106
PERTAMBANGAN DAN ENERGI

 · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

  • Upload
    vankiet

  • View
    217

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

PERTAMBANGAN DAN ENERGI

Page 2:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional
Page 3:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

B A B IXPERTAMBANGAN DAN ENERGI

A. PERTAMBANGAN

1. PendahuluanKrisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan

titik tolak perkembangan masalah energi nasional selanjutnya, yaitu dengan semakin langkanya sumber energi sedangkan kebu-tuhan dalam negeri semakin meningkat. Berdasarkan hal di atas, maka kebijaksanaan-kebijaksanaan energi nasional haruslah da-pat menjamin kesinambungan dan keseimbangan yang optimal antara penyediaan dan kebutuhan energi agar dapat mendorong proses pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Kebijaksanaan tersebut dilandaskan pada azas bahwa sumber daya energi terutama minyak bumi harus digunakan sehemat mungkin dan sebijaksana mungkin, oleh karena sampai dengan tahun kedua program pembangunan nasional Repelita III sektor per-tambangan dan energi, khususnya minyak dan gas bumi tetap memegang peranan yang penting sebagai sumber penerimaan negara yang utama untuk pembiayaan pembangunan nasional serta peranannya sebagai pendukung utama konsumsi energi nasional.

Dalam tahun ke dua Repelita III, jumlah ekspor minyak dan gas bumi mengalami penurunan, namun penerimaan devisa negara menunjukkan kenaikan yang cukup besar, bahkan dapat melam-paui target yang ditetapkan dalam APBN 1980/81. Hal ini disebab-kan kenaikan harga minyak mentah di pasaran internasional seba-gai akibat adanya permintaan yang tidak dapat lagi diimbangi oleh penawaran.

Demikian pula dalam rangka usaha untuk memenuhi kebu-tuhan akan bahan bakar minyak dalam negeri telah dilaksanakan persiapan pembangunan Kilang Dumai Unit Hydro cracker dan perluasan Kilang Balikpapan dan Kilang Cilacap.

Sehubungan dengan langkah usaha dalam pengembangan sumber energi di luar minyak, khususnya untuk pengembangan

477

Page 4:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

tambang batubara, maka telah dibentuk PT. Tambang Batubara Bukit Asam, yang sebagian besar dari produksinya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar PLTU Suralaya, Unit I dan II yang pembangunannya direncanakan selesai pada tahun 1985.

Hasil-hasil produksi di bidang pertambangan nasional dalam tahun ke dua Repelita III pada umumnya mengalami kenaikan, meskipun beberapa bahan tambang mengalami penurunan pro-duksi. Demikian pula kegiatan inventarisasi dan penyelidikan mineral yang meliputi kegiatan penyelidikan dan pemetaan geologi serta eksplorasi untuk mencari cadangan baru mineral masih perlu dilanjutkan dan ditingkatkan untuk menjamin kelangsungan produksi dan kemungkinan peningkatannya.

Beberapa hasil produksi tambang Indonesia dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81 adalah seperti yang terlihat pada Tabel IX-1.

TABEL IX — 1

PRODUKSI HASIL-HASIL PERTAMBANGAN,1978/79 — 1980/81

Jenis. Bahan Tambang

Satuan 1978/79

1979/80 1980/81

Minyak Bumi Juta 589,2 577,2 581,1 Gas Bumi Milyar Kaki kubik 868,2 1.028,8 1.046,0Batubara Ribu ton 256,0 267,3

329,3Bijih Timah Ribu ton 27,4 30,2 33,6Bijih Nikel Ribu ton 1.178,

0 1.771,5 1.339,3

Bauksit Ribu ton 964,9 1.160,7 1.269,9Pasir Besi Ribu ton 120,2 78,5 56,5E m a s Kg 220,3 197,41)

233,9P e r a k Kg 2.216,0

1.806,0 2.374,0Konsentrat Tembaga Ribu ton 184,9 188,5

178,71) Angka diperbaiki2) Angka sementara

478

Page 5:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

2. Perkembangan Hasil Pertambangan

a. Minyak BumiPada tahun kedua Repelita III produksi minyak bumi Indone-

sia adalah sebesar 581,1 juta barrel yang berarti 9,1 juta barrel atau 1,6% lebih tinggi dari proyeksi semula sebesar 572 juta barrel. Bila dibandingkan dengan produksi pada tahun pertama Repelita I I I hal ini berarti kenaikan sebesar 3,9 juta barrel atau 0,7% dalam tahun 1980/81. Dari jumlah produksi tersebut, 382,9 juta barrel ada-lah produksi dari daratan dan 198,2 juta barrel adalah produksi dari lepas pantai.

Kegiatan eksplorasi terus dilakukan dan dikembangkan untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan produksi. Dalam tahun 1980 telah dibor sebanyak 197 sumur yang berarti kenaikan sebesar 29,6% dibandingkan dengan pemboran 152 sumur pada tahun 1979. Penemuan sumur minyak dan gas tahun 1980 adalah sebanyak 89 sumur, yang berarti suatu kenaikan 64,8% jika dibandingkan dengan tahun 1979 sebanyak 54 sumur.

Demikian pula kegiatan survai seismik berkembang dengan pesat sehingga dalam tahun 1980 telah dapat diselesaikan 49.977 Km lintasan yang berarti kenaikan sebesar 54,1% dibandingkan dengan 32.441 Km lintasan pada tahun 1979.

Dengan ditandatangani nya 11 kontrak bagi hasil baru pada tahun 1980, diharapkan kegiatan eksplorasi minyak akan lebih meningkat lagi sehingga sasaran produksi minyak bumi dalam Repelita III sebesar 1,8 juta barrel/hari diharapkan akan dapat tercapai.

Perkembangan produksi minyak bumi dari tahun 1978/79 sam-pai dengan 1980/81 dapat dilihat pada Tabel IX—2 dan Grafik IX—1.

Pengilangan

Kebutuhan bahan bakar minyak untuk perbekalan dalam ne-geri meningkat terus sesuai dengan laju pembangunan nasional disegala bidang. Kenaikan kebutuhan bahan bakar minyak rata-rata13-15% tiap tahun selama Repelita I dan II, sehingga dalam jangkawaktu 10 tahun kebutuhan BBM akan meningkat dengan 2,7 kali.Pada saat ini kapasitas kilang-kilang yang ada di Pangkalan-brandan, Sungai Gerong, Plaju, Balikpapan, Wonokromo, Cepu, Su-ngaipakning, Dumai dan Cilacap sebesar sekitar 425 ribu barrel tiap

479

Page 6:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

TABEL IX — 2PRODUKSI MINYAK BUMI (MENTAH),

1978/79 — 1980/81(juta barrel)

Tahun Produksi pada LokasiDaratan Lepas pantai Jumlah

1978/79 392,3 196,9 589,21979/80 379,3 197,9 577,21980/81 *) 382,9 198,2 581,1

*) Angka sementara

hari sudah tidak dapat mencukupi lagi, sehingga pengadaan tam-bahan bahan bakar minyak telah diusahakan melalui pengolahan minyak mentah di Kilang Singapura dan impor.

Sehubungan dengan masalah tersebut, maka pada permulaan tahun 1980 telah mulai dipersiapkan pembangunan Kilang Dumai Unit Hydro cracker dengan kapasitas 85 ribu barrel tiap hari dengan bahan baku residu yang rendah kadar sulfur nya (LSWR), dan perluasan Kilang Cilacap dan Balikpapan dengan tambahan kapasitas masing-masing 200 ribu barrel 'per hari dengan bahan baku minyak bumi Indonesia. Pembangunan proyek ini diharapkan selesai pada tahun 1983. Di samping usaha tersebut pada saat ini sedang diadakan penelitian dan perencanaan untuk membangun kilang baru yang mempunyai kapasitas 200 ribu barrel per hari dan pembangunannya diharapkan selesai pada tahun 1985.

Dengan selesainya pembangunan perluasan kilang-kilang besar tersebut, maka diharapkan pada tahun 1984 kebutuhan BBM dalam negeri dapat dipenuhi dari hasil kilang dalam negeri sendiri, bahkan diharapkan dapat mengekspor beberapa jenis BBM ke negara tetangga ASEAN.

Tabel IX—3 dan Grafik IX—2 menunjukkan angka-angka peng-ilangan minyak bumi dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81.

480

Page 7:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 1

PRODUKSI MINYAK BUMI (MENTAH),1978/79 – 1980/81

481

Page 8:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

TABEL IX — 3PENGILANGAN MINYAK BUM.

1978/79 — 1980/81

Tahun

(juta barrel)

Kilangdalam negeri

Kilangluar negeri Jumla

h1978/79 105,8 52,4 158

,21979/80 123,6 71,4 195,01980/81*) 124,9 63,7 188,6

*) Angka

E k s p o rVolume ekspor minyak bumi pada tahun 1980181 mengalami

penurunan sebesar 11,2 juta barrel atau 2,9% dibandingkan dengan tahun 1979/80, sedang nilai ekspor mengalami kenaikan sebesar 40%. Kenaikan nilai ekspor minyak bumi ini disebabkan adanya kenaikan harga minyak bumi di pasaran internasional. Selama tahun 1980/81 Pemerintah telah 2 kali melakukan penyesuaian harga minyak bumi Indonesia, yaitu pada tanggal 20 Mei 1980 dan terakhir pada tanggal 1 Januari 1981.

Untuk hasil-hasil minyak, volume ekspor mengalami kenaikan sebesar 5,6 juta barrel atau 10,1%, sedangkan nilai ekspor naik sebesar 46%.

Tabel IX—4 dan Grafik IX—3 menunjukkan volume ekspor minyak bumi dan hasil minyak dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81.Pemasaran Dalam Negeri

Jumlah penjualan bahan bakar minyak, di dalam negeri selama tahun kedua Repelita III adalah 142,8 juta barrel, yang berarti kenaikan sebesar 12,4 juta barrel atau 9,5% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan pemakaian bahan bakar minyak

482

Page 9:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 2PENGGILINGAN MINYAK BUMI,

1978 – 1980/81

483

Page 10:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

TABEL IX — 4EKSPOR MINYAK BUMI DAN HASIL MINYAK,

1978/79 — 1980/81(juta barrel)

Tahun Minyak bumi Hasil minyak Jumla1978/79 463,3 46,2 509,

5979/80 392,1 55,2 447,31980/81*) 380,9 60,8 441,7*) Angka

ini disebabkan oleh peningkatan pemakaian bahan bakar tersebut untuk sektor industri dan perhubungan selaras dengan laju pe-ningkatan kegiatan pembangunan nasional.

Peningkatan pemakaian bahan bakar minyak mengakibatkan juga kenaikan pemakaian minyak pelumas sebesar 13 ribu barrel atau 1,4% selama tahun 1980/81 dibandingkan dengan tahun 1979/80.

Tabel IX—5 dan Grafik IX—4 memperlihatkan pemasaran hasil minyak bumi di dalam negeri dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81.

Dalam rangka usaha untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak dalam negeri yang terus menerus meningkat, maka selain dilakukan usaha penambahan kapasitas kilang, telah diusahakan pula peningkatan penambahan sarana penyaluran/distribusi BBM yang meliputi pembangunan depot baru dan perluasan depot lama, pelabuhan BBM, tangki penimbunan kapal tanker, tangki truk, tangki kereta api, pipa penyalur station pompa BBM untuk umum dan lain sebagainya.

Pembangunan peningkatan kapasitas depot timbun yang telah selesai dilaksanakan dalam tahun 1980/81 meliputi depot Plum-pang, Sibolga, Teluk Bayur, Lhok Seumawe, Panjang, Pangkalan Balam, Malang, Banjarmasin, Kupang, Tanjung Perak dan Bitung hingga keseluruhannya mempunyai kapasitas penimbunan sebe-sar 65 ribu kiloliter. Di samping itu juga telah dimulai pemba-

484

Page 11:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 3EKSPOR MINYAK BUMI DAN HASIL MINYAK,

1978 – 1980/81

485

Page 12:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

TABEL IX— 5

PEMASARAN HASIL MINYAK BUMI DI DALAM NEGERI,

1978/79 — 1980/81(ribu barrel)

Jenis bahan/hasil 1978/79 1979/80

1980/811

)

Bahan bakar minyak 2) 119.888 130.372

142.786

Bahan pelumas 800 899 912

Hasil-hasil khusus danbahan kimia 2.220 2.334 2.034

1) Angka sementara2) Termasuk aviation Gasoline dan

Bunker Oil yang dijual untuk kapal terbang dan kapal laut asing yang berlabuh di pelabuh-an Indonesia, serta pemakaian sendiri

ngunan depot-depot baru di wilayah Indonesia bagian Barat dan Tengah yaitu di Bengkulu, Meulaboh, Labuhan Bilik, Pulau Batam, Ketapang dan Palangkaraya yang masing-masing mempunyai ka-pasitas timbun sebesar 5.000 kiloliter.

Selanjutnya dari 15 buah Base Depot dan 28 buah Sub Depot yang direncanakan pembangunannya di wilayah Indonesia bagian Timur telah mulai beroperasi Base Depot Badas dan Sub Depot Bima untuk propinsi Nusa Tenggara Barat, Base Depot di Donggala, Poso dan Luwuk untuk propinsi Sulawesi Tengah, Base Depot Waingapu untuk Nusa Tenggara Timur, Base Depot Kendari untuk Sulawesi Tenggara dan Base Depot Ternate di propinsi Maluku.b. Gas Bumi

Produksi gas bumi pada tahun 1980/81 adalah sebesar 1.046,0 milyar kaki kubik dan bila dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya mengalami kenaikan sejumlah 17,2 milyar kaki kubik atau 1,7%. Sedangkan gas bumi yang dimanfaatkan pada tahun ke dua Repelita III tersebut adalah 814,8 milyar kaki kubik, yang ber-

486

Page 13:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 4PEMASARAN HASIL BUMI DI DALAM NEGERI,

1978/79 – 1980/81

487

Page 14:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

arti adanya kenaikan sebesar 19,7 milyar kaki kubik atau 2,5% di-bandingkan dengan pemanfaatan tahun sebelumnya.

Tabel IX—6 dan Grafik IX—5 memperlihatkan angka-angka produksi dan pemanfaatan gas bumi dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81.

TABEL IX — 6PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI,

1978/79 — 1980/81(milyar kaki kubik)

Tahun Produksi Pemanfaatan

1978/79 868,2 650,61979/80 1.028,8 795,11980/81 *) 1.046,0 8.14,8

*) Angka sementara

Dalam pada itu salah satu bentuk pemanfaatan gas bumi yang amat menonjol dalam perekonomian Indonesia ialah LNG (gas yang di cairkan) sebagai sumber daya hidrokarbon untuk diekspor.

Produksi LNG dalam tahun 1980/81 mengalami kenaikan sebe-sar 74.662 ribu MMBTU atau 19,9% dibandingkan tahun sebelum-nya. Demikian pula volume ekspor menunjukkan kenaikan sebesar 83.279 ribu MMBTU atau 23,0% dibandingkan dengan tahun 1979/80. Perkembangan produksi dan ekspor LNG dari tahun 1978/79 sam-pai dengan tahun 1980/81 tampak dalam Tabel IX—7 dan Grafik IX-6.

c. BatubaraDalam rangka pengembangan batubara, khususnya batubara

Bukit Asam, maka pada bulan Maret 1981 telah dibentuk PT. Tam-bang Batubara Bukit Asam yang sebagian besar dari hasil produk-sinya direncanakan untuk suplai bahan bakar bagi PLTU Suralaya Unit I dan II.

488

Page 15:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 5PRODUKSI PEMANFAATAN GAS BUMI,

1978/79 – 1980/81

489

Page 16:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

TABEL IX – 7PRODUKSI DAN EKSPOR LNG 1),

1978/79 -1980/81( ribu MMBTU 2) )

Tahun Produksi Ekspor

1978/79 227.534,6 221.685,1979/80 374.685,8 361.482,1980/81 449.347,5 444.761,

61) Liquefied Natural Gas2) Million British Thermal UnitProduksi batubara tahun 1980/81, yang dihasilkan di daerah

penambangan Ombilin di Sumatera Barat yang dikelola oleh PN. Batubara dan di Bukit Asam, Sumatera Selatan adalah sebesar 329,3 ribu ton yang berarti kenaikan sebesar 62,0 ribu ton atau 23,2% bila dibandingkan dengan produksi tahun 1979/80.

Hasil produksi batubara dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81 dapat dilihat pada Tabel IX—8 dan Grafik IX—7.

TABEL IX — 8PRODUKSI BATUBARA,

1978/79 — 1980/81(ribu ton)

Tahun Produksi pada Unit Jumlah

Ombilin Bukit Asam

1978/79 86,0 170,0 256,01979/80 96,3 171,0 267,31980/81 171,6 157,7 329,3d. Timah

Sampai saat ini usaha penambangan timah yang dikelola oleh PT. Tambang Timah menunjukkan pertumbuhan yang menggembi-490

Page 17:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 6PRODUKSI DAN EKSPOR LNG,

1978/79 – 1980/81

491

Page 18:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 7PRODUKSI BATUBARA,

1978/79 – 1980/81

492

Page 19:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

rakan dengan semakin mantapnya kegiatan produksi. Di samping itu pengusahaan penambangan timah juga dilakukan oleh perusahaan swasta nasional dalam rangka kontrak dengan PT. Tambang Timah dan perusahaan asing dalam rangka Kontrak Karya dengan Pemerintah.

Produksi

Dalam tahun 1980/81, produksi bijih timah dan logam timah mencapai 33,6 ribu ton dan 31,2 ribu ton, dengan demikian memperlihatkan peningkatan bila dibandingkan dengan produksi pada tahun 1979/80, yaitu sebesar 3,4 ribu ton atau 11,3% untuk bijih timah dan 2,8 ribu ton atau 9,9% untuk logam timah.

Peningkatan produksi ini dicapai baik karena adanya usaha peningkatan peralatan penambangan dan pengolahan bijih timah, maupun karena pembukaan tambang-tambang baru. Dalam rangka perluasan pabrik peleburan timah Mentok di Bangka telah dilaksanakan pembangunan satu buah tanur tetap berkapasitas 6.000 ton yang pembangunannya ditangani oleh tenaga-tenaga Indonesia dan diharapkan selesai pada tahun 1981. Dengan penambahan tanur baru ini, pabrik peleburan timah nantinya akan mampu melebur39.000 ton timah per tahun, hingga produksi logam timah akan dapat lebih di-tingkatkan lagi.

Tabel IX—9 dan Grafik IX—8 memperlihatkan angka produksi bijih dan logam timah untuk 1978/79 - 1980/81.

TABEL IX — 9PRODUKSI BIJIH DAN LOGAM TIMAH,

1978/79 — 1980/81(ribu ton)

Tahun Bijih Timah Logam Timah

1978/79 27,4 24,3

1979/80 30,2 28,4

1980/81 33,6 31,2

493

Page 20:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 8

PRODUKSI BIJIH DAN LOGAM TIMAH,1978/79 – 1980/81

494

Page 21:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

EksporRealisasi ekspor logam timah pada tahun 1980/81 adalah

sebesar 31,3 ribu ton, yang berarti mengalami kenaikan sebesar 4,1 ribu ton atau 15,1% bila dibandingkan dengan ekspor pada tahun 1979/80. Demikian pula hasil penjualan logam timah di dalam negeri dalam tahun 1980/81 mengalami kenaikan sebesar 53,1 ton atau 16,9% dibandingkan dengan hasil penjualan tahun sebelumnya. Tabel IX—10 dan Grafik IX—9 dan Tabel IX—11 dan Grafik IX—10 masing-masing menunjukkan realisasi ekspor logam timah dan penjualan logam timah dalam negeri dari tahun 1978/79 sampai dengan 1980/81.

TABEL IX — 10.EKSPOR LOGAM TIMAH,

1978/79 — 1980/81(ribu ton)

Tahun Logam Timah 1978/79 25,6

1979/80 27,21980/81 31,3

TABEL IX — 11PENJUALAN LOGAM TIMAH DI DALAM NEGERI,

1978/79 — 1980/81(ton)

TahunPenjualan

Dalam Negeri

1978/79 416,41979/80 314,41980/81 367,5

495

Page 22:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 9

EKSPOR LOGAM TIMAH,1978/79 – 1980/81

496

Page 23:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 10

PENJUALAN LOGAM TIMAH DI DALAM NEGERI,1978/79 – 1980/81

497

Page 24:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

e. NikelPengelolaan tambang bijih nikel yang terletak di daerah

Poma-laa, Sulawesi Tenggara dan di Pulau Gebe dilaksanakan oleh Unit Pertambangan Nikel dari PT. Aneka Tambang. Sepanjang tahun 1980/81 tingkat produksi bijih nikel yang dicapai adalah 1.339,3 ribu ton, berarti adanya penurunan sejumlah 432,2 ribu ton atau 24,4% dibandingkan dengan tahun 1979/80. Kemunduran dalam produksi bijih nikel disebabkan karena unit produksi Pomalaa sedang mengalami rehabilitasi. Jumlah ekspor yang tercatat untuk tahun 1980/81 adalah 1.238,7 ribu ton, hingga jumlah kenaikannya adalah 46,3 ribu ton atau 3,9% dibandingkan realisasi ekspor tahun sebelumnya.

Tabel IX—12 dan Grafik IX—11 memuat angka produksi dan ekspor bijih nikel dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81.

Di samping itu di daerah Pomalaa, Sulawesi Tenggara, PT. Aneka Tambang juga mengolah bijih nikel menjadi feronikel yang ber kadar 20% Ni. Produksi dan ekspor feronikel pada tahun 1980/81 masing-masing adalah sebesar 4.506,4 ton dan 4.433,7 ton yang berarti kenaikan 506,9 ton atau 12,7% untuk produksi dan kenaikan 882,0 ton atau 24,8% untuk ekspor bila dibandingkan dengan produksi dan ekspor pada tahun 1979/80.

TABEL IX – 12PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL,

1978/79 - 1980/81(ribu ton)

Tahun Produksi Ekspor

1978/79 1.178,0 887,61979/80 1.771,5 1.192,41980/81 1:339,3 1.238,7

Tabel IX—13 menunjukkan angka produksi dan ekspor nikel dalam feronikel dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81. Penambangan nikel di Soroako, Sulawesi Selatan diusahakan oleh

498

Page 25:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 11PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL,

1978/79 – 1980/81

499

Page 26:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

TABEL IX — 13

PRODUKSI DAN EKSPOR NIKEL DALAM FERONIKEL,19.78/79 — 1980/81

(ton)

Tahun Produksi Ekspor

1978/79

4.403,8 5.112,01979/8

03.999,5 3.551

,71980/8 4.506.4 4.433.7

PT. Internasional Nikel Indonesia (PT. INCO), yaitu dengan meng-olah bijih nikel menjadi nikel matte yang ber kadar ± 75% Ni untuk diekspor.

Dari Tabel IX—14 dan Grafik IX—12 dapat dilihat perkem-bangan produksi dan ekspor nikel matte dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81.

TABEL IX — 14PRODUKSI DAN EKSPOR NIKEL MATTE,

1978/79 — 1980/81(ton)

Tahun Produksi Ekspor

1978/79 5.705 7.4201979/80 12.381 10.78

91980/81 17.827 19.89

f. BauksitUnit Pertambangan Bauksit, PT. Aneka Tambang melaksana-

kan usaha penambangan bauksit di lima daerah yang meliputi Ki-jang Angkut, Tembiling, Kelong dan Koyang.

Tingkat produksi bauksit yang dicapai pada tahun 1980/81 ber-jumlah 1.269,9 ribu ton, sedangkan angka ekspor yang tercatat adalah 1.223,3 ribu ton. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, maka terjadi peningkatan sebesar 109,2 ribu ton atau 9,4% untuk produksi dan kenaikan 55,0 ribu ton atau 4,7% untuk ekspor.

500

Page 27:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 12PRODUKSI DAN EKSPOR NIKEL MATTE,

1978/79 – 1980/81

501

Page 28:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

Gambaran produksi dan ekspor bauksit selama 1978179 sampai dengan 1980181 tampak pada Tabel IX—15 dan Grafik IX—13.

TABEL IX — 15PRODUKSI DAN EKSPOR BAUKSIT,

1978/79 — 1980/81(ribu ton)

Tahun Produksi Ekspor

1978/79 964,9 981,1979/80 1.160,7 1.161980/81 1.269,9 1.22

g. Pasir besiSejak tahun 19'70, Unit Pertambangan Pasir besi dari PT. Aneka

Tambang melakukan eksploitasi pasir besi di daerah pantai Cila-cap dan Pelabuhan Ratu.

Dalam tahun-tahun pertama, produksi dan ekspor meningkat untuk memenuhi perjanjian kontrak dengan Jepang. Sejak ber-akhirnya kontrak tersebut sampai saat ini belum dapat dicarikan pemasarannya, yang berakibat menurunnya produksi.

Seperti tahun sebelumnya produksi pasir besi tahun 1980/81 kembali mengalami penurunan produksi. Pemasaran dalam negeri hanya terbatas pada pemenuhan kebutuhan pabrik-pabrik semen, yang jumlah pemakaiannya relatif kecil.

Dewasa ini sedang dilaksanakan penelitian-penelitian dalam rangka rencana pengembangan usaha pertambangan pasir besi di daerah pantai selatan Yogyakarta, untuk suplai kebutuhan PT. Krakatau Steel.

Tabel IX—16 dan Grafik IX—14 menunjukkan angka produksi dan ekspor pasir besi dari tahun 1978179 sampai dengan tahun 1980181.h. Emas dan Perak

Emas dan perak selain dihasilkan dari tambang emas Cikotok, Jawa Barat, yang dikelola oleh Unit Pertambangan Emas dari PT. Aneka Tambang, juga dihasilkan oleh tambang-tambang rakyat

502

Page 29:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional
Page 30:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional
Page 31:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 13PRODUKSI DAN EKSPOR BAUKSIT,

1978/79 – 1980/81

503

Page 32:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

TABEL IX — 16PRODUKSI DAN EKSPOR PASIR BESI,

1978/79 — 1980/81(ribu ton)

Tahun Produksi Ekspor

1978/79 120,2 66,51979/80 78,5 9,51980/81 56,5 35,1

yang diusahakan secara sederhana. Di samping itu emas dan perak juga dihasilkan oleh Freeport Indonesia Inc di daerah Tembagapura (Irian Jaya) sebagai logam ikutan yang terkandung dalam konsentrat tembaga yang dihasilkan.

Pembukaan daerah penambangan baru di Lebak Sembada serta penyempurnaan yang dilakukan pada proses pengolahan bi-jih emas dalam tahun 1980, telah dapat meningkatkan produksi emas dan perak PT. Aneka Tambang. Produksi emas dan perak pada tahun 1980/81 masing-masing sebesar 233,9 kilogram dan 2.374 kilogram, yang berarti mengalami kenaikan 36,5 kilogram atau sebesar 18,5% untuk emas dan kenaikan 568 kilogram atau 31,5% untuk produksi perak.

Tabel IX—17 dan Grafik IX—15 dan Tabel IX—18 dan Grafik IX—16 masing-masing menunjukkan produksi dan penjualan dalam negeri logam emas dan perak dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81.

i. TembagaPenambangan bijih tembaga dilaksanakan oleh Freeport In-

donesia Inc di daerah Tembagapura, Irian Jaya. Produksi tembaga pada tahun 1980/81 mengalami penurunan, hal mana disebabkan karena tingkat harga di pasaran internasional masih belum men-capai tingkat harga tertinggi yang dicapai sebelumnya.

Tabel IX—19 dan Grafik IX—17 menunjukkan angka produksi dan ekspor tembaga dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1980/81.

504

Page 33:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 14PRODUKSI DAN EKSPOR PASIR BESI,

1978/79 – 1980/81

505

Page 34:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

TABEL IX — 17PRODUKSI DAN PENJUALAN LOGAM EMAS

DI DALAM NEGERI,1978/79 — 1980/81

(kilogram)

Penjualan TahunProduksi Dalam Negeri

1978/79 220,3 250,91979/80 197,4 *) 186,2

1980/81 233,9 251,1 *)

Angka diperbaiki

TABEL IX — 18

PRODUKSI DAN PENJUALAN LOGAM PERAKDI DALAM NEGERI,

1978/79 — 1980/81(kilogram)

Penjualan TahunProduksi Dala m Neger i

1978/79 2.216 2.3971979/80 1.806 1.7591980/81 2.374 1.485

j. GranitBatu granit selama ini diusahakan penambangan nya oleh PT.

Karimun Granit di daerah pulau Karimun.Produksi, penjualan dalam negeri dan ekspor pada tahun 1980

mengalami kenaikan yang cukup besar bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu sebesar 247,8 ribu ton atau 36,5% untuk

506

Page 35:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 15PRODUKSI DAN PENJUALAN LOGAM DI DALAM NEGERI,

1978/79 – 1980/81

507

Page 36:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 16PRODUKSI DAN PENJUALAN LOGAM PERAK DI DALAM NEGERI,

1978/79 – 1980/81

508

Page 37:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

produksi dan 296,5 ribu ton atau 150,2% untuk penjualan dalam negeri dan 107,9 ribu ton atau 26,3% untuk ekspor.

TABEL IX — 19PRODUKSI DAN VOLUME EKSPOR KONSENTRAT

TEMBAGA, 1978 — 1980

(ribu ton kering)

Tahun Produksi Volume Ekspor

1978 184,9*) 167,8

*)1979 188,5*) 186,

9*)

1980 178,7 132,8

*) Angka diperbaiki

Tabel IX—20 menunjukkan angka produksi, penjualan dalam negeri dan ekspor batu granit dari tahun 1978 sampai dengan tahun 1980.

TABEL IX — 20PRODUKSI, EKSPOR DAN PENJUALAN DALAM NEGERI

BATU GRANIT,1978 — 1980

(ribu ton)

Tahun Produksi Ekspor Penjualan

dalam 1978 495,3 264,7 363,3*)1979 678,2 411,0 197,41980 926,0 518,9 493,9

*) Angka diperbaiki

509

Page 38:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 17PRODUKSI DAN VOLUME KONSENTRAT TEMBAGA,

1978 – 1980

510

Page 39:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

k. Bahan-bahan tambang lainHasil bahan-bahan tambang lainnya terdiri dari mangaan, as-

pal, yodium, belerang, fosfat, asbes, kaolin, pasir kwarsa, marmer, gamping, lempung, feldspar, kalsit, yarosit dan bentonit. Penambangannya dilaksanakan oleh perusahaan milik negara, perusahaan milik Pemerintah Daerah, serta perusahaan swasta nasional.

Pada umumnya bahan-bahan tambang ini adalah untuk kon-sumsi dalam negeri, walaupun beberapa di antaranya ada yang diekspor. Kegiatan ekspor belum dapat dilakukan secara kontinyu oleh karena belum adanya ikatan perjanjian jual beli dengan pihak luar negeri. Dengan demikian ekspor hanya dilakukan bila ada permintaan, sehingga tingkat ekspor masih bervariasi dari tahun ke tahun.

Tabel IX--21, Tabel IX-22 dan Tabel IX-23 memperlihatkan angka produksi, penjualan dalam negeri dan ekspor bahan-bahan tambang tersebut dari tahun 1978 sampai dengan tahun 1980.

TABEL IX - 21PRODUKSI BAHAN TAMBANG USAHA SWASTA NASIONAL,

PERUSAHAAN DAERAH, DAN LAINNYA,1978 – 1980

Bahan Tambang Satuan 1978 1979 1980

Mangaan Ton 5.889 6.909 2.602Aspal Ton 161.817 80.601 173.018Yodium Kilogram 7.253 25.287 29.306Belerang Ton 204 179 105Fosfat Ton 6.071*) 5.323*) 11.111Asbes Ton 31 - *) 15Kaolin Ton 37.115 58.529*) 75.647Pasir Kwarsa Ton 310.051 106.244 260.074Marmer M3 slabs 33.496 25.216 25.315

Gamping (bahan semen) Ton 1.657.528 2.690.439 7.605.644Lempung (bahan semen) Ton 332.152 583.522 1.716.811Feldspar Ton 6.166 13.721 12.226

Kalsit Ton 3.485 2.764 1.704Yarosit Ton 274 341 1.196Bentonit Ton 4.191 2.847 6.396

*) Angka diperbaiki

511

Page 40:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

TABEL I X - 2 2

PENJUALAN DALAM NEGERI BAHAN TAMBANG USAHA

SWASTA NASIONAL, PERUSAHAAN DAERAH DAN LAIN-LAINNYA,

1978 – 1980

Bahan Tambang Satuan 1978 1979 1980

Mangan ton 4.137 2.321 2.137Aspal ton 119.790 16.551 85.800

Yodium Kg 3.980 19.957 6.847

Belerang ton – 54 105

Fosfat ton 1.235 1.404 8.429

Asbes ton 10 5 15

Feldspar ton 6.166 9.821 11.851Kaolin ton 29.798 47.333 67.561Pasir Kwarsa ton 108.180 100.557 120.722Marmer M³ slabs 32.951 28.747 24.224

Kalsit ton 3.481 2.431 1.493

Yarosit ton 176 98 237

Bentonit ton 1.635 3.607 5.057

TABEL IX - 2 3

EKSPOR BAHAN TAMBANG USAHA SWASTA NASIONAL,PERUSAHAAN DAERAH DAN LAINNYA,

1978 – 1980

Bahan tambang Satuan 1978 1979 1980

Mangan ton 1.580 – 10

Yodium kilogram 78 14.700 27.890512

Page 41:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

Kaolin ton 2.427 1.550 1.029

Page 42:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

3. Kegiatan PenunjangDalam rangka mendukung usaha peningkatan dan pengem-

bangan potensi pertambangan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang, berbagai kegiatan seperti inventarisasi dan eks-plorasi bahan galian, penelitian teknologi pengolahan maupun metode penambangan, pendidikan dan latihan, serta penyediaan fasilitas operasional dan penelitian terus dilanjutkan dan ditingkatkan.

Sehubungan dengan hal di atas, telah dilaksanakan usaha pengembangan pertambangan yang tersebar di daerah-daerah wilayah pertambangan dan energi, kegiatan bimbingan dan pembinaan penambangan untuk lebih menunjang dan meningkatkan pertumbuhan usaha pertambangan daerah, swasta nasional maupun rakyat. Suatu kegiatan yang tidak kalah pentingnya adalah persiapan suatu pusat informasi mineral.

Untuk memperoleh data sumber dan potensi bahan galian yang lebih lengkap dan terperinci dilanjutkan pula kegiatan inventari -sasi dan eksplorasi mineral logam, mineral industri dan batubara, serta analisa data pemetaan dan penyelidikan mineral di daerah. Demikian pula dalam usaha penanggulangan bencana alam dila-kukan penyelidikan, pengamatan dan pemetaan geologi gunung api, serta pengembangan laboratorium gunung api.

Kegiatan survai dan pengujian potensi sumber panas bumi le-bih giat dilakukan sebagai usaha penunjang dalam pengembangan sumber-sumber energi di luar minyak dan gas bumi. Di samping itu kegiatan penelitian yang berkaitan dengan masalah kelestarian lingkungan juga telah dilaksanakan baik untuk lingkungan daerah-daerah penambangan maupun dalam hubungannya dengan tata lingkungan daerah dan kota, serta konservasi air tanah.

Program pendidikan dan latihan pada pusat pendidikan teknologi mineral di Bandung lebih ditingkatkan lagi untuk mempersiapkan serta meningkatkan kemampuan, ketrampilan dan keahlian tenaga-tenaga pertambangan dalam melaksanakan baik tugas-tugas teknik maupun non teknik. Sedangkan program pendidikan dan latihan untuk bidang minyak dan gas bumi tetap dise-

513

Page 43:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

lenggarakan di pusat pendidikan teknologi minyak dan gas bumi yang berkedudukan di Cepu.B. ENERGI

1. PendahuluanMasalah energi merupakan salah satu masalah yang mendapat

perhatian utama dari Pemerintah. Selama Repelita I dan Repelita II penyediaan energi belum merupakan masalah karena masih dapat dipenuhi nya kebutuhan energi untuk berbagai sektor dengan baik. Pertumbuhan penduduk yang pesat serta pening-katan industrialisasi menyebabkan keperluan akan kebijaksanaan ataupun pengaturan tata-energi secara terpadu. Kebijaksanaan ataupun pengaturan tersebut mengatur pengembangan serta pe-manfaatan berbagai sumber daya energi secara efisien dengan tetap memperhatikan kelestarian tata lingkungan.

Dalam Repelita I I I sasaran pokok daripada kebijaksanaan energi adalah mengurangi ketergantungan pada minyak bumi dan berangsur-angsur ber alih dari perekonomian mono energi ke perekonomian poli energi. Sebagaimana diketahui minyak bumi se-lain merupakan sumber energi utama, juga merupakan sumber devisa dari negara. Di samping itu minyak bumi merupakan sumber energi yang tidak bisa di perbaharui.

Selain minyak bumi, Indonesia mempunyai berbagai sumber energi lain yang besar potensinya seperti batubara, panas bumi, tenaga air dan energi non konvensional.

Untuk mencapai sasaran kebijaksanaan energi, akan ditempuh langkah-langkah di berbagai bidang yang antara lain meliputi eksplorasi sumber energi konvensional, penelitian dan pengem-bangan sumber energi non konvensional, serta pengembangan kemampuan dan tenaga kerja.

Dalam rangka kegiatan eksplorasi minyak bumi, pada tahun 1980 telah dilakukan pengeboran-pengeboran sebanyak 197 buah sumur minyak. Dibandingkan dengan pengeboran 152 buah sumur minyak pada tahun 1979 maka dalam tahun 1980 terjadi kenaikan sebesar 29,6%. Selain itu juga telah didapatkan sumur-sumur yang baru sebanyak 89 buah atau terjadi kenaikan 64,8% dibandingkan tahun 1979 sebanyak 54 buah sumur.

514

Page 44:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

Selanjutnya untuk mencapai sasaran kebijaksanaan energi terus ditingkatkan kegiatan yang berupa diversifikasi energi dengan tujuan mengembangkan penggunaan sumber energi yang belum banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri.

Penggunaan gas bumi sebagai pengganti bahan bakar minyak terus ditingkatkan dengan mengadakan persiapan perluasan ja-ringan transmisi dan distribusi gas di kota-kota Jakarta, Bogor, Cirebon dan Medan.

Di samping gas bumi, pemanfaatan batubara sebagai subtitusi minyak terus ditingkatkan pengembangannya, antara lain peman-faatan batubara Bukit Asam yang direncanakan untuk bahan bakar pembangkit listrik di Suralaya, serta penjajagan kemungkinan eksplorasi deposit batubara di Kalimantan Timur yang direncana-kan penggunaannya antara lain untuk pembangkit listrik di Tuban. Selain dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, juga dikembangkan pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar untuk industri seperti industri semen, pembakaran kapur dan sebagainya.

Dalam rangka diversifikasi, ditingkatkan pula usaha-usaha memanfaatkan tenaga air untuk pembangkit listrik antara lain di Sungai Citarum (PLTA Saguling, PLTA Cirata), Sungai Brantas (PLTA Lodoyo, PLTA Kesamben), Sungai Tanggari (PLTA Tanggari), di Danau Maninjau (PLTA Maninjau).

Penelitian penggunaan panas bumi sebagai sumber energi untuk pembangkit tenaga listrik terus dilakukan di beberapa dae-rah, antara lain di Lahendong (Sulawesi Utara), Sungai Penuh (Jambi), Dieng (Jawa Tengah). Sedangkan di Kamojang pada saat ini sedang dilakukan kegiatan pembangunan pusat listrik tenaga panas bumi yang berkapasitas 30 MW, serta penelitian kemung-kinan perluasannya.

Selanjutnya dalam rangka diversifikasi juga dilaksanakan penelitian yang mengarah pada pemanfaatan sumber-sumber energi non konvensional. Dalam hal ini sedang dilakukan peneli-tian terhadap kemungkinan penggunaan energi biogas yang menggunakan kotoran hewan dan tinja sebagai bahan bakunya, dan energi biomass, seperti kemungkinan dikembangkannya kebun energi untuk menyediakan kayu bakar. Selain itu dilaksanakan pula penelitian kemungkinan penggunaan limbah industri pertanian dan limbah industri lainnya sebagai sumber energi pengganti.

515

Page 45:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

Penelitian terhadap penggunaan energi surya juga dilakukan, mengingat secara geografis Indonesia mempunyai keuntungan dan potensi yang besar untuk mengembangkan pemanfaatannya.

Kegiatan lain untuk mencapai sasaran kebijaksanaan energi adalah kegiatan konservasi energi, yang bertujuan untuk menggu-nakan energi secara hemat, efektif dan efisien tanpa mengurangi laju pertumbuhan nasional. Untuk meningkatkan kegiatan konser-vasi energi, akan terus dilakukan usaha-usaha yang antara lain berupa kampanye, penyuluhan dan penelitian masalah tersebut.

Kampanye dan penyuluhan teknis melalui media massa atau-pun media peragaan (sticker, slide, film) berupa anjuran-anjuran dan himbauan dari hal-hal yang sederhana sampai pada Perihal yang bersifat teknis. Selanjutnya untuk mengarahkan agar seluruh lapisan masyarakat ikut berpartisipasi dalam kegiatan konservasi energi, maka kiranya kegiatan ini perlu ditunjang dengan pengaturan-pengaturan. Pengaturan tersebut dapat bersifat khu-sus ataupun kebijaksanaan seperti pembatasan penggunaan lampu-lampu reklame. Penelitian dan pengembangan untuk me-ningkatkan konservasi energi juga mendapat perhatian. Untuk ini akan diusahakan agar perguruan tinggi-perguruan tinggi serta lembaga-lembaga ilmiah lainnya membantu mengembangkan teknologi konservasi energi, seperti perbaikan efisiensi bagi pem-bangkit listrik, sistem penyimpanan panas dan sebagainya.

Dalam sektor tenaga listrik, usaha yang dilakukan sehubungan program konservasi energi antara lain berupa himbauan kepada masyarakat agar mengurangi pemborosan penggunaan tenaga listrik. Adapun penyesuaian tarif listrik pada tahun 1980 antara lain untuk mengurangi pemborosan pemakaian tenaga listrik. Selain itu juga dianjurkan agar industri-industri menggunakan listrik melalui jaringan listrik PLN, tidak menggunakan pembangkit sendiri secara terpisah-pisah, karena secara nasional merupakan pemborosan bahan bakar minyak. Selanjutnya usaha listrik pedesaan juga diarahkan agar masyarakat pedesaan mengurangi pemakaian minyak baik untuk keperluan rumah tangga maupun industri.

2. ListrikSebagaimana digariskan dalam Repelita III, program pengem-

bangan tenaga listrik ditujukan untuk meningkatkan kesejah-

516

Page 46:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

teraan masyarakat di daerah pedesaan maupun kota serta mendo-rong dan merangsang kegiatan ekonomi.

Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, dilaksanakan usaha-usaha untuk meningkatkan penyediaan tenaga listrik dengan me-ningkatkan sarana produksi tenaga listrik. Di samping itu dilaksa-nakan pula usaha meningkatkan pemanfaatan sarana produksi tenaga listrik dengan mutu dan keandalan yang lebih baik, melalui interkoneksi antar sistem kelistrikan regional ataupun sub sistem kelistrikan dalam daerah tersebut.

Sehubungan dengan kebijaksanaan tersebut di atas, maka pendekatan masalah dalam perencanaan dan pembangunan ke-listrikan diarahkan pada pendekatan secara regional, dengan maksud agar tercapai suatu sistem interkoneksi regional, lengkap dari pembangkitan; transmisi serta distribusi.

Pembangunan kelistrikan dilaksanakan dengan melakukan rehabilitasi pembangkit tenaga listrik yang telah ada serta mem-bangun pembangkit tenaga listrik baru untuk menambah daya ter-pasang. Begitu pula dilakukan penambahan dan perluasan ja-ringan transmisi dan jaringan distribusi, dengan memperhatikan keseimbangan daya terpasang terhadap jaringan transmisi dan distribusinya.

Dalam kaitannya dengan kebijaksanaan pemerintah untuk mengadakan pemerataan serta menyebar luaskan hasil pemba-ngunan kelistrikan ke seluruh pelosok tanah air, maka usaha listrik pedesaan terus ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan terse-dianya biaya dan dengan memperhatikan kondisi desa yang ber-sangkutan. Usaha listrik pedesaan tersebut dilaksanakan dengan membangun pusat-pusat listrik tenaga diesel dengan kapasitas kecil yang tersebar ataupun memanfaatkan potensi tenaga air yang ada dengan membangun pusat listrik tenaga mikro hydro. Untuk desa yang telah dilalui jaringan listrik dilakukan penyadapan ja-ringan tersebut.

Kegiatan pembangunan kelistrikan dalam tahun terakhir Re-pelita II telah dapat menyelesaikan pembangunan pembangkit tenaga listrik sebesar 236,030 MW; jaringan transmisi sepanjang 530,270 Kms dan gardu induk 16 buah dengan kapasitas 1.543,6 MVA; jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 1.958,068

517

Page 47:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

Kms dan jaringan tegangan rendah sepanjang 1.628,577 Kms, ber-ikut gardu distribusinya sebanyak 1.532 buah, dan pelaksanaan perubahan tegangan rendah untuk 26.969 konsumen.

Sesuai dengan kebijaksanaan dalam Repelita III, pemba-ngunan kelistrikan semakin ditingkatkan. Dalam tahun pertama Repelita III, telah dapat diselesaikan pembangkit listrik dengan jumlah kapasitas 435,494 MW yang terdiri atas PLTG Palembang 15 MW; PLTU Muara Karang I, II dan III (3 x 100 MW); PLTU Semarang I dan II (2 x 50 MW); PLTD tersebar di seluruh Indonesia dengan jumlah kapasitas 20,284 MW dan PLTM Wonodadi 210 KW.

Dalam tahun pertama Repelita III juga telah dapat diselesai-kan penambahan jaringan transmisi sepanjang 303,276 Kms yaitu di daerah Jawa Tengah 204,076 Kms serta daerah Jawa Barat dan Jakarta Raya sepanjang 99,200 Kms. Sementara itu gardu induk yang dapat diselesaikan pembangunannya di samping perluasan gardu induk yang telah ada berjumlah 3 buah dengan kapasitas 517 MVA yaitu di Sumatera Utara 1 buah/16 MVA (pembangunan baru); Jawa Tengah 1 buah/30 MVA (perluasan) serta Jawa Barat dan Jakarta Raya 2 buah/471 MVA (pembangunan baru).

Jaringan distribusi yang dapat diselesaikan pada tahun per-tama Repelita III adalah jaringan tegangan menengah sepanjang 1.957,256 Kms; jaringan tegangan rendah sepanjang 1.396,146 Kms dan gardu distribusi sebanyak 1.640 buah serta pelaksanaan per-ubahan tegang5n rendah yang dapat diselesaikan untuk 18.254 konsumen.

Dengan selesainya pembangunan beberapa pusat pembangkit tenaga listrik, secara bertahap dapat dilakukan. pemeliharaan pusat-pusat pembangkit tenaga listrik dengan teratur. Selain itu telah dapat dilakukan pemindahan pembangkit tenaga listrik diesel dari kota-kota yang telah memperoleh tambahan pusat pembangkit tenaga listrik yang berkapasitas besar ke daerah yang memerlukan, sehingga meningkatnya kebutuhan listrik semakin dapat diimbangi.

Sementara itu dalam -tahun kedua Repelita III, pembangunan kelistrikan ditekankan pada perluasan jaringan transmisi dan dis-tribusi guna menyalurkan penyediaan tenaga listrik yang telah ada. Pelaksanaan pembangunan pembangkit tenaga listrik juga

518

Page 48:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

ditingkatkan, namun telah terjadi pengunduran penyelesaian be-berapa pembangkit listrik, antara lain PLTU Muara Karang IV (200 MW) dan PLTU Gresik I dan II (2 x 100 MW).

Hasil pembangunan kelistrikan dalam tahun kedua Repelita III adalah tambahan penyediaan listrik sebesar 10,485 MW yang terdiri atas beberapa PLTD yang tersebar serta sejumlah PLTM; penambahan jaringan transmisi 1.112,513 Kms; penyelesaian gardu induk 7 buah dengan kapasitas 428 MVA; penambahan jaringan distribusi tegangan menengah dan tegangan rendah masing-masing 3.100,511 Kms dan 2.315,914 Kms; pelaksanaan perubahan tegangan rendah untuk 53.501 konsumen. Untuk listrik pedesaan dalam tahun 1980/81 telah dapat dicakup 776 desa dengan sam-bungan rumah 224.909 konsumen (lihat Tabel IX—24 dan Grafik IX—18).

Adapun perincian kegiatan dan perkembangan pembangunan kelistrikan secara regional selama tahun 1980/81 adalah sebagai-mana diuraikan berikut ini.

Kegiatan pembangunan kelistrikan di Aceh dalam tahun 1980/81 yaitu melanjutkan pembangunan PLTM Angkup dengan kapasitas 378 KW yang telah mencapai tahap penyelesaian. Sementara itu sedang dilanjutkan pelaksanaan pembangunan PLTDPLTD yang tersebar di beberapa kota dengan kapasitas seluruhnya 16,218 MW. Selanjutnya dalam rangka listrik pedesaan telah dapat ditambah sambungan rumah untuk 559 konsumen dan akan dilaksanakan pembangunan 8 PLTD dengan kapasitas 930 KW yang akan mencakup 22 desa. Untuk memenuhi kebutuhan listrik di masa mendatang, sedang dilanjutkan usaha penelitian kemungkinan pembangunan PLTA Peusangan (50 MW), PLTA Takengon dan PLTU Banda Aceh (2 x 25 MW).

Di daerah Sumatera Utara, kegiatan pembangunan kelistrikan telah dapat menyelesaikan pembangunan PLTD Tanjung Balai dengan kapasitas 1.000 KW. Selanjutnya telah dapat diselesaikan Pula penambahan jaringan distribusi tegangan rendah 221,059 Kms dan gardu distribusi sebanyak 258 buah serta pelaksanaan pe-rubahan tegangan rendah untuk 5.703 konsumen. Sedangkan untuk listrik pedesaan telah dapat diselesaikan jaringan distribusi tegangan menengah 154,302 Kms; jaringan tegangan rendah 160,505 Kms dan gardu distribusi sebanyak 169 buah yang men-cakup 4 desa dengan 18,668 sambungan rumah konsumen. Dalam

519

Page 49:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

- TABEL IX - 24

HASIL PELAKSANAAN PROYEK-PROYEK TENAGA LISTRIK,1978/79 – 1980/81

520

Page 50:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 18HASIL PELAKSANAAN PROYEK-PROYEK TENAGA LISTRIK,

1978/79 – 1980/81

521

Page 51:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

( Lanjutan Grafik IX – 18 )

522

Page 52:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

pada itu sedang dilanjutkan pembangunan PLTU Belawan I dan II (2 x 65 MW); pembangunan PLTD yang tersebar di Tarutung, Penyabungan, Sidikalang, Tanjung Tiram, Padang Sidempuan, Kotanopan, Sibolga, Siborong-borong, dan Pangkalan Susu dengan kapasitas seluruhnya 6.250 KW. Di samping itu juga sedang dilaksanakan pembangunan jaringan transmisi 150 KV yang menghubungkan Belawan-Payapasir-Medan Timur-Titi Kuning. Dalam rangka listrik masuk desa, akan dibangun sejumlah PLTD dengan kapasitas seluruhnya 3.400 KW antara lain di kota Pangkalan Brandan, Indrapura, Tanjung Balai. Untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah Sumatera Utara pada masa mendatang sedang dilaksanakan studi kemungkinan perluasan tahap kedua PLTA Asahan dan perluasan PLTU Belawan III dan IV.

Dalam rangka pengembangan kelistrikan di daerah Sumatera Barat dan Riau pada tahun 1980/81, telah dapat diselesaikan pe-nambahan jaringan distribusi tegangan menengah dan tegangan rendah masing-masing sepanjang 20,205 Kms dan 27,15 Kms; dan gardu distribusi sebanyak 13 buah. Untuk listrik pedesaan telah dapat diselesaikan perluasan jaringan distribusi tegangan mene-ngah 85,425 Kms dan jaringan tegangan rendah 108,956 Kms; dan gardu distribusi sebanyak 42 buah. Dalam rangka usaha untuk memenuhi permintaan listrik yang makin meningkat, sedang giat dilaksanakan pembangunan PLTA Maninjau (4 x 17 MW), PLTA Batang Agam (1 x 3.500 KW), PLTD yang tersebar di Bagan Siapi-api, Dumai, Padang dengan jumlah kapasitas seluruhnya 13.000 KW serta 10 buah PLTD yang tersebar untuk listrik pedesaan dengan kapasitas seluruhnya 1.000 KW. Selanjutnya sedang dilakukan studi kelayakan PLTA Singkarak (60 MW) yang akan memanfaatkan tenaga air dari danau Singkarak.

Program pengembangan tenaga listrik di Sumatera Selatan, Jambi, Lampung dan Bengkulu telah dapat menyelesaikan pemba-ngunan PLTD Tanjung Pandan 1.500 KW, PLTD Muara Bungo 250 KW dan PLTM Lempur 88 KW serta gardu induk Patal 1 buah dengan kapasitas 15 MVA. Selain itu juga telah dapat diselesaikan penambahan jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 175,771 Kms dan jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 114,971 Kms, serta gardu distribusi 207 buah. Selanjutnya dalam rangka listrik masuk desa telah dapat diselesaikan pembangunan

523

Page 53:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

jaringan distribusi tegangan menengah 58,030 Kms dan jaringan tegangan rendah 44,910 Kms beserta gardu distribusinya sebanyak 30 buah yang mencakup 4 desa dengan 725 konsumen. Sementara itu dilaksanakan pembangunan PLTD yang tersebar di beberapa kota dengan jumlah kapasitas seluruhnya 83,660 MW.

Dalam rangka meningkatkan penyediaan listrik di Kalimantan Barat, pada tahun 1980/81 telah dapat diselesaikan pembangunan PLTD dengan kapasitas 352 KW di Singkawang, jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 34,950 Kms; jaringan distribusi te-gangan rendah sepanjang 44,010 Kms, beserta gardu distribusinya sebanyak 48 buah dan pelaksanaan perubahan tegangan rendah untuk 390 konsumen. Selanjutnya untuk listrik pedesaan telah dapat diselesaikan tambahan jaringan distribusi tegangan mene-ngah sepanjang 33,550 Kms, jaringan tegangan rendah 25,500 Kms dan gardu distribusi 31 buah yang mencakup 11 desa dengan 1.815 sambungan rumah konsumen. Dalam pada itu untuk memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat, sedang dilaksanakan tambahan pembangkit PLTD Singkawang (2 x 1.000 KW) dan 10 PLTD untuk listrik pedesaan dengan kapasitas seluruhnya 1.100 KW.

Untuk pengembangan kelistrikan di daerah Kalimantan Sela-tan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur dalam tahun 1980/81 telah dapat diselesaikan pembangunan 3 buah gardu induk yaitu di Banjarmasin dengan kapasitas 6 MVA di Cempaka kapasitas 6 MVA, Riam Kanan kapasitas 11 MVA. Perluasan jaringan distribusi yang dapat diselesaikan meliputi jaringan tegangan menengah 14,770 Kms dan jaringan tegangan rendah sepanjang 11,940 Kms beserta gardu distribusinya 16 buah. Selanjutnya untuk listrik pedesaan, dapat diselesaikan jaringan distribusi tegangan mene-ngah 4,500 Kms; jaringan distribusi tegangan rendah 5,500 Kms dan 6 buah gardu distribusi untuk desa dengan 711 sambungan rumah konsumen. Di samping itu sedang dilanjutkan pelaksanaan per-luasan PLTA Mochamad Noor/Riam Kanan (1 x 10.000 KW), PLTD yang tersebar di Tarakan, Banjarmasin dan Sampit dengan jumlah kapasitas seluruhnya 14.000 KW dan PLTM Haruyan 172 KW. Untuk listrik pedesaan, akan dilaksanakan pembangunan 12 PLTD yang tersebar dengan kapasitas seluruhnya 1.440 KW.

Dalam rangka usaha memenuhi kebutuhan listrik di daerah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, dalam tahun 1980181 telah dapat diselesaikan pembangunan sejumlah PLTD dengan

524

Page 54:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

jumlah kapasitas seluruhnya 1.750 KW di kota-kota Kotamobagu, Tilamuta, Ratahan, Motoling dan Talaga, serta PLTM di Pontak (60 KW) dan Tenga (180 KW), di samping itu juga diselesaikan jaringan transmisi sepanjang 28,853 Kms. Selanjutnya jaringan distribusi yang telah diselesaikan terdiri atas jaringan tegangan menengah 24,28 Kms dan jaringan tegangan rendah 30,32 Kms beserta gardu distribusi 68 buah. Untuk listrik pedesaan telah dapat diselesaikan jaringan tegangan menengah 14,360 Kms dan jaringan tegangan rendah 19,200 Kms beserta gardu distribusinya 16 buah. Sementara itu sedang dilanjutkan pelaksanaan pembangunan PLTA Ton sea Lama III (1 x 5.000 KW), PLTD di Palu dengan kapasitas 2.000 KW dan Bitung 15.000 KW, serta dilanjutkan pula pekerjaan persiapan PLTA Tanggari (2 x 8.500 KW). Untuk listrik pedesaan akan dilaksanakan pembangunan 21 PLTD dengan kapasitas seluruhnya 2.100 KW. Di samping itu sedang dilaksanakan pula penambahan jaringan transmisi Telling-Tomohon sepanjang 16,5 Kms berikut gardu induk di Bitung, Sawangan, Ranomut dan Ton sea Lama.

Program pengembangan tenaga listrik di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara selama tahun 1980/81 telah dapat dihasilkan tambahan tenaga listrik sebesar 3.430 KW yang diperoleh dari selesainya pembangunan PLTD yang tersebar di Bantaeng, Watampone, Sengkang, Watansopeng, Makale, Pangsid, Palopo, Polewali, Dundulako dan Wangi-wangi. Selanjutnya jaringan distribusi yang telah dapat diselesaikan terdiri atas jaringan tegangan menengah sepanjang 44,261 Kms dan jaringan tegangan rendah sepanjang 46,463 Kms beserta gardu distribusinya sebanyak 83 buah. Dalam rangka program listrik masuk desa, telah dapat diselesaikan tambahan jaringan distribusi tegangan menengah 77,027 Kms dan jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 35,910 Kms, berikut gardu distribusinya sebanyak 60 buah yang mencakup 5 desa dengan sambungan rumah untuk 2.276 konsumen. Sementara itu untuk menambah penyediaan tenaga listrik, sedang dilaksanakan pembangunan PLTD yang tersebar di Sinjai dan Bulukumba, kemudran juga sedang dilanjutkan pelaksanaan studi PLTA Bakaru. Dalam pelaksanaan listrik pedesaan, direncanakan akan dibangun 33 PLTD yang kapasitas seluruhnya 3.600 KW.

Untuk menyalurkan tenaga listrik yang telah tersedia di Malu-ku, dalam tahun 1980/81 telah dapat diselesaikan tambahan ja-ringan distribusi tegangan menengah sepanjang 15,504 Kms dan

525

Page 55:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

jaringan tegangan rendah sepanjang 5,000 Kms, beserta 10 buah gardu distribusinya. Selanjutnya untuk listrik pedesaan telah dapat diselesaikan tambahan sambungan rumah untuk 576 konsu-men. Dalam pada itu sedang dilaksanakan pembangunan PLTD yang tersebar di beberapa kota, antara lain di Ambon, Ternate, Tidore untuk menambah daya terpasang dengan kapasitas selu-ruhnya 16,388 MW. Untuk listrik pedesaan telah dapat dicakup 6 desa dengan 607 sambungan rumah konsumen.

Kegiatan pembangunan kelistrikan di Irian Jaya dalam tahun 1980181 adalah melanjutkan pelaksanaan penambahan jaringan transmisi dan juga distribusi. Sementara itu persiapan pemba-ngunan PLTA Sentani (4 x 13.500 KW) masih dalam taraf perenca-naan teknis.

Pengembangan kelistrikan Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur dalam tahun 1980181 telah dapat menyelesaikan pembangunan PLTD Dili dengan kapasitas 1.300 KW. Tambahan jaringan distribusi tegangan menengah 122 Kms dan jaringan distribusi tegangan rendah 94 Kms, serta gardu dis-tribusi sebanyak 60 buah. Untuk listrik pedesaan telah dapat dise-lesaikan tambahan jaringan distribusi tegangan menengah 129,200 Kms dan jaringan distribusi tegangan rendah 122,900 Kms berikut 79 buah gardu distribusinya yang mencakup 61 desa dengan sam-bungan rumah untuk 12.455 konsumen. Selanjutnya sedang giat dilaksanakan pembangunan PLTD dengan lokasi di berbagai tem-pat untuk menambah penyediaan tenaga listrik yang telah ada, antara lain di Ampenan, Kupang dan Denpasar yang kapasitas se-luruhnya 20,500 MW. Selain itu dalam rangka program listrik masuk desa akan dibangun 38 PLTD tersebar dengan jumlah kapasitas seluruhnya 4.180 KW.

Pengembangan kelistrikan di Jawa Timur dalam tahun 1980/81 telah dapat menghasilkan tambahan jaringan distribusi guna me-nyalurkan daya yang ada, terdiri atas jaringan tegangan menengah sepanjang 375,966 Kms; jaringan tegangan rendah sepanjang 236,295 Kms dan gardu distribusi 305 buah. Untuk listrik pedesaan, juga telah dapat diselesaikan tambahan jaringan distribusi te-gangan menengah sepanjang 164,469 Kms dan jaringan tegangan rendah sepanjang 75,916 Kms, berikut 58 buah gardu distribusinya yang mencakup 282 desa dengan sambungan rumah 41.761 konsumen. Sementara itu pembangunan PLTA Wlingi II (1 x 27 MW)

526

Page 56:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

dalam tahap penyelesaiannya, sehingga diharapkan dapat segera dimanfaatkan. Selain itu juga sedang dilanjutkan pelaksanaan pembangunan PLTA Lodoyo (1 x 4.500 KW); PLTU Gresik I & II (2 x 100 MW) dan perluasan jaringan transmisi sepanjang 822,600 Kms serta 9 buah gardu induk dengan kapasitas 357 MVA.

Kegiatan pembangunan kelistrikan di Jawa Tengah dan Dae-rah Istimewa Yogyakarta dalam tahun 1980/81 telah dapat menye-lesaikan pembangunan pusat listrik tenaga mikro hydro di Meja-gong dengan kapasitas 575 KW, tambahan jaringan distribusi te-gangan menengah sepanjang 262,733 Kms dan jaringan distribusi tegangan rendah sepanjang 320,611 Kms berikut 240 buah gardu distribusinya serta pelaksanaan perubahan tegangan rendah un-tuk 23.800 konsumen. Dalam rangka listrik masuk desa telah dapat diselesaikan pembangunan jaringan tegangan menengah sepan-jang 46,515 Kms dan jaringan tegangan rendah sepanjang 63,818 Kms, serta selain itu juga gardu distribusi sebanyak 39 buah yang mencakup 189 desa dengan sambungan rumah untuk 49.658 konsu- men. Selanjutnya dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat yang makin mendesak, sedang dilaksanakan pembangunan PLTA Sempor (1 x 1.100 KW) yang sudah mendekati penyelesaiannya. Selain itu juga sedang giat dilaksanakan pembangunan PLTA Ga-rung (2 x 13.200 KW), pembangunan PLTU Semarang III (1 x 100 MW) yang sedang dalam tahap pekerjaan sipil. Sementara itu PLTA Mrica (3 x 60 MW) masih dalam tahap detail design dan PLTA Maung (2 x 95 MW) dalam tahap studi lebih lanjut. Guna meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah pedesaan, juga usaha listrik pedesaan terus dilanjutkan.

Dalam rangka usaha peningkatan pelayanan kepada masyara-kat di Jawa Barat dan DKI Jakarta Raya, program pengembangan kelistrikan dalam tahun 1980/81 telah dapat menyelesaikan pe-nambahan jaringan transmisi antara Muara Karang-Angke sepan-jang 7 Kms, Gambir-Pulo Gadung sepanjang 26 Kms, Muara Karang-Cawang sepanjang 126 Kms, Gandul-Duri Kosambi sepan-jang 22,660 Kms, Gandul-Duri Kosambi sepanjang 44 Kms, Bandung-Cirebon-Tegal sepanjang 360 Kms, Bandung-Bogor-Jakarta sepanjang 320 Kms dan Duri Kosambi-Cirebon sepanjang 178 Kms. Kemudian juga telah diselesaikan pembangunan baru ataupun perluasan gardu induk-gardu induk di Tanggerang(pem-bangunan baru) 1 buah/60 MVA, Duri Kosambi (pembangunan ba-

527

Page 57:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

ru) 1 buah/120 MVA, Serang (pembangunan baru) 1 buah/120 MVA, Sunyaragi (perluasan) 1 buah/60 MVA dan Cigereleng (perluasan) 1 buah/30 MVA. Dalam pada itu diselesaikan pula perluasan jaringan distribusi yang terdiri atas jaringan tegangan menengah 914,79 Kms, jaringan tegangan rendah 421,96 Kms dan gardu distribusi sebanyak 441 buah. Pelaksanaan perubahan tegangan rendah dapat diselesaikan untuk 23.608 konsumen. Adapun dalam hal listrik pedesaan, telah diselesaikan tambahan jaringan distribusi tegangan menengah sepanjang 160,22 Kms dan jaringan tegangan rendah 82,02 Kms, beserta gardu distribusinya sebanyak 63 buah yang mencakup 213 desa dengan sambungan rumah sebanyak 95.098 konsumen.

Untuk meningkatkan penyediaan tenaga listrik guna mengim-bangi permintaan masyarakat yang semakin mendesak, sedang giat dilanjutkan pelaksanaan pembangunan beberapa pembangkit tenaga listrik, yaitu PLTA Juanda VI (1 x 25 MW) yang telah mende-kati tahap penyelesaian, PLTP Kamojang (1 x 30 MW), PLTU Muara Karang IV dan V (2 x 200 MW), PLTU Suralaya I dan II (2 x 400 MW) dan PLTA Saguling (4 x 175 MW) yang sedang dalam tahap pelaksa-naan pekerjaan prasarana; kemudian juga sedang dilanjutkan studi PLTA Cirata (500 MW). Selain itu juga dilanjutkan pekerjaan persiapan pembangunan transmisi tegangan ekstra tinggi dengan tegangan 500 KV dan pusat pengaturan beban di Jawa Barat.

Dengan selesainya pembangunan kelistrikan sebagaimana di-uraikan di atas, di bidang pengusahaan telah terjadi kenaikan penye-diaan tenaga listrik dari 7.004.288 MWH pada tahun 1979/80 menjadi 8.420.499 MWH dalam tahun 1980/81 atau kenaikan sebesar 20,2%, penjualan tenaga listrik naik dari 5.343.000 MWH pada tahun 1979/80 menjadi 6.503.000 MWH pada tahun 1980/81 atau suatu kenaikan se-besar 21,7%, sedangkan daya tersambung meningkat dari 3.063.000 MVA pada tahun 1979/80 menjadi 3.798.000 MVA dalam tahun 1980/81 atau naik 24,0% (lihat Tabel IX—25 dan Grafik IX—19 serta Tabel IX—26 dan Grafik IX—20).

Kegiatan peningkatan kemampuan tenaga kerja juga terus di-laksanakan secara intensif selaras dengan meningkatnya kegiatan PLN baik di bidang pembangunan maupun pengusahaan serta pe-layanan kepada masyarakat, sehingga dapat dicapai efisiensi yang lebih baik.

528

Page 58:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

TABEL IX — 25PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK,

1978/79 — 1980/81

No. U r a i a n Satuan 1978/79 1979/80 2) 1980/81 3)

1. Produksi Tenaga Listrik MWH 5.722.816

7.004.288

8.420.4992. Penjualan Tenaga Listrik MWH

4.289.0005.343.00

06.503.00

3. Daya Tersambung 1) KVA 2.459.052 3.063.000

3.798.000

1) Keadaan pada akhir tahun fiskal2) Angka diperbaiki3) Angka sementara

Usaha peningkatan pelayanan teknis dan administrasi dilaksa-nakan dengan berbagai macam pendidikan dan latihan yang dise-lenggarakan baik oleh pusat pendidikan dan latihan PLN (Pusdiklat PLN) melalui berbagai Unit pendidikan dan latihan (Udiklat), maupun oleh lembaga-lembaga pendidikan di luar PLN. Dalam tahun anggaran 1980/81 telah dilaksanakan pendidikan dan latihan untuk.1.503 orang.

3. Gas KotaSelaras dengan sasaran pokok kebijaksanaan energi dalam

Repelita III program pengembangan tenaga gas diarahkan untuk meningkatkan peranannya sebagai salah satu sumber energi pengganti minyak. Untuk itu akan ditingkatkan pengembangan tenaga gas baik untuk keperluan rumah tangga maupun industri.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, akan ditingkatkan usaha menyediakan dan mengalirkan tenaga gas terutama di kota-kota yang telah .ada jaringan distribusinya.

Program pengembangan tenaga gas dalam tahun kedua Repe-lita III adalah melanjutkan usaha rehabilitasi peralatan produksi dan peningkatan distribusi penyaluran gas bumi. Saat ini sedang dilaksanakan pembangunan jaringan distribusi untuk menyalur-kan gas bumi yang akan dipergunakan sebagai bahan bakar pem-bangkit tenaga listrik di Medan yaitu di Pusat Listrik Tenaga Gas Paya Pasir, serta jaringan distribusi untuk menyalurkan gas bumi ke arah Bogor yang diambil dari Jakarta. Sasaran pemasaran dari

529

Page 59:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 19PENGUSAHAAN TENAGA LISTRIK,

1978/79 – 1980/81

530

Page 60:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

TABEL IX — 26PRODUKSI DAN DAYA TERPASANG TENAGA LISTRIK MENURUT WILAYAH,

1978179 — 1980/811978/79 1979/80 1980/81

Kode lokasi Daerah Tingkat I/Propinsi Produksi(MWH)

Daya ter-

Pasang(MW) ¹)

Produksi

(MWH)

Daya ter-

Pasang(MW) ¹)

Produksi(MWH)

Daya ter-

Pasang(MW) ¹)

Wilayah I Daerah Istimewa Aceh 36.511 19,521 43.589 22,717 52.276 27,639Wilayah IIWilayah III

Sumatera UtaraSumatera Barat, Riau, Jambi

260.542161,000 342.831 168,275

455.185 170,936

Wilayah IV(Daerah Kerinci)Sumatera Selatan,

103.189 61,032 126206 59,955 157.598 61,290

Lampung, Jambi 227.547107,389 266.974 110,144

306.004 116,232Wilayah VWilayah VI

Kalimantan BaratKalimantan Selatan,

50.117 24,336 62365 24,416 80.751 25,448

Timur, Kalimantan Tengah 145.660 97,092 178.852 95,137 214.120 98,910Wilayah VIIWilayah VIII

Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah

82.654 37,174 101.721 40,679 125.335 57,504

Tenggara 145.328 70,987 171.760 74,977 201.641 79,578Wilayah IX Maluku 26.647 11,832 31.433 11,912 36.035 12,492Wilayah XWilayah XI

Irian JayaBali, Nusa Tenggara Barat, Nusa

39.642 19,187 42.292 20,147 48.020 21,759

Tenggara Timur, Timor Timur

92.910 46,692 135.930 55,720 162.002 59,624Wilayah XII Jawa Timur 1.015.2 413,505 1.318.7 445,12 1.571.25 450,632Wilayah XIIIKit. J.J./Dis. Jabar/

Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta

519.377253,732 623.770 241,609

728.857 242,887

Dis. Jaya 2) Jawa Barat, DKI. Jakarta Raya

2.977.440

1.089,904

3.55 7.654

1290,093

4.282.369

1.315,149

5.722.816 2.413,383

7.004288

2.660,9 8.420.49 2.740,081) Daya terpasang pada akhir tahun fiskal 2) Kit. J.J. = Pembangkitan Jabar —

Page 61:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

JayaDis. Jabar = Distribusi Jawa BaratDis. Jaya = Distribusi Jakarta Raya

Page 62:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 20PRODUKSI DAN DAYA TERPASANG TENAGA LISTRIK,

1978/79 – 1980/81

532

Page 63:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

gas bumi yang dialirkan ke Bogor ini terutama adalah konsumen-konsumen industri di daerah Jakarta-Bogor.

Selain itu untuk kota-kota lain seperti Bandung, Cirebon, Se-marang, Surabaya dan Ujung Pandang juga dilaksanakan usaha rehabilitasi peralatan produksi dan jaringan distribusinya. Hasil rehabilitasi dan peningkatan jaringan distribusi gas dapat dilihat pada Tabel IX—27 dan Grafik IX—21.

Selanjutnya terus dilakukan penelitian-penelitian terhadap kemungkinan pemanfaatan gas bumi dari Cepu untuk kota Sema-rang serta dari Poleng dan Arusbaya untuk kota Surabaya dan sekitarnya. Selain itu juga dilakukan penelitian terhadap kemung-kinan perluasan gas bumi yang ada di daerah Cirebon untuk kota Cirebon dan sekitarnya.

Dengan semakin dikembangkannya penggunaan gas bumi, maka penggunaan gas batubara dan gas minyak sebagai gas kota berangsur-angsur akan diganti kan peranannya oleh gas bumi. Adapun besarnya produksi gas kota dapat dilihat pada Tabel IX—28.

Selain kegiatan pembangunan fisik seperti tersebut di atas, juga dilaksanakan usaha peningkatan kemampuan tenaga kerja serta keahlian dari personil guna mendukung pelaksanaan pem-bangunan.

533

Page 64:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

TABEL IX — 27

KAPASITAS TERPASANG DAN JARINGAN GAS KOTA,

1978 — 1980 1)

U r a i a n Satuan 1978 1979 1980 2)

I. Kapasitas Terpasang1. Gas Batu Bara ribu m3/hari 21,80

999,840 99,840

2. Gas Minyak Thermis ribu m3/hari 53,498

51,621 231,6003. Gas Minyak Katalitis ribu m3/hari 20,02

220,022 76,800

4. Gas Bumi ribu m3/hari 141,150

1.873,970 1.873,970

326,479

2.045,453 2.282,210

II. Jaringankm 979,0 1.055,0 1.059,01.Distribusi

2.Pipa Transmisi 28,0 86,0 86,0

J u m l a h : 1.007,0 1.141,0 1.145,0

1) Keadaan pada akhir tahun2) Angka sementara

534

Page 65:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

GRAFIK IX – 21KAPASITAS TERPASANG DAN JARINGAN GAS KOTA,

1978 – 1980 1)

535

Page 66:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

(Sambungan Grafik IX – 21)

536

Page 67:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional

TABEL IX – 28PENGUSAHAAN GAS KOTA

1978 – 1980

Page 68:  · Web viewBAB IX PERTAMBANGAN DAN ENERGI A. PERTAMBANGAN 1. Pendahuluan Krisis energi dunia yang terjadi pada tahun 1973 merupakan titik tolak perkembangan masalah energi nasional