Upload
rini-puspitasari
View
107
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hygiene dan Sanitasi Makanan
2.1.1 Pengertian Hygiene dan Sanitasi Makanan
Berdasarkan definisi WHO, makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh
tubuh tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk
pengobatan. Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan
manusia yang penting untuk kesehatan manusia mengingat setiap saat bisa saja terjadi
penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh makanan. Kasus penyakit bawaan makanan
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut, antara lain, kebiasaan
mengolah makanan secara tradisional, penyimpanan dan penyajian yang tidak bersih, dan
tidak memenuhi persyaratan sanitasi.
2.1.2 Aspek Hygiene Sanitasi Makanan
Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk dapat menerapkan sanitasi
makanan yang efektif, yaitu:
1). Sumber Bahan Makanan
Sumber bahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi untuk mencegah
terjadinya kontaminasi atau pencemaran. Misalnya pada daerah pertanian,
menghindari pemakaian pestisida.
2). Pengangkutan Bahan Makanan
Pengangkutan dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke tempat
penyimpanan agar bahan makanan tidak tercemar oleh kontaminan dan tidak rusak.
8
3). Penyimpanan Bahan Makanan
Tidak semua makanan langsung dikonsumsi, tetapi sebagian mungkin disimpan baik
dalam skala kecil maupun skala besar di gudang. tempat penyimpanan atau gudang
harus memenuhi persyaratan sanitasi.
4). Pemasaran Makanan
Tempat penjualan atau pasar harus memenuhi persyaratan sanitasi antara lain
kebersihan, pencahayaan, sirkulasi udara, dan memiliki alat pendingin. Contoh pasar
yang memenuhi persyaratan adalah pasar swalayan atau supermarket.
5). Pengolahan Makanan
Proses pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, yaitu bebas dari
kontaminasi, bersih dan tertutup serta dapat memenuhi selera makan pembeli.
6). Penyimpanan Makanan
Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi,
dalam lemari atau alat pendingin (Chandra, dalam Fitriani, 2011).
2.1.3 Prinsip Hygiene dan Sanitasi Makanan
Menurut Depkes RI (Dalam Pane, 2011) dalam pengelolaan maupun pengolahan
makanan/minuman perlu memperhatikan 6 prinsip hygiene dan sanitasi
makanan/minuman yang antara lain:
1) Pemilihan Bahan Makanan
Bahan makanan yang akan diolah harus dalam keadaan baik, utuh, segar, dan
tidak busuk. Dianjurkan membeli bahan makanan di tempat yang telah diawasi oleh
pemerintah seperti pasar, swalayan, atau supplier bahan makanan yang telah berizin.
Dan untuk bahan tambahan makanan seperti zat pewarna harus terdaftar pada
Departemen Kesehatan.
9
Pemilihan bahan makanan adalah semua bahan baik terolah maupun tidak
termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong (Kepmenkes RI
No.1908/Menkes/SK/VII/2003). Bahan tambahan disebut aman bila memenuhi 4
(empat) kriteria, yaitu :
a) Tingkat kematangan sesuai dengan yang diinginkan
b) Bebas dari pencemaran pada tahapan proses berikutnya
c) Bebas dari adanya perubahan secara fisik/kimia akibat faktor-faktor luar
d) Bebas dari mikroorganisme dan parasit penyebab penyakit
2) Penyimpanan Bahan Makanan
Penyimpanan bahan makanan bertujuan untuk mencegah bahan makanan agar
tidak lekas rusak. Tempat penyimpanan bahan baku makanan harus dalam keadaan
bersih, kedap air dan tertutup, serta penyimpanan bahan baku makanan terpisah dari
makanan jadi. Salah satu contoh tempat penyimpanan yang baik adalah lemari es atau
freezer. Freezer sangat membantu penyimpanan bahan makanan jika dibandingkan
dengan tempat penyimpanan yang lain seperti lemari makan atau laci-laci penyimpanan
makanan. Freezer tidak mengubah penampilan, cita rasa dan tidak pula merusak nutrisi
bahan makanan yang disimpan selama batas waktu penyimpanan.
Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan menurut Kepmenkes RI No.
1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah :
a) Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih
b) Penempatannya terpisah dengan makanan jadi
c) Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan yaitu:
1. Dalam suhu yang sesuai
2. Ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm
10
3. Kelembaban penyimpanan alam ruangan 80-90%
d) Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak menempel
pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Jarak makanan dengan lantai 15 cm
2. Jarak makanan dengan dinding 5 cm
3. Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm
e) Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak sedemikian
rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan makanan
yang disimpan lebih dahulu digunakan dahulu (antri), sedangkan bahan makanan
yang masuk belakangan terakhir dikeluarkan. Pengambilan dengan cara seperti ini
disebut cara First In First Out (FIFO).
3) Pengolahan Makanan
Persyaratan pengolahan makanan mencakup empat aspek yaitu tenaga pengolah,
cara pengolahan, tempat pengolahan dan peralatan yang digunakan.
a) Adapun syarat untuk tenaga pengolah yaitu tidak menderita penyakit menular,
misal: batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut dan sejenisnya. Menggunakan
APD seperti celemek, tutup kepala, sarung tangan. Penjamah makanan tidak
sambil merokok, menggaruk anggota badan (hidung, telinga, mulut atau bagian
lainnya). Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan dan atau tanpa menutup
mulut atau hidung, tidak menggunakan perhiasan, tidak bercakap-cakap saat
menangani makanan, memakai pakaian kerja yang bersih.
b) Cara pengolahan makanan harus baik seperti menggunakan air yang bersih dalam
setiap pengolahan, mencuci tangan setiap kali hendak menjamah makanan,
penjamah tidak bersentuhan langsung dengan makanan tetapi menggunakan
peralatan.
11
c) Tempat pengolahan makanan memiliki ventilasi yang baik, lantai harus dalam
keadaan bersih, kering, tidak lembab, licin, kondisi dinding dalam keadaan baik,
penerangan dalam ruangan cukup, langit-langit rata dan bersih, tidak terdapat
lubang-lubang, ruangan bebas vektor seperti lalat, tikus, dll, tersedia tempat
mencuci tangan dan air yang cukup serta tersedia tempat pembuangan sampah
tertutup dan kedap air.
d) Peralatan harus dicuci dahulu sebelum digunakan dalam setiap pengolahan,
peralatan harus selalu dibersihkan setelah digunakan, serta peralatan tidak gompel
atau retak.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1098 Tahun 2003, persyaratan
pengolahan makanan/tenaga kerja diantaranya :
a) Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari
kontak langsung dengan tubuh
b) Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dilakukan dengan Sarung
tangan plastik,Penjepit makanan,Sendok garpu dan sejenisnya
c) Setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus memakai
celemek/apron,tutup rambut,sepatu dapur dan berprilaku tidak merokok,tidak
makan/mengunyah,tidak memakai perhiasan,tidak menggunakan peralatan dan
fasilitas yang bukan untuk keperluannya,selalu mencuci tangan sebelum bekerja
dan setelah keluar.
4) Pengangkutan Makanan
Makanan yang telah diolah dan disimpan dengan cara higienis akan menjadi
tercemar kalau cara pengangkutannya tidak baik. Makanan perlu diperhatikan dalam
cara pengangkutannya, yaitu sebagai berikut :
a) Makanan jadi tidak diangkut bersama dengan bahan makanan mentah.
12
b) Makanan diangkut dalam wadah tertutup sendiri-sendiri.
c) Pengisisan wadah tidak sampai penuh agar tersedia udara untuk ruang gerak.
d) Penempatan wadah dalam kendaraan harus tidak saling mencemari atau
menumpahi.
e) Alat pengangkut yang tertutup khusus dan permukaan dalamnya mudah
dibersihkan
5) Penyimpanan Makanan
a) Penyimpanan harus ditempat yang aman dan bersih, jauh dari pencemaran dan
binatang pengganggu.
b) Tersedia wadah khusus untuk menyimpan makanan.
c) Wadah penyimpanan harus tertutup.
d) Terhindar dari sinar matahari atau gangguan panas, sehingga menyebabkan
turunnya kualitas produksi
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 715 Tahun 2003, cara penyimpanan
makanan yaitu:
a) Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan sebagai
berikut :
1. Jarak makanan dengan lantai : 15 cm
2. Jarak makanan dengan dinding : 5 cm
3. Jarak makanan dengan langit-langit : 60 cm
b) Tidak tercampur antara makanan yang siap untuk dimakan dengan bahan
makanan mentah.
Menurut Depkes RI (dalam Prabu, 2009), tata cara penyimpanan makanan yang
baik menurut hygiene dan sanitasi makanan adalah sebagai berikut.
13
a) Suhu penyimpanan yang baik
Setiap bahan makanan mempunyai spesifikasi dalam penyimpanan tergantung
kepada besar dan banyaknya makanan dan tempat penyimpanannya. Sebagian
besar dapat dikelompokkan menjadi:
1. Makanan jenis daging, ikan, udang dan olahannya
a. Menyimpan sampai 3 hari : -50 sampai 00 C
b. Penyimpanan untuk 1 minggu : -190 sampai -50 C
c. Penyimpanan lebih dari 1minggu : dibawah -100 C
2. Makanan jenis telor, susu dan olahannya
a. Penyimpanan sampai 3 hari : -50 sampai 70 C
b. Penyimpanan untuk 1 minggu : dibawah -50 C
c. Penyimpanan paling lama untuk 1 minggu : dibawah -50 C
3. Makanan jenis sayuran dan minuman dengan waktu penyimpanan paling
lama 1 minggu yaitu 70 sampai 100 C
4. Tepung, biji-bijian dan umbi kering dan olahannya pada suhu kamar (250C).
6) Penyajian/Pengemasan Makanan
Pengemasan makanan bertujuan untuk memberi perlindungan terhadap kerusakan,
dapat memberikan dan mempertahanakan kualitas produksi, berfungsi sebagai peindung
terhadap gangguan luar serta untuk menarik perhatian konsumen. Bahan pengemas yang
digunakan seperti plastik harus dalam keadaan baik dan bersih. Ketika mengemas
makanan penjamah seharusnya menggunakan sarung tangan agar terhindar dari
kontaminasi, serta memakai pakaian yang bersih.
14
2.2. Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Kualitas Makanan
Menutur Mulia (dalam Fitriani, 2011), faktor lingkungan yang mempengaruhi kualitas
makanan diantaranya :
2.2.1 Lingkungan Fisik
Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan
makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur ruangan yang panas dan
lembab. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka
perlu diperhatikan susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan.
2.2.2 Lingkungan Kimia
Faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan
kesegaran bahan makanan, obat-obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat-
obat pertanian untuk kemasan makanan, dan lain-lain.
2.2.3 Lingkungan Biologi
Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologis karena adanya
kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. akibat buruknya sanitasi makanan
dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada orang yang mengkonsumsi makanan
tersebut (Mulia, dalam Fitriani, 2011).
2.3. Peran Makanan Dalam Penularan Penyakit
Menurut Anwar (dalam Fitriani, 2011), dalam hubungannya dengan
penyakit/keracunan makanan dapat berperan sebagai berikut :
2.3.1 Agent
Makanan dapat berperan sebagai agent penyakit, contohnya: jamur, ikan dan
tumbuhan lain yang secara alamiah memang mengandung zat beracun.
15
2.3.2 Vehicle
Makanan juga dapat sebagai pembawa (vehicle) penyebab penyakit, seperti: bahan
kimia atau parasit yang ikut termakan bersama makanan dan juga beberapa
mikroorgganisme yang pathogen, serta bahan radioaktif. Makanan tersebut dicemari oleh
zat-zat diatas atau zat-zat yang membahayakan kehidupan.
2.3.3 Media
Kontaminan yang jumlahnya kecil, jika dibiarkan berada dalam makanan dengan
suhu dan waktu yang cukup, maka bisa menyebabkan wabah yang serius.
2.4. Dodol
2.4.1 Pengertian Dodol
Dodol merupakan salah satu produk olahan hasil pertanian yang termasuk dalam
jenis makanan yang mempunyai sifat agak basah sehingga dapat langsung dimakan tanpa
dibasahi terlebih dahulu (rehidrasi) dan cukup kering sehingga dapat stabil dalam
penyimpanan (Astawan dan Wahyuni, dalam Irawati, 2001). Dodol tergolong makanan
semi basah dengan kadar gula tinggi sehingga dapat disimpan agak lama (1-3
bulan).(Rachmayanti. 2010).
Menurut Maryati (dalam Sirossiris, 2010), dodol termasuk jenis makanan setengah
basah (Intermediate Moisture Food) yang mempunyai kadar air 10-40 %; Aw 0,70-0,85;
tekstur lunak; mempunyai sifat elastis, dapat langsung dimakan, tidak memerlukan
pendinginan dan tahan lama selama penyimpanan.
Dodol terbuat dari bahan utama yaitu tepung ketan yang didasarkan atas sifat tepung
ketan yang hampir seluruhnya terdiri dari amilopektin. Sifat molekul amilopektin ini
untuk memperkuat pengikatan air dengan baik, sesuai untuk pembuatan dodol (Yvonne,
dalam Sirossiris, 2010). Menurut Rifai dan Lubis (dalam Sirossiris, 2010), dodol dibuat
dari beras ketan, santan dan gula aren. Buah-buahan kadang juga ditambahkan untuk
16
memberikan rasa yang diinginkan. Dodol dibuat dengan caa mendidihkan gula, santan
dan tepung ketan secara bersamaan dengan pengadukan yang konstan untuk
menghasilkan suatu massa yang berwarna coklat.
Dodol yang berkualitas baik adalah dodol dengan tekstur yang tidak terlalu lembek,
bagian luar mengkilap akibat adanya pelapisan gula atau glazing, rasa yang khas dan jika
mengandung minyak tidak terasa tengik. Beberapa jenis dodol yang berlemak menjadi
tengik akibat adanya kerja enzim lipase yang tahan panas dan adanya reaksi oksidasi
(Setiawihardja, dalam Sirossiris, 2010).
2.4.2 Proses Pembuatan Dodol
Pembuatan dodol memerlukan bahan-bahan sebagai berikut :
1). Tepung ketan : 16-17 kg
2). Tepung terigu : 1 kg
3). Gula pasir : 30 kg
4). Lemak sapi secukupnya
5). Mentega secukupnya
6). Pewarna makanan (jika diperlukan)
7). Bubuk coklat (jika diperlukan)
8). Kelapa 25 butir (dibuat santan kental dan santan cair
Cara membuat :
1). Santan kental dimasak di dalam wajan besar hingga mendidih.
2). Adonan tepung yang sudah dicampur dengan santan encer dimasukkan ke dalam
wajan.
3). Aduk terus sampai 80 persen matang, jika perlu dicicipi.
4). Masukkan gula, sambil aduk terus.
5). Masukkan lemak sapi, sambil diaduk terus.
17
6). Masukkan penyedap coklat/pewarna jika diperlukan, sambil diaduk terus hingga
matang 100 persen.
7). Angkat dari kompor, masukkan ke dalam loyang-loyang yang telah disiapkan
sebelumnya. Didinginkan selama satu malam.
8). Keesokan harinya, dodol siap dipotong-potong dan dibungkus. Dodol yang
diproduksi ini menjadi sekitar 59-60 kg dodol bungkus.
2.4.3 Kandungan Gizi Pada Dodol
Tepung beras ketan (Oriza sativa glutinous) yang digunakan terkandung karbohidrat
80 % (dalam bentuk amilosa 1 % dan amilopektin 99 %), lemak 4 %, protein 6,5 % dan
air 10 %. Santan kelapa (Cocos nucifera) berguna untuk memberikan air 52 %, protein 1
%, lemak 27 %, karbohidrat atau gula 1 %. Gula aren atau gula tebu dapat memberi
aroma, rasa manis, dan berfungsi sebagai pengawet, selain itu juga memperbaiki tekstur.
Kandungan gula dapat membuat lapisan keras pada dodol. Penambahan glukosa 1%
dapat menghambat pertumbuhan lapisan keras dodol dan memperbaiki tekstur dodol.
Masing masing bahan tersebut mempengaruhi tekstur, rasa, aroma, daya tahan dodol dan
kekenyalan dari dodol. (Anonim, dalam Ningrum, 2010).
2.4.4 Syarat Mutu Dodol
Tabel 2.1 Syarat Mutu Dodol
Kandungan Gizi Jumlah Keadaan (aroma, rasa dan warna)Air Abu Gula dihitung sebagai sakarosa Protein Lemak Seat Kasar Pemanis buatan Logam-logam berbahaya (Pb, Cu, Hg) Arsen Kapang
normalmaks. 20% maks. 1,5% min. 40% min. 3% min.7% maks. 1,0% tidak boleh ada tidak ternyata tidak ternyata 2 x 102 koloni/gr
Sumber : SNI 7388-2009
18
2.4.5 Daya Awet Dodol
Menurut Munajin (dalam Sirossiris, 2010), keawetan pangan semi basah sengat
tergantung oleh kadar airnya. Daya simpan pangan semi basah juga banyak dipengaruhi
oleh komponen penyusunnya, aktivitas mikroba, teknologi pengolahan dan sanitasinya,
sistem pengemasan yang dikenakan dan penggunaan bahan pengawet.
2.4.6 Zat Pengawet Pada Dodol
Terkadang asam benzoat ditambahkan pada pembuatan dodol agar mikroba
terhambat dan enzim dehidrogenase terinaktifkan. Asam benzoat menghambat jenis
mikroba kapang dan khamir pada pH 4 atau pH optimum < 5 (6,7). Penambahan kalium
sorbat 2% dapat juga mencegah kerusakan dodol ( Anonim, dalam Ningrum, 2010).
Menurut Hudaya (dalam Ningrum, 2010), pengawetan pangan dimaksudkan untuk
mengurangi faktor-faktor penyebab kerusakan sampai batas minimum. Tujuan
pengawetan secara komersial :
1) Mengawetkan/mengurangi kehilangan pangan, baik kualitas maupun kuantitas
selama perjalanan dari produsen ke konsumen dengan cara-cara yang ekonomis.
2) Mengisi kekurangan akan pangan tersebut di luar musim produksi.
3) Menjamin agar kelebihan produksi lokal atau kelebihan musiman tidak terbuang sia-
sia.
4) Memudahkan penanganan antara lain dengan pengemasan dan pembuatan makanan
jadi (convenience food)
Prinsip pengawetan pangan yang penting adalah menginaktifkan mikroba, karena
mikroba merupakan penyebab utama kerusakan pangan. Hal ini disebabkan oleh :
1) Mikroba berkembangbiak dengan cepat
2) Mikroba dapat menimbulkan penyakit
3) Mikroba dapat menimbulkan keracunan
19
Bahan tambahan pangan atau disebut juga bahan tambahan makanan adalah bahan
zat aditif yang ditambahkan pada pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu,
termasuk pewarna, penyedap rasa dan aroma, pengawet, anti oksidan (mencegah bau
tengik), penggumpal, pemucat dan pengental. Bahan tambahan pangan yaitu bahan atau
campuran bahan kimia secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan,
tetapi ditambahkan ke dalam pangan. Tujuannya, untuk memperbaiki karakter pangan
agar kualitasnya meningkat. Fungsi bahan tambahan pangan antara lain untuk
mengawetkan makanan, mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan, mencegah
terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan dan membentuk makanan
menjadi lebih baik, renyah serta lebih enak dimulut. Juga digunakan untuk memberi
warna dan meningkatkan kualitas pangan (Arif, dalam Ningrum, 2010).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang
Bahan Tambahan Makanan, BTP pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat
mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan
lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Proses pengawetan
adalah upaya menghambat kerusakan pangan dari kerusakan yang disebabkan oleh
mikroba pembusuk yang mungkin memproduksi racun atau toksin. Tujuan pengawetan
yaitu menghambat atau mencegah terjadinya kerusakan, mempertahankan mutu,
menghindarkan terjadinya keracunan dan mempermudah penanganan dan penyimpanan
(Anonim, dalam Ningrum, 2010).
Bahan pengawet pada makanan dan minuman berfungsi menekan pertumbuhan
mikroorganisme yang merugikan, menghindarkan oksidasi makanan sekaligus menjaga
nutrisi makanan (Akib, dalam Ningrum, 2010).
Menurut (Saptarini, dalam Ningrum, 2010) karakteristik bahan pengawet yang
ideal untuk digunakan dalam makanan adalah :
20
1) Spektrum aktivitas antimikroba yang luas, penggunaan pengawet tunggal
mengurangi biaya produksi dan mengurangi iritasi atau potensi toksisitas.
2) Efektif dan stabil pada rentang pH yang lebar, stabil secara kimia sehingga
efektifitas tidak hilang selama penyimpanan.
3) Tidak mempengaruhi sifat fisik produk seperti warna, bau, rasa, viskositas, tekstur
dan kejernihan.
4) Tidak berinteraksi dengan komponen lain yang ada dalam makanan dan
dengan bahan pengemas.
5) Mempunyai koefisien partisi M/A karena reaksi biologi terjadi pada fase air
atau pada permukaan sistem M/A.
6) Aman dan tidak toksik terhadap manusia dan hewan.
7) Cepat menginaktifkan mikroorganisme sehingga menghambat adaptasi dan tidak
menyebabkan strain yang resisten.
8) Jenis dan jumlah bahan pengawet yang digunakan harus mengikuti peraturan
pemerintah.
9) Efektif pada konsentrasi yang rendah.
Cara kerja bahan pengawet terbagi menjadi dua, yaitu sebagai antimikroba dan
sebagai antioksidan. Sebagai antimikroba artinya menghambat pertumbuhan kuman dan
sebagai antioksidan maksudnya mencegah terjadinya oksidasi terhadap makanan
sehingga tidak berubah sifat, contohnya mencegah makanan berbau tengik (Anonim,
dalam Ningrum, 2010). Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Kartadarma, dkk (dalam Ningrum, 2010) menggunakan kalsium propionat sebagai
pengawet dodol susu dibandingkan dengan nipagin dan nipasol. Hasilnya menunjukkan
bahwa penambahan pengawet tersebut dapat mengurangi pertumbuhan kapang sampai di
21
bawah batas maksimum persyaratan yang diizinkan. Kadar pengawet sudah cukup efisien
pada jumlah 0,1 persen, terutama terhadap jamur Syncephalastrum racemosum.
Asam propionat dan asam asetat juga berperan sebagai antimikroba terutama kapang
dan beberapa bakteri. Asam propionat biasanya digunakan dalam bentuk garam natrium
dan kalsium. Senyawa ini secara alami terdapat di dalam keju Swiss (sampai 1% berat).
Asam propionat banyak digunakan dalam produk-produk bakery karena selain
menghambat kapang juga menghambat pertumbuhan Bacillus mesentricus yang
menyebabkan kerusakan ropy bread. Seperti halnya antimikroba yang merupakan asam
karboksilat lainnya, asam propionat dalam bentuk tidak terdisosiasi bersifat lebih poten.
Toksisitas asam propionat bagi kapang dan sebagian bakteri diakibatkan oleh
ketidakmampuan mikroba-mikroba tersebut dalam memetabolisme rangkaian 3-karbon
(Siagian, dalam Ningrum, 2010).
Aktivitas air (Aw) menunjukkan jumlah di dalam pangan yang dapat digunakan oleh
mikroba untuk pertumbuhannya. Mikroba mempunyai kebutuhan aw minimal yang
berbeda beda untuk pertumbuhannya, dibawah aw minimal tersebut mikroba tidak dapat
tumbuh atau berkembangbiak. Kebanyakan kapang tumbuh pada minimal 0,8 (Aninom,
dalam Ningrum, 2010). Air yang terkandung dalam bahan pangan merupakan salah satu
faktor penyebab kerusakan bahan pangan. Umumnya bahan pangan yang mudah rusak
adalah bahan pangan yang mempunyai kandungan air yang tinggi. Air dibutuhkan oleh
mikroba untuk pertumbuhannya. Demikian juga air dibutuhkan untuk berlangsungnya
reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di dalam bahan pangan, misalnya reaksi-reaksi yang
dikatalisis oleh enzim. Air yang dibutuhkan untuk terjadinya berbagai reaksi di dalam
bahan pangan serta tumbuhnya mikroba adalah air bebas. Air yang terikat kuat secara
kimia sulit digunakan mikroba untuk hidupnya. Oleh karena itu, dengan menambahkan
gula, garam, dan senyawa sejenis lainnya jumlah yang cukup dapat mengikat air tersebut,
22
dan makanan menjadi awet meskipun kandungan airnya masih cukup tinggi. Makanan
seperti ini disebut makanan semi basah, misalnya jem, jeli dan sejenisnya (Anonim,
dalam Ningrum, 2010).
Jadi, bahan pengawet yang sering digunakan dalam pengawetan produk dodol zebra,
adalah asam benzoate, asam propionate, dan asam asetat.
2.4.7 Kerusakan Pada Dodol
Menurut Winarno (dalam Sirossiris, 2010), kerusakan lemak yang utama adalah
timbulnya bau dan rasa tengik. Hal ini disebabkan karena lemak bersifat mudah
menyerap bau. Ketengikan dapat disebabkan oleh reaksi hidrolisis atau oksidasi.
Ketengikan hidrolitik disebabkan oleh hasil hidrolissa lemak yang mengandung asam
lemak jenuh berantai pendek. Asam lemak itu mudah menguap dan berbau tidak enak
misalnya asam butirat, asam kaproat dan ester alifalitas yaitu metil nonil keton (Ketaren,
1986). Menurut Winarno (dalam Sirossiris, 2010), hidrolisis sangat mudah terjadi dalam
lemak dengan asam lemak rendah (lebih kecil dari C14) seperti mentega, minyak kelapa
sawit dan minyak kelapa. Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol
dan asam lemak. Sudarmadji dkk (dalam Ningrum, 2010), menyatakan bahwa hasil
hidrolisis lemak berupa asam lemak dan gliserol dimana reaksi bolak-balik ini dapat
dikatalis oleh asam, suhu tinggi dan enzim lipase.
Kerusakan oksidasi disebabkan oleh autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh
dalam lemak. Autooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida
lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam
porifirin seperti hematin, haemoglobin, mioglobin, klorofil dan enzim-enzim lipoksidase
(Winarno, dalam Sirossiris, 2010). Menurut Djatmiko dan Wijaya (dalam Sirossiris,
23
2010), banyaknya ikatan rangkap atau derajat ketidakjenuhan dari asam-asam lemak yang
menyusun lemak/minyak sangat menentukan terjadinya proses ketengikan.
2.4.8 Dodol Zebra Di Pasaran
Dodol zebra adalah dodol yang bercorak dan berpola seperti kulit zebra, namun tidak
semata-mata hitam dan putih., tetapi juga warna lain seperti coklat-putih, hijau-putih, dan
merah-putih. Banyak dodol yang dijual dipasaran, terutama dodol zebra yang menjadi ciri
khas oleh-oleh kota bandung. Penjualan dodol zebra diecer dengan satuan per kilogram.
Dodol zebra yang di suplai dari beberapa produsen dengan produk yang berbeda diterima
oleh pihak pengecer dan disimpan dalam tempat penyimpanan makanan. Saat penyajian,
dodol disimpan dalam rak-rak makanan sehingga memudahkan para pembeli/konsumen
untuk melihat dan memilih dodol yang akan dibeli.
2.4.9 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kerusakan Dodol Di Pasaran
Factor-faktor yang mempengaruhi kerusakan dodol di pasaran diantaranya, saat
pihak pedagang melakukan transaksi penjualan dodol. Konsumen memilih dodol yang
akan dibeli dengan memegang dodol tersebut. Kontaminasi dari tangan
pembeli/konsumen dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada dodol di pasaran.
Penempatan dodol pada tempat yang terkena paparan sinar matahari dapat menyebabkan
terurainya zat kimia pada dodol, sehingga terjadinya penurunan kualitas secara kimia
pada dodol. Sinar matahari pun dapat menyebabkan penguapan kadar air dalam kemasan
dodol, sehingga uap yang tidak dapat keluar dari kemasan dapat membasahi produk dodol
zebram menyebabkan kadar air dalam dodol tinggi. Hal tersebut dapat memicu
perkembangan kapang pada dodol tersebut. Kurangnya memperhatikan tempat penyajian
makanan yang kurang tertutup memudahkan debu mencemari makanan. Jarak tempat
penyimpanan dan tempat penyajian dodol terhadap langit-langit, lantai, dan dinding yang
24
kurang diperhatikan dan pemilihan bahan untuk rak penyimpanan dapat menjadi
penyebab adanya kerusakan secara biologis pada dodol.
2.4.10 Bentuk-Bentuk Kerusakan Pangan Oleh Mikroorganisme
Pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan ataupun makanan dapat
menyebabkan berbagai perubahan fisik dan kimiawi. Apabila perubahan tersebut tidak
diinginkan atau tidak dapat diterima konsumen maka bahan pangan tersebut dinyatakan
telah rusak. Bentuk kerusakan bahan pangan ataupun makanan oleh karena
mikroorganisme adalah sebagai berikut:
1) Berjamur, disebabkan oleh kapang aerobik, banyak tumbuh pada permukaan bahan
2) Pembusukan (rots), bahan menjadi lunak dan berair
3) Berlendir, pertumbuhan bakteri di permukaan yang basah akan dapat menyebabkan
flavor dan bau yang menyimpang serta pembusukan bahan pangan dengan
pembentukan lendir.
4) Perubahan warna, beberapa mikroorganisme menghasilkan kolonikoloni yang
berwarna atau mempunyai pigmen yang memberi warna pada bahan yang tercemar
5) Berlendir kental seperti tali
6) Kerusakan fermentative
7) Pembusukan bahan berprotein (Bukle, et.al, 1985)
Kontaminasi mikroba pada produk pangan dapat menyebabkan kerusakan sensoris
pada produk pangan tersebut, seperti pembusukan. Pembusukan dapat terjadi karena
dibiarkan ditempat terbuka dalam waktu relatif lama sehingga aktivitas bakteri
pembusuk meningkat dan terjadi proses fermentasi oleh enzim-enzim yang membentuk
asam sulfida dan amonia (Anonim, dalam Ningrum, 2010).
25
2.5. Kapang
2.5.1 Pengertian
Menurut SNI 7388-2009, kapang adalah mikroba yang terdiri dari lebih dari satu sel
berupa benang-benang halus yang disebut hifa, kumpulan hifa disebut miselium,
berkembang biak dengan spora atau membelah diri.
Sedangkan menurut Gandahusada, Srisasi. 2006. Kapang adalah mikroba yang terdiri
dari sel-sel memanjang dan bercabang yang disebut hifa. Kapang membentuk koloni
yang menyerupai kapas atau padat.
Kebanyakan kapang bersifat aerob (memerluka oksigen bebas untuk pertumbuhan),
persyaratan asam/basa untuk pertumbuhannya sangat lebar berkisar antara pH 2 sampai di
atas pH 9. Kisaran suhunya (10 oC-35 oC) juga lebar, dan beberapa spesies mampu
tumbuh di bawah atau di atas kisaran ini.
Kapang merupakan mikroba dalam kelompok Fungi yang berbentuk filamen, yaitu
strukturnya terdiri dari benang-benang halus yang disebut hifa. Kumpulan dari banyak
hifa membentuk kumpulan massa yang disebut miselium dan lebih mudah dilihat oleh
mata tanpa menggunakan mikroskop. Kapang juga mempunyai struktur yang disebut
spora yang pada umumnya terletak pada ujung-ujung dari hifa, dan merupakan struktur
yang sangat ringan dan mudah menyebar kemana-mana. Spora merupakan alat
perkembangbiakan kapang, karena pada kondisi substrat dan lingkungan yang baik spora
dapat bergerminasi dan tumbuh menjadi struktur kapang yang lengkap. Dari satu struktur
kapang dapat dihasilkan beratus-ratus spora yang mudah menyebar dan mencemari
pangan, kemudian tumbuh menjadi bentuk kapang yang lengkap. Jika dilihat dibawah
mikroskop, berbagai jenis kapang mempunyai struktur hifa dan spora yang berbeda-beda,
dan karakteristik struktur tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kapang. Spora
kapang pada umumnya mempunyai warna tertentu tergantung dari jenis kapangnya. Oleh
26
karena itu pertumbuhan kapang pada pangan mudah dilihat dengan mata, yaitu ditandai
dengan perubahan warna yang menunjukkan adanya spora kapang dan sering disebut
sebagai bulukan. Selain dapat menyebabkan kerusakan pangan, beberapa kapang tertentu
juga bermanfaat karena digunakan dalam proses fermentasi pangan (Anonim, dalam
Ningrum, 2010).
Penelitian telah dilakukan oleh Suhajati (dalam Ningrum, 2010) yang ingin
mengetahui jamur kontaminan pada produk dodol garut dengan sampel dodol dengan
umur penyimpanan yang berbeda yaitu 0 hari, 3 hari, 9 hari, 1 bulan, 2 bulan, dan 3
bulan. Setelah dilakukan pengamatan hasil yang diperoleh jamur yang berhasil diisolasi
dan diidentifikasi yang terbanyak adalah marga Aspergillus sebanyak 14 jenis dan
Penicillium sebanyak 8 jenis. Isolat jamur lainnya adalah Cladosporium, Rhizopus,
Trichoderma, Fusarium, Curvularia, Helicocephalum, Mucor, Monilia, Circinella,
Nigrospora, Paecilomyces, dan Staphylotrichum. Selain itu juga diperoleh 47 isolat
murni yang belum teridentifikasi terdiri dari jamur yang tidak berspora dan ragi.
2.5.2 Dampak Keberadaan Kapang Pada Makanan
Menurut SNI 7388-2009, kapang dapat menyebabkan kerusakan pada bahan pangan
dan beberapa dapat menyebabkan reaksi alergi dan infeksi terutama pada populasi yang
kekebalan kurang, seperti manula, individu terinfeksi HIV dan orang-orang yang
menjalani kemoterapi atau pengobatan antibiotika.
Kapang dapat menimbulkan penyakit yang dibedakan atas dua golongan yaitu,
infeksi oleh kapang (mikosis) dan keracunan (mikotoksikosis). Mikotoksikosis
disebabkan oleh tertelannya hasil metabolism beracun (toksin) dari kapang yang tidak
rusak karena proses pengolahan pangan.
Indikasi adanya invasi kapang dalam pangan tergantung pada jenis pangan, mikroba
terlibat, dan tingkat invasi. Pangan tercemar sedikit rusak, sangat rusak, atau sepenuhnya
27
didekomposisi, ditandai oleh noda dengan berbagai ukuran dan warna, berbau apek,
miselium kapas putih, atau kapang dengan spora yang berwarna serta rasa, aroma dan bau
tidak normal. Adakalanya, pangan tampaknya bebas kapang namun saat pengujian
ditemukan kapang jenis tertentu pada pangan tercemar. Pencemaran pangan oleh kapang
dan khamir dapat mengakibatkan kerugian ekonomi substansial pada produsen, pengolah,
dan konsumen.
2.5.3 Faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan Kapang Pada Dodol
Pada umumnya, factor yang mempengaruhi perumbuhan mikroorganisme pada
pangan ada 4 macam, yaitu :
1) Faktor Intrinsik, termasuk nilai nutrisi pangan, keadaan air, pH, potensi oksidasi-
reduksi dan ada tidaknya substansi penghalang atau penghambat.
2) Faktor Ekstrinsik, misalnya temperature, kelembaban relative, ada tidaknya oksigen
dan bentuk atau kondisi pangan tersebut.
3) Factor pengolahan, seperti pemanasan dan irradiasi dapat membunuh sebagian atau
seluruh jasad renik terutama yang tidak tahan panas atau irradisi. Sedangkan
perlakuan pengolahan lainnya mungkin hanya memperlambat kecepatan
pertumbuhan jasad renik.
4) Factor implicit, adanya berbagai jasad renik yang terdapat pada makanan kadang-
kadang mengakibatkan dua atau lebih jasad renik lainnya merugikan pertumbuhan
jasad renik lainnya (antagonisme). (Fardiaz, dalam Ningrum, 2010).