Upload
truongkhuong
View
231
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
BUDIDAYA BAMBU
Oleh
SUTIYONO
Peneliti Utama Bidang SilvikulturPusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan
Jln Gunung Batu No.5 Bogor, e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Bambu sebagai hasil hutan bukan kayu (HHBK) sangat potensial untuk mensubstitusi kayu bagi industri berbasis bahan baku kayu. Pengurangan kayu sebagai sumber bahan baku untuk industri berbasis bahan baku kayu dapat meningkatkan kualitas kayu dan lingkungan hutan. Selain berpotensi sebagai bahan substitusi kayu, penggunaan bambu tergolong ramah lingkungan karena ditanam sekali, dipanen berkali-kali tanpa harus menghilangkan seluruh tegakan rumpunnya. Sumber bahan baku bambu untuk industri berbasis bahan baku bambu tidak dapat mengandalkan dari bambu rakyat dan bambu dari hutan alam. Oleh karena itu harus dilakukan budidaya untuk menghasilkan batang-batang bambu berkualitas (seumur) dengan produksi yang lestari. Tulisan ini memberikan informasi cara-cara melakukan budidaya bambu dengan baik mulai dari memilih jenis, memilih tempat, mempersiapkan tanam, tanam, pemeliharaan, penebangan sampai sedikit analisa ekonomi. Diharapkan dengan diinformasikan teknik-teknik budidaya bambu dengan baik dapat mendorong pengusahaan bambu secara luas.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan merupakan kekayaan negara yang tak ternilai harganya dan dari hutan
banyak dihasilkan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. Selama ini dari hasil
hutan kayu kebanyakan digunakan sebagai bahan baku berbagai industri seperti kayu
lapis (playwood), kayu pertukangan, kayu konstruksi, pulp dan kertas. Industri-industri
tersebut membutuhkan kayu dalam jumlah besar dan terus menerus yang berakibat
terkurasnya sumber-sumber kayu dan menurunya kualitas hutan dan lingkungan.
Berbagai macam teknik-teknik silvikultur telah diterapkan namun tidak berhasil karena
laju pemanfaatan tidak seimbang dengan kemampuan hutan menyediakan kayu dan
merehabilitasinya. Dari beberapa industri yang berbasis bahan baku kayu sebenarnya
dapat disubstitusi dengan bahan baku lain yang lebih lestari dan ramah lingkungan. 1
Bambu merupakan kelompok hasil hutan bukan kayu yang potensial dapat mensubstitusi
industri berbasis kayu.
Keberhasilan bambu mensubstitusi kayu untuk bahan baku industri berbasis
bahan baku kayu dapat dilihat dari beberapa produk yang beredar di pasaran seperti
sumpit (chopstick), tusuk gigi (toothstick) dan gagang korek api. Dapat dibayangkan
seandainya produk-produk tersebut masih menggunakan kayu, maka kerusakan hutan
makin lebih cepat dari sekarang. Selain bambu dapat mensubstitusi kayu untuk produk-
produk tertentu, bambu juga digunakan sebagai bahan baku industri “kertas
sembahyang”. Di China, industri kayu lapis sudah menggunakan bambu sebagai bahan
baku yang produknya dikenal sebagai playbamboo atau bambu lamina. Tentunya untuk
membangun industri berbasis bahan baku bambu, diperlukan tegakan-tegakan rumpun
dengan produktivitas dan kualitas yang lestari. Berbeda dengan kayu, bambu tergolong
sumber bahan baku yang ramah lingkungan karena sekali menanam terus-menerus
memanen. Penggunaan bambu sebagai substitusi kayu untuk beberapa industri yang
biasa menggunakan kayu berpengaruh positive terhadap kualitas dan kelestarian hutan
karena tekanan pemanenan kayu dapat diperlambat sehingga umur pohon lebih lama
yang selanjutnya berpengaruh pada kualitas kayu yang akan dihasilkan.
Selama ini, banyak industri pengguna bahan baku bambu masih mengandalkan
bambu rakyat. Kelemahan dari bambu rakyat untuk industri berbasis bahan baku bambu
adalah letaknya terpencar-pencar, tidak terjaminnya kualitas batang (umur tidak
seragam) dan pasokannya yang tidak dapat terus menerus. Demikian juga, pemanfaatan
bambu dari hutan bambu alam tidak menguntungkan karena kondisi tegakan rumpun
yang buruk, sulit dieksploitasi, batang tidak berkualitas dan membutuhkan biaya lebih
besar. Oleh karena itu, untuk membangun industri berbasis bahan baku bambu harus
mengadakan penamanan bambu sendiri. Sampai saat ini, teknologi budidaya penanaman
bambu sudah tersedia tetapi belum banyak diketahui sehingga kurang diminati. Padahal
dengan melakukan budidaya sendiri akan dihasilkan batang-batang bambu seumur
dengan produktivitas lestari.
B. Tujuan
Tulisan ini bermaksud memberikan informasi tentang teknik budidaya bambu
yang baik untuk menunjang kebijakan bamboo nasional.
2
II. JENIS-JENIS PRODUK BAMBU
A. Bambu Lamina atau Playbamboo
Bambu lamina atau playbambu adalah produk berbentuk lembaran yang terdiri
dari berlapis-lapis papan bambu tipis yang direkatkan dengan perekat tertentu. Jenis
produk ini dapat mensubstitusi penggunaan kayu lapis sehingga berpotensi membantu
kelestarian dan kualitas hutan. Untuk membuat produk bambu lamina dibutuhkan bambu
yang pada prinsipnya dapat menggunakan semua jenis bambu. Namun demikian dengan
pertimbangan teknis bambu lamina akan lebih efesien jika dibuat dari bambu besar yaitu
bambu berdiameter batang besar, berdinding batang tebal dan sedikit percabangan.
Diantara jenis-jenis bambu besar yang memenuhi syarat tersebut adalah bambu andong
(Gigantochloa pseudoarundinacae), bambu mayan (G. robusta) dan bambu petung
(Dendrocalamus asper). Untuk setiap kubik bambu lamina dibutuhkan 323 batang
bambu.
Tabel 1. Contoh perbandingan sifat bambu lamina dibanding kayu jati dan kayu keruing
No. Sifat yang diuji Bambu andong Kayu jati Kayu keruing
1 Kerapatan g/cm3; BJ kayu 0,80 0,67 0,69
2 Kadar air 11,17 KU KU
3 Pengembangan
-Tebal dinding, % 1,03 - -
- Lebar, % 0,76 - -
- Panjang, % 0,46 - -
4 MOR, kg/cm2 1,241
5 MOE, kg/cm2 133,615 127,700 139,000
6 Kekerasan sisi, kg/cm2 443 428 467
Keterangan : Bambu lamina 3 lapis direkat dengan perekat TRF; KU = kering udara
Sumber : Leaflet Pemanfaatan bambu untuk bambu lamina (2007)
B. Pulp, Kertas dan Kertas Sembahyang
3
Tanaman bambu dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku industri pulp
setelah fraksi bukan serat (lignin dan zat ekstraktif) dihilangkan melalui proses kimia
atau semi kimia. Secara anatomis, bambu terdiri dari dua macam jaringan, yaitu fraksi
serat dan bukan serat. Fraksi serat tidak lain adalah bahan lignosellulosa dengan sel-sel
berdinding tipis (± 0,002 mm) dan panjangnya bervariasi tergantung dari jenis bambu
dan tempat tumbuh. Serat-serat tersebut terdapat di sekeliling batang dan dalam jumlah
kecil terdapat di sekitar ikatan pembuluh yang tersebar dalam batang. Tabel 2 di bawah
ini disajikan nilai dimensi serat beberapa jenis bambu.
Tabel 2. Dimensi serat beberapa jenis bambu.
No. Jenis bambuUkuran dimensi serat
L d l w……………………..…. mm ……………………
1 bambu duri 1,95 0,018 0,005 0,0072 bambu ori 1,73 0,022 0,006 0,0083 bambu ampel 2,33 0,017 0,004 0,0074 bambu kuning 1,66 0,021 0,005 0,0085 bambu krisik 1,36 0,018 0,008 0,0086 bambu petung 3,78 0,019 0,007 0,006
Keterangan : L = panjang serat; d = diameter serat; l = diameter lumen; w = tebal dinding
Serat bambu dapat digolongkan sebagai serat panjang yang berpotensi dapat
mensubstitusi penggunaan serat panjang kelompok daun jarum (pinus, agathis) yang
sering didatangkan dari luar negeri. Pulp dari bambu untuk kertas dapat menghasilkan
lembaran yang kompak, padat, halus permukaan lembarannya serta memiliki kekuatan
yang baik. Serat-serat bambu menghasilkan daya tenun serat dengan ikatan yang sangat
kuat sehingga menghasilkan kekuatan sobek, pecah dan tarik yang tinggi.
Produk paling sederhana adalah kertas sembahyang yang banyak dihasilkan oleh
beberapa pabrik kertas. Umumnya industry kertas tutup karena masalah bahan baku
sehingga peluang mengadakan budidaya untuk kelangsungan cukup besar.
C. Asbes Serat Bambu
Produk ini banyak digunakan untuk dinding penyekat ruangan kedap suara, lantai
rumah dan dinding eksterior perumahan. Kelebihan dari produk ini antara lain dapat
digergaji, dipaku, dibor dan dicat seperti tembok. Untuk membuatnya, batang-batang
4
bambu segar dipres sampai lunak, kemudian dipisahkan serat dengan bukan serat. Serat-
serat yang diperoleh dicampur dengan semen dan dipres pada tekanan tinggi dan
permukaan luar dapat didekoratip seperti dikehendaki.
Hampir semua jenis bambu dapat dimanfaatkan seratnya untuk memproduksi
produk jenis ini. Namun demikian dari pengalaman 2 jenis bambu yang biasa digunakan
seratnya adalah bambu duri (Bambusa blumeana) dan bambu tali (Gigantochloa apus).
Kedua jenis bambu tersebut mempunyai rendamen serat yang tinggi dan dari segi
budidayanya, mempunyai riap jumlah batang relatif besar. Hal ini dimungkinkan karena
rebung (tanaman bambu muda) kedua jenis bambu rasanya pahit sehingga tidak ada yang
mencuri.
D. Sumpit
Salah satu alat makan bangsa China, Jepang dan Korea adalah sumpit
(chopstick). Biasanya, alat ini digunakan untuk menyantap makanan mie dan nasi
kemudian berkembang untuk jenis-jenis makanan lain. Demikian juga, pemakaiannya
sudah meluas ke bangsa-bangsa lain seperti di Indonesia. Dengan kemajuan tingkat
kesejahteraan, alat makan ini dirancang untuk dipakai satu kali dan setelah itu dibuang.
Oleh karena itu prospek industri ini cukup menjanjikan yang berarti memberikan
kesempatan lapangan kerja baik di bidang budidaya maupun proses produksi.
Masalahnya adalah tidak semua jenis bambu dapat digunakan dengan baik untuk
bahan baku sumpit. Jenis-jenis bambu yang baik untuk dibuat sumpit adalah bambu surat
(G. pseudoarundinaceae), bambu mayan (G. robusta), bambu peting (G. levis) dan
bambu petung (D. asper). Jenis-jenis bambu tersebut memenuhi persyaratan tebal
dinding, panjang ruas, kemudahan dibentuk, warna batang, jika dikeringkan tidak
melengkung.
E. Partikel Board
Seperti pada pulp dan papan semen bambu, partikel board memerlukan serat
bambu setelah dipisahkan dengan komponen bukan serat. Hampir semua jenis bambu
dapat digunakan untuk produk jenis ini. Jenis-jenis yang sering digunakan untuk produk
partikel board antara lain bambu ampel kuning (Bambusa vulgaris v. striata), ampel
hijau (B. vulgaris v. vitata), bambu dan bambu tali duri (B. blumeana). Pertimbangan
yang diberikan karena untuk membuat partikel board, batang-batang bambu dihancurkan
sehingga tidak memerlukan batang-batang bambu utuh.
F. Arang Bambu
5
Akhir-akhir ini arang tidak hanya untuk bahan bakar memasak tetapi sudah
mengarah pada peruntukan lain. Dengan demikian kebutuhan yang makin besar tidak
dapat dilayani secara tradisional saja tetapi sudah saatnya diproduksi secara industri.
Sumber bahan pembuatan arang juga makin variatif dan bambu merupakan bahan baku
potensial dan ramah lingkungan. Berebada dengan arang kayu, pengambilan batang-
batang bambu tidak merusak tanaman karena tegakan rumpunnya masih ada. Disamping
itu memproduksi arang tidak hanya untuk menghasilkan kalori yang tinggi tetapi
menghasilkan aroma masakan yang khas yang berbeda dengan arang non bambu. Untuk
itu harus sudah dipikirkan upaya memproduksi arang bambu dengan skala industri baik
rumah tangga maupun. Kebutuhan bahan baku yang makin besar tidak dapat hanya
mengandalkan bambu rakyat atau bambu hutan alam tetapi harus dilakukan budidaya.
Hampir semua jenis bambu dapat dibuat arang tetapi untuk industri sebaiknya
menggunakan jenis bambu berukuran sedang sampai besar. Hal ini dimaksudkan untuk
meningkatkan efesiensi kegiatan tergantung lokasi yang berkaitan dengan kesesuaian
jenis bambu dengan lingkungan sekitar terutama tanah dan iklim. Di Bali, masyarakat
membuat arang bambu dari bambu tali (G. apus) yang pembuatannya dikerjakan secara
tradisional. Dilihat dari jenis-jenis tersebut tampaknya dapat dikembangkan ke jenis lain
seprti bambu temen (G. pseudoarundinacae) dan bambu mayan (G. robusta), bambu duri
(B. blumeana), bambu ampel (B. vulgaris v. vitata), dan bambu ampel kuning (B.
vulgaris v. striata). Tidak disaranan menggunakan bambu hitam (G. atroviolacae) atau
bambu tutul (B. maculata) karena nilai tambahnya akan makin besar jika dimanfaatkan
untuk bahan kerajinan.
III. JENIS-JENIS BAMBU
Bambu tergolong dalam famili Gramineae dimana di dunia diperkirakan ada
1250 jenis bambu yang berasal dari 75 marga. Dari jumlah tersebut di Indonesia
diperkirakan ada 76 jenis bambu yang berasal dari 17 marga yaitu marga Arundinaria (1
jenis), Bambusa (19 jenis), Cephalostachyum (1 jenis), Chimonobambusa (2 jenis),
Dendrocalamus (6 jenis), Dinochloa (1 jenis), Gigantochloa (18 jenis), Melocana (1
jenis), Nastus (3 jenis), Neololeba (1 jenis), Phyllostachys (3 jenis), Pleioblastus (2
jenis), Pseudosasa (1 jenis), Schizostachyum (14 jenis), Semiarundinaria (1 jenis),
Shibatea (1 jenis), dan Thyrsostachys (1 jenis).
6
Dari 76 jenis tersebut, beberapa sudah diketahui nilai ekonominya dan umumnya
jenis bambu yang berukuran sedang sampai besar dengan karakateristik batangnya
berdiameter batang > 5 cm dan tebal dinding >1 cm. Sedangkan jenis-jenis yang lain,
bernilai ekonomi sesaat dan sesetempat tergantung tujuan penggunaannya. Untuk
industri berbasis bahan baku bambu sebaiknya menggunakan jenis-jenis bambu
berukuran besar karena lebih efesien dan lebih murah budidayanya. Jenis-jenis bambu
yang dianjurkan untuk industri adalah bambu petung (D. asper), bambu tali (G. apus),
bambu ater (G. atter), bambu hitam (G. atroviolacae), bambu mayan (G. robusta),
bambu andong (G. pseudoarundinacae), bambu temen (G. pseudoarundinacae), bambu
peting (G. levis), bambu ampel kuning (B. vulgaris v. striata), bambu ampel hijau (B.
vulgaris v. vitata) dan bambu duri (B. blumeana).
Tabel 1. Jenis produk bambu dan jenis bambu yang sesuai/dianjurkan
No. Jenis Industri No Jenis Bambu
1 Bambu Lamina 1 bambu petung (Dendrocalamus asper)
2 bambu andong (G. pseudoarundinacae),
3 bambu peting (G. levis),
4 bambu mayan (G. robusta),
2 Asbes serat bambu 1 bambu ampel kuning (B. vulgaris v. striata),
2 bambu ampel hijau (B. vulgaris v. vitata)
3 bambu duri (B. blumeana),
4 bambu tali (G. apus),
3 Pulp dan kertas 1 bambu ampel kuning (B. vulgaris v. striata),
2 bambu ampel hijau (B. vulgaris v. vitata)
3 bambu duri (B. blumeana),
4 bambu tali (G. apus),
4 Sumpit, tusuk sate, tusuk gigi 1 bambu tali (G. apus),
2 bambu mayan (G. robusta),
3 bambu andong (G. pseudoarundinacae),
4 bambu temen (G. pseudoarundinacae),
7
5 bambu peting (G. levis),
6 bambu petung (Dendrocalamus asper)
5 Particleboard 1 bambu ampel kuning (B. vulgaris v. striata),
2 bambu ampel hijau (B. vulgaris v. vitata)
3 bambu duri (B. blumeana),
4 bambu tali (G. apus),
6 Arang bambu 1 bambu petung (D. asper),
2 bambu tali (G. apus),
3 bambu mayan (G. robusta),
4 bambu peting (G. levis),
7 Bioethanol 1 bambu ampel kuning (B. vulgaris v. striata),
2 bambu ampel hijau (B. vulgaris v. vitata)
3 bambu duri (B. blumeana),
8 Rebung 1 bambu ampel kuning (B. vulgaris v. striata),
2 bambu ampel hijau (B. vulgaris v. vitata)
3 bambu duri (B. blumeana),
IV. BUDIDAYA BAMBU
A. Memilih Jenis Bambu
1. Kesesuaian jenis bambu dengan kondisi lahan
Lahan yang akan ditanami bambu untuk industri berbasis bahan baku bambu
dapat di lahan kering yang tidak pernah tergenang air atau lahan basah yaitu tanah-tanah
yang sering atau sesekali tergenang air. Untuk itu jenis-jenis yang harus di lahan kering
adalah dari kelompok Dendrocalamus dan Gigantochloa seprti bambu petung (D. asper),
bambu tali (G. apus), bambu ater (G. atter), bambu mayan (G. robusta), bambu andong
(G. pseudoarundinacae), bambu temen (G. pseudoarundinacae), dan bambu peting (G.
levis).
Jenis-jenis bambu yang dapat ditanam di lahan basah adalah kelompok Bambusa
seperti bambu ampel kuning (B. vulgaris v. striata), bambu ampel hijau (B. vulgaris v.
8
vitata) dan bambu duri (B. blumeana). Kelompok Bambusa selain dapat di tanam di
lahan basah juga dapat ditanam di lahan kering. Pemilihan jenis bambu dan lahan yang
akan ditanami sangat tergantung dari jenis produk yang akan dihasilkan karena
berkenaan kesesuaian jenis bahan baku bambu yang dibutuhkan.
Tabel 4. Kesesuaian jenis bambu dengan kondisi lahan
No. Kondisi lahan Jenis Bambu
1 Lahan kering 1 bambu petung (D. asper)2 bambu mayan (G. robusta), 3 bambu andong (G. pseudoarundinacae), 4 bambu temen (G. pseudoarundinacae), 5 bambu peting (G. levis),6 bambu tali (G. apus), 7 bambu ater (G. atter)8 bambu ampel kuning (B. vulgaris v. striata), 9 bambu ampel hijau (B. vulgaris v. vitata) 10 bambu duri (B. blumeana),
2 Lahan basah/sesekali/ sering tergenang air
1 bambu ampel kuning (B. vulgaris v. striata), 2 bambu ampel hijau (B. vulgaris v. vitata)
3 bambu duri (B. blumeana),
2. Kesesuaian jenis bambu dengan iklim
Mempertimbangkan iklim dalam memilih jenis bambu yang akan diusahakan sangat
penting. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson dikenal iklim dengan tipe-tipe hujan
A, B, C, D, E, dan F. Makin basah iklim (A) makain banyak jenis bambu yang dapat dipilih dan
sebaliknya makin kering (F) makin berkurang jenis bambu yang dapat dipilih. Iklim yang cocok
untuk mengusahakan bambu adalah tipe iklim hujan A dan B. Di ring kedua tipe iklim ini, semua
jenis bambu dapat tumbuh dengan optimal dan hanya kesuburan tanah yang menjadi kendala.
Namun demikian untuk kondisi tipe iklim kering C dan D masih ada jenis yang dapat tumbuh
dengan baik.
Tabel 5. Kesesuaian tipe iklim dengan jenis bambu
No. Tipe Iklim Jenis bambu
1 A dan B (Basah) Semua jenis bambu2 C dan D (Kering) 1. bambu ampel kuning (B. vulgaris v. striata),
9
2. bambu ampel hijau (B. vulgaris v. vitata) 3. bambu duri (B. blumeana), bambu ater (G. atter)
B. Persiapan Penanaman
1. Pembukaan Lahan
Sebelum ditanami maka tanah harus dibersihkan dari semak belukar dan atau
alang-alang harus dibabat jika ada pohon harus ditebang. Tinggi babatan rata dengan
tanah. Hasil babatan dikumpulkan untuk disiapkan sebagai bahan kompos pupuk hijau
dan yang berkayu dibakar. Pembukaan lahan ini dilakukan pada bulan menjelang musim
hujan, yaitu kira-kira bulan Oktober.
2. Jarak tanam
Pengaturan jarak tanam sangat penting untuk mendapatkan produktivitas yang
tinggi dan mudah melakukan pemanenan/penebangan. Jarak tanam bambu yang
dianjurkan untuk industri adalah 8x8 m dan 8x6 meter seperti pada Tabel 6. Tetapi jika
tanahnya miring/berbukit maka maka jarak tanam mengikuti arah kontur dengan jarak
antara kontur dapat dibuat > 2 meter dan jarak tanam di dalam kontur 8 meter. Jarak
tanam sempit akan menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi karena :
1) jumlah populasi rumpun makin banyak sehingga menimbulkan biaya pembelian bibit
dan perawatan menjadi lebih mahal
2) biaya eksploitasi juga makin mahal karena akan mengalami kesulitan memanen
Tabel 6. Jarak tanam tanaman bambu industri
Tipe ukuran bambu Jenis bambu Jarak tanam
Bambu besar 1. bambu duri,(B. blumeana) 8 x 8 meter2. bambu petung (D. asper)3. bambu mayan (G. robusta), 4. bambu peting (G. levis),5. bambu andong (G. pseudoarundinacae), 6. bambu ampel kuning (B. vulgaris v. striata), 7. bambu ampel hijau (B. vulgaris v. vitata)
Bambu sedang 1. bambu tali (G. apus) 8 x 6 meter2. bambu temen (G. pseudoarundinacae), 3. bambu tali (G. apus), 4. bambu ater (G. atter)5. bambu ampel kuning (B. vulgaris v. striata),
6. bambu ampel hijau (B. vulgaris v. vitata)
10
Untuk memudahkan pengukuran jarak tanam, gunakan meteran panjang dan
galah dari batang bamboo kecil yang mudah dibawa-bawa dengan panjang 8, 6 dan 4
meter tergantung jenis bamboo yang akan ditanam. Setiap titik yang sudah ditentukan,
tancapkan ajir yang kuat agar tidak mudah roboh atau lepas.
3. Menyiapkan dan pasang ajir
Ajir dapat dibuat dari belahan bambu atau bahan lain yang lurus dan kuat,
berukuran panjang > 150 cm dan tebal > 2 cm. Ajir yang terlalu panjang atau pendek
akan mengganggu aktivitas kegiatan. Ikatlah ajir sebelum di bawa ke lapangan.
Pada titik-titik jarak tanam yang sudah ditentukan, ditancapkan ajir yang kuat
agar tidak mudah roboh karena angin atau tertabrak hewan atau orang.
4. Menyiapkan pupuk organik (pupuk kandang / pupuk hijau / kompos)
Pupuk organik sangat membantu pertumbuhan bibit bambu yang dapat berupa
pupuk kandang atau pupuk hijau. Pupuk kandang dapat dari komposan kotoran ayam
(chicken dung), sapi (cow dung), kambing atau kerbau. Sedangkan pupuk hijau dari
komposan semak, alang-alang atau daun-daunan. Setiap lubang tanam memerlukan 40
liter pupuk kandang atau kira-kira 2 kali kaleng minyak.
5. Lubang tanam
Ukuran lubang tanam sangat penting, makin besar lubang tanam makin banyak
volume media tanam yang akan diisikan. Sementara itu, media tanam yang akan diisikan
telah dikondisikan sebagai media yang lebih gembur dan subur karena selain tanah juga
ada kompos dan pupuk kandang. Kondisi tersebut akan membantu mempercepat
berkembangnya sistem perakaran sehingga tanaman tumbuh lebih cepat. Untuk tanah-
tanah di luar Jawa yang umumnya jenis tanah podsolik disarankan ukuran lubang tanam
100x100 cm dengan kedalaman dapat mencapai 80 cm.
Sebelum dibuat lubang tanam maka sekeliling ajir (1,5 m) harus dikoret
rumputnya dan setelah bersih ajirnya dicabut dan dibuat lubang tanam. Galian tanah top
soil diletakkan sebelah kanan dan sub soil sebelah kiri. Biarkan lubang tanam menganga
selama 7-10 hari. Setelah itu lubang tanam diisi hasil babat semak dan koret rumput,
11
tambahkan pupuk kandang, urugkan tanah bekas galian, padatkan (diinjak) untuk
dikomposkan selama 2 bulan. Pasang ajir kembali sebagai tanda.
B. Persiapan bibit
1. Bahan bibit dan perbanyakan
Bambu dapat diperbanyak dengan biji, stek cabang, stek batang dan stek rhizom
(bonggol) dan kultur jaringan. Perbanyakan dengan biji jarang dikerjakan karena bambu
sangat jarang menghasilkan biji. Memilih jenis bahan bibit dalam perbanyakan bambu
industri sangat dipengaruhi oleh jenis bambu yang dikaitkan dengan morfologi batang.
Dari 10 jenis bambu untuk bahan industri, 5 jenis mempunyai cabang-cabang yang
menonjol dan 5 jenis lainnya percabangannya tidak menonjol. Untuk yang memiliki
percabangan menonjol, bahan bibit dapat menggunakan stek cabang dan stek batang.
Sedangkan untuk yang tidak memiliki cabang-cabang yang menonjol sebaiknya
menggunakan stek batang saja.
Akhir-akhir ini telah berhasil dilakukan perbanyakan dengan teknik kultur
jaringan dengan tingkat keberhasilan sudah dipasarkan di tingkat pengguna. Hal ini
merupakan kabar baik karena dapat menekan biaya produksi yang cukup besar pada
tahun pertama. Namun demikian, pemantauan penggunaan bibit bambu hasil kultur
jaringan masih terus dilakukan agar diperoleh hasil yang maksimal.
Setelah melalui proses pembibitan, bibit bambu akan berbetuk bibit dalam
polybag yang diisi media semai campuran tanah dan pupuk kandang. Selain
menggunakan bahan bibit dari stek batang dan stek cabang, penggunaan stek rhizom
merupakan alternatif terakhir dengan pertimbangan terdapat dalam jumlah melimpah,
harganya murah dan berukuran kecil (diameter ±6 cm).
Tabel 7. Jenis bahan bibit dan jenis bambu yang dianjurkan
No. Jenis bahan bibit Jenis Bambu
1 stek batang, 1. bambu petung (D. asper)2. bambu mayan (G. robusta), 3. bambu andong (G. pseudoarundinacae), 4. bambu temen (G. pseudoarundinacae), 5. bambu peting (G. levis),6. bambu tali (G. apus), 7. bambu ater (G. atter)8. bambu ampel kuning (B. vulgaris v. striata), 9. bambu ampel hijau (B. vulgaris v. vitata)
12
10. bambu duri (B. blumeana),2 stek cabang 1. bambu petung (D. asper)
2. bambu peting (G. levis),3. bambu ampel kuning (B. vulgaris v. striata), 4. bambu ampel hijau (B. vulgaris v. vitata)
5. bambu duri (B. blumeana),3 Stek rhizom Semua jenis bambu
2. Penyiapan bibit
Bibit stek batang/cabang yang sudah dipolybag dipilih berumur 4-5 bulan karena
kurang dari 4 bulan bibit mudah mati/tidak tahan di lapangan. Jika batangnya terlalu
tinggi, banyak percabangan, lakukan pangkasan sampai 1 (satu) meter untuk
memudahkan pengangkutan dan menjaga penguapan berlebihan.
Tetapi jika harus ditunda, bibit stek batang/cabang/rhizom disimpan dikumpulkan
di tempat teduh dan disiram tiap hari sampai siap di bawa ke lapangan baik sebagai
bahan sulaman atau akan diperbanyak kembali untuk tahun berikutnya.
3. Mengangkut bibit
Kegiatan angkut bibit meliputi muat dan susun bibit dalam unit angkutan,
kemudian bongkar di lapangan. Muat dan bongkar bibit harus hati-hati agar tidak
rusak/lepas dari polybag. Jika bibit lepas dari polybag secepatnya dikembalikan ke dalam
polybag, disiram dan dijaga jangan sampai akar-akarnya kering.
4. Ecer bibit
Mengecer bibit bambu ditujukan agar tidak ada lubang tanam yang terlewati.
Taruhlah bibit tepat di dekat lubang tanam yang sudah diberi ajir. Hindari
menaruh/mengecer bibit dengan cara dilempar. Setiap lubang tanam di ecer satu bibit.
E. Penanaman
1. Waktu tanam
Penanaman bambu harus dilakukan pada musim hujan yaitu bulan-bulan
Desember, Januari dan paling lambat bulan Pebruari. Penanaman bibit yang tidak tepat
waktu menyebabkan banyak kematian.
2. Penggalian kembali lubang tanam
13
Setelah dikomposkan selama hampir 2 bulan maka lubang tanam digali kembali.
Caranya ajir dicabut, gali tanahnya, kemudian hasil galian dionggokan di kanan kiri
lubang. Setelah itu ajir dipasang kembali sebagai tanda.
3. a. Penanaman bibit dari stek batang dan stek cabang
Bibit yang sudah diecer segera ditanam. Polybag dilepas kemudian bibit
dimasukan ke dalam lubang tanam. Tetapi untuk menghindari kerusakan akar-akar bibit,
polybag dapat tidak lepas terutama penanaman bulan Pebruari. Urug dengan galian
kemudian padatkan (diinjak) setelah itu disiram air supaya akar-akarnya kontak dengan
tanah. Jika penanaman terpaksa dilakukan pada musim kemarau beri mulsa rerumputan
agar kelembaban tanahnya tetap terjaga. Pasang ajir kembali dan sobekan polybag
ditaruh di atasnya sebagai tanda.
b. Penanaman bibit dari stek rhizom
Bibit stek rhizom dimasukan dalam lubang tanam dengan posisi mata tunas
menghadap ke atas kemudian diurug tanah galian, dipadatkan, siram air dan pasang ajir
sebagai tanda.
F. Pemeliharaan
1. Penyulaman
Penyulaman dilakukan jika ada tanaman yang mati. Kegiatan penyulaman tidak
dapat ditunda-tunda dan lakukan kontrol setiap bulan. Jika penyulaman dilakukan
berlarut-larut maka pertumbuhan bibit sulaman akan terhambat karena akan tertutupi
oleh tanaman sekitar. Bibit sulaman dapat berasal dari bibit stek batang dalam polybag
atau stek rhizom yang sudah disemaikan terlebih dahulu.
2. Penyiangan
Penyiangan dikerajakan dengan mengkoret rumput sekitar tanaman dan bekas
koretan digunakan menaburkan pupuk. Kegiatan penyiangan dilakukan pada tanaman
bambu berumur 1-2 tahun dengan frekuensi 3 kali setahun. yaitu awal , tengah dan akhir
musim hujan masing-masing bulan Oktober, Desember dan Maret.
3. Babat semak
Bambu industri yang ditanam dengan jarak tanam lebar 8x8 meter dan 6x8 meter
jika tidak dimanfaatkan maka pada umur 1 – 2 tahun tumbuh semak/belukar/alang-alang.
Oleh karena itu harus dibersihkan. Hasil babat semak dapat ditumpuk di tempat-tempat
tertentu dan setelah menjadi kompos dapat ditaruh di sekitar tanam sebagai pupuk.
14
4. Pemangkasan (Prunning)
Untuk mendapatkan tegakan rumpun bambu yang rapi, teratur, mudah
melakukan pemeliharaan dan penebangan maka cabang-cabang perlu dipangkas sampai
setinggi 2 meter. Kegiatan pemangkasan dilakukan di seluruh batang yang sudah mulai
mengeluarkan cabang.
5. Pemupukan
Pemupukan pada tanaman bambu yang diusahakan secara intensif ditujukan
untuk memelihara kesuburan tanah sehubungan dengan diangkutnya biomas yang cukup
besar (40-60 ton/ha/tahun). Selain itu, pemupukan ditujukan untuk menstimulir tunas-
tunas batang yang terdapat pada rhizom di dalam tanah dan mempertahankan
produktivitas batang/rumpun. Jenis pupuk dapat menggunakan urea (N) dan TSP dan
kompos/pupuk kandang dengan dosis tergantung dari umur rumpun seperti terlihat pada
Tabel 8.
Tabel 8. Jenis dan dosis pupuk untuk tanaman bambu
Umur rumpunJenis dan Dosis Pupuk
Urea (Kg/ha) TSP (Kg/ha) Kompos/pupuk kandang (Ton/ha)
1 tahun 40 40 2,52 tahun 80 80 2,53 tahun 120 120 5,04 tahun 200 200 10,05 tahun 300 300 10,06 tahun 320 320 10,0
≥ 7 tahun 400 400 10,0Pupuk diberikan 1 (satu) kali setahun yakni menjelang musim hujan. Pemberian
pupuk dengan cara ditaburkan pada parit sedalam 10 cm yang dibuat mengelilingi
rumpun. Sedangkan pupuk kandang diberikan dengan cara ditaburkan di tengah rumpun
agar pada musim hujan akan tersebar ke samping.
6. Penjarangan (Thinning)
Penjarangan dilakukan dengan cara menghilangkan batang yang tidak
produktif/rusak/tidak dikehendaki. Tujuannya mengatur kerapatan batang dan
memperoleh batang berkualitas. Kegiatan penjarangan bambu pertama kali dapat dimulai
pada umur rumpun 4 (empat) tahun yang ditujukan terhadap batang pertama (yang
sangat kecil) dan batang lain yang rusak atau tumbuh tidak teratur.
7. Mengatur struktur dan komposisi batang dalam rumpun15
Pengaturan struktur dan komposisi batang dalam rumpun sangat penting untuk
mengatur kegiatan penebangan dalam rangka mendapatkan batang berkualitas, seumur
dan lestari. Makin basah tipe iklim makin banyak generasi batang yang harus dibuat dan
makin kering makin sedikit generasi batang yang harus dibuat.
Bambu industri yang ditanam di daerah basah bertipe iklim A (sangat basah)
yang akan digunakan untuk bambu lamina dan tusuk gigi, tusuk sate, sumpit dan arang
bambu harus diatur dalam satu rumpun ada 5 (lima) generasi batang yaitu 1, 2, 3, 4 dan 5
tahun. Oleh karena itu untuk mendapatkan produksi batang yang lestari harus dibuat
komposisi 20% untuk masing-masing generasi umur batang (20% batang umur 1 (satu)
tahun, 20% batang umur 2 (dua) tahun, 20% batang umur 3 (tiga) tahun, 20% batang
umur 4 (empat) tahun dan 20% umur 5 (lima) tahun. Sedangkan bambu yang akan
digunakan untuk papan semen serat bambu yang ditanam di daerah sangat basah (tipe
iklim A). Demikian juga bambu yang ditanam di daerah bertpe iklim B (basah) harus
diatur dalam satu rumpun ada 4 (empat) struktur generasi batang yaitu 1, 2, 3, dan 4
tahun. Oleh karena itu untuk mendapatkan produksi batang yang lestari harus dibuat
komposisi 25% untuk masing-masing generasi umur batang (25% batang umur 1 (satu)
tahun, 25% batang umur 2 (dua) tahun, 25% batang umur 3 (tiga) tahun dan 20% batang
umur 4 (empat) tahun). Demikian seterusnya seperti ditunjukan Tabel 9.
Tabel 9. Struktur dan komposisi batang dalam rumpun bambu
No. Jenis bambu yang disarankanJumlah struktur generasi batang /rumpun
Tipe iklim A Tipe iklim B Tipe iklim C/D
1 bambu mayan (G. robusta), 5 generasi 4 generasi 3 generasi
2 bambu andong (G. pseudoarundinacae), 5 generasi 4 generasi 3 generasi
3 bambu temen (G. pseudoarundinacae), 5 generasi 4 generasi 3 generasi
4 bambu peting (G. levis), 5 generasi 4 generasi 3 generasi
5 bambu tali (G. apus), 5 generasi 4 generasi 3 generasi
16
6 bambu ater (G. atter), 5 generasi 4 generasi 3 generasi
7 bambu ampel kuning (B. vulgaris v. striata), 4 generasi 3 generasi 2 generasi
8 bambu ampel hijau (B. vulgaris v. vitata) 4 generasi 3 generasi 2 generasi
9 bambu duri (B. blumeana), 4 generasi 3 generasi 2 generasi
8. Pengaturan drainase
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa bambu industri yang tergolong
jenis yang tidak tahan tergenang air sehingga di lapangan perlu dibuatkan drainase. Oleh
karena itu terutama di lahan yang datar, pengaturan drainase harus direncanakan dengan
baik. Sedangkan, untuk jenis-jenis bambu industri yang tahan tergenang pengaturan
drainase juga dilakukan agar mudah melakukan pemeliharaan dan pemanenan.
G. Penebangan
1. Teknik penebangan
Tanaman bambu dipanen pertama kali pada umur 5 tahun yang dilakukan
terhadap batang generasi ketiga. Setelah itu, panen dilakukan setiap tahun terhadap
batang-batang bambu generasi keempat, kelima dan seterusnya. Penebangan dilakukan
pada musim kemarau agar diperoleh kualitas batang yang baik. Batang ditebang pada
bagian pangkal (5 – 10 cm) dengan kapak atau golok dan setelah itu ditarik untuk
dipangkas cabang-cabangnya. Selanjutnya batang dipotong-potong sekitar 4 (empat)
meter dari pangkal untuk memudahkan pengangkutan.
Bersamaan dengan kegiatan penjarangan sebenarnya bambu sudah dimulai
penebangan pertama. Batang-batang yang ditebang adalah batang-batang generasi
pertama dan kedua. Penebangan pertama ini sebenarnya produk dari kegiatan
pemeliharaan sehingga batang-batang yang ditebang tergolong masih kecil-kecil.
Penebangan kedua, ketiga dan seterusnya akan dilakukan setiap tahun dan batang-
batang yang ditebang adalah batang-batang dari generasi ketiga, keempat dan seterusnya.
2. Produksi
Hasil pengamatan yang dicatat menunjukan penebangan batang-batang makin
besar seiring dengan bertambahnya umur rumpun demikian seterusnya dan diprediksi
akan mencapai produksi batang normal setelah umur 7 (tujuh) tahun seperti terlihat pada
Tabel 10.
Tabel 10. Prediksi produksi batang/ha beberapa jenis bambu17
Umur rumpunJenis bambu
b.andong b. hitam b. temen b. petung b.peting b.mayan1 tahun 0 0 0 0 0 02 tahun 0 0 0 0 0 03 tahun 0 0 0 0 0 04 tahun 320 420 420 640 1248 3125 tahun 400 840 1260 960 1248 6246 tahun 1600 1470 1680 1280 1560 10927 tahun 1400 2520 2520 1920 1716 17168 tahun 1280 2520 2520 1920 1716 1872
9 tahun dst 1280 2520 2520 1920 1872 1872
V. ANALISA USAHA : CONTOH BAMBU BITUNG
A. Tenaga Kerja
Kebutuhan tenaga kerja budidaya bambu industri pada tahun pertama cukup
besar karena ada kegiatan persiapan penanaman, persiapan bibit, penanaman, dan
pemeliharaan. Sedangkan pada tahun-tahun ke-2, 3 dan 4 kebutuhan tenaga kerja hanya
18
melakukan pemeliharaan. Pada tahun ke-5 sudah ada kegiatan penebangan dan secara
bertahap pada tahun ke-6 menambah tenaga kerja penebangan seiring dengan
meningkatnya produksi batang dan pada tahun ke-7 dan seterusnya kebutuhan tenaga
kerja mulai tetap sehubungan dengan produksi batang yang tetap.
Tabel 11. Prediksi tenaga kerja budidaya bambu
No. Rincian Tenaga Kerja (HOK)1 Tahun pertama 78,72 Tahun ke-2 22,43 Tahun ke-3 23,64 Tahun ke-4 23,65 Tahun ke-5 63,66 Tahun ke-6 83,67 Tahun ke-7 dst 93,6
B. Biaya Produksi
Biaya produksi budidaya bambu industri dihitung berdasarakan biaya-biaya yang
dikeluarkan selama proses produksi. Biaya-biaya tersebut meliputi biaya pembelian bibit,
biaya pembelian pupuk dan biaya tenaga kerja. Pada tahun-tahun selanjutnya biaya
produksi makin berkurang karena hanya melakukan kegiatan pemeliharaan sampai umur
rumpun 5 (lima) tahun mulai ditambah dengan biaya penebangan demikian seterusnya
tambahan biaya penebangan terus makin besar sehubungan produksi batang yang
ditebang setiap tahun makin besar seperti diperlihatkan pada Tabel 12.
Tabel 12. Analisa biaya produksi budidaya bambu petung
No Perincian Kuantiti Harga/satuan(Rp)
Biaya Total(Rp)
Tahun pertama1 Bibit 156 batang 12,000 1,872,0002 Pupuk urea 40 kg 2,000 80,000
19
3 Pupuk TSP 40 kg 2,000 80,0004 Persiapan lahan 34.8 HOK 35,000 1,218,0005 Tanam 20.07 HOK 35,000 702,4506 Pemeliharaan 23.8 HOK 35,000 833,000
Jumlah Tahun pertama 4,785,450Tahun kedua
1 Pupuk urea 80 kg 2,000 160,0002 Pupuk TSP 80 kg 2,000 160,0003 Pemeliharaan 22.4 HOK 35,000 784,000
Jumlah tahun kedua 1,104,000Tahun ketiga
1 Pupuk urea 120 kg 2,000 240,0002 Pupuk TSP 120 kg 2,000 240,0003 Pemeliharaan 23.6 HOK 35,000 826,000
Jumlah tahun ketiga 1,306,000Tahun keempat
1 Pupuk urea 200 kg 2,000 400,0002 Pupuk TSP 200 kg 2,000 400,0003 Pemeliharaan 23.6 HOK 35,000 826,0004 (Penebangan) 0 HOK 0
Jumlah tahun keempat 1,626,000Tahun kelima
1 Pupuk urea 300 kg 2,000 600,0002 Pupuk TSP 300 kg 2,000 600,0003 Pemeliharaan 23.6 HOK 35,000 826,0004 Penebangan 40 HOK 35,000 1,400,000
Jumlah tahun kelima 3,426,000Tahun keenam
1 Pupuk urea 320 kg 2,000 640,0002 Pupuk TSP 320 kg 2,000 640,0003 Pemeliharaan 23.6 HOK 35,000 826,0004 Penebangan 50 HOK 35,000 1,750,000
Jumlah tahun keenam 3,856,000Tahun ketujuh
1 Pupuk urea 400 kg 2,000 800,0002 Pupuk TSP 400 kg 2,000 800,0003 Pemeliharaan 23.6 HOK 35,000 826,0004 Penebangan 60 HOK 35,000 2,100,000
Jumlah tahun ketujuh 4,526,000………………………………….………………….
……………………………………………
20
Tahun ketigapuluh1 Pupuk urea 400 kg 2,000 800,0002 Pupuk TSP 400 kg 2,000 800,0003 Pemeliharaan 23.6 HOK 35,000 826,0004 Penebangan 60 HOK 35,000 2,100,000
Jumlah tahun ketigapuluh 4,526,000Keterangan : Harga satuan tergantung kondisi daerah setempat
C. Pendapatan dan Keuntungan
Pendapatan potensial dari usaha budidaya bambu dapat terdiri dari hasil
penjualan batang-batang bambu dan rebung. Sementara itu keuntungan budidaya bambu
sangat tergantung dari biaya produksi dan harga jual batang yang dapat dinyatakan
dalam bentuk per-batang atau per berat (kg). Dari hasil analisa menunjukan harga
terendah yang layak diberikan untuk bambu dalam batang adalah Rp 12.000,-/batang.
Sedangkan harga jual yang layak diberikan untuk bambu dalam satuan berat (kg) adalah
Rp 469,-/kg. Pada tingkat harga tersebut, biaya produksi yang dinyatakan dalam bentuk
pinjaman dan bunga lebih rendah atau sama dengan keuntungan yang diperoleh seperti
terlihat pada Tabel 13. Dari Tabel 13 dapat diketahui tingkat keuntungan ≥ pinjaman +
bunga terjadi pada tahun ke-8 atau pada saat rumpun umur 8 (delapan) tahun.
Pada tahun-tahun selanjutnya keuntungan akan bertambah sehubungan tanpa
dibebani pinjaman dan bunga dan produksi batang meningkat Ini berarti bahwa
keuntungan. Di lapangan, harga batang-batang bambu dapat mencapai Rp 12000,-.
tergantung ukuran. Oleh karena itu, keuntungan akan bertambah dan mencapai
puncaknya pada saat rumpun umur 9 tahun.
Tabel 13. Analisa pendapatan dan keuntungan usahatani bambu petung (Dendrocalamus asper)
Tahunke
Produksibtg/rpn btg/ha
Harga jualRp/batang
Penerimaan(Rp)
Biaya Produksi
(Rp)
Keuntungan(Rp)
PinjamanBaru(Rp)
Bunga13.5%(Rp)
Pinjaman baru
dan bunga
1 - - - - 4,785,450.0 (4,785,450.0) 4,785,450.0 646,035.8 5,431,485.82 - - - - 1,104,000.0 (1,104,000.0) 6,535,485.8 882,290.6 7,417,776.33 - - - - 1,306,000.0 (1,306,000.0) 8,723,776.3 1,177,709.8 9,901,486.1
21
4 7 1,092 3,000.0 3,276,000 1,626,000.0 1,650,000.0 11,527,486.1 1,556,210.6 13,083,696.85 8 1,248 6,000.0 7,488,000 3,426,000.0 4,062,000.0 12,447,696.8 1,680,439.1 14,128,135.86 9 1,404 10,000.0 14,040,000 3,856,000.0 10,184,000.0 7,800,135.8 1,053,018.3 8,853,154.27 12 1,872 30,000.0 56,160,000 4,526,000.0 51,634,000.0
…. ….. …….. ………. ………….. …………… ……………… ……………… ……………. ………………30 12 1,872 30,000.0 56,160,000 4,526,000.0 51,634,000.0
Selain memperoleh pendapatan dari penjualan batang-batang bambu, budidaya
bambu andong dan bambu petung, bambu mayan, bambu ampel hijo, bambu ampel
kuning secara potensi akan memperoleh pendapatan tambahan dari penjualan rebung
hasil penjarangan. Pada musim hujan, batang-batang bambu muda yang disebut rebung
bermunculan dan jumlahnya sangat banyak tergantung kesuburan tanah dan curah hujan.
Namun demikian tidak semua rebung yang muncul dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik dan bahkan mengalami kematian. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan
rebung menjadi dewasa membutuhkan banyak hara sementara yang tersedia sangat
terbatas. Rebung-rebung yang mampu bersaing akan menjadi batang dewasa sedangkan
yang kalah bersaing akan mati secara alami. Sebelum rebung yang kalah bersaing mati
alami, rebung-rebung tersebut dapat dipanen sebagai upaya menjarangi. Oleh karena itu,
rebung-rebung yang muncul sebagian dijarangi dengan cara tanah sekitar digali sampai
ketemu dasar rebung yang selanjutnya dipotong, kuliti dan daging rebung diproses
dengan cara digodog dengan air untuk menghilangkan rasa pahit.
Jika setiap rumpun dapat dijarangi sebanyak 6 (enam) potong rebung maka
produk sampingan yang berupa rebung dapat mencapai 936 potong/ha/tahun. Di pasar-
pasar tradisionil, rebung bambu dijual dengan harga Rp 3.000,-/kg sehingga budidaya
bambu akan mendapat penghasilan tambahan sebesar Rp 7.488.000,-/ha/tahun.
PENUTUP
1. Budidaya bambu merupakan keharusan dalam usaha industri berbasis bambu,
2. Jenis-jenis industri potensial yang berbasis bahan baku bambu diantaranya bambu
lamina, partikel board, pulp dan kertas, kertas sembahyang, arang bambu, papan
22
semen serat bambu, sumpit, tusuk gigi dan tusuk sate yang seluruhnya membutuhkan
batang-batang bambu dalam besar, terus menerus dan berkualitas (seumur)
3. Jenis-jenis bambu yang berpotensi untuk dibudayakan dalam menunjang usaha
industry berbasis bambu adalah bambu petung (D. asper), bambu tali (G. apus),
bambu ater (G. atter), bambu hitam (G. atroviolacae), bambu mayan (G. robusta),
bambu andong (G. pseudoarundinacae), bambu temen (G. pseudoarundinacae),
bambu peting (G. levis), bambu ampel kuning (B. vulgaris v. striata), bambu ampel
hijau (B. vulgaris v. vitata) dan bambu duri (B. blumeana).
4. Paket-paket teknologi budidaya bambu sudah tersedia termasuk dasar-dasar analisa
ekonominya.
DAFTAR PUSTAKA
Alrasjid, H. 1983. Pengaruh pemupukan nitrogen, phosphor, kalium terhadap pertumbuhan dan kualitas pulp bambu duri (Bambusa bambus) di kleompok hutan Turaya (Borissallo), Sulawesi Selatan. Kerjasama Balai Penelitian Hutan Bogor – PT Pupuk Sriwidjaja.
Astuti, I, P. and IBK Arinasa. 2002. Traditional bambu charcoal in Bali, Indonesia. Japan Bambu Society. Bambu Journal. (19) : 53-59.
Mashudi, A. 1994. Pengembangan tanaman bambu dan pemanfaatan lahan sepanjang aliran sungai perkebunan PT GGPC, Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Makalah dalam sarasehan Strategi Penelitian Bambu Indonesia, Yayasan Bambu Lingkungan Lestari. 47 – 53.
Marfuah Wardani. 2009. Budidaya bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.) untuk bangunan yang ramah lingkungan. Prosiding Seminar Nasional, Rekayasa Bambu sebagai bahan bangunan ramah lingkungan. Kerjasama Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik UGM Yogyakarta dengan Persatuan Pecinta Bambu Indonesia (PERBINDO). hal. 1001-1008.
Mohammed, Azmy, Hj. 1992. Potensi buluh rebung di Malaysia. FRIM, Kepong,
Sutiyono. 2004. Budiadaya bambu untuk bahan kertas. Prosiding hal. 145-156.
Sutiyono. 2005. Menanam bambu untuk bahan bangunan. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Perbambuan di Indonesia. Pusat Studi Ilmu teknik, UGM, Yogyakarta. hal. II.53-II.62
-----------. 2008. Budidaya bambu untuk barang kerajinan. Proseding Gelar Teknologi Pemanfaatan Iptek Untuk Kesejahteraan Masyarakat. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor. hal. 167-178. Proseding Gelar Teknologi Pemanfaatan
23
Iptek Untuk Kesejahteraan Masyarakat. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor. hal. 167-178.
-----------. 2010. Penggunaan efektif batang enam jenis bambu sebagai bahan baku bambu lamina. Pros. Semnas MAPEKI XIII Denpasar Bali. hal 555-560.
-----------. 2010. Pertumbuhan enam jenis bambu umur tujuh tahun di Stasiun Penelitian Hutan Arcamanik, Bandung. Pros. Semnas MAPEKI XIII Denpasar Bali. hal 717-724.
-----------. 2010. Aspek-aspek silvikultur dan budidaya bambu peting (Gigantochloa levis Blanco.). Pros.Semnas. Kontribusi Litbang dalam Peningkatan Produktivitas dan Kelsetarian Hutan. Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan. Hal 255-260.
-----------. 2010. Karakteristik batang enam jenis bambu industri. Pros.Semnas. Kontribusi Litbang dalam Peningkatan Produktivitas dan Kelsetarian Hutan. Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan. Hal 249-254.
Sutiyono dan Marfu’ah Wardani. 2008. Budidaya bambu surat (Gigantochloa pseudoarundinacae (Steudel Widjaja)). Proseding Gelar Teknologi Pemanfaatan Iptek Untuk Kesejahteraan Masyarakat. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor. hal. 167-178. Proseding Gelar Teknologi Pemanfaatan Iptek Untuk Kesejahteraan Masyarakat. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor. hal. 189-204.
Sutiyono dan Merryana Kidding Allo. 2009. Prospek budidaya bamboo pariing (Gigantochloa atter (Hassk.) Kurz) disebagai bahan bangunan di daerah Sulawesi Selatan. . Prosiding Seminar Nasional, Rekayasa Bambu sebagai bahan bangunan ramah lingkungan. Kerjasama Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik UGM Yogyakarta dengan Persatuan Pecinta Bambu Indonesia (PERBINDO). hal : 43-52.
Sutiyono dan Marfu’ah Wardani. 2009. Budidaya bambu petung (Dendrocalamus asper Back.) Pros. Semnas MAPEKI XII Bandung. hal 1002-1013.
Sutiyono, Asmanah Widiarti dan Mawazin. 2010. Aspek aspek silvikultur dan budidaya jenis-jenis bambu penghasil rebung. Pros. Semnas Biologi. Fakultas Biologi UGM Yogyakarta. Hal. 424-433.
Sutiyono dan Marfu’ah Wardani. 2011. Teknik budidaya bambu mayan (Gigantochloa robusta Kurz.). Pros. Semnas Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fak. MIPA Universitas Negeri Yogyakarta. hal. : 128-137.
Sutiyono dan Marfu’ah Wardani. 2011. Karakteristik tanaman bambu petung (Dendrocalmus asper Back.) di dataran rendah di daerah Subang, Jawa barat. Kumpulan Makalah Semnas VIII Pendidikan Biologi. Biologi, Sains, Lingkungan
24
dan Pembelajarannya menuju Pembangunan Karakter. FKIP UNS Surakarta. Hal 51-62.
Sutiyono, Yamin Mile dan Marfu’ah Wardani. 2011. Pengaruh teknik perbaikan rumpun terhadap peningkatan produktivitas batang bambu tali (Gigantochloa apus Kurz.). Kumpulan Makalah Semnas VIII Pendidikan Biologi. Biologi, Sains, Lingkungan dan Pembelajarannya menuju Pembangunan Karakter. FKIP UNS Surakarta. Hal 43-50.
Sutiyono. 2012. Jarak tanam bambu mayan (Gigantochloa robusta Kurz.). Pros. Simposium Nasional Rekayasa dan Budidaya Bambu I di Yogyakarta..
25