam peraturan
perundang undangan.
Sementara itu, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta beserta jajarannya, melakukan
pengawasan secara melekat terhadap proses penghitungan suara yang dilakukan di semua
TPS di wilayah DKI Jakarta. Terdapat beberapa kejadian pada saat penghitungan suara,
salah satunya di TPS 169 Kelurahan Cipinang Besar Utara Kecamatan Jatinegara Jakarta
Timur, terdapat kekurangan formulir C1 Plano DPR RI yang seharusnya berjumlah 16 partai
politik, tetapi yang tersedia hanya untuk 14 partai politik. Kemudian salah satu TPS di
Jakarta Utara pada saat penghitungan suara, ketua KPPS melakukan penghitungan suara
dengan cara duduk membelakangi saksi serta masyarakat yang menyaksikan penghitungan
suara dan juga membuka kertas suara hanya setengah serta menyebutkan perolehan suara
partai dengan suara yang kurang jelas.
Kejadian yang paling menonjol terjadi di Jakarta Utara, yakni pada saat akan dilakukan
penghitungan suara, hampir semua TPS di salah satu Kelurahan di Jakarta Utara kekurangan
Kertas C1 Plano, sehingga penghitungan suara sempat tertunda sampai tengah malam dan
diganti dengan kertas karton biasa. Sementara dibeberapa TPS terdapat kesalahan metode
penghitungan suara yang menyebabkan terjadinya penghitungan suara ulang untuk
mensinkronkan data yang tidak sinkron.
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan jajarannya melakukan kegiatan pengawasan
rekapitulasi perolehan suara di mulai dari tingkat kecamatan hingga tingkat provinsi. Untuk
pengawasan rekapitulasi suara di tingkat Kecamatan dilakukan mulai tanggal 19 April
sampai 4 Mei 2019, namun karena banyaknya penghitungan suara ulang dan
ketidaksinkronan data pemilih, sehingga terjadi perpanjangan waktu rekapitulasi suara dari
tanggal 19 April sampai 16 Mei 2019. Sementara itu untuk tingkat Kabupaten/Kota
dilakukan pada tanggal 5–16 Mei 2019, rekapitulasi suara ini mengalami perpanjangan
waktu dikarenakan banyaknya penghitungan suara ulang akibat ketidaksinkronan data
pemilih di tingkat kecamatan.
Pelaksanaan rekapitulasi suara tingkat Provinsi dilaksanakan pada tanggal 9–17 Mei
2019 di Hotel Bidakara, Tebet, Jakarta Selatan. Kabupaten Kepulauan Seribu mendapat
giliran pertama untuk dilakukan rekapitulasi suara, pada saat dilakukan rekapitulasi suara
ditemukan adanya calon anggota legisatif dari partai Perindo yang sudah dicoret oleh KPU
DKI Jakarta, namun masih mendapatkan suara, sehingga Bawaslu DKI Provinsi Jakarta
merekomendasikan agar suara calon anggota legislatif tersebut dialihkan ke perolehan suara
partai.
Wilayah kedua yang dilakukan rekapitulasi suara adalah Kota Administrasi Jakarta
Pusat, dalam proses rekapitulasi suara tidak mengalami kendala dan tidak ada keberatan dari
saksi-saksi Peserta Pemilu, sehingga KPU Provinsi DKI Jakarta menetapkan perolehan suara
PPWP, DPR, DPD dan DPRD untuk daerah pemilihan Jakarta Pusat.
Selanjutnya, wilayah ketiga yang dilakukan rekapitulasi suara adalah Kota
Administrasi Jakarta Selatan, dalam proses rekapitulasi suara dilakukan koreksi perbaikan
terhadap jumlah pemilih dalam DPT, jumlah pengguna hak pilih dalam DPT, jumlah
pengguna hak pilih dalam DPTb dan jumlah pengguna hak pilih di 2 kecamatan, yaitu
Kecamatan Pancoran dan Cilandak, koreksi ini dilakukan atas persetujuan para peserta yang
hadir karena tidak mempengaruhi hasil perolehan suara. Dalam proses rekapitulasi tersebut
juga terdapat keberatan dari saksi Partai Hanura, PKS dan Perindo terkait hasil perolehan
suara daerah pemilihan 7 dan 8 Jakarta Selatan, keberatan tersebut terkait adanya
perselisihan suara hasil rekapitulasi suara yang tertera dalam salinan C1, DAA1, DA1 dan
DB, sehingga saksi Partai Hanura, PKS dan Perindo meminta untuk dilakukan kroscek data.
Atas keberatan tersebut KPU DKI Jakarta melakukan skorsing untuk mempertemukan para
pihak agar dapat melakukan kroscek data yang dimaksud. Namun, setelah pertemuan
tersebut KPU DKI Jakarta kembali membuka rapat rekapitulasi suara, akan tetapi pihak saksi
Partai Hanura, PKS dan Perindo tidak dapat menunjukan C1, DAA1, DA1 untuk dilakukan
kroscek dan perbandingan data antara KPU DKI Jakarta, Bawaslu DKI Jakarta dan Saksi
Partai Hanura, PKS, Perindo, sehingga keberatan saksi Partai Hanura, PKS dan Perindo
terkait korscek data tidak bisa ditindaklanjuti yang mengakibatkan saksi Partai Hanura,
Perindo, PKS melakukan walk-out khusus untuk rekapitulasi suara Kota Administrasi
Jakarta Selatan.
Rekapitulasi suara tingkat kota Jakarta Barat mendapat giliran yang ke-empat, pada
hari jumat tanggal 10 Mei 2019 pukul 20.30 WIB. Saat proses rekapitulasi suara, KPU
Provinsi DKI Jakarta kembali melakukan penyesuaian atau koreksi terhadap jumlah DPT,
DPTb dan DPK di berita acara karena adanya perbedaan DPT, DPTb, dan DPK yang telah
ditetapkan sebelumnya, hal ini dilakukan berdasarkan persetujuan peserta pemilu karena
tidak merubah hasil perolehan suara peserta pemilu.
Selanjutnya, KPU Provinsi DKI Jakarta melakukan penundaan rapat rekapitulasi
selama 1 (satu) hari, karena proses rekapitulasi suara di tingkat Kecamatan Koja dan tingkat
Kota Jakarta Utara belum selesai. Rekapitulasi suara tingkat Jakarta Utara baru bisa
dilanjutkan pada tanggal 12 Mei 2019 pukul 21.00 WIB, dalam proses rekapitulasi suara
terdapat keberatan dari saksi Partai Politik, salah satunya adalah Partai Demokrat yang
mempersoalkan adanya anggota partai yang tidak mendapatkan mandat sebagai saksi namun
diperbolehkan untuk menerima salinan DB1 oleh KPU Kota Administrasi Jakarta Utara.
Keberatan juga disampaikan oleh saksi Partai Gerindra terkait adanya laporan perselisihan
suara yang dilaporkan ke Bawaslu Jakarta Utara, namun menurut saksi Partai Gerindra
laporan tersebut belum ditindaklanjuti sampai rekapitulasi suara di tingkat KPU Kota Jakarta
Utara selesai, sehingga meminta untuk dilakukan penundaan penetepan untuk perolehan
suara Jakarta Utara. Terkait hal tersebut, KPU Provinsi DKI Jakarta meminta tanggapan
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan keberatan yang disampaikan oleh saksi Partai
Demokrat, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menyampaikan bahwa persoalan tersebut sudah
dilaporkan ke Bawaslu Kota Jakarta Utara dan proses penanganannya sedang berjalan,
begitu juga atas keberatan yang disampaikan saksi Partai Gerindra, Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta menyampaikan bahwa persoalan tersebut sudah dilaporkan ke Bawaslu Jakarta Utara
dan proses penanganannya sementara berlangsung. Atas jawaban yang disampaikan oleh
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta, maka KPU Provinsi DKI Jakarta menyampaikan bahwa
proses rekapitulasi suara untuk perolehan suara PPWP, DPR, DPD, dan DPRD untuk
wilayah Jakarta Utara dapat ditetapkan, sambil menunggu putusan penanganan pelanggaran
yang dilakukan oleh Bawaslu Kota Jakarta Utara.
Wilayah Jakarta Timur adalah yang terakhir dilakukan rekapitulasi suara, setelah
dilakukan penundaan selama 4 hari karena menunggu rekapitulasi di 3 (tiga) kecamatan,
yakni Kecamatan Duren Sawit, Pulo Gadung, Cakung) dan rekapitulasi suara baru dapat
dilanjutkan pada tanggal 17 Mei 2019 pukul 08.30 WIB. Pada saat rekapitulasi suara untuk
wilayah Jakarta Timur, terdapat keberatan yang disampaikan oleh saksi pasangan calon
presiden nomor urut 01 bahwa pada saat rekapitulasi suara tingkat kota Jakarta Timur, saksi
pasangan calon presiden nomor urut 01 menuliskan keberatan, dalam keberatan tersebut
saksi pasangan calon presiden nomor urut 01 mengaku kehilangan 200 suara di Kelurahan
Rawamangun. Selain itu, saksi pasangan calon nomor urut 01 juga keberatan terkait softcopy
DAA1 Kecamatan Duren Sawit yang tidak diberikan kepada saksi pasangan calon nomor
urut 01 hingga pleno berakhir. Sementara itu, KPU Provinsi DKI Jakarta mempersilahkan
KPU Kota Jakarta Timur untuk menjawab keberatan yang disampaikan oleh saksi pasangan
calon nomor urut 01, KPU Kota Jakarta Timur menyampaikan bahwa terkait dengan
keberatan saksi pasangan calon 0, diakui adanya perbedaan data antara saksi dan KPU Kota
Jakarta Timur, dimana terkait dengan perbedaan data di Kelurahan Rawamangun sebenarnya
sudah diselasaikan dalam pleno tingkat Kecamatan dan disaksikan oleh Saksi Paslon 01,
Paslon 02, KPU Jakarta Timur dan Bawaslu Jakarta Timur. Sementara keberatan untuk
Kelurahan yang lain tidak dikabulkan permohonannya karena tidak ada data pembanding.
Saat rekapitulasi suara untuk wilayah Jakarta Timur, juga terdapat keberatan dari
saksi calon anggota DPD RI Fahira Idris terkait dengan permintaan salinan asli DB 1 yang
belum diberikan. Menanggapi hal tersebut, KPU Provinsi DKI Jakarta memerintahkan
kepada KPU Kota Jakarta Timur untuk mempersiapkan dokumen yang diminta oleh saksi
Fahira Idris terkait salinan asli DB 1. Selain itu, Saksi Partai Golkar menyampaikan
keberatan dan meminta waktu untuk pengecekan ulang Form DB1 dan DC1 untuk DPRD
Dapil 3 Jakarta Timur, karena permintaan tersebut tidak bisa diterima oleh KPU Provinsi
DKI Jakarta, maka saksi Partai Golkar tidak mau menandatangani pada Form DC 1. Hal
tersebut juga dilakukan oleh saksi PPP, Berkarya, Hanura, PKS, menyatakan menolak
menandatangani formulir DC 1 karenakan instruksi dari pimpinan partai masing-masing.
Berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh jajaran Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta, ditemukan dan diidentifikasi berbagai peristiwa dugaan pelanggaran pemilu terkait
kesalahan prosedur pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara, yang mengarah pada
dugaan tindak pidana pemilu maupun potensi pemungutan suara ulang. Atas temuan tersebut
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta mengintruksikan kepada Bawaslu Kabupaten / Kota se-
Provinsi DKI Jakarta untuk memerintahkan Panwaslu Kecamatan melakukan penelusuran
dan investigasi terhadap temuan tersebut dan apabila terbukti ada dugaan pelanggaran pidana
pemilu, maka diproses sesuai peraturan perundang-undangan atau jika ada pelanggaran
administrasi atau prosedur, maka diminta untuk dilakukan rekomendasi pemungutan suara
ulang.
1. Pemungutan dan Penghitungan Suara Ulang
Berdasarkan hasil penelusuran dan kajian yang dilakukan oleh Panwaslu Kecamatan
atas beberapa kesalahan prosedur yang terjadi dibeberapa TPS di wilayah DKI Jakarta, maka
dinyatakan 11 TPS memenuhi syarat untuk dilakukan Pemungutan Suara Ulang, sehingga
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan koordinasi dengan Bawaslu Kabupaten/Kota se-
Provinsi DKI Jakarta untuk memerintahkan Panwaslu Kecamatan untuk merekomendasikan
Pemungutan Suara Ulang.
Tabel 18
TPS yang direkomendasi Pemungutan Suara Ulang
N
O KOTA KEC KEL TPS
PERISTIW
A
KEJADIAN
KATE
GORI
REKOMEN
DASI
1 Jakarta
Timur
Kec.
Pulo
Gadung
Kel.
Cipinang
TPS
002
Pemilih
memiliki e
KTP luar
DKI tanpa A5
dan
dimasukan ke
dalam DPK
sebanyak 9
orang dan
diperbolehka
n mencoblos
PSU PSU Pilpres
2 Jakarta
Timur
Kec.
Pulo
Gadung
Kel.
Rawama
ngun
TPS
064
Pemilih
memiliki e
KTP luar
DKI tanpa A5
dan
dimasukan ke
dalam DPK
sebanyak 6
orang dan
diperbolehka
n mencoblos
PSU
PSU untuk
semua jenis
pemilu
3 Jakarta
Timur
Kec.
Pulo
Gadung
Kel.
Rawama
ngun
TPS
116
ada 10
pemilih di
luar DKI
memilih
menggunakan
hak pilihnya
tanpa A5
PSU PSU Pilpres
4 Jakarta
Timur
Kec.
Cipayu
ng
Kel.
Cilangka
p
TPS
014
Pemilih
dengan e
KTP luar
DKI bisa
memilih,
tanpa A5
PSU PSU Pilpres
5 Jakarta
Timur
Kec.
Cipayu
ng
Kel.
Bambu
Apus
TPS
034
Pemilih
dengan e
KTP luar
DKI bisa
memilih,
tanpa A5
PSU PSU untuk
semua jenis
pemilu
6 Jakarta
Timur
Kec.
Cakung
Kel. Pulo
Gebang
TPS
163
Pemilih di
suruh Tanda
tangan di
Kertas surat
suara
sebanyak 120
surat suara
PSU
PSU untuk
semua jenis
pemilu
7 Jakarta
Timur
Kec.
Pasar
Rebo
Kel.
Gedong
TPS
101
ada 5 orang
luar Jakarta
menggunakan
hak pilih
dengan e
KTP Luar
Jakarta tanpa
A5
PSU PSU Pilpres
8 Jakarta
Timur
Kec.
Duren
Sawit
Kel.
Malakas
ari
TPS
018
Pemilih tidak
memiliki e-
KTP DKI
Jakarta dan
PSU PSU Pilpres
tanpa A5
sebanyak 33
orang dapat
mencoblos
9 Jakarta
Pusat
Kec.
Kemay
oran
Kel.
Sumur
Batu
TPS
069
Terdapat 7
pemilih yang
namanya
tidak terdaftar
di DPT
ataupun
DPTb yang
menggunakan
fotocopy e-
KTP luar
DKI Jakarta
tanpa A5 dan
diizinkan
KPPS
menggunakan
hak pilihnya
PSU PSU Pilpres
10 Jakarta
Pusat
Kec.
Sawah
Besar
Kel.
Pasar
Baru
TPS
002
terdapat 4
orang pemilih
e KTP luar
DKI
menggunakan
hak pilih di
TPS 02 tanpa
A5
PSU PSU Pilpres
11 Jakarta
Utara
Kec.
Padema
ngan
Kel.
Pademan
gan
Barat
TPS
172
Terdapat
pemilih 37
menggunakan
e KTP luar
DKI tanpa
A5,
Pengawas
TPS sudah
menyatakan
keberatan tapi
PSU PSU Pilpres
Ketua KPPS
membolehkan
Rekomendasi Pemungutan Suara Ulang di 11 TPS di wilayah DKI Jakarta, terbagi
di tiga Kota yakni Kota Jakarta Timur, Kota Jakarta Pusat dan Kota Jakarta Utara. Khusus
di Kota Jakarta Timur terdapat 8 TPS yang direkomendasikan Pemungutan Suara Ulang oleh
Panwaslu Kecamatan Pulo Gadung, Cipayung, Cakung, Pasar Rebo, Duren Sawit.
Sementara untuk wilayah Jakarta Pusat, terdapat 2 TPS yang direkomendasikan PSU oleh
Panwaslu Kecamatan Kemayoran dan Panwaslu Kecamatan Sawah Besar dan untuk wilayah
Jakarta Utara hanya terdapat 1 TPS yang direkoemndasikan PSU oleh Panwaslu Kecamatan
Pademangan.
Berdasarkan hasil koordinasi Bawaslu Kota Jakarta Timur, Jakarta Pusat dan Jakarta
Utara dengan KPU Kota Jakarta Timur, Jakarta Pusat dan Jakarta Utara serta hasil koordinasi
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dengan KPU DKI Jakarta, maka KPU Kota Jakarta Pusat
mengeluarkan berita acara dengan Nomor 131 /PL.02.6-BA/3171/KPU.Kot/IV/2019 dan
Surat Keputusan Nomor 86/PL.02.6-Kpt/3171/KPU-Kot/IV/2019 untuk melakukan
Pemungutan Suara Ulang di 2 TPS di wilayah Jakarta Pusat. Sementara itu KPU Kota Jakarta
Timur mengeluarkan berita acara dengan Nomor 55/PL.02.6-BA/3175/KPU-Kot/IV/2019
dan Surat Keputusan dengan Nomor 4B/PL.02.6-Kpt/3175/KPU-Kot/IV/2019 untuk
melakukan Pemungutan Suara Ulang di 8 TPS di wilayah Jakarta Timur dan KPU Kota
Jakarta Utara mengeluarkan berita acara dengan Nomor 75/PP.01.7-BA/3172/Kota/IV/2019
dan Surat Keputusan dengan Nomor 195/PL.01.7-Kpt/3172/Kota/IV/2019 untuk melakukan
Pemungutan Suara Ulang di 1 TPS di Pademangan di Jakarta Utara.
2. Dinamika dan Permasalahan Pemugutan, Penghitungan dan Rekapitulasi Suara.
Proses pemungutan, penghitungan dan rekapitulasi suara Pemilu 2019 di wilayah
DKI Jakarta penuh dengan dinamika dan permasalahan. Hal itu dibuktikan dengan adanya
rekomendasi Pemungutan Suara Ulang yang dikeluarkan oleh Panwaslu Kecamatan di 8 TPS
di Jakarta Timur, 2 TPS di Jakarta Pusat dan 1 TPS di Jakarta Utara, karena adanya kesalahan
prosedur pada saat pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Selain itu, berbagai
permasalahan yang terjadi pada saat pemungutan suara, termasuk adanya kekurangan surat
suara, adanya pemilih yang menggunakan hak pilihnya tapi tidak terdaftar dalam DPT dan
tidak memiliki E-KTP Jakarta serta adanya kekurangan formulir C1 Plano sehingga
menyebabkan terganggunya proses rekapitulasi suara. Permasalahan ini sudah sering
didiskusikan dan di wanti-wanti oleh jajaran penyelenggara pemilu baik oleh KPU maupun
Bawaslu, karena salah satu kerumitan dalam penyelanggaraan pemilu serentak tahun 2019
adalah terkait logistik Pemilu.
Dinamika dalam pelaksanaan rekapitulasi suara tidak kalah rumitnya, bahkan
rekapitulasi suara ditingkat kecamatan, kota maupun provinsi harus ditunda berkali-kali
karena berbagai permasalahan yang terjadi, salah satunya adanya kesalahan penghitungan
suara yang dilakukan oleh KPPS, sehingga harus dilakukan penghitungan ulang di tingkat
Kecamatan, hal ini terjadi karena petugas KPPS banyak yang belum berpengalaman menjadi
petugas KPPS dan banyaknya formulir yang harus diisi serta banyaknya jumlah suara partai
politik, calon anggota DPD dan Calon Presiden serta Wakil Presiden yang harus dihitung
dalam waktu yang hampir bersamaan (satu hari).
Alhasil, wilayah DKI Jakarta yang notabene memiliki rentan kendali wilayah yang
bisa dijangkau dengan mudah dan dianggap memiliki sumber daya manusia yang lebih
unggul dari wilayah lain, menyelesaikan rekapitulasi suaranya hampir bersamaan dengan
papua dan maluku yang menyelesaikan rekapitulasi suara paling akhir secara nasional.
3. Perolehan Suara Peserta Pemilu 2019 di DKI Jakarta Untuk DPR RI Dapil DKI
Jakarta
NO NAMA PARTAI PEROLEHAN SUARA
PARTAI DAN CALON PROSENTASE
1 PKB 244,780 4.13%
2 Gerindra 910,613 15.38%
3 PDIP 1,417,752 23.94%
4 Golkar 244,230 4.12%
5 Nasdem 277,232 4.68%
6 Garuda 14,201 0.24%
7 Berkarya 72,499 1.22%
8 PKS 1,050,075 17.73%
9 Perindo 176,225 2.98%
10 PPP 158,559 2.68%
11 PSI 513,677 8.68%
12 PAN 396,518 6.70%
13 Hanura 59,492 1.00%
14 Demokrat 330,453 5.58%
15 PBB 44,533 0.75%
16 PKPI 10,390 0.18%
JUMLAH 5,921,229 100%
1.000.000
1.200.000
1.400.000
1.600.000
15,38%
23,94%
17,73%
Porsentasi Suara DPR DKI Jakarta
4. Perolehan Suara Peserta Pemilu 2019 di DKI Jakarta untuk DPRD DKI Jakarta
NO NAMA PARTAI PEROLEHAN SUARA
PARTAI DAN CALON PROSENTASE
1 PKB 308,212 5.22%
2 Gerindra 935,793 15.86%
3 PDIP 1,336,324 22.65%
4 Golkar 300,246 5.09%
5 Nasdem 309,790 5.25%
6 Garuda 19,205 0.33%
7 Berkarya 98,877 1.68%
8 PKS 917,005 15.54%
9 Perindo 168,296 2.85%
10 PPP 176,835 3.00%
11 PSI 404,508 6.86%
12 PAN 375,882 6.37%
13 Hanura 103,073 1.75%
14 Demokrat 386,434 6.55%
15 PBB 42,952 0.73%
16 PKPI 15,765 0.27%
JUMLAH 5,899,197 100%
L. Penanganan Pelanggaran Pemilu
Kewenangan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dalam penindakan dugaan pelanggaran
pemilu, yaitu dengan adanya regulasi perbawaslu nomor 7 Tahun 2018 tentang penanganan
temuan dan laporan pelanggaran pemilu serta perkuatan kelembagaan kepolisian dan
kejaksaan yang di kontruksikan dalam perbawaslu nomor 9 Tahun 2018 Tentang Sentra
-
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
1.400.000
5.2%
15.9%
22.7%
5.1% 5.3%
0.3% 1.7%
15.5%
2.9% 3.0%
6.9% 6.4%
1.7%
6.6%
0.7% 0.3%
PEROLEHAN SUARA PARTAI POLITIK PEMILU 2019 PROV. DKI JAKARTA
Gakkumdu, pengaturan terhadap perbawaslu nomor 7 tahun 2018 dan perbwaslu 9 tahun
2019 yang selanjutnya memberikan fungsi dan kewenangan Bawaslu Provinsi, Kejaksaan
dan Kepolisian dalam menindaklanjuti dugaan pelanggaran pemilu yang bersumber dari
temuan pengawas pemilu dan atau laporan masyarakat yang telah diterima, dikaji dan di
register maka menjadi keharusan sentra gakkumdu harus menindaklanjuti temuan dan atau
laporan yang telah memenuhi ketentuan syarat formil dan materil yang selanjutnya untuk
dilakukan penyelidikan atau meminta keterangan/klarifikasi terhadap pihak-pihak yang
diduga mengetahui peristiwa yang menjadi temuan atau laporan atas dugaan pelanggaran
pemilu.
Temuan dan Laporan Penanganan Pelanggaran Pemilu 2019
NO
Wilayah J
um
lah
Te
mu
an
Ju
mla
h
La
po
ran
To
tal
Tem
ua
n d
an
L
ap
ora
n
Tid
ak
dir
eg
istr
as
i R
eg
istr
as
i
TEMUAN dan LAPORAN
Tindak Lanjut Penerusan Dugaan Pelanggaran
Ad
m
Pid
a
na
e t i k
La
inn
ya
D
ihe
nt
ikan
1 DKI
JAKARTA
1 27 28 7 21 4 1 0 0 16
2 JAKARTA
TIMUR
13 3 16 0 16 0 0 0 1 15
3 JAKARTA
BARAT
2 12 14 0 14 0 1 0 1 12
4 JAKARTA
UTARA
15 7 22 2 20 0 3 0 1 16
5 JAKARTA
SELATAN
5 5 10 0 10 0 1 1 0 9
6 JAKARTA
PUSAT
9 3 12 0 12 0 2 1 0 10
7 KEPULAUAN SERIBU
1 0 1 1 0 0 0 0 0 0
TO
TA
L
46 57 103 10 93 4 7 2 3 76
Sumber Data:diolah dari divisi penindakan dan penanganan pelanggaran
Tahun 2019
Sebaran Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilu
Sumber Data:diolah dari divisi penindakan dan penanganan
pelanggaran Tahun 2019
Kasus Pidana Pemilu di Prov DKI Jakarta
Sumber Data:diolah dari divisi penindakan dan penanganan
pelanggaran Tahun 2019
N
O
PROVIN
SI
KAB/KO
TA
NO
PUTUSAN
TERDAKWA AMAR PUTUSAN
1 DKI
Jakarta
Jakarta
Utara
1280/Pid.Su
s/2018/PN.J
kt.Utr.
David H
Rahardja
Pidana Penjara 6
(Enam) Bulan dan
Denda RP. 5.000.000,-
(Lima Juta Rupiah),
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI
PIDANA PELANGGARAN PEMILU TAHUN 2019
PROVINSI DKI JAKARTA
pidana tidak perlu
dijalani kecuali
apabila dalam masa
percobaan selama 10
(sepuluh) bulan
2 DKI
Jakarta
Jakarta
Pusat
1369/Pid.Su
s/2018/PN.J
kt.Pst
Mandala
Abadi
Lucky
Andriyani
Pidana penjara
masing-masing
terhadap mereka
terdakwa selama 3
(tiga) bulan dan
membayar denda
masing-masing
sebesar Rp 5.000.000
(lima juta rupiah)
subsider masing-
masing selama satu
bulan kurungan.
3 DKI
Jakarta
Jakarta
Barat
2171/Pid.Su
s/2018/PN.J
kt.Brt.
Drs. H. Moh.
Arief, M.M
M.Pd
Pidana Penjara
selama 4 (Empat)
bulan, dan Denda Rp.
10.000.000,- (Sepuluh
Juta Rupiah) masa
percobaan 8
(Delapan) bulan
4 DKI
Jakarta
Jakarta
Selatan
14.Pid.Sus/
2019/PN
Jkt.Sel
Mandala
Abadi
Pidana Penjara
selama 3 (Tiga) bulan,
dan Denda Rp.
5.000.000,- (Lima Juta
Rupiah), subsider 1
(Satu) bulan kurungan
5 DKI
Jakarta
Jakarta
Utara
328/Pid.Sus
/2019/PN
Jkt.Utr.
Nurhasanudi
n
Syaiful Bachri
Pidana penjara
masing-masing
selama 3 (tiga) bulan,
dan denda masing-
masing sejumlah Rp.
10.000.000,- (sepuluh
juta rupiah)
6 DKI
Jakarta
Jakarta
Utara
701/Pid.Sus
/2019/PN
Jkt.Utr
Ivan
Valentino
Pidana kepada
terdakwa dengan
pidana penjara
selama 3 (tiga) bulan
dan denda sebesar
Rp. 5.000.000,- (lima
juta rupiah)
7 DKI
Jakarta
Jakarta
Utara
PPK
Kecamatan
Cilincing,
Vonis Bebas
Pengadilan Negeri
Jakarta Utara
Jakarta
Utara:
Idi Amin
Khoirul Rizqi
Attamami
Muhammad
Nur
Hidayat
Ibadurrahma
n
8 DKI
Jakarta
Jakarta
Utara
PPK
Kecamatan
Koja, Jakarta
Utara:
Alim Sori
Drs. Dedy
Sugiarto, MM
Heri Suroyo
Bahrudin
Hardian Syah
Vonis Bebas
Pengadilan Negeri
Jakarta Utara
PUTUSAN PIDANA PENGADILAN TINGGI DKI JAKARTA
N
O
PROVIN
SI
KOTA/KA
B
NOMOR PUTUSAN PT
DKI
ISI PUTUSAN
1 DKI
Jakarta
Jakarta
Utara
389/Pid.Sus/2018/PT.D
KI
Menguatkan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta
Utara Nomor
1280/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.
Utr.
2 DKI
Jakarta
Jakarta
Pusat
427/PID.SUS/2018/PT.
DKI
Menguatkan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat
1369/Pid.Sus/2018/PN.Jkt.P
st
3 DKI
Jakarta
Jakarta
Utara
138/PID.SUS/2019/PT.
DKI
Menguatkan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta
Utara Nomor
328/Pid.Sus/2019/PN Jkt.
Utr
4 DKI
Jakarta
Jakarta
Utara
225/PID/2019/PT DKI
Menguatkan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta
Utara Nomor
701/Pid.Sus/2019/PN
Jkt.Utr
1. Tindaklanjut Penindakan Pelanggaran Bawaslu Prov. DKI Jakarta
Ketentuan yang menjadi syarat formil sebuah temuan atau laporan berdasarkan
Pasal 9 ayat (3) Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan
Laporan Pemilihan Umum, syarat formil sebuah laporan meliputi:
a. identitas Pelapor/pihak yang berhak melaporkan;
b. pihak terlapor;
c. waktu pelaporan tidak melebihi ketentuan paling lama 7 (tujuh) hari sejak diketahui
terjadinya dan/atau ditemukannya dugaan Pelanggaran Pemilu; dan
d. kesesuaian tanda tangan dalam formulir Laporan Dugaan Pelanggaran dengan
e. kartu tanda penduduk elektronik dan/atau kartu identitas lain.
Ketentuan yang menjadi syarat materil berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (3)
Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan
Pemilihan Umum, syarat materil sebuah laporan meliputi:
a. peristiwa dan uraian kejadian;
b. tempat peristiwa terjadi;
c. saksi yang mengetahui peristiwa tersebut; dan
d. bukti.
Hal ini diperkuat yang di dasarkan pada ketentuan Pasal 454 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum serta Pasal 6 ayat (1) Peraturan Bawaslu
Nomor 7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan Pemilihan Umum, pihak
yang dapat menyampaikan laporan terdiri dari:
a) Warga Negara Indonesia yang punya hak pilih;
b) Peserta Pemilu; atau
c) Pemantau Pemilu.
Pelanggaran Administrasi Pemilu 2019 Prov. DKI Jakarta
No
No Register
Pelapor
Terlapor
Putusan
Diterima/
Diterima
sebagian
Ditolak
1 001/ADM/DPD/ PEMILU/V/2018
John Muhammad
KPU Prov. DKI Jakarta
Diterima sebagian
2 002/LP/PP/ADM/ Prov/12.00/X/2018
Sahroni Ir. H. Joko Widodo dan K.H Ma’ruf Amin (Capres Cawapres Nomor Urut 01)
Diterima sebagian
3 003/ADM/DPRD/ Prov-DKI/V/2019
Siti Djaozah Ketua KPUD Jakarta Barat
Diterima
4 004/LP/DPRD/ADM/ Prov/12.00/V/2019
H.Mohammad Aly Shobat SE
Ketua dan Anggota KPU Jakarta Timur
Diterima sebagian
Sumber Data:diolah dari divisi penindakan dan penanganan
pelanggaran Tahun 2019
Jumlah Temuan dan Laporan Dugaan
Berdasarkan grafik diatas, jumlah temuan dan laporan cukup bervariatif, jumlah
temuan paling banyak ada di Bawaslu Kota Jakarta Utara dengan 15 temuan sedang untuk
jumlah laporan paling banyak terdapat di Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dengan 27
laporan.
Klasifikasi Jenis-Jenis Dugaan Pelanggaran
Sumber Data: Diolah dari Divisi Penindakan & Penanganan
Pelanggaran Tahun 2019
Berdasarkan grafik 3.4 diatas ada 14 jenis dugaan pelanggaran, dimana politik uang
dan penggelembungan hasil suara paling banyak terjadi dengan jumlah 18 pelanggaran
yang terjadi diseluruh Provinsi DKI Jakarta dalam Pemilu 2019.
Persentase Jenis-Jenis Dugaan Pelanggaran
Sumber Data: Diolah dari Divisi Penindakan & Penanganan Pelanggaran 2019
Berdasarkan grafik 3.5 diatas persentase berdasarkan jenis-jenis dugaan pelanggaran
politik uang dan penggelembungan hasil suara paling banyak terjadi pelanggaran dengan
17% dari seluruh pelanggaran yang terjadi diwilayah Provinsi DKI Jakarta selama Pemilu
2019.
Jenis Pelanggaran Pemilu 2019
Sumber Data: Diolah dari Divisi Penindakan & Penanganan
Pelanggaran Tahun 2019
Berdasarkan diatas berdasarkan jenis pelanggaran, 87 temuan dan laporan dugaan
pelanggaran pemilu yang ditangani sentra gakkumdu ternyata bukan pelanggaran sebanyak
87, ASN 4, etik nihil, pidana 4, dan administrasi 4 pelanggaran.
Pelanggaran Pidana Pemilu
Sumber Data: Diolah dari Divisi Penindakan & Penanganan
Pelanggaran Tahun 2019
Berdasarkan grafik diatas 12 pelanggaran pidana pemilu di wilayah Provinsi DKI
Jakarta baik yang tangani oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta maupun Bawaslu
Kab/Kota se-Provinsi DKI Jakarta, 6 dinyatakan bersalah, 5 dihentikan penyidikannya
dengan dikeluarkannya SP3, dan 1 dinyatakan divonis bebas oleh Pengadilan Negeri
(PN).
Peristiwa Dugaan Pelanggaran dalam Tahapan Pemilu
Sumber Data: Diolah dari Divisi Penindakan & Penanganan Pelanggaran
Tahun 2019
Berdasarkan grafik diatas, dapat dijelaskan bahwa dugaan pelanggaran paling
banyak selama tahapan pemilu 2019 baik yang berdasarkan pada temuan atau
berdasarkan pada laporan ada pada saat tahapan kampanye dengan jumlah 60 dugaan
pelanggaran, sedang pada tahapan pencalonan hanya terjadi 1 dugaan pelanggaran.
Klasifikasi Pihak-Pihak yang Melaporkan Dugaan Pelanggaran
Sumber Data: Diolah dari Divisi Penindakan & Penanganan
Pelanggaran Tahun 2019
Berdasarkan grafik diatas berdasarkan pada klasifikasi pihak- pihak yang melaporkan
dugaan pelanggaran pemilu, paling banyak adalah masyarakat dengan 54 laporan disusul
oleh penyelenggara pemilu 30 laporan dan oleh partai politik sebanyak 10 laporan.
Klasifikasi pihak-pihak yang Menjadi Terlapor dalam Dugaan Pelanggaran
Sumber Data: Diolah dari Divisi Penindakan & Penanganan
Pelanggaran Tahun 2019
Berdasarkan grafik 3.10 diatas berdasarkan klasifikasi pihak yang menjadi terlapor dugaan
pelanggaran pemilu paling banyak adalah partai politik dengan 42 laporan disusul oleh
penyelenggara pemilu sebanyak 27 laporan, masyarakat 23 laporan, paslon 01 3 laporan dan
terakhir paslon 02 dengan 1 laporan.
Alat Peraga Kampanye yang Melanggar
Sumber Data: Diolah dari Bagian Penindakan Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI
Jakarta
Berdasarkan grafik diatas adalah sebaran 16 partai politik yang alat peraga kampanye
sering melanggar peraturan perundang- undangan terkait pemasangan alat peraga kampanye,
paling banyak adalah PDIP dengan 5.659 dan paling sedikit partai garuda dengan 619.
Jenis Alat Peraga Kampanye yang Melanggar
Sumber Data: Diolah dari Divisi Penindakan & Penanganan Pelanggaran Tahun 2019.
Berdasarkan grafik diatas berdasarkan jenis alat peraga kampanye yang sering melanggar
yang tersebar di seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta paling banyak adalah bendera partai dengan
13.948 dan paling sedikit umbul-umbul dengan 19.
2. Tindak lanjut Penindakan Pelanggaran Bawaslu Kab/Kota
Pelanggaran pada massa kampanye menjadi salah satu tahapan yang paling banyak
memberikan kontribusi adanya dugaan pelanggaran pemilu dalam bentuk pelanggaran
pelaksanaan kampanye ditempat ibadah/dan ditempat pendidikan serta kampanye dengan
pemberian materi lainnya dan/atau menjanjikan kepada peserta pemilu (politik uang), pengrusakan
alat peraga kampanye peserta pemilu, tercecernya dokumen suara dalam Berita Acara
Penghitungan Suara (C1), dan pelanggaran pada saat pemungutan dan penghitungan suara yang
pada ujung menjadi pintu masuk munculnya gugatan sengketa hasil suara pemilu atau Perselisihan
Hasil Pemilihan Umum (PHPU);
2.1. Kota Jakarta Timur
a. Prof. Dr. Hj. Sylviana Murni, SH, M.Si, merupakan (Dosen UNJ, UHAMKA, yang juga
merupakan Calon Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD Tahun 2019 Provinsi DKI
Jakarta) diduga pada hari Minggu 14 Oktober 2018 yang berlokasi di Masjid Al Falah
Perumahan Karyawan DKI Blok S-2 No.1, RT.10/RW.02 Kelurahan Pondok Kelapa,
Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur. Yang diduga dalam Acara Kajian Dhuha
dilaksanakan dari jam 07.30 – 10.00 WIB. Menjelang berakhirnya kajian dhuha pada menit
01.41.00 dari rekaman video, terlihat Prof. Dr. Sylviana Murni, SH, M.Si mulai
menyampaikan materi yang terkait dengan dirinya yang mencalonkan sebagai Calon
Anggota DPD RI wilayah Provinsi DKI Jakarta, serta mengajak warga Jamaah Masjid Al
Falah yang hadir untuk memilih dirinya, dengan penyampaian rangkaian kalimat sebagai
berikut ”Saya Calon Anggota DPD RI Provinsi DKI Jakarta, dengan No urut 46. Saya
berharap warga Pondok Kelapa yang hadir dapat memilih saya, kalau tidak memilih Saya
kebangeten”, selanjutnya atas temuan atau laporan maka Bawaslsu Kota Jakarta Timur
menindaklanjuti dengan memeriksa, menilai dan mengkaji dengan meminta keterangan
atau klarifikasi para pihak dengan tujuan untuk mengetahui peristiwa yang sebenarnya
apakah dari keterangan dan klarifikasi para pihak dapat memperjelas peristiwa perbuatan
yang di sangkakan kepada Prof. Dr. Hj. Sylviana Murni, SH, M.Si, yang merupakan Calon
Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD, dari kajian dan analisa penilaian yang
didasarkan dari keterangan para pihak (Pelapor, saksi dan bukti) yang mendukung terhadap
keterangan dan peristiwanya maka Bawaslu Kota Jakarta Timur menghentikan Proses
penanganan dugaan pelanggaran pemilu karena tidak memenuhi unsur tindak pidana
pemilu.
a. Johan Musyawa, SE dan Sdr. Eko Hendro Purnomo, S.Sos dan (Sdr. Eko Hendro Purnomo
adalah anggota DPR RI dan Calon Anggota DPR RI Dapil DKI Jakarta 1. Sdr. Johan
Musyawa Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta dan Calon Anggota DPRD Provinsi DKI
Jakarta ) pada Kamis / 18 Oktober 2018 bertempat di Aula dari rumah ibadah Musholla
Al-Mu’minin yang terletak di RT 04/01 Kelurahan Makasar, Kecamatan Makasar dugaan
melakukan pengawasan di lokasi RT 09/03 Kelurahan Kebon Pala, Panwaslu Kelurahan
kembali melakukan pengawasan terhadap kegiatan kampanye yang dilakukan oleh Sdr.
Johan Musyawa, SE dan Sdr. Eko Hendro Purnomo, S.Sos. Lokasi yang menjadi tempat
kampanye adalah sebuah Aula dari rumah ibadah Musholla Al-Mu’minin yang terletak di
RT 04/01 Kelurahan Makasar, Kecamatan Makasar dari kajian dan analisa penilaian yang
didasarkan dari keterangan para pihak (Pelapor, saksi dan bukti) yang mendukung terhadap
keterangan dan peristiwanya maka Bawaslu Kota Jakarta Timur menghentikan Proses
penanganan dugaan pelanggaran pemilu karena tidak memenuhi unsur tindak pidana
pemilu.
b. Prof. Dra. Chusnul Mariyah, Ph.D (ASN) pada 26 Januari 2019 Padepokan IPSI TMII
Jakarta Timur Kegiatan Deklarasi Nasional Alumni Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia
Untuk Pemenangan Prabowo – Sand berlangsung pada tanggal 26 Januari 2019 pukul
11.30 WIB ditandai dengan registrasi peserta yang berasal dari berbagai wilayah.
Transportasi peserta ke tempat kegiatan menggunakan bus yang dikoordinir oleh presidium
masing-masing universitas. Kegiatan dibuka dengan orasi/sambutan dari Haikal Hassan
yang menyampaikan pentingnya mendorong Paslon 02 dan tidak melepaskannya begitu
saja jika nanti sudah terpilih Setelah itu ada beberapa sambutan antara lain ada sambutan
perwakilan dari Papua kemudian kegiatan dilanjutkan orasi beberapa tokoh yaitu Chusnul
Mariyah, Ichsanuddin Noorsy, Sobri Lubis, Amin Rais, Rocky Gerung dan pidato
kebangsaan dari Prabowo Subianto (Dokumentasi materi terlampir). Pada kegiatan ini
disebarkan bahan kampanye berupa kipas yang mencantumkan visi misi Paslon dan buku
Indonesia Menang dan Paradoks Indonesia. Dalam pelaksanaan kegiatan ini, Bawaslu
Jakarta timur beserta jajarannya melakukan pencegahan aturan kampanye dengan
menyarankan kepada panitia untuk tidak melibatkan anak dibawah umur yang
diikutsertakan ke dalam ruangan kegiatan. Pencegahan tersebut dapat diterima panitia dan
2 orang ibu yang membawa 3 anaknya dipersilahkan untuk keluar oleh panitia. Dalam
kegiatan tersebut, Petugas Bawaslu Kota Jakarta Timur beserta jajarannya yang
melakukan pengawasan juga mendapatkan bukti adanya indikasi keterlibatan Aparatur
Sipil Negara (ASN) yaitu Ibu Chusnul Mariyah yang menjadi Nara Sumber, beliau
mengakui sendiri ketika berpidato dalam acara tersebut bahwa dirinya adalah seorang
ASN. Kemudian kegiatan selesai kurang lebih pukul 17.00 WIB. Berdasarkan hasil pleno
Bawaslu Kota Adminsitrasi Jakarta Timur mengenai informasi dugaan pelanggaran
diputuskan hal sebagai berikut: Bahwa Temuan Dugaan Pelanggaran Nomor:
010/TM/PP/Kota/12.04/II/2019 diteruskan ke Komisi ASN.
2.2. Kota Jakarta Barat
a. Terhadap dugaan pelanggaran yang diduga melanggar Pasal 521junto Pasal 280 ayat 1
hukuman penjara 2 tahun denda 24 juta rupiah 2. Pasal 493 junto Pasal 280 ayat 2
hukuman penjara 1 tahun dan denda 12 juta. Rupiah untuk tersangka Drs.
H.Moh.Arief,MM.M.Pd Hari Rabu,tanggal 03 Oktober 2018 Pukul 13.47 wib ada
pertemuan kegiatan silaturahmi Calon Anggota Legislatif DPRD dari Partai Gerindra
Nomor Urut 04 Daerah Pemiliham 10,yaitu Bapak DrsH.Moh.Arief,MM,M.Pd yang juga
masih menjabat sebagai Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta Periode 2014-2019 yang
melakukan kegiatan silaturahmi yang diduga ada muatan kampanye di SMP Negeri 127
Jakarta Barat,yang beralamat di Jalan Raya Kebon Jeruk No.126A RT 010 RW.05
Kelurahan Kebon Jeruk Kecamatan Kebon Jeruk Kota Administrasi Jakarta Barat yang di
ikuti kurang lebih 50 orang peserta yang ber profesi sebagai guru, Adapun kegiatan tersebut
berlangsung dari pukul 13.47 WIB sampai dengan pukul 15.15 WIB , dalam kegiatan
tersebut ada penyampaian dari terlapor Bapak Drs.H.Moh.Arief sebagaimana yang terekam
di dalam rekaman yang pada intinya bahwa adanya penyampaian ajakan yang dilakukan
oleh terlapor untuk memilih kembali pada Pemillu tanggal 17 April 2019, terhadap perkara
ini terlapor di putuskan bersalah melanggar pasal pidana pemilu dengan pidana 4 bulan dan
denda 10.000.000,- dengan percobaan 8 bulan.
b. Ir. H. Kamrussamad ST Msi (Calon Legislatif DPR RI Dapil 3 DKI Jakarta dari Partai
Gerindra) Jum'at, 29 Maret 2019 Dilaporkan kejadian yang diduga pelanggaran kampanye
di tempat ibadah pada tanggal 29 Maret 2019, di masjid Jami' Baitussalam, Tamansari yang
dilakukan oleh Caleg Ir. H. Kamrussamad ST. Msi. Pada hari Jum'at tanggal 29 Maret
2019, terlapor Kamrussamad datang ke Masjid Jami' baitussalam, Tamansari untuk
menunaikan shalat Jum'at, setelah melaksanakan shalat jum'at ada peristiwa pemberian
map berisi uang oleh seseorang yang diduga merupakan Tim Kampanye dari Caleg
Kamrussamad.
2.3 Kota Jakarta Utara
a. David Rahardja Kelurahan Pegangsaan Dua dan Sukapura Bahwa pada tanggal
23September 2018 Telah diadakanya Kegiatan pasar murah Penjualan minyak
gorengSeharga Rp. 12.000 (dua belas ribu) /LiterMerk Tawon, dengan jumlah 130 paket,
Kegiatan tersebut diSelenggarakan oleh calonAnggota DPRD ProvinsiDKI Jakarta Partai
PerindoDapil II Nomor Urut 2Atas Nama David H. Rahardja. Menurut Info Yang didapat
dari wargaBahwa kegiatan tersebutDilakukan pada pukul18.00 Wib sampa SelesaiDalam
kegiatan tersebutTidak ada pemberitahuanKampanyedanada Pembagian Minyak Goreng
secara Cuma-cuma Bahwa sebagaimana dimaksud termasuk Dugaan Pelanggaran Pidana
Pemilu Telah keluar Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor : 1280/PId.Sus/2018
PN.JKT.UTR tanggal 22 Nopember 2018 dengan amar sebagai berikut : Bahwa Sdr
David H Rahardja terbukti sah bersalah dan menyakinkan melakukan Tindak Pidana
Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat 1 huruf j Jo 523 ayat (1) UU No 7
Tahun 2017 Tentang Pemilu, dengan enam bulan kurungan penjara dan denda Rp
5.000.000 subsider satu bulan penjara dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh) bulan.
Bahwa Sentra Gakkumdu Jakarta Utara melalui JPU telah menyatakan dan memberikan
Memori Banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Pada tanggal 27 November melalui
Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dan telah keluar Putusan Pengadilan Tunggi DKI Nomor
: 389/Pid.Sus/2018/PT.DKI
b. Nurhasanudin (Caleg DPRD DKI Jakarta Dapil 2 Nomor Urut 3 PAN Syaiful Bachri (Ketua
PAC) Kelurahan Sukapura PAN Jakarta Bahwa Pada tanggal 9 Januari 2019 bertempat di
masjid Qurotul’Ain adanya dugaan pelanggaran pembagian kalender & Kerudung di
tempat ibadah oleh Caleg DPRD DKI Jakarta Nomor Urut 3 dari Partai Amanat Nasional
yaitu NURHASANUDIN , Bahwa sebagaimana dimaksud termasuk melanggar Pasal 280
ayat (1) huruf h Jo 521 UU No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu Dalam Proses Banding Pada
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan Putusan Pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara yaitu
Pidana Penjara 3 Bulan dan dengan Masa Percobaan 6 Bulan dan Denda 10 Juta Rupiah.
c. Ivan Valentino Bahwa pada hari Rabu tanggal 17 April 2019 di TPS 071 Karang Bolong
Ancol telah terjadi keributan atau mengganggu ketertiban umu di dalam TPS 071 Karang
Bolong Ancol. Selanjutnya benar bahwa korban adalah anggota KPPS TPS 071 Karang
Bolong Ancol. Pada saat korban sedang melaksanakan tugas sebagai anggota KPPS TPS
071 saat dalam lokasi TPS. Telah datang pelaku bersama ayahnya yang bernama Temy Al
Jo Loe Jong, tiba-tiba Sdr. Temy menunjuk korban sambil berkata ini orangnya. Tiba-tiba
pelaku masuk kedalam kawasan TPS 071. Dan menyerang korban dengan mencekik leher
korban. Kejadian pada saat itu sedang berlangsungnya pencoblosan yang mengakibatkan
kegaduhan dan mengakibatkan terhentinya pencoblosan sekitar 30 menit. Kemudian
pelaku diamankan oleh Petugas TPS dan warga yang ada di TKP. Selanjutnya pelaku di
serahkan anggota Gakkumdu Pimpinan AKP Bagus Bowowiyatmo, SH. Selanjutnya
korban dianjurkan untuk nberobat untuk visum dan tersangka diamankan dibawa ke Resort
Jakarta Utara untuk dilakukan proses penindakan. Bahwa sebagaimana dimaksud
melanggar Pasal 531 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Ancaman hukuman maksimal 2 Tahun dan denda maksimum Rp. 24.000.000,- (dua puluh
empat juta rupiah) Temuan tersebut ditingkatkan dari Proses Penyelidikan ke Proses
Penyidikan di Polres Metro Jakarta Utara.
d. Pada hari Kamis tanggal 18 April 2019, Pukul 01.00 WIB, Bawaslu Kota Jakarta Utara
melakukan patroli pengawasan, dan mendapati informasi awal, masyarakat mengenai
dugaan Pelanggaran Pemilu, yakni membuka Kotak Suara yang sudah tersegel ditempat
yang tidak sebagaimana mestinya. Pembukaan kotak sebagaimana dimaksud pada Kotak
Suara di TPS 031, 051, 120 yang telah dirusak segelnya..Bahwa sebagaimana dimaksud
melanggar Pasal 15 huruf d Jo Pasal 22 ayat (3) huruf d Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun
2017 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Temuan tersebut Bawaslu Kota Jakarta
Utara merekomendasikan ke KPU Kota Jakarta Utara untuk melakukan proses
pemberhentian tetap Ketua dan Anggota PPS Sukapura.
e. Tanggal 29 April 2019 sampai dengan 9 Mei 2019 telah diadakannya Rapat Rekapitulasi
Perhitungan Suara Tingkat Kecamatan di Wilayah Kecamatan Cilincing, Koja, dan Kelapa
Gading serta di Rapat Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Calon Anggota
DPRD Tingkat Kota Jakarta Utara berkaitan dengan hal tersebut, banyak terjadinya
kecurangan secara terstruktur, masif dan sistematis pada hasil pada hasil Rekapitulasi
Perhitungan Suara di Tingkat Kecamatan Cilincing, Koja, dan Kelapa Gading dan Laporan
tersebut masih dalam Proses Penyelidikan oleh Gakkumdu Bawaslu Kota Jakarta Utara.
2.4 Kota Jakarta Selatan
a. Mandala Abadi Shoji Pada hari minggu tanggal 11 November 2018 tepat pukul 08.00 WIB
salah satu caleg DPR RI dari Partai PAN (Partai Amanat Nasional) Sdr Mandala Abadi
Shoji mengadakan kegiatan blusukan di daerah Jl Rawajati timur II tepatnya di pasar kaget
kelurahan Rawajati, Sdr Mandala Abadi Shoji beserta tim Sukses-nya menyampaikan Visi
dan Misi serta membagikan Kupon berhadiah Umroh dengan cara mengisi Nama, Nomor
Handphone dan alamat dengan sasaran peserta pedagang dan warga sekitar tepat pukul
10.16 WIB Sdr Mandala Abadi Shoji beserta tim meninggalkan lokasi.
b. H. Zainuddin, MH. SE. Calon DPRD Provinsi DKI Dapil 8 dari Partai Golkar Pada hari
Rabu tanggal 19 Desember 2018 Pukul 20.30 s/d 22.00 WIB salah satu Caleg DPRD Dapil
8 No urut 1 dari Partai GOLKAR diduga telah melakukan tindak Pidana Pemilu Pasal 280
Point h dan Pasal 521 (UU No 7 Tahun 2017) pada Acara Sosialisasi Perda No 4 Tahun
2015 Tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi, bertempat di Jl. Buncit Raya, Gg. Reyang
Rt: 007 Rw: 05 Kelurahan Kalibata Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Dalam acara
tersebut terlapor diduga menggunakan fasilitas pemerintah untuk keperluan kampanye
karena dalam acara tersebut ada spanduk dan stiker mengarah pada ajakan pencoblosan
pada H. Zainuddin, MH. SE.
c. Findri Puspitasari Caleg DPRD Dapil 8 dari PDIP no. urut 11Penyebaran paket “Pembawa
Pesan” berisi stiker paslon no. 1, stiker caleg an Findri Puspitasari, selebaran paslon No. 1
dan caleg, pulpen, panduan mencoblos dan kalender, dan tabloid “Pembawa Pesan”,
didapati di dua kelurahan yaitu Kelurahan Ciganjur dan Kelurahan Cipedak Kecamatan
Jagakarsa. Yang pengirimannya tertanggal 25, 28 dan 29 di keluarahan Ciganjur RT 06, Rt
09, Rt 02 di RW 01, tanggal 27 Januari 2019 di kelurahan Cipedak RT 06, 07 dan 09 di
RW 01. Penyebaran paket dilakukan oleh kurir relawan caleg PDIP an. Findri Puspitasari.
Menurut keterangan Junaidi (warga Ciganjur yang menerima paket) yang berkomunikasi
dengan kurir pembawa paket, bahwa penyebaran paket ditargetkan habis tiap harinya
sebanyak 50 paket. Warga yang mendapatkan paket merasa heran dan bingung karena
mendapatkan paket yang tertera nama dan alamat warga yang sebelumnya tidak pernah
diberikan ke pengirim sdr. Findri Puspitasari Kejadian di kelurahan Ciganjur diketahui oleh
panwascam Jagakarsa pada tanggal 25 Januari 20I9. Kejadian di kelurahan Cipedak
diketahui panwaskel Cipedak pada hari minggu 27 Januari 2019. Kemudian Panwascam
Jagakarsa menginformasikan kejadian ini ke Bawaslu Kota Jakarta Selatan pada selasa, 29
Januari 2019 pukul 13.30 wib
2.5 Kota Jakarta Pusat
a. Mandala Abadi dan Lucky Andriyani Pasar gembrong Lama Jl. Galur Jaya Pada hari Jumat
tanggal 19 Oktober 2018 terdapat peristiwa dugaan pelanggaran pemilu berupa pembagian
Kupon Berhadiah Umroh dan Doorprize yang diduga dibagikan oleh Terlapor Caleg DPR
RI Mandala Abadi dan Caleg DPRD DKI Lucky Andriyani dari Partai Amanat Nasional
(PAN) kepada warga di Pasar Gembrong Lama, Kelurahan Galur, Kecamatan Johar Baru,
Kota Jakarta Pusat. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Memutuskan Terdakwa I dan II
terdakwa I Mandala Abadi dan terdakwa II Lucky Andriyani telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam pasal 523 ayat 1 juncto pasal 280 ayat 1 hurf j Undang-Undang Nomor 7
tahun 2017 tentang pemilu juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHPidana. Selanjutnya Majelis
Hakim Menjatuhkan pidana penjara masing-masing terhadap mereka terdakwa selama 3
(tiga) bulan dan membayar denda masing-masing sebesar Rp 5.000.000 (lima juta rupiah)
subsider masing-masing selama satu bulan kurungan.
b. Pada hari Rabu, tanggal 17 April 2019 pukul 12.50 WIB di TPS 02 RT07/RW01 Jl Antara
Kelurahan Pasar Baru, Kecamatan Sawah Besar, Kota Administrasi Jakarta Pusat terjadi
peristiwa ada empat orang pemilih menunjukkan KTP, kemudian mendaftarkan untuk
memilih pada KPPS, tetapi oleh KPPS ditolak karena tidak dapat menunjukkan A.5-KPU,
namun tetap ingin memberikan suara di TPS 02 dimaksud, tetapi dari pihak KPPS dan
Ketua PPS menolak, dengan alasan tidak dapat menunjukkan A.5-KPU kemudian
diketahui KPPS dan Pamsung memberikan surat suara kepada keempat orang tersebut
untuk melakukan pencoblosan. Pemungutan Suara Ulang TPS 02 RT07/RW01 Jl Antara
Kelurahan Pasar Baru, Kecamatan Sawah Besar, Kota Administrasi Jakarta Pusat.
c. Jl. Besuki (dekat Taman Suropati) Menteng Jakarta Pusat Pada Hari Sabtu, 4 Mei 2019
sekitar Pukul 10.30 WIB di Jl. Besuki (dekat Taman Suropati) Menteng Jakarta Pusat
Anggota Polisi Lalu Lintas yang bernama AKP Harjono, BRIPKA Maryono, dan BRIPKA
Kuncoro memberhentikan satu unit mobil Daihatsu Sigra warna Abu-Abu Nomor polisi :
A 1835 BH karena melanggar Lalu Lintas, kemudian melihat dua buah kardus yang
mencurigakan dibagasi belakang mobil, kemudian petugas Polisi Lalu Lintas berkoordinasi
dengan Piket Reskrim. Kemudian Piket Reskrim di Pimpin AKP Bayu Kurniawan, SIK,
SH mendatangi TKP lalu petugas meminta agar Sdr. KARDI membuka dua buah dus
tersebut. Setelah dibuka diketahuii bahwa dua dus tersebut berisikan Formulir C-1,
sehingga barang tersebut diserahkan Ke Bawaslu Kota Jakarta Pusat untuk dilakukan
proses lebih lanjut Berdasarkan hasil investigasi tersebut diatas Bawaslu kota Jakarta Pusat
berkesimpulan, Bahwa peristiwa penemuan 2 (dua) kotak kardus yang berisi salinan
Formulir C-1 daerah Jawa Tengah di Jl. Besuki (sekitar Taman Suropati) Menteng, Jakarta
Pusat pada tanggal 4 Mei 2019, tidak dapat ditetapkan sebagai Temuan Dugaan
Pelanggaran Pemilu karena tidak memenuhi syarat formil dan materil.
2.6 Kepuluan Seribu
Di Kabupaten Kepulauan Seribu hanya terdapat Temuan pengawas pemilu yang
merupakan dugaan Pelanggaran Pidana Petugas Pemutakhiran Data pemilih (Pantarlih) TPS 4 Kel.
Pulau Pari, Penanganan oleh Panwaslu Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Rekomendasi
Kepada PPK Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan untuk Melakukan Coklit Ulang di TPS 4 Kel.
Pulau Pari
M. Penyelesaan Sengketa Proses Pemilu 2019
1. Permohonan Sengketa Bawaslu DKI
Selama Pemilihan Umum Tahun 2019, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta telah menerima
Permohonan Penyelesaian Sengketa sebanyak 6 (enam) Permohonan, yang akan di uraikan berikut
ini:
Pertama, permohonan diajukan oleh Partai Gerindra Provinsi DKI Jakarta terhadap
keputusan KPU Provinsi DKI Jakarta Nomor: 68/PL/01.4-KPT/31/Prov.II/2019, Tanggal 28
Februari 2019, tentang Penetapan Daftar Calon Tetap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi DKI Jakarta. Keputusan yang dikeluarkan oleh KPU Provinsi DKI Jakarta tersebut
mencoret salah satu Calon Anggota Legislatif atas nama M. Arief didasarkan pada Pasal 285
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang didasarkan pada putusan
Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan
kewenangan Bawaslu dalam penanganan pelanggaran tindak pidana pemilu oleh Sentra
Gakkumdu. Terhadap permohonan yang tidak diregister tersebut Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
menerbitkan surat Nomor: 174/K./JK/PM.09.00/III/2019 Tanggal 8 Maret 2019 Perihal
Pemberitahuan tentang Permohonan Sengketa Proses Pemilu yang tidak dapat diregister.
Kedua, permohonan diajukan oleh Calon Anggota Legislatif Provinsi DKI Jakarta dari Parai
Gerindra Dapil Jakarta VI atas nama Dwi Ratna terhadap Keputusan KPU Nomor: 121/PL.01.7-
SD/31/Prov/V/2019 Tanggal 17 Mei 2019 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Perhitungan
Perolehan Suara Peserta Pemilihan Umum Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019,
terhadap objek sengketa yang diajukan berupa keputusan penetapan hasil, Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta menyatakan tidak berwenang untuk menangani permohonan tersebut oleh sebab, bawaslu
hanya diberikan kewenangan menyelesaikan sengketa proses pemilu. Sedangkan, yang
dimohonkan oleh Pemohon adalah tentang sengketa hasil yang menjadi kewenangan Mahkamah
Konstitusi. Disamping itu, Pemohon tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum sebagai
pemohon dalam sengketa di bawaslu oleh karena yang mengajukan permohonan bukan dari partai
politik peserta pemilu melalui Ketua Umum dan Sekertaris Jenderal sesuai tingkatan akan tetapi,
diajukan langsung oleh Caleg yang bersangkutan melalui kuasa hukum. Sehingga Bawaslu
Provinsi mengeluarkan surat menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diregistrasi (tidak
dapat diterima) dengan Nomor 408/K/JK/PM.10.01/V/2019 Tanggal 23 Mei 2019 Perihal Jawaban
Permohonan Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu.
2. Permohonan yang Diselesaikan Dalam Mediasi dan Adjudikasi
Untuk permohonan yang diregistrasi, dalam hal ini telah memenuhi syarat formil dan
materil, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menerima 4 (empat) permohonan yang masing-masing 3
(tiga) permohonan diajukan oleh perorangan Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
serta 1 (satu) permohonan diajukan oleh Partai Politik dari salah satu Calon Anggota Legislatif.
a) Permohonan Penyelesaian Sengketa yang diselesaikan dalam proses Mediasi yakni, diajukan
oleh M. Ridwan Calon Anggota DPD terhadap KPU Provinsi DKI Jakarta atas diterbitkanya
Berita Acara Penelitian administrasi Perbaikan dukungan pemilih perseorangan calon peserta
pemilihan umum anggota DPD Provinsi DKI Jakarta Nomor: 281/PL.01.4-
BA/31/Prov/V/2018 beserta Lampiran-lampiranya yang dikeluarkan oleh KPU Provinsi DKI
Jakarta. Dalam Berita Acara tersebut Pemohon dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS)
dan tidak dapat mengikuti tahapan selanjutnya disebabkan kekurangan jumlah dukungan
sebanyak 6 pendukung.
Setelah dilakukan pemeriksaan kelengkapan Permohonan, dinyatakan memenuhi ketentuan
syarat formil dan materil, sehingga dapat diregister untuk selanjutnya diteruskan dalam proses
mediasi dan adjudikasi dengan Nomor 001/REG.LG/DPD/12.00/VI/2018. Sebelum masuk
pada tahap Adjudikasi penyelesaian sengketa terlebih dahulu dilakukan Mediasi antara
Pemohon dan Termohon yakni pada tanggal 22 dan 23 Juni 2019 yang pada pokoknya dalam
mediasi tersebut Pemohon dan Termohon sepakat untuk menyelesaian sengketa dengan
kesepakatan sebagai berikut:
1. Pemohon dan Termohon telah menyepakati hasil Mediasi penyelesaian sengketa
2. Termohon dalam hal ini KPU Provinsi DKI Jakarta Menerima Permohonan Pemohon
Moh. Ridwan SR sebagai Bakal Calon Anggota DPD Provinsi DKI Jakarta untuk
mengikuti proses tahapan selanjutnya
Kesepakatan mediasi selanjutnya dituangkan dalam Berita Acara “Penyelesaian Sengketa
Proses Pemilihan Umum Mencapai Kesepakatan” ditanda tangani oleh Pemohon dan
Termohon serta Ketua Bawaslu DKI Jakarta.
b) Permohonan Penyelesaian Sengketa diajukan oleh Syaiful Ikhwan Calon Anggota DPD
terhadap KPU Provinsi DKI Jakarta akibat diterbitkanya Berita Acara Nomor: 419/PL.01.4-
BA/VII/2018 Tanggal 29 Juli 2018 tentang Penelitian Administrasi Perbaikan Kedua
Dukungan Pemilih Perseorangan Calon Peserta Pemilihan Umum Anggota DPD Provinsi
DKI Jakarta, Pemohon dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak dapat
mengikuti tahapan selanjutnya dikarenakan kekurangan jumlah dukungan sebanyak 128
Pendukung. Permohonan tersebut telah diregisterasi dengan Nomor:
002/REG.LG/DPD/12.00/VIII/2018.
Pada tanggal 6 dan 7 Agustus 2018 Bawaslu Provinsi DKI Jakarta telah memanggil
Pemohon dan Termohon untuk mediasi namun tidak tercapai kesepakatan karena para pihak
tetap bertahan pada pendirian masing-masing sehingga ketidaksepakatan itu selanjutnya
dituangkan dalam Berita Acara “Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum tidak
Mencapai Mufakat.” Pada tanggal 9 Agustus 2018 dilaksanakan Sidang Adjudikasi pertama
dengan agenda mendengarkan pokok permohonan Pomohon, yang diteruskan dengan
sidang-sidang berikutnya secara berurutan dengan agenda penyampaian jawaban Termohon,
pemeriksaan alat bukti serta mendengarkan keterangan saksi Pemohon dan Termohon
dibawah sumpah.
Berdasarkan pada fakta persidangan dan pemeriksaan berlangsung selama proses adjudikasi,
Majelis telah mempertimbangkan dan selanjutnya membuat putusan yang menyatakan
menolak permohonan Pemohon karena tidak dapat membuktikan terhadap seluruh dalil
permohonanya dan sebaliknya Termohon mampu memberikan dalil bantahan yang disertai
dengan bukti-bukti bahwa Termohon telah bekerja dan melaksanakan tugas dengan benar
melalui Putusan Nomor: 002/REG.LG/DPD/12.00/VIII/2018 dengan amar putusan
“menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya”
c) Permohonan diajukan oleh M. Pradana Putra Calon Anggota DPD terhadap KPU Provinsi
DKI Jakarta akibat diterbitkanya Berita Acara Nomor: 419/PL.01.4.BA/31/Prov.VIII/2018
tentang Penelitian Administrasi Perbaikan Kedua Dukungan Pemilih Perseorangan Calon
Peserta Pemilihan Umum Anggota DPD Provinsi DKI Jakarta, Pemohon dinyatakan Tidak
Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak dapat mengikuti tahapan selanjutnya dikarenakan jumlah
dukungan yang memenuhi syarat sebesar -47.462 dan yang tidak memenuhi syarat sebesar
49.411. Adapun jumlah dukungan tidak memenuhi syarat sebesar 49.411 akibat sanksi
ditemukanya ganda identik sebanyak 985. Berdasar Peraturan KPU No. 5 Tahun 2018
tentang Perubahan atas PKPU No. 7 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program dan Jadwal
Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2019, setiap satu kegandaan akan dikenakan sanksi
pengurangan jumlah pendukung sebesar 50 pendukung, sehingga ganda identik yang
dimiliki pemohon sebanyak 985 x 50 = 49.250 ditambah lagi dengan jumlah dukungan yang
tidak sesuai KTP, yakni KTP tidak jelas, dan Ganda Potensi.
Pemohon dalam dalil permohonan menyatakan bahwa terjadi eror dan kerusakan pada sistem
SIPPP Termohon sehingga merugikan Pemohon tidak dapat mengupload sisa dukungan.
Permohonan tersebut setelah dilakukan pemeriksaan telah memenuhi syarat formil dan
materil sehingga diregister dengan Nomor: 003/REG.LG/DPD/12.00/VIII/2018.
Selanjutnya, Pada tanggal 6 dan 7 Agustus 2018 telah dilakukan mediasi dengan memanggil
para pihak untuk didengarkan pendapatnya, baik Pemohon dan Termohon tetap bertahan
pada pendirian masing-masing dan tidak mecapai kesepakatan kemudian dituangkan dalam
Berita Acara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum tidak Mencapai Mufakat.
Tanggal 9 Agustus 2018 dilakukan pemanggilan kembali para pihak untuk melaksanakan
Sidang Adjudikasi guna mendengar pokok permohonan Pemohon, jawaban Termohon,
memeriksa alat bukti dan keterangan saksi Pemohon dan Termohon untuk dilakukan
dibawah sumpah sampai Putusan diucapkan pada tanggal 21 Agustus 2018. Berdasarkan
fakta-fakta persidangan serta disesuaikan dengan dalil permohonan pemohon yang
menyatakan terjadi eror pada sistem SIPPP Termohon sehingga Pemohon tidak dapat
mengupload sisa jumlah dukungan. Dalil tersebut justru dibantah oleh saksi pemohon
menerangkan bahwa kegandaan dukungan disebabkan oleh data dukungan yang di upload
pada tahap kedua merupakan data dukungan yang ditolak pada tahap pertama bukan karena
kesalahan atau eror pada sistem Termohon. ketentuan Pasal 44 ayat 3 Peraturan KPU No.14
Tahun 2018 menyebutkan, daftar dukungan perbaikan kedua merupakan daftar pendukung
baru yang bukan merupakan daftar pendukung yang telah dinyatakan tidak memenuhi syarat,
sehingga majelis Adjudikasi berkesimpulan dan memutuskan untuk “menolak permohonan
pemohon untuk seluruhnya” yang dituangkan dalam Putusan Badan Pengawas Pemilihan
Umum Provinsi DKI Jakarta Nomor: 003/REG.LG/DPD/12.00/VIII/2018.
d) Permohonan diajukan oleh M. Taufik Caleg DPRD Provinsi DKI Jakarta dari Partai
Gerindra terhadap KPU Provinsi DKI Jakarta akibat diterbitkanya Berita Acara Verifikasi
kelengkapan dan keabsahan dokumen bakal calon anggota DPRD Provinsi pada Pemilihan
Umum Tahun 2019 tanggal 6 Agustus 2018, Pemohon dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat
(TMS) dan tidak dapat mengikuti tahap selanjutnya karena merupakan mantan Narapidana
Korupsi dan diregister dengan Nomor: 004/REG.LG/DPRD/12.00/VIII/2018.
Pada tanggal 16 dan 20 Agustus 2018 telah memanggil Pemohon dan Termohon untuk
mediasi namun tidak mencapai kesepakatan kemudian ketidaksepakatan dituangkan dalam
Berita Acara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum tidak Mencapai Mufakat dan
selanjutnya Pada tanggal 21 Agustus 2018 dilaksanakan sidang Adjudikasi dengan terlebih
dahulu telah memanggil Pemohon dan Termohon untuk didengarkan pokok permohonan
Pemohon, diteruskan dengan sidang-sdiang berikutnya sampai dengan putusan dibacakan
yakni, mendengarkan jawaban Termohon, memeriksa alat bukti serta mendengarkan
keterangan saksi Pemohon dan Termohon maupun Ahli yang telah dihadirkan dimuka
persidang dilakukan dibawah sumpah menurut agama dan kepercayaannya.
Berdasarkan fakta persidangan serta seluruh hal-hal yang terungkap baik oleh Pemohon
maupun Termohon menunjukan bahwa barita acara yang dikeluarakan oleh KPU Provinsi
DKI Jakarta (Termohon) bertentangan dengan Pasal 28 D ayat (3) UUD 1945, dan juga
bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-XIII/2015 dan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 51/PUU-XIII/2015 yang pada pokoknya memberikan
kesempatan yang sama bagi mantan terpidana untuk ikut dan terlibat dalam memilih dan
dipilih dengan syarat-syarat yang telah di tentukan didalamnya.
Berdasarkan Peraturan KPU No. 20 Tahun 2018 tentang pencalonan Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten, Pasal 7 ayat (1) sampai ayat (6) khususnya ayat (4) huruf a menyebutkan
“mantan Terpidana yang telah selesai menjalani masa pemidanaan dan secara komulatif
bersedia secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik serta mencantumkan dalam
daftar riwayat hidup, seluruhnya telah dipenuhi oleh Pemohon. Sehingga Majelis Adjudikasi
berkesimpulan dan memutus dengan memberikan amar putusan sebagai berikut:
1. Menerima permohonan pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Bakal Calon Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta Dapil III Nomor Urut
1 dari Partai Gerindra atas nama Mohamad Taufik Memenuhi Syarat (MS) dalam
Verifikasi kelengkapan dan keabsahan dokumen bakal calon Anggota DPRD Provinsi
pada Pemilu Tahun 2019 oleh KPU Provinsi DKI Jakarta;
3. Memerintahkan kepada KPU Provinsi DKI Jakarta untuk melaksanakan putusan ini;
Demikian pula terhadap uji materi yang dilakukan terhadap Pasal Peraturan KPU yang
melarang mantan terpidana korupsi menjadi Calon Anggota Legislatif telah diputus oleh
Mahkamah Agung (MA) menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan undang-undang
sehingga mantan terpidana korupsi dapat menjadi calon anggota legislatif.
3. Permohonan Tidak Diterima
Permohonan ini berkaitan dengan permohonan yang diajukan oleh salah satu Calon
Anggota legislatif dari Partai Persatuan Indonesia (Perindo) atas nama David Rahardja yang
dicoret oleh KPU Provinsi DKI Jakarta dalam Daftar Calon Tetap (DCT) akibat yang bersangkutan
melakukan pelanggaran tindak pidana pemilu berdasarkan putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap, berkonsultasi dan meminta pendapat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
tentang tata cara pengajuan permohonan penyelesaian sengketa proses pemilu atas keputusan KPU
yang telah mencoret dirinya dari daftar Calon Anggota Legislatif. Setelah mendapatkan informasi,
syarat-syarat yang harus dipenuhi termasuk batas waktu pengajuan yang bersangkutan tidak hadir
untuk mengajukan permohonan.
Permohonan Sengketa yang tangani Bawaslu Provinsi DKI Jakarta pada Pemilu 2019.
N
o
Nomor
Permohonan
Obyek Sengketa Pemohon Termoh
on
Putusan
Sengekta
1 001/PNM.LG/
DPD/12.00/VI
/2018
Model BA penelitian
Administrasi dukungan
pemilih perseorangan
calon peserta pemlihan
umum anggota DPD
Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta
MOH.
RIDWAN
KPU
DKI
Jakarta
Permohona
n diterima
melalui
Mediasi
2 002/PNM.LG/
DPD/12.00/VI
II/2018
Model BA penelitian
Administrasi perbaikan
kedua dukungan
pemilihan perseorangan
SYAIFUL
IKHWAN
KPU
DKI
Jakarta
Permohona
n diterima
melalui
Adjudikasi
calon peserta pemilihan
umum anggota DPD
3 003/PNM.LG/
DPD/12.00/VI
II/2018
Model BA penelitian
Administrasi perbaikan
kedua dukungan
pemilihan perseorangan
calon peserta pemilihan
umum anggota DPD
M.
PRADANA
INDRAPUT
RA
KPU
DKI
Jakarta
Permohona
n ditolak
melalui
Adjudikasi
4 004/PNM.LG/
DPRD/12.00/
VIII/2018
MODEL BA Hasil
verifikasi kelengkapan
dan keabsahan
dokumen bakal calon
anggota DPRD provinsi
pada pemilihan umum
tahun 2019
PARTAI
GERINDR
A
KPU
DKI
Jakarta
Permohona
n diterima
melalui
Adjudikasi
5 005/PNM.LG/
DPRD/12.00/I
II/2019
Perubahan atas
penetapan daftar calon
tetap anggota DPRD
Provinsi DKI Jakata
pada Pemilihan Umum
tahun 2019
Drs. H.
MOH ARIF,
M.M. MPd
KPU
DKI
Jakarta
Tidak
Diregistrasi
6 006/PNM.LG/
DPRD/12.00/I
II/2019
Perubahan atas
penetapan daftar calon
tetap anggota DPRD
Provinsi DKI Jakata
pada Pemilihan Umum
tahun 2019
DAVID
RAHARDJ
A
KPU
DKI
Jakarta
Tidak
Diregistrasi
7 007/BERKAS.
LG/DPRD/12.
00/V/2019
Penetapan Rekapitulasi
hasil Perhitungan
Perolehan Suara Peserta
Pemilihan Umum
Anggota DPRD
DWI
RATNA
KPU
DKI
Jakarta
Tidak
Diregistrasi
Provinsi DKI Jakarta
tahun 2019
N. Bawaslu Award 2019
Usai Pelaksanaan Pemilu Serentak pada pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD serta
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019, Bawaslu Republik Indonesia menyelenggarakan
Bawaslu Award pada Sabtu 25 Oktober 2019 bertempat di Hall Kasablangka Jakarta sebagai ajang
pemberiaan penghargaan dan aspresisasi kepada seluruh Pengawas Pemilu se Indonesia mulai dari
tingkat Provinsi, Kabupaten/kota, memberian penghargaan dengan beberapa kategori, Bawaslu
Jakarta Utara mendapatkan penghargaan dengan kategori Gakkumdu Terbaik Pertama dan
Bawaslu Jakarta Barat mendapatkan penghargaan sebagai Terbaik Kedua pada Kategori
Penanganan Pelanggaran.
Dan pada tahun 2019 Bawaslu RI juga melakukan penilain kepada seluruh Bawaslu Provinsi
Se Indonesia tentang Pengelolaan Informasi Publik dan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta mendapat
Peringkat Ke 8 (delapan) pada Penganugerahan Keterbukaan Informasi Publik oleh Bawaslu
Republik Indonesia.
BAB VI
ROMANTIKA BAWASLU PROVINSI DKI 2012-2019
Banyak sudah yang telah dilakukan oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dalam kiprah dan
pengabdiaannya di Pemilu 2014, Pilkada DKI 2017 dan Pemilu 2019. Begitupun, kami mengakui
masih terlalu banyak yang belum bisa dilakukan. Dalam melaksanakan tugas, fungsi dan
kewajibannya, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta sesungguhnya tidak melulu terkait langsung dengan
pengawasan, pencegahan, dan penanganan pelanggaran Pemilu. Di luar itu, dari sisi kemanusiaan
banyak yang sudah dilakukan oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta . Berikut disajikan sejumlah
rekaman kegiatan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dalam gambar (picture) yang layak dijadikan
bahan dokumentasi sejarah, dinamika dan kiprah Bawaslu Provinsi DKI Jakarta 2012-2017 dan
2017-2022-2023.
A. Bawaslu DKI Jakarta Periode 2012-2017
1. Audiensi dengan Komisi A DPRD Provinsi DKI Jakarta. Guna meningkatkan koordinasi
antar lembaga, serta melaporkan hasil pelaksanaan pengawasan Pemilu Anggota DPRD
Provinsi DKI Jakarta 2014 dan diskusi persiapan Pemilihan Gubernur Provinsi DKI Jakarta
2017, Bawaslu provinsi DKI Jakarta telah melakukan audensi dan diskusi dengan Pimpinan
DPRD Provinsi DKI Jakarta pada 05 Maret 2015 di kantor DPRD DKI Jakarta.
2. Audiensi dengan Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Guna persiapan pelaksanaan Pemilihan
Gubernur DKI Jakarta termasuk koordiansi tindak lanjut pengajuan proposal anggaran hibah
untuk pengawasan Pemilihan Gubernur Provinsi DKI Jakarta tahun 2017, pada tanggal 31
Agustus 2015, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan audiensi dengan Gubernur Provinsi
DKI Jakarta Basuki Tjaja Purnama serta jajaran antara lain Pejabat Asisten Pemerintahan,
Kepala Badan Kesbangpol Provinsi DKI Jakarta.
3. Koordinasi dengan Badan Kesatuan Bangsa DKI. Guna pelaksanaan pengawasan Pemilihan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta, untuk fasilitasi kesekretaraiatan Bawaslu Provinsi baik kantor
maupun personal, maka Bawaslu Provinsi DKI Jakarta selalu berkoordiansi dengan Badan
Kesbangpol Provinsi DKI Jakarta yang dihadiri oleh Pimpinan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
dan Kepala Kesbangpol DKI Jakarta Ratiyono dan jajaranya.
4. Koordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI. Menindaklanjuti diskusi
expert meeting dengan tema potensi kerawanan data pemilih Pilkada Provinsi DKI Jakarta
2017, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 9 Oktober 2015. Diskusi yang dilakukan
dengan Disdukcapil terkait dengan pendataan penduduk dalam kesiapan Disdukcapil dalam
menyiapkan data DAK2 dan DP4 untuk Pemilihan Gubernur Provinsi DKI Jakarta 2017.
5. Focus Group Discussion dengan FKUB. Guna meningkatkan komunikasi serta koordinasi
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan diskusi persiapan pengawasan Pemilihan Gubernur
Provinsi DKI Jakarta 2017 terkait dengan isu SARA dengan Forum Kerukunan Umat Beragama
(FKUB) Provinsi DKI Jakarta dilaksanakan pada tanggal 17 November 2015, jam 11.00 Wib
/d selesai, di kantor FKUB DKI Jakarta.
6. Donor Darah.Dalam rangka memperingati milad yang ke-3 Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
melaksanakan beberapa agenda kegiatan dalam tema Refleksi 3 Tahun Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta. Diantaranya melaksanakan Donor Darah Bawaslu Provinsi DKI Jakarta bekerja sama
dengan Palang Merah Indonesia DKI Jakarta pada Kamis tanggal 1 Oktober 2015 di kantor
Palang Merah Indonesia DKI Jakarta.
7. Jalan santai. Dalam rangka Persiapan refleksi terhadap pengawasan Pemilu Legislatif dan
Pemilu Presiden 2014, serta menuju persiapan pengawasan Pemilihan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta 2017 Bawaslu Provinsi DKI Jakarta melakukan jalan santai di Care Free Day (CFD) di
Bunderan Hotel Indonesia pada Minggu tanggal 4 Oktober 2015 di Bundaran Hotel Indonesia,
Jakarta.
8. Sosialisasi pelajar. Dalam rangka persiapan Pemilihan Gubernur Provinsi DKI Jakarta digelar
acara Sosialisasi Pengawasan Partisipatif bagi Pemilih Pemula kepada SMAN dan SMKN di
wilayah DKI Jakarta, Antara lain di SMAN 16 Jakarta Barat pada hari selasa tanggal 6 Oktober
2015.
9. Lomba catur. Bawaslu Provinsi DKI Jakarta menggelar Perlombaan Catur memperebutkan
Piala Ketua Bawaslu Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 15 Oktober 2015. Kegiatan ini
merupakan rangkaian refleksi 3 tahun Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta, dimulai sejak
pukul 11.00 Wib sampai dengan 16.00 Wib yang pimpin langsung oleh wasit dari Percasi DKI
Jakarta dengan menggunakan sistem komputerisasi sebagai standar nasional dalam turnamen
catur.
10. Refleksi 3 tahun Bawaslu Provinsi DKI Jakarta . Diskusi dengan tema “Refleksi
Pengawasan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Serta Pemilu Presiden Dan Waki
Presiden 2014, Menuju Pengawasan Pemilihan Gubernur Provinsi Dki Jakarta Tahun 2017”.
Kegiatan diskusi refleksi 3 Tahun Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Jakarta yang dilaksanakan
pada hari Jumat tanggal 16 Oktober 2015. Menghadirkan pembicara yaitu Prof.Dr.
Muhammad, M.Si (Ketua Bawaslu RI), Djarot Saiful Hidayat (Wagub DKI Jakarta), M. Syarif
(Anggota DPRD DKI Jakarta), Prof.Dr. R. Siti Zuhro, MA (Peneliti Senior LIPI) dan di
moderatori oleh Muhammad Jufri (Pimpinan Bawaslu RI).
B. Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Periode 2017-2022, 2018-2023
1. Pelantikan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Periode Ke II. Pada Tgl 16 Oktober 2017, oleh
Ketua Bawaslu RI Bapak Abhan dan juga di hadiri anggota Bawaslu RI bapak Rahmat Bagja,
Afifudin, Friz Edwar Sirigar dan Ibu Ratna Dewi Pettalolo dan juga hadir Sekjen Bawaslu
Bapak Gunawan Suswantoro, di kantor Bawaslu Republik Indonesia, Jalan M H THamrin No.
14 Jakarta, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta pada Periode II adalah. Muhammad Jufri, Puadi
dan Siti Khofifah.
2. Audensi Bawaslu DKI Jakarta beserta Kepala Sekretariat dan Panwaslu Kab/Kota dengan
Komisi A DPRD DKI Jakarta Pada tanggal 28 November 2017
3. Audensi Bawaslu DKI Jakarta dengan KPU Provinsi DKI dalam Rangka silaturahim sesame
penyelengga pemilu diprovinsi DKI Jakarta pada tanggal 13 November 2017
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
“Tidak ada gading yang tidak retak”. Demikian sebuah pepatah mengatakan. Pepatah
tersebut sangat relevan untuk merenungi sejarah, kiprah dan dinamika Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta 2012-2017 dan 2017-2022,2018-2023 (dalam buku ini dibatasi hingga 2019). Oleh karena
itu sebagai penutup, kami sampaikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Bawaslu Provinsi DKI Jakarta 2012-2017 dan 2012-2019 sudah berusaha keras untuk
melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya sebagaimana dimanatkan oleh peraturan
perundangan. Hal ini ditunjukkan dengan efektivitas melaksanakan fungsinya di bidang
pengawasan, pencegahan dan penindakan terhadap pelanggara Pemilu 2014 dan Pemilu
Serentak 2019 atau Pilkada DKI 2017. Sehingga memberikan kontribusi positif bagi
terselenggaranya Pemilu atau Pilkada di DKI Jakarta yang Luber, Jurdil, aman dan damai
pada khususnya dan pembangunan demokrasi pada umumnya.
2. Sekretariat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta 2012-2017 dan 2012-2019 sudah berusaha
melaksanakan tugas, fungsi dan wewenangnya sebagaimana dimanatkan oleh peraturan
perundangan. Hal ini ditunjukkan dengan kemampuannya dalam memfasilitasi tugas dan
fungsi Bawaslu baik di bidang sekretariat, anggaran, sarana dan prasarana, soliditas
institusi dan sebagainya. Sehingga institusi dan organisasi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
tumbuh dan berkembang menjadi lebih mandiri dan solid dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya.
3. Meskipun dari waktu ke waktu, tahun ke tahun dan periode ke periode kinerja Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan, tidak berarti Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
tidak mempunyai kelemahan dan kekurangan. Sebaliknya, Bawaslu Provinsi DKI Jakarta
masih banyak mempunyai kelemahan dan kekurangan, baik yang terkait dengan aktualisasi
fungsi komisioner maupun sekretariat Bawaslu Provinsi DKI Jakarta . Kelemahan atau
kekurangan tersebut ada yang disebabkan faktor perundangan, namun tidak sedikit pula
yang berpangkal dari sumber daya dan manajemen organisasi. Hal ini berdampak kepada
masih adanya stakeholder Bawaslu Provinsi DKI Jakarta yang belum puas dengan kinerja
Bawaslu Provinsi DKI Jakarta .
B. Saran Saran
Sedangkan terkait dengan saran-saran perbaikan ke depan, dapat kami sampaikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Bawaslu Provinsi DKI Jakarta kini dan ke depan harus belajar dari sejarah, kiprah, karya
dan pengabdian yang sudah dilakukan oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta 2012-2017 dan
2017-2019 (dari masa bakti hingga 2022). Dengan belajar dari pengalaman itulah Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta kini dan ke depan berpeluang akan menjadi institusi demokrasi lebih
terpercaya. Bentuk nyata dari belajar dari sejarah masa lalu adalah dengan cara
“memelihara warisan, nilai dan tradisi lama yang positif seraya mengadopsi nilai-nilai
baru yang terbaik untuk kemaslahatan organisasi Bawaslu Provinsi DKI Jakarta ”.
2. Dari sisi sumber daya manusia (SDM), disarankan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta ke depan
makin meningkatkan kualitasnya dengan cara melakukan lebih banyak lagi kegiatan yang
berorientasi kepada peningkatan kualitas SDM, baik di lingkungan komisioner maupun
sekretariat. Sebab hanya dengan kualitas SDM yang unggul, pelaksanaan tugas dan fungsi
Bawaslu dapat dilaksanakan dengan lebih efektif dan efisien dengan hasilnya yang lebih
maksimal dan optimal.
3. Dari sisi organisasi, disarankan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta ke depan makin melakukan
penguatan organisasi dan soliditas dan team work, baik antar sesama komisioner, sesama
sekretariat dan juga antara komisioner dengan sekretariat. Sebab hanya dengan organisasi
yang kuat dan team work yang solid, aktualisasi fungsi dan peran Bawaslu Provinsi DKI
Jakarta akan makin efektif, menumbuhkan spirit of the corp serta menjadikan Bawaslu
Provinsi DKI Jakarta sebagai institusi pengawal demokrasi yang terpecaya oleh berbagai
mitra kerjanya.