193
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user TINDAK TUTUR DAN PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA DALAM SANDIWARA RADIO KISAH RELIGI “CINTA YANG HILANG” DI RADIO RETJO BUNTUNG YOGYAKARTA (Suatu Pendekatan Pragmatik) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Disusun oleh TRI HARSINI C0207046 FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

TINDAK TUTUR

DAN PELANGGARAN PRINSIP KERJA SAMA

DALAM SANDIWARA RADIO KISAH RELIGI

“CINTA YANG HILANG”

DI RADIO RETJO BUNTUNG YOGYAKARTA

(Suatu Pendekatan Pragmatik)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

guna Melengkapi Gelar Sarjana Jurusan Sastra Indonesia

Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

TRI HARSINI

C0207046

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Page 2: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

20

Page 3: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Tri Harsini

NIM : C0207046

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Tindak Tutur dan

Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam Sandiwara Radio Kisah Religi “Cinta

yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta (Suatu Pendekatan Pragmatik)

adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang

lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan)

dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti ini tidak benar, maka saya bersedia menerima

sanksi berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, November 2012

Yang membuat pernyataan,

Tri Harsini

Page 5: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTO

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka

mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”

(Terjemahan Q.S. Ar-Rad:11).

“Tiada suatu yang besar tanpa perjuangan yang hebat”

(Yovie Widianto)

Page 6: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Bapak dan ibuku tercinta yang selalu memberi kasih sayang, dukungan serta

doa.

2. Kedua kakakku yang selalu mendukung dan memberiku semangat.

3. Almamater Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Page 7: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. atas segala

rahmat dan karunia-Nya, karena penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul Tindak Tutur dan Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam Sandiwara

Radio Kisah Religi “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta

(Suatu Pendekatan Pragmatik) ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra di Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis berterima kasih atas segala bantuan, dukungan, dan dorongan yang

telah diberikan oleh semua pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung

sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan

segenap kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan kesempatan pada

penulis untuk menyusun skripsi.

2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret yang telah memberi izin

dalam penulisan skripsi ini.

3. Drs. Istadiyantha, M.S., selaku pembimbing akademis, yang senantiasa

memberikan semangat dan nasihat selama penulis menempuh studi di Jurusan

Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.

4. Dr. Dwi Purnanto, M.Hum., selaku pembimbing penulis, yang bersedia

membimbing dan memberi petunjuk kepada penulis dalam mengerjakan

skripsi ini.

Page 8: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

5. Dra. Chattri Sigit Widyastuti, M.Hum., selaku penelaah penulis, yang

bersedia memberi petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak dan ibu dosen serta seluruh staf pengajar Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret atas semua ilmu yang telah penulis terima.

7. Staf UPT Perpustakaan Universitas Sebelas Maret dan staf Perpustakaan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa yang telah membantu dan memberikan

kemudahan pada penulis dalam mendapatkan buku-buku referensi untuk

penyusunan skripsi ini.

8. Kedua orang tua dan kedua kakak penulis yang sangat penulis sayangi,

terima kasih atas semua kasih sayang, dukungan dan doa yang selama ini

tercurah. Suasana kekeluargaan bersama kalian sangat penulis rindukan.

9. Cinta dan kasih penulis, Ashari Puguh Novianto (Aa‟ Puguh), yang sudah

setia berbagi suka dan duka bersama, selalu sabar menghadapi penulis.

Terima kasih atas semua yang Aa‟ berikan. Semoga kita dipersatukan dalam

suatu keindahan dan kebahagiaan.

10. Kedua kakak ipar penulis, Mas Endang dan Kak Dedy, terima kasih untuk

semuanya.

11. Kedua keponakan penulis, Revi dan Aryo, keceriaan dan kelucuan kalian

membuat penulis semangat dan selalu merindukan kalian.

12. Saudara seperjuangan penulis, Ukhti Zulaikha, yang selalu memberikan

semangat sampai hari ini dan selalu membantu penulis dalam segala hal.

Kenangan bersamamu akan selalu penulis ingat dan penulis rindukan.

13. Sahabat penulis, Alfiatun yang selalu mengingatkan untuk segera

menyelesaikan skripsi. Terima kasih juga atas kebersamaan denganmu yang

Page 9: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

selalu memberikan kesenangaan, keceriaan dan kenangan-kenangan manis

yang tidak terlupakan.

14. Semua teman Sastra Indonesia angkatan 2007 (Bety, Esti, Putri, Diana, Unun

Yeni, Nana, Imas, Ririn, Pipit, Savitri, Wilda, Panca, Aril, Eri, Pyta, Arvita,

Vitalia, Arif, Ikhsan, Hari Setiawan, Hari Sulistyo, Fajar, Wibi, Rahmat, Adit,

Anggoro, Ayip), terima kasih atas segala dukungan, bantuan, dan kerja

samanya, semoga kesatuan kita tetap terjaga sampai kapan pun.

15. Saudara-saudara penulis di Wisma Anif dan Kos Sekartaji 4, terima kasih

untuk kebersamaan kalian yang penuh keceriaan yang tidak bisa terlupakan.

16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan segala bantuan dan dukungan sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Semoga segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat

balasan dari Allah swt. Penulis sudah berupaya dengan maksimal dalam

penyusunan skripsi ini, tiada gading yang tidak retak, begitu pula dalam

penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih terdapat kekurangan. Oleh karena

itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bisa membangun untuk

perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Sastra

Indonesia khususnya dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Desember 2012

Penulis,

Tri Harsini

Page 10: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i

LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………. iii

LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………….. iv

MOTO ………………………………………………………………....... v

PERSEMBAHAN ……………………………………………………… vi

KATA PENGANTAR ………………………………………………….. vii

DAFTAR ISI …………………………………………………………..... x

DAFTAR TABEL ………………………………………………………. xv

DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………… .. xvi

ABSTRAK ……………………………………………………………… xvii

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………… 1

A. Latar Belakang Masalah …………………………………..... 1

B. Pembatasan Masalah ……………………………………….. 8

C. Rumusan Masalah ………………………………………….. 8

D. Tujuan Penelitian …………………………………………… 9

E. Manfaat Penelitian ………………………………………..... 9

F. Sistematika Penulisan ……………………………………… 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ……….......... 12

A. Kajian Pustaka ……………………………………………… 12

1. Tinjauan Terdahulu ……………………………………. .. 12

2. Landasan Teori ………………………………………….. 14

Page 11: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

a. Pragmatik …………………………………………….. 14

b. Situasi Tutur ………………………………………..... 16

c. Tindak Tutur …………………………………………. 18

d. Prinsip Kerja Sama …………………………………… 27

e. Implikatur …………………………………………... .. 29

B. Kerangka Pikir ……………………………………………… 33

BAB III METODE PENELITIAN ……………………………………. .. 35

A. Jenis Penelitian dan Pendekatan …………………………… 35

B. Sumber Data dan Data ……………………………………… 36

C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data …………………..... 36

D. Klasifikasi Data …………………………………………….. 37

E. Metode dan Teknik Analisis Data ………………………….. 39

F. Metode Penyajian Hasil Analisis Data ……………………… 42

BAB IV ANALISIS DATA …………………………………………….. 43

A. Wujud Tindak Tutur dalam SRKR “Cinta yang Hilang”

di Radio Retjo Buntung Yogyakarta ……………………….. 43

1. Wujud Tindak Tutur Asertif ……………………………. 43

a. Memberitahukan ……………………………………… 44

b. Menjelaskan ………………………………………….. 46

c. Membenarkan ………………………………………… 50

d. Menunjukkan ………………………………………… 52

e. Meyakinkan ………………………………………… .. 53

f. Menegaskan ………………………………………….. 56

g. Menyatakan ………………………………………...... 59

Page 12: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

2. Wujud Tindak Tutur Direktif ………………………….. 61

a. Mempersilakan ……………………………………... 62

b. Memohon ………………………………………….... 64

c. Menasihati ………………………………………….. 65

d. Menyarankan ……………………………………….. 68

e. Menyuruh …………………………………………… 71

f. Meminta izin ………………………………………... 74

g. Melarang ……………………………………………. 76

h. Mengingatkan ………………………………………. 78

i. Meminta …………………………………………….. 80

j. Mengajak ……………………………………………. 81

k. Memperingatkan ……………………………………. 84

l. Membujuk …………………………………………... 87

m. Mendesak …………………………………………… 89

n. Memesan …………………………………………..... 90

o. Berharap …………………………………………….. 92

p. Menolak …………………………………………….. 94

3. Wujud Tindak Tutur Ekspresif ………………………… 96

a. Meminta maaf ………………………………………. 97

b. Memuji ……………………………………………… 99

c. Berterima kasih ……………………………………... 101

d. Mengungkapkan kesengsaraan …………………….. 103

e. Menghibur ………………………………………….. 105

f. Mengeluh …………………………………………… 108

Page 13: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

g. Mengungkapkan rasa sedih ……………………….... 111

h. Mengungkapkan rasa kecewa ……………………… 114

i. Menyesal ……………………………………………. 116

j. Mengungkapkan rasa putus asa …………………….. 119

k. Mengungkapkan rasa senang ……………………….. 121

l. Mengungkapkan rasa iri ……………………………. 123

m. Mengungkapkan rasa jengkel ………………………. 124

n. Menuduh ……………………………………………. 127

o. Menyindir …………………………………………… 128

p. Mengungkapkan rasa cemburu ……………………… 130

q. Menyalahkan ……………………………………….. 131

r. Mengungkapkan rasa penasaran ……………………. 133

s. Mengungkapkan rasa bingung ……………………… 134

t. Menyangkal …………………………………………. 135

u. Mengungkapkan rasa simpati ………………………. 138

v. Mengungkapkan rasa kasihan ………………………. 140

w. Mengungkapkan rasa kaget ……………………........ 141

x. Mengungkapkan rasa marah ……………………….. 143

y. Mengungkapkan rasa heran ………………………… 146

z. Mengungkapkan rasa malu …………………………. 147

4. Wujud Tindak Tutur Komisif ………………………….. 149

a. Menyatakan kesanggupan ………………………….. 149

b. Menawarkan ……………………………………….... 152

c. Berjanji ……………………………………………… 154

Page 14: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

B. Wujud Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam SRKR

“Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta .. 162

1. Pelanggaran Maksim Kuantitas ………………………... 163

2. Pelanggaran Maksim Kualitas …………………………. 166

3. Pelanggaran Maksim Relevansi ……………………….. 169

4. Pelanggaran Maksim Pelaksanaan …………………….. 171

BAB V PENUTUP …………………………………………………….. 173

A. Simpulan …………………………………………………... 173

B. Saran ………………………………………………………. 174

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. 176

LAMPIRAN …………………………………………………………… 179

Page 15: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Tindak Tutur ………………………………………………. 157-161

Tabel 2 Pelanggaran Prinsip Kerja Sama ………………………….. 172

Page 16: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR SINGKATAN

FM : Frequency Modulation

KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia

PPKS : Pelanggaran Prinsip Kerja Sama

RB : Retjo Buntung

SDM : Sumber Daya Manusia

SRKR : Sandiwara Radio Kisah Religi

STAI : Sekolah Tinggi Agama Islam

TT : Tindak Tutur

TTA : Tindak Tutur Asertif

TTDir : Tindak Tutur Direktif

TTE : Tindak Tutur Ekspresif

TTK : Tindak Tutur Komisif

UMY : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Page 17: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

ABSTRAK

Tri Harsini. C0207046. 2012. Tindak Tutur dan Pelanggaran Prinsip Kerja Sama

dalam Sandiwara Radio Kisah Religi “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo

Buntung Yogyakarta (Suatu Pendekatan Pragmatik). Skripsi: Jurusan Sastra

Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) bagaimana wujud tindak

tutur dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta? (2)

Bagaimana wujud pelanggaran prinsip kerja sama dalam SRKR “Cinta yang

Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta?

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan wujud tindak tutur dalam

SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta, (2)

Mendeskripsikan wujud pelanggaran prinsip kerja sama dalam SRKR “Cinta yang

Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif.

Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan pragmatik. Sumber

data penelitian ini adalah acara SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo

Buntung Yogyakarta selama 5 episode yang disiarkan pada tanggal 18 Juli 2011

sampai 22 Juli 2011. Data dalam penelitian ini adalah dialog para pemain SRKR

“Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta yang mengandung

tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama beserta konteksnya yang disiarkan

pada tanggal 18 Juli 2011 sampai 22 Juli 2011. Metode pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah simak, sedangkan teknik yang digunakan

dalam pengumpulan data menggunakan teknik rekam. Metode analisis data yang

digunakan adalah padan pragmatis dan kontekstual. Teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah means-end dan heuristik. Metode penyajian

hasil analisis data dalam penelitian ini adalah penyajian secara informal.

Berdasarkan analisis data dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio

Retjo Buntung Yogyakarta dapat disimpulkan beberapa hal: (1) Ditemukan 7

subtindak tutur asertif, yaitu memberitahukan, menjelaskan, membenarkan,

menunjukkan, meyakinkan, menegaskan, dan menyatakan. Adapun tindak tutur

asertif yang paling banyak ditemukan adalah „memberitahukan‟, (2) Ditemukan

16 subtindak tutur direktif, yaitu mempersilakan, memohon, menasihati,

menyarankan, menyuruh, meminta izin, melarang, mengingatkan, meminta,

mengajak, memperingatkan, membujuk, mendesak, memesan, berharap, dan

menolak. Adapun tindak tutur direktif yang paling banyak ditemukan adalah

„mengingatkan‟, (3) Ditemukan 26 subtindak tutur ekspresif, yaitu tindak tutur

yang berfungsi untuk meminta maaf, memuji, berterima kasih, mengungkapkan

kesengsaraan, menghibur, mengeluh, mengungkapkan rasa sedih,

Page 18: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

mengungkapkan rasa kecewa, menyesal, mengungkapkan rasa putus asa,

mengungkapkan rasa senang, mengungkapkan rasa iri, mengungkapkan rasa

jengkel, menuduh, menyindir, mengungkapkan rasa cemburu, menyalahkan,

mengungkapkan rasa penasaran, mengungkapkan rasa bingung, menyangkal,

mengungkapkan rasa simpati, mengungkapkan rasa kasihan, mengungkapkan

rasa kaget, mengungkapkan rasa marah, mengungkapkan rasa heran, dan

mengungkapkan rasa malu. Adapun tindak tutur ekspresif yang paling banyak

ditemukan adalah „berterima kasih‟ dan „mengeluh‟, (4) Ditemukan 3 subtindak

tutur komisif, yaitu menyatakan kesanggupan, menawarkan, dan berjanji. Adapun

tindak tutur komisif yang paling banyak ditemukan adalah „menyatakan

kesanggupan‟. Tindak tutur deklarasi tidak ditemukan dalam penelitian ini.

Mengenai pelanggaran prinsip kerja sama, dalam penelitian ini ditemukan banyak

pelanggaran terhadap semua maksimnya, yaitu maksim kuantitas, maksim

kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan. Pelanggaran paling banyak

ialah terhadap maksim kuantitas, yang diikuti oleh maksim kualitas, kemudian

maksim relevansi dan maksim pelaksanaan.

Page 19: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial. Artinya, manusia tidak

bisa hidup sendiri dalam kehidupan bermasyarakat. Manusia hidup saling

membutuhkan antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, manusia perlu

bergaul dan berkomunikasi dengan sesama manusia untuk saling bertukar pikiran,

menyampaikan ide atau pendapatnya. Terkait masalah pentingnya berkomunikasi

dengan sesama manusia, maka bahasa memegang peran yang sangat penting

karena bahasa adalah salah satu sarana untuk melakukan komunikasi. Tanpa

adanya bahasa, sulit bagi manusia sebagai makhluk sosial untuk menyampaikan

kepentingannya, baik kepentingan individu, kelompok, maupun kepentingan

bersama. Harimurti Kridalaksana berpendapat bahwa, “Bahasa adalah sistem

lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu

masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, berkomunikasi, dan

mengidentifikasikan diri” (Harimurti Kridalaksana, 1993:21).

Berkomunikasi sangat perlu dilakukan untuk mencapai tujuan yang

diinginkan. Hal tersebut dikarenakan komunikasi memiliki fungsi menyampaikan

informasi, mendidik, menghibur dan mempengaruhi khalayak. Salah satu cara

penyampaian informasi bisa diwujudkan dengan cara bertutur satu sama lain.

Adapun media yang bisa digunakan untuk menyampaikan dan

memperoleh informasi atau berita bisa menggunakan media cetak dan media

elektronik. Yang termasuk media cetak, misalnya koran, majalah, dan buku.

Page 20: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Media elektronik bisa berupa audiovisual, misalnya televisi sedangkan media

elektronik yang berupa audio, misalnya radio.

Radio bisa menjadi salah satu media yang dipilih masyarakat untuk

memperoleh informasi dan hiburan yang diinginkan. Hal tersebut dikarenakan

radio memiliki keunggulan, yaitu harganya relatif murah. Hampir setiap rumah

memiliki radio, bahkan handphone zaman sekarang pun sudah difasilitasi dengan

radio.

Saat ini, masyarakat dapat dengan mudah mendengarkan radio kesayangan

mereka, di mana pun mereka berada, bahkan di luar negeri sekalipun. Radio Retjo

Buntung (selanjutnya disingkat RB) 99,4 FM adalah salah satu stasiun radio yang

berada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Radio RB bisa didengarkan melalui live

streaming. Dengan live streaming, masyarakat bisa mendengarkan acara-acara

Radio RB sekalipun mereka tidak berada di Daerah Istimewa Yogyakarta

(http://www.retjobuntungfm.co.id/index.php?mod=profil).

Menurut survei Nielsen, Radio RB adalah radio ranking 1 di Yogyakarta.

Jika dilihat di twitter, Radio RB memiliki followers sebanyak 3.202 orang

(https://twitter.com/retjobuntungfm). Selain itu, jika dilihat di fan page Radio RB,

sebanyak 5.286 orang menyukai Radio RB (http://www.facebook.com/pages/Fan-

Page-Retjo-Buntung-994-FM/203559922996017?sk=likes). Dari sekian banyak

radio yang ada di Yogyakarta, pada hari Jumat, 21 Desember 2012, Radio RB

menempati urutan ke-4 teratas dalam today top listener via streaming

(http://www.jogjastreamers.com/). Oleh sebab itulah alasan ketertarikan penulis

memilih Radio Retjo Buntung Yogyakarta sebagai sumber yang digunakan oleh

penulis untuk memperoleh sumber data dalam penelitian ini.

Page 21: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Radio RB lahir pada tanggal 9 Maret 1967. Digerakkan oleh SDM kreatif,

dinamis dan berwawasan luas, serta didukung teknologi canggih saat ini, RB 99,4

FM terus tumbuh di tengah pesatnya perkembangan dunia media informasi. Radio

RB adalah salah satu radio yang tetap mengudara sampai saat ini dengan usianya

yang lebih dari 40 tahun. Program yang telah disajikan dikemas secara khas untuk

memenuhi kebutuhan akan hiburan dan informasi keluarga di Yogyakarta dan

kota-kota sekitarnya. Dengan memposisikan RB sebagai “Citra Radio Keluarga”,

program acara yang dirancang nonstop 24 jam, sampai saat ini telah memenuhi

kebutuhan pendengar yang selalu disebut dengan sapaan “Pemiarsa”. Radio RB

mempunyai komitmen untuk memberikan layanan memuaskan kepada

“Pemiarsa”, yang diwujudkan dengan program musik, hiburan dan informasi

termasuk program talk show tentang permasalahan aktual dan keluarga

(http://www.retjobuntungfm.co.id/index.php?mod=profil).

Acara-acara radio yang semakin menarik tentu akan semakin banyak pula

yang mendengarkan. Oleh karena itu, Radio RB memberikan suatu acara hiburan

yang menarik untuk disimak oleh pemiarsa. Hiburan tersebut bertema kisah religi

yang dikemas dalam bentuk sandiwara radio. Sandiwara radio merupakan suatu

karya sastra yang dihasilkan manusia yang berupa drama yang disiarkan melalui

radio sebagai medianya. Sandiwara radio termasuk dalam genre sastra elektronik.

Sastra elektronik adalah sastra di media elektronik. Sandiwara atau drama radio

menggunakan media berupa audio karena hanya menampilkan suara saja.

Radio RB mempunyai dua acara sandiwara, yaitu sandiwara radio bahasa

Jawa dan sandiwara radio kisah religi (http://gudeg.net/id/directory/37/413/Radio-

Retjo-Buntung-994-FM.html). Adapun acara sandiwara radio yang dipilih penulis

Page 22: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

untuk dilakukan penelitian adalah Sandiwara Radio Kisah Religi (selanjutnya

disingkat SRKR) yang disiarkan Radio RB 99,4 FM Yogyakarta. Sandiwara radio

bahasa Jawa tidak dipilih oleh penulis karena bahasa yang digunakan bukan

bahasa Indonesia melainkan bahasa Jawa. Sehingga hal tersebut bukan merupakan

lingkup kajian untuk sastra Indonesia.

SRKR mampu mengangkat potret nyata kehidupan manusia dengan segala

kelemahan yang dimilikinya dalam sebuah drama radio yang sangat menarik

untuk disimak. SRKR ini disiarkan setiap hari Senin sampai Jumat mulai pukul

09.00 WIB sampai dengan pukul 09.30 WIB. Bagi Pemiarsa yang tidak bisa

mendengarkan SRKR pada pagi hari maka Radio RB memberikan solusi dengan

menghadirkan siaran ulang acara SRKR pada hari Senin sampai Jumat mulai

pukul 21.00 WIB sampai dengan pukul 21.30 WIB.

Acara SRKR ini menghadirkan pelajaran yang bisa diambil karena cerita-

cerita yang disajikan merupakan kisah dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena

itu, sesuai dengan tujuan komunikasi, yaitu, mengubah sikap, mengubah

pendapat, mengubah perilaku, dan mengubah sosial, diharapkan dengan adanya

acara SRKR ini mampu mengubah sikap dan perilaku masyarakat sehari-hari

menjadi lebih baik karena banyak pelajaran yang bisa diambil dari acara SRKR

ini.

Acara SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio RB Yogyakarta ini berbeda

dengan acara sandiwara radio lainnya. Sandiwara radio biasanya hanya

mengangkat drama kolosal, akan tetapi acara SRKR “Cinta yang Hilang” mampu

menampilkan cerita yang menggambarkan potret nyata kehidupan manusia saat

ini, misalnya masalah percintaan, keluarga, persahabatan, dan sebagainya.

Page 23: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Acara SRKR ini menampilkan judul yang berbeda-beda. Judul yang

diambil oleh penulis untuk dijadikan penelitian adalah “Cinta yang Hilang”

naskah karya Liya Adriansyah, dengan sutradara W. Adya Putra. Judul ini terdiri

dari 5 episode. Judul “Cinta yang Hilang” dipilih oleh penulis untuk diteliti karena

menurut pengamatan penulis, judul tersebut yang paling mendekati dengan kisah

kehidupan sehari-hari. Cerita yang disampaikan cukup mewakili perasaan orang

tua pada umumnya, yaitu perasaan untuk diperhatikan dan diberi kasih sayang

oleh anak-anak dan istrinya.

Dari segi kebahasaan, yang menarik dari acara SRKR ini adalah tuturan-

tuturan yang diujarkan oleh para tokoh. Misalnya ketika tokoh Pak Dibyo

merasakan kerinduan kepada anak-anaknya yang tidak kunjung datang untuk

menemui atau menjenguknya, tentu banyak tuturan yang diujarkan mengandung

jenis tindak tutur, seperti tuturan mengekspresikan keluhan, kejengkelan,

kesedihan, kebahagiaan, dan sebagainya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk

meneliti tuturan-tuturan yang terdapat dalam acara SRKR “Cinta yang Hilang” di

Radio Retjo Buntung Yogyakarta dengan menggunakan pendekatan ilmu

pragmatik, yang bertujuan untuk mengetahui makna tuturan tanpa meninggalkan

konteksnya.

Apabila percakapan terjadi antara dua orang atau lebih, maka jumlah

tuturan yang terjadi akan menjadi banyak. Hal inilah yang tejadi dalam acara

SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakara, yaitu percakapan

antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Dalam percakapan, diharapkan

peserta percakapan dapat melakukan percakapan secara kooperatif. Untuk itu

penutur selalu berusaha agar tuturannya selalu relevan dengan konteks, jelas,

Page 24: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

padat dan ringkas sehingga maksud tuturannya bisa dipahami oleh mitra tuturnya.

Agar terjadi suatu percakapan yang baik, peserta tutur harus mematuhi 4 prinsip

kerja sama yang disampaikan oleh Grice, meliputi maksim kuantitas, maksim

kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan. Akan tetapi, berbagai

tuturan yang terjadi pada sebuah percakapan bisa menyebabkan terjadinya

pelanggaran prinsip percakapan. Begitu halnya dalam SRKR “Cinta yang Hilang”

ini, berbagai tuturan para pemain tidak sepenuhnya mematuhi prinsip kerja sama,

namun bisa saja prinsip tersebut dilanggar.

Prinsip kerja sama dalam SRKR “Cinta yang Hilang” ini banyak

diwujudkan dalam bentuk pelanggaran prinsip kerja sama. Dalam penelitian ini,

pelanggaran yang dimaksud adalah pelanggaran prinsip kerja sama yang

dilakukan oleh para pemain SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung

Yogyakarta ketika mereka melakukan percakapan. Wujud Pelanggaran prinsip

kerja sama dalam acara SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung

Yogyakarta ini bisa dijumpai, misalnya ketika tokoh Fatimah bertanya benar atau

tidak jika Pak Dibyo tinggal di satu daerah dengan Fatimah. Pak Dibyo pun

menjawab pertanyaan Fatimah bahwa dirinya satu warga dengan Fatimah,

kemudian Pak Dibyo menunjukkan letak rumahnya kepada Fatimah. Hal tersebut

tentu melanggar maksim kuantitas karena kontribusi yang diberikan oleh Pak

Dibyo tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh Fatimah, yaitu terlalu banyak.

Dari pelanggaran prinsip kerja sama itulah muncul adanya implikatur meyakinkan

yang dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturannya. Dengan menunjukkan letak

rumahnya kepada Fatimah, Pak Dibyo bermaksud membuat Fatimah percaya dan

yakin bahwa Pak Dibyo juga warga di tempat Fatimah tinggal.

Page 25: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Acara SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio RB menarik untuk dikaji

dengan pendekatan pragmatik, karena tuturan-tuturan yang terdapat dalam acara

tersebut mengandung berbagai macam maksud dari penutur, baik yang tersirat

maupun yang tersurat. Semua itu dapat dikaji dalam ilmu pragmatik. Dengan teori

pragmatik, dapat dijelaskan fenomena-fenomena bahasa yang terjadi dalam suatu

percakapan melalui tuturan-tuturan yang disampaikan oleh penutur dan mitra

tutur.

Alasan lain yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian

terhadap acara SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio RB Yogyakarta dengan

pendekatan pragmatik adalah karena banyak muncul keterkaitan bahasa yang

digunakan oleh para tokoh dengan unsur-unsur eksternalnya yang menjadi cirri

khas ilmu pragmatik. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh George Yule bahwa

pragmatik adalah studi yang mengkaji makna kontekstual atau makna yang terikat

dengan konteks (Yule, 1996:3).

Adanya konteks sangat membantu pendengar dalam menikmati acara

SRKR “Cinta yang Hilang” supaya maksud tuturan yang disampaikan oleh para

tokoh dapat dengan mudah dipahami. Begitu pula dalam penelitian ini, adanya

konteks sangat membantu penulis dalam melakukan analisis data. Konteks dalam

SRKR “Cinta yang Hilang” ini bisa diperoleh dari tuturan-tuturan yang

disampaikan oleh para tokoh. Monolog dari para tokoh juga bisa memperjelas

adanya konteks percakapan. Monolog dalam acara SRKR “Cinta yang Hilang” ini

biasanya terdapat dibagian awal, tengah, dan akhir dari cerita.

Ragam bahasa yang digunakan dalam acara SRKR “Cinta yang Hilang”

ini cenderung menggunakan ragam bahasa informal. Penggunaan ragam bahasa

Page 26: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

informal dalam acara tersebut bertujuan supaya cerita yang disampaikan mudah

dipahami dan bisa menarik pendengar untuk menyimak acara SRKR “Cinta yang

Hilang” di Radio RB.

Dari uraian di ataslah penulis tertarik meneliti acara SRKR “Cinta yang

Hilang” di Radio RB Yogyakarta dari segi tindak tutur dan pelanggaran prinsip

kerja sama karena di dalam acara ini banyak tuturan-tuturan yang mengandung

variasi tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama.

B. Pembatasan Masalah

Untuk mencegah kerancuan masalah dan untuk mengarahkan penelitian ini

agar lebih intensif dan efisien sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka

diperlukan adanya pembatasan masalah. Ruang lingkup penelitian ini penulis

fokuskan pada masalah pemakaian bahasa yang digunakan oleh para pemain

SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio RB. Penulis menggunakan pendekatan

pragmatik untuk membedah permasalah yang ada dalam penelitian ini. Penulis

membatasi kajian pada analisis tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama

dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta.

C. Rumusan Masalah

Salah satu hal yang penting dalam suatu penelitian ilmiah adalah

perumusan masalah yang merupakan dasar bagi suatu penelitian. Dengan adanya

perumusan masalah, hal yang hendak dikaji dapat didefinisikan lebih rinci dan

dirumuskan dalam pernyataan-pernyataan yang operasional, yaitu pernyataan-

pernyataan yang mengarahkan sekaligus membatasi rumusan masalah. Perumusan

masalah sekaligus mempertegas ruang ligkup yang diteliti (pembatasan masalah).

Page 27: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Dengan demikian, penelitian lebih dikhususkan dan ditentukan ruang lingkupnya

(Edi Subroto, 1992:88).

Sejalan dengan latar belakang masalah di atas, maka dalam penelitian ini

penulis merumuskan masalah yang akan dikaji sebagai berikut:

1. Bagaimana wujud tindak tutur dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio

Retjo Buntung Yogyakarta?

2. Bagaimana wujud pelanggaran prinsip kerja sama dalam SRKR “Cinta

yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan suatu penelitian adalah memecahkan masalah. Adapun tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan wujud tindak tutur dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di

Radio Retjo Buntung Yogyakarta.

2. Mendeskripsikan wujud pelanggaran prinsip kerja sama dalam SRKR

“Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta.

E. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian ilmiah diharapkan mampu memberikan manfaat baik

secara teoretis maupun praktis. Adapun manfaat yang dapat diberikan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

a. Memperkaya hasil penelitian dalam peristiwa kebahasaan terutama

masalah tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama.

Page 28: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

b. Menambah khasanah kajian dalam bidang pragmatik khususnya dan

linguistik umumnya.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan sumbangan positif kepada pembuat acara SRKR dan penulis

naskah sandiwara radio “Cinta yang Hilang” tentang wujud tindak tutur

dan pelanggaran prinsip kerja sama dalam karyanya yang berupa

sandiwara radio agar yang disampaikan bisa lebih menarik dan mengena

serta mudah dipahami.

b. Menambah wawasan pembaca dalam menikmati suatu sandiwara radio.

c. Dengan adanya penelian ini diharapkan masyarakat bisa menerapkan

penggunaan tindak tutur dan prinsip kerja sama dalam percakapan sehari-

hari agar terjadi suatu tuturan yang relevan dan mitra tutur mampu

memahami maksud tuturan yang disampaikankan oleh penutur.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan diperlukan untuk mempermudah penguraian

masalah dalam suatu penelitian, yaitu agar cara kerja penelitian lebih terarah,

runtut, dan jelas. Penulisan yang sistematis banyak membantu pembaca dalam

memahami penelitian. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini tersusun

atas lima bab. Kelima bab itu adalah sebagai berikut.

Bab pertama pendahuluan. Bab ini terdiri atas latar belakang masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika penulisan.

Bab kedua kajian pustaka dan kerangka pikir. Bab ini terdiri atas kajian

pustaka, dan kerangka pikir. Kajian pustaka berisi tinjauan terdahulu dan landasan

Page 29: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

teori. Tinjauan terdahulu merupakan tinjauan dari penelitian-penelitian

sebelumnya yang sejenis dan relevan dengan penelitian ini, sedangkan landasan

teori berisi tentang teori-teori yang digunakan untuk mengkaji dan memahami

permasalahan yang diteliti. Kerangka pikir berisi gambaran secara jelas kerangka

yang digunakan penulis untuk mengkaji dan memahami permasalahan yang

diteliti.

Bab ketiga metode penelitian. Bab ini memberikan gambaran proses

penelitian yang terdiri atas jenis penelitian dan pendekatan, sumber data dan data,

metode dan teknik pengumpulan data, klasifikasi data, metode dan teknik analisis

data, metode penyajian hasil analisis data.

Bab keempat analisis data. Bab ini merupakan inti dari penelitian yang

berisikan analisis data, yaitu deskripsi tentang wujud tindak tutur dan pelanggaran

prinsip kerja sama.

Bab kelima penutup. Bab ini berisi simpulan hasil penelitian dan saran.

Page 30: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Tinjauan Terdahulu

Ada beberapa studi terdahulu yang berhubungan dengan penelitian tindak

tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama yang menggunakan pendekatan

pragmatik. Beberapa studi terdahulu yang penulis temukan yang sejenis dan masih

relevan dengan penelitian ini akan dipaparkan sebagai berikut.

Skripsi Waluyo (2009) dari dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa,

Universitas Sebelas Maret, Surakarta yang berjudul Pelanggaran Prinsip Kerja

Sama dan Prinsip Kesopanan dalam Percakapan Lum Kelar di Radio Sas FM,

membahas tiga permasalahan, yaitu (1) bentuk pelanggaran prinsip kerja sama

dalam percakapan Lum Kelar, (2) bentuk pelanggaran prinsip kesopanan dalam

Percakapan Lum Kelar, (3) implikatur percakapan yang terdapat dalam

percakapan Lum Kelar.

Beberapa hal yang bisa disimpulkan dari skripsi tersebut pertama,

ditemukan adanya pelanggaran terhadap prinsip kerja sama dalam tuturan Lum

Kelar. Pelanggaran prinsip kerja sama terjadi terhadap empat maksim, yaitu (a)

pelanggaran maksim kuantitas, (b) pelanggaran maksim kualitas, (c) pelanggaran

maksim relevansi, (d) pelanggaran maksim pelaksanan. Pelanggaran prinsip kerja

sama paling banyak terjadi terhadap maksim kualitas. Kedua, ditemukan adanya

pelanggaran terhadap prinsip kesopanan dalam percakapan Lum Kelar.

Pelanggaran hanya terjadi terhadap lima maksim dari enam maksim yang tercakup

Page 31: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

dalam prinsip ini. Pelanggaran-pelanggaran yang dimaksud adalah (a)

pelanggaran maksim kebijaksanaan, (b) pelanggaran maksim penerimaan, (c)

pelanggaran maksim kemurahan, (d) pelanggaran maksim kerendahan hati, dan

(e) pelanggaran maksim kecocokan. Pelanggaran terhadap maksim kesimpatian

tidak ditemukan dalam penelitian ini. Ketiga, tuturan dalam Lum Kelar

mengandung beberapa macam implikatur percakapan. Implikatur-implikatur

tersebut digunakan antara lain untuk (a) menegaskan, (b) mengeluh, (c)

menciptakan humor, (d) menyindir, (e) memastikan, (f) menolak, (g)

menyombongkan diri, (h) mengejek, dan (i) menyatakan rasa kesal. Dalam

percakapan Lum Kelar, implikatur percakapan terbanyak digunakan untuk humor.

Hal tersebut merupakan salah satu strategi untuk menarik minat pendengar, agar

mau mendengarkan Lum Kelar dari awal hingga akhir.

Skripsi Eri Dwi Astuti (2012) dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa,

Universitas Sebelas Maret, Surakarta yang berjudul Tindak Tutur dan Kesopanan

Berbahasa dalam Dialog Kesehatan di Radio FM Surakarta (Sebuah Tinjauan

Pragmatik), membahas dua permasalahan, yaitu (1) bentuk tindak tutur dalam

Dialog Kesehatan di Radio FM Surakarta, (2) bentuk kesopanan berbahasa dalam

Dialog Kesehatan di Radio FM Surakarta.

Beberapa hal yang bisa disimpulkan dari skripsi tersebut pertama,

ditemukan 4 jenis tindak tutur ilokusi, yaitu tindak tutur asertif atau representatif,

tindak tutur direktif, tindak tutur ekspresif, dan tindak tutur komisif. Tindak tutur

asertif meliputi enam subtindak tutur, yaitu melaporkan, menjelaskan,

menyampaikan pendapat, meluruskan, menegaskan, dan menyetujui. Tindak tutur

direktif meliputi tujuh subtindak tutur, yaitu mempersilakan, meminta, menasihati,

Page 32: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

menyarankan, mengingatkan, melarang, dan menyuruh. Tindak tutur ekspresif

meliputi empat subtindak tutur, yaitu berterima kasih, meminta maaf, mengeluh,

dan memuji. Tindak tutur komisif meliputi dua subtindak tutur, yaitu berjanji dan

menawarkan. Kedua, bentuk kesopanan berbahasa terjadi karena mematuhi

maksim kesopanan Leech yang terdiri dari lima maksim, yaitu maksim kearifan,

maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, dan maksim

kesepakatan.

Dari beberapa tinjauan terdahulu di atas, penelitian-penelitian tersebut

membahas masalah tindak tutur, pelanggaran prinsip kerja sama, prinsip

kesopanan, dan implikatur percakapan. Dua penelitian di atas digunakan sebagai

tinjauan terdahulu karena dalam penelitian ini penulis juga membahas masalah

tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama. Walaupun pada penelitian

terdahulu telah dilakukan penelitian tentang tindak tutur dan pelanggaran prinsip

kerja sama, namun data yang dikaji dalam penelitian ini berbeda dengan

penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian ini

penulis focus pada kajian tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama dalam

SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta. Dari uraian di

atas dapat diketahui bahwa penelitian tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja

sama dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta

belum pernah dilakukan.

2. Landasan Teori

a. Pragmatik

Menurut Asim Gunarwan (dalam PELLBA 7, 1994:83-84), bidang

linguistik yang mempelajari maksud ujaran, bukan makna kalimat yang diujarkan

Page 33: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

disebut pragmatik. Pragmatik mempelajari maksud ujaran atau daya (force)

ujaran. Pragmatik juga mempelajari fungsi ujaran, yakni untuk apa suatu ujaran

itu dibuat atau diujarkan. Geoffrey Leech mendefinisikan pragmatik sebagai studi

tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situations)

(Leech, 1993:8).

Pada kesempatan lain, Jenny Thomas dalam bukunya yang berjudul

“Meaning in Interaction: An Introduction to Pragmatics”, bidang ilmu yang

mengkaji makna dalam interaksi atau meaning in interaction disebut pragmatik.

Pengertian tersebut dengan mengandalkan bahwa pemaknaan merupakan proses

dinamis yang melibatkan negosiasi antara pembicara dan pendengar serta antara

konteks ujaran (fisik, sosial, dan linguistik) dan makna potensial yang mungkin

dari sebuah ujaran (Thomas, 1995:22).

Sementara itu, I Dewa Putu Wijana berpendapat bahwa cabang ilmu

bahasa yang mempelajari stuktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan

kebahasaan digunakan dalam komunikasi disebut pragmatik. Jadi, makna yang

dikaji pragmatik adalah makna yang terikat konteks (context dependent) atau

dengan kata lain mengkaji maksud penutur (1996:2). Senada dengan I Dewa Putu

Wijana, Muhammad Rohmadi menegaskan bahwa pragmatik adalah studi

kebahasaan yang terikat konteks. Konteks memiliki peranan kuat dalam

menentukan maksud penutur dalam berinteraksi dengan lawan tutur (2004:2).

George Yule dalam bukunya yang berjudul “Pragmatics” mendefinisikan

pragmatik menjadi empat batasan. Keempat batasan tersebut dapat dilihat sebagai

berikut:

Page 34: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

1) “Pragmatics is the study of speaker meaning” (Pragmatik adalah studi

yang mengkaji tentang makna penutur).

2) “Pragmatics is the study of contextual meaning” (Pragmatik adalah studi

yang mengkaji tentang makna kontekstual).

3) “Pragmatics is the study of how more gets communicated than is said”

(Pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang

disampaikan dari pada yang dituturkan).

4) “Pragmatics is the study of the expression of relative distance” (Pragmatik

adalah studi yang mengkaji tentang bentuk ungkapan atau ekspresi

menurut jarak sosial dari penutur dan mitra tutur) (Yule, 1996:3).

b. Situasi Tutur

Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Pernyataan ini sejalan

dengan pandangan bahwa tuturan merupakan akibat, sedangkan situasi tutur

merupakan sebabnya. Di dalam komunikasi tidak ada tuturan tanpa situasi tutur.

Maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat diidentifikasikan melalui situasi

tutur yang mendukungnya (Rustono, 1999:25).

Terkait masalah situasi tutur, Geoffrey Leech mengemukakan beberapa

aspek yang perlu dipertimbangkan dalam studi pragmatik. Aspek-aspek tersebut

mencakup 5 aspek, yang meliputi:

1) Penyapa dan pesapa

Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca

bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-

aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar

Page 35: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan

sebagainya.

2) Konteks sebuah tuturan

Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek

fisik atau seting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Di dalam

pragmatik konteks itu pada hakikatnya adalah semua latar belakang

pengetahuan (backround knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur

dan lawan tutur.

3) Tujuan sebuah tuturan

Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh

maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan

yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang

sama. Atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan

tuturan yang sama.

4) Tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan

Tindak tutur itu merupakan suatu aktivitas. Pada tindakan bertutur, alat

ucaplah yang berperan. Alat ucap juga termasuk bagian tubuh manusia.

5) Tuturan sebagai produk tindak verbal

Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik seperti yang

dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur.

Oleh karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak

verbal (Leech, 1993:19-21).

Page 36: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

c. Tindak Tutur

Teori tindak tutur „speech act‟ berawal dari ceramah yang disampaikan

oleh filsuf berkebangsaan Inggris, John L. Austin, pada tahun 1955 di Universitas

Harvard, yang kemudian diterbitkan pada tahun 1962 dengan judul “How to do

Things with Word” (Nadar, 2009:11).

Tindak tutur merupakan hal penting dalam pragmatik. George Yule

berpendapat bahwa “speech act is actions performed via utterances” „tindak tutur

adalah tindakan yang dilakukan lewat tuturan‟ (Yule, 1996:47). Senada dengan

George Yule, Rustono mengatakan bahwa mengujarkan sebuah tuturan tertentu

dapat dipandang sebagai melakukan tindakan (mempengaruhi, menyuruh), di

samping memang mengucapkan atau mengujarkan tuturan itu. Kegiatan

melakukan tindakan mengujarkan tuturan itulah yang merupakan tindak tutur atau

tindak ujar (Rustono, 1999:31).

Masih terkait masalah tindak tutur, J. L. Austin menggolongkan tindak

tutur yang menggunakan kalimat performatif (kalimat yang pengutaraannya

dipergunakan untuk melakukan sesuatu) menjadi tiga peristiwa tindakan, yang

meliputi:

1) Tindak Lokusi (locutionary act)

Tindak lokusi merupakan tindak tutur yang dimaksudkan untuk

menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk

kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Tindak tutur ini disebut

sebagai the act of saying something. Searle (1969) menyebut tindak tutur

lokusi ini dengan istilah tindak bahasa preposisi (prepositional act) karena

tindak tutur ini hanya berkaitan dengan makna.

Page 37: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

2) Tindak Ilokusi (illocutionary act)

Tindak ilokusi merupakan tindak melakukan sesuatu (the act of to do

something). Berbeda dari lokusi, tindak ilokusi merupakan tindak tutur

yang mengandung maksud dan fungsi atau daya tuturan.

3) Tindak Perlokusi (perlocutionary act)

Sebuah tuturan yang diucapkan seseorang sering memiliki efek atau daya

pengaruh (perlocutionary force). Efek yang dihasilkan dengan

mengujarkan sesuatu itulah yang oleh Austin dinamakan tindak perlokusi.

Efek atau daya tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara sengaja,

dapat pula secara tidak sengaja. Tindak tutur yang pengujarannya

dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur inilah yang merupakan

tindak perlokusi (Austin, 1968:94-102).

Istilah 'tindak tutur' umumnya diterjemahkan secara sempit dengan sekedar

diartikan sebagai tekanan illokusi suatu tuturan. Tekanan ilokusi suatu tuturan

adalah „apa yang diperhitungkan tekanan itu‟. Tuturan yang sama secara potensial

dapat memiliki tekanan ilokusi yang sedikit berlainan (misalnya: janji dengan

peringatan). Supaya pendengar mengetahui tekanan ilokusi apa yang dimaksudkan

oleh penutur, maka diperlukan adanya alat penunjuk tekanan ilokusi (Yule,

2006:84-85).

Terkait masalah alat penunjuk tekanan ilokusi, George Yule menjelaskan

bahwa “Alat Penunjuk Tekanan Illokusi (APTI) ialah jenis ungkapan di mana

terdapat suatu celah untuk sebuah kata kerja yang secara eksplisit menyebutkan

tindakan illokusi yang sedang ditunjukkan. Kata kerja yang demikian ini

dikatakan sebagai kerja kata performatif (Vp)” (Yule, 2006:85). Contoh kata kerja

Page 38: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

performatif , misalnya berjanji dan memperingatkan. Jika kata kerja performatif

tersebut dinyatakan dalam suatu tuturan, maka akan sangat jelas kata kerja

performatif tersebut sebagai APTI. Lebih lengkap George Yule menjelaskan

bahwa APTI yang lain yang dapat diidentifikasikan ialah urutan kata, tekanan, dan

intonasi. Ada juga alat-alat penunjuk lainnya yang dimungkinkan untuk

menunjukkan tekanan illokusi, misalnya kualitas suara yang rendah untuk

memperingatkan atau mengancam (Yule, 2006:86-87).

Dalam konteks sehari-hari ada juga pra-kondisi pada tindak tutur yang

dikemukakan oleh George Yule, pra-kondisi tersebut adalah kondisi umum pada

peserta, misalnya bahwa mereka dapat memahami bahasa yang sedang digunakan.

Kondisi isi, misalnya untuk sebuah peringatan atau sebuah janji, kedua tuturan itu

harus berisi tentang peristiwa yang akan terjadi mendatang. Kondisi persiapan

untuk suatu janji secara signifikan berbeda dengan kondisi persiapan dalam suatu

peringatan. Kondisi persiapan ini berhubungan dengan kondisi ketulusan yang

merupakan pra-kondisi keempat. Sebuah janji dalam kondisi ini penutur harus

secara tulus bermaksud untuk melaksanakan tindakan itu di masa mendatang.

Sementara itu, untuk suatu peringatan, penutur secara tulus percaya bahwa

peristiwa di masa yang akan datang itu tidak memiliki suatu akibat yang

bermanfaat. Yang terakhir merupakan kondisi esensial, yang meliputi kenyataan

bahwa dengan tindakan ucapan janji, maka penutur bermaksud menciptakan suatu

keharusan untuk melaksanakan tindakan yang dijanjikan. Dengan kata lain,

tuturan mengubah pernyataan penutur dari ketidakharusan menjadi suatu

keharusan (Yule, 2006:87-88).

Page 39: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Austin mengemukakan pandangannya bahwa di dalam mengutarakan

tuturan, seseorang dapat melakukan sesuatu selain mengatakan sesuatu. Tuturan

yang pengutaraanya digunakan untuk melakukan sesuatu, seperti tindakan mohon

maaf, berjanji, bertaruh, mengumumkan, dan meresmikan disebut tuturan

performatif (performative), sedangkan tuturan yang dipergunakan untuk

mengatakan sesuatu disebut tuturan konstantif (constative). Tuturan performatif

tidak mengandung nilai benar dan salah (dalam I Dewa Putu Wijana, 1996:23-24).

Austin (1962) mengemukakan bahwa validitas tuturan performatif

tergantung pada terpenuhinya beberapa syarat yang disebut felicity conditions.

Adapun syarat-syarat yang diajukan meliputi:

1) Orang yang mengutarakan dan situasi pengutaraan tuturan itu harus sesuai.

2) Tindakan itu harus dilakukan secara sungguh-sungguh oleh penutur dan

lawan tutur

3) Penutur dan lawan tutur harus memilki niat yang sungguh-sungguh untuk

melakukan tindakan itu (dalam I Dewa Putu Wijana, 1996:24-25)

Searle memperluas syarat-syarat validitas tindak tutur yang diajukan oleh

Austin menjadi 5 syarat, yang meliputi:

1) Penutur harus memiliki niat yang sungguh-sungguh terhadap apa yang

dijanjikannya.

2) Penutur harus berkeyakinan bahwa lawan tutur percaya bahwa tindakan itu

benar-benar akan dilaksanakan.

3) Penutur harus berkeyakinan bahwa ia mampu melaksanakan tindakan itu.

4) Penutur harus memprediksi tindakan yang akan dilakukan (future action),

bukannya tindakan-tindakan yang sudah dilakukan.

Page 40: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

5) Penutur harus memprediksi tindakan yang dilakukannya sendiri, bukan

tindakan yang dilakukan orang lain (dalam I Dewa Putu Wijana, 1996: 25-

26).

Pada kesempatan lain, J. R. Searle mengategorikan tindak tutur menjadi

lima jenis, yang meliputi:

1) Asertif (Assertives)

Tindak tutur asertif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada

kebenaran proposisi atas hal yang dikatakannya. Tuturan-tuturan yang

termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini misalnya, tindak tutur

menyatakan, melaporkan, memprediksi, menunjukkan, dan menyebutkan.

2) Direktif (Directives)

Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya

dengan maksud agar lawan tutur melakukan tindakan yang disebutkan di

dalam tuturan itu atau berharap lawan tutur melakukan sesuatu. Tuturan-

tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini misalnya, tindak

tutur menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, memerintah,

meminta, dan menantang.

3) Komisif (Commisives)

Tindak tutur komisif adalah tindak tutur untuk mengikat penuturnya pada

suatu tindakan yang dilakukannya pada masa mendatang dan

melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam tuturan. Tuturan yang

termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini misalnya, tindak tutur berjanji,

bersumpah, berkaul, menawarkan, menyatakan kesanggupan, dan

mengancam.

Page 41: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

4) Ekspresif ( Expressives)

Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dilakukan dengan maksud

agar tuturannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan

dalam tuturan untuk mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap

suatu keadaan. Tuturan-tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur

ini misalnya, tindak tutur memuji, mengucapkan terima kasih, meminta

maaf, mengucapkan selamat, mengkritik, dan mengeluh.

5) Deklarasi (Declarations)

Tindak tutur deklarasi adalah tindak tutur yang dilakukan penutur dengan

maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang

baru. Tuturan-tuturan yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini

misalnya, memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, dan

mengangkat (Searle, 1996:147-149).

Ahli lain, Geoffrey Leech mengklasifikasikan tindak tutur menjadi enam

macam, yang meliputi:

1) Asertif: merupakan tindak tutur yang mengikat penutur pada kebenaran

proposisi yang dituturkan, misalnya menceritakan, melaporkan,

mengemukakan, menyatakan, mengumumkan, mendesak.

2) Direktif: bentuk tindak tutur yang dimaksud oleh penutur untuk membuat

pengaruh agar mitra tutur melakukan sesuatu tindakan, misalnya

memohon, meminta, memberi perintah, menuntut, melarang.

3) Komisif: tindak tutur yang menyatakan janji atau penawaran, misalnya

menawarkan, menawarkan diri, menjanjikan, bersumpah.

Page 42: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

4) Ekspresif: tindak tutur yang berfungsi untuk menunjukkan sikap psikologis

penutur terhadap keadaan yang sedang dialami oleh mitra tutur, misalnya

mengucapkan selamat, mengucapkan terima kasih, merasa ikut

bersimpati, meminta maaf.

5) Deklaratif: tindak tutur yang menghubungkan isi tuturan dengan

kenyataan, misalnya memecat, membaptis, menikahkan, mengangkat,

menghukum, memutuskan.

6) Rogatif: tindak tutur yang dinyatakan oleh penutur untuk menanyakan jika

bermotif langsung atau mempertanyakan jika bermotif ragu-ragu, misalnya

menanyakan, mempertanyakan, dan menyangsikan (Leech, 1993:327-

329).

Sementara itu, Fraser mengklasifikasikan tindak tutur menjadi delapan

macam, yang meliputi:

1) Tindakan asertif (act of asserting): ditandai dengan verba menuduh,

mengakui, menyimpulkan, memberi tahu, menyatakan, menyatakan yakin.

2) Tindakan evaluasi (act of evaluating): ditandai dengan verba mendesak,

mengevaluasi, menganggap, memvonis, menerka.

3) Tindakan reflektif perilaku pembicara (acts of reflecting speaker attitude):

ditandai dengan verba memuji, mengeluh, merasa ikut bersimpati,

menuduh, menyayangkan, meminta maaf.

4) Tindakan penetapan (acts of stipulating): ditandai dengan verba

menetapkan, mencalonkan, memilih, mengumumkan, mengatur,

menggolongkan.

Page 43: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

5) Tindakan permohonan (acts of requesting): ditandai dengan verba

menuntut, memohon, menawarkan, mengundang, mengarahkan, melarang.

6) Tindakan menyarankan (acts of suggesting) ditandai dengan verba

memperingatkan, merekomendasikan, menyarankan, mengusulkan,

mendukung, menasihati.

7) Tindakan dari penggunaan kekuasaan (act of exercising authority):

ditandai dengan verba membatalkan, memutuskan, memecat, menurunkan

gaji, mewariskan, menghukum.

8) Tindakan komisif (act of committing): ditandai dengan verba bersumpah,

berjanji, menawarkan diri, meyakinkan, berikrar, berkaul (dalam Nadar,

2009:16-17).

Pada kesempatan lain, J. R. Searle menjelaskan bahwa tindak tutur dapat

dibedakan menjadi tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung.

1) Tindak tutur langsung

Secara formal, berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat

berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah

(imperatif). Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk

memberitakan sesuatu (informasi), kalimat tanya untuk menanyakan

sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan,

permintaan, atau permohonan. Bila kalimat berita difungsikan secara

konvensional untuk mengatakan sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya,

dan kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon, dsb, tindak

tutur yang terbentuk adalah tindak tutur langsung (direct speech act).

Page 44: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

2) Tindak tutur tidak langsung

Tindak tutur tidak langsung (indirect speech) ialah tindak tutur untuk

memerintah sesorang melakukan sesuatu secara tidak langsung. Tindakan

ini dilakukan dengan memanfaatkan kalimat berita atau kalimat tanya agar

orang yang diperintah tidak merasa dirinya diperintah. Tuturan yang

diutarakan secara tidak langsung bisanya tidak dapat dijawab secara

langsung, tetapi harus segera dilaksanakan maksud yang terimplikasi di

dalamnya (dalam I Dewa Putu Wijana, 1996:30-31).

Sehubungan dengan kelangsungan dan ketidaklangsungan tuturan, tindak

tutur juga dibedakan menjadi tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal.

1) Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya

sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya.

2) Tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) ialah tindak tutur yang

maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata

yang menyusunnya (I Dewa Putu Wijana 1996:32).

Bila tindak tutur langsung dan tidak langsung disinggungkan

(diinterseksikan) dengan tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal, maka

akan diperoleh empat macam tindak tutur, meliputi:

1) Tindak tutur langsung literal

Tindak tutur langsung literal (direct literal speech act) adalah tindak tutur

yang diutarakan dengan modus tuturan dan makna yang sama dengan

maksud pengutaraanya. Maksud memerintah disampaikan dengan kalimat

perintah, memberitakan dengan kalimat berita, menanyakan sesuatu

dengan kalimat tanya, dsb.

Page 45: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

2) Tindak tutur tidak langsung literal

Tindak tutur tidak langsung literal (indirect literal speech act) adalah

tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai

dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang

menyusunnya sesuai dengan yang dimaksudkan penutur. Dalam tindak

tutur ini maksud memerintah diutarakan dengan kalimat berita atau

kalimat tanya.

3) Tindak tutur langsung tidak literal

Tindak tutur langsung tidak literal (direct nonliteral speech act) adalah

tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan

maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna

yang sama dengan maksud penuturnya. Maksud memerintah diungkapkan

dengan kalimat perintah dan maksud menginformasikan dengan kalimat

berita. Hal lain yang perlu diketahui adalah kalimat tanya tidak dapat

digunakan untuk mengutarakan tindak tutur langsung tidak literal.

4) Tindak tutur tidak langsung tidak literal

Tindak tutur tidak langsung tidak literal (indirect nonliteral speech act)

adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna

kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan (I Dewa

Putu Wijana1996:33-35).

d. Prinsip Kerja Sama

Prinsip kerja sama merupakan pokok subteori tentang penggunaan bahasa

itu dimaksudkan sebagai upaya membimbing para peserta percakapan agar dapat

melakukan percakapan secara kooperatif (Rustono, 1999:53).

Page 46: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Di dalam komunikasi yang wajar agaknya dapat diasumsikan bahwa

seorang penutur mengartikulasikan ujaran dengan maksud untuk

mengkomunikasikan sesuatu kepada lawan bicaranya, dan berharap lawan

bicaranya dapat memahami yang hendak dikomunikasikan itu. Untuk ini penutur

selalu berusaha agar tuturannya selalu relevan dengan konteks, jelas dan mudah

dipahami, padat dan rigkas (straight forward), sehingga tidak menghabiskan

waktu lawan bicaranya (I Dewa Putu Wijana, 1996:45).

H. P. Grice, mengatakan prinsip kerja sama yang berbunyi: “Make your

conversational contribution such as is required, at the stage at whice it occurs, by

the accepted purpose or direction of the talk exchange in which you are engaged”

(Buatlah sumbangan percakapan Anda seperti yang Anda inginkan pada saat

berbicara, berdasarkan tujuan percakapan yang disepakati atau arah percakapan

yang sedang anda ikuti) (Grice, 1996:158-159).

Terkait masalah prinsip kerja sama, H. P. Grice mengemukakan bahwa secara

lengkap prinsip kerja sama meliputi empat maksim, yang satu persatu dapat

disebutkan sebagai berikut: (1) maksim kuantitas (the maxim of quantity), (2)

maksim kualitas (the maxim of quality), (3) maksim relevansi (the maxim of

relevance), dan (4) maksim pelaksanaan (the maxim of manner).

1) Maksim kuantitas (the maxim of quantity)

Maksim kuantitas dijabarkan menjadi dua submaksim, a) “Make your

contribution as invormative as is required (for the current purposes of the

exchange)”, b) “Do not make your contribution more informative than is

required”. (Maksim kuantitas: a) „Berikan informasi anda sesuai

Page 47: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

kebutuhan sesuai dengan tujuan atau maksud pertuturan‟, b) „Jangan

memberikan informasi yang berlebihan dari yang dibutuhkan‟).

2) Maksim kualitas (the maxim of quality)

Maksim kualitas dijabarkan ke dalam dua submaksim, a) “Do not say what

you believe to be false”, b) “Do not say that for which you lack adequate

evidence”. (Maksim kualitas: a) „Jangan mengatakan sesuatu yang tidak

benar‟, b) „Jangan mengatakan sesuatu yang kebenarannya tidak dapat

dibuktikan secara memadai‟).

3) Maksim relevansi (the maxim of relevance)

Untuk maksim relevasi, Grice memberikan sebuah ungkapan “Be

relevant”. Dalam maksim relevansi, usahakan perkataan Anda ada

relevansinya.

4) Maksim pelaksanaan (the maxim of manner)

Maksim pelaksanaan dijabarkan ke dalam empat submaksim: a) “Avoid

obscurity”, b) “Avoid ambiguity”, c) “Be brief (avoid unnecessary

prolixity)”, d) “Be orderly”. (Maksim pelaksanaan: a) „Hindarilah

pernyataan-pernyataan yang samar‟, b) „Hindarilah ketaksaan‟, c)

„Usahakan agar ringkas (hindarilah pernyataan-pernyataan yang panjang

lebar dan bertele-tele)‟, d) „Usahakan agar Anda berbicara secara teratur‟)

(Grice, 1996:159).

e. Implikatur

Implikatur adalah salah satu bidang kajian dari pragmatik. Implikatur

(implicature) berasal dari kata kerja “to imply”, sedangkan kata bendanya adalah

implication (Mey dalam Nadar, 2009: 60).

Page 48: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Terkait masalah implikatur, Grice mengatakan bahwa implikatur adalah

derivasi kata implicate, yang semula bermakna menuduh seseorang terlibat dalam

perbuatan yang melanggar hukum, maka makna ini diubah oleh Grice menjadi

sinonimi kata imply. Bedanya adalah imply bermakna menyiratkan secara umum,

sedangkan implicate bermakna menyiratkan secara kebahasaan (dalam Asim

Gunarwan, 2007:86).

Menurut Asim Gunarwan (2007:87) istilah implikatur hampir selalu

dikaitkan dengan Grice yang memostulatkan bahwa di dalam berkomunikasi itu

efisien dan efektif. Dengan kata lain, partisipan komunikasi perlu mematuhi

Prinsip Kerja Sama (Cooperative Principle), yang dapat dijabarkan menjadi

empat maksim atau bidal, yaitu bidal keinformatifan, bidal kebenaran, bidal

relevansi, dan bidal kejelasan. Namun nyatanya dalam komunikasi sehari-hari,

orang tidak selalu mematuhi Prinsip Kerja Sama tersebut. Dengan kata lain, bidal-

bidal Prinsip Kerja Sama tersebut sering dilanggar dalam komunikasi sehari-hari.

Implikatur percakapan adalah implikasi pragmatis yang terdapat di dalam

percakapan yang timbul sebagai akibat terjadinya pelanggaran prinsip percakapan

(Rustono, 1999:77).

Kunjana Rahardi mengatakan bahwa di dalam pertuturan yang

sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena

mereka berdua memiliki semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang

sesuatu yang dipertuturkan itu. Di antara penutur dan mitra tutur terdapat

semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa yang sedang dipertuturkan itu

saling dimengerti (2005: 42-43).

Page 49: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Terkait masalah implikatur, H. P. Grice membedakan implikatur menjadi

dua bagian, yaitu:

1) Implikatur konvensional

Implikatur konvensioanal adalah implikatur yang diperoleh dari makna

kata, dan bukan dari prinsip percakapan. (Grice dalam Rustono, 1999:80).

2) Implikatur nonkonvensioanal atau implikatur percakapan

Implikatur nonkonvensioanal adalah implikasi pragmatis yang tersirat di

dalam suatu percakapan akibat terjadinya pelanggaran prinsip percakapan

(Grice dalam Rustono, 1999:80).

Selanjutnya, Asim Gunarwan (dalam Rustono, 1999:81) menegaskan tiga

hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan implikatur, yaitu:

a) Implikatur bukanlah bagian dari tuturan.

b) Implikatur bukanlah akibat logis tuturan.

c) Mungkin saja sebuah tuturan memiliki lebih dari satu implikatur dan itu

tergantung kepada konteksnya.

Terkait masalah implikatur, Grice dan Levinson membagi implikatur

nonkonvensioanal atau implikatur percakapan menjadi dua, yaitu implikatur

percakapan khusus dan implikatur percakapan umum.

1) Implikatur percakapan khusus

Implikatur percakapan khusus adalah implikatur yang kemunculannya

memerlukan konteks khusus.

Page 50: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

2) Implikatur percakapan umum

Implikatur percakapan umum adalah implikatur yang kehadirannya di

dalam percakapan tidak memerlukan konteks khusus (dalam Rustono,

1999:81).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa implikatur

percakapan muncul dalam suatu tindak percakapan. Oleh sebab itu, sifatnya

temporer (terjadi saat berlangsungnya tindak percakapan).

Page 51: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

B. Kerangka Pikir

Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Tindak Tutur

Sumber Data

5 episode Acara SRKR

“Cinta yang Hilang”

Data

Rekaman Percakapan

para pemain SRKR

“Cinta yang Hilang” Dialog

Tuturan yang

Mengandung Tindak

Tutur

Tuturan yang Mengandung

Pelanggaran Prinsip Kerja

Sama

Konteks

Tindak Tutur Searle Pelanggaran Prinsip Kerja Sama Grice

1. Maksim Kuantitas

2. Maksim Kualitas

3. Maksim Relevansi

4. Maksim Pelaksanaan

1. Asertif

2. Direktif

3. Ekspresif

4. Komisif

5. Deklarasi

Implikatur

Hasil Analisis Data:

1. Wujud tindak tutur dalam SRKR “Cinta yang Hilang”

2. Wujud pelanggaran prinsip kerja sama dalam SRKR “Cinta yang Hilang”

Page 52: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

Penjelasan bagan di atas:

Objek kajian penelitian ini adalah tindak tutur dan pelanggaran prinsip

kerja sama. Sumber data dalam penelitian ini adalah acara SRKR “Cinta yang

Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta yang disiarkan pada tanggal 18 Juli

2011 sampai 22 Juli 2011. Dari sumber data akan diperoleh data penelitian berupa

dialog para pemain SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung

Yogyakarta yang mengandung tindak tutur, pelanggaran prinsip kerja sama, dan

implikatur beserta konteksnya yang disiarkan pada tanggal 18 Juli 2011 sampai 22

Juli 2011. Dialog dalam acara SRKR “Cinta yang Hilang” ini dianalisis

menggunakan teori tindak tutur dari Searle dan pelanggaran prinsip kerja sama

Grice berserta implikaturnya.

Page 53: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Pendekatan

D. Edi Subroto berpendapat bahwa “Penelitian kualitatif adalah penelitian

yang bersifat deskriptif. Peneliti mencatat dengan teliti dan cermat data yang

berwujud kata-kata, kalimat-kalimat, wacana, gambar/foto, catatan harian,

memorandum, video tipe” (Edi subroto, 1992:7).

Berdasarkan uraian di atas, maka metode yang digunakan dalam penelitian

Tindak Tutur dan Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam Sandiwara Radio

Kisah Religi “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta ini adalah

metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Hal tersebut dikarenakan, hasil analisis

dalam penelitian ini berbentuk deskripsi fenomena tindak tutur dan pelanggaran

prinsip kerja sama dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung

Yogyakarta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik untuk menganalisis

data. Pendekatan pragmatik di dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab

permasalahan dan menginterpretasikan maksud suatu tuturan. Tindak tutur dan

pelanggaran prinsip kerja sama dalam acara SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio

Retjo buntung Yogyakarta ini dianalisis dengan mempertimbangkan faktor-faktor

konteks situasi tuturnya.

Page 54: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

B. Sumber Data dan Data

1. Sumber Data

Sudaryanto (1990:33) menjelaskan bahwa sumber data adalah asal dari

data penelitian itu diperoleh. Dari sumber itu penulis memperoleh data yang

dimaksud dan yang diinginkan. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah

acara SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta selama 5

episode yang disiarkan pada tanggal 18 Juli 2011 sampai 22 Juli 2011.

2. Data

Data berbeda dengan objek penelitian. Sudaryanto (1990:3) memberi

batasan data sebagai bahan penelitian, yaitu berupa bahan jadi (lawan dari bahan

mentah), yang ada berkat pemilihan dan pemilahan aneka macam tuturan. Adapun

data dalam penelitian ini adalah dialog para pemain SRKR “Cinta yang Hilang” di

Radio Retjo Buntung Yogyakarta yang mengandung tindak tutur dan pelanggaran

prinsip kerja sama beserta konteksnya yang disiarkan pada tanggal 18 Juli 2011

sampai 22 Juli 2011.

C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik penyediaan data menjadi dasar bagi pelaksanaan tahapan analisis

data. Dikatakan demikian karena pelaksanaan analisis data hanya dimungkinkan

untuk dilakukan jika data yang akan dianalisis telah tersedia. Oleh karena itu,

dalam pelaksanaanya diperlukan metode-metode beserta jabarannya berupa

teknik-teknik tertentu, sehingga data yang tersedia cukup representatif untuk

menjelaskan ihwal keberadaan objek penelitian yang dipersoalkan (Mahsun,

2007:86-87).

Page 55: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Ada dua metode penyediaan data, yaitu metode simak dan metode cakap

(Sudaryanto, 1993:132). Pada penelitian Tindak Tutur dan Pelanggaran Prinsip

Kerja Sama dalam Sandiwara Radio Kisah Religi “Cinta yang Hilang” di Radio

Retjo Buntung Yogyakarta ini penulis menggunakan metode simak. Teknik

penyediaan data ini dibedakan menjadi dua pula, yaitu teknik dasar dan teknik

lanjutan (Sudaryanto, 1993:133). Ada lima teknik lanjutan dalam pengumpulan

data berdasarkan metode simak, yaitu dengan teknik sadap, teknik simak libat

cakap, teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat (Sudaryanto,

1993:133).

Teknik lanjutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik rekam.

Teknik rekam adalah alat utama penulis untuk mendapatkan data yang sesuai

dengan permasalahan dalam penelitian ini.

Seiring perkembangan teknologi, sekarang kegiatan merekam tidak hanya

dapat dilakukan dengan menggunakan tape recorder saja, melainkan dapat pula

dilakukan dengan menggunakan camera digital, handycam, handphone, laptop.

Dalam penelitian ini, untuk melakukan perekaman terhadap objek penelitian

penulis menggunakan laptop yang dilengkapi dengan software jet audio yang di

dalamnya terdapat recording yang fungsinya untuk merekam suara. Hal itu dipilih

karena suara yang dihasilkan dari rekaman tersebut cukup jelas. Dengan

demikian, penulis dapat dengan mudah melakukan transkripsi data melalui

rekaman yang dihasilkan.

D. Klasifikasi Data

Pengklasifikasian data merupakan masalah pengaturan data menurut asas-

asas tertentu yang mempunyai kepentingan yang cukup strategis di dalam

Page 56: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

penelitian (Edi Subroto, 1992:46). Klasifikasi data dilakukan setelah semua data

terkumpul. Klasifikasi data sangat bermanfaat untuk mengarahkan sekaligus

memudahkan dalam melakukan analisis.

Data yang telah tersedia dikelompok-kelompokkan terlebih dahulu dengan

maksud mendapatkan tipe-tipe data dari acara SRKR yang tepat dan cocok dengan

tujuan penelitian. Pengelompokan data diharapkan dapat memberi arahan serta

gambaran langkah selanjutnya yang dilakukan penulis sehingga mempermudah

proses analisis data pada tahapan-tahapan selanjutnya.

Klasifikasi data pada penelitian ini dilakukan berdasarkan tujuan penelitian

yaitu dengan cara memperhatikan tuturan berdasarkan data pada konteksnya.

Klasifikasi data juga dikelompokkan berdasarkan dialog yang termasuk tindak

tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama. Dengan begitu, makna dan tujuan

tuturan yang mengandung tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama dapat

diketahui.

Adanya pengurutan data bermanfaat untuk mencocokkan data-data dengan

analisisnya, yaitu memberikan isyarat tambahan yang dikerjakan berikutnya dan

bagaimana tahapan ini dilakukan dengan mengurutkannya sesuai dengan tujuan

penelitian. Adapun penomoran data disesuaikan menurut nomor urut, contoh:

1. (8/TT/18 JULI 2011)

Keterangan:

8 : Nomor urut data

TT : Tindak Tutur

18 Juli 2011 : Episode penyiaran

Page 57: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

2. (2/PPKS/18 JULI 2011)

Keterangan:

2 : Nomor urut data

PPKS : Pelanggaran Prinsip Kerja Sama

18 Juli 2011 : Episode penyiaran

E. Metode dan Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan tahap setelah data terkumpul. Dalam

menganalisis data penulis menggunakan analisis pragmatik yaitu analisis bahasa

berdasarkan pada sudut pandang pragmatik. Analisis ini berupaya untuk

menemukan maksud penutur baik yang diekspresikan secara tersurat maupun

tersirat yang diungkapkan secara tersirat dibalik tuturan (Rustono, 1999:17).

Metode padan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa metode

padan pragmatis di mana yang menjadi alat penentunya adalah mitra wicara.

Sudaryanto (1993:14-15) menjelaskan hal ini dengan „bila sampai kepada

penentuan bahwa kalimat perintah ialah kalimat yang diucapkan menimbulkan

reaksi tindakan tertentu dari mitra wicaranya dan kata afektif ialah kata yang bila

diucapkan menimbulkan akibat emosional tertentu‟. Metode ini digunakan untuk

mengidentifikasi, misalnya suatu tuturan menurut reaksi atau akibat yang terjadi

atau timbul pada lawan atau mitra wicaranya ketika tuturan itu dituturkan oleh

pembicara. Hal ini sejalan dengan data analisis tuturan yang menunjukkan bahwa

terjadi reaksi atau akibat yang timbul pada mitra wicara ketika suatu tuturan itu

disampaikan oleh penutur.

Selain menggunakan metode padan pragmatis, penelitian ini juga

menggunakan metode kontekstual untuk menganalisis data. Cara analisis yang

Page 58: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

diterapkan pada data dengan mendasarkan, memperhitungkan, dan mengaitkan

identitas konteks-konteks yang ada disebut metode kontekstual. (Kunjana

Rahardi, 2005:16). Pemahaman konteks ini sejalan dengan yang disampaikan oleh

Harimurti Kridalaksana, yakni bahwa konteks itu adalah aspek-aspek lingkungan

sosial yang berkaitan dengan tuturan (1993:120). Dengan demikian, tindak tutur

dan pelanggaran prinsip kerja sama akan dianalisis dengan mempertimbangkan

faktor-faktor konteks situasi tuturnya.

Teknik merupakan penjabaran metode yang ditentukan oleh alat yang

dipakai untuk analisis data. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini

adalah means-end „cara tujuan‟. Secara singkat dapat dikatakan bahwa strategi

pemecahan masalah oleh penutur dapat dilihat sebagai sebuah bentuk analisis cara

tujuan (means-end) (Leech, 1993:55). Penutur bertugas untuk menggunakan cara

yang paling tepat agar tujuan tuturannya dapat tercapai dengan baik. Analisis

cara-tujuan pada umumnya diterapkan pada penggunaan tuturan secara

komunikatif. Dalam konteks ini istilah „tujuan‟ (goal) dan „maksud‟ (intention)

menyiratkan makna „sadar‟ dan „sengaja‟. Teknik ini tidak ingin memberi kesan

seakan-akan tuturan direncanakan dengan sadar dan sengaja. Tujuan-tujuan yang

lebih khusus dapat dicapai tanpa harus sadar sepenuhnya akan tujuan tersebut.

Penutur menggunakan bahasa secara komunikatif dengan maksud agar

tujuannya dapat dipahami. Tuturan merupakan keseluruhan transaksi dan

dianggap sebagai suatu usaha untuk menyampaikan daya ilokusi pada petutur.

Tujuan penutur tercapai apabila dipahami oleh petutur. Keberhasilan ini ditandai

oleh keadaan terakhir. Supaya penutur dapat mencapai tujuannya, penutur harus

Page 59: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

memilih suatu makna (atau ide idesional) yang dapat menyampaikan makna yang

dimaksud (Leech, 1993:93).

Selain menggunakan teknik analisis cara tujuan (means-end), penelitian ini

juga menggunakan teknik analisis heuristik. Teknik heuristik adalah teknik

pemecahan masalah yang dihadapi petutur dalam menginterpretasikan tuturan.

Teknik heuristik di sini berusaha mengidentifikasi daya pragmatik sebuah tuturan

dengan merumuskan hipotesis-hipotesis dan kemudian mengujinya berdasarkan

data-data yang tersedia. Bila hipotesis tidak teruji akan dibuat hipotesis yang baru

(Leech, 1993:61).

Bila semua hipotesis selaras dengan bukti kontekstual, maka hipotesis

dapat diterima.jika salah satu hipotesis (atau lebih), bertentangan dengan konteks,

maka hipotesis harus ditolak dan harus dipertimbangkan seperangkat

kemungkinan lain. Interpretasi yang didasarkan pada kebenaran hipotesis yang

pertama kali muncul disebut interpretasi baku (default interpretation), yakni

interpretasi yang diterima karena tidak ada evidensi yang bertentangan dengan

hipotesis tersebut (Leech, 1993:64).

Dalam menganalisis data dengan menggunakan teknik heuristik ini,

penulis terlebih dahulu menunjukkan konteks tuturan, kemudian tuturan akan

dikaitkan dengan konteks yang telah ditunjukkan. Setelah itu tuturan diidentifikasi

dengan menunjukkan penanda lingualnya dan disebutkan siapa yang menuturkan,

kepada siapa, dan apa tujuannya. Setelah itu penulis mendeskripsikan tuturan

yang telah diidentifikasi dengan diperkuat melalui penanda lingual tersebut.

Page 60: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

F. Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Sudaryanto menyatakan bahwa metode penyajian hasil analisis data ada

dua macam, yaitu yang bersifat informal dan yang bersifat formal. Metode

penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa walaupun dengan

terminologi yang teknis sifatnya, sedangkan penyajian formal adalah perumusan

dengan tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto, 1993:144-145). Penelitian ini

menggunakan metode penyajian hasil analisis data secara informal, yaitu

merumuskan hasil analisis data dengan kata-kata biasa untuk menafsirkannya.

.

Page 61: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

BAB IV

ANALISIS DATA

Analisis data merupakan tahap yang paling penting dalam sebuah

penelitian. Tahapan ini dilakukan untuk menemukan jawaban-jawaban dari

rumusan masalah yang ada. Adapun analisis dalam penelitian ini meliputi 2 hal,

yaitu wujud tindak tutur dan wujud pelanggaran prinsip kerja sama dalam SRKR

“Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta.

A. Wujud Tindak Tutur dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo

Buntung Yogyakarta

George Yule menjelaskan bahwa tindakan-tindakan yang ditampilkan

lewat tuturan biasanya disebut tindak tutur (Yule, 2006:82). Searle (1996:147-

149) mengategorikan tindak tutur menjadi lima jenis, yaitu: asertif (assertives),

direktif (directives), komisif (commisives), ekspresif (expressives), deklarasi

(declarations). Pada penelitian SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo

Buntung Yogyakarta, penulis hanya meneliti empat jenis tindak tutur saja, yaitu

tindak tutur asertif, direktif, ekspresif, dan komisif. Tindak tutur deklarasi tidak

ditemukan dalam penelitian ini. Adapun pembahasan keempat jenis tindak tutur

tersebut adalah sebagai berikut.

1. Wujud Tindak Tutur Asertif

Pada penelitian tindak tutur Asertif (selanjutnya disingkat TTA) dalam

SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta ini ditemukan 7

macam subtindak tutur yang dapat dikategorikan ke dalam TTA, yaitu

Page 62: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

memberitahukan, menjelaskan, membenarkan, menunjukkan, meyakinkan,

menegaskan, dan menyatakan.

a. Memberitahukan

Memberitahukan adalah menyampaikan (kabar dan sebagainya) supaya

diketahui (KBBI, 2007:141). Jadi, yang dimaksud TTA „memberitahukan‟ adalah

suatu tindak tutur yang dilakukan penutur untuk memberitahukan mitra tutur

tentang sesuatu, bisa berupa kabar. Data yang menunjukkan TTA

„memberitahukan‟ dapat dilihat pada data berikut:

(1) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Fatimah

menanyakan tempat Pak Dibyo dulu bekerja. Pak Dibyo

pun memberitahukan tempat Pak Dibyo dulu bekerja.

Fatimah : “E… dulu Bapak bekerja di instansi mana, Pak?”

Pak Dibyo : “E… anu saya di Departemen Sosial, ngurusin orang-

orang. Tapi, sekarang saya sudah tua ini tidak ada yang

mengurus, semua pada sibuk sendiri-sendiri dengan

urusannya masing-masing.”

(15/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (1) termasuk ke dalam jenis TTA „memberitahukan‟.

Pada data (1) Fatimah bertanya tempat Pak Dibyo bekerja. Hal itulah yang

memicu terjadinya TTA yang dilakukan oleh Pak Dibyo. TTA „memberitahukan‟

tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “E… anu saya di Departemen

Sosial”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang

menunjukkan TTA „memberitahukan‟. TTA „memberitahukan‟ pada tuturan di

atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat

bahwa Pak Dibyo memberitahukan tempat Pak Dibyo dulu bekerja.

TTA „memberitahukan‟ pada data (1) terjadi ketika Fatimah bertanya

kepada Pak Dibyo melalui tuturan “E… dulu Bapak bekerja di instansi mana

Pak?”. Pertanyaan Fatimah tersebut secara tidak langsung berarti Fatimah

Page 63: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

meminta informasi tempat Pak Dibyo dulu bekerja. Hal itulah yang memicu

terjadinya TTA „memberitahukan‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturan

“E… anu saya di Departemen Sosial”. Melalui tuturan tersebut Pak Dibyo ingin

memberitahukan tempat Pak Dibyo dulu bekerja kepada Fatimah, yaitu di

Departemen Sosial. Jika Pak Dibyo tidak ingin memberitahukan hal tersebut

kepada Fatimah tentu Pak Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi

untuk „memberitahukan‟.

Data yang menunjukkan TTA „memberitahukan‟ dapat pula dilihat pada

data berikut:

(2) Konteks : Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan ustazah dalam sebuah

acara pengajian rutin yang bertempat di rumah Fatimah. Bu

Dibyo memberitahukan namanya kepada ustazah setelah

ditanya oleh ustazah.

Bu Dibyo : “Eh, maaf Ustazah, saya mau tanya.”

Ustazah : “Eh, silakan! Maaf, dengan ibu siapa?”

Bu Dibyo : “Saya Bu Dibyo.”

Ustazah : “Mangga mangga silakan!”

(327/TT/22 Juli 2011)

Tuturan pada data (2) termasuk ke dalam jenis TTA „memberitahukan‟.

TTA „memberitahukan‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Saya

Bu Dibyo”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang

menunjukkan TTA „memberitahukan‟. TTA „memberitahukan‟ pada data (2)

dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteks tuturan pada

data di atas terlihat bahwa Bu Dibyo memberitahukan namanya kepada ustazah

ketika ditanya namanya.

TTA „memberitahukan‟ pada data (2) terjadi karena dalam tuturan tersebut

di awali oleh adanya tindak tutur direktif (selanjutnya disingkat TTDir). TTDir

„meminta izin‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo melalui tuturan “Eh, maaf Ustazah,

Page 64: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

saya mau tanya”. Dari tuturan tersebut terlihat bahwa Bu Dibyo ingin meminta

izin kepada ustazah untuk bertanya. Kemudian ustazah mempersilakan Bu Dibyo

untuk bertanya dan sebelum Bu Dibyo menyampaikan pertanyaannya, ustazah

bertanya nama ibu yang akan bertanya tersebut melalui tuturan “Eh, silakan!

Maaf, dengan ibu siapa?”. Hal itulah yang memicu terjadinya TTA

„memberitahukan‟ yang dilakukan Bu Dibyo. Bu Dibyo pun memberitahukan

kepada ustazah bahwa namanya adalah Bu Dibyo. Bu Dibyo melakukan TTA

„memberitahukan melalui tuturan “Saya Bu Dibyo”. Jika Bu Dibyo tidak ingin

memberitahukan namanya kepada Ustazah tentu Bu Dibyo tidak akan menuturkan

tuturan yang berfungsi untuk „memberitahukan‟.

b. Menjelaskan

Menjelaskan adalah menerangkan, menguraikan secara terang (KBBI,

2007:465). Jadi, TTA „menjelaskan‟ adalah tindak tutur yang disampaikan

penutur yang berfungsi untuk membuat mitra tutur menjadi lebih jelas tentang

suatu hal. Data yang menunjukkan TTA „menjelaskan‟ dapat dilihat pada data

berikut:

(3) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati, Fatimah, dan Pak Dibyo

ketika Pak Dibyo sedang bertamu di rumah Fatimah. Aryati

mengira bahwa Pak Dibyo itu adalah kakeknya. Oleh sebab

itu, Aryati meminta Pak Dibyo untuk tidur di rumah Aryati.

Fatimah pun menjelaskan kepada Aryati bahwa Pak Dibyo

tidak bisa tidur di rumah mereka dengan alasan rumah Pak

Dibyo dekat dengan rumah mereka.

Aryati : “Selamat datang, Kakek. Kakek nanti tidur di rumah Titi,

ya! Nanti Titi siapin kamarnya Kek.”

Fatimah : “Titi, Kakek kan rumahnya dekat dengan rumah kita

ini, jadi Kakek bisa pulang ke rumah Kakek sendiri,

tidak bisa tidur di sini dengan Titi, ya!”

Aryati : “Iya Kakek, Kakek nggak bisa tidur sama Titi di sini?

Page 65: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Pak Dibyo : “Iya sayang, Kakek kan tinggal di ujung jalan itu dan di

sana ada cucu-cucu Kakek yang lain.”

(95/TT/19 Juli 2011)

Tuturan pada data (3) termasuk ke dalam jenis TTA „menjelaskan‟. TTA

„menjelaskan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Titi, Kakek kan

rumahnya dekat dengan rumah kita ini, jadi Kakek bisa pulang ke rumah

Kakek sendiri, tidak bisa tidur di sini dengan Titi, ya?”. Dalam tuturan

tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTA

„menjelaskan‟. TTA „menjelaskan‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan

berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteks tuturan pada data di atas terlihat

bahwa Fatimah memberi penjelasan kepada Aryati bahwa Pak Dibyo tidak bisa

tidur di rumah mereka dengan alasan rumahnya dekat dengan rumah mereka.

TTA „menjelaskan‟ pada data (3) terjadi ketika tuturan tersebut diawali

oleh adanya TTDir „meminta‟ yang dilakukan oleh Aryati melalui tuturan “Kakek

nanti tidur di rumah Titi ya”. Ketika Pak Dibyo datang ke rumah Fatimah, Aryati

langsung menyambut kedatangan Pak Dibyo. Setahu Aryati Pak Dibyo itu adalah

kakeknya, maka Aryati menyuruh Pak Dibyo untuk tidur di rumah Aryati, dan

Aryati pun akan menyiapkan kamarnya. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya

TTA „menjelaskan‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Titi, kakek kan

rumahnya dekat dengan rumah kita ini, jadi kakek bisa pulang ke rumah kakek

sendiri, tidak bisa tidur di sini dengan Titi, ya”. Dalam tuturan tersebut Fatimah

memberi penjelasan kepada Aryati bahwa rumah Pak Dibyo dekat dengan rumah

mereka, jadi Pak Dibyo bisa pulang ke rumahnya sendiri dan tidak bisa menginap.

Oleh karena itu, tuturan yang disampaikan oleh Fatimah termasuk dalam TTA

Page 66: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

„menjelaskan‟. Jika Fatimah tidak bermaksud memberi penjelasan kepada Aryati

tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menjelaskan‟.

Data yang menunjukkan TTA „menjelaskan‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(4) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Karena

dituduh menggoda Pak Dibyo, Fatimah berusaha

menjelaskan bahwa Fatimah tidak menggoda Pak Dibyo.

Fatimah : “Ibu Dibyo, sebaiknya Ibu tidak marah-marah pada Bapak,

karena Bapak hanya bermain dengan anak saya Bu.”

Bu Dibyo : “Ya justru itu yang membuat saya marah. Di rumah saja dia

tidak mau bermain dengan cucu-cucunya. Padahal mereka

juga ingin bermain dengan kakeknya. Heeh, malah dia di

sini enak-enakan main dengan anak sampeyan. Sampeyan

sudah menggoda suami saya, ya? Jangan, ndak baik

mengganggu suami orang.”

Fatimah : “Ibu, di sini tidak ada yang mengganggu suami orang.

Bapak ini kesepian, beliau butuh teman Ibu.”

Bu Dibyo : “Heh, perempuan, jangan sok suci ya jadi orang, jangan sok

alim. Saya tahu bagaimana suami saya. Sampeyan ndak

usah menasihati saya.”

(140/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (4) di atas termasuk ke dalam jenis TTA „menjelaskan‟.

TTA „menjelaskan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Ibu, di sini

tidak ada yang mengganggu suami orang. Bapak ini kesepian, beliau butuh

teman Ibu”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual

yang menunjukkan TTA „menjelaskan‟. TTA „menjelaskan‟ pada data (4) dapat

ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa

karena dituduh menggoda Pak Dibyo, Fatimah berusaha menjelaskan kepada Bu

Dibyo bahwa Fatimah tidak menggoda Pak Dibyo.

TTA „menjelaskan‟ pada data (4) terjadi ketika tuturan tersebut diawali

oleh adanya TTDir „menasihati‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan

“Ibu Dibyo, sebaiknya Ibu tidak marah-marah pada bapak, karena bapak hanya

Page 67: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

bermain dengan anak saya Bu”. Fatimah menasihati Bu Dibyo supaya tidak

marah dengan Pak Dibyo. Hal tersebut justru membuat Bu Dibyo mengungkapkan

rasa marahnya. Bu Dibyo marah karena saat di rumah, Pak Dibyo tidak mau jika

dimintai bantuan untuk merawat cucu-cucunya, namun ketika Pak Dibyo di rumah

Fatimah justru bermain dengan Aryati, anaknya Fatimah. Bu Dibyo pun menuduh

Fatimah telah menggoda Pak Dibyo. Hal itulah yang mendorong terjadinya TTA

„menjelaskan‟ yang dilakukan oleh Fatimah. TTA „menjelaskan‟ yang dilakukan

oleh Fatimah tampak pada tuturan “Ibu, di sini tidak ada yang mengganggu suami

orang. Bapak ini kesepian, beliau butuh teman Ibu”. Melalui tuturan tersebut

Fatimah menjelaskan kepada Bu Dibyo bahwa dirinya tidak menggoda Pak Dibyo

dan alasan Pak Dibyo di rumah Fatimah adalah karena Pak Dibyo membutuhkan

teman. Jika Fatimah tidak ingin memberi penjelasan kepada Bu Dibyo, tentu

Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menjelaskan‟.

Data yang menunjukkan TTA „menjelaskan‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(5) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah di rumah Bu

Dibyo ketika Pak Dibyo meninggal dunia. Aryati

menanyakan anak-anak Pak Dibyo yang belum datang.

Fatimah pun memberi penjelasan anak-anak Pak Dibyo

yang belum datang.

Aryati : “Kok anak-anak kakek yang lain belum ada yang datang, ya

Bun?”

Fatimah : “Rumah mereka itu jauh sayang, ndak ada yang dekat,

harus naik pesawat. Kalau naik jalan darat kelamaan,

bisa dua hari. Yuk kita pulang yuk! Nanti kalau sudah mau

diberangkatkan kita datang lagi, ayo sayang!”

Aryati : “Iya, Bunda.”

(318/TT/22 Juli 2011)

Tuturan pada data (5) di atas termasuk ke dalam jenis TTA „menjelaskan‟.

TTA „menjelaskan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Rumah

Page 68: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

mereka itu jauh sayang, ndak ada yang dekat, harus naik pesawat. Kalau

naik jalan darat kelamaan, bisa dua hari”. Dalam tuturan tersebut tidak

ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTA „menjelaskan‟. TTA

„menjelaskan‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika

dilihat dari konteks tuturan pada data (5) terlihat bahwa Fatimah memberi

penjelasan kepada Aryati tentang anak-anak Pak Dibyo.

TTA „menjelaskan‟ terjadi ketika anak-anak Pak Dibyo belum ada yang

pulang saat Pak Dibyo meninggal dunia. Lalu Aryati menanyakan hal tersebut

kepada Fatimah dengan menuturkan “Kok anak-anak kakek yang lain belum ada

yang datang, ya Bun?”. Tuturan dari Aryati tersebut secara tidak langsung

meminta penjelasan dari Fatimah tentang anak-anak Pak Dibyo yang belum ada

yang pulang saat Pak Dibyo meninggal dunia. Tuturan Aryati tersebut memicu

terjadinya TTA „menjelaskan‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan

“Rumah mereka itu jauh sayang, ndak ada yang dekat, harus naik pesawat. Kalau

naik jalan darat kelamaan, bisa dua hari”. Melalui tuturan tersebut Fatimah

berusaha memberi penjelasan kepada Aryati bahwa anak-anak Pak Dibyo itu

rumahnya jauh tidak ada yang dekat dan harus naik pesawat. Jika Fatimah tidak

ingin memberi penjelasan kepada Aryati tentu Fatimah tidak akan menuturkan

tuturan yang berfungsi untuk „menjelaskan‟.

c. Membenarkan

Membenarkan adalah mengiyakan, mengakui (menyungguhkan),

menganggap benar (baik), menyetujui (KBBI, 2007:130). Jadi, TTA

„membenarkan‟ adalah tindak tutur yang disampaikan oleh penutur yang berfungsi

Page 69: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

menganggap benar yang dikatakan mitra tuturnya. Data yang menunjukkan TTA

„membenarkan‟ dapat dilihat pada data berikut:

(6) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Aryati ingin

belajar komputer kemudian meminta ibunya untuk

mengajarinya. Aryati membenarkan pertanyaan Fatimah

bahwa Aryati ingin belajar komputer.

Aryati : “Bunda, Bunda bisa nggak ngajarin Titi komputer?”

Fatimah : “Oh, mau belajar komputer, ya bisa dong. Mau belajar?

Aryati : “Iya, Bun.”

Fatimah : “Yah, sip kalau gitu. Nah, sekarang Titi nyalain dulu

komputernya, ya, Bunda mau melihat samping rumah sudah

ada ibu-ibu yang datang atau belum. Hari ini kan ada

pengajian rutin di rumah kita, ya kan?”

Aryati : “Oke, Bun.”

(167/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (6) termasuk ke dalam jenis TTA „membenarkan‟. TTA

„membenarkan‟ tampak pada tuturan Aryati yang menuturkan “Iya, Bun”. Kata

iya digunakan Aryati dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTA

„membenarkan‟. Aryati membenarkan bahwa dirinya ingin belajar komputer.

TTA „membenarkan‟ pada data (6) terjadi ketika tuturan tersebut diawali

oleh adanya TTDir „meminta‟ yang dilakukan oleh Aryati melalui tuturan

“Bunda, Bunda bisa nggak ngajarin Titi komputer”. Dari tuturan tersebut Aryati

meminta ibunya untuk mengajari bermain komputer. Fatimah menyatakan

kesanggupannya untuk mengajari Aryati bermain komputer melalui tuturan “Oh,

mau belajar komputer, ya bisa dong”. Kemudian Fatimah meyakinkan Aryati

benar atau tidak ingin bermain komputer dengan bertanya “Mau belajar?”. Hal

itulah yang memicu terjadinya TTA „membenarkan‟ yang dilakukan oleh Aryati

dengan menuturkan “Iya, Bun”. Dari tuturan tersebut terlihat bahwa Aryati

membenarkan perkataan Fatimah bahwa dirinya ingin belajar komputer. Jika

Page 70: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Aryati tidak ingin belajar komputer tentu Aryati tidak akan menuturkan tuturan

yang berfungsi „membenarkan‟.

d. Menunjukkan

Menunjukkan adalah memberitahu tentang sesuatu (KBBI, 2007:1226).

Jadi, TTA „menunjukkan‟ adalah tindak tutur yang disampaikan penutur yang

berfungsi untuk memberitahukan mitra tutur tentang sesuatu. Data yang

menunjukkan TTA „menunjukkan‟ dapat dilihat pada data berikut:

(7) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Fatimah

adalah warga baru. Hal tersebut membuat Pak Dibyo datang

ke rumah Fatimah untuk berkenalan. Pak Dibyo

memberitahukan kalau dirinya satu warga dengan Fatimah.

Pak Dibyo juga menunjukkan letak rumahnya.

Fatimah : “Oohhh, iya iya. Bapak warga sini atau….?”

Pak Dibyo : “Iya iya, saya warga sini. Itu rumah saya di ujung sebelah

sana itu, yang gang kedua belakangnya dari gang ini. Tidak jauh sih, tapi ya, untuk ukuran di kota Jogja ini sudah

lumayan jauh.”

(3/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (7) termasuk ke dalam jenis TTA „menunjukkan‟. TTA

„menunjukkan‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Itu rumah

saya di ujung sebelah sana itu, yang gang kedua belakangnya dari gang ini”.

Kata itu digunakan Pak Dibyo dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual

TTA „menunjukkan‟. Pak Dibyo menunjukkan rumahnya kepada Fatimah.

TTA „menunjukkan‟ pada data (7) terjadi karena Fatimah bertanya kepada

Pak Dibyo melalui tuturan “Oohhh, iya iya. Bapak warga sini atau….”. Maksud

tuturan tersebut adalah Fatimah ingin bertanya kepada Pak Dibyo satu warga

dengan Fatimah atau tidak. Secara tidak langsung, tuturan Fatimah tersebut

mempunyai maksud bahwa Fatimah meminta informasi dari Pak Dibyo, satu

wargakah Pak Dibyo dengan Fatimah. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya

Page 71: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

TTA „menunjukkan‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. TTA „menunjukkan‟

disampaikan oleh Pak Dibyo melalui tuturan “Itu rumah saya di ujung sebelah

sana itu, yang gang kedua belakangnya dari gang ini”. Dari tuturan tersebut, Pak

Dibyo ingin menunjukkan letak rumahnya kepada Fatimah. Hal itu dilakukan Pak

Dibyo untuk meyakinkan Fatimah bahwa Pak Dibyo benar warga di daerah

tempat Fatimah tinggal. Jika Pak Dibyo tidak ingin menunjukkan rumahnya

kepada Fatimah tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk

„menunjukkan‟.

e. Meyakinkan

Meyakinkan adalah menjadikan (menyebabkab dan sebagainya) yakin

(KBBI, 2007:1277). Jadi, TTA „meyakinkan‟ adalah tindak tutur yang

disampaikan penutur yang membuat mitra tutur menjadi yakin akan sesuatu. Data

yang menunjukkan TTA „meyakinkan‟ dapat dilihat pada data berikut:

(8) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo

bermaksud meyakinkan Fatimah bahwa dirinya masih sehat,

belum pikun. Hal tersebut dilakukan Pak Dibyo karena

merasa Fatimah tidak percaya atau meragukan Pak Dibyo

yang masih ingat betul tentang keadaan anaknya dulu.

Pak Dibyo : “E.. saya ini tidak pikun, saya masih sehat kok, saya masih

waras akal dan pikiran saya.”

Fatimah : “Iya.”

Pak Dibyo : “Daya ingat saya juga masih tajam, kalau saya pikun, pasti

saya sudah lupa, lupa sudah makan atau belum. Saya masih

ingat kok jam berapa saya makan dan juga pakai lauk

apa.”

Fatimah : “Iya Pak, saya percaya kok kalau Pak Dib belum pikun.”

Pak Dibyo : “He… he… iya.”

(75/TT/19 Juli 2011)

Tuturan pada data (8) termasuk ke dalam jenis TTA „meyakinkan‟. TTA

„meyakinkan‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Saya masih

ingat kok jam berapa saya makan dan juga pakai lauk apa.”. Dalam tuturan

Page 72: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTA

„meyakinkan‟. TTA „meyakinkan‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan

berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Pak Dibyo

bermaksud meyakinkan Fatimah bahwa dirinya masih sehat, belum pikun karena

Pak Dibyo merasa Fatimah sedikit tidak percaya atau ragu akan diri Pak Dibyo

yang masih ingat betul tentang keadaan anaknya dulu.

TTA „meyakinkan terjadi ketika Pak Dibyo menceritakan anaknya secara

rinci pada waktu dulu. Hal itu membuat Fatimah merasa sedikit ragu dengan Pak

Dibyo karena Pak Dibyo masih benar-benar ingat tentang kebiasaan anaknya. Hal

tersebut memicu terjadinya TTA „meyakinkan‟ pada tuturan Pak Dibyo. Pak

Dibyo meyakinkan Fatimah bahwa Pak Dibyo benar-benar masih ingat, dirinya

masih waras, dan tidak pikun dengan mengatakan bahwa dirinya masih ingat saat

dia makan. Hal tersebut dilakukan Pak Dibyo supaya Fatimah percaya dengan Pak

Dibyo bahwa Pak Dibyo masih waras dan tidak pikun. Jika Pak Dibyo tidak

bermaksud meyakinkan Fatimah, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang

berfungsi untuk „meyakinkan‟.

Data yang menunjukkan TTA „meyakinkan‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(9) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati, Fatimah, dan Pak Dibyo.

Aryati dan Fatimah datang ke rumah Pak Dibyo untuk

menjenguk dan membujuk Pak Dibyo supaya Pak Dibyo

mau makan. Pak Dibyo meyakinkan Fatimah dan Aryati

bahwa dirinya bisa duduk setelah Aryati dan Fatimah

bertanya Pak Dibyo bisa duduk atau tidak.

Aryati : “Kakek, Kakek Makan, ya, ini Titi bawa bubur kesukaan

Kakek. Sekarang Titi suapin ya biar Kakek lekas sembuh

dan Kakek bisa main lagi, makan ya Kek biar lekas

sembuh!”

Fatimah : “Titi sayang, hati-hati, ya!”

Page 73: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

Aryati : “Iya, Bunda. Kakek bisa duduk ndak, Bun?”

Fatimah : “Bisa duduk kan, Kek?”

Pak Dibyo : “Oh, bisa sekali bisa.”

(278/TT/21 Juli 2011)

Tuturan pada data (9) termasuk ke dalam jenis TTA „meyakinkan‟. TTA

„meyakinkan‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Oh, bisa sekali

bisa”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang

menunjukkan TTA „meyakinkan‟. TTA „meyakinkan‟ pada tuturan di atas dapat

ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa

Pak Dibyo meyakinkan Aryati dan Fatimah bahwa dirinya bisa duduk.

TTA „meyakinkan‟ pada data (9) terjadi karena diawali oleh adanya TTDir

„membujuk yang dilakukan oleh Aryati. Aryati membujuk Pak Dibyo supaya mau

makan dengan menyuapi bubur kesukaan Pak Dibyo. Kemudian Fatimah

mengingatkan Aryati supaya hati-hati saat menyuapi Pak Dibyo. Aryati pun

bertanya kepada ibunya (Fatimah), Pak Dibyo bisa duduk atau tidak. Aryati tidak

langsung bertanya kepada Pak Dibyo namun justru bertanya kepada ibunya.

Fatimah pun bertanya kepada Pak Dibyo bisa duduk atau tidak melalui tuturan

“Bisa duduk kan, Kek”. Hal itu yang menyebabkan terjadinya TTA „meyakinkan‟

yang dilakukan oleh Pak Dibyo. Pak Dibyo meyakinkan kepada Aryati dan

Fatimah bahwa dirinya bisa duduk melalui tuturan “Oh, bisa sekali bisa”. Dari

tuturan tersebut Pak Dibyo ingin meyakinkan Aryati dan Fatimah bahwa dirinya

bisa duduk. Jika Pak Dibyo tidak bermaksud meyakinkan ke Fatimah dan Aryati

bahwa dirinya bisa duduk, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi

untuk „meyakinkan‟.

Page 74: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

f. Menegaskan

Menegaskan adalah menerangkan, menjelaskan, mengatakan dengan tegas

(KBBI, 2007: 1155). Jadi, TTA „menegaskan‟ adalah tindak tutur yang

disampaikan penutur yang berfungsi untuk mengatakan dengan jelas kepada mitra

tutur. Data yang menunjukkan TTA „menegaskan‟ dapat dilihat pada data

berikut:

(10) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Pak Dibyo

menegaskan bahwa Bu Dibyo bukan tidak ada waktu untuk

mengurus suaminya, melainkan memang istrinya tidak ada

perhatian untuk mengurus Pak Dibyo.

Fatimah : “Oh iya, Pak, ibu masih kuat menggendong cucu, ya? Wah,

hebat dong berarti, ibu masih muda, ya?”

Pak Dibyo : “Iya, he.. he.. he.. E.. apalagi istri saya, dia orangnya super

sibuk, sampai lupa melayani suaminya, he.. he.. he...”

Fatimah : “Bukan lupa Pak, ndak ada waktu, he.. he.. he…”

Pak Dibyo : “Bukan ndak ada waktu, dia saja yang dari dulu

memang ndak perhatian pada suami. Kalau dia tahu

bagaimana seharusnya seorang istri, sesibuk apa pun

yang masih menyediakan waktunya dong untuk suami.

Lha ini dia tidak kok. Dari dulu sibuk dengan urusannya

sendiri, yang inilah, yang itulah. Istri saya memang begitu

sejak dulu, tidak pernah meluangkan waktu untuk melayani

saya. Saya tu suami mandiri. Mau berangkat kerja

menyiapkan segala sesuatunya sendiri, ya pakaian, ya

makan pagi, ya pokoknya semuanya.”

(49/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (10) termasuk ke dalam jenis TTA „menegaskan‟. TTA

„menegaskan‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Bukan ndak

ada waktu, dia saja yang dari dulu memang ndak perhatian pada suami.

Kalau dia tahu bagaimana seharusnya seorang istri, sesibuk apa pun yang

masih menyediakan waktunya dong untuk suami. Lha ini dia tidak kok”.

Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang

menunjukkan TTA „menegaskan‟. TTA „menegaskan‟ pada tuturan di atas dapat

Page 75: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

ditentukan berdasarkan konteksnya. Ketika Fatimah menanyakan Bu Dibyo masih

kuat menggendong cucunya atau tidak, Pak Dibyo justru mengeluhkan keadaan

istrinya yang selalu sibuk mengurus cucu-cucunya sampai lupa untuk melayani

suaminya. Kemudian terjadi perdebatan antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak

Dibyo tetap mengatakan bahwa istrinya memang tidak mau mengurus Pak Dibyo,

sedangkan Fatimah mengatakan bahwa Bu Dibyo bukan lupa untuk merawat

suaminya tapi tidak ada waktu. Hal itulah yang menyebabkab terjadinya TTA

„menegaskan‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturan “Bukan ndak ada

waktu, dia saja yang dari dulu memang ndak perhatian pada suami. Kalau dia

tahu bagaimana seharusnya seorang istri, sesibuk apa pun yang masih

menyediakan waktunya dong untuk suami. Lha ini dia tidak kok”. Dari tuturan

tersebut, Pak Dibyo ingin menegaskan kepada Fatimah bahwa istrinya bukan

tidak ada waktu tapi memang istrinya tidak perhatian kepada Pak Dibyo. Jika Pak

Dibyo tidak bermaksud untuk menegaskan kepada Fatimah tentu ia tidak akan

menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menegaskan‟.

Data yang menunjukkan TTA „menegaskan‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(11) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Bu Dibyo. Pak Dibyo

menasihati istrinya supaya mau salat dan bisa

menghilangkan kebiasaan buruknya, namun Bu Dibyo

justru mengatakan bahwa Pak Dibyo merasa keberatan jika

Bu Dibyo merawat cucu-cucunya. Pak Dibyo pun

menegaskan kepada istrinya bahwa dirinya tidak pernah

merasa keberatan jika istrinya merawat cucu-cucunya.

Pak Dibyo : “Tu kan, lho, masak kebisaaan buruk yang seperti ini ndak

hilang juga, satu pun ndak ada yang masuk ke hati ibu.

Coba deh Ibu salat! Kalau mau salat nanti kan hati dan jiwa

Ibu itu bersih. Jangan hanya dunia saja. Jangan hanya

ngurus cucu saja!”

Bu Dibyo : “Jadi Bapak keberatan kalau aku ngurus cucu?”

Page 76: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Pak Dibyo : “Bu, sekali lagi Bapak katakana, ya Bu, ya, ndak ada

rasa keberatan atau apa pun di hati bapak kalau ibu

sibuk dengan cucu-cucu kita.”

(192/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (11) termasuk ke dalam jenis TTA „menegaskan‟. TTA

„menegaskan‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Bu, sekali lagi

Bapak katakana, ya Bu, ya, ndak ada rasa keberatan atau apa pun di hati

bapak kalau ibu sibuk dengan cucu-cucu kita”. Dalam tuturan tersebut tidak

ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTA „menegaskan‟. TTA

„menegaskan‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteks dan

tuturan sebelumnya, yaitu tuturan dari Bu Dibyo. Bu Dibyo merasa Pak Dibyo

keberatan ketika Bu Dibyo merawat cucunya. Dalam tuturan di atas terlihat bahwa

Pak Dibyo bermaksud menegaskan kepada istrinya bahwa Pak Dibyo tidak pernah

merasa keberatan bahwa istrinya merawat dan bermain dengan cucu-cucunya.

Terjadinya TTA „menegaskan‟ pada data (11) di awali oleh adanya TTDir

„menasihati‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo kepada istrinya melalui tuturan “Tu

kan, lho, masak kebisaaan buruk yang seperti ini ndak hilang juga, satu pun ndak

ada yang masuk ke hati ibu. Coba deh Ibu salat! Kalau mau salat nanti kan hati

dan jiwa Ibu itu bersih. Jangan hanya dunia saja. Jangan hanya ngurus cucu

saja”. Dari tuturan tersebut terlihat bahwa Pak Dibyo menasihati istrinya supaya

mau salat dan bisa menghilangkan kebiasaan buruknya. Nasihat dari Pak Dibyo

tersebut membuat Bu Dibyo merasa suaminya keberatan jika Bu Dibyo merawat

cucu-cucunya. Hal itulah yang memicu terjadinya TTA „menegaskan‟ yang

dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturan “Bu, sekali lagi Bapak katakana, ya

Bu, ya, ndak ada rasa keberatan atau apa pun di hati bapak kalau ibu sibuk

dengan cucu-cucu kita”. Melalui tuturan tersebut, Pak Dibyo menegaskan kepada

Page 77: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

istrinya bahwa dirinya tidak merasa keberatan sama sekali jika istrinya mengurus

cucu-cucunya. Jika Pak Dibyo tidak bermaksud menegaskan kepada istrinya, tentu

ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menegaskan‟.

g. Menyatakan

Menyatakan adalah mengatakan, mengemukakan (pikiran, isi hati),

melahirkan (isi hati, perasaan) (KBBI, 2007:790). Jadi, TTA „menyatakan‟ adalah

tindak tutur yang disampaikan penutur kepada mitra tutur yang berfungsi untuk

mengemukakan tentang yang dirasakannya. Data yang menunjukkan TTA

„menyatakan‟ dapat dilihat pada data berikut:

(12) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo

meyakinkan Fatimah bahwa Pak Dibyo masih sehat, belum

pikun karena Pak Dibyo merasa Fatimah tidak percaya atau

ragu kepada Pak Dibyo yang masih ingat betul tentang

keadaan anaknya dulu. Fatimah pun menyatakan dirinya

percaya bahwa Pak Dibyo itu belum pikun.

Pak Dibyo : “E.. saya ini tidak pikun, saya masih sehat kok, saya masih

waras akal dan pikiran saya.”

Fatimah : “Iya.”

Pak Dibyo : “Daya ingat saya juga masih tajam, kalau saya pikun, pasti

saya sudah lupa, lupa sudah makan atau belum. Saya masih

ingat kok jam berapa saya makan dan juga pakai lauk apa.

Fatimah : “Iya Pak, saya percaya kok kalau Pak Dib belum

pikun.”

Pak Dibyo : “He.. he… iya.”

(76/TT/19 Juli 2011)

Tuturan pada data (12) termasuk ke dalam jenis TTA „menyatakan‟. TTA

„menyatakan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Iya Pak, saya

percaya kok kalau Pak Dib belum pikun”. Dalam tuturan tersebut tidak

ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTA „menyatakan‟. TTA

„menyatakan‟ pada data (12) dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika

Page 78: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

dilihat dari konteks tuturan data (12) terlihat bahwa Fatimah menyatakan dirinya

percaya bahwa Pak Dibyo itu belum pikun.

Terjadinya TTA „menyatakan‟ diawali oleh adanya TTA „meyakinkan‟

yang dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturan “Saya masih ingat kok jam

berapa saya makan dan juga pakai lauk apa”. Pada tuturan tersebut Pak Dibyo

berusaha meyakinkan Fatimah yang sempat ragu jika Pak Dibyo itu masih sehat,

belum pikun. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTA „menyatakan‟ yang

dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Iya Pak, saya percaya kok kalau Pak

Dib belum pikun”. Melalui tuturan tersebut Fatimah menyatakan jika dirinya

percaya jika Pak Dibyo itu masih sehat dan belum pikun. Jika Fatimah tidak ingin

menyatakan bahwa dirinya percaya kepada Pak Dibyo, tentu Fatimah tidak akan

mengatakan tuturan yang berfungsi untuk „menyatakan‟.

Wujud TTA „menyatakan‟ dapat pula dilihat pada data berikut:

(13) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo

melihat Aryati di rumah Fatimah, lalu Pak Dibyo brtanya

Aryati itu cucunya Fatimah atau bukan. Fatimah pun

memberitahukan bahwa Aryati itu adalah anaknya.

Pak Dibyo : “Itu cucunya Bu Fat?”

Fatimah : “Eh, anak saya Pak Dib, coba Bapak bisa bayangkan, saya

yang setua ini punya anak kecil Titi yang sepantasnya jadi

cucu saya, Pak. Eh, tapi saya bahagia hanya punya Titi

seorang.”

(107/TT/19 Juli 2011)

Tuturan pada data (13) termasuk ke dalam jenis TTA „menyatakan‟. TTA

„menyatakan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Eh, tapi saya

bahagia hanya punya Titi seorang”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan

adanya penanda lingual yang menunjukkan TTA „menyatakan‟. TTA

„menyatakan‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika

Page 79: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Fatimah menyatakan bahwa dirinya bahagia

walaupun hanya mempunyai Aryati.

Terjadinya TTA „menyatakan‟ pada data (13) diawali oleh pertanyaan

Fatimah kepada Pak Dibyo yang menuturkan “Itu cucunya Bu Fat”. Dari tuturan

tersebut, secara tidak langsung Pak Dibyo meminta informasi kepada Fatimah

tentang Aryati. Fatimah pun memberitahukan Pak Dibyo bahwa Aryati itu adalah

anaknya melalui tuturan “Eh, anak saya Pak Dib, coba Bapak bisa bayangkan,

saya yang setua ini punya anak kecil Titi yang sepantasnya jadi cucu saya, Pak”.

Tuturan tersebut menggambarkan perasaan Fatimah yang sedih karena

mempunyai anak yang sepantasnya menjadi cucunya. Hal itulah yang

menyebabkan terjadinya TTA „menyatakan‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui

tuturan “Eh, tapi saya bahagia hanya punya Titi seorang”. Melalui tuturan

tersebut Fatimah menyatakan bahwa dirinya merasa bahagia walaupun hanya

mempunyai Aryati. Jika Fatimah tidak ingin menyatakan bahwa dirinya merasa

bahagia, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk

„menyatakan‟.

2. Wujud Tindak Tutur Direktif

Pada penelitian TTDir dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo

Buntung Yogyakarta ini ditemukan 16 macam subtindak tutur yang dapat

dikategorikan ke dalam TTDir, yaitu mempersilakan, memohon, menasihati,

menyarankan, menyuruh, meminta izin, melarang, mengingatkan, meminta,

mengajak, memperingatkan, membujuk, mendesak, pemesanan, berharap, dan

menolak.

Page 80: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

a. Mempersilakan

Mempersilakan adalah meminta secara lebih hormat supaya (KBBI,

2007:1064). Jadi, TTDir „mempersilakan‟ adalah tindak tutur yang disampaikan

oleh penutur yang berfungsi untuk meminta mitra tutur secara hormat supaya

melakukan sesuatu. Data yang menunjukkan TTDir „mempersilakan‟ dapat dilihat

pada data berikut:

(14) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Pak Dibyo

bertamu di rumah Fatimah. Fatimah dan Pak Dibyo sedang

asik mengobrol. Fatimah bermaksud mempersilakan Pak

Dibyo untuk minum.

Fatimah : “Oh iya, diminum Pak sampai kelupaan!”

Pak Dibyo : “Iya iya.”

Fatimah : “Nanti keburu dingin lho.”

Pak Dibyo : “Injih.”

Fatimah : “Mangga, silakan!”

Pak Dibyo : “Terima kasih terima kasih.”

(31/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (14) termasuk ke dalam jenis TTDir „mempersilakan‟.

TTDir „mempersilakan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan

“Mangga, silakan”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir „mempersilakan‟

karena Fatimah ingin mempersilakan Pak Dibyo untuk meminum minuman yang

sudah disediakan. Kata mangga dan silakan digunakan dalam tuturan tersebut

sebagai penanda lingual TTDir „mempersilakan‟.

TTDir „mempersilakan‟ pada data (14) terjadi karena ketika Pak Dibyo

dan Fatimah keasyikan mengobrol, Fatimah lupa mempersilakan Pak Dibyo untuk

minum. Kemudian Fatimah pun menyuruh Pak Dibyo untuk minum. Karena Pak

Dibyo tidak segera minum setelah disuruh oleh Fatimah, Fatimah mendesak Pak

Dibyo untuk minum dengan menuturkan “Nanti keburu dingin lho”. Hal itu

menyebabkan terjadinya TTDir „mempersilakan‟ yang dilakukan oleh Fatimah

Page 81: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

melalui tuturannya “Mangga, silakan”. Melalui tuturan tersebut Fatimah

bermaksud untuk mempersilakan Pak Dibyo untuk meminum minuman yang

sudah disediakan. Jika Fatimah tidak bermaksud mempersilakan Pak Dibyo untuk

minum, tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk

„mempersilakan‟.

Data yang menunjukkan TTDir „mempersilakan‟ dapat pula dilihat pada

data berikut:

(15) Konteks : Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan ustazah dalam acara

pengajian rutin yang bertempat di rumah Fatimah. Setelah

ustazah selesai memberikan tausiyah, Bu Dibyo meminta

izin untuk bertanya kepada ustazah. Ustazah pun

mempersilakan Bu Dibyo untuk menyampaikan

pertanyaannya.

Bu Dibyo : “Eh, maaf Ustazah, saya mau tanya.”

Ustazah : “Eh, silakan! Maaf dengan ibu siapa?”

Bu Dibyo : “Saya Bu Dibyo.”

Ustazah : “Mangga mangga silakan!”

(328/TT/22 Juli 2011)

Tuturan pada data (15) termasuk ke dalam jenis TTDir „mempersilakan‟.

TTDir „mempersilakan‟ tampak pada tuturan ustazah yang menuturkan “Eh,

silakan” dan “Mangga-mangga silakan”. Kata mangga dan silakan digunakan

dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTDir „mempersilakan‟. Tuturan

tersebut termasuk ke dalam TTDir „mempersilakan‟ karena ustazah ingin

mempersilakan Bu Dibyo untuk bertanya.

TTDir „mempersilakan‟ pada data (15) terjadi ketika sesi tanya jawab

dalam acara pengajian sudah dibuka, Bu Dibyo ingin bertanya kepada ustazah

yang mengisi pengajian tersebut. Sebelum bertanya, Bu Dibyo meminta izin

kepada ustazah untuk bertanya melalui tuturan “Eh, maaf Ustazah, saya mau

tanya”. Melalui tuturan tersebut Bu Dibyo meminta izin kepada ustazah untuk

Page 82: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

bertanya dan supaya diberikan izin untuk bertanya oleh ustazah. Hal itulah yang

menyebabkan terjadinya TTDir „mempersilakan‟ yang dilakukan oleh ustazah

melalui tuturan “Eh, silakan….” dan “Mangga-mangga silakan”. Melalui tuturan

tersebut ustazah bermaksud memberikan izin kepada Bu Dibyo untuk bertanya

dan mempersilakan Bu Dibyo untuk menyampaikan pertanyaannya. Hal tersebut

dilakukan oleh ustazah supaya Bu Dibyo segera menyampaikan pertanyaannya.

Jika ustazah tidak bermaksud mempersilakan Bu Dibyo untuk bertanya, tentu ia

tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mempersilakan‟.

b. Memohon

Memohon adalah meminta dengan hormat (KBBI, 2007:752). Jadi, TTDir

„memohon‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur kepada mitra tutur untuk

meminta secara hormat sebagai bentuk penghormatan atau penghargaan kepada

mitra tutur. Data yang menunjukkan TTDir „memohon‟ dapat dilihat pada data

berikut:

(16) Konteks : Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Fatimah. Bu Dibyo

bermaksud memohon bantuan kepada Fatimah karena

suaminya sudah satu minggu sakit.

Bu Dibyo : “Assalamualaikum, Bu Fat (sambil menangis), saya mohon

talong saya Bu, Bapaknya sudah seminggu ini ndak mau

makan, sekarang dia nggak mau bangun nggak bisa bangun,

badannya itu lemas, wajahnya pucat sekali.”

Fatimah : “Ada apa ini Bu Dibyo, ada apa Bapak? Tenang, ya, tenang,

ya Bu.Ada apa kok sampai nangis seperti ini. Ada apa

dengan Pak Dibyo Bu?”

(214/TT/21 Juli 2011)

Tuturan pada data (16) termasuk ke dalam jenis TTDir „memohon‟. Bu

Dibyo datang ke rumah Fatimah sambil menangis. Bu Dibyo bermaksud

memohon bantuan pada Fatimah karena sudah satu minggu suaminya sakit dan

tidak mau makan. TTDir „memohon‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang

Page 83: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

menuturkan “Saya mohon tolong saya Bu”. Kata mohon digunakan dalam

tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTDir „memohon‟. Tuturan tersebut

termasuk ke dalam TTDir „memohon‟ karena Bu Dibyo bermaksud memohon

bantuan kepada Fatimah.

TTDir „memohon‟ pada data (16) terjadi ketika Bu Dibyo melihat kondisi

suaminya yang sedang sakit, tidak mau makan, bangun, dan wajahnya pucat. Bu

Dibyo datang ke rumah Fatimah sambil menangis. Hal itulah yang menyebabkan

terjadinya TTDir „memohon‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo melalui tuturan

“Saya mohon tolong saya Bu”. Tuturan tersebut disampaikan oleh Bu Dibyo agar

Fatimah bersedia menolongnya untuk membujuk Pak Dibyo supaya mau makan

agar bisa cepat sembuh. Jika Bu Dibyo tidak bermaksud memohon bantuan

kepada Fatimah, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk

„memohon‟.

c. Menasihati

Menasihati adalah memberi nasihat (kepada) (KBBI, 2007:775). Jadi,

TTDir „menasihati‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur yang berfungsi

untuk memberi nasihat kepada mitra tutur. Data yang menunjukkan TTDir

„menasihati‟ dapat dilihat pada data berikut:

(17) Konteks : Tuturan disampaikan oleh Fatimah. Pak Dibyo

mengungkapkan kesengsaraan yang dialaminya karena

istrinya tidak pernah ada waktu untuk mengurus Pak Dibyo.

Fatimah pun bermaksud menasihati Pak Dibyo untuk lebih

sabar dan bisa mengendalikan emosinya.

Pak Dibyo : “Istri saya memang begitu sejak dulu, tidak pernah

meluangkan waktu untuk melayani saya. Saya tu suami

mandiri. Mau berangkat kerja menyiapkan segala

sesuatunya sendiri, ya pakaian, ya makan pagi, ya pokoknya

semuanya.”

Page 84: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Fatimah : “Pak Dib, sudahlah, sabar, ya, jangan emosi. Emosinya

harus bisa dikendalikan, nanti malah sakitnya datang

lagi, kan malah repot.”

(51/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (17) termasuk ke dalam jenis TTDir „menasihati‟.

TTDir „menasihati‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Pak Dib,

sudahlah, sabar, ya, jangan emosi. Emosinya harus bisa dikendalikan, nanti

malah sakitnya datang lagi, kan malah repot”. Dalam tuturan tersebut tidak

ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTDir „menasihati‟. TTDir

„menasihati‟ pada tuturan (17) dapat dilihat berdasarkan konteksnya. Jika dilihat

dari konteks tuturanya, terlihat bahwa Fatimah bermaksud menasihati Pak Dibyo

untuk lebih sabar dan bisa mengendalikan emosinya agar penyakitnya tidak

datang lagi.

Terjadinya TTDir „menasihati‟ pada data (17) diawali oleh adanya tindak

tutur ekspresif (selanjutnya disingkat TTE) „kesengsaraan‟ yang dilakukan oleh

Pak Dibyo melalui tuturan “Istri saya memang begitu sejak dulu, tidak pernah

meluangkan waktu untuk melayani saya. Saya tu suami mandiri. Mau berangkat

kerja menyiapkan segala sesuatunya sendiri, ya pakaian, ya makan pagi, ya

pokoknya semuanya”. Melalui tuturan tersebut terlihat bahwa Pak Dibyo

mengungkapkan kesengsaraannya sebagai seorang suami karena harus

mengerjakan segala sesuatu sendiri tanpa dibantu oleh istri. Hal itulah yang

mendorong terjadinya TTDir „menasihati‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui

tuturan “Pak Dib, sudahlah, sabar, ya, jangan emosi. Emosinya harus bisa

dikendalikan, nanti malah sakitnya datang lagi, kan malah repot”.Tuturan dari

Fatimah tersebut sebagai bentuk respon dari Fatimah atas kesengsaraan yang

dialami oleh Pak Dibyo. Melalui tuturan tersebut, Fatimah bermaksud menasihati

Page 85: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

Pak Dibyo untuk lebih sabar dan bisa mengendalikan emosinya agar penyakitnya

tidak datang lagi. Jika Fatimah tidak bermaksud untuk menasihati Pak Dibyo,

tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menasihati‟.

Data yang menunjukkan TTDir „menasihati‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(18) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo

merasa bersalah dan menyesal karena tidak bisa mendidik

jiwa anak-anaknya. Fatimah pun bermaksud menasihati Pak

Dibyo agar tidak lagi menyesali semuanya.

Pak Dibyo : “Saya hanya berhasil mendidik anak-anak saya menjadi

sarjana dan pekerjaan tetap, tetapi tidak berhasil mendidik

jiwa mereka. Ahh, saya sudah keliru Bu Fat, keliru.”

Fatimah : “Pak Dibyo, Bapak tidak boleh bersedih seperti ini.

Buat istigfar saja, ya Pak, bersyukur dan mendoakan

anak-anak semoga diberikan keselamatan dan selalu

dalam hidayah-Nya dan tidak lupa dengan Bapak, ya?” (90/TT/19 Juli 2011)

Tuturan pada data (18) termasuk ke dalam jenis TTDir „menasihati‟.

TTDir „menasihati‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Pak Dibyo,

Bapak tidak boleh bersedih seperti ini. Buat istigfar saja, ya Pak, bersyukur

dan mendoakan anak-anak semoga diberikan keselamatan dan selalu dalam

hidayah-Nya dan tidak lupa dengan Bapak, ya”. Tuturan tersebut termasuk ke

dalam TTDir „menasihati‟ karena pada tuturan sebelumnya Pak Dibyo merasa

menyesal karena tidak bisa mendidik jiwa anak-anaknya. Oleh sebab itulah terjadi

TTDir „menasihati‟ yang dituturkan oleh Fatimah.

TTDir „menasihati‟ pada data (18) terjadi ketika anak-anak Pak Dibyo

tidak ada yang peduli dengan Pak Dibyo. Mereka tidak datang untuk menjenguk

Pak Dibyo. Hal tersebut membuat Pak Dibyo menuturkan tuturan yang

mengandung TTE „menyesal‟. Pak Dibyo merasa bersalah dan menyesal karena

Page 86: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

tidak bisa mendidik jiwa anak-anaknya. Dengan adanya TTE „menyesal‟ yang

dilakukan oleh Pak Dibyo tersebut memicu terjadinya TTDir „menasihati‟ yang

dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Pak Dibyo, Bapak tidak boleh bersedih

seperti ini. Buat istigfar saja, ya Pak, bersyukur dan mendoakan anak-anak

semoga diberikan keselamatan dan selalu dalam hidayah-Nya dan tidak lupa

dengan Bapak, ya”. Tuturan tersebut disampaikan Fatimah sebagai respon atas

tuturan Pak Dibyo yang mengungkapkan rasa bersalah dan menyesal. Melalui

tuturan tersebut Fatimah bermaksud menasihati Pak Dibyo agar tidak lagi

menyesali semua yang sudah terjadi. Hal itu dilakukan Fatimah supaya Pak Dibyo

bisa bersyukur dan bisa mendoakan anak-anaknya. Jika Fatimah tidak bermaksud

menasihati Pak Dibyo, tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang

berfungsi untuk „menasihati‟.

d. Menyarankan

Menyarankan adalah memberikan saran (anjuran) (KBBI, 2007:999). Jadi,

TTDir „menyarankan‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk

memberikan saran atau anjuran kepada mitra tutur. Data yang menunjukkan

TTDir „menyarankan‟ dapat dilihat pada data berikut:

(19) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Pak Dibyo

merasa sedih karena kesepian, tidak ada yang bisa ia ajak

berbicara, istrinya selalu sibuk dengan cucu-cucunya.

Fatimah bermaksud memberikan saran kepada Pak Dibyo

hal yang bisa dilakukan Pak Dibyo untuk mengusir rasa

sepinya.

Pak Dibyo : “E.. iya, tapi saya merasa sedih, merasa sendiri, nggak ada

yang saya ajak bicara, nggak ada yang menemani. Istri saya

kalau siang sibuk dengan cucu-cucunya dan kalau sudah

malam juga sudah capek. Dia tidur dekat cucu-cucunya dan

saya tidur sendiri.”

Page 87: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

Fatimah : “Eh, sekarang begini saja Pak Dib, kalau Bu Dib

momong cucu, ya Bapak ikut saja momong, bercanda

sama cucu-cucu, nanti pasti hati Bapak akan terhibur.” Pak Dibyo : “He.. he.. saya ini sudah ndak bisa lari-lari. Jangankan lari,

jalan saja sudah ndak bisa lurus, harus pakai tongkat. Lha

itu cucu saya laki-laki sukanya main bola, lalu, menarik-

narik saya kalau diajak mengejar bola e… kalau saya

berhenti dia suka nangis padahal saya kan sudah ndak bisa,

he.. he.. he...”

(20/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (19) termasuk ke dalam jenis TTDir „menyarankan‟.

TTDir „menyarankan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Eh,

sekarang begini saja Pak Dib, kalau Bu Dib momong cucu, ya Bapak ikut

saja momong, bercanda sama cucu-cucu, nanti pasti hati Bapak akan

terhibur”. Fatimah menyarankan Pak Dibyo untuk ikut istrinya merawat dan

bermain dengan cucu-cucunya supaya bisa mengusir rasa sepi dan bisa terhibur.

Terjadinya TTDir „menyarankan‟ pada data (19) diawali oleh adanya TTE

„kesedihan‟ yang dilakukan Pak Dibyo. Pak Dibyo mengungkapkan rasa sedihnya

karena merasa kesepian tidak ada yang diajak bicara, istrinya sibuk mengurus

cucu-cucunya. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTDir „menyarankan‟

yang dituturkan oleh Fatimah melalui tuturan “Eh, sekarang begini saja Pak Dib,

kalau Bu Dib momong cucu, ya Bapak ikut saja momong, bercanda sama cucu-

cucu, nanti pasti hati Bapak akan terhibur”. Melalui tuturan tersebut Fatimah

bermaksud memberikan saran untuk Pak Dibyo dengan harapan supaya Pak

Dibyo tidak lagi bersedih karena merasa kesepian. Jika Fatimah tidak bermaksud

untuk menyarankan Pak Dibyo tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang

berfungsi untuk „menyarankan‟. Setelah mendapat saran dari Fatimah, Pak Dibyo

justru mengeluh karena dirinya tidak bisa berlari lagi, padahal cucu-cucunya suka

bermain bola.

Page 88: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

Data yang menunjukkan TTDir „menyarankan‟ dapat pula dilihat pada

data berikut:

(20) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Bu Dibyo

merasa bingung kepada suaminya yang semakin tua

semakin manja dan Bu Dibyo tidak tahu yang harus ia

lakukan kepada suaminya ketika suaminya sudah jatuh

sakit. Fatimah pun bermaksud memberikan saran kepada Bu

Dibyo untuk memberikan perhatian untuk suaminya dengan

menelepon putra-putrinya agar bergiliran menjenguk

bapaknya.

Bu Dibyo : “Suami saya itu sekarang memang aneh kok. Dulu saat

sehat saja dia apa-apa sendiri, ndak mau diperhatikan, mau

makan ambil sendiri, bahkan nyuci baju, setrika juga

sendiri, saya ndak pernah menyiapkan keperluannya sama

sekali, eh sudah tua seperti ini malah manjanya setengah

mati. Sebentar-sebentar Bu, bentar-bentar Bu minta

diperhatikan, kesel Bu saya.

Fatimah : “He.. he.. he.. Yah, mungkin ini juga ujian dari Allah Bu

agar kita ini berbakti pada suami. Saya saja yang ndak

punya suami pingin punya suami kok Bu. Lha Ibu yang

punya suami sebaik Pak Dibyo malah ngendiko begitu,

jangan ya Bu. Coba Ibu ingat-ingat kembali saat Bapak

masih aktif bekerja dan sehat seperti dulu beliau sumber

kehidupan Ibu dan anak-anak kan? Bahkan sampai sekarang

pun bapak masih memberikan gaji pensiun pada Ibu. Maaf

lho Bu kalau dari ceritanya bapak yang diinginkan beliau

bukan harta atau benda Ibu hanya ingin perhatian dari anak-

anak juga Ibu. Kasihan lho Bu, Bapak sudah sepuh, sudah

sakit-sakitan, jangan sampai Ibu menyesal dikemudian hari.

Kalau saya boleh memberikan saran lho, telepon putra-

putri Ibu minta bergiliran menjenguk bapaknya!”

(256/TT/21 Juli 2011)

Tuturan pada data (20) termasuk ke dalam jenis TTDir „menyarankan‟.

TTDir „menyarankan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Kalau

saya boleh memberikan saran lho, telepon putra-putri Ibu minta bergiliran

menjenguk bapaknya”. Tuturan kalau saya boleh memberikan saran menjadi

penanda lingual TTDir „menyarankan‟. Fatimah bermaksud memberikan saran

Page 89: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

kepada Bu Dibyo supaya menelepon anak-anaknnya sebagai bentuk perhatian Bu

Dibyo kepada suaminya.

TTDir „menyarankan‟ kepada data (20) terjadi karena Pak Dibyo

menginginkan perhatian dari istri dan anak-anaknya namun istrinya selalu

mengeluh dan tidak mau memberikan perhatiannya. Hal itulah yang menyebabkan

terjadinya TTDir „menyarankan‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan

“Kalau saya boleh memberikan saran lho, telepon putra-putri Ibu minta

bergiliran menjenguk bapaknya”. Melalui tuturan tersebut Fatimah bermaksud

memberikan saran kepada Bu Dibyo supaya menelepon anak-anaknya agar Pak

Dibyo merasa terhibur jika bisa berkomunikasi dengan anak-anaknya. Jika

Fatimah tidak bermaksud memberi saran kepada Bu Dibyo, tentu ia tidak akan

menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menyarankan‟.

e. Menyuruh

Menyuruh adalah memerintah (supaya melakukan sesuatu) (KBBI,

2007:1109). Jadi, TTDir „menyuruh‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur

yang berfungsi untuk memberi perintah kepada mitra tutur. Data yang

menunjukkan TTDir „menyuruh‟ dapat dilihat pada data berikut:

(21) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah ketika Pak Dibyo

sedang bertamu di rumah Fatimah. Aryati mengira Pak

Dibyo adalah kakeknya sendiri.

Aryati : “Ibu, ini kakek Titi, ya?”

Fatimah : “Oh, iya Ti, ini Kakek Dibyo. Ayo kasih salam sama

Kakek!” Aryati : “Asik Titi ketemu sama Kakek. Titi akhirnya punya

Kakek.”

(92/TT/19 Juli 2011)

Tuturan pada data (21) termasuk ke dalam jenis TTDir „menyuruh‟. TTDir

„menyuruh‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Fatimah, yaitu “Ayo

Page 90: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

kasih salam sama Kakek”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir

„menyuruh‟ karena Fatimah ingin menyuruh Aryati untuk memberikan salam

kepada Pak Dibyo. Kata “ayo” digunakan sebagai penanda lingual TTDir

„menyuruh‟. Fatimah menggunakan kata “ayo” dalam tuturan tersebut untuk

memperhalus suruhan.

Terjadinya TTDir „menyuruh‟ pada data (21) ketika Pak Dibyo sedang

bertamu di rumah Fatimah. Aryati melihat ada seorang kakek yang berada di

rumahnya. Oleh sebab itulah Aryati menanyakan kakek tersebut kepada ibunya.

Aryati bertanya melalui tuturan “Ibu, ini kakek Titi, ya?”. Secara tidak langsung

Aryati meminta informasi tentang kakek yang berada di rumahnya. Fatimah pun

merespon pertanyaan Aryati tersebut dengan memberitahukan bahwa kakek yang

berada di rumahnya itu adalah Kakek Dibyo. Setelah memberitahu Aryati tentang

kakek yang berada di rumahnya, Fatimah menyuruh Aryati untuk memberikan

salam kepada Kakek Dibyo melalui tuturan “Ayo kasih salam sama Kakek!”.

Tuturan tersebut mengandung jenis TTDir „menyuruh‟. Melalui tuturan tersebut

Fatimah menyuruh Aryati memberikan salam kepada Pak Dibyo. Jika Fatimah

tidak bermaksud menyuruh Aryati, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang

berfungsi untuk „menyuruh‟. Setelah Fatimah menyuruh Aryati untuk

memberikan salam kepada Pak Dibyo, Aryati tidak menyatakan kesanggupannya

untuk memberikan salam ataupun menolak untuk memberikan salam kepada Pak

Dibyo, tetapi Aryati justru mengungkapkan kesenangnnya karena bisa bertemu

dengan kakeknya dan Aryati merasa dirinya mempunyai kakek.

Data yang menunjukkan TTDir „menyuruh‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

Page 91: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

(22) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Fatimah

menyuruh Aryati untuk masuk agar tidak melihat keributan

yang terjadi.

Aryati : “Bunda, siapa sih nenek ini kok marah-marah sama kakek

sih Bun?”

Fatimah : “Ti.. Titi.. Titi ke dalam dulu ya sama Mbak, bunda

baru ada tamu, ayo.. ayo sana!” Aryati : “Tapi kakek Bun, kasihan kan dimarahin nenek itu.”

Fatimah : “Sssstttt, Titi ke dalam dulu, ya! Nanti Bunda nyusul,

oke?”

Aryati : “Oke, Bun. Dada…. Kek.”

(133/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (22) termasuk ke dalam jenis TTDir „menyuruh‟. TTDir

„menyuruh‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Fatimah, yaitu “Ti..

Titi.. Titi ke dalam dulu ya sama Mbak, bunda baru ada tamu, ayo..ayo

sana” dan “Titi ke dalam dulu, ya”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir

„menyuruh‟ karena Fatimah ingin menyuruh Aryati untuk masuk ke rumah. Kata

“ayo” digunakan sebagai penanda lingual TTDir „menyuruh‟. Fatimah

menggunakan kata “ayo” dalam tuturan tersebut untuk memperhalus suruhan dan

supaya Aryati segera masuk ke rumah.

Terjadinya TTDir „menyuruh‟ pada data (22) ketika Pak Dibyo dan

istrinya sedang bertengkar di rumah Fatimah. Aryati dan Fatimah mengetahui

keributan yang terjadi di rumah mereka. Oleh sebab itulah Fatimah menyuruh

Aryati untuk masuk ke rumah. Aryati pun bersedia untuk masuk ke rumah. Jika

Fatimah tidak bermaksud menyuruh Aryati, tentu ia tidak akan menuturkan

tuturan yang berfungsi untuk „menyuruh‟.

Page 92: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

f. Meminta Izin

TTDir „meminta izin‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur yang

berfungsi untuk mendapatkan izin dari mitra tutur. Data yang menunjukkan TTDir

„meminta izin‟ dapat dilihat pada data berikut:

(23) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Fatimah

menawarkan buku kepada Pak Dibyo. Pak Dibyo pun

meminta izin kepada Fatimah untuk membawa pulang buku

tersebut.

Fatimah : “Eh, ini saya punya buku bagus, Pak, barangkali Bapak

suka membaca, bisa sedikit-sedikit mengusir rasa sepi,

Pak.”

Pak Dibyo : “E… boleh saya bawa?”

Fatimah : “Silakan silakan, Pak!”

(61/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (23) termasuk ke dalam jenis TTDir „meminta izin‟.

TTDir „meminta izin‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Pak Dibyo,

yaitu “E… boleh saya bawa?”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir

„meminta izin‟ karena Pak Dibyo meminta izin kepada Fatimah untuk membawa

pulang buku yang telah ditawarkan oleh Fatimah kepadanya. Kata “boleh” pada

tuturan yang disampaikan Pak Dibyo dengan kalimat tanya tersebut digunakan

sebagai penanda lingual TTDir „meminta izin‟.

TTDir „meminta izin‟ yang disampaikan oleh Pak Dibyo tersebut terjadi

karena diawali oleh adanya TTK „menawarkan‟ yang dilakukan oleh Fatimah.

Fatimah menawarkan buku kepada Pak Dibyo barangkali Pak Dibyo suka

membaca dan berharap bisa membantu Pak Dibyo untuk mengurangi rasa sepinya.

Tawaran dari Fatimah tersebut direspon oleh Pak Dibyo dengan TTDir „meminta

izin‟ dengan menuturkan “E… boleh saya bawa?”. Melalui tuturan tersebut Pak

Dibyo bermaksud meminta izin kepada Fatimah untuk membawa pulang buku

Page 93: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

yang telah ditawarkan oleh Fatimah. Kemudian Fatimah pun mengizinkan Pak

Dibyo untuk membawa pulang buku yang telah ditawarkan Fatimah. Jika Pak

Dibyo tidak bermaksud untuk meminta izin kepada Fatimah, tentu Pak Dibyo

tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „meminta izin‟.

Data yang menunjukkan TTDir „meminta izin‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(24) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Aryati meminta

izin kepada Fatimah untuk bermain dan meminta Fatimah

untuk mengajari bermain komputer. Fatimah pun bersedia

untuk mengajari Aryati bermain komputer.

Aryati : “Titi boleh nggak mainnya sekarang?”

Fatimah : “Oh, boleh, sekarang Titi mau main apa sih?”

Aryati : “E…”

Fatimah : “Apa?”

Aryati : “Bunda, Bunda bisa nggak ngajarin Titi komputer?”

Fatimah : “Oh, mau belajar komputer, ya bisa dong. Mau belajar?”

Aryati : “Iya, Bun.”

(163/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (24) termasuk ke dalam jenis TTDir „meminta izin‟.

TTDir „meminta izin‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Aryati, yaitu

“Titi boleh nggak mainnya sekarang?”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam

TTDir „meminta izin‟ karena Titi (Aryati) meminta izin kepada ibunya untuk

bermain. Kata “boleh nggak” digunakan sebagai penanda lingual TTDir

„meminta izin‟.

TTDir „meminta izin‟ terjadi karena Aryati meminta izin kepada ibunya

untuk bermain. Tuturan yang mengandung TTDir „meminta izin‟ yang dilakukan

Aryati tersebut disampaikan melalui tuturan “Titi boleh nggak mainnya

sekarang?”. Dari tuturan tersebut Aryati berharap supaya ibunya (Fatimah)

memberikan izin kepada Aryati untuk bermain. Jika Aryati tidak bermaksud

Page 94: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

meminta izin kepada ibunya, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang

berfungsi untuk „meminta izin‟. Fatimah pun memberikan izin kepada Aryati

untuk bermain. Kemudian Fatimah menanyakan permainan yang ingin dimainkan

oleh Aryati. Dan Aryati merespon pertanyaan dari Fatimah tersebut melalui

tuturan yang mengandung TTDir „meminta‟. Aryati meminta Fatimah untuk

mengajarinya bermain komputer.

g. Melarang

Melarang adalah memerintah supaya tidak melakukan sesuatu, tidak

memperbolehkan berbuat sesuatu (KBBI, 2007:640). Jadi, TTDir „melarang‟

adalah tindak tutur yang dilakukan penutur kepada mitra tuturnya untuk tidak

melakukan sesuatu. Data yang menunjukkan TTDir „melarang‟ dapat dilihat pada

data berikut:

(25) Konteks : Tuturan terjadi antara anaknya Pak Dibyo dan

istrinya (menantunya Pak Dibyo). Menantunya Pak

Dibyo melarang suaminya pergi menjenguk Pak

Dibyo.

Anak Pak Dibyo : “Riris kan sudah beres urusannya Ma, tinggal

tunggu pengumuman, adik sudah dapat sekolahan,

apa lagi sih yang harus dipusingkan, kan papa pergi

nggak lama ta Ma, paling lama ya tiga hari pulang

pergi Ma. Lagian sudah lama Papa ini ndak jenguk

Bapak, kangen juga kan, Ma?”

Menantu : “Heh Pa, anak-anak kita saja memerlukan

perhatian kita, masa’ Papa mau pergi, gimana sih

Papa ini, ah. Keluarga dulu dong Pa yang diurus!

Lagian kan anaknya bukan cuma Papa aja.

Kenapa sih harus Papa yang ke sana, yang lain

pada ke mana? Aneh deh ah.”

(264/TT/21 Juli 2011)

Tuturan pada data (25) termasuk ke dalam jenis TTDir „melarang‟. TTDir

„melarang‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh menantu dari Pak Dibyo,

yaitu “Heh Pa, anak-anak kita saja memerlukan perhatian kita, masa’ Papa

Page 95: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

mau pergi, gimana sih Papa ini, ah …. Lagian kan anaknya bukan cuma

Papa aja. Kenapa sih harus Papa yang ke sana, yang lain pada ke mana?

Aneh deh ah”. Dilihat dari tuturan sebelumnya, yaitu tuturan dari anaknya Pak

Dibyo yang berusaha membujuk istrinya supaya mengizinkannya untuk

menjenguk Pak Dibyo, maka secara tidak langsung tuturan dari menantunya Pak

Dibyo sebagai bentuk larangan kepada anaknya Pak Dibyo yang akan menjenguk

orang tuanya.

TTDir „melarang‟ pada data (25) terjadi saat anaknya Pak Dibyo berusaha

membujuk istrinya supaya diberikan izin untuk pergi menjenguk orang tuanya.

Oleh sebab itulah terjadi TTDir „melarang‟ yang dilakukan oleh menantunya Pak

Dibyo. Menantu Pak Dibyo bermaksud melarang suaminya pergi menjenguk

orang tuanya. Hal tersebut dilakukan menantu Pak Dibyo supaya suaminya tidak

pergi menjenguk orang tuanya dan berharap supaya suaminya bisa lebih

memperhatikan anak-anaknya dibanding memperhatikan orang tuanya. Jika

menantu dari Pak Dibyo tidak ingin melarang suaminya menjenguk orang tuanya

tentu menantu Pak Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk

„melarang‟.

Data yang menunjukkan TTDir „melarang‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(26) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati dan Pak Dibyo. Mengetahui

Pak Dibyo akan pergi, Aryati bermaksud untuk

melarangnya.

Aryati : “Memang Kakek mau pergi ke mana?”

Pak Dibyo : “Kakek mau pergi sayang.”

Aryati : “Pergi ke mana Kek? Kakek ndak boleh pergi!”

“Kakek harus di sini nemenin Titi!”

(285/TT/22 Juli 2011)

Page 96: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

Tuturan pada data (26) termasuk ke dalam jenis TTDir „melarang‟. TTDir

„melarang‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Aryati, yaitu “Kakek

ndak boleh pergi”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir „melarang‟ karena

Aryati melarang Pak Dibyo untuk pergi. Kata “ndak boleh” digunakan sebagai

penanda lingual TTDir „melarang‟. Aryati bermaksud melarang Pak Dibyo untuk

pergi.

Terjadinya TTDir „melarang‟ pada data (26) diawali oleh adanya TTA

„memberitahukan‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. Pak Dibyo memberitahukan

kepada Aryati bahwa dirinya akan pergi. Hal itulah yang memicu terjadinya

TTDir „melarang‟ yang dilakukan oleh Aryati melalui tuturan “Kakek ndak boleh

pergi”. Melalui tuturan tersebut Aryati bermaksud melarang Pak Dibyo untuk

pergi dan meminta Pak Dibyo untuk menemani Aryati. Jika Aryati tidak ingin

melarang Pak Dibyo untuk pergi, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang

yang berfungsi untuk „melarang‟.

h. Mengingatkan

Mengingatkan adalah menjadikan ingat (terkenang) kepada (KBBI,

2007:433). Jadi, TTDir „mengingatkan‟ adalah tindak tutur yang dilakukan

penutur untuk menjadikan mitra tutur ingat atau terkenang akan sesuatu. Data

yang menunjukkan TTDir „mengingatkan‟ dapat dilihat pada data berikut:

(27) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Fatimah

mengingatkan Aryati agar mandinya tidak terlalu lama

supaya tidak kedinginan.

Aryati : “Titi mau mandi dulu. Bunda, Titi mandi dulu, ya Bunda.

Fatimah : “Iya sayang, mandinya jangan lama-lama ya biar nggak

kedinginan. Minta sama Mbak pake air hangat biar tidak

kedinginan, ya sayang!”

Aryati : “Iya Bunda.”

(102/TT/19 Juli 2011)

Page 97: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

Tuturan pada data (27) termasuk ke dalam jenis TTDir „mengingatkan‟.

TTDir „mengingatkan‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Fatimah, yaitu

“Mandinya jangan lama-lama ya biar nggak kedinginan”. Tuturan tersebut

termasuk dalam TTDir „mengingatkan‟ karena sesuai dengan konteksnya, yaitu

Aryati meminta izin kepada ibunya untuk mandi. Fatimah pun mengingatkan

Aryati agar mandinya tidak terlalu lama supaya tidak kedinginan.

TTDir „mengingatkan‟ terjadi ketika Aryati meminta izin kepada ibunya

untuk mandi. Fatimah pun mengingatkan Aryati melalui tuturan “Mandinya

jangan lama-lama ya biar nggak kedinginan”. Melalui tuturan tersebut Fatimah

bermaksud mengingatkan Aryati supaya mandinya tidak terlalu lama dan tidak

kedinginan. Jika Fatimah tidak ingin mengingatkan Aryati tentu Fatimah tidak

akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengingatkan‟. Aryati pun

merespon tuturan Fatimah dengan menyatakan kesanggupannya untuk tidak

terlalu lama mandinya.

Data yang menunjukkan TTDir „mengingatkan‟ dapat pula dilihat pada

data berikut:

(28) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Bu Dibyo. Pak Dibyo

mengingatkan tanggung jawab sebagai seorang istri adalah

merawat suaminya, namun, Bu Dibyo justru merasa

suaminya keberatan jika dirinya merawat cucu-cucunya.

Pak Dibyo : “Bu, sekedar mengingatkan saja Bu, masih menjadi

tugas dan tanggung jawabmu merawat aku kan, Bu,

jangan sampai kelak dikemudian hari kamu menyesal.”

Bu Dibyo : “Oh, jadi Bapak ndak suka, ndak rela kalau aku momong

cucu-cucuku, Bapak keberatan?”

Pak Dibyo : “Bukan masalah keberatannya, Bu.”

(119/TT/19 Juli 2011)

Tuturan pada data (28) termasuk ke dalam jenis TTDir „mengingatkan‟.

TTDir „mengingatkan‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Pak Dibyo,

Page 98: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

yaitu “Bu, sekedar mengingatkan saja Bu, masih menjadi tugas dan tanggung

jawabmu merawat aku kan, Bu, jangan sampai kelak dikemudian hari kamu

menyesal”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir „mengingatkan‟ karena

Pak Dibyo mengingatkan istrinya untuk memperhatikan Pak Dibyo sebagai

suaminya karena masih menjadi tanggung jawab Bu Dibyo sebagai seorang istri

agar tidak terjadi penyesalan di kemudian hari. Kata “mengingatkan” digunakan

sebagai penanda lingual TTDir „mengingatkan‟. Setelah Pak Dibyo mengingatkan

istrinya untuk lebih bertanggung jawab terhadap tugas sebagai seorang istri, Bu

Dibyo justru merasa suaminya keberatan dan tidak rela jika Bu Dibyo merawat

cucu-cucu mereka. Jika Pak Dibyo tidak bermaksud mengingatkan istrinya, tentu

ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengingatkan‟.

i. Meminta

Meminta adalah berkata-kata supaya diberi atau mendapat sesuatu (KBBI,

2007:745). Jadi, TTDir „meminta‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur

supaya diberi tahu atau mendapat sesuatu dari mitra tuturnya. Data yang

menunjukkan TTDir „meminta‟ dapat dilihat pada data berikut:

(29) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Aryati ingin

belajar komputer meminta Fatimah untuk mengajarinya.

Fatimah pun bersedia untuk mengajari Aryati bermain

komputer.

Aryati : “Bunda, Bunda bisa nggak ngajarin Titi komputer?”

Fatimah : “Oh, mau belajar komputer, ya bisa dong. Mau belajar?”

Aryati : “Iya, Bun.”

(164/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (29) termasuk ke dalam jenis TTDir „meminta‟. TTDir

„meminta‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Aryati, yaitu “Bunda,

Bunda bisa nggak ngajarin Titi komputer”. Tuturan yang disampaikan dengan

Page 99: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

kalimat tanya tersebut termasuk ke dalam TTDir „meminta‟ karena Aryati

meminta ibunya untuk mengajari bermain komputer. Kata “bisa nggak”

digunakan Aryati untuk memperhalus permintaan kepada ibunya.

TTDir „meminta‟ pada data (29) terjadi ketika Titi (Aryati) ingin bermain

komputer. Aryati meminta ibunya untuk mengajarinya bermain komputer melalui

tuturan “Bunda, Bunda bisa nggak ngajarin Titi komputer”. Melalui tuturan

tersebut Aryati meminta ibunya untuk mengajarinya bermain komputer. Fatimah

pun merespon permintaan Aryati tersebut dengan mengatakan bahwa dirinya bisa

mengajari Aryati bermain komputer. Jika Aryati tidak ingin meminta ibunya

untuk mengajarinya belajar bermain komputer, tentu ia tidak akan menuturkan

tuturan yang berfungsi untuk „meminta‟.

j. Mengajak

Mengajak adalah membangkitkan hati supaya melakukan sesuatu (KBBI,

2007:17). Jadi, TTDir „mengajak‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur

untuk membangkitkan hati mitra tuturnya supaya melakukan sesuatu. Data yang

menunjukkan TTDir „mengajak‟ dapat dilihat pada data berikut:

(30) Konteks : Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Pak Dibyo. Merasa

sudah tidak tahan melihat suaminya berlama-lama di rumah

Fatimah, Bu Dibyo mengajak suaminya untuk pulang.

Bu Dibyo : “Huh, Pak ayo pulang. Ndak usah macam-macam

sampeyan ini, ingat umur Pak. Ayo pulang.”

Pak Dibyo : “Kamu ini apa ta, apa, ndak usah banyak omong, malu.”

Bu Dibyo : “Huh.”

(143/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (30) termasuk ke dalam jenis TTDir „mengajak‟. TTDir

„mengajak‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Bu Dibyo, yaitu “Pak

ayo pulang” dan “Ayo pulang”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir

Page 100: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

„mengajak‟ karena Bu Dibyo ingin mengajak Pak Dibyo (suaminya) untuk

pulang. Kata “ayo” digunakan sebagai penanda lingual TTDir „mengajak‟.

TTDir „mengajak‟ pada data (30) terjadi ketika Bu Dibyo dan Pak Dibyo

berada di rumah Fatimah. Bu Dibyo mengajak Pak Dibyo untuk pulang dengan

menggunakan tuturan “Pak ayo pulang” dan “Ayo pulang”. Melalui tuturan

tersebut Bu Dibyo bermaksud mengajak pulang suaminya agar tidak berlama-

lama di rumah Fatimah. Jika Bu Dibyo tidak ingin mengajak suaminya untuk

pulang, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengajak‟.

Setelah diajak istrinya pulang, Pak Dibyo justru merespon dengan melarang

istrinya untuk bicara banyak dengan alasan malu.

Data yang menunjukkan TTDir „mengajak‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(31) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Aryati. Fatimah

bermaksud mengajak Aryati pulang istirahat terlebih

dahulu. Aryati pun bersedia untuk pulang.

Fatimah : “Titi, pulang dulu yuk makan, dari tadi kan Titi belum

makan!” Aryati : “Bunda, kasihan Kakek Dib sendirian nggak ada yang

nemenin. Titi di sini saja, ya Bun nemenin Kakek.”

Fatimah : “Kan ada bapak-bapak tetangga yang nungguin sayang. Titi

harus makan dan istirahat dulu. Pulang dulu yuk! Bunda

juga mau istirahat, yuk pulang dulu, ayo!”

Aryati : “Iya, Bunda.”

(313/TT/22 Juli 2011)

Tuturan pada data (31) termasuk ke dalam jenis TTDir „mengajak‟. TTDir

„mengajak‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Fatimah, yaitu “Titi,

pulang dulu yuk makan, dari tadi kan Titi belum makan” dan tuturan

“Pulang dulu yuk! Bunda juga mau istirahat, yuk pulang dulu, ayo”. Kata yuk

dan ayo menjadi penanda lingual dari TTDir „mengajak‟.

Page 101: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

Tuturan pada data (31) masuk dalam TTDir „mengajak‟ karena Fatimah

ingin mengajak Aryati pulang terlebih dahulu untuk istirahat. TTDir „mengajak‟

tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Titi, pulang dulu yuk makan,

dari tadi kan Titi belum makan” dan tuturan “Pulang dulu yuk! Bunda juga mau

istirahat, yuk pulang dulu, ayo”. Jika Fatimah tidak ingin mengajak Aryati untuk

pulang, tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk

„mengajak‟. Aryati pun bersedia pulang untuk makan dan istirahat terlebih dahulu.

Wujud TTDir „mengajak‟ dapat pula dilihat pada data berikut:

(32) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan ibu-ibu pengajian

dalam sebuah acara pengajian rutin. Fatimah selaku

pembawa acara mengajak ibu-ibu pengajian untuk

membaca basmallah bersama-sama.

Fatimah : “Ibu-ibu, sore ini telah hadir di hadapan kita

semuanya Ustazah Siti Umi Ma‟rifah. Beliau yang

akan mengisi pengajian sore ini. Sehari-hari selain

aktif mengisi pengajian, beliau adalah staf pengajar

lembaga bahasa Arab UMY juga staf pengajar di

STAI Jogja. Nah untuk mengawali acara, marilah

kita baca basmallah bersama-sama!” Ibu-ibu pengajian : “Bismillahirrahmaanirrahiim.”

(322/TT/22 Juli 2011)

Tuturan pada data (32) termasuk ke dalam jenis TTDir „mengajak‟. TTDir

„mengajak‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Fatimah, yaitu “Marilah

kita baca basmallah bersama-sama”. Kata marilah menjadi penanda lingual

dari TTDir „mengajak‟.

Tuturan pada data (32) masuk dalam TTDir „mengajak‟ karena Fatimah

selaku pembawa acara ingin mengajak ibu-ibu anggota pengajian supaya bersama-

sama membaca basmallah untuk mengawali acara pengajian pada sore hari itu

dengan menuturkan “Marilah kita baca basmallah bersama-sama”. Jika Fatimah

tidak ingin mengajak ibu-ibu anggota pengajian tentu Fatimah tidak akan

Page 102: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengajak‟. Semua anggota pengajian

pun bersama-sama membaca basmallah.

k. Memperingatkan

Memperingatkan adalah mengingatkan atau memberi ingat (KBBI,

2007:433). Jadi, TTDir „memperingatkan‟ adalah tindak tutur yang dilakukan

penutur kepada mitra tutur untuk mengingatkan sesuatu. Data yang menunjukkan

TTDir „memperingatkan‟ dapat dilihat pada data berikut:

(33) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Bu Dibyo

merasa jengkel karena mengetahui suaminya berada di

rumah Fatimah, lalu Bu Dibyo memperingatkan Fatimah

untuk tidak genit atau mengganggu suaminya.

Fatimah : “Aduh, ada apa ini, ya, ada apa? Aduh Ibu, ada apa, Bu?

Ada yang bisa saya bantu, Bu?”

Bu Dibyo : “Saya peringatkan ya, jangan genit-genit pada laki-laki

orang!”

(132/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (33) di atas termasuk ke dalam jenis TTDir

„memperingatkan‟. TTDir „memperingatkan‟ tampak pada tuturan yang

disampaikan oleh Bu Dibyo, yaitu “Saya peringatkan ya, jangan genit-genit

pada laki-laki orang”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir

„memperingatkan‟ karena Bu Dibyo ingin memperingatkan Fatimah agar tidak

genit-genit kepada suami orang. Kata peringatkan digunakan dalam tuturan

tersebut sebagai penanda lingual TTDir „memperingatkan‟.

TTDir „memperingatkan‟ pada data (33) terjadi ketika Fatimah mengetahui

ada keributan di rumahnya, Fatimah bertanya kepada Bu Dibyo dengan

menuturkan “Aduh, ada apa ini, ya, ada apa? Aduh Ibu, ada apa, Bu? Ada yang

bisa saya bantu, Bu?”. Melalui tuturan tersebut Fatimah secara tidak langsung

meminta informasi atau penjelasan dari Bu Dibyo hal yang sedang terjadi yang

Page 103: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

sampai menimbulkan keributan di rumahnya. Akan tetapi Bu Dibyo tidak

menjawab pertanyaan dari Fatimah melainkan justru memberi peringatan kepada

Fatimah dengan menuturkan “Saya peringatkan ya, jangan genit-genit pada laki-

laki orang”. Melalui tuturan tersebut Bu Dibyo bermaksud memberi peringatan

kepada Fatimah supaya tidak lagi genit kepada Pak Dibyo. Jika Bu Dibyo tidak

ingin memperingatkan Fatimah tentu Bu Dibyo tidak akan menuturkan tuturan

yang berfungsi untuk „memperingatkan‟.

Data yang menunjukkan TTDir „memperingatkan‟ dapat pula dilihat pada

data berikut:

(34) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Bu Dibyo

marah karena mendapati suaminya sedang asik bermain di

rumah Fatimah. Fatimah pun berusaha memberi penjelasan

kepada Bu Dibyo, namun yang terjadi justru Bu Dibyo

menuduh Fatimah telah menggoda Pak Dibyo.

Fatimah : “Ibu Dibyo, sebaiknya ibu tidak marah-marah pada Bapak,

karena Bapak hanya bermain dengan anak saya Bu.

Bu Dibyo : “Ya justru itu yang membuat saya marah. Di rumah saja dia

tidak mau bermain dengan cucu-cucunya. Padahal mereka

juga ingin bermain dengan kakeknya. Heeh, malah dia di

sini enak-enakan main dengan anak sampeyan. Sampeyan

sudah menggoda suami saya ya, heh, jangan, ndak baik

mengganggu suami orang.”

Fatimah : “Ibu, di sini tidak ada yang mengganggu suami orang.

Bapak ini kesepian, beliau butuh teman Ibu.”

Bu Dibyo : “Heh, perempuan, jangan sok suci ya jadi orang,

jangan sok alim. Saya tahu bagaimana suami saya.

Sampeyan ndak usah menasihati saya!”

(141/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (34) di atas termasuk ke dalam jenis TTDir

„memperingatkan‟. Bu Dibyo marah karena mendapati suaminya sedang bermain

dengan Aryati di rumah Fatimah. Melihat Bu Dibyo marah-marah, Fatimah

berusaha memberi penjelasan kepada Bu Dibyo bahwa sebenarnya Pak Dibyo

hanya bermain dengan Aryati. Hal tersebut tidak membuat Bu Dibyo menjadi

Page 104: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

lebih tenang tetapi justru membuat Bu Dibyo mengungkapkan rasa marahnya

karena Pak Dibyo jika di rumah tidak mau membantu merawat cucu tetapi di

rumah Fatimah justru Pak Dibyo bermain dengan Aryati. Karena kondisi

kemarahan Bu Dibyo sudah memuncak, sampai akhirnya Bu Dibyo menuduh

Fatimah telah menggoda suaminya. Mengetahui hal tersebut Fatimah memberi

penjelasan kepada Bu Dibyo bahwa dirinya tidak menggoda Pak Dibyo. Hal

tersebut memicu terjadinya TTDir „memperingatkan‟ yang dilakukan Bu Dibyo

kepada Fatimah. TTDir „memperingatkan‟ tampak pada tuturan yang disampaikan

oleh Bu Dibyo, yaitu “Heh, perempuan, jangan sok suci ya jadi orang, jangan

sok alim. Saya tahu bagaimana suami saya”. Dalam tuturan yang disampaikan

oleh Bu Dibyo tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual TTDir

„memperingatkan‟. TTDir „memperingatkan‟ pada tuturan tersebut dapat

ditentukan berdasarkan konteks, dan intonasinya. Jika dilihat dari konteks tuturan

tersebut terlihat bahwa Bu Dibyo bermaksud memperingatkan Fatimah supaya

menjadi orang itu tidak sok alim dan sok suci. Tuturan yang mengandung TTDir

„memperingatkan‟ yang disampaikan oleh Bu Dibyo tersebut dituturkan dengan

intonasi tinggi. Hal tersebut semakin memperkuat bahwa Bu Dibyo bermaksud

memperingatkan Fatimah. Jika dilihat dari tuturan sebelumnya, yaitu tuturan yang

disampaikan oleh Fatimah yang bermaksud memberi penjelasan kepada Bu Dibyo

bahwa dirinya tidak mengganggu suaminya, hal tersebut memicu terjadinya

TTDir „memperingatkan‟ yang disampaikan oleh Bu Dibyo. Jika Bu Dibyo tidak

ingin memperingatkan Fatimah tentu Bu Dibyo tidak akan menuturkan tuturan

yang berfungsi untuk „memperingatkan‟.

Page 105: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

l. Membujuk

Membujuk adalah berusaha meyakinkan seseorang bahwa yang

dikatakannya benar (untuk memikat hati, menipu, dan sebagainya), merayu

(KBBI, 2007:171). Jadi, TTDir „membujuk‟ adalah tindak tutur yang dilakukan

penutur untuk memikat hati mitra tuturnya. Data yang menunjukkan TTDir

„membujuk‟ dapat dilihat pada data berikut:

(35) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati, Fatimah, dan Pak Dibyo.

Aryati dan Fatimah bermaksud membujuk Pak Dibyo untuk

makan.

Aryati : “Kakek, Kakek Makan, ya, ini Titi bawa bubur

kesukaan Kakek. Sekarang Titi suapin ya biar Kakek

lekas sembuh dan Kakek bisa main lagi, makan ya Kek

biar lekas sembuh!” Fatimah : “Titi sayang, hati-hati, ya!”

Aryati : “Iya, Bunda. Kakek bisa duduk ndak, Bun?”

Fatimah : “Bisa duduk kan, Kek?”

Pak Dibyo : “Oh, bisa sekali bisa.”

Fatimah : “Tu Ti setelah melihat kamu Kakek Dib langsung sehat,

bisa duduk. Ayo disuapin yang banyak!”

Aryati : “Oke, Bunda.”

(274/TT/21 Juli 2011)

Tuturan pada data (35) termasuk ke dalam jenis TTDir „membujuk‟.

TTDir „membujuk‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Aryati, yaitu

“Kakek, Kakek Makan, ya, ini Titi bawa bubur kesukaan Kakek. Sekarang

Titi suapin ya biar Kakek lekas sembuh dan Kakek bisa main lagi, makan ya

Kek biar lekas sembuh”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTDir

„membujuk‟ karena jika dilihat dari konteksnya, Aryati mencoba membujuk Pak

Dibyo untuk makan.

TTDir „membujuk‟ pada data (35) terjadi ketika Pak Dibyo sedang sakit

dan tidak mau makan. Mengetahui hal itu, Aryati mencoba membujuk Pak Dibyo

agar mau makan dengan menggunakan tuturan “Kakek, Kakek Makan, ya, ini Titi

Page 106: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

bawa bubur kesukaan Kakek. Sekarang Titi suapin ya biar Kakek lekas sembuh

dan Kakek bisa main lagi, makan ya Kek biar lekas sembuh”. Melalui tuturan

tersebut Aryati bermaksud membujuk Pak Dibyo agar mau makan dengan

membawakan bubur kesukaan Pak Dibyo dan Aryati sendiri yang akan menyuapi

Pak Dibyo. Hal tersebut dilakukan Aryati agar Pak Dibyo mau makan. Jika Aryati

tidak ingin membujuk Pak Dibyo untuk makan, tentu Aryati tidak akan

menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „membujuk‟. Pak Dibyo pun

menunjukkan keadaannya yang semakin sehat setelah melihat Aryati.

Data yang menunjukkan TTDir „membujuk‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(36) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Aryati. Fatimah dan

Aryati sedang melayat di rumah Bu Dibyo. Fatimah

membujuk Aryati supaya mau pulang istirahat terlebih

dahulu.

Fatimah : “Titi, pulang dulu yuk makan, dari tadi kan Titi belum

makan!”

Aryati : “Bunda, kasihan Kakek Dib sendirian nggak ada yang

nemenin. Biarlah Titi di sini nemenin Kakek.”

Fatimah : “Kan ada bapak-bapak tetangga yang nungguin sayang.

Titi harus makan dan istirahat dulu. Pulang dulu yuk!

Bunda juga mau istirahat, yuk pulang dulu, ayo!”

Aryati : “Iya, Bunda.”

(316/TT/22 Juli 2011)

Tuturan pada data (36) termasuk ke dalam jenis TTDir „membujuk‟.

TTDir „membujuk‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Fatimah, yaitu

“Kan ada bapak-bapak tetangga yang nungguin sayang. Titi harus makan

dan istirahat dulu”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda

lingual TTDir „membujuk‟. Tuturan yang mengandung TTDir „membujuk‟ pada

data di atas dapat ditentukan berdasarkan tuturan sebelumnya. Jika dilihat dari

tuturan sebelumnya, yaitu tuturan Aryati yang meminta izin kepada ibunya untuk

Page 107: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

tetap menemani Pak Dibyo maka Fatimah bermaksud membujuk Aryati supaya

mau pulang untuk istirahat dan makan terlebih dahulu. Fatimah membujuk dengan

memberi penjelasan kepada Aryati bahwa sudah ada tetangga yang menunggu Pak

Dibyo. Jika Fatimah tidak ingin membujuk Aryati untuk pulang tentu Fatimah

tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „membujuk‟. Setelah dibujuk

oleh Fatimah, akhirnya Aryati bersedia untuk pulang terlebih dahulu.

m. Mendesak

Mendesak adalah memaksa untuk segera dilakukan (dipenuhi,

diselesaikan) karena ada dalam keadaan darurat, genting (KBBI, 2007:257). Jadi,

TTDir „mendesak‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk memaksa

mitra tuturnya supaya segera melakukan sesuatu. Data yang menunjukkan TTDir

„mendesak‟ dapat dilihat pada data berikut:

(37) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Fatimah

bermaksud mendesak Pak Dibyo untuk segera minum

karena Pak Dibyo tidak segera minum setelah dipersilakan

untuk minum.

Fatimah : “Oh iya, diminum Pak sampai kelupaan!”

Pak Dibyo : “Iya iya.”

Fatimah : “Nanti keburu dingin lho.”

Pak Dibyo : “Injih.”

Fatimah : “Mangga, silakan!”

Pak Dibyo : “Terima kasih terima kasih.”

(30/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (37) termasuk ke dalam jenis TTDir „mendesak‟. TTDir

„mendesak‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Fatimah, yaitu “Nanti

keburu dingin lho”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda

lingual TTDir „mendesak‟. Tuturan yang mengandung TTDir „mendesak‟ pada

data di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteks

tuturan tersebut terlihat bahwa Fatimah bermaksud mendesak Pak Dibyo untuk

Page 108: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

segera minum karena Pak Dibyo tidak segera minum setelah dipersilakan untuk

minum oleh Fatimah.

TTDir „mendesak‟ pada data (37) terjadi ketika tuturan pada data di atas

di awali oleh adanya tindak tutur direktif „menyuruh‟ yang dilakukan oleh

Fatimah melalui tuturan “Oh iya, diminum Pak sampai kelupaan!” Karena sedang

asyik mengobrol, Fatimah lupa menyuruh Pak Dibyo untuk minum. Melalui

tuturan tersebut Fatimah bermaksud menyuruh Pak Dibyo untuk minum. Melihat

Pak Dibyo tidak segera minum setelah dipersilakan oleh Fatimah untuk minum

maka terjadilah TTDir „mendesak‟ yang dilakukan oleh Fatimah. Fatimah

mendesak Pak Dibyo dengan mengatakan “Nanti keburu dingin lho”. Dengan

mengatakan tuturan tersebut, Fatimah berharap supaya Pak Dibyo segera

meminum minuman yang sudah disediakan. Jika Fatimah tidak ingin mendesak

Pak Dibyo untuk minum tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang

berfungsi untuk „mendesak‟.

n. Memesan

Memesan adalah memberi pesan (nasihat, petunjuk), menyuruh (meminta)

supaya dikirim (disediakan, dibuatkan) sesuatu (KBBI, 2007:867). Jadi, TTDir

„memesan‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk menyuruh atau

meminta mitra tuturnya supaya dibuatkan atau disediakan sesuatu. Data yang

menunjukkan TTDir „memesan‟ dapat dilihat pada data berikut:

(38) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Sebelum

pulang, Pak Dibyo memesan kepada Fatimah untuk

menyampaikan salamnya untuk Titi. Fatimah pun bersedia

untuk menyampaikan salam dari Pak Dibyo untuk Aryati.

Pak Dibyo : “E.. e.. Bu Fat, saya saya pulang dulu, ya. Eh, sampaikan

salam saya pada Titi, ya Bu, ya, Kakek sayang banget

sama dia!”

Page 109: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

Fatimah : “Iya, Pak. Terima kasih Bapak sudah mau ke rumah saya

dan bermain bersama Titi. Nanti salam Bapak saya

sampaikan pada Titi.”

(152/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (38) termasuk ke dalam jenis TTDir „memesan‟. TTDir

„memesan‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Pak Dibyo, yaitu Eh,

sampaikan salam saya pada Titi, ya Bu, ya”. Kata sampaikan digunakan dalam

tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTDir „memesan‟.

TTDir „mesanan‟ pada data (38) terjadi ketika Pak Dibyo akan pulang dari

rumah Fatimah, Pak Dibyo menitipkan salam kepada Fatimah untuk Aryati

dengan menuturkan “Eh, sampaikan salam saya pada Titi, ya Bu, ya”. Hal

tersebut dilakukan Pak Dibyo supaya Fatimah bersedia menyampaikan salamnya

kepada Aryati. Jika Pak Dibyo tidak ingin menitip pesan kepada Fatimah supaya

menyampaikan salamnya untuk Aryat,i tentu Pak Dibyo tidak akan menuturkan

tuturan yang berfungsi untuk „memesan‟. Kemudian Fatimah menyatakan

kesanggupannya untuk menyampaikan salam dari Pak Dibyo untuk Aryati.

Data yang menunjukkan TTDir „memesan‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(39) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Aryati. Pak Dibyo

memesan kepada Aryati untuk menyimpan kalung

pemberian dari Pak Dibyo.

Pak Dibyo : “Titi, sini sayang, Kakek punya sesuatu untuk Titi.”

Aryati : “Apa ini Kek? Ini kalung ya Kek?”

Pak Dibyo : “Titi, kalung ini Titi simpan baik-baik, ya, sebagai

hadiah dari Kakek! Kelak suatu saat nanti kalau Kakek

sudah pergi, kalung ini bisa mengingatkan Titi pada

Kakek.” (284/TT/22 Juli 2011)

Tuturan pada data (39) termasuk ke dalam jenis TTDir „memesan‟. TTDir

„memesan‟ tampak pada tuturan yang disampaikan oleh Pak Dibyo, yaitu “Titi,

Page 110: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

kalung ini Titi simpan baik-baik, ya, sebagai hadiah dari Kakek! Kelak suatu

saat nanti kalau Kakek sudah pergi, kalung ini bisa mengingatkan Titi pada

Kakek”. Pada data (39) tidak ditemukan adanya penanda lingual TTDir

„memesan‟. Tuturan yang mengandung TTDir „memesan‟ pada data tersebut

dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteks tuturan

tersebut terlihat bahwa Pak Dibyo memesan kepada Aryati untuk menyimpan

kalung pemberian dari Pak Dibyo sebagai kenang-kenangan.

TTDir „memesan‟ pada data (39) terjadi ketika Pak Dibyo memanggil

Aryati untuk diberi kalung sebagai kenang-kenangan darinya. Pak Dibyo

memesan kepada Aryati supaya Aryati menyimpan baik-baik kalung pemberian

dari Pak Dibyo agar Aryati selalu ingat dengan Pak Dibyo. Jika Pak Dibyo tidak

bermaksud memesan Aryati untuk menyimpan kalung tersebut, tentu Pak Dibyo

tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „memesan‟.

o. Berharap

Berharap adalah berkeinginan supaya, meminta supaya (KBBI, 2007:338).

Jadi, TTK „berharap‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena penutur

menginginkan sesuatu. Data yang menunjukkan TTK „berharap‟ dapat dilihat

pada data berikut:

(40) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo

berharap Fatimah tidak bosan mendengarkan keluh kesah

Pak Dibyo. Fatimah juga berharap Pak Dibyo selalu sehat.

Pak Dibyo : “E… mudah-mudahan saja Ibu ndak bosan, ya Bu, ya

dan saya juga tidak membosankan, he.. he.. he…”

Fatimah : “He.. he.. he.. insya Allah Pak Dib, semoga Bapak juga

selalu sehat ya.” Pak Dibyo : “Amin.. amin.”

(66/TT/18 Juli 2011)

Page 111: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

Tuturan pada data (40) termasuk ke dalam jenis TTDir „berharap‟. TTDir

„berharap‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo “E… mudah-mudahan saja Ibu

ndak bosan, ya Bu, ya dan saya juga tidak membosankan, he.. he.. he..” dan

Fatimah yang menuturkan “He.. he.. he.. insya Allah Pak Dib, semoga Bapak

juga selalu sehat ya”. Kata mudah-mudahan dan semoga digunakan dalam

tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTDir „berharap‟.

TTDir „berharap‟ pada data (40) terjadi karena Pak Dibyo berharap

Fatimah tidak bosan mendengarkan keluh kesah Pak Dibyo. Fatimah pun

merespon tuturan Pak Dibyo tersebut dengan tuturan yang mengandung TTDir

„berharap‟ pula. Fatimah berharap semoga Pak Dibyo selalu sehat. Jika mereka

berdua tidak ingin berharap tentu mereka tidak akan menuturkan tuturan yang

berfungsi untuk „berharap‟.

Wujud TTDir „berharap‟ dapat pula dilihat pada data berikut:

(41) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Bu Dibyo. Pak Dibyo

mengingatkan istrinya untuk salat. Pak Dibyo juga berharap

Bu Dibyo bisa berubah menjadi lebih baik.

Pak Dibyo : “Ya, sudah sudah, Bapak masih bisa menerima Ibu seperti

itu kok. Bapak berharap ibu bisa berubah, sadar bahwa

hidup ini hanya sebentar. Jangan diperbudak oleh dunia,

belajar salat dan kalau perlu Ibu ke rumah Bu Fatimah sana,

banyak sekali lho manfaatnya!”

Bu Dibyo : “Ndak mau ah kalau ke sana, nanti Bapak kegirangan.”

(203/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (41) termasuk ke dalam jenis TTDir „berharap‟. TTDir

„berharap‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Bapak berharap

ibu bisa berubah”. Kata berharap digunakan dalam tuturan tersebut sebagai

penanda lingual TTDir „berharap‟. Pak Dibyo berharap istrinya bisa berubah

menjadi lebih baik, dengan kata lain mengubah sifat buruknya.

Page 112: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

Melihat istrinya belum bisa mengubah sifat buruknya, Pak Dibyo masih

menerima istrinya dengan apa adanya. Hal itulah yang memicu terjadinya TTDir

„berharap‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. Pak Dibyo berharap istrinya bisa

berubah menjadi lebih baik melalui tuturan “Bapak berharap ibu bisa berubah”.

Jika Pak Dibyo tidak ingin berharap supaya istrinya bisa berubah, tentu ia tidak

akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „berharap‟.

p. Menolak

Menolak adalah tidak menerima, menampik (KBBI, 2007:1203). Jadi,

TTDir „menolak‟ adalah tindak tutur yang dilakukan seseorang untuk menolak

sesuatu kepada mitra tutur. Data yang menunjukkan TTDir „menolak‟ dapat

dilihat pada data berikut:

(42) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati, Fatimah, dan Pak Dibyo.

Aryati menyambut kedatangan Pak Dibyo di rumahnya.

Aryati mengira Pak Dibyo itu adalah kakeknya sendiri.

Aryati menyuruh Pak Dibyo untuk menginap di rumahnya.

Pak Dibyo pun bermaksud menolak untuk tidur di rumah

Aryati.

Aryati : “Selamat datang kakek. Kakek nanti tidur di rumah Titi ya.

Nanti Titi siapin kamarnya Kek.”

Fatimah : “Titi, Kakek kan rumahnya dekat dengan rumah kita ini,

jadi Kakek bisa pulang ke rumah Kakek sendiri, tidak bisa

tidur di sini dengan Titi, ya?”

Aryati : “Iya kakek, Kakek nggak bisa tidur sama Titi di sini?

Pak Dibyo : “Iya sayang, Kakek kan tinggal di ujung jalan itu dan di

sana ada cucu-cucu Kakek yang lain.” (97/TT/19 Juli 2011)

Tuturan pada data (42) termasuk ke dalam jenis TTDir „menolak‟. TTDir

„penolakan‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Iya sayang,

Kakek kan tinggal di ujung jalan itu dan di sana ada cucu-cucu Kakek yang

lain”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual TTDir

„menolak‟. TTDir „menolak‟ pada tuturan tersebut dapat ditentukan berdasarkan

Page 113: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Pak Dibyo bermaksud

menolak untuk menginap di rumah Aryati.

Terjadinya TTDir „menolak‟ pada data (42) diawali oleh TTDir „meminta‟

yang dilakukan oleh Aryati. Aryati meminta Pak Dibyo menginap di rumahnya.

Fatimah pun memberi penjelasan kepada Aryati bahwa rumah Pak Dibyo dekat

dengan rumah mereka sehingga Pak Dibyo tidak bisa menginap. Kemudian Aryati

meyakinkan benar atau tidak jika Pak Dibyo tidak bisa menginap. Hal itulah yang

memicu terjadinya TTDir „menolak‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo melalui

tuturan “Iya sayang, Kakek kan tinggal di ujung jalan itu dan di sana ada cucu-

cucu Kakek yang lain”. Dari tuturan tersebut, secara tidak langsung Pak Dibyo

menolak permintaan Aryati untuk menginap di rumahnya. Pak Dibyo menolak

dengan menunjukkan rumahnya kepada Aryati. Jika Pak Dibyo tidak ingin

menolak permintaan Aryati, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang

berfungsi untuk „menolak‟.

Wujud TTDir „menolak‟ dapat pula dilihat pada data berikut:

(43) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Bu Dibyo. Pak Dibyo

memberi saran kepada istrinya untuk belajar salat dan

datang ke rumah Fatimah karena di sana banyak

manfaatnya. Bu Dibyo pun bermaksud menolak untuk

datang ke rumah Fatimah.

Pak Dibyo : “Ya, sudah sudah, Bapak masih bisa menerima Ibu seperti

itu kok. Bapak berharap ibu bisa berubah, sadar bahwa

hidup ini hanya sebentar. Jangan diperbudak oleh dunia,

belajar salat dan kalau perlu Ibu ke rumah Bu Fatimah sana,

banyak sekali lho manfaatnya!”

Bu Dibyo : “Ndak mau ah kalau ke sana, nanti Bapak kegirangan.”

(206/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (43) termasuk ke dalam jenis TTDirTTDir „menolak‟.

TTDir „menolak‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Ndak mau

Page 114: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

ah kalau ke sana, nanti Bapak kegirangan”. Ndak mau ah merupakan

penggalan dari tuturan Bu Dibyo dan itu digunakan sebagai penanda lingual

TTDir „menolak‟. Bu Dibyo menolak saran dari Pak Dibyo untuk datang ke

rumah Fatimah.

Terjadinya TTDir „menolak‟ diawali oleh adanya TTDir „menyarankan‟

yang dilakukan oleh Pak Dibyo. Pak Dibyo menyarankan istrinya untuk belajar

salat dan supaya mau datang ke rumah Fatimah karena di sana banyak hal yang

bisa dilakukan dan bermanfaat. Hal itulah yang memicu terjadinya TTDir

„menolak‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo dengan tuturan “Ndak mau ah kalau ke

sana, nanti Bapak kegirangan”. Melalui tuturan tersebut Bu Dibyo bermaksud

menolak untuk datang ke rumah Fatimah. Hal tersebut dilakukan Bu Dibyo

dengan alasan nanti Pak Dibyo bisa merasa kesenangan jika Bu Dibyo bersedia ke

rumah Fatimah. Jika Bu Dibyo tidak ingin menolak saran dari Pak Dibyo tentu ia

tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menolak‟.

3. Wujud Tindak Tutur Ekspresif

Pada penelitian TTE dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo

Buntung Yogyakarta ini ditemukan 26 macam subtindak tutur yang dapat

dikategorikan ke dalam tindak tutur ekspresif, yaitu tindak tutur yang berfungsi

untuk meminta maaf, memuji, berterima kasih, mengungkapkan kesengsaraan,

menghibur, mengeluh, mengungkapkan rasa sedih, mengungkapkan rasa kecewa,

menyesal, mengungkapkan rasa putus asa, mengungkapkan rasa senang,

mengungkapkan rasa iri, mengungkapkan rasa jengkel, menuduh, menyindir,

mengungkapkan rasa cemburu, menyalahkan, mengungkapkan rasa penasaran,

mengungkapkan rasa bingung, menyangkal, mengungkapkan rasa simpati,

Page 115: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

mengungkapkan rasa kasihan, mengungkapkan rasa kaget, mengungkapkan rasa

marah, mengungkapkan rasa heran, dan mengungkapkan rasa malu.

a. Meminta maaf

Meminta maaf adalah mengharap agar diberi maaf (dimaafkan) (KBBI,

2007:745). Jadi, TTE „meminta maaf‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur

untuk mengharap agar diberi maaf atau dimaafkan oleh mitra tuturnya. Data yang

menunjukkan TTE „meminta maaf‟ dapat dilihat pada data berikut:

(44) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo di rumah

Fatimah. Fatimah bermaksud meminta maaf kepada Pak

Dibyo karena sebagai warga baru belum sempat datang ke

rumah Pak Dibyo untuk berkenalan, tetapi justru Pak Dibyo

yang datang ke rumah Fatimah untuk berkenalan.

Fatimah : “Saya minta maaf Bapak, sebagai warga baru saya belum

sowan ke rumah Bapak, belum berkenalan, he.. he.. he..

malah Bapak yang sudah sepuh tindak kemari. Perkenalkan

Pak kalau gitu, saya Fatimah, saya warga baru di sini.”

Pak Dibyo : “Iya, he… he… saya memang sengaja datang kemari ingin

berkenalan karena saya mendengar nama Bu Fatimah sudah

di mana-mana. (Pak Dib dan Fatimah tersenyum bersama),

Bu Fatimah orangnya baik, ya, ramah, dan mau

mendengarkan keluhan orang lain, he.. he.. he..”

(4/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (44) termasuk ke dalam jenis TTE „meminta maaf‟.

TTE „meminta maaf‟ tampak pada tuturan Fatimah kepada Pak Dibyo yang

menuturkan “Saya minta maaf bapak”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam

TTE „meminta maaf‟ karena terdapat penanda lingual berupa minta maaf pada

penggalan kalimat yang dituturkan oleh Fatimah.

TTE „meminta maaf‟ pada data (44) terjadi ketika Pak Dibyo sengaja

datang ke rumah Fatimah ingin berkenalan karena Fatimah adalah warga baru dan

nama Fatimah sudah dikenal di mana-mana. Fatimah belum sempat bertamu ke

rumah Pak Dibyo untuk berkenalan. Oleh sebab itulah Fatimah meminta maaf

Page 116: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

kepada Pak Dibyo dengan menuturkan “Saya minta maaf Bapak”. Permintaan

maaf tersebut dituturkan oleh Fatimah karena Fatimah merasa tidak enak kepada

Pak Dibyo sebagai penduduk lama justru yang mendatangi Fatimah sebagai warga

baru dan ingin berkenalan. Jika Fatimah tidak ingin minta maaf kepada Pak Dibyo

tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi „meminta maaf‟.

Data yang menunjukkan TTE „meminta maaf‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(45) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo

meminta maaf sebelum dirinya bertanya kepada Fatimah.

Pak Dibyo : “E.. e.. anu Bu, saya mau nanya ni Bu.”

Fatimah : “He’em.”

Pak Dibyo : “E… maaf ini, ya Bu, ya, Ibu pernah kesepian?”

Fatimah : “Eh, terus terang saja Pak, pernah tapi saya segera mencari

kesibukan yang membuat saya tidak merasa kesepian Pak

Dib.”

(38/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (45) termasuk ke dalam jenis TTE „meminta maaf‟.

TTE „meminta maaf‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo kepada Fatimah yang

menuturkan “E… maaf ini, ya Bu, ya”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTE

„meminta maaf‟ karena terdapat penanda lingual berupa kata maaf pada penggalan

kalimat yang dituturkan oleh Pak Dibyo.

Pak Dibyo ingin bertanya kepada Fatimah pernah merasa kesepian atau

tidak. Pak Dibyo mengawali pertanyaannya dengan meminta maaf kepada

Fatimah. Pak Dibyo bertanya kepada Fatimah melalui tuturan “E… maaf ini, ya

Bu, ya, Ibu pernah kesepian?”. Melalui tuturan tersebut Pak Dibyo meminta

maaf sebelum bertanya kepada Fatimah supaya Fatimah tidak tersinggung atas

pertanyaan Pak Dibyo tersebut. Jika Pak Dibyo tidak ingin meminta maaf kepada

Fatimah tentu Pak Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi „meminta

Page 117: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

maaf‟. Fatimah tidak merasa tersinggung atas pertanyaan Pak Dibyo, dan Fatimah

pun memberitahukan kepada Pak Dibyo bahwa dirinya juga pernah kesepian.

b. Memuji

Memuji adalah melahirkan kekaguman dan penghargaan kepada sesuatu

(yang dianggap baik, indah, gagah berani, dan sebagainya) (KBBI, 2007:904).

Jadi, TTE „menuji‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk memberikan

penghargaan kepada mitra tuturnya. Data yang menunjukkan TTE „memuji‟ dapat

dilihat pada data berikut:

(46) Konteks : Tuturan terjadi anatara Fatimah dan Aryati. Aryati

memberitahukan kalau dirinya sudah sampai jilid empat.

Kemudian Fatimah bermaksud memuji Aryati karena

mengajinya sudah sampai jilid empat.

Fatimah : “Oh ya, Bunda mau tanya, Titi ngajinya sudah sampai mana

ta?”

Aryati : “E.. sampai mana ya Bun?”

Fatimah : “Sampai mana?”

Aryati : “Eh.. sampai jilid empat.”

Fatimah : “Oh, sudah jilid empat. Wah, sip dong kalau gitu sudah

jilid empat. Mudah-mudahan sebentar lagi Iqro nya selesai,

ya.”

Aryati : “Iya, Bun.”

(172/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (46) termasuk ke dalam jenis TTE „memuji‟. TTE

„memuji‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Wah, sip dong kalau

gitu sudah jilid empat”. Kata sip dong digunakan dalam tuturan tersebut sebagai

penanda lingual TTE „memuji‟. Fatimah memuji Aryati karena mengajinya sudah

sampai jilid empat.

Terjadinya TTE „memuji‟ pada data (46) diawali oleh pertanyaan dari

Fatimah yang bertanya kepada Aryati melalui tuturan “Oh ya, Bunda mau tanya,

Titi ngajinya sudah sampai mana ta?”. Dari tuturan tersebut, secara tidak

langsung Fatimah meminta informasi kepada Aryati untuk memberitahu

Page 118: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

mengajinya Aryati. Aryati pun memberitahukan kepada Fatimah bahwa dirinya

mengajinya sudah sampai jilid empat. Hal tersebut memicu terjadinya TTE

„memuji‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Wah, sip dong kalau gitu

sudah jilid empat”. Melalui tuturan itu Fatimah bermaksud memuji Aryati. Kata

sip berarti bagus. Hal tersebut membuktikan bahwa Aryati itu memang pandai,

pintar dan rajin karena Aryati yang masih kecil mengajinya sudah sampai jilid

empat. Jika Fatimah tidak ingin memuji Aryati tentu Fatimah tidak akan

menuturkan tuturan yang berfungsi „memuji‟.

Wujud TTE „memuji‟ dapat pula dilihat pada data berikut:

(47) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Fatimah

menawakan hadiah yang diinginkan Aryati ketika

mengajinya sudah selesai. Aryati justru menginginkan

dirinya dijadikan anak yang baik dan sayang dengan ibunya.

Fatimah pun memuji Aryati karena Aryati masih kecil tetapi

pintar.

Aryati : “Titi mau berdoa pada Allah supaya Titi juga dijadikan

anak yang baik, sayang sama Bunda. Bunda juga sayang

kan sama Titi?”

Fatimah : “Oh, ya pasti dong. siapa dulu, Aryati kan anak Bunda.

Anak Bunda ini memang pinter sekali. Wah, bikin gemes

aja.”

(177/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (47) termasuk ke dalam jenis TTE „memuji‟. TTE

„memuji‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Anak Bunda ini

memang pinter sekali”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTE „memuji‟

karena terdapat penanda lingual berupa frasa pinter sekali pada penggalan kalimat

yang dituturkan oleh Fatimah. Fatimah bermaksud memuji Aryati sebagai anak

yang pintar sekali.

TTE „memuji‟ pada data (47) terjadi ketika Aryati mengatakan

keinginannya kepada Fatimah, yaitu Aryati berdoa kepada Allah supaya dirinya

Page 119: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

dijadikan anak yang baik, sayang kepada ibunya. Mendengar keinginan Aryati

itulah yang membuat Fatimah memuji Aryati dengan menuturkan “Anak Bunda

ini memang pinter sekali”. Jika Fatimah tidak ingin memuji Aryati tentu Fatimah

tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „memuji‟.

c. Berterima kasih

Berterima kasih adalah mengucapkan syukur, melahirkan rasa syukur atau

membalas budi setelah menerima kebaikan (KBBI, 2007:1183). Jadi, TTE

„berterima kasih‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur sebagai ucapan

syukurnya kepada mitra tutur sebagai bentuk balas budi setelah menerima

kebaikan. Data yang menunjukkan TTE „berterima kasih‟ dapat dilihat pada data

berikut:

(48) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Pak Dibyo

sedang bertamu di rumah Fatimah. Pak Dibyo berterima

kasih karena Fatimah telah mempersilakan dirinya masuk.

Fatimah : “E… tapi ngomong-ngomong mangga lho silakan masuk,

duduk di teras, ya, Pak, ya, mangga Pak silakan masuk

Pak!”

Pak Dibyo : “Iya iya, terima kasih terima kasih.”

(9/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (48) termasuk ke dalam jenis TTE „berterima kasih‟.

Percakapan terjadi ketika Pak Dibyo sedang bertamu di rumah Fatimah. Fatimah

pun mempersilakan Pak Dibyo untuk masuk dan duduk. Hal itulah yang memicu

terjadijanya TTE „berterima kasih‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. Pak Dibyo

berterima kasih kepada Fatimah karena telah mempersilakan dirinya untuk masuk

dan duduk. TTE „berterima kasih‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang

menuturkan “Iya iya, terima kasih terima kasih”. Tuturan tersebut termasuk ke

Page 120: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

dalam TTE „berterima kasih‟ karena terdapat penanda lingual berupa frasa, yaitu

terima kasih pada penggalan kalimat yang dituturkan oleh Pak Dibyo.

Terjadinya TTE „berterima kasih‟ pada data (48) diawali oleh adanya

TTDir „menyuruh‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “E… tapi

ngomong-ngomong mangga lho silakan masuk, duduk di teras, ya, Pak, ya,

mangga Pak silakan masuk Pak!”. Dari tuturan tersebut Fatimah bermaksud

menyuruh Pak Dibyo untuk masuk dan duduk di teras. Hal itulah yang memicu

terjadinya TTE „berterima kasih‟. TTE „berterima kasih‟ dilakukan oleh Pak

Dibyo melalui tuturan “Iya iya, terima kasih terima kasih”. Melalui tuturan

tersebut Pak Dibyo bermaksud mengucapkan terima kasih kepada Fatimah karena

telah disuruh masuk dan duduk. Jika Pak Dibyo tidak ingin berterima kasih

kepada Fatimah tentu Pak Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi

„berterima kasih‟.

Wujud TTE „berterima kasih‟ dapat pula dilihat pada data berikut:

(49) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Aryati. Aryati

mengucapkan terima kasih kepada Pak Dibyo kerena Pak

Dibyo berjanji akan selalu mengingat nama Aryati.

Pak Dibyo : “Cucu Kakek yang cantik ini namanya siapa, he?‟

Aryati : “Aryati Kek, tapi lebih suka dipanggil Titi Kek.”

Pak Dibyo : “Oh, iya Titi. Kakek akan selalu ingat nama cucu Kakek

yang cantik ini, Titi, he.. he.. he...”

Aryati : “Terima kasih, ya Kek.”

(100/TT/19 Juli 2011)

Tuturan pada data (49) termasuk ke dalam jenis TTE „berterima kasih‟.

Aryati memberitahukan namanya kepada Pak Dibyo setelah Pak Dibyo bertanya

nama kepada Aryati. Kemudian Pak Dibyo mengatakan bahwa dirinya akan

mengingat nama Aryati yang dianggapnya sebagai cucunya sendiri. Hal itulah

yang menyebabkan terjadinya TTE „berterima kasih‟ yang dilakukan oleh Aryati.

Page 121: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

TTE „berterima kasih‟ tampak pada tuturan Aryati yang menuturkan “Terima

kasih, ya Kek”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam TTE „berterima kasih‟

karena terdapat penanda lingual berupa frasa, yaitu terima kasih pada penggalan

kalimat yang dituturkan oleh Aryati.

Terjadinya TTE „berterima kasih‟ pada data (49) diawali oleh adanya TTK

„berjanji‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturan “Kakek akan selalu

ingat nama cucu Kakek yang cantik ini, Titi, he.. he.. he...”. Melalui tuturan

tersebut Pak Dibyo ingin berjanji kepada Aryati akan selalu mengingat nama

Aryati. Hal utulah yang menyebabkan terjadinya TTE „berterima kasih‟ yang

dilakukan oleh Aryati dengan tuturan “Terima kasih, ya Kek”. Dari tuturan

tersebut Aryati bermaksud mengucapkan terima kasih kepada Pak Dibyo karena

Pak Dibyo mengatakan kepada Aryati bahwa dirinya akan selalu mengingat Titi

(Aryati) yang dianggapnya seperti cucunya sendiri. Jika Aryati tidak ingin

berterima kasih kepada Pak Dibyo, tentu Aryati tidak akan menuturkan tuturan

yang berfungsi untuk „berterima kasih‟.

d. Mengungkapkan kesengsaraan

Kesengsaraan adalah perihal kesulitan dan kesusahan hidup, penderitaan

(KBBI, 2007:1037). Jadi, TTE „kesengsaraan‟ adalah tindak tutur yang dilakukan

penutur untuk mengekspresikan kesulitan atau kesengsaraan yang dialaminya.

Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan kesengsaraan‟ dapat dilihat pada

data berikut:

(50) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Pak Dibyo

sedang jalan-jalan sendiri bertemu dengan Fatimah. Fatimah

bertanya kepada Pak Dibyo yang sedang jalan-jalan sendiri,

tidak ditemani anak-anak atau isrinya. Pak Dibyo

mengungkapkan kesengsaraan karena anak-anaknya tidak

ada lagi yang mau memperhatikannya.

Page 122: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

Fatimah : “Bapak dari mana tadi, kok sendirian tidak ditemani anak-

anak atau cucu atau ibu barang kali, eh maaf, kalau Bapak

jatuh terus bagaimana, coba?”

Pak Dibyo : “Iya. E.. anak-anak saya itu ada tujuh orang, yang tiga

perempuan, yang empat laki-laki. Lima orang sudah

berkeluarga semua, sudah punya anak, tapi ya itu,

semua sudah jauh dari saya, yah, hanya dua orang ini

yang tinggal bersama saya. Yang satu perempuan sudah

berumah tangga tapi ditinggal meninggal suaminya,

padahal anaknya sudah dua dan masih kecil-kecil.” (11/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (50) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

kesengsaraan‟. Pak Dibyo yang sedang jalan-jalan sendiri bertemu dengan

Fatimah. Fatimah bertanya kepada Pak Dibyo yang sedang jalan-jalan sendiri,

tidak ditemani anak-anak atau isrinya. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya

TTE „mengungkapkan kesengsaraan‟ yang dilakukan Pak Dibyo. TTE

„mengungkapkan kesengsaraan‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan

“E.. anak-anak saya itu ada tujuh orang, yang tiga perempuan, yang empat

laki-laki. Lima orang sudah berkeluarga semua, sudah punya anak, tapi ya

itu, semua sudah jauh dari saya, yah, hanya dua orang ini yang tinggal

bersama saya. Yang satu perempuan sudah berumah tangga tapi ditinggal

meninggal suaminya, padahal anaknya sudah dua dan masih kecil-kecil”.

Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang

menunjukkan TTE „mengungkapkan kesengsaraan‟. TTE „mengungkapkan

kesengsaraan‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika

dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Pak Dibyo merasa sengsara karena dari

sekian banyak anaknya tidak ada yang mau memperhatikan Pak Dibyo, termasuk

kedua anaknya yang tinggal bersamanya. Jika Pak Dibyo tidak ingin

Page 123: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

mengungkapkan kesengsaraannya kepada Fatimah tentu Pak Dibyo tidak akan

menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan kesengsaraan‟.

e. Menghibur

Menghibur adalah menyenangkan dan menyejukkan hati yang susah,

melipur (KBBI, 2007:398). Jadi, TTE „menghibur‟ adalah tindak tutur yang

dilakukan penutur untuk menyenangkan dan menyejukkan hati mitra tutur yang

sedang susah. Data yang menunjukkan TTE „menghibur‟ dapat dilihat pada data

berikut:

(51) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Fatimah

menghibur Pak Dibyo yang sering mengeluh karena dari

beberapa anaknya tidak ada yang datang mengunjunginya.

Fatimah : “Bapak sabar saja, ya, mungkin anak-anak Bapak masih

sibuk atau mungkin juga ada di antara anak-anak

Bapak yang hidupnya susah dan tidak bisa pulang

menemui Bapak.” Pak Dibyo : “He.. he.. Ibu Fat ini. Bu Fat ndak usah menghibur saya.

Saya tahu keadaan anak-anak saya, Bu. Saya mengantarkan

anak-anak menjadi sarjana semua dan berkarir punya masa

depan. Kalau hanya ongkos untuk menengok saya tentunya

mereka pasti punya, kan? Ndak mungkin kalau ndak punya.

Yah, dasar mereka saja yang sudah lupa pada saya bapaknya

ini. Lha kalau sama ibunya masih suka telpun-telpunan, Bu.

Tapi kalau saya bapaknya ini, he.. he.. he.. sama sekali ndak

ada yang perhatian.”

(79/TT/19 Juli 2011)

Tuturan pada data (51) termasuk ke dalam jenis TTE „menghibur‟.

Fatimah berusaha menghibur Pak Dibyo. Pak Dibyo selalu mengeluh karena dari

beberapa anaknya tidak ada satupun yang datang untuk menjenguk Pak Dibyo.

TTE „menghibur‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Mungkin

anak-anak Bapak masih sibuk atau mungkin juga ada di antara anak-anak

Bapak yang hidupnya susah dan tidak bisa pulang menemui Bapak”. Dalam

tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE

Page 124: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

„menghibur‟. TTE „menghibur‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan

konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Fatimah bermaksud

menghibur Pak Dibyo yang sering mengeluh karena dari beberapa anak-anaknya

tidak ada yang datang mengunjunginya.

Terjadinya TTE „menghibur‟ pada data (51) semakin jelas karena di

dukung oleh tuturan selanjutnya, yaitu tuturan dari Pak Dibyo. Setelah Fatimah

menghibur Pak Dibyo, Pak Dibyo meresponnya dengan mengingatkan Fatimah

supaya tidak menghibur Pak Dibyo karena Pak Dibyo yang lebih tahu tentang

keadaan anak-anaknya. Hal itulah yang menyebabkan tuturan dari Fatimah

tersebut masuk dalam TTE „menghibur‟. Jika Fatimah tidak ingin menghibur Pak

Dibyo tentu Fatimah tidak menuturkan tuturan yang berfungsi „menghibur‟.

Data yang menunjukkan TTE „menghibur‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(52) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Fatimah

bermaksud mengibur Aryati yang sedang merasa kecewa

karena Pak Dibyo tidak datang ke rumahnya.

Aryati : “Bunda, kok hari ini Kakek ndak datang, ya Bun? Padahal

Titi udah pesen sama Mbak untuk buat bubur kacang ijo

yang enaaak banget.”

Fatimah : “Ti, Kakek Dibyo itu punya keluarga, punya anak-anak

dan juga cucu-cucu sendiri. Mungkin hari ini beliau

ingin bermain dengan mereka.” (159/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (52) termasuk ke dalam jenis TTE „menghibur‟. Aryati

merasa kecewa karena Pak Dibyo tidak datang ke rumah Aryati seperti biasanya.

Aryati sudah terlanjur memesan bubur kacang hijau kesukaan Pak Dibyo. Hal

tersebut semakin membuat Aryati kecewa. Hal itulah yang menyebabkan

terjadinya TTE „menghibur‟ yang dilakukan oleh Fatimah. TTE „menghibur‟

Page 125: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Ti, Kakek Dibyo itu punya

keluarga, punya anak-anak dan juga cucu-cucu sendiri. Mungkin hari ini

beliau ingin bermain dengan mereka”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan

adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „menghibur‟. TTE „menghibur‟

pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari

konteksnya terlihat bahwa Fatimah bermaksud mengibur Aryati yang sedang

merasa kecewa karena Pak Dibyo tidak datang ke rumahnya.

Aryati merasa kecewa karena Pak Dibyo yang biasanya datang ke rumah

Aryati tapi kali ini Pak Dibyo tidak datang. Apalagi Aryati sudah terlanjur

memesan makanan kesukaan Pak Dibyo kepada mbak yang membantu di

rumahnya, hal tersebut semakin membuat Aryati semakin kecewa. Karena

Fatimah tidak ingin melihat Aryati sedih dan merasa kecewa, lalu Fatimah

bermaksud mengibur Aryati dengan memberi penjelasan kepada Aryati. Hal

tersebut dilakukan Fatimah supaya Aryati tidak lagi merasa sedih dan kecewa

serta bisa memahami keadaan Pak Dibyo. Jika Fatimah tidak ingin menghibur

Aryati yang sedang kecewa tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang

berfungsi „menghibur‟.

Wujud TTE „menghibur‟ dapat pula dilihat pada data berikut:

(53) Konteks : Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Fatimah. Bu Dibyo

merasa sedih karena suaminya meninggal dunia. Fatimah

pun menghibur Bu Dibyo yang sedang sedih.

Bu Dibyo : “Kenapa sampeyan tega meninggalkan aku ta, Pak?”

(sambil menangis).

Fatimah : “Sudah Bu, sudah Bu Dib, Bu Dib yang ikhlas saja ya.

Bapak ndak usah ditangisi!” (300/TT/22 Juli 2011)

Page 126: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

Tuturan pada data (53) termasuk ke dalam jenis TTE „menghibur‟. Bu

Dibyo menangis karena merasa sedih suaminya telah meninggal dunia. Hal itulah

yang menyebabkan terjadinya TTE „menghibur‟ yang dilakukan Fatimah. TTE

„menghibur‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Sudah Bu, sudah

Bu Dib, Bu Dib yang ikhlas saja ya. Bapak ndak usah ditangisi”. Dalam

tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE

„menghibur‟. TTE „menghibur‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan

konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Fatimah bermaksud

menghibur Bu Dibyo yang sedang sedih karena suaminya meninggal.

Terjadinya TTE „menghibur‟ yang dilakukan oleh Fatimah pada data di

atas diawali oleh adanya TTE „kesedihan‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo. Bu

Dibyo menangis dan merasa sedih karena suaminya meninggal. Hal itulah yang

menyebabkan terjadinya TTE „menghibur‟ pada tuturan yang disampaikan oleh

Fatimah pada Bu Dibyo. Jika Fatimah tidak ingin menghibur Bu Dibyo yang

sedang sedih, tentu Fatimah tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk

„menghibur‟.

f. Mengeluh

Mengeluh adalah menyatakan susah (karena penderitaan, kesakitan,

kekecewaan) (KBBI, 2007:536). Jadi, TTE „mengeluh‟ adalah tindak tutur yang

dilakukan penutur sebagai bentuk ekspresi atas penderitaan, kesakitan dan

kekecewaan yang dialaminya. Data yang menunjukkan TTE „mengeluh‟ dapat

dilihat pada data berikut:

(54) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Pak Dibyo

mengeluh karena sudah tua tidak ada yang mengurus.

Fatimah : “E… dulu Bapak bekerja di instansi mana, Pak?”

Page 127: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

Pak Dibyo : “E… anu, saya di Departemen Sosial, ngurusin orang-

orang. Tapi sekarang saya sudah tua ini tidak ada yang

mengurus, semua pada sibuk sendiri-sendiri dengan

urusannya masing-masing.” (16/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (54) termasuk ke dalam jenis TTE „mengeluh‟. TTE

„mengeluh‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Tapi sekarang

saya sudah tua ini tidak ada yang mengurus, semua pada sibuk sendiri-

sendiri dengan urusannya masing-masing”. Dalam tuturan tersebut tidak

ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengeluh‟. TTE

„mengeluh‟ pada tuturan (54) dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika

dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Pak Dibyo mengeluh karena dirinya yang

sudah tua tidak ada yang mengurus.

Terjadinya TTE „mengeluh‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo pada data (54)

diawali tuturan Fatimah yang menanyakan tempat Pak Dibyo dulu bekerja.

Pertanyaan Fatimah tersebut secara tidak langsung meminta informasi dari Pak

Dibyo tempat Pak Dibyo dulu bekerja. Kemudian Pak Dibyo meresponnya

dengan tuturan yang mengandung TTA „memberitahukan‟. Pak Dibyo

memberitahukan kepada Fatimah bahwa dulu Pak Dibyo bekerja di Departemen

Sosial. Hal itu menyebabkan terjadinya TTE „mengeluh‟ yang dilakukan oleh Pak

Dibyo melalui tuturan “Tapi sekarang saya sudah tua ini tidak ada yang

mengurus, semua pada sibuk sendiri-sendiri dengan urusannya masing-masing”.

Melalui tuturan tersebut Pak Dibyo bermaksud mengeluh kepada Fatimah tentang

keadaan dirinya yang tidak diurusi oleh anak-anak dan istrinya. Jika Pak Dibyo

tidak bermaksud untuk mengeluh, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang

berfungsi untuk „mengeluh‟.

Page 128: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

Wujud TTE „mengeluh‟ dapat pula dilihat pada data berikut:

(55) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Pak Dibyo

sedang sakit dan ingin diperhatikan oleh anggota

keluarganya. Fatimah menyarankan kepada Bu Dibyo untuk

merawat dan memberikan perhatian sendiri kepada

suaminya. Akan tetapi, Bu Dibyo mengeluh ketika harus

merawat Pak Dibyo sekaligus merawat cucu-cucunya.

Fatimah : “Yah, kalau memang sakitnya hanya ingin diperhatikan

sebenarnyakan mudah Bu, mudah untuk pengobatannya.

Ndak usah manggil dokter, ndak usah membawa ke rumah

sakit. Ibu sendiri bisa kok mengobatinya.”

Bu Dibyo : “Loh, justru itu Bu yang tidak bisa saya lakukan. Loh, kalau

sakitnya Bapak itu sakit badan malah saya enak, tinggal

saya bawa ke rumah sakit, rawat inap, dilayani suster. Saya

tinggal bayar berapa habisnya, Bu. Tapi kalau yang

seperti ini malah repot. Saya harus merawat dia,

memperhatikan dia, belum cucu saya waduh Bu, saya

ndak bisa, saya bingung.”

(224/TT/21 Juli 2011)

Tuturan pada data (55) termasuk ke dalam jenis TTE „mengeluh‟. Pak

Dibyo sedang sakit dan ingin mendapat perhatian dari anak-anak dan istrinya. Bu

Dibyo tidak tahu yang harus ia lakukan untuk kesembuhan Pak Dibyo. Lalu

Fatimah memberitahukan kepada Bu Dibyo hal yang harus dilakukannya untuk

kesembuhan Pak Dibyo, yaitu dengan memberikan perhatian kepada Pak Dibyo.

Hal itulah yang menyebabkab terjadinya TTE „mengeluh‟ yang dilakukan oleh Bu

Dibyo. TTE „mengeluh‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Tapi

kalau yang seperti ini malah repot. Saya harus merawat dia, memperhatikan

dia, belum cucu saya waduh Bu, saya ndak bisa, saya bingung”. Kata waduh

digunakan dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTE „mengeluh‟. Bu

Dibyo mengeluh bila harus merawat dan memberikan perhatian sendiri kepada

Pak Dibyo.

Page 129: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

Terjadinya TTE „mengeluh‟ pada data (55) diawali oleh adanya TTA

„memberitahukan‟ yang dilakukan oleh Fatimah. Fatimah memberitahukan hal

yang harus dilakukan Bu Dibyo untuk kesembuhan suaminya. Hal itulah yang

menyebabkab terjadinya TTE „mengeluh‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo melalui

tuturan “Tapi kalau yang seperti ini malah repot. Saya harus merawat dia,

memperhatikan dia, belum cucu saya waduh Bu, saya ndak bisa, saya bingung”.

Dari tuturan tersebut Bu Dibyo mengeluh karena dirinya tidak bisa bila harus

merawat suaminya sendiri. Bu Dibyo lebih memilih jika suaminya dirawat oleh

suster dan Bu Dibyo tinggal membayarnya. Jika Bu Dibyo tidak bermaksud

mengeluh, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk

„mengeluh‟.

g. Mengungkapkan rasa sedih

Sedih adalah merasa sangat pilu di hati, susah hati (KBBI, 2007:1009).

Jadi, TTE „mengungkapkan rasa sedih‟ adalah tindak tutur yang dilakukan

penutur sebagai bentuk ekspresi atas perasaannya yang sedang sedih, pilu, dan

susah hati. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa sedih‟ dapat

dilihat pada data berikut:

(56) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Pak Dibyo

mengeluh karena keluarganya tidak ada yang

memperhatikannya. Fatimah pun menasihati Pak Dibyo

supaya tidak mengeluh lagi. Akan tetapi, Pak Dibyo justru

merasa sedih karena dirinya kesepian, tidak ada yang bisa ia

ajak berbicara dan memperhatikannya.

Pak Dibyo : “E… anu, saya di Departemen Sosial, ngurusin orang-

orang. Tapi sekarang saya sudah tua ini tidak ada yang

mengurus, semua pada sibuk sendiri-sendiri dengan

urusannya masing-masing.”

Fatimah : “Pak Dib, Bapak tidak boleh seperti itu. Dulu sekali anak-

anak kita masih kecil adalah milik kita, kita bisa apa saja

pada anak-anak kita, tapi setelah perjalanan waktu, anak-

Page 130: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

anak punya dunia masing-masing, Pak. Yang tadinya anak-

anak meningkat menjadi remaja, dan yang tadinya remaja

meningkat jadi dewasa. Nah, kalau sudah pada dewasa,

mereka punya keluarga masing-masing dan kesibukan, Pak.

Dan mungkin kalau kita mau menoleh, meneliti pada diri

kita sendiri, saat kita berumah tangga, waktu dan pikiran

kita tercurah pada keluarga, eh kadang lupa sama orang tua,

apalagi kalau jaraknya berjauhan, setahun sekali baru

ketemu. Kita yang sudah tua seperti ini hanya berteman sepi

dan sendiri, Pak. Ehm, Bapak masih beruntung punya

banyak anak yang sewaktu-waktu kalau kita kangen masih

ada yang dikangenin, Pak.”

Pak Dibyo : “E.. iya, tapi saya merasa sedih, merasa sendiri, nggak

ada yang saya ajak bicara, nggak ada yang menemani.

Istri saya kalau siang sibuk dengan cucu-cucunya dan

kalau sudah malam juga sudah capek. Dia tidur dekat

cucu-cucunya dan saya tidur sendiri.”

(19/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (56) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa sedih‟. Pak Dibyo merasa sedih ketika menceritakan keadaan dirinya yang

selalu kesepian tidak ada yang bisa ia ajak bicara, istrinya selalu sibuk dengan

cucu-cucu mereka. TTE „mengungkapkan rasa sedih‟ tampak pada tuturan Bu

Dibyo yang menuturkan “E.. iya, tapi saya merasa sedih, merasa sendiri,

nggak ada yang saya ajak bicara, nggak ada yang menemani. Istri saya kalau

siang sibuk dengan cucu-cucunya dan kalau sudah malam juga sudah capek.

Dia tidur dekat cucu-cucunya dan saya tidur sendiri”. Dalam tuturan tersebut

tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE

„mengungkapkan rasa sedih‟. TTE „mengungkapkan rasa sedih‟ pada tuturan di

atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat

bahwa Pak Dibyo merasa sedih karena keluarganya tidak ada yang

memperhatikannya.

Terjadinya TTE „mengungkapkan rasa sedih‟ pada data (56) diawali oleh

adanya TTE „mengeluh‟ yang dilakukan Pak Dibyo. Pak Dibyo sering mengeluh

Page 131: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

karena keluarganya tidak ada yang memperhatikannya, sehingga membuat Pak

Dibyo merasa sedih tidak ada orang yang bisa diajak bicara, menemani Pak Dibyo

dan istrinya selalu sibuk dengan cucu-cucunya. Jika Pak Dibyo tidak merasa sedih

tentu Pak Dibyo tidak menuturkan tuturan yang berfungsi mengungkapkan

„kesedihan‟.

Wujud TTE „mengungkapkan rasa sedih‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(57) Konteks : Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Fatimah. Bu Dibyo

merasa sedih sampai menangis karena suaminya meninggal.

Bu Dibyo : “Kenapa sampeyan tega meninggalkan aku ta, Pak?”

(sambil menangis).

Fatimah : “Sudah Bu, sudah Bu Dib, Bu Dib yang ikhlas saja ya.

Bapak ndak usah ditangisi!”

(299/TT/22 Juli 2011)

Tuturan pada data (57) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa sedih‟. Pak Dibyo telah meninggal dunia. Hal itulah yang menyebabkan

terjadinya TTE „mengungkapkan rasa sedih‟ yang dilakukan Bu Dibyo. Bu Dibyo

merasa sedih karena suaminya telah meninggal dunia. TTE „mengungkapkan rasa

sedih‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Kenapa sampeyan tega

meninggalkan aku ta, Pak”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya

penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa sedih‟. TTE

„mengungkapkan rasa sedih‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan

konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Bu Dibyo merasa sedih

karena suaminya meninggal. Bu Dibyo sampai menangis karena merasa sedih.

Dengan menangis itulah yang semakin memperkuat tuturan dari Bu Dibyo

tersebut masuk dalam TTE „mengungkapkan rasa sedih‟. Bu Dibyo menangis

tentu karena dirinya merasa sedih dan bukan menangis karena bahagia ataupun

Page 132: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

terharu. Jika Bu Dibyo tidak merasa sedih tentu Bu Dibyo tidak menuturkan

tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa sedih‟.

h. Mengungkapkan rasa kecewa

Kecewa adalah kecil hati, tidak puas (karena tidak terkabul keinginannya,

harapannya) (KBBI, 2007:522). Jadi, TTE mengungkapkan rasa „kecewa‟ adalah

tindak tutur yang dilakukan penutur sebagai bentuk ekspresi atas perasaannya

karena merasa kecil hati, tidak puas karena keinginannya tidak terkabul. Data

yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa kecewa‟ dapat dilihat pada data

berikut:

(58) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Aryati merasa

kecewa karena Pak Dibyo tidak datang ke rumah Aryati

untuk menemui Aryati.

Aryati : “Bunda, kok hari ini Kakek ndak datang, ya Bun?

Padahal Titi udah pesen sama Mbak untuk buat bubur

kacang ijo yang enaaak banget.” Fatimah : “Ti, Kakek Dibyo itu punya keluarga, punya anak-anak dan

juga cucu-cucu sendiri. Mungkin hari ini beliau ingin

bermain dengan mereka.

(158/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (58) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa kecewa‟. Pak Dibyo tidak datang ke rumah Aryati seperti biasanya. Aryati

merasa kecewa ketika mengetahui Pak Dibyo tidak datang untuk menemui Aryati,

padahal Aryati sudah memesan bubur kesukaan Pak Dibyo. TTE

„mengungkapkan rasa kecewa‟ tampak pada tuturan Aryati yang menuturkan

“Bunda, kok hari ini Kakek ndak datang, ya Bun? Padahal Titi udah pesen

sama Mbak untuk buat bubur kacang ijo yang enaaak banget”. Dalam

tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE

„mengungkapkan rasa kecewa‟. TTE „mengungkapkan rasa kecewa‟ pada tuturan

Page 133: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya

terlihat bahwa Aryati merasa kecewa karena Pak Dibyo yang dianggap seperti

kakeknya sendiri tidak datang ke rumah Aryati untuk menemui Aryati seperti

biasanya.

TTE „mengungkapkan rasa kecewa‟ pada data (58) terjadi karena Aryati

berharap hari itu Pak Dibyo datang menemuinya seperti biasa dan Aryati sudah

terlanjur memesan kepada Mbak yang membantu pekerjaan rumahnya untuk

membuat bubur kacang hijau yang enak, makanan kesukaan Pak Dibyo. Akan

tetapi, yang terjadi pada hari itu adalah Pak Dibyo tidak datang ke rumah Aryati.

Hal itulah yang menyebabkan Aryati merasa kecewa. Jika Aryati tidak ingin

mengungkapkan kekecewaannya tentu Aryati tidak akan menuturkan tuturan yang

berfungsi untuk „mengungkapkan rasa kecewa‟. Kemudian Fatimah memberi

penjelasan kepada Aryati bahwa Pak Dibyo itu mempunyai keluarga sendiri

sehingga tidak datang ke rumah mereka. Hal tersebut dilakukan Fatimah supaya

Aryati tidak lagi merasa kecewa.

Wujud TTE „mengungkapkan rasa kecewa‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(59) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan istrinya, yaitu Bu

Dibyo. Pak Dibyo menasihati istrinya supaya bisa meniru

sifat Aryati yang tulus memberikan perhatian kepada Pak

Dibyo. Pak Dibyo merasa kecewa dengan istrinya karena

sudah hampir 50 tahun hidup bersama tetapi Bu Dibyo tidak

bisa berubah dan mengerti keinginan Pak Dibyo.

Pak Dibyo : “Bu, ada satu hal yang bisa kita tiru dari anak kecil itu.”

Bu Dibyo : “Ah, Bapak ini.”

Pak Dibyo : “Anak kecil itu polos dan jujur, apa adanya dan perasaanya

tulus, suci. Titi memperhatikan Bapak itu dengan hati yang

tulus tanpa pamrih apa pun. Dan saat ini Bapak ndak butuh

apa-apa, kecuali perhatian dari orang orang di sekitar bapak.

Ibu sebagai istri yang sudah mendampingi Bapak

Page 134: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

hampir 50 tahun ndak ngerti-ngerti juga, ndak ada

perubahan sama sekali Bu, Bapak kecewa Bu.” Bu Dibyo : “Hla, ini sudah watak je, sudah karakter, gimana mungkin

bisa berubah, ndak mungkin ta, Pak?”

Pak Dibyo : “Yah, watak manusia memang tidak bisa diubah, tapi

sedikitnya Ibu bisa mengendalikan diri, menahan diri itu

sudah lebih baik Bu, tidak bla bla dan seenaknya sendiri,

ndak pake piye terus sama sekali Bu.”

Bu Dibyo : “Halah, mboh Pak, mumet aku, mboh mboh.”

(198/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (59) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa kecewa‟. Pak Dibyo menceritakan kebaikan Aryati agar Bu Dibyo bisa

meniru sifat baiknya Aryati yang sayang dan perhatian dengan Pak Dibyo. Pak

Dibyo merasa kecewa kepada istrinya karena sudah hampir 50 tahun

mendampingi Pak Dibyo tapi Bu Dibyo tidak mengerti apa yang menjadi

keinginan Pak Dibyo. Pak Dibyo juga merasa kecewa karena istrinya tidak bisa

mengubah sifatnya menjadi lebih baik. TTE „mengungkapkan rasa kecewa‟

tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Ibu sebagai istri yang sudah

mendampingi Bapak hampir 50 tahun ndak ngerti-ngerti juga, ndak ada

perubahan sama sekali Bu, Bapak kecewa Bu”. Pernyataan dari Pak Dibyo,

yaitu pernyataan bahwa dirinya merasa kecawa kepada Bu Dibyo (istrinya)

menjadi penanda lingual TTE „mengungkapkan rasa kecewa‟. Jika Pak Dibyo

tidak ingin mengungkapkan kekecewaannya tentu Pak Dibyo tidak akan

menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa kecewa‟.

i. Menyesal

Menyesal adalah merasa tidak senang atau tidak bahagia (susah, kecewa)

karena (telah melakukan) sesuatu yang kurang baik (dosa, kesalahan) (KBBI,

2007:1054). Jadi, TTE „menyesal‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur

sebagai bentuk ekspresi rasa susah, kecewa karena telah melakukan sesuatu yang

Page 135: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

kurang baik. Data yang menunjukkan TTE „menyesal‟ dapat dilihat pada data

berikut:

(60) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo

putus asa karena merasa tidak ada lagi yang bisa ia lakukan

untuk mengusir rasa sepinya. Fatimah pun memberi saran

kepada Pak Dibyo untuk mendengarkan ceramah di masjid

dan membaca Alquran untuk menghilangkan rasa sepinya.

Akan tetapi, Pak Dibyo justru menyesal karena pada waktu

masih muda Pak Dibyo tidak belajar membaca Alquran dan

hanya direpotkan mencari uang saja.

Pak Dibyo : “Kalau badan saya masih sehat, masih kuat, saya akan

melakukan apa saja untuk mengusir kesepian saya, tapi

badan saya ini sudah ndak sehat, penyakit saya banyak,

ndak kuat apa-apa dan juga ndak bisa lagi ke mana-mana.”

Fatimah : “Eh, masih ada kok Pak yang bisa Bapak lakukan. Bapak

bisa ke musala atau ke masjid ikut mendengarkan ceramah

atau kalau Bapak suka membaca, Bapak bisa membaca apa

saja, apalagi kalau bisa membaca Alquran. Untuk mengusir

kesepian, Bapak bisa membaca Alquran. Wah, banyak

sekali manfaatnya, Pak, di samping rasa kesepian kita

terobati masih dapat juga pahala dari Allah terasa sejuk dan

senang.”

Pak Dibyo : “Yah, itulah kerugian saya. Waktu muda dulu saya

hanya dikejar oleh repotnya mencari rupiah sampai

ndak ada waktu untuk belajar membaca Alquran.”

(44/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (60) termasuk ke dalam jenis TTE „menyesal‟. Pak

Dibyo merasa putus asa karena tidak bisa lagi melakukan kegiatan yang bisa

mengusir rasa kesepiannya. Fatimah pun memberitahukan hal yang bisa dilakukan

Pak Dibyo untuk mengusir rasa kesepiannya, yaitu dengan membaca Alquran. Hal

itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „menyesal‟ yang dilakukan oleh Pak

Dibyo. TTE „menyesal‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Yah,

itulah kerugian saya. Waktu muda dulu saya hanya dikejar oleh repotnya

mencari rupiah sampai ndak ada waktu untuk belajar membaca Alquran”.

Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang

Page 136: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

menunjukkan TTE „menyesal‟. TTE „menyesal‟ pada tuturan di atas dapat

ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa

Pak Dibyo menyesal karena pada waktu masih muda Pak Dibyo tidak belajar

membaca Alquran dan hanya direpotkan mencari uang saja.

Terjadinya TTE „menyesal‟ pada data (60) diawali oleh adanya TTDir

„menyarankan‟ yang dilakukan Fatimah. Fatimah memberikan saran pada Pak

Dibyo supaya ke musala untuk mendengarkan ceramah atau membaca Alquran

agar rasa kesepian Pak Dibyo bisa terobati. Hal itulah yang menyebabkan

terjadinya TTE „menyesal‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturan “Yah,

itulah kerugian saya. Waktu muda dulu saya hanya dikejar oleh repotnya mencari

rupiah sampai ndak ada waktu untuk belajar membaca Alquran”. Setelah

mendengar saran dari Fatimah Pak Dibyo justru mengungkapkan rasa

penyesalannya karena pada waktu masih muda Pak Dibyo tidak belajar membaca

Alquran dan hanya direpotkan mencari uang saja. Jika Pak Dibyo tidak ingin

mengungkapkan penyesalannya kepada Fatimah, tentu Pak Dibyo tidak akan

menuturkan tuturan yang berfungsi untuk mengungkapkan rasa „menyesal‟.

Wujud TTE „menyesal‟ dapat pula dilihat pada data berikut:

(61) Konteks : Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Fatimah. Bu Dibyo

merasa menyesal karena selama Pak Dibyo masih hidup, Bu

Dibyo tidak mengikuti nasihat Fatimah.

Bu Dibyo : “Saya menyesal Bu Fat, kenapa saya tidak mengikuti

nasihat Bu Fat. Kalau saja saya mengikuti nasihat Bu

Fat, saya tidak akan semenyesal ini Bu.” Fatimah : “Iya, Bu. Ya sudah Bu, setiap penyesalan selalu ada di

belakang, sekarang antar Bapak dengan doa-doa ya, jangan

dengan air mata!”

Bu Dibyo : “Iya, Bu Fat, tapi saya menyesal sekali kalau seperti ini.”

(301/TT/22 Juli 2011)

Page 137: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

Tuturan pada data (61) termasuk ke dalam jenis TTE „menyesal‟. Bu

Dibyo merasa menyesal karena sewaktu Pak Dibyo masih hidup dirinya tidak

menurti nasihat dari Fatimah untuk merawat dan memperhatikan Pak Dibyo.

Fatimah pun menghibur Bu Dibyo agar tidak terus menyesal dan menyalahkan

dirinya sendiri. TTE „menyesal‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan

“Saya menyesal Bu Fat, kenapa saya tidak mengikuti nasihat Bu Fat. Kalau

saja saya mengikuti nasihat Bu Fat, saya tidak akan semenyesal ini Bu” dan

tuturan “tapi saya menyesal sekali kalau seperti ini”. Tuturan tersebut termasuk

ke dalam TTE „menyesal‟ karena terdapat penanda lingual, yaitu kata menyesal

pada penggalan kalimat yang dituturkan oleh Bu Dibyo.

Ungkapan penyesalan Bu Dibyo tersebut terjadi setelah Pak Dibyo

meninggal. Penyesalan tersebut disebabkan karena selama Pak Dibyo masih

hidup, Bu Dibyo tidak pernah menuruti nasihat Fatimah untuk mengurus dan

merawat Pak Dibyo. Jika Bu Dibyo tidak ingin mengungkapkan rasa

penyesalannya karena tidak menuruti nasihat dari Fatimah tentu Bu Dibyo tidak

akan menuturkan tuturan yang berfungsi sebagai ungkapan rasa „menyesal‟.

j. Mengungkapkan rasa putus asa

Putus Asa adalah habis (hilang) harapan, tidak mempunyai harapan lagi

(KBBI, 2007:914). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa putus asa‟ adalah tindak tutur

yang dilakukan penutur karena merasa dirinya sudah tidak mempunyai harapan

lagi. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa putus asa‟ dapat dilihat

pada data berikut:

(62) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Pak Dibyo

merasa putus asa tidak bisa lagi melakukan hobinya.

Fatimah : “Oh iya, Bapak punya hobi, hobi Bapak apa, ya?”

Page 138: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

Pak Dibyo : “He.. he.. he.. hobi? Saya dulu suka jalan, tapi sekarang

sudah enggak, temen saya tu banyak tapi sekarang mau

jalan ke mana, ya. Jalan keliling jalan kampung saja

sudah nggak mampu saya ini.” Fatimah : “Waduh, Bapak nggak boleh putus asa dan patah semangat.

Masih banyak kok yang bisa Bapak lakukan, contohnya

seperti sekarang ini, Bapak bisa share kepada orang lain

walaupun akan lebih baik kalau Bapak bisa share pada

sesama laki-laki. Eh, maaf lho Pak Dib, jangan salah

penerimaan, bukannya saya tidak mau Bapak share dengan

saya lho tapi kan ada pantasnya kalau share dengan

perempuan ndak bebas seperti pada teman laki-laki, ya kan,

Pak?”

(53/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (62) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa putus asa‟. TTE „mengungkapkan rasa putus asa‟ tampak pada tuturan Bu

Dibyo yang menuturkan “Temen saya tu banyak tapi sekarang mau jalan ke

mana, ya. Jalan keliling jalan kampung saja sudah nggak mampu saya ini”.

Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang

menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa putus asa‟. TTE „mengungkapkan rasa

putus asa‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika

dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Pak Dibyo merasa putus asa tidak bisa lagi

melakukan hobinya. Fatimah pun memberi semangat kepada Pak Dibyo agar tidak

putus asa dan bisa melakukan hal lain seperti berbagi cerita dengan orang lain.

TTE „mengungkapkan rasa putus asa‟ pada data (62) terjadi ketika

Fatimah menanyakan hobi Pak Dibyo, Pak Dibyo memberitahukan kepada

Fatimah bahwa hobinya adalah jalan-jalan lalu Pak Dibyo merasa putus asa

karena tidak bisa lagi melakukan hobinya dengan mengatakan bahwa dirinya

berjalan keliling kampung saja sudah tidak mampu. Hal itulah yang memicu

terjadinya TTE „mengungkapkan rasa putus asa‟ pada tuturan yang disampaikan

oleh Pak Dibyo. TTE „mengungkapkan rasa putus asa‟ pada tuturan data di atas

Page 139: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

semakin diperkuat oleh kalimat sesudahnya, yaitu tuturan yang disampaikan oleh

Fatimah yang bermaksud mengingatkan Pak Dibyo supaya tidak putus asa da

patah semangat. Jika Pak Dibyo tidak ingin mengungkapkan rasa putus asanya

karena tidak bisa melakukan hobinya tentu Pak Dibyo tidak akan menuturkan

tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa putus asa‟.

k. Mengungkapkan rasa senang

Senang adalah puas dan lega (KBBI, 2007:1032). Jadi, TTE

„mengungkapkan rasa senang‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur sebagai

bentuk ekspresi atas perasaannya yang sedang merasa senang, puas, kebahagiaan,

dan sebagainya. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa senang‟

dapat dilihat pada data berikut:

(63) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Sebelum Pak

Dibyo pulang, Fatimah menawarkan buku-buku kepada Pak

Dibyo. Pak Dibyo pun berterima kasih kepada Fatimah dan

mengungkapkan rasa senangnya karena Fatimah sudah mau

mendengarkan keluh kesah darinya.

Fatimah : “Kalau Bapak mau, di dalam masih banyak kok buku-buku

yang bagus-bagus. Sekali waktu ajak istri Bapak main ke

rumah, ya Pak, ya, ajak juga cucu-cucunya! Di sini juga ada

tempat bermain lho untuk anak-anak.”

Pak Dibyo : “Iya iya. Terima kasih Bu Fatimah. Saya senang Ibu mau

mendengar keluh kesah saya.”

(65/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (63) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa senang‟. Pak Dibyo datang ke rumah Fatimah untuk berbagi cerita. Sebelum

Pak Dibyo pulang dari rumah Fatimah, Fatimah menawarkan buku-buku untuk

dibaca. Fatimah juga menyuruh Pak Dibyo untuk mengajak cucu dan istrinya

bermain ke rumah Fatimah. Pak Dibyo pun berterima kasih kepada Fatimah atas

segala kebaikan Fatimah. Pak Dibyo merasa senang karena Fatimah sudah

Page 140: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

bersedia mendengarkan keluh kesah dari Pak Dibyo. TTE „mengungkapkan rasa

senang‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan Saya senang Ibu mau

mendengar keluh kesah saya”. Kata senang pada tuturan yang disampaikan oleh

Pak Dibyo tersebut menjadi penanda lingual TTE „mengungkapkan rasa senang‟.

Jika Pak Dibyo tidak ingin mengungkapkan rasa senangnya tentu Pak Dibyo tidak

akan mengatakan tuturan yang berfungsi sebagai ungkapan „kesenangan‟

Wujud TTE „mengungkapkan rasa senang‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(64) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Pak Dibyo

bertamu di rumah Fatimah. Aryati mengira Pak Dibyo

adalah kakeknya sendiri. Aryati pun merasa senang karena

ia bisa bertemu dengan Pak Dibyo.

Aryati : “Ibu, ini kakek Titi, ya?”

Fatimah : “Oh, iya Ti, ini Kakek Dibyo. Ayo kasih salam sama

Kakek!”

Aryati : “Asik Titi ketemu sama Kakek. Titi akhirnya punya

kakek.” (93/TT/19 Juli 2011)

Tuturan pada data (64) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa senang‟. Pak Dibyo sedang bertamu di rumah Fatimah. Aryati menanyakan

kepada Fatimah orang yang sedang berada di rumahnya itu kakeknya atau bukan.

Fatimah pun memberitahukan kakek yang berada di rumahnya. Aryati mengira

Pak Dibyo adalah kakeknya sendiri. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE

„mengungkapkan rasa senang‟ yang dilakukan Aryati. TTE „mengungkapkan rasa

senang‟ tampak pada tuturan Aryati yang menuturkan “Asyik Titi ketemu sama

Kakek. Titi akhirnya punya kakek”. Kata asyik pada tuturan yang disampaikan

oleh Aryati tersebut menjadi penanda lingual TTE „mengungkapkan rasa senang‟.

Aryati merasa senang atau gembira karena akhirnya dia bisa bertemu dengan

Page 141: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

kakeknya. Jika Aryati tidak ingin mengungkapkan rasa senangnya tentu Aryati

tidak menuturkan tuturan yang berfungsi mengungkapkan „kesenangan‟.

l. Mengungkapkan rasa iri

Iri adalah merasa kurang senang melihat kelebihan orang lain, cemburu,

sirik, dengki (KBBI, 2007:442). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa iri‟ adalah

tindak tutur yang dilakukan penutur karena merasa kurang senang melihat

kelebihan orang lain, cemburu, sirik, dengki. Data yang menunjukkan TTE

„mengungkapkan rasa iri‟ dapat dilihat pada data berikut:

(65) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo

merasa iri kepada tetangganya, meski hidup sederhana,

namun mereka bisa saling menyayangi dan bisa

memperhatikan anggota keluarganya.

Pak Dibyo : “Aduh, saya benar-benar iri. Berhasil sekali mereka

mendidik anak-anaknya dan istrinya. Sekalipun sudah

sama-sama tua tapi masih sangat perhatian dan sayang pada

suaminya. Setiap pagi, suaminya itu dibawa keluar didorong

pake kursi roda dan sambil disuapi tanpa mengeluh. Selalu

ada senyum mengembang di bibir ibu renta itu.”

Fatimah : “Oh, ya?”

(87/TT/19 Juli 2011)

Tuturan pada data (65) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa iri‟. TTE „mengungkapkan rasa iri‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang

menuturkan “Aduh, saya benar-benar iri”. Kata iri pada tuturan yang

disampaikan oleh Pak Dibyo tersebut menjadi penanda lingual TTE

„mengungkapkan rasa iri‟. Pak Dibyo merasa iri dengan tetangganya, walaupun

hidupnya sederhana tapi mereka bisa saling menyayangi dan saling

memperhatikan.

TTE „mengungkapkan rasa iri‟ pada data (65) terjadi ketika Pak Dibyo

menceritakan tentang kebaikan tetangganya yang hidupnya sederhana tapi mereka

Page 142: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

bisa saling menyayangi dan bisa saling memperhatikan anggota keluarganya.

Tentu hal itu membuat Pak Dibyo merasa iri karena keadaan tetangganya yang

hidup sederhana berkebalikan dengan kondisi keluarga Pak Dibyo yang hidup

serba cukup namun tidak ada rasa saling menyayangi dan saling memperhatikan

satu sama lain dalam keluarga. Jika Pak Dibyo tidak ingin mengungkapkan rasa

irinya tentu Pak Dibyo tidak akan mengatakan tuturan yang berfungsi untuk

„mengungkapkan rasa iri‟.

m. Mengungkapkan rasa jengkel

Jengkel adalah perasaan kesal, mendogkol (KBBI, 2007:469). Jadi, TTE

„mengungkapkan rasa jengkel‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena

merasa kesal dan dongkol. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa

jengkel‟ dapat dilihat pada data berikut:

(66) Konteks : Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Pak Dibyo. Pak Dibyo

mengambil piring dan gelas untuk makan dan minum. Akan

tetapi, secara tidak sengaja Pak Dibyo menjatuhkan piring

dan gelasnya sampai pecah. Bu Dibyo pun merasa jengkel

karena Pak Dibyo tidak segera merapikannya.

Bu Dibyo : “Masya Allah Pak, kok malah masih berdiri di situ saja

ta, bengong seperti sapi ompong sampeyan ini. Ambok

dirapikan apa gimana, malah diam saja!”

Pak Dibyo : “Bu, sampeyan ini apa sebenarnya ndak tau kalau aku ini

sudah tua juga ndak bisa apa-apa ta Bu.”

Bu Dibyo : “Huh.”

(116/TT/19 Juli 2011)

Tuturan pada data (66) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa jengkel‟. Pak Dibyo akan mengambil makan dan minum tapi justru piring

dan gelasnya jatuh tanpa disengaja. Pak Dibyo tidak segera membereskan dan

merapikannya. Tentu hal tersebut membuat Bu Dibyo merasa jengkel kepada

suaminya. TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo,

Page 143: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

“Masya Allah Pak, kok malah masih berdiri di situ saja ta, bengong seperti

sapi ompong sampeyan ini. Ambok dirapikan apa gimana, malah diam saja”.

Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang

menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟. TTE „mengungkapkan rasa

jengkel‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat

dari konteksnya terlihat bahwa Bu Dibyo merasa jengkel kepada Pak Dibyo.

Intonasi yang sedikit meninggi dari tuturan Bu Dibyo semakin memperkuat

bahwa tuturan tersebut masuk dalam TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟.

TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟ pada data (66) terjadi ketika Bu Dibyo

melihat suaminya menjatuhkan piring dan dan gelas ketika akan mengambil

makan. Pak Dibyo tidak segera membersihkan atau merapikan piring dan gelas

yang jatuh namun Pak Dibyo hanya diam saja. Hal itulah yang memicu terjadinya

TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo melalui

tuturan “Masya Allah Pak, kok malah masih berdiri di situ saja ta, bengong

seperti sapi ompong sampeyan ini. Ambok dirapikan apa gimana, malah diam

saja”. Jika Bu Dibyo tidak merasa jengkel kepada suaminya tentu Bu Dibyo tidak

akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa jengkel‟.

Wujud TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(67) Konteks : Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Pak Dibyo. Pak Dibyo

bertamu di rumah Fatimah. Saat itu pula Bu Dibyo melihat

Pak Dibyo sedang asik bermain dengan Aryati di rumah

Fatimah. Bu Dibyo pun merasa jengkel melihat kejadian itu.

Bu Dibyo : “Oh, jadi seperti ini, ya? Katanya olahraga jalan-jalan,

tapi ternyata bercanda di rumah janda. Sudah tua bau

tanah juga Pak. Pak, mbok ya nyebut, emut sampeyan ki!

Di rumah saja kalau dimintai bantuan nunggu cucunya

Page 144: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

katanya yang capeklah, yang inilah, heh ternyata di sini

juga cuma momong anak orang. Ayo pulang.. pulang!”

Pak Dibyo : “Apa ta Ibu ini?”

(126/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (67) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa jengkel‟. Pak Dibyo sedang bertamu di rumah Fatimah. Saat itu pula Bu

Dibyo mendapati suaminya sedang asyik bermain dengan anaknya Fatimah. Hal

itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟ yang

dilakukan Bu Dibyo. TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟ tampak pada tuturan Bu

Dibyo yang menuturkan “Oh, jadi seperti ini, ya? Katanya olahraga jalan-

jalan, tapi ternyata bercanda di rumah janda. Sudah tua bau tanah juga

Pak. Pak, mbok ya nyebut, emut sampeyan ki! Di rumah saja kalau dimintai

bantuan nunggu cucunya katanya yang capeklah, yang inilah, heh ternyata

di sini juga cuma momong anak orang”. Dalam tuturan tersebut tidak

ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa

jengkel‟. TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟ pada tuturan di atas dapat

ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Bu

Dibyo merasa jengkel karena mendapati suaminya sedang berada di rumah

Fatimah. Intonasi yang meninggi dari tuturan Bu Dibyo semakin memperkuat

bahwa tuturan tersebut masuk dalam TTE „mengungkapkan rasa jengkel‟. Bu

Dibyo merasa jengkel karena di rumah sibuk mengurus dan merawat cucu-

cucunya sendiri dan Pak Dibyo tidak mau bila dimintai bantuan untuk menunggu

cucu-cucunya, akan tetapi di rumah Fatimah Pak Dibyo justru bermain dengan

Aryati, anaknya Fatimah. Jika Bu Dibyo tidak merasa jengkel kepada suaminya

tentu Bu Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk

„mengungkapkan rasa jengkel‟.

Page 145: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

n. Menuduh

Menuduh adalah menunjuk dan mengatakan bahwa seseorang melakukan

perbuatan yang melanggar hukum, mendakwa (KBBI, 2007:1215). Jadi, TTE

„menuduh‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk menunjukkan dan

mengatakan bahwa seseorang melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Data

yang menunjukkan TTE „menuduh‟ dapat dilihat pada data berikut:

(68) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Pak Dibyo

bertamu di rumah Fatimah. Saat itu pula Bu Dibyo melihat

Pak Dibyo sedang asik bermain dengan Aryati. Bu Dibyo

pun marah kepada suaminya. Fatimah berusaha

menenangkan Bu Dibyo supaya tidak marah. Akan tetapi,

Bu Dibyo justru menuduh Fatimah telah menggoda Pak

Dibyo.

Fatimah : “Ibu Dibyo, sebaiknya ibu tidak marah-marah pada Bapak,

karena Bapak hanya bermain dengan anak saya Bu.”

Bu Dibyo : “Ya justru itu yang membuat saya marah. Di rumah saja dia

tidak mau bermain dengan cucu-cucunya. Padahal mereka

juga ingin bermain dengan kakeknya. Heeh, malah dia di

sini enak-enakan main dengan anak sampeyan. Sampeyan

sudah menggoda suami saya, ya? Jangan, ndak baik

mengganggu suami orang.”

Fatimah : “Ibu, di sini tidak ada yang mengganggu suami orang.

Bapak ini kesepian, beliau butuh teman Ibu.”

(138/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (68) termasuk ke dalam jenis TTE „menuduh‟. Fatimah

berusaha menenangkan Bu Dibyo supaya tidak marah dengan suaminya karena

Pak Dibyo di rumah Fatimah hanya bermain dengan Aryati. Hal itu semakin

membuat Bu Dibyo marah karena ketika di rumah saja Pak Dibyo tidak mau jika

dimintai bantuan untuk merawat dan bermain dengan cucu-cucunya tapi di rumah

Fatimah Pak Dibyo justru bermain dengan anaknya Fatimah. Bu Dibyo pun

menuduh Fatimah telah menggoda suaminya. TTE „menuduh‟ tampak pada

tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Sampeyan sudah menggoda suami saya,

ya”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang

Page 146: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

menunjukkan TTE „jengkel‟. TTE „jengkel‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan

berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa ketika melihat

suaminya bermain di rumah Fatimah, Bu Dibyo menuduh Fatimah telah

menggoda Pak Dibyo.

Terjadinya TTE „menuduh‟ pada data (68) diawali oleh adanya TTDir

„menasihati‟ yang dilakukan oleh Fatimah. Fatimah menasihati Bu Dibyo supaya

tidak marah kepada Pak Dibyo. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE

„menuduh‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo melalui tuturan “Sampeyan sudah

menggoda suami saya, ya”. Melalui tuturan tersebut Bu Dibyo menuduh Fatimah

telah menggoda suami Bu Dibyo. Fatimah pun memberi penjelasan bahwa dirinya

tidak menggoda suaminya. Jika Bu Dibyo tidak bermaksud menuduh Fatimah

telah menggoda Pak Dibyo tentu Bu Dibyo tidak menuturkan tuturan yang

berfungsi untuk „menuduh‟.

o. Menyindir

Menyindir adalah mengkritik (mencela, mengejek, dan sebagainya)

seseorang secara tidak sengaja atau terus terang (KBBI, 2007:1069). Jadi, TTE

„menyindir‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk mengkritik

seseorang, baik yang disengaja atau terus terang. Data yang menunjukkan TTE

„menyindir‟ dapat dilihat pada data berikut:

(69) Konteks : Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Pak Dibyo. Pak Dibyo

bertamu di rumah Fatimah. Saat itu pula Bu Dibyo melihat

Pak Dibyo sedang asik bermain dengan Aryati. Karena

merasa jengkel, Bu Dibyo menyindir suaminya yang sudah

tua.

Bu Dibyo : “Oh, jadi seperti ini, ya? Katanya olahraga jalan-jalan, tapi

ternyata bercanda di rumah janda. Sudah tua bau tanah

juga Pak. Pak, mbok ya nyebut, emut sampeyan ki! Di

rumah saja kalau dimintai bantuan nunggu cucunya katanya

Page 147: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

129

yang capeklah, yang inilah,heh ternyata di sini juga cuma

momong anak orang. Ayo pulang.. pulang!”

Pak Dibyo : “Apa ta Ibu ini?”

(127/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (69) termasuk ke dalam jenis TTE „menyindir‟. Ketika

Bu Dibyo marah dan jengkel saat mendapati suaminya sedang berada di rumah

Fatimah, Bu Dibyo menyindir suaminya. TTE „menyindir‟ tampak pada tuturan

Bu Dibyo yang menuturkan “Sudah tua bau tanah juga Pak”. Dalam tuturan

tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE

„menyindir‟. TTE „menyindir‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan

konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Bu Dibyo menyindir

suaminya karena merasa jengkel. Bu Dibyo mengatakan bahwa suaminya sudah

tua dan bau tanah, hal tersebut sama saja Bu Dibyo mendoakan suaminya cepat

meninggal.

Terjadinya TTE „menyindir‟ pada data (69) diawali oleh adanya TTE

„jengkel‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo pula. Bu Dibyo merasa jengkel kepada

suaminya karena sedang asyik bermain di rumah Fatimah. Hal itulah yang

menyebabkan terjadinya TTE „menyindir‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo kepada

suaminya melalui tuturan “Sudah tua bau tanah juga Pak”. Melalui tuturan

tersebut Bu Dibyo bermaksud menyindir suaminya yang sudah tua. Dari tuturan

tersebut, sama saja Bu Dibyo mendoakan suaminya cepat meninggal. Sebagai

seorang istri seharusnya Bu Dibyo tidak mengatakan hal itu. Jika Bu Dibyo tidak

bermaksud menyindir suaminya tentu Bu Dibyo tidak akan menuturkan tuturan

yang berfungsi untuk „menyindir‟.

Page 148: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

130

p. Mengungkapkan rasa cemburu

Cemburu adalah merasa tidak atau kurang senang melihat orang lain

beruntung; kurang percaya; curiga (iri hati) (KBBI, 2007:204). Jadi, TTE

„mengungkapkan rasa cemburu‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur

sebagai bentuk ungkapan perasaannya yang kurang percaya, curiga (iri hati

kepada) seseorang. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa cemburu‟

dapat dilihat pada data berikut:

(70) Konteks : Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Pak Dibyo. Ketika Bu

Dibyo melihat suaminya berada di rumah Fatimah, Bu

Dibyo merasa cemburu sampai menuduh yang tidak-tidak

kepada suaminya.

Bu Dibyo : “Ndak usah mencari alasan Pak! Saya tahu Bapak suka

dengan Bu Fatimah yang suaranya lembut dan merdu

itu kan? Iya? Makanya Bapak betah di sana, ndak mau

di rumah.” Pak Dibyo : “Masya Allah, kenapa sih Bu masih tidak mau berubah, dari

muda sampai sekarang bawaannya cemburu terus, curiga

terus. Heh, sampai kapan sifat yang jelek itu dipelihara? Bu,

makin tua itu seharusnya makin baik jalan pikirannya,

makin sadar bahwa ndak ada yang dibawa kalau kita mati

nanti selain amal soleh kita Bu.”

Bu Dibyo : “Halah.”

(186/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (70) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa cemburu‟. Ketika Bu Dibyo mengetahui suaminya sedang berada di rumah

Fatimah, Bu Dibyo merasa cemburu dan menuduh suaminya suka dengan

Fatimah. TTE „mengungkapkan rasa cemburu‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo

yang menuturkan “Saya tahu Bapak suka dengan Bu Fatimah yang suaranya

lembut dan merdu itu kan? Iya? Makanya Bapak betah di sana, ndak mau di

rumah”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang

menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa cemburu‟. TTE „mengungkapkan rasa

Page 149: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

131

cemburu‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika

dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Bu Dibyo merasa cemburu sampai

menuduh suaminya suka dengan Fatimah.

Ekspresi rasa cemburu yang diungkapkan oleh Bu Dibyo terjadi karena Bu

Dibyo mengatakan yang tidak-tidak tentang suaminya. Bu Dibyo menunjukkan

kelebihan dari Fatimah dan mengatakan bahwa Pak Dibyo suka kepada Fatimah.

Oleh sebab itulah Bu Dibyo merasa cemburu lantaran Pak Dibyo lebih memilih

untuk bermain di rumah Fatimah daripada di rumahnya sendiri. Jika Bu Dibyo

tidak merasa cemburu pada suaminya tentu Bu Dibyo tidak akan menuturkan

tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa cemburu‟.

q. Menyalahkan

Menyalahkan adalah menyatakan (memandang, menganggap) salah;

melemparkan kesalahan kepada; menyesali (KBBI, 2007:983). Jadi, TTE

„menyalahkan‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur yang menganggap

mitra tuturnya salah atau melempar kesalahan kepada mitra tutur. Data yang

menunjukkan TTE „menyalahkan‟ dapat dilihat pada data berikut:

(71) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Fatimah

menasihati Bu Dibyo untuk mendahulukan merawat

suaminya dibanding cucu-cucunya karena cucunya sudah

ada yang bertanggung jawab, yaitu orang tuanya. Fatimah

menyalahkan Bu Dibyo yang membiasakan cucu-cucunya

selalu bersamanya sehingga sekarang susah bila cucu-

cucunya harus jauh dari Bu Dibyo.

Fatimah : “Bu, cucu Ibu kan sudah ada yang lebih bertanggung

jawab.”

Bu Dibyo : “Iya.”

Fatimah : “Kenapa tidak orang tuanya saja yang mengasuh, kenapa

harus Ibu? Kan Ibu punya tanggung jawab merawat suami.

Pernah saya dengar di pengajian bahwa salah satu jalan

pintu surga terbuka untuk istri adalah bila kita berbakti dan

mengabdi pada suami Bu. Jangan seperti saya Bu yang

Page 150: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

132

gagal membina rumah tangga. Selagi masih ada kesempatan

lho Bu. Jangan disia-siakan, menikmati masa tua berdua.”

Bu Dibyo : “Haduh, susah deh Bu, cucu saya sudah kadung lengket

sama saya. Kalau tidur ndak dengan saya mereka itu nangis

Bu, susah.”

Fatimah : “Heh, itu karena Ibu membisakan diri membawa cucu-

cucu Ibu tidur bersama Ibu.” Bu Dibyo : “Iya.”

(246/TT/21 Juli 2011)

Tuturan pada data (71) termasuk ke dalam jenis TTE „menyalahkan‟. TTE

„menyalahkan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Heh, itu karena

Ibu membisakan diri membawa cucu-cucu Ibu tidur bersama Ibu”. Dalam

tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE

„menyalahkan‟. TTE „menyalahkan‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan

berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Fatimah

menyalahkan Bu Dibyo yang membiasakan cucu-cucunya selalu bersamanya

sehingga sekarang susah bila cucu-cucunya harus jauh dari Bu Dibyo.

Terjadinya TTE „menyalahkan‟ pada data (71) di awali oleh adanya TTDir

„menasihati‟ yang dilakukan Fatimah. Fatimah menasihati Bu Dibyo untuk

merawat suami dan menikmati masa tua berdua dengan suami. Bu Dibyo merasa

putus asa tidak bisa melakukan yang dikatakan Fatimah dengan alasan cucu-

cucunya yang tidak bisa ditinggal. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE

„menyalahkan‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Heh, itu karena Ibu

membisakan diri membawa cucu-cucu Ibu tidur bersama Ibu”. Dari tuturan

tersebut secara tidak langsung Fatimah menyalahkan Bu Dibyo karena Bu Dibyo

membiasakan cucu-cucunya selalu bersamanya sehingga sekarang kesulitan bila

cucu-cucunya harus jauh dari Bu Dibyo. Jika Fatimah tidak bermaksud

Page 151: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

133

menyalahkan Bu Dibyo tentu Fatimah tidak akan menyampaikan tuturan yang

berfungsi untuk „menyalahkan‟.

r. Mengungkapkan rasa penasaran

Penasaran adalah sangat ingin menghendaki; sangat ingin hendak

mengetahui (KBBI, 2007:848). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa penasaran‟

adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena merasa sangat ingin

mengetahui sesuatu. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa

penasaran‟ dapat dilihat pada data berikut:

(72) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Aryati. Pak Dibyo

memberitahukan bahwa dirinya akan pergi ke atas, ke

tempat yang serba indah dan sudah ada yang akan

menjemput Pak Dibyo. Aryati merasa penasaran dengan

yang akan menjemput Pak Dibyo.

Pak Dibyo : “Titi, coba lihat ke atas, awan putih berarak indah sekali, ya

Ti. Di atas semua serba indah. Kakek rasanya ingin terbang

ke sana.”

Aryati : “Kakek, Kakek kan nggak punya sayap, mana mungkin

Kakek bisa terbang.”

Pak Dibyo : “Kakek memang ndak punya sayap, tapi Kakek mau ke

sana. Tu, sudah ada yang melambaikan tangannya ke Kakek

Ti.”

Aryati : “Kakek, mana sih, ndak ada siapa-siapa kok, nggak ada

orang.” Pak Dibyo : “Titi, hanya Kakek yang melihat mereka.”

(291/TT/22 Juli 2011)

Tuturan pada data (72) termasuk dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa

penasaran‟. Pak Dibyo memberitahukan kepada Aryati bahwa dirinya akan pergi

ke atas, ke tempat yang serba indah dan sudah ada yang akan menjemput Pak

Dibyo. Dengan polosnya Aryati merasa penasaran dengan yang akan menjemput

Pak Dibyo. TTE „penasaran‟ tampak pada tuturan Aryati yang menuturkan

“Kakek, mana sih, ndak ada siapa-siapa kok, nggak ada orang”. Dalam

tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE

Page 152: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

134

„mengungkapkan rasa penasaran‟. TTE „mengungkapkan rasa penasaran‟ pada

tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari

konteksnya terlihat bahwa Aryati merasa penasaran dengan orang yang akan

menjemput Pak Dibyo.

Terjadinya TTE „mengungkapkan rasa penasaran‟ pada data (72) diawali

oleh adanya TTA „mengungkapkan rasa penasaran‟ yang dilakukan oleh Pak

Dibyo. Pak Dibyo memberitahukan kepada Aryati bahwa sudah ada yang

melambaikan tangannya untuk menjemput Pak Dibyo. Hal itulah yang memicu

terjadinya TTE „mengungkapkan rasa penasaran‟ yang dilakukan oleh Aryati

dengan menuturkan “Kakek, mana sih, ndak ada siapa-siapa kok, nggak ada

orang”. Melalui tuturan tersebut Aryati mengungkapkan rasa penasarannya

kepada Pak Dibyo. Aryati tidak melihat ada orang yang melambaikan tangannya.

Hal tersebut membuat Aryati merasa penasaran dengan yang dikatakan Pak

Dibyo. Aryati penasaran ingin melihatnya. Jika Aryati tidak merasa penasaran,

tentu Aryati tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk

„mengungkapkan rasa penasaran‟.

s. Mengungkapkan rasa bingung

Bingung adalah hilang akal (tidak tahu yang harus dilakukan) (KBBI,

2007:153). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa bingung‟ adalah tindak tutur yang

dilakukan penutur karena merasa hilang akal, tidak tahu yang harus dilakukannya.

Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa bingung‟ dapat dilihat pada

data berikut:

(73) Konteks : Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo

sedang sakit. Bu Dibyo datang ke rumah Fatimah karena Bu

Dibyo merasa bingung dengan yang harus ia lakukan untuk

kesembuhan Pak Dibyo.

Page 153: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

135

Bu Dibyo : “Bapaknya Bu, sudah seminggu ndak mau makan,

badannya lemes dan wajahnya pucat sekali dan saya

ndak tahu harus bagaimana. Setiap saat Bapak mengigau

memanggil nama Titi.”

Fatimah : “Oh, pantesan sudah beberapa hari ini tidak kelihatan. Anak

saya juga menanyakan katanya, „Ke mana Kakek ya Bun

kok nggak pernah jalan-jalan sekarang?‟.”

(217/TT/21 Juli 2011)

Tuturan pada data (73) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa bingung‟. Ketika Pak Dibyo sedang sakit, Bu Dibyo tidak tahu yang harus ia

lakukan untuk kesembuhan suaminya. Akhirnya Bu Dibyo datang ke rumah

Fatimah dengan maksud meminta pertolongan kepada Fatimah agar bisa

membujuk Pak Dibyo supaya mau makan. TTE „mengungkapkan rasa bingung‟

tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Bapaknya Bu, sudah

seminggu ndak mau makan, badannya lemes dan wajahnya pucat sekali dan

saya ndak tahu harus bagaimana”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan

adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa bingung‟.

TTE „mengungkapkan rasa bingung‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan

berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Bu Dibyo

merasa bingung dengan yang harus ia lakukan menghadapi suaminya yang sedang

sakit. Jika Bu Dibyo tidak bingung tentu Bu Dibyo tidak akan menuturkan kepada

Fatimah tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa bingung‟.

t. Menyangkal

Menyangkal adalah membantah; menyanggah (KBBI, 2007:995). Jadi,

TTE „menyangkal‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur untuk membantah

dan menyanggah sesuatu yang dikatakan oleh mitra tuturnya. Data yang

menunjukkan TTE „menyangkal‟ dapat dilihat pada data berikut:

Page 154: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

136

(74) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan istrinya, yaitu Bu

Dibyo. Ketika Pak Dibyo meminta istrinya untuk mengubah

sifatnya agar menjadi lebih baik, Bu Dibyo justru

menyangkal bahwa watak itu tidak bisa diubah.

Pak Dibyo : “Bu, ada satu hal yang bisa kita tiru dari anak kecil itu.”

Bu Dibyo : “Ah, Bapak ini.”

Pak Dibyo : “Anak kecil itu polos dan jujur, apa adanya dan perasaanya

tulus, suci. Titi memperhatikan Bapak itu dengan hati yang

tulus tanpa pamrih apa pun. Dan saat ini Bapak ndak butuh

apa-apa, kecuali perhatian dari orang orang di sekitar

Bapak. Ibu sebagai istri yang sudah mendampingi bapak

hampir 50 tahun ndak ngerti-ngerti juga, ndak ada

perubahan sama sekali Bu, Bapak kecewa Bu.”

Bu Dibyo : “Hla, ini sudah watak je, sudah karakter, gimana mungkin

bisa berubah, ndak mungkin ta, Pak.”

(200/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (74) termasuk ke dalam jenis TTE „menyangkal‟. Pak

Dibyo memberitahukan kebaikan Aryati yang memperhatikan Pak Dibyo dengan

tulus dan tanpa pamrih apapun. Pak Dibyo berharap istrinya bisa mengubah

sifatnya menjadi lebih baik seperti Aryati. Akan tetapi, Bu Dibyo mengatakan

bahwa kebiasaan buruknya itu semua sudah menjadi watak dari Bu Dibyo. Hal

itulah yang menyebabkan terjadinya TTE „menyangkal‟ yang dilakukan Bu

Dibyo. TTE „menyangkal‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan

“Gimana mungkin bisa berubah, ndak mungkin ta, Pak”. Melalui tuturan

tersebut Bu Dibyo menyangkal perkataan suaminya dengan mengatakan bahwa

watak itu tidak bisa diubah. Kata gimana mungkin dan ndak mungkin digunakan

dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTE „menyangkal‟.

Terjadinya TTE „menyangkal‟ pada data (74) diawali oleh adanya TTDir

„menasihati‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. Pak Dibyo menasihati istrinya agar

bisa berubah menjadi lebih baik. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTE

„menyangkal‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo dengan menuturkan “Gimana

Page 155: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

137

mungkin bisa berubah, ndak mungkin ta, Pak”. Melalui tuturan tersebut Bu Dibyo

menyangkal bahwa yang sudah menjadi watak atau karakter itu tidak bisa diubah.

Jika Bu Dibyo tidak bermaksud menyangkal, tentu Bu Dibyo tidak akan

mengatakan tuturan yang berfungsi untuk „menyangkal‟.

Wujud TTE „menyangkal‟ dapat pula dilihat pada data berikut:

(75) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Aryati. Pak Dibyo

mengatakan bahwa dirinya akan pergi ke atas, ke tempat

yang serba indah dengan cara terbang. Aryati menyangkal

jika Pak Dibyo bisa terbang.

Pak Dibyo : “Titi, coba lihat ke atas, awan putih berarak indah sekali, ya

Ti. Di atas semua serba indah. Kakek rasanya ingin terbang

ke sana.”

Aryati : “Kakek, Kakek kan nggak punya sayap, mana mungkin

Kakek bisa terbang.”

Pak Dibyo : “Kakek memang ndak punya sayap, tapi Kakek mau ke

sana. Tu, sudah ada yang melambaikan tangannya ke Kakek

Ti.”

(289/TT/22 Juli 2011)

Tuturan pada data (75) termasuk ke dalam jenis TTE „menyangkal‟. TTE

„menyangkal‟ tampak pada tuturan Aryati yang menuturkan “Kakek, Kakek kan

nggak punya sayap, mana mungkin Kakek bisa terbang”. Kata mana mungkin

digunakan dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTE „menyangkal‟.

Aryati menyangkal jika Pak Dibyo bisa terbang ke atas karena Pak Dibyo tidak

mempunyai sayap.

Terjadinya TTE „menyangkal pada data (75) di awali oleh adanya TTA

„memberitahukan‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. Pak Dibyo memberitahukan

kepada Aryati bahwa dirinya ingin terbang ke atas, ke tempat yang serba indah.

Hal itulah yang memicu terjadinya TTE „menyangkal‟ yang dilakukan oleh Aryati

dengan tuturan “Kakek, Kakek kan nggak punya sayap, mana mungkin Kakek bisa

terbang”. Melalui tuturan tersebut Aryati menyangkal bahwa Pak Dibyo akan

Page 156: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

138

terbang ke atas karena Pak Dibyo tidak mempunyai sayap. Jika Aryati tidak

bermaksud menyangkal perkataan Pak Dibyo tentu Aryati tidak akan menuturkan

tuturan yang berfungsi untuk „menyangkal‟.

u. Mengungkapkan rasa simpati

Simpati adalah keikutsertaan merasakan perasaan (senang, susah) orang

lain (KBBI, 2007:1067). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa simpati‟ adalah tindak

tutur yang dilakukan penutur karena ikut merasakan perasaan mitra tuturnya yang

sedang sedih atau susah. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa

simpati‟ dapat dilihat pada data berikut:

(76) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Fatimah

bersimpati kepada Pak Dibyo karena keluarganya tidak ada

yang memperhatikannya.

Fatimah : “Eh, begini saja Pak Dib, hidup ini memang tidak ada yang

abadi. Dulu Bapak sudah merasakan bagaimana rasanya

berbuat sesuatu pada orang lain, Bapak sudah sering

membantu, bahkan menolong orang lain. Bapak bisa

melakukan apa saja. Nah, kalau sekarang Bapak sudah

merasa ndak mampu, eh namanya juga sudah eh, maaf, ya,

Pak, lama memakainya, he.. he...”

Pak Dibyo : “He.. he.. iya iya, tapi setidaknya e… minimal mereka tahu

sedikitlah, ndak usah banyak-banyak, saya ini hanya ingin

diperhatikan, tapi mereka suka ndak ngerti, mereka sibuk

sendiri.”

Fatimah : “Iya Pak, saya tahu perasaan Bapak saat ini. Bapak

kesepian, Bapak sendiri, sakit ndak ada yang

memperhatikan padahal Bapak ingin diperhatikan.”

(27/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (76) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa simpati‟. Fatimah berusaha menghibur dan memberi nasihat kepada Pak

Dibyo karena Pak Dibyo sering mengeluhkan keadaan keluarganya yang tidak

memperhatikan Pak Dibyo. Pak Dibyo berharap anak-anaknya bisa mengerti dan

tahu yang menjadi keinginan dari Pak Dibyo. Hal itulah yang menyebabkan

Page 157: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

139

terjadinya TTE „mengungkapkan rasa simpati‟ yang dilakukan oleh Fatimah. TTE

„mengungkapkan rasa simpati‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan

“Iya Pak, saya tahu perasaan Bapak saat ini. Bapak kesepian, Bapak sendiri,

sakit ndak ada yang memperhatikan padahal Bapak ingin diperhatikan”.

Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang

menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa simpati‟. TTE „mengungkapkan rasa

simpati‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat

dari konteksnya terlihat bahwa Fatimah bersimpati kepada Pak Dibyo karena

keluarganya tidak ada yang memperhatikaanya.

Terjadinya TTE „mengungkapkan rasa simpati‟ pada data (76) diawali

oleh adanya TTDir „menasihati‟ yang dilakukan oleh Fatimah. Fatimah

bermaksud menasihati Pak Dibyo karena Pak Dibyo sering mengeluh tidak ada

yang memberinya perhatian. Pak Dibyo pun berharap anak-anak Pak Dibyo bisa

mengerti yang dirasakan Pak Dibyo. Hal itulah yang memicu terjadinya TTE

„mengungkapkan rasa simpati‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Iya

Pak, saya tahu perasaan Bapak saat ini. Bapak kesepian, Bapak sendiri, sakit

ndak ada yang memperhatikan padahal Bapak ingin diperhatikan”. Melalui

tuturan tersebut Fatimah mengungkapkan rasa simpatinya kepada Pak Dibyo.

Fatimah bersimpati kepada Pak Dibyo karena Fatimah mengetahui perasaan Pak

Dibyo. Fatimah tidak bisa berbuat apa-apa kepada Pak Dibyo selain menghibur

dan memberinya nasihat. Fatimah ikut merasakan dengan yang dirasakan Pak

Dibyo. Jika Fatimah tidak merasa simpati kepada Pak Dibyo tentu ia tidak akan

menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa simpati‟.

Page 158: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

140

v. Mengungkapkan rasa kasihan

Kasihan adalah rasa iba hati; rasa belas kasih (KBBI, 2007:512). Jadi, TTE

mengungkapkan rasa „kasihan‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena

merasa iba atau perasaan belas kasih penutur kepada orang lain. Data yang

menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa kasihan‟ dapat dilihat pada data berikut:

(77) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Aryati. Fatimah dan

Aryati sedang melayat di rumah Bu Dibyo. Fatimah

mengajak Aryati pulang terlebih dahulu. Aryati sebenarnya

tidak mau pulang karena merasa kasihan tidak ada yang

menunggu jenazahnya Pak Dibyo.

Fatimah : “Titi, pulang dulu yuk makan, dari tadi kan Titi belum

makan!”

Aryati : “Bunda, kasihan Kakek Dib sendirian nggak ada yang

nemenin. Titi di sini saja ya Bun, nemenin Kakek.”

Fatimah : “Kan ada bapak-bapak tetangga yang nungguin sayang. Titi

harus makan dan istirahat dulu. Pulang dulu yuk! Bunda

juga mau istirahat, yuk pulang dulu, ayo!”

Aryati : “Iya, Bunda.”

(314/TT/22 Juli 2011)

Tuturan pada data (77) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa kasihan‟. TTE „mengungkapkan rasa kasihan‟ tampak pada tuturan Aryati

yang menuturkan “Bunda, kasihan Kakek Dib sendirian nggak ada yang

nemenin”. Kata kasihan digunakan dalam tuturan tersebut sebagai penanda

lingual TTE mengungkapkan rasa „kasihan‟. Aryati merasa kasihan tidak ada yang

menunggu jenazahnya Pak Dibyo.

Terjadinya TTE „mengungkapkan rasa kasihan‟ pada data (77) diawali

oleh adanya TTDir „mengajak‟ yang dilakukan oleh Fatimah. Fatimah mengajak

Aryati pulang terlebih dahulu ketika sedang melayat di rumah Bu Dibyo. Hal

itulah yang memicu terjadinya TTE „mengungkapkan rasa kasihan‟ yang

dilakukan oleh Aryati melalui tuturan “Bunda, kasihan Kakek Dib sendirian

Page 159: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

141

nggak ada yang nemenin”. Melalui tuturan tersebut Aryati menolak ajakan

Fatimah untuk pulang dengan alasan Aryati merasa kasihan bila harus

meninggalkan jenazahnya Pak Dibyo sendirian tidak ada yang menjaganya.

Sehingga tuturan dari Aryati itu masuk dalam TTE „mengungkapkan rasa

kasihan‟. Lalu Fatimah memberitahukan bahwa sudah ada bapak-bapak yang

menjaga Pak Dibyo. Hal tersebut dilakukan Fatimah untuk membujuk aryati

supaya mau pulang terlebih dahulu. Aryati pun bersedia untuk pulang terlebih

dahulu.

w. Mengungkapkan rasa kaget

Kaget adalah terperanjat; terkejut (karena heran) (KBBI, 2007:489). Jadi,

TTE „mengungkapkan rasa kaget‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur

karena merasa terkejut (karena heran). Data yang menunjukkan TTE

„mengungkapkan rasa kaget‟ dapat dilihat pada data berikut:

(78) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Bu Dibyo. Pak Dibyo

merasa kaget ketika piring dan gelas yang diambilnya untuk

makan justru jatuh. Bu Dibyo pun marah ketika mengetahui

hal tersebut.

Pak Dibyo : “Aduh, malah jatuh!”

Bu Dibyo : “Ya ampun Pak, setiap sampeyan itu ambil makan, minum

pasti selalu pecah. Pelan dong Pak! Kalau begini caranya,

setiap hari dua tiga yang pecah bisa habis semua piring

gelas yang ada di rumah ini. Mbok hati-hati ta Pak! Heh,

kalau pecah begini kena cucu sampeyan gimana, he, ndak

kasihan sampeyan?”

(112/TT/19 Juli 2011)

Tuturan pada data (78) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa kaget‟. Ketika Pak Dibyo mengambil piring dan gelas untuk makan dan

minum, namun justru piring dan gelas yang diambilnya jatuh dan pecah. Hal

itulah yang membuat Pak Dibyo merasa kaget. TTE „mengungkapkan rasa kaget‟

Page 160: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

142

tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Aduh, malah jatuh”. Dalam

tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE

„mengungkapkan rasa kaget‟. TTE „mengungkapkan rasa kaget‟ pada tuturan di

atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat

bahwa Pak Dibyo merasa kaget ketika piring dan gelas yang diambilnya untuk

makan dan minum justru jatuh.

TTE „mengungkapkan rasa kaget‟ pada data (78) yang dilakukan oleh Pak

Dibyo kemudian direspon oleh Bu Dibyo dengan tuturan yang mengandung TTE

„mengungkapkan rasa kaget‟. Bu Dibyo marah kepada Pak Dibyo karena telah

memecahkan piring dan gelas. Jika Pak Dibyo tidak merasa kaget ketika piring

dan gelasnya jatuh, tentu Pak Dibyo tidak menuturkan tuturan yang berfungsi

sebagai ungkapan rasa „kaget‟.

Wujud TTE „mengungkapkan rasa kaget‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(79) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Bu Dibyo

mendapati suaminya di rumah Fatimah sedang asik bermain

dengan Aryati. Kemudian terjadi keributan antara Pak

Dibyo dan Bu Dibyo. Fatimah pun merasa kaget ketika

mendengar ada keributan di rumahnya.

Fatimah : “Aduh, ada apa ini, ya, ada apa? Aduh Ibu, ada apa,

Bu? Ada yang bisa saya bantu, Bu?”

Bu Dibyo : “Saya peringatkan, ya, jangan genit-genit pada laki-laki

orang!”

(130/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (79) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa kaget‟. Ketika Bu Dibyo mendapati suaminya sedang bermain di rumah

Fatimah, Bu Dibyo bertengkar dengan suaminya di rumah Fatimah. Hal itulah

yang menyebabkan terjadinya TTE „mengungkapkan rasa kaget‟ yang dilakukan

Page 161: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

143

oleh Fatimah. TTE „mengungkapkan rasa kaget‟ tampak pada tuturan Fatimah

yang menuturkan “Aduh, ada apa ini, ya, ada apa? Aduh Ibu, ada apa, Bu?”.

Melalui tuturan tersebut Fatimah bermaksud bertanya kepada Bu Dibyo dengan

yang sedang terjadi yang menimbulkan adanya keributan. Hal tersebut dilakukan

Fatimah sebagai bentuk ekspresi rasa kaget yang dirasakannya. Dalam tuturan

Fatimah tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE

„mengungkapkan rasa kaget‟. TTE „mengungkapkan rasa kaget‟ pada tuturan di

atas dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat

bahwa Fatimah merasa kaget ketika mendengar ada keributan di rumahnya. Jika

Fatimah tidak merasa kaget, tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang

berfungsi untuk „mengungkapkan rasa kaget‟.

x. Mengungkapkan rasa marah

Marah adalah sangat tidak senang (karena dihina, diperlakukan tidak

sepantasnya; berang gusar (KBBI, 2007:715). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa

marah‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena merasa sangat tidak

senang karena dihina, diperlakukan tidak sepantasnya oleh orang lain. Data yang

menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa marah‟ dapat dilihat pada data berikut:

(80) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Bu Dibyo. Pak Dibyo

akan mengambil makan dan minum, namun Pak Dibyo

secara tidak sengaja menjatuhkan piring dan gelas yang

diambilnya. Hal itu membuat Bu Dibyo marah.

Pak Dibyo : “Waduh, malah jatuh!”

Bu Dibyo : “Ya ampun Pak, setiap sampeyan itu ambil makan,

minum pasti selalu pecah. Pelan dong Pak! Kalau begini

caranya, setiap hari dua tiga yang pecah bisa habis

semua piring gelas yang ada di rumah ini. Mbok hati-

hati ta Pak! Heh, kalau pecah begini kena cucu

sampeyan gimana, he, ndak kasihan sampeyan?”

(113/TT/19 Juli 2011)

Page 162: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

144

Tuturan pada data (80) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa marah‟. Pak Dibyo akan mengambil makan dan minum, namun Pak Dibyo

secara tidak sengaja menjatuhkan piring dan gelas yang diambilnya. Hal itulah

yang menyebabkan terjadinya TTE „mengungkapkan rasa marah‟ yang dilakukan

oleh Bu Dibyo. TTE „mengungkapkan rasa marah‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo

yang menuturkan “Ya ampun Pak, setiap sampeyan itu ambil makan, minum

pasti selalu pecah. Pelan dong Pak! Kalau begini caranya, setiap hari dua

tiga yang pecah bisa habis semua piring gelas yang ada di rumah ini. Mbok

hati-hati ta Pak! Heh, kalau pecah begini kena cucu sampeyan gimana, he,

ndak kasihan sampeyan”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya

penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa marah‟. TTE

„mengungkapkan rasa marah‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan

konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Bu Dibyo marah terhadap

Pak Dibyo karena ketika ambil makan selalu piring dan gelasnya jatuh dan pecah.

TTE „mengungkapkan rasa marah‟„mengungkapkan rasa marah‟ pada data

(80) terjadi ketika Pak Dibyo menjatuhkan piring dan gelas saat akan makan. Hal

itulah yang membuat Bu Dibyo marah kepada Pak Dibyo. Bu Dibyo menuturkan

tuturan tersebut dengan intonasi tinggi sehingga memperkuat jika tuturan tersebut

masuk dalam jenis TTE „mengungkapkan rasa marah‟. Jika Bu Dibyo tidak marah

kepada suaminya tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk

„mengungkapkan rasa marah‟.

Wujud TTE „mengungkapkan rasa marah‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(81) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Bu Dibyo. Pak Dibyo

mengingatkan istrinya untuk merawat Pak Dibyo karena hal

Page 163: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

145

itu masih menjadi tanggung jawab Bu Dibyo sebagai

seorang istri. Bu Dibyo pun marah kepada suaminya karena

dirinya merasa dilarang ketika merawat cucu-cucunya.

Pak Dibyo : “Bu, sekedar mengingatkan saja Bu, masih menjadi tugas

dan tanggung jawabmu merawat aku kan, Bu, jangan

sampai kelak di kemudian hari kamu menyesal.”

Bu Dibyo : “Oh, jadi Bapak ndak suka, ndak rela kalau aku

momong cucu-cucuku, Bapak keberatan?”

Pak Dibyo : “Bukan masalah keberatannya Bu.”

Bu Dibyo : “Apa?”

(120/TT/19 Juli 2011)

Tuturan pada data (81) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa marah‟. Pak Dibyo mengingatkan istrinya tanggung jawab sebagai seorang

istri adalah merawat suaminya. Hal tersebut sangat diharapkan Pak Dibyo agar Bu

Dibyo tidak menyesal di kemudian hari. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya

TTE „mengungkapkan rasa marah‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo. TTE

„mengungkapkan rasa marah‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan

“Oh, jadi Bapak ndak suka, ndak rela kalau aku momong cucu-cucuku,

Bapak keberatan”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda

lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa marah‟. TTE

„mengungkapkan rasa marah‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan

konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Bu Dibyo marah kepada

Pak Dibyo karena dirinya merasa dilarang ketika merawat cucu-cucunya. Intonasi

yang tinggi dari tuturan Bu Dibyo tersebut memperjelas bahwa tuturan tersebut

adalah TTE „mengungkapkan rasa marah‟.

Terjadinya TTE „mengungkapkan rasa marah‟ pada data (81) diawali oleh

adanya TTDir „mengingatkan‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. Pak Dibyo

mengingatkan istrinya untuk lebih bertanggung jawab kepada tugasnya sebagai

seorang istri. Hal itulah yang memicu terjadinya TTE „mengungkapkan rasa

Page 164: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

146

marah‟ yang dilakukan oleh Bu Dibyo melalui tuturan “Oh, jadi Bapak ndak

suka, ndak rela kalau aku momong cucu-cucuku, Bapak keberatan”. Melalui

tuturan tersebut Bu Dibyo mengungkapkan rasa marahnya karena dirinya merasa

dilarang untuk merawat cucu-cucunya. Jika Bu Dibyo tidak marah kepada Pak

Dibyo tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk

„mengungkapkan rasa marah‟.

y. Mengungkapkan rasa heran

Heran adalah merasa ganjil (ketika melihat atau mendengar sesuatu);

tercengang; takjub (KBBI, 2007:396). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa heran‟

adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena merasa ganjil ketika melihat

atau mendengar sesuatu. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa

heran‟ dapat dilihat pada data berikut:

(82) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Bu Dibyo

merasa heran kepada Fatimah karena Bu Dibyo sedang

bingung tetapi Fatimah justru tersenyum melihat Bu Dibyo.

Fatimah : “Ibu, Bu Dibyo, maaf ya, saya mau tanya, Pak Dibyo itu

suami kan?”

Bu Dibyo : “Loh, Bu Fat ini gimana sih, ya suami saya dong, masa’

tetangga.”

Fatimah : “He.. he.. he..”

Bu Dibyo : “Loh, kok malah senyum ada orang bingung.”

(227/TT/21 Juli 2011)

Tuturan pada data (82) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa heran‟. Ketika Bu Dibyo merasa bingung karena tidak tahu yang harus ia

lakukan untuk kesembuhan suaminya, Fatimah berusaha membujuk Bu Dibyo

supaya mau merawat suaminya sendiri dengan bertanya bahwa Pak Dibyo itu

suaminya atau bukan. Bu Dibyo pun mengatakan bahwa sudah jelas Pak Dibyo

adalah suaminya. Oleh sebab itulah Fatimah senyum mendengar jawaban dari Bu

Page 165: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

147

Dibyo. Melihat Fatimah tersenyum ketika Bu Dibyo sedang bingung, tentu hal itu

membuat Bu Dibyo merasa heran kepada Fatimah. TTE „mengungkapkan rasa

heran‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang menuturkan “Loh, kok malah

senyum ada orang bingung”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya

penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa heran‟. TTE

„mengungkapkan rasa heran‟ pada tuturan di atas dapat ditentukan berdasarkan

konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Bu Dibyo merasa heran

kepada Fatimah karena Bu Dibyo sedang bingung tetapi Fatimah justru tersenyum

melihat Bu Dibyo. Jika Bu Dibyo tidak merasa heran kepada Fatimah tentu ia

tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa

heran‟.

z. Mengungkapkan rasa malu

Malu adalah merasa tidak enak hati (hina, rendah) karena berbuat sesuatu

yang kurang baik, berbeda dengan kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangan

(KBBI, 2007:706). Jadi, TTE „mengungkapkan rasa malu‟ adalah tindak tutur

yang dilakukan penutur karena merasa tidak enak hati karena berbuat sesuatu

yang kurang baik. Data yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa malu‟

dapat dilihat pada data berikut:

(83) Konteks : Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Fatimah. Bu Dibyo

merasa malu karena belum mencoba menyuruh anak-

anaknya menelepon Pak Dibyo tetapi Bu Dibyo sudah

mengatakan bahwa Pak Dibyo tidak bisa berkomunikasi

melalui telepon dikarenakan pendengarannya sudah

berkurang.

Fatimah : “Yah, kalau ndak bisa datang lewat telepon kan bisa Bu

sebagai obat kangen. Ndak ketemu orangnya ketemu

suaranya kan sudah lumayan ta, Bu Dib?”

Page 166: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

148

Bu Dibyo : “Aduh, Bu Fat ini gimana sih, pendengaran suami saya itu

sudah ndak normal Bu, jadi bagaimana mungkin dia bisa

telepon.”

Fatimah : “Apakah sudah dicoba, Bu?”

Bu Dibyo : “Ya, anu e… ya, anu belum sih.”

Fatimah : “Nah itu, ada baiknya dicoba dulu Bu! Maaf kemarin-

kemarin waktu Bapak rawuh ke sini bisa ngobrol lancar

kok. Nah, nanti kalau putro-putro telepon siapa tahu bisa

sebagai obat kangen dan bisa membuat Bapak mau dahar.

Dicoba ya Bu! Dulu pasti Bapak sanggat memanjakan Ibu

ya?”

Bu Dibyo : “Iya, Bapak memang sangat membahagiakan saya.”

(261/TT/21 Juli 2011)

Tuturan pada data (83) termasuk ke dalam jenis TTE „mengungkapkan

rasa malu‟. Fatimah memberikan saran kepada Bu Dibyo untuk menelepon anak-

anaknya supaya Pak Dibyo bisa berkomunikasi dengan anak-anaknya sebagai obat

kangen. Mendengar saran dari Fatimah, Bu Dibyo justru beralasan bahwa

pendengaran suaminya sudah tidak normal jadi tidak mungkin bisa telepon.

Kemudian Fatimah bertanya kepada Bu Dibyo sudah mencoba telepon anak-

anaknya atau belum. Bu Dibyo merasa kebingungan dan merasa malu kepada

Fatimah karena belum mencoba menyuruh anak-anaknya menelepon Pak Dibyo

tetapi Bu Dibyo sudah mengatakan bahwa Pak Dibyo tidak bisa berkomunikasi

melalui telepon dikarenakan pendengaran berkurang.

TTE „mengungkapkan rasa malu‟ tampak pada tuturan Bu Dibyo yang

menuturkan “Ya, anu e… ya, anu belum sih”. Dalam tuturan tersebut tidak

ditemukan adanya penanda lingual yang menunjukkan TTE „mengungkapkan rasa

malu‟. TTE „mengungkapkan rasa malu‟ pada tuturan di atas, jika dilihat dari

konteksnya terlihat bahwa Bu Dibyo merasa malu kepada Fatimah. Bu Dibyo

merasa kebingungan saat menjawab pertanyaan dari Fatimah. Tentu hal itu

semakin memperjelas bahwa tuturan dari Bu Dibyo tersebut masuk dalam TTE

Page 167: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

149

„mengungkapkan rasa malu‟. Jika Bu Dibyo tidak merasa malu tentu Bu Dibyo

tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „mengungkapkan rasa malu‟.

4. Wujud Tindak Tutur Komisif

Pada penelitian tindak tutur komisif (selanjutnya disingkat TTK) dalam

SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta ini ditemukan 3

macam subtindak tutur yang dapat dikategorikan ke dalam TTK, yaitu

menyatakan kesanggupan, menawarkan, dan berjanji.

a. Menyatakan kesanggupan

Menyanggupi adalah bersedia (KBBI, 2007:995). Jadi, TTK „menyatakan

kesanggupan‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur karena penutur bersedia

untuk melakukan sesuatu yang telah disuruh atau diminta mitra tuturnya untuk

melakukan sesuatu. Data yang menunjukkan TTK „menyatakan kesanggupan‟

dapat dilihat pada data berikut:

(84) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Pak Dibyo

sedang bertamu di rumah Fatimah. Fatimah menyuruh Pak

Dibyo untuk minum.

Fatimah : “Oh iya, diminum Pak sampai kelupaan!”

Pak Dibyo : “Iya iya.”

Fatimah : “Nanti keburu dingin lho.”

Pak Dibyo : “Injih.”

Fatimah : “Mangga, silakan!”

Pak Dibyo : “Terima kasih terima kasih.”

(29/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (84) termasuk ke dalam jenis TTK „menyatakan

kesanggupan‟. Pak Dibyo sedang bertamu di rumah Fatimah. Fatimah menyuruh

Pak Dibyo untuk minum. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya TTK

„menyatakan kesanggupan‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo. TTK „menyatakan

kesanggupan‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Iya iya” dan

Page 168: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

150

“Injih”. Kata iya-iya dan injih digunakan dalam tuturan tersebut sebagai penanda

lingual TTK „menyatakan kesanggupan‟. Pak Dibyo bersedia untuk minum

setelah disuruh oleh Fatimah untuk minum.

Terjadinya TTK „menyatakan kesanggupan‟ pada tuturan yang

disampaikan oleh Pak Dibyo tersebut diawali oleh adanya TTDir „menyuruh‟ dan

TTDir „mendesak‟ yang dilakukan oleh Fatimah. Fatimah menyuruh Pak Dibyo

minum. Karena Pak Dibyo tidak segera minum setelah disuruh oleh Fatimah,

kemudian Fatimah mendesak Pak Dibyo supaya segera minum. Hal itulah yang

memicu terjadinya TTK „menyatakan kesanggupan‟. Pak Dibyo bersedia untuk

minum karena telah disuruh oleh Fatimah untuk minum. Jika Pak Dibyo tidak

bersedia untuk minum, tentu Pak Dibyo tidak akan menuturkan tuturan yang

berungsi untuk „menyatakan kesanggupan‟ tersebut kepada Fatimah.

Wujud TTK „menyatakan kesanggupan‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(85) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Terjadi keributan

antara Bu Dibyo dan suaminya di rumah Fatimah. Fatimah

pun menyuruh Aryati untuk masuk, lalu Aryati

menyanggupinya.

Aryati : “Bunda, siapa sih nenek ini kok marah-marah sama kakek

sih Bun?”

Fatimah : “Ti.. Titi.. Titi ke dalam dulu ya sama Mbak, bunda baru

ada tamu, hayo..hayo sana!”

Aryati : “Tapi kakek Bun, kasihan kan dimarahin nenek itu.”

Fatimah : “Sssstttt, Titi ke dalam dulu, ya! Nanti Bunda nyusul, oke?”

Aryati : “Oke, Bun. Dada…. Kek.”

(135/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (85) termasuk ke dalam jenis TTK „menyatakan

kesanggupan‟. Aryati melihat keributan yang terjadi di rumahnya. Aryati merasa

kasihan kepada Pak Dibyo karena Bu Dibyo marah-marah dengan Pak Dibyo.

Page 169: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

151

Fatimah pun menyuruh Aryati untuk masuk agar tidak melihat keributan tersebut.

Aryati pun bersedia untuk masuk. TTK „menyatakan kesanggupan‟ tampak pada

tuturan Aryati yang menuturkan “Oke, Bun”. Kata oke digunakan dalam tuturan

tersebut sebagai penanda lingual TTK „menyatakan kesanggupan‟.

Terjadinya TTK „menyatakan kesanggupan‟ pada data (85) diawali oleh

adanya TTDir „menyuruh‟ yang dilakukan oleh Fatimah. Fatimah menyuruh

Aryati masuk ke rumah saat ada keributan di rumah mereka. Hal itulah yang

memicu terjadinya TTK „menyatakan kesanggupan‟ yang dilakukan Aryati

melalui tuturan “Oke, Bun”. Melalui tuturan tersebut Aryati menyatakan

kesanggupannya atau bersedia untuk masuk ke rumah setelah disuruh oleh ibunya.

Jika Aryati tidak mau masuk rumah tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang

berfungsi untuk „menyatakan kesanggupan‟.

Wujud TTK „menyatakan kesanggupan‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(86) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Aryati meminta

ibunya mengajarikan bermain komputer. Fatimah pun

bersedia untuk mengajari Aryati bermain komputer.

Aryati : “Bunda, Bunda bisa nggak ngajarin Titi komputer?”

Fatimah : “Oh, mau belajar komputer, ya bisa dong. Mau belajar?”

Aryati : “Iya, Bun.”

(165/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (86) termasuk ke dalam jenis TTK „menyatakan

kesanggupan‟. Aryati meminta ibunya mengajarinya bermain komputer. Fatimah

pun bersedia untuk mengajari Aryati bermain komputer. TTK „menyatakan

kesanggupan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Ya bisa dong”.

Kata bisa digunakan dalam tuturan tersebut sebagai penanda lingual TTK

„menyatakan kesanggupan‟.

Page 170: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

152

Terjadinya TTK „menyatakan kesanggupan‟ pada data (86) diawali oleh

adanya TTDir „meminta‟ yang dilakukan oleh Aryati. Aryati meminta ibunya

untuk mengajarinya bermain komputer. Hal itu yang memicu terjadinya TTK

„menyatakan kesanggupan‟ yang dilakukan oleh Fatimah melalui tuturan “Ya bisa

dong”. Melalui tuturan tersebut Fatimah menyatakan kesanggupannya atau

bersedia untuk mengajari Aryati bermain komputer. Jika Fatimah tidak mau

mengajari Aryati bermain komputer tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang

berfungsi untuk „menyatakan kesanggupan‟.

b. Menawarkan

Menawarkan adalah perbuatan menawari atau menawarkan (KBBI,

2007:1151). Jadi, TTK „menawarkan‟ adalah tindak tutur yang dilakukan penutur

karena penutur ingin menawarkan sesuatu kepada mitra tuturnya. Data yang

menunjukkan TTK „menawarkan‟ dapat dilihat pada data berikut:

(87) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Pak Dibyo. Fatimah

bermaksud menawarkan buku agar Pak Dibyo tidak

kesepian lagi.

Fatimah : “Eh, ini saya punya buku bagus, Pak, barangkali Bapak

suka membaca, bisa sedikit-sedikit mengusir rasa sepi,

Pak.” Pak Dibyo : “E… boleh saya bawa?”

Fatimah : “Silakan silakan, Pak!”

(60/TT/18 Juli 2011)

Tuturan pada data (87) termasuk ke dalam jenis TTK „menawarkan‟.

Fatimah menawarkan buku-buku bagus kepada Pak Dibyo, siapa tahu Pak Dibyo

suka membaca tentu bisa mengusir rasa sepinya Pak Dibyo. TTK „menawarkan‟

tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Eh, ini saya punya buku bagus,

Pak, barangkali Bapak suka membaca, bisa sedikit-sedikit mengusir rasa

sepi, Pak”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan penanda lingual yang

Page 171: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

153

menunjukkan TTK „menawarkan‟. TTK „menawarkan‟ pada tuturan tersebut

dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat

bahwa Fatimah bermaksud menawarkan buku kepada Pak Dibyo untuk dibaca

agar Pak Dibyo tidak lagi kesepian. TTK „menawarkan yang dilakukan oleh

Fatimah tersebut direspon oleh Pak Dibyo melalui tuturan yang mengandung

TTDir „meminta izin‟, yaitu “E… boleh saya bawa?”. Melalui tuturan tersebut

Pak Dibyo bermaksud meminta izin kepada Fatimah untuk meminjam buku

tersebut. Fatimah pun mempersilakan Pak Dibyo jika ingin meminjam buku

tersebut. Jika Fatimah tidak ingin menawarkan buku kepada Pak Dibyo tentu ia

tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „menawarkan‟.

Data yang menunjukkan TTK „menawarkan‟ dapat pula dilihat pada data

berikut:

(88) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Terjadi

keributan antara Pak Dibyo dan Bu Dibyo di rumah

Fatimah. Fatimah pun menawarkan bantuan ketika melihat

ada keributan di rumahnya supaya tidak terjadi keributan

lagi di rumahnya.

Fatimah : “Aduh, ada apa ini, ya, ada apa? Aduh Ibu, ada apa, Bu?

Ada yang bisa saya bantu, Bu?”

Bu Dibyo : “Saya peringatkan, ya, jangan genit-genit pada laki-laki

orang!”

(131/TT/20 Juli 2011)

Tuturan pada data (88) termasuk ke dalam jenis TTK „menawarkan‟.

Terjadi keributan antara Pak Dibyo dan istrinya di rumah Fatimah. Hal itu

menyebabkan terjadinya TTK „menawarkan‟ yang dilakukan oleh Fatimah. TTK

„menawarkan‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Ada yang bisa

saya bantu, Bu”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan penanda lingual yang

menunjukkan TTK „menawarkan‟. TTK „menawarkan‟ pada tuturan tersebut

Page 172: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

154

dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat

bahwa Fatimah menawarkan bantuan kepada Pak Dibyo dan Bu Dibyo ketika

melihat mereka bertengkar di rumahnya. Hal tersebut dilakukan Fatimah supaya

Pak Dibyo dan Bu Dibyo tidak bertengkar lagi di rumah Fatimah.

Keributan yang terjadi di rumah Fatimah tersebut terjadi antara Pak Dibyo

dan istrinya. Bu Dibyo mendapati suaminya sedang bermain di rumah Fatimah

dan akhirnya mereka bertengkar. Melihat keributan tersebut Fatimah bermaksud

menawarkan bantuan kepada mereka berdua, ada yang bisa dibantu atau tidak.

Jika Fatimah tidak ingin menawarkan bantuan tentu ia tidak akan mengatakan

tuturan yang berfungsi untuk „menawarkan‟.

c. Berjanji

Berjanji adalah menyanggupi akan menepati apa yang telah dikatakan atau

disetujui (KBBI, 2007:458). Jadi, TTK „berjanji‟ adalah tindak tutur yang

dilakukan seseorang untuk menyanggupi akan menepati sesuatu yang telah

dikatakan atau yang disetujuinya kepada orang lain. Data yang menunjukkan TTK

„berjanji‟ dapat dilihat pada data berikut:

(89) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Aryati. Pak Dibyo

berjanji kepada Aryati untuk selalu mengingat nama Aryati.

Aryati pun mengucapkan terima kasih kepada Pak Dibyo.

Pak Dibyo : “Cucu Kakek yang cantik ini namanya siapa, he?‟

Aryati : “Aryati Kek, tapi lebih suka dipanggil Titi Kek.”

Pak Dibyo : “Oh, iya Titi. Kakek akan selalu ingat nama cucu Kakek

yang cantik ini, Titi, he.. he.. he..”

Aryati : “Terima kasih, ya Kek.”

(99/TT/19 Juli 2011)

Tuturan pada data (89) termasuk ke dalam jenis TTK „berjanji‟. TTK

„berjanji‟ tampak pada tuturan Pak Dibyo yang menuturkan “Kakek akan selalu

ingat nama cucu Kakek yang cantik ini, Titi, he..he.. he..”. Dalam tuturan

Page 173: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

155

tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual TTK „berjanji‟. TTK „berjanji‟

pada tuturan tersebut dapat ditentukan berdasarkan konteksnya. Jika dilihat dari

konteksnya terlihat bahwa Pak Dibyo berjanji kepada Aryati untuk selalu

mengingat nama Aryati.

Terjadinya TTK „berjanji‟ pada data (89) di awali oleh Adanya TTA

„memberitahukan‟ yang dilakukan Aryati. Aryati memberitahukan kepada Pak

Dibyo bahwa dirinya bernama Aryati. Hal itulah yang menyebabkan terjadinya

TTK „berjanji‟ yang dilakukan oleh Pak Dibyo melalui tuturan “Kakek akan

selalu ingat nama cucu Kakek yang cantik ini, Titi, he..he.. he..”. Dari tuturan

tersebut terlihat bahwa Pak Dibyo berjanji akan selalu mengingat nama Aryati.

Kemudian Aryati berterima kasih kepada Pak Dibyo karena Pak Dibyo

mengatakan bahwa dirinya akan selalu mengingat nama Aryati. Jika Pak Dibyo

tidak ingin berjanji untuk selalu mengingat nama Aryati tentu Pak Dibyo tidak

akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „berjanji‟.

Wujud TTK „berjanji‟ dapat pula dilihat pada data berikut:

(90) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Fatimah

pamit pulang dari di rumah Bu Dibyo. Fatimah berjanji

kepada Bu Dibyo bahwa dirinya akan datang lagi di rumah

Bu Dibyo.

Fatimah : “Bu Dib, maaf e saya mau nyuwun pamit dulu ya.”

Bu Dibyo : “Iya.”

Fatimah : “Mau ngantar Titi biar mau makan dan bobok dulu.”

Bu Dibyo : “Ya ya iya.”

Fatimah : “Nanti saya ke sini lagi.”

Bu Dibyo : “Iya iya.”

(309/TT/22 Juli 2011)

Tuturan pada data (90) termasuk ke dalam jenis TTK „berjanji‟. TTK

„berjanji‟ tampak pada tuturan Fatimah yang menuturkan “Nanti saya ke sini

lagi”. Dalam tuturan tersebut tidak ditemukan adanya penanda lingual TTK

Page 174: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

156

„berjanji‟. TTK „berjanji‟ pada tuturan tersebut dapat ditentukan berdasarkan

konteksnya. Jika dilihat dari konteksnya terlihat bahwa Fatimah berjanji kepada

Bu Dibyo bahwa dirinya akan datang lagi di rumah Bu Dibyo.

TTK „berjanji‟ pada data (90) terjadi saat Fatimah pamit kepada Bu Dibyo

untuk pulang dulu bersama Aryati. Sebelum Fatimah meninggalkan rumah Bu

Dibyo, Fatimah berjanji bahwa dirinya akan datang lagi ke rumah Fatimah,

tentunya untuk melayat. Jika Fatimah tidak ingin berjanji akan datang ke rumah

Bu Dibyo tentu ia tidak akan menuturkan tuturan yang berfungsi untuk „berjanji‟.

Page 175: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

157

Tabel 1 Tindak Tutur

No.

Jenis

Tindak

Tutur

Subtindak

Tutur

Jumlah

Data

Nomor

Data

1. Asertif Memberitahukan 42 1, 5, 6, 12, 15, 21, 41,

50, 52, 58, 68, 70, 72,

73, 91, 98, 101, 105,

145, 169, 171, 184, 194,

197, 199, 207, 212, 218,

219, 220, 223, 241, 248,

254, 259, 279, 290, 296,

308, 321, 327, 340

Menjelaskan 16 35, 57, 69, 85, 88, 95,

140, 215, 257, 268, 288,

318, 329, 333, 335, 339

Membenarkan 10 2, 14, 36, 46, 74, 77,

167, 230, 242, 262

Menunjukkan 1 3

Meyakinkan 8 22, 39, 75, 81, 96, 176,

213, 278

Menegaskan 7 49, 121, 166, 192, 222,

226, 229

Menyatakan 5 76, 107, 149, 201, 282

Jumlah Data Tindak Tutur Asertif 89 Data

Page 176: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

158

2. Direktif Mempersilakan 8 8, 31, 62, 323, 326, 328,

338, 345

Memohon 1 214

Menasihati 19 17, 23, 51, 55, 78, 83,

90, 136, 161, 188, 191,

193, 202, 231, 237, 244,

270, 302, 310

Menyarankan 5 20, 42, 205, 256, 334

Menyuruh 20 28, 34, 63, 92, 103, 109,

117, 133, 160, 168, 178,

183, 209, 232, 277, 280,

283, 287, 295, 344

Meminta izin 9 37, 61, 151, 163, 292,

307, 315, 325, 337

Melarang 8 142, 144, 148, 221, 236,

251, 264, 285

Mengingatkan 24 10, 18, 54, 80, 102, 111,

114, 118, 119, 125, 128,

139, 147, 181, 185, 204,

210, 239, 243, 247, 252,

265, 275, 336

Meminta 6 94, 122, 164, 195, 286,

330

Page 177: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

159

Mengajak 9 84, 129, 143, 156, 293,

313, 319, 322, 346

Memperingatkan 2 132, 141

Membujuk 9 43, 208, 235, 250, 255,

258, 263, 274, 316

Mendesak 5 30, 233, 260, 266, 298

Memesan 2 152, 284

Berharap 10 26, 59, 66, 108, 173,

175, 203, 332, 341, 343

Menolak 2 97, 206

Jumlah Data Tindak Tutur Direktif 139 Data

3. Ekspresif Meminta maaf 8 4, 24, 38, 56, 225, 238,

253, 347

Memuji 7 7, 45, 71, 172, 177, 281,

305

Berterima kasih 11 9, 32, 64, 100, 110, 154,

304, 312, 324, 331, 342

Mengungkapkan

kesengsaraan

1 11

Menghibur 7 13, 48, 79, 86, 159, 216,

300

Mengeluh 11 16, 40, 47, 82, 115, 224,

234, 240, 245, 249, 269

Page 178: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

160

Mengungkapkan

rasa sedih

4 19, 67, 106, 299

Mengungkapkan

rasa kecewa

5 33, 124, 146, 158, 198

Menyesal 5 44, 89, 189, 273, 301

putus asa 2 53

Mengungkapkan

rasa senang

2 65, 93

Iri 1 87

Jengkel

10 116, 123, 126, 157, 180,

187, 190, 196, 211, 267

Menuduh 2 138, 182

Menyindir 2 127, 150

Cemburu 1 186

Menyalahkan 2 246, 272

Mengungkapkan

rasa penasaran

1 291

Bingung 3 217, 228, 294

Menyangkal 2 200, 289

Simpati 1 27

Mengungkapkan

rasa kasihan

2 134, 314

Page 179: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

161

Kaget 2 112, 130

Marah 3 113, 120, 137

Heran 1 227

Malu 2 261, 306

Jumlah Data Tindak Tutur Ekspresif 97 Data

4 Komisif Menyatakan

Kesanggupan

17 25, 29, 104, 135, 153,

162, 165, 170, 174, 179,

271, 276, 297, 303, 311,

317, 320

Menawarkan 2 60, 131

Berjanji 3 99, 155, 309

Jumlah Data Tindak Tutur komisif 22 Data

Jumlah Data Tindak Tutur 347 Data

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, terlihat bahwa tindak

tutur direktif paling banyak ditemukan, yang kedua tindak tutur ekspresif, diikuti

oleh tindak tutur asertif, dan yang terakhir adalah tindak tutur komisif.

Tindak tutur direktif paling banyak ditemukan karena dalam SRKR “Cinta

yang Hilang” menceritakan tentang kerinduan Pak Dibyo sebagai seorang ayah

kepada anak-anaknya. Dari beberapa anaknya, tidak ada satupun yang datang

untuk menjenguk Pak Dibyo. Dari hal tersebut terjadilah ekspresi mengeluh yang

dilakukan oleh tokoh Pak Dibyo yang akhirnya menyebabkan terjadinya tindak

tutur direktif, misalnya „mengingatkan‟, „menasihati‟, „menyarankan‟, dan

sebagainya.

Page 180: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

162

B. Wujud Pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam SRKR “Cinta yang

Hilang” di Radio Retjo Buntung Yogyakarta

Prinsip kerja sama merupakan pokok subteori tentang penggunaan bahasa

itu dimaksudkan sebagai upaya membimbing para peserta percakapan agar dapat

melakukan percakapan secara kooperatif (Rustono, 1999:53).

Grice (1996:159) mengemukakan bahwa secara lengkap prinsip kerja sama

meliputi empat maksim yang satu persatu dapat disebutkan sebagai berikut: (1)

maksim kuantitas (the maxim of quantity), (2) maksim kualitas (the maxim of

quality), (3) maksim relevansi (the maxim of relevance), dan (4) maksim

pelaksanaan (the maxim of manner).

Agar terjadi suatu percakapan yang baik, peserta tutur harus mematuhi 4

maksim tersebut. Akan tetapi, dalam kegiatan bertutur yang sesungguhnya,

terutama dalam kehidupan sehari-hari prinsip kerja sama tersebut sering dilanggar

dan merupakan hal yang wajar dan sangat lazim terjadi. Terlebih dalam SRKR

“Cinta yang Hilang” ini, bentuk pelanggaran prinsip kerja sama paling banyak

terjadi. Bentuk pelanggaran prinsip kerja sama dalam SKRR “Cinta yang Hilang”

ini terjadi pada keempat maksim yang disampaikan oleh Grice tersebut.

Dalam penelitian ini hanya dibahas pelanggaran prinsip kerja sama saja

karena tujuan akhirnya untuk mengetahui bentuk implikatur yang terjadi. Adapun

wujud pelanggaran prinsip kerja sama beserta implikatur dalam SRKR “Cinta

yang Hilang” adalah sebagai berikut.

Page 181: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

163

1. Pelanggaran Maksim Kuantitas

Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan

kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan mitra tutur. Data

yang menunjukkan pelanggaran maksim kuantitas dapat dilihat pada data berikut:

(91) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo

berkenalan dengan Fatimah sebagai warga baru. Fatimah

menanyakan Pak Dibyo satu warga dengan Fatimah atau

tidak. Pak Dibyo pun memberitahukan bahwa dirinya juga

satu warga dengan Fatimah.

Fatimah : “Oohhh, iya iya. Bapak warga sini atau….?”

Pak Dibyo : “Iya, iya saya warga sini. Itu rumah saya di ujung sebelah

sana itu yang gang kedua belakangnya dari gang ini.

Tidak jauh sih, tapi ya untuk ukuran di kota Jogja ini

sudah lumayan jauh, he.. he.. he..”

(2/PPKS/18 Juli 2011)

Pada data (91) terdapat tuturan yang melanggar maksim kuantitas karena

tuturan Pak Dibyo dalam menjawab pertanyaan Fatimah melebihi yang

dibutuhkan. Kontribusi yang diberikan dalam penggalan dialog di atas tidak

sesuai dengan yang dibutuhkan, yaitu terlalu banyak. Dalam tuturan di atas,

Fatimah hanya menanyakan Pak Dibyo satu warga dengan Fatimah atau tidak.

Tuturan “Itu rumah saya di ujung sebelah sana itu yang gang kedua

belakangnya dari gang ini. Tidak jauh sih, tapi ya untuk ukuran di kota

Jogja ini sudah lumayan jauh, he.. he.. he..” dalam jawaban Pak Dibyo tidak

dibutuhkan karena Fatimah tidak menanyakan letak rumah Pak Dibyo.

Tuturan Pak Dibyo yang melanggar maksim kuantitas tersebut

mengandung sebuah implikatur. Berdasarkan inferensi yang ada dapat

disimpulkan bahwa tuturan Pak Dibyo mengandung implikatur meyakinkan.

Melalui tuturan tersebut Pak Dibyo ingin menyakinkan Fatimah bahwa Pak Dibyo

benar-benar warga di tempat Fatimah tinggal. Pak Dibyo menggunakan modus

Page 182: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

164

tindak tutur asertif „menunjukkan‟ yang mengisyaratkan bahwa Pak Dibyo

bermaksud meyakinkan Fatimah.

Data yang menunjukkan pelanggaran maksim kuantitas dapat pula dilihat

pada data berikut:

(92) Konteks : Tuturan terjadi antara Pak Dibyo dan Fatimah. Pak Dibyo

sedang bertamu di rumah Fatimah. Pak Dibyo melihat anak

kecil di rumah Fatimah. Anak tersebut adalah Aryati,

anaknya Fatimah. Selagi Aryati mandi, Pak Dibyo

menanyakan Aryati kepada Fatimah. Fatimah pun

memberitahukan tentang Aryati.

Pak Dibyo : “Itu cucunya Bu Fat?”

Fatimah : “Eh, anak saya Pak Dib. Coba Bapak bisa bayangkan,

saya yang setua ini punya anak kecil Titi yang

sepantasnya jadi cucu saya, Pak. Eh, tapi saya bahagia

hanya punya Titi seorang.”

(19/PPKS/19 Juli 2011)

Pada data (94) terdapat tuturan yang melanggar maksim kuantitas karena

tuturan Fatimah dalam menjawab pertanyaan Pak Dibyo melebihi yang

dibutuhkan. Kontribusi yang diberikan dalam penggalan dialog tidak sesuai

dengan yang dibutuhkan, yaitu terlalu banyak. Dalam tuturan di atas, Pak Dibyo

hanya menanyakan Aryati itu cucunya Fatimah atau bukan. Tuturan “Coba

Bapak bisa bayangkan, saya yang setua ini punya anak kecil Titi yang

sepantasnya jadi cucu saya, Pak. Eh, tapi saya bahagia hanya punya Titi

seorang” dari Fatimah tidak dibutuhkan atas pertanyaan Pak Dibyo. Seharusnya

Fatimah cukup menjawab pertanyaan dari Pak Dibyo dengan menuturkan “Eh,

anak saya Pak Dib” atau “Bukan” karena dengan tuturan tersebut sudah cukup

mewakili jawaban Fatimah atas pertanyaan Pak Dibyo.

Tuturan Fatimah yang melanggar maksim kuantitas tersebut mengandung

sebuah implikatur. Berdasarkan inferensi yang ada dapat disimpulkan bahwa

Page 183: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

165

tuturan Fatimah mengandung implikatur mengungkapkan rasa sedih karena

Fatimah yang sudah tua baru mempunyai anak yang seharusnya anak tersebut

lebih pantas menjadi cucunya.

Data yang menunjukkan pelanggaran maksim kuantitas dapat pula dilihat

pada data berikut:

(93) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Fatimah

menawarkan hadiah yang diinginkan Aryati ketika

mengajinya sudah selesai. Aryati pun mengungkapkan yang

menjadi keinginannya dan Aryati bertanya kepada ibunya

bahwa ibunya sayang dengan Aryati atau tidak. Fatimah

mengatakan kalau dirinya juga sayang dengan Aryati.

Aryati : “Titi mau berdoa pada Allah supaya Titi juga dijadikan

anak yang baik, sayang sama Bunda. Bunda juga sayang

kan sama Titi?”

Fatimah : “Oh, Ya pasti dong. Siapa dulu, Aryati kan anak Bunda.

Anak Bunda ini memang pinter sekali, wah bikin gemes

aja.”

(30/PPKS/20 Juli 2011)

Pada data (95) terdapat tuturan yang melanggar maksim kuantitas karena

tuturan Fatimah dalam menjawab pertanyaan Aryati melebihi yang dibutuhkan.

Kontribusi yang diberikan dalam penggalan dialog tidak sesuai dengan yang

dibutuhkan, yaitu terlalu banyak. Tuturan “Siapa dulu, Aryati kan anak Bunda.

Anak Bunda ini memang pinter sekali, wah bikin gemes aja” dalam jawaban

Fatimah tidak dibutuhkan atas pertanyaan Aryati. Dalam tuturan tersebut Aryati

hanya menanyakan Fatimah menawarkan hadiah yang diinginkan Aryati ketika

mengajinya sudah selesai. Aryati pun mengungkapkan yang menjadi

keinginannya dan Aryati bertanya kepada ibunya jika ibunya sayang dengan

Aryati atau tidak. Seharusnya Fatimah cukup menjawab pertanyaan Aryati dengan

mengatakan “Oh…. Ya pasti dong” atau “iya, sayang” sehingga tidak akan

Page 184: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

166

melanggar maksim kuantitas dan tuturan tersebut sudah mewakili jawaban

Fatimah atas pertanyaan dari Aryati.

Tuturan Fatimah yang melanggar maksim kuantitas tersebut mengandung

sebuah implikatur. Berdasarkan inferensi yang ada dapat disimpulkan bahwa

tuturan Fatimah mengandung implikatur meyakinkan. Fatimah menggunakan

modus tindak tutur ekspresif „memuji‟ yang mengisyaratkan bahwa Fatimah

bermaksud meyakinkan Aryati bahwa Fatimah juga sayang dengan Aryati. Hal

yang mustahil dan jarang ditemui jika seorang ibu tidak menyayangi anaknya. Hal

itulah yang mendorong terjadinya implikatur „meyakinkan‟ yang dilakukan oleh

Fatimah melalui tuturan “Siapa dulu, Aryati kan anak Bunda. Anak Bunda ini

memang pinter sekali, wah bikin gemes aja”. Dengan tuturan tersebut Fatimah

berharap Aryati percaya dan yakin bahwa Fatimah juga sayang dengan dirinya.

2. Pelanggaran Maksim Kualitas

Maksim kualitas menghendaki setiap peserta pertuturan mengatakan hal

yang sebenarnya dan disertai bukti yang memadai. Data yang menunjukkan

pelanggaran maksim kualitas dapat dilihat pada data berikut:

(94) Konteks : Tuturan terjadi antara Fatimah dan Bu Dibyo. Terjadi

keributan antara Bu Dibyo dan suaminya di rumah Fatimah.

Fatimah berusaha menenangkan keadaan dengan menasihati

Bu Dibyo untuk tidak marah kepada suaminya.

Fatimah : “Ibu Dibyo, sebaiknya ibu tidak marah-marah pada Bapak,

karena Bapak hanya bermain dengan anak saya Bu.”

Bu Dibyo : “Ya justru itu yang membuat saya marah. Di rumah saja dia

tidak mau bermain dengan cucu-cucunya. Padahal mereka

juga ingin bermain dengan kakeknya. Heeh, malah dia di

sini enak-enakan main dengan anak sampeyan. Sampeyan

sudah menggoda suami saya, ya? Jangan, ndak baik

mengganggu suami orang!”

Fatimah : “Ibu, di sini tidak ada yang mengganggu suami orang.

Bapak ini kesepian, beliau butuh teman Ibu.”

Page 185: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

167

Bu Dibyo : “Heh, perempuan, jangan sok suci ya jadi orang, jangan sok

alim. Saya tahu bagaimana suami saya. Sampeyan ndak

usah menasihati saya!”

(24/PPKS/20 Juli 2011)

Pada data (96) terdapat tuturan yang melanggar maksim kualitas. Tuturan

“Sampeyan sudah menggoda suami saya, ya” yang dituturkan oleh Bu Dibyo

melanggar maksim kualitas karena pernyataan tersebut tidak didasarkan

kenyataan bahwa Fatimah sudah menggoda Pak Dibyo. Pak Dibyo yang sedang

bermain di rumah Fatimah tidak bisa dijadikan sebagai alasan bahwa Fatimah

sudah menggoda Pak Dibyo karena Pak Dibyo hanya bermain dan supaya

mendapatkan teman untuk berbicara saja. Pernyataan dari Bu Dibyo yang

mengatakan bahwa Fatimah sudah menggoda Pak Dibyo tersebut hanya saja Bu

Dibyo merasa cemburu dengan Pak Dibyo yang sedang berada di rumah Fatimah

dan bermain dengan anaknya Fatimah. Oleh sebab itulah Bu Dibyo menuduh

Fatimah telah menggoda suaminya dan tuturan tersebut melanggar maksim

kualitas.

Tuturan dari Bu Dibyo yang melanggar maksim kualitas tersebut

mengandung sebuah implikatur. Berdasarkan inferensi yang ada dapat

disimpulkan bahwa tuturan Bu Dibyo mengandung implikatur mengungkapkan

rasa cemburu. Bu Dibyo menggunakan modus tindak tutur ekspresif „menuduh‟

yang mengisyaratkan bahwa Bu Dibyo merasa cemburu kepada Fatimah.

Data yang menunjukkan pelanggaran maksim kualitas dapat pula dilihat

pada data berikut:

(95) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Aryati merasa

kecewa karena Pak Dibyo tidak datang untuk menemui

Aryati. Fatimah pun berusaha menghibur Aryati supaya

tidak merasa kecewa lagi.

Page 186: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

168

Aryati : “Bunda, kok hari ini Kakek ndak datang, ya Bun? Padahal

Titi udah pesen sama Mbak untuk buat bubur kacang ijo

yang enaaak banget.”

Fatimah : “Ti, Kakek Dibyo itu punya keluarga, punya anak-anak

dan juga cucu-cucu sendiri. Mungkin hari ini beliau

ingin bermain dengan mereka.”

(27/PPKS/20 Juli 2011)

Pada data (97) terdapat tuturan yang melanggar maksim kualitas. Tuturan

“Ti, Kakek Dibyo itu punya keluarga, punya anak-anak dan juga cucu-cucu

sendiri. Mungkin hari ini beliau ingin bermain dengan mereka” yang

dituturkan oleh Fatimah tidak didasarkan kepada kenyataan bahwa Pak Dibyo

tidak datang ke rumah Fatimah dan Aryati adalah karena sedang bermain dengan

cucunya. Fatimah hanya mengira-ngira saja alasan Pak Dibyo tidak datang ke

rumah Fatimah seperti biasanya. Kenyataan yang sebenarnya bahwa Pak Dibyo

tidak datang ke rumah Fatimah adalah karena Pak Dibyo sedang sakit.

Tuturan Fatimah yang melanggar maksim kualitas tersebut mengandung

sebuah implikatur. Berdasarkan inferensi yang ada dapat disimpulkan bahwa

tuturan Fatimah mengandung implikatur menghibur. Melalui tuturan “Ti, Kakek

Dibyo itu punya keluarga, punya anak-anak dan juga cucu-cucu sendiri. Mungkin

hari ini beliau ingin bermain dengan mereka”, secara tidak langsung Fatimah

bermaksud menghibur Aryati supaya tidak merasa kecewa karena Pak Dibyo tidak

datang untuk menemuinya seperti biasanya.

Data yang menunjukkan pelanggaran maksim kualitas dapat pula dilihat

pada data berikut:

(96) Konteks : Tuturan terjadi antara Bu Dibyo dan Fatimah. Fatimah

memberi saran kepada Bu Dibyo untuk menelepon anak-

anaknya sebagai obat kangennya Pak Dibyo kepada anak-

anaknya. Bu Dibyo pun berlasan ketika mendapat saran dari

Fatimah untuk menelepon anak-anaknya.

Page 187: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

169

Fatimah : “Yah, kalau ndak bisa datang, lewat telepon kan bisa Bu

sebagai obat kangen. Ndak ketemu orangnya, ketemu

suaranya kan sudah lumayan ta Bu Dib?”

Bu Dibyo : “Aduh, Bu Fat ini gimana sih, pendengaran suami saya

itu sudah ndak normal Bu, jadi bagaimana mungkin dia

bisa telepon.”

Fatimah : “Apakah sudah dicoba, Bu?”

Bu Dibyo : “Ya, anu e… ya, anu belum sih.”

(44/PPKS/21 Juli 2011)

Pada data (98) terdapat tuturan yang melanggar maksim kualitas. Tuturan

“Aduh, Bu Fat ini gimana sih, pendengaran suami saya itu sudah ndak

normal Bu, jadi bagaimana mungkin dia bisa telepon” yang dituturkan oleh

Bu Dibyo melanggar maksim kualitas karena tidak didasari kenyataan bahwa

pendengaran Pak Dibyo itu sudah tidak normal. Kenyataan yang sebenarnya

bahwa Pak Dibyo itu masih bisa mendengarkan dengan normal yang terbukti

ketika Pak Dibyo berbicara dengan Fatimah masih bisa mendengar dengan baik.

Pak Dibyo masih bisa menangkap yang dikatakan Fatimah. Jadi tuturan dari Bu

Dibyo tersebut termasuk pelanggaran maksim kualitas.

Tuturan Bu Dibyo yang melanggar maksim kualitas tersebut mengandung

sebuah implikatur, yaitu implikatur menolak. Melalui tuturan “Aduh, Bu Fat ini

gimana sih, pendengaran suami saya itu sudah ndak normal Bu, jadi bagaimana

mungkin dia bisa telepon” ini, Bu Dibyo hanya ingin mencari alasan untuk

menolak saran dari Fatimah, yaitu untuk menghubungi anak-anaknya melalui

telepon.

3. Pelanggaran Maksim Relevansi

Maksim relevansi menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan

kontribusi yang relevan dengan masalah pembicaraan. Data yang menunjukkan

pelanggaran maksim relevansi dapat dilihat pada data berikut:

Page 188: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

170

(97) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati dan Fatimah. Terjadi keributan

antara Bu Dibyo dan suaminya di rumah Fatimah. Melihat

ada keributan di rumahnya, Aryati pun menanyakan orang

yang marah-marah tersebut kepada Fatimah, namun

Fatimah justru menyuruh Aryati masuk.

Aryati : “Bunda, siapa sih nenek ini kok marah-marah sama Kakek

sih, Bun?”

Fatimah : “Ti.. Titi.. Titi ke dalam dulu, ya sama Mbak, bunda

baru ada tamu, ayo.. ayo sana!”

Aryati : “Tapi kakek Bun, kasihan kan dimarahin nenek itu.”

Fatimah : “Sssstttt, Titi ke dalam dulu, ya! Nanti Bunda nyusul, oke?”

Aryati : “Oke, Bun. Dada…. Kek.”

(22/PPKS/20 Juli 2011)

Pada data (99) terdapat tuturan yang melanggar maksim relevansi. Tuturan

“Ti.. Titi.. Titi ke dalam dulu, ya sama Mbak, bunda baru ada tamu, ayo..

ayo sana!” dari Fatimah dianggap melanggar maksim relevansi karena yang

dikatakan Fatimah tidak sesuai dengan yang dituturkan oleh Aryati. Aryati

menanyakan nenek-nenek yang marah-marah tersebut kepada Pak Dibyo namun

Fatimah tidak mejawab pertanyaan dari Aryati tetapi justru menyuruh Aryati

untuk ke dalam. Tentu tuturan dari Fatimah tersebut tidak releven dengan tuturan

sebelumnya, yaitu tuturan dari Aryati.

Berdasarkan inferensi yang ada dapat disimpulkan bahwa tuturan Fatimah

yang melanggar maksim relevansi tersebut mengandung implikatur mengalihkan

pembicaraan. Melalui tuturan “Ti.. Titi.. Titi ke dalam dulu, ya sama Mbak, bunda

baru ada tamu, ayo.. ayo sana!”, Fatimah ingin mengalihkan pembicaraan antara

Aryati dan Fatimah. Fatimah tidak ingin Aryati yang masih kecil mengetahui

keributan yang sedang terjadi di rumahnya sehingga Fatimah menyuruh Aryati

untuk masuk ke rumah.

Page 189: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

171

4. Pelanggaran Maksim Pelaksanaan

Maksim cara menghendaki setiap peserta pertuturan berbicara secara

langsung, tidak kabur, tidak taksa, runtut dan tidak berlebihan. Data yang

menunjukkan pelanggaran maksim pelaksanaan dapat dilihat pada data berikut:

(98) Konteks : Tuturan terjadi antara Aryati dan Pak Dibyo. Pak Dibyo

tidak memberitahukan secara jelas dirinya akan pergi.

Aryati : “Memang Kakek mau pergi ke mana?”

Pak Dibyo : “Kakek mau pergi sayang.”

Aryati : “Pergi ke mana, Kek? Kakek ndak boleh pergi!”

“Kakek harus di sini nemenin Titi!”

Pak Dibyo : “Titi, coba lihat ke atas, awan putih berarak indah

sekali, ya Ti. Di atas semua serba indah. Kakek rasanya

ingin terbang ke sana.”

(47/PPKS/22 Juli 2011)

Pada data (100) terdapat tuturan yang melanggar maksim pelaksanaan.

Tuturan dari Pak Dibyo “Titi, coba lihat ke atas, awan putih berarak indah

sekali, ya Ti. Di atas semua serba indah. Kakek rasanya ingin terbang ke

sana” dianggap melanggar maksim pelaksanaan kerena jawaban Pak Dibyo masih

kabur. Aryati menanyakan Pak Dibyo akan pergi ke mana, namun Pak Dibyo

justru memberi jawaban yang tidak jelas ke mana dirinya akan pergi. Tentu hal

tersebut membuat Aryati semakin bingung.

Berdasarkan inferensi yang ada dapat disimpulkan bahwa tuturan Pak

Dibyo yang melanggar maksim pelaksanaan mengandung implikatur menjaga

rahasia. Pak Dibyo berusaha menyembunyikan ke mana dirinya akan pergi ketika

ditanya oleh Aryati. Hal tersebut di lakukan oleh Pak Dibyo untuk menjaga

rahasia kepada Aryati bahwa dirinya merasa akan meninggal dunia. Sehingga

tempat yang di maksud Pak Dibyo dari tuturan tersebut sebenarnya adalah surga

yang digambarkan dengan tempat yang serba indah.

Page 190: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

172

Tabel 2 Pelanggaran Prinsip Kerja Sama

No. Pelanggaran Prinsip

Kerja Sama

Nomor Data Jumlah

Data

1. Maksim Kuantitas 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 13,

15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 23,

26, 28, 30, 33, 34, 35, 36, 37,

39, 40, 41, 42, 43, 45, 46, 49,

50, 51

37

2. Maksim Kualitas 14, 24, 25, 27, 31, 32, 38, 44 8

3 Maksim Relevansi 3, 11, 22 3

4 Maksim Pelaksanaan 29, 47, 48 3

Jumlah Data Pelanggaran Prinsip Kerja Sama 51

Dari tabel di atas terlihat bahwa pelanggaran terhadap maksim kuantitas

paling banyak dilakukan. Hal tersebut dikarenakan dalam acara SRKR “Cinta

yang Hilang” seringkali para tokoh menyampaikan tuturan atau keterangan yang

melebihi dari yang dibutuhkan dalam berkomunikasi.

Page 191: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

173

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Dalam penelitian ini dapat disimpulkan dua hal yang merupakan jawaban

dari rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya. Berikut adalah

simpulan dari penelitian ini.

1. Wujud tindak tutur dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo

Buntung Yogyakarta:

a. Tindak tutur asertif dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo

Buntung Yogyakarta ini ditemukan 7 macam subtindak tutur yang dapat

dikategorikan ke dalam tindak tutur asertif, yaitu memberitahukan,

menjelaskan, membenarkan, menunjukkan, meyakinkan, menegaskan,

dan menyatakan.

b. Tindak tutur direktif dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo

Buntung Yogyakarta ini ditemukan 16 macam subtindak tutur yang dapat

dikategorikan ke dalam tindak tutur direktif, yaitu mempersilakan,

memohon, menasihati, menyarankan, menyuruh, meminta izin, melarang,

mengingatkan, meminta, mengajak, memperingatkan, membujuk,

mendesak, memesan, berharap, dan menolak.

c. Tindak tutur ekspresif dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo

Buntung Yogyakarta ini ditemukan 26 macam subtindak tutur yang dapat

dikategorikan ke dalam tindak tutur ekspresif, yaitu tindak tutur yang

berfungsi untuk meminta maaf, memuji, berterima kasih,

Page 192: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

174

mengungkapkan kesengsaraan, menghibur, mengeluh, mengungkapkan

rasa sedih, mengungkapkan rasa kecewa, menyesal, mengungkapkan

rasa putus asa, mengungkapkan rasa senang, mengungkapkan rasa iri,

mengungkapkan rasa jengkel, menuduh, menyindir, mengungkapkan rasa

cemburu, menyalahkan, mengungkapkan rasa penasaran,

mengungkapkan rasa bingung, menyangkal, mengungkapkan rasa

simpati, mengungkapkan rasa kasihan, mengungkapkan rasa kaget,

mengungkapkan rasa marah, mengungkapkan rasa heran, dan

mengungkapkan rasa malu.

d. Tindak tutur komisif dalam SRKR “Cinta yang Hilang” di Radio Retjo

Buntung Yogyakarta ini ditemukan 3 macam subtindak tutur yang dapat

dikategorikan ke dalam tindak tutur komisif, yaitu menyatakan

kesanggupan, menawarkan, dan berjanji.

2. Dalam SRKR “Cinta yang Hilang”, prinsip kerja sama banyak diwujudkan

dalam bentuk pelanggaran prinsip kerja sama pada semua maksimnya, yaitu

maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim

pelaksanaan. Pelanggaran paling banyak ialah terhadap maksim kuantitas,

yang diikuti oleh maksim kualitas, kemudian maksim pelaksanaan dan

maksim relevansi.

B. Saran

Dalam penelitian ini penulis menyadari akan keterbatasan waktu, biaya,

dan kemampuan penulis sehingga masih banyak permasalahan yang belum sempat

terungkap. Oleh sebab itu, penulis berharap penelitian masalah kajian pragmatik,

khususnya tindak tutur dan pelanggaran prinsip kerja sama dalam sandiwara radio

Page 193: digilib.uns.ac.id/Tindak-Tutur...digilib.uns.ac.id

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

175

dapat dilakukan lebih lanjut, mendalam, dan lebih bervariasi lagi. Semoga

penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai referensi untuk

penelitian selanjutnya.