22
SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR 1 Sumoharjo, S.Pi, M.Si Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman I. Pendahuluan Akuakultur adalah sektor produksi pangan yang berkembang cepat dengan rata-rata pertumbuhan 8.9 % per tahun, jika dibandingkan dengan penangkapan hanya 1,2 % dan produksi daging hewan darat yang hanya 2.8 % pada periode yang sama (FAO 2004). Menurunnya stok perikanan laut dunia dan pertumbuhan populasi manusia adalah harga yang harus dibayar oleh pertumbuhan akuakultur selanjutnya. Di samping itu, sektor produksi akuakultur masih harus meningkat 5 kali lipat lagi untuk dua dekade berikutnya agar dapat memenuhi kebutuhan protein minimum untuk nutrisi manusia (FAO 2004 dalam Roselian, et al 2007). Sistem akuakultur merupakan seperangkat sarana dan prasarana budidaya yang saling mempengaruhi dan berfungsi secara terpadu, yang mana terdiri atas subsistem-subsistem seperti; ikan, wadah budidaya, air, pakan, dan berbagai peralatan penunjang lainnya. Namun kemudian, sistem akuakultur lebih menekankan pada perbedaan atas media budidaya yang digunakan, karena pada prinsipnya subsistem lainnya akan berubah mengikuti perubahan media budidaya yang digunakan tersebut. Klasifikasi Sistem Akuakultur 1 Colt J.1991 . Aquaculture production system. Journal of Animal Science. 69:4183-4192. American Society of Animal Science.

1. SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 1. SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR.doc

SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR1

Sumoharjo, S.Pi, M.SiFakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Mulawarman

I. Pendahuluan

Akuakultur adalah sektor produksi pangan yang berkembang cepat dengan

rata-rata pertumbuhan 8.9 % per tahun, jika dibandingkan dengan penangkapan

hanya 1,2 % dan produksi daging hewan darat yang hanya 2.8 % pada periode

yang sama (FAO 2004). Menurunnya stok perikanan laut dunia dan pertumbuhan

populasi manusia adalah harga yang harus dibayar oleh pertumbuhan akuakultur

selanjutnya. Di samping itu, sektor produksi akuakultur masih harus meningkat 5

kali lipat lagi untuk dua dekade berikutnya agar dapat memenuhi kebutuhan

protein minimum untuk nutrisi manusia (FAO 2004 dalam Roselian, et al 2007).

Sistem akuakultur merupakan seperangkat sarana dan prasarana budidaya

yang saling mempengaruhi dan berfungsi secara terpadu, yang mana terdiri atas

subsistem-subsistem seperti; ikan, wadah budidaya, air, pakan, dan berbagai

peralatan penunjang lainnya. Namun kemudian, sistem akuakultur lebih

menekankan pada perbedaan atas media budidaya yang digunakan, karena

pada prinsipnya subsistem lainnya akan berubah mengikuti perubahan media

budidaya yang digunakan tersebut.

Klasifikasi Sistem Akuakultur

Sistem produksi akuakultur secara khusus diklasifikasikan menurut tipe,

kepadatan biomassa ikan dan metode pemberian pakan. Pembagiannya

kemudian didasarkan pada aliran air (lotic atau lentic), dan menekankan pada

derajad proses perbaikan kualitas air yang mengendalikan proses produksi

(Krom et al, 1989 dalam Colt 1991).

Semakin padat biomassa ikan yang dipelihara, semakin banyak dan

semakin canggih teknologi yang digunakan. Oleh karena itu, intensifikasi berarti

tingkat atau derajad teknologi yang digunakan dalam mengontrol sistem produksi

akuakultur sedangkan ekstensifikasi adalah perluasan area akuakultur sehingga

lebih menekankan pada luas badan air (m2) yang digunakan untuk menghasilkan

1 Colt J.1991. Aquaculture production system. Journal of Animal Science. 69:4183-4192. American Society of Animal Science.

Page 2: 1. SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR.doc

produk akuakultur yang kontrol lingkungannya masih sangat tergantung pada

purifikasi alami (self purification) tanpa ada usaha input teknologi sebagaimana

halnya dalam sistem intensif.

Dengan demikian, sistem intensif dan sistem ekstensif bisa menghasilkan

produk dalam jumlah yang sama, namun perbedaannya terletak pada luas area

yang digunakan dan penggunaan biaya awal. Jika ekstensif lebih banyak biaya

untuk lahan, maka intensif lebih banyak biaya untuk pembelihan teknologi dan

energi yang digunakan, selain itu ekstensif lebih menekankan tentang luas badan

air (m2) sedangkan intensif lebih pada volume air (m3).

Klasifikasi sistem produksi akuakultur menurut Colt (1991) yang didasarkan

atas pola aliran air, meliputi :

1. Kolam adalah sistem produksi yang paling sederhana, pada kondisi

operasional normal dilakukan penambahan air baru untuk mengganti air yang

hilang akibat evaporasi, evapotranspirasi, dan infiltrasi.

2. Sistem air mengalir (flow-through), di mana ikan dapat dipelihara dengan

kepadatan tinggi. Sistem ini menggunakan air dalam jumlah besar untuk

menghilangkan limbah. Biasanya pre-treatmen diperlukan untuk

menghilangkan limbah padat, Fe dan Mg, nitrogen, dan gas karbon dioksida,

atau diberikan oksigen tambahan dengan aerasi. Karena adanya peraturan

tentang lingkungan hidup, maka biasanya post-treatmen juga diperlukan

sebelum air dari unit budidaya dibuang ke perairan umum.

3. Sistem resirkulasi (sistem tertutup), biasanya diperuntukkan pada beberapa

daerah yang terbatas dalam hal sumberdaya air, di mana air yang telah

digunakan untuk produksi akuakultur dapat diolah untuk menghilangkan

limbah metabolit dan kemudian digunakan kembali.

4. Sistem kolam hibrida, yakni di dalam kolam sengaja ditumbuhkan algae atau

tumbuhan air sebagai biofilter untuk menyerap limbah metabolit, sistem ini

biasa dikembangkan untuk akuakultur di daerah tropis.

5. Karamba (cage system) masih dikategorikan sebagai sistem air mengalir

(flow-through) walaupun dibeberapa kawasan dengan peraturan buangan

limbah yang ketat, sistem ini bisa digolongkan sebagai sistem resirkulasi

dengan pengolahan limbah yang minim.

Page 3: 1. SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR.doc

Static system

Flow-trough

Flow-trough + water treatment

Reuse system

Reuse system + natural proses

Cage system

Static system

Flow-trough

Flow-trough + water treatment

Reuse system

Reuse system + natural proses

Cage system

Menurut Colt (1991), berdasarkan tata nama (nomenclature) yang

mengacu pada karakteristik pencampuran hidrolis (hydraulic mixing) dari tipe-tipe

sistem budidaya yang berbeda dapat diklasifikasikan menjadi tiga grup, yakni :

1. Plug-flow reaktor (PFR), dimana air mengalir melalui unit budidaya secara

datar tanpa pencampuran longitudinal, sehingga limbah metabolit seperti

amonia meningkat secara linear sepanjang arah longitudinal. Sistem ini

biasanya digunakan dalam budidaya ikan salmon dan trout.

2. Continuous-flow stirred tank reaktor (CFSTR), secara ideal pada sistem ini air

teraduk dan bercampur seluruhnya ke dalam unit budidaya sehingga

konsentrasi efluen limbah metabolit seperti amonia sama dengan konsentrasi

limbah di dalam unit budidaya. Contoh dari sistem ini adalah bak bundar,

kurangnya sudut kemiringan bak budar merupakan keuntungan dari sistem

produksi dengan intensitas tinggi (Colt dan Watten, 1988).

3. Arbitrary-flow reaktor (AFR) dimana pencampuran air dalam sistem (kolam)

lebih disebabkan oleh pengaruh suhu, fotosintesis, reaksi kimia di sedimen,

dan gerakan angin. Proses ini cenderung menghasilkan stratifikasi kimia dan

Page 4: 1. SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR.doc

suhu secara vertikal. Gerakan angin cenderung mengaduk air kolam, tetapi

juga dapat menyebabkan gradien horisontal secara signifikan

Meskipun semua sistem ini masih penting untuk didiskusikan, namun

semuanya masih eksis digunakan dalam aktifitas akuakultur, tentu saja hal ini

tergantung pada kondisi kawasan dan investasi dalam usaha akuakultur.

Page 5: 1. SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR.doc

PERTIMBANGAN UMUM DALAM PEMILIHAN SISTEM AKUAKULTUR

Menurut Baluyut (1989)2 bahwa pemilihan suatu sistem akuakultur

ditentukan oleh beberapa faktor berikut ini :

1. Tujuan dari pengembangan usaha/keuntungan yang ingin dicapai

Terkait dengan tujuan pengembangan ini sebenarnya bermaksud untuk ;

Meningkatkan suplai/produksi ikan untuk konsumsi lokal/domestik

Menghasilkan lapangan kerja baru dan meningkatkan penghasilan

Meningkatkan devisa negara

Pembangunan sosial ekonomi dan memperluas usaha sampingan.

Biasanya tujuan dari pengembangan akuakultur ini bagi pihak swasta tentu

saja adalah nilai komersialnya, sebaliknya bagi pemerintah, hal ini

dimaksudkan untuk menyediakan mata pencaharian sampingan bagi

petani/pembudidaya untuk memperbaiki kondisi sosial ekonominya. Dengan

demikian, berdasarkan atas tujuan pengembangan tersebut, maka akuakultur

dapat dibagi atas;

Skala kecil (input rendah, modal kecil, resiko kecil, dan teknologi

rendah)

Skala besar (inverstasi besar, teknologi tingkat tinggi)

2. Spesies budidaya yang dapat diterima pasar (acceptability/marketability)

Pemilihan spesies ikan sangat terkait dengan target usaha yang ingin

dicapai. Tidak semua ikan cocok untuk dibudidayakan pada semua skala.

Misalnya jenis udang yang bernilai ekonomis tinggi akan lebih

menguntungkan dibudidayakan pada skala kecil. Juga spesies tertentu hanya

cocok pada tipe sistem tertutup tertentu, seperti udang windu yang lebih

cocok dibudidayakan pada kolam/tambak ikan dari pada di karamba.

Demikian pula ada ikan yang cocok pada suatu negara tetapi tidak cocok

dinegara lain.

Pemilihan spesies budidaya sangat tergantung pada beberapa faktor,

yakni; keterseidaan lokasi yang sesuai, karakteristik biologi spesies

lokal/introduksi, dapat diterima dipasar lokal atau internasional, dan

ketersediaan teknologi dan peralatan yang dibutuhkan untuk

membudidayakannya.

Tabel. Spesies yang lazim dibudidayakan di Asia

2 Baluyut EA. 1989. Aquaculture system and practices : A review. FAO. UN development programme. Rome

Page 6: 1. SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR.doc

Common Name Scientific Name Culture System* Environment**

Page 7: 1. SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR.doc

FINFISHES Milkfish Chanos chanos E, S, I F, B, S Freshwater eel Anguilla japonica EX, E, I F

Anguilla spp. Grey mullet Mugil cephalus EX, E, I F, B, S Cockup Lates calcarifer EX F Grouper Epinephelus spp. EX S Porgy Mylio macrocephalus EX S

Mylio spp. Red porgy Chrysophry major S, I S Black porgy Acanthopagrus schlegeli S B, S Tilapia Oreochromis mossambicus SI F. S

O. nilotica E, SI F, S Tilapia zillii S F O. aureus S F O. mossambicus x O. niloticus

S F

O. niloticus x O. aureus S F Red tilapia Oreochromis spp. S, I F, B, S Sweet fish, ayu Plecoglossus altivelis I F Common carp Cyprinus carpio E, S F Goldfish (wild) Carassius auratus E, S F Crucian carp Carassius carassius E, S F Puntius carp Puntius gonionotus E, S F

Puntius spp. Rohu Labeo rohita EX, S F Mrigal Cirrhina mrigala EX, S F Bottom carp Cirrhina molitorella E, S F Catla Catla catla EX, S F Grass carp Ctenopharyngodon idellus E, S F Black or snail carp Mylopharyngodon piceus E, S F Silver carp Hypophthalmichthys molitrix EX, E, S F Bighead carp Aristichthys nobilis EX, E, S F Nilem Osteochilus hasselti EX, E F Walking catfish Clarias batrachus E, S F

Clarias spp. MOLLUSCS Japanese oyster Crassostrea gigas E, I S Hard clam Metrix lusoria I S Small abalone Haliotis diversicolor I S Corbiculas Corbicula fluminea E F

C. formosa E F Purple clam Soletellina diphos E S Apple snail Ampullarius insularum S, I F Blood clam Tegillarca granosa S S

Crassostrea malabonensis E S C. iredalei EX, E S C. palmipes S S C. cuculata EX, S S C. lugubris E S C. belcheri E S C. commercialis S S Metrix metrix EX, S S

Cockle Andara granos E, S S

Page 8: 1. SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR.doc

Green sea mussel Mytilus smaragdinus EX, E, S S REPTILES Soft-shell turtle Trionyx sinensis I F Crocodile Crocodilus siamensis I F

C. porocus I F AMPHIBIANS Bull frog Rana catasbiana S F Tiger frog Rana tigrina I F SEAWEEDS Gracilaria Gracilaria spp. E B, S Nori Porphyra spp. E S Wakame Undaria pinnatifida E S Green laver Monostroma nitidum E S *EX = experimental, E = extensive, S = semi-intensive, I = intensive**F = freshwater, B = brackish water, S = saltwaterSumber : Liao, 1988

Huet and Timmermans (1972) menyebutkan kriteria untuk mengevaluasi

kelayakannya suatu spesies budidaya, sebagai berikut :

Harus sesuai dengan iklim wilayah dimana ikan dibudidayakan

Laju pertumbuhannya harus cukup tinggi

Bisa berreproduksi dengan baik pada lingkungan terkontrol

Bisa memakan pakan buatan yang murah

Harus bisa diterima oleh konsumen (laku dijual)

Harus bisa dipelihara dengan kepadatan tinggi

Harus tahan terhadap penyakit

3. Ketersediaan Teknologi

Karena akuakultur melibatkan banyak metode termasuk pemijahan dan

pembesaran, maka ketersediaan teknologi yang telah dikuasai sangat

menentukan keberhasilannya. Selain itu, juga terkait dengan tingkat

kerumitan (complexity) dan kemudahannya untuk dipelajari oleh para

pembudidaya.

Secara umum, sistem berbiaya rendah dengan teknologi sederhana

seperti budidaya ikan nila/mujair lebih mudah diajarkan kepada pembudidaya

daripada sistem budidaya canggih berteknologi tinggi seperti budidaya udang

windu yang intensif.

Oleh karena itu, jika akuakultur ingin digunakan sebagai mata

pencaharian alternatif atau sebagai pengganti usaha penangkapan dipesisir,

maka sistem yang akan digunakan harus sederhana, mudah diaplikasikan,

fasilitas produksi berbiaya murah yang pembuatan dan pengoperasiannya

Page 9: 1. SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR.doc

bisa melibatkan semua anggota keluarga atau kelompok, misalnya budidaya

rumput laut dan kerang-kerangan. Di sisi lain, teknologi yang rumit

memerlukan biaya yang lebih besar dan tambahan fasilitas lainnya, namun

menjanjikan keuntungan yang lebih besar juga. Ini biasanya dilakukan oleh

pengusaha menengah atau besar yang mampu membayar tenaga ahli dalam

menjalankan usaha akuakultur tersebut.

4. Ketersediaan input produksi dan sarana pendukung lainnya

Konsenkuensi atas level teknologi adalah kesiapan dari input produksi,

misalnya pakan dan benih, fasilitas tambahan seperti hutchery, mesin

processing, mesin pembuat es, dan coldstorage (ruang penyimpanan

bersuhu dingin). pada level rendah, para pembudidaya tidak cukup hanya

dengan ketersediaan input produksi tetapi juga memerlukan petunjuk teknis

dan dukungan luas. Namun demikian, untuk skala besar yang beroperasi

secara intensif terutama yang berusaha untuk tujuan ekspor, faktor kritisnya

adalah ketersediaan benih dan pakan secara kontinu dan juga kegiatan

pasca panen dan processing untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan.

5. Kebutuhan akan investasi.

Besar kecilnya modal yang ditanamkan pada usaha akuakultur tergantung

pada tipe sistem yang diadopsi. Secara umum, investasi meningkat sebagai

fungsi dari level teknologi dan kerumitan sistem akuakultur. di mana sistem

ektensif biasanya lebih sedikit modal yang diinvestasikan daripada sistem

intensif.

Sistem akuakultur skala kecil seperti rakit atau tali untuk budidaya rumput laut

atau kerang-kerangan tentu biayanya lebih kecil, sebaliknya untuk sistem

intensif dengan kompleksitas sistem produksi seperti budidaya udang windu

memerlukan perencanaan keuangan yang besar, tidak hanya pada awal

usaha tetapi juga selama operasional dan pemeliharaannya.

6. Kondisi lingkungan.

Hal penting yang harus diperhatikan adalah dampak lingkungan yang

ditimbulkan dari usaha akuakultur ini, sebagai contoh ekpansi budidaya

Page 10: 1. SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR.doc

intensif di Taiwan telah menimbulkan masalah penyakit yang serius dan

memburuknya kualitas air.

Penebangan hutan mangrove secara besar-besaran untuk dijadikan

tambak juga telah menimbulkan gangguan atas keseimbangan ekologis di

sejumlah pesisir, menurunkan produktifitas perairan, dan membatasi daerah

pemijahan (breeding ground) dan pengasuhan (nursery ground) jenis-jenis

ikan penting dan kehidupan akuatik lainnya.

Di Australia, potensi kemungkinan terjadinya eutrofikasi karena beban

limbah nutrien yang dikeluarkan oleh aktifitas akuakultur telah menjadi

perhatian (Jamandre, 1988). Di Negros, Philipina juga telah terjadi

perdebatan antara pabrik gula dan industri akuakultur karena limbah yang

dikeluarkan pabrik gula tersebut ke sungai yang airnya dipakai untuk

akuakultur, dilaporkan meningkatkan temperatur dan menurunkan pH

sehingga merusak usaha tambak udang (Cayco, 1988).

Akuakultur sendiri dapat menghasilkan dampak negatif terhadap

lingkungan sehingga penting untuk mempertimbangkan masalah lingkungan

ini dalam memilih suatu sistem akuakultur, yang mana harus dapat

mengurangi dampak langsung akuakultur terhadap ekologi.

Tabel. Kemungkinan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh akuakultur

Sistem Budidaya Dampak Lingkungan

EXTENSIVE

1. Budidaya rumput laut Bisa mengganggu terumbu karang; rough weather losses; kompetisi pasar, dan masalah sosial.

2. Budidaya kerang-kerangan (mussels, oysters, clams, cockles)

Ada resiko kesehatan publik dan resistensi konsumen (penyakit mikrobial, red tides, polusi industri, rough weather losses, kelangkaan bibit, kompetisi pasar ekspor, dan masalah sosial.

3. Tambak (mullets, milkfish, shrimps, tilapias)

Rusaknya ekosistem, khususnya mangrov, menigkatnya persaingan tidak sehat dengan sistem yang lebih ekstensif, tidak berkelanjutan dengan pertumbuhan popolasi yang tinggi, konflik/kegagalan, gangguan sosial/.

4. Karamba apung/tancap (carps, catfish, milkfish tilapias)

Berkurangnya nelayan tradisional, menimbulkan masalah navigasi lalu lintas kapal, gangguan sosial, sulit pengelolaannya, dan merusak hutan karena penggunaan kayu.

Page 11: 1. SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR.doc

SEMI-INTENSIVE

1. Kolam dan tambak (udang, ikan mas, lele, bandeng, belanak, nila)

Ada resiko kesehatan bagi petani dari penyakit kutu air; salinisasi/pemasaman tanah/aquifers. Kompetisi pasar, ketersediaan/harga pupuk dan pakan, konflik/gangguan sosial.

2. Perpaduan akuakultur dan pertanian (mina padi; longyam, dll)

Ada resiko kesehatan dari kotoran yang dijadikan pakan, bahan berracun dari pakan (misalnya; logam berat, pestisida) bisa terakumulasi di sedimen kolam dan di daging ikan

3. Sewage-fish culture (sumber air dari kolam pengolahan limbah kota; karamba di kanal pengolahan limbah)

Resiko kesehatan bagi petani, karyawan pengolahan ikan dan konsumen; penolakan konsemen terhadap produk

4. Karamba, khususnya di kawasan eutrofik atau kaya bentos (ikan mas, lele, nila)

Berkurangnya nelayan tradisional, menimbulkan masalah navigasi lalu lintas kapal, gangguan sosial, sulit pengelolaannya, dan merusak hutan karena penggunaan kayu.

INTENSIVE

1. Kolam/tambak (udang; ikan, khsusnya ikan karnivora ,spt; lele, gabus,kerapu,kakap, dll.)

Buangan limbah tinggi BOD dan TSS, konflik/gangguan sosial

2. Karamba Akumulasi sedimen yang anoksik di bawah karamba sehingga terjadi penumpukkan feses dan sisa pakan; persaingan pasar, konflik/gangguan sosial, menggunakan kayu/material lainnya.

3. Kolam air deras, silos,bak, dll.

Buangan limbah tinggi BOD dan TSS; masalah spesifik pada berbagai lokasi

Pertimbangan yang dilakukan untuk usaha akuakultur di pesisir yang

berdampak langsung dengan hutan mangrove, antara lain :

1) Membangun tipe akuakultur yang tidak melibatkan penghancuran hutan

mangrove, tetapi berasosiasi dengan flora dan fauna sekitar, misalnya

karamba

2) Perpaduan akuakultur dengan kehutanan dengan menanam mangrove

sepanjang tanggul tambak atau di sekitar area budidaya

3) Menjaga fungsi ekosistem berarti bahwa :

Page 12: 1. SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR.doc

- Jika memungkinkan membangun sistem akuakultur sudah disediakan

untuk reklamasi mangrove dari pada membabat mangrove baru

- Sedapat-dapatnya hanya sedikit memanfaatkan hutan mangrove atau

membuka tambak pada area dengan hanya sedikit pohon

mangrovenya

- Menempatkan lahan akuakultur setelah daerah hutan mangrove

sehingga dapat menjaga bagian produksi untuk penangkapan

- Memastikan bahwa area tambah lebih kecil daripada area hutan

mangrove.

4) Memberikan perhatian lebih atas pemilihan lokasi, instalasi desain sistem,

dan managemen operasionalnya.

Page 13: 1. SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR.doc

II. PERTIMBANGAN DALAM MERANCANG SISTEM AKUAKULTUR

Sebagai akibat dari dampak suhu terhadap pertumbuhan ikan dan juga

ketersediaan ruang yang lebih terbatas dibandingkan dengan hewan terestrial,

serta adanya masalah kualitas air, seperti oksigen terlarut, karbon dioksida, dan

amonia maka dibutuhkan perlakuan air sebelum masuk ke dalam wadah

budidaya.

PEMILIHAN LOKASI

Biasanya para pelaku akuakultur hanya melakukan survei secara singkat

dalam penentuan lokasi, karena untuk melakukan perancangan sistem dengan

mempertimbangkan faktor teknis terlalu mahal. Salah satu contohnya dalam

pemilihan sistem resirkulasi hanya berdasarkan pada keadaan sumberdaya air

yang terbatas pada lokasi tersebut atau dengan kualitas yang tidak dapat

digunakan.

Idealnya setiap pemilihan lokasi harus melalui peninjauan dan proses

pemilihan yang cermat. Faktor utama dalam pemilihan lokasi selain

memperhatikan aspek fisik, iklim, dan komponen biologi juga harus

mempertimbangkan aspek sosial, legalitas, dan ekonomi.

Kövári (1984)3 menyebutkan bahwa keberhasilan usaha akuakultur sangat

tergantung pada seberapa luas area yang tersedia yang bisa dikembangkan

untuk pembesaran maupun pembenihan. Secara umum ada 3 faktor utama yang

musti diperhatikan dalam pemilihan lokasi akuakultur, yakni; (1) faktor ekologi, (2)

faktor operasional dan biologi, (3) faktor sosial dan ekonomi.

1. Faktor ekologi

Meliputi hal-hal sebagai berikut :

Suplai air

Kepastian suplai air yang cukup, baik kuantitas maupun kualitasnya

merupakan faktor yang paling penting yang dipertimbangkan ketika

memutuskan kelayakan suatu lokasi kolam budidaya. Untuk itu, investigasi

sumber air yang sesuai harus diutamakan.

Sumbe air bisa berasal dari saluran irigasi, waduk, sungai, danau,

mata air, hujan, atau air sumur. Air bisa dialirkan melalui kanal, bak

penampungan, atau pipa secara grafitasi atau menggunakan pompa ke

3 Kövári J. 1984. Considerations in the Selection of Sites for Aquaculture. FAO. Italy

Page 14: 1. SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR.doc

kolam. Pada kolam dengan kondisi tanah yang baik minimum suplai air

adalah 5 l/sec/ ha sepanjang tahun.

Jika air hujan yang digunakan yang disimpan ditandon untuk

mensuplai air, rasionya adalah 10-15 ha daerah resapan untuk 1 ha kolam.

Rasio yang lebih rendah diperlukan untuk tanah rumput, dan kurang dari

tanah yang telah ditanami (Hora, 1962).

Kemungkinan untuk drainase kolam harus diperhatikan selama

pemilihan lokasi. Drainase secara grafitasi lebih baik, sehingga posisi dasar

kolam harus lebih tinggi dari permukaan air di luar kolam.

Kualitas air

Kualitas air merupakan faktor yang paling signifikan dalam pemilihan

lokasi, investigasinya dengan mengambil sampel untuk dianalisis secara

laboratorium, meliputi sifat-sifat fisik, kimia, biologi, dan mikrobiologi,

termasuk bahaya (hazard) kesehatan ikan. Prosedur analisis kualitas air

harus sesuai dengan klasifikasi standar negara.

Sifat-sifat fisik : suhu, warna, bau, kekeruhan, kecerahan, dan solid

tersuspensi.

Sifat-sifat kimia : pH, DO (oksigen telarut), BOD (biochemical oxygen

demand), alkalinitas, salinitas, TDS, amonia.

Sifat-sifat biologis : kualitas dan kelimpahan plankton

Mikrobiologis :spesies dan jumlah parasit

Iklim

Faktor klimatologis yang utama terkait dengan hal ini dapat diperoleh

dari Badan meteorologi dan Geofisika, seperti :

1. rata-rata suhu bulanan

2. rata-rata hujan bulanan

3. rata-rata evaporasi bulanan

4. rata-rata kelembaban bulanan

5. rata-rata kondisi cerah bulanan

6. rata-rata kecepatan dan arah angin bulanan

informasi tentang data curah hujan (max 24 jam), musibah angin ribut,

badai, dan gempa bumi perlu juga dipertimbangkan,

Karakteristik hidrologis

Page 15: 1. SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR.doc

Data yang diperlukan terkait dengan hidrologis meliputi; discharge, yield,

banjir, ketinggian air sungai, danau, dan sumber air lainnya.

Karakteristik tanah (soil)

Daratan (land)

2. Faktor Biologis dan Operasional

PERIJINAN

Waktu dan biaya yang digunakan untuk urusan perijinan biasanya sangat

signifikan terhadap keseluruhan usaha akuakultur, khususnya pada usaha

marikultur atau pertambakan (wetland). Namun secara aktual, biaya untuk hal

tersebut relatif murah. Biaya yang dikeluarkan untuk perijinan bersifat langsung

dan biaya-biaya yang tidak jelas. Tetapi biasanya biaya perijinan ini bisa

mencapai 5.7 % dari ongkos produksi. Biasanya terkait dengan perijinan ini

meliputi ; ijin tempat usaha, ijin usaha perikanan, ijin penggunaan air, retribusi

limbah, pajak, dll.

DASAR PERANCANGAN SISTEM

Sebelum memulai sebuah detail desain, penting untuk mendapatkan

kriteria proses terkait dengan spesies ikan yang akan dibudidayakan, sistem

yang digunakan, dan langkah-langkah praktis yang akan dilakukan. Hal ini

mencakup semua data tentang laju pertumbuhan, fekunditas, kelangsungan

hidup, dan syarat kualitas air yang dibutuhkan.

Dalam sistem air mengalir dan resirkulasi, perhitungan tentang aliran air

dapat dihitung menggunakan pendekatan keseimbangan massa. Biasanya, hal

ini diasumsikan bahwa oksigen terlarut adalah faktor pembatas yang paling

utama. Dalam sistem dengan intensitas tinggi, faktor pembatas kualitas air dapat

juga berupa amonia, karbon dioksida, dan pH. Tingkat intensitas dalam sistem ini

lebih akurat diukur dengan konsumsi oksigen kumulatif (COC) yang melalui

sistem ini (Meade 1988). Pengaruh CO2, pH, dan ammonia dapat juga diabaikan

(Colt 1981). Pada sistem air mengalir tanpa aerasi, faktor pembatasnya adalah

pH rendah, oksigen terlarut jika pH netral, dan NH3 jika pH tinggi. Pada sistem

dengan penambahan oksigen murni, CO2 bisa menjadi faktor pembatas pada pH

netral. Pada sistem terbuka dimana oksigen dan CO2 dapat bertukar melalui

permukaan air, maka amonia bisa menjadi faktor pembatas.

Page 16: 1. SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR.doc

Walupun sistem kolam nampak sederhana, namun interaksi antara hewan

budidaya, algae, zooplankton, bakteri, proses fisika dan kimianya sangat sulit

untuk dimengerti. Sehingga desain dan operasi kolam masih didasarkan pada

informasi empiris. Penurunan konsentrasi oksigen terlarut adalah masalah serius

dalam berbagai sistem kolam yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti :

1. Fluktuasi DO harian karena fotosintesis dan respirasi

2. Algae yang mati, dimana proses dekomposisinya memerlukan oksigen

Masalah lain juga yang tak kalah pentingnya adalah pH yang tinggi dan

daging ikan yang berbau lumpur.

Sistem karamba sangat tergantung pada proses pembersihan alami

(gerakan air) untuk menghilangkan limbah metabolit dan mensuplai oksigen.

Lokasi yang ideal untuk karamba di laut adalah area yang memiliki pergerakan

air yang bagus serta terlindung dari angin kencang dan gelombang. Banyaknya

tiram yang menempel pada jaring karamba adalah masalah yang serius dan

memerlukan tindakan pergantian jaring secara teratur. Jika karamba ditempatkan

pada perairan yang tenang tidak dapat meningkatkan produktifitasnya sama

halnya dengan kolam statis tanpa pergantian air.

Sistem resirkulasi potensial dikembangkan pada area dengan sumber daya

air yang terbatas atau dekat dengan pasar. Sistem resirkulasi nampak prospektif

bagi para pengusaha. Dibandingkan dengan kolam atau sistem air mengalir,

sistem resirkulasi secara nyata membutuhkan modal dan biaya operasional yang

lebih tinggi, keberhasilannya secara ekonomi dari penggunaan sistem resirkulasi

di Amerika lebih potensial diperuntukkan bagi sistem untuk tujuan penelitian,

pendederan, dan jenis-jenis ikan yang berharga mahal, seperti berbagai jenis

ikan hias.

PEMILIHAN MATERIAL

Desain sistem akuakultur komersil melibatkan pemilihan material yang

serius, khususnya untuk tujuan marikultur. Faktor-faktornya tidak hanya pada

masalah fouling (menempelnya tiram), stress, dan karat, tetapi juga pengaruh

logam, senyawa organik yang merembes dari material yang digunakan, atau

adsorpsi material dari air. Beberapa plastik dan karet bersifat toksik, biasanya

pada material-material yang masih baru.

Page 17: 1. SISTEM PRODUKSI AKUAKULTUR.doc

RELIABILITY (KEYAKINAN ATAS SISTEM YANG BERJALAN)

Reliabiliti merupakan adalah kunci dalam desain sistem akuakultur.

interupsi air atau macetnya suplai air selama 1 – 6 jam dapat menyebabkan

kematian total pada sistem resirkulasi atau air mengalir. Pada tahun-tahun awal

operasi, reliabilitas sistem bisa mencapai 99.9% tetapi masih ada kematian ikan.

Masalah operasional cenderung muncul dari dua sumber (Huguenin and

Colt, 1989), yakni :

Sumber internal, karena kesalahan desain atau ketidaksesuaian prosedur

operasi dan termasuk masalah dalam pemilihan material. Penggunaan klorin,

supersaturasi gas, dan keterbatasan pengendalian dan monitoring.

Sumber eksternal, misalnya karena adanya pengaruh cuaca atau iklim.

Untuk menanggulangi kegagalan, biasanya pada beberapa sistem

menyedian sumber air cadangan, generator, dan berbagai tanda-peringatan

seperti alaram, kontrol otomatis, dll.