75
MODEL KURIKULUM BAGI PESERTA DIDIK YANG MENGALAMI KESULITAN BELAJAR PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2007

13_model Kesulitan Belajar

Embed Size (px)

Citation preview

  • MODEL KURIKULUM BAGI PESERTA DIDIK

    YANG MENGALAMI KESULITAN BELAJAR

    PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

    DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2007

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 i

    ABSTRAK

    Tujuan pembangunan nasional yaitu bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan yang layak dan bermutu. Hal tersebut mengalami kendala karena belum adanya perangkat kurikulum yang dapat mengakomodasi dan melayani kebutuhan spesifik peserta didik. Sementara peserta didik sendiri memiliki kekhasan baik secara fisik, mental, sosial, emosional, maupun kecerdasan. Salah satu yang memiliki kekhasan dalam emosional adalah peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Mereka memiliki kecerdasan rata-rata atau di atas rata-rata tetapi biasanya mengalami kesenjangan antara prestasi belajar dengan potensi yang dimilikinya. Sementara sistem pembelajaran di sekolah belum memungkinkan penyediaan layanan pendidikan yang sesuai untuk peserta didik berkesulitan belajar. Pengembangan model kurikulum bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar ini diharapkan dapat menjadi salah satu upaya dalam menangani peserta didik berkesulitan belajar. Model kurikulum ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan, pedoman, maupun rambu-rambu bagi sekolah dalam menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik yang berkesulitan belajar. Didalam model ini terdapat informasi mengenai kesulitan belajar sehingga dapat memberikan gambaran bagi sekolah dalam mengenali karakteristik peserta didik berkesulitan belajar sehingga mereka mendapatkan pembelajaran dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing. Lebih lanjut, pengembangan model kurikulum bagi peserta didik berkesulitan belajar ini dapat dijadikan pedoman dalam menyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dapat mengakomodasi peserta didik berkesulitan belajar pada satuan pendidikan dasar. Ruang lingkup pengembangan model kurikulum ini meliputi model kurikulum bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), cakupan kesulitan belajar yang dibahas adalah kesulitan belajar membaca (disleksia), menulis (disgrafia), dan berhitung (diskalkulia). Pengembangan model ini melibatkan berbagai ahli pendidikan dan para praktisi yang berpengalaman yang berasal dari perguruan tinggi, tenaga pendidik dan kependidikan, dan pihak lain yang terkait. Kegiatan pengembangan ini dilaksanakan melalui beberapa tahap, antara lain: Penyusunan Desain, Kajian Konsep, Kajian Kebutuhan Lapangan, Penyusunan Kerangka Model, Penyusunan Model, Ujicoba Model, Analisis Hasil Ujicoba, Perbaikan Model, Presentasi Model, Penyempurnaan Model, dan Finalisasi. Metode yang digunakan antara lain pengumpulan data, observasi, workshop, diskusi fokus, serta wawancara. Pengembangan kegiatan kajian kebutuhan lapangan dilakukan di daerah Tangerang sedangkan untuk ujicoba model dilakukan di daerah Boyolali dan Garut. Kegiatan ini menghasilkan model kurikulum bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar dan Contoh KTSP bagi Peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, baik yang dibuat oleh tim kerja maupun yang berasal dari sekolah yang dijadikan sekolah ujicoba untuk model kurikulum bagi peserta didik berkesulitan belajar. Dalam menangani masalah kesulitan belajar, perlu kerjasama antara guru, orang tua, serta peserta didik. Salah satu faktor yang mempengaruhi lambatnya penanganan kesulitan belajar dikarenakan kurangnya pengetahuan dan keterampilan guru dalam mengenali peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajarnya. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi bagi peserta didik yang berguna untuk membantu dalam menangani peserta didik yang mengalami kesulitan dalam belajar serta untuk menentukan metode pembelajaran yang tepat untuk peserta didik tersebut. Guru dapat menggunakan Program Pembelajaran Individual (PPI) sebagai salah satu upaya dalam menangani peserta didik berkesulitan belajar. Program pembelajaran individual ini dirancang dan dilaksanakan pada peserta didik secara individual.

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 ii

    DAFTAR ISI Abstrak ....................................................................................................................... iDaftar Isi ..................................................................................................................... iiBab I Pendahuluan .............................................................................................. 1 A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Landasan Hukum ................................................................................. 1 C. Tujuan .................................................................................................. 2 D. Ruang Lingkup ..................................................................................... 2

    Bab II Pengembangan Konsep ............................................................................... 3 A. Definisi Kesulitan Belajar .................................................................... 3 B. Karakteristik Kesulitan Belajar ............................................................ 4 C. Klasifikasi ............................................................................................ 5 D. Identifikasi ........................................................................................... 10

    Bab III Model Kurikulum Bagi Peserta Didik Berkesulitan Belajar ..................... 12 A. Pendahuluan/Identitas Sekolah/Lembaga ............................................ 12 B. Perumusan Visi, Misi, Tujuan .............................................................. 12 C. Struktur dan Muatan Kurikulum .......................................................... 12 D. Kalender Pendidikan ............................................................................ 14 E. Perencanaan Pembelajaran bagi Peserta Didik Berkesulitan Belajar ... 14 F. Kegiatan Pembelajaran bagi Peserta Didik Berkesulitan Belajar ........ 15 G. Penilaian ............................................................................................... 26 H. Program Pembelajaran Individual (PPI) .............................................. 29

    Bab IV Penutup ...................................................................................................... 30

    Daftar Pustaka ............................................................................................................ 31 Format 1 - Program Pembelajaran Individual (PPI) ................................................... 32Format 2 - Program Pembelajaran Individual (PPI) ................................................... 33Contoh Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar ..................................................................................... 34

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 1

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Tujuan pembangunan nasional mengarah pada upaya peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup secara merata di seluruh pelosok tanah air sesuai yang diamanatkan UUD 1945. Dengan demikian secara hukum seluruh warga negara dijamin untuk memiliki hak yang sama dalam menikmati hasil-hasil pembangunan termasuk hak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu.

    Pendidikan yang layak dan bermutu merupakan sesuatu yang sangat penting dalam menumbuhkan hidup menjadi utuh dan sempurna. Melalui proses pendidikan itulah kepribadian individu dimatangkan dan dikembangkan, sehingga seorang peserta didik menjadi manusia yang dewasa, utuh, dan mandiri. Proses pendidikan tersebut sangat diperlukan bagi peserta didik, termasuk bagi peserta didik berkesulitan belajar.

    Harapan pemerintah untuk dapat melayani seluruh komponen masyarakat akan pendidikan yang layak dan bermutu selama ini belum sepenuhnya bisa terwujud dengan adanya berbagai kendala di berbagai aspek. Kendala tersebut terletak pada sisi komponen pendidikan itu sendiri sebagai subjek maupun pada kondisi masyarakat (peserta didik) sebagai objek.

    Salah satu aspek sisi komponen pendidikan yang menjadi kendala adalah belum adanya perangkat kurikulum yang dapat mengakomodasi dan melayani kebutuhan spesifik peserta didik. Sementara peserta didik sendiri memiliki kekhasan baik secara fisik, mental, sosial, emosional, maupun kecerdasan.

    Peserta didik berkesulitan belajar memerlukan perhatian khusus. Mereka memiliki kecerdasan rata-rata atau di atas rata-rata. Di sekolah reguler, peserta didik berkesulitan belajar umumnya tidak terdeteksi secara baik oleh guru. Mereka biasanya mengalami kesenjangan antara prestasi belajar dengan potensi yang dimilikinya.

    Sistem pembelajaran di sekolah reguler belum memungkinkan penyediaan layanan pendidikan yang sesuai untuk peserta didik berkesulitan belajar. Untuk itu diperlukan upaya-upaya tertentu agar peserta didik berkesulitan belajar di sekolah-sekolah reguler dapat ditangani.

    Salah satu upaya dalam penanganan bagi peserta didik berkesulitan belajar yaitu dengan dikembangkannya sebuah model kurikulum khusus bagi mereka yang berkesulitan belajar. Model kurikulum ini merupakan rancangan pengalaman pembelajaran menyeluruh bagi peserta didik berkesulitan belajar pada satuan pendidikan tertentu.

    B. Landasan Hukum

    1. Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat (1) mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

    pendidikan ayat (3) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem

    pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 2

    2. Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Peserta didik pasal 48

    Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua peserta didik.

    3. Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat (2) :

    Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau social berhak memperoleh pendidikan khusus.

    pasal 32 ayat (1) : Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

    4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22, 23, 24 tahun 2006 tentang Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, dan Pelaksanaan.

    C. Tujuan

    Tujuan Umum: Model kurikulum ini dapat dijadikan acuan bagi sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan, sehingga kebutuhan akan layanan pendidikan bagi setiap peserta didik dapat terpenuhi.

    Tujuan Khusus: Model kurikulum bagi peserta didik yang berkesulitan belajar disusun dengan tujuan : Memberikan gambaran kepada guru dan pihak lain dalam mengenali karakteristik

    peserta didik berkesulitan belajar. Memberikan rambu-rambu kepada guru dalam menyelenggarakan pembelajaran

    bagi peserta didik berkesulitan belajar. Memberikan arah dalam mengembangkan pembelajaran bagi peserta didik

    berkesulitan belajar.

    D. Ruang Lingkup Lingkup pengembangan model kurikulum bagi peserta didik berkesulitan belajar meliputi: 1. Model kurikulum bagi peserta didik berkesulitan belajar ini untuk Sekolah

    Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI). 2. Kesulitan belajar yang dibahas dalam model ini meliputi:

    a. Kesulitan belajar membaca atau disleksia b. Kesulitan belajar menulis atau disgrafia c. Kesulitan belajar berhitung atau diskalkulia

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 3

    BAB II

    PENGEMBANGAN KONSEP

    A. Definisi Kesulitan Belajar Secara harfiah kesulitan belajar merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris Learning Disability yang berarti ketidakmampuan belajar. Kata disability diterjemahkan kesulitan untuk memberikan kesan optimis bahwa anak sebenarnya masih mampu untuk belajar. Istilah lain learning disabilities adalah learning difficulties dan learning differences. Ketiga istilah tersebut memiliki nuansa pengertian yang berbeda. Di satu pihak, penggunaan istilah learning differences lebih bernada positif, namun di pihak lain istilah learning disabilities lebih menggambarkan kondisi faktualnya. Untuk menghindari bias dan perbedaan rujukan, maka digunakan istilah Kesulitan Belajar. Berikut ini beberapa definisi mengenai kesulitan belajar. Hammill, et al., (1981)

    Kesulitan belajar adalah beragam bentuk kesulitan yang nyata dalam aktivitas mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, dan/atau dalam berhitung. Gangguan tersebut berupa gangguan intrinsik yang diduga karena adanya disfungsi sistem saraf pusat. Kesulitan belajar bisa terjadi bersamaan dengan gangguan lain (misalnya gangguan sensoris, hambatan sosial, dan emosional) dan pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya atau proses pembelajaran yang tidak sesuai). Gangguan-gangguan eksternal tersebut tidak menjadi faktor penyebab kondisi kesulitan belajar, walaupun menjadi faktor yang memperburuk kondisi kesulitan belajar yang sudah ada.

    ACCALD (Association Committee for Children and Adult Learning Disabilities) dalam Lovitt, (1989) Kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber dari masalah neurologis, yang mengganggu perkembangan kemampuan mengintegrasikan dan kemampuan bahasa verbal atau nonverbal. Individu berkesulitan belajar memiliki inteligensi tergolong rata-rata atau di atas rata-rata dan memiliki cukup kesempatan untuk belajar. Mereka tidak memiliki gangguan sistem sensoris.

    NJCLD (National Joint Committee of Learning Disabilities) dalam Lerner, (2000) Kesulitan belajar adalah istilah umum untuk berbagai jenis kesulitan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung. Kondisi ini bukan karena kecacatan fisik atau mental, bukan juga karena pengaruh faktor lingkungan, melainkan karena faktor kesulitan dari dalam individu itu sendiri saat mempersepsi dan melakukan pemrosesan informasi terhadap objek yang diinderainya. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar merupakan beragam gangguan dalam menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung karena faktor internal individu itu sendiri, yaitu disfungsi minimal otak. Kesulitan belajar bukan disebabkan oleh faktor eksternal berupa lingkungan, sosial, budaya, fasilitas belajar, dan lain-lain.

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 4

    B. Karakteristik Kesulitan Belajar

    Mencermati definisi dan uraian di atas tampak bahwa kondisi kesulitan belajar memiliki beberapa karakteristik utama, yaitu: 1. Gangguan Internal

    Penyebab kesulitan belajar berasal dari faktor internal, yaitu yang berasal dari dalam anak itu sendiri. Anak ini mengalami gangguan pemusatan perhatian, sehingga kemampuan perseptualnya terhambat. Kemampuan perseptual yang terhambat tersebut meliputi persepsi visual (proses pemahaman terhadap objek yang dilihat), persepsi auditoris (proses pemahaman terhadap objek yang didengar) maupun persepsi taktil-kinestetis (proses pemahaman terhadap objek yang diraba dan digerakkan). Faktor-faktor internal tersebut menjadi penyebab kesulitan belajar, bukan faktor eksternal (yang berasal dari luar anak), seperti faktor lingkungan keluarga, budaya, fasilitas, dan lain-lain.

    2. Kesenjangan antara Potensi dan Prestasi Anak berkesulitan belajar memiliki potensi kecerdasan/inteligensi normal, bahkan beberapa diantaranya di atas rata-rata. Namun demikian, pada kenyataannya mereka memiliki prestasi akademik yang rendah. Dengan demikian, mereka memiliki kesenjangan yang nyata antara potensi dan prestasi yang ditampilkannya. Kesenjangan ini biasanya terjadi pada kemampuan belajar akademik yang spesifik, yaitu pada kemampuan membaca (disleksia), menulis (disgrafia), atau berhitung (diskalkulia).

    3. Tidak Adanya Gangguan Fisik dan/atau Mental Anak berkesulitan belajar merupakan anak yang tidak memiliki gangguan fisik dan/atau mental.

    Kondisi kesulitan belajar berbeda dengan kondisi masalah belajar berikut ini: a. Tunagrahita (Mental Retardation)

    Anak tunagrahita memiliki inteligensi antara 50-70. Kondisi tersebut menghambat prestasi akademik dan adaptasi sosialnya yang bersifat menetap.

    b. Lamban Belajar (Slow Learner) Slow learner adalah anak yang memiliki keterbatasan potensi kecerdasan, sehingga proses belajarnya menjadi lamban. Tingkat kecerdasan mereka sedikit di bawah rata-rata dengan IQ antara 80-90. Kelambanan belajar mereka merata pada semua mata pelajaran. Slow learner disebut anak border line (ambang batas), yaitu berada di antara kategori kecerdasan rata-rata dan kategori mental retardation (tunagrahita)

    c. Problem Belajar (Learning Problem) Anak dengan problem belajar (bermasalah dalam belajar) adalah anak yang mengalami hambatan belajar karena faktor eksternal. Faktor eksternal tersebut berupa kondisi lingkungan keluarga, fasilitas belajar di rumah atau di sekolah, dan lain sebagainya. Kondisi ini bersifat temporer/sementara dan mempengaruhi prestasi belajar.

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 5

    C. Klasifikasi 1. Kesulitan Belajar Perkembangan (Praakademik)

    Kesulitan yang bersifat perkembangan meliputi: a. Gangguan Perkembangan Motorik (Gerak)

    Gangguan pada kemampuan melakukan gerak dan koordinasi alat gerak. Bentuk-bentuk gangguan perkembangan motorik meliputi; motorik kasar (gerakan melimpah, gerakan canggung), motorik halus (gerakan jari jemari), penghayatan tubuh, pemahaman keruangan dan lateralisasi (arah).

    b. Gangguan Perkembangan Sensorik (Penginderaan) Gangguan pada kemampuan menangkap rangsang dari luar melalui alat-alat indera. Gangguan tersebut mencakup pada proses: Penglihatan, Pendengaran, Perabaan, Penciuman, dan Pengecap.

    c. Gangguan Perkembangan Perseptual (Pemahaman atau apa yang diinderai) Gangguan pada kemampuan mengolah dan memahami rangsang dari proses penginderaan sehingga menjadi informasi yang bermakna. Bentuk-bentuk gangguan tersebut meliputi: Gangguan dalam Persepsi Auditoris, berupa kesulitan memahami objek

    yang didengarkan. Gangguan dalam Persepsi Visual, berupa kesulitan memahami objek yang

    dilihat. Gangguan dalam Persepsi Visual Motorik, berupa kesulitan memahami

    objek yang bergerak atau digerakkan. Gangguan Memori, berupa ingatan jangka panjang dan pendek. Gangguan dalam Pemahaman Konsep. Gangguan Spasial, berupa pemahaman konsep ruang.

    d. Gangguan Perkembangan Perilaku Gangguan pada kemampuan menata dan mengendalikan diri yang bersifat internal dari dalam diri anak. Gangguan tersebut meliputi: ADD (Attention Deficit Disorder) atau gangguan perhatian ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau gangguan perhatian

    yang disertai hiperaktivitas.

    2. Kesulitan Belajar Akademik Kesulitan Belajar akademik terdiri atas: a. Disleksia atau Kesulitan Membaca

    Disleksia atau kesulitan membaca adalah kesulitan untuk memaknai simbol, huruf, dan angka melalui persepsi visual dan auditoris. Hal ini akan berdampak pada kemampuan membaca pemahaman. Adapun bentuk-bentuk kesulitan membaca di antaranya berupa: Penambahan (Addition) Menambahkan huruf pada suku kata

    Contoh : suruh disuruh; gula gulka; buku bukuku

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 6

    Penghilangan (Omission) Menghilangkan huruf pada suku kata Contoh : kelapa lapa; kompor kopor; kelas kela

    Pembalikan kiri-kanan (Inversion) Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik kiri-kanan. Contoh : buku duku; palu lupa; 3 ; 4

    Pembalikan atas-bawah (ReversalI) Membalikkan bentuk huruf, kata, ataupun angka dengan arah terbalik atas-bawah. Contoh : m w; u n; nana uaua; mama wawa; 2 5; 6 9

    Penggantian (Substitusi) Mengganti huruf atau angka. Contoh : mega meja; nanas mamas; 3 8

    b. Disgrafia atau Kesulitan Menulis

    Disgrafia adalah kesulitan yang melibatkan proses menggambar simbol-simbol bunyi menjadi simbol huruf atau angka. Kesulitan menulis tersebut terjadi pada beberapa tahap aktivitas menulis, yaitu: Mengeja, yaitu aktivitas memproduksi urutan huruf yang tepat dalam

    ucapan atau tulisan dari suku kata/kata. Kemampuan yang dibutuhkan aktivitas mengeja antara lain (1) Decoding atau kemampuan menguraikan kode/simbol visual; (2) Ingatan auditoris dan visual atau ingatan atas objek kode/simbol yang sudah diurai tadi; untuk (3) Divisualisasikan dalam bentuk tulisan.

    Menulis Permulaan (Menulis cetak dan Menulis sambung) yaitu aktivitas membuat gambar simbol tertulis. Sebagian anak berkesulitan belajar umumnya lebih mudah menuliskan-huruf- cetak yang terpisah-pisah daripada menulis-huruf-sambung. Tampaknya, rentang perhatian yang pendek menyulitkan mereka saat menulis-huruf-sambung. Dalam menulis-huruf-cetak, rentang perhatian yang dibutuhkan mereka relatif pendek, karena mereka menulis per huruf. Sedangkan saat menulis-huruf-sambung rentang perhatian yang dibutuhkan relatif lebih panjang, karena mereka menulis per kata. Kesulitan yang kerap muncul dalam proses menulis permulaan antara lain: 1) Ketidakkonsistenan bentuk/ukuran/proporsi huruf 2) Ketiadaan jarak tulisan antar-kata 3) Ketidakjelasan bentuk huruf 4) Ketidakkonsistenan posisi huruf pada garis Dalam disgrafia terdapat bentuk-bentuk kesulitan yang juga terjadi pada kesulitan membaca, seperti: 1) penambahan huruf/suku kata 2) penghilangan huruf/suku kata 3) pembalikan huruf ke kanan-kiri 4) pembalikan huruf ke atas-bawah 5) penggantian huruf/suku kata

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 7

    Menulis Lanjutan/Ekspresif/Komposisi merupakan aktivitas menulis yang bertujuan mengungkapkan pikiran atau perasaan dalam bentuk tulisan. Aktivitas ini membutuhkan kemampuan (1) berbahasa ujaran; (2) membaca; (3) mengeja; (4) menulis permulaan.

    c. Diskalkulia atau Kesulitan Berhitung Kesulitan berhitung adalah kesulitan dalam menggunakan bahasa simbol untuk berpikir, mencatat, dan mengkomunikasikan ide-ide yang berkaitan dengan kuantitas atau jumlah. Kemampuan berhitung sendiri terdiri dari kemampuan yang bertingkat dari kemampuan dasar sampai kemampuan lanjut. Oleh karena itu, kesulitan berhitung dapat dikelompokkan menurut tingkatan, yaitu kemampuan dasar berhitung, kemampuan dalam menentukan nilai tempat, kemampuan melakukan operasi penjumlahan dengan atau tanpa teknik menyimpan dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam, kemampuan memahami konsep perkalian dan pembagian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian di bawah. Kemampuan dasar berhitung, terdiri atas:

    i. Mengelompokkan (classification), yaitu kemampuan mengelompokkan objek sesuai warna, bentuk, maupun ukurannya. Objek yang sejenis dikelompokkan dalam suatu himpunan, misalnya himpunan kursi, himpunan kelereng merah, himpunan bola besar, dan lain-lain. Pada anak yang kesulitan mengklasifikasi, anak tersebut kesulitan menentukan bilangan ganjil dan genap, bilangan cacah, bilangan asli, bilangan pecahan, dan seterusnya.

    ii. Membandingkan (comparation), yaitu kemampuan membandingkan ukuran atau kuantitas dari dua buah objek. Misalnya: Penggaris A lebih panjang dari penggaris B Bola X lebih kecil dari Bola Y Bangku Merah lebih banyak dari Bangku Biru, dan seterusnya.

    iii. Mengurutkan (seriation), yaitu kemampuan membandingkan ukuran atau kuantitas lebih dari dua buah objek. Pola pengurutannya sendiri bisa dimulai dari yang paling minimal ke yang paling maksimal atau sebaliknya. Contohnya: Penggaris A paling pendek, Penggaris B agak panjang, dan

    Penggaris C paling panjang; Bola X paling besar, Bola Y lebih kecil, dan Bola Z paling

    kecil; Bangku Merah paling banyak, Bangku Biru lebih sedikit, dan

    Bangku Hijau paling sedikit; 5 4 3 atau 20 40 70 80 100; dan seterusnya.

    iv. Menyimbolkan (simbolization), yaitu kemampuan membuat simbol atas kuantitas yang berupa angka/bilangan (0-1-2-3-4-5-6-7-8-9) atau simbol tanda operasi dari sebuah proses berhitung seperti tanda + (penjumlahan), - (pengurangan), x (perkalian), atau (pembagian), < (kurang dari), > (lebih dari), dan = (sama dengan) dan lain-lain. Penguasaan simbol-simbol tanda ini akan berguna saat anak melakukan operasi hitung.

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 8

    v. Konservasi, yaitu kemampuan memahami, mengingat, dan menggunakan suatu kaidah yang sama dalam proses/operasi hitung yang memiliki kesamaan. Bentuk konkret dari konservasi adalah penggunaan rumus atau kaidah suatu operasi hitung. Dalam sebuah operasi hitung berlangsung proses yang serupa untuk objek kuantitas yang berbeda. Misalnya dengan memahami konsep penjumlahan anak akan tahu bahwa 2+5 adalah 7 dan 4+9 adalah 13; karena meskipun jumlah angkanya berbeda tetapi pola hitungannya sama. Anak akan mengalami kesulitan saat menterjemahkan kalimat bahasa menjadi kalimat matematis pada soal cerita.

    Kemampuan dalam menentukan nilai tempat; Dalam berhitung/matematis, pemahaman akan nilai tempat adalah sesuatu yang penting, karena bilangan ditentukan nilainya oleh urutan atau posisi suatu angka di antara angka lainnya. Dalam matematika, bilangan yang terletak di sebelah kiri nilainya lebih besar dari bilangan di sebelah kanan. Misalnya pada bilangan 15; angka 1 nilainya adalah 1 puluhan sedangkan angka 5 adalah 5 satuan. Konsep nilai puluhan dan satuan melekat pada posisi/tempatnya masing-masing. Begitu juga nilai ratusan, ribuan, puluhribuan, dan seterusnya. Pemahaman mengenai konsep nilai tempat juga penting dalam operasi hitung. Pada operasi penjumlahan konsep ini akan mengarahkan penentuan berapa nilai yang disimpan, sedangkan operasi pengurangan konsep nilai tempat akan mengarahkan penentuan berapa nilai yang dipinjam. Contoh:

    atau Kemampuan melakukan operasi penjumlahan dengan atau tanpa

    teknik menyimpan; dan pengurangan dengan atau tanpa teknik meminjam. Anak yang tidak menguasai tahapan konservasi akan kesulitan melakukan operasi hitung. Anak yang belum menguasai konsep nilai tempat akan mengalami kesulitan dalam proses operasi hitung penjumlahan dengan menyimpan atau pengurangan dengan meminjam. Berikut ini contoh penerapan konsep nilai tempat pada operasi hitung.

    63 18 + 81

    1 1+

    Penjumlahan dengan menyimpan

    +

    75 27- 48

    1 0-6

    Pengurangan dengan meminjam

    19 23 + 312

    19 23 + 32

    Menjumlah dengan tidak menghiraukan teknik menyimpan

    Menjumlah semua bilangan tanpa melihat makna nilai tempat

    54 27 - 37

    Mengurang dengan tidak menghiraukan teknik meminjam

    54 27 - 33

    Mengurangi semua bilangan yang lebih besar dengan bilangan yang lebih kecil

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 9

    Kemampuan memahami konsep perkalian dan pembagian Konsep perkalian merupakan lanjutan dari konsep operasi penjumlahan. Perkalian pada dasarnya adalah penjumlahan yang berulang (sebanyak angka pengalinya). Sedangkan konsep pembagian adalah lanjutan dari konsep operasi pengurangan. Pembagian pada dasarnya adalah pengurangan yang berulang (sebanyak angka pembaginya). Kedua konsep operasi hitung ini akan bisa dikuasai anak hanya bila anak telah menguasai konsep penjumlahan dan pengurangan. Pada anak yang kesulitan mengalikan atau membagi akan cenderung menebak-nebak jawaban atau tidak cermat melakukan proses penghitungan. Contoh:

    Perkalian dijadikan penjumlahan = 2 x 5 = 7

    Perkalian yang tidak cermat = 2 x 5 = 8

    Pembagian dijadikan pengurangan = 12 : 3 = 9

    Pembagian yang tidak cermat = 12 : 3 = 6

    Dan seterusnya.

    Kemampuan Menjumlah dan Megurang Bilangan Bulat Bilangan bulat terdiri dari bilangan positif dan negatif. Penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif lain pada umumnya tidak ditemukan kendala. Misal: 10 + 3 = 13 7 + 13 = 20 Pada operasi pengurangan yang nilai pengurangnya lebih kecil, juga tidak ditemukan kendala. Misal: 10 - 3 = 7 17 - 8 = 9

    Kesulitan-kesulitan yang dihadapi pada operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yaitu:

    (1) Penjumlahan bilangan bulat positif dengan negatif Contoh: 14 + (-10) = .... 5 + (- 9) = ....

    (2) Penjumlahan bilangan bulat negatif dengan positif Contoh: - 7 + 9 = .... - 8 + 3 = ....

    (3) Penjumlahan bilangan bulat negatif dengan negatif Contoh: -8 + (-7) = .... -9 + (-12) = ....

    (4) Pengurangan bilangan bulat positif dengan positif (bilangan pengurangan lebih besar) Contoh: 6 10 = .... 8 12 = ....

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 10

    (5) Pengurangan bilangan bulat positif dengan negatif Contoh: 7 (-10) = .... 9 (-3) = ....

    (6) Pengurangan bilangan bulat negatif dengan positif Contoh: - 4 8 = ....

    -5 9 = ....

    (7) Pengurangan bilangan bulat negatif dengan negatif Contoh: - 3 (-5) = .... -7 (-2) = ....

    Dari uraian di atas, tampak bahwa kemampuan berhitung merupakan kemampuan yang sifatnya bertingkat. Dimulai dari tingkat yang paling sederhana, yaitu kemampuan dasar (seperti klasifikasi, komparasi, seriasi, serta simbolisasi dan konservasi) sampai kemampuan yang kompleks (yang sifatnya operasional seperti nilai tempat, operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian). Dengan demikian, kesulitan berhitung (diskalkulia) pada anak berkesulitan belajar pun bisa terjadi pada tingkat-tingkat kemampuan tersebut.

    D. Identifikasi Identifikasi dalam hal ini merupakan proses untuk menemukenali individu agar diperoleh informasi tentang jenis-jenis kesulitan belajar yang dialami. Untuk mengantisipasi kekeliruan dalam klasifikasi dan agar dapat diberikan layanan pendidikan pada anak berkesulitan belajar, diperlukan semacam instrumen untuk mengidentifikasi kondisi kesulitan belajar tersebut. Instrumen ini berupa tabel inventori atau daftar ceklis. Instrumen ini bisa digunakan guru kelas untuk mengidentifikasi kemampuan siswanya. Identifikasi dilakukan melalui observasi atau pengamatan. Pada umumnya karakteristik peserta didik dapat dikenali setelah 3 bulan pertama setelah mengikuti pembelajaran di kelas. Melalui identifikasi akan diperoleh informasi tentang klasifikasi kesulitan belajar yang dialami anak. Dari klasifikasi tersebut dapat disusun perencanaan program dan tindakan pembelajaran yang sesuai. Identifikasi dilakukan melalui pengamatan dengan menggunakan instrumen daftar cek. Berikut ini instrumennya.

    Identifikasi Awal Anak Berkesulitan Belajar

    No. Perilaku yang teramati Ceklis 1. Perhatian mudah teralih 2. Lambat dalam mengikuti instruksi atau menyelesaikan tugas 3. Tidak kenal lelah atau aktivitas berlebihan 4. Sering kehilangan barang-barang atau mudah lupa 5. Sering menabrak benda saat berjalan 6. Cenderung ceroboh 7. Kesulitan mengikuti ritme atau ketukan 8. Kesulitan bekerjasama dengan teman 9. Kesulitan meniru gerakan yang dicontohkan

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 11

    No. Perilaku yang teramati Ceklis 10. Kesulitan melempar dan menangkap bola 11. Kesulitan membedakan arah kirikanan, atas-bawah, depanbelakang 12. Kesulitan dalam mengenal huruf 13. Kesulitan untuk membedakan huruf b-d, p-q, w-m, n-u 14. Kualitas tulisan sangat buruk (tidak terbaca) 15. Kehilangan huruf saat menulis 16. Kurang dapat memahami isi bacaan 17. Menghilangkan kata saat membaca 18. Kosakata terbatas 19. Kesulitan untuk mengemukakan pendapat 20. Kesulitan untuk mengenali konsep angka dan bilangan 21. Kesulitan memahami soal cerita 22. Kesulitan membedakan bentuk geometri (lingkaran, persegi, persegi

    panjang, dan segitiga)

    23. Kesulitan membedakan konsep +, -, x dan : 24. Sulit membilang secara berurutan 25. Sulit mengoperasikan hitungan Perilaku lain yang teramati:

    Bila dari hasil pengamatan, seorang anak menunjukkan lebih dari delapan item perilaku dalam daftar ceklis ini, kemungkinan anak tersebut berisiko mengalami kesulitan belajar (Sumarlis, 2007). Untuk memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai kondisi kesulitan belajarnya, anak bisa dirujuk kepada tenaga ahli (psikolog, pedagog), sehingga layanan pendidikan yang diberikan kepada anak berkesulitan belajar menjadi lebih tepat. Namun, tanpa rujukan tenaga ahli pun, guru tetap dapat menyusun program dan melaksanakan pembelajaran bagi peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 12

    BAB III

    MODEL KURIKULUM BAGI PESERTA DIDIK BERKESULITAN BELAJAR

    A. Pendahuluan/ Identitas Sekolah/Lembaga Berisi mengenai profil sekolah, memuat nama, alamat, dan bila perlu sejarah berdirinya sekolah.

    B. Perumusan Visi, Misi, Tujuan Berisi visi, misi dan tujuan sekolah

    Visi Memuat sasaran yang akan dicapai pada tingkat satuan pendidikan. Visi mengarah pada pemberian layanan kebutuhan peserta didik berkesulitan belajar.

    Misi Memuat langkah-langkah untuk mewujudkan visi dengan memberikan layanan secara umum dengan memperhatikan peserta didik berkesulitan belajar.

    Tujuan Satuan Pendidikan Tujuan Pendidikan Nasional tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3). 1. Tujuan Umum

    Disesuaikan dengan tujuan institusional (tujuan tingkat satuan pendidikan)

    2. Tujuan Khusus Disesuaikan dengan tujuan masing-masing mata pelajaran dengan memperhatikan hambatan yang dialami peserta didik berkesulitan belajar yang berfokus pada tujuan pencapaian kompetensi.

    C. Struktur dan Muatan Kurikulum, meliputi: 1. Struktur Kurikulum

    Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Struktur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran.

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 13

    2. Muatan Kurikulum Terdiri dari: Mata Pelajaran

    meliputi Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Seni Budaya dan Keterampilan, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan yang dikembangkan ke dalam silabus berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Untuk kelas I, II, dan III mata pelajaran diajarkan secara terpadu/tematik. Sedangkan pada kelas IV, V, dan VI mata pelajaran diajarkan berdiri sendiri.

    Muatan Lokal Disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan kekhasan daerah masing-masing.

    Kegiatan Pengembangan Diri Kegiatan yang dilakukan diluar jam belajar efektif yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah yang bertujuan mengembangkan potensi diri, bakat, dan minat peserta didik agar mampu mengaktualisasikan diri.

    Pengaturan Beban Belajar Beban belajar ditentukan berdasarkan pada: a. Alokasi waktu b. Kalender pendidikan

    Contoh Format Pengaturan Beban Belajar

    Satuan Pendidikan Kelas

    Satu Jam Pembelajaran Tatap Muka

    (Menit)

    Jumlah jam

    Pembelajaran Per Minggu

    Minggu Efektif

    Per Tahun Ajaran

    Waktu Pembelajaran

    Per Tahun

    Jumlah Jam

    Pertahun

    ... ... ... ... ... ... ...

    Ketuntasan Belajar

    Ketuntasan belajar disepakati oleh pihak sekolah dan komite sekolah pada awal tahun pelajaran dengan mempertimbangkan kompetensi individu. Ketuntasan setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi berkisar antara 0 s/d 100%.

    Kenaikan Kelas dan kelulusan Kenaikan kelas berdasarkan ketuntasan belajar dan kompetensi yang dicapai peserta didik. Penentuan peserta didik yang naik kelas dilakukan oleh sekolah dalam suatu rapat dewan guru dengan mempertimbangkan SKB sikap, penilaian, budi pekerti, dan kehadiran peserta didik yang bersangkutan. Standar Minimal Kelulusan Sekolah Dasar dibuat oleh BSNP untuk dijadikan acuan penyusunan naskah soal Ujian Sekolah sesuai dengan ketentuan PP 19

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 14

    Tahun 2005 Pasal 72 ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar setelah: a. Menyelesaikan seluruh program pembelajaran b. Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh

    mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.

    c. Lulus Ujian Sekolah/Madrasah untuk kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

    Pendidikan Kecakapan Hidup Pendidikan kecakapan hidup merupakan keterampilan yang diberikan untuk mengembangkan potensi, bakat, dan minat sebagai bekal hidup dimasa depan.

    Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global Sekolah yang memiliki karakteristik dan keunggulan di bidang tertentu dapat mengembangkan pendidikan berbasis keunggulan baik lokal maupun global untuk mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki. Misal: Sekolah memiliki keunggulan di bidang Bahasa Inggris maka dapat

    mengembangkan pembelajaran dwibahasa (bilingual).

    D. Kalender Pendidikan Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur.

    E. Perencanan Pembelajaran bagi Peserta Didik Berkesulitan Belajar 1. Melakukan Asesmen

    Asesmen Akademik Mengumpulkan informasi tentang kemampuan membaca, menulis, dan berhitung.

    Asesmen Non-akademik Mengumpulkan informasi tentang perilaku anak.

    2. Menetapkan Setting Pembelajaran Kelas Reguler

    Peserta didik berkesulitan belajar berada di kelas reguler tanpa dipisah dengan peserta didik yang lain. Apabila peserta didik berkesulitan belajar yang berada di kelas reguler mendapat layanan sesuai dengan kebutuhannya maka disebut kelas Inklusif. Layanan yang diberikan dapat menggunakan setting individual seperti yang dijelaskan di bawah (bagian c). Sedangkan bila peserta didik berkesulitan belajar tidak mendapat layanan maka disebut kelas integrasi.

    Kelompok Beberapa peserta didik berkesulitan belajar digabung dalam satu ruang khusus dan diberikan layanan pembelajaran tersendiri.

    Individual Setting pembelajaran ini dirancang dan dilaksanakan pada peserta didik secara individual. Dalam pelaksanaannya, guru melayani peserta didik berkesulitan belajar secara terpisah atau dapat melayani peserta didik berkesulitan belajar bersama peserta didik yang lain di dalam kelas (klasikal).

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 15

    Setting pembelajaran di atas dapat dilakukan di sekolah model inklusif ataupun sekolah reguler pada umumnya.

    3. Mempertimbangkan Pendekatan Pembelajaran Perencanaan pembelajaran untuk peserta didik berkesulitan belajar perlu mempertimbangkan beberapa pendekatan. Masing-masing pendekatan pembelajaran memiliki asumsi yang berbeda-beda. Berikut ini beberapa pendekatan pembelajaran.

    a. Pendekatan Perkembangan: Kemampuan peserta didik berkembang sesuai dengan usia. Kemampuan atau hambatan dipengaruhi oleh tahap perkembangan

    sebelumnya.

    b. Pendekatan Perilaku: Kemampuan atau hambatan peserta didik muncul dalam bentuk perilaku Kemampuan atau hambatan yang muncul merupakan masalah saat ini

    c. Pendekatan Kognitif: Peserta didik harus mempelajari makna belajar Belajar merupakan proses penataan pikiran Pemahaman merupakan tujuan dari proses dan hasil belajar

    d. Pendekatan Humanistik Pendekatan humanistik merupakan pandangan yang berusaha memahami manusia sebagai makhluk yang bermartabat. Beberapa hal yang patut menjadi perhatian dalam pendekatan humanistik adalah: Kebutuhan individu Potensi diri Pengembangan harga diri

    Setiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Ragam kebutuhan ini perlu diperhatikan, agar potensi peserta didik dapat berkembang secara optimal. Menurut Maslow, kebutuhan dasar meliputi kebutuhan fisik, rasa aman, harga diri, kebutuhan akan cinta kasih, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Karena keunikannya, seorang peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda dengan peserta didik lain dan kondisi ini perlu diidentifikasi. Selain memperhatikan kebutuhan individual, potensi setiap peserta didik perlu digali. Dengan memahami kelebihan dan kekurangan setiap peserta didik, pengarahan diri peserta didik dapat dikembangkan. Dalam hal ini, aspek-aspek positif dari peserta didik lebih ditekankan, sehingga harga dirinya dapat ditngkatkan. Dengan harga diri yang tinggi, diharapkan peserta didik lebih memiliki kesediaan belajar dan mengembangkan diri. Tujuan dari pendekatan humanistik pada dasarnya untuk mengembangkan potensi dan aktualisasi seluruh kemampuan peserta didik. Dalam pembelajaran, perlu dikembangkan sikap empatik agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian, peserta didik dapat belajar dengan rasa aman, nyaman, dalam situasi pembelajaran yang menyenangkan.

    4. Menyiapkan Rancangan Pembelajaran Individual Tahapan-tahapan dalam pembelajaran sesuai dengan setting pembelajaran (setting inklusif/kelompok dan setting individual).

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 16

    F. Kegiatan Pembelajaran bagi Peserta Didik Berkesulitan Belajar 1. Pembelajaran Membaca

    Membaca Permulaan merupakan proses penerjemahan simbol bunyi menjadi bunyi yang bermakna. Sedangkan Membaca Pemahaman merupakan proses menemukan makna/pesan/informasi dari bacaan. Beberapa tahapan membaca antara lain: Pra-Membaca memerlukan proses pengenalan konsep arah (atas-bawah;

    depan-belakang; kanan-kiri), bentuk simbol huruf, dan konsep urutan. Membaca Permulaan memerlukan proses pengenalan huruf, suku kata, tanda

    baca, kata, dan kalimat. Ketepatan artikulasi dan Intonasi juga dikembangkan pada tahap membaca permulaan ini.

    Membaca Pemahaman memerlukan proses pemahaman makna kata, kelompok kata dan kalimat.

    Pembelajaran membaca dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut: a. Pendekatan Perkembangan

    Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan teori per-kembangan memandang bahwa membaca merupakan bentuk kemampuan yang dipengaruhi oleh faktor kemampuan pra-membaca. Oleh karena itu, penanganan kesulitan membaca lebih diarahkan pada penguatan kemampuan pra-membacanya. Latihan-latihan persepsi visual amat dipentingkan di sini, misalnya: Latihan konsep lateral yang mengembangkan konsep arah (atas-bawah,

    depan-belakang, tengah-tepi, kiri-kanan) Aktivitas pengenalan simbol/bentuk bermakna (tanda panah, gambar

    simbol umum, huruf, angka) Aktivitas mengurutkan benda (sesuai warna, bentuk, pola, dan seterusnya) Aktivitas mengaitkan antara bentuk pola huruf dan bunyinya Rekomendasi : Metode Selusur untuk aktivitas membaca permulaan dan

    Metode Pengalaman Berbahasa untuk aktivitas membaca pemahaman.

    a) Metode Selusur (V-A-K-T) Pra-Membaca dan Membaca Permulaan dengan Pendekatan Perkembangan Prinsip: Mendayagunakan sebanyak-banyaknya kemampuan sensoris atau penginderaan.

    1. Visual : penglihatan 2. Auditori : pendengaran 3. Taktil : perabaan 4. Kinestetik : kesadaran pola gerak

    Langkah-langkah: 1. Perlihatkan sebuah huruf berukuran besar 2. Guru menyebutkan nama huruf & anak mengulanginya 3. Guru mencontohkan cara menelusuri pola huruf itu dengan jari tangan 4. Anak menelusuri pola huruf itu dengan jari tangan sendiri. 5. Saat menelusuri pola huruf, anak membunyikan nama hurufnya. 6. Ulangi kegiatan tersebut dua atau tiga kali. 7. Berikan anak selembar kertas berisi pola titik-titik huruf tersebut. 8. Anak merangkaikan titik-titik pola huruf tersebut. 9. Saat merangkaikan titik-titik pola huruf, anak membunyikan nama hurufnya. 10. Anak menuliskan pola huruf di udara, sambil membunyikan nama hurufnya. 11. Tugaskan anak menulis huruf tersebut di kertas polos, sambil membunyikan nama

    hurufnya. (Fernald,1988 & Gillingham, 1976 dalam Lerner, 2000)

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 17

    b. Pendekatan Perilaku Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan teori perilaku memandang bahwa membaca merupakan bentuk kemampuan yang kemampuan dan hambatannya tampak pada saat proses membacanya sendiri. Ketidaklancaran membaca merupakan salah satu bentuk hambatan yang sering tampak. Model layanan pembelajaran yang ditawarkan oleh pendekatan pembelajaran ini berupa kegiatan remediasi, seperti: Pembiasaan membaca huruf, suku kata, kata dan kalimat yang secara

    bertahap taraf kesulitannya kian ditingkatkan Pengenalan huruf, suku kata, kata dan kalimat, terutama pada bagian di

    mana anak kerap menunjukkan kesulitan. Rekomendasi : Metode Bunyi untuk aktivitas membaca permulaan dan

    Metode Linguistik untuk aktivitas membaca pemahaman

    a) Metode Bunyi/Fonik Metode Membaca Permulaan dengan Pendekatan Perilaku Prinsip

    1. Menamai huruf sesuai dengan bunyi-nya. Misalnya: Huruf k dibunyikan /ek/ atau /ke/.

    g dibunyikan /eg/ atau /ge/. 2. Contoh Pelafalan Kata kaki : ek - a - ek - i, bukan : ka - a - ka i

    Langkah-langkah 1. Anak diperintahkan menggunakan bunyi huruf saat mengeja 2. Anak memanjangkan bunyi huruf tersebut saat akan menyambungkan dengan

    bunyi huruf lain. 3. Pengajaran dimulai dengan susunan huruf KV-KV lalu dilanjutkan dengan pola

    huruf lain yang lebih rumit 4. Anak dikenalkan dengan bunyi konsonan rangkap sebagai satu kesatuan bunyi.

    Misalnya konsonan /ng/ dan /ny/ 5. Selain itu anak juga dikenalkan dengan bunyi diftong (vokal rangkap sebagai

    sebagai satu kesatuan bunyi. Misalnya diftong /ai/, /au/, dan /oi/

    (Kirk & Minskoff, dalam Lerner 2000)

    b) Metode Pengalaman Berbahasa Metode Membaca Permulaan dengan Pendekatan Perkembangan Prinsip

    1. Mengintegrasikan sekaligus 4 aspek berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis)

    2. Bahasa harus dapat menyampaikan pesan/informasi 3. Pesan/informasi berasal dari anak sendiri 4. Guru memfasilitasi anak agar mendayagunakan kemampuan berbahasanya untuk

    menyampaikan dan menerima informasi Langkah-langkah

    1. Anak ditugaskan menceritakan pengalaman atau pikirannya 2. Guru menuliskan pengalaman atau pikiran anak tersebut di papan tulis 3. Cerita di papan tulis ini menjadi materi bacaan 4. Anak disuruh membaca bacaan itu 5. Anak lain memberi komnetar, pendapat dan saran terhadap cerita tersebut 6. Anak menyalin cerita tersebut 7. Secara bertahap, pada kegiatan-kegiatan selanjutnya, anak dilatih untuk

    menuliskan sendiri ceritanya (Kirk & Minskoff, dalam Lerner 2000)

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 18

    c. Pendekatan Kognitif Menilik proses tahapan belajar membaca di atas, pendekatan teori kognitif memandang bahwa membaca merupakan suatu pemrosesan terhadap informasi yang berupa pola-pola. Baik itu pola penggabungan huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata maunpun gabungan kata menjadi kalimat. Pola-polanya sendiri bisa diajarkan secara langsung maupun secara tak langsung, atau anak akan menemukan sendiri polanya. Model layanan pembelajaran yang ditawarkan oleh pendekatan pembelajaran ini berupa kegiatan penemuan pola-pola seperti: Menemukan pola gabungan huruf vokal-konsonan menjadi suku kata

    tertentu Menggunakan pola kata tertentu dalam kalimat (D-M dan M-D; frasa,

    kata majemuk, kata ulang, dll.) Memahami pola kalimat sesuai jabatan katanya. Melakukan proses membaca pemahaman secara bertahap, sehingga

    pengalaman membaca menjadi sesatu yang bermakna Rekomendasi : Metode Pengalaman Berbahasa untuk aktivitas

    membaca permulaan dan Metode SAS, Metode KWL, Metode Mindmap untuk aktivitas membaca pemahaman

    b) Metode Linguistik Metode Membaca Permulaan/Lanjut dengan Pendekatan Perilaku Prinsip

    1. Anak dapat menyimpulkan sendiri pola hubungan antara simbol huruf dan bunyi dari simbol huruf tersebut.

    2. Mengajarkan kata secara utuh 3. Penekanan pada kemiripan bunyi 4. Tidak memperhatikan makna kalimat

    Langkah-langkah 1. Berikan anak beberapa kata yang bermiripan

    Misal : Anjing dan kucing Anjing dan kucing suka daging Anjing dan kucing berguling

    2. Tugaskan anak untuk membaca nyaring rangkaian kalimat tersebut 3. Ulangi sampai anak sadar kemiripian bunyi 4. Biarkan anak mengulang kata/kalimat meski belum paham maknanya

    (Barnhart dalam Lerner, 2000)

    a) Metode Pengalaman Berbahasa Metode Membaca Permulaan dengan Pendekatan Perkembangan Prinsip

    1. Mengintegrasikan sekaligus 4 aspek berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis)

    2. Bahasa harus dapat menyampaikan pesan/informasi 3. Pesan/informasi berasal dari anak sendiri 4. Guru memfasilitasi anak agar mendayagunakan kemampuan berbahasanya untuk

    menyampaikan dan menerima informasi Langkah-langkah

    1. Anak ditugaskan menceritakan pengalaman atau pikirannya 2. Guru menuliskan pengalaman atau pikiran anak tersebut di papan tulis 3. Cerita di papan tulis ini menjadi materi bacaan 4. Anak disuruh membaca bacaan itu 5. Anak lain memberi komnetar, pendapat dan saran terhadap cerita tersebut 6. Anak menyalin cerita tersebut 7. Secara bertahap, pada kegiatan-kegiatan selanjutnya, anak dilatih untuk menuliskan

    sendiri ceritanya (Bloom)

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 19

    c) Metode K-W-L [Known-Want-Learned] Metode Membaca Pemahaman dengan Pendekatan Kognitif Prinsip

    1. Membiasakan anak membaca secara terstruktur 2. Proses membaca dibagi dalam 3 tahap, yaitu: menggali pengetahuan sebelum membaca,

    tujuan saat membaca, dan memperoleh manfaat setelah membaca. 3. Sistem tabulasi akan memudahkan proses kegiatan dengan metode ini.

    Langkah-langkah 1. Tanyai anak mengenai apa yang sudah diketahui tentang teks bacaan 2. Ajak anak memahami apa yang ingin diketahuinya dari teks bacaan 3. Tanyai anak mengenai apa yang diperolehnya dari teks bacaan 4. Gunakan tabel KWL

    K (Sebelum membaca)

    W (Saat membaca)

    L Setelah membaca

    What we KNOW What we WANT to find out What we have LEARNED

    Apa yang sudah kita KETAHUI(Mengenai isi bacaan)

    Apa yang INGIN kita temukan

    (Dari isi bacaan)

    Apa yang telah kita PELAJARI(Dari isi bacaan)

    Tabel KWL untuk Siswa Nama : ____________ Kelas/Sem : _______ Judul Bacaan : ___________________________________________________________

    K W L

    . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

    . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

    . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

    . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

    . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

    . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

    . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

    . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

    . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

    (Ogle dalam Lerner, 2000)

    b) Metode S-A-S [Sintesis-Analisis-Struktur] Metode Membaca Permulaan dengan Pendekatan Kognitif Prinsip

    1. Guru memfasilitasi anak agar mendaya-gunakan kemampuan berbahasaMenggunakan 2 proses berpikir, yaitu sintesis dan analisis

    2. Sintesis : proses berpikir memadukan 3. Analisis : proses berpikir mengurai 4. Anak dibiasakan memproses teks secara utuh 5. Kata/kalimat diurai menjadi suku kata, huruf, lalu dikembalikan menjadi kata &

    kalimat kembali Langkah-langkah

    1. Berikan anak sebuah kata 2. Anak mengeja kata itu menjadi sukukata 3. Anak mengurai kata itu menjadi huruf-huruf 4. Ulangi, sampai anak menyadari hubungan antara bunyi dan sukukata/huruf 5. Dengan mengeja, anak merangkai kembali huruf tersebut menjadi sukukata/kata 6. Anak membaca utuh kata tersebut

    Catatan: Proses yang sama bisa diterapkan ke dalam kalimat.

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 20

    d) Metode MINDMAPPING [Pemetaan Pikiran]

    Metode Membaca Pemahaman dengan Pendekatan Kognitif Prinsip

    1. Diasumsikan selaras dengan proses berpikir manusia 2. Menuliskan kerangka berpikir dalam bentuk gambar (visual) 3. Pokok Pikiran diletakkan di tengah gambar 4. Semakin jauh letaknya dari cabang semakin rinci uraiannya 5. Bisa digunakan ketika membaca pemahaman maupun merancang tulisan

    Langkah-langkah 1. Contoh berikut digunakan untuk membimbing dalam merangkumbacaan 2. Anak disuruh membuat bulatan di tengah-tengah kertas 3. Anak menuliskan pokok pikiran dari yang dibaca di dalam bulatan tersebut 4. Anak disuruh membuat garis untuk cabang-cabang di sekitar bulatan tersebut (Misalnya

    empat buah cabang) 5. Pada masing-masing garis dituliskan

    - Topik 1 : _______________________________ - Topik 2 : _______________________________ - Topik 3 : _______________________________ - Topik 4 : _______________________________

    6. Bila sudah selesai membuat mind-map-nya, anak dapat dilanjutkan dengan menuliskan ringkasan bacaan dengan panduan kerangka tersebut

    7. Bimbinglah anak untuk selalu mengacu pada kerangka mind-map yang dibuat.

    (Hernowo, 2004, McGregor, 2004) Contoh-contoh Mindmap (Kosong)

    TOPIK UTAMA

    Topik 1 Topik 2

    Topik 3 Topik 4

    Contoh-contoh Mindmap (Sudah Berisi)

    MAKHLUK

    HIDUP HHeewwaann T

    Tuummbbuuhhaann

    MMaannuussiiaa

    CCiirrii UUttaammaa

    Berkembang biak

    Generatif

    Vegetatif

    Bertelur

    Unggas Reptil

    Beranak

    Mamalia

    Bertelur Beranak

    Bbrp Reptil

    Membelah diri

    Amuba

    Generatif

    Vegetatif

    Penyerbukan

    Tumbuhan Berbunga

    Alami

    Spora Tunas Rimpang

    Buatan

    Cangkok Okulasi Enten

    Beranak

    Mamalia

    Generatif

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 21

    2. Pengembangan Kemampuan Menulis Menulis Permulaan merupakan aktivitas menerjemahkan simbol bunyi menjadi simbol visual (huruf). Sedangkan Menulis Komposisi adalah penuangan ide, pikiran, dan perasaan secara tertulis. Beberapa tahapan menulis antara lain: Pra-Menulis meliputi kemampuan motorik halus, ketepatan posisi tubuh dan

    tangan saat menulis, ketepatan pengaturan pensil-kertas, pengenalan pola-bentuk huruf. Perkembangan pra-menulis ini juga dipengaruhi oleh kemampuan persepsi visual dan auditoris.

    Menulis-Permulaan meliputi pengenalan bentuk huruf, gerakan membuat pola bentuk huruf, dan aktivitas mengaitkan simbol bunyi dengan simbol visual-huruf.

    Menulis-Komposisi (Mengarang) meliputi aktivitas menuangkan ide, pikiran dan perasaan secara tertulis, sehingga dapat dipahami oleh orang yang sebahasa (Hallahan, Kauffman, & Lloyd, 1985). Aktivitas ini meliputi pemahaman dan penerapan akan penataan dan pengembangan pokok pikiran dalam bentuk karangan.

    Pendekatan kemampuan menulis dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan berikut ini: a. Pendekatan Perkembangan

    Pendekatan teori perkembangan memandang bahwa kemampuan menulis dipengaruhi oleh kemampuan pra-menulis. Oleh karena itu, penanganan kesulitan menulis lebih diarahkan pada penguatan kemampuan pra-menulisnya. Beberapa latihan untuk mengembangkan kemampuan membaca dapat pula digunakan untuk mengembangkan kemampuan menulis, misalnya: Latihan konsep lateral yang mengembangkan konsep arah (atas-bawah,

    depan-belakang, tengah-tepi, kiri-kanan. Aktivitas membuat pola simbol/bentuk/pola garis lurus, garis lengkung,

    atau pola geometris, dan pada akhirnya pola huruf dan angka. Proses membuat garis bisa dilakukan dengan menyambungkan titik-titik, menyambungkan 2 buah titik menelusuri lorong, dst.

    Latihan mewarnai gambar tanpa melewati garis batas juga baik untuk melatih koordinasi visual-motorik

    Rekomendasi : Metode Fernald/Multisensori untuk menulis permulaan dan Latihan-latihan Gravomotor dan Occupational Therapy

    a) Metode FERNALD/MULTISENSORI

    Metode Menulis Permulaan dengan Pendekatan Perkembangan Prinsip

    1. Metode nama lain dari metode multisensori 2. Bisa diterapkan pada huruf maupun kata

    Langkah-langkah 1. Anak memilih kata yang akan dipelajari 2. Guru menuliskan kata dimaksud di kertas/papan tulis 3. Guru membacakan kata dengan lafal yang tepat, anak-anak mengikutinya 4. Anak menelusuri huruf-huruf, melafalkan kata itu bebrapa kali, lalu menuliskannya di

    kertas dengan menyalin dari tulisan gurunya sambil tetap melafalkan bunyi katanya. 5. Kemudian anak disuruh menuliskan kata tersebut tanpa melihat kambali contoh tulisan

    guru. 6. Kalau pada tahap ini anak melakukannya dengan benar, maka ulangi kembali langkah-

    langkahnya dari langkah ke-4. 7. Bila anak sudah benar-benar menguasainya, simpanlah kata tersebut di tempat

    khusus,sehingga nanti bisa digunakan untuk bahan mengingat dan bahan bercerita.

    (Fernald, 1984 dalam Lerner, 2000)

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 22

    b. Pendekatan Perilaku Pendekatan teori perilaku memandang bahwa menulis merupakan bentuk keterampilan yang perlu terus dilatih untuk semakin mengasah dan mening-katkan taraf kemahirannya. Kesulitan dan hambatan dalam menulis mencer-minkan kurang terampilnya anak melakukan aktivitas menulis. Oleh karena itu, model pembelajaran yang ditawarkan pendekatan ini berupa aktivitas yang diharapkan mengembangkan kemampuan koordinasi motorik (mata-tangan), kemahiran mengasosiasikan bunyi dan bentuk hurufnya, dan meningkatkan daya ingatnya. Bentuk latihan-latihannya antara lain: Latihan menulis dengan huruf tegak bersambung dan huruf tak

    bersambung Aktivitas menjiplak, menyalin dan membuat bentuk huruf, kata atau

    kalimat Latihan dikte, baik itu dikte suku kata, kata maupun dikte kalimat Latihan menemukan huruf/kata tertentu dalam teks lalu menuliskannya Rekomendasi : Metode Dikte untuk aktivitas menulis, baik pada tahap

    menulis permulaan maupun menulis lanjut dan Mengarang dengan panduan gambar

    a) METODE DIKTE Metode Menulis Permulaan/Lanjut dengan Pendekatan Perilaku Prinsip

    1. Mendayagunakan kemampuan sensoris: Visual, Auditori, Taktil, dan Kinestetik

    2. Membiasakan anak mengasosiasikan bunyi (auditoris) dengan bentuk (visual) huruf.

    3. Membiasakan anak menuliskan (kinestetik) atas bunyi (auditoris) dalam bentuk gambar huruf (visual)

    4. Melatih proses menulis secara praktis

    Langkah-langkah 1. Anak menyimak huruf/kata yang dilafalkan guru 2. Ulangi pelafalan bila perlu 3. Anak menulis sambil melafalkan huruf/kata 4. Guru menulis contoh huruf/kata di papan tulis 5. Anak menyalin contoh dari gurunya di bawah ulisannya sendiri. 6. Ulangi langkah-langkah tersebut 2 3 kali. 7. Koreksi secara bersama-sama

    (Fernald, 1988 & Gillingham, 1976 dalam Lerner, 2000)

    b) Latihan Mengarang dengan Panduan Gambar Metode Menulis Lanjut dengan Pendekatan Perilaku Prinsip

    1. Mendayagunakan kemampuan sensoris: visual, auditori, taktil, dan kinestetik 2. Membiasakan anak memaknai gambar dengan kata-kata/kalimat 3. Melatih proses menulis secara praktis

    Langkah-langkah 1. Berikan gambar tunggal, misalnya anak yang sedang menyapu 2. Di samping kanan gambar tersedia tullisan

    a. Siapa? _____________ b. Sedang apa? _____________ c. Di mana? _____________ d. Kalimat _____________

    3. Anak ditugaskan mengisi jawaban pertanyaan tersebut 4. Terakhir, anak disuruh merangkaikan jawaban pertanyaan tersebut dalam bentuk

    kalimat 5. Pola kalimat bisa diubah sesuai dengan kebutuhan. Begitu juga gambarnya.

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 23

    c. Pendekatan Kognitif Pendekatan teori kognitif memandang bahwa menulis merupakan bentuk kemampuan terpola dan terencana dalam aktivitas mengaitkan, menuangkan, dan mengembangkan apa yang dipikirkan atau dirasakan dalam bentuk tulisan. Latihan menemukan kaitan antara bunyi, simbol, dan makna. Membuat gambar tentang apa yang dipikirkan atau dirasakan dalam

    bentuk skema atau grafik Melakukan proses menulis yang terencana, sehingga dapat menampung

    pikiran dan perasaan yang ingin dituangkannya serta hasilnya dapat dipahami oleh orang lain

    Rekomendasi : Metode Mind Mapping, bisa digunakan untuk aktivitas menulis permulaan maupun menulis komposisi dan Metode 5W+1H

    a) Metode MINDMAPPING untuk Menulis Metode Menulis Lanjut/Komposisi dengan Pendekatan Kognitif Prinsip

    1. Diasumsikan selaras dengan proses berpikir manusia 2. Menuliskan kerangka berpikir dalam bentuk gambar

    (visual) 3. Pikiran utama diletakkan di tengah gambar 4. Semakin jauh letaknya dari cabang semakin rinci

    uraiannya 5. Bisa digunakan ketika membaca maupun merancang

    sebuah tulisan Langkah-langkah

    1. Contoh berikut digunakan ketika membimbing anak membuat karangan narasi

    2. Anak disuruh membuat bulatan di tengah-tengah kertas 3. Anak menuliskan pokok pikiran di dalam bulatan tersebut 4. Anak disuruh membuat garis untuk cabang-cabang di

    sekitar bulatan tersebut (Misalnya empat buah cabang) 5. Pada masing-masing garis dituliskan

    - nama tokoh : _______________________________

    - tempat/waktu : _______________________________

    - masalah/konflik : _______________________________

    - akhir cerita : _______________________________

    6. Bila sudah selesai membuat mind-map, anak dapat dilanjutkan dengan menuliskan ceritanya dengan panduan kerangka tersebut

    7. Bimbingan anak untuk selalu mengacu pada kerangka mind-map yang dibuat.

    (Hernowo, 2004, McGregor, 2004)

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 24

    3. Pengembangan Kemampuan Berhitung

    Berhitung merupakan salah satu bagian dari kemampuan matematis. Berhitung adalah kegiatan memaknai dan memanipulasi bilangan dalam aktivitas menjumlah, mengurang, mengali dan membagi (Naga, dalam Abdurahman, 1994). Sesuai taraf kesulitannya, secara sederhana, keterampilan berhitung bisa dipilah dalam beberapa tingkatan, yaitu: a. Pra-Berhitung meliputi beragam kemampuan prasyarat matematis, yaitu ke-

    mampuan melakukan mengelompokkan, membandingkan, mengurutkan, menyimbolkan, dan konservasi.

    b. Berhitung Sederhana meliputi aktivitas berhitung yang melibatkan kemam-puan operasi hitung sederhana (menjumlah, mengurang, mengali, membagi).

    c. Berhitung Kompleks meliputi aktivitas berhitung yang melibatkan kombinasi kemampuan operasi hitung sederhana (menjumlah, mengurang, mengali, membagi) secara bersamaan.

    b) Metode 5-W + 1H [Pemrosesan Informasi] Metode Menulis Lanjut/Komposisi dengan Pendekatan Kognitif Prinsip

    1. Biasa digunakan sebelum mengarang 2. Membimbing kerangka pikir yang teratur 3. Kerangka berpikir berupa pertanyaan 4. Jawaban dari pertanyaan merupakan kerangka karangan

    yang rinci 5. Secara sepintas mirip dengan latihan mengarang dengan

    panduan gambar Panduan

    5 W What : Apa? (Peristiwa) Who : Siapa (Pelaku) When : Kapan? (Waktu) Where : Di Mana? (Tempat) Why : Mengapa (Alasan/Tujuan)

    1 H How : Bagaimana? (Proses) LANGKAH-LANGKAH

    1. Tentukan topik utama yang akan ditulis 2. Ajukan 5 pertanyaan (apa, siapa, kapan, dimana, mengapa,

    dan bilangan) terhadap topik utama tersebut 3. Jawablah 6 pertanyaan terhadap topik utama tersebut,

    paling tidak dalam bentuk 1 kalimat. 4. Berarti ada 6 kalimat yang sudah kita buat 5. Bila sudah terlatih, kembangkan 6 kalimat tersebut menjadi

    sub-subtopik 6. Berarti ada 6 sub-topik yang sudah kita buat 7. Kembangkan masing-masing topik itu dalam bentuk satu

    paragraf 8. Proses mengarang dengan pola ini harus benar-benar

    terbimbing dan bertahap (Hernowo, 2003)

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 25

    Pengembangan kemampuan berhitung dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut: a. Pendekatan Perkembangan

    Pendekatan teori perkembangan memandang bahwa kemampuan berhitung dipengaruhi oleh kemampuan pra-berhitung. Oleh karena itu, penanganan kesulitan berhitung lebih diarahkan pada penguatan kemampuan pra-berhitung. Berikut beberapa bentuk aktivitas yang dapat diterapkan dalam pembelajaran berhitung dengan pendekatan perkembangan: Latihan-latihan yang mengembangkan kemampuan mengelompokkan

    objek, sesuai bentuk, warna, maupun ukurannya Latihan-latihan yang mengembangkan kemampuan membandingkan dua

    buah objek, berdasarkan ukuran (panjang-pendek, besar-kecil) jumlah (banyak-sedikit, ganjil-genap), posisi (tinggi-rendah, atas-bawah, depan-belakang, kiri-kanan), dan seterusnya.

    Latihan mengaitkan simbol angka dengan jumlahnya. Misalnya simbol angka 5 memiliki nama lima

    Jumlah yang terkandung dari simbol itu [ ] b. Pendekatan Perilaku

    Pendekatan teori perilaku memandang bahwa berhitung merupakan bentuk keterampilan yang perlu terus dilatih untuk semakin mengasah dan mening-katkan taraf kemahirannya. Kesulitan dan hambatan dalam berhitung mencer-minkan kurang terampilnya anak melakukan aktivitas berhitung. Oleh karena itu, model pembelajaran yang ditawarkan pendekatan ini berupa aktivitas yang mempercepat dan mempermahir proses berhitung. Bentuk latihan-latihannya antara lain: Membilang (mengurutkan nama bilangan) Berhitung cepat dalam mencongak Mengaitkan nama bilangan dengan jumlahnya Latihan soal penjumlahan, dengan atau tanpa teknik menyimpan Latihan soal pengurangan, dengan atau tanpa teknik meminjam Latihan soal perkalian dan pembagian Rekomendasi : Semua metode pengajaran dan latihan soal berhitung,

    yang selain meningkatkan kemahiran berhitungnya sekaligus juga mengembangkan daya ingat dan daya tahan belajar.

    c. Pendekatan Kognitif Pendekatan teori kognitif memandang bahwa berhitung merupakan bentuk kemampuan memahami pola dalam aktivitas menjumlah, mengurang, mengali, dan membagi. Pemahaman akan pola/rumus operasi hitung adalah tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini. Beberapa bentuk latihannya antara lain: Melatih anak menemukan pola dan makna nilai tempat Melatih anak menemukan cara mendayagunakan objek/benda untuk

    memudahkan proses operasi hitungnya Membimbing anak menemukan sifat operasi hitung, seperti sifat

    komutatif, asosiatif dan distributif Rekomendasi : Semua metode pengajaran aritmatika, yang

    memampukan siswa menggunakan pola atau rumus operasi hitung

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 26

    G. Penilaian 1. Pengertian Penilaian

    Penilaian adalah penafsiran hasil pengukuran dan penentuan pencapaian hasil belajar.

    2. Fungsi Penilaian Fungsi penilaian adalah sebagai: Alat untuk menetapkan penguasaan peserta didik terhadap kompetensi Alat diagnosis Alat prediksi Grading/peringkat Alat seleksi Bimbingan Alat untuk memberi motivasi belajar peserta didik

    3. Tujuan Penilaian Tujuan penilaian adalah sebagai berikut: Menilai kemampuan individual melalui tugas tertentu. Menentukan arah tindak lanjut pembelajaran Membantu dan mendorong peserta didik Bahan evaluasi guru setelah mengajar Menentukan strategi pembelajaran Untuk mengambil keputusan Untuk menentukan aturan (policy) Akuntabilitas lembaga Meningkatkan kualitas pendidikan

    4. Pinsip-prinsip Penilaian Validitas

    Validitas berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi.

    Reliabilitas Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian. Penilaian yang ajeg (reliable) memungkinkan perbandingan yang reliable dan menjamin konsistensi.

    Menyeluruh Penilaian harus dilakukan secara menyeluruh mencakup seluruh domain yang tertuang pada standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian maupun aspek intelektual, sikap dan tindakannya. Penilaian harus menggunakan beragam cara dan alat untuk menilai beragam kompetensi peserta didik.

    Berkesinambungan Penilaian dilakukan secara terencana, bertahap dan terus menerus untuk memperoleh gambaran pencapaian kompetensi peserta didik dalam kurun waktu tertentu

    Obyektif Penilaian harus dilakukan secara adil, terencana, dan menerapkan kriteria yang jelas dalam pemberian skor.

    Mendidik Penilaian dapat memperbaiki kualitas proses pembelajaran.

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 27

    5. Teknik/Cara Penilaian Penilaian unjuk kerja (performance)

    Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Motivasi, rasa kompetitif, kemampuan untuk bekerja sama dan menyatukan ide harus merupakan bagian dari penilaian. Unjuk kerja peserta didik dapat dinilai melalui kriteria penilaian yang terpadu dan menyeluruh dalam praktikum yang dilakukan dikelas, dan penilaian objektif dari guru terhadap peserta didik dengan melihat usaha peserta didik di kelas. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu seperti praktik di laboratorium. Cara penilaian ini dianggap lebih otentik daripada tes tertulis karena yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.

    Penilaian sikap Data penilaian sikap berasal dari hasil pengamatan guru terhadap sikap peserta didik yang berkaitan dengan perilaku umum (di dalam maupun di luar kelas) peserta didik yang menonjol baik positif maupun negatif. Penilaian sikap ini bersifat non kognitif, sehingga diukur adalah seperti kedisiplinan, keaktifan, tanggung jawab, kerajinan, kerapian, ketelitian. Contoh penilaian sikap di dalam sains: penilaian sikap ilmiah peserta didik dalam memecahkan permasalahan yang berkaitan soal-soal dengan sains.

    Penilaian tertulis Penilaian tertulis dilakukan dengan tes secara tertulis. Tes tertulis merupakan tes di mana soal yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan, namun jawaban yang diberikan peserta didik bisa dalam bentuk tulisan, mewarnai, menggambar, memberi tanda, melakukan sesuatu dan lain sebagainya. Bentuk penilaian tertulis dalam bidang sains misalnya: tes pilihan berganda, menjodohkan, isian singkat, uraian,dan sebab-akibat.

    Penilaian proyek Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berbentuk suatu investigasi yang dimulai sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, pelaporan dan penyajian data. Bentuk penilaian proyek dalam bidang sains misalnya: Penilaian proses pengerjaan proyek ilmiah yang mewajibkan peserta didik untuk melaporkan perkembangan proyeknya secara berkala dimulai dari tahap perencanaan, pengumpulan data, melaksanakan serangkaian percobaan, pengolahan data hasil percobaan, pelaporan dan penyajian hasil dalam bentuk demonstrasi dan penyampaian secara lisan maupun tulisan

    Penilaian produk Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses hasil dan kualitas suatu produk. Penilaian produk dalam fisika misalnya membuat mesin sederhana atau alat pembelajaran selama program pengajaran berlangsung atau tidak, dan juga laporan praktikum yang secara berkala dilakukan dikelas. Selain itu bentuk karya ilmiah yang dihasilkan peserta didik juga suatu produk peserta didik yang bisa menjadi bahan penilaian.

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 28

    Komunikasi (Presentasi) Menilai kemampuan peserta didik menyalurkan ide, menyusun data, menganalisa dan mengambil kesimpulan secara jelas dan lengkap dalam laporan praktikum yang dilakukan secara berkala dikelas dan juga dalam karya ilmiah yang mereka buat. Kemampuan komunikasi peserta didik juga dapat dinilai selama kegiatan Strategi Belajar Terpadu (SBT) contohnya dalam diskusi atau debat ilmiah di kelas.

    Penilaian portofolio Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukan perkembangan kemampuan peserta didik secara individu dalam satu periode tertentu. Penilaian portofolio dalam bidang sains misalnya: penilaian suatu bentuk koleksi yang berkaitan dengan sains (serangga, daun, mineral, berita ilmiah, dan lain-lain).

    Sebagai tambahan dapat dilakukan penilaian diri (refleksi). Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian. Dalam penilaian diri peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya. Penerapan penilaian diri (self assessment) dalam bidang sains dapat dilakukan dengan cara memberikan lembaran survei setelah peserta didik menuntaskan suatu tugas / kegiatan (misalnya: proyek ilmiah, percobaan, presentasi, dan lain-lain)

    6. Laporan Penilaian Laporan penilaian terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: a. Laporan Kuantitatif

    Berisi laporan mengenai penilaian hasil belajar peserta didik dalam bentuk angka Penilaian kuantitatif menggunakan dua pendekatan penilaian, yaitu:

    Penilaian Acuan Patokan (PAP) Mengacu pada patokan standar ketuntasan belajar (prestasi siswa, dibandingkan patokan yang sudah ditetapkan sebelumnya). Hasil dari pendekatan penilaian ini adalah nilai prestasi individu peserta didik.

    Penilaian Acuan Norma (PAN) Mengacu pada nilai rata-rata kelas (prestasi seorang peserta didik dibandingkan dengan semua peserta didik di kelasnya).

    b. Laporan Kualitatif Berisi laporan mengenai penilaian hasil belajar peserta didik dalam bentuk deskripsi atau uraian. Selain aspek kognitif, dalam laporan ini diuraikan pula pengaruh aspek-aspek afektif dan psikomotor serta faktor-faktor eksternal peserta didik terhadap proses dan hasil belajarnya. Materi yang diuraikan dalam laporan kualitatif antara lain berupa: (1) Uraian perkembangan yang menunjukkan keunggulan dan kelemahan

    peserta didik pada aspek akademik maupun perilaku. (2) Uraian mengenai perbandingan prestasi belajar seorang peserta didik

    dengan peserta didik yang lain (3) Menguraikan kendala yang terjadi, solusi, dan rekomendasi yang

    ditawarkan.

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 29

    H. Program Pembelajaran Individual (PPI) Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa Program pembelajaran individual dirancang dan dilaksanakan pada peserta didik secara individual. Berikut ini tahapan-tahapan dalam membuat PPI.

    1. Membuat deskripsi kasus

    Guru membuat deskripsi mengenai kondisi peserta didik berkesulitan belajar, yang berisi kemampuan peserta didik dalam akademik maupun non akademik serta kesulitan peserta didik baik dalam pembelajaran yang berhubungan dengan membaca, menulis, maupun berhitung.

    2. Langkah-langkah penyusunan PPI

    a. Menentukan kemampuan siswa saat ini. Dalam hal ini perlu dilihat kelebihan dan kekurangan anak dalam membaca, menulis, dan berhitung.

    b. Setelah itu menentukan tujuan jangka panjang dan jangka pendek yang ingin dicapai untuk anak tersebut.

    c. Memilih strategi dan setting pembelajaran yang paling sesuai dengan kelebihan-kekurangan anak dan tujuan yang ingin dicapai.

    d. Merinci langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan.

    e. Memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk anak agar dapat mencapai tujuan jangka pendeknya.

    f. Menguraikan prosedur evaluasi sejalan dengan pencapaian tujuan.

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 30

    BAB V

    PENUTUP Pelayanan bagi peserta didik berkesulitan belajar sudah banyak dilakukan, tetapi pelayanan tersebut belum teradministrasikan dengan baik. Pelayanan umumnya bersifat insidental dan belum tertuang dalam dokumen kurikulum sekolah. Hal ini menyebabkan layanan yang diberikan kepada peserta didik berkesulitan belajar belum optimal. Oleh karena itu dengan dikembangkannya model kurikulum ini diharapkan peserta didik berkesulitan belajar di sekolah dapat terlayani kebutuhan pendidikannya.

    Model pengembangan kurikulum untuk peserta didik berkesulitan belajar ini bisa dijadikan acuan untuk mengembangkan program pembelajaran bagi peserta didik berkesulitan belajar di SD/MI. Sekolah dapat mengembangkan lebih lanjut model ini sesuai dengan kondisi masing-masing. Model kurikulum ini bukanlah satu-satunya model yang harus digunakan sekolah. Dalam hal ini sekolah memiliki keleluasaan untuk mengembangkan sendiri sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Terlebih dalam hal metode atau strategi pembelajaran. Karena tidak ada metode atau strategi yang salah atau benar, yang ada adalah metode/strategi yang tepat atau tidak tepat.

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 31

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Depdikbud RI

    Halahan, Daniel P. & Kaufman, James M. 1994.Exceptional Children - 9th Edition, Massachuset: Allyn & Bacon

    Hernowo. 2003. Melejitkan Diri dengan Mengarang, Bandung: Mizan Harwell, Joan M. 2000. Information & Materials for LD, New York: The Center of Applied Research in Education

    Istiningrum, Maria (2005) Meningkatkan Keterampilan Mengarang pada Anak Bekesulitan Belajar melalui Pendekatan Proses di SD Pantara Jakarta Selatan, Skripsi, Tidak diterbitkan, Jakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta

    Lerner, Janet.2000. Learning Disabilities - 9th Edition, Boston: Houghton Mifflin Company

    McGregor, Sandy. 2004. Piece of Mind, Jakarta: Gramedia Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22, 23, 24 tahun 2006 tentang Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, dan Pelaksanaan.

    Sumarlis, Vitriani.(2005) Kontribusi Aspek Motorik, Persepsi, dan Bahasa Terhadap Risiko Kesulitan Belajar (Identifikasi Dini yang Dilakukan Di Tingkat Prasekolah), Thesis, Tidak Diterbitkan, Depok: Fak Psikologi UI Sunardi, dkk.1997. Menangani Kesulitan Belajar Membaca, Jakarta: Depdikbud RI Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

    Vallet, Robert E.1969. Programming Learning Disabilities, California: Fearon Publisher

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 32

    Format 1 PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDU (PPI)

    Nama : Kelas/Semester : Tanggal Lahir : Tahun Pelajaran : Usia : Jenis Kesulitan : Orang tua/Wali : Profesi Orang tua/Wali :

    Tujuan Pelaksanaan Deskripsi (Kondisi saat ini) Panjang Pendek Strategi Media Evaluasi Wkt Target Penanggungjawab

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 33

    Format 2 - PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDU (PPI) A. Identitas Siswa

    Nama : Tempat dan tanggal lahir : Umur : Jenis kelamin : Nama orang tua : Alamat : Kelas : Tahun Pelajaran : Jenis Kesulitan :

    B. Deskripsi (kondisi peserta didik saat ini)

    A. Pelaksanaan

    Tujuan Jangka Panjang

    Tujuan Jangka Pendek

    Strategi Pembelajaran Individu

    Media

    Evaluasi

    Waktu Pelaksanaan

    Target

    Penanggungjawab

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 34

    CONTOH

    KURIKULUM TINGKAT SATUAN

    PENDIDIKAN

    Untuk Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar

    (Kurikulum ini merupakan contoh KTSP yang dibuat oleh Tim Pengembang

    Model dengan mengacu pada Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar)

    DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

    BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

    PUSAT KURIKULUM

    JAKARTA 2007

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 35

    Daftar Isi

    Daftar Isi ......... 1

    I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang ............................................................................................... 2

    B. Landasan ........................................................................................................ 2

    II. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah

    A. Visi .................... 3

    B. Misi ................................................................................................................ 3

    C. Tujuan ............................................................................................................ 3

    III. Struktur dan Muatan Kurikulum

    A. Struktur Kurikulum ............ 3

    B. Muatan Kurikulum ............. 5

    IV. Kalender Pendidikan ........................... 8

    Lampiran

    1. Silabus 2. RPP 3. PPI

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 36

    I. Pendahuluan

    A. Latar Belakang Pendidikan yang layak dan bermutu merupakan usaha yang sangat penting dalam menumbuhkan hidup menjadi utuh dan sempurna. Dimana melalui proses pendidikan itulah kepribadian individu dimatangkan dan dikembangkan; sehingga seorang peserta didik menjadi manusia yang dewasa, utuh, dan mandiri. Proses atau langkah pengembangan tersebut sangat diperlukan bagi peserta didik, termasuk bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran. Harapan pemerintah untuk dapat melayani seluruh komponen masyarakat akan pendidikan yang layak dan bermutu selama ini belum bisa terwujud dengan adanya berbagai kendala di berbagai aspek. Salah satu aspek sisi komponen pendidikan yang menjadi kendala tersebut adalah belum adanya perangkat kurikulum yang secara khusus mengakomodasi dan melayani kebutuhan spesifik dari peserta didik. Sementara menilik kondisi realita di lapangan kita menyadari bahwa peserta didik memiliki kekhasan baik secara fisik, mental, sosial, emosional, serta kecerdasan. Peserta didik yang berkesulitan belajar merupakan peserta didik yang memerlukan perhatian khusus. Mereka memiliki kecerdasan rata-rata atau di atas rata-rata. Di sekolah reguler, peserta didik yang berkesulitan belajar umumnya tidak terdeteksi secara baik oleh guru. Mereka biasanya mengalami kesenjangan antara prestasi belajar dengan potensi yang dimilikinya. Diperlukan upaya-upaya tertentu agar peserta didik-peserta didik berkesulitan belajar yang berada di sekolah-sekolah reguler dapat tertangani.

    B. Landasan Perlunya menyediakan kurikulum khusus bagi peserta didik berkesulitan belajar didasarkan pada: 1. Undang-undang No. 20 Tahun 2003, pasal 32 ayat (1); Pendidikan khusus

    merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

    2. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22, 23, dan 24 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, dan Pelaksanaan Permen 22 dan 23.

    II. Visi, Misi, dan Tujuan Sekolah 1. Visi

    Membentuk manusia yang berkualitas, bertaqwa, cerdas, terampil, dan mandiri

    2. Misi a. Menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan kebutuhan lokal berasaskan

    Standar Nasional yang ditetapkan. b. Memberikan layanan yang proporsional bagi seluruh ragam kebutuhan peserta

    sesuai dengan potensi masing-masing individu peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.

    c. Mengembangkan potensi, bakat, dan kompetensi masing-masing peserta didik untuk mencapai kemandirian di dalam masyarakat

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 37

    3. Tujuan a. Meletakkan kemampuan dasar baca, tulis, dan hitung b. Mengembangkan kematangan individu secara kognitif, inovasi, dan spiritual c. Mengembangkan minat, bakat, dan keterampilan dalam rangka menyiapkan

    masa depan.

    III. Struktur dan Muatan Kurikulum A. Struktur Kurikulum

    Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

    Cakupan kelompok mata pelajaran terbagi dalam lima kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; kewarganegaraan dan kepribadian; ilmu pengetahuan dan teknologi; estetika; jasmani, olahraga dan kesehatan.

    Struktur kurikulum SD/MI meliputi substansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama enam tahun mulai Kelas I sampai dengan Kelas VI. Struktur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut.

    1) Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri

    2) Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan IPA Terpadu dan IPS Terpadu.

    3) Pembelajaran pada kelas I s.d. III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada kelas IV s.d. VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran.

    4) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.

    5) Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 35 menit. 6) Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 36 minggu.

  • 13 Model Kurikulum bagi Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar-2007 38

    Struktur Kurikulum SD/MI

    Kelas dan Alokasi Waktu Komponen

    I II III IV, V, dan VI

    A. Mata Pelajaran

    1. Pendidikan Agama 2 2 2 3

    2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2

    3. Bahasa Indonesia 3 4 4 5

    4. Matematika 3 4 4 5

    5. Ilmu Pengetahuan Alam 3 2 4 5

    6. Ilmu Pengetahuan Sosial 2 2 3 3

    7. Seni Budaya dan Keterampilan 3 2 3 4

    8. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 3 3 4 4

    B. Muatan Lokal

    1. Bahasa Inggris 2 2 2 2

    2. Teknologi Informasi dan Komunikasi

    2 2 2 2

    C. Pengembangan Diri*)

    1. Sepak bola 2 2 2 2

    2. Seni Musik 2 2 2 2

    3. Pencak Silat 2 2 2 2

    4. Melukis 2 2 2 2

    5. Bermain Peran 2 2 2 2

    D. Pembelajaran Re