8

Click here to load reader

128-222-1-PB

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal

Citation preview

  • Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem

    Vol. 1 No. 3, Oktober 2013, 186-193

    186

    Perbandingan Efektivitas Tepung Biji Kelor Ramadhani S, dkk

    Perbandingan Efektivitas Tepung Biji Kelor (Moringa oleifera

    Lamk), Poly Aluminium Chloride (PAC), dan Tawas sebagai

    Koagulan untuk Air Jernih

    Syahru Ramadhani, Alexander Tunggul Sutanhaji, dan Bambang Rahadi Widiatmono

    Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya

    Jl. Veteran, Malang 65145

    ABSTRAK

    Tujuan penelitian adalah membandingkan efektivitas koagulan tepung biji kelor, Poly

    Aluminium Chloride (PAC), dan tawas dalam menjernihkan air. Rancangan percobaan yang

    digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal yang terdiri dari

    empat perlakuan yaitu; penambahan tepung biji kelor 500 mg/L air sampel, PAC 250 mg/L air

    sampel, tawas 20 mg/L air sampel, dan sampel tanpa koagulan (kontrol). Masing-masing

    perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Analisa keragaman hasil akan dilakukan dengan uji

    statistik, dilanjutkan dengan uji BNT untuk melihat perbedaan antar perlakuan. Air baku

    diperoleh dari air sungai Brantas di daerah Oro-Oro Dowo Malang. Air sampel dimasukkan ke

    dalam tiga buah beaker glass masing-masing sebanyak satu liter. Koagulan ditambahkan

    kemudian diaduk dengan alat Jar Test dan diendapkan. Parameter yang diuji adalah tingkat

    turbiditas (kekeruhan), warna, dan TSS (Total Suspended Solid). Hasil penelitian menunjukkan

    tepung biji kelor mampu menurunkan turbiditas sebesar 95.39%, kadar warna sebesar 75.07%,

    dan menyebabkan kenaikan TSS sebesar 170.270 %. PAC mampu menurunkan turbiditas

    sebesar 99.95%, kadar warna sebesar 91.73%, dan TSS sebesar 55.528%. Tawas mampu

    menurunkan turbuditas sebesar 93.44%, kadar warna sebesar 87.55%, dan TSS sebesar 93.366

    %. Jenis koagulan yang paling efektif dalam menjernihkan air adalah PAC.

    Kata Kunci: Tepung Biji Kelor, Air Sungai, Koagulasi, Flokulasi

    Effectiveness Comparison of Moringa Seed Flour (Moringa

    oleifera lamk), Poly Aluminium Chloride (PAC), and Alum as

    Coagulant for Clear Water

    ABSTRACT

    The research objective was to compare the effectiveness of Moringa oleifera seed flour

    coagulant, Poly Aluminium Chloride (PAC), and alum to purify water. Experimental design

    used was Completely Randomized Design (CRD) with a single factor consisting of four

    treatments namely the addition of Moringa oleifera seed flour 500 mg/L water sample, PAC 250

    mg/L water sample, alum 20 mg/L water sample, and the sample without coagulant (control).

    Each treatment was repeated three times. Analysis of the diversity of the results will be done by

    statistical tests, followed by LSD test to see the difference between treatments. Raw water

    obtained from the Brantas river water in the Oro-Oro Dowo Malang. The water sample is

    introduced into a beaker glass three each of 1 liter. Coagulant is added and then stirred with a

    Jar Test and deposited. The parameters tested were the level of turbidity, color, and TSS (Total

    Suspended Solid). The results showed moringa seed flour can reduce the turbidity of 95.39%,

    75.07% for the color levels, and cause an increase in TSS at 170.270%. PAC can reduce the

    turbidity of 99.95%, 91.73% for the color levels, and TSS at 55.528%. Alum can reduce

    turbuditas by 93.44%, 87.55% for the color levels, and TSS at 93.366%. The types of coagulant

    is most effective in purify water is PAC.

    Key Word: Moringa seed flour, River Water, Coagulation, Flocculation

  • Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem

    Vol. 1 No. 3, Oktober 2013, 186-193

    187

    Perbandingan Efektivitas Tepung Biji Kelor Ramadhani S, dkk

    PENDAHULUAN

    Pengadaan air bersih di Indonesia masih terpusat di daerah perkotaan, dan dikelola oleh

    Perusahan Daerah Air Minum (PDAM). Daerah yang belum mendapatkan pelayanan air bersih

    dari PDAM umumnya menggunakan air tanah (sumur), air sungai, air hujan, air sumber (mata

    air) dan lain-lain. Sehingga saat musim kemarau sering dijumpai bahwa kualitas air tanah

    maupun air sungai yang digunakan masyarakat tidak memenuhi syarat sebagai air minum yang

    sehat bahkan di beberapa tempat tidak layak untuk diminum karena keruh bercampur lumpur.

    air kotor dan tercemar merupakan penyebab penyakit-penyakit infeksi seperti; Typus

    abdominalis, Cholera, Diare dan Dysentri baciller. Walaupun bakteri penyebab penyakit

    infeksi dapat dibunuh dengan memasak air hingga mendidih, tetapi juga terdapat zat berbahaya

    terutama logam yang dapat menyebabkan keracunan, tidak dapat dihilangkan dengan cara ini.

    Koagulan selama ini diketahui sangat efektif menghilangkan residu terlarut pada air.

    Bakteri dan partikel-partikel logam berbahaya akan terperangkap ke dalam flok-flok yang

    terbentuk dan mengendap. Selama ini telah banyak dilakukan penelitian untuk menjernihkan air

    melalui berbagai jenis koagulan alternatif. Jenis koagulan yang sering digunakan di antaranya

    adalah; alum (tawas), kapur, Fero Sulfat (FeSO4), Polialuminium klorida (PAC), tepung biji

    kelor, serbuk sekam padi, dan lain-lain. Namun masyarakat dan para pelaku industri belum

    menyadari hal tersebut mengingat penggunaan dan penelitiannya di Indonesia belum cukup

    berkembang. Lagi pula paradigma masyarakat berpikir bahwa menggunakan bahan-bahan

    tersebut sangat menghabiskan waktu dan biaya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui

    besar pengaruh tiap jenis koagulan terhadap persentase penurunan turbiditas (kekeruhan), TSS

    (Total Suspended Solid), dan kadar warna di dalam air, dan membandingkan efektivitas

    koagulan tepung biji kelor, Poly Aluminium Chloride (PAC), dan tawas dalam menjernihkan air.

    Serbuk biji kelor (Moringa oleifera) mengandung berberapa sifat koagulan pada dosis

    tunggu 10 g/L dan di atas dosis tersebut, biji kelor memiliki efek yang sama dengan koagulan

    alum (tawas), hal ini merupakan salah satu manfaat serbuk biji kelor sebagai koagulan untuk

    penjernihan air minum (Postnote, 2002). Koagulan serbuk biji kelor memiliki keuntungan

    tambahan yaitu bersifat antimikroba. Mengingat fakta bahwa koagulan serbuk biji kelor dapat

    diproduksi secara lokal, penggunaannya dalam pemurnian air harus dikembangkan, hal ini dapat

    mengurangi biaya operasional dari sistem pengolahan air yang sudah ada saat ini (Amagloh dan

    Benang, 2009). PAC (Poly Aluminium Chloride) adalah suatu persenyawaan organik kompleks,

    ion hidroksil serta ion aluminium bertaraf klorinasi yang berlainan sebagai pembentuk

    polynuclear dan mempunyai bentuk umum: Alm(OH)nCl(3m-n) (Pararaja, 2008 dalam Rumapea,

    2009). Persenyawaan Aluminium Sulfat (Al2(SO4)3) atau sering disebut tawas adalah suatu jenis

    koagulan yang sangat populer secara luas digunakan, sudah dikenal bangsa Mesir pada awal

    tahun 2000 SM. Alum atau tawas sebagai penjernih air mulai diproduksi oleh pabrik pada awal

    abad 15. Alum atau tawas merupakan bahan koagulan, yang paling banyak digunkan karena

    bahan ini paling ekonomis (murah), mudah didapatkan di pasaran serta mudah penyimpanannya

    (Budi, 2006).

    BAHAN DAN METODE

    Bahan-bahan yang digunakan adalah; air baku dari sungai Brantas di daerah Oro-Oro

    Dowo Malang, tepung biji kelor, tepung PAC, dan serbuk tawas, reagen analisa turbiditas

    larutan Formazin 0.1 NTU, reagen analisa kadar warna seperti larutan Pt-Co 500 mg/L, 100 mL

    HCL pekat, dan Aquades. Peralatan yang digunakan untuk penelitian ini adalah; ayakan 100 dan

    200 mesh, peralatan koagulasi dan flokulasi skala laboratorium (Jar Test), pH meter, dan beaker

    glass, peralatan analisa turbiditas seperti Turbidimeter Hach Company 18900, dan pipet,

    peralatan analisa kadar warna seperti Spektrofotometer Shimadzu UV-1601 (UV-Visible),

    peralatan analisa TSS seperti timbangan analitik, oven, destikator, dan kertas saring jenis

    Whatman 42 dengan ukuran pori 0,45 m.

  • Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem

    Vol. 1 No. 3, Oktober 2013, 186-193

    188

    Perbandingan Efektivitas Tepung Biji Kelor Ramadhani S, dkk

    Rancangan disusun dengan faktor tunggal yang terdiri dari empat perlakuan yaitu;

    penambahan koagulan tepung biji kelor 500 mg/L air sampel, PAC 250 mg/L air sampel (250

    ppm), tawas 20 mg/L air sampel, dan sampel tanpa penambahan koagulan (kontrol). Masing-

    masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Pengulangan perlakuan tersebut akan

    menghasilkan 12 sampel. Percobaan akan menentukan apakah empat perlakuan yang berbeda

    membaca hasil yang berbeda pula pada analisa turbiditas, warna, dan TSS-nya.

    Tabel 1. Rancangan Data Pengamatan

    Air baku ditampung di dalam sebuah jerigen berkapasitas 20 L. Ukuran pertikel tepung biji

    kelor berkisar antara 53 74 m (200 mesh) dengan pH optimal antara 6 8. Kondisi biji harus diusahakan masih muda atau tua segar dan masih memiliki kulit ari, hal ini dikarenakan agar

    penggunaan tepung biji kelor mendapatkan hasil koagulasi yang maksimal. Sebanyak 250 mg/L

    tepung PAC disiapkan untuk dosis pakai sebesar 250 ppm. Koagulan memiliki pH optimal

    antara 6 7.6, sedangkan untuk serbuk koagulan tawas digunakan dosis pakai sebesar 20 mg/L air sampel dengan pH optimal koagulan berkisar antara 5.5 7.8. Air sampel dimasukkan ke dalam tiga buah beaker glass masing-masing sebanyak 1 liter. Sebanyak 500 mg tepung biji

    Perlakuan ( i ) Ulangan ( j )

    Total (Yi) Rata-Rata

    ) 1 2 3

    Kontrol (i1)

    Tepung Biji Kelor (i2)

    PAC (i3)

    Tawas (i4)

    i1j1 i2j1 i3j1 i4j1

    i1j2 i2j2

    i3j2 i4j2

    i1j3 i2j3 i3j3 i4j3

    Y1 Y2 Y3 Y4

    Y..

    PAC

    Analisa Turbiditas,

    Warna, dan TSS

    Tawas

    Tepung biji kelor

    Mulai

    Air baku

    koagulasi dan

    flokulasi

    Pengadukan

    Gambar 1. Prosedur Penelitian

    Selesai

    Perbandingan efektivitas jenis

    koagulan

    Analisa Turbiditas,

    Warna, dan TSS

  • Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem

    Vol. 1 No. 3, Oktober 2013, 186-193

    189

    Perbandingan Efektivitas Tepung Biji Kelor Ramadhani S, dkk

    kelor ditambahkan ke masing-masing beaker glass. Kemudian diaduk dengan alat Jar Test dan

    diendapkan. Air sampel selanjutnya siap dianalisa. Sebanyak 250 mg PAC ditambahkan ke

    masing-masing beaker glass yang berisi air sampel baru. Kemudian larutan diaduk dan

    diendapkan sebelum siap dianalisa, sedangkan sebanyak 20 mg tawas ditambahkan ke masing-

    masing beaker glass yang berisi air sampel baru. Kemudian larutan diaduk dan diendapkan

    sebelum siap dianalisa. Waktu pengadukan cepat (150 rpm) selama 5 menit diikuti dengan

    pengadukan lambat (30 rpm) selama 30 menit. Waktu pengendapan selama 5 jam. Alat

    turbidimeter dihubungkan dengan arus listrik dan dibiarkan kurang lebih 15 menit. Air sampel

    dimasukkan ke dalam kuvet dan diusahakan agar tidak terdapat gelembung udara. Kemudian

    kuvet dikeringkan dengan tisu. Turbiditas air sampel diukur dengan mengkalibrasikan alat

    terlebih dahulu menggunakan larutan induk Formazin 0.1 NTU dengan melihat angka pertama

    yang muncul. Selanjutnya dilakukan perlakuan yang sama pada air sampel yang lain. Analisa

    turbiditas ini dilakukan sebelum dan sesudah proses koagulasi oleh masing-masing koagulan.

    Metode yang digunakan untuk analisa kadar warna adalah metode spektrofotometri UV-

    Visible. Metode spektrofotometri UV-Visible merupakan gabungan antara metode

    spektrofotometri UV dan Visible. Sistem ini menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda,

    sumber cahaya UV dan sumber cahaya tampak (visible). Spektrofotometer adalah alat yang

    terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dengan spektrum

    dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang

    ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Prinsip kerja alat spektrofotometer adalah dengan sampel

    menyerap radiasi (pemancar) elektromagnetis yang pada panjang gelombang tertentu dapat

    terlihat. Larutan tembaga (Cu) misalnya berwarna biru karena larutan tersebut menyerap warna

    komplementer, yaitu kuning. Semakin banyak molekul tembaga per satuan volume, semakin

    banyak pula cahaya kuning yang diserap, dan semakin tua warna biru larutannya (Alaerts, 1987

    dalam Hakiki, 2010). Setelah proses koagulasi maka dilakukanlah analisa kadar warna pada

    sampel yang meliputi tahap-tahap sebagai berikut; Air sampel diletakkan pada kuvet

    spektrofotometer, lalu tentukan nilai absorbansi air sampel tersebut pada panjang gelombang

    355 nm. Tentukan nilai satuan warnanya dengan menggunakan kurva kalibrasi warna. Kurva

    kalibrasi warna dibuat dengan menggunakan larutan Pt-Co pada skala 2.5; 5; 10 dan 25.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Persentase penurunan tiap parameter uji dapat dihitung apabila diketahui terlebih dahulu

    karakteristik air sungai sebelum proses koagulasi. Karakteristik air sungai dihitung dengan

    metode pengukuran pada masing-masing parameter uji. Analisa karakteristik kimia dan fisika

    air sungai dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2. Karakteristik Kimia dan Fisika Air Sungai Brantas

    Parameter Nilai Batas Maksimum yang Diijinkan

    pH 7.820 7

    Turbiditas 18.430 NTU 5 NTU

    warna 17.200 Pt-Co 15 Pt-Co

    TSS 0.0114 mg/L 50 mg/L

    rasa tidak berasa tidak berasa

    bau berbau busuk tidak berbau

    Sebagian besar parameter pada Tabel 2 belum memenuhi persyaratan kualitas air

    minum. Derajat keasaman (pH) adalah parameter yang berpotensi menghambat proses

    koagulasi, tetapi nilai pH pada Tabel 2. sudah berada pada batas yang tidak akan dapat

    menghambat proses koagulasi yaitu sebesar 7.820. Tepung biji kelor dapat bekerja optimal pada

  • Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem

    Vol. 1 No. 3, Oktober 2013, 186-193

    190

    Perbandingan Efektivitas Tepung Biji Kelor Ramadhani S, dkk

    pH 7.8. Tawas dapat bekerja efektif pada pH air berkisar antara 4.5-8, sedangkan PAC dapat

    bekerja pada kisaran pH yang lebih luas.

    Setelah proses koagulasi, sampel harus dibungkus plastik hitam untuk menghindari

    dekomposisi koloid oleh aktivitas mikroba. Sampel dipersiapkan sebanyak tiga botol untuk

    masing-masing jenis koagulan. Satu botol dianalisa satu kali sehingga terdapat tiga kali

    pengulangan dalam proses analisa. Sampel tidak dapat dianalisa apabila dibiarkan lebih dari 24

    jam karena akan mengganggu proses analisa. Persentase penurunan turbiditas dihitung dengan

    bantuan data yang terdapat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Nilai Turbiditas Sampel Setiap Perlakuan (NTU)

    Perlakuan (i) Total (Yi) Rata-Rata

    PAC (i3) 0.04 0.01

    Tepung biji kelor (i2) 2.55 0.85

    Tawas (i4) 3.62 1.21

    Kontrol (i1) 55.30 18.43

    61.51 20.50

    Tabel 3 dapat digunakan untuk melakukan proses analisa keragaman hasil. Hasil analisa

    sidik ragam menunjukkan bahwa pada taraf kepercayaan 99% jenis perlakuan berpengaruh

    nyata terhadap penurunan turbiditas. Uji BNT 5% dan 1% menunjukkan bahwa rata-rata hasil

    perlakuan koagulan tepung biji kelor, PAC, dan tawas berbeda nyata dengan perlakuan kontrol.

    Rata-rata hasil perlakuan setiap koagulan juga berbeda nyata satu sama lain.

    Nilai rata-rata turbiditas sampel pada masing-masing perlakuan diambil untuk dimasukkan

    ke dalam perhitungan. Persentase penurunan turbiditas setiap koagulan dihitung menggunakan

    sebuah persamaan. Persentase penurunan turbiditas sampel setelah proses koagulasi oleh

    masing-masing koagulan disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 2.

    Gambar 2. Pengaruh Jenis Koagulan terhadap Penurunan Turbiditas Air Baku

    PAC lebih efektif dalam menurunkan turbiditas (Gambar 2) karena endapan yang

    dihasilkan oleh PAC lebih lebih banyak dan lebih padat, sedangkan endapan yang dihasilkan

    oleh tepung biji kelor dan tawas berbentuk agregat yang tidak terlalu padat. Sebagaimana

    Pararaja (2008) dalam Rumapea (2009) menyebutkan bahwa PAC lebih cepat membentuk flok

    diakibatkan gugus aktif alumina bekerja efektif mengikat koloid yang diperkuat rantai polimer

    dari gugus polielektrolit sehingga gumpalan floknya menjadi lebih padat. Penurunan tubiditas

    hasil koagulasi dengan tepung biji kelor lebih rendah daripada hasil koagulasi dengan PAC.

    Ukuran partikel tepung biji kelor yang digunakan pada peneitian ini tidak menggunakan ukuran

    optimal yaitu hanya 100-200 mesh. Padahal partikel-partikel koagulan berukuran 300 mesh

    menghasilkan persen penyisihan turbiditas dalam air yang lebih tinggi dibandingkan dengan

  • Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem

    Vol. 1 No. 3, Oktober 2013, 186-193

    191

    Perbandingan Efektivitas Tepung Biji Kelor Ramadhani S, dkk

    partikel koagulan berukuran 100 atau 200 mesh (Pandia dan Husin, 2005). Penurunan turbiditas

    hasil koagulasi dengan tawas pada penelitian ini lebih tinggi daripada penelitian Amir dan

    Isnaniawardhana (2010) yang hanya sebesar 92.47%, hal ini disebabkan pH awal pada masing-

    masing air baku berbeda. pH air baku pada penelitian ini sebesar 7.82, sedangkan pH air baku

    penelitian Amir dan Isnaniawardhana sebesar 7.15. Sebagaimana Shammas (2001) dalam Amir

    dan Isnaniawardhana (2010) menyatakan bahwa pH mempunyai peranan penting dalam

    keberlangsungan proses koagulasi-flokulasi.

    Tabel 4. Kadar Warna Sampel Setiap Perlakuan (Pt-Co)

    Perlakuan ( i ) Total (Yi) Rata-Rata

    PAC (i3) 4.27 1.42

    Tawas (i4) 6.42 2.14

    Tepung biji kelor (i2) 12.87 4.29

    Kontrol (i1) 51.61 17.20

    75.17 25.06

    Tabel 4 dapat digunakan untuk melakukan proses analisa keragaman hasil. Hasil analisa

    sidik ragam menunjukkan bahwa pada taraf kepercayaan 99% jenis perlakuan berpengaruh

    nyata terhadap penurunan kadar warna. Uji BNT 5% dan 1% menunjukkan bahwa rata-rata hasil

    setiap perlakuan berbeda nyata satu sama lain.Nilai rata-rata kadar warna sampel pada masing-

    masing perlakuan diambil untuk dimasukkan ke dalam perhitungan. Persentase penurunan kadar

    warna setiap jenis koagulan dihitung menggunakan sebuah persamaan. Persentase penurunan

    kadar warna sampel setelah proses koagulasi oleh setiap jenis koagulan disajikan dalam bentuk

    grafik pada Gambar 3.

    Gambar 3. Pengaruh Jenis Koagulan terhadap Penurunan Kadar Warna Air Baku

    PAC lebih efektif dalam menurunkan kadar warna (Gambar 3) karena muatan positif pada

    PAC yang diberikan kedalam air menyebabkan terjadinya proses netralisasi dan adsorpsi patikel

    warna dalam air melebihi jenis koagulan lain. Sebagaimana Lindu (2001) dalam Amir dan

    Isnaniawardhana (2010) menyebutkan bahwa keberhasilan penyisihan warna sangat ditentukan

    oleh proses tumbukan antara partikel koloid yang telah dikoagulasi, sehingga mampu

    membentuk partikel flok yang berukuran lebih besar dan kompak, sehingga mudah diendapkan.

    Penurunan kadar warna hasil koagulasi dengan tawas pada penelitian ini lebih tinggi daripada

    penelitian Amir dan Isnaniawardhana (2010) yang hanya sebesar 83.27%, hal ini disebabkan

    kadar warna awal pada masing-masing air baku berbeda. Kadar warna air baku pada penelitian

    ini hanya sebesar 17.20 Pt-Co sedangkan kadar warna air baku penelitian Amir dan

    Isnaniawardhana sangat tinggi yaitu sebesar 278 Pt-Co. kadar warna yang tinggi menandakan

    kandungan partikel warna dan zat organik dalam air sangat banyak sehingga proses adsorpsi

  • Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem

    Vol. 1 No. 3, Oktober 2013, 186-193

    192

    Perbandingan Efektivitas Tepung Biji Kelor Ramadhani S, dkk

    sedikit terhambat. Penurunan kadar warna hasil koagulasi dengan tepung biji kelor paling

    rendah daripada hasil koagulasi dengan koagulan lain. Karena warna dalam air dapat

    disebabkan oleh ion-ion metal alam dan zat-zat organik. Warna air sungai kebanyakan

    disebabkan oleh zat-zat organik dari limbah domestik sehingga memang lebih cocok

    terkoagulasikan oleh koagulan yang bersifat anorganik seperti PAC dan tawas.

    Tabel 5. Nilai TSS Setiap Perlakuan (mg/L)

    Perlakuan ( i ) Total (Yi) Rata-Rata

    Tawas (i4) 0.0030 0.0010

    PAC (i3) 0.0181 0.0060

    Kontrol (i1) 0.0407 0.0136

    Tepung biji kelor (i2) 0.1100 0.0367

    0.2045 0.0682

    Nilai rata-rata TSS sampel pada masing-masing perlakuan diambil untuk dimasukkan ke

    dalam perhitungan. Persentase penurunan TSS setiap jenis koagulan dihitung menggunakan

    sebuah persamaan. Persentase penurunan TSS sampel setelah proses koagulasi oleh setiap jenis

    koagulan disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 4.

    Gambar 4. Pengaruh Jenis Koagulan terhadap Penurunan TSS Air Baku

    Penurunan TSS hasil koagulasi dengan tawas pada Gambar 4. lebih tinggi daripada

    penelitian Amir dan Isnaniawardhana (2010) yang hanya sebesar 70.57%. Tawas adalah

    koagulan yang lebih mudah terlarut (dissolved) dalam air. Sehingga dapat mengikat lebih

    banyak partikel suspensi. Walaupun air sampel didiamkan lebih dari satu minggu, namun sifat

    tawas yang mudah larut menyebabkan partikel koagulan dalam air bekerja optimal menurunkan

    TSS. Penurunan TSS hasil koagulasi dengan PAC pada penelitian ini lebih tinggi daripada

    penelitian Budiman dkk. (2008) yang hanya sebesar 37.48%. Budiman dkk. (2008) memakai

    dosis yang lebih rendah sebesar 75 ppm dibandingkan dengan dosis PAC yang dipakai pada

    penelitian ini. Padahal nilai TSS awal air sampel pada penelitian tersebut sangat tinggi sebesar

    228.6 mg/L, hal ini mengakibatkan penyerapan kation oleh partikel koloid masih kurang

    sehingga masih banyak partikel yang memiliki muatan negatif dan masih melayang-layang di

  • Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem

    Vol. 1 No. 3, Oktober 2013, 186-193

    193

    Perbandingan Efektivitas Tepung Biji Kelor Ramadhani S, dkk

    dalam air. Kenaikan TSS oleh koagulan tepung biji kelor dikarenakan waktu tunggu analisa

    yang terlalu lama sehingga terjadi proses dekomposisi koloid pada sampel. Selain itu ukuran

    koagulan juga mempengaruhi kondisi tersebut. Ukuran koagulan yang tidak seragam pada

    Tepung Biji Kelor menyebabkan partikel-partikelnya tertinggal dan mengkoagulasi kembali

    (restabilisasi). Sehingga pada saat proses penyaringan, berat kertas saring menjadi bertambah.

    Restabilisasi ini juga disebabkan air sampel yang terlalu lama dibiarkan lebih dari satu minggu

    sehingga adsorbsi kation oleh partikel koloid menjadi berlebih, hal ini mengakibatkan tidak

    semua partikel dapat diendapkan, sebagian pertikel masih dapat disaring dan tertahan oleh

    kertas saring (Budiman dkk., 2008).

    SIMPULAN

    Tepung biji kelor mampu menurunkan turbiditas sebesar 95.39%, kadar warna sebesar

    75.07%, dan menyebabkan kenaikan TSS sebesar 170.270 %. PAC mampu menurunkan

    turbiditas sebesar 99.95%, kadar warna sebesar 91.73%, dan TSS sebesar 55.528%. Tawas

    mampu menurunkan turbuditas sebesar 93.44%, kadar warna sebesar 87.55%, dan TSS sebesar

    93.366 %. Jenis koagulan yang paling efektif dalam menjernihkan air adalah PAC.

    DAFTAR PUSTAKA

    Amagloh, F. K., dan Yarn, A. 2009. Effectiveness of Moringa oleifera Seed as Coagulant for

    Water Purification. African Journal of Agricultural Research 4 (1): 119-123

    Amir, R., dan Isnaniawardhana, J.N. 2008. Penentuan Dosis Optimum Aluminium Sulfat dalam

    Pengolahan Air Sungai Cileueur Kota Ciamis dan Pemanfatan Resirkulasi Lumpur dengan

    Parameter pH, Warna, Kekeruhan, dan TSS. Jurnal Program Studi Teknik Lingkungan,

    Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung.

    Budi, S.S. 2006. Penurunan Fosfat dengan Penambahan Kapur (Lime), Tawas dan Filtrasi Zeolit

    pada Limbah Cair (Studi Kasus RS Bethesda Yogyakarta). Tesis Magister. UNDIP.

    Semarang

    Budiman, A., Wahyudi. C., Irawaty, W., dan Hindarso, H. 2008. Kinerja Koagulan Poly

    Aluminium Chloride (PAC) dalam Penjernihan Air Sungai Kalimas Surabaya Menjadi Air

    Bersih. Widya Teknik 7(1): 25-34.

    Bulson, P. C., Johnstone, Gibbons, dan W. H. Funk. 1984. Removal and inactivation of Bacteria

    During Alum Treatment of a Lake. Applied and Environmental Microbiology 48 (2): 425-

    430.

    Chandra. 1998. Penentuan Dosis Optimum Koagulan Ferro SulfatKapur, Flokulan Chemifloce dan Besfloc serta Biofloculan Moringa oleifera dalam Pengolahan Limbah Cair Pabrik

    Tekstil, Skripsi Sarjana. UNPAR. Bandung

    Hakiki, R. 2010. Penentuan Zat Pereduksi pada Gliserin dengan Menggunakan

    Spektrofotometer UV-Visible. Skripsi Sarjana. USU. Medan

    Pandia, S., dan Husin, A. 2005. Pengaruh Masa dan Ukuran Biji Kelor pada Proses Penjernihan

    Air. Jurnal Teknologi Proses 4(2): 26-33.

    Postnote. 2002. Access to water in developing countries. February 9, 2012.

    .

    Rambe, A. M. 2009. Pemanfaatan Biji Kelor (Moringa oleifea) sebagai Koagulan Alternatif

    dalam Proses Penjernihan Limbah Cair Industri Tekstil. Tesis Magister. USU. Medan

    Republik Indonesia. 2001. Undang-Undang Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengendalian

    Pencemaran Air. Menteri Lingkungan. Jakarta

    Rumapea, N. 2009. Penggunaan Kitosan dan Polyaluminium Chloride (PAC) untuk

    menurunkan kadar logam besi (Fe) dan Seng (Zn) dalam Air Gambut. Tesis Magister.

    USU. Medan