Upload
buicong
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Umum
2.1.1 Sustainable Development (Pembangunan Berkelanjutan)
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota,
bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa
mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan" (menurut Brundtland
Report dari PBB, 1987. Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa
Inggris, sustainable development. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk
mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran
lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan
sosial. (Oman)
Banyak laporan PBB, yang terakhir adalah laporan dari KTT Dunia 2005,
yang menjabarkan pembangunan berkelanjutan terdiri dari tiga tiang utama yaitu
ekonomi, sosial, dan lingkungan yang saling bergantung dan memperkuat.
Untuk sebagian orang, pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan
pertumbuhan ekonomi dan bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi
dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan modal alam. Namun untuk sebagian
orang lain, konsep "pertumbuhan ekonomi" itu sendiri bermasalah, karena
sumberdaya bumi itu sendiri terbatas.
Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu
lingkungan. Lebih luas daripada itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga
lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan
lingkungan. Dokumen-dokumen PBB, terutama dokumen hasil World Summit 2005
menyebut ketiga hal dimensi tersebut saling terkait dan merupakan pilar pendorong
bagi pembangunan berkelanjutan.
Deklarasi Universal Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001) lebih jauh
menggali konsep pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa
"keragaman budaya penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati
bagi alam". Dengan demikian "pembangunan tidak hanya dipahami sebagai
pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan
intelektual, emosional, moral, dan spiritual". dalam pandangan ini, keragaman 11
12
budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan
berkelanjutan.
Pembangunan hijau pada umumnya dibedakan dari pembangunan
bekelanjutan, dimana pembangunan hijau lebih mengutamakan keberlanjutan
lingkungan di atas pertimbangan ekonomi dan budaya. Pendukung Pembangunan
Berkelanjutan berargumen bahwa konsep ini menyediakan konteks bagi
keberlanjutan menyeluruh dimana pemikiran mutakhir dari Pembangunan Hijau sulit
diwujudkan. Sebagai contoh, pembangunan pabrik dengan teknologi pengolahan
limbah mutakhir yang membutuhkan biaya perawatan tinggi sulit untuk dapat
berkelanjutan di wilayah dengan sumber daya keuangan yang terbatas.
Beberapa riset memulai dari definisi ini untuk berargumen bahwa
lingkungan merupakan kombinasi dari alam dan budaya. Network of Excellence
"Sustainable Development in a Diverse World" SUS.DIV, sponsored by the
European Union, bekerja pada jalur ini. Mereka mengintegrasikan kapasitas
multidisiplin dan menerjemahkan keragaman budaya sebagai kunci pokok strategi
baru bagi pembangunan berkelanjutan.
Beberapa peneliti lain melihat tantangan sosial dan lingkungan sebagai
kesempatan bagi kegiatan pembangunan. Hal ini nyata di dalam konsep
keberlanjutan usaha yang mengkerangkai kebutuhan global ini sebagai kesempatan
bagi perusahaan privat untuk menyediakan solusi inovatif dan kewirausahaan.
Pandangan ini sekarang diajarkan pada beberapa sekolah bisnis yang salah satunya
dilakukan di Center for Sustainable Global Enterprise at Cornell University.
Pembangunan berkelanjutan merupakan konsep yang ambigu, dimana
pandangan yang luas berada di bawah naungannya. konsep ini memasukkan
pemahaman keberlanjutan lemah, keberlanjutan kuat, dan ekolog mendalam. Konsep
yang berbeda juga menunjukkan tarik ulur yang kuat antara eko (lingkungan)
sentrisme dan antropo (manusia) sentrisme. Oleh karena itu konsep ini lemah
didefinisikan dan mengundang debat panjang mengenai definisinya.
Selama sepuluh tahun terakhir, lembaga-lembaga yang berbeda telah
berusaha mengukur dan memantau perkiraan atas apa yang mereka pahami sebagai
keberlanjutan dengan mengimplementasikan apa yang disebut dengan matrik dan
indikator keberlanjutan.
13
2.1.2 Permukiman
Definisi permukiman dalam UU No. 1 tahun 2011 adalah bagian dari
lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang
mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan
fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Menurut Sumaatmadja
(1998) permukiman adalah bagian permukaan bumi yang dihuni manusia meliputi
segala sarana dan prasarana yang menunjang kehidupannya yang menjadi satu
kesatuan dengan tempat tinggal yang bersangkutan.
Wilayah kawasan kumuh menurut Bank Dunia (1999) merupakan bagian
yang terabaikan dalam pembangunan perkotaan. Hal ini ditunjukkan dengan kondisi
sosial demografis di kawasan kumuh seperti kepadatan penduduk yang tinggi,
kondisi lingkungan yang tidak layak huni dan tidak memenuhi syarat serta minimnya
fasilitas pendidikan, kesehatan dan sarana prasarana sosial budaya. Tumbuhnya
kawasan kumuh terjadi karena tidak terbendungnya arus urbanisasi.
Menurut Constantinos A. Doxiadis (1968:21-35), ada lima elemen dasar
permukiman, yaitu:
1. Nature (alam) yang bisa dimanfaatkan untuk membangun rumah dan difungsikan
semaksimal mungkin
2. Man (manusia) baik individu maupun kelompok
3. Society (masyarakat) bukan hanya kehidupan individu yang ada, tapi juga
hubungan sosial masyarakat
4. Shells (rumah) atau bangunan dimana didalamnya tinggal manusia dengan
fungsinya masing-masing
5. Networks (jaringan atau sarana prasarana) yaitu jaringan yang mendukung fungsi
permukiman baik alami maupun buatan manusia, seperti jalan lingkungan,
pengadaan air bersih, listrik, drainase, dan lain-lain.
Adapun kriteria untuk mencapai suatu permukiman ideal (Nasrullah A.,
Perencanaan Prasarana Dasar Permukiman, 2012:9), yaitu:
1. Lokasi yang sedemikian rupa sehingga tidak terganggu oleh kegiatan lain seperti
pabrik yang umumnya dapat memberikan dampak pada pencemaran udara atau
pencemaran lingkungan lainnya.
2. Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan seperti pelayanan pendidikan,
kesehatan, perdagangan, dan lain-lain.
14
3. Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat dan
tidak sampai menimbulkan genangan air walaupun hujan yang lebat sekalipun.
4. Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang siap
untuk disalurkan ke masing-masing rumah.
5. Dilengkapi dengan fasilitas air kotor/tinja yang dapat dibuat dengan sistem
individual yaitu tanki septik dan lapangan rembesan, ataupun tanki septik
komunal.
6. Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur agar
lingkungan permukiman tetap nyaman.
7. Dilengkapi dengan fasilitas umum seperti taman bermain bagi anak-anak,
lapangan atau taman, tempat beribadah, pendidikan dan kesehatan sesuai dengan
skala besarnya permukiman itu.
8. Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon.
2.1.3 Permukiman Kumuh
Definisi permukiman kumuh menurut UU no. 4 pasal 22 tahun 1992 tentang
perumahan dan permukiman, dimana permukiman kumuh adalah permukiman yang
tidak layak huni antara lain karena berada pada lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukkan atau tata ruang, kepadatan bangunan yang sangat tinggi dalam luasan
yang sangat terbatas, rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan, kualitas umum
bangunan rendah, tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai,
membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghuninya.
Pemukiman kumuh mengacu pada aspek lingkungan hunian atau komunitas
(Masrun, 2009) dimana permukiman kumuh tersebut dapat dijabarkan sebagai
lingkungan permukiman yang telah mengalami penurunan kualitas atau memburuk
baik secara fisik, sosial ekonomi, maupun sosial budaya, yang tidak mungkin
dicapainya kehidupan yang layak bagi penghuninya, bahkan dapat pula dikatakan
bahwa penghuninya benar-benar dalam lingkungan yang sangat membahayakan
kehidupannya.
Penyebab utama tumbuhnya permukiman kumuh menurut Khomarudin
(1997) ialah sebagai berikut:
1. Urbanisasi dan migrasi yang tinggi terutama bagi kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah.
2. Sulit mencari pekerjaan.
15
3. Sulitnya mencicil atau menyewa rumah.
4. Kurang tegasnya pelaksanaan perundang-undangan.
5. Perbaikan lingkungan yang hanya dinikmati oleh para pemilik rumah serta
disiplin warga yang rendah.
6. Semakin sempitnya lahan permukiman dan tingginya harga tanah.
Menurut Arawinda Nawagamuwa dan Nils Viking (2003:3-5) penyebab
adanya permukiman kumuh adalah:
1. Karakter bangunan yaitu umur bangunan yang sudah terlalu tua, tidak
terorganisasi, ventilasi, pencahayaan dan sanitasi yang tidak memenuhi syarat.
2. Karakter lingkungan yaitu tidak ada open space (ruang terbuka hijau) dan tidak
tersedia fasilitas untuk rekreasi keluarga, kepadatan penduduk yang tinggi, sarana
prasarana yang tidak terencana dengan baik.
2.1.4 Banjir
Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang
banyak dialiri oleh aliran sungai. Secara sederhana banjir dapat didefinisikan
sebagainya hadirnya air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi
kawasan tersebut. Dalam cakupan pembicaraan yang luas, kita bisa melihat banjir
sebagai suatu bagian dari siklus hidrologi, yaitu pada bagian air di permukaan Bumi
yang bergerak ke laut. Dalam siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air
yang mengalir di permukaan Bumi dominan ditentukan oleh tingkat curah hujan, dan
tingkat peresapan air ke dalam tanah.
Air hujan sampai di permukaan Bumi dan mengalir di permukaan Bumi,
bergerak menuju ke laut dengan membentuk alur-alur sungai. Alur-alur sungai ini di
mulai di daerah yang tertinggi di suatu kawasan, bisa daerah pegunungan, gunung
atau perbukitan, dan berakhir di tepi pantai ketika aliran air masuk ke laut. Secara
sederhana, segmen aliran sungai itu dapat kita bedakan menjadi daerah hulu, tengah
dan hilir.
1. Daerah hulu: terdapat di daerah pegunungan, gunung atau perbukitan. Lembah
sungai sempit dan potongan melintangnya berbentuk huruf “V”. Di dalam alur
sungai banyak batu yang berukuran besar (bongkah) dari runtuhan tebing, dan
aliran air sungai mengalir di sela-sela batu-batu tersebut. Air sungai relatif sedikit.
Tebing sungai sangat tinggi. Terjadi erosi pada arah vertikal yang dominan oleh
aliran air sungai.
16
2. Daerah tengah: umumnya merupakan daerah kaki pegunungan, kaki gunung atau
kaki bukit. Alur sungai melebar dan potongan melintangnya berbentuk huruf “U”.
Tebing sungai tinggi. Terjadi erosi pada arah horizontal, mengerosi batuan induk.
Dasar alur sungai melebar, dan di dasar alur sungai terdapat endapan sungai yang
berukuran butir kasar. Bila debit air meningkat, aliran air dapat naik dan menutupi
endapan sungai yang di dalam alur, tetapi air sungai tidak melewati tebing sungai
dan keluar dari alur sungai.
3. Daerah hilir: umumnya merupakan daerah dataran. Alur sungai lebar dan bisa
sangat lebar dengan tebing sungai yang relatif sangat rendah dibandingkan lebar
alur. Alur sungai dapat berkelok-kelok seperti huruf “S” yang dikenal sebagai
“meander”. Di kiri dan kanan alur terdapat dataran yang secara teratur akan
tergenang oleh air sungai yang meluap, sehingga dikenal sebagai “dataran banjir”.
Di segmen ini terjadi pengendapan di kiri dan kanan alur sungai pada saat banjir
yang menghasilkan dataran banjir. Terjadi erosi horizontal yang mengerosi
endapan sungai itu sendiri yang diendapkan sebelumnya.
Dari karakter segmen-segmen aliran sungai itu, maka dapat dikatakan
bahwa :
1. Banjir merupakan bagian proses pembentukan daratan oleh aliran sungai. Dengan
banjir, sedimen diendapkan di atas daratan. Bila muatan sedimen sangat banyak,
maka pembentukan daratan juga terjadi di laut di depan muara sungai yang
dikenal sebagai “delta sungai”.
2. Banjir yang meluas hanya terjadi di daerah hilir dari suatu aliran dan melanda
dataran di kiri dan kanan aliran sungai. Di daerah tengah, banjir hanya terjadi di
dalam alur sungai. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa banjir adalah
peristiwa yang terjadi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Banjir
juga dapat terjadi di sungai, ketika alirannya melebihi kapasitas saluran air,
terutama di selokan sungai.
Penyebab terjadinya banjir adalah :
1. Saluran air yang buruk pada kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan lainnya
yang kerap terjadi biasanya dikarenakan saluran air yang mengalirkan air hujan
dari jalan ke sungai sudah tidak terawat. Banyak saluran air di perkotaan yang
tertutup sampah, memiliki ukuran yang kecil, bahkan tertutup beton bangunan
sehingga fungsinya sebagai saluran air tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya
lalu kemudian terjadi genangan air di jalanan yang menyebabkan banjir.
17
2. Daerah Resapan Air yang Kurang Selain karena saluran air yang buruk ternyata
daerah resapan air yang kurang juga mempengaruhi suatu wilayah dapat terjadi
banjir. Daerah resapan air merupakan suatu daerah yang banyak ditanami pohon
atau yang memiliki danau yang berfungsi untuk menampung atau menyerap air ke
dalam tanah dan disimpan sebagai cadangan air tanah. Akan tetapi karena di
daerah perkotaan seiring meningkatnya bangunan yang dibangun sehingga
menggeser fungsi lahan hijau sebagai resapan air menjadi bangunan beton yang
tentunya akan menghambat air untuk masuk ke dalam tanah. Sehingga terjadi
genangan air yang selanjutnya terjadi banjir.
3. Penebangan Pohon Secara Liar Pohon memiliki fungsi untuk mempertahankan
suatu kontur tanah untuk tetap pada posisinya sehingga tidak terjadi longsor,
selain itu pohon juga memiliki fungsi untuk menyerap air sebagaimana telah
disebutkan pada poin sebelumnya. Jika pada wilayah yang seharusnya memiliki
pohon yang rimbun seperti daerah pegunungan ternyata pohonnya ditebangi
secara liar, maka sudah pasti jika terjadi hujan pada daerah tersebut air hujannya
tidak akan diserap ke dalam tanah tetapi akan langsung mengalir ke daerah rendah
contohnya daerah hilir atau perkotaan dan perdesaan yang menyebabkan banjir.
4. Sungai yang Tidak Terawat Sungai sebagai media mengalirnya air yang
tertampung dari hujan dan saluran air menuju ke laut lepas tentunya sangat
memegang peranan penting pada terjadi atau tidaknya banjir di suatu daerah. Jika
sungainya rusak dan tercemar tentu fungsinya sebagai aliran air menuju ke laut
akan terganggu dan sudah dipastikan akan terjadi banjir. Biasanya kerusakan yang
terjadi di sungai yaitu endapan tanah atau sedimentasi yang tinggi, sampah yang
dibuang ke sungai sehingga terjadi pendangkalan, serta fungsi sempadan sungai
atau bantaran sungai yang disalahgunakan menjadi permukiman warga.
5. Kesadaran Masyarakat yang kurang baik sikap masyarakat yang kurang sadar
terhadap lingkungan juga ternyata sangat berpengaruh pada resiko terjadinya
banjir. Sikap masyarakat yang kurang sadar mengenai membuang sampah agar
pada tempatnya, menjaga keasrian lingkungan, dan pentingnya menanami pohon
menjadi faktor yang sangat penting untuk terjaganya lingkungan dan agar
terhindar dari bencana banjir. Selain dapat menghindarkan banjir, sikap peduli
lingkungan juga dapat menyehatkan dan tentunya akan meningkatkan taraf hidup
masyarakatnya.
18
2.2 Tinjauan Khusus
2.2.1 Penataan Permukiman
Pola penyebaran pembangunan perumahan dan permukiman di wilayah desa
kota menurut Koestoer (1995), pembentukannya berakar dari pola campuran antara
ciri perkotaan dan perdesaan. Ada perbedaan mendasar pola pembangunan
permukiman di perkotaan dan perdesaan. Wilayah permukiman di perkotaan sering
disebut sebagai daerah perumahan, memiliki keteraturan bentuk secara fisik. Artinya
sebagian besar rumah menghadap secara teratur ke arah kerangka jalan yang ada dan
sebagian besar terdiri dari bangunan permanen, berdinding tembok dan dilengkapi
dengan penerangan listrik. Kerangka jalannya pun ditata secara bertingkat mulai dari
jalan raya, penghubung hingga jalan lingkungan atau lokal.
Karakteristik kawasan permukiman penduduk perdesaan ditandai oleh
ketidakteraturan bentuk fisik rumah. Pola permukimannya cenderung berkelompok
membentuk perkampungan yang letaknya tidak jauh dari sumber air, misalnya
sungai. Pola permukiman perdesaan masih sangat tradisional banyak mengikuti pola
bentuk sungai, karena sungai disamping sebagai sumber kehidupan sehari-hari juga
berfungsi sebagai jalur transportasi antar wilayah.
Perumahan di tepi kota (desa dekat dengan kota) membentuk pola yang
spesifik di wilayah desa kota. Pada saat pengaruh perumahan kota menjangkau
wilayah ini, pola permukiman cenderung lebih teratur dari pola sebelumnya.
Selanjutnya pembangunan jalan di wilayah perbatasan kota banyak mempengaruhi
perubahan pola penggunaan lahan dan pada gilirannya permukiman perdesaan
berubah menjadi pola campuran. Ada bagian kelompok perumahan yang tertata baik
menurut kerangka jalan baru yang terbentuk, tetapi dibagian lain masih ada pula
yang tetap berpola seperti sedia kala yang tidak teratur dengan bangunan semi
permanen.
Sebuah permukiman terbentuk dari komponen-komponen dasar yaitu: (1)
rumah-rumah dan tanah beserta rumah; (2) tanah kapling rumah dan ruang tanah
beserta rumah; dan (3) tapak rumah dan perkarangan rumah (lihat gambar 04).
Perkarangan rumah atau tempat-tempat rumah biasanya disusun dalam kelompok-
kelompok yang homogen dalam segi bentuk, fungsi, ukuran, asal mula dan susunan
spasial. Dua atau lebih kelompok-kelompok dapat membentuk sebuah komplek.
Bentuk dari permukiman dinyatakan dalam bentuk tempat dan bentuk perencanaan
19
tanah. Perencanaan tanah dibentuk oleh kelompok-kelompok dan komplek-komplek
dari tempat rumah dan perkarangan rumah.
Gambar 08. Komponen-komponen rumah atau perkarangan rumah.Sumber : Van Deer Zee 1986
Perkarangan rumah atau tempat-tempat rumah biasanya disusun dalam
kelompok-kelompok yang homogen dalam segi bentuk, fungsi, ukuran, asal mula
dan susunan spasial. Dua atau lebih kelompok-kelompok dapat membentuk sebuah
komplek (lihat gambar 05). Bentuk dari permukiman dinyatakan dalam bentuk
tempat dan bentuk perencanaan tanah. Perencanaan tanah dibentuk oleh kelompok-
kelompok dan komplek-komplek dari tempat rumah dan perkarangan rumah.
Gambar 09. Kelompok-kelompok dan komplek dari rumah-rumah atau perkarangan rumah. Sumber : Van der zee 1986
2.2.2 Sustainable Urban Drainage Systems (SUDS)
Istilah sistem drainase berkelanjutan belum memiliki istilah umum yang
disepakati bersama. Di Inggris sistem ini dikenal dengan nama Sustainable Urban
Drainage Systems (SUDS), sementara pendekatan pengelolaan air hujan ini di
Amerika dikenal dan dikategorikan dalam Low Impact Development (LID) atau Best
20
Management Practice (BMP). Di Australia dikenal dengan Water Sensitive Urban
Design (WUDS) dan beberapa negara maju lain menamakannya Integrated
Catchment Planning dan Ecological Stormwater Management. (Andah dan Iwugo,
2002; Stahre 2005; Spillett dan rekan, 2005; DTI Global Watch Mission, 2006)
Sustainable Urban Drainage Systems (SUDS) merupakan suatu sistem yang
terdiri dari satu atau lebih struktur yang dibangun untuk mengelola limpasan
permukaan air. SUDS sering digunakan dalam perancangan tapak untuk mencegah
banjir dan polusi. SUDS didukung oleh berbagai struktur terbangun untuk
mengontrol limpasan air. Adapun empat metode umum yang biasa dilaksanakan,
yakni: terasering buatan, saluran filtrasi, permukaan berdaya serap, kolam dan lahan
basah. Pengontrol tersebut haruslah ditempatkan sedekat mungkin dengan sumber air
limpasan, untuk memperlambat kecepatan aliran air sehingga dapat mencegah banjir
dan erosi. (CIRIA, 2000)
Pada sistem drainase konvensional, fungsi drainase ialah sebagai media
pembuangan air di permukaan secara langsung dan cepat ke sungai. Metode ini
menimbulkan berbagai permasalahan karena perbedaan siklus dengan metode alami.
Sedangkan pada SUDS, sistem drainase menyerupai siklus alami. Sistem drainase
konvensional dengan sistem drainase yang berkelanjutan memiliki perbedaan seperti
yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 02. Drainase Konvensional dan Sustainable Urban Drainage Systems
Sumber : Maryono dan Ciria C522
Adapun beberapa tahapan yang harus dilaksanakan dalam upaya
menciptakan suatu drainase yang berkelanjutan yaitu sebagai berikut:
21
Tabel 03. Tahapan Pelaksanaan SUDS
Sumber : Andy Graham, John Day, Bob Bray dan Sally Mackenzie
Adapun manfaat dari penerapan SUDS ke dalam kawasan perkotaan sebagai
berikut:
1. Kualitas air: Memberikan kontribusi terhadap resapan air tanah melalui infiltrasi,
meningkatkan kualitas air permukaan, melindungi kualitas limpasan sungai dan
danau dari pencemaran.
2. Memenuhi persyaratan air bersih: Sumber kontrol mengurangi limpasan
tercampur polutan memasuki badan air.
3. Pengendalian banjir: Mengurangi frekuensi & keparahan banjir, mengurangi
volume aliran puncak & kecepatan.
4. Perlindungan habitat: Melindungi habitat sungai, melindungi pohon daerah &
vegetasi, mengurangi beban sedimen terkikis mengalir ke sungai & danau.
5. Nilai masyarakat: Meningkatkan estetika dan kesempatan rekreasi, meningkatkan
nilai tanah dengan memiliki lingkungan yang bersih.
6. Nilai ekonomi: Mengurangi biaya pembuatan infrastruktur drainase,
meningkatkan nilai jual tanah, mengurangi waktu dan biaya penerapan program
konservasi lingkungan.
22
Penerapan sustainable urban drainage systems memerlukan beberapa media
yang harus diterapkan ke dalam perancangan, sebagai berikut:
1. Terasering buatan Merupakan permukaan yang ditutupi oleh vegetasi sehingga air
dapat meresap ke dalam tanah selama proses pengaliran. Saluran ini biasanya
terintegrasi dengan ruang terbuka maupun tepi jalan.
2. Saluran filtrasi Merupakan media di atas permukaan tanah dimana di bawahnya
terdapat material yang mampu menyimpan air. Air yang melewati permukaan
berdaya serap ini mengisi ruang-ruang kosong di bawah permukaannya.
3. Permukaan berdaya serap Media ini mengalirkan air langsung ke dalam bawah
tanah dan tidak memperbolehkan adanya air di permukaan tanah kecuali dalam
keadaan hujan deras.
4. Kolam dan lahan basah Merupakan kolam buatan sebagai tempat penampungan
air sementara untuk mengontrol kuantitas dan kualitas air buangan dan air untuk
resapan tanah, serta bermanfaat sebagai habitat akuatik.
Dalam merancang permukiman dengan pendekatan SUDS ada beberapa
aspek yang perlu ditinjau yaitu aspek teknik, ekonomi dan finansial, sosial-budaya,
legalitas atau perundang-undangan, dan lingkungan.
Saluran drainase
Saluran drainase saat musim kemarau pada umumnya hanya menampung air
limbah rumah tangga yang debitnya tidak besar. Secara teoritis seharusnya tidak
terjadi genangan, namun kenyataannya banyak saluran drainase di sekitar kita yang
menggenang dan menjadi sarang nyamuk. Ada dua kemungkinan penyebabnya, yaitu
timbunan sampah atau kotoran dalam saluran dan sedimentasi.
Pada saat musim kemarau, air di dalam saluran berasal dari limbah rumah
tangga, tidak ada pengenceran. Sehingga air yang meresap ke dalam tanah adalah air
limbah, mencemari air tanah dan sumur penduduk. Untuk itu diperlukan desain yang
benar, misalnya dengan membuat saluran bertingkat seperti pada gambar 13. Saluran
dibuat bertingkat, bagian tengahnya terbuat dari beton yang berfungsi mengalirkan
limbah. Karena dimensinya kecil, aliran cukup kuat sehingga tidak terjadi
pengendapan.
23
Gambar 10. Gambar detail saluran drainaseSumber : buku Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan
Untuk menghindari terjadinya pencemaran air tanah oleh limbah air
buangan dilakukan dengan 2 cara:
1. Lining atau Geotextile.
Seluruh dinding dan dasar saluran dilapisi beton, pasangan batu kali, atau
geotextile yang tidak tembus air paling tidak bagian yang kontak secara langsung
dengan air limbah.
2. Drainase sistem terpisah.
Cara yang ideal yaitu dengan membangun sistem drainase air hujan yang terpisah
dengan sistem air limbah buangan. Air limbah tersebut dikumpulkan melalui
jaringan pipa ke pengolah limbah (water treatment plant), kemudian airnya
dibuang ke badan air.
Pengisian air tanah (Ground Water Recharge)
Untuk menanggulangi defisit air tanah, telah banyak pemikir yang
mengajukan konsep pengisian buatan (artificial recharge), misalnya dengan
genangan buatan dengan sumber air dari sungai (Toldd, 1980), membuat kolam-
kolam di sekitar rumah (Seaburn, 1970), pemanfaatan pipa jaring-jaring drainase
yang porus guna meresapkan air hujan di sekitar rumah (Dune dan Leopold, 1978),
dan menyebarkan air pada lahan yang luas yang sekaligus untuk mengairi daerah
pertanian (Mac Donald, 1969 dalam Sunjoto, 1988).
Pengisian air tanah buatan ke dalam waduk bawah tanah mempunyai
kegunaan sebagai berikut:
1) Menyimpan kelebihan air permukaan di dalam waduk bawah tanah.
2) Memperbaiki kualitas air tanah lokal melalui pencampuran dengan pengisian air
tanah yang berasal dari air hujan.
24
3) Pembentukan tabir tekanan (pressure barriers) untuk mencegah intrusi air asin.
4) Meningkatkan produksi air tanah, baik utuk air minum maupun untuk keperluan
lainnya.
5) Pengurangan biaya operasi pompa dengan meningginya muka air tanah.
6) Mencegah terjadinya penurunan muka tanah (land subsidence).
Salah satu cara pengisian air tanah adalah dengan menggunakan sumur
resapan. Sumur resapan, sebenarnya telah banyak digunakan oleh nenk moyang kita,
yaitu dengan membuat lubang-lubang galian di kebun halaman serta memanfaatkan
sumur-sumur yang tidak terpakai sebagai penampung air hujan.
Konsep dasar sumur resapan pada hakekatnya adalah memberi kesempatan
dan jalan pada air hujan yang jatuh di atap atau lahan yang kedap air untuk meresap
ke dalam tanah dengan cara menampung air tersebut pada suatu sistem resapan.
Berbeda dengan cara konvensional dimana air hujan dibuang/dialirkan ke sungai
diteruskan ke laut, dengan cara seperti ini dapat mengalirkan air hujan ke dalam
sumur-sumur resapan yang dibuat di halaman rumah. Sumur resapan ini merupakan
sumur kosong dengan kapasitas tampungan yang cukup besar sebelum air meresap
ke dalam tanah. Dengan adanya tampungan, maka air hujan mempunyai cukup waktu
untuk meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian tanah menjadi optimal.
Gambar 11. Gambar contoh kontruksi sumur resapanSumber : buku Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan
Untuk memberikan hasil yang baik, serta tidak menimbulkan dampak
negatif, penempatan sumur resapan harus memperhatikan letak septik tank, sumur air
minum, posisi rumah, dan jalan umum (lihat gambar 12).
25
Gambar 12. Tata letak sumur resapan air hujan rumah tinggalSumber : buku Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan
Pada rumah tinggal dengan ukuran lahan yang terbatas, seperti pada wilayah
permukiman sederhana atau sangat sederhana, penempatan sumur resapan yang
memenuhi syarat akan mengalami kesulitan. Untuk mengatasi hal ini maka perlu
dibuat sumur resapan kolektif (bersama), di mana satu sumur resapan kolektif dapat
melayani beberapa rumah misalnya per blok atau per RT, atau kawasan yang lebih
luas lagi. Untuk menjamin air mengalir dengan lancar, maka sumur resapan kolektif
sebaiknya diletakkan pada lahan yang paling rendah diantara kawasan yang dilayani.
26
Gambar 13. Gambar kolam resapan kolektif yang dipadukan dengan pertamanan dan tabel volume sumur resapan berdasarkan ukuran kavling
Sumber : buku Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan
Kondisi permukiman di Bukit Duri merupakan kondisi permukiman
sederhana dengan lahan yang terbatas oleh sebab itu kawasan ini memerlukan sumur
resapan kolektif dibeberapa titik yang berfungsi untuk pengendalian air hujan. Lokasi
sumur resapan kolektif juga dapat difungsikan sebagai ruang terbuka hijau/taman
lingkungan.
Sistem drainase pada perkerasan/jalan
Pada peristiwa masuknya air ke dalam struktur perkerasan melalui infiltrasi
atau air tanah, air tersebut harus dibuang secepatnya sebelum menyebabkan
kerusakan. Jenis drainase yang dapat diterapkan adalah lapisan drainase atau blanket
(lihat gambar 14).
27
Gambar 14. Drainase blanket dengan alternatif drainase memanjangSumber : buku Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan
2.2.3 Kampung Deret
Kutipan Konsep Kampung Deret di Jakarta
Kampung Deret merupakan program mantan gubernur DKI Jakarta, Bapak
Jokowi beserta Pemerintah DKI Jakarta untuk menata permukiman kumuh di Jakarta,
dimana rumah-rumah di perkampungan kumuh tersebut akan ditata dan dibangun
ulang menjadi suatu komplek perumahan bertingkat. Kenapa diadakan program
tersebut? Karena di DKI Jakarta banyak sekali lokasi permukiman padat yang tidak
beraturan tata letaknya dan terlihat berantakan, apalagi daerah-daerah tersebut
cenderung kumuh dan jorok.
Banyak orang yang ragu terhadap program ini dan menganggap program ini
tidak mungkin sukses untuk dijalankan. Tetapi dengan kinerja yang maksimal
akhirnya Pak Jokowi berhasil menjalankan programnya dan menuai kesuksesan di
beberapa lokasi.
Tujuan dari program itu sendiri juga demi mewujudkan lingkungan tinggal
yang bersih, sehat dan terhindar dari banjir. Dalam setiap kampung yang disusun
tersebut nantinya akan dibuatkan sanitasi, komunal septic tank, Ruang Terbuka Hijau
(RTH), perpustakaan makro, dan ruang publik. Sasarannya pun ditujukan kepada
warga-warga yang kurang mampu atau kemampuan ekonominya dinilai kurang bisa
untuk membeli rumah yang layak huni. Beberapa dari lokasi tersebut diantaranya
adalah Penjaringan, Kebon Kacang, Tomang, Pulogebang, Kebon Sirih, Rawa Jati,
Tegal Parang, Poncol, dan lain-lain.
Pak Jokowi membebaskan warga manapun di wilayah DKI Jakarta untuk
mengajukan daerahnya dijadikan Kampung Deret, tetapi ada beberapa syarat tertentu
untuk dipenuhi, yaitu:
1. Status tanah yang merupakan tanah milik sendiri dan ditempati sendiri.
28
2. Status lahan tidak sedang bersengketa, dan peruntukannya memang untuk
permukiman. Artinya bukan permukiman liar yang berdiri di atas lahan yang
diperuntukkan bagi RTH (Ruang Terbuka Hijau) ataupun peruntukan lain.
3. Masyarakat di permukiman kumuh tersebut itu harus bersedia mengikuti prosedur
pembangunan kampung deret. Di antaranya adalah dengan tata ruang, merelakan
sebagian lahannya untuk pembuatan jalan akses bagi kegiatan warga dan tata
ruang lainnya.
Dari semua lokasi tersebut ada beberapa yang pembangunannya telah
selesai, salah satunya adalah warga RT 14 di Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru,
Jakarta Pusat yang pembangunannya diawali dengan peletakan batu pertama pada
tanggal 3 Mei 2013. Masing-masing rumah mendapat jatah anggaran 50 juta rupiah
per unit, dalam prosesnya pengerjaannya para warga juga ikut bergotong-royong
membangun rumah-rumah deret tersebut.
Rumah-rumah deret akhirnya mulai bisa ditempati pada Agustus 2013,
rumah-rumah yang ada di Kampung Deret ini merupakan rumah permanen yang rata-
rata berukuran 21 meter persegi dan di kampung deret ini juga dilengkapi taman
kecil untuk bermain anak-anak, gang yang berada di depan rumah warga pun terlihat
lebih lapang dibandingkan sebelum dibangun kampung deret ini. Rumah-rumah di
Kampung Deret Tanah Tinggi menggunakan tembok berbahan hebel. Atapnya pun
menggunakan baja ringan sehingga mengurangi risiko kebakaran. Pemerintah tidak
ingin Si Jago Merah melalap Kampung Deret ini. Tak hanya itu, setiap rumah
disediakan kamar mandi lengkap dengan saluran pembuangan. Sebelumnya, warga di
Kampung Deret menggunakan kamar mandi umum dekat Stasiun Senen.
Tentunya program kampung deret di Tanah Tinggi ini sangat berdampak
positif bagi warganya, warga merasa sangat puas setelah melihat rumah-rumah
mereka disulap oleh program kampung deret, warga mengaku sebelum dibangun
kampung deret ini rumahnya kurang sehat karena jarak antar rumah ke rumah sangat
sempit sehingga sinar matahari sampai tidak bisa menembus ke dalam rumah
sehingga memberikan kesan sehat dan asri. (https://www.facebook.com/notes/
generasi-positif/program-kampung-deret/303265333183011, dari Tribun News)
Dalam Kompas.com (27 November 2014), Kepala Dinas Perumahan dan
Gedung Pemda DKI Jakarta, Yonathan Pasodung, mengatakan, saat ini pihaknya
masih menyiapkan beberapa rincian aturan yang nantinya akan ditetapkan menjadi
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) oleh Gubernur DKI
29
Jakarta. Salah satu poin terpentingnya adalah rumah yang diberikan bantuan program
kampung deret tidak boleh dijual selama 10 tahun. “Hal ini untuk mencegah
masyarakat yang ingin mencari keuntungan melalui program kampung deret. Mulai
tahun depan, aturan ini akan kita cantumkan dalam bentuk Perpu yaitu tentang by
name, by address,” ujarnya, Kamis (27/11/2014). Aturan ini perlu diterapkan karena
sebelumya ada beberapa rumah di kawasan Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, yang sudah
diperbaiki dan memiliki nilai ekonomis tinggi langsung ingin dijual oleh pemiliknya.
“Masyarakat jangan begitu, sudah diberi bantuan dan harga rumah sudah lebih mahal
langsung ingin menjual, kita tidak mau seperti itu. Makanya, kita mau terapkan
aturan selama 10 tahun rumah yang diberi bantuan tidak boleh dijual," ungkapnya.
Dikatakan Yonathan, rentang waktu tersebut dinilai sudah cukup. Namun, jika sang
pemilik rumah sudah mampu membeli rumah yang lebih layak setelah batas waktu
berakhir, maka rumah tersebut dapat dijual.
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa, untuk menghindar agar
kampung deret tidak menjadi bagian dari bisnis, maka untuk membangun sebuah
kampung deret permasalahan tanah harus jelas. Seperti sebelum melakukan
pembangunan, maka warga harus di data terlebih dahulu.
2.2.4 Peraturan Daerah
Dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta nomor 1 tahun 2014 tentang
Rencana Detail Tata Ruang, peruntukan ruang Kecamatan Tebet, Kelurahan Bukit
Duri adalah :
Gambar 15. Peta zonasi.Sumber : RDTR DKI Jakarta 2014
30
Warna Kuning : Sub Zona Rumah Sedang
Warna Hijau : Sub Zona Taman Kota/Lingkungan
Untuk sub zona rumah sedang, peruntukan lahannya adalah sebagai berikut :
KDB (Koefisien Dasar Bangunan) : 60%
KLB (Koefisien Lantai Bangunan) : 1.2
KDH (Koefisien Dasar Hijau) : 20
Jumlah ketinggian bangunan : 2
Standar Pelayanan Sarana Perkotaan
Adapun standar prasarana dan sarana yang dipergunakan di dalam
penyusunan laporan ini sesuai dengan konsep pedoman Perencanaan Lingkungan
Permukiman Kota Departemen PU (1979:26) serta disesuaikan keinginan masyarakat
lokasi studi dan tidak terlepas dari arahan Rencana Tata Ruang Kota. Untuk
menunjang kehidupan sehari-hari dan guna menciptakan suatu lingkungan
permukiman yang baik diperkotaan, maka perlu ditunjang dengan berbagai sarana.
Dalam perencanaan permukiman asumsi dasar dalam permukiman diperlukan dalam
menghitung kebutuhan fasilitas yang didasarkan pada pola penduduk (Sinulingga,
1990:225).
Teknik yang digunakan sebagai pedoman di dalam penyediaan fasilitas
lingkungan permukiman adalah sebagai berikut :
1. Sarana Pendidikan
Sesuai dengan tingkat kebutuhan Rencana Tata Ruang maka fasilitas
pendidikan yang termuat adalah sebagai berikut :
a. Taman Kanak-Kanak (TK)
Penduduk pendukung minimal 1000 jiwa dengan luas lahan 1.200
m2 sedangkan lokasi sebaiknya di tengah-tengah kelompok keluarga, jumlah
murid dengan standar 3 ruang kelas terdiri dari 35-40 murid di setiap kelas
bangunan TK dapat bergabung dengan sarana lain yang tidak saling
mengganggu seperti taman bermain, radius pencapaian maksimal 300 meter
dari pusat permukiman, ratio 1 unit TK (2 lokal)/1000 penduduk.
b. Sekolah Dasar
Dibutuhkan sebuah SD dengan penduduk minimum 6.000 jiwa dengan luas
lahan 1.500 m2 ratio jumlah penduduk 12,5 % sedangkan lokasi sebaiknya
31
ditengah-tengah permukiman dengan radius pencapaian dari daerah yang
dilayani maksimal 1.000 m. Standar jumlah murid 40 murid/kelas. Untuk SD
type A terdiri dari 12 kelas ruang belajar, luas ruang 1.000 m2 dan luas lahan
minimal 3.000 m2. untuk SD type B terdiri dari 6 kelas ruang belajar, luas
ruang 6.33 m2 dan luas lahan minimal 2.000 m2. Untuk SD type C terdiri dari 3
kelas ruang belajar, luas ruang 251 m2 dan luas lahan minimal 1.200 m2. Ratio
1 unit SD (12 lokal)/1.600 penduduk. Bangunan SD dapat bergabung dengan
sarana pendidikan lainnya seperti TK, SLTP, SLTA lahan yang dapat
dimanfaatkan bersama sehingga dapat menghemat luas lahan, radius
pencapaian maksimal 750 m dari pusat permukiman.
c. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Minimal penduduknya adalah 25.000 untuk sebuah SLTP, sedangkan luasnya
10.000 m2. Lokasi digabungkan/kelompokan dengan taman dan lapangan
olahraga. Standar jumlah siswa adalah untuk SMP type A terdiri dari 27 kelas,
luas ruangan 3.077 m2 dengan luas lahan minimal 9.000 m2. Untuk SMP type B
terdiri dari 18 kelas, luas ruangan 2.282 m2 dengan luas lahan minimal 9.000
m2. Untuk SMP type C terdiri dari 9 kelas, luas ruangan 1.502 m2 dengan luas
lahan minimal 6.000 m2. Perencanaan kebutuhan sarana pendidikan SLTP
dengan jumlah penduduk asal SMP 6,5 %. Radius pencapaian maksimal 1.500
m dari pusat permukiman. Rasio 1 unit SMP (7 RKB)/4.800 penduduk.
d. Sekolah Menengah Akhir (SMA)
Penduduk minimal 30.000 orang dengan 1 unit SMA, sedangkan luas lahan
20.000 m2, kriteria lokasi digabungkan/dikelompokkan dengan taman dan
lapangan olahraga. Standar 30 siswa dengan 14 kelas (pagi/sore) untuk sebuah
SMA. Radius pencapaian maksimal 1500 m2 dari pusat permukiman.
2. Sarana Kesehatan
Sesuai dengan tingkat kebutuhan Rencana Tata Ruang maka fasilitas
kesehatan yang harus termuat dalam suatu permukiman adalah sebagai berikut :
a. Balai Pengobatan
Penduduk minimal 3.000 orang, dengan luas lahan 300 m2. Lokasi terletak
ditengah-tengah lingkungan permukiman, sedangkan radius pencapaian adalah
maksimal 1.500 meter.
b. Pustu
32
Penduduk minimal 6.000 orang, luas lahan adalah 500 m2, lokasi terletak
ditengah-tengah permukiman, dengan radius maksimal 1.500 meter.
c. BKIA + RS Bersalin
Penduduk minimal 10.000 orang, luas lahan adalah 1.500 m2, lokasi terletak
ditengah-tengah permukiman, dengan radius maksimal 2.000 meter.
d. Puskesmas
Penduduk minimal 30.000 orang, luas lahan adalah 6.500 m2, lokasi sebaiknya
berada pada pusat lingkungan bersama dengan pelayanan pemerintah, dengan
radius maksimal 2.000 meter.
e. Rumah Sakit
Penduduk minimal 240.000 orang, luas lahan adalah 86.400 m2, lokasi dipilih
di daerah yang cukup tenang, dengan radiusnya merata dengan daerah yang
dilayani..
f. Apotik
Penduduk minimal 10.000 orang, luas lahan adalah 350 m2, lokasi sebaiknya
tersebar diantara kelompok keluarga, dengan radius maksimal 1.500 meter.
g. Tempat Praktek Dokter
Penduduk minimal 5.000 orang, luas lahan adalah 500 m2, lokasi dapat
berolkasi dengan rumah tinggal atau permukiman, dengan radius maksimal
1.500 meter.
3. Sarana Peribadatan
Fasilitas peribadatan merupakan kehidupan untuk mengisi kebutuhan rohani
yang perlu disediakan lingkungan yang direncanakan sesuai kebutuhan
masyarakat bersangkutan. Oleh karena berbagai macam agama dan kepercayaan
yang dianut oleh masyarakat penghuni, maka keputusan jenis dan jumlah fasilitas
peribadatan dibangun setelah lingkungan dihuni selama beberapa waktu.
Pendekatan perencanaan berdasarkan populasi sebagai berikut :
Ø < 40 orang yang beribadah perlu disediakan Mushalah
Ø > 40 orang yang beribadah perlu disediakan Masjid
Ø > 15 orang Kepala Keluarga Katolik/Kristen disediakan Gereja
Radius Pencapaian maksimal 300 meter dari pusat permukiman.
4. Sarana Perdagangan
Sesuai dengan tingkat kebutuhan Rencana Tata Ruang maka fasilitas
perdagangan yang harus termuat dalam suatu permukiman adalah sebagai berikut:
33
a. Warung / kios
Penduduknya minimal 250 jiwa atau 50 kk, dibutuhkan sebuah warung/kios.
Criteria lokasinya dibuat lingkungan yang mudah dicapai dengan radius
pencapaian maksimal 500 meter.
b. Pusat Perbelanjaan Lingkungan (Pertokoan)
Penduduknya minimal 30.000 jiwa, dengan luas lahan 13.500 m2. Kriteria
lokasi terletak pada jalan utama lingkungan dan mengelompok dengan pusat
lingkungan.
c. Pusat Perbelanjaan Niaga
Penduduknya minimal 120.000 jiwa dengan luas lahan 36.000 m2. Kriteria
lokasi dipusat-pusat kecamatan dekat dengan Terminal kecamatan.
5. Sarana Pemerintahan dan Pelayanan Umum
Dalam rangka usaha memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat
umum, maka dibutuhkan fasilitas pemerintah dan pelayanan umum. Dasar
pendekatannya adalah untuk melayani setiap unit administrasi pemerintah, baik
informal (RT, RW) maupun formal (kelurahan, kecamatan) sesuai dengan
tingkatannya.
Sesuai dengan tingkat kebutuhan Rencana Tata Ruang maka fasilitas
pemerintahan dan pelayanan umum yang harus termuat dalam satuan permukiman
adalah sebagai berikut :
1. Pos Hansip + Balai Pertemuan
Jumlah penduduk minimal 2.500 jiwa, dengan luas lahan 3.000 m2.
2. Kantor Kelurahan/Lingkungan
Jumlah penduduk minimal 30.000 jiwa, dengan luas lahan 500 m2.
3. Kantor Pos/Polisi
Jumlah penduduk minimal 30.000-120.000 jiwa, dengan luas lahan 100-300 m2.
4. Pos Pemadam Kebakaran
Jumlah penduduk minimal 30.000-120.000 jiwa, dengan luas lahan 200-300 m2.
5. Parkir Umum dan MCK
Jumlah penduduk minimal 2.500-120.000 jiwa, dengan luas lahan 100-4.000 m2.
6. Sarana Olahraga/Open Space dan Rekreasi
Sarana umum lainnya yaitu sarana rekreasi dan budaya, disediakan kepada
masyarakat, sesuai dengan kondisi dan situasi permukiman masyarakat yang
dilayaninya. Sehubungan dengan kesegaran jasmani masyarakat di suatu daerah
34
permukiman, maka dibutuhkan pelayanan olah raga dan lapangan. Sarana ini
fungsinya selain sebagai kesegaran lingkungan juga dapat berfungsi sebagai
taman dan tempat bermain anak-anak. Sesuai dengan tingkat kebutuhan Rencana
Tata Ruang maka fasilitas pemerintahan dan pelayanan umum yang harus termuat
dalam satuan permukiman adalah sebagai berikut :
1. Tempat bermain (anak-anak)
Penduduknya minimal 250 jiwa dengan luas lahan 250 m2. Kriteria lokasi
tergantung pada tata kehidupan dan struktur penduduk sehingga di dalam memilih
sarana ini perlu adanya penyesuaian dengan kondisi dan situasi setempat.
2. Tempat Bermain (Bola Voly + Bulutangkis dan daerah terbuka)
Jumlah penduduk minimal 2.500 jiwa, dengan luas lahan 1.250 m2
3. Lapangan Olah Raga (Sepak Bola)
Jumlah penduduk minimal 30.000 jiwa, dengan luas lahan 9.000 m2
4. Bioskop
Jumlah penduduk minimal 30.000 jiwa, dengan luas lahan 200 m2
5. Gedung serba guna
Jumlah penduduk minimal 30.000 jiwa, dengan luas lahan 1.000 m2
2.3 Tinjauan Pustaka
Sistem tata air dan pembuangan limbah kota akan lebih efektif dan efesien
jika mengintegrasikan sistem yang tepat. Sustainable Urban Drainage
Systems mampu memetakan fungsi dan layout yang dapat dengan mudah diawasi dan
akses sehingga mampu mengoptimalkan penerapannya dalam mengatur sistem air
kota.
Carolina (2013) mengaplikasikan sistem drainase kota yang berkelanjutan di
kawasan Srengseng. Aplikasi sistem yang digunakan berupa rainwater harvesting,
infiltration trenches, filter strips, swales dan basins. Titik utama dalam sistem yang
ia gunakan terletak pada konservasi air hujan sehingga dalam perancangan kawasan
Srengseng didasarkan pada zoning yang mengatur titik-titik tersebut.
Dalam kajian studi ini, penulis mencoba menerapkan SUDS ke kawasan
permukiman kumuh di sekitar Bukit Duri. Domain permasalahan adalah kawasan
kumuh di mana sistem tata air yang buruk dan ketidakteraturan zoning kawasan
memperburuk sistem drainase kawasan tersebut.
35
2.4 Studi Banding
Perumahan Greefield, London Road, Markfield, Leicestershire
Usulan pembangunan perumahan Greenfield mencakup 105 lot rumah dan
ruang terbuka hijau. Hasil uji daya serap permukaan tanah menunjukan daya serap
yang rendah. Syarat kepadatan rumah tinggal adalah 23 rumah per hektar, termasuk
40% segmen untuk permukiman dengan harga terjangkau yang berdampak pada
pengadaan ruang terbuka hijau baik untuk lanskap ataupun ruang hijau bagi SUDS
guna menciptakan sebuah tata ruang yang sukses secara komersil.
Ajuan SuDS ini memberikan fitur drainase keseimbangan antara permukaan
tanah atas dan bawah. Aliran arus sub-DAS yang mengalir melalui pipa-pipa besar
bawah tanah dimana keberadaan gorong-gorong beton yang ditujukan untuk
mempertahankan kecepatan arus air selama musim hujan menjadi sebuah titik lemah
dari sistem drainase yang baik. Aliran ini terjun ke sub-DAS yang lebih rendah di
mana penyerapan air bawah tanah seharusnya dapat terjadi secara natural, hanya
dengan sedikit pengadaan fitur SUDS. Kombinasi antara kawasan hutan lindung di
sisi barat permukiman dan taman bermain anak menyisakan sebuah ruang terbuka di
sisi timur yang cocok untuk daerah resapan. Sebuah kolam awalnya diusulkan untuk
mengurangi arus air hulu tetapi persyaratan perencanaan pembangunan
mengakibatkan perubahan tata ruang di mana keberadaan hutan dan taman bermain
tetap dipertahankan yang berdampak pada hilangnya lahan untuk SUDS. Maka dari
itu, keputusan jatuh pada penggunaan lahan di bawah jalan umum dengan menanam
gorong-gorong beton.
SUDS menggunakan:
Kolam penyeimbang arus hilir, berukuran 711m3, terdiri dari saluran yang
ditanam (mirip dengan sengkedan) di mana air dialirkan ke sebuah kolam mikro.
Sistem ini menawarkan dua tahap penghapusan polutan sesuai dengan persyaratan
lembaga lingkungan dan sejumlah atenuasi pada kolam penyeimbang. Kolam ini
dirancang untuk menjadi ruang yang dapat digunakan dalam kondisi cuaca kering
dengan kemiringan lereng tidak curam dari 1 banding 4.
Sebuah prototipe ruang filter beton pracetak yang dirancang untuk menghilangkan
hidrokarbon, logam berat, patogen, nitrat dan sedimen dari air hujan yang
dikumpulkan.
Paving permeabel digunakan pada semua ruang parkir mobil pribadi dan jalan
masuk. Ini memberikan manfaat lebih ke sistem drainase tetapi tidak merupakan
36
bagian dari strategi SuDS berkaitan dengan kurangnya kontrol pemeliharaan di
masa mendatang.
210 tempat penampungan air disediakan untuk masing-masing tempat tinggal
guna membantu atenuasi dan mendorong kemampauan daur ulang di sekitar area
properti rumah tinggal.
Karena pembatasan ruang fisik, penambahan atenuasi bawah tanah dicapai dengan
menggunakan 68 Precast Concrete Box dengan saluran gorong-goloran untuk
cuaca kering di bawah jalan raya sesuai usulan dengan ukuran 2mx1.5m dan
volume 360m3
3 Ruang kontrol aliran berupa beton pracetak yang disusun modular.
62m dari 1200mm diameter pipa beton pracetak menawarkan 70m3 volume
penyimpanan.
Sistem termasuk mendorong manajemen Sumber Pengendalian Air
Permukaan:
Paving permeabel disediakan untuk semua ruang privat berpermukaan paving
termasuk di dalamnya paving berongga untuk ruang komunal yang luas dan ruang
parkir dan paving block permeabel di area parkir eksekutif. Hasil investigasi
lapangan menjelaskan bahwa sifat kohesif lapisan tanah tidak akan sukses untuk
inflitrasi, maka desain didasarkan pada atenuasi air permukaan dan juga menunda
waktu masuk ke dalam sistem drainase air permukaan. Dengan demikian, bidang
permukaan permeabel dilapisi dengan geomembran kedap air diletakkan ke
tempat rendah di mana air dihadang oleh sistem saluran setempat dan diarahkan
ke dalam selokan air permukaan tanpa kontrol aliran tertentu. Ini terbukti
menguntungkan karena air disaring melalui lapisan geotextile dan agregat
sebelum menemukan jalan ke dalam sistem pada tingkat yang jauh lebih lambat
dari jalur tradisional. Setiap pemilik rumah dilengkapi dengan buklet menjelaskan
bagaimana area parkir mereka dibangun dan bagaimana hal itu harus
dipertahankan setelahnya.
Setiap properti dilengkapi dengan popor air 210 liter. Hal ini untuk mendorong
daur ulang air hujan untuk digunakan di sekitar taman termasuk menyiram
tanaman dan rumput.
Penampungan air hujan tidak dimanfaatkan dalam pembangunan karena masalah
komersial dan kekhawatiran atas pemeliharaan masa depan dan resistance
penjualan.
37
Selokan buntu yang digunakan di jalan raya untuk menurunkan kadar
hidrokarbon, silts dan polutan lainnya memasuki sistem.
Dinding tembok disediakan dalam kolam untuk memfasilitasi koneksi dengan
jaringan pipa. Penanaman dirancang sedemikian rupa sehingga dari waktu ke
waktu dampak visual fitur ini berkurang.
Dapat disimpulkan bahwa perencanaan kawasan dengan menggunakan
pendekatan SUDS harus disesuaikan dengan kondisi kawasan itu sendiri. Seperti
pada perumahan Greefield, London Road, Markfield, Leicestershire fitur SUDS
merupakan kombinasi antara kawasan hutan lindung di sisi barat permukiman dan
taman bermain anak menyisakan sebuah ruang terbuka di sisi timur yang cocok
untuk daerah resapan. Sebuah kolam awalnya diusulkan untuk mengurangi arus air
hulu tetapi persyaratan perencanaan pembangunan mengakibatkan perubahan tata
ruang di mana keberadaan hutan dan taman bermain tetap dipertahankan yang
berdampak pada hilangnya lahan untuk SUDS. Maka dari itu, keputusan jatuh pada
penggunaan lahan di bawah jalan umum dengan menanam gorong-gorong beton.
38
2.5 Kerangka Berpikir
TOPIK
(Environmentally Sustainable, Healthy, and Liveable Human Settlements)
ISU UTAMA
- Banjir- Permukiman yang terlampau padat
JUDUL
(Sistem Drainase Kota yang Berkelanjutan pada Kawasan Permukiman di Bukit Duri)
LATAR BELAKANG
Banjir disebabkan oleh :
- Sistem drainase yang buruk- Debit air kiriman dari Bogor- Sampah- Kurangnya daerah resapan- Permukiman yang terlalu padat- Kurangnya kesadaran masyarakat
dalam menjaga kebersihan
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana merancang kawasan permukiman kumuh di bantaran sungai
Ciliwung di Jalan Bukit Duri, Kecamatan Tebet, Kelurahan Bukit Duri, Jakarta
Selatan dengan konsep Sustainable Urban Drainage Systems?
ANALISA
(ANALISA LINGKUNGAN, BANGUNAN, SUDS)
DATA PENDUKUNG
- Teori-teori pendukung- Jurnal/Artikel- Buku- Berita-berita pendukung- Survey langsung ke tapak
TUJUAN PENELITIAN
Untuk menata kembali permukiman dengan pendekatan
Sustainable Urban Drainage Systems sehingga dapat
mengurangi masalah banjir yang terjadi setiap tahunnya dan
dapat mengatasi permasalahan permukiman kumuh di daerah
Kelurahan Bukit Duri, Jakarta Selatan.
HASIL ANALISA
SKEMATIK DESAIN
FEEDB
AC
K
PERANCANGAN