34

01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual
Page 2: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual
Page 3: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual
Page 4: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual
Page 5: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual
Page 6: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual
Page 7: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual
Page 8: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual
Page 9: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual
Page 10: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual
Page 11: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual
Page 12: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual
Page 13: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual
Page 14: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual
Page 15: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual
Page 16: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual
Page 17: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual
Page 18: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual

METAFUNGSI BAHASA DALAM CERITA AMASEIWI OLOKOLOQ’E: SEBUAH TINJAUAN LINGUISTIK SISTEMIK FUNGSIONAL

Language Metafunction on Amaseiwi Olokoloq’e:

A Systemic Functional Grammar Darmawati M.R Kantor Bahasa Provinsi Gorontalo pos el: [email protected]

Abstract Language theories had variation which is based on the languages phenomenon. Systemic Functional Grammar (SFG) for example, analyzing language metafunction in relation to language as social semiotic. This paper aims to examine language metafunction,using Buginesse folklore, 'Amaseiwi Olokoloq'e as the object.It was found that the dominant process in Amaseiwi Olokoloq'e is the material process, occurring in 19 clauses in the text, followed by 10 relational process clauses. Meanwhile, existential process occurs in six clauses, the verbal and behavioral actor only occur once. In other words, the verbal and behavioral processes are rarely found in this text. Furthermore, in this text, the process generally precedes the participants. The position of the participants, especially in the material(actor) and behavioral processes, are not always in the initial. It could be in the middle, even at the end of the clause. By using SFG perspective, difficulties encountered in analyzing the language syntax of Buginesse, in terms of providing an assessment of the klitika could be resolved. From the functional point of view, clitic can stand on its own, making it easier to analyze the text which is sometimes unusual (marked) but acceptable in the speakers context.

Keywords: metafunction, Systemic Functional Grammar Abstrak Teori bahasa mempunyai cara beragam dalam melihat fenomena bahasa.Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) misalnya, melihat metafungsi bahasa dalam kaitannya bahasa sebagai semiotik sosial. Tulisan ini bertujuan untuk mengamati metafungsi bahasa tersebut, dengan menggunakan objek kajian cerita rakyat bahasa Bugis, ‘Amaseiwi Olokoloq’e. Dalam cerita Amaseiwi Olokoloq’e, Ditemukan bahwa proses yang mendominasi adalah proses material, terjadi pada 19 klausa dalam teks, disusul oleh proses relasional sebanyak 10 klausa, proses eksistensial terjadi di enam klausa, proses verbal dan petingkah laku atau behavioral masing-masing satu klausa. Dengan kata lain, proses verbal dan proses behavioral jarang dijumpai dalam teks ini. Selain itu, dalam teks ini, proses umumnya mendahului partisipan. Posisi partisipan, terutama dalam proses material (aktor) dan proses behavioral (petingkah laku), tidak selalu berada di depan, bisa di tengah, bahkan di akhir. Dengan menggunakan sudut pandang LSF, kesulitan menganalisa sintaksis bahasa Bugis yang ditemui dalam hal memberikan penilaian terhadap klitika dapat teratasi. Klitika yang dapat menempati fungsi sintaksis (klitik penunjuk kata ganti orang pertama tunggal yang berarti ‘saya’ yang seolah-olah dapat menduduki fungsi, baik subjek maupun pelengkap) dalam sudut pandang fungsional bisa berdiri sendiri sehingga mempermudah menganalisis teks yang terkadang memang tidak lazim tapi berterima dalam konteks penuturnya.

Kata Kunci: linguistik sistemik fungsional, metafungsi bahasa

Page 19: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual
Page 20: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual

Multilingual, Volume XII, No. 1, Tahun 2013 2 1. Pendahuluan Kajian bahasa sebaiknya tidak hanya berkutat dengan dirinya sendiri (dengan struktur yang ada di dalam dirinya), tetapi sebaiknya menjangkau semua komponen bahasa manusia, terutama penggunaan bahasa secara lisan. Tata bahasa Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) mampu menjawab kompleksitas permasalahan bahasa ini—yang sekilas tampak sederhana, tetapi ternyata memerlukan kajian yang mendalam dan terus menerus. Selain itu, LSF memberikan perhatian penuh pada segi kemasyarakatan bahasa, terutama pemerian ciri-ciri bahasa tertentu beserta variasinya. Sifat bahasa yang tidak dapat dilepaskan dari konteksnya, membuat tata bahasa ini mampu menjawab permasalahan kebahasaan yang tidak dapat dijabarkan oleh tata bahasa lain. Misalnya, kalimat sederhana “Pergi!” Tentu saja, tata bahasa transformasi generatif yang hanya mengenal NP (Noun Phrase/ Frasa Nomina ) dan VP (Verb Phrase/ Frasa Verba) tidak mampu menjabarkan kalimat itu. Teori bahasa mempunyai cara beragam dalam melihat fenomena bahasa. LSF misalnya, melihat metafungsi bahasa dalam kaitannya bahasa sebagai semiotik sosial. Metafungsi bahasa ini terbagi atas fungsi tekstual, fungsi ideasional, dan fungsi interpersonal. Dalam tulisan ini, fungsi yang akan diamati adalah fungsi tekstual, fungsi interpersonal dan fungsi ideasional, dengan menggunakan objek kajian cerita rakyat bahasa Bugis, ‘Amaseiwi Olokoloq’e’, disadur dari buku Sintaksis Bahasa Bugis, Cetakan I terbitan Universitas Negeri Makassar, karya Andi Muhammad Junus (2002). 2. Landasan Teori 2.1 Tata Bahasa Linguistik Sistemik Fungsional Tata Bahasa Fungsional mampu mengisi kekosongan analisis bahasa yang belum dijelaskan oleh aliran–aliran linguistik yang muncul sebelumnya, hal-hal yang tidak dijabarkan oleh tata bahasa tradisional. Hal tersebut terutama dalam pemerian bahasa. Tata bahasa tradisional tidak memberikan penjelasan yang sistematik dari kenyataan atau hakekat bahasa dalam pemakaian sehari-hari. Tata bahasa tradisonal juga tidak mengenal perbedaan-perbedaan antara bahasa ujaran dan bahasa tulisan dan hanya berfokus dalam menghakimi penggunaan bahasa dengan vonis benar salah, gramatikal atau tidak gramatikal. LSF hadir dengan mengemukakan pentingnya melihat bahasa dengan penggunaan serta variasi-variasinya dalam komunitas penuturnya. Ancangan Halliday pada bahasa bertolak dari pandangan bahwa hubungan antara pengataan yang digunakan orang-orang dan maknanya bersifat tidak arbitrer (Gerot dan Wignel dalam Siregar 2009:20). Penggunaan bahasa yang unik dapat dieksplorasi. Demikian halnya dengan elemen bahasa dan peristiwa bahasa khusus, secara sistematis dapat diuji dari sudut pandang fungsional. Berangkat dari ide Firth tentang makna sebagai butir bahasa terpenting dalam konteks sosial, Halliday mengembangkan bahasa sebagai sistem pembentuk makna. Halliday juga memberi tekanan pada ‘pilihan’ (Halliday, 1978:1). Artinya, penutur bahasa dapat membentuk makna melalui pilihan dan penggunaan kata-kata serta telaah bahasa yang sistematis dalam penggunaannya,

Page 21: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual

Darmawati M.R : Metafungsi Bahasa dalam Cerita Amaseiwi Olokoloq’e: Sebuah Tinjauan Linguistik Sistemik Fungsional 3 sebagaimana penutur memahami makna bahasa tersebut. Konteks situasi yang diusulkan oleh Halliday mencoba melihat peran bahasa dalam situasi baik lisan ataupun tulisan. Secara garis besar, toeri LSF mencakup hal-hal berikut. (a) Melihat bagaimana tata bahasa digunakan di dunia nyata (bahasa sehari-hari lebih banyak bahasa non standar). (b) Pengembangan sistem gramatika sebagai satu sarana bagi orang lain untuk berkomunikasi dengan yang lain. (c) Lebih berorientasi pada aspek sosial dibanding aspek biologis (seperti pada Tata Bahasa Transformasi Generatif). (d) Bisa digunakan pada beragam kepentingan khususnya untuk menggambarkan bahasa dalam tataran fungsional. (e) Pengembangannya lebih merujuk pada fungsi.

2.2. Metafungsi Bahasa Komponen metafungsi bahasa adalah fungsi-fungsi ideasional, interpersonal, dan tekstual yang merepresentasikan organisasi bahasa dan hidup di dalam sistem semantik, leksikogramatika dan fonologi/ grafologi bahasa. Sistem semantik terdiri atas makna dalam teks, sedangkan leksikogramatika terdiri atas penguatan dalam sintaksis, morfologi, dan leksis, dan sistem grafologi terdiri atas bunyi tulisan dalam fonem atau grafem atau bunyi/huruf (Sinar, 2008:30). Tata bahasa beroperasi melalui nosi klausa dengan 3 set pilihan-pilihan dibuat untuk menciptakan klausa. Pilihan-pilihan tersebut dibuat oleh pencipta klausa melalui pilihan transitivitas, taksis, tema dan modus. Sistem transitivitas, taksis, modus, dan tema direalisasikan dalam hubungan ideasional, tekstual dan interpersonal. Fungsi ideasional terdiri atas fungsi eksperensial dan logis direalaisasikan oleh sistem klausa kompleks yaitu sistem taksis. Fungsi tekstual direalisasikan dengan tema-tema dan fungsi interpersonal direalisasikan dengan sistem modus. Mengenai tiga fungsi bahasa, Butt (2000: 39) memaparkan sebagai berikut. “ Three broad functions of language that are central to the way the grammar works in the language system: (1) Language has a representational function—we use it to encode our experience of the world; it conveys a picture of reality. Thus allows us to encode meanings of experience which realise field of discourse (experential meaning). (2) Language has an interpesonal function—we use it to encode interaction and show how defensible we find our propositions. Thus allow us to encode meanings of attitudes, interaction and relationships which realise tenor of discourse (interpersonal meaning).(3) Language has a textual fuction—we use it to organise our experential and interpersonal meanings into a linear and coherent whole. Thus allows us to encode meanings of text development which realise mode of discourse.” Butt berpendapat bahwa tiga fungsi bahasa di mana tata bahasa berfungsi dalam sistem bahasa, yaitu 1)bahasa memiliki fungsi representasi, digunakan untuk menamai pengalaman-pengalaman kita di dunia dan menyampaikan sebuah gambaran kenyataan (fungsi ekperensial); 2) bahasa memiliki fungsi interpersonal, kita menggunakannya untuk menamai

Page 22: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual

Multilingual, Volume XII, No. 1, Tahun 2013 4 makna perilaku, interaksi dan hubungan; dan 3) bahasa memiliki fungsi tekstual, kita menggunakannya untuk mengatur fungsi interpersonal dan fungsi eksperensial. a. Fungsi Ideasional Fungsi eksperensial terjadi pada tingkat klausa sebagai representasi-representasi pengalaman manusia, baik realitas luaran, maupun realitas dalaman diri manusia itu sendiri, dan ini bermakna satu fungsi klausa adalah representasi pengalaman dari dua realitas tersebut (Sinar, 2008:31). Fungsi eksperensial khususnya direalisasikan oleh sistem transitivitas yang diinterpretasikan sebagai proses yang sedang terjadi, yang berhubungan dengan gerak-gerak, kejadian, kondisi dan hubungan-hubungan materi. Proses tersebut dikategorikan menjadi tiga proses utama, yaitu (1) material; (2) mental, (3) relasional; dan mengkalsifikasikan lagi ke dalam tiga proses tambahan, yakni (1) tingkah laku, (2) verbal, dan (3) wujud ektensial. 1) Proses Material Proses material adalah proses kegiatan atau ‘kejadian’ yang mempunyai partisipan, misalnya benda atau manusia yang mengambil bagian atau melibatkan diri dalam kegiatan dengan adanya pelibatan partisipan lainnya. Contoh: Silmi Duduk Aktor proses material Dalam contoh kalimat bahasa Indonesia di atas diperoleh partisipan Silmi yang merupakan partisipan yang sedang melakukan pekerjaan, duduk mempresentasikan sebuah klausa. Partisipan dalam proses material disebut aktor, partisipan yang aktif dalam di dalam proses atau seseorang yang mengerjakan perbuatan, sementara jika ada partisipan kepada siapa perbuatan tersebut ditujukan dinamakan gol. Proses kejadian dapat dibuktikan dengan cara: apabila gol ada di dalam proses, maka ada kemungkinan representasinya menjadi dua bentuk: boleh aktif dan boleh pasif (Sinar, 2008:32). Proses ini dapat diuji melalu pertanyaan seperti apa yang telah terjadi? Ada apa atau apa yang terjadi.

2) Proses Mental Proses mental adalah proses mengindera, dengan kehadiran seorang partisipan manusia atau mirip manusia yang terlibat dalam proses melihat, merasa atau berpikir, juga dapat melibatkan lebih dari satu partisipan. Dalam hal ini, proses mental mempunyai dua partisipan, yang pertama manusia atau seperti manusia yang sadar akan mempunyai indra melihat, merasa dan berpikir. Partisipan–partisipan ini dinamakan pengindra/senser. Partisipan kedua dinamakan fenomena (yang dilihat, dirasakan, dipikir). Proses-proses mental dikategorikan ke dalam dua jenis pengelompokan, yakni kognisi, dan afeksi. a) Mental Kognisi Saya Ingat nasihat ayah ibu Pengindra Proses mental: kognisi Fenomena b) Mental Afeksi Romeo mencintai Juliet Pengindra Proses afeksi Fenomena

Page 23: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual

Darmawati M.R : Metafungsi Bahasa dalam Cerita Amaseiwi Olokoloq’e: Sebuah Tinjauan Linguistik Sistemik Fungsional 5 Perlu diketahui bahwa ada dua jenis fenomena dalam klausa melekat, yaitu tindakan (aksi) dan fakta. Fenomena tindakan khususnya terjadi dalam proses mental melalui persepsi melihat, mendengar, memperhatikan dan sebagainya, direalisasikan oleh klausa partikel non-finit bertindak seakan-akan sebuah nomina. Sebaliknya, fenomena fakta direalisasikan oleh klausa berbentuk finit dan biasanya diikuti yang dan berfungsi seolah nomina sederhana. Jadi, ada tiga kategori yang bisa terjadi meliputi proses mental ini, yaitu tindakan sebagai fenomena seperti contoh berikut. (1) Tindakan sebagai fenomena Guru Mengamati murid-murid yang sedang ujian Pengindra proses mental (persepsi) fenomena :tindakan (2) Fakta sebagai fenomena Saya Percaya Kenyataan bahwa korupsi adalah kejahatan terhadap perikemanusiaan Pengindra proses mental:persepsi fenomena: fakta Dalam klausa proses mental mempersepsi, merasakan, berpikir, dapat terjadi secara timbal balik. Proses mental ini direpresentasikan mempunyai ciri dua arah (Sinar, 2008:34). Dalam klausa sejenis ini, kedua elemen, yaitu pengindra dan fenomena dapat menjadi subjek klausa tanpa menukar bentuk klausa dapat berfungsi sebagai berikut, a) Pengindra sebagai subjek dan b)Fenomena sebagai subjek 3) Proses Relasional Proses relasional adalah proses penghubung, penyandang, penciri atau penanda “being”yang maksudnya sesuatu dianggap memiliki atribut atau penanda identitas (Sinar, 2008:35). Dalam bahasa Indonesia, bentuk relasional tidak lazim digunakan, tetapi secara gramatika bentuk ini hadir. Dalam sarana atributif, suatu penghubung mempunyai kapasitas penyandang dan dianggap sebagai kepemilikan atau kepunyaan benda tersebut (Sinar, 2008:36). Kualitas ini secara struktural dinamakan atribut dan benda yang dimiliki oleh penyandang atribut. Atribut adalah suatu kualitas (intensif), suatu sirkumstan tempat dan waktu dan juga suatu kepemilikan (posesif). Dalam sarana identifikasi, benda penghubung digunakan untuk mengindentifikasi benda penghubung lainnya, dan hubungan keduanya menjadi petanda dan penanda intensif, sirkumstan, atau posesif. Fungsi struktural konsep ini digeneralisasikan di antara tiga jenis proses relasional sarana penandaan intensif, sirkumstans dan posesif. Dalam bahasa Inggris, proses relasional biasanya dinyatakan dalam kata kerja bantu be (is, are, were, was) dan verba yang berbentuk intensif seperti stay (tetap, tinggal), become (menjadi), feel (merasa), appear (timbul), equal (sama dengan), call (panggil), mean (bermakna), define (mendefinisikan); kata kerja posesi atau kepemilikan seperti have (mempunyai), own (memiliki),belong to (milik), involve(melibatkan), contain (berisikan, terdiri atas), provide (menyediakan); dan

Page 24: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual

Multilingual, Volume XII, No. 1, Tahun 2013 6 kata kerja sirkumtansi seperti takes up (mengisis, menghabiskan), follow (mengikuti), accompany (mengiringi), cost (berharga),dan last (berakhir). Di dalam bahasa Indonesia, verba merasa terdiri atas tiga fungsi misalnya, merasa sedih, merasa sentuhan angin, dan sebagainya. Verba seperti ini dapat hadir bersama klausa identifikasi dan atributif, seperti contoh berikut. Kursus ini Berakhir . Penanda proses : intensif Penanda Jalan-jalan raya Kelihatan Sepi Penanda proses : intensif Penanda 4) Proses Tingkah Laku (Behavioral) Proses behavioral adalah proses fisiologi atau psikologis bersikap, atau bertingkah laku, yang dapat dicontohkan melalui proses ketika manusia melakukan kegiatan bernafas, bermimpi, tersenyum, tertawa, dan sebagainya (Sinar, 2008:36). Proses ini berhubungan dengan tingkah laku atau sikap fisiologis, tetapi proses itu berfungsi lebih kuat sebagai proses kegiatan, gerakan, pekerjaan, dalam proses material. Posisi proses ini berada di antara proses mental dan proses material. Partisipan yang ada dalam proses ini adalah petingkah laku, yang secara khas sebagai makhluk yang mempunyai kesadaran, yang fungsinya sebagai pengindra, tetapi mempunyai peran seperti sebuah aktor di mana partisipan kedua adalah gol. Musa menertawakan Ali petingkah laku proses behavioral Gol Susi Tersenyum Simpul petingkah laku proses behavioral sirkumstan: kualitas 5) Proses Verbal Proses verbal adalah aktivitas yang membawa, menyampaikan, mengatakan, maklumat, atau bertanya, menceritakan, berseru, berjanji, dan lain-lain (Sinar, 2008:37). Di dalam proses ini, ada dua partisipan yang terlibat, yaitu partisipan yang berkata, yang secara struktural dinamakan sebagai penyampai, dan pesan yang dinamakan maklumat. Selain penyampai dan maklumat, ada dua partisipan lainnya yang dilabelkan sebagai penerima dan target. Penerima adalah partisipan yang menerima pesan atau maklumat. Target adalah kepada siapa benda wujud atau objek tersebut diarahkan. Saya berbicara bahasa Jerman Penyampai proses: verbal Pesan

6) Proses Wujud Proses wujud adalah suatu proses yang mengekspresikan bahwa sesuatu itu ada wujud atau eksis (Sinar, 2008:37). Di dalam bahasa Inggris, proses ini direalisasikan melalui kata kerja am, is, are, was, were, be, been, being, dan kata kerja lainnya seperti exist, arise, atau kata kerja lain yang mewujudkan kata. Bisa pula diwujudkan oleh kata benda ataupun frasa benda yang merepresentasikan fungsi partisipan sebagi maujud (existent). Biasanya, dalam bahasa Indonesia, kata ada dapat merepresentasikan kewujudan. Ada pesawat jatuh proses: wujud Maujud Kehidupan Wujud di planet bumi proses: wujud Maujud sirkumstan: lokasi Dalam bahasa Inggris: There was a beautiful princess proses: wujud maujud

Page 25: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual

Darmawati M.R : Metafungsi Bahasa dalam Cerita Amaseiwi Olokoloq’e: Sebuah Tinjauan Linguistik Sistemik Fungsional 7 b. Fungsi Interpersonal Fungsi interpersonal adalah sebuah interpretasi bahasa dalam fungsinya sebagai suatu saling tukar menukar maklumat yang disebut ‘bahasa sebagai aktivitas’ (Sinar, 2008:47). Fungsi ini mempresentasikan makna potensi penutur yang berinteraksi serta mempunyai hubungan dua arah baik sebagai penutur/ penulis maupun sebagai pendengar/pembaca. Pada tingkat interpretasi gramatika dalam hal fungsi klausa, klausa diorganisasikan sebagai sebuah kejadian interaktif yang melibatkan pembicara/penulis dan pendengar/pembaca. Klausa-klausa dengan makna interpersonal berfungsi sebagai klausa, pertukaran, yang mempresentasikan hubungan peran pertuturan. Di sini mereka mulai menyusun dua jenis peran atau fungsi pertuturan yang fundamental: (1) memberi, dan (2) meminta informasi (Halliday, 1985:68—69). Makna interpersonal bahasa dalam fungsinya sebagai alat pertukaran pesan juga merepresentasikan hubungan-hubungan peran pertuturan yang direalisasikan melalui sistem bahasa (klausa) modus. Sistem ini direpresentasikan melalui struktur moda klausa yang terdiri dari dua unsur utama, yaitu moda dan residue. Bagian dari keseluruhan fungsional yang terlibat dalam pertukaran pesan dinamakan struktur moda-residue. Unsur moda dalam klausa bahasa Inggris, misalnya terdiri dari sebuah subjek dan finit, sedangkan unsur residue terdiri dari sebuah predikator, satu atau lebih komplemen, dan beberapa jenis adjung yang berbeda. Misalnya: Saya Akan Bercerita tentang peristiwa itu Subjek Finit Predikator Adjung Moda Residue

c. Fungsi Tekstual Fungsi tekstual bahasa adalah sebuah interpretasi bahasa dalam fungsinya sebagai pesan, yaitu berfungsi sebagai pembentuk teks dalam bahasa (Sinar, 2008:49). Pada tingkat klausa, makna tekstual terdiri dari bagaimana unsur intra klausa diorganisir untuk membuat makna-makna. Pada tingkat teks, makna ini terdiri dari bagaimana unsur-unsur interklausa diorganisir untuk menyatukan satu kesatuan seluruh teks untuk membuat makna-makna. Makna tekstual bahasa dalam fungsinya sebagai sebuah pesan direalisasikan melalui tema sistem bahasa yang direpresentasikan oleh struktur tematik klausa yang terdiri dari dua unsur utama, tema dan rema. Ada tema yang sederhana dan adapula tema yang kompleks. Tema sederhana mempunyai satu elemen klausa, sedangkan tema kompleks terdiri atas tema tekstual, tema interpersonal, dan tema ideasional. Misalnya: Baiklah anak-anak, hari ini Bu guru akan mengajar-kan pecahan campur-an Tekstual Interpersonal Topikal Tema Rema Tema tekstual memberikan penekanan tematik pada unsur tekstual dan mempunyai fungsi sebagai penghubung

Page 26: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual

Multilingual, Volume XII, No. 1, Tahun 2013 8 satu klausa dengan unsur klausa, di mana semua klausa atau unsur klausa berhubungkait satu sama lain sehingga mereka membentuk satu kesatuan keseluruhan teks. Tema tekstual terdiri atas (a) konjungsi (misalnya dan, karena, dll), (b) kata ganti relatif (yang, yang mana), (c) penghubung dan (d) penerus. Tema topikal atau tekstual adalah tema yang dipilih penuturnya untuk membuat titik keberangkatan pesan (dalam teks bahasa Inggris, tema topikal selalu di awal klausa), misalnya peran Bu guru pada contoh di atas. 3. Bahasa Bugis Buku dan tulisan mengenai Bahasa Bugis telah banyak diterbitkan. Akan tetapi, dewasa ini, buku dan tulisan tersebut sudah jarang beredar di pasaran dan hanya menjadi koleksi pribadi. Buku dan tulisan tersebut juga umumnya masih merupakan gambaran bahasa Bugis secara umum. Padahal, bahasa Bugis memiliki beberapa dialek yang jika dijabarkan lebih detail memiliki perbedaan dalam hal kosakatanya. Misalnya kata mkEec (makecce—dingin ) dan pcl (paccalak—kuncian ) dalam bahasa Bugis dialek Bone adalah mcEek (maccekke) dan plc(pallacak) dalam bahasa Bugis dialek Pinrang. Kata lain seperti cEem(cemme) dalam BB adalah diao(dio) yang artinya mandi. Penelitian dan tulisan mengenai bahasa Bugis pernah dilakukan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa pada tahun 1975. Tulisan tersebut mengenai gambaran umum latar belakang sosial budaya, lokasi jumlah pemakai, variasi pemakaian, dan hubungan antara bahasa dan pemakai. Penelitian serupa dilakukan oleh Dr. B. F. Matthes dalam buku tata bahasa yang berjudul Boeginesche Sprakkunst (1875), J. Noorduyn dalam Een Achttiende-eeuse Kroniek van Wadjo (1955) yang bersifat filologis dan historis, Samsuri dalam disertasinya yang berjudul An Introduction to Rappang Buginesse Grammar (1965), dan Sjahruddin Kuseng dengan disertasi berjudul Valensi Morfologi Dasar Kata Kerja Bahasa Bugis Soppeng(1975). Bahasa Bugis adalah salah satu dari 50 bahasa yang terdapat di pulau Sulawesi. Bahasa Bugis adalah bahasa yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi Selatan, yang tersebar sebahagian di Kabupaten Maros, sebahagian Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kabupaten Pinrang, sebahagian kabupatenEnrekang, sebahagian kabupaten Majene, Kabupaten Luwu, Kabupaten Sidenrengrappang, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Bantaeng.Bahasa Bugis termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia, tepatnya Melayu-Polinesia, dituturkan di Indonesia Daerah Sulawesi Selatan dengan jumlah penutur kurang lebih 4 juta. Bahasa Bugis memiliki varian dialek, yaitu : 1) dialek Bone, 2) dialek Pangkep, 3) dialek Camba, 4) dialek Sidrap, 5) dialek Pinrang, 6) dialek Sinjai, 7) dialek Soppeng, 8) dialek Wajo (Sengkang), 9) dialek Luwuk, 10) dialek Barru, dan 11) dialek Sawitto. Cerita Amaseiwi Olokoloq’e yang menjadi objek tulisan ini menggunakan bahasa Bugis dialek Bone

Page 27: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual
Page 28: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual

Multilingual, Volume XII, No. 1, Tahun 2013 8 3. Analisis Metafungsi bahasa pada Bahasa Bugis: Amaseiwi Olok-koloq’e

3.1 Fungsi Ideasional/Eksperensial Engka (Ada) caritana nabitta (cerita Nabi) Proses: wujud Maujud Engka (Ada) seddi tau mallolongeng appalang maraja sibawa muttama suruga nasabaq mattulung I asu. Proses: wujud Maujud Sirkumstan: Sebab, tujuan Engka (ada) seddi tau joppa (seseorang bepergian) mabela (jauh) Proses: wujud Maujud Sirkumstan: rentang, tempat Seddi tau (seseorang) joppa (berpergian) mabela (jauh) Aktor Proses: material Sirkumstan: rentang, tempat Engka (ada) seddi tau (seseorang) accapureng uwae rinung (kehabisan air minum) Proses: wujud Maujud Sirkumstan: lingkungan, kondisi Toli (selalu) mellau (meminta) doang (doa) ni (dia) Sirmkumstan: rentang, waktu Proses :material Gol Actor sarekkuammengngi agar na (dia) runtuq (menemukan) seddi bubung (satu sumur) ri lalengna ritu (dalam perjalannnya) Sirkumstan: sebab, tujuan Aktor Proses: material Gol Sirkumstan : lokasi, tempat Natenna saqna-saqnana (secara tidak sengaja) mita (melihat) ni (dia) seddi bubung malamung laddeq (satu sumur yang dalam sekali) Sirkumstan : cara, kualitas Proses mental :persepsi pengindra Fenomena Seddi bubung (satu sumur) (adalah) malamung laddeq (dalam sekali) Penyandang Proses : intensif Attribut Kaitang (Tampak) pole ri ase(dari atas) uwaina (airnya) maccinnong maritiqkitiq (jernih berkilauan) Proses :intensif Sirkumstan: lokasi, tempat Penyandang Atribut Mario laddeq (gembira sekali) ni (dia) Proses: behavioral Petingkah laku Naekia (akan tetapi) deqgaga (tidak ada) sero pattimpa uwai (alat penimba air) Proses: wujud Maujud sibawa (dan) deqtogaga (tidak ada juga) addeneng ripake nnok(tangga untuk turun) Proses: wujud Maujud Na(dia) coba-coba nnok (turun) malleja-lejja (dengan berpijak) ri batu maccaccae ri renrina bubung ‘e ro (pada batu yang menancap di dinding sumur) Aktor Sirkumstan: cara:kualitas Proses : material Sirkumstan: cara, kualitas Sirkumstan :lokasi :tempat Na (ia) rapina (sampai) ri awa (di bawah)

Page 29: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual

Darmawati M.R : Metafungsi Bahasa dalam Cerita Amaseiwi Olokoloq’e: Sebuah Tinjauan Linguistik Sistemik Fungsional 9 Actor Proses: material Sirkumstan:lokasi, tempat Menung (minum) ni (ia) passaui dekkana (sepuas-puasnya) Proses : material Aktor Sirkumstan: cara, kualitas Innappa (lalu) i (dia) congak (mendongak) sappa akkaleng (untuk) mencari akal Pengindra Proses mental:persepsi Sirkumstan: sebab, tujuan Sarékkuammengngi (agar) Na (dia) weqding (bisa) makkénre paimeng (memanjat kembali) Sirkumstan: sebab, tujuan aktor Sirkumstan: cara, kualitas Proses material Takko (saat itu) mita (melihat) muni (dia) sikaju asu (seeokor anjing) Sirkumstan rentang waktu Proses mental:persepsi pengindra fenomena Asu ero (anjing itu) mattapa (kelihatan) madekka laddeq (haus sekali) Penyandang Proses: intensif Atribut Asu ero (anjing itu) maqbea-bea (terjulur) lilana (lidahnya) Aktor Proses: material gol Tau ero (orang itu) messe babua (merasa iba) Penanda Proses :intensif Naekia deppa (belum) na (dia) lolongeng (temukan) akkaleng pekkoga batena tulungi (untuk-bagaimana cara menolongnya) Sirkumstan:kondisi aktor Proses material Gol sirkumstan: sebab, tujuan Menreq paimeng (naik kembali) Mauni Walaupun De (Dia ) natiwi (tidak membawa) uwai (air) dekkoto sussa (amatlah susah) Penyandang Pemberi manfaat Proses relasional sirkumstan Petanda Atribut leqbi-lqqbipi (apalagi) narekko (kalau) tiwi (membawa) uwai (air) Proses Material Gol Puranana méllau-doang (sesudah berdoa) méllau (memohon) panginring (petunjuk) ri Puang’é (kepada Tuhan) Sirkumstan, rentang, waktu Proses : Material Gol Sirkumstan: Sebab, tujuan Takko (Tiba-tiba) lolongeng (menemukan) Ni (Dia) laleng (jalan) Sirkumstan. Rentang, waktu Proses: Material Aktor Gol Nia (Dia) passuqni (melepas) sapatunna (sepatunya) Aktor Proses Material Gol Na (Dia) liseki (mengisinya) uwai (dengan air) Aktor Proses : material Gol Nasabaq (Karena) wali-wali limanna harusuq mattulekkeng ri renring bubung’e (di dinding sumur) sarekkuammengi nawedding mankenrek ((agar bisa memanjat

Page 30: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual

Multilingual, Volume XII, No. 1, Tahun 2013 10 (Kedua tangannya) (harus berpegangan) kembali) Aktor Proses: material Sirkumstan: lokasi, tempat Sirkumstan: sebab, tujuan Sarékkuammengngi Na (Dia) wedding (bisa) makkenreq (naik) Sirkumstan: cara, kualitas Penyandang proses attribut Na (Dia) towaqni (gigit) sepatu malliseq’e uwai (sepatu yang berisi air) Aktor Proses: Material Gol Sapatu (sepatu) malliseq (berisikan) uwai (air) Penanda Proses :posesif attribut Tau ero (Orang itu) salamaq (selamat) lettu (sampai) ri asěq (di atas) Penyandang Proses: intensif attribut Sirkumstan: lokasi, tempat Uwae ero (air itu) masitaqni (dengan segera) na (dia) wereng berikan asu madekka’e (Anjing yang haus) Gol Sirkumstan: cara, kualitas Aktor Proses: material resipien Asu ero (Anjing itu) menunni (minum) passaui dekkana (untuk melepaskan dahaga) Aktor Proses : material Sirkumstan: Sebab, tujuan Salamaqni (Selamatlah) dua’e ripancaji (dua ciptaan) Proses : intensif Penanda Makkedai (Berkatalah) nabitta (nabi kita) tau ero mallolongengi appalang maraja pole ri Puang é enrengnge tama I suruga (Orang itu memperoleh pahala yang besar dari Allah dan juga masuk surga) Proses Verbal Penyampai Pesan Tau ero (Orang itu) mallolongeng appalang maraja (pahala yang besar) pole ri Puang’e (dari Alalh) Resipien Proses: Material Gol Aktor Enrengnge (juga) tamaq ( masuk) i (dia) suruga Proses: intensif penyandang attribut

3.2 Fungsi Interpersonal Seddi tau (seseorang) joppa (berpergian) mabela (jauh) Subjek Predikator Adjung Moda Residue Engka (ada) seddi tau (seseorang) accapureng (kehabisan) uwae rinung (air minum)) Subjek Predikator Komplemen Moda Residue Toli (selalu) mellau (meminta) doang (doa) ni (dia) Adjung Predikator Komplemen Subjek Moda Residue

Page 31: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual

Darmawati M.R : Metafungsi Bahasa dalam Cerita Amaseiwi Olokoloq’e: Sebuah Tinjauan Linguistik Sistemik Fungsional 11 sarekkuammengngi agar na (dia) Runtuq (menemukan) seddi bubung (satu sumur) ri lalengna ritu (dalam perjalannnya) Adjung Subjek Predicator Komplemen Komplemen Moda Residue Na (Dia) towaqni (gigit) sepatu malliseq’e uwai (sepatu yang berisi air) Subjek Predikator Komplemen Moda Residue Sapatu (sepatu) malliseq (berisikan) uwai (air) Subjek Predikator Komplemen Moda Residue Tau ero (Orang itu) salamaq (selamat) lettu (sampai) ri asěq (di atas) Subjek Predikator Komplemen Moda Residue

3.3 Fungsi Tekstual

Engka (Ada) caritana nabitta (cerita Nabi) Tema Rema Engka (Ada) seddi tau mallolongeng appalang maraja sibawa muttama suruga nasabaq mattulung I asu. Tema Rema Seddi tau (seseorang) joppa (berpergian) mabela (jauh) Tema Rema Engka (ada) seddi tau (seseorang) accapureng uwae rinung (kehabisan air minum) Tema Rema Toli (selalu) mellau (meminta) doang (doa) ni (dia) Tema Rema sarekkuammengngi agar na (dia) Runtuq (menemukan) seddi bubung (satu sumur) ri lalengna ritu (dalam perjalannnya) Tema Rema Natenna saqna-saqnana (secara tidak sengaja) mita (melihat) ni (dia) seddi bubung malamung laddeq (satu sumur yang dalam sekali) Tema Rema Seddi bubung (satu sumur) (adalah) malamung laddeq (dalam sekali) Tema Rema Kaitang (Tampak) pole ri ase (dari atas) uwaina (airnya) maccinnong maritiqkitiq (jernih berkilauan) Tema Rema Naekia (akan tetapi) deqgaga (tidak ada) sero pattimpa uwai (alat penimba air)

Page 32: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual

Multilingual, Volume XII, No. 1, Tahun 2013 12 Tema Rema sibawa (dan) deqtogaga (tidak ada juga) addeneng ripake nnok(tangga untuk turun) Tema Rema Na(dia)coba-coba coba-coba nnok (turun) malleja-lejja (dengan berpijak) ri batu maccaccae ri renrina bubung ‘e ro (pada batu yang menancap di dinding sumur) Tema Rema Menung (minum) ni (ia) passaui dekkana (sepuas-puasnya) Tema Rema Innappa (Lalu) i (dia) congak (mendongak) sappa akkaleng (untuk) mencari akal Tema Rema Sarékkuammengngi (agar) Na (dia) weqding (bisa) makkénre paimeng (memanjat kembali) Tema Rema Takko (saat itu) mita (melihat) muni (dia) sikaju asu (seeokor anjing) Tema Rema Asu ero (anjing itu) mattapa (kelihatan) madekka laddeq (haus sekali) Tema Rema Asu ero (anjing itu) maqbea-bea (terjulur) lilana (lidahnya) Tema Rema Tau ero (orang itu) messe babua (merasa iba) Tema Rema Naekia deppa (belum) na (dia) lolongeng (temukan) akkaleng pekkoga batena tulungi (untuk-bagaimana cara menolongnya) Tema Rema Menreq paimeng (naik kembali) Mauni Walaupun (Dia ) Denatiwi (tidak membawa) uwai (air) dekkoto sussa (amatlah susah) Tema Rema leqbi-lqqbipi (apalagi) narekko (kalau) tiwi (membawa) uwai (air) Tema Rema Dengan kata lain, satu hal yang menjadi ciri bahasa Bugis adalah partisipan terkadang melebur pada proses. Dalam istilah tata bahasa Tradisional, subjek melekat pada predikatnya. Seperti pada contoh kata, mitani. Pada proses mental persepsi ini, pengindra (ni ‘dia) tidak berdiri sendiri dalam satu kata seperti dalam bahasa Indonesia, dia melihat, akan tetapi melekat pada kata prosesnya (mita ‘melihat’). Hal ini menjadikan teks berbahasa Bugis agak sulit dianalisis dalam sudut pandang Sistemik Fungsional. Akan tetapi, dengan menggunakan sudut pandang ini, kesulitan menganalisa sintaksis bahasa Bugis yang ditemui dalam hal memberikan penilaian terhadap klitika dapat teratasi. Klitika yang dimaksud

Page 33: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual

Darmawati M.R : Metafungsi Bahasa dalam Cerita Amaseiwi Olokoloq’e: Sebuah Tinjauan Linguistik Sistemik Fungsional 13 adalah yang biasanya (seolah-olah) dapat menempati fungsi sintaksis tertentu, misalnya –ak –wak, –kak), klitik penunjuk kata ganti orang pertama tunggal yang berarti ‘saya’ seolah-olah dapat menduduki fungsi, baik subjek maupun pelengkap. Klitika ini dalam sudut pandang fungsional bisa berdiri sendiri demi mempermudah menganalisis teks yang terkadang memang tidak lazim, tetapi berterima dalam konteks penuturnya.Contoh: Manre---ka Makan ---saya = Saya makan Mangitta bale---ka atau mangitta---ka bale (tergantung apa yang ingin diutamakan) = Saya sedang melalap ikan. pura---na cemme sudah---saya mandi = Saya sudah mandi. pura---ni manguju sudah----dia berkemas = Dia sudah berkemas. Dalam struktur sintaksis menurut pandangan Struktural, bahasa Bugis memang memperlihatkan kekhususan jika dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Pola kalimat sederhana S/P (S/P/K) dalam bahasa Indonesia tidak umum dalam bahasa Bugis. Struktur umum yang dimiliki bahasa Bugis ialah P/S (P/S/K)(Said dkk, 1979). Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa, seperti dalam bahasa Indonesia, bahasa Bugis juga mempunyai 3 metafungsi yang menentukan struktur bahasa yaitu fungsi ideasional, interpersonal dan tekstual. Fungsi ideasional adalah fungsi bahasa sebagai wahana dalam memaparkan pengalaman dan menghubungkan satu pengalaman dengan pengalaman lainnya, fungsi interpersonal merujuk pada fungsi bahasa sebagai alat mempertukarkan pengalaman dan fungsi tekstual adalah fungsi bahasa sebagai wahana pembentuk teks.

4. Penutup Dari fungsi ideasional di atas, ada satu hal menarik yang dapat disimpulkan, terutama menyangkut perbedaan proses mental dan material. Perbedaan ini perlu ditekankan mengingat dalam proses behavioral atau tingkah laku khususnya, proses mental dan proses material dapat menjadi tricky, mengecoh kita dalam menganalisis klausa-klausa. Berikut beberapa perbedaan tersebut. 1. Dalam proses mental, hanya ada satu partisipan dalam sebuah klausa, berupa manusia, yang mengindra—berpikir, merasa—yang selalu memiliki kesadaran, demikian pula dalam bahasa Bugis. Dalam klausa bahasa Inggris akan lebih mudah membedakannya karena kata ganti partisipan ini selalu he atau she, bukan it. Misalnya, Mary liked the gift, she liked the gift, bukan it liked the gift atau it takes time. Dalam proses material, partisipan tidak selalu manusia. Hal ini juga berlaku dalam bahasa Bugis. Misalnya, asu ero maqbea-bea lilana ‘Anjing itu menjulur-julurkan lidahnya. 2. Dalam proses material, setiap partisipan adalah sesuatu, sementara dalam proses mental, menyangkut yang dirasakan, dipikirkan, ataupun diterima, posisi rasa atau indra ini tidak hanya tidak dibatasi pada kategori semantik atau gramtika tertentu, tapi lebih luas dari pada partisipan yang ada di proses material. Singkatnya, partisipan dalam proses

Page 34: 01-METAFUNGSI DARMAWATI OK - Multilingual

Multilingual, Volume XII, No. 1, Tahun 2013 14 mental tidak hanya ‘sesuatu’ tetapi, bisa pula berupa fakta. Dengan menggunakan sudut pandang LSF, kesulitan menganalisa sintaksis bahasa Bugis yang ditemui dalam hal memberikan penilaian terhadap klitika dapat teratasi. Klitika yang dapat menempati fungsi sintaksis (klitik penunjuk kata ganti orang pertama tunggal yang berarti ‘saya’ yang seolah-olah dapat menduduki fungsi, baik subjek maupun pelengkap) dalam sudut pandang fungsional bisa berdiri sendiri sehingga mempermudah menganalisis teks yang terkadang memang tidak lazim tapi berterima dalam konteks lisan penuturnya.

DAFTAR PUSTAKA Halliday, M.A.K. 1978. Language as Social Semiotic. London: Edward Arnold Ltd. ---------. 1985. An Introduction to Functional Grammar. London: Edward Arnold Ltd. Junus, Andi Muhammad.2002. Sintaksis Bahasa Bugis.Cetakan I. Makassar: Universitas Negeri Makassar. Said, dkk. 1979. Morfologi dan Sintaksis Bahasa Bugis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sinar, Tengku Silvana. 2008. Teoridan Analisis Wacana: Pendekatan Sitemik- Fungsional. Cetakan Kedua. Medan: Pustaka Bangsa Press. Siregar, Rumnasari K. 2009. “Genre Fiksi dalam Linguistik Fungsional Sistemis: Perbandingan Teks ”Lau Kawar” dan ”Putri Tikus” dalam Logat Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra Univeristas Sumatera Utara. Volume V No.1 Tahun 2009. http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Bugis . Diunduh pada tanggal 3 Desember 2011 pukul 08:42 WIB.