Upload
loisarosalia
View
14
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jurnal
Citation preview
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014 Page | 39
EFEKTIVITAS ALUM DARI KALENG
MINUMAN BEKAS SEBAGAI KOAGULAN
UNTUK PENJERNIHAN AIR
M. Syaiful
*, Anugrah Intan
Jn, Danny Andriawan
*Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662
E-mail:[email protected]
Abstrak
Persediaan air bersih di Indonesia ini semakin terbatas mengingat sumber air untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia saat ini sebagaian besar sudah tercemar karena kegiatan manusia itu sendiri. Akibatnya
perlu pengolahan lebih lanjut agar dapat menghasilkan air bersih. Diantaranya adalah penambahan tawas
sebagai koagulan untuk penjernihan air. Ada banyak bahan baku yang biasa digunakan untuk membuat
tawas atau aluminium sulfat yang salah satunya adalah potongan kaleng minuman bekas. Di dalam
potongan-potongan kaleng tersebut banyak mengandung logam aluminium. Dibutuhkan unsur aluminum
dalam pembuatan aluminium sulfat. Maka dari itu unsur aluminium yang terdapat pada potongan kaleng
tersebut dapat dimanfaatkan tetapi membutuhkan bahan tambahan berupa KOH dan aluminium sulfat.
Produk aluminium sulfat terbukti efektif dapat menjadi koagulan untuk penjernihan air seperti tawas
murni.
Kata kunci : air, kaleng, aluminium sulfat, koagulan
Abstract
Supply of clean water in Indonesia is getting limited given the source of water to fulfill necessity of
human life at this time most of already contaminated due to human activity itself. As a result, it needs
further processing in order to produce clean water. Such as the addition of alum as a coagulant for water
purification. There are many raw materials used to make alum or aluminum sulfate, one of which are
pieces of used beverage tin. The tin pieces interior contains a lot of metal aluminum. It takes elements of
aluminum in the manufacture of aluminum sulfate. Thus the elements contained in the pieces of
aluminum tin can be used but require additional materials such as potassium hydroxide and aluminum
sulfate. Aluminum sulfate products can be proven to be effective coagulant for water purification as pure
alum.
Keywords : Water, tin, aluminium sufate, coagulant
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014 Page | 40
1. PENDAHULUAN
Air bersih merupakan salah satu
kebutuhan pokok manusia yang bisa diperoleh
dari berbagai sumber, tergantung pada kondisi
suatu daerah. Namun tidak semua air dapat
langsung digunakan, misalnya saja air gambut.
Hal ini karena air gambut jika berdasarkan
parameter baku mutu air tidak memenuhi
persyaratan kualitas air bersih.
Pengolahan air baku menjadi air bersih
memiliki beberapa proses tahapan. Proses
koagulasi dan flokulasi misalnya, proses ini
belum berjalan dengan optimum seiring dengan
semakin meningkatnya beban pengolahan akibat
dari perubahan kualitas dari sumber air baku.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan
meningkatkan efisiensi dalam proses koagulasi
dan flokulasi dengan asumsi beberapa bahan
alternatif dapat dikembangkan sabagai pengganti
koagulan. Limbah kaleng bekas merupakan salah
satunya. Kaleng bekas berbahan dasar
alumunium dapat diambil kembali kandungan
alumnya untuk dijadikan alumunium sulfat atau
tawas. Kaleng bekas tersebut antara lain kaleng
minuman ringan (soft drink) yang dibuang
sehabis diminum. Sisa pembuangan tersebut bisa
dimanfaatkan dengan menggunakan pengolahana
khusus dan penambahan zat kimia lain supaya
alumunim dapat dipisahkan dari kaleng.
Optimalisasi proses daur ulang juga dapat
menambah nilai ekonomis dari limbah kaleng.
Dari penelitian ini diharapkan limbah
yang sudah tidak terpakai tersebut dapat diproses
kembali dan tentunya akan membantu
mengurangi pencemaran lingkungan serta dapat
memberikan perhitungan ekonomis tentang
proses koagulasi dan flokulasi dengan
menggunakan tawas. Selain pemanfaatan limbah,
penelitian ini akan memberikan perbandingan
antara tawas yang murni dari pabrik atau
komersil dengan tawas buatan dari limbah
dimana akan terlihat tawas mana yang
efisiensinya lebih baik. Pengujian efektifitas
tawas sebagai koagulan untuk penjernihan air ini
dilakukan dengan menggunakan beberapa
parameter standar tentang air bersih di PDAM.
Penjernihan dengan cara koagulasi
sudah sering digunakan salah satunya adalah
dengan menambahkan tawas pada air baku (raw
water). Tawas merupakan bahan kimia dengan
rumus molekul KAl(SO4)2. 12 H2O. Alumuium
bersifat keras, kuat, memiliki massa jenis kecil,
dan tahan terhadap korosi oleh karena itu
aluminium sering digunakan untuk pembuatan
pesawat, mobil dan lain sebagainya. Selain itu,
aluminium juga merupakan penghantar listrik
dan panas yang baik, sehingga aluminium sering
digunakan untuk peralatan listrik dan peralatan
dapur.
Penggunaan aluminium yang begitu
banyak menimbulkan masalah baru, yaitu
pencemaran lingkungan. Dibutuhkan waktu lebih
kurang 400 tahun agar aluminium dapat terurai
dalam tanah. Untuk mengatasi sampah
aluminium tersebut, cara terbaik adalah dengan
mendaur ulang. Mengubahnya menjadi tawas
adalah salah satu alternatifnya. Dikarenakan
dengan menggunakan aluminium sebagai bahan
baku tawas, maka biaya produksi tawas semakin
rendah sehingga semakin banyak air bersih yang
dapat diproduksi.
Bagaimanakah kualitas tawas yang
terbuat dari limbah kaleng bekas untuk proses
penjernihan air? Apakah pengaruh penggunaan
tawas dari limbah kaleng tersebut terhadap air
dengan parameter jartest air seperti turbidity,
conductivity, pH, temperatur, Beume dan dosis?
Dan seberapa efisienkah tawas tersebut jika
dibandingkan dengan tawas yang dijual secara
komersil?
TINJAUAN PUSTAKA
a. Air
Sumber air baku memegang peranan yang
sangat penting dalam industri air minum. Air
baku merupakan awal dari suatu proses dalam
penyediaan dan pengolahan air bersih. Sekarang
apa yang disebut dengan air baku. Berdasar pada
SNI 6773:2008 tentang Spesifikasi unit paket
Instalasi Pengolahan Air (IPA) dan SNI
6774:2008 tentang tata cara perencanaan unit
paket Instalasi Pengolahan Air pada bagian
istilah dan definisi yang disebut dengan air baku
adalah air yang berasal dari sumber air
pemukaan, cekungan air tanah dan atau air hujan
yang memenuhi ketentuan baku mutu tertentu
sebagai air baku untuk air minum.
Sumber air baku bisa berasal dari sungai,
danau, sumur air dalam, mata air dan bisa juga
dibuat dengan cara membendung air buangan
atau air laut. Evaluasi dan pemilihan sumber air
yang layak harus berdasar dari ketentuan berikut:
1. Kualitas dan kuantitas air yang diperlukan,
2. Kondisi iklim,
3. Tingkat kesulitan pada pembangunan
Intake,
4. Tingkat keselamatan operator,
5. Ketersediaan biaya minimum operasional
dan pemeliharaan untuk IPA,
6. Kemungkinan terkontaminasinya sumber
air pada masa yang akan datang,
7. Kemungkinan untuk memperbesarintake
pada masa yang akan datang.
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014 Page | 41
Dalam jumlah yang kecil, air bawah tanah,
termasuk air yang dikumpulkan dengan cara
rembesan, bisa dipertimbangkan sebagai sebuah
sumber air. Kualitas air bawah tanah secara
umum sangat baik bagi air permukaan dan
dibeberapa tempat yang memiliki musim dingin
bisa memanfaatkan salju sebagai sumber air. Hal
ini bisa menghemat biaya operasional dan
pemeliharaan karena secara umum kualitas air
bawah tanah sangat baik sebagai air baku.
Khusus untuk air bawah tanah yang diambil
dengan cara pengeboran tentunya melalui
perijinan. Hal ini untuk mencegah terjadinya
eksploitasi secara besar-besaran. Akibat dari
ekplotasi secara besar-besaran bisa
mengakibatkan kekosongan air dibawah tanah
karena tidak seimbangnya antara air yang masuk
dengan air yang diambil, sehingga menyebabkan
pondasi bangunan yang berada diatasnya bisa
turun.
Instalasi Pengolahan Air (IPA)
Disebutkan diatas bahwa tidak semua air
baku bisa diolah, oleh karena itu dibuatlah
ketentuan sebagai standar kualitas air baku yang
bisa diolah. Dalam SNI 6773:2008 bagian
Persyaratan Teknis kualitas air baku yang bisa
diolah oleh Instalasi Pengolahan Air Minum
(IPA) adalah:
1) Kekeruhan, maximum 600 NTU
(nephelometric turbidity unit) atau 400 mg/l
SiO2.
2) Kandungan warna asli (appearent colour)
tidak melebihi dari 100 Pt Co dan warna
sementara mengikuti kekeruhan air baku.
3) Unsur-unsur lainnya memenuhi syarat baku
air baku sesuai PP No. 82 tahun 2000
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air.
4) Dalam hal air sungai daerah tertentu
mempunyai kandungan warna, besi dan
bahan organic melebihi syarat tersebut
diatas tetapi kekeruhan rendah (<50 NTU)
maka digunakan IPA sistem DAF
(Dissolved Air Flotation) atau sistem
lainnya yang dapat dipertanggung
jawabkan.
Instalasi Pengolahan Air menggunakan bahan
kimia untuk koagulasi atau biasa disebut
koagulan.
Tawas
Tawas atau alum adalah termasuk kelompok
garam rangkap berhidrat berupa kristal dan
isomorf. Kristal tawas mudah larut dalam air,
dan kelarutannya tergantung pada jenis logam
dan temperatur. Alum merupakan salah satu
senyawa kimia yang dibuat dari Al2(SO4)3. Alum
kalium, mempunyai nama dagang dengan nama
alum, mempunyai rumus yaitu
K2SO4.Al2(SO4)3.24H2O. Alum kalium
merupakan salah satu alum yang sangat penting.
Alum kalium adalah senyawa yang tidak
berwarna dan mempunyai bentuk kristal
oktahedral atau kubus ketika kalium sulfat dan
aluminium sulfat keduanya dilarutkan dan
didinginkan. Larutan alum kalium tersebut
bersifat asam dan sangat larut dalam air yang
bersuhu tinggi. Kristalin alum kalium dipanaskan
terjadi pemisahan secara kimia, dan sebagian
garam yang terdehidrasi terlarut dalam air.
Koagulasi
Koagulasi didefinisikan sebagai proses
destabilisasi muatan koloid padatan tersuspensi
termasuk bakteri dan virus, dengan suatu
koagulan sehingga akan terbentuk flok-flok halus
yang dapat diendapkan. Proses pengikatan
partikel koloid dapat dilihat pada gambar 2.1.
Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan
bagian integral dari proses koagulasi. Tujuan
pengadukan cepat adalah untuk mempercepat
dan menyeragamkan penyebaran zat kimia
melalui air yang diolah. Koagulan yang umum
dipakai adalah alumunium sulfat, feri sulfat, fero
sulfat dan PAC.
Gambar 1. Proses pengikatan partikel koloid
oleh koagulan (CG).
Pengadukan cepat yang efektif sangat
penting ketika menggunakan koagulan logam
seperti alum dan ferric chloride karena proses
hidrolisnya terjadi dalam hitungan detik dan
selanjutnya terjadi adsorpsi partikel koloid.
Waktu yang dibutukan untuk zat kimia lain
seperti polimer (polyelectrolites), chlorine, zat
kimia alkali, ozone, danpotassium permanganat,
tidak optimal karena tidak mengalami reaksi
hidrolisis.
Flokulasi
Flokulasi merupakan proses pembentukan
flok, yang pada dasarnya merupakan
pengelompokan antara partikel dengan koagulan
(menggunakan proses pengadukan lambat atau
slow mixing). Proses pengikatan partikel koloid
oleh flokulan dapat dilihat pada gambar 2.2.
Pada flokulasi terjadi proses penggabungan
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014 Page | 42
beberapa partikel menjadi flok yang berukuran
besar. Partikel yang berukuran besar akan mudah
diendapkan.
Tujuan dilakukan flokulasi pada air limbah
selain lanjutan dari proses koagulasi adalah:
a. Meningkatkan penyisihan Suspended Solid
(SS) dan COD dari pengolahan fisik.
b. Memperlancar proses conditioning air
limbah khususnya limbah industri.
c. Meningkatkan kinerja secondary-clarifier
dan proses lumpur aktif.
d. Sebagai pretreatment untuk proses
pembentukan secondary effluent dalam
filtrasi.
Gambar 2. Proses pengikatan partikel koloid
oleh flokulan.
Koagulasi yang efektif terjadi pada selang
pH tertentu. Penggunaan koagulan logam seperti
aluminium dan garam-garam besi secara umum
dapat mendekolorisasi air limbah yang
mengandung komponen-komponen organik.
Koagulasi merupakan proses destabilisasi
muatan pada partikel tersuspensi dan koloid.
Flokulasi adalah kumpulan dari partikel yang
terdestabilisasi dan koloid menjadi partikel
terendapkan.
Ketika koagulan direaksikan dengan air
limbah, partikel-partikel koloid yang terdapat
dalam limbah tersebut akan mengalami
penggabungan partikel kecil untuk membentuk
partikel yang lebih besar, sebagai akibat dari
adanya perbedaanmuatan antara partikel koloid
dengan koagulan. Proses koagulasi saja
terkadang belum cukup untuk mengendapkan
agregat tersebut secara cepat. Penambahan
polimer akanmempengaruhi kestabilan molekul
dari agregat yang terbentuk, sehingga ketika
molekul dalam keadaan tidak stabil polimer akan
mudah untuk berikatan dengan agregat
yangnantinya akan membentuk agregasi baru
atau disebut juga flok. Flok-flok tersebut akan
saling bergabung membentuk flok yang lebih
besar.
2. METODE PENELITIAN
Disiapkan kaleng bekas yang telah
dibersihkan dan diamplas. Kaleng bekas
dipotong kecil-kecil dengan berat 5 gram.
Potongan-potongan tersebut kemudian
dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml,
ditambah KOH 7% sebanyak 20 ml. Reaksi
dihentikan sampai tidak ada gelembung-
gelembung gas. Larutan tersebut disaring dan
didinginkan kemudian ditambahkan dengan 12
ml H2SO4 6 M. Larutan didinginkan di dalam
lemari pendingin. Kristal tawas yang terbentuk
dicuci dengan 20 ml etanol 50% dan dipisahkan
dengan kertas saring.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan tawas dari kaleng bekas
memerlukan bahan kimia tambahan yaitu Kalium
hidroksida dan Asam sulfat. Digunakan Kalium
hidroksida supaya mengikat ion logam
Alumunium lalu direaksikan dengan Asam
Sulfat. Pada Asam Sulfat akan diambil senyawa
sulfat supaya diproduk akhir membentuk Alum
atau Tawas Al2(SO4)3. Tawas yang dihasilkan
berupa tawas padat dalam bentuk kristal untuk
memudahkan dalam penentuan dosis dan
menimbang berat konversi yang diapat. Tawas
juga nanti akan diuji seberapa efektif untuk
menjernihkan air.
Penggunaan Konsentrasi Kalium Hidroksida
Reaksi yang terjadi adalah:
2Al(s)+2KOH(aq)+2H2O(l)
2KAlO2(aq)+3H2(g)
Dalam penelitian pembuatan alum dari
kaleng bekas digunakan KOH untuk mengikat
kation Al2+
yang terdapat pada potongan kaleng.
Kalium pada KOH bersifat inert dan mudah larut
dalam air. Hasil reaksi 2KAlO2 akan direkasikan
dengan asam sulfat. Konsentrasi KOH yang tepat
dalam pembuatan tawas adalah 7-10%, jika
konsentrasi lebih dari 11% konversi yang
dihasilkan pada tawas akan kecil, sedangkan jika
kurang dari 7% KOH tidak akan bisa menarik
Al2+
karena banyak mengandung air.
Pada sampel tidak ada perbandingan
berat potongan kaleng dan volume KOH. Dalam
5 gram potongan kaleng berat alumunium tidak
sebanyak berat kaleng tersebut. Diasumsikan
bahwa berat setiap 5 gram potongan kaleng
mengandung unsur aluminium yang sama karena
bahan baku tersebut sama. Untuk volume yang
direaksikan terhadap 5 gram potongan kaleng
tidak bergantung dengan rasio perbandingan
reaksi. Volume KOH yang ditetapkan adalah 20
ml karena semua potongan kaleng harus
terendam seluruh didalam larutan KOH dan
dengan volume tersebut sudah dapat mengikat
maksimal kandungan alumunium didalam setiap
5 gram potongan kaleng. Untuk penggunaan
volume diatas 20 ml KOH masih bisa dilakukan
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014 Page | 43
tetapi hanya akan membuang banyak KOH saja,
dengan kata lain tidak efisien. Konversi berat
yang didapat untuk penggunaan KOH diatas 20
ml memang menghasilkan produk yang lebih
berat tetapi berat tersebut bukan merupakan berat
alumunium melainkan berat kalium yang ada
pada KOH.
Tabel 1. Pengujian Reaksi dengan KOH
No KOH
20ml
(%)
t (s) T
(˚C)
Warna Hasil
(ml)
1. 1 73.13 28 abu-abu 15
2. 3 65.40 30 abu-abu 14,5
3. 5 44.20 34 abu-abu 11,5
4. 7 42.41 45 abu-abu 10
5. 12 45.15 35 abu-abu 8
Reaksi kaleng dengan KOH tidak diperlukan
bantuan seperti pengadukan atau penambahan
panas karena KOH sendiri berekasi secara
eksotermis. Pada saat reaksi tersebut juga
terdapat gelembung-gelembung disekitar
permukaan kaleng. Gelembung-gelembung
tersebut menandakan kation aluminum sedang
ditarik dari potongan kaleng. Rekasi penarikan
dikatakan selesai ketika sudah tidak ada lagi
gelembung gelembung dan tidak ada lagi gas
hidrogen yang keluar.
Tabel 2. Pengujian Reaksi dengan KOH
No. KOH
20ml
(%)
t (S) T
(˚C)
Warna Hasil
(ml)
1. 10 43.70 35,3 hitam 12,5
2. 15 16.13 36 hitam 0,20
3. 20 20.76 38 hitam 0,18
4. 30 29.53 47 hitam 0,15
5. 40 04.45 71 hitam 0
6. 50 03.15 75 hitam 0
7. 60 02.18 76 hitam 0
Pada saat reaksi harus dilakukan dilemari
asam mengingat gas hidrogen saat berbahaya
apabila dihirup langsung. Warna potongan
kaleng yang semula berwarna silver berubah
menjadi abu-abu, indikator warna yang berubah
ini juga menujukan bahwa kandungan aluminum
telah hilang dari kaleng. Waktu reaksi dapat
dipercepat dengan penambahan pemanasan akan
tetapi hal tersebut tidak kami lakukan karena
disamping reaksi sudah berjalan eksotermis juga
alat pemanasan juga sebatas hotplate sehingga
tidak perlu ditambah pemanasan.
Tabel 3. Berat Tawas konsentrasi KOH 20 ml
NO. Konsentrasi Tawas
dengan KOH 20 ml
Bobot (gram)
1. Tawas 5% 0,2375
2. Tawas 7% 0.9855
3. Tawas 10% 0,9436
4. Tawas 12% 0,5362
Total Tawas 2,7028
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
3% 5% 7% 10% 12% 15% 20% 30% 40%
Berat Alum yang diperoleh dari
hasil uji konsentrasi KOH
Berat Alum
Gambar 1. Tawas dibuat dengan 20 ml KOH
Penggunaan Asam Sulfat
Dibutuhkan senyawa sulfat untuk reaksi
pembentuk akhir. Hasil reaksi potongan kaleng
dengan KOH didapat 2KAlO2 akan direaksikan
dengan H2SO4. Digunakan asam sulfat karena
dibutuhkan sulfat untuk pembuatan alum
(Al2(SO4)3). Konsentreasi asam sulfat yang dapat
bereaksi adalah 6-7 M. Dibawah dari nilai
tersebut sulfat tidak dapat bereaksi. Untuk
konsentrasi diatas 7 M didapat larutan dan tawas
yang terlalu asam dan dapat merusak pH air saat
proses koagulan nantinya.
Larutan alumina dinetralkan dengan asam
sulfat mula-mula terbentuk endapan berwarna
putih dari aluminium hidroksida Al(OH)3.
2KAlO2(aq)+2H2O(l)+H2SO4(aq)
K2SO4(aq)+Al(OH)3(s)
Dengan penambahan asam sulfat endapan
putih semakin banyak dan jika asam sulfat
berlebihan endapan akan larut membentuk kation
K+, Al3+, dan SO42-, jika didiamkan akan
terbentuk kristal dari tawas kalium aluminium
sulfat. Secara singkat reaksi yang terjadi dapat
dituliskan sebagai berikut:
H2SO4(aq)+K2SO4(aq)+2Al(OH)3
(s)2KAl(SO4)2(aq)+6H2O
24 H2O + 2KAl(SO4)2(aq)
2KAl(SO4)2.12H2O(s)
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014 Page | 44
Tabel 4. Penambahan Asam Sulfat
Asam Sulfat
12 ml (M)
Keterangan
1 M Tidak terbentuk kristal
2 M Tidak terbentuk kristal
3 M Tidak terbentuk kristal
4 M Tidak terbentuk kristal
5 M Tidak terbentuk kristal
6 M Terbentuk kristal
7 M Terbentuk kristal
Alum kalium sangat larut dalam air panas,
sehingga ketika setelah penambahan H2SO4
yang membentuk endapan dan kemudian
dipanaskan. Pemanasan suhu 60-80oC
berlangsung didalam oven untuk menguapkan
airnya dan suhu pemanasan tidak boleh lebih dari
80oC karena tawas akan larut dalam air
mendidih. Ketika Kristal alum kalium
dipanaskan terjadi pemisahan secara kimia dan
sebagian garam yeng terdehidrasi larut dalam air.
Pada proses penguapan selama 1 jam dan
didinginkan akan terbentuk Kristal dari
KAl(SO4)2.12 H2O.
Pengujian dengan Jar-Test dan Beume
Tawas dari kaleng bekas mampu menjadi
koagulan, hal ini dibuktikan melalui metode
jartest. Tawas dari kaleng bekas mampu
membentuk kotoran menjadi flokulan akan tetapi
dosis yang digunakan lebih banyak dari pada
tawas murni dikarenakan kadungan alumunium
pada tawas kaleng cenderung lebih sedikit. Bila
dibandingkan dengan tawas murni pada
perbandingan berat yang sama kandungan tawas
alumunium dari kaleng bekas lebih sedikit dan
banyak mengandung kalium. Hal ini dapat
diketahui setelah dilakukan metode Beume.
Tabel 5. Jar-test
No Dosis
Alum
(ppm)
Keterangan
1 15 Tidak terbentuk Flok.
Air masih keruh
18 Tidak terbentuk Flok.
Air masih keruh
20 Tidak terbentuk Flok.
Air masih keruh
2 25 Tidak terbentuk Flok.
Air masih keruh
30 Tidak terbentuk Flok.
Air masih keruh
35 Tidak terbentuk Flok.
Air masih keruh
3 40 Tidak terbentuk Flok.
Air masih keruh
45 Tidak terbentuk Flok.
Air masih keruh
50 Tidak terbentuk Flok.
Air masih keruh
4 100 Terbentuk Sedikit Flok.
Air mulai terlihat jernih
200 Semakin banyak terlihat
flok yang terbentuk.
Air mulai jernih
300 Banyak terbentuk flok.
Air Jernih
Pengujian dengan Parameter Air Bersih
Tawas kaleng bekas terbukti efektif sebagai
koagulan walau dosis pemakaian lebih banyak.
Tawas kaleng bekas mampu menurunkan
turbuditi hinggs mendekati nol. Untuk parameter
uji seperti konuktiviti, pH, TDS, serta temperatur
normal dan tidak jauh berbeda apabila diuji
dengan tawas murni. Perbandingan takaran untuk
turbidity tertentu bias sampai 1:6. Artinya untuk
turbidity 100 NTU, untuk tawas murni hanya
cukup 46 ppm dan untuk tawas yang terbuat dari
kaleng bekas mencapai ±300 ppm.
Tabel 6. Pengujian terhadap air baku
Kondisi Awal Kondisi Akhir
Turbidity Awal
103 NTU
Turbidity Akhir
1,59 NTU
Conductivity Awal
32,1
Conductivity Akhir
69,7
TDS Awal 16,0
TDS Akhir 34,8
pH Awal 6,41
pH Akhir 4,89
Temperatur Awal
26,8 0C
Temperatur Akhir
27,6 0C
Kualitas Tawas dari Kaleng
Kualitas tawas kaleng dilihat dari
kemampuan sebagai koagulan tidak jauh berbeda
dibandingkan tawas murni hanya saja dosis
penggunaan dapat mencapai 7-8 kali lipat dari
tawas murni. Perbandingan tersebut ada
dikarenakan tawas kaleng mengandung cukup
banyak berat kalium. Kalium tidak berpengaruh
besar terhadap air mutu yang dihasilkan setelah
proses koagulasi atau flokulasi, sifat kalium yang
mudah larut dalam air sehingga dapat dikatakan
kalium disini bersifat inert.
Sumber aluminium didalam kaleng harus
diteleti kembali, serta perlu kajian lebih luas
tentang pemilihan jenis kaleng yang
Jurnal Teknik Kimia No. 4, Vol. 20, Desember 2014 Page | 45
mengandung aluminum. Kaleng bekas disini bisa
menjadi bahan alternatif dari sisi bahan baku,
artinya logam aluminum dapat dimanfaatkan
kembali. Tawas dari kaleng bekas disini dapat
terapkan dalam skala pabrik akan tetapi perlu
perhitungan efisiensi dan analisa ekonomi
dengan perbandingan pabrikan yang membuat
tawas secara murni.
4. KESIMPULAN
1. Pembuatan alum dari kaleng bekas
mempunyai metode yang sederhana.
2. Alum yang terbuat dari limbah kaleng bekas
terbukti mampu menjadi koagulan, hanya
saja dosis yang dibutuhkan agar bisa
menjernihkan air jauh lebih banyak
dibandingkan dengan dosis tawas murni.
3. Pada Jar-test dapat disimpulkan dalam 1000
ml air dengan turbiditas 100 diperlukan 46
ppm tawas murni dan 300 ppm alum dari
tawas kaleng bekas.
4. Kualitas air bersih setelah menggunakan
tawas dari limbah kaleng bekas tidak jauh
berbeda dengan tawas murni.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006, Penuntun Praktikum Kimia
Anorganik III, Fakultas MIPA, Universitas
Udayana, Denpasar, 25-28
Advyka, Sampah Sesuatu yang Terlupakan,
http:// Jakarta. Wordpress.com, 14
September 2007
Ayundyahrini, Meilinda,. Rusdhianto Effendie
A. K, & Nurlita Gamayanti. 2013. Estimasi
Dosis Alumunium Sulfat pada Proses
Penjernihan Air Menggunakan Metode
Genetic Algorithm. Jurnal, Universitas
Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Surabaya, 2013. Jurnal Teknik Pomits Vol.
2, No. 2, (2013) Issn: 2337-3539 (2301-
9271 Print).
Ayuningtyas, Irma Fitria.Kandungan Aluminium
dalam Kaleng Bekas dan Pemanfaatannya
dalam Pembuatan Tawas
.http://ojs.unud.ac.id/index.php/jchem/articl
e/viewFile/2806/1995,. Diakses 3 Januari
2014 Pukul 17:53 WIB.
Intan Ramadhani, Gary,. Atiek Moesriati. 2013.
Pemanfaatan Biji Asam Jawa
(Tamarindusindica) Sebagai Koagulan
Alternatif dalam Proses Menurunkan
Kadar COD dan BOD dengan Studi Kasus
pada Limbah Cair Industri Tempe. Jurnal,
Universitas Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya, 2013. Jurnal Teknik
Pomits Vol. 2, No. 1, (2013) Issn: 2337-
3539 (2301-9271 Print).
Manurung, Manuntun,. Irma Fitria Ayuningtyas.
2010. Kandungan Aluminium Dalam
Kaleng Bekas Dan Pemanfaatannya Dalam
Pembuatan Tawas. Universitas Udayana,
Bukit Jimbaran. Jurnal Kimia 4 (2), Juli
2010: 180-186
Rufiati, Etna.2011.Penjernihan Air dengan
Tawas.http://etnarufiati.guru-
indonesia.net/artikel_detail-42943.html.
Diakses 5 Januari 2014 Pukul 17:53 WIB.
Yahya, A., 1988, Analisis Sifat Fisik Kimia Air,
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut
Pertanian Bogor, 26-27