11
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelinci New Zealand (Oryctolagus Cuniculus) sebagai Hewan Coba Hewan laboratorium atau hewan percobaan dapat digunakan sebagai media dalam penelitian atau pengamatan laboratorik untuk mempelajari dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Penggunaan hewan coba untuk pengujian secara in vivo biasanya menunjukkan hasil deviasi yang lebih besar dibandingkan dengan percobaan in vitro, karena adanya variasi biologis. Supaya variasi tersebut kondusif, hewan-hewan yang mempunyai spesies yang sama atau strain yang sama, usia yang sama, dan jenis kelamin yang sama, dipelihara pada kondisi yang sama pula. Penelitian ini menggunakan hewan coba Kelinci New Zealand (Oryctolagus Cuniculus) yang memiliki klasifikasi sebagai berikut (Lebas et al. 1986): Kingdom : Animalia Filum : Chordata

2. Bab II Tinjauan Pustaka

  • Upload
    yume

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: 2. Bab II Tinjauan Pustaka

6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelinci New Zealand (Oryctolagus Cuniculus) sebagai Hewan Coba

Hewan laboratorium atau hewan percobaan dapat digunakan sebagai

media dalam penelitian atau pengamatan laboratorik untuk mempelajari dan

mengembangkan ilmu pengetahuan. Penggunaan hewan coba untuk pengujian

secara in vivo biasanya menunjukkan hasil deviasi yang lebih besar dibandingkan

dengan percobaan in vitro, karena adanya variasi biologis. Supaya variasi tersebut

kondusif, hewan-hewan yang mempunyai spesies yang sama atau strain yang

sama, usia yang sama, dan jenis kelamin yang sama, dipelihara pada kondisi yang

sama pula.

Penelitian ini menggunakan hewan coba Kelinci New Zealand

(Oryctolagus Cuniculus) yang memiliki klasifikasi sebagai berikut (Lebas et al.

1986):

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Klass : Mammalia

Ordo : Lagomorpha

Familia : Leporidae

Genus : Oryctolagus

Kelinci New Zealand White (Oryctolagus Cuniculus) merupakan jenis

kelinci yang paling banyak digunakan untuk penelitian karena sifatnya yang

Page 2: 2. Bab II Tinjauan Pustaka

7

memberikan respon positif terhadap uji laboratorium dan kemampuannya yang

baik dalam beradaptasi terhadap beberapa jenis penelitian. Secara fisiologis darah

kelinci mengandung 35-53 mg/dL kolesterol dan 124-156 mg/dL trigliserida

(Malole & Pramono 1989). Kelinci merupakan hewan percobaan yang sering

digunakan untuk mempelajari beberapa tujuan, antara lain kandungan gizi sampel,

mencari produk medis seperti obat-obatan baru, dan studi tentang berbagai

penyakit tertentu (Cheehe et al.1986).

2.2 Aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan penyakit inflamasi kronik yang ditandai oleh

terbentuknya plak di dalam arteri besar. Aterosklerosis merupakan penyebab

tersering penyakit arteri koroner, penyakit arteri karotis, penyakit arteri perifer

dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

Aterosklerosis ditandai oleh hilangnya elastisitas pembuluh dan terbentuknya plak

di dinding pembuluh darah.Aterosklerosis diawali oleh terjadinya disfungsi

endotel pembuluh darah. Endotel merupakan lapisan terdalam pembuluh darah

yang berfungsi menjaga dinding pembuluh darah dan fungsi sirkulasi. Endotel

memiliki sifat antiaterogenik, anti proliferasi, antiinflamasi dan mengatur tonus

vaskular agar aliran darah tetap lancar di dalam pembuluh darah. Disfungsi

endotel akan mengubah endotel menjadi lebih bersifat vasokonstriktor, aterogenik

dan proinflamasi.

Page 3: 2. Bab II Tinjauan Pustaka

8

Faktor Resiko Aterosklerosis

1. Lipoprotein

Peningkatan LDL (Low Density Lipoprotein) dihubungkan dengan

respon inflamasi dan luka sel endotelial. Stadium awal aterosklerosis

bermula dari monosit dan T-limfosit yang mengalami penumpukan pada

dinding pembuluh darah arteri yang dipicu oleh Ox-LDL (oxidized-LDL).

Ox-LDL merupakan modifikasi dari LDL yang menyebabkan

aterosklerosis (Ross, 1999). Ox-LDL difagositosis oleh makrofag melalui

resptor LDL (Scavenger-Resceptor) yang menyebabkan menumpuknya ester

kolesterol dan terbentuk sel busa. Densitas partikel LDL sistemik memiliki

hubungan dengan aterosklerosis (Worthley et al., 2001).

2. Aktivitas Estrogen

Penyakit aterosklerosis secara umum sedikit terjadi pada betina dan

lebih sering terhadap jantan. Hormon estrogen bersifat sebagai pelindung,

dapat meningkatkan produksi MMP-2 yang mencegah akumulasi kolagen

pada intima (Orford, 2005).

3. Genetik

Peningkatan resiko aterosklerosis dihubungkan dengan mutasi

tunggal gen yang menyebabkan gangguan metabolisme lipid (Worthley et

al., 2001).

2.3 Enzim Transaminase

Pada sel hepar yang mengalami cidera akan terjadi kerusakan membran sel

dan organel yang akan menyebabkan enzim intrasel masuk ke dalam pembuluh

Page 4: 2. Bab II Tinjauan Pustaka

9

darah sehingga kadar enzim yang meningkat dalam darah dapat diukur misalnya,

ALT, AST, dan γ-GT (Underwood, 1999).

Tes fungsi hepar yang umum untuk mengetahui adanya gangguan dalam

organ hepar adalah AST (aspartate transaminase), yang di Indonesia lebih sering

disebut sebagai GOT (glutamic-oxaloacetic transaminase), dan ALT (alanine

transaminase) yang bisaanya di Indonesia disebut sebagai GPT (glutamic-pyruvic

transaminase) (Wibowo, 2004).

Transaminase adalah sekelompok enzim yang bekerja sebagai katalisator

dalam proses pemindahan gugusan amino antara suatu asam alfa amino dengan

asam alfa keto. Menurut Chandrasoma (2008), serum transaminase adalah

indikator yang peka pada kerusakan sel-sel hepar. Kenaikan aktivitas enzim

pencernaan di dalam serum dapat terjadi karena kerusakan sel-sel yang

membuatnya. Keadaan tersebut dapat terjadi pada berbagai radang dari kelenjar

yang menghasilkannya (Sadikin, 2002).

Kadar GPT normal adalah 10-35 U/I, sedangkan GOT berkisar antara 3-83

U/I. Kadar GPT serum pada hepatitis akut serta kerusakan hepar akibat

penggunaan obat dan zat kimia dengan setiap serum mencapai 200-4000 U/I (Kee,

2007). Kedua enzim ini berperan dalam metabolisme asam amino dan

mengkatalisis reaksi yang sama, yaitu reaksi pemindahan gugus NH2 dari suatu

asam amino ke suatu alfa-keto, sehingga terbentuk asam alfa-keto dan asam

amino yang baru.

Walaupun kedua enzim terdapat dalam hepar dengan konsentrasi tinggi ,

GOT juga mungkin terdapat dalam jaringan lain. Pada peningkatan permeabilitas

Page 5: 2. Bab II Tinjauan Pustaka

10

membran sel, enzim keluar dari sel. Aktivitas GPT dan GOT tinggi sekali pada

penyakit hepatoseluler akut. Namun bila terdapat nekrosis jaringan yang lebih

hebat seperti keracunan parasetamol, tetrasiklin, obat sitotoksik, karbon

tetraklorida atau zat lain, aktivitas enzim GOT meningkat lebih tinggi dari GPT.

Aktivitas fisik berat yang dilakukan sesaat, dapat meningkatkan GOT dan

GPT dalam darah sebagai pertanda dari gangguan fungsi hepar yang disebabkan

oleh oxidative stress, mengingat hepar merupakan organ yang besar dalam tubuh

dan memiliki fungsi yang amat penting dan rentan terhadap pengaruh radikal

bebas (Jawi, 2007).

2.4 Fungsi Sel Endotel dan Disfungsi Endotel

Dinding arteri terdiri atas lapisan intima, media dan adventitia yang

tersusun atas sel-sel endotel, sel-sel otot polos dan matriks ekstrasel dengan

serabut elastin dan kolagen. Aterosklerosis terjadi gangguan pada integritas

lapisan intima dan media (Price dan Wilson, 2005). Lapisan terdalam dari tunika

intima, terdiri dari selapis sel yang disebut sel endotel. Sel endotel memiliki ciri:

bentuk sel epitel pipih selapis (squamous simple epithelium) dengan jarak antara

sel yang teratur dan rapat, artinya antar sel satu dengan lainnya sangat rapat

sehingga tidak bisa ditembus oleh molekul yang besar, permukaan sel mulus dan

licin. Sel endotel merupakan lapisan permukaan dalam pembuluh darah yang

berfungsi sebagai membran selektif yang membatasi darah dengan jaringan sekitar

pembuluh darah (Arjita, 2002). Endotel normal mengatur tonus dan struktur

vaskuler, menghambat respon inflamasi, serta menghambat pertumbuhan lapisan

otot polos vaskuler. Efek tersebut dipengaruhi oleh NO (Nitric Oxide) yang

Page 6: 2. Bab II Tinjauan Pustaka

11

merupakan vasodilator endogen yang kuat. NO (Nitric Oxide) diproduksi oleh

eNOS (endothelium Nitric Oxide Synthase). Sebagai regulator utama homeostasis

vaskuler, endotel berfungsi mempertahankan keseimbangan antara vasodilatasi

dan vasokontriksi, mengatur keseimbangan antara trombogenesis dan fibrinolysis,

serta menstimulasi maupun menghambat proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos,

jika keseimbangan tersebut rusak maka akan terjadi disfungsi endotel, yang dapat

menyebabkan kerusakan dinding arteri. Disfungsi endotel sebagai pertanda awal

terjadinya aterosklerosis (Davignon and Ganz, 2004). Disfungsi endotel

merupakan perubahan fungsi sel endotel yang berakibat pada kegagalan fungsi

NO, sehingga disfungsi endotel harus dibedakan dari kerusakan endotel yang

berarti terjadinya kerusakan anatomi endotel (Tjokroprawiro, 2006).

2.6 Diet Aterogenik

Pemberian diet tinggi lemak merupakan salah satu model hewan coba

standar yang digunakan untuk menjelaskan patomekanisme aterosklerosis.

Preparasi hewan coba aterosklerosis pada Oryctolagus Cuniculus melalui

pemberian diet aterogenik. Diet aterogenik merupakan komposisi pakan yang

terdiri dari kuning telur puyuh rebus, minyak babi dan asam kholat. Pemberian

induksi diet aterogenik selama 30 hari akan menyebabkan terganggunya

metabolisme kolesterol dalam tubuh. Hal ini menyebabkan dalam tubuh kelinci

kadar TG dan kolesterol tinggi yang menyebabkan aktivitas enzim lipoprotein

lipase menurun sehingga terjadinya aterosklerosis (Gani et al., 2013).

2.7 Diet Aterogenik Menginduksi Inflamasi Sistemik

Page 7: 2. Bab II Tinjauan Pustaka

12

Pembentukan kondisi proinflamasi merupakan salah satu mekanisme

dimana diet aterogenik menyebabkan penyakit metabolik dan kardiovaskuler. Diet

aterogenik berhubungan dengan terjadinya disfungsi endotel, dimana disfungsi

endotel merupakan tanda awal aterosklerosis (Esposito and Guigliano, 2006). Diet

aterogenik berperan dalam pengaturan inflamasi serta produksi sitokin

proinflamasi yang terlibat dalam aterosklerosis (Han et al., 2002). Hasil penelitian

pada kelinci yang diberi diet aterogenik meningkatkan resiko terjadinya

aterosklerosis dengan cara menginduksi proses inflamasi (Haidar, 2007).