Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
DISERTASI
MENEMUKENALI KONSEP PENGANGGARAN SIRI’ NA
PESSE: STUDI KASUS BERBASIS KEARIFAN LOKAL
DI KABUPATEN LUWU TIMUR
EXPLORING OF SIRI’ NA PESSE BUDGETARY CONCEPT:
A CASE STUDY OF LOCAL WISDOM IN
LUWU TIMUR REGENCY
ANDI MATTINGARAGAU TENRIGAU
PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
DISERTASI
MENEMUKENALI KONSEP PENGANGGARAN SIRI’ NA
PESSE: STUDI KASUS BERBASIS KEARIFAN LOKAL
DI KABUPATEN LUWU TIMUR
EXPLORING OF SIRI’ NA PESSE BUDGETARY CONCEPT:
A CASE STUDY OF LOCAL WISDOM IN
LUWU TIMUR REGENCY
sebagai persyaratan untuk memeroleh gelar Doktor
disusun dan diajukan oleh
ANDI MATTINGARAGAU TENRIGAU
P0500 3114 26
PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
iv
v
ABSTRAK
Menemukenali Konsep Penganggaran Siri’ na Pesse: Studi KasusBerbasis Kearifan Lokal di Kabupaten Luwu Timur
Andi Mattingaragau TenrigauIwan Triyuwono
Darwis SaidRatna Ayu Damayanti
Penelitian ini bertujuan mengungkap penganggaran siri’ na pesse di KabupatenLuwu Timur. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang berbasis kearifanlokal. Hasil penelitian mengungkap konsep penganggaran siri’ na pesse yangdibangun dari lima unsur, yaitu kepekaan batin berbasis rasa, nilai-nilai kearifanlokal, kinerja anggaran, kesejahteraan, serta harkat dan martabat. Unsur rasamerupakan sensitifitas psikologi yang muncul dari problematika anggaran dan sosialyang dialami masyarakat sehingga mendorong lahirnya kepekaan batin pesse dansiri’. Unsur nilai-nilai kearifan lokal lahir dari dorongan rasa siri’ na pesse yangdipraktikkan dalam menyusun anggaran. Unsur kinerja anggaran merupakan outputyang dihasilkan dari alokasi anggaran yang diarahkan untuk membiayai programdan kegiatan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Unsur kesejahteraan merupakankenikmatan yang dirasakan oleh masyarakat dari pemanfaatan output yangdihasilkan. Unsur harkat dan martabat merupakan kepercayaan dan pengakuanyang berikan oleh masyarakat dari pemanfaatan output guna memenuhi kebutuhanpubliknya atau yang diterima dari institusi lain. Sehubungan dengan hal tersebut,maka penganggaran siri’ na pesse merupakan konsep yang berbasis padakepekaan batin dan nilai-nilai kearifan lokal yang memandang manusia sebagaiinsan yang memiliki harga diri dan berfungsi sebagai pendorong pembangunan gunasejahteraan bersama dalam rangka mencapai harkat dan martabat.
Kata Kunci: Penganggaran, siri’ na pesse, nilai-nilai kearifan lokal, harkat danmartabat.
vi
ABSTRACT
Exploring of Siri’ na Pesse Budgetary Concept: A Local Wisdom-BasedCase Study in East Luwu Regency
Andi Mattingaragau TenrigauIwan Triyuwono
Darwis SaidRatna Ayu Damayanti
This study was aimed to reveal siri’ na pesse budgeting in East Luwu regency. Thisstudy used case study method based on local wisdom. The results reveal that siri' napesse budgeting concept established from five elements, namely sensitivity of mind-based sense, the values of local wisdom, budgetary performance, welfare, anddignity and prestige. The element of sense is the psychological sensitivity that arisesfrom the budgetary and social problematic experienced by society in order toencourage the occurrence of pesse and siri' inner senses. The element of localwisdom values arise from the encouraging of siri’ na pesse sense that is practiced inbudgeting. The element of budgetary performance is the output generated frombudget allocations directed to finance programs and activities needed by thecommunity. The welfare element is a pleasure enjoyed by the community from theutilization of the resulting output. The element of dignity and prestige is the trust andrecognition given by the community from the utilization of output to meet the publicneeds or received from other institutions. In relation to those elements, the budgetingof siri' na pesse is a concept based on inner sensitivity and the values of localwisdom which views human beings as being self-esteem and serves as a driver ofdevelopment for the common prosperity in order to attain prestige and dignity.
Keywords: Budgeting, siri’ na pesse, local wisdom values, dignity and prestige.
vii
KATA PENGANTAR
Hamba bersujud di bawah arasMu, atas asmaMu; Allah Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, dan atas kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan disertasi ini sebagai mana yang diharapkan. Penulis haturkan rasa
syukur yang mendalam kehadirat-Nya seraya mengucapkan segala puji bagi Allah
SWT, Tuhan semesta alam dengan rampungnya disertasi ini yang merupakan salah
satu persyaratan akademik guna memperoleh gelar Doktor dalam Program Ilmu
Ekonomi dengan mengambil konsentrasi Akuntansi di Universitas Hasanuddin
(Unhas) Makassar.
Judul yang diangkat dalam disertasi ini adalah Menemukenali Konsep
Penganggaran Siri’ na pesse: Studi Kasus Berbasis Kearifan Lokal di Kabupaten
Luwu Timur. Ide yang melatarbelakangi penelitian ini berawal pada tahun 2002
ketika saya mengeditori penerbitan buku tentang kejuangan Andi Djemma dalam
revolusi Luwu 1946 sebagai bentuk dukungan pengusulan beliau sebagai pahlawan
nasional. Pada bagian prolog, saya dan dua rekan lainnya; Andi Molang Chaerul,
S.IP., M.Si., dan Wahida, SE., M.Si., menulis sebuah artikel sederhana tentang
kecerdasan siri’ sebagai moral force perjuangan Andi Djemma. Penulisan tersebut
mendapat sokongan dari Forum Komunikasi Pasca Sarjana Tana Luwu (FKMPTL)
dan Prof. A. S. Achmad selaku Rektor Universitas Andi Djemma Palopo yang kala
itu juga sebagai dosen Ilmu Sosial dan Politik Universitas Hasanuddin.
Dari buku itu, istilah siri’ dan pesse menjadi bahan diskusi Kami sejak tahun
tersebut hingga berlanjut terjalinnya hubungan komunikasi dengan rekan studi waktu
di UMI dulu, Bapak Dr. Bala Bakri, SE., S.Sos, alumni Program Doktor Akuntansi
Brawijaya Malang. Komunikasi semakin intens saat penentuan judul disertasi. Saat
itu muncul ide untuk mengangkat tentang siri’ na pesse sebagai judul penelitian
karena dianggap menarik dan khas untuk diteliti. Dari diskusi itulah muncul ide untuk
menggunakan istilah siri’ dan pesse dengan mengambil core research
penganggaran daerah.
Menjadi kehawatiran kemudian bahwa apakah istilah itu dapat diadopsi
dalam penganggaran siri’ na pesse. Hal inilah yang menjadi pertimbangan berat bagi
viii
saya, seorang pemula yang baru mengembara di “alam rimba” metode kualitatif.
Suatu alam yang selama ini hampir pasti tidak pernah terjamah oleh saya walaupun
eksistensinya secara sadar saya pahami.
Alhamdulillah, “alam rimba” yang sebelumnya gelap-gulita itu, berlahan-lahan
dapat disinari matahari hingga ke ranting, dahan, batang pohon, dan bahkan ke
tanah di mana pohon itu tumbuh. Berbagai poblematika dalam proses dinamika
penyusunan disertasi dapat penulis selesaikan, terutama dalam pemilihan judul
khas, menyusun ide dan motivasi penelitian, menyusun landasan teori berbasis
kearifan lokal, pemilihan metode penelitian yang tepat, merancang pendekatan dan
alat analisis siri’ na pesse yang sama sekali (mungkin) jauh dari kesempurnaan,
hingga pada proses teknis penyusunan dan analisis pembahasannya.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyelesaian disertasi ini telah
melibatkan berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung,
perorangan maupun lembaga yang telah memberikan kontribusi yang konstruktif.
Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada yang penulis hormati.
Pertama, Bapak Prof. Iwan Triyuwono, SE., Ak. ,M.Ec., Ph.D., selaku
promotor yang senantiasa memberikan perhatian, bimbingan, arahan, kritikan, dan
pencerahan yang sifatnya konstruktif sehingga disertasi ini dapat rampung
sebagaimana yang diharapkan. Di tengah kesibukan beliau di Fakultas Ekonomi dan
bisnis Universitas Brawijaya Malang, beliau menyempatkan waktu datang pada
setiap tahapan proses disertasi ini. Beliau banyak meluangkan waktunya
memberikan pencerahan dan berbagi ilmu sebagai bekal dalam membangun
gagasan-gagasan yang produktif. Kearifan, keluasan ilmu pengetahuan, dan
pengalaman beliau membuat setiap bimbingan menjadi lebih hidup dan
bersemangat. Dari pemikiran beliau, beberapa gagasan-gagasan baik yang terkait
dengan disertasi ini maupun yang berhubungan dengan pasca riset ini menjadi
pemikiran yang layak dikembangkan untuk pengembangan selanjutnya, yang
menurut hemat saya, sebagai apresiasi dan perlu untuk ditidaklanjuti untuk
pengembangan ilmu pengetahuan berikutnya.
ix
Kedua, kepada Bapak Dr. Darwis Said, SE., Ak., M.SA selaku kopromotor I
yang senantiasa memberikan masukan konstruktif. Pemikiran-pemikiran beliau yang
kritis brilian membuat disertasi ini dapat memenuhi aspek ontologinya dan
metodologinya. Dari pencerahan beliau, wawasann metodologi saya khususnya
kualitatif menjadi bertambah. Penggunaan metode siri’ na pesse merupakan salah
satu sumbangsih berharga beliau dalam penelitian ini. Saat pengajuan usulan
penelitian (proposal), beliau telah menyarankan ide tersebut. Metode ini semakin
kokoh ketika Bapak Prof. Iwan Triyuwono, SE., Ak. ,M.Ec., Ph.D., menyarankan hal
ini. Walaupun awalnya saya ragu dan tidak yakin untuk menformulasikan suatu
metode yang saya anggap “invisible” tapi berkat bimbingan beliau-beliau akhirnya
dapat dihadirkan di sini. Harapan saya agar metode yang terbilang “bayi” ini dapat
disempurnan lagi kemudian.
Ketiga, kepada Ibu Dr. R.A. Damayanti, SE., Ak.,M.Soc.,Sc.,CA selaku
kopromotor II yang sangat kritis dalam mengoreksi setiap bagian dalam disertasi ini.
Bimbingan beliau yang sangat berharga adalah sumbangsih dalam membangun ide
dan motivasi penelitian, metodologi, dan telaah kritis hasil penelitian. Di tangan
beliaulah, saya merasakan kenikmatan dalam menulis. Walaupun awalnya saya
sangat kesulitan beradaptasi dengan masukan-masukan kritis yang sangat
fundamental, namun akhirnya saya merasa mendapatkan “angin segar”. Dalam
proses bimbingan, dengan alasan waktu, saya sering mempercepat penyerahan
nashkah revisi masukan-masukan yang disarankan oleh beliau. Namun pada
akhirnya kadang saya lambat menyetorkan revisi naskah dengan alasan “saya telah
menikmati menulis seperti apa yang diajarkan beiau”.
Keempat, kepada para penguji: Bapak Dr. Muhammad Sujunus, SE., MAFIS,
Ak., Bapak Dr. Alimuddin, SE., Ak., MM., Kepada Dr. Syarifuddin, SE., Ak., M.Soc.,
Sc., CA., Bapak Dr. Yohanis Rura, SE., Ak., M.SA., CA., Bapak Haryanto, M.Com.,
Ph.D., dan Ibu Grace T. Pontoh, SE., Ak., M.Si., CA yang setiap proses disertasi tak
henti-hentinya memberikan masukan dan kritikan yang konstruktif. Banyak
masukan-masukan yang sangat berharga yang beliau berikan menambah bobot dan
kesempurnaah disertasi ini sehingga dapat mencapai tujuannya.
x
Kelima, kepada rekan-rekan mahasiswa S3 angkatan 2011 dan angkatan
lain yang banyak memberikan motivasi dan masukan sehingga peneliti semakin
bersemangat dalam menyelesaikan proses studi yang dijalani. Merasa sama-sama
menjalani proses studi dan memahami segala rintangan yang dihadapi, maka sudah
pada tempatnya Kami saling merespon dan menyokong satu sama salainnya.
Keenam, Bapak Dr. Marsus Suti selaku Rektor Universitas Andi Djemma
Palopo dan segenap jajarannya, Ibu Rafiqa Asaff. SE., M.Si., dan Ibu Nujannah,
SE., M.Si., selaku Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Ekonomi dan segenap
jajarannya, serta pihak Yayasan To Ciung Luwu yang masing-masing berperan
dalam mendorong melanjutkan studi dan mendukung penyelesaiannya.
Ketujuh, kepada sahabat-sahabat saya Alumni Nurul Kalam Study Club
Universitas Muslim Indonesia (UMI) diantaranya Muhammad Nur, SE., M.Ak.,
St.Mispa, SE., M.Ak., Dahniar Daud, SE., M.Ak., Nur Amal, SE., M.Ak., Saida Said,
SE., M.Ak., Ansar Hamsah, SE., Martono, SE., Andi Nur Cahaya Laela Basri, SE.,
yang senantiasa memberikan dorongan moril dalam penyelesaian studi saya.
Demikian juga kepada segenap anggota Nurul Kalam Studi Club UMI yang tidak
sempat saya sebutkan namanya satu per satu.
Kedelapan, ayahanda Andi Azis Tenrigau dan ibunda almarhumah Andi
Suharni Pandariah Pandangai, ananda ucapkan banyak terima kasih yang setinggi-
tingginya. Ayahanda Andi Azis Tenrigau sejak kecil telah banyak menceritakan,
mengisahkan, dan mengajarkan kearifan lokal Luwu, Bugis, Makassar, Mandar, dan
Toraja. Beberapa bahan bacaan yang beliau susun sejak tahun 1980-an, atas
inisiatif dan dorongan beliau untuk diterbitkan menjadi sebuah buku, akhirnya
terwujud. Bersama dengan sahabat saya Andi Molang Chaerul, S.SIP., M.Si. Kami
menerbitkan beberapa buku kearifan lokal yang menurut pembacanya banyak
memberikan kontribusi khususnya yang berhubungan dengan kearifan lokal di Luwu
Utara dan Luwu Timur yang dianggap semakin hari semakin tenggelam. Beliau juga
banyak mengajarkan pesan-pesan (pappeseng) orang-orang dahulu baik yang lahir
dalam tradisi tutur maupun tradisi tulis (lontara) serta pesan-pesan agama.
Kepada Ibunda Almarhumah Andi Suharni Pandaria Pandangai, beliau
memenuhi panggilan Sang Pencipta tahun 2002 disaat saya sedang menempuh
xi
studi S2 di perguruan tinggi ini. Beliau mengartarkan saya mencapai sarjana
ekonomi, namun karena memenuhi panggilan Allah SWT, beliau hanya dapat
mengantarkan dan melihat saya di alam baka’ sana dalam mencapai gelar magister
dan doktor. Alfatiha kepada Beliau, banyak pesan-pesan berharga, pengorbanan,
dan kasih sayang yang diberikan yang tidak dapat saya lupakan.
Kesembilan, kepada saudara-saudara saya: Andi Paku Alam, Dra. Andi
Bunga Eja; Dra. Andi Besse Alam; Andi Tenri Alam; Andi Sinrang, S.Sos; dan Andi
Sitti Nur Alam, Ners; dan Fitriani, SE., yang juga banyak memberikan dorongan moril
dalam penyelesaian studi saya. Kepada Andi Bunga Eja dan H. Ridwan Razak
(suami), saya ucapkan terimakasih. Begitu besar pengorbanan yang telah diberikan
kepada saya, baik secara moril maupun materi. Proses perjalanan studi saya, tidak
terlepas dengan kebersamaan beliau, sejak tingkat SMA, strata satu, strata dua,
hingga strata tiga ini. Begitupun kepada ipar-ipar saya yang lainya.
Kesepuluh, teristimewa yang tercinta dan tersayang istri Herawati Dahlan,
SE., M.Ak dan anak semata wayang Andi Pandangai Tenrigau. Keduanya sebagai
motivasi saya dalam mencapai cita-cita ini. Pengorbanan, pengertian, dan dorongan
moril yang diberikan begitu besar, terutama saat saya menjalani proses studi S3 ini.
Saya tidak begitu banyak mengungkapkan kontribusi mereka, karena sesungguhnya
begitu banyak makna yang dapat Kami petik yang dijadikan sebagai moral force
dalam menjalani aktivitas keseharian Kami. Biarkanlah makna yang memaknai
maknanya.
Kesebelas, kepada warga RT 2 RW 24 Permata Sudiang Raya, yang juga
senantiasa menyokong saya dalam menyelesaikan studi ini. Kepada Bapak
Muhammad Ibrahim selaku ketua RT 2, pengertian dan bantuan Bapak bersama
warga, Kami ucapakan terimakasih. Beberapa tugas dan tanggung jawab yang
merupakan Kita bersama di tingkat RT, RW, dan Kelurahan yang juga merupakan
bagian dari beban dan tanggung jawab saya, dengan penuh pengertian dan
keikhlasan Bapak rela mengakomodir karena memahami kesibukan saya selama ini
dalam penyelesaian studi.
Keduabelas, kepada seluruh pihak yang tidak sempat saya sebutkan satu
persatu yang secara langsung atau tidak telah berkontribusi dalam penyelesaian
xii
studi ini, saya ucapak terima kasih. Begitupun kepada lingkungan di mana saya dan
kita semua berinteraksi, baik yang saya ketahui maupun tidak, tentu memiliki andil
yang berarti. Hal ini mengingatkan saya dengan pandangan para Filsuf Yunani (Poli,
2010) bahwa segala sesuatu yang ada di muka bumi ini berhubungan dengan
segala sesuatunya, menunjukkan bahwa eksistensi mereka pada esensinya nyata
dan berarti.
Pada akhirnya, penulis menyadari bahwa sebuah produk manusia tidak
terlepas dari kekeliruan dan kelemahan didalamnya. Masukan yang konstruktif
segala pihak senantiasa penulis terima dengan harapan memberikan manfaat di
masa yang akan datang, terutama dalam mendukung kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Hanya kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa kita sandarkan
semuanya dan kesempurnaan hanya ada padaNya.
Makassar , Nopember 2017
Penulis
Andi Mattingaragau Tenrigau
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ……………………………………………………............. iHALAMAN JUDUL ……………………………………………………................ iiHALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iiiABSTRAK ...................................................................................................... ivABSTRCK ...................................................................................................... vKATA PENGANTAR ..................................................................................... viDAFTAR ISI ................................................................................................... xiiDAFTAR TABEL ........................................................................................... xvDAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xviDAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviiDAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 11.1 Pengantar Memahami Ide dan Motivasi Penelitian............... 11.2 Fokus Penelitian ................................................................... 161.3 Tujuan Penelitian ………………………………………............ 161.4 Kontribusi Penelitian ……………………………………........... 16
1.4.1 Kontribusi Teori ………………………………………...... 161.4.2 Kontribusi Praktis ……………………………………...... 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 192.1. Konsep Siri’ na pesse .......................................................... 19
2.1.1 Menelusuri Histori Siri’ na Pesse .............................. 192.1.2 Filosofi Makna Siri’ na Pesse...................................... 192.1.3 Ciri-Ciri Konsep Siri’ na Pesse ................................... 242.1.4 Sulapa’ Eppa’: Konsep Siri’ na Pesse Berbasis Nilai . 25
2.2 Nilai-Nilai Siri’ na Pesse ....................................................... 302.2.1 Unsur Nilai-Nilai Siri’ na Pesse ................................... 30
2.2.1.1 Tongeng (Kebenaran) ..................................... 312.2.1.2 Lempu’ (Kejujuran) .......................................... 332.2.1.3 Getteng (Ketegasan) ....................................... 372.2.1.4 Adele’ (Keadilan) ............................................. 41
2.2.2 Penghancur (Destroyed) Nilai-Nilai Siri’ na Pesse ..... 432.3 Penyusunan Anggaran Berbasis Nilai-Nilai Siri’ na Pesse... 472.4 Hirarki Siri’ na Pesse ....................................................... 512.5 Ikhtisar .................................................................................. 55
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 573.1 Menelusuri Metodologi Penelitian yang Relevan ............... 573.2 Interpetif: Paradigma Penelitian ......................................... 593.3 Metode Studi Kasus ........................................................... 623.4 Siri’ na Pesse Sebagai Alat Analisis Pengolahan Data ...... 643.5 Situs Penelitian .................................................................. 683.6 Proses Penelitian ............................................................... 693.7 Penetapan Informan ........................................................... 70
xiv
3.8 Konsekuensi Etis Penelitian ............................................... 723.9 Metode Pengumpulan Data ............................................... 733.10 Analisis Data ...................................................................... 763.11 Alur Pikir Penelitian ............................................................ 77
BAB IV RASA SIRI’ NA PESSE: DARI REALITAS SOSIAL HINGGATINDAKAN SIPAKATAU DAN PEMAKNAAN ANGGARAN ..... 804.1 Mukaddimah ....................................................................... 804.2 Realitas Sosial Mendorong Lahirnya Rasa Siri’ na Pesse. 81
4.2.1 Potret Penyusunan Anggaran Dalam PengelolaanKeuangan Daerah .................................................... 81
4.2.2 Fakta Sosial Dasar Penyusunan Anggaran:Lahirkan Rasa Siri’ na Pesse .................................. 83
4.3 Kepekaan Kebatinan dan Sipakatau: Ciri LandasanPsikologi Penyusun Anggaran ........................................... 98
4.4 Ikhtisar ................................................................................ 103
BAB V INTERNALISASI NILAI-NILAI KONSEP PENGANGGARANSIRI’ NA PESSE DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN ........... 1055.1 Mukaddimah ....................................................................... 1055.2 Internalisasi dan Eksistensi Nilai-Nilai Siri’ na Pesse ........ 108
5.2.1 Nilai Tongeng (Kebenaran) ...................................... 1075.2.2 Nilai Lempu’ (Kejujuran) ........................................... 1105.2.3 Nilai Getteng (Ketegasan) ........................................ 1145.2.4 Nilai Adele’ (Keadilan) .............................................. 1185.2.5 Nilai Lalambater Tarangtajo/Siwolong Polong ......... 122
5.3 Ikhtisar ................................................................................ 124
BAB VI PENGANGGARAN SIRI’ NA PESSE CIPTAKAN KINERJAANGGARAN DAN KESEJAHTERAAN ..................................... 1286.1 Mukaddimah ....................................................................... 1286.2 Nilai-Nilai Siri’ na Pesse Lahirkan Kinerja Anggaran ......... 1296.3 Anggaran Siri’ na Pesse Ciptakan Kinerja Anggaran ........ 1336.4 Kinerja Anggaran Mendorong Lahirnya Kesejahteraan
Masyarakat ......................................................................... 1406.5 Ikhtisar ................................................................................ 144
BAB VII HARKAT DAN MARTABAT: MAKNA PENGANGGARANSIRI’ NA PESSE ........................................................................ 1467.1 Mukaddimah ....................................................................... 1467.2 Transformasi Harga Diri Menuju Harkat dan Martabat ...... 1467.3 Harkat dan Martabat Sebagai Idividu, Tim Kerja, dan
Institusi ............................................................................... 1507.4 Harkat dan Martabat: Esensi Penegakan Siri’ na Pesse
dan Makna Penyusunan Anggaran .................................... 153
7.5 Ikhtisar ................................................................................ 156
xv
BAB VIII MENEMUKENALI “ARTEFAK” LOKAL: PENGANGGARANBERBASIS SPIRITUALITAS SIRI’ NA PESSE ......................... 1588.1 Mukaddimah ....................................................................... 1588.2 Konsep Penganggaran Siri’ na Pesse ............................... 1598.3 Ikhtisar ................................................................................ 174
BAB IX KONSEP PENGANGGARAN SIRI’ NA PESSE: WAJAHBARU DI TENGAH SISTEM PENGANGGARAN KONVEN-SIONAL ....................................................................................... 1769.1 Mukaddimah ....................................................................... 1769.2 Karakteristik dan Kelebihan Konsep Penganggaran Siri’
na Pesse ............................................................................ 1779.3. Konsep Penganggaran Siri’ na Pesse dan Anggaran
Berbasis: Antara Persamaan dan Perbedaan .................... 1889.4. Ikhtisar ................................................................................ 192
BAB X SIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN, DAN PENELI-TIAN LANJUTAN ....................................................................... 19410.1 Simpulan Utama ................................................................. 19410.2 Implikasi Penelitian ............................................................ 200
10.2.1 Implikasi Praktis .................................................... 20010.2.2 Implikasi Kebijakan ............................................... 20110.2.3 Implikasi Teoritis ................................................... 202
10.3 Unsur-Unsur Kebaruan ................................................. 20210.4 Keterbatasan Penelitian ..................................................... 20410.5 Penelitian Lanjutan ............................................................. 205
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….......... 207
LAMPIRAN .................................................................................................... 216-329
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Informan Kunci dan Pendukung ............................................................ 71
4.1 Panjang Jalan Menurut Jenis Jalan dan Pemerintah yang Berwenangdi Kabupaten Luwu Timur (Dalam Km) ................................................. 86
4.2 Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut Jenisnya di Kabupaten LuwuTimur Tahun 2007 ................................................................................. 87
4.3. Anggaran Pengembangan IKM/UMKM Dinas Koperindag KabupatenLuwu Timur 2010-2014 (Ribuan Rupiah) .............................................. 97
6.1 Perbandingan Belanja Tidak Langsung dan Langsung Luwu Timur2010-2014 (Satuan Rupiah) .................................................................. 130
6.2 Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Dinas Koperindag dan danKesehatan Kabupaten Luwu Timur Tahun 2016 (Satuan Rupiah) ....... 131
6.3 Kinerja Program dan Kegiatan Pembangunan Kesehatan Luwu TimurTahun 2013-2015 .................................................................................. 136
6.4 Anggaran Bidang Ekonomi-Infrastruktur Tahun 2006-2009 ProgramDesa Mengepung Kota di Kabupaten Luwu Timur (Satuan Rupiah) .... 142
9.1. Karakteristik Konsep Penganggaran Siri’ na Pesse ............................. 178
9.2 Jenis, Substansi, dan Penilaian Sistem Penganggaran ....................... 186
9.3 Persamaan dan Perbedaan antara Konsep Penganggaran Siri’ naPesse dengan Anggaran Berbasis Kinerja ........................................... 190
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Sulapa Eppa’ Nilai Siri’ na Pesse .......................................................... 26
2.2 Sulapa Eppa’ Dekadensi Nilai Siri’ na Pesse ........................................ 27
2.3 Analog Senter, Nilai-Nilai yang Membangun Siri’ ................................. 28
2.4 Sulapa’ Eppa’ Wolosuji (Segi Empat Ketupat) ...................................... 29
2.5 Basis Nilai Dalam Penyusunan Anggaran ............................................ 48
2.6. Spektrum Lempu’ .................................................................................. 51
2.7 Hirarki Siri’ na Pesse/Timpa’ Laja Siri’ na Pesse .............................. 52
3.1 Kerangka Alur Pemikiran ...................................................................... 78
4.1 Penyusunan Anggaran Dalam Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah. 82
4.2 Hubugan Psikologi Operasional Pesse dan Siri’ Dalam PenyusunanAnggaran SKPD .................................................................................... 95
6.1 Anggaran Dinas Koperindag Berdasarkan Program Penciptaan danPengembangan Produk dan Jasa Tahun 2010-2014 (Satuan Rupiah) 134
6.2 Realisasi Anggaran Ekonomi-Infrastruktur dan Kesehatan KabupatenLuwu Timur Tahun 2010-2014 (Rp miliar) ............................................. 137
7.1 Transformasi “Harga Diri” Aktor Mencapai “Harkat Dan Martabat ........ 149
8.1 Konsep Penganggaran Siri’ na Pesse ................................................... 165
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Manuskrip Hasil Wawancara Pihak TAPD ......................................... 216
2 Manuskrip Hasil Wawancara Dengan Pihak Dinas Koperindag ......... 225
3 Manuskrip Hasil Wawancara Bidang Kesehatan (1) .......................... 237
4 Manuskrip Hasil Wawancara Bidang Kesehatan (2) .......................... 241
5 Manuskrip Hasil Wawancara Bidang Kesehatan (3) .......................... 247
6 Manuskrip Hasil Wawancara Dengan Pihak Bappeda ....................... 256
7 Manuskrip Hasil Wawancara Dengan Pihak DPPKAD (1) ................. 261
8 Manuskrip Hasil Wawancara Dengan Pihak DPPKAD (2) ................. 274
9 Manuskrip Hasil Wawancara Dengan Pelaku UMKM ........................ 281
10 Jumlah Fasilitas Kesehatan Luwu Timur Tahun 2005 dan 2010 ....... 284
11 Manuskrip Wawancara dan Monitoring Program Bidang Ekonomi (1) 285
12 Manuskrip Wawancara dan Monitoring Program Bidang Ekonomi (2) 288
13 Manuskrip Wawancara dan Monitoring Program Bidang Kesehatan 290
14 Anggaran Infrastruktur Program Desa Mengepung Kota KabupatenLuwu Timur (Rp Miliar) ....................................................................... 292
15 Anggaran Ekonomi dan Infrastruktur Kabupaten Luwu Timur 2010.. 293
16 Anggaran Kesehatan Kabupaten Luwu Timur Tahun 2010 ............... 296
17 Anggaran Ekonomi dan Infrastruktur Kabupaten Luwu Timur Tahun2011 ................................................................................................... 297
18 Anggaran Kesehatan Kabupaten Luwu Timur Tahun 2011 ............... 299
19 Anggaran Ekonomi dan Infrastruktur Kabupaten Luwu Timur Tahun2012 ................................................................................................... 300
xix
20 Anggaran Kesehatan Kabupaten Luwu Timur Tahun 2012 ............... 304
21 Anggaran Ekonomi dan Infrastruktur Kabupaten Luwu Timur Tahun2013 ................................................................................................... 305
22 Anggaran Kesehatan Kabupaten Luwu Timur Tahun 2013 ............... 309
23 Anggaran Ekonomi dan Infrastruktur Kabupaten Luwu Timur Tahun2014 ................................................................................................... 310
24 Anggaran Kesehatan Kabupaten Luwu Timur Tahun 2014 ............... 316
25 Akumulasi Anggara Ekonomi-Infrastruktur dan KesehatanKabuapaten Luwu Timur Tahun 2010-2014 ....................................... 317
26. Anggaran Program Pengembangan Produk Barang dan Jasa DinasKoperindag Kabupaten Luwu Timur Tahun 2010 (RP Satuan) .......... 318
27 Anggaran Program Pengembangan Produk Barang dan Jasa DinasKoperindag Kabupaten Luwu Timur Tahun 2011 (RP Satuan) .......... 319
28 Anggaran Program Pengembangan Produk Barang dan Jasa DinasKoperindag Kabupaten Luwu Timur Tahun 2012 (Rp Satuan) .......... 320
29 Anggaran Program Pengembangan Produk Barang dan Jasa DinasKoperindag Kabupaten Luwu Timur Tahun 2013 (Rp Satuan) .......... 321
30 Anggaran Program Pengembangan Produk Barang dan Jasa DinasKoperindag Kabupaten Luwu Timur Tahun 2014 (Rp Satuan) .......... 322
31 Pembangunan Jalan dan Jembatan Tahun 2011-2014 DalamProgram Desa Mengepung Kota ........................................................ 323
32 Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Dinas Koperindag TA 2016 ..... 324
33 Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Dinas Kesehatan TA 2016 ...... 325
34. Panjang Jalan Menurut Jenis Jalan dan Pemerintahan yangBerwenang di Kabupaten Luwu Timur 2007 (Dalam Km) .................. 326
35. Belanja Tidak Langsung (BL) dan Biaya Langsung (BL) KabupatenLuwu Timur dan Propinsi di Indonesia Tahun 2010–2013 ................. 327
36. Pemetaan Konsep Penganggaran Siri’ na Pesse .............................. 329
xx
DAFTAR SINGKATAN
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Bappeda : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
BPK : Badan Pemeriksa Keuangan
DAK : Dana Alokasi Khusus
DBD : Deman Berdarah Dengue
Depdagri : Departemen Dalam Negeri
Depkeu : Departemen Keuangan
Dinkes : Dinas Kesehatan
Dirjen : Direktur Jenderal
DPPKAD : Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
E-KTP : Elektronic-Kartu Tanda Penduduk
Kemenkeu : Kementerian Keuangan
Koperindag : Koperasi, Industri, dan Perdagangan
KUA : Kebijakan Umum Anggaran
KPK : Komisi Pemberantasan Korpsi
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
Lutim : Luwu Timur
Pemkab : Pemerintah Kabupaten
Permendagri : Peraturan Menteri Dalam Negeri
Perda : Peraturan Daerah
PP : Peraturan Pemerintah
PPAS : Prioritas Plafon Anggaran Sementara
Promkes : Promosi Kesehatan
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
Pustu : Puskesmas Pembantu
Raperda : Rancangan Peraturan Daerah
RAPBD : Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
xxi
Renstra : Rencana Strategis
RI : Republik Indonesia
RKA : Rencana Kerja Anggaran
RKPD : Rencana Kerja Pemerintah Daerah
RPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPJPD : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
SKPKD : Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
Sul-Sel : Sulawesi Selatan
UU : Undang-Undang
VCT : Voluntary Counseling and Testing/Konseling dan Tes Sukarela
WTP : Wajar Tanpa Pengecualian
1
BAB I
PENDAHULUAN
Makkeda To MaccaE ri Luwu’: Tabbarang tauriala parewa ri tau. Iayapa nariala parewa ri tanaEeppa’pi mengkaiwi. Seuwani malempu’pi,. Ma-duanna kenawa-nawapi, matellunna sugi’pi, ma-eppa’na waranipi.
Tidak semua orang dapat dijadikan sebagai alatnegara. Seseorang yang dapat dijadikan alatnegara jika memiliki empat hal. Pertama, jika iajujur; kedua, jika ia berpikiran panjang; ketiga jikaia kaya; dan keempat jika dia pemberani.
Wasiat To Ciung/To Maccae ri Luwu(Cendekiawan Luwu)
1.1. Pengantar Memahami Ide dan Motivasi Penelitian
Penganggaran merupakan salah satu aktivitas komprehensif pengelolaan
keuangan yang dilaksanakan dalam setiap periode akuntansi. Aktivitasnya
dilakukan secara terus menerus yang dimulai dari perencanaan, penyusunan,
pelaksanaan, pelaporan, dan pemeriksaan (Arif, Muchlis, dan Iskandar,
2009:124). Penganggaran merupakan proses penentuan jumlah alokasi dana
(Mardiasmo, 2009:61) dan merupakan penjabaran sumber daya keuangan untuk
berbagai tujuan (Wildavsky, 1975:27).
Salah satu bagian dari penganggaran adalah penyusunan anggaran yang
merupakan turunan dari tahapan perencanaan anggaran. Kegiatan ini bertujuan
untuk membiayai berbagai belanja guna kebutuhan tahun berikutnya. Kegiatan
tersebut dilakukan pada level pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten dan
kota. Pada tahapan ini, penyusunan anggaran dianggap sebagai aktivitas yang
sangat vital. Hal tersebut karena anggaran merupakan rencana keuangan
mendatang, gambaran strategis pemerintah, alat pengendalian, instrumen politik,
dan disusun dalam periode tertentu (Arif, Muchlis, dan Iskandar, 2009:126). Hal
tersebut menunjukkan bahwa anggaran memiliki posisi yang sangat strategis
1
2
sehingga memberi peluang terjadinya pengaruh kepentingan politik, baik di
dalam pembahasannya maupun penetapannya (Halim dan Damayanti, 2007)1.
Munculnya berbagai kepentingan dalam proses penganggaran karena
adanya keinginan dan penilaian yang berbeda terhadap anggaran (Wildavsky
dan Caiden, 2004:3). Keinginan yang berbeda tersebut merupakan kepentingan
yang terselubung dari pihak-pihak internal dan eksternal. Di antara mereka, ada
yang bertindak berdasarkan keinginan pribadi, golongan, kelompok, dan atau
dari pihak institusi lainnya. Keinginan berbeda tersebut berpotensi mendorong
pihak-pihak berkepentingan melakukan intervensi saat penyusunan anggaran
dilaksanakan.
Intervensi dalam penyusunan anggaran merupakan fenomena yang
terjadi di beberapa daerah di belahan Indonesia dan bahkan menurut Rose dan
Ackerman (2000:15) juga terjadi di negara lain. Perilaku semacam itu dapat
terjadi baik pada tataran internal maupun eksternal. Secara internal, intervensi
memungkinkan terjadi antara sesama penyusun anggaran, antara SKPD,
pimpinan eksekutif kepada SKPD, legislatif kepada eksekutif, pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah, dan bahkan melibatkan masyarakat. Wildavsky dan
Caiden (2004:7) mengargumentasikan hal tersebut bahwa ukuran dan bentuk
anggaran merupakan masalah yang menyebabkan terjadinya perdebatan serius,
baik presiden, partai politik, administrator, anggota kongres (legislatif), kelompok
kepentingan, dan warga negara yang berkepentingan yang bersaing satu sama
lain untuk mendapatkan preferensi terkait dengan anggaran.
1Penganggaran menurut The National Committe on Governmental Accounting atau KomiteNasional Akuntansi Pemerintah di Amerika Serikat adalah “a budgeting is a plan of financialoperations emboding estimates of proposed expenditures for a given period of time and theproposed means of financing them” (Anggaran adalah satu rencana kegiatan yang diukur dalamsatuan uang yang berisi perkiraan belanja dalam satu periode tertentu dan sumber yangdiusulkan untuk membiayai belanja tersebut (Arif dan Iskandar, 2009:122-123).
3
Pandangan Wildavsky dan Caiden (2004:7) menunjukkan pentingnya
anggaran bagi para pemangku kepentingan sehingga mendorong munculnya
intervensi dalam penyusunannya yang menimbulkan berbagai masalah. Rose
dan Ackerman (2010:39,41,189) mengakui intervensi anggaran merupakan
tindakan untuk memenuhi keuntungan pribadi yang berdampak pada
penyalahgunaan jabatan, korupsi, penyeleksian proyek-proyek, dan hilangnya
pendapatan pada anggaran negara.
Di Indonesia, dampak intervensi anggaran terkuat pada awal tahun 20172
terkrait manipulasi anggaran E-KTP yang melibatkan oknum pihak legislatif dan
pihak terkait lainnya. Kasus serupa juga dapat dilihat dari penelitian Sinaga
(2016) yang mengungkap eksistensi mafia anggaran di level kementerian,
lembaga, dan pemerintah daerah. Sementara itu, di level pemerintah daerah juga
terjadi beberapa kasus intervensi dalam penyusunan anggaran. Hal tersebut
terjadi di beberapa kasus perencanaan anggaran di Aceh (Saeno, 2016) dan
intervensi pihak eksternal di Banten (Dan, 2016).
Kecenderungan munculnya intervensi terhadap anggaran menurut
Wildavsky dan Caiden (2004) karena kurangnya kontrol, adanya niat pihak-pihak
terkait, pertarungan antara elit politik, keterbatasan anggaran dari kebutuhan,
dan persoalan prinsip atau nilai-nilai. Munculnya intervensi dari berbagai pihak
dengan berbagai motivasi di dalamnya merupakan potret suram yang terjadi di
beberapa daerah di Indonesia dengan tujuan untuk memenuhi kepentingan-
kepentingan pribadi atau golongan saja.
Hal tersebut dapat dilihat dari penelitian tentang proses penganggaran di
Kabupaten Jembrana yang dilakukan Damayanti (2009). Hasil penelitian
2Diungkapkan di berbagai media, baik cetak, visual, maupun elektronik. Seperti halnya yangdiberitakan di http://m.republika.co.id/indeks/hot_topic/korupsi_e-ktp.
4
mengungkap adanya tindakan eksekutif dan legislatif yang pada kenyataannya
didorong oleh keinginan untuk mencari kekuasaan, income, reputasi publik,
prestise, patronase, dan berbagai motif lainnya. Dalam penelitian tersebut,
terlihat ada tendensi yang melekat bagi eksekutif dan legislatif untuk
memanipulasi bahkan melakukan penyelewengan dengan mendistorsi informasi
yang dikomunikasikan ke publik demi untuk kepentingan pribadi, yaitu dengan
membuat keputusan yang konsisten dengan kepentingan mereka.
Penelitian tersebut menunjukkan adanya interaksi politik dan kekuasaan
yang melibatkan eksekutif dengan legislatif. Interaksi dapat dilakukan dalam
konteks hubungan kerja maupun melalui kebijakan akuntansi anggaran. Hal
tersebut juga ditemukan dari penelitian Syarifuddin (2009) di Jembrana bahwa
terjadinya interaksi politik dan kekuasaan yang meliputi politisasi proses
akuntansi dalam sebuah organsiasi pemerintahan (akuntansi anggaran). Fakta
tersebut menyiratkan bahwa anggaran tidak hanya dimaknai sebagai kebijakan
akuntansi semata tanpa melihat lebih jauh aspek transendentalnya. Padahal
aspek transendental yang berhubungan dengan kearifan lokal khususnya nilai-
nilai siri’ na pesse dianggap sebagai pandangan hidup bagi masyarakat di
Sulawesi Selatan (Lopa, 1988:8) dan dianggap sebagai harga diri dan keteguhan
hati yang harus diperjuangkan (Mattulada, 2005:72).
Jika ditelusuri dari prosesnya, seyogyanya tindakan inkonstitusional tidak
terjadi karena APBD disusun berdasarkan skedul perencanaan yang terjadwal
(Mahmudi, 2010:16) yang didukung perundang-undangan yang berlaku.
Seharusnya APBD mencerminkan produk yang diharapkan untuk memenuhi
kepentingan bersama, tetapi bukan sebagai objek persinggahan pemangku
berbagai kepentingan untuk memenuhi keinginan pribadi atau golongan tertentu.
Berbagai fenomena tersebut menunjukkan bahwa di seputar pengelolaan
5
keuangan daerah khususnya penganggaran masih menyisahkan problematika
anggaran yang belum dapat diselesaikan hingga kini.
Di Indonesia, problematika dalam pengelolaan keuangan negara telah
berlangsung sejak dahulu (Nasution, 2009).3 Berbagai kelemahan yang
ditemukan sebagai evaluasi pemerintah untuk menerapkan sistem
penganggaran yang dianggap dapat meminimalisir masalah keuangan yang
terjadi. Dalam merespon berbagai problematika tersebut, Indonesia telah silih
berganti menggunakan sistem penganggaran, namun pada kenyataannya
berbagai masalah masih terjadi pada berbagai level dalam pemerintahan. Hal ini
menunjukkan bahwa sistem pengelolaan keuangan yang digunakan selama ini
masih rentan dengan problematika, baik dalam konteks penganggaran maupun
aspek moralitas.
Menjadi suatu keniscayaan bahwa Indonesia dianggap sebagai negara
yang kental dengan prinsip orientalis yang kaya dengan nilai-nilai kearifan lokal
justru masih berkubang dengan persoalan-persoalan yang bertentangan dengan
nilai-nilai yang dianut selama ini. Seyogyanya, kearifan lokal yang dimiliki
menjadi tameng dari tindakan untuk mencari kekuasan, income, reputasi publik,
prestise, dan patronase.
Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa akuntansi sarat dengan nilai
universalitas yang juga berlaku pada sistem penganggaran yang ada, namun
Rosenau (1992:xii) menganggapnya jika itu hanya bersifat logosentrisme yang
merupakan pola berfikir yang melegitimasi dengan kebenaran universalitas.
Seyogyanya, nilai-nilai yang dianut tidak hanya sebatas teks melainkan harus
3Kelemahan meliputi desain dan pelaksanaan sistem pengendalian internal, ketidakpatuhanterhadap peraturan perundang-undangan, penyimpanan keuangan negara yang semrawut,tidak adanya informasi tentang aset maupun hutang negara, dan pengungkapan SAL (SisaAnggaran Lebih) yang tidak konsisten dan tidak memadai.
6
terbatinkan dalam hati dan terlembagakan secara formal supaya menjadi
pedoman dan pegangan utama dalam melakukan penganggaran.
Banyaknya kelemahan yang ditemui dalam pengelolaan keuangan
termasuk dalam hal penganggaran telah mendorong pemerintah melakukan
reformasi tata kelola keuangan negara. Salah satu motif dari kebijakan tersebut
adalah memperbaiki stabilitas sistem keuangan (Dokumen Bank Dunia, 2006).
Kementerian Keuangan RI (2017) mencatat dua alasan yang melatarbelakangi
reformasi anggaran. Pertama, didasarkan atas hasil evaluasi sistem anggaran
negara yang diterapkan selama ini. Kedua sejalan dengan perkembangan ilmu
manajemen keuangan modern bahwa sistem anggaran negara Indonesia sudah
sepatutnya dilakukan reformasi mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan keuangan
publik yang secara internasional digunakan.
Langkah yang ditempuh tersebut merupakan bukti keseriusan pemerintah
untuk menata pengelolaan keuangan Indonesia termasuk dalam hal
pengaggaran. Terbilang antara tahun 1999-2004, pemerintah telah
mengeluarkan lima undang-undang (UU) yang dapat diidentifikasi sebagai
kerangka hukum baru dari sistem manajemen publik.4 Salah satu di antaranya
adalah UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang dipahami sebagai
titik awal reformasi tata kelola keuangan negara5. Kebijakan yang dilakukan
tersebut dipandang sebagai bentuk langkah maju dalam menata sistem
keuangan guna memperkokoh landasan desentralisasi dan memberi ruang yang
lebar bagi daerah dalam mengelola keuangannya sendiri.
4Regulasi lainnya di antaranya UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No32 tahun 2004 sebagai pengganti UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Darah, UU No. 33tahun 2004 sebagai pengganti UU No. 25 tahun 1999 dan UU No. 15 tahun 2015 tentangPemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
5Sebelum UU No.17 tahun 2003 disahkan, pelaksanaanpengelolaan keuangan negara masihmenggunakanketentuan perundang-undangan yang disusun pada masapemerintahan kolonialHindia Belanda.UU yang berlakuberdasarkan Aturan Peralihan UUD 1945, yaituIndischeComptabiliteitswet (ICW) Stbl. 1925 No. 448.UU tersebut dirubah dan diundangkan dalamlembaran negara 1954 No. 6, 1955 No. 49, dan terakhir UU No. 9 Tahun 1968 (Nasution, 2017).
7
Ruang lingkup reformasi sistem anggaran negara meliputi tiga
pendekatan penganggaran, yaitu penganggaran berbasis kinerja (performance
based budgeting), penganggaran terpadu (unified budgeting), dan kerangka
pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framwork) (Kemenkeu
RI, 2017)6. Di antara ketiga pendekatan tersebut, penganggaran berbasis kinerja
merupakan pendekatan yang paling utama.
Pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance based
budgeting) berfokus pada output dan outcome dari kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah untuk mencapai efisiensi, efektivitas, dan rasionalitas dalam
pengelolaan anggaran. Sementara dua pendekatan lainnya yaitu unified
budgeting dan medium term expenditure framework merupakan bentuk
implementasi bagi sempurnanya pelaksanaan anggaran berbasis kinerja (Madjid
dan Ashari, 2013)7.
Reformasi anggaran diharapkan dapat memaksimalkan pengelolaan
keuangan negara dari tingkat pemerintah pusat hingga ke pemerintah daerah
secara efisein dan efektif agar anggaran yang tersedia dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat luas. Kebutuhan masyarakat berupa sarana
fisik seperti fasilitas umum dan non fisik di antaranya pemberdayaan dan
pemerataan ekonomi lokal, serta pengentasan kemiskinan. Hal tersebut dapat
tercapai jika distribusi anggaran difokuskan pada alokasi belanja langsung.
Namum pada kenyataannya, umumnya daerah di Indonesia masih menetapkan
6Ruang lingkup lainnya di antaranya menyempurnakan klasifikasi belanja negara baik fungsi-organisasi-ekonomi, dan menyempurnakan dokumentasi anggaran (di mana untukperencanaan penganggaran setiap K/L diwajibkan menyusun RKA-KL dan untuk pelaksanaananggaran setiap K/L wajib menyusun DIPA).
7Keunggulan penganggaran berbasis kinerja dapat dilihat dari tujuannya, yaitu: 1) menunjukanketerkaitan antara pendanaan dengan kinerja yang akan dicapai (directly linkages betweenperformance and budget); 2) meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam penganggaran(operational efficiency), dan 3) meningkatkan fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalammelaksanakan tugas dan pengelolaan anggaran (more flexibility and accountability) (Madjid danAshari, 2013).
8
alokasi anggaran untuk belanja langsung masih rendah. Padahal pada
esensinya, belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program kegiatan (Permendagri No. 13 tahun
2006) yang outputnya langsung bersentuhan dengan masyarakat.
Hal tersebut dapat dilihat pada pada level provinsi di Idonesia, di mana
terhitung sejak tahun 2010- 2014 alokasi belanja masih didominasi oleh belanja
tidak langsung yaitu sebesar 60,52% berbanding 39,48% untuk belanja langsung
(Lampiran 35). Sementara itu, pada periode yang sama anggaran yang
dialokasikan Kabupaten Luwu Timur untuk biaya langsung sebesar 58,54%
sedangkan belanja tidak langsung 41,46% (lampiran 10). Hal tersebut
menunjukkan bahwa daerah paling ujung Utara di Sulawesi Selatan tersebut
menaruh perhatian besar dalam memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan
problematika masyarakatnya.
Langkah yang diambil tersebut menunjukkan bahwa para stakeholder
khususnya pemerintah maupun aktor penyusun anggaran memiliki dan
mengimplementasikan nilai-nilai siri’ na pesseyang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kearifan lokal mereka. Hal inilah salah satu hal yang menarik
untuk diteliti di Pemerintah Kabupaten Luwu Timur untuk mengetahui eksistensi
nilai-nilai kearifan lokal khususnya nilai-nilai siri’ na pesse yang dianut dalam
penyusunan anggaran.
Muncul kesadaran bahwa salah satu hal yang perlu mendapat perhatian
dalam pengelolaan keuangan adalah eksistensi nilai-nilai lokal yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas setempat termasuk aktor penyusun
anggaran. Konflik yang terjadi antar pemangku kepentingan merupakan bagian
dari persoalan nilai-nilai. Wildavsky dan Caiden (2004:3) mengakui pentingnya
9
peranan nilai-nilai atau yang dianggapnya sebagai prinsip-prinsip dalam
penganggaran karena merupakan hal yang sangat fundamental.
Pesan yang ingin disampaikan tersebut bahwa apapun tindakan yang
dilakukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi pada level masyarakat
maupun pemerintah daerah belum terjawab jika belum menyentuh masalah
fundamental, yaitu nilai-nilai yang sejatinya menjadi hal transendental bagi pihak-
pihak terkait. Hal ini menjadi persoalan yang sedang dihadapi sekarang bahwa
nilai-nilai yang merupakan bagian dari diri manusia secara integral kadang
disangsikan keberadaannya. Salah satunya dapat dilihat dari pandangan ekstrim
Chua (1986:606) yang menganggap objek independen dari subjek yang berarti
mengenyampingkan fakta tentang eksistensi manusia secara sosial. Padahal
pada hakekatnya, penganggaran atau akuntansi tidak terlepas dari nilai dan
makna yang terbentuk dari interaksi manusia.
Argumen tersebut juga diakui Capra (1997:255) yang menganggap
bahwa tidak ada yang disebut ilmu sosial (akuntansi) yang bebas nilai. Padahal
dalam doktrin kultur mengakui substansi manusia terdiri dari unsur nilai,
moralitas/batin dan fisik8. Thomas Aquinas (1225-1247 M) dengan jargon akal
budinya (Suseno, 1997) membenarkan hal tersebut bahwa eksistensi manusia
ada pada keselarasan antara iman (termasuk nilai-nilai spiritual) dan akal.
Namun, eksistensi nilai-nilai yang melekat pada manusia terkadang
dikesampingkan dan dilupakan.
Terlebih, di era globalisasi dan kapitalisme sekarang ini, eksistensi nilai-
nilai atau moralitas juga mengalami masalah terutama pada level ekonomi dan
kultural. Pada level ekonomi, Adam Smith (McCreadie, 2103:58) menganggap
nilai sebagai uang yang berfungsi sebagai alat pertukaran barang yang
8QS An-Najm, 53:42, menegaskan penciptaan manusia berdimensi dua, tanah dan ruh(spiritual,termasuk nilai-nilai, norma, dan etis).
10
menghasilkan uang. Nilai yang dimaksud tidak berfokus pada nilai-nilai
kemanusiaan melainkan pada nilai ekonomis. Suatu pandangan yang dengan
tegas mengenyampingkan eksistensi nilai-nilai humanis yang bersifat intrinsik
dan transendental dalam diri manusia.
Sementara itu pada level kultural kearifan lokal (local wisdom),
globalisasi dan kapitalisme juga dipandang berbahaya karena dianggap
melemahkan kultur lokal (Ritzer, 2014:538) dan merusak bentuk tatanan sosial
tradisional yang merupakan bagian dari lingkungan sosial (Triyuwono, 2000:31)9
itu sendiri. Hal tersebut menjadi kekhawatiran akan berdampak negatif dalam
tatanan sosial kemasyarakatan (Lopa, 1988) yang salah satunya adalah siri’ na
pesse10 (Hamid, 2005:8).
Dalam interaksi sosial kemasyarakatan pada berbagai level, nilai-nilai
kearifan lokal siri’ na pesse merupakan roh atau spiritualitas dan pertahanan diri.
Siri’ dapat saja luntur dan cenderung berubah jika diracuni oleh paham
kapitalisme (Lopa, 1988:8). Hal tersebut dapat terjadi jika masyarakat
pendukungnya tidak lagi berpegang pada struktur budayanya (Mattulada,
2005:64). Oleh sebab itu, salah satu wujud menangkal berbagai dampak
(eksternal) yang terjadi adalah tetap berpegang pada identitas kearifan lokal
(Seabrook, 2004) dan selanjutnya menghasilkan konsep siri’ na siri’ yang
kemudian diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam
penyusunan anggaran.
Dalam hal ini, Lopa (1988:10) dengan tegas menyerukan agar konsep siri’
napesseyang pernah eksis perlu dirumuskan kembali “...agar dapat berfungsi
sebagai pendorong meningkatkan pembangunan...” termasuk dalam konsep
9Padahal jika ditelusuri dari akar sejarahnya, kapitalisme pada dasarnya memiliki tujuan sebagaisarana untuk beragama (religius). Hal tersebut dapat dilihat dari pemikiran Saint ThomasAquinas (1225-1274), Max Weber (1905), dan Ibnu Khaldun.
10Secara etimologi, pesse adalah perasaan iba atau toleransi kebatinan dan siri’ adalah malu
11
penganggaran daerah yang berbasis kearifan lokal. Lebih lanjut, Lopa (1988:11-
12) memberikan ciri-ciri konsep siri’ (na pesse).
...karakteristik orang-orang yang memiliki siri’ yaitu: beriman kepadaAllah SWT, ikhlas dan jujur, tabah dalam perjuangan hidup untukmempertahakankan kembali dirinya, tidak sombong dan takabbur,bersikap demokratis, mampu memecahkan masalah secara arif bijaksanatapi rasional, memperkuat solidaritas sosial dan melindungi golonganlemah, konsisten dan memiliki integritas pribadi, serta berperilaku santun.
Selain ciri-ciri yang dikemukakan tersebut, konsep siri’ menurut Farid
(2005:54) salah satunya adalah sifat berhemat11. Jika dibawa ke ranah
pengelolaan keuangan daerah, maka konsepsiri’ menurut Farid (2005:54) identik
dengan azas efisien12 dan ekonomis13 sebagaimana termaktub dalam
Permendagri No. 13 tahun 2006, khususnya terkait dengan penganggaran.
Ciri-ciri yang dikemukakan tersebut juga sejalan dengan pandangan
beberapa ahli yang eksis mengkaji dan meneliti konsep siri’. Dalam pandangan
ini, siri’ dianggap sebagai etos kerja atau harga diri/dignity (Hamid, 2005:3 dan
Mattulada, 2005:69), keteguhan hati (Mattulada, 2005:70), pendorong
pembangunan (Lopa, 2005:91) iman (Al Gazali dalam Farid, 2005:28), dan sifat
berhemat dan tidak kikir (Farid, 2005:54). Kajian dan penelitian yang dilakukan
tersebut tidak hanya sebatas pada determinasi siri’ belaka, melainkan juga terkait
dengan pesse (iba, toleransi kebatinan) yang merupakan pasangan dua
kosakata yang selalu disematkan dalam tradisi tutur dan tulisan masyarakat
pendukungnya khususnya di Sulawesi Selatan. Dalam konteks penelitian ini, dua
kosakata tersebut dibingkai dengan istilah siri’ na pesse.
11Hal ini sesuai dengan pesan Ammana Gappa, Matoa III Kampung Wajo (1676) bahwa“belanjakan saja semua uangmu, ... tapi jangan menghabiskan modalmu”(Farid, 2005). Konseptersebut lahir dari pengamatan yang dilakukan pada zaman dahulu di mana orang-orang Bugissangat boros dalam membelanjakan uangnya yang berdampak pada kebangkrutan atau krisisanggaran.
12Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, efisien berarti pencapaian keluaran yangmaksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan yang terendah untukmencapai keluaran tertentu (Permendagri, No. 13 tahun 2006).
13Memperoleh masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terencah(Permendagri, No. 13 tahun 2006)
12
Siri’ na pesse merupakan konsep yang dipraktikkan pada masa lalu di
Sulawesi Selatan termasuk di Pemerintahan Kedatuan Luwu. Konsep tersebut
memfokuskan pada kesejahteraan rakyat melalui pemanfaatan aset datu (raja)
yang dikelola oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Tenrigau,
2017:58-65). Konsep tersebut terimplementasi pada kegiatan-kegiatan adat
khususnya dalam memobilitasi anggaran melalui mekanisme makkasiwiyang
atau persembahan14 (Tenrigau, 2007:54). Seiring dengan peralihan kekuasaan,
konsep siri’ na pesse secara institusi legal formal tidak lagi berlaku karena
pemerintahan adat yang berada dalam jajaran struktur pemerintahan pada masa
tersebut sudah tidak berlaku lagi, namun secara kultural masih tetap berlangsung
hingga sekarang sehingga motivasi untuk menghidupkan kembali konsep siri’ na
pesse masih terus diupayakan walau dalam lingkup yang terbatas.
Memperhatikan eksistensi konsep siri’ na pesse pada masa lalu dan
relevansinya dengan praktik penganggaran pada masa kekinian khususnya
dalam pengelolaan keuangan daerah di Luwu Timur, menjadi bukan hal yang
tersangsikan jika eksistensinya dapat diakomodir kemudian.
Kegalauan yang dipikirkan Lopa (1988) menjadi kekhawatiran agar
konsep siri’ tidak bergeser dari bingkainya dan selanjutnya dibutuhkan konstruksi
ulang guna mendapatkan kembali formulasi yang sejatinya. Apalagi, sistem
penganggaran yang ada sekarang belum mengadopsi kearifan lokal secara utuh
(lihat Permendagri No. 6 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah dan kebijakan lainnya).
Kesadaran untuk menemukenali konsep siri’ na pesse sangat beralasan
mengingat masih banyak masyarakat dan entitas pendukung lainnya yang
mengharapkan eksistensi produk masa lalu tersebut. Hal itu dapat ditelusuri
14Terjabarkan pada bab dua
13
pada beberapa penelitian dan seminar, serta berbagai upaya lainnya baik yang
dilakukan oleh pemerintah maupun pihak yang terkait lainnya. Seperti penelitian
yang dilakukan Andaya (Farid, 2005:44) yang menemukan adanya tiga konsep
dalam kultur orang Bugis-Makassar, yaitu siri’, pesse, dan were. Penelitian juga
dilakukan Miller (1985) tentang hubungan batin (mallinrung) dan lahir (talle’) yang
dipersamakan dengan Siri’. Demikian halnya yang dihasilkan Kahar (2012)
tentang eksistensi nilai-nilai siri’na pesse. Hasil penelitian menunjukkan adanya
basis nilai-nilai kearifan lokal siri’na pesse dalam model management control
system yang holistik.
Munculnya dorongan dan kesadaran untuk mengangkat dan meng-
implementasikan siri’ na pesse tidak terlepas dari keinginan kuat dari berbagai
stakeholder. Keinginan tersebut tidak hanya pada level sosial kemasyarakatan
saja, tetapi juga pada pemerintahan termasuk dalam praktik penganggaran
daerah di Luwu Timur. Walaupun dewasa ini, sistem penganggaran yang dianut
di Indonesia khususnya di Luwu Timur telah banyak membawa perubahan
positif, namun di sisi lain juga tidak dapat menutup mata bahwa masih terjadi
berbagai masalah dalam implementasinya. Problematika anggaran yang telah
disebutkan sebelumnya merupakan kasus-kasus yang memperkuat persepsi
bahwa sistem penganggaran yang diadopsi sekarang tidak hanya cukup
mengedepankan faktor sistim dan teknis belaka, tetapi aspek yang bersifat
transendental yang berbasis nilai, juga menjadi pertimbangan utama untuk
dikedepankan.
Oleh sebab itu, guna menghasilkan anggaran yang berbasis siri’ na
pesse, maka aktor penyusun anggaran tidak hanya didukung dengan payung
hukum belaka, tetapi aspek etis/moralitas meliputi nilai-nilai siri’ na pesse yang
merupakan bagian kearifan lokal masyarakat setempatmenjadi hal penentu.
14
Menurut Errington (1977) bahwa dengan siri’ seseorang dapat menghindari
segala tindakan yang merusak harga diri dan harakat martabatnya. Atas dasar
itu, maka sudah sewajarnya jika siri’ dan pesse merupakan duasikap moral yang
menjaga stabilitas dan berdimensi harmonisasi (Hamid, 2005:xiii).
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa wujud kearifan lokal dalam suatu
komunitas akan mengalami pergeseran secara perlahan. Penelitian yang
dilakukan Sartini (2004) terkait kearifan lokal di Bali menunjukkan perbedaan
antara kearifan lokal sekarang dengan dulu dan bahkan yang akan datang. Hal
tersebut menunjukkan bahwa kearifan lokal merupakan produk masyarakat yang
didalamnya terdapat nilai-nilai luhur yang telah terinternalisasi kepada
penganutnya dari waktu ke waktu.
Menyadari begitu pentingnya eksistensi nilai dalam penganggaran telah
menggugah Mahzar (1983) memposisikannya sebagai elemen utama dalam
lingkaran peradaban yang dibuatnya. Nilai kultur yang dimaksud tersebut adalah
nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) seperti nilai-nilai yang terdapat dalam
masyarakat yang sangat relevan digunakan sebagai pegangan dalam
penyusunan anggaran. Sementara itu, anggaran yang disusun tiap tahunnya
yang merupakan salah satu aspek yang terkait dalam akuntansi (Suartana, 2010)
hanya dipahami sebatas angka-angka belaka (accounting number). Padahal
secara filosofis teoretis, akuntansi tidak hanya dipahami sebatas bebas nilai
(value laden) saja, tetapi dipengaruhi oleh nilai-nilai yang melingkupinya (Hines,
1989; Morgan, 1988; Subiyantoro dan Triyuwono, 2004). Dalam artian bahwa
akuntansi yang sarat dengan angka-angkapadadasarnya tidak berdiri sendiri
tetapi harus diinterpretasikan lebih luas (Triyuwono, 2000:29) termasuk dalam
kerangka penganggaran berbasis siri’ na pesse.
15
Oleh sebab itu, akuntansi juga merupakan hasil dari interaksi sosial yang
sarat dengan nilai-nilai sosial dan kearifan lokal. Atas dasar itu, maka penerapan
akuntansi haruslah mempertimbangkan lingkungan sosialnya (Triyuwono,
2000:29) di mana aktor mempraktikkan nilai-nilai kearifan lokal tersebut. Menurut
Choi (1975), Alkafaji (1983), Hofstede (1987), Schreuder (1987), dan Perera
(1989) bahwa akuntansi secara sosial diilhami oleh lingkungannya. Hal tersebut
juga dipertegas Blumer bahwa individu secara individu atau kolektif bertindak
terhadap lingkungannya atas dasar pemaknaan yang oleh Garfinkel dan Sacks
disebutnya sebagai fakta sosial yang juga merupakan dasar dari pelaksanaan
tindakan (Coulon, 2008:152) dari para aktor, termasuk dalam konteks penyusun
anggaran.
Secara enkulturasi15 dan sosialisasi16, siri’ melekat pada pribadi tiap
individu (Hamid, 2005) sehingga secara sadar, nilai-nilai siri’ na pesse telah
dipraktikkan dalam segala lini kehidupan sehari-hari. Sebagai bagian dari
pendukung kearifan lokal, maka aktor penyusun anggaran seyogyanya
berpegang pada nilai-nilai siri’ na pesse sehingga anggaran yang dihasilkan
nantinya juga akan melahirkan program dan kegiatan yang sarat dengan siri’ na
pesse, yaitu konsep penganggaran yang meletakkan nilai-nilai siri’ na pesse
sebagai basisnya. Nilai-nilai yang dimaksud di antaranya tongeng (kebenaran),
getteng (ketegasan), lempu’ (kejujuran), dan adele’ (keadilan), serta nilai-nilai
kearifan lokal lainnya.
Berangkat dari ide dan motivasi penelitian yang dikemukakan di atas,
maka peneliti merasa tertarik merespon pandangan yang dikemukakan oleh
Lopa (1988) untuk menemukenali kembali konsep siri’ na pesse yang menjadi
15Internalisasi budaya (pembudayaan), menyesuaikan pikiran dan sikap dengan sistem normaatau adat atau penyesuaian alam dengan lingkungan budayanya.
16Penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya.
16
landasan dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam konteks penyusunan
anggaran di Kabupaten Luwu Timur. Berdasarkan pada konteks penelitian
tersebut, maka penulis tertarik mengambil judul yaitu Menemukenali Konsep
Penganggaran Siri’ na pesse: Studi Kasus Berbasis Kearifan Lokal di Kabupaten
Luwu Timur.
1.2 Fokus Penelitian
Berdasarkan ide dan motivasi penelitian yang dikemukakan tersebut,
maka fokus dari penelitian yang diajukan adalah bagaimanakah penganggaran
siri’ na pesse di Kabupaten Luwu Timur?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada fokus penelitian tersebut, maka tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengungkap penganggaran siri’ na pesse di Kabupaten Luwu
Timur, meliputi: kepekaan batin terhadap problematika sosial yang terjadi di
masyarakat, praktik nilai-nilai kearifan lokal, motivasi dalam penyusunan
anggaran, dan pemaknaan terhadap anggaran.
1.4 Kontribusi Penelitian
Mengacu pada fokus dan tujuan dalam penelitian ini, maka kontribusi dari
penelitian ini meliputi kontribusi teoretis dan kontribusi praktis yang dijabarkan
berikut.
1.4.1 Kontribusi Teori
Dalam akuntansi sektor publik dikenal beberapa sistem penganggaran di
antaranya: line item budgeting, performance budgeting, planning programming
budgeting system, zero base budgeting, dan medium term budgeting framework.
17
Sehubungan dengan riset yang dilakukan ini pada ranah akuntansi sektor publik,
maka kontribusi dari peneleitian ini adalah melengkapi sistem penganggaran
konvensional yang telah eksis selama ini.
Penganggaran siri’ na pesse merupakan konsep yang menitikberatkan
pada basis kepekaan batin dan nilai-nilai kearifan lokal, sedangkan sistem
penganggaran yang telah ada lebih berfokus pada aspek teknis. Oleh sebab itu,
hasil penelitian ini mewarnai sistem penganggaran yang telah ada, sehingga
eksistensi sistem penganggaran tidak hanya memenuhi aspek teknis seperti
yang dianut pada sistem penganggaran yang telah ada, tetapi juga aspek non
teknis yang dianut pada konsep penganggaran siri’ na pesse.
1.4.2 Kontribusi Praktis
Kontribusi praktis dari hasil panelitian ini pada dua hal.Pertama, dalam
penyusunan anggaran daerah, konsep penganggaran siri’ na pesse dapat
dijadikan sebagai rujukan operasional sehingga Anggaran, Pendapatan, dan
Belanja Daerah (APBD) yang dihasilkan berbasis pada kepekaan batin dan nilai-
nilai kearifan lokal. Konsep ini berfokus pada keberpihakan masyarakat (pro
proor) sehingga anggaran yang dialokasikan diarahkan untuk mendorong
pembangunan guna mencapai kesejahteraan bersamadalam rangka
mewujudkan harkat dan maratabat.
Kedua, konsep penganggaran siri’ na pesse dapat dijadikan sebagai
rujukan dalam membuat rencana pembangunan daerah, baik jangka panjang
(RPJPD), jangka menengah (RPJMD), dan rencana kerja (Renja) tahunan.
Dalam penyusunan rencana kerja pembangunan, faktor kearifan lokal (local
wisdom) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari daerah itu sendiri sehingga
arah pembangunan yang disusun tidak terlepas dari karakter masyarakat yang
18
dianut selama ini. Hal ini sesuai dengan amanat UU No. 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) bahwa masing-masing
daerah menyusun RPJPD untuk daerahnya masing-masing. Sehubungan
dengan hal tersebut, maka penganggaran siri’ na pesse yang dihasilkan dari
penelitian ini merupakan konsep yang sarat dengan kearifan lokal setempat
karena terkait dengan rasa siri’ (malu) dan pesse (empati) dan nilai-nilai yang
eksis dipraktikkan selama ini.
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pemerintahan masa lalu ...merasa sangat maluapabila dalam buku kas yang dipertanggung-jawabkannya terdapat selisih jumlah setengahsen, meskipun selisihnya lebih (tidak ada uangnegara yang hilang)... Lebih-lebih lagi kalau bukukasnya ada tekoran setengah sen, makamalunya sudah sangat luar biasa, sehingga adakalanya oknum pejabat tersebut menderita sakit.
Lopa, 2005
2.1 Konsep Siri’ na Pesse
Siri’ na pesse bagi masyarakat di Sulawesi Selatan dianggap sebagai
pandangan hidup (Lopa, 1988:8) yang dipraktikkan dari dahulu hingga kini.
Dalam rentang waktu yang panjang, eksistensi siri’ na pessedapat ditelusuri baik
secara historis maupun ciri-ciri yang dimiliki seperti pada tataran filosofis maupun
dalam basis nilai.
2.1.1 Menelusuri Histori Eksistensi Siri’ na Pesse
Batasan tentang siri’ (termasuk pesse) secara tegas tidak ditemukan
pada manuskrip-manuskriplontara’ dan sastra Bugis17 (Marzuki, 1995). Namun
eksistensi siri’ na pessetidak dapat dipisahkan dari sejarah dan kultur
masyarakat yang mendukung peradaban tersebut. Beberapa peristiwa sosial
lokal yang dapat ditelusuri untuk memahami eksistensi pesse dan siri’ dapat
ditemui dalam praktik perkawinan (Pelras, 2006:251), pembelaan harga diri
(Mattulada, 2005:72), kesejahteraan/asugireng (Farid, 2005:55), dan sebagainya.
Salah satu kisah yang dapat dijadikan petunjuk untuk memahami dan
menelusuri eksistensi awal siri’ na pesse dalam peradaban Bugis dapat dilihat
pada sebuah kisah tentang cinta terlarang Sawerigading dengan saudara
kembarnya We Tenri Abeng yang termuat dalam naskah kuno I La Galigo dan
17Besar kemungkinan yang dimaksud adalah manuskrip epos I La Galigo.
19
20
beberapa literatur yang mengisahkan ulang tentang peristiwa tersebut. Kendati
tidak disinggung secara tekstual, tetapi eksistensi siri’ na pesse dapat dilihat
pada konsekuensi perilaku yang dihasilkan dari tindakan tersebut. Hal ini seperti
yang diungkapkan Lopa (1988:2-3) bahwa siri’ merupakan suatu hal yang
abstrak dan hanya dapat dilihat dari akibat wujud yang dihasilkannya. Atas dasar
itu untuk menelusuri eksistensi siri’ na pessejuga dapat dilihat berdasarkan pada
argumen tersebut.
Eksistensi siri’ na pessediawali dari kisah pertentangan yang terjadi
dalam Kedatuan Luwu. Sawerigading sang putra mahkota (ana’ mattola18) yang
sejak lahir dipisahkan dengan We Tenri Abeng, tiba-tiba berniat ingin mengawini
saudara kembarnya saat keduanya dipertemukan pertama kali pada acara
menginjak tanah (Kern 1989, Mattata 1967, dan Enre 1999). Lantaran keinginan
tersebut merupakan pantangan (sapa’ tana19) dan bertentangan dengan adat,
sehingga mendapat reaksi keras penolakan dari ayahandanya datu (raja) Batara
Lettu dan segenap pemangku adat.
Penolakan tersebut tidak serta merta membuat hasrat Sawerigading
luntur.Beberapa orang yang menentangnya dibunuh. Lantaran tidak
mendapatkan dukungan dari siapa pun, akhirnya Sawerigading menemui orang
pintar bernama Kajoa Laliddo untuk meminta sarannya. Namun jawaban yang
diterima Sawerigading sangat diplomatis dan normatif (Wawancara Tenrigau,
peminat sejarah dan budaya Luwu).
Usiaku telah berumur tujuh ‘tongkat besi’ (sangat tua), saya belum pernahmendengar ada orang yang ingin mempersunting saudaranya sendiri. Pernahsaya mendengar hal seperti itu, tetapi itu hanya cerita belaka (pau-pau rikodong),yaitu di mana salah seorang anak raja ingin mengawini saudaranya sendiri.Akhirnya yang terjadi adalah bencana, kemarau panjang, tanaman gagal panen,dan banyak rakyat kelaparan dan mati. Akhirnya keinginan anak raja itu
18Anak yang lahir ketika orang tuanya menjabat sebagai datu (raja).
19Merujuk pada kata lain dari pemali, pantangan berdasarkan kebiasaan atau adat istiadat yangjika dilanggar akan berdampak buruk terhadap tatanan sosial kemasyarakatan atau kepadaindividu bersangkutan.
21
dibatalkan dan tidak lama kemudian situasi menjadi seperti sedia kala dan rakyatmenjadi sejahtera kembali.
Sawerigading akhirnya luluh mendengar penjelasan sang kakek nan
bijaksana itu. Tidak berselang lama, ia pun bergegas menemui adiknya. Melihat
kakaknya larut dalam kesedihan yang mendalam, We Tenri Abeng juga merasa
bersedih sehingga memunculkan rasa pesse dalam hati sanubarinya. Kesedihan
yang dialami saudaranya tersebut membuat We Tenri Abeng memberikan saran
untuk tidak melakukan kawin sumbang atau inses (Pelras, 2006:259) dan
menyarankan agar ke Negeri Cina (Tiongkok) untuk mempersunting I Cu Dai
yang dianggap mirip dengannya. Lantaran menanggung rasa malu (siri’) yang
besar, saran adiknya itu diterima. Atas pernikahannya dengan I Cu Dai, ia
dikarunia tiga anak, salah seorang di antaranya yang terkenal adalah I La Galigo
(yang kemudian menjadi nama kitab kuno dan Lontara’ Bugis, Laga Ligo).
Selanjutnya, cobaan sebagai kesatria kembali teruji ketika istrinya ingin
mengunjungi Luwu, menemui mertuanya di kampung halaman suaminya.
Sawerigading sangat berat hati memberikan izin kepada istri dan anak-anaknya
lantaran mengingat sumpahnya dulu untuk tidak lagi kembali ke Luwu.
Sawerigading sangat merasa malu (siri’). Namun cinta dan rasa pesse yang
tinggi kepada istri dan anak-anak, serta keluarganya di Luwu, akhirnya dia
menyetujuinya.
Sekeping kisah tersebut dapat ditarik benang merahnya bahwa: (1) pesse
muncul ketika We Tenri Abeng melihat kakaknya terpuruk dan bersedih lantaran
hasratnya untuk mempersuntingnya ditolak karena bertentangan dengan adat.
Esensinya bahwa rasa pesse lahir ketika melihat atau menghadapi problematika
yang sedang terjadi. (2) Siri’ muncul ketika Sawerigading dijatuhi hukuman adat
ripoppangi tana (ke luar Luwu) sehingga marasa malu (masiri’) dan akhirnya
meninggalkan Luwu menuju negeri Cina (Tiongkok) demi untuk membela
22
siri’nya. Esensinya bahwa rasa siri’ lahir karena merasa dipermalukan. (3) Pesse
muncul ketika Sawerigading menolak permintaan istrinya yaitu I Cu Dai ke Tana
Luwu lantaran mengingat sumpahnya dulu untuk tidak lagi menginjak tanah
kelahirannya itu. Lantaran tidak tega dan merasa iba atau kasihan kepada anak
dan istrinya, akhirnya Sawerigading memenuhi permintaan istrinya. (4) Siri’ na
pesse harus dipertahankan dan diperjuangkan demi untuk menegakkan harga
diri danharkat dan martabat.
2.1.2 Filosofi Makna Siri’ na Pesse
Secara historis, siri’ telah ada pada masa lampau. Beberapa petuah-
petuah yang terdapat dalam lontara’telah menyinggung bahwa sikap siri’ na
pessemerupakan penyangga bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat
Bugis-Makassar (Pelras, 2006 dan Moein, 1990). Namun jika dibawa ke dalam
ranah kajian filsafat sejarah, maka sejatinya akan ditemui bagaimana nilai-nilai
siri’ dan passe itu sendiri menggambarkan kehidupan ketika hal tersebut
dituangkan dalam bentuk tulisan, kemudian masa kini, dan rencana masa depan
yang lebih baik dengan berpedoman pada nilai falsafah tersebut (Ankersmit,
1987). Siri’ mengungkap jenis-jenis perilaku yang merupakan unsur-unsur yang
prinsip sebagaimana menurut Hamid (1985:37) bahwa:
Dalam kehidupan manusia Bugis-Makassar, siri’ merupakan unsur yang prinsipildalam diri mereka (masyarakat pendukungnya). Tidak ada satu nilai pun yangpaling berharga untuk dibela dan dipertahankan di muka bumi selain daripadasiri’.Bagi manusia Bugis-Makassar, siri’ adalah jiwa mereka, harga diri mereka,dan martabat mereka.Sebab untuk menegakkan dan membela siri’ yangdianggap tercemar atau dicemarkan oleh orang lain, termasuk jiwanya yangpaling berharga demi tegaknya siri’ dalam kehidupan mereka.
Makna siri’ tidak dapat didefinisikan secara baku karena akan ditafsirkan
berbeda menurut ruang dan waktu. Dalam menemukan makna siri’ menurut
Mattulada (2005:63) bahwa:
23
Kalau kita mau mencari makna siri’ dalam kehidupan empiris, maka akanberhadapan dengan kenyataan dari makna tertentu yang diberikan olehmasyarakat. Makna siri’ dalam kenyataan empiris berbeda-beda menurut ruangdan waktu tertentu tergantung pada bagaimana tingkat perkembangan makna,nilai, dan struktur sosial yang mendukungnya. Perkataan lain, makna itu amatditentukan oleh tingkat kebudayaan yang menyangkut masalah nilai dalamkehidupan.
Memang terdapat beberapa pandangan mengenai siri’. Hamid (1985:3)
dan Mattulada (2005:69) mengartikan siri’ sebagai etos kerja atau harga diri
(dignity), keteguhan hati (Mattuda, 2005:70), pendorong pembangunan (Lopa,
2005:91), dan iman (Al Gazali dalam Farid, 2005:28) dan sifat berhemat dan
tidak kikir (Farid, 2005:54). Selain siri’ juga dikenal istilah pesse.Secara harfiah
pessediartikan sebagai empati atau perasaan iba yang dirasakan seseorang
dalam dirinya. Pessemenurut Pelras (2006:252) bahwa:
... merasakan penderitaan orang lain dalam perut sendiri (hati/perasaan),mengindikasikan perasaan haru (empati) yang mendalam terhadap tetangga,kerabat, atau sesama anggota kelompok sosial. Hal ini melambangkansolidaritas, tak hanya pada seseorang yang dipermalukan, namun juga bagisiapa saja dalam kelompok sosial yang sedang dalam keadaan serbakekurangan, berduka, mengalami musibah, atau menderita sakit keras.
Jadi pesse berhubungan erat dengan identitas dan pesseyang dirasakan
bersama merupakan pengikut para anggota kelompok sosial.Rasa saling pesse
antaranggota sebuah kelompok adalah kekuatan pemersatu yang penting.Pesse
menurut Hamid (2005:xi) adalah suasana masyarakat dalam hati individu.
Ditanggapi oleh individu sebagai iba hati terhadap suasana masyarakatnya
sehingga cenderung untuk mengabdi atas cinta kasih sesama manusia.Pesse
merupakan rasa simpati yang dalam konsep masyarakat Bugis-Makassar
merupakan rasa atau perasaan empati terhadap sesama dan seluruh anggota
komunitas dalam masyarakat.
24
2.1.3 Ciri-Ciri Konsep Siri’ na Pesse
Wujud konsep siri’ na pesse pada masa lalu tidak terbakukan secara
legal formal, numun dalam implementasinya pada level panggadareng
(keadatan) dapat ditelusuri berdasarkan ciri-ciri yang dipraktikkan dalam
beberapa momentum, salah satunya pada saat pelaksanaan kegiatan adat. Pada
subbab sebelumnya telah disinggung proses penganggaran untuk
menyukseskan pelaksanaan adat melalui mekanisme makkasiwiyang. Praktik
tersebut syarat dengan nuansa nilai-nilai kearifan lokal yang dikembangkan pada
masa tersebut.
Beberapa ahli dan sejarawan mengungkapkan jika siri’ na pesse memiliki
ciri-ciri yang dapat dijadikan untuk menyusun konsep siri’ na pesse. Menurut
Lopa (1988:11-12) bahwa ciri-ciri dari siri’ (meliputi pesse) adalah (1) beriman
kepada Allah SWT, (2) ikhlas dan jujur, (3) tabah dalam perjuangan hidup untuk
mempertahakankan kembali dirinya, (4) tidak sombong dan takabbur, (5)
bersikap demokratis, (6) mampu memecahkan masalah secara arif bijaksana tapi
rasional, (7) memperkuat solidaritas sosial dan melindungi golongan lemah, serta
(8) konsisten dan memiliki integritas pribadi, dan berperilaku santun.
Ciri-ciri dari konsep siri’ yang dikemukakan tersebut pada dasarnya juga
merupakan ciri-ciri yang dimiliki unsur pesse. Hal tersebut didasarkan pada
alasan bahwa beberapa butir yang dikemukakan merupakan bagian dari ranah
pesse. Salah satu butir yang mewakili unsur pesse adalah butir ke tujuh yaitu
memperkuat solidaritas yang secara etimologi artinya sama dengan pesse yaitu
toleransi atau solidaritas. Oleh sebab itu, konsep siri’ yang dikemukakan Lopa
(1988:11-12) pada dasarnya merupakan konsep siri’ na pesse.
Selain yang dikemukakan tersebut, konsep siri’ menurut Farid (2005:54)
salah satunya adalah sifat berhemat dan tidak kikir. Hal ini sesuai dengan pesan
25
Ammana Gappa, Matoa III Kampung Wajo (1676) bahwa “belanjakan saja
semua uangmu, ...tapi jangan menghabiskan modalmu” (Farid, 2005:55). Konsep
tersebut lahir dari pengamatan yang dilakukan pada zaman dahulu di mana
orang-orang Bugis sangat boros dalam membelanjakan uangnya yang
berdampak pada kebangkrutan atau krisis anggaran. Jika dibawa ke ranah
pengelolaan keuangan daerah, maka konsep siri’ menurut Farid (2005:55) identik
dengan azas efisien20 dan ekonomis21 (Permendagri Nomor 13 tahun 2006)
khususnya terkait dengan penganggaran.
2.1.4 Sulapa’ Eppa’: Konsep Siri’ na PesseBerbasis Nilai
Siri’ na pesse (bahasa Bugis) adalah sebuah konsep yang sangat
menentukan dalam identitas masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya.
Konsep siri’ mengacu pada perasaan malu dan harga diri sedangkan pesse
mengacu pada suatu kesadaran dan perasaan empati terhadap penderitaan
yang dirasakan oleh setiap anggota masyarakat.
Secara fungsional, siri’ na pessetidak berdiri sendiri melainkan dibangun
dari nilai-nilai tradisional yang kental dipegang dan dipraktekkan selama ini oleh
masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai yang membangun siri’ terdiri dari tongeng
(kebenaran), getteng (ketegasan), lempu’ (kejujuran), dan adele’ (keadilan)
(Rahman, 2002:66-67). Keempat nilai-nilai tersebut dianalogkan sebagai rumah
bersegi empat yang memiliki empat tiang. Keempat tiang mewakili masing-
masing nilai tersebut sebagaimana menurut Tenrigau (2002:8) berikut:
Siri’ dibangun dalam empat pilar, yaitu tongeng (kebenaran), getteng(ketegasan), lempu (kejujuran), dan adele’ (keadilan), ... Keempat pilar itu dapatdianalogikan sebagai sulapa appa (bersegi/sudut empat) yang berbentuk bujur
20Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, berarti pencapaian keluaran yang maksimumdengan masukan tertentu atau penggunaan masukan yang terendah untuk mencapai keluarantertentu (Permendagri, No. 13, 2006).
21Memperoleh masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah(Permendagri, No. 13, 2006)
26
sangkar. Sisi-sisi dari bujur sangkar itu masing-masing diwakili oleh nilai-nilaitersebut. Nilai-nilai siri’ yang terdapat di sisi masing-masing sudut bujur sangkaritu akan bersinergi dan membentuk suatu kekuatan yang utuh dan kokoh. Nilaidan bobot dari setiap sudut bujur sangkar itu adalah sama sehingga setiapsisinya adalah sama pula.
Gambaran tersebut menegaskan bahwa rumah bersegi empat itu akan
kuat dan simetris jika ditopang keempat pilarnya yang saling berhubungan satu
sama lain. Segala gangguan dari luar menerjang, rumah itu akan tetap kokoh
berdiri tanpa sedikit pun bergeser bahkan roboh. Demikian halnya dengan siri’
yang ditopang dengan keempat pilar nilai tongeng (kebenaran), getteng
(ketegasan), lempu’ (kejujuran), dan adele’ (keadilan). Segala cobaan,
rongrongan dan gangguan yang datang dari luar, maka siri’ akan tetap tegak
tidak bergeser (toddopuli’ temmalara’/pendirian yang kokoh).
Gambar 2.1 Sulapa Appa’ Nilai Siri’ na pesse (Tenrigau dkk., 2002:9)
Namun, siri’ itu akan goyah atau mengalami dekadensi jika salah satu
atau keseluruhan dari keempat nilai itu redup atau tidak lagi mencerminkan nilai
intrinsiknya, maka siri’ itu tidak simetris lagi. Oleh karena itu nilai-nilai itu perlu
direkondisionalkan (charge) kembali agar tetap kokoh dan eksis.
SSiri’
Gambar 2.2 Sulapa Appa’
Siri’ yang dianalogkan sebagai rumah persegi empat tidak terlepas dari
simbol sulapa’ appa’
empat (Farid, 2005:46). Istilah
dipahami oleh orang Bugis
simbol dari empat sumber utama kehidupan, yaitu angin, api, tan
sebagaimana menurut Macmud (1976:24) bahwa
berarti ‘persegi empat’ karena melukiskan karakter dan sifat manusia terbenih
dalam sifat, bahkan
tanah. Orang yang dapat menyeimbangkan keempat sifat dan pikiran itu
dinamakan manusia yang mempunyai
yang tersayat bak sembilu karena penderitaan sendiri, keluarga, sekampung,
atau senegara) (Farid, 2005:46
Selain analog r
menganalogkan siri’
menyala terang benderang jika keempat baterainya yang dianalogkan juga
sebagai nilai-nilai tongeng
dan adele’ (keadilan) tetap terjaga (memiliki muatan) dengan baik.
Sulapa Appa’ Dekadensi Nilai Siri’ na Pesse (Tenrigau dkk.,
yang dianalogkan sebagai rumah persegi empat tidak terlepas dari
(Bugis: sulapa eppa’) yang secara harfiah diartikan persegi
empat (Farid, 2005:46). Istilah sulapa’ eppa’ menjadi simbol yang dianut atau
dipahami oleh orang Bugis-Makassar. Sulapa Appa’ juga ditafsirkan sebagai
simbol dari empat sumber utama kehidupan, yaitu angin, api, tan
sebagaimana menurut Macmud (1976:24) bahwa sulapa eppa’E
berarti ‘persegi empat’ karena melukiskan karakter dan sifat manusia terbenih
dalam sifat, bahkan nawa-nawa (pikiran, hati nurani) seperti angin, api, air, dan
g yang dapat menyeimbangkan keempat sifat dan pikiran itu
dinamakan manusia yang mempunyai siri’nasesse’baubau (rasa kemanusiaan)
yang tersayat bak sembilu karena penderitaan sendiri, keluarga, sekampung,
atau senegara) (Farid, 2005:46-47).
Selain analog rumah tersebut di atas, Tenrigau (2002:10) juga
sebagai senter. Lampu dianalogkan dengan
menyala terang benderang jika keempat baterainya yang dianalogkan juga
tongeng (kebenaran), getteng (ketegasan), lempu
(keadilan) tetap terjaga (memiliki muatan) dengan baik.
27
(Tenrigau dkk., 2002:9)
yang dianalogkan sebagai rumah persegi empat tidak terlepas dari
’) yang secara harfiah diartikan persegi
menjadi simbol yang dianut atau
juga ditafsirkan sebagai
simbol dari empat sumber utama kehidupan, yaitu angin, api, tanah, dan air,
sulapa eppa’E secara harfiah
berarti ‘persegi empat’ karena melukiskan karakter dan sifat manusia terbenih
(pikiran, hati nurani) seperti angin, api, air, dan
g yang dapat menyeimbangkan keempat sifat dan pikiran itu
(rasa kemanusiaan)
yang tersayat bak sembilu karena penderitaan sendiri, keluarga, sekampung,
umah tersebut di atas, Tenrigau (2002:10) juga
sebagai senter. Lampu dianalogkan dengan siri’ yang akan
menyala terang benderang jika keempat baterainya yang dianalogkan juga
lempu’ (kejujuran),
(keadilan) tetap terjaga (memiliki muatan) dengan baik.
28
Gambar 2.3 Analog Senter, Nilai-Nilai yang Membangun Siri’ (Tenrigau, dkk.,2002;10)
Apabila salah satu atau keseluruhan dari batu baterai mengalami soak
atau habis sama sekali, maka senter akan redup atau tidak bercahaya sama
sekali. Agar lampu senter tetap bercahaya, maka sumber energi itu harus selalu
diisi (charge). Demikian juga halnya dengan siri’ agar tetap eksis maka perlu
melakukan kajian mendalam dan mengamalkan nilai-nilainya dalam kehidupan
sosial kemasyarakatan serta tetap selalu mempertahankannya. Semakin dikaji
dan diamalkan nilai-nilai siri’ tersebut, maka manusia akan semakin tahu tentang
hakikat dan makna dari siri’ itu sendiri sehingga dengan demikian, manusia dapat
memahami dirinya lewat kacamata siri’.
Pada dasarnya, simbol sulapa appa’ dapat ditemui pada huruf lontara’
yang berbentuk segi empat yang mirip dengan rumah adat Bugis, Makassar, dan
Mandar yang bersudut-sudut dan membentuk segi empat (praktis tidak terlihat
lekukan membentuk oval) yang dianalogkan dengan nilai-nilai lokal. Jika
dimaknai lebih dalam, maka kata siri’ dalam aksara Galigo (lontara’)
dilambangkan dengan huruf awalnya yaitu “SA” yang bentuknya hurufnya
segi empat jajaran genjang seperti halnya dengan konsep siri’ yang dikemukakan
sebelumnya.
29
Gambar 2.4 Sulapa’ Eppa’ Wolasuji/Segi Empat Ketupat (Mattulada, 1995:9)
Filosofi sulapa eppa’dipopulerkan oleh Mattulada (1995:9) yang
esensinya menekankan pada perbuatan mewujudkan manusia. Menurutnya
bahwa:
“SA” menyimbolkan mikrokosmos/sulapa’ eppa’na taue (segi empattubuh manusia), dipuncak terletak kepalanya, di sisi kiri dan kanan adalah
tangannya, dan ujung bawah adalah kakiknya. Simbol / / itu,menyatakan diri secara konkrit pada bahagian kepala manusia yangdisebut sauang, berarti mulut atau tempat ke luar. Menurut mereka darimulutlah segala sesuatu dinyatakan ialah sadda (bunyi). Bunyi-bunyi itudisusun sehingga mempunyai makna (simbol-simbol) yang disebut ada(kata, sabda atau titah). Dari kata ada (kata) ialah segala sesuatu yangmeliputi seluruh tertib kosmos (sarwa alam) di atur melalui ada (kata ataulogos). Bila kata itu dibubuhi kata sandang tertentu = E, ia menjadi adaE(kata itu). Inilah yang menjadi pangkal kata ade (adat, ade’, yakni sabda
atau penertib) yang meliputi sarwa alam / / = sa, seperti diutarakandalam kata-kata hikmah berikut
bunyi mewujudkan katakata mewujudkan perbuatan
perbuatan mewujudkan manusia
Ungkapan tersebut menyiratkan bahwa konsep sulapa’ eppa’(segi empat)
pada esensinya adalah perbuatan (human behavior) manusia yang tidak lain
adalah personifikasi dari siri’ na pesse. Hal ini juga diungkapkan Hamid
(2005:xiii) bahwa siri’ na pesse adalah dua sikap moral yang menjaga stabilitas
dan berdimensi harmonisasi agar tatanan sosial atau pangadareng (adat istiadat)
berjalan secara dinamis.
30
2.2 Nilai-Nilai Siri’ na Pesse
Nilai-nilai kearifan lokal yang dipraktikkan selama ini merupakan bagian
dari siri’ na pesse. Nilai-nilai tersebut dianggap sebagai penopang eksisnya siri’
na pesse namun di sisi lain ada juga tindakan sebagai perusak (destroyed). Nilai-
nilai kearifan lokal yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari merupakan
wujud dari upaya untuk menegakkan siri’ na pesse sedangkan yang mencederai
dianggap sebagai tindakan penodaan (bakke) yang bertentangan dengan norma-
norma yang dianut dalam masyarakat. Norma-norma tersebut merupakan
struktur sosial yang dibangun dari waktu ke waktu oleh masyarakat, termasuk
siri’ na pesse.
2.2.1 Unsur Nilai-Nilai Siri’ na Pesse
Siri’ na pessemerupakan dua unsur yang selalu dihubungkan satu sama
lain. Keduanya saling melengkapi dan tidak berdiri sendiri. Siri’ merupakan satu
kesatuan dalam kebulatan pola perilaku untuk membangun martabat atau harga
diri dan keteguhan kepribadian (Mattulada, 2005:69-70). Bagi masyarakat
pendukungnya, siri’ na pesse tidak hanya dipahami sebatas harfiahnya saja yaitu
malu dan empati, tetapi secara substansi keduanya memiliki nilai-nilai yang
membangun kedua unsur tersebut.
Berangkat dari konsep siri’ na pesseyang diuraikan sebelumnya bahwa
kedua unsur itu dibangun dengan nilai-nilai lokal tongeng (kebenaran), getteng
(ketegasan), lempu’ (kejujuran), dan adele’ (keadilan) (Rahman 2002 dan
Tenrigau 2002). Keempat nilai tersebutmengandung makna yang lebih dalam
karena berhubungan dengan transendental yang merupakan prinsip-prinsip yang
dianut dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut senantiasa dijaga dan dipraktikkan
dalam kehidupan sehari-hari sehingga terinternalisasi dalam diri masyarakat.
31
2.2.1.1 Tongeng (Kebenaran)
Tongeng (kebenaran) merupakan salah satu nilai yang dianggap berat
dilaksanakan dalam praktik kehidupan sehari-hari, tetapi jika ditegakkan akan
mendapatkan apresiasi besar dari masyarakat. Menurut Arung Bila (Rahim,
2012:75) bahwa “temmate lempuE, mawatang sapparenna attotongengnge”yang
artinya tak binasa kejujuran, amat sukar mendapatkan kebenaran itu. Pandangan
tersebut mempertegas bahwa penegakan tongeng memiliki tantangan yang
besar. Namun di sisi lain, bagi yang melanggar tongeng atau aturan akan
dijauhkan atau dikucilkan oleh masyarakat. Menurut Nenek Allomo (Rahim,
2012:63) bahwa seorang hakim yang menyimpang dari ketentuan peradilan
(aturan) tidak akan didekati rumahnya (dikucilkan) selama empat puluh malam,
karena memperdayai orang yang tongeng (benar). Kedua pandangan tersebut
memperlihatkan tesis dan anti tesis, di mana di satu sisi tongeng sangat sulit
ditegakkan (karena terkait dengan aturan) dan di sisi lain jika tidak dilaksanakan
atau mengingkari akanmendapapatkan kuhuman sosial dari masyarakat.
Seseorang yang menegakkan nilai tongeng adalah pertanda ciri orang
yang baik. Menurut Arung Bila (Rahim, 2012:80) bahwa orang baik memiliki
empat ciri: pertama, mengeluarkan kata dengan benar (tongeng), kedua
mengemukakan kata dengan sepantasnya; ketiga menyambut kata-kata dan
menenangkannya, dan keempat melaksanakan kata tepat sampai sasaran.
Pandangan tersebut menekankan pada unsur kesesuaian antara perkataan dan
tindakan dan sasaran yang hendak dicapai dari keduanya.
Tongeng dapat juga dihubungkan dengan acca (kecerdasan) yaitu orang
yang memiliki pikiran yang panjang atau bijaksana. Menurut To Accae ri Luwu
(Rahim, 2012:106) bahwa tanda orang berpikiran panjang (termasuk acca) ada
empat jenisnya, pertama, menyukai perbuatan yang benar (tongeng); kedua,
32
menyukai perkataan yang benar; ketiga, jika menghadap semak belukar ia
kembali; dan keempat, jika melewati jalan ia berhati-hati. Dua unsur pertama
menekankan pada kesesuaian antara perkataan dan tindakan, sedangkan dua
unsur yang terakhir pada menekankan pada aturan yang harus ditegakkan.
Kata semak belukar yang dimaksud adalah problematika, baik dalam
konteks sosial kemasyarakatan (civil society) maupun dalam beraktivitas. Pada
banyak kasus, aturan dianggap sebagai dasar dalam menyelesaikan
permasalahan karena memuat batasan-batasan kebenaran (tongeng) yang mesti
diikuti. Pihak-pihak yang tidak mengindahkan aturan berarti dianggap telah
melakukan kesalahan (inkonstitusional). Antara aturan dan acca
(kecerdasan/pengetahuan) memiliki keterkaitan yang erat karena aturan dapat
dijalankan jika seseorang memiliki ke-acca-an yang representatif. Tanpa
didukung ke-acca-an, maka aturan tidak dapat ditegakkan yang pada akhirnya
juga berimbas kepada eksistensi tongeng. Seseorang yang memiliki ke-acca-an
berarti dapat mempertimbangkan akibat yang terjadi dari tindakan yang
dilakukannya. Dalam pandangan La Bungkace To Udama MatinroE ri Kanna
(Rahim, 2012:33) memaknai pandai (acca) sebagai kemampuan dalam
mempertimbangkan akibat suatu perbuatan yang dapat melanggar aturan. Hal ini
juga sesuai dengan pandangan Kajao Lali’dong22 (Rahim, 2012:40) yang
memaknai acca sebagai kemampuan dalam merangkai kata yaitu tidak pernah
lepas dari peraturan.
Terma aturan menurut To Maccae ri Luwu (Rahim, 2012:113) adalah
mengamankan yang berpatutan, menyetarakan menurut kewajaran,
membuktikan apa yang pernah terjadi. Pandangan tersebut menekankan pada
22Nama Kajao Lali’dong merupakan sebutan kepada orang-orang pandai karena keilmuwannya.Nama ini banyak juga digunakan di beberapa daerah di Sulawesi Selatan, termasuk di Pinrang(Tenrigau, 2016 dan wawancara dengan Dr. Suriadi Mappangara (Dosen Sejarah Unhas) diMakassar, 2015).
33
pentingnya penegakan aturan berdasarkan ketetapan yang telah ditentukan dan
mengujinya dengan pembuktian.Dalam menegakkan aturan, menurut To Maccae
ri Luwu (Rahim, 2012:131) bahwa:
Aturan itu tidak mengenal belas kasihsan dan tidak juga mempermudah. Jikasesuatu sudah dikenakan peraturan dan diancam hukuman, maka akan robeklahyang robek, berlubanglah yang berlubang, dan putuslah perkataan. Sebab aturanitu tidak beranak dan tidak bercucu. Ia juga tidak memandang kekayaan danjasa. Terhadap siapa saja, peraturan itu berlakudan dengan negeri diperintahdisertai wibawa. Adapun yang menyebabkan hamba takut kepada rajanya, ialahkalau raja tidak dinilai buruk oleh rakyatnya. Juga jika raja tidak memperlihatkanperbuatan yang senonoh pada waktu mengungkapkan perkataannya.
Pandangan tersebut menekankan pentingnya aturan untuk ditegakkan
tanpa membedakan antara satu dengan lainnya. Seseorang yang menegakkan
aturan berarti dapat dikatakan sudah melakukan tongeng (kebenaran) karena
sudah sesuai dengan apa yang telah ditetapkan untuk diikuti dan dilaksanakan
bersama.
Dari berbagai pandangan tersebut, beberapa hal yang terkait tongeng.
Pertama, tongeng berhubungan dengan perkataan dan perbuatan yang benar;
kedua, penegakan tongeng dibutuhkan aturan yang mengikat; dan ketiga, dalam
memahami dan menjamin implementasi dari tongeng dibutuhkan acca
(pengetahuan/kecerdasan) yang memadai.
2.2.1.2 Lempu’ (Kejujuran/Honesty)
Lempu’ (kejujuran) merupakan salah satu nilai yang dianut dalam
masyarakat di Sulawesi Selatan dan Barat. Pada masa lalu, nilai ini
dipraktikkandalam menjalankanpemerintahan maupun interaksi sosial
kemasyarakatan. Secara teks, eksistensi nilai inidapat dilihat pada pesan-pesan
leluhur yang mengedepankan dan menganjurkan untuk berbuat lempu’ seperti
To Maccae ri Luwu, Karaeng Matowae, Nenek Mallomo, La Bungkace To Udama
MatinroE ri Kanna (Rahim, 2012) dan sebagainya.
34
Secara etimologi, jujur diartikan sebagai lurus hati, tidak berbohong
(misalnya dengan berkata apa adanya); tidak curang (misalnya dengan
permainan, dengan mengikuti aturan yang berlaku); tulus dan ikhlas23. Substansi
dari definisi ini menekankan pada sikap seseorang untuk berbuat seperti pada
definisinya. Dalam pandangan Alber (2011) kejujuran dianggap sebagai
pengakuan dalam berkata atau memberikan sebuah informasi yang sesuai
kenyataan dan kebenaran, dalam arti memiliki batasan-batasan dan lebih bersifat
kondisional dalam aplikasinya sepanjang tidak ke luar dari tujuan dan makna
dasar. Batasan-batasan dalam perilaku jujur yang dimaksud tersebut adalah
orang yang tidak berbohong.
Lempu’ jika diinterpretasi lebih jauh memiliki cakupan yang luas. Lempu’
dilihat dalam dimensi perkataan (lisan) dan dimensi tindakan/perilaku berarti
menempatkan sesuatu pada tempatnya. Selain itu lempu’ juga dikonotasikan
tidak berbohong (dalam dimensi perkataan) atau tidak mengatakan yang tidak
sesuai dengan kenyataannya. Dalam dimensi tindakan, lempu’ berati
menempatkan sesuatu pada tempatnya dan tidak mengambil yang bukan haknya
atau bukan miliknya sehingga dapat dikatakan bahwa kejujuran adalah mutiara
yang terpendam dalam jiwa (Kahar, 2012).
Cendikiawan Bugis, Makassar, Mandar sejak dulu telah mengungkapkan
tentang kejujuran (Mannahao, 2010: 35-36) bahwa:
Sabbi’na lempu’e limai: (1) narekko salai’, nangauwi asalanna, (2) narekko rionroisala, naddampangengngi tau ripasalonna, (3) narekko risanre’kiwi, de’nappabbeleang, (4) narekko rirennuangngi, de’ napace’kowang, (5) narekkomajjanciwi, narupaiwi jancinna (bukti dari kejujuran ada lilma, (1) kalau bersalah,ia mengakui kesalahannya, (2) kalau ditempati bersalah, ia memaafkan orangyang bersalah, (3) kalau dijadikan tempat bersandar, ia tidak mengecewakan, (4)kalau dipercaya, ia tidak menipu, (5) kalau berjanji, ia menepati janji).
23Kbbi.web.id/jujur
35
Esensi dari lempu’ terhadap pandangan tersebut menekankan pada
amanah, yaitu sikap apa adanya seperti apa yang sebenarnya dibebankan dan
diharapkan kepadanya. Pandangan ini sejalan dengan catatan dari Lontara’ Andi
Makkaraka Renreng bahwa terdapat tiga macam kejujuran, yaitu kejujuran
Tuhan terhadap hambanya, kejujuran hamba terhadap Tuhannya, dan
(kejujuran) yang bercermin pada dirinya. Kejujuran dalam konteks tesebut
menekankan pada tindakan apa adanya yang semestinya dilakukan berdasarkan
batasan-batasan yang mesti dilakukan.
Nilai kejujuran dapat dilihat dari tanda atau ciri yang melekat pada
seseorang seperti yang diungkapkan Albert (2011). Menurut To Maccae ri Luwu
(Rahim, 2012:96) bahwa tanda orang jujur; pertama orang bersalah kepadanya
dimaafkan; kedua dapat dipercaya dan tidak khianat; ketiga tidak serakah
sesuatu yang bukan haknya; dan keempat tidak menginginkan kebaikan jika
kebaikan itu hanya diinginkan sendiri. Pandangan ini sejalan dengan
cendikiawan Bugis, Makassar, Mandar (Mannahao, 2010) yang memaknai
kejujuran adalah amanah.
Seseorang yang amanah, akan berkata baik atau berkata apa adanya
sesuai fakta atau informasi yang mendukung dan senantiasa menjaga dengan
baik agar amanah yang diberikan kepadanya tetap terjaga. Dalam pandangan
yang diwasiatkan Nenek Allomo24 (Rahim, 2012:69) sebagai berikut.
Kejujuran itu diumpamakan dengan burung liar yang tidak dapat ditangkap jikatidak diketahui penjinakannya. Adapun yang dapat menjinakkan adalahpantangan, sangkarnya ialah takut dan waspada, makanannya ialah tidakmendengarkan perkataan buruk maupun perkataan baik.
Secara intrinstik, pandangan tersebut menekankan bahwa lempu’ itu
memiliki batasan-batasan yang mesti diperhatikan. Seperti menganalogkan
lempu’ sebagai burung liar yang dapat dijinakkan dengan pantangannya. Kata
24Cendekia Sidenreng masa dahulu
36
dijinakkan mengandung arti adalah pantangan. Hal ini dapat ditarik
benangmerahnya bahwa lempu’ itu pantangannya adalah tidak berbohong, apa
adanya, dan objektif. Lanjutan dari pandangan itu yaitu sangkarnya adalah takut
dan waspada yang menunjukkan perlunya kehati-hatian dan konsekuensi yang
diakibatkan jika tidak keluar dari koridor batasan-batasan aturan teknis yang
ditetapkan. Selanjutnya pandangan itu menyebutkan bahwa “maknanya ialah
tidak mendengarkan perkataan buruk maupun perkataan baik” yang
menunjukkan konsistensi pada batasan-batasan yang menjadi aturan.
Pandangan Nenek Allomo tersebut menekankan bahwa kejujuran tidak
berdiri sendiri tetapi memiliki batasan-batasan yang tidak keluar dari
substansinya. Batasan-batasan yang dimaksud tersebut juga diungkapkan To
Maccae ri Luwu (Rahim, 2012:117) bahwa jujur itu di antaranyakepada
rakyatnya, dirinya, dan semua yang dilihat serta didengar telinga, apa yang
hendak dilakukan atau diikrarkan, dilihat yang di depan dan memperkirakan yang
di belakang, tidak meninggalkan janji, serta berkata keras dan lembut menurut
kewajarannya25.
Lebih lanjut, To Maccae ri Luwu (Rahim, 2012:105) memberikan
pandangan pentingnya bagi abdi atau alat negara untuk mengedepankan lempu’.
Menurutnya bahwa empat hal yang mesti dilakukan, yaitu jika ia jujur, berpikiran
panjang, kaya, dan pemberani. Dalam konteks berpemerintahan dewasa ini, abdi
atau alat negara yang dimaksud To Maccae ri Luwu dapat meliputi aktor
penyusun anggaran yang harus bersikap jujur, berpikiran panjang yaitu
memahami aturan, kaya yang berarti pengalaman, dan pemberani yang berarti
komitmen dan kemampuan menanggung konsekuensi atau taro ada taro gau
(satunya perkataan dengan perbuatan).
25Pandangan ini merupakan intisari dari sekian banyak hal-hal yang menyebabkan seorang raja(atau pemimpin) tetap tenang dalam kerajaannya.
37
Dari sekian pandangan dan argumentasi tersebut, beberapa hal yang
menjadi batasan nilai lempu’. Pertama, lempu’ berhubungan dengan tindakan
berkata benar/tidak bohong yang berarti menyajikan informasi apa adanya
secara objektif yang terbebas dari manipulatif. Kedua, lempu’ berhubungan
dengan aturan, yaitu tindakan harus berdasarkan koridor atau batasan yang
telah menjadi ketetapan. Ketiga, kewajaran yaitu penyajian informasi yang logis
dan realistis supaya dapat diterima secara rasional.
2.2.1.3 Getteng (Ketegasan)
Beberapa semboyan yang menggambarkan tentang getteng (ketegasan),
seperti toddo’ puli’ temma lara’, tenrisau to maega, tebbakke tongengge, dan
berbagai pesan-pesan leluhur yang menjadi pegangan nilai pada masa dahulu.
Secara simbolik, semboyan tersebut dapat dijumpai di beberapa palagan atau
monumen perjuangan di daerah.
Getteng (ketegasan) dapat dimaknai seperti pada semboyan toddo’ puli’
temma lara’ yang artinya kokoh di tempat tidak bergeser (Rahman, 2002:67).
Semboyan tersebut diabadikan di monumen perjuangan rakyat Luwu 23 Januari
1946 di Palopo sebagai simbol perlawanan terhadap pendudukan KNIL/NICA26.
Makna dari semboyan menggambarkan eksistensi getteng (ketegasan) sebagai
perilaku atau sikap yang kuat untuk tetap berpegang teguh pada prinsip,
tuntunan, pernyataan, atau tindakan yang benar-benar dipahami dan melekat
dalam jiwa sanubari.
Secara empiris, semboyan ini mengingatkan sikap getteng Raja Luwu ke-
36 ketika diminta oleh tentara KNIL/NICA di Istana Luwu agar menurunkan
26Netherlands Indie Civil Administration (NICA)/Koninklijke Nederlands (ch)–Indish Leger (KNIL).Kedua institusi tersebut datang ke Kerajaan Luwu pasca kemerdekaan Indonesia 17 Agustus1945 yang ingin kembali menancapkan kekuasaannya setelah pasukan Jepang ditaklukkansekutu pada Agustus 1945.
38
bendera Merah Putih dan menggantikan dengan bendera Belanda Merah Putih
Biru. Saat itu, walau dalam tekanan berat, beliau dengan sikap tegas menolak
menurunkan bendera Merah Putih dan menggantinya dengan bendera Belanda
(Mattata, 1967, Tenrigau, 2016). Pernyataan sikap Andi Djemma merupakan
wujud dari sikap getteng yang tidak bergeser sama sekali dengan apa yang
dipahami sebagai suatu tongeng (kebenaran) walaupun nyawa sebagai
konsekuensinya. Sikap yang ditunjukkan tersebut juga menunjukkan nilai warani
(keberanian), yaitu ke-warani-an bersikap dan ke-warani-an menanggung
konsekuensi logis yang timbul.
Semboyan lain yang terkait dengan getteng adalah taro ada taro gau
yangartinya bersatunya ucapan dengan perbuatan dan tenrisau to maega yang
artinya orang banyak tidak terkalahkan yang berarti kebulatan tekad atau
persatuan (Tenrigau, 2002:ii). Semb
oyan ini tertulis di monumen perlawanan rakyat Luwu di Belopa
Kabupaten Luwu. Esensi dari semboyan tersebut adalah komitmen yang kuat,
bersikap mempertahankan tongeng (kebenaran) dan lempu’ (kejujuran) dan
keteguhan yang bulat antara ucapan dan perbuatan.
Getteng (bahasa Bugis) atau akkontutojeng (bahasa Makassar) juga
diartikan sebagai berketetapan hati. Menurut To Maccae ri Luwu (orang cerdas
dari tanah Luwu) bahwa eppai gauna gettengnge: (1) tessalaie janci,(2) tessosori
ulu ada’, (3) telluka anu pura’ teppinra assituruseng, (4) mabbicara naparapi,
mabinru’i tepupi napaja (empat perbuatan yang ditimbulkan oleh keteguhan hati/
getteng, yaitu (1) tidak mengingkari janji, (2) tidak mengkhianati ikrar, (3) tidak
membatalkan keputusan, (4) berbicara ia mampu, kalau mengerjakan sesuatu
tidak berhenti sebelum selesai (Kahar, 2010). Pandangan tersebut semakna
dengan semboyan tebbakke tongengge (Rahman, 2002:97), toddo’ puli’ temma
39
lara dan taro ada taro gau (Tenrigau, 2002:ii) yang berarti komitmen bersikap
dan melaksanakan apa yang dikatakan. Salah satu dari keempat ciri dari sikap
getteng tersebut, yaitu “berbicara ia mampu, kalau mengerjakan sesuatu tidak
berhenti sebelum selesai” dianut sebagai slogan Universitas Andi Djemma
Palopo. Karakter itu menunjukkan komitmen untuk meraih suatu cita-cita dengan
etos kerja yang tinggi.
Penegakan getteng tercermin dari sikap dan perilakunya dalam interaksi
sosial. Seseorang yang bersikap getteng, tentu menunjukkan karakter yang
menjadi ciri-ciri dari nilai tersebut. Sikap getteng yang ditunjukkan Datu Luwu
Andi Djemma dan semboyan Universitas Andi Djemma Palopo merupakan wujud
dari penegakan getteng. Menurut To Ciung (Farid, 2002:33) bahwa ciri-ciri
getteng dapat diwujudkan dalam delapan tindakan, sebagaimana berikut.
Arua sabbinna gettengE: seuwani, topalebbiE; ada maduanna, takkurangiE ada;matellunna, palettuE passuroang; maeppa’na, paodaE ada patuju; malimanna,pogauE gau’ patuju; maennanna, pogauE gau’ makkenna tuttureng, enrengngeada-adanna; mapitunna, saroi maseri silasanaE; maaruanna, pakkatunaiE alenasilasanaE.(Delapan tanda getteng (ketegasan) yaitu: tidak melebihkan kata-kata, tidakmengurangi kata-kata, menyampaikan suruhan, mengatakan kata-kata benar,melakukan perbuatan benar, berhati-hati dalam melakukan perbuatan sertaberbicara, menarik simpati yang semestinya dan merendahkan diri yang
sepantasnya).
Pandangan tersebut sangat jelas menunjukkan batasan atau ciri dari
tindakan getteng, di antaranya meliputi perilaku tongeng (kebenaran) dan lempu’
(kejujuran). Ungkapan “tidak melebihkan kata-kata” dan “tidak mengurangi kata-
kata” dapat dimaknai sebagai tindakan lempu’ (jujur) yaitu menyampaikan atau
menyajikan informasi apa adanya secara objektif. Ungkapan “mengatakan kata-
kata benar” dan “melakukan perbuatan benar” dimaknai sebagai perilaku
tongeng (kebenaran). Sementara itu, ungkapan “berhati-hati dalam melakukan
perbuatan serta berbicara” adalah wujud dari tindakan lempu’ karena terkait
kemampuan teknis dalam memahami aturan. sedangkan ungkapan “menarik
40
simpati yang semestinya dan merendahkan diri yang sepantasnya” dapat
dimaknai sebagai tindakan dualitas tongeng dan lempu’ yang memberikan
persepsi satunya kata dengan perbuatan. Jadi esensi getteng (ketegasan) dalam
pandangan To Ciung (Farid, 2002) adalah melakukantindakan tongeng dan
lempu’. Artinya, jika seseorang ingin bersikap getteng, maka harus berlaku
tongeng dan lempu’ terlebih dahulu karena jika itu tidak dilakukan, maka sangat
sulit bersikap getteng atau tegas.
Dalam menegakkan getteng dibutuhkan (warani) keberanian karena
tanpa keberanian, getteng tidak akan dapat ditegakkan. Seseorang yang
menegakkan ke-warani-an akan mendatangkan banyak kebaikan dari pada
kejelekannya karena senantiasa membela kebenaran dan kejujuran yang
menjadi haknya yang mesti dipertahankan atau diperebutkan. Menurut Arung
Bila (Rahim, 2012:84-85) bahwa:
Agguruiwi gau’na towaraniE, enrengnge empe’na. Apa’ iya gau’na towaraniEseppuloi uwangenna, seuwamua ja’na, jajinna asera decenna. Iyamuaronariaseng maja’ ceddiE apa’ matei. Naiya mua topellorengnge mate muto, apa’de’sa temmatena seininna makkenyawaE.(Sesungguhnya perbuatan orang berani ada sepuluh macammnya, hanya satukeburukannya. Hanyalah disebut yang satu itu jelek, sebab ia mati. Akan tetapiorang penakutpun akan mati juga karena semua yang bernyawa akan mati)
Pandangan tersebut menggarisbawahi pentingnya getteng ditegakkan.
Seseorang yang menegakkan getteng dengan penuh ke-warani-an akan
mendatangkan lebih banyak manfaatnya dari pada menjadi sosok yang pelloreng
(penakut). Pada dasarnya, pandangan tersebut memperlihatkan bahwa getteng
meliputi adanya tesis warani (keberanian) dan anti tesis pelloreng
(penakut).Hanya saja, sikap warani merupakan karakter yang dominan yang
dimiliki seseorang yang menegakkan getteng.
Dalam pandangan yang lebih ekstrim, Arung Bila (Rahim, 2012:86) lebih
lanjut mengemukakan bahwa “orang penakut tidak ada kebaikan yang dimiliki,
41
sekalipun hanya satu tidak ada juga. Ada empat tandanya orang penakut itu,
pertama banyak salahnya; kedua, dustanya banyak; ketiga serakah; keempat
kurang rasa malunya (siri’)”. Oleh sebab itu, seorang yang warani selalu siap
menghadapi segala konsekuensi yang diterimanya, sebagaimana pandangan To
Maccae ri Luwu (Rahim, 2012:107-108) bahwa tandanya orang berani ada
empat, yaitu: pertama, ia tidak gentar menerima perkataan jelek dan perkataan
baik; kedua, ia tidak mendengar berita tetapi didengarnya juga; ketiga, tak takut
ia ditempatkan di depan atau di belakang, keempat, tak takut ia menghadapi
lawan”.
Dari berbagai pandangan tersebut, beberapa simpulan yang dapat ditarik.
Pertama, dalam menegakkan getteng dibutuhkan sikap dan komitmen yang kuat
untuk berpegang pada apayang dianggap tongeng (kebenaran) dan lempu’
(kejujuran); kedua, dalam menegakkan getteng dibutuhkan warani (keberanian)
baik dalam bersikap maupun konsekuensinya; ketiga, hal-hal yang dapat
merusakgetteng adalah pelloreng (penakut), berbuat kesalahan, banyak dusta
(bohong), serakah, dan tidak memiliki rasa malu (siri’).
2.2.1.4 Adele’ (Keadilan)
Kata adil dalam literatur kearifan lokal Bugis-Makassar sangat jarang
ditemui. Berbeda dengan kosakatatongeng (kebenaran), lempu’ (kejujuran), dan
getteng (ketegasan) yang masih dapat ditemui di beberapa literatur dan
manuskrip. Adele’ (keadilan) dalam pandangan La Wadeng Arung Bila, secara
harfiah berarti perwujudan tingkah laku dari lidah, tingkah laku dari hati, dan
tingkah laku dari perbuatan yang mesti diperhatikan terhadap pihak-pihak dalam
masyarakat (Mannahao, 2010:56). Pernyataan tersebut menggarisbawahi tiga
bentuk dari keadilan, yaitu ucapan, hati, dan perbuatan. Jadi adele’ berarti adil
42
bertutur kata, dibenarkan dengan hati (karena ada niat), dan adil dalam
perbuatan. Dalam artian lain bahwa ucapan sesuai dengan kata hati dan
dibuktikan dengan tindakan yang nyata.
Bagi orang-orang Luwu,27 sifat adil dihubungkan dengan kepemimpinan.
Pemerintah yang berlaku adil diibaratkan sama dengan melakukan sholat selama
40 malam. Hal tersebut diungkapkan I Sahe MakkunraikepadaRahman (2002:66)
bahwa adele’ mapparenta datu’e padami patappulo wenni sempajangnge (hanya
semalam pemerintah berbuat adil sama dengan 40 malam bersembahyang).
Secara etimologi, tentu adil tidak dapat disamakan dengan salat 40 malam, tetapi
secara terminologi menunjukkan bahwa adele’ bagi seorang pemimpin memiliki
keutamaan yang lebih besar karena menyangkut hidup orang banyak. Seorang
pemimpin yang tidak berlaku adil kepada masyarakatnya maka sudah barang
tentu akan berdampak terhadap instabilitas keseimbangan dan interaksi dalam
bermasyarakat.
Jika merujuk pada pandangan La Wadeng Arung Bila (Mannahao,
2010:56) yang menekankan adele’ dalam tiga tindakan, yaitu ucapan, hati, dan
perbuatan, maka pandangan To Maccae ri Luwu berikut memiliki korelasi dengan
pernyataan tersebut. Walaupun tidak menyebutkan secara konkrit arti dari adele’,
tetapi pandanganTo Maccae ri Luwu (Rahim, 2012:95) dapat memberikan
gambaran tentang adele’ sebagai berikut.
Makkedai TomaccaE ri Luwu: ripariajangngi riajangngE, ripalau’i alauE,ripariamaniangngi ri amaniangngE, ripariase’i ri ase’E, ripariawai riawaE.(Berkata to MaccaE ri Luwu, ditempatkan di Barat yang di Barat,Ditempatkan di Timur yang di Timur, ditempatkan di Selatan yang di Selatan,ditempatkan di Utara yang di Utara. Ditempatkan di atas yang di atas, danditempatkan di bawah yang di bawah)
27Pernyataan hasil wawancara Prof. Dr. Darmawan Mas’ud Rahman di Palopo yang kala ituKabupaten Luwu masih meliputi kabupaten dan kota yang ada sekarang yaitu Luwu Utara,Luwu Timur, Kota Palopo, dan Kabupaten Luwu (bagian selatan Kota Palopo).
43
Pandangan tersebut menunjukkan bahwa tanda dari kejujuran itu adalah
menempatkan sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau
sepatutnya, menilai sesuatu dengan sebenarnya serta berlaku adil dan
bijaksana. Pandangan ini sesuai dengan La Wadeng Arung Bila (Mannahao,
2010:56) yang menekankan pada kewajaran antara ucapan dengan hati dan
perbuatan yang juga dalam pandangan To Maccae ri Luwu merupakan tindakan
yang menempatkan sesuatu pada tempatnya yang juga diartikan kewajaran. Jadi
pada esensi pandangan To Maccae ri Luwu dan La Wadeng Arung Bila
menekankan kejujuran pada kewajaran.
2.2.2 Penghancur (Destroyed) Nilai-Nilai Siri’ na Pesse
Hamka (1977:185) seorang guru besar kenamaan membagi empat nilai-
nilai kontradiktif yang merupakan lawan dari siri’, yaitu bodoh, zalim, syahwat,
dan gahdab. Zalim yaitu meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, syahwat
berarti rakus, tamak berarti keinginan menerima banyak dan tak mau memberi.
Ghadab artinya marah yang bisa aktif karena sombong, dengki, dan benci.
Orang yang memiliki nilai-nilai penghancur (destroyed) semacam ini kalau
berkuasa akan menindas, tak peduli, kalau dikuasai oleh orang mau menjilat,
mengambil muka, kehilangan harga diri. Kepada orang kuat sangat pengecut
dan kepada orang lemah menindas.
Dalam pemahaman orang Bugis-Makassar dikenal empat unsur sebagai
sumber kehidupan, yaitu api, angin, air, dan tanah. Unsur itu diabadikan La
Sangaji Puanna La Senggeng untuk menganalogkan sifat dari manusia. Tiga
unsur tersebut yaitu api, angin, dan air yang dianggap sebagai perusak atau
penghancur (destroyed) dari konstruksi (nilai-nilai yang membangun) siri’ na
pessedan unsur tanah dianggap sebagai katalisator.
44
Keempat unsur tersebut digambarkan Farid (2005:46-50), pertama
angin: bicara silangi tanae riona ritaue madde’ tekeng bicara, nasabak riwerenna
waramparang ri toribicarae, ianaritu mala pasosok sipak angin ritu kedona.
Angingnge mangkauk mautang tanai lempuk, engkana mau maka naolanaolai,
pura pole oraik, pura pole alauk. Artinya keputusan yang merusak negeri ialah
jikalau kegembiraan terhadap seseorang yang dipakai memutuskan persoalan,
karena (aparat yang memutuskan) telah diberikan harta benda oleh orang yang
dipersoalkan/diadili. Itulah yang mengambil sogokan (korupsi) maka
perbuatannya bersifat angin, angin itu berbuat dengan kekerasan yang tidak
berdasarkan kejujuran karena hanya melalui jalan satu-satunya yang ditempuh
(tanpa berusaha melalui jalan lebih baik). Angin itu datangnya dari Barat dan dari
Timur.
Angin diibaratkan sebagai seorang yang curang karena suka korupsi,
selalu mengambil jalan pintas sekali pun tercela, serta dapat dikategorikan to
rangga sela” yaitu orang yang tidak tetap pendiriannya, tidak berprinsip (getteng)
dan hanya mementingkan uang belaka. Ia rela melakukan apa saja (ibaratnya
arah mata angin datang dari Barat dan Timur) selama yang dilakukan itu dapat
menghasilkan arus kas masuk (cash in flow) bagi dirinya tanpa memperhatikan
dampak yang ditimbulkannya untuk kemaslahatan orang banyak.
Kedua-api, sifat ini dilukiskan bahwa rekko gellinna ri taue naddetekeng
bicara, naengngerangngi ri wettu engkana apasa lanna ri alena naia
nababbarengngi, olo tongeng napasalai. Sipak apinna ritu kedo. Naia apie
mangkarauk maraja temmita munri. Artinya bila amarahnya yang dipakai
memutuskan persoalan/perkara, karena diingatnya pada waktu adanya
kesalahan orang itu terhadap dirinya dan itulah dipakai memukulnya
(menghukumnya). Sesungguhnya ia harus membenarkan tetapi
45
dipersilahkannya. Ada pun apiitu berbuat kuat melampaui batas dan tak
memperhitungkan akibatnya.
Api itu diibaratkan seseorang yang suka marah, cepat mengamuk, atau
bertindak hebat tanpa menggunakan rasio atau akal pikirannya. Ia tidak
memperhitungkan akibat perbuatannya itu baik kepada dirinya maupun kepada
orang lain atau organisasi.
Ketiga-air, sifat ini dilukiskan bahwa esse’ babbuana nabbicarang, ianaritu
pabbicara makkalepak nasabak seajinna assininnawa nganna nakalepaksi. Olo
salanatongengngengngi: sipak uae ritu kedona. Ia uae macca namnisik, iakiadek
gettenna, iana malleppek-leppek iani matuna-tuna iani naccoloki. Artinya rasa
kasihan yang dipakai memutuskan perkara, itulah aparat/pejabat yang memihak,
sebab yang tersangkut ialah sanak atau kawan akrabnya, maka ia melindungi
mereka. Hal seperti itu bersifat air. Air itu pandai dan teliti tetapi tidak tegas
(getteng) di mana tempat yang rendah, di mana tempat yang hina dina,
kesanalah ia mengalir.
Air diibaratkan orang yang menggunakan belas kasihan yang melanggar
norma untuk menerapkan suatu hal, sehingga melindungi orang yang bersalah,
karena orang itu sanak atau sahabatnya. Walaupun air itu pintar dan teliti, tetapi
ia suka melakukan perbuatan yang hina. Sifat air itu juga dimiliki orang yang
suka menjilat ke atas dan menginjak ke bawah. Sifat air menggambarkan
nepotisme.
Keempat-tanah, sifat ini dilukiskan bahwa pabbicara tongeng
madecengngi napasisauk-sauk wali-wali urekna bicarae, napenisik i sininna
majak e namapaccing, naellaui ri Dewata Seuae tenriawa, tenriasek, teccukuk,
teccengak, dek gaga barak seuana maelok nala sangadinna mua riatinna
tongeng. Nasappa attetongenna tongengge, nasalae nasappak asalla.
46
Naengkana nitu madecengnaiamua napampiang atongengenna tongengnge
nawere’ toni asalanna salae. Ianaritu sipak tana kedo: malempuk namawatang,
iatomi padecengngi tana perajai wanua. Artinya pejabat yang benar ialah yang
memelihara keempat alat bukti kedua belah pihak yang bersengketa (lalu
disambungnya atau dipertentangkannya) diteliti semua yang buruk dan setelah
itu dimohonnya kehadapan Tuhan Yang Maha Esa agar tidak di bawah (tidak
merasa segan terhadap pihak yang kuat posisinya di masyarakat) dan tidak di
atas (tidak memandang enteng pihak yang lemah), tidak tunduk dan tidak
menengadah (tidak berpandangan vertikal di atas), tidak ada yang akan
ditetapkannya selain dari apa yang benar menurut kata hatinya. Ia mencari
kebenaran yang benar dan yang bersalah dicarinya kesalahannya, apabila
ditemuinya yang baik, maka diberikannya kebenaran kepada pihak yang benar,
dan diberikannya pula kesalahan kepada pihak yang salah. Itulah sifat tanah
yang bergerak, jujur, dan kuat. Itu sajalah yang memperbaiki dan dapat
membesarkan negeri.
Menurut kriteria dahulu kala, orang yang berasal usul baik yang
menonjolkan sifat tanahnya yang menetralisir sifat api, angin, dan air, itulah yang
perlu dicontoh (patuppu batu) dan orang demikian dianggap paling sempurna
siri’nya. Jadi ada anggapan dahulu bahwa semakin tinggi kedudukannya
seseorang dalam masyarakat dan pemerintah, makin dianggap mempunyai siri’
yang lebih sempurna daripada orang biasa. Oleh sebab itu, orang-orang Bugis
dan Makassar berupaya untuk meraih keberhasilan atau kinerja (performa)
karena hal tersebut merupakan representasi dari siri’ itu sendiri.
47
2.3 Penyusunan Anggaran Berbasis Nilai-Nilai Siri’ na Pesse
Eksistensi nilai-nilai siri’ na pessememiliki peran penting dalam proses
penyusunan anggaran dalam segala level. Oleh sebab itu, nilai-nilai siri’ na
pesse senantiasa terus ditegakkan untuk melahirkan anggaran yang efisien,
efektif, transparan, akuntabel, dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Dalam penyusunan anggaran terdapat beberapa kriteria yang menjadi
rujukan. Menurut To Ciung (Rahim,2012:108-109) bahwa kriteria-kriteria tersebut
yaitu: kita harus jujur (lempu’),kita harus berkata benar (tongeng), kita harus
teguh pendirian/tegas (getteng), kita harus mawas diri (waspada dan penuh
perhatian), yang disebut jujur (lempu’) ialah bila kita dapat mengukur diri sendiri,
yang disebut berkata benar (tongeng) jika tidak keluar kata bohong dari mulut
kita, yang disebut tegas (getteng) bila kita tidak mengingkari janji, yang disebut
waspada dan penuh perhatian bila mata kita tidak tidur baik siang maupun
malam memikirkan hal-hal yang dapat memperbaiki negeri kita, yang disebut
pemurah ialah bila kita mampu untuk memberi makan orang lain siang dan
malam, yang disebut pikiran nyaman ialah bila kita tidak marah jika diperingati
atau dinasehati, yang dinamakan berani ialah bila kita tidak membedakan
kematian dan kehidupan, yang dinamakan tidak membedakan ialah memandang
sama bila kita berada atau tidak berada.
Kriteria yang digunakan To Ciung dalam melahirkan transparansi pada
penganggaran, secara garis besar dibangun dalam empat pilar nilai yaitu:
tongeng (kebenaran), getteng (ketegasan), lempu’ (kejujuran), dan adele’
(keadilan). Keempat pilar nilai siri’ na pesse tersebut tersusun secara vertikal
yang menggambarkan hubungan operasional dari nilai-nilai tesebut, seperti pada
gambar berikut.
48
Gambar 2.5 Basis Nilai Dalam Penyusunan Anggaran (Rahim, 2012:108-109)
Jika dijabarkan lebih luas dalam hubungannya dengan proses
penganggaran, maka nilai tongeng (kebenaran) yang menggambarkan bahwa
anggaran yang disusun harus berdasarkan pada kebijakan, prosedur, dan aturan
Lempu’Kejujuran
Berkata Benar(Dokumen Sumber)
Tidak Bohong(Apa Adanya)
Mengukur Diri Sendiri(Capaian Output dan Sasaran )
Tidak Marah Jika Dinasehati(Amanah, Korektif-Daftar Harga)
GettengKetegasan
Waspada dan Hati-Hati(Mempertahankan Tongeng dan Lempu’)
Tidak Ingkar Janji(Komitmen)
Tidak Membedakan Kematian dan Kehidupan(Berani Menanggung Risiko)
(Adele’/Keadilan)Memandang Sama Ada atau Tidak Ada
(Proporsional)
Memberi Makan Siang dan Malam(Keberpihakan (Pro Poor)/Kesejahteraan)
TongengKebenaran
Mata Tidak Tidur Siangdan Malam
(Bertanggung Jawab SecaraKonstitusional)
49
yang berlaku dan dipertanggungjawabkan secara konstitusional (refleksi dari
mata tidak tidur siang dan malam).
Nilai lempu’ (kejujuran) menggambarkan bahwa anggaran yang disusun
harus berdasarkan dokumen sumber seperti dokumen perencanaan
pembangunan daerah yang meliputi RPJPD, RPJMD, RKPD, PPAS/PAS yang
berisafat top down dan dokumen dari hasil musrenbang yang bersifat bottom up
(berkata benar). Anggaran disusun tidak boleh keluar dari dokumen sumber
(objektif) dan diarahkan untuk menghasilkan output untuk memenuhi aspek
sufieisnsi yaitu kebutuhan sosial dasar dan kebutuhan infrastruktur dasar untuk
kesejahteraan masyarakat (mengukur diri sendiri) berdasarkan acuan daftar
harga yang ditetapkan pemerintah (perwujudan dari tidak marah jika dinasehati).
Nilai getteng (ketegasan) menggambarkan bahwa anggaran yang disusun
harus berdasarkan aturan/tongeng dan dokumen sumber (lempu’) (waspada dan
hati-hati) dan tetap komitmen (tidak ingkar janji) untuk menolak berbagai macam
tindakan inkonstitusional dengan risiko apapun (tidak membedakan sama ada
atau tidak ada). Sedangkan nilai adele’ (keadilan) menggambarkan bahwa
anggaran yang disusun harus proporsional ke setiap level unit kerja dan
menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat supaya output yang dihasilkan
dapat dinikmati masyarakat pada umumnya.
Begitu pentingnya nilai-nilai siri’ na pesse dalam perencanaan dan
penyusunan anggaran sehingga bagi orang-orang yang masih berpegang teguh
pada nilai-nilai lokal akan merasa sangat malu (masiri’) jika dalam pelaksanaan
proses penyusunan anggaran melakukan tindakan yang berlawanan dengan
kebijakan, prosedur, dan peraturan walaupun dalam kapasitas yang sangat kecil.
Tindakan yang mencederai siri’ pada dasarnya tidak diukur besar kecilnya apa
yang dilakukan. Menurut Lopa (2005:92) bahwa:
50
Pemerintahan masa lalu memiliki kedisiplinan yang sangat kuat dan merasasangat malu apabila dalam buku kas yang dipertanggungjawabkannya terdapatselisih jumlah setengah sen. Meskipun selisihnya lebih (tidak ada uang negarayang hilang) sudah sangat malu karena dianggap tidak tahu mengerjakan bukukas.Lebih-lebih lagi kalau buku kasnya ada tekoran setengah sen, maka malunyasudah sangat luar biasa, sehingga ada kalanya oknum pejabat tersebutmenderita sakit (terutama sakit tekanan batin) berminggu-minggu lamanyakarena merenungkan kejadian itu.
Menyikapi pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pemerintahan pada
masa lalu sangat peka, hati-hati, dan teliti menggunakan anggaran. Jika terjadi
selisih mereka sangat malu. Rasa malu bukan hanya karena terjadinya selisih
minus karena tindakan korupsi atau selisih lebih karena pengeluaran kas yang
tidak tercatat atau karena kebutuhan pribadi. Rasa malu itu juga berlaku jika
mereka diberikan gratifikasi untuk tujuan tertentu sehingga merugikan suatu
pihak atau negara dalam lingkup yang luas.
Jika menoleh kebelakang, dalam upaya untuk mempertahankan siri’ juga
terjadi pada masa pemerintahan kerajaan. Sawerigading (anak dari Batara Lettu’,
raja kedua Kerajaan Luwu) suatu ketika ditawari berdamai oleh raja Guttu
Tellamma, negeri Saliweng Langi’. Guttu Tellamma menawarkan hadiah berupa
sejumlah harta benda kepada Sawerigading asal mau menerima perdamaian
yang ditawarkan kepadanya. Sawerigading menolaknya karena pantang
menerima suap dari mana pun. Usaha keras dan kegigihan untuk mencapai
harkat dan martabat tergambar dalam peristiwa perjuangan Sawerigading ketika
ingin mempersunting We Cudai di Tanah Cina (Tiongkok). Walaupun
Sawerigading harus menghadapi berbagai macam tantangan dan rintangan, ia
tak pernah gentar hingga usahanya benar-benar berhasil (Said, 2003).
Sikap yang ditunjukkan pemerintah dahulu sebagaimana yang dimaksud
Lopa (2005) dan Sawerigading (Said, 2003) merupakan komitmen (commitment)
untuk mewujudkan transparansi dalam menciptakan keadilan kepada semua
orang. Nilai-nilai tersebut merupakan spektrum dari kejujuran (lempu’) yang
51
berhubungan dengan komitmen (commitment), disiplin (discipline), bertanggung
jawab (responsible), dan adil (justice) (Mannahao, 2010).
Gambar 2.6 Spektrum Lempu’ (Mannahao, 2010:30)
Sikap komitmen menunjukkan keteguhan hati (getteng/ketegasan) untuk
menggunakan anggaran dengan sebaik-baiknya sesuai dengan pagu anggaran
yang telah disepakati bersama. Disiplin menunjukkan waspada dan hati-hati
dalam penggunaan anggaran agar anggaran yang digunakan benar-benar
terarah dan sesuai dengan peruntukannya. Bertanggungjawab menunjukkan
bahwa apa yang telah dilakukan, mulai dari penyusunan hingga penggunaan
anggaran harus dipertanggungjawabkan dengan baik dan benar sehingga
melahirkan keadilan bagi semua. Itulah proses penganggaran yang jujur
(lempu’).
2.4 Hirarki Siri’ na Pesse
Beberapa penulis mengklasifisikan siri’ na pesse. Andaya (1979:366)
membagi siri’ menjadi dua, yaitu (1) aib yang disebabkan oleh serangan orang
lain, dan (2) rasa malu yang disebabkan oleh nasib buruk yang menimpa
seseorang. Sedang Farid (2005:51-52) membagi siri’ membagi tiga, (1) siri’, yaitu
harkat, martabat, dan harga diri manusia, (2) siri’masiri’ yaitu perasaan aib dan
AdilJustice
KomitmenCommitment
DisiplinDiscipline
BertanggungJawab
Responsible
Lempu’
Jujur
52
hina sebagai akibat keadaan yang menimpa misalnya karena miskin, dungu,
berdosa karena memfitnah atau perbuatan sendiri yang menyebabkan orang
merasa aib, (3) siri’ nipakasiri’ yaitu perasaan aib sehingga merasa diri bukan
manusia lagi disebabkan penghinaan orang lain, misalnya ditempeleng atau
dimaki-maki di muka umum, diludahi mukanya, dituduh melakukan sesuatu
pelanggaran adat, dan dilarikan istri atau salah seorang anggota keluarganya.
Sementara itu, Mannahao (2010:27) membagi siri’ menjadi tiga yang
digambarkan sebagai atap rumah (timpa’ laja’) orang Bugis, Makassar, dan
Mandar berbentuk segi tiga yang bersusun tiga. Ketiga susun prototipe itu
masing-masing adalah (1) siri’e ripadatta rupa tau’ (malu kepada sesama
manusia), (2) siri’e riwattakaleta tau (malu terhadap diri sendiri), dan (3) siri’e ri
Allah Ta’ala (malu kepada Allah Ta’ala).
Gambar 2.7 Hirarki Siri’ na Pesse/Timpa’ Laja Siri’ na Pesse (Mannahao,2010:27)
Dari ketiga hirarki tersebut, prototipe siri’e ri Allah Ta’ala memiliki porsi
yang paling besar sebab ukurannya adalah hati. Baik dilihat maupun tidak oleh
orang lain, manusia harus malu kepada Allah mana kala melakukan tindakan
yang tidak sesuai dengan aturan Allah (karena Allah pasti mengetahuinya).
Kemudian siri’e ri watakkaleta (malu terhadap diri sendiri), artinya kita bisa saja
membohongi orang lain tetapi kita tidak dapat membohongi diri kita sendiri. Lalu
tingkatan siri’e ripadatta rupa tau merupakan tingkatan yang paling nampak,
sebab berhubungan langsung dengan penilaian orang lain terhadap diri kita.
53
Hirarki siri’ yang digambarkan di atas seperti yang tertuang dalam pesan-
pesan (pappaseng) yang mengandung nilai-nilai spiritual yaitu: tellu riala sappo,
(1) tau’e ri dewatae, (2) siri’e ri watakkale, (3) siri’e ri padatta rupa tau. Artinya
tiga yang dijadikan pagar, (1) rasa takut kepada Allah, (2) rasa malu kepada diri
sendiri, dan (3) rasa malu pada sesama manusia (Kahar, 2012).
Di Mandar, siri’ dinamakan lokko’ yang juga diartikan malu. Lokko’
(mandar) atau siri’ (Luwu-Bugis, Makassar) dibagi dalam lima tingkatan (Lopa,
2005:81-83). Pertama, kayyang siri’ yaitu siri’ yang besar. Orang ini selalu teliti
tutur bahasanya dan perbuatannya. Meminjam saja sesuatu (walaupun hal kecil)
ia merasa malu walaupun yang dipinjam itu milik temannya sendiri.
Kedua, naissang siri’ yaitu mengetahui atau memiliki siri’. Orang ini selalu
teliti juga tutur bahasa dan perbuatannya tetapi sedikit di bawah dari kayyang
siri’. Jika ingin meminjam sesuatu kepada kawannya sendiri karena sangat perlu,
maka wajar jika meminjamnya sepanjang yang dipinjam itu digunakan untuk
kebaikan dan dikembalikan.
Ketiga, kurang siri’ (rasa malunya tipis/kurang). Orang ini seperti yang
suka meminta-minta walaupun di sekeliling tetangganya mencemohkannya.
Dahulu pernah terjadi di Mandar dikeluarkan oleh rakyatnya karena
pekerjaannya suka meminta-minta sehingga dijuluki maradia dipasung (dipasung
artinya dikeluarkan). Berbeda dengan maradia missung yang berarti marradia
tidak berfungsi lagi karena permintaannya sendiri atau sudah habis masa
jabatannya.
Keempat, andian siri’ atau tidak memiliki malu. Orang ini tingkah laku
sehari-harinya tidak membedakan lagi mana yang baik dan mana yang buruk.
Baik atau buruk, halal atau haram baginya sama saja. Terpenting baginya adalah
tujuan tercapai. Tidak peduli, istri dan anaknya makan sembarang di rumah
54
orang walaupun tidak diundang. Oknum-oknum pejabat yang suka melakukan
korupsi termasuk oknum-oknum penegak hukum yang suka menerima suap,
meskipun masyarakat disekelilingnya mencemooh dianggapnya biasa-biasa
saja, tidak ada malunya sama sekali.
Kelima, mate siri’ atau mati malu (tidak akan ada lagi/hilang). Orang ini
menganggap dirinya seolah-olah tidak hidup lagi. Ia merasakan sudah habis
sama sekali harga dirinya sehingga ia hidup menyendiri dan biasanya
meninggalkan kampung halamannya untuk selama-lamanya. Orang yang ditimpa
mate siri’, seperti anak gadisnya diperkosa orang lain, namun ia tidak mampu
melakukan pembalasan karena misalnya kekuatannya lemah dan anggota
keluarganya tidak dapat menanggung dan malunya sudah tidak ada lagi. Orang
yang ditimpa kemalangan ini biasanya bunuh diri, tetapi ada kalanya juga
mengambil tindakan mallomo puru (melakukan pembunuhan dengan membabi
buta terutama membunuh orang yang telah mencemohnya).
Pendapat lain juga dikemukakan Moeing (1990:24) yang membagi siri’
menjadi tiga, yaitu pertama, siri’ yang menimbulkan akibat kriminal misalnya
karena ada perkelahian sehingga ia pun melibatkan diri dan akhirnya membunuh
orang lain. Kedua, siri’ yang hanya merugikan orang pribadi atau kelompok
manusia. Misalnya kedatangan tamu, maka ia akan memberikan yang terbaik
bagi tamunya, sehingga walaupun ia tidak mampu, bagaimanapun pahitnya
kehidupan yang dia alami namun dia akan mengupayakan untuk memberi
jamuan kepada tamunya sebab mereka memiliki prinsip moda mappakala’bii tau
padatta rupa tau, alabe dipakala’bik yaitu menghormati seseorang berarti
menghormati diri sendiri. Ungkapan lain yaitu doi anna barang-barang
dipameang ditia gau mapia anna loa mapia dipadatta rupa tau andiang dibaluang
55
disapa. Artinya uang dan harta dapat dicari atau dibeli tetapi tutur kata yang baik
tidak ada dijual di mana-mana.
Ketiga, siri’ yang menata kehidupan sebaik-baiknya dalam kehidupan
berkelompok atau bermasyarakat. Siri’ ini menempatkan diri dalam kehidupan
bermasyarakat, baik di daerah sendiri maupun di daerah orang lain. Malu (siri’)
jika tidak berbuat sesuai dengan norma-norma kehidupan yang terdapat di dalam
masyarakat.
2.5 Ikhtisar
Siri’ na pesse telah eksis sejak peradaban Bugis kuno muncul di Luwu
Timur. Pesse lahir karena adanya problematika anggaran dan sosial yang
mendorong munculnya kepekaan kebatinan, sedangkan siri’ muncul untuk
mengatasi problematika yang sedang dialami demi untuk menegakkan harkat
dan martabat suatu individu, komunitas, atau institusi secara kelembagaan.
Pada tataran implementasi dalam setting sosial, siri’ na pessetidak
berdiri sendiri melainkan dibangun di atas pondasi nilai-nilai yang sangat spesifik
dan unik, yaitu tongeng (kebenaran), lempu’ (kejujuran), getteng (ketegasan),
adele’ (keadilan), dan nilai-nilai kearifan lokal lainnya yang relevan. Dibalik nilai-
nilai siri’ na pesse itu juga terdapat sifat atau perilaku yang dapat merusak
(destroyed) konstruksi,di antaranya korupsi, kolusi, bodoh, zalim, syahwat, dan
gahdab atau karakter dan perilaku lain yang menyimpang (anomali).
Nilai-nilai siri’ na pessetidak hanya dipahami secara etimologi sebagai
empati dan malu, melainkan juga dipahami secara kontekstual berdasarkan
situasi dan kondisi yang terjadi. Dalam hubungannya dengan penyusunan
anggaran di pemerintah daerah, maka siri’ na pessedapat dipahami sebagai
komitmen kuat untuk melahirkan suatu produk APBD berkualitas yang terbebas
56
dari intervensi kepentingan pribadi atau golongan, disusun secara transparan,
bertanggungjawab, berdasarkan kebijakan, prosedur, dan aturan yang berlaku
demi untuk meraih harkat dan martabat.
Konsep siri’ na pesse yang pernah eksis pada masa lalu memiliki ciri-ciri
yang dikenali. Ciri-ciri tersebut meliputi: (1) beriman kepada Allah SWT, (2) ikhlas
dan jujur, (3) tabah dalam perjuangan hidup untuk mempertahakan kembali
dirinya, (4) tidak sombong dan takabbur, (5) bersikap demokratis, (6) mampu
memecahkan masalah secara arif bijaksana dan rasional, (7) memperkuat
solidaritas sosial dan melindungi golongan lemah, serta (8) konsisten dan
memiliki integritas pribadi, dan berperilaku santun.
57
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian kualitatif tidakmengistimewakansalah satu metodologi atas metodologiyang lain
Salim, 2006
3.1 Menelusuri Metodologi Penelitian yang Relevan
Metodologi merupakan kerangka teori dan prinsip yang menjadi dasar
metode dan prosedur. Metodologi dalam wacana ilmu pengetahuan merupakan
bagian yang penting karena merupakan pola yang digunakan untuk
memproduksi ilmu pengetahuan (Sawarjuwono, 1998:2). Metodologi menurut
Babbie (1979:7) merupakan bagian dari epistimologi (sub-field of epistimology)
yang disebut sebagai ilmu untuk menemukan (the science of finding out). Oleh
karena itu, dalam melahirkan ilmu pengetahuan diperlukan penelitian yang baik,
sedangkan penelitian yang baik jika memiliki tujuan yang jelas.
Dalam menjawab fokus penelitian, peneliti harus mampu melakukan
pengamatan terlebih dahulu lalu memilih alat analisis yang relevan.Dalam
pengamatan dibutuhkan paradigma atau perspekstif (world view atau paradigm)
(Mulyana, 2003:13) yang dapat menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi
agar hasil yang didapatkan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Suatu
paradigma memiliki keunikan dan karakter masing-masing yang berbeda
sehingga secara implisit tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan semua
persoalan keilmuan dan persoalan praktis yang terjadi di objek penelitian.
Masing-masing paradigma dengan kekhasan yang dimiliki mampu
menyelesaikan persoalan-persoalan tertentu.
57
58
Paradigma sendiri merupakan istilah yang dilontarkan pertama kali oleh
Thomas Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific Revolutions (1970)
yang ditulis sebagai jawaban atas pergolakan ilmu (science war) yang sedang
terjadi saat itu. Paradigma merupakan suatu pendekatan investigasi suatu objek
atau titik awal mengungkapkan point of view, formulasi suatu teori, mendesign
pertanyaan atau refleksi yang sederhana. Paradigma dapat diformulasikan
sebagai keseluruhan sistem kepercayaan, nilai, dan teknik yang digunakan
bersama oleh kelompok komunitas ilmiah (Ritzer, 2014:5). Paradigma sebagai
serangkaian keyakinan dasar yang membimbing tindakan (Guba, 1990:17) dan
sebagai seperangkat asumsi-asumsi teoritis umum dan hukum-hukum serta
teknik-teknik aplikasi yang dianut secara bersama oleh para anggota suatu
komunitas ilmiah (Heriyanto, 2003:28).
Burrell dan Morgan (1979:22) membagi paradigma-paradigma dalam
empat bagian besar berdasarkan perbedaan asumsi meta teori mengenai sifat
dasar sains sosial (the nature of social science) dan sifat dasar masyarakat (the
nature of society). Keempat paradigma besar tersebut adalah fungsionalist
paradigm, interpretive paradigm, radical humanist paradigm dan radical
strukturalist paradigm.Keempatnya terjalin melalui mutually exclussive dalam
memandang realitas sosial.
Dalam konteks akuntansi, pembagian paradigma di kalangan ilmuwan
masih beragam. Pendekatan yang dilakukan Chua (1986) secara spesifik
membedakan akuntansi dalam tiga world view yaitu: mainstreamaccounting
tought, interpretive alternative, dan critical alternative(Kamayanti, 2006:26-27).
Namun sekarang ini, para ahli telah menambah beberapa jenis paradigma
berdasarkan kajian dan cara pandang mereka masing-masing sehingga
meperkaya paradigma yang telah ada.
59
Pelbagai paradigma tersebut memiliki sifat dasar sains social yang
menurut Burrell dan Morgan (1979:3) dibagi dalam empat asumsi yaitu ontologi,
epistemologi, human nature, danmetodologi. Sifat dasar masyarakat menurut
Burrell dan Morgan (1979:3) digambarkan sebagai sosiologi regulasidan
sosiologi perubahan radikal.Sosiologi regulasi mementingkan pada kebutuhan
regulasi dalam hubungan antar manusiadengan menekankan kebersamaan dan
keseragaman. Sosiologi regulasi berkaitan dengan status quo, tatanan sosial,
konsensus, integrasi dan kohesi sosial, solidaritas, kebutuhan akan kepuasan,
danaktualitas. Sosiologi perubahan radikal berada pada posisi berlawanan
dengan sosiologi regulasi di mana intinya untuk mencari penjelasan terhadap
perubahan radikal, konflik struktural, dominasi, serta kontradiksi sosial yang
dilihat ahli teori sebagai karakter masyarakat modern.
3.2 Interpretif: Paradigma Penelitian
Penelitian pada ranah interpretif lebih memusatkan kajian pada
interpretasi makna atas realitas sosial. Fakta merupakan tindakan yang spesifik
dan kontekstual yang bergantung pada pemaknaan sebagian orang dalam
situasi sosial. Perilaku dan pernyataan dapat memiliki makna yang banyak dan
dapat dinterpretasikan dengan berbagai cara (Newman, 1997: 72).
Dalam paradigma interpretif, tugas teori adalah memaknai (to interpret dan
to understand), bukan to explain dan to predict sebagaimana dalam paradigma
positivisme (Triyuwono, 2006:239). Jadi eksistensi teori dalam paradigma
interpretif diukur dari kemampuannya untuk memaknai bukan kemampuannya
untuk menjelaskan dan meramalkan.
Dalam bidang akuntansi, pandangan paradigma interpretif menurut
Belkaoui (2004:24) akan berfokus pada upaya menjelaskan tatanan sosial dari
60
sudut pandang seorang normalis, antipositivis, voluntaris, dan ideologis. Ia akan
menjadikan pemahaman pengalaman subjektif yang dialami oleh individu yang
terlibat dalam persiapan, komunikasi, verifikasi, atau penggunaan informasi
akuntansi sebagai sasarannya. Bagi para interpretatis, akuntansi tidak lebih dari
hanya sekedar nama, konsep, dan label yang digunakan untuk membuat suatu
kenyataan sosial. Ia hanya dapat dimengerti dari sudut pandang pihak-pihak
yang terlibat langsung dalam pembuatan, komunikasi, dan penggunaannya.
Teori-teori akuntansi yang lahir dari paradigma interpretivisme pada
umumnya sarat dengan subjektivitas, sehingga setiap temuannya terikat oleh
nilai (value-laden). Teori yang terikat nilai menurut Triyuwono (2006:240)
bukanlah hal yang tabu, tetapi sebaliknya nilai yang terkandung dalam teori
tersebut menunjukkan keilmiahan teori dalam paradigma ini. Manusia memiliki
subjektivitas yang secara sadar atau tidak akan masuk dan menyatu dalam
proses konstruksi ilmu pengetahuan. Jika subjektivitas itu telah menyatu dalam
setiap proses, maka ilmu pengetahuan secara niscaya akan sarat dengan nilai.
Pendekatan interpretif pada studi ilmu-ilmu sosial (diantaranya ilmu
akuntansi) berfokus pada makna yang membentuk aksi dan institusi serta
interpretasi atas cara para aktor dalam membangun institusi sosialnya. Asumsi
yang dibangun dalam teori interpretif bahwa seorang peneliti tidak akan dapat
memahami hubungan manusia secara semestinya jika tidak memahami makna
yang saling berkaitan. Oleh karena itu, pendekatan interpretif berangkat dari
upaya untuk mencari penjelasan tentang peristiwa-peristiwa sosial atau budaya
yang didasarkan pada perspektif dan pengalaman orang yang diteliti.Pendekatan
interpretif diadopsi dari orientasi praktis. Secara umum pendekatan interpretif
merupakan sebuah sistem sosial yang memaknai perilaku secara detail, melihat
fenomena, dan menggali pengalaman dari objek penelitian (Newman, 1997:68).
61
Interpretif melihat fakta sebagai sesuatu yang unik dan memiliki konteks
dan makna yang khusus sebagai esensi dalam memahami makna
sosial.Interpretif melihat fakta sebagai hal yang cair (tidak kaku) yang melekat
pada sistem makna dalam pendekatan interpretif.Fakta-fakta tidaklah imparsial,
objektif, dan netral. Menurut Newman (1997:72) bahwa:
fakta merupakan tindakan yang spesifik dan kontekstual yang bergantung padapemaknaan sebagian orang dalam situasi sosial. Interpretif menyatakan situasisosial mengandung ambiguisitas yang besar. Perilaku dan pernyataan dapatmemiliki makna yang banyak dan dapat diinterpretasikan dengan berbagai cara.
Dalam hubungannya dengan perubahan struktur pemikiran akuntansi,
paradigma interpretif juga dapat digunakan sebagai instrumen awal.Namun jika
menghendaki perubahan dalam akuntansinya, maka dapat melanjutkan
pendekatan interpretif dengan pendekatan yang ada dalam paradigma kritis
(Budiyantoro dan Triyuwono 2004). Hal ini dapat dilihat dalam pandangan Marsh
dan Gerry (2002:160).
teoriinterpretif yang berkembang dalam ranah penelitian kualitatif mempunyai duaakar utama yaitu (1) pendekatan interpretif yang berakar pada ilmu kemanusiaan,khususnya sejarah. Ilmu tersebut bersumber dari hermeneutika dan filsafatfenomenologi yang berusaha memahami makna yang dilekatkan orang padatindakan sosial, (2) pendekatan-pendekatan baru terhadap teori interpretif yangtumbuh subur seiring meningkatnya kesadaran tentang kekeliruan pandangantujuan ilmiah behavioralisme dan strukturalisme yang memutlakkan bahwa setiapbentuk temuan riset dapat direplikasi.
Berdasarkan pada substansi paradigma tersebut, maka penelitian ini
relevan menggunakan interpretif. Hal ini didasarkan bahwa dalam menyusun
anggaran dasar yang dijadikan acuan adalah kondisi yang sedang dialami
masyarakat. Kondisi tersebut merupakan input dalam mengeksplorasi realitas
yang terjadi guna mengungkap fakta sosial baik yang nampak maupun yang
tidak nampak sehingga dapat mengungkap makna yang terkandung dari
penyusunan anggaran.
62
3.3 Metode Studi Kasus
Esensi sebuah penelitian adalah untuk mendapatkan jawaban dari fokus
penelitian yang diajukan. Dalam memberikan jawaban dibutuhkan metode yang
relevan. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang menurut Creswell
(2010:20) sebagai berikut.
Studi kasus merupakan strategi penelitian dimana di dalamnya penelitimenyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atausekelompok individu.Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas, dan penelitimengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagaiprosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa penelitian studi kasus
memfokuskan pada suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok
individu yang kasus-kasusnya dibatasi oleh waktu dan aktivitas. Pembatasan
waktu dan aktivitas yang dimaksud mengarah pada pengumpulan data dan
informasi terhadap suatu peristiwa yang dibatasi dalam rentang waktu tertentu.
Oleh sebab itu studi kasus dianggap sebagai bentuk strategi dalam penelitian
kualitatif.
Robert E. Stake menyebut jika studi kasus lebih dominan ke ranah
penelitian kualitatif (Denzim dan Lincoln, 2009:299). Studi kasus bisa berarti
proses mengkaji kasus sekaligus hasil dari proses pengkajian tersebut. Sebuah
kasus ruang lingkupnya jika lebih spesifik (Denzim dan Lincoln, 2009:300). Jika
ditinjau dari wilayahnya, maka penelitian studi kasus hanya meliputi daerah atau
subyek yang sangat sempit. Namun, ditinjau dari sifat penelitian, penelitian kasus
lebih mendalam (Arikunto, 2010). Jadi pada dasarnya studi kasus merupakan
penelitian terhadap kehidupan satu atau beberapa komunitas, organisasi atau
perorangan yang dijadikan unit analisis, dengan menggunakan pendekatan
kualitatif.
63
Penggunaan studi kasus dalam penelitian ini didasarkan pada beberapa
alasan.Pertama, bahwa penyusunan anggaran di Kabupaten Luwu Timur
berhubungan dengan penyusunan program dan kegiatan; dilakukan oleh
individu-individu dalam tim, dibatasi oleh waktu dengan jadwal tertentu,dan
pengumpulan data dilakukan melalui prosedur. Karakteristik dari alasan tersebut
sesuai dengan pandangan Creswell (2010:20) bahwa studi kasus terkait
penyelidikan suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok
individu yang dibatasi waktu dan dalam mengumpulkan informasi menggunakan
prosedur berdasarkan waktu yang telah ditentukan.
Kedua, sehubungan dengan fokus dari penelitian ini, yang menurut Yin
(1994:21) bahwa studi kasus dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan
penelitian berupa bagaimana (how) dan mengapa (why). Hal tersebut
mengindikasikan bahwa pertanyaan how atau why membutuhkan eksplorasi
untuk mengungkap permasalahan yang ingin dijawab melalui penelitian.
Ketiga, bahwa penyusunan anggaran yang diteliti terkait terkait dengan
kontemporeritas (kekinian) karena berhubungan dengan reformasi anggaran
yang diluncurkan pemerintah untuk memperbaiki pengelolaan keuangan
negara/daerah. Selain hal tersebut, penelitian ini juga mengambil setting kearifan
lokal mengenai siri’ na pesse yang belum banyak dilakukan oleh peneliti
sebelumnya.
Alasan tersebut sesuai dengan pandangan Yin (1994:21) bahwa studi
kasus memfokuskan diri untuk meneliti fenomena‐fenomena yang cukup
kontemporer (kekinian). Beberapa kasus yang amat jarang ditemui dan
karenanya belum banyak penelitian yang berusaha mengungkapnya menjadi hal
yang mendasari seorang peneliti menggunakan studi kasus. Hal ini dikarenakan
dari beberapa penelitian yang dilakukan terkait siri’ na pesse lebih banyak
64
menyinggung pada aspek budaya, sejarah, perkawinan (kawin lari), dan
persoalan pidana terkait pembunuhan karena alasan malu (siri’). Sementara itu,
penelitian dalam ranah topik siri’ na pesse yang berhubungan dengan
penganggaran, sepanjang informasi yang diketahui belum banyak dilakukan oleh
peneliti.
3.4 Siri’ na Pesse Sebagai Alat Analisis Pengolahan Data
Dalam penelitian, siri’ na pesseberperan sebagai alat analisis pengolahan
data. Cara kerja alat analisis ini dikenali dari etimologi kata dan ciri-ciri yang
dimiliki (Lopa, 1988). Ciri-ciri berdasarkan etimologi seperti pada kata siri’
diartikan sebagai malu, keteguhan hati (Mattuda, 2005), etos kerja (Hamid, 1985
dan Mattulada, 2005), pendorong pembangunan (Lopa, 2005), hemat dan tidak
kikir/efisiensi (Farid, 2005), harga diri (Hamka, 1977; Hamid, 1985; dan
Mattulada, 2005), dan bahkan diartikan sebagai manusia susila/kemanusiaan
(Tapala, 1977). Demikian halnya dengan kata pesse diartikan sebagai empati
atau toleransi kebatinan (Hamid, 200528 dan Pelras, 2006) atau ikut merasakan
penderitaan yang dirasakan orang lain (Hamid, 1985).
Berdasarkan pada ciri-ciri etimologi kata tersebut, beberapa kata kunci
yang dapat ditarik. (1) Pesse terkait dengan toleransi kebatinan yaitu merasakan
penderitaan orang lain. (2) Siri’ terkait perasaan malu (karena menemukan
kondisi yang tidak ideal termasuk penderitaan orang lain), pendorong
pembangunan, harga diri, harkat dan martabat, dan kemanusiaan.
Selanjutnya, ciri-ciri siri’ na pesse menurut Lopa (1988:11-12) meliputi:
beriman kepada Allah (spiritualitas), ikhlas dan jujur (nilai-nilai), tabah
memperjuangkan hidup guna mempertahakan kembali dirinya (harkat dan
28Dipandang sebagai suasana hati individu atau iba hati terhadap suasana masyarakat.
65
martabat), tidak sombong dan takabbur (nilai-nilai), bersikap demokratis
(berkinerja), mampu memecahkan masalah secara arif bijaksana tapi rasional
(nilai-nilai), memperkuat solidaritas sosial dan melindungi golongan lemah
(kesejahteraan), konsisten dan memiliki integritas pribadi (nilai-nilai), serta
berperilaku santun (nilai-nilai). Kedua, bagian ciri-ciri siri’ na pesse secara
etimologi maupun yang dikemukakan Lopa (1988) secara garis besar memiliki
lima unsur utama, yaitu kepekaan kebatinan (rasa), nilai-nilai, kinerja,
kesejahteraan, serta harkat dan martabat. Berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki
tersebut, maka siri’ na pesse sebagai alat analisis dapat berfungsi sebagai
instrumen pengolahan data yang terdiri dari lima tahapan analisis.
Analisis pertama, pengolahan data berdasarkan unsur kepekaan
kebatinan (rasa). Informasi yang diperoleh peneliti dari lokus penelitian terlebih
dahulu diidentifikasi berdasarkan basis rasa siri’ na pesse.Informasi atau data-
data berdasarkan sensitivitas rasa yang diterima aktor penyusun anggaran
berupa fakta sosial berupa problematika yang dialami masyarakat. Menurut
Pelras (2006:252) bahwa:
Pesseterkait dengan perasaan haru merasakan penderitaan orang lain yangmendalam terhadap tetangga, kerabat, atau sesama anggota kelompok sosial,tak hanya pada seseorang .., namun juga bagi siapa saja dalam kelompok sosialyang sedang dalam keadaan serba kekurangan, berduka, mengalami musibah,atau menderita sakit keras.
Jika dibawa dalam konteks berpemerintahan, pernyataan Pelras
(2006:252) menegaskan bahwa informasi yang dibutuhkan terkait dengan pesse
adalah kondisi sosial kemasyarakatan relevan dihubungkan dengan distribusi
anggaran yang disusun oleh aktor pada saat penyusunan anggaran. Jadi dalam
konteks ini, informasi yang diolah bersumber dari dua sisi, yaitu kondisi sosial
kemasyarakatan (fakta sosial) dalam suatu daerah pemerintahan dan kondisi
66
aktor dalam penyusunan anggaran. Kedua sumber informasi tersebut kemudian
diolah untuk mendapatkan jawaban dari fokus penelitian yang diajukan.
Terkait dengan hal ini, dalam lontara (kitab kuno) Bugis Luwu disebutkan
bahwa patuppu’ ri ade’ yang berarti dalam melakukan aktivitas harus
berlandaskan pada kultur yang berlaku. Dalam konteks berpemerintahan,
kulturbisa dikonotasikan dengan kebijakan, prosedur, dan aturan29 atau struktur
sosial yang telah terbatinkan sebagai dasar aktor dalam penyusunan anggaran.
Jadi informasi atau data-data yang dibutuhkan terkait dengan kondisi masyarakat
seperti problematika anggaran, distribusi pendapatan (pemerataan),kemampuan
mengakses informasi dan mengolah atau mendapatkan sumber daya, dan
sebagainya.
Analisis kedua, mengidentifikasi informasi atau data-data yang terkait
dengan penerapan nilai-nilai siri’ na pesse yang masih eksis digunakan oleh
aktor dalam menyusun aggararan. Nilai-nilai tersebut di antaranya: tongeng
(kebenaran), lempu’ (kejujuran), getteng (ketegasan), adele’ (keadilan) (Rahman,
2002:66-67), dan lalambate tarangtajo atau siwolong polong (kerja sama)
(RPJPD 2005-2025 Kabupaten Luwu Timur).
Analisis ketiga, mengidentifikasi informasi atau data-data yang terkait
dengan kinerja yang dicapai oleh aktor dalam menyusun anggaran (kinerja
anggaran). Esensi dari tahapan ini adalah pengalokasian anggaran dalam
membiayai pembangunan sarana publik yang dapat dinikmati oleh masyarakat
luas.Hal ini sesuai dengan Hamid (2005:4) bahwa siri’ merupakan perwujudan
dari etos kerja dan pendorong pembangunan (Lopa, 2005:91). Oleh sebab itu,
29Kebijakan, prosedur, dan peraturan memiliki substansi yang berbeda.Kebijakan merupakansuatu rencana yang dijadikan sebagai pedoman umum dalam pengambilankeputusan.Sedangkan prosedur merupakan rencana yang memberikan seperangkat petunjukrinci untuk melaksanakan suatu kegiatan atau tindakan atau menentukan suatu kebiasaandalam menangani aktivitas.Sementara peraturan merupakan jenis rencana yang palingsederhana, paling rinci, dan paling operasional, tetapi dilakukan berulang-ulang (Tenrigau,2015).
67
aktor dianggap berkinerja jika anggaran yang disusun diarahkan untuk dapat
memberikan output berupa fasilitas atau sarana yang dinikmati publik dengan
capaian target-target yang telah ditetapkan.
Analisis keempat, mengidentifikasi informasi atau data-data yang
mengarah pada pencapaian kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan
merupakan bentuk dari kenikmatan yang dirasakan masyarakat dari penggunaan
fasilitas yang disediakan pemerintah. Kesejahteraan merupakan umpan balik dari
anggaran yang digunakan secara efektif dan efesien untuk membangun fasilitas
publik yang bersumber dari dana masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan Farid
(2005:54) bahwa siri’ merupakan sifat berhemat dan tidak kikir.Artinya bahwa
anggaran yang bersumber dari masyarakat dimanfaatkan dengan efisien dan
efektif kemudian dikembalikan lagi kepada masyarakat dalam bentuk penyediaan
fasilitas publik.
Analisis kelima, mengidentifikasi informasi atau data-data yang terkait
dengan penghargaan (rewards) yang diberikan publik. Rewards dalam konteks
penelitian ini mengarah pada kepecayaan atau pengakuan yang diberikan
stakeholder, masyarakat luas, atau institusi yang berwenang secara formal
kepada aktor atau tim penyusun anggaran atau pemerintah daerah terhadap
kinerja anggaran yang dihasilkan.
Analisis keenam, mengidentifikasi informasi atau data-data yang terkait
dengan pencapaian penegakan siri’ na pesse. Menurut Pelras (2006) bahwa
“...siri’ dapat dimaknai sebagai harga diri atau kehormatan atau dapat juga
diartikan sebagai pernyataan sikap yang tidak serakah terhadap kehidupan
duniawi”. Ungkapan tersebut mempertegas bahwa setiap bentuk kegiatan yang
dilakoni sesorang tidak hanya dilihat dari aspek dunianya saja tetapi yang tidak
kalah pentingnya adalah bagaimana mencapai harga diri atau harkat dan
68
martabat.Pernyataan Pelras tersebut sejalan dengan Hamid (1985:37) bahwa “...
bagi masyarakat Bugis-Makassar ...tidak ada satu nilai pun yang paling berharga
untuk dibela dan dipertahankan di muka bumi selain daripada siri”.
Setelah data-data telah terkumpul semuanya dan telah diidentifikasi,
maka selanjutnya data diolah dan disusun berdasarkan urutan aspek-aspek yang
menyusun konsep penganggaran siri’ na pesse. Data-data tersebut disusun
mulai dari aspek kepekaan kebatinan rasa siri’ na pesse, kemudian nilai-nilai siri’
na pesse, lalu kinerja anggaran, kesejahteraan (masyarakat), serta harkat dan
martabat.
3.5 Situs Penelitian
Dalam menjawab fokus dari penelitian ini, saya memilih lokus penelitian
di Kabupaten Luwu Timur. Daerah ini merupakan pemekaran dari kabupaten
induknya Luwu Utara pada tanggal 25 Pebruari 2003 berdasarkan Undang-
Undang Nomor 07 tahun 2003. Saat pemekaran, luas wilayah 6.944,98 km2 yang
terdiri dari 13 kecamatan dengan ibu kotanya Malili (Tim Fipo dkk., 2009).
Daerah yang terletak di ujung paling Utara di Provinsi Sulawesi Selatan
tersebut mengambil motto Bersama Membangun Luwu Timur. Dalam
menjalankan roda pemerintah, daerah ini menetapkan visi 2025, yaitu Kabupaten
Luwu Timur yang maju melalui pembangunan berkelanjutan berdasarkan nilai
agama dan budaya dengan misi yang diembannya adalah kesejahteraan,
ketentraman dan ketertiban, serta keberlanjutan pembangunan sebagaimana
yang tertuang dalam RPJPD Kabupaten Luwu Timur 2005.
Alternatif pertimbangan yang mendasari pemilihan lokus penelitian di
Kabupaten Luwu Timur dan tempat pengambilan data adalah: (1) secara historis,
Kabupaten Luwu Timur merupakan daerah awal peradaban kebudayaan Bugis
69
Kuno (Bubeck dan Prasetio, 2000) di mana konsep awal siri’ na pesse diyakini
telah eksis pada masa tersebut, (2) komitmen daerah meraih predikat Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Komitmen
tersebut diwujudkan dengan diraihnya predikat WTP tahun 2011, 2012, 2014,
dan 2015, serta (3) visi 2025 yaitu komitmen membangun Luwu Timur
berlandaskan pada nilai agama dan budaya yang sangat relevan dengan topik
yang diangkat dalam penelitian ini yang memfokuskan pada penganggaran yang
berbasis pada siri’ na pesse.
3.6 Proses Penelitian
Secara operasional, penelitian ini terdiri beberapa tahap.Pertama, diawali
dari prosedur formal yakni mengajukan permohonan penelitian ke Pemerintah
Kabupaten Luwu Timur. Kedua, melakukan observasi lapangan yang merupakan
metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian
melalui pengamatan dan penginderaan. Pada tahapan ini menggunakan
observasi tidak berstruktur yaitu observasi yang dilakukan tanpa menggunakan
guide observasi sehingga saya harus mampu mengembangkan daya
pengamatan dalam mengamati suatu objek.
Pada tahapan observasi ini perlu penguasaan ilmu tentang objek secara
umum dari apa yang hendak diamati (Bungin, 2007:117) lalu mengidentifikasi
problem pada situs-situs internal maupun eksternal pemerintahan. Situs internal
didasarkan pada penyusunan anggaran atau Rencana Kerja Anggaran (RKA)
SKPD yang merupakan fase ke dua dari lima fase pengelolaan keuangan
daerah.
Ketiga, melakukan eksplorasi data secara internal kepada para aktor
penyusun anggaran SKPD. Eksplorasi data dilakukan dengan wawancara
70
mendalam (indepth interview) kepada kepala dinas, aktor dan tim penyusun
anggaran SKPD, dan pihak terkait dalam jajaran pemerintah daerah yang
memiliki hubungan kuat dengan objek penelitian.
Keempat, selain melakukan wawancara mendalam juga berinteraksi
dengan aktor terkait dengan aktivitas dalam kehidupan keseharian mereka, baik
pada saat melaksanakan tugas maupun selepas jam kantor. Hal ini dilakukan
untuk memahami lebih mendalam sisi nampak dan yang terselubung dalam diri
aktor, lalu memaknainya.
Dalam menggali informasi terhadap informan kunci dilakukan melalui
wawancara mendalam (indepth interview). Wawancara merupakan suatu metode
pengumpulan data dengan berdialog langsung dengan informan. Tujuan dari
wawancara, pada dasarnya adalah untuk mencatat pendapat (opini), perasaan,
emosi, tindak-tanduk dan hal lain yang berkaitan dengan individu yang ada
dalam organisasi, institusi, atau masyarakat.
3.7 Penetapan Informan
Informan merupakan para aktor yang dianggap memahami informasi
yang dibutuhkan, baik sebagai pelaku maupun orang lain yang memiliki
kapasitas untuk memberikan data. Saat memulai melakukan penelitian, terlebih
dahulu berupaya menemukan gatekeeper, yaitu orang yang pertama dapat
menerima saya di lokasi penelitian dan sebagai pemberi petunjuk tentang siapa
yang dapat diwawancarai atau diobservasi dalam rangka memperoleh informasi
berkaitan dengan topik penelitian ini (Bungin, 2007:76). Menurut Salim
(2006:131) pada prinsipnya setiap anggota masyarakat yang diteliti bisa menjadi
informan. Hanya saja perlu menyadari bahwa tidak setiap orang dapat menjadi
informan yang baik.
71
Demi untuk kelancaran penelitian dan mendapatkan gambaran yang lebih
mendalam, terlebih dahulu melakukan wawancara dengan informan utama yang
mengetahui seluk beluk Pemerintahan Luwu Timur dan memiliki kapasitas
sebagai pengarah. Setelah mendapat gambaran umum terkait kondisi objek
penelitian, selanjutnya menentukan informan kunci. Penetapan dan pilihan
informan didasarkan pada anggapan bahwa informan tersebut mengetahui dan
atau memahami data, informasi, ataupun fakta sebagaimana tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini, informan yang dibutuhkan adalah para aktor sebagai
tim penyusun anggaran di tingkat SKPD. Mengingat objek yang diteliti terkait
dengan masalah ekonomi infrastruktur dan kesehatan, maka informan yang
relevan adalah tim anggaran di dinas Koperindag, Bappeda, dinas kesehatan
serta pihak terkait dengan penganggaran yaitu DPPKAD dan Tim Anggaran
Pemerintah Daerah (TAPD).
Tabel 3.1 Informan Kunci dan Pendukung
No Kapasitas/Jabatan Tema1. Tim Anggaran Pemerintah Daerah Luwu Timur Konsep Siri’ na Pesse
2.Kepala Dinas Koperindag Luwu Timur Konsep Siri’ na Pesse dan Data
Bidang Ekonomi3. Kepala Dinas Kesehatan Data Bidang Kesehatan
4.Kepala Seksi Promosi Kesehatan DinasKesehatan
Anggaran dan ProgramKesehatan
5. Kepala Bidang Anggaran Dinas Kesehatan Penganggaran Puskesmas6. Kepala Bidang Ekonomi Bappeda Data Ekonomi-Infrasturkut
7.Kepala Seksi Anaisis Anggaran, BidangAnggaran DPPKAD
Proses Penyusunan Anggaran,Data Keuangan / APBD
8.Staf Seksi Pengalokasian dan PemanfaatanAnggaran DPPKAD
Proses Penyusunan Anggaran,Data Keuangan / APBD
9. Pelaku UMKM Praktik UMKM10. Dosen Sejarah Universitas Hasanuddin Kearifan Lokal11. Peminat Keluwuan Kearifan Lokal
Guna memperoleh pemahaman yang memadai tentang konsep
penganggaran berbasis siri’ na pesseyang sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal
di Kabupaten Luwu Timur dari perspektif yang berbeda digunakan Triangulasi.
Menurut Flick (Denzin, 2009:307-308) bahwa:
72
Triangulasi merupakan proses pemanfaatan persepsi yang beragam untukmengklarifikasi makna, memverifikasi kemungkinan dari suatu observasi ataupuninterpretasi... Teknik triangulasi dapat juga digunakan untuk mengklarifikasimakna dengan cara mengidentifikasi cara pandang yang berbeda terhadapberbagai fenomena.
Teknik triangulasi digunakan untuk memverifikasi data-data yang
diperoleh dari aktor dengan aktor lainnya, atau informan lainnya, atau dari
informasi tertulis lainnya.Tujuannya agar data-data yang diperoleh tersebut valid
dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
3.8 Konsensus Etis Penelitian
Salah satu hal penting yang saya perhatikan di lapangan pada proses
pengambilan data adalah persoalanetis. Keberhasilan dalam mengumpulkan
data, tidak terlepas dari kemampuan membangun saling kepercayaan kepada
informan, apalagi jika metode yang digunakan adalah kualitatif.
Dalam penelitian kualitatif, pertimbangan etis dimaksudkan untuk
membangun adanya saling kepercayaan dengan partisipan selama di lapangan
maupun setelahnya.Sisi etis penelitian adalah persoalan yang menyangkut
ancaman bahaya, persetujuan, privasi, dan kerahasiaan data (Denzin dan
Lincoln, 2009:538). Persetujuan pengumpulan data dari individu-individu yang
berwenang tidak lain adalah untuk memberikan akses untuk melakukan
penelitian yang merupakan prosedur etis yang harus dipatuhi. Begitu pula untuk
memperoleh data melalui interview juga harus disertai izin dari partisipan atau
informan.
Beberapa prosedur etis yang menjadi konsensus dengan pihak
Pemerintah Kabupaten Luwu Timur, aktor penyusun anggaran, dan informan
eksternal, baik selama penelitian maupun setelah proses pengumpulan data,
antara lain adalah: (1) sebelum penelitian, terlebih dahulu harus mengajukan
surat permohonan persetujuan penelitian secara resmi ke pemerintah setempat,
73
(2) dalam kurun waktu penelitian berlangsung, harus membawa surat penelitian
dari insititusi peneliti dalam hal ini Universitas Hasanuddin Makassar. Selain itu,
juga tidak meminta wawancara kepada narasumber yang sedang melakukan
aktivitas lain atau sedang menjalankan tugas tanpa sepengetahuan sebelumnya
dalam bentuk kesepakatan atau komitmen untuk melakukan wawancara.
3.9 Metode Pengumpulan Data
Data merupakan bahan baku utama dalam proses produksi suatu hasil
penelitian. Oleh sebab itu, data dianggap memegang peranan penting dalam
menentukan tujuan penelitian. Dalam memperoleh data dibutuhkan suatu
metode yang relevan supaya proses pengolahannya cepat dan tepat.
Sehubungan dengan penelitian ini, peneliti memilih menggunakan studi kasus
karena dalam proses pengumpulan data difokuskan pada suatu program,
peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Hal ini sesuai ungkapkan
Creswell (2010:20) bahwa penelitian studi kasus memfokuskan pada suatu
program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu yang kasus-
kasusnya dibatasi oleh waktu dan aktivitas.
Pembatasan waktu menurut Creswell (2010:20) yang dalam penelitian ini
ditujukan pada data-data kuantitatif seperti data-data terkait anggaran yang
berdurasi satu tahun. Data-data kuantitatif tersebut berupa data-data dalam
APBD yang relevan dengan penelitian ini meliputi data-data insfrastruktur
pembangunan ekonomi, pemerataan ekonomi lokal, pemberdayaan ekonomi
lokal dan pengentasan kemiskinan, serta layanan kesehatan. Sementara
pembatasan aktivitas yang dimaksud Creswell (2010:20) yang terkait dengan
penelitian ini yaitu data-data yang berhubungan dengan program dan kegiatan
SKPD.
74
Selain menggunakan studi kasus, penelitian ini juga menggunakan
pendekatan siri’ na pesse. Pendekatan ini bersifat transedental dan fundamental
karena berada pada ranah psikologi kebatinan dengan nilai rasa kalbu aktor
sebagai instrumennya. Cara kerja pendekatan siri’ na pesse menekankan pada
kepekaan kebatinan aktor terhadap realitas sosial yang terjadi yang kemudian
diinterpretasikan untuk mendapatkan suatu makna.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk mendukung metode studi
kasus dengan pendekatan siri’ na pesse, maka salah satu metode pengumpulan
data yang digunakan adalah wawancara mendalam (indepth interview).
Berdasarkan pendapat tersebut, maka metode pengumpulan data pada
penelitian ini dilakukan melalui wawancara mendalam (indept interview). Menurut
Mulyana (2006) wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,
melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.
Wawancara juga penting untuk memperoleh informasi di bawah permukaan dan
menemukan apa yang orang pikirkan dan rasakan mengenai peristiwa tertentu.
Di samping itu dalam melakukan penggalian data dengan model indepth
interview akan menggali semua masalah kehidupan sehari-hari dalam bentuk
wacana percakapan terbuka. Setiap wacana percakapan dianalisis dan
dikembangkan sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari di kalangan
masyarakat.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka wawancara mendalam dilakukan
terhadap informan yang telah ditetapkan sebelumnya sesuai dengan
kapasitasnya masing-masing. Agar pertanyaan yang diajukan dalam proses
wawancara tepat sasaran (dalam hal ini sesuai dengan tujuan penelitian), maka
konstruksi awal pertanyaan diadaptasi dari dokumen-dokumen tertulis
75
pemerintah kabupaten. Dokumen tersebut berupa rumusan visi, misi, APBD,
RPJPD, RPJMD, danberbagai pelaporan keuangan daerah, serta dokumen
pendukung lainnya. Pertanyaan selanjutnya dikembangkan secara reflektif
berdasarkan jawaban yang disampaikan informan selama proses wawancara
berlangsung.
Setelah itu saya melakukan studi dokumentasi. Cara dokumentasi dalam
pengumpulan data saya lakukan untuk melengkapi data yang diperoleh dari hasil
wawancara. Dokumen dibutuhkan dalam rangka memperkuat analisis data yang
diperoleh dari hasil wawancara dan pengamatan. Dokumen-dokumen yang
dikumpulkan antara lain dokumen RKJPD, RKPJMD, APBD penetapan,
kumpulan peraturan daerah, kumpulan surat keputusan bupati, dan dokumen
pendukung lainnya. Data ini hanya bersifat pelengkap untuk mendapatkan
informasi yang dapat diinterpretasi untuk merespon hasil kerja aktor penyusun
anggaran atau Rencana Kerja Anggaran (RKA) Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD).
Selanjutnya peneiti melakukan pengamatan. Menurut Bungin (2007:115)
bahwa observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan
menggunakan panca indera mata sebagai alat bantu utamanya selain
pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Oleh sebab itu,
observasi adalah kemampuan peneliti untuk menggunakan pengamatannya
melalui hasil kerja pancaindera mata serta dibantu dengan panca indera lainnya.
Dalam penelitian ini, pengamatan dilakukan dengan bantuan pegawai
pemerintah kabupaten khususnya yang memiliki hubungan kuat dengan objek
penelitian, di antaranya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda),
DPPKAD, humas, dan bagian pemerintahan lainnya yang memiliki korelasi
dengan penelitian ini.
76
3.10 Analisis Data
Dalam menghasilkan output penelitian, salah satu tahapan yang paling
penting adalah analisis data. Tahapan ini merupakan upaya mencari dan menata
secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan hal-hal lain untuk
meningkatkan pemahaman tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya
sebagai temuan kepada orang lain (Muhadjir, 2000:142). Dalam menganalisis
data untuk penelitian dengan paradigma positivistik umumnya “meminjam” alat
dari ilmu statistik dalam menganalisis data yang tersedia. Sedang paradigma non
positivistik ”meminjam” teori dari berbagai bidang (terutama teori-teori sosial)
untuk mensintesa temuan mereka.
Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan secara kontinuitas yaitu dari
saat memulai, sedang, dan saat selesainya proses pengumpulan data. Namun,
analisis secara formal dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama, melakukan
pendeskripsian dengan menggambarkan fakta-fakta yang diperoleh dari
lapangan tanpa proses pemaknaan yang mendalam. Pendeskripsian data
tersebut di antaranyamengenai problematika yang dihadapi masyarakat,
eksistensi nilai-nilai kearifan lokal, output penggunaan anggaran, rasa
kesejahteraan masyarakat, dan respon publik. Dari proses tersebut saya mulai
menentukan tema-tema pokok secara umum yang berkaitan dengan penyusunan
anggaran anggaran SKPD berdasarkan hasil eksplorasi yang melahirkan
pemaknaan.
Kedua, melakukan interpretasi dokumen, dilakukan untuk
menginterpretasikan hasil percakapan atau wawancara serta fakta-fakta
dokumen dan selanjutnya dilakukan interpretasi untuk memperoleh makna
secara umum. Hasil interpretasi tidak melihat benar tidaknya tafsiran yang
diberikan, tetapi menekankan pada argumentasi sebagai landasanpenafsiran.
77
Ketiga, melakukan pemaknaan. Tahapan ini dimulai dengan
mengelompokkan tema-tema penyusunan anggaran yang merupakan tema
kunci, baik yang diperoleh dari dokumen tertulis, maupun hasil wawancara
dengan para informan.
3.11 Alur Pikir Penelitian
Penyusunan anggaran merupakan aktivitas yang dilaksanakan setiap
tahun. Pelaksanaannya melibatkan berbagai stakeholder yang merupakan
perwakilan yang diatur berdasarkan keputusan. Mereka merupakan tim anggaran
yang mewakili pihak legislatif dan eksekutif. Pihak legislatif diwakili Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sedangkan pihak eksekutif merupakan Tim
Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang terdiri dari Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda), PPKD, sekertaris daerah (sekda), Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan pejabat lainnya sesuai kebutuhan daerah
(Permendagri, 2006).
Pada tingkat SKPD, penyusunan anggaran dilaksanakan oleh para aktor
yang meliputi kepala SKPD dan jajaran yang terkait didalamnya. Dalam proses
penyusunan anggaran, siri’ na pesse merupakan basis utama yang menjadi
landasan psikologi dan operasional. Basis tersebut terinternalisasi secara
personal individu maupun tim kerja.
Secara sistematis, kerangka pemikiran dari penelitian ini diawali dari
observasi lapang yang kemudian mendorong lahirnya kepekaan kebatinan yaitu
rasa dan nilai-nilai siri’ na pesse, kemudian ditindaklanjuti dengan penyusunan
anggaran yang luarannya untuk menyejahterakan masyarakat sehingga
melahirkan pengakuan dan pencapaian harkat dan martabat. Desain ini
merupakan inti dalam menemukenali konsep pengangaran siri’ na pesse.
78
Gambar 3.1 Kerangka Alur Pemikiran
Desain menggambarkan bahwa sebelum penyusunan anggaran diawali di
tingkat SKPD, terlebih dahulu para aktor penyusun anggaran melakukan
observasi ke lapagangan sehubungan dengan kondisi yang terjadi dalam setting
sosial kemasyarakatan. Kegiatan ini dilaksanakan setiap tahun, baik secara
formal maupun non formal untuk melihat secara langsung fakta yang terjadi.
Berbagai fakta sosial yang ditemukan akan mengundang sensasi yang
melahirkan sensitivitas rasa siri’ na pesse. Rasa tersebut mendorong eksisnya
nilai-nilai kearifan lokal (siri’ na pesse) yang meliputi tongeng (kebenaran),
getteng (ketegasan), lempu’ (kejujuran), adele’ (keadilan) (Rahman, 2002:66-67),
dan nilai-nilai lainnya. Interaksi tersebut dibangun antar aktor meliputi cara
Problematika Anggaran danSosial Kemasyarakatan
Kesejahteraan Masyarakat
Konsep Penganggaran Siri’ na Pesse
Rasa Siri’ naPesse
Penyusunan Anggaran
Nilai-NilaiSiri’ na pesse
79
bertindak, bertutur kata, berfikir, dan berperilaku yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari karakter lokal yang terinternalisasi.
Rasa dan nilai-nilai siri’ na pesse merupakan basis dalam penyusunan
anggaran. Pada tahap ini anggaran yang disusun mengacu pada dokumen
perencanaan pemerintah daerah meliputi RPJPD, RJPMD, RKPD, Renstra
SKPD, Renja, seta Kebijakan Umum APBD (KUA) dan PPAS (Mahmudi, 2010).
Anggaran yang disusun dialokasikan untuk pembangunan fisik dan non fisik bagi
masyarakat guna memenuhi unsur kesejahteraannya. Pencapaian kesejahteraan
akan melahirkan kepercayaan dan pengakuan sehingga melahirkan harkat dan
martabat. Hal tersebut merupakan desain dalam menyusun konsep.
Pada esensinya, konsep penganggaran siri’ na pesse dibangun dari basis
kepekaan kebatinan rasa siri’ na pesse yang mendorong lahirnya nilai-nilai siri’
na pesse yang selanjutnya terimpelementasi dalam penyusunanan anggaran
berdasarkan dokumen perencanaan pemerintah guna memenuhi kesejahteraan
masyarakat luas. Keterpenuhan ekspektasi tersebut pada akhirnya berdampak
terhadap terciptanya harkat dan martabat yang merupakan makna dari konsep.
80
BAB IV
RASA SIRI’ NA PESSE: REALITAS SOSIAL SEBAGAIDASAR PENYUSUNAN ANGGARAN
Jangan melalukan sesuatu yang dapat memper-malukan mereka. Sebab rasa malu (martabat)itulah yang diperhambakan. Perhatikan pulakesungguhannya, percayai dia, beri tanggungjawab kepada mereka yang sungguh-sungguh,yang sesuai dengan keadaan dirinya.
Wasiat To Ciung (Cendekiawan Luwu)
4.1 Mukaddimah
Bab ini terdiri dari dua subbab, yaitu pembahasan lahirnya rasa siri’ na
pesse dan landasan psikologi penyusunan anggaran. Pada subbab 4.2
pembahasan memfokuskan pada penggalian lahirnya rasa siri’ na pesse yang
terjadi dalam dua situasi. Pertama, rasa siri’ na pesse muncul ketika aktor
menemukan problematika anggaran dan sosial yang terjadi di masyarakat.
Kedua, siri’ na pesse lahir dari sensasi yang dirasakan aktor dari dokumen atau
data yang dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan anggaran.
Selanjutnya, pembahasan pada subbab 4.3 memfokuskan pada kepekaan
batin rasa siri’ na pesse sebagai landasan psikologis penyusunan anggaran,
sedangkan sipakatau (saling memanusiakan atau humanisme) sebagai dasar
operasional siri’ na pesse dalam penyusunan anggaran. Penekanannya pada
esensi manusia itu sendiri yang merupakan bagian dari struktur masyarakat
berkebutuhan dalam masyarakat. Problematika yang dihadapi manusia
merupakan bagian yang terintergrasi dengan masalah yang dihadapi dalam satu
tatanan sosial kemasyarakatan itu pula, sehingga jika dalam struktur masyarakat
terjadi instabilitas, maka akan berdampak pada keseimbangan secara
menyeluruh. Memosikan manusia sebagai manusia (humanisme) merupakan
80
81
esensi penganggaran berbasis siri’ na pesse dalam rangka menciptakan
keseimbangan masyarakat.
4.2 Realitas Sosial Mendorong Lahirnya Rasa Siri’ na Pesse
Realitaas sosial biasa juga disebut fakta sosial merupakan kondisi
objektik yang dialami masyarakat dalam menjalani kehidupannya sehari-hari.
Kondisi objektif menggambarkan problematika masyarakat, baik dari segi
anggaran untuk membiayai kebutuhan publiknya maupun masalah sosial yang
sedang dialami.
4.2.1. Potret Penyusunan Anggaran dalam Pengelolaan Keuangan Daerah
Fokus dari penelitian ini adalah penyusunan anggaran di tingkat SKPD,
khususnya berhubungan dengan bidang ekonomi dan kesehatan yang menjadi
objek riset ini. Penyusunan anggaran merupakan bagian dari perencanaan yang
merupakan salah satu dari tahapan siklus pengelolaan keuangan daerah.
Tahapan tersebut menurut Machmudi (2010:16) meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pelaporan, dan evaluasi. Sehubungan dengan hal tersebut,
sebelum membahas penyusunan anggaran di tingkat SKPD, pada bagian ini
mencoba menguraikan terlebih dahulu secara singkat tentang proses
perencanaan dalam siklus pengelolaan keuangan daerah.
Sebelum aktor melakukan penyusunan anggaran, terlebih dahulu
menyiapkan dokumen perencanaan pemerintah daerah yang merupakan
dokumen sumber dalam penyusunan anggaran. Dokumen tersebut meliputi
RPJPD, RPJMD, RKPD, KUA dan PPAS. Menurut Hasbiyantor Baharuddin (Tim
Anggaran Pemerintah Daerah /TAPD Luwu Timur) bahwa:
Awalnya mengacu pada RPJP untuk 20 tahun, lalu RPJMD untuk lima tahun, laluRencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk satu tahun, kemudian KUAPPAS. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan Umum Anggaran(KUA) dan PPAS ini disusun oleh Bappeda. PPAS ini dibahas bersama denganDPRD. Di PPAS tersebut sudah ditetapkan besaran anggaran secara
keseluruhan per SKPD. Ketika PPAS ditetapkan oleh DPRD, maka PPASdijadikan dasar oleh SKPD untuk menyusun Rencana Kerja Anggaran (RKA).Setelah Musrenbang selesai dilaksanakan, maka disusunlayang dijadikan dasar proses penganggaran di tingkat SKPD.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dokumen sumber merupakan
input dari penyusunan anggaran pada tahapan perencanaan dalam pengelolaan
keuangan daerah. Secara substansi, menurut
dokumen tersebut terbagi dua, Pertama adalah dokumen perencanaan
pembangunan daerah berupa RPJPD, RPJMD, dan RKPD yang memuat visi,
misi, tujuan, kebijakan, strategi, program, dan kegiatan. Kedua adalah dokumen
perencanaan keuangan
Plafon Anggaran, serta APBD.
Gambar 4.1 Penyusunan Anggaran dalam Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah(Mahmudi, 2010:16)
keseluruhan per SKPD. Ketika PPAS ditetapkan oleh DPRD, maka PPASdijadikan dasar oleh SKPD untuk menyusun Rencana Kerja Anggaran (RKA).Setelah Musrenbang selesai dilaksanakan, maka disusunlah RKPD dan Renjayang dijadikan dasar proses penganggaran di tingkat SKPD.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dokumen sumber merupakan
dari penyusunan anggaran pada tahapan perencanaan dalam pengelolaan
keuangan daerah. Secara substansi, menurut Mahmudi (2010:17) bahwa
dokumen tersebut terbagi dua, Pertama adalah dokumen perencanaan
pembangunan daerah berupa RPJPD, RPJMD, dan RKPD yang memuat visi,
misi, tujuan, kebijakan, strategi, program, dan kegiatan. Kedua adalah dokumen
perencanaan keuangan daerah berupa Kebijakan Umum APBD, Prioritas dan
Plafon Anggaran, serta APBD.
Gambar 4.1 Penyusunan Anggaran dalam Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah(Mahmudi, 2010:16)
82
keseluruhan per SKPD. Ketika PPAS ditetapkan oleh DPRD, maka PPASdijadikan dasar oleh SKPD untuk menyusun Rencana Kerja Anggaran (RKA).
h RKPD dan Renja
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dokumen sumber merupakan
dari penyusunan anggaran pada tahapan perencanaan dalam pengelolaan
Mahmudi (2010:17) bahwa
dokumen tersebut terbagi dua, Pertama adalah dokumen perencanaan
pembangunan daerah berupa RPJPD, RPJMD, dan RKPD yang memuat visi,
misi, tujuan, kebijakan, strategi, program, dan kegiatan. Kedua adalah dokumen
daerah berupa Kebijakan Umum APBD, Prioritas dan
Gambar 4.1 Penyusunan Anggaran dalam Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah
83
Perencanaan pembangunan daerah disusun berdasarkan jangka waktu
perencanaan yaitu 20 tahun untuk RJPJPD, lima tahun untuk RPMD, dan satu
tahun untuk RKPD, sedangkan untuk perencanaan keuangan daerah berupa
RAPBD yang kemudian menjadi APBD berlaku untuk satu tahun. Anggaran,
Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) merupakan wujud dari anggaran yang
disusun di tingkat SKPD yang dituangkan dalam bentuk RKA SKPD yang
kemudian disatukan menjadi RAPBD lalu disahkan menjadi APBD.
4.2.2. Fakta Sosial sebagai Dasar Penyusunan Anggaran: Lahirkan RasaPesse dan Siri’
Penyusunan anggaran adalah bagian dari proses perencanaan di tingkat
SKPD dan merupakan tahapan yang dilalui untuk melahirkan APBD. Pada
proses tersebut dilakukan dalam dua pendekatan, yaitu perencanaan dari atas
(top down) dan dari bawah (bottom up). Menurut H. April (Kadis Kesehatan Luwu
Timur) bahwa “...proses lahirnya anggaran itu, ... ada yang buttom up dan top
down...” Pendekatan top down merupakan penentuan kebijakan umum APBD
serta penetapan prioritas dan plafon anggaran, sedangkan perencanaan bottom
up merupakan usulan program, kegiatan, dan anggaran dari masing-masing unit
kerja (Mahmudi, 2010:18).
Dalam penyusuan anggaran, program yang disusun ada yang bersifat
multi years dan ada yang harus terealisasi penuh dalam satu tahun anggaran.
Program yang bersifat multi years pelaksanaannya dilakukan dalam beberapa
tahun dan biasanya merupakan program jangka menengah dan panjang yang
membutuhkan anggaran yang besar dan waktu yang lama sehingga harus
diselesaikan dalam beberapa tahun. Program ini biasanya melibatkan beberapa
SKPD yang saling terkait karena secara substansi memiliki variasi kegiatan.
84
Desa Mengepung Kota merupakan salah satu program multi years yang
diluncurkan tahun 2004 setahun setelah Kabupaten Luwu Timur mekar dari Luwu
Utara. Program tersebut mengusung konsep pembangunan dari desa ke kota
sebagaimana diungkapkan Bupati Luwu Timur A. Hatta Marakarma (Fajar, 2010)
bahwa:
Pembangunan yang sedang digalakkan di Luwu Timur (Lutim) sekarang inimengacu pada program desa mengepung kota. Konsep ini sangat sederhana,namun dampaknya terasa bagi masyarakat. Secara teknis, aplikasi programpembangunan diawali dari desa kemudian menuju ke kota.
Desa Mengepung Kota (DMK) merupakan program multi years yang
dilaksanakan beberapa SKPD dengan cakupan wilayah kerjanya meliputi seluruh
kabupaten (lampiran 11). Salah satu tujuan program adalah mengatasi
keterbelakangan dalam segala bidang yang dihadapi masyarakat.
Selanjutnya adalah program yang harus terealiasasi penuh dalam
setahun yang bersifat jangka pendek. Program ini tidak berlanjut ke tahun
berikutnya sehingga anggarannya disusun berdasarkan kebutuhan tahun
bersangkutan. Seperti program di bidang ekonomi untuk kebutuhan petani
adalah jalan tani, irigasi, pupuk, bantuan alat pertanian, jembatan, dan
sebagainya. Sementara itu, di bidang kesehatan di antaranya program
mengatasi masalah kesehatan melalui layanan kesehatan (lampiran 13),
program pengentasan sarang jentik nyamuk demam berdarah, kesehatan ibu
dan anak, dan sebagainya.
Kedua bentuk program tersebut, yaitu multi years maupun berdurasi
setahun, maka program, kegiatan, dan anggarannya harus berdasarkan
dokumen perencanaan pembangunan yang merupakan dokumen sumber dalam
menyusun anggaran. Jadi penyusunan anggaran harus mengacu ke dokumen
tersebut karena didalamnya telah memuat visi dan misi Pemerintah Kabupaten
85
Luwu Timur dalam mencapai pembangunan jangka panjang, menengah, maupun
tahunan.
Penyusunan anggaran merupakan aktivitas rutin yang dilaksanakan tiap
tahunnya. Kagiatan ini dilakukan untuk menetapkan program, kegiatan, dan
anggaran yang harus terealisasi tahun berikutnya. Setiap SKPD berkewajiban
menyusun anggaran tahunan yang dituangkan dalam RKA. Seperti halnya di
Dinas Kesehatan Luwu Timur, penyusunan anggaran dilakukan tiap tahun
dengan mengacu pada dokumen sumber, salah satunya adalah hasil
Musrenbang yang dituangkan dalam dokumen RKPD yang merupakan kumpulan
usulan dari masyarakat yang berskala prioritas. Sebelum melakukan penyusunan
anggaran, pihak dinas kesehatan terlebih dahulu melakukan observasi ke
masyarakat untuk melihat realitas sosial yang terjadi kemudian menyocokkan
dengan dokumen hasil Musrenbang yang merupakan bentuk pendekatan bottom
up. Hal tersebut diungkapkan Yetriani Bosa (Kabid Anggaran Dinkes Luwu
Timur) sebagai berikut.
Alur penyusunan anggaran... di dinas kesehatan melalui mekanisme. Sepertibelanja langsung misalnya pembangunan fisik melalui beberapa tahapan.Dimulai dari musrembang ... Kehadiran wakil dinas kesehatan bertujuan melihatskala prioritas program yang diusulkan sekaligus melakukan investigasi lapanganbersama Bappeda dan dinas terkait. Pada saat investigasi dilakukan, Kita tinjauapakah program yang diusulkan merupakan prioritas dan layak mendapatkanpembangunan tahun berikutnya.
Observasi lapang bertujuan untuk melihat langsung kondisi di masyarakat
dan sekaligus merespon problematika yang terjadi. Realitas sosial yang dihadapi
masyarakat memberikan sensasi tersendiri bagi aktor baik dalam benaknya
maupun dalam hatinya. Di bidang ekonomi misalnya, seperti yang dialami pelaku
UMKM di Malili dan Wasuponda yang mengeluhkan kekurangan modal usaha,
keterbatasan alat kerja, minimnya pengetahuan kewirausahaan, dan masalah
kemasan serta pelabelan (lampiran 12). Begitu pun yang dialami petani di
86
Mangkutana mengeluhkan ketersediaan irigasi, mesin bajak, pupuk, dan bibit.
Sementara itu, di bidang kesehatan juga mengalami hal yang sama. Seperti yang
dialami ibu-ibu di Wasuponda yang mengeluhkan kondisi kesehatan anak-anak
dan minimnya sarana prasarana kesehatan yang tersedia (lampiran 13),
Keterbelakangan tersebut sangat dirasakan seluruh stakeholder di
Kabupaten Luwu Timur. Badan Pusat Statistik (BPS) 2007 mencatat jika pada
tahun tersebut, di bidang ekonomi memperlihatkan terbatasnya infrastruktur
khususnya panjang jalan negara dan provinsi jenis aspal, kerikil, dan tanah
tercatat tidak ada, sementara jalan kabupaten yang beraspal hanya mencapai
42,186 km, kerikil 97,378 km, dan tanah 11,165 km, sebagaimana
divisualisasikan pada tabel berikut.
Tabel 4.1 Panjang Jalan Menurut Jenis Jalan dan Pemerintahan yangBerwenang di Kabupaten Luwu Timur 2006 (BPS Luwu Timur, 2007)
Jenis JalanPanjang Jalan (Km)
Negara Provinsi Kabupaten JumlahAspal 0 0 42.186 42.186Kerikil 0 0 97,378 97,378Tanah 0 0 11,165 11,165Tidak Terinci 0 0 0 0Jumlah 0 0 150,729 150,729
Kondisi tersebut dianggap sangat memprihatinkan mengingat jalan
merupakan salah satu jenis infrastruktur yang sangat strategis. Fungsi jalan
berperan dalam mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat, baik sebagai
sarana mobilitas hasil produksi ke sentra ekonomi maupun jalur transportasi bagi
masyarakat kota dan desa-desa terpencil menuju pusat layanan kesehatan.
Kapasitas panjang jalan yag rendah juga dibarengi dengan minimnya
ketersediaan sarana prasarana kesehatan. Jika mengacu pada sumber yang
sama untuk tahun 2006, maka jumlah fasilitas kesehatan berdasarkan jenisnya,
seperti rumah sakit menunjukkan bahwa Pemerintah Luwu Timur tahun tersebut
belum memiliki sama sekali kecuali yang dipunyai PT. Inco (swasta), sedangkan
87
jumlah Puskesmas induk sebanyak 12 unit atau tiap kecamatan memiliki satu
Puskesmas kecuali Kecamatan Malili dan Towuti masing-masing dua unit,
Puskesmas pembantu (Pustu) 59 unit, praktek dokter 20 unit, serta Posyandu,
klinik balita, dan apotik jumlahnya belum tersedia. Kondisi tersebut belum
diperhadapkan dengan tenaga kesehatan yang juga jumlahnya belum
proporsional, seperti jumlah dokter yang tersedia 28 orang dan dari jumlah
tersebut hanya terdapat satu orang dokter spesialis, bidan 145 orang, paramedik
114 orang, dan apoteker empat orang.
Tabel 4.2 Jumlah Fasilitas Kesehatan Menurut Jenisnya di Kabupaten LuwuTimur Tahun 2007 (BPS Luwu Timur, 2007)
KecamatanRumah Sakit Puskesmas Praktek
DokterJumlah Tempat Tidur Induk PembantuBurau - - 1 10 2Wotu - - 1 8 3Tomoni - - 6 2Tomoni Timur - - 1 4 -Angkona - - 1 7 -Malili - - 2 9 5Towuti - - 2 3 2Nuha 1* 50* 1 3 2Wasuponda - - 1 5 1Mangkutana - - 1 5 -Kalaena - - 1 3 1Jumlah 2007 - - 12 63 18Jumlah 2006 - - 12 59 20
*) Milik PT. Inco (sekarang PT. Vale)
Minimnya sarana kesehatan menunjukkan bahwa keterpenuhan hak
masyarakat untuk mendapatkan layanan yang layak belum dirasakan secara
utuh. Kondisi tersebut benar-benar memperlihatkan potret suram layanan
kesehatan yang dialami masyarakat Luwu Timur secara masif. Walaupun diakui
bahwa sarana penunjang ekonomi dan kesehatan telah tersedia, namun jumlah
itu dianggap tidak representatif jika dibandingkan dengan luas wilayah yang
dimiliki daerah. Bahkan untuk tahun 2007, kondisi tersebut belum banyak
88
mengalami perubahan kecuali pada peningkatan Pustu tetapi puntuk praktek
dokter justru mengalami penurunan.
Jika data tersebut dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 200030
sebesar 231.385 jiwa menunjukkan bahwa tiap puskesmas melayani 19.282 jiwa
atau 0,008%. Angka tersebut belum termasuk pertambahan penduduk hingga
tahun 2006 yang tentu saja membuat rasio ini semakin tidak berimbang. Kondisi
ini belum termasuk fasilitas jalan dan ketersediaan alat transportasi yang
terbatas sehingga makin menyulitkan masyarakat dalam mengembangkan
sumber-sumber ekonomi dan pencapaian tingkat harapan hidup yang layak.
Realitas tersebut dapat dipahami mengingat secara geografis Luwu Timur
memiliki wilayah tiga dimensi yang terdiri dari daratan, pegunungan, dan lautan
dengan luas wilayan 6,944.88 km2 atau 11,14% dari luas Provinsi Sulawesi
Selatan. Sementara itu, luas wilayah kabupaten paling ujung Utara ini tidak
sebanding dengan ketersediaan sarana prasaran kesehatan (hasil indepth
interview, lampiran 13).
Katerbatasan sarana dan tenaga kesehatan yang dimiliki Pemerintah
Luwu Timur membuat masyarakat sulit untuk mengakses pusat layanan
kesehatan karena jaraknya yang jauh sehingga membutuhkan waktu yang
banyak untuk mencapai pusat kesehatan dengan lokasi tempat tinggal mereka.
Hal tersebut diungkapkan Sufriati31, Sekertaris Dinkes Luwu Timur bahwa:
Keterbatasan sarana dan prasarana kesehatan sangat dirasakan masyarakatLuwu Timur terutama pasca pemekaran. Daerah yang secara geografis memilikidaratan, gurung, dan laut, dengan luas wilayah 6,944.88 km
2atau 11,14% dari
luas Provinsi Sulawesi Selatan. Luas wilayah yang dimiliki kabupaten palingUtara di Propopinsi Sulawesi Selatan ini tidak sebanding dengan saranaprasaran kesehatan yang dimiliki. Masyarakat mengeluhkan layanan kesehatankarena untuk berobat membutuhkan jarak yang jauh dan waktu yang lama untuktiba di pusat layanan kesehatan.
30Data jumlah penduduk tahun 2006 belum tersedia
31Lihat Lampiran 13
89
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa keterbatasan layanan yang
terjadi merupakan masalah kesehatan yang mesti diatasi. Problematika ini
dirasakan sangat jauh dari harapan yang diinginkan masyarakat Luwu Timur.
Problematika infrastruktur dan sarana kesehatan merupakan persoalan yang
kompleks karena bukan hanya dilihat dari segi fisik tetapi juga anggaran yang
dibutuhkan cukup besar. Program desa mengepung kota merupakan salah satu
terobosan yang diluncurkan pemerintah untuk mengatasi problematika tersebut
yang bersifat multi years.
Problematika anggaran dan sosial yang dialami masyarakat merupakan
fenomena yang memicu kepekaan batin. Siapa pun yang melihatnya pasti akan
merasakan pesse (empati) dan siri’ (malu) karena persoalan tersebut merupakan
masalah manusia secara umum dan jika tidak diatasi, maka dalam situasi
tertentu akan berdampak terhadap keseimbangan dalam masyarakat. Seperti
yang dipahami dalam pandangan filsuf Yunani (Poli, 2010) bahwa setiap sesuatu
akan berhubungan dengan segala sesuatunya di muka bumi ini. Jadi jika terjadi
problematika sosial akan berdampak terhadap bidang-bidang lainnya secara
terintegrasi.
Problematika yang dikemukakan tersebut merupakan bagian dari temuan
yang didapatkan Puskesmas Wasuponda. Sebelum melakukan penyusunan
anggaran, terlebih dahulu mereka terjun ke lapangan untuk melihat langsung
kondisi yang dialami masyarakat. Observasi dilakukan untuk memastikan
eksistensi usulan masyarakat yang diajukan di Musrenbang kemudian
disesuaikan dengan kebutuhan anggaran yang tertuang dalam KUA PPAS
SKPD. Setelah itu, barulah disusun program, kegiatan, dan anggaran untuk
kebutuhan tahun berikutnya yang dikemudian diajukan ke tingkat dinas.
90
Usulan anggaran yang diajukan pihak Puskesmas tidak semua dapat
diakomodir oleh pihak penyusun anggaran di tingkat dinas. Usulan tersebut
terlebih dahulu di cross check di tingkat Puskesmas dan selanjutnya diidentifikasi
kelayakan dan urgensinya. Identifikasi (cross check) ini dilakukan berdasarkan
usulan yang telah diajukan sebelumnya, seperti kebutuhan akan mobiler, obat-
obatan, peralatan medis, kondisi gedung, pengadaan bangunan polindes/Pustu/
Puskemas, tenaga medis dan para medis, dan berbagai fasilitas lainnya. Hal
tersebut diungkapkan Yetriani Bosa (Kabid Anggaran Dinkes Luwu Timur)
sebagai berikut.
Saya turun ke lapangan sampai ke pustu. Jadi yang masuk dalam tupoksi sayaitu yang saya anggarkan. Seperti peralatan kesehatan, mobile-mobilernya,sarana prasarana-nya, kelayakan bangunannya. Tapi kalau ke masyarakatadalah program,... Jadi ketimpangan-ketimpangan yang terjadi selama ini dapatdiatasi karena setiap tahun kami selalu mengakomodir berdasarkan hasilpengamatan kami dilapangan.
Selain usulan dari tingkat Puskesmas, pihak dinas juga mendapatkan
masukan dari masyarakat mengenai kondisi yang sedang mereka alami.
Masukan ini diterima ketika pihak dinas melakukan kunjungan terutama pada
saat sosialisasi, melakukan monitoring program yang sedang berjalan, atau pada
saat melewati suatu daerah maupun komunitas tertentu. Dari sinilah pihak dinas
menemukan masalah dan ketimpangan kesehatan yang sedang dihadapi
masyarakat seperti wabah deman berdarah, prevalensi gizi balita buruk,
keterbatasan Posyandu, Pustu, dan Puskesmas, serta masalah kesehatan
lainnya.
Bagi aktor penyusun anggaran, problematika yang dihadapi masyarakat
direspon dalam hati sanubari secara mendalam sehingga memunculkan
kepekaan batin rasa pesse dan rasa siri’. Rasa pesse yang terbatinkan lahir dari
proses pengamatan terhadap realitas sosial yang bersifat empiris yang kemudian
mendorong lahirnya rasa siri’ aktor ketika melihat ketimpangan dan keterpurukan
91
yang terjadi. Lantaran merasa masiri’, maka aktor menindaklanjuti dengan
tindakan anggaran pada saat penyusunan dilaksanakan.
Menurut H. Sahidin Halun (TAPD Luwu Timur) bahwa ketika terjadi
fenomena anggaran atau realitas sosial, maka respon pertama kali yang muncul
adalah rasa pesse. Katakanlah seorang aktor penyusun anggaran yang rasa
pessenya muncul sebagai reaksi kebatinan dari dalam hati sanubarinya yang
paling dalam melihat ketimpangan-ketimpangan anggaran dan masalah sosial
yang terjadi, maka di saat itulah muncul rasa pesse aktor yang meresponnya.
Pesse di sini muncul jika melihat terjadinya ketimpangan-ketimpangan. Misalnyasaja, tidak semua desa memiliki potensi yang sama. Pesse itu muncul ketika kitamelihat kondisi yang memang tidak selayaknya. (H. Sahidin Halun, TAPD LuwuTimur).
Pernyataan informan mempertegas bahwa terjadinya berbagai macam
ketimpangan merupakan pemicu munculnya kepekaan batin yang
membangkitkan rasa pesse. Respon ini bersifat fitrah karena aktor merupakan
manusia yang memiliki hati nurani yang akan tersentuh ketika melihat atau
mendapatkan fenomena-fenomena sosial. Dalam pandangan Wilhelm Wundt
dan ahli-ahli psikologi modern menegaskan bahwa jiwa manusia merupakan
suatu kesatuan jiwa raga yang berkegiatan sebagai keseluruhan (Garungan,
2004:27). Dalam konteks ini, pandangan tersebut sejalan dengan realita bahwa
rasa pesse dan rasa siri’ yang dirasakan aktor penyusun anggaran merupakan
bagian dari masalah kemanusiaan itu sendiri yang dapat dialami oleh siapa saja
termasuk aktor penyusun anggaran.
Bentuk kepekaan batin tidak hanya dirasakan aktor ketika melihat
langsung problematika sosial di lapangan, tetapi juga ketika melihat data-data
berupa dokumen perencanaan pembangunan daerah, hasil Musrenbang, dan
hasil reses anggota DPRD yang dijadikan sebagai dasar penyusunan anggaran.
Walaupun data-data tersebut bersifat kuantitatif atau deskriptif, tetapi aktor tetap
92
merasakan suasana batin yang mendalam. Rasa pesse dan rasa siri’ muncul
begitu melihat realitas data yang memperlihatkan problematika sosial, seperti
maasalah kemiskinan, kesehatan, keterbatasan infrastruktur, dan sebagainya.
Kepekaan batin yang dirasakan aktor terpicu walau hanya melihat data-
data sekunder belaka karena adanya sensasi (sensation) dari pengalaman masa
lalu yang terbatinkan. Situasi ini seperti pandangan John Lokcke mengenai
tabula rasa bahwa manusia memahami sesuatu karena adanya pengalaman
inderawi yang diterima seseorang dari sensasi yang dialaminya (Tafsir, 2008).
Jadi ketika melihat data-data sekunder atau kuantitatif, maka rasa siri’ na pesse
aktor muncul merespon data inderawi tersebut.
Kepekaan batin yang dirasakan aktor penyusun anggaran pada dasarnya
merupakan respon untuk memperbaiki keseimbangan sosial. Aktor sebagai
manusia merupakan bagian dari struktur kemasyarakatan yang ketika terjadi
instabilitas juga berdampak pada keseimbangan secara menyeluruh. Oleh sebab
itu, ketika aktor melihat masalah sosial baik secara langsung maupun dari data-
data sekunder berupa dokumen, maka aktor penyusun anggaran meresponnya
secara kebatinan yang kemudian ditindaklanjuti dengan tindakan anggaran.
Penyusunan anggaran merupakan tindakan yang lahir dari dorongan rasa
pesse dan rasa siri’ untuk mengatasi problematika sosial yang terjadi yang jika
tidak diatasi dapat menurunkan kualitas hidup yang menyebabkan perubahan
sosial. Dalam teori perubahan sosial Marxian mengakui jika problematika
semacam itu berpotensi menyebabkan kehancuran masyarakat (Ritzer, 2014).
Jadi keberpihakan dalam mengatasi masalah sosial di Luwu Timur jika merujuk
dalam pandangan Tan Malaka merupakan salah satu upaya mengantarkan ke
luar dari keterbelakangan (Suseno, 2013).
93
Masalah-masalah sosial dan pembangunan di Luwu Timur yang terjadi di
berbagai sektor terutama pada beberapa tahun pertama pemekaran Kabupaten32
sangat dirasakan dampaknya masyarakat. Seperti yang telah diuraikan
sebelumnya mengenai masalah yang terjadi di bidang ekonomi seperti jalan,
jembatan, irigasi, drainase, dan di bidang kesehatan seperti minimnya sarana
fisik perawatan, tenaga dokter, bidan, apoteker dan sebagainya.
Dalam kasus-kasus yang telah uraikan tersebut menunjukkan bahwa
realitas sosial yang dialami masyarakat telah membuat miris hati aktor ketika
melihat masalah yang sedang dihadapi masayarakat. Di sini dapat diungkapkan
bahwa lahirnya rasa pesse bukan merupakan kebetulan, tetapi suatu akumulasi
perasaan empati atau toleransi kebatinan yang kuat ketika aktor terjun ke
lapangan melihat situasi yang terjadi.
Rasa pesse lahir dari serangkaian upaya yang sadar yang dilakukan
aktor untuk menemukenali ketimpangan-ketimpangan yang terjadi, kemudian
dengan kapasitas yang dimilikinya mampu melakukan suatu tindakan siri’ guna
mengatasi problematika melalui penyusunan anggaran. Tindakan siri’ diwujudkan
melalui anggaran yang disusun untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan yang
diperlukan masyarakat baik secara fisik maupun yang bersifat non fisik.
Langkah yang dilakukan Dinas Kesehatan Luwu Timur dengan terjun
langsung mengamati problematika yang sedang dialami masyarakat merupakan
bukti konkrit reaksi dari rasa pesse aktor untuk mengatasi ketimpangan yang
terjadi. Dorongan kuat yang bersumber dari dalam kalbu sebagai bentuk
toleransi kebatinan dalam mengatasi ketimpangan-ketimpangan membuktikan
bahwa rasa siri’ na pesse aktor masih eksis dan aktif.
32Hal tersebut dapat dilihat dari data BPS Luwu Timur terutama pada beberapa tahun pertamapemekaran jika dibandingkan dengan wilayah daerah yang luas.
94
Ketika penyusun anggaran merasakan pesse, maka pada saat itulah
aktor penyusun anggaran bertindak sebagai to pesse33. Setelah rasa pesse
muncul, maka rasa pesse kemudian menyampaikan pesan (signal) ke rasa siri’.
Pada saat inilah rasa siri’ bereaksi dan melakukan tindakan nyata untuk
menutupi sensitivitas rasa pesse yang dialami aktor dengan melakukan
penyusunan anggaran.
Aktor yang melakukan penyusunan anggaran bertujuan untuk mengatasi
problematika yang terjadi sebagai akibat dari respon rasa siri’ terhadap rasa
pesse. Dalam kondisi ini aktor penyusun anggaran bertindak sebagai to siri34.
Selanjutnya, sebagai respon balik (feedback signal), rasa siri’ kemudian
mengirim pesan ke rasa pesse bahwa tindakan anggaran telah dilakukan dalam
penyusunan anggaran. Situasi di mana rasa pesse aktor menerima respon balik
dari rasa siri’, maka disaat itulah pesse dan siri menjadi satu kesatuan yang
holistik yang melekat padanya makna yang satu dan sebutan kata yang satu,
yaitu siri’ na pesse. Aktor yang semacam itu pada akhirnya di sebut sebagai to
siri’ na pesse, yang berarti aktor yang memiliki rasa pesse dan rasa siri’.
Hubungan operasional antara rasa pesse dan rasa siri’ dalam penyusunan
anggaran divisualisasikan berikut.
33Istilah to pesse mengacu pada kosakata Bugsi Luwu, yaitu to berarti orang dan pesse berartiempati. Jadi to pesse menunjukkan orang yang merasakan pesse atau berempati sebagaikonsekuensi terjadinya ketimpangan-ketimpangan anggaran. Penyebutan “to” biasa digunakanuntuk menunjukkan orang yang melakukan sesuatu sehubungan pekerjaannya ataumenunjukkan identitasnya.
34Seperti halnya dengan to pesse, istilah to siri’ juga biasa ditujukan untuk menunjuk aktor yangmelakukan tindakan untuk memenuhi rasa siri’nya. Kelumraan dalam masyarakat menyutkan tomasiri’ yaitu orang yang malu, to tae siri’nya yaitu orang tidak memiliki rasa malu, dansebagainya.
95
Gambar 4.2 Hubungan Psikologi Operasional Rasa Pesse dan Siri’ dalamPenyusunan Anggaran SKPD (Hasil Wawancara, Kepustakaan,dan Observasi Lapang)
Hubungan psikologi operasional antara rasa pesse dan rasa siri’ terjalin
dalam tataran emosional. Rasa pesse dianggap oleh aktor penyusun anggaran35
lebih dahulu eksis menyikapi problematika yang terjadi dalam masyarakat,
seperti pada kasus keterbatasan modal yang dialami para pelaku UMKM (yang
telah disebutkan sebelumnya). Pandangan tersebut sejalan dengan Hamid
(2005:xii) yang menganggap bahwa pesse merupakan suasana masyarakat
dalam hati individu (aktor) yang dalam pandangan Pelras (2006:252) berarti
merasakan penderitaan kelompok sosial. Pandangan aktor penyusun anggaran
dan Hamid (2005:xii) memahami sama bahwa eksistensi pesse sebagai unsur
rasa lebih dahulu eksis ketika terjadi problematika di masyarakat. Hal ini juga
sejalan dengan pandangan Lopa (1995:91) bahwa pesse merupakan daya
pendorong pembangunan. Pandangan tersebut dapat dimaknai sebagai
pendorong eksisnya rasa siri’ dalam menyikapi rasa pesse yang dialami aktor
penyusun anggaran guna memenuhi pembangunan yang dibutuhkan masyarakat
secara luas.
35Seperti yang diungkapkan H. Sahidin Halun bahwa rasa pesse muncul ketika melihatketimpangan atau problematika dalam masyarakat.
5. Toleransi Rasa Siri’
2. Pesan Pesse
4. Reaksi AnggaranPesse Problematika Anggaran
dan Kemasyarakatan
3. Dorongan Rasa Pesse
1. Observasi
Siri’
96
Rasa pesse muncul karena adanya tanggapan individu aktor penyusun
anggaran berupa iba hati terhadap suasana masyarakat yaitu para pelaku
UMKM sehingga cenderung untuk mengabdi atas cinta kasih sesama manusia
(Hamid, 2005). Ungkapan cinta kasih merupakan perasaan mendalam yang
dirasakan aktor terhadap problematika anggaran yang dirasakan oleh
masyarakat yang dianggap sebagai perwujudan pesse. Farid (2005:57)
memandang hal tersebut sebagai rasa kemanusiaan yang adil dan beradab,
sehingga dengan demikian, manusia (aktor penyusun anggaran) rela berkorban
untuk mengatasi kondisi yang tidak diharapkan tersebut.
Rasa rela berkorban yang dimaksud Farid (2005:57) yaitu suasana
kebatinan (pesse) yang mendorongan munculnya rasa siri’ untuk melakukan
tindakan penganggaran (budget reaction). Rasa siri’ ini muncul sebagai bentuk
pranata pertahanan harga diri’ dan martabat manusia (aktor penyusunan
anggaran) sebagai individu dan sekaligus sebagai anggota masyarakat (di mana
aktor berinteraksi). Munculnya rasa siri’ yang dirasakan oleh aktor penyusun
anggaran, seperti halnya pada Dinas Koperindag Luwu Timur karena tidak ingin
melihat ketimpangan dan dampak dari instabilitas sosial masyarakat.
Rasa siri’ aktor tergugah sehingga tampil melakukan penyeimbangan
(stabilisator) melalui kebijakan anggaran (budget reaction) saat penyusunan
anggaran dilaksanakan. Eksistensi siri’ merupakan stabilisator yang senantiasa
menginginkan harmonisasi di dalam berbagai macam interaksi (Hamid, 2005).
Tindakan ini merupakan bentuk dari upaya mempertahankan siri’ yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari aktor itu sendiri. Tindakan anggaran
seperti pada alokasi anggaran dalam menyelesaikan problematika anggaran bagi
pelaku UMKM, sebagaimana tabel berikut.
97
Tabel 4.3 Anggaran Pengembangan IKM/UMKM Dinas Koperindag KabupatenLuwu Timur 2010-2014 (Ribuan Rupiah)
Program 2010 2011 2012 2013 2014
Pelatihan Kewirausahaan 450.979 450.979 557.959 261.186 0
Kerjasama di Bidang HAKI 63.502 0 0 0 0
Program Peningkatan Ekonomi Lokal 33.092 0 0 0 0
Pengembangan Pasar dan DistribusiBarang/Produk
5.016.600 5.016.600 6.707.173 7.666.050 6.255.092
Promosi Produk UMKM daerah 75.088 195.581 234.438 209.125 130.600
Penataan Tempat Usaha PedagangKaki Lima Dan Asongan (PK5)
101.520 101.520 0 00
Fasilitasi IKM terhadap pemanfaatansumber daya
45.480 45.480 0 00
Fasilitasi Peralatan IKM 1.195.754 1.195.754 718.445 0 0
Fasilitasi IKM Terhadap PemanfaatanSumber Daya
110.158 110.158 1.684.151 00
Penyediaan Sarana dan Prasaranaklaster industri (Bengkel IndustriLampia dan Klaster Industri)
22.100 22.100 1.620.000 0 249.480
Fasilitasi IKM (Bantuan Peralatan) 0 0 899.000 0 121.964
Fasilitasi Penyelesaian Permasala-han Pengaduan Konsumen
0 0 0 196.688 228.884
Pengembangan Kawasan HomeIndustri
0 0 0 0 415.728
Jumlah 7.114.273 7.138.172 12.421.166 8.333.049 7.401.747
Sumber: Lampiran 15, 17, 19, 21, 23 (data diolah)
Pengalokasian anggaran (budget reaction) merupakan bentuk dari
motivasi untuk mengejar ketertinggalan sebagai bentuk upaya dalam
menegakkan siri’, sebagaimana diungkapkan informan.
Siri’ itu merupakan motivasi untuk mengejar ketertinggalan atau ketimpangan-ketimpangan sosial. Oleh sebab itu, dana itu harus dipicu betul dan diwujudkandalam penganggaran dan dibuat betul-betul untuk bisa dinikmati oleh masyarakat(H. Sahidin Halun, Asisten Satu, TAPD).
Tindakan anggaran yang dilakukan aktor penyusun anggaran pada Dinas
Koperindag (tabel 4.2) merupakan bentuk dari partisipasi rasa siri’ terhadap rasa
pesse yang terjalin sebagai sensasi yang dirasakan ketika menemukan
problematika anggaran dan sosial di masyarakat. Karakter rasa pesse dan rasa
siri’ merupakan hubungan timbal balik (the balance of the reciprocal relationship)
yang lahir dari sensasi dalam diri aktor menyikapi fenomena ketimpangan-
ketimpangan sosial dan anggaran. Pada tataran outputnya, hubungan itu
98
bertujuan untuk membangun tatanan sosial agar terjadi keseimbangan dalam
masyarakat.
4.3 Kepekaan Batin dan Sipakatau: 36 Ciri Landasan Psikologi PenyusunanAnggaran
Pada tataran psikologi, siri’ na pesse merupakan unsur rasa (sense,
Bugis: nawa-nawa) yang lahir dari suasana kepekaan batin dalam hati sanubari
aktor yang ditangkap dari akar problematika masyarakat, seperti: kemiskinan,
minimnya sarana dan prasarana publik, keterbatasan infrastruktur, dan
ketimpangan-ketimpangan yang terjadi di berbagai bidang. Rasa siri’ na pesse
mendorong aktor mengambil tindakan anggaran dengan tujuan untuk mengatasi
problematika yang dihadapi masyarakat.
Secara kasuistik37, salah satu fenomena potret suram yang
menggambarkan ketimpangan ekonomi yang dialami pedagang kaki lima di Malili
yang selama ini hanya menjinjing dan memikul barang dagangannya untuk
ditawarkan ke konsumen. Mereka tersebar di titik-titik kumpulan orang-orang dan
tempat-tempat strategis lainnya. Hampir setiap hari mereka menelusuri lorong-
lorong dan gang-gang kecil dengan mengharapkan keberuntungan. Kendati telah
berupaya untuk mendapatkan omset yang besar, namun di antara mereka hanya
memperoleh omset penjualan yang jumlahnya tidak lebih dari seratus ribu rupiah
per hari. Sementara itu, jumlah anggota keluarga yang ditanggung cukup banyak
yang harus dipenuhi kebutuhan hidupnya tiap hari. Namun, harapan untuk
memenuhi kewajibannya itu hanya menjadi keinginan yang sepihak lantaran
keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya38.
36Sipakatau, bahasa Bugis yaitu sipaka artinya saling dan tau yaitu orang yang berarti salingmemanusiakan.Sipakau dapat juga diartikan sebagai humanis yang berarti kemanusiaan(menganggap manusia sebagai objek terpenting).
37Hasil monitoring/pengamatan peneliti
38Hasil monitoring lapang pedangang kaki lima.
99
Fenomena tersebut sangat menyayat hati bagi siapa saja insan yang
melihatnya. Ketika aktor penyusun anggaran terjun ke lapangan melakukan
monitoring, pemandangan seperti itu di temui di beberapa daerah dan bahkan
dalam kota Malili, ibu kota Kabupaten Luwu Timur. Sebarannya juga terdapat di
sepanjang bantaran sungai Malili yang membelah dua kota itu dan di puncak-
puncak bukit tempat rumah-rumah penduduk terkonsentrasi. Disanalah para
pedagang kaki lima menjajakan dagangannya dari pagi hingga sore hari bahkan
sampai malam hari.
Ketimpangan ekonomi, keterbatasan anggaran, dan ketertinggalan di
beberapa sektor yang dialami Kabupaten Luwu Timur memang dirasakan
terutama pada awal pemekaran daerah. Munculnya berbagai problematika telah
mendorong lahirnya rasa siri’ na pesse aktor penyusun anggaran bertindak
mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat dengan meluncurkan berbagai
program pemberdayaan dan kebijakan anggaran. Langkah yang dilakukan
tersebut dalam pandangan Pierre L Van dan Berghe (Wirawan, 2013:43)
merupakan bentuk dari suatu analisis masyarakat secara keseluruhan yang
merupakan bagian dari sistem yang saling berhubungan39.
Desa Mengepung Kota merupakan program multi years yang diluncurkan
untuk mengatasi problematika di berbagai bidang. Salah satu wujud kegiatannya
adalah pemerataan infrastruktur berupa penambahan dan perbaikan jalan
dengan tujuan agar para pedagang dan produsen dapat mendistribusikan barang
dan jasanya ke sentra-sentra ekonomi (lampiran 11).
Program tersebut juga terintegrasi dengan Pemberdayaan Usaha Kecil,
Mikro, dan Menengah (UMKM). Program yang diluncurkan Dinas Koperasi,
Perdagangan, dan Industri Luwu Timur (Koperindag) tersebut, salah satu
39Salah satu ciri perspektif dari teori strukturalis fungsionalis
100
fokusnya adalah pemberdayaan para pedagang kaki lima yang selama ini
kesulitan mendapatkan modal usaha, peralatan kerja, dan bahkan tempat usaha
yang strategis (lampiran 12). Pemberdayaan dilakukan dalam bentuk pelatihan
kewirausahaan, bantuan dan pelatihan penggunaan peralatan, peningkatan mutu
produk, sertifikasi produk, bahkan pemasaran dengan mengikutsertakan dalam
pameran-pameran baik berskala lokal, provinsi, maupun tingkat nasional di
Jakarta.
Berbagai kebijakan yang diambil Pemerintah Luwu Timur dalam
mengatasi problematika masyarakat lahir dari kepekaan batin yang menggugah
rasa siri’ na pesse. Realitas problematika masyarakat tersebut merupakan
pemandangan yang mendorong rasa pesse yang kemudian melahirkan rasa siri’
sehingga mendorong aktor penyusun anggaran melakukan tindakan anggaran
dengan mengalokasikan ke bidang-bidang yang urgen untuk diatasi.
Seperti halnya kebijakan peningkatan ekonomi masyarakat lokal dengan
meluncurkan program Pemberdayaan UMKM didukung dengan anggaran
sebesar Rp1,346 miliar pada tahun 2009 sampai 2011 (lampiran 12). Dari jumlah
tersebut, di antaranya dialokasikan pada pembelian gerobak untuk kebutuhan
pedagang kaki lima yang tidak memiliki fasilitas peralatan usaha.
Begitupun di sektor infrastruktur pada program Desa Mengepung Kota
telah dikucurkan anggaran sebesar Rp571,766 miliar. Jumlah tersebut
merupakan akumulasi dari tahun 2006 hingga 2009 yang terdistribusi pada
pembangunan jalan sebesar Rp409,644 miliar, jembatan Rp18,404 miliar, irigasi
Rp56,526 miliar, dan drainase Rp87,192 miliar (lampiran 11).
Kebijakan anggaran yang dikeluarkan Pemerintah Luwu Timur tidak
hanya bertumpu pada pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal belaka, tetapi
juga di bidang kesehatan menjadi salah satu prioritas. Hal ini dilakukan untuk
101
mengintegrasikan program agar bersinergi dengan program-program lain supaya
terjadi keseimbangan tatanan sosial kemasyarakatan secara horisontal
fungsional.
Bukti keseriusan pemerintah di bidang kesehatan juga dapat dilihat dari
alokasi anggaran yang dikucurkan pada tahun 2010 hingga 2014 sebesar
Rp68,426 miliar (lampiran 25). Jumlah ini dimaksudkan untuk mendukung
kontinuitas program yang telah dilaksanakan sebelumnya supaya masyarakat
dapat terjamin kesehatannya dalam melakukan aktivitas ekonomi sehingga
mendapatkan pendapatan yang layak untuk hidup nyaman dan sejahtera.
Masyarakat sebagai pelakon kehidupan merupakan insan penerima
manfaat dari penggunaan anggaran yang telah dialokasikan dalam penyusunan
anggaran. Sebagai suatu kesatuan entitas, masyarakat menyadari bahwa proses
penganggaran yang dilaksanakan tidak lain adalah untuk mengatasi
problematika yang mereka hadapi. Oleh sebab itu, ketika program
pemberdayaan diluncurkan, mereka turut serta dalam menyukseskan dengan
melibatkan diri, baik dalam mengikuti pelatihan, pemanfaatan hibah peralatan
usaha, maupun dalam pengembangan dan peningkatan kualitas produk yang
dijalankan pemerintah.
Kepedulian Pemerintah Luwu Timur dalam mengatasi problematika
melalui program pemberdayaan dan kebijakan anggaran telah memberikan
kotribusi nyata kepada penerima manfaat. Pedang kaki lima misalnya, yang
tadinya menjajakan dagangannya dengan cara memikul dan berpindah-pindah
tempat, dengan adanya program Pemberdayaan UMKM, mereka sudah merasa
diberdayakan. Berbagai fasilitas diberikan di antaranya bantuan gerobak dagang
dan penyediaan tempat berjualan yang telah ditata menarik di beberapa titik
102
strategis dalam Kota Malili, seperti di sepanjang garis bibir Sungai Malili dan di
atas bukit di mana rumah-rumah penduduk terkonsentrasi.
Tindakan ini merupakan wujud sipakatau yang berhumanis. Masyarakat
diberikan kembali kualitas insaninya dalam mengembangkan diri (usaha),
mengaktualisasikan diri, dan mendapatkan kembali makna dari hidupnya, yaitu
sebagai insan yang dimanusiakan (sipakatau). Masyarakat diposisikan kembali
pada fitrahnya, baik sebagai manusia individu maupun masyarakat sosial dan
kembali mengambil perannya masing-masing dalam menciptakan sistem
kemasyarakatan yang seimbang. Hal ini seperti yang dipahami dalam psikologis
humanis yang memandang positif dan mencitrakan baik terhadap manusia.
Tindakan yang dilakukan oleh aktor dalam penyusun program, kegiatan,
dan anggaran merupakan bagian dari perwujudan psikologis humanis yang oleh
Moslow (1966) memandangnya sebagai manusia yang memiliki dimensi otoritas
dalam kehidupannya sendiri dan sebagai mahluk yang sadar dan mandiri. Jika
melihat pada pedang kaki lima yang hidup serba keterbatasan, maka pada
dasarnya kondisi itu merupakan peristiwa anomali dari suatu kondisi ideal yang
tidak semestinya dialami lantaran belum sepenuhnya terberdayakan proses
pembangunan.
Tindakan aktor mengambil kebijakan anggaran merupakan wujud
sipakatau (saling memanusiakan) yang menurut Max Weber (Wirawan, 2013:97)
merupakan tindakan manusia yang penuh dengan arti. Hal ini bisa dipahami
secara subjektif, yang dalam konteks sosial kemasyarakatan dipandang sebagai
upaya menciptakan keteraturan-keteraturan dalam keseimbangan tatanan
masyarakat. Pada sisi lain, Antony Giddens dengan teori struktural fungsionalnya
memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang seluruh bagiannya saling
103
tergantung satu sama lain dan bekerja sama menciptakan keseimbangan
(Wirawan, 2013:42).
Bertitik tolak dari problematika tersebut, maka masalah keterbatasan,
ketertimpangan, dan keterbelakangan yang dialami masyarakat Luwu Timur
merupakan masalah kemanusiaan yang menimbulkan kepekaan batin sehingga
mendorong lahirnya rasa siri’ na pesse. Sipakatau atau memanusiakan manusia
atau saling memanusiakan merupakan tindakan humanis yang menjadi dasar
operasional dari rasa siri’ na pesse yang bermakna bahwa manusia pada
dasarya adalah fitrah, sadar, mandiri, memiliki potensi dalam mengaktualisasikan
diri dan makna hidupnya.
4.4 Ikhtisar
Berdasarkan hasil analisis terkait penyusunan anggaran di tingkat SKPD
di Pemerintah Kabupaten Luwu Timur, maka ditarik beberapa simpulan.
Pertama, landasan psikologis penganggaran adalah kepekaan batin rasa siri’ na
pesse, sedangkan landasan operasional rasa siri’ na pesse adalah sipakatau
(saling memanusiakan). Basis ini meletakkan unsur kemanusiaan sebagai
landasan dalam penyusunan anggaran. Manusia merupakan bagian dari struktur
masyarakat sehingga setiap masalah yang terjadi akan mengganggu tatanan
sosial. Oleh sebab itu, esensi dari penyusunan anggaran yang berbasis siri’ na
pesse adalah untuk membangun dan menjaga keseimbangan dalam masyarakat
secara permanen.
Kedua, dalam penyusunan anggaran, siri’ na pesse lahir dari dua situasi,
yaitu realitas sosial atau fakta empiris sosial di akar rumput dan dari pengamatan
dokumen-dokumen (kuantitatif, gambar, dan audio visual). Berdasarkan fakta
empiris sosial, siri’ na pesse muncul ketika melihat langsung ketimpangan-
104
ketimpangan dalam kemasyarakatan, seperti kemiskinan, kurangnya sarana-
prasarana kesehatan, minimnya infrastruktur, layanan masyarakat yang buruk
dan sebagainya. Sedangkan berdasarkan dokumen-dokumen, siri’ na pesse lahir
karena sensasi yang ditangkap aktor melihat data-data, gambar, maupun audio
visual yang menunjukkan adanya masalah kemasyarakatan.
Ketiga, ketika aktor penyusun anggaran menyaksikan terjadinya
masalah sosial, maka rasa pesse meresponnya lebih awal setelah itu respon
rasa siri’ muncul sebagai bentuk respon rasa pesse. Hubungan antara kedua
unsur rasa tersebut merupakan hubungan tindakan timbal balik rasa siri’ na
pesse yang pada tataran implementasinya bertujuan untuk mengatasi
problematika masyarakat yang terjadi.
105
BAB V
INTERNALISASI NILAI-NILAI KONSEP PENGANGGARANSIRI’ NA PESSE DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN
Upasekko makkatenning ri limae akkatenningnge:mammulanna; ri ada tongengnge, maduanna;rilempuE, matellunna; ri gettengE, maeppa’na;sipakatau, malimanna; mappesonaE di DewataSeuwae
Saya wasiatkan padamu lima pegangan.Pertama; pada kata benar, kedua; pada ke-jujuran, ketiga; pada ketegasan, keempat; padasaling menghargai, dan kelima; berserah dirikepada Tuhan Yang Maha Esa
Papesseng to Riolo (Pesan Orang Dahulu)Rahim, 2012
5.1 Mukaddimah
Pada bab IV sebelumnya telah dibahas mengenai unsur rasa siri’ na
pesse yang merupakan basis psikologi dalam penyusunan anggaran. Unsur ini
merupakan pemicu (driven) lahirnya nilai-nilai siri’ na pesse meliputi tongeng
(kebenaran), lempu’ (kejujuran), getteng (ketegasan), adele’ (keadilan) dan
lalembate tarangtajo atau siwolong polong (kerja sama). Nilai-nilai tersebut
merupakan fakta lapangan yang dipraktikkan aktor dalam proses penyusun
anggaran.
Substansi pembahasan tiap-tiap nilai siri’ na pesse meliputi definisi, wujud
eksistensi dalam penyusunan anggaran, dan prinsip dasar yang mendukung
eksistensi nilai-nilai kearifan lokal tersebut. Selain itu, juga disajikan pembahasan
mengenai unsur-unsur perusak (destroyed) pada beberapa nilai siri’ na pesse
yang dimaksud.
5.2 Internalisasi dan Eksistensi Nilai-Nilai Siri’ na pesse
Penyusunan anggaran dilaksanakan setelah melaksanakan beberapa
tahapan kegiatan perencanaan. Ditingkat SKPD khususnya Dinas Kesehatan
105
106
Luwu Timur, penyusunan anggaran dilakukan setelah pelaksanaan Musrenbang
(desa, kecamatan, dan kabupaten), penetapan RKPD, dan KUA PPAS. Menurut
Yetriani Bosa (Kabid Anggaran Dinkes) bahwa “alur penyusunan anggaran ... di
Dinas Kesehatan melalui mekanisme, dimulai dari Musrembang desa,
kecamatan, dan kabupaten”. Pernyataan informan menunjukkan bahwa
penyusunan anggaran dilakukan berdasarkan mekanisme sebelumnya karena
data yang dibutuhkan sebagai bahan acuan salah satunya bersumber dari
tahapan sebelumnya.
Dalam penyusunan anggaran, pihak SKPD melibatkan unsur-unsur
secara internal, baik pimpinan, bagian, seksi, dan staf yang tergabung dalam tim
penyusun anggaran SKPD. Mengingat penyusunan anggaran merupakan
tahapan perencanaan, maka pada tahapan ini terbagi menjadi tiga bagian, yaitu
input, proses, dan output (Mahmudi, 2010:16). Pada tahap input, dokumen
perencanaan pemerintah daerah yang dibutuhkan adalah RPJPD, RPJMD,
RKPD, Renstra SKPD, Renja, dan KUA PPAS. Dokumen ini dibutuhkan oleh
aktor sebagai acuan dalam melakukan penyusunan anggaran. Sementara pada
bagian proses merupakan penentuan KUA dan PPAS (top down) dan usulan
program, kegiatan, dan anggaran dari SKPD bersangkutan (bottom up).
Kedua sumber dokumen perencanaan pembangunan tersebut (top down
dan bottom up) sebagai bahan baku dalam penyusunan anggaran. Penyusunan
anggaran ini outputnya adalah lahirnya RKA SKPD (kemudian disatukan menjadi
RAPBD). Dalam proses penyusunan anggaran para aktor melakukan interaksi
antara satu dengan lainnya dalam satu tim dalam mengolah data-data dokumen
perencanaan untuk selanjutnya dituangkan dalam RKA. Interaksi yang dilakukan
para aktor mengedepankan nilai-nilai siri’ na pesse.
107
Dalam penelitian ini, nilai-nilai siri’ na pesse merupakan nilai-nilai yang
terinternalisasi dalam diri aktor dan dipraktikkan dalam penyusunan anggaran
SKPD di Pemerintah Kabupaten Luwu Timur. Nilai-nilai tersebut meliputi
tongeng, lempu’, getteng, adele’, dan lalambate tarangtajo atau siwolong polong.
5.2.1 Nilai Tongeng (Kebenaran)
Nilai tongeng (kebenaran) yang dianut aktor yaitu penyusunan anggaran
berdasarkan aturan yang berlaku dan mempertanggungjawabkan kepada
masyarakat. Menurut H. Sahidin Halun40 bahwa “tongeng (kebenaran) itu adalah
aturan” yang terkait dengan tanggung jawab. Hal tersebut menunjukkan bahwa
menegakkan tongeng berarti menegakkan aturan yang bertanggung jawab.
Dalam konteks kearifan lokal, menurut To MaccaE ri Luwu41 bahwa tongeng
dianggap sebagai ade’ puaraonro atau aturan berkekuatan tetap (Rahim,
2012:93) yang harus dipatuhi dan dijalankan karena merupakan konsensus
bersama.
Jika dilihat secara kasuistik, maka wujud nilai tongeng (kebenaran) dalam
penyusunan anggaran di Dinas Kesehatan Luwu Timur dipraktikkan pada
tindakan aktor dalam merasionalkan anggaran. Dalam hal ini, anggaran yang
dipandang tidak sesuai dengan dokumen sumber yang tertera di KUA PPAS atau
berbeda dengan daftar harga yang ditetapkan oleh dinas Koperindag selanjutnya
dirasionalkan agar mencerminkan anggaran yang benar (tongeng).
Praktik tersebut sejalan dengan pernyataan informan Andi Tulleng42
bahwa “... jika anggaran itu tidak masuk akal saya sampaikan, itu kan tanggung
jawab, jadi kebenaran (tongeng) dikedepankan, katakan benar jika itu benar dan
40TAPD Luwu Timur
41Nama cendekia pada zaman Kedatuan Luwu yang sangat termashur dengan pokok pikirannyadalam banyak hal.
42Kasi Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu TImur
108
katakan salah jika itu salah”. Jadi wujud tongeng menurut informan adalah
bertindak dan berkata benar yang dalam pandangan To MaccaE ri Luwu berkata
benar “jika tidak dikeluarkannya perkataan dusta dari mulutnya” (Rahim,
2012:109).
Tongeng (kebenaran) dalam penyusunan anggaran terkait dengan
tindakan berdasarkan aturan yang dipertanggungjawabkan yang menurut
Mardiasmo (2009:21) bersifat horisontal kepada masyarakat. Aktor menyadari
bahwa anggaran yang mereka susun bersumber dari masyarakat, oleh sebab itu
sudah seharusnya juga dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Bentuk
pertanggungjawabannya yaitu menyusun anggaran secara logis dan rasional
berdasarkan aturan yang berlaku yang berpihak kepada masyarakat yang
kemudian dituangkan dalam RKA SKPD bersangkutan.
Tindakan dalam menegakkan tongeng juga didasarkan pada prinsip
keaccaan (kecerdasan) yang dimiliki aktor dalam memahami kebijakan,
prosedur, dan aturan, serta petunjuk teknis yang berlaku. Ketika melakukan
penyusunan anggaran, kemampuan inteligensi aktor berperan dalam memahami
konten aturan dan juknis sehingga anggaran yang dirasionalkan tercapai. Salah
satu wujud prinsip acca dalam penyusunan anggaran adalah penentuan daftar
harga satuan berdasarkan daftar harga yang dikeluarkan pemerintah (dinas
koperindag) sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah
No.105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Daerah. Jadi setiap nilai rupiah dalam akun belanja pada program dan kegiatan
harus berdasarkan pada daftar harga yang dikeluarkan Pemeirntah Luwu Timur.
Ungkapan Andi Tulleng bahwa “kalau ada program tapi tidak diketahui
substansinya bagaimana, misalnya ini program anggarannya (sekian) juta,
logiskah program dan anggaran itu?”. Pernyataan ini mempertegas bahwa setiap
109
nilai rupiah yang muncul harus logis dan berbanding lurus terhadap program dan
kegiatannya. Ungkapan informan pada dasarnya mengarah pada pengendalian
manajemen terutama pada unsur perencanaan yang bersifat preventif atau
preventive control (Mardiasmo, 2009). Sehubungan dengan hal ini, maka pada
dasarnya bahwa logisitas, rasionalitas, dan relevansi anggaran merupakan
tindakan pengendalian preventif karena terkait dengan perencanaan yang
dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan.
Oleh sebab itu, dalam mempertanggungjawabkan penyusunan anggaran,
aktor menyadari pentingnya kemampuan berpengetahuan (acca) dalam
memahami aturan yang berlaku dan segala instrumen yang mendukungnya.
Memahami substansi program dengan benar (tongeng) yang relevan dengan
besaran anggarannya merupakan bagian dari menegakkan nilai tongeng
(kebenaran). Dalam artian bahwa program dan anggaran yang diajukan tidak
bertentangan dengan aturan yang berlaku supaya kebenaran regulasi tetap
ditegakkan.
Dalam menegakkan tongeng juga terdapat tindakan bakke (luka) yang
bersifat inkonstitusional sebagai perusak (destroyed) nilai. Tindakan ini berupa
pengaturan besaran jumlah anggaran terhadap suatu program yang dilakukan
aktor atas pesanan oknum. Praktik ini kebenarannya didukung informan Andi
Tulleng yang menyatakan bahwa “...kasi masukmi anggaranku, kasi mi dulu
(sekian) juta, ...Ini kan persoalan kepentingan?”. Tindakan aktor semacam ini
sama saja menciptakan atau memperlihatkan kola’nya (kelemahan). Menurut
H. Zakaria43 bahwa bakke (kesalahan) harus dihindari karena sekali saja
melakukan bakke (kesalahan), maka nilai tongeng (kebenaran) yang diamalkan
43Kepala Dinas Koperindag Kabupaten Luwu TImur
110
selama ini akan hancur (destroyed) sehingga masyarakat tidak mempercayai lagi
profesionalisme yang telah dibangun.
Kalau orang ... ada kola’nya (kesalahannya), maka ... susah untuk didengarkarena pada saat dia mengatakan begini tapi pernah dia melakukan kola’. Jadijangan engkau memberikan bakke/luka (walau) satu kali (H. Zakaria (KadisKoperindag Luwu Timur)
Melakukan tindakan bakke (inkonstitusional) sangat jelas merusak
(destroyed) nilai tongeng (kebenaran). Selain berdampak terhadap rendahnya
kualitas anggaran yang di susun juga dapat menurunkan kepercayaan dari
masyarakat. Jika berkaca pada pesan-pesan Puang ri Magalatung (Rahim 2012),
maka tindakan bakke tersebut dianggap sebagai perbuatan salah. Tindakan
bakke juga dianggap Hamka (1977:185) sebagai tindakan zalim karena
meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Artinya, tindakan bakke bukan bagian
dari emansipasi nilai tongeng dan justru mencederai kualitas dari anggaran yang
pada akhirnya juga berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat. Pada
premis ini, nilai tongeng terletak pada kepatuhan aturan yang
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan dalam implementasinya
mengedepankan ke-acca-an (berpengetahuan/cerdas) agar tidak melakukan
tindakan bakke (inkonstitusional).
5.2.2 Nilai Lempu’ (Kejujuran)
Nilai lempu’ (kejujuran) dalam penyusunan anggaran yaitu menyajikan
anggaran apa adanya secara objektif berdasarkan dokumen sumber yang telah
ditetapkan. Sumber data yang dimaksud bersifat top down dan bottom up yang
kemudian dituangkan menjadi Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD
(Mahmudi, 2010:18). Salah satu dokumen sumber yang menjadi rujukan dalam
menyusun anggaran adalah KUA PPAS. Menurut Muhammad Ikhsan (TAPD
DPPKAD Luwu Timur) bahwa:
111
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ... menyusun anggaran program yangtidak boleh melebihi dari PPAS. Padahal dalam PPAS terdapat harga patokananggaran sebagai rujukan dalam menyusun dengan efesien dan dapatdipertanggungjawabkan.
Menyusun anggaran untuk kebutuhan program dan kegiatan yang
melebihi KUA PPAS merupakan tindakan yang subjektif karena setiap item
anggaran sudah tertuang dalam daftar harga yang telah ditetapkan oleh
pemerintah yang dalam hal ini dikeluarkan oleh dinas Koperindag. Jadi
objektivitas dalam menyusun anggaran adalah berdasarkan dokumen sumber.
Secara kasuistik, penyusunan anggaran di Dinas Kesehatan Luwu Timur
mengacu pada data yang bersumber dari dokumen perencanaan pembangunan
yang terdiri dari RKJP44 daerah, RPJM45 daerah, Rencana Kerja Pembangunan
yang bersifat top down. Sedangkan yang bersifat bottom up bersumber dari hasil
Musrenbang46 daerah yang dituangkan dalam RKPD47 dan KUA PPAS48.
Dokumen sumber ini selanjutnya dibahas di tingkat dinas bersamaan dengan
kebutuhan anggaran internal. Data-data ini disusun apa adanya secara objektif
tanpa melebih-lebihkan. Semua informasi yang masuk dibahas bersama dan
hasilnya dituangkan dalam dokumen RKA Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu
Timur dan substansinya tidak keluar dari frame sumbernya. Dokumen inilah yang
kemudian diajukan ke DPRD dalam bentuk Ranperda49 untuk dibahas bersama.
Penyusunan anggaran apa adanya yang dalam konteks ini adalah
objektivitas dapat dilihat di bagian perencanaan dinas kesehatan ketika
menyusun program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Program ini disusun dengan jumlah anggaran sebesar Rp.500.000.000 (lima
ratus juta rupiah). Jika dilihat dari jumlahnya, maka angka tersebut sangat
44Rencana Pembangunan Jangka Panjang
45Rencana Pembangunan Jangka Menengah
46Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang)
47Rencana Kerja Pemerintah Daerah
48Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS)
49Rencana Peraturan Daerah (Ranperda)
112
fantastis. Hal ini menimbulkan pertanyaan bagi tim penyusun anggaran terkait
urgensitas dan logisitas program dengan besaran jumlah anggarannya dan
dukungan sumber masukan program.
Ketika program ini disusun, aktor meresponnya dengan mengedepankan
nilai lempu’ (kejujuran). Besaran jumlah anggaran yang diusulkan harus benar-
benar berpatokan pada dokumen-dokumen sumber yang telah disusun
sebelumnya dan sesuai dengan KUA PPAS. Jika anggaran program yang
disusun jumlahnya lebih, maka aktor akan menguranginya dan jika kurang, maka
akan ditambahkan. Pada dasarnya, penyusunan anggaran yang dilakukan aktor
dilakukan dengan objektif apa adanya berdasarkan input dokumen-dokumen
sumber, sebagaimana diungkapkan Andi Tulleng (Promkes Dinkes Luwu Timur)
berikut.
...progam Promosi Kesehatan nilainya 500 juta, kemudian dikembalikan ke dinaskesehatan. Lalu kita buat kembali lagi dan menyesuaikan dengan angka itu (KUAPPAS). Jika lebih kita kurangi dan jika kurang kita tambahkan, karena sudahmenjadi kebijakan dari atas.
Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat jika dilhat
dari besaran anggarannya memang terbilang besar untuk ukuran kabupaten.
Namun tim penyusun anggaran Dinas Kesehatan Luwu Timur melihat lebih
dalam substansi programnya, misalnya jenis dan sub kegiatan, cakupan
penerima manfaat, cakupan luas wilayah, kondisi geografis, kondisi sosial
masyarakat, waktu yang dibutuhkan, dan sebagainya. Proses semacam ini pada
dasarnya merupakan bagian dari internalisasi nilai lempu’ (kejujuran) yang
teremansipasi dalam praktik penyusunan anggaran. Fenomena program Promosi
Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat tersebut merupakan wujud konkrit
emansipasi nilai lempu’ yang dikedepankan aktor. Anggaran yang disusun aktor
mengacu pada dokumen sumber secara objektif yang dilakukan dengan penuh
amanah.
113
Dalam pandangan To MaccaE ri Luwu (Rahim, 2012:96), tindakan aktor
yang dengan tegas menolak intervensi untuk berkompromi dalam memanipulasi
anggaran merupakan praktik amanah. Tindakan tersebut merupakan wujud dari
nilai lempu’ (kejujuran), termasuk getteng (ketegasan) untuk bersikap dan warani
(berani) dalam mengambil keputusan dengan segala konsekuensi yang terjadi.
Makkedae To MaccaE ri Luwu: naiya lamperiE sunge’ lempuE. Eppa gau’na tomalempuE. Seuwani, risalaiE na’dampeng. Maduanna, riparennuangiEtennapajekkoi, bettuanana sanresiE tennabelleang. Matellunna, temmangoaengitenniaE anunna. Maeppa’na, tessesse’ deceng rekko alenami napodecengngi.(Adapun yang memanjangkan usia ialah kejujuran. Ada empat jenis perbuatanorang jujur. Pertama, orang bersalah kepadanya dimaafkan; kedua, diamanahitidak khianat, ketiga, tidak serakah bukan miliknya; dan keempat, tidak mencarikebaikan jika hanya untuk dirinya sendiri) (Pesan To MaccaE ri Luwu, Rahim2012:96).
Jadi esensi nilai lempu’ (kejujuran) menurut To MaccaE ri Luwu adalah
pemaaf, amanah, objektif, dan kebaikan bersama. Jika berkaca pada
cendekiawan tersebut, maka nilai lempu’ pada program Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat terletak pada sifat amanah dan objektif. Amanah
ditunjukkan dengan tindakan menyusun anggaran berdasarkan dokumen-
dokumen perencanaan pembangunan yang telah disusun sebelumnya yang
bersifat top down yang direlevansikan dengan hasil Musrenbang. Sedangkan
objektif adalah tindakan yang tidak melebih-lebihkan anggaran sehingga ke luar
dari frame KUA-PPAS sebagaimana.
Dasar dari tindakan objektif juga terlihat dari proses lahirnya program dan
anggaran di tingkat Puskesmas melalui tiga langkah (P), yaitu P1 adalah
perencanaan tingkat Puskesmas (PTP), P2 adalah lokakarya mini (lokmin), dan
P3 adalah evaluasi kinerja. Proses langkah P1 dimulai dari identifikasi data
tahun sebelumnya untuk kebutuhan tahun berikutnya. Setelah itu menuju ke
langkah P2 yaitu lokakarya mini (lokmin) yang dilaksanakan awal tahun dan tiap
bulannya. Lokmin awal tahun ini untuk mengajukan program dan anggaran,
114
sedangkan lokmin yang dilaksanakan setiap bulan sebagai pemantau
pelaksanaan program bulanan meliputi identifikasi masalah pada program
berjalan dan solusinya.
... (P1) dimulai dari identifikasi data. Misalnya untuk tahun 2015, maka dia harusmelihat data laporan akhir tahun 2014. Setelah itu masuk ke lokmin. Di awaltahun, disitulah muncul semua program. Lokmin dilaksanakan setiap bulan. Yangdilaksanakan pada awal tahun, disinilah diajukan program-program dananggarannya. Lokmin memang diadakan tiap bulan, tetapi untuk menentukananggaran tahun berikutnya hanya diadakan di awal tahun (lokmin awal tahun).Fungsinya memantau pelaksanaan program tiap bulan, yaitu mengidentigikasimasalah yang yang terjadi pada program yang telah berjalan. Setelah itudicarikan solusinya (Andi Tulleng, Kasi Promkes Dinkes Luwu TImur).
Proses penganggaran di tingkat Puskesmas merupakan masukan dan
bahan pertimbangan oleh tim penyusunan anggaran SKPD untuk mengakomodir
program dan anggaran yang diajukan. Setidaknya program dan anggaran yang
diajukan Puskesmas tersebut memiliki unsur lempu’ (kejujuran) karena
prosesnya diketahui dan tidak ada yang disembunyikan. Selain itu, anggaran
yang diajukan mengacu ke standar harga yang dikeluarkan Dinas Koperindag
Luwu Timur.
Berdasarkan pada bahasan tersebut, maka premis dari limitasi nilai
lempu' (kebenaran) adalah penyusunan anggaran secara objektif apa adanya
berdasarkan dokumen sumber yang dilakukan melalui proses secara struktural
dan dilaksanakan secara amanah. Pada esensinya, nilai lempu’ (kebenaran)
berkenaan dengan objektifitas dan amanah.
5.2.3 Nilai Getteng (Ketegasan)
Nilai getteng (ketegasan) yang dianut dalam menyusun anggaran adalah
komitmen bersikap dan bertindak mempertahankan tongeng (kebenaran) dan
lempu’ (kejujuran) serta berani mengambil keputusan dan konsekuensi yang
dihasilkan. Eksistensi nilai ini seperti yang terjadi di Dinas Koperindag Luwu
Timur dimana emansipasi getteng diwujudkan dalam beberapa situasi. Ketika
115
memulai penyusunan anggaran saat pertama kali, kepala dinas memberikan
arahan kepada para anggota tim untuk senantiasa getteng terhadap berbagai
intervensi dan komitmen menegakkan tongeng dan lempu’ saat menyusun
anggaran. Arahan itu sebagai antisipasi munculnya intervensi negatif dari
berbagai pihak berkepentingan terhadap anggaran yang dapat mencederai nilai
tongeng dan lempu’.
Arahan tersebut merupakan bentuk dukungan dalam menegakkan nilai
getteng. Aktor yang menegakkan nilai getteng berarti telah menegakkan nilai
tongeng dan lempu’. Oleh sebab itu, dasar dalam ber-getteng adalah
menegakkan tongeng dan lempu’. Menurut H. Zakaria50 bahwa “... orang baru
bisa tegas (getteng) jika dia tongeng (benar) dan malempu’ (jujur). Kalau orang
tidak tongeng dan malempu’ atau ada kola’nya (kesalahannya), maka susah
untuk getteng (tegas)”.
Pernyataan tersebut mempertegas bahwa getteng bergantung pada
tongeng dan lempu’. Dalam pandangan To MaccaE ri Luwu (Rahim, 2012:98)
bahwa getteng terdiri dari delapan unsur, yang salah satunya adalah
mengucapkan perkataan yang tongeng (benar). Hal ini menunjukkan bahwa
untuk menegakkan getteng maka aktor harus menegakkan tongeng terlebih
dahulu.
Sebagai dasar dalam menegakkan nilai getteng, maka dalam menyusun
anggaran aktor senantiasa berpatokan pada kebijakan, prosedur, dan peraturan
yang berlaku (lihat bahasan tongeng) serta menyajikan anggaran apa adanya
secara objektif (lihat bahasan lempu’) dengan penuh komitmen dan konsekuen.
Secara kasuistik intervensi anggaran di Dinas Kesehatan Luwu Timur yang
mencoba mengomunikasikan besaran anggaran dengan jumlah tertentu kepada
50Kadis Koperindag Luwu Timur
116
aktor penyusun anggaran yang kemudian ditolak dan dihapus dalam daftar
anggaran yang merupakan wujud dari nilai getteng. Dari sini terlihat adanya
keberanian aktor untuk menolak tindakan intervensi. Keberanian ini muncul
karena adanya dorongan rasa siri’ sehingga aktor merasa layak melakukan
tindakan tersebut karena membela tongeng yaitu bekerja berdasarkan kebijakan,
prosedur, dan peraturan yang berlaku serta jujur dalam menyajikan anggaran
secara objektif.
Ke-getteng-an yang ditunjukkan aktor penyusun anggaran dalam
menolak setiap bentuk intervensi merupakan nilai yang dicontohkan Datu Luwu
(raja) ke-36 Andi Djemma (Rahman, 2002:66). Ketika tentara Belanda/KNIL
meminta kepada Paduka Andi Djemma untuk menurunkan bendera Merah Putih
yang sedang berkibar di halaman istana Luwu dan menggantikannya dengan
bendera Belanda Merah Putih Biru, maka dengan sikap tegas (getteng) dan
warani (berani) beliau mengatakan “lebih baik saya mati ditembak oleh tuan-tuan
dari pada mati dibunuh oleh rakyat sendiri” (A.S. Achmad, 2002:xxviii-xxix). Sikap
yang ditunjukkan Andi Djemma merupakan wujud nilai getteng dalam membela
kebenaran.
Sikap getteng (ketegasan) yang dimiliki aktor penyusunan anggaran
SKPD berkontribusi dalam menangkal intervensi dari pihak-pihak yang
berkepentingan. Intervensi anggaran ini muncul menjelang dan saat penyusunan
anggaran dengan motif gratifikasi atau pembagian prosentase anggaran proyek.
Hal tersebut sebagaimana diungkapkan informan berikut.
... kasi masukmi anggaranku, kaumi nanti yang anui... kasi mi dulu ...(sekianRp)... Inikan persoalan kepentingan kan? ...kan kau tau mika toh? Cocok mi itu,...(sekian Rp). Nah, mungkin ini ada tommi lebih-lebihnya, karena mungkin inianunya .... Begitu” (Andi Tulleng, Kasi Promkes Dinkes Luwu TImur).
117
Pernyataan tersebut menunjukkan kuatnya aroma kepentingan terhadap
anggaran yang memanfaatkan aktor penyusun anggaran untuk memenuhi
harapannya. Tindakan tersebut menurut hasil penelitian Damayanti (2009)
didorong oleh keinginan untuk memaksimalkan fungsi utilitas dalam melayani diri
sendiri, terutama yang terkait dengan income.
Tindakan intervensi anggaran yang dilakukan oleh pihak-pihak
berkepentingan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai siri’ na pesse seperti
tongeng dan lempu’. Padahal seyogyanya nilai-nilai tersebut jika dibawa dalam
ranah pendekatan fungsional yang seharusnya terintergrasi dengan para aktor
(Wirawan, 2013:42) untuk meminimalisir tindakan-tindakan yang bersifat
inkonstitusional yang bertentangan dengan rasa siri’ na pesse.
Pada kenyataannya, intervensi negatif yang dilakukan kepada aktor saat
penyusunan anggaran mengalami kendala karena aktor masih konsisten
menegakkan nilai getteng, yaitu warani (keberanian) bersikap untuk menolak
setiap bentuk intervensi negatif. Ke-warani-an yang ditunjukkan oleh aktor
penyusun anggaran pada Dinas Kesehatan Luwu Timur tersebut menurut Farid
(2005:43) merupakan bentuk tekad kuat mempertahankan siri’ na pesse yang
merupakan bentuk dari komitmen atau ketetapan hati sebagaimana ungkapan
berikut.
Tanranna to waranie, napappada-pada ri engkana ri dekna. Cekdeknaenrengnge maega, ripaddiolona nenniak ri paddimunrianna, ri mengkalinganakare’na majak dek natassunre’wa, nakare’ba madeceng dek natakkauang.(Tanda orang yang berani ialah menyamakan adanya dan tidak adanya, sedikitatau banyaknya, didahulukan atau dibelakangkan, dan disaat mendengar beritaburuk ia tak gentar, dan waktu ia mendengar berita baik ia tak menampakkankegembiraan)
Ungkapan tersebut merupakan sebuah pandangan yang relevan dengan
keberanian dan komitmen aktor menolak setiap bentuk intervensi negatif dalam
penyusunan anggaran. Ke-getteng-an tersebut tidak ubahnya sebuah semboyan
118
yang terdapat di monumen peringatan perjuangan rakyat Luwu 23 Januari 1946
yang bertulis toddo’ puli’ temma lara’ yang berarti pendirian yang kokoh dan
ketegasan dan keberanian membela tongeng (kebenaran).
Dalam menegakkan nilai getteng, aktor menyadari adanya konsekuensi
logis yang ditimbulkan seperti adanya tekanan dari berbagai pihak
berkepentingan dan munculnya kontra produktif dari kalangan internal dan
eksternal dan bahkan dalam situasi ekstrim dapat berujung pada kematian.
Namun hal itu bukan merupakan masalah bagi aktor, karena mereka berprinsip
bahwa dalam menegakkan getteng akan terhindar konsekuensi negatif karena
mereka merasa telah melakukan penyusunan anggaran dengan tongeng dan
lempu’. Tindakan aktor tersebut sejalan dengan pandangan Arung Bila51 (Rahim,
2012) bahwa “Sesungguhnya perbuatan orang berani ada sepuluh macamnya,
hanya satu keburukannya. Hanyalah disebut yang satu itu jelek, sebab ia mati.
Akan tetapi orang penakutpun akan mati juga karena semua yang bernyawa
akan mati”. Pandangan tersebut mempertegas bahwa dalam menegakkan nilai
getteng dibutuhkan ke-warani-an dalam mewujudkan anggaran yang terbebas
dari intervensi negatif dari pihak-pihak berkepentingan.
5.2.4 Nilai Adele’ (Keadilan)
Nilai adele’ (keadilan) yang dianut dalam penyusunan anggaran adalah
distribusi anggaran secara proporsional pada setiap jajaran dalam SKPD secara
wajar. Seperti halnya pada Dinas Kesehatan Luwu Timur, saat penyusunan
anggaran, distribusi anggaran di tingkat Puskesmas dilakukan berdasarkan luas
wilayah kerja, jumlah masyarakat terlayani, jarak dari pusat layanan kesehatan,
ketersediaan peralatan kerja, dan sebagainya. Berbagai alasan tersebut menjadi
51To maccana Soppeng atau orang pintarnya Soppeng yang banyak menulis pesan-pesan dalambentuk kronik lontara. Pokok-pokok pikirannya dimuat dalam buku Dr. BF. Mathes, BoeginesheCristomathie yang diterbitkan di Amsterdam tahun 1872.
119
dasar pertimbangan bagi aktor dalam mendistribusikan anggaran. Puskesmas
yang memiliki jumlah desa yang banyak, dengan Puskesmas yang hanya
melayani beberapa desa tentu besaran anggarannya berbeda. Begitupun
dengan Puskesmas yang berada di desa terpencil dan yang ada di kota yang
melayani banyak orang tentu juga berbeda jumlah anggarannya.
Pada kenyataannya, hal tersebut dapat dilihat pada Puskesmas di kota
Malili yang secara fisik dan kelengkapan fasilitasnya lebih representatif dibanding
dengan Puskesmas di beberapa kecamatan. Puskesmas di kota Malili secara
fisik dikategorikan cukup besar karena berlantai dua dan kapasitas bangunan
yang luas. Dari segi pelayanan, Puskesmas memiliki ruang dokter, ruang rawat
inap, ruang nifas, ruang operasi, ruang VCT, ruang rapat, rumah dokter,
kendaraan operasional dan ambulance, tenaga medis dan paramedis, dan
sebagainya. Fasilitas yang dimiliki tersebut memungkinkan pelayanan dapat
dioptimmalkan. Sementara itu, Puskesmas yang ada di beberapa kecamatan
kondisinya tidak representatif dengan Puskesmas Malili. Seperti halnya
Puskesmas Mangkutana, walau terbilang cukup baik tetapi tidak lebih
representatif dibanding dengan Puskesmas Malili yang berada dalam ibu kota
kabupaten.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa perbedaan lokasi dan jumlah
penduduk yang dilayani memungkinkan munculnya perbedaan distribusi
anggaran. Perbedaan tersebut bersifat wajar atau logis karena volume kegiatan
yang besar berdampak terhadap serapan anggaran yang besar pula. Tindakan
semacam itu merupakan bentuk keadilan kewajaran karena alasan situasional.
Jadi berbagai perbedaan situasi sebagai dasar aktor dalam mendistribusikan
anggaran secara proporsional, sebagaimana diungkapkan informan berikut.
Puskesmas yang memiliki jumlah desa yang sedikit dan Puskesmas yangmemiliki jumlah desa yang banyak serta Puskesmas yang berada di Kota yang
120
wilayah kerjanya lebih luas, tentu ini berbeda (anggarannya). Puskesmas yangterpencil sedikitji desanya dan ruang lingkup wilayahnya sedikitji, anggarannyatentu lebih rendah. Itulah adele’ (keadilan), karena tidak mungkin kita berikan, eh.. ratami. Tidak adele’ (adil) namaya itu (Andi Tulleng, Kasi Promosi KesehatanDinkes).
Keadilan yang dimaksud bukan pemerataan distribusi anggaran,
melainkan distribusi yang wajar atau logis, dalam konteks ini disebut keadilan
kewajaran. Praktik ini identik dengan pandangan Valasquez (2005:37) bahwa
“keadilan sebagai kewajaran yang pada dasarnya dimiliki oleh setiap orang” yang
dalam konteks penganggaran merupakan hak bagi setiap unit kerja dalam
jajaran SKPD secara wajar. Dalam pandangan Aristoteles52 dianggap sebagai
keadilan dalam tindakan manusia, yaitu titik tengah di antara kedua ujung ekstrim
yang terlalu banyak dan terlalu sedikit.
Keadilan kewajaran terjadi karena alasan situasi. Tanpa alasan situasi,
keadilan kewajaran ini tidak berlaku karena sudah pasti anggaran akan
didistribusikan secara merata dengan jumlah yang sama besarnya, khususnya
kepada Puskesmas yang tersebar di beberapa kecamatan dalam Kabupaten
Luwu Timur. Alasan situasi ini mengedepankan logisitas atau kewajaran
proporsional dalam mendistribusikan anggaran.
Menegakkan nilai adele’ (keadilan) bagi tim penyusunan anggaran SKPD
memang tidak mudah karena terkait kepentingan dari masing-masing jajaran
atau pihak Puskesmas. Perlakuan yang tidak adil dari tim penyusun anggaran
SKPD dapat menyebabkan pihak Puskesmas saling tuding dan merasa bahwa
kebutuhan anggaran yang mereka ajukan adalah yang paling diprioritaskan
untuk dianggarkan. Hal ini diakui oleh Andi Tulleng bahwa: “Perdebatan kadang
(terjadi) di Puskesmas. Kadang kita mengarahkan bahwa ini lebih penting. Jadi
52http://bocc.ubi.pt/pag/aristoteles-nicomachen.html
121
siapa yang logis, maka dia benar-benar diprioritaskan. Jadi tergantung juga di
dalam memberikan penjelasan”.
Jadi selain logis, maka alasan situasi merupakan hal yang utama dalam
menegakkan adele’ (keadilan). Walaupun pihak tim penyusun anggaran SKPD
sudah berlaku adele’ (adil) dalam menyusun anggaran, tetapi jika tidak mampu
menjelaskan secara realistis alasan situasi maka adele’ (keadilan) yang
ditegakkan itu tidak berguna di mata pengusul anggaran. Disinilah posisi
pentingnya tindakan penjelasan situasi dalam menegakkan nilai adele’ (keadilan)
dalam menyusun anggaran di tingkat SKPD.
Sementara itu, distribusi anggaran tidak hanya didapatkan karena alasan
situasi melainkan juga karena alasan eksistensi. Hal tersebut dapat dilihat dalam
setiap tahun anggaran, dapat dipastikan bahwa setiap Puskesmas yang tersebar
di Kabupaten Luwu Timur mendapatkan jatah anggaran walaupun dalam jumlah
yang berbeda. Kepastian tiap Puskesmas mendapatkan bagian anggaran karena
eksistensinya dalam melayani masyarakat. Jadi kehadiran Puskesmas
merupakan pertanda bahwa institusi kesehatan tersebut pasti akan mendapatkan
bagian distribusi anggaran dari dinas kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa
distribusi anggaran ke setiap Puskesmas yang telah berpartisipasi dalam
melayani masyarakat pasti akan mendapatkan anggaran tiap tahunnya. Jadi
alokasi anggaran ke Puskesmas merupakan bentuk keadilan eksistensi karena
perannya dalam melayani masyarakat.
Jadi keadilan eksistensi merupakan keadilan yang diberikan kepada
setiap Puskesmas yang secara legal formal eksis melayani masyarakat. Besaran
distribusi anggaran yang didapatkan tergantung dari alasan situasi yang
mendukungnya. Dalam sejarah APBD Luwu Timur, setiap Puskesmas yang eksis
selalu mendapatkan distribusi anggaran setiap tahunnya. Mereka bahkan diminta
122
untuk memasukkan besaran anggaran yang dibutuhkan berdasarkan alasan
situasi yang dimilikinya dan bersama-sama membahas anggaran dalam proses
penyusunannya. Realitas ini menunjukkan bahwa keadilan eksistensi terwujud
jika adanya pihak Puskesmas atau unit kerja bersangkutan dalam jajaran dinas
berperan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
5.2.5 Nilai Lalambate Tarangtajo53 atau Siwolong Polong54 (Kerja Sama)
Wujud nilai lalambate tarangtajo atau Bugis: siwolong polong dalam
penyusunan anggaran adalah semangat bekerja sama dalam mencapai tujuan
dan sasaran anggaran dengan mengoptimalkan setiap potensi yang dimiliki dan
menyiasati keterbatasan yang dialami. Bekerja sama menunjukkan peran aktif
tiap-tiap anggota dalam penyusun anggaran berdasarkan fungsi pada bidangnya
masing-masing.
Eksistensi nilai lalambate tarangtajo/siwolong polong dalam menyusun
program, kegiatan, dan anggaran dipraktikkan di Puskesmas Wasuponda.
Anggaran disusun secara siwolong polong (bersama-sama) antara kepala
Puskesmas, tata usaha, dan bidang-bidang yang terkait. Siwolong polong
mereka lakukan dalam satu tim kerja dengan saling melengkapi potensi yang
dimiliki antar setiap anggota tanpa ada yang merasa lebih menonjolkan diri dari
yang lainnya. Mereka menyadari bahwa peran setiap anggota sangat dibutuhkan
dalam tim kerja untuk mencapai tujuan bersama dan bukan dibangun dari peran
individu secara personal. Tindakan yang mereka lakukan tersebut sejalan
dengan pesan-pesan (pappeseng) orang dahulu di Sulawesi Selatan (Rahim:
2012:162-163).
53Bahasa Wotu, merupakan bahasa pengantar anak suku Wotu yang berada dalam KabupatenLuwu Timur. Pada masa pemerintahan Kedatuan Luwu, Wotu merupakan salah satupenyokong utama tegaknya kedaulatan kedatuan. Kini, Wotu sebagai kecamatan berjaraksekitar 40 km arah barat kota Malili.
54Bahasas Bugis
123
Aja’ muangoi onrong, aja’to muaccinnai tanre tudangnge, de’tu mulleipadecengngi tana, risappa’po muompo’ rijello’po muakkengau.(Jangan serakah pada kedudukan, jangan pula terlalu menginginkan jabatantinggi, sebab niscaya engkau takkan bisa memperbaiki negeri, nanti bila engkaudi cari baru muncul, nanti bila engkau ditunjuk baru mengia)
Pesan-pesan leluhur tersebut terinternalisasi pada proses penyusunan
anggaran di tingkat Puskesmas Wasuponda yang diwujudkan dalam bentuk
lalambate tarangtajo atau siwolong polong dalam membangun kebersamaan
untuk mencapai tujuan tanpa mengedepankan peran masing-masing individu.
Dalam proses penyusunan anggaran, kerja sama itu dibangun dalam
kebersamaan dengan semangat yang tinggi untuk mewujudkan tujuan dan
sasaran anggaran. Suasana tersebut tidak hanya diwujudkan dalam bentuk
partisipasi kegotongroyongan secara fisik, tetapi berpikir bersama-sama agar
anggaran yang terbatas dapat dialokasikan untuk menghasilkan tujuan, yaitu
menghasilkan ouput seperti pengadaan sarana fisik dan program non fisik agar
dapat dinikmati masyarakat untuk memenuhi kesejahteraannya.
Lalambate tarangtajo atau siwolong polong yang dibangun pihak
Puskesmas Wasuponda pada akhirnya melahirkan semangat kebersamaan
dalam tim yang mendorong lahirnya kreatifitas berupa ide-ide positif untuk
mengoptimalkan setiap potensi yang dimiliki dan menyiasati setiap bentuk
keterbatasan guna mencapai tujuan dan sasaran anggaran. Hal ini tercermin dari
upaya Puskesmas Wasuponda dalam menyukseskan programnya dengan
menggandeng pihak ketiga, di antaranya PT. Vale (dahulu PT. Inco, Tbk.),
pemerintahan desa, dan masyarakat terkait setempat.
Salah satu program yang berhasil dilaksanakan Puskesmas Wasuponda
adalah program Desa Mandiri yang salah satu jenis kegiatannya adalah
Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD. Kegiatan ini dilaksanakan dengan
menggunakan anggaran APBD. Namun jika melihat cakupan penerima manfaat
124
dan luasnya wilayah kerja program, maka besaran anggarannya dianggap tidak
mencukupi. Anggaran itu hanya mampu membiayai beberapa kecammatan saja.
Semangat lalambate tarangtajo atau siwolong polong (kerja sama) yang
dibangun mendorong pihak Puskesmas bahu membahu dan berusaha keras
agar program tersebut dapat terealisasi di seluruh daerah rawan DBD di
Kabupaten Luwu Timur.
Hal inilah yang dipikirkan dan dikerjakan secara bersama-sama saat
menyusun anggaran dan ketika terealisasi mereka secara bersama-sama pula
mewujudkan semangat kebersamaan itu dalam bentuk membangun partnership
yang saling menguntungkan dengan PT. Vale, pemerintah desa, dan masyarakat
sebagai penerima manfaat. Hasilnya, kegiatan pemberantasan sarang nyamuk
DBD dapat dilaksanakan diseluruh Kabupaten Luwu Timur. Sebagai bentuk
dukungan, PT. Vale berpartisipasi dalam pengadaan anggaran, pemerintah desa
sebagai mobilisator partisipasi masyarakat, dan masyarakat berpartisipasi
menyukseskan program tersebut berdasarkan tujuan, target, dan sasaran
program. Jadi esensi dari nilai lalambate tarangtajo atau siwolong polong adalah
membangun kerja sama dalam melaksanakan program dengan mengoptimalkan
setiap potensi yang ada dan menyiasati keterbatasan yang dimiliki.
5.3 Ikhtisar
Berdasarkan pada bahasan dalam bab ini, terdapat beberapa kesimpulan
yang dapat ditarik. Pertama, Nilai-nilai siri’ na pesse yang terinternalisasi dalam
diri aktor teremansipasi dalam peyusunan anggaran di tingkat SKPD, di
antaranya tongeng (kebenaran), lempu’ (kejujuran), getteng (ketegasan), adele’
(keadilan), dan lalambate tarangtajo atau siwolong polong (kerja sama). Nilai-
125
nilai ini teremansipasi karena adanya dorongan dari kepekaan rasa siri’ na pesse
dalam diri aktor.
Kedua, nilai tongeng (kebenaran) yang dianut dalam menyusun
anggaran yaitu keberpihakan dan kepatuhan terhadap kebijakan, prosedur, dan
aturan yang berlaku dan menghindari setiap bentuk tindakan inkonstitusional.
Nilai ini dibangun dalam dua hal, bertanggung jawab dan acca (kecerdasan).
Bertanggung jawab berhubungan dengan tindakan operasional bahwa anggaran
yang disusun harus berdasarkan pada landasan formal berupa kebijakan,
prosedur, dan aturan yang mengikat. Sedangkan acca berhubungan dengan
kemampuan aktor dalam memahami kebijakan, prosedur, dan aturan sehingga
anggaran yang dibuat dan dituangkan dalam bentuk RKA dapat dipertanggung-
jawabkan.
Ketiga, nilai lempu’ (kejujuran) dalam penyusunan anggaran yaitu
menyajikan anggaran apa adanya secara objektif berdasarkan sumber dokumen
yang telah ditetapkan. Dua prinsip dasar yang dianut dalam menegakkan nilai
lempu’, yaitu objektif dan amanah.
Objektif yaitu penyusunan anggaran harus berdasarkan dokumen
sumber, baik yang bersifat top down maupun bottom up serta sumber-sumber
yang mendukungnya. Dokumen sumber yang bersifat top down meliputi RPJPD,
RPJMD, RKPD, dan KUA-PPAS, sedangkan yang bersifat bottom up adalah
hasil Musrenbang. Secara teknis, saat menentukan dasar nilai anggaran yang
disusun mengacu pada daftar harga yang dikeluarkan oleh dinas koperindag.
Berdasarkan dokumen-dokumen sumber tersebut anggaran disusun dengan apa
adanya secara objektif tanpa melebihkan atau mengurangi. Sedangkan prinsip
amanah merupakan tindakan kepatuhan untuk senantiasa berpegang pada
126
dokumen sumber agar anggaran yang disusun tetap berada dalam koridor legal
formal.
Kelima, Nilai getteng (ketegasan) yang dianut dalam penyusunan
anggaran adalah komitmen bersikap dan bertindak mempertahankan tongeng
(kebenaran) dan lempu’ (kejujuran) serta berani mengambil keputusan dan
konsekuensi yang dihasilkan. Nilai ini dibangun dalam dua prinsip, yaitu
komitmen dan warani (berani). Komitmen yaitu konsisten menegakkan tongeng
(kebenaran) dan lempu’ (kejujuran) dalam menyusun anggaran. Komitmen ini
berupa konsistensi mematuhi seluruh kebijakan, prosedur, dan aturan yang
berlaku dalam menyusun anggaran. Sedangkan warani (berani) merupakan
kemampuan merealisasikan tongeng dan lempu’ dengan segala konsekuensinya
serta menolak setiap bentuk intervensi anggaran dari pihak-pihak yang
berkepentingan.
Keenam, nilai adele’ (keadilan) yang dianut dalam penyusunan anggaran
adalah distribusi anggaran secara proporsional pada setiap jajaran dalam SKPD
secara wajar. Keadilan ini terbagi dua, yaitu keadilan eksistensi dan keadilan
kewajaran. Keadilan eksistensi adalah keadilan distribusi anggaran yang
didapatkan unit kerja dalam jajaran SKPD seperti unit Puskesmas karena
eksistensinya dalam melayani masyarakat. Artinya bahwa ketika Puskesmas
secara legal formal telah terdaftar maka dengan sendirinya pada tahun
berikutnya akan mendapatkan porsi anggaran tertentu. Sedangkan keadilan
kewajaran adalah keadilan yang didapatkan tiap unit kerja dalam SKPD seperti
Puskesmas terhadap distribusi anggaran. Besarnya anggaran yang didapatkan
Puskesmas berdasarkan prinsip alasan situasi. Artinya bahwa distribusi
anggaran diberikan berdasarkan alasan-alasan yang melekat padanya seperti
127
luas wilayah, cakupan penerima manfaat, jarak dari pusat layanan kesehatan,
dan sebagainya.
Ketujuh, nilai lalambate tarangtajo atau siwolongpolong (kerja sama)
dalam penyusunan anggaran adalah semangat bekerja sama dalam mencapai
tujuan dan sasaran anggaran dengan menyiasati keterbatasan dan
mengoptimalkan potensi yang tersedia. Kerja sama ini diwujudkan dengan
melibatkan seluruh jajaran dalam lingkup SKPD. Terkhusus di Puskesmas,
anggaran disusun dengan melibatkan kepala Puskesmas, tata usaha, dan
bidang-bidang yang terkait. Prinsip yang yang dibangun pada nilai lalambate
tarangtajo atau siwolong polong adalah semangat yang tinggi dalam mendorong
lahirnya kreativitas berupa ide-ide guna menyiasati keterbatasan anggaran dan
mengoptimalkan kemampuan yang ada.
128
BAB VI
PENGANGGARAN SIRI’ NA PESSE CIPTAKAN KINERJAANGGARAN DAN KESEJAHTERAAN
Organisasi yang melakukan pengukurankinerja dengan memasukkan dimensikeuangan dan non keuangan secara ber-samaan akan memiliki kinerja lebih baik,dibanding organisasi yang hanya menggu-nakan alat ukur keuangan saja
(Hoque dan James, 2000)
6.1. Mukaddimah
Pada pembahasan sebelumnya telah diulas dua bab, yaitu lahirnya rasa
siri’ na pesse sebagai respon dari fakta sosial dan eksistensi nilai-nilai siri’ na
pesse dalam penyusunan anggaran. Pada bab ini pembahasan difokuskan pada
kinerja anggaran dan kesejahteraan. Pembahasan kedua unsur ini secara
substansi memiliki keterkaitan yang erat karena output merupakan wujud dari
kinerja anggaran yang merupakan dasar dalam menentukan kesejahteraan bagi
masyarakat.
Pada subbab 6.2 pembahasan difokuskan pada ciri-ciri anggaran siri’ na
pesse yang didasarkan pada keberpihakan anggaran kepada masyarakat dan
berdasarkan pada konsep dan arah kebijakan anggaran dalam dokumen
rencana pembangunan (RPJP, RPJM, dan tahunan). Keberpihakan anggaran
kepada masyarakat ditunjukkan dengan perbandingan alokasi anggaran
berdasarkan belanja langsung dan belanja tidak langsung.
Pada subbab 6.3 pembahasan difokuskan pada capaian output yang
merupakan wujud dari kinerja anggaran. Kinerja anggaran ditunjukkan dalam
bentuk pencapaian output berdasarkan target seperti pada bidang ekonomi-
infrastruktur dan kesehatan. Selanjutnya subbab 6.4 membahas tentang
kesejahateraan yang dianggap sebagai nilai tambah (value added) yang diterima
128
129
masyarakat. Kesejahteraan tersebut lahir dari manfaat yang dinikmati
masyarakat dari output yang dihasilkan dari penggunaan anggaran yang telah
disusun sebelumnya di tingkat SKPD yang dituangkan dalam bentuk RKA-SKPD.
6.2. Keberpihakan kepada Masyarakat: Ciri Anggaran Siri’ na pesse
Saat penyusunan program dan kegiatan di tingkat SKPD, motivasi utama
yang diwujudkan aktor adalah mengarahkan anggaran berpihak kepada
kebutuhan masyarakat (pro poor). Keberpihakan tersebut didasarkan pada dua
hal. Pertama, pada tataran psikologi, bahwa motivasi terhadap anggaran
didorong oleh kepekaan batin yang dirasakan aktor saat menemukan
problematika anggaran dan sosial yang dialami oleh masyarakat. Wujud
kepekaan batin berupa unsur rasa dan nilai-nilai siri’ na pesse yang muncul dan
mendorong aktor melakukan tindakan alokasi anggaran yang berpihak kepada
masyarakat (pro poor).
Wujud keberpihakan anggaran tercermin pada proporsi anggaran belanja
langsung yang lebih besar dari belanja tidak langsung. Proporsi belanja langsung
yang besar merupakan bagian dari motivasi aktor terhadap anggaran yang
ditujukan untuk memenuhi aspek sufisiensi, yaitu kebutuhan dasar sosial dan
kebutuhan infrastruktur dasar bagi masyarakat. Keberpihakan aktor terhadap
anggaran merupakan komitmen untuk memenuhi hajat hidup orang banyak. Hal
tersebut diungkapkan oleh H. Zakaria. (Kadis Koperindag Luwu Timur) bahwa:
Kita harus berpihak kepada pemenuhan hajat hidup orang banyak. Oleh sebabitu anggaran Luwu Timur kalau bisa yang kita mau dekati 36:64, yaitu 36 untukbelanja aparatur dan 64 untuk belanja program. Itu sudah menggambarkanpenganggaran yang sebenarnya. Keberpihakan kita kepada kepentinganmasyarakat.
Motivasi anggaran bagi aktor sudah jelas diarahkan untuk pemenuhan
hajat hidup orang banyak. Dalam hal ini, eksistensi masyarakat dijadikan sebagai
objek melalui kebijakan anggaran terutama dalam pembangunan sarana publik.
130
Komitmen aktor mengarahkan anggaran yang berpihak kepada masyarakat
merupakan bentuk dari anggaran berbasis siri’ na pesse. Dalam RKA SKPD atau
APBD, anggaran ini dapat dilihat dari ciri-cirinya yaitu proporsi belanja langsung
lebih besar dari belanja tidak langsung. Ciri-ciri ini menekankan pada
keberpihakan kebutuhan orang banyak (to maega) yang dalam hukum adat Luwu
masa lalu disebut muttangnga rirappangnge yang berarti memperhatikan
keadaan masyarakat (Mattata, 1967:).
Keberpihakan kepada orang banyak identik dengan konsep mangngellek
pasang yang pernah dipraktikkan di Luwu masa lalu, yang secara etimologi
diartikan sebagai air laut yang naik/pasang55 (Ahmad, 2002:xxv). Analogitas
tersebut dapat diartikan sebagai bentuk eksistensi masyarakat (to maega) dalam
proses penganggaran yang wujudnya tidak hanya dilihat dari proses Musrenbang
tetapi juga kontribusi mereka dalam memenuhi kas daerah (cash in flow) baik
dalam bentuk pajak, retribusi, maupun dalam bentuk lainnya. Mengingat pada
kenyataannya bahwa masyarakat memiliki kontribusi dalam mengisi kas daerah,
maka sudah sewajarnya saat penyusunan anggaran motivasi aktor adalah
mengarahkan anggaran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Tabel 6.1 Perbandingan Belanja Tidak Langsung dan Langsung Luwu Timur2010-2014 (APBD Luwu Timur, Rp Rupaih)
TahunBelanja Perbandingan (%)
Tidak Langsung Langsung BTL BL
2010 233.151.466.717 212.549.813.767 52,31 47,69
2011 271.848.665.286 334.882.042.776 44,81 55,19
2012 291.156.253.918 439.686.766.915 39,84 60,16
2013 350.909.497.553 480.361.737.394 42,21 57,79
2014 398.581.825.832 714.786.543.156 35,80 64,20
Jumlah 1.545.647.709.306 2.182.266.904.008 41,46 58,54
BTL: Belanja Tidak Langsung, BL: Belanja Langsung
55Mangngellek pasang semacam teori kontrak sosial yang di Barat tidak pernah dipraktikkan(Achmad, 2002:xxv).
131
Tabel tersebut menunjukkan keberpihakan anggaran yang diwujudkan
Pemerintah Kabupaten Luwu Timur tahun 2010 sampai 2014 merupakan bentuk
komitmen keberpihakan kepada masyarakat (pro poor). Selama kurun waktu
tersebut, Pemerintah Luwu Timur telah menunjukkan keberpihakan anggaran
melalui belanja langsung yang porsinya 58,54% lebih besar dari belanja tidak
langsung 41,46%. Hal tersebut menunjukkan bahwa distriubsi anggaran untuk
membiayai berbagai macam program dan kegiatan khususnya yang langsung
bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat merupakan wujud dan ciri anggaran
berbasis siri’ na pesse yang merupakan bentuk keberpihakan kepada
masyarakat (to maega).
Terkhusus pada dua SKPD yaitu dinas kesehatan dan Koperindag yang
menjadi lokus dari penelitian ini, keperpihakan anggaran dapat dilihat salah
satunya pada tahun 2016. Pada periode tersebut, anggaran yang direncanakan
untuk kedua SKPD menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat dengan
proporsi belanja langsung terhadap belanja tidak langsung mencapai 87,47%
berbanding 12,43% untuk dinas koperindag dan 60,77% berbanding 39,23%
untuk dinas kesehatan, sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 6.2 Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Dinas Koperindag dan danKesehatan Kabupaten Luwu Timur Tahun 2016 (Lampian 32 dan 33,data diolah)
Dinas JumlahAnggaran
Proporsi (%)*Langsung Tidak Langsung
Koperindag 15.085.159.305 13.194.247.040 1.890.912.265 87,47 : 12,43
Kesehatan 145.656.215.462 88.510.442.342 57.145.773.120 60,77 : 39,23
Rerata 74,14 : 25,86
*) Proporsi anggaran langsung terhadap jumlah anggaran
Proporsi belanja langsung yang lebih besar dari belanja tidak langsung
untuk kedua SKPD tersebut menunjukkan tingginya komitmen Dinas Koperindag
dan Dinas Kesehatan Luwu Timur dalam mengalokasikan anggaran guna
132
membiayai program-program berbasis kemasyarakatan. Komitmen ini
merupakan manifestasi dari unsur rasa siri’ na pesse yang ditunjukkan aktor
sebagai upaya untuk mengatasi berbagai problematika anggaran dan sosial yang
dialami oleh masyarakat Luwu Timur selama ini.
Kita harus berpihak kepada pemenuhan hajat hidup orang banyak. Oleh sebabitu anggaran Luwu Timur kalau bisa yang kita mau dekati adalah 36:64, yaitu 36untuk belanja aparatur (tidak lagsung) dan 64 untuk belanja program (langsung).Itu sudah menggambarkan penganggaran yang sebenarnya. Keberpihakan kitakepada kepentingan masyarakat (H. Zakaria, Kadis Koperindag Luwu Timur).
Keberpihakan anggaran kepada masyarakat lahir dari kontribusi
dorongan nilai siri’ na pesse saat penyusunan anggaran karena adanya
sensitifitas kepekaan batin yang dirasakan aktor terhadap problematika anggaran
dan sosial yang dialami masyarakat. Nilai tersebut pada dasarnya merupakan
pendorong pembangunan lantaran anggaran yang digunakan merupakan hasil
kontribusi dari dorongan nilai-nilai kearifan lokal. Tindakan semacam itu paralel
dengan pandangan Lopa (2005:91) bahwa “siri’ merupakan pendorong bagi
pembangunan” yang dalam konteks ini mengarah pada output yang lahir dari
dorongan rasa siri’ na pesse dan nilai-nilai kearifan lokal. Pandangan ini berbeda
dengan hasil penelitian yang dilakukan Pasoloran (2015) di Provinsi Sulawesi
Selatan bahwa postur anggaran daerah yang kurang ideal dan adanya korupsi
anggaran daerah yang menunjukkan bahwa distribusi sumber daya publik belum
sepenuhnya berorientasi pada kepentingan masyarakat. Esensi yang dimaksud
Pasoloran (2015) mengarah pada pengalokasian anggaran yang seyogyanya
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat.
Kedua, selain berdasarkan keberpihakan anggaran berdasarkan besaran
kuantitasnya, juga dapat dilihat dari perencanaan secara struktur yang bersifat
top down. Hal tersebut dapat dilihat pada RPJP daerah Luwu Timur 2005 hingga
2025 yang menetapkan visi dan misi mengarah kepada pendekatan budaya dan
133
agama (Bagian Hukum dan Organisasi Sekretariat Daerah, 2005). Pada salah
satu penjabaran visinya menyebutkan bahwa nilai-nilai agama dan budaya
dimaknai sebagai penegasan bahwa pembangunan (anggaran) yang
dilaksanakan tidak bersifat sekuler. Begitupun yang tertuang dalam salah satu
penjabaran misinya bahwa pemanfaatan sumber daya harus sedapat mungkin
menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Perencanaan tersebut merupakan dasar
dalam menyusun RPJM (menengah) dan tahunan secara struktural.
Arah kebijakan anggaran dalam dokumen rencana pembangunan (RPJP,
RPJM, dan tahunan) dan dominasi besaran belanja langsung merupakan ciri-ciri
dari anggaran yang berbasis siri’ na pesse. Ciri-ciri tersebut menekankan pada
keberpihakan kepada kebutuhan masyarakat yang merupakan salah satu
stakeholder yang memiliki kontribusi dalam penganggaran.
6.3. Anggaran Siri’ na Pesse Ciptakan Kinerja Anggaran
Anggaran yang disusun di tingkat SKPD Luwu Timur salah satunya untuk
membiayai kebutuhan masyarakat baik dalam bentuk penyediaan sarana publik
yang bersifat fisik maupun program non fisik lainnya. Keberpihakan kepada
masyarakat merupakan motivasi aktor terhadap anggaran yang didorong oleh
unsur kepekaan batin dan nilai-nilai yang muncul sebagai respon atas berbagai
problematika yang terjadi di lapangan. Menurut informan H. Zakaria (Kadis
Koperindag) bahwa “...masyarakatlah yang harus kita perhatikan, oleh sebab itu
anggaran harus berorientasi pada masyarakat”.
Anggaran memiliki banyak fungsi di antaranya sebagai penilaian kinerja
(Mardiasmo, 2009:65). Pencapaian kinerja tergantung dari output yang di
dihasilkan berdasarkan target-target yang ditetapkan. Menurut Andi Tullang (Kasi
Promkes Luwu Timur) bahwa “
dalam renstra”. Jadi pencapaian kinerja merujuk pada target yang ditetapkan.
Beberapa output
jasa yang dilakukan Dinas Koperindag Luwu Timur dapat dilihat pada gambar
berikut. Sejak tahun 2010
berbagai program dan kegiatan untuk mendorong produksi barang da
Program dan kegiatan tersebut meliputi pelatihan pelaku UMKM, kerjasama di
bidang hak kekayaan intelektual (HAKI), penataan tempat usaha, fasilitasi sarana
produksi, fasilitasi modal usaha, pembinaan IKM/UMKM untuk memperkuat
jaringan klaster, prom
(jasa), dan sebagainya seperti
Tabel 6.1 Anggaran Dinas Koperindag Berdasarkan Program Penciptaan danPengembangan Produk dan Jasa 2010diolah)
Program yang dibuat Dinas Koperindag merupakan bentuk dari kinerja
anggaran dari program dalam rangka pengembangan dan penciptaan barang
dan jasa. Seperti halnya pemberdayaan pelaku UMKM usaha minuman mengaku
menerima berbagai bantuan dari pem
meningkatkan usahanya.
-
1.000.000.000
2.000.000.000
3.000.000.000
4.000.000.000
5.000.000.000
6.000.000.000
7.000.000.000
8.000.000.000
Barang
Jasa
Barang dan Jasa
An
ggar
an
Promkes Luwu Timur) bahwa “output ... ditetapkan untuk mencapai target
dalam renstra”. Jadi pencapaian kinerja merujuk pada target yang ditetapkan.
output yang dihasilkan sehubungan penciptaan barang dan
jasa yang dilakukan Dinas Koperindag Luwu Timur dapat dilihat pada gambar
berikut. Sejak tahun 2010-2014, Koperindag Luwu Timur telah membuat
berbagai program dan kegiatan untuk mendorong produksi barang da
Program dan kegiatan tersebut meliputi pelatihan pelaku UMKM, kerjasama di
bidang hak kekayaan intelektual (HAKI), penataan tempat usaha, fasilitasi sarana
produksi, fasilitasi modal usaha, pembinaan IKM/UMKM untuk memperkuat
jaringan klaster, promosi produk, pengembangan pasar dan di
(jasa), dan sebagainya seperti yang divisualisasikan pada gambar berikut
Anggaran Dinas Koperindag Berdasarkan Program Penciptaan danPengembangan Produk dan Jasa 2010-2014 (Lampiran 26
Program yang dibuat Dinas Koperindag merupakan bentuk dari kinerja
anggaran dari program dalam rangka pengembangan dan penciptaan barang
dan jasa. Seperti halnya pemberdayaan pelaku UMKM usaha minuman mengaku
menerima berbagai bantuan dari pemerintah yang dianggap berkontribusi dalam
meningkatkan usahanya.
1.000.000.000
2.000.000.000
3.000.000.000
4.000.000.000
5.000.000.000
6.000.000.000
7.000.000.000
8.000.000.000
2010 2011 2012 2013
233.778.000 1.401.723.000 3.301.596.250 261.186.000
5.016.600.000 5.016.600.000 6.707.172.765 7.666.050.000
Barang dan Jasa 1.863.895.000 1.840.303.000 2.412.397.000 209.125.000
134
... ditetapkan untuk mencapai target-target
dalam renstra”. Jadi pencapaian kinerja merujuk pada target yang ditetapkan.
yang dihasilkan sehubungan penciptaan barang dan
jasa yang dilakukan Dinas Koperindag Luwu Timur dapat dilihat pada gambar
2014, Koperindag Luwu Timur telah membuat
berbagai program dan kegiatan untuk mendorong produksi barang dan jasa.
Program dan kegiatan tersebut meliputi pelatihan pelaku UMKM, kerjasama di
bidang hak kekayaan intelektual (HAKI), penataan tempat usaha, fasilitasi sarana
produksi, fasilitasi modal usaha, pembinaan IKM/UMKM untuk memperkuat
osi produk, pengembangan pasar dan distribusi barang
divisualisasikan pada gambar berikut
Anggaran Dinas Koperindag Berdasarkan Program Penciptaan danLampiran 26-30, data
Program yang dibuat Dinas Koperindag merupakan bentuk dari kinerja
anggaran dari program dalam rangka pengembangan dan penciptaan barang
dan jasa. Seperti halnya pemberdayaan pelaku UMKM usaha minuman mengaku
erintah yang dianggap berkontribusi dalam
2014
537.691.000
6.255.092.000
249.480.000
135
Saya dapat bantuan gerobak. Kebetulan usaha saya adalah jus buah jadi cocokdengan bantuan tersebut. Gerobak ini saya gunakan untuk memajang buah danjuga tempat membuat minuman. Bantuan ini sangat membantu usaha saya(Haris, pelaku UMKM usaha minuman).
Anggaran yang dialokasikan dalam bentuk program dilaksanakan
berdasarkan target yang telah ditetapkan. Penetapan target pada program dan
kegiatan sebagai acuan dalam menentukan kinerja. Tanpa menetapkan target,
maka kinerja sulit untuk diukur.
Dinas Kesehatan Luwu Timur, untuk mengetahui kinerja dilihat dari
target, sasaran, maupun operasinalnya yang diamati melalui monitoring dan
evaluasi terhadap program dan kegiatan. Hal tersebut diungkapkan Yetriani Bosa
(Kabid Anggaran Dinkes) bahwa “...program yang diajukan harus lebih detail lagi,
seperti targetnya apa, sasarannya apa, dan operasionalnya diuraikan secara
rinci”. Jadi penilaian dilakukan berdasarkan Indikator Kinerja Utama (IKU) dan
Indikator Kinerja Kunci (IKK) kemudian melihat target kinerja dan hasil
capaiannya, seperti divisualisasikan pada tabel 6.3.
Kinerja diukur pada tiap program dan kegiatan berdasarkan target yang
dicapai. Tabel berikut memperlihatkan target dan hasil yang dicapai pada setiap
program yang dibuat tahun 2013-2015 pada Dinas Kesehatan Luwu Timur. Ada
dua tolok ukur yang menjadi acuan, yaitu target kinerja dan hasil yang dicapai.
Target kinerja diukur dengan batas ambang yang harus dicapai pada setiap
program, sedangkan hasil capaian menunjukkan progresifitas implementasi di
lapangan.
136
Tabel 6.3 Kinerja Program dan Kegiatan Pembangunan Kesehatan Luwu TimurTahun 2013-2015 (Dinkes Luwu Timur, 2015)
No IKU/IKK2013 2014 2015 (Triwulan I)
TargetKinerja
HasilCapaian
TargetKinerja
HasilCapaian
TargetKinerja
HasilCapaian
1Presentase Ibu Bersalinyang ditolong TenagaKesehatan Terlatih
85% 90,11% 87% 93,26% 90% 21,62%
2Angka Kesakitan DBDMenjadi dibawah 54 per100.000 Penduduk
53 70 52 88,2 51 52
3Perilaku Hidup Bersihdan Sehat Tingkat RTMencapai 55%
60% 64,98% 65% 76% 70%0 Pen-dataan
4Angka Kematian Bayi Per1000 Kelahiran Hidup
30 2 28 1 24 1,5
5Cakupan PelayananKesehatan Maskin
92,59% 95,25% 95% 83,59% 100% 23%
Berdasarkan pada penyajian tabel tersebut menunjukkan bahwa
umumnya hasil capaian pelaksanaan program dalam kurun waktu 2013-2015
berada di atas target yang ditetapkan. Artinya bahwa selama kurun waktu
tersebut Dinas Kesehatan Luwu Timur telah berkinerja dengan baik. Pencapaian
target tidak terlepas dari indikator-indikator yang ditetapkan pada setiap program
sehingga pelaksanaan program dapat dicapai. Menurut Mahmudi (2007a:89)
bahwa terdapat beberapa karakteristik indikator kinerja diantaranya: sederhana,
mudah dipahami; dapat dikuantifikasi; dikaitkan dengan standar dan target; fokus
kepada pelayanan, kualitas, dan efisiensi; serta dikaji secara teratur. Oleh sebab
itu, capaian kinerja pada Dinas Kesehatan dapat dicapai karena sesuai dengan
indikator-indikator kinerja berdasarkan lingkungan yang dihadapi.
Pada realitasnya, bagi eksekutif (budgeter holder) atau aktor, pencapaian
kinerja yang mereka maksud adalah mengarahkan anggaran untuk mencapai
tujuan dan sasaran secara efektif dan efisiensi. Oleh sebab itu, saat proses
penyusunan anggaran dilakukan, salah satu tujuan yang mereka harapkan
adalah alokasi anggaran untuk menghasilkan output berupa sarana fisik (tangible
assets) dan non fisik yang berpihak kepada m
kesejahteraan bersama
Pada level kabupaten, wujud kinerja anggaran berbasis
dapat dilihat pada serapan anggaran periode tahun 2010 hingga 2014 di sektor
ekonomi-infrastruktur dan kesehatan yang menunjukkan peningkatan dari tahun
ke tahun dalam kurun waktu tersebut. Peningkatan tersebut tidak hanya dilihat
dari sisi komitmen perencanaannya saja, melainkan juga realisasinya kepada
masyarakat sebagaimana yang divisualisasikan
Gambar 6.2 Realisasi Anggaran Ekonomipaten Luwu Timur Tahun 2010
Realisasi anggaran di bidang ekonomi
hingga 2014 memperlihatkan
tersebut terdistribusi untuk mendorong kemajuan ekonomi melalui pembangunan
berbagai jenis infrastruktur
pengentasan kemiskinan
anggaran di bidang kesehatan. Anggaran tersebut dialokasikan untuk
56Seperti diungkapkanIkhsan (Kasi Analisis Anggaran Bidang Anggaran DPPKAD) Luwu Timur.
57Lihat lampiran 15, 17, 19, 21, 23
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
Ekonomi & Infrasturktur
Kesehatan
Rp
Mili
ar
fisik yang berpihak kepada masyarakat yang dapat memberikan
kesejahteraan bersama56 berdasarkan target yang ditetapkan.
Pada level kabupaten, wujud kinerja anggaran berbasis
dapat dilihat pada serapan anggaran periode tahun 2010 hingga 2014 di sektor
tur dan kesehatan yang menunjukkan peningkatan dari tahun
ke tahun dalam kurun waktu tersebut. Peningkatan tersebut tidak hanya dilihat
dari sisi komitmen perencanaannya saja, melainkan juga realisasinya kepada
masyarakat sebagaimana yang divisualisasikan pada gambar berikut.
Realisasi Anggaran Ekonomi-Infrastruktur dan Kesehatan Kabupaten Luwu Timur Tahun 2010-2014 (Lampiran 25,
Realisasi anggaran di bidang ekonomi-infrastruktur selama tahun 2010
hingga 2014 memperlihatkan dinamika yang sangat signifikan. Progresi
tersebut terdistribusi untuk mendorong kemajuan ekonomi melalui pembangunan
berbagai jenis infrastruktur, pemerataan, dan pemberdayaan ekonomi lokal, serta
pengentasan kemiskinan57. Peningkatan yang sama juga terjadi pada realisasi
anggaran di bidang kesehatan. Anggaran tersebut dialokasikan untuk
Seperti diungkapkan Sahidin Halun (TAPD), H.Zakaria (Kadis Koperindag), dan MuhammadIkhsan (Kasi Analisis Anggaran Bidang Anggaran DPPKAD) Luwu Timur.
15, 17, 19, 21, 23
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
350,000
2010 2011 2012 2013
Ekonomi & Infrasturktur 64,181 10,465 182,880 222,967
17,652 60,113 37,044 43,956
137
asyarakat yang dapat memberikan
Pada level kabupaten, wujud kinerja anggaran berbasis siri’ na pesse
dapat dilihat pada serapan anggaran periode tahun 2010 hingga 2014 di sektor
tur dan kesehatan yang menunjukkan peningkatan dari tahun
ke tahun dalam kurun waktu tersebut. Peningkatan tersebut tidak hanya dilihat
dari sisi komitmen perencanaannya saja, melainkan juga realisasinya kepada
pada gambar berikut.
Infrastruktur dan Kesehatan Kabu-Lampiran 25, Rp miliar)
infrastruktur selama tahun 2010
dinamika yang sangat signifikan. Progresivitas
tersebut terdistribusi untuk mendorong kemajuan ekonomi melalui pembangunan
dan pemberdayaan ekonomi lokal, serta
erjadi pada realisasi
anggaran di bidang kesehatan. Anggaran tersebut dialokasikan untuk
Sahidin Halun (TAPD), H.Zakaria (Kadis Koperindag), dan Muhammad
2014
308,295
75,877
138
pembangunan sarana dan prasarana kesehatan yang meliputi pembangunan
rumah sakit, Puskesmas, Pustu, renovasi sarana kesehatan, pengadaan alat
seperti genset dan peralatan kesehatan, program Bidan Kesehatan Masyarakat,
program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), program Peningkatan Gizi dan Promosi
Kesehatan, serta beberapa kegiatan pendukung lainnya58.
(Anggaran disusun untuk membiayai) ...seperti peralatan kesehatan, mobile-mobilernya, sarana prasarananya, kelayakan bangunannya. Tapi kalau kemasyarakat adalah program, misalnya bidang kesehatan masyarakat, KIA(kesehatan ibu dan anak), gizi, dan promosi kesehatan (Yetriani Bosa, KepalaBidang Anggaran Dinas Kesehatan Luwu Timur).
Fasilitas publik yang dibangun tersebut merupakan output dari
penggunaan anggaran yang disusun sebelumnya di tingkat SKPD berdasarkan
nilai-nilai siri’ na pesse yang bertujuan untuk mengatasi ketimpangan sarana dan
prasarana yang dialami masyarakat. Hadirnya fasilitas publik dalam bentuk fisik
maupun program pemberdayaan merupakan bentuk dari kinerja anggaran siri’ na
pesse karena pemanfaatannya merupakan hasil dari penyusunan anggaran yang
didasarkan atas kepekaan batin rasa siri’ na pesse.
Kinerja anggaran yang dibangun dari nilai-nilai pesse na sri’ merupakan
wujud dari etos kerja dengan semangat tinggi yang menurut Hamid (2005:3)
berada pada lingkaran etika dan logika yang bertumpu pada nilai-nilai dalam
hubungannya dengan pola-pola tingkah laku dan rencana-rencana manusia.
Pandangan tersebut juga sejalan dengan Geertz (1973:126) bahwa:
..the moral (and aesthetic) aspect of a given culture, the evaluatif elements, havecommonly been summed upin the term “etos” while the cognitive, extentialaspects have been designated by the term “word view”. A Peopel ethos in thetone, character, and quality of their underlying attitude toward view is their pictureof the way things in sheer actuality are, their picture of the way things in sheeractuality are, their consept of nature, of self, of society.
Pandangan tersebut mempertegas jika etos kerja pada dasarnya
merupakan gambaran kualitas hidup dan estetika moral etik dalam suasana hati
58Lihat lampiran 16, 18, 20, 22, dan 24.
139
(kebatinan) dan sikap yang merupakan kenyataan hidup yang tergambar dalam
konsep tentang alam, diri, dan masyarakat. Pandangan ini juga sejalan dengan
Aristoteles (Hamid, 2013:3) yang membedakan etos dengan pikiran dan
intelegensi. Pandangan tersebut menunjukkan bahwa kinerja anggaran yang
praktikkan di Luwu Timur merupakan wujud dari etos kerja yang lahir dari
kepekaan batin (Geertz, 1973:126 dan Aristoteles, -386-449 SM) rasa siri’ na
pesse karena adanya problematika anggaran dan sosial kemudian ditindaklanjuti
dengan nilai-nilai siri’ na pesse (Rahman, 2002:66-67), sehingga melahirkan
anggaran yang dimanfaatkan untuk menghasilkan output yang diharapkan
masyarakat guna mendorong pembangunan (Lopa, 2005:91).
Hasil yang dicapai terkait program pembangunan kesehatan di Dinas
Kesehatan Luwu Timur (tabel 6.3) merupakan wujud dari kinerja anggaran yang
berbasis siri’ na pesse. Anggaran yang disusun berdasarkan kepekaan batin dan
nilai-nilai kearifan lokal yang dialokasikan untuk membiayai berbagai kebutuhan
masyarakat yang termasuk sarana publik dan program pemberdayaan (output).
Output yang dinikmati oleh masyarakat merupakan bentuk dari kinerja
anggaran. Output tersebut mesti dipenuhi karena berhubungan dengan
kebutuhan dasar yang dijamin secara konstitusi. Ketika kebutuhan tersebut tidak
terwujud, maka masyarakat juga mengalami suasana batin berupa munculnya
rasa siri’ na pesse yang mendalam. Rasa siri’ na pesse tidak hanya dirasakan
oleh aktor penyusun anggaran melainkan juga masyarakat. Jika rasa siri’ na
pesse yang dirasakan aktor karena problematika anggaran dan sosial, maka
masyarakat juga melihat dari sudut pandang yang sama. Hanya saja aktor
menyikapinya dengan kebijakan anggaran dalam penyusunannya, tetapi
masyarakat menyikapinya dalam bentuk partisipasi anggaran secara bersama
untuk mengatasi problematika yang sedang dihadapi. Berangkat dari
140
pembahasan yang telah diulas tersebut, maka pada dasarnya kinerja anggaran
yang berbasis siri’ na pesse berorientasi pada output untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, baik fisik maupun non fisik.
6.4 Kinerja Anggaran Mendorong Lahirnya Kesejahteraan Masyarakat
Motivasi yang ditunjukkan aktor pada penyusunan anggaran adalah
menciptakan output, yaitu luaran yang dihasilkan dari realisasi anggaran dalam
membiayai program fisik (tangible assets) dan non fisik di antaranya jalan, irigasi,
drainase, jembatan, sarana dan prasarana kesehatan, dan berbagai program
pemberdayaan lainnya. Output yang dihasilkan diarahkan untuk mencapai
sasaran anggaran yaitu kesejahteraan bagi masyarakat berkebutuhan.
Kesejahteraan yang dirasakan masyarakat pada dasarnya terletak pada
sufisiensi59 dalam dua hal, yaitu pada kebutuhan infrastruktur dasar dan
kebutuhan dasar sosial. Pada kebutuhan dasar infrastruktur, terjadi pada bidang
ekonomi-infrastruktur di mana Pemerintah Luwu Timur memprioritaskan
pembangunan pada pembangunan jalan, jembatan, irigasi, dan drainase,
sedangkan kebutuhan dasar sosial diataranya adalah kesehatan dan
pemberdayaan ekonomi lokal.
Sebelum program Desa Mengepung Kota di luncurkan, kondisi jalan
sangat memprihatinkan karena umumnya belum beraspal dan hanya jalan
propinsi saja yang beraspal. Kini kondisinya jauh berbeda dari sebelumnya,
karena jalan-jalan yang menghubungkan antar kecamatan dan bahkan antar
desa juga telah beraspal. Di Kecamatan Mangkutana misalnya, jalan-jalan yang
menghubungkan antar desa yang selama ini hanya kondisinya berkerikil campur
tanah, setelah hadirnya program Desa Mengepung Kota sudah dapat dilalui
59Ketersediaan layanan publik
141
dengan aspal. Pemandangan ini terlihat di hampir seluruh kecamatan dan desa
di Luwu Timur. Program yang diluncurkan pemerintah merupakan bentuk
komitmen untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur dasar masyarakat sehingga
sejahtera dapat dinikmati secara bersama.
Sementara itu, di bidang pemerintah juga menyediakan rumah sakit,
Puskesmas, Pustu, dan sarana mobilitas program kesehatan lainnya untuk
mengatasi masalah-masalah yang dihadapi masyarakat selama ini. Semua itu
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar sosial yang merupakan ekspektasi
masyarakat baik bersifat horisontal maupun vertikal, seperti petani, nelayan,
buruh, pegawai, investor, pejabat, orang miskin, orang kaya, dan berbagai
profesi lainnya. Masyarakat berkebutuhan ini identik dengan pandangan Giddens
(2010) atau Karl Marx60 (Suseno, 2016) yang menyebutnya sebagai kelas-kelas
sosial yang menjadi subjek dalam struktur institusi atau lingkungan sosial.
Bedanya, dalam pandangan Karl Marx (Suseno, 2016) kelas sosial yang
dimaksud adalah kelas-kelas dalam perusahaan, seperti para kaum buruh,
sedangkan dalam konteks ini masyarakat berkebutuhan adalah kelas-kelas
dalam masyarakat yang benar-benar membutuhkan sarana dan prasarana untuk
mengatasi problematika yang mereka sedang alami. Seperti halnya yang terjadi
pada kelas petani di Kecamatan Mangkutana yang sangat membutuhkan
kehadiran irigasi untuk mengairi sawah mereka. Kebutuhan tersebut direspon
oleh Pemerintah Luwu Timur dan mewujudkan keinginan tersebut dengan
membangun irigasi. Kehadiran irigasi tersebut benar-benar memenuhi kebutuhan
kelas petani sehingga membawa kesejahteraan bagi mereka. Realita kasus
semacam itu dapat dilihat secara statistik terhadap pemenuhan ekspektasi
60Hanya saja, Karl Marx tidak menjelaskan secara rinci mengenai bagaimana semestinya strukturkelas sosial yang disebutnya pada banyak kesempatan. Namun para ilmuwan memahamipandangan Karl Marx yang banyak menyinggung eksistensi buruh dalam suatu institusi.
142
infrastruktur untuk memenuhi harapan masyarakat berkebutuhan seperti pada
program Desa Mengepung Kota pada tabel berikut.
Tabel 6.4 Anggaran Bidang Ekonomi-Infrastruktur Tahun 2006-2009 ProgramDesa Mengepung Kota di Kabupaten Luwu Timur (Lampiran 11,Satuan Rupiah)
Tahun Jalan Jembatan Irigasi Drainase
2006 59.302.743.654.25 - - 21.758.769.513
2007 49.965.654.357,00 - 14.399.491.307 10.273.703.306
2008 94.047.800.000,00 - 24.492.991.000 16.219.945.000
2009 206.327.448.972,00 18.404.401.695 - 56.572.321.789
Hadirnya sarana jalan, jembatan, irigasi, dan drainase yang telah
dinikmati manfaatnya oleh masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat telah
merasakan kesejahteraan dari output yang dihasilkan dari penggunaan anggaran
yang telah disusun sebelumnya pada tingkat SKPD yang berbasis siri’ na pesse.
Kesejahteraan tersebut oleh informan disebutnya sebagai value added (nilai
tambah). Jadi value added merupakan nilai tambah yang didapatkan dari output
yang dinikmati dan dirasakan masyarakat berkebutuhan sehingga penerima
manfaat menjadi sejahtera atau terpenuhi kebutuhannya. Jika output yang
dihasilkan tidak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, berarti kesejahteraan
merupakan suatu kemustahilan sehingga anggaran yang telah disusun menjadi
sia-sia belaka (inefficient) dan pada akhirnya membuat masiri’ (malu).
Output dan impact berarti di situ ada nilai tambah atau value added yaitukesejahteraan. Kalau tidak ada nilai tambah, jadi apa yang kita kerjakan itu sia-sia, ya tentu kita merasa malu (masiri’). Misalnya memprogramkanpembangunan ekonomi, tapi apa yang kita kerjakan itu ternyata manfaatnya tidakada sementara anggaran telah dikucurkan sedemikian besar, Akhirnya malu juga(H. Sahidin Halun, TAPD)
Pernyataan tersebut mempertegas bahwa output yang dihasilkan dan
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat memberikan nilai tambah (value added)
berupa kesejahteraan bersama. Kesejahteraan inilah yang merupakan harapan
bersama bagi seluruh stakeholder sosial yang dalam konteks otonomi daerah
143
diartikan sebagai keterpenuhan kebutuhan masyarakat dengan menikmati hasil
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah (JPIP, 2003).
Komitmen Pemerintah Kabupaten Luwu Timur untuk menyejahterakan
masyarakatnya diwujudkan dalam berbagai program pemberdayaan dan
pengadaan sarana publik. Program pemberdayaan yang diluncurkan pemerintah
meliputi pemberdayaan dan pemerataan ekonomi masyarakat lokal melalui
program pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Sementara program yang berhubungan dengan pengadaan sarana publik
diwujudkan melalui program Desa Mengepung Kota (lampiran 10). Program ini
memprioritaskan pengadaan sarana publik yang benar-benar dibutuhkan oleh
masyarakat meliputi jalan, jembatan, drainase, dan irigasi. Program ini bersifat
multi years dan dilaksanakan bersama-sama dengan beberapa SKPD.
Sarana publik (aset) yang dihadirkan oleh Pemerintah Luwu Timur untuk
tujuan memberikan kesejahteraan kepada masyarakat juga sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan Anto (2016) di Provinsi Sulawesi Tenggara. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa aset (sarana publik) dipahami sebagai instrumen
kesejahteraan masyarakat yang secara kolektif melebihi aset untuk
kesejahteraan individu dan kesejahteraan organisasi. Dalam konteks penelitian
ini, aset atau sarana publik juga dimaknai sebagai kesejahteraan karena
diperuntukkan bagi seluruh masyarakat Luwu Timur.
Kesejahteraan yang dinikmati masyarakat Luwu Timur yang diwujudkan
berdasarkan sufisiensi merupakan pemenuhan pada kebutuhan infrastruktur
dasar dan kebutuhan dasar sosial, juga dikenal dalam terma otonomi daerah
yang digagas Jawa Pos Institute of Pro Otonomi-JPIP (2003:18). Sufisiensi
dalam pandangan JPIP (2003:18) merupakan indikator perbaikan layanan publik
dalam kaitannya dengan dua hal, yaitu kebutuhan dasar sosial dan kebutuhan
144
infrastruktur sosial. Kebutuhan sufisiensi tersebut merupakan langkah konkrit
Pemerintah Luwu Timur dalam memenuhi kesejahteraan masyarakatnya.
6.5 Ikhtisar
Seperti telah disebutkan pada bagian mukaddimah bahwa substansi bab
ini membahas tentang kinerja anggaran dan kesejahteraan (value added).
Berdasarkan pembahasan tersebut, maka beberapa simpulan yang dapat ditarik
adalah sebagai berikut.
Pertama, Ciri-ciri anggaran berbasis siri’ na pesse dilihat dari
keberpihakan kepada masyarakat (pro poor). Hal tersebut dapat dilihat dari
proporsi belanja langsung yang lebih besar dibanding dengan belanja tidak
langsung. Belanja langsung merupakan anggaran yang dialokasikan untuk
membiayai proyek dan kegiatan yang ditujukan untuk kebutuhan masyarakat,
sedangkan belanja tidak langsung umumnya ditujukan untuk membiayai
pengeluaran rutin pegawai.
Ketiga, Salah satu keberpihakan kepada masyarakat ditunjukkan dengan
komitmen terhadap anggaran tahun 2010-2014 pada bidang ekonomi-
infrastruktur dan kesehatan di Kabupaten Luwu Timur. Pada kurun waktu
tersebut realisasi anggaran menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun pada
masing-masing bidang. Pada kenyataannya, progresivitas anggaran yang di
realisasikan berdampak terhadap output yang dihasilkan, masyarakat sebagai
sasaran anggaran dapat menikmati manfaatnya, sehingga ketimpangan-
ketimpangan pelayanan yang dirasakan selama ini dapat teratasi dengan baik.
Keempat, anggaran siri’ na pesse mendorong lahirnya output yang
dihasilkan baik dalam bentuk fisik maupun non fisik. Di bidang ekonomi-
infrastruktur, output meliputi meliputi jalan, irigasi, drainase, jembatan, program
145
pemberdayaan ekonomi lokal, program pemerataan ekonomi lokal, program
pengentasan kemiskinan, dan sebagainya. Output di bidang kesehatan meliputi
rumah sakit, Puskesmas, Pustu, Polindes, program Desa Mandiri, pengentasan
jentik sarang nyamuk, program kesehatan ibu dan anak, dan sebagainya. Output
yang dihasilkan dari kedua bdang tersebut terukur berdasarkan target sehingga
menghasilkan kinerja anggaran.
Kelima, output yang dihasilkan tersebut baik dalam bentuk fisik (tangibel
assets) maupun non fisik untuk meminimalisir keterbatasan sarana publik yang
tersedia yang kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat berkebutuhan sehingga
berdampak terhadap pemenuhan rasa kesejahteraan bersama. Kesejahteraan
itu merupakan nilai tambah (value added) yang dirasakan masyarakat
berkebutuhan yang meliputi masyarakat kelas vertikal dan horisontal di
antaranya petani, nelayan, buruh, pegawai, pejabat, orang kaya, orang miskin
dan sebagainya secara bersama-sama.
146
BAB VII
HARKAT DAN MARTABAT: MAKNA DI BALIKPENGANGGARAN SIRI’ NA PESSE
Siri’ berarti kehormatan, harga diri, harkat danmartabat yang senantiasa menjiwai “manusia”dalam berbagai aspek kehidupan
Rahim, 2012
7.1 Mukaddimah
Bab ini membahas tentang harkat dan martabat yang merupakan makna
yang lahir dari konsep penganggaran siri’ na pesse. Pencapaian harkat dan
martabat pada esensinya merupakan wujud dari pengakuan masyarakat maupun
penghargaan atas capaian prestasi yang diterima oleh pemerintah baik secara
institusi maupun tim kerja atau individu.
Substansi bab ini terdiri dari empat bagian. Pada subbab 7.2 membahas
proses pencapaian harkat dan martabat yang dimulai dari kepemilikan harga diri
yang bersifat kefitrahan sejak lahir yang kemudian berproses secara inderawi,
lalu terlibat dalam penganggaran. Subbab 7.3 membahas harkat dan martabat
yang dirasakan aktor secara individu, tim kerja, maupun institusi pemerintah.
Sementara pada subbab 7.4 membahas tentang esensi dan makna dari
penganggaran siri’ na pesse. Makna merupakan sesuatu yang terdapat dibalik
sebuah proses, yaitu harkat dan martabat.
7.2. Transformasi Harga Diri Menuju Harkat dan Martabat
Pada bahasan sebelumnya disebutkan bahwa tujuan akhir dari
penyusunan anggaran siri’ na pesse adalah pencapaian harkat dan martabat.
Tujuan tersebut dicapai dari tahapan-tahapan yang dimulai dari proses
pengamatan problematika anggaran dan sosial, penyusunan anggaran yang
146
147
berbasis nilai-nilai kearifan lokal, serapan anggaran (output) untuk pembangunan
sarana publik yang memberikan kesejahteraan, hingga memperoleh pengakuan
dari publik yang dapat memberikan harkat dan martabat.
Secara personal, pencapaian harkat dan martabat tercipta dari sosok
aktor yang memiliki harga diri61 yang merupakan nilai yang dimiliki sejak lahir.
Dalam terma agama, harga diri merupakan nilai yang melekat pada setiap
manusia yang dilahirkan dalam keadaan fitrah (QS. Ar Rum:3062) dan sempurna
(QS. At Tin:463). Terma ini sedikit memiliki kesamaan dalam pandangan John
Locke dari segi proses perkembangan manusia, namun berbeda dari esensi
kelahirannya. John Locke (Tafsir, 2008:34) memandang manusia dilahirkan
identik dengan tabula rasa64 laksana kertas putih yang bersih tanpa memiliki
makna dan lebih bersifat pasif.
Merujuk pada terma agama65, maka pada esensinya manusia-aktor
dilahirkan dalam keadaan fitrah dan sempurna yang sarat dengan harga diri.
Dalam proses perkembangannya, aktor mengalami transformasi mencapai
tujuan siri’’nya yaitu harkat dan martabat (Tapala:1977:66). Proses inilah yang
disebutkan John Locke sebagai pengalaman inderawi, yang dalam konteks
penelitian ini adalah upaya untuk menegakkan siri’ melalui proses dalam
penyusunan anggaran untuk mendapatkan harkat dan martabat.
Ciri-ciri aktor yang memiliki harga diri adalah acca (cerdas) berdasarkan
pengetahuan (knowledge) dan berpengalaman (experience), percaya diri, dan
menjunjung tinggi nilai-nilai universalitas (meliputi keariafan lokal). Ciri-ciri itu
61Harga diri adalah kesadaran akan seberapa besar nilai yang diberikan kepada diri sendiri(http://kbbi.web.id)
62Dalam tejemahan “...Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitra itu, tidak adaperubahan pada fitrah Allah...”
63Dalam terjemahan “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yangsebaik-baiknya”.
64Teori tabula rasa memandang manusia sebagai insan yang tidak yang tidak yang tidak ubahnyabagaikan sebatas kertas putih saja.
65Khususnya Islam, memandang manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah.
148
terlihat dari karakter aktor baik dalam bertutur kata, bertindak, maupun dalam
memahami dan mendeskripsikan dirinya66. Seperti halnya dalam bertutur kata,
aktor mengucapkan kata penghargaan seperti tabe yang digunakan setiap
momen, seperti ketika mengajukan argumentasi atau pendapat, memotong
pembicaraan, atau ketika keliru memahami atau melakukan sesuatu hal saat
penyusunan anggaran.
Dalam bertindak, harga diri diwujudkan aktor pada kehati-hatian dalam
menyusun anggaran dan senantiasa mengedepankan rasa dan nilai-nilai siri’ na
pesse seperti tongeng, lempu’ getteng, adele’ dan lalembate tarangtajo atau
siwolong polong (seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya). Tindakan ini
dilakukan seperti dalam merelevansikan secara logis anggaran yang disusun
berdasarkan daftar harga yang dibuat Dinas Koperidag Luwu Timur supaya tidak
menjadi temuan dikemudian hari atau mengalami pembiasan anggaran yang
berujung pada inefisiensi.
Begitu pun dengan harga diri yang dikedepankan aktor dalam
mendeskripsikan dirinya, tentang pengalaman dan kemampuan intelektual yang
menunjukkan ke-acca-an yang dimilikinya. Kapasitas yang melekat tersebut
menunjukkan bahwa aktor memiliki kapasitas yang layak dalam menyelesaikan
tugas penyusunan anggaran yang diamanahkan kepadanya. Harga diri tersebut
merupakan kesadaran akan seberapa besar nilai yang diberikan kepada diri
sendiri atau pandangan keseluruhan dari individu tentang dirinya sendiri
(Santrock, 2010:47). Jadi setiap aktor yang terlibat dalam tim penyusun anggaran
SKPD akan mentransformasikan harga dirinya mencapai tingkatan harkat dan
martabat. Transformasi diwujudkan secara kefitrahan kemudian ditindaklanjuti
66Telah diungkapkan pada pembahasan sebelumnya, di mana aktor merasa bahwa kapasitasyang dimiliki memungkinkan diamanahkan sebagai tim penyusun anggaran di Dinas KesehatanLuwu Timur.
149
melalui proses inderawi hingga masuk ke proses penganggaran berbasis siri’ na
pesse. Perjalanan harga diri aktor menuju pencapaian harkat dan martabat
divisualisasikan pada gambar berikut.
Gambar 7.1 Transformasi harga diri Aktor Mencapai Harkat dan Martabat
Proses seorang aktor penyusun anggaran dalam menegakkan siri’ na
pesse melalui tahapan transformasi dari kefitrahan harga diri hingga mencapai
harkat dan martabat. Pada tahapan awal, manusia (aktor) yang dilahirkan
memiliki harga diri karena dalam keadaan fitrah (QS. Ar Rum:30) dan sempurna
(QS. At Tin:4). Dalam proses mencapai tujuan penegakan siri’ na pesse, aktor
mengalami proses inderawi dengan menjalani berbagai perjalanan hidup
Proses PenganggaranSiri’ na pesse
Melalui Unsur:
Kepekaan Batin
Siri’ na pesse,
Nilai-Nilai Kearifan Lokal,
Kinerja Anggaran,
Kesejahteraan
Harga Diri (Kefitrahan)
Kepercayaan
Pengakuan
Harkat dan Martabat
Proses Inderawi
(Pengalaman,Acca,dan lainnya)
150
sehingga memiliki pengalaman (experience), acca (knowledge), dan kepekaan
batin, bagaikan tabula rasa pada kertas putih yang akhirnya membentuk aktor
berharga diri yang layak menerima amanah sebagai aktor penyusun anggaran.
Tahapan selanjutnya, aktor mengalami proses dalam penyusunan anggaran
yang berbasis siri’ na pesse sebagaimana visualisasi gambar 4.1 yang terdiri: (1)
rasa siri’ na pesse, (2) eksistensi nilai-nilai siri’ na pesse, (3) kinerja anggaran,
(4) kesejahteraan, serta (5) harkat dan martabat.
7.3. Harkat dan Martabat sebagai Individu, Tim Kerja, dan Institusi
Aktor secara individu, tim kerja, maupun sebagai pemerintah dapat
merasakan pengakuan (rewards) dari berbagai pihak atas capaian yang telah
dihasilkan. Pengakuan tersebut dapat dilihat secara internal dan eksternal
institusional maupun berdasarkan utilitas yang dihasilkan. Pengakuan secara
internal pemerintahan, dapat diterima dari sesama rekan kerja, antar SKPD,
pemerintah, dan legislatif. Sedangkan secara eksternal pemerintah datang dari
masyarakat, organisasi sosial kemasyarakatan, antar pemerintahan, antar
negara, maupun dari lembaga-lembaga internasional. Sementara itu, pengakuan
berdasarkan manfaat dapat datang dari pihak-pihak yang merasakan langsung
maupun tidak langsung atas kinerja yang dihasilkan.
Dalam penyusunan anggaran di tingkat SKPD, posisi aktor berada pada
tiga sisi, yaitu individu, tim kerja, maupun sebagai institusi pemerintah sehingga
setiap pengakuan yang muncul dapat dirasakan dalam tiga situasi yang sama.
Namun dalam kondisi situasional, aktor dapat merasakan pengakuan dalam
keadaan yang berbeda. Seperti ketika aktor ke lapangan melakukan monitoring
program Pengembangan UMKM di bantaran bibir Sungai Malili, nampak para
penerima manfaat larut dalam suka cita yang mendalam dengan memberikan
151
senyuman dan ucapan terima kasih. Sambutan yang diberikan tersebut direspon
balik dengan tangan terbuka oleh aktor, juga dengan senyuman dan rasa
gembira. Kedua pihak sama-sama menunjukkan euforia kegembiraan karena
merasakan manfaat bersama dari program yang dijalankan. Pihak pelaku UMKM
merasa terbantu dengan adanya berbagai fasilitas yang diberikan kepadanya
berupa pemberian modal kerja, pelatihan, pengadaan alat, dan relokasi strategis
berjualan, sehingga mendatangkan nilai tambah ekonomi yang dihasilkan.
Sedangkan bagi aktor, pengakuan dalam bentuk apresiasi yang diterima
menunjukkan jika secara individu telah berkinerja dengan baik sehingga
membangkitkan harkat dan martabat secara personal pula.
Harkat dan martabat yang dirasakan aktor melekat pada dirinya dalam
setiap situasi, baik saat melakukan aktivitas keseharian sebagai aktor penyusun
anggaran, penanggung jawab program, maupun sebagai bagian dari anggota
masyarakat dalam masyarakat berkebutuhan. Dalam situasi lain, kondisi ini tidak
dominan saat aktor secara individu berada dalam tim kerja. Saat penyusunan
anggaran dilakukan secara tim, dominasi aktor secara individu terbilang kecil.
Hal ini karena tiap aktor secara individu memiliki potensi kontribusi yang sama.
Namun dalam kondisi tertentu, secara kasuistik ada aktor yang merasa lebih
dominan saat kegiatan tersebut berlangsung, namun hal ini bersifat anomali
karena terkait dengan persoalan teknis belaka.
Salah satu wujud harkat dan martabat secara tim dirasakan ketika
mendapatkan pengakuan berupa penghargaan WTP dari BPK RI atas kinerja
pengelolaan keuangan daerah yang mereka telah dilakukan. Pengakuan yang
mereka terima tersebut juga direspon secara kebatinan berupa eufora
kegembiraan. Pengakuan tersebut dianggap sebagai spirit untuk meningkatkan
kinerja dalam mengelola keuangan daerah demi kesejahteraan masyarakat. Hal
152
ini juga diakui oleh informan Andi Tulleng67 bahwa WTP pada dasarnya sebagai
spirit untuk meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan daerah yang lebih baik.
Pengakuan berupa WTP juga dirasakan segenap stakeholder68 secara
institusi dalam jajaran pemerintahan. Keberhasilan tersebut juga direspon secara
kebatinan dalam bentuk euforia kegembiraan, rasa bangga yang tinggi, dan
ditindaklanjuti dengan respon secara terbuka dengan mengundang wartawan
untuk peliputan, memuat di majalah Intern Warta Luwu Timur, di koran lokal, dan
sebagainya. Pengakuan yang diterima ini merupakan hasil dari tindakan maseddi
siri’ (kesatuan siri’) untuk menegakkan siri’ secara bersama seluruh elemen
dalam Pemerintahan Luwu Timur.
Euforia kebatinan yang dialami secara individu, tim kerja, maupun
segenap stakeholder dalam institusi Pemerintahan Kabupaten Luwu Timur
merupakan padanan dari doktrin ilmu sosial yang dikenal dengan teori
pertukaran sosial (exchange theory) yang dimotori George Caspar Homans
(Ritzer, 2014:89). Menurut teori ini bahwa orang melakukan pertukaran karena
termotivasi oleh gabungan berbagai tujuan dan keinginan yang khas (Wirawan,
2013:175). Dalam konteks ini, keinginan khas yang dimaksud adalah hasrat
untuk mencapai harkat dan martabat yang dipertukarkan dengan keinginan aktor
ketika melakukan menyusun anggaran. Jadi pertukaran bukan dalam bentuk
bendawi melainkan secara psikologis yang bersifat transedental.
Jadi respon yang diperlihatkan dalam menyikapi pengakuan atau
penghargaan yang diterima aktor merupakan bentuk personifikasi suasana
kebatinan yang dirasakan secara bersama-sama yang pada akhirnya melahirkan
67Kasi Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Luwu Timur
68Meliputi bupati sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daarah, kepala SKPKD,bendahara umum daerah, pengguna anggaran, pengguna barang, kuasa bendahara umumdaerah, kuasa pengguna anggaran, pejabat penatausahaan keuangan daerah SKPD, pejabatpelaksana teknis kegiatan, bendahara penerimaan, bendahra pengeluaran, dan aktor penyusunanggaran lainnya
153
nilai harkat dan martabat. Nilai tersebut dianggap sebagai pencapaian yang
paling esensi karena dipandang sebagai lambang atau simbol harga diri dalam
mempertahankan siri’. Menurut To Maccae ri Luwu (Rahim, 2012) bahwa
mempertahankan siri’ merupakan tindakan yang diperhambakan yaitu upaya
optimalisasi kemampuan (strongth) dan sumber daya yang dimilliki untuk
membela dan menegakkan siri’.
7.4 Harkat dan Martabat: Esensi Penegakan Siri’ dan Makna PenyusunanAnggaran
Harkat dan martabat merupakan perwujudan akhir dari penganggaran siri’
na pesse yang lahir dari pengakuan berbagai pihak, baik secara internal dan
eksternal pemerintah daerah maupun formal dan informal. Bentuknya berupa
penghargaan (rewards) simbolik maupun pengakuan langsung dari publik
kepada aktor atau institusi pemerintah terhadap berbagai pencapaian yang
dihasilkan.
Penghargaan (rewards) yang diterima merupakan bentuk pengakuan
yang lahir dari kepercayaan, baik karena menikmati langsung manfaat dari
output yang dihasilkan atau persepsi positif yang ditimbulkan, maupun melalui
penilaian formal. Berbagai penghargaan yang diterima Pemerintah Kabupaten
Luwu Timur sejak berdirinya tahun 2003 hingga sekarang merupakan harga yang
diterima dalam bentuk kepercayaan dan pengakuan. Semakin banyak
kepercayaan yang diterima akan semakin meningkatkan harga sehingga pada
akhirnya melahirkan harkat dan martabat, baik secara individu, tim kerja, maupun
dalam tataran pemerintah, sebagaimana pernyataan informan berikut.
...Kalau harkat dan martabat itu berarti pengakuan. Pengakuan halayak ituadalah martabat dan itulah unsur terakhir bahwa dengan adanya ini semuamemunculkan pengakuan publik dan pengakuan pemerintah, dibuktikan denganadanya apresiasi dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi seperti
154
penghargaan-penghargaan, misalnya WTP69
dan penghargaan lainnya. Kenapamereka mengakui karena kita punya harga, kita dipercaya. Orang tidak mungkinmemberikan pengakuan kepada kita jika tidak ada kepercayaan. Kepercayaandari sudut pandang anggaran, yaitu kita mampu melakukan penganggaranberbasis pesse na pesse atau berbasis kearifan lokal. Nah inilah hasilnya,mendapatkan pengakauan, baik secara institusional maupun secara publis(H.Sahidin Halun, TAPD Luwu Timur).
Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, munculnya penghargaan
(rewards) dari berbagai pihak karena kontribusi dari penganggaran yang
dilakukan berbasis siri’ na pesse. Penghargaan tersebut dapat dilihat dari
keberhasilan Pemerintah Kabupaten Luwu Timur memperoleh rewards dalam
pengelolaan keuangan daerah dengan predikat WTP dari BPK RI Provinsi
Sulawesi Selatan empat kali, tahun 2011, 2012, 2014, dan 201570. Penghargaan
tersebut merupakan bentuk perwujudan yang menurut Mattulada (2005:70)
sepadan dengan harga diri yang dibangun melalui proses menegakkan nilai-nilai
(unsur rasa dan nilai-nilai siri’ na pesse), bekerja keras (unsur kinerja anggaran)
untuk memperoleh penghidupan yang baik (kesejahteraan) agar tidak terhina
oleh kemiskinan dan kemelaratan (unsur harkat dan martabat).
Pandangan Mattulada tersebut juga sejalan dengan Farid (2005), Daeng
Tapala (1977), dan Korn (1952) bahwa dapat dikatakan penganggaran siri’ na
pesse pada esensinya merupakan upaya untuk menegakkan siri’ yang dianggap
paling berharga. Dalam pandangan Abdullah (1985:37) menyebutnya bahwa
“tidak ada suatu nilai pun yang paling berharga untuk dibela dan dipertahankan
di muka bumi selain dari pada siri’” dengan tujuan memperoleh harkat dan
martabat (Rahim, 2012 dan Mattulada, 2005). Dari berbagai pandangan tersebut
mempertegas bahwa upaya penegakan siri’ merupakan tindakan yang mesti
dilakukan karena dianggap sebagai nilai yang paling esensi. Bahkan dalam
69Pengakuan dari Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP) dengan Wajar TanpaPengecualian.
70www.luwutimur.go.id dan www.lutim-news.com
155
pandangan ekstrim, siri’ dianggap diperhambakan yang berkonotasi bahwa
apapun cara dan upaya yang dapat dilakukan demi untuk menegakkan siri’.
Berharkat dan bermartabat merupakan suatu capaian yang terhormat
karena dianggap sebagai nilai yang tertinggi. Pihak yang berharkat dan
bermartabat berarti memiliki dan senantiasa meningkatkan harga dirinya agar
menjadi bernilai terhormat sehingga mengalami kelayakan dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam pandangan Mattulada (2005:69) bahwa harga diri
merupakan kelayakan dalam kehidupan sebagai manusia yang diakui dan
diperlakukan sama oleh setiap orang terhadap sesamanya.
Harkat dan martabat yang dicapai merupakan hasil dari penyusunan
anggaran yang lahir dari rasa pesse dan siri’ atas problematika anggaran dan
sosial yang terjadi dan didasarkan atas nilai-nilai kearifan lokal agar
menghasilkan output yang dapat menyejahterakan, sehingga melahirkan
kepercayaan dan pengakuan, yaitu harkat dan martabat. Dalam koteks
pengelolaan keuangan daerah di Luwu Timur, maka penganggaran berbasis siri’
na pesse bermakna harkat dan martabat.
Harkat dan martabat merupakan nilai yang bersifat abstrak yang
wujudnya tidak dapat ditelusuri secara fisik, namun dapat diidentifikasi
berdasarkan polarisasi melalui ciri-ciri operasional kerja maupun psikologis
motivasi yang hendak dicapai, seperti berikut. Pertama, komitmen
mempertahankan prestasi atau pengakuan (reward) yang dihasilkan atau yang
diraih dalam berbagai situasi. Hal ini dapat dilihat dari kerja keras Kabupaten
Luwu Timur dalam mempertahankan WTP yang diraih pada tahun 2011.
Hasilnya, upaya tersebut dibuktikan pada tahun 2012, 2014, dan 2015 yang
kembali meraih prestasi yang sama.
156
Kedua, berkomitmen mengarahkan anggaran yang pro kepada
masyarakat (publik) pada tahun berikutnya. Hal tersebut dapat dilihat pada APBD
yang umumnya memperlihatkan dominasi anggaran langsung terhadap
anggaran tidak langsung. Program Desa Mengepung Kota merupakan wujud dari
salah satu komitmen anggaran yang pro kepada masyarakat.
Ketiga, secara teknis, anggaran senantiasa di susun berdasarkan pada
sensitivitas rasa dan nilai-nilai siri’ na pesse. Sensitivitas rasa mengacu pada
problematika anggaran dan sosial yang terjadi. Sedangkan anggaran berbasis
nilai mencakup kepatuhan pada kebijakan, prosedur, dan aturan (tongeng);
disajikan dengan apa adanya secara objektif (lempu’); komitmen berpegang
pada kebenaran, kejujuran, menghindari intervensi negatif, dan warani
menanggung konsekuensi (getteng), distribusi anggaran secara proporsional
berdasarkan kewajaran (adele’), dan kerja sama dalam kebersamaan (lalembate
tarang tajo/siwolong polong).
7.5 Ikhtisar
Berdasarkan bahasan dalam bab ini, beberapa simpulan yang dapat
ditarik. Pertama, transformasi harga diri menuju harkat martabat dimulai dari
sejak dilahirkan. Aktor sebagai manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah yang
telah melekat padanya harga diri. Dalam perjalanan hidup mengalami proses
inderawi sehingga aktor berpengetahuan (acca) dan memiliki pengalaman
(experience) hingga masuk ke proses penganggaran berbasis siri’ na pesse
(sebagaimana divisualisasikan gambar 4.1)
Kedua, dalam penyusunan anggaran di tingkat SKPD, posisi aktor
berada pada tiga sisi, yaitu individu, tim kerja, dan sebagai institusi pemerintah,
sehingga setiap pengakuan yang muncul dapat dirasakan dalam tiga situasi yang
157
sama. Secara individu, harkat dan martabat yang dirasakan aktor terutama ketika
pengakuan datang disaat aktor berada secara terpisah dengan aktor lainnya
dalam tim kerja. Hal ini karena aktor merasa lebih dominan memposisikan dirinya
dalam ruang dan waktu. Sedangkan secara tim kerja, harkat dan martabat
dirasakan aktor ketika melebur dengan aktor lainnya dalam unit kerja. Seperti
halnya ketika memperoleh penghargaan WTP dari BPK RI, euforia kegembiraan
serta harkat dan martabat dirasakan secara kolektif. Dalam kondisi ini,
kebersamaan tim lebih dominan dalam merasakan harkat dan martabat. Situasi
ini juga sama yang dirasakan dengan institusi pemerintah. Bedanya, jika tim
kerja merupakan unit yang lebih kecil sedangkan pemerintah meliputi seluruh
staheholder dalam institusi.
Ketiga, penganggaran siri’ na pesse pada esensinya adalah upaya untuk
menegakkan siri’ yang bermakna harkat dan martabat. Mengingat sifatnya
abstrak sehingga harkat dan martabat tidak dapat diidentifikasi secara fisik.
Dalam mengenali atau mengetahui eksistensi harkat dan martabat, maka harus
melihat ciri-ciri yang melekat atau polarisasi kerja yang mendukungnya. Ciri-ciri
harkat dan martabat adalah: (1) komitmen mempertahankan prestasi atau
pengakuan (reward) yang diraih dalam berbagai situasi. (2) komitmen
mengarahkan anggaran yang berpihak kepada masyarakat (pro poor) pada
tahun berikutnya. (3) secara teknis, anggaran senantiasa di susun berdasarkan
pada sensitivitas rasa dan nilai-nilai siri’ na pesse.
158
BAB VIII
MENEMUKENALI ARTEFAK LOKAL MENUJU KONSEP PENGANGGARANBERBASIS SIRI’ NA PESSE
Narekko melokko lolongengngi decenna linoenrengnge decenna ahera’, aja’ mueloreng-ngi nasellung anu maja’ anu madecengnge,
aja’ na engka ri atimmu masengengngi engkagau’ tennaiseng Allah Ta’ala
Jika engkau berkeinginan memperolehkebaikan dunia dan kebaikan akhirat,
usahakan untuk tidak mencampurkan yangburuk dengan yang baik, jangan sampai
engkau menganggap ada perbuatan yangtidak diketahui Allah Ta’ala
Pappaseng to Riolo (Wasiat Orang Dahulu)
8.1 Mukaddimah
Bab ini membahas tentang konsep penganggaran siri’ na pesse yang
merupakan penegasan dari bab-bab pembahasan sebelumnya. Dua alasan yang
mendasari pengungkapan konsep yang dihasilkan, yaitu kondisi masyarakat dan
kondisi tim penyusun anggaran. Berdasarkan kondisi masyarakat, konsep
penganggaran siri’ na pesse merujuk pada kasus-kasus lapangan. Kasus-kasus
tersebut menunjukkan adanya masalah sosial yang dialami masyarakat dalam
aktivitas keseharian. Beberapa kasus yang telah dibahas sebelumnya menjadi
sumber data dalam menyusun konsep penganggaran siri’ na pesse.
Selanjutnya adalah kondisi tim penyusun anggaran sebagai informan
kunci yang memahami dengan baik seluk beluk dari penganggaran. Mereka
adalah para pelaku atau aktor penyusun anggaran yang memiliki peran penting
dalam melahirkan suatu anggaran di tingkat SKPD. Informasi yang diberikan
informan kunci sangat mendukung penelitian ini sehingga konsep penganggaran
siri’ na pesse dapat dihadirkan sebagai hasil penelitian ini.
158
159
Konsep penganggaran siri’ na pesse diuraikan dalam lima unsur, yaitu
rasa siri’ na pesse, nilai-nilai siri’ na pesse, kinerja anggaran, kesejahteraan,
serta harkat dan martabat. Secara garis besar, formulasi konsep penganggaran
siri’ na pesse difokuskan pembahasannya dalam bab ini. Sedangkan substansi
kelima unsur yang menyusun konsep telah dibahas pada bab-bab sebelumnya
secara berkesinambungan.
Bahasan subbab kedua meliputi karakteristik dan kelebihan konsep
penganggaran siri’ na pesse, serta perbedaan dengan sistem penganggaran
yang lain. Subbahasan ini merupakan intisari dari bab-bab sebelumnya yang
membahas substansi penganggaran siri’ na pesse secara luas.
8.2 Konsep Penganggaran Siri’ na Pesse
Pada bab-bab sebelumnya telah dibahas mengenai beberapa hal yang
berhubungan dengan penganggaran berbasis siri’ na pesse. Secara khusus,
substansi pembahasan diulas pada bab IV hingga bab VII secara berurutan.
Konten pada bab-bab tersebut berhubungan dengan lima unsur, yaitu rasa siri’
na pesse, nilai-nilai siri’ na pesse, kinerja anggaran, kesejahteraan (masyarakat),
serta harkat dan martabat. Kelima unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang
saling berhubungan antara satu bab dengan bab lainnya secara
berkesinambungan.
Kelima unsur tersebut terangkai berdasarkan substansi bahasan dan
kesinambungan antara satu unsur dengan unsur lainnya yang membentuk suatu
konsep. Pada tataran operasional, konsep tersebut menggambarkan suatu
keterhubungan meliputi penyusunan anggaran, proporsi anggaran, alokasi dan
implementasi anggaran di lapangan, luaran (output), dan sensasi yang dirasakan
masyarakat berupa kepercayaan dan pengakuan.
160
Pada tataran penyusunan anggaran, dua unsur pertama berhubungan
dengan psikologis, yaitu unsur rasa siri’ na pesse dan unsur nilai-nilai. Unsur
rasa siri’ na pesse berhubungan dengan suasana batin dalam proses
penyusunan anggaran. Kondisi ini merupakan suasana psikologi yang dirasakan
aktor ketika melakukan observasi ke masyarakat untuk melihat situasi yang
terjadi71. Dari sini memunculkan rasa pesse (empati, toleransi kebatinan) dan
rasa siri’ (malu, tindakan) sebagai stimulus (leverage) aktor dalam mengambil
keputusan penyusunan anggaran. Munculnya rasa siri’ na pesse’ yang dialami
aktor sejalan dengan temuan Andaya (1975) yang menyatakan bahwa
munculnya rasa siri’ na pesse karena adanya kondisi buruk yang menimpa
masyarakat.
Obeservasi yang dilakukan aktor bertujuan untuk memperoleh data
sebagai bahan baku dalam penyusunan anggaran di tingkat SKPD. Upaya yang
dilakukan tersebut merupakan sebuah langkah yang mencirikan proses
penyusunan anggaran yang berbasis kepekaan batin siri’ na pesse. Kegiatan ini
merupakan hal yang esensi karena merupakan salah satu bagian yang
terpenting dalam melahirkan APBD yang sarat dengan unsur kearifan lokal.
Selanjutnya adalah unsur nilai-nilai siri’ na pesse. Substansi ini
berhubungan dengan nilai-nilai kearifan lokal yang terinternalisasi dalam diri
aktor dan muncul dari dorongan unsur pertama, yaitu dari rasa siri’ na pesse.
Nilai-nilai siri’ na pesse bereaksi berdasarkan karakter yang dimiliki masing-
masing nilai tersebut, meliputi tongeng (kebenaran), lempu (kejujuran), getteng
(ketegasan), adele’ (keadilan), dan lalambate tarang tajo atau siwolong polong
(bekerja sama).
71Seperti yang terjadi pada problematika yang dialami pelaku UMKM dan kasus-kasus kesehatanmasyarakat
161
Eksistensi nilai-nilai siri’ na pesse yang dipraktikkan aktor saat
penyusunan anggaran juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Kahar
(2010). Temuan tersebut menunjukkan adanya nilai-nilai siri’ na pesse yang
dipraktikkan pada diri aktor dalam management control system. Penelitian ini
juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Bakri dan Amalia (2014) bahwa
nilai-nilai siri’ na pesse diantaranya lempu’ (kejujuran), getteng (ketegasan),
warani (keberanian), dan acca (kecerdasan) merupakan nilai-nilai yang
berkontribusi dalam meraih kepercayaan dan reputasi dalam melakukan aktivitas
ekonomi atau bisnis yang dalam penelitian ini relevan dengan penganggaran.
Anggaran yang disusun berdasarkan rasa siri’ na pesse dan nilai-nilai
pada tataran operasional dialokasikan untuk membiayai kebutuhan masyarakat,
terutama dalam bentuk fisik berupa fasilitas umum maupun program non fisik
lainnya dalam bentuk penguatan kelembagaan masyarakat (community
development) di antaranya: pemberdayaan ekonomi lemah, pemerataan
ekonomi lokal, atau program pemberdayaan lainnya. Alokasi anggaran yang
digunakan dalam pengadaan output merupakan bentuk kinerja anggaran. Dalam
hal ini, anggaran tidak dilihat dari besaran nilai nominalnya (input), melainkan
yang utama adalah memperhatikan pada kinerja anggaran yang salah satunya
dapat dilihat dari output yang dihasilkan berdasarkan target-target yang
ditentukan (Mahmudi, 2007:89).
Kinerja anggaran salah satunya dapat dilihat dari komitmen pemerintah
dalam memberdayakan masyarakat, seperti yang dilakukan kepada para pelaku
IKM/UMKM. Kebijakan anggaran yang dilakukan Dinas Koperindag Luwu Timur
sejalan dengan teori yang dikembangkan Rappaport (1984:56). Menurut teori
tersebut bahwa pemberdayaan merupakan kebijakan sosial dan pendekatan
dalam memecahkan masalah-masalah sosial pula. Pemberdayaan tidak hanya
162
melilbatkan pemerintah semata, tetapi dianggap sebagai proses interaksi antara
individu sebagai warga negara dengan lingkungannya dengan kemampuan
sosiopolitik yang dimiliki. Pada kenyataannya bahwa pemberdayaan yang
dilakukan Pemerintah Kabupaten Luwu Timur merupakan cara untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat (Berger dan Neuhaus, 1977:73).
Output yang dihasilkan oleh Pemerintah Luwu Timur dalam bentuk
sarana publik berupa jalan, jembatan, drainase, irigasi, maupun pemberdayaan
atau penguatan dan pemerataan ekonomi lokal yang dituangkan dalam sejumlah
program dan kegiatan, dinikmati oleh masyarakat sehingga memberikan rasa
kesejahteraan. Hal ini sejalan dengan Midgley (2000:xi) yang menganggap
kesejahteraan sebagai “... a condition or state of human well being”.
Kesejahteran terjadi manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena
terpenuhinya kebutuhannya. Kebutuhan yang dimaksud bukan hanya kebutuhan
dasar melainkan juga kebutuhan publik seperti kebutuhan infrastruktur dasar dan
kebutuhan sosial dasar (JPIP, 2003:18). Kesejahteraan sosial merupakan
kegiatan-kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
dari segi sosial melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan di dalam beberapa bidang kehidupan.
Oleh sebab itu, pelayanan kesejahteraan sosial di Luwu Timur diarahkan
pada pemberian perhatian utama terhadap individu-individu, kelompok-
kelompok, komunitas-komunitas dan kesatuan-kesatuan penduduk yang lebih
luas; seperti pada pelayanan pemeliharaan atau perawatan, penyembuhan dan
pencegahan, dan berbagai pelayanan lainnya.
Jika memperhatikan teori Dunham (1965), maka ditemui adanya
hubungan antara bantuan-bantuan dengan kesejahteraan. Bantuan-bantuan
yang dimaksud tersebut mengarah pada alokasi anggaran yang diarahkan oleh
163
aktor untuk mencapai sasaran yaitu tingkat kesejahteraan masyarakat pada saat
penyusunan anggaran dilakukan. Pemberdayaan IKM/UMKM yang dilakukan
dinas Koperindag merupakan wujud alokasi anggaran yang dituangkan dalam
program dan kegiatan berupa bantuan modal, pelatihan peningkatan kualitas
produk, fasilitasi bantuan barang, relokasi usaha ke tempat strategis, promosi
hasil produksi, maupun program pemberdayaan lainnya. Menurut H. Zakaria
(Kadis Koperindag) bahwa:
... Kita punya tanggung jawab dengan jalan memberikan uluran tangan berupabantuan dalam keadaan apapun kondisi kita.. ... Kita harus berpihak kepadapemenuhan hajat hidup orang banyak (masyarakat). Oleh sebab itu, anggaranLuwu Timur kalau bisa yang kita mau ... belanja untuk program. Itu sudahmenggambarkan penganggaran yang sebenarnya. Keberpihakan kita kepadakepentingan masyarakat.
Pandangan informan mempertegas bahwa kesejahteraan merupakan
pemenuhan kebutuhan yang mesti dinikmati oleh masyarakat. Penelitian yang
dilakukan Anto (2015) di Sulawesi Tenggara menunjukkan bahwa aset-aset yang
dimiliki oleh pemerintah dimaknai sebagai kesejahteraan. Hasil penelitian ini
mendukung pandangan Zastrow (2000:6) bahwa kesejahteraan pada dasarnya
merupakan sistem yang meliputi program dan pelayanan yang membantu orang
(masyarakat) agar dapat memenuhi kebutuhan sosialnya.
Tingkat kesejahteraan yang dirasakan masyarakat melahirkan respon
positif berupa lahirnya kepercayaan yang kemudian melahirkan pengakuan.
Kepercayaan dan pengakuan tersebut merupakan dampak dari anggaran yang
disusun berbasis siri’ na pesse yang memberikan rasa kesejahteraan
masyarakat, sebagaimana diungkapkan H. Sahidin Halun (TAPD).
Kepercayaan dari sudut pandang anggaran, yaitu kita mampu melakukanpenganggaran berbasis siri’ na pesse atau berbasis kearifan lokal. Nah inilahhasilnya, mendapatkan pengakuan, baik secara institusional maupun secarapublis.
164
Penyataan yang dikemukakan informan sejalan dengan apa yang
dirasakan oleh pelaku UMKM. Kesejahteraan dianggap sebagai
Sejak ada Luwu Timur, hidup kami semakin bagus. Pemerintah sediakansemuanya. Termasuk juga memperhatikan usaha kami. Semuanya semakinlancar. Walaupun pendapatan kami naik turun, tapi masih lebih baik dari yangdulu-dulu. Kami percaya bahwa pemerirntah akan memperhatikan kami. Sayamenikmati usaha ini dan hasilnya sudah lebih baik. Saya ucapakan terima kasihkepada pemerintah karena telah membantu kami (Haris, pelaku UMKM)
Kepercayaan yang diungkapkan pelaku UMKM menunjukkan adanya
pengakuan terhadap apa yang telah dilakukan pemerintah (Koperindag).
Kepercayaan dan pengakuan ini tidak hanya berdampak terhadap pelaku UMKM
tetapi juga pada level institusi formal di tingkat lembaga tinggi negara. Seperti
halnya penghargaan (rewards) yang diterima oleh Pemerintah Kabupaten Luwu
Timur dari BPK RI tahun 2011, 2012, 2014, 2015 berupa predikat WTP dalam hal
pengelolaan keuangan. Penghargaan ini merupakan bentuk kepercayaan dan
pengakuan atas upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Luwu Timur dalam
mengelola keuangannya, termasuk dalam proses penyusunan anggaran.
Kepercayaan dan pengakuan merupakan wujud dari harkat dan martabat
dan merupakan wujud dari upaya dalam menegakkan siri’ na pesse. Menurut
Hamid (1985:37) bahwa:
... siri’ merupakan unsur yang prinsipil dalam diri mereka (manusia). Tidak adasatu nilai pun yang paling berharga untuk dibela dan dipertahankan di muka bumiselain daripada siri’. Bagi manusia ..., siri’ adalah jiwa mereka, harga diri mereka,dan martabat mereka.
Pandangan tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya siri’ merupakan
sesuatu yang sangat utama untuk dibela atau ditegakkan guna meraih harkat
dan martabat. Dalam konteks penyusunan anggaran, maka anggaran yang
disusun berbasis siri’ na pesse pada hakikatnya dimaknai sebagai harkat dan
martabat. Menurut H. Sahidin Halun (TAPD Luwu Timur) bahwa anggaran yang
165
disusun merupakan niat dan komitmen dalam rangka mencapai harkat dan
martabat.
... dana itu harus dipicu betul dan diwujudkan dalam penganggaran dandibuat betul-betul untuk bisa dinikmati oleh masyarakat dan itu sekarangsudah nyata. Karena memang niat dan komitmennya itu adalahmengangkat harkat dan martabat Luwu Timur.
Berdasarkan dari uraian singkat tersebut, maka konsep penganggaran
dari hasil penelitian ini adalah konsep penganggaran siri’ na pesse, yang
divisualisasikan berikut.
Gambar 8.1 Konsep Penganggaran Siri’ na Pesse
Gambar tersebut menunjukkan konsep penganggaran siri’ na pesse yang
dibangun dari lima unsur, yaitu rasa siri’ na pesse, nilai-nilai siri’ na pesse, kinerja
anggaran, kesejahteraan, serta harkat dan martabat. Konsep ini diperkuat
dengan pernyataan informan H. Sahidin Halun (TAPD Luwu Timur) yang
menekankan konsep tersebut pada basis siri’ na pesse. Menurutnya bahwa
penganggaran yang berbasis siri’ na pesse tersusun dari lima unsur, yaitu rasa
siri’ na pesse (sense of siri’ na pesse), nilai-nilai siri’ na pesse (siri’ na pesse
values), kinerja anggaran (budgetary performance), kesejahteraan (welfare),
serta harkat dan martabat (restige and dignity).
... Inti di sini (gambar 8.1) adalah siri’ na pesse. Nilai-nilai siri’ na pesse harus kitaaplikasikan secara lurus supaya dapat dipertanggungjawabkan. Selanjutnyaunsur-unsur yang terdapat di lingkaran kedua adalah nilai-nilai yang dipicu dari
(1) Rasa Siri' Na Pesse
(2) NIlai-NIlai Siri' Na Pesse
(3) Kinerja Anggaran
(4) Kesejahteraan
(5) Harkat dan Martabat
166
lingkaran inti yaitu siri’ na pesse. ...Setelah itu lingkaran ketiga adalah unsurkinerja. ... Tataran di luar kinerja adalah value added serta harkat dan martabatyang berada pada lingkaran paling luar pada gambar tersebut
72. Jadi pola pikir
dari lingkaran tersebut, seperti itu. Pola pikir seperti itu artinya substansinya ada,proses perjalanannya ada, dan mudah kita jelaskan. Siri’ na pesse adalahpengungkit. Semua proses-proses yang dijalani kalau menurut saya, sudahbegitu karena semuanya telah terkaver di lingkaran itu. Ada output danimpacnya. Kalau harkat dan martabat itu berarti pengakuan. (H. Sahidin, TAPD).
Pernyataan informan sejalan dengan hasil penelitian ini yang
menemukenali konsep penganggaran siri’ na pesse yang divisualisasikan pada
gambar tersebut. Pandangan tersebut menempatkan unsur siri’ na pesse pada
lingkaran paling dalam yang merupakan inti dari konsep. Memposisikan siri’ na
pesse sebagai inti dari konsep tidak terlepas dari pemahaman masyarakat Luwu
Timur (termasuk aktor) yang menganggap siri’ na pesse sebagai pandangan
hidup (Lopa, 1988:8). Siri’ (dan juga pesse) dianggap sebagai suatu sistem nilai
sosio kultur dan kepribadian yang merupakan pranata pertahanan harga diri dan
martabat manusia sebagai individu sekaligus anggota masyarakat (Hamka,
1977:16 dan Farid, 2005:50).
Sebagai salah satu pandangan hidup yang berbasis kearifan lokal, maka
siri’ na pesse tidak hanya dikenal di Sulawesi Selatan, tetapi dalam terminologi
Jepang juga dikenal dengan sebutan bushido (siri’). Di Jepang konsep tersebut
dijadikan sebagai pemicu pembangunan. Budaya bushido kemudian dimodifikasi
berdasarkan tuntutan zaman dan dijadikan sebagai spirit keberhasilan
pembangunan (Farid, 2005:17). Inilah rahasia keberhasilan pembangunan
Jepang yang diungkapkan para pembicara di konferensi bertema Religion and
Progress in Modern Asia di Manila pada tahun 1963.
Sama halnya bushido di Jepang, siri’ na pesse juga dianggap sebagai
pemicu (leverage) pembangunan (Lopa, 2005:91) termasuk dalam konteks
72Gambar yang dimaksud adalah konsep penganggaran siri’ na pesse yang dibahas pada bab-bab selanjutnya.
167
penganggaran daerah. Menurut H. Sahidin Halun (TAPD Luwu Timur) bahwa siri’
na pesse dianggap sebagai pemicu lahirnya unsur-unsur dalam konsep
penganggaran sebagaimana yang dimaksudkan pada gambar tersebut.
Menurutnya bahwa nilai-nilai siri’ na pesse lahir karena adanya dorongan dari
rasa siri’ na pesse yang mendalam terhadap fenomena-fenomena sosial dan
anggaran yang terjadi dalam masyarakat. Unsur rasa siri’ na pesse juga
mendorong lahirnya kinerja anggaran sehingga dengan output yang dihasilkan
dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas sehingga dapat memberikan
nilai tambah (value added) dalam bentuk kesejahteraan. Rasa sejahtera yang
dinikmati masyarakat pada akhirnya melahirkan kepercayaan dan pengakuan
publik sehingga berdampak terhadap lahirnya harkat dan martabat.
Konsep penganggaran siri’ na pesse juga dikemukakan oleh H. Zakaria
(Kadis Koperindag Luwu Timur). Menurutnya bahwa dalam penyusunan
anggaran, Pemerintah Luwu Timur telah mengakomodir beberapa unsur terkait
penganggaran siri’ na pesse, meliputi: ketauhidan, rasa siri’ na pesse, nilai-nilai
siri’ na pesse, kesejahteraan, serta harkat dan martabat. Kelima unsur tersebut
merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dari unsur pertama hingga
unsur kelima sehingga membentuk suatu konsep penganggaran yang berbasis
siri’ na pesse.
Nilai spiritualitas itu, kalau saya memang pusatnya pada keyakinan ... Itu intinya,... lebih pada aspek ketuhanan. ...Lalu siri’ datang sebagai salah satu bagian....(kemudian) nilai-nilai itu kita sebut sebagai nilai-nilai kearifan lokal atau nilai-nilai siri’ na pesse. ...nilai tambah atau value added untuk mencapaikesejahteraan masyarakat, karena pemerintah hadir untuk menyejahterakanmasyarakatnya sehingga mendapatkan harkat dan martabat (H. Zakaria, KadisKoperindag Luwu Timur).
Pandangan tersebut mendukung konsep penganggaran siri’ na pesse
yang dikemukakan oleh H. Sahidin Halun sebagaimana yang divisualisasikan
pada gambar 8.1 Walaupun pernyataan H. Zakaria terdapat perbedaan kecil
168
dengan konsep yang telah dikemukakan tersebut (gambar 8.1), tetapi hal ini
tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu lebar karena hanya menambahkan
unsur ketauhidan (spiritual) di dalamnya yang memosisikan Sang Pencipta
sebagai landasan spritual dalam penyusunan anggaran, sebagaimana
diungkapkan H. Zakaria.
Kalau itu (penganggaran) sudah merasuk pada pandangan ... atau prinsippengangggaran (yaitu aspek ketuhanan), maka itu baru dikatakanpengganggaran berbasis spiritualitas. Artinya bahwa basis spiritualitasmerupakan suatu prinsip dalam melakukan proses penyusunan anggaran.
Pemahaman terhadap spiritualitas yang dimaksud H. Zakaria tidak
terlepas dari lingkungan di mana informan berinteraksi. Hal ini didasarkan bahwa
aktor merupakan insan yang beragama yang mempercayai adanya Tuhan. Oleh
sebab itu, sebagai manusia individu dan manusia sosial yang religius, maka
aktor tidak dapat dipisahkan dengan pengalaman spiritual yang dialaminya.
Spiritualitas dalam konsep ketuhanan merupakan keyakinan yang dapat
dipahami sebagai agama yang mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Kuasa
(Hendrawan, 2009:18). Eksistensi Tuhan dalam penyusunan anggaran SKPD
merupakan dasar spiritualitas yang sangat fundamental. Aktor yang berpegang
pada dasar spiritualitas akan berdampak pada terbentuknya mentalitas yang
bercirikan orientalis yang lebih holistis, altruistis, pelayanan kepada manusia,
komitmen pada kebenaran, dan bentuk-bentuk perilaku luhur serta kesadaran diri
atau self awarness (Hendrawan, 2009:60).
Praktik penganggaran yang dikemukakan kedua informan tersebut pada
dasarnya memiliki banyak persamaan. Dari pernyataan yang dikemukakan
kedua informan tersebut, persamaannya terdapat pada jumlah unsur yang
menyusun konsep, memiliki keterwakilan unsur yang sama (siri’ na pesse, nilai-
nilai lokal, value added, dan harkat dan martabat) dan unsur-unsur penyusun
konsep dimaknai sama oleh informan, serta harkat dan martabat merupakan
169
unsur terakhir yang menyusun konsep. Hal ini menunjukkan bahwa kedua aktor
berpandangan sama bahwa tujuan akhir dari konsep siri’ na pesse adalah
mewujudkan harkat dan martabat atau penegakkan siri’ na pesse sebagaimana
juga yang dimaksud Mattulada (2005).
Sementara itu, dari pernyataan yang dikemukakan oleh informan
sebelumnya juga menunjukkan adanya perbedaan mendasar antara kedua
informan tersebut, yaitu terletak pada unsur pertama yang menyusun konsep
penganggaran. Jika H. Zakaria meletakkan unsur ketauhidan sebagai basis dari
konsep penganggaran sedangkan H. Sahidin Halun meletakkan unsur rasa siri’
na pesse sebagai basisnya. Perbedaan dalam memahami konsep siri’ na pesse
hanya terletak pada cara pandang yang spesifik dalam memahami basis
penganggaran. Informan H. Zakaria meletakkan pandangannya berdasarkan
spiritualitas sedangkan H. Sahidin Halun menekankan pada kepekaan batin
unsur rasa yaitu rasa siri’ na pesse. Perbedaan ini tidak terlepas dari sensasi dan
refleksivitas berdasarkan pengalaman kerja dan kondisi lingkungan kearifan lokal
di mana aktor melakoni, menerima, dan memaknai situasinya (mind).
Jika melihat substansi dan alur operasional, maka pada dasarnya kedua
konsep adalah sama. Jika merujuk pada teori Habermas (1987), maka kedua
konsep tersebut dapat dikomunikasikan untuk membangun suatu dialektika
dialogis konsep dalam menarik satu garis lurus. Dalam konteks ini, Habermas
(1987:69) menekankan bahwa “...menyelesaikan ketidaksepakatan-ketidak-
sepakatan..., dan tiba pada persetujuan-persetujuan” merupakan tindakan nyata
untuk menyatukan kedua kutub yang berbeda.
Jika kedua konsep penganggaran tersebut dirujuk ke premis Habermas
tentang the theory of communicative action, maka berdasarkan konten
substansinya, pada dasarnya kedua pandangan tersebut dapat dikomunkasikan
170
sehingga menjadi suatu konsep penganggaran. Mengacu pada teori tersebut,
maka untuk mengomunikasikan kedua konsep penganggaran berdasarkan
substansi dan keterkaitan alur antara satu unsur dengan unsur yang lainnya,
maka konsep yang dikemukakan oleh H. Sahidin Halun sudah mewakili konsep
yang dikemukakan H. Zakaria. Berdasarkan hal tersebut, maka konsep
penganggaran siri’ na pesse yang direkomendasikan dalam penelitian ini seperti
yang divisualisasikan pada gambar 8.1 yang dibangun dari lima unsur yaitu: rasa
siri’ na pesse, nilai-nilai siri’ na pesse, kinerja anggaran, kesejahteraan, serta
harkat dan martabat.
Sementara itu, unsur spiritualitas yang dikemukakan H. Zakaria sebagai
basis spiritualitas dalam penyusunan anggaran pada dasarnya sudah melekat
pada setiap unsur dalam konsep penganggaran dalam pandangan H. Sahidin
Halun. Menurut Mitroff dan Denton bahwa spiritualitas bersifat universal yang
mencakup: keyakinan atau kepercayaan (faith), kesucian, perasaan mendalam
terhadap sesuatu, nilai-nilai tertentu individu, perasaan kagum dan hormat
terhadap kehadiran transenden, sumber dan pemberi terakhir ataupun arti dan
tujuan kehidupan, serta kedamaian dan ketenangan batin. Jadi batasan
spiritualitas tidak hanya dipahami pada aspek ke-Tuhan-an saja melainkan ruang
lingkupnya yang sangat luas (Hendrawan, 2009:19-20).
Konsep penganggaran siri’ na pesse yang dihasilkan tersebut juga
sejalan dengan ciri-ciri konsep siri’ na pesse yang dikemukakan Lopa (1988:11-
12). Menurutnya bahwa ciri-ciri konsep siri’ na pesse meliputi: (1) beriman
kepada Allah SWT, (2) ikhlas dan jujur, (3) tabah dalam perjuangan hidup untuk
mempertahankan kembali dirinya, (4) tidak sombong dan takabbur, (5) bersikap
demokratis, (6) mampu memecahkan masalah secara arif bijaksana tapi rasional,
171
(7) memperkuat solidaritas sosial dan melindungi golongan lemah, serta (8)
konsisten dan memiliki integritas pribadi, dan berperilaku sanutan.
Delapan ciri-ciri yang merupakan unsur dari konsep siri’ na pesse yang
disebutkan Lopa (1988:11-12) jika diurut berdasarkan keterhubungan dengan
unsur-unsur pada konsep penganggaran siri’ na pesse (seperti pada gambar 8.1)
maka nampak relevansi yang paralel. (1) Beriman kepada Allah SWT
berhubungan dengan spiritual yang juga merupakan bagian dari unsur rasa.
Menurut Mitroff dan Denton bahwa spiritual bersifat universal (Wirawan,
2009:20), termasuk spiritual dan perasaan mendalam terhadap sesuatu yang
dalam konteks penelitian ini merupakan kepekaan batin rasa pesse dan siri’. (2)
Memperkuat solidaritas sosial dan melindungi golongan lemah juga relevan
dengan unsur rasa siri’ na pesse. Solidaritas sosial merupakan perasaan haru
atau iba (pesse) yang muncul karena adanya problematika anggaran dan sosial
yang terjadi.
Selanjutnya, (3) Ikhlas dan jujur juga merupakan unsur nilai-nilai siri’ na
pesse yaitu lempu’. (4) Konsisten dan memiliki integritas pribadi merupakan
unsur nilai-nilai siri’ na pesse yaitu getteng dan warani. (5) Tidak sombong dan
tidak takabur merupakan nilai-nilai kearifan lokal. (6) Tabah dalam perjuangan
hidup untuk mempertahankan kembali dirinya berhubungan dengan unsur kinerja
karena terkait upaya untuk berkinerja. (7) Mampu memecahkan masalah secara
arif bijaksana tapi rasional berhubungan dengan unsur kinerja dan unsur
kesejahteraan. Memecahkan masalah merupakan upaya untuk mencapai kinerja
guna kesejahteraan bersama. (8) Berperilaku panutan terkait dengan unsur
harkat dan martabat. Panutan mengarah kepada apresiasi terhadap kinerja yang
dihasilkan sehingga mendapatkan kepercayaan dan pengakuan berupa
penghargaan (rewards) yang dapat meningkatkan harkat dan martabat.
172
Berangkat dari konsep yang dikemukakan H. Zakaria dan H. Sahidin
Halun, serta Lopa (1988) pada dasarnya memiliki persamaan yang relevan. Oleh
sebab itu, penganggaran berbasis siri’ na pesse seperti yang divisualisasikan
pada gambar 8.1 merupakan konsep yang dihasilkan dalam penelitian ini. Pada
unsur pertama yaitu rasa siri’ na pesse merujuk pada definisi pesse yang berarti
rasa haru atau empati atau simpati yang merupakan perasaan iba hati terhadap
suasana masyarakat ((Pelras, 2006:252) berlandaskan pada kemanusiaan yang
adil dan beradab (Farid, 2005:57). Dalam konteks ini unsur siri’ na pesse
menekankan pada unsur rasa (sense) atau kepekaan batin aktor.
Selanjutnya unsur nilai-nilai siri’ na pesse merujuk pada nilai-nilai yang
dianut aktor penyusun anggaran di antaranya tongeng, getteng, lempu’, adele’
dan nilai-nilai kearifan lokal lainnya (Rahman, 2002:66-67) yang dianggap
sebagai sistem nilai kultural dan kepribadian (Farid, 2005). Nilai-nilai siri’ na
pesse (kearifan lokal) tersebut merupakan nilai-nilai yang terinternalisasi dalam
diri aktor yang dipraktikkan dalam penyusunan anggaran.
Unsur berikutnya adalah kinerja anggaran, merujuk pada definisi siri’ yaitu
etos kerja (Geertz, 1973:126), kerja keras, dan berprestasi (Abu Hamid, 2005:8).
Kerja keras yang dimaksud adalah kesungguhan aktor dalam menyusun
anggaran agar benar-benar terarah dan dapat mencapai tujuannya. Sedangkan
berprestasi dimaksudkan adalah output yang dihasilkan dari penggunaan
anggaran.
Unsur kesejahteraan, merujuk pada hakikat siri’ yaitu hidup lebih
sejahtera atau asugireng73. Filosofi Bugis yang melatarbelakangi adalah “onrokko
mammatu-matu nopole’ marakae’ naia makkaluk”, yang artinya tinggallah
73Lawan katanya adalah kemiskinan yang oleh orang Luwu Timur dianggap sebagai siri’. Sejakdahulu orang-orang Bugis Makassar di kenal sebagai perantau karena salah satu alasannyamencari peruntungan (kesejahteraan).
173
bermalas-malas, lalu yang datang bergegas ialah yang melingkar atau berhasil
(Farid, 2005:42). Dalam konteks ini bahwa kesejahteraan itu adalah upaya dari
kerja keras yang hasilnya dinikmati baik individu maupun masyarakat luas.
Unsur harkat dan martabat, merujuk pada definisi siri’ yaitu harga diri
(Mattulada, 1984; Marzuki, 1995; dan Lopa, 2005). Menurut Hamid (2005:ii)
bahwa siri’ merupakan penilaian harga diri yang datang dari lingkungan sosial
atau eksistensi manusia di atas segala-galanya. Pandangan tersebut
menekankan pada harga diri (dignity) yang lahir dari penilaian dalam lingkungan
sosial.
Susunan struktur unsur pada konsep penganggaran siri’ na pesse
(sebagaimana pada gambar 8.1) didasarkan pada tiga hal. Pertama terletak
pada collect data berdasarkan kasus-kasus dalam lingkup penyusunan anggaran
dalam proses penganggaran. Kedua, terletak pada etimologi kosakata siri’ na
pesse itu sendiri yang didefinisikan mewakili unsur- unsur yang dibangun. Ketiga
berdasarkan pada keterkaitan antar unsur, di mana kelima unsur yang menyusun
konsep penganggaran siri’ na pesse memperlihatkan keterkaitan antara satu
dengan lainnya secara berkesinambungan sehingga membentuk suatu struktur
yang holistik.
Keterkaitan antara satu unsur dengan unsur lainnya merupakan suatu
mata rantai yang berkesinambugan. Diawali dari unsur rasa siri’ na pesse yang
dianggap basis atau landasan psikologis, unsur nilai-nilai siri’ na pesse
merupakan landasan operasional, unsur kinerja anggaran merupakan tujuan
operasional, kesejahteraan (masyarakat) merupakan sasaran operasional, serta
harkat dan martabat merupakan tujuan yang hendak dicapai dan dipahami
sebagai makna dari penyusunan anggaran berbasis siri’ na pesse.
174
Konsep penganggaran yang menekankan pada basis siri’ na pesse
dianggap sebagai pendorong munculnya nilai-nilai siri’ na pesse atau nilai-nilai
kearifan lokal. Selanjutnya anggaran yang disusun berdasarkan pada nilai-nilai
siri’ na pesse menghasilkan output baik dalam bentuk program fisik maupun
bukan fisik. Luaran (output) yang dihasilkan diarahkan pada sasarannya yaitu
kesejahteraan bersama bagi masyarakat luas. Pemenuhan rasa sejahtera yang
dinikmati masyarakat melahirkan kepercayaan dan pengakuan yang berujung
pada lahirnya harkat dan martabat. Capaian harkat dan martabat merupakan
tujuan utama dari penegakan siri’ na pesse yang dipahami sebagai makna dari
penyusunan anggaran berbasis siri’ na pesse. Berdasarkan pada bahasan
tersebut, maka konsep penganggaran siri’ na pesse merupakan konsep yang
berbasis pada kepekaan batin dan nilai-nilai kearifan lokal yang memandang
manusia sebagai insan yang memiliki harga diri dan berfungsi sebagai
pendorong pembangunan guna sejahteraan bersama dalam rangka mencapai
harkat dan martabat.
8.3 Ikhtisar
Dari hasil analisis dan pembahasan dalam bab ini, ditarik beberapa
simpulan. Pertama, berdasarkan data-data, baik primer yang merupakan hasil
pengamatan lapangan dan wawancara mendalam maupun sekunder berupa
dokumen-dokumen pendukung dan APBD, maka dihasilkan suatu konsep
penganggaran yang dalam konteks penelitian ini dinamakan Konsep
Penganggaran Siri’ na Pesse. Secara psikologi, konsep berfokus pada basis
kepekaan batin yaitu rasa siri’ na pesse. Rasa pesse merupakan toleransi
kebatinan yang muncul dari sensasi emosional aktor atas masalah-masalah
sosial yang terjadi di masyarakat. Rasa siri’ merupakan respon yang dihasilkan
175
aktor sebagai dorongan rasa pesse untuk melakukan tindakan anggaran agar
problematika yang dialami masyarakat dapat diatasi melalui alokasi anggaran
yang dituangkan dalam program dan kegiatan.
Kedua, penganggaran berbasis siri’ na pesse dibangun dari lima unsur,
yaitu rasa siri’ na pesse, nilai-nilai siri’ na pesse, kinerja anggaran,
kesejahteraan, serta harkat dan martabat. Kelima unsur tersebut merupakan satu
kesatuan yang memiliki karakteristik masing-masing.
Ketiga, terdapat lima karakteristik konsep penganggaran siri’ na pesse,
yaitu landasan psikologi yaitu penyusunan anggaran berdasarkan pada basis
kepekaan batin unsur rasa siri’ na pesse, landasan operasional yaitu
penyusunan anggaran berdasarkan pada basis nilai-nilai siri’ na pesse, tujuan
operasional yaitu penyusunan anggaran diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, sasaran operasional yaitu penyusunan anggaran diarahkan untuk
memenuhi kesejahteraan masyarakat, serta harkat dan martabat yaitu
penyusunan anggaran ditujukan untuk menegakkan siri’ na pesse.
Keempat, berdasarkan pada beberapa karakteristik dan unsur yang
dimiliki, maka penganggaran siri’ na pesse merupakan konsep yang berbasis
pada kepekaan batin dan nilai-nilai kearifan lokal yang memandang manusia
sebagai insan yang memiliki harga diri dan berfungsi sebagai pendorong
pembangunan guna sejahteraan bersama dalam rangka mencapai harkat dan
martabat.
176
BAB IX
KONSEP PENGANGGARAN SIRI’ NA PESSE: WAJAH BARU DI TENGAHSISTEM PENGANGGARAN KONVENSIONAL
Berbaiklah pada semua ... Orang terbaik diantara kalian adalah yang menguntungkanorang lain
Muhammad
9.1 Mukaddimah
Bab ini membahas dua subbab, yaitu karakteristik dan kelebihan konsep
penganggaran siri’ na pesse dengan sistem penganggaran konvensional serta
persamaan dan kelebihannya dengan anggaran berbasis kinerja yang digunakan
di Indonesia. Subbab pertama membahas tentang karakteristik-karakteristik yang
dimiliki konsep penganggaran siri’ na pesse, meliputi: landasan psikologi
(kepekaan batin), landasan operasional (nilai-nilai), tujuan operasional (output),
sasaran operasional (outcome), serta makna anggaran (harkat dan martabat).
Karakteristik-karakteristik yang dimiliki penganggaran siri’ na pesse membuat
konsep tersebut memiliki beberapa kelebihan dari sistem penganggaran
konvensional. Selain itu, penyajian bahasan pada subbab ini juga menampilkan
tabel yang memetakan kelebihan dan kekurangan dari masing-masing sistem
penganggaran tersebut.
Subbab kedua membahas tentang persamaan konsep penganggaran siri’
na pesse dengan anggaran berbasis kinerja yang sedang dipraktikkan di
Indonesia. Kesamaan terletak pada aspek teknis terutama yang berhubungaan
dengan konektivitas antara anggaran (input) dengan output, dan outcome. Selain
itu juga dibahas mengenai kelebihan penganggaran siri’ na pesse dengan
anggaran berbasis kinerja pada tataran transendental terutama yang terkait
dengan kepekaan batin, nilai-nilai kearifan lokal, dan prestise.
176
177
9.2 Karakteristik dan Kelebihan Konsep Penganggaran Siri’ na Pesse
Konsep penganggaran siri’ na pesse dibangun dari basis kepekaan batin.
Basis ini menekankan pada pendekatan sensitifitas rasa siri’ dan pesse yang
menempatkan manusia sebagai insan yang memiliki harga diri dan martabat
yang mesti dihormati sebagai sesama mahluk Tuhan (sipakatau). Penganggaran
siri’ na pesse merupakan konsep yang berbasis pada hal-hal yang bersifat
transendental. Basis tersebut terdapat pada unsur rasa siri’ dan pesse, nilai-nilai
yang dianut masyarakat setempat, dan prestise. Ketiga unsur tersebut
merupakan karakteristik yang dimiliki konsep penganggaran siri’ na pesse yang
membedakan dengan sistem penganggaran konvensional.
Penganggaran siri’ na pesse merupakan konsep yang secara teoretis
fungsinya sama dengan sistem penganggaran konvesnional sebagai alat dalam
proses penganggaran. Dalam sektor publik, dikenal beberapa sistem
penganggaran, diantaranya: line item budgeting, incremental budgeting, zero
based budgeting (ZBB), planning programmming and budgeting system,
performance budgeting, dan medium term budgeting framework (MTBF)
(Bastian, 2010; Mardiasmo, 2009; Angraini dan Puranto, 2010; dan Rahajeng,
2016). Di antara sistem penganggaran tersebut semuanya memiliki kelebihan
dan kelemahan masing-masing.
Penganggaran siri’ na pesse memiliki beberapa karakteristik yang
mewakili tiap-tiap unsur yang membangun konsepnya. Karakteristik-karakteristik
tersebut sebagai ciri-ciri yang dapat digunakan untuk membedakan dengan
sistem penganggaran konvensional, meliputi: landasan psikologi, landasan
operasional, tujuan dan sasaran operasional, serta makna anggaran. Tabel
berikut memvisualisasikan karakteristik-karakteristik tersebut.
178
Tabel 9.1 Karakteristik Konsep Penganggaran Siri’ na Pesse
No Karakteristik Unsur Substansi1. Landasan
Psikologis(Pemicu/Driven)
Rasa Siri’ na Pesse Anggaran disusun berdasarkankepekaan batin berbasis rasasiri’dan pesse
2. LandasanOperasional(Pemicu/Driven danProses)
Nilai-Nilai Siri’ naPesse
Penyusunan anggaran dilakukanbersandarkan nilai-nilai siri’ napesse seperti: tongeng, lempu,getteng, adele’ dan lalembatatarangtajo/siwolog polong
3. Tujuan Operasional(Output)
Kinerja Anggaran Anggaran disusun untuk memenuhikebutuhan masyarakat
4. SasaranOperasional(Outcomes)
Kesejahteraan Anggaran disusun untuk memenuhikebutuhan masyarakat
5. Prestise(Makna Anggaran)
Harkat dan Martabat Anggaran disusun untuk menegak-kan siri’ na pesse yang dimaknaisebagai harkat dan martabat
Tabel tersebut menunjukkan karakteristik-karakteristik pada konsep
penganggaran siri’ na pesse yang membedakan dengan sistem penganggaran
konvensional. Karakteristik-karakteristik tersebut merupakan ciri-ciri yang
mewakili tiap-tiap unsur yang membangun konsep tersebut. Pertama, landasan
psikologis yang menekankan pada penyusunan anggaran berbasis kepekaan
batin yaitu rasa siri’ dan pesse. Basis ini bereaksi dalam suasana batin ketika
aktor melihat atau menjumpai problematika anggaran dan sosial yang terjadi di
masyarakat. Karakter ini meletakkan sikap sipakatau (saling memanusiakan)
terhadap eksistensi manusia sebagai insan yang memiliki harga diri yang secara
fitrah hadir bersamaan dengan proses kelahirannya (QS. Rum:30 dan QS. At-
tin:4) yang seyogyanya diperlakukan sama laiknya dengan eksistensi manusia
pada umumnya. Jadi ciri dari karakteristik ini adalah kepekaan batin.
Kedua, landasan operasional penyusunan anggaran menekankan pada
nilai-nilai siri’ na pesse, meliputi: tongeng (kebenaran), lempu’ (kejujuran),
getteng (ketegasan), adele’ (keadilan), dan lalambate tarangtajo/siwolongpolong
(kerja sama). Nilai-nilai tersebut terinternalisasi dalam diri aktor secara holistis
179
dan dipraktikkan pada penyusunan anggaran. Ciri dari karakteristik ini terletak
pada tiap-tiap nilai tersebut.
Ketiga, tujuan anggaran menekankan pada output atau luaran yang
dihasilkan dari penggunaan anggaran yang berpihak kepada masyarakat (pro
poor). Keberpihakan tersebut terletak pada sufisiensi, yaitu kebutuhan dasar
sosial seperti layanan kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, serta
kebutuhan infrastruktur dasar diantaranya jalan, jembatan, irigasi, drainase, dan
sarana publik lainnya. Ciri dari karakteristik ini adalah keberpihakan kepada
masyarakat.
Keempat, sasaran anggaran difokuskan kepada pencapaian
kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan output yang dihasilkan dari
pengorbanan anggaran yang disusun ditingkat SKPD. Kesejahateraan
merupakan outcome yang diterima masyarakat, baik sebagai bentuk pertukaran
nilai atas partisipasinya dalam pembangunan (pajak, retribusi dan lain-lain)
maupun sebagai individu warga negara yang memiliki harga diri dan memiliki hak
yang sama dengan manusia lainnya dalam menikmati pembangunan. Ciri dari
karakteristik ini adalah keterpenuhan kebutuhan.
Kelima, prestise merupakan tujuan akhir dari proses penyusunan
anggaran yaitu menegakkan siri’ na pesse. Penyusunan anggaran dimaknai oleh
aktor sebagai harkat dan martabat yang merupakan prestise yang dicapai dari
etos kerja sehingga mendapatkan kepercayaan dan pengakuan dari masyarakat
dan atau pihak-pihak terkait pada level institusi. Ciri dari karakteristik ini ini
adalah kepercayaan dan pengakuan.
Secara konseptual, konsep penganggaran siri’ na pesse merupakan
sebuah tahapan yang terdiri dari input, proses, output, outcomes, dan prestise.
Tahapan input, meliputi kepekaan batin yang muncul dari sensitivitas rasa siri’ na
180
pesse dan bertindak sebagai pemicu atau pendorong (driven) bagi aktor dalam
penyusunan anggaran. Proses, merupakan eksistensi nilai-nilai siri’ na pesse
yang dipraktikkan aktor sehingga anggaran yang disusun mengarah kepada
pencapaian tujuan dan sasaran. Output merupakan sarana publik yang
dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Outcome merupakan
manfaat yang dirasakan masyarakat dari penggunaan output. Prestise
merupakan tahapan untuk mencapai harkat dan martabat yang dianggap
sebagai nilai paling esensi dalam menegakkan siri’ na pesse
Berdasarkan karakteristik-karakteristik yang dimiliki penganggaran siri’ na
pesse, maka terdapat beberapa kelebihan yang dimiliki konsep penganggaran
siri’ na pesse. Kelebihan-kelebihan tersebut terdapat pada tataran psilologis,
teknis, dan prestise. Pertama, pada tataran psikologis (non teknis) di mana
penyusunan anggaran berbasis pada kepekaan batin dan nilai-nilai siri’ na
pesse. Basis tersebut menekankan pada faktor psikologis karena terkait dengan
unsur rasa yang bersifat transendental, yaitu siri’ dan pesse. Unsur tersebut
memandang manusia sebagai insan yang memiliki harga diri yang eksistensinya
harus dihargai dan dihormati (sipakatau). Segala problematika anggaran dan
sosial yang dihadapi masyarakat menjadi fokus dari konsep ini yang harus
diakomodir melalui kebijakan dan tindakan anggaran.
Karakteristik penganggaran siri’ na pesse yang berfokus pada tataran
psikologis sehingga konsep ini dapat digunakan pada semua sistem
penganggaran konvensional sepanjang tidak berbenturan dengan aspek
teknisnya. Faktor psikologis yang khas karena mengadopsi kearifan lokal
merupakan salah satu nilai lebih dari konsep penganggaran siri’ na pesse yang
secara teoretis belum dimiliki oleh sistem penganggaran konvensional.
181
Kedua, pada aspek teknis, konsep penganggaran siri’ na pesse berfokus
pada output dan outcome. Anggaran disusun dengan memperbesar proporsi
belanja langsung guna membiayai berbagai program untuk memenuhi kebutuhan
dasar sosial dan insfrastruktur dasar kepada masyarakat. Hal ini merupakan
salah satu kelebihan yang dimiliki konsep penganggaran siri’ na pesse.
Sementara itu, pada beberapa sistem penganggaran konvensional hanya
berfokus pada sisi penerimaan dan pengeluaran dan penentuan besaran
anggaran tahun berikutnya74.
Fokus kepada kebutuhan masyarakat merupakan karakteristik aspek
teknis yang dimiliki konsep penganggaran siri’ na pesse. Hal tersebut didasarkan
bahwa anggaran yang dikelola oleh pemerintah bersumber dari masyarakat dan
sudah sewajarnya jika dikembalikan lagi kepada masyarakat. Artinya bahwa
eksistensi masyarakat dalam daerah diletakkan pada posisi yang harus dihargai
(sipakatau). Dalam pappaseng (pesan-pesan leluhur) Bugis dikatakan bahwa
“tau sipakatau, maseddi siri’ mappatettong pesse” yang artinya manusia saling
memanusiakan, menyatukan siri’ (malu/harga diri) menegakkan pesse
(solidaritas).
Pada sistim penganggaran konvensional, seperti line item budgeting,
penyusunan anggaran hanya didasarkan pada dan dari mana dana berasal dan
untuk apa dana tersebut digunakan (Bastian, 2010:194). Hal tersebut
menunjukkan bahwa fokus dari sistem ini terletak pada sisi penerimaan dan
pengeluaran. Aspek transendental belum menjadi perhatian utama yang harus
diadopsi dalam praktik penganggaran.
Demikian halnya pada incremental budgeting yang menekankan pada
pendapatan dan belanja yang memungkinkan dapat direvisi selama tahun
74Terjadi pada line item budgeting dan incremental budgeting
182
berjalan, sekaligus sebagai dasar penentuan usulan anggaran periode tahun
berikutnya (Bastian, 2010:196). Sistem ini bersifat incremental karena hanya
menambah dan atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang
sudah ada sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai
dasar untuk menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan tanpa
kajian mendalam (Mardiasmo, 2009:76).
Kedua sistem tersebut merupakan penganggaran tradisional karena
dianggap sudah lama dan memiliki banyak kelemahan. Kelemahan line item
budgeting terletak pada pengendalian yang hanya berfokus pada
administratifnya saja dan berorientasi pada input sehingga tidak memberikan
informasi tentang kinerja. Kelemahan lainnya terletak pada penetapan anggaran
melalui pendekatan incremental (kenaikan anggaran berdasarkan tahun
sebelumnya) sedangkan pada incremental budgeting sama dengan line item
budgeting (Bastian, 2010:195-196).
Sementara itu, zero base budgeting berfokus pada tiga prinsip. Ketiga
prinsip tersebut meliputi: a) anggaran diasumsikan dimulai dari nol, b) didasarkan
pada anggaran tahun berjalan bukan tahun lalu, c) item anggaran yang sudah
tidak relevan dan tidak mendukung pencapaian tujuan dapat dihilangkan pada
struktur tahun anggaran tahun berjalan, dan dimungkinkan untuk memunculkan
item anggaran baru dalam anggaran tahun lalu tidak ada (Anggarini dan Puranto,
2010:44). Lantaran sistem ini merupakan korektif dari sistem tradisional line item
budgeting dan incremental budgeting, sehingga penentuan besaran anggaran
tidak didasarkan pada peningkatan dari tahun sebelumnya tetapi diasumsikan
dimulai dari nol. Sistem ini juga hanya menekankan pada penentuan anggaran
pada saat penyusunan.Kelemahan sistem ini terletak pada prosesnya yang
memakan banyak waktu, terlalu teoretis, tidak praktis, membutuhkan banyak
183
biaya, menghasilkan banyak kertas kerja karena terkait dengan pembuatan paket
keputusan, cenderung menekankan manfaat jangka pendek dan membutuhkan
teknologi yang maju (Anggarini dan Puranto, 2016:45).
Selanjutnya adalah planning, programming, and budgeting system
(PPBS) merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada sistem yang
berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan utama pada alokasi
sumber daya berdasarkan analisis ekonomi (Anggarini dan Puranto, 2010:46).
Pemilihan alternatif berdasarkan manfaat paling besar dalam pencapaian tujuan.
Sistem ini lebih berorientasi pada output dan tujuan dan menunjukkan komitmen
dalam mengatasi problematika anggaran dan masyarakat secara khusus, namun
prosentasi proporsi anggaran tidak ditentukan sebagaimana pada konsep
penganggaran siri’ na pesse yang menekankan dominansi belanja langsung.
Kelemahan dari sistem PPBS adalah proses multikompleks dan memerlukan
banyak perhitungan serta analisis, memerlukan pengelola yang ahli dan memiliki
kualitas tinggi, dan terlalu kompleks baik teknis maupun praktis.
Kemudian performance based budgeting digunakan untuk mengukur
kinerja serta pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik (Anggarini dan
Puranto, 2010:44). Sistem ini merupakan proses perencanaan, pembuatan
program, dan penganggaran yang terkait dalam suatu sistem sebagai kesatuan
yang bulat dan tidak terpisah yang didalamnya terkandung identifikasi dan tujuan
organisasi serta permasalahan yang timbul (Bastian, 2010:202). Sistem ini sudah
lebih baik dari yang lainnya, namun komitmen anggaran kepada masyarakat
belum menjadi prioritas karena hanya menekankan sisi kinerja yang ingin
dicapai. Kelemahan sistem ini bahwa tidak semua kegiatan dapat
distandarisasikan. Kelemahan lainnya bahwa tidak semua kinerja diukur secara
184
kuantitatif dan tidak semua jelas mengenai pengambilan keputusan dan siapa
yang menanggung beban tersebut.
Berikutnya adalah medium term budgeting framework (MTBF) merupakan
kerangka strategi kebijakan tentang anggaran belanja unit organisasi. Kerangka
ini melimpahkan tanggung jawab yang lebih besar kepada unit organisasi
menyangkut penentuan alokasi dan penggunaan sumber dana pembangunan.
Mekanisme sistem ini terletak pada penetapan komponen anggaran berdasarkan
top down dan penyesuaian perkiraan anggaran biaya yang disesuaikan menurut
sumber daya yang tersedia. Secara teknis, sistem ini sudah baik karena
memenuhi unsur strategi anggaran dan alokasi penggunaan sumber dana
pembangunan yang tanggung jawabnya dilimpahkan ke unit organisasi, namun
proporsi besaran anggaran terhadap masyarakat tidak diatur. Kelemahan dari
sistem ini terletak pada kondisi suatu negara atau organisasi di mana kebijakan
fiskal dan kondisi sosial politik yang tidak stabil.
Berdasarkan pada beberapa karakteristik yang dianut pada sistem
penganggaran konvensional, maka berdasarkan pada aspek teknis, sistem
penganggaran siri’ na pesse secara konsep memiliki beberapa nilai lebih. Hal
tersebut karena sistem ini berorientasi kepada kebutuhan publik (kebutuhan
sufisiensi) sehingga anggaran yang disusun diarahkan untuk memenuhi
kepentingan masyarakat (output) guna mencapai kesejahteraan (outcomes)
bersama. Oleh sebab itu, ciri dari konsep penganggaran siri’ na pesse adalah
proporsi anggaran yang lebih besar kepada masyarakat melalui akun belanja
langsung. Hal tersebut mempertegas bahwa konsep penganggaran siri’ na pesse
meletakkan komitmen keberpihakan yang kuat kepada masyarakat yang lebih
luas (pro poor).
185
Ketiga, dari sisi prestise, penganggaran siri’ na pesse bertujuan
mencapai harkat dan martabat. Konsep ini tidak hanya melihat dari input yaitu
anggaran yang disusun pada tataran psikologis berbasis rasa siri’ na pesse dan
nilai-nilai kearifan lokal, atau pada tataran teknis yaitu menghasilkan output
berupa sarana publik dan outcome dalam mencapaian kesejahteraan, tetapi juga
pada tujuan akhir yaitu prestise. Pencapaian harkat dan martabat mempertegas
bahwa penyusunan anggaran merupakan sebuah proses dalam menegakkan
siri’ na pesse. Ketika siri’ na pesse sudah ditegakkan, maka pada
konsekuensinya juga berdampak pada terciptanya prestise, yaitu harkat dan
martabat.
Jika merujuk pada substansi penganggaran siri’ na pesse yang berfokus
pada unsur-unsur transendental membuat konsep tersebut lebih bersifat fleksibel
secara operasional. Hal tesebut karena konsep ini dapat diterapkan pada setiap
sistem penganggaran konvensional, baik pada line item budgeting, incremental
budgeting, zero base budgetinng, planning programming and budgeting
framework, planning programming and budgeting framework, dan terlebih pada
budgeting performance yang secara teknis memiliki kesamaan dengan
penganggaran siri’ na pesse.
186
Tabel 9.2 Jenis, Substansi, dan Penilaian Sistem Penganggaran (Hasil Penelitian dan Bastian, 2010)
No Jenis Substansi Kelebihan Kelemahan
1. Siri’ na PesseBudgeting
Penyusunan anggaran didasarkan pada aspektransedental, yaitu kepekaan batin berbasisunsur rasa siri’ na pesse (input) dan nilai-nilaikearifan lokal (operational), yang memandangmanusia sebagai insan yang memiliki hargadiri yang harus diberdayakan melalui programuntuk memenuhi kebutuhan masyarakat(output) guna kesejahteraan bersama(outcome) dalam rangka mencapai harkat danmartabat (prestice).
1. Mudah diterapkan karena berbasis transen-dental dan tidak membutuhkan pengetahuanyang kompleks.
2. Dapat diterapkan di setiap daerah karenaberbasis kearifan lokal (nilai-nilai)
3. Anggaran (input) berorientasi ke masyarakat(output) sehingga dapat mengatasi problema-tika anggaaran dan sosial (outcome).
4. Dapat diparalelkan dengan sistem pengang-garan konvensional.
5. Pendorong pembangunan karena anggarandimaknai sebagai harkat dan martabat.
Masih bersifat konsep
2. Line ItemBudgeting
Penyusunan anggaran didasarkan pada dandari mana dana berasal (pos-pos penerimaan)dan untuk apa dana tersebut digunakan (pos-pos pengeluaran)
Relatif mudah menelusurinya dan mengamankankomitmen diantara partisipan sehingga dapatmengurangi konflik.
1.Pengendalian berfokus padaadministratifnya saja dan ber-orientasi pada inputsehinggatidak memberikaninformasi kinerja.
2.Penetapan anggaran pada pen-dekatan incremental
3. IncrementalBudgeting
Sistem anggaran belanja dan pendapatanyang dapat direvisi selama tahun berjalansekaligus sebagai dasar penentuan usulananggaran periode tahun akan dating
Kemampuan mengatasi rumitnya proses penyu-sunan anggaran, tidak memerlukan pengetahuanyang terlalu rumit dalam memahami program-program baru, dan dapat mengurangi konflik
Seperti pada sistem line itembudgeting
4. Zero BaseBudgeting (ZBB)
Sistem yang menghilangkan incrementalismdan line item karena anggaran diasumsikanmulai dari nol (zero base). ZBB tidakberpatokan pada anggaran tahun lalu untukmenyusun anggaran tahun ini, namunpenentuan anggaran dimulai dari hal barusama sekali
Muncul unit keputusan yang menghasilkanberbagai paket alternatif anggaran yang dibuatsebagai motivasi bagi terciptanya anggaranorganisasi yang lebih responsif terhadapkebutuhan masyarakat dan fluktuasi anggaran
Membutuhkan banyak kertas kerjadata, serta menuntut penerapansistem manajemen informasi yangcukup canggih.
187
No Jenis Konten Kelebihan Kelemahan
5. PlanningProgrammingBudgeting System(PPBS)
Proses perencanaan, pembuatan program,dan penganggaran yang terkait dalam suatusistem sebagai kesatuan yang bulat dan tidakterpisah yang didalamnya terkandung iden-tifikasi dan tujuan organisasi serta permasa-lahan yang timbul
1. Menggambarkan tujuan organisasi yang lebihnyata,
2. Menghindarkan pertentangan dan over-lapingprogram, serta mewujudkan sinkronisasi danintegrasi antar aparat organisasi dalam prosesperencanaan, dan
3. Alokasi sumber daya yang lebih efisien danefektif berdasarkan analisis biaya manfaatuntuk mencapai tujuan
1.Merupakan proses multikom-pleks dan memerlukan banyakperhitungan serta analisis
2.Memerlukan pengelola yang ahlidan memiliki kualitas yang tinggi
3.Terlalu kompleks, baik secarateknis maupun praktis
6. PerformanceBudgeting
Sistem penganggaran yang berorientasi padaoutput organisasi dan berkaitan erat denganvisi, misi, serta rencana strategis organisasi.Sistem ini mengalokasikan sumber daya keprogram bukan ke unit organisasi semata danmemakai pengukuran output sebagai indikatorkinerja organisasi
1. Memungkinkan pendelegasian wewenang kedalam pengambilan keputusan,
2. Merangsang partisipasi dan memotivasi unitkerja melalui proses pengusulan dan peni-laian anggaran bersifat faktual,
3. Membantu fungsi perencanaan dan mem-pertajam pembuatan keputusan,
4. Memungkinkan alokasi dana secara optimaldengan didasarkan efisiensi unit kerja, dan
5. Menghindarkan pemborosan.
1.Tidak semua kegiatan dapatdistandarisasikan
2.Tidak semua kinerja diukursecara kuantitatif
3.Tidak semua jelas mengenaisiapa pengambilan keputusandan siapa yang menanggungbeban keputusan tersebut.
7. Medium TermBudgetingFramework(MTBF)
Kerangka strategi kebijakan tentang anggaranbelanja unit organisasi. Kerangka ini melim-pahkan tanggung jawab yang lebih besarkepada unit organisasi menyangkut penen-tuan alokasi dan penggunaan sumber danapembangunan. Mekanisme MTBF menetap-kan komponen anggaran berdasarkan topdown dan penyesuaian perkiraan anggaranbiaya disesuaikan menurut sumber daya yangtersedia
Banyaknya peluang yang tidak bisa digunakankarena pendekatan yang menyeluruh. Dalampendekatan sektoral, kebijakan penggunaansumber daya secara sektoral dapat dilakukandalam konteks perencanaan serta alokasi sumberdaya dan sistem anggaran secara keseluruhan.Akibatnya pendekatan ini lebih sektoral akanmenyeimbangkan pelaksanaan kebijakan dalamsumber daya di level sektoral serta lintas sektoral.Jadi berbagai peluang dapat dimanfaatkan olehagen di sektor sektoral terkait.
Pendekatan MTBF tergantungpada kondisi suatu negara atauorganisasi. Kebijakan fiskal dansosial politik yang tidak mendu-kung merupakan bagian darikelemahan penerapan sistem ini.
216
Pada tabel tersebut dengan jelas memaparkan konsep penganggaran siri’
na pesse dan sistem penganggaran konvensional pada tataran substansi,
kelebihan, dan kelemahan masing-masing. Keberadaan konsep penganggaran
siri’ na pesse telah memberikan tempat tersendiri dalam sistem penganggaran
konvensional. Pada sistem penganggaran konvensional lebih menekankan pada
aspek teknis, sedangkan konsep penganggaran siri’ na pesse lebih berfokus ke
aspek transendental.
9.3. Konsep Penganggaran Siri’ na Pesse dan Anggaran Berbasis Kinerja:Antara Persamaan dan Perbedaan
Konsep penganggaran siri’ na pesse dan anggaran berbasis kinerja
merupakan dua alat penganggaran yang memiliki persamaan dan perbedaan.
Anggaran berbasis kinerja merupakan sistem yang diadopsi Pemerintah
Indonesia berdasakan UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Anggarini dan Puranto, 2010:25). Sebelum reformasi sektor publik diluncurkan,
pengelolaan keuangan memiliki banyak kelemahaman (Nasution, 2009:8).
Sistem penganggaran yang selama ini digunakan dianggap tidak lagi relevan
dalam menjawab perubahan jaman yang sedang berlangsung.
Output dari regulasi tersebut merekomendasikan penggunaan anggaran
berbasis kinerja dalam penyusunan anggaran dengan penekanan pada
pertanggungjawaban tidak terbatas pada alokasi input saja tetapi juga turut
mempertimbangkan output dan outcome (Halim dan Damayanti, 2007:iv). Secara
konseptual, budgeting reform menyiratkan adanya perubahan dari anggaran
tradisional (traditionnal budgeting) ke anggaran berbasis kinerja (performance
budgeting). Hal tersebut didasarkan pada karakteristik sistem penganggaran line
217
item budgeting dan incremental budgeting yang lebih menekankan pada sisi
penerimaan dan pengeluaran saja serta penentuan proporsi besaran anggaran
tahun berikutnya berdasarkan tahun sebelumnya.
Jika dilihat dari aspek teknis operasional, maka terdapat persamaan
antara konsep penganggaran siri na pesse dengan anggaran berbasis kinerja
yang dianut Indonesia. Persamaan tersebut terdapat pada sisi aspek teknisnya,
di mana antara kedua alat penganggaran tersebut sama-sama menekankan
pada hubugan antara input, output, dan outcome. Pada konsep penganggaran
siri’ na pesse, anggaran yang disusun difokuskan untuk pencapaian output yang
dibutuhkan masyarakat berdasarkan capaian target-target yang ditentukan
dengan sasaran adalah kesejahteraan masyarakat (outcomes).
Hal sama juga dianut pada anggaran berbasis kinerja di mana anggaran
yang disusun juga dihubungkan antara input, output, dan outcome (Halim dan
Damayanti, 2007:iv dan ). Dalam PP No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, pasal 39 menekankan pada sistem anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil kinerja (output) dari perencanaan
alokasi biaya (input) yang telah ditetapkan. Memperhatikan karakteristik yang
dimiliki kedua alat penganggaran tersebut, maka persamaan terletak pada aspek
teknis yaitu menghubungkan antara input ke output dan outcomenya.
Selain dilihat pada sisi persamaannya, kedua alat penganggaran tersebut
juga memiliki perbedaan. Perbedaan yang mendasar yang dimiliki sistem
anggaran berbasis kinerja yaitu tidak memfokuskan pada unsur transendental
dan prestise. Jadi anggaran yang disusun lebih menekankan pada jumlah
anggaran (input) hubungannya ke output dan outcomenya sehingga tidak ada
jaminan keberpihakan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, postur APBD yang
218
dihasilkan tidak mengukur proporsi belanja langsung terhadap belanja tidak
langsung, tetapi anggaran tersebut memenuhi value for money yaitu ekonomis,
efisien, dan efektif sehingga dapat mencapai output dan outcomenya.
Penyusunan anggaran yang berbasis pada transendental (input)
menekankan pada unsur kepekaan batin yang menggugah rasa siri’ dan pesse
serta nilai-nilai lokal sehingga mendorong aktor memprioritaskan alokasi
anggaran pada program-program yang berpihak kepada masyarakat. Begitupun
dari sisi prestise, bahwa upaya untuk mencapai harkat dan martabat sebagai
wujud motivasi dalam meningkatkan etos kerja guna berpestasi, yaitu mencapai
output dan outcome. Sementara itu, pada sistem anggaran berbasis kinerja
berfokus pada hubungan antara input, output, dan outcome tanpa melihat dari
sisi prestise. Dalam hal ini, anggaran berbasis kinerja lebih menekankan pada
penggunaan anggaran (input) untuk selalu berusaha pemperhatikan setiap
rupiah yang diperoleh dan yang digunakan (Halim dan Damayanti, 2007:v).
Tabel 9.3. Persamaan dan Perbedaan antara Konsep Penganggaran Siri naPesse dengan Anggaran Berbasis Kinerja
Sistem Anggaran Persamaan Perbedaan
Siri’ na Pesse Aspek Teknis1. Output, anggaran berfokus pada
pemenuhan kebutuhan masya-rakat melalui program dan kegia-tan. Tolok ukur kinerja adalahpencapaian hasil berdasarkantarget. Wujud output berupakebutuhan dasar sosial dankebutuhan infrastruktur dasar.
2. Outcomes, anggaran yang disu-sun benar-benar mencerminkanoutput yang dibutuhkan olehmasyarakat supaya dapat dinik-mati secara luas untuk memenu-hi kesejahteraan bersama.
Unsur PsikologisAnggaran disusun berdasarkankepekaan batin yaitu denganmengedepankan unsur ras siri’dan pesse. Sementara input darisisi penerimaan anggaran diang-gap bersifat teknis yang dapatdiupayakan dengan memper-hatikan potensi yang ada danketerbatasan yang dimiliki.Unsur PrestiseAnggaran disusun untuk mene-gakkan siri’ na pesse (harga diri)guna mencapai harkat danmartabat.
Berbasis Kinerja Aspek TeknisMenekankan pada keterkaitanantara anggaran (input) yangdijabarkan dalam program dan
Secara formal, regulasi tidakmengatur aspek psikologis dankearifan lokal. Anggaran berbasiskinerja lebih berfokus pada input
219
kegiatan dengan hasil yang dicapai(output) dan outcome.
(anggaran) yang dihubungkan keoutput dan outcome gunamemenuhi value for money.
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa penganggaran siri’ na pesse
dapat diterapkan pada anggaran berbasis kinerja. Hal tersebut didasarkan pada
aspek teknis di mana keduanya menekankan pada keterhubungan antara input,
output, dan outcome. Penganggaran siri’ na pesse memandang output terkait
dengan kinerja yang dihasilkan dari penggunaan anggaran berdasarkan target
yang ditentukan dan outcome terkait dengan manfaat yang dinikmati oleh
masyarakat. Artinya bahwa anggaran yang disusun diarahkan untuk memenuhi
aspek sufisiensi, yaitu memenuhi kebutuhan dasar sosial dan kebutuhan
infrastruktur dasar yang memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, maka pada dasarnya penganggaran siri’ na pesse
dapat diterapkan pada anggaran berbasis kinerja.
Perbedaan mendasar pada kedua alat penganggaran tersebut terletak
pada sisi input khususnya yang terkait dengan unsur transendental yaitu
kepekaan batin berupa rasa siri’ na pesse dan nilai-nilai kearifan lokal yang
dianut, serta tujuan akhir dari penyusunan anggaran yaitu pencapaian prestise
harkat dan martabat. Ketiga unsur tersebut secara tekstual formalitas tidak diatur
secara teoretis maupun dalam regulasi terkait pengelolaan keuangan negara di
Indonesia. Jadi anggaran berbasis kinerja secara teoretis, kebijakan, dan empiris
merupakan sistem penganggaran yang memusatkan perhatian pada aspek
teknis belaka.
Berdasarkan karakteristik yang dimiliki, maka konsep penganggaran siri’
na pesse merupakan soft concept karena menekankan pada kepekaan batin,
nilai-nilai kearifan lokal, dan prestise. Oleh sebab itu, jika mengacu pada
substansi yang dimiliki, maka penganggaran siri’ na pesse dapat
220
diimplementasikan pada semua sistem penganggaran konvensional dengan
asumsi: ada komitmen dari pihak-pihak yang berkompoten, secara teknis
anggaran difokuskan pada kebutuhan aspek sufisiensi yaitu memenuhi kebuhan
dasar sosial dan kebutuhan infrastruktur dasar, dan ketiga mengadopsi kearifan
lokal masyarakat setempat.
9.4. Ikhtisar
Berdasarkan pada pembahasan tersebut, beberapa hal yang dapat
disimpulkan. Pertama, konsep penganggaran siri’ na pesse memiliki
karakteristik-karakteristik yang membedakan dengan sistem penganggaran
konvensional, yang meliputi: landasan psikologi, landasan operasional, tujuan
dan sasaran anggaran, serta prestise.
Kedua, kelebihan konsep penganggaran siri’ na pesse terletak pada
aspek transendental, yaitu pada unsur psikologi, nilai-nilai kearifan lokal, dan
prestise. Ketiga aspek transendental tersebut merupakan tahapan input, proses,
dan tujuan konsep. Unsur psikologi merupakan tahapan input, yaitu anggaran
yang disusun berdasarkan pada kepekaan batin yang berfungsi sebagai pemicu
atau pendorong (driven). Pada tahapan ini, anggaran yang dihasilkan merupakan
dorongan dari unsur rasa siri’ dan rasa pesse yang dimiliki aktor. Selanjutnya
unsur nilai-nilai siri’ na pesse merupakan tahapan proses, yaitu nilai-nilai yang
dipraktikkan aktor dalam menyusun anggaran untuk menghasilkan sarana publik
guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Sementara itu, prestise merupakan
tahapan tujuan konsep yaitu upaya untuk menegakkan siri’ na pesse dalam
rangka mencapai harkat dan martabat.
221
Ketiga, persamaan konsep penganggaaran siri’ na pesse dengan
anggaran berbasis kinerja yang diterapkan di Indonesia terletak pada koneksitas
antara anggaran (input), output, dan outcame. Sementara perbedaan mendasar
lerletak pada komitmen anggaran antara keduanya. Konsep penganggaran siri’
na pesse menitikberatkan anggaran pada kebutuhan masyarakat melalui
program-program yang tertuang dalam belanja langsung, sedangkan anggaran
berbasis kinerja bersifat kondisional. Artinya bahwa pada konsep penganggaran
siri’ na pesse memiliki proporsi anggaran belanja langsung yang lebih besar
untuk membiayai kebutuhan masyarakat seperti kebutuhan dasar sosial dan
infrasturktur dasar.
222
BAB X
SIMPULAN, IMPLIKASI, UNSUR KETERBARUAN,KETERBATASAN, DAN PENELITIAN LANJUTAN
ان جـآءكم فاسق بـنبا فتبینـوا أن تصبـوا قومـا بجھالـة ما فعلتـم نـدمیـن فتصبحـوا على
... jika datang seorang ... kepadamu membawainformasi, maka tangguhkanlah (hingga kamumengetahui kebenarannya) agar tidak menye-babkan kaum berada dalam kebodohan (kehan-curan) sehingga kamu menyesal terhadap apayang kamu lakukan.
QS. Al Hujarat:6
10.1 Simpulan Utama
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data empirik yang telah
diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka simpulan utama dalam penelitian ini
sebagai berikut.
1. Konsep penganggaran siri’ na pesse dibangun dari lima unsur, yaitu rasa
siri’ na pesse, nilai-nilai kearifan lokal, kinerja anggaran, kesejahteraan,
serta harkat dan martabat.
a. Unsur rasa siri’ na pesse, lahir dari kepekaan batin yaitu rasa siri’ dan
pesse atas problematika anggaran dan sosial yang dialami
masyarakat. Siri’ dan pesse merupakan sensitifitas yang dirasakan
aktor ketika terjun ke lapangan untuk mengamati kondisi yang dialami
masyarakat sebagai dasar dalam menyusun anggaran.
b. Unsur nilai-nilai siri’ na pesse merupakan nilai-nilai yang dipraktikkan
aktor pada saat menyusun anggaran. Nilai-nilai tersebut meliputi:
tongeng, lempu’, getteng, adele’ dan lalambate tarangtajo atau
siwolong polong.
194
223
1) Tongeng (kebenaran) merupakan tindakan kepatuhan terhadap
kebijakan, prosedur, dan aturan yang berlaku dan senantiasa
menghindari setiap bentuk tindakan inkonstitusional. Nilai ini
dibangun dalam dua prinsip, yaitu bertanggung jawab dan acca
(kecerdasan). Bertanggung jawab berhubungan dengan tindakan
operasional bahwa anggaran yang disusun berdasarkan pada
landasan formal berupa kebijakan, prosedur, dan aturan yang
berlaku. Bentuk pertanggungjawaban penyusunan anggaran
adalah lahirnya RKA SKPD. Acca (kecerdasan/kepintaran)
merupakan kemampuan aktor dalam memahami kebijakan,
prosedur, dan aturan sehingga anggaran yang dibuat dapat
dituangkan dalam RKA dan dipertanggungjawabkan secara legal
formal berdasarkan aturan. Salah satu wujud acca dalam
penyusunan anggaran adalah penentuan harga satuan
berdasarkan daftar harga yang dikeluarkan dinas koperindag
sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 105 tahun 2000
tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
2) Lempu’ (kejujuran) merupakan tindakan objektif dalam menyusun
anggaran berdasarkan sumber dokumen yang telah ditetapkan.
Dua prinsip dasar yang dianut dalam menegakkan nilai lempu’,
yaitu objektif dan amanah. Objektif yaitu penyusunan anggaran
harus berdasarkan pada dokumen sumber baik yang bersifat top
down maupun bottom up dan sumber-sumber yang
mendukungnya. Dokumen sumber yang bersifat top down meliputi
RPJPD, RPJMD, RKPD, dan KUA-PPAS, sedangkan yang bersifat
224
bottom up adalah hasil Musrenbang. Secara teknis, saat
menentukan besaran nilai anggaran pada setiap program dan
kegiatan, aktor mengacu pada daftar harga yang dikeluarkan oleh
pemerintah (dinas koperindag) dan pagu anggaran yang tertuang
dalam PPAS. Jadi penyusunan anggaran berdasarkan pada
dokumen sumber menunjukkan anggaran disusun secara objektif.
Sementara itu, pinsip amanah merupakan tindakan kepatuhan
untuk senantiasa berpegang pada dokumen sumber agar anggaran
yang disusun tetap berada dalam koridor legal formal.
3) Getteng (ketegasan) merupakan sikap komitmen mempertahankan
tongeng (kebenaran) dan lempu’ (kejujuran) serta berani (warani)
mengambil keputusan dan menanggung konsekuensi yang
dihasilkan. Nilai ini dibangun dalam dua prinsip, yaitu komitmen
dan warani (berani). Komitmen yaitu konsisten menegakkan
tongeng (kebenaran) dan lempu’ (kejujuran) dalam menyusun
anggaran. Komitmen ini berupa konsistensi mematuhi seluruh
kebijakan, prosedur, dan aturan yang berlaku dalam menyusun
anggaran. Warani (berani) merupakan kemampuan merealisasikan
tongeng dan lempu’ dengan segala konsekuensi yang timbul dan
menolak setiap intervensi negatif dari pihak-pihak berkepentingan.
4) Adele’ (keadilan) merupakan tindakan pendistribusian anggaran
secara proporsional pada setiap jajaran dalam SKPD secara wajar
dan proporsional. Keadilan ini terbagi dua, yaitu keadilan eksistensi
dan keadilan kewajaran. Keadilan eksistensi merupakan keadilan
distribusi anggaran yang didapatkan unit kerja dalam jajaran
225
SKPD, seperti unit Puskesmas karena eksistensinya dalam
melayani masyarakat. Artinya bahwa ketika Puskesmas secara
legal formal telah terdaftar, maka pada tahun berikutnya berhak
mendapatkan porsi anggaran dalam besaran tertentu. Selanjutnya
keadilan kewajaran merupakan keadilan dalam distribusi anggaran
yang didapatkan tiap unit kerja dalam SKPD seperti pada
Puskesmas. Besarnya anggaran yang didapatkan tiap unit
Puskesmas berdasarkan pada alasan situasi. Artinya bahwa
distribusi anggaran diberikan berdasarkan alasan-alasan yang
melekat pada unit Puskesmas, seperti: luas wilayah, cakupan
penerima manfaat, jarak dari pusat layanan kesehatan, dan
sebagainya. Seperti halnya pada puskesmas Malili mendapatkan
proporsi anggaran yang lebih besar dari Puskesmas Mangkutana.
5) Lalambate tarangtajo/siwolong polong (kerja sama) merupakan
semangat bekerja sama dalam mencapai tujuan dan sasaran
anggaran dengan mengoptimalkan potensi yang dimiliki dan
menyiasati keterbatasan yang dihadapi. Nilai ini diwujudkan dalam
bentuk kerja sama dengan melibatkan seluruh jajaran dalam
lingkup SKPD dan pihak ekternal. Di tingkat Puskesmas, anggaran
disusun dengan melibatkan kepala Puskesmas, tata usaha, dan
bidang-bidang yang terkait. Prinsip yang dibangun pada nilai ini
adalah semangat yang tinggi dalam mendorong lahirnya kreativitas
berupa ide-ide guna menyiasati keterbatasan anggaran dan
mengoptimalkan kemampuan atau potensi yang ada. Salah satu
wujud nilai ini yaitu kerja sama yang dibangun Puskesmas
226
Wasuponda dalam menyukseskan program pemberantasan jentik
DBD dengan melibatkan PT. Vale, kepada desa, dan masyarakat
sekitar. Alhasil, anggaran yang terbatas pada APBD dapat disiasati
sehingga cakupan wilayah proram mengkaver seluruh kabupaten.
c. Unsur kinerja anggaran merupakan output yang dihasilkan berupa
pogram fisik dan non fisik berdasarkan capaian target-target yang
ditentukan. Program fisik merupakan kebutuhan infrastruktur dasar
masyarakat meliputi jalan, jembatan, irigasi, drainase, sarana
kesehatan dan fasilitas lainnya, sedangkan program non fisik
merupakan kebutuhan dasar sosial meliputi layanan kesehatan,
pemberdayaan ekonomi, penguatan kelembagaan, dan sebagainya.
d. Unsur kesejahteraan merupakan kenikmatan batin dan fisik yang
dirasakan masyarakat secara luas dari penggunaan output yang
dihasilkan dari penggunaan anggaran.
e. Unsur harkat dan martabat, lahir dari kepercayaan dan pengakuan
pada tataran internal dan eksternal. Pada tataran internal,
kepercayaan dan pengakuan datang dari lingkungan dalam
pemerintah, sedangkan pada tataran eksternal datang dari
masyarakat, antar pemerintah, maupun dari pihak institusi, baik
secara formal dan informal.
3. Konsep penganggaran siri’ na pesse merupakan konsep yang berbasis
pada kepekaan batin dan nilai-nilai kearifan lokal yang memandang
manusia sebagai insan yang memiliki harga diri dan berfungsi sebagai
pendorong pembangunan guna sejahteraan bersama dalam rangka
mencapai harkat dan martabat.
227
4. Perbedaan konsep penganggaran siri’ na pesse dengan sistem
penganggaran konvensional terlatak pada basis transendental yang
menganut unsur kepekaan batin rasa siri’ dan pesse, nilai-nilai kearifan
lokal, serta prestise yaitu harkat dan martabat. Berdasarkan hal tersebut,
maka kelebihan konsep penganggaran siri’ na pesse yaitu: mudah
diterapkan karena berbasis transendental dan tidak membutuhkan
pengetahuan yang kompleks, dapat diterapkan di setiap daerah karena
berbasis kearifan lokal (nilai-nilai), anggaran (input) berorientasi ke
masyarakat (output) sehingga dapat mengatasi problematika anggaaran
dan sosial (outcome), dapat diparalelkan dengan sistem penganggaran
konvensional, dan sebagai pendorong pembangunan karena anggaran
dimaknai sebagai harkat dan martabat.
10.2. Implikasi Penelitian
Tulisan ini diharapkan memiliki implikasi-implikasi positif baik secara
praktis dalam penyusunan anggaran SKPD, implikasi kebijakan dalam tataran
Pemerintah Daerah Luwu Timur, maupun implikasi terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan melalui riset-riset bidang akuntansi publik terkhusus pada
penganggaran daerah berbasis kearifan lokal.
10.2.1. Implikasi Praktis
Penelitian ini merekomendasikan agar dalam proses penyusunan
program, kegiatan, dan anggaran terkhusus di tingkat SKPD Luwu Timur supaya
dapat mempertimbangkan penggunaan konsep penganggaran siri’ na pesse.
Kelebihan dari konsep ini karena berbasis transendental sehingga mudah
diterapkan pada setiap sistem penganggaran yang bersifat teknis. Secara
228
konseptual, penganggaran siri’ na pesse menekankan pada landasan psikologis
yaitu berbasis rasa, landasan operasional berbasis nilai, dan meletakkan sasaran
anggaran berbasis sipakatau (saling memanusiakan) yaitu kesejahteraan
masyarakat.
Berdasarkan landasaran psikologis, anggaran disusun berbasis rasa siri’
na pesse yang lahir dari kepekaan batin atas problematika anggaran dan sosial
yang dihadapi masyarakat. Proses penyusunannya berbasis nilai dan
mengedepankan unsur sipakatau (humanis) sebagai sasaran anggaran.
Anggaran yang telah dihasilkan yang tertuang dalam APBD, selanjutnya
dialokasikan ke masyarakat masyarakat berkebutuhan dan publik secara luas.
Output yang dihasilkan berdasarkan target-target yang telah ditentukan
merupakan kinerja yang dihasilkan (kinerja anggaran) yang pada akhirnya
dinikmati manfaatnya oleh masyarakat berkebutuhan secara khusus dan dan
publik secara umum. Pelayanan yang diberikan pemerintah yang dinikmati publik
membuat masyarakat menjadi sejahtera. Kesejahteraan inilah yang melahirkan
kepercayaan dan pengakuan kepada aktor penyusun anggaran maupun kepada
institusi Pemerintah Kabupaten Luwu Timur sehingga mendapatkan predikat
harkat dan martabat sebagai wujud dari menegakkan siri’ na pesse. Inilah esensi
dari konsep penganggaran siri’ na pesse.
Secara legal formal, konsep penganggaran siri’ na pesse pada dasarnya
memiliki relevansi dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) 2005-2025 Kabupaten Luwu Timur. Dalam visi termaktub bahwa
Kabupaten Luwu Timur yang maju melalui pembangunan berkelanjutan dengan
berdasarkan nilai agama dan budaya. Nilai budaya yang dimaksud meliputi
aspek rasa siri’ na pesse dan nilai-nilai kearifan lokal. Pada dasarnya konsep
229
penganggaran siri’ na pesse tidak hanya dapat diimpelentasikan di Kabupaten
Luwu Timur tetapi juga di daerah lain. Konsep ini dapat juga diimplementasikan
pada level korporat di perusahaan-perusahaan yang berorientasi profit.
10.2.2 Implikasi Kebijakan
Pemerintah Kabupaten Luwu Timur merupakan organisasi pemerintah
yang memegang wewenang dalam membuat kebijakan-kebijakan untuk
diimplementasikan dalam jajaran unit kerja yang ada. Sehubungan dengan hal
tersebut, hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam membuat kebijakan-
kebijakan yang tertuang dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah
dan proses penyusunan program, kebijakan, dan anggaran. Hal tersebut
didasarkan pada relevansi antara proses penyusunan anggaran dengan konsep
penganggaran siri’ na pesse yang dihasilkan dalam penelitian ini.
Relevansi itu terdapat pada beberapa hal, di antaranya kondisi religiusitas
aktor dalam penganggaran, kepekaan terhadap kondisi sosial masyarakat,
konvergensi nilai-nilai lokal dalam rutinitas keseharian, upaya untuk berkinerja,
harapan terhadap kesejahteraan, dan komitmen menegakkan siri’ na pesse
(harkat dan martabat). Hal-hal semacam itu berbanding lurus dengan konsep
yang dihasilkan dalam penelitian ini.
10.2.3 Implikasi Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini memberikan implikasi terhadap
pengembangan landasan teori terutama yang terkait dengan penganggaran
sektor pemerintahan. Teori-teori tentang penganggaran konvensional dan sistem
baru yang dikenal dengan new public management sudah banyak dibahas para
ahli di beberapa literatur. Hasil penelitian ini setidaknya memberikan kontribusi
230
dengan warna tersendiri yang unik dan khas karena konsep ini disusun berbasis
siri’ na pesse atau nilai-nilai kearifan lokal.
Kontribusi teoretis yang disumbangkan dari hasil penelitian ini adalah
hadirnya konsep penganggaran siri’ na pesse. Konsep ini melengkapi konsep
dan sistem penganggaran publik yang telah ada sebelumnya yang juga pernah
eksis secara bergantian di gunakan, khususnya di Indonesia.
10.3. Unsur-Unsur Kebaruan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka terdapat beberapa unsur
kebaruan yang dihasilkan dari penelitian ini. Pertama, penganggaran siri’ na
pesse merupakan konsep yang bersifat holistik karena menganut pada
pendekatan aspek transendental, kearifan lokal, dan teknis. Konsep ini tidak
hanya melihat anggaran pada besaran angka-angka, melainkan juga pada aspek
transendental dan kearifan lokal. Konsep ini dibangun dari lima aspek, yaitu rasa
siri’ na pesse, nilai-nilai kearifan lokal, kinerja anggaran, kesejahteraan, serta
harkat dan martabat. Kelima aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang
utuh. Keberhasilan implementasi dari konsep ini jika seluruh aspek tersebut
dapat berfungsi dengan baik. Unsur kebaruan dari aspek pertama terletak pada
landasan psikologis dan operasional yang berbasis rasa siri’ na pesse dan nilai-
nilai kearifan lokal. Selama ini, penelitian terkait dengan siri’ na pesse lebih
banyak ditemui pada bidang ilmu hukum yang terkait kawin lari (Bugis: silariang)
dan kriminal (pembunuhan untuk menegakkan siri’), serta bidang sejarah dan
budaya. Siri’ na pesse yang terkait dengan penganggaran hingga saat ini belum
banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
231
Kedua, unsur kebaruan dari penelitian ini yang terkait dengan nilai-nilai
kearifan lokal adalah lalambate tarang tajo atau siwolong polong. Nilai ini
mengedepankan semangat yang tinggi dalam bekerja sama guna mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Ciri khas dari nilai ini adalah kemampuan dalam
mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki dan menyiasati keterbatasan yang
dihadapi untuk ke luar dari berbagai problematika yang dihadapi yang dalam
konteks penelitian ini terkait dengan anggaran.
Ketiga, secara operasional, makna dari penyusunan anggaran adalah
mencapai harkat dan martabat. Dalam mencapai harkat dan martabat, terlebih
dahulu anggaran yang dialokasikan ke program dan kegiatan harus
menghasilkan output dengan capaian target-target agar dinikmati masyarakat
secara luas sehingga kesejahteraan dapat dirasakan bersama. Terpenuhinya
rasa kesejahteraan berdampak terhadap lahirnya kepercayaan dan pengakuan.
Pengakuan yang lahir tersebut pada akhirnya berdampak terhadap terciptanya
harkat dan martabat, baik yang dirasakan oleh aktor secara individu, tim kerja,
maupun kepada organisasi atau institusi Pemerintah Kabupaten Luwu Timur.
Capaian harkat dan martabat inilah merupakan wujud dari upaya dalam
menegakkan siri’ na pesse yang dianggap sebagai capaian utama yang selalu
diperjuangkan untuk dapat diraih.
10.4 Keterbatasan Penelitian
Disadari bahwa penelitian yang dilakukan ini memiliki keterbatasan
terutama dalam waktu pelaksanaan penyusunan anggaran dan proses
pengumpulan data. Seperti halnya dengan dengan daerah-daerah lain di
Indonesia bahwa penyusunan anggaran di Luwu Timur telah memiliki jadwal
232
yang tetap dan tiap tahapannya hanya dilakukan sekali setahun. Hal ini menjadi
kendala karena harus menjaga momentum tahunan tersebut. Hal yang
menggembirakan saya adalah pelaksanaan penyusunan anggaran dilaksanakan
dalam beberapa hari sehingga memungkinkan memiliki kesempatan untuk
mengamati proses penyusunan dan tahapan di hari-hari berikutnya. Hal lain yang
menjadi kendala adalah kesibukan informan di lapangan karena padatnya
kegiatan yang kadang telat menginformasikan jadwal kegiatan. Jadi saya harus
menghubungi aktor berkali-kali untuk mendapatkan jadwal yang pasti.
Kendala lain adalah kesulitan untuk mewawancarai informan dalam
durasi waktu yang luang. Informan terkadang tidak memiliki waktu yang cukup
untuk diwawancarai karena padatnya jadwal dan target penyelesaiaan pekerjaan
yang telah ditentukan. Jadi kadang saya harus mewancarai secara spot-spot
dengan durasi waktu wawancara yang pendek kemudian dilanjutkan lagi di
kesempatan lain. Metode wawancara yang saya lakukan ini memungkinkan
informasi yang dibutuhkan dapat terakomodir.
Kendati demikian, walaupun persoalan kesiapan informan untuk
diwawancai menjadi satu kendala, tetapi alhamdulillah, di antara mereka ada
juga yang bersedia meluangkan waktunya yang cukup besar kepada saya. Hal
ini membuat saya mendapatkan angin segar untuk lebih leluasa mengeksplorasi
informasi yang dibutuhkan dan mengkonfirmasi informasi lapang yang saya
amati sebelumnya.
10.5 Penelitian Lanjutan
Penelitian ini menghasilkan suatu formulasi teoretis yaitu konsep
penganggaran siri’ na pesse. Konsep ini dibangun dari lima aspek yaitu rasa siri’
233
na pesse, nilai-nilai siri’ na pesse, kinerja anggaran, kesejahteraan (value
added), serta harkat dan martabat. Konsep ini merupakan hasil eksplorasi di
Luwu Timur dengan latar kultur lingkungan dan organisasi pemerintahan yang
berbeda dengan daerah pada umumnya. Namun, tidak menutup kemungkinan di
daerah lain yang memiliki korelasi dengan akar budaya dengan penelitian ini juga
dapat dijadikan objek penelitian sehingga dapat melengkapi hasil dari penelitian
ini dikemudian hari.
Saya menyadari bahwa penelitian ini tidak dapat memberikan
pembahasan yang lebih paripurna karena kompleksnya penganggaran daerah
dan keterbataan waktu yang tersdia. Memang keparipurnaan itu hanya milik
Allah SWT Tuhan Yang Maha Mengetahui, tetapi upaya ke arah mewujudkan
hasil yang paripurna menjadi harapan dan upaya bersama khususnya bagi
peneliti. Setidaknya ekspektasi itu dapat disharing kepada peneliti-peneliti yang
akan datang yang lebih jeli melihat fenomena-fenomena yang dapat memberikan
kontribusi lanjutan dari sudut pandang yang berbeda terkait konsep yang
dibangun ini dengan pendekatan yang sama atau pendekatan lainnya yang
relevan.
Mengingat bahwa kemungkinkan satu peneliti dengan peneliti yang lain
dalam situasi latar yang sama dapat memberikan analisis dan simpulan yang
berbeda. Artinya, hasil penelitian ini masih memungkinkan dibangunnya konsep
yang lebih komprehensif dari peneliti yang akan datang karena sifat dari konsep
ini tidak berbasis teknis operasional melainkan berbasis kepekaan batin. Alasan
lain, dengan menggunakan pernyataan Patton (2006) bahwa “penelitian kualitatif
bersifat subjektif yang dapat diilustrasikan sebagai seni. Dalam seni tidak ada
patokan ideal dan penilaian yang tunggal. Keindahan adalah tergantung dari
234
siapapun yang melihatnya. Oleh sebab itu prinsip universalitas sangat di
kesampingkan”. Merujuk pada pernyataan tersebut sangat memungkinkan jika
konsep pengganggaran siri’ na pesse terbuka untuk dapat disempurnakan
berdasarkan relevansi akar budaya yang mendukungnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alkafaji, Yas Abbass. An Empirical Investigation into the Association BetweenMayaor Politico-Ssocioeconomic Factors and Accounting Practices in aSample of Word Countries. Ann Arbor: University Microfilms International.
Andaya, Leonard Y. 1975. The Nature of Kingship in Botne: In Precolonial StateSystem in South East Asia. Edited by Anthony Reid and Lance Castel.The Council of the Malayan of Royal Asiatic Society.
Andaya, Leonard Y. 2004. Warisan Arung Palakka: Sejarah Sulawesi SelatanAbad Ke-17. Makassar, Ininnawa.
Anggarini, Yunita dan Puranto, Hendra. 2010. Anggaran Berbasis Kinerja:Penyusunan APBD Secara Komprehensif. Yogyakarta. UPP STIM YKPN.
Ankersmit, F.R. 1987. Refleksi Tentang Sejarah: Pendapat-pendapat ModernTentang Filsafat Sejarah. Terjemahan Dick Hartoko. Jakarta: Garmedia.
Anto, La Ode 2016. Akuntansi Aset Pemerintah Daerah: Pemaknaan DalamPerspektif Pengelola Keuangan Daerah. Disertasi. Makassar. ProgramDoktor Ilmu Ekonomi Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis UniversitasHasanuddin.
Arif, Bahtiar, Muchlis, dan Iskandar. 2009. Akuntansi Pemerintahan. Jakarta:Akademia.
Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi.Revisi). Jakarta : Rineka Cipta.
A. S. Ahmad. 2002. Andi Djemma: Pahlawan Kemerdekaan Indonesia. Dalam A.Mattingaragau T, A. Molang Chaerul, dan Wahida, Ed. Andi DjemmaPahlawan Nasional Dari Bumi Sawerigading. Cetakan Kedua. Hal. 97 –112. Palopo: Andi Djemma University Press.
Babbie, Earl R. 1979. Practice of Social Research, Second Ed., Belmont,California: Wadworth Publishing Company, Inc.
235
Bagian Hukum dan Organisasi Sekretariat Daerah Luwu Timur, 2005. HimpunanPeraturan Daerah Luwu Timur Tahun 2005. Malili: Bagian Hukum danOrganisasi Sekretariat Daerah Luwu Timur.
Bakri, Bala dan Amalia, Tri Handayani. 2014. Internalisasi Nilai-Nilai Siri’ naPesse Dalam Mengonstruksi Tujuan Bisnis. Prosiding MAMI: Jakarta.
Bastian, Indra. 2010. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Edisi Ketiga.Jakarta, Erlangga.
Belkaoui, AR. 2004. Accounting Theori. Ed 5th by Thomson Learning. Singapore:Division TL Asia ltd.
Berger, Peter L and Neuhaus, Richard J. 1977. To Empower People: The Role ofMediating Structures in Public Policy. Washington, American Institute forPublic Policy Resarch.
BPS Kabupaten Luwu Timur. 2008. Kaputen Luwu Timur Dalam Angka2007/2008. Malili: Kerjasama BPS Kabupaten Luwu Timur dan BappedaKabupaten Luwu Timur
BPS Kabupaten Luwu Timur. 2010. Kaputen Luwu Timur Dalam Angka 2010.Malili: Kerjasama BPS Kabupaten Luwu Timur dan Bappeda KabupatenLuwu Timur
BPS Kabupaten Luwu Timur. 2011. Kaputen Luwu Timur Dalam Angka 2011.Malili: Kerjasama BPS Kabupaten Luwu Timur dan Bappeda KabupatenLuwu Timur
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif “Komunikasi, ekonomi, kebijakanpublik dan ilmu sosial lainnya. Jakarta: Kencana.
Burrell, G., dan G. Morgan. 1979. Sociological Paradigms and OrganizationalAnalysis. USA: Ashgate Publishing Company.
Capra, Fritjof. 1987. Titik Balik Peradaban: Sains, Masyarakat, dan KebangkitanKebudayaan. Yogyakarta, Jejak.
Choi, Frederick D.S. 1975. Multinational Challenges for Managerial Accountans.Journal of Contempory Business (Autumn): 51-67.
Chua, Wai Fong. 1986. Radical Developments in Accounting Thought. TheAccounting Review. Vol. LXL Oktober 1986
Coulon, Alain. 2008. L’ethnometodologie (Etnometodologi). Penerjemah JimmyPh., PAAT. Ampenan: Lengge.
Coulon, A. 2008. Etnometodologi. Cetakan Ketiga. Jakarta: Kelompok KajianStudi Kultural (KKSK) Jakarta dan Yayasan Lengge Mataram, Lengge.
236
Creswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative and QuantitativeApproaches. London, New Delhi, Sage.
. 2008. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif,dan Mixed. Edisi Ketiga. Bandung, Pustaka Pelajar.
Daeng Tapala, La Side. 1977. Pengertian Perkembangan Siri’ pada Suku Bugis.Dalam Materi dan Kesimpulan Seminar Makalah Siri’ di Sulawesi SelatanTanggal 11-13 Juli 1977. Makassar, Panitia Penyelenggara SeminarKodak XVIII Sulselra.
Damayanti, R.A. 2010. Hubungan Keagenan Pemerintah Daerah Dalam KonteksAnggaran: Sebuah Agenda Rekonstruksi. Disertasi. Malang: ProgramDoktor Ilmu Akuntansi Universitas Brawijaya.
Dan. 2016. Intervensi Anggaran di Banten Masih Kuat, (Online),http://economy.okezone.com, diakses 5 Agustus 2016.
Denzin, N.K. dan Lincoln, Y.S. 1994. Handbook of Qualitative Research. London,New Delhi, Sage.
Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran. 2009.Anggaran Berbasis Kinerja (Bagian 1), (Online), (http://www.anggaran.depkeu.go.id/web-print-list.asp?ContentId=628). Diakses 24 Mei 2017.
Dokumen Bank Dunia. 2006. Pidato Alan Greenspan (Mantan Ketua FedereralReserve di muka Group Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional.Seminar Program). Washington SC., September 1999.
Dunham, Arthur. 1965. Community Walfare Organization: Principles andPractice. New York: Thomas Y. Crowell Co.
Enre, Fahruddin A. 1999. Ritumpangnge Walenrengnge: Sebuah Episode SastraBugis Klasik Galigo. Jakarta, Yayasan Obor.
Errington, Shely. 1977. Siri’: Siri’, Darah dan Kekuasaan Politik Dalam KerajaanLuwu’ Zaman Dulu. Bingkisan, seri Baru, 1 (2), hal 40-62.
. 2005. Siri’, Pesse, dan Were pandangan Hidup OrangBugis. Dalam Siri’ dan Pesse: Harga Diri Bugis, Makassar, Mandar, danToraja. Cetakan kedua. Makassar: Pustaka Refleksi.
Farid, Andi Zainal Abidin. 2005. Siri’, Pesse, dan Were’: Pandangan Hidup OrangBugis. Dalam Siri’ dan Pesse: Harga Diri Manusia Bugis, Makassar,Mandar, Toraja. Makassar: Pustaka Refleksi.
Guba, E.G. 1990. The Paradigm Dialog. Newbury Park, CA: Sage.
237
Garungan, WA. 2004. Psikologi Sosial. Bandung, PT. Rafika Aditama.
Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation of Culture. Basic Book Inc, New York.
Halim, Abdul, dan Damayanti, Theresia. 2007. Seri Bunga Rampai ManajemenKeuangan Daerah: Pengelolaan Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPPSTIM YKPS.
Hamid, Abdullah 1985. Manusia Bugis Makassar: Suatu Tinjauan HistorisTerhadap Pola Tingkah Laku dan Pandangan Hidup Manusia Bugis-Makassar. Jakarta: Inti Dayu.
Hamid, Abdullah. 2005. Kepercayaan dan Upacara dari Budaya Bugis Kuno,Dalam Nurhayati Rahman, Anil Hukma, dan Idwar Anwar (ed) Laga Ligo:Menelusuri Jejak Warisan Dunia. Makassar, Pusasat Studi Lagaligo DivisiIlmu Sosial dan Humaniora Pusat Kegiatan Penelitian Unhas.
Hamid, Abu. 2005. Siri’ Butuh Revitalisasi. Dalam Pustaka Refleksi. Siri’ danPesse: Harga Diri Manusia Bugis, Makassar, Mandar, Toraja. Makassar:Pustaka Refleksi.
.2005. Siri’ dan Etos Kerja. Dalam Siri’ dan Pesse: Harga Diri Bugis,Makassar, Mandar, dan Toraja. Makassar: Cetakan kedua. PustakaRefleksi.
Hamka. 1977. Pandangan Agama Islam Terhadap Siri. Dalam materi dankesimpulan, Panitia Penyelenggaran.
Hendrawan, Sanerya. 2009. Spiritual Manajemen: From Personal EnlightenmentTowards God Corporate Governance. Bandung, Mizan.
Heriyanto, Husain. 2003. Paradigma Holistik Dialog Filsafat, Sains, danKehidupan Menurut Shadra dan Whitehead. Jakarta Selatan: Teraju.
Hilnes, Ruth D. 1989. The sociopolitical paradigm in financial accountingresearch. Accounting, Auditing, and Accountability Journal 2 (1): 52-76.
Hofstede, G. 1987. The Culture’s Context of Accounting: In Berry E Cushing (ed).Accounting and Culture. Sarasota: American Accounting Association: 1-11.
Homans, George. 1974. Social Behavior: Its Elementary Form. Rev. Ed. NewYork, Harcourt Brace Jovanovic.
http://www.fiskal.depkeu.go.
Indriantoro, 2000. An Empirical Study of Locus of Control and CulturalDimentions as Moderating Variables of The Effect of Partici - pative
238
Budgeting on Job Performance and Job Satifaction. Jurnal Ekonomi danBisnis Indonesia.
Izutsu, Toshihiko. 1993. Konsep-Konsep Etika Religius dalam Qur’an.Teremahan. Agus Fahri Husein, A.E. Priyono, Misbah Zulfa Elisabeth,Supriyanto Abdullah. Yogyakarta, Tiara Wacana.
JPIP. 2003. Kemajuan Berkebebasan, Kebebasan Berkemajuan. Surabaya, JPPress.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu). 2017. ReformasiAnggaran Dilatarbelakangi Dua Hal. (http://www.anggaran.depkeu.go.id,diakses 3 Agustus 2017).
Lawang, MZ. Robert. 1986. Buku Materi Pokok Sistem Sosial Indonesia. Jakarta,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Universitas Terbuka.
Lutfillah, Novrida Qudsi dan Sukoharsono, Eko Ganis. 2013. HistoriografiAkuntansi Indonesia Masa Mataram Kuo (Abad VII-XI Masehi). JurnalAkuntansi Multiparadigma. Vol 4, No. 1. Hal 75-84.
Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta, UPP STIMYKPN.
Mahmudi. 2010. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta,UPP STIM YKPN.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta. Offset Andi.
Marzuki, Laica. 1995. Bagian Kesadaran Hukum Bugis Makassar: SebuahTelaah Filsafat Hukum. Makassar, Hasanuddin University.
Mattata, HM. Sanudi Dg. 1967. Luwu Dalam Revolusi. Makassar, Bhakti Baru.
McCreadie, Karen. 2013. Uang Menghasilkan Uang (The Wealth of Nations: A 52Brilliant Ideas Interpretation. Terjemahan Deasy Ekawati. Yogyakarta,Kanisius.
Miller, Susan. 1985. Suatu Perbandingan dari Pandangan Barat dan DariPandangan Bugis. Makalah Hasil Penelitian. Tamalanrea-Makassar.
Mitroff, Ian dan Elizabeth A, Delton. 1999. A Spiritual Audit of Corporate.America, Sanfrancisco, Jossey-Bass.
Moeing, MG. 1990. Menggali Nilai-Nilai Budaya Bugis Makassar dan Sirik NaPacce. Makassar, Yayasan Mapress.
239
Kahar, Abdul. 2012.Konstruksi Konsep Sistem Pengendalian Manajemen“Pangngadareng” Berbasis Nilai-Nilai Kearifan Lokal Siri’ dan Pesse.Disertasi. Malang: Universitas Brawijaya.
Kern, R.A. 1989. I La Galigo. Yogyakarta Gadja Mada University Press.
Lopa, Baharuddin. 1988. Reaktualisasi Budaya Siri’ Dalam Proses Modernitas.Dalam Makala Temu Budaya Daerah Ssulawesi Selatan. Ujung Pandang.Panitia Pelaksana Temu Budaya Daerah Sulawesi Selatan.
Lopa, Baharuddin. 2005. Siri Dalam Masyarakat Mandar. Dalam Siri’ dan Pesse:Harga Diri Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja. Cetakan kedua.Makassar, Pustaka Refleksi.
.Madjid, Noor Cholis dan Ashari, Hasan. 2013. Analisis Implementasi Anggaran
Berbasis Kinerja: Studi Kasus Pada Badan Pendidikan dan PelatihanKeuangan. Jakarta: Kementerian Keuangan Republik Indonesia BadanPendidikan dan Peltihan.
Mahzar. 1983. Integralisme. Bandung: Penerbit Pustaka Perpustakaan SalmanITB.
Mannahao, Mustari Idris. 2010. The Secret of Siri’ na Pesse. Makassar, PustakaRefleksi.
Mattata, Sanusi Daeng. 1967. Luwu Dalam Revolusi. Makassa: Karya Bhakti
Mattulada. 1995. Latoa: Satu Lukisan Analitis Terhadap Antropologi Politik OrangBugis. Ujung Pandang. Hasanuddin University Press.
Mattulada. 2005. Siri’ Dalam Masyarakat Makassar. Dalam Siri’ dan Pesse:Harga Diri Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja. Cetakan kedua.Makassar, Pustaka Refleksi.
Moeng Mg, Andi. 1990. Mengenali Nilai-Nilai Budaya Bugis Makassar dan Siri’na Pesse. Makassar, Yayasan Mapres.
Moleong, Lexy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung, PT RemajaRosdakarya.
Morgan at al. 1979. Introduction to psychology. Sixth edition. Kogakusha, Tokyo:McGraw-Hill.
Moslow, Abhaman H. 1966. Motivation and Personality. New York-USA, SagePublication Inc.
Muhadjir, Noeng, 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi IV. Yogyakarta:Rake Sarasin.
240
Mulyana Deddy. 2003. Ilmu Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy, 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: RemajaRosdakarya.
Nasution, Anwar. 2009. Perbaikan Pengelolaan Keuangan Negara Dalam EraReformasi, (Online), (http://www.bpk.go.id/assets/files/attachments/2009/04/dialog-publik-manado2.pdf), diakses 22 Juli 2017.
Nasution, Mulia P. 2001. Kesempurnaan Pengelolaan Keuangan Negara. MediaKeuangan, Agustus 2001 (http://www.kemenkeu.go.id). Diakses 3Agustus 2017
Natsir, Yurnadi. 2008. Evaluasi Anggaran Berbasis Kinerja. Modus Aceh.
Newman, W. L. 1997. Social Research Methods: Qualitative and QuantitativeApproaches in Social Works. New York: Columbia University.
Pasoloran, Oktavianus 2016. Narsisme Dana Aspirasi Masyarakat DalamPenganggaran Daerah: Studi Interpretif-Kritis Dengan Kajian Etno-Semiotika. Disertasi. Makassar. Program Doktor Ilmu Ekonomi FakultasIlmu Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.
Parera, M.H.B. 1989. Towards a Framework to Analyze the Impact of Culture onAccounting. The International Journal of Accounting 24 (1):42-56
Patton, Michel Quinn. 2002. Quantitative Research and Evaluation Methods.USA, Sage Publication Inc.
Pawiloy, Sarita. 2002. Ringkasan Sejarah Luwu: Bumi Sawerigading Tana LuwuMappatuwo. Makassar, CV. Telaga Zamzam
Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: Pelangi AksaraYogyakarta.
Pelras, Christian. 1995. Les Bugis et la Modernite: Perspective Indonesiennes.Paris, L’Ambassade de la Republique d’Indonesie en France.
. 2006. The Bugis. Penerjemah Abdul Rahman Abu, Hasriadi,dan Nurhadi Sirimorok. Jakarta: Nalar.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 Tentang PengelolaanKeuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan KeuanganDaerah.
Peraturan Pemerintah No.105 tahun 2000 tentang Pengelolaan danPertanggungjawaban Keuangan Daerah
241
Poli, W.I.M. 2010. Tonggak-Tonggak Sejarah Pemikiran Ekonomi. Surabaya,Brilian Internasional.
Prabowo, Tri Jatmiko Wahyu, Leung, Philomen, dan Guthie, James. 2017.Reformis in Publik Sector Accounting and Budgeting in Indonesia (2003-2015): Confusion in Implementation. Journal of Public Budgeting,Accounting, & Financial Management, 29 (1):104-137.
Putra, Heddy Shri Ahimsa. 2008. Paradigma dan Revolusi Ilmu DalamAantropologi Budaya: Sketsa Beberapa Episode. Pidato PengukuhanJabatan Guru Besar Pada Fakualtas Budaya Universitas Gajah Mada.Yogyakarta.
Rahajeng, Anggi. 2016. Perencanaan Penganggaran Keuangan Daerah.Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Rahim, Abdul. 2012. Pappaseng: Wujud Idea Budaya Bugis-Makassar.Makassar, Bidang Kesejarahan dan Keperbukalaan Dinas Kebudayaandan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan.
Rahman, Mas’ud Darmawan. 2002. Andi Djemma: Pahlawan KemerdekaanIndonesia. Dalam A. Mattingaragau T, A. Molang Chaerul, dan Wahida,Ed. Andi Djemma Pahlawan Nasional Dari Bumi Sawerigading. CetakanKedua. Hal. 97 – 112. Palopo: Andi Djemma University Press.
Rappaport, J. 1984. Studies Participation in Development Project. New York:world Bank.
Ritzer, George .2004. Sosiologi Pengetahuan Berparadigma Ganda. TerjemahanAlimandan. Cetakan ke-5. Jakarta: Rajawali Press.
Ritzer, G dan Goodman Douglas J. 2005. Teori Sosiologi Modern.TerjemahanAlimandan. Jakarta, Prenada Media.
Ritzer, G. 2014. Teori Sosiologi Modern. Terjemahan Triwibowo B.S. EdisiKetujuh. Jakarta, Kencana.
Rosenau, Pauline. Marie. 1992. Post Modernism and The Social Science:Insight, Inroads, Instrusion. West Sussex, Pricenton University Press.
Said, Mashadi. 2003. Toddopuli Temmalara’: Jendela dengan Kaca yang BeningTentang Manusia Luwu. Disajikan pada Festival Lagaligodan SeminarInternasional Sawerigading di Masamba, Luwu Utara Sulawesi SelatanIndonesia 10-14 Desember 2003.
Saeno. 2016. KPK: Intervensi Anggaran di Aceh Masih Kuat, (Online),http://kabar24.bisnis.com, diakses 5 Agustus 2016).
242
Salim, Agus. 2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: PT.TiaraWacana.
Santrock, J. W. 2010. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Kencana.
Sartini. Menggali Kearifan Lokal Nusantara: Sebuah Kajian Filsafat. JurnalFilsafat, Agustus 2004, Jilid 37, Nomor 2.
Schreuder, Hein. 1987. Accounting Research, Practice and Culture: A EuropeanPerspective , in Barry E. Cushing (ed). Accounting and Culture. Sarasota,FL: American Accounting Association: 12-22.
Seabrook, Jeremy.2004. Localization Culture, dalam http;//globalpolicy.22/08/2004.
Suartana, I Wayan. 2010. Akuntansi Keprilakuan: Teori dan Implementasi.Yogyakarta: Offset Andi.
Subiantoro, Eko B. dan Triyuwono, Iwan 2004. Laba Humanis: Tafsir Sosial atasKonsep Laba Dengan Pendekatan Hermeneutika. Malang, PPBEI-FEUnibraw.
Suseno, Franz Magnis. 1997. 13 Tokoh Etika: Sejak Zaman Yunani sampai Abadke-19. Yogyakarta, Kanisius.
Suseno, Franz Magnis. 2013. Dalam Bayang-Bayang Lenin: Enam PemikiranMarxisme dari Lenin Sampai Tan Malaka. Jakarta, PT. Gramedia PustakaUtama.
Suseno, Franz Magnis. 2016. Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialise Utopis kePerselisiha Revisionisme. Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.
Suwarjuwono, T. 1998. Bahasa Akuntansi Dalam Praktik: Sebuah CriticalAccounting Studi. Jurnal Tema 6 (2).
Syarifuddin. 2009. Keeputusan Akuntansi Anggaran: Aksentuasi Drama Politikdan Kekuasaan. Disertasi. Malang: Program Doktor Ilmu AkuntansiUniversitas Brawijaya.
Tafsir, Ahmad. 2008. Filsafat Umum, Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra.Bandung, Rosda.
Tenrigau, Andi Mattingaragau, dkk. 2002. Kecerdasan Siri’ Sebagai Moral ForcePerjuangan Andi Djemma; Refleksi Atas Penganugerahan Andi DjemmaSebagai Pahlawan Nasional. Dalam A. Mattingaragau, A. MolangChaerul, dan Wahida (Editor). Andi Djemma Pahlawan Nasional DariBumi Sawerigading. Palopo: Andi Djemma University Press.
243
Tenrigau, Andi Mattingaragau. 2007. Andi Tenriadjeng: Berjuang Demi Negaradan Agama, Di Balik Peristiwa 23 Januari 1946 dan Hubungannyadengan Abdul Qahhar Mudzakkar. Palopo: Andi Djemma UniversityPress.
Tenrigau, Andi Mattingaragau, Chaerul, Andi Molang, dan Tenrigau, Andi Azis.2016. Baebunta Dalam Kerajaan Luwu. Cilallang, Yayasan AndiPandangai.
Tenrigau, Andi Mattingaragau. 2017. Pesse na Siri’ Budgetary System: AHistoriography Study of Luwu Kingdom in Islamic Period. Journal ofResearch in Humanities and Social Science. 58-65.
Tim Fipo. 2009. Menggalai Potensi Menumbuhkan Inovasi: Pemaparan HasilMonitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Otonomi Daerah Terhadap KinerjaKabupaten/Kota di Sulawesi Selatan. Makassar: Fipo.
Triyuwono, Iwan. 2000. Organisasi dan Akuntansi Syari’ah. Yogyakarta: LKiS.
Triyuwono, Iwan. 2006. Perspektif, Metodologi dan Teori Akuntansi Syariah.Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang No.25 tahun 2003 tentang Sistem Perencanaan PembangunanNasional.
Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendahraan Negara.
Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan PembangunanNasional
Wildavsky. Aoron dan Caiden, Naomi. 2004. The New Politics of the BudgetaryProcess. 5th ed. United State: Pearson Education (Inc.)
Wirawan, IB. 2013. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma: (Fakta Sosial,Definisi Sosial, dan Perilaku Sosial). Jakarta: Kencana.
Yin, Robert K. (1994). Case Study Research: Design and Methods. ThousandOaks, Sage Publications.
Zastrow, Charles. 2000. Introduction to Social Work and Social Welfare. UnitedStates: Brooks Cole.
244
Lampiran 1
Manuskrip Hasil Wawancara Pihak TAPD
Informan H. Sahidin Halun
Jabatan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), AsistenPemerintahan Setdakab Luwu Timur
Tanggal/Waktu 29 Mei 2015/Pukul 10:08
Topik Penganggaran berbasis siri’ na pesse
Lokasi/Situasi/LatarWawancara
Wawancara dilakukan di ruang kerja Asisten Satu dalamsituasi tenang dan didampingi seseorang dari unsurpemerintahan walaupun kebersamaan tidak sampai padaakhir pembicaraan. Saya diterima dengan baik setelahsebelumnya membuat janji.
Peneliti Menurut Anda bagaimanakah eksistensi kearifan lokalsiri’ na pesse di Kabupaten Luwu Timur sekarang ini?
H. Sahidin Halun Ya, siri’ na pesse masih ada dan masih dipraktikkan diPemerintahan Luwu Timur, terutama sifat sipakatau yangdalam praktiknya pada level eksekutif dan legislatifsecara normatif. Dalam konteks sipakatau, siri’ na pessedapat diartikan tidak ada unsur semena-menadidalamnya. Yang dikemukakan legislatif dan eksekutifmasing-masing mempunyai fungsi. Kalatakanlah DewanPerwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memiliki fungsipengawasan terhadap kelangsungan pemerintahan. Jadimereka (DPRD) tidak boleh semena-mena (terhadapeksekutif), begitu pun sebaliknya dengan pihak eksekutif.Disitulah bagaimana cara keduanya bertindak secaralurus. Ya, dibutuhkan getteng bagi pihak legislatif (untukmenjalankan tugasnya) mengawasi pihak legislatif.
Peneliti Pengawasan terkait penyusunan anggaran?
H. Sahidin Halun Ya, baik dalam penyusunan anggaran maupun dalamimplementasinya. Kita (eksekutif) menyusun anggaranuntuk selanjutnya dinilai oleh mereka (DPRD).Pengawasan memang wajar dilakukan karena terkaitdengan anggaran dan anggaran itu dibutuhkanmasyarakat. Di dalam pelaksanaannya nanti, kamieksekutif harus berpatokan dengan itu, supaya anggaranyang disusun bisa kena sasaran. Dengan demikian tidakada diantara kita nanti ini yang saling menyalahkan, wahini pemerintah seenaknya saja menganggarkan. Selainitu, pihak DPRD juga merupakan bagian daripenganggaran karena pada akhirnya kalau munculmasalah, bukan hanya eksekutif tapi legislatif juga terlibatdidalamnya.
Peneliti Jadi siri’ adalah rasa malu dan pesse adalah empatimerasakan penderitaan orang banyak. Apakah itudianggap kekuatan moral dalam bertindak? Karena
245
manusia itu pada dasarnya sadar untuk bertindak. Jadi,apakah siri’ na pesse ada pada tataran tindakan ataumerupakan pemicu dalam diri manusia untuk melakukantongeng, getteng, lempu dan adele’.
H. Sahidin Halun Saya kira kedua-duanya. Inikan juga komitmen siri’ napesse dalam artian sebenarnya bahwa kita harusberpatokan pada prinsip atau nilai-nilai siri’ na pessetersebut kemudian bagaimana mengap-likasikan danmempertanggung-jawabkannya. Keduanya salingberhubungan, saya kira di situ. Tidak hanya dalamtataran bahwa kita ucapkan tapi betul-betul kita haruslakukan. Katakanlah jika kita bawa ke anggaran, ketikakita sudah anggarankan dalam jumlah tertentu, maka yaitu juga harus kita aplikasikan.
Peneliti Jadi siri’ na pesse juga merupakan semacam pemicu?
H. Sahidin Halun Nah, saya kira sependapat dengan itu. Siri’ na pesseadalah pemicu kemudian dalam melak-sanakannya jugaada dasarnya. Kita harus berpegang pada apa yang telahkita komitmenkan. Berkomitmen bahwa apa yang kitacanangkan, katakanlah menyusun anggaran, maka ituharus kita laksanakan, tidak boleh ada penyelewengandidalamnya supaya anggaran itu kena sasaran.
Peneliti Jika siri’ dan pesse dianggap sebagai pemicu melakukansesuatu berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal misalnyatongeng, getteng, lempu, dan adele’, jika saya bisagambarkan, mohon dikoreksi jika apa yang bapak pahamiini keliru. Misalnya ini inti, yaitu siri’ na pesse, kemudiandiluar lingkaran ini (siri’ na pesse) muncul nilai-nilaitongeng, getteng, lempu’, dan adele’ dan nilai-nilaipendukung lainnya. Jadi ini inti yang mendorong manusiauntuk melakukan nilai-nilai tersebut?
H. Sahidin Halun Benar, bahwa yang kita maksudkan inti di sini adalah siri’na pesse. Nilai-nilai siri’ na pesse harus kita aplikasikansecara lurus supaya dapat dibertanggungjawabkan.Selanjutnya, unsur-unsur yang terdapat di lingkarankedua adalah nilai-nilai yang dipicu dari lingkaran intiyaitu siri’ na pesse. Persoalannya apakah betul siri’ napesse masih kita pegang teguh dan mengaplikasikannya.Menurut saya, kita di sini (Luwu Timur) apakah itu dalamaktifitas pemerintahan atau aktivitas sosial lainnya, itutetap kita pegang. Siri’ na pesse adalah ajaran leluhurkita. Selama ini orang beranggapan jika siri’ na pesselebih dominan dilakukan di Bugis dan Makassar, padahalkita juga di Luwu Timur lebih kental di sini.
Peneliti Bagaimana Anda memahami dan melihat dalamimplementasinya terkait dengan tongeng, getteng,lempu’, adele’, dan nilai-nilai lain dalam tataranpenganggaran?
H. Sahidin Halun Jika kita bicara tentang penyusunan anggaran, awalnyaitu dimulai dari aspirasi, musrenbang. Nah darimusrenbang itu mulai dari tingkat desa sampai ketingkat
246
kabupaten bahkan nasional. Karena kita ini hanyamembatasi pada tingkat kabupaten saja, nah jika dimulaidari musrenbang tingkat desa dulu, itu artinya bahwa kitabetul-betul membutuhkan kejujuran itu dari bawah.Katakanlah ada suatu objek pembangunan yangdiusulkan untuk dianggarkan di musrenbang. Ketikasampai di ditingkat kabupaten, kita betul-betulmengapresiasi usulan itu. Itu wujud dari aplikasi nilai-nilaisiri’ na pesse dalam penganggaran.
Peneliti Jadi betul-betul yang dibutuhkan oleh masyarakat, bukanyang diinginkan?
H. Sahidin Halun Ya, yang dibutuhkan. Jadi yang idealnya itu adalah yangdibutuhkan bukan yang diinginkan. Di situlah kejujurandan konsistensi atau getteng.
Peneliti Selain kejujuran, di mana posisi getteng, lempu’, danadele’? Misalnya getteng, apakah dalam penyusunananggaran itu, dikatakan getteng ketika, misalnyakonsisten dengan anggaran yang telah ditetapkanterbebas dari intervensi?
H. Sahidin Halun Ya, betul, kita harus konsisten. Cuma terkadang dalamperjalanannya bukan hanya aspirasi tapi juga kadang-kadang disitu masuk masalah kebijakan pemerintah.Penyusunan anggaran ini selain dari musrenbang jugaada unsur kebijakan di dalamnya.
Peneliti Bersifat bottom up dan top down?
H. Sahidin Halun Ya, begitu. Karena kebetulan juga ada yang mendesaksesuai dengan kebutuhan pemerintah yang tidak diajukanoleh masyarakat. Jadi ada pertemuan antara keduanya.Nah jadi konsistensi ini adalah sesuai dengan kebutuhan.Tapi ada juga benang merahnya bahwa kebutuhan itubukan saja aspirasi dari bawah tapi juga dari pemerintah,oleh sebab itu muncullah kebijakan.
Peneliti Jadi turut merasakan, artinya pemerintah juga harus lebihpeka?
H. Sahidin Halun Ya, pemerintah turut merasakan, kepedulian, atauperhatian. Jika kita mau bawa ke bahasa siri’ na pesse,maka di sini terjalin hubungan kebatinan, yaitu antarapemerintah dan masyarakat. Inilah yang dikatakan pesse.
Peneliti Turut merasakan penderitaan masyarakat?
H. Sahidin Halun Ya, begitu.
Peneliti Kemudian, tongeng atau benar. Dimana bisa diwujudkanitu? Apakah bisa diwujudkan dengan melakukan aturan-aturan yang berlaku?
H. Sahidin Halun Saya kira betul, benar (tongeng) itu adalah aturan. Nahapakah aturan itu benar-benar kita laksanakan. Nahdisinilah peranan tongeng, konsistensi, dan komitmen.
Peneliti Apakah gettteng juga berada di situ?
247
H. Sahidin Halun Ya, itu juga adalah getteng.
Peneliti Kita ke getteng, seberapa pessenya pemerintahmengalokasikan anggarannya kepada masyarakat dankeberpihakannya kepada masyarakat. Saya ingat duluada program pemerintah tentang Desa Mengepung Kota.Apakah ini bentuk dari pesse, bahwa anggaran itudifokuskan kepada desa?
H. Sahidin Halun Saya kira itu bukan pesse. Itu realita. Pesse di sinimuncul jika terjadi ketimpangan-ketimpangan. Misalnyasaja, desa itu tidak semua memiliki potensi yang sama.Pesse itu muncul ketika kita melihat kondisi yangmemang tidak selayaknya. Muncullah pesse. Hal ini tidakbisa dibiarkan begitu saja.
Peneliti Selama ini anggaran yang Anda lihat terkait denganpesse bagaimana? Apakah dalam bentuk bedah rumahatau pengentasan kemiskinan misalnya?
H. Sahidin Halun Ya, pengentasan kemiskinan dalam artian luas, bedahrumah dan bantuan-bantuan stimulan, bantuan-bantuansosial, apalagi jika sudah jelas-jelas mereka itu terkenabencana, saya kira di situ ada rasa keperihatinan.
Peneliti Jadi bukan prosentase anggaran kepada masyarakat?
H. Sahidin Halun Ya, betul. Kalau prosentase anggaran itu kan sekali lagiitu realita. Toh jika ada daerah kita angkat jumlahanggarannya, memang itu barangkali sesuai dengankebutuhan. Tapi tidak tertutup kemungkinan di situ adapesse.
Peneliti Nah kembali lagi. getteng itu ketegasan dan konsistensi.Adakah nilai-nilai yang dibangun dalam getteng itu?
H. Sahidin Halun Konsistensi, apa yang sudah direncanakan, apa yangtelah di komitmenkan itu harus dilaksanakan, tidakberubah. Kita janjian misalnya, jam sekian kita sepakat,itu harus kita lakukan. Menepati janji, menjalankan apayang telah kita ungkapkan, melaksanakan apa yangsudah kita janjikan sama orang.
Peneliti Nilai-nilai apa yang Anda lihat dalan penyusunananggaran? Terkadang kita melakukan sesuatu dengansadar, tetapi kita tidak sadar bahwa apa yang kitalakukan itu adalah nilai-nilai dari siri’ na pesse. Tapi bagiorang lain yang melihat kita akan berpendapat bahwayang bersangkutan itu jujur, lempu, adil, dan getteng.
H. Sahidin Halun Ada, misalnya kita anggarkan sekian, ya kita laksanakantanpa ada penyelewengan di dalamnya.
Peneliti Benarkah dalam penyusunan anggaran ada intervensipolitik, intervensi golongan, intervensi pribadi?
H. Sahidin Halun Kita tidak bisa pungkiri bahwa kadang-kadang adaintervensi, tapi prosentasinya saya kira kecil. Kejujuran itumemang dibutuhkan di sini. Ya, intervensi itu, sekali lagitidak bisa dipungkiri kadang-kadang ada tapi mungkin
248
juga intervensi yang masuk itu mungkin karena adapertimbangan-pertimbangan. Katakanlah intervensipolitik, misalnya pada saat dia kampanye dulu diajanjikan bahwa saya akan bangun jembatan di sini.Padahal ini lain, kita ini menilai bahwa sebenarnyapembangunan jembatan belum urgen karena jembatanitu masih dapat digunakan, tapi karena desakan politik,ya sudah, di atur aja. Seperti itu misalnya.
Peneliti Saya kembali lagi, bahwa siri’ na pesse ini adalahpemicu, dasar, dan landasan dalam melakukan sesuatu.Jadi ini kontekstual. Nah, dalam penyusunan anggaran,aktor penyusun anggaran memaknai nilai-nilai siri’ napesse itu, misalnya tadi kita telah membahas tentanglempu’ misalnya dalam musrenbang bagaimanamengajukan program yang memang di butuhkan,kemudian tongeng yaitu penyusunan anggaran dilakukansecara benar, berdasarkan aturan-aturan yang berlaku,demikian juga getteng adalah konsistensi, menepati janjikepada masyarakat bahwa apa yang mereka ajukan itukita akomodir berdasarkan kebutuhan dan prioritas?
H. Sahidin Halun Saya kira begitu, bahwa dalam tatanan aplikasi itu dariapa yang kita rencanakan apakah itu betul-betuldiaplikasikan dan konsisten dilaksanakan. Nah disini adanilai kejujuran. Apa bila nilai kejujuran ditonjolkan di situ,katakan suatu kegiatan atau proyek, maka apakahanggaran yang direncanakan itu betul-betul tidakdiselewengkan, atau bangunan apakah sesuai dengankualitas yang diinginkan. Nah disini mental yang bicara
Peneliti Kemudian bentuk adele’ di mana?
H. Sahidin Halun Adele’ berarti mana kala yang kita berikan itu betul-betuldia butuh. Saya kira keadilan di situ. Menempatkansecara proporsional. Presiden Soeharto dulu seringkatakan bahwa melakukan sesuatu secara proporsional,bahwa yang adil itu bukan berarti rata tapi yang dimaksudadil itu adalah yang proporsional. Nah mengapaanggaran tidak merata di setiap kecamatan, karena faktorkeadilan. Secara filosofis itulah semua yang dimaksudsiri’ na pesse.
Peneliti Kemudian, nilai-nilai kearifan lokal apa yang palingmenonjol yang diterapkan bupati dalam melaksanakanpembangunan?
H. Sahidin Halun Saya bersama-sama bupati selama 12 tahun di manabeliau menahkodai daerah ini, adalah keinginannya untukkepentingan masyarakat. Jadi masyarakat yangdiutamakan. Makanya kita lihat pembangunan yangdimulai sejak dulu di Luwu Timur, yaitu membangun daridesa dulu lalu ke kota. Makanya ada itu program DesaMengepung Kota, yang mendapat penghargaan dariFIPO Fajar. Itu wujud komitmen membangun daerah ini.
Peneliti Jika dihubungkan siri’ na pesse di mana posisinya,
249
apakah itu kolaborasi kedua-duanya?
H. Sahidin Halun saya kira itu kolaborasi, karena merasa malu. Siri’ itumerupakan motivasi untuk mengejar ketertinggalan atauketimpangan-ketimpangan sosial. Oleh sebab itu, danaitu harus dipicu betul dan diwujudkan dalampenganggarandan dibuat betul-betul untuk bisa dinikmatioleh masyarakat dan itu sekarang sudah nyata. Karenamemang niat dan komitmennya itu adalah mengangkatharkat dan martabat Luwu Timur. Artinya kita ini bergerakkalau ada pemicunya, karena ada motivasi awal yaitu siri’na pesse, sehingga ini terkait dengan harga diri. Martabatitu dijunjung tinggi karena bukan di buat-buat atau bukanuntuk mendapatkan pengakuan dari mana, tapi betul-betul nawaitunya yang muncul dari dalam.
Peneliti Bagaimana dengan ketegasan beliau?
H. Sahidin Halun Apalagi kalau soal ketegasan. Dulu itu ada istilah, dia itulari seribu kami ini pembantunya lari seratus. Begituperhatian dan kepeduliannya, kadang-kadang, waktu itusaya masih kepala dinas pendidikan, misalnya dalamperjalannya ke luar Luwu Timur, katakanlah ketika sudahmemasuki wilayah Luwu Timur, kadang-kadang diamenelpon. Kenapa itu sekolahmu begitu, kenapa itujembatanmu, kenapa ini, kenapa itu?. Begitu perhatiandan kepeduliannya terhadap daerah ini. Saya 12 tahun disini tidak pernah saya dengar dari mulutnya mengatakanbagus itu kalau kita cari lahan untuk buat vila. Itu tidakpernah saya dengar. Itulah semua wujud dari nilaikejujuran. Bukan di puji-puji karena sesuatu, tidak. Sayabetul-betul, banyak mengadopsi gayanya. Nilai-nilaiketegasannya juga, beliau tidak segan-segan menegurkita. Apa yang ada dalam dirinya itu tidak ada kata-katakiasan. Dia sampaikan. Dia itu betul-betul menilai Kamiberdasarkan kinerja dari bawahannya.
Peneliti Beliau itu ingin melihat perubahan-perubahan
H. Sahidin Halun Dia kan selalu bilang, saya kan lahir di sini, dan insyaAllah saya mati di sini, makanya saya mau membangundaerah ini. Betul-betul tinggi harga dirinya untukmengangkat daerahnya.
Peneliti Ketika saya mengelilingi kota, saya melihat banyakperubahan, bersih, asri, dan unit bisnis muncul. Kinisudah ramai.
H. Sahidin Halun Itulah cita-cita kita semua di sini yang di picu beliau.Paradigma kami di pemerintahan melayani bukan lagi dilayani.
Peneliti Apakah dengan begitu, terkait pengelolaan keuangandaerah berbuah WTP?
H. Sahidin Halun Nah itu semuanya buah dari siri’. Bukan pacce di situ tapisiri’nya.
Peneliti Itukan penilaian dari BPK/BPKP, tentang pengelolaan
250
keuangan bagaimana?
H. Sahidin Halun Nah itu semua yang dinilai, apa pernah anggaran itudirencanakan, sudah sesuaikah perencanaan tersebutatau tidak, apa benar tidak ada penyelewengandidalamnya, apa benar yang dianggarkan ini sesuaidengan realisasi, dan yang terpenting apa benaranggaran itu kena sasaran. Kalau dulu kan pemeriksaanitu tidak disentuh ke perencanaan. Sekarang sudahmasuk. Bukan cuma administrasi keuangan saja yangdilihat. Sesuaikah dengan sistem akuntansi pemerintahanatau tidak? Sekarang pemeriksa sudah membukaRPJMP, RPJMD, dan renja. Intinya semua prosespenyusunan anggaran dilihat. Semua itu mereka buka.Apakah semuanya telah sesuai atau tidak. Semuanya diaperiksa, luar biasa. Kalau kita tidak benar, kan malu.Misalnya pencatatan-pencatatan aset apakah sudahbenar. Saya kira semua itulah yang ada benangmerahnya dengan siri’ na pesse.
Peneliti Jadi saya lanjutkan lagi. Lalu di lingkaran berikutnya?
H. Sahidin Halun Setelah itu lingkaran ketiga adalah unsur kinerja.
Peneliti Karena niat yang baik didorong oleh nilai-nilai siri’ napesse dalam proses implementasi untuk melahirkanoutput dan impact.
H. Sahidin Halun Output dan impact berarti di situ ada nilai tambah atauvalue added yaitu kesejahteraan. Kalau tidak ada nilaitambah, jadi apa yang kita kerja itu sia-sia, ya tentu kitamerasa malu (masiri’). Misalnya memprogramkanpembangunan ekonomi, tapi apa yang kita kerjakan ituternyata manfaatnya tidak ada sementara anggaran telahdikucurkan sedemikian besar, akhirnya malu juga.
Peneliti Masih adakah tataran di luar kinerja ini?
H. Sahidin Halun Tataran diluar kinerja adalah value added dan harkat danmartabat yang berada dilingkaran paling luar padagambar tersebut. Jadi pola pikir dari lingkaran itu. Polapikir seperti itu arti substansinya ada, prosesperjalanannya ada, dan mudah kita jelaskan. Siri’ napesse adalah pengungkit. Semua proses-proses yangdijalani kalau menurut saya, sudah begitu karenasemuanya telah terkover di lingkaran itu. Ada output danimpactnya. Kalau harkat dan martabat itu berartipengakuan. Pengakuan halayak itu adalah martabat danitulah unsur terakhir bahwa dengan adanya ini semuamemunculkan pengakuan publik dan pengakuanpemerintah, dibuktikan dengan adanya apresiasi daripemerintah pusat dan pemerintah propinsi sepertipenghargaan-penghargaan misalnya WTP danpenghargaan lainnya. Kenapa mereka mengakui karenakita punya harga, kita dipercaya. Orang tidak mungkinmemberikan pengakuan kepada kita jika tidak adakepercayaan. Kepercayaan dari sudut pandanganggaran, yaitu kita mampu melakukan penganggaran
251
berbasis siri’ na pesse atau berbasis kearifan lokal. Nahinilah hasilnya, mendapatkan pengakuan, baik secarainstitusional maupun secara publis.
Peneliti Apa modal utama dalam bekerja?
H. Sahidin Halun Keiklasan modal utama kita bekerja. Kita tidakmendapatkan hasil jika kita tidak ikhlas. Pesan orang-orang tua yang bijak, bahwa apapun yang kita kerjakankita harus ikhlas dulu. Niatnya harus ikhlas karena didalam ajaran agama juga kita diajarkan berbuat ikhlas.Ajaran adat istiadat, sosial, juga kita diajarkan begitu.
252
Lampiran 2
Manuskrip Hasil Wawancara Dengan Pihak Dinas Koperindag
Informan Ir. H. Zakaria Bakri, M.Si.
Jabatan Kepala Dinas Koperindag Luwu Timur
Tanggal/Waktu 29 Mei 2015/Pukul 10:08
Topik Penganggaran Berbasis Spiritualitas
Lokasi/Situasi/LatarWawancara
Wawancara dilakukan di ruang kerja Kepala DinasKoperindag. Wawancara dilakukan dalam situasi tenangtanpa ada orang lain yang berada dalam ruangan. Sayaditerima dengan baik setelah sebelumnya membuat janjiuntuk melakukan wawancara.
Peneliti Dari hasil wawancara sebelumnya dengan beberapainforman bahwa nilai-nilai siri’ na pesse di PemerintahKabupaten Luwu Timur masih di anut, baik dalam jajaranpejabat maupun jajaran pegawai walaupun tidak secaraformal tekstual. Bagaimana pendapat Anda dan apakahnilai-nilai siri’ na pesse itu dapat juga diimplementasikandalam pengan-ggaran daerah.
H. Zakaria Bakri Penganggaran yang berkorelasi dengan tanggung jawabmungkin ada. Artinya tanggung jawab itu kan sekarangorang artikan secara pendek, katakanlah kalau sayahubungkan nanti dengan tanggung jawab saya sebagaipejabat, maka tentu saya harus bertanggung jawabkepada atasan saya yang walaupun pada akhirnya sayajuga harus bertanggung jawab kepada masyarakat. Sayakira jika masih sebatas tanggung jawab itu, belummenyangkut spiritualitas tetapi hanya menyangkut moralsaja. Tapi spiritualitas dengan moral hampir berdekatan.Nanti dia masuk ke tataran spiritualitas kalau orangsudah beranggapan bahwa pada hakekatnya tanggungjawab ini intinya satu saja yaitu pada Tuhan (Allah) danitu berkaitan dengan bagaimana nanti dengan kehidupanmanusia. Kalau itu (penganggaran) sudah merasuk padapandangan atau pikiran maka itu baru dikatakanpenganggaran berbasis spiritualitas.
Peneliti Jadi penyusunan anggaran itu pertanggungjawa-bannyaterletak pada prinsip?
H. Zakaria Bakri Ya, pertanggungjawaban itu ada pada bagaimanasampai pada pertanggungjawaban akhir.
Peneliti Bukan cuma dalam konteks yaitu pandangan ataupikiran?
H. Zakaria Bakri Tidak, pertanggungjawaban secara konteks berarti sayamasih bisa bertanggung jawab kepada bupati ataukepada masyarakat. Itu masih bisa kita kelabui.Penganggaran secara konteks takarannya di moral saja,belum masuk kepada inti spiritual.
253
Peneliti Jadi spiritual ini adalah tanggungjawab kepada AllahSWT?
H. Zakaria Bakri Ya, kalau saya berpandangan begitu. Secara pribaditentu. Kalau saya tanggung jawab kepada Allah SWT danitu baru kita rasakan nanti, kita lihat dan kita alami ketikahidup sesudah mati.
Peneliti Dalam implementasinya, pertanggungjawaban terletakpada bagaimana bertanggung jawab kepada Tuhan?
H. Zakaria Bakri Kalau spiritualitas yang kita mau bahas seharusnyaseperti itu. Walaupun spiritualitas juga bisa pada aspeklain. Kalau saya pandangannya seperti itu. Jadi, memangpemikirannya itu jangka waktu yang jauh ke depan. Padadasarnya belum bisa kita bayangkan bagaimana.
Peneliti Jadi apakah ada dampak ketika kita berspiritualitasterhadap kerja kita, misalnya dalam penyusunananggaran menghadapi tahun berikutnya?
H. Zakaria Bakri Sangat, sangat berpengaruh. Karena tentu kita berpikir,sebenarnya kalau kita mau lihat orang yangbertanggungjawab itu, lihat dulu bagaimana iabertanggungjawab sebagai hamba kepada Tuhannya.Kalau dia belum lakukan apa yang harus dia lakukansebagai bentuk tanggung jawab kepada yang memberidia hidup, pada hakekatnya dia belumbertanggungjawab. Kalau hal itu yang mendasaritanggung jawab kita dalam menjalani kehidupan ini, makahidup ini kita mau pertanggungjawabkan kepada AllahSWT Tuhan Yang Maha Esa.
Peneliti Lalu bagimana dengan penyusunan anggaran?
H. Zakaria Bakri Dihubungkan dengan siri’ na pesse, berarti itumenyangkut duniawi saja. Bagaimana kita berempatibahwa kita tidak boleh berlebihan karena masih banyakorang yang hidupnya sengsara, maka masyarakat yangharus kita perhatikan. Oleh sebab itu, anggaran harusberorientasi pada masyarakat. Katakanlah anggaranbiaya aparatur tidak boleh lebih besar dari pada biayapembangunan yang langsung dirasakan olehmasyarakat. Itu mungkin dapat dikatakan penganggaransiri’ na pacce. Siri’ juga bisa membawa orang padakondisi kekinian, yaitu serba keterbukaan. Siri’ jugamemacu kita mengerem seseorang dalam membuatpenganggaran jangan sampai nanti kalau dia salah tidaksesuai dengan mekanisme, sehingga bisa dipenjarakanatau diproses secara hukum. Jika orang menerapkannilai-nilai siri’, seharusnya dia berfikir. Tetapi kalau tidak,bisa berdampak negatif pada dirinya, berarti dia tidakmemiliki konsep siri’ didalamnya. Jadi kalau saya,spiritualitas siri’ na pacce itu adalah sesuatu yang bisa disatukan tapi pada hakekatnya terpisah.
Peneliti Kemarin saya wawancara dengan Bapak Sahidin. Adagambar yang dibuat terkait dengan lingkaran siri’ na
254
pesse yang menurutnya bahwa pada bagian lingkarandalam yaitu inti disebut sebagai siri’ na pesse dan di luarintinya disebut sebagai kearifan lokal tongen, getteng,lempu, adele, lalu dari lingkaran luar tersebut melahirkanvalue added (nilai tambah), yaitu kinerja, lalu melahirkanharkat dan martabat. Tetapi jika memperhatikanpembicaraan Bapak tadi, saya berfikir bahwa sebenarnyamasih ada inti dari siri’ na pesse ini?
H. Zakaria Bakri Nilai spiritualitas itu, kalau saya memang pusatnya padakeyakinan bahwa hidup ini kita pertanggungjawabkankepada yang memberi kita hidup (Allah/Tuhan). Ituintinya. Jadi pada iman dan takwa. Kalau spiritualitasintinya di situ. Lalu siri’ datang sebagai salah satu bagian,karena nabi (Muhammad) mengatakan malu itu bagiandari iman. Jadi siri’ na pacce berada di luar inti. Kenapasiri’ datang? karena ada iman. Ada keyakinan bahwa kitaini nantinya akan dihisap oleh yang menciptakan kita(Allah/Tuhan) oleh yang memberi kita hidup karena hidupini diberikan untuk kita pertanggungjawabkan. Di situmuncullah siri’, muncullah tanggungjawab dansebagainya.
Peneliti Jadi intinya?
H. Zakaria Bakri Lebih pada aspek Ketuhanan. Kalau bahasanya adalahTauhid, nilai tauhid, ketauhidan. Nilai ketauhidan itulahyang ada kaitannya dengan spiritualitas, siri’ na pesseadalah bagian dari itu. Siri’ na pesse itu kalau lingkarandia satu jalur dengan tanggung jawab. Sama halnya jikadiskusi tentang Pancasila. Bagaimana sih orang supayabisa pancasilais. Saya bilang jalankan saja agamanya.Kalau orang telah menjalankan agamanya dengan baik,otomatis dia telah pancasilais, tidak usah ada sila2 itu.Karena agama sudah mencakup semua itu, bahkan lebihluas dari pancasila. Jadi sekarang bagaimana agama inibisa membumi dinurani orang yang beriman. Kalau tidakmaka akan jadi sulit. Jadi orang yang beragama pastipancasilais. Tapi orang pancasilais belum tentuberagama.
Peneliti Jadi spiritualitas di sini menfokuskan pada aspekketauhidan?
H. Zakaria Bakri Jadi kalau saya intinya disitu. Landasan spiritualitas ituadalah ketauhidan. Kita mengerti bahwa hidup initanggung jawab tetapi akhir dari tanggung jawab itu disana, di akhirat. Banyak orang tidak percaya karenabelum ada orang yang kembali dari akhirat. Kan nantikalau kita diperiksa di sana bukan kita yang berbicara. Disurat Yasin ada (Alyami nahtimu ... dst yg artinya) nanti disuatu saat kita ditanya Tuhan maka yang menjawab kakikita, tangan kita.
Peneliti Dilingkaran luar pertama dari inti yang Anda maksud yaitusiri’ na pacce, Lalu bagaimana kedudukan pesse?
255
H. Zakaria Bakri Pesse itu secara harfiah adalah pedis. Tetapi secarahakikat yang mendekati sebenarnya adalah empati. Kitapada saat melihat orang menderita kita ikut merasakan.Dan tidak cuma merasakan tetapi kita punya tanggungjawab dengan jalan berikan uluran tangan berupabantuan dalam keadaan apapun kondisi kita.
Peneliti Kalau dalam konteks anggaran berarti anggaranmerupakan keberpihakan?
H. Zakaria Bakri Ya, kita harus berpihak kepada pemenuhan hajat hiduporang banyak. Oleh sebab itu anggaran Luwu Timurkalau bisa yang kita mau dekati 36:64, yaitu 36 untukbelanja aparatur dan 64 untuk belanja program. Itu sudahmenggambarkan penganggaran yang sebenarnya.Keberpihakan kita kepada kepentingan masyarakat.Bagaimana membangun jalan, membangun jembatan,bagaimana sekolah diperbaiki,bagaimana bedah rumah,bagaimana kita memberi bantuan peralatan pada UsahaKecil dan Menengah (UKM) dan bagaimana memberihibah barang, hibah uang dan sebagainya denganprosedur dan mekanisme yang berlaku. Saya sudah lamabekerja. Ketika saya dipercaya sebagai Kepala DinasPerikanan, disaat itu saya gelindingkan barang. Sayakatakan kepada yang terkait, bahwa “Jujurki”. Karenanilai kejujuran itu sangat bermanfaat. Itu juga masuk keranah spiritualitas
Peneliti Lalu?
H. Zakaria Bakri Saya selalu bilang kepada mereka, “Jujurki”, jangan kitamenipu diri sendiri. Kalau ada yang kita mohonkan, jikapemerintah (memberikan batasan atau aturan) maka ikutiitu. Janganki mangoa, serakah. Jangan sampai programtersebut memasukkan (pihak keluarga) seperti anak, jugamenantu, juga saudara, kita semua.
Peneliti Jadi lawannya jujur adalah mangoa?
H. Zakaria Bakri Benar. Saya pernah baca bukunya Ari Ginanjar. Adapenelitian tentang manajer-manajer perusahaan besardunia. Di telusuri aspek apa sebenarnya membuatpimpinan top perusahaan ini sukses, ternyata 80%adalah kejujuran. Dan itu juga yang ada pada Rasulullah(Muhammad). Jadi jujur itu adalah nilai spiritualitas yanguniversal. Sehingga semua orang (siapa pun dia) jugacinta pada orang jujur. Orang tidak beragama juga sukapada orang jujur dan Tuhan menghargai kejujuran itu.Jadi nilai kejujuran itu sebenarnya kaitannya dengansalah satu ayat dalam Al-Quran dengan firmanNya“Walau anna ahlalquraamanu wattaqau lafatahnabaraqatin minassamaai wal ardi” bahwa jikalau sekiranyapenduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilahKami akan melimpahkan kepada mereka berkah darilangit dan bumi. Di unsur itulah iman dan takwa adakejujuran, maka Tuhan akan menurunkan berkah darilangit dan menumbuhkan berkah dari bumi. Itukan ayat,
256
di Albakarah. Jadi saya kasih tau mereka, jika Tuhansudah berkah (maka tanaman akan subur). Pupuk itucuma penyebab saja. Kenapa dulu orang bersawah tidakada pupuk? Karena Kejujuran masih terpelihara. Mungkinorang dulu tidak sembahyang ketika bertani tapi padinyajadi, karena tidak ada yang bohong. Tuhan hargai itukejujurannya sebagai bagian dari nikmat. Pengabdiankepada Allah itu adalah urusannya. Saya katakan kepadamereka, Jujurki. Janganki melakukan kebohongan-kebohongan.
Peneliti Kalau pada saat penyusunan anggaran ini bagaimana?
H. Zakaria Bakri Ini konsep Jujur, seharusnya anggaran juga tertanamunsur spiritualitas. Jujur berarti anggaran saya akanpertanggungjawabkan nanti. Jangan ditutup-tutupi.Kejujuran berfikir, jangan mengajak orang untuk berbuatjujur, seharusnya yang bersangkutan juga harus terlebihdahulu jujur.
Peneliti Waktu menyusun anggaran, apakah semuanya dudukbersama? Khususnya dilingkungan Anda, pernahkanAnda memberikan penekanan terhadap sesuatu kepadamereka?
H. Zakaria Bakri Saya selalu mengatakan kepada staf saya, susunlahanggaran sesuai dengan kebutuhan, jangan keinginan. Dipemerintahan banyak hal-hal yang mesti kita tanggulangi.Di situlah biasa bermain.
Peneliti Kembali lagi ke nilai spiritualitas
H. Zakaria Bakri Jadi sebenarnya nilai spritualitas itulah yang kitatonjolkan di dalam penganggaran. Sekarang ini dalamsetahun anggaran empat hingga lima kali diperiksasehingga setiap selesai melaksanakan program harusdipertanggungjawabkan. Menjadi PNS bukan untukmemperkaya diri, kalau ingin memperkayah diri, janganjadi PNS.
Peneliti Sederhana dan kaya berbeda pak?
H. Zakaria Bakri Sederhana itu sikap. Boleh orang punya uang tapisikapnya sederhana. Ada orang mungkin tidak punyauang tapi hidupnya “Wah” kelihatan mengelabui. Hidup inibagaimana kita makan yang sehat, bagaimanamendapatkan pendidikan, bagaimana kesehatan bisaterawat, kemudian bagaiamana beribadah, memilikitransportasi, konsumsi, itukan yang kita butuhkan dalamhidup. Kalau orang mau “di bilang”, ya mungkin.
Peneliti Konsep siri’ na pesse ditopang oleh nilai-nilai kearifanlokal, tongeng, getteng, lempu, dan adele. Jadi inimerupakan konsep sulapa appa. Bagaimana Andamelihat dan nilai-nilai apa saja yang menjadi penopangsiri’ na pesse selain nilai-nilai tadi. Dimana posisi nilai-nilai itu dan nilai-nilai apa yang merusaknya.
H. Zakaria Bakri Nilai-nilai itu kita sebut sebagai nilai-nilai kearifan lokal
257
atau nilai-nilai siri’ na pesse. Orang bisa malempu’ (jujur)jika dia yakin bahwa lempu’ ini bagian dari tongeng(kebenaran) yang akan membawa kita kepada suatu titikkebahagiaan. Orang lempu’ itu tidak berfikir duniawi. Olehsebab itu orang yang lempu atau orang jujur misalnyadisuatu instansi, biasa dikatakan akan susah hidupnyakarena dibenci orang. Diumpamakan, kalau dihutan ituada kayu yang lurus pasti cepat ditebang, bengkok-bengkoklah sedikit. Inikan sesuatu yang keliru tapi orangpahami itu sebagai sesuatu yang dilakukan. Karenauntuk eksis harus begitu (bengkok) dari pada malempu’kitapi tidak eksis. Artinya eksisnya dia di dunia bukan disana (akhirat). Sementara eksisnya lempu itu adadiakhirat. Ini adalah bagian dari tanggungjawab
Peneliti Jadi penganggaran, apapun resikonya harus kitamalempu.
H. Zakaria Bakri Ya, dalam penganggaran daerah melibatkan banyakpihak sehingga menimbulkan banyak sekali pihak yangberkepentingan. Jadi kalau kita mau bagaimana lempu inikita aplikasikan dan terapkan, maka kembali lagi bahwakita paham jika hidup ini bukan di sini, tetapi hidup ini adadi sana yang abadi. Kemudian getteng, getteng ini adalahtegas.
Peneliti Jika kita menyusun anggaran harus juga getteng.
H. Zakaria Bakri Ya, sebenarnya biasanya kan orang baru bisa tegas dandidengar ketegasannya jika dia tongeng dan malempu’.Kalau orang tidak tongeng dan malempu’ atau adakola’nya (kesalahannya), maka susah untuk getteng(tegas), susah untuk di dengar karena pada saat diamengatakan begini tapi pernah dia melakukan kola’. Jadijangan engkau memberikan bakke (luka) satu kali (sekalikita melakukan kesalahan, maka persepsi orang akanjatuh kepada kita jika ada yang melakukan kesalahanyang sama untuk kedua kalinya). Ini sama halnya dengankulit ular yang rusak disebut kola’, bakke ataukah rusakatau cacat. Jadi biasanya orang yang getteng (tegas) itumalempu’ (jujur).
Peneliti Jadi malempu’ itu menjadi dasar?
H. Zakaria Bakri Benar, Tongeng dahulu, baru malempu’ dan getteng.Orang getteng karena malempu’. Jadi orang yangmalempu’ (jujur), maka tongeng itu menjadi dasarnya.Jadi dalam implementasinya, masih di atas (duluan) itutongeng dari pada malempu’.
Peneliti Jadi tongeng dulu baru jujur kemudian getteng?
H. Zakaria Bakri Jadi tongeng itu adalah kebenaran. Jadi kalau orang jujurbiasanya tongeng yang dia pakai sebagai dasar, yaitukebenaran illahiah, kebenaran spiritual, tetapi kita harusyakin bahwa kebenaran spiritual itu juga merupakansunnatullah. Kebenaran sunnatullah itu adalah kebenaranumum atau bersifat universal. Jadi semut jika diganggu
258
juga bisa menggigit. Itu sunnatullah. Jadi tongeng adalahdasar bagi orang yang jujur. Jadi orang getteng bisamelakukan itu jika ada sifat jujurnya. Karena tidak adagunanya getteng kalau orang pembohong. Untuk apa diagetteng? Jika semua ini dilakukan, itu berarti dia sudahadil. Karena untuk menciptakan keadilan harus ada oranggetteng.
Peneliti Tongeng, baru jujur, baru getteng, baru adele?
H. Zakaria Bakri Benar, karena katakanlah saya zalim, harus ada orangyang getteng membenarkan saya. “Salahki kalau begitu,jangan lakukan, salahki”. Untuk mencapai keadilan harusbegitu. Kalau ada orang yang zalim atau ambil haknyaorang, datang orang getteng mengarahkan “salahki kalaubegitu”.
Peneliti Dari empat nilai-nilai siri’ na pesse tersebut, apa sajayang dapat merusaknya?
H. Zakaria Bakri Pertama, bagaimana memahami hidup dengan benar(tongeng). Tentu sesuai dengan konsep spiritualitas. Jadikonsep hidup yang benar (tongeng) itu kan harusberdasarkan agama. Agama benci pada mangoa(keserahakan), kepada hal-hal yang jelek. Jika diamemahami itu, maka dia kembali lagi ke agama. Kalauorang mau menanamkan sifat itu tadi kuncinyabagaimana dia memahami dan melaksanakan agamanyadengan baik. Jadi dasarnya kembali lagi kepada imandan takwa.
Peneliti Jadi perlu pemahaman yang baik tentang hidup yangbenar sesuai agama.
H. Zakaria Bakri Benar, sesuai dengan pemahaman tentang nilai-nilaispiritualitas itu tadi. Dari situ nanti timbul siri’ dan pesse.
Peneliti Bisakah kita katakan bahwa siri’ na pesse merupakanpemicu atau leverage?
H. Zakaria Bakri Bisa, bahwa siri’ na pesse itu dikatakan sebagai pemicu(leverage), tetapi hanya sebatas tanggung jawab duniawisaja. Saya merasa masiri’ atau malu jika saya dikatakanpembohong. Jika hanya sebatas masiri’ atau malu, bisasaja dia berbohong dan disembunyikan, tetapi bukantanggungjawab hidup. Saya malu jika diketahui orangberbohong. Saya malu kepada Allah jika saya bohong. Ituyang benar. Dan kita tidak dapat menyembunyikantentang kebohongan kita. Jadi jika kita malu pada Allah,itu baru bisa mengerem kita berbohong, tapi jika malukepada manusia berarti masih bisa menipu. Jadi malu itujuga dalam agama dikatakan malunya sama Allah. Sayamalu kepada Allah karena Allah maha pemberi, sayamalu kepada Allah karena Allah maha pemaaf,.karenapada diri kita ada sifat-sifat Allah. Makanya manusia ituadalah khalifatul fil ardi. Harusnya manusia itu mewarisisifat-sifat Allah itu secara terbatas.
259
Peneliti Ada catatan dari Buya Hamka bahwa ada beberapa nilaiyang menghancurkan nilai-nilai siri’. Jadi sebenarnyaHamka juga memahami tentang siri. Juga disebutkan adaperusak nilai termasuk keserakahan/mangoa. JikaHamka menyebutnya nilai Bodoh, zalim, sahwat, dangada’. Menurut Anda?
H. Zakaria Bakri Sahwat itu jangan diartikan nafsu birahi saja. Banyakbentuknya, menguasai dunia, menguasai harta, dansebagainya merupakan bagian dari itu.
Peneliti Jadi apa yang merusak nilai-nilai kearifan lokal tersebutdalam hubungannya dengan penganggaran?
H. Zakaria Bakri Yang merusak adalah masalah kepentingan dan ambisi.Misalnya seorang legislator memiliki kepentingan danberambisi terhadap anggaran. Pokoknya daerahpemilihanku tidak boleh kosong. Harus adapembangunan di sana. Mereka tidak berfikir holistik,mereka berfikir sekat-sekat.
Peneliti Jadi yang merusak nilai-nilai siri adalah tidak adapemahaman baik tentang hidup yang benar.
H. Zakaria Bakri Jadi orang bodoh itu bukan orang yang tidak sekolah.Banyak orang tidak sekolah, tidak tau sebenarnya hakikathidup. Itu juga dikatakan bodoh tentang hakikat hidupsehingga lahirlah keserakahan, ambisi, sahwat, dansebagainya.
Peneliti Menarik membicarakan ambisi tentang anggaran, bukancuma legislatif tapi kalangan birokrasi eksekutif juga?
H. Zakaria Bakri Sebenarnya jika kesalahan anggaran yang kita akan teliti,maka tidak ada pelaksanaan anggaran yang tidakmemiliki kekurangan karena berbagai hal. Tetapi yangterlaksana dan yang bisa dipertanggungjawabkan secaraadministratif itu mungkin ada. Tapi dikatakan sempurnabetul itu tidak ada. Olehnya itu penegak hukum ataujaksa harus dapat membaca gestur orang, sehinggadapat mengetahui aspek psikologis mana orangmemberikan keterangan bohong atau keliru dalamkesalahannya atau sengaja. Harus begitu karena kalausalah, tanggung jawabnya luar biasa. Seorang pejabatdaerah dipenjara karena memperjuangkan siri’nyamelalui pengadilan akhirnya dia menang. Siapa yangtanggung dosanya selama dia dipenjara? Juga ada fakta,seseorang sebelum jadi bupati, rumahnya bocor-bocor.Jika dia bepergian dan memiliki kelebihan uang maka diakembalikan ke bendahara. Jadi jangan juga skeptisterhadap pejabat yang dipenjara. Boleh jadi dia itu ditipuoleh seseorang atau bawahan. Itulah tanggung jawabsebagai pimpinan sebagai penanggungjawab anggaran.Jadi siri’ na pesse dalam penganggaran dapat dikaitkandengan pemerintahan yang clean and clear.
Peneliti Dari literatur disebutkan bahwa anggaran itu mudahdimanipulasi dan sangat sarat dengan kepentingan-
260
kepentingan politik?
H. Zakaria Bakri Kepala-kepala dinas misalnya, yang dianggap sebagaipengayom masyarakat, lebih mementing-kankeluarganya. Jadi saya harus berani melakukan tindakan,masih ada warani.
Peneliti Apakah warani (berani) yang dimaksud adalah turunandari getteng?
H. Zakaria Bakri Ia, warani merupakan bagian dari getteng. Jadi sayaharus warani, seperti mengatakan kepada mereka bahwasaya tidak akan kucurkan anggaran kepada keluargasaya kecuali jika memang ada jalannya (haknya), sayabantu sesuai aturan. Jika tidak ada aturan saya tidakmau. Jaman Rasulullah itu juga ada hadits yangmengatakan bahwa bantulah orang yang dekat(denganmu). Jadi kalau kau mau bantu, bantu dulukeluarga terdekatmu. Tetapi ini tidak berlaku universal.
Peneliti Bagaimana jika hal semacam itu ada yang memaknaisebagai nepotisme?
H. Zakaria Bakri Nepotisme itu sebenarnya adalah sesuatu yang tidak bisadipisahkan. Katakanlah saya dosen lalu ada ponakanku.Sebenarnya dia tidak lulus tapi saya kasih lulus, itunepotisme. Kalau dia lulus saya luluskan itu bukannepotisme.
Peneliti Bagaimana dengan anggaran, apa dikenal juga dengananepotisme anggaran?
H. Zakaria Bakri Anggaran juga begitu. Contoh, membuat kelompoknelayan lalu saya kucurkan anggaran, padahal kelompoknelayan itu fiktif karena ada orangnya tapi kegiatannyatidak ada (sementara anggaran telah dikucurkan).
Peneliti Jadi membantu orang yang terdekat dengan kita bukanepotisme anggaran?
H. Zakaria Bakri Jika ada bantuan yang bukan berasal dari kita tapikekuatan kita ada di situ, bantuan bukan yang bersumberdari pribadi yang punya kewenangan atau punya hakuntuk memberikan bantuan tersebut. Dari orang lainbantuannya tapi dia dikasih kewenangan lalu dia atursalah, disitulah (nepotisme anggaran). Memberikanbantuan sesuai dengan persyaratan yang diatur, itu tidakmasalah. Misalnya, Anda punya sesuatu (anggaran,misalnya karena sebagai penguasa anggaran), mintatolong sama saya, tolong pak dibagikan pada orang-orang, saratnya seperti ini, lalu ingkar dari sarat lalukemudian (anggaran) itu diberikan kepada keluarga.
Peneliti Di Luwu Timur, apa ada yang terkait dengan nepotismeanggaran?
H. Zakaria Bakri Jika kita berbicara kemungkinan-kemungkinan, itu bisa.Tapi jika kita bicara fakta, yah perlu penelusuran.
Peneliti Jadi dalam konsep Anda, ada dikatakan hakikat, ada
261
tauhid, dan ada nilai-nilai, lalu selanjutnya?
H. Zakaria Bakri Saya berharap, tadi itu kan ada hakikat, ada tauhid,kemudian ada siri’ na pesse, ada nilai-nilai tongeng,getteng, lempu, adale’, hemat saya ini adalah modalutama, jika ini bisa sinergi dan bisa dipahami dengan baikhubungannya antara satu dengan yang lain, hemat sayaini modal utama untuk mencapai penganggaran yangbetul-betul jujur, bertanggungjawab dan memiliki nilaitambah atau value added untuk pencapaiankesejahteraan masyarakat. Karena pemerintah hadiruntuk menyejahterakan masyarakat sehinggamendapatkan harkat dan martabat. Jika ini dipahamidengan baik dan benar-benar ditetapkan, maka inimenjadi sesuatu yang dahsyat.
Peneliti Bisakah saya mengatakan bahwa ini akanmenyejahterakan masyarakat, akan melahirkanpenganggaran yang paripurna, penganggaran yangbertanggungjawab?
H. Zakaria Bakri Bertanggungjawab itu bukan hanya sebatas hakikat.
Peneliti Benarkah jika bupati juga mengasistensi anggaran?
H. Zakaria Bakri Iya, bupati langsung mengasistensinya. Kalau diaberkunjung ke SKPD dan mendapatkan, misalnyapenganggaran kabel yang tiap tahunnya dianggarkan,lalu tahun berikutnya dia dapatkan dianggarkan lagi, dialalu katakan, jika disambung itu kabelmu, bisamenghubungkan dari makassar ke malili (ibu kota LuwuTimur). Kemana semua itu kabelmu. Dia katakan begitu.Begitu juga misalnya pembelian sebuah timba, diakatakan tidak bisakah kau sisipkan (uang pribadi) untukmembeli timba, kan ada perjalanan dinasmu. Jangan lagikau anggarkan itu. Ternyata hal semacam itu tidakpopuler dan ternyata orang yang mau membangun pastitidak populer. Tetapi pada saat kita merenung, alambawah sadar kita bekerja, ada juga benarnya. Dan beliauitu mengatakan “Ia memang sekarang kau mengira sayaini tidak baik, tetapi nanti setelah saya lengser baru kaumerasakan” (apa yang saya katakan itu bermanfaat).
262
Lampiran 3
Manuskrip Hasil Wawancara Bidang Kesehatan (1)
Informan H. April
Jabatan Kepala Dinas Kesehatan Luwu Timur
Tanggal 26 Mei 2015
Topik Penganggaran berbasis siri’ na pesse
Lokasi/Situasi/LatarWawancara
Wawancara dilakukan di ruang kerja Kepala DinasKesehatan. Saat wawancara situasi tenang tanpa adaorang lain yang berada dalam ruangan. Saya diterimadengan baik.
Peneliti Apa pendapat Anda tentang siri’ na pesse?
H. April Siri’ itu berarti malu dan pesse itu adalah lombok atauempati atau atau rasa haru dari dalam jiwa. Pesse berartiterharu dalam ketidakberuntungan.
Peneliti Masih adakah siri’ na pesse di Luwu Timur?
H. April Hemat saya, siri’ na pesse itu tidak hilang, selama kitapunya hati nurani berarti siri’ na pesse itu masih tetap ada.Kita ini manusia memiliki asas keadilan dan kemanusaiaanyang merupakan perwujudan siri’ na pesse itu sendiri.
Peneliti Tetapi jika dikatakan bahwa siri’ na pesse itu sudahmemudar?
H. April Siri’ na pesse mulai memudar jika kita berbicarakepentingan pribadi, tapi jika berbicara kepentinganmasyarakat maka siri’ na pesse tidak pudar.
Peneliti Mengapa dikatakan begitu?
H. April Kita lihat bagaimana proses lahirnya anggaran itu.Penganggaran ini kan ada yang buttom up dan top down.Jadi mulai dari desa hingga kabupaten. Jadi siapasebenarnya yang menggunakan anggaran itu. Anggaran ituharus memperhatikan pemanfaatannya dan pihak terkaitseperti pengguna anggaran, penentu kebijakan anggaran,pengesahan anggaran, dan sebagainya. Anggaran itu kanujung-ujungnya pelayanan publik. Katakanlah di tatarandinas kesehatan. Contohnya di kesehatan sebagaipengguna anggaran, maka tentu yang terkait diatasnya adatim anggaran TAPD, Bappeda, Keuangan, kemudianbermitra dengan kasda dan juga dengan banggar di DPRD.Nah ini kita belum berbicara dengan pemanfaatananggaran. Pemanfaatan anggaran ini jika di dinaskesehatan maka kita melihat lagi ke tingkat dibawahnya.Misalnya yang mengelola dan melaksanakan anggaran.Anggaran yang dialokasikan ke masyarakat dikatakanmasyarakat sebagai pengguna anggaran.
Peneliti Berapa proporsi anggaran untuk kesehatan di Luwu Timur?
263
H. April Di KUA-PPAS telah disebutkan di situ. Kalau pada tingkatnasional, anggaran kesehatan itu tidak boleh kurang 5%.Tapi kalau di Kabupaten Luwu Timur sudah lewat dariangka itu, bahkan sekitar 15%.
Peneliti Apa yang mendasari sehingga dinas kesehatan membuatanggaran di atas 5%?
H. April Luwu Timur jauh dari pusat pelayanan kesehatan atau jauhdari pusat propinsi. Propinsi merupakan pusat pelayanankesehatan yang lebih memadai. Nah sekarang ini kansudah otonomi daerah. Jadi daerah diberikan kewenanganluas untuk mengeloh daerahnya sendiri termasuk bidangkesehatan. Oleh karena itu Luwu Timur harus berupayamaksimal menyediaan sarana kesehatan bagi masyarakat.Apalagi urusan kesehatan merupakan kewajibanpemerintah daerah yang diatur dalam undang-undang (UU)otonomi daerah. Melalui amanah UU otonomi tersebut,maka pemerintah daerah memiliki peran yang besar untukmengembangkan layanan kesehatan kepadamasyarakatnya. Baik buruknya layanan kesehatan sangattergantung kebijakan pemerintah daerah. Sebagai daerahyang baru terbentuk, Luwu Timur yang menempatkan pusatlayanan di kota Malili yang masih kurang pembangunannyadan harus segera dilengkapi. Memang memulaipembangunan di daerah terasa berat, tetapi pemerintahterus berupaya menggenjot pembangunan. Hasilnyasekarang sudah dirasakan masyarakat. Dibandingkansebelum mendapatkan alokasi anggaran dari pemerintahuntuk pembangunan, kondisi masyarakatnya yangterbelakang dan kualitas kesehatannya masih sangatrendah. Parahnya lagi, dulu pernah ada kejadianmasyarakat disini ada yang meninggal tidak diketahuipenyakit yang dideritanya karena tidak ada yang periksa.
Peneliti Dapatkah dikatakan jika kondisi itu merupakan bagian darisiri’ na pesse?
H. April Ya, kejadian ini tidak boleh lagi terjadi setelah adanyapemekaran kabupaten dan pemerintahan yang baruterbentuk 12 tahun silam. Keprihatinan sekarang inilahyang mendorong pemerintah daerah berkomitmen untukmembenahi pembangunan diberbagai aspek khususnyabidang kesehatan. Tujuannya agar dapat mengejarketertinggalan sehingga dapat sejajar dengan daerahlainnya. Pelan tapi pasti, komitmen pembangunankesehatan Luwu Timur sudah mulai nampak. Berdasarkanhasil penelitian Indeks kesehatan masyarakat daerah yangdilakukan oleh Balitbanda, Luwu Timur menempati urutanke empat di Sulawesi Selatan sebagai daerah yang berhasilmemperbaiki indeks pembangunan manusianya. Semua inibisa menjadi bukti bahwa pemerintah daerah memilikikepedulian yang tinggi pada pembangunan padamasyarakat melalui proses penganggaran pembangunandaerah.
264
Peneliti Kemudian berbicara nilai-nilai kearifan lokal, nilai apa yangAnda lihat terkait dengan penganggaran?
H. April Terkait keadilan (adele’) dalam proses penganggaran,pemerintah daerah mewujudkannya melalui pengalokasiananggaran pembangunan, bukan hanya di kota tetapi juga dipelosok. Berbicara keadilan berarti setiap desamendapatkan anggaran pembangunan secaraproporsional, misalnya setiap desa mendapat jatahpembangunan fisik berupa pembangunan Pos KesehatanDesa (Poskesdes) dan beberapa pembangunanPuskesmas Pembantu (Pustu) yang ada di desa. Selainprogram fisik, pemerintah juga mengalokasikan anggaranprogram non fisik, seperti program desa siaga. DalamProgram desa siaga tersebut terdapat penyediaan sumberdaya manusia (SDM) paramedis (bidan dan perawat) yangkompeten. Pada hakekatnya semua masyarakat memilikihak yang sama untuk memperoleh layanan pembangunanfisik maupun non fisik. Pemerintah harus cermatmenganalisis, semua kebutuhan warga khususnya padabidang kesehatan.
Peneliti Lalu apakah dalam penganggaran itu biasa terjadipergeseran anggaran atau keberpihakan anggaran karenaalasan tertentu?
H. April Perubahan anggaran itu memang ada dan juga ada yangdinamakan pergeseran anggaran. Pergeseran anggaranterjadi karena sejak awal kita meletakkan anggaran yangkurang tepat. Ada program yang kelebihan anggaran atauada juga program yang kekurangan anggaran. Itulah digeser tapi dia tidak digeser di kegiatan lain tapi dalamkegiatan itu sendiri. Nah di sini pemerintah cukup konsistenterhadap apa yang telah diprogramkan, khususnya programkebutuhan masyarakat. Hanya saja aturan dalampenyusunan program dan penetapan anggaran melibatkanberbagai pihak, selain dari pihak eksekutif (SKPD) jugaharus melibatkan legislatif. Keberadaan anggota DPRDjuga diperlukan, khususnya badan anggaran (banggar)sebagai mitra pemerintah daerah (eksekutif) dalampembahasan program dan anggaran. Anggaran dibahassecara bersama untuk mempertemukan usulan masyarakatmelalui musrembang, usulan program SKPD, dan usulanprogram DPRD yang diperoleh melalui reses. Namun yangmenjadi catatan di sini bahwa kepentingan pribadi ataukelompok sebaiknya tidak diakomodir dalam penyusunananggaran. Apalagi penyusunan anggaran merupakankesepakatan kedua belah pihak yaitu eksekutif danlegislatif.
265
Lampiran 4
Manuskrip Hasil Wawancara Bidang Kesehatan (2)
Informan Yetriani Bosa, S.Km., M.Kes.
Jabatan Kepala Bidang Anggaran Dinas Kesehatan Luwu Timur
Tanggal Kepala Sub Bagian Perencanaan Dinas Kesehatan
Topik Mekanisme penyusunan anggaran
Lokasi/Situasi/LatarWawancara
Wawancara dilakukan di ruang kerja Kepala BidangAnggaran Dinas Kesehatan Luwu Timur dalam situasitenang walau ada beberapa pegawai dalam ruangan.Saya diterima dengan baik dengan penuhkebersahajaan.
Peneliti UU No. 36 tahun 2009 mengamanatkan alokasi anggaranbelanja kesehatan dalam APBN sebesar 5%. Bagaimanaproporsi anggaran di Dinas Kesehatan Luwu Timur ?
Yetriani Bosa Belanja kesehatan dalam APBD Luwu Timur terbagimenjadi dua, yaitu belanja langsung dan belanja tidaklangsung. Khusus kesehatan, belanja langsung tahun2015 kurang dari 10 persen.
Peneliti Bagaimana dengan penyusunan anggaran langsung dannon langsung di dinkes?
Yetriani Bosa Alur penyusunan anggaran belanja langsung dan tidaklangsung di Dinas Kesehatan melalui mekanisme.Seperti belanja langsung misalnya, pembangunan fisikmelalui beberapa tahapan. Dimulai dari musrembangdesa, kecamatan, kabupaten. Setiap pelaksanaanmusrembang tingkat kecamatan ada perwakilan SKPD,termasuk yang mewakili dinas kesehatan. Kehadiranwakil dinas kesehatan bertujuan melihat skala prioritasprogram yang diusulkan sekaligus melakukan investigasilapangan bersama Bappeda dan dinas terkait. Pada saatinvestigasi dilakukan, Kita tinjau apakah program yangdiusulkan merupakan prioritas dan layak mendapatkanpembangunan tahun berikutnya. Rangkaian proses inidilakukan secara rutin, utamanya terkait programpembangunan fisik. Pada sisi perencanaan, kami turunmelihat sarana dan prasarana secara langsung. Karenabisa saja program usulan masyarakat pada saatmusrembang belum tentu menjadi kebutuhan mendesakbagi mereka. Ada pula program yang diperoleh melaluidinas terkait, berdasarkan hasil invetigasi petugasdilapangan pada sarana kesehatan yang ada, misalnyake puskesmas, pustu, dan poskesdes. Kemudian untukprogram langsung, kami di dinas kesehatan membagikerja berdasarkan bidang masing-masing. Ada empatbidang yang ada. Setiap bidang sudah mengetahuikebutuhannya, terutama bidang yang ada dibawahnya.Masing-masing bidang menyusun program yang akandikerjakan pada tahun yang akan datang. Apalagi salah
266
satu fungsi dinas sebagai pengawasan dan pembinaanterhadap puskesmas. Bidang yang membawahipuskesmas harus rutin melakukan pertemuan untukmembahas kebutuhan yang diperlukan dan membahasprogram apa saja yang akan dilaksanakan tahun depan.Setelah rapat internal dilakukan, maka bidang yangmembawahi puskesmas mengajukan anggaran programpada bagian perencanaan. Ada pula rapat penyusunananggaran di dinas kesehatan. Namun sebelum rapatpenyusunan anggaran, kami di bidang perencanaanbersurat terlebih dahulu pada pimpinan puskesmas.Tujuannya agar pihak puskesmas datang bersama kamiuntuk mempresentasikan kebutuhan anggarannyamasing-masing. Untuk biaya operasional puskesmas, adaagenda pembahasan bersama antara puskesmas denganbidang perencanaan. Sedangkan bidang program jugamelakukan rapat internal untuk menyusun program. Padaprinsipnya bidang anggaran rutin melakukan rapatbersama dengan bidang lainnya, membahas porsianggaran.
Peneliti Jadi pada dasarnya ketika menyusun anggaranoperasional puskesmas, pihak dinas kesehatan dudukbersama dengan puskesmas untuk membahas anggaranterkait program dan kegiatan.
Yetriani Bosa Ya, terkait dengan program bisa lihat seperti pengadaanobat-obatan, gizi, desa siaga. Pihak puskesmasmenyusun anggarannya dan membahas bersama ditingkat dinas. Setiap program puskesmas akan dibagiberdasarkan program masing-masing dan dibahasbersama. Hasil pembahasan programnya akanditeruskan pada bagian perencanaan. Hal ini dilakukanuntuk melihat apakah sudah sesuai porsi anggaran yangdibutuhkan. Jadi memang tidak pernah ada bahwa dinaskesehatan plafonnya hanya segini, tidak ada. Memangdinas kesehatan diberikan porsi anggaran sesuaikebutuhannya, selama tidak melebihi dari angka 15% darianggaran APBD. Apalagi besaran APBD Luwu Timursangat tinggi dibandingan dengan APBD kabupatenlainnya.
Peneliti Ketika melakukan rapat penyusunan anggaran bersamadengan jajaran di bawahnya seperti puskesmas,pernahkah muncul gugatan dari mereka yangmempersoalkan tentang faktor keadilan anggaran?
Yetriani Bosa Tidak, karena proporsi anggaran yang diberikanberdasarkan analisis. Kami mengetahui bagaimanakondisi mereka. Inilah gunanya dinkes duduk bersamadengan puskesmas. Pembahasan anggaran bersamamereka sudah kita lakukan selama tiga tahun. Dalam tigatahun terakhir, setiap puskesmas diminta untuk membuatrencana kerja anggaran (RKA). Kemudian diinput olehbidang perencanaan sehingga dapat diketahui secarajelas kebutuhan setiap puskesmas. Apalagi kami duduk
267
bersama membahas kebutuhan anggarannya, makanyaada sinergi antara puskesmas dengan dinas kesehatan.Intinya bahwa Program puskesmas yang tidakmembutuhkan anggaran besar, maka akan mendapatporsi anggaran sesuai yang mereka perlukan. Untuk apadiberi anggaran banyak kalau akhirnya akan menjadisilpa.
Peneliti Jadi faktor keadilan?
Yetriani Bosa Terkait dengan kesenjangan kebutuhan anggaran antarapuskesmas yang satu dengan yang lainnya hinggasekarang tidak pernah terjadi. Kalau ada programpuskesmas yang membutuhkan anggaran yang banyak,maka dapat dilakukan secara bertahap sesuaikemampuan. Selain itu, proses penganggaran yang adadi Luwu Timur masih berjalan baik.
Peneliti Terkait dengan intervensi anggaran?
Yetriani Bosa Hemat saya tidak.
Peneliti Tapi jika hal itu memang ada, bagaimana sikap kita?
Yetriani Bosa Sejauh ini, itu tidak ada. Biasanya kalau anggota DPRDmelakukan reses ke bawah, disitu kita samakan denganprogram hasil musrembang yang telah kita buatsebelumnya. Jika memang program itu sudah ada dimusrembang maka kita tidak akomodir. Tapi kalaumemang program itu belum masuk ke musrembang, dandibutuhkan maka kita perlu akomodir. Jadi tidak adaprogram titipan.
Peneliti Bagaimana jika ada suatu program yang mereka ajukandidorong untuk direalisasikan?
Yetriani Bosa Di Luwu Timur, selama saya di perencanaan tidak adaseperti itu. Memang kebutuhan yang mereka ajukanadalah kebutuhan juga. Jadi titipan yang mengada-adaitu tidak ada dan sampai saat ini, pemerintah tidak maudiintervensi oleh siapapun.
Peneliti Sebelum menyusun anggaran, terlebih dahulu Andakelapangan melihat kondisi sebenarnya dan apakahterjadi ketimpangan, dan bagaimana Anda merasakan halitu?
Yetriani Bosa Saya turun ke lapangan sampai ke pustu-pustu. Jadiyang masuk dalam tupoksi saya itu yang sayaanggarkan. Cuma kami sampai di pustu.
Peneliti Misalnya?
Yetriani Bosa Seperti peralatan kesehatan, mobile-mobilernya, saranaprasarananya, kelayakan bangunannya. Tapi kalau kemasyarakat adalah program, misalnya bidang kesehatanmasyarakat, KIA (kesehatan ibu dan anak), gizi, danpromosi kesehatan. Jadi ketimpangan-ketimpangan yangterjadi selama ini dapat diatasi karena setiap tahun kamiselalu mengakomodir berdasarkan hasil pengamatan
268
kami dilapangan.
Peneliti Dari penjelasan Anda disimpulkan bahwa penganggarandi dinas kesehatan telah memenuhi unsur keadilan danjuga tegas dalam mempertahankan anggaran dariintervensi. Sementara itu, anggaran yang telah disusuntersebut selanjutnya akan di bawa ke renja.
Yetriani Bosa Anggaran yang telah disusun oleh perencanaan dalambentuk RKA akan diasistensi oleh Bappeda. Kemudiandiperiksa oleh tim anggaran pemerintah daerah yangterdiri dari sekda, Bappeda, bagian keuangan, danasisten. Kalau dibutuhkan, anggaran yang diusulkan jugadiekspos ke Bupati. Selanjutnya diserahkan kepadakomisi yang membidangi kesehatan. Setelah itu barudiserahkan ke badan anggaran. Pada proses inilah,biasanya ada anggaran dikurangi ataupun program yangdihapus. Meskipun demikian, jarang ada programdihapus dan anggaran dikurangi.
Peneliti Lalu bagaimana dengan pembangunan fisik?
Yetriani Bosa Tentang pembangunan fisik disini harus berdasarkankepentingan masyarakat. Kalau kepentingan perorangantidak bisa mengintervensi kami. Kami melakukanpembangunan terlebih dahulu melakukan investigasikelapangan sehingga dapat dijamin bahwa program itumenjadi kebutuhan masyarakat.
Peneliti Oleh sebab itu, biasanya muncul kepentingan-kepentingan yah?
Yetriani Bosa Nah makanya kita perlu turun ke lapangan meninjau.Dibutuhkan investigasi. Jadi kita utamakan berdasarkanskala kebutuhan. Memang banyak usulan masyarakatyang merupakan keinginan, tapi kita meninjau apa layakatau tidak. Jika tidak layak, kita diskusi dengan pak desadan menjelaskan. Jadi banyak segi yang harusdiperhitungkan dan dipertimbangkan.
Peneliti Ketitka melakukan penyusunan anggaran di kantorDinkes, bagaimana polanya?
Yetriani Bosa Terkait penyusunan anggaran di bagi tiga berdasarkanbidangnya masing-masing. Kita duduk bersama untukmembicarakan berbagai program di setiap bidang. Tiapbidang mengisi format anggaran yang telah disediakan.Jadi di saat itu juga kita input langsung. Jadi merekabersama-sama, ada perwakilan dari bidang, daripuskesmas, dan dari perencanaan. Jadi sudah fix di situdan langsung diselesaikan.
Peneliti Apakah bapak kepala dinas juga hadir?
Yetriani Bosa Kepala Dinas Kesehatan juga hadir, tapi biasanyaterlebih dahulu membuka kegiatan penyusunananggaran. Di situ dia menyampaikan beberapa hal yangdianggap penting lalu diserahkan ke perencanaan.
269
Peneliti Bagaimana dengan Bappeda?
Yetriani Bosa Renja kita sudah ikuti dan ekspos program. Di situ telitisatu per satu. Jika ada kesalahan di indikator-indikatnya,maka itu yang diperbaiki.
Peneliti Apa masalah yang dihadapi di renja?
Yetriani Bosa Tidak ada masalah yang utama. Cuma program yangdiajukan harus lebih detail lagi, seperti targetnya apa,sasarannya apa, dan operasionalnya diurai secara rinci.Memang dalam penyusunan anggaran terdapatperdebatan. Tidak mudah menerima setiap usulanprogram. Bisa jadi anggaran meningkat karena adapenambahan pustu atau poskesdes.
Peneliti Bagaimana dengan siri’ na pesse jika dihubungkandengan penganggaran. Sebagaimana kita pahami bahwasiri’ itu berarti malu dan pesse berarti empati atautoleransi kebatinan.
Yetriani Bosa Jika berbicara mengenai nilai-nilai siri’ na passe dalamkeseharian tentunya masih ada. Dalam hubunganyadengan keadilan penganggaran. Makna adil menurutkami yaitu melihat kebutuhan puskesmas denganmembandingkan luas wilayah puskesmas. Jadi itulahkeadilan. Selain itu, kami juga harus transparan danterbuka terhadap anggaran yang telah di buat. Tidak adayang di sembunyikan. Olehnya itu mempublis anggaranDPA yang telah dibuat dan itulah cara kami memaknaitransparansi, tidak ada yang di sembunyikan.
270
Lampiran 5
Manuskrib Hasil Wawancara Bidang Kesehatan (3)
Informan Andi Tulleng, S. Km., M. Kes.
Jabatan Kepala Seksi Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan LuwuTimur
Tanggal/Waktu 23 Maret 2016
Topik Proses Penganggaran dan Verifikasi di DPPKAD
Situasi/Latar Wawancara Wawancara dilakukan dalam situasi tenang. Sayaditerima dengan baik di salah satu Kafe setelahsebelumnya membuat janji untuk melakukan wawancara.
Peneliti Di dinas kesehatan, di bagian mana program disusun?
Andi Tulleng Di bagian perencanaan, disitulah diramu semua program-program dan anggaran masing-masing bidang di dinaskesehatan. Dahulu, penganggaran di puskesmas dandinas dilakukan secara terpisah. Di Puskesmas membuatRKA sendiri atau DPA sendiri dan dinas juga membuatDPA sendiri. Namun sekarang digabung dan DPAnya dibuat di dinas kesehatan.
Peneliti Hal itu memang pernah dikemukakan informan lainnyabahwa tahun 2012 antara dinas kesehatan danPuskesmas masing-masing membuat anggarannya.
Andi Tulleng Memang pernah begitu, tapi setelah itu digabungkembali. Namun ada lagi rencana untuk memisahkankarena kebutuhan Puskesmas itu yang lebih mengetahuiadalah mereka sendiri. Dikhawatirkan jangan sampai adakebutuhan mereka yang tidak diakomodir.
Peneliti Bagaimana mekanisme penyusunan anggaran di tingkatPuskesmas?
Andi Tulleng Idealnya, di Puskesmas ada disebut P1, P2, dan P3. P1adalah Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP), P2adalah loka karya mini atau lokmin, dan P3 adalahevaluasi kinerja.
Peneliti Bagaimana dengan PTP?
Andi Tulleng Idealnya dimulai dari identifikasi data. Misalnya untuktahun 2015, maka dia harus melihat data laporan akhirtahun 2014. Setelah itu masuk ke lokmin. Di awal tahun,disitulah muncul semua program. Lokmin dilaksanakansetiap bulan. Yang dilaksanakan pada awal tahun,disinilah diajukan program-program dan anggarannya.Jadi sistem penganggaran di pemerintahan itu adalahN+1. Penganggaran ini dikoordinir oleh TU di tingkatPuskesmas.
Peneliti Jika lokmin diadakan tiap bulan, lalu apakah hasil tiapbulan itu yang diakumulasi untuk menentukan anggarantahun berikutnya?
271
Andi Tulleng Tidak, lokmin memang diadakan tiap bulan, tetapi untukmenentukan anggaran tahun berikutnya hanya diadakandi awal tahun.
Peneliti Fungsi lokmin bulanan itu apa?
Andi Tulleng Fungsinya memantau pelaksanaan program tiap bulan,yaitu mengidentifikasi masalah yang yang terjadi padaprogram yang telah berjalan. Setelah itu dicarikansolusinya. Masalah pada program tersebut biasanya tidakhanya diselesaikan dari program itu, tetapi biasanyadiselesaikan dengan pelaksanaan program lain.Contohnya DBD (demam berdarah) yang dibidangi P2yaitu pencegahan dan pemberantasan penyakit, tapi P2ini tidak berdiri sendiri jika memang betul-betul inginmenuntaskan DBD itu. Bisa saja dia minta bantuan kebidang kesbang, seperti di promosi. Jadi sebelum hari Hada kampanye, bagaimana pencegahannya, jika sudahada masalah baru di fogging.
Peneliti Jadi lokmin ini pada dasarnya adalah evaluasi?
Andi Tulleng Dapat dikatakan begitu. Jadi sebelum lokmin dia kelapangan dulu melakukan identifikasi, pengamatan,kemudian melaporkan hasilnya. Selanjutnya kepalaPuskesmas yang arahkan solusinya. Setelah itudiagendakan rencananya untuk bulan berikutnya.Memasuki bulan berikutnya, hasil temuan bulan laludibicarakan.
Peneliti Setelah itu?
Andi Tulleng Selain lokmin bulanan ada juga lokmin lintas sektor yangdilaksanakan per triwulan. Jadi pembahasan tidak hanyafokus pada sektornya tetapi terkait dengan sektor-sektoryang lain. Misalnya sektor pendidikan, agama, persoalandesa dan kecamatan. Misalnya untuk menyukseskanprogram KB, maka perlu dilibatkan KB, KBKS, dankementerian agama. Ini idealnya. Selanjutnya, ada jugabersifat insidentil. Ada juga Puskesmas yang menyusunanggaran setelah diminta. Biasanya program mereka ituhanya bersifat rutin. Program baru itu biasanya bersifatfisik atau juga usulan pengadaan genset, kendaraandinas, renovasi.
Peneliti Bagaimana metode penyusunan anggaran di tingkatPuskesmas?
Andi Tulleng Penyusunan anggaran di Puskesmas tidak terlalu banyakmelibatkan orang, sekitar 2 atau 3 orang, diantaranyakepala puskesmas, TU, dan pengawal program.
Peneliti Bagaimana di tingkat Poskesdes dan Posyandu?
Andi Tulleng Biasanya ada bantuan dana operasional kesehatan untukPuskesmas dan jaringannya seperti untuk Pustu,Poskedes, dan Posyandu. Pustu adalah perpanjangantangan dari pemerintah, sedangkan Poskesdes danPosyandu yang filosofinya adalah jaringan Puskesmas
272
yang berada diluar pemerintahan. Poskesdes danposyandu lebih kepada pemberdayaan masyarakat.Tidak sama dengan Pustu. Pustu itu secara administrasiada hubungannya dengan Puskesmas.
Peneliti Apakah ketika menyusun anggaran ada format yangdiikuti atau formnya?
Andi Tulleng Sudah ada, di daerah ada Simda (sistem InformasiManajemen Keuangan Daerah), jadi sudah terformat.Berdasarkan permendagri No. 13/2006 tentang PedomanPengelolaan Keuangan Daerah dan No. 56/2005 tentangSistim Informasi Keuangan Daerah) begitupun denganrekening-rekenningnya sudah lengkap. Itu di tingkatkabupaten, jadi Puskesmas mengacu ke situ.
Peneliti Dalam penyusunan anggaran terlebih dahulu menyusunprogramnya, tapi terkadang ketika sudah menyusunprogram sudah diikuti juga dengan kegiatan dananggarannya. Padahal kegiatan dan nilai atau angka-angkanya itu menyusul kemudian dalam tahapan RKA?
Andi Tulleng Awalnya memang sudah lengkap kita ajukan, cumabelum parmanen. Baru usulan, sudah ada program,kegiatan, dan anggarannya termasuk kode rekeningnya.Cuma di TAPD menyesuaikan kembali berdasarkananggaran yang tersedia. Itulah yang kemudiandisesuaikan dengan usulan tadi. Jika sudah keluar KUAPPAS disitulah muncul plafon per program. Misalnyaprogam promosi kesehatan nilainya 500 juta. Kemudiandikembalikan ke dinas kesehatan. Lalu kita buat kembalilagi dan menyesuaikan dengan angka itu. Jika lebih kitakurangi dan jika kurang kita tambahkan, karena sudahmenjadi kebijakan dari atas. Misalnya untuk tahunberikutnya, saya sudah membuat program PromosiKesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Di programitu terbagi lagi beberapa kegiatan dan sub-sub kegiatan.Misalnya pengembangan media, peningkatan tenagapromosi kesehatan, upaya peningkatan kesehatanmasyarakat, dan sebagainya.
Peneliti Pada saat penyusunan anggaran di dinas, selainpuskesmas, siapa-siapa saja yang terlibat?
Andi Tulleng Jika di dinas kesehatan ada empat bidang dan satusekretriat. Semuanya duduk bersama, ada bidangkesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan (yankes),bidang P2PL, bidang yanpar (pelayanan farmasi) dansekretariat tentang umum. Puskesmas mewakili bidang-bidang sesuai bidangnya dan usulannya masing-masing.Jadi tidak mewakili Puskesmasnya. Jadi anggaran yangdibahas berdasarkan bidangnya masing-masing,termasuk kesekretariatan misalnya mengusulkankendaraan, anggaran umum lain, dan sebagainya. Jadi diPuskesmas ada UPTD yaitu Unit Pelayanan TeknisDinas. Misalnya program Orientasi PHBS, maka untukmenyukseskan program tersebut Kami memanggil
273
beberapa petugas untuk menjelaskan PHBS tersebut,seperti bagaimana pelaporannya, intervensinya, dansebagainya. Jadi yang intervensi itu adalah pihakPuskesmas. Kami hanya meningkatkan kapasitasnya,meningkatkan skillnya. Jadi yang jalankan bukan dinastapi puskesmas. Oleh sebab itu, suatu program tidaktuntas jika tidak ada Puskesmas karena dia yangmelaksanakan. Jadi dinas itu membimbing,mengarahkan, dan membina. Makanya ada jugasupervisi, monitoring,
Peneliti Bagaimana eksistensi kepala dinas dalam pembahasananggaran?.
Andi Tulleng Kepala dinas hadir dalam penyusunan anggaran tetapitidak terlalu larut lebih lama. Kadang dia juga larut untukmengawal anggaran tapi itu jarang. Cuma pada saatpembukaan penyusunan anggaran beliau memberikanpengarahan. Tapi selama ini tiap kepala dinas kesehatanberbeda substansi pengarahannya. Untuk kadis sekarang(H. April) lebih fokus pada pembangunan fisik.Sedangkan yang sebelumnya agak berimbang, fisik dannon fisik. Program fisik biasanya terkait dengan saranakesehatan seperti Puskesmas, Poskesdes, posyandu,dan sebagainya. Sedangkan non fisik biasanya diarahkanke hal-hal yang lagi mengemuka di masyarakat, misalnyaDBD. Jadi arahan untuk tahun depan yaitupenanganannya secara terpadu, koordinasi denganprogram yang lain, dan anggarannya ditambah. Jadi jikadalam penganggaran foggingnya di 20 fokus, makaanggarannya juga diarahkan ke promkes untukpenyuluhan.
Peneliti Apa lagi arahan-arahan dari kepala dinas ketika memulaipenyusunan anggaran?
Andi Tulleng Kepala dinas sering mengarahkan sebelum memulaipenyusunan anggaran seperti pada kepala dinassekarang dr. H. April bahwa penyusunan anggaran itudapat dijadikan sebagai ladang amal, agar dapatmengena ke masyarakat, kita ini harus berjalan sesuaidengan hati nurani. Tetapi yang paling sering adalahsebagai ladang amal. Sedangkan kepala dinassebelumnya yaitu dr. Sarifuddin mengatakan bahwakalau menyusun anggaran harus berfokus kepadamasyarakat, apalagi kegiatan ini setiap tahundilaksanakan. Jadi lebih kepada sasaran anggaran. Halitu karena beliau itu sudah senior. Jadi dr. Mahfuddinsering mengarahkan dalam bahasa bugis, karena diamemang orang Malangke.
Peneliti Selama dalam proses penyusunan anggaran, nilai-nilaiapa yang Anda rasakan, dilihat, dan bahkandiimplementasikan?
Andi Tulleng Logis, misalnya anggaran untuk konsultasi ke propinsisetiap bulan. Itu berarti dalam satu tahun 12 kali, padahal
274
itu bisa dilakukan tiga hingga enam kali setahun. Jadisaya diperencanaan, saya ramu bahwa ini paling banyaktiga hingga enam kali kunjungan konsultasi. Ini kanmubazir padahal ini bahkan bisa dilakukan tiga hinggaenam kali setahun. Kadang kita kaget melihat kok kenapabegini. Apa sih substansinya?. Artinya, saya ini bukanjuga bersih, tetapi kita bisa mengetahui mana yangbenar. Masa setiap bulan ke Makassar untuk konsultasiatau hanya untuk mengambil slide?
Peneliti Bagaimana mengatasi hal tersebut?
Andi Tulleng Saya panggil kepala bidangnya karena kepala bidangmembawahi tiga kepala seksi. Jika saya panggil kepalaseksinya kan posisinya sama dengan saya. Jadi aproachke atas. Nah kadang kepala bidangnya juga sampaikan“masa tiap bulan ke Makassar, kurangi ini”. Sementara ituada juga yang komplen dan berkata “kenapa anggarankudi kurangi?” Kalau begitu bicaraki dulu dengan kepalabidangta. Inilah logis. Jadi ini bukan jujur, kalau jujurberarti cocokmi itu, tapi ini logis karena ada pemikiranbahwa apakah ini betul. Jadi saya logisnya dulu barukejujuran. Karena kita merasa jujur tapi kita tidakmengerti. Bagaimana ini sudah benar atau sudah salah.Jadi ini perlu referensi.
Peneliti Jadi benarkan dulu baru jujur?
Andi Tulleng Ya, ya. Bagaimana kita mau jujur kalau kita tidak benar.Kalau ada program tapi tidak diketahui substansinyabagaimana, misalnya ini program anggarannya 10 juta,yah jujurmi itu karena kita tidak tau logikanya toh?.Makanya logiskah program dan anggaran itu?
Peneliti Selain itu apa lagi?
Andi Tulleng Logis, kejujuran.
Peneliti Kalau kejujuran dalam konteks penyusunan anggaranyang bagaimana?
Andi Tulleng Kadang dalam penyusunan anggaran kita sudahmengetahui bahwa barang ini harganya satu juta. Terusmasuk dalam DIPA 1,5 juta. Itu bisa saja karena manaproses tendernya, mana pajaknya, mana apanya. Nah itukalau tidak dimengerti, dipertanyakan. Kok bisanya itusatu setengah juta padahal harganya cuma satu juta. Nahtunggu dulu, perlu diketahui bahwa bukan Cuma hargadasarnya, tetapi mana pajaknya, mana embel-embelnya.Tetapi biasanya Koperindag itu mengeluarkanstandarisasi harga. Misalnya kertas harganya berapa,snack, makanan, ya mengacu ke standar yangdikeluarkan Dinas Koperindag.
Peneliti Jadi mengacu ke situ.
Andi Tulleng Ya, selanjutnya ada lagi, yaitu persoalan kepentingan.Misalnya, kasi masukmi anggaranku, kaumi nanti yanganui... e.. kasi mi dulu 10 juta, nanti ... Inikan persoalan
275
kepentingan kan?
Peneliti Kasi masimi dulu anggaranku, kasimi dulu 10 juta, dan ....
Andi Tulleng e....misalnya ... ia dok, kan kau tau mika toh? Cocok miitu, 10 juta.
Peneliti Mungkin sudah termasuk “ini” di dalam situ?
Andi Tulleng Nah, mungkin ini ada tommi lebih-lebihnya, karenamungkin ini anunya ... anunya ... anunya. Begitu.
Peneliti Jadi intervensi anggaran?
Andi Tulleng Kepentingan.
Peneliti Jika unsur keadilan di situ apakah ada?
Andi Tulleng Ada, ada unsur keadilan. Misalnya anggaran administrasiATK suatu Puskesmas yang memiliki jumlah desa yangsedikit dan Puskesmas yang memiliki jumlah desa yangbanyak serta Puskesmas yang berada di Kota yangwilayah kerjanya lebih luas, tentu ini berbeda. Puskesmasyang terpencil sedikitji desanya dan ruang lingkupwilayahnya sedikitji, anggarannya tentu lebih rendah.Itulah adele’ (keadilan), karena tidak mungkin kitaberikan, eh .. ratami. Tidak adele’ (adil) namanya itu.
Peneliti Jadi proporsional
Andi Tulleng Ya, proporsional.
Peneliti Dalam penyusunan anggaran terkadang terjadiperdebatan. Bagaimana menyikapiya.
Andi Tulleng Perdebatan kadang di Puskesmas, eh usulkan genset,usulkan ini, ganti kendaraan. Ada juga puskesmas lainmengatakan, jangan mi kau semua, berikan jugapuskesmas lain. Kadang kita mengarahkan bahwa inilebih penting. Jadi siapa yang logis, maka dia benar-benar diprioritaskan. Jadi tergantung juga di dalammemberikan penjelasan.
Peneliti Bagaimana rasa tanggung jawab terkait dengananggaran tersebut?
Andi Tulleng Merasa memiliki tanggung jawab moral, kepada pribadidulu baru tanggung jawab kepada Tuhan.
Peneliti Bagaimana bentuk tanggung jawabnya?
Andi Tulleng Maksudnya, jika anggaran itu tidak masuk akal sayasampaikan, itukan tanggung jawab itu. Jadi kebenarandikedepankan, katakan benar jika itu benar dan katakansalah jika itu salah. Jadi kita diskusi. Kadang sayasampaikan tidak logis ini. Itulah kadang ada yang kontrakepada saya maupun pro. Saya mengerti substansiprogram karena saya juga dari kampus. Saya jugamerasa masih ideal, idealis, karena saya juga dari LSM.
Peneliti Tanggung jawab lainnya?
276
Andi Tulleng Tentu ke daerah, ke pimpinan, ke bupati, dan kepadanegara, itu secara berjenjang. Jika sudah bertanggungjawab kepada diri sendiri dan kepada Tuhan, makamerembes kepada yang lain. Memang jika kita inginmenegakkan itu, kita ke luar dulu dari zona nyaman.Sekarang kita contohkan yang lain, misalnya ini DPA,DPA kan dibuat untuk menterjemahkan rencana strategis.Rencana strategis itu kan mengacu ke RPJMD. RPJMDmengacu ke visi dan misi bupati. Itu periode pertamabupati. Nah sudah dirubahmi RPJMD, dirubahmi renstratapi kegiatan itu terus di copy paste. Output programkansudah ditetapkan untuk mencapai target-target dalamrenstra. Kan ada RPJP daerah 20 tahun, RPJMD 5 tahunyang dibuat dalam kerangka daerah yang diterjemahkandari visi misinya bupati. Dalam RPJMD dituangkan dalambentuk rencana strategis masing-masing sektor di SKPDatau sektor kesehatan. Jadi ada namanya Renstra DinasKesehatan. Itu penerjemahan dari RJPMD. Jadi Renstra5 tahun, inilah yang indikator-indikator. Renstra inidituangkan dalam bentuk Rencana Kerja (Renja) untuksatu tahun. Jadi Renja ini apa yang menjadi indikator tiaptahun itulah dibuat DPA (Dokumen PelaksanaanAnggaran). Kalau target saya untuk menurunkankematian anak, saya buat kegiatan, seperti bagaimanasosialisasi, bagaimana ibu-ibu lancar datang menimbangbayinya, dan sebagainya. Itu kan kegiatan-kegiatan. Nahbayangkan jika Renstra itu sudah berubah tapi kegiatanmasih begitu-begitu saja. Itu tidak benar, Ketika sayapresentasi saya katakan tidak benar itu. Oleh sebab ituRenstranya dinas kesehataan 2010-2015 saya yang buat.
Peneliti Apakah ketika dalam bekerja kalatakanlah menyusunanggaran dengan sungguh-sungguh dan penuh rasatanggung jawab, ada reward yang diberikan pimpinanatau dari pemerintah?
Andi Tulleng Rewards secara simbolik tidak ada tapi secara lisan ituada. Katakan ketika penyusunan anggaran atau renstra,pimpinan saya biasa katakan kami semua bahwapenyusunan renstra sebaiknya diberikan kepada si Akarena yang bersangkutan memiliki kemampuan danpengalaman yang cukup dan dapat dipercaya.
Peneliti Kalau secara tim?
Andi Tulleng Secara tim rewards itu ada. Misalnya dalam pelaksanaansuatu program, ketika program tersebut berhasil, makapemerintah memberikan rewards berupa sertifikat atascapaian kinerja yang dihasilkan.
277
Lampiran 6
Manuskrip Hasil Wawancara Dengan Pihak Bappeda
Informan Ramadhan Pirade, SE., MM.
Jabatan Kepala Bidang Ekonomi Bappeda
Tanggal/ Waktu 27 Mei 2015, Pukul 10:26
Topik Verifikasi/Rasionalisasi Anggaran
Lokasi/Situasi/LatarWawancara
Wawancara dilakukan di ruang rapat Bappeda. Ketikasaya datang, pihak Bappeda sedang membahasanggaran dari SKPD terkait rencana kerja (Renja) 2016.Disaat pembahasan saya terlibat mengamati jalannyarapat kemudian setelah selesai saya melakukan sesiwawancara bersama dengan anggota rapat. Wawancaraini sifatnya tidak terjadwal walau sebelumnya pihakBappeda telah mengetahui kedatangan saya danmenyatakan kesediaannya untuk diwawancarai kapansaja.
Peneliti Bagaimana Anda melihat kewajaran setiap anggaranyang diajukan SKPD?
Ramadhan Pirade Setiap program yang disusun masing-masing SKPDharus melalui asistensi terdahulu. Program yangdiasistensi memenuhi unsur kewajaran sehinggapenggunaan anggaran pun menjadi rasional. Nilaikecermatan dan kejujuran dalam merencanakan danmembuat program menjadi prinsip yang utama. Kadangjuga ditemukan program SKPD yang diajukan hanyamengikuti program tahun sebelumnya sehingga nampaktidak ada peningkatan program. Apalagi SKPD sudahterdesak untuk mengajukan program.
Peneliti Apakah kondisi tersebut memang biasa terjadi?
Ramadhan Pirade Hampir rata-rata begitu. Oleh sebab itu SKPD harusberfikir bahwa apa yang harus dicapai lima tahunmendatang. Misalnya program pada dinas kesehatanyang mestinya mampu mengurangi jumlah orang sakit,tapi kenyataannya berbeda. Setiap tahun masyarakatyang sakit malah semakin bertambah. Oleh sebab itudibutuhkan sinergisitas program antara dinas kesehatandengan rumah sakit. Kedua instutisi ini mampumembangun koordinasi yang intens sehinggapenanganan masyarakat yang sakit juga lebih maksimal.
Peneliti Dibutuhkan sinergisitas dan kemampuan dalammemahami problematika internal khususnya terkaitdengan anggaran?
Ramadhan Pirade Memang dibutuhkan hal semacam itu, setidaknya padatahap persiapan. Seperti belanja, hasil monev yang lalu,seharusnya belanja untuk fisik sebaiknya tidak boleh dianggarankan pada triwulan pertama, paling tidak pada
278
tahap dipersiapan. Nanti fisik itu di triwulan tiga danempat. Apa yang mau dibayar di triwulan pertamasementara administrasi baru berjalan. Disinilah penggunaanggaran harus melihat, bukan hanya menerima kerjadari bidangnya atau PPTKnya tapi kita juga harus kontroldia. Kemudian dalam menetapkan angka-angka dariprogram harus disesuaikan dengan kebutuhan.Katakanlah diklat-diklat. Tidak ada itu diklat-diklatstruktural atau aparatur dikerjakan di triwulan pertama.Semua itu butuh persiapan.
Peneliti Saya kembali ke penganggaran. Pada dasarnya sayaingin melihat bagaimana penganggaran berbasis lokal,siri’ na pesse di Luwu Timur, menurut Anda, bagaimana?
Ramadhan Pirade Di Luwu Timur, siri’ na pesse masih eksis dan tidakluntur, tapi kurang. Alasannya, pertama karena tidakpaham tugas pokok, maka kurang tanggung jawab.Termasuk keterbatasan menjabarkan apa yangdibutuhkan pada program tersebut. Mereka telahdiberikan tanggung jawab tapi tidak melaksanakandengan baik. Hal semacam itu memang ditemukanbahwa pekerjaan yang diberikan tidak dijalankan denganmaksimal. Bahkan pembagian kerja secara proporsionalnampak jauh dari harapan. Kadang banyak pekerjaanpada suatu instansi dikerjakan hanya satu orang PPK.Padahal banyak staf yang perlu diberikan pekerjaan agarmereka merasa diberdayakan sehingga pelaksanaanpekerjaan lebih efesien. Harusnya pekerjaan itu dibagisecara proporsional berdasarkan jumlah seksi sesuaikompetensi yang dimiliki. Jadi pada dasarkan kadangbukan mereka tidak dapat mengerjakan tapi mereka tidakdikasih kesempatan. Jika mereka dikasih kesempatan,maka mereka akan bertanggung jawab. Hal yang palingberisiko juga adalah kurangnya koordinasi antarapengguna anggaran dengan PPK atau PPTK. Hal initidak terlalu bagus. Cobalah merubah pola itu. Satu orangmenangani sembilan program kegiatan. Nah itu yangperlu didistribusikan sekarang. Mana lebih efisienpekerjaan itu dikerjakan satu orang ketimbang dikerjakanbeberapa orang. Memang ujung-ujungnya akan terjadimis komunikasi antar program karena penggunaanggaran tidak leluasa lagi memerintahkan untukmenggunakan uang karena sudah ditangani lebih darisatu orang. Katakanlah tiga orang. Jadi tiga orang itumengerjakan tiga atau empat kegiatan. Inikan perlukomunikasi ke pimpinan tentang teknis penggunaanuang.
Peneliti Apakah anggaran yang masuk ke Bappeda yang telahdiasistensi sudah mencerminkan kebutuhan masyarakat?
Ramadhan Pirade Anggaran di Luwu Timur tetap mangacu pada hasilmusrembang. Disitulah sejauh mana SKPD menyerapatau merespon kebutuhan masyarakat.
Peneliti Jadi kembali lagi ke masyarakat apa yang mereka
279
butuhkan. Lalu apakah ada program yang munculwalaupun tidak diusulkan dalam musrembang?
Ramadhan Pirade Ada, ini kan bottom up dan top down.
Peneliti Jadi bersifat kebijakan?
Ramadhan Pirade Tidak semua kebutuhan masyarakat dapat merekapikirkan. Program yang populer paling infrastruktur jalan,jembatan, pendidikan, kesehatan, drainase. Tapi sepertipenyuluhan-penyuluhan dan peningkatan sumberdayamanusia mereka tidak pikirkan. Jadi tidak semua programmasyarakat harus diterima. Jadi ada pertimbangankeadilan dan kepentingan masyarakat banyak. Bisa sajamereka meminta untuk dibangunkan jalan. Tapikepentingan ekonomi di sana tidak ada maka tidakbermanfaat, Atau mungkin saja mereka memintadibangunkan jalan ternyata ada kepentingan kepala desadidalamnya.
Peneliti Jadi ada kepentingan tersembunyi?
Ramadhan Pirade Kita juga perlu investigasi untuk menentukan usulan itupenting atau tidak.
Peneliti Saya melihat bahwa dalam delapan tahun terakhirpembangunan infrastruktur sangat pesat. Tentu inimemerlukan anggaran yang tinggi. Seberapa besarproporsi anggaran yang dialokasikan kepada masyarakat,terutama rutin dan non rutin (langsung dan tidaklangsung)
Ramadhan Pirade Rutin dan non rutin dua-duanya penting. Proporsipenggunaan anggaran untuk belanja rutin denganbelanja publik (langsung) Luwu Timur masih berimbang.Jika ada logika menyatakan perbandingan 30:70 itu jugatidak logis. Karena untuk membiayai belanja aparatur itujuga sangat besar. Disinilah dilihat kejelian bagianperencanaan untuk menggarap atau berkoordinasidengan kementerian atau pihak terkait untuk sharingpembiayaan. Jadi bukan saja dari APBD tapi bisa sajadari pusat, propinsi, kementerian, dan sebagainya.Penganggaran belanja 50 berbanding 50 persen jugatidak masalah. Intinya jangan macet pelayanan.
Peneliti Bagaimana komitmen bupati dalam menyikapi anggaran,apakah ada arahan beliau yang mengarah untukmensejahterakan masyarakat?
Ramadhan Pirade Beliau itu kan sudah punya program dari Desa ke Kota.Jadi pembangunan difokuskan di desa karena memangdesa masih minim infrastruktur . Komitmen Bupati padapembangunan memang sangat berpihak kepadakepentingan masyarakat. Pembangunan infrastrukturjalan, agraris dan sarana pendukung pertanian yangdiperkuat di desa. Hal ini dilakukan karena potensiekonomi masyarakat lebih banyak di desa sehingga wajarapabila pemerintah menggalakkan programpembangunan desa mengepung kota. Ke depan,
280
Pemerintah Luwu Timur sebaiknya membuat konseppembangunan terpadu dengan cara penguatanpembangunan daerah terisolir dan wilayah pesisir. Upayapembangunan pesisir dilakukan untuk mengejarketertinggalan pembangunan daerah tersebut. Meskipunpada aspek pendapatan masyarakat pesisir sudahsemakin membaik. Hanya saja mereka terbatasinfrastruktur jalan yang dapat digunakan untukmemperlancar distribusi hasil tangkapan kepadakonsumen atau pedagang. Pembangunan Luwu Timurberdasarkan nilai-nilai lokal yang ada. Setiap programyang dicanangkan melalui musyawarah (tudang sipulungyang biasa ditemukan dalam sektor pertanian) dangotong royong.
Peneliti Apakah memungkinkan dalam proses penganggaranakan muncul program baru?
Ramadhan Pirade Suatu program yang diajukan di DPR untuk pembahasan,bisa saja ada program baru yang dimunculkan sesuaikebutuhan SKPD. Meskipun nampak tidak diusulkandalam musrembang dari masyarakat. Ada juga programyang diusulkan oleh SKPD tertolak karena dianggapbelum menjadi prioritas setelah dilakukan asistensi.Apalagi belum pernah dibahas oleh tim anggaran. Timanggaran eksekutif berasa dari personel keuangan,Bapeda yang ditetapkan melalui SK bupati. Sebelummembuat anggaran program tahun yang akan datang,maka perlu ada koordinasi dengan dinas Pendapatan.Tujuannya untuk mengkalkulasi besaran anggaran yangada dengan jumlah anggaran akan dibelanjakan padasemua program. Artinya bahwa tim anggaran perlumengetahui berapa persiapan modal yang dimiliki daerahsehingga besaran belanja program juga dapat diatur. Halyang penting juga diperhatikan dalam belanja modaladalah pembagian kerja disemua bidang. Semua bidangdibeberapa SKPD harus dilibatkan. Bidang membuatprogram kerja masing-masing sehingga tidak boleh adayang mendominasi. Setiap anggota harus memilikipekerjaan sehigga mereka bertanggung jawabmenjalankan program. Sumber daya manusia setiapbidang mestinya ditingkatkan supaya amanah pekerjaanyang berikan dapat terlaksana dengan baik. Dalampemeriksaan yang biasa dilakukan oleh inspektorat jugamelakukan identifikasi pada setiap instansi tentangjumlah staf, tugas dan kerjanya masing-masing.Inspektorat dapat mengusulkan pada pimpinan (Bupati)sewaktu-waktu dilakukan mutasi agar jumlah staf yangada sesuai kebutuhan. Ada SKPD yang membutuhkantenaga staf yang banyak dan ada pula yang cukupbeberapa orang saja. Bisa jadi ada SKPD yang stafnyamenumpuk padahal pekerjaan sedikit sehingga banyakyang tidak kebagian pekerjaan. Cara mengatasi kejadianseperti ini, dapat dilakukan dengan cara melakukan rapatkoordinasi dengan pimpinan SKPD bersangkutan. Untuk
281
melakukan monitoring program di SKPD cukup dilakukanoleh sekertaris. Anggaran monitoring juga harusdisiapkan. Paling tidak monev sekertaris dilakukankhususnya pelaporan program.
282
Lampiran 7
Manuskrip Hasil Wawancara Dengan Pihak DPPKAD (1)
Informan Muhammad Ikhsan S., SE., MM.
Jabatan Kepala Seksi Analisis Anggaran, Bidang AnggaranDPPKAD Luwu Timur
Tanggal Mei 2015 dan 5 April 2016
Topik Proses Penyusunan Anggaran, Asistensi Anggaran, danNilai-Nilai Lokal Dalam Mengasistensi Anggaran
Lokasi/Situasi/LatarWawancara
Wawancara dilakukan di ruang kerja kepala seksianggaran dalam situasi tenang tanpa ada orang lain yangberada dalam ruangan. Saya diterima dengan baiksetelah sebelumnya membuat janji untuk melakukanwawancara.
Peneliti Apa wewenang analisis anggaran?
Muhammad Ikhsan Dalam uraian tugas atau tupoksi kami adalahmenganalisis dan memverifikasi DPA (DokumenPelaksanaan Anggaran).
Peneliti Bagaimana tahapan penganggaran di Luwu Timur?
Muhammad Ikhsan Secara teknis penyusunan anggaran sebelum APBDditetapkan terlebih melalui Musrembang. Adapun prosesmusrembang secara bertahap yaitu tingkat desa,kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga nasional. Setelahselesai Musrembang tingkat nasional, maka sudah adakepastian daftar program namun belum ditentukan posturanggarannya dalam bentuk angka-angka.
Peneliti Selanjutnya?
Muhammad Ikhsan Setelah Musrenbang nasional dilaksanakan, selanjutnyaBappeda menyusun Kebijakan Umum Anggaran (KUA)-Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS).Substansi muatan KUA secara umum menggambarkantentang program apa yang akan dilakukan pemerintahdaerah tahun depan. Keberadaan KUA juga merupakanturunan dari Rencana Pembangunan Jangka MenengahDaerah (RPJMD) yang memuat visi misi dan programkepala daerah. Oleh karena itu rencana program yangada tidak boleh keluar dari petunjuk RPJMD. Sedangkanisi dari PPAS itu sendiri terkait dengan prioritas danplafon anggaran bersifat sementara yang didalamnyaterdapat catatan angka-angka anggaran sementaraSKPD. Tahapan selanjutnya, PPAS tersebut di bahasbersama DPRD dengan pemerintah daerah (eksekutif) didalamnya terdiri dari Bappeda, staf ahli yang dipimpinoleh Sekda.
Peneliti Apa hasil dari tim pembahasan anggaran tersebut?
283
Muhammad Ikhsan Hasil pembahasan bersama pemerintah dengan DPRD,akan menghasilkan prioritas dan plafon anggaran (PPA).Tahapan berikutnya PPA ditetapkan dan pemerintahmenerbitkan rencana kerja anggaran (RKA) SKPD.Tujuan RKA dijadikan sebagai pedoman kepala SKPD.Adapun isi dari RKA SKPD yaitu gambaran program,kegiatan, rekening belanja, output, dan presentasekegiatan.
Peneliti Lalu selanjutnya?
Muhammad Ikhsan Jika RKA sudah dianggap rampung dari hasilpenyusunan RKA SKPD berdasarkan Permendagri No 13tahun 2006, maka RKA SKPD yang ada, dibahas olehTim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Tujuanpembahasan kali ini, RKA akan dikompilasi menjadiRAPBD. Artinya bahwa RKA SKPD merupakan cikalbakal RAPBD yang akan diserahkan kepada DPRD.RAPBD dibahas bersama dengan DPRD, dilakukanmelalui rapat terbuka. Bahkan pembahasannya dibukauntuk umum, para kepala desa dan masyarakat bolehhadir di ruang sidang pembahasan. Peserta yang hadirjuga diberi kesempatan untuk berbicara, memberikanmasukan dan saran.
Peneliti Bagaimana teknis pembahasannya?
Muhammad Ikhsan Secara teknis pembahasan RAPBD pun diatur, dimulaidari kepala SKPD membacakan RKA-nya masing-masingdihadapan anggota DPRD dan tim anggaran pemerintahdaerah (TAPD). Hal ini dilakukan secara bergiliranmasing-masing SKPD pada lingkup kerjanya. Setelahdibacakan, maka badan anggaran DPRD akanmengajukan tanggapan berupa masukan, koreksi, sarandan pertanyaan terkait RKA yang sedang di bahas.Misalnya, SKPD mengusulkan pembangunan jalanataupun program lainnya. Usulan tersebut mendapatkantanggapan dari anggota DPRD, bisa saja adapenghapusan program, pengurangan anggaran, ataupunsebaliknya anggaran program ditambahkan. Oleh karenaitu program dan anggaran yang diusulkan SKPDdimungkinkan ada perubahan dalam proses pembahasandengan pihak DPRD. Berdasarkan aturan yang berlakualokasi waktu pembahasan RAPBD antara pemerintahdengan DPRD dilakukan selama dua minggu.
Peneliti Setelah pembahasan selesai?
Muhammad Ikhsan Setelah pembahasan selesai, tentu ada koreksi dariDPRD. Koreksi itu berupa penambahan program ataupunpengurangan program. Demikian pula posturanggarannya,
Peneliti Jadi DPRD juga melakukan koreksi anggaran?
Muhammad Ikhsan DPRD dapat mengurangi anggaran ataupun menambahanggaran apabila diperlukan. Adakan namanya “tebak-
284
tebak berhadiah”, ini hanya isitilah saya. Tergantung daripenjelasan dan rasionalisasi SKPD yang bersangkutandihadapan anggota DPRD. Meskipun perubahan-perubahannya tidak terlalu banyak. Selain itu, terkaitdengan tupoksi bagian analisis anggaran yang diberikankewenangan melakukan verifikasi anggaran program.Bertugas untuk menelisik semua anggaran program yangada. Apabila ada anggaran yang kurang rasional makaseksi analisis anggaran dapat meminta penjelasankepada SKPD. Anggaran yang tidak rasional akandiperbaiki atau boleh dikurangi. Ada juga ditemukanSKPD menyusun anggaran dengan istilah “tebak-tebakberhadiah”.
Peneliti Maksudnya?
Muhammad Ikhsan Program yang diajukan jika diterima ya sukur jika ditolakatau di koreksi tidak masalah.
Peneliti Adakah kondisi semacam itu?
Muhammad Ikhsan Kalau penilaian subjektif saya ada. Artinya bahwa SKPDmembuat postur anggaran secara subyektifitas tidakrasional menurut analisis subyektif tim seksi analisisanggaran. SKPD mestinya menyusun anggaran programyang tidak boleh melebihi dari PPAS. Padahal dalamPPAS terdapat harga patokan anggaran sebagai rujukandalam menyusun dengan efesien dan dapatdipertanggungjawabkan. Misalnya, programpembangunan fisik, belanja ATK SKPD semuanyamemiliki patokan harga. Patokan standar harga inibiasanya dibuat oleh koperindag. Disinilah tugas bagiananalisis anggaran merasionalkan antara program dengananggaran yang dibutuhkan. Setelah tahapanpembahasan bersama eksekutif dengan legislatifdianggap selesai, maka dokumen RAPBD dikirim keprovinsi sebelum ditetapkan menjadi domumen APBD.Tujuannya untuk di evaluasi dan disetujui oleh gubernursebagai perpanjangan tangan dari kementerian dalamnegeri melalui Badan Pengelola Keuangan Daerahbidang Evaluasi provinsi. Dokumen RAPBD yang dikirimke provinsi dilengkapi dengan persyaratan, melampirkanKAU, PPAS dan persyaratan lainnya. Dokumen RAPBDdari kabupaten tersebut kembali dianalisis oleh bidangEvaluasi, Badan Pengelola Keuangan Daerah tingkatprovinsi.
Peneliti Setelah itu, apakah masih ada perbaikan?
Muhammad Ikhsan Ya, ada beberapa perbaikan seperti penempatan posisirekening program dan hal-hal yang diperlukan. Tapibidang evaluasi propinsi tidak punya kewenanganmelakukan intervensi besaran anggaran program. Artinyabahwa pada tahap ini tidak ada lagi pengurangananggaran ataupun mengurangi jumlah program. Hasilkoreksi RAPBD dari provinsi tersebut akan dikembalikanke kabupaten. Kemudian ditindaklanjuti untuk dilakukan
285
perbaikan oleh tim anggaran kabupaten. Setelah RAPBDrampung perbaikannya berdasarkan koreksi verifikasiBadan Pengelola Keuangan Daerah tingkat propinsi,maka eksekutif kembali mengagendakan rapat denganlegislatif. Rapat bersama antara pemerintah dengan DPRkali ini dikenal dengan istilah rapat paripurna. Tujuanuntuk menetapkan RAPBD menjadi APBD kabupaten,tanpa ada perdebatan lagi karena agenda paripurnahanya mengetuk palu sebagai tanda ditetapkannyaRAPBD menjadi APBD. Dokumen APBD yang telahditetapkan berdasarkan hasil rapat paripurna pemerintahbersama DPR, dituangkan dalam bentuk PERDA.
Peneliti Proses penganggaran secara garis besar yaituperencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pengawasan,pelaporan, dan pertanggungjawaban. Lalu di manaproses penyusunan anggaran dalam proses itu?
Muhammad Ikhsan Memang dalam penyusunan anggaran cukup panjang.Masih ada porsi Bappeda dalam melakukan asistensiprogram dan kegiatan SKPD. Misalnya penyusunanAPBD tahun 2016, SKPD membuat program dankegiatan kemudian diasistensi oleh Bappeda. SKPDterlebih dahulu membuat RKA lebih awal yangdisesuaikan dengan RPJMD yang muatannya adalah visi,misi, dan program kepada daerah. Meskipun sudah RKAsebelumnya sudah diasistensi tetapi SKPD masih dapatmengajukan RKA yang baru. Harapannya supaya adakegiatan baru yang dapat diakomodir atau disetujuidengan berbagai alasan. Bisa jadi karena ada perubahanaturan undang-undang baru sehingga perlu penyusuaianpelaksanaan program.
Peneliti Lalu, kapan nilai angka rupiah itu muncul?
Muhammad Ikhsan Dalam penyusunan anggaran, nilai rupiah sudah muncul,yaitu dicantumkan dalam PPAS. Kalau berbicara tentangpenyususan anggaran maka rangkaiannya adalah PPAS,KUA, dan RKA. Muatan dalam PPAS adalahmencantumkan besaran anggaran per SKPD. SetiapSKPD dapat membuat program sesuai dengan besaranjatah anggaran yang telah ditetapkan dalam PPAS.Artinya SKPD tidak boleh semaunya membuat programyang membutuhkan anggaran melebihi dari batas jatahanggaran yang diberikan. Oleh karena itu PPAS jugadikenal sebagai plafon anggaran sementara. Jadipenyusunan anggaran masing-masing SKPD memilikirangkaian tersendiri. Dimulai rencana kegiatan kemudianditerbitkan RKA SKPD. Data RKA diverifikasi olehBappeda. Kemudian RKA hasil verifikasi akan disedorkankebagian analisis anggaran. RKA harus mengikutipetunjuk PPAS. Kalau hasil pemeriksaan bagian analisisanggaran menemukan kecocokan antara alokasi jatahanggaran PPAS SKPD dengan rencana kegiatananggaran (RKA) SKPD, maka pengajuan dapat diterima.Jadi dokumen RKA SKPD inilah yang akan dibawa ke
286
DPRD. Memang alur penyusunan anggaran APBDmembutuhkan waktu. lama dan penyiapkan prosesadministrasi yang panjang. Pembahasan aggaran diDPRD dibeberapa daerah biasanya juga berbeda,misalnya Kabupaten Sidrap. Pemerintah Sidrap tidakmenyiapkan RKA. Cukup yang disiapkan adalahRanperda APBD sebagai bahan pembahasan di DPRD.Bahan anggaran yang dibahas pemerintah Sidrapbersama DPRDnya tidak secara detailmembicarakannya. Anggaran yang dibahas hanya dalambentuk postur anggaran besar. Lain halnya kabupatenBantaeng yang secara detail dicantumkan rinciananggarannya dalam APBD.
Peneliti Lalu di Luwu Timur?
Muhammad Ikhsan Kalau sistem penyusunan anggaran di Luwu Timurdilakukan secara terstruktur, mulai pembuatan PPAS.Kemudian PPAS akan dibuatkan RKA. Dokumen RKAdiverifikasi oleh BAPPEDA. Hasil verifikasi RKA olehBappeda akan dilanjutkan pada bagian seksi analisisanggaran. Setelah di analisis, RKA akan dilanjutkanuntuk dibahas di DPRD. RKA yang sudah ditetapkanakan berubah menjadi dokumen pelaksanaa anggaran(DPA).
Peneliti Anggaran sangat rawan diselewengkan. Apakah di LuwuTimur ini pernah terjadi kasus pelewengan anggaran?
Muhammad Ikhsan Biasanya itu ada
Peneliti Pernah masuk ke ranah hukum?
Muhammad Ikhsan Ia, banyak. Faktanya memang demikian, ada beberapaSKPD yang harus berurusan dengan kasus hukumkarena melakukan penyelewengan anggaran daerah.Misalnya, program pembangunan fisik yangmembutuhkan banyak biaya. Ditemukan bahwapengerjaan proyek dilapangan tidak sesuai denganbesteknya dari kontrak yang disepakati. Pembangunanjalan bisa saja berkurang dari nilai kontrak, sepertiketebalan dan panjangnya.
Peneliti Apakah ada standar alokasi anggaran untuk tiap sektor,misalnya disektor ekonomi atau disektor lainnya?
Muhammad Ikhsan Di Luwu Timur standar alokasi anggaran APBD sudahdiatur, seperti alokasi anggaran pendidikan. Pemerintahmengalokasikan anggaran 20 persen tiap tahunnya. Halini sesuai amanah UUD 1945 tentang alokasi anggaranbidang pendidikan. Apalagi Luwu Timur berkomitmenmenyukseskan program pendidikan gratis yangdigalakkan gubernur Sulawesi Selatan. Begitu pundengan bidang keseahtan. Terkait pelayanan kesehatangratis di Sulawesi Selatan dengan adanya BPJS, makasecara otomatis Jamkesmas dan Jamkesda akan tidakberlaku lagi. Jadi mengatasi hal ini daerah nanti akanmenanggung masyarakat miskin dengan memasukkan di
287
BPJS akan tetapi yang membayarkan premi merekaadalah pemerintah daerah. Jadi Jamkesda tetap berlakudi daerah, tetapi pada level nasional masyarakat miskinakan diuruskan BPJS karena Jamkesmas tidak berlakulagi. Artinya bahwa masyarakat di daerah dapatmengakses sarana kesehatan di daerah secara gratis.Beda halnya setelah masyarakat Luwu Timur yang sakitmembutuhkan rujukan ke Makassar. Masyarakat harusmengurus BPJS. Bagi yang mampu dapat mengurusBPJS mandiri, sedangkan masyarakat kurang mampuditanggung pemerintah daerah. Sementara itu, bagi premiBPJS warga tidak mampu akan dianggarkan dalamalokasi APBD kabupaten setiap tahun. Konsekuensinyaadalah, postur anggaran APBD bidang kesehatan akanmengalami kenaikan. Oleh karena itu, tugas pemerintahadalah melakukan update data masyarakat setiap tahun.Tujuannya untuk mengidentifikasi jumlah masyarakatyang kurang mampu dan yang sudah mampu secaraekonomi. Berdasarkan UU No. 14 tahun 2014, bahwapada 2019 semua warga indonesia negara harus menjadipeserta BPJS. Jadi ini adalah asas keadilan.
Peneliti Seperti halnya pendidikan dan kesehatan yangditetapkan banyaknya jumlah anggaran dalam APBDberdasarkan undang-undang, lalu bagaimana denganbidang lain?
Muhammad Ikhsan Setiap SKPD memiliki bagian persentase anggaran dariAPBD. Lebih detailnya ada pada Bappeda. Didalamnyajuga sudah diatur porsi belanja langsung dan belanjatidak langsung masing-masing SKPD. Hal yang perlujuga digali dari penganggaran APBD yaitu keadilanproporsi anggaran yang didistribusi di setiap program.
Peneliti Selain itu, hal apa saja yang menjadi penekanan?
Muhammad Ikhsan Hal yang lain yang perlu menjadi penekanan dalampenyusunan anggaran yaitu ketegasan pemerintahdaerah dalam membuat program dan mengalokasikananggaran.
Peneliti Bagaimana dengan transparansi anggaran?
Muhammad Ikhsan Terkait transparansi anggaran, Luwu Timur menguploadjumlah APBD, realisasi anggaran, laporan keuangan,kegiatan dinas DPPKAD di website DPKAD.
Wawancara Lanjutan 5 April 2016
Peneliti Nah, dalam proses asistensi anggaran, nilai-nilai apayang Anda rasakan, lihat, atau lakukan?
Muhammad Ikhsan Nilai kejujuran (lempu’), yaitu ketika anggaran yangdiajukan SKPD tidak ada yang disembunyikan. Janganjauh dari aturan yang ditetapkan, seperti permendagriyang dikeluarkan tiap tahun tentang pedomanpenyusunan APBD yang kemudian Kami follow updengan surat ederan yang ditandatangani bupati. Itu punjuga kami sesuaikan dengan kebutuhan di sini. Jadi kami
288
juga tetap berpegang pada penekanan-penekanan yangditekankan pada permendagri itu, misalnya prinsipakuntabilitas, tidak boros, hemat, dan sasarannya jelas.
Peneliti Jadi asistensi dilakukan berdasarkan aturan?
Muhammad Ikhsan Ya tentu, selain itu kita juga berpegang teguh pada nilai-nilai lokal dan berpegang teguh pada prinsip bahwaanggaran itu untuk kesejahteraan rakyat. Jadi tidak bolehada kepentingan-kepentingan tertentu yang melekatdidalamnya yang mengakomodir keinginan orang perorang atau kelompok tertentu.
Peneliti Apakah hal semacam itu juga biasa terjadi, seperti titipanatau intervensi anggaran?
Muhammad Ikhsan Biasanya sudah dituangkan dalam RKA.
Peneliti Jadi boleh jadi dalam RKA itu ada terselip hal semacamitu?
Muhammad Ikhsan Untuk melihat itu, kita lihat angka pembandingnya dulu.Misalnya SKPD A dan B. SKPD A membeli suatu barang,ketika kita telusuri harga barang A dengan kualitastertentu, lalu SKPD B membeli barang yang sama tetapiharganya lebih tinggi dari barang yang dibeli SKPD A,nah ini mungkin saja mengindikasikan ada kepentingan-kepentingan di situ. Itu yang sering kita kejar.
Peneliti Apakah harga barang itu mengacu pada standar hargabarang yang ditetapkan Koperindag?
Muhammad Ikhsan Benar, tapi besaran anggaran itu biasanya juga diketahuidari hal-hal yang biasa dilakukan orang-orang tertentu,misalnya perjalanan dinas. Itukan juga kadang-kadangkalau menurut kami tidak logis. Jika dihitung-hitungperjalanan dinasnya bisa saja mereka tidak pernah ada dikantor. Itukan ada upaya yang kurang bagus. Nah ituyang kita pangkas.
Peneliti Tadi sempat disinggung akuntabilitas, bisa digambarkan?
Muhammad Ikhsan Akuntabilitas yaitu bisa dipertanggungjawabkan. Artinyawalaupun kami di anggaran tidak terlibat langsungpertanggungjawabannya tetapi setidaknya kita jugaberusaha agar penganggaran itu setidaknya jika dilihatoleh orang awam itu masuk akal. Tidak asal dibuat begitusaja.
Peneliti Pertanggungjawaban yang dimaksudkan disini arahnyakemana?
Muhammad Ikhsan Secara pribadi, pertanggungjawaban itu pertama haruskepada Tuhan dulu, kemudian prinsip APBD itukansebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. Jadipertanggungjawaban kedua adalah kepada rakyat. Jadiprinsip saya, walaupun orang menganggap sayamelawan arus, tetapi jika menurut saya jika hal itu kuranglogis dan tidak berpihak kepada kepentingan rakyat, sayamenentang (warani-getteng).
289
Peneliti Jadi benar-benar melakukan tugas sesuai yangdiamanahkan dan berdasarkan aturan?
Muhammad Ikhsan Ya, secara pribadi saya seperti itu yang walaupunkadang-kadang ada orang yang kurang senang kepadasaya, tidak apa-apa karena anggaran itu bukan punyakita tetapi uang rakyat.
Peneliti Bertanggung jawab yang dimaksud tadi yaitu kepadaTuhan bagaimana wujudnya?
Muhammad Ikhsan Apa yang ada dalam hati kita, apa yang kita katakan, danapa yang kita lakukan pasti diketahui oleh Tuhan. Jadiada kesadaran pribadi bahwa sebagai orang berimansuatu saat nanti bagaimanapun akan dimintaipertanggungjawaban. Nah itu prinsip yang paling utamabagi saya.
Peneliti Sebelum asistensi anggaran, apakah Anda menyadaribahwa tugas itu tanggungjawabnya sangat besar kepadaTuhan?
Muhammad Ikhsan Tanggung jawab kepada Tuhan merupakan kesadaranpribadi. Jadi kadang saya berfikir bahwa ini semuapermainan dunia, jadi sekali lagi dibutuhkan kesadaranpribadi.
Peneliti Lalu tanggungjawab kepada atasan, pemerintah ataukepada masyarakat, bagaimana wujudnya?
Muhammad Ikhsan Saya juga menempatkan diri saya sebagai bagian darianggota masyarakat. Jadi walaupun saya juga mewakilipemerintah, tapi bagaimanapun juga saya adalahanggota masyarakat yang merasakan dampaknya. Jikapemanfaatan anggaran itu dampaknya baik atau buruk,yah saya pun juga merasakan dampak baik danburuknya. Jika di depan rumah saya dibangun drainase,ketika itu tidak baik, maka dampak buruknya juga sayarasakan. Jadi tanggung jawab saya di bagian anggaranadalah bagaimana memperbaiki itu.
Peneliti Selain nilai kejujuran, nilai lainnya?
Muhammad Ikhsan Yang paling penting adalah kehati-hatian dalampenempatan rekening. Pemeriksaan BPK bukan hanyapenganggarannya saja, tapi juga diperencanaannya. Jadidimulai dari proses penyusunannya. Kalaudiperencanaan dan penganggarannya amburadul,walaupun belanjanya sudah benar karena dariperencanaan dan penganggarannya atau akarnya yangsalah, tetap bisa jadi temuan.
Peneliti Jadi kehati-hatian ini merupakan asistensi yang mendetailatau maccuccung?
Muhammad Ikhsan Ya, kita mengeluarkan semua pengetahuan dankemampuan kita secara optimal dalam memeriksaanggaran itu.
Peneliti Selain kehati-hatian?
290
Muhammad Ikhsan Ketegasan juga walaupun dalam level saya sebagaikepala seksi itu tidak berpengaruh atau kecil karenamasih ada atasan saya. Tapi secara pribadi saya jugamenerapkan getteng dalam tupoksi saya, tapi apakahdidengarkan atau tidak, kan masih ada atasan saya lagi.
Peneliti Pada saat asistensi, apakah duduk bersama?
Muhammad Ikhsan Duduk bersama, ada dari unsur Bappeda, para asistendan staf ahli, DPPKAD termasuk semua kepala bidangdan beberapa staf, ini diketahui oleh sekda.
Peneliti Jadi mengatasnamakan TAPD?
Muhammad Ikhsan Benar, TAPD namanya, Jadi asistensi itu kami lakukankadang di kantor DPPKAD, atau di ruang rapat sekda dikantor bupati. Pelaksanaannya tergantung situasi,kadang sepekan. Biasanya siang malam. Yang lama itubiasanya Tarkim, PU, dinas kesehatan, dikpora dan dinaspendidikan. Ini semua berbicara teknis dan kegiatannyacukup banyak.
Peneliti Pada saat asistensi pertama kali, bagaimana arahan daripimpinan?
Muhammad Ikhsan Tidak terlalu formal, tapi biasanya di pimpin kepalaBappeda atau kepala dinas DPPKAD sebagai sekertaris,tapi biasanya yang paling sering asisten dan staf ahli.
Peneliti Diantara mereka yang pernah memimpin pelaksanaanasistensi, arahan apa yang berkesan?
Muhammad Ikhsan Mereka biasa tekankan bahwa perencanaan danpenganggaran itu harus dilaksanakan sesuai denganaturan. Jangan ada yang keluar dari aturan karena bisajadi akan menjadi temuan di kemudian hari dari BPK. Ituyang saya ingat, dan umumnya disampaikan seperti itu.Dalam mengasistensi kita biasanya tidak seruangantetapi biasanya dibagi dua.
Peneliti Dalam proses asistensi, tupoksi Anda membetulkanpenempatan rekening dan besaran angka-angkanya?
Muhammad Ikhsan Jadi begini, dari unsur Bappeda mengasistensi programdan kegiatannya. Sementara DPPKAD adalahrekeningnya. Mencocokkan apa program dan kegiatanSKPD dengan rekeningnya. Jangan sampai program dankegiatan A tetapi memakai rekening B. Termasukkesesuaian dengan standar harga yang telah kami buat.
Peneliti Maksudnya standar harga yang dibuat oleh Koperindagatau DPPKAD?
Muhammad Ikhsan Untuk DPPKAD, kami buat edaran tersendiri karena kamilihat standar harga di Koperindag terlalu tinggi. Misalnyaharga untuk komputer, jika tidak salah di atas 10 juta.Padalah itu hanya 8.500.000 saja denganmemperhitungkan keuntungan pihak ketiga juga, karenaitu harus juga diperhitungkan. Selama ini, sudahbeberapa tahun kami lakukan dan tidak ada masalah.
291
Peneliti Bagaimana komputer yang berspesifikasi tertentu dengankapasitan yang besar untuk tujuan tertentu, tentuharganya lebih mahal?
Muhammad Ikhsan Harga 8.500.000 untuk kebutuhan biasa di kantor itusudah cukup. Barang sekarang yang begitu sudahmurah, tidak sama dengan dulu. Sudah mencukupidengan pekerjaan sehari-hari di kantor, kecuali ada yangmeminta secara khusus, seperti pengolahan data satelit,pemetaan peta dari PU, dari kehutanan untuk renderinggambar dan satelit karena di situ ada software GIS yangmembutuhkan spek yang tinggi. Itu yang kita maklumiyang seharga 25 juta, tapi tidak seberapa jumlahnya.
Peneliti Standar harga yang digunakan selama ini dariKoperindag, bagaimana menyikapi ini, sementara standarharga dari Kopeirndag bersifat formal?
Muhammad Ikhsan Ya memamang yang atur itu adalah peraturan bupati.
Peneliti Bagaimana dengan standar harga yang dikeluarkanDPPKAD, apakah nantinya tidak berbenturan?
Muhammad Ikhsan Sepengetahuan saya tidak ada perintah dalamPermendagri untuk mengacu kesitu. Yang diperintahkandalam Permendagri itu adalah standar biaya umum dananalisis standar belanja. Itu yang kami pegang untukpenyusuan, Dipermendagri no 13/2006.
Peneliti Apa dasar dari pembuatan standar harga itu?
Muhammad Ikhsan Kita melakukan survei harga secara on line dan atau ketoko-toko. Prinsipnya kami di anggaran bahwa ketika kitamasih dapat menggunakan harga di bawah standar hargayang dibuat oleh Koperindag kenapa kita harus pakaiyang lebih mahal. Akan jadi pemborosan saja.
Peneliti Jadi ada tim yang dibentuk untuk menentukan standarharga itu?
Muhammad Ikhsan Tim anggaran mengundang para petinggi SKPD,sekretariat daerah, para asiten, membicarakan itu untukmendapatkan masukan dari mereka. Harga bukan hanyaterkait barang saja tetapi ada juga harga-harga lainseperti honororium dan jasa lainnya. Jadi bukan kamiyang menentukan sendiri.
Peneliti Hasilnya, apakah ada legalitas formalnya dan apakahatas nama DPPKAD atau TAPD?
Muhammad Ikhsan DPPKAD adalah bagian dari TAPD. Jadi atas namaTAPD.
Peneliti Bagaimana reaksi dari Koperindag?
Muhammad Ikhsan Saya tidak tahu persis fungsi standar harga yangdikeluarkan Koperindag, apakah digunakan oleh pihaklain atau bagaimana. Tapi biasanya ada barang-barangtertentu yang harganya tidak ada pada standar hargaTAPD, jadi saling mengisi dengan standar harga yang
292
dikeluarkan Dinas Koperindag. Di sinilah juga bagi kamiapakah merupakan kelebihan atau kekurangan, ketikaSKPD menyusun anggaran basanya mereka jugamenyurvei secara on line. Yang menyurvei itu biasanyafungsional SKPD. Mereka punya kasubag perencana jadimereka merencanakan untuk tahun berikutnya. Jadimereka menyurvei lebih awal supaya jika mereka di tanyamereka punya dasar harga.
Peneliti Jadi harga ini bisa mengacu ke tiga dasar harga itu tadi?
Muhammad Ikhsan Bisa, karena itu tidak apa-apa.
Peneliti Yang utama nanti pada saat asistensi baru ditentukanbesarannya?
Muhammad Ikhsan Ya, diputuskan di situ. Kami juga mengecek harga,misalnya jika rumah sakit berencana membeli barang alatkesehatan yang harganya ratusan juta, saya secarapribadi dan tim mengecek juga ke internet.
Peneliti Bagaimana bapak menyikapi perdebatan dalam prosesasistensi?
Muhammad Ikhsan Ini mungkin juga merupakan keterbatasan dari kami dankami bertahan dengan itu, sementara merekamengetahui lebih pasti, sehingga perdebatan itu kadang-kadang terjadi. Ini juga biasanya orang salah tanggapketika kami “menguliti” anggarannya biasanya adaperasaan tidak enak dari pihak sana.
293
Lampiran 8
Manuskrip Hasil Wawancara Dengan Pihak DPPKAD (2)
Informan Hasbiantoro Baharuddin, SE., MM.
Jabatan Staf Seksi Pengalokasian dan Pemanfaatan AnggaranDPPKAD
Tanggal/Waktu 23 Maret 2016
Topik Proses Penganggaran dan Verifikasi di DPPKAD
Situasi/Latar Wawancara Wawancara dilakukan dalam situasi tenang. Sayaditerima dengan baik dengan penuh kebersahajaan
Peneliti Bagaimana proses penganggaran setelah Musrenbangselesai dilaksanakan?
Hasbiyanto Baharuddin Awalnya mengacu pada RPJP untuk 20 tahun, laluRPJMD untuk lima tahun, lalu Rencana Kerja PemerintahDaerah (RKPD) untuk satu tahun, kemudian KUA PPAS.Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), KebijakanUmum Anggaran (KUA) dan PPAS ini disusun olehBappeda. PPAS ini dibahas bersama dengan DPRD. DiPPAS tersebut sudah ditetapkan besaran anggaransecara keseluruhan per SKPD. Ketika PPAS ditetapkanoleh DPRD, maka PPAS dijadikan dasar oleh SKPDuntuk menyusun Rencana Kerja Anggaran (RKA).Setelah Musrenbang selesai dilaksanakan, makadisusunlah RKPD dan Renja yang dijadikan dasar prosespenganggaran di tingkat SKPD.
Peneliti Jadi KUA PPAS di buat Bappeda dan di bahas bersamaDPRD?
Hasbiyanto Baharuddin Benar, Tapi yang termuat disitu adalah program, kegitan,dan nilai anggarannya secara garis besarnya per SKPD.
Peneliti Apakah breakdown kegiatannya sudah ada?
Hasbiyanto Baharuddin Belum ada. Dari sinilah kemudian disampaikan kepadaSKPD bahwa inilah anggaran yang ada di PPAS.Misalnya Anggaran A untuk tahun berikutnya sebesarRp2 miliar. Belanja tidak langsungnya sekian miliar danbelanja langsungnya sekian miliar. Setelah itu, SKPDmenyusun RKA sesuai plafon anggaran yang tertuang diPPAS. Misalnya kita ambil contoh tadi di mana SKPD Adiberikan Rp2 miliar yang terbagi menjadi belanja gajiRp1 miliar dan belanja langsung Rp1 miliar. Dari situSKPD terkait menyusun anggarannya masing-masingberdasarkan plafon tersebut. Jadi SKPD tidak bolehmembuat anggaran lebih dari itu. Selain itu, SKPD jugaharus berpatokan pada peraturan bupati tentangpedoman penyusunan RKA. Misalnya belanja cetakseperti baliho per meter, fotocopy per lembar danbegitupun dengan honorarium narasumber dari propinsidan dari kabupaten sendiri. Semua itu terteta dalam
294
satuan standar harga di peraturan bupati. Jadi harusmengacu kesitu.
Peneliti Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa SKPDmenyusun RKA berdasarkan KUA PPAS. Apakah setelahitu hasilnya diserahkan ke Bappeda dan PPAD untukdiasistensi?
Hasbiyanto Baharuddin Bappeda mengasistensi pada konteks program dankegiatannya. Apakah program kegiatan yang diusulkanSKPD dalam RKA tersebut ada di rencana kerjanya yangdibuat dalam RKPD kabupaten.
Peneliti Jadi proses asistensi yang dilaksanakan di Bappedakemarin yang menampilkan program dan nilai rupiahnyaitu sudah masuk ke tahapan apa?
Hasbiyanto Baharuddin Ada yang namanya program dan kegiatan. Misalkanprogram administrasi perkantoran kegiatannya adalahpenyedia jasa surat menyurat dan jumlah anggarannyalima juta. Kalau biaya surat menyurat atau administrasiperkantoran ini, dari situ kita lihat, apakah masuk direnjapada saat penyusunan renja. Jika ia, oke masuk. Setelahitu disinkronkan dengan renja kemudian dimunculkan lagidi RKA. Kita lihat lagi angkanya, lima juta tersebut apayang dibeli. Sesuai tidak dengan harga standar yangdikeluarkan dengan peraturan bupati. Tetapi secarakonteks keuangan (DPPKAD) yang menverifikasi itu.Ketika kegiatan dari a sampai z ditotal semuanya, jikamelebihi dari angka PPAS, maka harus dipangkas lagi.
Peneliti Siapa yang mengasistensi itu?
Hasbiyanto Baharuddin Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Peneliti Setelah diserahkan ke dinas untuk menyusun RKAPPAS. Jadi penyusunan anggaran di SKPD yang sayaamati sebelumnya adalah penyusunan anggaran dalamtahap RKA PPAS?
Hasbiyanto Baharuddin Benar.
Peneliti Setelah tahap RKA PPAS selajutnya di verifikasi olehBappeda?
Hasbiyanto Baharuddin Diasistensi oleh TAPD yang didalamnya termasukBappeda dan Keuangan DPPKAD. Kita mulai dulu dariRenja, di mana renja itu juga bagian dari musrenbang.Renja itu di buat oleh SKPD. Misalkan dinas PU untuktahun berikutnya ingin membangun jalan. Itu nantidicocokkan dengan musrenbang. Jadi Renja dibuatsebelumya oleh SKPD sebelum pelaksanaanMusrenbang. Di Musrenbang itu umumnya membahasfisik sedangkan di SKPD tidak semua membahas fisiktetapi ada juga non fisik. Misalnya di dinas PU inginmembuat jalan sekian kilo meter dengan biaya sekianmiliar. Inilah kekemudian yang diasistensi oleh bappeda.
Peneliti Item apa saja yang tertuang dalam Renja?
295
Hasbiyanto Baharuddin Program, kegiatan, sasaran, dan target. Jadi belum adanilai rupiahnya sebenarnya.
Peneliti Tapi kadang ada juga yang mencantumkan nilairupiahnya untuk mempercepat pekerjaan?
Hasbiyanto Baharuddin Ya, tapi biasanya cuma program dan target. Nanti padatahap RKA baru memunculkan nilai rupiah.
Peneliti Setelah selesai Renja di buat selanjutnya diverifikasi diBappeda?
Hasbiyanto Baharuddin Hasil renja tersebut sebagai dasar pembuatan RKPD.
Peneliti Setelah itu diasistensi ke Bappeda?
Hasbiyanto Baharuddin Bappeda pada dasarnya hanya mengasistensi programbukan pada tataran mengasistensi nilai rupiahnya.
Peneliti Memang berdasarkan literatur, bahwa secara teknisdaerah yang memiliki kewenangan khusus karena diundang-undang hanya mengatur secara garis besar. Tapikita ke pembahasan saja jika asistensi yang dilakukanBappeda kemarin adalah membahas tentang programdan nilai rupiahnya.
Hasbiyanto Baharuddin Ya.
Peneliti Setelah selesai verifikasi di Bappeda, barulah diajukanlagi ke DPPKAD.
Hasbiyanto Baharuddin Jadi hasil renja itu dituangkan ke RKPD.
Peneliti Jadi hasil verifikasi di Bappeda dituangkan dalam bentukRKPD.
Hasbiyanto Baharuddin Ya, RKPD pemerintah daerah. RKPD itulah dibuat lagiyang namanya KUA dan PPAS. PPAS itulah yangmenggambarkan berapa total (gelondongan) anggaranper SKPD yang ditetapkan bersama dengan DPRD.Setelah itu, itulah yang dijadikan dasar oleh SKPD dalammenyusun RKA.
Peneliti Jadi SKPD sebagai dasar membuat KUA PPAS, lalu apaacuan Bappeda menetapkan KUA PPAS?
Hasbiyanto Baharuddin Itu ada dasar acuannya tersendiri. Misalnya beraparealisasi anggaran tahun lalu, diolah ulang datanyasehingga mendapatkan angka itu.
Peneliti Setelah KUA PPAS dibuat oleh Bappeda, selanjutnyadiserahkan ke SKPD sebagai dasar untuk menyusunRKA SKPD. Di RKA SKPD sudah ada program, kegiatan,dan nilai rupiahnya. Setelah itu?
Hasbiyanto Baharuddin RKA di susun, selanjutnya diserahkan ke TAPD yakniBappeda dan DPPKAD untuk diverifikasi atau diasistensi.
Peneliti Jadi mereka duduk bersama?
Hasbiyanto Baharuddin Mereka bekerjasama bersama-sama. Cuma tugasmereka berbeda. Bappeda memverifikasi programnya,sedangkan DPPKAD mengasistensi pada anggaran. Jadi
296
tugas DPPKA mengasistensi anggaran dan rekeningnya,apakah sudah cocok dengan peraturan. SedangkanBappeda mengasistensi pada nama pogram dankegiatannya, apakah itu sudah sama dengan Renja yangdulu disulkan. Apa output keluarannya sama denganyang diajukan di Renja dulu. Biasanyakan berubah.Misalnya di Renja dulu 90 unit setelah itu berubahmenjadi 100 unit. Jadi harus sama dengan Renja.Makanya Bappeda pada konteks verifikasi RKA diaberada pada konteks program, kegiatan, target, tolokukur, dan keluarannya sengankan di DPPKAD padarekening belanja saja dan angka-angka rupiahnya.
Peneliti Bagaimana sikap DPPKAD terhadap hasil asistensi dariBappeda?
Hasbiyanto Baharuddin Kadang Kami juga mengkritisi hasil asistensi Bappedadan memberikan masukan juga.
Peneliti Jika di DPPKAD apa saja yang menjadi domainnya?
Hasbiyanto Baharuddin Salah satunya mengasistensi rekening belanjanya.Kadang SKPD salah penempatan rekening belanjanya.Misalnya untuk fotokopi dimasukkan ke rekening belanjacetak. Padahal itu salah. Seharusnya untuk fotokopidimasukkan ke rekening fotokopi, sedangkan untuk cetakdimasukkan ke rekening belanja cetak. Begitupun denganperjalanan dinas kadang terbalik. Perjalanan dinas dalamdaerah ditempatkan ke luar propinsi begitupunsebaliknya. Jadi Kita perbaiki posisi rekeningnya.Begitupun dengan satuan-satuan harganya. Kitaberpedoman ke pedoman penyusunan RKA. Misalnyapembelian laptop standarnya Rp8.500.000 biasanyaditulis Rp15 juta. Itu kita pangkas menjadi Rp8.500.000.Begitupun belanja fotokopi yang diajukan Rp300 perlembar padahal dipedoman sebesar Rp250 per lembar,kita pangkas juga. Begitupun dengan perjalanan dinasdianggarkan Rp200 juta untuk satu tahun ke depan. Kitalihat lagi realisasi sebelumnya sampai bulan sebelaskemarin. Ternyata sampai bulan sebelas kemarin cumamampu menghabiskan tidak sampai Rp100 juta. Makakita rasionalkan menjadi Rp150 juta saja.
Peneliti Jadi wewenang DPPAD adalah rekening belanja dansatuan harga. Setelah selesai di tahapan TAPDselanjutnya?
Hasbiyanto Baharuddin Hasil asistensi selanjutnya diserahkan ke DPRD sebagaibahan Ranperda (Rancangan Peraturan Daerah). Jadiketika diserahkan ke DPRD, itu bukan lagi atas namaTAPD tapi pemerintah karena yang menyerahkan adalahbupati. Kecuali jika tahap pembahasannya kemudian,TAPD ada di situ untuk menjelaskan ke anggota DPRD.
Peneliti Terkait dengan pertanggungjawaban atau akunta-bilitasbagaimana?
Hasbiyanto Baharuddin Setiap SKPD perlu pertanggungjawaban keuangan.
297
Pertanggungjawaban itu ada ditingkat SKPD dan PejabatPenatausahaan Keuangan (PPK). Jadi PPK harus benar-benar memverifikasi pertanggung-jawaban kegiatan-kegiatan dari tiap bidang. Jika hal itu tidak dilakukan,maka ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) datangmereka dapat saja mendapatkan temuan-temuan proyek.Kadang BPK menemukan volume proyek tidak sesuaidengan hasil pekerjaannya. Seperti, dikontrak proyekharusnya 50 meter pengaspalan, tetapi dari dokumenditemukan cuma 49 meter sehingga kurang satu meter.Hal ini biasanya terjadi karena faktor memperbesarkeuntungan. Maka biasanya BPK memanggilkontraktornya untuk menyelesai-kan pekerjaannya atauganti rugi atau mengembalikan uangnya. Disinilahtanggungjawab moril oleh pimpro pihak pengawas,kenapa proyek tersebut lolos dibuatkan berita acaranyapadahal belum sempurna pekerjaannya.
Peneliti Lalu di mana tanggung jawab moril pihak DPPKAD dalammemverifikasi anggaran?
Hasbiyanto Baharuddin Tanggung jawab moril Kami itu jika Kami tidak seriusmemverifikasi atau mengasistensi perencanaanpenganggaran yang disusun oleh SKPD. Ini seriuskarena merupakan uang masyarakat. Maka sangatdisayangkan jika uang yang begitu banyak hanya dibuang begitu saja dalam artian bahwa yang harusnyadibutuhkan hanya 5 juta tapi dianggarkan 15 juta. KetikaKami meloloskan ini, maka ini adalah tanggung jawabKami, dan ini tidak boleh terjadi. Jadi Kami tetap harusprofesional.
Peneliti Jadi jika mengutip pernyataan informan lain, bahwatanggung jawab itu adalah kepada diri sendiri dan jugakepada Tuhan, bagaimana?
Hasbiyanto Baharuddin Benar, jika berbicara Tuhan berarti itu sudah bahasaabstrak.
Peneliti Apa yang dirasakan ketika Anda bekerja tidakprofesional?
Hasbiyanto Baharuddin Itukan tanggung jawab moral secara sosial kepadamasyarakat. Seperti bahasanya Pak Ikhsan bahwa“bagaimana supaya kita menganggarakan secaraprofesional, jika ada sisa anggaran harus dikembalikan kekas daerah jangan dibuatkan pertanggungjawaban fiktiflalu dibagi-bagi”. Ini kasus-kasus yang banyak terjadi dandi daerah lainpun seperti itu. Selanjutnya, bagaimana Kitamembangun cara berfikirnya dia. Kadang sebagianteman-teman pola ekonominya terbalik. Yang sayapahami bahwa Kami juga kadang beda pendapat.Misalnya ada suatu barang ingin dibeli dengan kualitasbaik tetapi harga yang murah. Saya katakan, saya ini kanorang ekonomi, dan di SKPD juga tidak semua orangekonomi. Sepengetahuan saya, dalam formulasi ekonomikualitas suatu barang berbanding lurus dengan harganya.
298
Jadi jika kita inginkan suatu produk yang bagus, ya haruskita anggaran dengan harga yang bagus juga.
Peneliti Tanggungjawab administrasi dalam konteks verifikasiaggaran, dimana posisinya?
Hasbiyanto Baharuddin Sekarang, pertanggungjawaban keuangan di SKPD. Dilingkungan Kami di SKPD, tanggung jawab keuangan ituadalah mempertanggungjawabkan secara benar apayang Kami lakukan. Kadang ada biaya yang tidakteranggarkan. Jadi kadang harus dibuatkanpertanggungjawaban lain. Tetapi pertanggungjawabanadministrasi itu adalah apa yang dibelanjakan. Jikabelanjanya makan minum 500 ribu ya, kitapertanggungjawabkan 500 ribu, jangandipertanggungjawabkan satu juta.
299
Lampiran 9
Manuskrip Hasil Wawancara Dengan Pelaku UMKM
Informan Haris
Aktivitas Pelaku Usaha Jus Buah (UMKM)
Waktu Mei 2015/Pukul 20.05
Situasi/Latar Wawancara Suasana ramai karena merupakan Pusat Kuliner disekitar Jembatan Malili. Wawancara berjalan denganlancar.
Peneliti Sejak kapan Bapak terjun ke usaha ini?
Haris Saya mulai usaha di sini sejak tahun 2011.
Peneliti Aktivitas Bapak sebelumnya?
Haris Saya seorang pekerja di Karebbe dan di Soroako disalah satu perusahaan.
Peneliti Lalu bagaimana Bapak bisa menekuni pekerjaan ini,bukankah Bapak bekerja di sana?
Haris Waktu itu memang saya sedang bekerja. Jadi Ibu yangmelakukan jualan. Cuma, pekerjaan saya itu bersifatmusiman. Sekitar akhir tahun 2010 atau awal 2011kontrak saya diperusahaan sudah habis dan tidakdiperpanjang lagi. Jadi saya lanjutkan usaha ini.
Peneliti Bagaimana awalnya Bapak berjualan di tempat ini?
Haris Sebenarnya tahun 2011 ada program pemerintah maumembantu para pedagang. Informasi itu saya dengardari teman dan saya cari tau, siapa tau saya bisa jugadibantu.
Peneliti Apakah Bapak juga mendapatkan bantuan?
Haris Waktu itu kami disampaikan bagi yang berminatmendapatkan bantuan pengembangan usaha agarmendaftarkan diri. Saya pun mendaftar.
Peneliti Dari mana informasi itu?
Haris Dari Dinas Koperindag.
Peneliti Kemudian?
Haris Setelah saya dan teman-teman mendaftarkan diri, kamiditanya tentang apa usaha kami, apa yang kamibutuhkan. Karena kami di sini usahanya tidak sama. Adausaha gorengan, minuman, makanan, dan lain-lain.
Peneliti Kalau Bapak dapat bantuan apa?
Haris Saya dapat bantuan gerobak. Kebetulan usaha sayaadalah jus buah jadi cocok dengan bantuan gerobak.Gerobak ini saya gunakan untuk memajang buah danjuga tempat membuat minuman. Usaha ini sangat
300
membantu usaha saya.
Peneliti Selain itu, apa masih ada bantuan lain?
Haris Bantuan lain ada, seperti blender, kursi, payung besar.Alat itu membantu sekali usaha kami. Apalagi setelahjalan di sini sudah diperbaiki pengunjung ramai datang.
Peneliti Lalu bagaimana Bapak bisa berjualan di sini, apakahditempat ini ada bayarannya?
Haris Tempat ini memang disediakan oleh pemerintah. Ketikakami di data saat itu, kami disediakan tempat di sini.Tempat ini dibuat khusus untuk pedagang seperti kami.
Peneliti Apa yang Bapak rasakan sekarang ini?
Haris Maksudnya Pak?
Peneliti Setelah mendapatkan bantuan dan ditempatkanberjualan di sini?
Haris Sangat membantu Pak. Pendapatan kami adapeningkatan. Dulu itu susah. Orang-orang malas datangbelanja. Dengan adanya bantuan seperti gerobak yangharganya sekitar Rp6 juta, itu sangat membantu kami.Dari mana kami bisa dapatkan uang sebanyak itu. Begitujuga kami ditempatkan di sini. Tempat ini sangat bagus.Posisinya di pinggir sungai, pinggir jalan utama, dandekat dengan jembatan. Jadi orang-orang dari sebelahtidak memutar lagi jika mereka mau belanja di sini. Lebihdekat.
Peneliti Jadi posisi jualan di sini sangat menguntungkan?
Haris Benar Pak, sangat bagus selain dekat jembatan,posisinya juga di pinggir jalan dan jalannya juga sudahbagus. Jadi orang semakin ramai datang belanja ke sini.Apalagi di sini banyak orang yang tinggal karena pusatkota dulu.
Peneliti Dengan adanya fasilitas yang disediakan pemerintah,bagaimana tanggapan Bapak?
Haris Di sini, yang kami rasakan bukan cuma bantuan yangdiberikan tapi juga pemerintah sediakan rumah sakit,Puskesmas, pendidikan gratis, dan jalan-jalan sudahbagus semua sampai ke lorong-lorong. Dapat dikatakanjalan di sini 100 persen sudah bagus semua, di aspaldan di beton. Apa yang dilakukan pemerintah sudahbagus, kami merasakan semua apa yang telah diberikan.Semuanya disediakan. Bukan cuma kami tapi darikelompok usaha lain juga mendapatkan bantuan danmerasakan manfaatnya. Kami merasa senang.
Peneliti Kalau sebelumnya bagaimana?
Haris Susah, bagaimana mau berusaha kalau jalannya tidakbagus. Sejak ada Luwu Timur, hidup kami semakinbagus. Pemerintah sediakan semuanya. Termasuk juga
301
memperhatikan usaha kami. Semuanya semakin lancar.Walaupun pendapatan kami naik turun, tapi masih lebihbaik dari yang dulu-dulu. Kami percaya bahwapemerirntah akan memperhatikan kami. Saya menikmatiusaha ini dan hasilnya sudah lebih baik. Saya ucapakanterima kasih kepada pemerintah karena telah membantukami.
302
Lampiran 10
Jumlah Fasilitas Kesehatan Luwu Timur Tahun 2005 dan 2010
No Fasilitas 2006 2010Pertumbuhan
(%)
1. Rumah Sakit (Unit) 1 2 100
2. Tenaga Kesehatan (Orang) 291 501 72,16
a. Dokter Umum 21 43 104,76
b. Dokter Gigi 6 17 183,33
c. Dokter Ahli 1 4 300,00
c. Apoteker 4 5 25,00
d. Paramedik Perawatan 114 250 119,30
e. Bidan 145 182 25,52
3. Puskesmas Pembantu (Unit) 59 78 32,20
4. Posyandu 216 246 13,89
Sumber: BPS Luwu Timur 2007 dan 2010 (Data diolah)
303
Lampiran 11
Manuskrip Wawancara dan Monitoring Program Bidang Ekonomi (1)
Kabupaten / Kota Luwu Timur
Nara Sumber Kamarullah, Amiruddin, danM. HusniPegawai Dinas PU
Topik Sarana Prasarana
1. Nama Program/Kebijakan
DESA MENGEPUNG KOTA
2. Latar Belakang
Luwu Timur enam tahun lalu, Andi Hatta Marakarma menatap tanah SulawesiSelatan itu dengan penuh keinginan untuk perbaikan dan perkembangan. Takada yang kurang dengan daerah di Teluk Bone itu. Punya gunung di utara, cocokuntuk perkebunan. Di punggungnya ada Danau Towuti. Airnya siap memutarturbin listrik. Dari kaki gunung hingga pantai menghampar sawah yang subur.Saat panen raya mirip karpet kuning. Di tengah ”karpet” itu ada Danau Matano.Dalamnya 600 meter paling dalam di Asia.
Tapi, Andi melihat jalan-jalan yang rusak. Akibatnya berantai, hasil panen takterangkut, irigasi amburadul. Akhirnya petani pun beralih bertanam kakao, yangsudah tak lagi jadi primadona. ANDI paham betul bahwa potensi Luwu Timuradalah pertanian padi, karena 80 persen penduduknya petani, dan di sanaterhampar 19 ribu hektare sawah. Ini pula yang menjadi salah satu modal bagikabupaten itu ketika memisahkan diri dari Luwu Utara pada Maret 2003.
Untuk menggerakkan semua potensi, kuncinya adalah perbaikan infrastruktur.Maka, ia tidak memprioritaskan pembangunan kantornya, yang menumpang dikantor Kecamatan Malili. Ia mengutamakan pembangunan jalan desa dan jalantani yang menjangkau hingga ke pelosok. Andi menyebut pola pembangunan inidengan istilah ”Desa Mengepung Kota”.
3. Pelaksana dan Pihak Yang Terkait
a. Pelaku Program : Dinas PUb. Instansi yang terlibat : Bappeda, Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutananc. Penanggungjawab : Dinas PUd. Pelaksana Program : Dinas PUe. Penerima manfaat Program : petani dan masyarakat desaf. Penerima dampak Positif : petani dan masyarakat desa
4. Waktu Pelaksanaan Program
Tahun 2004 sampai 2015
5. Tempat Pelaksanaan Program
Seluruh desa di 11 Kecamatan (Desa Nuha, Kec. Nuha, Kec. Wotu Jl. DalamKota Wotu, Kec. Wotu Jl. Cempae Wotu, Kec. Burau Jl. SMA Burau, Desa Lauwo
304
Kec. Burau)
6. Mekanisme/Alur/Terobosan Program
Bupati Luwu Timur memfokuskan pembangunan ke pedesaan, mulai denganmembangun kantor desa, jalan desa, dan irigasi. Bupati yang gemarmengendarai mobil sendirian hingga ke pelosok desa ini juga membebaskandaerah terisolasi dengan membuka jalan baru dan membangun jembatan. Jalan-jalan yang tadinya berlubang, kini sudah diperbaiki. Secara bertahap dilakukanperbaikan dari jalan tanah ke kerikil, kemudian kerikil ke jalan hotmix dan beton.Jalan menuju desa- desa tertinggal mulai dibangun, termasuk pembenahan jalantani/jalan desa agar penghasilan para petani bisa meningkat signifikan, dan costyang mereka keluarkan tidak terlalu tinggi. Intinya agar sarana pertanian atauproduksi bisa lebih mudah masuk. Hasil produksi pertanian juga bisa lebih mudahdiangkut. Jembatan darurat diganti dengan jembatan permanen. Hingga 2008volume perintisan atau pembukaan jalan mencapai 200,362 km, pengkrikilanjalan sepanjang 541,747 km dan pengaspalan jalan 218,521 km, jembatan semipermanen dan permanen atau jembatan beton dari bentangan 5 meter hingga 25meter sebanyak 97 buah, 24 km jalan beton di jalur lingkar Puncak Indah Malilidan Kecamatan Angkona, serta 49,818 km panjang drainase
Pada tahun ketiga, pembangunan baru mengarah ke pusat pemerintahan diMalili, termasuk membangun kantor bupati. Kompleks pemerintahan dibangun disebuah perbukitan, bekas perkebunan. Untuk menghidupkan kota ini, diamembuka jalan tembus ke beberapa penjuru.
Inisiatif luar biasa yang dilakukan Bupati Luwu Timur mengantarkannya menjadi 1dari 10 Kepala Daerah Bupati/Walikota di seluruh Indonesia yang dipilih majalahTempo sebagai Bupati berprestasi.
Anggaran pembangunan fisik jalan, jembatan, dan irigasi
Tahun Jalan & Jembatan Irigasi/ drainase Total
2006 59.302.743.654.25 Drainase 21.758.769.513 92.532.618.3682007 49.965.654.357,00 Drainase10.273.703.306
14.399.491.30774.638.848.970
2008 94.047.800.000 Drainase 16.219.945.000Pengairan 24.492.991.000
134.760.736.000
2009 Jalan 206.327.448.972Jembatan 18.404.401.695
Drainase 56.572.321.789 281.304.172.456
7. Output / Outcomes - Deskripsi Hasil
Salah satu petani yang merasakan kemakmuran hidup sebagai petani adalahWasono, Ketua Kelompok Tani Ambarawa, yang memiliki 20 hektare lahansawah. Dalam lima tahun terakhir, dia melihat perubahan signifikan di kampunghalamannya, Desa Wonorejo, Mangkutana, Kabupaten Luwu Timur. Pria 41tahun ini bersama rekannya sesama petani tak lagi kesulitan mengangkut hasilpertanian karena jalan beraspal sudah menjangkau hingga ke pelosok. Irigasipersawahan juga membaik. ”Dulu ongkos angkut satu karung gabah Rp 9.000,sekarang hanya Rp 2.000 (menurun 77,8%),” kata Wasono. Demikian pula salahsatu komentar penduduk di Kabupaten Towuti, “Dulu tak ada mobil angkutan
305
umum yang masuk ke desa kami yang berjarak 30 km dari ibu kota kecamatan.Untuk menjangkau kecamatan, kami harus berjalan kaki atau menyewa ojekdengan biaya PP Rp. 700.000, itupun motor ojek lebih sering dituntun daripadadikendarai. Sekarang mobil angkutan pun bisa masuk dengan leluasa. Ongkosojek tinggal Rp. 75.000,- dan angkutan umum Rp. 15.000,- (menurun 80%)“.
Setelah pemekaran, tidak hanya wajah Malili yang dibenahi, tetapi juga ibu kotatujuh kecamatan lainnya. Setidaknya ada 300 lampu jalan yang dipasang di jalan-utama Malili dan ibu kota tujuh kecamatan lainnya. Dalam hal
Sejak itu perubahan demi perubahan memang mengalir di Malili. Tidak hanyadari gelap gulita menjadi terang benderang. Bukan pula hanya perbaikan danpembangunan jalan-jalan atau jembatan. Aktivitas sebagian besar warga yangtadinya hanya bertani dan berkebun, sekarang menjadi semakin beragam.
Di pagi hari, pemandangan di jalan-jalan tidak hanya disuguhi pak tani dengancangkul di pundak. Sejak pukul 07.00 Wita, kendaraan umum maupun pribadi,roda dua maupun empat, sudah berseliweran membawa buruh bangunan kesejumlah lokasi pembangunan di Luwu Timur. Atau juga, membawa orang-orangkantoran berpakaian seragam ke instansi pemerintahan atau swasta.
Di siang hari, aktivitas warga Malili semakin dinamis. Aktivitas perdagangan dipasar atau toko-toko yang terletak di beberapa ruas jalan utama Malili tampakramai oleh pembeli. Warung makan yang sebelum pemekaran relatif sepi, mulaidipadati pengunjung karena tingginya hilir mudik manusia yang melintas di Malili.
Toko-toko semi permanen yang tadinya hanya menjajakan kebutuhan pak tani,seperti barang keperluan rumah tangga, makanan, dan pupuk, kini jugamenjajakan kebutuhan orang kantoran, bahkan pengusaha. Warga Malili yangingin membeli telepon seluler beserta voucher pulsa tidak lagi perlu jauh-jauh kekota Masamba atau Palopo yang harus ditempuh 2-3 jam perjalanan. Atau inginmembeli berbagai jenis bahan bangunan, sejumlah toko menyediakannyadengan lengkap.
Jika ingin bermalam di Malili tidak perlu khawatir dengan tempat menginap. Dikeca-matan ini tersedia 13 hotel sejak dua tahun belakangan ini fasilitasnya mulaidibenahi. Misal, sudah tersedia kamar dengan pendingin udara dan televisi diruang tamu. Memang, datang ke Malili tidak lantas mengharapkan apa saja yangdibutuhkan tersedia di sana. Kebutuhan seperti bioskop, pusat perbelanjaanterpadu, warung internet, dan restoran, belum tersedia. Sedangkan pemanfaatantelekomunikasi yang optimal masih dengan menggunakan jaringan PT Telkom.Penggunaan jaringan beberapa provider telepon seluler masih mengalamihambatan, yaitu lemahnya sinyal di beberapa tempat.
306
Lampiran 12
Manuskrip Wawancara dan Monitoring Program Bidang Ekonom (2)
Dinas Koperindag
Nara Sumber Ir. H. Firnandus Ali, M.Si. Kadis KoperindagAbd. Wahid SP, Kabid Koperasi dan UKM
Topik Pemberdayaan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan, SaranaPrasarana
1. Nama Program/KebijakanPengembangan UMKM (UKM/IKM)
2. Latar Belakang Program
Motivasi kuat para pelaku UMKM untuk mengembangkan usahanya terkendala
keterbatasan modal kerja, peralatan produksi, pengetahuan kewirausahaan dan
tingginya sewa lokasi strategis berjualan
3. Pelaksana dan Pihak Yang Terkait
a. Sumber Program : Dinas Koperindagb. Instansi yang terlibat : Bappeda, Dinas pertanian, peternakan dan
perkebunan, Dinas Perikanan dan Kelautan,Badan Ketahanan Pangan, dan BP4K
c. Pelaksana Program : Bidang Koperasi, Bidang Perindustrian danUKM, Bidang Industri
d. Penanggungjawab : Kabid Koperasi, kabid Perindustrian, dan KabidPerdagangan
e. Rekanan : PT. Inco (pendampingan dan pelatihan sertakerjasama) dan PT. Smart
4. Waktu Dan Tempat Pelaksanaan Program
a. 2007, pengembangan produk UKM/IKM diantaranya anyaman di Kec. Nuha,
kripik pisang di Kec. Nuha dan Mangkutana, industri pusat pelatihan
kerajinan tangan dari tempurung dan kayu di Desa Kertoraharjo Kec. Tomoni
Timur.
b. 2008 industri mebel di Kec. Angkona dan Kec. Burau
c. 2008 Anyaman di desa Nuha kec. Nuha
d. 2008 usaha kompos di Kec. Mangkutana
e. 2010 Fasilitasi Kemasan dan perlengakpannya
f. 2011 Peningkatan daya saing produk, berupa kemasan dan peralatan
Luaran/Manfaat
a. UKM/IKM-UMKM menghasilkan berbagai macam produk yang telah dikemas,
diantaranya jus dengen (water drink Luwu Timur), kerajinnan tangan, keripik
pisang, dan sebagainya
b. Para UMKM khususnya pedagang kaki lima telah memiliki tempat khusus
307
berjualan yang disediakan oleh Dinas Koperindag dan telah mengikuti
pelatihan. Pendapatan mereka meningkat dari sebelumnya.
c. Produk IKM/UKM dapat terpasarkan
Payung Hukum :
a. Keputusan Bupati Luwu Timur No. 348 Tahun 2008 tanggal 31 Des 2008
Tentang Pemberian Hibah Kepada Kelompok UKM dan Koperasi Kab. Luwu
Timur.
b. Keputusan Bupati Luwu Timur No. 218 Tahun 2009 tanggal 30 Oktober 2009
tentang Pemberian Bantuan Sosial Kelompok Masyarakat Kepada Kelompok
Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Kab. Luwu Timur Tahun 2009.
Penerima Manfaat : UMKM dan masyarakat UmumMultiflier Effect : Pedagang hasil produksi UMKM di Malili, di
berai-gerai bandara, dan sebagainyaKomitmen Anggaran : Sangat kuatCakupan Wilayah : Seluruh Kecamatan se Kabupaten Luwu Timur
308
Lampiran 13
Manuskrip Wawancara dan Monitoring Program Bidang Kesehatan
Dinas Kesehatan Luwu Timur
Nara Sumber Sufriati, Sekertaris DinasRd. Adnan, Kabid Kesmas
Topik Problematika Pelayanan Kesehatan
1. Nama Program/Kebijakan
Mengatasi Masalah Kesehatan Melalui
Layanan Kesehatan Masyarakat
2. Latar Belakang Program
Keterbatasan sarana dan prasaran kesehatan sangat dirasakan masyarakat
Luwu Timur terutama pasca pemekaran. Daerah yang secara geografis
memiliki daratan, gurung, dan laut ini memiliki luas wilayan 6,944.88 km2
atau 11,14% dari luas Propinsi Sulawesi Selatan. Luas wilayah yang dimiliki
kabupaten paling Utara di Propopinsi Sulawesi Selatan ini tidak sebanding
dengan sarana prasaran kesehatan yang dimiliki. Masyarakat mengeluhkan
layanan kesehatan karena untuk berobat membutuhkan jarak yang jauh dan
waktu yang lama untuk tiba di pusat layanan kesehatan.
3. Pelaksana dan Pihak Yang Terkait
a. Sumber Program : Dinas Kesehatanb. Instansi yang terlibat : PKK kabupaten, PMD,c. Penanggungjawab : Kabid Yankes, Kabid Kesmas, Kabid
P2TL, Kabid Pelaynanand. Pelaksana Program : Bid Yankes, Bid Kesmas, Bid P2TL, Bid
Pelayanane. Rekanan : -
4. Waktu Pelaksanaan Program
Program dilaksanakan pada tahun 2006
5. Tempat Pelaksanaan Program
Se Kabupaten Luwu Timur
6. Mekanisme/Alur/Terobosan Program
Dalam rangka untuk memenuhi pelayanan kesehatan di Kab. Luwu Timur,kebijakan yang diambil dinas kesehatan diantaranya:
a. Pengadaan Sarana Kesehatan1) Pengadaan Puskesmas Keliling sebanyak 13 unit di mana tiap
kecamatan masinsg-masing dib diberikan 1 unit kendaraan.
2) Pengadaan ambulans mayat 5 unit pada Januari 2009. Kendaraan ini
309
khusus melayanai masayrakat Lutim yang ingin dikembumikan di
kampungnya yang berada di Sulsel. Dari kelima unit kendaraan ini, 1
unit ditempatkan di Makassar yang melayani warga Lutim yang
meninggal yang ingin dikebumikan di kampungnya. Sementara di
Lutim ada 4 unit. Kelima kendaraan ini melayani 5 sona yaitu :
a) Sona 1 melayani makassar 1 unit,b) Sona 2 melayani Malili, angkona dan lampia 1 unit,c) Sona 3 melayani Kec. Tomoni dan Kec. Tomoni Timur 1 unitd) Sona 4 melayani Kec. Wotu dan Kec. Burau 1 unite) Sona 5 melayani Kec. Wasuponda dan Soroako 1 unit.Pengadaan 5 unit ambulans mayat ini melengkapai 5 unit ambulansmayat yang telah diopersikan sebelumnya, yaitua) Melayani Kec. Malili 2 unitb) Melayani Kec. Mangkutana dan Kec. Akalaena 1 unit, danc) Melayani Kec. Wowondula 2 unit.
b. Pelayanan Rawat Inap Puskesmas1) Pelayanan rawat inap 100% semua di tingkat Puskesmas.
2) 2010 beberapa pustu yang dipersipakan rawat inap.
3) Pemberian tunjangan keterpencilan bagi petugas Rp.1 juta perbulan.
Luaran/Manfaat
1. Tersedianya mobil ambulans
2. Rawat inap 100% dapat dilayani di tingkat Puskesmas
3. Beberapa Pustu juga melayani rawat inap
4. Masyarakat menikmati layanan kesehatan yang disediakan pemerintah
Payung Hukum :
Perda No.9/2009 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Gratis di
Kabupaten Luwu TImur
310
Lampiran 14
Anggaran Infrastruktur Program Desa Mengepung KotaKabupaten Luwu Timur (Rp Miliar)
Tahun Jalan Jembatan Irigasi Drainase Jumlah
2006 59,303 - 21,759 - 81,062
2007 49,966 - 10,274 14,400 74,640
2008 94,048 - 24,493 16,220 134,761
2009 206,327 18,404 - 56,572 281,303
Jumlah 409,644 18,404 56,526 87,192 571,766
Sumber: Hasil Monitorinng dan Evaluasi Fipo Fajar 2009
293
Lampiran 15
Anggaran Ekonomi Dan Infrastruktur Kabupaten Luwu Timur Tahun 2010 (RP Satuan)
Dinas/Badan (SKPD) Kode Rekening Program/Kegiatan Anggaran
PU dan Penataan Ruang
1.03.1.03.01.15.03 Pembangunan jalan 23.906.515.600
1.03.1.03.01.15.05 Pembangunan jembatan 2.056.200.000
1.03.1.03.01.16.03 Pembangunan saluran drainase/gorong-gorong 5.357.141.000
1.03.1.03.01.18.03 Rehabilitasi/pemeliharan jalan 700.000.000
1.03.1.03.01.24.10 Rehabilitasi/pemeliharan jaringan irigasi 600.000.000
1.03.1.03.01.24.14 Rehabiltiasi/pemeliharaan normalisasi saluran sungai 600.000.000
1.03.1.03.01.24.16 Pemberdayaan petani pemakai air 125.242.500
1.03.1.03.01.24.18 Pembangunan jaringan irigasi 7.618.450.000
1.03.1.03.01.29.04 Pembangunan sarpras fasum 200.000.000
1.03.1.03.01.17.02Fasilitasi pembagunan sarpras dasr permukiman berbasismasy
246.136.000
1.03.1.03.01.18.01 Pembangunan/peningkatan infrastruktur 3.000.000.000
Bappeda 1.16.1.06.01.15.10 penyelenggaraan pameran investasi 195.581.000
Dinas Koperasi, Perindustrian,Perdagangan, dan Penanaman Modal
1.15.1.15.01.16.06 penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan 80.384.000
Peningkatan kerjasama di bidang HAKI 63.502.000
1.15.1.15.01.17.10Pengembangan kebijakan dan program peningkatanekonomi lokal
33.092.000
2.06.1.15.01.18.03 Pengembangan pasar dan distribusi barang/produk 5.016.600.000
2.06.1.15.01.18.09Penyelenggaraan promosi produk usaha mikro kecil danmenengah daerah
75.088.000
2.06.1.15.01.19.03Penataan tempat usaha bagi pedagang kaki lima danasongan
101.520.000
2.07.1.15.01.16.01Fasilitasi bagi industri kecil menengah terhadap pemanfaatansumber daya
45.480.000
294
2.07.1.15.01.16.02Pembinaan, industri kecil menengah dalam memperkuatjaringan klaster industri
370.595.000
2.07.1.15.01.16.07 Fasilitasi peralatan bagi industri kecil dan menengah 1.195.754.000
2.07.1.15.01.16.09Fasilitasi bagi industri kecil menengah terhadap pemanfaatansumber daya (budidaya persutraan dan pembuatan benang)
110.158.000
2.07.1.15.01.18.02Penyediaan sarana maupun prasarana klaster industri(pengembangan bengkel industri Lampia)
22.100.000
Sekertariat DaerahPeningkatan kualitas SDM kesejahteraan sosial masy 2.495.629.650
1.03.1.20.04.15.03 Pembangunan jalan 90.100.000
Dinas Pertanian, Perkebunan, danPeternakan
2.01.2.02.01.05.04 Pelatihan petugas lapangan 33.800.000
2.01.2.02.01.15.01 Pelatihan petani dan pelaku agribisnis 308.900.000
2.01.2.02.01.15.02 Penyuluhan dan pendampingan petani 31.476.500
2.01.2.02.01.15.03 Peningkatan kemampuan lembaga petani 113.814.000
2.01.2.02.01.15.06 pemberdayaan pengembangan usaha agribisnis pedesaan 89.765.000
2.01.2.02.01.15.08 Apresiasi kelembagaan petani dan pelaku agribisnis 69.995.000
2.01.2.02.01.16.15 Pengembangan intensifikasi tanaman padi/palawija 21.763.500
2.01.2.02.01.16.17 Pengembangan pertanian pada lahan kering 23.407.500
2.01.2.02.01.16.29Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu produkperkebunan
11.657.000
2.01.2.02.01.16.33Pembinaan dan pengembangan pembenihan tanamanpangan
316.360.000
2.01.2.02.01.16.37 pengembangan sarpras pengelolaan lahan dan air 1.602.720.000
2.01.2.02.01.18.02 Pengadaan sarpras teknologi pertanian 460.180.000
2.01.2.02.01.18.09temu lapang gelar teknolgi pertanian perkebunan danpeternakan
16.350.000
2.01.2.02.01.18.10 penyuluhan penerapan teknologi sistem pertanaman 70.490.000
2.01.2.02.01.19.02 Penyediaan sarpras produksi pertanian/perkebunan 128.092.500
2.01.2.02.01.19.03 Pengembangan bibit unggul pertanian/perkebunan 110.570.000
2.01.2.02.01.21.02Pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit menularternak
163.347.000
295
2.01.2.02.01.22.03 Pendistribusian bibit ternak kepada masyarakat 530.260.000
2.01.2.02.01.22.06 Pembelian dan pendistribusian vaksin dan pakan ternak 68.375.000
2.01.2.02.01.24.02 Pengadaan sarpras teknologi peternakan tepat guna 147.107.000
2.01.2.02.01.24.04 Penyuluhan penerapan teknologi peternakan tepat guna 41.070.000
2.01.2.02.01.25.01 Pengembangan agribisnis perkebunan 442.184.000
Dinas Kelautan dan Perikanan
2.05.2.05.01.15.01 Pembinaan kelompok ekonomi masyarakat pesisir 17.810.000
2.05.2.05.01.16.01Pembentukan kelompok masy swakarsa pengamanansumber daya kelautan
253.920.000
2.05.2.05.01.19.01 Pengembangan budaya kelautan 64.967.500
2.05.2.05.01.20.01 pengembangan bibi ikan unggul 276.300.000
2.05.2.05.01.20.02 Pendampingan pada kelompok tani pembididayaikan 37.765.000
2.05.2.05.01.20.03 Pembinaan dan pengembangan perikanan 1.220.000.000
2.05.2.05.01.21.01 Pendampingan pada kelompok nelayan perikanan tangkap 33.440.000
2.05.2.05.01.21.02 Pembangunan tempat pelelangan/pendaratan ikan 2.097.800.000
2.05.2.05.01.23.01 Optimalisasi pengelolaan dan pemasaran hasil perikanan 293.720.000
Dinas Tenaga Kerja~ Penyuluhan transmigrasi lokal 11.395.000
~ Penyebarluasan informasi bursa tenaga kerja 9.028.500
Badan Pemberdayaan Masyarakat,Perempuan, dan Desa
~Pembinaan kelompok pembangunan desa 26.528.500
~ Penyelenggaran pendidikan dan pelatihan teknis pada masykader pemberdayaan masy
376.825.000
Dinas Ketahanan Pangan
~ Penanganan daerah rawan pangan 85.490.000
~ Pembinaan desa mandiri pangan 205.423.000
~ Pengembangan lumbung pangan desa 20.588.000
~ Promosi atas hasil pertanian/perkebunan unggulan daerah 43.367.000
Total 64.181.320.250
Sumber: APBD Pokok Luwu Timur Tahun 2010
296
Lampiran 16
Anggaran Kesehatan Kabupaten Luwu Timur Tahun 2010 (RP Satuan)
Dinas/Badan (SKPD) Kode Rekening Program/Kegiatan Anggaran
Dinas Pendidikan Kebudayaan,Pariwisata Pemuda dan Olahraga
1.01.1.01.01.16.14 Pembangunan sarana air bersih dan sanitasi 302.400.000
KB dan Keluarga Sejahtera
1.12.1.12.01.15.01Penyediaan pelayanan KB dan alat kontrasepsi bagi keluargamiskin
30.165.000
1.12.1.12.01.15.02 Pelayanan KIE 44.800.000
1.12.1.12.01.15.03 Peningkatan perlindungan hak reproduksi individu 30.685.000
1.12.1.12.01.15.05 Pembinaan KB 6.905.000
1.12.1.12.01.15.07 Pembangunan gedung alat 491.177.500
1.12.1.12.01.17.03 Pengadaan kontrasepsi dan peralatan medis 267.550.000
1.12.1.12.01.17.04 Pelayanan KB medis operasi 17.490.800
1.12.1.12.01.18.02 Operasional kelompok masyarakat peduli KB 663.410.000
1.12.1.12.01.20.02Pengembangan dan peningkatan akses dan kualitas PIKKRR
9.160.000
1.12.1.12.01.21.01Penyuluhan penanggulangan narkoba dan PMS termasukHIV/AIDS
17.745.000
1.12.1.12.01.23.01 Pelatihan tenaga pendamping kelompok bina keluarga di kec 12.775.600
Pekerjaan Umum Pembangunan jaringan air bersih/air minum 780.325.500
Total 2.674.589.400
Sumber: APBD Pokok Luwu Timur Tahun 2010
297
Lampiran 17
Anggaran Ekonomi Dan Infrastruktur Kabupaten Luwu Timur Tahun 2011 (RP Satuan)
Dinas/Badan (SKPD) Kode Rekening Program/Kegiatan Anggaran
Bappeda 1.16.1.06.01.15.10 penyelenggaraan pameran investasi 195.581.000,00
Dinas Koperasi, Perindustrian,Perdagangan, dan PenanamanModal
1.15.1.15.01.16.06 penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan 80.384.000,00
2.06.1.15.01.18.03 Pengembangan pasar dan distribusi barang/produk 5.016.600.000,00
2.06.1.15.01.18.09Penyelenggaraan promosi produk usaha mikro kecil danmenengah daerah
75.088.000,00
2.06.1.15.01.19.03Penataan tempat usaha bagi pedagang kaki lima danasongan
101.520.000,00
2.07.1.15.01.16.01Fasilitasi bagi industri kecil menengah terhadap pemanfaatansumber daya
45.480.000,00
2.07.1.15.01.16.02Pembinaan, industri kecil menengah dalam memperkuatjaringan klaster industri
370.595.000,00
2.07.1.15.01.16.07 Fasilitasi peralatan bagi industri kecil dan menengah 1.195.754.000,00
2.07.1.15.01.16.09Fasilitasi bagi industri kecil menengah terhadap pemanfaatansumber daya (budidaya persutraan dan pembuatan benang)
110.158.000,00
2.07.1.15.01.18.02Penyediaan sarana maupun prasarana klaster industri(pengembangan bengkel industri Lampia)
22.100.000,00
Sekertariat DPRD 1.03.1.20.04.15.03 Pembangunan jalan 90.100.000,00
Dinas Pertanian, Perkebunan, danPeternakan
2.01.2.02.01.15.06 pemberdayaan pengembangan usaha agribisnis pedesaan 89.765.000,00
2.01.2.02.01.22.03 Pendistribusian bibit ternak kepada masyarakat 530.260.000,00
Dinas Kelautan dan Perikanan
2.05.2.05.01.15.01 Pembinaan kelompok ekonomi masyarakat pesisir 17.810.000,00
2.05.2.05.01.20.01 pengembangan bibit ikan unggul 276.300.000,00
2.05.2.05.01.21.02 Pembangunan tempat pelelangan/pendaratan ikan 2.097.800.000,00
2.05.2.05.01.23.01 Optimalisasi pengelolaan dan pemasaran hasil perikanan 293.720.000,00
298
Koperindag1.15.1.15.01.17.05
Pemantauan pengelolaan dan penggunaan dana pemerintahbagi KUKM
18.320.000,00
1.15.1.15.01.17.10Pengembangan kebijakan dan program peningkatan ekonomilokal
33.092.000,00
Total 10.464.846.000,00
Sumber: APBD Pokok Luwu Timur Tahun 2011
299
Lampiran 18
Anggaran Kesehatan Kabupaten Luwu Timur Tahun 2011 (Rp Satuan)
Dinas/Instansi (SKPD) KODE REKENING PROGRAM ANGGARAN (RP)
Dinas Kesehatan~ Belanja Langsung 20.511.291.016,00
Belanja tidak langsung 22.749.716.763,00
Rumah SakitBelum langsung 7.220.172.920,00
Belanja tidak langsung 7.757.380.495,00
Pendidikan kebudayaan,pariwisata pemuda dan olahraga
1.01.1.01.01.16.14 Pembangunan sarana air bersih dan sanitasi 302.400.000,00
Badan KB dan KeluargaSejahtera
1.12.1.12.01.15.01Penyediaan pelayanan KB dan alat kontrasepsi bagikeluarga miskin
30.165.000,00
1.12.1.12.01.15.02 Pelayanan KIE 44.800.000,00
1.12.1.12.01.15.03 Peningkatan perlindungan hak reproduksi individu 30.685.000,00
1.12.1.12.01.15.07 Pembangunan gedung alat 491.177.500,00
1.12.1.12.01.17.03 Pengadaan kontrasepsi dan peralatan medis 267.550.000,00
1.12.1.12.01.17.04 Pelayanan KB medis operasi 17.490.800,00
1.12.1.12.01.18.02 Operasional kelompok masyarakat peduli KB 663.410.000,00
1.12.1.12.01.20.02Pengembangan dan peningkatan akses dan kualitas PIKKRR
9.160.000,00
1.12.1.12.01.21.01Penyuluhan penanggulangan narkoba dan PMS termasukHIV/AIDS
17.745.000,00
Total 60.113.144.494,00
Sumber: APBD Pokok Luwu Timur Tahun 2011
300
Lampiran 19
Anggaran Ekonomi Dan Infrastruktur Kabupaten Luwu Timur Tahun 2012 (RP Satuan)
Dinas/Badan (SKPD) Kode Rekening Program/Kegiatan Anggaran
Dinas Pendidikan, Kebudayaan,Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga
1.01.1.01.01.17.05 Fasilitasi Penyelenggaraan Festival Budaya Daerah 482.775.000
1.01.1.01.01.17Program Peningkatan Upaya PenumbuhanKewirausahaan dan Kecakapan Hidup Pemuda
607.232.000
1.01.1.01.01.15.02Peningkatan pemanfaatan Teknologi Informasi dalamPemasaran Pariwisata
47.750.000
1.01.1.01.01.15.05Pelaksanaan Promosi Pariwisata Nusantara di Dalam &Luar Negeri
1.035.120.000
1.01.1.01.01.16.06 Pengembangan Daerah Tujuan Wisata 151.200.000
Dinas PU
1.03.1.03.01.15.03 Pembangunan Jalan 80.018.188.870
1.03.1.03.01.15.05 Pembangunan Jembatan 4.481.281.000
.03.1.03.01.18.03 Rehabilitasi/ Pemeliharaan Jalan 2.340.000.000
1.03.1.03.01.18.04 Rehabilitasi / Pemeliharaan Jembatan 150.000.000
1.03.1.03.01.24.10 Rehabilitasi/Pemeliharaan Jaringan irigasi 200.000.000
1.03.1.03.01.24.14 Rehabilitasi/Pemeliharaan Normalisasi Saluran Sungai 250.000.000
1.03.1.03.01.24.16 Pemberdayaan Petani Pemakai Air 209.575.500
1.03.1.03.01.24.18 Pembangunan Jaringan Irigasi 16.998.025.000
1.03.1.03.01.26.01Pembangunan Embung dan Bangunan Penampung AirLainnya
624.000.000
1.03.1.03.01.32.01Pemberdayaan Penyedia Jasa Konstruksi (OrangPerseorangan, Badan Usaha)
84.520.000
1.03.1.03.01.32.02Pemberdayaan Pengguna Jasa Konstruksi (InstansiPemerintah, Orang Perseorangan, Badan Usaha)
46.290.000
Dinas Tata Ruang dan Permukiman 1.05.1.05.05.15.03 Pembangunan Jalan 1.906.338.713
301
1.05.1.05.05.16.03 Pembangunan Saluran Drainase/ Gorong-Gorong 10.864.669.330
1.05.1.05.05.16.05 Rehabilitasi/ Pemeliharaan Drainase 250.000.000
1.05.1.05.05.29.01 Pembangunan/ Peningkatan Infrastruktur 15.600.000.000
1.05.1.05.05.30.01 Penataan Lingkungan Permukiman Penduduk Perdesaan 86.904.000
1.05.1.05.05.15.07Pembangunan Sarana dan Prasarana Rumah SederhanaSehat
5.275.928.666
Bappeda
1.06.1.06.01.22.12 Feasibility Study Pembangunan Industri kakao 201.940.000
1.06.1.06.01.22.13 Penyusunan Master Plant Pengembangan Industri Kakao 216.635.000
1.06.1.06.01.23.05Koordinasi Perencanaan dan Pengendalian ProgramPenanggulangan Kemiskinan Daerah
123.630.750
Dinas perhubungan dan Informatika1.07.1.07.01.18.02 Pengadaan Halte Bus Bus, Taxi, Gedung Terminal 140.400.000
1.07.1.07.01.18.03Pembangunan Jembatan Penyeberangan GedungTerminal
355.320.000
Badan Keluarga Berencana danKeluarga Sejahtera
1.12.1.12.01.18.04 Pemberdayaan Ekonomi Keluarga 15.290.000
Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasidan Sosial
1.14.1.14.01.21.02 Peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha 39.609.000
1.14.1.14.01.16.01 Penyebarluasan Informasi Bursa Tenaga Kerja 5.480.000
Dinas Koperasi, Perindustrian danPerdagangan
1.15.1.15.01.17.09Penyelenggaraan Promosi Produk Usaha Mikro KecilMenengah
234.438.000
1.15.1.15.01.18.03 Pengembangan Pasar dan Distribusi Barang/Produk 6.707.172.765
1.15.1.15.01.16.01Fasilitasi bagi Industri Kecil Menengah terhadapPemanfaatan Sumber Daya (Bantuan Peralatan Produksiuntuk IKM hasil Pertanian dalam arti luas)
899.000.000
1.15.1.15.01.16.02Pembinaan Industri Kecil dan Menengah dalammemperkuat Jaringan Klaster Industri
192.320.000
1.15.1.15.01.16.09Fasilitasi bagi Industri Kecil Menengah terhadapPemanfaatan Sumber Daya ( Bimtek Pembuatan BubukCoklat, Meises dan Permen Cokelat)
365.639.000
1.15.1.15.01.16.10Fasilitasi bagi Industri Kecil dan Menengah terhadapPemanfaatan Sumber Daya (Pengadaan Peralatan
1.684.151.250
302
Pengolahan Rumput Laut)
1.15.1.15.01.18.02 Penyediaan Sarana maupun Prasarana Klaster Industri 1.620.000.000
1.15.1.15.01.18.05 Penyediaan Mesin Peralatan Pengolahan Kakao 718.445.000
Kantor Pelayanan Terpadu 1.20.1.20.20.18.02 Fasilitasi Kemudahan Perizinan Pengembangan Usaha 187.968.000
Dinas Pertanian, Perkebunan danPeternakan
2.01.2.01.01.15.06Pemberdayaan Pengembangan Usaha AgribisnisPedesaan (PUAP)
399.702.500
2.01.2.01.01.16.17 Pengembangan Pertanian pada lahan kering 67.790.000
2.01.2.01.01.16.32Fasilitasi dan Pendampingan Peningkatan KetahananPangan Kabupaten
136.801.500
2.01.2.01.01.16.35Fasilitasi dan Pendampingan Pengelolaan Lahan dan Air(PLA)
1.179.900.000
2.01.2.01.01.16.36Fasilitasi dan Pendampingan Dana Bantuan Luar Negeri(BLN)
74.981.500
2.01.2.01.01.16.37Pengembangan Sarana dan Prasarana PengelolaanLahan dan Air (PLA)
11.238.210.000
2.01.2.01.01.16.42Peningkatan Produksi dan Produktivitas Tanaman Kakaodan Lada
713.640.500
2.01.2.01.01.16.43 Pemeliharaan Kebun Hortikultura 60.922.500
2.01.2.01.01.16.44Peningkatan Produksi dan Produktivitas Tanaman Padidan Jagung
2.132.005.000
2.01.2.01.01.17.07Promosi atas hasil produksi pertanian/perkebunanunggulan daderah
45.970.000
2.01.2.01.01.18.02 Pengadaan sarana dan Prasarana teknologi pertanian 1.670.950.000
2.01.2.01.01.19.02 Penyediaan Sarana Produksi Pertanian/Perkebunan 489.950.000
2.01.2.01.01.25.01 Pengembangan Agribisnis Perkebunan 371.442.000
Badan Ketahanan Pangan
2.01.2.01.04.16.14 Pembinaan Desa Mandiri Pangan 240.168.000
2.01.2.01.04.16.18 Pengembangan Lumbung Pangan Desa 498.012.000
2.01.2.01.04.16.19 Pengembangan Model Distribusi Pangan yang Efisien 516.284.200
2.01.2.01.04.17.07 Promosi Atas Hasil Pertanian/ Perkebunan Unggulan 77.163.000
303
Daerah
Badan Pelaksana PenyuluhanPertanian,Perikanan dan Kehutanan
2.01.2.01.05.15.03 Diseminasi Teknologi Peningkatan Produksi Padi 258.915.000
2.01.2.01.05.15.07 Peningkatan Sistem Pemanfaatan dan Produktifitas Lahan 147.100.000
Dinas Energi dan Sumber DayaMineral
2.03.2.03.01.15.07Pengawasan Penyelenggaraan Usaha PengelolaanPertambangan
84.831.000
2.03.2.03.01.17.03Interkoneksi Jaringan PLTMH Bantilang dengan JaringanPLN
695.820.000
2.03.2.03.01.17.05 Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 2.166.850.000
Dinas Kelautan dan Perikanan
2.05.2.05.01.15.02 Pengembangan Kelompok Usaha Bersama Perikanan 555.100.000
2.05.2.05.01.20.01 Pengembangan Bibit Ikan Unggul 83.240.000
2.05.2.05.01.20.02 Pendampingan Pada kelompok Tani Pembudidaya Ikan 86.640.000
2.05.2.05.01.21.02 Pembangunan Tempat Pelelangan/Pendaratan Ikan 1.333.038.000
2.05.2.05.01.23.01 Optimalisasi Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perikanan 1.466.090.000
2.05.2.05.01.24.02 Pengembangan Kawasan Budidaya Air Payau 671.520.000
Total 182.880.273.544
Sumber: APBD Pokok Luwu Timur Tahun 2012
304
Lampiran 20
Anggaran Kesehatan Kabupaten Luwu Timur Tahun 2012 (Rp Satuan)
Dinas/Badan (SKPD) Kode Rekening Program/Kegiatan Anggaran
Badan Keluarga Berencana danKeluarga Sejahtera
1.12.1.12.01.15.01Penyediaan Pelayanan KB dan alat kontrasepsi bagikeluarga miskin
45.357.600
1.12.1.12.01.15.02 Pelayanan KIE 82.517.000
1.12.1.12.01.15.05 Pembinaan Keluarga berencana 30.719.400
1.12.1.12.01.17.03 Pengadaan Alat Kontrasepsi dan Peralatan Medis 765.320.000
1.12.1.12.01.17.04 Pelayanan KB Medis operasi 37.999.000
1.12.1.12.01.18.02 Operasional Kelompok masyarakat peduli KB 696.940.000
Total 1.658.853.000
Sumber: APBD Pokok Luwu Timur Tahun 2012
305
Lampiran 21
Anggaran Ekonomi Dan Infrastruktur Kabupaten Luwu Timur Tahun 2013 (Rp Satuan)
Dinas/Badan Kode Rekening Program/Kegiatan Anggaran
PU
1.03.1.03.01.15.03 Pembangunan jalan 113.213.275.889
1.03.1.03.01.15.05 Pembangunan jembatan 4.273.000.000
1.03.1.03.01.18.03 Rehabilitasi/ pemeliharaan jalan 4.000.000.000
1.03.1.03.01.18.04 rehabilitasi /pemeliharaan jembatan 400.000.000
1.03.1.03.01.24.10 rehabilitasi/ pemeliharaan jaringan irigasi 350.000.000
1.03.1.03.01.24.16 pemberdayaan petani pemakai air 61.020.000
1.03.1.03.01.24.18 pembangunan jaringan irigasi 17.843.000.000
1.03.1.03.01.24.19 Peningkatan pengelolaan irigasi partisipatif 147.400.000
1.03.1.03.01.26.20pembangunan embung dan bangunan penampung airlainnya
728.000.000
Dinas Tata Ruang danPemukiman
1.03.1.05.05.15.03 pembangunan jalan 1.286.956.000
1.03.1.05.05.16.03 pembangunan saluran drainase/ gorong-gorong 19.036.350.000
1.03.1.05.05.16.04 rehabilitasi/ pemeliharaan drainase 750.000.000
1.04.1.05.05.15.07Pembangunan sarana dan prasarana rumahsederhana sehat
2.473.588.710
1.03.1.06.01.26.25 WISMP (water resources irrigation sector program) 168.148.000
Bappeda 1.16.1.06.01.15.10 Penyelengggaraan Pameran investasi 218.970.000
Badan KB dan Pemberdayaan 1.11.1.12.01.18.03Kegiatan penyuluhan bagi ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
47.210.000
Perempuan 1.12.1.12.01.18.04 Pemberdayaan ekonomi keluarga 9.845.000
Dinas Koperindag 1.15.1.15.01.17.09Penyelenggaraan promosi produk usaha mikro kecilmenengah
209.125.000
2.06.1.15.01.15.02fasilitasi penyelesaian permasalahan pengaduankonsumen
196.688.000
306
2.06.1.15.01.18.03 Pengembangan pasar dan distribusi 7.666.050.000
2.07.1.15.01.16.09Fasilitasi bagi industri kecil dan menengah terhadappemanfaatan sumber daya(bimtek diseversifikasipengelolaan kakao terpadu )
261.186.000
sekertariat Daerah1.03.1.20.03.21.03
Peningkatan kualitas SDM kesejahteraan sosialmasyarakat
3.283.520.000
1.20.1.20.03.28.01Sosialisasi, pemantauan, pembinaan, danpengelolaan raskin
743.748.000
Dinas Pendapatan, pengelolaan 1.20.1.20.05.00.00.5.1.5.01.01 Bantuan sosial pada individu dan keluarga 533.060.000
Keungan dan aset daerah
1.20.1.20.05.00.00.5.1.7.03.01 Bantuan keuangan kepada desa;
Bantuan pembangungan infrastruktur desa 12.400.000.000
Bantuan keuangan kepada Rumah tangga ((Bantuanperbaikan rumah bagi warga miskin 124 desa) + (2kelurahan x 5 rumah))
2.550.100.000
1.20.1.20.05.00.00.5.1.5.01.02 Bantuan masyarakat (dana pendamping PNPM) 480.000.000
Kecamatan Burau 1.11.1.20.09.18.03Penyuluhan bagi ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
31.243.800
Kecamatan wotu 1.11.1.20.10.18.03Peningkatan peran ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
26.120.000
Kecamatan Tomoni 1.11.1.20.11.18.03Kegiatan Penyuluhan bagi ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
41.950.000
Kecamatan Mangkutana 1.11.1.20.12.18.03Penyuluhan bagi ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
30.370.000
Kecamatan Angkona 1.11.1.20.13.18.03Penyuluhan bagi ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
32.490.000
Kecamatan Malili 1.11.1.20.14.18.03Penyuluhan bagi ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
41.050.000
Kecamatan Nuha 1.11.1.20.15.18.03Peningkatan peran ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
34.200.000
Kecamatan Towuti 1.11.1.20.16.18.05Kegiatan Penyuluhan bagi ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
51.475.000
Kecamatan Tomoni Timur 1.11.1.20.17.18.03 Penyuluhan bagi ibu rumah tangga dalam 24.750.000
307
membangun keluarga sejahtera
Kecamatan Kalaena 1.11.1.20.18.18.03Penyuluhan bagi ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
31.610.000
Kecamatan Wasuponda 1.11.1.20.19.18.03Peningkatan peran ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
21.825.000
BPMD1.11.1.22.01.18.03
Penyuluhan bagi ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera (TP PKK KabLuwunTimur)
520.931.000
1.12.1.22.01.15.01Pemberdayaan lembaga dan organisasi masyarakatperdesaan (pendampingan PNPM-MP) 11 kecamatan
490.861.500
Dinas Pertanian, Perkebunandan Peternakan
2.01.2.01.01.15.06Pemberdayaan pengembangan usaha agribisnispedesaan (PUAP)
61.227.500
2.01.2.01.01.16.32Fasilitasi dan pendampingan peningkatan ketahananpangan kabupaten
61.468.500
2.01.2.01.01.16.35Fasilitasi dan pendampingan pengelolaan latihan danair (PLA)
498.785.000
2.01.2.01.01.16.37Pengembangan sarana dan prasarana pengelolaanlahan air (PLA)
15.495.526.000
2.01.2.01.01.16.41Pengendalian hama terpadu (PHT) tanamanperkebunan
266.222.500
2.01.2.01.01.16.43 Pemeliharaan kebun holtikultura 33.422.500
2.01.2.01.01.16.45Pengawasan penetapan standar mutu benihperkebunan
34.010.000
2.01.2.01.01.17.07Promosi atas hasil produksi pertanian/perkebunanunggulan daerah
21.710.000
2.01.2.01.01.18.02 Pengadaan sarana dan prasarana teknologi 923.000.000
2.01.2.01.01.19.02 Penyediaan sarana produksi pertanian/perkebunan 820.997.500
2.01.2.01.01.21.02Pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakitmenular ternak
161.868.500
2.01.2.01.01.22.11 Peningkatan populasi ternak sapi 155.990.000
2.01.2.01.01.25.01 Pengembangan agribisnis perkebunan 199.939.000
308
Badan Katahan Pangan
2.01.2.01.04.16.13 Pengembangan cadangan pangan daerah 120.400.000
2.01.2.01.04.16.18 Pengembangan lumbung pangan desa 442.230.000
2.01.2.01.04.16.19 Pengembangan model distribusi pangan yang efesien 361.061.240
2.01.2.01.04.16.33 internalisasi penganekaragaman konsumsi pangan 75.810.000
2.01.2.01.04.17.07promosi atas hasil produksi pertanian/perkebunanunggulan daerah
48.340.000
Badan Pelaksana penyuluhan 2.01.2.01.05.15.02penyuluhan dan pendampingan petani dan pelakuagribisnis
97.273.000
Pertanian, pertanian dan 2.01.2.01.05.15.03 Peningkatan kelas kemampuan petani 41.512.500
Kehutanan2.01.2.01.05.18.11
penyediaan barang cetakan dan pengadaan (mediainformasi penyuluhan massal)
90.090.000
2.01.2.01.05.19.09 demonstrasi padi sehat semi organik 84.656.500
Dinas kelautan dan perikanan
2.05.2.05.01.20.02 pendampingan pada kelompok tani pembudidaya ikan 49.760.000
2.05.2.05.01.20.03 pembinaan dan pengembangan perikanan 269.790.000
2.05.2.05.01.21.01pendampingan pada kelompok nelayanan perikanantangkap
172.290.000
2.05.2.05.01.21.02 pembangunan tempat pelelangan/ pendaratan iakan 1.527.433.000
2.05.2.05.01.23.01 optimasi pengelollan dan pemasaran hasil perikanan 1.017.920.000
2.05.2.05.01.21.04 pengembangan kawasan budidaya air payau 1.288.300.000
Setda (Bagian Pemerintah)
1.20.1.20.03.02.11.5.2.3.01.12Belanja modal pengadaan tanah sarana umumdermaga
750.000.000
1.20.1.20.03.02.11.5.2.3.01.24 Belanja modal pengadaan tanah perumahan 412.500.000
1.20.1.20.03.02.11.5.2.3.01.25 Belanja modal pengadaan tanah pertanian 150.000.000
1.20.1.20.03.02.11.5.2.3.01.31 Belanja modal pengadaan tanah sarana umum jalan 1.725.000.000
Setda (bagia Ekbang) 1.20.1.20.03.28 Program pembinaan dan pengelolaan raskin 743.748.000
Badan Pemberdayaan Masyara-kat dan Pemerintahan Desa
1.22.1.22.01.16.05Fasilitas kemitraan swasta dan usaha mikro kecil danmenengah diperdesaan (gelar TTG TK Nasional)
55.495.000
Total 222.966.893.139
Sumber: APBD Pokok Luwu Timur Tahun 2013
309
Lampiran 22
Anggaran Kesehatan Kabupaten Luwu Timur Tahun 2013 (RP Satuan)
Dinas/Badan (SKPD) Kode Rekening Program/Kegiatan Jumlah
Badan KB dan Pemberdayaan
1.12.1.12.01.15.01Penyediaan Pelayanan KB dan alat kontrasepsi bagikeluarga miskin
46.977.000
1.12.1.12.01.15.05 Pembinaan keluarga berencana 37.029.400
1.12.1.12.01.17.03 Pengadaan alat kontrasepsi dan peralatan medis 46.480.000
1.12.1.12.01.17.04 Pelayanan KB medis operasi 24.947.000
1.12.1.12.01.18.02 operasional kelompok masyarakat peduli KB 743.850.000
1.12.1.12.01.20.02Pengembangan dan peningkatan akses dan kualitasPIK KRR
60.495.000
1.12.1.12.01.21.01penyuluhan penanggulangan narkoba dan PMStermasuk HIV/AIDS di sekolah
24.710.000
1.12.1.12.01.23.01Pelatihan tenaga pendamping kelompok bina keluargadi kecamatan
211.099.000
Badan PemberdayaanMasyarakat dan Pemerintah
Desa
1.22.1.22.01.15.05Bimbingan manajemen terhadap kader posyandudalam pelaksanaan posyandu
655.249.000
1.20.1.20.05.00.00.5.1.4.01.05 Organisasi Kemasyarakatan (Belanja Hibah) pada; 75.000.000
KPA 75.000.000
PMI 200.000.000
Setda (Bagian Pemerintah) 1.20.1.20.03.02.11.5.2.3.01.03Belanja modal pengadaan tanah sarana kesehatanpuskesmas
225.000.000
Total 2.425.836.400
Sumber: APBD Pokok Luwu Timur Tahun 2013
310
Lampiran 23
Anggaran Ekonomi Dan Infrastruktur Kabupaten Luwu Timur Tahun 2014 (Rp Satuan)
Dinas/Badan (SKPD) Kode Rekening Program/Kegiatan Anggaran
Dinas Pekerjaan Umum
1.03.1.03.01.15.03 Pembangunan jalan 175.026.776.000
1.03.1.03.01.15.05 Pembangunan jembatan 14.153.400.000
1.03.1.03.01.18.03 Rehabilitasi/ pemeliharaan jalan 5.946.488.000
1.03.1.03.01.18.04 rehabilitasi /pemeliharaan jembatan 756.000.000
1.03.1.03.01.24.10 rehabilitasi/ pemeliharaan jaringan irigasi 324.000.000
1.03.1.03.01.24.16 pemberdayaan petani pemakai air 120.624.500
1.03.1.03.01.24.18 pembangunan jaringan irigasi 14.942.500.000
1.03.1.03.01.24.19 Peningkatan pengelolaan irigasi partisipatif 293.841.500
1.03.1.03.01.26.01pembangunan embung dan bangunanpenampung air lainnya
800.000.000
Dinas Tata Ruang danPermukiman
1.03.1.05.05.15.03 pembangunan jalan 2.040.150.000
1.03.1.05.05.16.03 pembangunan saluran drainase/ gorong-gorong 24.320.150.000
1.03.1.05.05.16.05 rehabilitasi/ pemeliharaan drainase 745.470.000
Bappeda1.03.1.06.01.26.25
Water resources irrigation sector program(WISMP)
180.014.000
1.16.1.06.01.15.10 Penyelengggaraan Pameran investasi 248.770.000
Dinas Perhubungan,Komunikasi dan Informatika
1.07.1.07.01.16.04 Rehabilitasi/pemeliharaan terminal/pelabuhan 25.000.000
1.07.1.07.01.18.01 Pembangunan gedung terminal 608.000.000
Badan KB danPemberdayaan Perempuan
1.11.1.12.01.18.03Kegiatan penyuluhan bagi ibu rumah tanggadalam membangun keluarga sejahtera
55.260.000
1.12.1.12.01.18.04 Pemberdayaan ekonomi keluarga 22.230.800
Dinas Tenaga Kerja,Transmigrasi dan Sosial
1.14.1.14.01.16.01 penyebarluasan informasi bursa tenaga kerja 7.905.000
1.14.1.14.01.16.03 kerjasama pendidikan dan pelatihan 503.790.000
311
Dinas Koperindag
1.15.1.15.01.17.09Penyelenggaraan promosi produk usaha mikrokecil menengah
130.600.000
2.06.1.15.01.15.02fasilitasi penyelesaian permasalahanpengaduan konsumen
228.884.000
2.06.1.15.01.18.03Pengembangan pasar dan distribusibarang/produk
6.255.092.000
2.07.1.15.01.16.09Fasilitasi bagi industri kecil dan menengahterhadap pemanfaatan sumber daya
121.963.500
2.07.1.15.01.18.04penyediaan sarana maupun prasarana klasterindustri
249.480.000
2.07.1.15.01.19.01pengembangan kawasan home industriunggulan (KHILAN)
415.727.500
Sekretariat Daerah
1.20.1.20.03.02.11.5.2.3.01.24 Pengadaan tanah (tanah perumahan) 375.000.000
1.20.1.20.03.02.11.5.2.3.01.32 Pengadaan tanah (tanah kawasan industri) 3.030.000.000
1.09.1.20.03.16.01.5.2.3.01.32 Pensertifikatan tanah (tanah kawasan industri) 381.000.000
1.03.1.20.03.21.03Peningkatan kualitas SDM kesejahteraan sosialmasyarakat
3.469.520.000
1.20.1.20.03.28.01Sosialisasi, pemantauan, pembinaan, danpengelolaan raskin
722.320.200
Dinas Pendapatan,Pengelolaan Keuangan danAset Daerah
1.20.1.20.05.00.00.5.1.4.01.04Belanja hibah (kelompok ternak sejahtera desaatue)
38.520.000
1.20.1.20.05.00.00.5.1.5.01.01Belanja bantuan sosial (Individu dan ataukeluarga)Bantuan perbaikan rumah bagi masyarakatberpenghasilan rendah
4.653.000.000
1.20.1.20.05.00.00.5.1.5.01.02 Belanja bantuan sosial (masyarakat) 435.000.000
1.20.1.20.05.00.00.5.1.5.02.01Belanja bantuan sosial (Individu dan ataukeluarga)
500.000.000
1.20.1.20.05.00.00.5.1.7.02.01Belanja bantuan keuangan kepada desa (BK-PIPP)
24.800.000.000
312
Kecamatan Burau 1.11.1.20.09.18.03Penyuluhan bagi ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
48.793.800
Kecamatan wotu 1.11.1.20.10.18.03Peningkatan peran ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
43.000.000
Kecamatan Tomoni 1.11.1.20.11.18.03Kegiatan Penyuluhan bagi ibu rumah tanggadalam membangun keluarga sejahtera
43.500.000
Kecamatan Mangkutana 1.11.1.20.12.18.03Penyuluhan bagi ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
40.128.000
Kecamatan Angkona 1.11.1.20.13.18.03Penyuluhan bagi ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
41.490.000
Kecamatan Malili 1.11.1.20.14.18.03Penyuluhan bagi ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
67.200.000
Kecamatan Nuha 1.11.1.20.15.18.03Peningkatan peran ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
68.300.000
Kecamatan Towuti 1.11.1.20.16.18.05Kegiatan Penyuluhan bagi ibu rumah tanggadalam membangun keluarga sejahtera
62.500.000
Kecamatan Tomoni Timur 1.11.1.20.17.18.03Penyuluhan bagi ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
26.000.000
Kecamatan Kalaena 1.11.1.20.18.18.03Penyuluhan bagi ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
38.080.000
Kecamatan Wasuponda 1.11.1.20.19.18.03Peningkatan peran ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera
34.220.000
Kantor Pelayanan PerizinanTerpadu
2.06.1.20.20.18.02Fasilitasi kemudahan perizinan pengembanganusaha
71.833.400
Badan PemberdayaanMasyarakat danPemerintahan Desa
1.11.1.22.01.18.03Penyuluhan bagi ibu rumah tangga dalammembangun keluarga sejahtera (TP PKK KabLuwuTimur)
550.501.000
1.12.1.22.01.15.01Pemberdayaan lembaga dan organisasimasyarakat perdesaan (pendampingan PNPM-MP) 11 kecamatan
577.635.000
313
1.12.1.22.01.15.10 Pelatihan keterampilan usaha home industri 48.870.000
1.12.1.22.01.16.02Pelatihan keterampilan manajemen badanusaha milik desa
57.875.000
Dinas Pertanian,Perkebunan danPeternakan
2.01.2.01.01.15.06Pemberdayaan pengembangan usahaagribisnis pedesaan (PUAP)
79.565.000
2.01.2.01.01.16.32Fasilitasi dan pendampingan peningkatanketahanan pangan kabupaten
61.665.000
2.01.2.01.01.16.35Fasilitasi dan pendampingan pengelolaanlatihan dan air (PLA)
501.771.000
2.01.2.01.01.16.37Pengembangan sarana dan prasaranapengelolaan lahan air (PLA)
9.504.700.000
2.01.2.01.01.16.41Pengendalian hama terpadu (PHT) tanamanperkebunan
87.877.500
2.01.2.01.01.16.43 Pemeliharaan kebun holtikultura 19.430.000
2.01.2.01.01.16.45Pengawasan penetapan standar mutu benihperkebunan
33.690.000
2.01.2.01.01.17.07Promosi atas hasil produksipertanian/perkebunan unggulan daerah
25.150.000
2.01.2.01.01.18.02Pengadaan sarana dan prasarana teknologipertanian
2.840.000.150
2.01.2.01.01.19.02Penyediaan sarana produksipertanian/perkebunan
79.710.000
2.01.2.01.01.21.02Pemeliharaan kesehatan dan pencegahanpenyakit menular ternak
147.781.250
2.01.2.01.01.21.04 Pengawasan perdagangan ternak antar daerah 48.210.000
2.01.2.01.01.22.10Fasilitasi dan pendampingan bantuan bidangpeternakan
47.875.000
2.01.2.01.01.22.11 Peningkatan populasi ternak sapi 122.880.000
2.01.2.01.01.25.01 Pengembangan agribisnis perkebunan 181.770.000
314
Badan Ketahanan Pangan
2.01.2.01.04.16.13 Pengembangan cadangan pangan daerah 39.405.000
2.01.2.01.04.16.18 Pengembangan lumbung pangan desa 510.725.000
2.01.2.01.04.16.33internalisasi penganekaragaman konsumsipangan
55.640.000
2.01.2.01.04.16.37 Pembinaan dan Pelatihan pengolahan pangan 17.650.000
2.01.2.01.04.17.07promosi atas hasil produksipertanian/perkebunan unggulan daerah
110.720.000
Badan PelaksanaPenyuluhan Pertanian,Perikanan dan Kehutanan
2.01.2.01.05.15.01Pelatihan petani dan pelaku agribisnis (kursustani)
37.790.000
2.01.2.01.05.15.02penyuluhan dan pendampingan petani danpelaku agribisnis
59.560.000
2.01.2.01.05.15.07sistem pemanfaatan dan peningkatanproduktifitas lahan (kaji tetap)
119.020.000
2.01.2.01.05.18.08Penyuluhan teknologi pertanian/perkebunantepat guna (PENAS)
345.695.000
2.01.2.01.05.18.09Temu lapang gelar teknologi pertanian tepatguna
13.268.000
2.01.2.01.05.19.11Program sekolah lapang pengendalian hamaterpadu (SL-PHT)
79.240.000
2.01.2.01.05.24.08Pemberdayaan petani melalui pengawalan danpendampingan penyuluh di sentra produksi sapi(demonstrasi cara pengelolaan ternak sapi)
13.500.000
Dinas kelautan danperikanan
2.05.2.05.01.20.02Pendampingan pada kelompok tanipembudidaya ikan
93.945.000
2.05.2.05.01.20.03 Pembinaan dan pengembangan perikanan 188.704.800
2.05.2.05.01.21.01Pendampingan pada kelompok nelayanperikanan tangkap
48.290.000
2.05.2.05.01.21.02Pembangunan tempat pelelanganikan/pendaratan ikan
1.532.100.500
2.05.2.05.01.23.01 Optimalisasi pengelolaan dan pemasaran hasil 621.850.000
315
perikanan
2.05.2.05.01.23.02Pembinaan dan pengembangan kelompokpengolahan dan pemasaran hasil perikanan
31.175.000
2.05.2.05.01.24.02 Pengembangan kawasan budidaya air payau 1.847.859.992
Total 308.294.616.392
Sumber: APBD Pokok Luwu Timur Tahun 2014
316
Lampiran 24
Anggaran Kesehatan Kabupaten Luwu Timur Tahun 2014 (Rp Satuan)
Dinas/Badan (SKPD) Kode Rekening Program/Kegiatan Jumlah
Dinas Pekerjaan Umum 1.03.1.03.01.31.03Sosialisasi keselamatan dan kesehatan kerja(K3)
Badan KB dan PemberdayaanPerempuan
1.12.1.12.01.15.01Penyediaan Pelayanan KB dan alatkontrasepsi bagi keluarga miskin
40.650.000
1.12.1.12.01.15.05 Pembinaan keluarga berencana 317.741.000
1.12.1.12.01.17.03Pengadaan alat kontrasepsi dan peralatanmedis
256.500.000
1.12.1.12.01.17.04 Pelayanan KB medis operasi 25.077.000
1.12.1.12.01.18.02 operasional kelompok masyarakat peduli KB 668.170.000
1.12.1.12.01.20.02Pengembangan dan peningkatan akses dankualitas PIK KRR
65.513.000
1.12.1.12.01.21.01penyuluhan penanggulangan narkoba danPMS termasuk HIV/AIDS di sekolah
26.960.000
1.12.1.12.01.23.01Pelatihan tenaga pendamping kelompok binakeluarga di kecamatan
153.552.000
Total 1.554.163.000
Sumber: APBD Pokok Luwu Timur Tahun 2014
317
Lampiran 25
Akumulasi Anggaran Ekonomi/Infrastruktur Dan KesehatanKabupaten Luwu Timur Tahun 2010-2014 (Rp Satuan)
Bidang 2010 2011 2012 2013 2014 Jumlah
Ekonomi dan
Infrastruktur64.181.320.250,00 10.464.846.000,00 182.880.273.544 222.966.893.139 308.294.616.392 788.787.949.325,00
Kesehatan 2.674.589.400,00 60.113.144.494,00 1.658.853.000 2.425.836.400 1.554.163.000 68.426.586.294,00
Jumlah 66.898.089.650,00 194.971.654.539,00 185.075.810.544,00 227.144.204.539,00 310.474.489.392,00 984.564.248.664,00
Sumber: Lampairan 5.1 sampai 5.10
318
Lampiaran 26
Anggaran Program Pengembangan Produk Barang dan Jasa Dinas KoperindagKabupaten Luwu Timur Tahun 2010 (RP Satuan)
Kode Rekening Program / Kegiatan Barang JasaBarang dan
Jasa
1.15.1.15.01.16.06 Penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan 80.384.000
~ Peningkatan kerjasama di bidang HAKI 63.502.000
1.15.1.15.01.17.10 Pengembangan kebijakan dan program peningkatan ekonomi lokal 33.092.000
2.06.1.15.01.18.03 Pengembangan pasar dan distribusi barang/produk 5.016.600.000
2.06.1.15.01.18.09Penyelenggaraan promosi produk usaha mikro kecil dan menengahdaerah
75.088.000
2.06.1.15.01.19.03 Penataan tempat usaha bagi pedagang kaki lima dan asongan 101.520.000
2.07.1.15.01.16.01Fasilitasi bagi industri kecil menengah terhadap pemanfaatan sumberdaya
45.480.000
2.07.1.15.01.16.02Pembinaan, industri kecil menengah dalam memperkuat jaringan klasterindustri
370.595.000
2.07.1.15.01.16.07 Fasilitasi peralatan bagi industri kecil dan menengah 1.195.754.000
2.07.1.15.01.16.09Fasilitasi bagi industri kecil menengah terhadap pemanfaatan sumberdaya (budidaya persutraan dan pembuatan benang)
110.158.000
2.07.1.15.01.18.02Penyediaan sarana maupun prasarana klaster industri (pengembanganbengkel industri Lampia)
22.100.000
Jumlah 233.778.000 5.016.600.000 1.863.895.000
Total 7.114.273.000
Sumber:APBD 2010, data diolah
319
Lampiran 27
Anggaran Program Pengembangan Produk Barang dan Jasa Dinas KoperindagKabupaten Luwu Timur Tahun 2011 (RP Satuan)
Kode Rekening Program / Kegiatan Barang JasaBarang dan
Jasa
1.15.1.15.01.16.06 penyelenggaraan pelatihan kewirausahaan 80.384.000
2.06.1.15.01.18.03 Pengembangan pasar dan distribusi barang/produk 5.016.600.000
2.06.1.15.01.18.09Penyelenggaraan promosi produk usaha mikro kecil dan menengahdaerah
75.088.000
2.06.1.15.01.19.03 Penataan tempat usaha bagi pedagang kaki lima dan asongan 101.520.000
2.07.1.15.01.16.01Fasilitasi bagi industri kecil menengah terhadap pemanfaatan sumberdaya
45.480.000
2.07.1.15.01.16.02Pembinaan, industri kecil menengah dalam memperkuat jaringan klasterindustri
370.595.000
2.07.1.15.01.16.07 Fasilitasi peralatan bagi industri kecil dan menengah 1.195.754.000
2.07.1.15.01.16.09Fasilitasi bagi industri kecil menengah terhadap pemanfaatan sumberdaya (budidaya persutraan dan pembuatan benang)
110.158.000
2.07.1.15.01.18.02Penyediaan sarana maupun prasarana klaster industri (pengembanganbengkel industri Lampia)
22.100.000
1.15.1.15.01.17.10 Pengembangan kebijakan dan program peningkatan ekonomi lokal 33.092.000
2.01.2.02.01.15.06 Pemberdayaan pengembangan usaha agribisnis pedesaan 89.765.000
2.01.2.02.01.22.03 Pendistribusian bibit ternak kepada masyarakat 530.260.000
2.05.2.05.01.15.01 Pembinaan kelompok ekonomi masyarakat pesisir 17.810.000
2.05.2.05.01.20.01 pengembangan bibi ikan unggul 276.300.000
2.05.2.05.01.23.01 Optimalisasi pengelolaan dan pemasaran hasil perikanan 293.720.000
Jumlah 1.401.723.000 5.016.600.000 1.840.303.000
Total 8.258.626.000
Sumber:APBD 2011, data diolah
320
Lampiran 28
Anggaran Program Pengembangan Produk Barang dan Jasa Dinas KoperindagKabupaten Luwu Timur Tahun 2012 (RP Satuan)
Kode Anggaran Program / Kegiatan Barang JasaBarang dan
Jasa
1.15.1.15.01.17.09 Penyelenggaraan Promosi Produk Usaha Mikro Kecil Menengah 234.438.000
1.15.1.15.01.18.03 Pengembangan Pasar dan Distribusi Barang/Produk 6.707.172.765
1.15.1.15.01.16.01Fasilitasi bagi Industri Kecil Menengah terhadap Pemanfaatan SumberDaya (Bantuan Peralatan Produksi untuk IKM hasil Pertanian dalam artiluas)
899.000.000
1.15.1.15.01.16.02Pembinaan Industri Kecil dan Menengah dalam memperkuat JaringanKlaster Industri
192.320.000
1.15.1.15.01.16.09Fasilitasi bagi Industri Kecil Menengah terhadap Pemanfaatan SumberDaya (Bimtek Pembuatan Bubuk Coklat, Meises dan Permen Cokelat)
365.639.000
1.15.1.15.01.16.10Fasilitasi bagi Industri Kecil dan Menengah terhadap PemanfaatanSumber Daya (Pengadaan Peralatan Pengolahan Rumput Laut)
1.684.151.250
1.15.1.15.01.18.02 Penyediaan Sarana maupun Prasarana Klaster Industri 1.620.000.000
1.15.1.15.01.18.05 Penyediaan Mesin Peralatan Pengolahan Kakao 718.445.000
Jumlah 3.301.596.250 6.707.172.765 2.412.397.000
Total 12.421.166.015
Sumber: APBD 2012, data diolah
321
Lampiran 29
Anggaran Program Pengembangan Produk Barang dan Jasa Dinas KoperindagKabupaten Luwu Timur Tahun 2013 (RP Satuan)
Kode Anggaran Program / Kegiatan Barang Jasa Barang danJasa
1.15.1.15.01.17.09 Penyelenggaraan promosi produk usaha mikro kecil menengah 209.125.000
2.06.1.15.01.18.03 Pengembangan pasar dan distribusi 7.666.050.000
2.07.1.15.01.16.09Fasilitasi bagi industri kecil dan menengah terhadap pemanfaatan
sumber daya (bimtek diseversifikasi pengelolaan kakao terpadu )261.186.000
Jumlah 261.186.000 7.666.050.000 209.125.000
Total 8.136.361.000
Sumber: APBD 2013, data diolah
322
Lampiran 30
Anggaran Program Pengembangan Produk Barang dan Jasa Dinas Koperindag
Kabupaten Luwu Timur Tahun 2014 (RP Satuan)
Kode Anggaran Program / Kegiatan Barang JasaBarang dan
Jasa
1.14.1.14.01.16.03 Pengembangan pasar dan distribusi barang/produk 6.255.092.000
1.15.1.15.01.17.09Fasilitasi bagi industri kecil dan menengah terhadap
pemanfaatan sumber daya121.963.500
2.07.1.15.01.18.04 penyediaan sarana maupun prasarana klaster industri 249.480.000
2.07.1.15.01.19.01 pengembangan kawasan home industri unggulan (KHILAN) 415.727.500
Jumlah 537.691.000 6.255.092.000 249.480.000
Total 7.042.263.000
Sumber: APBD 2014, data diolah
323
Lampiran 31
Pembangunan Jalan Dan Jembatan Tahun 2011-2014 DalamProgram Desa Mengepung Kota
Infastruktur 2011 2012 2013 2014
Jalan (Km) 1.705,95 1.739,69 1.752,36 1.757,32
Jembatan (Unit) 165,00 176,00 184,00 199,00
BSBR (Unit) * * 619 615
BSBR (Rp) * * 3.095.000.000 4.612.500.000
Sumber: Laporan Monitoring dan Evaluasi FIPO Fajar, 2015
Keterangan:
BSBR : Bantuan Sosial Bedah Rumah
324
Lampiran 32
Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Dinas Koperindag TA 2016
RENCANA KERJA DAN ANGGARANSATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Formulir
R K A S K P DPEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR
Tahun Anggaran : 2016
UrusanPemerintahan : 1.15 UrusanWajibKoperasidanUsahaKecil Menengah
Organisasi : 1.15.01 DINASKOPERASI, PERINDUSTRIAN DANPERDAGANGAN
SubUnitOrganisasi : 1. 15.01 .01 DINASKOPERASI, PERINDUSTRIAN DANPERDAGANGAN
RINGKASAN ANGGARAN PENDAPATAN, BELANJADAN PEMBIAYAANSATUAN KERJAPERANGKAT DAERAH
KODEREKENING URAIAN
JUMLAH(Rp)
1 2 3
5
5 . 1
5 . 1 . 1
5 . 2
5 . 2 . 1
5 . 2 . 2
5 . 2 . 3
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
Belanja Pegawai
BELANJALANGSUNG
Belanja Pegawai
BelanjaBarangdanJasa
BelanjaModal
SURPLUS / (DEFISIT)
15.085.159.305,00
1.890.912.265,00
1.890.912.265,00
13.194.247.040,00
29.000.000,00
2.563.882.350,00
10.601.364.690,00
(15.085.159.305,00)
Sumber: DPPKAD Luwu TImur
325
Lampiran 33
Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Dinas Kesehatan Tahun 2016
RINGKASAN DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN
SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH
Formulir
DPA SKPD
PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR
Tahun Anggaran 2016
Urusan Pemerintahan : 1 . 15Urusan Wajib Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
Organisasi : 1 .15 .01DINAS KOPERASI, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
Sub Unit Organisasi : 1 . 15 . 01 . 01DINAS KOPERASI, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
KODE
REKENING URAIANJUMLAH
(Rp)
1 2 3
5
5 . 1
5 . 1 . 1
5 . 2
5 . 2 . 1
5 . 2 . 2
5 . 2 . 3
BELANJA
BELANJA TIDAK LANGSUNG
Belanja Pegawai
BELANJA LANGSUNG
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal
SURPLUS / (DEFISIT)
12.422.140.455,00
1.890.912.265,00
1.890.912.265,00
10.531.228.190,00
29.000.000,00
2.628.659.500,00
7.873.568.690,00
(12.422.140.455,00)
RENCANA PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PERTRIWULAN
NO. URAIANTRIWULAN
I II III IV JUMLAH
1 2 3 4 5 6 7
1 Pendapatan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
2.1 Belanja Tidak Langsung 1.890.912.265,00 0,00 0,00 0,00 1.890.912.265,00
2.2 Belanja Langsung 276.864.250,00 2.682.042.250,00 4.517.863.850,00 3.054.457.840,00 10.531.228.190,00
3.1 Penerimaan Pembiayaan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
3.2 Pengeluaran Pembiayaan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Sumber: DPPKAD Luwu TImur
326
Lampiran 34
Panjang Jalan Menurut Jenis Jalan dan Pemerintahan yang Berwenang diKabupaten Luwu Timur 2007 (Dalam Km)
Jenis JalanPanajang Jalan
Negara Propinnsi Kabupaten Jumlah
Aspal 0 0 48,840 48,840
Kerikil 0 0 135,788 135,788
Tanah 0 0 42,920 42,920
Tidak Terinci 0 0 0 0
Jumlah 0 0 227,188 227,188
Sumber: BPS Luwu Timur 2007/2008
327
Lampiran 35
Belanja Tidak Langsung (BTL) dan Belanja Langsung (BL)Kabupaten Luwu Timur dan Propinsi Indonesia Tahun 2010–2014
(Satuan Rupiah)
TahunLuwu Timur Propinsi Di Indonesia (Rp Ribu)
BTL BL BTL BL
2010 233.151.466.717 212.549.813.767 53.152.485.827 59.000.922.032
2011 271.848.665.286 334.882.042.776 66.590.354.071 65.627.357.161
2012 291.156.253.918 439.686.766.915 101.468.624.588 77.977.219.171
2013 350.909.497.553 480.361.737.394 109.747.735.878 94.000.696.054
2014 398.581.825.832 714.786.543.156 123.757.692.489 95.577.208.617
Jumlah 1.545.647.709.306 2.182.266.904.008 454.716.892.853 296.606.194.418
Prosentase 41,46 58,54 60,52 39,48
Total BL danBTL
3.727.914.613.314 751.323.087.271
Sumber: APBD Kabupaten Timur dan Propinsi Indonesia tahun 2010-2014 (data diolah)
328
Lampiran 36
Pemetaan Konsep Penganggaran Siri’ na Pesse
Karakteristik Unsur Substansi Wujud KelebihanLandasanOperasional
(Input)
Siri’ na Pesse
(Kepekaan Batin)
1. Prolematika masyarakat, sepertikemiskinan, keterbatasan infra-struktur, kesulitan mengaksesmodal, dan sebagainya sebagaipemicu munculnya rasa pesseaktor penyusun anggaran. Pesseini men-dorong lahirnya rasa siri’sehingga aktor terdorong untukmenyusun anggaran berdasar-kankebutuhan bukan keinginan.
2. Jadi penyusunan anggarandiarahkan pada sipakatau, yaitumemanusiakan manusia sebagaisubjek penerima manfaat
Problematika Khusus:Pedagang kaki lima yang kesulitan mengaksesmodal, keterbatasan peralatan kerja,keterbatasan pengetahuan, dan tidakmempunyai tempat yang tetap untuk berjualan.Mereka hanya menjajakkan juala-nnya secaramobile dari rumah ke rumah.
Solusi Pemerintah:Kebijakan Program Pember-dayaan UMKMyang memberikan pelatihan, peralatan ker-ja,gerobak, lokasi menjual strategis, dan modalkerja.
1. Mudah diterapkan karenaberbasis transendentaldan tidak membutuhkanpengetahuan yang kom-pleks.
2. Dapat diterapkan di setiapdaerah karena berbasiskearifan lokal (nilai-nilai)
3. Anggaran (input) ber-orientasi ke masyarakat(output) sehingga dapatmengatasi problema-tikaanggaaran dan sosial(outcome).
4. Dapat diparalelkandengan sistem pengang-garan konvensional.
5. Pendorong pembangunankarena anggaran dimak-nai sebagai harkat danmartabat.
LandasanOperasional
(Proses)
Nilai-Nilai
Siri’ na Pesse
Nilai-nilai lokal yang dianut dalampenyusunan dan asistensi anggaranSKPD meliputi: tongeng (kebena-ran),lempu’ (kejujuran), getteng (ketega-san) dan warani (berani), adele’(keadilan), lalambate tarangtajo/siwolong polong (kerja sama), mesakada dipatuwo pantang kadadipomate (satu kata dengan per-buatan).
Tongeng: Dinkes merasionalkan anggaranagar proporsional dan logis berdasarkan daftarharga yang ditetapkan koperindag.Lempu’: kasus di dinkes di mana penyusunananggaran bersifat top down dan button updengan apa adanya secara proporsional.Getteng: Dinkes, saat penyusunan anggaran,aktor komitmen menolak intervensi negatif dankonsisten menegakkan tongeng dan lempu’berdasarkan kebijakan, prosedur, dan aturan.Adele’: Dinkes, anggaran didistribusikansecara wajar ke setiap unit jajaran, berdasar-kan alasan situasi.Lalambate tarangtajo/siwo-long polong:Dinkes, penyusunan anggaran di Puskesmasdengan semangat kerja sama melahirkankreatifitas, mengoptimalkan potensi danmenyiasati keterbatasan.
329
TujuanOperasional
(Output)
Kinerja Anggaran Penggunaan anggaran ditujukanuntuk menghasilkan output agarmasya-rakat dapat terlayanikebutuhan publiknya. Output berupafisik yaitu jalan, jembatan, drainase,kesehatan, dan sarana publik liannya,serta non fisik seperti programpemerataan dan permberdayaanekonomi lokal.
Program Desa Mengepung KotaOutput pada bidang Ekonomi-Infrastrukturberupa jalan, irigasi, drainase, dan jembatan.Output pada bidang kesehatan meliputi rumahsakit, puskesmas, pustu, dan program non fisiklainnya.
SasaranOperasional
(Outcome)
Kesejahteraan Output yang dihasilkan dari peng-gunaan anggaran ditujukan untukdimanfaatkan atau dinikmati gunakesejahteraan masyarakat.
Masyarakat berkebutuhan dan publikmenikmati output anggaran, seperti pedagangkaki lima, petani, nelayan, karyawan, pegawai,dan sebagainya.
Prestise
(MaknaAnggaran)
Harkat danMartabat
1. Kesejahteraan yang dirasakanmenciptakan kepercayaan danpengakuan dari masyarakat danpublik. Pengakuan ini padaakhirnya berdampak terhadaplahirnya harkat dan martabat, baiksecara individu, tim kerja, maupuninstitusi pemerintah daerah.
2. Pada dasarnya harkat dan mar-tabat secara fitrah sudah ada sejakaktor dilahirkan, kemudian ber-poses secara inderawi dan dalampenganggaran berbasis siri’ napesse.
3. Harkat dan martabat merupakanupaya untuk penegakan siri’ napesse.
4. Harkat dan martabat sebagaimakna penyusunan anggaran.
Secara individu:Kunjungan ke UMKM di bantaran Sungai Malilidisam-but dengan euforia suka cita. Aktormendapatkan keperca-yaan dan pengakuanyang membuatnya merasa harkat danmartabatnya terangkat.
Secara tim kerja dan institusiPenghargaan predikat WTP pada 2011, 2012,2014, dan 2015 dari BPK RI merupakan wujuddari penegakan siri’ na pesse yang memberikanrasa harkat dan martabat.