21
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan sarana transportasi saat ini sangat penting. Pengangkutan mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi bangsa. Pengangkutan dapat dilakukan melalui darat, laut dan udara untuk mengangkut orang dan/atau barang. Pengangkutan itu merupakan perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang-orang, karena perpindahan tempat itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi. 1 Maka dengan demikian pengangkutan menghasilkan jasa angkutan atau dengan kata lain produksi jasa bagi masyarakat yang membutuhkan. Dengan maksud pengakutan sangat bermanfaat bagi pemindahan atau pengiriman barang- barang. Pemenuhan kepentingan pokok yang menimbulkan plase utility atau menimbulkan nilai dari suatu barang dan time utility atau menimbulkan suatu sebab yang sangat bermanfaat bagi masyarakat karena barang tersebut dapat dikirim atau diangkut dari satu tempat ke tempat yang lainnya, seperti benda atau barang yang sangat dibutuhkan menurut keadaan, waktu, dan kebutuhan masyarakat. Perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain memerlukan sarana yang menunjangnya. Pengangkutan sebagai alat transportasi atau alat angkut adalah sarana 1 Sution Usman Adji, et.al., 1991, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, (selanjutnya disingkat Sution Usman Adji I), hal.1. 1

1 BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id I.pdf · Dengan maksud pengakutan ... maka ruang lingkup masalah yang akan dibahas yaitu meliputi materi-materi yang berkaitan dengan permasalahan

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kebutuhan akan sarana transportasi saat ini sangat penting. Pengangkutan

mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi

bangsa. Pengangkutan dapat dilakukan melalui darat, laut dan udara untuk

mengangkut orang dan/atau barang. Pengangkutan itu merupakan perpindahan

tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang-orang, karena perpindahan tempat

itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.1

Maka dengan demikian pengangkutan menghasilkan jasa angkutan atau dengan kata

lain produksi jasa bagi masyarakat yang membutuhkan. Dengan maksud pengakutan

sangat bermanfaat bagi pemindahan atau pengiriman barang- barang. Pemenuhan

kepentingan pokok yang menimbulkan plase utility atau menimbulkan nilai dari suatu

barang dan time utility atau menimbulkan suatu sebab yang sangat bermanfaat bagi

masyarakat karena barang tersebut dapat dikirim atau diangkut dari satu tempat ke

tempat yang lainnya, seperti benda atau barang yang sangat dibutuhkan menurut

keadaan, waktu, dan kebutuhan masyarakat.

Perpindahan barang dari satu tempat ke tempat lain memerlukan sarana yang

menunjangnya. Pengangkutan sebagai alat transportasi atau alat angkut adalah sarana

1 Sution Usman Adji, et.al., 1991, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,(selanjutnya disingkat Sution Usman Adji I), hal.1.

1

2

penunjang tersebut dan juga sebagai alat yang memperlancar segala aktivitas

manusia. Kebutuhan sarana transportasi tersebut yang menyebabkan timbulnya

berbagai macam alat pengangkutan, yang masing-masing mempunyai ciri khas

pelayanan, kelemahan serta kelebihan yang berbeda-beda. Termasuk pengangkutan

darat yang menggunakan system highway yaitu pengangkutan dengan kendaraan

bermotor umum, dimana biasanya pengangkutan bermotor pada umumnya beroperasi

dijalan raya yang sudah disediakan sebagai sarana untuk transportasi. Angkutan ini

biasanya berupa mobil, sepeda motor dan lain sebagainya.

Menurut Muctarudin Siregar, pengangkutan dilakukan karena nilai barang

ditempat tujuan lebih tinggi dari pada ditempat asalnya, karena itu pengangkut

memberikan nilai terhadap barang yang diangkut.2

Menurut Muhammad Abdul Kadir pengangkutan juga dapat digolongkan

menjadi dua, yaitu pengangkutan reguler dan pengangkutan carter. Dalam

pengangkutan reguler, pengangkut bebas menyediakan alat pengangkutannya kepada

yang berkepentingan, untuk menyelenggarakan pengangkutan dari suatu tempat ke

tempat tujuan tertentu menurut trayek yang telah ditetapkan. Sedangkan dalam

pengangkutan carter, pengangkut hanya menyediakan alat pengangkutannya kepada

pihak tertentu saja, untuk menyelenggarakan pengangkutan menurut perjalanan atau

menurut waktu.3

2 Muctarudin Siregar, 1981, Beberapa Masalah Ekonomi dan Manajemen Pengangkutan,Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi UI, Jakarta, hal.5-6.

3 Abdulkadir Muhammad, 1991, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, PT CitraAditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad I), hal.117.

3

Perkembangan pengangkutan sangat berhubungan dengan berkembangnya

perekonomian masyarakat. Semakin baik fasilitas dan peralatan pengangkutan yang

tersedia menunjukkan semakin baik pula perekonomian masyarakat. Hal ini

menunjukkkan bahwa masyarakat menjadi makin bertambah mudah untuk

memperoleh sumber penghidupan yang ada.4

Pengangkutan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam

mendukung, mendorong, dan menunjang segala aspek kehidupan dan penghidupan,

baik dibidang ekonomi, sosial-budaya, politik, maupun pertahanan dan keamanan

Negara. Sistem pengangkutan harus ditata dan terus menerus disempurnakan untuk

menjamin mobilitas orang maupun barang dalam rangka menjamin kesejahteraan

masyarakat.5 Fungsi lain dari Pengangkutan dalam kepentingan perekonomian suatu

Negara terutama dalam rangka pendistribusian kekayaan alam yang merata antar

suatu tempat dengan tempat lain. Sebab dengan pengangkutan yang baik akan

memperlancar terlaksananya pengangkutan barang secara timbal balik antar daerah

sesuai kebutuhan daerah yang bersangkutan, sehingga dapat meningkatkan

perekonomian dari masing-masing daerah tersebut. Peranan pengangkutan dalam

dunia perdagangan bersifat mutlak. Sebab tanpa pengangkutan perusahaan tidak

mungkin dapat berjalan. Barang-barang yang dihasilkan produsen dapat sampai

ditangan konsumen hanya dengan cara pengangkutan. Ditinjau dari kebutuhan

4 Sri Redjeki Hartono, 1982, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat, FakultasHukum Universitas Diponegoro, Semarang, hal.1.

5 Suwardjoko P. Warpani, 2002, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ITB,Bandung, hal.13.

4

manusia, maka sarana pengangkutan sangatlah penting peranannya, hal ini mengingat

sifat dan kebutuhan manusia yang selalu berhubungan satu sama lainnya.

Pengangkutan darat dengan kendaraan umum diatur dengan Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Lembaran Negara

Nomor 49 Tahun 1992 Kendaraan umum adalah Setiap kendaraan bermotor yang

disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Dengan

berlakunya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992, Undang-Undang Nomor 13

Tahun 1965 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya dinyatakan tidak berlaku

lagi. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 mulai berlaku pada tanggal 17

september 1992. Selain itu, pengangkutan darat dengan kendaraan umum juga diatur

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Indonesia. Ketentuan pasal-

pasal Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Indonesia tersebut bersifat lex

Generalis, artinya berlaku umum untuk semua jenis pengangkutan darat dengan

kendaraan umum.6

Pengangkutan barang melalui darat oleh pengirim kepada perusahaan Kargo,

memiliki sejumlah konsekuensi akibat adanya hubungan tersebut. Antara pengirim

dengan pengangkut barang memiliki hubungan timbal balik yaitu hubungan hak dan

kewajiban. Di dalam pengangkutan, khususnya pengangkutan barang terjadi suatu

perjanjian yang sifatnya konsensual (timbal balik), dengan cara pihak pengangkut

6 Abdulkadir Muhammad, 2008, Hukum Pengangkutan Niaga, PT. Citra Aditya Bakti,Bandung, (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad II ), hal.9-10.

5

mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dari dan ke tempat

tujuan tertentu, dimana sebagai pihak perantara/pengangkut memiliki tanggung jawab

tertentu terhadap barang yang dipercayakan kepadanya oleh pengirim untuk

disampaikan kepada penerima sebagai pihak yang tertuju. Dan pengirim barang

(pemberi order) membayar biaya atau ongkos angkutan sebagaimana yang disetujui

bersama. Dan hal tersebut merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh kedua

belah pihak.

Pengangkut sebagai pihak dalam perjanjian berhak meminta bukti dokumen

barang yang diangkut, karena pengangkut tidak berhak membuka pembungkus

(packing) barang yg diangkut untuk mengetahui isi di dalamnya, hal tersebut sesuai

dengan pasal 90 ayat 1 dan ayat 6 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD),

yaitu bahwa pengirim barang dalam hal ini harus memenuhi kewajibannya dengan

memberikan keterangan barang yang diangkut dalam dokumen-dokumen, salah

satunya adalah weight-measurement list dan packing list. Hal ini dilakukan dengan

tujuan agar tanggung jawab atas muatan barang itu tidak selalu berpindah-pindah

tangan, sehingga apabila terjadi kerusakan pada barang muatan tersebut pihak

penerima atau pengirim barang dapat mengajukan tuntutan kepada perusahaan

pengangkutan.

Keberadaan pengangkutan darat ini memegang peranan yang sangat penting

hampir dalam semua aspek kehidupan tidak terkecuali dalam hal pelaksanaan

pengangkutan barang kargo. Namun demikian, kegiatan pengangkutan barang (kargo)

kerapkali menimbulkan kerugian baik bagi penerima maupun pengirim barang.

6

Kerugian tersebut dapat disebabkan karena kelalaian atau kesalahan pengangkut.

Kerugian yang ditimbulkan dapat berupa kerusakan barang baik seluruhnya atau

sebagian, juga dapat menyebabkan hilangnya barang, serta waktu penyerahan barang

yang terlambat sampai ditempat tujuan.

Dalam hal kerugian karena kesalahan atau kelalaian pengangkut, maka pihak

penerima atau pengirim barang sebagai pihak yang dirugikan berhak untuk menuntut

haknya. Dalam hal kerusakan atau kelalaian yang terjadi diluar kesalahan atau

kelalaian pengangkut, maka pengangkut dapat dibebaskan dari tanggung jawab.

Pengangkut biasanya bekerjasama dengan perusahaan asuransi dalam menentukan

besarnya ganti rugi yang akan dibayarkan kepada pemilik barang, adakalanya

penerima barang merasa kurang pas dengan besarnya ganti rugi yang diberikan oleh

pengangkut sehingga dia mengajukan klaim ganti rugi yang lebih besar kepada

pengangkut. Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana diuraikan diatas,

penulis bermaksud mengangkat permasalahan tersebut dalam penulisan skripsi

berjudul : “Tanggung Jawab Pengangkut Atas Kerugian yang Diderita Pengirim

Barang yang Disebabkan Kelalaian Pengangkut.” (Studi kasus pada PT Bali

Semesta Agung).

7

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah tanggung jawab pengangkut atas kerugian yang diderita oleh

pengirim barang dalam penyelenggaraan Pengangkutan oleh PT Bali Semesta

Agung ?

2. Upaya hukum apakah yang dilakukan oleh pengirim barang terhadap

pengangkut atas kerugian yang dideritanya ?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diambil dalam usulan penelitian ini,

maka ruang lingkup masalah yang akan dibahas yaitu meliputi materi-materi yang

berkaitan dengan permasalahan yang ada. Agar pembahasan tidak meluas dan

menyimpang dari permasalahan yang ada, adapun materi-materi yang akan dibahas

sehubungan dengan permasalahan yang diajukan adalah materi tentang upaya hukum

yang dilakukan oleh pengirim barang dengan pengangkut barang atas kerugian yang

diderita oleh pengirim barang serta tanggung jawab pengangkut barang atas kerugian

yang diderita oleh pengirim barang dalam penyelenggaraan Pengangkutan oleh PT

Bali Semesta Agung.

1.4. Orisinalitas Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang dibuat berdasarkan ide yang timbul

dari pemikiran sendiri yaitu dari hasil membaca beberapa literatur. Bahwa

sebelumnya sudah terdapat penelitian yang sejenis di Universitas Udayana yaitu :

8

No. Skripsi Judul Rumusan Masalah

1. Hamal

Octovianus

Tahun 2008

Universitas

Udayana

Tanggung Jawab

Pengangkut Dalam

Pengangkutan Barang

Melalui Darat Di

Denpasar

1. Bagaimanakah tanggung

jawab pengangkut apabila

terjadi kehilangan barang,

kerusakan barang dan

keterlambatan waktu

penyampaian barang

tersebut?

2. Bagaimanakah upaya yang

dapat ditempuh apabila

pengiriman atau penerima

barang tidak megambil

barangnya tersebut?

2. Gde Yogi

Yustyawan

Tahun 2015

Universitas

Udayana

Tanggung Jawab

Pengangkut Atas

Kerugian Yang Diderita

Pengirim Barang Yang

Disebabkan Kelalaian

Pengangkut ( Studi

Kasus Di PT Bali

1. Bagaimanakah tanggung

jawab pengangkut atas

kerugian yang diderita oleh

pengirim barang dalam

penyelenggaraan

Pengangkutan oleh PT Bali

Semesta Agung ?

9

3. Ninda

Riskawati

Tahun 2012

Universitas

Udayana

Semesta Agung )

Tanggung Jawab

Pengangkut Terhadap

Kecelakaan Penumpang

Kapal Wisata Bahari

(Studi Pada PT Bali

Cruises Nusantara

Benoa Di Denpasar

2. Upaya hukum Apakah

yang dilakukan oleh

pengirim barang terhadap

pengangkut atas kerugian

yang dideritanya ?

1. Bagaimanakah Tanggung

Jawab Pengangkut Apabila

Terjadi Kecelakaan

Terhadap Penumpang

Kapal Wisata Bahari ?

2. Bagaimanakah Cara

Penentuan Besarnya Ganti

Kerugian Apabila Terjadi

Kecelakaan Terhadap

Penumpang Kapal Wisata

Bahari ?

10

1.5 Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami tentang hukum pengangkutan khususnya

di bidang pengangkutan barang berkaitan dengan kerugian yang diderita oleh

pengirim barang barang dalam penyelenggaraan Pengangkutan oleh PT Bali

Semesta Agung

b. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui bagaimanakah tanggung jawab pengangkut atas

kerugian yang diderita oleh pengirim barang dalam penyelenggaraan

Pengangkutan oleh PT Bali Semesta Agung.

2. Untuk mengetahui upaya hukum apakah yang dilakukan oleh pengirim

barang terhadap pengangkut atas kerugian yang dideritanya.

1.6 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan diharapkan

dapat dijadikan sebagai bahan referensi pelengkap dalam pengembangan

ilmu pengetahuan dan pengembangan studi hukum keperdataan terkait

hukum pengangkutan, khususnya berkaitan dengan pengangkutan barang.

b. Manfaat Praktis

Pembahasan terhadap permasalahan ini diharapkan dapat menjadi bahan

masukan terhadap perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang

11

pengangkutan dan khususnya pemerintah sebagai bahan pertimbangan di

dalam menentukan kebijakan dan langkah-langkah untuk memberikan

perlindungan hukum yang baik terhadap pengguna jasa angkut di Indonesia,

juga bagi pengusaha jasa angkut, serta masyarakat umum mengenai berbagai

problema praktis yang dihadapi.

1.7 Landasan Teori

Mengenai pengangkutan darat, diatur dalam buku I, Bab V Bagian 3, dalam

Pasal 91 sampai dengan Pasal 98 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).

Dalam pasal-pasal tersebut diatur sekaligus tentang pengangkutan barang di darat

maupun di air. Di samping Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD),

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan juga

mengatur tentang pengangkutan darat.

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan mengatur “Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang

dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu

Lintas Jalan”. Menurut Pasal 466 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD),

“pengangkut dalam pengertian bab ini ialah orang yang mengikatkan diri, baik

dengan carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan, maupun dengan satu

perjanjian lain, untuk menyelenggarakan pengangkutan barang seluruhnya atau

sebagian melalui laut”. Menurut pendapat Purwosutjipto “pengangkut pada umumnya

adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang

12

dan/atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan dengan selamat”. Purwosutjipto

juga mengartikan keadaan tidak selamat dalam 2 (dua) arti, yaitu barang tidak ada,

lenyap atau musnah, dan barangnya ada tetapi rusak sebagian atau seluruhnya.7

Purwosutjipto dalam bukunya juga mengatakan, dengan telah terjadinya

perjanjian pengangkutan antara pengangkut dengan pengirim barang, maka lahirlah

hak dan kewajiban para pihak, yang mana kewajiban pengangkut menyelenggarakan

pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan

selamat, sedangkan kewajiban pengirim adalah membayar uang atau ongkos

angkutan.8

Dalam pengangkutan, baik itu pengangkutan barang maupun pengangkutan

penumpang terdiri atas beberapa pihak yang saling berhubungan, dan disatukan

dalam sebuah perjanjian pelayanan jasa. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam

pengangkutan barang, yaitu:

1. pengirim barang

2. pengangkut

3. penerima Barang

Penyelenggaraan proses pengangkutan tersebut juga tidak terlepas dari

hambatan-hambatan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pengirim ataupun

penerima barang. Kerugian tersebut dapat disebabkan karena kelalaian atau kesalahan

pengangkut. Kerugian yang ditimbulkan dapat berupa kerusakan barang baik

7 H.M.N. Purwosutjipto, 1986, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, cet. III,Djambtan, Jakarta, (selanjutnya disingkat H.M.N Purwosutjipto I), hal.2.8 Ibid.

13

seluruhnya atau sebagian, juga dapat menyebabkan hilangnya barang, serta waktu

penyerahan barang yang terlambat sampai ditempat tujuan.

Ketentuan mengenai tanggung jawab dalam pengangkutan dapat kita jumpai

di dalam Pasal 91 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang mengatur

“Para pengangkut dan juragan kapal harus bertanggung jawab atas semua kerusakan

yang terjadi pada barang-barang dagangan atau barang-barang yang telah diterima

untuk diangkut, kecuali hal itu disebabkan oleh cacat barang itu sendiri atau, oleh

keadaan di luar kekuasaan mereka atau oleh kesalahan atau kelalaian pengirim atau

ekspeditur sendiri”. Dalam Pasal 468 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

(KUHD) juga mengatur tentang tanggung jawab pengangkut yang mengatur

“perjanjian pengangkutan menjanjikan pengangkut untuk menjaga keselamatan

barang yang harus diangkut dari saat penerimaan sampai saat penyerahan.

Pengangkut harus mengganti seluruh atau sebagian barangnya atau karena ada

kerusakan, kecuali bila Ia membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang itu

seluruhnya atau sebagian atau kerusakannya itu adalah akibat suatu kejadian yang

selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarinya, akibat sifatnya, keadaannya atau

suatu cacat barangnya sendiri atau akibat kesalahan pengirim. Ia bertanggung jawab

atas tindakan orang yang dipekerjakannya, dan terhadap benda yang digunakannya

dalam pengangkutan itu”.

Selain diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD),

pengangkutan barang khususnya pengangkutan barang di darat diatur dalam Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada Bab

14

XIV Bagian ketiga tentang kewajiban dan Tanggung Jawab Pengemudi, Pemilik

Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan pada Pasal 234 yang mengatur :

(1) pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan

Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang

dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian

Pengemudi.

(2) setiap Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan

Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerusakan jalan dan/atau

perlengkapan jalan karena kelalaian atau kesalahan Pengemudi.

(3) adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan atau di luar

kemampuan Pengemudi; disebabkan oleh perilaku korban sendiri atau

pihak ketiga; dan/atau disebabkan gerakan orang dan/atau hewan

walaupun telah diambil tindakan pencegahan.

Besarnya ganti kerugian adalah sebesar kerugian yang secara nyata diderita

oleh penumpang, pengirim barang, atau pihak ketiga, kerugian secara nyata ini adalah

ketentuan undang-undang yang tidak boleh disimpangi oleh pengangkut melalui

ketentuan perjanjian yang menguntungkannya karena ketentuan ini bersifat memaksa

(dwingend recht).9

Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan

sebagai berikut:

1. kesalahan (liability based on fault);

9 Abdulkadir Muhammad II, op.cit. hal.178.

15

2. praduga selalu bertanggung jawab (presumption of liability);

3. praduga selalu tidak bertanggung jawab (presumption of nonliability);

4. tanggung jawab mutlak (strict liability);

5. Pembatasan tanggung jawab (limitation of liability).10

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah diatur tentang

penyelesaian sengketa yang diatur dalam pasal 45 sampai 58. Undang-Undang

Perlindungan Konsumen mengatur bahwa penyelesaian sengketa dapat dilakukan

melalui Pengadilan dan dapat juga di luar Pengadilan.

Pasal 47 Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur : “penyelesaian

sengketa konsumen di luar Pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan

mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk

menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang

diderita oleh konsumen”.

Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang

Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan, “Alternatif

Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat

melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar Pengadilan

dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli”.

10 Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2008, Hukum Perlindingan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta,(selanjutnya disingkat Celina Tri Siwi Kristiyanti I), hal.92.

16

Adapun teori yang digunakan dalam penulisan usulan penelitian iniadalah teori hukum, yang terdiri dari : Teori Tanggung Jawab Hukum dan TeoriPerlindungan Hukum.1.7.1 Teori tanggung jawab hukum,Secara terminology tanggung jawab hukum berasal dari kata tanggungdan hukum. “Tanggung jawab berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatu(kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dansebagainya). Sedangkan hukum berarti peraturan atau adat yang secara resmidianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah atauotoritas”.11Apabila dirumuskan, maka teori tanggung jawab hukum berarti teoriyang mengkaji dan menganalisis tentang kesediaan dari subyek hukummenanggung segala akibat dari perbuatannya baik karena kesengajaan maupunkarena kealpaan. Merujuk pada uraian diatas, “Hans Kelsen mengemukakansebuah teori yang ia sebut dengan teori tradisional, dimana dalam teori initanggung jawab dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :a. tanggung jawab yang didasarkan kesalahan; dan

11 Departemen Pendidikan dan kebudayaan, 1995, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,Jakarta, hal.1006 dan 359.

17

b. tanggung jawab mutlak”.12Tanggung jawab yang didasarkan pada kesalahan baik karenakesengajaan maupun kealpaan merupakan suatu tanggung jawab yangdibebankan kepada subyek hukum atau pelaku yang melakukan perbuatan yangdinilai melanggar hukum. Sedangkan tanggung jawab mutlak, bahwaperbuatannya menimbulkan akibat yang dianggap merugikan oleh pembuatundang-undang dan ada suatu hubungan eksternal antara perbuatannya denganakibatnya. Tiadanya keadaan jiwa si pelaku dengan akibat perbuatannya.13Dikaitkan dengan tanggung jawab pengangkut terhadap pengirim barang,bahwa pengangkut merupakan pihak yang bertanggung jawab terhadappengirim barang baik karena kesengajaan maupun kealpaan. Dalam hal initanggung jawab pengangkut dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 22Tahun 2009 pasal 234 ayat (1).1.7.2 Teori perlindungan hukumAwal mula dari munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dariteori hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato,Aristoteles (murid plato), dan Zero (pendiri aliran stoic). Menurut SatjiptoRaharjo, Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hakasasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan ini diberikan12 H.Salim HS, Erlis septiana Nurbani, 2014, Penerapan teori hukum pada penelitian disertasi dan

tesis (buku kedua), cet.I, RajaGrafindo persada, Jakarta, hal.211.13 Ibid, hal.212.

18

kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan olehhukum.14Menurut pendapat Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagirakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif.15Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinyasengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalampengambilan keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan yang reprensifbertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penanganannyadi lembaga peradilan.Bilamana dikaitkan dengan perlindungan hukum terhadap pengirimbarang guna mendapatkan jaminan untuk memperoleh hak-haknya sertaberfungsi pula untuk memberikan keadilan serta menjadi sarana untukmewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Dalam hal ini dirumuskandalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Pasal 1 angka1.1.8 Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diajukan, maka jenis penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris

14 Satjipto Raharjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.54.15 Phillipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT. Bima Ilmu,

Surabaya, hal.2.

19

yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti peraturan

perundang-undangan, teori-teori hukum yang kemudian dikaitkan dengan

kenyataan di lapangan.

b. Jenis Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan

fakta (The Fact Approach) dan pendekatan perundang-undangan (The

Statute Approach).

Pendekatan fakta (The Fact Approach) memusatkan perhatian pada

suatu kenyataan. Sedangkan pendekatan perundang-undangan (The Statute

Approach) yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi.16

c. Sifat Penelitian

Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif, yang bertujuan untuk

menggambarkan keadaan atau gejala sosial yang ada dalam masyarakat.

Dalam penelitian ini penulis mencoba untuk menjelaskan tanggung jawab

pengangkut barang dalam hal terjadi kerugian terhadap pengirim barang

serta upaya penyelesaian yang dapat ditempuh pengirim barang atas

kerugiannya.

d. Data dan Sumber Data

Dalam penulisan skripsi ini data yang digunakan bersumber dari 2

sumber, yaitu :

16 Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, hal.97.

20

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer dalam penelitian ini berupa data yang diperoleh

penulis dari lapangan. Dalam hal ini, data primer yang bersumber dari

lapangan yang diperoleh dari wawancara dari pemilik PT Bali Semesta

Agung.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, hasil-hasil penelitian,

artikel-artikel serta buku-buku literatur hukum yang terkait dengan

masalah.

e. Teknik Penentuan Sampel Penelitian.

Penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling.

Dalam teknik ini tidak ada ketentuan yang pasti berapa sampel yang harus

diambil. Bentuk teknik non probability sampling yang akan digunakan

dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu dilakukan dengan

tujuan tertentu yang didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah

memenuhi kreteria penelitian.

f. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam karya ilmiah ini dilakukan dengan cara :

1. Teknik Studi Dokumen

21

Merupakan data yang dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan

pustaka seperti dokumen-dokumen hukum maupun peraturan

perundang-undangan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang

diangkat.

2. Wawancara

Wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan bertanya secara

langsung kepada informan atau pihak yang berkompeten dalam suatu

permasalahan.17 Penelitian ini dilakukan berdasarkan wawancara

dengan pemilik PT Bali Semesta Agung.

g. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu

dari data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis yang

kemudian dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah

yang dibahas.

Analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang

menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh

responden secara lisan atau tertulis dan juga perilakunya yang nyata,

diteliti, dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.18

17 Sugiarto et. al., 2001, Tekhnik Sampling, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal.17.18 Soerjono Soekanto, 1982, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja

Grafindo, Jakarta, hal.12.