34
REFRAT ILMU PENYAKIT THT TUMOR SINONASAL Pembimbing : dr. Armiyanto Sp.THT – KL (K) Penyaji : Windy Wiyono (2010-061-040) Raphael Kosasih (2010-061-042)

15.Refrat Tumor Sinonasal

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 15.Refrat Tumor Sinonasal

REFRAT ILMU PENYAKIT THT

TUMOR SINONASAL

Pembimbing :

dr. Armiyanto Sp.THT – KL (K)

Penyaji :

Windy Wiyono (2010-061-040)

Raphael Kosasih (2010-061-042)

Fakultas Kedokteran Universitas Atma Jaya

2012

Page 2: 15.Refrat Tumor Sinonasal

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat

Nya kami dapat menyelesaikan refrat ini.

Pada kesempatan kini kami selaku mahasiswa kepaniteraan klinik bagian Ilmu

Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Fakultas Kedokteran

Universitas Katolik Atma Jaya mengambil topik Tumor Sinonasal, karena meskipun

cukup jarang terjadi namun sering kali terlambat diketahui sehingga memperburuk

prognosis. Gejala awal yang timbul juga sering salah dikenali sebagai penyakit

inflamasi rhinosinusitis kronik. Diharapkan dengan adanya refrat ini dapat menambah

pengetahuan kita bersama mengenai tumor sinonasal ini dan membuat para praktisi

klinis memikirkan kemungkinan penyakit ini.

Kami ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada dr. Armiyanto, Sp.THT-

KL (K), sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk

membimbing kami dalam presentasi refrat ini. Kami juga menyampaikan terima kasih

kepada berbagai pihak yang telah membantu dan mendukung proses penyusunan refrat

ini.

Akhir kata, di dalam penulisan refrat ini kami menyadari masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang

membangun agar kami dapat melakukan perbaikan di dalam penyusunan refrat

selanjutnya.

Jakarta, 2 Januari 2012

Penulis

1

Page 3: 15.Refrat Tumor Sinonasal

Daftar Isi

Halaman Judul..........................................................................................................0

Kata Pengantar......................................................................................................... 1

Daftar Isi....................................................................................................................2

BAB I Pendahuluan..................................................................................................3

BAB II Pembahasan................................................................................................. 4

2.1 Anatomi Nasal dan Sinus Paranasal.................................................................4

2.2 Tumor Sinonasal.................................................................................................8

2.2.1. Definisi..............................................................................................................8

2.2.2. Epidemiologi.....................................................................................................8

2.2.3. Faktor Resiko....................................................................................................8

2.2.4. Diagnosis.......................................................................................................... 9

2.2.5. Klasifikasi........................................................................................................12

2.2.5.1. Tumor Jinak..................................................................................................12

2.2.5.1.1. Inverted Papiloma......................................................................................12

2.2.5.1.2. Juvenile Angiofibroma..............................................................................13

2.2.5.2. Tumor Ganas................................................................................................14

2.2.5.2.1. Karsinoma Sel Skuamosa..........................................................................14

2.2.5.2.2. Adenokarsinoma dan Adenoid Kistik Karsinoma.....................................15

2.2.5.2.3. Olfaktori Esthesioneuroblastoma..............................................................16

2.2.5.2.4. Melanoma Maligna Mukosal....................................................................17

2.2.5.2.5. Karsinoma Sinonasal Tak terdiferensiasi................................................. 18

2.2.6. Staging............................................................................................................ 18

BAB III Kesimpulan...............................................................................................20

Daftar Pustaka........................................................................................................ 21

2

Page 4: 15.Refrat Tumor Sinonasal

BAB I

PENDAHULUAN

Tumor pada sinus paranasal baik ganas maupun jinak sebenarnya cukup jarang

dijumpai pada bagian kepala dan leher. Keganasan pada sinus paranasal ditemukan pada

3% keganasan pada kepala dan leher dan 0.5% dari semua keganasan. Biasanya tumor

ini sering diidentifikasi terlambat, pada saat stadium lanjut karena gejala – gejala

awalnya sangat mirip dengan gejala inflamasi rhinosinusitis kronik. Tumor sinonasal

ganas yang paling sering dijumpai adalah karsinoma sel skuamosa. Tumor ini terutama

timbul mulai dari antrum sinus maksilari, namun dapat pula dari sinus ethmoid. Terapi

yang disarankan adalah dengan operasi reseksi dan radiasi. Tumor yang bersifat jinak

biasanya muncul dengan gejala yang mirip juga. Terapi yang diberikan berupa operasi

reseksi dan yang terpenting adalah follow up setelah operasi. Saat ini pemeriksaan

dengan nasal endoskopi makin sering dilakukan sehingga tumor pada sinonasal baik

jinak maupun ganas dapat diketahui dengan lebih dini.1

3

Page 5: 15.Refrat Tumor Sinonasal

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Anatomi

Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh

septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. 2,3

Septum nasi dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Dilapisi oleh perikondrium

pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya

dilapisi juga dengan mukosa nasal. 2,3

Bagian tulang terdiri dari :

Lamina perpendikularis os etmoid

Lamina perpendikularis os etmoid terletak pada bagian supero-posterior

dari septum nasi dan berlanjut ke atas membentuk lamina kribriformis

dan krista gali.

Os vomer

Os vomer terletak pada bagian postero-inferior. Tepi belakang os vomer

merupakan ujung bebas dari septum nasi.

Krista nasalis os maksila

Tepi bawah os vomer melekat pada krista nasalis os maksila dan os

palatina.

Krista nasalis palatina.

Bagian tulang rawan terdiri dari :

Kartilago septum (kartilago kuadrangularis)

Kartilago septum melekat dengan erat pada os nasal, lamina

perpendikularis os etmoid, os vomer dan krista nasalis os maksila oleh

serat kolagen.

4

Page 6: 15.Refrat Tumor Sinonasal

Kolumela

Kedua lubang berbentuk elips disebut nares, dipisahkan satu sama lain

oleh sekat tulang rawan dan kulit yang disebut kolumela.

Pembuluh darah

Bagian postero-inferior septum nasi diperdarahi oleh arteri sfenopalatina yang

merupakan cabang dari arteri maksilaris (dari a,karotis eksterna). Septum nasi bagian

antero-inferior diperdarahi oleh arteri palatina mayor (juga cabang dari a.maksilaris)

yang masuk melalui kanalis insisivus. Arteri labialis superior (cabang dari a.fasialis)

memperdarahi septum bagian anterior mengadakan anastomose membentuk fleksus

Kiesselbach yang terletak lebih superfisial pada bagian anterior septum. Daerah ini

disebut juga Little’s area yang merupakan sumber perdarahan pada epistaksis. Arteri

karotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior melalui arteri etmoidalis

anterior dan superior. Vena sfenopalatina mengalirkan darah balik dari bagian posterior

septum ke fleksus pterigoideus dan dari bagian anterior septum ke vena fasialis. Pada

superior vena etmoidalis mengalirkan darah melalui vena oftalmika yang berhubungan

dengan sinus sagitalis superior. 2,3

Sinus Paranasal

Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang terletak di

sekitar nasal dan mempunyai hubungan dengan kavum nasi melalui ostiumnya.

Terdapat empat pasang sinus paranasal, yaitu sinus frontalis, sfenoidalis, etmoidalis, dan

maksilaris. Sinus maksilaris dan etmoidalis mulai berkembang selama dalam masa

kehamilan. Sinus maksilaris berkembang secara cepat hingga usia tiga tahun dan

kemudian mulai lagi saat usia tujuh tahun hingga 18 tahun dan saat itu juga air-cell

ethmoid tumbuh dari tiga atau empat sel menjadi 10-15 sel per sisi hingga mencapai

usia 12 tahun. 2,3

5

Page 7: 15.Refrat Tumor Sinonasal

Sinus maksilaris adalah sinus paranasal pertama yang mulai berkembang

dalam janin manusia. Sinus ini mulai berkembang pada dinding lateral

nasal sekitar hari 65 kehamilan. Sinus ini perlahan membesar tetapi tidak

tampak pada foto polos sampai bayi berusia 4-5 bulan. Pertumbuhan dari

sinus ini bifasik dengan periode pertama di mulai pada usia tiga tahun

dan tahap kedua di mulai lagi pada usia tujuh hingga 12 tahun. Selama

tahap kedua ini, pneumatisasi meluas secara menyamping hingga dinding

lateral mata dan bagian inferior ke prosesus alveolaris bersamaan dengan

pertumbuhan gigi permanen. Perluasan lambat dari sinus maksilaris ini

berlanjut hingga umur 18 tahun dengan kapasitasnya pada orang dewasa

rata-rata 14,75 ml. Sinus maksilaris mengalirkan sekret ke dalam meatus

media. 2,3

Sel etmoid mulai berkembang dalam bulan ketiga pada proses

perkembangan janin. Sinus etmoidalis anterior merupakan evaginasi dari

dinding lateral nasal dan bercabang ke samping dengan membentuk sinus

etmoidalis posterior dan terbentuk pada bulan keempat kehamilan. Saat

dilahirkan sel ini diisi oleh cairan sehingga sukar untuk dilihat dengan

rontgen. Saat usia satu tahun sinus etmoidalis baru bisa dideteksi melalui

foto polos dan setelah itu membesar dengan cepat hingga usia 12 tahun.

Sinus etmoidalis anterior dan posterior ini dibatasi oleh lamina basalis.

Jumlah sel berkisar 4-17 sel pada sisi masing-masing dengan total

volume rata-rata 14-15 ml. Sinus etmoidalis anterior mengalirkan sekret

ke dalam meatus media, sedangkan sinus etmoidalis posterior

mengalirkan sekretnya ke dalam meatus superior. Menurut Kennedy,

diseksi sel-sel etmoid anterior dan posterior harus dilakukan dengan hati-

hati karena terdapat dua daerah rawan. Daerah pertama adalah daerah

6

Page 8: 15.Refrat Tumor Sinonasal

arteri etmoid anterior yang merupakan cabang arteri oftalmika, terdapat

di atap sinus etmoidalis dan membentuk batas posterior resesus frontal.

Arteri ini berada pada dinding koronal yang sama dengan dinding

anterior bula etmoid. Daerah yang kedua adalah variasi anatomi yang

disebut dengan sel onodi. Sel onodi adalah sel udara etmoid posterior

yang berpneumatisasi ke postero-lateral atau postero-superior terhadap

dinding depan sinus sfenoidalis dan melingkari nervus optikus dan dapat

dikira sebagai sinus sfenoidalis. 2,3

Sinus frontalis mulai berkembang sepanjang bulan keempat kehamilan,

merupakan satu perluasan ke arah atas dari sel etmoidal anterosuperior.

Sinus frontalis jarang tampak pada pemeriksaan foto polos sebelum umur

lima atau enam tahun setelah itu perlahan tumbuh, total volume 6-7 ml.

Pneumatisasi sinus frontalis mengalami kegagalan pengembangan pada

salah satu sisi sekitar 4-15% populasi. Sinus frontalis mengalirkan

sekretnya ke dalam resesus frontalis. 2,3

Sinus sfenoidalis mulai tumbuh sepanjang bulan keempat masa

kehamilan yang merupakan evaginasi mukosa dari bagian

superoposterior kavum nasi. Sinus ini berupa suara takikan kecil di

dalam os sfenoid sampai umur tiga tahun ketika mulai pneumatisasi

lebih lanjut, Pertumbuhan cepat untuk mencapai tingkat sella tursika

pada umur tujuh tahun dan menjadi ukuran orang dewasa setelah umur

18 tahun, total volume 7,5 ml. Sinus sfenoidalis mengalirkan sekretnya

ke dalam meatus superior bersama dengan etmoid posterior. Mukosa

sinus terdiri dari ciliated pseudostratified, columnar epithelial cell, sel

Goblet, dan kelenjar submukosa menghasilkan suatu selaput lendir

bersifat melindungi. Selaput lendir mukosa ini akan menjerat bakteri dan

bahan berbahaya yang dibawa oleh silia, kemudian mengeluarkannya

melalui ostium dan ke dalam nasal untuk dibuang. 2,3

2.2. Tumor Sinonasal

2.2.1. Definisi

7

Page 9: 15.Refrat Tumor Sinonasal

Tumor sinonasal adalah adanya massa ditemukan dalam jaringan sinus paranasal

dan jaringan sekitar hidung baik bersifat ganas maupun jinak.4

2.2.2. Epidemiologi

Tumor pada sinus paranasal baik ganas maupun jinak sebenarnya cukup jarang

dijumpai pada bagian kepala dan leher. Keganasan pada sinus paranasal ditemukan pada

3% keganasan pada kepala dan leher dan 0.5% dari semua keganasan. Biasanya tumor

ini sering diidentifikasi terlambat, pada saat stadium lanjut karena gejala – gejala

awalnya sangat mirip dengan gejala inflamasi rhinosinusitis kronik. Tumor sinonasal

ganas yang paling sering dijumpai adalah karsinoma sel skuamosa.1

2.2.3. Faktor Resiko

Eksposur kepada asap industri, debu kayu, penyulingan nikel, dan penyamakan

kulit semua telah terlibat dalam karsinogenesis berbagai jenis tumor ganas

sinonasal. Eksposur khusus, kayu debu dan penyamakan kulit baik berhubungan dengan

peningkatan risiko adenokarsinoma lain. Agen etiologi telah dilaporkan termasuk

minyak mineral, dan senyawa kromium kromium, minyak isopropil, cat pernis, solder

dan las.2,3,5

Paparan yang terjadi pada pekerja industri kayu, terutama debu kayu keras,

merupakan faktor resiko utama yang telah diketahui untuk tumor ganas sinonasal.

Peningkatan resiko (5-50 kali) ini terjadi pada adenokarsinoma dan tumor ganas yang

berasal dari sinus. Efek paparan ini mulai timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak

pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian paparan. Paparan terhadap

thorotrast, agen kontras radioaktif juga menjadi faktor resiko tambahan. 5

Tembakau dan penggunaan alkohol belum dibuktikan secara meyakinkan

sebagai faktor penyebab dalam pengembangan tumor sinus paranasal. Namun, agen

virus, khususnya human papilloma virus (HPV), juga mungkin memainkan peran

penyebab. 3

2.2.4. Diagnosis

Tanda dan gejala

8

Page 10: 15.Refrat Tumor Sinonasal

Tanda dan gejala yang paling sering ditemukan adalah obstruksi, rhinorea dan

kongesti sinus. Tanda dan gejala ini awalnya sangat mirip dengan gejala inflamasi sinus

misalnya pada rhinosinusitis. Namun saat tumor tersebut bertambah besar, maka dapat

timbul nyeri pada wajah dan juga epstaksis. Pada beberapa kasus juga dapat timbul

gejala invasi orbital misalnya diplopia, proptosis, penurunan visus, dan epiphora (mata

berair). Invasi ke dalam basis kranial pada fossa kranial anterior dapat menimbulkan

sakit kepala, neuropati saraf kranial, dan frontal lobe symptoms seperti perubahan

perilaku. Tumor juga dapat menyebar ke sinus maksila dan timbul sebagai massa

pallatum yang keras.1

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik kepala dan leher harus dilakukan secara lengkap terutama apabila

memeriksa pasien dengan keganasan sinus paranasal. Biasanya tumor kecil tidak dapat

ditemukan melalui pemeriksaan fisik saja karena keganasan sinus paranasal tumbuh

tanpa gejala dan baru menimbulkan keluhan saat sudah besar, menginvasi orbita atau

menimbulkan obstruksi sinus.1

- Hidung dan sinus paranasal. Pemeriksaan pada hidung dan sinus paranasal dapat

mengidentifikasi adanya massa pada hidung, maupun polip pada mukosa. Septum dapat

berdeviasi ke arah kontralateral akibat perluasan dari tumor atau dapat pula terjadi erosi

tumor ke arah kontralateral dari rongga hidung. Pemeriksaan dengan menggunakan

endoskopi berguna pada tumor yang jinak seperti mukokel atau inverted papiloma yaitu

untuk mengevaluasi adanya mukosa dan drainase.1

- Rongga mulut. Gigi dan palatum durum harus diperiksa untuk mengetahui apakah

telah terjadi invasi sinus maksila. Misalnya tampak perluasan alveolar ridge dan gigi

rahang atas yang longgar maupun adanya massa pada palatum durum menunjukkan

adanya invasi awal dari tulang rahang atas.1

- Wajah dan mata. Pembengkakan wajah dan penebalan kulit pipi dan hidung adalah

indikasi awal bahwa tumor telah menyebar ke jaringan lunak dari melalui dinding

anterior. Proptosis dapat muncul apabila terdapat perluasan tumor melalui lamina

papirasea yang menekan periorbital, misalnya pada tumor jinak seperti mukokel atau

tumor ganas yang menginvasi ke intra orbital. Diplopia biasanya terjadi bersamaan

9

Page 11: 15.Refrat Tumor Sinonasal

dengan proptosis. Penurunan visus menunjukkan adanya invasi ke apeks orbital dan

kompresi saraf optik juga.1

- Nervus kranial. Invasi nervus kranial cukup sering pada keganasan sinus paranasal.

Nervus kranial I terlibat dalam esthesioneuroblastoma. Nervus kranial lain yang terlibat

adalah nervus optikus (NII), nervus okulomotor (NIII), nervus trochlearis (NIV), nervus

abdusens (N VI), dan cabang supraorbita serta maksilaris dari nervus trigeminus (N V1

dan V2)1

- Penemuan fisik lainnya yang dapat diidentifikasi dari pemeriksaan fisik adalah dapat

terjadinya otitis media serosa karena keterlibatan tuba eustachius dan massa pada leher

karena metastasis dari tumor pada limfonodus regional. Yang paling sering terkena

adalah nodus jugulodigastrik.1

Pencitraan

Pencitraan penting dalam menentukan penyebaran pada pasien dengan keganasan sinus

paranasal. CT scan dapat mendeteksi adanya massa dengan baik pada tumor jinak

maupun ganas serta untuk mendeteksi adanya invasi ke tulang. Namun CT scan sulit

membedakan antara edema mukosa dan massa tumor yang meluas ke intrakranial. Oleh

karena itu biasanya digunakan MRI dengan T1 dan T2 yang dapat dengan jelas

membedakan antara fossa kranial anterior, basis kranial, dan orbita. MRI juga baik

untuk melihat jaringan lunak sehingga dapat membedakan tumor dengan sekret yang

menimbulkan obstruksi sinus. Kedua pencitraan ini sering diperlukan sebagai persiapan

operasi.1

Pemeriksaan tambahan lain seperti biopsi juga cukup penting untuk dilakukan

selain untuk diagnosis keganasan, juga untuk menentukan terapi. Apabila massa tumor

dapat dilihat langsung pada saat pemeriksaan maka biopsi dilakukan pada massa dan

juga jaringan di bawahnya. Biopsi ini dilakukan apabila telah diketahui bahwa massa

tersebut bukanlah jaringan vaskular dan tidak mengandung cairan serebrospinal.

Tandanya, masa biasanya lunak, kistik dan membesar apabila melakukan Valsava

manuver. Pada massa seperti ini sebaiknya dilakukan biopsi jarum halus.1

Diagnosis Banding

10

Page 12: 15.Refrat Tumor Sinonasal

Diagnosis banding pada tumor sinonasal dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tumor jinak yang paling sering muncul adalah Inverted Papiloma. Sedangkan tumor

ganas yang paling sering adalah Karsinoma Sel Skuamosa. Tumor lainnya yang juga

cukup sering terjadi adalah Adenokarsinoma, Adenoid Kistik Karsinoma, Olfaktori

Esthesioneuroblastoma, Melanoma Maligna Mukosal dan Karsinoma Sinonasal tak

terdiferensiasi.1

2.2.5. Klasifikasi

2.2.5.1. Tumor Jinak

2.2.5.1.1. Inverted Papiloma

Inverted papilloma juga disebut schneiderian papilloma karena berasal dari nama

mukosa tempatnya berasal, walaupun sangat jarang tumor ini juga dapat ditemukan di

septum. Insiden tumor ini berkisar antara 0.5 – 7% dari seluruh tumor nasal.

Penyebabnya masih tidak jelas, diperkirakan tumor ini berkaitan dengan infeksi human

papilloma virus (HPV) namun tidak berhubungan dengan alergi atau nasal polip.

Inverted papilloma biasanya melibatkan meatus medius dan setidaknya satu kavum

sinus. Sinus yang paling sering terlibat adalah sinus maksilaaris dan ethmoid, diikuti

dengan sinus sphenoid dan frontal. Inverted papilloma biasanya unilateral, tapi juga

pernah dilaporkan kejadian bilateral sekitar 13% dari keseluruhan kasus. Tumor ini

11

Page 13: 15.Refrat Tumor Sinonasal

dapat meluas sampai ke septum atau ke kavum nasal kontralateral. Dari 4% kasus yang

didokumentasikan tumor dapat multifokal. Tumor ini memiliki kejadian rekurensi yang

tinggi sekitar 75%, diduga karena multisentisitas atau insisi yang tidak sempurna. Pasien

juga mempunyai kemungkinan 5-15% resiko untuk berkembang menjadi karsinoma sel

skuamosa.1

Manifestasi Klinis

Pasien didiagnosa dengan inverted papilloma mengeluhkan adanya obstruksi

nasal, rinorrhea, dan epistaksis unilateral. Gejala lain dapat berupa nyeri fasial, sakit

kepala dan anosmia. Dalam pemeriksaan umum, akan sulit mencari perbedaan yang

jelas antara inverted papilloma dengan radang polip., walaupun inverted papilloma

biasanya lebih padat dan translusen dibandingkan polip. Secara histopalotogi, inverted

papilloma terlihat sebagai proliferasi sel epitelial berbentuk jari yang mengalami inversi

pada epitel di bawahnya.1

Tatalaksana

Tatalaksana dari inverted papilloma adalah eksisi total dari tumor. Secara

tradisional dapat dilakukan lateral rhinotomy atau midfacial degloving, lalu medial

maxillectomy untuk pengambilan tumor secara total. Osteoplastic frontal sinus

exploration kadang perlu dilakukan untuk melihat persebaran tumor di sinus frontal.

Untuk meyakinkan reseksi tumor yang lebih sempurna dapat digunakan mikroskop

untuk meningkatkan kemampuan visualisasi mukosa. Baru-baru ini, dengan

menggunakan teknologi endoskopi sinus, teknik reseksi tumor dengan endoskopi juga

menjadi salah satu pilihan pengobatan. Prosedurnya dimulai dengan reseksi transnasal

kemudian dilanjutkan dengan modifikasi endoskopi Lothrop dan harus dilakukan oleh

ahli bedah yang berpengalaman. Keuntungan dari pembedahan secara endoskopi adalah

lebih tingginya kemampuan visualisasi yang didapat terhadap daerah mukosa yang akan

direseksi. Tumor yang paling cocok dilakukan reseksi secara endoskopi adalah

neoplasma yang terbatas pada meatus inferior dan medius atau konka media. Hal

penting yang harus diperhatikan dalam pengobatan pasien dengan tumor ini adalah

setiap spesimen yang di eksisi dari tumor harus diperiksakan secara multipel seksi untuk

12

Page 14: 15.Refrat Tumor Sinonasal

menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma sel skuamosa. Pendekatan secara

endoskopi cenderung menggunakan microdebriders untuk membantu reseksi, dengan

alat ini jaringan yang di debridement akan dikumpulkan dalam sebuah wadah untuk

evaluasi histologis guna meyakinkan bahwa tidak ada fokus mikroskopis dari karsinoma

sel skuamosa.1

Prognosis

Tingkat rekurensi dari kedua pendekatan secara operasi terbuka dan endoskopi

mempunyai rentang dari 8-10% sampai 49-75% pada studi yang berbeda. Penelitian

oleh Smith et al, menyatakan tingkat rekurensi yang hampir sama antara kedua

pendekatan tersebut, sementara penelitian oleh Sukenik et al, menyataan pendekatan

secara endoskopi oleh ahli yang berpengalaman memberikan hasil yang lebih baik

daripada CT scan untuk evaluasi tumor sebelum operasi.1

2.2.5.1.2. Juvenile Angiofibroma

Manifestasi Klinis

Biasanya timbul terutama pada remaja pria. Tumor ini sangat mudah berdarah,

keluhan utama yang timbul adalah epistaksis dan obstruksi hidung. Tumor berasal dari

rongga hidung posterior namun biasanya akan timbul gejala saat tumor telah tumbuh

sampai nasofaring, seringkali telah menyebar sampai ke fossa pterygopalatina dan

infratemporal. Namun pertumbuhan tumor ini termasuk lambat.1

Tatalaksana

Tatalaksana yang disarankan termasuk operasi reseksi dan biasanya terapi

radiasi juga digunakan, hal ini bertentangan dengan hipotesis bahwa pelan – pelan akan

terjadi regresi dengan sendirinya. Untuk meminimalisasi kehilangan darah, maka

angiografi dengan embolisasi dan anesthesia hipotensif saat operasi digunakan.

Pembedahan yang dilakukan melalui rhinotomi lateral dan maksilektomi medial.1

Prognosis pada pasien yang menjalani metode terapi yang benar sangat baik.1

2.2.5.2. Ganas

2.2.5.2.1. Karsinoma Sel Skuamosa

13

Page 15: 15.Refrat Tumor Sinonasal

Karsinoma sel skuamosa merupakan keganasan sinus paranasal tersering yaitu

sekitar 60-70% dari seluruh tumor sinus paranasal. Penyebab dan faktor resiko untuk

tumor ini masih kurang jelas, namun telah dilaporkan bahwa pekerja yang berhubungan

dengan nikel beresiko terhadap terbentuknya keganasan ini.1

Manifestasi Klinis

Karsinoma sel skuamosa tumbuh dari lokasi yang tidak tampak dan berkembang

tanpa menunjukkan gejala. Pada saat diagnosis ditegakkan biasanya tumor sudah besar

dan prognosisnya lebih buruk. Ketika tumor menginvasi struktur disekitarnya dan

menimbulkan gejala pada mulut, mata dan wajah barulah pasien terdiagnosa dan mulai

menjalani pengobatan. Gejala lainnya meliputi nyeri pada gigi geraham atas yang

berhubungan dengan sinus maksila, erosi palatum, diplopia, proptosis dan paresthesia

pipi. Sebanyak 80% karsinoma sel skuamosa timbul mulai dari antrum sinus maksilla.

Sebagian besar sisanya berasal dari sinus ethmoid. Karsinoma dari sinus frontal dan

sphenoid sangat jarang.1

Tatalaksana dan Prognosis

Hampir seluruh pasien diterapi dengan operasi reseksi dan diikuti dengan terapi

radiasi. Tatalaksana dengan modalitas kombinasi ini telah terbukti menunjukkan hasil

yang lebih baik daripada hanya dengan radiasi saja. 5-year survival rate pada pasien

dengan karsinoma sel skuamosa pada sinus maksilari yang diterapi dengan

menggunakan modalitas kombinasi tersebut adalah 46 – 68% dibandingkan pasien yang

hanya menjalani radiasi saja yaitu 9 – 19%. Prosedur operasi dimulai dengan

maksilektomi, dapat juga termasuk eksenterasi orbita, diseksi fossa infratemporal dan

reseksi kraniofasial. Radiasi pasca operasi diberikan hingga 65Gy. Intensity-modulated

radiation therapy (IMRT) yang diberikan dapat ditingkatkan pada struktur yang penting

misalnya pada nervus optikus, kiasma, kelenjar pituitari dan otak. Penambahan

kemoterapi dapat meningkatkan kontrol lokoregional dan 5-year disease spesific

survival. Karena jarang sekali terjadi, mka karsinoma sel skuamosa dari sinus ethmoid

dan sphenoid cenderung dikelompokkan dalam satu golongan, meskipun struktur

14

Page 16: 15.Refrat Tumor Sinonasal

histologisnya berbeda. Pasien dengan tumor ethmoid tidak lebih baik dibandingkan

dengan tumor maksila dalam 5-year local control dan disease spesific survival rate.1

2.2.5.2.2. Adenokarsinoma dan Adenoid Kistik Karsinoma

Adenokarsinoma berasal dari permukaan epitel mukosa sinonasal dan lebih

sering terjadi dibandingkan dengan adenoid kistik karsinoma yang berasal dari kelenjar

saliva minor. Bersama-sama kedua karsinoma ini mewakili keganasan kelenjar yang

paling sering terjadi di sinus paranasal. Adenoid kistik karsinoma cenderung untuk

muncul dari antrum maksilaris dan dapat menginfiltrasi ke jaringan sekitar. Tumor ini

diketahui dapat menjalar secara perineural ke cabang maksilaris dan mandibularis dari

nervus trigeminus (CN V), bisa juga terus menyebar sampai ke foramen ovale dan

rotundum. Adenoid kistik karsinoma lebih jarang mengalami metastasis regional,

namun metastasisnya ke tempat yang lebih jauh.1

Manifestasi Klinis

Adenokarsinoma biasanaya muncul di sinus etmoid. Perokok dinyatakan tidak

memiliki hubungan dengan munculnya adenokarsinoma, namun ada dokumentasi yang

menyatakan korelasi antara pekerja kayu dan pabrik kulit. Beberapa tipe histologis telah

diidentifikasi berdasarkan variabilitas produksi mukus dan diferensiasi selulernya.1

Tata laksana

Tatalaksana untuk adenokarsinoma dan adenoid kistik karsinoma adalah terapi

multimodalitas tergantung dari tingkat staging penyakitnya. Untuk tumor pada sinus

maksilaris, biasanya dilakukan maxillectomy. Pada karsinoma etmoid stadium lanjut

biasanya dilakukan reseksi craniofacial anterior. Terapi biasanya dilanjutkan dengan

radiasi post operatif untuk tumor jenis apapun. Pada penelitian Cantu et al, menyarankan

dilakukannya reseksi operatif berupa reseksi anterior kraniofasial untuk sebagian besar

tumor etmoid tanpa memandang histologi tumor maupun keterlibatan lamina

kribiformis.1

2.2.5.2.3. Olfaktori Esthesioneuroblastoma

15

Page 17: 15.Refrat Tumor Sinonasal

Olfactory esthesioneuroblastoma berasal dari epitelium olfaktori superoir sampai

ke konka media. Tumor ini hanya mewakili 1-5% dari seluruh kejadian keganasan pada

sinus paranasal. Olfactory esthesioneuroblastoma biasanya unilateral tetapi juga dapat

tumbuh sampai ke sinus lain yang berdekatan dan kavum nasal kontralateral. Tumor ini

juga dapat menyebat sampai ke ruang orbita dan ke otak.1

Belum ada klasifikasi ataupun staging TNM untuk tumor ini, namun ada

pengelompokan Kadish yang dibuat berdasarkan klinis sehingga tidak memiliki nilai

prognostik. Menurut sistem Kadish ini tumor dibedakan atas, Kadish grup A yang terdiri

dari pasien dengan tumor yang terbatas pada kavum nasal, Kadish grup B meliputi

pasien dengan tumor yang terlokalisasi di kavum nasal dan sinus paranasal, dan Kadish

grup C adalah pasien dengan tumor yang meluas melewati kavum nasal dan sinus

paranasal. Metastasis ke leher dapat terjadi kira-kira 10-20% kasus dari ketiga grup ini.1

Manifestasi klinis

Secara histologis, Olfactory esthesioneuroblastoma dapat muncul dengan gejala

menyerupai perpheral neuroblastoma dan tumor ganas sinonasal lainnya. Dua ciri yang

sering terlihat secara mikroskopis adalah gambaran rosette dan prosesus neurofibrilaris.

Pewarnaan imunositokimia pada spesimen walaupun menunjukkan banyak variabilitas,

penting untuk dilakukan dan merupakan tahap yang perlu dilakukan untuk diagnosis

yang akurat. Secara histologis, Olfactory esthesioneuroblastoma tidak terlihat

mengambil warna pada pewarnaan untuk keratin dan antigen membran epitel. Reaksi

imun yang paling sering positif adalah dengan neuron-spesific enolase, s-100,

microtubule-associated protein, Class III R-Tubulin isotype, neurofilament, dan

synaptophysin.1

Tatalaksana dan Prognosis

Pasien dengan Olfactory esthesioneuroblastoma paling baik ditangani dengan

kombinasi terapi modalitas, walaupun tumornya masih dalam Kadish grup A atau B.

Persentase kontrol tumor pada terapi kombinasi adalah 87% dibandingkan 51% dengan

radiasi saja, dan 0% dengan operasi saja. Reseksi operatif dapat berupa reseksi lokal

16

Page 18: 15.Refrat Tumor Sinonasal

atau reseksi kraniofasial dengan dosis radiasi 60-65 Gy pada post operatif. Pada

penelitian Kaplan et al menyatakan bahwa sistem staging Kadish tidak memiliki nilai

prognostik terhadap pengontrolan tumor, hal ini terlihat dimana 5 year disease free

survival dengan terapi modalitas tunggal pada pasien Kadish grup A dan B 55%

dibandingkan dengan 61% pada pasien dengan Kadish Grup C.1

2.2.5.2.4. Melanoma Maligna Mukosal

Melanoma pada jaringan mukosa traktus respiratorius dapat timbul pada rongga

hidung dan sinus paranasal. Tumor ini jarang terjadi, dengan insidens hanya 0.5 – 1.5 %

dari semua melanoma yang timbul pada rongga sinonasal. Neoplasma ini timbul

terutama dari melanosit pada jaringan submukosa dan mukosa pada sinus paranasal.

Biasanya berlokasi di septum anterior, tengah, dan konka inferior. Sinus maksilari

adalah sinus yang paling sering terlibat.1

Manifestasi Klinis

Epistaksis dan obstruksi hidung merupakan gejala yang paling sering timbul.

Pada pemeriksaan fisik, dapat terlihat massa seperti daging atau polipoid. Tumor pada

rongga hidung biasanya lebih kecil pada saat diperiksa daripada tumor yang timbul dari

sinus. Metastasis ke kelenjar getah bening dapat timbul pada 10-20% kasus.1

Staging

Penentuan derajat keparahan pada melanoma mukosal ini tidak dapat

menggunakan sistem staging TNM namun menggunakan sistem yang lebih mudah

digunakan secara klinis.

Stage I : tumor masih bersifat lokal

Stage II : terdapat metastasis ke kelenjar regional

Stage III : terdapat metastasis jauh

Faktor yang mempengaruhi keparahan gejala penyakit antara lain stadium klinis,

diameter tumor > 5mm, invasi ke pembuluh darah, dan adanya metastasis jauh.1

Tatalaksana dan Prognosis

17

Page 19: 15.Refrat Tumor Sinonasal

Tatalaksana pada Melanoma Maligna Mukosal adalah operasi eksisi yang diikuti

dengan terapi radiasi. Sebagai hasil dari terapi kombinasi ini adalah 5-year disease

spesific survival rate sebesar 47%.1

2.2.5.2.5. Karsinoma Sinonasal Tak terdiferensiasi

Karsinoma sinonasal yang tak terdiferensiasi merupakan keganasan yang bersifat

sangat agresif dan seringkali mirip secara histologis dengan olfaktori

esthesioneuroblastoma. Seperti juga inverted papiloma, karsinoma ini muncul dari

mukosa schneiderian. Kedua tumor ini tumbuh dengan cepat dan dengan invasi yang

luas ke sinus, orbita dan otak. Secara histologis dapat terwarna dengan antigen keratin

dan membran epitel serta tidak berhubungan dengan Epstein – Barr virus yang dapat

membedakan karsinoma ini dengan karsinoma nasofaring yang tak terdiferensiasi.

Tatalaksana yang diberikan adalah berupa operasi reseksi dilanjutkan dengan terapi

radiasi meskipun kombinasi ini tidak memperbaiki prognosis.1

2.2.6. Staging

Derajat keparahan tumor sinonasal berdasarkan AJCC (American Joint Committee on

Cancer). Sebagian besar tumor sinonasal menggunakan staging dengan sistem ini.6

18

Page 20: 15.Refrat Tumor Sinonasal

19

Page 21: 15.Refrat Tumor Sinonasal

BAB III

KESIMPULAN

Tumor sinonasal adalah penyakit di mana sel tumor baik jinak maupun ganas

ditemukan dalam jaringan sinus paranasal dan jaringan sekitar hidung. Pria yang terkena

1,5 kali lebih sering dibandingkan wanita, dan 80% dari tumor ini terjadi pada orang

berusia 45-85 tahun. Sekitar 60-70% dari keganasan sinonasal terjadi pada sinus

maksilaris dan 20-30% terjadi pada rongga hidung sendiri. Diperkirakan 10-15% terjadi

pada sel-sel udara ethmoid (sinus), dengan minoritas sisa neoplasma ditemukan di sinus

frontal dan sphenoid.

Paparan yang terjadi pada pekerja industri kayu, terutama debu kayu keras,

merupakan faktor resiko utama yang telah diketahui untuk tumor ganas sinonasal.

Peningkatan resiko (5-50 kali) ini terjadi pada adenokarsinoma dan tumor ganas yang

berasal dari sinus. Efek paparan ini mulai timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak

pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian paparan. Paparan terhadap

thorotrast, agen kontras radioaktif juga menjadi faktor resiko tambahan.

Tingkat ketahanan hidup bagi pasien dengan rata-rata kanker sinus maksilaris

sekitar 40% selama 5 tahun. Tahap awal tumor memiliki angka kesembuhan hingga

80%. Pasien dengan tumor dioperasi diobati dengan radiasi saja memiliki tingkat

kelangsungan hidup kurang dari 20%. Pada hampir semua jenis tumor, tatalaksana yang

tepat adalah dengan operasi dan pada hampir semua keganasan yang terbaik adalah

terapi kombinasi operasi dengan diikuti terapi radiasi.

20

Page 22: 15.Refrat Tumor Sinonasal

DAFTAR PUSTAKA

1. Lalwani, Anil K. Current Diagnosis and Treatment in – Otolaryngology Head

and Neck Surgery. 2008. New York : Mc Graw Hill – LANGE.

2. L . Adams, George, MD et all. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT : edisi 6, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

3. Tumor Sinonasal , diunduh dari .

http://emedicine.medscape.com/article/847189-overview#showall

4. Paranasal Sinus Cancer Gale Encyclopedia of Cancer | 2002 | Slomski,

Genevieve.  http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3405200357.html

5. Malignant Tumor of the Nasal Cavity, .

http://emedicine.medscape.com/article/846995-overview#showall

6. AJCC (American Joint Committee of Cancer)

21