24
xx 초록 이 논문에서 2010 년부터 2013 년까지의 스탠딩에그노래가사를 스틸리스티까로 분석하였다. 논문는 언어에 있는 요쇼를 가진 11 (열한) 노래가사를 구조석 스틸리스티까로 분석하였다. 구조적 스틸리스티까는 노래가사에 있는 발음, 수사적 표현, 문체와 같은 요소들은 작사가에게 어떤 영향을 주는 지를 연구한다. 이 논문의 이론적인 목적은 한국 노래 가사의 문체에 대해 깊게 이해할 있도록 한다. 그리고 논문의 실제적인 목적은 다음 연구에, 특히 스틸리스티까 이론으로 하는 분석에 도움이 있는 목적을 가지고 있다. 11 (열한) 가지 스탠딩에그의 노래 분석에 따르면 노래들은 특별한 문체가 많고 노래의 주제는 대게 사랑이다. 문체론은 문학작품을 아름답게 만들어주기에 문학작품을 해석하는데 매우 중요한 역할을 한다. 키워드: 스탠딩에그, 스틸리스티까

초록 - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/69559/potongan/S1-2014...karya sastra yang lain. Puisi, prosa, dan lirik lagu ketika dituliskan kadang sulit

  • Upload
    haminh

  • View
    234

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

xx

초록

이 논문에서 2010 년부터 2013 년까지의 “스탠딩에그” 노래가사를

스틸리스티까로 분석하였다. 이 논문는 시 언어에 있는 요쇼를 가진 11 (열한)

노래가사를 구조석 스틸리스티까로 분석하였다. 구조적 스틸리스티까는

노래가사에 있는 발음, 수사적 표현, 문체와 같은 요소들은 작사가에게 어떤

영향을 주는 지를 연구한다. 이 논문의 이론적인 목적은 한국 노래 가사의

문체에 대해 더 깊게 이해할 수 있도록 한다. 그리고 이 논문의 실제적인 목적은

다음 연구에, 특히 스틸리스티까 이론으로 하는 분석에 도움이 될 수 있는

목적을 가지고 있다. 11 (열한) 가지 스탠딩에그의 노래 분석에 따르면 그

노래들은 특별한 문체가 많고 노래의 주제는 대게 „사랑‟이다. 문체론은

문학작품을 더 아름답게 만들어주기에 문학작품을 해석하는데 매우 중요한

역할을 한다.

키워드: 스탠딩에그, 스틸리스티까

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra dibuat melalui proses yang panjang sehingga terdapat unsur-

unsur keindahan yang terkandung untuk dinikmati dan diapresiasi. Sudjiman (1986 :

68) mengatakan bahwa karya sastra merupakan karya lisan atau tulisan yang memiliki

berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keindahan dalam isi, keartistikan dalam

ungkapannya. Dengan demikian, karya sastra banyak dimanfaatkan oleh pembaca

untuk diapresiasi dari zaman ke zaman.

Jenis karya sastra di Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu puisi, prosa, dan drama.

Sedangkan itu, perkembangan sastra Korea dimulai sejak zaman Tiga Kerajaan.

Secara kronologis sastra Korea dibagi menjadi dua periode, yaitu sastra klasik dan

sastra modern. Sastra Korea klasik (±5SM-±19M) dikembangkan berdasarkan

kepercayaan tradisional rakyat Korea, seperti pengaruh ajaran Taoisme,

Kofusianisme, dan Buddhisme. (Indrastuti, 2013:2) Sastra Korea klasik dibagi

menjadi tiga, yaitu lirik (hyangga, goguryeo gayo, dan sijo), novel, dan drama (drama

boneka, drama shaman, dan drama tari topeng). Sastra Korea modern (±20M-

sekarang) muncul dengan latar belakang runtuhnya Dinasti Joseon pada permulaan

abad ke-20M. Periode sastra modern dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu 1) Periode

2

Sastra Pencerahan (Pertengahan abad ke-19 sampai awal abad ke-20), 2) Periode

Sastra pada Zaman Penjajahan Jepang (Maret1919-1945), dan 3) Periode Sastra

Divisi Nasional (1945-sekarang). Sastra Korea modern dikembangkan berdasarkan

pengaruh Barat yang tersebar melalui Jepang dan Cina. Hal yang membedakan antara

sastra klasik dan modern adalah penggunaan bahasanya. Bahasa yang digunakan

dalam sastra klasik adalah bahasa Cina, sedangkan sastra modern sudah

menggunakan bahasa Korea (hangeul) (Indrastuti, 2013:4).

Puisi sebagai salah satu jenis sastra merupakan pernyataan yang paling padat.

Kemajuan pemikiran masyarakat dari waktu ke waktu membuat puisi terasa lebih

kompleks dan semakin susah untuk dimengerti. Menurut Pradopo (2010 : 3), puisi itu

karya estetis yang bermakna, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang kosong

tanpa makna. Puisi itu rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting,

diubah dalam wujud yang paling berkesan. Pembacaan puisi juga berbeda dengan

karya sastra yang lain. Puisi, prosa, dan lirik lagu ketika dituliskan kadang sulit

dibedakan tetapi perbedaan dapat diketahui setelah “dibunyikan”. Meskipun orang

tidak memahami isinya, ketika mendengarkan puisi dibacakan orang akan

mengetahui bahwa yang dibacakan adalah puisi karena adanya metrum. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:953) metrum adalah ukuran irama yang

ditentukan oleh jumlah dan panjang tekanan suku kata dalam setiap baris. Metrum

yang diungkapkan berulang–ulang akan menghasilkan ritme atau irama yang teratur.

3

Bunyi bahasa dan karya sastra tidak dapat terpisahkan. Puisi yang

“dibunyikan” sering disejajarkan juga dengan lagu. Unsur-unsur yang terdapat pada

sebuah lagu dikatakan mirip dengan puisi dalam hal wujud pengekspresian

linguistiknya. Bahasa yang digunakan singkat dan pendek, tetapi kaya akan makna.

Bahasa lirik lagu yang tidak jauh berbeda dengan bahasa puisi diperkuat dengan

pengertian lirik lagu, “ Lirik adalah puisi yang pendek yang mengekspresikan emosi”.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:528) lirik lagu adalah karya puisi

yang dinyayikan. Bentuk ekspresi emotif tersebut diwujudkan dalam bunyi dan kata.

Dalam buku ensiklopedia musik jilid 1 (1992:324) disebutkan bahwa secara

etimologi, lirik berasal dari kata lyric yang berarti suatu bentuk syair yang digunakan

dalam semua jenis lagu. Lirik-lirik lagu mempunyai ciri khas tersendiri sebab

mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Lirik lagu

merupakan media yang dapat dengan mudah dipahami dan diterima oleh masyarakat

luas. Baik disadari atau tidak disadari, lagu dapat mengubah pemikiran dan perasaan

pendengarnya.

Lagu yang terbentuk dari hubungan antara unsur musik dengan unsur syair

atau lirik lagu merupakan salah satu bentuk komunikasi massa. Lagu sekaligus dapat

menjadi penyampai pesan kepada semua orang. Musikalitas yang indah dan lirik-lirik

yang puitis menjadi senjata yang ampuh untuk mempengaruhi pendengarnya secara

tidak sadar tanpa penolakan. Lagu pada dasarnya ungkapan perasaan, luapan hati dari

penyanyi itu sendiri oleh karena itu, lagu (nyanyian) bisa membuat orang terhibur,

4

terpesona dan bahkan terlena apabila lirik- lirik lagu yang dilantunkan penyanyi

mengena di hati pendengar. Fungsi lagu bisa bermacam-macam bentuknya.

Seringkali seseorang seperti terhipnotis oleh lagu dan menyetujui isi lagu tersebut.

Pemikiran seseorang bisa terpengaruhi dengan lagu hanya karena lirik-liriknya yang

dikemas dengan musikalitas yang tepat dan benar. Misalnya lagu dapat menjadi

pengobar semangat seperti pada masa perjuangan, bahkan lagu dapat digunakan

untuk sarana propaganda dan memprovokasi akan ketidakadilan dan ketimpangan

sosial. Lirik-lirik yang indah dan susah dimengerti oleh pendengar karena

mengandung banyak makna yang tersirat dan ambigu merupakan gambaran kualitas

pencipta lagu. Melalui lirik lagu orang bisa mengetahui style atau gaya yang dimiliki

oleh si pencipta lagu dalam menuangkan curahan hatinya.

Lagu merupakan salah satu bentuk komunikasi yang khas. Pencipta lagu

mempunyai gaya sendiri dalam mengungkapkan daya imajinasinya yang dituangkan

dalam sebuah lirik lagu. Banyaknya makna dan gaya yang berbeda membuat lirik

lagu layak untuk dijadikan bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan teori

stilistika akan untuk menganilisis lirik lagu karya band Standing Egg yang berasal

dari Korea. Korea Selatan merupakan negara maju yang mengedepankan budaya

sebagai senjata untuk memperkenalkan negaranya. Industri kebudayaan pop Korea

berhasil menghipnotis dunia, yang salah satunya dengan lagu. Penyanyi-penyanyi

baru dari Korea menjadi terkenal dan digemari banyak orang di seluruh dunia.

5

Korea terkenal dengan girlband dan boyband yang membawakan lagu-lagu

secara bersama-sama dengan tariannya. Namun, sedikit sekali grup band yang berasal

dari Korea. Sedikitnya band yang terkenal dari Korea tidak membuat grup band di

sana “mati”. Standing Egg merupakan band indie atau band yang menciptakan semua

karyanya secara mandiri. Mereka membuat lirik-lirik lagu, video klip dan rekaman

yang semuanya dikerjakan secara independen atau mandiri. Standing Egg terbentuk

tahun 2010 yang beranggotakan tiga orang yaitu Jin Kyung Min aka Clover (vocal

dan gitar), Han Kyul (double bass) dan Hana (djembe). Lagu lagu Standing Egg

dikarang, diaransemen sendiri sehingga mereka bisa dengan jelas menyampaikan

maksud isi lagu kepada para pendengarnya. Sementara itu, boyband atau girlband

dalam pembuatan lirik dan lagunya kebanyakan dibuatkan oleh orang lain bukan dari

anggota mereka.

Band ini sangat istimewa karena di tengah gencar-gencarnya para pemuda dan

pemudi di Korea berlomba-lomba untuk menjadi Korean Pop Idol dengan Boyband

atau Girlbandnya, mereka melakukan hal yang sebaliknya. Standing Egg membuat

sebuah grup band beraliran akustik jazz. Genre tersebut sangat tidak familiar dalam

industri musik Korea sekarang ini. Aliran akustik jazz dianggap mempunyai lirik dan

musik yang hanya dipahami oleh sebagian kalangan orang saja karena biasanya

mengandung makna-makna yang susah dipahami. Perjuangan grup band selama 3

tahun ini ternyata membuahkan hasil yang positif. Standing Egg sekarang telah

mendapatkan kontrak dari Bon Entertainment untuk memproduseri karya-karya

6

mereka. Standing Egg dua tahun terakhir sanggup mencuri perhatian anak muda di

Korea baik itu di jejaring internet, radio maupun televisi. Hal ini membuktikan bahwa

ada hal spesial yang dimiliki oleh band Standing Egg. Grup band yang beraliran

akustik jazz yang selama ini tidak familiar dan terkenal di Korea mendapatkan

tempatnya di kalangan anak muda Korea.

Sudah pernah ada yang meneliti lagu Korea, tetapi kebanyakan peneliti

menganalisis lagu tersebut dengan menggunakan teori semiotika Riffaterre atau

meneliti unsur kebahasaannya. Penelitian tentang lirik lagu menggunakan teori

stilistika di jurusan Bahasa Korea belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, skripsi

ini mencoba menganalisis lirik-lirik lagu karya Standing Egg itu dengan

menggunakan pendekatan stilistika. Pendekatan dengan teori stilistika menggunakan

beberapa aspek gaya bahasa yang meliputi: (a) bunyi, (b), kata, dan (c) kalimat.

Bunyi dalam bahasa Indonesia agak sedikit berbeda. Dalam bahasa Indonesia

khususnya bunyi vokal hanya di kenal a, e, i, o dan u. Akan tetapi dalam bahasa korea

ada 9 bunyi vocal yang berdiri sendiri sepertiㅏ [a], ㅓ [eo], ㅗ [o], ㅜ [u], ㅡ [eu], ㅣ

[i], ㅐ [ae], ㅔ [e], dan ㅚ [oe]. Jadi dalam penelitian orkestrasi bunyinya bunyi vokal

yang ditemukan dalam huruf Korea akan dikelompokkan dengan bunyi vokal yang

mendekati dengan bunyi dalam bahasa Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalahnya adalah

7

1. Unsur-unsur kepuitisan dalam puisi (lirik lagu) dalam bunyi yang meliputi

asonansi, aliterasi, dan persajakan.

2. Gaya bahasa khas meliputi bahasa kiasan dan kalimat yang berhubungan

dengan sarana retorika.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengarang dan ciri utama gaya bahasa yang

terdapat pada lirik-lirik lagu Standing Egg.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai dua tujuan pokok, tujuan teoretis dan tujuan praktis.

Secara teoretis, penelitian ini memiliki tujuan untuk mengembangkan ilmu sastra

Korea, khususnya dalam kajian lirik lagu. Penelitian ini dilakukan untuk mencari dan

memahami gaya bahasa khas melalui pengkajian unsur-unsur yang digunakan dalam

lirik lagu dan sekaligus menemukan tema dan makna yang terbangun. Selain hal

tersebut, penelitian ini berfungsi sebagai sarana penerapan analisis stilistika dalam

lirik lagu.

Tujuan praktis penelitian ini ialah dapat memberi manfaat, baik secara

akademis maupun non akademis. Dalam aspek akademis, penelitian ini dapat

berfungsi sebagai masukan untuk penelitian selanjutnya, khususnya mengenai studi

kasus menggunakan teori stilistika baik itu dalam penelitian lirik lagu ataupun karya

sastra yang lainnya dalam bahasa Korea. Dari sisi nonakademis, penelitian ini dapat

menambah informasi dan pemahaman tentang kekhasan gaya lirik lagu Standing Egg

yang berasal dari Korea kepada masyarakat. Pada akhirnya, penelitian ini diharapkan

8

dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memahami dan menghargai

karya sastra genre puisi (lirik) dan karya sastra pada umumnya.

1.4 Tinjauan Pustaka

Secara teoretis analisis dengan objek lirik lirik lagu dan menggunakan teori

stilistika belum banyak dilakukan. Lirik lagu merupakan objek yang tergolong baru

untuk dianalisis dengan menggunakan teori sastra. Beberapa analisis yang

menggunakan teori stilistika sebagai objeknya adalah sebagai berikut.

Tesis dari Miftahul Huda tahun 2011 berjudul “Metafora Andrea Hirata dalam

Tetralogi Laskar Pelangi (Sebuah Kajian Stilistika)”. Tesis ini meneliti berbagai

ragam metafora yang digunakan. Ciri khas gaya penulisan Andrea Hirata dalam

tetralogi novel Laskar Pelanginya dianalisis dengan menggunakan teori stilistika.

Tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti yaitu menemukan fungsi dan makna

penggunaan metafora dalam karya-karya Andrea Hirata.

Penelitian tentang lagu yang dibedah dengan stilistika juga pernah dilakukan

oleh Rian Nugraheni tahun 2009 dari jurusan Bahasa Prancis tentang “Lagu-Lagu

Guerilla Poubelle Tinjauan Segi Semantik-Stilistika”, lagu yang dinyanyikan oleh

band tersebut beraliran punk. Punk sendiri merupakan suatu aliran musik yang

menggambarkan kebebasan. Banyak makna yang bersifat konotatif dengan maksud

menyindir para penguasa yang secara tidak langsung mengekang kehidupan manusia.

Penelitian tersebut mengkaji gaya bahasa yang dipakai oleh musisi punk Guerilla

9

Poubelle untuk mengungkapkan perasaan paling terdalam yang dituangkan dalam

sebuah lirik. Banyaknya gaya bahasa yang khas menjadi acuan unsur-unsur stilistika

yang hendak diteliti dalam lirik lagu tersebut.

Penelitian tentang lagu juga pernah dilakukan oleh mahasiswa Bahasa Korea.

Yogi Achmad Fajar pada tahun 2012 “Analisis Unsur Kebahasaan Lirik Lagu Anak-

Anak dalam Bahasa Korea (Studi Kasus pada Lirik Lagu Grup Musik Anak 7 공주 „7

Princess‟ dalam Album “Princess Diary”)”. Skripsi ini membahas lagu anak-anak dan

meneliti tataran kebahasaannya dengan menggunakan fonologi, gramatika

(morfologi-sintaksis), dan leksikon. Skripsi tersebut memudahkan peneliti dalam

pengartian lirik lagu sehingga dapat menjadi acuan penelitian selanjutnya untuk dapat

mengurangi kesalahan arti dalam melakukan penerjemahan.

1.5 Landasan Teori

Karya sastra adalah suatu peristiwa bahasa, dengan menggunakan bahasa

penulis menyampaikan apa yang dipikirkan atau dirasakan sehingga terbentuklah

karya sastra. Apabila wacana bahasa dapat dikaji secara linguistik, maka tidaklah

mustahil diterapkan pendekatan linguistik pada wacana sastra. Pendekatan inilah

yang lebih dikenal dengan pengkajian stilistika. Teeuw (1984:72) mengatakan, bahwa

stilistika merupakan ilmu gaya bahasa yang meneliti pemakaian bahasa yang khas

dan istimewa, yang merupakan cirri khas pengarang dan menyimpang dari bahasa

sehari-hari. Stilistika (stylistics) dapat diterjemahkan sebagai ilmu tentang gaya

10

berbahasa. Secara etimologis stylistics berhubungan dengan kata style yaitu gaya.

Dengan demikian, stilistika adalah ilmu pemanfaatan bahasa dengan mengkaji

penggunaan gaya bahasa secara khusus dalam karya sastra. Gaya bahasa ini

merupakan efek seni dan dipengaruhi oleh hati nurani.

Melalui ide dan pemikirannya, pengarang membentuk konsep gagasannya

untuk menghasilkan karya sastra. Aminuddin (1997:68) mengemukakan bahwa

stilistika adalah wujud dari cara pengarang untuk menggunakan sistem tanda yang

sejalan dengan gagasan yang akan disampaikan. Namun, yang menjadi perhatian

adalah kompleksitas dari kekayaan unsur pembentuk karya sastra; yang dijadikan

sasaran kajian adalah wujud penggunaan sistem tandanya.

Pengertian stilistika banyak dikemukakan oleh para ahli bahasa dan sastra,

yang intinya dapat disarikan bahwa (1) stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa

yang dipergunakan dalam karya sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik dengan

kesusastraan; (2) penerapan linguistik pada penelitian gaya bahasa. Berdasarkan

uraian di atas, terdapat beberapa konsep stilistika antara lain: stilistika merupakan

ilmu yang menyelidiki bahasa dalam sastra; stilistika merupakan ilmu interdisipliner

antara linguistik pada penelitian gaya bahasa. Dengan demikian, stilistika tidak hanya

untuk meneliti puisi saja karena stilistika menyelidiki bahasa yang ada dalam karya

sastra, sedangkan karya sastra tidak hanya puisi saja.

11

Pradopo (1994, 2005:2) menjelaskan stilistika sebagai studi sumber-sumber

ekspresif bahasa yang dibicarakan dan mengeluarkan dari dalamnya studi bahasa

sastra yang diorganisasikan untuk tujuan estetik. Hal ini mengandung pengertian

bahwa bahasa di dunia ini merupakan sumber-sumber ekspresif para pengarang atau

pengguna bahasa pada umumnya. Jika dipakai dalam sebuah karya sastra, maka

bahasa merupakan alat ekspresi bagi pengarang dan ini dipakai untuk tujuan estetik

atau memiliki keindahan.

Dengan demikian, stilistika adalah ilmu yang berdiri sendiri karena objek

penelitiannya adalah bahasa dalam karya sastra. Objek studi linguistik adalah bahasa,

sedangkan objek studi kesusastraan adalah karya sastra yang mempunyai konvesi

sendiri. Oleh karena itu, ada usaha studi stilistika yang berkencenderungan pada ilmu

sastra, dan penelitian stilistika yang dipusatkan pada karya sastra sebagai sumber

gaya dan penggunaan bahasa yang kompleks, dan juga fungsi estetikanya yang

dominan (Pradopo, 1994, 2005:3)

Penjabaran di atas menyatakan lirik lagu hampir sama dengan puisi. Sarana

untuk penganalisisan lirik lagu mengkaji tentang penggunaan aspek bahasanya, yaitu

intonasi, bunyi, kata dan kalimatnya. Hanya saja intonasi (penekanan) hanya tampak

jelas dalam bahasa lisan. Oleh karena itu, dalam penelitian teks tertulis intonasi

jarang untuk diteliti, kecuali dalam hal irama yang tampak dalam struktur bunyi

bahasa karya sastra.

12

Berdasarkan urian diatas, menurut Pradopo (1987:266) maka yang perlu

diteliti dan dideskripsikan adalah semua aspek gaya bahasa yang meliputi: (a) bunyi,

(b), kata, dan (c) kalimat.

(a) Bunyi meliputi aliterasi, asonansi, pola persajakan, orkestrasi, dan

iramanya.

(b) Kata meliputi aspek morfologi, semantik, dan etimologinya.

(c) Kalimat meliputi gaya kalimat dan sarana retorika.

Pada penelitian terhadap lirik-lirik lagu Standing Egg ini menggunakan aspek

bunyi dan kalimat untuk diteliti secara mendalam, dan juga, faktor-faktor yang

mempengaruhi pengarang terhadap karya sastranya.

1.5.1 Bunyi

Menurut Pradopo (1987:22), bunyi memiliki sifat estetik di dalam puisi.

Dalam puisi unsur ini berfungsi sebagai untuk memperdalam ucapan, menimbulkan

rasa, memperjelas bayangan imajinasi, dan menciptakan suasana yang khusus.

Hampir sama dengan pandangan Pradopo, Lexemburg (1984:193) menjelaskan

bahwa bunyi-bunyi memiliki suatu simbol sehingga dengan bunyi tercipta suasana,

perasaan, dan kesan tertentu yang ditententukan oleh asosiasi subjektif. Menurut

Aminudin (2002:132) mengatakan, bunyi dalam teks sastra keberadaanya disikapi

sebagai benda melainkan sebagai tanda yang secara asosiatif berperan sebagai salah

13

satu unsur dalam merealisikan gagasan, suasana, maupun berbagai hal lain satu yang

terkait dengan tujuan dan motif penuturnya. Dari penejelasan tersebut, bisa

disimpulkan bahwa unsur bunyi dipergunakan sebagai orkestrasi, ialah untuk

menimbulkan bunyi musik sehingga unsur bunyi cocok digunakan sebagai analisis

musik misalnya sebagai lagu atau melodi.

Pola bunyi yang berupa pengulangan bunyi tertentu banyak dijumpai dalam

struktur puisi. Perulangan bunyi tersebut selain berfungsi untuk menambah

keestetisan yang timbul karena iramanya, juga mendukung pemaknaan dan

penghidup suasana dalam puisi. Bunyi di dalam puisi berkaitan dengan persajakan,

orkestrasi bunyi, dan simbolik bunyi. Dalam penelitain ini, hanya diambil contoh

persajakan dan orkestrasi bunyi karena unsur tersebut paling sering ditemukan pada

objek lirik-lirik Standing Egg yang akan dikaji.

1.5.1.1 Persajakan

Persajakan ialah persamaan bunyi yang berulang yang terdapat dalam setiap

baris pada puisi, baik didepan, tengah, maupun dibelakang. Menurut Pradopo

(1987:36), sajak merupakan pola estetika, berhubungan dengan keindahan, bahasa

yang disadari oleh ulangan suara yang diupakan dan dialami kesadaran. Sajak dalam

puisi tidak hanya berkaitan dengan keindahan, melainkan juga mengandung daya

ekspresi yang memberikan dan memperkuat kepuitisan dalan sebuah puisi.

14

Menurut Pradopo (1987:37) berpendapat bahwa umumnya terdapat lima sajak

(rima) yang digunakan sebagai unsur kepuitisan di Indonesia, yakni: asonansi,

aliterasi, sajak awal, sajak tengah, dan sajak akhir. Asonansi adalah perulangan

bunyi vokal yang sama dalam baris yang terdapat di puisi. Asonansi berhubungan erat

dengan aliterasi, yakni perulangan bunyi konsonan yang sama dalam puisi. Sajak

awal ialah ulangan suara pola persajakan yang terdapat di awal bait puisi. Sajak

tengah ialah pola persajakan di tengah baris pada setiap baris dan sajak akhir

merupakan pola persajakan yang ditemukan di akhir baris. Menurut Pradopo

(1987:37), sajak akan memperkuat unsur kepuitisan apabila mengandung unsur

ekspresi dan daya evokasi (penggugah rasa). Perulangan bunyi yang pas dengan

irama sebuah musik akan menjadikan lirik lagu enak dan indah untuk didengarkan.

1.5.1.2 Orkestrasi Bunyi

Pada mulanya menurut Pradopo (1987:37), orkestrasi bunyi digunakan

sebagai perlawanan penyair yang mendewakan sajak di dalam puisi. Menurutnya

sajak hendaknya tidak mementingkan pola yang membentuk perulangan, khususnya

perulangan di akhir (sajak akhir). Puisi lama yang mengandalkan sajak yang hanya

diletakan pada akhir baris akan menimbulkan kesan monoton di dalam puisi.

Dalam buku Pradopo (1987:37), setelah tahun 1950 pemakaian sajak

dihidupkan kembali, bukan sebagai bunyi yang teratur, melainkan sebagai orkestrasi

bunyi yang bertujuan menimbulkan bunyi musik yang merdu disesuaikan dengan

15

unsur kepuitisan yang lain. Munculnya orkestrasi bunyi menurut Aminuddin

(2002:137), selain sebagai penataan sajak, juga akibat pemberian aksen dan intonasi

maupun tempo saat puisi dinadakan atau dideklamasikan.

Dalam orkestrasi bunyi, penyair berusaha memilih kata-kata yang khas

sehingga mampu menghidupkan suasana menjadi lebih dinamis dalam setiap barisnya.

Pradopo juga mengatakan (1987:27), bunyi vokal dan konsonan di dalam puisi

disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan bunyi merdu seperti bunyi irama

musik. Kombinasi bunyi tersebut biasanya disebut juga efoni (euphony). Ekspresi

bunyi yang merdu ini umumnya menggambarkan perasaan mesra, kasih sayang,

keriangan, dan vitalitas (Aminudin, 2002:139). Dengan demikian, orkestrasi bunyi ini

membuat puisi menjadi lebih indah dan hidup. Kemerduan efoni dalam orkestrasi

bunyi ini menimbulkan suasana dinamis serta sebagai daya perangsang pembaca

untuk berimajinasi sesuai dengan yang diciptakan oleh penyair. Bunyi efoni

umumnya merupakan bunyi vokal (asonansi), yakni perulangan beberapa bunyi yang

berdekatan dengan beberapa kata sehingga bunyi tersebut enak untuk didengarkan

(Aminuddin, 2002:139).

Lawan dari bunyi efoni adalah bunyi kakofoni (cacophony). Kakofoni

merupakan bunyi yang menggambarkan ketertekanan batin, kebekuan, kesepian,

kesedihan, bahkkan bunyi yang memuakkan (Pradopo,1987:30). Sarana bunyi

kakofoni merupakan bunyi konsonan yang umumnya diletakkan di awal atau akhir

sebuah kata.

16

1.5.2 Kalimat

Puisi memiliki konvesi (kesepakatan) dalam strukturnya baik itu di baris, bait

maupun rimanya. Penerapan konvensi ini tidak selalu sesuai dengan situasi

penggunaan bahasa yang digunakan penyair saat menciptakan karyanya. Sajak

memerlukan kepadatan dan ekspresivitas karena sajak itu hanya mengemukakan inti

masalah atau inti pengalaman. Oleh karena itu, terjadi pemadatan, hanya yang perlu-

perlu saja dinyatakan, maka hubungan kalimat-kalimatnya implisit, hanya tersirat saja

(Pradopo, 1987:271). Pemadatan tersebut mengakibatkan kata-kata atau kalimat

dalam puisi memiliki gaya bahasa yang bermakna denotatif atau konotatif.

Pengkajian tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu gaya bahasa retoris dan

gaya bahasa kiasan.

1.5.2.1 Sarana Retorika

Menurut Aminudin (1995: 4) retorik diartikan sebagai seni dalam

menekankan gagasan dan memberikan efek tertentu bagi penanggapnya. Untuk

menekankan gagasan sehingga lebih persuasif maka diperlukan cara–cara tertentu.

Para penyair menggunakan pemikirannya sehingga mampu menarik perhatian,

pikiran para pembaca sehingga dapat terfokus pada apa yang dikemukakan penyair.

Seperti halnya bahasa kiasan, sarana retorika juga memiliki bermacam bentuk sebagai

berikut:

17

a) Paradoks

Paradoks adalah sarana retorika yang seakan-akan menyatakan sesuatu secara

keterbalikannya. Paradoks semacam ini biasa disebut oksimoron. Contoh:

hidup yang terbaring mati. Kemudian ada juga paradoks yang menyatakan

sesuatu diulang dengan salah satu bagian kalimatnya dibalik, biasa disebut

kiasmus (Pradopo, 1987: 100).

b) Hiperbola

Hiperbola merupakan sarana reorika yang melebih-lebihkan sesuatu dengan

tujuan untuk menyangatkan intensitas dan ekspresivitas (Pradopo, 1987: 97).

1.5.2.2 Bahasa Kiasan (Figurative Language)

Secara garis besar gaya bahasa puisi terdiri dari dua bentuk umum, yaitu

pengiasan dan pelambangan. Bahkan dari bentuknya dapat diklasifikasikan lagi

kedalam berbagai macam bagian. Meskipun demikian, salah satu sifat utama bahasa

kiasan, yaitu mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungannya dengan sesuatu

yang lain (Pradopo 2009:62,Altenberg, 1970: 15)).

Selain menggunakan diksi, untuk menemukan unsur kepuitisan yang lain kita

dapat menggunakan bahasa kiasan. Bahasa kiasan dalam suatu puisi berfungsi untuk

(1) menghasilkan kesenangan imajinatif, (2) menghasilkan makna tambahan atau

18

makna ganda, (3) dapat menambah intensitas dan menambah nyata sikap dan perasan

penyair, dan (4) mengungkapkan makna lebih padat dari suatu puisi.

Jenis-jenis bahasa kiasan tersebut adalah sebagai berikut:

a) Simile

Perbandingan atau perumpamaan atau juga simile adalah bahasa kiasan yang

membandingkan dua hal yang berbeda, tetapi dipersamakan dengan

menggunakan kata-kata seperti, bagai, sebagai, bak, seperti, laksana, se, dan

kata-kata lain (Pradopo, 1987: 68).

b) Metafora

Seperti juga halnya dengan simile, metafora juga membandingkan dua hal

yang berbeda, tetapi tidak menggunakan kata-kata pembanding didalamnya.

Metafora itu melihat sesuatu dengan perantara benda yang lain (Becker, 1978:

317). Metafora menyatakan sesuatu sebagai hal yang sama atau setara dengan

yang lain, yang sesungguhnya tidak sama (Altenberg, 1970: 15).

c) Personifikasi

Personifikasi adalah bahasa kias yang mempersamakan benda mati seperti

layaknya manusia, bisa berbuat seperti manusia. Personifikasi menghidupkan

lukisan, memberikan jiwa keinsanan, dan juga memberi kejelasan, dan

memberikan bayangan agar konkret atau nyata (Pradopo, 1987: 75).

19

d) Metonimia

Metonimia adalah bahasa kias yang menggunakan sebuah kata atau kalimat

untuk menyatukan sesuatu. Pradopo mengatakan bahwa “metonimia adalah

bahasa kias pengganti nama, yakni penggunaan atribut sebuah objek atau

penggunaan sesuatu yang sangat dekat dengan objek yang digantikan” (1987:

77).

e) Sinekdoke

Sinekdoki merupakan bahasa kias yang menyebutkan suatu bagian (hal)

penting dalam suatu benda dari benda itu sendiri, yang kemudian dijabarkan

lagi kedalam bentuk umum, yaitu part pro toto yang menyatakan sebagian hal

untuk keseeluruhan dan to tem pro parte untuk menyatakan keseluruhuan

untuk sebagian (Altenberg, 1970: 22).

1.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengarang dan Karyanya

Secara etimologis pengarang author (Inggris) berasal dari bahasa latin augere

yang berarti menumbuhkan atau menghasilkan. Bahasa sastra dengan demikian

adalah ciptaan pengarang yang digali melalui aspek emosional terdalam (Kutharatna,

2009:95). Dalam hubungan ini secara khusus peranan pengarang dibicarakan dalam

kaitannya dengan gaya bahasa. Pengandaian gaya bukan lagi menjadi baju, tetapi

kulit, bahkan orangnya sendiri, sehingga gaya sudah melekat dalam diri masing-

masing pengarang. Pengarang memang dipengaruhi oleh berbagai macam hal seperti

20

masyarakat, alam atau pengarang lainnya tetapi mereka merupakan personalitas

mandiri, memiliki subjektivitas yang terkandung di dalam jiwa mereka. Menurut

Kutharatna (2009:96), setidaknya paling sedikit ada lima faktor utama proses kreatif

yang mempengaruhi pandangan pengarang, yaitu: a) faktor psikologis, b) didaktis, c)

sosiologis, d) ekonimis, dan e) estetis.

1.6 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif. Menurut Moleong (2006:6) bahwa penelitian kualitatif ialah penelitian

yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain lain secara

holistik dan deskriptif dalam bentuk kata kata pada suatu konteks yang khusus dan

alamiah, dan dengan menggunakan berbagai metode alamiah. Dalam penelitian

kualitatif, akan dihasilkan data deskriptif berupa kata kata tertulis atau lisan dari

orang orang atau pelaku yang diamati (Moleong, 2006:3).

1.6.1 Metode Pengumpulan Data

Lirik-lirik lagu yang dipilih dalam penelitian ini merupakan lagu yang diciptakan

oleh Standing Egg dari 2010–2013. Kemudian diambil beberapa lirik lagu sebagai

sampel yang tepat untuk diaplikasikan dalam proses analisis menggunakan teori

stilistika. Pemilihan lirik lagu menggunakan tekhnik purposive sampling. Purposive

sampling ialah teknik sampling yang digunakan oleh peneliti dengan pertimbangan

21

pertimbangan tertentu dalam pengambilan sampelnya (Arikunto, 2003: 128). Ciri ciri

sampling purposif meliputi 1) sampel tidak dapat ditentukan lebih dahulu; 2) sampel

dipilih secara berurutan berdasarkan keperluan penelitian; 3) sampel dipilih atas dasar

fokus penelitian; dan 4) jumlah sampel ditentukan atas dasar pertimbangan informasi

yang diperlukan dengan cara menghentikan penyampelan jika terjadi pengulangan

informasi. Dalam penelitian ini mengambil 11 lirik lagu Standing Egg dari tahun

2010 sampai 2013 sebagai contoh penelitian, yang berjudul :

1. 내일은 잊을 거야

2. 가슴 아픈 말

3. 넌 이별 난 아직

4. 둘이 아닌가 봐

5. 사랑에 빠져본 적있나요

6. 사랑한다는 말

7. 라라라

8. 키스

9. Hide & seek

10. First Christmas

11. A Perfect Day

22

1.6.2 Metode Analisis Data

Tahap–tahap yang akan dilakukan untuk meneliti lirik lagu Standing Egg

menggunakan kajian stilistika adalah sebagai berikut.

(1) Tahap pertama adalah pengumpulan data yang dimulai dengan pemilihan lirik

yang pas dan mempunyai banyak makna.

(2) Lirik yang sudah dikumpulkan diartikan ke dalam Bahasa Indonesia dengan

bantuan kamus digital maupun buku.

(3) Tahap selanjutnya adalah analisis data, yaitu menggunakan sarana stilistika

yang dapat kita temukan melalui semua aspek gaya bahasa yang meliputi: (a)

bunyi, (b), kata, dan (c) kalimat.

(4) Tahap terakhir adalah menyimpulkan hasil penelitian tersebut.

1.7 Sistematika Penyajian

Secara keseluruhan, penelitian ini disajikan dalam lima bab.

Bab I adalah pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasaan teori, metode penelitian, dan

sistematika penyajian.

Bab II berisi kajian stilistika yang menganalisis tentang bunyi-bunyi yang terdapat

dalam puisi.

23

Bab III menganalisis tentang aspek kata dan kalimat yang erat kaitannya dengan

gaya bahasa dengan pengelompokan sarana retorika dan bahasa kiasan.

Bab IV mencari faktor-faktor yang mempengaruhi pengarang dalam membuat

karyanya.

Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan.