Upload
billy-aditya-pratama
View
125
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Minyak goreng merupakan salah satu bahan makanan
pokok yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia,
baik yang berada di pedesaan maupun di perkotaan. Oleh karena
itu, minyak goreng dapat pula dikategorikan sebagai komoditas
yang cukup strategis, karena pangalaman selama ini menunjukkan
bahwa kelangkaan minyak goreng dapat menimbulkan dampak
ekonomis dan politis yang cukup berarti bagi perekonomian kita
(Amang, 2001)
Harga rata-rata minyak goreng curah pada bulan Januari
2011 mengalami peningkatan sebesar 1.3 % jika dibandingkan
dengan bulan Desember 2010. Pada bulan Januari 2011, harga
rata-rata minyak goreng curah adalah Rp 11,327 per kg. Jika
dibandingan dengan bulan Januari 2010 maka terjadi peningkatan
harga sebesar 19.9 %, dimana rata-rata harga bulan Januari 2010
adalah Rp 9,451 per kg.(Kemendag RI, 2011).
Dilihat dari data tersebut, dapat dimungkinkan banyaknya
golongan ekonomi menengah ke bawah untuk menggunakan
minyak curah atau minyak jelantah untuk dikonsumsi yang
harganya jauh lebih murah.
1
Hasil Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa ada
pengaruh antara tingkat konsumsi tinggi lemak dengan dengan
insidensi penyakit kardiovaskular dan salah satu faktor yang
mendasar saat ini adalah kebiasaan masyarakat yang lebih
cenderung memiliki gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok,
kurang olah raga, konsumsi alkohol dan makan yang tidak sehat
(Gennest J, 2011).
Makanan yang tinggi kadar lipid dimana kadar LDL (low
density lipoprotein) lebih tinggi dari HDL (high density
lipoprotein) akan menjadi salah satu faktor utama risiko penyakit
pembuluh darah seperti aterosklerosis dan aneurisma (Mitchell,
2007)
Salah satu makronutrien yang penting dikonsumsi
manusia adalah lemak yang memiliki fungsi penting seperti
cadangan energi dimana 1 gram lemak menghasilkan 9,3 kkal serta
dapat berfungsi sebagai pelarut vitamin A, D, E, K yang penting
dalam proses bilogis. (Charles E, 2003). Salah satu sumber lemak
berasal dari minyak dimana banyak bahan pangan diolah melalui
penggorengan karena minyak berfungsi sebagai medium
penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai kalori
(Winarno, 2004).
Kerusakan lemak atau minyak akibat pemanasan pada
suhu tinggi (200-205oC) dan jika bilangan peroksida >100 akan
mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam
penyakit seperti pengendapan lemak dalam pembuluh darah
(aterosklerosis) dan menurunkan nilai cerna lemak dan kerusakan
2
lemak terjadi karena terjadi oksidasi dan polimerasi kemudian akan
menghasilkan senyawa seperti aldehida yang merupakan salah satu
radikal bebas. (Ketaren, 2008)
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki
elektron tidak berpasangan (unpaired electron). Adanya elektron
yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat
reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat
elektron molekul yang berada di sekitarnya (Winarsi, 2007).
Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat
atau mencegah proses oksidasi serta zat ini secara nyata mampu
menghambat oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam
konsentrasi rendah dan Antioksidan juga sesuai didefinisikan
sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek berbahaya
radikal bebas oksigen reaktif jika berkaitan dengan penyakit
(Ozyurt D, 2005).
Peningkatan kadar radikal bebas di dalam tubuh bisa
membuat kegagalan tubuh dalam imunitas. Dampaknya dapat
terjadi kerusakan oksidatif sehingga akan menimbulkan kerusakan
berbagai makromolekul dalam sel yang berperan aktif dalam
pathogenesis berbagai penyakit degenerative.
Makhluk hidup diciptakan memiliki sistem antioksidan
untuk menangkal proses kerusakan oksidatif yang ditimbulkan
oleh radikal bebas. Sistem ini terbagi atas antioksidan endogen,
yang terdiri dari antioksidan enzimatik dan non-enzimatik.
Antioksidan enzimatik antara lain enzim peroksidase dismutase,
glutation peroksidase dengan enzim pendukung yaitu glutation
3
reduktase dan katalase. Antioksidan eksogen yang berasal dari
makanan diantaranya adalah vitamin C (asam askorbat), vitamin E
(a-tokoferol), gol karotenoid, flavonoid dan teh hijau.
Di Indonesia, penelitian mengenai toksisitas minyak
goreng jelantah dalam bidang patobiologi, khususnya terhadap
struktur organ belum banyak dilakukan. Di kehidupan sehari-hari
khususnya di kota besar penggunaan minyak goreng jelantah yang
berasal dari rumah makan hotel atau restoran fast food bayak
digunakan, terutama oleh pedagang gorengan.
Menurut penelitian Furqonita (1997), ditemukan adanya
kerusakan pada struktur histologik hati mencit (Mus musculus L)
galur Swiss derived akibat pemberian minyak kelapa bekas
gorengan tahu-tempe (27 kali menggoreng dengan dosis 10
ul/gram berat badan mencit). Schaffer menemukan lipotoksisitas
yang menyebabkan kelainan pada organ jantung, otot, pancreas,
hati dan ginjal.
Pada penelitian ini dilakukan penelitian awal, untuk
menentukan jumlah kandungan peroksida dalam berbagai macam
minyak goreng. Kadar peroksida yang terkandung di dalam
minyak baru (Bimoli dan Tropical) adalah < 10 meq/kg, minyak
jelantah perumahan berkisar anatara 20 - 40 meq/kg, minyak
jelantah yang berasal dari restoran antara 100 -110 meq/kg,
sedangkan minyak jelantah restoran antara yang dipaki untuk
menggoreng bawang berulang kali adalah 125 – 130 meq/kg.
4
Untuk menilai efek toksisitas pemberian minyak
jelantah, pada penelitian ini diamati struktur histologik pembuluh
darah aorta, dimana bagian tersebut merupakan alat persambungan
suplai darah ke seluruh jaringan tubuh pada Mencit (Mus musculus
L) Galur Swiss Derived secara peroral.
1.2 . IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN PERMASALAHAN
Berdasarkan penjelasan dan latar belakang di atas,
maka dapat didefinisikan dan dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut :
1. Apakah pemberian minyak jelantah peroral dosis 10
ul/gram berat badan mencit dengan kandungan angka
peroksida > 100 meq/kg, dapat menyebabkan kerusakan
struktur histologik pembuluh darah aorta mencit ?
1.3. HIPOTESIS
H1: Pemberian minyak jelantah peroral yang mengandung angka
peroksida > 100 meq/kg dengan dosis 10 ul/g BB/hari
selama 8, 12 dan 16 minggu dapat menyebabkan kerusakan
struktur histologik pembuluh darah aorta mencit.
H2: Pemberian minyak jelantah peroral yang mengandung angka
peroksida > 100 meq/kg dengan dosis 10 ul/g BB/hari
dapat menimbulkan adanya zat malondialdehyde (MDA)
5
1.4. TUJUAN
Tujuan Umum :
Mempelajari pengaruh pemberian radikal bebas yaitu
minyak jelantah, terhadap perubahan gambaran histologik
pembuluh darah aorta mencit (Mus musculus) galur Swiss
Derived.
Tujuan Khusus :
Mempelajari pengaruh minyak jelantah terhadap
perubahan structural histologik pembuluh darah aorta.
1.5. MANFAAT
1.5.1. Meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan
minat penelitian di bidang radikal bebas khususnya
minyak jelantah.
1.5.2. Bagi masyarakat luas diharapkan hasil penelitian
bermanfaat memberikan pengetahuan bahaya dari minyak
jelantah.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. MINYAK DAN LEMAK
Minyak dan lemak merupakan zat makanan yang
penting untuk menjaga kesehatn tubuh manusia. Selain itu minyak
dan lemak merupakan sumber energy yang lebih efektif dibanding
dengan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak atau minyak
dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein
hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak atau lemak, khususnya
minyak nabati, mengandung asam-asam lemak esensial seperti
linoleat, lenolenat dan arakidonat yang dapat mencegah
penyempitan pembuluh darah akibat penumpukan kolesterol.
Minyak dan lemak juga berfungsi sebagai pelarut bagi vitamin-
vitamin A, D, E, dan K. (Winarno, 2004)
Minyak dan lemak termasuk salah satu anggota
golongan lipid, yaitu lipid netral. Lipid itu sendiri dapat
diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu 1) lipid netral, 2) fosfatida,
3) spingolipid, dan 4) glikolipid. Semua jenis lipid ini banyak
terdapat di alam. Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari
jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain
trigliserida, yaitu 1) lipid kompleks (lesithin, cephalin, fosfatida,
dan glikolipid), 2) sterol, berada dalam keadaan bebas atau terikat
dengan asam lemak, 3) asam lemak bebas, 4) lilin, 5) pigmen yang
larut dalam lemak, dan 6) hidrokarbon. Komponen tersebut
7
mempengaruhi warna dan flavor produk, serta berperan dalam
proses ketengikan. (Ketaren, 2008)
2.1.1. Sumber Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak yang dapat dimakan (edible fat),
dihasilkan oleh alam, yang dapat bersumber dari bahan nabati atau
hewani. Minyak dan lemak dapat diklasifikasikan berdasarkan
sumbernya, sebagai berikut.
1. Bersumber dari tanaman
a. Biji-bijian palawija: minyak jagung, biji kapas, kacang,
rape seed, wijen, kedelai dan bungan matahari.
b. Kulit buah tanaman tahunan: minyak zaitun dan kelapa
sawit.
c. Biji-bijian dari tanaman tahunan: kelapa, coklat, inti
sawit, babassu, dan cohune.
2. Bersumber dari hewani
a. Susu hewan peliharaan: lemak, susu.
b. Daging hewan peliharaan: lemak sapi dan turunnya
oleostearin, oleo oil dari oleo stock, lemak babi, dan
mutton tallow.
c. Hasil laut: minyak ikan sarden, menhaden dan
sejenisnya, serta minyak ikan paus.
8
Komposisi atau jenis asam lemak dan sifat fisiko-kimia
tiap jenis minyak berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan
sumber, iklim, keadaan tempat tumbuh, dan pengolahan. Adapun
perbedaan umum antara lemak nabati dan hewani adalah; 1) lemak
hewani mengandung kolesterol sedangkan lemak nabati
mengandung fitosterol, 2) kadar asam lemak tidak jenuh dalam
lemak hewani lebih kecil dari lemak nabati, dan 3) lemak hewani
mempunyai bilangan Reichert Meissl lebih besar serta bilangan
Polenske lebih kecil daripada minyak nabati. (Ketaren, 2008)
Tabel 2.1: Klasifikasi lemak dan hewani berdasarkan sifat fisiknya (sifat mengering dan sifat cair) dapat dilihat pada tabel.
Klasifikasi Minyak Nabati
Kelompok lemak Jenis lemak/minyakLemak (berwujud padat) Lemak biji cokelat, inti sawit,
cohune, babassu, tengkawang,
nutmeg butter, mowvah butter, dan
shea butter.Minyak (berwujud cair)
a. Tidak mengering
(non drying oil)
b. Setengah
mengering (semi
drying oil)
c. Mengering (drying
oil)
Minyak zaitun, kelapa, inti zaitan,
kacang tanah, almond, inti alpukat,
inti pulm, jarak rape, dan mustard
Minyak dari biji kapas, kapok,
jagung, gandum, biji bunga matahari,
croton dan urgen.
Minyak kacang kedelai, safflower,
argemone, hemp, walnut, biji poppy,
biji karet, perilla dan candle nut
9
Sumber: Ketaren, 2008
Klasifikasi Lemak Hewani
Kelompok lemak Jenis lemak/minyak1. Lemak (berwujud
padat)
a. Lemak susu
(butter fat)
b. Hewan peliharaan
(gol. Mamalia)
Lemak dari susu sapi, kerbau,
kambing dan domba
Lemak babi, skin grease, mutton
tallow, lemak tulang, dan
lemak/gemuk wool2. Minyak (berwujud
cair)
a. Hewan peliharaan
b. Ikan (fish oil)
Minyak neats foot
Minyak ikan paus, dog fish, ikan
lumba-lumba, shark dan minyak
purpoise.Sumber: Ketaren (2008)
2.1.2. Minyak Goreng
Minyak goreng berfungsi sebagai pengatur panas,
penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan.
Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu
pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak
diinginkan dan menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi
gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein
tersebut. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng
itu. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol
bebas. Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik
10
asapnya akan turun, karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak.
Karena itu untuk menekan terjadinya hidrolisis, pemanasan lemak
atau minyak sebaiknya dilakukan pada suhu yang tidak terlalu
tinggi dari seharusnya. Pada umunya suhu penggorengan adalah
177-221 C. (Winarno, 2004)
Lemak dan minyak goreng yang baik digunakan untuk
minyak goreng adalah oleo stearin, oleo oil, lemak babi (lard), atau
lemak nabati yang dihidrogenasi dengan titik cair 35-40 C. Oleo
stearin dan oleo oil diperoleh dari lemak sapi yang diproses dengan
cara rendenering pada suhu rendah. Lemak yang dihasilkan
dipertahankan pada suhu 32 C, sehingga terbentuk Kristal. Setelah
penyaringan, dapat dipisahkan oleh oleo stearin yang berkristal
besar dan oleo oil yang berkristal halus. (Winarno, 2004)
2.1.3. Kerusakan Minyak
Kerusakan minyak selama proses menggoreng akan
mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang
digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerasi
akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan
cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan
asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak (Ketaren,2008)
Kerusakan minyak karena pemanasan pada suhu tinggi,
disebabkan oleh proses oksidasi dan polimerasi:
11
a)Oksidasi
Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehida, keton,
hidrokarbon, alcohol, lakton, serta aromatis yang mempunyai bau
tengik dan getir. Kerusakan minyak karena proses oksidasi, terdiri
dari 6 tahap sebagai berikut:
1. Pada permulaan minyak terbentuk volatile decomposition
product (VDP) yang dihasilkan dari pemecahan rantai karbon
asam lemak.
2. Proses oksidasi disusul dengan proses hidrolisa trigliserida
karena adanya air.
3. Oksidasi asam-lemak berantai panjang
4. Degradasi ester oleh panas
5. Oksidasi asam lemak yang terikat pada posisi a dalam
trigliserida
6. Autooksidasi keton dan aldehida menjadi asam karboksilat
b)Polimerasi
Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi
karena reaksi polimerasi adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini
terbukti dengan terbentuknya bahan menyerupai gum (gumy
material) yang mengendap di dasar ketel atau wadah penggoreng
(Ketaren, 2008).
12
Proses polimerasi ini mudah terjadi pada minyak setengah
mongering atau minyak mongering, karena minyak tersebut
mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dalam jumlah besar.
Kerusakan lemak atau minyak akibat pemanasan pada suhu tinggi
(200-250 C) akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan
berbagai macam penyakit, misalnya diare, arterosklerosis, kanker
dan menurunkan nilai cerna lemak. Bahan makanan yang
mengandung lemak dengan bilangan peroksida tinggi akan
mempercepat ketengikan. Lemak dengan bilangan peroksidase
lebih besar dari 100 dapat meracuni tubuh. (Ketaren,2008)
2.1.3.1. KETENGIKAN
Ketengikan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan
rusaknya lemak dan minyak. Penyebab ketengikan dalam lemak
dibagi 3 golongan yaitu 1) ketengikan oleh oksidasi (oxidative
rancidity), 2) ketengikan oleh enzim (enzymatic rancidity), dan
3)ketengikan oleh proses hidrolisa (hidrolitic rancidity).
(Ketaren,2008)
Berbagai jenis minyak atau lemak akan mengalami perubahan
flavor dan bau sebelum terjadi proses ketengikan. Hal ini dikenal
sebagai reversion. Berbagai penyelidik berpendapat bahwa hal ini
khas pada minyak dan lemak. Reversion terutama dijumpai dalam
lemak di pasar dan pada pemanggangan atau penggorengan dengan
13
menggunakan temperature tinggi. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi perkembangan dari reversion ini adalah:
1.Suhu
2.Cahaya
3.Tersedianya oksigen
4.Adanya logam-logam yang bersifat sebgai katalisator pada
proses oksidasi
Ketengikan berbeda dengan reversion; beberapa minyak atau
lemak mudah terpengaruh untuk menjadi tengik tapi akan
mempunyai daya tahan terhadap peristiwa reversion, misalnya
pada minyak jagung. Perubahan flavor yang terjadi selama
reversion, berbeda untuk setiap jenis minyak, sedangkan minyak
yang tengik akan menghasilkan flavor yang sama untuk semua
jenis minyak atau lemak.(Ketaren, 2008)
a.Oksidasi
Ini terjadi sebagai hasil reaksi antara trigliserida tidak jenuh
dengan oksigen dari udara. Molekul oksigen bergabung pada
ikatan ganda molekul trigliserida dan dapat terbentuk berbagai
senyawa yng menimbulkan rasa tengik yang tidak sedap. Reaksi
ini dipercepat oleh panas, cahaya dan logam-logam dalam
konsentrasi amat kecil, khususnya tembaga. Ketengikan terbentuk
oleh otoksodasi radikal asam lemak tidak jenuh atau aldehida
bukan oleh peroksida. Otoksodasi dimulai dengan pembentukan
14
radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
dapat mempercepat oksidasi (F.G Winarno,2004)
b.Hidrolisis
Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan
asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-
enzim. Dalam tekhnologi makanan, hidrolisis oleh enzim lipase
sangat penting karena enzim tersebut terdapat pada semua jaringan
yang mengandung minyak. Dengan adanya lipase, lemak akan
diuraikan sehingga kadar asam lemak bebas lebih dari 10%.
Hidrolisis sangat mudah terjadi dalam lemak dengan asam lemak
rendah (lebih kecil dari C 14) seperti pada mentega, minyak kelapa
sawit, dan minyak kelapa. Hidrolisis sangat menurunkan mutu
minyak goreng. Minyak yang telah terhidrolisis, smoke point-nya
menurun, bahan-bahan menjadi coklat dan lebih banyak menyerap
minyak. Selama penyimpanan dan pengolahan minyak atau lemak
asam lemak bebas bertambah dan harus dihilangkan dengan proses
pemurnian dan deodorisasi untuk menghasilkan minyak yang lebih
baik mutunya. (Winarno, 2004)
2.2. METABOLISME LEMAK
15
Hati merupakan tempat terpenting untuk pembentukan asam
lemah, lemak, benda-benda keton dan kolesterol. Metabolisme
lemak dalam hati sangat erat hubungannya dengan metabolisme
karbohidrat dan asam amino. Hati mengambil asam lemak dari
lemak yang diberikan dari usus ke dalam hati bersama-sama
kilomikron. Asam lemak dari kedua sumber tersebut kemudian
diubah menjadi lemak netral dan fosfolipid. Bersama dengan
apolipoprotein, lemak netral dan fosfolipid membentuk kompleks
lipoprotein (VLDL). Kompleks tersebut kemudian diberikan ke
dalam plasma dan berfungsi mengurus jaringan ekstrahepatik,
terutama jaringan lemak dan otot. (Jan Koolman, 2001)
Dalam fase penyerapan, terutama dalam keadaan puasa dan
kelaparan serta Diabetes mellitus, metabolisme lemak dibalik
arahnya. Karena tidak lagi glukosa dan lemak yang masuk dengan
bahan makanan, maka organism mengambil kembali simpanannya
sendiri. Jaringan lemak dalam keadaan ini membebaskan asam
lemak. Asam lemak diambil oleh hati dari dalam darah, kemudian
dipecahkan secara oksidatif menjadi asetil-KoA dan akhirnya
menjadi benda-benda keton. (Jan Koolman, 2001)
16
Gambar: Diagram sederhana system lipoprotein untuk mangangkut lipid pada manusia. Pada system eksogen, kilomikron yang kaya trigliserida dari makanan diubah menjadi sisa-sisa kilomikron yang kaya ester kolesteril dengan kerja lipoprotein liase. Dalam system endogen, VLDL yang kaya trigliserida disekresi oleh hati dan diubah menjadi IDL dan kemudian menjadi LDL yang kaya ester kolesteril, LCAT (lesitin-kolesterol asetiltranferase). Sepertiga dari LDL diambil oleh makrofag dan sel lain dengan mekanisme alternative. (William F.Ganong, 2003).
17
2.2.1 Peroksida Lipid
Suatu keadaan yang mengarah ke oksidasi degradasi dari lipid.
Proses ini dimana radikal bebas mengambil electron dari lipid
dalam membrane sel sehingga akan menghasilkan kerusakan sel.
Proses ini di atur oleh mekanisme radikal bebas reaksi berantai.
Lebih sering berdampak pada asam lemak tak jenuh, ini terjadi
karena mereka terdiri atas banyak ikatan ganda yang mana diantara
kumpulan metilen –CH2- mempunyai hydrogen yang sangat
reaktif. Seperti dengan reaksi radikal lainnya, reaksi ini terdiri dari
tiga tahap utama yaitu:
a) Inisiasi: adalah tahapan dimana radikal asam lemak diproduksi.
Paling banyak sumber inisiasi berasal dari sel adalah Reactive
oxygen species (ROS), seperti OH dan H20, yang akan
dikombinasikan oleh atom hydrogen sehingga menghasilkan H20
dan radikal asam lemak. (Enrique, 2008)
b) Propagasi: Keadaan dimana molekul radikal asam lemak sangat
tidak stabil, sehingga dapat dengan mudah bereaksi dengan
molekul oksigen, dengan cara demikian mensintesis radikal asam
lemak peroksil. Dan itu merupakan jenis tidak stabil dan dapat
bereaksi dengan asam lemak bebas lainnya, menghasilkan radikal
asam lemak yang berbeda dan peroksida lipid, atau siklus
peroksida jika memiliki reaksi sendiri. Siklus ini berlanjut yang
akan menjadi radikal asam lemak baru dengan reaksi yang sama.
(Enrique, 2008)
c) Terminasi: Pada tahap ini terjadi reaksi antara radikal dan non
radikal, dan reaksi ini disebut mekanisme reaksi berantai. Reaksi
18
radikal berhenti jika dua radikal bereaksi dan menghasilkan jenis
non radikal. Ini terjadi hanya ketika konsentrasi radikal cukup
tinggi untuk menjadi terbentuknya dua radikal. Makhluk hidup
mempunyai evolusi yang berbeda-beda dalam molekulnya dan
kecepatan dari proses terminasi dengan penangkapan radikal bebas
dan oleh karena itu terjadi perlindungan membran sel. Satu contoh
antioksidan penting adalah Vitamin E. Dan antioksidan lainnya
bersal dari dalam tubuh seperti enzim superoksida dismutase,
katalase dan peroksidase. (Enrique, 2008)
2.2.2 Malondialdehid (MDA)
Adalah senyawa organic dengan struktur CH2(CHO)2, struktur untuk jenis ini lebih kompleks dari yang seharusnya. Jenis reaktif ini berlangsung secara alami dan merupakan penanda untuk stress oksidatif. Struktur dan sintesis dari Malonaldialdehid, lebih banyak
berada dalam bentuk enol (CH2(CHO)2 HOCH=CH-CHO. (V. Nair, 2008)
Dalam larutan organic, isomer cis diuntungkan, sedangkan di air
isomer trans lebih mendominasi. Malondialdehid adalah senyawa
reaktif tinggi tetapi bukan jenis yang diamati dalam bentuk aslinya.
Dalam laboratorium dapat dihasilkan senyawa tersebut secara in
situ oleh hidrolisis dari 1,1,3,3-tetramethoxypropane. (V. Nair,
2008)
Jenis oksigen reaktif mendegradasi lemak tak jenuh, membentuk
malondialdehid. Senyawa ini adalah aldehid reaktif dan salah satu
19
dari jenis elektrofil reaktif dan itu bisa terjadi karena stres toksik di
sel dan bentuk protein kovalen dan dimaksudkan sebagai Advance
Lipoxidation endproducts (ALE) dan dianalogi menjadi Advance
Glycation end-product (AGE). Produksi dari aldehid ini digunakan
sebagai biomarker to mengukur level stress oksidatif dalam suatu
organism. (Farmer, 2007).
Malondialdehid bereaksi dengan deoksiadenosin dan
deoksiguanosin di DNA, membentuk DNA yang utama menjadi
M1G bersifat mutagenic. Kelompok guanidine dari residu arginin
dikonsentrasikan dengan MDA untuk member 2-
aminopyrimidines. Aldehid dehidrogenase (ALDH1A1) mampu
untuk mengoksidasi malondialdehid. (Marnett, 1999)
Dapat dianalisis bahwa MDA dan substansi reaktif tiobarbiturat
(TBARS) lainnya dikonsentrasikan dengan dua ekuivalen asam
tiobarbiturat untuk memberikan turunan merah floresen dan dapat
dilihat dalam spectrophotometer. Dan 1-Metil-2-fenilindol adalah
adalah reagen yang lebih selektif. (V. Nair, 2008)
MDA bersifat reaktif dan potensial menjadi mutagenic. Pada
kondisi dimana terjadi peningkatan MDA, kornea pasien menderita
keratokonus dan keratopati bulosa. Dan MDA dan ditemukan
dalam bagian sendi dengan pasien mengidap osteoarthritis. (Buddi
R, 2002).
20
2.3 RADIKAL BEBAS
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki
elektron tidak berpasangan (unpaired electron). Adanya elektron
yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat
reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat
elektron molekul yang berada di sekitarnya. Target utama radikal
bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta
unsur DNA termasuk karbohidrat. Dari molekul-molekul target
tersebut, yang paling rentan terhadap serangan radikal bebas
adalah asam lemak tak jenuh. Senyawa radikal bebas di dalam
tubuh dapat merusak asam lemak tak jenuh ganda pada
membran sel sehingga dinding sel menjadi rapuh, merusak basa
DNA sehingga mengacaukan sistem genetika, dan berlanjut pada
pembentukan sel kanker (Winarsi, 2007).
Tabel I. Beberapa macam Reactive Oxygen Species (ROS) dan antioksidan yang menetralkannya (Percival, 2001)
ROS Neutralizing AntioxidantsRadikal Hidroksil Vitamin C, glutation, flavonoid, asam lipoatRadikal Superoksida Vitamin C, glutation, flavonoid, superoksida
dismutasePeroksida Hidrogen Vitamin C, glutation, flavonoid, beta karoten, vitamin
E, asam lipoatPeroksida Lipid Vitamin E, beta karoten, ubikuinon, flavonoid,
glutation peroksidase
Kemiripan sifat antara radikal bebas dan oksidan terletak pada
agresivitas untuk menarik elektron di sekelilingnya. Berdasarkan
sifat ini, radikal bebas dianggap sama dengan oksidan. Tetapi perlu
diketahui, bahwa tidak setiap oksidan merupakan radikal bebas.
21
Radikal bebas lebih berbahaya dibandingkan dengan senyawa
oksidan non-radikal (Winarsi, 2007).
2.3.1 Definisi Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron
donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil
tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi,
dengan cara mencegah terbentuknya radikal.Antioksidan juga
merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi
dengan mengikat radikal bebas. Akibatnya kerusakan sel dapat
dihambat (Winarsi, 2007). Kebanyakan senyawa ini (misalnya
tokoferol) digunakan sebagai pengawet dalam berbagai produk
(misalnya dalam lemak, minyak dan produk makanan untuk
menunda ketengikan dan perubahan-perubahan yang tidak
diinginkan, dalam karet untuk menunda oksidasi). Pengertian
antioksidan yang lebih relevan secara biologis ialah senyawa alami
atau sintetik yang ditambahkan ke dalam produk untuk mencegah
atau menunda kerusakan yang disebabkan oleh udara
(Winarsi,2007).
2.3.2 Mekanisme antioksidan
Secara garis besar, mekanisme penangkapan radikal bebas
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu secara enzimatik dan
non-enzimatik. Enzim yang dapat berperan sebagai antioksidan
22
adalah superoksida dismutase, katalase, glutation peroksidase, dan
glutation reduktase (Winarsi, 2007).
Secara non-enzimatik, senyawa antioksidan bekerja melalui empat
cara, yaitu sebagai berikut:
a. penangkap radikal bebas, misalnya vitamin C dan vitamin E,
b. pengkelat logam transisi, misalnya EDTA,
c. inhibitor enzim oksidatif, misalnya aspirin dan ibuprofen,
dan
d. kofaktor enzim antioksidan, misalnya selenium sebagai
kofaktor glutation peroksidase.
Aktivitas senyawa polifenol sebagai antioksidan meliputi tiga
mekanisme sebagai berikut.
(a) Aktivitas penangkapan radikal seperti reactive oxygen
species (ROS) ataupun radikal yang dihasilkan dari peroksidasi
lipid seperti R’, RO’ dan ROO’ dengan proses transfer elektron
melalui atom hidrogen,
(b) mencegah spesies senyawa reaktif produksi katalisis transisi
metal seperti reaksi melalui khelasi metal, dan
(c) interaksi dengan antioksidan lainnya, seperti lokalisasi dan
penggabungan dengan antioksidan lainnya.
23
2.3.4 Penggolongan Antioksidan
Menurut sumbernya, antioksidan dapat digolongkan menjadi dua
macam, yaitu antioksidan sintetik dan alami.
a. Antioksidan sintetik
Antioksidan sintetik merupakan antioksidan yang dibuat melalui
sintesis secara kimia, contohnya: ter-butyl hidroquinone (tBHQ),
butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT),
dan propil galat (PG). Konsentrasi rendah dari antioksidan tBHQ
dan BHA telah lama digunakan untuk mencegah oksidasi dari
produk makanan sehingga dapat menstabilkan produk tersebut
(nutrisi, rasa, maupun warna).
Dalam konsentrasi yang tinggi, tBHQ dapat menyebabkan kanker.
Penyebabnya adalah metabolit dari oksidasi tBHQ, yaitu 2-
tertbutyl-1,4-benzoquinone (tBBQ) dan ROS (Gharavi, Haggarty,
dan El-Kadi, 2007). Peters, Rivera, Jones, Monks, dan Lau pada
tahun 1996 melaporkan bahwa antioksidan sintetik, yaitu tBHQ
dan 3-tert-butyl-4-hydroxyanisole dapat mempromosi
karsinogenesis renal dan kandung kemih pada tikus.
Walaupun dalam penelitian tersebut tidak diketahui secara pasti
mekanisme karsinogenesisnya. Begitu pula dengan BHA dan BHT,
dalam konsentrasi tinggi dan penggunaan yang lama, BHA dapat
menginduksi tumor pada perut hewan uji sedangkan BHT dapat
menginduksi tumor pada liver hewan uji. Semua publikasi juga
setuju dengan fakta tersebut.
24
Lain halnya vitamin E yang merupakan antioksidan alami tidak
memiliki sifat karsinogenik (Parke dan Lewis, 1992; Kahl dan
Kappus, 1993). BHT yang diadministrasikan secara kronis
terhadap mencit menyebabkan menurunnya konsentrasi alpha
isozyme of protein kinase C (PKCa) dalam paru-paru sehingga
dapat menginisiasi terjadinya tumor (Kahl, 1984; dan Malkinson,
1999).
b. Antioksidan alami
Antioksidan alami merupakan antioksidan yang diproduksi
langsung oleh tanaman maupun tubuh, contohnya: senyawa
polifenol flavonoid, tanin, katalase dan glutation peroksidase
bekerja dengan cara mengubah H2O2 menjadi H2O dan O2,
sedangkan superoksid dismutase bekerja dengan cara
mengkatalisis reaksi dismutasi dari radikal anion superoksida
menjadi H2O2. (Winarsi, 2007)
25
2.4. PEMBULUH DARAH
2.4.1 Anatomi Pembuluh Darah Aorta
Sistem pembuluh darah terdiri dari beberapa struktur:
1) Jantung, organ yang berfungsi untuk memompa darah ke
seluruh tubuh.
2) Arteri, serangkaian pembuluh eferen yang mengecil
sewaktu bercabang, dan berfungsi untuk mengangkut
darah, dengan nutrient dan oksigen, ke jaringan.
3) Kapiler, pembuluh darah terkecil, berupa jalinan saluran
halus dan rumit yang saling beranastomosis dan dindingnya
merupakan tempat berlangsungnya pertukaran zat antara
darah dan jaringan
4) Vena, terbentuk dari penggabungan kapiler menjadi system
saluran. Ukurannya makin membesar saat mendekati
jantung dengan membawa darah ke jantung, untuk dipompa
keluar lagi.
-Sistem pembuluh limfe yang dimulai dari kapiler limfe, yaitu
saluran yang beranastomosis untuk membentuk pembuluh-
pembuluh yang makin membesar, dan berakhir dalam system
pembuluh darah dengan muara ke vena-vena besar dekat jantung.
-Sistem Sirkulasi dibagi menjadi dua: Makrovaskular, dengan diameter kebih dari 0,1 mm (arteriol besar, muskularis, arteri elastic, dan vena muskularis). Dan Mikrovaskular (arteriol, Kapiler, dan venula post kapiler). (Basic Histology - Text And Atlas -11th Edition)
26
Aorta yang keluar keluar dari ventrikel kiri jantung sebagai aorta
ascendens. Kemudian, aorta ascendens mengalami percabangan
yaitu arcus aorta sebelum melanjutkan diri sebagai aorta
descendens. kemudian menembus diafragma (Hiatus Aorticus)
meninggalkan cavum thoracis menuju cavum abdominalis bersama
ductus thoraxicus setinggi vertebrae Th 12. Arcus aorta memiliki
tiga percabangan yaitu:
1. A.Carotis Comunis Sinistra: (baik dextra maupun sinistra) akan
bercabang menjadi a.carotis interna (yang mendarahi otak) dan
a.carotis externa (yang mendarahi wajah, mulut, rahang dan
leher) .
2. A. subclavia sinistra: (baik dextra dan sinistra) akan bercabang
antara lain menjadi a.vertebralis (mendarahi otak dan medula
spinalis). Kedua a.vertebralis (dextra dan sinistra) akan menyatu
menjadi arteri-arteri spinal yang segmental, dan sebelum naik ke
otak akan membentuk a.basilaris. A.basilaris lalu bercabang
menjadi a.cerebralis posterior dan beranastomosis dengan
a.communicating posterior dan a.cerebralis anterior membentuk
circulus Willisi yang khas di otak. a.subclavia juga akan bercabang
menjadi a.mammaria interna (memperdarahi dinding dada depan
dan kelenjar susu), a.thyrocervicalis dan a.costocervical. Cabang
dari a.thyrocervical adalah a.thyroidea inferior yang mendarahi
kelenjar thyroid, a.suprascapular (a.transversa scapulae) dan
a.transversa colli (a.transversa cervical).
3. Truncus Brachiochepalica, bercabang menjadi A.Subsclavia
Dextra dan A.Carotis Comunis Dextra. Diantara Aorta dengan
27
Truncus A.Pulmonalis ada Chorda Ligamentum Arteriosum
Botalli. Cabang-cabang Aorta Ascendens adalah A.Coronaria
Cordis Dextra dan A.Coronaria Cordis Sinistra. (Pocket Atlas of
Human Anatomy,Heinz Fenesis, 2000)
Stuttgart · New York 2000
Gambar:
Struktur Anatomi Jantung dan Pembuluh darah Aorta. Dilihat dari Ventral (Sobotta, 2006)
28
2.4.2 Histologi Pembuluh Darah
Pada umumnya pembuluh darah terdiri dari lapisan atau tunika, berikut:
1) Tunika Intima: terdiri dari satu lapis sel endotel, yang ditopang oleh lapisan subendotel jaringan ikat longgar yang kadang mengandung sel otot polos.
2) Tunika Media: terdiri dari lapisan konsentris sel-sel otot polos yang tersusun secara berpilin. Diantara sel otot polos, terdapat serat dan lamella elastin, serat retikulin (kolagen tipe III), proteoglikan dan glikoprotein dalam jumlah bervariasi.
3) Tunika Adventisia: terdiri dari serat kolagen dan elastin. Kolagen dalam adventisia berasal dari tipe I, Lapisan ini berangsur menyatu dengan jaringan ikat organ tempat pembuluh darah berada. (Janqueira, 2007)
29
Gambar 11-8. Diagram sebuah arteri muscular dengan pulasan H&E.(kiri) dan sebuah arteri elastis dengan pulasan cara Weigert (kanan). Tunika media sebuah arteri muscular terutama terdiri atas otot polos, sedangkan tunika media sebuah arteri elastis terdiri atas lapisan otot polos yang saling diselingi lembaran-lembaran elastin. Adventisia dan bagian luar media memiliki pembuluh darah kecil (vasa vasorum) dan serat-serat elastin dan kolagen. (Janqueira, 2007)
30
Gambar 11-13. Potongan melintang yang memperlihatkan bagian arteri muscular (kaliber sedang) pembuluh darah kecil (vasa vasorum) juga dijumpai di tunika adventisia. (Janqueira, 2007)
2.4.3 Fungsi dan Disfungsi Endotel
Sel endotel membentuk lapisan tunggal (monolayer; endothelium)
yang melapisi seluruh system vaskular. Sel ini memiliki badan
Weibel-Palade, organel berlapis membrane dengan panjang 0,3um
dan lebar 0,1um untuk menyimpan faktor non Wiilebrand. Sel
endotel dapat diidentifikasi secara imunohistokimiawi dengan
antibody terhadap faktor von Willebrand dan CD31. Endotel
vaskular merupakan jaringan multifugsi yang memiliki banyak
kemampuan sintetik dan metabolik dan aktif dalam interaksi darah-
jaringan. (V.Kumar, 2003)
31
Sifat dan Fungsi Sel Endotel
Mempertahankan sawar Permeabilitas
Mengeluarkan molekul Antikoagulan dan Antitrombotik
Contoh: Prostasiklin, Trombomodulin, Aktivator Plasminogen,
molekul mirip Heparin
Mengeluarkan Molekul Protrombotik
Contoh: Faktor von Willebrand (faktor VIII-vWF), Faktor
jaringan, Inhibitor activator plasminogen
Membentuk Matriks Ekstrasel (Kolagen, Proteoglikan)
Memodulasi Aliran Darah dan Reaktivitas Vaskular
Contoh: Vasokonstriktor, endotelin, ACE, vasodilator, NO,
prostasiklin
Mengendalikan Peradangan dan Imunitas
Contoh: IL-1, IL-6, IL-8, molekul perekat dan Antigen
histokompatibilitas
Mengendalikan Pertumbuhan Sel
Contoh: Stimulator pertumbuhan (PDGF, CSF, FGF), Inhibitor
pertumbuhan (TGF-b)
Mengoksidasi Lipoprotein Densitas Rendah
Istilah disfungsi endotel menerangkan beberapa jenis
perubahan status fungsional sel endotel yang terjadi sebagai
respon terhadap lingkungan. Perubahan ini bisa berlangsung cepat,
32
reversible, dan tidak bergantung pada sintesis protein baru.
Disfungsi endotel dapat bermanifestasi sebagai gangguan
vasodilatasi dependen-endotel, penurunan sistesis nitrat oksida,
peningkatan kadar endotelin, dan pembentukan radikal bebas
oksigen. Pemicu disfungsi endotel adalah sitokin dan produk
bakteri, yang dapat menyebabkan jejas inflamasi dan syok septic;
stress hemodinamik dan produk lemak, yang penting dalam
pathogenesis ATH dan jejas lain. (V.Kumar, 2003)
2.4.3 Aterosklerosis dan Aneurisma
Aterosklerosis adalah penyakit yang sering menyerang
susunan pembuluh darah arteri. Aterosklerosis mula-mula ditandai
oleh deposit lemak pada tunika intima arteri. Selanjutnya dapat
terjadi kalsifikasi, fibrosis, thrombosis dan perdarahan, semuanya
itu membantu terbentuknya suatu plak aterosklerosis yang
kompleks, atau ateroma. Akhirnya, tunika media mulai degenerasi.
Nekrosis pada sel otot polos yang terisi lemak juga terjadi dan
secara progresif semua proses akan menyumbat lumen pembuluh
darah dan melemahkan dinding arteri. (Sylvia A. Price, 2003)
33
Gambar: Proses sebagai respons terhadap hipotesis jejas. 1 dan 2, Jejas endotel disertai melekatnya monosit dan trombosit dan pergerakan monosit ke dalam intima. 3, Migrasi sel otot polos ke dalam intima. 4, Penimbunan lemak di sel otot polos dan makrofag di intima. 5, Plak yang terbentuk sempurna disertai proliferasi sel otot polos dan pembentukan inti lemak. (Kumar, 2007)
Aneurisma adalah suatu dilatasi dinding arteri yang
terlokalisasi. Aneurisma sejati timbul akibat atrofi tunika media
arteri. Aneurisma sejati dapat berbentuk fusiformis atau sakular.
Aneurisma fusiformis dengan bentuk sirkumferensial uniformis,
34
Lipid Colagen
Lymphocyte
sedangkan sakular menonjol keluar dan berhubungan dengan
dinding arteri melalui leher sempit. Serta terdapat Aneurisma palsu
atau pseudoaneurisma adalah akumulasi darah ekstravaskular
disertai disrupsi ketiga lapisan pembuluh darah. Penyebab
aneurisma karena degenerasi dan melemahnya tunika media arteri
seperti Aterosklerosis, atau Sindrom Marfan. Akibat dilatasi dapat
terjadi akibat efek semprotan aliran darah melalui suatu plak
vaskular yang menyumbat, menimbulkan aliran turbulen di distal
lesi; dilatasi pascastenosis ini melemahkan dinding arteri. (Sylvia
A. Price 2003)
Gambar: Aneurisma. A. Pembuluh darah normal. B, Aneurisma tipe sakular. Terjadi pelebaran dinding pembuluh darah pada satu sisi. C, Aneurisma tipe fusiformis. Terdapat dilatasi sirkumferensial pembuluh darah tanpa terjadi rupture. D, Aneurisma semu atau pseudo. Terjadi rupture dan hematoma karena adanya ekstravasasi darah dari lumen ke jaringan ikat ekstravaskular. E, Diseksi. Darah memasuki dinding pembuluh darah dengan ekstravasasi dan berbeda lapisan kemudian dapat terjadi rupture di intima sehingga bisa terjadi ruptur di bagian vasa vasorum di dalam tunika media. (Kumar, 2007).
35
SEL
JARINGA
N
2.5 KERANGKA TEORI
36
SEL
JARINGA
N
LIPID
LIPID NETRAL
FOSFATIDA
SPINGOLIPID
GLIKOLIPID
MINYAK LEMAK
KLASIFIKASI
DITAMBAH
FAKTOR: SUHU,
CAHAYA, O2 &
PEMAKAIAN BERULANG
MINYAK GORENG
MALONDIALDEHIDE (MDA)
STRESS OKSIDATIF MARKER
HIDROLITIC
ENZYMATIC
OXIDATIVE
REVERSION
ANTIOKSIDAN
INHIBITORMINYAK
JELANTAH
RADIKAL BEBAS
ALAMI DAN
BUATANDEFEK KE SEL DAN JARINGAN
PERUBAHAN HISTOPATOLOGI DAN KARSIONOGENESIS
INISIASI PROPAG
ASI TERMINA
PEROKSIDA LIPID
METABOLISME
HEWANI DAN NABATI
RANCIDITY
2.5. KERANGKA TEORI
37
EDNDOGEN
RADIKAL BEBAS
EKSOGEN
PEROKSIDA LIPID
DIET MINYAK JELANTAH
SEL
JARINGA
N
ROS: O2o, O2-, OH o, NO o,
ONOO-, HOCL, H2O, H2O2,
LO, LO2
2.6. KERANGKA KONSEP
38
MINYAK JELANTAH (Angka Peroksida Lipid: 80-100 meq/Kg)
TUNIKA ELASTIKA AORTA
MINGGU KE- 8 MINGGU KE- 12 MINGGU KE- 16
PERUBAHAN HISTOLOGIK PEMBULUH DARAH AORTA Mus Musculus L Galur Swiss Derived
Mus Musculus L Galur Swiss Derived
PEMBERIAN PERLAKUAN
Adaptasi Lingkungan 1 minggu
JantanUsia 8 Minggu
(DEWASA)
Kebersihan Kandang
Kebutuhan harian (Pola Makan) Suhu
Faktor Psikologis
Pemberian Peroral 5ul/gr per hari
Teknik Pemeriksaan
Peroksida Lipid
Teknik Pengambilan Minyak Jelantah
EUTHANASIA
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
III.1. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimental.
Penelitian dilakukan di Laboratorium dengan menggunakan
perlakuan kepada satu atau lebih kelompok eksperimen, kemudian
hasil dibandingkan dengan kelompok kontrol (Sopiyudin, 2009).
III.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Departemen
Farmakologi FK UPN “Veteran” Jakarta serta dilanjutkan di
Laboratorium Patologi Anatomi dan Laboratorium Biokimia
Molekuler FK UI Jakarta. Pelaksanaan penelitian dilakukan dari
bulan November 2011 sampai bulan Januari 2012.
III.3. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah radikal bebas eksogen
berupa minyak jelantah yang diambil secara random dari sisa
minyak goreng dari restoran fastfood di Jakarta yang sudah diukur
angka peroksidanya yaitu 80 - 100 meq/kg.
39
III.4. Besar Sampel
Jumlah ulangan dari tiap kelompok perlakuan akan
dihitung dengan Rumus Federer (Sucy, 2006). Kelompok
perlakukan berjumlah 24 ekor ( kelompok 8 minggu, kelompok 12
minggu, kelompok 16 minggu ) dan satu kelompok kontrol
berjumlah 8 ekor (non-minyak)
Rumus Federer :
(n-1)(t-1) ≥ 15 ; dengan t = jumlah kelompok = 4,
n= jumlah ulangan.
(n-1)(4-1) ≥ 15
(n-1) (3) ≥ 15
n ≥ 6
Berdasarkan perlakuan tersebut, maka jumlah sampel
minimal yang diperlukan adalah 6 atau lebih dari 6, dengan
kelompok 4 dengan 6 ulangan atau lebih dari 6 ulangan.
Kelompok perlakuan tersebut :
40
Kelompok kontrol : beri perlakuan dengan
konsumsi minyak goreng dengan AP (8-10 meq/kg)
sebanyak 10 ul/gram, dan diet standar.
Kelompok minyak jelantah : diberi diet standar dan
minyak jelantah peroral 10 µl/gram berat badan, satu kali
sehari selama 8 minggu (Kelompok -1), 12 minggu
(Kelompok -2), dan 16 minggu (Kelompok -3).
III.5. Bahan Penelitian
1. Mus Musculus L Galur Swiss Derived usia 8
minggu jenis kelamin jantan (32 ekor)
2. Minyak jelantah dengan angka peroksidase >100
meq/kg
3. Makanan Mus Musculus L Galur Swiss derived (5-
10 gram/hari)
4. Aquades Steril (1 liter/hari)
5. Serbuk Kayu kandang (10 gr/kandang/ minggu)
6. Antiseptik aerosol
41
III.6. Alat Penelitian
Kandang hewan, tempat makanan dan minuman, Rak tempat
kandang, Timbangan Standar (milligram), Spuit dispossible 0,1 ml,
Sonde Lambung, Alat busa padat, Selotip, Bedah minor set, Botol
kecil 40 ml beserta tutup, Proses pulasan, Mikrotom, Kaca obyek
dan kaca penutup, Mikroskop binokuler, Lensa okuler dengan
micrometer, Jarum Pentul.
III.7. Variabel dan Definisi Operasional
III.7.1. Variabel Penelitian
a. Variable bebas
Batas waktu pemberian minyak jelantah peroral sebanyak 5
ul/gram/hari setiap ekor untuk 3 kelompok perlakuan (kelompok 8
minggu, kelompok 12 minggu dan kelompok 16 minggu).
b.Variabel terikat
42
Perubahan secara histopatologik pada pembuluh darah
Aorta, lalu dilihat setiap kelompok (1,2 dan 3) setelah dilakukan
euthanasia serta dibuat pulasan dengan pewarnaan Eosin (HE) dan
pewarnaan Verhoeff’s elastic dan dibandingkan dengan kelompok
kontrol). Skala: Ordinal
III.7.2. Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi
Operasional
Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
2. Pembuluh Darah Aorta Mus Musculus L Galur Swiss Derived
Saluran pembawa darah terbesar dari jantung ke seluruh tubuh dan termasuk dalam jenis arteri elastic
Mikroskop Perubahan Histopatologi pembuluh darah Aorta
Ordinal
43
3. Waktu Lama terpaparnya Mus Musculus L Galur Swiss Derived terhadap minyak jelantah
Jam, tanggal, bulan, tahun
Staging perubahan mikroskopis dari pembuluh darah aorta
Ordinal
III.8. Cara Penelitian
1. Pengamatan Kelompok Perlakuan
Mencit-mencit dicatat konsumsi makanan dan minumannya, serta
tanda-tanda toksisitas seperti penurunan berat badan serta
kemungkinan gejala sakit seperti diare, dehidrasi atau kematian.
Selama proses percobaan dilakukan pengamatan berat badan
mencit setiap hari.
2. Euthanasia mencit
Setelah 12, 16 dan 20 minggu, dilakukan euthanasia pada seluruh
mencit dengan anestesi umum menggunakan eter. Kemudian setiap
mencit dilaparotomi mulai dari bawah dagu sampai pangkal paha.
Setelah organ jantung terlihat (dalam keadaan masih hidup) maka
disuntikan cairan formalin 10% sebnayak 0,1 ml secara langsung
ke jantung mencit tersebut untuk memfiksasi pembuluh darah dan
reservasi jaringan secara baik, kemudian ditunggu sebentar.
Setelah mencit mati maka akan diambil organ jantung dan
44
pembuluh darah aorta sampai ke percabangan arteri iliaca untuk
diamati secara makroskopik dan mikroskopik. Pengamatan
makroskopik pada pembuluh darah aorta dilihat dengan perubahan
warna, konsistensi dan bentuk secara in situ. Kemudian pembuluh
darah aorta tersebut difiksasi dalam larutan formalin 10% untuk
dibuat sediaan mikroskopik.
3. Pewarnaan Hematoksilin Eosin dan Pewarnaan Verhoeff’s
elastic
Pengamatan mikroskop organ jantung dilakukan dengan
pemotongan jantung menjadi 3 seksi dari kiri ke kanan, kemudian
diproses menurut cara yang baku menjadi blok paraffin dan
menggunakan pewarnaan Hematoksisilin Eosin (HE) dan
pewarnaan Verhoeff’s elastic merupakan pewarnaan khusus, guna
melihat serat elastin secara lebih jelas, dimana serat elastin tersebut
akan menjadi warna hitam.
Cara Pemotongan:
4. Penilaian histopatologi
Pemeriksaan histopatologi organ jantung dan hati dilakukan di
bagian Patologi Anatomi FKUI yang dilakukan oleh peneliti dan
bimbingan pembimbing. Untuk penilaian kerusakan organ
dilakukan berdasarkan lesi per low power visual field (pembesaran
45
10 x 10), selanjutnya untuk lebih memperjelas lesi dilihat dengan
high power visual field/ HPVF (pembesaran 40 x 10).
Parameter penilaian:
a. Pembuluh darah aorta
Tunika elastika: Penilaian tunika elastika aorta dengan
pembesaran: 4 x 10 dan 4 x 40 berdasarkan berikut:
i. Tunika elastika regular, bergelombang dan teratur, nilai 0
(normal)
ii. Tunika elastika tidak teratur, nilai 1
iii. Tunika elastika rata, nilai 2
iv. Tunika elastika putus, nilai 3
III.9. Analisis data
Dalam uji eksperimental ini data akan dikumpulkan kemudian
diedit,dikoding, di-entry dan cleaning data. Bila data dengan
distribusi normal, akan dilakukan uji anova , Data yang akan
diperoleh akan dilakukan uji normalitas dengan uji Kruskal Wallis.
karena data yang di gunakan tidak saling mempengaruhi atau
Independen dimana ntuk mengetahui perbedaan mean lebih dari
dua kelompok . Prinsip uji Anova adalah melakukan telah
variabilitas data menjadi dua sumber variasi. Tujuan : Untuk
46
mengetahui perbedaan mean lebih dari dua kelompok. Dan anova
adalah melakukan telaah variabilitas data menjadi dua
sumber variasi yaitu variasi dalam kelompok (within) dan variasi
antarkelompok (between). Syarat yang harus di penuhi
adalah varian homogen, sampel/kelompok independen,
databerdistribusi normal, jenis data yangdihubungkan adalah
numerik & kategorik > 2. Dan uji kolerasi Pearson untuk
mengetahui hubungan antara parametenya.
III.10. Protokol Penelitian
47
Mencit (n=
32)
Kelompok kontrol
(minyak goreng dengan Angka Peroksida 8-10
Kelompok Minyak Jelantah
dengan Angka Peroksida 80-100
Minggu
Tesis dr.Maria: ANALISIS DATA
Data yang diperoleh dilakukan uji normalitas dengan Uji Kolmogorov Smirnov, bila data berdistribusi normal, dilakukan Uji Anova untuk mengetahui adanya perbedaan. Untuk mengetahui perbedaan antar kelompok dilakukan Uji Duncan, dan uji korelasi Pearson untuk melihat hubungan parameternya. Apabila data tidak berdistribusi normal, dilakukan uji non-parametrik Kruskal Wallis dan Mann Whitney U. Untuk mengetahui adanya hubungan antar parameter yang diukur dilakukan uji korelasi Spearman’s
PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI
AORTA
Tunika Elastika Aorta
48
XII
VIII
E U T H A N A S I A
XVI
49