Upload
dhesters
View
212
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/17/2019 105-04kania
1/9
48
Proses Perumusan Kebijakan Publik dan ImplikasinyaBagi Penyelenggaraan Kepemerintahan yang Baik di Daerah
:: Kania Damayanti
PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIKDAN IMPLIKASINYA BAGI PENYELENGGARAAN
KEPEMERINTAHAN YANG BAIK DI DAERAH
Oleh:Kania Damayanti, SE, MPP
Abstract Public policy formulation process can be seen as theresearch process of public policy covering the
steps of identifying problems in thesociety,setting up relationship model, goal and target setting of problem solving, developing policy alternatives, setting up criteria for selection and makingrecommendations. In relation to good governance, public policy process both in central and local
government should be able to reflect the characteristics of good governance. Public policy formulation process in regions requires the improvement of the local government agents competency, both the
executives and the legislatives in terms of management and public policy analysis and the change inmental model.
A. PENDAHULUANProses perumusan kebijakan publik
merupakan sebagian proses dari keselu-ruhan proses kebijakan publik yang terdiridari pembuatan atau formulasi kebijakan,implementasi kebijakan, dan evaluasikinerja kebijakan. Semua proses kebijakan
tersebut diwadahi dalam sistem kebijakanyang merupakan tatanan kelembagaanyang berperan atau merupakan wahanadalam penyelenggaraan sebagian ataukeseluruhan proses kebijakan yangmengakomodasi kegiatan teknis maupunsosiopolitis serta interaksi antar empatfaktor dinamik yang merupakan unsur-unsur dari sistem kebijakan (SANKRIBuku I). Keempat faktor dinamik tersebutadalah lingkungan kebijakan, pembuat
dan pelaksana kebijakan, isi kebijakan,serta kelompok sasaran kebijakan.Lingkungan kebijakan mencakup latarbelakang isu kebijakan, keadaan yangdipengaruhi dan mempengaruhi pelakudan oleh suatu kebijakan. Pembuat danpelaksana kebijakan adalah orang atausekelompok orang yang berwenang dalampengelolaan kebijakan sedangkan kelom-pok sasaran kebijakan adalah individuatau kelompok individu dan institusi yang
menjadi sasaran kebijakan. Isi kebijakanadalah berbagai pilihan keputusan
penyelesaian masalah publik.Pemahaman keterkaitan antar empatfaktor dinamis yang saling mempengaruhiakan membantu dalam mengkaji sebuahkebijakan dirumuskan.
Proses kebijakan adalah publikmerupakan core business dari setiap sistem
adminisrasi negara modern yang menda-sarkan diri pada sistem pemerintahanyang demokratis dan konstitusional(Mustopadidjaja, 2000:8). SANKRI sebagaitatanan kelenbagaan NKRI berperansebagai sistem penyelenggaraan kebijakanpublik. Dengan demikian kegiatanpengelolaan kebijakan publik di Indonesiaharus selalu mengacu pada dimensi nilaiyang terkandung dalam SAKRI seperikepastian hukum, demokrasi, keber-
samaan, partisipasi, keterbukaan, desen-tralisasi kewenangan, daya guna, hasilguna serta akuntabilitas.
Proses pembuatan atau formulasikebijakan diawali dengan dengankegiatan penyusunan agenda pemerintah(agenda setting). Kegiatan ini pentingterutama dalam upaya menangkappermasalahan yang berkembang dimasyarakat. Dalam kegiatan ini masya-rakat sesuai dengan nilai yang dikandung
oleh SANKRI, diharapkan terlibat baiksecara langsung maupun tidak langsung.
8/17/2019 105-04kania
2/9
49
Proses Perumusan Kebijakan Publik dan ImplikasinyaBagi Penyelenggaraan Kepemerintahan yang Baik di Daerah
:: Kania Damayanti
Tujuan penyusunan agenda pemerintahadalah dihasilkannya agenda pemerintahyang sesuai dengan kepentingan publikserta sesuai dengan prioritas
permasalahan yang ada. Keterlibatanmasyarakat dapat disalurkan melaluisaluran lembaga legislatif, eksekutif,media massa, serta lembaga masyarakat.Dalam hal efektifitas kerja saluran-saluranaspirasi masyarakat tersebut sangatpenting, tidak hanya dalam merumuskanpermasalahan dan prioritas permasalahanakan tetapi juga bagaimana permasalahantersebut masuk kedalam agenda settingpemerintah.
B. PERKEMBANGAN STUDI KEBI- JAKAN PUBLIKBidang studi ilmu-ilmu sosial
mengenai kebijakan publik pada dasarnyatelah berkembang sejak lama. Aplikasiilmu-ilmu sosial terhadap kebijakanpublik dilakukan dalam upaya mengatasiberbagai permasalahan yang dihadapipemerintah dan sekaligus untuk
mempengaruhi keputusan dan tindakanatau kegiatan pemerintah dengan berbagaicara.
Perkembangan studi kebijakan publikcenderung mengarah kepada terben-tuknya “School of Thought” yang berbeda.Beberapa analis kebijakan publikcenderung tertarik untuk terusmengembangkan pemahaman mengenaikebijakan itu sendiri (analysis of policy),sementara itu beberapa pakar lainnya
cenderung tertarik untuk lebihmenyempurnakan mutu kebijakan publik(analysis for policy), dan kelompok yangketiga adalah mereka yang justrumengembangkan kedua jenis studitersebut (Lihat Parsons, 1995; untuktinjauan yang lebih lengkap mengenaiberbagai pendekatan studi kebijakan).Lebih jauh lagi, bahkan adakecenderungan yang lebih tertarikmemisahkan antara apa yang di sebut
dengan instrumen (means) dan hasil (ends)
dari kebijakan publik, meski tentu saja adapihak lainnya yang lebih suka mengkajikeduanya dan tidak menginginkanpemilahan tersebut.
Untuk memahami bagaimanaperkembangan studi kebijakan,tampaknya kategorisasi yang dilakukanoleh Hogwood dan Gunn (1981, dan 1984)yang didasarkan kepada analisis Gordonet.al. (1977), sangat bermanfaat untukmengenali tipologi studi dan analisiskebijakan publik. Tipologi tersebutmencakup 7 (tujuh) ragam analisiskebijakan publik seperti terlihat dalamGambar 1. Ketujuh macam analisis
kebijakan tersebut mencakup: (1) Studimengenai isi atau substansi kebijakan(study of policy contents); (2) Studi mengenaiproses kebijakan (study of policy process); (3)Studi mengenai hasil kebijakan (study of policy outputs); (4) Studi evaluasi kebijakan( policy evaluation); (5) Studi informasi untukpembuatan kebijakan (information for policymaking); (6) Studi mengenai advokasi proseskebijakan ( process advocacy); dan (7) Studimengenai advokasi kebijakan ( policy
advocacy). Ketujuh ragam analisiskebijakan publik tersebut secara umumdapat dikelompokkan kedalam dua “Schoolof Thought” yaitu Policy Studies (yangmengembangkan pengetahuan tentangkebijakan dan proses kebijakan), dan Policy Analysis (mengembangkanpengetahuan dalam proses kebijakan).
C. PENGERTIAN KEBIJAKAN DAN
ANALISIS KEBIJAKANPengertian kebijakan menurut kamus
Bahasa Inggris Oxford (The Oxford EnglishDictionary) adalah sebagai berikut: “Acourse of action adopted and pursued by a government, party, ruler, statesmen, etc.; anycourse of action adopted as advantageous or expedient.” (kebijakan adalah “serangkaiantindakan yang diterapkan dan diupayakan oleh pemerintah, partai, penguasa, pejabat negara,dan sebagainya; atau segala tindakan yang
diterapkan karena kemanfaatannya.”).
8/17/2019 105-04kania
3/9
50
Proses Perumusan Kebijakan Publik dan ImplikasinyaBagi Penyelenggaraan Kepemerintahan yang Baik di Daerah
:: Kania Damayanti
Secara etimologis sebagaimanadiungkapkan oleh Dunn (1981 lihat juga1994) istilah kebijakan atau policy berasaldari bahasa Yunani, Sansekerta, dan Latin.
Akar katanya dalam bahasa Yunani danSansekerta adalah Polis (negara-kota) dan pur (kota) masuk kedalam bahasa Latinmenjadi Politea (negara) dan akhirnyakedalam bahasa Inggris di abadpertengahan sebagai Policie, yangberkenaan dengan pengendalian masalah-masalah publik atau administrasipemerintahan.
Secara akademik Heclo (1972: 85)mendefinisikan kebijakan sebagai berikut:
“A policy may usefully be considered as a courseof action or inaction rather than specific decisionsor actions.” Atau dapat diartikan bahwakebijakan dapat dipandang sebagai suaturangkaian tindakan atau tidak bertindakdaripada sesuatu keputusan atau tindakantertentu. Sedangkan Jenkins (1978: 15)memandang kebijakan sebagai “a set of interrelated decisions…concerning the selectionof goals and the means of achieving them withina specified situation…” (“serangkaian
keputusan yang saling berkaitan…mengenai pilihan-pilihan tujuan dan cara
KajianSubstansi
Kebijakan
KajianProses
Kebijakan
KajianHasil
Kebijakan
KajianEvaluasi
Kebijakan
KajianInformasi
Kebijakan
KajianAdvokasi
ProsesKebijakan
KajianAdvokasi
Kebijakan
Analisis sebagaiAktor Politik
Aktor Politiksebagai Analis
Analisis Kebijakan(Ilmu & Pengetahuan
dalam Proses Kebijakan)
Kajian Kebijakan(Ilmu Pengetahuan Kebijakan
& Proses Kebijakan)
Gambar 1. Jenis-Jenis Studi Dalam Pembuatan Kebijakan Publik(Sumber: Hogwood dan Gunn, 1981, sebagaimana dikutip Hill, 1997: hal 3)
untuk mencapai tujuan tersebut dalamsuatu situasi tertentu…”). Di lain pihakSmith (1976:13) merekomendasikanpendapatnya mengenai kebijakan, sebagai
berikut: “the concept of policydenotes…deliberate choice of action or inaction,rather than the effects of interrelating forces”(konsep kebijakan dapat diartikan sebagaipilihan keputusan untuk bertindak atautidak bertindak, daripada sebagai hasilinteraksi beberapa kekuatan). Smithkembali menggunakan istilah action(tindakan) dan inaction (tidak bertindak)sambil mengingatkan kita bahwa :“attention should not focus exclusively on
decisions which produce change, but must alsobe sensitive to those which resist change andare difficult to obeserve because they are notrepresented in the policy-making process bylegislative enactment” (“perhatian janganterlalu dipusatkan secara khusus kepadakeputusan yang menghasilkan perubahan,tetapi harus pula sensitif terhadap merekayang menolak perubahan, dan yang sulituntuk diamati karena mereka tidakterwakili dalam proses pembuatan
kebijakan berdasarkan peraturanlegislatif”).
8/17/2019 105-04kania
4/9
51
Proses Perumusan Kebijakan Publik dan ImplikasinyaBagi Penyelenggaraan Kepemerintahan yang Baik di Daerah
:: Kania Damayanti
Pengertian kebijakan publik, jikadilihat dari karakteristik sederhana darikebijakan, tidak ada bedanya denganpengertian kebijakan sebagaimana
tersebut di atas. Akan tetapi menjadiberbeda manakala kita melihatnya darisudut pandang legitimasi kebijakanpemerintah dan kekuasaannya atas jeniskebijakan lainnya. Dalam hal ini kita harusdapat memahami seberapa jauh peme-rintah atau negara memiliki legitimasikelembagaan untuk menetapkankebijakan publik, dan di sisi lain kita jugaharus dapat mengidentifikasi siapa negaraatau pemerintah yang berhak menetapkan
kebijakan tersebut.Dari sisi legitimasi pemerintah dalam
pembuatan kebijakan publik, terdapatbeberapa argumen yang melandasinya,antara lain argumen mengenai ekster-nalitas, inefisiensi pasar, dan monopoli.Eksternalitas adalah dampak (bisa positifatau negatif) yang terjadi sebagai akibatatau sebagai konsekuensi kegiatan dalampasar, yang dapat dirasakan oleh pihak lainyang tidak terlibat langsung dalam
transaksi tersebut. Eksternalitas yangpositif tentu saja tidak menjadi masalah,lain halnya dengan eksternalitas negatif.Dampak yang negatif inilah yang biasanyasulit diatasi oleh unsur-unsur yangbertransaksi dalam sistem pasar, dankarena itulah dalam rangka melindungikepentingan publik maka pemerintahdapat berperan mengambil keputusanyang dikenal sebagai kebijakan publik.
Di lain pihak, argumen mengenai
inefisiensi pasar yang dimaksud adalah jika pada kenyataannya sistem pasar tidakmemiliki kompetensi yang memadaiuntuk memenuhi kebutuhan masyarakat,karena satu dan lain hal, maka menjadikewajiban pemerintah untuk melakukanintervensi kebijakan publik gunamemenuhi kebutuhan masyarakat. Alasanini terjadi sebagai akibat kurangnyapemahaman pasar mengenai kondisi yangdihadapi sehingga tidak mampu
memenuhi tuntutan masyarakatkonsumen. Biasanya kondisi seperti ini
hanya terjadi dalam jangka pendek, sepertidalam mengatasi persoalan perburuhan(misalnya kebijakan Upah MinimumRegional dan sebagainya).
Sedangkan mengenai argumenmonopoli, berkaitan dengan tidak adanyakemampuan institusi pasar untukmenyediakan atau mensuplai kebutuhanmasyarakat, atau tiadanya persaingandalam penyediaan barang dan jasa bagimasyarakat karena tidak ada unsur pelakupasar yang mampu masuk kedalam bisnistersebut. Dalam keadaan tersebutorganisasi publik cenderung akanbertindak sendiri untuk memenuhi
tuntutan masyarakat.
D. PROSES PERUMUSAN KEBIJAKANPUBLIKProses perumusan kebijakan publik
dapat dipandang sebagai prosespengkajian kebijakan publik yangmencakup langkah-langkah sebagaiberikut:1. Langkah pengkajian permasalahan di
lingkungan masyarakat yang memer-lukan tindakan atau intervensipemerintah melalui kebijakan publik.Mengidentifikasi permasalahan kedalam variabel-variabel yang salingmempengaruhi satu dengan lainnya;
2. Langkah penyusunan model-modelhubungan antar variabel-variabelpermasalahan yang saling mem-pengaruhi atau memiliki hubungankausal (sebab-akibat), sehingga
menyederhanakan kerangka analisiskebijakan publik;
3. Langkah perumusan tujuan dan sasaranpemecahan masalah yang memer-lukan tindakan kebijakan pemerintah,sesuai tuntutan aspirasi dankepentingan pemerintah, masyarakat,maupun dunia usaha;
4. Langkah pengembangan berbagaialternatif tindakan kebijakan yangdapat ditempuh berdasarkan kemung-
kinan-kemungkinan keefektifan
8/17/2019 105-04kania
5/9
52
Proses Perumusan Kebijakan Publik dan ImplikasinyaBagi Penyelenggaraan Kepemerintahan yang Baik di Daerah
:: Kania Damayanti
dalam mengatasi permasalahan yangdihadapi;
5. Langkah penentuan kriteria-kriteriaatau tolok ukur yang dapat digunakan
sebagai instrumen untuk menguji danmemilih berbagai alternatif sebagaitindakan kebijakan yang palingmungkin dilakukan (Feasible Policy);
6. Langkah penyusunan rekomendasikebijakan publik yang terpilih,disertai berbagai pertimbangan yangdiperlukan dalam proses pelaksana-annya, informasi mengenai kemung-kinan tingkat kesulitan atau hambatanyang harus diatasi, serta rencana-
rencana pemantauan, pengukurankinerja, dan evaluasi pencapaiankinerja pelaksanaan kebijakan publikdalam memecahkan permasalahanyang dihadapi.
Keseluruhan proses kebijakan tersebutsecara umum sejalan dengan pola prosesanalisis kebijakan yang digambarkan olehDunn (1981: 48) sebagaimana terlihatdalam Gambar 2.
MasalahKebijakan Publik
Capaian KerjaKebijakan Publik
Inferensi Praktis
Hasil ( )Kebijakan Publik
Outcomes AlternatifKebijakan Publik
TindakanKebijakan
Evaluasi
Pemantauan Rekomendasi
Inferensi PraktisInferensi Praktis
Gambar 2.Proses Analisis Kebijakan
(Sumber: William N. Dunn, 1981: hal 48)
E. PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIKDAN KEPEMERINTAHAN YANGBAIK Jika dipandang sebagai suatu
kumpulan atau satu set kelembagaan yangkompleks dengan kewenangan dankekuasaan “superordinate” (atasan) atassesuatu wilayah, maka kebijakan publikberarti segala keputusan yang dikeluarkandalam rangka pelaksanaan kewenanganatau kekuasaan pemerintah terhadapmasya-rakat yang berada di dalamwilayah tersebut. Namun demikiankenyataan sekarang menjadi demikiankompleks, dengan munculnya paradigma
yang menggeser kedudukan pemerintah( government) menjadi kepemerintahan( governance ) yang berarti bahwakewenangan “superordinate” atas sesuatuwilayah itu tidak semata-mata menjadimonopoli pemerintah, tetapi jugamasyarakat (society). Sehingga kebijakanpublik dapat juga diartikan sebagaikeputusan yang ditetapkan dandilaksanakan secara bersama-sama antarapemerintah dan representasi/keterwakilanmasyarakat dalam suatu institusi publiktertentu.
8/17/2019 105-04kania
6/9
53
Proses Perumusan Kebijakan Publik dan ImplikasinyaBagi Penyelenggaraan Kepemerintahan yang Baik di Daerah
:: Kania Damayanti
Dalam hubungannya dengan prinsipkepemerintahan yang baik, maka prosesperumusan kebijakan publik olehpemerintah baik di pusat maupun di
daerah harus mampu mencerminkankarakteristik kepemerintahan yang baik( good governance ). Karakteristikkepemerintahan yang baik dalam prosesperumusan kebijakan publik antara lainmencakup:1. Adanya partisipasi masyarakat dalam
perumusan kebijakan publik mulaidari proses pengidentifikasianmasalah, pemilihan alternatif tindakankebijakan, pelaksanaan kebijakan,
hingga evaluasi pelaksanaan kebijakanpublik.
2. Kebijakan publik yang dituangkandalam peraturan perundang-undanganataupun produk hukum lainnya harusditaati secara utuh, tidak diskriminatif,dan berkeadilan.
3. Proses perumusan kebijakan publikharus transparan, dimana informasidan perkembangan perumusan danpenyusunan kebijakan publik harus
dapat diakses secara mudah olehseluruh lapisan masyarakat yangberkepentingan. Tidak ada ketentuanataupun proses perumusan kebijakanpublik yang dirahasiakan kepadamasyarakat, kecuali yang benar-benardapat atau harus dinyatakan rahasiaberdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Proses perumusan kebijakan publikharus memiliki daya tanggap yang
tinggi terhadap tuntutan aspirasi dankepentingan masyarakat, sehinggadalam rumusan dan implementasinyabenar-benar mampu memenuhiberbagai kepentingan masyarakat,bukan kepentingan pemerintahsemata-mata.
5. Proses perumusan kebijakansebaiknya berorientasi kepadakonsensus, yaitu adanya kesepakatanyang utuh diantara para pelaku
kebijakan maupun masyarakat yangakan melaksanakan dan menerima
manfaat dari kebijakan publiktersebut.
6. Perumusan kebijakan publik harusberorientasi pada teciptanya keadilan
dalam masyarakat, misalnya tidakdiskriminatif dalam hal jender ( gender ),tidak memihak kepada kelompokmasyarakat tertentu yang memilikiakses terhadap sumber-sumberekonomi tanpa memperhatikankepentingan kelompok masyarakatmarjinal, ataupun tidak lebihmementingkan keuntungan bagipemerintah semata-mata.
7. Perumusan kebijakan publik harus
secara sungguh-sungguh berorientasikepada efektivitas dan efisiensi, karenasumber-sumber pemerintah yangsangat terbatas.
8. Proses perumusan kebijakan publiksecara keseluruhan harus memilikiakuntabilitas publik yang memadai,dalam arti dapat dipertanggung- jawabkan kepada masyarakat baik darisegi materi maupun pencapaian kinerjapelaksanaannya sesuai dengan tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan dandisepakati secara konsensus.
9. Setiap rumusan kebijakan publik harusmemiliki visi yang strategis denganperspektif yang luas dan berjangkarelatif panjang sesuai denganperkembangan lingkungan strategispemerintahan maupun masyara-katnya.
10. Keseluruhan karakteristik tersebutharus benar-benar terintegrasikan
secara utuh, sehingga jelas hubunganketerkaitan antara satu karakteristikdengan karakteristik kepemerintahanyang baik lainnya. Sehingga secarakeseluruhan proses perumusan,implementasi, dan evaluasi kebijakanpublik dapat menjadi satu kesatuanyang utuh
F. IMPLIKASI DAN PERMASALAHAN
PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIKDAERAH
8/17/2019 105-04kania
7/9
54
Proses Perumusan Kebijakan Publik dan ImplikasinyaBagi Penyelenggaraan Kepemerintahan yang Baik di Daerah
:: Kania Damayanti
Dalam proses perumusan kebijakanpublik di daerah, kompetensi aparaturdaerah dalam bidang manajemen dananalisis kebijakan publik memiliki
kecenderungan yang kurang memadai,terutama jika dinilai dari karakteristik good governance. Permasalahan kompetensianalisis kebijakan publik di lingkunganpenyelenggara otonomi daerah yangutama terletak pada masih belumberubahnya mental model aparaturbirokrasi pada umumnya.
Rancangan kebijakan publikcenderung dirahasiakan dan kurangdisosialisasikan secara terbuka kepada
masyarakat, para pakar, dan stakeholderlainnya. Alasan yang klasik biasanyadikemukakan adalah untuk menghin-darkan adanya spekulasi dikalanganmasyarakat dan sebagainya. Bahkan dalamkebijakan yang menyangkut penataankelembagaan dan personalia, misalnyapromosi dan mutasi, pola kerahasiaantersebut masih banyak dipertahankan,yang sebenarnya sering menimbulkankeresahan tersendiri. Alasan klasik yang
dikemukakan biasanya adalah untukmenghindarkan intrik-intrik tertentu daripihak-pihak yang berkepentingan. Tetapidengan kerahasiaan tersebut sebenarnya justru sering digunakan untukmenciptakan intrik-intrik itu sendiri untukkepentingan pribadi oknum pejabattertentu. Yang jelas kondisi ini tidakmencerminkan akuntabilitas publik dalamrangka good governance.
Lebih jauh pola perumusan kebijakan
di daerah yang kurang dilandasi olehkompetensi kebijakan publik yangmemadai, pada dasarnya memilikikecenderungan disebabkan oleh adanyakepentingan-kepentingan tertentu daripenyelenggara otonomi yang mejadiagenda tersembunyi di balik substansikebijakan tertentu. Misalnya, dikeluar-kannya kebijakan publik berupa PeraturanDaerah dalam bidang industri sepertiwajib daftar perusahaan, yang tujuannya
adalah untuk mendapatkan informasi dandata potensi ekonomi daerah, ternyata
agenda tersembunyi yang menjadi sasarankebijakan tersebut adalah potensipenerimaan daerah untuk PAD dari biayapendaftaran tersebut. Demikian juga
halnya dengan kewajiban masyarakatuntuk memiliki Kartu Tanda Penduduk(KTP), fenomena yang menonjol bukanlahmanfaat yang dapat diambil daripendaftaran penduduk bagi kepentingandaerah, tetapi justru target penerimaanPAD dari pelayanan KTP. padahal layananKTP sudah sewajarnya menjadi kewajibanpemerintah terhadap setiap warga daerahsetempat.
Fenomena permasalahan tersebut di
atas menunjukkan bahwa di satu sisikompetensi analisis dan manajemenkebijakan publik di daerah masih belummemadai, di sisi lain masih belumberubahnya paradigma dan mental modelaparatur dalam penyelenggaraan otonomidaerah berdasarkan prinsip- prinsip good governance. Hal ini tercermin pula dalamkebijakan banyak daerah ketikamelaksanakan restrukturisasikelembagaan dan kewenangan daerah
sebagai pelaksanaan kebijakan otonomidaerah. Terdapat kecenderungan banyakdaerah untuk membentuk strukturorganisasi pemerintahan daerah yangcenderung gemuk ( fat), dengan sekianbanyak dinas, badan, dan lembaga teknislainnya. Akibatnya kebutuhan pengisian jabatan eselon II, III, IV, dan V menjadimeningkat secara tajam. Padahalkemampuan daerah untuk membiayaistruktur organisasi yang demikian itu
masih sangat terbatas, dan sangatbergantung kepada bantuan pemerintahpusat dalam bentuk Dana Alokasi Umum.Rasionalitas dari penyusunan strukturkelembagaan ternyata lebih banyakdidasari oleh alasan non teknis sepertikehendak untuk mengakomodasi jumlahpegawai dan jumlah pejabat ke dalamposisi-posisi jabatan dalam strukturorganisasi daerah yang baru.
Sedangkan dalam hal perumusan
kebijakan penataan kewenangan daerah,aparatur daerah memiliki kecenderungan
8/17/2019 105-04kania
8/9
55
Proses Perumusan Kebijakan Publik dan ImplikasinyaBagi Penyelenggaraan Kepemerintahan yang Baik di Daerah
:: Kania Damayanti
memperluas bidang dan rinciankewenangan bidang pemerintahan yangmemiliki potensi mendatangkan PADyang relatif besar. Sedangkan
kewenangan-kewenangan yang hanyaberpotensi menyerap anggaran ataubersifat “cost intensive” cenderungdihindarkan oleh aparatur daerah.Konflik-konflik perebutan kewenanganantara sektor yang satu dengan sektor yanglain, serta antara daerah kabupaten/kotadengan propinsi, bahkan antara daerahotonom dengan pemerintah pusat, jikadicermati lebih banyak dilatarbelakangioleh perebutan kewenangan yang
berpotensi menghasilkan PAD, daripadakewenangan yang “kering” potensi PAD-nya. Gambaran kecenderungan tersebut diatas secara umum mencerminkan masihperlunya upaya-upaya peningkatankompetensi penyelenggara pemerintahandaerah, baik eksekutif maupun legislatifdalam bidang kebijakan publik.
C. PENUTUP
Proses perumusan kebijakan publikbaik di pusat maupun di daerah harusdapat mencerminkan karakteristikkepemerintahan yang baik ( good governance) dengan mengedepankanpartisipasi masyarakat, dalam bentukproduk hukum, transparan, mempunyaidaya tanggap tinggi terhadap aspirasi dankepentingan masyarakat serta orientasikonsensus diantara stakeholder s.Selanjutnya, perumusan kebijakan juga
harus berorientasi kepada keadilan,efektifitas dan efisiensi, serta harusmempunyai akuntabilitas publik. Prosesperumusan harus memasukkan unsurperkembangan lingkungan strategis baikyang terjadi di pemerintahan maupun dimasyarakat. Hal tersebut diwadahi dalambentuk visi yang strtagis dengan arah jangka panjang serta luas. Karakteristik-karakteristik di atas hendaknya menjadikesatuan yang sistemik dimana jelas
kaitan antara karakteristik satu denganlainnya.
Permasalahan proses perumusankebijakan publik di daerah jika dinilai darikarakeristik kepemerintahan yang baik( good governance) bermuara pada dua sisi
yaitu pertama , permasalahan kompetensiaparatur daerah yang cenderung kurangmemadai baik dalam analisis maupunmanajemen kebijakan publik, dan kedua,belum berubahnya paradigma dan mentalmodel aparatur dalam penyelenggaraanotonomi daerah berdasarkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik.Dengan demikian dibutuhkan upaya-upaya peningkatan kompetensi aparaturdi daerah baik di level eksekutif maupun
legislatif dalam bidang kebijakan publik.Upaya yang dilakukan apakah melaludiklat-diklat ataupun cara lainnya harusmempunyai tujuan utama yaitu merubahmental model serta peningkatankompetensi.
SEKILAS TENTANG PENULISKania Damayanti, SE, MPP lahir di
Garut pada tanggal 20 April 1965,
menyelesaikan pendidikan Jenjang S1 diFakultas Ekonomi UNPAD JurusanAdministrasi Pembangunan pada tahun1990 dan Jenjang S-2 di National Universityof Singapore (NUS) dalam bidang KebijakanPublik pada tahun 1997. Sebelum bekerjadi lingkungan PKP2A I LAN Bandung/STIA LAN Bandung, penulis pernah bekerjadi lembaga penelitian Fakultas EkonomiUNPAD (LPBE). Saat ini penulis adalahdosen tetap STIA LAN Bandung dan
menjadi Koordinator Sekretariat ProgramS-2 UNPAD-LAN Bidang Kajian UtamaKebijakan Publik.
REFERENSIFernanda, Desi, 2001; Kerangka Konseptual Studi
Kebijakan Publik; bahan kuliah
Administrasi dan Kebijakan Publik,Program MPKP, Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia, Jakarta.
8/17/2019 105-04kania
9/9
56
Proses Perumusan Kebijakan Publik dan ImplikasinyaBagi Penyelenggaraan Kepemerintahan yang Baik di Daerah
:: Kania Damayanti
Jones, Charles O, 1984: An Introduction to the
Study of Public Policy; Brook/ColePublishing Company, California: danEdisi Indonesia diterjemahkan olehRicky Istamto, 1994, cet. Kedua,Pengantar kebijakan Publik, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Michael Hill, 1997, 3rd ed.; The Policy Process inthe Modern State; Prentice Hall – Harvester
Wheatsheaf; London.
Mustopadidjaja, AR, 2002; Manajemen Proses
Kebijakan; Lembaga AdministrasiNegara, Jakarta.
Mustopadidjaja, AR, 2002; Manajemen ProsesKebijakan Publik: Formulasi, Implementasi,dan Evaluasi Kinerja; LembagaAdministrasi Negara, Jakarta.
William N. Dunn, 1994, 2nd ed; Public Policy Analysis: An Introduction; Prentice Hall;Englewoods Cliffs, New Jersey. Dan edisiIndonesia, diterjemahkan dan disunting
oleh Muhadjir Darwin, 1995, cet. Kelima, Analisa Kebijaksanaan Publik: Kerangka Analisa dan Prosedur Perumusan Masalah,Hanindita, Yogyakarta.
SANKRI Buku 1: Prinsip-prinsipPenyelenggaraan Negara