25
Halaman | III-1 BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Arah kebijakan nasional bidang ekonomi yang bersumber dari dokumen Rencana Kerja Pembangunan (RKP) yaitu : 1. Transformasi sektor industri dalam arti luas. 2. Peningkatan daya saing tenaga kerja. 3. Peningkatan daya saing UMKM dan koperasi. 4. Peningkatan efisiensi sistem logistik dan distribusi. 5. Reformasi keuangan negara. Arah kebijakan ekonomi Provinsi Jawa Timur meliputi : 1. Penguatan daya saing daerah. 2. Pengembangan dan pemberdayaan lembaga keuangan non bank berbasis ekonomi kerakyatan. 3. Pengembangan dan pemberdayaan agroindustri. 4. Pengembangan karang kitri. 5. Peningkatan produksi tanaman pangan. 6. Penguatan dan pengembangan Kantor Perwakilan Dagang. 7. Peningkatan investasi PMA dan PMDN. 8. Pengembangan industri pengolahan non agro. 9. Peningkatan pembangunan jitut-jides. 10. Pengembangan forum kerjasama ekonomi lintas agama. Arahan kebijakan bidang ekonomi dalam RPJMD Kota Batu tahun 2012-2017 yang berpedoman pada RPJD 2005-2025 memegang peranan penting didalam peningkatan kualitas pembangunan ekonomi meliputi :

03 RKPD 2015 - BAB 3 Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah Dan Kebijakan Keuangan Daerah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah dan Kebijakan Keuangan

Citation preview

  • Halaman | III-1

    BAB III RANCANGAN KERANGKA

    EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

    3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah

    Arah kebijakan nasional bidang ekonomi yang bersumber dari

    dokumen Rencana Kerja Pembangunan (RKP) yaitu :

    1. Transformasi sektor industri dalam arti luas.

    2. Peningkatan daya saing tenaga kerja.

    3. Peningkatan daya saing UMKM dan koperasi.

    4. Peningkatan efisiensi sistem logistik dan distribusi.

    5. Reformasi keuangan negara.

    Arah kebijakan ekonomi Provinsi Jawa Timur meliputi :

    1. Penguatan daya saing daerah.

    2. Pengembangan dan pemberdayaan lembaga keuangan non bank

    berbasis ekonomi kerakyatan.

    3. Pengembangan dan pemberdayaan agroindustri.

    4. Pengembangan karang kitri.

    5. Peningkatan produksi tanaman pangan.

    6. Penguatan dan pengembangan Kantor Perwakilan Dagang.

    7. Peningkatan investasi PMA dan PMDN.

    8. Pengembangan industri pengolahan non agro.

    9. Peningkatan pembangunan jitut-jides.

    10. Pengembangan forum kerjasama ekonomi lintas agama.

    Arahan kebijakan bidang ekonomi dalam RPJMD Kota Batu tahun

    2012-2017 yang berpedoman pada RPJD 2005-2025 memegang peranan

    penting didalam peningkatan kualitas pembangunan ekonomi meliputi :

  • Halaman | III-2

    1. Pemantapan city branding untuk mengantarkan terwujudnya sentra

    pariwisata yang didukung oleh pengembangan agropolitan modern

    2. Revitalisasi pertanian, termasuk peternakan dan perikanan, yang

    mengarahkan pada kondisi pertanian yang maju dan modern

    3. Peningkatan kuantitas dan kualitas produksi pertanian serta menjamin

    kontinyuitas produk pertanian dalam rangka swasembada pangan,

    pemenuhan pasar dan ketahanan pangan termasuk peternakan,

    perkebunan, kehutanan serta perikanan

    4. Peningkatan, pemantapan, penguatan dan pelestarian sarana

    prasarana pertanian dan perdesaan

    5. Optimalisasi, pemanfaatan dan keberlanjutan hutan lestari untuk

    diversifikasi usaha, dan mendukung produksi pangan

    6. Optimalisasi, pemanfataan dan penguatan agrobisnis berbasis

    keunggulan komparatif menuju agrobisnis berbasis keunggulan

    kompetitif

    7. Pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM) berbasis pertanian

    yang mampu berdaya saing baik di pasar lokal, nasional maupun

    internasional

    8. Pengembangan pariwisata, pertanian, industri potensial dan industri

    kreatif berbasis sumber daya lokal .

    9. Memperkuat struktur ekonomi kerakyatan di daerah dengan

    mengembangkan hubungan kemitraan dalam bentuk keterkaitan

    usaha yang saling menunjang dan menguntungkan antara koperasi,

    swasta, dan BUMD, serta antara usahawan besar, menengah, dan

    kecil

    10. Peningkatan sistem informasi pasar dan penguasaan akses pasar

    lokal dan regional, nasional dan internacional

    11. Peningkatan sistem distribusi penyediaan kebutuhan pokok

    masyarakat yang efektif dan efisien

    12. Peningkatan perlindungan konsumen serta peningkatan kesadaran

    penggunaan produksi lokal dan dalam negeri

  • Halaman | III-3

    13. Penguatan akses dan jaringan perdagangan ekspor

    14. Menyehatkan badan usaha milik daerah yang kegiatanya berkaitan

    dengan kepentingan umum

    15. Penciptaan iklim yang baik bagi tumbuh dan berkembangnya

    hubungan bisnis dan kemitraan antara kelompok swadaya, asosiasi,

    pedagang, investor dan para penyedia jasa

    16. Pembangunan sistem ekonomi yang berkelanjutan dengan

    mengembangkan aktivitas ekonomi yang ramah lingkungan serta

    memperhatikan prinsip re-use, re-duce dan re-cycle dalam setiap

    aktivitas produktifnya

    17. Mempercepat pembangunan ekonomi daerah dengan

    memberdayakan pelaku dan potensi ekonomi daerah, serta

    memperhatikan penataan ruang; demi tercapainya pemerataan

    pertumbuhan ekonomi serta

    18. Pengembangan Energi diarahkan dalam rangka pemerataan dan

    pemenuhan distribusi energi serta diversifikasi atas energi-energi

    utama dengan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan.

    3.1.1. Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2013 dan Perkiraan Tahun

    2014

    Kondisi statistik perekonomian daerah dapat ditentukan dengan

    beberapa indikator makro ekonomi antara lain: Produk Domestik Regional

    Bruto (PDRB) Per Kapita, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi,

    dan struktur ekonomi pembangunan daerah bidang ekonomi yang

    tersedia di daerah.

    3.1.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita

    Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita Kota Batu

    mengalami peningkatan yang cukup signifikan dimana pada tahun 2013

    PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar Rp 25.369.170 kemudian

    berdasarkan proyeksi pada tahun 2014 meningkat menjadi Rp

  • Halaman | III-4

    28.559.337. Jika pengaruh perubahan harga dikeluarkan maka PDRB atas

    dasar harga konstan (ADHK) pada tahun 2013 sebesar Rp 9.189.390 dan

    berdasarkan proyeksi pada tahun 2014 juga mengalami peningkatan

    sebesar 5,32% menjadi Rp 9.678.279. Seiring dengan peningkatan PDRB

    ADHK yang meningkat setiap tahunnya menunjukkan pertumbuhan nyata

    ekonomi Per Kapita dan kesejahteraan penduduk Kota Batu semakin lebih

    baik sehingga kemampuan daya beli masyarakat juga akan meningkat.

    Tabel. 3.1.

    PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan

    Tahun 2009 s.d. 2014 Kota Batu

    Keterangan : * Angka Diperbaiki ** Angka Sementara ***Angka Proyeksi (diolah)

    Sumber : LKPJ Kota Batu Tahun 2013

    3.1.1.2. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi

    Tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Batu secara umum cenderung

    fluktuaktif yang diukur dengan menggunakan indikator pertumbuhan

    PDRB Atas Dasar Harga Konstan yang ditandai dengan pertumbuhan

    ekonomi pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 8,00% sehingga

    total nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Kota Batu tahun 2013

    sebesar Rp 1.624.225,94 dan pada tahun 2012 sebesar Rp 1.674.983,00

    lebih tinggi laju pertumbuhannya dibanding tahun 2012 yang tumbuh

    sebesar 8,25 %. Kondisi ini disebabkan oleh pengaruh gejolak ekonomi

    makro dari kenaikan harga BBM yang terjadi pada tahun 2013, kurs mata

    uang yang tidak stabil, gejolak inflasi yang cukup tinggi dan anomali

    musim karena pemanasan global. Kenaikkan ini berdampak luas bagi

    masyarakat dari segi industri, rumah tangga, maupun angkutan

    PDRB

    Per

    Kapita

    Tahun

    2009*) 2010*) 2011*) 2012*) 2013**) 2014***)

    (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

    ADHB 11.555.130 17.119.030 19.220.030 21.507.900 25.369.170 28.559.337

    ADHK 7.079.610 7.530.570 8.042.890 8.606.180 9.189.390 9.678.279

  • Halaman | III-5

    transportasi yang pada dasarnya menimbulkan multiplier effect. Pada

    tahun 2014 di proyeksikan pertumbuhan ekonomi akan mengalami

    kenaikan menjadi 8,02% walaupun kenaikannya tidak begitu signifikan

    karena masih adanya ancaman isu kenaikan harga BBM dan faktor politik

    yaitu penyelenggaraan Pemilu 2014.

  • Halaman | III-6

    Tabel 3.2.

    Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2010 s.d. 2014

    Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

    Kota Batu

    No Uraian

    Tahun

    2010 2011 2012 2013 *) 2014**)

    Rp % Rp % Rp % Rp % Rp %

    1 Pertanian 291.877,84 20,38 306.163,18 19,79 321.734,63 19,61 336.889,96 19,34 352.045,30 19,11

    2 Pertambangan & Penggalian 3.223,58 0,23 3.417,00 0,22 3.597,39 0,22 3.783,58 0,22 3.969,77 0,22

    3 Industri Pengolahan 104.082,34 7,27 110.355 7,13 115.996,05 7,07 121.872,30 7,00 127.748,55 6,93

    4 Listrik,Gas & Air bersih 22.178,68 1,55 24.148,01 1,56 25.893,33 1,58 27.713,49 1,59 29.533,65 1,60

    5 Konstruksi 23.261,36 1,62 26.514,25 1,71 28.960,29 1,76 31.664,41 1,82 34.368,53 1,87

    6 Perdagangan, Hotel & Restoran

    668.027,72 46,64 729.736,87 47,16 775.728,93 47,27 827.021,27 47,48 878.313,60 47,67

    7 Pengangkutan & Komunikasi 51.695,08 3,61 56.363,52 3,64 59.815,65 3,65 63.655,99 3,65 67.496,32 3,66

    8 Keuangan, sewa, & Jasa Perusahaan

    65.405,56 4,57 71.027,65 4,59 75.583,40 4,61 80.533,21 4,62 85.483,03 4,64

    9 Jasa-jasa 202.441,74 14,14 219.661,37 14,20 233.700,86 14,24 248.628,54 14,27 263.556,22 14,30

    PDRB 1.432.193,90 100 1.547.387,28 100 1.674.983,00 100 1.624.225,94 100 1.628.286,50 100

    Pertumbuhan Ekonomi 7,52% 8,04% 8,25% 8,00% 8,02%

    Keterangan : * )Angka Sementara **) Angka Proyeksi (diolah)

    Sumber : LKPJ Kota Batu Tahun 2013.

  • Halaman | III-7

    3.1.1.3. Tingkat Inflasi

    Tingkat inflasi Kota Batu cenderung fluktuatif. Laju inflasi pada

    tahun 2014 cenderung mengalami kenaikan bila dibandingkan tahun 2012

    yang lebih rendah sebesar 4,58%. Naiknya tingkat inflasi ini disebabkan

    karena ketidaksabilan harga minyak dunia sehingga berdampak pada

    harga minyak dalam negeri yaitu naiknya harga BBM pada tahun 2013

    yang memicu kenaikan laju inflasi karena meningkatnya biaya produksi

    barang dan jasa sehingga kemampuan daya beli masyarakat berkurang

    dan adanya faktor politik yaitu penyelenggaraan Pemilu 2014.

    Tabel 3.3.

    Laju Inflasi Rata-Rata tahun 2008 s/d 2014 Kota Batu

    Uraian Tahun Rata-Rata

    Pertumbuhan 2008 2009 2010 2011 2012 2013* 2014*

    Inflasi 9,53% 5,82% 6,18% 5,12% 4,58% 4,46% 4,8% 6,01%

    *) Angka Proyeksi (diolah) Sumber : Kota Batu dalam Angka Tahun 2012.

    3.1.1.4. Struktur Ekonomi

    Struktur ekonomi Kota Batu cenderung fluktuatif dan tidak

    mengalami perubahan struktur yang signifikan. Pada tahun 2013

    diproyeksikan pangsa sektor primer sebesar 17,27%, mengalami

    penurunan walaupun tidak begitu drastis dibandingkan tahun 2012

    sebesar 17,88%, hal ini disebabkan sektor pertanian yang karakteristiknya

    cenderung masih bergantung pada gejolak perubahan iklim yang tidak

    menentu dan ketersedian luas lahan yang dari waktu ke waktu semakin

    menurun akibat berubahnya fungsi lahan yang digunakan untuk

    pemukiman, hotel dan tempat pariwisata. Untuk pangsa sektor sekunder

    tahun 2013 mengalami kenaikan menjadi 9,57% dibandingkan tahun

    2012 yang tumbuh sebesar 9,88%, hal ini disebabkan kenaikan peranan

    sektor industri pengolahan walaupun kenaikannya tidak begitu besar tetapi

    untuk tahun mendatang diharapkan perlunya strategi pembangunan

  • Halaman | III-8

    terutama disektor industri dan untuk pangsa sektor tersier cenderung

    mengalami kenaikan menjadi 72,86% pada tahun 2013 dibandingkan

    tahun 2012 yaitu sebesar 72,36% karena didominasi oleh sektor

    perdagangan, hotel & restoran yang menunjukkan perubahan yang

    semakin meningkat seiring dengan perkembangan sektor pariwisata di

    Kota Batu.

    Tabel 3.4

    Struktur Ekonomi Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan

    Tahun 2000 s.d. 2014 (%)

    S e k t o r

    Berlaku Konstan

    2000* 2012** 2013*** 2014*** 2000* 2012** 2013*** 2014***

    ( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) (4) (5) ( 6 ) ( 7 ) (8) (9)

    1. Primer 22,64 17,88 17,27 17,09 22,64 19,30 19,02 18,74

    a. Pertanian 22,43 17,68 17,07 16,89 22,43 19,08 18,80 18,80

    b. Pertambangan dan Penggalian

    0,21 0,20 0,20 0,20 0,21 0,22 0,22 0,22

    2. Sekunder 11,95 9,75 9,88 9,38 11,95 10,39 10,26 10,13

    a. Industri Pengolahan 9,54 6,25 6,24 5,70 9,54 7,02 6,81 6,60

    b. Listrik Gas dan Air 1,32 1,37 1,37 1,38 1,32 1,57 1,59 1,61

    c. Bangunan 1,09 2,13 2,27 2,30 1,09 1,80 1,86 1,92

    3. Sektor Tersier 65,41 72,36 72,86 73,52 65,41 70,31 70,72 71,13

    a. Perdagangan, Hotel & Restoran

    47,21 49,28 48,88 49,63 47,21 47,82 47,87 47,92

    b. Angkutan & Komunikasi

    3,17 3,32 3,32 3,35 3,17 3,68 3,72 3,76

    c. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

    4,20 3,94 3,85 3,90 4,20 4,60 4,63 4,67

    d. Jasa-jasa 10,83 15,82 16,81 16,65 10,83 14,21 14,49 14,77

    Keterangan : * Angka Diperbaiki ** Angka Sementara *** Angka Proyeksi Sumber : PDRB Kota Batu.

  • Halaman | III-9

    3.1.2. Tantangan dan Prospek Perekonomian Kota Batu Tahun 2015

    dan Tahun 2016

    3.1.2.1. Analisis Kondisi Internal dan Eksternal terhadap Pencapaian

    Tujuan Pembangunan Daerah

    Analisis atas kondisi internal (kekuatan dan kelemahan) dan

    kondisi eksternal (peluang dan ancaman) terhadap pencapaian tujuan

    pembangunan daerah berdasarkan hasil analisis gambaran umum

    kondisi daerah, evaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan RKPD

    sampai tahun 2014, realisasi RPJMD, dan kondisi ekonomi daerah tahun

    2013 dan perkiraan tahun 2014 meliputi :

    1. Kondisi internal.

    a. Faktor kekuatan.

    1) Potensi alam.

    Potensi alam yang sangat besar di Kota Batu

    didominasi pada Sektor pariwisata terutama wisata alam dan

    sektor pertanian sehingga muncullah visi pembangunan Kota

    Batu untuk mensinergikan keduanya kedalam satu visi yaitu

    Kota Batu Sentra Pertanian Organik berbasis kepariwisataan

    Internasional.

    2) Aspek demografi.

    Aspek demografi di Kota Batu cenderung mengalami

    pertambahan pada setiap tahunnya. Berdasarkan data dari

    Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Batu jumlah

    penduduk Kota Batu pada tahun 2012 sebesar 210.126 jiwa.

    Dengan didukung oleh sumber daya manusia usia angkatan

    kerja yang cukup besar maka diharapkan menjadi kekuatan

    untuk menggerakkan roda perekonomian pembangunan Kota

    Batu.

    3) Heterogenitas Budaya Masyarakat

    Heterogenitas Budaya Masyarakat di Kota Batu

    merupakan modal sosial yang akan mempercepat proses

    pembangunan, dimana karakteristik masyarakat Kota Batu yang

    heterogen dapat mendorong terciptanya kondisi yang kondusif

    untuk pembangunan.

  • Halaman | III-10

    4) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita

    Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita

    Kota Batu cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya.

    Pada tahun 2013 setiap penduduk Kota Batu dapat

    menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 25.369.170 dan pada

    tahun 2014 diproyeksikan akan meningkat menjadi Rp

    28.559.337, dengan demikian tingkat kesejahteraan penduduk

    Kota Batu semakin baik yang dapat menjadi modal untuk

    menumbuhkan perekonomian Kota Batu.

    5) Investasi.

    Investasi di Kota Batu cenderung sangat stabil .Hal ini

    didukung oleh ketersediaan sumber daya buatan (infrastruktur)

    yang memadai dan iklim keamanan dan ketertiban di Kota Batu

    yang relatif kondusif menjadi daya tarik tersendiri bagi investor.

    6) Kekuatan birokrasi.

    Kekuatan Birokrasi di Kota Batu memiliki kemampuan

    untuk mengimplementasikan keputusan-keputusan politik yang

    berupa kebijakan - kebijakan publik yang dibuat oleh

    pemerintah.

    b. Faktor kelemahan

    1) Potensi alam.

    Potensi alam yang sangat besar di Kota Batu

    didominasi pada sektor pariwisata dan pertanian namun kedua

    sektor tersebut belum di eksplor secara maksimal karena belum

    terbangunnya sinergitas antara keduanya.

    2) Nilai tambah Produk-Produk Pertanian Rendah

    Nilai tambah produk-produk pertanian di Kota Batu

    masih belum dimanfaatkan menjadi bahan-bahan olahan secara

    optimal sehingga keragaman hasil produk hortikultura belum

    memungkinkan memiliki nilai tambah (added values).

    3) Tingkat Pembangunan yang masih belum merata.

    Tingkat pembangunan di Kota Batu masih banyak

    terdapat disparitas antar daerah khusunya antar wilayah

    pedesaan dan perkotaan sehingga terjadi kesenjangan

  • Halaman | III-11

    dinamika perkembangan ekonomi antar wilayah tersebut

    akibatnya pembangunan daerah tidak merata.

    4) Tingkat pengangguran.

    Tingkat Pengangguran di Kota Batu tergolong masih

    tinggi meskipun cenderung menurun setiap tahunnya. Pada

    tahun 2013 jumlah pengangguran di Kota Batu mencapai

    5.384 orang, dimana sebagian besar pengangguran tersebut

    merupakan warga usia produkif. Hal ini merupakan tantangan

    tersendiri bagi pemerintah Kota Batu untuk mampu

    menanggulangi tingkat pengangguran terbuka yang terus

    meningkat tersebut.

    5) Tingkat dekadensi moral dan budaya.

    Tingkat dekadensi moral dan budaya di Kota Batu

    cenderung meningkat seperti pergaulan bebas dan

    penyalahgunaan narkoba dikalangan remaja dan budaya lokal

    yang khas mulai ditinggalkan.

    2. Kondisi eksternal.

    a. Faktor peluang.

    1) Potensi alam.

    Potensi alam di Kota Batu dengan keadaan Iklim yang

    sejuk, pemandangan alam yang indah dan kesuburan tanah

    menjadi modal dasar pengembangan yang mendorong

    keunggulan pertanian berpeluang menjadi pendukung Sentra

    Pertanian Organik berbasis kepariwisataan Internasional. Hasil

    pertanian Kota Batu juga menjadi andalan ditingkat regional

    dan nasional misalnya : kentang, Apel, jeruk, brokoli dan bunga

    mawar.

    2) Aspek geografis.

    Aspek geografis Kota Batu yang terletak di

    persimpangan Malang-Kediri-Jombang-Surabaya menjadi

    lintasan utama arus penumpang dan barang di Provinsi Jawa

    Timur dan Bali sehingga Kota Batu memiliki potensi untuk

    memanfaatkan kesempatan ini yang secara tidak langsung

    memberikan imbas positif dalam menggerakkan roda

    perekonomian Kota Batu.

  • Halaman | III-12

    3) Investasi.

    Investasi Kota Batu cenderung meningkat setiap

    tahunnya sehingga menarik banyak investor untuk

    menanamkan modalnya. Semakin besar nilai investasi yang

    ditanamkan semakin meningkat pula kondisi perekonomian.

    Pada tahun 2011 pertumbuhan investasi sebesar 5,5% dan

    pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 6,5% . Hal ini

    yang membuat iklim investasi di Kota Batu sangat

    menguntungkan.

    4) Ekonomi pasar.

    Ekonomi pasar Kota Batu menjadi bagian terpenting

    bagi perekonomian Indonesia. Di antara ciri dari ekonomi pasar

    adalah adanya keterbukaan bagi semua pelaku pasar untuk

    terlibat di dalamnya. Hal ini merupakan potensi dari Kota Batu

    untuk menyiapkan dan mendukung para pelaku ekonomi untuk

    memasuki ekonomi pasar itu, sehingga keberadaannya

    membawa manfaat untuk Kota Batu.

    b. Faktor ancaman.

    1) Ekonomi Pasar Global

    Ekonomi pasar global menjadi ancaman yang serius

    bagi pelaku ekonomi di Kota Batu sebab persaingan akan

    semakin tajam, sementara daya saing produk lokal masih belum

    kuat dan tidak ada kesiapan SDM serta infrastrukrur pendukung

    yang memadai. Rencana penerapan pasar tunggal Asean tahun

    2015 (Asean Economic Community) dimana persaingan

    produk antar negara Asean akan semakin ketat termasuk

    produk-produk Kota Batu.

    2) Perubahan iklim.

    Perubahan iklim akibat pengaruh pemanasan global

    memberikan multiplier effect pada dunia. Kecenderungan

    perubahan iklim yang tidak menentu mengganggu pola tanam

    para petani, sehingga mengganggu kerja para petani dan

    mengakibatkan kerugian finansial.

  • Halaman | III-13

    3) Tingkat kerusakan lingkungan dan bencana alam.

    Tingkat kerusakan lingkungan dan bencana alam di

    Kota Batu termasuk tinggi. Kerusakan itu, misalnya, terlihat dari

    semakin tidak suburnya lahan-lahan yang ditanami para petani.

    Hal ini tidak lepas dari pola tanam yang tidak bagus dan

    penggunaan pupuk serta obat-obatan kimia yang berlebihan.

    Konsekuensinya, produktivitas lahan di Kota Batu mengalami

    penurunan setiap tahun. Selain itu, Kota Batu termasuk bagian

    dari jalur yang rawan bencana alam, karena kedudukan wilayah

    Kota Batu yang merupakan dataran tinggi menjadikan rawan

    terhadap bencana tanah longsor. Bencana alam sebagai akibat

    dari adanya kerusakan lingkungan, ketidakseimbangan alam,

    polusi, penurunan daya dukung alam, isu pemanasan global,

    permasalahan bencana alam, dan berbagai permasalahan lain

    yang terkait dengan space of life.

    4) Faktor politik.

    Faktor politik adanya penyelenggaraan pemilihan umum

    untuk memilih DPR, DPRD I, DPRD II, DPD dan yang terakhir

    adalah pemilihan presiden dan wakil presiden akan menyedot

    banyak energi bangsa ini kearah politik dan disisi lain akan

    menambah kerentanan di bidang keamanan dan ketertiban

    masyarakat bila semua pihak tidak dewasa didalam berpolitik

    yang secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kondisi

    perekonomian Indonesia pada umumnya dan Kota Batu pada

    khususnya.

    3.1.2.2. Identifikasi Tantangan dan Prospek Perekonomian Daerah

    Tahun 2015 dan 2016

    Tantangan dalam pelaksanaan perekonomian pembangunan

    tahun 2015 dan 2016 meliputi :

    1. Berakhirnya masa pembangunan Millenium Development goals

    (MDGs) pada akhir 2015 dan adanya tantangan persaingan untuk

    meraih peluang memasuki bentuk integrasi ekonomi ASEAN yaitu

    Asean Economic Communiy (AEC)/ Masyarakat Ekonomi Asean

    (MEA).

  • Halaman | III-14

    2. Persaingan global dan membanjirnya produk impor yang menghambat

    dan melemahkan pasar lokal dan daya saing daerah.

    3. Pertumbuhan ekonomi Kota Batu yang cenderung fluktuatif akibat

    imbas dari krisis perekonomian global yang terjadi di Benua Eropa.

    4. Stabilitas keamanan dan ketertiban akibat adanya faktor politik yaitu

    Pemilu di tahun 2014 yang berdampak terhadap perekonomian

    mendatang di tahun 2015 dan 2016.

    5. Isu pengurangan subsidi dan rencana kenaikan BBM dimasa

    mendatang akibat kenaikan minyak dunia yang tidak menentu yang

    akan berpengaruh pada sendi-sendi perekonomian negara pada

    umumnya dan masyarakat Kota Batu pada khususnya.

    6. Sumber Daya Alam (SDA) yang belum dimanfaatkan secara optimal

    oleh masyarakat sehingga tidak adanya added values terhadap barang

    tersebut.

    7. Kondisi alam dan lingkungan yang tidak menentu akibat pemanasan

    global sehingga sulit diprediksi yang berpengaruh pada usaha

    pertanian sebagai basis sektor primer di Kota Batu.

    8. Kurikulum pendidikan baru yang belum sepenuhnya diterapkan

    sehingga kualitas pendidikan masih perlu ditingkatkan.

    9. Ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana kesehatan yang belum

    memadai.

    10. Peningkatan peranan perempuan diberbagai bidang pembangunan

    dan kemasyarakatan.

    11. Bencana alam sebagai akibat dari adanya kerusakan lingkungan,

    ketidakseimbangan alam dan permasalahan lain yang terkait dengan

    space of life.

    Prospek perekonomian tahun 2015 dan 2016 meliputi :

    1. PDRB ADHB pada tahun 2015 diprediksi akan menjadi Rp 31.761.032

    dan tahun 2016 meningkat menjadi Rp 34.962.727

    2. PDRB ADHK pada tahun 2015 diprediksi akan menjadi Rp 10.207.796

    dan tahun 2016 meningkat menjadi Rp 10.737.313

    3. Pertumbuhan ekonomi tahun 2015 diprediksi akan mengalami

    peningkatan yaitu sebesar 8,25% dan tahun 2016 akan tumbuh

    menjadi 8,35%

  • Halaman | III-15

    4. Inflasi tahun 2015 diprediksi sekitar 3,14% dan tahun 2016 terjadi

    penurunan inflasi menjadi 2,48%. Hal ini diprediksi karena mulai

    stabilnya perekonomian dunia terutama di negara Eropa setelah

    adanya pemulihan krisis global sehingga berimbas pada perekonomian

    nasional dan daerah.

    3.2. Arah Kebijakan Keuangan Daerah

    3.2.1. Proyeksi Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

    Analisis dan proyeksi sumber pendapatan daerah dituangkan

    dalam tabel realisasi dan proyeksi/target pendapatan daerah Kota Batu

    sebagai berikut :

    Tabel. 3.5

    Realisasi dan Proyeksi/Target Pendapatan Kota Batu

    Tahun 2012 s.d tahun 2016

    NO Uraian

    Jumlah

    Realisasi Tahun 2012

    Realisasi Tahun 2013

    Tahun Berjalan 2014

    Proyeksi /Target pada Tahun 2015

    Proyeksi /Target pada Tahun 2016

    (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

    PENDAPATAN

    1.1 Pendapatan asli daerah 38.794.059.670,38 59.670.741.826,29 59.856.296.197,00 50.000.000.000,00 51.000.000.000,00

    1.1.1 Pajak daerah 28.187.860.661,00 44.841.340.814,00 42.500.000.000,00 23.825.614.008,67 25.514.321.637,35

    1.1.2 Retribusi daerah 4.925.276.704,00 4.692.461.590,00 8.356.296.197,00 6.816.646.959,17 7.757.536.429,26

    1.1.3 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

    1.690.951.280,48 2.027.452.696,34 2.027.452.696,34 2.524.964.138,47 3.003.607.633,49

    1.1.4 Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah

    3.989.971.024,90 8.109.486.725,95 6.972.547.303,66 7.380.356.897,99 7.903.460.520,48

    1.2 Dana perimbangan 391.468.206.744,00 446.587.901.437,00 486.938.919.289,00 514.614.734.888,83 568.260.578.692,54

    1.2.1 Dana bagi hasil pajak/Bagi hasil bukan pajak

    50.040.687.770,00 48.793.825.437,00 44.209.304.289,00 51.162.721.419,86 55.868.265.730,05

    1.2.2 Dana alokasi umum 324.768.945.000,00 374.362.261.000,00 412.378.255.000,00 441.010.082.526,07 488.359.746.832,94

    1.2.3 Dana alokasi khusus 16.585.720.000,00 23.431.815.000,00 30.351.360.000,00 22.441.930.942,91 24.032.566.129,55

    1.3 Lain-lain pendapatan daerah yang sah

    65.732.722.769 81.732.785.675,00 74.522.748.978,00 61.901.448.979,57 66.288.888.861,71

    1.3.1 Hibah - - - - -

    1.3.2 Dana darurat - - - - -

    1.3.3 Bagi hasil pajak dari provinsi dan dari pemerintah daerah lainnya

    30.083.932.057 31.684.133.283,00 30.459.613.034,00 32.352.476.419,60 34.645.549.484,44

    1.3.4 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus

    30.008.080.000 40.011.513.000,00 42.376.558.944,00 26.905.992.951,23 28.813.031.130,28

    1.3.5 Bantuan Keuangan dari provinsi pemerintah daerah lainnya**)

    - 5.156.619.000,00 1.686.577.000,00 2.642.979.608,74 2.830.308.246,99

    1.3.6 Pendapatan lainnya 5.640.710.712,00 4.880.520.392,00 - - -

    JUMLAH PENDAPATAN DAERAH (1.1 +1.2+1.3)

    495.994.989.183,38 587.991.428.938,29 621.317.964.464,00 668.000.000.000,00 720.000.000.000,00

    Sumber: Bagian Keuangan, Setda Kota Batu dan Hasil Analisis.

  • Halaman | III-16

    Pendapatan daerah diperoleh dari berbagai sumber yaitu

    pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan

    daerah yang sah. Berdasarkan tabel. 3.5 di atas dapat disimpulkan bahwa

    pendapatan terbesar diperoleh dari dana perimbangan dimana dana

    tersebut diperoleh dari dana yang berasal dari APBN yang bertujuan untuk

    menutup celah fiskal (fiscal gap) sebagai akibat selisih kebutuhan fiscal

    (fiscal need) dengan kapasitas fiscal (fiscal capacity). Komposisi

    pendapatan berturut-turut didominasi oleh dana perimbangan (rata-rata

    81,46%), lain-lain pendapatan daerah yang sah (rata-rata 10,45%) dan

    diikuti PAD (rata-rata 8,10%). Hal tersebut mengindikasikan bahwa

    Pemerintah Kota Batu masih bergantung pada dana perimbangan. Jika

    ketergantungan tersebut terus berlanjut maka pemerintah daerah tidak

    akan optimal dalam mengembangkan sendi-sendi perekonomian daerah

    sehingga untuk mengurangi ketergantungan tersebut diperlukan upaya

    untuk meminimalisir guna meningkatkan proporsi pendapatan yang

    bersumber dari PAD dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Namun,

    pada kenyataannya banyak kendala yang dapat menghambat dalam

    peningkatan PAD. Permasalahan yang masih dihadapi dalam pengelolaan

    pendapatan daerah sebagai berikut :

    1. Mekanisme pemungutan dan variabel-variabel perhitungan retribusi

    memiliki karakteristik yang tidak mudah diprediksi sehingga

    perencanaan target pendapatan dilakukan secara konservatif.

    2. Belum diterapkannya PPK-BLUD atas penerimaan jasa layanan

    kesehatan masyarakat yang dananya bersumber dari hasil klaim

    kepada BPJS yang diterima oleh SKPD/unit kerja SKPD.

    3. Formulasi alokasi dana perimbangan khususnya Dana Bagi Hasil

    (DBH) terlalu komplek dan kurang memiliki landasan yang kuat karena

    rumusan bagi hasil untuk setiap jenis pajak sangat bervariasi sehingga

    berpengaruh pada keterlambatan penyaluran Dana Bagi Hasil ke

    daerah khususnya untuk DBH yang berasal dari sumber daya alam.

    4. Kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi daerah masih

    rendah.

    5. Kualitas pelayanan yang belum optimal dan permasalahan sistem dan

    prosedur yang belum meng-cover dinamika perkembangan dan

  • Halaman | III-17

    kebutuhan yang ada terkait dengan PAD, khususnya berkenaan

    dengan penghimpunan pajak.

    Upaya mengatasi permasalahan yang ada dalam peningkatan

    proporsi pendapatan yang bersumber dari PAD dan lain-lain pendapatan

    daerah yang sah dilakukan dengan cara :

    1. Meningkatkan penerimaan pendapatan dari sektor non-konvensional.

    2. Pemberlakuan sistem bagi hasil yang lebih sederhana dengan tetap

    mengemban fungsinya untuk mengurangi ketidakseimbangan vertikal

    dan tetap menjaga kesinambungan fiskal nasional.

    3. Melakukan evaluasi dan revisi secara berkala tentang peraturan pajak

    daerah dan retribusi yang perlu disesuaikan.

    4. Penyederhanaan sistem dan prosedur pelayanan administrasi dalam

    penghimpunan pajak daerah dan retribusi.

    5. Mengembangkan kelembagaan pengelolaan keuangan daerah sesuai

    dengan kebutuhan daerah.

    6. Mengoptimalkan kinerja BUMD untuk memberikan kontribusi terhadap

    pendapatan daerah.

    7. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi

    daerah.

    8. Meningkatkan hasil pengelolaan kekayaan/aset daerah.

    9. Mengelola kekayaan daerah yang dipisahkan atas penyertaan modal

    (investasi daerah) secara optimal dan menjaga kelangsungan

    pengembangan usaha bagi perusahaan di daerah sehingga bisa

    menghasilkan deviden dalam rangka meningkatkan PAD .

    3.2.2. Arah Kebijakan Keuangan Daerah

    3.2.2.1. Arah Kebijakan Pendapatan Daerah.

    Pendapatan Daerah memiliki 3 komponen utama meliputi

    Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana perimbangan, dan lain-lain

    pendapatan yang sah.

    1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

    Pendapatan daerah Kota Batu setiap tahunnya mengalami

    peningkatan dari tahun 2008 sampai tahun 2012 dengan rata-rata

    pertumbuhan sebesar 27,44%. Pendapatan Asli Daerah mempunyai

    komposisi 5,82% dari total keseluruhan penerimaan pendapatan

  • Halaman | III-18

    daerah dimana terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil

    pengelolaan keuangan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang

    sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan cerminan kemampuan dan

    potensi daerah, sehingga besarnya penerimaan PAD dapat

    mempengaruhi kualitas otonomis daerah. Semakin tinggi kualitas

    otonomi daerah, maka ketergantungan dengan Pemerintah Pusat

    semakin berkurang.

    2. Dana perimbangan.

    Dana perimbangan Kota Batu dapat dikatakan paling

    mendominasi diantara sumber pendapatan yang lain dimana

    komposisinya sebesar 78,33% dari total keseluruhan penerimaan

    pendapatan. Dana tersebut berasal dari Dana bagi hasil pajak, dan

    bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum, dana alokasi khusus yang

    berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan

    Pemerintahan Daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi

    kepada daerah utamanya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan

    masyarakat yang semakin baik.

    3. Lain-lain pendapatan yang sah

    Lain-lain pendapatan yang sah di Kota Batu berasal dari dana

    penyesuaian, dana bagi hasil pajak provinsi dan pendapatan lainnya

    dengan komposisi sebesar 6,47% dari total keseluruhan penerimaan

    pendapatan.

    Rumusan Kebijakan pendapatan daerah Kota Batu yang terkait

    langsung dengan pos-pos pendapatan daerah dalam APBD Tahun

    Anggaran 2015 mengacu kepada arah kebijakan pendapatan yang

    tertuang dalam RPJMD 2012-2017 yang disesuaikan dengan

    kewenangannya meliputi :

    1. Mengoptimalkan Penerimaan Pendapatan Asli Daerah dengan cara:

    membenahi manajemen data penerimaan PAD, meningkatkan

    penerimaan pendapatan non-konvensional, melakukan evaluasi dan

    revisi secara berkala peraturan daerah pajak dan retribusi yang perlu

    disesuaikan, menetapkan target penerimaan berdasarkan potensi

    penerimaan, mengembangkan kelembagaan pengelolaan keuangan

    daerah sesuai dengan kebutuhan daerah.

  • Halaman | III-19

    2. Menetapkan sumber pendapatan daerah unggulan yang bersifat

    elastis terhadap perkembangan basis pungutannya dan less distortive

    terhadap perekonomian. Melakukan optimalisasi sumber pendapatan

    asli daerah lainnya.

    3. Pemantapan Kelembagaan dan Sistem Operasional Pemungutan

    Pendapatan Daerah.

    4. Peningkatan Pendapatan Daerah dengan intensifikasi dan

    ekstensifikasi.

    5. Meningkatkan koordinasi secara sinergis di bidang Pendapatan

    Daerah dengan Pemerintah Pusat, Provinsi, dan SKPD Penghasil.

    6. Mengoptimalkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah untuk memberikan

    kontribusi secara signifikan terhadap Pendapatan Daerah.

    7. Meningkatkan pelayanan dan perlindungan masyarakat sebagai upaya

    meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi

    daerah.

    8. Meningkatkan kualitas pengelolaan aset dan keuangan daerah.

    9. Meningkatkan akurasi data Sumber Daya Alam sebagai dasar

    perhitungan pembagian dalam Dana Perimbangan.

    10. Meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintah

    Provinsi dalam pelaksanaan Dana Perimbangan.

    3.2.2.2. Arah Kebijakan Belanja Daerah

    Kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Batu

    terkait dengan pengelolaan belanja daerah (belanja langsung maupun

    tidak langsung) dalam APBD adalah mengedepankan pola pembelanjaan

    yang proporsional, efisien dan efektif berdasarkan visi Kota Batu dalam

    penggunaan pendapatan daerah, penerimaan, dan pengeluaran

    pembiayaan daerah dalam rangka optimalisasi pencapaian prioritas dan

    sasaran pembangunan daerah.

    Belanja Tidak Langsung tidak berkenaan langsung dengan

    kegiatan yang dilaksanakan dan sukar di ukur dengan capaian kinerja

    yang ditetapkan sehingga untuk menilai hasil pencapaian hasil kinerja

    direpresentasikan melalui Kebijakan Belanja Tidak Langsung pada APBD

    sebagai berikut :

  • Halaman | III-20

    1. Belanja pegawai diarahkan untuk mengantisipasi adanya kenaikan gaji

    berkala, tunjangan keluarga, mutasi dan penambahan pegawai dengan

    memperhitungkan yang besarnya dibatasi maksimun 2,5% dari jumlah

    belanja pegawai (gaji pokok dan tunjangan).

    2. Mengalokasikan belanja pegawai yang merupakan belanja

    kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan

    lainnya yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil Daerah yang

    ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    3. Mengalokasikan dana jaminan kesehatan Pegawai Negeri Sipil

    Daerah yang dibebankan pada APBD Tahun Anggaran 2015 harus

    berpedoman pada UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS.

    4. Mengalokasikan belanja bunga yang belum terpenuhi kewajiban

    pembayaran pinjamannya untuk dianggarkan dalam APBD 2015.

    5. Mengalokasikan belanja subsidi yang digunakan untuk

    menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga

    tertentu dengan terlebih dulu melakukan pengkajian terhadap

    perusahaan/lembaga tersebut agar belanja subsidi yang diberikan

    tepat sasaran dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan.

    6. Mengalokasikan dana belanja hibah dan bantuan sosial kepada

    masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan

    masyarakat.

    7. Anggaran bantuan keuangan kepada pemerintah daerah lainnya/desa

    harus didasarkan pada pertimbangan untuk mengatasi kesenjangan

    fiskal.

    8. Belanja tidak terduga diarahkan untuk mendanai kebutuhan tanggap

    darurat bencana, penanggulangan bencana alam dan sosial yang tidak

    tertuang dalam bentuk program/kegiatan.

    Belanja Langsung berkenaan langsung dengan kegiatan yang

    dilaksanakan dan manfaat capaian kinerjanya dapat dirasakan langsung

    oleh masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik.

    Kebijakan Belanja Langsung pada APBD sebagai berikut :

    1. Mengalokasikan dana anggaran belanja pegawai untuk mencapai

    target kinerja kegiatan dengan memperhatikan aspek asas kepatutan,

    kewajaran dan rasionalitas.

  • Halaman | III-21

    2. Mengalokasikan dana belanja barang dan jasa yang diberikan kepada

    masyarakat hanya diperkenankan dalam rangka pemberian hadiah

    yang bersifat perlombaan atas suatu prestasi.

    3. Mengalokasikan belanja barang habis pakai disesuaikan dengan

    kebutuhan nyata yang didasarkan atas pelaksanaan tugas dan fungsi

    SKPD.

    4. Mengalokasikan belanja perjalanan dinas dalam rangka kunjungan

    dinas dan studi banding dilakukakan secara selektif dengan

    memperhatikan target kinerja.

    5. Mengalokasikan anggaran untuk kegiatan rapat, pendidikan dan

    pelatihan diprioritaskan menggunakan fasilitas aset daerah.

    6. Mengalokasikan belanja modal pada APBD Tahun Anggaran 2015

    untuk pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana yang

    terkait dengan peningkatan pelayanan kepada masyarakat..

    Kebijakan Belanja Daerah Kota Batu mengacu pada arah

    kebijakan belanja daerah yang tertuang dalam RPJMD tahun 2012-2017.

    Adapun arah kebijakan Belanja Daerah Kota Batu, yaitu:

    1. Pengalokasian Belanja Daerah diarahkan pada program dan kegiatan

    pelayanan dasar kepada masyarakat yang mengacu pada prioritas

    pembangunan Kota Batu sebagaimana tercantum dalam penjabaran

    visi serta misi RPJMD Kota Batu Tahun 2012-2017.

    2. Kegiatan mendesak lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan

    kerugian yang lebih besar bagi Pemerintah Kota Batu dan masyarakat

    serta mengacu pada prioritas pembangunan Kota Batu yang tercantum

    penjabaran visi serta misi RPJMD tahun 2012-2017.

    3. Pendanaan kegiatan darurat yang penganggarannya belum tersedia

    atau belum mencukupi.

    4. Mengakomodasi kebutuhan masyarakat berkembang dan tidak

    terkonsentrasi pada program dan/atau kegiatan serta lokasi tertentu.

    5. Penjadwalan ulang capaian target kinerja program dan kegiatan dalam

    tahun anggaran yang berjalan yang diperkirakan tidak dapat terealisasi

    secara optimal.

  • Halaman | III-22

    Tabel. 3.6.

    Realisasi dan Proyeksi Belanja Daerah

    Tahun 2012 s.d Tahun 2016

    NO Uraian

    Jumlah

    Realisasi Tahun

    2012

    Realisasi Tahun

    2013

    Tahun Berjalan

    2014

    Proyeksi /Target

    pada Tahun

    Rencana 2015

    Proyeksi pada

    Tahun 2016

    (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

    1.1 Belanja Tidak

    Langsung 267. 968.911.530 292.093.315.565,50 334.980.261.335,00 392.192.200.476,08 425.026.803.820,20

    1.1.1 Belanja pegawai 217.133.640.830 239.031.671.680,99 252.256.465.335,00 317.469.036.439,10 347.490.844.139,74

    1.1.2 Belanja bunga - - - - -

    1.1.3 Belanja subsidi - - - - -

    1.1.4 Belanja hibah 24.774.220.000 27.738.605.079,51 39.683.826.000,00 43.273.280.053,49 44.844.100.119,43

    1.1.5 Belanja bantuan sosial 6.826.100.000 8.016.903.305,00 21.235.120.000,00 25.779.100.362,84 26.714.881.706,01

    1.1.6

    Belanja bagi hasil

    kepada Provinsi/

    Kabupaten/kota dan

    Pemerintah Desa*

    - - - 181.354.938,06 198.533.172,09

    1.1.7

    Belanja Bantuan

    Keuangan kepada

    Provinsi/Kabupaten/ kota

    dan Pemerintahan Desa*

    18.234.950.700 17.174.635.500,00 20.304.850.000,00 3.263.626.878,29 3.471.846.273,13

    1.1.8 Belanja tidak terduga 1.000.000.000 131.500.000,00 1.500.000.000,00 2.225.801.804,29 2.306.598.409,79

    1.2 Belanja Langsung 214.816.547.247 279.191.845.124,00 426.591.261.353,00 218.903.964.880,17 235.252.464.462,00

    1.2.1 Belanja pegawai 33.046.630.200 22.307.028.750,00 24.995.642.107,00 58.689.783.363,21 64.239.847.110,80

    1.2.2 Belanja barang dan jasa 77.574.219.344 101.224.109.346,00 138.377.499.930,00 73.057.095.161,79 77.981.143.375,69

    1.2.3 Belanja modal 104.195.697.703 155.660.707.028,00 263.218.119.316,00 87.157.086.355,17 93.031.473.975,51

    TOTAL JUMLAH

    BELANJA 482.785.458.777 571.285.160.689,50 761.571.522.688,00 611.096.165.356,25 660.279.268.282,20

    Sumber: Bagian Keuangan, Setda Kota Batu dan Hasil Analisis.

    3.2.2.3. Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah

    3.2.2.3.1. Kebijakan Penerimaan Pembiayaan

    Kebijakan penerimaan pembiayaan mengacu pada arah kebijakan

    penerimaan pembiayaan yang tertuang dalam APBD sebagai berikut :

    1. Penganggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya

    (SILPA) harus didasarkan pada penghitungan yang cermat dan

    rasional dengan mempertimbangkan perkiraan realisasi anggaran

    tahun 2014 dalam rangka menghindari kemungkinan adanya

    pengeluaran pada tahun anggaran 2015 yang tidak dapat didanai

    akibat tidak tercapainya SILPA yang direncanakan.

    2. Dalam menetapkan anggaran penerimaan pembiayaan yang

    bersumber dari pencairan dana cadangan, waktu pencairan dan

  • Halaman | III-23

    besarannya sesuai peraturan daerah tentang pembentukan dana

    cadangan.

    3. Penerimaan kembali dana bergulir dianggarkan dalam APBD pada

    akun pembiayaan, kelompok penerimaan pembiayaan daerah, jenis

    penerimaan kembali investasi pemerintah daerah, obyek dana bergulir

    dan rincian obyek dana bergulir dari kelompok masyarakat penerima.

    4. Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman daerah berdasarkan

    peraturan perundang-undangan di bidang pinjaman daerah.

    3.2.2.3.2. Kebijakan Pengeluaran Pembiayaan

    Kebijakan pengeluaran pembiayaan mengacu pada arah

    kebijakan pengeluaran pembiayaan yang tertuang dalam APBD sebagai

    berikut :

    1. Menganggarkan investasi jangka panjang non permanen dalam bentuk

    dana bergulir sesuai pasal 118 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor

    58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah oleh

    pemerintah daerah dalam rangka pemberdayaan masyarakat untuk

    meningkatkan pelayanan ekonomi.

    2. Penyertaan modal pemerintah daerah pada BUMD maupun badan

    usaha lainnya dalam rangka pemenuhan kewajiban yang telah

    tercantum dalam peraturan daerah penyertaan modal pada tahun

    sebelumnya, tidak perlu diterbitkan peraturan daerah tersendiri

    sepanjang jumlah anggaran penyertaan modal tersebut belum

    melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan pada

    peraturan daerah tentang penyertaan modal.

    3. Menambahkan modal yang disetor dan melakukan penambahan

    penyertaan modal yang dilakukan pemerintah daerah pada BUMD

    untuk memperkuat struktur permodalan sehingga BUMD tersebut

    dapat lebih berkompetisi, tumbuh dan berkembang.

    4. Melakukan penyertaan modal kepada bank perkreditan rakyat milik

    pemerintah daerah yang dilakukan pemerintah daerah sesuai dengan

    peraturan perundang-undangan dalam rangka meningkatkan akses

    pembiayaan bagi Usaha Masyarakat Kecil dan Menengah (UMKM).

    5. Menginvestasikan kembali penambahan, peningkatan, perluasan

    prasarana dan sarana sistem penyediaan air minum, baik fisik maupun

    non fisik serta peningkatan kualitas dan pengembangan cakupan

  • Halaman | III-24

    pelayanan dalam rangka penguatan struktur permodalan PDAM,

    bagian laba bersih PDAM yang layanannya belum mencapai 80% dari

    jumlah penduduk yang menjadi cakupan pelayanan PDAM.

    6. Menetapkan perda tentang pembentukan dana cadangan yang

    mengatur tujuan pembentukan dana cadangan, program dan kegiatan

    yang akan dibiayai dari dana cadangan, besaran, dan rincian tahunan

    dana cadangan yang harus dianggarkan.

    7. Jumlah pembiayaan netto harus dapat menutup defisit anggaran

    sebagaimana diamanatkan pasal 28 ayat 5 Peraturan Pemerintah

    Nomor 58 Tahun 2005.

    Dalam hal APBD diperkirakan surplus maka arah kebijakan yang

    diambil akan mengacu pada RPJMD 2012 2017 yaitu akan dilakukan

    pembentukan dana cadangan guna mendanai kegiatan yang penyediaan

    dananya tidak dapat sekaligus dibebankan dalam satu tahun anggaran

    dan untuk kegiatan investasi, baik investasi yang bersifat permanen

    berupa penyertaan modal kepada BUMD maupun investasi non permanen

    dalam rangka pelayanan / pemberdayaan masyarakat melalui pemberian

    bantuan modal kerja, pembentukan dana bergulir kepada kelompok

    masyarakat dan pemberian fasilitas terjadinya defisit anggaran sehingga

    menghindari timbulnya hutang dan kesulitan likuiditas keuangan

    daerah.pendanaan kepada usaha ekonomi skala mikro dan menengah.

    Dalam hal APBD diperkirakan defisit maka arah kebijakan akan di

    fokuskan pada penetapan penerimaan pembiayaan untuk menutup defisit

    tersebut dengan memanfaatkan bersumber dari Sisa Lebih Perhitungan

    Anggaran tahun anggaran sebelumnya (SILPA), pencairan dana

    cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan

    pinjaman, dan/atau penerimaan kembali pemberian pinjaman atau

    penerimaan piutang.

    Berdasarkan data terkait, sumber pembiayaan daerah dari

    realisasi dan proyeksi penerimaan dan pengeluaran pembiayaan daerah

    selama kurun waktu tahun 2012 sampai 2014 berasal dari pos

    penerimaan pembiayaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun

    Sebelumnya (SILPA). Pada tahun 2012 realisasi penerimaan SILPA

  • Halaman | III-25

    sebesar Rp 5.800.379.655, pada tahun 2013 naik sebesar 7,98% menjadi

    Rp 6.263.292.285. Pada aspek pengeluaran pembiayaan, sebagai

    pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang

    bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya sampai

    dengan tahun 2014 yaitu pembayaran pokok utang dan penyertaan modal

    (investasi) daerah, pada tahun 2013 realisasi pengeluaran pembiayaan

    hanya pada pembayaran pokok utang daerah sebesar Rp 977.445.041.

    Tabel.3.7

    Realisasi dan Proyeksi/Target Pembiayaan Daerah

    Tahun 2012 s.d Tahun 2016

    NO Jenis Penerimaan dan

    Pengeluaran Pembiayaan Daerah

    Jumlah

    Realisasi Tahun 2012

    Realisasi Tahun 2013

    Tahun Berjalan 2014

    Proyeksi/Target pada

    Tahun Rencana

    2015

    Proyeksi/Target pada

    Tahun 2016

    (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

    1.1 Penerimaan pembiayaan

    1.1.1 Sisa lebih perhitungan anggaran tahun sebelumnya (SILPA)

    5.800.379.655 6.263.292.285 141.679.487.024 - -

    1.1.2 Pencairan Dana Cadangan - - - - -

    1.1.3 Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan

    - - - - -

    1.1.4 Penerimaan pinjaman daerah - - - - -

    1.1.5 Penerimaan kembali pemberian pinjaman

    - - - - -

    1.1.6 Penerimaan piutang daerah - - - - -

    JUMLAH PENERIMAAN PEMBIAYAAN

    5.800.379.655 6.263.292.285 141.679.487.024 - -

    1.2 Pengeluaran pembiayaan

    1.2.1 Pembentukan dana cadangan - - - - -

    1.2.2 Penyertaan modal (Investasi) daerah

    - - 1.000.000.000 - -

    1.2.3 Pembayaran pokok utang - 977.445.041 425.928.800 - -

    1.2.4 Pemberian pinjaman daerah - - - - -

    JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN

    - 977.445.041 1.425.928.800 - -

    JUMLAH PEMBIAYAAN NETTO

    5.800.379.655 5.285.847.244 140.253.558.224 - -

    Sumber: Bagian Keuangan, Setda Kota Batu dan Hasil Analisis