7
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014 Page | 39 EFEKTIVITAS ALUM DARI KALENG MINUMAN BEKAS SEBAGAI KOAGULAN UNTUK PENJERNIHAN AIR M. Syaiful * , Anugrah Intan Jn, Danny Andriawan *Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662 E-mail:[email protected] Abstrak Persediaan air bersih di Indonesia ini semakin terbatas mengingat sumber air untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia saat ini sebagaian besar sudah tercemar karena kegiatan manusia itu sendiri. Akibatnya perlu pengolahan lebih lanjut agar dapat menghasilkan air bersih. Diantaranya adalah penambahan tawas sebagai koagulan untuk penjernihan air. Ada banyak bahan baku yang biasa digunakan untuk membuat tawas atau aluminium sulfat yang salah satunya adalah potongan kaleng minuman bekas. Di dalam potongan-potongan kaleng tersebut banyak mengandung logam aluminium. Dibutuhkan unsur aluminum dalam pembuatan aluminium sulfat. Maka dari itu unsur aluminium yang terdapat pada potongan kaleng tersebut dapat dimanfaatkan tetapi membutuhkan bahan tambahan berupa KOH dan aluminium sulfat. Produk aluminium sulfat terbukti efektif dapat menjadi koagulan untuk penjernihan air seperti tawas murni. Kata kunci : air, kaleng, aluminium sulfat, koagulan Abstract Supply of clean water in Indonesia is getting limited given the source of water to fulfill necessity of human life at this time most of already contaminated due to human activity itself. As a result, it needs further processing in order to produce clean water. Such as the addition of alum as a coagulant for water purification. There are many raw materials used to make alum or aluminum sulfate, one of which are pieces of used beverage tin. The tin pieces interior contains a lot of metal aluminum. It takes elements of aluminum in the manufacture of aluminum sulfate. Thus the elements contained in the pieces of aluminum tin can be used but require additional materials such as potassium hydroxide and aluminum sulfate. Aluminum sulfate products can be proven to be effective coagulant for water purification as pure alum. Keywords : Water, tin, aluminium sufate, coagulant

187-613-2-PB.pdf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal

Citation preview

Page 1: 187-613-2-PB.pdf

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014 Page | 39

EFEKTIVITAS ALUM DARI KALENG

MINUMAN BEKAS SEBAGAI KOAGULAN

UNTUK PENJERNIHAN AIR

M. Syaiful

*, Anugrah Intan

Jn, Danny Andriawan

*Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662

E-mail:[email protected]

Abstrak

Persediaan air bersih di Indonesia ini semakin terbatas mengingat sumber air untuk memenuhi kebutuhan

hidup manusia saat ini sebagaian besar sudah tercemar karena kegiatan manusia itu sendiri. Akibatnya

perlu pengolahan lebih lanjut agar dapat menghasilkan air bersih. Diantaranya adalah penambahan tawas

sebagai koagulan untuk penjernihan air. Ada banyak bahan baku yang biasa digunakan untuk membuat

tawas atau aluminium sulfat yang salah satunya adalah potongan kaleng minuman bekas. Di dalam

potongan-potongan kaleng tersebut banyak mengandung logam aluminium. Dibutuhkan unsur aluminum

dalam pembuatan aluminium sulfat. Maka dari itu unsur aluminium yang terdapat pada potongan kaleng

tersebut dapat dimanfaatkan tetapi membutuhkan bahan tambahan berupa KOH dan aluminium sulfat.

Produk aluminium sulfat terbukti efektif dapat menjadi koagulan untuk penjernihan air seperti tawas

murni.

Kata kunci : air, kaleng, aluminium sulfat, koagulan

Abstract

Supply of clean water in Indonesia is getting limited given the source of water to fulfill necessity of

human life at this time most of already contaminated due to human activity itself. As a result, it needs

further processing in order to produce clean water. Such as the addition of alum as a coagulant for water

purification. There are many raw materials used to make alum or aluminum sulfate, one of which are

pieces of used beverage tin. The tin pieces interior contains a lot of metal aluminum. It takes elements of

aluminum in the manufacture of aluminum sulfate. Thus the elements contained in the pieces of

aluminum tin can be used but require additional materials such as potassium hydroxide and aluminum

sulfate. Aluminum sulfate products can be proven to be effective coagulant for water purification as pure

alum.

Keywords : Water, tin, aluminium sufate, coagulant

Page 2: 187-613-2-PB.pdf

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014 Page | 40

1. PENDAHULUAN

Air bersih merupakan salah satu

kebutuhan pokok manusia yang bisa diperoleh

dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi

suatu daerah. Namun tidak semua air dapat

langsung digunakan, misalnya saja air gambut.

Hal ini karena air gambut jika berdasarkan

parameter baku mutu air tidak memenuhi

persyaratan kualitas air bersih.

Pengolahan air baku menjadi air bersih

memiliki beberapa proses tahapan. Proses

koagulasi dan flokulasi misalnya, proses ini

belum berjalan dengan optimum seiring dengan

semakin meningkatnya beban pengolahan akibat

dari perubahan kualitas dari sumber air baku.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan

meningkatkan efisiensi dalam proses koagulasi

dan flokulasi dengan asumsi beberapa bahan

alternatif dapat dikembangkan sabagai pengganti

koagulan. Limbah kaleng bekas merupakan salah

satunya. Kaleng bekas berbahan dasar

alumunium dapat diambil kembali kandungan

alumnya untuk dijadikan alumunium sulfat atau

tawas. Kaleng bekas tersebut antara lain kaleng

minuman ringan (soft drink) yang dibuang

sehabis diminum. Sisa pembuangan tersebut bisa

dimanfaatkan dengan menggunakan pengolahana

khusus dan penambahan zat kimia lain supaya

alumunim dapat dipisahkan dari kaleng.

Optimalisasi proses daur ulang juga dapat

menambah nilai ekonomis dari limbah kaleng.

Dari penelitian ini diharapkan limbah

yang sudah tidak terpakai tersebut dapat diproses

kembali dan tentunya akan membantu

mengurangi pencemaran lingkungan serta dapat

memberikan perhitungan ekonomis tentang

proses koagulasi dan flokulasi dengan

menggunakan tawas. Selain pemanfaatan limbah,

penelitian ini akan memberikan perbandingan

antara tawas yang murni dari pabrik atau

komersil dengan tawas buatan dari limbah

dimana akan terlihat tawas mana yang

efisiensinya lebih baik. Pengujian efektifitas

tawas sebagai koagulan untuk penjernihan air ini

dilakukan dengan menggunakan beberapa

parameter standar tentang air bersih di PDAM.

Penjernihan dengan cara koagulasi

sudah sering digunakan salah satunya adalah

dengan menambahkan tawas pada air baku (raw

water). Tawas merupakan bahan kimia dengan

rumus molekul KAl(SO4)2. 12 H2O. Alumuium

bersifat keras, kuat, memiliki massa jenis kecil,

dan tahan terhadap korosi oleh karena itu

aluminium sering digunakan untuk pembuatan

pesawat, mobil dan lain sebagainya. Selain itu,

aluminium juga merupakan penghantar listrik

dan panas yang baik, sehingga aluminium sering

digunakan untuk peralatan listrik dan peralatan

dapur.

Penggunaan aluminium yang begitu

banyak menimbulkan masalah baru, yaitu

pencemaran lingkungan. Dibutuhkan waktu lebih

kurang 400 tahun agar aluminium dapat terurai

dalam tanah. Untuk mengatasi sampah

aluminium tersebut, cara terbaik adalah dengan

mendaur ulang. Mengubahnya menjadi tawas

adalah salah satu alternatifnya. Dikarenakan

dengan menggunakan aluminium sebagai bahan

baku tawas, maka biaya produksi tawas semakin

rendah sehingga semakin banyak air bersih yang

dapat diproduksi.

Bagaimanakah kualitas tawas yang

terbuat dari limbah kaleng bekas untuk proses

penjernihan air? Apakah pengaruh penggunaan

tawas dari limbah kaleng tersebut terhadap air

dengan parameter jartest air seperti turbidity,

conductivity, pH, temperatur, Beume dan dosis?

Dan seberapa efisienkah tawas tersebut jika

dibandingkan dengan tawas yang dijual secara

komersil?

TINJAUAN PUSTAKA

a. Air

Sumber air baku memegang peranan yang

sangat penting dalam industri air minum. Air

baku merupakan awal dari suatu proses dalam

penyediaan dan pengolahan air bersih. Sekarang

apa yang disebut dengan air baku. Berdasar pada

SNI 6773:2008 tentang Spesifikasi unit paket

Instalasi Pengolahan Air (IPA) dan SNI

6774:2008 tentang tata cara perencanaan unit

paket Instalasi Pengolahan Air pada bagian

istilah dan definisi yang disebut dengan air baku

adalah air yang berasal dari sumber air

pemukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan

yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu

sebagai air baku untuk air minum.

Sumber air baku bisa berasal dari sungai,

danau, sumur air dalam, mata air dan bisa juga

dibuat dengan cara membendung air buangan

atau air laut. Evaluasi dan pemilihan sumber air

yang layak harus berdasar dari ketentuan berikut:

1. Kualitas dan kuantitas air yang diperlukan,

2. Kondisi iklim,

3. Tingkat kesulitan pada pembangunan

Intake,

4. Tingkat keselamatan operator,

5. Ketersediaan biaya minimum operasional

dan pemeliharaan untuk IPA,

6. Kemungkinan terkontaminasinya sumber

air pada masa yang akan datang,

7. Kemungkinan untuk memperbesarintake

pada masa yang akan datang.

Page 3: 187-613-2-PB.pdf

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014 Page | 41

Dalam jumlah yang kecil, air bawah tanah,

termasuk air yang dikumpulkan dengan cara

rembesan, bisa dipertimbangkan sebagai sebuah

sumber air. Kualitas air bawah tanah secara

umum sangat baik bagi air permukaan dan

dibeberapa tempat yang memiliki musim dingin

bisa memanfaatkan salju sebagai sumber air. Hal

ini bisa menghemat biaya operasional dan

pemeliharaan karena secara umum kualitas air

bawah tanah sangat baik sebagai air baku.

Khusus untuk air bawah tanah yang diambil

dengan cara pengeboran tentunya melalui

perijinan. Hal ini untuk mencegah terjadinya

eksploitasi secara besar-besaran. Akibat dari

ekplotasi secara besar-besaran bisa

mengakibatkan kekosongan air dibawah tanah

karena tidak seimbangnya antara air yang masuk

dengan air yang diambil, sehingga menyebabkan

pondasi bangunan yang berada diatasnya bisa

turun.

Instalasi Pengolahan Air (IPA)

Disebutkan diatas bahwa tidak semua air

baku bisa diolah, oleh karena itu dibuatlah

ketentuan sebagai standar kualitas air baku yang

bisa diolah. Dalam SNI 6773:2008 bagian

Persyaratan Teknis kualitas air baku yang bisa

diolah oleh Instalasi Pengolahan Air Minum

(IPA) adalah:

1) Kekeruhan, maximum 600 NTU

(nephelometric turbidity unit) atau 400 mg/l

SiO2.

2) Kandungan warna asli (appearent colour)

tidak melebihi dari 100 Pt Co dan warna

sementara mengikuti kekeruhan air baku.

3) Unsur-unsur lainnya memenuhi syarat baku

air baku sesuai PP No. 82 tahun 2000

tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air.

4) Dalam hal air sungai daerah tertentu

mempunyai kandungan warna, besi dan

bahan organic melebihi syarat tersebut

diatas tetapi kekeruhan rendah (<50 NTU)

maka digunakan IPA sistem DAF

(Dissolved Air Flotation) atau sistem

lainnya yang dapat dipertanggung

jawabkan.

Instalasi Pengolahan Air menggunakan bahan

kimia untuk koagulasi atau biasa disebut

koagulan.

Tawas

Tawas atau alum adalah termasuk kelompok

garam rangkap berhidrat berupa kristal dan

isomorf. Kristal tawas mudah larut dalam air,

dan kelarutannya tergantung pada jenis logam

dan temperatur. Alum merupakan salah satu

senyawa kimia yang dibuat dari Al2(SO4)3. Alum

kalium, mempunyai nama dagang dengan nama

alum, mempunyai rumus yaitu

K2SO4.Al2(SO4)3.24H2O. Alum kalium

merupakan salah satu alum yang sangat penting.

Alum kalium adalah senyawa yang tidak

berwarna dan mempunyai bentuk kristal

oktahedral atau kubus ketika kalium sulfat dan

aluminium sulfat keduanya dilarutkan dan

didinginkan. Larutan alum kalium tersebut

bersifat asam dan sangat larut dalam air yang

bersuhu tinggi. Kristalin alum kalium dipanaskan

terjadi pemisahan secara kimia, dan sebagian

garam yang terdehidrasi terlarut dalam air.

Koagulasi

Koagulasi didefinisikan sebagai proses

destabilisasi muatan koloid padatan tersuspensi

termasuk bakteri dan virus, dengan suatu

koagulan sehingga akan terbentuk flok-flok halus

yang dapat diendapkan. Proses pengikatan

partikel koloid dapat dilihat pada gambar 2.1.

Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan

bagian integral dari proses koagulasi. Tujuan

pengadukan cepat adalah untuk mempercepat

dan menyeragamkan penyebaran zat kimia

melalui air yang diolah. Koagulan yang umum

dipakai adalah alumunium sulfat, feri sulfat, fero

sulfat dan PAC.

Gambar 1. Proses pengikatan partikel koloid

oleh koagulan (CG).

Pengadukan cepat yang efektif sangat

penting ketika menggunakan koagulan logam

seperti alum dan ferric chloride karena proses

hidrolisnya terjadi dalam hitungan detik dan

selanjutnya terjadi adsorpsi partikel koloid.

Waktu yang dibutukan untuk zat kimia lain

seperti polimer (polyelectrolites), chlorine, zat

kimia alkali, ozone, danpotassium permanganat,

tidak optimal karena tidak mengalami reaksi

hidrolisis.

Flokulasi

Flokulasi merupakan proses pembentukan

flok, yang pada dasarnya merupakan

pengelompokan antara partikel dengan koagulan

(menggunakan proses pengadukan lambat atau

slow mixing). Proses pengikatan partikel koloid

oleh flokulan dapat dilihat pada gambar 2.2.

Pada flokulasi terjadi proses penggabungan

Page 4: 187-613-2-PB.pdf

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014 Page | 42

beberapa partikel menjadi flok yang berukuran

besar. Partikel yang berukuran besar akan mudah

diendapkan.

Tujuan dilakukan flokulasi pada air limbah

selain lanjutan dari proses koagulasi adalah:

a. Meningkatkan penyisihan Suspended Solid

(SS) dan COD dari pengolahan fisik.

b. Memperlancar proses conditioning air

limbah khususnya limbah industri.

c. Meningkatkan kinerja secondary-clarifier

dan proses lumpur aktif.

d. Sebagai pretreatment untuk proses

pembentukan secondary effluent dalam

filtrasi.

Gambar 2. Proses pengikatan partikel koloid

oleh flokulan.

Koagulasi yang efektif terjadi pada selang

pH tertentu. Penggunaan koagulan logam seperti

aluminium dan garam-garam besi secara umum

dapat mendekolorisasi air limbah yang

mengandung komponen-komponen organik.

Koagulasi merupakan proses destabilisasi

muatan pada partikel tersuspensi dan koloid.

Flokulasi adalah kumpulan dari partikel yang

terdestabilisasi dan koloid menjadi partikel

terendapkan.

Ketika koagulan direaksikan dengan air

limbah, partikel-partikel koloid yang terdapat

dalam limbah tersebut akan mengalami

penggabungan partikel kecil untuk membentuk

partikel yang lebih besar, sebagai akibat dari

adanya perbedaanmuatan antara partikel koloid

dengan koagulan. Proses koagulasi saja

terkadang belum cukup untuk mengendapkan

agregat tersebut secara cepat. Penambahan

polimer akanmempengaruhi kestabilan molekul

dari agregat yang terbentuk, sehingga ketika

molekul dalam keadaan tidak stabil polimer akan

mudah untuk berikatan dengan agregat

yangnantinya akan membentuk agregasi baru

atau disebut juga flok. Flok-flok tersebut akan

saling bergabung membentuk flok yang lebih

besar.

2. METODE PENELITIAN

Disiapkan kaleng bekas yang telah

dibersihkan dan diamplas. Kaleng bekas

dipotong kecil-kecil dengan berat 5 gram.

Potongan-potongan tersebut kemudian

dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml,

ditambah KOH 7% sebanyak 20 ml. Reaksi

dihentikan sampai tidak ada gelembung-

gelembung gas. Larutan tersebut disaring dan

didinginkan kemudian ditambahkan dengan 12

ml H2SO4 6 M. Larutan didinginkan di dalam

lemari pendingin. Kristal tawas yang terbentuk

dicuci dengan 20 ml etanol 50% dan dipisahkan

dengan kertas saring.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan tawas dari kaleng bekas

memerlukan bahan kimia tambahan yaitu Kalium

hidroksida dan Asam sulfat. Digunakan Kalium

hidroksida supaya mengikat ion logam

Alumunium lalu direaksikan dengan Asam

Sulfat. Pada Asam Sulfat akan diambil senyawa

sulfat supaya diproduk akhir membentuk Alum

atau Tawas Al2(SO4)3. Tawas yang dihasilkan

berupa tawas padat dalam bentuk kristal untuk

memudahkan dalam penentuan dosis dan

menimbang berat konversi yang diapat. Tawas

juga nanti akan diuji seberapa efektif untuk

menjernihkan air.

Penggunaan Konsentrasi Kalium Hidroksida

Reaksi yang terjadi adalah:

2Al(s)+2KOH(aq)+2H2O(l)

2KAlO2(aq)+3H2(g)

Dalam penelitian pembuatan alum dari

kaleng bekas digunakan KOH untuk mengikat

kation Al2+

yang terdapat pada potongan kaleng.

Kalium pada KOH bersifat inert dan mudah larut

dalam air. Hasil reaksi 2KAlO2 akan direkasikan

dengan asam sulfat. Konsentrasi KOH yang tepat

dalam pembuatan tawas adalah 7-10%, jika

konsentrasi lebih dari 11% konversi yang

dihasilkan pada tawas akan kecil, sedangkan jika

kurang dari 7% KOH tidak akan bisa menarik

Al2+

karena banyak mengandung air.

Pada sampel tidak ada perbandingan

berat potongan kaleng dan volume KOH. Dalam

5 gram potongan kaleng berat alumunium tidak

sebanyak berat kaleng tersebut. Diasumsikan

bahwa berat setiap 5 gram potongan kaleng

mengandung unsur aluminium yang sama karena

bahan baku tersebut sama. Untuk volume yang

direaksikan terhadap 5 gram potongan kaleng

tidak bergantung dengan rasio perbandingan

reaksi. Volume KOH yang ditetapkan adalah 20

ml karena semua potongan kaleng harus

terendam seluruh didalam larutan KOH dan

dengan volume tersebut sudah dapat mengikat

maksimal kandungan alumunium didalam setiap

5 gram potongan kaleng. Untuk penggunaan

volume diatas 20 ml KOH masih bisa dilakukan

Page 5: 187-613-2-PB.pdf

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014 Page | 43

tetapi hanya akan membuang banyak KOH saja,

dengan kata lain tidak efisien. Konversi berat

yang didapat untuk penggunaan KOH diatas 20

ml memang menghasilkan produk yang lebih

berat tetapi berat tersebut bukan merupakan berat

alumunium melainkan berat kalium yang ada

pada KOH.

Tabel 1. Pengujian Reaksi dengan KOH

No KOH

20ml

(%)

t (s) T

(˚C)

Warna Hasil

(ml)

1. 1 73.13 28 abu-abu 15

2. 3 65.40 30 abu-abu 14,5

3. 5 44.20 34 abu-abu 11,5

4. 7 42.41 45 abu-abu 10

5. 12 45.15 35 abu-abu 8

Reaksi kaleng dengan KOH tidak diperlukan

bantuan seperti pengadukan atau penambahan

panas karena KOH sendiri berekasi secara

eksotermis. Pada saat reaksi tersebut juga

terdapat gelembung-gelembung disekitar

permukaan kaleng. Gelembung-gelembung

tersebut menandakan kation aluminum sedang

ditarik dari potongan kaleng. Rekasi penarikan

dikatakan selesai ketika sudah tidak ada lagi

gelembung gelembung dan tidak ada lagi gas

hidrogen yang keluar.

Tabel 2. Pengujian Reaksi dengan KOH

No. KOH

20ml

(%)

t (S) T

(˚C)

Warna Hasil

(ml)

1. 10 43.70 35,3 hitam 12,5

2. 15 16.13 36 hitam 0,20

3. 20 20.76 38 hitam 0,18

4. 30 29.53 47 hitam 0,15

5. 40 04.45 71 hitam 0

6. 50 03.15 75 hitam 0

7. 60 02.18 76 hitam 0

Pada saat reaksi harus dilakukan dilemari

asam mengingat gas hidrogen saat berbahaya

apabila dihirup langsung. Warna potongan

kaleng yang semula berwarna silver berubah

menjadi abu-abu, indikator warna yang berubah

ini juga menujukan bahwa kandungan aluminum

telah hilang dari kaleng. Waktu reaksi dapat

dipercepat dengan penambahan pemanasan akan

tetapi hal tersebut tidak kami lakukan karena

disamping reaksi sudah berjalan eksotermis juga

alat pemanasan juga sebatas hotplate sehingga

tidak perlu ditambah pemanasan.

Tabel 3. Berat Tawas konsentrasi KOH 20 ml

NO. Konsentrasi Tawas

dengan KOH 20 ml

Bobot (gram)

1. Tawas 5% 0,2375

2. Tawas 7% 0.9855

3. Tawas 10% 0,9436

4. Tawas 12% 0,5362

Total Tawas 2,7028

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

3% 5% 7% 10% 12% 15% 20% 30% 40%

Berat Alum yang diperoleh dari

hasil uji konsentrasi KOH

Berat Alum

Gambar 1. Tawas dibuat dengan 20 ml KOH

Penggunaan Asam Sulfat

Dibutuhkan senyawa sulfat untuk reaksi

pembentuk akhir. Hasil reaksi potongan kaleng

dengan KOH didapat 2KAlO2 akan direaksikan

dengan H2SO4. Digunakan asam sulfat karena

dibutuhkan sulfat untuk pembuatan alum

(Al2(SO4)3). Konsentreasi asam sulfat yang dapat

bereaksi adalah 6-7 M. Dibawah dari nilai

tersebut sulfat tidak dapat bereaksi. Untuk

konsentrasi diatas 7 M didapat larutan dan tawas

yang terlalu asam dan dapat merusak pH air saat

proses koagulan nantinya.

Larutan alumina dinetralkan dengan asam

sulfat mula-mula terbentuk endapan berwarna

putih dari aluminium hidroksida Al(OH)3.

2KAlO2(aq)+2H2O(l)+H2SO4(aq)

K2SO4(aq)+Al(OH)3(s)

Dengan penambahan asam sulfat endapan

putih semakin banyak dan jika asam sulfat

berlebihan endapan akan larut membentuk kation

K+, Al3+, dan SO42-, jika didiamkan akan

terbentuk kristal dari tawas kalium aluminium

sulfat. Secara singkat reaksi yang terjadi dapat

dituliskan sebagai berikut:

H2SO4(aq)+K2SO4(aq)+2Al(OH)3

(s)2KAl(SO4)2(aq)+6H2O

24 H2O + 2KAl(SO4)2(aq)

2KAl(SO4)2.12H2O(s)

Page 6: 187-613-2-PB.pdf

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014 Page | 44

Tabel 4. Penambahan Asam Sulfat

Asam Sulfat

12 ml (M)

Keterangan

1 M Tidak terbentuk kristal

2 M Tidak terbentuk kristal

3 M Tidak terbentuk kristal

4 M Tidak terbentuk kristal

5 M Tidak terbentuk kristal

6 M Terbentuk kristal

7 M Terbentuk kristal

Alum kalium sangat larut dalam air panas,

sehingga ketika setelah penambahan H2SO4

yang membentuk endapan dan kemudian

dipanaskan. Pemanasan suhu 60-80oC

berlangsung didalam oven untuk menguapkan

airnya dan suhu pemanasan tidak boleh lebih dari

80oC karena tawas akan larut dalam air

mendidih. Ketika Kristal alum kalium

dipanaskan terjadi pemisahan secara kimia dan

sebagian garam yeng terdehidrasi larut dalam air.

Pada proses penguapan selama 1 jam dan

didinginkan akan terbentuk Kristal dari

KAl(SO4)2.12 H2O.

Pengujian dengan Jar-Test dan Beume

Tawas dari kaleng bekas mampu menjadi

koagulan, hal ini dibuktikan melalui metode

jartest. Tawas dari kaleng bekas mampu

membentuk kotoran menjadi flokulan akan tetapi

dosis yang digunakan lebih banyak dari pada

tawas murni dikarenakan kadungan alumunium

pada tawas kaleng cenderung lebih sedikit. Bila

dibandingkan dengan tawas murni pada

perbandingan berat yang sama kandungan tawas

alumunium dari kaleng bekas lebih sedikit dan

banyak mengandung kalium. Hal ini dapat

diketahui setelah dilakukan metode Beume.

Tabel 5. Jar-test

No Dosis

Alum

(ppm)

Keterangan

1 15 Tidak terbentuk Flok.

Air masih keruh

18 Tidak terbentuk Flok.

Air masih keruh

20 Tidak terbentuk Flok.

Air masih keruh

2 25 Tidak terbentuk Flok.

Air masih keruh

30 Tidak terbentuk Flok.

Air masih keruh

35 Tidak terbentuk Flok.

Air masih keruh

3 40 Tidak terbentuk Flok.

Air masih keruh

45 Tidak terbentuk Flok.

Air masih keruh

50 Tidak terbentuk Flok.

Air masih keruh

4 100 Terbentuk Sedikit Flok.

Air mulai terlihat jernih

200 Semakin banyak terlihat

flok yang terbentuk.

Air mulai jernih

300 Banyak terbentuk flok.

Air Jernih

Pengujian dengan Parameter Air Bersih

Tawas kaleng bekas terbukti efektif sebagai

koagulan walau dosis pemakaian lebih banyak.

Tawas kaleng bekas mampu menurunkan

turbuditi hinggs mendekati nol. Untuk parameter

uji seperti konuktiviti, pH, TDS, serta temperatur

normal dan tidak jauh berbeda apabila diuji

dengan tawas murni. Perbandingan takaran untuk

turbidity tertentu bias sampai 1:6. Artinya untuk

turbidity 100 NTU, untuk tawas murni hanya

cukup 46 ppm dan untuk tawas yang terbuat dari

kaleng bekas mencapai ±300 ppm.

Tabel 6. Pengujian terhadap air baku

Kondisi Awal Kondisi Akhir

Turbidity Awal

103 NTU

Turbidity Akhir

1,59 NTU

Conductivity Awal

32,1

Conductivity Akhir

69,7

TDS Awal 16,0

TDS Akhir 34,8

pH Awal 6,41

pH Akhir 4,89

Temperatur Awal

26,8 0C

Temperatur Akhir

27,6 0C

Kualitas Tawas dari Kaleng

Kualitas tawas kaleng dilihat dari

kemampuan sebagai koagulan tidak jauh berbeda

dibandingkan tawas murni hanya saja dosis

penggunaan dapat mencapai 7-8 kali lipat dari

tawas murni. Perbandingan tersebut ada

dikarenakan tawas kaleng mengandung cukup

banyak berat kalium. Kalium tidak berpengaruh

besar terhadap air mutu yang dihasilkan setelah

proses koagulasi atau flokulasi, sifat kalium yang

mudah larut dalam air sehingga dapat dikatakan

kalium disini bersifat inert.

Sumber aluminium didalam kaleng harus

diteleti kembali, serta perlu kajian lebih luas

tentang pemilihan jenis kaleng yang

Page 7: 187-613-2-PB.pdf

Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014 Page | 45

mengandung aluminum. Kaleng bekas disini bisa

menjadi bahan alternatif dari sisi bahan baku,

artinya logam aluminum dapat dimanfaatkan

kembali. Tawas dari kaleng bekas disini dapat

terapkan dalam skala pabrik akan tetapi perlu

perhitungan efisiensi dan analisa ekonomi

dengan perbandingan pabrikan yang membuat

tawas secara murni.

4. KESIMPULAN

1. Pembuatan alum dari kaleng bekas

mempunyai metode yang sederhana.

2. Alum yang terbuat dari limbah kaleng bekas

terbukti mampu menjadi koagulan, hanya

saja dosis yang dibutuhkan agar bisa

menjernihkan air jauh lebih banyak

dibandingkan dengan dosis tawas murni.

3. Pada Jar-test dapat disimpulkan dalam 1000

ml air dengan turbiditas 100 diperlukan 46

ppm tawas murni dan 300 ppm alum dari

tawas kaleng bekas.

4. Kualitas air bersih setelah menggunakan

tawas dari limbah kaleng bekas tidak jauh

berbeda dengan tawas murni.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006, Penuntun Praktikum Kimia

Anorganik III, Fakultas MIPA, Universitas

Udayana, Denpasar, 25-28

Advyka, Sampah Sesuatu yang Terlupakan,

http:// Jakarta. Wordpress.com, 14

September 2007

Ayundyahrini, Meilinda,. Rusdhianto Effendie

A. K, & Nurlita Gamayanti. 2013. Estimasi

Dosis Alumunium Sulfat pada Proses

Penjernihan Air Menggunakan Metode

Genetic Algorithm. Jurnal, Universitas

Institut Teknologi Sepuluh Nopember,

Surabaya, 2013. Jurnal Teknik Pomits Vol.

2, No. 2, (2013) Issn: 2337-3539 (2301-

9271 Print).

Ayuningtyas, Irma Fitria.Kandungan Aluminium

dalam Kaleng Bekas dan Pemanfaatannya

dalam Pembuatan Tawas

.http://ojs.unud.ac.id/index.php/jchem/articl

e/viewFile/2806/1995,. Diakses 3 Januari

2014 Pukul 17:53 WIB.

Intan Ramadhani, Gary,. Atiek Moesriati. 2013.

Pemanfaatan Biji Asam Jawa

(Tamarindusindica) Sebagai Koagulan

Alternatif dalam Proses Menurunkan

Kadar COD dan BOD dengan Studi Kasus

pada Limbah Cair Industri Tempe. Jurnal,

Universitas Institut Teknologi Sepuluh

Nopember, Surabaya, 2013. Jurnal Teknik

Pomits Vol. 2, No. 1, (2013) Issn: 2337-

3539 (2301-9271 Print).

Manurung, Manuntun,. Irma Fitria Ayuningtyas.

2010. Kandungan Aluminium Dalam

Kaleng Bekas Dan Pemanfaatannya Dalam

Pembuatan Tawas. Universitas Udayana,

Bukit Jimbaran. Jurnal Kimia 4 (2), Juli

2010: 180-186

Rufiati, Etna.2011.Penjernihan Air dengan

Tawas.http://etnarufiati.guru-

indonesia.net/artikel_detail-42943.html.

Diakses 5 Januari 2014 Pukul 17:53 WIB.

Yahya, A., 1988, Analisis Sifat Fisik Kimia Air,

Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut

Pertanian Bogor, 26-27