Upload
kishen-singh
View
55
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tfru
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
Ulkus adalah kerusakan lokal atau ekskavasi, permukaan organ atau jaringanyang ditimbulkan oleh terkelupasnya
jaringan.
Ulkus lebih dalam daripada ekskoriasi(ekskoriasi mencapai stratum papilare). Ulkus sering menyerang ekstremitas
bawahmaupun ekstremitas atas karena beberapa sebab seperti infeksi, gangguan pembuluhdarah, kelainan saraf dan
keganasan.
Ulkus yang terdapat pada tungkai disebut dengan ulkus kruris. Ulkus krurisdibedakan menjadi beberapa jenis yaitu ulkus
neurotrofik, ulkus venosum, ulkusarteriosum dan ulkus tropikum.
Di Amerika Serikat, hampir 2,5 juta orang menderitaulkus kruris. Di negara tropis, insiden ulkus kruris didominasi oleh ulkus
neurotropik dan ulkus varikosum.
Ulkus neurotropik sering disebabkan oleh penyakit tertentu seperti diabetesmellitus (ulkus diabetik) dan Morbus Hansen (MH)
atau kusta (ulkus pada Kusta).Seiring dengan bertambahnya penderita diabetes mellitus maka insiden ulkusneurotropik akan
bertambah karena penderita diabetes mellitus berisiko 29xmengalami komplikasi ulkus diabetika. Demikian pula dengan
kejadian kusta.Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2002 terdapat 12 ribu kasus kusta, 2003-14ribu kasus dan semakin
meningkat pada tahun 2007 mencapai 17 ribu kasus. DanIndonesia menempati nomor ketiga di dunia setelah India dan Brazil.
Sedangkanulkus yang dapat terjadi pada tempat manapun akibat tekanan disebut ulkus dekubitusatau
pressure ulcer.
Ulkus dekubitus dialami oleh pasien yang mendapat tekanan daritempat tidur, kursi roda, gips, pembidaian atau benda keras
lainnya dalam jangkapanjang.
Ketiga ulkus (ulkus diabetik, ulkus pada kusta dan ulkus dekubitus) di atasmerupakan penyakit yang lazim ditemui dalam
praktek dermatologi. Kelainan inimemiliki prognosis yang kurang baik karena sering mengalami residif, bahkan untuk
B. ULKUS Definisi
hilangnya jar permukaan akibat mengelupasnya jar radang yang nekrotik sampai ke lamina
propria- Lesi yang terbentuk oleh kerusakan lokal- Lesi di mulut akibat pecahnya selaput lendir
atau eitel di bibir- Kerusakan jar yagng bisa di sebabkan oleh trauma infeksi inflamasi.
hilangnya kontinuitas epitel dan lamina propia dan membentuk kawah. Kadang secara
klinis tampak edema atau proliferasi sehingga terjadi pembengkakan pada jaringan sekitarnya.
Jika terdapat inflamasi, ulkus dikelilingi lingkaran merah yang mengelilingi ulkus yang berwarna
kuning ataupun abu-abu (Scully, 2004)
Ulkus adalah suatu luka terbuka dari kulit atau jaringan mukosa yang memperlihatkan
disintegrasi dan nekrosis jaringan yang sedikit demi sedikit. Ulkus meluas melewati lapisan basal
dari epitel dan ke dalam dermisnya; karenanya pembentukan jaringan parut dapat mengikuti
penyembuhannya.
klasifikasi ulkus rongga mulut ulkus akut- ulkus kronik
Secara klinis, ulkus dapat dibedakan menjadi tipe akut dan kronis. Ulkus akut biasanya
nyeri karena adanya inflamasi akut, tertutup eksudat, kuning putih, dikelilingi halo eritematus
dan batasnya tidak lebih tinggi dari permukaan mukosa dan merupakan lesi yang dangkal. Ulkus
kronis biasanya tidak terlalu sakit, tertutup membran berwarna kuning, terjadi indurasi karena
jaringan parut dan dikelilingi tepi yang lebih tinggi dari permukaan mukosa (Sonis, 1995).
Macam-macam ulkus
ulkus traumatikus = betuknya cekung dan oval , tepi daerah lesi akan tampak lebih muda bagian
tengah ulkus berwarna kuning kelabu , biasanya karena trauma gosok gigi , jamur , biasanya
terdapat di mukosa bibir , tepi2 lidah , dan mukosa keras , tergigit , tepi gigi yang tajam , trauma
yg di karenakan gigi palsu di nama kan ulkus decubitus
Ulkus dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dari bawah kulit bahkan
menembus otot sampai mengenai tulang, akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah.
Ulkus dekubitus adalah suatu keadaan kerusakan jaringan setempat yang disebabkan oleh iskemia
pada kulit (kutis dan subkutis) akibat tekanan dari luar yang berlebihan. Umumnya terjadi pada
penderita dengan penyakit kronik yang berbaring lama. Ulkus dekubitus sering disebut sebagai
ischemic ulce
Ulkus dekubitus adalah ulkus yang ditimbulkan karena tekanan yang kuat oleh berat badan pada
tempat tidur.
Luka dekubitus adalah nekrosis pada jaringan lunak antara tonjolan tulang dan permukaan padat,
paling umum akibat imobilisasi.
Penyebab Cedera fisik- -kimia{ex karena alkohol}- Virus{ex Stomatitis aphtosa akibat virus herpes
simplex }- Bakteri{ex TBC}- Jamus- Alergi- stres
Penyebab ulkus di rongga mulut dapat bermacam-macam, misalnya trauma, agen infeksi
(bakteri, virus, jamur, mikrobakteria), penyakit sistemik (stomatitis herpetik, cacar air, HIV,
sifilis, tuberculosis, anemia, eritema multiforme, Behcets syndrome, lichen planus), drug-induced (obat-obat sitotoksik, NSAID), kelainan darah (leukemia, neutropenia), kelainan
imunologis, neoplasma (SSC atau BCC), radioterapi, merokok, alkohol maupun kontak alergi
(Scully, 2004; Sonis, 1995).
Trauma = ulkus traumatikus , ulkus decubitus
Agen infeksi ( jamur = sterpcococcus , virus = herpes simpleks (hiv) , protozoa = entamoeba
histolica , mikrobakteria )
Psikolog = stress
alergi makanan
menstruasi
Pathogenesis
Chronic cheek / lip chewing (kebiasaan menggigit pipi)
Mengunyah pada alveolar, tidak pada gigi
Gejala - Terdapat benjolan- Bintik berisi cairan- Kulit melapuh Penatalaksanaan- terapi topikal- terapi sistemik
- penatalaksanaan
farmaa. steroid topikal- nonfarmaa. penanganan psikologis
lesi ulceratiflesi yang di tandai oleh ulcer-ulcer(kerusakan lokal pada organ akibat jar
nekrotik terkelupas)ulkus traumatikussindrom behcetrecuren stomatitis aphtosaulkus pseudo
aphtosaaphtosa majorulcerasi herpetiformisulkus granulo matosuskarsinoma sel
squamosakemoterapi teraupetik
Pemeriksaan khusus mungkin diperlukan jika terdapat kecurigaan adanya keterlibatan
faktor sistemik ataupun malignansi. Tes darah diindikasikan untuk mengesampingkan defisiensi
atau kondisi sistemik lainnya. Pemeriksaan mikrobiologi dan serologis diindikasikan bila etiologi
mikroba dicurigai. Biopsi diindikasikan bila ulkus tungga bertahan lebih dari 3 minggu, terjadi
indurasi, terdapat lesi di kulit lainnya ataupun terkait dengan lesi sistemik (Scully, 2004).
Etiologi
a) Tekanan
b) Kelembaban
c) Gesekan
Patofisiologi
Tekanan imobilisasi yang lama akan mengakibatkan terjadinya dekubitus, kalau salah
satu bagian tubuh berada pada suatu gradient (titik perbedaan antara dua tekanan). Jaringan yang
lebih dalam dekat tulang, terutama jaringan otot dengan suplai darah yang baik akan bergeser
kearah gradient yang lebih rendah, sementara kulit dipertahankan pada permukaan kontak oleh
friksi yang semakin meningkat dengan terdapatnya kelembaban, keadaan ini menyebabkan
peregangan dan angggulasi pembuluh darah (mikro sirkulasi) darah yang dalam serta mengalami
gaya geser jaringan yang dalam, ini akan menjadi iskemia dan dapat mengalami nekrosis
sebelum berlanjut ke kulit.
Manifestasi Klinis dan Komplikasi
a) Tanda cidera awal adalah kemerahan yang tidak menghilang apabila ditekan ibu jari.
b) Pada cidera yang lebih berat dijumpai ulkus dikulit.
c) Dapat timbul rasa nyeri dan tanda-tanda sistemik peradangan, termasuk demam dan
peningkatan hitung sel darah putih.
d) Dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan perawatan di Rumah Sakit yang
berkepanjangan bahkan pada ulkus kecil.
LESI ULSERATIF
MACAM-MACAM LESI ULSERATIF
A. ULKUS TRAUMATIKUS
Trauma mnggosok gigi, tindik lidah, penyebabnya jamur.Etiologi Ulserasi oral kambuhan dapat disebabkan oleh beberapa hal, dimana trauma merupakan
penyebab yang paling umum
Gambaran Klinis
-Ulkus tersebut biasanya tampak cekung dan oval bentuknya.
-Tepi daerah lesi akan tampak erithematous yang kemudian akan tampak lebih muda secara
perlahan-lahan karena proses keratinisasi.
-Bagian tengah ulkus biasanya berwarna kuning-kelabu
mukosa bibirPredilesi tempat &pipi, tepi2 lidah, palatum keras
B. SINDROM BEHCET
Rx autoimunEtiologi mengalami ulserasi pada 3 tempat, yaitu: mata, rongga mulut dan kelamin.
-Photofobia, konjungtivitis(radang pada bag.mata), dan iritis kambuhan kronis pada mata.
-Ulkus yang terjadi mirip dengan apthousa terdapat pada rongga mulut(bibir dan pipi).
-Pada kulit terdapat bercak-bercak makulopapula dan noduler yang melepuh.
C. STOMATITIS APTHOUSA KAMBUHAN (RECURRENT APTHOUS STOMATITIS).
Recurrent Apthous Stomatitis (RAS) merupakan suatu penyakit yang ditendai dengan
ulkus rekuren dan terbatas pada mukosa mulut padien yang tidak memiliki tanda-tanda penyakit
lainnya (Lynch dkk, 1994). Ulkus pada RAS biasanya berbentuk bulat atau ovoid, mempunyai
dasar nekrotik kekuningan dan dikelilingi oleh regio mukosa yang terinflamasi (Wood dan Gooz,
1997). Ulkus jenis ini dibagi menjadi 3 kelompok utama berdasarkan ukurannya, yaitu RAS
minor, RAS mayor dan RAS herpetiform (Langlais dan Miller, 2003). RAS merupakan penyakit
paling umum pada mukosa mulut sekitar 20% populasi (Sircus, 1984).
Gejala
gejala seperti terbakar (prodormal burning) pada 2-48 jam sebelum ulser muncul. Selama
periode initial akan terbentuk daerah kemerahan pada area lokasi. Setelah beberapa jam, timbul
papul, ulserasi, dan berkembang menjadi lebih besar setelah 48-72 jam.
Etiologi
terdapat beberapa penelitian yang mencoba menemukan etiologi lesi ini. Menurut Sircus
(1984), faktor etiologi dikategorikan ke dalam 2 kategori besar, yaitu faktor host dan faktor
lingkungan. Faktor host yang berpengaruh antara lain genetik, nutrisi, penyakit saluran
pencernaan, hormon dan psikologi. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah, infeksi, trauma,
alergi dan merokok.
Faktor herediter, misalnya kesamaan yang tinggi pada anak kembar, dan pada anak-anak yang kedua orangtuanya menderita RAS
Hematologik defisiensi terutama zat besi, folat, vitamin B12 Alergi terhadap makanan seperti susu, keju, gandum dan terigu Gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi). Terbentuknya RAS ini pada fase luteal dari siklus haid pada beberapa penderita wanita
Abnormalitas immunologis atau hipersensitif terhadap organisme oral seperti Streptococcus sanguis
Trauma lokal Stress psikologis Pada penderita yang sering merokok juga bisa menjadi penyebab dari RAS. Pembentukan ulser pada perokok yang dahulunya bebas simtom, ketika kebiasaan merokok dihentikan
macam-macam :
1. Minor Apthous Ulcer
Ulkus tipe ini merupakan jenis yang paling sering dijumpai. Ulkus kecil tunggal atau
multipel pada mukosa bukal, mukosa labial, dasar mulut atau lidah. Ulkus berukuran kurang dari
5 mm, sembuh dalam durasi 7 14 hari, sembuh tanpa diikuti pembentukan jaringan parut. Tanda klinis berupa dasar ulkus berwarna abu-abu kuning, tepi kemerahan, berbentuk oval dan
terasa sakit
2. Major Apthous Ulcer
Ulkus tipe ini terjadi pada 10-15% kasus. Ulkus berukuran lebih besar dengan diameter
lebih dari 5 mm, durasi penyembuhan 2 minggu 3 bulan, sembuh dengan jaringan parut dan berlokasi pada mukosa berkeratin dan non-keratin terutama pada palatum mole dan area tonsilar.
3. Herpetiform Apthous Ulcer
Ulkus ini terjadi pada 5-10% kasus, berukuran kecil dengan diameter 1-2 mm, multipel,
durasi 7-14 hari, sembuh tanpa jaringan parut, dapat terdiri dari 20-200 ulkus yang timbul
simultan lokasi pada mukosa non keratin, terutama pada dasar mulut dan ventral lidah. Dasar
ulkus berwarna abu-abu tanpa gambaran garis eritematus mirip dengan ulkus hasil infeksi Herpes
Simplex Virus (HSV).
Faktor etiologi RAS berpengaruh pada patogenesisnya. Sampai sekarang masih belum
ditemukan etiologi dan patogenesis yang meusakan mengenai RAS, namun terdapat beberapa
penelitian yang mencoba menemukan etiologi lesi ini. Menurut Sircus (1984), faktor etiologi
dikategorikan ke dalam 2 kategori besar, yaitu faktor host dan faktor lingkungan. Faktor host
yang berpengaruh antara lain genetik, nutrisi, penyakit saluran pencernaan, hormon dan
psikologi. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah, infeksi, trauma, alergi dan merokok.
Menurut Lynch (1994), tujuan utama terapi ulkus adalah untuk mengurangi inflamasi,
menghilangkan rasa sakit dan tidak nyaman serta mempercepat penyembuhan. Penentuan terapi
ulkus tudak dapat dipisahkan dari faktor penyebab ulkus itu sendiri. Penjagaan kebersihan
rongga mulut dapat membantu dalam penyembuhan ulkus, terutama untuk mencegah terjadinya
infeksi sekunder. Penggunaan chlorhexidine sebagai obat kumur dua kali sehari atau jangka
waktu yang pendek. Chlorhexidine tidak dapat digunakan pada semua pasien karena alkohol
yang terkandung di dalamnya dapat menimbulkan rasa pedih pada pasien.
Pengurangan rasa sakit pada ulkus dapat dilakukan melalui pengobatan secara
simptomatik. Rasa sakit pada rongga mulut dapat diobati secara topikal maupun sistemik. Cara
topikal lebih banyak dipilih dibandingkan dengan cara sistemik karena efek samping pengobatan
topikal lebih rendah jika dibandingkan dengan terapi sistemik. Apabila ulkus masih belum
sembuh juga, obat jenis kortikosteroid dapat dianjurkan (Lynch, 1994). Sediaan krin, gel dan
inhaler dapat berasa lebih pahit dan gel dapat mengiritasi. Pasien sebaiknya tidak makan atau
minum selama 30 menit setelah pengolesan steroid supaya memperpanjang waktu kontak. Agen
imunomodulator topikal lainnya juga dapat dianjurkan berbarengan dengan kortikosteroid
topikal (Scully, 2004).
Gambaran Klinis
-Karakteristik lesi ini adalah tampak ulkus berbentuk oval kekuningan, kecil dengan tepi merah
-Terletak pada daerah tanpa keratin yang dapat digerakkan.
letak : mukosa pipi, mukosa bibir, dasar mulut, palatum lunak dan lidah.
DD(deferential Diagnose) -RAS adalah penyebab paling umum dari ulkus oral berulang dan pada dasarnya didiagnosis
dengan pengecualian penyakit lain
Detail sejarah dan pemeriksaan oleh pengetahuan klinis harus distuingish RAS dari lesi primer
akut seperti stomatitis virus atau dari beberapa lesi kronis seperti pemphigus atau pemphigoid,
serta dari kondisi lain yang terkait dengan bisul berulang seperti penyakit jaringan ikat, reaksi
obat dan kekacauan dermatologi
-Pseudo apthousa
Terapi Perawatan RAS biasanya berupa perawatan suportif. Tujuan utama dari perawatan ini adalah
untuk mengurangi rasa sakit dan mempercepat penyembuhan. Obat-obat yang biasa digunakan
adalah kortikosteroid topikal, analgesik, dan antimikroba. Untuk kasus ringan dapat
diaplikasikan obat topikal seperti orabase. Sebagai pereda rasa sakit dapat diberikan topikal
anestesi.
Kasus berat dapat diaplikasikan preparat kortikosteroid topikal, seperti triamcinolon atau
fluorometholon (2-3 kali sehari setelah makan dan menjelang tidur). Tetrasiklin obat kumur dan
gel dapat mempersingkat waktu penyembuhan ulser. Pada pasien ulser major atau multiple ulser
minor yang parah yang tidak responsif terhadap terapi topikal, diberikan terapi sistemik.
Untuk menghindari terjadinya RAS, diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga mulut serta
mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama pada makanan yang mengandung vitamin B12 dan
zat besi. Selain itu, dianjurkan juga untuk menghindari stres.
Aplikasi anestesi topikal atau pemberian obatkumur anestetik dapat digunakan untuk mengurangi
rasa nyeri pada lesi. dalam. Rasa nyeri pada lesi dapat dikurangi dengan pemberian obat kumur
anestetik. Pemberian antiseptik kumur seperti clorhexidine terbukti dapat mengurangi nyeri
walaupun tidak begitu nyata.
Antibiotik broad spectrum seperti penisilin dapat digunakan untuk mencegah infeksi sekunder
oleh bakteri terutama jika lesi ulkus parah dan dalam.
d. antibiotika, analgetika (bila diperlukan)
D. ULKUS PSEUDO-APTHOUSA
Defisiensi nutrisiEtiologi
Gambaran Klinis
-Ulkus blat-oval, kekuning-kuningan, cekung terletak pada mukosa tanpa keratin yang dapat
digerakkan.
Predilesi Daerah-daerah yang umum terserang meliputi mukosa bibir,Tempat mukosa pipi,
dasar mulut lidah, dan kadang-kadang palatum lunak. Lidah dapat menunjukkan paila-papila
yang atrofi.
E. APTHOUSA MAJOR
Belum diketahuiEtiologi
Gambaran Klinis
-Multipel
-Ulkus asimetris dan unilateral
-Lesi sering disertai dengan inflamasi, diameter besar dan bagian tengahnya nekrotik serta
cekung, sakit, tepi lesi kemerahan,
-Dapat sembuh dalam beberapa minggu atau bulan, recurrent
Predilesi Tempat : palatum lunak,mukosa bibir&pipi,lidah;dpt meluas ke gusi cekat
F. ULSERASI HERPETIFORMIS
virus herpes simplek (HSV), biasanya tipe 1Etiologi
Gambaran Klinis
-Ulkus timbul berkelompok dengan diameter 1 2 mm, multipel, bergabung dan batasnya tidak
jelas
-Mukosa di sekitar ulkus kemerahan dan sakit, periode inkubasi 3-7 hari.
ujung anterior lidah, mukosa bibir, dasar mulutPredilesi Tempat
G. ULKUS GRANULOMATOSUS
Gambaran Klinis
-Ulkus bulat, tanpa gejala, biasanya terjadi pada dorsum lidah atau sudut bibir.
-Seringkali bersama-sama dengan limfadenopati leher dan gangguan pernafasan primer.
-Penyakit mulut timbul setelah infeksi paru-paru yang lamanya berminggu-minggu sampai
berbulan-bulan. ulkus oral dapat menetap selama berbulan-bulan sampai bertahn-tahun jika
penyakit yang menjadi dasar tidak dirawat.
H. KARSINOMA SEL SQUAMOSA
Etiologi Lesi ini sering kali tampak sebagai ulkus, dalam tahap ini biasanya kecil, tidak sakit
dan tidak mengalami ulserasi. Teapi sifat menetap dari ulkus tersebut akan mengakibatkan
proliferasi neoplastik yang akan segera akan mempengaruhi pasokan darah sehingga akan
mnenjadi telengiektasia dan pembetukan ulkus yang lebih besar.
Gambaran Klinis
-Kebas, leokoplakia, eritroplakia, keras, lengket, berjamur dan limfodenopati.
-Keganasan lesi ini berjalan lambat dan seringkali baru Nampak setelah ukurannya meningkat.
-Ulkus kekuning2an,tanpa sakit dg tepi2 keras merah
I. KEMOTERAPI TERAUPETIK
Lesi ini dapat timbul akibat penggunaan obat-obatan imunosupresan untuk berbagai penyakit
seriusEtiologi
Gambaran Klinis
-Adanya ulserasi tidak teratur pada bibir, mukosa bibir, pipi, lidah dan palatum.
-Lesi ini sangat sakit dan mengganggu mastikasi dan penelanan.
bibir, mukosa pipi, lidah, dasar mulut, palatumPredilesi Tempat
LESI VESSIKOBULOSA
MACAM-MACAM LESI VESIKOBULOSA
1. Herpes Zoster
pengaktifan kembali virus VaricellaEtiologi
Gambaran Klinis :
-Lesi-lesinya adalah vaskuler, ulseratif
-Biasanya sangat sakit
-Umumnya mengenai bibir, lidah, dan mukosa pipi.
Tampak adanya Lesi Lepuh2 vesikuler dan pustuler(vesikel kecil yg tinfeksi dan berisi nanah)
unilateral yg tmbul stlah 1-3 hr.
Gejala Gejala dari herpes jenis ini adalah pada 3-4 hari sebelum timbulnya herpes
zoster, penderita merasa tidak enak badan, menggigil, demam, mual, diare atau sulit berkemih.
Terkadang penderita merasakan nyeri, kesemutan atau gatal di kulit yang terkena.
Gejala lain, muncul sekumpulan lepuhan kecil berisi cairan dikelilingi oleh daerah
kemerahan. Lepuhan ini hanya terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh saraf yang
terkena. Lepuhan paling sering muncul di batang tubuh dan biasanya hanya mengenai satu sisi
(kanan saja atau kiri saja). Daerah yang terkena biasanya peka terhadap berbagai rangsangan
(termasuk sentuhan yang sangat ringan) dan bisa terasa sangat nyeri.
Patofisiologi Penyebab herpes zoster adalah virus varicella-zoster, virus yang juga
menyebabkan cacar air. Infeksi awal virus varicella-zoster (yang bisa berupa cacar air) berakhir
dengan masuknya virus ke dalam ganglia (badan saraf) pada saraf spinalis maupun saraf
kranialis dan virus menetap disana dalam keadaan tidak aktif. Herpes zoster tejadi jika virus
kembali aktif. Kadang pengaktivan kembali virus ini terjadi jika terdapat gangguan pada sistem
kekebalan akibat suatu penyakit (misalnya karena AIDS atau penyakit Hodgkin) atau obat-
obatan yang mempengaruhi sistem kekebalan. Biasanya, penyebab dari pengaktivan kembali
virus ini tidak diketahui.
2. GHP Gingivostomatitis Herpetika Primer
Gingivostomatitis herpetika primer adalah suatu penyakit yang ditandai dengan lesi
ulserasi pada lidah, bibir, mukosa gingiva, palatum durum dan molle.
Etiologi Gingivostomatitis herpetika primer merupakan bentuk tersering dari infeksi
HSV tipe 1 pada rongga mulut. Gingivostomatitis Herpetika Primer lebih banyak terjadi pada
anak dan remaja
Gambaran Klinis
-Tepi Gusi bwarna Merah Padam
-Pembengkakan pd Papila Interdental, multipel.
Gambaran klinis bersifat
akut, demam, anoreksia. Pada intraoral terdapat gingivitis, lesi vesikula kemudian pecah dan
terjadi ulserasi.pada mukosa oral, lidah dan bibir
tepi gusi yang berwarna merah padam dan edemaGejala
-pembengkakan pada papilla interdental
-mudah terjadi pendarahan.
-disertai simptom demam, anoreksia, limfadenopati dan sakit kepala.
Petofisiologi GHP memiliki Periode inkubasi hingga 2 minggu. Fase prodromal
ditandai malaise dan kelelahan, sakit otot dan kadang sakit tenggorokan. Pada tahap awal nodus
limfe submandibular sering membesar dan sakit. Fase prodromal ini berlangsung 1-2 hari dan
diikuti dengan timbulnya lesi oral dan kadang sirkumoral. Vesikula kecil berdinding tipis
dikelilingi dasar eritematous yang cenderung berkelompok timbul pada mukosa oral. Vesikula
kemudian pecah dengan cepat dan menimbulkan ulser bulat dangkal. Ulser dapat terjadi pada
semua bagian mukosa mulut.
3. Herpangina
herpangina) adalah penyakit akut yang sembuh sendiri tanpa pengobatan, penyakit virus
yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, berupa demam, sakit tenggorokan disertai lesi pada
faring berukuran 1 2 mm berbentuk papulovesikuler berwarna abu-abu dengan dasar eritematus
dan berkembang secara perlahan menjadi lesi yang sedikit lebih besar. Lesi ini yang biasanya
muncul pada dinding anterior faucium dari tonsil, palatum molle, uvula dan tonsilnya sendiri,
muncul sekitar 4 6 hari sesudah mulai sakit. Penyakit ini tidak fatal.
Gambaran Klinis
-Vesikel berpapil abu-abu muda yang pecah membentuk ulkus-ulkus yang dangkal, besar, dan
multipel.
-Lesi ini mempunyai tepi erithematous dan berbatas pada pilar-pilaranterior, palatum lunak,
uvula, dan tonsil.
gejala : faringitis,sakit kepala,demam,limfangitis
4. Varicella
Varisela adalah penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus varisela-zoster (vvz).
Penyakit ini terutama mengenai anak-anak dan merupakan infeksi primer vvz pada individu yang
rentan (imunokompromais). Virus masuk kedalam tubuh manusia melalui mukosa saluran nafas
atas dan orofaring, menuju kelenjar getah bening regional, kemudian terjadi multiplikasi virus
masuk kedalam peredaran darah diikuti oleh viremia primer. Virus masuk ke sel sistem
retikuloendotelial yang merupakan tempat replikasi utama virus selama masa inkubasi. Dua
minggu setelah infeksi, terjadi viremia sekunder yang menyebabkan demam, malese dan timbul
lesi di kulit dan mukosa. Setelah sembuh, virus dalam keadaan dorman pada sel ganglion dorsalis
sistem saraf sensoris yang pada keadaan tertentu dapat mengalami reaktivasi bermanifestasi
sebagai herpes zoster.
Varicella ZosterEtiologi
Gambaran Klinis
-Vesikel pd kulit dan wajah yg mirip tetesan embun
-Scra intra oral ulkusnya tmpak pd palatum mole, mukosa pipi dan lipatan mukobukal
gejala : Menggigil,demam
Patofisiologi Infeksi virus ini akan menimbulkan ruam berwarna merah dan gatal.Ruam
tersebut bermula dengan bintik merah kecil yang terlihat seperti jerawat atau gigitan serangga.
Bintik-bintik ini kemudian berkembang menjadi kantong-kantong berdinding tipis dan berisi
cairan yang awalnya berwarna bening, namun berubah menjadi kelabu. Setelah dua hingga
empat hari, kantong-kantong itu pun pecah sehingga menjadi luka terbuka, mengering, lalu
mengering dan berubah ke warna coklat.
Satu atau dua hari sebelum ruam muncul, si anak akan mengalami demam, sakit perut, sakit
tenggorokan, sakit kepala, atau lemas.
5. Pemphigous Vulgaris
Rx AutoimunEtiologi
Gambaran Klinis
-Bula yg mdah pcah serta mninggal kan ulser yg tdk teratur(dimulut)
-Lepuh bsar tutama d daerah yyg teerkena trauma(dikulit)
Patofisiologi Pemphigus vulgaris adalah penyakit autoimmune berupa bula yang bersifat
kronik, dapat mengenai membran mukosa maupun kulit dan ditemukannya antibodi IgG yang
bersirkulasi dan terikat pada permukaan sel keratinosit, menyebabkan timbulnya suatu reaksi
pemisahan sel-sel epidermis diakibatkan karena tidak adanya kohesi antara sel-sel epidermis,
proses ini disebut akantolisis dan akhirnya terbentuknya bula di suprabasal.
6. Sindrom Sjogren
Rx AutoimunEtiologi
Gambaran Klinis
-Produksi keringat berkurang, pmbengkakan kelenjar, xerostomia(hiposaliva)
Gejala Gejala-gejala utama pada sindrom ini adalah kekeringan mulut dan mata.
Lainnya, sindrom Sjgren juga dapat menyebabkan kekeringan pada kulit, hidung, dan vagina.
Sindrom ini juga dapat mempengaruhi organ lainnya seperti ginjal, pembuluh darah, paru-paru,
hati, pankreas, dan otak.
Sindroma Sjogren (SS) merupakan inflamasiPatofisiologi kronik dan penyakit
autoimun yang dikarakteristikkan dengan hipofungsi eksokrin dan kelainan serologis yang
menyebabkan kekeringan pada mulut, mata dan pembesaran kelenjar parotis. Etiologi dari
penyakit ini masih belum diketahui, namun banyak ilmuwan meyakini kondisi ini memiliki
keterkaitan dengan gangguan autoimunitas. Keluhan xerostomia merupakan keluhan utama yang
memicu terjadinya gangguan fungsi pada penderita seperti kesulitan berbicara, makan, dan
bahkan menelan. Penderita SS yang memakai gigitiruan juga akan mengeluhkan adanya
kesukaran dalam menggunakan protesa. Diagnosa penyakit ini dapat ditegakkan dengan
beberapa metode pemeriksaan seperti metode scintigraf, metode schirmer dan metode sialografi.
Sebagai tambahan dilakukan biopsi untuk memastikan diagnosa dari penyakit sindrom sjogren
ini Tujuan dari perawatan SS adalah untuk meredakan simtom dan mengurangi resiko kerusakan
dalam jangka waktu panjang. Perawatan ini dapat dilakukan dengan merangsang produksi saliva
baik secara lokal maupun sistemik hingga dengan menggunakan saliva pengganti
Ulkus Dekubitus Ulkus dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dari bawah kulit
bahkan menembus otot sampai mengenai tulang, akibat adanya penekanan pada suatu area secara
terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah. Luka dekubitus adalah nekrosis pada jaringan lunak antara tonjolan tulang dan permukaan padat, paling umum akibat
imobilisasi. Menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) tahun 1989, ulkus
dekubitus adalah suatu daerah tertekan yang tidak nyeri dengan batas yang tegas, biasanya batas
penonjolan tulang, yang mengakibatkan terjadi iskemik, kematian sel dan nekrosis jaringan.
Umumnya ulkus dekubitus terjadi pada penderita dengan penyakit kronik yang berbaring
lama. Ulkus dekubitus sering disebut sebagai ischemic ulcer; pressure ulcer, pressure sore, bed
sore. Masalah ini menjadi problem yang cukup serius baik di negara maju maupun di negara
berkembang, karena mengakibatkan meningkatnya biaya perawatan dan memperlambat program
rehabilitasi bagi penderita.
Bagian tubuh yang sering mengalami ulkus dekubitus adalah bagian dimana terdapat penonjolan
tulang, yaitu sikut, tumit, pinggul, pergelangan kaki, bahu, punggung dan kepala bagian
belakang. Ulkus dekubitus terjadi jika tekanan yang terjadi pada bagian tubuh melebihi kapasitas
tekanan pengisian kapiler dan tidak ada usaha untuk mengurangi atau memperbaikinya sehingga
terjadi kerusakan jaringan yang menetap. Bila tekanan yang terjadi kurang dari 32 mmHg atau
ada usaha untuk memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut maka ulkus dekubitus dapat
dicegah
Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa Kedokteran dapat menjelaskan definisi ulkus dekubitus, etiologi ulkus dekubitus, epidemiologi ulkus dekubitus, gejala klinis ulkus dekubitus, patofisiologi ulkus
dekubitus, pemeriksaan fisik ulkus dekubitus, pemeriksaan penunjang ulkus dekubitus,
penatalaksanaan ulkus dekubitus, diagnosa ulkus dekubitus, diagnosis banding ulkus
dekubitus, komplikasi ulkus dekubitus, prognosis ulkus dekubitus
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran. 3. Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik 4. Metode tinjauan kepustakaan dengan mengacu kepada beberapa literatur.
.
1. B. Etiologi dan Patogenesis 2. 1. Faktor primer :
1. Tekanan dari luar yang menimbulkan iskemi setempat. Dalam keadaan normal, tekanan intrakapilar arterial adalah 32 mm Hg dan tekanan ini dapat meningkat
mencapai maksimal 60 mm Hg yaitu pada keadaan hiperemia.
2. Tekanan midkapilar adalah 20 mm Hg, Sedangkan tekanan pada daerah vena adalah 13 15 mm Hg.
3. Efek destruksi jaringan yang berkaitan dengan keadaan iskemia dapat terjadi dengan tekanan kapilar antara 32 60 mm Hg yang disebut sebagai tekanan supra kapilar. Bila keadaan suprakapilar ini tercapai, akan terjadi penurunan aliran
darah kapilar yang disusul dengan keadaan iskemia setempat.
4. Substansia H yang mirip dengan histamin dilepaskan oleh sel-sel yang iskemik dan akumulasi metabolit seperti kalium, adenosin difosfat (ADP), hidrogen dan
asam laktat, diduga sebagai faktor yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
5. Reaksi kompensasi sirkulasi akan tampak sebagai hiperemia dan reaksi tersebut masih efektif bila tekanan dihilangkan sebelum periode kritis terjadi yaitu 1 2 jam.
6. Kosiak (1959) membuktikan pada anjing bahwa tekanan dari luar sebesar 60 mm Hg selama 1 jam akan menimbulkan perubahan degeneratif secara mikroskopik
pada semua lapisan jaringan mulai dari kulit sampai tulang, sedangkan dengan
tekanan 35 mm Hg selama 4 jam perubahan degeneratif tersebut tidak terlihat.
Daniel dkk (1981) menyatakan bahwa iskemia primer terjadi pada otot dan
kerusakan jaringan kulit terjadi kemudian sesuai dengan kenaikan besar dan
lamanya tekanan.
7. Dulu faktor neurotropik disebutkan sebagai faktor penyebab utama ulkus dekubitus, tetapi temyata hal tersebut tidak terbukti.
8. 2. Faktor sekunder
Faktor-faktor yang menunjang terjadinya ulkus dekubitus antara lain: gangguan saraf
vasomotorik, sensorik, motorik, kontraktur sendi dan spastisitas, gangguan sirkulasi perifer,
malnutrisi dan hipoproteinemia, anemia, keadaan patologis kulit pada gangguan hormonal,
edema, maserasi, infeksi, higiene kulit yang buruk, inkontinensia alvi dan urin, kemunduran
mental dan penurunan kesadaran.
1. C. Patofisiologi
Ulkus dekubitus dapat terbentuk karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya. Allman
(1989), Anthony (1992) dan Brand (1976) membagi mekanisme terbentuknya ulkus dekubitus
tergantung beberapa faktor
1. Tekanan yang Lama
Faktor yang paling penting dalam pembentukan ulkus dekubitus adalah tekanan yang tidak
terasa nyeri. Kosiak (1991) mengemukakan bahwa tekanan yang lama yang melampaui tekanan
kapiler jaringan pada jaringan yang iskemik akan mengakibatkan terbentuknya ulkus dekubitus.
Hal ini karena tekanan yang lama akan mengurangi asupan oksigen dan nutrisi pada jaringan
tersebut sehingga akan menyebabkan iskemik dan hipoksia kemudian menjadi nekrosis dan
ulserasi.
Pada keadaan iskemik, sel-sel akan melepaskan substansia H yang mirip dengan histamine.
Adanya substansi H dan akumulasi metabolit seperti kalium, adenosine diphosphat (ADP),
hidrogen dan asam laktat akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Reaksi kompensasi
sirkulasi akan tampak sebagai hiperemia dan reaksi tersebut masih efektif bila tekanan
dihilangkan sebelum periode kritis terjadi yaitu 1-2 jam. Suatu penelitian histologis
memperlihatkan bahwa tanda-tanda kerusakan awal terjadi di dermis antara lain berupa dilatasi
kapiler dan vena serta edema dan kerusakan sel-sel endotel. Selanjutnya akan terbentuk
perivaskuler infiltrat, agregat platelet yang kemudian berkembang menjadi hemoragik
perivaskuler. Hal yang menarik, pada tahap awal ini, di epidermis tidak didapatkan tanda-tanda
nekrosis oleh karena sel-sel epidermis memiliki kemampuan untuk bertahan hidup pada keadaan
tanpa oksigen dalam jangka waktu yang cukup lama. Selain itu, perubahan patologis oleh karena
tekanan eksternal tersebut terjadi lebih berat pada lapisan otot daripada pada lapisan kulit dan
subkutaneus.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Daniel dkk (1981) yang mengemukakan bahwa iskemia primer
terjadi pada otot dan kerusakan jaringan kulit terjadi kemudian sesuai dengan kenaikan besar dan
lamanya tekanan.Pada tahun 1930, Land melakukan mikroinjeksi pada cabang arteriol dari
kapiler pada jari manusia untuk mempelajari tekanan darah kapiler. Dia melaporkan bahwa
tekanan darah arteriol sekitar 32 mmHg, tekanan darah pada midkapiler sebesar 22 mmHg dan
tekanan darah pada venoul sebesar 12 mmHg. Tekanan pada arteriol dapat meningkat menjadi 60
mmHg pada keadaan hiperemia.
Kosiak (1959) membuktikan pada anjing, bahwa tekanan eksternal sebesar 60 mmHg selama 1
jam akan menimbulkan perubahan degeneratif secara mikroskopis pada semua lapisan jaringan
mulai dari kulit sampai tulang, sedangkan dengan tekanan 35 mmHg selama 4 jam, perubahan
degeneratif tersebut tidak terlihat.Sumbatan total pada kapiler masih bersifat reversibel bila
kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa berbaring berminggu-minggu tidak akan mengalami
ulkus dekubitus selama dapat mengganti posisi beberapa kali perjammnya.
1. Tekanan antar Permukaan
Menurut NPUAP tekanan antar permukaan adalah tekanan tegak lurus setiap unit daerah
antara tubuh dan permukaan sandaran. Tekanan antar permukaan dipengaruhi oleh kekakuan dan
komposisi jaringan tubuh, bentuk geometrik tubuh yang bersandar dan karakteristik pasien. Russ
(1991) menyatakan bahwa tekanan antar permukaan yang melebihi 32 mmHg akan
menyebabkan mudahnya penutupan kapiler dan iskemik.Faktor yang juga berpengaruh terhadap
tekanan antar permukaan adalah kolagen. Pada penderita sklerosis amiotropik lateral risiko untuk
terjadinya ulkus dekubitus berkurang karena adanya penebalan kulit dan peningkatan kolagen
dan densitasnya (Seiitsu, 1988; Watanebe, 1987).
1. Luncuran
Luncuran adalah tekanan mekanik yang langsung paralel terhadap permukaan bidang. Luncuran
mempunyai pengaruh terhadap terbentuknya ulkus dekubitus terutama pada daerah sakrum.
Brand (1976) dan Reichel (1958) menjelaskan bahwa gerakan anguler dan vertikal atau posisi
setengah berbaring akan mempengaruhi jaringan dan pembuluh darah daerah sacrum sehingga
berisiko untuk mengalami kerusakan. Penggunaan tempat tidur yang miring seperti pada bedah
kepala dan leher akan meningkatkan tekanan luncuran sehingga memudahkan terjadinya ulkus
dekubitus (Defloor, 2000).
1. Gesekan
Menurut Makebulst (1983), gesekan adalah gaya antar dua permukaan yang saling
berlawanan. Gesekan dapat menjadi faktor untuk terjadinya ulkus dekubitus karena gesekan
antar penderita dengan sandarannya akan menyebabkan trauma makroskopis dan mikroskopis.
Kelembaban, maserasi dan kerusakan jaringan akan meningkatkan tekanan pada kulit.
Kelembaban yang terjadi akibat kehilangan cairan dan inkontinensia alvi dan urin akan
menyebabkan terjadinya maserasi jaringan sehingga kulit cenderung lebih mudah menjadi rusak.
1. Immobilitas
Seorang penderita immobil pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur
busa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-
45 mmHg. Lindan dkk menyebutkan bahwa pada pasien posisi telentang, tekanan eksternal 40-
60 mmHg merupakan tekanan yang paling berpotensi untuk terbentuk ulkus pada daerah sacrum,
maleolus lateralis dan oksiput. Sedangkan pada pasien posisi telungkup, thoraks dan genu
mudah terjadi ulkus pada tekanan 50 mmHg. Pada pasien posisi duduk, mudah terjadi ulkus bila
tekanan berkisar 100 mmHg terutama pada tuberositas ischii. Tekanan akan menimbulkan
daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nekrosis jaringan kulit.
Pada penderita dengan paralisis, kelaian neurologi, atau dalam anestesi yang lama, syaraf aferen
tidak mampu untuk memberikan sistem balik sensoromotor. Akibatnya, tanda-tanda tidak
menyenangkan dari daerah yang tertekan tidak diterima, sehingga tidak melakukan perubahan
posisi.Berbeda dengan orang tidur, untuk mengatasi tekanan yang lama pada daerah tertentu
secara otomatis akan terjadi perubahan posisi tubuh setiap 15 menit. Gerakan perubahan posisi
pada orang tidur biasanya lebih dari 20 kali setiap malam. Bila kurang dari 20 kali, maka akan
berisiko untuk terjadinya ulkus dekubitus.
1. D. Lokasi Ulkus Dekubitus
Setiap bagian tubuh dapat terkena, tetapi umumnya terjadi pada daerah tekanan dan penonjolan
tulang.
1) Tuberositas ischii
Frekuensinya mencapai 30% dari lokasi tersering. Terjadi akibat tekanan langsung pada keadaan
duduk. Juga karena foot rest pada kursi roda yang terlalu tinggi, sehingga berat badan tertumpu
pada daerah ischium.
2) Trochanter mayor
Frekuensinya mencapai 20% dari lokasi yang tersering. Terjadi karena lama berbaring pada satu
sisi, kursi roda terlalu sempit, osifikasi heterotropik, skoliosis, yang mengakibatkan pindahnya
berat badan ke sisi panggul yang lain.
3) Sacrum
Frekuensinya mencapai 15% dari lokasi tersering. Terjadi pada penderita yang lama berbaring
terlentang, tidak mengubah posisi berbaring secara teratur, salah posisi path waktu duduk di
kursi roda juga dapat terjadi karena penderita merosot di tempat tidur dengan sandaran miring,
terlalu lama kontak dengan urin, keringat ataupun feces.
4) Tumit
Frekuensinya mencapai 10% dari lokasi tersering. Keadaan spastik pada anggota gerak bawah
dapat menimbulkan tekanan dan gesekan tumit pada tempat tidur atau pada foot rest kursi roda.
5)Lutut
Terjadi bila penderita lama berbaring telungkup, sedangkan sisi lateral lutut terkena karena lama
berbaring pada satu sisi.
5) Maleolus
Maleolus lateralis dapat terkena karena berbaring terlalu lama pada satu sisi, trauma pada waktu
pemindahan penderita, posisi foot rest kurang baik. Maleolus medialis juga dapat terkena karena
gesekan kedua maleolus kanan dan kiri akibat keadaan spastik otot aduktor.
6) Siku
Dapat terkena bila siku sering dipakai sebagai penekan tubuh atau pembantu mengubah posisi.
7) Jari kaki
Dapat terkena pada posisi telungkup, sepatu yang terlalu sempit dan sebagainya.
8) Scapulae dan Processus spinosus vertebrae
Dapat terkena akibat terlalu lama berbaring terlentang dan gesekan yang sering.
Gambar 2. Daerah-daerah Lokasi Ulkus Dekubitus
1. E. Manifestasi Klinis
Gejala klinik yang tampak oleh penderita, biasanya berupa kulit yang kemerahan sampai
terbentuknya suatu ulkus. Kerusakan yang terjadi dapat meliputi dermis, epidermis, jaringan otot
sampai tulang. Tanda cidera awal adalah kemerahan yang tidak menghilang apabila ditekan ibu
jari, pada cidera yang lebih berat dijumpai ulkus dikulit, dapat timbul rasa nyeri dan tanda-tanda
sistemik peradangan, termasuk demam dan peningkatan hitung sel darah putih, dapat terjadi
infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan perawatan di Rumah Sakit yang berkepanjangan
bahkan pada ulkus kecil.
Klasifikasi berdasarkan gambaran klinis yang penting berkenaan dengan penatalaksanaannya
1. 1. Stadium 1 :
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita dengan
sensibilitas baik akan mengeluh nyeri. Stadium ini umumnya reversibel dan dapat sembuh dalam
5 10 hari.
Gambar 3. Stadium 1 Ulkus Dekubitus
1. 2. Stadium 2 :
Ulserasi mengenai epidermis, dermis dan meluas sampai ke jaringanadiposa.Terlihat eritema dan
indurasi. Stadium ini dapat sembuh dalam 10 15 hari.
Gambar 3. Stadium 2 Ulkus Dekubitus
1. 3. Stadium 3 :
Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkutis, dan otot sudah mulai terganggu dengan
adanya edema, inflamasi, infeksi dan hilangnya struktur fibril. Tepi ulkus tidak teratur dan
terlihat hiper atau hipopigmentasi dengan fibrosis. Kadang-kadang terdapat anemia dan infeksi
sistemik. Biasanya sembuh dalam 3 8 minggu.
Gambar 3. Stadium 3 Ulkus Dekubitus
1. 4. Stadium 4 :
Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia, otot, tulang serta sendi. Dapat terjadi artritis septik
atau osteomielitis dan sering diserti anemia. Dapat sembuh dalam 3 6 bulan
Gambar 3. Stadium 4 Ulkus Dekubitus
1. F. Diagnostik Pemeriksaan
Diagnosis ulkus dekubitus biasanya tidak sulit. Diagnosisnya dapat ditegakkan dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Tetapi untuk menegakkan diagnosis ulkus dekubitus
diperlukan beberapa pemeriksaan laboratorium dan penujang lainnya.
Beberapa pemeriksaan yang penting untuk membantu menegakkan diagnosis dan
penatalaksanaan ulkus dekubitus adalah,
1. Kultur dan analisis urin
Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia untuk melihat apakah ada masalah pada
ginjal atau infeksi saluran kencing, terutama pada trauma medula spinalis.
1. Kultur Tinja
Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat leukosit dan toksin
Clostridium difficile ketika terjadi pseudomembranous colitis.
1. Biopsi
Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan dengan pengobatan yang
intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk melihat apakah terjadi proses yang mengarah
pada keganasan. Selain itu, biopsi bertujuan untuk melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus
dekubitus. Biopsi tulang perlu dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
1. Pemeriksaan Darah
Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel darah putih dan laju endap darah.
Kultur darah dibutuhkan jika terjadi bakteremia dan sepsis.
1. Keadaan Nutrisi
Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses penyembuhan ulkus dekubitus.
Hal yang perlu diperiksa adalah albumin level, prealbumin level, transferrin level, dan serum
protein level,
1. Radiologis
Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang akibat osteomyelitis. Pemeriksaan
dapat dilakukan dengan sinar-X, scan tulang atau MRI.
1. G. Komplikasi
Komplikasi sering terjadi pada stadium 3 dan 4 walaupun dapat juga pada ulkus yang superfisial.
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
Infeksi, sering brsifat multibakterial, baik yang aerobik ataupun anerobik.
Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteitis, osteomielitis, artritis
septik.
Septikemia.
Anemia.
Hipoalbuminemia.
Kematian
1. H. Penatalaksanaan 1. 1. Pencegahan
Pencegahan ulkus dekubitus adalah hal yang utama karena pengobatan ulkus dekubitus
membutuhkan waktu dan biaya yang besar.
Tindakan pencegahan dapat dibagi atas
a) Umum :
Pendidikan kesehatan tentang ulkus dekubitus bagi staf medis, penderita dan
keluarganya.
Pemeliharaan keadaan umum dan higiene penderita.
b) Khusus :
Mengurangi/menghindari tekanan luar yang berlebihan pada daerah tubuh tertentu
dengan cara : perubahan posisi tiap 2 jam di tempat tidur sepanjang 24 jam. melakukan
push up secara teratur pada waktu duduk di kursi roda. pemakaian berbagai jenis tempat
tidur, matras, bantal anti dekubitus seperti circolectric bed, tilt bed, air-matras; gel
flotation pads, sheepskin dan lain-lain.
Pemeriksaan dan perawatan kulit dilakukan dua kali sehari (pagi dan sore), tetapi dapat
lebih sering pada daerah yang potensial terjadi ulkus dekubitus. Pemeriksaan kulit dapat
dilakukan sendiri, dengan bantuan penderita lain ataupun keluarganya.Perawatan kulit
termasuk pembersihan dengan sabun lunak dan menjaga kulit tetap bersih dari keringat,
urin dan feces. Bila perlu dapat diberikan bedak, losio yang mengandung alkohol dan
emolien.
1. 2. Pengobatan
Pengobatan ulkus dekubitus dengan pemberian bahan topikal, sistemik ataupun dengan
tindakan bedah dilakukan sedini mungkin agar reaksi penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada
pengobatan ulkus dekubitus ada beberapa hal yang perlu diperhatkan antara lain:
a) Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus.
Secara umum sama dengan tindakan pencegahan yang sudah dibicarakan di tas. Pengurangan
tekanan sangat penting karena ulkus tidak akan sembuh selama masih ada tekanan yang
berlebihan dan terus menerus.
b) Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya.
Keadaan tersebut akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal
tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan pemberian bahan-
bahan topikal seperti larutan NaC10,9%,larutan H202 3% dan NaC10,9%,larutan plasma dan
larutan Burowi serta larutan antiseptik lainnya.
c) Mengangkat jaringan nekrotik.
Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas dari bahan yang terinfeksi
dan karenanya juga menghambat pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu
pengangkatan jaringan nekrotik akan mempercepat proses penyembuhan ulkus.
Terdapat 3 metode yang dapat dilakukan antara lain :
Sharp debridement (dengan pisau, gunting dan lain-lain).
Enzymatic debridement (dengan enzim proteolitik, kolagenolitik, dan fibrinolitik).
Mechanical debridement (dengan tehnik pencucian, pembilas-an, kompres dan
hidroterapi)
d) Menurunkan dan mengatasi infeksi.
Perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika sistemik dapat diberikan bila penderita
mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi hams dibersihkan beberapa kali sehari dengan
larutan antiseptik seperti larutan H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi
ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek bakterisidal.
e) Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi.
Hal ini dapat dicapai dengan pemberian antara lain :
Bahan-bahan topikal misalnya : salep asam salisilat 2%, preparat seng (Zn 0, Zn SO4).
Oksigen hiperbarik; selain mempunyai efek bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri, juga
mempunyai efek proliferatif epitel, menambah jaringan granulasi dan memperbaiki
keadaan vaskular.
Radiasi infra merah,short wave diathermy, dan pengurutan dapat membantu
penyembuhan ulkus karena adanya efek peningkatan vaskularisasi.
Terapi ultrasonik; sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya terhadap terapi ulkus
dekubitus.
f) Tindakan bedah
tindakan ini selain untuk pembersihan ulkus juga diperlukan untuk mempercepat penyembuhan
dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III & IV dan karenanya sering dilakukan
tandur kulit ataupun myocutaneous flap
Related posts:
1. ULKUS DEKUBITUS 2. ULKUS ORAL
PATOFISIOLOGI ULKUS PEPTIKUM ATAU TUKAK
PEPTIK
PENDAHULUAN
Kemajuan pesat mengenai ulkus lambung/duodenum terjadi pada masa 15 tahun terakhir
ini, terutama dalam hal fisiologi dan mekanisme patogenesis sehingga menyebabkan
kemajuan dalam hal pengobatan yang efektif dan rasional.
Berdasarkan survai epidemiologis didapatkan kira-kira 10% penduduk Eropa dan
Amerika telah pernah mengalami ulkus atau tukak duodenum dan bertambah pada usia
lanjut, sedangkan tukak atau ulkus lambung lebih jarang dari tukak duodenum, kecuali di
daerah Cina dan Jepang. Perbandingan antara pria dan wanita didapatkan 2,2 : 1.
Pada permulaan abad 20 ini, ulkus lambung lebih sering didapatkan seperti di Inggris,
Eropa dan Amerika, tetapi sesudah itu terlihat ulkus duodenum lebih banyak. Dua puluh
tahun terakhir ini terlihat penurunan tukak duodenum sedangkan ulkus lambung tidak.
Keadaan ini mungkin disebabkan oleh penurunan ulkus duodenum itu sendiri atau
disebabkan oleh perbaikan pada sarana diagnostik atau pengobatan ulkus duodenum lebih
baik pada saat ini.
Sekarang telah dapat diterima pandangan bahwa ulkus peptik dalam segala bentuknya
disebabkan oleh ketidak seimbangan faktor agresif dan faktor defensif mukosa yang
mempertahankan keutuhan mukosa. Faktor agresif yang penting adalah asam lambung
yang disekresi oleh sel Parietal dan pepsin yang diproduksi oleh sel Zymogen. Sedangkan
faktor defensif mukosa antara lain pembentukan dan sekresi mukus, sekresi bikarbonat,
aliran darah mukosa, difusi kembali ion hidrogen pada epitel dan regenerasi epitel
DEFENISI
Ulkus Peptikum adalah suatu luka terbuka yang berbentuk bundar atau oval pada lapisan
lambung atau usus dua belas jari(duodenum). Ulkus pada lambung disebut ulkus
gastrikum, sedangkan ulkuspada usus duabelas jari disebut ulkus duodenalis.
Tukak lambung/gastriculcer/maag merupakan luka/ulkus yang terjadi pada lambung yang
diakibatkan oleh karena gangguan keseimbangan asam-basa pada lambung dimana terjadi
peningkatan keasaman lambung dan atau penurunan daya tahan/proteksi jaringan
lambung.
Ulkus peptikum merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung terputus dan
meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke bawah
epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga sebagai tukak atau
ulkus.(misalnya tukak karena stress).
Tukak kronik berbeda denga tukak akut, karena memiliki jaringan parut pada dasar tukak.
Menurut definisi, tukak peptik dapat ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang
terkena getah asam lambung, yaitu esofagus,lambung, duodenum, dan setelah
gastroduodenal, juga jejunum.
PATOFISIOLOGI ULKUS PEPTIKUM
Faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi dan ulkus pada saluran pencernaan bagian
atas adalah perimbangan antara faktor agresif (asam dan pepsin) dan faktor pertahanan
(defensif) dari mukosa. Faktor pertahanan ini antara lain adalah pembentukan dan sekresi
mukus, sekresi bikarbonat, aliran darah mukosa dan difusi kembali ion hidrogen pada
epitel serta regenerasi epitel.
Di samping kedua faktor tadi ada faktor yang merupakan faktor predisposisi (kontribusi)
untuk terjadinya tukak peptik antara lain daerah geografis, jenis kelamin, faktor stress,
herediter, merokok, obat-obatan dan infeksi bakteria
Faktor Kontribusi Geografis Jenis kelamin
Herediter Psikosomatik
Obat-obatan Merokok
Pembentukan dan sekresi mukus Sekresi bikarbonat
Aliran darah mukosa Infeksi bakteria
kegenerasi epitel Lain-lain
FAKTOR AGRESIF
Asam dan Pepsin o Peranan asam dan pepsin dalam hal patofisiologi ulkus peptikum telah banyak
dipelajari secara intensif. Pepsin adalah suatu enzim yang bekerja sama dengan
asam klorida (HCl) yang dihasilkan oleh lapisan lambung untuk mencerna
makanan, terutama protein. Asam hidroklorida disekresikan secara kontinyu,
tetapi sekresi meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang
dimulai dari rangsangan lambung dan usus.
o Peranan faktor agresif untuk terjadinya ulkus peptikum secara jelas belum
terungkap secara keseluruhan, walaupun pada penderita ulkus duodenum peranan
asam memegang peranan penting, mungkin dengan kombinasi faktor lain seperti
meningkatnya sekresi sel parietal, meningkatnya sekresi lambung seperti gastrin,
asetilkolin atau histamin.
o Peningkatan asam akan merangsang syaraf kolinergik dan syaraf simpatik.
Perangsangan terhadap kolinergik akan berakibat terjadinya peningkatan motilitas
sehingga menimbulkan rasa nyeri, sedangkan rangsangan terhadap syaraf
simpatik dapat mengakibatkan reflek spasme esophageal sehingga timbul
regurgitasi asam Hcl yang menjadi pencetus timbulnya rasa nyeri berupa rasa
panas seperti terbakar.
o Selain itu, rangsangan terhadap syaraf sympatik juga dapat mengakibatkan
terjadinya pilorospasme yang berlanjut menjadi pilorustenosis yang berakibat
lanjut makanan dari lambung tidak bisa masuk ke saluran berikutnya. Oleh karena
itu pada penderita ulkus peptikum setelah makan mengalami mual, anoreksia,
kembung dan kadang vomitus. Resiko terjadinya kekurangan nutrisi bisa terjadi
sebagai manifestasi dari gejala-gejala tersebut.
o Pada penderita tukak lambung mengalami peningkatan pepsin yang berasal dari
pepsinogen. Pepsin menyebabkan degradasi mucus yang merupakan salah satu
factor lambung. Oleh karena itu terjadilah penurunan fungsi sawar sehingga
mengakibatkan penghancuran kapiler dan vena kecil. Bila hal ini terus berlanjut
akan dapat memunculkan komplikasi berupa pendarahan
o Yang khas pada penderita ulkus duodenum adalah peningkatan asam lambung
pada keadaan basal dan meningkatnya asam lambung pada stimulasi atau lamanya
peningkatan asam setelah makan. Selain itu terlihat peningkatan motilitas di
samping efek pepsin dan asam empedu yang bersifat toksik pada mukosa
duodenum.
o Tukak lambung berbeda dengan tukak duodenum karena abnormalitas asam tidak
begitu memegang peranan penting, barangkali mekanisme pertahanan mukosa
lebih penting (faktor defensit); antara lain gangguan motilitas lambung yang
menyebabkan refluks empedu dari duodenum ke lambung, perlambatan
pengosongan lambung.
MEKANISME PERTAHANAN MUKOSA (FAKTOR DEFENSIF)
Dibanding dengan faktor agresif, maka gangguan faktor pertahanan mukosa lebih penting
untuk terjadinya ulkus peptikum.
Apapun yang menurunkan mukosa lambung atau yang merusak mukosa lambung adalah
ulserogenik, salisilat dan obat antiinflamasi non steroid lain, alcohol, dan obat anti
inflamasi masuk dalam kategori ini. Sindrom Zollinger-Ellison (gastrinoma)dicurigai bila
pasien datang dengan ulkus peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh dengan terapi
medis standar.
Epitel saluran pencernaan mempertahankan integritasnya melalui beberapa cara, antara
lain sitoproteksi seperti pembentukan dan sekresi mukus, sekresi bikarbonat dan aliran
darah. Di samping itu ada beberapa mekanisme protektif di dalam mukosa epitel sendiri
antara lain pembatasan dan mekanisme difusi balik ion hidrogen melalui epitel,
netralisasi asam oleh bikarbonat dan proses regenerasi epitel. Semua faktor tadi
mempertahankan integritas jaringan mukosa saluran cerna; berkurangnya mukosa yang
disebabkan oleh satu atau beberapa faktor mekanisme pertahanan mukosa akan
menyebabkan timbulnya ulkus peptikum.
Jadi terlihat bahwa untuk terjadinya ulkus peptikum selain adanya faktor agresif (asam
dan pepsin) dan yang lebih penting adalah integritas faktor pertahanan mukosa (defensif)
saluran cerna; jika ini terganggu maka baru timbul ulkus peptikum.
o Pembentukan dan Sekresi Mukus Mukus menutupi lumen saluran pencemaan yang berfungsi sebagai
proteksi mukosa. Fungsi mukus sebagai proteksi mukosa :
Pelicin yang menghambat kerusakan mekanis (cairan dan benda
keras).
Barier terhadap asam.
Barier terhadap enzim proteolitik (pepsin).
Pertahanan terhadap organisme patogen.
Fungsi mukus selain sebagai pelicin, tetapi juga sebagai netralisasi difusi
kembali ion hidrogen dari lumen saluran pencernaan.
o Sekresi Bikarbonat
Tempat terjadinya sistim bufer asam di lambung dan duodenum masih
kontroversial, menurut pandangan sebelumnya netralisasi asam oleh
bikarbonat terjadi di mukus dan bikarbonat berasal dari sel epitel yang
disekresi secara transport aktif.
Pandangan lain adalah bahwa efek sitoprotektif bikarbonat terjadi pada
permukaan membran epitel.
o Aliran Darah Mukosa Integritas mukosa lambung terjadi akibat penyediaan glukosa dan oksigen
secara terus menerus dan aliran darah mukosa mempertahankan mukosa
lambung melalui oksigenasi jaringan yang memadai dan sebagai sumber
energi. Selain itu fungsi aliran darah mukosa adalah untuk membuang atau
sebagai bufer difusi kembali dari asam.
o Mekanisme Permeabilitas Ion Hidrogen Proteksi untuk mencapai mukosa dan jaringan yang lebih dalam diperoleh
dari resistensi elektris dan permeabilitas ion yang selektif pada mukosa.
Pada binatang percobaan terlihat esofagus dan fundus lambung kurang
permeabilitasnya dibanding dengan antrum lambung dan duodenum.
Pergerakan ion hidrogen antar epitel dipengaruhi elektrisitas negatif pada
lumen; kation polivalen (Ca++ Mg++ dan Al++) dapat menutupi tekanan
elektris negatif dari ion hidrogen sehingga mempunyai efek pada
pengobatan tukak peptik.
o Regenerasi Epitel Mekanisme proteksi terakhir pada saluran cerna adalah proses regenerasi
sel (penggantian sel epitel mukosa kurang dari 48 jam). Kerusakan sedikit
pada mukosa (gastritis/duodenitis) dapat diperbaiki dengan mempercepat
penggantian sel-sel yang rusak. Respons kerusakan mukosa (ulserasi) pada
manusia belum jelas.
Obat-obatan golongan NSAID (aspirin), alcohol, garam empedu, dan obat-obatan lain
yang merusak mukosa lambung, mengubah permeabilitas sawar epitel, memungkinkan
difusi balik asam klorida dengan akibat kerusakan jaringan (mukosa) dan khususnya
pembuluh darah. Hai ini mengakibatkan pengeluaran histamin. Histamine akan
merangsang sekresi asam dan meningkatkan pepsin dari pepsinogen. Histamine ini akan
mengakibatkan juga peningkatan vasodilatasi kapiler sehingga membrane kapiler menjadi
permeable terhadap protein, akibatnya sejumlah protein hilang dan mukosa menjadi
edema
Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa. Biasanya ulserasi
mukosa dengan syok ini menimbulkan penurunan aliran darah mukosa lambung. Selain
itu jumlah besar pepsin dilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan pepsin menciptakan
suasana ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus stress harus dibedakan dari ulkus
cushing dan ulkus curling, yaitu dua tipe lain dari ulkus lambung.
Ulkus cushing umum terjadi pada pasien dengan trauma otak. Ulkus ini dapat terjadi pada
esophagus, lambung, atau duodenum, dan biasanya lebih dalam dan lebih penetrasi
daripada ulkus stress. Ulkus curling sering terlihat kira-kira 72 jam setelah luka bakar
luas.
Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut dari duodenal atau
area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kondisi stress
seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma dengan organ multiple dapat
menimbulkan ulkus stress. Bila kondisi stress berlanjut ulkus meluas. Bila pasien
sembuh, lesi sebaliknya.
PERANAN PROSTAGLANDIN
Prostaglandin barangkali mempunyai peranan penting untuk mempertahankan mukosa
saluran cerna terhadap pengaruh sekitarnya. Banyak zat iritan yang didapatkan pada
mukosa saluran cerna yang merusak epitel bila sekresi prostaglandin terganggu.
Prostaglandin seri A dan E telah diketahui sejak 1967 menghambat sekresi asam lambung
dan dapat mencegah tukak peptik, prostaglandin pada binatang dan manusia juga
meningkatkan sekresi mukus. Prostaglandin telah diyakini mempertahankan integritas
saluran cema dengan cara regulasi sekresi asam lambung, sekresi mukus, bikarbonat dan
aliran darah mukosa.
Mekanisme Anti Ulkus Peptikum Dari Prostaglandin
o Sitoprotektif :
Sekresi mukus.
Sekresi bikarbonat.
Aliran darah lambung.
o Inhibisi sekresi asam.
Pada penelitian ternyata sekresi bikarbonat meningkat setelah pemberian PGE2
(prostalgadin E2). Prostaglandin E merupakan vasodilator yang poten. Selain mempunyai
sifat sitoprotektif, PGE 1 dan PGE 2 mempunyai efek menghambat sekresi lambung. Dari
penelitian klinis dengan berbagai macam sitoprotektif terlihat bahwa prostaglandin E
sangat berfaedah mencegah efek toksik obat antiinflamasi non-steroid (menghambat
sintesa prostaglandin) atau alkohol.
Pada suatu penelitian didapatkan aktivitas sintesa prostaglandin pada mukosa bulbus
duodenum selama puasa lebih tinggi pada penderita tukak duodenum dari kontrol.
Hasil rasio total prostaglandin setelah makan dan sebelum makan lebih rendah pada
penderita tukak duodenum dari pada penderita normal. Pada suatu penelitian penderita
dengan tukak lambung dan orang normal kadar prostaglandin jaringan di daerah antrum
dan korpus lambung pada tukak lambung didapatkan lebih rendah dari orang normal.
Sedangkan pada tukak lambung yang menyembuh didapatkan kadar prostaglandin
jaringan lebih tinggi dari yang tidak sembuh.
FAKTOR KONTRIBUSI ATAU PREDISPOSISI
Faktor kontribusi/predisposisi antara lain letak geografis, jenis kelamin, faktor
psikosomatik, herediter, merokok, obat dan faktor lainnya.
Letak geografis mempengaruhi adanya tukak peptik dan mengenai jenis kelamin
didapatkan pria lebih banyak pada tukak peptik.
Faktor psikosomatik sangat mempengaruhi timbulnya suatu tukak peptik dan secara
umum dipercaya bahwa konflik dapat memegang peranan untuk timbulnya tukak peptik
pada penderita yang mempunyai faktor predisposisi.
Faktor herediter: tukak peptik lebih sering terjadi 23 kali dari keluarganya yang mendapat tukak peptik dibanding dari populasi normal. Pada golongan darah O
didapatkan 3040% lebih sering dari golongan darah lainnya dan tukak peptiknya lebih sering di duodenum.
Pengaruh merokok terlihat pada penelitian epidemiologik; perokok lebih sering
menderita tukak peptik (pria : wanita berbanding 2,6 : 1,6) dan juga memperpendek
residif.
Obat-obat yang mempengaruhi timbulnya tukak peptik antara lain aspirin yang diketahui
menghambat sintesis prostaglandin. Selain itu obat anti inflamasi non-steroid juga dapat
merusak mukosa dan menghambat sekresi prostaglandin.
Sekarang tidak terbukti bahwa terdapat hubungan antara infeksi Campylobacter
(Helicobacter pylori) dengan gastritis dan ulkus peptikum.
ULKUS DUODENUM DAN ULKUS GASTER ATAU LAMBUNG
Ulkus lambung atau ulkus duodenum merupakan bagian dari ulkus peptikum, pemberian
nama ini hanya di dasarkan pada letak perbedaan anatomis terbentuknya ulkus. Dimana
ulkus gaster terbentuk di lambung sedangkan ulkus duodenum terbentuk di usus halus
atau tepatnya pada bagian duodenum.
PERBEDAAN ULKUS DUODENUM DENGAN ULKUS GASTER
Ulkus Duodenum
Insiden
- Usia 30 60 tahun - Pria : Wanita = 3 :1
- Terjadi lebih sering daripada ulkus lambung Lokasi
- Pada bulbus duodenalis Tanda dan gejala
- Nyeri terjadi 2 -3 jam setelah makan, sering
terbangun dari tidur antara jam1 dan 2 pagi
- Makan makanan menghilangkan nyeri
- Muntah tidak umum
- Hemoragi jarang terjadi dibandingkan ulkus
lambung tetapi bila ada melena lebih umum
dari pada hematemesis
- Lebih mungkin terjadi perforasi dari pada
ulkus lambung
- Dapat mengalami penambahan berat badan Rasa sakit
- Rasa sakit sebelum makan atau berpuasa Sekresi asam lambung
- Hipersekresi atau sekresi berlebihan asam
lambung
Ulkus Lambung Insiden
- Biasanya pada usia 50 tahun lebih
- Pria : Wanita = 2 : 1
- Kejadiannya kurang sering dibanding ulkus
duodenum Lokasi
- Kurvatura minor lambung Tanda dan gejala
- Nyeri terjadi sampai 1 jam setelah makan;
jarang terbangun pada malam hari dapat hilang
dengan muntah
- Makan makanan tidak membantu dan kadang
meningkatkan nyeri
- Muntah umum terjadi
- Hemoragi lebih umum terjadi daripada ulkus
duodenal hematemesis lebih umum terjadi
daripada melena
- Tidak mungkin atau jarang terjadi perforasi
- Penurunan berat badan dapat terjadi Rasa sakit
- Rasa sakit setelah makan Sekresi asam lambung
- Normal sampai hiposekresi atau sekresi asam
ULKUS DUODENUM
ULKUS GASTRIC ATAU ULKUS LAMBUNG
ULKUS DIABETIKUM
Definisi
Ulkus Diabetikum adalah luka pada kaki yang merah kehitam hitaman dab berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh sedang atau besar di tungkai
(Askandar,2001).
Faktor Risiko
- Golongan darah O, PPOM, gagalginjal kronis,
alkohol, merokok, sirosis, stress Kemungkinan Malignasi
- Jarang
lambung berkurang Faktor Risiko
- Gastritis, alkohol, merokok, NSAID,stress Kemungkinan Malignasi
- Kadang-kadang
Etiologi
Faktor faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum
dibagi menjadi faktor endogen dan ekstrogen.
Faktor endogen
1. Genetik, metabolik 2. Angiopati diabetik 3. Neuropati diabetik
Faktor ekstrogen
1. Trauma 2. Infeksi 3. Obat
Patofisiologi
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat
hiperglykemia yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
Teori Sorbitol
Hyperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan
jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang
berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis,
tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktasi akan diubah menjadi
sorbitol. Sorbitol akan menumpuk dan menyebabkan kerusakan dan perubahan
fungsi.
Teori Glikosilasi
Akibat hyperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua
protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi
pada protein membrane basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro
maupun mikro vaskule.
Terjadinya ulkus diabetikum sendiri disebabkan oleh faktor faktor yang disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus
diabetikum adalah angipati, neuropati dan
infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya
sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang
mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan
mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu
yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi
pada pembuluh darah yang lebnioh besar maka penderita akan merasa sakit pada
tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebu
akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika
sehingga menmyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993)
infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai ulkus diabetikum akibat
berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angipati dan infeksi
berpengaruh terhadap penyembuhan ulkus diabetikum.
Manifestasi klinis
Ulkus diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun
nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan
biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses mikroangipati menyebabkan
sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli membrikan gejala klinis 5
P yaitu :
1. Pain (nyeri) 2. Paleness (kepucatan) 3. Paresthesia (kesemutan) 4. Pulselessness (denyut nadi hilang) 5. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine :
1. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan) 2. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten 3. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat 4. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)
Klasifikasi
Menurut berat ringannya lesi, kelainan ulkus diaberikum dibagi menjadi enam
derajat menurut Wagner, yaitu :
1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai dengan kelainan bentuk kaki "claw,callus"
2. Derajat I : ulkus superficial terbatas pada kulit 3. Derajat II : ulkus dalam, menembus tendon atau tulang 4. Derajat III : abses dalam dengan atau tanpa osteomilitas 5. Derajat IV : ulkus pada jari kaki atau bagian distal kaki atau tanpa selulitas 6. Derajat V : ulkus pada seluruh kaki atau sebagian tungkai
Penatalaksanaan
Pengobatan ulkus diabetikum terdiri dari pengendalian diabetes dan penanganan
terhadap ulkus itu sendiri.
1. Pengendalian Diabetes
Langkah awal penanganan pasien ulkus diabetikum adalah dengan
melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik karena
kebanyakan pasien dengan ulkus diabetikum juga menerita mal nutrisi, penyakit
ginjal kronis dan infeksi kronis.
DM jika tidak dikelola dengan baik akan dapa menyebabkan terjadinya
berbagai komplikasi kronik diabetes salah satunya adalah terjadinya ulkus
diabetikum. Jika keadaan gula darah selalu dapat dikendalikan dengan baik
diharapkan semua komplikasi yang akan terjadi dapat dicegah paling tidak
dihambat.
Mengelola DM langkah yang harus dilakukan adalah pengelolaan non
farmakologis diantaranya perencanaan makanan dan kegiatan jasmani, baru bila
langkah tersebut belum tercapai dilanjutkan dengan langkah berikutnya yaitu
dengan pemberian obat atau disebut pengelolaan farmakologis.
2. Penanganan Ulkus diabetikum 1. Strategi pencegahan
Fokus pada penanganan ulkus diabetikum adalah pencegahan
terjadinya luka. Strategi yang dapat dilakukan meliputi edukasi kepada
pasien, perawtan kulit, kuku dan kaki serta pengunaan alas kaki yang
dapat melindungi. Pada penderita dengan resiko rendah boleh
menggunakan sepatu hanya saja sepatu yang digunakan jangan sampai
sempit atau sesak. Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita
Resiko tinggi adalah kuku harus dipotong secara tranversal untuk
mencegah kuku yang tumbuh kedalam dan merusak jaringan sekitar.
2. Penanganan Ulkus Diabetikum
Penangan ulkus diabetikum dapat dilakukan dalam berbagai tingkatan :
1. Tingkat 0 :
Penanganan pada tingkat ini meliputi edukasi kepada pasien
tentang bahaya dari ulkus dan cara pencegahan.
2. Tingkat I
Memerlukan debrimen jaringan nekrotik atau jaringan yang
infeksius, perawatan lokal luka dan pengurangan beban.
3. Tingkat II
Memerlukan debrimen antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur,
perawatan luka dan pengurangan beban yang lebih berarti.
4. Tingkat III
Memerlukan debrimen yang sudah menjadi gangren,
amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat dan pemberian
antibiotik parenteral yang sesuai dengan kultur.
5. Tingkat IV
Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagaian
atau seluruh kaki.