21
Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011 PENETAPAN KADAR FAMOTIDIN DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET Gabena Indrayani Dalimunthe 1 Abstrak Telah dilakukan penetapan kadar famotidin dalam sediaan tablet yang beredar di pasaran dengan nama dagang dan generik secara spektrofotometri ultraviolet menggunakan pelarut HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N. Hasil uji linieritas kurva kalibrasi dalam pelarut HCl 0,1 N koefisien korelasi r = 0,9999 dan dari perhitungan diperoleh persamaan regresi Y = 0,030743569X + 0,00104983 dengan nilai A 1 1 = 307,5 dan dalam pelarut NaOH 0,1 N dengan koefisien korelasi r = 0,9996 dengan persamaan regresi Y = 0,043190X + 0,001638 dengan nilai A 1 1 = 434,3. Hasil penetapan kadar dari kelima tablet diperoleh kadar masing-masing untuk tablet Famotidin generik (PT.Indofarma), Famicid (PT. Sanbe), Ulcerid (PT. Lapi), Interfam (PT.Interbat). Semua kadar yang diperoleh memenuhi persyaratan USP 30 (2007) yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110%. 1.1. Latar Belakang Famotidin merupakan antagonis kompetitif histamin yang khas pada reseptor H 2 sehingga secara efektif dapat menghambat sekresi asam lambung, menekan kadar asam dan volume sekresi lambung (Harjono, S, 2000). `` Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN (International Non Proprietary Names) dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Sedangkan obat paten adalah obat dengan nama dagang dengan menggunakan nama yang merupakan milik produsen obat yang 1 Dosen Yayasan UMN Al Washliyah 1

13. Gabena Indrayani Dalimunthe

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 13. Gabena Indrayani Dalimunthe

Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

PENETAPAN KADAR FAMOTIDIN DALAM SEDIAAN TABLET SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

Gabena Indrayani Dalimunthe1

Abstrak

Telah dilakukan penetapan kadar famotidin dalam sediaan tablet yang beredar di pasaran dengan nama dagang dan generik secara spektrofotometri ultraviolet menggunakan pelarut HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N. Hasil uji linieritas kurva kalibrasi dalam pelarut HCl 0,1 N koefisien korelasi r = 0,9999 dan dari perhitungan diperoleh persamaan regresi Y = 0,030743569X + 0,00104983 dengan nilai A 1

1= 307,5 dan dalam pelarut NaOH 0,1 N dengan koefisien korelasi r = 0,9996 dengan persamaan regresi Y = 0,043190X + 0,001638 dengan nilai

A 11 = 434,3.

Hasil penetapan kadar dari kelima tablet diperoleh kadar masing-masing untuk tablet Famotidin generik (PT.Indofarma), Famicid (PT. Sanbe), Ulcerid (PT. Lapi), Interfam (PT.Interbat). Semua kadar yang diperoleh memenuhi persyaratan USP 30 (2007) yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110%.

1.1. Latar Belakang

Famotidin merupakan antagonis kompetitif histamin yang khas pada reseptor H2 sehingga

secara efektif dapat menghambat sekresi asam lambung, menekan kadar asam dan volume

sekresi lambung (Harjono, S, 2000). ``

Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Farmakope

Indonesia dan INN (International Non Proprietary Names) dari Badan Kesehatan Dunia (WHO)

untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Sedangkan obat paten adalah obat dengan nama dagang

dengan menggunakan nama yang merupakan milik produsen obat yang bersangkutan (Depkes,

1990). Adanya perbedaan harga jual dari obat ini dimana obat generik harganya jauh lebih

murah dibanding obat dengan nama dagang sehingga masyarakat beranggapan obat generik

kualitasnya tidak sebaik obat dengan nama dagang.

Untuk mengatasi hal tersebut Departemen Kesehatan telah menetapkan peningkatan

penggunaan obat generik yang di dukung dengan dikeluarkannya SK Menteri Kesehatan

1 Dosen Yayasan UMN Al Washliyah

1

Page 2: 13. Gabena Indrayani Dalimunthe

Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

No.085/Menkes/per/I/1989, tanggal 28 Januari 1989, Tentang kewajiban menulis resep dan atau

menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan pemerintah.

Salah satu parameter yang digunakan untuk menguji kualitas suatu obat yaitu kadar zat

khasiat yang dikandung obat tersebut harus memenuhi persyaratan kadar yang ditentukan dalam

Farmakope Indonesia.

Monografi famotidin baik sebagai bahan baku maupun dalam bentuk sediaannya masih

belum tercantum dalam Farmakope Indonesia Edisi IV (1995) . Dalam USP 30 (2007) penetapan

kadar Famotidin tablet ditentukan secara KCKT menggunakan kolom L1 (4,6 x 15 cm) dengan

fasa gerak larutan buffer – asetonitril (93 : 7) Metode ini membutuhkan biaya yang mahal dan

juga waktu analisisnya relatif lebih lama. Dalam Moffat (2004), Famotidin diidentifikasi secara

spektrofotometri dalam pelarut HCl 0,1 N pada panjang gelombang 265 nm dan dalam pelarut

NaOH 0,1 N pada panjang gelombang 286 nm, dan dari ke dua pelarut tersebut tidak

dicantumkan harga A11 dari Famotidin.

Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti mencoba menggunakan metoda spektrofotometri

uv untuk menentukan kadar famotidin dalam sediaan tablet karena metode ini memiliki

beberapa keuntungan antara lain, dapat digunakan untuk analisis suatu zat dalam jumlah kecil,

biayanya relatif murah dan pengerjaannya lebih cepat.

1.2. Perumusan Masalah

1. Pada konsentrasi berapakah pengukuran famotidin dalam pelarut HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N

yang memenuhi batas – batas pengukuran serapan yang memenuhi Hukum Lambert Beer

(Harga A11?)

2. Apakah metode spektrofotometri ultraviolet menggunakan pelarut HCl 0,1 N dan NaOH 0,1

N dapat digunakan untuk penetapan kadar famotidin dalam beberapa sediaan tablet yang

beredar di pasaran dengan nama dagang dan generik.

3. Apakah kadar Famotidin dalam sediaan tablet yang beredar dipasaran dengan nama dagang

dan generik memenuhi persyaratan kadar tablet yang terdapat dalam USP 30 (2007).

1.3. Hipotesis

2

Page 3: 13. Gabena Indrayani Dalimunthe

Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

1. Konsentrasi pengukuran famotidin dengan metode spektrofotometri dalam pelarut HCl 0,1 N

dan NaOH 0,1 N memberikan serapan dalam batas-batas pengukuran serapan dari hukum

Lambert-Beer.

2. Metode spektrofotometri dapat digunakan untuk penentuan kadar famotidin tablet yang

beredar di pasaran dengan nama dagang dan generik.

3. Kadar famotidin dalam sediaan tablet generik dan nama dagang yang diperoleh dari

pasaran memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan USP 30 (2007).

1.4. Tujuan

1. Menentukan harga A11 famotidin dalam pelarut HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N yang dapat

memberikan serapan yang memenuhi batas-batas pengukuran serapan menurut Lambert-

Beer.

2. Menetapkan kadar famotidin dalam beberapa sediaan tablet yang beredar di pasaran dengan

nama generik dan dagang secara spektrofotometri UV.

3. Mengetahui kadar Famotidin dalam tablet generik dan nama dagang dilihat dari persyaratan

kadar menurut USP 30 (2007).

Tinjauan Pustaka

2.1. Uraian Umun

2.1.1. Sifat fisika dan kimia Famotidin

Rumus bangun :

Rumus Molekul : C8H15N7O2S3

Sinonim : 3-[[[2.[Anlinoiminomethyl)amino-4-thiazolyllmethyllthioj-N-

3

Page 4: 13. Gabena Indrayani Dalimunthe

Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

(aminou1fonil propanimidamide; [l-amino-3[[2- diamino methylene) amino)-

4-thiazolyl]methylpropylidene] sulfamide; N-sulfamoyl-3-[(2- guani

dinothiazol-4-yl)methylthio]propionamide (Budavari, 1989).

Berat Molekul : 337,43 (USP 30, 2007).

Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai kuning pucat, tidak berbau.

Titik lebur : 163° - 166°C.

Kelarutan : Mudah larut dalam dimetilformamida dan asam asetat glasial; sukar larut

dalam metanol; sangat sukar larut dalam air; praktis tidak larut dalam aseton,

etanol, etil asetat dan kloroform (Budavari,1989).

Kandungan : Famotidin tablet mengandung tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari

110,0% C8H15N7O2S3 dari jumlah yang tertera pada etiket (USP 30, 2007).

2.1.2 Farmakologi Famotidin

Proses pencernaan yang baik memerlukan berbagai macam faktor penunjang, seperti

enzim pencernaan, pH tertentu bagi cairan lambung, kegiatan otot -otot lambung dan lain

sebagainya. Berkurangnya faktor di atas akan mengganggu fungsi lambung tersebut dan untuk

mengatasi gangguan fungsi lambung tersebut kadang-kadang diperlukan suatu obat. Ulcus

pepticum adalah salah satu gangguan lambung yang merupakan suatu tukak pada lapisan mukosa

yang digenangi asam lambung dan pepsin; dapat terjadi pada esofagus lambung, duodenum dan

jejunum. Kebanyakan terjadi di lambung dan duodenum. Obat yang efektif untuk terapi ulcus

pepticum adalah obat yang mengurangi keasaman cairan lambung (antasida) (Ganiswara, 1995).

Histamin mempengaruhi banyak proses faalan dan patologik, untuk itu perlu dicarikan obat yang

dapat melawan efek tersebut. Obat-obat ini disebut sebagai antihistamin. Berdasarkan macam

kerjanya antihistamin dibagi menjadi dua golongan yaitu antihistamin penghambat reseptor H2

(AH1) dan antihistamin penghambat H2 (AH2). AH1 adalah kelompok antihistamin yang

menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot polos,

tetapi juga bermanfaat untuk reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pelepasan

histamin endogen berlebihan. AH2, adalah golongan antihistamin yang berperan terhadap efek

sekresi cairan lambung, perangsangan jantung serta relaksasi uterus tikus dan bronkus domba

(Sjamsudin dan Dewoto, 1995).

4

Page 5: 13. Gabena Indrayani Dalimunthe

Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

Famotidin sebagai salah satu antihistamin penghambat reseptor H2 (AH2) yang

merupakan senyawa thiazol (cincin-5 dengan N dan S), mirip ranitidin bila mengenai sifat-sifat

farmakokinetik dan efek sampingnya. Daya menekan sekresinya lebih kuat dari pada ranitidin

(Tjay dan Rahardja, 2002), terutama digunakan untuk mengurangi gejala dan membantu

penyembuhan tukak lambung dan tukak duodenum. Famotidin juga digunakan untuk pengobatan

kondisi hipersekresi yaitu sindrom Zollinger-Ellison yang biasanya merupakan gangguan yang

fatal dengan sekresi asam berlebihan yang disebabkan oleh tumor yang mensekresi gastrin

(Sjamsudin dan Dewoto, 1995).

Efek samping yang ditimbulkan famotidin biasanya ringan dan jarang terjadi, misalnya

sakit kepala, pusing, konstipasi, dan diare. Famotidin lebih baik dari simetidin karena belum

dilaporkan adanya efek antiandrogenik. Famotidin harus digunakan hati-hati pada wanita

menyusui karena belum diketahui apakah obat ini disekresi ke dalam air susu ibu (Sjamsudin dan

Dewoto, 1995).

Famotidin tersedia dalam bentuk tablet 20 mg dan 40 mg, bentuk injeksi 10 mg/ml dalam

dosis tunggal 2 ml atau dosis ganda 4 ml, dan bentuk serbuk untuk suspensi oral 400 mg (40

mg/5ml ) (Gennaro, 1990).

2.2 Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran absorpsi radiasi elektromagnetik suatu

senyawa di daerah ultraviolet pada λ 200nm – 400nm dan sinar tampak pada λ 400 nm – 800

nm. Absorpsi molekular pada daerah tersebut berkaitan erat dengan struktur elektronik molekul

dan lebih spesifik lagi berkaitan dengan eksitasi elektron-elektron sigma (σ), phi (π) dan elektron

sunyi (n).

Elektron π yang terdapat pada ikatan rangkap dua dan tiga lebih mudah dieksitasi dan energi

yang dibutuhkan tidak begitu besar yaitu pada λ 200 – 400 nm, sedangkan elekton sunyi, relatif

lebih mudah dieksitasi oleh radiasi uv-vis (Noerdin, 1985).

Sistem atau gugusan atom pada molekul yang mengabsorpsi radiasi disebut gugus

kromofor. Dapat dikatakan bahwa hampir semua gugus kromofor merupakan ikatan kovalen

yang tidak jenuh. Pada gugus kromofor ini terdapat elektron phi (π) dan elektron sunyi (n).

Absorpsi radiasi oleh gugus kromofor dapat dipengaruhi oleh gugus fungsi lain yang terdapat

dalam molekul. Gugus fungsi ini disebut sebagai gugus auksokrom yang mempunyai elektron

5

Page 6: 13. Gabena Indrayani Dalimunthe

Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

sunyi seperti –OH; -OCH3; -NH2 yang dapat mengabsorpsi radiasi uv jauh dan tidak

mengabsorpsi di daerah uv dekat, tetapi bila gugus auksokrom diikat oleh gugus kromofor maka

intensitas absorpsi radiasi oleh kromofor akan meningkat dan energi radiasi untuk eksitasinya

bisa menaik atau menurun dan geserannya bisa bersifat batokromik atau hipokromik (Noerdin,

1985, Dachriyanus, 2004).

2.2.1 Dasar-dasar penetapan kadar secara spektrofotometri ultraviolet

Spektrofotometri ultraviolet terutama digunakan untuk analisa kuantitatif, hal ini didasari

oleh besarnya nilai serapan molekul sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap

radiasi tersebut. Radiasi ultraviolet diserap oleh molekul organik aromatik, molekul yang

mengandung elektron phi terkonyugasi atau atom yang mengandung elektron bebas, yang

menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi elektron dasar ketingkat

energi elektron tereksitasi lebih tinggi (Day and Underwood, 1999).

Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus dengan ketebalan lapisan yang

disinari. Sedangkan menurut Hukum Beer serapan berbanding lurus dengan konsentrasi. Kedua

pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-Beer, sehingga diperoleh kesimpulan

bahwa serapan berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketabalan sel, yang dapat ditulis dalam

persamaan : A = ε . b . C

Dimana A = serapan, ε = absorptivitas molar, b = ketebalan sel dan C = konsentrasi

(Dachriyanus, 2004).

Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri dimana

konsentrasi dapat dihitung dari ketebalan sel dan serapan. Absorptivitas molar (ε) pada panjang

gelombang dan pelarut tertentu untuk setiap senyawa merupakan tetapan senyawa dan sesuai

dengan ekstingsi larutan 1 molar dengan ketebalan lapisan 1 cm. Absorptivitas spesifik ( ) juga

sering digunakan untuk menggantikan absorptivitas molar sehingga dari sampel dapat diketahui

secara pasti dengan persamaan :

A = a . b . C

Dimana : a = absorptivitas apesifik,

b = ketebalan sel dan

6

Page 7: 13. Gabena Indrayani Dalimunthe

Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

C = konsentrasi

Serapan pada suatu senyawa pada panjang gelombang tertentu bertambah dengan

banyaknya molekul yang mengalami transisi. Oleh karena itu serapan bergantung pada struktur

elektronik senyawa dan juga pada kepekatan contoh dan panjang sel contoh (Fessenden, 1989).

Hukum Lambert – Beer dapat digunakan untuk larutan jernih yang berwarna. Analisa

secara spektrofotometri sinar tampak dalam suatu senyawa diubah menjadi senyawa yang

berwarna dengan penambahan pereaksi tertentu.

Analisa kuantitatif spektrofotometri dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu : metode regresi,

pendekatan dan Analisa kuantitatif campuran dua macam komponen atau lebih (Day and

Underwood, 1999).

Metode Penelitian

3.1. Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, spektrofotometri

ultraviolet (UV mini 1240 Shimadzu) dan neraca listrik (Vibra AJ).

3.2. Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan yaitu : Famotidin baku (Medefarma Est)), HCl 0,1 N,

NaOH 0,1 N , tablet Famotidin generik (Indofarma), Famocid 20 mg (PT Sanbe), Ulcerid 40 mg

(PT Lapi), Interfam 40 mg (PT Interbat).

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Pelarut HCl 0,1 N

Diencerkan 8,5 ml HCl pekat dengan aquadest secukupnya hingga 1000 ml (Ditjen

POM, 1979).

3.3.2. Pembuatan Pelarut NaOH 0,1 N

Larutkan 4 g NaOH dalam 1liter air bebas karbon dioksida.

3.3.3. Pembuatan larutan Induk Baku Pembanding Famotidin Dalam Pelarut

HCl 0,1 N

7

Page 8: 13. Gabena Indrayani Dalimunthe

Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

Timbang saksama 50 mg Famotidin BP , masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml,

tambahkan 10 ml HCI 0,1 N, kocok, setelah larut encerkan dengan HCI 0,1 N sampai garis tanda

(500 mcg/ml). Pipet 10 ml larutan ini dan masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, tambahkan

HCl 0,1 N sampai garis tanda (100 mcg/ml).

3.3.3.1. Penentuan panjang gelombang maksimun

Pipet 3,5 ml larutan baku pembanding (100 mcg/ml) masukkan ke dalam labu tentukur 25

ml, tambahkan HCI 0,1 N sampai garis tanda (14 mcg/ml).

Kemudian ukur serapan pada λ rentang 200—400 nm.

3.3.3.2. Penentuan linieritas Kurva Kalibrasi

Pipet larutan baku pembanding (100 mcg/mI) berturut-turut 2,00: 2,80: 3,50; 4,20; dan

5,00 ml dan masing masing masukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, tambahkan HCI 0,1 N

sampai garis tanda. Konsentrasi larutan 8,00: 11,20; 14,00; 16,80; dan 20 mcg/ml). Kemudian

ukur serapan pada λ maksimum yang diperoleh.

3.3.3.3.. Penetapan Kadar Famotidin secara Spektrofotometri Ultraviolet

Timbang dan serbukkan tidak kurang 20 tablet famotidin. Timbang saksama sejumlah

serbuk tablet setara lebih kurang 25 mg Famotidin (penimbangan serbuk 6 kali perlakuan),

masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, tambahkan 10 ml HCI 0,1 N, kocok, encerkan dengan

HCI 0,1 N sampai garis tanda (konsentrasi teoritis 500 mcg/mI) saring, 5 ml filtrat pertama

dibuang. Pipet 10 ml filtrat dan masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, encerkan dengan HC1

0,1 N sampai garis tanda (konsentrasi teoritis 100 mcg/ml). Pipet 3,5 ml larutan (100 mcg/ml)

masukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, encerkan dengan HC1 0,1 N sampai garis tanda

(konsentasi teoritis 14 mcg/ml). Ukur serapan pada panjang gelombang maksimum,

menggunakan HCl 0,1 N sebagai blanko.

3.3.4. Pembuatan larutan Induk Baku Pembanding Famotidin Dalam Pelarut

NaOH 0,1 N.

Timbang saksama 50 mg Famotidin BP, masukkan ke dalam labu tentukur 100 ml,

tambahkan 10 ml NaOH 0,1 N, kocok, setelah larut encerkan dengan NaOH 0,1 N sampai garis

tanda (500 mcg/ml). Pipet 10 ml larutan ini dan masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml,

tambahkan NaOH 0,1 N sampai garis tanda (100 mcg/ml).

8

Page 9: 13. Gabena Indrayani Dalimunthe

Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

3.3.4.1. Penentuan panjang gelombang maksimun

Pipet 2,5 ml larutan baku pembanding (100 mcg/ml) masukkan ke dalam labu tentukur 25

ml, tambahkan NaOH 0,1 N sampai garis tanda (10 mcg/ml). Kemudian ukur serapan pada λ

rentang 200—400 nm.

3.3.4.2. Penentuan linieritas Kurva Kalibrasi

Pipet larutan baku pembanding (100 mcg/ml) berturut-turut 1,50: 2,00: 2,50; 2,80; dan

3,50 ml dan masing masing masukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, tambahkan NaOH 0,1 N

sampai garis tanda. Konsentrasi larutan 6,00: 8,00; 10,00; 12,00; dan 14 mcg/ml). Kemudian

ukur serapan pada λ maksimum yang diperoleh.

3.3.4.3.. Penetapan Kadar Famotidin secara Spektrofotometri Ultraviolet

Timbang dan serbukkan tidak kurang 20 tablet famotidin. Timbang saksama sejumlah

serbuk tablet setara lebih kurang 25 mg Famotidin (penimbangan serbuk 6 kali perlakuan),

masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, tambahkan 10 ml NaOH 0,1 N, kocok, encerkan

dengan NaOH 0,1 N sampai garis tanda (konsentrasi teoritis 500 mcg/ml). Saring, 5 ml filtrat

pertama dibuang. Pipet 10 ml filtrat dan masukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, encerkan

dengan NaOH 0,1 N sampai garis tanda (konsentrasi teoritis 100 mcg/ml). Pipet 2,5 ml larutan

(100 mcg/ml) masukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, encerkan dengan NaOH 0,1 N sampai

garis tanda (konsentasi teoritis 10 mcg/ml). Ukur serapan pada panjang gelombang maksimum,

menggunakan NaOH 0,1 N sebagai blanko.

3.3.5. Analisa Data Secara Statistik

Untuk mengetahui apakah data diterima atau ditolak digunakan rumus seperti dibawah ini :

Standart deviasi (SD) dihitung dengan rumus :

SD =

Untuk mencari t hitung digunakan rumus :

t =

9

Page 10: 13. Gabena Indrayani Dalimunthe

Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

Dasar penolakan data apabila t hitung ≥ t tabel

Untuk mencari kadar sebenarnya dengan taraf kepercayaan 99% dengan derajat kebebasan dk =

n-1, digunakan rumus :α

μ =

(Sudjana, 1992).

Hasil Dan Pembahasan

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dan pengambilan sampel dilakukan secara

purfosif yang berada di Apotek Kota Medan dari beberapa merek dagang dan generik. Karena

tidak diperolehnya Baku Pembanding Famotidin dari Badan POM maka pada penelitian ini

digunakan Baku Pembanding dari Medefarma Est dengan kadar 99,1 %. Penentuan serapan

maximum dalam pelarut HCl 0,1 N dilakukan pada konsentrasi 14 mcg/ml. Dari hasil

pengukuran diperoleh panjang gelombang maksimum pada 266 nm (literatur λ 265 nm). Dalam

pelarut NaOH 0,1 N dengan konsentrasi 10 mcg/ml diperoleh panjang gelombang maksimum

pada 287 nm (literatur λ 286 nm), perbedaan panjang gelombang yang diperoleh ini dengan

literatur masih dalam batas-batas yang diperkenankan dalam Farmakope Indonesia Edisi IV, ini

berarti panjang gelombang ini dapat digunakan untuk penentuan kadar famotidin. Gambar

Kurva serapan dalam HCl 0,1 N dapat dilihat pada gambar 3 dan dalam pelarut NaOH 0,1 N

pada gambar 4.

Gambar 3. Kurva serapan Famotidin BP dalam pelarut HCl 0,1 N

10

Page 11: 13. Gabena Indrayani Dalimunthe

Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

Gambar 4. Kurva serapan Famotidin BP dalam pelarut NaOH 0,1 N

4.1. Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi

Hasil penentuan linieritas kurva kalibrasi famotidin BP dalam larutan HC1 0,1 N

dengan rentang konsentrasi 0.00 mcg/ml - 20 mcg/m1 pada panjang gelombang maksimum 266

nm dan dalam pelarut NaOH 0,1 N pada rentang konsentrasi 0,00- 14 mcg/ml pada panjang

gelombang maksimum 287 nm, diperoleh hubungan yang linear antara serapan dan konsentrasi

dengan koefisien korelasi (r) = 0,9999 dalam pelarut HCl 0,1 N dan 0,9996 dalam pelarut NaOH

0,1 N. Koefisien korelasi ini dapat diterima karena batas penerimaan korelasi = 0,9950 (Badan

POM, 2003). Dari perhitungan didapatkan persamaan regresi Y = 0,030743569 X +

0,00104983 dalam HCl 0,1 N dan Y = 0,043190 X + 0,001638 dalam NaOH 0,1 N. Kurva

Kalibrasi dalam HCl 0,1 N dapat dilihat pada gambar 5 dan dalam NaOH 0,1 N pada gambar 6

Gambar 5. Kurva Kalibrasi Famotidin BP dalam pelarut HCl 0,1 N.

11

Page 12: 13. Gabena Indrayani Dalimunthe

Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

Gambar 6. Kurva Kalibrasi Famotidin BP dalam pelarut NaOH 0,1 N

4.2. Penentuan harga A11 Famotidin dalam pelarut HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N

Karena harga A11 famotidin baik dalam pelarut HCl 0,1 N maupun dalam NaOH 0,1 N

tidak terdapat dalam literatur, maka untuk memudahkan menentukan konsentrasi yang terbaik

yang memberikan serapan dalam batas-batas yang diperkenankan oleh hukum Lambert-Beer,

perlu ditentukan harga A11 dari famotidin. Setelah dilakukan orientasi dan perhitungan dari data

kurva kalibrasi diperoleh harga rata-rata A11 famotidin dalam pelarut HCl 0,1 N pada panjang

12

Page 13: 13. Gabena Indrayani Dalimunthe

Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

gelombang 266 nm dengan A11 307,5 dan dalam NaOH 0,1 N pada panjang gelombang 287 nm

dengan A11 434,3. Data perhitungan dapat dilihat pada hal 29, 30 lampiran 2 dan 3.

4.3. Hasil Penetapan Kadar Tablet Famotidin Generik Dan Nama Dagang

Tabel 1. Hasil Penetapan Kadar Tablet Famotidin Dalam HCl 0,1 N

No Tablet Kadar Sebenarnya

1. Famotidin 40 mg generik (PT. lndofarma) 94,72 ± 5,23 %

2. Famocid 20 mg (PT Sanbe) 99,47 ± 3,09 %

3. Ulcerid 40 mg (PT.Lapi) 95,46 ± 3,27 %

4. Interfam 40 mg (PT interbat) 96,81 ± 2,43 %

Tabel 2. Hasil Penetapan Kadar Tablet Famotidin Dalam NaOH 0,1 N

No Tablet Kadar Sebenarnya

1. Famotidin 40 mg generik (PT. lndofarma) 96,78 ± 3,46 %

2. Famocid 20 mg (PT Sanbe) 96,04 ± 1,63 %

3. Ulcerid 40 mg (PT.Lapi) 94,08 ± 0,91 %

4. Interfam 40 mg (PT interbat) 96,98 ± 2,68 %

Dari tabel 1 dan 2 diatas menunjukan baik tablet generik maupun nama dagang dapat

ditentukan kadarnya secara spektrofotometri UV dalam pelarut HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N dan

semua sampel yang ditentukan memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan USP 30 (2007)

yaitu mengandung Famotidin tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110%.

Kesimpulan Dan Saran

5.1. Kesimpulan

1. Dari hasil perhitungan diperoleh harga A11 famotidin masing-masing 307,5 pada

pelarut HCl 0,1 N pada panjang gelombang 266 nm dan 434,3 pada pelarut NaOH

0,1 N pada panjang gelombang 287 nm.

2. Metode spektrofotometri dapat digunakan untuk menentukan kadar Famotidin tablet

dalam pelarut HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N.

13

Page 14: 13. Gabena Indrayani Dalimunthe

Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

3. Semua sampel yang ditentukan memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan dalam

USP 30 (2007).

5.2. Saran.

Disarankan untuk peneliti selanjutnya untuk menetapkan kadar Famotidin dalam sediaan

lain dengan metode KCKT.

Daftar Pustaka

………2007). USP XXX NFX VII The United States Pharmacopeia The National Formulas. Mack Printing Company, Easton, PA, 8042: P. 559.

Budavari, S. et al. (1989). The Merck Index An Encyclopedia of Chemicals Drugs And Biological. Eleventh edition. Merck & Co., Inc. Rahway. N.J., USA: p. 3882.

Day, R.A and Underwood, AL. (1999). Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Ke V. Penerjemah: Pudjaatmaka., Penerbit Erlangga. Jakarta: hal. 39 1-393.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Ke IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta: hal: 45, 974-977, 1061-1067, 1130, 1134, 1172, 1213.

Fessenden dan Fessenden. (1989). Kimia Organik. Edisi III. Jilid 2. Jakarta. Erlangga. Hal: 435-440

Gennaro, R.A. (1990). Remington’s Pharmaceutical Sciences. Eighteenth edition. Mack Publishing Company. Easton Pennsylvinia 18042: p. 781.

Ganiswara, S.G., editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi Ke IV. Jakarta: UI Press: hal.

258—259.

Harjono, S. (2000). Hubungan struktur Aktifitas Obat Histamin. Dalam : Kimia Medisinal, Editor Oleh Siswandono dan Sukarjo B. Edisi Kedua, Airlangga. University Press. Surabaya. Hal : 203.

Moffat, A.C., et al. (2004). Clarke’s Isolation and Identification of Drugs. Second dition. London. The Pharmaceutical Press. P. 348-349.

Noerdin, D. (1985). Elusidasi Struktur Senyawa Organik Dengan Cara Spektrokopi Ultralembayung Dan Inframerah. Bandung. Penerbit Angkasa. Hal. 8

Satiadarma, K, Dachriyanus. (2004). Asas Pengembangan Prosedur Analisis. Cetakan Pertama. Surabaya. Airlangga Universitry Press. Hal 87-91.

14

Page 15: 13. Gabena Indrayani Dalimunthe

Kultura Volume: 12 No.1 Maret 2011

Sudjana. (1992). Metoda Statistik. Edisi ke V. Penerbit Tarsito. Bandung: hal. 145-147, 238—240 & 491.

Sjamsudin U, dan Dewoto HR. (1995). Histamin dan Antialergi. Dalam Ganiswara, SG. Editor. Farmakologi Dan Terapi. Edisi Ke IV. UI Press. Jakarta. Hal : 258-259.

Tjay, T.H. dan Raharja, K. (1998). Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Ke IV. Cetakan I. Penerbit Gramedia. Jakarta: hal. 256.

15