Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Umum
2.1.1 Pengertian Sistem
Sistem merupakan kumpulan elemen yang saling berinteraksi
satu sama lain sehingga membentuk satu kesatuan, bersama-sama
bekerja untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Definisi di atas sesuai dengan definisi menurut O’Brien (2008,
p24) dimana sistem adalah sekumpulan komponen yang saling berkaitan,
dengan batas yang jelas, bekerja bersama mencapai suatu tujuan umum
dengan menerima input dan menghasilkan output dalam suatu proses
transformasi yang terorganisir.
Sistem mempunyai tiga fungsi dasar, yakni:
a. Input, yaitu mendapatkan dan merakit elemen yang
memasuki sistem untuk diproses. Seperti bahan mentah,
data dan usaha manusia yang harus diorganisir untuk
pemrosesan.
b. Processing, yaitu proses transformasi yang mengubah
input menjadi output. Contohnya proses manufaktur,
proses pernapasan manusia, atau perhitungan matematika.
7
c. Output, yaitu pemindahan elemen yang telah dihasilkan
oleh proses transformasi dalam mencapai tujuan akhirnya.
Contohnya yakni produk jadi, jasa manusia, manajemen
informasi yang harus ditransmisikan ke user.
2.1.2 Pengertian Informasi
Informasi merupakan hasil dari pengolahan data yang telah
menjadi suatu bentuk yang lebih memiliki nilai sehingga dapat
digunakan oleh pengguna sesuai dengan kebutuhannya untuk
mempermudah proses pengambilan keputusan.
Pengertian di atas berdasarkan teori yang diungkapkan oleh
O’Brien (2008, p24) dimana informasi adalah data yang sudah
dikonversikan menjadi sesuatu yang berarti dan berguna untuk end users.
2.1.3 Pengertian Sistem Informasi
Sistem informasi adalah komponen-komponen yang terdiri dari
perangkat lunak, perangkat keras, jaringan, data, dan manusia yang
saling terintegrasi satu sama lain untuk mengumpulkan, mengubah,
memanipulasi, dan menghasilkan informasi yang berguna dan memiliki
nilai bagi pengguna dalam usaha pengambilan keputusan.
Pengertian sistem informasi di atas didukung oleh teori yang
diungkapkan oleh O’Brien (2008, p04) yaitu sistem informasi dapat
berupa kombinasi yang teratur dari manusia, hardware, software,
8
jaringan komunikasi, dan sumber daya data, kebijakan dan prosedur yang
menyimpan, mengumpulkan, mengubah, dan menghasilkan informasi di
dalam sebuah organisasi.
2.1.4 Enterprise Resource Planning
2.1.4.1 Pengertian Enterprise Resource Planning
Enterprise Resource Planning atau yang biasa
disingkat dengan ERP adalah sebuah konsep dan dapat
diaplikasikan sebagai sistem terintegrasi yang mampu
mengintegrasikan departemen dalam perusahaan seperti
sales, finance, human resource, production, procurement,
dan lain lain dengan menggunakan satu database yang
sama sehingga satu sama lain dapat saling berbagi
informasi.
Pengertian di atas didukung oleh teori yang
diungkapkan oleh Leon dan Vaman. Menurut Leon (2008,
p14) Enterprise Resource Planning adalah teknik dan
konsep untuk manajemen bisnis yang terintegrasi secara
keseluruhan dari sudut pandang efektifitas kegunaan
manajemen resources untuk meningkatkan efesiensi
enterprise management.
9
Sedangkan menurut Vaman (2007, p5), Enterprise
Resource Planning adalah sebuah perangkat lunak sistem
bisnis yang memungkinkan sebuah organisasi untuk:
a. Mengotomatisasi dan mengintegrasikan proses
bisnis utama.
b. Saling berbagi data, prosedur, dan praktis di
seluruh bagian dalam sebuah perusahaan.
c. Menghasilkan, berbagi, dan mengakses informasi
dalam lingkungan yang real-time.
d. Menyediakan kemampuan untuk menganalisis
data real-time dan melakukan analisis what-if, dan
mendukung perencanaan bisnis dan pelaporan.
2.1.4.2 Arsitektur Enterprise Resource Planning
Menurut Altekar (2004, p13), ERP secara khusus
diimplementasi melalui sebuah client-server environment.
Teknologi ini membagi aplikasi secara fundamental
menjadi dua atau lebih komponen, yang disebut server
dan client. Client menggunakan fungsi di server. Server
adalah terpusat, sedangkan client dapat tersebar pada
lokasi yang berbeda.
10
Jenis arsiterktur ERP yang paling popular adalah
two-tier architecture dan three-tier architecture. Berikut
penjelasan lebih lanjut.
• Two-tier architecture
Pada jenis ini, server mengontrol application
dan database. Jadi database dan aplikasi dijalankan
pada komputer yang sama. Client hanya
mempresentasikan data dan melewatkan input user
kembali ke server. Pada konfigurasi ini, jumlah user
dapat ditingkatkan dengan mengelola kinerja yang
baik dan mencegah peningkatan biaya. Beban yang
dihasilkan dari proses presentation didistribusikan ke
berbagai komputer client dan tidak berpengaruh pada
kinerja database di server. Jika jumlah user melebihi
batas yang ditentukan, kinerja database akan
terganggu dan diperlukan tambahan hardware,
misalnya distribusi proses application ke beberapa
host.
11
Gambar 2.1 Two-tier Architecture
Sumber : Altekar (2004, p14)
• Three-tier architecture
Dalam arsitektur three-tier, database dan
application dipisahkan. Setiap layer dijalankan dalam
host-nya masing-masing. Konfigurasi ini mudah
diatur. Untuk mengoptimasikan kinerja pada
konfigurasi ini, penambahan user dapat dilakukan.
Client membangun komunikasi dengan application
server. Application server kemudian menciptakan
koneksi ke database server.
Arsitektur ERP telah didesain menjadi tiga
area fungsional dasar:
1. Database, sebagai pusat penyimpanan untuk
semua data yang ditransfer ke dan dari client
12
2. Client, disini data mentah diinput, permintaan
informasi disubmit, dan data yang diminta akan
dipresentasikan disini.
3. Application component, bertindak sebagai
penghubung antara client dan database.
Gambar 2.2 Three-tier Architecture
Sumber : Altekar (2004, p14)
2.1.5 Pengertian Evaluasi Sistem
Menurut Brender (2006, p3), evaluasi dapat didefinisikan sebagai
tindakan yang berkaitan pada pengukuran atau eksplorasi dari properti-
properti sebuah sistem. Evaluasi dapat diselesaikan selama perencanaan,
pengembangan, atau operasi dan pemeliharaan sebuah sistem IT. Tujuan
dari evaluasi adalah menyediakan dasar bagi sebuah keputusan mengenai
13
investigasi sistem IT dalam konteks pengambilan keputusan (decision-
making).
2.1.6 Metode Pengumpulan Data
2.1.6.1 Kuesioner
Menurut Sugiyono (2008, p199), kuesioner merupakan
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data
yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan
diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Dengan
adanya kontak langsung antara peneliti dengan responden, akan
menciptakan suatu kondisi yang cukup baik sehingga responden
dengan sukarela akan memberikan data obyektif dan cepat.
2.1.6.2 Observasi
Sugiyono (2008, p203) mengemukakan bahwa observasi
merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun
dari pelbagai biologis dan psikologis. Teknik pengumpulan data
dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan
perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam, dan bila
responden yang diamati tidak terlalu besar.
14
Observasi Berperan Serta (Participant observation)
Dalam observasi ini, penelitian terlibat dengan kegiatan
sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai
sumber data penelitian. Dengan observasi partisipan ini, maka data
yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui
pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak.
2.1.6.3 Wawancara
Menurut Sugiyono (2008, p410), wawancara adalah
merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna
dalam suatu topik tertentu.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data
apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila
hal-hal dari responden yang lebih mendalam.
Menurut Sugiyono (2008,p412), wawancara terstruktur
digunakan digunakan sebagai terknik pengumpulan data, bila
peneliti atau pengumpul data telah diketahui dengan pasti tentang
informasi apa yang akan diperoleh.
Lincoln dan Guba dalam Sugiyono (2008,415),
mengemukakan ada tujuh langkah dalam penggunaaan
wawancara unutk mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif,
yaitu:
15
1. Menetapkan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan.
2. Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi
bahan pembicaraan.
3. Mengawali atau membuka alur wawancara.
4. Melangsungkan alur wawancara.
5. Mengkonfirmasi ikhtisar hasil wawancara dan
mengakhirinya.
6. Menuliskan hasil wawancara ke dalam catatan lapangan.
7. Mengidentifikasi tindak lanjut hasilwawancara yang telah
diperoleh.
2.1.6.4 Skala Pengukuran
Menurut Sugiyono (2008, p131), skala pengukuran
merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk
menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur
sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan
menghasilkan data kuantitatif.
Menurut Sugiyono (2008, p132), skala Likert digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang tentang fenomena sosial.
Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala
Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif,
yang dapat berupa kata-kata antara lain :
16
a. Sangat Setuju
b. Setuju
c. Ragu-ragu
d. Tidak Setuju
e. Sangat Tidak setuju
Untuk keperluan analisis kuantitatif , maka jawaban itu dapat diberi
skor, misalnya :
1. Sangat Setuju/ selalu/ sangat positif diberi skor 5.
2. Setuju/ sering/ positif diberi skor 4.
3. Ragu-ragu/ kadang-kadang/ netral diberi skor 3.
4. Tidak setuju/ hampir tidak pernah/ negatif diberi skor 2.
5. Sangat tidak setuju/ tidak pernah/ sangat negatif diberi skor 1.
2.2 Teori Khusus
2.2.1 Metode BTripleE
2.2.1.1 Mengukur IT Value
Menurut Van der Zee (2002, p36), sebuah pengukuran IT
Value yang sistematik dan konsisten harus didasarkan pada dua
kunci atribut, yaitu :
• An overall management framework: dikarenakan adanya
kenyataan bahwa aplikasi IT dalam sebuah organisasi
sangatlah kompleks, maka sebuah skema konseptual
untuk menyederhanakan sangat dibutuhkan. Sebuah
17
framework harus diperlakukan sebagai alat untuk
membantu menavigasi kesulitan. Untuk mengelola,
memonitor, dan menyediakan umpan balik pada nilai IT,
pengukuran nilai IT harus didasarkan pada kerangka kerja
manajemen (diciptakan kerangka BTripleE) yang
menghubungkan tingkat perencanaan bisnis, perencanaan
IT, perencanaan pasokan IT dengan tingkatan penilaian
yang sebanding. Dengan menetapkan nilai IT pada setiap
tingkat, dan dalam konteks yang lengkap, maka
pertanyaan keseluruhan nilai dapat terjawab.
• A set of key measures for value: hal ini memungkinkan
adanya manajemen IT, dimana sesuai dengan sasaran
organisasi dan tingkatan kerangka kerja dimana ukuran
nilai IT diciptakan.
Kerangka kerja BTripleE merupakan sebuah model
konseptual untuk menyederhanakan pengukuran nilai suatu IT
(Information Technology) dan didesain untuk menentukan nilai
dari suatu aplikasi maupun pasokan IT. Dalam kerangka kerja
BTripleE, dibagi pengukuran IT value dalam tiga level, yaitu:
• The business value of IT, dapat didefinisikan sebagai nilai
IT bagi sebuah organisasi secara keseluruhan, dinyatakan
18
dalam hal peningkatan kinerja organisasi pada biaya
minimum.
• The efectiveness of IT, didefiniskan sebagai sejauh mana
IT secara memuaskan mendukung proses bisnis, aktivitas
bisnis dan karyawan bisnis, terlepas dari biaya yang
terkait.
• Effectiveness and efficiency of IT supply, effectiveness of
IT supply yaitu sejauh mana produk dan layanan IT
sejalan dengan kebutuhan bisnis terlepas dari biaya.
Sedangkan efficiency of IT supply adalah sejauh mana IT
dapat disediakan dengan biaya minimum.
Derajat efektifitas pada tingkatan yang lebih rendah
memberikan dampak efisiensi pada tingkatan yang lebih tinggi.
Misalnya, strategi IT dijalankan dengan lebih efisien dan
arsitektur IT diisi dengan cara yang efektif, jika strategi IT dan
arsitektur IT efektif, maka proses bisnis dan aktivitas bisnis dapat
dijalankan dengan lebih efisien selama IT secara optimal selaras
dan pengguna IT lebih sedikit menghadapi masalah dalam
melaksanakan tugasnya. Demikian pula, jika proses bisnis
dijalankan secara efektif, maka tujuan stakeholder dapat dipenuhi
secara efisien. Konsep efektifitas di tingkat bawah mempengaruhi
efisiensi tingkat yang lebih tinggi tercermin dalam gambar 2.3.
19
Konsep tersebut mendasari kebutuhan untuk menilai IT value
pada tingkatan yang berbeda.
IT Delivery Processes IT Development Projects
Are they effective? If so, are they efficient?
IT Strategy IT Architecture
Are they effective? If so, are they efficient?
Business Process Business Activites Allocated Resources
Are they effective? If so, are they efficient?
Business Objectives
Meeting objectives of stakeholders, e.g., • Shareholders • Customers • Employess
Business Management
IT Management
IT SupplyManagement
Impacts efficiency
at higher level
Impacts efficiency
at higher level
Impacts efficiency
at higher level
Gambar 2.3 Efektifitas dan Efisiensi pada Tingkatan yang Berbeda
Sumber: Van der Zee (2002, p43)
2.2.1.2 Kerangka Kerja BTripleE
Menurut Van der Zee (2002, p43), pengukuran biaya
agregat dan efektifitas utama, bersama-sama di sebut dengan nilai,
dari semua IT (termasuk IT untuk mendukung proses bisnis dan
mengkonfigurasi ulang jaringan bisnis, IT dalam produk dan
20
layanan, infrastruktur IT dan IT research) yang berhubungan
dengan tingkat manajemen bisnis dalam kerangka kerja BTripleE.
Business Objectives
Business Management
Business ProcessBusiness Activites
Allocation of Resources
IT Management
Business Planning
IT Planning
Business Value of IT
Effectiveness of IT
IT StrategyIT Architecture
IT Supply ManagementIT Supply PlanningEffectiveness and Efficiency of IT
Supply
IT Delivery ProcessesIT Development Projects
Determination of Objectives
Measurement of Value
Gambar 2.4 Kerangka Kerja BtripleE untuk Perencanaan IT dan Validasi
Sumber : Van der Zee (2002, p44)
Sejauh mana IT memungkinkan dan memberikan
konstribusi dalam memenuhi sasaran bisnis secara efektif dan
efisien membentuk nilai bisnis IT (business value of IT). Hal ini
tercermin dalam gambar 2.4. Sedangkan tingkatan manajemen IT
21
(IT management) termasuk pengukuran hasil dari perencanaan IT
yang efektif dan penentuan efektifitas IT dalam mendukung
proses bisnis, aktivitas dan karyawan tanpa terkait dengan biaya
dinamakan efektifitas IT (effectiveness of IT). Pada lapisan ketiga,
IT supply management, mencakup pengukuran hasil perencanaan
IT supply. Pada level ini, efektifitas dan efisiensi persediaan
produk dan layanan IT diukur, kemudian disebut juga dengan
efektifitas dan efisiensi pasokan IT (effectiveness and efficiency
of IT supply).
Kerangka kerja yang menghubungkan perencanaan IT (IT
planning) dengan penilaian IT (valuation of IT) pada level yang
telah didefinisikan disebut dengan kerangka kerja BTripleE.
Karena level perencanaan dan nilai saling terkait, baik ke bawah
atau ke atas, setiap perencanaan IT dan kerangka penilaian harus
mendukung kedua keselarasan top-down serta dampak
perencanaan bottom-up. Meskipun tingkat perencanaan yang
berbeda saling tergantung dan iteratif, IT Value harus diukur pada
setiap tingkat yang berbeda, dengan menerapkan serangkaian
yang berbeda dari tindakan yang tepat. Hanya pada tingkat IT
management, aspek efisiensi dari IT value dikecualikan, karena
alasan praktis. Dengan membaca kerangka BTripleE dari bawah
ke atas, nilai IT akan disadari, jika:
22
• Diperlukan produk dan layanan IT yang dikembangkan,
dikelola, dan dioperasikan secara baik dimana hanya
mengkonsumsi sumber daya yang sedikit (IT supply
efficiency).
• IT telah berhasil memberikan konstribusi terhadap kinerja
proses bisnis, aktivitas dan karyawan (IT effectiveness).
• IT digunakan untuk potensi penuh dalam hal kontribusi
kepada kinerja organisasi, dengan biaya yang minimum
(business value).
2.2.1.3. Mengukur Business Value of IT
Menurut Van der Zee (2002, p46), sebuah organisasi
dapat meningkatkan kinerja jangka pendek dan jangka
panjangnya dalam beberapa cara yang berbeda. Ada tiga hal
penting dalam kaitannya dengan penerapan IT:
• Meningkatkan financial performance (mengurangi
atau mencegah biaya operasional atau labor yang
tinggi, meningkatkan produktivitas dan pendapatan)
melalui aplikasi IT tradisional untuk meningkatkan
efektifitas dan efisiensi pada sebuah organisasi.
• Meningkatkan business performance (memperluas
pangsa pasar, meningkatkan kepuasan pelanggan,
23
memperpendek waktu pemenuhan pesanan pelanggan,
dan lain lain) melalui aplikasi IT yang inovatif
(melalui aplikasi internet, intranet, dan ekstranet).
• Meningkatkan strategic performance dengan
mengkonfigurasi ulang jaringan bisnis yang terlibat
dalam pembuatan dan pengiriman produk dan jasa,
atau bahkan sepenuhnya menggantikannya dengan IT,
sehingga konfigurasi ulang ruang lingkup bisnis.
Pengukuran business value of IT berkaitan dengan
hubungan antara biaya IT dan kontribusinya pada
peningkatan kinerja organisasi , yang diukur dalam tiga
dimensi, yaitu:
• Financial performance, diukur dengan indikator
keuangan seperti profitabilitas, produktivitas,
pendapatan, dan lain lain. Menurut Sethi, Hwang, dan
Pegels dalam Van der Zee (2002, p67), ukuran
financial performance ROI dan ROS terlihat sesuai
untuk mengkorelasikan tingkatan investasi IT.
• Business performance, diukur dengan indikator non-
finansial seperti tingkat kompetitif, penjualan produk
baru, lead time pengembangan produk, manufacturing
24
lead time, distribution lead time, kepuasan pelanggan,
dan lain-lain.
• Strategic performance, diukur dengan indikator yang
sesuai dengan sasaran manajemen (management’s
critical success factors).
Oleh karena itu, melihat lebih dekat pada ketiga
dimensi nilai tersebut dapat mengantarkan kepada pendekatan
untuk mengkaitkan biaya IT dengan nilai bisnis.
Berikut dijelaskan satu persatu mengenai ketiga
dimensi dalam pengukuran nilai bisnis IT.
2.2.1.3.1. Biaya IT dan Financial Performance
Menurut Van der Zee (2002, p47), dimensi
penilaian pertama adalah hubungan antara biaya IT dan
kinerja finansial. Satu indikator penting untuk mengukur
kinerja finansial adalah profitabilitas. Profitabilitas dapat
ditingkatkan ketika biaya operasi dikurangi, dengan arti
meningkatkan produktivitas dan efisiensi melalui IT.
Nilai bisnis IT pada level organisasi pada kasus tersebut
sangat jelas. Indikator kinerja finansial lainnya adalah
pendapatan. Sangatlah sering diasumsikan bahwa total
25
belanja IT, diukur sebagai presentase dari pendapatan dari
sebuah organisasi.
2.2.1.3.2. Biaya IT dan Business Performance
Menurut Van der Zee (2002, p48), dimensi
penilaian kedua adalah hubungan antara biaya IT dan
kinerja bisnis. Kinerja bisnis dapat diukur dengan
menggunakan indikator kinerja non-finansial, sebagai
pengganti dan dalam kombinasi dengan pengukuran
kinerja finansial.
Indikator kinerja non-finansial selalu digunakan
dalam sebuah organisasi, kebanyakan untuk kontrol
internal. Untuk mengkaitkan biaya IT dengan perbaikan
dalam kinerja bisnis, fokus terhadap hasil aktivitas
organisasi dalam pasar sangat diperlukan, sehingga
ukuran berorientasi eksternal dari kinerja bisnis
dibutuhkan. Jumlah konsumen yang dilayani akan
menjadi contoh ukuran berorientasi eksternal untuk
mengindikasi ukuran bisnis. Output bisnis dapat diukur
dengan produk final yang dihasilkan dalam lingkungan
manufaktur, jumlah polis asuransi yang diterbitkan dan
jumlah klaim untuk sebuah perusahaan asuransi, dan lain
lain. Ukuran non-finansial diklasifikasikan ke dalam
26
organizational improvement, organizational learning,
product design improvement, production planning dan
evaluation.
Menurut Van der Zee (2002, p70), untuk
mengembangkan hubungan antara IT costs dengan
indikator non-financial business performance, konsep the
Balance Scorecard akan diterapkan. Konsep ini telah
dikenal selama beberapa tahun terakhir, terutama
disebabkan karena tingkat kepraktisannya. Kaplan dan
Norton merancang konsep the Balance Scorecard sebagai
suatu kumpulan ukuran untuk memberikan pihak
manajemen tingkat atas pandangan yang cepat dan
komprehensif mengenai bisnisnya. The Balance
Scorecard memiliki financial measures yang
menunjukkan hasil yang telah dicapai. Financial
measures sendiri dikatakan merupakan indikator yang
difokuskan di pembahasan sebelumnya. The Balance
Scorecard melengkapi financial measures dengan
operational measures pada kepuasan pelanggan, proses
internal, dan inovasi dan aktivitas peningkatan, yang
memicu peningkatan financial di masa mendatang.
27
2.2.1.3.3. Biaya IT dan Strategic Performance
Menurut Van der Zee (2002, p48), dimensi ketiga
pengukuran nilai bisnis IT adalah mengkaitkan biaya IT
dengan strategic performance dalam organisasi. Financial
performance dapat diukur dengan seberapa jauh sebuah
organisasi menyadari critical success factor – yang
merupakan aktivitas paling kritis dalam sebuah organisasi
yang paling berkontribusi dalam kesuksesan organisasi.
Sangat mungkin untuk menentukan apakah nilai IT yang
paling baik diperoleh dari mengkaitkan pemakaian IT
dengan critical success factor ini. Dengan kata lain,
tingkatan dari “kesesuaian IT strategic” dapat
diungkapkan dengan menentukan apakah biaya IT telah
disesuaikan dengan strategi bisnis dan didistribusikan
pada critical success factor. Pendekatan ini berdasarkan
pada gagasan bahwa biaya IT harus difokuskan pada area
yang memberikan dampak terbesar: area paling penting
dalam bisnis organisasi.
2.2.1.4. Mengukur Effectiveness of IT
Menurut Van der Zee (2002, p49), tingkat berikutnya
dalam kerangka BTripleE menentukan nilai IT yang diukur
melalui kontribusi IT terhadap peningkatan kinerja proses bisnis,
28
kegiatan dan karyawan. Berjuang mengoptimalkan efektifitas IT
menjadi semakin penting karena ketergantungan pertumbuhan IT
dan karena IT semakin terjalin ke dalam setiap aspek bisnis.
Terdapat sembilan faktor efektivitas dari IT yang
memiliki potensi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi
dari pelaksanaan proses bisnis dan aktivitas bisnis yang terdiri
dari :
1. Automational : mengeliminasi tenga kerja dari proses
2. Informational : mengirimkan informasi kepada pelanggan
sebagai layanan atau produk, dan memperoleh informasi dari
proses untuk tujuan manajemen
3. Sequential : mengubah urutan proses atau memungkinkan
pararelisme
4. Tracking : memonitor status dari proses dan objek
5. Analytical : meningkatkan analisis dari informasi dan
pengambilan keputusan
6. Geographical : mengkoordinasi proses yang terpisah jarak
7. Integrative : mengkoordinasikan antara tugas dan proses
8. Intellectual : menyimpan serta mendistribusikan aset
intelektual
9. Disintermediating : mengeliminasi birokrasi dari proses
dalam proses penyampaian informasi
29
Ada tiga dimensi yang harus diperhitungkan ketika
menentukan efektifitas IT. Dimensi ini berasal dari sasaran dan
kebutuhan produk bisnis, jasa, proses dan aktivitas bisnis serta
pengguna IT, tetapi juga dari sasaran fungsi penyediaan IT dalam
kaitannya dengan berbagai jenis IT.
Pengukuran efektifitas IT berkaitan dengan:
• Mendukung dan memungkinkan produk bisnis, jasa,
proses dan aktivitas, dan ketersediaannya pada karyawan
perusahaan.
• Efektifitas dirasakan oleh orang yang menggunakannya.
• Aspek teknis yang berasal dari arsitektur dan kebutuhan
infrastruktur di ekspresikan oleh fungsi penyediaan IT.
Ukuran pertama untuk menentukan efektifitas IT adalah
sejauh mana kemampuan IT mendukung pelaksanaan yang
efektif dan efisien dari proses bisnis dan kegiatan bisnis. Ukuran
kedua, pengguna (baik pelanggan, pemasok, atau karyawan)
harus puas dengan konteks dan konten IT menjadi efektif, yang
diukur dengan kemudahan dalam menggunakan, aksesbilitas,
fleksibilitas, kehandalan, dan keamanan. Mengukur kepuasan
pengguna dengan kemampuan IT yang tersedia adalah cara untuk
mengukur kebutuhan mereka dan kebutuhan IT yang efektif, pada
saat yang sama kebutuhan akan pembelajaran, pelatihan, dan
30
pembinaan bagi pengguna untuk menggunakan IT yang ada.
Kepuasan pengguna sangat penting karena hambatan yang paling
umum untuk efektifitas IT adalah orang, budaya, bukan
kompleksitas IT itu sendiri. Akibatnya, pengukuran efektifitas IT
dalam kaitannya dengan kebutuhan user harus dilakukan dengan
membangun dan memelihara tingkat kepuasan pengguna dan
efektifitas karyawan. Pada akhirnya, pengguna (pelanggan,
pemasok atau karyawan) yang menentukan apakah IT
mendukung kebutuhannya, peranan, dan kegiatan bisnisnya
secara efektif. IT Effectiveness criteria dari perspektif user terdiri
atas :
1. Reliability of IT Applications
Merupakan derajat ketersediaan aplikasi IT apabila
diperlukan, output yang dihasilkan sesuai dengan jadwal, dan
masalah yang timbul dapat diatasi dengan cepat
2. Reliability of Information
Merupakan tingkat ketepatan dan integritas data yang
dihasilkan oleh aplikasi IT, dan derajat dimana output dan
data yang diperoleh pada aplikasi memiliki kesesuaian
dengan aktual
3. Accessibility of Information
Tingkat kecepatan suatu informasi diperoleh dari aplikasi IT
31
4. Security of Information
Derajat dimana data yang tersimpan dalam aplikasi dapat
terlindung dari pihak yang tidak berwewenang
5. Ease of Use
Kemudahan dalam penggunaan aplikasi
Sedankan untuk ukuran ketiga yakni kebutuhan yang
berasal dari fungsi IT supply (pemeliharaan dan pengoperasian
aplikasi IT, kepatuhan terhadap standar arsitektur, dan lain lain)
adalah penting untuk dimasukkan dalam pengukuran efektifitas.
Meskipun mereka tidak memiliki dampak langsung dalam bisnis,
tetapi mereka penting untuk penyediaan layanan IT yang efektif
dan efisien serta pemeliharaan berkelanjutan. Secara tidak
langsung, mereka penting untuk memenuhi kebutuhan efektifitas
aplikasi IT dalam jangka panjang. Karena ketersediaan dan
pengiriman (berbasis IT) produk dan jasa, pelaksanaan
(perubahan) proses bisnis, pasokan IT untuk pengguna dan
individu aplikasi IT semua tergantung pada ketersediaan yang
stabil dan infrastruktur IT yang direncanakan secara menyeluruh.
Menurut Van der Zee (2002, p88), efektivitas IT dari IT
supply perspective muncul dari aktivitas yang terkait dengan
aspek operasional, aspek maintenance, begitu juga dengan
kebutuhan architectural secara keseluruhan.
32
2.2.1.5. Mengukur Effectiveness and Efficiency of IT Supply
2.2.1.5.1. Menetapkan Kinerja IT Supply
Berdasarkan kerangka kerja BtripleE, kinerja IT
supply dipertimbangkan dari dua elemen, yaitu efektifitas
dan efisiensi IT supply. Kedua aspek ini telah
didefinisikan sebelumnya dan berkaitan dengan sejauh
mana tujuan yang telah ditetapkan atau standar telah
terpenuhi. Perencanaan kegiatan IT supply tidak begitu
mudah, tetapi sangat dinamis. Pemicu dari banyak sisi
yang membangkitkan tindakan IT supply, memerlukan
adaptasi dan perubahan terus menerus. IT supply harus
selaras dan bertujuan untuk membangun keharmonisan
antara kegiatan IT, tujuan dan aktivitas perusahaan serta
proses bisnis, kegiatan dan karyawan perusahaan.
2.2.1.5.2. Mengukur Kinerja IT Supply
Menurut Van der Zee (2002, p54), pengukuran
kegiatan yang sulit untuk dievaluasi karena karakter tidak
berwujudnya harus diatasi denga membuat kegiatan
tersebut menjadi lebih nyata dan terukur. Hal ini dapat
dilakukan dengan menganalisis proses IT supply, faktor
pengaruhnya, seperti sumber daya, alur kerja dan kegiatan
kerja dalam strukturnya, ketergantungannya, parameter
33
utama seperti biaya, waktu, dan efektifitas. Analisis
tersebut meliputi evaluasi faktor-faktor utama yang
mempengaruhi tingkat efektifitas dan efisiensi IT supply
yang tercermin dalam gambar 2.7.
Gambar 2.5 Faktor Efektifitas dan Efisiensi IT Supply
Sumber: Van der Zee (2002, p54)
Pada gambar tersebut menggambarkan inti pusat
dari model yang terdiri dari proses IT supply, dijalankan
untuk produk dan jasa secara efektif dan efisien. Panah di
atas menggambarkan saluran distribusi ke pelanggan:
penyelarasan bisnis dan antarmuka pelanggan di antara
proses pengiriman IT dan pengguna IT. Antarmuka ini
mungkin terdiri dari, misalnya, antarmuka elektronik
34
(help screen, electronic bulletin board, dan lain lain),
antarmuka manusia (help desks, account management)
dan antarmuka prosedural (Service Level Aggrements,
jadwal produksi, dan lain lain). Untuk proses kerja yang
baik, sumber daya yang tepat harus ditempatkan untuk
mengeksekusi proses tersebut. Jenis pertama sumber daya
adalah orang, termasuk pengalama yang relevan,
pengetahuan, dan keterampilan. Kemampuan dan kinerja
mereka harus dinilai serta karakteristik organisasi seperti
struktur dan budaya, yang menyediakan kontekstual
motivasi bagi mereka untuk melakukan proses IT supply
dengan baik. Orang yang efektif dan efisien akan
menggunakan metode, teknik, peralatan dan sistem (office
automation systems, workflow systems, dan lain lain) yang
sesuai dengan kebutuhan pekerjaan yang dilakukan. Jenis
kedua dari sumber daya terdiri dari teknologi, fasilitas,
informasi, expert support, dan lain lain yang dalam model
pada gambar 2.7 diberi label sebagai IT supply
infrastructure. Dampaknya besar terhadap keseluruhan
efektifitas dan efisiensi proses IT supply dan harus
dimasukkan dalam setiap penilaian kinerja yang kredibel.
Manajemen kontrol seperti prinsip-prinsip, prosedur,
pedoman, kinerja ukuran dimasukkan ke dalam tempat
35
dimana untuk menjalankan IT supply sebagai profesional
bisnis. Ini berarti bahwa kegiatan IT supply direncanakan,
dilaksanakan dalam cara yang terkontrol dan dilacak dan
diverifikasi sampai selesai. Salah satu cara khusus untuk
mengukur kegiatan IT supply adalah pelacakan biaya
terkait dengan IT supply. Bahkan uang adalah jenis ketiga
sumber daya yang penting untuk dipertimbangkan,
sehingga struktur biaya IT supply harus dinilai juga. Biaya
struktur IT supply harus dikonsolidasikan ke dalam
laporan keuangan seperti neraca dan pernyataan laba rugi,
seperti yang dilakukan dalam setiap aspek lain dari bisnis.
2.2.1.5.3. Ruang Lingkup dan Tugas IT Supply
Menurut Van der Zee (2002, p55), masalah seperti
perbedaan dalam lingkup tugas dan tanggung jawab
sebagai konsekuensi dari perbedaan antara perusahaan
dapat diatasi dengan terlebih dahulu mengevaluasi
struktur organisasi IT supply dan kemudian mengambil
gambaran proses daripada perspektif fungsional. Salah
satu aspek penting dari efektifitas dan efisiensi IT supply
adalah pertanyaan tentang bagaimana IT supply harus
diatur. Karena peran IT telah berubah dalam organisasi
dari alat pendukung untuk transaksi proses internal
36
sampai kepada alat pendukung strategi, fungsi tradisional
IT supply sering tidak lagi memadai. Teori organisasi
telah menunjukkan bahwa struktur IT supply dipengaruhi
oleh lingkungan eksternal organisasi dan strategi.
2.2.1.5.4. Proses Gambaran IT Supply
Menurut Van der Zee (2002, p57), karena tidak
ada struktur organisasi tunggal untuk IT supply dan
dukungan aktivitas yang berlaku di setiap situasi, maka
hal yang paling tepat adalah membahas efektifitas dan
efisiensi IT supply dan proses pendukung yang berbeda,
terlepas dari bagaimana mereka diorganisir. Proses bisnis
seringkali dimodelkan pada value chain Porter. Berfokus
pada kunci primer proses IT supply, dan hanya dengan
sedikit mengutip dari konsepnya, value chain Porter dapat
diterjemahkan ke proses IT supply sebagai berikut:
Tabel 2.1 Proses IT Supply dalam Value Chain Porter
Value Chain Porter
Proses IT Supply
Inbound Logistics Development of IT Applications Operations Operation of IT Outbound Logistics Communications Management Marketing & Sales Account Management Service Client Support
Sumber: Van der Zee (2002, p57)
37
Karena Operation of IT dan Communications
Management adalah kegiatan yang serupa dan terpasang
secara erat (keduanya merupakan aktivitas berulang dan
terus menerus yang bertujuan pada aset infrastruktur yang
efektif dan efisien serta pada service management), hanya
satu scorecard yang akan dikembangkan di bawah label
IT infrastructure management. Sehingga untuk lima
proses tersebut ada lima scorecard yang meliputi ukuran
kinerja untuk setiap proses, yaitu:
• IT Supply Management, sering disebut
Management of the IT organization.
• IT Development Management, sering disebut
System Development and System Maintenance.
Menurut Van der Zee (2002, p102), peran IT
development and maintenance dapat diketaui
melalui framework pada gambar 2.XXX berikut :
38
Gambar 2.XXX Roles of IT Development and
Maintenance Functions
Sumber: Van der Zee (2002, p101)
Jika peran utama terletak pada efficient delivery
and maintenance of large-scale IT applications,
mayoritas ukuran performa yang sesuai ditemukan
pada Scorecards internal perspective dan
customer perspective. Jika peran terletak pada
kuadran kanan atas, mayoritas ukuran yang sesuai
ditemukan pada Scorecards customer perspective
dan innovation and learning.
• IT Infrastructure Management, sering disebut
Data Center Management and Data
Communications Management.
39
• Account Management.
• Client Support, sering disebut dengan End-User
Computing Support and Help Desk.
Menurut Van der Zee (2002, p112), setiap proses
IT supply yang penting (IT infrastructure management,
IT development management, dan client support), telah
dikembangkan ke dalam ukuran Scorecards yang sesuai
tersebut. Jika IT Supply bergerak sebagai bisnis, dalam
hal ini jika kasus IT organization dikelola sebagai profit
center, Scorecards ini dapat dilengkapi dengan tambahan
dua Scorecards : satu untuk account management dan
satu lagi untuk management level IT supply (IT supply
management).
2.2.2 Oracle E-Business Suite 12
Menurut Passi dan Ajvaz (2010, p2), Oracle E-Business Suite
adalah sebuah paket perangkat lunak yang memungkinkan sebuah
organisasi untuk mengelola proses bisnis; dikenal juga dengan berbagai
nama seperti Oracle Enterprise Resource Planning (ERP), Oracle Apps,
Oracle Application, Oracle Financials, e-Biz dan EBS (E-Business
Suite). Oracle E-Business Suite adalah sebuah produk yang mencakupi
hampir semua alur bisnis yang digunakan pada sebagian besar organisasi.
40
Bisnis dapat mengimplementasi modul-modul sebanyak yang diperlukan
berdasarkan modular tetapi masih tetap terintegrasi dalam arsitektur E-
Business Suite. Hal ini memungkinkan kesatuan informasi yang tersedia
di seluruh organisasi; juga dapat mengurangi beban IT (Information
Technology) dan membantu menjalankan bisnis dengan lebih efisien.
Produk dalam E-Business Suite diorganisir ke dalam product
families. Beberapa kunci product families adalah sebagai berikut:
• Financials
• Procurement
• Customer Relationship Management (CRM)
• Project Management
• Supply Chain Planning and Management
• Discrete Manufacturing
• Process Manufacturing
• Order Management
• Human Resource Management System (HRMS)
• Application Technology
Dalam E-Business Suite, tiap product family biasanya terdiri dari
aplikasi individu. Misalnya beberapa aplikasi yang menyusun Oracle
Financials product family adalah General Ledger, Payables, Receivables,
Cash Management, iReceivables, iExpenses, dan lain lain.
41
2.2.3 Konsep Common Entities dan Common Data
ERP terkenal dengan konsep pemakaian single data model, yang
berarti dengan satu database dapat ditemukan definisi single dari
customer, supplier, karyawan, item inventori produk, dan semua aspek
penting dalam bisnis lainnya. Terbalik dengan ide single data model ini,
perusahaan-perusahaan cenderung membangun atau
mengimplementasikan aplikasi baru untuk memenuhi kebutuhan bisnis
mereka sementara perusahaan terus bertumbuh, berakhir dengan solusi
“point-to-point” diantara sistem-sistem karena aplikasi baru perlu
membagikan data yang telah ada dengan aplikasi lainnya di dalam
organisasi. Karena sistem berkembang seiring dengan bertumbuhnya
bisnis, maka jumlah interface diantara aplikasi yang berbeda juga akan
terus berkembang. Contohnya Human Resources – data yang
berhubungan dengan karyawan dapat disimpan dalam satu database,
sementara data keuangan disimpan pada sistem lain.
Perhatikan gambar 2.8 yang merepresentasikan sistem dimana
aplikasi ditambahkan setelah aplikasi lain karena bisnis berkembang, dan
sebagai hasilnya, end-to-end interfacing diantara aplikasi kelihatan tidak
dapat mudah dimengerti. Adalah memungkinkan untuk membuat
aplikasi seperti ini berkolaborasi agar terhubung dengan proses bisnis
yang berbeda; akan tetapi ketika terjadi perubahan pada satu aplikasi,
maka akan memberi efek pada komponen lain dalam sistem tersebut dan
biaya maintainance menjadi lebih mahal. Oracle E-Business Suite
42
mencoba untuk mengatasi isu ini dengan mengintegrasikan di seputar
single common data model. Ide dari model ini memungkinkan
perusahaan untuk menciptakan dan me-maintain single common business
definiton dari karyawan, pelajar, konsumen, supplier, produk, dan aspek
lain dalam bisnis maupun organisasi, sehingga semua pihak dalam
organisasi mempunyai akses ke common data yang dibagi dengan
aplikasi yang berbeda. Semua aplikasi berkolaborasi dengan satu sama
lain, membagi informasi yang sama, dan dapat dijalankan dalam satu
instalasi single database secara global. Oracle E-Business Suite didesain
sebagai serangkaian aplikasi preintegrated, tetapi organisasi dan bisnis
dapat secara bebas mengimplementasi single application, multiple
application atau seluruh aplikasi dalam Oracle E-Business Suite.
Pendekatan modular adalah kunci integrasi yang memungkinkan untuk
mengintegrasikan dengan aplikasi yang telah ada.
43
Other Application
Custom InventoryApplication Best of Breed Purchasing
Application
MainframeItem Master List
Oracle ApplicationFinancials
Point of Sales
Gambar 2.6 Fragmented point-to-point interface model
Sumber: Passi dan Ajvaz (2010, p11)
Perhatikan gambar 2.9, dimana common data merepresentasikan
entitas yang reusable yang di-share oleh aplikasi lain. contohnya,
supplier yang didefinisikan dalam Oracle Payable di-share di antara
aplikasi Payables, Assets, dan Purchasing. Sama halnya dengan item
yang didefinisikan dalam Oracle Inventory di-share oleh Purchasing,
Order Management, dan Receivable.
44
Gambar 2.7 Shared Data Model
Sumber : Passi dan Ajvaz (2010, p12)
2.2.4 Oracle Manufacturing
Menurut Gerald et al. (2004, p8) tujuan utama proses manufaktur adalah
mengambil input (5M – manpower, material, machines, measurement,
dan methods) dan memproduksi produk sebagai output-nya. Untuk
mencapai ini, perusahaan harus memilih proses manufakturnya di antara:
Project Manufacturing, Discrete Manufacturing, Repetitive
Manufacturing, Flow Manufacturing dan Process Manufacturing.
Perusahaan tidak perlu memilih satu jenis proses dan bergelut di
dalamnya, tetapi dapat mencampurkan satu atau lebih proses ini
tergantung dengan produk yang dihasilkan dan pasar.
45
• Discrete Manufacturing
Discrete manufacturing digunakan untuk assemblies yang dibuat
pada discrete batches dan untuk melacak aktivitas seperti rework,
upgrade, pembongkaran, pemeliharaan, pengembangan prototipe,
dan lain lain. Biasanya menggunakan sebuah layout proses
dimana memindahkan produk dalam batch antara operasi ke
berbagai toko/departemen untuk melaksanakan pekerjaan dalam
perusahaan.
• Repetitive Manufacturing
Proses manufaktur ini digunakan ketika memproduksi assemblies
pada basis berkelanjutan atau semi-berkelanjutan dalam interval
yang ditentukan.
• Flow Manufacturing
Digunakan ketika membangun sistem manufaktur yang
mempunyai responsif yang tinggi. Dalam pendekatan ini,
produksi diselaraskan dengan permintaan konsumen.
• Project Manufacturing
Oracle Project Manufacturing bersama dengan Oracle Project
Accounting digunakan untuk mengatur lingkungan seperti
manufaktur aircraft atau pembangunan kapal.
• Process Manufacturing
46
Digunakan untuk mengatur lingkungan manufaktur seperti
chemicals dan beverages.
2.2.5 Work in Process
Menurut Gerald et al. (2004, p15) Oracle Work in Process (WIP)
me-record aktivitas produksi aktual. Oracle WIP memungkinkan
melaporkan produksi berdasarkan discrete jobs atau repetitive schedules,
atau dengan menggunakan work orderless completion transaction.
Discrete jobs dalam WIP (disebut juga work orders, production orders,
atau shop orders) merepresentasikan produksi dengan kuantitas tertentu
dari item tertentu, dan diselesaikan dengan tanggal tertentu. Discrete jobs
dapat di-generate dengan perencanaan produk, atau dibuat secara manual.
Discrete jobs mendefinisikan sebuah item yang akan diproduksi dan
memiliki kuantitias tetap, tanggal mulai, dan tanggal selesai. Aktivitas
dengan discrete jobs menggunakan job number yang unik. Repetitive
schedules memodelkan produksi satu item dengan jumlah besar.
Repetitive schedules mereprensentasikan angka produksi selama satu
waktu periode. Repetitive schedules mempunyai empat jenis tanggal
penting, yaitu start dan completion date dan waktu untuk unit pertama
diproduksi pada jadwal, dan start dan completion date pada unit terakhir.
47
2.2.6 Bill of Material
Menurut Gerald et al. (2004, p13) bill of material adalah sebuah
daftar terstruktur dari bagian-bagian yang diperlukan untuk membuat
sebuah produk. Sebuah bill of material mengidentifikasi komponen atau
anak bagian dan kuantitas per unit dari sebuah assembly. Bill of material
juga menspesifikasikan faktor hasil untuk tiap komponen. Termasuk
sebuah tautan opsional untuk operasi routing dimana komponen
dikonsumsi, dan WIP Supply Type untuk tiap komponen,
mengindikasikan bagaimana material disuplai pada WIP, misalnya
apakah material secara eksplisit di-issued atau back-flushed pada point of
use. Karakteristik ini mempengaruhi pemrosesan jobs atau repetitive
schedules dalam Work in Process dan berpengaruh pada proses
perencanaan.
2.2.7 Routing
Menurut Swamidass (2000, p552), routing adalah urutan
(sequence) dari operasi yang diperlukan untuk menyelesaikan satu job.
Routing terdapat tiga level yaitu level pertama adalah menjadwalkan
material handling system dan rute bagian-bagian diantara cells. Level
kedua adalah menjadwalkan material handling device dalam tiap cell dan
rute dari bagian antara mesin dalam cell. Level terakhir adalah
mengurutkan bagian pada tiap mesin dan menentukan tool perubahaan
sequence.
48
2.2.8 Discrete Job
Menurut Gerald et al. (2004, p15), discrete jobs mendefinisikan
sebuah item yang akan diproduksi dan memiliki kuantitias tetap, tanggal
mulai, dan tanggal selesai. Aktivitas dengan discrete jobs menggunakan
job number yang unik. Discrete jobs dalam WIP (disebut juga work
orders, production orders, atau shop orders) merepresentasikan
produksi dengan kuantitas tertentu dari item tertentu, dan diselesaikan
dengan tanggal tertentu. Discrete jobs dapat di-generate dengan
perencanaan produk, atau dibuat secara manual.
2.2.9 Non Standard Job
Menurut Gerald et al. (2004, p588), non-standard job digunakan
untuk aktivitas produksi yang tidak lazim seperti rework, produksi
prototipe, atau operasi pemeliharaan sedeharna. Non-standard job dapat
dibuat dengan form Discrete Jobs dimana menspesifikasi tipe job dengan
Non-Standard dan menentukan Class Accounting yang sesuai untuk
membedakan non-standard job sebagai asset atau class pengeluaran
biaya. Non-standard job berbeda dengan standard job dimana non-
standard job tidak memiliki bill of material atau routing yang dapat
dipilih secara otomatis karena non-standard job menekankan hal
fleksibilitas.
49
2.2.10 Outside Processing
Menurut Saperstein (2006, p297), Oracle Manufacturing
memungkinkan perusahaan untuk mempunyai komponen atau sumber
daya dari supplier-sourced dalam proses manufaktur. Fitur di dalamnya
meliputi:
• Menggunakan kemampuan supplier dalam proses manufaktur
untuk membantu mengurangi biaya manufaktur dan
meningkatkan kualitas produksi.
• Menggunakan kapasitas supplier untuk meningkatkan kapasitas
produksi secara keseluruhan.
Berikut proses alur outside processing dalam gambar 2.10.
Gambar 2.8 Alur Proses Outside Processing
Sumber : Saperstein (2006, p604)
50
2.2.11 Move Order
Menurut Gerald et al. (2004, p490), move order adalah sebuah
mekanisme untuk melakukan permintaan, pengadaan, dan transfer
material dalam sebuah perusahaan. Move order juga memungkinkan
perusahaan untuk melacak perpindahan material di dalam satu organisasi.
Move order memungkinkan manajer atau perencana material untuk
melakukan permintaan dan memiliki hak dalam hal memindahkan
material di dalam sebuah gudang untuk tujuan seperti pengembalian
material, penerimaan material, dan pengambilan material. Sebuah
organisasi dapat men-generate move order secara manual ataupun
otomatis.
2.2.12 Move Transaction
Menurut Gerald et al. (2004, p603), move transaction adalah
kegiatan yang digunakan untuk mencatat pemindahan material di dalam
operasi dalam routing job atau repetitive schedule. Untuk melakukan
move transaction, user harus mengidentifikasikan job atau schedule yang
diinginkan. Memilih tipe transaksi terhadap perpindahan material, dan
menidentifikasikan operasi “from” atau “to” dan langkah “step” untuk
perpindahannya. Step yang digunakan adalah Queue, Run dan To Move.
Sistem akan selalu menggunakan langkah Queue pada operasi pertama
routing dan langkah To Move untuk langkah terakhir, langkah lainnya
bersifat optional.
51
• Queue
Merupakan kuantitas dimana produksi menunggu untuk
dijalankan.
• Run
Merupakan representasi kuantitas dimana produksi telah
dijalankan.
• To Move
Langkah ini mengindikasikan kuantitas yang berhasil
diselesaikan dan siap untuk dipindahkan ke operasi selanjutnya
atau kuantitas pada akhir job siap untuk dipindahkan sebagai stok.
2.2.13 Completion Transaction
Menurut Saperstein (2006, p103), competion transaction
termasuk meng-update kuantitas produksi yang telah diselesaikan
(completed) dari sebuah job atau repetitive schedule, mengidentifikasi
komponen dari item dan kuantitas to be backflushed, dan memindahkan
reservasi dari assembly order akhir untuk menyesuaikan sales order
lines dan deliveries.
2.2.14 Scrap
Menurut Gerald et al. (2004, p615), scarp adalah produk cacat
atau gagal selama pemrosesan produksi yang benar-benar tidak dapat
52
dilakukan pengerjaan ulang (rework atau repair). Ketika ada produk
yang salah diproduksikan, produk akan dilakukan proses pembuangan,
user dapat melakukan pemrosesan assembly untuk scrap dengan
memindahkannya kepada langkah operasi internal scrap pada setiap
operasi dalam routing, atau user dapat menyelesaikan kuantitas ke dalam
inventory dan menggunakan transaksi miscellaneous issue untuk
melakukan scrapping pada waktu berikutnya. Transaksi scrap akan
mengurangi inventory pada biaya standard (atau rata-rata) dan
menambahkan pada account scrap.
2.2.15 Rework Out Rework In
Menurut Gerald (2004, p612), rework dapat mengindikasikan
bahwa kuantitas tidak memenuhi standar kualitas. Pada proses
manufaktur, ada banyak hal yang dikerjakan terjadi kesalahan proses
produksi. Dan kesalahan produksi dapat diperbaiki atau dikerjakan ulang
dengan melakukan rework untuk produk yang cacat tersebut. Produk
yang cacat tetapi masih ada kemungkinan dapat diperbaiki disebut juga
defect. Produk defect dilakukan pengerjaan ulang dengan proses rework
out yaitu suatu proses di mana suatu material dipisahkan dan dirobak kembali
karena material rusak. Sedangkan rework in adalah suatu proses di mana
material yang telah dilakukan rework out akan muncul sehingga
menambah stok hasil rework out tersebut.
53
2.2.16 Inventory
Menurut Gerald (2004, p39), sebuah organisasi mendefinisikan
inventory dengan memasukkan klasifikasi inventory organization.
Pengelompokan ini membutuhkan perusahaan untuk mendefinisikan
parameter yang bervariasi yang berdampak pada fungsi lain pada
perusahaan seperti: Accounting, Costing, Material Management,
Engineering, dan Manufacturing. Inventory organization dibagi menjadi
bagian-bagian yang lebih ke kecil yang dinamakan subinventory.
Subinventory merepresentasikan sebuah subdivisi dari sebuah inventory
organization. Sebuah perusahaan dapat menggunakan subinventory untuk
melacak material-material dalam sebuah line production atau
manufacture consumtion. Dalam subinventory dapat mendefinisikan
beberapa atribut item pada level subinventory tersebut. Di dalam
subinventory terdapat locator-locator. Locator merepresentasikan lokasi
fisikal terkecil dalam Oracle Application yang memungkinkan
perusahaan untuk melakukan perhitungan stok dan melacak material-
material yang dikonsumsi oleh perusahaan sebagai bahan baku. Jadi
tingkat level terakhir dalam struktur enterprise inventory adalah locator.
Locator merepresentasikan sebagai sebuah lokasi fisikal dalam sebuah
subinventory.
54
2.2.17 Lots
Menurut Gerald et al. (2004, p493), lots memrepresentasikan
sebagai sebuah kelompok item on-hand yang secara umum memiliki
karakter yang sama.
Menurut Swamidass (2000, p381), lot size mengacu pada
kuantitas yang di-order atau diproduksi. Lot size bermacam-macam
sesuai dengan tipe proses manufaktur yang digunakan. Dalam job shop,
lot size cenderung lebih kecil ukurannya, sedangkan pada line production,
lot size lebih besar.
2.2.18 Pull System vs Push System
Menurut Swamidass (2000, p595), dalam push production system,
bahan baku dan parts didorong (pushed) melalui sistem produksi, dan
produk jadi distok untuk memenuhi permintaan yang telah diprediksikan.
Bahkan ketika produksi terjadi dalam respon terhadap sebuah order,
order tersebut memicu sebuah pengeluaran dari raw stock, yang
kemudian di-pushed melalui sistem produksi. Sedangkan dalam pull
production system, produk yang dihasilkan dalam respon terhadap
permintaan tertentu. Pull production system dikenal juga sebagai sistem
Just in Time (JIT) atau sistem Kanban. Pull production system dikontrol
dengan menggunakan Kanban. Kanban digunakan untuk signal pulling
action dari satu workstation ke workstation lain.
55
2.2.19 Personalization
Oracle telah memperkenalkan sebuah mekanisme dimana
merevolusi cara form-form dapat dikostumisasi untuk memenuhi
kebutuhan konsumen. Menurut Goud (2005, p1) kebanyakan konsumen
ingin memodifikasi tampilan form. Mereka ingin mengubah label pada
form fields, menyembunyikan fields, menyembunyikan buttons,
mengembangkan custom logic, dan lain lain. adapun motif untuk
melakukan modifikasi pada form Oracle adalah:
• Adanya field yang tidak terpakai.
• Menyesuaikan kebutuhan spesifik bisnis dari konsumen.
• Menyesuaikan bahasa yang digunakan konsumen.
Oracle menyediakan sebuah user interface “Personalization
form” yang digunakan untuk mendefinisikan personalization rules.
Personalization rules ini membangun custom actions untuk dijalankan
oleh form selama runtime. Action meliputi mengubah prompts,
memunculkan message atau menghindarkan konsumen melakukan suatu
transaksi, dan lain lain.
56
Menurut Passi dan Ajvaz (2010, p142) seorang developer harus
mempertanyakan pertanyaan berikut ketika memperluas fungsionalitas
suatu form:
• Form to be personalized, yaitu form mana yang harus dilakukan
personalisasi.
• Form function, form tersebut yang dipersonalisasi mungkin dapat
diakses melalui menu yang berbeda, dengan tiap-tiap menu item
dilampirkan pada form function yang berbeda. Akankah
personalisasi dapat diterapkan untuk semua form function pada
form tersebut? Apakah personalisasi diterapkan untuk
serangkaian responsibilites atau sekumpulan user saja?
• Events, yaitu event mana yang harus di-capture untuk
personalisasi?
• Conditions, haruskah personalisasi ini dapat diterapkan dengan
kondisi tertentu?
• Actions, action apa yang harus dilakukan pada form tersebut?
Untuk mengakses form Personalization, pertama-tama membuka
form yang ingin dilakukan personalisasi, misalnya “Move Order”.
Kemudian klik Help > Diagnostics > Custom Code > Personalize
57
Di dalam form Personalization, terdapat empat seksi, yaitu:
• Rules
Rules mengatur kebutuhan personalisasi untuk
diimplementasikan ke dalam form. Tiap rule berisi
sequence number dan deskripsinya. Rule dapat diaktifkan
atau dideaktifkan dengan menggunakan Enabled
checkbox. Rule dapat juga dihapus ketika tidak lagi
dibutuhkan.
• Conditions
Conditions menentukan kejadian/peristiwa dari Rule
untuk dieksekusi. Tiap Condition berisi tiga seksi seperti
Trigger Event, Trigger Object, dan Condition.
• Trigger Event menspesifikasikan kemunculan
dimana rule harus dijalankan.
• Trigger Object adalah objek dalam form untuk
memutuskan pada level apa rule harus dijalankan.
• Condition adalah pernyataan SQL untuk
mengontrol eksekusi rule ketika kriteria yang
disebutkan telah dipenuhi.
Misalnya:
Trigger Event = WHEN-NEW-ITEM-INSTANCE
Trigger Object = ORDER_NUMBER
58
Condition = where user <> ‘SYSTEM’
• Context
Context mengatur kepada siapa personalisasi harus
diterapkan. Hal ini persis dengan konsep menggunakan
profile options dalam Oracle Applications. Beberapa level
dalam context adalah Site, Responsibility, Industry dan
User. Selama runtime, nilai yang disediakan dalam
context dievaluasi dan rule personalisasi akan diterapkan.
Penggunaan context sangat vital dalam menerapkan
personalisasi untuk menghindari user mengakses form
yang tidak sesuai. Contoh:
Context = Responsibility
Value = Plan to Produce User
• Actions
Actions menentukan operasi yang tepat untuk dilakukan
ketika conditions dan context bernilai true selama runtime.
Biasanya tiap-tiap rule harus diasosiasikan paling sedikit
dengan satu action. Beberapa tipe dari actions adalah:
Property
Property digunakan untuk mengatur properti dari
objek. Beberapa objek termasuk Item, Window,
59
dan Block, dan lain lain. Nama objek didefinisikan
dalam form harus dimasukkan setelah memilih
tipe objek. Contoh:
Object Type = “Item”
Target Object = “:ORDER.ORDER_NUMBER”
Property Name = “PROMPT_TEXT”
Value = “Claim Number”
Value diinterpretasikan pada saat runtime,
sehingga dapat juga menggunakan fungsi SQL dan
operator. Beberapa value yang dimulai dengan
operator “=” akan diinterpretasikan pada saat
runtime, yang lainnya akan diperlakukan seperti
yang dientri dalam value field. Misalnya: Value =
‘Welcome to the Oracle Apps Mr.’ || user
Message
Message digunakan untuk menampilkan pesan
selama runtime. Message Type dan Description
harus diisi setelah memilih action type sebagai
“Message”. Tipe Message yang tersedia adalah
Error, Warning, Hint, Question dan Debug.
Tergantung pada respon yang diinginkan dari user,
tipe pesan yang sesuai dapat dipilih. Contoh:
Message Type = “Hint”
60
Message Text = “ Please fill the field with
numeric”
Builtin
Digunakan untuk menjalankan form dan AOL API.
Tergantung dengan tipe API yang dipilih,
parameter dapat diisi. Contoh:
Builtin Type = FND_UTILITIES.OPEN_URL
Argument = http://www.oracle.com
Special
Digunakan untuk mengaktifkan menu spesial yang
tersedia pada menu Tools. Oracle Applications
menyediakan 45 menu spesial di bawah menu
Tools dimana dapat digunakan oleh konsumen
berdasarkan kebutuhannya. Contoh:
Menu Entry = SPECIAL15
Menu Label = Header Information
Enabled in Block(s) = ORDER
Icon Name = Flower.ico
61
2.3. Kerangka Pikir
Gambar 2.9 Kerangka Pikir IT Valuation
I
N
P
U
T
Sistem Oracle E-Business
Suite
P
R
O
S
E
S
Effectiveness of IT
Business Value of IT
Strukur Organisasi &
Job Description
Business Process
Effectiveness & Efficiency of IT Supply
OUTPUT
Recommendation
IT VALUE
Rekomendasi Usulan Pengembangan