( 2.2.1 ) Enzim & Katalis

Embed Size (px)

Citation preview

TUGAS KIMIA DASAR II (RESPONSI) SEMESTER II

KATALIS DAN ENZIM

HELEN MARGARETH / 6209004 TIFFANY ARDELIEN / 6209038 DANIEL / 6209080 YOLA EVIANTI / 6209098 MELINDA IRVINA / 6209126

KATALISKatalis adalah suatu zat yang dapat meningkatkan laju reaksi tanpa mengalami perubahan kimia secara permanen. Katalis dapat bekerja dengan membentuk senyawa antara atau mengabsorpsi zat yang direaksikan. Suatu reaksi yang menggunakan katalis disebut reaksi katalis dan prosesnya disebut katalisme. Sebagai contoh, pada reaksi pembentukan KCl, digunakan MnO2 sebagai katalis, serta penggunaan arang sebagai katalis dalam pembentukan HCl. 2KClO3 (g) > 2KCl (s) + 3O2 (g) H2 (g) + Cl2 (g) > 2HCl (g) Secara umum proses suatu reaksi kimia dengan penambahan katalis dapat dijelaskan sebagai berikut. Perhatikan zat A dan zat B yang direaksikan membentuk zat AB dengan zat C sebagai katalis. A + B > AB (reaksi lambat) Bila tanpa katalis diperlukan energi pengaktifan yang tinggi dan terbentuknya AB lambat. Tetapi dengan adanya katalis C, maka terjadilah reaksi: A + C > AC (reaksi cepat) Energi pengaktifan diturunkan, AC terbentuk cepat dan seketika itu juga AC bereaksi dengan B membentuk senyawa ABC. AC + B > ABC (reaksi cepat) Energi pengaktifan reaksi ini rendah sehingga dengan cepat terbentuk ABC yang kemudian mengurai menjadi AB dan C. Energi pengaktifan reaksi zat A dan zat B tanpa dan dengan katalis ditunjukkan dalam gambar. ABC > AB + C (reaksi cepat)

Katalis menyebabkan energi pengaktifan reaksi lebih rendaH

Terdapat dua macam katalis, yaitu katalis positif (katalisator) yang berfungsi mempercepat reaksi, dan katalis negatif (inhibitor) yang berfungsi memperlambat laju reaksi. Katalisator berperan menurunkan energi pengaktifan, dan membuat orientasi molekul sesuai untuk terjadinya tumbukan. Katalisator dibedakan atas katalisator homogen dan katalisator heterogen. Katalisator Homogen

Katalisator homogen adalah katalisator yang mempunyai fasa sama dengan zat yang dikatalisis. Contohnya adalah penggunaan besi (III) klorida (FeCl3) sebagai katalis pada reaksi penguraian hidrogen peroksida menjadi air dan gas oksigen menurut persamaan: 2 H2O2 (l) > 2 H2O (l) + O2 (g) Katalisator homogen sulit untuk dipakai lagi karena katalis homogen memiliki fasa yang sama dengan zat yang dikatalis sehingga katalisator homogen yang sudah tercampur sulit dipisahkan lagi. Katalisator Heterogen

Katalisator heterogen adalah katalisator yang mempunyai fasa tidak sama dengan zat yang dikatalisis. Umumnya katalisator heterogen berupa zat padat. Banyak proses industri yang menggunakan katalisator heterogen, sehingga proses dapat berlangsung lebih cepat dan biaya produksi dapat dikurangi. Banyak logam yang dapat mengikat cukup banyak molekul-molekul gas pada permukannya, misalnya Ni, Pt, Pd dan V. (Katalis platina, digunakan pada proses Oswald dalam industri asam nitrat, pengubah katalitik pada knalpot kendaraan bermotor) Gaya tarik menarik antara atom logam dengan molekul gas dapat memperlemah ikatan kovalen pada molekul gas, dan bahkan dapat memutuskan ikatan itu. Akibatnya molekul gas yang teradborpsi pada permukaan logam ini menjadi lebih reaktif daripada molekul gas yang tidak terabsorbsi. Prinsip ini adalah kerja dari katalis heterogen, yang banyak dimanfaatkan untuk mengkatalisis reaksi-reaksi gas. Di beberapa negara maju, kendaraan bermotor telah dilengkapi dengan katalis dari oksida logam atau paduan logam pada knalpotnya sehingga dapat mempercepat reaksi antara gas CO dengan udara. Dalam industri banyak dipergunakan nikel atau platina sebagai katalis pada reaksi hidrogenasi terhadap asam lemak tak jenuh.

BIOKATALISBiokatalis merupakan katalis yang berperan untuk mengkatalisis reaksi yang berlangsung di dalam tubuh makhluk hidup. Senyawa yang termasuk biokatalis adalah enzim. Enzim memiliki mekanisme kerja yang sangat spesifik, yaitu satu enzim hanya bekerja untuk mengkatalisis satu macam reaksi. Sebagai contoh, enzim amilase hanya bekerja pada penguraian amilum dan tidak dapat bekerja pada proses reaksi lain. Penggunaan biokatalis atau enzim terbukti mampu menurunkan kadar polutan pada limbah industri. Ini menjadikan industri bisa menghemat biaya pengelolaan limbah dan menekan tingkat pencemaran. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa produksi biokatalis bisa dilakukan di dalam negeri. Sayangnya, pasar masih tergantung pada produk impor. Sedangkan Biokatalisis merupakan suatu reaksi kimiawi yang menggunakan katalis biologis (biokatalis), merupakan metoda yang tidak asing dalam proses sintesis kimia organik di ranah akademis maupun dalam tataran industri. Sampai saat ini, metoda tersebut banyak berperan dalam industri kimia dan farmasi, industri pangan dan pakan, serta dalam pengelolaan limbah dan remediasi lingkungan. Sehingga, tidaklah mengherankan, bila biokatalisis dianggap sebagai komponen penting dan bagian yang tak terpisahkan dari industri life-science. Di masa depan, peranan biokatalisis juga akan semakin penting dalam industri kimia modern. Metode ini akan menjadi proses inti untuk memproduksi senyawa yang sulit atau tidak dapat dilakukan dengan teknik-teknik kimia konvensional, seperti dalam sintesa senyawa-senyawa Biokatalis, yang berupa enzim, sel mikroba (hidup atau mati), yang terikat dalam matriks atau bebas, secara tradisional telah digunakan untuk mengkonversi bahan baku yang berasal dari bahan organik atau bahan baku yang terbarukan. Namun, pemanfaatannya terus meluas, sehingga digunakan juga untuk mengolah material yang berasal dari bahan bakar fosil. Pemanfaatannya juga begitu beragam, dari biotransformasi senyawa khiral secara enzimatis untuk produksi obat sampai desulfurisasi bahan bakar diesel menggunakan mikroba. Dalam skala industri, misalnya, biokatalis telah digunakan untuk produksi fruktosa, aspartame, penisilin semi sintetik dan obat kanker. Selain itu, biokatalisis dianggap sebagai representasi dari suatu strategi yang menjanjikan dalam menopang konsep green chemistry. Seperti kita ketahui, isu-isu lingkungan merupakan hal yang penting bagi industri. Pemikiran untuk menekan polusi telah meningkatkan ketertarikan mereka terhadap produk dan proses kimia, yang ramah lingkungan, dapat menekan jumlah limbah dan konsumsi energi, serta yang memihak pada penggunaan sumber daya terbarukan daripada bahan baku berbasis petroleum. Dan tampaknya biokatalisis, secara ideal dapat memenuhi tuntutan itu.

ENZIMEnzim adalah biomolekul yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Hampir semua enzim merupakan protein. Pada reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut sebagai substrat, dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang berbeda, disebut produk. Hampir semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat. Berdasarkan strukturnya, enzim terdiri atas komponen yang disebut apoenzim yang berupa protein dan komponen lain yang disebut gugus prostetik yang berupa nonprotein, senyawa organik yang berikatan kuat dengan enzim, FAD (Flavin Adenin Dinucleotide), biotin, dan heme merupakan gugus prostetik yang mengandung zat besi berperan memberi kekuatan ekstra pada enzim terutama katalase, peroksidae, sitokrom oksidase. Gugus prostetik dibedakan menjadi koenzim dan kofaktor. Koenzim berupa gugus organik non protein kompleks, seperti NAD (Nicotineamide Adenine Dinucleotide), koenzim-A, ATP, dan vitamin yang berperan dalam memindahkan gugus kimia, atom, atau elektron dari satu enzim ke enzim lain. Kofaktor berupa gugus anorganik yang biasanya berupa ion-ion logam yang berikatan lemah dengan enzim, Fe, Ca, Mn, Zn, K, Co. Ion klorida, ion kalsium merupakan contoh ion anorganik yang membantu enzim amilase mencerna karbohidrat (amilum). Beberapa jenis vitamin seperti kelompok vitamin B merupakan koenzim ( kofaktor yang terdiri atas molekul organik yang kompleks). Jadi, enzim yang utuh tersusun atas bagian protein yang aktif yang disebut apoenzim dan koenzim, yang bersatu dan kemudian disebut holoenzim.

Sifat Enzim Enzim adalah protein, karenanya enzim bersifat thermolabil, membutuhkan pH dan suhu yang tepat. Enzim bekerja secara spesifik, substrat spesifik (selektif terhadap senyawa atau kelompok senyawa tertentu), atau regio-spesifik, atau stereospesifik (selektif hanya terhadap salah satu stereoisomer). Enzim berfungsi sebagai katalis, yaitu mempercepat terjadinya reaksi kimia tanpa mengubah kesetimbangan reaksi. Enzim hanya diperlukan dalam jumlah sedikit. Enzim dapat bekerja secara bolak-balik. Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain suhu, ph, konsentrasi enzim/substrat, serta aktivator / inhibitor.

Faktor Faktor yang Mempengaruhi Enzim Suhu Sebagian besar enzim mempunyai suhu optimum yang sama dengan suhu normal sel organisme tersebut. Suhu optimum enzim pada hewan poikilotermik/ berdarah dingin biasanya lebih rendah daripada enzim pada hewan homeotermik/berdarah panas. Contohnya, suhu optimum enzim pada manusia adalah 37oC sedangkan pada katak adalah 25oC. Kenaikan suhu di atas suhu optimum dapat mengakibatkan peningkatan atau penurunan aktivitas enzim. Secara umum, tiap kenaikan suhu 10oC, kecepatan reaksi menjadi dua kali lipat dalam batas suhu yang wajar. Hal tersebut juga berlaku pada enzim. Panas yang ditimbulkan akibat kenaikan suhu dapat mempercepat reaksi sehingga kecepatan molekul meningkat. Hasilnya adalah frekuensi dan daya tumbukan molekuler juga meningkat. Akibat kenaikan suhu dalam batas tidak wajar, terjadi perubahan struktur enzim (denaturasi). Enzim yang terdenaturasi akan kehilangan kemampuan katalisnya. Sebagian besar enzim mengalami denaturasi yang tidak dapat balik pada suhu 55-65oC. Enzim yang secara fisik telah rusak biasanya tidak dapat diperbaiki lagi. Hal tersebut merupakan salah satu alasan bahwa enzim lebih aman dimakan pada makanan yang sudah dimasak. Khususnya daging dan telur daripada makanan mentah. Pengontrolan panas terhadap susu dan makanan dengan bahan susu lainya secara dramatis mengurangi penyebaran penyakit seperti TBC. Pada suhu kurang dari suhu optimum, aktivitas enzim mengalami penurunan. Enzim masih beraktivitas pada suhu kurang dari 0 oC dan aktivitasnya hampir terhenti pada suhu 196 oC. pH (Tingkat Keasaman) Seluruh enzim peka terhadap perubahan derajat keasaman (pH). Enzim menjadi nonaktif/kehilangan fungsinya bila diperlakukan pada asam basa yang sangat kuat. Sebagian besar enzim dapat bekerja paling efektif pada kisaran pH lingkungan yang agak sempit. Diluar pH optimum tersebut, kenaikan atau penurunan pH menyebabkan penurunan aktivitas enzim dengan cepat. Misalnya, enzim pencerna dilambung mempunyai pH optimum 2 sehingga hanya dapat bekerja pada kondisi sangat asam. Sebaliknya, enzim pencerna protein yang dihasilkan pankreas mempunyai pH Optimum 8,5 . Kebanyakan enzim intrasel mempunyai pH optimum sekitar 7,0 (netral). Pengaruh pH terhadap kerja enzim dapat terdeteksi karena enzim terdiri atas protein. Jumlah muatan positif dan negative yang terkandung didalam molekul protein serta bentuk permukaan protein sebagian ditentukan oleh pH. Konsentrasi Enzim dan Substrat Semakin tinggi konsentrasi enzim maka akan semakin mempercepat terjadinya reaksi dan konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi. Jika sudah

mencapai titik jenuhnya, maka konsentrasi substrat berbanding terbalik dengan kecepatan reaksi. Dewasa ini, enzim adalah senyawa yang umum digunakan dalam proses produksi. Enzim yang digunakan pada umumnya berasal dari enzim yang diisolasi dari bakteri. Penggunaan enzim dalam proses produksi dapat meningkatkan efisiensi yang kemudian akan meningkatkan jumlah produksi. Aktivator dan Inhibitor Aktivator adalah zat yang dapat mengaktifkan dan meningkatkan kerja enzim. Misalkan ion klorida, yang dapat mengaktifkan enzim amylase, sedangkan inhibitor adalah zat yang dapat menghambat kerja enzim. Inhibitor merupakan senyawa selain substrat yang biasa terikat pada sisi aktif enzim (substrat normal) sehingga antara substrat dan inhibitor terjadi persaingan untuk mendapatkan sisi aktif . Persaingan tersebut terjadi karena inhibitor biasanya mempunyai kemiripan kimiawi dengan substrat normal. Pada konsentrasi substrat yang rendah akan terlihat dampak inhibitor terhadap laju reaksi, kondisi tersebut berbalik bila konsentrasi substrat naik. Berdasarkan cara kerjanya, inhibitor terbagi dua, yaitu inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif : Inhibisi Kompetitif adalah inhibitor yang bersaing aktif dengan substrat untuk mendapatkan situs aktif enzim, Inhibitor kompetitif mengikat enzim secara reversibel, menghalangi pengikatan substrat. Di lain pihak, pengikatan substrat juga menghalangi pengikatan inhibitor, contohnya sianida yang bersaing dengan oksigen dalam pengikatan hb (hemoglobin). Pada inihibisi kompetitif, inhibitor dan substrat berkompetisi untuk berikatan dengan enzim. Seringkali inhibitor kompetitif memiliki struktur yang sangat mirip dengan substrat asli enzim. Inhibisi Non Kompetitif adalah inhibitor yang melekat pada sisi lain selain situs aktif pada enzim, yang lama kelamaan dapat mengubah sisi aktif enzim, proses perikatan enzim dengan substrat disebut inhibisi. Pada inhibisi tak kompetitif, inhibitor tidak dapat berikatan dengan enzim bebas, namun hanya dapat dengan kompleks ES (enzyme-substrate). Kompleks EIS (enzyme-inhibitor-substrate) yang terbentuk kemudian menjadi tidak aktif. Jenis inhibisi ini sangat jarang, namun dapat terjadi pada enzim-enzim multimerik.

-

Dikarenakan inhibitor menghambat fungsi enzim, inhibitor sering digunakan sebagai obat. Contohnya adalah inhibitor yang digunakan sebagai obat aspirin. Aspirin menginhibisi enzim COX-1 dan COX-2 yang memproduksi pembawa pesan peradangan prostaglandin, sehingga ia dapat menekan peradangan dan rasa sakit. Namun, banyak pula inhibitor enzim lainnya yang beracun. Sebagai contohnya, sianida yang merupakan inhibitor enzim ireversibel, akan bergabung dengan tembaga dan besi pada tapak aktif enzim sitokrom c oksidase dan memblok pernafasan sel.

Mekanisme Kerja Enzim

Menurunkan energi aktivasi dengan menciptakan suatu lingkungan yang mana keadaan transisi terstabilisasi (contohnya mengubah bentuk substrat menjadi konformasi keadaan transisi ketika ia terikat dengan enzim.) Menurunkan energi keadaan transisi tanpa mengubah bentuk substrat dengan menciptakan lingkungan yang memiliki distribusi muatan yang berlawanan dengan keadaan transisi. Menyediakan lintasan reaksi alternatif. Contohnya bereaksi dengan substrat sementara waktu untuk membentuk kompleks Enzim-Substrat antara. Menurunkan perubahan entropi reaksi dengan menggiring substrat bersama pada orientasi yang tepat untuk bereaksi. Menariknya, efek entropi ini melibatkan destabilisasi keadaan dasar, dan kontribusinya terhadap katalis relatif kecil.

Teori Kunci dan Gembok (Lock and Key Theory)Enzim sangatlah spesifik. Pada tahun 1894, Emil Fischer terjadinya reaksi antara substrat dengan enzim karena adanya kesesuaian bentuk ruang/ geometri antara substrat dengan situs aktif (active site) dari enzim, sehingga sisi aktif enzim cenderung kaku. Menurutnya substrat berperan sebagai kunci masuk ke dalam situs aktif, yang berperan sebagai gembok, sehingga terjadi kompleks enzim-substrat. Hal ini sering dirujuk sebagai model "Kunci dan Gembok". Manakala model ini menjelaskan kespesifikan enzim, ia gagal dalam menjelaskan stabilisasi keadaan transisi yang dicapai oleh enzim. Pada saat ikatan kompleks enzim-substrat terputus, produk hasil reaksi akan dilepas dan enzim akan kembali pada konfigurasi semula. Model ini telah dibuktikan tidak akurat, dan model ketepatan induksilah yang sekarang paling banyak diterima.

Teori Kecocokan Induksi (Induced Fit Theory)Berbeda dengan teori kunci gembok, menurut teori kecocokan induksi reaksi antara enzim dengan substrat berlangsung karena adanya induksi substrat terhadap situs aktif enzim sedemikian rupa sehingga keduanya merupakan struktur yang

komplemen atau saling melengkapi. Menurut teori ini situs aktif tidak bersifat kaku, tetapi lebih fleksibel. Pada tahun 1958, Daniel Koshland mengajukan modifikasi model kunci dan gembok: oleh karena enzim memiliki struktur yang fleksibel, tapak aktif secara terus menerus berubah bentuknya sesuai dengan interaksi antara enzim dan substrat. Akibatnya, substrat tidak berikatan dengan tapak aktif yang kaku. Orientasi rantai samping asam amino berubah sesuai dengan substrat dan mengijinkan enzim untuk menjalankan fungsi katalitiknya. Pada beberapa kasus, misalnya glikosidase, molekul substrat juga berubah sedikit ketika ia memasuki tapak aktif. Tapak aktif akan terus berubah bentuknya sampai substrat terikat secara sepenuhnya, yang mana bentuk akhir dan muatan enzim ditentukan.

Termodinamika Enzim

Tahapan-tahapan energi pada reaksi kimia. Substrat memerlukan energi yang banyak untuk mencapai keadaan transisi, yang akan kemudian berubah menjadi produk. Enzim menstabilisasi keadaan transisi, menurunkan energi yang diperlukan untuk menjadi produk. Sebagai katalis, enzim tidak mengubah posisi kesetimbangan reaksi kimia. Biasanya reaksi akan berjalan ke arah yang sama dengan reaksi tanpa katalis. Perbedaannya adalah, reaksi enzimatik berjalan lebih cepat. Namun, tanpa keberadaan enzim, reaksi samping yang memungkinkan dapat terjadi dan menghasilkan produk yang berbeda. Lebih lanjut, enzim dapat menggabungkan dua atau lebih reaksi, sehingga reaksi yang difavoritkan secara termodinamik dapat digunakan untuk mendorong reaksi yang tidak difavoritkan secara termodinamik. Sebagai contoh, hidrolsis ATP sering kali menggunakan reaksi kimia lainnya untuk mendorong reaksi. Enzim mengatalisasi reaksi maju dan balik secara seimbang. Enzim tidak mengubah kesetimbangan reaksi itu sendiri, namun hanya mempercepat reaksi saja. Sebagai contoh, karbonat anhidrase mengatalisasi reaksinya ke dua arah bergantung pada konsentrasi reaktan.

(dalam jaringan tubuh; konsentrasi CO2 yang tinggi)

(pada paru-paru; konsentrasi CO2 yang rendah) Walaupun demikian, jika kesetimbangan tersebut sangat memfavoritkan satu arah reaksi, yakni reaksi yang sangat eksergonik, reaksi itu akan menjadi ireversible. Pada kondisi demikian, enzim akan hanya mengatalisasi reaksi yang diijinkan secara termodinamik.

Kinetika Enzim

Mekanisme reaksi enzimatik untuk sebuah subtrat tunggal. Enzim (E) mengikat substrat (S) dan menghasilkan produk (P). Kinetika enzim menginvestigasi bagaimana enzim mengikat substrat dengan mengubahnya menjadi produk. Data laju yang digunakan dalam analisa kinetika didapatkan dari asal enzim. Pada tahun 1902, Victor Henri mengajukan suatu teori kinetika enzim yang kuantitatif, namun data eksperimennya tidak berguna karena perhatian pada konsentrasi ion hidrogen pada saat itu masih belum dititikberatkan. Setelah Peter Lauritz Srensen menentukan skala pH logaritmik dan memperkenalkan konsep penyanggaan (buffering) pada tahun 1909, kimiawan Jerman Leonor Michaelis dan murid bimbingan pascadokotoralnya yang berasal dari Kanada, Maud Leonora Menten, mengulangi eksperimen Henri dan mengkonfirmasi persamaan Henri. Persamaan ini kemudian dikenal dengan nama Kinetika Henri-Michaelis-Menten (kadang-kadang juga hanya disebut kinetika Michaelis-Menten). Hasil kerja mereka kemudian dikembangkan lebih jauh oleh G. E. Briggs dan J. B. S. Haldane. Penurunan persamaan kinetika yang diturunkan mereka masih digunakan secara meluas sampai sekarang. Salah satu kontribusi utama Henri pada kinetika enzim adalah memandang reaksi enzim sebagai dua tahapan. Pada tahap pertama, subtrat terikat ke enzim secara reversible, membentuk kompleks enzim-substrat. Kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai kompleks Michaelis. Enzim kemudian mengatalisasi reaksi kimia dan melepaskan produk.

Kurva kejenuhan suatu reaksi enzim yang menunjukkan relasi antara konsentrasi substrat (S) dengan kelajuan (v). Enzim dapat mengatalisasi reaksi dengan kelajuan mencapai jutaan reaksi per detik. Sebagai contoh, tanpa keberadaan enzim, reaksi yang dikatalisasi oleh enzim orotidina 5'-fosfat dekarboksilase akan memerlukan waktu 78 juta tahun untuk mengubah 50% substrat menjadi produk. Namun, apabila enzim tersebut ditambahkan, proses ini hanya memerlukan waktu 25 milidetik. Laju reaksi bergantung pada kondisi larutan dan konsentrasi substrat. Kondisi-kondisi yang menyebabkan denaturasi protein seperti temperatur tinggi, konsentrasi garam yang tinggi, dan nilai pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menghilangkan aktivitas enzim. Sedangkan peningkatan konsentrasi substrat cenderung meningkatkan aktivitasnya. Untuk menentukan kelajuan maksimum suatu reaksi enzimatik, konsentrasi substrat ditingkatkan sampai laju pembentukan produk yang terpantau menjadi konstan. Hal ini ditunjukkan oleh kurva kejenuhan di samping. Kejenuhan terjadi karena seiring dengan meningkatnya konsentrasi substrat, semakin banyak enzim bebas yang diubah menjadi kompleks substrate-enzim ES. Pada kelajuan yang maksimum (Vmax), semua tapak aktif enzim akan berikatan dengan substrat, dan jumlah kompleks ES adalah sama dengan jumlah total enzim yang ada. Namun, Vmax hanyalah salah satu konstanta kinetika enzim. Jumlah substrat yang diperlukan untuk mencapai nilai kelajuan reaksi tertentu jugalah penting. Hal ini diekspresikan oleh konstanta Michaelis-Menten (Km), yang merupakan konsentrasi substrat yang diperlukan oleh suatu enzim untuk mencapai setengah kelajuan maksimumnya. Setiap enzim memiliki nilai Km yang berbeda-beda untuk suatu subtrat, dan ini dapat menunjukkan seberapa kuatnya pengikatan substrat ke enzim. Konstanta lainnya yang juga berguna adalah kcat, yang merupakan jumlah molekul substrat yang dapat ditangani oleh satu tapak aktif per detik. Efisiensi suatu enzim diekspresikan oleh kcat/Km. Ia juga disebut sebagai konstanta kespesifikan dan memasukkan tetapan kelajuan semua langkah reaksi. Karena konstanta kespesifikan mencermikan kemampuan katalitik dan afinitas, ia dapat digunakan untuk membandingkan enzim yang satu dengan enzim yang lain, ataupun enzim yang sama dengan substrat yang berbeda. Konstanta kespesifikan maksimum teoritis disebut limit difusi dan nilainya sekitar 108 sampai 109 (M-1 s-1). Pada titik ini, setiap penumbukkan enzim dengan substratnya akan menyebabkan katalisis, dan laju

pembentukan produk tidak dibatasi oleh laju reaksi, melainkan oleh laju difusi. Enzim dengan sifat demikian disebut secara katalitik sempurna ataupun secara kinetika sempurna. Contoh enzim yang memiliki sifat seperti ini adalah karbonat anhidrase, asetilkolinesterase, katalase, fumarase, -laktamase, dan superoksida dismutase. Kinetika Michaelis-Menten bergantung pada hukum aksi massa, yang diturunkan berdasarkan asumsi difusi bebas dan pertumbukan acak yang didorong secara termodinamik. Namun, banyak proses-proses biokimia dan selular yang menyimpang dari kondisi ideal ini, disebabkan oleh kesesakan makromolekuler (macromolecular crowding), perpisahan fase enzim/substrat/produk, dan pergerakan molekul secara satu atau dua dimensi. Pada situasi seperti ini, kinetika Michaelis-Menten fraktal dapat diterapkan. Beberapa enzim beroperasi dengan kinetika yang lebih cepat daripada laju difusi. Hal ini tampaknya sangat tidak mungkin. Beberapa mekanisme telah diajukan untuk menjelaskan fenomena ini. Beberapa protein dipercayai mempercepat katalisis dengan menarik substratnya dan melakukan pra-orientasi substrat menggunakan medan listrik dipolar. Model lainnya menggunakan penjelasan penerowongan kuantum mekanika, walaupun penjelasan ini masih kontroversial. Penerowongan kuantum untuk proton telah terpantau pada triptamina.

Aplikasi EnzimSecara praktis, enzim banyak digunakan di berbagai bidang kegiatan. Enzim digunakan secara luas dalam bidang industri, terutama industri bioteknologi, baik secara konvensional maupun modern, yang mengandalkan teknik rekombinasi gen, pengetahuan dan penggunaan enzim merupakan syarat mutlak untuk berhasil. Dalam segmen bioteknologi tradisional dan skala kecil, seperti berbagai industri makanan tingkat rumah tangga, pengetahuan empiris tentang enzim diwariskan secara turuntemurun dan biasanya bercampur dengan pengetahuan empiris tentang penggunaan praktis mikroorganisme, yang secara umum dinamai ragi. Selain itu, enzim juga dipakai secara luas dalam industri lain yang tidak tergolong ke dalam industri bioteknologi dalam arti luas. Contohnya adalah industri tekstil dan industri kertas. Dalam bidang teknologi lingkungan, enzim telah digunakan dalam pengolahan air limbah serta dalam pengolahan sampah, terutama sampah organik. Dalam bidang kedokteran enzim juga telah digunakan dalam diagnosa dan pengobatan suatu penyakit tertentu. Bidang Diagnosis

Pemanfaatan enzim dalam bidang diagnosis secara garis besar dibagi dalam tiga kelompok: 1. Pertanda Kerusakan Suatu Jaringan atau Organ Penggunaan enzim sebagai petanda dari kerusakan suatu jaringan mengikuti prinsip bahwasanya secara teoritis enzim intrasel seharusnya tidak terlacak di cairan

ekstrasel dalam jumlah yang signifikan. Pada kenyataannya selalu ada bagian kecil enzim yang berada di cairan ekstrasel. Keberadaan ini diakibatkan adanya sel yang mati dan pecah sehingga mengeluarkan isinya (enzim) ke lingkungan ekstrasel, namun jumlahnya sangat sedikir dan tetap. Apabila enzim intrasel terlacak di dalam cairan ekstrasel dalam jumlah lebih besar dari yang seharusnya, atau mengalami peningkatan yang bermakna/signifikan, maka dapat diperkirakan terjadi kematian (yang diikuti oleh kebocoran akibat pecahnya membran) sel secara besar-besaran. Kematian sel ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, seperti keracunan bahan kimia (yang merusak tatanan lipid bilayer), kerusakan akibat senyawa radikal bebas, infeksi (virus), berkurangnya aliran darah sehingga lisosom mengalami lisis dan mengeluarkan enzim-enzimnya, atau terjadi perubahan komponen membrane sehingga sel imun tidak mampu lagi mengenali sel-sel tubuh dan sel-sel asing, dan akhirnya menyerang sel tubuh (penyakit autoimun) dan mengakibatkan kebocoran membrane. 2. Reagensia Diagnosis Sebagai reagensia diagnosis, enzim dimanfaatkan menjadi bahan untuk mencari petanda (marker) suatu senyawa. Dengan memanfaatkan enzim, keberadaan suatu senyawa petanda yang dicari dapat diketahui dan diukur berapa jumlahnya. Kelebihan penggunaan enzim sebagai suatu reagensia adalah pengukuran yang dihasilkan sangat khas dan lebih spesifik dibandingkan dengan pengukuran secara kimia, mampu digunakan untuk mengukur kadar senyawa yang jumlahnya sangat sedikit, serta praktis karena kemudahan dan ketepatannya dalam mengukur. 3. Pertanda Pembantu Reagensia Sebagai pertanda pembantu dari reagensia, enzim bekerja dengan memperlihatkan reagensia lain dalam mengungkapkan senyawa yang dilacak. Senyawa yang dilacak dan diukur sama sekali bukan substrat yang khas bagi enzim yang digunakan. Selain itu, tidak semua senyawa memiliki enzimnya, terutama senyawasenyawa sintetis. Oleh karena itu, pengenalan terhadap substrat dilakukan oleh antibodi. Adapun dalam hal ini enzim berfungsi dalam memperlihatkan keberadaan reaksi antara antibodi dan antigen. Bidang Pengobatan

Pemanfaatan enzim dalam pengobatan meliputi penggunaan enzim sebagai obat, pemberian senyawa kimia untuk memanipulasi kinerja suatu enzim dengan demikian suatu efek tertentu dapat dicapai (enzim sebagai sasaran pengobatan), serta manipulasi terhadap ikatan protein-ligan sebagai sasaran pengobatan. 1. Penggunaan enzim sebagai obat biasanya mengacu kepada pemberian enzim untuk mengatasi defisiensi enzim yang terdapat di dalam tubuh manusia untuk mengkatalis rekasi-reaksi tertentu. Berdasarkan lamanya pemberian enzim sebagai pengobatan, maka keadaan defisiensi enzim dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu keadaan defisiensi enzim yang bersifat sementara dan bersifat menetap.

Contoh keadaan defisiensi enzim yang bersifat sementara adalah defisiensi enzimenzim pencernaan. 2. Enzim sebagai sasaran pengobatan merupakan terapi di mana senyawa tertentu digunakan untuk memodifikasi kerja enzim, sehingga dengan demikian efek yang merugikan dapat dihambat dan efek yang menguntungkan dapat dibuat. Berdasarkan sasaran pengobatan, dapat dibagi menjadi terapi di mana enzim sel individu menjadi sasaran dan terapi di mana enzim bakteri patogen yang menjadi sasaran. 3. Interaksi protein-ligan sebagai sasaran pengobatan. Pengobatan dengan sasaran interaksi protein-ligan mengacu kepada prinsip interaksi sistem mediator-reseptor, di mana apabila mediator disaingi oleh molekul analognya sehingga tidak dapat berikatan dengan reseptor, sehingga efek dari mediator tersebut tidak terjadi.

Daftar Pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Enzim http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=13724.0 http://www.chem.qmul.ac.uk/iubmb/enzyme/ http://metabolismelink.freehostia.com/enzim.htm http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/biokimia/artifisial-enzim-untuk-prosesindustri-yang-ramah-lingkungan/ http://forum.um.ac.id/index.php?topic=25285.0