34
TANTANGAN MODERNITAS DAN PERKEMBANGAN SOSIAL BUDAYA DAN POLITIK UMAT ISLAM Oleh : Mukti Ali (NIM 2120102075) A. Pengantar Agama "ditantang" untuk bisa hidup secara eksistensial. Agama pun diharapkan memiliki signifikansi moral dan kemanusiaan bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Secara realistik, tugas semacam itu masih dibenturkan dengan adanya kehadiran modernitas yang terus- menerus berubah dan menari-nari di atas pusaran dunia sehingga menimbulkan gesekan bagi agama. Dalam penampakan dunia yang sangat kompleks ini, peran agama tidak bisa dipandang sebelah mata. Kehidupan yang sangat dinamis ini merupakan realitas yang tidak bisa dihindarkan dan perlu direspon dalam konstruksi pemahaman agama yang dinamis pula. Tarik- menarik antara tradisi (agama) dan modernitas menjadi wacana yang masih hangat untuk selalu diperdebatkan. Ada kesan bahwa agama itu bertolak belakang dengan modernitas. Agama Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana

moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

 TANTANGAN MODERNITAS DAN PERKEMBANGAN

SOSIAL BUDAYA DAN POLITIK UMAT ISLAM

Oleh : Mukti Ali (NIM 2120102075)

A. Pengantar

Agama "ditantang" untuk bisa hidup secara eksistensial. Agama pun

diharapkan memiliki signifikansi moral dan kemanusiaan bagi

keberlangsungan hidup umat manusia. Secara realistik, tugas semacam itu

masih dibenturkan dengan adanya kehadiran modernitas yang terus- menerus

berubah dan menari-nari di atas pusaran dunia sehingga menimbulkan gesekan

bagi agama.

Dalam penampakan dunia yang sangat kompleks ini, peran agama

tidak bisa dipandang sebelah mata. Kehidupan yang sangat dinamis ini

merupakan realitas yang tidak bisa dihindarkan dan perlu direspon dalam

konstruksi pemahaman agama yang dinamis pula. Tarik-menarik antara tradisi

(agama) dan modernitas menjadi wacana yang masih hangat untuk selalu

diperdebatkan. Ada kesan bahwa agama itu bertolak belakang dengan

modernitas.

Agama Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, terdapat

berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup

dan kehidupan ini secara lebih bermakna dan dalam arti yang seluas-luasnya.

Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, bersikap seimbang

dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa

mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka,

berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, mencintai kebersihan dan

mengutamakan persaudaraan.( Syafaq, 2011, hal. 103)

Page 2: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

Agama Islam lahir pada abad ke- 6 Masehi di semenanjung Arabia.

Pada awal kehadirannya, Islam mengalami hambatan kultural karena lahir di

tengah masyarakat pengembara (nomaden) dan tidak berperadaban. Namun

dalam perkembangan selanjutnya penyebaran agama Islam sangat menarik

minat para ahli sejarah. Dalam jangka waktu yang sangat singkat, sekitar 23

tahun, Islam telah dianut oleh penduduk yang mendiami ½ wilayah dunia.

Pada akhir abad ke-20 agama besar ini menjadi agama yang dipeluk oleh lebih

dari 1 milyar manusia yang tersebar di seluruh dunia, terutama di Asia dan

Afrika.

Islam yang diakui pemeluknya sebagai agama terakhir dan penutup

dirangkaikan petunjuk Tuhan untuk membimbing kehidupan manusia,

mengklaim dirinya sebagai agama yang paling sempurna. Peradaban Islam

dipahami sebagai akumulasi terpadu antara normanitas Islam dan historitas

manusia di muka bumi yang selalu berubah-ubah. Maka setiap zaman akan

selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang

disesuaikan dengan tingkat pemikiran manusia zaman ini. Nasib agama Islam

di zaman modren ini sangat ditentukan sejauh mana kemampuan umat Islam

merespon secara tepat tuntutan dan perubahan sejarah yang terjadi di era

modern ini.

Secara teologis, Islam merupakan sistem nilai dan ajaran yang bersifat

ilahiah (transenden). Pada posisi ini Islam adalah pandangan dunia

(weltanschaung) yang memberikan kacamata pada manusia dalam memahami

realitas. Secara sosiologis, Islam merupakan fenomena peradaban, realitas

sosial kemanusiaan. Dalam hal ini nilai-nilai Islam bertemu dan berdialog

secara intens dengan kenyataan hidup duniawi yang selalu berubah dalam

partikularitas konteksnya.

Page 3: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

Dialog antara universalitas nilai dan partikularitas konteks menjadi

penting dan harus selalu dilakukan agar misi Islam sebagai rahmat semesta

alam dapat diwujudkan. Ketidakmampuan berdialog dapat menjebak agama

pada posisi keusangan (kehilangan relevansi) atau pada posisi lain kehilangan

otentitasnya sebagai pedoman hidup. http://dunia.pelajar

islam.or.id/dunia.pii/arsip/islam-dan-tantangan-modernitas.html (diakses pada tanggal 26

November 2012)

Makalah ini berangkat dari problem yang harus dihadapi umat Islam di

tengah kondisi keterpurukannya. Umat Islam dituntut bekerja ekstra keras

mengembangkan segala potensinya untuk menyelesaikan permasalahannya

dalam menghadapi dunia yang serba modern saat ini, maka selanjutnya

penulis akan membahas permasalahan tentang hal-hal yang berkaitan dengan

problem tersebut, dirangkum dalam tema “Tantangan Modernitas dan

Perkembangan Sosial Budaya dan Politik Umat Islam”.

B. Kerangka Teoritis Kajian

Makalah ini berdasarkan pada penelitian kepustakaan yang bersifat

deskriptif dan analisis kritis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

historis, yaitu usaha menyingkap, menggali dan menelaah serta menganalisis

persoalan yang menjadi objek kajian dari kacamata sejarah. Disamping itu

juga dipakai pedekatan sosiologis, terutama untuk menganalisa tantangan

modernitas dan perkembangan sosial budaya dan politik umat Islam.

Adapun sumber rujukan dalam penulisan makalah ini adalah

Pengantar Studi Islam karya Hammis Syafaq dkk, Oksidentalisme terjemahan

Hassan Hanafi, Hegemoni Kisten Barat karya Adian Husaini, Islam dan

Tantangan Dalam Menghadapi Pemikiran Barat karya Mahmud Hamdi

Zaqzuq, Sejarah Peradaban Islam karya Badri Yatim, dan beberapa buku

referensi lainnya yang berkaitan dengan dominasi barat dan respon umat

Islam.

Page 4: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

Sistematika pembahasan dalam penulisan ini baik bahan, alat dan

objek kajian akan mudah ditemukan setelah diurutkan dan ditata sesuai

dengan kaidah penulisan ilmiah. Sistematika pembahasan merupakan

rangkaian pembahasan yang termuat dan tercakup dalam isi penulisan, antara

satu bagian dengan bagian yang lain saling berkaitan sebagai suatu kesatuan

yang utuh. Agar penulisan dapat dilakukan dengan runtut dan terarah, maka

penulisan ini dibagi menjadi 4 bagian yaitu:

Bagian pertama: pengantar yang berisi tentang identifikasi

permasalahan pendekatan dan sistematika yang dipakai. Bagian kedua sumber

rujukan yang dijadikan referensi. Bagian ketiga pemaparan materi yang

menjelaskan tentang tantangan modernitas yang telah membawa perubahan-

perubahan besar dalam pola kehidupan umat Islam, baik dalam bidang sosial

budaya, politik dan kondisi ekonomi umat Islam, bentuk-bentuk

perkembangan yang dihadapi umat Islam baik secara positif maupun negatif.

Bagian keempat upaya umat Islam dalam menyikapi semua perkembangan itu.

Bagian kelima merupakan kesimpulan sebagai akhir dari penulisan makalah

ini.

C. Pembahasan

1. Tantangan Modernitas Terhadap Kehidupan Islam

Pengertian modernitas berasal dari perkataan "modern"; dan makna

umum dari perkataan modern adalah segala sesuatu yang bersangkutan

dengan kehidupan masa kini. Lawan dari modern adalah kuno, yaitu

segala sesuatu yang bersangkutan dengan masa lampau. Jadi modernitas

adalah pandangan yang dianut untuk menghadapi masa kini. Selain

bersifat pandangan, modernitas juga merupakan sikap hidup. Yaitu sikap

hidup yang dianut dalam menghadapi kehidupan masa kini. Kalau kita

berbicara tentang masa kini, maka yang dimaksudkan adalah waktu

sekarang dan masa depan.

Page 5: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

Kata-kata modern,  modernism, dan  moderenisasi berasal dari kata

latin “modernus”yang artinya “baru saja; just now”, atau “terkini”. Akan

tetapi, dalam pemaknaan yang luas modernisasi selalu saja dikaitkan

dengan perubahan dalam semua aspek kawasan pemikiran dan aktifitas.

(Madjid, 1985, hal.15)

Sedangkan pengertian Islam berasal dari kata aslama-yuslimu-

islaaman, yang berarti “patuh, tunduk, menyerah. Sedangkan Islam

menurut istilah adalah tunduk dan patuh kepada apa yang telah dibawa

oleh Nabi Muhammad SAW.

Pada dasarnya setiap masyarakat menginginkan perubahan dari

keadaan tertentu ke arah yang lebih baik dengan harapan akan tercapai

kehidupan yang lebih maju dan makmur. Keinginan akan adanya

perubahan itu adalah awal dari suatu proses modernisasi. Berikut ini

adalah beberapa pengertian modernisasi dan beberapa pakar, Wilbert E

Moore, modernisasi adalah suatu transformasi total kehidupan bersama

yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi

social ke arah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri negara

barat yang stabil. JW School, modernisasi adalah suatu transformasi,

suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya.

Sebagaimana diungkapakan oleh Nasution yang dikutip dari

Azyumardi Azra (1985, hal. 11) bahwa Azyu lebih suka memakai istilah

modern dari pada pembaruan. Azra beralasan penggunaan istilah

pembaruan. Islam tidak selalu sesuai dengan kenyataan sejarah.

Pembaruan dalam dunia Islam modern tidak selalu mengarah pada

reaffirmasi Islam dalam kehidupan muslim. Sebaliknya, yang sering

terjadi adalah westernisasi dan sekularisasi seperti pada kasus Turki.

Apa yang disampaikan Azra adalah kenyataan modernisme dalam

makna subyektifnya, sedangkan Nasution mencoba melihat modern

dengan makna obyektif. Memang harus diakui, ekspansi gagasan modern

oleh bangsa Barat tidak hanya membawa sains dan teknologi, tetapi juga

Page 6: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

tata nilai dan pola hidup mereka yang sering kali berbeda dengan tradisi

yang dianut masyarakat obyek ekspansi.

Baik dalam makna obyektif atau subyektifnya, modernitas yang

diimpor dari bangsa Barat membuat perubahan dalam masyarakat muslim,

di segala bidang. Pada titik ini umat Islam dipaksa memikirkan kembali

tradisi yang dipegangnya berkaitan dengan perubahan yang sedang terjadi.

Respons ini kemudian melahirkan gerakan-gerakan pembaruan. Seperti

Muhammad Abduh di Mesir, Hasan al-Banna di Mesir, Mawdudi di India

dan Colonel Qadhafi di Libia.

Tetapi, pembaruan Islam bukan sekedar reaksi muslim atas

perubahan tersebut. Degradasi kehidupan keagamaan masyarakat muslim

juga menjadi faktor penting terjadinya gerakan pembaruan. Banyak tokoh-

tokoh umat yang menyerukan revitalisasi kehidupan keagamaan dan

membersihkan praktek- praktek keagamaan dari tradisi-tradisi yang

dianggap tidak Islami.

Berdasar pada dua pendapat diatas, secara sederhana modernisasi

dapat diartikan sebagai perubahann masyarakat dari masyaraat tradisional

ke masyarakat modern dalam seluruh aspeknya. Bentuk perubahan dalam

pengertian modernisasi adalah perubahan yang terarah yang didasarkan

pada suatu perencanaan yang biasa diistahkan dengan sosial planning.

(http://id.shvoong.com/social-sciences/1997478-pengertian-modernisasi/

#ixzz289h7cVMc ) diakses pada tanggal 01 Oktober 2012.

Nurcholis (1998, hal. 17) pernah mengomentari Islam dan

tantangan modernitas. Dalam pandangannya Alquran menunjukkan bahwa

risalah Islam, karena universalitasnya dapat diadaptasikan dengan

lingkungan kultural manapun termasuk lingkungan masyarakat perkotaan

modern, kemampuan Islam mengadaptasikan dirinya dengan tuntutan

kebudayaan modern diakui oleh sejumlah ilmuwan sosial. Salah satunya

adalah Ernest Gellne yang menegaskan bahwa Islam dapat dimodernisasi,

dan upaya modernisasi itu dapat dilakukan serentak dengan upaya

Page 7: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

pemurniannya. Modernisasi diupayakan berlangsung tanpa merusak

keaslian dan otensitasnya sebagai agama wahyu.

Modernitas untuk bangsa Indonesia menurut Suryohadiprojo

adalah pandangan oleh sikap hidup yang dikembangkan untuk menghadapi

kehidupan masa kini. Karena bangsa Indonesia telah menerima Pancasila

sebagai ideologi dan falsafah kehidupannya, dan juga sebagai satu-satunya

azas dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat, maka

modernitas untuk bangsa kita tidak lepas dari Pancasila.

Hakikatnya Pancasila merupakan satu pandangan yang modern.

Memang nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, yaitu Ketuhanan

Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan

Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh bangsa

Indonesia, semua mempunyai akar dalam kehidupan bangsa Indonesia

sejak dahulu kala.

Namun belum pernah dalam sejarah Indonesia ada kehidupan

bangsa kita berbentuk negara yang dilandasi dan dikembangkan nilai-nilai

yang terkandung dalam Pancasila. Baru dalam Negara Republik Indonesia

yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai dasar

landasan Pancasila secara utuh. Itu berarti bahwa bangsa kita mempunyai

keyakinan akan dapat menghadapi kehidupan masa kini dan masa yang

akan datang dengan sebaik-baiknya apabila menggunakan Pancasila

sebagai landasannya. Itu berarti bahwa Pancasila merupakan pandangan

atau Weltanschauung yang modern.

Tetapi seperti telah dikatakan, tidak ada bangsa di dunia yang dapat

menghindari pengaruh dan dampak peradaban Barat yang begitu dinamis

dan agresif. Apabila kita yang merupakan bekas jajahan salah satu bangsa

Barat, tentu telah memperoleh dampak dan pengaruh dari budaya Barat

tersebut, baik yang positif maupun yang negatif. Oleh karena kita hendak

mengembangkan Pancasila sebagai dasar negara kita, maka kita harus

pandai dan arif dalam menghadapi pengaruh dan dampak peradaban itu.

Page 8: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

Selain itu Republik Indonesia tumbuh dan berkembang dalam

lingkungan yang penuh dengan peradaban Barat atau pun pengaruhnya.

Untuk dapat tumbuh dengan selamat dan subur, maka Pancasila harus

mempunyai kemampuan untuk hidup dalam lingkungan demikian tanpa

kehilangan dirinya di satu pihak, tetapi juga kuat menghadapi pihak lain.

Pancasila sebagai pandangan modern tentu juga merupakan

pandangan yang terbuka. Tetapi justru karena keterbukaannya itu akan

dapat mengembangkan vitalitas dan energi yang berhubungan dengan

dunia luar, khususnya dunia Barat. Tentu keterbukaan itu tidak berarti

bahwa jiwanya sendiri dikesampingkan atau dikorbankan. Sebab justru

keterbukaan yang bermaksud untuk memupuk vitalitas dan energi lebih

besar mempunyai tujuan untuk mengamankan jiwa sendiri. Dalam

hubungan dengan peradaban Barat itu dapat diambil unsur-unsur mana

yang dapat memperkuat kehidupan bangsa, dan sebaliknya diperhatikan

unsur-unsur mana yang dalam peradaban Barat harus ditinggalkan karena

merugikan kita sendiri.

(http://media.isnet.org/islam/Paramadina/Konteks/ Modernitas 1 ) diakses

pada tanggal 28 September 2012.

Penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Modernisasi yang

dimaksud adalah proses perombakan cara berfikir dan tata kerja lama yang

tidak rasional, dan menggantinya dengan pola berfikir dan tata kerja baru

yang rasional. Kegunaanya ialah untuk memperoleh daya guna dan

efisiensi yang maksimal. Hal itu dilakukan dengan menggunakan

penemuan mutakhir manusia di bidang ilmu pengetahuan.

2. Perubahan-Perubahan Besar Dalam Pola Kehidupan Umat Islam

Page 9: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

Perubahan masyarakat yang berlangsung dalam abad pertama

Islam tiada tara bandingannya dalam sejarah dunia Kesuksesan Nabi Besar

Muhammad SAW. Dalam merombak masyarakat jahiliyah Arab,

membentuk dan membinanya menjadi suatu masyarakat Islam, masyarakat

persaudaraan, masyarakat demokratis, masyarakat dinamis dan progresif,

masyarakat terpelajar, masyarakat berdisiplin, masyarakat industri,

masyarakat sederhana, masyarakat sejahtera adalah tuntunan yang sangat

sempurna dan wahyu ilahi.

Nabi Muhammad adalah Nabi yang paling sukses diantara para

pemimpin agama, mendapat pengakuan dunia. Ajaran Islam yang

dibawanya berhasil dan kuasa membasmi kejahatan yang sudah berurat

berakar, penyembahan berhala, minuman keras, pembunuhan dan saling

bermusuhan sampai tidak berbekas sama sekali, dan Muhammad berhasil

membina di atasnya suatu bangsa yang berhasil menyalakan ilmu

pengetahuan yang terkemuka, bahkan menjadi sumber kebangunan Eropa.

Proses perubahan masyarakat yang digerakkan oleh Muhammad

adalah proses evolusi. Proses itu berlangsung dengan mekanisme interaksi

dan komunikasi sosial, dengan imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati.

Strategi perubahan kebudayaan yang dicanangkannya adalah strategi yang

sesuai dengan fitrah, naluri, bakat, azas atau tabiat-tabiat universal

kemanusiaan. Stratagi dan dikumandangkannya strategi mencapai salam,

mewujudkan perdamaian, mewujudkan suatu kehidupan masyarakat yang

sejahtera, persaudaraan, dan ciri-ciri masyarakat Islam yang dibicarakan di

atas tadi.

Walaupun demikian Muhammad harus mempersiapkan bala tentara

untuk mempertahankan diri dan untuk mengembangkan dakwahnya,

adalah karena tantangan yang diterima dari kaum Quraisy dan penantang-

penantang jahiliyah lainnya untuk menghapuskan eksistensi Muhammad

dan pengikutnya. Justru karena tantangan itu, kaum muslimin kemudian

bertumbuh dengan cepat dan mengembangkan masyarakat dan

Page 10: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

kebudayaan dengan sempurna. Dalam situasi yang demikian, kita perlu

merenungkan mengapa Muhammad SAW, junjungan kita, panutan kita,

mampu membuat perubahan suatu masyarakat bodoh, terkebelakang,

kejam, menjadi suatu masyarakat sejahtera, terpelajar, dinamis dan

progresif dalam waktu yang begitu singkat.

Strategi kebudayaan yang dibandingkan Muhammad itu perlu kita

kaji kembali Metode perjuangannya perlu kita analisa. Semua itu harus

mampu memberikan anda suatu pisau analisa untuk kemudian menyusun

suatu strategi kebudayaan untuk masa kini, untuk membangun kembali

umat Islam dari keadaannya yang sekarang ini. Suatu hipotesa patut

diketengahkan. Muhammad pada dasarnya membawa suatu sistem teologi

yang sangat berlainan dengan sistem teologi jahiliyah Arab.(Supriyadi,

2003, hal 65-66)

Muara yang diharapkan dari proses dialektika nilai-nilai Islam

dengan modernitas adalah keberlakuan Islam di era modern. Ini terjadi jika

upaya tersebut berhasil dengan baik. Sebaliknya, ketidakberhasilan proses

tersebut dapat membuat agama kehilangan relevansinya di zaman modern.

Peristiwa penolakan terhadap geraja di awal zaman modern di Eropa dapat

terulang kembali dalam konteks yang berbeda dengan dunia Islam.

Islam memiliki potensi kuat untuk menjawab tantangan tersebut.

Ernest Gellner, seperti yang dikutip Majid, menyatakan bahwa di antara

tiga agama monoteis; Yahudi, Kristen dan Islam, hanya Islamlah yang

paling dekat dengan modernitas. Ini karena ajaran Islam tentang

universalisme, skripturalisme (ajaran bahwa kitab suci dapat dibaca dan

dipahami oleh siapa saja, tidak ada kelas tertentu yang memonopoli

pemahaman kitab suci dalam hierarki keagamaan), ajaran tentang

partisipasi masyarakat secara luas (Islam mendukung participatory

democracy), egalitarianisme spiritual (tidak ada sistem kerahiban-

kependetaan), dan mengajarkan sistematisasi rasional kehidupan social.

(Nurcholis, 1985, hal. 467)

Page 11: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

Yusuf Qardhawi menilai kemampuan Islam berdialog secara

harmoni dengan perubahan terdapat dalam jati diri Islam itu sendiri.

Potensi tersebut terlihat dari karakteristik Islam sebagai agama

Rabbaniyah (bersumber dari Tuhan dan terjaga otentitasnya), Insaniyah

(sesuai dengan fitrah dan demi kepentingan manusia), Wasthiyyah

(moderat-mengambil jalan tengah), Waqiiyah (kontekstual), jelas dan

harmoni antara perubahan dan ketetapan.(Nurcholis, 1994, hal. 5)

Bentuk-Bentuk Perkembangan Yang Dihadapi Umat Islam

Meski Islam potensial menghadapi perubahan, tetapi

aktualitas potensi tersebut membutuhkan peran pemeluknya.

Ketidakmampuan pemeluk Islam dapat berimbas pada tidak

berkembangnya potensi yang ada. Ungkapan yang sering dipakai

para pembaru Islam untuk menggambarkan hal ini adalah Islam

mahjub bi al-muslimin.

Dalam mengaktualisasikan potensi tersebut, pemeluk Islam

difasilitasi dengan intitusi tajdid (pembaruan, modernisasi). Ada

dua model tajdid yang dilakukan kaum muslim yakni seruan

kembali kepada fundamen agama (al-Quran dan hadits), dan

menggalakkan aktivitas ijtihad. Dua model ini merupakan respons

terhadap kondisi internal umat Islam dan tantangan perubahan

zaman akibat modernitas.

Model pertama disebut purifikasi, upaya pemurnian akidah

dan ajaran Islam dari percampuran tradisi-tradisi yang tidak sesuai

dengan Islam. Sedang model kedua disebut dengan pembaruan

Islam atau modernisme Islam.(Jainuri, 2002, hal. 38)

Tajdid memiliki peranan yang signifikan. Ketiadaan rasul

pasca Muhammad SAW. bukan berarti tiadanya pihak-pihak yang

akan menjaga otentitas dan melestarikan risalah Islam. Jika

sebelum Muhammad SAW. peranan menjaga dan melestarikan

risalah kerasulan selalu dilaksanakan oleh nabi atau rasul baru,

Page 12: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

pasca Muhammad SAW. peran tersebut diambil alih oleh umat

Islam sendiri. Rasul Muhammad SAW. pernah menyatakan bahwa

ulama` merupakan pewarisnya dan di lain kesempatan ia

menyatakan akan hadirnya mujaddid di setiap seratus tahun.

Dalam proses tersebut, setiap ajaran Islam mengalami

pembaruan yang berbeda-beda, bahkan ada yang tidak boleh

disentuh sama sekali. Aqidah dan ibadah merupakan domain yang

sangat tabu tersentuh proses perubahan. Yang bisa dilakukan

dalam kedua wilayah tersebut adalah pembersihan dari aspek-

aspek luar yang tidak berasal dari doktrin Islam. Di sini berlaku

kaidah “semua dilarang kecuali yang diperintah”.

Berbeda dengan itu, aspek muamalah (interaksi sosial)

merupakan wilayah gerak tajdid dengan sedikit tabu di dalamnya.

Pada aspek ini nilai- nilai Islam mewujudkan dirinya berupa

paradigma (cara pandang) kehidupan. Ajaran Islam menyediakan

pedoman-pedoman dasar yang harus diterjemahkan pemeluknya

sesuai dengan konteks ruang waktu yang melingkupinya. Pada

wilayah ini yang berlaku adalah kaidah “semua dibolehkan kecuali

yang dilarang”.

Menurut Kuntowijoyo (2007, hal. 170) penerjemahan nilai-

nilai tersebut bisa dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung. Yang pertama berangkat dari nilai ajaran langsung ke

wilayah praktis. Ilmu Fiqh merupakan salah satu perwujudan yang

pertama.

Sementara yang kedua berangkat dari nilai ke wilayah

praktis dengan melalui proses filsafat sosial dan teori sosial

terlebih dahulu (nilai-filsafat sosial-teori sosial). Sebagai contoh

adalah ayat yang menjelaskan Allah tidak akan merubah suatu

kaum jika mereka tidak merubah dirinya sendiri. Nilai perubahan

ini harus diterjemahkan menjadi filsafat perubahan sosial,

Page 13: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

kemudian menjadi teori perubahan dan baru melangkah di wilayah

perubahan social.

Keberadaan tajdid menjadi bukti penting penghargaan

Islam terhadaap kemampuan manusia. Batas-batas yang ada dalam

proses tajdid bukan merupakan pengekangan terhadap kemampuan

manusia, tetapi sebagai media mempertahankan otentisitas risalah

kenabian. Ketika agama hanya menghadirkan aspek-aspek yang

tetap, abadi, tidak bisa berubah maka yang terjadi adalah

ketidakmampuan agama mempertahankan diri menghadapi zaman.

Akibatnya, agama akan kehilangan relevansinya. Ini seperti yang

terjadi pada gereja di abad pertengahan.

Sebaliknya, jika aspek-aspek yang tetap, abadi dan tidak

berubah tersebut tidak ada dalam agama, maka agama akan

kehilangan otentitasnya sebagai pedoman hidup manusia. Di

sinilah, kekhasan Islam seperti yang disebut oleh Qardhawi di atas

bahwa Islam berdiri di tengah-tengah. Islam mengandung

ketetapan-ketetapan di satu sisi, dan keluwesan-keluwesan di sisi

lainnya. Dengan sikap terebut, Islam bisa tetap eksis di tengah

perubahan zaman tanpa kehilangan otentitasnya sebagai agama

ilahiah.

Gagasan pembaharuan Islam dapat dilacak di era pra-

modern pada pemikiran Ibn Taymiyah (abad 7-8 H/13-14 M).

Taymiyah banyak mengkritik praktek-praktek Islam populer yang

tidak sesuai dengan ajaran Islam dan menyerukan kembali kepada

syariat. Gerakan lain dilakukan oleh Muhammad Abdul Wahab di

Arabia pada abad ke 18 M yang menolak dengan keras tradisi yang

tidak Islami.(Jainuri, 2002, hal. 15-17)

Page 14: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

Jika pembaharuan pra-modern dilakukan sebagai otokritik

praktek keagamaan populer masyarakat muslim, pembaruan era

modern merupakan respons umat Islam terhadap tantangan yang

ditawarkan oleh modernitas Barat. Di era ini tercatat beberapa

tokoh yang cukup populer seperti al-Afghani, Abduh, Rasyid

Ridha, Sayyid Sabiq, Muhammad Iqbal, dll.

Proses pembaharuan era modern mengalami dinamika yang

cukup kompleks. Keinginan harmonisasi Islam dengan modernitas

melahirkan banyak pemikir dengan karakteristik yang berbeda-

beda. Sebagian pemikir tampak wajah puritanismenya, dan

sebagian yang lain condong pada modernitas, bahkan, terjebak

pada pengagungan nilai-nilai modern (seperti sekularisme).

Fungsi Agama Terhadap Perkembangan Dan Perubahan

Budaya

Dalam konteks sosial, hubungan fungsional antara agama

dan masyarakat sejauh menekankan aspek-aspek yang rasional dan

humanis, atau sosial karitatif dalam masyarakat, dapat disebut

sebagai suatu historical force yang turut menentukan perubahan

dan perkembangan masyarakat. Dalam hubungan ini, dapat

dikatakan bahwa agama mampu menjadi katalisator pencegah

terjadinya disintegrasi dalam masyarakat.

Lebih dari itu, dengan kekuatan yang dimilikinya, agama

dapat diharapkan membangun spiritualitas yang memberi kekuatan

dan pengarahan dalam memecahkan segala problem sosial,

mengatasi rasa frustrasi sosial, penindasan dan kemiskinan.

Page 15: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

Sosiolog Peter L Berger yang dikutip dari Sutarto (2006,

hal 67) mengemukakan hal yang sama, bahwa agama merupakan

sistem simbolik yang memberikan makna dalam kehidupan

manusia yang bisa memberikan penjelasan secara meyakinkan,

serta paling komprehensif tentang realitas, tragedi sosial dan

penderitaan atau rasa ketidakadilan.

Memahami agama sebagai gejala kebudayaan tentu bersifat

kontekstual, yakni memahami fenomena keagamaan sebagai

bagian dari kehidupan sosial kultural. Dalam hal ini agama

dikembalikan kepada konteks manusia yang menghayati dan

meyakininya, baik manusia sebagai individu maupun sebagai

anggota masyarakat. Dalam setiap agama, tentu diajarkan nilai-

nilai yang melahirkan norma atau aturan tingkah laku para

pemeluknya, walaupun pada dasarnya sumber agama itu adalah

nilai-nilai transenden.

Keyakinan religius demikian, yang oleh Berger dikatakan

dapat membentuk masyarakat kognitif, memberi kemungkinan

bagi agama untuk berfungsi menjadi pedoman dan petunjuk bagi

pola tingkah laku dan corak sosial. Di sinilah agama dapat

dijadikan sebagai instrumen integratif bagi masyarakat. Karena

agama tidak berupa sistem kepercayaan belaka, melainkan juga

mewujud sebagai perilaku individu dalam sistem sosial.

Intelektual seperti Soedjatmoko (1984) juga mengakui

agama menjadi penggerak dan pemersatu masyarakat secara

efektif. Karena, agama lebih dari ideologi sekuler mana pun,

merupakan sistem integrasi yang menyeluruh.

Agama mengandung otoritas dan kemampuan pengaruh

untuk mengatur kembali nilai-nilai dan sasaran-sasaran yang ingin

dicapai masyarakat. Dengan demikian, fungsi sosial agama adalah

memberi kontribusi untuk mewujudkan dan mengekalkan suatu

orde sosial (tatanan kemasyarakatan). Secara sosiologis memang

Page 16: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

tampak ada korelasi positif antara agama dan integrasi masyarakat;

agama merupakan elemen perekat dalam realitas masyarakat yang

pluralistik.

D. Upaya Umat Islam Dalam Menyikapi Semua Perkembangan

Serbuan kaum salib ke negeri-negeri Islam tidak hanya menggunakan

pedang, besi dan api, tetapi juga melalui peradaban mereka yang dicekokkan

ke semua negeri yang dapat dikuasainya. Bukan hanya peradaban material

yang menyerbu negara-negara Islam, bahkan mental dan nilai-nilai moralpun

tidak ketinggalan, seperti sistem pendidikan dan pengajaran, dan pemikiran-

pemikiran orang Eropa mengenai ilmu jiwa, ilmu sosial, modal dan lain-lain.

Perang Salib menghasilkan puing-puing kehancuran bagi kaum muslimin

akibat kemauan penjajah yang dikendalikan oleh keserakahan untuk

menguasai dan memperkuat wilayahnya mereka memikul salib di pundak

mereka, tetapi setan berada di hati mereka.

Dahulu kaum muslimin menghayati peradaban ditambah dengan

peradaban Persia, Turki dan lain-lain disamping pemikiran filsafat yang

diserap dari Yunani dan Romawi. Dengan datangnya peradaban Barat, maka

peradaban lama yang telah mereka hayati selama berabad-abad mengalami

keguncangan hebat dalam pikiran mereka.

Inti peradaban Barat bercorak Nasrani, karena itu orang-orang Qibth di

Mesir lebih mudah meniru dan menyerapnya. Namun mereka lebih banyak

menyerap segi material daripada segi moralnya, sehingga setiap rumah dari

keluarga kaum muslimin telah menggunakan penerangan listrik, menggunakan

sajadah buatan Eropa, mendengarkan siara radio Eropa dan lain sebagainya.

Pada saat Barat mendominasi dunia di bidang politik dan peradaban,

persentuhan dengan Barat menyadarkan tokoh-tokoh Islam akan ketinggalan

mereka. Karena itu mereka berusaha bangkit dengan mencontoh Barat dalam

masalah-masalah politik dan peradaban untuk menciptakan balance of power.

Page 17: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

Yang pertama merasakan hal itu diantaranya Turki Usmani, karena kerajaan

ini yang pertama dan utama menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran itu

memaksa penguasa dan pejuang-pejuang Turki untuk banyak belajar dari

Eropa.

Penjajahan Barat juga memicu gerakan pembaharuan dalam Islam,

yang didorong oleh 2 faktor yaitu pemurnian ajaran Islam dari unsur-unsur

asing yang dipandang sebagai penyebab kemunduran Islam dan menimba

gagasan-gagasan pembaharuan dan ilmu pengetahuan dari Barat, sedangkan

yang kedua, tercermin dari pengiriman para pelajar muslim oleh penguasa

Turki Usmani dan Mesir ke negara-negara Eropa untuk menimba ilmu

pengetahuan dan dilanjutkan dengan gerakan penerjemahan karya-karya Barat

ke dalam bahasa Islam. Pelajar-pelajar muslim asal India juga banyak

menuntut ilmu ke Inggris.

Pengaruh Barat terutama terlihat pada lapisan atas dan menengah,

terutama pada intelegensia orang yang memperoleh pendidikan Barat, yang

dijumpai pada tiap negeri Timur. Dalam reaksinya terhadap pengaruh Barat

mereka mempunyai pandangan yang berbeda-beda.

Pandangan pertama berpegang pada sendi-sendi filsafat hidup nenek

moyangnya, berusaha melakukan asimilasi dengan ide-ide Barat dan

memikirkan sintesa yang lebih tinggi dari semangat Barat. Kedua,

memutuskan hubungan dengan warisan lama, menerjunkan dirinya dalam

pembaratan. Yang ketiga bersembunyi di belakang kekecewaan dan kengerian

Barat.(Mansoor, 2007, hal. 26)

Memang benar bahwa peradaban Barat memainkan peranan besar

dalam memajukan dunia Islam. Tanpa peradaban Barat dunia Islam tentu

masih seperti keadaan semula, tetapi itu tidak berarti bahwa peradaban Barat

tidak mengandung cacat dan kekurangan. Peradaban Barat telah menjauhkan

dunia Islam dari peradaban Islam yang lama. Akhirnya peradaban Islam bukan

lagi suatu produk dari kaum muslimin mandiri sebagaimana peradaban Barat

adalah produk dari orang-orang Barat sendiri.

Page 18: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

Secara historis Islam sebenarnya tidak memiliki masalah dengan

modernitas. Dalam soal ilmu pengetahuan, banyak sekali Hadist Nabi yang

secara langsung menganjurkan umat Islam untuk menuntut ilmu. Al-Qur’an

juga selalu menyerukan manusia untuk berpikir, menalar dan sebagainya.

Dalam hal filsafat, misalnya, meski tafsiran para filsuf atas beberapa noktah

ajaran agama tidak bisa diterima kalangan ulama ortodoks, namun para filsuf

Muslim itu berfilsafat tentu karena dorongan keagamaan, untuk membela dan

melindungi keimanan agama. Dengan demikian, kaum Muslim klasik telah

dengan bebas menggunakan bahan-bahan yang datang dari dunia Hellenis

tanpa mengalami Hellenisasi, kaum Muslim saat sekarang juga sebenarnya

dapat menggunakan bahan-bahan modern yang datang dari Barat tanpa

mengalami pembaratan (Westernisasi).

Keadaan yang penuh dengan sikap bebas dan terbuka itu jelas

memerlukan kepercayaan diri yang tinggi, sehingga ada dukungan psikologis

untuk bertindak proaktif dan reaktif. Kepercayaan diri yang diperlukan akan

segera terwujud, mengingat realitas kekinian menunjukkan semakin

banyaknya kaum Muslim yang memasuki kehidupan modern tanpa kehilangan

loyalitas pada agama mereka. Oleh karena itu, kemodernan adalah suatu

keniscayaan bagi umat Islam, meski sekarang ini kadang terjadi benturan

antara Islam dan modernitas yang sering menghasilkan sikap-sikap reaksioner

dalam bentuk anti-modernitas dan sikap-sikap penegasan diri (self-assertion)

secara berlebihan.

Luka lama dunia Muslim akibat penjajahan itu akan hilang, lenyap

ditelan sang waktu. Keyakinan itu didasarkan pada anggapan bahwa

kemodernan adalah kelanjutan wajar dan logis dalam perkembangan

kehidupan manusia sehingga kemodernan sendiri adalah sesuatu yang tak bisa

dihindari (inevitable).(Hanafi, 2002, hal. 84)

Page 19: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

E. Kesimpulan

Modernitas yang melanda dunia Islam, dengan segala efek positif-

negatifnya, menjadi tantangan yang harus dihadapi umat Islam di tengah

kondisi keterpurukannya. Umat Islam dituntut bekerja ekstra keras

mengembangkan seagala potensinya untuk menyelesaikan

permasalahannya. Tajdid sebagai upaya menjaga dan melsetarikan ajaran

Islam menjadi pilihan yang harus dimanfaatkan secara maksimal oleh umat

Islam. Upaya tajdid harus terus dilakukan, tidak boleh berhenti meski

memerlukan cost yang besar.

Sejalan dengan perkembangan budaya dan pola berpikir masyarakat

yang materialistis dan sekularis, maka nilai yang bersumberkan agama

belum diupayakan secara optimal. Agama dipandang sebagai salah satu

aspek kehidupan yang hanya berkaitan dengan aspek pribadi dan dalam

bentuk ritual, karena itu nilai agama hanya menjadi salah satu bagian dari

sistem nilai budaya; tidak mendasari nilai budaya secara keseluruhan.

Fungsi sosial agama adalah memberi kontribusi untuk mewujudkan dan

mengekalkan suatu orde sosial (tatanan kemasyarakatan). Secara sosiologis

memang tampak ada korelasi positif antara agama dan integrasi masyarakat;

agama merupakan elemen perekat dalam realitas masyarakat yang

pluralistik.

Sebenarnya modernisasi bukanlah sesuatu hal yang substansial untuk

ditentang kalau masih mengacu pada ajaran Islam. Sebab Islam adalah

agama universal yang tidak akan membelenggu manusia untuk bersikap

maju, akan tetapi harus berpedoman kepada Islam. Dalam Islam yang tidak

dibenarkan adalah Westernisasi, yaitu total way of life di mana faktor yang

paling menonjol adalah sekularisme, sebab sekulraisme selalu berkaitan

dengan ateisme dan sekularisme itulah sumber segala imoralitas.

Secara historis Islam sebenarnya tidak memiliki masalah dengan

modernitas. Dalam soal ilmu pengetahuan, banyak sekali Hadist Nabi yang

secara langsung menganjurkan umat Islam untuk menuntut ilmu. Al-Qur’an

juga selalu menyerukan manusia untuk berpikir, menalar dan sebagainya.

Page 20: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

Dalam hal filsafat, misalnya, meski tafsiran para filsuf atas beberapa noktah

ajaran agama tidak bisa diterima kalangan ulama ortodoks, namun para

filsuf Muslim itu berfilsafat tentu karena dorongan keagamaan, untuk

membela dan melindungi keimanan agama. Dengan demikian, kaum

Muslim klasik telah dengan bebas menggunakan bahan-bahan yang datang

dari dunia Hellenis tanpa mengalami Hellenisasi, kaum Muslim saat

sekarang juga sebenarnya dapat menggunakan bahan-bahan modern yang

datang dari Barat tanpa mengalami pembaratan (Westernisasi).

Inti dari modernisasi yang kemudian menjadi esensial dan sejalan

dengan ajaran agama Islam adalah rasionalisasi yakni usaha untuk

menundukkan segala tingkah laku kepada kalkulasi dan pertimbangan akal.

Rasionalisasi pada selanjutnya akan mendorong ummat Islam untuk bisa

bersikap kritis dan meninggalkan taqlid yang dikecam dalam Islam. Dengan

demikian, pada dasarnya modernisasi bukanlah sebuah esensi yang

bertentangan dengan ajaran dasar agama Islam.

Page 21: moextyababil17.files.wordpress.com file · Web viewPengantar. Agama "ditantang ... setiap zaman akan selalu terjadi reinterpretasi dan reaktualisasi atas ajaran Islam yang disesuaikan

Daftar Pustaka

Al-Jamri, Mansoor, Islamisme, Pluralisme dan Civil Society, Yogyakarta: Tiara

Wacana, 2007.

Hassan Hanafi, Oksidentalisme, Sikap Kita Terhadap Barat, Jakarta: Paramadina, 2000.

h ttp://Dunia.Pelajar-Islam.Or.Id/Dunia.Pii/Arsip/Islam-Dan-Tantangan-

Modernitas.Html . hal 1

http://media.isnet.org/islam/Paramadina/Konteks/ Modernitas 1

http://id.shvoong.com/social-sciences/1997478-pengertiamodernisasi/#ixzz289h7cVMc

Jainuri, Ahmad, Ideologi Kaum Reformis: Melacak Pandangan Keagamaan

Muhammadiyah Periode Awal, Surabaya: LPAM, 2002.

Madjid, Nurcholish, Agama dan Modernisasi: Pelajaran dari Jepang dan Turki,

sebuah kata pengantar dalam Donald Smith, 1985, Agama Di Tengah

Sekularisasi Politik (terjemahan Azyumardi Azra dan Hari Zamhari), Jakarta:

Pustaka Panjimas, 1985.

, Islam Kemodernan dan keIndonesiaan, (Bandung: Penerbit Mizan , 1998)

Montgomery Watt, William, Fundamentalisme Islam dan Modernitas, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 1997.

Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992.

Supriyadi Eko, “Sosialisme Islam”, Penerbit Pustaka Pelajar, 2003

Sutarto Ayu, Menguak pergumulan antara Seni, Politik, Islam, dan Indonesia,

Kelompok Peduli Budaya dan Wisata Daerah Jawa Timur (Kompyawisda), 2006.

Syafaq, Hammis, dkk, Pengantar Studi Islam, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press,

2011.