6
JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO. 2 2008 95 Penciri Ketahanan Morfologi Genotipe Kedelai terhadap Hama Penggerek Polong Gatut Wahyu Anggoro Susanto dan M. Muchlish Adie 1 Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Jl. Kendalpayak, Malang, Jawa Timur ABSTRACT. Characteristic of Morphological Resistance on Soybean Genotype to Pod Borer Insect (Etiella zinckenella Tr.). Characteristic of pod morphology determines the level of soybean resistancy to pod borer. Research was conducted at screen house and laboratory of ILETRI, Malang from February to August 2005. Experiment was arranged in randomized block design, consisting of 10 genotypes (85-JP, 85-CR, Shr/Wil-60, 9637/Kawi- D-8-125, 9837/Kawi-D-3-185, Wilis/9837-D-6-220, 9637/Kawi-D- 3-185, 9069/Wilis, Cikuray and Wilis), with three replicates. Observation of pod morphology included the following characters: trichomes density, trichomes length, pod surface area, total number of pods per node, and distance between nodes on main stem and of 100 seeds weight. Among the 10 soybean genotypes variation on morphological characters were observed. Pod trichomes density ranges from 0.0 to 33/3 mm 2 , trichomes length range from 0.0 to 2.2 mm, pod surface area ranges from 268 to 433 mm 2 , the average of distance between nodes on main stem ranges from 3.0 to 4.5 cm and the average of total pods per node ranges from 2 to 3 pods.Genotype of 85-JP had no trichomes, 85-CR had more dense trichomes than others, and Shr/Wil-60 had the longest trichomes (2.19 mm). The number of Etiella zinckenella eggs on 85-JP was the smallest (1.3 eggs/plant/7 days) and the largest number of eggs was on 85-CR (59.8 eggs/plant/7 days). The lower of damage precentage of pod and seed was on 85-JP, 5.6% and 4.8%, respectively. Trichomes density indicated a positive correlation with the total of Etiella eggs (rg = 0.77**, rf = 0.76**) and damage precentage of pod and seed (rg = 0.92**, rf = 0.85** and rg = 0.92**, rf = 0.90**, respectively). Trichomes length had a positive correlation with the damage percentage of pod and seed (rg = 0.51**, rf = 0.46** and rg = 0.51**, rf = 0.49**). Total of pods per node had a positive correlation with the total Etiella eggs (rg = 0.65**, rf = 0.65**) and damage precentage of pod and seed (rg = 0.75**, rf = 0.61** and rg = 0.74**, rf = 0.63**). The results showed that space among trichomes were the most preferred place for oviposition of Etiella zinckenella. Genotype 85-JP indicated some level of resistance to pod borer and it had no trichomes of pod (glabrous type). Pod with no trichomes can be used as of morphological resistance indicator on soybean genotype to pod borer (Etiella zinckenella Tr.). Keywords: Soybean (Glycine max L Merril), morphological characteristics, Etiella zinckenella Tr. ABSTRAK. Karakter morfologi polong diduga berperan sebagai pertahanan tanaman kedelai terhadap hama penggerek polong. Penelitian dilakukan di rumah kasa dan laboratorium Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi), Malang, mulai Februari sampai Agustus 2005. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok, 10 perlakuan yaitu genotipe kedelai 85- JP, 85-CR, Shr/Wil-60, 9637/Kawi-D-8-125, 9837/Kawi-D-3-185, Wilis/9837-D-6-220, 9637/Kawi-D-3-185, 9069/Wilis, Cikuray dan Wilis, dengan tiga ulangan. Karakter morfologi polong yang diamati adalah kepadatan dan panjang trikoma, luas permukaan polong, jumlah polong per buku, jarak antarbuku pada batang utama, dan bobot 100 biji. Kesepuluh genotipe kedelai memiliki karakter morfologi yang beragam. Kepadatan trikoma polong berkisar antara 0,0-33/3 mm 2 , panjang trikoma 0,0-2,2 mm, luas permukaan polong 268-433 mm 2 , jarak antarbuku pada batang utama 3,0-4,5 cm, jumlah polong per buku 2-3 polong. Genotipe 85-JP tanpa trikoma, dan 85-CR memiliki trikoma lebih rapat dibandingkan dengan genotipe lainnya, genotipe Shr/Wil-60 mempunyai trikoma terpanjang (2,19 mm). Jumlah telur pada genotipe 85-JP paling sedikit (1,3 butir/tanaman/ 7 hari), sedangkan pada geotipe 85-CR paling banyak (59,8 butir/ tanaman/7 hari). Persentase polong dan biji terserang paling rendah ditunjukkan oleh genotipe 85-JP, masing-masing 5,6% dan 4,8%, sedangkan paling tinggi pada genotipe 85-CR, masing-masing 57,3% dan 54,4%. Kepadatan trikoma berkorelasi positif dengan jumlah telur penggerek polong (rg = 0,77**, rf = 0,76**), persentase kerusakan polong dan biji (rg = 0,912**, rf = 0,84** dan rg = 0,92**, rf = 0,90**). Panjang trikoma berkorelasi positif dengan persentase kerusakan polong dan biji (rg = 0,50**, rf = 0,46** dan rg = 0,51**, rf = 0,49**). Jumlah polong per buku utama berkorelasi positif dengan jumlah telur penggerek polong (rg = 0,65**, rf = 0,65**), persentase kerusakan polong dan biji rg = 0,75**, rf = 0,61** dan rg = 0,74**, rf = 0,63**. Ruang di antara trikoma merupakan tempat ideal peletakan telur penggerek polong. Genotipe 85 JP tergolong tahan terhadap hama penggerek polong kedelai dan tanpa memiliki trikoma pada polong (tipe glabrous). Karakter tanpa trikoma pada polong dapat digunakan sebagai penciri morfologi tanaman kedelai tahan penggerek polong. Kata kunci: Kedelai, penciri morfologi, Etiella zinckenella Tr. B udi daya kedelai di daerah tropis Indonesia bersifat unik. Areal tanam terluas kedelai terdapat pada musim kemarau (MK) pada saat intensitas cahaya melimpah, tetapi peluang infestasi hama juga tinggi. Dua kondisi tersebut yang menyebabkan produksi kedelai labil dan biaya produksi tinggi. Hama penggerek polong Etiella zinckenella Tr. merupakan salah satu hama yang merugikan karena menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas hasil. Faktor yang mempengaruhi perkembangan populasi hama adalah tanaman inang, musuh alami, dan iklim Perkembangan populasi penggerek polong meningkat pada musim kemarau dibandingkan dengan musim hujan dan imago mulai datang pada pertanaman kedelai pada saat tanaman berumur 42 hari setelah tanam (HST) (Tengkano et al. 1992). Tanda serangan penggerek polong adalah berupa lubang gerek berbentuk bundar pada kulit polong. Imago akan meletakkan telur pada polong, puncak peneluran terjadi pada saat tanaman berumur sekitar 50 HST dan peletakan telur berakhir pada 65 HST. Stadia hama penggerek polong yang

06-pp022008

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

Page 1: 06-pp022008

JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO. 2 2008

95

Penciri Ketahanan Morfologi Genotipe Kedelaiterhadap Hama Penggerek Polong

Gatut Wahyu Anggoro Susanto dan M. Muchlish Adie1

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbianJl. Kendalpayak, Malang, Jawa Timur

ABSTRACT. Characteristic of Morphological Resistance onSoybean Genotype to Pod Borer Insect (Etiella zinckenellaTr.). Characteristic of pod morphology determines the level ofsoybean resistancy to pod borer. Research was conducted atscreen house and laboratory of ILETRI, Malang from February toAugust 2005. Experiment was arranged in randomized block design,consisting of 10 genotypes (85-JP, 85-CR, Shr/Wil-60, 9637/Kawi-D-8-125, 9837/Kawi-D-3-185, Wilis/9837-D-6-220, 9637/Kawi-D-3-185, 9069/Wilis, Cikuray and Wilis), with three replicates.Observation of pod morphology included the following characters:trichomes density, trichomes length, pod surface area, total numberof pods per node, and distance between nodes on main stem andof 100 seeds weight. Among the 10 soybean genotypes variationon morphological characters were observed. Pod trichomes densityranges from 0.0 to 33/3 mm2, trichomes length range from 0.0 to 2.2mm, pod surface area ranges from 268 to 433 mm2, the average ofdistance between nodes on main stem ranges from 3.0 to 4.5 cmand the average of total pods per node ranges from 2 to 3pods.Genotype of 85-JP had no trichomes, 85-CR had more densetrichomes than others, and Shr/Wil-60 had the longest trichomes(2.19 mm). The number of Etiella zinckenella eggs on 85-JP wasthe smallest (1.3 eggs/plant/7 days) and the largest number ofeggs was on 85-CR (59.8 eggs/plant/7 days). The lower of damageprecentage of pod and seed was on 85-JP, 5.6% and 4.8%,respectively. Trichomes density indicated a positive correlation withthe total of Etiella eggs (rg = 0.77**, rf = 0.76**) and damageprecentage of pod and seed (rg = 0.92**, rf = 0.85** and rg = 0.92**,rf = 0.90**, respectively). Trichomes length had a positive correlationwith the damage percentage of pod and seed (rg = 0.51**, rf =0.46** and rg = 0.51**, rf = 0.49**). Total of pods per node had apositive correlation with the total Etiella eggs (rg = 0.65**, rf =0.65**) and damage precentage of pod and seed (rg = 0.75**, rf =0.61** and rg = 0.74**, rf = 0.63**). The results showed that spaceamong trichomes were the most preferred place for oviposition ofEtiella zinckenella. Genotype 85-JP indicated some level ofresistance to pod borer and it had no trichomes of pod (glabroustype). Pod with no trichomes can be used as of morphologicalresistance indicator on soybean genotype to pod borer (Etiellazinckenella Tr.).

Keywords: Soybean (Glycine max L Merril), morphologicalcharacteristics, Etiella zinckenella Tr.

ABSTRAK. Karakter morfologi polong diduga berperan sebagaipertahanan tanaman kedelai terhadap hama penggerek polong.Penelitian dilakukan di rumah kasa dan laboratorium Balai PenelitianTanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi), Malang,mulai Februari sampai Agustus 2005. Percobaan menggunakanrancangan acak kelompok, 10 perlakuan yaitu genotipe kedelai 85-JP, 85-CR, Shr/Wil-60, 9637/Kawi-D-8-125, 9837/Kawi-D-3-185,Wilis/9837-D-6-220, 9637/Kawi-D-3-185, 9069/Wilis, Cikuray danWilis, dengan tiga ulangan. Karakter morfologi polong yang diamatiadalah kepadatan dan panjang trikoma, luas permukaan polong,jumlah polong per buku, jarak antarbuku pada batang utama, danbobot 100 biji. Kesepuluh genotipe kedelai memiliki karakter morfologi

yang beragam. Kepadatan trikoma polong berkisar antara 0,0-33/3mm2, panjang trikoma 0,0-2,2 mm, luas permukaan polong 268-433mm2, jarak antarbuku pada batang utama 3,0-4,5 cm, jumlah polongper buku 2-3 polong. Genotipe 85-JP tanpa trikoma, dan 85-CRmemiliki trikoma lebih rapat dibandingkan dengan genotipe lainnya,genotipe Shr/Wil-60 mempunyai trikoma terpanjang (2,19 mm).Jumlah telur pada genotipe 85-JP paling sedikit (1,3 butir/tanaman/7 hari), sedangkan pada geotipe 85-CR paling banyak (59,8 butir/tanaman/7 hari). Persentase polong dan biji terserang paling rendahditunjukkan oleh genotipe 85-JP, masing-masing 5,6% dan 4,8%,sedangkan paling tinggi pada genotipe 85-CR, masing-masing 57,3%dan 54,4%. Kepadatan trikoma berkorelasi positif dengan jumlahtelur penggerek polong (rg = 0,77**, rf = 0,76**), persentasekerusakan polong dan biji (rg = 0,912**, rf = 0,84** dan rg = 0,92**,rf = 0,90**). Panjang trikoma berkorelasi positif dengan persentasekerusakan polong dan biji (rg = 0,50**, rf = 0,46** dan rg = 0,51**,rf = 0,49**). Jumlah polong per buku utama berkorelasi positif denganjumlah telur penggerek polong (rg = 0,65**, rf = 0,65**),persentase kerusakan polong dan biji rg = 0,75**, rf = 0,61** danrg = 0,74**, rf = 0,63**. Ruang di antara trikoma merupakan tempatideal peletakan telur penggerek polong. Genotipe 85 JP tergolongtahan terhadap hama penggerek polong kedelai dan tanpa memilikitrikoma pada polong (tipe glabrous). Karakter tanpa trikoma padapolong dapat digunakan sebagai penciri morfologi tanaman kedelaitahan penggerek polong.

Kata kunci: Kedelai, penciri morfologi, Etiella zinckenella Tr.

Budi daya kedelai di daerah tropis Indonesiabersifat unik. Areal tanam terluas kedelai terdapatpada musim kemarau (MK) pada saat intensitas

cahaya melimpah, tetapi peluang infestasi hama jugatinggi. Dua kondisi tersebut yang menyebabkan produksikedelai labil dan biaya produksi tinggi. Hama penggerekpolong Etiella zinckenella Tr. merupakan salah satuhama yang merugikan karena menyebabkanpenurunan kualitas dan kuantitas hasil.

Faktor yang mempengaruhi perkembangan populasihama adalah tanaman inang, musuh alami, dan iklimPerkembangan populasi penggerek polong meningkatpada musim kemarau dibandingkan dengan musimhujan dan imago mulai datang pada pertanaman kedelaipada saat tanaman berumur 42 hari setelah tanam (HST)(Tengkano et al. 1992). Tanda serangan penggerekpolong adalah berupa lubang gerek berbentuk bundarpada kulit polong. Imago akan meletakkan telur padapolong, puncak peneluran terjadi pada saat tanamanberumur sekitar 50 HST dan peletakan telur berakhirpada 65 HST. Stadia hama penggerek polong yang

id26958969 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com

Page 2: 06-pp022008

SUSANTO DAN ADIE: PENCIRI KETAHANAN MORFOLOGI KEDELAI TERHADAP HAMA PENGGEREK POLONG

96

merusak adalah larva, mulai instar satu hingga lima,dengan cara menggerek kulit polong, kemudian masukdan menggerek biji dan hidup di dalamnya (Tengkanoet al. 1992). Naito dan Harnoto (1984) memperkirakankerugian hasil akibat serangan hama ini dapat mencapai90%. Tingkat kerugiannya ditentukan oleh kerentananvarietas, populasi hama, dan musim.

Hingga saat ini belum ada varietas kedelai diIndonesia yang relatif tahan terhadap hama penggerekpolong. Strategi dasar pembentukan varietas tahandiawali oleh pemahaman terhadap hubungan tanaman-serangga untuk menentukan faktor penentu ketahanan.Trikoma diduga berperan dalam menentukan tingkatketahanan atau kerentanan tanaman terhadapserangan hama (Karkkainen and Agren 2002). Norrisdan Kogan (1980), Chiang dan Norris (1983), sertaHattori (1988) mengemukakan bahwa ketahanantanaman kedelai terhadap hama penggerek polongdapat disebabkan oleh faktor morfologi polong. Padatanaman tomat terdapat indikasi keterkaitan antarakerapatan trikoma pada daun dengan tingkat ketahananterhadap hama tungau (Cerotoma trifurcata (Förster)(Snyder and Carter 1984). Hama tungau pada kedelai(Wai-Ki and Pedigo 2001) dan tungau hijau(Mononychellus tanajoa Bondar) pada tanaman ubi kayu(Nukenine et al. 2002) lebih menyukai tanaman yangbertrikoma karena ruang antartrikoma merupakantempat ideal untuk peletakan telurnya. Demikian pulahama yang menyerang daun tanaman Daturastramonium (Solanaceae) (Valverde et al. 2001).

Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji karaktermorfologi polong yang berperan sebagai penentuketahanan dan memanfaatkannya sebagai kriteriaseleksi ketahanan kedelai terhadap hama penggerekpolong.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di rumah kasa dan laboratoriumPemuliaan Balitkabi Malang, pada bulan Februari sampaiAgustus 2005. Percobaan menggunakan rancanganacak kelompok dengan tiga ulangan.

Bahan penelitian adalah 10 genotipe kedelai yaitu85-JP, 85-CR, Shr/Wil-60, 9637/Kawi-D-8-125, 9837/Kawi-D-3-185, Wilis/9837-D-6-220, 9637/Kawi-D-3-185, 9069/Wilis, Cikuray, dan Wilis. Benih ditanam pada pot plastikberdiameter 18 cm dan penanaman secara bertahapuntuk mendapatkan keseragaman waktu pembungaandan pembentukan polong antar genotipe. Pupuk urea0,58 g/pot dan SP36 8,99 g/pot diberikan pada saat tanam.Pengendalian hama/penyakit dengan pestisida dilakukan

sampai tanaman berumur 28 HST. Pemeliharaantanaman secara intensif meliputi penyiraman,pemupukan dan penyiangan gulma.

Preferensi Oviposisi Hama Penggerek Polong

Penelitian preferensi oviposisi hama penggerek polongmenggunakan 10 genotipe kedelai. Tanaman yang telahberumur 35 HST, pada setiap ulangan di kurung dengansangkar kasa berukuran 2 m x 1,5 m x 1 m. Setiap sangkardiisi 10 genotipe tanaman, setiap pot berisi dua tanaman.Pada umur 21 hari setelah berbunga (HSB) (Kamandaluet al. 1995) atau tanaman berumur 56 HST hingga masakfisiologis menurut Tengkano (1999) merupakan fasepaling kritis terhadap serangan penggerek polong.Karena itu pada waktu tersebut ke dalam setiap sangkardiinfestasi 10 pasang imago (jantan dan betina) satu harisetelah menjadi imago. Sebelum dilakukan infestasi,daun tanaman yang tua dihilangkan dan disisakan 20polong per rumpun. Pada hari ketujuh setelah infestasi,seluruh tanaman dipanen dan dilakukan pengamatanterhadap jumlah telur per tanaman.

Pengujian Ketahanan 10 Genotipe terhadapPenggerek Polong

Penelitian selanjutnya adalah dengan cara yang samadengan kegiatan sebelumnya. Setelah diinfestasi, tanamandipelihara sampai panen, kemudian diamati polong danbiji terserang penggerek polong, dihitung menggunakanrumus sebagai berikut:

(1) Persentase polong terserang

jumlah polong terserang= x 100% jumlah polong total

(2) Persentase biji terserang

jumlah biji terserang= x 100% jumlah biji total

Kriteria ketahanan genotipe kedelai terhadappenggerek polong mengikuti metode Chiang danTalekar (1980) sebagai berikut:

Tingkat ketahanan Nilai pengamatan

T (tahan ) X < x � 2 SDAT (agak tahan) x � 2 SD < X < x � SDM (moderat) x � SD < X < xAR (agak rentan) x < X < x + 2 SDR (rentan ) X > x + 2 SD

x = nilai rata-rata, SD = simpangan baku, X = intensitas

Page 3: 06-pp022008

JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO. 2 2008

97

Morfologi polong diamati pada umur 56 HST yangmeliputi kerapatan trikoma, panjang trikoma, dan luaspermukaan polong melalui pendekatan gravimetri, yaitumembandingkan bobot replika polong dengan bobottotal kertas dan diambil nilai rata-ratanya, dengan rumus:

LP = (Wr/ Wt) Lk

LP = luas permukaan polongWr = bobot replika kertasWt = bobot total kertasLk = luas total kertas

Selain itu diamati jumlah polong per buku, dan jarakantarbuku. Seluruh data yang diperoleh dianalisismenggunakan uji F dan apabila perlakuan berpengaruhnyata, maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur(BNJ) pada taraf 5%.

Analisis korelasi sederhana digunakan untukmenelaah hubungan antarparameter. Nilai harapanvarians, dan korelasi dihitung menurut Singh danChaudary (1979). Untuk uji signifikasi koefisien korelasifenotipik dan genotipik antara dua sifat digunakan uji tstudent dengan derajat bebas (n-2). Jika t-hitung > t-tabel (t-student) (db = n-2), maka koefisien korelasinyadinyatakan bermakna pada 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kerapatan trikoma dari 10 genotipe kedelai berkisarantara 0,0-52,8/3 mm2. Genotipe 85-JP tanpa trikoma dan85-CR (52,8/3 mm2) memiliki trikoma paling rapat di-bandingkan dengan genotipe lainnya. Gambar 1 mem-perlihatkan polong kedelai yang tidak bertrikoma dan

Gambar 2 memperlihatkan polong kedelai yang ber-trikoma padat (52,8/3 mm2). Panjang trikoma berkisarantara 0,0-2,19 mm, genotipe 85-CR memiliki trikomaterpendek (1,69 mm) dan yang terpanjang dimiliki olehgenotipe Shr/Wil-60 (2,19 mm), berbeda dengan genotipelainnya (Tabel 1). Trikoma dapat menjadi tempat idealpada sebagian hama untuk menempatkan telur supayatidak mudah rusak karena gangguan lingkungan.

Perbedaan kerapatan (jumlah) maupun ukuran(panjang) trikoma pada kesepuluh genotip kedelai dapatmempengaruhi preferensi oviposisi. Shanower (1996)mengemukakan bahwa kerapatan trikoma yang dapatmempengaruhi perilaku oviposisi khususnya golonganLepidoptera. Panjang trikoma efektif sebagai penghalangfisik polong terhadap serangga herbivora. Preferensioviposisi lebih tinggi genotipe yang memiliki trikomalebih banyak, berukuran pendek dan jumlah telur yangdiletakkan 59 butir (85-CR). Sebaliknya, preferensioviposisi lebih rendah pada genotipe yang memilikitrikoma sedikit, berukuran pendek dan jumlah telur yangdiletakkan hanya empat butir (Shr/Wil-60), dan padagenotip yang tidak bertrikoma (85-JP) hanya satu butir

Luas permukaan polong antar genotipe bervariasi,berkisar antara 268-432 mm2. Genotipe 85-CR (268 mm2)mempunyai luasan polong terkecil dan terbesar adalahgenotipe 9637/Kawi-D-8-125 (432,97 mm2). Polong yangmempunyai permukaan lebih luas cenderung memilikiukuran biji yang lebih besar. Apabila dikaitkan denganjumlah telur, maka telur lebih banyak diletakkan padapermukaan polong yang lebih luas. Berat 100 bijiberkisar antara 7,61-10,65 g, biji varietas Cikuray palingringan (7,61 g) dan yang paling besar adalah genotipe9637/Kawi-D-8-125 (12,41 g). Biji besar menyebabkan

Gambar 1. Polong tidak bertrikoma (genotipe 85-JP). Gambar 2. Polong bertrikoma padat (genotipe 85-CR).

Page 4: 06-pp022008

SUSANTO DAN ADIE: PENCIRI KETAHANAN MORFOLOGI KEDELAI TERHADAP HAMA PENGGEREK POLONG

98

ketersediaan makanan lebih banyak sehingga mampumendukung kehidupan larva (Price 1992). Jarakantarbuku pada batang utama berkisar antara 3,03-4,47cm, terpendek adalah genotipe 85-JP (3,03 cm) danterpanjang adalah genotipe Shr/Wil-60 (4,47 cm). Jumlahpolong per buku berkisar antara 2-3 polong, genotipe85-JP memiliki jumlah polong paling sedikit (Tabel 1).

Pada tanaman tomat, Srinivasan dan Uthamasamy(2005) menemukan hubungan positif antara kerapatantrikoma dengan preferensi peneluran hama penggerekbuah tomat. Hal ini menunjukkan bahwa hama ber-sangkutan menyukai trikoma pada tanaman sebagaitempat bertelur. Pada penelitian diperoleh korelasi positifantara kerapatan trikoma dengan jumlah telur yangdiletakkan oleh imago penggerek polong (r

g = 0,7706**,

rf = 0,7641**), persentase kerusakan polong (r

g =

0,9154**, rf = 0,8483**) dan persentase kerusakan biji

(rg = 0,9240**, r

f = 0,9039**). Korelasi positif antara

panjang trikoma dengan persentase kerusakan polongdan biji, masing-masing bernilai r

g = 0,5051**, r

f =

0,4630** dan rg = 0,5082**, r

f = 0,4878**. Korelasi positif

juga diperoleh antara jumlah polong per buku denganjumlah telur (r

g = 0,6516**, r

f = 0,5698**), persentase

kerusakan polong (rg = 0,7488**, r

f = 0,6059**) dan

dengan kerusakan biji (rg = 0,7401**, r

f = 0,6267**)

(Tabel 2).

Jumlah telur akan semakin banyak bila polongmemiliki trikoma makin rapat dan jumlah polong makinbanyak. Ruang antartrikoma merupakan tempat yangdisenangi oleh penggerek polong untuk meletakkantelur, sehingga tingkat kerusakan polong dan biji menjaditinggi. Penggerek polong meletakkan telur di antaratrikoma dan menempel pada trikoma. Trikoma padakedelai memiliki kelenjar yang menghasilkan sekretberupa eksudat di dalam dan di ujungnya. Pertimbanganlain bagi serangga untuk lebih tertarik meletakkan telurpada genotipe bertrikoma padat adalah untuk meng-hindari parasitoit telur atau musuh alami. Trikoma daneksudatnya dapat meningkatkan waktu pencarian,menjebak dan secara kimiawi menangkis musuh-

Tabel 1. Karakter morfologi polong 10 genotipe kedelai. Malang, 2005.

Kepadatan Panjang Luas permukaan Bobot Jarak JumlahGenotipe trikoma/ trikoma polong 100 biji antarbuku polong

3 mm2 (mm) (mm2) (g) (cm) per buku

85-JP 0,00 a 0,00 a 282,45 ab 11,10 bc 3,03 a 1,74 a85-CR 52,80 f 1,69 b 268,07 a 9,95 b 3,55 b 2,84 bShr/Wil-60 19,93 b 2,19 f 279,75 a 10,65 bc 4,47 g 2,52 b9637/Kawi-D-8-125 25,67 d 1,91 d 432,97 d 12,41 c 4,10 ef 2,39 b9837/Kawi-D-3-1856 21,93 c 2,10 e 357,30 c 11,10 bc 4,04 def 2,47 bWilis/9837-D-6-220 21,27 bc 2,10 e 370,53 cd 10,48 bc 3,88 cde 2,36 b9637/Kawi-D-3-185 22,40 c 1,95 e 315,00 abc 10,04 b 4,27 fg 2,64 b9069/Wilis 27,77 d 2,03 d 351,60 bc 12,27 c 3,75 bc 2,80 bCikuray 22,83 c 2,03 e 309,53 abc 7,61 a 3,87 cd 2,79 bWilis 33,43 e 1,78 c 331,20 abc 10,08 b 4,37 g 2,76 b

Rata-rata 24,80 1,78 329,84 10,6 3,9 2,5BNJ 5% 1,7 0,05 46,58 1,32 0,16 0,37

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 BNJ.Data dianalisis ditransformasi dengan rumus (x+0,5)1/2.

Tabel 2. Korelasi morfologi polong terhadap intensitas polong dan biji kedelai yang terserang dan preferensi peneluran hama penggerekpolong. Malang, 2005.

Jumlah telur penggerek polong(butir/tanaman (7 hari) Kerusakan polong Kerusakan biji

Morfologi polongrg r f rg r f rg r f

Kepadatan trikoma 0,7706 ** 0,7641 ** 0,9154 ** 0,8483 ** 0,9240 ** 0,9039 **Panjang trikoma 0,3025 tn 0,2958 tn 0,5051 ** 0,4630 ** 0,5082 ** 0,4878 **Luas permukaan polong 0,3689 * 0,3334 tn 0,3869 * 0,3265 tn 0,3088 tn 0,2573 tnJumlah polong per buku 0,6516 ** 0,5698 ** 0,7488 ** 0,6059 ** 0,7401 ** 0,6267 **Jarak antarbuku 0,1165 tn 0,1080 tn 0,2254 tn 0,1927 tn 0,2595 tn 0,2415 tn

rf = korelasi fenotipe, rg = korelasi genotipe, **=sangat nyata, *=nyata, tn=tidak nyata menurut uji t pada taraf 0,05

Page 5: 06-pp022008

JURNAL PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 27 NO. 2 2008

99

musuh alami (Shanower 1996). Pada tanaman tomat,efektivitas trikoma sebagai penentu ketahanan terhadaphama ditentukan juga struktur, kerapatan dan panjangtrikoma (Broersma et al. 1972). Trikoma yang panjangdapat mengganggu dan menghalangi ovipositorserangga dalam meletakkan telur.

Selama tujuh hari masa infestasi imago, rata-ratajumlah telur yang dihasilkan berkisar antara 1,3-56,8 butir/tanaman. Imago meletakkan telur paling sedikit padagenotipe 85-JP (1,3 butir/ tanaman), paling banyak padagenotipe 9637/Kawi-D-8-125 (56,8 butir/tanaman)(Tabel 3).

Semakin rapat trikoma pada polong makin tinggiaktivitas peneluran imago hama penggerek polong.Trikoma dan eksukdatnya dapat meningkatkan waktupencarian, menjebak dan secara kimiawi menangkismusuh-musuh alami (Shanower 1996).

Persentase polong terserang diikuti dengan per-sentase biji terserang oleh penggerek polong. Rentangpolong terserang berkisar antara 5,63-48,87%, sedang-kan persentase biji terserang 4,88-54,35% (Tabel 3),dengan kriteria ketahanannya dari tahan hingga rentan.Genotipe 85-JP tergolong tahan, Shr/Wil-60 dan 9637/Kawi-D-3-185 agak tahan, 9837/Kawi-D-3-1856 danCikuray moderat, 9637/Kawi-D-8-125, 9637/Kawi-D-8-125 9069/Wilis agak rentan dan 85-CR bereaksi rentan(Tabel 3). Genotipe dengan persentase biji maupunpolong terserang terendah ditunjukkan oleh 85-JPdengan reaksi sangat tahan dan tertinggi ditunjukkanoleh 85-CR dengan reaksi sangat rentan, kedua genotipemasing-masing ini dengan reaksi tanpa trikoma danmemiliki trikoma rapat. Polong kedelai tanpa trikoma

berindikasi tahan terhadap hama penggerek polong.

Imago penggerek polong lebih menyukai genotipeyang memiliki lebih banyak trikoma sebagai tempatuntuk meletakkan telur. Wai-Ki dan Pedigo (2001)melaporkan bahwa kedelai dengan trikoma rapat tidakdisukai oleh Cerotoma trifurcata (Forster). Pada tanamanArabidopsis thaliana, kepadatan trikoma berkorelasinegatif dengan jumlah telur yang diletakkan oleh Plutellaxylostella (L.) (Lepidoptera: Plutellidae) (Handley et al.2005). Khan et al. (2000) serta Bjorkman dan Ahrme(2005) mengemukakan bahwa trikoma yang rapatsangat potensial bagi ketahanan tanaman Salix cinereaL. (Salicaceae) terhadap hama P. vulgatissima, viz.(Coleoptera: Chrysomelidae), Anthocoris nemorum L.(Heteroptera: Anthocoridae), dan Orthotylus marginalisL. (Heteroptera: Miridae). Pada tanaman tomat,keberadaan trikoma tidak disukai oleh hama aphid(Simmons and Gurr 2004). Beberapa penelitian tersebutmenyimpulkan bahwa setiap hama memiliki perilakuberbeda dalam menanggapi morfologi yang dimilikitanaman. Polong kedelai tanpa trikoma berindikasitahan terhadap penggerek polong.

KESIMPULAN

1. Penciri ketahanan morfologi polong terhadap hamapenggerek polong adalah trikoma polong.Kerapatan trikoma berkorelasi negatif denganketahanan terhadap penggerek polong.

2. Genotipe 85-JP tanpa trikoma berindikasi tahanterhadap hama penggerek polong, sehingga ber-

Tabel 3. Jumlah telur penggerek polong, intensitas kerusakan polong dan biji dan kriteria ketahanan dari 10 genotipe kedelai. Malang, 2005.

Jumlah telur Intensitas kerusakan (%) Kriteria ketahananGenotipe penggerek polong

tujuh hari (butir) Polong Biji Polong Biji

85-JP 1,33 a 5,63 a 4,88 a Tahan Tahan85-CR 59,83 f 57,33 f 54,35 f Rentan RentanShr/Wil-60 4,17 b 16,55 ab 15,98 b Agak tahan Agak tahan9637/Kawi-D-8-125 56,33 f 48,87 de 42,19 e Agak rentan Agak rentan9837/Kawi-D-3-1856 16,00 d 29,65 bcd 25,21 cd Moderat ModeratWilis/9837-D-6-220 9,33 bc 28,55 bc 25,45 cd Moderat Moderat9637/Kawi-D-3-185 34,67 c 20,91 b 20,67 bc Agak tahan Agak tahan9069/Wilis 42,67 e 39,18 cde 28,53 d Agak rentan ModeratCikuray 39,67 d 28,62 bc 25,37 cd Moderat ModeratWilis 45,83 e 41,13 cde 37,47 e Agak rentan Agak rentan

Rata-rata 30,98 31,64 28,01 - -BNJ 5% 4,59 12,31 4,14 - -

Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 BNJ.Data jumlah telur ditransformasi akar dengan rumus (x+0,5)1/2 dan data intensitas kerusakan ditransformasi Arcsin.

Page 6: 06-pp022008

SUSANTO DAN ADIE: PENCIRI KETAHANAN MORFOLOGI KEDELAI TERHADAP HAMA PENGGEREK POLONG

100

peluang digunakan sebagai sumber gen perbaikanketahanan kedelai terhadap hama penggerekpolong.

UCAPAN TERIMA KASIH

Diucapkan terima kasih kepada Ir. WedanimbiTengkano, MS yang telah banyak memberikan saran danpemahaman dalam perbaikan tulisan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Broersma, D.B., R.L. Bernard and W.H. Luckmann. 1972. Someeffect of soybean pubescence on populations of the potatoleafhopper. J. of Econ. Entomol. 65:78-82.

Bjorkman, C. and K. Ahrne. 2005. Influence of leaf trichome densityon the efficiency of two polyphagous insect predators.Entomologia Experimentalis et Applicata. 115(1):179-186

Chiang, H.S. and D.M. Norris. 1983. Morphological andphysiological parameters of soybean resistance to Agromyzidbeanflies. Environ. Entomol. 12:260-265.

Chiang, H.S. and N.S. Talekar. 1980. Identification of source ofresistance to the beanfly and two other Agromyzid flies insoybean and mungbean. J. of Econ. Entomol. 73:197-199.

Handley, R., E. Barbara and Agren. 2005. Variation in trichomedensity and resistance against a specialist insect herbivorein natural populations of Arabidopsis thaliana. J. of Econ.Entomol. 30(3):284-292.

Hattori, M. 1988. Host plant factors responsible for ovipositionbehavior in lima bean pod borer, Etiella zinckenella Treitschte.J. Insect Physiol. 34:191-196.

Kamandalu, A.A.N.B., I.M. Samudra, H.P. Budi dan W. Tengkano.1995. Identifikasi faktor biofisika tanaman inang yangmenarik imago Etiella zinckenella dan Helicoverpa armigerauntuk hinggap dan bertelur. Laporan Penelitian. BalittanBogor.

Karkkainen and Agren. 2002. Genetic basis of trichome productionin Arabidopsis lyrata. Hereditas. 136(3):219-26. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez? cmd= Retrieve&db=PubMed&dopt=AbstractPlus&list_uids=12471669. Diakses 3 Desember2007.

Khan, M. M. H., R. Kundu and M. Z. Alam. 2000. Impact of trichomedensity on the infestation of Aphis gossypii Glover andincidence of virus disease in ashgourd [Benincasa hispida(Thunb.) Cogn.]. International Journal of Pest Management.46:201-204.

Naito, A. and Harnoto. 1984. Ecology of the soybean podborersEtiella zinckenella Treitschte and Etiella hobsoni Butler. Contr.Centre Res. Inst. Food Crops Bogor. 71:15-33.

Norris, D.M. and M. Kogan. 1980. Biochemical and morphologicalbased of resistance. In: F.G. Maxwell and P.R. Jennings (Eds.).Breeding Plant Resistant to insects. John Wiley and Sons.New York. p. 23-62.

Nukenina, E.N., A.G.O. Dixon, A.T. Hassan, and F.G. Zalom. 2002.Relationships between leaf trichome characteristic and fieldresistance to cassava green mite, Mononychellus tanajoa(Bondar). Systematic and Applied Acarology. 7:77-90.

Price, W.P. 1992. Plant resources as the mechanistic basis forinsect herbivore population dynamics. Dalam Effects ofResource Distribution on Animal-Plant Interactions. AcademicPress. Inc. p. 139-167.

Shanower, G.T., J. Romeis, and A.J. Peter. 1996. Pigeonpea planttrichomes: multiple trophic level interactions. In: T.NAnanthakrishnan (Ed.). Biotechnological Prespectives inChemical Ecology of Insect. Science Publishers. Inc. p. 76-84.

Simmons, A.T. and G.M. Gurr. 2004. Trichome-based host plantresistance of Lycopersicon species and the biocontrol agentMallada signata: are they compatible?. EntomologiaExperimentalis et Applicata 113:95-101.

Singh, I.D. and B.D. Chaudhary. 1979. Biometrical Methods inQuantitative Genetics Analysis. Kalyani Publisher. New Delhi.301 p.

Srinivasan, R. and S. Uthamasamy. 2005. Trichome density andantibiosis affect resistance of tomato to fruitborer and whiteflyunder laboratory conditions. Journal of Vegetable Science.11(2):3-17

Synder, J.C. and C.D. Carter. 1984. Leaf trichomes and resistanceof Lycopersicon hirsutum and Lycopersicon esculentum tospider mites. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 109(6):837-843.

Tengkano, W. 1999. Pengaruh letak telur Etiella ZinckenellaTreitschke pada tanaman kedelai terhadap kelangsunganhidup larva dan tingkat serangannya. p. 529-540. Dalam:Peranan entomologi dalam pengendalian hama yang ramahlingkungan dan ekonomis. Prosiding seminar Nasional. Buku2. PEI, Bogor.

Tengkano, W., M. Imam, dan A.M. Tohir. 1992. Bioekologi, serangandan pengendalian hama pengisap polong dan penggerekpolong kedelai. Dalam: Risalah Lokakarya pengendalianhama terpadu tanaman kedelai. Marwoto, N. Saleh, Sunardidan A. Winarto (Eds.). Puslitbangtan. Malang. p.117-153.

Valverde, P.L., J. Fornoni, and J. Nunez-Farfan. 2001. Defensiverole of leaf trichome in resistance to herbivorous insects inDatura stramonium. J. Evol. Biol. 14:424-432.

Wai-Ki, F. L. and L. P. Pedigo. 2001. Effect of trichome density onsoybean pod feeding by adult bean leaf beetles (Coleoptera:Chrysomelidae). J. of Econ. Entomol. 94:1459-1463.