44
ASUHAN KEPERAWATAN PADA INFARK MIOKARD AKUT Mata Kuliah : Sistem Kardiovaskular II Oleh: 1. ARIEF ZUMANTARA NIM.I31112060 2. RONALDO ADI PUTRA NIM.I31112026 3. NOVERIANSYAH AKBAR NIM.I31112077 4.ANDRE NIM.I31112089 5. IRFAN HIDAYAT NIM.I31112008 6. IRA FEBRIANTI NIM.I31112043 7. NOVI MULYANDINI NIM.I31112044 8. YERLIN RAMANDA P. NIM.I31112009 9. TARIDA KRISTINA P. NIM.I31112065 10. SHELLA RAMADHANI NIM.I31112075 i

1. Infark Miokard (Makalah) Kasus 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

infark

Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA INFARK MIOKARD AKUTMata Kuliah : Sistem Kardiovaskular II

Oleh:

1. ARIEF ZUMANTARA NIM.I311120602. RONALDO ADI PUTRA NIM.I311120263. NOVERIANSYAH AKBAR NIM.I311120774. ANDRE NIM.I311120895. IRFAN HIDAYAT NIM.I311120086. IRA FEBRIANTI NIM.I311120437. NOVI MULYANDINI NIM.I311120448. YERLIN RAMANDA P. NIM.I311120099. TARIDA KRISTINA P. NIM.I3111206510. SHELLA RAMADHANI NIM.I31112075

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2014/2015

i

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-

Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Infark

Miokard Akut”.

Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas perkuliahan, yaitu sebagai tugas terstruktur

Mata Kuliah Kardiovaskuler II Tahun Akademik 2014/2015 di Fakultas Kedokteran

Universitas TanjungPura.

Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dorongan

dari pihak-pihak luar, sehingga makalah ini terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.

Ucapan terima kasih tidak lupa diucapkan kepada :

1. Ns. Ariyani Pradana Dewi S.kep Selaku Dosen Tutorial Mata Kuliah Kardiovaskuler

II.

2. Ns. Maria Fuji M.Kep Selaku Dosen Penanggungjawab kasus 2 Mata Kuliah

Kardiovaskuler II.

3. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan Angkatan 2012 Fakultas Kedokteran

Universitas TanjungPura.

Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami

mengharapkan kepada pembaca dan teman-teman agar memberikan kritik dan saran yang

sifatnya membangun.

Pontianak, Oktober 2014

Tim Penyusun

i

Daftar Isi

Kata Pengantar........................................................................................................................i

Daftar Isi.................................................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................................

1. Latar belakang...........................................................................................................2

2. Rumusan Masalah......................................................................................................3

3. Tujuan.........................................................................................................................3

BAB II......................................................................................................................................

a. Definisi.......................................................................................................................4

b. Etiologi.......................................................................................................................4

c. Klasifikasi...................................................................................................................5

d. Manifestasi.................................................................................................................5

e. Patofisiologi................................................................................................................6

f. Pemeriksaan diagnostik..............................................................................................8

g. Penatalaksanaan........................................................................................................12

h. Komplikasi...............................................................................................................16

i. Asuhan keperawatan.................................................................................................21

BAB III

1. Kesimpulan ..............................................................................................................25

Daftar Pustaka......................................................................................................................26

ii

iii

Triggered Case

Cardiovascular System Tutorial

KASUS 1

Seorang wanita berusia 63 tahun, sedang dirawat di rumah sakit karena mual disertai nyeri

dada, seperti terbakar setelah makan. Klien mengira bahwa sensasi tersebut di sebabkan oleh

yang ia makan, dan 2 jam kemudian ia menyatakan bahwa nyerin dadanya tidak berkurang

dan rasanya seperti menjalar ke bahu kiri. Saat ini klien mengatakan rasanya ada gajah duduk

di dadanya. Keadaan umum klien tampak lemah. TD=160/84 mmHg, nadi 118 x/mnt,

HR=120x/mnt, RR=28x/mnt, suhu 37,4 °C, SpO2=98%.

Saat ini paien terpasang O2 nasal kanul 2L/mnt. EKG menunjukkan PVC ( premmature

ventricular contraction ). Gelombang T invertide, terjadi ST elevasi. Nilai hasil laboratorium

menunjukkan kalium 4.0, Mg=1.9 mg/dl, kreatininkinase total= 157. Hasil CKMB 7.6,

troponin I = 2.8.

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sekitar 64,5 juta orang Amerika memiliki tipe penyakit kardiovaskuler atau lebih.

Walaupun angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler menurun sebesar 9,2% antara

tahun 1991 dan 2001, penyakit kardiovaskuler tetap menjadi pembunuh nomor satu dan

terhitung sebesar 38,5 % dari semua kematian di Amerika serikat. Kurang lebih 2600

orang Amerika meninggal setiap hari akibat penyakit kardiovaskuler, yang

menggambarkan rata-rata satu kematian setiap 34 detik. Dari mereka yang meninggal

akibat penyakit kardiovaskuler, mayoritas (54%) meninggal akibat penyakit jantung

coroner (infark miokardium [IM] dan angina pektoris).

Kurang lebih 565.000 orang Amerika mengalami IM baru setiap tahun dan sekitar

300.000 mengalami IM ulang setiap tahun. Usia rata-rata pada saat IM pertama kali

adalah 65,8 tahun pada pria dan 70,4 tahun pada wanita. Sekitar 25% pria dan 38%

wanita akan meninggal dalam satu tahun setelah IM awal.

Di Indonesia, sejak sepuluh tahun terakhir dan dengan adanya fasilitas-fasilitas

penunjang diagnostic serta unit perawatan untuk penyakit jantung, infark miokard sudah

banyak yang terdiagnosa atau dengan kata lain, Indonesia menunjukkan angka kenaikan

yang jelas terhadap penyakit infark miokardium ini.

Infark miokard atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung, adalah keadaan di

mana terjadi nekrosis pada miokardium akibat terganggunya aliran darah ke otot jantung.

Secara umum, infark miokard dapat terjadi secara tiba-tiba dan dapat mengancam hidup

seseorang. Infark miokard apabila tidak segera ditangani atau dirawat dengan cepat dan

tepat, dapat menimbulkan komplikasi seperti CHF, syok kardiogenik dan kematian.

Seperti besarnya angka statistic mortalitas dan morbiditas yang muncul, banyak

kemajuan yang telah dibuat dalam pencegahan, diagnosis, penatalaksanaan dan proses

rehabilitasi untuk klien dengan infark miokard ini.

Untuk itu, satu diantara peran perawat yang berpikir kritis adalah menurunkan

mortalitas yang berkaitan dengan penyakit jantung, khususnya yang dibahas dalam

makalah ini adalah infark miokardium. Perawat perlu keterampilan dan pengetahuan yang

diwujudkan dengan pemberian asuhan keperawatan tanpa melupakan usaha

2

rehabilitasinya. Penyuluhan terhadap pasien dan dukungan psikologis yag diberikan oleh

perawat memungkinkan pasien dan keluarga mereka untuk kembali kerumah dan

memaksimalkan status kesehatan mereka.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dpat di buat adalah :

2.1 Bagaimana pengertian infark miokardium ?

2.2 Bagaimana etiologi infark miokardium ?

2.3 Apa saja klasifikasi dari infark miokardium ?

2.4 Bagaimana manifestasi klinis pada klien dengan infark miokardium ?

2.5 Bagaimana pathway dari infark miokardium ?

2.6 Apa saja pemeriksaan diagnostik untuk infark miokardium ?

2.7 Bagaimana penatalaksanaan dari infark miokardium ?

2.8 Apa saja komplikasi dari infark miokardium ?

2.9 Bagaimana asuhan keperawatan dari infark miokardium ?

3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini

adalah :

3.1 Mengetahui bagaimana pengertian infark miokardium ?

3.2 Mengetahui bagaimana etiologi infark miokardium ?

3.3 Mengetahui apa saja klasifikasi dari infark miokardium ?

3.4 Mengetahui bagaimana manifestasi klinis pada klien dengan infark miokardium ?

3.5 Mengetahui bagaimana pathway dari infark miokardium ?

2.6 Mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik untuk infark miokardium ?

2.7 Mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari infark miokardium ?

2.8 Mengetahui apa saja komplikasi dari infark miokardium ?

2.9 Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari infark miokardium ?

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Infark miokard akut adalah penumpukan plak yang menyebabkan sumbatan

penuh pada arteri coroner sehingga terjadi jaringan nekrosis pada jantung.

Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung

yang menyebabkan sel otot jantung mati.

Infark Miokard Akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena

sumbatan pada arteri coroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya

aterosklerotik pada dinding arteri coroner sehingga menyumbat aliran darah ke

jaringan otot jantung (Sudoyo Aru, dkk 2009)

B. Etiologi

Tidak dapat dirubah :

▪ Usia

Usia yang semakin tinggi menyebabkan keretanan terjadinya aterosklerosis

karena menurunnya elastisitas dan kemampuan pembuluh darah.

▪ Riwayat keluarga

Keluarga yang mengalami penyakit Infark Miokard keturunannya beresiko

tinggi terkena infark miokard juga.

▪ Jenis kelamin

Pria lebih beresiko terkena infark miokard dan wanita setelah menopause.

Karena hormin estrogen berfungsi untuk melindungi tubuh dari terjadinya infark

miokard.

Dapat dirubah:

▪ Dislipidemia

▪ Smoking

▪ Penyakit metabolic (diabetes)

▪ Obesitas

▪ Penyakit ginjal kronik

▪ Penggunaan alkohol berlebihan

4

▪ Penggunaan obat NSAID

C. Klasifikasi

Ada dua tipe dasar infark miokard akut:

a. Transmural

Yang berhubungan dengan aterosklerosis melibatkan arteri koroner utama. Hal

ini dapat subclassified ke anterior, posterior, atau lebih rendah. infarcts

Transmural memperpanjang melalui seluruh ketebalan otot jantung dan biasanya

akibat dari oklusi lengkap suplai darah daerah tersebut.

b. Subendocardial

Melibatkan sejumlah kecil di dinding subendocardial dari ventrikel kiri,

septum ventrikel, atau otot papiler. infarcts Subendocardial dianggap akibat dari

suplai darah lokal menurun, mungkin dari penyempitan arteri koroner. Daerah

subendocardial terjauh dari suplai darah jantung dan lebih rentan terhadap jenis

patologi.

D. Manifestasi Klinis

- Dyspnea dapat menyertai nyeri dada atau terjadi sebagai keluhan terisolasi

- Mual dan/atau nyeri abdominal sering hadir dalam infark yang melibatkan dinding

inferior

- Ansietas

- Lightheadedness (berkunang-kunang) dan Sinkop (pingsan)

- Batuk

- Mual dan muntah

- Diaforesis

- Wheezing

5

E. Patofisiologi/ pathway

6

SmokingDislipidemia Konsumsi

alkohol berlebihan

Penyakit ginjal kronik

ETIOLOGI REVERSIBLE

Penyakit metabolik (diabetes)

Obesitas

Tidak terjadi filtrasiPenumpukkan lipid di arteri koroner

Menumpuk di arteri koroner

Hipernikotinemia

Menempel di dinding arteri koroner

Penumpukan ion

Metabolisme anaerob

meningkat

Infark miokard

Iskhemia

Oksigen tidak adekuat

Suplai darah turun

artherosklerosis

Penurunan kontraktilitas

miokard

Penyempitan arteri koroner

Zat kimia menumpuk

Darah menjadi lebih

kental

Suplai darah turun

Oksigen tidak adekuat

7

Kelemahan miokard

NyeriPenurunan curah jantung

Gangguan pertukaran gas

Oedem paru

Hipertensi kapiler paru

Tekanan vena pulmonalis meningkat

Tekanan atrium kiri meningkat

Vol akhir diastolik ventrikel kiri meningkat

Asam laktat meningkat

F. Pemeriksaan Diagnostik

a. EKG

Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard ketika

ventrikel berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik. Vektor

gaya bergerak menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada daerah

infark sebagai defleksi negatif abnormal. Infark yang menunjukkan abnormalitas

gelombang Q disebut infark gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard,

hasil rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat

terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau tersebar.

Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥ 0,04 detik. Namun hal ini

tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1, karena normalnya

gelombang Q di lead ini lebar dan dalam (Chou, 1996).

Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna.

Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses

depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif

akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di

daerah sehat yang berseberangan dengan area injury, maka terekam potensial yang

negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga terjadi pada

injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh daerah

normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST

depresi (Chou, 1996).

Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi

lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T

bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik

merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak

mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi secara

normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik

dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam

sangat tinggi (Chou, 1996).

Menurut Ramrakha (2006), pada infark miokard dengan elevasi segmen ST,

lokasi infark dapat ditentukan dari perubahan EKG. Penentuan lokasi infark

berdasarkan perubahan gambaran EKG dapat dilihat di Tabel 2.1

Lokasi Perubahan Gambaran EKG

8

Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang

Q di V1-V4/V5

Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang

Q di V1-V3

Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang

Q di V1-V6 dan I dan aVL

Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang

Q di V5-V6 dan inversi gelombang

T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL

Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang

Q di II, III, aVF, dan V5-V6 (kadang-

kadang I dan aVL).

Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang

Q di II, III, dan aVF

Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang

Q di II, III, aVF, V1-V3

True Posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan

segmen ST depresi di V1-V3.

Gelombang T tegak di V1-V2

RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead

(V3R-V4R). Biasanya ditemukan

konjungsi pada infark inferior. Keadaan

ini hanya tampak dalam beberapa jam

pertama infark.

b. Ekokardiogram

Ekokardiogram digunakan untuk evaluasi lebih jauh mengenai fungsi jantung,

khususnya fungsi ventrikel. Fraksi loncatan dapat ditentukan dengan

ekokardiogram.

c. Pemeriksaan enzim jantung

Pemeriksaan rangkaian enzim meliputi kreatin kinase dan laktat dehidrogenase.

a) Kreatin kinase dan isoenzimnya

9

Kreatin kinase ( CK, dengan isoenzimnya CK-MB ) dipandang sebagai

indikasi yang paling sensitif dan dapat dipercaya diantara semua enzim

jantung dalam menegankkan diagnosa infark miokardium. Terdapat tiga

macam isoenzim CK, yaitu CK-MM (otot skeletal), CK-MB (otot jantung) dan

CK-BB (jaringan otak).

CK-MB adalah isoenzim yang hanya ditemukan pada sel jantung dan

akan meningkat apabila terjadi kerusakan pada sel-sel jantung.

b) Laktat dehidrogenase dan isoenzimnya

LDH kurang bisa dipercaya sebagai indikator kerusakan jantung

seperti CK. Tetapi, karena reaksinya lebih lambat dan meningkat lebih lama

dari enzim jantung lainnya, LDH sangat berguna untuk mendiagnosa MI pada

pasien yang mengalami MI akut tetapi terlambat dibawa kerumah sakit.

c) Troponin T & I Merupakan protein tanda paling spesifik cidera otot jantung,

terutama Troponin T (TnT) yang sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan

miokard dan masih tetap tinggi dalam serum selama 1-3 minggu. Pengukuran

serial enzim jantung diukur selama 3 hari pertama.

d. Elektrolit, ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat

mempengaruhi kontraktilitas.

e. Sel darah putih, leukosit (10.000-20.000) tampak pada hari kedua sehubungan

dengan proses inflamasi.

f. GDA atau oksimetri nadi, dapat menunjukkan hipoksia.

g. Kolesterol atau trigliserida serum : meningkat menunjukkan arterisklerosis.

h. Foto dada, mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK.

i. Angiografi koroner, menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.

Kadar normal hasil laboratorium

Kalium

- 3.8 sampai 5.5 mEq/liter

- Kadar diatas normal : obstruksi usus tingkat tinggi penurunan sekresi

natrium (kemungkinan karena gagal ginjal), asidosismetabolik, luka bakar

parah.

10

- Kadar dibawah normal : kehilangan cairan tubuh, aldosteronisme, poliuria

dan terapi diuretik.

Magnesium

- 1.5–2.5 mEq/L

- Diatas normal : gagal ginjal, insufisiensi adrenal, kelebihan magnesium.

- Dibawah normal : diare kronik, aldosterorisme primer, terapi diuretik,

malnutrisi, sindrom malabsorbsi, gangguan konservasi ginjal.

Kreatinin kinase

- CK total pria : 25 sampai 130 unit/liter

- CK total wanita : 10-150 unit/liter

- Diatas normal: pascakonvulsi; kardiomiopati alkoholik; infark pulmoner,

infark serebral, atau infark miokard; hipokalemia berat; keracunan karbon

monoksida; hipertermia malignan.

- Dibawah normal: tidak ada makna klinisnya.

CKMB (Creatinkinase Label M dan B)

- Kadar normal : tidak terdeteksi sampai 7 unit/liter.

- Diatas normal : infark miokard, cedera hebat pada otot skelet.

- Dibawah normal : tidak ada makna klinisnya.

Troponin I

Menurut Kosasih (2008), nilai rujukan untuk Troponin I (metode

immunoassay) :

- Nilai antara 0,04 dan 0,1 ng/mL diinterpretasikan sebagai tak pasti

- Nilai di atas o,1 ng/mL diinterpretasikan sebagai nekrosis sebagian sel

otot jantung

- Pada operasi jantung dan takikardia yang berlangsung lama, nilai

dapat sedikit lebih tinggi

- Pada orang normal nilai kurang dari kurang dari 0,2 ng/mL

- Batas pengukuran Ultra Troponin I mulai 0,01 sampai 30,00 µg/L

dengan sensitivitas 98,23% dan spesifisitas 95,29%. 

- Kadar Troponin I Normal < 0,01 µg/L.

Troponin T

- Nilai normal troponin T adalah 0-0.10 ng/Ml

11

G. Penatalaksanaan

a. Terapi farmakologis

Obat-obat antiangina bertujuan untuk meningkatkan aliran darah, baik dengan

menambah suplai oksigen maupun mengurangi kebutuhan miokardium akan

oksigen. Jenis antiangina meliputi hal-hal berikut:

a) Morfin sulfat

Morfin sulfat merupakan suatu anlagetik nakrotik, biasanya digunakan

untuk mengobati angina yang berkaitan dengan infark miokardium akut.

Morfin menghilangkan sakit, memperlebar pembuluh vena dan mengurangi

beban jantung. Dosis standar morfin sulfat adalah 2-5 mg IV, diulang setiap 5-

30 menit sampai sakit dada hilang.

b) Nitrat

Nitrat atau vasodilator koroner merupakan agen-agen pertama yang digunakan

untuk meredakan angina

c) Penghambat beta

Penghambat beta dapat mengurangi denyut jantung. Obat ini digunakan

sebagai anti angina, antiaritmia dan antihipertensi.

Antiplatelet

Pemberian terapi antiplatelet dikelompokkan dalam tiga kategori sebagai

berikut:

1. Bila dilakukan PTCA Primer

a. Aspirin oral dengan dosis 150-325 mg

b. Clopidogrel dosis pembebanan (loading dose) 300-600mg

c. GPIIb/IIIa inhibitor (abciximab)

2. Bila diberikan trombolitik

a. Aspirin oral dosis 150-325 mg

b. Clopidogrel 300 mg bila usia < 75 thn dan 75 mg bila usia > 75

3. Bila tidak diberikan trombolitik

a. Aspirin oral dgn dosis 150-325 mg

b. Clopidogrel oral 75 mg

Antikoagulan (Antitrombin)

1. Bila dilakukan PTCA Primer

12

Diberikan heparin bolus 100 UI/kgBB dan selama tindakan ACT

dipertahankan sekitar 250-300. Bivalirudin diberikan bolus 0,75 mg

kgBB intravena dan diteruskan infus 0,75 mg/KgBB/jam.

2. Bila diberikan trombolitik

a. Enoxaparin

Bila usia <75 thn dan kreatinin < 2,5 mg/dL maka diberikan

bolus ntravena 30 mg dan dilanjukan 1 mg/kgBB per 12 jam. Bila

usia di atas 75 thn dan CCT < 30 ml maka dosis bolus 0,75

mg/kgBB dan dosis pemeliharaan diberikan satu kali sehari.

b. Heparin

Bolus 60 UI/kgBB dengan dosis maksimum 4000UI dan diikuti

dengan infus drip 12 UI/kgBB maksimum 1000 UI/jam

diteruskan selama 24-48 jam.

c. Fondaparinux

Diberikan 2,5 mg bolus intravena dan diikuti dosis pemeliharaan

2,5 mg per hari selama 8 hari.

b. Terapi Reperfusi

A. Reperfusi Farmakologik

Diberikan pada pasien STEMI yang tidak mungkin atau tidak ada

fasilitas untuk reperfusi mekanik (primary PTCA). Obatobat trombolitik yang

dapat diberikan :

1. Streptokinase : 1,5 juta unit intravena dalam 30-60 menit

2. Alteplase (t-PA): 15 mg bolus intravena dan dilanjutkan o,75 mg/kgBB

dalam 30 menit, lalu 0,5 mg/kgBB dalam 60 menit

B. Reperfusi Mekanik

Reperfusi mekanik dengan PTCA lebih unggul dalam keberhasilan

melnacarkan kembali aliran koroner dibandingkan dengan reperfusi

farmakologik. Ada tiga jenis reperfusi mekanik:

13

1. PTCA primer

Pelebaran arteri koroner dgn PTCA pada STEMI dengan mula terjadi < 12

jam dengan rentang waktu antara pasien datang ke rumahsakit sampai balon

koroner dikembangkan (door to balloon time) < 2 jam. Biasanya diindikasikan

pada pasien dengan renjatan (syok) atau kontraindikasi terhadap trombolitik.

2. Rescue PTCA

Bila trombolitik gagal pada pasien dengan infark luas dan onset < 12 jam.

Parameter klinik kegagalan trombolitik adalah turunnya elevasi segment ST

<50% dalam 60-90 menit pasca pemberian trombolitik.

3. Facilitated PTCA

Untuk mengurangi efek keterlambatan tindakan PTCA, diberikan trombolitik

dosis penuh sebelum dilakukan PTCA terencana.

c. Rehabilitasi Jantung

Program rehabilitasi jantung adalah suatu proses pemulihan dan penyembuhan

seseorang yang mengalami kelainan jantung, ketingkat yang optimal baik secara

phisik, mental, sosial dan vokasional. Terdapat 3 fase Rehabilitasi Jantung

(Wilson, 1991).

A. Fase I

Tujuan Fase I ; rehabilitasi pada fase ini untuk mengembalikan kondisi

(Reconditioning) yaitu mengatasi akibat negatif dari tirah baring

(Deconditiong) yang disebabkan karena sakitnya dan karena tindakan

14

pembedahan. Lamanya antara 7-14 hari. Penderita dipulangkan setelah

uji latih jantung dengan beban (Predischarge exercise test).

Target Fase I: mencapai kapasitas aerobik 3 mets yaitu mampu jalan 1,5

km selama 30 menit, kenyataan, tidak selalu tepat 1,5 km/30 kadang

kurang lebih.

Yang dikerjakan pada Fase I Ruang ICU: ROM-Chest

Fisiotherapi/Breathing exercise Ruang Intermendiate: Latihan ADL-

Latihan duduk-Latihan berdiri-Latihan jalan Ruang Rehab (GP.2):

Latihan jalan di kamardiluar kamar Gymnasium: Latihan jalan dengan

dosis yang meningkat, hingga mencapai 1,5 km/30’ latihan sepeda 5’

tanpa beban. Pengawasan dengan telementri, tensi nadi dan adanya

keluhan. Fase I diakhiri dengan Evaluasi Tread Mill Test. Selanjutnya

masuk ke F.II.

B. Fase II

Tujuan Fase II, untuk menghindari progresifitas penyakit lebih jauh.

Dilakukan edukasi, evaluasi psikososial, vokasional dan seksual.

Penderita sudah pulang dari Rumah Sakit, masih latihan di UPF

Rehabilitasi. Waktu latihan 4-8 minggu.

Target Fase II: Mencapai kapasitas aerobik 6 Mets yaitu mampu jalan 3

km selama 30 dan mampu.

Yang dikerjakan pada fase II ( Gymnasium ) Latihan jalan dengan dosis

yang meningkat, hingga mencapai 3 km selama 30 menit latihan sepeda

10’ tanpa beban.Pengawasan dengan telementri, tensi nadi dan adanya

keluhan Fase II diakhiri dengan Evaluasi Tread Mill Test, bila tidak

masuk ke F.III bekerja kembali.

C. Fase III

Tujuan Fase III (pemeliharaan): Maintenence, memelihara hasil yang

dicapai supaya tidak mundur. Mencegah progresifitas, memberikan

latihan dan pengaturan diet. Dalam waktu 6 bulan diharapkan regresi

terjadi. Fase III dihubungkan dengan upaya Prevensi sekunder yaitu

15

Target Fase III: Mencapai kapasitas aerobik 6-8 Mets, yaitu mampu

jalan 3-4 km selama 30 kenyataan, tidak selalu tepat 3-4 km/ 30 kadang

kurang kadang lebih.

Yang dikerjakan pada fase III ( Gymnasium ) Latihan jalan dengan dosis

yang meningkat, hingga mencapai 3-4 km selama 30 menit latihan

sepeda 15’ tanpa beban. Pengawasan dengan telementri, tensi nadi dan

adanya keluhan Fase II diakhiri Evaluasi Tread Mill Test, bila tidak

masuk ke F.III

Aktivitas pada Rehabilitasi Jantung, dilakukan latihan : ROM, Breathing exercise,

ADL, Latihan duduk, Senam, latihan berdiri, latihan jalan, sepeda dan

penyuluhan (P.K.Wilson,1991)

H. Komplikasi

- Aritmia

Henti jantung terjadi bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut. Akibatnya,

terjadi pengentian sirkulasi efektif. Pada aritmia, semua kerja jantung berhenti,

terjadi kedutan otot yang tidak seirama, terjadi kehilangan kesadaran mendadak,

tidak ada denyutan dan bunyi jantung tidak terdengar. Pupil mata berdilatasi

selama 45 detik, kadang-kadang terjadi kejang. Terdapat interval waktu sekitar 4

menit antara berhentinya sirkulasi dengan terjadinya kerusakan otak menetap.

Intervalnya dapat bervariasi tergantung usia klien. Selama periode tersebut,

diagnosis henti jantung harus sudah ditegakkan dan sirkulasi harus segera

dikembalikan.

Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan jenis komplikasi yang paling

sering terjadi pada infark miokardium. Insiden gangguan ini sekitar 90%. Aritmia

timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan

elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi, yaitu

rekaman grafik aktivitas listrik sel. Misalnya, perangsangan simpatis akan

meningkatkan depolarisasi spontan, sehingga meningkatkan kecepatan denyut

jantung. Secara klinis, diagnosis aritmia ditegakkan berdasarkan pada interpretasi

elektrokardiogram.

16

Beberapa faktor predisposisi tingginya insiden aritmia pada penyakit

aterosklerosis koroner adalah sebagai berikut:

a) Iskemia jaringan

b) Hipoksemia

c) Pengaruh sistem saraf otonom

d) Gangguan metabolisme

e) Kelainan hemodinamik

f) Obat-obatan

g) Ketidakseimbangan elektrolit

- Defek septum ventrikel

Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan ruptum dinding septyum

sehingga terjadi depek septum ventrikel. Pada hakikatnya, ruptur membentuk

saluran keluar ke dua dari ventrikel kiri pada tiap kontraksi ventrikel,

kemudian aliran terpecah menjadi dua yaitu melalui aorta dan melalui defek

septum ventrikel. Karena tekanan jantung kiri jauh lebih besar dari pada

jantung kanan, maka darah akan menyerong melalui defek dari kiri ke kanan,

dari daerah lebih besar tekanan nya menuju daerah yang lebih rendah tekanan

nya. Darah yang dapat dipindahkan ke jantung kanan cukup besar jumlah nya

sehingga jumlah darah yang dikeluarkan aorta menjadi berkurang. Akibatnya,

curah jantung sangat berkurang disertai peningkatan kerja ventrikel kanan dan

kongesti paru.

- Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami

infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.

Timbul lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang

ireversibel dengan manifestasi meliputi hal-hal berikut:

a) Penurunan perfusi perifer

b) Penurunan perfusi koroner

c) Peningkatan kongesti paru-paru

d) Hipotensi, asidosis metabolik dan hipoksemia yang selanjutnya makin

menekan fungsi miokardium.

- Gagal jantung Kongestif

17

Gagal jantung kongestif merupakan komplikasi yang paling sering terjadi

setelah serangan infark. Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi

miokardium. Tempat kongesti bergantung pada ventrikel yang terlibat. Disfungsi

ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena pulmonalis,

sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan

kongesti vena sistemik.

- Perikarditis

Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak

dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan perikardium dan

menimbulkan reaksi peradangan. Kadang-kadang terjadi efusi perikardial atau

penimbunan cairan antara kedua lapisan. Penimbunan cairan ini biasanya tidak

sampai menyebabkan terjadinya temponade jantung.

- Difungsi otot papilaris

Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi

katup mitralis, sehingga memungkin eversi daun katup ke dalam atrium

selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograd dari

ventrikel kiri kedalam atrium kiri dengan dua akibat, yaitu pengurang aliran ke

aorta, sertapeningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis

meskipun jauh lebih jarang terjadi, ruptur otot papilaris dapat juga terjadi pada

ventrikel kanan. Hal ini akan mengakibatkan regurgitasi trikuspidalis yang

berat dan gagal ventrikel kanan.

- Edema paru akut

Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik dirongga

interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti

paru tingkat lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler,

merembes keluar dan menimbulkan disritmia yang sangat berat. Kongesti paru

terjadi jika dasar vaskular paru menerima darah yang berlebihan dariventrikel

kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Sedikit

ketidakseimbanga antara aliran masuk pada sisi kanan dan aliran kleluar pada sisi

kiri jantung tersebut mengakibatkan konsekuensi yang berat.

18

Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat

mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi hipoksia berat.

Kemqatian pada edema paru tidak dapat dihindari lagi. Apabila segera dilakukan

tindakan yang tepat, serangan dapat dihentikan serta klien dapat selamat dari

komplikasi ini dan kekambuhan dapat dicegah. Untung nya edema paru tidak

terjadi mendadak, tetapi didahului oleh gejala kongesti yang dipantau sebelumnya.

- Ruptur jantung

Ruptur dinding ventrikel jantung yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan

infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut.

Dinding nekrotik yang tipis pecah,sehingga terjadi perdarahan terjadi kedalam

kantong perikardium yang relatif tidak elastis dapat berkembang. Kantong

perikardium yang terisi oleh darah menekan jantung, sehimgga menimbulkan apa

yang dinamakan tamponade jantung . secara normal, kantong perikardium berisi

cairan sebanyak 50 ml. Cairan perikardium akan terakumulasi secara lambat tanpa

menyebabkan gejala nyata.namun, perkembangan efusi yang cepat dapat

meregangkan perikardium sampai ukuran maksimal dan menyebabkan penurunan

curah jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena dan

curah jantung.

- Aneurisma ventrikel

Penonjolan miokardium paradoks yang bersifat sementara pada iskemia

miokardium sering terjadi, dan pada sekitar 15% klien aneurisme ventrikel akan

menetap. Aneurisme ini biasanya terjadi pada permukaan arterior atau apeks

jantung. Aneurisme ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap sistol

dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.

- Tromboembolisme

Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel mejadi kasar yang

merupakan predisposisi pembentukan trombus.pecahan trombus mural

intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.

Kurangnya mobilitas klien penyakit jantung dan adanya gangguan sirkulasi yang

menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan trombus intrakarnial dan

intravaskular. Begitu klien meningkatkan aktifitasnya setela mobilitas yang lama,

19

sebuah trombus dapat terlepas (trombus yang terlepas dinamakan embolus) dan

dapat terbawa ke otak, ginja, usus dan paru.

Emboli sistemik ,emboli ini dapat berasal dari ventrikel kiri. Sumbatan vaskular

dapat menyebabkan struk atau infark ginjal,juga dapat menganggu suplai darah ke

ekstremitas.

20

I. Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

- Aktivitas( gejala : kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup

menetap, jadwal olah raga tak teratur )

- ( Tanda ; takhikardia, dispnea pada istirahat/aktivitas )

- Sirkulasi ( gejala: Infark Myokard sebelumnya, penyakit arteri koroner,

PJK. DM.)

- Tanda : TD 160/84 mmHg,. Dapat normal atau naik turun, perubahan

postural dicatat, dari tidur sampai duduk/berrdiri. Nadi:118 x/menit. dapat

normal, inadekuat, penuh, atau lemah, pengisian kapiler lambat / tidak

teratur.

- Tanda : cemas, dan lemah

- Makanan/cairan : ( gejala: mual, kehilangan nafsu makan, nyeri ulu

hati/terbakar)

- Tanda: perubahan mental atau kelemahan.

- Ketidaknyamanan ( Gejala : nyeri dada yang timbulnya setelah makan ,

dapat/tidak berhubungan dengan aktivitas tidak hilang dengan istirahat atau

nitroglyserin , lokasi tipikal pada dada anterior, substernal, perikordia, dapat

menyebar ke tangan, rahang, atau wajah. Kualitas : berat,menetap,

tertekan.)

- Tanda : serasa ada gajah yang menimpa di dada

- Pernafasan (normal RR 28x/menit)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Penurunan Curah Jantung b.d perubahan faktor-faktor listrik, penurunan

karakteristik miokard.

2. Gangguan pertukaran gas b.d. gangguan aliran darah ke alveoli.

3. Nyeri akut b.d. iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri

ditandai dengan : penurunan curah jantung.

21

C. INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil IntervensiPenurunan curah jantung b.d. perubahan faktor-faktor listrik, penurunan karakteristik miokard.

NOC Efektifitas pompa

jantung Status sirkulasi Status tanda vital

Kriteria hasil: Tanda vital dalam

rentang normal (tekanan darah, nadi, respirasi)

Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan

Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites

Tidak ada penurunan kesadaran

NICPerawatan jantung:

Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, durasi)

Catat adanya disritmia jantung

Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output

Monitor status pernapasan yang menandakan gagal jantung

Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi

Monitor adanya perubahan tekanan darah

Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan

Monitor toleransi aktivitas pasien

Anjurkan untuk menurunkan stress

Memonitor tanda vital: Monitor TD, nadi, suhu,

dan RRGangguan pertukaran gas b.d. gangguan aliran darah ke alveoli.

NOC Status pernapasan:

pertukaran gas Status pernapasan:

ventilasi Status tanda vital

Kriteria hasil: Mendemonstrasikan

peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

Tanda-tanda vital dalam rentan normal

NICManajemen jalan napas:

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Monitor respirasi dan status O2

Memonitor pernapasan: Monitor rata-rata

kedalaman, irama dan usaha respirasi

Monitor pola napas: bradipnea, takipnea, kussmaul, hiperventilasi

Nyeri akut b.d. iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri ditandai dengan : penurunan curah

NOC Tingkat nyeri Kontrol nyeri Tingkat kenyamanan

Kriteria hasil:

NICManajemen nyeri:

Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk

22

jantung. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik non-farmakologi untuk mengurangi)

Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)

Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

Observasi reaksi non-verbal dari ketidaknyamanan

Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan

Kurangi faktor presipitasi Pilih dan lakukan

penanganan nyeri (farmakologi, non-farmakologi, dan interpersonal)

Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

Ajarkan tentang teknik non-farmakologi

Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

Tingkatkan istirahat Kolaborasikan dengan

dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Manajemen analgetik: Tentukan

lokasi,karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat

23

Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri

Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal

Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur

Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik pertama kali

Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

Evaluasi efektivitas analgetik, tanda dan gejala

BAB III

24

PENUTUP

1. Kesimpulan

Infark Miokard Akut adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena sumbatan

pada arteri coroner. Sumbatan akut terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding

arteri coroner sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung

Infark miokard atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung, adalah keadaan di

mana terjadi nekrosis pada miokardium akibat terganggunya aliran darah ke otot jantung.

Secara umum, infark miokard dapat terjadi secara tiba-tiba dan dapat mengancam hidup

seseorang. Infark miokard apabila tidak segera ditangani atau dirawat dengan cepat dan

tepat, dapat menimbulkan komplikasi seperti CHF, syok kardiogenik dan kematian.

Di Indonesia, sejak sepuluh tahun terakhir dan dengan adanya fasilitas-fasilitas

penunjang diagnostic serta unit perawatan untuk penyakit jantung, infark miokard sudah

banyak yang terdiagnosa atau dengan kata lain, Indonesia menunjukkan angka kenaikan

yang jelas terhadap penyakit infark miokardium ini.

DAFTAR PUSTAKA

25

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. Jakarta:EGC.

Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M. 2012. Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Vol 2 Ed 6. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

wijaya kusuma, Volume I, Nomor 1, Januari 2007, 41-48

26