148
HUBUNGAN TINGKAT KEPARAHAN KARIES GIGI DENGAN STATUS GIZI SISWA KELAS DUA SDN 01 CIANGSANA DESA CIANGSANA KABUPATEN BOGOR TAHUN 2010 Skripsi Oleh : RINA KUSUMAWATI NIM : 106101003296 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010/ 1431 H

101338-rina kusumawati-fkik.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

HUBUNGAN TINGKAT KEPARAHAN KARIES GIGI DENGAN STATUS

GIZI SISWA KELAS DUA SDN 01 CIANGSANA

DESA CIANGSANA KABUPATEN BOGOR TAHUN 2010

Skripsi

Oleh :

RINA KUSUMAWATI

NIM : 106101003296

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010/ 1431 H

Page 2: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Desember 2010

Rina Kusumawati

Page 3: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

ii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Desember 2010 Rina Kusumawati, NIM : 106101003296 Hubungan Tingkat Keparahan Karies Gigi Dengan Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010 xvi + 104 halaman, 16 tabel, 2 bagan, 1 gambar, 5 lampiran

ABSTRAK Status gizi merupakan faktor yang dapat menentukan kualitas sumber daya

manusia. Faktor yang berhubungan dengan status gizi antara lain status kesehatan dan tingkat konsumsi zat gizi. Karies gigi merupakan penyakit yang dapat menggangu kondisi gizi anak sehingga dapat menimbulkan masalah gizi. Tingkat konsumsi zat gizi seperti karbohidrat, protein dan lemak tidak hanya berhubungan dengan status gizi tetapi juga dapat berhubungan dengan tingkat keparahan karies gigi. Penelitian dilakukan untuk membuktikan hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua serta faktor pengganggu di antara kedua variabel tersebut di SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 50 orang.

Hasil penelitian ini menunjukkan 66% siswa kelas dua di SDN 01 Ciangsana memiliki status gizi kategori kurus dan 74% siswa kelas dua di SDN 01 Ciangsana memiliki tingkat keparahan karies gigi yang tinggi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh bahwa tingkat keparahan karies gigi dan tingkat konsumsi karbohidrat berhubungan dengan status gizi siswa kelas dua (Pvalue < 0,05). Sedangkan tingkat konsumsi protein dan lemak tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan status gizi siswa kelas dua.

Berdasarkan hasil uji multivariat diperoleh bahwa tingkat konsumsi karbohidrat merupakan faktor confounding antara hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua. Dengan demikian dapat disarankan kepada pemerintah agar lebih meningkatkan efektivitas program Usaha Kesehatan Gigi Anak Sekolah (UKGS). Kepada pihak sekolah diharapkan dapat meningkatkan peran serta kantin sekolah dalam penyediaan makanan yang bergizi serta meningkatkan keterlibatan para guru dalam memberikan informasi mengenai perilaku hidup bersih dan sehat. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan meneliti variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Daftar bacaan: 58 (1989-2009)

Page 4: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

iii

SYARIEF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH Undergraduated Thesis, December 2010 Rina Kusumawati, NIM 106101003296 The Relationships Between Dental Caries Severity With Nutritional Status of Students in Grades Two SDN 01 Ciangsana, Ciangsana Village, Bogor Regency Year 2010 xvi + 104 pages, 16 tables, 2 charts, 1 picture, 5 attachment

ABSTRACT

Nutritional status is a factor that can determine the quality of human resources. Factors associated with nutritional status among other health status and level of consumption of nutrients. Dental caries is a disease that may affect the nutritional condition of the child so that it can cause nutritional problems. Consumption levels of nutrients such as carbohydrates, proteins and fats are not only related to nutritional status but also may be associated with the severity of dental caries. The study was conducted to prove the severity of dental caries relationship with nutritional status of second-class students as well as confounding factors between the two variables on the SDN 01 Ciangsana, Ciangsana Village, Bogor Regency Year 2010. The sample used in this study amounted to 50 people.

The results of this study showed 66% students at SDN 01 Ciangsana have the nutritional status of underweight category and 74% students at SDN 01 Ciangsana have the severity of dental caries is high. Based on the results of statistical tests found that the severity of dental caries and level of carbohydrate intake associated with nutritional status of students in grade two (Pvalue <0.05). While the level of consumption of protein and fat do not have a meaningful relationship with nutritional status of students in grade two.

Based on the multivariate test results obtained that the level of carbohydrate consumption is a factor confounding the relationship between the severity of dental caries with the nutritional status of students in grade two. Thus it can be recommended to the government to further improve the effectiveness of programs Business Schools Children's Dental Health (UKGS). The school is expected to increase participation in the school canteen provision of nutritious foods and to increase the involvement of teachers in providing information about the behavior of clean and healthy. For further research is expected to examine the variables that are not examined in this study. References : 58 (1989-2009)

Page 5: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul

HUBUNGAN TINGKAT KEPARAHAN KARIES GIGI DENGAN STATUS

GIZI SISWA KELAS DUA SDN 01 CIANGSANA DESA CIANGSANA

KABUPATEN BOGOR TAHUN 2010

Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, Desember 2010

Mengetahui

Raihana Nadra Alkaff, MMA Catur Rosidati, SKM, MKM

Pembimbing I Pembimbing II

Page 6: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

v

Page 7: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

vi

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Identitas Diri

Nama

Tempat/ Tanggal Lahir

Jenis Kelamin

Agama

Status Marital

Alamat

Telepon / HP

Email

: Rina Kusumawati

: Jakarta, 21 Desember 1988

: Perempuan

: Islam

: Belum Menikah

: Komp. TNI-AL TWP I Blok F IV/3 Rt. 002/19

Ciangsana Bogor 16968

: 94905592 / 085691014565

: [email protected]

Pendidikan Formal

Tahun 1993 – 1994

Tahun 1994 - 2000

Tahun 2000 - 2003

Tahun 2003 – 2006

Tahun 2006 – sekarang

: TK. Islam Kaca Puri II

: SDN. Kranggan Permai Jatisampurna

: SLTPN 15 Bekasi

: SMAN 7 Bekasi

: FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 8: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, pencipta dan pemelihara alam semesta yang

kekal dan abadi. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad

SAW, keluarga, sahabat, dan hamba Allah yang suci.

Alhamdulillah pada akhirnya skripsi dengan judul “Hubungan Tingkat

Keparahan Karies Gigi Dengan Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana

Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010” ini dapat diselesaikan. Skripsi ini

bertujuan untuk mengetahui gambaran status gizi, hubungan tingkat keparahan karies

gigi dengan status gizi dan faktor confounding yang berisiko mengganggu hubungan

antara kedua variabel tersebut di SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten

Bogor Tahun 2010.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan motivasi, bimbingan dan

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat, yaitu Bapak Dr. Yuli Prapanca

Satar, MARS.

2. Bapak kepala sekolah SDN 01 Ciangsana yang telah bersedia memberi izin

agar institusinya dijadikan tempat penelitian.

3. Pembimbing I fakultas, yaitu Ibu Raihana Nadra Alkaff, MMA yang telah

memberikan bimbingan dan masukan selama proses pembuatan skripsi.

4. Pembimbing II fakultas, yaitu Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM.

5. Para Guru di SDN 01 Ciangsana yang banyak membantu mempermudah

penelitian skripsi ini.

Page 9: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

viii

6. Ibuku tercinta atas segala doa, perjuangan, pengorbanan serta dukungan moril

dan materil yang tiada henti.

7. Ayahku tersayang yang selalu memberikan dukungan dan nasihat dalam

setiap langkah kehidupanku.

8. Adik-adikku tersayang, yaitu Hardiyanto dan Arif yang telah membantu

kelancaran dan selalu memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh dosen dan civitas akademik FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

khususnya Pak Gozali yang membantu dalam pembuatan surat izin.

10. Sahabat-sahabatku yang tergabung dalam kejora yaitu Puput, Nita, Emi,

Budes, Neisya, Papau, Lesy, Eka, dan Ana yang selalu memberikan semangat

dalam menyelesaikan perkuliahan, memberikan masukan dalam proses

pengerjaan skripsi serta membantu dalam penelitian skripsi ini.

Pada akhirnya penyusun bersyukur kepada Allah SWT semoga skripsi ini

dapat bemanfaat kepada banyak pihak dan tidak lupa penyusun mengharapkam kritik

dan saran yang membangun dari semua pihak.

Jakarta, Desember 2010

Penulis

Page 10: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

ix

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………... i

ABSTRAK………………………………………………………………….......... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN………………………………………………

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………...

iv

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP………………………………………………….. vi

KATA PENGANTAR…………………………………………………………… vii

DAFTAR ISI………………………………………………………………........... ix

DAFTAR TABEL………………………………………………………….......... xiii

DAFTAR BAGAN……………………………………………………………….. xiv

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….. xv

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….............. xvi

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………........... 1

1.1 Latar Belakang………………………………………………………………... 1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………….......... 6

1.3 Pertanyaan Penelitian…………………………………………………………. 7

1.4 Tujuan Penelitian……………………………………………………………... 8

1.4.1 Tujuan Umum…………………………………………………………... 8

1.4.2Tujuan Khusus…………………………………………………………... 8

1.5 Manfaat Penelitian……………………………………………………………. 10

1.5.1 Bagi Sekolah……………………………………………………………. 10

1.5.2 Bagi Pemerintah………………………………………………………… 10

1.5.3 Bagi Institusi Pendidikan………………………………………….......... 11

1.5.4 Bagi Peneliti…………………………………………………………….. 11

1.6 Ruang Lingkup Penelitian…………………………………………………….. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………........... 13

2.1 Status Gizi………………………………………………………….................. 13

Page 11: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

x

2.1.1 Pengertian Status Gizi………………………………………………….. 13

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi ………………..

2.1.3 Penilaian Status Gizi……………………………………………………

2.1.4 Status Gizi Anak………………………………………………………..

14

27

31

2.2 Karies Gigi…………………………………………………………................. 33

2.2.1 Definisi Karies Gigi………………………………………...................... 33

2.2.2 Faktor Karies Gigi……………………………………………………… 34

2.2.3 Proses Terjadinya Karies Gigi………………………………………….. 41

2.2.4 Pengaruh Karies Terhadap Status Gizi…………………………………. 42

2.2.5 Pengukuran Karies Gigi Susu…………………………………………... 46

2.3 Anak Sekolah Dasar…………………………………………………………... 48

2.3.1 Pengertian dan Karakterisitik…………………………………………… 48

2.3.2 Keadaan Gizi Anak Sekolah……………………………………………. 48

2.4 Kerangka Teori……………………………………………………………….. 51

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS………………………………………………………………………

52

3.1 Kerangka Konsep………………………………………………………........... 52

3.2 DefinisiOperasional…………………………………………………………... 53

3.3 Hipotesis………………………………………………………………………. 55

BAB IV METODELOGI PENELITIAN………………………………………. 56

4.1 Jenis Penelitian…………………………………………………………........... 56

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………………. 56

4.3 Populasi dan Sampel…………………………………………………….......... 56

4.3.1 Populasi…………………………………………………………………. 56

4.3.2 Sampel……………………………………………………………........... 57

4.4 Metode Pengumpulan Data…………………………………………………... 58

4.4.1 Data Primer……………………………………………………………... 58

4.4.2 Data Sekunder………………………………………………………….. 60

4.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data……………………………………….. 60

4.5.1 Teknik Pengolahan Data……………………………………………….. 60

Page 12: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

xi

4.5.2 Analisis Data………………………………………………………….... 62

BAB V HASIL…………………………………………………………………… 65

5.1 Gambaran Umum………………………………………………………........... 65

5.1.1 Visi dan Misi……………………………………………………............. 65

5.1.2 Tujuan Umum Pendidikan…………………………………………….... 66

5.1.3 Jumlah Siswa……………………………………………………............. 66

5.1.4 Karakteristik Responden………………………………………………... 67

5.2 Analisi Univariat………………………………………………….................... 68

5.2.1 Gambaran Status Gizi Siswa Kelas Dua………………………………... 68

5.2.2 Gambaran Tingkat Keparahan Karies Gigi…………………………….. 69

5.2.3 Gambaran Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein dan Lemak………... 70

5.3 Analisis Bivariat………………………………………………………………. 71

5.3.1 Analisis Hubungan Tingkat Keparahan Karies Gigi Dengan Status

Gizi………………………………………………………………………

71

5.3.2 Analisis Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat Dengan Status

Gizi………………………………………………………………………

73

5.3.3 Analisis Hubungan Tingkat Konsumsi Protein Dengan Status

Gizi………………………………………………………………………

74

5.3.4 Analisis Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak Dengan Status

Gizi………………………………………………………………………

75

5.4 Analisis Multivariat…………………………………………………………… 76

5.4.1 Tahap Pemilihan Variabel Kandidat Model……………………………. 76

5.4.2 Tahap Pembuatan Model Faktor Risiko………………………………… 77

5.4.3 Tahap Uji Interaksi……………………………………………………… 78

5.4.4 Tahap Uji Confounding………………………………………………… 79

BAB VI PEMBAHASAN…………………………………………………........... 82

6.1 Keterbatasan Penelitian……………………………………………………….. 82

6.1.1 Desain Studi……………………………………………………….......... 82

6.1.2 Metode Pengumpulan Data…………………………………………….. 82

6.2 Gambaran Status Gizi Siswa Kelas Dua……………………………………… 83

Page 13: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

xii

6.3 Tingkat Keparahan Karies Gigi dan Hubungan Dengan Status Gizi…………. 87

6.4 Tingkat Konsumsi Karbohidrat dan Hubungan Dengan Status Gizi…………. 90

6.5 Tingkat Konsumsi Protein dan Hubungan Dengan Status Gizi………………. 94

6.6 Tingkat Konsumsi Lemak dan Hubungan Dengan Status Gizi………………. 97

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………… 101

7.1 Simpulan……………………………………………………………………… 101

7.2 Saran……………………………………………………………………........... 102

7.2.1 Bagi Pemerintah…………………………………………………............ 102

7.2.2 Bagi Sekolah……………………………………………………………. 103

7.2.3 Bagi Siswa dan Ibu……………………………………………………... 104

7.2.4 Bagi Peneliti Lainnya…………………………………………………… 104

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 14: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

xiii

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

2.1 Klasifikasi Tingkat Konsumsi Zat Gizi………………………………........ 15

2.2 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standar

Baku Antropometri WHO-NCHS………………………………………....

2.3 Klasifikasi Intensitas Karies Gigi Menurut WHO…………………….......

32

47

3.1 Definisi Operasional………………………………………………………. 53

5.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa

Ciangsana Kabupaten Bogor Berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2010…..

66

5.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin, Pendidikan Ibu dan Status Bekerja Ibu Tahun 2010……………

67

5.3 Distribusi Frekuensi Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana

Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010 …………………………..

69

5.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Keparahan Karies Gigi Siswa Kelas Dua SDN

01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010....................

70

5.5 Gambaran Tingkat Keparahan Karies Gigi dengan Status Gizi Siswa Kelas

Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010...

72

5.6 Gambaran Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Siswa Kelas

Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010...

73

5.7 Gambaran Tingkat Konsumsi Protein dengan Status Gizi Siswa Kelas Dua

SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010……...

74

5.8 Gambaran Tingkat Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Siswa Kelas Dua

SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010……...

75

5.9 Pemilihan Kandidat Variabel Untuk Tahap Pemodelan Multivariat……… 77

5.10 Hasil Pembuatan Model Faktor Risiko………………………………….. 78

5.11 Hasil Uji Interaksi……………………………………………………….. 79

5.12 Hasil Uji Confounding…………………………………………………... 80

Page 15: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

xiv

DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Halaman

2.1 Kerangka Teori……………………………………………………………. 51

3.1 Kerangka Konsep…………………………………………………………. 52

Page 16: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

xv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

5.1 Gambaran Konsumsi Kurang Zat Gizi Karbohidrat, Protein dan

Lemak Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten

Bogor Tahun 2010........................................................................................

71

Page 17: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuisioner Penelitian, Formulir Karies Gigi dan Recall 24 Jam

Lampiran 2 Rata-Rata Asupan Zat Gizi Responden

Lampiran 3 Analisis Univariat

Lampiran 4 Analisis Bivariat

Lampiran 5 Analisis Multivariat

Page 18: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu faktor

utama yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. Status

gizi masyarakat yang digambarkan dengan status gizi anak balita, anak

sekolah, ibu hamil dan kelompok rawan gizi lainnya merupakan salah satu

indikator yang dapat digunakan untuk menilai kualitas sumber daya manusia

(Soetjiningsih, 1998). Kebutuhan akan zat gizi berubah sepanjang daur

kehidupan dan terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan dari masing-

masing tahap kehidupan tersebut (Deri, 2009).

Anak usia sekolah dasar disebut juga sebagai masa sekolah. Anak

yang berada pada masa ini berkisar antara usia 6 sampai 12 tahun yang

mempunyai sifat lebih kuat, sifat individual, aktif dan tidak bergantung

dengan orang tua (Moehji, 2003). Kebutuhan gizi anak sekolah dasar dapat

mempengaruhi status gizi. Oleh karena itu, makanan yang dikonsumsi harus

memenuhi gizi yang baik agar mencapai status gizi yang optimal (Almatsier,

2002). Menurut Suhardjo (1989), status gizi dapat dipengaruhi oleh berbagai

faktor, yaitu konsumsi makanan, penyakit infeksi, pendidikan ibu dan status

pekerjaan ibu.

Page 19: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

2

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) (2007), prevalensi

anak usia sekolah kategori kurus tertinggi berada di Nusa Tenggara Timur

sebesar 23,1% pada anak laki-laki dan 19,1% pada anak perempuan.

Selanjutnya, prevalensi kategori kurus terendah berada di Bali, yaitu 8,3%

pada anak laki-laki dan 6,9% pada anak perempuan. Sedangkan, prevalensi

anak usia sekolah kategori kurus pada anak laki-laki di provinsi Jawa Barat

sebesar 10,9% dan pada anak perempuan sebesar 8,3%. Angka prevalensi

kategori kurus di Jawa Barat lebih rendah dari angka nasional yaitu 13,3%

pada anak laki-laki dan 10,9% pada anak perempuan.

Status gizi anak akan mempengaruhi proses tumbuh kembangnya.

Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor internal berupa

struktur fisik dan tingkat pertumbuhan sel otak semasa dalam kandungan.

Sedangkan, faktor eksternal antara lain kualitas gizi yang diterima anak dan

status kesehatan yaitu ada tidaknya penyakit yang diderita seperti karies gigi,

sistem budaya yang digunakan dalam proses merawat serta tingkat ekonomi

dan sosial (Nurdadi, 2000 dalam Junaidi, 2004).

Karies gigi merupakan salah satu penyakit yang diderita sekitar 90%

oleh anak-anak (Damanik, 2009). Karies gigi menjadi masalah kesehatan yang

penting karena kelainan pada gigi ini dapat menyerang siapa saja tanpa

memandang usia dan jika dibiarkan berlanjut akan merupakan sumber fokal

infeksi dalam mulut sehingga menyebabkan keluhan rasa sakit. Kondisi ini

tentu saja akan mengurangi frekuensi kehadiran anak ke sekolah, mengganggu

konsentrasi belajar, mempengaruhi asupan gizi sehingga dapat mengakibatkan

Page 20: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

3

gangguan pertumbuhan yang akan mempengaruhi status gizi anak dan dapat

berimplikasi pada kualitas sumber daya (Siagian, 2008). Hal serupa

dikemukakan pula oleh Hidayanti (2005) dalam penelitiannya bahwa karies

gigi yang terjadi pada anak akan mengakibatkan munculnya rasa sakit

sehingga anak menjadi malas makan dan juga dapat menyebabkan tulang di

sekitar gigi menjadi terinfeksi. Apabila terjadi kerusakan pada tahap yang

berat atau sudah terjadi abses, maka gigi dapat tanggal. Anak yang kehilangan

beberapa giginya tidak dapat makan dengan baik kecuali makanan yang lunak.

Seseorang dengan alat pengunyahan yang tidak baik akan memilih

makanan sesuai dengan kekuatan kunyahnya sehingga pada akhirnya dapat

mengakibatkan malnutrisi (Setiawan, 2003). Selain itu, menurut Depkes

(2002), karies gigi merupakan penyakit yang dapat menimbulkan gangguan

fungsi kunyah sehingga dapat menyebabkan terganggunya penyerapan dan

pencernaan makanan. Oleh karena itu, karies gigi pada akhirnya dapat

menggangu kondisi gizi anak sehingga terjadi keadaan kurang gizi.

Pada anak-anak terutama pada usia sekolah dasar, struktur giginya

termasuk jenis gigi bercampur antara gigi susu dan gigi permanen, sehingga

rentan mengalami karies gigi. Anak kelas dua sekolah dasar yang mempunyai

usia rata-rata 8 tahun merupakan salah satu kelompok usia yang kritis untuk

terkena karies gigi karena mengalami transisi pergantian gigi susu ke gigi

permanen (Romadhona, 2009). Gigi susu berguna untuk memotong makanan,

berbicara dan pertumbuhan rahang yang baik. Morfologi gigi susu lebih

memungkinkan retensi sisa makanan yang dapat menyebabkan kondisi

Page 21: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

4

kebersihan mulut anak menjadi tidak baik dibandingkan dengan orang

dewasa. Gigi susu yang mengalami karies akan menyebabkan gangguan

dalam pertumbuhan rahang maupun posisi gigi tetap (Haryani, et al, 2002).

Kebiasaan makan anak sekolah dasar yang sering dijumpai pada

umumnya yaitu mengkonsumsi makanan jajanan di sekolah sehingga anak

menjadi tidak sarapan, makan siang di luar rumah, tidak teratur dan tidak

memenuhi kebutuhan zat gizi. Hal ini akan mempengaruhi nafsu makan anak

di rumah dan dapat menyebabkan anak kekurangan gizi (Wahyuti, 1991).

Asupan zat gizi dalam makanan tidak hanya berhubungan dengan

pertumbuhan dan perkembangan tubuh pada anak-anak tetapi juga

berhubungan dengan penyakit karies gigi. Menurut Nizel (1981), dalam

penelitiannya menguraikan bahwa adanya hubungan antara zat gizi seperti

protein dan karbohidrat yang terkandung dalam makanan sehari-hari dapat

mempengaruhi terjadinya penyakit karies gigi. Konsumsi makanan yang

berbentuk lunak dan lengket juga dapat berpengaruh langsung terhadap

terjadinya penyakit karies gigi (Nurlaila, 2005). Selanjutnya menurut Kabara

(1986), ada hubungan antara lemak dengan terjadinya karies gigi.

Karies gigi di Indonesia merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut

yang masih perlu mendapat perhatian. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah

Tangga (SKRT, 2004), prevalensi karies gigi di Indonesia mencapai 90,05%

(Depkes RI, 2000). Prevalensi karies gigi di perkotaan cenderung meningkat

dari Pelita III ke Pelita IV yaitu dari 73% menjadi 73,20%, hal yang sama

terjadi di pedesaan yaitu dari 67,23% menjadi 71% dengan indeks angka rata-

Page 22: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

5

rata gigi yang terkena karies per anak dari 2,06 gigi menjadi 2,50 gigi (Ilyas,

2000). Karies gigi juga merupakan penyakit yang banyak diderita oleh anak-

anak. Hasil survei provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat pada tahun 1994/1995

menunjukkan bahwa hanya 14% anak usia di bawah 10 tahun yang bebas

karies gigi (Depkes RI, 2001). Data tersebut diperkuat pula oleh data dari

Dinas Kesehatan Kota (DKK) Tasikmalaya yang menunjukkan bahwa pada

tahun 2004, prevalensi karies gigi pada anak sekolah dasar sebesar 56,2%.

Prevalensi karies gigi ini jauh di atas standar yang ditetapkan Depkes RI yaitu

sebesar 10 % (Hidayanti, 2005). Selanjutnya menurut penelitian Ririn pada

tahun 2009, dari 265 siswa SD kelas dua di Kota Bandung didapatkan

prevalensi karies gigi sebanyak 94,71% (Luchan, 2009).

Desa Ciangsana adalah desa yang terletak di kabupaten Bogor yang

memiliki berbagai program kesehatan untuk masyarakatnya. Program tersebut

dilaksanakan oleh puskesmas setempat. Namun, sebagian besar masyarakat

desa ciangsana tidak menggunakan fasilitas kesehatan yang tersedia. Hal ini

kemungkinan besar sangat erat kaitannya dengan keadaan ekonomi, jarak

tempat tinggal ke puskesmas, pengetahuan tentang kesehatan dan kepercayaan

terhadap hal-hal non medis. Anak-anak sekolah di desa ciangsana cenderung

lebih banyak mengkonsumsi makanan jajanan antara lain ice cream, es sirup,

kue-kue, coklat, permen, somay dan bakso yang berada di sekitar lingkungan

sekolah. Di dalam makanan tersebut terdapat beberapa zat gizi yang dapat

mempengaruhi kesehatan gigi. Berdasarkan data hasil penjaringan yang

dilakukan oleh Puskesmas Ciangsana setiap tahun, karies gigi merupakan

Page 23: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

6

masalah kesehatan yang banyak dialami oleh anak-anak yaitu sekitar 71,64%

kategori tinggi dan 28,36% kategori rendah.

SDN 01 Ciangsana merupakan salah satu sekolah yang berada di

wilayah Desa Ciangsana Kabupaten Bogor yang mempunyai siswa kelas dua

sebanyak 89 orang. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh

peneliti, didapatkan bahwa 80% siswa kelas dua di sekolah tersebut menderita

karies gigi susu. Sedangkan untuk pengukuran status gizi didapatkan hasil

bahwa 80% siswa kategori kurus dan 20% siswa kategori normal.

Berdasarkan latar belakang, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian terhadap hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi

siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun

2010.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) (2007), provinsi

Jawa Barat mempunyai prevalensi anak usia sekolah kategori kurus pada anak

laki-laki sebesar 10,9% dan pada anak perempuan sebesar 8,3%. Prevalensi

kategori kurus tersebut lebih rendah dari angka nasional yaitu 13,3% pada

anak laki-laki dan 10,9% pada anak perempuan. Status gizi dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor antara lain penyakit yang diderita. Karies gigi merupakan

salah satu penyakit yang sekitar 90% diderita oleh anak-anak. Karies gigi

dapat menimbulkan gangguan fungsi kunyah yang dapat menyebabkan

Page 24: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

7

terganggunya penyerapan dan pencernaan makanan. Kondisi tersebut dapat

menggangu kondisi gizi anak sehingga terjadi keadaan kurang gizi.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti,

didapatkan bahwa 80% siswa kelas dua di sekolah tersebut menderita karies

gigi susu. Sedangkan untuk pengukuran status gizi didapatkan hasil bahwa

80% siswa kategori kurus dan 20% siswa kategori normal. Berdasarkan uraian

di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan

tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01

Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1.3.1 Bagaimana gambaran karakteristik responden SDN 01 Ciangsana

Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010 ?

1.3.2 Bagaimana gambaran status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana

Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010 ?

1.3.3 Bagaimana gambaran tingkat keparahan karies gigi siswa kelas dua

SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010 ?

1.3.4 Bagaimana gambaran tingkat konsumsi karbohidrat, protein dan lemak

siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor

tahun 2010 ?

1.3.5 Apakah ada hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi

siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor

tahun 2010 ?

Page 25: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

8

1.3.6 Apakah ada hubungan tingkat konsumsi karbohidrat dengan status gizi

siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor

tahun 2010 ?

1.3.7 Apakah ada hubungan tingkat konsumsi protein dengan status gizi

siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor

tahun 2010 ?

1.3.8 Apakah ada hubungan tingkat konsumsi lemak dengan status gizi

siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor

tahun 2010 ?

1.3.9 Apakah ada hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi

siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor

tahun 2010 setelah dikontrol dengan tingkat konsumsi karbohidrat,

protein dan lemak ?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan

status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana

Kabupaten Bogor tahun 2010.

1.4.2 Tujuan Khusus

1.4.2.1 Diketahuinya gambaran karakteristik responden SDN 01

Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010.

Page 26: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

9

1.4.2.2 Diketahuinya gambaran status gizi siswa kelas dua SDN 01

Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010.

1.4.2.3 Diketahuinya gambaran tingkat keparahan karies gigi siswa

kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten

Bogor tahun 2010.

1.4.2.4 Diketahuinya gambaran tingkat konsumsi karbohidrat,

protein dan lemak siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa

Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010.

1.4.2.5 Diketahuinya hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan

status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa

Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010.

1.4.2.6 Diketahuinya hubungan tingkat konsumsi karbohidrat dengan

status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa

Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010.

1.4.2.7 Diketahuinya hubungan tingkat konsumsi protein dengan

status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa

Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010.

1.4.2.8 Diketahuinya hubungan tingkat konsumsi lemak dengan

status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa

Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010.

Page 27: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

10

1.4.2.9 Diketahuinya hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan

status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa

Ciangsana Kabupaten Bogor tahun 2010 setelah dikontrol

dengan tingkat konsumsi karbohidrat, protein dan lemak.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah meliputi manfaat

bagi pihak sekolah, manfaat bagi pemerintah, manfaat bagi institusi

pendidikan serta manfaat bagi peneliti.

1.5.1 Manfaat Bagi Pihak Sekolah

Pihak sekolah dapat mengetahui tingkat keparahan karies gigi,

proporsi status gizi, hubungan antara tingkat keparahan karies gigi

dengan status gizi dan dapat melakukan upaya preventif terhadap

penyakit karies gigi dan status gizi siswa kelas dua.

1.5.2 Manfaat Bagi Pemerintah

Bagi pemerintah khususnya Dinas Kesehatan, laporan hasil

penelitian ini memiliki manfaat yaitu dapat dijadikan sebagai bahan

kajian dalam rangka menentukan kebijakan dan langkah-langkah yang

berkaitan dengan upaya penanggulangan masalah gizi dan upaya

perbaikan gizi di kelompok anak usia sekolah.

Page 28: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

11

1.5.3 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Manfaat bagi institusi pendidikan adalah dapat memberikan

masukan ilmu yang berguna serta keadaan gizi di masyarakat sebagai

bahan pembelajaran agar dapat mempersiapkan peneliti yang mampu

menyeimbangkan antara aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.

1.5.4 Manfaat Bagi Peneliti

Manfaat yang ingin dicapai oleh peneliti adalah peneliti dapat

mengetahui hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi

siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor

tahun 2010.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian mengenai hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan

status gizi dilakukan di SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor.

Penelitian ini dilakukan pada bulan mei sampai desember tahun 2010. Objek

dalam penelitian tersebut adalah ibu dan siswa kelas dua sekolah dasar.

Subjek pada penelitan tersebut adalah mahasiswa peminatan gizi program

studi kesehatan masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini

dilakukan karena peneliti ingin mengetahui hubungan antara tingkat

keparahan karies gigi dengan status gizi pada siswa kelas dua sekolah dasar.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross

Page 29: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

12

sectional. Pengambilan data menggunakan penilaian antropometri,

pemeriksaan karies gigi, formulir recall 2x24 jam dan data sekunder.

Page 30: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi

2.1.1 Pengertian

Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang atau sekelompok

orang sebagai akibat dari konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat-

zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Makanan yang

memenuhi kebutuhan zat gizi tubuh umumnya membawa ke arah

status gizi yang baik (Suhardjo, 1985).

Menurut Supariasa (2001), status gizi adalah ekspresi dari

keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, merupakan

indeks yang statis dan agregatif sifatnya kurang peka untuk melihat

terjadinya perubahan dalam waktu pendek misalnya bulanan.

Sedangkan menurut Almatsier (2002), status gizi adalah keadaan

tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.

Status gizi seseorang dipengaruhi oleh tingkat konsumsi atau asupan

makanan dan status kesehatan.

Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh

memproleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga

memungkinkan pertumbuhan fisik, pertumbuhan otak, kemampuan

Page 31: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

14

kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin

(Almatsier, 2002).

Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor

internal berupa struktur fisik, tingkat pertumbuhan sel otak semasa

dalam kandungan. Sedangkan, faktor eksternal antara lain kualitas gizi

yang diterima anak, status kesehatan yaitu ada tidaknya penyakit yang

diderita anak seperti karies gigi, pola asuh, sistem budaya yang

digunakan dalam proses merawat serta tingkat ekonomi dan sosial

(Junaidi, 2004).

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi

a. Konsumsi Makanan

Kebutuhan untuk makan bukanlah satu-satunya dorongan

untuk mengatasi rasa lapar, akan tetapi ada kebutuhan fisiologis

dan psikologis yang ikut mempengaruhi. Konsumsi makanan

adalah jenis dan banyaknya makanan yang dapat diukur dengan

jumlah bahan makanan atau jumlah kalori dan zat gizi.

Konsumsi makanan merupakan faktor yang secara langsung

berpengaruh terhadap status gizi (Suhardjo, 1989).

Semua manusia di negara manapun memerlukan

makanan untuk dikonsumsi. Tubuh manusia harus memperoleh

cukup makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari

termasuk energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral

Page 32: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

15

dan air guna mempertahankan kelangsungan hidup. Selain itu,

khusus mengenai protein harus memiliki kualitas yang baik yaitu

mengandung asam-asam amino yang sangat diperlukan tubuh

(Suhardjo, 1989). Penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati

(2000) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi

zat gizi dengan status gizi. Namun demikian, ada kecenderungan

semakin baik konsumsi zat gizi maka status gizinya pun semakin

baik.

Berdasarkan Buku Pedoman Petugas Puskesmas, Depkes

RI (1990), klasifikasi tingkat konsumsi zat gizi dibagi menjadi

empat dengan cut of point masing-masing sebagaimana

tercantum dalam tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Klasifikasi Tingkat Konsumsi Zat Gizi

Sumber : Buku Pedoman Petugas Puskesmas, Depkes 1990 Dalam I Dewa Nyoman S (2001)

Prosentase Pencapaian Konsumsi

Zat Gizi Kategori

100 % AKG

80-90 % AKG

70-80 % AKG

< 70 % AKG

Baik

Sedang

Kurang

Defisit

Page 33: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

16

1) Tingkat Konsumsi Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi

manusia. Kegunaaan karbohidrat dalam tubuh adalah untuk

mendapatkan energi, membuat cadangan tenaga dalam tubuh

dan memberikan rasa kenyang. Semua karbohidrat berasal dari

tumbuh-tumbuhan. Karbohidrat diklasifikasikan menjadi dua

golongan yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat

kompleks. Karbohidrat sederhana terdiri dari monosakarida,

disakarida, gula alkohol, dan oligosakarida. Karbohidrat

kompleks memiliki lebih dari dua unit gula sederhana.

Karbohidrat kompleks terdiri dari polisakarida dan serat

(Almatsier, 2002).

Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi

bagi tubuh. Karbohidrat memberi rasa manis pada makanan,

dan dapat menghemat protein agar tidak digunakan sebagai

energi melainkan untuk membangun sel-sel tubuh, pengatur

metabolisme lemak, dan pengeluaran feces. Bila tidak ada

karbohidrat, asam amino dan gliserol yang berasal dari lemak

dapat menjadi glukosa untuk keperluan energi otak dan saraf

pusat (Almatsier, 2002).

Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia,

umbi-umbian, kacang-kacangan kering, dan gula serta hasil

olahannya seperti bihun, mie, roti, tepung-tepungan, selai,

Page 34: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

17

sirup, dan sebagainya (Almatsier, 2002). Tiap gram

karbohidrat memberikan energi sebanyak 4 (empat) kilo kalori

dan dianjurkan supaya jumlah energi yang diperlukan tubuh

didapat dari 50%-60% karbohidrat. Anjuran proporsi energi

yang berasal dari kelompok padi-padian 50%, umbi-umbian

6%, serta karbohidrat kompleks 5% (PUGS, 2003 dalam

Mudanijah, 2004).

Kelebihan glukosa akan disimpan di dalam hati dalam

bentuk glikogen. Bila persediaan glukosa darah menurun, hati

akan mengubah sebagian dari glikogen menjadi glukosa dan

mengeluarkannya ke dalam aliran darah untuk dibawa ke

seluruh tubuh yang memerlukan, seperti otak, jantung, sistem

syaraf, dan organ tubuh lain. Selain itu juga kelebihan

karbohidrat di dalam tubuh akan diubah menjadi lemak oleh

hati. Lemak ini akan dibawa ke sel-sel lemak yang dapat

menyimpan lemak dalam jumlah yang tidak terbatas

(Almatsier, 2002).

Karbohidrat juga dapat mempengaruhi kesehatan gigi.

Jenis karbohidrat yang menyebabkan karies gigi adalah

sukrosa. Hasil pengamatan epidemiologi membuktikan adanya

hubungan antara angka konsumsi gula yang tinggi dan insiden

karies yang meningkat pada banyak negara. Selain itu, bentuk

fisik makanan juga perlu diperhatikan. Makanan yang lengket

Page 35: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

18

akan melekat pada permukaan gigi dan terselip di dalam celah-

celah gigi sehingga merupakan makanan yang paling

merugikan kesehatan gigi. Kerugian ini terjadi akibat proses

metabolisme oleh bakteri yang berlangsung lama sehingga

menurunkan pH mulut untuk waktu lama (Mustafa, 1993).

Selain itu, menurut Bastian (1975) dalam Junaidi

(2004) meyatakan bahwa makanan yang keras membutuhkan

pengunyahan lebih lama dan tekanan yang kuat, sebaliknya

makanan yang lunak sangat mudah untuk dikunyah.

Menurut Korneliani (2004), terdapat hubungan yang

bermakna antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan

terjadinya karies gigi. Sedangkan, menurut Junaidi (2004),

tidak ada hubungan yang bermakna antara karies dengan

tingkat konsumsi karbohidrat.

2) Tingkat Konsumsi Protein

Protein adalah bagian dari semua sel-sel hidup yang

merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air (Yuniastuti,

2008). Protein dalam tubuh berfungsi sebagai penyedia

energi apabila kebutuhan energi tidak tercukupi dari

konsumsi karbohidrat dan lemak (Kartasapoetra dan

Marsetyo, 2003). Selanjutnya, menurut Almatsier (2002)

protein berfungsi sebagai pertumbuhan dan pemeliharaan sel

Page 36: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

19

dan jaringan tubuh, pembentukan ikatan-ikatan esensial

tubuh, mengangkut zat-zat gizi, pembentukan antibodi, dan

sumber energi setelah karbohidrat dan lemak. Jika kebutuhan

energi tubuh tercukupi maka protein akan digunakan sebagai

zat pembangun.

Protein dibutuhkan untuk membangun dan memelihara

otot, darah, kulit, tulang dan jaringan serta organ-organ tubuh

lain. Protein juga dapat digunakan untuk menyediakan

energi. Kecukupan protein penting untuk membangun daya

tahan tubuh agar dapat terlindung dari penyakit infeksi

(Suryani, 2002).

Selain itu, menurut Junaidi (2004) protein merupakan

zat gizi dalam molekul-molekul yang sangat komplek yang

mengandung asam-asam amino esensial dan non esensial

serta memiliki fungsi sebagai zat pembangun yang terdapat

pada makanan hewani dan nabati.

Berat badan sangat menentukan banyak sedikitnya

protein yang diperlukan. Oleh sebab itu, seseorang yang

memiliki berat badan lebih tinggi memerlukan protein lebih

banyak daripada seseorang yang memiliki berat badan lebih

ringan (Suhardjo, 1989).

Dalam keadaan berlebihan, protein akan mengalami

deaminase, yaitu suatu proses melepaskan gugus amino

Page 37: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

20

(NH2) dari asam amino. Nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan

sisa-sisa ikatan karbon akan diubah menjadi lemak dan

disimpan dalam tubuh. Dengan demikian, makan protein

secara berlebihan dapat menyebabkan kegemukan

(Almatsier, 2002).

Bahan makanan hewani merupakan sumber protein

yang baik, dalam jumlah maupun mutu, seperti telur, susu,

daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber nabati adalah

kacang kedelai dan hasilnya seperti tempe, tahu, serta

kacang-kacangan lain. Energi yang diperolah tubuh berasal

dari protein hendaknya didapat sebanyak 10%-15% protein

(Almatsier, 2002). Nurfatimah (2007) mengemukakan bahwa

konsumsi protein memiliki hubungan bermakna dengan

status gizi seseorang. Namun, Fidiani (2007) menyatakan

bahwa tidak ada hubungan antara protein dengan status gizi.

Menurut Kwon et al (1997), protein merupakan zat

yang diperlukan dalam pembentukan formasi enamel gigi

yang baik. Kekurangan protein dapat menurunkan ukuran

gigi dan meningkatkan kerusakan enamel. Protein sangat

berperan dalam komposisi dan volume air ludah atau saliva,

yang merupakan faktor penting dalam kesehatan mulut.

Selanjutnya menurut Budiningsari (2006), protein secara

sistemik berpengaruh terhadap saliva sehingga pH saliva ke

Page 38: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

21

arah basa. Efek lokal protein terutama sumber nabati

sehingga menaikkan pH saliva sehingga dapat mencegah dari

karies gigi atau menekan tingkat keparahan karies gigi.

Daya cerna beberapa protein terutama yang berasal dari

hewani dapat dipengaruhi oleh zat-zat lain yang terdapat

dalam makanan, proses pengolahan makanan, sumber protein

serta kemampuan pencernaan (Junaidi, 2004). Penelitian

Junaidi (2004), menunjukkan bahwa adanya hubungan antara

karies gigi dengan tingkat konsumsi protein pada anak

sekolah dasar. Sedangkan, Nizel (1981) dalam Nurlaila

(2005) menunjukkan bahwa adanya hubungan antara zat gizi

protein hewani dan nabati dengan terjadinya karies gigi.

3) Tingkat Konsumsi Lemak

Lemak merupakan zat gizi padat energi, dalam bentuk

lemak dapat disimpan energi dalam jumlah yang besar di

dalam massa yang kecil. Lemak juga merupakan sumber

energi selain karbohidrat dan protein. Kekurangan konsumsi

lemak akan mengurangi konsumsi kalori dalam tubuh. Selain

itu, kekurangan lemak dapat memberikan gejala-gejala

defisiensi vitamin yang larut lemak, seperti vitamin A dan

vitamin K (Sediaoetama, 2000).

Page 39: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

22

Lemak dapat diperoleh dari daging berlemak, jerohan

dan sebagainya. Kelebihan lemak akan disimpan oleh tubuh

sebagai lemak tubuh yang sewaktu- waktu diperlukan.

Lemak berfungsi sebagai sumber energi, alat angkut vitamin

larut lemak, menghemat protein, memberi rasa kenyang dan

kelezatan, sebagai pelumas, memelihara suhu tubuh, dan

pelindung organ tubuh (Almatsier, 2002).

Dalam satu gram lemak menghasilkan 9 kalori energi.

Lemak akan disimpan di dalam tubuh dalam bentuk jaringan

adipose. Jaringan ini tidak aktif karena tidak ikut dalam

proses metabolisme sehari-hari akan tetapi jaringan ini sangat

penting sebagai cadangan energi (Sediaoetama, 2000).

Sebagai simpanan lemak, lemak merupakan cadangan

energi tubuh yang paling besar. Simpanan ini berasal dari

konsumsi berlebihan salah satu atau kombinasi zat-zat

energi: karbohidrat, protein, dan lemak. Lemak tubuh

umumnya disimpan sebagai berikut: 50% di jaringan bawah

kulit (subkutan), 45% di sekeliling organ dalam rongga perut,

dan 5% di jaringan intramuskuler. Tubuh mempunyai

kapasitas yang tak terhingga untuk menyimpan lemak

(Almatsier, 2002).

Menurut Balzos (1997) dalam Sebastian (2008) lemak

di dalam tubuh lebih mudah disimpan sebagai cadangan

Page 40: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

23

energi dalam jaringan adipose. Jika dibandingkan dengan

karbohidrat yang menggunakan 23% energi untuk diubah

menjadi cadangan lemak dalam jarinagan adipose, lemak

hanya membutuhkan 3% energi.

Dengan pertimbangan berbagai peran lemak maupun

penyerapan zat gizi larut lemak dan mencegah tingginya

kadar kolesterol darah, kecukupan asam lemak esensial

dianjurkan 10 % dari total konsumsi energi. Sementara itu,

anjuran konsumsi lemak total berkisar antara 10-25 % dari

total energi (PUGS, 2003 dalam Mudanijah, 2004).

Sumber utama lemak adalah minyak, tumbuh-

tumbuhan (minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah,

kacang kedelai, jagung, dan sebagainya), mentega, margarin,

dan lemak hewan (lemak daging dan ayam), kacang-

kacangan, biji-bijian, daging, ayam, gemuk, krim, susu, keju,

kuning telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau

minyak (Almatsier, 2002).

Menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip oleh

Sayogo (2006) mengajurkan konsumsi lemak dalam sehari

tidak melebihi 25% dari total energi per hari. Konsumsi

lemak yang berlebih, kurang menguntungkan karena dapat

mengakibatkan timbunan lemak dan orang tersebut menjadi

gemuk ataupun dapat terjadi sumbatan pada saluran

Page 41: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

24

pembuluh darah jantung. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Dewi (2000) dan Handayani (2002),

menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara

tingkat konsumsi lemak dengan status gizi.

Lemak juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan gigi.

Makanan yang mengandung lemak, pada umumnya sedikit

mengandung substrat kariogenik selain sebagai makanan

pengganti karbohidrat yang kariogenik, lemak juga

mempengaruhi kelarutan karbohidrat di dalam rongga mulut.

Lemak berfungsi ke arah efek lokal, sehingga sisa makanan

tidak mudah menempel pada permukaan gigi, bakteri tidak

memfermentasi sisa makanan dan bersifat hidrofob sehingga

bersifat anti bakteri (Budiningsari, 2006). Penelitian yang

dilakukan Kabara (1986), menunjukkan adanya hubungan

antara lemak dengan terjadinya karies gigi.

b. Penyakit Infeksi

Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi

bolak balik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui

berbagai mekanisme. Yang paling penting adalah efek langsung

dari infkesi sistematik pada katabolisme jaringan. Walaupun

hanya terjadi infeksi ringan sudah akan menimbulkan kehilangan

nitrogen (Suhardjo, 1989).

Page 42: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

25

Infeksi dan demam dapat menyebabkan penurunan nafsu

makan atau menimbulkan kesulitan manelan dan mencerna

makanan. Keadaan yang demikian membantu terjadinya kurang

gizi. Anak yang mengalami gizi kurang akan mengalami daya

tahan tubuh yang rendah sehingga lebih mudah terkena infeksi

(Suhardjo, 1989).

c. Pendidikan Ibu

Pendidikan merupakan dasar atau landasan bagi segala

ilmu pengetahuan, serta merupakan dasar yang penting untuk

dimiliki semua orang. Karena pendidikan pada hakekatnya

adalah usaha untuk mengembangkan kepribadian dan

kemampuan di dalam dan di luar sekolah serta berlangsung

seumur hidup (Suhardjo, 1989).

Ibu merupakan pendidik pertama dalam keluarga, maka

ibu perlu menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan.

Selain merupakan modal utama untuk menunjang perekonomian

keluarga, pendidikan ibu juga dapat mempengaruhi derajat

kesehatan karena dapat berpengaruh pada kualitas pengasuhan

anak (Suhardjo, 1989).

Menurut Suhardjo (1989), pendidikan merupakan salah

satu hal yang harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi

status gizi penduduk. Hal serupa dijelaskan Devi (2004), bahwa

Page 43: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

26

pendidikan orang tua akan mempengaruhi status gizi anaknya.

Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, maka semakin baik

pula status gizi anaknya.

d. Status Pekerjaan Ibu

Pekerjaan orang tua yang diperkirakan berperan dalam

kaitannya pada pola pemberian dan pengurusan makanan dalam

keluarga adalah seorang ibu. Ada pendapat yang mengatakan

status pekerjaan ibu dapat mempengaruhi perilaku anak dalam

makan. Selain itu, ada perbedaan dalam pembentukan kebiasaan

makan pada anak-anak yang mempunyai ibu yang bekerja dan

tidak bekerja. Ibu yang bekerja akan tersita waktunya dalam

menyiapkan dan memberikan makanan kepada anak sehingga

diserahkan kepada orang lain (Suhardjo, 1989).

Batasan ibu yang bekerja adalah ibu-ibu yang melakukan

aktivitas ekonomi mencari penghasilan baik di sektor formal

maupun informal yang dilakukan secara reguler di luar rumah.

Anak yang mendapatkan perhatian lebih, baik secara fisik

maupun emosional, selalu mendapat senyuman, mendapat

makanan yang seimbang maka keadaan gizinya lebih baik

dibandingkan dengan teman sebayanya yang kurang mendapat

perhatian orang tua (Depkes RI, 2002).

Page 44: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

27

Penelitian yang dilakukan oleh Lee (1987) dalam

Hardinsyah (2007), menyimpulkan bahwa status dan jenis

pekerjaan ibu merupakan determinan keragaman konsumsi

pangan rumah tangga. Jenis pangan yang dikonsumsi pada

rumah tangga dengan ibu yang bekerja di luar lebih sedikit

dibandingkan dengan rumah tangga dengan ibu yang tidak

bekerja. Namun, hasil penelitian lain menyimpulkan bahwa tidak

terdapat hubungan bermakna antara status pekerjaan ibu dengan

status gizi siswa (Sulastri, et al, 2006).

2.1.3 Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi adalah pembandingan keadaan gizi

menurut hasil pengukuran terhadap standar yang sesuai dari individu

atau kelompok tertentu. Ada beberapa cara dalam menilai status gizi

seseorang yaitu: 1) secara langsung, dengan pemeriksaan

antropometri, klinis, biokimia dan biofisik dan; 2) secara tidak

langsung dapat dilaksanakan dengan survei konsumsi makanan,

statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa, 2001).

Di masyarakat, cara penilaian status gizi secara langsung yang

paling sering digunakan adalah antropometri karena pengukuran

tersebut mudah, sederhana, peralatannya murah, dapat dilakukan siapa

saja dan cukup teliti. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak

langsung adalah survei konsumsi makanan. Survei konsumsi makanan

Page 45: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

28

yang sering dipakai adalah “recall” 24 jam. Dalam metode ini,

responden disuruh untuk mengingat dan menceritakan semua yang

dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu atau kemarin

(Supariasa, 2001).

a. Pengukuran Antropometri

Menurut Supariasa (2001), antropometri artinya ukuran

tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka

antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai

tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri sangat umum

digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidak

seimbangan antara asupan energi dan protein. Gangguan ini

biasanya dapat terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi

jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

Penilaian status gizi dengan menggunakan pengukuran

antropometri mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan.

Kelebihannya antara lain alatnya mudah dibawa dan murah,

prosedurnya sederhana, relatif tidak membutuhkan tenaga ahli,

dapat digunakan untuk jumlah sampel yang besar, metode akurat

serta dapat mengidentifikasi status gizi sedang, gizi kurang dan

gizi buruk. Sedangkan, kelemahan pengukuran antropometri

antara lain tidak sensitif, faktor di luar gizi dapat menurunkan

Page 46: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

29

spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri serta

kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat

mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas pengukuran

antropometri gizi (Supariasa, 2001).

Indeks antropometri yang digunakan untuk menentukan

status gizi anak-anak usia sekolah adalah BB/TB. Berat badan

memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam

keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan

kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang

baik untuk menilai status gizi saat ini. Indeks BB/TB memiliki

keuntungan dan kelemahan. Keuntungannya adalah tidak

memerlukan data umur dan dapat membedakan proporsi badan

(gemuk, normal dan kurus). Sedangkan kelemahannya adalah

tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek,

cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan menurut

umurnya karena faktor umur tidak dipertimbangkan,

membutuhkan dua macam alat ukur, pengukuran relatif lebih

lama, membutuhkan dua orang untuk melakukan pengukuran

dan sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran

(Supariasa, 2001).

Page 47: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

30

b. Survei Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan adalah salah satu metode yang

digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau

kelompok. Berdasarkan jenis data yang diperoleh maka

pengukuran konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data

konsumsi, yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif (Supariasa,

2001).

Metode survei konsumsi makanan secara kuantitatif

dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang

dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan

menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau

daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga

(URT), Daftar Konversi Mentah-Masak (DKMM) dan daftar

penyerapan minyak. Metode tersebut antara lain metode recall

24 jam, perkiraan makanan (estimated food recall), penimbangan

makanan (food weighing), metode food account, metode

inventaris (inventory method) serta pencatatan (household food

record) (Supariasa, 2001).

Metode food recall 24 jam dilakukan dengan mencatat

jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode

24 jam yang lalu. Dalam metode ini, responden diminta untuk

menceritakan semua yang dimakan dan diminum sejak bangun

pagi kemarin sampai istirahat tidur malam harinya, atau dapat

Page 48: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

31

juga dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara mundur ke

belakang sampai 24 jam penuh (Supariasa, 2001).

Data kuantitatif dapat diperoleh dengan cara menanyakan

secara teliti mengenai jumlah konsumsi makanan individu

disertai dengan penggunaan alat URT (sendok, gelas, piring dan

lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-

hari. Apabila pengukuran hanya dilakukan satu kali (1 x 24 jam)

maka data yang diperoleh kurang representatif untuk

menggambarkan kebiasaan makanan individu. Oleh karena itu,

metode ini sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak

berturut-turut. Recall yang dilakukan minimal 2 x 24 jam tanpa

berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi

lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang

intake harian individu (Sanjur, 1997 dalam Supariasa, 2001).

2.1.4 Status Gizi Anak

Status gizi anak adalah keadaan kesehatan anak yang

ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain

yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur

secara antropometri (Suhardjo, 2003), dan dikategorikan berdasarkan

standar baku WHO-NCHS dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB

(Depkes, 2004).

Page 49: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

32

Kriteria objektifnya dinyatakan dalam rata-rata dan jumlah Z

score simpang baku (SSB) individu dan kelompok sebagai persen

terhadap median baku rujukan (Waterlow, et el dalam Djumadias,

1990). Untuk menghitung SSB dapat dipakai rumus :

NSBRNMBRNISRujukanBakuSkor

Dimana : NIS : Nilai Induvidual Subjek

NMBR : Nilai Median Baku Rujukan

NSBR : Nilai Simpang Baku Rujukan

Penilaian status gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U, BB/TB

dengan standar baku antropometri WHO-NCHS dapat dilihat pada

tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standar

Baku Antropometri WHO-NCHS

No Indeks Simpangan Baku Status Gizi

1 BB/U < -3 SD Gizi buruk

-3 SD s/d <-2 SD Gizi kurang

- 2 s/d +2 SD Gizi baik

> +2 SD Gizi lebih

2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek

-3 SD s/d <-2 SD Pendek

- 2 s/d +2 SD Normal

> +2 SD Tinggi

Page 50: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

33

Tabel 2.2 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standar

Baku Antropometri WHO-NCHS

Sumber : Depkes (2004)

2.2 Karies Gigi

2.2.1 Definisi Karies Gigi

Karies gigi berasal dari bahasa latin yang artinya lubang gigi

dan ditandai oleh rusaknya email dan dentin secara progresif yang

disebabkan oleh aktivitas metabolisme plak bakteri. Karies gigi timbul

karena empat faktor yaitu host yang meliputi gigi dan saliva,

mikroorganisme, substrat serta waktu atau lamanya proses interaksi

antar faktor tersebut (Junaidi, 2004).

Selanjutnya, menurut Suwargiani (2008), karies gigi adalah

suatu proses kronis regresif, dimana prosesnya terjadi terus berjalan ke

bagian yang lebih dalam dari gigi sehingga membentuk lubang yang

tidak dapat diperbaiki kembali oleh tubuh melalui proses

penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang disebabkan

oleh adanya interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan

gigi dan waktu.

No Indeks Simpangan Baku Status Gizi

3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus

-3 SD s/d <-2 SD Kurus

- 2 s/d +2 SD Normal

> +2 SD Gemuk

Page 51: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

34

Karies gigi merupakan penyakit yang banyak menyerang anak-

anak maupun dewasa baik pada gigi susu maupun gigi permanen.

Anak usia 6 sampai 14 tahun merupakan kelompok usia yang kritis

dan mempunyai sifat khusus yaitu transisi pergantian gigi susu ke gigi

permanen. Suatu hasil survei status karies gigi Pelita III dan IV di

Indonesia, menyatakan bahwa kelompok usia 6 sampai 14 tahun

mempunyai prevalensi karies gigi yang cukup tinggi yaitu 60 sampai

80% (Ilyas, 2000).

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Karies Gigi

Terjadinya karies gigi memerlukan host yang rentan untuk

berkembangnya lesi karies, mikroorganisme kariogenik yang terdapat

dalam rongga mulut dan lingkungan substrat makanan serta jangka

waktu yang pendek. Sedangkan, faktor individu manusia (umur, jenis

kelamin, ras dan keturunan) dan faktor di luar lingkungan mulut (fisik,

sosial dan biologis) merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya

karies gigi dalam mulut (Ilyas, 2000).

a. Faktor Di Dalam Mulut

1) Struktur gigi dan saliva

Gigi adalah alat yang digunakan untuk mengunyah

makanan didalam mulut. Struktur gigi merupakan salah satu

faktor yang bisa melindungi atau memudahkan terjadinya

Page 52: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

35

karies. Aneka makanan dan minuman masuk ke dalam tubuh

melalui mulut. Makanan perlu dilumatkan dengan cara

dikunyah di dalam mulut. Proses pelumatan oleh gigi dibantu

saliva. Saliva merupakan pertahanan pertama terhadap karies.

Saliva berfungsi sebagai pelicin, pelindung, penyangga,

pembersih, anti pelarut dan anti bakteri (Suwelo, 1992).

2) Mikroorganisme

Bakteri Streptococcus mutans mengeluarkan racun

yang tidak dapat dilihat oleh mata biasa. Bakteri tersebut

berperan dalam proses awal karies yaitu lebih dulu masuk

lapisan luar email. Selanjutnya Laktobasilus acidophilus

mengambil alih peranan pada karies yang lebih merusak gigi.

Mikroorganisme menempel di gigi bersama plak. Plak terdiri

dari mikroorganisme (70 %) dan bahan antar sel (30 %). Plak

akan tumbuh bila ada karbohidrat, sedang karies akan terjadi

bila ada plak dan karbohidrat (Suwelo, 1992).

3) Substrat atau karbohidrat

Subtrat adalah campuran makanan halus dan minuman

yang dimakan sehari-hari yang menempel di permukaan gigi.

Substrat ini berpengaruh terhadap karies secara lokal di

dalam mulut. Substrat yang menempel di permukaaan gigi

Page 53: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

36

berbeda dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh yang

diperlukan untuk mendapatkan energi dan membangun

tubuh. Pada dasarnya nutrisi sangat diperlukan untuk

pertumbuhan dan perkembangan gigi saat pembentukan

matriks, email dan kalsifikasi. Nutrisi tersebut adalah

karbohidrat, lemak dan protein. Konsumsi karbohidrat

sederhana dalam waktu lama akan mempengarui

pembentukan matriks email yang nantinya akan menjadi

karies. Frekuensi konsumsi gula sederhana yang tinggi

menentukan waktu terjadinya karies (Suwelo, 1992).

4) Waktu

Waktu adalah kecepatan terbentuknya karies serta lama

dan frekuensi substrat menempel di permukaan gigi.

Kecepatan kerusakan gigi akan jelas terlihat dengan

timbulnya karies menyeluruh dalam waktu yang singkat.

Selain itu penyebab karies adalah lamanya substrat yang

berada dalam rongga mulut, yang tidak langsung ditelan.

Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada

manusia yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau

tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies untuk

berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi,

diperkirakan 6 sampai 48 bulan (Suwelo, 1992).

Page 54: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

37

b. Faktor Di Luar Mulut

Faktor yang berhubungan tidak langsung dalam proses

karies gigi yang berada di dalam mulut sebagai faktor

predisposisi dan penghambat, antara lain :

1) Umur

Sejalan dengan pertambahan usia seseorang, jumlah

kariespun akan bertambah. Hal ini jelas, karena faktor risiko

terjadinya karies akan lebih lama berpengaruh terhadap gigi.

Anak yang pengaruh faktor risiko terjadinya karies kecil

akan menunjukkan jumlah karies lebih besar dibanding yang

kuat pengaruhnya (Suwelo, 1992).

2) Jenis kelamin

Prevalensi karies gigi tetap wanita lebih tinggi

dibandingkan dengan pria. Demikian pula pada anak-anak,

prevalensi karies gigi susu anak perempuan sedikit lebih

tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki, karena gigi anak

perempuan berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi

anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor

resiko terjadinya karies (Suwelo, 1992).

Page 55: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

38

3) Ras

Pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi amat sulit

ditentukan. Tetapi keadan tulang rahang suatu ras mungkin

berhubungan dengan prosentase karies yang semakin

meningkat atau menurun. Misalnya pada ras tertentu dengan

rahang yang sempit, sehingga gigi-gigi pada rahang sering

tumbuh tidak teratur. Keadaan gigi yang tidak teratur akan

mempersulit pembersihan gigi dan akan mempertinggi

prosentase karies pada ras tertentu (Kidd & Bechal, 1992).

4) Keturunan

Dari suatu penelitian terdapat 12 pasang orang tua

dengan keadaan gigi yang baik, terlihat bahwa anak-anak

dari 11 pasang orang tua memiliki keadaan gigi yang cukup

baik. Di samping itu, dari 46 pasang orang tua, hanya 1

pasang yang memiliki anak dengan gigi yang baik, 5 pasang

dengan prosentase karies sedang dan 40 pasang dengan

prosentase keries yang tinggi. Tapi dengan tehnik

pencegahan karies yang demikian maju pada akhir-akhir ini,

sebetulnya faktor keturunan dalam prosentase terjadinya

karies tersebut telah dapat dikurangi (Kidd & Bechal, 1992).

Page 56: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

39

5) Kultur sosial penduduk

Perilaku sosial dan kebiasaan akan menyebabkan

perbedaan jumlah karies. Di Selandia baru, prevalensi karies

anak dengan sosial ekonomi rendah di daerah yang air

minumnya difluoridasi lebih tinggi dibandingkan dengan

daerah yang air minumnya tidak difluoridasi. Selain itu,

perbedaan suku, budaya, lingkungan dan agama akan

menyebabkan keadaan karies yang berbeda pula (Suwelo,

1992).

6) Tingkat sosial ekonomi

Latar belakang sosial ekonomi yaitu masalah budaya

dan pendapatan yang rendah dapat memungkinkan tingginya

angka kejadian karies gigi pada kelompok masyarakat

tertentu. Hal ini disebabkan karena masyarakat tersebut

masih menggunakan cara tradisional dalam membersihkan

gigi yaitu dengan menggunakan tanah liat. Selain itu,

masyarakat tersebut tidak dapat melakukan pemeriksaan ke

dokter gigi karena memiliki pendapatan yang rendah

(Suwelo, 1992). Penelitian pada SKRT (2001) menyebutkan

bahwa 75% masyarakat dengan status sosial ekonomi rendah

pernah mengalami karies gigi. Angka tersebut lebih tinggi

Page 57: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

40

jika dibandingkan dengan masyarakat yang berstatus sosial

ekonomi tinggi.

7) Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi status

kesehatan seseorang, karena semakin tinggi pendidikan

seseorang maka akan semakin tinggi pula tingkat

pengetahuan dan kesadaran untuk menjaga kesehatan

(Suwelo, 1992). Hasil penelitian Lukito (2003),

menunjukkan bahwa angka karies tertinggi diderita pada

anak yang tingkat pendidikan orang tuanya rendah yaitu

sebesar 63,25%. Selanjutnya, pada penelitian lain juga

disebutkan bahwa angka prevalensi karies pada penduduk

yang tidak tamat sekolah dasar sebesar 78% dan pada

penduduk yang tamat sekolah dasar sebesar 67%.

8) Kebiasaan sikat gigi

Penyakit karies gigi dapat disebabkan oleh beberapa

faktor, salah satunya adalah mikroorganisme yang ada dalam

plak gigi. Cara yang dapat digunakan untuk mengontrol plak

tersebut adalah dengan menyikat gigi (Suwelo, 1992). Hasil

penelitian menurut Evron (2003) dalam Romadhona (2009),

menyatakan bahwa prevalensi karies gigi pada anak yang

Page 58: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

41

memiliki sikap dan perilaku positif terhadap kebiasaan yang

baik untuk menyikat gigi sebesar 9%. Sedangkan pada SKRT

(1995), menyatakan bahwa proporsi penduduk yang tidak

menyikat gigi sebesar 31,7% dan yang menderita karies gigi

sebesar 63%.

9) Kesadaran sikap dan perilaku individu terhadap

kesehatan gigi

Fase perkembangan anak umur di bawah 5 tahun masih

sangat tergantung pada pemeliharaan, bantuan dan pengaruh

dari ibu. Peranan ibu sangat menentukan dalam pertumbuhan

dan perkembangan anak. Dalam bidang kesehatan, peranan

seorang ibu sangat menentukan. Jadi kesadaran, sikap, dan

perilaku serta pendidikan ibu sangat mempengaruhi

kesehatan gigi dan mulut anak (Suwelo, 1992).

2.2.3 Proses Terjadinya Karies Gigi

Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak di

permukaan gigi, sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri

berproses menempel pada waktu tertentu yang berubah menjadi asam

laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan

menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi

(Schuurs, 1993).

Page 59: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

42

Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah

dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi

(pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam

proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang

dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang

menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat dilihat. Pada karies

dentin yang baru mulai yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan

transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan

membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan

lapisan kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam

tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala degenerasi

cabang-cabang odontoblas). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan

menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam, tidak

terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah

sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan

lima (Schuurs, 1993).

2.2.4 Pengaruh Karies Gigi Terhadap Status Gizi Anak

Gigi dan mulut memegang peranan penting pada masa anak-

anak yang sedang mengalami proses tumbuh kembang, karena

merupakan ujung sefalik dari saluran pencernaan yang menjadi pintu

masuk makanan yang dibutuhkan tubuh untuk menghasilkan energi

maupun untuk perbaikan jaringan dan pertumbuhan anak (Hayati,

Page 60: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

43

1994). Selanjutnya menurut Setiawan (2003), salah satu alat cerna

yang dimiliki manusia adalah mulut beserta organ pelengkap, yaitu

gigi, lidah dan saliva. Gigi berperan untuk mencerna makanan seperti

memotong, menggigit dan mengunyah sehingga bentuk makanan

menjadi lebih kecil dan halus.

Pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor

internal berupa struktur fisik dan tingkat pertumbuhan sel otak semasa

dalam kandungan. Sedangkan, faktor eksternal antara lain kualitas gizi

yang diterima anak dan status kesehatan yaitu ada tidaknya penyakit

yang diderita seperti karies gigi, sistem budaya yang digunakan dalam

proses merawat serta tingkat ekonomi dan sosial (Nurdadi, 2000 dalam

Junaidi, 2004).

Karies gigi menjadi masalah kesehatan yang penting karena

kelainan pada gigi ini dapat menyerang siapa saja tanpa memandang

usia dan jika dibiarkan berlanjut akan merupakan sumber fokal infeksi

dalam mulut sehingga menyebabkan keluhan rasa sakit. Kondisi ini

tentu saja akan mengurangi frekuensi kehadiran anak ke sekolah,

mengganggu konsentrasi belajar, mempengaruhi asupan gizi sehingga

dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan yang akan

mempengaruhi status gizi anak dan dapat berimplikasi pada kualitas

sumber daya (Siagian, 2008).

Pada anak-anak, terutama pada usia sekolah dasar, struktur

giginya termasuk jenis gigi bercampur antara gigi susu dan gigi

Page 61: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

44

permanen, sehingga rentan mengalami karies gigi. Anak kelas dua

sekolah dasar yang mempunyai usia rata-rata 8 tahun merupakan salah

satu kelompok usia yang kritis untuk terkena karies gigi karena

mengalami transisi pergantian gigi susu ke gigi permanen

(Romadhona, 2009). Gigi susu berguna untuk memotong makanan,

berbicara dan pertumbuhan rahang yang baik. Morfologi gigi susu

lebih memungkinkan retensi sisa makanan yang dapat menyebabkan

kondisi kebersihan mulut anak menjadi tidak baik dibandingkan

dengan orang dewasa. Gigi susu yang mengalami karies akan

menyebabkan gangguan dalam pertumbuhan rahang maupun posisi

gigi tetap (Haryani, et al, 2002).

Kesulitan makan pada anak disebabkan oleh berbagai faktor

yaitu nutrisi, penyakit dan psikologis. Faktor penyakit antara lain

adanya kelainan pada gigi geligi dan rongga mulut seperti karies gigi,

stomatitis dan gingivitis. Penyakit karies gigi dapat menyebabkan

kehilangan gigi sehingga terjadi gangguan dalam proses pengunyahan

makanan, estetika dan pergerakan gigi yang dapat menimbulkan

penumpukan sisa makanan (Junaidi, 2004). Hal tersebut dikemukakan

pula oleh Hidayanti (2005), karies gigi yang terjadi pada anak akan

mengakibatkan munculnya rasa sakit sehingga anak menjadi malas

makan dan juga dapat menyebabkan tulang di sekitar gigi menjadi

terinfeksi. Apabila terjadi kerusakan pada tahap yang berat atau sudah

Page 62: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

45

terjadi abses, maka gigi dapat tanggal. Anak yang kehilangan beberapa

giginya tidak dapat makan dengan baik kecuali makanan yang lunak.

Selain itu, menurut Depkes (2002), karies gigi merupakan

penyakit yang dapat menimbulkan gangguan fungsi kunyah sehingga

dapat menyebabkan terganggunya penyerapan dan pencernaan

makanan. Oleh karena itu, karies gigi pada akhirnya dapat menggangu

kondisi gizi anak sehingga terjadi keadaan kurang gizi. Selanjutnya

menurut Setiawan (2003), karies gigi dapat menimbulkan gangguan

fisiologis pada gigi seperti penghancuran makanan yang tidak

sempurna, menurunkan produksi saliva sehingga makanan tidak larut

dengan baik serta otot-otot pengunyahan yang terganggu fungsinya.

Seseorang dengan alat pengunyahan yang tidak baik akan memilih

makanan sesuai dengan kekuatan kunyahnya sehingga pada akhirnya

dapat mengakibatkan malnutrisi.

Karies sangat sering terjadi pada gigi geraham, terutama pada

permukaan kunyah karena pada permukaan tersebut terdapat parit-

parit kecil yang cukup dalam sehingga permukaan sikat gigi tidak

dapat menjangkaunya. Jika karies sudah meluas ke lapisan dentin

maka akan timbul rasa nyeri terutama jika terkena rangsangan dingin

dan makan makanan manis. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya

pemilihan jenis dan bentuk makanan yang akan dikonsumsi agar tidak

menimbulkan rasa nyeri ketika makan (Junaidi, 2004). Menurut

Budiharto (1990), anak yang menderita sakit gigi akan menghindari

Page 63: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

46

makanan sehingga asupan makanan akan berkurang dan menyebabkan

anak lebih peka terhadap malnutrisi.

Nutrisi dan mastikasi (pengunyahan) mempunyai hubungan

timbal balik. Nutrisi yang baik diperlukan untuk pertumbuhan yang

normal termasuk pertumbuhan aparatus mastikasi. Sebaliknya,

mastikasi yang baik merupakan hal penting dalam penggunaan

makanan dan pencernaan (Hayati, 1994).

Kehilangan gigi akan menurunkan efisiensi pengunyahan yang

berakibat pada terganggunya sistem pencernaan makanan sehingga

dapat menganggu kesehatan tubuh karena zat-zat gizi makanan tidak

dapat diserap dengan sempurna oleh usus halus (Junaidi, 2004).

Alvarez (1995) menyatakan bahwa status gizi anak akan

mempengaruhi pertumbuhan gigi, baik gigi susu maupun gigi

permanen. Anak yang berstatus gizi kurang akan mengalami tingkat

keparahan karies yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang

berstatus gizi normal. Status gizi pada awal kehidupan berpengaruh

terhadap pembentukan dan pertumbuhan gigi. Jika terdapat gangguan

gizi maka akan mempengaruhi pembentukan gigi dan mengakibatkan

kerentanan terhadap karies menjadi meningkat.

2.2.5 Pengukuran Karies Gigi Susu

Derajat keparahan karies gigi mulai dari yang ringan sampai

berat dapat ditentukan melalui pengukuran dengan menggunakan

Page 64: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

47

indeks karies gigi. Indeks karies gigi adalah angka yang menunjukkan

jumlah gigi karies anak atau sekelompok anak. Indeks def-t adalah

indeks yang digunakan untuk menentukan pengalaman karies gigi

yang terlihat pada gigi susu dalam rongga mulut dengan menghitung

jumlah gigi karies yang masih dapat ditambal (d), ditambah jumlah

gigi karies yang tidak dapat ditambal atau dicabut (e) dan jumlah gigi

karies yang sudah ditambal (f) (Suwelo, 1992).

WHO memberikan kategori dalam perhitungan def-t berupa

derajat interval yang dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.3 Klasifikasi Intensitas Karies Gigi Menurut WHO

Tingkat Keparahan Indeks def-t

Sangat rendah 0,0 – 1,1

Rendah 1,2 – 2,6

Moderat 2,7 – 4,4

Tinggi 4,5 – 6,5

Sangat Tinggi > 6,6

Sumber : Pine. 1997. Community Oral Health

Page 65: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

48

2.3 Anak Sekolah Dasar

2.3.1 Pengertian Dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 6 sampai 12

tahun, memiliki fisik lebih kuat, mempunyai sifat individual serta aktif

dan tidak bergantung pada orang tua. Kebutuhan gizi anak sebagian

besar digunakan untuk aktivitas pembentukan dan pemeliharaan

jaringan (Moehji, 2003).

Karakteristik anak sekolah meliputi, pertumbuhan tidak

secepat bayi, gigi merupakan gigi susu yang tidak permanen atau

tanggal, lebih aktif memilih makanan yang disukai, kebutuhan energi

tinggi karena aktivitas yang meningkat, pertumbuhan lambat dan

meningkat lagi pada masa pra remaja. Anak sekolah biasanya

memiliki aktivitas bermain yang memerlukan banyak tenaga.

Ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan keluar akan

mengakibatkan tubuh anak menjadi kurus. Oleh karena itu, diperlukan

tindakan dalam mengatur waktu bermain anak. Tindakan tersebut

dapat membantu anak untuk memperoleh waktu istirahat yang cukup

(Moehji, 2003).

2.3.2 Keadaan Gizi Anak Sekolah

Berbagai penelitian yang pernah dilakukan terhadap anak-anak

sekolah, baik di perkotaan maupun di pedesaan di Indonesia,

didapatkan kenyataan bahwa pada umumnya berat dan tinggi badan

Page 66: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

49

rata-rata anak-anak sekolah dasar berada di bawah ukuran normal.

Tidak jarang pula pada anak-anak ini ditemukan tanda-tanda penyakit

gangguan kurang gizi baik dalam bentuk ringan maupun dalam bentuk

agak berat (Moehji, 2003). Anak sekolah dasar merupakan salah satu

kelompok rentan gizi selain bayi (0-1 tahun), balita (1-5 tahun), remaja

(14-20 tahun), dan kelompok ibu hamil dan menyusui (Sediaoetama,

2000).

Masalah gizi terjadi karena tidak terpenuhinya kebutuhan akan

zat gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi berkaitan erat

dengan masalah pangan. Pada kasus tertentu, masalah pangan terjadi

di tingkat rumah tangga, yaitu kemampuan rumah tangga memperoleh

makanan untuk semua anggotanya yang dapat dipengaruhi oleh

kemiskinan, rendahnya pendidikan dan kepercayaan yang terkait

dengan tabu makanan (Supariasa, 2001).

Sedangkan menurut Arisman (2009), masalah gizi anak secara

garis besar merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan

dan keluaran zat gizi (nutritional imbalance), yaitu asupan yang

melebihi keluaran atau sebaliknya, di samping kesalahan dalam

memilih bahan makanan untuk disantap. Begitu pula dengan Suhardjo

(1996), yang menjelaskan bahwa keadaan kurang gizi dapat

disebabkan oleh masukan energi dan protein yang sangat kurang

dalam waktu lama. Keadaan ini akan lebih cepat terjadi jika anak

mengalami diare atau infeksi penyakit lainnya.

Page 67: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

50

Masalah gizi anak tidak hanya kekurangan gizi tetapi juga

kelebihan gizi. Seorang anak dikatakan mempunyai gizi lebih jika

mereka mempunyai berat badan relatif lebih tinggi dibandingkan

dengan standar anak yang sebaya (Khomsan, 2003). Selain masalah

gizi tersebut, terdapat pula masalah gizi lain yang terjadi pada anak,

yaitu anemia defisiensi besi, karies gigi, pica, alergi dan penyakit

kronis (Arisman, 2009).

Page 68: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

51

2.4 Kerangka Teori

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan kerangka teori

sebagai berikut :

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber : Setiawan (2003), Hayati (1994) dan Suhardjo (1989)

STATUS GIZI

ASUPAN ZAT GIZI : Tingkat konsumsi KH Tingkat konsumsi protein Tingkat konsumsi lemak

POLA KONSUMSI

PENYAKIT INFEKSI

KARAKTERISTIK MULUT : Host (gigi) Mikroorganisme Substrat makanan Waktu

KARIES GIGI

KARAKTERISTIK KELUARGA Pendidikan ibu Status pekerjaan ibu

STATUS KESEHATAN DAN FISIOLOGI : Penyakit diderita Fungsi gigi

Page 69: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

52

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori di atas, maka peneliti bermaksud melakukan

penelitian terhadap faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya masalah gizi

terutama untuk mengetahui hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan

status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten

Bogor tahun 2010.

Variabel penelitian ini terdiri atas variabel dependen yaitu status gizi,

variabel independen yaitu tingkat keparahan karies gigi dan variabel

confounding yaitu tingkat konsumsi karbohidrat, tingkat konsumsi protein dan

tingkat konsumsi lemak. Variabel pendidikan ibu dan pekerjaan ibu tidak diteliti

karena bersifat homogen. Berdasarkan kerangka teori yang ada maka kerangka

konsep yang digunakan untuk penelitian ini seperti pada bagan 3.1.

Bagan 3.1

Kerangka Konsep

Tingkat Keparahan Karies Gigi

Tingkat Konsumsi Karbohidrat

Tingkat Konsumsi Protein

Tingkat Konsumsi Lemak

Status Gizi

Page 70: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

53

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1

Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil Ukur

Skala Ukur

Status Gizi Keadaan tubuh sebagai

akibat konsumsi makanan

dan penggunaan zat-zat gizi

yang diukur dengan indeks

antropometri BB/TB dan

disesuaikan pada metode z-

score

(WHO-NCHS, 1983)

Pengukuran

Antropometri

Timbangan

berat badan

dan

microtoice

0. Kurus =

< -2 SD

1. Normal =

> - 2 SD

(Depkes RI,

2004)

Ordinal

Tingkat

Keparahan

Karies Gigi

Batas ukur nilai def-t (indeks

pengukuran karies gigi susu)

dengan melihat gigi susu

yang mengalami kerusakan

(d), gigi yang terdapat

indikasi pencabutan (e) dan

gigi tambal (f).

Menghitung

jumlah gigi

susu yang

pernah

mengalami

karies,

indikasi

pencabutan

dan

penambalan

Kaca mulut,

sonde dan

dicatat di

formulir

pemeriksaan

karies gigi

0. Tinggi =

def-t > 2,6

1. Rendah =

def-t < 2,6

(Pine, 1997)

Ordinal

Tingkat

Konsumsi

Karbohidrat

Prosentase dari jumlah

karbohidrat yang

dikonsumsi oleh responden

setiap harinya dibandingkan

Penimbangan

dan

Wawancara

Timbangan

makanan

dan formulir

0. Kurang =

< 80% AKG

Ordinal

Page 71: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

54

Tabel 3.1

Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil Ukur Skala Ukur

dengan angka kecukupan

karbohidrat yang

dianjurkan (Supariasa,

2002).

Recall 2x24

jam

1. Baik =

> 80% AKG

(Depkes RI,

1990)

Tingkat

Konsumsi

Protein

Prosentase dari jumlah

protein total yang

dikonsumsi oleh

responden setiap harinya

dibandingkan dengan

angka kecukupan

protein yang dianjurkan

(Supariasa, 2002).

Penimbangan

dan

Wawancara

Timbangan

makanan

dan formulir

Recall 2x24

jam

0. Kurang =

< 80% AKG

1. Baik =

> 80% AKG

(Depkes RI,

1990)

Ordinal

Tingkat

Konsumsi

Lemak

Prosentase dari jumlah

lemak total yang

dikonsumsi oleh

responden setiap harinya

dibandingkan dengan

angka kecukupan

lemak yang dianjurkan

(Supariasa, 2002).

Penimbangan

dan

Wawancara

Timbangan

makanan

dan formulir

Recall 2x24

jam

0. Kurang =

< 80% AKG

1. Baik =

> 80% AKG

(Depkes RI,

1990)

Ordinal

Page 72: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

55

3.3 Hipotesis

3.3.1 Ada hubungan antara tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi

siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor

Tahun 2010.

3.3.2 Ada hubungan antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan status gizi

siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor

Tahun 2010.

3.3.3 Ada hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan status gizi anak

siswa dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor

Tahun 2010.

3.3.4 Ada hubungan antara tingkat konsumsi lemak dengan status gizi siswa

kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor

Tahun 2010.

3.3.5 Ada hubungan antara tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi

siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor

Tahun 2010 setelah dikontrol dengan tingkat konsumsi karbohidrat,

protein dan lemak.

Page 73: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

56

BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross

sectional dimana pengukuran variabel independen dan dependen diambil pada

waktu yang sama untuk mengetahui hubungan antara tingkat keparahan karies

gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana

Kabupaten Bogor.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana

Kabupaten Bogor dan waktu pelaksanaan penelitian ini pada bulan Mei

sampai Desember tahun 2010.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas dua

di SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor yang

berjumlah 89 orang.

Page 74: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

57

4.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah anak yang terdaftar sebagai

siswa kelas dua di SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten

Bogor tahun 2010 serta ibu dari siswa yang menjadi sampel penelitian.

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara simple

random sampling. Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan

rumus besar sampel uji beda dua proporsi dengan perhitungan sebagai

berikut :

n

Keterangan :

n : besar sampel

: derajat kemaknaan (95%) = 1,96

: kekuatan uji 90% = 1,28

: rata- rata proporsi pada populasi = (0,907 + 0,0926)/2 = 0,5

: proporsi karies gigi pada anak gizi kurang = 90,7% = 0,907

(Junaidi, 2004)

: proporsi tidak karies gigi pada anak gizi kurang = 9,26%

= 0,0926 (Junaidi, 2004)

Page 75: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

58

Maka besar sampel yang dihasilkan adalah :

n =

=

= 6 x 2 = 12 siswa kelas dua

Dari perhitungan tersebut didapatkan sampel minimal

sebanyak 12 siswa maka besar sampel secara keseluruhan yang

diperlukan dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 siswa kelas dua.

4.4 Metode Pengumpulan Data

4.4.1 Data Primer

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Data status gizi diperoleh dengan melakukan pengukuran

antropometri yang meliputi berat badan dan tinggi badan anak.

Pengukuran berat badan dilakukan menggunakan timbangan

injak (bathroom scale) dengan tingkat ketelitian 0,5 kg dan

tinggi badan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm.

Subjek diukur tanpa alas kaki. Topi, baju hangat dan tas sekolah

juga harus ditinggalkan. Anak berdiri dengan posisi

membelakangi dinding, pita ukur tinggi badan berada tepat di

tengah kepala serta arah pandang tepat lurus ke depan. Posisi

Page 76: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

59

kepala, tulang belikat, pinggul dan tumit menempel pada

dinding. Status gizi ditentukan dengan menghitung nilai z-score

berdasarkan indeks berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB)

memakai baku rujukan WHO-NCHS 1983.

b. Data tingkat keparahan karies gigi diperoleh dengan melakukan

pemeriksaan kesehatan gigi menggunakan sonde dan kaca mulut

yang dilakukan oleh dua orang perawat gigi. Perawat gigi

memeriksa karies dengan melihat gigi karies yang masih dapat

ditambal (d), dicabut (e) dan sudah ditambal (f), selanjutnya

dijumlahkan (d + e + f= indeks def-t) dan dicatat di formulir

yang telah disediakan. Penentuan tingkat keparahan karies gigi

dengan membandingkan hasil penjumlahan dengan klasifikasi

indeks def-t menurut WHO.

c. Data tingkat konsumsi karbohidrat, protein dan lemak diperoleh

dengan formulir recall dan wawancara recall 24 jam yang

ditujukan kepada ibu dan siswa kelas dua yang menjadi

responden. Metode ini dilakukan oleh mahasiswi kesehatan

masyarakat peminatan gizi selama 2 hari. Hasil yang diperoleh,

selanjutnya akan dibandingkan dengan kebutuhan zat gizi

masing-masing subjek.

Page 77: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

60

4.4.2 Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini berupa gambaran

karakteristik siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana

Kabupaten Bogor Tahun 2010.

4.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

4.5.1 Teknik Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti kemudian akan

diolah dengan menggunakan program komputer meliputi:

a. Editing

Pengecekan data terhadap lembaran kuisioner dan lembar

pemeriksaan karies gigi dilakukan selama proses pengumpulan

data yang bertujuan untuk memastikan semua variabel terisi.

Selama proses tersebut dilakukan penyuntingan data oleh peneliti

agar data yang salah atau meragukan dapat langsung ditelusuri

kembali kepada responden yang bersangkutan.

b. Coding

Proses pengkodean dilakukan terhadap beberapa variabel

yang ada dalam penelitian ini yaitu status gizi, tingkat keparahan

karies gigi, tingkat konsumsi karbohidrat, tingkat konsumsi

protein dan tingkat konsumsi lemak. Data awal variabel tersebut

Page 78: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

61

merupakan data numerik, untuk kepentingan analisis dan

memudahkan dalam penafsiran, maka dilakukan

pengelompokkan, dimana masing-masing variabel dibagi

menjadi dua kelompok. Untuk variabel status gizi, kurus jika < -

2 SD dan diberi kode 0, sedangkan normal jika > - 2 SD dan

diberi kode 1. Variabel tingkat keparahan karies gigi, tinggi jika

def-t > 2,6 dan diberi kode 0, sedangkan rendah jika def-t < 2,6

dan diberi kode 1. Variabel tingkat konsumsi karbohidrat,

protein dan lemak, kurang jika < 80% AKG dan diberi kode 0,

sedangkan baik jika > 80% AKG dan diberi kode 1.

c. Entry

Data yang sudah dikode kemudian dimasukkan dalam

program software statistik untuk dilakukan analisis data.

d. Cleaning

Selanjutnya dilakukan pembersihan data atau pengecekan

kembali untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam

melakukan entry.

Page 79: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

62

4.5.2 Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari

hasil penelitian ini berupa distribusi dan persentase pada setiap

variabel yaitu status gizi, tingkat keparahan karies gigi, tingkat

konsumsi karbohidrat, tingkat konsumsi protein dan tingkat

konsumsi lemak.

b. Analisis Bivariat

Analisis dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya

hubungan antara variabel independen dan juga variabel yang

diduga sebagai confounders dengan variabel dependen. Analisis

bivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik

Chi-Square. Uji Chi-square merupakan analisis hubungan

variabel kategorik dengan batas kemaknaan α = 0,05. Persamaan

chi-square adalah sebagai berikut :

Keterangan:

= Chi-square

O = Efek yang diamati

E = Efek yang diharapkan

Page 80: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

63

Jika Pvalue > 0,05, maka tidak ada hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen. Sebaliknya jika

Pvalue < 0,05, maka ada hubungan antara variabel independen

dengan variabel dependen.

c. Analisis Multivariat

Tujuan analisis multivariat adalah untuk melihat

kemungkinan terjadinya pengaruh variabel lain, selain variabel

independen terhadap variabel dependen, sehingga untuk tujuan

tersebut digunakan analisis regresi logistik berganda model

faktor resiko. Analisis ini digunakan karena variabel dependen

dalam penelitian ini berbentuk kategorik. Langkah pertama

dalam analisis ini adalah pembuatan pemodelan dengan

memasukkan semua variabel yang ada serta variabel interaksi

yang mungkin terjadi antara confounder dengan variabel

independen yaitu tingkat keparahan karies gigi sehingga

menghasilkan suatu pemodelan yang maksimum. Langkah ini

dapat mengontrol variabel interaksi dan confounder.

Penilaian interaksi dilakukan dengan cara mengeluarkan

variabel interaksi yang mempunyai nilai p > 0,05 dari model

secara bertahap dimulai dengan interaksi yang mempunyai nilai

p tertinggi. Selanjutnya menyederhanakan model yaitu dengan

Page 81: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

64

mengurangi confounder yang pengaruhnya tidak terlalu besar

pada odds ratio antara variabel independen dengan variabel

dependen. Besar kecilnya pengaruh confounder dinilai

berdasarkan perubahan relatif odds ratio terhadap odds ratio gold

standard dengan rumus :

ΔOR = OR crude – OR gold standard X 100% OR gold standard

Confounder dikeluarkan dari model jika ΔOR kurang dari

10%, dengan asumsi dikeluarkannya confounder tidak

memberikan pengaruh berarti terhadap hubungan variabel

independen dan dependen. Pengeluaran confounder satu per satu

dimulai dengan nilai p paling tinggi dan dinilai perubahan

ORnya. Eliminasi tetap dilakukan meskipun nilai p sudah

signifikan (p < 0,05).

Page 82: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

65

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum SDN 01 Ciangsana

Pendidikan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kualitas

sumber daya manusia. Pemerintah kabupaten bogor menyediakan sekolah

dalam jumlah yang cukup banyak baik negeri maupun swasta. Sekolah Dasar

Negeri 01 Ciangsana terletak di Desa Ciangsana Kecamatan Gunung Putri

Kabupaten Bogor. Sekolah ini berdiri pada tahun 1969 dan sampai saat ini

sekolah tersebut mengalami berbagai perbaikan pembangunan sehingga dapat

meningkatkan efektifitas kegiatan belajar mengajar yang pada akhirnya dapat

mencapai tujuan dari sekolah tersebut. Adapun jumlah pengajar di sekolah

tersebut sebanyak 12 orang yang terdiri dari 10 orang sebagai wali kelas dan 2

orang sebagai guru bidang studi.

5.1.1 Visi dan Misi

Visi dari SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor

yaitu terwujudnya sekolah yang menjadi pusat pembinaan akhlak serta

penguasaan ilmu dan keterampilan. Adapun misi dari SDN 01

Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor yaitu membentuk akhlak

yang mulia, meningkatkan prestasi dan mutu pendidikan, serta

meningkatkan kecerdasan dan keterampilan.

Page 83: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

66

5.1.2 Tujuan Umum Pendidikan SDN 01

SDN 01 Ciangsana mempunyai beberapa tujuan umum yaitu

siswa beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan

berakhlak mulia serta dapat mengamalkannya dalam kegiatan

pembiasaan, dapat menjadi sekolah yang mampu berprestasi dalam

meningkatkan mutu pendidikan di lingkungan masyarakat sekitar,

siswa menjadi sehat jasmani dan rohani, mampu menilai dasar-dasar

pengetahuan, kemampuan dan keterampilan untuk meningkatkan

pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, siswa menjadi kreatif,

terampil dan bekerja untuk dapat mengembangkan diri secara terus

menerus.

5.1.3 Jumlah Siswa

Jumlah siswa di SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana

Kabupaten Bogor saat ini berjumlah 416 orang yang terdiri dari 213

laki-laki dan 203 perempuan yang tersebar pada kelas satu sampai

dengan kelas enam.

Tabel 5.1 Distribusi Jumlah Siswa SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana

Kabupaten Bogor Tahun 2010

Kelas Jenis Kelamin

Total Laki-laki Perempuan

I 37 35 72

Page 84: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

67

Tabel 5.1 Distribusi Jumlah Siswa SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana

Kabupaten Bogor Tahun 2010 II 40 49 89 III 29 24 53 IV 30 25 55 V 45 40 85 VI 32 30 62

Total 213 203 416

5.1.4 Karakteristik Responden

Siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana

Kabupaten Bogor merupakan responden dalam penelitian ini. Jumlah

siswa yang diperlukan sebesar 50 orang. Distribusi frekuensi

karakterisitk responden berdasarkan jenis kelamin, pendidikan ibu dan

status bekerja ibu dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini.

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pendidikan Ibu dan Status Bekerja Ibu Tahun 2010

Variabel n %

Jenis Kelamin Laki-laki 24 48

Perempuan 26 52 Pendidikan Ibu

SD 15 30 SLTP 12 24 SLTA 19 38

PT 4 8 Status Bekerja Ibu

Tidak Bekerja 44 88 Bekerja 6 12

Page 85: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

68

Berdasarkan tabel 5.2, dari 50 siswa yang menjadi responden

diketahui jumlah siswa laki-laki sebesar 24 orang atau 48% dan siswa

perempuan sebesar 26 orang atau 52%. Jumlah siswa yang mempunyai

ibu dengan pendidikan SD sebesar 15 orang atau 30%, SLTP sebesar

12 orang atau 24%, SLTA sebesar 19 orang atau 38% dan Perguruan

Tinggi sebesar 4 orang atau 8%, serta jumlah siswa yang mempunyai

ibu dengan status tidak bekerja sebesar 44 orang atau 88 % dan siswa

yang mempunyai ibu dengan status bekerja sebesar 6 orang atau 12 %.

5.2 Analisis Univariat

5.2.1 Gambaran Status Gizi

Status gizi anak dapat diukur secara antropometri dan

dikategorikan dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB. Dalam

penelitian ini hasil antropometri berupa pengukuran berat badan dan

tinggi badan dikategorikan menggunakan indeks BB/TB dengan

melihat nilai z-score. Klasifikasi yang digunakan berdasarkan Depkes

2004 yaitu status gizi siswa kelas dua kategori kurus jika nilai z-score

< -2 SD. Sedangkan status gizi siswa kelas dua kategori normal jika

nilai z-score > -2 SD. Distribusi frekuensi status gizi siswa kelas dua

SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor dapat dilihat

pada tabel 5.3 berikut ini.

Page 86: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

69

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010

Status Gizi n %

Kurus ( z-score < -2 SD ) 33 66 Normal ( z-score > -2 SD ) 17 34

Total 50 100

Berdasarkan tabel 5.3, dari 50 responden dapat diketahui

bahwa sebagian besar responden memiliki status gizi kategori kurus

yaitu sebesar 33 orang atau 66%.

5.2.2 Gambaran Tingkat Keparahan Karies Gigi

Tingkat keparahan karies gigi ditentukan menggunakan indeks

def-t yang merupakan indeks pengukuran karies pada gigi susu yang

direkomendasikan oleh Pine (1997). Pada penelitian ini, klasifikasi

tingkat keparahan karies gigi kategori tinggi jika nilai indeks def-t >

2,6. Sedangkan, kategori rendah jika nilai indeks def-t < 2,6. Distribusi

frekuensi tingkat keparahan karies gigi siswa kelas dua SDN 01

Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor dapat dilihat pada tabel

5.4 berikut ini.

Page 87: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

70

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Tingkat Keparahan Karies Gigi Siswa Kelas

Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010

Tingkat Keparahan Karies

Gigi n %

Tinggi (def-t > 2,6) 37 74 Rendah (def-t < 2,6) 13 26

Total 50 100

Berdasarkan tabel 5.4, dari 50 responden dapat diketahui

bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat keparahan karies

gigi kategori tinggi yaitu sebesar 37 orang atau 74%.

5.2.3 Gambaran Tingkat Konsumsi Karbohidrat, Protein dan Lemak

Karbohidrat, protein dan lemak merupakan zat gizi makro yang

diperlukan oleh tubuh. Dalam penelitian ini klasifikasi yang digunakan

berdasarkan Depkes RI (1990) yaitu tingkat konsumsi karbohidrat,

protein dan lemak kurang jika persentase pencapaian konsumsi

masing-masing zat gizi tersebut < 80% AKG. Sedangkan, tingkat

konsumsi karbohidrat, protein dan lemak baik jika persentase

pencapaian konsumsi masing-masing zat gizi tersebut > 80% AKG.

Gambaran konsumsi kurang zat gizi karbohidrat, protein dan lemak

siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor,

dapat dilihat pada gambar 5.1 berikut ini.

Page 88: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

71

Gambar 5.1 Gambaran Konsumsi Kurang Zat Gizi Karbohidrat, Protein dan

Lemak Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010

9066

88

0

50

100

pers

enta

se

resp

onde

n

karbohidrat protein lemak

Berdasarkan gambar 5.1, dari 50 responden dapat diketahui

bahwa sebagian besar responden memilki tingkat konsumsi

karbohidrat, protein dan lemak kurang atau persentase pencapaian zat

gizi kurang dari 80% dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang

dianjurkan. Tingkat konsumsi karbohidrat kurang, dimiliki sebanyak

90% responden. Selanjutnya, tingkat konsumsi protein kurang,

dimiliki sebanyak 66% responden dan untuk tingkat konsumsi lemak

kurang, dimiliki sebanyak 88% responden.

5.3 Analisis Bivariat

5.3.1 Hubungan Tingkat Keparahan Karies Gigi dengan Status Gizi

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat keparahan karies

gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa

Page 89: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

72

Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010 menggunakan uji chi-square

yang disajikan pada tabel 5.5 berikut ini.

Tabel 5.5 Gambaran Tingkat Keparahan Karies Gigi dengan Status Gizi

Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010

Berdasarkan tabel 5.5 hasil analisis hubungan antara tingkat

keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua diketahui

bahwa dari 37 responden yang menderita karies dengan tingkat

keparahan yang tinggi, terdapat 31 (83,8%) responden yang memiliki

status gizi kategori kurus. Sedangkan dari 13 responden yang

menderita karies dengan tingkat keparahan yang rendah, terdapat 2

(15,4%) responden yang memiliki status gizi kategori kurus.

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,000. Hal ini

menunjukkan Pvalue < 0,05 maka dapat dijelaskan bahwa ada

hubungan antara tingkat keparahan karies gigi dengan status gizi siswa

kelas dua SDN 01 Ciangsana.

Tingkat Keparahan Karies

Status Gizi Total P-value

Kurus Normal n % N % n %

Tinggi 31 83,8 6 16,2 37 100 0,000

Rendah 2 15,4 11 84,6 13 100

Page 90: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

73

5.3.2 Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat konsumsi

karbohidrat dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana

Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010 menggunakan uji chi-

square yang disajikan pada tabel 5.6 berikut ini.

Tabel 5.6

Gambaran Tingkat Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten

Bogor Tahun 2010

Tingkat Konsumsi Karbohidrat

Status Gizi Total

P-value Kurus Normal n % n % n %

Kurang 32 71,1 13 28,9 45 100 0,040

Baik 1 20 4 80 5 100

Berdasarkan tabel 5.6 hasil analisis hubungan antara tingkat

konsumsi karbohidrat dengan status gizi siswa kelas dua diketahui

bahwa dari 45 responden yang memiliki tingkat konsumsi karbohidrat

kurang, terdapat 32 (71,1%) responden yang memiliki status gizi

kategori kurus. Sedangkan dari 5 responden yang memiliki tingkat

konsumsi karbohidrat baik, terdapat 1 (20%) responden yang memiliki

status gizi kategori kurus. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai

Pvalue 0,040. Hal ini menunjukkan Pvalue < 0,05 maka dapat

Page 91: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

74

dijelaskan bahwa ada hubungan antara tingkat konsumsi karbohidrat

dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana.

5.3.3 Hubungan Tingkat Konsumsi Protein dengan Status Gizi

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat konsumsi protein

dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana

Kabupaten Bogor Tahun 2010 menggunakan uji chi-square yang

disajikan pada tabel 5.7 berikut ini.

Tabel 5.7 Gambaran Tingkat Konsumsi Protein dengan Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor

Tahun 2010

Tingkat Konsumsi Protein

Status Gizi Total

P-value Kurus Normal n % n % n %

Kurang 22 66,7 11 33,3 33 100 1,000

Baik 11 64,7 6 35,3 17 100

Berdasarkan tabel 5.7 hasil analisis hubungan antara tingkat

konsumsi protein dengan status gizi siswa kelas dua diketahui bahwa

dari 33 responden yang memiliki tingkat konsumsi protein kurang,

terdapat 22 (66,7%) responden yang memiliki status gizi kategori

kurus. Sedangkan dari 17 responden yang memiliki tingkat konsumsi

protein baik, terdapat 11 (64,7%) responden yang memiliki status gizi

kategori kurus. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue

Page 92: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

75

1,000. Hal ini menunjukkan Pvalue > 0,05 maka dapat dijelaskan

bahwa tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi protein dengan

status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana.

5.3.4 Hubungan Tingkat Konsumsi Lemak dengan Status Gizi

Untuk mengetahui hubungan antara tingkat konsumsi lemak

dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana

Kabupaten Bogor Tahun 2010 menggunakan uji chi-square yang

disajikan pada tabel 5.8 berikut ini.

Tabel 5.8 Gambaran Tingkat Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Siswa

Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010

Tingkat Konsumsi Lemak

Status Gizi Total

P-value Kurus Normal n % n % n %

Kurang 30 68,2 14 31,8 44 100 0,396

Baik 3 50 3 50 6 100

Berdasarkan tabel 5.8 hasil analisis hubungan antara tingkat

konsumsi lemak dengan status gizi siswa kelas dua diketahui bahwa

dari 44 responden yang memiliki tingkat konsumsi lemak kurang,

terdapat 30 (68,2%) responden yang memiliki status gizi kategori

kurus. Sedangkan dari 6 responden yang memiliki tingkat konsumsi

lemak baik, terdapat 3 (50%) responden yang memiliki status gizi

Page 93: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

76

kategori kurus. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue

0,396. Hal ini menunjukkan Pvalue > 0,05 maka dapat dijelaskan

bahwa tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi lemak dengan

status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana.

5.4 Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk melihat kemungkinan terjadinya

pengaruh tingkat konsumsi karbohidrat, protein dan lemak, selain tingkat

keparahan karies gigi terhadap status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana

Desa Ciangsana Kabupaten Bogor menggunakan analisis regresi logistik

berganda dengan model faktor risiko. Tahapan dalam melakukan analisis

tersebut adalah sebagai berikut :

5.4.1 Tahap Pemilihan Variabel Kandidat Model

Sebelum melakukan analisis multivariat, terlebih dahulu

dilakukan analisis bivariat antara tingkat keparahan karies gigi, tingkat

konsumsi karbohidrat, tingkat konsumsi protein dan tingkat konsumsi

lemak dengan variabel status gizi. Setelah dilakukan analisis bivariat

maka selanjutnya dilakukan analisis multivariat. Tahapan analisis ini

adalah dengan terlebih dahulu melakukan pemilihan kandidat yang

akan masuk model. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang

akan diuji sebagai kandidat yang akan masuk model yaitu tingkat

Page 94: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

77

keparahan karies gigi dan tingkat konsumsi karbohidrat. Untuk

memilih kandidat model, hanya variabel yang memiliki Pvalue < 0,25

yang akan dimasukkan dalam model multivariat. Hasil pemilihan

kandidat model dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut ini.

Tabel 5.9

Pemilihan Kandidat Variabel Untuk Tahap Pemodelan Multivariat

No Variabel Pvalue

1 Tingkat Keparahan Karies Gigi 0,000*

2 Tingkat Konsumsi Karbohidrat 0,040*

3 Tingkat Konsumsi Protein 1,000

4 Tingkat Konsumsi Lemak 0,396

* : variabel yang masuk model

Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa dari empat variabel,

terdapat dua variabel yang memiliki Pvalue < 0,25. Dengan demikian

variabel yang akan masuk ke dalam model adalah variabel tingkat

keparahan karies gigi dan tingkat konsumsi karbohidrat.

5.4.2 Tahap Pembuatan Model Faktor Risiko

Pada tahapan ini, dilakukan dengan cara memasukkan semua

variabel yang ada yaitu status gizi, tingkat keparahan karies gigi,

tingkat konsumsi karbohidrat, serta variabel interaksi antara tingkat

Page 95: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

78

konsumsi karbohidrat dengan tingkat keparahan karies gigi. Hasil dari

tahap ini dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut ini.

Tabel 5.10

Hasil Pembuatan Model Faktor Risiko

Berdasarkan tabel 5.10, didapatkan hasil bahwa pada penelitian

ini mempunyai satu model yang terdiri dari variabel independen yaitu

tingkat keparahan karies gigi dengan Pvalue < 0,05. Sedangkan

variabel confounding yaitu tingkat konsumsi karbohidrat serta variabel

interaksi mempunyai nilai Pvalue > 0,05. Selanjutnya, model tersebut

akan dilakukan uji interaksi.

5.4.3 Tahap Uji Interaksi

Penilaian interaksi dilakukan dengan cara mengeluarkan

variabel interaksi yang mempunyai nilai Pvalue > 0,05 dari model

secara bertahap dimulai dengan interaksi yang mempunyai nilai

Pvalue tertinggi. Variabel interaksi yang berada di dalam model hanya

satu yaitu interaksi antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan tingkat

keparahan karies gigi yang mempunyai nilai Pvalue 0,999. Nilai

tersebut menunjukkan bahwa Pvalue > 0,05. Dengan demikian

Variabel Pvalue Tingkat Keparahan Karies Gigi 0,002 Tingkat Konsumsi Karbohidrat 1,000

Tingkat Konsumsi Karbohidrat*Tingkat Keparahan Karies Gigi 0,999

Page 96: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

79

variabel interaksi tersebut harus keluar dari model. Pada tabel 5.11

berikut ini, dapat dilihat hasil dari uji interaksi.

Tabel 5.11

Hasil Uji Interaksi

Berdasarkan tabel 5.11, didapatkan hasil bahwa pada analisis

ini sudah tidak ada variabel interaksi karena di dalam model hanya

terdapat satu interaksi yaitu interaksi antara tingkat konsumsi

karbohidrat dengan tingkat keparahan karies gigi. Selanjutnya, analisis

dilakukan dengan menyederhanakan model yaitu dengan mengurangi

confounder yang dilakukan dengan uji confounding.

5.4.4 Tahap Uji Confounding

Uji confounding dilakukan untuk melihat pengaruh yang

ditimbulkan terhadap hubungan variabel independen dan variabel

dependen. Uji confounding dilakukan dengan cara mengeluarkan

variabel confounding yang mempunyai nilai Pvalue > 0,05 dari model

secara bertahap dimulai dengan interaksi yang mempunyai nilai

Pvalue tertinggi. Besar kecilnya pengaruh confounder dinilai

berdasarkan perubahan nilai OR setelah variabel kandidat confounding

Variabel Pvalue

Tingkat Keparahan Karies Gigi 0,001

Tingkat Konsumsi Karbohidrat 0,523

Page 97: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

80

dikeluarkan. Confounder dikeluarkan dari model jika perubahan nilai

OR kurang dari 10%, dengan asumsi dikeluarkannya confounder tidak

memberikan pengaruh berarti terhadap hubungan variabel independen

dan dependen. Pengeluaran confounder satu per satu dimulai dengan

nilai Pvalue paling tinggi dan dinilai perubahan ORnya. Eliminasi

tetap dilakukan meskipun nilai Pvalue sudah signifikan (p < 0,05).

Hasil dari uji confounding dapat dilihat pada tabel 5.12 berikut ini.

Tabel 5.12

Hasil Uji Confounding

a. Sebelum Variabel Confounding Dikeluarkan

Variabel Sig. Exp (B) 95% CI Lower Upper

Tingkat Keparahan karies Gigi 0,001 23,381 3,869 141,284 Tingkat Konsumsi Karbohidrat 0,523 2,580 0,141 47,124

b. Sesudah Variabel Confounding Dikeluarkan

Variabel Sig. Exp (B) 95% CI Lower Upper

Tingkat Keparahan karies Gigi 0,000 28,417 4,978 162,203

Berdasarkan tabel 5.12, setelah variabel tingkat konsumsi

karbohidrat dikeluarkan terlihat perubahan OR pada variabel tingkat

keparahan karies gigi yaitu (28,417 – 23,381) / 23,381 = 21,54%.

Dengan demikian variabel tingkat konsumsi karbohidrat merupakan

confounding maka variabel tersebut harus tetap masuk ke dalam

model. Dari hasil analisis multivariat dapat diketahui bahwa tingkat

Page 98: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

81

konsumsi karbohidrat merupakan variabel confounding atau variabel

pengganggu antara hubungan tingkat keparahan karies gigi dengan

status gizi siswa kelas dua.

Page 99: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

82

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

6.1.1 Desain Studi

Desain studi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah cross-sectional, faktor risiko dan efek diteliti dalam waktu yang

bersamaan. Selain itu faktor risiko dan efek diukur hanya dilakukan

satu kali saja yaitu menurut keadaan waktu diobservasi. Dengan

demikian, desain studi ini tidak dapat menggambarkan perkembangan

masalah dan faktor risiko secara lebih akurat. Disamping itu, desain

studi ini juga tidak dapat menjelaskan secara pasti faktor risiko

mendahului efek karena hal tersebut menuntut sekuensi waktu yang

jelas antara faktor risiko dan efek. Sehingga penggunaan desain studi

ini untuk menganalisis hubungan faktor risiko dan efek terbatas.

6.1.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data mengenai tingkat konsumsi karbohidrat,

protein dan lemak dilakukan dengan menggunakan recall 24 jam yang

memerlukan daya ingat yang baik dan kejujuran dari responden.

Sehingga kecenderungan responden memberikan informasi yang

kurang tepat dapat terjadi dan dapat mempengaruhi hasil penelitian.

Page 100: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

83

6.2 Gambaran Status Gizi Siswa Kelas Dua SDN 01 Ciangsana Desa

Ciangsana Kabupaten Bogor

Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang sebagai akibat dari

konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat-zat gizi dari makanan dalam

jangka waktu yang lama (Suhardjo, 1985). Status gizi baik atau status gizi

optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan

secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, pertumbuhan

otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi

mungkin. (Almatsier, 2002).

Anak-anak usia sekolah dasar merupakan salah satu tahapan usia yang

rentan terhadap terjadinya masalah gizi. Tumbuh kembangnya anak usia

sekolah yang optimal tergantung pemberian nutrisi dengan kualitas dan

kuantitas yang baik serta benar. Dalam masa tumbuh kembang tersebut

pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat

dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam

pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang. Penyimpangan ini

mengakibatkan gangguan pada banyak organ-organ dan sistem tubuh anak

(Judarwanto, 2008). Berbagai penelitian yang pernah dilakukan terhadap

anak-anak sekolah, didapatkan hasil bahwa pada umumnya berat dan tinggi

badan rata-rata anak-anak sekolah dasar berada di bawah ukuran normal

(Moehji, 2003).

Page 101: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

84

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden

memiliki status gizi kategori kurus. Hasil tersebut dapat menunjukkan bahwa

adanya ketidakseimbangan antara asupan zat gizi yang masuk ke dalam tubuh

dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi. Status gizi kategori kurus yang terjadi

pada anak usia sekolah dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif bagi

kualitas sumber daya manusia, mengingat mereka adalah generasi penerus

bangsa.

Anak yang kekurangan zat gizi akan mengalami kegagalan

pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan daya tahan

tubuh, meningkatkan kesakitan dan kematian (Sediaoetama, 2000).

Selanjutnya dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2000), disebutkan

bahwa pada anak usia sekolah yang kekurangan zat gizi akan mengakibatkan

anak menjadi lemah, cepat lelah dan sakit-sakitan sehingga anak sering absen

serta mengalami kesulitan mengikuti dan memahami pelajaran.

Pendapat lain menyebutkan bahwa kekurangan zat gizi yang

berlangsung lama pada usia muda, akan menyebabkan perubahan

metabolisme dalam otak sehingga mengakibatkan ketidakmampuan otak

berfungsi dengan normal. Ukuran otak yang kecil mengakibatkan jumlah sel

dalam otak berkurang lalu akan terjadi ketidakmatangan dan

ketidaksempurnaan organisasi biokimia dalam otak. Keadaan tersebut akan

dapat berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak (Anwar, 2008

dalam Pamularsih, 2009).

Page 102: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

85

Keadaan kesehatan gizi salah satunya dapat ditentukan oleh tingkat

konsumsi makanan. Dari hasil wawancara recall 2 x 24 jam diperoleh

informasi bahwa siswa yang berstatus gizi kategori kurus memilki nafsu

makan yang rendah. Nafsu makan siswa yang rendah dapat disebabkan oleh

beberapa hal seperti status gizi pada masa lampau, jumlah makanan jajanan

yang dikonsumsi dan kualitas menu yang disajikan oleh ibu di rumah. Hal ini

sesuai dengan pendapat Sediaoetama (1996), yang menyatakan bahwa tingkat

konsumsi dapat ditentukan oleh kualitas hidangan. Kualitas hidangan

menunjukkan semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan

hidangan. Jika susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari

kualitas maupun kuantitas, maka tubuh akan mendapatkan kondisi kesehatan

gizi yang sebaik-baiknya.

Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari

ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi (nutritional

imbalance), di samping kesalahan dalam memilih bahan makanan untuk

disantap (Arisman, 2009). Begitu pula dengan Suhardjo (1996), yang

menjelaskan anak yang memilki status gizi kategori kurus dapat disebabkan

oleh masukan energi dan protein yang sangat kurang dalam waktu lama.

Keadaan gizi anak selain disebabkan oleh asupan zat gizi yang tidak

seimbang, dapat pula disebabkan oleh faktor lain seperti pendidikan ibu dan

status bekerja ibu. Dari hasil penelitian didapatkan sebesar 44 orang (88%)

ibu yang tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan untuk

Page 103: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

86

pendidikan ibu, sebagian besar berpendidikan SLTA (38%). Menurut

Suhardjo (1989), terdapat perbedaan dalam pembentukan kebiasaan makan

pada anak-anak yang mempunyai ibu yang bekerja dan tidak bekerja. Ibu

yang bekerja akan tersita waktunya dalam menyiapkan dan memberikan

makanan kepada anak sehingga diserahkan kepada orang lain. Namun, dalam

penelitian ini status gizi kategori kurus banyak terjadi pada anak dengan ibu

yang tidak bekerja. Hasil tersebut dapat dikarenakan karena kurangnya

pengetahuan ibu tentang gizi. Suhardjo (2000) berpendapat bahwa setiap

orang akan mempunyai status gizi yang baik jika makanan yang dikonsumsi

mampu menyediakan zat gizi dalam jumlah yang cukup bagi tubuh.

Pengetahuan gizi memegang peranan yang sangat penting dalam penggunaan

dan pemilihan bahan makanan dengan baik, sehingga dapat mencapai keadaan

gizi seimbang. Selain itu, dapat pula dikarenakan sifat anak yang mulai dapat

memilih makanannya sendiri dan tidak adanya pengawasan terhadap

konsumsi makanan di luar rumah. Hal ini didukung oleh pendapat Moehji

(2003) yang menyatakan bahwa salah satu karakteristik anak usia sekolah

adalah lebih aktif memilih makanan yang disukai.

Mengingat pentingnya peran status gizi dalam menentukan kualitas

sumber daya manusia maka perlu dilakukannya pemantauan terhadap status

gizi anak agar mencapai status gizi yang baik, sehingga dapat tumbuh dan

berkembang secara optimal menjadi anak yang berprestasi baik di dalam

sekolah maupun di luar sekolah.

Page 104: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

87

6.3 Tingkat Keparahan Karies Gigi dan Hubungannya dengan Status Gizi

Siswa kelas dua sekolah dasar yang mempunyai usia rata-rata 8 tahun

merupakan salah satu kelompok usia yang kritis untuk terkena karies gigi

karena mengalami transisi pergantian gigi susu ke gigi permanen

(Romadhona, 2009). Menurut Hutabarat (2009), tingginya prevalensi dan

derajat keparahan karies disebabkan oleh berbagai faktor antara lain

pengetahuan, sikap dan perilaku dalam memelihara kesehatan gigi yang masih

rendah.

Pada penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar responden

menderita karies gigi dengan tingkat keparahan kategori tinggi. Hal ini serupa

dengan penelitian Ririn (2009) yang menunjukkan bahwa karies gigi dengan

tingkat keparahan kategori tinggi pada anak kelas dua lebih banyak terjadi,

dibandingkan dengan karies gigi dengan tingkat keparahan kategori rendah.

Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) dengan sasaran siswa sekolah

adalah pelaksanaan upaya pelayanan kesehatan gigi dari tingkat pelayanan

promotif, preventif seperti kunjungan rutin ke dokter gigi, perilaku merawat

gigi, mengkonsumsi makanan yang baik dan bergizi, serta kuratif yang

berdasarkan atas permintaan dan kebutuhan. Pelaksanaan upaya ini secara

langsung menggabungkan potensi orang tua murid, guru dan tenaga kesehatan

gigi puskesmas maupun dari dinas kesehatan setempat (Direktorat Kesehatan

Gigi Depkes RI, 2000).

Page 105: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

88

Berdasarkan wawancara recall 24 jam, diketahui bahwa tingginya

siswa yang menderita karies gigi dengan tingkat keparahan yang tinggi dalam

penelitian ini dikarenakan kurangnya pemeliharaan terhadap kesehatan gigi

antara lain mengkonsumsi makanan yang dapat menjaga kesehatan gigi.

Sebesar 74% siswa kelas dua yang memiliki tingkat keparahan karies gigi

kategori tinggi, diketahui bahwa mereka tidak mengkonsumsi buah dan sayur

secara rutin. Sedangkan, 26% responden lainnya yang memiliki tingkat

keparahan karies gigi kategori rendah, diketahui bahwa mereka banyak

mengkonsumsi sayur dan buah secara rutin. Menurut Ahira (2010) sayur dan

buah merupakan jenis makanan yang mengandung gula buah (fruktosa) yang

sangat baik untuk kesehatan, baik kesehatan tubuh maupun kesehatan gigi.

Hal ini dikarenakan buah dan sayur mempunyai peran dalam membersihkan

sisa makanan yang menempel pada gigi. Selanjutnya, menurut Suwelo (1992),

seringnya mengkonsumsi gula sederhana yaitu sukrosa, dapat menentukan

waktu terjadinya karies. Dengan demikian, diperlukan kesadaran untuk

menjaga kesehatan gigi anak sekolah.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar

responden yang berstatus gizi kategori kurus adalah responden yang memiliki

tingkat keparahan karies gigi kategori tinggi. Berdasarkan hasil uji statistik

menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara tingkat keparahan karies

gigi dengan status gizi siswa kelas dua. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian Junaidi (2004), yang menyatakan bahwa anak yang berstatus gizi

Page 106: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

89

kategori kurus lebih banyak menderita tingkat keparahan karies dengan

kategori tinggi dibandingkan dengan anak yang memiliki tingkat keparahan

karies dengan kategori rendah.

Rendahnya status gizi pada anak yang mengalami karies gigi pada

penelitian ini disebabkan oleh ketidakmampuan anak dalam mengkonsumsi

aneka ragam makanan karena adanya gangguan fungsi gigi sebagai alat

pencernaan. Hal ini serupa dengan pendapat Junaidi (2004), bahwa karies gigi

dapat menyebabkan terjadinya kehilangan gigi yang akan menurunkan

efisiensi pengunyahan yang berakibat pada terganggunya sistem pencernaan

makanan sehingga dapat menganggu kesehatan tubuh karena zat-zat gizi

makanan tidak dapat diserap dengan sempurna oleh usus halus.

Sebagian besar responden menjelaskan bahwa ketika mengalami rasa

sakit pada gigi maka mereka akan memilih makanan dalam bentuk lunak

bahkan beberapa anak ada yang mengalami penurunan nafsu makan. Menurut

Junaidi (2004), jika karies sudah meluas ke lapisan dentin maka akan timbul

rasa nyeri terutama jika terkena rangsangan dingin dan makan makanan

manis. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya pemilihan jenis dan bentuk

makanan yang akan dikonsumsi agar tidak menimbulkan rasa nyeri ketika

makan. Hal ini diperkuat pula oleh Budiharto (1990), yang menjelaskan

bahwa anak yang menderita sakit gigi akan menghindari makanan sehingga

asupan makanan akan berkurang dan menyebabkan anak lebih peka terhadap

malnutrisi. Menurut Hayati (1994), nutrisi dan mastikasi (pengunyahan)

Page 107: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

90

mempunyai hubungan timbal balik. Nutrisi yang baik diperlukan untuk

pertumbuhan yang normal termasuk pertumbuhan aparatus mastikasi.

Sebaliknya, mastikasi yang baik merupakan hal penting dalam penggunaan

makanan dan pencernaan.

Mengingat rentannya siswa kelas dua sekolah dasar terhadap status

gizi yang tidak optimal dan salah satunya dapat disebabkan oleh kesehatan

gigi, maka perlu lebih mengaktifkan program usaha kesehatan gigi anak

sekolah. kegiatan ini tidak hanya melakukan pemeriksaan gigi tetapi juga

memberikan penyuluhan kepada anak-anak tentang makanan yang sehat dan

bergizi, karena makanan tersebut baik untuk gigi maupun untuk gizi mereka.

6.4 Tingkat Konsumsi Karbohidrat dan Hubungannya dengan Status Gizi

Siswa kelas dua sekolah dasar termasuk dalam anak usia sekolah yang

memiliki karakteristik yaitu meningkatnya kebutuhan energi seiring dengan

meningkatnya aktivitas. Siswa kelas dua sekolah dasar biasanya memiliki

aktivitas bermain yang memerlukan banyak tenaga. Ketidakseimbangan

antara energi yang masuk dan keluar akan mengakibatkan tubuh anak menjadi

kurus (Moehji, 2003). Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi makro yang

diperlukan oleh tubuh karena dapat menghasilkan energi yang dapat

digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian dapat

diketahui bahwa sebagian besar responden mengkonsumsi karbohidrat dalam

Page 108: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

91

jumlah yang kurang dari 80% Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang

dianjurkan.

Menurut Almatsier (2002), jika jumlah energi yang dihasilkan oleh

karbohidrat tidak mencukupi dalam proses metabolisme tubuh maka tubuh

akan mengambil energi dari protein. Asam amino dan gliserol yang berasal

dari lemak dapat menjadi glukosa untuk keperluan energi otak dan saraf pusat,

sehingga akan menganggu keadaan status gizi anak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara tingkat konsumsi karbohidrat terhadap status gizi siswa kelas dua

sekolah dasar. Status gizi kategori kurus lebih banyak dimiliki oleh siswa

dengan tingkat konsumsi karbohidrat kurang dibandingkan dengan anak

dengan tingkat konsumsi karbohidrat baik. Hal ini diperkuat dengan penelitian

Junaidi (2004), yang menunjukkan bahwa anak berstatus gizi kategori kurus

cenderung memiliki tingkat konsumsi karbohidrat kurang atau lebih rendah

dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Oleh karena itu,

diperlukan tindakan dalam mengatur aktivitas anak seperti waktu bermain.

Tindakan tersebut dapat membantu anak untuk memperoleh waktu istirahat

yang cukup.

Kebiasaan sarapan pagi merupakan faktor yang dapat berpengaruh

terhadap status gizi. Mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat

di pagi hari akan dapat mencegah anak sekolah dasar untuk mengkonsumsi

makanan jajanan. Hal ini diperkuat oleh Wahyuti (1991) yang menyatakan

Page 109: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

92

bahwa kebiasaan makan anak sekolah dasar yang sering dijumpai pada

umumnya yaitu mengkonsumsi makanan jajanan di sekolah sehingga anak

menjadi tidak sarapan pagi. Hal ini akan mempengaruhi nafsu makan anak di

rumah dan dapat menyebabkan anak kekurangan asupan zat gizi.

Karbohidrat selain dapat mempengaruhi status gizi, juga dapat

mempengaruhi tingkat keparahan karies gigi. Dari hasil recall 2 x 24 jam,

dapat diketahui makanan pokok yang sering dikonsumsi oleh responden

adalah nasi dengan frekuensi tiga kali sehari. Selain itu, responden juga

mengkonsumsi roti dan mie yang juga merupakan sumber karbohidrat.

Gunanti (2000) dalam Adipurna, et al (2002), menjelaskan bahwa makanan

pokok yang sering dikonsumsi anak-anak sekolah dasar adalah beras (nasi)

dengan frekuensi 2-3 kali sehari.

Jenis makanan tersebut dapat dikatakan memilki konsistensi atau

tekstur yang lunak jika mengalami proses pengolahan seperti direbus dan

dikukus, sehingga dalam proses pencernaannya tidak memerlukan

kemampuan alat pengunyahan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat

Bastian (1975) dalam Junaidi (2004) yang menyatakan bahwa makanan yang

keras membutuhkan pengunyahan lebih lama dan tekanan yang kuat,

sebaliknya makanan yang lunak sangat mudah untuk dikunyah. Dengan

demikian, kebutuhan akan zat gizi karbohidrat dapat terpenuhi jika diimbangi

dengan jumlah yang cukup dan pengaturan aktivitas anak.

Page 110: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

93

Selain mengkonsumsi makanan tersebut, responden juga sering

mengkonsumsi permen, coklat, es krim serta makanan manis lainnya.

Menurut Mustafa (1993), jenis karbohidrat yang menyebabkan karies gigi

adalah sukrosa. Hal ini diperkuat dengan penjelasan Ahira (2010) bahwa

makanan yang mengandung sukrosa atau gula tebu adalah berbagai makanan

ringan dan cemilan seperti biskuit, coklat, permen, dan kue. Hasil pengamatan

epidemiologi membuktikan adanya hubungan antara angka konsumsi gula

yang tinggi dan insiden karies yang meningkat pada banyak negara. Selain itu,

bentuk fisik makanan juga perlu diperhatikan. Makanan yang lengket akan

melekat pada permukaan gigi dan terselip di dalam celah-celah gigi sehingga

merupakan makanan yang paling merugikan kesehatan gigi. Kerugian ini

terjadi akibat proses metabolisme oleh bakteri yang berlangsung lama

sehingga menurunkan pH mulut untuk waktu lama. Hal ini didukung oleh

penelitian Korneliani (2004), yang menunjukkan terdapat hubungan yang

bermakna antara tingkat konsumsi karbohidrat dengan terjadinya karies gigi.

Berdasarkan hasil multivariat, diketahui bahwa tingkat konsumsi

karbohidrat merupakan faktor confounding antara hubungan tingkat

keparahan karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua sekolah dasar.

Menurut Ahira (2010), karbohidrat jenis sukrosa mengandung banyak gula

dan sedikit energi, sehingga anak yang banyak mengkonsumsi makanan

jajanan yang mengandung sukrosa seperti permen, kue dan es krim akan

meningkatkan insiden karies gigi dan konsumsi energi dari karbohidrat dalam

Page 111: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

94

jumlah yang kurang. Hal tersebut akan dapat berpengaruh terhadap keadaan

stabilitas status gizi anak.

6.5 Tingkat Konsumsi Protein dan Hubungannya dengan Status Gizi

Protein adalah bagian dari semua sel hidup yang merupakan bagian

terbesar tubuh sesudah air (Yuniastuti, 2008). Anak-anak usia sekolah

membutuhkan asupan protein yang baik agar mampu tumbuh dan berkembang

dengan baik pula. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 66%

responden memiliki tingkat konsumsi protein yang kurang dari Angka

Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Menurut Suryani (2002), protein

merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat hubungannya

dengan proses-proses kehidupan. Protein dapat digunakan untuk menyediakan

energi. Kecukupan protein penting untuk membangun daya tahan tubuh agar

dapat terlindung dari penyakit infeksi.

Protein merupakan salah satu zat gizi yang dapat mempengaruhi

keadaan status gizi seseorang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan,

didapatkan hasil bahwa tingkat konsumsi protein kurang cenderung lebih

banyak terjadi pada anak dengan status gizi kategori kurus. Hal ini serupa

dengan penelitian Junaidi (2004), yang menunjukkan bahwa tingkat konsumsi

protein pada anak dengan status gizi kategori kurus lebih rendah dibandingkan

dengan anak dengan status gizi normal. Namun, berdasarkan hasil uji analisis

bivariat, dijelaskan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara tingkat

Page 112: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

95

konsumsi protein dan status gizi anak kelas dua. Hal ini dimungkinkan bahwa

protein yang digunakan sebagai energi tidak banyak karena energi dapat

diperoleh dari makanan jajanan yang dikonsumsi responden. Menurut

Almatsier (2002), jika kebutuhan energi tubuh tercukupi, maka protein akan

digunakan sebagai zat pembangun oleh tubuh. Hasil tersebut diperkuat oleh

penelitian Fidiani (2007), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara

protein dengan status gizi. Namun, Isdaryanti (2007) menyatakan sebaliknya

yaitu terdapat hubungan antara asupan protein dengan status gizi.

Berdasarkan hasil recall 2 x 24 jam, didapatkan bahwa makanan

sumber protein yang lebih banyak dikonsumsi antara lain daging ayam, telur,

tempe, tahu, daging sapi, susu dan ikan segar. Seperti yang dikemukakan oleh

Almatsier (2002), bahwa bahan makanan hewani yang merupakan sumber

protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, yaitu telur, susu, daging,

unggas, ikan, dan kerang. Sedangkan, bahan makanan sumber nabati adalah

kacang kedelai dan hasilnya seperti tempe, tahu, serta kacang-kacangan lain.

Namun, ada beberapa responden yang tidak suka mengkonsumsi makanan

tersebut seperti tahu, tempe, daging, susu dan ikan. Padahal menurut

Kartasapoetra dan Marsetyo, (2003), protein dalam tubuh berfungsi sebagai

penyedia energi apabila kebutuhan energi tidak tercukupi dari konsumsi

karbohidrat dan lemak. Oleh karena itu, sebaiknya para ibu lebih kreatif dalam

menyajikan makanan sumber protein, mengingat zat tersebut berperan dalam

terjadinya masalah gizi.

Page 113: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

96

Selain itu, anak yang memiliki status gizi kategori kurus dan tingkat

konsumsi protein kurang tidak hanya mengganggu proses tumbuh dan

berkembang tubuh, tetapi juga dapat mengganggu kondisi kesehatan gigi.

Menurut Kwon et al (1997), protein merupakan zat yang diperlukan dalam

pembentukan formasi enamel gigi yang baik. Kekurangan protein dapat

menurunkan ukuran gigi dan meningkatkan kerusakan enamel. Protein sangat

berperan dalam komposisi dan volume air ludah atau saliva, yang merupakan

faktor penting dalam kesehatan mulut. Selanjutnya menurut Budiningsari

(2006), protein secara sistemik berpengaruh terhadap saliva sehingga pH

saliva ke arah basa. Efek lokal protein terutama sumber nabati sehingga

menaikkan pH saliva sehingga dapat mencegah dari karies gigi atau menekan

tingkat keparahan karies gigi.

Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik,

dibandingkan dengan bahan makanan nabati yang kaya protein (Almatsier,

2002). Dari wawancara recall 2 x 24 jam diketahui bahwa sebagian responden

mengalami kesulitan dalam mengkonsumsi makanan sumber protein hewani

seperti daging. Anak-anak mengalami kesulitan dalam mengunyah makanan

tersebut, bahkan sampai merasakan sakit gigi ketika mengkonsumsi daging.

Oleh karena itu, proses pengolahan makanan tersebut harus sampai lunak. Jika

sakit gigi tersebut sudah dirasakan maka anak-anak menjadi malas untuk

mengkonsumsinya. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Hidayanti (2005),

bahwa karies gigi yang terjadi pada anak akan mengakibatkan munculnya rasa

Page 114: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

97

sakit sehingga anak menjadi malas makan. Selain itu, ada juga yang malas

mengkonsumsi daging karena sisa-sisa daging sering terselip di beberapa

bagian permukaan gigi mereka. Menurut Haryani, et al (2002), morfologi gigi

susu lebih memungkinkan retensi sisa makanan yang dapat menyebabkan

kondisi kebersihan mulut anak menjadi tidak baik dibandingkan dengan orang

dewasa.

Pada anak yang mengalami karies gigi memiliki kemampuan daya

kunyah yang menurun, karena gigi yang telah mengalami karies memiliki

penurunan fungsi. Dengan demikian, kemampuan dalam pencernaan makanan

di dalam mulut pun berkurang. Menurut Depkes (2002), jika terjadi gangguan

fungsi kunyah sehingga dapat menyebabkan terganggunya penyerapan dan

pencernaan makanan, dikhawatirkan pada akhirnya dapat menggangu kondisi

gizi anak sehingga terjadi keadaan kurang gizi.

Dengan berbagai dampak yang ditimbulkan dari konsumsi protein,

maka perlu penanganan terhadap berkurangnya asupan protein di dalam tubuh

anak. Pengolahan makanan sumber protein hewani seperti daging, sebaiknya

sampai lunak. Hal ini agar anak tidak perlu melakukan pengunyahan makanan

dengan kemampuan mengunyah yang tinggi.

6.6 Tingkat Konsumsi Lemak dan Hubungannya dengan Status Gizi

Lemak merupakan zat gizi padat energi, dalam bentuk lemak dapat

disimpan energi dalam jumlah besar di dalam massa yang kecil. Lemak juga

Page 115: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

98

merupakan sumber energi selain karbohidrat dan protein. Kekurangan

konsumsi lemak akan mengurangi konsumsi kalori dalam tubuh. Selain itu,

kekurangan lemak dapat memberikan gejala-gejala defisiensi vitamin yang

larut lemak, seperti vitamin A dan vitamin K. Hal tersebut dapat memberikan

gangguan terhadap status gizi anak (Sediaoetama, 2000). Hasil penelitian

menggunakan recall 2 x 24 jam menunjukkan bahwa sebanyak 88%

responden memiliki tingkat konsumsi lemak yang kurang dari 80% Angka

Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan. Responden yang memiliki status

gizi kategori kurus maka tingkat konsumsi lemak dalam tubuh tergolong

kurang. Proporsi responden yang memilki status gizi kategori kurus lebih

besar pada anak yang tingkat konsumsi lemak kurang daripada anak yang

memiliki tingkat konsumsi lemak baik. Hasil ini diperkuat pula oleh

penelitian Junaidi (2004) yang menunjukkan bahwa anak yang memiliki

status gizi kategori kurus cenderung memiliki tingkat konsumsi lemak kurang

dibandingkan dengan tingkat konsumsi lemak baik.

Namun, berdasarkan hasil uji bivariat, menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi lemak dengan status gizi

siswa kelas dua. Hal ini serupa dengan penelitian Fidiani (2007), yang

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi lemak

dengan status gizi. Hasil tersebut dapat dimungkinkan bahwa penggunaan

lemak sebagai energi dalam jumlah yang kurang karena energi diperoleh dari

makanan jajanan yang dikonsumsi responden. Namun, hasil tersebut berbeda

Page 116: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

99

dengan penelitian Dewi (2000) dan Handayani (2002), yang menunjukkan

adanya hubungan yang bermakna antara tingkat konsumsi lemak dengan

status gizi.

Status gizi kurus dan tingkat konsumsi lemak kurang akan dapat pula

mengakibatkan terganggunya kesehatan gigi anak. Status gizi kategori kurus

dan tingkat konsumsi lemak kurang dapat pula mengakibatkan terganggunya

kesehatan gigi anak. Penelitian yang dilakukan oleh Alvarez (1995),

menyatakan bahwa status gizi anak akan mempengaruhi pertumbuhan gigi,

baik gigi susu maupun gigi permanen. Anak yang berstatus gizi kurus akan

mengalami tingkat keparahan karies yang lebih tinggi dibandingkan dengan

anak yang berstatus gizi normal. Status gizi pada awal kehidupan berpengaruh

terhadap pembentukan dan pertumbuhan gigi. Jika terdapat gangguan gizi

maka akan mempengaruhi pembentukan gigi dan mengakibatkan kerentanan

terhadap karies menjadi meningkat.

Menurut Budiningsari (2006), makanan yang mengandung lemak,

pada umumnya sedikit mengandung substrat kariogenik selain sebagai

makanan pengganti karbohidrat yang kariogenik, lemak juga mempengaruhi

kelarutan karbohidrat di dalam rongga mulut. Lemak berfungsi ke arah efek

lokal, sehingga sisa makanan tidak mudah menempel pada permukaan gigi,

bakteri tidak memfermentasi sisa makanan dan bersifat hidrofob sehingga

bersifat anti bakteri. Selanjutnya menurut Almatsier (2003), lemak dapat

berfungsi sebagai pelumas agar bakteri di dalam mulut tidak mudah merusak

Page 117: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

100

jaringan gigi, dengan kata lain dapat mencegah terjadinya karies gigi.

Penelitian yang dilakukan Kabara (1986), menunjukkan adanya hubungan

antara lemak dengan terjadinya karies gigi.

Page 118: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

101

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di SDN 01 Ciangsana Desa

Ciangsana Kabupaten Bogor, maka dapat disimpulkan yaitu:

1. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa dari 50 siswa kelas dua yang

diperlukan sebagai responden, jumlah siswa perempuan lebih tinggi

dibandingkan siswa laki-laki yaitu sebesar 26 orang atau 52%. SLTA

merupakan jenjang pendidikan yang paling banyak diselesaikan oleh ibu

dari siswa kelas dua yaitu sebesar 19 orang atau 38%. Sebanyak 44

orang atau 88% siswa kelas dua mempunyai ibu yang tidak bekerja atau

sebagai ibu rumah tangga.

2. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa 66% siswa kelas dua di SDN 01

Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor memiliki status gizi

kurang dan 34% siswa kelas dua memiliki status gizi normal. asupan

makanan yang cukup. Dari proporsi tersebut terlihat bahwa siswa kelas

dua memiliki status gizi kurang yang cukup tinggi.

3. Tingkat keparahan karies dengan kategori tinggi diderita oleh 74% siswa

kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor.

Proporsi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang

menderita tingkat keparahan karies dengan kategori rendah yaitu sebesar

26%.

Page 119: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

102

4. Siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa Ciangsana Kabupaten Bogor

sebagian besar cenderung memilki tingkat konsumsi karbohidrat, protein

dan lemak dalam jumlah yang kurang yaitu masing-masing sebesar

90%, 66% dan 88%. Sedangkan tingkat konsumsi karbohidrat, protein

dan lemak dalam jumlah yang baik dimiliki oleh siswa kelas dua

masing-masing sebesar 10%, 34% dan 12%.

5. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa tingkat keparahan karies

gigi dan tingkat konsumsi karbohidrat merupakan variabel yang

berhubungan dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana

Desa Ciangsana Kabupaten Bogor.

6. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa tingkat konsumsi protein

dan tingkat konsumsi lemak merupakan variabel yang tidak

berhubungan dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana

Desa Ciangsana Kabupaten Bogor.

7. Hasil uji multivariat menunjukkan bahwa tingkat konsumsi karbohidrat

merupakan faktor confounding hubungan antara tingkat keparahan

karies gigi dengan status gizi siswa kelas dua SDN 01 Ciangsana Desa

Ciangsana Kabupaten Bogor.

7.2 Saran

7.2.1 Bagi Pemerintah

1. Meningkatkan partisipasi seluruh siswa, orang tua serta guru

dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemampuan dan

Page 120: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

103

membentuk perilaku hidup sehat serta ikut dalam upaya

pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan.

2. Meningkatkan efektivitas program Usaha Kesehatan Gigi Anak

Sekolah (UKGS) pada siswa kelas dua sekolah dasar untuk

mencegah terjadinya karies dan mengobati siswa yang sudah

menderita karies agar tingkat keparahannya tidak menjadi tinggi.

3. Memberikan pelatihan kepada guru dan orang tua murid

mengenai penyakit karies gigi dan zat-zat gizi yang harus

dikonsumsi agar dapat mencegah terjadinya karies gigi.

7.2.2 Bagi Pihak Sekolah

1. Membuat suatu kebijakan mengenai penyediaan makanan dan

minuman yang bergizi di kantin sekolah untuk mencegah

terjadinya kekurangan zat gizi.

2. Memberikan kesempatan bagi para guru untuk mendapatkan

pelatihan dan pendidikan mengenai kesehatan gigi dan keadaan

status gizi siswa, serta melakukan pengawasan terhadap

pemberian informasi tersebut kepada anak didik maupun orang

tua murid.

3. Meningkatkan peran program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

sebagai sarana dalam menunjang kesehatan siswa.

Page 121: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

104

4. Menjalin kerjasama dengan pihak lain dalam meningkatkan

kesehatan gigi dan mulut siswa seperti menyelenggarakan sikat

gigi massal dan pemeriksaan gigi secara berkala.

7.2.3 Bagi Siswa dan Ibu

1. Siswa menjaga kebersihan gigi sehingga tetap memiliki kondisi

gigi yang baik serta tidak mengkonsumsi makanan yang dapat

merusak gigi dan menganggu kesehatan.

2. Ibu mampu memberikan informasi mengenai kesehatan gigi dan

membatasi konsumsi makanan yang dapat merusak gigi serta

menyediakan makanan yang bergizi yang baik bagi pertumbuhan

dan perkembangan anak-anak.

7.2.4 Bagi Peneliti Lainnya

1. Melakukan penelitian dengan rancangan kohort prospektif agar

dapat terlihat jelas apakah karies gigi mempengaruhi status gizi

atau sebaliknya, status gizi mempengaruhi risiko terjadinya

karies gigi.

2. Pada penelitian selanjutnya diharapkan melakukan pemeriksaan

gigi lebih mendalam agar dapat mengetahui tingkat keparahan

karies gigi terhadap status gizi siswa kelas dua untuk

memperkuat hasil penelitian.

Page 122: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

DAFTAR PUSTAKA

Adipurna, et al. 2002. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Jalanan di Kota Manado. Majalah Kedokteran Universitas Indonesia. Volume 52: 18-24.

Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama. Alvarez, Jose and Navia, Juan. 1989. Nutritional Status, Tooth Eruption and Dental

Caries: A Review. American Journal Clinical Nutrition. 49. [Accesed 18th Juni 2010]. p 421. Available from world wide web: < http://www.ajcn.org/>

Alvarez, Jose. 1995. Nutrition, Tooth Development and Dental Caries. American

Journal Clinical Nutrition. 41. [Accesed 18th Juni 2010]. p 410. Available from world wide web: < http://www.ajcn.org/>

Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel Pada Penelitian Kesehatan. FKM UI. Arisman. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC. Budiningsari, R Dwi. 2006. Hubungan Asupan Protein dan Lemak Dengan Status

Kesehatan Mulut Anak Usia Prasekolah Di Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul D.I. Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Volume 2 : 117-122.

Closas, Reina Garcia, et al. 1997. A Cross-Sectional Study of Dental Caries, Intake of

Confectionery and Food Rich in Starch and Sugar, and Salivary Counts of Streptococcus mutans in Children in Spain. American Journal Clinical Nutrition. 66. [Accesed 18th Juni 2010]. p 1257. Available from world wide web: < http://www.ajcn.org/>

Damanik, Noverini. 2009. Gambaran Konsumsi Makanan Dan Status Gizi Pada Anak

Penderita Karies Gigi Di SDN 091285 Panei Tongah Kecamatan Panei Tahun 2009. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara.

Page 123: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

Darwita, Risqa Rina. 2000. Kecenderungan Prevalensi Karies Gigi Pada Anak Sekolah Dasar Di Serpong dan Jakarta Barat. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Volume 7: 299.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Pedoman Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Direktorat Kesehatan Gigi. . 2001. Pedoman Penyuluhan Gizi Pada Anak Sekolah Bagi

Petugas Puskesmas. Jakarta: Ditjen Gizi Masyarakat. . 2002. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Direktorat Jenderal

Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta. . 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat.

Jakarta. . 2008. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2007). Badan

Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta. Devi, Mazarina. 2004. Tingkat Pendidikan Ibu, Hubungannya Dengan Perilaku Makan

dan Status Gizi Siswa Sekolah Dasar. [Acceesed 24th July 2010]. Available from world wide web: < http://www.rudyct.com/>

Deri, Fatma. 2009. Kajian Konsumsi Makanan Tradisi Badapu dan Status Gizi Ibu Nifas

Di Kecamatan Singkil Kabupaten Aceh Singkil. Tesis. Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara.

Djumadias, Abunain. 1990. Aplikasi Antropometri Sebagai Alat Ukur Status Gizi.

Bogor: Puslitbang Gizi. Hardinsyah. 2007. Review Faktor Determinan Keragaman Konsumsi Pangan. Jurnal

Gizi dan Pangan. Volume 2 (2). [Accesed 29th Juni 2010]. p 62. Available from world wide web: < http://fema.ipb.ac.id/>.

Page 124: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

Haryani, Wiworo, et al. 2002. Hubungan Antara Konsumsi Karbohidrat Dengan Tingkat Keparahan Karies Gigi Pada Anak Usia Prasekolah Di Kecamatan Depok, Sleman Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat. XVIII: 132-133.

Hayati, R. 1994. Fungsi Gigi Pada Tumbuh Kembang Anak. Kumpulan Makalah Ilmiah

KPPIKG ke X: 446-450. Hidayanti, Lilik. 2005. Hubungan Karakteristik Keluarga dan Kebiasaan Konsumsi

Makanan Kariogenik Dengan Keparahan Karies Gigi Anak Sekolah Dasar. Tesis. Program Pascasarjana Gizi Masyarakat. Universitas Diponegoro.

Hutabarat, Natalina. 2009. Peran Petugas Kesehatan, Guru dan Orang Tua dalam

Pelaksanaan UKGS dengan Tindakan Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut Murid Sekolah Dasar di Kota Medan. Tesis. Program Pascasarjana Administrasi dan Kebijakan Kesehatan. Universitas Sumatera Utara.

Ilyas, Yaslis. 2000. Studi Status Karies Gigi Penduduk Indonesia. Makara. Nomor 4

Seri A: 1-10. Judarwanto. 2008. Perilaku Makan Anak Sekolah. [Accesed 5th July 2010]. Available

from world wide web: < http://www.gizi.net/> Junaidi. 2004. Hubungan Keparahan Karies Gigi Dengan Asupan Zat Gizi dan Status

Gizi Anak Sekolah Dasar Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. Tesis. Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Gadjah Mada.

Kartasapoetra, G. Marsetyo, 2003, Ilmu Gizi, Korelasi Gizi, Kesehatan dan

Produktivitas Kerja, Rineka Cipta. Jakarta.

Kawuryan, Uji. 2008. Hubungan Pengetahuan Tentang Kesehatan Gigi dan Mulut

Dengan Kejadian Karies Gigi Anak SDN Kleco II Kelas V Dan VI Kecamatan Laweyan Surakarta. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah.

Khomsan, Ali. 2003. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada.

Page 125: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

Kidd, EAM, and Bechal, SJ. 1992. Dasar-Dasar Karies, Penyakit dan Penanggulangannya. Alih Bahasa Narlan Sumawinata & Safrida Faruk. Jakarta: EGC.

Korneliani, Kiki. 2004. Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat dan Kesukaan

Makanan Kariogenik Anak Usia Pra Sekolah dengan Terjadinya Karies Gigi di Taman Kanak-Kanak Islam Hidayatullah Semarang. Tesis. Program Pascasarjana Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro.

Kwon, Ho-Kwen. 1997. Relationship Between Nutritional Intake and Dental Caries

Experience of Junior High Students. Yonsei Medical Journal. Volume 38 (2). [Accesed 13th August 2010]. p 102. Available from world wide web: < http://www.eymj.org/>

Li, Y and Wang, W. 2002. Predicting Caries in Permanent Teeth from Caries in

Primary Teeth: An Eight-year Cohort Study. Journal of Dental Research. 81. [Accesed 18th Juni 2010]. p 561. Available from world wide web: < http://jdr.sagepub.com/>

Luchan. 2009. Timbal Tingkatkan Resiko Karies Gigi. [Accesed 21th July 2010].

Available from world wide web: < http://koran.kompas.com/> Mardayanti, Purnama. 2008. Hubungan Antara Faktor-Faktor Risiko Dengan Status

Gizi Pada Siswa Kelas 8 Di SLTP N 7 Bogor Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.

Moehji, Syahmien. 2003. Ilmu Gizi. Jakarta: PT Bhatara Karya Aksara. Mudanijah, Siti, 2004, Pengantar Pangan dan Gizi: Pola Konsumsi Pangan. Jakarta:

Penebar Swadaya. Nizel, AE. 1981. Nutrition In Preventive Dentistry 2nd Edition. Phadelphia: WB

Saunders Company. Nurfatimah, Hindiarti, 2007, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi

Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Persen Lemak Tubuh (PLT) pada

Page 126: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

Prajurit Batalyon-33 Cijantung Jakarta Timur Tahun 2007, Skripsi. FKMUI, Depok.

Nurlaila. 2005. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Karies Gigi Pada Murid-Murid

Di Sekolah Dasar Kecamatan Karangantu. Indonesian Journal Of Dentistry. Volume 12 Nomor 1: 5-6.

Pine, Cynthia. 1997. Community Oral Health. Michigan: Quintessence Pub. Sasiwi , Noerwida Rahayu. 2004. Hubungan Tingkat Keparahan Karies Gigi Dengan

Status Gizi Anak (Studi Pada Anak Taman Kanak-Kanak Di Desa Pagersari Kecamatan Paten Kabupaten Kendal). Skripsi. Universitas Diponegoro.

Schuurs, A.H.B. 1993. Patologi Gigi Geligi. Yogyakarta: UGM Press. Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi (Jilid 1).

Jakarta: Dian Rakyat. Setiawan, B. (2003). Pengaruh Sudut Tonjol Gigi Artifisial Posterior Terhadap

Perubahan Partikel Makanan. Skripsi. UGM Yogyakarta. Siagian, Albiner. 2008. Hubungan Kebiasaan Makan dan Pemeliharaan Kesehatan Gigi

dengan Karies Gigi Pada Anak SD 060935 di Jalan Pintu Air II Simpang Gudang Kota Medan. Info Kesehatan Masyarakat Volume XII Nomor 2: 109.

Soetjiningsih. 1998. Tumbuh Kembang Anak. Surabaya: EGC. Suhardjo. 1985. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta: UI Press. . 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: IPB PAU Pangan dan Gizi. . 1996. Gizi dan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.

Page 127: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. Sulastri, Delmi, et al. 2006. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak

Baru Masuk Sekolah Dasar Di Kelurahan Bandar Buat Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang. [Acceesed 22th September 2010]. Available from world wide web: < http://www.repository.unand.ac.id/>

Supariasa, I Dewa Nyoman. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC. Suryani, A. 2002. Gizi Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Departemen Pendidikan

Nasional. Suwargiani, Anne Agustina. 2008. Indeks def-t dan DMF-T Masyarakat Desa Cipondoh

dan Desa Mekarsari Kecamatan Tirtamulya Kabupaten Karawang. Makalah. Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Padjadjaran.

Suwelo, Ismu Suharsono. 1992. Karies Gigi Pada Anak Dengan Berbagai Faktor.

Jakarta: EGC. Wahyuti, S. 1991. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Proyek Pengembangan Tenaga

Gizi Depkes RI. Yuniastuti, Ari. 2008. Gizi dan Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Page 128: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

HUBUNGAN TINGKAT KEPARAHAN KARIES GIGI DENGAN STATUS GIZI ANAK

KELAS DUA DI SDN CIANGSANA I DESA CIANGSANA KABUPATEN BOGOR

TAHUN 2010

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Saya adalah mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang

melakukan penelitian mengenai “Hubungan Tingkat Keparahan Karies Gigi Dengan Status

Gizi Anak Kelas Dua Di SDN Ciangsana I Desa Ciangsana Kabupaten Bogor Tahun 2010”.

Penelitian ini saya lakukan sebagai syarat untuk menempuh ujian memperoleh gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat.

Untuk itu, saya meminta kesediaan ibu dan adik untuk menjadi responden dalam

penelitian ini. Saya sangat mengharapkan ibu dan adik mengisi formulir penilaian asupan zat

gizi metode recall 24 jam ini dengan lengkap dan jujur. Identitas serta jawaban ibu dan adik

akan saya jaga kerahasiaannya.

Atas perhatian dan kerjasama ibu dan adik, saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Hormat Saya,

RINA KUSUMAWATI

Page 129: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

FORM KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Nama Anak :

Alamat :

Menyatakan bersedia menjadi responden dan akan mengikuti penelitian ini sesuai

dengan metode yang akan dilakukan peneliti.

Responden

( )

Page 130: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

CONTOH UKURAN BAHAN MAKANAN

Bahan Makanan Nama Makanan URT

Sumber Hidrat Arang Nasi Putih centong nasi

Roti tawar lembar

Sumber Protein Hewani Daging sapi / ayam potong sedang/besar

Ikan segar potong

Ikan teri sendok makan

Telur butir

Bakso daging biji

Usus sapi bulatan

Sumber Protein Nabati Tempe potong

Tahu biji kecil/besar

Sayuran Sayur bayem sendok sayur

Buah-buahan Pepaya potong

Apel buah sedang/besar

Susu gelas

Jajanan Macam-macam gorengan, kue, biskuit, es krim, buah

Bakso, somay, batagor porsi

Bubur sendok makan

Nasi uduk bungkus

Sate tusuk

Page 131: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

FORMULIR PEMERIKSAAN

TINGKAT KEPARAHAN KARIES GIGI

Tanggal :

Pemeriksa :

A. Data Umum

Nama :

Jenis Kelamin :

Kelas :

B. Tingkat Keparahan Karies Gigi

55 54 53 52 51 61 62 63 64 65

85 84 83 82 81 71 72 73 74 75

Keterangan Status :

0 = sehat

1 = karies email d =

2 = karies dentin

3 = karies pulpa e =

4 = gangren pulpa

5 = tumpatan sementara f =

6 = tumpatan + karies +

7 = tumpatan + karies sekunder def-t =

8 = tumpatan baik

9 = cabut karena karies

10 = gangren radix

Page 132: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

FORMULIR PENILAIAN ASUPAN ZAT GIZI

METODE RECALL 24 JAM

Tanggal :

Hari ke :

Waktu Makan Nama Makanan

Bahan Makanan

Bahan Makanan

Banyaknya

URT Gram

Pagi / jam

Siang / jam

Malam / jam

Page 133: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

No. Responden

LEMBAR KUISIONER

A. IDENTITAS RESPONDEN

A1. Nama :

A2. Jenis Kelamin :

A3. Kelas :

B. STATUS GIZI

B1. Berat Badan :

B2. Tinggi Badan :

B3. Z-Score : ……… SD

z-score < -2 SD = kurus z-score > - 2 SD = normal

C. Tingkat Keparahan Karies Gigi

C1. Nilai def-t :

def-t > 2,6 = tinggi

def-t < 2,6 = rendah

D. Tingkat Konsumsi Makanan

D1. Karbohidrat : …………….. %

D2. Protein : …………….. %

D3. Lemak : …………….. %

Konsumsi < 80% AKG = kurang

Konsumsi > 80% AKG = baik

Page 134: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

RATA-RATA ASUPAN ZAT GIZI RESPONDEN

METODE RECALL 2 X 24 JAM

No Responden Karbohidrat Protein Lemak

1 Rizky 38.04% 57.56% 79.80%

2 Tiara 34.33% 58.67% 64.60%

3 Ahmad 30.07% 51.33% 39.40%

4 Aini 29.15% 44.22% 45.80%

5 Amanda 32.04% 24.67% 15.40%

6 Bagus 158.93% 212% 137.20%

7 Cahya 35.41% 71.78% 67.80%

8 Dhymas 29.85% 50.22% 30.20%

9 Dodik 42.26% 86.44% 40.40%

10 Indri 26.11% 47.78% 55.00%

11 Janet 41.15% 61.11% 57.40%

12 Mahruf 72.85% 108.44% 94.80%

13 Mega 32.37% 81.78% 47.20%

14 Ichwan 34.33% 53.11% 70.40%

15 Nano 45.07% 80.20% 35.80%

16 Nur 33.00% 62.22% 91.80%

17 Nurdin 34.11% 54.89% 17.00%

18 Oji 84.41% 94.00% 83.60%

19 Rere 32.52% 50.22% 23.80%

20 Rumaysah 76.37% 93.78% 75.60%

21 Sandra 80.11% 108.89% 114.80%

22 Sevira 61.56% 88.44% 46.60%

23 Very 43.52% 62.00% 69.20%

24 Windhi 6.00% 26.00% 27.20%

25 Riko 37.48% 69.78% 31.40%

26 Anjar 38.59% 56.44% 39.40%

Page 135: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

27 Algusti 27.74% 59.78% 32.00%

28 Anif 37.63% 43.78% 30.20%

29 Anwar 39.89% 44.00% 39.40%

30 Chantika 40.48% 65.78% 48.60%

31 Desvina 72.78% 86.22% 73.80%

32 Fahmi 40.33% 72.22% 30.40%

33 Fanya 49.70% 71.78% 72.60%

34 Gilang 69.63% 80.67% 65.80%

35 Liska 36.44% 74.89% 53.20%

36 Alan 80.00% 72.00% 46.80%

37 Yanuar 57.56% 84.40% 52.40%

38 Nindya 38.19% 72.22% 63.00%

39 Nopitasari 31.96% 69.56% 21.20%

40 Putri 80.00% 87.33% 80.40%

41 Rahmawati 38.04% 83.33% 69.40%

42 Rifky 59.11% 69.56% 52.20%

43 Silvia 38.70% 52.89% 66.00%

44 Tantri 54.85% 118.44% 57.00%

45 Tri 47.70% 92.67% 60.80%

46 Yusuf 38.93% 74.44% 49.40%

47 Anisa 26.78% 46.67% 14.40%

48 Khafid 61.52% 87.56% 72.80%

49 Indriyani 30.44% 43.11% 35.20%

50 Andi 55.00% 64.40% 45.00%

Page 136: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

Analisis Univariat Frequencies Statistics gizi N Valid 50

Missing 0

gizi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid kurus 33 66.0 66.0 66.0

normal 17 34.0 34.0 100.0 Total 50 100.0 100.0

Frequencies Statistics karies N Valid 50

Missing 0

karies

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid tinggi 37 74.0 74.0 74.0

rendah 13 26.0 26.0 100.0 Total 50 100.0 100.0

Frequencies Statistics KH N Valid 50

Missing 0

Karbohidrat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid kurang 45 90.0 90.0 90.0

baik 5 10.0 10.0 100.0 Total 50 100.0 100.0

Page 137: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

Frequencies Statistics protein N Valid 50

Missing 0

protein

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid kurang 33 66.0 66.0 66.0

baik 17 34.0 34.0 100.0 Total 50 100.0 100.0

Frequencies Statistics lemak N Valid 50

Missing 0

lemak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent Valid kurang 44 88.0 88.0 88.0

baik 6 12.0 12.0 100.0 Total 50 100.0 100.0

Page 138: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

Analisis Bivariat

Crosstabs Case Processing Summary

Cases Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent karies * gizi 50 100.0% 0 .0% 50 100.0%

karies * gizi Crosstabulation

gizi

Total kurus normal karies tinggi Count 31 6 37

% within karies 83.8% 16.2% 100.0%

rendah Count 2 11 13 % within karies 15.4% 84.6% 100.0%

Total Count 33 17 50 % within karies 66.0% 34.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 20.056(b) 1 .000 Continuity Correction(a) 17.124 1 .000

Likelihood Ratio 20.142 1 .000 Fisher's Exact Test .000 .000 Linear-by-Linear Association 19.655 1 .000

N of Valid Cases 50 a Computed only for a 2x2 table b 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.42. Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper Odds Ratio for karies (tinggi / rendah) 28.417 4.978 162.203

For cohort gizi = kurus 5.446 1.510 19.640 For cohort gizi = normal .192 .089 .413 N of Valid Cases 50

Page 139: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

Crosstabs Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent KH * gizi 50 100.0% 0 .0% 50 100.0%

KH * gizi Crosstabulation

gizi

Total kurus normal KH kurang Count 32 13 45

% within KH 71.1% 28.9% 100.0%

baik Count 1 4 5 % within KH 20.0% 80.0% 100.0%

Total Count 33 17 50 % within KH 66.0% 34.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.239(b) 1 .022 Continuity Correction(a) 3.209 1 .073

Likelihood Ratio 4.996 1 .025 Fisher's Exact Test .040 .040 Linear-by-Linear Association 5.134 1 .023

N of Valid Cases 50 a Computed only for a 2x2 table b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.70. Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper Odds Ratio for KH (kurang / baik) 9.846 1.003 96.664

For cohort gizi = kurus 3.556 .610 20.727 For cohort gizi = normal .361 .192 .681 N of Valid Cases 50

Page 140: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

Crosstabs Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent protein * gizi 50 100.0% 0 .0% 50 100.0%

protein * gizi Crosstabulation

gizi

Total kurus normal protein kurang Count 22 11 33

% within protein 66.7% 33.3% 100.0%

baik Count 11 6 17 % within protein 64.7% 35.3% 100.0%

Total Count 33 17 50 % within protein 66.0% 34.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .019(b) 1 .890 Continuity Correction(a) .000 1 1.000

Likelihood Ratio .019 1 .890 Fisher's Exact Test 1.000 .566 Linear-by-Linear Association .019 1 .891

N of Valid Cases 50 a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.78. Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper Odds Ratio for protein (kurang / baik) 1.091 .319 3.733

For cohort gizi = kurus 1.030 .673 1.577 For cohort gizi = normal .944 .422 2.111 N of Valid Cases 50

Page 141: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

Crosstabs Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent lemak * gizi 50 100.0% 0 .0% 50 100.0%

lemak * gizi Crosstabulation

gizi

Total kurus normal lemak kurang Count 30 14 44

% within lemak 68.2% 31.8% 100.0%

baik Count 3 3 6 % within lemak 50.0% 50.0% 100.0%

Total Count 33 17 50 % within lemak 66.0% 34.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided) Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .778(b) 1 .378 Continuity Correction(a) .179 1 .673

Likelihood Ratio .743 1 .389 Fisher's Exact Test .396 .326 Linear-by-Linear Association .762 1 .383

N of Valid Cases 50 a Computed only for a 2x2 table b 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.04. Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper Odds Ratio for lemak (kurang / baik) 2.143 .383 11.984

For cohort gizi = kurus 1.364 .597 3.112 For cohort gizi = normal .636 .256 1.580 N of Valid Cases 50

Page 142: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

Analisis Multivariat

Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases(a) N Percent Selected Cases Included in Analysis 50 100.0

Missing Cases 0 .0 Total 50 100.0

Unslected Cases 0 .0 Total 50 100.0

a If weight is in effect ... Dependent Variable Encoding Original Value Internal Value kurus 0 normal 1

Block 0: Beginning Block Classification Table(a,b)

Observed Predicted

GIZI Percentage

Correct kurus normal Step 0 GIZI kurus 33 0 100.0

normal 17 0 .0 Overall Percentage 66.0

a Constant in the model ... b The cut value is .500 Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Step 0 Constant -.663 .299 4.936 1 .026 .515

Variables not in the Equation Score df Sig. Step 0 Variables KARIES 20.056 1 .000

KH 5.239 1 .022 KARIES by KH 8.440 1 .004

Overall Statistics 20.786 3 .000

Page 143: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square df Sig. Step 1 Step 22.128 3 .000

Block 22.128 3 .000 Model 22.128 3 .000

Model Summary

Step -2 Log

likelihood Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 41.975 .358 .495 Classification Table(a)

Observed Predicted

GIZI Percentage

Correct kurus normal Step 1 GIZI kurus 31 2 93.9

normal 6 11 64.7 Overall Percentage 84.0

a The cut value is .500 Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper Step 1(a) KARIES 2.862 .918 9.720 1 .002 17.500 2.894 105.804

KH -19.593 40192.970 .000 1 1.000 .000 .000 . KARIES by KH 39.544 44937.107 .000 1 .999

1491290858663239

00.000 .000 .

Constant -1.609 .447 12.951 1 .000 .200 a Variable(s) entered step 1 KARIES, KH, KARIES * KH Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases(a) N Percent Selected Cases Included in Analysis 50 100.0

Missing Cases 0 .0 Total 50 100.0

Unslected Cases 0 .0 Total 50 100.0

a If weight is in effect ...

Page 144: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

Dependent Variable Encoding Original Value Internal Value kurus 0 normal 1

Block 0: Beginning Block Classification Table(a,b)

Observed Predicted

GIZI Percentage

Correct kurus normal Step 0 GIZI kurus 33 0 100.0

normal 17 0 .0 Overall Percentage 66.0

a Constant in the model ... b The cut value is .500 Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Step 0 Constant -.663 .299 4.936 1 .026 .515

Variables not in the Equation Score df Sig. Step 0 Variables KARIES 20.056 1 .000

KH 5.239 1 .022 Overall Statistics 20.301 2 .000

Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square df Sig. Step 1 Step 20.565 2 .000

Block 20.565 2 .000 Model 20.565 2 .000

Model Summary

Step -2 Log

likelihood Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 43.538 .337 .467

Page 145: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

Classification Table(a)

Observed Predicted

GIZI Percentage

Correct kurus normal Step 1 GIZI kurus 31 2 93.9

normal 6 11 64.7 Overall Percentage 84.0

a The cut value is .500 Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper

Step 1(a)

KARIES 3.152 .918 11.794 1 .001 23.381 3.869 141.284 KH .948 1.482 .409 1 .523 2.580 .141 47.124 Constant -1.676 .452 13.753 1 .000 .187

a Variable(s) entered step 1 KARIES, KH

Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases(a) N Percent Selected Cases Included in Analysis 50 100.0

Missing Cases 0 .0 Total 50 100.0

Unslected Cases 0 .0 Total 50 100.0

a If weight is in effect ... Dependent Variable Encoding Original Value Internal Value kurus 0 normal 1

Block 0: Beginning Block Classification Table(a,b)

Observed Predicted

GIZI Percentage

Correct kurus normal Step 0 GIZI kurus 33 0 100.0

normal 17 0 .0 Overall Percentage 66.0

Page 146: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

a Constant in the model ... b The cut value is .500 Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Step 0 Constant -.663 .299 4.936 1 .026 .515

Variables not in the Equation Score df Sig. Step 0 Variables KARIES 20.056 1 .000

Overall Statistics 20.056 1 .000 Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square df Sig. Step 1 Step 20.142 1 .000

Block 20.142 1 .000 Model 20.142 1 .000

Model Summary

Step -2 Log

likelihood Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 43.962 .332 .459 Classification Table(a)

Observed Predicted

GIZI Percentage

Correct kurus normal Step 1 GIZI kurus 31 2 93.9

normal 6 11 64.7 Overall Percentage 84.0

a The cut value is .500 Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95.0% C.I.for EXP(B) Lower Upper

Step 1(a)

KARIES 3.347 .889 14.183 1 .000 28.417 4.978 162.203 Constant -1.642 .446 13.557 1 .000 .194

a Variable(s) entered step 1 KARIES

Page 147: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

Logistic Regression Case Processing Summary Unweighted Cases(a) N Percent Selected Cases Included in Analysis 50 100.0

Missing Cases 0 .0 Total 50 100.0

Unslected Cases 0 .0 Total 50 100.0

a If weight is in effect ... Dependent Variable Encoding Original Value Internal Value kurus 0 normal 1

Block 0: Beginning Block Classification Table(a,b)

Observed Predicted

GIZI Percentage

Correct kurus normal Step 0 GIZI kurus 33 0 100.0

normal 17 0 .0 Overall Percentage 66.0

a Constant in the model ... b The cut value is .500 Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) Step 0 Constant -.663 .299 4.936 1 .026 .515

Variables not in the Equation Score df Sig. Step 0 Variables KARIES 20.056 1 .000

KH 5.239 1 .022 Overall Statistics 20.301 2 .000

Page 148: 101338-rina kusumawati-fkik.pdf

Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square df Sig. Step 1 Step 20.565 2 .000

Block 20.565 2 .000 Model 20.565 2 .000

Model Summary

Step -2 Log

likelihood Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 43.538 .337 .467 Classification Table(a)

Observed Predicted

GIZI Percentage

Correct kurus normal Step 1 GIZI kurus 31 2 93.9

normal 6 11 64.7 Overall Percentage 84.0

a The cut value is .500 Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper Step 1(a)

KARIES 3.152 .918 11.794 1 .001 23.381 3.869 141.284 KH .948 1.482 .409 1 .523 2.580 .141 47.124 Constant -1.676 .452 13.753 1 .000 .187

a Variable(s) entered step 1 KARIES, KH