41
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga sektor keuangan sangat dibutuhkan dalam mendukung permodalan dalam sektor riil, hal ini sudah dirasakan fungsinya sejak lama di Indonesia dengan konsep perbankan, baik yang berbentuk konvensional (berdasarkan kapitalis maupun sosialis) dan berprinsip syariah. 1 Akan tetapi perbankan secara tehnis di lapangan belum menyentuh terhadap usaha mikro Kecil (UMK) baik dari pedagang kaki lima sampai pedagang- pedagang yang berada di pasar tradisional yang biasanya disebut sebagai ekonomi rakyat kecil, hal ini disebabkan karena keterbatasan jenis usaha dan aset yang dimiliki oleh usaha kelompok usaha tersebut. Padahal apabila diperhatikan secara seksama justru prosentase UMK jauh lebih besar dari usaha-usaha menengah dan besar di pasar Indonesia, sehingga kebutuhan permodalan pada UMK tidak terpenuhi yang pada akhirnya apabila hal ini terus menerus berlanjut maka tidak dapat dielakkan lagi hilangnya secara simultan UMK itu sendiri di pasaran Indonesia, sehingga akan terjadi ketimpangan pasar dalam ekonomi yang pasti akan 1 Dwi Sunyikno,2008, paper makalah berjudul: Rentenir VS BMT, disampaikan dalam Focus Discussion Group Temu Ilmiah Nasional Ekonomi Islam yang diselenggarakan oleh Sharia Economic Forum UGM di MMTC Jogja. 1

1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

  • Upload
    dangtu

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lembaga sektor keuangan sangat dibutuhkan dalam mendukung permodalan

dalam sektor riil, hal ini sudah dirasakan fungsinya sejak lama di Indonesia

dengan konsep perbankan, baik yang berbentuk konvensional (berdasarkan

kapitalis maupun sosialis) dan berprinsip syariah.1 Akan tetapi perbankan secara

tehnis di lapangan belum menyentuh terhadap usaha mikro Kecil (UMK) baik dari

pedagang kaki lima sampai pedagang-pedagang yang berada di pasar tradisional

yang biasanya disebut sebagai ekonomi rakyat kecil, hal ini disebabkan karena

keterbatasan jenis usaha dan aset yang dimiliki oleh usaha kelompok usaha

tersebut. Padahal apabila diperhatikan secara seksama justru prosentase UMK

jauh lebih besar dari usaha-usaha menengah dan besar di pasar Indonesia,

sehingga kebutuhan permodalan pada UMK tidak terpenuhi yang pada akhirnya

apabila hal ini terus menerus berlanjut maka tidak dapat dielakkan lagi hilangnya

secara simultan UMK itu sendiri di pasaran Indonesia, sehingga akan terjadi

ketimpangan pasar dalam ekonomi yang pasti akan menciptakan calon

pengangguran-pengangguran baru di Indonesia.

Pada sisi lain di sektor keuangan mikro, sebenarnya ada kegiatan individu dari

masyarakat yang sudah memperhatikan hal tersebut sehingga kelompok individu

tersebut memberikan permodalan yang dibutuhkan UMK. Individu tersebut

sering dikenal di masyarakat umum sebagai rentenir2. Akan tetapi keberadaan

rentenir itu sendiri tidak membawa kemaslahatan bagi masyarakat banyak, karena

justru ada beberapa permasalahan yang signifikan dalam bentuk kegiatan individu

tersebut, diantaranya adalah bentuk permodalan yang dilakukan rentenir. Para

rentenir biasanya meminjamkan uang mereka kepada peminjam dengan beberapa

ketentuan yang mengikat diantaranya penentuan bunga yang tinggi dan dengan

1 Dwi Sunyikno,2008, paper makalah berjudul: Rentenir VS BMT, disampaikan dalam Focus Discussion Group Temu Ilmiah Nasional Ekonomi Islam yang diselenggarakan oleh Sharia Economic Forum UGM di MMTC Jogja.2 Konklusi dari sejarah BMT yang ditulis oleh Heri Sudarsono dalam bukunya Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi (2007) cetakan ke-empat. Ekonosia. Yoyakarta, h. 97.

1

Page 2: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

jangka waktu relative pendek, sehingga praktek ini secara tidak langsung belum

memberikan solusi akan permasalahan ekonomi rakyat kecil, akan tetapi

menambah masalah perekonomian mereka yang sudah kompleks. Oleh Karena itu

dibutuhkan instansi keuangan mikro baru yang mempunyai kompetensi baik

dalam profesionalitas dan material yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat

akan hal itu, dan tidak menjerat mereka dalam lingkaran hutang yang

berkepanjangan, sehingga mampu mendorong ekonomi rakyat kecil sebagai hasil

akhirnya.

Dalam sejarah perekonomian umat muslim, sebenarnya ada salah satu instansi

yang telah memperhatikan aspek kebajikan pada kehidupan masyarakat, yaitu bait

al maal yang memberikan kontribusi yang sangat signifikan dalam

menyeimbangkan perekonomian umat Islam pada masa itu dengan memberikan

dana subsidi kepada umat Islam yang membutuhkan yang dalam Islam disebut

sebagai mustahik. Adapun sumber dana dari baitul maal tersebut adalah dari dana

zakat, infak, pajak dan beberapa kebijakan yang telah ditentukan oleh khalifah

(pemimpin) umat Islam pada waktu itu.

Namun demikian institusi tersebut telah hilang dengan keruntuhan bentuk

khilafah (kepemimpinan) pada umat tersebut pada akhir-akhir abad 16 masehi,

sehingga dana penyeimbang ekonomi umat secara otomatis tidak ada lagi selain

dari hasil pajak oleh pemerintah masing-masing.

Dalam perkembangannya, di Indonesia sekarang ada beberapa pihak yang

menyambungkan permasalahan ekonomi saat ini (abad 20) dengan kontribusi bait

al maal pada masa kekhilafahan Islam dahulu, sehingga muncul konsep bait al

maal wa at tamwil walaupun konsep itu hanya dapat berjalan pada sektor mikro,

dikarenakan tidak ada lembaga Negara yang memperhatikan fenomena

perkembangan BMT dengan sentralisasi BMT menjadi lembaga keuangan atau

paling tidak menjadi salah satu pilar pendapatan Negara Indonesia, hal ini dapat

dimaklumi karena multi agama yang ada di Indonesia menjadi kepentingan politik

di Indonesia.

Terlepas dari fenomena di atas, secara dinamis BMT ini lebih dikelola oleh

beberapa individu dan menjangkau sektor mikro dari perekonomian rakyat,

2

Page 3: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

terlepas dari fungsi baitul maal itu sendiri ada satu fungsi lagi dari lembaga itu

yaitu baituttamwil atau lembaga pendanaan, sehingga selain mempunyai dana

untuk kegiatan konsumtif dari para mustahik ada juga instrumen pendanaan untuk

kebutuhan produktif bagi UMK yang tentunya sesuai dengan prinsip yang

ditentukan oleh Islam atau sering disebut dalam tulisan ini nantinya dengan

prinsip syariah, sehingga pada akhirnya diharapkan BMT ini diharapkan dapat

menjadi penyokong UMK dan menggantikan praktek rentenir (bank plecit) yang

dianggap mencekik UMK dalam jeratan hutang yang berkepanjangan itu dan pada

akhirnya menyeimbangkan pasaran Indonesia secara umum.

B. Rumusan Masalah

Untuk mencapai memformulasikan strategi pengembangan terpadu UMK melalui

BMT, maka tim penulis memfokuskan pembahasan untuk menjawab rumusan

masalah berikut:

1. Bagaimana mengembangkan UMK melalui BMT?

2. Sistem apa saja yang bisa digunakan oleh Isntansi Negara beserta swasta

melalui BMT dalam pengembangan UMK secara terpadu?

C. Tujuan Penulisan

Sebagaimana usaha untuk menjawab rumusan masalah, maka tujuan penulisan

karya ilmiah ini adalah untuk mencari formula dan pola yang baik untuk

mengembangkan UMK melalui BMT.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat teoritis

Sebagai wawasan bagi para akademisi dalam improvisasi sistem

operasional BMT untuk pengembangan sector UMK baik dalam skala

local dan nasional, sehingga pada nantinya bukan hanya alternative dalam

tulisan ini yang ada, akan tetapi muncul alternative-alternatif lain yang

lebih unggul dalam dimensi yang lain guna kemaslahatan umum.

3

Page 4: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

2. Manfaat praktis

Secara praktis tulisan ini dimaksudkan dapat digunakan para pengambil

kebijakan sebagai salah satu acuan solusi untuk pengembangan

manajemen dan memperkuat eksistensi UMK.

E. Telaah Pustaka

Bait al-maal wa tamwil adalah fenomena tahun 1990-an, kurang lebih 17 tahun

yang lalu namun telah nyata memberikan andil yang cukup konkrit dalam

pemberdayaan ekonomi rakyat, sehingga banyak diteliti dalam kerangka

keilmuan dengan bentuk skripsi maupun tesis. Sedangkan UMK dengan berbagai

macam kendalanya juga demikian adanya. Walaupun telah banyak yang

melakukan penelitian tentang BMT, sepanjang yang dapat dilacak oleh penulis,

belum ada yang merumuskan ataupun memformulasi tentang pengembangan

terpadu UMK melalui BMT.

Adapun beberapa penelitian dan studi yang sebelumnya telah membahas tentang

problematika UMK dan peluang pengembangan BMT sebagai salah satu sektor

keuangan mikro, sehingga apabila disinergiskan akan terbentuk kesimpulan

sementara bahwa potensi pengembangan UM melalui BMT memang sangat besar.

1. Penelitian tentang UMK

a. Mudrajad Kuncoro3 menyebutkan dalam penelitiaannya menyatakan

bahwa ada beberapa kendala dalam pengembangan UMK di Indonesia,

diantaranya:

1)Adanya Pungutan Liar (PUNGLI) mulai dari proses perizinan

sampai pengadaan barang dan ekspor barang tersebut. (kuncoro

et.al. 2004, Survey di Batam, Jabotabek, Bandung, Jepara,

Surabaya, Bali)

2)Kebijakan makro pemerintahan yang kurang mendukung.

3 Mudrajad Kuncoro. Makalah Seminar PSAK “Catatan Tentang Sektor Industri & UMM 10 tahun Pasca Krisis” tahun 2007.

4

Page 5: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

3)Permasalahan kredit yang membebankan usaha kepada pengusaha

UMK, antara lain: proses kredit lama dan bunga tinggi dari

perbankan dan lembaga keuangan lainnya.

b. Agunan P. Samosir, dalam studi kasusnya menjelaskan tentang

hambatan ekspor produksi UM 4, adapun beberapa faktor penghambat

diantaranya:

1)Faktor Internal

a) Kurang likuiditas (tambahan modal)

b)Naiknya upah

2)Faktor eksternal

a) Melemahnya nilai tukar rupiah

b)Kurangnya akses informasi pasar dalam dan luar negeri

c) Turunnya daya beli masyarakat, sebagai akibat dari turunnya

pendapatan riil masyarakat

d)Menurunnya permintaan pasar

e) Kenaikan harga bahan baku

f) Kurangnya dukungan pemerintah kepada UMK yang

berorientasi pada ekspor.

g)Tingginya pungutan

2. Penelitian tentang BMT

a. Sholihin, meneliti tentang perilaku konsumen terhadap produk BMT di

BMT Kharisma, Magelang, Jawa Tengah. Dalam temuannya di lapangan

menyatakan bahwa ada beberapa motif yang mempengaruhi konsumen

dalam memilih BMT sebagai mitra usaha5. Diantaranya:

1)Motif konsumen yang cenderung menghindari dari riba (alasan

syariah).

4 Merupakan hasil penelitian di Sentra Industri Kasongan, Kabupaten Bantul, Provinsi D.I. Yogyakarta, Tahun Anggaran 2000 Biro Pengkajian Ekonomi dan Keuangan, Badan Analisa Keuangan dan Moneter, Departemen Keuangan.5 Sholihin (2003). Hasil penelitian tentang perilaku konsumen terhadap produk BMT di BMT Kharisma, Magelang, Jawa Tengah, ditulis untuk data penyelesaian tesis S2 MSI UII

5

Page 6: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

2)Adanya hubungan perilaku antara tingkat pendidikan konsumen

dengan umur konsumen.

b. Sri Sumarni, dalam penelitiannya menitik beratkan pada faktor-faktor

yang mempengaruhi perilaku nasabah.6 Ada tujuh faktor, yakni sistem

operasional BMT, lokasi BMT, pelayanan BMT, tingkat keuntungan

yang diterima oleh nasabah, produk BMT, informasi yang diperoleh

dan pemahaman nasabah tentang riba.

c. Jannes Situmorang dalam penelitiannya tentang aspek kelembagaan

dan keuangan usaha BMT di 9 (sembilan) propinsi yang meliputi :

Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.

Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB dan Sulawesi Selatan menyatakan

bahwa Angka-angka pertumbuhan dapat mencerminkan tingkat

perkembangan BMT yang sesungguhnya.

Tabel 1. BMT sampel menurut nilai assetnya

F. Metode Penulisan

Metode penulisan dalam karya ilmiah ini dilakukan dengan beberapa tahap:

1. Pencarian data, dimaksudkan dengan mencari data-data pendukung

penulisan yang sesuai dengan bahasan tim penulis sehingga mencapai

kesimpulan yang maksimal diakhir pembahasan.

2. analisis content, dimaksudkan dengan penelaahan data-data yang

sudah dikumpulkan guna kevaliditasan data sehingga keakuratan data

dapat dipertanggungjawabkan.

6 Sri Sumarni, dalam penelitian untuk skripsinya dengan judul “Analisis Korelasi Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Penabung pada Baitul Maal wat Tamwil: Studi Kasus pada BMT Abidin di kalurahan Banyuanyar kecamatan Banjarsari Surakarta”. Hal. 8.

6

Page 7: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

3. Formulasi alternative, dimaksudkan dengan pembuatan rekomendasi-

rekomendasi baru baik itu dalam saran pengembangan UMK dengan

BMT sampai langkah-langkah dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.

Dengan sistematika penulisan bab I membahas tentang

pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penulisan, manfaat

penulisan, telaah pustaka dan metode penulisan karya ilmiah. Bab II

membahas tentang tinjauan umum akan usaha kecil dan menengah serta

bait al maal wa attamwil dari pengertian keduanya sampai

perkembangannya. Bab III merupakan analisa beberapa data yang

disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil

analisis itu sendiri. Bab IV merupakan kesimpulan dari pembahasan, serta

saran dan rekomendasi dari karya tulis ilmiah ini.

7

Page 8: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG UMK DAN BMT

A. Tinjauan umum tentang UMK

1. Definisi UMK

Berdasarkan undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil bahwa

yang disebut Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil

dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta

kepemilikan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau

rumah tangga maupun suatu badan bertujuan untuk memproduksi barang atau

jasa untuk diperniagakan secara komersial dan mempunyai omzet penjualan

sebesar 1 (satu) miliar rupiah atau kurang.7

2. Karakteristik UMK

Ada beberapa karakteristik yang dapat menggambarkan jenis usaha mikro dan

kecil dalam pembahasan ini. Karakteristik tersebut adalah sebagai berikut8:

Usaha Mikro memiliki karakteristik sebagai berikut antara lain:1) jenis

komoditinya berubah-ubah dan sewaktu waktu dapat berganti produk/usaha,

2) tempat usahanya tidak selalu menetap atau sewaktu-waktu dapat pindah 3)

belum adanya pencatatan keuangan usaha secara baik, 4)sumber daya

manusianya rata-rata sangat rendah yakni SD-SMP, 5) pada umumnya belum

mengenal perbankan dan lebih sering berhubunngan dengan tengkulak atau

rentenir, 6)umumnya usaha ini tidak memilki ijin usaha.

Usaha Kecil biasanya ditandai dengan 1) Jenis barang atau komoditinya tidak

gampang berubah, 2) mempunyai kekayaan maksimal 200 Juta dan dapat

menerima kredit maksimal 500 Juta, 3) lokasi atau tempat usaha umumnya

sudah menetap, 4) sudah memiliki pembukuan walaupun masih sederhana

artinya pencatatan administrasi keuangan perusahaan sudah mulai dipisah. 5)

7 Laporan Badan Pusat Statistik, sensus ekonomi 2006 dalam statistk UKM 2007, hal.1.8 Neddy Rafinald, 2006, Memeta Potensi dan Karakteristik UKM Bagi Penumbuhan Usaha Baru, ditulis pada jurnal infokop no. 29 tahun XXII, 2006

8

Page 9: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

Grafik 1. Proporsi Sektor Ekonomi UKM Berdasarkan Jumlah Unit Usaha Tahun 2006

Pengangkutan dan Komunikasi; 5,52%

Perdagangan, Hotel dan Restoran; 27,19%

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan

Perikanan; 53,57%

Jasa - Jasa; 6,06%

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; 0,17%

Industri Pengolahan; 6,58%

Bangunan; 0,34%

Listrik, Gas dan Air Bersih; 0,03%

Pertambangan dan Penggalian; 0,54%

memiliki legalitas usaha atau perijinan lainnya, 6) sumber daya manusianya

sudah lumayan baik, dari aspek tingkat pendidikan yakni rata tingkat SMU, 7)

sudah mulai mengenal perbankan.

3. Perkembangan UMK

Perkembangan jumlah UMKM periode 2005-2006 mengalami peningkatan

sebesar 3,88 persen yaitu dari 47.102.744 unit pada tahun 2005 menjadi

48.929.636 unit pada tahun 2006.9

Sektor ekonomi UMKM yang memiliki proporsi unit usaha terbesar adalah

sektor (1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; (2)

Perdagangan, Hotel dan Restoran; (3) Industri Pengolahan; (4) Jasa-jasa;

serta (5) Pengangkutan dan Komunikasi dengan perkembangan masing-

masing sektor tercatat sebesar 53,57 persen, 27,19 persen, 6,58 persen, 6,06

persen dan 5,52 persen.

Sedangkan sektor ekonomi yang memiliki proporsi unit usaha terkecil secara

berturut-turut adalah sektor (1) Listrik, Gas dan Air Bersih; (2) Keuangan,

Persewaan dan Jasa Perusahaan; (3) Bangunan; serta (4) Pertambangan dan

Penggalian dengan perkembangan masing-masing tercatat sebesar 0,03

persen, 0,17 persen, 0,34 persen dan 0,54 persen.

9 Laporan Badan Pusat Statistik, sensus ekonomi 2006 dalam statistk UKM 2007, hal. 15.

9

Page 10: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

Usaha mikro dan kecil mendominasi dari sisi unit usaha (99,1%) dan

penyerapan tenaga kerja (84,4%), dengan perbandingan 2 tenaga kerja per unit

usaha untuk usaha mikro dan 3 tenaga kerja per unit usaha untuk usaha kecil.

Sebaliknya industri besar dan menengah, yang jumlah unit usahanya hanya

0,9%, menyerap 15,5% tenaga kerja dengan perbandingan 19 tenaga kerja per

unit usaha untuk usaha menengah, dan 108 tenaga kerja per unit usaha untuk

usaha besar.Sumber : diolah dari data BPS, sensus ekonomi 2006 oleh mudrajad Kuncoro dalam

seminar PSAK 2006.

Di Tahun 2003, Hampir 60,4 persen industri dikuasai oleh Industri padat SDA

dan SDM. Di Tahun Mendatang Industri Indonesia harus bergerak menuju ke

piramida atas.

10

Page 11: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

4. Potensi UMK

Pada tahun 2005, peran UMK terhadap penciptaan PDB nasional menurut

harga berlaku tercatat sebesar Rp. 1.491,06 triliun atau 53,54%, kontribusi UK

tercatat sebesar Rp. 1.053,34 triliun atau 37,82% dan UMK sebesar Rp.

437,72 triliun atau 15,72% dari total PDB nasional, selebihnya adalah usaha

besar (UB) yaitu Rp. 1.293,90 triliun atau 46,46%.10

Sedangkan pada tahun 2006, peran UMK terhadap penciptaan PDB nasional

menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 1.778,75 triliun atau 53,28% dari

total PDB nasional, mengalami perkembangan sebesar Rp. 287,68 triliun atau

19,29% dibanding tahun 2005. Kontribusi UK tercatat sebesar Rp. 1.257,65

triliun atau 37,67% dan UMK sebesar Rp. 521,09 triliun atau 15,61%,

selebihnya sebesar Rp. 1.559,45 triliun atau 46,72% merupakan kontribusi

UB.11

Disisi lain, pada tahun 2005 nilai PDB nasional atas harga konstan tahun 2000

sebesar Rp. 1.750,66 triliun, peran UMK tercatat sebesar Rp. 979,71 triliun

atau 55,96 % dari total PDB nasional, kontribusi UK tercatat sebesar Rp.

688,91 triliun atau 39,35% dan UMK sebesar Rp. 290,80 triliun atau 16,61%,

UB.12

B. Tinjauan umum tentang BMT

1. Definisi BMT

Secara garis besar BMT memiliki 2 fungsi utama13 :

a. Bait al maal : lembaga yang mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan

penyaluran dana yang non profit, sepertihalnya zakat, infaq, dan sadaqoh.

b. Bait at tamwil : lembaga yang mengarah pada usaha pengumpulan dan

penyaluran dana komersial.

10 Laporan Badan Pusat Statistik, sensus ekonomi 2006 dalam statistk UKM 2007. Hal. 511 Ibid.12 ibid13 Heri Sudarsono. (2007) cetakan ke-empat. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi

dan Ilustrasi. Ekonosia. Yoyakarta, hal. 43.

11

Page 12: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

Dari definisi Sudarsono diatas dapat disimpulkan bahwa BMT mempunyai dua

fungsi, yaitu fungsi non profit department sebagai landasan histories bahwa baitul

maal pada masa Islam klasik adalah berfungsi sebagai dana umat dan

penyeimbang perekonomian, sedangkan fungsi kedua yaitu fungsi profit

department karena sebagai panjang tangan dari bank Syariah yang di atas sudah

dijelaskan bahwa kemampuan perbankan sangat terbatas untuk menjangkau

sector usaha mikro dan kecil sehingga dibutuhkan lembaga keuangan yang

komersial seperti bank sehingga dapat menjangkau sector tersebut, dan

alternative pemikir ekonomi Islam untuk lembaga itu adalah BMT tersebut.

2. Operasional BMT

Sistem bagi hasil adalah pola pembiayaan keuntungan maupun kerugian antara

BMT dengan anggota penyimpan berdasarkan perhitungan yang disepakati

bersama. BMT biasanya berada di lingkungan masjid, Pondok Pesantren, Majelis

Taklim, pasar maupun di lingkungan pendidikan. Biasanya yang mensponsori

pendirian BMT adalah para aghniya (dermawan), pemuka agama, pengurus

masjid, pengurus majelis taklim, pimpinan pondok pesantren, cendekiawan, tokoh

masyarakat, dosen dan pendidik. Peran serta kelompok masyarakat tersebut adalah

berupa sumbangan pemikiran, penyediaan modal awal, bantuan penggunaan tanah

dan gedung ataupun kantor. Untuk menunjang permodalan, BMT membuka

kesempatan untuk mendapatkan sumber permodalan yang berasal dari zakat,

infaq, dan shodaqoh dari orang-orang tersebut. Hasil studi Pinbuk (1998)

menunjukkan bahwa lembaga pendanaan yang saat ini berkembang memiliki

kekuatan antara lain:

a. Mandiri dan mengakar di masyarakat,

b. Bentuk organisasinya sederhana,

c. Sistem dan prosedur pembiayaan mudah,

d. Memiliki jangkauan pelayanan kepada pengusaha mikro. Kelemahannya

adalah :

1) Skala usaha kecil,

2) Permodalan terbatas,

12

Page 13: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

3) Sumber daya manusia lemah,

4) Sistem dan prosedur belum baku.Untuk mengembangkan lembaga

tersebut dari kelemahannya perlu ditempuh cara-cara pembinaan sebagai

berikut:

a) Pemberian bantuan manajemen, peningkatan kualitas SDM dalam

bentuk pelatihan, standarisasi sistem dan prosedur,

b) Kerjasama dalam penyaluran dana,

c) Bantuan dalam inkubasi bisnis.

3. Pola Tabungan dan Pembiayaan

a. Tabungan

Tabungan atau simpanan dapat diartikan sebagai titipan murni dari orang atau

badan usaha kepada pihak BMT. Jenis-jenis tabungan/simpanan adalah

sebagai berikut:

1) Tabungan persiapan qurban;

2) Tabungan pendidikan;

3) Tabungan persiapan untuk nikah;

4) Tabungan persiapan untuk melahirkan;

5) Tabungan naik haji/umroh;

6) Simpanan berjangka/deposito;

7) Simpanan khusus untuk kelahiran;

8) Simpanan sukarela;

9) Simpanan hari tua;

10) Simpanan aqiqoh.

b. Pola Pembiayaan

Pola pembiayaan terdiri dari bagi hasil dan jual beli dengan mark up (tambahan

atas modal) serta pembiayaan non profit.

1) Bagi Hasil

Bagi hasil dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT

dengan penyedia dana (penyimpan/penabung). Bagi hasil ini dibedakan atas:

13

Page 14: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

a) Musyarakah, adalah suatu perkongsian antara dua pihak atau lebih dalam

suatu proyek dimana masing-masing pihak berhak atas segala keuntungan

dan bertanggung jawab atas segala kerugian yang terjadi sesuai dengan

penyertaannya masing-masing.

b) Mudharabah, adalah perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama

(shahib al amal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib)

bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan dibagikan sesuai

dengan rasio laba yang telah disepakati bersama terlebih dahulu di depan.

Manakala rugi, shahib al amal akan

c) kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan manajerial skill selama

proyek berlangsung.

d) Murabahah, adalah pola jual beli dengan membayar tangguh, sekali bayar.

e) Muzaraah, adalah dengan memberikan l kepada si penggarap untuk

ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (prosentase) dari

hasil panen.

f) Musaaqot, adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzaraah dimana si

penggarapnya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.

Sebagai imbalan si penggarap berhak atas rasio tertentu dari hasil panen.

2) Jual Beli dengan Mark Up (tambahan atas modal)

Jual beli dengan mark up merupakan tata cara jual beli yang dalam

pelaksanaannya, BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi

kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT

bertindak sebagai penjual kepada nasabah dengan harga sejumlah

harga beli tambah keuntungan bagi BMT atau sering disebut

margin/mark up.

Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi kepada penyedia dan

penyimpan dana. Jenis-jenisnya adalah:

a) Bai Bitsaman Ajil (BBA), adalah proses jual beli dimana pembayaran

dilakukan secara lebih dahulu dan penyerahan barang dilakukan

kemudian.

14

Page 15: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

b) Bai As Salam, proses jual beli dimana pembayaran dilakukan terlebih

dahulu dan penyerahan barang dilakukan kemudian.

c) Al Istishna, adalah kontrak order yang ditandatangani bersamaan

antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan jenis barang

tertentu.

d) Ijarah atau Sewa, adalah dengan memberi penyewa untuk mengambil

pemanfaatan dari sarana barang sewaan untuk jangka waktu tertentu

dengan imbalan yang besarnya telah disepakati bersama.

e) Bai Ut Takjiri, adakah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan

penjualan. Dalam kontrak ini pembayaran sewa telah diperhitungkan

sedemikian rupa sehingga padanya merupakan pembelian terhadap

barang secara berangsur.

f) Musyarakah Mutanaqisah, adalah kombinasi antara musyawarah

dengan ijarah (perkongsian dengan sewa). Dalam kontrak ini kedua

belah pihak yang berkongsi menyertakan modalnya masing-masing.

3) Pembiayaan Non Profit

Sistem ini disebut juga pembiayaan kebajikan. Sistem ini lebih bersifat

sosial dan tidak profit oriented. Dalam BMT pembiayaan ini sering

dikenal dengan Qard yang bertujuan untuk kegiatan produktif yang

secara aplikatif peminjam dana hanya perlu mengembalikan modal

yang dipinjam dari BMT apabila sudah jatuh tempo, yang tentu dengan

beberapa criteria UMK yang harus dipenuhi.

4. Pelayanan zakat dan shadaqoh

a. Penggalangan dana zakat, infaq dan shadaqoh (ZIS)

- ZIS masyarakat

- Lewat kerjasama antara BMT dengan Lembaga Badan Amil Zakat,

Infaq, dan shadaqoh (BAZIS)

b. Dalam penyaluran dana ZIS

15

Page 16: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

- Digunakan untuk pemberian pembiayaan yang sifatnya hanya

membantu

- Pemberian bea siswa bagi perserta yang berprestasi atau kurang

mampu dalam membayar SPP.

- Penutupan terhadap pembiayaan yang macet karena faktor kesulitan

pelunasan.

- Membantu masyarakat yang perlu pengobatan.

5. Perkembangan BMT

Dari data Kompilasi Data Gema PKM-Oktober 2004 dalam Artikel Bambang

Ismawan dan Setyo Budiantoro, Mapping Microfinance in Indonesia, Jurnal

Ekonomi Rakyat, Edisi Maret 2005 jumlah BMT adalah sebanyak 3.038 unit.

Sedangkan kondisi infrastruktur dan kelembagaan keuangan mikro secara regulasi

sampai 2004 belum ada yang memberikan dukungan kuat untuk membangun

lembaga keuangan mikro yang termasuk di dalamnya BMT.

Tabel. Kondisi infrastruktur dan kelembagaan lembaga keuangan mikro

Dari kondisi infrastruktur dan kelembagaan lembaga keuangan mikro dari sisi

regulasi, regulator, pembinaan, penjaminan dan likuiditas belum terpenuhi,

sehingga masih terdapat beberapa kendala yang semestinya harus ditanggulangi

oleh pemerintah guna optimalisasi BMT.

16

Page 17: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

BAB III

OPTIMALISASI PENGEMBANGAN TERPADU UMK MELALUI BMT

A. Potensi BMT Dalam Pengembangan UMK

Mengamati beberapa data yang telah disajikan di atas, ada beberapa prospek

pengembangan UMK melalui BMT, hal ini dapat dilihat dari perkembangan

keduanya dan beberapa kendala yang dialaminya. Potensi UMK sebagai usaha

mayoritas rakyat indonesia yang hampir mencapai 99,1 persen di banding usaha

besar, sehingga seharusnya dapat menyerap tenaga kerja lebih besar dari usaha

besar itu sendiri sampai akhirnya dapat mengembangkan ekonomi rakyat.

Harapan tersebut terkendala dengan adanya permodalan yang kurang sebagai

diungkapkan mudrajat dalam penelitiannya bahwa salah satu faktor penghalang

berkembangnya UMK itu sendiri disamping beberapa kendala lainnya.

Permasalahan di atas sebenarnya dapat diatasi dengan fungsi dari BMT yang

menurut data dari Jannes mempunyai kapabilitas dalam mengatasi permasalahan

tersebut, dengan beberapa faktor pendukung, diantaranya:

1. Pelayanan mudah, murah, dan cepat

2. Pertumbuhan asset yang signifikan, Dilihat dari sisi debet neraca BMT, assetnya terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tetap. Sementara dilihat dari sisi kredit pada neraca, asset BMT merupakan penjumlahan simpanan suka rela dan jumlah modal yang dimiliki. Nilai asset dapat mencerminkan kekayaan dan kewajiban BMT kepada para pemilik maupun pihak ketiga. BMT yang assetnya mengalami pertumbuahan terus menerus berarti BMT itu selain tumbuh makin besar, juga berarti semakin dipercayai baik oleh pihak pemilik maupun pihak ketiga.

3. Kemudahan dalam pembiayaan. Hal ini dapat dilihat dari pembiayaan yang mempunyai dua sumber, yaitu sumber dari dana pihak ke tiga yang sering dipakai untuk transaksi sirkah sebagai permodalan bagi hasil, sedangkan dana yang kedua berasal dari dana zakat, infak dan sedekah yang diaplikasikan dalam dana publik dan qard al hasan( non performing loan),

17

Page 18: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

yang berimplikasi bahwa pengembalian kepada BMT nantinya adalah modal pokok saja tanpa memberikan keuntungan dari hasil usaha tersebut. Kemudahan tersebut memberikan lebih banyak peluang kepada pelaku UMK untuk mengembangkan usaha mereka dan mengatasi permasalahan dalam permodalan selama ini.

4. Pendampingan usaha kepada anggota dan nasabah BMT yang baik dan bersifat kontinue.

5. Mengingat bahwa kebutuhan UMK akan permodalan usaha sangat besar, sedangkan bank dan BPR/S belum bisa menjangkau sektor tersebut secara maksimal, sehingga fungsi BMT sangat dibutuhkan untuk mengoptimalkan perkembangan UMK.

Akan tetapi, hal ini belum mendapat perhatian penuh dari banyak masyarakat, khususnya dari pemerintah, sehingga kinerja dari BMT itu sendiri belum terlalu dioptimalkan. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya regulasi dan pendampingan khususnya untuk BMT dalam kelembagaan sehingga pengelola BMT masih menjadikan koperasi sebagai salah satu bentuk badan infrastruktur mereka sehingga menimbulkan distorsi dalam operasional BMT. Distorsi operasional tersebut adalah antara lain bahwa fungsi dana publik yang belum teroptimalkan, yang padahal seharusnya dana tersebut justru memberikan kontribusi besar dalam UMK, kemudian kurangnya bantuan pendanaan dari pemerintah juga menjadi masalah ketika para debitur dari BMT akan mengajukan pembiayaan karena terbatasnya dana yang ada.Dari permasalahan di atas dibutuhkan strategi-strategi yang dapat membantu semua pihak untuk mengoptimalkan BMT sehingga tujuan untuk mengoptimalkan UMK melalui BMT dapat tercapai.

B. Strategi Optimalisasi Operasional BMT

18

Page 19: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

Ada beberapa strategi untuk mengatasi masalah pendanaan BMT yang dapat

diterapkan:

1. Optimalisasi lembaga pemerintahan yang mengadakan pendanaan BMT secara

melalui lembaga swasta seperti lembaga PT. Permodalan Nasional Madani

terhadap BMT, akan tetapi itu dirasa kurang cukup kontributif untuk

pengembangan BMT, karena belum ada penanganan khusus dari lembaga

pemerintahan.

2. Optimalisasi linkage program untuk penambahan permodalan BMT, baik itu

antara BMT dan BPRS serta Bank Syariah, sehingga kemungkinan likuidasi

BMT terjadi akan semakin mengecil.

Sedangkan proses pengembangan BMT dapat dilakukan dengan proses berikut:

1. Mengidentifikasi ulang kuantitas dan kualitas BMT dan UMK di Indonesia.

2. Koordinasi dengan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) dalam

pengadaan pelatihan bagi para pengelola BMT agar manajemennya bisa

berkembangan.

3. Sosialisasi akan eksistensi BMT kepada masyarakat melalui media massa,

sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui adanya BMT dan

keunggulannya.

4. Pengadaan regulasi khusus tentang BMT, sehingga tidak terjadi reduksi fungsi

BMT itu sendiri.

5. Setelah adanya regulasi tersebut, diperlukan adanya sertifikasi dan ratifikasi

akan eksistensi BMT yang sudah ada, sehingga mempermudah

pemantauannya ke depan.

6. Pendanaan yang maksimal kepada BMT melalui strategi-strategi yang sudah

dikemukakan di atas.

7. Pembentukan Financial Stability Standing Commite yang ditujukan untuk

pembimbingan keterpaduan UMK dan BMT.

19

Page 20: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil analisis data dan penulisan karya ilmiah ini dapat ditarik benang merah

bahwa memang hubungan UMK dengan BMT tidak bisa dilihat sebelah mata,

karena memang BMT itu sendiri merupakan sarana untuk permodalan UMK

sehingga dapat berkembang. Maka pada penulisan ini dapat dihasilkan dua

rumusan kesimpulan:

1. Pengembangan UMK melalui BMT sangat dimungkinkan dengan optimalisasi

fungsi BMT itu sendiri, baik dari fungsi baitul maal dan fungsi bait

tamwilnya.

2. Ada beberapa produk BMT yang sangat signifikan memberi pengaruh pada

UMK apabila produk tersebut diterapkan dalam tataran pengembangan sector

riil khususnya pada UMK. Diantaranya:

a. Mudharabah (bagi hasil)

b. Murabahah

c. Qard (pinjaman kebajikan)

B. Saran

Ada beberapa strategi untuk mengatasi masalah pendanaan BMT yang dapat

diterapkan:

1. Optimalisasi lembaga pemerintahan yang mengadakan pendanaan BMT.

Walaupun sudah ada beberapa lembaga swasta seperti lembaga PT.

Permodalan BMT, akan tetapi itu dirasa kurang cukup kontributif untuk

pengembangan BMT, karena belum ada penanganan khusus dari lembaga

pemerintahan.

2. Optimalisasi linkage program untuk penambahan permodalan BMT, baik itu

antara BMT dan BPRS serta Bank Syariah, sehingga kemungkinan likuidasi

BMT terjadi akan semakin mengecil.

3. Adanya pengawasan dan pembimbingan oleh instansi pemerintah terhadap

sistem dan operasional BMT agar tercipta keterpaduan di dalamnya.

20

Page 21: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

DAFTAR PUSTAKA

Agunan P. Samosir.2007. Analisis Faktor-Faktor Penghambat UMK Produsen Eksportir dan UMK Indirect Eksportir Di Subsektor Industri Keramik Dalam Melakukan Ekspor. Laporan penelitian Sentra Industri Kasongan, Kabupaten Bantul, Provinsi D.I. Yogyakarta, Tahun Anggaran 2000.

Bambang Ismawan dan Setyo Budiantoro. Mapping Microfinance in Indonesia. Jurnal Ekonomi Rakyat, Edisi Maret 2005.

Didin Wahyudin. Key success faktors in micro financing. Paper pada diskusi panel Microfinance Revolution: “Future Perspective for Indonesian Market”. Jakarta. 7 Desember 2004.

Dwi Sunyikno. paper makalah berjudul: Rentenir VS BMT, disampaikan dalam Focus Discussion Group Temu Ilmiah Nasional Ekonomi Islam yang diselenggarakan oleh Sharia Economic Forum UGM di MMTC Jogja 2008.

Heri Sudarsono. (2007) cetakan ke-empat. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Ekonosia. Yoyakarta

Jannes Situmorang.tt. Kaji Tindak Peningkatan Peran Koperasi dan UM Sebagai Lembaga Keuangan Alternatif. Laporan penelitian tentang aspek kelembagaan dan keuangan usaha BMT di 9 (sembilan) propinsi yang meliputi : Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB dan Sulawesi.

Laporan Badan Pusat Statistik, sensus ekonomi 2006 dalam statistk UKM 2007.

Mudrajad Kuncoro. Makalah Seminar PSAK “Catatan Tentang Sektor Industri & UKM 10 tahun Pasca Krisis” tahun 2007.

Neddy Rafinaldy. 2006. Memeta Potensi dan Karakteristik UMK Bagi Penumbuhan Usaha Baru. Jurnal infokop no. 29 tahun XXII.

21

Page 22: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

Sholihin (2003). Hasil penelitian tentang perilaku konsumen terhadap produk BMT di BMT Kharisma, Magelang, Jawa Tengah, ditulis untuk data penyelesaian tesis S2 MSI UII.

Sri Sumarni (2001). “Analisis Korelasi Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Penabung pada Baitul Maal wat Tamwil: Studi Kasus pada BMT Abidin di kalurahan Banyuanyar kecamatan Banjarsari Surakarta”.

Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil

22

Page 23: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 1

Identitas Pribadi

Nama Lengkap Mohammad Agus Khoirul Wafa

Tempat dan Tanggal Lahir Sidoarjo, 25 Agustus 1987

Jenis Kelamin Laki-laki

Status Mahasiswa Fakultas Ilmu Agama Islam

Universitas Islam Indonesia

Alamat Yogyakarta Ponpes UII; Jl. Selokan Mataram, Condong –

Catur, Yogyakarta. 55283

Alamat Asal Modong, Tulangan, Sidoarjo Jawa Timur. 61273

No. HP 081703575296/ 088802711770

E-mail [email protected]

Riwayat Pendidikan

Jenjang Nama Sekolah Tahun Masuk Tahun Kelulusan

Dasar MI Darussalam Sidoarjo 1993 1999

SLTP KMI Pondok Modern Al-

Barokah Nganjuk

1999 2002

SLTA KMI Pondok Modern Al-

Barokah Nganjuk

2002 2005

S-1 Fakultas Ilmu Agama Islam

Universitas Islam Indonesia

2006 -

23

Page 24: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 2

Identitas Pribadi

Nama Lengkap Madrosim

Tempat Tanggal Lahir Lebak, 20 Juni 1986

Jenis Kelamin Laki-laki

Status Mahasiswa Fakultas Ilmu Agama Islam

Universitas Islam Indonesia

Alamat YogyakartaJl. Kaliurang Km. 14,5 Dsn. Kimpulan, Rt. 01/01

Umbulmartani, Ngemplak, Sleman, Jogjakarta

Alamat AsalJl. Jasinga-Maja Rt. 01/04 Desa Cilayang, Curug

Bitung, Lebak, Banten 42381

No. Hp/ Telp. 0852 289 43 664

E-mail [email protected]

Riwayat Pendidikan

Jenjang Nama Sekolah Tahun Masuk Tahun Kelulusan

DasarSDN Cilayang II Lebak,

Banten1993 1999

SLTPSMPS La Tansa Lebak,

Banten1999 2002

SLTASMUS La Tansa Lebak,

Banten2002 2005

S-1Fakultas Ilmu Agama Islam

Universitas Islam Indonesia2006 -

24

Page 25: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS 2

Identitas Pribadi

Nama Lengkap Nur Wahid Hidayatullah

Tempat dan Tanggal Lahir Kebumen, 26 September 1987

Jenis Kelamin Laki-laki

Status Mahasiswa Fakultas Ilmu Agama Islam

Universitas Islam Indonesia

Alamat Yogyakarta Jl.Kaliurang Km14,5 Selatan Gor UII

Alamat Asal -

No. HP/ Telp. 08170601189

E-mail [email protected]

Riwayat Pendidikan

Jenjang Nama Sekolah Tahun Masuk Tahun Kelulusan

Dasar SDN I ABEAN Kebumen 1993 1999

SLTP MTs Pabelan Magelang 1999 2002

SLTA MA Pabelan Magelang 2002 2005

S-1 Fakultas Ilmu Agama Islam

Universitas Islam Indonesia

2006 -

25

Page 26: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PEMBIMBING

Data PribadiNama : Nur Kholis, S.Ag (UII), M.Sh.Ec

(UM)NIP/NIK : 01.423.SYPekerjaan : Dosen Tetap UIITempat Lahir : Blitar, Tgl. Lahir : 01 November

1977Agama/Jenis klm : Islam/lkPangkat/Gol./TMT : Penata, III/c, 1 April 2007 Jabatan Struktural : Ketua Program Studi Ekonomi Islam

FIAI UIIJabatan Akademik/TMT: Lektor/ 1 Februari 2007Alamat kantor : FIAI UII, Prodi Ekonomi Islam, Kampus

Terpadu UII Jl. Kaliurang Km 14,5 Yogyakarta telp. (62-274) 898462, fax. (62-274) 898463

Email : [email protected] atau [email protected]

Alamat Rumah : Sono RT 7 RW 42 Wedomartani Ngemplak Sleman Yk,

Telp. 0274-7826544/081.5688.3480Riwayat Pendidikan:

MI MI Miftahunnajah, Tegalrejo, Blitar tahun 1984 – 1990 (selama 18 cawu di MI, 17 kali Ranking I dan satu kali Ranking II saat kelas II)

MTsN MTsN Jabung di Selopuro, Blitar tahun 1990 – 1993 (selama 6 semester di MTsN, selalu Ranking I)

MANPK MAN Program Khusus (PK) Jember tahun 1993 – 1996 (selama 6 semester di MAN-PK, 5 kali Ranking I

26

Page 27: 1lung.files.wordpress.com · Web viewBab III merupakan analisa beberapa data yang disajikan pada bab sebelumnya yang akan membentuk formulasi hasil analisis itu sendiri. Bab IV merupakan

dan satu kali Ranking III saat kelas I).S-1 Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI Universitas Islam

Indonesia (UII), Jurusan Syariah, tahun 1996 – 2000, (selesai 7 semester), lulus dengan IPK 4,00.

S-2 Program Pascasarjana Departemen Syariah dan Ekonomi, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia, tahun 2004 – 2005, (selesai 17 bulan), lulus tercepat dengan IPK 3, 92.

27