30
MAKALAH Glaukoma Dosen pembimbing: Eka Afdi, S.Kep.,Ns Disusun oleh Kelompok: 1 Dewi Susyanti : 14201.06.14007 Siti Khofidatur rofiah : 14201.06.14035 Sandi Dwi F.U :14201.06.14034 Ummy khoirun nisak : 14201.06.14042 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

1. Glaucoma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

GLAUCOMA ADALAH PENYAKIT PADA MATA

Citation preview

Page 1: 1. Glaucoma

MAKALAHGlaukoma

Dosen pembimbing: Eka Afdi, S.Kep.,Ns

Disusun oleh

Kelompok: 1

Dewi Susyanti : 14201.06.14007

Siti Khofidatur rofiah : 14201.06.14035

Sandi Dwi F.U :14201.06.14034

Ummy khoirun nisak : 14201.06.14042

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG PROBOLINGGO

2016

Page 2: 1. Glaucoma

HALAMAN PENGESAHAN

GLUKOMA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar

Sistem Persepsi Sensori

Mengetahui,

Dosen Mata Ajar

Ns. Eka Afdi, S.Kep

Page 3: 1. Glaucoma

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala

limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah

ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada proklamator sedunia,

pejuang tangguh yang tak gentar menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni

Nabi Muhammad SAW.

Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di STIKES

Hafshawaty, kami susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul “GLUKOMA”dan dengan

selesainya penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih

kepada:

1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM. Selaku pengasuh pondok pesantren

Zainul Hasan Genggong

2. Ns. Iin Aini Isnawati,S.Kep.,M.Kes. Selaku ketua STIKES Hafshawaty Zainul Hasan

Genggong

3. Achmad khusyairi,S.kep,Ns.M.Kep. Selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan

4. Ns. Eka Afdi, S.Kep. Selaku dosen mata ajar sistem persepsi sensori

Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa sepenuhnya belum

sempurna.Oleh karena itu kami dengan rendah hati mengharap kritik dan saran dari pihak

dosen dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.

Probolinggo, Februari 2016

Penyusun

Page 4: 1. Glaucoma

DAFTAR ISI

CoverHalaman Pengesahan ...............................................................................................................iKata Pengantar ........................................................................................................................iiDaftar Isi ................................................................................................................................iiiBAB 1 PENDAHULAAN

1.1 LatarBelakang ....................................................................................... .......1

1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................1

1.3 Tujuan ............................................................................................................1

1.4 Manfaat ................................................................................................... .......2

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1 Pengertian ............................................................................................................

2.2 Etiologi................................................................................................................

2.3 Patofisiologi .........................................................................................................

2.4 Manifestasi klinis .................................................................................................

2.5 Pemeriksaan penunjang ………….…………………………………………..…..

2.6 Penatalaksanaan …………………………………………………………………

2.7 Komplikasi ……………………………………………………………………...

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian………………………………………………………………………

3.2 pemeriksaan fisik………………………………………………………………..

3.3 Diagnosa keperawatan………………………………………………………….

3.4 Intervensi Keperawatan………………………………………………….….

BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan……………………………………………………………….…

4.2 Saran………………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA

Page 5: 1. Glaucoma

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glaukoma adah penyebab utama kebutaan di masyarakat barat. Di peringatkan di

amerika serikat ada 2 juta orang yang menderita glukoma. Diantara mereka, hampir

setengahnya mengalami gangguan penglihatan, dan hampir 70.000 benar benar buta;

bertambah sebanyak 5500 orang buta tipa tahun.

Bila glaukoma didiagnosis lebih awaldan di tangani dengan benar , ke butaan hampir

selalu dapat di cegah. Namun kebanyakan kasus glaukoma tiadak bergejala sampai sudah

terjadi kerusakan ekstensi dan ireversibal. Maka pemeriksaan rutin dan skrining mempunyai

peran penting yang memiliki faktor risiko penderita glaukoma dan yang berusia di atas 35

tahun menjalani pemerikasaan berkala pada oftalmologis untuk menkaji TIO, lapang

pandang, dan kaput nervi optisi.

Glaukoma mengenai semua usia namun lebih banyak sesuai bertambahnya usia,

mengenai sekitar 2% orang berusia 35. Risiko lainnya adalah diabetes, orang Amrika

keturunan Afrika, yang mempunyai riwayatkeluarga penderita glaukoma, dan mereka yang

pernah mengalami trauma atau pembedahan mata, atau yang pernah mendapat terapi kortikos

teroid jangka panjang.

Istilah glaukoma merujuk pada kelompok penyakit yang berbeda dalam patofisiologi,

presentasi klinis, dan penanganannya. Biasanya di tandai dengan berkurangnya lapang

pandangakibat kerusakan saraf optikus. Kerusakan ini berhubungan dengan derajat TIO, yang

terlalu tinggi untuk berungsinya saraf optikus secara normal. Semakin tinggi tekanannya,

semakin cepat kerusakan saraf optikus tersebut berlangsung. Peningkatan TIO terjadi akibat

perubahn patologis yang menghambat peredaran normal humor aquesus.

Meskipun tak ada penanganan untuk glaukoma, namun dapat dikontrol dengan obat.

Kadang diperlukan pembedahan laser atau konvensional (insisional). Tujuan penanganan

adalah untuk menghentikan atau memperlambat perkembangan agar dapat mempertahankan

perkembangan agar dapat mempertahakan penglihatan yang baik sepanjang hidup. Dapat

dilakukan denagan menurunkan TIO. (Smeltzer, Susanne C. 2001.)

Page 6: 1. Glaucoma

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Menjelaskan tentang Definisi dari penyakit glukoma.

1.2.2 Menjelaskan tentang Etiologi dari penyakit glukoma.

1.2.3 Menjelaskan tentang Patofisiologi dari penyakit glukoma.

1.2.4 Menjelaskan tentang Manifestasi klinis dari penyakit glukoma.

1.2.5 Menjelaskan tentang Pemeriksaan penunjang dari glukoma.

1.2.6 Menjelaskan tentang Penatalaksanaan dari penyakit glukoma.

1.2.7 Menjelaskan tentang Komplikasi dari penyakit glukoma.

1.2.8 Menjelaskan tentang teori dari Asuhan keperawatan pada penyakit glukoma.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

1.3.1.1 Untuk mengetahui asuhan keperawatan Glukoma.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Bagaimana definisi dari glukoma

1.3.2.2 Bagaimana etiologi dari Glukoma.

1.3.2.3 Bagaimana patofisiologi dari glukoma.

1.3.2.4 Bagaimana manifestasi klinis dari Glukoma.

1.3.2.5 Bagaimana klasifikasi dari Glukoma.

1.3.2.6 Apa saja yang dapat menjadi data penunjang Glukoma.

1.3.2.7 Bagaimana penatalaksanaan penanganan glukoma.

1.3.2.8 Apa saja yang dapat menjadi komplikasi Glukoma.

1.3.2.9 Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus glukoma.

1.4 Manfaat

1.4.1. Bagi Institusi Pendidikan

Makalah ini bagi Institusi pendidikan kesehatan adalah untuk mengetahui tingkat

kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik dalam menelaah suatu fenomena kesehatan

yang spesifik tentang Glukoma

Page 7: 1. Glaucoma

1.4.2 Bagi Profesi Keperawatan

Makalah ini bagi masyarakat adalah sebagai penambah wawasan terhadap fenomena

kesehatan yang saat ini menjadi momok tersendiri di kalangan masyarakat ini.

1.4.3 Bagi Mahasiswa

Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik menyusun maupun pembaca adalah untuk

menambah wawasan terhadap seluk beluk tentang glukoma

Page 8: 1. Glaucoma

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Glaucoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa perubahan atau

gejala patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraocular (TIO) dengan segala

akibatnya. Saat peningkatan TIO lebih besar daripada toleransi jaringan, kerusakan terjadi

pada sel ganglion retina, merusak diskus optikus, menyebabkan atrofi saraf optic dan

hilangnya pandangan perifer. Glaucoma dapat timbul perlahan dan menyebabkan hilangnya

pandangan ireversibel tanpa timbulnya gejala lain yang nyata atau dapat timbul secara tiba-

tiba dan menyebabkan kebutaan dalam beberapa jam. Derajat peningkatan TIO yang mampu

menyebabkan kerusakan organic bervariasi. Beberapa orang dapat menoleransi tekanan yang

mungkin bagi orang lain dapat menyebabkan kebutaan.

Glaucoma terbagi menjadi tipe primer, sekunder, dan congenital. Tipe primer terbagi

lagi menjadi glaucoma sudut terbuka dan glaucoma sudut tertutup. (Istiqomah, Indriana N.

2004.)

2.2.1 Klasifikasi

Glaukoma Primer (Istiqomah, Indriana N. 2004.)

Glaucoma jenis ini merupakan bentuk yang paling sering terjadi, struktur yang terlibat

dalam sirkulasi dan/ atau reabsorpsi akuos humor mengalami perubahan patologi langsung.

Glaukoma Sudut Terbuka

Page 9: 1. Glaucoma

Glaucoma sudut terbuka/glaucoma kronik/glaucoma simpleks/ open angle glaucoma

merupakan bentuk glaucoma primer yang lebih tersembunyi dan membahayakan serta paling

sering terjadi (kurang lebih 90% dari klien glaucoma). Seringkali merupakan gangguan

herediter yang menyebabkan perubahan degeneratif. Bentuk ini terjadi pada individu yang

mempunyai sudut ruang (sudut antara iris dan kornea) terbuka normal tetapi terdapat

hambatan pada aliran keluar akuos humor melalui sudut ruangan. Hambatan dapat terjadi

dijaringan trabekular, kanal Schlemn atau vena-vena akueos.

Keadaan ini terjadi pada klien usia lanjut (>40 tahun) dan perubahan karena usia

lanjut memegang peranan penting dalam proses sklerosa badan silier dan jaringan trabekel.

Karena akuoes humor tidak dapat meninggalkan mata pada kecepatan yang sama dengan

produksinya. TIO meningkat secara bertahap. Bentuk ini biasanya bilateral dan dapat

berkembang menjadi kebutaan komplet tanpa adanya serangan akut.

Gejalanya relatif ringan dan banyak klien tidak menyadarinya hingga terjadi

kerusakan visus yang serius. Suatu tanda berharga yang dikemukakan oleh Downey yaitu jika

di antara kedua mata selalu terdapat perbedaan TIO 4 mmHg atau lebih, dianggap

menunjukkan kemungkinan glaucoma simpleks meskipun tensinya masih normal (Wijana N,

1993). Tanda klasik bersifat bilateral, herediter, TIO meninggi, sudut COA terbuka, bolamata

yang tenang, lapang pandang mengecil dengan macam-macam skotoma yang khas,

perjalanan penyakit progresif lambat.

Glaucoma Sudut Tertutup

Glaucoma sudut tertutup/ angle-closure glaucoma/ close-angle glaucoma/ narrow-

angle glaucoma awitannya mendadak dan harus ditangani sebagai keadaan emergensi.

Mekanisme dasar yang terlibat dalam patofisiologi glaucoma ini adalah menyempitnya sudut

dan perubahan letak iris yang terlalu ke depan. Perubahan letak iris menyebabkan kornea

menyempit atau menutup sudut ruangan, yang akan menghalangi aliran keluar akueos humor.

TIO meningkat dengan cepat, kadang-kadang mencapai tekanan 50-70 mmHg (deWit, 1998).

Tindakan pada situasi ini harus cepat dan tepat atau kerusakan saraf optic akan menyebabkan

kebutaan pada mata yang terserang.

Tanda dan gejala meliputi nyeri hebat di dalam dan sekitar mata, timbulnya halo di

sekitar cahaya, pandangan kabur. Klien kadang mengeluhkan keluhan umum seperti sakit

kepala, mual, muntah, kedinginan, demam bahkan perasaan takut mati mirip serangan angina,

Page 10: 1. Glaucoma

yang dapat sedemikian kuatnya sehingga keluhan mata (gangguan penglihatan, fotofobia dan

lakrimasi) tidak begitu dirasakan oleh klien. Peningkatan TIO menyebabkan nyeri yang

melalui saraf kornea menjalar ke pelipis, oksiput dan rahang melalui cabang-cabang nervus

trigeminus. Iritasi saraf vagal dapat mengakibatkan mual dan sakit perut.

Glaukoma Sekunder

Glaucoma sekunder adalah glaucoma yang terjadi akibat penyakit mata lain yang

menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume cairan di dalam mata. Kondisi ini

secara tidak langsung mengganggu aktivitas struktur yang terlibat dalam sirkulasi dan/atau

reabsorpsi akueos humor.

Gangguan ini terjadi akibat :

1. Perubahan lensa, dislokasi lensa, intumesensi lensa yang katarak, terlepasnya kapsul

lensa ada katarak.

2. Perubahan uvea, uveitis anterior, melanoma dari jaringan uvea, neovaskularisasi di

iris.

3. Trauma, hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea/limbus disertai prolaps iris.

4. Operasi, pertumbuhan epitel yang masuk camera oculli anterior (COA), gagalnya

pembentukan COA setelah operasi katarak, uveitis pascaekstraksi katarak yang

menyebabkan perlengketan iris. (Istiqomah, Indriana N. 2004.)

Glukoma Kongenital

Glaucoma ini terjadi akibat kegagalan jarimgan mesodermal memfungsikan

trabekular. Kondisi ini disebabkan oleh ciri autosom resesif dan biasanya bilateral.

2.2 Etiologi

Penyebab dari glaukoma adalah sebagai berikut (sidharta ilyas 2004.)

1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan cilliary.

2. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau dicelah pupil

(Amin, Hardhi. 2013.)

2.3 patofisiologi

Page 11: 1. Glaucoma

TIO ditentukan oleh kecepatan produksi akueos humor dan aliran keluar akueos

humor dari mata. TIO normal adalah 10-21 mmHg dan dipertahankan selama terdapat

keseimbangan antara produksi dan aliran keluar akuoes humor. Akuoes humor diproduksi di

dalam badan silier dan mengalir ke luar melalui kanal Schlemn ke dalam system vena.

Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih badan silier atau oleh peningkatan

hambatan abnormal terhadap aliran keluar akuoes melalui camera oculi anterior (COA).

Peningkatan tekanan intraokuler >23 mmHg memerlukan evaluasi yang seksama.

Peningkatan TIO mengurangi aliran darah ke saraf optic dan retina. Iskemia menyebabkan

struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap. Kerusakan jaringan biasanya dimulai dari

perifer dan bergerak menuju fovea sentralis. Kerusakan visus dan kerusakan saraf optic dan

retina adalah ireversibel dan hal ini bersifat permanen. Tanpa penanganan, glaucoma dapat

menyebabkan kebuatan. Hilangnya penglihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang

pandang. (Istiqomah, Indriana N. 2004.)

2.4 Manifestasi klinis

1. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi,telinga)

2. Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu

3. Mual, muntah, berkeringat

4. Mata merah, hyperemia konjungtiva, dan siliar

5. Visus menurun

6. Edema kornea

7. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut terbuka)

8. Pupil lebar lonjong, tidak ada reflex terhadap cahaya

9. TIO meningkat (Tamsuri, Anas. 2010.)

Menurut Nanda Nic-Noc 2013.

1. Glaucoma sudut lebar berkembang dengan pelan dan biasanya asimtomatik sampai

onset kehilangan jarak pandang. Kerusakan jarak pandang termasuk konstriksi jarak

pandang peripheral general skotomas terisolasi atau bintik buta, penurunaan

sensitivitas kontras penurunan akuitas, peripheral, dan perubahan penglihantan

warna .

2. Glaucoma sudut sempit, paien biasanya mengalami symptom prodromal intermittent

(seperti pandangan kabur dengan halos sekitar cahaya dan, biasaya sakit kepala) tahap

akut memiliki gejala berhubungan dengan kornea berawan, edematous, nyeri pada

ocular, mual muntah, nyeri abdominal, dan diaphoresis.

Page 12: 1. Glaucoma

2.5 pemeriksaan penunjang1. kartu snellen/ mesin telebinoklear

Digunakan untuk mengetahui ketajaman mata dan sentral penglihatan

2. Lapang penglihatan

Terjadi penurunan disebkan oleh CSS, masa tumor pada hipofisis atau otak, karosis

atau patofisiologis, arteri serebral atau glaukoma.

3. Pengukuran sonografi

Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmhg)

4. Pengukuran gonoskopy

Membantu membedakan sudut terbuka dan sudut tertutup

5. Tes profokasi

Digunakan dalam menentukan tipe glukoma jika TIO normal atau hanya meningkat

ringan

6. Pemeriksaan aftalmosmuskop

Menguji struktur internal okuler, mencatat atropi lempeng optic, papiledema,

perdarahan retina dan mikroaneuresme

7. Darah lengkap, LED

Menunjukkan anemia sistemik atau infeksi

8. EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid

Memastikan arterosklerosis, PAK

9. Tes toleransi glukosa

Menentukan adanya DM

2.6 penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan glaucoma adalah menurunkan TIO ke tingkat yang konsisten

dengan mempertahankan penglihatan. Penatalaksanaan bias berbeda tergantung pada

klasifikasi penyakit dan responsnya terhadap terapi, tetapi obat, pembedahan laser,

pembedahan konvensional dapat dipergunakan untuk mengontrol kerusakan progresif yang

diakibatkan oleh glaucoma. (Istiqomah, Indriana N. 2004.)

2.6.1 Farmakoterapi

Terapi obat merupakan penanganan awal dan utama untuk penanganan glaucoma

sudut terbuka – terbuka primer. Meskipun program ini dapat diganti, terapi diteruskan

Page 13: 1. Glaucoma

seumur hidup. Bila terapi ini gagal menurunkan TIO dengan adekuat, pilihan berikutnya pada

kebanyakan pasien adalah trabekuloplasti laser dengan pemberian obat tetap dilanjutkan.

Beberapa pasien memerlukan trabekulotomi. Namun pembedahan laser atau insisional

biasanya merupakan ajuvan bagi terapi obat dan bukannya menggantikannya.

Glaukoma penutupan – sudut akut dengan sumbatan pupil basanya jarang merupakan

kegawatan bedah. Obat di gunakn untuk mengurangi TIO sebanyak mungkin sebelum

iridektomi laser atau insisional. Pada beberapa kasus, hanya obat saja dapat menghentikan

serangan, namun terdapat insidensi kekambuhan yang tinggi. Terdapat insidensi tinggi

keterlibatan mata sebelah di kemudian hari. Maka iridotomi laser bilateral di lanjutkan.

Penanganan glaucoma sekunder di tunjukan untuk kondisi yang mendasarinya

begitu pula untuk menurunkan tingginya TIO. Misalnya, glaukoma yang di sebabkan oleh

terapi kortikostiroid ditangani dengan menghentikan pengobatan kortikosteroid. Uveitis

dengan glaukomadi terapi dengan bahan antiinflamasi. Bahan antivirus, sikloplegik, dan

kortikosteroid topical diresepkan bagi pasien glaukoma yang berhubungan dengan erper

simpleks dan herpes zoster.

2.6.2 Non Farmakologi

Bedah Laser untuk Glaukoma

Pembedahan laseruntuk memperbaiki aliran humor aqueus dan menurunkan TIO dapat di

indikasikan sebagai penanganan primer untuk glaukoma, atau bias juga di pergunakan bila

terapi obat tidak bias di toleransi, atau tidak tidak dapat menurunkan TIO dengan adekuat.

Laser dapat di unakan pada berbagai prosedur yang berhubungan dengan penanganan

glaukoma.

Bedah Konvensional

Prosedur badah konvensional di lakuan bila tehnik laser tidak berhasil ata peralatan laser

tidak tersedia, atau bila pasien tidak cocok untuk di lakukan bedah laser, atau tidak dapat

menurunkan TIO pada 80 sampai 90% pasien.

Iridektomi perifer atau sektoral di lakukan untuk mengangkat sebagian iris untuk

memungkinkan aliran humor aqueus dari kamera posterior ke kamera anterior. Di indikasikan

pada penangan glaukoma dengan penyumbatan pupil bila pembedahan lasert tidak berhasil

atau tidak tersedia.

Trabekulekfomi (prosedur filtrasi) di lakukan untuk mencipakan saluran pengaliran

baru melalui sklera. Dilakukan dengan melakukan diseksi flap ketebalan setengah (half-

tickness) sclera dengan engsel di limbus. 1 sekmen jaringan tradekula di angkat, flap sclera di

Page 14: 1. Glaucoma

tutp kembali, dan konjung tifa di jahit rapat untuk mencegah kebocoran cairan aques.

Trabekulektomi meningkatkan aliran keluar humoe aqueus dengan memintas struktur

pengaliran alamiah. Ketika cairan mengalir melalui saluran baru ini, akan terbentuk bleb

(gelembung). Di observasi pada pemeriksaan konjung tifa. Komplikasi setelah prosedur

filtrasi meliputi hipotoni (TIO rendah yang tidak normal), hivema (darah di kamera anterior

mata) infeksi, dank ke gagalan filtrasi.

Prosedur seton meliputi penggunaan berbagai alat pintasan aqueus sintetis untuk

menjaga kepatenan fistula pengaliran. Tabung terbuak di inplantasi ke kamera enterior dan

menghubungakan dengan medan pengaliran episklera. Alat ini paling sering di gunakn pada

pasien dengan TIO tinggi, pada mereka ang beresiko tinggi terhadap pembedahan, atau

mereka yang prosedur filtrasi awalnya gagal. Kemungkinan komplikasi implant pengaliran

meliputi pembentukan katarak, hipotoni, dekompensasi kornea dan erosi apparatus.

2.7 komplikasi

1. Peningkatan TIO

Ditandai dengan nyeri ocular, nyeri diatas alis dan mual. Cegah klien

membungkuk, mengangkat benda berat, mengejan saat buang air besar, batuk dan

muntah.

2. Hipotoni (penurunan TIO)

Dapat menyebabkan perdarahan koroid, atau lepasnya koroid, ditandai dengan

nyeri yang dalam di dalam mata dengan awitan pasti, diaphoresis atau perubahan

tanda vital.

3. Infeksi

Pantau tanda vital. Infeksi harus dicegah karena klien dapat mengalami

kehilangan pandangan atau kehilangan mata itu sendiri.

4. Jaringan parut.

Dapat mengurangi keefektifan jalur baru, steroid topical dapat digunakan karena

efek samping penggunaan steroid adalah memperpanjang pemulihan luka.

(Istiqomah, Indriana N. 2004.)

Page 15: 1. Glaucoma

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Anamnesis

Anamnesis mencakup data demografi yang meliputi: (Istiqomah, Indriana N. 2004.)

1. Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.

2. Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali dari kulit

putih (Dewit,1998).

3. Pekerjaan, terutama yang berisiko besar mengalami trauma mata. Selain itu harus

diketahui adanya masalah mata sebelumnya atau yang ada saat ini, riwayat

penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat

menyebabkan angle-closure glaucoma), riwayat keluarga dengan glaukoma, riwayat

trauma (terutama yang mengenai mata), riwayat penyakit lain yang sedang diderita

(diabetes militus, arteriosklerosis, myopia tinggi).

Riwayat psikososial mencakup adanya ansietas yang ditandai dengan bicara cepat,

mudah berganti topic, sulit berkonsentrasi dan sensitive; dan berduka karena

kehilangan penglihatan.

3.2 Pemeriksaan fisik

1. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskopuntuk mengetahui

adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi lebih luas dan

lebih dalam. Pada glaukoma akut primer, kamera anterior dangkal, akueus humor

keruh dan pembuluh darah menjalar keluar dari iris.

2. Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut, lapang pandang cepat

menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menrun secara bertahap.

3. Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi mata,

sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedangyang sedang gagal bereaksi

terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksa mata yang

mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras dibanding mata yang lain.

4. Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open angle

didapat nilai 22-23 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle closure ≥30

Page 16: 1. Glaucoma

mmHg. Uji dengan menggunkan gonioskopi akan didapat sudut normal pada

glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah timbul goniosinekia

(perlengketan pinggir iris pada kornea/trabekula) maka sudut dapat tertutup. Pada

glaukoma akut ketika TIO meningkat, sudut COA akan tertutup, sedang pada

waktu TIO normal sudutmya sempit.

3.3 Diagnosa Keperawatan

KP: Increased intraocular pressure (peningkatan TIO)

1. Nyeri akut berhubungan dengan (contoh-contoh) inflamasi (kelopak mata, struktur

lakrimal, konjungtiva, traktus uveal,retina, kornea, sklera), infeksi, peningkatan

tekanan intraocular, tumor ocular.

2. Ansietas berhubungan dengan kemungkinan atau kenyataan kehilangan penglihatan

ditandai dengan ketakutan .

3. Kesiapan meningkatkan tidur ditandai dengan penggunaan obat penginduksi tidur

hanya kadang-kadang saja.

3.4 Intervensi Keperwatan

1. Diagnosa keperawatan: Nyeri berhubngan dengan peningkatan tekanan intra okuler

(TIO) yang ditandai dengan mual muntah.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7 x 24 jam diharapkan nyeri

pasien teratasi.

Kreteria hasil : 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan

tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen

nyeri

3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

5. Tanda vital dalam rentang normal

6. Tidak mengalami gangguan tidur

Intervensi :

1. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

2. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

Page 17: 1. Glaucoma

3. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan kebisingan

4. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

5. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres

hangat/ dingin

6. Tingkatkan istirahat

7. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan

berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.

8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

2.Diagnosa keperawatan : Ansietas berhubungan dengan kemungkinan atau kenyataan

kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan .

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam ansietas pasien dapat

diatasi.

Criteria hasil :

1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas

3. Vital sign dalam batas normal

4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan

berkurangnya kecemasan

Intervensi :

1. Gunakan pendekatan yang menenangkan

2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien

3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur

4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut

5. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis

6. Libatkan keluarga untuk mendampingi klien

7. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi

8. Dengarkan dengan penuh perhatian

9. Identifikasi tingkat kecemasan

10. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan

Page 18: 1. Glaucoma

11. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi

12. Kelola pemberian obat anti cemas:........

kesiapan meningkatkan tidur

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapakan pasien dapat

meningkatkan tidur.

Kriteria hasil:

1. tingkat kenyamanan : tingkat persepsi positif tentang kenyamanan fisik dan

psikologis.

2. Konsentrasi

3. Istirahat :kuantitas dan pola penurunan aktivitas untuk oenyegaran fisik dan jiwa.

4. Tidur : terputusnya kesadaran periodikdan alami saat tubuh dipulihkan.

5. Daya tahan tubh meningkat.

6. Kondisi kesehatan personal adekuat

7. Mendemonstrasikan kesejahteraan fisik dan psikologis

8. Kualtas hidup meningkat

9. Keseimbangan jiwa

10. Mengidentifikasikan tindakan yang akan meningkatkan istirahat dan tidur

11. Kelelahan berkurang

12. Istirahat teratur

13. Energi optimal

Intervensi

Sleep Enhancement

1. Anjurkan pasien menghindari konsumsi makanan dan minuman yang apat menggangu

tidur

2. Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur

3. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat

4. Fasilitas untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur (membaca)

5. Ciptakan lingkungan yang nyaman

6. Kolaborasi pemberian obat tidur

7. Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang teknik tidur pasien

Page 19: 1. Glaucoma

8. Instruksikan untk memonitoring tidur pasien

9. Monitor makan da minum da waktu tidur

10. Monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam

11. Diskusikan dengan dokter tentang pentingnya merefisi program obat jika program

menggangu pola tidur

12. Dorong penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor tidur REM.

Page 20: 1. Glaucoma

BAB 4

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

1.2 Saran

1.2.1 Bagi Institusi Pendidikan

Seharusnya pihak yang bersangkutan memberikan pengarahan yang lebih intensif

mengenai Glukoma & Asuhan Keperawatan Pada Kasus Glukoma.

1.2.2 Bagi Mahasiswa

Mengenai makalah yang kami buat, bila ada kesalahan maupun ketidaklengkapan

materi pada Glukoma & Asuhan Keperawatan Pada Kasus Glukoma menurut hukum

islam dan hukum Negara, kami mohon maaf. Kami pun sadar bahwa makalah yang kami

buat tidaklah sempurna. Oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran yang

membangun.

Page 21: 1. Glaucoma

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Susanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & suddarth. Ed

8. Jakarta:EGC.

Istiqomah, Indriana N. 2004. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata . Jakarta:EGC

Amin, Hardhi. 2013. Nanda Nic-Noc. Jilid 1. Yogyakarta.

Tamsuri, Anas. 2010. Klien gangguan mata & penglihatan keperawatan medical bedah.

Jakarta :EGC.

Carpenito,Lynda juall. 2000. Buku saku diagnose.Ed. 8.Jakarta: EGC