Upload
yume
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelinci New Zealand (Oryctolagus Cuniculus) sebagai Hewan Coba
Hewan laboratorium atau hewan percobaan dapat digunakan sebagai
media dalam penelitian atau pengamatan laboratorik untuk mempelajari dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Penggunaan hewan coba untuk pengujian
secara in vivo biasanya menunjukkan hasil deviasi yang lebih besar dibandingkan
dengan percobaan in vitro, karena adanya variasi biologis. Supaya variasi tersebut
kondusif, hewan-hewan yang mempunyai spesies yang sama atau strain yang
sama, usia yang sama, dan jenis kelamin yang sama, dipelihara pada kondisi yang
sama pula.
Penelitian ini menggunakan hewan coba Kelinci New Zealand
(Oryctolagus Cuniculus) yang memiliki klasifikasi sebagai berikut (Lebas et al.
1986):
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Klass : Mammalia
Ordo : Lagomorpha
Familia : Leporidae
Genus : Oryctolagus
Kelinci New Zealand White (Oryctolagus Cuniculus) merupakan jenis
kelinci yang paling banyak digunakan untuk penelitian karena sifatnya yang
7
memberikan respon positif terhadap uji laboratorium dan kemampuannya yang
baik dalam beradaptasi terhadap beberapa jenis penelitian. Secara fisiologis darah
kelinci mengandung 35-53 mg/dL kolesterol dan 124-156 mg/dL trigliserida
(Malole & Pramono 1989). Kelinci merupakan hewan percobaan yang sering
digunakan untuk mempelajari beberapa tujuan, antara lain kandungan gizi sampel,
mencari produk medis seperti obat-obatan baru, dan studi tentang berbagai
penyakit tertentu (Cheehe et al.1986).
2.2 Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan penyakit inflamasi kronik yang ditandai oleh
terbentuknya plak di dalam arteri besar. Aterosklerosis merupakan penyebab
tersering penyakit arteri koroner, penyakit arteri karotis, penyakit arteri perifer
dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.
Aterosklerosis ditandai oleh hilangnya elastisitas pembuluh dan terbentuknya plak
di dinding pembuluh darah.Aterosklerosis diawali oleh terjadinya disfungsi
endotel pembuluh darah. Endotel merupakan lapisan terdalam pembuluh darah
yang berfungsi menjaga dinding pembuluh darah dan fungsi sirkulasi. Endotel
memiliki sifat antiaterogenik, anti proliferasi, antiinflamasi dan mengatur tonus
vaskular agar aliran darah tetap lancar di dalam pembuluh darah. Disfungsi
endotel akan mengubah endotel menjadi lebih bersifat vasokonstriktor, aterogenik
dan proinflamasi.
8
Faktor Resiko Aterosklerosis
1. Lipoprotein
Peningkatan LDL (Low Density Lipoprotein) dihubungkan dengan
respon inflamasi dan luka sel endotelial. Stadium awal aterosklerosis
bermula dari monosit dan T-limfosit yang mengalami penumpukan pada
dinding pembuluh darah arteri yang dipicu oleh Ox-LDL (oxidized-LDL).
Ox-LDL merupakan modifikasi dari LDL yang menyebabkan
aterosklerosis (Ross, 1999). Ox-LDL difagositosis oleh makrofag melalui
resptor LDL (Scavenger-Resceptor) yang menyebabkan menumpuknya ester
kolesterol dan terbentuk sel busa. Densitas partikel LDL sistemik memiliki
hubungan dengan aterosklerosis (Worthley et al., 2001).
2. Aktivitas Estrogen
Penyakit aterosklerosis secara umum sedikit terjadi pada betina dan
lebih sering terhadap jantan. Hormon estrogen bersifat sebagai pelindung,
dapat meningkatkan produksi MMP-2 yang mencegah akumulasi kolagen
pada intima (Orford, 2005).
3. Genetik
Peningkatan resiko aterosklerosis dihubungkan dengan mutasi
tunggal gen yang menyebabkan gangguan metabolisme lipid (Worthley et
al., 2001).
2.3 Enzim Transaminase
Pada sel hepar yang mengalami cidera akan terjadi kerusakan membran sel
dan organel yang akan menyebabkan enzim intrasel masuk ke dalam pembuluh
9
darah sehingga kadar enzim yang meningkat dalam darah dapat diukur misalnya,
ALT, AST, dan γ-GT (Underwood, 1999).
Tes fungsi hepar yang umum untuk mengetahui adanya gangguan dalam
organ hepar adalah AST (aspartate transaminase), yang di Indonesia lebih sering
disebut sebagai GOT (glutamic-oxaloacetic transaminase), dan ALT (alanine
transaminase) yang bisaanya di Indonesia disebut sebagai GPT (glutamic-pyruvic
transaminase) (Wibowo, 2004).
Transaminase adalah sekelompok enzim yang bekerja sebagai katalisator
dalam proses pemindahan gugusan amino antara suatu asam alfa amino dengan
asam alfa keto. Menurut Chandrasoma (2008), serum transaminase adalah
indikator yang peka pada kerusakan sel-sel hepar. Kenaikan aktivitas enzim
pencernaan di dalam serum dapat terjadi karena kerusakan sel-sel yang
membuatnya. Keadaan tersebut dapat terjadi pada berbagai radang dari kelenjar
yang menghasilkannya (Sadikin, 2002).
Kadar GPT normal adalah 10-35 U/I, sedangkan GOT berkisar antara 3-83
U/I. Kadar GPT serum pada hepatitis akut serta kerusakan hepar akibat
penggunaan obat dan zat kimia dengan setiap serum mencapai 200-4000 U/I (Kee,
2007). Kedua enzim ini berperan dalam metabolisme asam amino dan
mengkatalisis reaksi yang sama, yaitu reaksi pemindahan gugus NH2 dari suatu
asam amino ke suatu alfa-keto, sehingga terbentuk asam alfa-keto dan asam
amino yang baru.
Walaupun kedua enzim terdapat dalam hepar dengan konsentrasi tinggi ,
GOT juga mungkin terdapat dalam jaringan lain. Pada peningkatan permeabilitas
10
membran sel, enzim keluar dari sel. Aktivitas GPT dan GOT tinggi sekali pada
penyakit hepatoseluler akut. Namun bila terdapat nekrosis jaringan yang lebih
hebat seperti keracunan parasetamol, tetrasiklin, obat sitotoksik, karbon
tetraklorida atau zat lain, aktivitas enzim GOT meningkat lebih tinggi dari GPT.
Aktivitas fisik berat yang dilakukan sesaat, dapat meningkatkan GOT dan
GPT dalam darah sebagai pertanda dari gangguan fungsi hepar yang disebabkan
oleh oxidative stress, mengingat hepar merupakan organ yang besar dalam tubuh
dan memiliki fungsi yang amat penting dan rentan terhadap pengaruh radikal
bebas (Jawi, 2007).
2.4 Fungsi Sel Endotel dan Disfungsi Endotel
Dinding arteri terdiri atas lapisan intima, media dan adventitia yang
tersusun atas sel-sel endotel, sel-sel otot polos dan matriks ekstrasel dengan
serabut elastin dan kolagen. Aterosklerosis terjadi gangguan pada integritas
lapisan intima dan media (Price dan Wilson, 2005). Lapisan terdalam dari tunika
intima, terdiri dari selapis sel yang disebut sel endotel. Sel endotel memiliki ciri:
bentuk sel epitel pipih selapis (squamous simple epithelium) dengan jarak antara
sel yang teratur dan rapat, artinya antar sel satu dengan lainnya sangat rapat
sehingga tidak bisa ditembus oleh molekul yang besar, permukaan sel mulus dan
licin. Sel endotel merupakan lapisan permukaan dalam pembuluh darah yang
berfungsi sebagai membran selektif yang membatasi darah dengan jaringan sekitar
pembuluh darah (Arjita, 2002). Endotel normal mengatur tonus dan struktur
vaskuler, menghambat respon inflamasi, serta menghambat pertumbuhan lapisan
otot polos vaskuler. Efek tersebut dipengaruhi oleh NO (Nitric Oxide) yang
11
merupakan vasodilator endogen yang kuat. NO (Nitric Oxide) diproduksi oleh
eNOS (endothelium Nitric Oxide Synthase). Sebagai regulator utama homeostasis
vaskuler, endotel berfungsi mempertahankan keseimbangan antara vasodilatasi
dan vasokontriksi, mengatur keseimbangan antara trombogenesis dan fibrinolysis,
serta menstimulasi maupun menghambat proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos,
jika keseimbangan tersebut rusak maka akan terjadi disfungsi endotel, yang dapat
menyebabkan kerusakan dinding arteri. Disfungsi endotel sebagai pertanda awal
terjadinya aterosklerosis (Davignon and Ganz, 2004). Disfungsi endotel
merupakan perubahan fungsi sel endotel yang berakibat pada kegagalan fungsi
NO, sehingga disfungsi endotel harus dibedakan dari kerusakan endotel yang
berarti terjadinya kerusakan anatomi endotel (Tjokroprawiro, 2006).
2.6 Diet Aterogenik
Pemberian diet tinggi lemak merupakan salah satu model hewan coba
standar yang digunakan untuk menjelaskan patomekanisme aterosklerosis.
Preparasi hewan coba aterosklerosis pada Oryctolagus Cuniculus melalui
pemberian diet aterogenik. Diet aterogenik merupakan komposisi pakan yang
terdiri dari kuning telur puyuh rebus, minyak babi dan asam kholat. Pemberian
induksi diet aterogenik selama 30 hari akan menyebabkan terganggunya
metabolisme kolesterol dalam tubuh. Hal ini menyebabkan dalam tubuh kelinci
kadar TG dan kolesterol tinggi yang menyebabkan aktivitas enzim lipoprotein
lipase menurun sehingga terjadinya aterosklerosis (Gani et al., 2013).
2.7 Diet Aterogenik Menginduksi Inflamasi Sistemik
12
Pembentukan kondisi proinflamasi merupakan salah satu mekanisme
dimana diet aterogenik menyebabkan penyakit metabolik dan kardiovaskuler. Diet
aterogenik berhubungan dengan terjadinya disfungsi endotel, dimana disfungsi
endotel merupakan tanda awal aterosklerosis (Esposito and Guigliano, 2006). Diet
aterogenik berperan dalam pengaturan inflamasi serta produksi sitokin
proinflamasi yang terlibat dalam aterosklerosis (Han et al., 2002). Hasil penelitian
pada kelinci yang diberi diet aterogenik meningkatkan resiko terjadinya
aterosklerosis dengan cara menginduksi proses inflamasi (Haidar, 2007).