113
1 EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN DISKUSI KELAS TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X DITINJAU DARI IQ SISWA PADA MATERI LOGIKA MATEMATIKA SMA NEGERI KABUPATEN MAGETAN TAHUN AJARAN 2009/ 2010 T E S I S OLEH : RIZQI TRESNANINGSIH NIM. S850209117 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

1

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN

DISKUSI KELAS TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA

SISWA KELAS X DITINJAU DARI IQ SISWA PADA MATERI LOGIKA

MATEMATIKA SMA NEGERI KABUPATEN MAGETAN TAHUN

AJARAN 2009/ 2010

T E S I S

OLEH :

RIZQI TRESNANINGSIH

NIM. S850209117

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA

UNVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

2

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN

DISKUSI KELAS TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA

KELAS X DITINJAU DARI IQ SISWA PADA MATERI LOGIKA

MATEMATIKA SMA NEGERI KABUPATEN MAGETAN TAHUN AJARAN

2009/ 2010

Tesis

diajukan Oleh:

RIZQI TRESNANINGSIH

S850290117

Telah disetujui oleh dosen pembimbing

Pada tanggal : 17 Juni 2010

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Mardiyana, M.Si NIP.

196002251993021002

Drs. Pangadi, M.Si NIP.

195710121991031001

Mengetahui,

Ketua Program Pascasarjana Pendidikan Matematika

Dr. Mardiyana, M.Si NIP. 196002251993021002

Page 3: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

3

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN

DISKUSI KELAS TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA

KELAS X DITINJAU DARI IQ SISWA PADA MATERI LOGIKA

MATEMATIKA SMA NEGERI KABUPATEN MAGETAN TAHUN AJARAN

2009/ 2010

Disusun Oleh:

RIZQI TRESNANINGSIH

S850290117

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Penguji

Pada tanggal :

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua : Prof. Dr. Budiyono, M.Sc ........................

Sekretaris : Dr. Riyadi, M. Si .........................

Anggota Penguji : 1. Dr. Mardiyana, M. Si ........................... 2. Drs. Pangadi, M. Si ............................ Mengetahui, Direktur PPs UNS Ketua Program Studi

PendidikanMatematika

Prof. Dr. Suranto, M.Sc, Ph.D. Dr. Mardiyana, M.Si. NIP. 19570820 198503 1004 NIP.19600225 199302 1002

Page 4: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

4

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya :

Nama : RIZQI TRESNANINGSIH

NIM : S 850209117

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul :

EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN

DISKUSI KELAS TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA

KELAS X DITINJAU DARI IQ SISWA PADA MATERI LOGIKA

MATEMATIKA SMA NEGERI KABUPATEN MAGETAN TAHUN AJARAN

2009/ 2010, adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya

ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian terbukti pernyataan saya

tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik, berupa pencabutan

gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.

Surakarta, Mei 2010 Yang Membuat Pernyataan

RIZQI TRESNANINGSIH

Page 5: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

5

MOTTO

“…Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali

mereka sendiri mengubah keadaan jiwanya…”

QS. Ar Ra’d (Guruh) 13 : 11

Take Time To Think, it is the source of power

Take Time To Read, it is the foundation of wisdom

Take Time To Quiet, it is the opportunity to seek God

Take Time To Dream, it is the future made of

Take Time To Pray, it is the greatest power on earth

Page 6: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

6

PERSEMBAHAN

Tesis ini saya persembahkan kepada :

Ø Dunia pendidikan khususnya program studi Matematika.

Ø Kedua orang tua, adik serta kakak saya yang selalu memberi motivasi dan

doa pada saya.

Ø Teman-teman satu angkatan yang selalu memberikan dukungan pada saya.

Ø Semua pihak yang telah membantu suksesnya penyusunan tesis ini.

Page 7: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

7

PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT dan rasa syukur yang besar

penulis panjatkan atas rahmat, taufik, hidayah dan pertolongan-Nya, penulis dapat

menyelesaikan tesis yang berjudul ”EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN

BERBASIS MASALAH DAN DISKUSI KELAS TERHADAP PRESTASI

BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X DITINJAU DARI IQ SISWA

PADA MATERI LOGIKA MATEMATIKA SMA NEGERI KABUPATEN

MAGETAN TAHUN AJARAN 2009/ 2010”.

Dalam penyusunan tesis ini penulis banyak mendapatkan bantuan,

bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan

ini penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph. D, selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan

dan fasilitas kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

2. Dr. Mardiyana, M.Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

Program Pascasarjana dan selaku Dosen Pembimbing I yang selalu

memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini serta

dengan pernuh kesabaran membimbing dan memberikan masukan kepada

penulis sehingga terselesaikannya tesis ini.

3. Drs. Pangadi, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II yang penuh dengan

kearifan telah bersedia memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis

demi kesempurnaan dan terselesaikannya tesis ini.

Page 8: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

8

4. Bapak ibu Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Program

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan

bekal ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis.

5. Kepala SMA Negeri 1 Maospati, Kepala SMA Negeri 1 Barat, Kepala SMA

Negeri 1 Kawedanan, dan Kepala SMA Negeri 1 Karas beserta staf yang

telah mengijinkan penulis melakukan penelitian dan membantu kelancaran

proses penelitian tersebut.

6. Rekan-rekan Mahasiswa Program studi Pendidikan Matematika Program

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan

dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Semoga amal kebaikan dari semua pihak tersebut mendapatkan balasan dari

Allah SWT. Penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi peningkatan

kualitas pendidikan matematika khususnya dan pendidikan di Indonesia pada

umumnya.

Surakarta, Mei 2010

Penulis

Page 9: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

9

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL….....…………………….….......…………………….... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN .................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................... iv

HALAMAN MOTTO ....................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vi

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii

DAFTAR ISI ………………………………......…………………...…………. ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv

ABSTRAK ....................................................................................................... xv

ABSTRACT ..................................................................................................... xvi

BAB I . PENDAHULUAN ......………………….............................. 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ………..........…........……………………….... 3

C. Pemilihan Masalah .............................................................................. 4

D. Batasan Masalah ........…….......………………………….…........... 5

E. Rumusan Masalah ........…….......………………………………….... 6

F. Tujuan Penelitian .......……….......………………………………........ 6

G. Manfaat Penelitian .......…….......………………………………….... 7

Page 10: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

10

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN .......……. 8

A. Kajian Pustaka …….....….................................….....…………..……. 8

1. Pengertian Belajar …….......…….……....……………..……........... 8

2. Model Pengajaran ……......………..........……….…........……........ 10

3. Pembelajaran ........…………........……............................................... 11

4. Pembelajaran Berbasis Masalah ………............................................ 12

5. Diskusi Kelas ..................................................................................... 22

6. Hakekat Matematika .........................…………........…….............. 28

7. Intelligence Quotient ……………......…..…................................. 30

B. Penelitian Yang Relevan ………….……..….…......…….…….......... 32

C. Kerangka Berpikir …………….……………….........………........…. 32

D. Hipotesis .......……………………….…………………..…........…... 37

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………………......…...…….…. 39

A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………..............…………… 39

B. Metode Penelitian .………………….....................……………. 40

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel .…............…. 42

D. Teknik Pengumpulan Data ………………………...............…… 44

E. Teknik Analisis Data ..………………….........…………………. 53

1. Uji Keseimbangan ......….……....…........………….………... 53

2. Uji Prasyarat . ....…..………….......………….....…………...... 55

3. Pengujian Hipotesis Penelitian.……………...........…………. . 58

BAB IV. HASIL PENELITIAN …......................................….........….….... 66

A. Hasil Uji Coba Instrumen ..............……......…...…….…....…….. 66

Page 11: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

11

B. Diskripsi Data ..........………………………......…………....….. 68

C. Hasil Uji Prasyarat..................................................…..…. ............. 76

D. Hasil Pengujian Hipotesis …………..……....……..……………. 78

E. Pembahasan Hasil Analisis ........................................................... 82

BAB V. PENUTUP ..................……...…....................................................... 90

A. Kesimpulan ...........................……….........…...……………….. 90

B. Implikasi Teoritis ……...…......…………........................……..... 91

C. Implikasi Praktis .....................................................…..…............ 92

D. Saran ............................................................................................... 93

Daftar Pustaka ………………………………………………....………......….. 95

Page 12: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

12

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Gambar hasil yang diperoleh siswa dari PBM ...........................16

Gambar 2.2. Gambar hasil yang diperoleh pelajar dari diskusi kelas .......... 22

Gambar 4.1. Histogram Data Tes Prestasi Belajar ......................................... 69

Gambar 4.2. Histogram Data Tes Prestasi Belajar Matematika pada

Pembelajaran Berbasis Masalah ................................................. 70

Gambar 4.3. Histogram Data Tes Prestasi Belajar Matematika pada Diskusi

Kelas .............................................................................................. 71

Gambar 4.4. Histogram Data IQ Siswa ........................................................... 72

Gambar 4.5. Histogram Data Prestasi Belajar Kelompok Tinggi.................. 73

Gambar 4.6. Histogram Data Prestasi Belajar Kelompok Sedang ............... 74

Gambar 4.7. Histogram Data Prestasi Belajar Kelompok Rendah ............... 75

Page 13: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

13

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sintaksis Pembelajaran Berbasis Masalah ........................................... 20

Tabel 2.2 Sintaksis Diskusi Kelas ....................................................................... 27

Tabel 3.1 Pengelompokan IQ siswa ............................................................ 45

Tabel 3.2 Rancangan Penelitian………………………………....……..... 46

Tabel 3.3 Data Amatan, Rataan dan Jumlah kuadrat Deviasi..................... 60

Tabel 3.4 Rataan dan Jumlah Rataan ........................................................ 61

Tabel 3.5 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama........... 63

Tabel 4.1 Tabel hasil uji normalitas .......................................................... 76

Tabel 4.2 Tabel Hasil Uji Homogenitas .................................................... 77

Tabel 4.3 Tabel Rangkuman Hasil Analisis

Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama............................................. 78

Tabel 4.4 Rangkuman uji Sceffe untuk komparasi antar kolom ............... 79

Tabel 4.5 Rangkuman uji Sceffe untuk komparasi antar sel .................... 81

Page 14: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

14

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 RPP Pembelajaran Berbasis Masalah ................................. 97

Lampiran 2 RPP Diskusi Kelas ……………………………………....... 123

Lampiran 3 Kisi-kisi Soal Tes Prestasi Relajar ...…………………....... 145

Lampiran 4 Soal Uji Coba Tes Prestasi Relajar ……………………….. 146

Lampiran 5 Lembar Validator …………………………………………. 153

Lampiran 6 Perhitungan Reliabilitas …………………………………… 159

Lampiran 7 Perhitungan Indeks Kesukaran ……………………………. 160

Lampiran 8 Perhitungan Daya Beda ……………………………....….... 161

Lampiran 9 Tes Prestasi Siswa ...…………………………………........ 162

Lampiran 10 Uji Keseimbangan ...……………………………….…...... 167

Lampiran 11 Data Induk Penelitian …...……………………………...... 171

Lampiran 12 Data Tes Prestasi Siswa ………………………....……….. 177

Lampiran 13 Data Prestasi Pembelajaran Berbasis Masalah ……....……178

Lampiran 14 Data Prestasi Diskusi Kelas ……………………....……….179

Lampiran 15 Data IQ Siswa …………………………………....………. 180

Lampiran 16 Data Prestasi siswa IQ Tinggi ............................................ 181

Lampiran 17 Data Prestasi siswa IQ sedang ............................................ 182

Lampiran 18 Data Prestasi siswa IQ rendah ............................................ 183

Lampiran 19 Uji Normalitas Pembelajaran Berbasis Masalah ................ 184

Lampiran 20 Uji Normalitas Diskusi Kelas ………………………....…. 187

Lampiran 21 Uji Normalitas Kelompok Tinggi ...................................... 191

Lampiran 22 Uji Normalitas Kelompok Sedang ...................................... 193

Lampiran 23 Uji Normalitas Kelompok Rendah ..................................... 196

Lampiran 24 Uji Homogenitas Model Pengajaran ................................. 198

Lampiran 25 Uji Homogenitas IQ siswa ................................................ 202

Lampiran 26 Uji Anava Dua Jalan Sel Tak Sama .................................. 206

Lampiran 27 Surat Keterangan Penelitian ............................................. 212

Lampiran 28 Tabel Statistik ..................................................................... 216

Page 15: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

15

ABSTRAK RizqiTresnaningsih (S850102117): ”EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN DISKUSI KELAS TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X DITINJAU DARI IQ SISWA PADA MATERI LOGIKA MATEMATIKA SMA NEGERI KABUPATEN MAGETAN TAHUN AJARAN 2009/ 2010”. Tesis, Surakarta: Program Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2010.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui model pembelajaran yang

lebih baik antara pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dengan Diskusi Kelas (CD), (2) untuk mengetahui pengaruh tingkatan IQ terhadap prestasi belajar matematika siswa, (3) untuk mengetahui pada siswa yang mempunyai IQ tinggi, IQ sedang dan IQ rendah, model pengajaran mana yang lebih baik, antara PBM dan CD.

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental semu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri se-Kabupaten Magetan. Sampel dalam penelitian adalah siswa kelas X SMA N 1 Maospati, SMA N 1 Barat, SMA N 1 Kawedanan yang berjumlah 220 siswa. Sampel diambil dengan teknik Stratified Random Sampling. Pengumpulan data tes prestasi dilakukan melalui tes prestasi dengan bentuk soal pilihan ganda dan mengambil data tes IQ dari sekolah. Teknik analisis datanya menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama.

Dari hasil Anava diperoleh: (1) tidak terdapat perbedaan rataan prestasi belajar matematika antara PBM dan CD (Fa = 0,047 < aF = 3,84), (2) terdapat

perbedaan rataan prestasi belajar matematika dari kelompok IQ tinggi, IQ sedang dan IQ rendah (Fb = 4,76 > aF = 3), (3) terdapat interaksi antara variabel model

pembelajaran dan variabel IQ siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa (Fab = 10,88 > aF = 3).

Dari hasil uji komparasi ganda antar kolom diperoleh terdapat perbedaan rataan prestasi belajar siswa dengan IQ tinggi, IQ sedang dan IQ rendah. Berdasarkan rataannya, nilai siswa dengan IQ tinggi adalah 82,99, siswa IQ sedang adalah 74,45, dan siswa dengan IQ rendah adalah 67,91. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa dengan IQ tinggi mendapat prestasi matematika lebih baik dari pada siswa dengan IQ sedang, siswa dengan IQ sedang mendapat prestasi lebih baik dari pada siswa dengan IQ rendah.

Dari hasil komparasi ganda antar sel diperoleh: (1) pada siswa dengan IQ tinggi tidak terdapat perbedaan rerata prestasi belajar matematika antara PBM dan CD, (2) pada siswa dengan IQ sedang, tidak terdapat perbedaan rerata prestasi belajar matematika antara PBM dan CD, (3) pada siswa dengan IQ rendah terdapat perbedaan rerata prestasi belajar matematika antara PBM dan CD.

Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Masalah, Diskusi Kelas, Intelligence Quotient (IQ)

Page 16: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

16

ABSTRACT Rizqi Tresnaningsih (S850209117): AN EXPERIMENTATION OF PROBLEM BASED INSTRUCTION AND CLASSROOM DISCUSSION TO THE ACHIEVEMENT OF LEARNING MATHEMATICS OF STUDENTS GRADE X VIEWED FROM STUDENTS’ INTELLECTUAL QUOTIENT ON SUBJECT MATTER MATHEMATICAL LOGIC IN SMA NEGERI OF MAGETAN IN THE SCHOOLING YEAR 2009/ 2010. Thesis, Surakarta: Mathematics Education Program, Postgraduate Program of Sebelas Maret Surakarta University, 2010.

The objectives of this research are: (1) to find out models of teaching that is better than problem based instruction (PBI) and classroom discussion (CD), (2) to reveal the influence IQ level on students’ achievement in learning mathematics, (3) to find out in students who have high level IQ, medium level IQ and low level IQ, which better than between PBI and CD

This research is a quasi-experimental research. The population of this research is all of SMAN students’ grade X in Magetan. The sample of this research is 220 students grade X from SMAN 1 Maospati, SMAN 1 Barat and SMAN 1 Kawedanan. The sample was drawn by using stratified random sampling technique. The students’ achievement data were drawn by using achievement test in form of multiple-choice and taking the data of the students’ IQ test from the schools. The technique of analyzing data is two-way variance analysis with different cell.

From the two-way variance analysis it is found: (1) there is not difference on the average between PBI and CD on the students’ achievement in learning mathematics, (Fa = 0,45 < aF = 3,84), (2) there is a significant difference on the

average of the students achievement in learning mathematics between the student with low level IQ, medium level IQ and high level IQ, (Fb = 4,76 > aF = 3), (3)

there is a significant interaction between teaching models variable and the students’ IQ variable on the students’ achievement in learning mathematics, (Fab = 10,88 > aF = 3).

From the result of multiple comparative inter-column it is found that there is difference on the average of mathematics achievement between student with high level IQ, medium and low level IQ. Based on the average of achievement score, the students with high level IQ gain the average score of 82.99, medium level IQ students gain 74.45 and low level IQ students gain 67.91. From the result, we can say that the students with high level IQ got better mathematics achievement than students with medium level IQ, the students with medium level IQ got mathematics achievement better than the students with low level IQ.

The multiple comparative inter-cell, it is found that: (1) the students with high IQ there is not difference on the average of mathematics achievement of the PBI and CD (2) the student with medium level IQ, there is not difference on the average of mathematics achievement of the PBI and CD, (3) the students with low

Page 17: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

17

level IQ there is a significant difference on the average of mathematics achievement between PBI and CD.

Page 18: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

18

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tantangan besar yang dihadapi guru saat ini yakni

bagaimana membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir siswa

yang melangkah dari pengalaman konkret ke arah berpikir abstrak yang

dapat menghasilkan loncatan intuitif melalui sebuah desain pembelajaran

aktif. Jean Piaget, salah seorang psikolog Swiss mengakui pentingnya

menyiapkan lingkungan di mana siswa dapat melangkah dari pengalaman

konkret menuju ke menemukan konsep, dan mengaplikasikan konsep.

Mengetahui sebuah objek atau peristiwa, tidak sesederhana melihatnya dan

menggambarnya. Mengetahui objek berarti berbuat terhadapnya,

memodifikasinya, menstransformasi dan memahami proses

transformasinya, dan sebagai konsekuensi dari pemahaman terhadap objek

adalah mengkontruksinya. (Fauziatul Fajaroh dan I Wayan Dasna, 2007

http://lubisgrafura .wordpress.com).

Upaya peningkatan kualitas pembelajaran khususnya mata pelajaran

matematika harus terus diupayakan, baik oleh guru maupun semua pihak

yang terkait langsung dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Hal

ini disebabkan karena matematika memegang peranan yang sangat penting

dalam segala aspek kehidupan. Mata pelajaran matematika merupakan salah

satu mata pelajaran yang diajarkan dari tingkat sekolah dasar sampai

Page 19: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

19

tingkat perguruan tinggi. Mata pelajaran matematika juga merupakan salah

satu mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Akhir Nasional (UAN).

Dalam Ujian Akhir Nasional (UAN), sebagian besar siswa menganggap

bahwa mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang

mempunyai tingkat kesulitan yang cukup tinggi dibanding mata pelajaran

Bahasa Inggris ataupun Bahasa Indonesia. Hal itu dapat dilihat pada hasil

nilai Ujian Akhir Nasional di SMA Negeri 1 Barat, Kabupaten Magetan.

Nilai rata-rata UAN pada tahun ajaran 2006/ 2007 untuk mata pelajaran

Matematika adalah 7,44, nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Inggris

adalah 8,89 dan nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah 8,42.

Dari data nilai tersebut dapat diketahui bahwa nilai rata-rata mata pelajaran

matematika paling rendah dibandingkan dengan rata-rata nilai mata

pelajaran yang lain.

Prestasi belajar siswa dalam matematika dipengaruhi beberapa faktor,

dua diantaranya adalah pengaruh IQ siswa dan model mengajar guru. Cara

belajar interaktif merupakan cara belajar yang dituntut dari siswa, agar

siswa dapat meningkatkan prestasi belajarnya. Oleh karena itu guru dituntut

untuk mendorong siswa agar mereka dapat meningkatkan prestasi

belajarnya. Guru dituntut untuk mendorong siswa belajar secara aktif dan

dapat meningkatkan kemampuan dalam memahami suatu konsep dalam

matematika.

Page 20: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

20

Kecerdasan intelektual merupakan salah satu faktor yang cukup

penting yang berpengaruh pada prestasi belajar siswa. Dengan adanya

perbedaan tingkat IQ pada siswa maka prestasi belajar siswa akan

memperoleh hasil yang berbeda. Siswa yang mempunyai IQ tinggi akan

mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari pada siswa yang

mempunyai IQ sedang dan IQ rendah. Kecerdasan intelektual (IQ)

merupakan karakteristik yang melekat pada setiap siswa, karena IQ

merupakan sifat bawaan atau keturunan dari keluarga yang dibawa sejak

lahir.

Beberapa macam model pengajaran interaktif diharapkan mampu

mengatasi permasalahan dalam pembelajaran matematika. Dua diantaranya

adalah Problem Based Learning (Pembelajaran Berbasis Masalah) dan

Classroom Discussion (Diskusi Kelas). Oleh karena itu guru dituntut untuk

mendorong siswa agar mereka dapat meningkatkan prestasi belajarnya.

Guru dituntut untuk mendorong siswa belajar secara aktif dan dapat

meningkatkan kemampuan dalam memahami suatu konsep dalam

matematika.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka dapat

diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut.

Page 21: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

21

1. Rendahnya hasil belajar matematika siswa mungkin berkaitan dengan

IQ yang rendah, terkait dengan itu menimbulkan pertanyaan, apakah

dengan IQ yang tinggi dapat meningkatkan hasil belajar matematika

siswa?

2. Rendahnya hasil belajar matematika siswa mungkin berkaitan dengan

tingkat kedisiplinan siswa dalam belajar rendah, terkait dengan itu

menimbulkan pertanyaan, apakah dengan tingkat kedisiplinan belajar

yang tinggi dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa?

3. Rendahnya hasil belajar matematika siswa mungkin berkaitan dengan

kurang efektifnya model pengajaran yang diambil oleh guru, sehingga

menimbulkan pertanyaan, apakah dengan memilih model pengajaran

yang efektif dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa?

4. Prestasi belajar matematika siswa mungkin dipengaruhi oleh ada atau

tidaknya interaksi antara model pengajaran dengan tingkatan IQ.

C. Pemilihan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka dapat dipilih permasalahan

sebagai berikut:

1. Rendahnya hasil belajar matematika siswa mungkin berkaitan dengan

kurang efektifnya model pengajaran yang diambil guru, sehingga

menimbulkan pertanyaan, apakah dengan memilih model pengajaran

yang efektif dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa?

Page 22: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

22

2. Rendahnya hasil belajar matematika siswa mungkin berkaitan dengan

IQ yang rendah, terkait dengan itu menimbulkan pertanyaan, apakah

dengan IQ yang tinggi dapat meningkatkan hasil belajar matematika

siswa?

3. Prestasi belajar matematika siswa mungkin dipengaruhi oleh ada atau

tidaknya interaksi antara model pengajaran dengan tingkatan IQ.

D. Batasan Masalah

Agar tidak terjadi kesalahan penafsiran dalam penelitian ini perlu

diberikan batasan masalah, diantaranya adalah berikut.

1. Penelitian ini hanya dilakukan pada siswa SMA kelas X di SMA

Negeri Kabupaten Magetan.

2. Materi yang diberikan pada siswa kelas X adalah materi Logika

Matematika.

3. Hasil belajar Matematika dalam penelitian ini adalah hasil belajar dari

tes yang diberikan oleh peneliti seusai pembelajaran.

4. Experimentasi dalam penelitian ini adalah experimentasi dari

penggunaan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Diskusi Kelas.

5. Penelitian ini ditinjau dari segi IQ siswa dalam memahami konsep

logika jika disampaikan dengan pembelajaran Berbasis Masalah dan

Diskusi Kelas.

Page 23: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

23

E. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik,

pembelajaran berbasis masalah atau diskusi kelas?

2. Apakah siswa yang mempunyai IQ tinggi mempunyai prestasi belajar

yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ sedang, dan

siswa yang mempunyai IQ sedang mempunyai prestasi belajar yang

lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ rendah?

3. Pada IQ tinggi, model pengajaran manakah yang memberikan prestasi

belajar lebih baik, pada IQ sedang model pengajaran manakah yang

memberikan prestasi belajar yang lebih baik sedangkan pada IQ

rendah model pengajaran manakah yang memberikan prestasi yang

lebih baik.

F. Tujuan Penelitian

Tujuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui model pembelajaran yang lebih baik antara

pembelajaran Berbasis Masalah dengan Diskusi Kelas.

2. Untuk mengetahui pengaruh IQ terhadap prestasi belajar matematika

siswa.

Page 24: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

24

3. Untuk mengetahui pada siswa yang mempunyai IQ tinggi model

pengajaran mana yang lebih baik, pada siswa yang mempunyai IQ

sedang model pengajaran mana yang lebih baik, dan pada siswa yang

mempunyai IQ rendah, model pengajaran mana yang lebih baik.

G. Manfaat Hasil Penelitian

1. Bagi guru matematika khususnya

Sebagai masukan agar dapat mengambil langkah yang tepat dalam

menentukan model pengajaran.

2. Bagi peneliti

Sebagai pengetahuan tentang perbedaan pengaruh IQ dengan model

pengajaran serta interaksinya.

3. Bagi siswa

Untuk menambah pengalaman dan pengetahuan bagi siswa tentang

pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas untuk bisa

dipraktikkan di kelas.

Page 25: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

25

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kajian Pustaka

1. Pengertian Belajar

Belajar menurut Gagne (dalam Syaiful Sagala, 2008:17) “merupakan

kegiatan yang kompleks dan hasilnya berupa kapabilitas, timbulnya

kapabilitas disebabkan oleh stimulasi yang berasal dari lingkungan dan

proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar.” Dengan demikian pengertian

belajar menurut Gagne adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah

sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi dan menjadi

kapabilitas baru. Gagne juga mengungkapkan belajar adalah perubahan

yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar secara

terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja.

Hilgard (dalam Wina Sanjaya, 2006:112) mengungkapkan “Learning

is the process by which and activity originates or changed through training

procedures (wether in the laboratory or in the natural environment) as

distinguished from changes by factors not attributable to training”. Bagi

Hilgard, belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur

latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan ilmiah. Belajar

bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan, belajar adalah proses

mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan

Page 26: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

26

munculnya perubahan perilaku. Aktifitas mental itu terjadi karena adanya

interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.

Piaget (dalam Syaiful Sagala, 2007:24) memberikan pendapat tentang

pengertian belajar sebagai berikut. Piaget berpendapat ada dua proses yang terjadi dalam perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak yaitu proses ‘assimilation’ dan ‘accommodation’. Proses assimilation, dalam proses ini menyesuaikan atau mencocokan informasi yang baru itu dengan apa yang telah ia ketahui dengan mengubahnya bila perlu. Proses accommodation yaitu anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu dapat disesuaikan dengan lebih baik.

Jadi belajar menurut pandangan Piaget adalah belajar perubahan

struktural yang saling melengkapi antara asimilasi dan akomodasi dalam

proses menyusun kembali dan mengubah apa yang telah diketahui melalui

belajar.

Belajar menurut peneliti adalah suatu proses perubahan pada diri

individu dari keadaan yang tidak bisa menjadi bisa yang ditempuh melalui

suatu usaha untuk mencapai tujuan yang dimaksud, yang melibatkan aspek

kognitif seseorang. Sehingga dari beberapa pendapat di atas maka dapat

disimpulkan bahwa belajar adalah suatu seperangkat proses kognitif yang

menimbulkan suatu peluang terjadinya respon, yang ditandai dengan

adanya perubahan struktural yang saling melengkapi antara asimilasi dan

akomodasi berkat pengalaman dan latihan yang akan membawa perubahan

pada individu.

Page 27: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

27

2. Model Pengajaran

Untuk mengatasi berbagai problematika dalam pelaksanaan

pembelajaran, tentu diperlukan model-model mengajar yang dipandang

mampu mengatasi kesulitan guru melaksanakan tugas mengajar dan juga

kesulitan siswa. Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang

digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Menurut

Komaruddin (dalam Syaiful Sagala, 2007:175), model dapat dipahami

sebagai:

a. Suatu tipe atau desain,

b. Suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu

proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat langsung diamati,

c. Suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan inferensi-inferensi yang

dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu obyek atau

peristiwa,

d. Suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu

terjemahan realitas yang disederhanakan,

e. Suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner,

f. Penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan

sifat bentuk aslinya.

Model dirancang untuk mewakili realitas yang sesungguhnya,

walaupun model itu sendiri bukan realitas dari dunia yang sebenarnya. Atas

dasar pengertian tersebut, maka model mengajar dapat dipahami sebagai

Page 28: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

28

kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan melukis prosedur yang

sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran

untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi

perencanaan pengajaran bagi para guru dalam melaksanakan aktifitas

pembelajaran. (Syaiful Sagala, 2007:176).

Model mengajar menurut Joyce dan Weil (dalam Syaiful Sagala,

2007:176) adalah suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang

menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus, desain unit-unit

pelajaran dan pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran,

buku-buku kerja, program multimedia, dan bantuan belajar melalui program

komputer. Sebab model-model ini menyediakan alat-alat belajar yang

diperlukan bagi para siswa.

3. Pembelajaran

Syaiful Sagala (2007:61) menyebutkan bahwa “pembelajaran ialah

membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar

merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan”. Sedangkan

pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan

oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh siswa.

Pembelajaran menurut Corey (dalam Syaiful Sagala, 2007:61) adalah

“suatu proses yang mana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola

untuk memungkinkan seseorang tersebut turut serta dalam tingkah laku

Page 29: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

29

tertentu dalam kondisi–kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap

situasi tertentu”.

Mengajar menurut William H Burton (dalam Syaiful Sagala, 2007:61)

adalah “upaya memberikan stimulus, bimbingan pengarahan dan dorongan

kepada siswa agar terjadi proses belajar”. Sering dikatakan mengajar adalah

mengorganisasikan aktivitas siswa dalam arti luas. Peranan guru bukan

semata–mata memberikan informasi, melainkan juga mengarahkan dan

memberi fasilitas belajar, agar proses belajar lebih memadai.

Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk

membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau nilai yang baru.

Proses pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui

kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasar,

motivasi, latar belakang akademis serta latar belakang sosial ekonomi.

Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran

merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator

suksesnya pelaksanaan pembelajaran. (Syaiful Sagala, 2007:61).

4. Pembelajaran Berbasis Masalah

Esensi pembelajaran berbasis masalah berupa menyuguhkan berbagai

situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat

berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan.

Problem-based learning is an active learning method based on the use of ill-structured problems as a stimulus for learning. Ill-structured problems are complex problems that cannot be solved by a simple

Page 30: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

30

algorithm. Such problems do not necessarily have a single correct answer but require learners to consider alternatives and to provide a reasoned argument to support the solution that they generate. In PBL, students have the opportunity to develop skills in reasoning and self-directed learning. (Cindy E. Hmelo dan Silver Howard S. Barrows, 2006:24) Pembelajaran Berbasis Masalah merupakan metode pembelajaran aktif

yang digunakan untuk masalah terstruktur yang merupakan tanggapan dari

hasil pembelajaran. Pada model pengajaran ini, digunakan untuk

menyelesaikan masalah mempunyai struktur yang kompleks yang tidak

cukup bila dikerjakan dengan algoritma yang sederhana. Pada Pembelajaran

Berbasis Masalah ini, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan

kemampuannya sendiri.

Problem-based learning (PBL) is currently advocated as a powerful means for facilitating students’ attainment of the high-level competencies and transferable skills increasingly being demanded by government, commerce, and industry (Murray & Savin-Baden, 2000). PBL, as defined by Barrows and Tamblyn (1980), refers to “the learning that results from the process of working toward the understanding or resolution of a problem” (p. 18). In general, the goals in problem-based learning are two-fold: 1) to promote deep understanding of subject matter content while 2) simultaneously developing students’ higher-order thinking. While PBL can come in a variety of forms, depending on the discipline under study and the goals of the curriculum (see Savery, this issue), it tends to include features such as learner autonomy, active learning, cooperation and collaboration, authentic activities, and reflection and transfer (Peggy A. Ertmer and Krista D. Simons, 2006:40). Pembelajaran berbasis masalah mempunyai peranan yang sangat kuat

dalam menghadapi kompetensi tingkat tinggi dalam memenuhi kebutuhan

pemerintah, pasar dan industri. Secara umum tujuan dari pembelajaran

Page 31: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

31

berbasis masalah ada dua, yang pertama untuk menaikkan pengetahuan

secara mendalam dari isi suatu materi, yang kedua mengembangkan berfikir

tingkat tinggi siswa.

a. Fitur-fitur Khusus Pembelajaran Berbasis Masalah

Para pengembang Pembelajaran Berbasis Masalah yaitu Cognition &

Technology Group at Vanderbilt, Gordon et al., Krajcik et al., Slavin et al

Torp & Sage, mendeskripsikan bahwa model instruksional ini memiliki

fitur-fitur di bawah ini:

Ø Pertanyaan atau masalah penggerak. Alih-alih mengorganisasikan

pelajaran di seputar prinsip atau ketrampilan tertentu, PBM

mengorganisasikan pengajaran di seputar pertanyaan dan masalah

yang penting secara sosial dan bermakna secara personal bagi siswa.

Mereka menghadapi berbagai situasi kehidupan nyata yang tidak dapat

diberi jawaban-jawaban sederhana dan ada berbagai solusi yang

competing untuk menyelesaikannya.

Ø Fokus Interdisipliner. Meskipun PBM dapat dipusatkan pada subyek

tertentu (sains, matematika, sejarah), tetapi masalah yang diinvestigasi

dipilih karena solusinya menuntut siswa untuk menggali banyak

subyek. Sebagai contoh, masalah polusi yang muncul di pelajaran

Chesapeake Bay diatas menyangkut beberapa subyek akademik

maupun terapan biologi, ekonomi, sosiologi, turisme, dan

pemerintahan.

Page 32: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

32

Ø Investigasi Autentik. PBM mengharuskan siswa untuk melakukan

investigasi autentik yang berusaha menemukan solusi riil untuk

masalah riil. Mereka harus menganalisa dan menetapkan masalahnya,

mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan

menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen (bila mungkin),

membuat inferensi, dan menarik kesimpulan. Metode invetigasi yang

digunakan tentu bergantung pada sifat masalah yang diteliti.

Ø Produksi Artefak dan exhibit. PBM menuntut siswa untuk

mengstruksikan produk dalam bentuk artefak dan exhibit yang

menjelaskan atau mempresentasikan solusi mereka. Artefak dan

exhibit yang nanti akan dideskripsikan, dirancang oleh siswa untuk

mendemonstrasikan kepada orang lain apa yang telah mereka pelajari

dan memberikan alternatif yang menyegarkan untuk makalah wajib

atau ujian tradisional.

Ø Kolaborasi. Seperti model cooperative learning, PBM ditandai dengan

siswa-siswa yang bekerja sama dengan siswa-siswa lain, paling sering

secara berpasangan atau dalam bentuk kelompok-kelompok kecil.

Bekerja sama memberikan motivasi untuk keterlibatan secara

berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan meningkatkan

kesempatan untuk melakukan penyelidikan dan dialog bersama, dan

untuk mengembangkan berbagai ketrampilan sosial.

Page 33: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

33

Pembelajaran Berbasis Masalah tidak dirancang untuk membantu guru

menyampaikan informasikan dengan jumlah besar kepada siswa.

Pembelajaran Berbasis Masalah dirancang terutama untuk membantu siswa

mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan

masalah, dan keterampilan intelektualnya, mempelajari peran-peran orang

dewasa dengan mengalaminya melalui berbagai situasi riel atau situasi yang

disimulasikan dan menjadi pelajar mandiri dan otonom. Beberapa hal

tersebut dapat diilustrasikan dalam gambar di bawah ini.

Gambar. 2.1 Gambar hasil yang diperoleh siswa dari PBM

The design of the PBL instructional approach used in the current study (Maxwell et. al., 2001) is instantiated in a series of curricular units focused on the knowledge, concepts, and principles that comprise the American high-school economics curriculum (Buck Institute for Education, n.d.). These units can take from one day to three weeks to complete, scaffold, and, to some degree, constrain teacher and student behavior. Each unit contains seven interrelated phases: entry, problem framing, knowledge inventory, problem research and resources, problem twist, problem log, problem exit, and problem debriefing. Student groups generally move through the phases in the order indicated but may return to a previous phase or linger in a phase as they consider a particularly difficult part of the problem. The teacher takes a facilitative role, answering questions,

Pembelajaran Berbasis Masalah

Keterampilan penyelidikan dan keterampilan mengatasi masalah

Perilaku dan keterampilan sosial sesuai peran orang dewasa

Keterampilan untuk belajar secara mandiri

Page 34: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

34

moving groups along,monitoring positive and negative behavior,and watching for opportunities to direct students to specific resources or to provide clarifying explanations. (John R. Mergendoller, 2006:50) Rancangan pendekatan pembelajaran berbasis masalah memfokuskan

pada pengetahuan, konsep dan prinsip yang ada pada bagian–bagian

kurikulum pembelajaran. Setiap bagian berisi tujuh fase yang saling

berhubungan, yaitu kerangka masalah, pernemuan pengetahuan, penelitian

dan sumber masalah, lingkup masalah, batang masalah, jalan keluar

masalah, mencari alternative yang terbaik dalam menyelesaikan masalah.

b. Dukungan Teoritis dan Empiris

Pembelajaran berbasis masalah di pihak lain mengambil psikologi

kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Fokusnya tidak banyak pada apa

yang dikerjakan oleh siswa, tetapi pada apa yang mereka pikirkan (kognisi

mereka). Meskipun peran guru dalam pembelajaran ini kadang-kadang juga

melibatkan mempresentasikan dan menjelaskan tentang berbagai hal kepada

siswa, tetapi lebih sering memfungsikan diri sebagai pembimbing dan

fasilitator sehingga siswa dapat belajar untuk berfikir dan menyelesaikan

masalahnya sendiri. Untuk PBM dalam hal ini akan dilacak melalui tiga

arus utama pemikiran abad ke-20.

1. Dewey dan Kelas Berorientasi Masalah

Seperti halnya cooperative learning, PBM menemukan akar

intelektualnya dalam hasil karya John Dewey. Dalam Democracy and

Education (1916), Dewey mendeskripsikan pandangan tentang pendidikan

Page 35: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

35

dengan sekolah sebagai cermin masyarakat yang lebih besar dan kelas akan

menjadi laboratorium untuk penyelidikan dan pengatasan masalah

kehidupan nyata. Pedagogi Dewey mendorong guru untuk melibatkan siswa

di berbagai proyek berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki

berbagai masalah sosial dan intelektual penting.

Dewey mengatakan bahwa pembelajaran di sekolah seharusnya

purposeful (memiliki maksud yang jelas) dan tidak abstrak dan bahwa

pembelajaran yang purposeful itu dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya

dengan memerintahkan anak-anak dalam kelompok-kelompok kecil untuk

menangani proyek-proyek yang mereka minati dan mereka pilih sendiri.

Visi pembelajaran yang purposeful dan dipusatkan pada masalah yang

didukung oleh hasrat bawaan siswa untuk mengeksplorasi situasi-situasi

yang secara personal berarti baginya jelas berhubungan dengan PBM

dengan filosofi dan pedagogi Dewey.

2. Piaget, Vygotsky dan Konstruktvisme.

Jean Piaget, psikolog Swiss menghabiskan waktu lebih dari 50 tahun

untuk mempelajari bagaimana anak-anak berpikir dan proses-proses yang

terkait dengan perkembangan intelektual mereka. Piaget membenarkan

bahwa anak-anak memiliki sifat bawaan ingin tahu dan terus berusaha

memahami dunia sekitarnya. Keingintahuan ini, menurut Piaget memotivasi

mereka untuk mengkonstruksikan secara aktif representasi-representasi di

benaknya tentang lingkungan yang mereka alami.

Page 36: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

36

Perspektif kognitif-konstruktivis, yang menjadi landasan PBM, banyak

meminjam pendapat Piaget (1954, 1963). Perspektif ini mengatakan bahwa

pelajar dengan umur berapapun terlibat secara aktif dalam proses

mendapatkan informasi dan mengkonstruksikan pengalamannya sendiri.

Pengetahuan tidak statis, tapi berevolusi dan berubah secara konstan selama

pelajar mengkonstruksikan pengalaman-pengalaman baru yang memaksa

mereka untuk mendasarkan diri dan memodifikasi pengetahuan

sebelumnya.

Lev Vygotsky seorang psikolog Rusia. Seperti Piaget, Vygotsky

(1978, 1994) percaya bahwa intelek berkembang ketika individu mengalami

perkembangan baru dan membingungkan, dan ketika mereka berusaha

mengatasi diskrepansi yang ditimbulkan oleh pengalaman-pengalaman ini.

Dalam usaha menemukan pemahaman ini, individu menghubungkan

pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya dan mengkonstruksi

makna baru. Tetapi Vygotsky menekankan pentingnya aspek sosial belajar.

Vygotsky percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain memacu

pengonstruksian ide-ide baru dan meningkatkan perkembangan intelektual

belajar.

3. Bruner dan Discovery Learning

Jerome Bruner, psikolog Hardvard adalah salah satu pemuka dalam

reformasi kurikulum pada tahun 1950-an sampai 1960-an. Ia dan rekan

sejawatnya memberikan dukungan teoritis penting terhadap discovery

Page 37: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

37

learning, sebuah model pengajaran yang menekankan pentingnya

membantu siswa untuk memahami struktur atau ide-ide kunci suatu disiplin

ilmu, kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar, dan

keyakinan bahwa pembelajaran sejati terjadi melalui personal discovery

(penemuan pribadi). Tujuan pendidikan bukan hanya untuk memperbesar

dasar pengetahuan siswa, tapi juga untuk menciptakan berbagai

kemungkinan untuk invention (penciptaan) dan discovery (penemuan).

PBM juga menyandarkan diri pada konsep lain yang berasal dari

Bruner, yakni idenya tentang scaffolding. Bruner mendeskripsikan

scaffolding sebagai sebuah proses dari pelajar yang dibantu untuk

mengatasi masalah tertentu yang berada di luar kapasitas perkembangannya

dengan bantuan guru (scaffolding) atau orang yang lebih mampu. Bruner

percaya bahwa interaksi sosial di dalam dan diluar sekolah banyak

bertanggung jawab atas perolehan bahasa dan perilaku mengatasi masalah

anak.

c. Sintaksis Untuk PBM

Tabel 2.1 Sintaksis PBM

Fase Perilaku Guru

Fase 1: Memberikan orientasi

permasalahannya kepada

siswa

Guru membahas tujuan

pembelajaran,

mendeskripsikan berbagai

kebutuhan logistik penting,

dan memotivasi siswa untuk

Page 38: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

38

terlibat dalam kegiatan

mengatasi masalah.

Fase 2: Mengorganisasikan siswa

untuk meneliti

Guru membantu siswa untuk

mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas-

tugas belajar yang terkait

dengan permasalahannya.

Fase 3: Membantu investigasi mandiri

dan kelompok

Guru mendorong siswa

untuk mendapatkan

informasi yang tepat,

melaksanakan eksperimen,

dan mencari penjelasan dan

solusi.

Fase 4: Mengembangkan dan

mempresentasikan artefak dan

exhibit

Guru membantu siswa

dalam merencanakan dan

menyiapkan artefak-artefak

yang tepat, seperti laporan,

rekaman video, dan model-

model dan membantu

mereka untuk

menyampaikannya kepada

orang lain.

Fase 5:

Menganalisis dan

mengevaluasi proses

mengatasi masalah

Guru membantu siswa untuk

melakukan refleksi terhadap

investigasinya dan proses-

proses yang mereka

gunakan.

Page 39: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

39

5. Pembelajaran Diskusi Kelas

a. Ikhtisar tentang Diskusi Kelas

Diskusi dan wacana kelas merupakan aspek sentral diantara seluruh

aspek pengajaran. Penggunaan diskusi kelas yang efektif membutuhkan

pemahaman tentang beberapa topik penting yang terkait dengan wacana dan

diskusi kelas. Menurut para guru istilah diskusi mendeskripsikan prosedur

yang mereka gunakan untuk mendorong pertukaran verbal diantara siswa-

siswanya. Istilah wacana digunakan untuk memberikan perspektif secara

keseluruhan tentang komunikasi kelas. Berikut adalah gambar hasil yang

diperoleh pelajar dari diskusi.

Gambar 2.2 Gambar hasil yang diperoleh pelajar dari diskusi kelas

Diskusi adalah situasi yang guru dan siswa atau antar siswa saling

bercakap-cakap dan berbagi ide atau pendapat. Diskusi juga digunakan guru

untuk mencapai paling tidak tiga tujuan instruksional penting yang

Diskusi Kelas

Pemahaman Konseptual

Keterlibatan dan Engagement

Keterampilan komunikasi dan proses berpikir

Page 40: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

40

ditunjukkan pada Gambar 2.2. Penjelasan secara terinci mengenai diskusi

kelas adalah sebagai berikut :

Ø Diskusi meningkatkan kemampuan berpikir siswa dan membantu

mereka mengonstruksikan pemahamannya sendiri tentang isi

akademik. Mendiskusikan suatu topik membantu siswa memperkuat

dan memperluas pengetahuannya tentang topik itu dan meningkatkan

kemampuannya untuk memikirkan tentang hal itu.

Ø Diskusi meningkatkan keterlibatan dan engagement siswa. Penelitian

ataupun kearifan guru berpengalaman menunjukkan bahwa agar

kegiatan pembelajaran yang baik terjadi, siswa harus bertanggung

jawab atas pembelajarannya sendiri dan tidak sepenuhnya tergantung

pada guru. Diskusi memberikan kesempatan kepada siswa untuk

berbicara dan memainkan ide-idenya sendiri di depan umum dan

memberikan motivasi untuk terlibat di dalam wacana di luar kelas.

Ø Diskusi digunakan oleh guru untuk membantu siswa mempelajari

berbagai keterampilan komunikasi dan proses berpikir yang penting.

Oleh karena itu diskusi bersifat publik, ia memberikan sarana bagi

guru untuk mencari tahu apa yang dipikirkan siswa dan bagaimana

mereka memproses ide dan informasi yang diajarkan. Dengan

demikian diskusi memberikan lingkup sosial bagi guru yang dapat

membantu siswa menganalisis barbagai proses berpikir dan

mempelajari berbagai keterampilan komunikasi penting seperti

Page 41: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

41

menyatakan ide-ide yang jelas, mendengarkan orang lain, merespon

orang lain dengan cara yang baik, dan mengajukan pertanyaan yang

baik.

b. Dukungan Teoritis dan Empiris

Banyak dukungan teoritis untuk penggunaan diskusi berasal dari

bidang-bidang yang dipelajari oleh para pakar lewat pelajaran bahasa,

proses komunikasi dan pola pertukaran. Untuk memikirkan peran bahasa,

dapat dipikirkan bahwa dalam berbagai situasi dalam kehidupan sehari-hari

bahwa kesuksesan banyak bergantung pada penggunaan bahasa dan

komunikasi.

Wacana melalui bahasa juga sentral bagi sesuatu yang berlangsung di

kelas. Courtney Cazden (dalam Arends.2008:76) seorang pakar topik

wacana kelas yang paling terkemuka di Amerika menulis bahwa “bahasa

percakapan adalah medium yang memungkinkan pengajaran terjadi dan

medium bagi siswa dalam mendemonstrasikan siswa yang telah

dipelajarinya kepada guru”. Bahasa percakapan menyediakan sarana bagi

siswa untuk membicarakan tentang apa yang sudah mereka ketahui dan

membentuk makna dari pegetahuan baru setelah pengetahuan itu diperoleh.

Bahasa percakapan mempengaruhi proses berpikir siswa dan memberi

merek identitas sebagai pelajar dan anggota kelompok kelas.

Page 42: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

42

c. Wacana dan Kognisi

Ada hubungan kuat antara bahasa dan berpikir, dan keduanya

menghasilkan kemampuan untuk menganalisis, menalar secara deduktif dan

induktif, dan membuat referensi yang masuk akal berdasarkan pengetahuan.

Wacana adalah salah satu cara bagi siswa untuk mempraktikan proses

berfikir dan meningkatkan ketrampilan berfikirnya.

Untuk “tumbuh”, sistem berpikir yang kompleks membutuhkan amat banyak pengalaman dan percakapan yang dilakukan oleh orang lain. Dalam pembicaraan tentang apa yang telah kita kerjakan dan kita lihat, dan dalam perdebatan tentang segala yang kita manfaatkan dari pengalaman kita, bahwa ide-ide menjadi berlipat ganda, disempurnakan dan akhirnya menghasilkan pertanyaan-pertanyaan baru dan eksplorasi lebih jauh.

Melalui diskusi, guru diberi jendela untuk melihat keterampilan

berpikir siswanya dan setting untuk memberikan koreksi dan umpan balik

bila mereka melihat penalaran yang tidak lengkap dan keliru. Memaparkan

segalanya yang dipikirkan juga memberikan kesempatan kepada siswa

untuk ”mendengar” pikirannya sendiri dan untuk belajar cara memantau

proses berpikirnya sendiri.

Salah satu aspek diskusi kelas adalah kemampuannya untuk

mendukung pertumbuhan kognitif. Aspek lainnya adalah untuk

menghubungkan dan menyatukan aspek-aspek kognitif dan sosial

pembelajaran. Hubungan kognitif-sosial itu paling jelas dalam bagaimana

partisipasi sosial mempengaruhi pemikiran dan pertumbuhan kognitif.

Lauren Resnick dan Leopold Klopfer (dalam Arends.2008:77) melihat

Page 43: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

43

misalnya bahwa ”setting sosial memberikan kesempatan untuk meniru

strategi berfikir yang efektif”.

a. Merencanakan dan melaksanakan Diskusi

1. Merencanakan Diskusi

Merencanakan sebuah diskusi membutuhkan usaha perencanaan yang

sama banyaknya dengan tipe-tipe pembelajaran lainnya. Meskipun

spontasitas dan fleksibelitas penting dalam diskusi, perencanaan yang

dibuat oleh guru sebelumnya juga cukup penting. Berikut adalah

perencanaan diskusi :

· Mempertimbangkan maksud, memutuskan bahwa diskusi yang

dimaksud sesuai dengan pelajaran tertentu

· Mempertimbangkan siswa, mengetahui pengetahuan yang

sebelumnya sudah dimiliki siswa dalam merencanakan diskusi sama

pentingnya seperti dalam merencanakan jenis-jenis pelajaran lainnya

· Memilih sebuah pendekatan, pendekatan yang dipih seharusnya

merefleksikan maksud guru dan sifat antar siswa yang terlibat.

· Membuat rencana, rencana pelajaran untuk diskusi terdiri atas

sejumlah tujuan dan garis besar isi

2. Melaksanakan Diskusi

Sintaksis untuk diskusi adalah sebagai berikut :

Page 44: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

44

Tabel 2.2 Sintaksis Diskusi

Fase Perilaku Guru

Fase 1: Mengklarifikasikan maksud

dan establishing set

Membahas maksud diskusi

dan mempersiapkan siswa

untuk berpartisipasi

Fase 2: Memfokuskan diskusi Memberikan fokus untuk

diskusi dengan

mendeskripsikan peraturan

dasarnya, mengajukan

pertanyaan awal,

menyodorkan situasi yang

membingungkan, atau

memdiskripsikan sebuah isu

diskusi.

Fase 3: Mengendalikan diskusi Memantau interaksi siswa,

melontarkan pertanyaan,

memberikan ide-ide,

merespon ide-ide,

menegakkan peraturan

dasar, mencatat proses

diskusi, dan

mengekspresikan ide-idenya

sendiri.

Fase 4: Mengakhiri diskusi Membantu mengakhiri

diskusi dengan merangkum

atau mengekspresikan

makna diskusi bagi dirinya.

Page 45: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

45

Fase 5: Debriefing Memerintahkan siswa untuk

menelaah diskusinya dan

memikirkan proses-

prosesnya.

6. Hakekat Matematika

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang biasanya

dianggap paling sulit oleh kebanyakan siswa. Di sekolah banyak siswa yang

kurang tertarik dengan matematika dan sering kali mempertanyakan

relevansi dari begitu banyaknya waktu yang dihabiskan untuk mempelajari

pelajaran matematika. (Muijs, D. dan Reynolds, D, 2008:332)

“Mathematics anxiety has gained heightened awareness by

mathematics educators as an important factor in the learning and teaching

of mathematics” (Gresham, Gina, 2007: 24). Matematika memegang

peranan yang cukup penting, oleh karenanya matematika hampir selalu ada

pada setiap bidang. Akan tetapi kegelisahan pada pelajaran matematika

memberikan pengaruh yang cukup besar yang dikarenakan hal tersebut

merupakan faktor yang cukup penting pada siswa dalam pembelajaran dan

pengajaran matematika.

Matematika mempunyai peranan yang sangat penting dalam segala

aspek kehidupan. Mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata

pelajaran yang diajarkan dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat

Page 46: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

46

perguruan tinggi. Mata pelajaran matematika juga merupakan salah satu

mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional.

The History of Mathematics Teaching, then we were confronted with History of Mathematics Education, which encompasses the whole educational system as it relates to mathematics and better indicates the broad range of issues, such as the history of textbooks, the history of professional organizations of mathematics teachers, or the history of teacher education programs. On the other hand, mathematics education is used sometimes in the sense of the scientific discipline. (Schubring, Gert, 2006 : 4)

Sejarah pengajaran matematika dihadapkan dengan sejarah pendidikan

matematika, yang mana meliputi keseluruhan sistem pendidikan yang

berhubungan dengan ilmu matematika dan merupakan indikasi yang lebih

baik pada persoalan yang luas, seperti pada sejarah buku teks atau sejarah

pada program pendidikan guru. Dengan kata lain, pendidikan matematika

digunakan sebagai inti pada disiplin ilmu.

Matematika merupakan jalan utama untuk mengembangkan

kemampuan berpikir logis dan keterampilan kognitif yang lebih tinggi pada

anak-anak. Pada Matematika juga memegang peranan penting di sejumlah

bidang ilmiah lain, bidang fisika, teknik dan statistik. Mengingat

pentingnya matematika, maka tidak mengherankan bila ada cukup banyak

penelitian tentang kemampuan siswa untuk berpikir dan belajar matematika,

maka perlu dipahami terlebih dahulu apa pengertian matematika. (Muijs, D.

dan Reynolds, D, 2008: 333)

Page 47: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

47

7. Intelligence Quotient (IQ)

Salah satu teori yang memiliki pengaruh abadi di bidang pendidikan

adalah teori IQ (Intelligence Quotient). Teori IQ dilihat sebagai penentu

kemampuan orang untuk belajar, untuk mencapai prestasi akademik. Para

pakar ahli teori IQ seperti William Stern, yang merupakan salah satu

pengembang teori ini diawal abad 20, menyatakan bahwa inti kecerdasan

dibawa sejak lahir. Banyak psikolog AS dan Eropa yang mendukung

kesimpulan ini.

Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk

bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi

lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa

inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses

berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati

secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata

yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu. Adapun

faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah sebagai berikut:

a. Faktor bawaan atau keturunan

Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga

sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya

sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi.

IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu yang

sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya.

Page 48: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

48

Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ

mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak

pernah saling kenal.

b. Faktor lingkungan

Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir,

ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang

berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan

otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-

rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga

memegang peranan yang amat penting.

Intelligence Quotient (IQ) adalah skor yang diperoleh seseorang dari

sebuah alat tes kecerdasan. Salah satu cara untuk mengukur tingkat IQ

seseorang adalah dengan tes IQ. Analisis untuk mengukur IQ seseorang

menunjukkan bahwa semua item (pertanyaan) di dalam tes-tes itu pada

dasarnya mengukur sebuah faktor besar yang disebut G atau ”General

Multiple” (intelgensi umum). Oleh karena itu teori itu mengatakan bahwa

orang memiliki sebuah intelgensi umum dasar, yang akan memprediksi

seberapa baik kemampuan mereka untuk belajar dan berprestasi di sekolah

(Muijs, D. dan Reynolds, D, 2008:28).

Page 49: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

49

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian oleh Elfina Hidayatus S. Yang berjudul ”Pembelajaran

Berbasis Masalah sebagai Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika

Siswa Kelas VII MtsN Kembang Sawit Pada Sub Pokok Bahasan

Faktorisasi Suku Aljabar Tahun 2007/ 2008”. Dari penelitian tersebut, jika

dilihat dari segi model pengajaran yang digunakan bertujuan untuk

mengetahui seberapa besar siswa aktif mengikuti pelajaran dengan

menggunakan pembelajaran Berbasis Masalah. Berbeda dengan penelitian

ini, peneliti ingin mengetahui apakah pembelajaran berbasis masalah

memberikan prestasi yang lebih baik dari pada diskusi kelas. Sehingga dari

hasil penelitian diharapkan dapat diketahui model pengajaran mana yang

lebih efektif. Kesamaan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Elfina

dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang pembelajaran

berbasis masalah. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh Elfina

pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keaktifan siswa,

sementara pada penelitian ini, pembelajaran berbasis masalah diharapkan

mampu memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik dari pada

diskusi kelas.

C. Kerangka Pemikiran

Seorang guru harus mengetahui model pengajaran apa yang sesuai

dengan materi yang akan diajarkan, sehingga siswa akan dengan mudah

Page 50: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

50

menerima materi yang akan diajarkan guru. Pembelajaran berbasis masalah

merupakan salah satu model pengajaran interaktif yang berpusat pada

siswa. Siswa dituntut untuk aktif berpikir dalam proses pembelajaran. Pada

pembelajaran berbasis masalah, guru tidak memberikan materi secara

langsung kepada siswa, melainkan siswa harus aktif menelaah materi logika

matematika, menemukan masalah, mencari solusi atau alternatif dari

masalah tersebut. Dari kegiatan tersebut, akan memunculkan beberapa

pertanyaan, ide ataupun sanggahan dari siswa yang lain. Di samping itu

siswa akan lebih mudah dalam memahami materi pelajaran. Pada

pembelajaran berbasis masalah, pemecahan suatu masalah bisa dilakukan

dengan membentuk kelompok. Dalam diskusi kelompok setiap siswa

berhak mengeluarkan ide-idenya untuk memecahkan masalah, hal itu akan

memancing siswa untuk selalu berpikir secara aktif dalam pembelajaran.

Selain itu pembelajaran berbasis masalah mempunyai sifat yaitu menirukan

peran orang dewasa dalam menangani masalah dalam kehidupan sehari-

hari, sehingga dari sini dapat diketahui bahwa siswa mempunyai tanggung

jawab yang besar terhadap ilmu pengetahuan, yang pada akhirnya

memunculkan kesadaran dari dalam diri siswa untuk memperoleh prestasi

yang lebih baik. Melalui pembelajaran berbasis masalah akan membantu

dalam pengembangan sikap ilmiah siswa, rasa tanggung jawab siswa

terhadap ilmu pengetahuan, hal itu dikarenakan siswa telah terbiasa untuk

aktif berpikir, baik pada waktu proses pembelajaran atau mengeluarkan

Page 51: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

51

pendapatnya pada waktu berdiskusi. Model pengajaran ini, dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa, karena siswa dilibatkan secara aktif

dalam proses pembelajaran.

Belajar matematika merupakan suatu aktivitas mental yang tinggi yang

berkaitan dengan penalaran untuk memahami arti dan hubungan-hubungan

serta simbol-simbol kemudian diterapkannya dalam masalah. Belajar

matematika dengan pembelajaran berbasis masalah, dinilai akan lebih

mudah, hal itu dikarenakan pembelajaran berbasis masalah memaksimalkan

keaktifan siswa untuk aktif berpikir, memahami dan memecahkan masalah

dalam matematika. Melalui pembelajaran berbasis masalah , siswa akan

terlatih untuk aktif berfikir sehingga tidak akan merasa sulit dalam

memecahkan masalah matematika.

Salah satu faktor yang cukup penting yang berpengaruh pada prestasi

belajar siswa yaitu adalah faktor IQ siswa. Dengan adanya perbedaan

tingkat IQ pada siswa maka prestasi belajar siswa akan memperoleh hasil

yang berbeda. Siswa yang mempunyai IQ tinggi akan mempunyai prestasi

belajar yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ sedang dan IQ

rendah. Kecerdasan intelektual (IQ) merupakan karakteristik yang melekat

pada setiap siswa, karena IQ merupakan sifat bawaan atau keturunan dari

keluarga yang dibawa sejak lahir.

Melalui pembelajaran berbasis masalah, kemungkinan hasil belajar

siswa akan lebih baik. Hal itu disebabkan keaktivan siswa pada waktu

Page 52: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

52

proses pembelajaran, sehingga siswa akan lebih mudah dalam memahami

materi dan memecahkan masalah dalam matematika. Di samping itu,

konsep matematika yang bersifat abstrak, akan dapat dipahami dengan baik

apabila siswa telah terlatih berpikir aktif dan kreatif serta jika siswa

mempunyai motivasi yang baik untuk mau belajar tekun dan memahami

materi dengan baik. Melalui keaktivan siswa dalam proses pembelajaran

dan kekreatifan dalam mengeluarkan ide-ide untuk memecahkan masalah

dan kesadaran serta rasa tanggung jawab yang baik, pembelajaran berbasis

masalah dinilai lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

Diskusi kelas juga merupakan salah satu model pengajaran yang

berpusat pada siswa. Melalui model pengajaran ini, siswa juga diarahkan

untuk memecahkan soal secara berkelompok dalam satu kelas. Banyak

dukungan teoritis untuk penggunaan diskusi berasal dari bidang-bidang

yang dipelajari oleh para pakar lewat pelajaran bahasa, proses komunikasi

dan pola pertukaran. Untuk memikirkan peran bahasa, dapat dipikirkan

bahwa dalam berbagai situasi dalam kehidupan sehari-hari bahwa

kesuksesan banyak bergantung pada penggunaan bahasa dan komunikasi.

Akan tetapi pada diskusi kelas jika pada suatu kelompok terdapat

miskonsepsi yang terjadi antar siswa, maka akan menimbulkan kesalahan

konsep pada suatu materi pelajaran.

Belajar matematika dengan model pengajaran ini, dikhawatirkan akan

terjadi miskonsepsi antar siswa, karena pada model pengajaran ini

Page 53: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

53

menekankan pada komunikasi antar siswa. Konsep matematika yang

bersifat abstrak akan sulit untuk dipahami jika komunikasi yang kurang

jelas terjadi sehingga menimbulkan kekeliruan dalam pemahaman konsep.

Melalui model pengajaran diskusi kelas, kemungkinan hasil belajar

siswa tidak akan lebih baik jira dibanding dengan pembelajaran berbasis

masalah. Beberapa materi matematika juga akan merasa sulit untuk

dipahami, dan bisa terjadi kesalahan konsep jika siswa tidak dapat

berkomunikasi dengan baik, misalnya bahasa yang digunakan dalam

berkomunikasi kurang bisa dipahami oleh temannya yang lain, sehingga

teman dalam kelompoknya tersebut salah menafsirkan bahan yang

didiskusikan. Sehingga melalui model pengajaran ini, dinilai kurang efektif

untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

Dari pemaparan mengenai pembelajaran Berbasis Masalah dan

Diskusi Kelas jika dikaitkan dengan IQ, kemungkinan pembelajaran

Berbasis Masalah lebih baik dari pada Diskusi Kelas, baik untuk siswa yang

mempunyai IQ tinggi, sedang ataupun rendah. Hal itu disebabkan karena

dalam pembelajaran Berbasis Masalah setiap siswa berhak mengeluarkan

ide-idenya untuk memecahkan masalah, hal itu akan memancing siswa

untuk berfikir kritis dan aktif dalam pembelajaran, hal tersebut berkaitan

dengan IQ siswa karena berhubungan dengan proses berpikir siswa. Siswa

yang mempunyai IQ tinggi akan dapat berpikir lebih kritis dan lebih cepat

dari pada IQ sedang dan rendah. Selain itu pembelajaran berbasis masalah

Page 54: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

54

mempunyai sifat yaitu menirukan peran orang dewasa dalam menangani

masalah dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dari sini dapat diketahui

bahwa siswa mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap ilmu

pengetahuan, yang pada akhirnya memunculkan kesadaran dari dalam diri

siswa untuk memperoleh prestasi yang lebih baik. Hal tersebut tidak

memerlukan IQ yang tinggi, karena suatu kesadaran untuk berusaha bisa

dimiliki oleh siswa yang mempunyai IQ sedang dan rendah.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah dugaan sementara yang diperkirakan oleh peneliti.

Pembelajaran berbasis masalah adalah model pengajaran yang menekankan

pada keaktifan siswa. Berdasarkan kajian pustaka, kerangka pemikiran dan

rumusan masalah, peneliti mengemukakan hipotesis dalam penelitian ini

adalah:

1. Pembelajaran Berbasis Masalah memberikan prestasi belajar

matematika yang lebih baik daripada diskusi kelas.

2. Siswa IQ tinggi akan mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik

dari pada siswa yang mempunyai IQ sedang dan rendah, pada siswa

yang mempunyai IQ sedang akan mempunyai prestasi belajar

matematika lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ rendah.

3.

Page 55: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

55

3. a. Pada siswa yang mempunyai IQ tinggi, pembelajaran berbasis

masalah memberikan rataan prestasi belajar matematika lebih baik

daripada diskusi kelas

b. Pada siswa yang mempunyai IQ sedang model pengajaran

berbasis masalah memberikan rataan prestasi belajar matematika

lebih baik daripada diskusi kelas

c. Pada siswa yang mempunyai IQ rendah model pengajaran

berbasis masalah memberikan rataan prestasi belajar matematika

lebih baik daripada diskusi kelas.

Page 56: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

56

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian yang dimaksud adalah lokasi atau daerah dimana

penelitian itu diadakan. Adapun penelitan ini diadakan di SMA Negeri di

Kabupaten Magetan. Pemilihan tempat ini diadakan dengan pertimbangan

sebagai berikut.

1. Kurikulum di SMA Negeri di Kabupaten Magetan kelas X

menggunakan KBK, yang sesuai dengan model pengajaran yang

peneliti gunakan.

2. Jumlah siswa kelas X yang cukup banyak dalam setiap kelasnya,

sehingga bisa mewakili populasi.

3. Nilai rata-rata matematika UAN tahun pelajaran 2006/ 2007 di

salah satu SMA Negeri di Kabuaten Magetan yaitu SMA N 1

Barat paling rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata mata

pelajaran lain. Nilai rata-rata UAN pada tahun ajaran 2006/ 2007

untuk mata pelajaran Matematika adalah 7,44, nilai rata-rata mata

pelajaran Bahasa Inggris adalah 8,89 dan nilai rata-rata mata

pelajaran Bahasa Indonesia adalah 8,42.

Waktu yang digunakan untuk pembuatan proposal dan penelitian

adalah lima bulan, yaitu pada bulan November dan Desember 2009,

Page 57: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

57

Januari, Februari dan Maret tahun 2010, dimana jadwal penelitian adalah

sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

a. Penyusunan Proposal : Minggu ke-1,2,3,4 bulan November dan

minggu ke-1,2 bulan Desember 2009.

b. Penyusunan Instrumen : Minggu ke-3,4 bulan Desember 2009

c. Ijin Penelitian di Sekolah : Minggu ke-1 bulan Januari 2010

2. Tahap Pelaksanaan

a. Penelitian di sekolah : Minggu ke-2 bulan Januari sampai minggu

kedua bulan Maret 2010

b. Uji coba instrumen : Minggu ke-1 bulan Maret 2010

c. Tes Prestasi : Minggu ke-3 dan ke-4 bulan Maret 2010

3. Tahap Akhir

a. Analisis Data : Bulan April 2010

b. Ujian Tesis : Bulan Juli 2010

B. Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental semu. Peneliti

memberikan perlakuan yang berbeda pada dua sampel penelitian, yaitu

pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas. Kedua kelompok tersebut

diasumsikan mempunyai kemampuan awal yang sama sehingga hasil

penelitian adalah hasil dari perlakuan yang diberikan peneliti.

Page 58: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

58

Kedua kelompok tersebut diasumsikan sama dalam segi yang relevan

dan hanya berbeda dalam penggunaan model pengajaran matematika.

Adapun langkah-langkah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan populasi

2. Menentukan sekolah untuk dijadikan sampel penelitian, yang terdiri

dari tiga sekolah dan satu sekolah untuk uji coba instrumen

3. Menentukan sampel penelitian secara random, membagi sampel

menjadi dua kelompok, untuk diberikan perlakuan yang berbeda

4. Dilakukan pengambilan data tentang IQ siswa dengan cara tes IQ yang

dikategorikan menjadi tiga tingkat, yaitu tinggi, sedang dan rendah.

5. Kelompok I diberi pengajaran dengan pembelajaran berbasis masalah

dan kelompok II diberi model pengajaran diskusi kelas

6. Melakukan tes tentang materi Logika Matematika untuk mengetahui

hasil belajar siswa dengan menggunakan kedua model pengajaran

tersebut

7. Melakukan analisis data untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar

siswa pada materi logika matematika, yang ditinjau dari perbedaan

penggunaan model pengajaran, tingkat IQ dan pengaruh interaksi

model pengajaran dan tingkat kecerdasan siswa terhadap prestasi

belajar siswa.

Page 59: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

59

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono.2007:55). Populasi pada penelitian ini adalah

siswa kelas X SMA Negeri Kabupaten Magetan, yang terdiri atas :

a. SMA N 1 Magetan

b. SMA N 2 Magetan

c. SMA N 3 Magetan

d. SMA N 1 Plaosan

e. SMA N 1 Parang

f. SMA N 1 Sukomoro

g. SMA N 1 Maospati

h. SMA N 1 Kawedanan

i. SMA N 1 Barat

j. SMA N 1 Karas

2. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel penelitian diambil secara random, maksudnya masing-masing

sampel mempunyai peluang yang sama untuk diambil. Populasi pada

penelitian ini terdiri atas siswa siswa kelas X dari SMA Negeri se-

Kabupaten Magetan.

Salah satu cara menentukan teknik pengambilan sampel adalah dengan

Stratified Random Sampling. Teknik pengambilan sampel tersebut

dilakukan dengan melakukan stratifikasi atas sampel-sampel yang terdiri

atas kelompok-kelompok yang merupakan anggota dari populasi. Teknik ini

dapat dijelaskan sebagai berikut:

Page 60: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

60

a. Mengambil populasi yang terdiri atas siswa kelas X SMA Negeri

Kabupaten Magetan

b. Dari populasi itu diambil sekolah yang menjadi anggota populasi, dan

dilakukan stratifikasi atas sekolah-sekolah SMA Negeri di Kabupaten

Magetan yang menjadi 3 kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Hal

tersebut bertujuan agar sampel yang diambil dapat terwakili dari siswa

yang mempunyai IQ tinggi, sedang dan rendah.

c. Dari sepuluh sekolah yang sudah diperingkat tersebut dilakukan

pengambilan secara random satu sekolah dari masing-masing

tingkatan tersebut untuk dijadikan sampel penelitian, dan satu sekolah

untuk tingkatan IQ sedang untuk sekolah uji instrumen.

d. Dari pengundian tersebut peneliti memperoleh empat sekolah yaitu

misalnya SMAN 1 Maospati mewakili sekolah tingkatan IQ tinggi,

SMAN 1 Barat, mewakili sekolah tingkatan IQ sedang, SMAN 1

Kawedanan mewakili sekolah tingkatan IQ rendah dan SMAN 1 Karas

untuk uji instrumen. Pembelajaran Berbasis Masalah dikenakan pada

kelas XF SMAN 1 Maospati, kelas X3 SMAN 1 Barat dan kelas X5

SMAN 1 Kawedanan. Diskusi Kelas dikenakan pada kelas XH SMAN

1 Maospati, X1 SMAN 1 Barat, dan kelas X6 SMAN 1 Kawedanan,

Sedangkan kelas X4 SMAN 1 Karas sebagai uji coba soal.

Page 61: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

61

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas dan satu variabel

terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pengajaran dan IQ

siswa. Adapun kedua variabel bebas akan dijelaskan sebagai berikut :

a Variabel Bebas

1. Model Pengajaran (variabel eksperimen)

1. Model Pengajaran menggambarkan kerangka konseptual yang

mendeskripsikan dan melukis prosedur yang sistematik dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar dan sebagai pedoman

bagi perencanaan pengajaran bagi para guru dalam melaksanakan

aktifitas pembelajaran.

2. Indikator: berupa sintaksis dari masing-masing model pengajaran

3. Skala Pengukuran : nominal dengan dua kategori

4. Simbol : A

a 1 = pembelajaran berbasis masalah

a 2 = diskusi kelas

2. IQ Siswa (variabel atribut)

1. IQ siswa digunakan sebagai penentu kemampuan orang untuk

belajar, untuk mencapai prestasi akademik.

2. Indikator : Skor hasil tes IQ siswa

Page 62: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

62

3. Skala Pengukuran : Interval, diubah menjadi skala ordinal dengan

tiga kategori sebagai berikut :

Pengelompokan IQ siswa :

Tabel 3.1 Pengelompokan IQ siswa

Simbol Interval Keterangan

B1 X ³ X + 21

s Tinggi

B2 X - 21

s < X < X + 21

s Sedang

B3 X £ X - 21

s Rendah

4. Simbol : B

Keterangan :

b1 = IQ tinggi

b2 = IQ sedang

b3 = IQ rendah

s = standar deviasi

X = skor siswa

X = rerata skor seluruh siswa

b Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi belajar siswa.

Adapun variabel terikat akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Prestasi belajar matematika adalah hasil tes prestasi belajar

matematika siswa pada materi logika matematika

2. Skala pengukuran : interval

Page 63: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

63

3. Indikator : Nilai tes siswa materi logika matematika pada siswa yang

diajar dengan kedua model pengajaran.

4. Simbol : AB

2. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial 2 x 3, dengan

maksud untuk mengetahui pengaruh dua variabel bebas terhadap variabel

terikat.

Tabel . 3.2 Rancangan Penelitian

IQ (B)

Model Pengajaran(A)

Tinggi (b1) Sedang (b2) Rendah

(b3)

Pembelajaran Berbasis

Masalah (a1)

11ab 12ab 13ab

Diskusi Kelas (a2) 21ab 22ab 23ab

3. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan instrumen tes dan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pada penelititan ini setiap satu RPP

digunakan untuk satu pertemuan, sehingga terdapat delapan RPP untuk

delapan pertemuan. Tes yang digunakan pada penelitian ini adalah tes

prestasi belajar yang digunakan untuk mengetahui hasil atau nilai dari

pembelajaran yang telah diberikan pada kedua kelompok. Tes yang dibuat

Page 64: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

64

memuat materi yang diajarkan yaitu materi logika matematika. Sedangkan

untuk hasil IQ, peneliti hanya mengambil data hasil tes IQ dari sekolah.

Pada penyusunan tes prestasi belajar adalah sebagai berikut :

a. Membuat kisi-kisi soal tes prestasi belajar

b. Menyusun soal tes prestasi belajar

c. Mengadakan uji coba soal tes prestasi belajar

4. Uji Coba Instrumen

Setelah instrumen tes tersebut dibuat, lalu instrumen diujicobakan

pada siswa di sekolah yang dipilih sebagai sekolah uji coba. Dari hasil uji

coba, lalu dianalisa untuk mengetahui apakah tes yang telah dibuat valid

reliabel, konsisten, mempunyai tingkat kesukaran dan daya pembeda yang

sesuai atau tidak.

a Uji Validitas

Suatu tes dikatakan valid jika mengukur apa yang seharusnya diukur.

(Allen dan Yen. dalam Budiyono.2004:55). Dalam penelitian ini butir

instrumen dikatakan valid menurut validitas isi jika validator setuju dengan

semua kriteria yang ditentukan sehingga butir telah sesuai dengan semua

kriteria yang ditentukan. Kriteria tersebut meliputi kesesuaian butir soal

dengan pokok bahasan, kesesuaian butir soal dengan kisi-kisi, soal tidak

terlalu mudah dan tidak terlalu sukar, kalimat soal mudah dipahami, dan

item soal tidak bermakna ganda.

Page 65: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

65

b Uji Reliabilitas

Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi

jika tes tersebut memberikan hasil yang tetap. Masalah reliabel tes berkaitan

dengan ketetapan hasil tes. Kata reliabel sering disebut terpercaya,

terandalkan, konsisten, ajeg. Suatu reliabilitas alat ukur atau alat evaluasi

dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang sama

(konsisten, ajeg). Uji reliabilitas pada soal tes menggunakan teknik Kuder-

Richardson, yaitu sebagai berikut :

÷÷ø

öççè

æ -÷øö

çèæ

-= å

2t

ii2t

11s

qps

1nn

r

(Budiyono, 2003 : 69)

dengan :

11r : indeks reliabilitas instrumen

n : banyaknya butir instrumen

pi : proporsi banyaknya subjek yang menjawab benar pada butir ke-i

qi :1- pi 2ts : variansi total

Sebuah instrumen mempunyai reliabilitas yang tinggi jika derajat

kesalahannya kecil. Hasil perhitungan dan uji reliabilitas kemudian

diinterpretasikan ke dalam kriteria reliabilitas sebagai berikut :

0,80 £ r11£ 1,00 : sangat tinggi

0,60 £ r11< 0,80 : tinggi

0,40 £ r11 < 0,60 : cukup

Page 66: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

66

0,20 £ r11< 0,40 : rendah

0,00 £ r11 < 0,20 : sangat rendah

Pada penelitian ini, butir soal yang dianggap reliabel jika berada pada

kategori tinggi dan sangat tinggi, sehingga butir soal yang dipakai adalah

butir soal yang mempunyai indeks reliabilitas lebih besar dan sama dengan

0,6.

c Tingkat Kesukaran

Derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang

disebut dengan indeks kesukaran. Bilangan tersebut adalah bilangan real

pada interval 0,00 sampai dengan 1,00. soal dengan indeks kesukaran

mendekati 0,00 berarti butir tersebut terlalu sukar, sebaliknya soal yang

mendekati 1,00, butir soal tersebut terlalu mudah. Tingkat kesukaran butir

soal adalah proporsi banyaknya peserta yang menjawab benar butir soal

tersebut terhadap seluruh peserta tes. Indek kesukaran diberi simbol P, yang

merupakan singkatan dari proporsi. Rumus untuk mencari P adalah sebagai

berikut :

JSB

P =

(Suharsimi Arikunto. 2003:208)

Keterangan :

P : Indeks Kesukaran

Page 67: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

67

B

JS

:

:

Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar

Jumlah seluruh siswa peserta tes.

Klasifikasi untuk indeks kesukaran yang paling banyak digunakan adalah :

0,00 £ P < 0,30 soal sukar

0,30 £ P < 0,70 soal sedang

0,70 £ P £ 1,00 soal mudah

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu

sukar. Soal yang sukar dampak positifnya akan melatih siswa untuk

berpikir lebih tinggi, sedangkan dampak negatifnya akan membuat siswa

putus asa. Sedangkan soal mudah dampak positifnya akan membuat siswa

lebih semangat dalam mengerjakan sedangkan dampak negatifnya kurang

dapat merangsang siswa untuk berfikir tingkat tinggi. Pada penelitian ini,

butir soal yang digunakan adalah butir soal yang mempunyai indeks

kesukaran antara 0,30 sampai 0,70.

e. Daya Pembeda

Daya Pembeda dari sebuah butir instrumen adalah kemampuan butir

soal itu untuk membedakan antara siswa yang mempunyai kemampuan

tinggi dengan siswa yang mempunyai kemampuan rendah. Derajat daya

pembeda dinyatakan dengan Indeks Diskriminasi (D), yang bernilai -1,00

sampai 1,00. Indeks diskriminasi makin mendekati 1,00 berarti daya

pembeda soal tersebut makin baik, sebaliknya jika mendekati 0,00 daya

pembeda makin buruk.

Page 68: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

68

Indeks diskriminasi bernilai negatif berarti siswa yang mempunyai

kemampuan rendah banyak menjawab benar untuk soal tersebut, sedangkan

siswa yang pandai banyak yang salah dalam menjawab soal tersebut. Jika

nilai indeks diskriminasi 0,00 berarti tidak ada daya pembeda, sehingga

siswa yang pandai dan siswa yang tidak pandai menjawab benar untuk soal

tersebut, atau menjawab salah soal tersebut.

Seluruh siswa yang akan tes, dikelompokkan menjadi dua kelompok,

yaitu kelompok atas dan kelompok bawah. Kelompok atas terdiri dari siswa

yang pandai, sedangkan kelompok bawah terdiri dari siswa yang tidak

pandai. Rumus yang digunakan untuk menghitung daya pembeda adalah

sebagai berikut :

BAB

B

A

A PPJ

B

J

BD -=-=

(Suharsimi Arikunto. 2003:213)

Keterangan :

D

J

JA

JB

BA

BB

:

:

:

:

:

Daya Pembeda

Jumlah peserta tes

Jumlah siswa kelompok atas

Jumlah siswa kelompok bawah

Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar

Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar

Page 69: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

69

Klasifikasi untuk daya pembeda yang paling banyak digunakan adalah :

0,00 < D

0,20 < D

0,40 < D

0,70 < D

£

£

£

£

0,20

0,40 0,70 1,00

Jelek

Cukup

Baik

Sangat baik

Pada penelitian ini, butir soal yang digunakan adalah butir soal yang

mempunyai indeks diskriminan lebih dari 0,4.

5. Metode Pengumpulan Data

a. Metode Tes

Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mengumpulkan

data adalah metode tes. Tes yang dilakukan ada dua jenis tes yaitu tes IQ,

yang digunakan untuk mengetahui tingkat kecerdasan siswa dan Tes

prestasi belajar, yang digunakan untuk mengetahui hasil belajar setelah

kedua kelompok diberi perlakuan yang berbeda.

Idrakusumah (1975:27), (dalam Erman Suherman. 1993:10)

menyebutkan bahwa tes adalah “suatu alat atau prosedur yang sistematik

dan objektif untuk memperoleh data atau keterangan tentang seseorang,

dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat”. Untuk tes IQ, peneliti

mengambil data hasil tes IQ siswa dari sekolah penelitian. Sedangkan tes

prestasi belajar berupa pertanyaan tentang materi logika matematika, berupa

pilihan ganda dengan 5 pilihan jawaban dan berjumlah 30 soal, yang mana

Page 70: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

70

skor pada tiap soal adalah 1, sehingga nilai totalnya adalah 30, dan nilainya

adalah jumlah benar dibagi jumlah soal.

b. Metode Dokumentasi

Menurut Budiyono (2003 : 54) “Metode dokumentasi adalah cara

pengumpulan data dengan melihatnya dalam dokumen yang telah ada.

Dokumen biasanya merupakan dokumen resmi yang telah terjamin

keakuratannya”. Penggunaan metode dokumentasi pada penelitian ini

adalah untuk mendapatkan data tentang nilai ujian akhir semester I siswa

kelas X pada pelajaran matemátika dan data hasil tes IQ siswa. Data nilai

ujian akhir semester I pada pelajaran matemátika kelas X digunakan untuk

mengetahui apakah antara kedua kelompok mempunyai keadaan awal yang

sama, sehingga hasil belajar adalah dari perlakuan yang diberikan secara

berbeda pada kedua kelompok. Data IQ digunakan untuk menentukan

kriteria IQ siswa pada pengelompokan kriteria IQ, yang terdiri atas IQ

tinggi, IQ sedang dan IQ rendah. Data IQ diambil dari hasil tes IQ yang

telah diadakan di sekolah.

E. Teknik Analisis Data

1. Uji Keseimbangan

Uji keseimbangan digunakan untuk melihat apakah kedua kelompok

dalam keadaan seimbang sebelum dilakukan penelitian, sehingga dapat

diketahui bahwa kedua kelompok mempunyai kemampuan awal yang sama.

Page 71: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

71

Data yang digunakan untuk melakukan uji ini adalah data nilai Ujian Akhir

Semester I, mata pelajaran matematika. Uji yang digunakan untuk uji

keseimbangan adalah uji t. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

a. Hipotesis

H0 : m 1 = m 2 (populasi-populasi seimbang)

H1 : m 1 ¹ m 2 (populasi-populasi tidak seimbang)

b. Taraf signifikan (a ) = 0,05

c. Statistik uji yang digunakan :

t =

21

21

11

)(

nns

XX

p +

- ~ t( n1+n2-2) dengan

2

)1()1(

21

222

2112

-+-+-

=nn

snsns p

Keterangan :

t : t hitung ; t ~ t( n1+n2-2)

1X : rata-rata ulangan akhir semester I kelas X mata pelajaran

matematika yang diajar dengan pembelajaran berbasis

masalah

2X : rata-rata nilai ulangan akhir semester I kelas X mata

pelajaran matematika yang diajar dengan diskusi kelas

n1 : ukuran sampel kelompok yang diajar dengan pembelajaran

berbasis masalah

n2 : ukuran sampel kelompok yang diajar dengan diskusi kelas

Page 72: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

72

21s : variansi kelompok yang diajar dengan pembelajaran berbasis

masalah

22s : variansi kelompok yang diajar dengan diskusi kelas

2ps : variansi gabungan antara kelompok yang diajar dengan

pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

d. Daerah Kritik

DK = { t / t < ─)2(;

2 21 -+nnta atau t >

)2(;2 21 -+nn

ta }

e. Keputusan uji

H0 ditolak jika t Î DK, dan H0 diterima jika tÏDK.

f. Kesimpulan

Kesimpulan bisa dilihat dari keputusan uji, yaitu ditolak atau diterimanya

H0.

(Budiyono, 2004 : 151)

2. Uji Prasyarat

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah suatu populasi

berdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini, peneliti melakukan uji

normalitas dengan menggunakan metode Lilliefors. Uji normalitas dengan

metode Lilliefors digunakan apabila datanya tidak berbentuk distribusi

frekuensi bergolong. (Budiyono.2004:170). Untuk menguji normalitas ini

digunakan metode Lilliefors.

Page 73: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

73

Langkah-langkahnya sebagai berikut :

1) Hipotesis

H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

2) Taraf signifikan (a ) = 0,05

3) Statistik uji yang digunakan :

L = max │F(zi) - S (zi)│

Keterangan:

F(zi) = P(Z≤zi), Z ~ N(0,1)

Zi : skor standar, s

XXz i

i

)( -=

s : standar deviasi

S(zi) : proporsi cacah Z ≤ zi terhadap seluruh cacah z

Xi : skor responden

4) Daerah kritik (DK)

DK = {L│L > Lα:n } dengan n adalah ukuran sampel.

Lα:n diperoleh dari tabel Lilliefors

5) Keputusan uji

H0 ditolak jika Z Î DK

6) Kesimpulan

Kesimpulan bisa dilihat dari hasil H0 pada keputusan uji

(Budiyono, 2004 : 170)

Page 74: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

74

Daerah kritik untuk uji ini adalah DK = { L | L > Lα;n } dengan n

adalah ukuran sampel. Untuk beberapa α dan n, nilai Lα;n dapat dilihat

pada tabel lampiran nilai kritik uji Lilliefors (tabel 7. Budiyono. 2004:319)

Jika L Î DK, maka Ho ditolak Jika L Ï DK, maka Ho tidak ditolak

(diterima).

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah populasi-populasi

mempunyai variansi-variansi yang sama atau tidak. Untuk menguji

homogenitas, digunakan metode Barltlet, dengan langkah-langkah sebagai

berikut :

1) Hipotesis

H0 : 22

21 ss = = …= 2

ks (populasi-populasi homogen)

H1 : Paling tidak ada satu i dan satu j sehingga 22ji ss ¹ dengan

i≠j

2) Taraf Signifikansi ( α ) = 0,05

3) Statistik Uji yang digunakan :

úû

ùêë

é-=c å

=

k

1j

2jj

2 SlogfRKGlog.fC303,2

Keterangan: χ2~ χ2(k-1)

k : banyaknya populasi

f : derajat kebebasan untuk RKG = N - k

Page 75: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

75

N : banyaknya seluruh nilai ( pengukuran ).

fj : derajat kebebasan untuk Sj2 = nj - 1

j : l, 2, ..., k

nj : cacah pengukuran pada sampel ke-j

c = úúû

ù

êêë

é-

-+ å ffk j

11)1(3

11

RKG = åå

j

i

f

SS

( )å å-=

j

jjj n

XXSS

2

2

4) Daerah Kritik (DK)

DK={ }1:222

-> kaccc

5) Keputusan Uji

Ho ditolak jika χ 2 Î DK

6) Kesimpulan

Kesimpulan bisa dilihat dari hasil H0 pada keputusan uji.

(Budiyono, 2004 : 176-177)

3. Uji Hipotesis

Dalam penelitian ini digunakan analisis variansi dua jalan dengan

jumlah sel tak sama. Adapun langkah-langkah untuk pengujian ini adalah

sebagai berikut :

Model analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama adalah :

Xijk = ijkijji eabbam ++++ )(

Page 76: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

76

Keterangan :

Xijk : data (nilai) ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j

µ : rerata dari seluruh data (rerata besar)

αi : efek baris ke-i pada variabel terikat

βj : efek kolom ke j pada variabel terikat

(αβ)ij : kombinasi efek baris ke-i dan kolom k-j pada variabel

terikat

εijk : Deviasi data Xijk terhadap rataan populasinya (µijk) yang.

berdistribusi normal dengan rataan 0

i : 1, 2

1 : model pengajaran pembelajaran berbasis masalah..

2 : model pengajaran diskusi kelas.

j : 1, 2, 3

1 : IQ rendah

2 : IQ sedang

3 : IQ tinggi

k : 1, 2, ..., nij ; nij : cacah data amatan pada setiap sel.

(Budiyono, 2004 : 228)

a Hipotesis :

Baris menyatakan variabel (faktor A) yang mempunyai nilai a1, a2. dan

kolom menyatakan variabel(faktor B) yang mempunyai nilai b1,b2,b3.

Page 77: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

77

HoA : 0=ia untuk setiap i = 1,2 (tidak ada perbedaan efek antara

baris terhadap variabel terikat)

H1A : paling sedikit ada satu ia yang tidak nol (ada perbedaan efek

antar baris terhadap variabel terikat)

HoB : 0=jb untuk setiap j = 1,2,3 (tidak ada perbedaan efek antara

kolom terhadap variabel terikat)

H1B : paling sedikit ada satu jb yang tidak nol (ada perbedaan efek

antar kolom terhadap variabel terikat)

HoAB : ij)(ab =0 untuk setiap i = 1,2 dan j = 1,2,3 (tidak terdapat

interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat)

H1AB : paling sedikit ada satu ij)(ab yang tidak nol (terdapat interaksi

baris dan kolom terhadap variabel terikat).

b Komputasi

Pada analisis variansi dua jalan sel tak sama notasi dan tata letak data

amatan diberikan pada tabel berikut :

Tabel.3.3

Data Amatan, Rataan dan Jumlah Kuadrat Deviasi

IQ(B)

Model Pengajaran (A)

b1 b2 b3

n11 n12 n13 ΣX11k ΣX12k ΣX13k

1a

X 11 X 12 X 13

Page 78: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

78

Tabel . 3.4

Rataan dan Jumlah Rataan

B

A

b1 b2 b3 Total

a1 11AB 12AB 13AB A1

a2 21AB 22AB 23AB A2

Total B1 B2 B3 G

dengan :

nij = ukuran sel ij (sel pada baris ke-i dan kolom ke-j)

= banyaknya data amatan pada sel ij

= frekuensi sel ij

hn = rataan harmonik frekwensi sel å

ji ijn

pq

,

1

N=åji

ijn,

= banyak seluruh data amatan

SSij=åk

ijkX 2 - ijk

kijk

n

Xå 2)( = jumlah kuadrat deviasi data amatan pada sel ij

ΣX211k ΣX2

12k ΣX213k

C11 C12 C13 SS11 SS12 SS13 n21 n22 n23 ΣX21k ΣX22k ΣX23k

X 21 X 22 X 23 ΣX2

21k ΣX222k ΣX2

23k

C21 C22 C23

2a

SS21 SS22 SS2 3

Page 79: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

79

ijAB = rataan pada sel ij

Ai = åj

ijAB = jumlah rataan baris ke-i

Bj = åi

ijAB = jumlah rataan kolom ke-j

G = åji

ijAB,

= jumlah rataan semua sel

sehingga :

(1)pgG 2

(3) =åi

i

q

A 2

(5) =åji

ijAB,

2

(2) = åji

SSij,

;

(4) = ;2

åj p

Bj

Jumlah Kuadrat

JKA = hn {(3)-(1)}

JKB = hn {(4)-(1)}

JKAB = hn {(1)+(5) - (3) – (4)}

JKT = JKA + JKA + JKAB + JKG

Derajat Kebebasan (dk)

dkA = p - 1

dkB = q-1

dkAB = (p – 1) (q-1)

dkT = N-1

Page 80: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

80

dkG = N - pq

RKA = dkAJKA

RKAB = dkABJKAB

RKB = dkBJKB

RKG = dkGJKG

Statistik ujinya adalah :

Fa = RKGRKA

Fb = RKGRKB

Fab = RKGRKAB

Daerah Kritik :

Daerah Kritik untuk Fa adalah DK = {Fa Fa> pqNpF -- ,1;a }

Daerah Kritik untuk Fb adalah DK = {Fb Fb > pqNqF -- ,1;a }

Daerah Kritik untuk Fab adalah DK = {Fab Fab > }),)(1( pqNpqNqF ---a

Tabel 3.5

Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama.

Sumber JK dk RK Fobs. Fα

A(baris) JKA dkA RKA Fa pqNpF -- ,1;a

B(kolom) JKB dkB RKB Fb pqNqF -- ,1;a

AB JKAB dkAB RKAB Fab }),)(1( pqNpqNqF ---a

Galat JKG dkG RKG - -

Total JKT dkT - - -

c. Uji Lanjut Pasca Anava

Uji lanjut pasca anava adalah tindak lanjut dari analisis variansi, jika

hasil analisis variansi menunjukkan hipotesis nol ditolak. Tujuannya untuk

Page 81: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

81

melakukan pelacakan terhadap perbedaan rerata setiap pasangan kolom,

baris dan setiap pasangan sel. Metode komparasi ganda yang dipakai adalah

metode Scheffe. Langkah-langkah komparasi ganda dengan metode Scheffe

pada analisis variansi dua jalan terdapat empat macam komparasi.

Komparasi ganda tersebut antara lain :

a. Komparasi ganda baris ke-i dan baris ke-j

b. Komparasi ganda kolom ke-i dan kolom ke-j

c. Komparasi ganda sel ij dan sel kj

d. Komparasi ganda sel ij dan sel ik

Karena pada penelitian ini pada rancangan penelitian hanya

mempunyai 2 baris, yaitu pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas,

maka tidak perlu dilakukan komparasi antar baris.

a. Komparasi Rataan Antar Kolom.

Uji Sceffe untuk komparasi rataan antar kolom adalah :

÷÷ø

öççè

æ+

-=-

ji

jiji

nnRKG

XXF

..

2..

..11

)(

Daerah Kritik adalah :

Dk = { F l F >(q-1) pqNqF -- ,1;a }.

Page 82: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

82

b. Komparasi Rataan antar sel pada kolom yang sama.

÷÷ø

öççè

æ+

-=-

kjij

kjijkjij

nnRKG

XXF

11

)( 2

jkijF - = nilai F observasi pada pembanding rataan pada sel ij dan sel kj.

ijX = rataan pada sel ij.

jkX = rataan pada sel jk.

RKG = Rataan Kuadrat Galat .

ijn = ukuran sel ij.

kjn = ukuran sel kj.

DK = { F l F >(pq-1) pqNpqF -- ,1;a }.

c. Komparasi Rataan antar sel pada baris yang sama.

÷÷ø

öççè

æ+

-=-

ikij

ikijikij

nnRKG

XXF

11

)( 2

Dengan Daerah Kritik :

DK = { F l F >(pq-1) pqNpqF -- ,1;a }.

Page 83: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

83

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Uji Coba Instrumen

1. Uji Validitas Isi

Tes prestasi belajar matematika materi logika matematika terdiri dari

35 soal. Soal tes tersebut berbentuk pilihan ganda dengan 5 pilihan

jawaban. Melalui dua orang validator yaitu Tutik Sri Sulasmini S.Pd dan

Dra. Endang Sudjajati, yang mana kedua orang tersebut adalah guru di

sekolah penelitian yang telah mempunyai pengalaman mengajar lebih dari

15 tahun dan sudah tersertifikasi. Dari kedua validator ke-35 soal tes

prestasi belajar dinyatakan valid karena dinilai telah memenuhi kisi-kisi

soal. (Tabel lembar validator ada pada Lampiran 5)

2. Uji Reliabilitas

Suatu reliabilitas alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai

suatu alat yang memberikan hasil yang sama (konsisten atau ajeg). Uji

reliabilitas pada soal tes menggunakan teknik Kuder-Richardson. Hasil uji

reliabilitas instrumen terhadap 32 responden memberikan hasil 11r = 0,92.

Dari hasil tersebut bisa diketahui bahwa instrumen tes reliabel. (Tabel uji

reliabilitas pada Lampiran 6)

Page 84: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

84

3. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran butir soal adalah proporsi banyaknya peserta yang

menjawab benar butir soal tersebut terhadap seluruh peserta tes. Pada

penelitian ini, tingkat kesukaran P yang digunakan adalah jika P terletak

antara 0,30 £ P < 0,70. Hasil uji instrumen menunjukkan dari 35 soal yang

diujikan mempunyai tingkat kesukaran antara 0,30 sampai 0,70, sehingga

35 butir soal tersebut bisa digunakan sebagai instrumen tes prestasi belajar.

(Tabel tingkat kesukaran pada Lampiran 7)

4. Daya Pembeda

Daya Pembeda dari sebuah butir instrumen adalah kemampuan butir

soal itu untuk membedakan antara siswa yang mempunyai kemampuan

tinggi dengan siswa yang mempunyai kemampuan rendah. Pada penelitian

ini, daya pembeda yang dipakai adalah daya pembeda yang nilainya lebih

dari 0,4. Dari hasil uji instrumen diperoleh bahwa terdapat 5 butir soal yang

mempunyai nilai daya pembeda yang kurang dari 0,4, yaitu soal nomor 7,

18, 19, 25 dan 28 yang mempunyai klasifikasi daya pembeda jelek,

sehingga ke-5 butir soal tersebut harus dibuang. (tabel perhitungan daya

beda pada Lampiran 8)

Page 85: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

85

B. Deskripsi Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini adalah data tes prestasi belajar

matematika materi logika matematika pada kelas X SMA. Sampel diambil

sebanyak 220 siswa yang terdiri atas 110 siswa yang diajar dengan

Pembelajaran Berbasis Masalah, dan 110 siswa yang diajar dengan Diskusi

Kelas. Sampel untuk kelas yang diajar dengan Pembelajaran Berbasis

Masalah adalah kelas XH SMA N 1 Maospati, X3 SMA N 1 Barat, X5

SMA N 1 Kawedanan. Sampel untuk kelas yang diajar dengan Diskusi

Kelas adalah kelas XF SMA N 1 Maospati, X1 SMA N 1 Barat dan X6

SMA N 1 Kawedanan.

1. Data Tes Prestasi Belajar Matematika Materi Logika Matematika

Data tes prestasi belajar diambil setelah dilakukan tes prestasi belajar

yang mana tes tersebut terdiri atas 30 soal pilihan ganda dengan lima

pilihan jawaban. Sebelum dilakukan tes prestasi belajar, soal tersebut

telah diuji coba berdasarkan validitas, reliabilitas, indeks konsistensi

internal, daya pembeda, tingkat kesukaran. Dari hasil uji coba tersebut

terdapat 5 soal yang tidak sesuai yaitu soal nomor 7, 18, 19, 25 dan 28,

sehingga soal tersebut harus dibuang.

Dari data tes diperoleh N adalah 220, dengan nilai terendah XR adalah

60 dan nilai tertinggi XT adalah 90, dan Rata-rata adalah 75,27, median Me

adalah 76,26, modus Mo adalah 81, standart deviasi s adalah 8,04, penyajian

data bergolong dengan range R adalah 30, banyak kelas d = 1+3,3 log N =

Page 86: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

86

8,72 » 9, dan lebar kelas e = kR

= 3,33. Perhitungan selengkapnya pada

Lampiran 12. Dari data tersebut dapat dibuat gambar diagram batang

sebagai berikut.

Gambar 4.1 Diagram Batang Data Tes Prestasi Belajar

0

10

20

30

40

50

61.5 65.5 69.5 73.5 77.5 81.5 85.5 89.5

2. Data Tes Prestasi Belajar Matematika Materi Logika Matematika

kelas yang diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah

Data tes prestasi belajar diambil setelah dilakukan tes prestasi belajar

yang mana tes tersebut terdiri atas 30 soal pilihan ganda dengan lima

pilihan jawaban. Sebelum dilakukan tes prestasi belajar, soal tersebut

telah diuji coba berdasarkan validitas, reliabilitas, indeks konsistensi

internal, daya pembeda, tingkat kesukaran. Dari data tes diperoleh N

adalah 110, dengan nilai terendah XR adalah 60 dan nilai tertinggi XT

adalah 90, dan rata-rata adalah 76,2, median Me adalah 77,18, Modus Mo

adalah 80,56, standart deviasi s adalah 8,24, penyajian data bergolong

dengan range R adalah 30, banyak kelas d = 1+3,3 log N = 7,73 » 8, dan

Page 87: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

87

lebar kelas e = kR

= 4. Perhitungan selengkapnya pada Lampiran 13. Dari

data tersebut dapat dibuat gambar diagram batang sebagai berikut.

Gambar 4.2 Diagram Batang Data Tes Prestasi Belajar Matematika

pada Pembelajaran Berbasis Masalah

0

5

10

15

20

25

61.5 65.5 69.5 73.5 77.5 81.5 85.5 89.5

3. Data Tes Prestasi Belajar Matematika Materi Logika Matematika

kelas yang diajar dengan Diskusi Kelas

Data tes prestasi belajar diambil setelah dilakukan tes prestasi belajar

yang mana tes tersebut terdiri atas 30 soal pilihan ganda dengan lima

pilihan jawaban. Sebelum dilakukan tes prestasi belajar, soal tersebut

telah diuji coba berdasarkan validitas, reliabilitas, indeks konsistensi

internal, daya pembeda, tingkat kesukaran. Dari data tes diperoleh N

adalah 110, dengan nilai terendah XR adalah 60 dan nilai tertinggi XT

adalah 86,7, dan rata-rata adalah 74,77 , median Me adalah 76,17 , modus

Mo adalah 81,04, standart deviasi s adalah 7,81 , penyajian data bergolong

dengan range R adalah 27, banyak kelas d = 1+3,3 log N = 7,7 »7 , dan

Page 88: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

88

lebar kelas e = kR

= 4. Perhitungan selengkapnya pada Lampiran 14. Dari

data tersebut dapat dibuat gambar diagram batang sebagai berikut.

Gambar 4.3 Diagram Batang Data Tes Prestasi Belajar Matematika

pada Diskusi Kelas

0

5

10

15

20

25

30

61.5 65.5 69.5 73.5 77.5 81.5 85.5

4. Data IQ siswa

Pada data tes IQ siswa, kriteria IQ dikelompokkan berdasarkan tiga

tingkatan IQ yaitu tinggi, sedang dan rendah, yang didasarkan pada hasil

data tes IQ siswa dimana X ³ X + 21

s adalah kriteria IQ tinggi X - 21

s

< X < X + 21

s kriteria IQ sedang dan X £ X - 21

s kriteria IQ rendah.

Pada penelitian ini, siswa yang mempunyai IQ antara 114 sampai 130

termasuk dalam kategori IQ tinggi, siswa yang mempunyai IQ antara 104

sampai 106 termasuk dalam kategori IQ sedang, sedangkan siswa yang

mempunyai IQ 76 sampai 98 termasuk dalam kategori IQ rendah.

Pada penelitian ini terdapat 220 siswa yaitu 110 siswa yang diajar

dengan Pembelajaran Berbasis Masalah dan 110 siswa yang diajar

Page 89: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

89

dengan Diskusi Kelas. Siswa yang diajar dengan Pembelajaran Berbasis

Masalah terdiri atas 45 siswa dengan kriteria IQ tinggi, 39 siswa IQ

sedang dan 26 siswa IQ rendah. Sedangkan siswa yang diajar dengan

Diskusi kelas terdiri atas 42 siswa dengan kriteria IQ tinggi, 35 siswa IQ

sedang ,dan 33 siswa IQ rendah.

Dari data tes diperoleh N adalah 220, dengan nilai terendah XR adalah

76 dan nilai tertinggi XT adalah 130, dan rata-rata adalah 107,63, median

Me adalah 109,36, Modus Mo adalah 112, standart deviasi s adalah 10,47,

penyajian data bergolong dengan range R adalah 54, banyak kelas d =

1+3,3 log N = 8,729 » 9, dan lebar kelas e = kR

= 6 . Perhitungan

selengkapnya pada Lampiran 15. Dari data tersebut dapat dibuat gambar

diagram batang sebagai berikut.

Gambar 4.4 Diagram Batang Data IQ Siswa

0

10

20

30

40

50

60

78.5 84.5 90.5 96.5 103 109 115 121 127 133

Page 90: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

90

5. Data Prestasi Belajar Matematika Materi Logika Matematika Pada

Siswa IQ Tinggi

Data tes prestasi belajar diambil setelah dilakukan tes prestasi belajar

yang mana tes tersebut terdiri atas 30 soal pilihan ganda dengan lima

pilihan jawaban. Sebelum dilakukan tes prestasi belajar, soal tersebut

telah diuji coba berdasarkan validitas, reliabilitas, indeks konsistensi

internal, daya pembeda, tingkat kesukaran. Dari data tes diperoleh N = 87,

dengan nilai terendah XR adalah 73,3 dan nilai tertinggi XT adalah 90, dan

rata-rata adalah 83,20, median Me adalah 83,65, Modus Mo adalah 79,22,

standart deviasi s = 4,31, penyajian data bergolong dengan range R adalah

17, banyak kelas d = 1+3,3 log N = 8,729 »9, dan lebar kelas e = kR

= 2.

Perhitungan selengkapnya pada Lampiran 16. Dari data tersebut dapat

dibuat gambar diagram batang sebagai berikut.

Gambar 4.5 Diagram Batang Data Prestasi Belajar Kelompok Tinggi

0

5

10

15

20

25

73.5 75.5 77.5 79.5 81.5 83.5 85.5 87.5 89.5

Page 91: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

91

6. Data Prestasi Belajar Matematika Materi Logika Matematika Pada

Siswa IQ Sedang

Data tes prestasi belajar diambil setelah dilakukan tes prestasi belajar

yang mana tes tersebut terdiri atas 30 soal pilihan ganda dengan lima

pilihan jawaban. Sebelum dilakukan tes prestasi belajar, soal tersebut

telah diuji coba berdasarkan validitas, reliabilitas, indeks konsistensi

internal, daya pembeda, tingkat kesukaran. Dari data tes diperoleh N =74,

dengan nilai terendah XR adalah 63,3 dan nilai tertinggi XT adalah 83,3, dan

rata-rata adalah 73,61, median Me adalah 73,93, Modus Mo adalah 73,77,

standart deviasi s adalah 3,074, penyajian data bergolong dengan range R

adalah 20, banyak kelas d = 1+3,3 log N = 7,16 » 7, dan lebar kelas e =

kR

= 3. Perhitungan selengkapnya pada Lampiran 17. Dari data tersebut

dapat dibuat gambar diagram batang sebagai berikut.

Gambar 4.6 Diagram Batang Data Prestasi Belajar Kelompok Sedang

0

5

10

15

20

25

30

35

64 67 68 73 76 77 82

Page 92: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

92

7. Data Prestasi Belajar Matematika Materi Logika Matematika Pada

Siswa IQ Rendah

Data tes prestasi belajar diambil setelah dilakukan tes prestasi belajar

yang mana tes tersebut terdiri atas 30 soal pilihan ganda dengan lima

pilihan jawaban. Sebelum dilakukan tes prestasi belajar, soal tersebut

telah diuji coba berdasarkan validitas, reliabilitas, indeks konsistensi

internal, daya pembeda, tingkat kesukaran. Dari data tes diperoleh N

adalah 59 , dengan nilai terendah XR adalah 60 dan nilai tertinggi XT adalah

80, dan rata-rata adalah 66,14, median Me adalah 65,97, Modus Mo adalah

61,5, standart deviasi s adalah 4,86 penyajian data bergolong dengan range

R adalah 20, banyak kelas d = 1+3,3 log N = 6,844 » 7, dan lebar kelas e =

kR

= 3. Perhitungan selengkapnya pada Lampiran 18. Dari data tersebut

dapat dibuat gambar diagram batang sebagai berikut.

Gambar 4.7 Diagram Batang Data Prestasi Belajar Kelompok Rendah

02468

1012141618

61 64 67 70 73 76 79

Page 93: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

93

C. Uji Persyaratan Analisis

1. Uji Keseimbangan

Uji keseimbangan digunakan untuk melihat apakah kedua kelompok

mempunyai kemampuan awal yang sama apa tidak. Data uji keseimbangan

diambil dari hasil Ujian Akhir Semester 1 mata pelajaran matematika. Hasil

uji keseimbangan dengan uji t diperoleh obst = 0,03, dan DK = {t t < -1,960

atau t > 1,960}. Karena obst ÏDK, maka H0 ditolak, sehingga ini berarti

kedua kelompok mempunyai kemampuan awal yang sama. (Perhitungan

selengkapnya pada Lampiran 10)

2. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal

dari distribusi normal atau tidak. Uji normalitas digunakan metode

Lilliefors dengan taraf signifikansi 5 persen. Pada penelitian ini dilakukan 5

kali, yaitu uji normalitas antar baris dan kolom saja. Pada penelitian ini, uji

normalitas yang dilakukan adalah uji normalitas kelompok yang diajar

dengan Pembelajaran Berbasis Masalah, normalitas kelompok yang diajar

dengan Diskusi Kelas, kelompok dengan IQ tinggi, kelompok IQ sedang

dan kelompok IQ rendah. Hasil uji normalitas tersebut dapat disajikan pada

tabel berikut:

Page 94: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

94

Tabel 4.1 Tabel Hasil Uji Normalitas

Uji normalitas obsL tabelL Keputusan Kesimpulan

PBL 0,080 0,085 Ho diterima Normal

DK 0,084 0,085 Ho diterima Normal

IQ Tinggi 0,084 0,095

Ho diterima Normal

IQ Sedang 0,094 0,1 Ho diterima Normal

IQ Rendah 0,109 0,115 Ho diterima Normal

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas, untuk setiap sampel mempunyai nilai

obsL < tabelL , sehingga Ho diterima, ini berarti setiap sampel berasal dari

populasi normal. (Perhitungan uji normalitas pada Lampiran 19 sampai 23)

3. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah populasi-populasi

mempunyai variansi-variansi yang sama atau tidak. Untuk menguji

homogenitas, digunakan metode Barltlet dengan taraf signifikansi 5 %.

Dalam penelitian ini, uji homogenitas dilakukan sebanyak dua kali. Pertama

uji homogenitas antar baris yaitu model pembelajaran dan antar kolom yaitu

IQ siswa. Hasil uji homogenitas adalah sebagai berikut:

Page 95: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

95

Tabel 4.2 Tabel Hasil Uji Homogenitas

k Keputusan Keimpulan

Model pembelajaran 2 1,979 3,841

Ho diterima Homogen

IQ 3 4,914 5,991

Ho diterima Homogen

(Perhitungan uji homogenitas pada Lampiran 24 dan 25)

D. Hasil Pengujian Hipotesis

1. Analisis variansi dengan sel tak sama

Hasil perhitungan pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama

disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.3

Tabel Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama

JK dK RK Keputusan

Model pengajaran (A) 1,160 1 1,160 0,046 3,84 Ho diterima

IQ (B) 236,599 2 118,299 4,760 3 Ho ditolak

Interaksi (AB) 540,653 2 270,327 10,877 3 Ho ditolak

Galat 5318,16 214 24,851

Total 6096,573 219

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut :

obs2c n;05,0

2c

obsFaF

Page 96: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

96

a. Tidak terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara peserta

didik yang diajar menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah dan

Diskusi Kelas.

b. Terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara peserta didik

yang mempunyai IQ tinggi, IQ sedang dan IQ rendah.

c. Terdapat interaksi antara variabel Model Pembelajaran dan IQ siswa

terhadap prestasi belajar siswa.

2. Uji lanjut pasca Anava

Uji lanjut pasca Anava dilakukan jika hasil analisis variansi

menunjukkan hipotesis nol ditolak. Dari hasil perhitungan analisis variansi

di atas, menunjukkan H0B dan H0AB ditolak, ini berarti harus dilakukan uji

lanjut pasca anava

a. Uji lanjut Pasca Anava Antar kolom

Uji lanjut Pasca Anava Antar kolom dilakukan karena H0B ditolak.

Dari hasil perhitungan analisis variansi pada Tabel 4.3, menunjukkan H0B

ditolak, sehingga harus dilakukan uji lanjut pasca anava antar kolom. Uji ini

dilakukan dengan metode Sceffe, yaitu menguji komparasi rataan antar

kolom. Hasil perhitungan pada uji lanjut dengan metode Sceffe dapat

disajikan dalam tabel berikut:

Page 97: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

97

Tabel 4.4 Rangkuman uji sceffe untuk komparasi antar kolom

Ho

2 p kesimpulan

= 117,443

(2)(3) = 6 < 0,05 Ho ditolak

=

56,62 (2)(3) = 6 < 0,05 Ho ditolak

= 321,96

(2)(3) = 6 < 0,05 Ho ditolak

Berdasarkan pada tabel rangkuman uji Sceffe di atas, dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang

mempunyai IQ tinggi dan siswa yang mempunyai IQ sedang.

Berdasarkan rataan marginalnya siswa yang mempunyai IQ tinggi

rata-ratanya adalah 82,99, siswa yang mempunyai IQ sedang rata-

ratanya adalah 74,45, sehingga siswa yang mempunyai IQ tinggi

berprestasi lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ sedang.

2. Terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang

mempunyai IQ sedang dan siswa yang mempunyai IQ rendah.

Berdasarkan rataan marginalnya siswa yang mempunyai IQ sedang

rata-ratanya adalah 74,45 dan siswa yang mempunyai IQ rendah

rata-ratanya adalah 67,91, sehingga siswa IQ sedang berprestasi

lebih baik dari pada siswa IQ rendah.

3. Terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang

mempunyai IQ tinggi dan siswa yang mempunyai IQ rendah.

obsF )214;2;05.0(F

1.m 2.m

1.m

2.m 3.m

3.m

Page 98: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

98

Berdasarkan rataan marginalnya siswa yang mempunyai IQ tinggi

rata-ratanya adalah 82,99 dan siswa yang mempunyai IQ rendah

rata-ratanya adalah 67,91, sehingga siswa IQ tinggi berpretasi lebih

baik dari pada IQ rendah.

b. Uji lanjut Pasca Anava Antar Sel

Dari hasil perhitungan analisis variansi pada Tabel 4.3, menunjukkan

H0AB ditolak, ini berarti harus dilakukan uji lanjut pasca anava antar sel.

Uji lanjut dilakukan dengan metode Sceffe, dengan menguji komparasi

rataan antar baris pada kolom yang sama serta rataan antar kolom pada

baris yang sama. Hasil perhitungan pada uji lanjut dengan metode Sceffe

dapat disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.5 Rangkuman uji sceffe untuk komparasi antar sel

Ho

P Kesimpulan

2111 mm = 6.99 11.05 > 0.05 Ho diterima

2212 mm = 0.026 11.05 > 0.05 Ho diterima

2313 mm = 15.79 11.05 < 0.05 Ho ditolak

Berdasarkan tabel rangkuman uji Sceffe di atas dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Pada siswa yang mempunyai IQ tinggi, tidak terdapat perbedaan

prestasi belajar matematika siswa, pada siswa yang diajar dengan

pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas.

obsF )214;5;05.0(5F

Page 99: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

99

2. Pada siswa yang mempunyai IQ sedang, tidak terdapat perbedaan

prestasi belajar matematika siswa, pada siswa yang diajar dengan

pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas.

3. Pada siswa yang mempunyai IQ rendah, terdapat perbedaan

prestasi belajar matematika siswa pada siswa yang diajar dengan

pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas. Berdasarkan

rataannya prestasi belajar siswa yang diajar dengan pembelajaran

berbasis masalah adalah 65, sedangkan rataan prestasi siswa yang

diajar dengan diskusi kelas adalah 70,2, sehingga pada IQ rendah

diskusi kelas memberikan prestasi yang lebih baik dari pada

pembelajaran berbasis masalah.

E. Pembahasan Hasil Analisis

1. Hipotesis Pertama

Hipotesis pertama dari penelitian ini adalah pembelajaran berbasis

masalah akan memberikan prestasi belajar yang lebih baik dari pada

Diskusi Kelas. Berdasarkan hasil perhitungan Anava dua jalan dengan sel

tak sama, diperoleh Fa = 0,047 < aF = 3,84. Karena Fa tidak terletak pada

daerah kritik, maka hipotesis nol diterima, sehingga dapat disimpulkan

bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diajar

dengan menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Diskusi Kelas.

Page 100: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

100

Hipotesis pertama ini tidak terbukti, hal tersebut dapat dijelaskan pada

penjelasan berikut ini.

a. Pembelajaran Berbasis Masalah dirancang untuk membantu siswa

mengembangkan ketrampilan berfikir, ketrampilan menyelesaikan

masalah, dan ketrampilan intelektualnya, sehingga menjadi pelajar

mandiri. Pembelajaran berbasis masalah mengambil psikologi

kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Perspektif kognitif-

konstruktivis, yang menjadi landasan Pembelajaran Berbasis

Masalah mengatakan bahwa pelajar dengan umur berapapun

terlibat secara aktif dalam proses mendapatkan informasi dan

mengkonstruksikan pengalamannya sendiri. Berdasarkan penelitian

yang telah dilakukan, pada kelas yang diajar dengan pembelajaran

berbasis masalah, interaksi antar siswa cukup baik, setiap siswa

berusaha untuk menyampaikan ide dalam memecahkan masalah

logika matematika dengan penuh tanggung jawab.

b. Diskusi kelas dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa dan

membantu mereka mengonstruksikan pemahamannya sendiri

tentang isi akademik. Mendiskusikan suatu topik membantu siswa

memperkuat dan memperluas pengetahuannya tentang topik itu

dan meningkatkan kemampuannya untuk memikirkan tentang

suatu hal. Diskusi memberikan kesempatan kepada siswa untuk

berbicara dan memainkan ide-idenya sendiri di depan umum dan

Page 101: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

101

memberikan motivasi untuk terlibat di dalam wacana di luar kelas.

Diskusi digunakan guru untuk membantu siswa mempelajari

berbagai ketrampilan komunikasi dan proses berfikir yang penting.

Diskusi memberikan sarana bagi guru untuk mencari tahu apa yang

dipikirkan siswa dan bagaimana mereka memproses ide dan

informasi yang diajarkan. Dukungan teoritis untuk penggunaan

diskusi berasal dari bidang-bidang yang dipelajari oleh para pakar

lewat bahasa, proses komunikasi dan pola pertukaran. Ada

hubungan kuat antara bahasa dan berfikir, dan keduanya

menghasilkan kemampuan untuk menganalisis, menalar secara

deduktif dan induktif, dan membuat referensi yang masuk akal

berdasarkan pengetahuan. Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan, pada kelas yang diajar dengan diskusi kelas, siswa dapat

berkomunikasi cukup baik dengan teman kelompoknya maupun

dengan anggota kelompok lain dalam berdiskusi materi logika

matematika.

Kedua model pengajaran tersebut sama-sama untuk meningkatkan

kekreatifan proses berfikir siswa yang dilakukan dengan diskusi kelompok.

Dukungan teoritis dari kedua model pengajaran terletak pada kognitif

siswa, yang menekankan pada proses berfikir siswa, sehingga keduanya

menghasilkan kemampuan untuk menganalisis, menalar secara deduktif dan

induktif, menyelidiki dan membuat referensi yang masuk akal berdasarkan

Page 102: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

102

pengetahuan. Kedua model pengajaran tersebut dapat memberikan rataan

prestasi belajar matematika yang sama pada siswa kelas X materi logika

matematika. Penjelasan tersebut merupakan alasan hipotesis pertama pada

penelitian ini tidak terbukti.

2. Hipotesis Kedua

Hipotesis kedua dari penelitian ini adalah prestasi siswa yang

mempunyai IQ tinggi akan lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ

sedang, siswa yang mempunyai IQ sedang akan mempunyai prestasi yang

lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ rendah. Pada hasil analisis

variansi dua jalan sel tak sama, telah diperoleh Fb = 4,76 > aF = 3. Karena

Fb terletak pada daerah kritik, sehingga hipotesis nol ditolak, ini berarti

terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang

mempunyai IQ tinggi, IQ sedang dan IQ rendah. Karena hipotesis nol

ditolak sehingga dilakukan uji lanjut pasca anava dengan metode Sceffe.

Berdasarkan uji Sceffe tersebut, hipotesis nol ditolak, yang berarti terdapat

perpedaan prestasi antara siswa yang mempunyai IQ tinggi, IQ sedang dan

IQ rendah. Berdasarkan rataan marginalnya, siswa yang mempunyai IQ

tinggi rata-ratanya adalah 82,99, siswa yang mempunyai IQ sedang rata-

ratanya adalah 74,45, dan siswa yang mempunyai IQ rendah rata-ratanya

adalah 67,91. Dari hasil tersebut bisa disimpulkan prestasi siswa yang

mempunyai IQ tinggi lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ

Page 103: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

103

sedang, siswa yang mempunyai IQ sedang mempunyai prestasi yang lebih

baik dari pada siswa yang mempunyai IQ rendah. Hipotesis kedua pada

penelitian ini terbukti, hal tersebut dapat dijelaskan pada penjelasan berikut

ini.

Intelligence Quotient (IQ) dilihat sebagai penentu kemampuan orang

untuk belajar, untuk mencapai prestasi akademik. Para pakar ahli teori IQ

seperti William Stern, menyatakan bahwa inti kecerdasan dibawa sejak

lahir. Faktor yang mempengaruhi IQ diantaranya adalah faktor keturunan

dan lingkungan. Seorang anak yang mempunyai IQ tinggi, IQ sedang dan

IQ rendah juga dipengaruhi kedua faktor tersebut. Faktor tersebut tidak

hanya pada faktor keturunan saja, tetapi faktor lain yang tidak kalah penting

adalah faktor lingkungan. Meskipun siswa tersebut berasal dari orang tua

yang mempunyai IQ tinggi, jika tidak didukung oleh lingkungan yang

kondusif, anak tersebut tidak dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya

secara optimal. Salah satu cara untuk mengukur tingkat IQ seseorang adalah

dengan tes IQ. Berdasarkan data hasil tes IQ siswa dan hasil dari penelitian

ini, dapat diketahui siswa yang mempunyai IQ tinggi dapat berprestasi lebih

baik dari pada siswa yang mempunyai IQ sedang, siswa yang mempunyai

IQ sedang berprestasi lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ

rendah. Penjelasan tersebut merupakan alasan hipotesis kedua pada

penelitian ini terbukti.

Page 104: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

104

3. Hipotesis Ketiga

Hipotesis ketiga dari penelitian ini adalah pada siswa yang

mempunyai IQ tinggi Pembelajaran Berbasis Masalah lebih baik dari pada

Diskusi Kelas, pada siswa yang mempunyai IQ sedang Pembelajaran

Berbasis Masalah lebih baik dari pada Diskusi Kelas, dan pada siswa yang

mempunyai IQ rendah Pembelajaran Berbasis Masalah lebih baik dari pada

Diskusi Kelas. Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan sel tak sama

diperoleh Fab = 10,87 > aF = 3, maka HoAB ditolak, ini berarti terdapat

interaksi antara variabel model pengajaran dan variabel IQ siswa terhadap

prestasi belajar siswa. Berdasarkan tabel rangkuman uji Sceffe di atas dapat

disimpulkan sebagai berikut:

a. Pada siswa yang mempunyai IQ tinggi, tidak terdapat perbedaan

prestasi belajar matematika baik pada siswa yang diajar dengan

pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas.

b. Pada siswa yang mempunyai IQ sedang, tidak terdapat perbedaan

prestasi belajar matematika baik pada siswa yang diajar dengan

pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas.

c. Pada siswa yang mempunyai IQ rendah, terdapat perbedaan

prestasi belajar matematika pada siswa yang diajar dengan

pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas. Berdasarkan

rataannya prestasi siswa yang diajar dengan pembelajaran berbasis

Page 105: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

105

masalah adalah 65, sedangkan rataan prestasi siswa yang diajar

dengan diskusi kelas adalah 70,2.

Hipotesis ketiga pada penelitian ini tidak terbukti, hal tersebut dapat

dijelaskan pada penjelasan berikut ini.

Ø Pada siswa yang mempunyai IQ tinggi akan cenderung lebih kritis dan

kreatif dalam memecahkan masalah. Pembelajaran berbasis masalah

ataupun diskusi kelas, sama-sama menekankan pada proses berfikir

siswa dalam memecahkan masalah, karena kedua model pengajaran

tersebut sama-sama bertujuan untuk meningkatkan kekreatifan proses

berfikir siswa, sehingga siswa yang mempunyai IQ tinggi dapat

melaksanakan kedua model pembelajaran tersebut dengan baik. Hal

tersebut menyebabkan pada siswa yang mempunyai IQ tinggi,

pembelajaran berbasis masalah sama baiknya dengan diskusi kelas.

Penjelasan tersebut merupakan alasan poin pertama (a) pada hipotesis

ketiga pada penelitian ini tidak terbukti.

Ø Berdasarkan teori IQ, siswa yang mempunyai IQ sedang akan

memperoleh hasil belajar rata-rata dari hasil suatu tes. Pembelajaran

berbasis masalah ataupun diskusi kelas, sama-sama menekankan pada

proses berfikir siswa dalam memecahkan masalah. Siswa yang

mempunyai IQ sedang akan mempunyai prestasi rata-rata dari suatu

tes, baik pada pembelajaran berbasis masalah ataupun diskusi kelas.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada siswa yang mempunyai IQ

Page 106: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

106

sedang pembelajaran berbasis masalah sama baiknya dengan diskusi

kelas.

Ø Pembelajaran Berbasis Masalah dirancang untuk membantu siswa

mengembangkan ketrampilan berfikir, ketrampilan menyelesaikan

masalah, dan ketrampilan intelektualnya. Pembelajaran berbasis

masalah mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya.

Pada siswa yang mempunyai IQ rendah tentu kurang dapat

melaksanakan tujuan pembelajaran berbasis masalah dengan baik.

Berdasarkan teori IQ, hal tersebut dikarenakan proses berfikir atau

kognitif siswa yang mempunyai IQ rendah tidak lebih baik dari pada

siswa yang mempunyai IQ tinggi dan IQ sedang. Diskusi kelas

merupakan model pengajaran yang mengajak siswa dalam suatu

kelompok untuk mendiskusikan suatu topik membantu siswa

memperkuat dan memperluas pengetahuannya meningkatkan

kemampuannya dalam berpikir. Meskipun pada diskusi kelas dan

pembelajaran berbasis masalah sama-sama menekankan pada kognitif

siswa, tapi pada diskusi kelas juga ditekankan pada komunikasi antar

siswa. Pada siswa yang mempunyai IQ rendah tentu dengan

menggunakan model pengajaran diskusi kelas lebih sesuai dari pada

dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah. Hal tersebut

disebabkan siswa yang mempunyai IQ rendah dapat memperoleh

pengetahuan baru dari teman lainnya pada saat berdiskusi.

Page 107: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

107

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah pada BAB I dan pembahasan hasil

penelitian pada BAB IV maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Tidak terdapat perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diajar

dengan menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah dan

Diskusi Kelas, karena kedua model pembelajaran tersebut

memberikan rataan prestasi belajar yang sama.

2. Siswa yang mempunyai IQ tinggi mempunyai prestasi belajar

yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai IQ sedang dan

siswa yang mempunyai IQ rendah. Siswa yang mempunyai IQ

sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dari pada

siswa yang mempunyai IQ rendah.

3. a. Pada siswa yang mempunyai IQ tinggi, Pembelajaran berbasis

masalah memberikan rataan prestasi belajar matematika yang

sama dengan Diskusi Kelas

b. Pada siswa yang mempunyai IQ sedang, Pembelajaran

berbasis masalah memberikan rataan prestasi belajar

matematika yang sama dengan Diskusi Kelas

Page 108: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

108

c. Pada siswa yang mempunyai IQ rendah, Diskusi Kelas

memberikan rataan prestasi belajar matematika yang lebih

baik dari pada Pembelajaran berbasis masalah

B. Implikasi Teoritis

Dalam proses pembelajaran seorang guru seharusnya dapat

menentukan suatu model pengajaran yang sesuai dengan keadaan kelas. Hal

tersebut akan memberikan prestasi belajar yang lebih baik jika

menggunakan model pengajaran yang dapat meningkatkan keaktifan,

kekreatifan dan kekritisan siswa. Pembelajaran Berbasis Masalah dan

Diskusi Kelas merupakan Model pengajaran interaktif yang perlu dicoba

dalam proses pembelajaran. Dengan menggunakan kedua model tersebut,

siswa akan lebih aktif dalam kegiatan belajar dikelas, karena kedua model

pengajaran interaktif tersebut dapat membangkitkan motivasi siswa serta

kekritisan berfikir siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Pada siswa yang mempunyai IQ tinggi, IQ sedang ataupun IQ rendah,

kedua model pengajaran tersebut dapat digunakan. Untuk siswa yang

mempunyai IQ tinggi, dengan menggunakan kedua model pengajaran

tersebut dapat mengembangkan kreatifitas dalam berfikir, sehingga dapat

meningkatkan dan mempertahankan prestasi belajar matematika. Pada

siswa yang mempunyai IQ sedang, kedua model tersebut dapat

mengembangkan kekreatifan dan kekritisan dalam berfikir. Sedangkan pada

Page 109: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

109

siswa yang mempunyai IQ rendah, kedua model pengajaran tersebut dapat

meningkatkan motivasi dan kekritisan dalam berfikir.

C. Implikasi Praktis

Dalam pelaksanaan suatu model pengajaran yang dilakukan

dilapangan, yang mana pada penelitian ini adalah model pengajaran

pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas akan memberikan

pengaruh pada kelangsungan pembelajaran di kelas. Kedua model

pengajaran tersebut merupakan model pengajaran interaktif yang berpusat

pada siswa. Setelah siswa diajar dengan menggunakan kedua model

pengajaran tersebut, siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran di

kelas, hal itu dikarenakan karena siswa mengikuti langkah demi langkah

dari model pengajaran tersebut. Peneliti menilai praktik penggunaan model

pengajaran Pembelajaran Berbasis Masalah dan Diskusi Kelas memberikan

pengaruh positif pada siswa. Hal itu bisa dilihat ketika peneliti melakukan

penelitian pembelajaran di kelas, siswa lebih aktif dalam berdiskusi dengan

teman dalam satu kelompok, antar kelompok serta interaksi dengan guru

sangat baik. Peningkatan keaktifan siswa dalam pembelajaran tersebut

tentunya akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada pelajaran

matematika.

Model pengajaran Pembelajaran Berbasis Masalah dan Diskusi Kelas

juga memberikan pengaruh positif pada tingkatan IQ siswa. Penggunaan

Page 110: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

110

Pembelajaran Berbasis Masalah dan Diskusi Kelas pada siswa yang

mempunyai IQ tinggi dan IQ sedang dapat mengembangkan daya pikir

siswa untuk lebih kritis dan kreatif pada proses pembelajaran. Sedangkan

pada siswa yang mempunyai IQ rendah, dapat meningkatkan tingkat

kekritisan berfikir.

Pengaruh positif yang diberikan oleh kedua model pengajaran

interaktif tersebut dapat dilihat pada perubahan siswa yang lebih aktif,

kreatif dan dapat menambah motivasi belajar siswa pada pembelajaran

matematika. Menurut peneliti, hendaknya guru perlu mencoba

menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Diskusi Kelas pada

pembelajaran matematika. Sedangkan untuk siswa sendiri, seharusnya dapat

melaksanakan langkah demi langkah dari model pengajaran yang

digunakan.

D. Saran

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan pada pengajaran matematika,

maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut.

1. Untuk sekolah

Perlu dikembangkan dan diterapkan model pembelajaran yang

melibatkan keaktifan siswa, misalnya model pembelajaran Berbasis

masalah dan model pembelajaran Diskusi Kelas, sehingga dapat

Page 111: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

111

memacu siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga

hasil belajar siswa akan menjadi lebih baik.

2. Untuk siswa.

Diharapkan dalam mempraktikkan model Pembelajaran Berbasis

Masalah dan Diskusi Kelas mengikuti secara aktif sehingga dapat

digunakan sebagai sarana untuk berlatih aktif dalam proses belajar

sehingga dapat memperoleh pengalaman yang baru.

3. Untuk guru

Dalam usaha meningkatkan prestasi belajar siswa hendaknya guru

menggunakan model pembelajaran Berbasis Masalah dan Diskusi Kelas,

khususnya materi logika matematika.

4. Untuk orang tua.

Diharapkan orang tua lebih memperhatikan anak dalam membantu

belajar di rumah, karena dukungan dan motivasi dari orang tua akan

membantu anak dalam meraih prestasi belajar yang lebih baik.

Page 112: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

112

Daftar Pustaka

Arends, Richard I.1997. Classroom Instruction and Management . United

States: McGraw-Hill Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta : Sebelas

Maret University Press. Budiyono. 2004. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta : Sebelas Maret

University Press. Ertmer, Peggy dan Simons, Krista D. 2006. Jumping the PBL

Implementation Hurdle: Supporting the Efforts of K–12 Teachers. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning, 1(1):40

Faizatul Fajaroh. dan I Wayan Dasna. 2007. Pembelajaran dengan Model

Siklus Belajar Learning Cycle, (Online),(http://lubisgrafura.Wordpres.com. Diakses 25 April 2008.

Gresham, Gina. 2007. An Invitation into the Investigation of the

Relationship between Mathematics Anxiety and Learning Styles in Elementary Preservice Teachers. Journal of Invitational Theory and Practice, 13 (3) :24.

Hmelo, Cindy E. dan Barrows, S. H. 2006. Goals and Strategies of a

Problem-based Learning Facilitator . The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning. 1 (1):24

Mergendoller, J. R., Maxwell, N. L. dan Bellisimo, Yolanda. 2006. A The

Effectiveness of Problem-based Instruction: Comparative Study of Instructional Methods and Student Characteristics. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning, 2(1):50

Muijs, Daniel, dan Reynolds, David. 2008. Effective Teaching. Yogyakarta

: Pustaka Pelajar. Robertus Angkowo dan Kosasih. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran.

Jakarta : Grasindo Schubring, Gert. 2006. History of Learning and Teaching Mathematics. The

International Journal for the History of Mathematics Education, 1 (1) 4.

Page 113: 1 eksperimentasi pembelajaran berbasis masalah dan diskusi kelas

113

Sugiyono. 2007. Statistik untuk penelitian. Bandung: CV Alfabeta

Suharsimi Arikunto. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Sutrisno Hadi. 2000. Statistik. Yogyakarta: Andi

Syaiful Sagala. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta

Wahyu B. K. 2009. Perbedaan IQ dan EQ, http://mabhak. Sch.id. diakses 5

Juni 2010. Wina Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Kencana Prenada

Media Group