Upload
vancong
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGENALAN SISTEM PADA E-MONEY DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA E-MONEY
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Informasi Manajemen
Dosen :
Hepi Prayudiawan, SE.,MM.,Ak.,CA.
Oleh :ZAHRAH AYUNI
NIM : 1112081000081
JURUSAN MANAJEMENFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi saat ini berdampak ke segala aspek kehidupan.
Pemanfaatan teknologi dalam bisnis, dewasa ini semakin sering digunakan di dunia maya
baik di internet ataupun World Wide Web (www). Pemanfaatan teknologi informasi dalam
bisnis tidak hanya sebatas melakukan perdagangan melalui jaringan elektronik, tetapi
pemanfaatan teknologi informasi telah berkembang sampai ke instrumen pembayaran.
Electronic cash atau electronic money (e-money) terbagi dalam dua jenis dasar yaitu
network money dan smart card. Network money adalah nilai moneter yang disimpan didalam
hard drive komputer dan terdiri dari berbagai macam produk software yang memungkinkan
transfer daya beli dalam jaringan elektronik. Smart card atau juga disebut dengan istilah
electronic purse adalah teknologi turunan dari kartu kredit, yang memiliki microprocessor
chip yang ditanam didalamnya dan memiliki nilai moneter. Beberapa tahun belakangan ini
masyarakat Indonesia dikenalkan dengan instrumen pembayaran yang relatif baru di
Indonesia untuk melakukan transaksi yang disebut dengan e-money, berbeda dengan credit
card yang penggunaannya akan langsung berhubungan dengan rekening nasabah, e-money
menawarkan konsep baru dengan sistem prepaid atau prabayar dimana nasabah melakukan
deposit sejumlah nilai moneter terlebih dahulu untuk kemudian akan direkam secara digital
yang kemudian dalam penggunaannya tidak berpengaruh langsung dengan rekening nasabah.
Penerapan e-money di Indonesia dibandingkan dengan negara di Asia lainnya relatif
terlambat karena baru diperkenalkan pada tahun 2007 dibandingkan dengan Hong Kong yang
telah menggunakan e-cash pada Oktober 1996 dan Singapura pada tahun 2000
(Westland,1998). Kegiatan transaksi bisnis secara elektronik khususnya di Indonesia saat ini
masih didominasi dengan penggunaan mobile banking, internet banking, credit card dan
debit card. Berbagai macam instrumen pembayaran tersebut memiliki sejumlah kesamaan
terutama terdapat jumlah minimum nilai untuk dapat melakukan transaksi, kemudian
transaksi yang dilakukan akan langsung berhubungan dengan rekening nasabah yang
menggunakannya. Nasabah yang melakukan transaksi menggunakan kartu debit atau kartu
atm setelah diotorisasi oleh vendor sesuai dengan nilai transaksinya akan langsung
mengurangi jumlah saldo rekening nasabah pengguna.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sampai saat ini terdapat 17
perusahaan penerbit e-money yang didominasi oleh perusahaan yang bergerak di bidang
perbankan dan telekomunikasi. Pada Agustus 2013 Bank Indonesia mencatat volume
transaksi e-money dan terdapat 11 juta lebih transaksi yang dilakukan dengan menggunakan
e-money dengan nilai lebih dari Rp 279,9 miliar. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan
penggunaan e-money memiliki prospek di masa depan jika dibandingkan pada 2007 dengan
nilai transaksi sebesar Rp 5,26 miliar.
Saat ini beberapa e-money yang mendominasi pasar diantaranya adalah Flazz BCA
sebagai pelopor e-money di Indonesia, Brizzi yang dikeluarkan Bank BRI, dan Indomaret
card yang dikeluarkan oleh Bank Mandiri yang berfungsi tidak hanya untuk melakukan
transaksi pembayaran di gerai Indomaret tetapi juga dapat digunakan untuk transaksi
pembayaran tarif tol sebagai pengganti e-toll card. Selain perusahaan yang bergerak di
bidang perbankan, beberapa perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi juga telah
mengeluarkan produk e-money diantaranya adalah Flexy Card yang dikeluarkan oleh PT
Telekomunikasi Indonesia, XL Tunai yang dikeluarkan oleh PT XL Axiata, dan “SKYDOIT”
yang dikeluarkan PT Sky Sab Indonesia.
Penggunaan e-money dalam melakukan transaksi menawarkan berbagai keunggulan
dibanding dengan instrumen pembayaran lainnya seperti credit card dan debit card dengan
mengedepankan kecepatan, kemudahan, dan efesiensi dalam melakukan transaksi. Selain itu
berbeda dengan credit card dan debit card yang memiliki jumlah nilai minum untuk
melakukan transaksi, dalam penggunaannya e-money tidak ditentukan jumlah minimum nilai
transaksi sehingga akan lebih efisien pemanfaatannya karena dapat menjangkau transaksi -
transaksi yang nilainya relatif kecil.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dan sistem apa saja yang terdapat dalam operasional e-money
2. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi pemegang kartu uang elektronik dalam
melakukan transaksi e-money?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk dapat mengetahui sistem yang dirancang untuk mengoperasikan e-money serta
keamanannya.
2. Untuk dapat mengetahui bentuk pengaturan yang ideal bagi pemegang kartu dalam
melakukan transaksi e-money.
3. Untuk dapat mengetahui perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi pemegang kartu
uang elektronik dalam melakukan transaksi e-money.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian E-Money
Pengertian e-money mengacu pada definisi yang dikeluarkan oleh Bank for
International Settlement (BIS) dalam salah satu publikasinya pada bulan Oktober 19961.
Dalam publikasi tersebut e-money didefinisikan sebagai “stored-value or prepaid products in
which a record of the funds or value available to a consumer is stored on an electronic
device in the consumer’s possession” (produk stored-value atau prepaid dimana sejumlah
nilai uang disimpan dalam suatu media elektronis yang dimiliki seseorang).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa nilai uang dalam e-money akan berkurang pada saat
konsumen menggunakannya untuk pembayaran. Disamping itu e-money yang dimaksudkan
disini berbeda dengan “single-purpose prepaid card” lainnya seperti kartu telepon, sebab e-
money yang dimaksudkan di sini dapat digunakan untuk berbagai macam jenis pembayaran
(multipurposed). E-money yang dimaksudkan disini juga berbeda dengan alat pembayaran
elektronis berbasis kartu lainnya seperti kartu kredit dan kartu debet. Kartu kredit dan kartu
debet bukan merupakan “prepaid products” melainkan “access products”. Secara umum
perbedaan karakteristik antara “prepaid product” dan “access product” adalah sebagai
berikut:
1. Prepaid product (e-money)
- Nilai uang telah tercatat dalam instrumen e-money, atau sering disebut dengan stored value.
- Dana yang tercatat dalam e-money sepenuhnya berada dalam penguasaan konsumen.
- Pada saat transaksi, perpindahan dana dalam bentuk electronic value dari kartu e-money
milik konsumen kepada terminal merchant dapat dilakukan secara off-line. Dalam hal ini
verifikasi cukup dilakukan pada level merchant (point of sale), tanpa harus on-line ke
komputer issuer.
2. Access product (kartu debet dan kartu kredit)
- Tidak ada pencatatan dana pada instrumen kartu.
- Dana sepenuhnya berada dalam pengelolaan bank, sepanjang belum ada otorisasi dari
nasabah untuk melakukan pembayaran.
Pada saat transaksi, instrumen kartu digunakan untuk melakukan akses secara on-line
ke komputer issuer untuk mendapatkan otorisasi melakukan pembayaran atas beban rekening
nasabah, baik berupa rekening simpanan (kartu debet) maupun rekening pinjaman (kartu
kredit). Setelah di-otorisasi oleh issuer, rekening nasabah kemudian akan langsung didebet.
Dengan demikian pembayaran dengan menggunakan kartu kredit dan kartu debet
mensyaratkan adanya komunikasi on-line ke komputer issuer. Selain produk e-money
sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, saat ini, khususnya di Indonesia mulai
bermunculan inovasi produk-produk pra-bayar yang secara fungsional mirip dengan e-
money, namun secara teknis, karakteristiknya berbeda dengan karakteristik e-money yang
dimaksudkan dalam kajian ini. Contohnya adalah model prabayar yang umumnya
dikembangkan oleh perusahaan telekomunikasi dimana nilai uang tidak disimpan di dalam
kartu (bukan stored value) melainkan disimpan dalam server data base perusahaan
telekomunikasi yang menerbitkan kartu pra-bayar tersebut. Dalam hal ini perintah
perpindahan dana untuk pembayaran harus dilakukan secara on-line ke server penerbit
melalui short messaging services (SMS). Model prabayar ini sebenarnya adalah
pengembangan dari bentuk pulsa yang kemudian dikembangkan untuk dapat digunakan untuk
berbagai macam pembayaran.
B. Manfaat E-Money
Beberapa manfaat atau kelebihan dari penggunaan e-money dibandingkan dengan
uang tunai maupun alat pembayaran non-tunai lainnya, antara lain :
- Lebih cepat dan nyaman dibandingkan dengan uang tunai, khususnya untuk transaksi yang
bernilai kecil (micro payment), disebabkan nasabah tidak perlu menyediakan sejumlah uang
pas untuk suatu transaksi atau harus menyimpan uang kembalian. Selain itu, kesalahan dalam
menghitung uang kembalian dari suatu transaksi tidak terjadi apabila menggunakan e-money.
- Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu transaksi dengan e-money dapat
dilakukan jauh lebih singkat dibandingkan transaksi dengan kartu kredit atau kartu debit,
karena tidak harus memerlukan proses otorisasi on-line, tanda tangan maupun PIN. Selain itu,
dengan transaksi off-line, maka biaya komunikasi dapat dikurangi.
- Electronic value dapat diisi ulang kedalam kartu e-money melalui berbagai sarana yang
disediakan oleh issuer.
C. Penerapan e-money di Indonesia
Di Indonesia, penggunaan uang elektronik (e-money) ini dimulai di tahun 2007 tetapi
masih diatur dalam pengaturan mengenai APMK (Alat Pembayaran dengan Menggunakan
Kartu). Bank Indonesia mencatat jumlah transaksi di tahun 2007 ada sekitar 586.046
transaksi dan di tahun 2008 meningkat sebanyak 2.560.591 transaksi. Kemudian di tahun
2009, Bank Indonesia sebagai lembaga yang mempunyai otoritas moneter mengeluarkan
peraturan Bank Indonesia dengan no. 11/12/PBI/2009 Tentang Uang Elektronik (Electronic
money). Peraturan ini menjadikan pengaturan mengenai Uang Elektronik terpisah dengan
pengaturan mengenai Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.
Keluarnya PBI ini secara tidak langsung mengakibatkan melonjaknya jumlah
transaksi uang elektronik mencapai 17 juta transaksi dengan nilai transaksi mencapai 500
milyar pada tahun 2009. Di tahun-tahun berikutnya jumlah instrument selalu meningkat dan
di akhir tahun 2011, jumlah transaksi sudah mencapai 41 juta transaksi.
Dari data diatas terlihat bahwa perkembangan uang elektronik ini begitu cepat dan
signifikan. Adanya peningkatan terhadap penggunaan uang elektonik berarti mengakibatkan
adanya peningkatan terhadap pemintaan uang.
Less Cash Society (LCS) atau penggunaan uang elektronik dilakukan untuk efisiensi
alat pembayaran karena pencetakan uang dan pengedarannya membutuhkan biaya yang tidak
sedikit. Less cash society berkembang berkat adanya e-money. Bank of International
Settlement (BIS) mendefinisikan e-money sebagai produk ‘stored value‘ atau prepaid dimana
sejumlah nilai uang (monetary value) disimpan secara elektronik dalam suatu peralatan
elektronik yang dimiliki seseorang. Berbeda dengan kartu kredit, debet, dan kartu
pembayaran lainnya, transaksi e-money tidak memerlukan proses otorisasi dan tidak terkait
dengan rekening bank, karena nilainya telah tersimpan dalam alat bayar tersebut. E-money
pada umumnya digunakan untuk transaksi dengan nilai kecil. Ada dua jenis e-money yaitu
berbentuk kartu, yang biasanya diterbitkan oleh bank, dan berbentuk elektonik yang biasanya
diterbitkan oleh operator seluler.
Sebenarnya e-money telah ada di Indonesia sejak tahun 2007, namun
pertumbuhannya relatif lamban. Kelambatan tersebut disebabkan masalah interoperability.
Sayangnya belum interoperability, artinya e-money hanya bisa digunakan untuk merchant
yang bekerjasama dengan bank yang bersangkutan, ujar salah satu pejabat BI, Aribowo.
Khusus e-money yang diterbitkan operator seluler, cara penggunaannya juga belum nyaman
dan kehandalan relatif rendah, karena menggunakan SMS. Hambatan lain adalah
ketersebaran merchant penerima e-money yang juga masih terbatas. Sebagai produk yang
relatif masih baru, e-money juga belum dikenal luas oleh masyarakat.
Pada tahun peluncurannya jumlah pengguna e-money baru 165.193 dengan rata-rata
transaksi harian sebesar Rp 19,15 juta dan volume sebesar 2 ribu. Pada September 2011
pengguna e-money telah mencapai 11,7 juta dengan nilai rata-rata transaksi harian sebesar Rp
2,5 miliar dan volume 102 ribu. Menurut Sharing Vision, pengguna e-money tahun 2012
akan mencapai 18 juta dengan transaksi Rp 1,2 triliun. Dari jumlah tersebut diperkirakan
sebanyak 20 persen pengguna akan aktif bertransaksi, jauh dari tahun sebelumnya yang
hanya 10 persen pengguna aktif.
Di Eropa e-money telah berkembang sejak tahun 2000-an. Pada awalnya jumlah
transaksi hanya sekitar 50 juta dengan kontribusi berkisar 0,35 persen dari seluruh transaksi
yang ada. Namun selanjutnya tumbuh luar biasa menjadi sekitar 380 juta pada tahun 2006
dengan kontribusi mencapai 1,23 persen dari total transaksi. Beberapa negara yang
mengalami pertumbuhan e-money signifikan adalah Belgia, Austria, Jerman dan Belanda.
D. Penggunaan E-money di Indonesia
Transaksi elektronik belum terlalu banyak dijumpai di Indonesia. Sejauh ini, 99
persen transaksi dilakukan secara tunai. Karena kondisi tersebut, startup dan toko online
harus menyediakan metode pembayaran offline seperti cash-on-delivery (COD) dan voucher
game. Meskipun startup masih harus menggunakan metode pembayaran offline ini agar dapat
mempertahankan kelangsungan bisnisnya, tampaknya masyarakat Indonesia akan lebih
banyak menggunakan transaksi elektronik di tahun-tahun mendatang. Sejauh ini, e-money
uang non-tunai yang digunakan dalam transaksi – sudah digunakan sebagai alat pembayaran
untuk transaksi yang bernilai kurang dari Rp 5 juta di Indonesia. Total nilai transaksi e-
money di tahun 2013 mencapai Rp 6,7 miliar per hari atau Rp 2 triliun per tahun. Sementara
total nilai transaksi di Indonesia adalah Rp 260 triliun per tahun.
Tapi, tren menunjukkan bahwa e-money akan tumbuh jauh lebih cepat di tahun-tahun
mendatang. Total nilai transaksi e-money di Indonesia di tahun 2009 adalah Rp 1,4 miliar per
hari. Tahun berikutnya naik menjadi Rp 1,9 miliar per hari. Di tahun 2011, nilai tersebut naik
menjadi Rp 2,7 per hari, dan tahun lalu nilainya mencapai Rp 3,9 per hari, seperti yang bisa
Anda lihat pada grafik di atas. Sampai bulan Mei tahun lalu, 23,5 juta alat e-money (seperti
kartu Flazz BCA dan kartu e-Toll Indomaret) sudah dikeluarkan, naik dibandingkan tahun
lalu yang berjumlah 21,9 juta. Tren positif Studi terbaru dari Amdocs dan Analysys Mason
memperlihatkan dua tren yang memprediksi pertumbuhan penggunaan e-money. Yang
pertama adalah bagaimana Bank Indonesia melonggarkan regulasi, mengijinkan perusahaan
telekomunikasi untuk memungkinkan pelanggannya menguangkan e-money yang mereka
miliki tanpa biaya tambahan apapun (meskipun e-wallet sendiri sebenarnya tidak begitu
banyak digunakan).
Kedua, tiga perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia memungkinkan
penggunanya menggunakan e-money – T-Cash milik Telkomsel, Dompetku milik Indosat,
dan XL Tunai milik XL Axiata – untuk mengirimkan uang ke orang lain walaupun
menggunakan alat e-money yang berbeda, sehingga mempermudah proses pembayaran antara
pengguna e-money. Studi yang melakukan survey terhadap 4.000 responden dari Indonesia,
Brazil, Inggris, dan Amerika Serikat ini mengatakan bahwa pemicu terbesar yang membuat
masyarakat Indonesia mau menggunakan metode pembayaran baru adalah kepraktisannya
(dinyatakan oleh 31 persen responden), peningkatan dalam hal keamanan (23 persen), biaya
transaksi yang lebih rendah (15 persen), dan insentif dari penyedia layanan (12 persen).
Terkait kebiasaan penggunaan e-money, laporan tersebut juga mengatakan bahwa dari 60 juta
orang yang memiliki rekening bank di Indonesia, hanya 15 persen yang menggunakan
metode pembayaran non-tunai seperti kartu kredit atau debit. Ini berarti, e-money masih
memliki banyak ruang untuk terus bertumbuh di Indonesia.
C. Teknologi e-money
Suica[Super Urban Intelligent CArd]
Suica diterbitkan oleh Japan East Railroad Company, dengan tujuan mempermudah
transaksi serta memperlancar jalur pembelian tiket pada jam sibuk kerja. Secara umumnya
Suica adalah kartu pra-bayar tunai elektronik yang dikembangkan di Jepang yang dapat
digunakan untuk membeli layanan dan produk di daerah stasiun kereta, kereta bawah tanah,
dan bus, serta di mesin penjual otomatis dan minimarket. Kartu ini dapat dibeli di mesin
penjual khusus di stasiun kereta terutama di daerah Kantou(metropolitan Tokyo), Kansai
(metropolitan Osaka), Sendai, dan Niigata. Meskipun pembayaran minimum untuk satu kartu
adalah 2000 yen (US $ 17.90) yang diperlukan untuk membeli kartu. Tetapi sebenarnya
hanya 1500 yen (US $ 13,42) tunai elektronik yang awalnya tersimpan pada kartu, sebagai
returnable deposit dari 500 yen (US $ 4,47) yang dibebankan. Saat pelanggan membayar
untuk produk dan jasa, uang yang masing-masing dipotong dibebankan pada kartu. Suica
dapat diisi ulang pada mesin khusus di stasiun kereta. Cara kerja Suica adalah berupa
pendekatan kartu Suica pada scanner device, dan secara otomatis scanner akan mendeduksi
uang dari kartu, lalu menunjukkan jumlah uang yang tersisa. Biarpun penggunaan Suica
memiliki sisi negatif, tetapi efek positif yang diberikan lebih banyak daripada sisi negatif
yang terbawa. Suica, biarpun harus diisi ulang hanya pada beberapa area tertentu, tetapi dapat
menjadi pengganti cash yang dibawa oleh orang tersebut. Selain itu, Suica juga
mempermudah proses penggunaan tiket kereta, dimana seseorang harus memasukkan tiket
kereta dan mengambilnya lagi di jalan keluar pada saat menaiki kereta, dan harus sekali lagi
melakukan hal tersebut saat turun dari kereta. Sejarah Suica dimulai dari nama “suisui” dari
suara yang dihasilkan saat menggunakan, yang berarti lancar (smooth) dengan “ka” yang
merupakan singkatan dari card. Dengan kata lain Suica bila diartikan secara kasar adalah,
kartu lancar atau kartu pemerlancar.
Pengembangan Suica Suica diciptakan karena pada awalnya sistem tiket kereta yang merepotkan
dikembangkan dengan sistem magnet kurang berhasil, yang kemudian mendorong
penggunaan IC(Integrated Circuit), hal ini dikarenakan IC memiliki kapabilitas penyimpanan
100 kali lebih banyak daripada magnetic tickets. Tetapi hal ini mendorong permasalahan baru
dimana sistem tiket kereta masih menggunakan CPU untuk read only dan mencatat semua
transaksi perjalanan sebanyak lebih dari 15 juta penumpang setiap hari. Dan hal tersebut tidak
mungkin dicatat oleh fisik database server komputer. Sehingga daripada menggunakan read
only card, digunakanlah read/write card, dimana masing-masing kartu menyimpan setiap
transaksinya sendiri. Di fase terakhir dari pengembangan kartu ini, dibuat scanner yang
contactless dimana cukup dengan mendekatkan kartu pada scanner cukup untuk membaca
dan menulis informasi yang diperlukan. Hal ini mempermudah proses penggunaan kartu,
dimana tidak perlunya mengeluarkan kartu dari dompet untuk ditempelkan pada mesin
scanner. Area scan dari scanner juga diubah, dari menggunakan bentuk elips menjadi bentuk
dome.
Perubahan area Scan pada scanner
Teknologi Suica
Kartu Suica beroperasi dengan menggunakan RFID (Radio-Frequency
IDentification), Dengan teknologi ini, gelombang radio yang digunakan memberikan
rangkaian terintegrasi daya yang cukup untuk mengoperasikan sementara chip yang berada
dalam jangkauan pemancar gelombang radio. Sehingga data juga dapat diterima dan
dikirimkan menggunakan gelombang radio. Kartu Suica menggunakan teknologi contactless,
tetapi waktu yang diperlukan untuk read/write informasi transaksi kurang bila pengguna
hanya mengenai sekilas daerah scanner, untuk itu diciptakan suatu teknik “touch and go”di
mana kartu tersebut harus ditekan secara singkat pada scanner agar dapat menerima dan
mengirimkan data sementara dalam gelombang radio. Desain teknik yang paling efisien
untuk dasar dari scanner ini adalah untuk menempatkannya pada sudut derajat 15 dan
menyalakannya dengan sebuah layar LED.
Penggunaan kartu Suica
Secara spesifik, pengiriman dan penerimaan data pada kartu Suica menggunakan
teknik FeliCa(Felicity Card) yang dikembangkan oleh Sony. Dengan detail gelombang radio
yang digunakan adalah13.56 MHz dan transmisi data sebesar 212 kbps. FeliCa menggunakan
algoritma Manchester Encoding untuk encoding data yang ditransmisi antara kartu dan
scanner karena, pada saat kartu bergerak pada daerah scanner muncul noise yang menggangu
pengiriman dan penerimaan data antara kartu dan scanner. Manchester Encoding digunakan
karena lebih resistan pada noise dibandingkan algoritma lain. Cara kerja Manchester
Encoding adalah sebagai berikut: Manchester Encoding mengkodekan 0 sebagai penurunan
tegangan dari beberapa tegangan positif maksimum ke nol tegangan. Sebaliknya, kenaikan
tegangan dari tegangan nol ke tegangan positif maksimum digunakan untuk menyatakan 1.
Saat kartu menyentuh scanner, kartu harus diakui oleh pemindai, lalu data dienkripsi, dan
akhirnya data harus ditransmisi kembali. Semua ini terjadi dalam waktu kurang dari 0,1 detik.
Jika transaksi tidak terselesaikan, maka kartu tersebut akan dikembalikan ke keadaan semula.
Hal ini untuk mencegah kesalahan bilamana jika transaksi hanya sebagian selesai.
Keamanan Suica(Algoritma Enkripsi)
Untuk memberikan rasa aman, pada setiap transaksi diberikan kunci baru yang
tercipta setiap transaksi dilakukan. Kunci tersebut digunakan sebagai masukan dalam enkripsi
algoritma Triple-DES[Data Encrypption Standard] yang diciptakan oleh kerja sama antara
IBM dan NSA[National Security Agency] pada tahun 1976. DES adalah jenis algoritma
enkripsi yang dikenal sebagai "block cipher". Ini berarti bahwa algoritma ini digunakan untuk
mengenkripsi data dalam blok yang ditetapkan dalam ukuran tertentu. Untuk DES, ukuran
blok adalah 64 bit, Masukan untuk blok cipher adalah pesan plaintext yang akan dienkripsi,
Output untuk cipher blok adalah ciphertext, yang merupakan versi terenkripsi plaintext,
dengan ukuran yang sama dengan pesan plaintext asli. Untuk DES, ukuran input plaintext
dan ciphertext keluaran adalah 64 bit. Pada akhir masukan, sebuah kunci rahasia juga
digunakan sebagai masukan.
Karena DES bersifat simetris, kunci yang digunakan sama dan algoritma dengan
sedikit perubahan digunakan untuk mendekripsi ciphertext kembali ke plaintext asli. Untuk
DES, panjang kunci ini adalah 64 bit, tetapi hanya 56 bit digunakan karena setiap bit
kedelapan digunakan untuk pengecekan paritas dan diabaikan. Adapun penjelasan sederhana
dari algoritma DES, DES didasarkan pada "dua teknik dasar enkripsi: confusion and
diffusion". DES dibagi menjadi 16 putaran. Setiap putaran menggunakan kunci untuk
melakukan substitusi dan permutasi pada plaintext asli.
Menentukan plaintext asli dari ciphertext sangat sulit tanpa mengetahui kuncinya.
Salah satu pendekatan serangan adalah dengan hanya mencoba setiap kunci yang mungkin.
Serangan brute force biasanya memakan waktu lama, karena semua 256 kunci harus dicoba.
Karena algoritma ini adalah umum, ahli kriptologi banyak telah mempelajari algoritma,
mencari kelemahan. Satu terkenal kelemahan terletak pada kunci sendiri. Enam puluh empat
"kunci lemah" telah diidentifikasi yang memiliki sifat tertentu yang membuat plaintext lebih
mudah ditemukan. Sebuah metode yang dikenal sebagai " differential cryptanalysis" telah
terbukti lebih efektif daripada serangan brute force dalam mengungkap kunci, tetapi hanya
berguna bila penyerang dapat memilih beberapa plainteks asli. Metode lain yang dikenal
sebagai "linear cryptanalysis" juga dapat digunakan untuk memulihkan kunci lebih cepat
daripada pencarian yang melelahkan, tetapi juga membutuhkan pengetahuan tentang
plaintext.
Akhirnya, ahli kriptologi banyak yang curiga bahwa NSA telah menciptakan
"backdoor" untuk DES, karena mereka membantu untuk menciptakan misterius S-boxes
(kotak substitusi), yang digunakan untuk menggantikan plaintext dengan nilai yang berbeda.
Pada tahun 1978, AS Senat Komite Intelijen menyatakan bahwa DES tidak memiliki
kelemahan dieksploitasi tersebut. Dengan kekuatan pengolahan komputer saat ini, kelemahan
nyata dari DES terletak pada panjang kunci dan blok pendek, yang masing-masing hanya 56
dan 64 bit. Karena telah banyak percobaan dan juga beberapa keberhasilan dalam beberapa
cara pemecahan algoritma DES, akhirnya pada tahun 1999 hanya boleh digunakan sebagai
legalisasi sistem dan untuk berikutnya, wajib menggunakan “triple”DES. Bila menggunakan
skema enkripsi triple, berbagai kombinasi tombol, mode enkripsi, dekripsi dan mode dapat
digunakan. Sebagai contoh, plaintext dapat dienkripsi sekaligus dengan satu tombol.
Output ini (ciphertext) dienkripsi lagi dengan kunci yang berbeda. Akhirnya, output
ini (ciphertext 2) dienkripsi ketiga kalinya dengan kunci ketiga. Ini adalah versi triple DES
yang menggunakan NIST[National Institute of Standards and Technology]. Secara resmi
disebut "Triple Data Encryption Algorithm" (TDEA), yaitu algoritma enkripsi yang
menggunakan 3 kunci yang berbeda dan algoritma DES 3 kali untuk mengenkripsi dan
mendekripsi data dengan menggunakan kunci pertama dengan enkripsi DES. Output untuk
ini adalah masukan untuk dekripsi DES, tetapi dengan tombol kedua. Akhirnya, output dari
ini dekripsi dengan kunci kedua adalah masukan untuk enkripsi lain dengan kunci pertama.
Ini memberikan panjang kunci efektif adalah sejumlah 2112. Untuk menambakhan keamanan
dalam penggunaan algoritma, karena “triple-DES” juga sudah umum digunakan, maka IC
card yang digunakan juga diamankan kembali dengan enkripsi PGP(Pretty Good Privacy)
yang juga menggunakan bentuk lain dari block cipher yaitu IDEA.
Triple DES disederhanakan Keseluruhan Triple DES
IDEA[International Data Encryption Algorithm]
Dengan menggunakan 64 bit block dan 256 bit key, IDEA menggunakan teknik yang
mirip dalam enkripsi dan dekripsi. Dan secara keseluruhan IDEA sudah terbukti immune dari
beberapa bentuk penyerangan, dan penyerangan tersebut tersusun dari 6 ronde didasarkan
oleh 264 known plaintexts dan 2126.8 operation.oleh karena itu bentuk dari enkripsi dengan
PGP telah divalidasi dan disertifikasi oleh EAL4 sebagai pendiri keamanan terandalkan untuk
Smart Cards sedunia.
Untuk perlindungan lebih jauh, pelanggan juga dapat mendaftarkan informasi diri
untuk kartu Suica. Jika mereka memberikan nama mereka, tanggal lahir, dan jenis kelamin
saat membeli kartu Suica, maka kartu mereka dapat dibatalkan dan mereka bisa mendapatkan
kartu baru jika mereka kehilangan kartu lama mereka atau dicuri. Secara praktisnya belum
pernah ada organisasi atupun individual yang dapat melakukan tindak kriminal seperti
manggandakan ataupun mendapatkan profit dari kartu Suica dikarenakan berbagai fasilitas
keamanan yang diberikan.
D. Dasar Hukum Sistem Pembayaran Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik
Tidak semua kartu dapat digolongkan sebagai alat pembayaran menggunakan kartu
dan juga uang elektronik. Kartu member pelanggan, kartu diskon atau kartu voucher yang
dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan retail tidak dapat digolongkan sebagai alat
pembayaran menggunakan kartu maupun uang elektronik. Sebab kartu jenis ini tidak
mensyaratkan adanya pengisian uang melalui pulsa atau rekening di bank.
Alat pembayaran menggunakan kartu (kartu kredit, ATM/Debit) serta uang elektronik
diatur dalam sejumlah regulasi Peraturan Bank Indonesia (PBI), sebagai berikut :
1. PBI Nomor 6/30/PBI/2004 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu
2. PBI Nomor 7/52/PBI/2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu
3. PBI Nomor 10/8/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI Nomor 7/52/PBI/2005 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu
4. PBI Nomor 10/4/PBI/2008 tentang Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Lembaga Selain Bank (LSB)
5. PBI Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu
6. PBI Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money)
7. PBI Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan atas PBI Nomor 11/11/PBI/2009 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu Alat pembayaran
menggunakan kartu (kartu kredit, ATM/kartu debit) dan uang elektronik (e-money) juga
diatur dalam sejumlah Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI), yaitu :
1. SE BI Nomor 7/59/DASP/2005 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran Menggunakan Kartu
2. SE BI Nomor 7/60/DASP/2005 tentang Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian
serta Peningkatan Keamanan dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu
3. SE BI Nomor 7/61/DASP/2005 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran Menggunakan Kartu
4. SE BI Nomor 8/18/DASP/2006 tentang Perubahan atas SE BI Nomor 7/60/DASP/2005
tentang Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian serta Peningkatan Keamanan dalam
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu
5. SE BI Nomor 10/04/UKMI/2008 tentang Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran Menggunakan Kartuoleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Lembaga Selain
Bank (LSB)
6. SE BI Nomor 10/07/DASP/2008 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran Menggunakan Kartu
7. SE BI Nomor 10/20/DASP/2008 tentang Perubahan Kedua atas SE BI Nomor
7/60/DASP/2005 tentang Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian serta Peningkatan
Keamanan dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu
8. SE BI Nomor 11/10/DASP/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu
9. SE BI Nomor 11/11/DASP/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money)
10. SE BI Nomor 13/22/DASP/2011 tentang Implementasi Teknologi Chip dan Penggunaan
Personal Identification Number (PIN) pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang
Diterbitkan di Indonesia
Pada awalnya, Bank Indonesia menggolongkan kartu Kredit, Kartu ATM, Kartu
Debit, dan Kartu Prabayar (Uang Elektronik) dalam satu kategori yaitu alat pembayaran
menggunakan kartu. Namun sejak pemberlakuan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/11/PBI/2009 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009, terjadi perubahan
dimana kartu kredit, kartu debit dan kartu ATM digolongkan sebagai alat pembayaran
menggunakan kartu, sedangkan kartu prabayar digolongkan sebagai uang elektronik.
Perubahan penggolongan tersebut dilatarbelakangi bahwa uang elektronik (electronic
money / e-money) tidak hanya diterbitkan oleh bank tetapi juga diterbitkan oleh lembaga
selain bank. Selain itu, uang elektronik memiliki perbedaan dengan alat pembayaran
menggunakan kartu, karena pemegang kartu uang elektronik tidak harus menjadi nasabah
atau membuka rekening di bank seperti pemegang alat pembayaran menggunakan kartu
lainnya. Alat pembayaran menggunakan uang elektronik telah berkembang pesat sehingga
memerlukan perhatian khusus dari sisi pengaturan dan pengawasan. Sehubungan dengan hal
tersebut, pengaturan uang elektronik (e-money) diatur lebih lengkap dalam peraturan
tersendiri yang terpisah dari pengaturan alat pembayaran menggunakan kartu.
Penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran menggunakan kartu yang sebelumnya
diatur dalam PBI Nomor 11/11/PBI/2009 telah mengalami perubahan berdasarkan PBI
Nomor 14/2/PBI/2012. Pembaharuan tersebut dikarenakan banyaknya kasus pelanggaran dan
tindak pidana terhadap kartu kredit. Perubahan tersebut ditujukan untuk menyempurnakan
regulasi kartu kredit yang dalam pelaksanaannya telah menimbulkan sejumlah dampak
negatif di masyarakat. Penyempurnaan ini diperlukan dalam rangka mendorong pertumbuhan
yang lebih sehat dalam transaksi pembayaran menggunakan kartu dan menekan keluhan dari
pengguna alat pembayaran menggunakan kartu khususnya pemegang kartu kredit.
Penyelenggaraan alat pembayaran menggunakan kartu yang diselenggarakan oleh bank wajib
menerapkan manajemen risiko sesuai dengan peratusan Bank Indonesia yang mengatur
tentang manajemen risiko. Selain itu penyelenggara berupa lembaga selain bank (LSB) yaitu
perusahaan telekomunikasi, juga diwajibkan menerapkan manajemen risiko sesuai ketentuan
manajemen risiko bagi LSB. Apabila belum mencantumkan ketentuan yang mengatur
mengenai manajemen risiko untuk LSB, penerapan manajemen risiko bagi LSB tunduk pada
ketentuan peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai manajemen risiko.
Para Pihak Dalam Transaksi E-Money
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang uang
elektronik (electronic money) maka dapat dilihat pihak-pihak dalam transaksi uang elektronik
ini yaitu :
1. Prinsipal
Bank atau Lembaga Selain Bank yang bertanggung jawab atas pengelolaan sistem
dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai penerbitdan/atau acquirer,
dalam transaksi uang elektronik yang kerjasama dengan anggotanya didasarkan atas suatu
perjanjian tertulis.
2. Penerbit
Bank atau Lembaga Selain bank yang menerbitkan uang elektronik.
3. Acquirer
Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan kerjasama dengan pedagang, yang
dapat memproses data uang elektronik yang diterbitkan oleh pihak lain.
4. Pemegang
Pihak yang menggunakan uang elektronik.
5. Pedagang (Merchant)
Penjual barang dan/atau jasa yang menerima transaksi pembayaran dari pemegang.
6. Penyelenggara Kliring
Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan
masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi uang elektronik.
7. Penyelenggara Penyelesaian kliring
Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan dan bertanggung jawab terhadap
penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau
acquirer dalam rangka transaksi uang elektronik berdasarkan hasil perhitungan dan
penyelenggara kliring.
Bank yang dimaksud adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, termasuk kantor
cabang bank asing di Indonesia dan Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah sebagaimana dalam undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah. Lembaga Selain Bank merupakan badan usaha bukan bank yang berbadan hukum
dan didirikan berdasarkan Hukum Indonesia.
Bank atau Lembaga Selain Bank yang mengajukan permohonan ijin untuk menjadi
Prinsipal, Penerbit maupun Acquirer wajib memperoleh ijin dari Bank Indonesia.
Permohonan tersebut diajukan secara tertulis sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 11/11/DASP tentang Uang Elektronik (Electronic Money), untuk Prinsipal harus
memuat informasi berupa jenis kegiatan Uang Elektronik yang akan disleenggarakan;
rencana waktu dimulainya kegiatan; dan nama jaringan yang akan digunakan. Untuk menjadi
penerbit, harus memuat informasi berupa jenis kegiatan uang Elektronik yang akan
diselenggarakan; rencana wakru dimulainya kegiatan; dan nama produk yang akan
digunakan.
Permohonan ijin sebagai acquirer memuat informasi rencana waktu dimulainya
kegiatan; nama dan jumlah Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara
Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang bekerjasama; dan nama dan jumlah Pedagang
yang akan bekerjasama. Permohonan ijin sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir memuat informasi rencana waktu dimulainya kegiatan
sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir; nama dan jumlah
Prinsipal, Penerbit, Acquirer dan/atau pihak lain yang akan bekerjasama; serta nama atau
merek dagang yang akan digunakan.
Hubungan antara Penerbit, Pemegang dan Pedagang (Merchant) merupakan
hubungan terpenting dalam transaksi uang elektronik. Nilai elektronik dapat diperoleh
dengan menukarkan sejumlah uang tunai atau melalui pendebetan rekening pada bank
penerbit untuk kemudian disimpan dalam bentuk kartu emoney. Pemindahan nilai elektronik
terjadi apabila ada transaksi pembayaran yang dilakukan pada pedagang (merchant) melalui
suatu mesin khusus untuk kartu (card reader).
BAB IIIKESIMPULAN
A. Simpulan
Kesimpulan yang didapat dari pembahasan ini adalah:
a. Dengan e-money, kekurangan cash dapat tertutupi, dan tidak terjadi loss of money
secara berlebihan karena pencurian atau kehilangan.
b. Biarpun file tercuri tetap aman karena tidak ada file tanpa enkripsi keamanan yang
berlipat.
c. Penggunaan algoritma kriptografi pada smart card masih dapat berkembang dan
diperluas. Seperti menggunakan smart card untuk menyimpan data pada handphone
sehingga transaksi juga dapat dilakukan hanya dengan membawa handphone.
d. e-money relative aman karena tidak ada pihak kriminal yang dapat mendapat profit
dengan menggunakan e-money dalam tindak kriminal.
e. Pembayaran menggunakan uang elektronik (e-money) dalam melakukan transaksi e-
money diatur oleh Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) dan Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 11/11/DASP Tahun 2009 tentang Uang Elektonik (Electronic
Money) termasuk diatur melalui perjanjian antara penerbit dan pemegang kartu,
bentuk pengaturan uang elektronik (e-money) ini belum tepat dan belum memadai
karena hanya mengatur mengenai tata cara dan syarat penyelenggaraan kegiatan uang
elektronik dari sisi penyelenggara namun belum mengatur perlindungan terhadap
pemegang kartu.
DAFTAR PUSTAKA
http://epaper.thejakartaglobe.com/jg/special-edition/majalah-investor/best-banks/
files/assets/basic-html/page82.html
http://www.bi.go.id/id/publikasi/sistempembayaran/riset/Documents/
4a79ad4a8dbe4ebca2c0f86a5a2f1c69KajianEMoney.pdf
http://id.techinasia.com/emoney-di-indonesia-punya-masa-depan-cerah/
http://myusuf298.blogdetik.com/
http://ide-informatika.blogspot.com/2012/05/e-payment.html
https://aliseptiansyah.wordpress.com/2014/11/17/e-money/