5
Vol. 4 | No. 1 | April 2009 | Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia 13 ARTIKEL ARTIKEL ARTIKEL ARTIKEL ARTIKEL Keyword: clinical education, clinical skills, competency, laboratory Korespondensi: [email protected] [email protected] 0274-562139 Pendahuluan Background: In year 2006, Indonesia was starting a new model of curriculum called Competency Based Curriculum (CBC) which using a standard competency. Indonesia was developed their own standard of competencies by Indonesian Medical Council (SKDI) that consist of list of competency which should be mastered by graduate. Undergraduate skills training was done in Skills Lab which a student could learn a skills with safe, repeated several times, and controllable. However, the situation are different with clerkhip that usually lack of opportunity and supervision. Therefore, clinical education needs to be evaluated and improved in order to reach competency at the end of the study. Purpose: The aim of this study is to evaluate clinical skills competency at clerkship level based on standard competency of Indonesian Medical Council. Method: Random survey to 180 clerkship students in the 4 clinical departments; Internal Medicine, Pediatrics, Surgery, and ENT department. It explores student perception about their competency based on SKDI, and followed by deep interview was done to 16 students. Result: According to the students, there are many skills in the SKDI that not adequately reached by the students, moreover there are several skills that never been meet during clerkship in the departments. Only few skills in the SKDI that students feel competent to perform. From the interview, students shows that they are agree that those kind of situations should be improved. Using skills lab for clerkship students can help them mastering several skills that rarely get during clerkship. Conclusion: Reaching competency cannot only rely on clerkship education in the hospital. Using laboratory setting as a partner with hospital practice is an alternative solutions for clerkship students reaching their competency on time. Perbandingan Tingkat Pencapaian Kompetensi Dokter Muda di Rumah Sakit dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia Widyandana, Hikmawati Nurokhmanti Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Abstract Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada merupakan salah satu institusi pendidikan yang selalu melakukan inovasi–inovasi pendidikan untuk memperbaiki kualitas belajar mengajar. Saat ini, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum ini mengintegrasikan kemampuan kognitif, keterampilan medis, dan aspek emosional praktis sebagai salah satu kunci dari proses belajar. Kombinasi dari pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional yang diaplikasikan dalam berbagai aspek inilah yang disebut kompetensi. 1 Dalam kurikulum ini, seorang

03-widyandana

Embed Size (px)

DESCRIPTION

,anjlhfakhafgba bvgga

Citation preview

Page 1: 03-widyandana

Vol. 4 | No. 1 | April 2009 | Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia 13

Widyandana & Hikmawati Nurokhmanti , Perbandingan Tingkat Pencapaian Kompetensi Dokter muda di Rumah SakitARTIKELARTIKELARTIKELARTIKELARTIKEL

Keyword:clinical education, clinical skills,competency, laboratory

Korespondensi:[email protected]@gmail.com0274-562139

Pendahuluan

Background: In year 2006, Indonesia was starting a new model of curriculumcalled Competency Based Curriculum (CBC) which using a standardcompetency. Indonesia was developed their own standard of competencies byIndonesian Medical Council (SKDI) that consist of list of competency whichshould be mastered by graduate. Undergraduate skills training was done inSkills Lab which a student could learn a skills with safe, repeated several times,and controllable. However, the situation are different with clerkhip that usuallylack of opportunity and supervision. Therefore, clinical education needs to beevaluated and improved in order to reach competency at the end of the study.Purpose: The aim of this study is to evaluate clinical skills competency at clerkshiplevel based on standard competency of Indonesian Medical Council.Method: Random survey to 180 clerkship students in the 4 clinical departments;Internal Medicine, Pediatrics, Surgery, and ENT department. It explores studentperception about their competency based on SKDI, and followed by deepinterview was done to 16 students.Result: According to the students, there are many skills in the SKDI that notadequately reached by the students, moreover there are several skills that neverbeen meet during clerkship in the departments. Only few skills in the SKDI thatstudents feel competent to perform. From the interview, students shows thatthey are agree that those kind of situations should be improved. Using skills labfor clerkship students can help them mastering several skills that rarely getduring clerkship.Conclusion: Reaching competency cannot only rely on clerkship education in thehospital. Using laboratory setting as a partner with hospital practice is an alternativesolutions for clerkship students reaching their competency on time.

Perbandingan Tingkat Pencapaian Kompetensi Dokter Mudadi Rumah Sakit dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia

Widyandana, Hikmawati NurokhmantiFakultas Kedokteran Universitas Gadjah MadaYogyakarta

Abstract

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Madamerupakan salah satu institusi pendidikan yang selalumelakukan inovasi–inovasi pendidikan untukmemperbaiki kualitas belajar mengajar. Saat ini, FakultasKedokteran Universitas Gadjah Mada menggunakanKurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum

ini mengintegrasikan kemampuan kognitif,keterampilan medis, dan aspek emosional praktissebagai salah satu kunci dari proses belajar. Kombinasidari pengetahuan, keterampilan dan sikap profesionalyang diaplikasikan dalam berbagai aspek inilah yangdisebut kompetensi. 1 Dalam kurikulum ini, seorang

Page 2: 03-widyandana

Vol. 4 | No. 1|April 2009 | Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia14

Widyandana & Hikmawati Nurokhmanti , Perbandingan Tingkat Pencapaian Kompetensi Dokter muda di Rumah Sakit

mahasiswa diharapkan mampu mencapai kompetensi-nya ketika lulus nanti yang sesuai dengan StandarKompetensi Dokter Indonesia (SKDI). 2,3 Kompetensiklinis yang harus dicapai antara lain keterampilankomunikasi dalam menggali riwayat penyakit, sikapprofesional, kesadaran atas pelayanan kesehatan yangberetika, pemeriksaan fisik, keterampilan laboratoriumklinis, tindakan prosedural medis, keterampilanmendiagnosis dan memberikan terapi bagi pasien.Selain itu, dalam standar kompetensi juga mencakupketerampilan dalam kegawatdaruratan, pemikiran kritisdalam memecahkan masalah, kerja tim, organisasi danketerampilan manajerial, serta keterampilan menguasaiteknologi informasi.4

Dalam pencapaian kompetensi tersebut, Skills Labmemegang peranan penting dalam pendidikanketerampilan medis.5 Belajar keterampilan medis diSkills Lab mempunyai banyak keuntungan, antara lain:di Skills Lab kita bisa mengajarkan keterampilan-keterampilan medis apapun secara aman, sederhana,dan segala situasi bisa lebih terkontrol. Selain itu, diSkills Lab suatu keterampilan medis yang jarangdijumpai di klinik dan tidak memungkinkan untukdilakukan pada pasien dapat dilakukan berkali-kalikarena dalam laboratorium kesalahan dapat ditolerir.Dalam laboratorium berlatih keterampilan medis tidaktergantung adanya pasien, sehingga permasalahanpasien yang dalam realita sulit dijumpai, bisadiperankan oleh pasien simulasi.6

Permasalahan muncul dari data penelitian yangdilakukan oleh Remmen dan Scherpbier (2001)7 yangmenyatakan bahwa mahasiswa kurang mendapat-kankesempatan berlatih pada saat dokter muda untukmempraktekkan teori dan keterampilan medis yangtelah dikuasainya selama pendidikan S1. Kita tahumemang banyak sekali tantangan yang harus dihadapioleh mahasiswa dalam pendidikan profesi. Masapendidikan yang singkat dan sulit didapatkannya kasusuntuk latihan menjadi sumber permasalahan utamayang dihadapi oleh seorang dokter muda. Ditambahlagi, kurangnya supervisi dari staf pengajar menambahparahnya keadaan.8 Oleh karena itu, diperlukan adanyasuatu inovasi untuk pendidikan keterampilan medisbaik pada S1 maupun pendidikan profesi untukmengatasi permasalahan tersebut agar mahasiswakedokteran dapat mencapai standar kompetensi tepatwaktu ketika lulus nanti.

Tujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat

pencapaian standar kompetensi selama pendidikanprofesi, dan mengetahui permasalahan serta alternatifsolusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan profesidalam pencapaian SKDI.

Metode PenelitianPenelitian Cross sectional ini dilakukan dengan

membagikan kuesioner pada 215 mahasiswa danwawancara kepada 18 dokter muda FakultasKedokteran Universitas Gadjah Mada, yang berasaldari 4 stase Bagian, yaitu Bagian Ilmu Bedah, BagianIlmu Penyakit Dalam, Bagian Ilmu Kesehatan Anak,dan Bagian THT-KL. Pemilihan sampel penelitianini dilakukan dengan cara random sampling.9

Instrumen disusun oleh tim peneliti berdasar-kan SKDI, dalam instrumen ini didapatkan daftarketerampilan diagnostik dalam masing-masing staseyang terdiri dari stase Bagian Ilmu Penyakit Dalam ada35 unit keterampilan, stase Bagian Ilmu Bedah 71keterampilan, stase Bagian Ilmu Kesehatan Anak 13keterampilan, dan stase THT ada 18 keterampilan yangharus dikuasai.

Analisis data kuantitatif diolah dengan SPSS dandata kualitatif diolah secara kualitatif deskriptif olehtim peneliti yang terdiri dari 4 orang untukmeningkatkan validitas dan reliabilitas hasil penelitian.9

Hasil PenelitianDalam penelitian ini, pengumpulan kuesioner

memakan waktu yang sangat lama karena terhambatdengan kesibukan dokter muda di Rumah Sakitsehingga pada akhirnya terjangkau 180 kuesioner (84%).Sedangkan wawancara dapat dilakukan pada 16 doktermuda.

Data yang diperoleh dari hasil survey berdasarkankuesioner menunjukkan bahwa pada stase IlmuPenyakit Dalam ada 35 (tiga puluh lima) keterampilanyang sesuai dengan standar kompetensi pada stase IlmuPenyakit Dalam. Dari 35 keterampilan tersebut ternyatahanya kompetensi dari satu keterampilan dari SKDIyang dikuasai oleh 90% mahasiswa lulusan stase IlmuPenyakit Dalam, kompetensi dari sembilanketerampilan SKDI dikuasai oleh 80% lulusan stasePenyakit Dalam dan kompetensi dari 25 keterampilanSKDI lainnya hanya dikuasai oleh kurang dari 80%

Page 3: 03-widyandana

Vol. 4 | No. 1 | April 2009 | Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia 15

Widyandana & Hikmawati Nurokhmanti , Perbandingan Tingkat Pencapaian Kompetensi Dokter muda di Rumah Sakit

mahasiswa lulusan stase Ilmu Penyakit Dalam. Padastase ini, kompetensi keterampilan “swab tenggorokan”tidak didapatkan oleh semua mahasiswa.

Pada stase Ilmu Bedah ditanyakan 71 (tujuh puluhsatu) jenis keterampilan yang sesuai dengan standarkompentensi pada stase Ilmu Bedah. Dari 71 (tujuhpuluh satu) keterampilan tersebut, kompetensi dariempat keterampilan SKDI dikuasai oleh semua lulusanstase Ilmu Bedah, kompetensi dari 15 keterampilanSKDI dikuasai oleh 90% lulusan stase Ilmu Bedah,kompetensi dari sembilan keterampilan SKDI dikuasaioleh 80% lebih lulusan stase Ilmu Bedah dankompetensi 43 keterampilan SKDI lainnya dikuasaioleh kurang dari 80% lulusan stase Ilmu Bedah.

Pada stase Ilmu Kesehatan Anak ditanyakan 13jenis keterampilan yang sesuai dengan standarkompetensi. Kompetensi tiga keterampilan SKDIdikuasai oleh lebih dari 90% lulusan stase IlmuKesehatan Anak, kompetensi dua keterampilan dikuasaioleh lebih dari 80% lulusan stase anak dan kompetensidari 10 keterampilan dikuasai oleh kurang dari 80%lulusan stase Ilmu Kesehatan Anak.

Pada stase THT-KL ditanyakan 18 keterampilanyang sesuai dengan standar kompetensi pada stase THT.Dari keterampilan tersebut, tidak ada kompetensi dariketerampilan yang dikuasai oleh lebih dari 80% lulusanstase tersebut. Kompetensi dari keterampilan“Politzerization Test” tidak didapatkan oleh semua lulusandari stase tersebut.

Dari wawancara dengan dokter muda didapatkanhasil bahwa mahasiswa mendapatkan hambatan untukpencapaian kompetensi ketika dokter muda karenajumlah pasien yang sedikit dan persaingan denganmahasiswa lain.

…”Jumlah pasien yang terlalu sedikit dan tidak jarangpasien menolak untuk diperiksa oleh dokter muda” ...“biasanya ada beberapa kasus yang tidak kita temui”...

....”Bersaing dengan dokter muda lain untuk menerapkan.terkadang ada persaingan dengan mahasiswa perawatmaupun kebidanan”...

Selain itu, ternyata lama stase juga berpengaruh,dalam pencapaian kompetensi dapat dilihat dari hasilwawancara dibawah ini:

...”Lama stase yang tersedia sangat berpengaruh. Dengandemikian, kesempatan menerapkan keterampilan pun semakinterbatas”...

Melihat permasalahan diatas, maka diberikanalternatif solusi dengan menggunakan Skills Lab sebagaisarana berlatih dokter muda untuk tetap dapatmencapai kompetensinya, dan pernyataan ini ternyatadisetujui oleh mayoritas mahasiswa.

... “Setuju. Karena Skills Lab metodenya sistematis.Caranya, setiap stase ada jadwal khusus dokter muda untukSkills Lab dengan metode bedside teaching...

... “Perlu, guna meningkatkan pencapaian kompetensiminimal, baik hal tersebut mengenai materi baru maupunmateri lama yang diulang kembali. Gak harus dari skills lab,bisa dari bagian tersebut memberi training di luar rotasiklinik...”

Namun, ada juga beberapa dokter muda yang tidakmenyetujui karena menganggap bahwa pendidikanprofesi harus langsung berlatih dengan pasien.

...”Tidak. Menurut saya pembelajaran Skills Lab sudahcukup di kampus saja. Karena saat di rotasi klinik sudahwaktunya menerapkan kepada pasien. Akan tetapi, apabilahanya untuk mengisi waktu luang, saya setuju”...

Oleh karena itu penerapan latihan keterampilanmedis untuk dokter muda, tidak boleh sama persisdengan mahasiswa S1, perlu ada inovasi agar pelatihandapat sesuai dengan kebutuhan dokter muda.

....”Metode pelatihan dapat menggunakan bedsideteaching, sehingga dapat langsung diterapkan kepada pasien”...

...”Materi yang disampaikan pun sebaiknya merupakanaplikasi dengan stase yang bersangkutan dan pada levelkompetensi 3 dan 4”...

PembahasanBerdasarkan daftar keterampilan medis yang ada

dalam SKDI, didapatkan ternyata masih banyakketerampilan yang belum didapatkan oleh doktermuda, bahkan ada jenis keterampilan yang sama sekalitidak didapatkan oleh semua dokter muda yang lulusdari bagian.2 Hal tersebut secara tidak langsungmenggambarkan bahwa lulusan dokter nantinya akankurang memiliki kemampuan dalam melakukantindakan medis tersebut.

Kurangnya pencapaian kompetensi dokter mudadi pendidikan klinik dapat disebabkan oleh karenasituasi belajar yang kurang kondusif yakni kurangnyakesempatan mahasiswa untuk berhadapan langsung danmenangani pasien (Schrepbier 2001; Spencer 2003).

Page 4: 03-widyandana

Vol. 4 | No. 1|April 2009 | Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia16

Widyandana & Hikmawati Nurokhmanti , Perbandingan Tingkat Pencapaian Kompetensi Dokter muda di Rumah Sakit

Ini terjadi karena jumlah pasien yang terbatas, adanyapenolakan dari pasien untuk ditangani oleh doktermuda, maupun dengan adanya persaingan antar doktermuda, residen maupun mahasiswa perawat.7,8

Mahasiswa merasa waktu yang mereka milikiselama stase sangat kurang. Jangka waktu dokter mudaantara 1,5 – 2 tahun yang diterapkan di Indonesiaternyata sangat membatasi mereka dalam memperolehkesempatan dalam mengaplikasikan ilmu yang telahmereka miliki. Ketika bertugas stase di suatu RumahSakit pendidikan, beban menjadi bertambah karenadokter muda harus berjuang untuk mendapatkan kasusdari jumlah pasien yang mulai terbatas, kasus yang tidakvariatif, dan persaingan dengan mahasiswa lain,termasuk dengan mahasiswa keperawatan, kebidanan,dan lain-lain.10

Dengan banyaknya permasalahan tersebut di atas,maka sangat sulit untuk mahasiswa kedokteran ditingkat profesi untuk dapat mencapai standarkompetensi tepat pada waktunya. Hambatan-hambatandalam pendidikan profesi tersebut harus dapat diatasidengan inovasi yang tepat. Dalam hal ini, memang perludiadakan pelatihan tambahan bagi dokter muda yangtujuannya untuk mengatasi kurangnya kesempatanberlatih tersebut. Dalam hal ini Skills Lab adalah tempatberlatih keterampilan medis yang ideal, karena dapatmenyediakan kesempatan sebanyak-banyaknya dansebebas-bebasnya untuk mahasiswa berlatih.5

Hasil wawancara menunjukkan bahwa sebagianbesar dari dokter muda setuju dengan inovasi ini,karena mereka menyadari bahwa dengan berlatih di SkillsLab dapat membantu mereka untuk mencapai standarkompetensi. Namun, tentu saja materi dan metodeyang diajarkan tidak boleh sama dengan tingkat S1.Mahasiswa profesi lebih membutuhkan materi yangaplikatif, lebih advance, dan harus benar-benar dapatditerapkan kepada pasien. Mahasiswa menginginkanmetoda bed-side teaching yang interaktif antara dokter,mahasiswa dan pasien digunakan untuk pelatihan diSkills Lab.8

Hal ini bukan suatu hal yang mustahil, di SkillsLab mahasiswa dapat berlatih dengan tenang, aman,terstruktur dengan pasien simulasi. 11 Instruktur yangmengajar pun dapat datang dari Rumah Sakit, sesuaidengan latar belakang keahlian yang diperlukan. 12 Halini akan sangat membantu untuk kasus-kasus maupuntindakan medis yang jarang dijumpai, sehingga semuaketerampilan dapat dilatihkan dengan baik untukmemenuhi SKDI.

Mahasiswa mengharapkan dapat berlatih langsungterhadap pasien nyata sesuai dengan tingkat pendidikanprofesi yang mereka jalani; hal ini dapat dipenuhi diSkills Lab, karena pasien sebenarnya pun dapat didatang-kan ke laboratorium, atau dapat meng-gunakan pasiensimulasi yang dirahasiakan.13 Selain itu, menyadaribahwa keterbatasan waktu dalam pendidikan profesiberpengaruh terhadap kesempatan mahasiswa men-dapatkan kesempatan berlatih, maka sebaiknyakesempatan mahasiswa kedokteran untuk bertemupasien yang sebenarnya di setting klinis dapat dimulaisejak dini di tingkat S1. “Early clinical experience” initernyata memberikan banyak keuntungan untukmahasiswa yaitu menambah motivasi belajar, mem-berikan gambaran situasi klinis sejak dini, dan lebihmenyiapkan mahasiswa S1 untuk memasuki pendidikandokter muda.14 Selain itu, Remmen (1999) jugamenyatakan bahwa mahasiswa S1 sebaiknya belajarketerampilan medis ini di dalam konteks klinik.Sehingga penting diperhatikan untuk membuat settingSkills Lab sama persis dengan situasi klinik di RumahSakit, atau membangun Skills Lab di Rumah Sakitpendidikan itu sendiri. 15 Semua inovasi tersebutsebenarnya bertujuan untuk lebih mempersiapkanmahasiswa S1 untuk memasuki pendidikan profesi/dokter muda dan memberikan kesempatan berlatihlebih banyak untuk dapat mencapai standar kom-petensinya.

Diharapkan dengan adanya integrasi Skills Labdengan setting klinis untuk latihan keterampilan medisyang berkelanjutan, dari tingkat S1 hingga tingkatprofesi ini, dapat menjembatani gap antara fasependidikan pre-klinik dengan klinik. 5,14 Dapat meng-hubungkan teori yang diajarkan di kampus denganprakteknya di setting klinis, serta saling melengkapikekurangan pendidikan masing-masing. 16

Semua ini dapat berjalan dengan lancar melaluiperencanaan dan pengelolaan yang baik sehingga dapatmenguntungkan semua pihak yang terlibat didalam-nya.11 Serta melakukan evaluasi kompetensi mahasiswayang teratur dan berkelanjutan sehingga dapat menge-tahui tingkat perkembangan kompetensi mahasiswasesegera mungkin, dan dapat memberikan intervensidini jika diperlukan. Pada akhirnya, diharap-kanmahasiswa memiliki level kompetensi yang sesuai danhomogen ketika selesai masa studi di FakultasKedokteran.5

Page 5: 03-widyandana

Vol. 4 | No. 1 | April 2009 | Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia 17

Widyandana & Hikmawati Nurokhmanti , Perbandingan Tingkat Pencapaian Kompetensi Dokter muda di Rumah Sakit

SimpulanMahasiswa pendidikan profesi/dokter muda

mendapatkan masalah untuk mencapai kompetensisesuai SKDI, karena kesempatan berlatih keterampilanmedis yang sangat kurang selama stase dokter muda.Hal ini dapat diatasi dengan memberikan pelatihantambahan selama dokter muda dengan metodepelatihan yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswaprofesi. Dengan integrasi pendidikan keterampilanmedis di Skills Lab dengan setting klinis diharapkandapat memberikan kesempatan berlatih yang cukupbagi mahasiswa kedokteran mencapai kompetensi tepatpada waktunya.

SaranPenelitian ini masih jauh dari sempurna, karena

hanya melibatkan jumlah dan sumber sampel yangterbatas. Sehingga terlalu dini jika mengambilkesimpulan kalau standar kompetensi dokter Indonesiabelum dicapai oleh lulusan FK UGM. Selanjutnyaakan lebih baik jika dilakukan penelitian lanjutandengan menggunakan jumlah sampel yang lebih banyakdan melibatkan supervisor klinik dalam menilaikemampuan kompetensi mahasiswa.

Ucapan TerimakasihTerimakasih kami ucapkan kepada Bagian

Pendidikan Kedokteran FK UGM, RS Sardjito, danSkills Lab FK UGM atas dukungannya dalampelaksanaan penelitian ini. Terimakasih juga kamiucapkan kepada dr. Ova Emilia, MMedEd, SpOG(K),PhD, atas bimbingannya dalam menjalankan penelitianini. Dan tidak lupa, kami ucapkan terimakasih kepadaBelgis dan Tessa yang telah membantu dalammengumpulkan data penelitian melalui survey danwawancara. Semoga penelitian ini dapat berguna bagikita semua, terutama untuk kemajuan pendidikankedokteran di tanah air khususnya mengenai pendidikanketerampilan klinis S1.

Daftar Pustaka1. Zwistra RP, Bende W. Teaching and assessing clinical

competence: criteria in competence based education.Groningen: Boekwerk Publications.

2. Konsil Kedokteran Indonesia. Standar kompetensipendidikan dokter. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia,2006.

3. World Federation of Medical Education (WFME). Basicmedical education WFME global standards for qualityimprovement. Copenhagen: WFME Office, 2003.

4. Ledingham IMcA, Harden RM. Twelve tips for setting upa clinical skills training facility. Medical Teacher 1998;20:6.

5. Claramita M, Widyandana. Skills laboratory. Yogyakarta:Fakultas Kedokteran UGM, 2007.

6. Van Dalen J, Flippo-Berger JF. Skills lab: centre for trainingof skills. Maastricht: Maastricht University, 1999.

7. Remmen R, Scherpbier A, van der Vleuten C, DenekensJ, Derese A, Hermann I, Hoogenboom R, Kramer A, vanRossum H, van Royen P, and Bossaert L. Effectivenes ofbasic clinical skills training programes: a cross-sectionalcomparison of four medical schools. Medical Education2001;35, 121-8.

8. Spencer J. ABC of learning and teaching in medicine:learning and teaching in the clinical environment. BMJ2003; 326: 591-4.

9. Fraenkel JR, Wallen NE. How to design and evaluateresearch in education. 8th edition. New York: McGraw-Hill, 2009.

10. Prince KJAH, Boshuizen HPA, van der Vleuten C,Scherpbier AJJA. Students opinions about theirpreparation for clinical practice. Medical Education 2005,39: 704-12.

11. Widyandana. Innovation on skills training program inorder to reach maximum clinical competence. Faculty ofMedicine of Gadjah Mada University; 2007.

12. Widyandana, Nurhayati. Persepsi mahasiswa terhadapujian keterampilan medis di skills lab Fakultas KedokteranUniversitas Gadjah Mada. Jurnal Pendidikan Kedokterandan Profesi Kesehatan Indonesia 2009;3: 99-103.

13. Widyandana. Evaluasi peran pasien simulasi dalampendidikan keterampilan medis di skills lab FakultasKedokteran, Universitas Gadjah Mada. Jurnal PendidikanKedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia 2006;1(40):119-24.

14. Dornan T, Littlewood S, Margolis SA, Scherpbier A,Spencer J, and Ypinazar V. How can experience in clinicaland community settings contribute to early medicaleducation? A BEME systematic review. Medical Teacher2006;28,1:3-18.

15. Kneebone R, Scott W, Darzi A, Horrocks M. Simulationand clinical practice: strengthening the relationship.Medical Education 2004, 38:1095-102.

16. Dorte Guldbrand Nielsen, et all. 2003. Skills training inlaboratory and clerkship : connection, simmilarities, anddiffrences. Available from: URL:http://www.med-ed-online.org