41
22 附录(一) 采访的问题 1. 这个建筑物什么时候成立? 2. 原始形式是怎样?这个建筑物到现在有没有形式和作用的 变化? 3. 如果有形式变化,有什么理由?应该保护建筑物,因为那 是有历史的建筑物列入文化遗产,有城市自己的特别。 4. 如果有作用变化,有什么理由选择这个位置? 5. 未来这个建筑物会不会被维护?有什么理由要维护? 6. 什么保护工作至今为维护本建设的连续性? 7. 保护历史建筑物有没有好处和坏处?(好的方面和不好的 方面) 8. 至今的维护工作是否够了还是还要再开发? 9. 为什么历史建筑物需要保护?对比别的建筑物有什么特别? 10. 周围的社会是否支持参加这建筑物的保护?什么样的作用? 11. 是否有没有专项资金保护这座大楼?

附录(一) 采访的问题 - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/Asli/Lampiran/2011-2-00570 MD Lampiran 1... · (2002) memecahnya ke dalam 7 unsur, yakni sistem religi dan upacara

Embed Size (px)

Citation preview

22  

附录(一)

采访的问题

1. 这个建筑物什么时候成立?

2. 原始形式是怎样?这个建筑物到现在有没有形式和作用的

变化?

3. 如果有形式变化,有什么理由?应该保护建筑物,因为那

是有历史的建筑物列入文化遗产,有城市自己的特别。

4. 如果有作用变化,有什么理由选择这个位置?

5. 未来这个建筑物会不会被维护?有什么理由要维护?

6. 什么保护工作至今为维护本建设的连续性?

7. 保护历史建筑物有没有好处和坏处?(好的方面和不好的

方面)

8. 至今的维护工作是否够了还是还要再开发?

9. 为什么历史建筑物需要保护?对比别的建筑物有什么特别?

10. 周围的社会是否支持参加这建筑物的保护?什么样的作用?

11. 是否有没有专项资金保护这座大楼?

23  

12. 通常用于保护的资金从何而来呢?

13. 这个建筑物的特别是什么?

14. 政府对这个保护建筑物的角色是怎样?政府有没有支持?

15. 是否这个建筑物的历史价值被传说到现在?象怎样的保护

形式?

16. 是否这个建筑物仍然经常有庆祝华人的习俗?

附录(二)

调查结果

24  

25  

26  

27  

附录(三)

金德院

28  

民居

29  

杂米清真寺

30  

中式宅院 :镇德拉纳亚 (Candra Naya)

31  

32  

三大玛丽雅·德法蒂玛(St.De Fatima)教堂

31  

致谢

首先,作者想感谢上帝,感谢他对作者的恩典,让作者能将这

编论文准时写完。作者在完成这编论文的过程中,得到了不少人的

帮助。作者想借此机会感谢他们:

感谢建国大学校长 Prof.Dr. Ir. Harjanto Prabowo,MM 教授、语

言和文化学院院长 Drs.Johannes.A.A.Rumeser.M.Psi,.Psi.、中文

系主任许丽妮老师给作者机会,鼓励,和信任;特别感谢作者的指

导老师张冰晶老师的辅导、给笔者一些建议、鼓励,支持与教育培

养。

感谢我们的父母,在这段时间给笔者很大的鼓励,使笔者能完

成本论文。感谢笔者的朋友们,因为你们的帮助和支持,笔者才能

克服这么多的困难,让笔者能顺利完成这篇论文。其实还有更多的

人,笔者不能一个个的写下来,如受采访者、建筑主人等雅加达市

民,谢谢你们!

作者:

32  

钟亿亿,陈育俪

2011 年 07 月 12 日 雅加达

 

时间   :2011 年 7 月 

 

Pelestarian Bangunan Peninggalan Tionghoa di

Jakarta Barat

 

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Menyelesaikan Program Strata 1

Jurusan Sastra China

 

Oleh

REBECCA APRILIA CHANDRA - 1100024310

WIDYAWATI - 1100037502

 

 

 

Fakultas Bahasa dan Budaya

Binus University

Jakarta

2011

Fakultas Bahasa dan Budaya Jurusan Sastra China

Binus University

Persetujuan Skripsi Yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan bahwa skripsi dengan judul

Pelestarian Bangunan Peninggalan Tionghoa di Jakarta Barat

Disusun oleh :

Rebecca Aprilia Chandra – 1100024310

Widyawati - 1100037502

telah disetujui dan diterima sebagai salah satu karya ilmiah mahasiswa bersangkutan pada Jurusan Sastra China-Fakultas Bahasa dan

Budaya Universitas Bina Nusantara

Jakarta, 11 Agustus 2011

Mengetahui,

Dosen Pembimbing

Cendrawaty Tjong, M.Lit. Kode Dosen: D2847

浅淡雅加达西部华人古建筑的保护情况

毕业论文

钟亿亿 陈育俪

学号:1100024310 学号:

1100037502

指导老师 :

张冰晶

D2847

建国大学

语言与文化学院中文系

2011 年 7 月

“PELESTARIAN BANGUNAN PENINGGALAN TIONGHOA

DI JAKARTA BARAT”

Skripsi

Rebecca Aprilia Chandra Widyawati

NIM : 1100024310 NIM : 1100037502

Dosen Pembimbing,

Cendrawaty Tjong, M.Lit

D2847

Fakultas Bahasa dan Budaya

Universitas Bina Nusantara

2011

PERNYATAAN

Dengan ini kami,

Nama : Rebecca Aprilia Chandra

NIM : 1100024310

Nama : Widyawati

NIM : 1100037502

Judul Skripsi : Pelestarian Bangunan Peninggalan Tionghoa di Jakarta Barat

Memberikan kepada Universitas Bina Nusantara hak non-eksklusif untuk menyimpan,memperbanyak,dan menyebarluaskan skripsi karya kami, secara keseluruhan atau hanya sebagian atau hanya ringkasan saja, dalam bentuk format tercetak dan atau elektronik.

Menyatakan bahwa kami akan mempertahankan hak eksklusif kami,untuk menggunakan seluruh atau sebagian isi skripsi kami, guna

pengembangan karya di masa depan, misalnya bentuk artikel, buku, perangkat lunak, ataupun sistem informasi.

Jakarta, 09 September 2011

Rebecca Aprilia Chandra Widyawati

1100024310 1100037502

vi  

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat,

penyertaan dan dan karunia yang diberikan, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Pelestarian Bangunan

Peninggalan Tionghoa di Jakarta Barat “ dengan baik dan tepat pada

waktunya. Penulis pun dapat memperluas pengetahuan dan

pengalaman baru selama penulisan skripsi.

Pada kesempatan ini, kami selaku penulis ingin mengucapkan

terima kasih yang sedalam-dalamnya atas bantuan dari berbagai pihak

baik berupa moral maupun materiil, secara langsung maupun secara

tidak langsung selama penulisan skripsi ini. Untuk itu, penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir Harjanto Prabowo, MM, selaku Rektor Binus

University yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Johannes A. A. Rumeser, M.Psi,.Psi., selaku Dekan

Fakultas Bahasa dan Budaya Binus University yang telah memberi

kesempatan, kepercayaan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

3. Andyni Khosasih, SE, BA, selaku Kepala Jurusan Sastra China

Binus University.

4. Cendrawaty Tjong,M.Lit, selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan masukan, pemikiran, dan

yang telah sabar membimbing, membuka pikiran penulis, dan

tanpa henti-hentinya dengan segenap hati membantu penulis.

5. Fu Ruomei, BA, dan Sri Haryanti, S.S selaku dosen pembimbing

yang telah memberi masukan dan pemikiran.

vii  

6. Kedua orang tua dan seluruh keluarga yang telah senantiasa

mendukung dalam setiap kegiatan yang penulis jalankan selama

kuliah di Binus University.

7. Seluruh teman penulis yang telah memberikan dorongan dan

bantuan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang

telah turut membantu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan

dengan baik.

Jakarta, 20 July 2011

Rebecca dan Widyawati

 

 

 

 

 

 

 

 

ix  

 

DAFTAR ISI

Ucapan Terima Kasih ........................................................... vi

Abstraksi .............................................................................. viii

Ringkasan Isi ....................................................................... 1

Daftar Riwayat Hidup .......................................................... 15

 

1  

RINGKASAN ISI

Kebudayaan didefenisikan sebagai keseluruhan gagasan dan karya

manusia yang digambarkan melalui perilaku tertentu berdasarkan tata

kelakuan yang berlaku pada kelompok masyarakat tertentu yang

diperoleh dari faktor keturunan dan proses. J.J Honigmann

membedakan adanya tiga ‘gejala kebudayaan’ , yaitu : (1) ideas, (2)

activities, dan (3) artifact, dan ini diperjelas oleh Koenjtaraningrat yang

mengistilahkannya dengan tiga wujud kebudayaan;1. Wujud

kebudayaan sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan-

gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya;2. Wujud

kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola

dari manusia dalam masyarakat;3. Wujud kebudayaan sebagai benda-

benda hasil karya manusia. Wujud ini disebut juga kebudayaan fisik,

dimana seluruhnya merupakan hasil fisik. Sifatnya paling konkret dan

bisa diraba, dilihat dan didokumentasikan. Contohnya : candi, bangunan,

baju, kain komputer dll. Mengenai unsur kebudayaan Koentjaraningrat

(2002) memecahnya ke dalam 7 unsur, yakni sistem religi dan upacara

keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem

pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan

sistem teknologi dan peralatan.

Istilah “Bangunan Kuno” telah digunakan dalam arti yang luas

untuk menunjukkan bangunan-bangunan baik, objek tidak bergerak,

pemukiman, area bersejarah, artistik, arsitektur, sosial, budaya, maupun

simbol ilmu pengetahuan. Bangunan kuno sebagai salah satu warisan

budaya secara jelas merumuskan tujuan pengelolaan lingkungan hidup

yang dirumuskan dengan kalimat memayu hayuning bawana artinya

adalah menjaga atau melindungi keselamatan dunia dalam melestarikan

2  

warisan budaya. Hal ini dipertegas lagi oleh para leluhur-leluhur kita,

seperti diungkapkan “wewangan kang umure luwih saka paroning abad,

haywa kongsi binabad, becik den mulyakna kadya wujude hawangun

artinya bangunan dengan umur yang lebih dari 50 tahun merupakan

bangunan sejarah dan budaya, dapat dipergunakan sebagai penelitian,

menambah pengetahuan dan lain kebutuhan, kemajuan, serta

bermanfaat sebagai tuntunan hidup (Yosodipuro, 1994). Bangunan

sebagai salah satu hasil karya manusia juga termasuk kategori budaya,

bangunan menjadi suatu bukti dan saksi bisu dalam setiap peristiwa

sejarah yang merupakan salah satu awal terbentuknya kebudayaan.

Fenomena yang sering muncul adalah hilangnya karakter dan identitas

kota. Karakter atau identitas kota ini salah satunya terefleksi dalam

arsitektur kota yang dimilikinya. Salah satunya adalah bangunan

peninggalan peranakan tionghua yang menjadi bukti bahwa orang-

orang peranakan tionghoa telah lama menjadi bagian dari tonggak

sejarah Indonesia. Sejak sebelum abad ke 18, orang-orang China telah

masuk dan menetap di Indonesia. Di Jakarta terbentuknya pemukiman

china dapat ditarik ke belakang ketika para pedagang memilih banten

untuk berdagang. Saat itu, pelabuhan-pelabuhan besar yang terdapat di

Pantai Utara Jawa, khususnya daerah Jawa Barat yang masih sedikit,

yang terbesar adalah Banten. Jumlah orang China yang datang ke

Batavia selama empat dasawarsa pertama di abad ke-18 terus

bertambah, sementara pemerintah Batavia memiliki keraguan akan

jumlah orang China yang terus bertambah ini. Di satu pihak, bagi

pemerintah Batavia, mereka di butuhkan karena merupakan pekerja

yang rajin dan terampil, namun di lain pihak sebagai pedagang, pemberi

pinjaman dan pemilik toko, mereka menimbulkan masalah bahkan

sering terlibat tindakan kriminal. Akibatnya pada bulan Juli 1740

3  

Pemerintah Belanda mengambil keputusan yang bagi orang China

dianggap tidak bijaksana, sehingga pada minggu kedua bulan Oktober

1740 beberapa kelompok orang China di Batavia memberontak dan

menyebabkan lebih dari 10.000 orang meninggal. Setelah

pemberontakan ini, orang-orang China tidak diperkenankan kembali

untuk tinggal dalam tembok kota. Mereka kemudian ditempatkan di

sebelah selatan tembok kota. Perkampungan China atau Chineezen Wijk

inilah yang sekarang dikenal dengan Glodok. (Wiryomartono, 1995:112-

116; Witanto 1997:6 dan Sumintardja 1999:5). Jakarta Barat yang

seringkali disebut sebagai “ China Town “ karena begitu banyaknya

warga keturunan Tionghoa yang menetap di sana dan membuka usaha

dagang yang juga menjadi salah satu ciri khas peranakan Tionghoa.

Begitu banyaknya orang-orang peranakan Tionghoa di Indonesia

menjadi salah satu ciri khas keanekaragaman budaya di Indonesia,

peninggalannya pun telah menjadi salah satu poin sejarah yang harus

dilestarikan dan dijaga agar tetap ada. Seperti yang dikatakan Kurokawa

(1988), bahwa ada dua jalan pemikiran mengenai sejarah dan tradisi.

Pertama, adalah sejarah yang dapat kita lihat seperti, bentuk arsitektur,

elemen dekorasi, dan simbol-simbol yang telah ada pada kita. Kemudian

yang kedua, adalah sejarah yang tidak dapat kita lihat seperti, sikap,

ide-ide, filosofi, kepercayaan, keindahan, dan pola kehidupan.

Pelestarian budaya adalah salah satu cara untuk menjaga peninggalan

mereka yang menjadi bukti peradaban manusia yang telah ada dari

berabad-abad yang lalu. Kata pelestarian yang berasal dari kata “lestari”

yang berarti tetap seperti keadaan semula, tidak berubah, bertahan

kekal. Kemudian mendapat tambahan pe dan akhiran an, menjadi

pelestarian yang berarti; (1) proses, cara, perbuatan melestarikan; (2)

perlindungan dari kemusnahan dan kerusakan, pengawetan, konservasi;

4  

(3) pengelolaan sumber daya alam yang menjamin pemanfaatannya

secara bijaksana dan menjamin kesinambungan persediaannya dengan

tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan

keanekaragamannya. Pelestarian bangunan bersejarah merupakan

suatu pendekatan yang strategis dalam pembangunan kota, karena

pelestarian menjamin kesinambungan nilai-nilai kehidupan dalam

pembangunan yang dilakukan oleh aktor pembangunan (Stakeholder).

Istilah yang digunakan untuk bangunan lama yang memiliki nilai-nilai

berharga adalah historical building, atau dapat kita samakan artinya

dengan bangunan bersejarah. Konsep pelestarian yang berkembang

hingga saat ini, awalnya sebatas pada pelestarian kebendaan yang

sangat sempit, yaitu bangunan. Menurut Jacques (1979) Konsep

pelestarian pada awalnya cenderung hanya melestarikan (preserve)

bangunan sebagai suatu museum. Sedangkan menurut Mimura (1980),

Konsep pelestarian masa kini tidak hanya memperhatikan bangunan

yang memiliki nilai sejarah, tetapi juga mempersoalkan berbagai nilai

kemasyarakatan seperti bentang kota yang akrab, tata cara perumahan

tradisional, maupun kerakyatan, kegiatan kemasyarakatan, dan

memelihara kebersihan lingkungan, pesta adat, keagamaan dan budaya.

Istilah bangunan lingkungan cagar budaya menjadi istilah yang

digunakan secara umum dalam SK Gubernur DKI Jakarta sejak terbitnya

UU No. 5 Tahun 1992 untuk memperjelas apa yang dimaksud dengan

terminologi benda cagar budaya (BCB) di dalam UU tersebut.

1.Bangunan Peninggalan Tionghoa di Jakarta Barat

China dan Indonesia telah mempertahankan hubungan yang erat

dan persahabatan antara dua negara dalam hubungan bisnis. China

juga memiliki posisi penting dalam hal perekonomian dan transportasi,

5  

Budaya China pun telah masuk ke Indonesia. Semua negara pasti

memiliki budaya, orang China masuk ke Indonesia dengan membawa

berbagai kebudayaan salah satunya adalah bangunan. Jakarta Barat

memiliki 13 bangunan peninggalan Tionghoa, tetapi hanya 8 bangunan

yang termasuk dalam cagar budaya, yaitu:

a. Kelenteng Jin De Yuan

Dari ratusan kelenteng yang ada di Jakarta, ada beberapa

kelenteng tua yang terkenal. Salah satunya adalah Kelenteng Jin De

Yuan [Kim Tek Ie] yang dikenal dengan sebutan Vihara Dharma Bhakti

yang berada di kawasan Pecinan Lama Petak Sembilan - Glodok, Jakarta

Barat.

Mula-mula kelenteng ini disebut Guan Yin Ting [Kwan Im Teng]

atau yang secara harafiah berarti Paviliun Guan Yin. Klenteng ini

didirikan sekitar tahun 1650 oleh Letnan Tionghoa, Guo Xun Guan untuk

menghormati Guan Yin [Kwan Im]. Dalam perkembangannya hampir

seabad kemudian kelenteng ini dirusak serta dibakar dalam peristiwa

Tragedi Pembantaian Angke pada tahun 1740. Pada tahun 1755

seorang Kapiten Tionghoa memugar dan menamai kembali kelenteng

yang sempat dirusak itu dengan nama Jin De Yuan yang artinya

"Kelenteng Kebajikan Emas". Kelenteng ini merupakan kelenteng umum,

artinya tidak secara khusus memuja salah satu agama / aliran saja,

tetapi memuja berbagai agama, seperti Tao, Khonghucu dan Buddha.

Gedung utama Kelenteng Jin De Yuan dibangun sesudah tahun 1740,

karena kelenteng yang lama ikut dihancurkan pada tahun itu.

b. Bangunan Langgam China

Dibangun pada tahun sekitar abad 18-an oleh orang-orang

Tionghoa yang merupakan keturunan orang-orang China yang datang

ke Batavia dengan profesi berdagang dan menetap di wilayah tersebut

6  

secara turun temurun. Setelah terjadi peristiwa pemberontakan China

pada tahun 1740-1741 di Batavia, maka penguasa VOC mengubah sikap

mereka dengan memberi hak istimewa bagi masyarakat China Batavia

untuk membangun pemukimannya dengan segala bentuk

kebudayaannya pada sekitar tahun 1750-an. Bangunan memperlihatkan

eksistensi masyarakat China di Batavia. Kondisi bangunan saat ini,

bagian lantai dasar telah banyak berubah tetapi bagian atap dan

beberapa façade bagian atas masih asli dan beberapa lainnya

direkonstruksi. Beberapa bangunan langgam China yang merupakan

peninggalan Tionghoa terdapat pada Jl. Perniagaan seperti Toko Obat

Lay An Tong, Rumah Kediaman Souw, THHK (SMAN 19), kemudian Jl.

Tiang Bendera, serta Kelurahan Roa Malaka.

c. Masjid Jami Kebon Jeruk

Masjid Jami Kebon Jeruk dibangun pada tahun 1786 oleh seorang

keturunan Tionghoa yang bernama Chau Tsien Hwu di Jalan Raya

Hayam Wuruk. Masjid Jami Kebon Jeruk merupakan masjid tertua di

Glodok. Meskipun Arsitektur masjid ini tidak jauh berbeda dengan

masjid di Jawa pada umumnya, tetapi gaya arsitektur China dapat

terlihat dari barang antik di dalamnya, seperti: kalender Cina kuno dan

huruf di batu nisan pada makam pendiri yang bertuliskan "Hsienpi Pi

Tsu Mow" berarti rumah keluarga Chai.

d. Gedung Candra Naya

Gedung Candra Naya dibangun pada abad ke-18, adalah salah

satu rumah mayor Tionghoa yang bernama "Khouw Kim An". Yang

bertugas mengurus kepentingan warga Tionghoa pada masa kolonial.

Bangunan sebelumnya merupakan "rumah mayor" yang terletak di Jalan

Gajah Mada, No 188. Seiring berjalannya waktu, rumah mayor tersebut

disewa oleh asosiasi komunitas “ Xin Ming Hui “ pada tahun 1946

7  

Tujuan organisasi tersebut adalah untuk memberikan bantuan dan

informasi kepada masyarakat Cina dengan mendirikan klinik, olahraga,

pendidikan sosial dan kursus fotografi. Sejak tahun 1962, organisasi

sosial "Xin Ming Hui" kemudian berganti nama menjadi " Asosiasi Sosial

Tjandra Naja." Kemudian pada tahun 1993, "rumah mayor" akhirnya

dijual oleh keluarga Khouw, dan kemudian diolah menjadi bangunan

mixed use untuk mengikuti permintaan pasar, dan perencanaan atas

tanah yang ditunjuk berdasarkan ( Master Plan ) pada tahun 1990 -

2005 di Jakarta Barat, yang sekarang dikenal sebagai "Green Central

City". Candra naya merupakan bangunan cagar budaya yang dilindungi

undang-undang. Penetapannya didasarkan SK Gubernur DKI Jakarta

tahun 1972, lalu diperkuat SK Menndikbud tahun 1988, dan dipertegas

lagi oleh UU Benda Cagar Budaya Nasional (UUBCB) tahun 1992.

e. Gereja Santa Maria De Fatima

Menurut perkiraan, bangunan ini didirikan antara akhir abad 18

dan awal abad 19 sebagai rumah tinggal seorang letnan kaya asal Cina,

bermarga Tjioe sehingga bangunan lebih luas dan mewah dibanding

rumah langgam China pada umumnya. Seorang pastor membeli

sebidang tanah dalam kompleks ini untuk kepentingan mendirikan

gereja, sekolah, dan asrama bagi orang-orang Cina peranakan. Para

biarawan yang datang hanya memakai beberapa ruangan sebagai

tempat belajar-mengajar. Kemudian pada tahun 1954, kompleks

kediaman tersebut resmi menjadi milik gereja dengan nama Toasebio.

Nama Toasebio diambil dari nama jalan pada masa itu.

Bangunan Langgam China, Gedung Candra Naya, Gereja Santa

Maria De Fatima, dan Mesjid Jami merupakan bangunan peninggalan

masyarakat Tionghoa yang termasuk dalam cagar budaya yang terletak

di Jakarta Barat. Nilai sejarah yang dimiliki, dan usia bangunan yang

8  

telah melebihi 50 tahun menjadi salah satu alasan mengapa bangunan-

bangunan ini harus dilestarikan keberadaannya baik secara fisik maupun

non fisik, sesuai dengan UUD RI no 11 tahun2010 bahwa Benda,

bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya,

Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila

memenuhi kriteria:

1. Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;

2. Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;

3. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan,

agama, dan/atau kebudayaan; dan

4. Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

2. Upaya Pelestarian Bangunan dan Maknanya hingga saat ini

Berdasarkan hasil survey dan studi pustaka yang kami lakukan

kami menemukan bahwa terdapat 2 kondisi terhadap bangunan

bersejarah yang termasuk dalam cagar budaya, yaitu bangunan yang

masih dilestarikan dan yang sudah tidak dilestarikan dan tidak

berpenghuni. Bangunan yang masih dilestarikan sebagian besar adalah

bangunan yang sampai sekarang masih digunakan untuk kepentingan

masyarakat umum seperti bangunan Gereja Santa Maria De

Fatima,Masjid Jami Kebon Jeruk,Klenteng Jin de Yuan dan Gedung

Candra Naya. Bangunan Langgam China yang merupakan bangunan

tempat tinggal warga Tionghoa banyak yang sudah tidak dilestarikan,

dari bangunan yang kami kunjungi bangunan langgam China sebagian

masih menjadi bangunan tempat tinggal tapi keadaannya sangat kurang

dilestarikan, bahkan sebagian sudah tergantikan dengan gedung-

gedung tinggi yang digunakan sebagai area komersial. Bentuk

bangunan China di Jakarta pada umumnya adalah bangunan dengan

9  

atap bangunan yang dilengkungkan dengan cara ditonjolkan agak besar

pada bagian ujung atapnya (tou kung). Selain bentuk atap, bangunan

China juga memiliki warna yang khas, yaitu warna merah dan kuning

keemasan. Tetapi tentu saja hal itu hampir tak terlihat lagi sekarang

pada bangunan peninggalan Tionghoa di Jakarta, telah banyak

perubahan yang terjadi pada bangunan. Walaupun masih terdapat

bangunan yang tidak mengalami perubahan sama sekali dan sebagian

besar bangunan adalah bangunan yang berguna bagi orang banyak

seperti bangunan ibadah, karena Negara Indonesia merupakan negara

yang kental kepercayaannya, maka setiap bangunan ibadah pada

umumnya di jaga dengan baik. Dengan adanya perkembangan jaman

yang sangat pesat menuntut suatu perubahan paradigma tentang

keindahan bangunan yaitu ada pendapat yang mengatakan yang

modern dalam artian meniru gaya bangunan dari luar negeri itu Ada

pendapat lain yang mengatakan bangunan lama adalah bangunan yang

indah apabila mendapatkan perawatan yang memadai. Dua pendapat

yang berbeda tersebut akhirnya menjadi pro dan kontra antara

kepentingan untuk membangun sesuatu yang serba baru dan

kepentingan untuk melestarikan sesuatu yang merupakan peninggalan

masa lampau. Lepas dari adanya pro dan kontra mengenai kepentingan

seperti tersebut di atas pada kenyataannya bekas fisik bangunan masa

lalu masih terlihat keberadaannya di kota Jakarta yang telah banyak

mengalami perkembangan fisik seperti sekarang ini. Sebagian yang

masih tersisa adalah bangunan dengan bentuk arsitektur Tionghoa

adalah : Kelenteng Jin De Yuan, Bangunan Langgam China, Masjid Jami

Kebon Jeruk, Gedung Candra Naya, dan Gereja Santa Maria De Fatima.

10  

Berdasarkan hasil survey yang telah kami lakukan kami membagi

bangunan menjadi 2 kategori menjadi :

Bangunan Rakyat Biasa :

a. Bangunan Langgam China

Bangunan Langgam China sebagai bangunan tempat tinggal

(rumah)kami kategorikan sebagai bangunan yang tidak dilestarikan

karena telah banyak mengalami perubahan bentuk dan fungsi. Kondisi

sebagian besar bangunan saat ini dapat dikatakan sudah tidak layak

tinggal karena tembok bangunan yang sudah terlihat rapuh dan

menghitam dimakan usia. Bangunan lebih terlihat seperti bangunan

yang tidak berpenghuni. Hanya tersisa bagian atap yang berbentuk

lurus runcing (tou kung) yang menunjukan bahwa sang pemilik

hanyalah rakyat biasa pada masanya, atap ini sebagai ciri khas dan

bukti bahwa bangunan adalah bangunan peninggalan Tionghoa. Fungsi

bangunan pun kebanyakan telah mengalami perubahan menjadi sarana

bisnis sehingga nilai bangunan yang sesungguhnya sudah tidak

diperhatikan, bahkan para penduduk sekitar dan pemilik tidak

mengetahui bahwa bangunan termasuk dalam bangunan cagar budaya.

Bangunan Langgam sudah sangat kurang dilestarikan karena perubahan

zaman yang menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan

bangunan modern dan kurangnya kesadaran masyarakat dan pemilik

bahwa bangunan bersejarah memiliki nilai yang sangat tinggi jika terus

dijaga, serta kurangnya sosialisasi pemerintah juga menyebabkan para

warga bahkan pemilik tidak tahu menahu mengenai masuknya

bangunan langgam China sebagai bangunan cagar budaya yang

harusnya dilestarikan.

11  

b. Gedung Candra Naya

Gedung Candra Naya ini lebih memiliki nilai dibanding rumah

peninggalan tionghoa pada umumnya karena pemiliknya yang terdahulu

adalah seorang tokoh masyarakat yang kaya dan terpandang. Bangunan

Candra Naya lebih memiliki nilai karena bentuknya yang khas bangunan

China dengan bangunan yang menyerupai si he yuan dengan bangunan

utama, bangunan kedua, dan bangunan pada sayap kiri-kanan

bangunan. Dengan bentuknya yang unik dan indah, Candra Naya

menjadi bangunan peninggalan tionghoa yang tidak ternilai, sehingga

banyak orang yang menganggap bahwa candra naya harus dilestarikan

sampai kapan pun. Bapak Lukito (arsitek dan alumnus pertama Fakultas

Teknik Universitas Tarumanegara) mengatakan bahwa “Candra Naya

adalah sosok burung merak yang sangat indah walaupun kedua

sayapnya sudah dipotong kiri-kanan, bahkan ekornya yang indah itu

sudah sirna oleh kerakusan materi”.

Bangunan Ibadah :

a. Kelenteng Jin De Yuan

Bangunan kelenteng Jin De Yuan merupakan bangunan kelenteng

tertua di Jakarta, yang wajib di lestarikan sebagai peninggalan sejarah.

Karena fungsinya yang berguna bagi orang banyak dan kepercayaan

akan agama di Indonesia sangat kental,maka Jin De Yuan dianggap

sangat sakral dan sudah seharusnya dilestarikan. Selain itu kebudayaan

warga tionghoa yang sangat erat hubungannya dengan agama Buddha

yang merupakan salah satu agama tertua dan agama orang tionghoa

pada umumnya tentu saja mempengaruhi kepedulian jemaat terhadap

sarana beribadah dan melestarikan adat-istiadat yang bagi orang

tionghoa sudah mendarah daging dalam tubuh mereka, karena

kebudayaan tionghoa yang berasal dari China telah ada beratus-ratus

12  

tahun yang lalu dan tetap bertahan sampai saat ini dengan kesadaran

masyarakatnya sendiri dan kepedulian pemerintah mereka. Orang China

sangat bangga dengan kebudayaan yang mereka miliki sehingga

kebudayaan chinese hingga saat ini masih terus berkembang dan

menyebar di seluruh dunia, serta tidak pernah ditinggalkan.

b. Masjid Jami Kebon

Masjid Jami Kebon Jeruk merupakan bangunan peninggalan

Tionghoa yang masih dilestarikan sampai saat ini, salah satu alasan

masih dilestarikannya masjid ini adalah karena fungsinya yang berguna

bagi orang banyak sebagai sarana beribadah para umat muslim.

Walaupun hanya sedikit orang yang mengetahui sejarah masjid ini

sebagai bangunan peninggalan Tionghoa, tetapi keaslian bangunan

masih sangat terjaga dan ornamen peninggalan China seperti kalender

antik dan makam pendiri di dalamnya masih dirawat dengan sangat baik.

Hal ini tentu juga berkaitan dengan keberadaan agama islam yang

merupakan salah satu agama yang memiliki umat terbanyak di

Indonesia, sehingga bangunan masjid di Indonesia masih sangat dijaga

oleh umatnya dan dianggap sebagai rumah Allah. Bahkan keturunan

pendiri masjid yang sekarang bermukim di Beijing masih sering datang

mengunjungi makam dan masjid di Jakarat Barat ini.

c. Gereja Santa Maria De Fatima

Bangunan Gereja Santa Maria De Fatima adalah bangunan yang

masih mempertahankan bangunan aslinya, walaupun ada penambahan

atap untuk menyambung bangunan pertama dan kedua, tetapi secara

keseluruhan bangunan masih terjaga dengan baik. Sama seperti

bangunan kelenteng dan masjid yang merupakan sarana beribadah

orang banyak, Gereja Santa Maria De Fatima masih terjaga dengan

sangat baik karena kepedulian masyarakat sekitar terhadap tempat

13  

ibadah mereka. Setiap tahunnya pun masih diadakan kebudayaan

tionghoa dengan melibatkan para pengurus gereja sehingga dari segi

fisik dan non fisik bangunan ini masih terawat dengan sangat baik.

Bangunan gereja ini juga dianggap sebagai bangunan yang harus

didatangi apabila datang ke Jakarta Barat, jika tidak mengunjungi

bangunan ini para wisatawan merasa ada yang kurang.

Upaya Pelestarian Bangunan :

1. Dengan perawatan bangunan setiap tahunnya

2. Perayaan adat istiadat Tionghoa yang berlaku hingga saat ini.

3. Dengan pemugaran bangunan sebagai bangunan bersejarah.

4. Perlindungan dari pemerintah melalui undang-undang dan surat

keputusan gubernur.

5. Penetapan bangunan sebagai bangunan cagar budaya dan

perlindungan pemerintah melalui undang - undang.

3. SIMPULAN

Manusia dan kebudayaan merupakan salah satu ikatan yang tak

bisa dipisahkan dalam kehidupan ini. Manusia sebagai makhluk Tuhan

yang paling sempurna menciptakan kebudayaan mereka sendiri dan

melestarikannya secara turun menurun. Di sisi lain manusia juga harus

bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal

dalam suatu interaksi sosial. Setiap daerah mempunyai masing-masing

bentuk, cara, dan tradisi dalam membina suatu kebudayaan agar

budaya mereka tetap bertahan, arsitek pun juga berperan penting

dalam membangun budaya dalam segi pembangunan daerah. Maka dari

itu seorang arsitek harus menghargai kebudayaan yang telah terjaga

oleh anak bangsa agar tetap dan selalu ada untuk generasi penerus kita.

Keberadaan bangunan peninggalan Tionghoa merupakan salah satu

14  

bukti bahwa sejarah memang ada dan kebudayaan sudah ada sejak

manusia mengenal peradaban. Sehingga sudah seharusnya bangunan

peninggalan Tionghoa tetap dilestarikan hingga saat ini sekalipun zaman

sudah berubah namun hal yang dianggap sebagai bukti sesuatu pernah

ada harus dijaga keberadaannya. Tidak dipungkiri sudah terdapat

banyak perubahan pada beberapa bangunan dan keadaan sekitarnya

yang dipengaruhi oleh perkembangan zaman yang semakin modern.

Bangunan yang masih dilestarikan hingga saat ini kebanyakan adalah

bangunan yang masih digunakan untuk kepentingan orang banyak,

seperti gereja, masjid, dan kelenteng. Kemudian masih terdapat rumah

mayor yang masih dilestarikan karena status sang pemilik pada

masanya dan bentuk bangunan yang unik dan megah yang jarang sekali

ditemui keberadaannya. Sedangkan bangunan yang tidak dilestarikan

dan telah mengalami perubahan bentuk dan fungsi hampir secara total

adalah bangunan langgam yang disebabkan sang pemilik hanyalah

rakyat biasa sehingga bentuk bangunan pun cenderung sederhana dan

cara pandang mereka yang masih sangat sederhana bahwa bangunan

tersebut adalah milik mereka dan hak mereka untuk merubahnya.

Kurangnya campur tangan pemerintah pun sangat berpengaruh karena

kurangnya sosialisasi mengenai bangunan cagar budaya. Pemerintah

hanya sebatas menetapkan bangunan sebagai bangunan cagar budaya

dan tidak ada tindakan nyata untuk tetap menjaga bangunan bersejarah.

        

15  

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI

Nama : Rebecca Aprilia Chandra

Tempat/ tanggal lahir : Bekasi, 17 April 1989

Alamat : Taman Harapan Baru Blok K2 no2

Telepon/ HP : (021) 91548667 / 081317811666

E-mail : [email protected]

PENDIDIKAN FORMAL

1. 2007 – 2011 Mahasiswa tingkat akhir Binus University, Jurusan

Sastra China

2. 2004 – 2007 Lulus SMA Cindera Mata, Bekasi,Indonesia

3. 2001 – 2004 Lulus SMP Cindera Mata, Bekasi,Indonesia

4. 1999 – 2004 Lulus SD Taman Harapan, Bekasi, Indonesia

5. 1995 - 1999 Lulus SD Barata II, Bekasi, Indonesia

PENDIDIKAN INFORMAL/PELATIHAN/KURSUS

1. 2005 – 2006 Mengikuti pelatihan Bahasa Inggris di ILP, Bekasi

PENGALAMAN ORGANISASI

1. 2007 – 2008 Seksi Perlengkapan, UKM Badminton, Binus

University

16  

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI

Nama : Widyawati

Tempat/ tanggal lahir : Tanjung Pandan, 20 Februari 1988

Alamat : Jl Madura No. 08 033/010, Tanjung

Pandan, Belitung

Telepon/ HP : 08174816453

E-mail : [email protected]

PENDIDIKAN FOMAL

1.2007 – 2011 Mahasiswa tingkat akhir Binus University, Jurusan

Sastra China

2.2002 – 2005 Lulus SMK Negeri 1, Tanjung Pandan, Indonesia

3.1999 – 2002 Lulus SLTP Regina Pacis, Tanjung Pandan,

Indonesia

4.1993 - 1999 Lulus SD Negeri 15 , Tanjung Pandan, Indonesia

PENDIDIKAN INFORMAL/PELATIHAN/KURSUS

1.Maret – Juli 2006 Diklat Budaya Maitreya, Batam

PENGALAMAN KERJA

1.2010 Pengajar Bahasa Mandarin, SDN 19